kebijakan pemekaran daerah.pdf

11
IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PEMEKARAN DAERAH DAN PENYELENGGARAAN PELAYANAN PUBLIK (Studi Kasus Pemekaran Kabupaten Kolaka Utara) Muhammad Yahya Universitas Sawerigading Makassar Abstrak Kondisi pelayanan publik pada wilayah pemekaran masih perlu terus ditingkatkan. Sosok birokrat yang menjadi pelayan harus memiliki pendidikan, keterampilan dan pengetahuan memadai. Modal keterampilan itu menjadi syarat mutlak menghadirkan birokrat profesional dalam memberi pelayanan. Pemekaran suatu wilayah harus dibarengi kesiapan seluruh komponen, termasuk masyarakat, sumber daya manusia, sarana dan prasarana. Pengalaman di beberapa wilayah pemekaran termasuk Kabupaten Kolaka Utara, pengisian posisi di struktur birokrasi seringkali tidak lagi mempertimbangkan kompetensi dan kemampuan. Keterbatasan kualitas sumber daya dan sarana serta prasarana lainnya, menjadikan harapan dari awal cita- cita mulia pemekaran, menyajikan kualitas pelayanan lebih berkualitas, agak lebih sulit tersajikan. Kata kunci: Implementasi Kebijakan Pemekaran Daerah- Pelayanan Publik Pendahuluan Reformasi politik ditandai jatuhnya rezim Ode Baru 1998. Perubahan tatanan kehidupan politik itu, membawa implikasi sangat jauh dalam perjalanan berbangsa dan bernegara. Pola hubungan dan komunikasi antara pemerintah pusat dan daerah juga mengalami perubahan sangat drastis dan luar biasa. Pola paternalistik dan sentralistik sangat kuat di masa lalu, mengalami perubahan sangat cepat. Regulasi dalam hubungan pemerintah pusat dan daerah, juga mengalami revisi sangat cepat. UU Nomor 5/1974 tentang pemerintahan di daerah, diubah menjadi UU No.22/1999. Regulasi baru pemerintahan di daerah lewat UU No.22/1999 itu memberi titik fokus otonomi daerah pada pemerintah kabupaten dan kota. Pemberlakukan UU itu menjadikan ketergantungan daerah tidak lagi sekuat seperti di masa lalu. Kabupaten

Upload: jurnal-societal

Post on 24-Jan-2016

13 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Kebijakan Pemekaran Daerah.pdf

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PEMEKARAN DAERAH DAN PENYELENGGARAAN PELAYANAN PUBLIK

(Studi Kasus Pemekaran Kabupaten Kolaka Utara)

Muhammad Yahya Universitas Sawerigading Makassar

Abstrak

Kondisi pelayanan publik pada wilayah pemekaran masih perlu terus ditingkatkan. Sosok birokrat yang menjadi pelayan harus memiliki pendidikan, keterampilan dan pengetahuan memadai. Modal keterampilan itu menjadi syarat mutlak menghadirkan birokrat profesional dalam memberi pelayanan. Pemekaran suatu wilayah harus dibarengi kesiapan seluruh komponen, termasuk masyarakat, sumber daya manusia, sarana dan prasarana. Pengalaman di beberapa wilayah pemekaran termasuk Kabupaten Kolaka Utara, pengisian posisi di struktur birokrasi seringkali tidak lagi mempertimbangkan kompetensi dan kemampuan. Keterbatasan kualitas sumber daya dan sarana serta prasarana lainnya, menjadikan harapan dari awal cita-cita mulia pemekaran, menyajikan kualitas pelayanan lebih berkualitas, agak lebih sulit tersajikan.

Kata kunci: Implementasi Kebijakan – Pemekaran Daerah- Pelayanan Publik

Pendahuluan

Reformasi politik ditandai jatuhnya rezim Ode Baru 1998. Perubahan tatanan

kehidupan politik itu, membawa implikasi sangat jauh dalam perjalanan berbangsa dan

bernegara. Pola hubungan dan komunikasi antara pemerintah pusat dan daerah juga

mengalami perubahan sangat drastis dan luar biasa.

Pola paternalistik dan sentralistik sangat kuat di masa lalu, mengalami perubahan

sangat cepat. Regulasi dalam hubungan pemerintah pusat dan daerah, juga

mengalami revisi sangat cepat. UU Nomor 5/1974 tentang pemerintahan di daerah,

diubah menjadi UU No.22/1999.

Regulasi baru pemerintahan di daerah lewat UU No.22/1999 itu memberi titik fokus

otonomi daerah pada pemerintah kabupaten dan kota. Pemberlakukan UU itu

menjadikan ketergantungan daerah tidak lagi sekuat seperti di masa lalu. Kabupaten

Page 2: Kebijakan Pemekaran Daerah.pdf

dan kota secara mandiri dan bebas untuk membangun dan meningkatkan kualitas

hidup dari rakyat.

Salah satu klausal dalam aturan baru pemerintahan di daerah itu, adalah, membuka

kesempatan bagi daerah di tingkat provinsi, kabupaten dan kota untuk dilakukan

pemekaran.

Pemekaran di masa lalu seakan menjadi tabu politik, kemudian menemukan ruang

dan momentum di era reformasi . Kebijakan pemekaran menjadikan daerah yang

selama ini dari segi geo politik termasuk cukup luas, seakan berlomba untuk

memekarkan wilayahnya.

Kebijakan pemekaran di awal reformasi menjadikan beberapa daerah baru

bermunculan menjadi provinsi, kabupaten dan kota baru. Pemekaran didorong

percepatan terwujud, dengan mengemuka sentimen etnis, agama, wilayah dan alasan-

alasan yang lain.

Pemekaran wilayah sejatinya memotong rentang kendali pelayanan kepada

masyarakat. Seringkali jarak dan waktu menjadi hambatan jika ada urusan administrasi

pemerintahan harus diselesaikan masyarakat di pusat pemerintahan kota, kabupaten

dan provinsi.

Pemekaran daerah seperti kabupaten dipecah menjadi beberapa kabupaten

sebenarnya merupakan tindakan baik jika konsep awal dalam otonomi daerah

diterapkan, yakni dalam rangka pemerataan pembangunan daerah. Yang dikhawatirkan

malah sebaliknya dan akan menguntungkan beberapa kelompok dan golongan saja.

Hal itu dibuktikan ketika sudah mulai muncul wacana pemekaran daerah, muncul pula

beberapa tokoh politik, agama, masyarakat, pemuda, akademisi, militer dan pengusaha

seolah-olah ikut andil dalam proses pemekaran. (Bungaran Antonius Simanjuntak :105)

Pemekaran daerah menurut Bungaran, membawa implikasi positif dalam bentuk

pengakuan sosial, politik dan kultural masyarakat daerah. Melalui kebijakan pemekaran

entitas masyarakat yang mempunyai sejarah kohesivitas dan kebesaran yang panjang,

memperoleh pengakuan sebagai daerah otonom baru.

Kebijakan pemekaran juga bisa memicu konflik yang pada gilirannya,

menimbulkan masalah horizontal dan vertikal dalam masyarakat. Sengketa antara

pemerintah daerah induk dengan pemerintah daerah pemekaran dalam hal pengalihan

Page 3: Kebijakan Pemekaran Daerah.pdf

asset dan batas wilayah, seringkali berimplikasi pada ketegangan antar kubu

masyarakat dan antara masyarakat dengan pemerintah daerah.

Kebijakan pemerintah daerah mampu memperpendek jarak geografis antara

pemukiman penduduk dengan sentra pelayanan, juga mempersempit rentang kendali

antara pemerintah daerah dengan unit pemerintah di bawahnya. Disamping itu,

pemekaran juga memungkinkan untuk menghadirkan jenis pelayanan baru seperti

pelayanan listrik, telepon serta fasilitas urban lainnya terutama di wilayah ibukota

daerah pemekaran. (Bungaran Antonius Simanjuntak: 108)

Regulasi Pemekaran Wilayah

Percepatan pemekaran akan segera terwujud, kalau muncul elite dari masyarakat

yang mendorong pencapaian pemekaran. Elite itu memiliki kepentingan politik untuk

menempati posisi dan jabatan politik serta birokrat di wilayah baru.

Pasal 2 PP No.129 tahun 2000 menjadi rujukan, awal mulai dibukanya kran politik

pemekaran. Bunyi pasal itu mengatakan, pemekaran daerah bertujuan meningkatkan

kesejahteraan rakyat melalui peningkatan pelayanan kepada masyarakat, percepatan

pertumbuhan kehidupan demokrasi, percepatan pertumbuhan kehidupan demokrasi,

percepatan pelaksanaan pembangunan perekonomian daerah, percepatan pengelolaan

potensi daerah, peningkatan keamanan dan ketertiban serta peningkatan hubungan

serasi antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah.

Syarat pembentukan daerah berdasar, kemampuan ekonomi, potensi daerah, sosial

budaya, sosial politik, jumlah penduduk, luas daerah dan pertimbangan lain

memungkinkan terselenggaranya otonomi daerah.

Prosedur pembentukan daerah sesuai PP No.129 tahun 2000 pasal 16,

menyebutkan, adanya kemauan politik dari pemerintah daerah masyarakat

bersangkutan. Pembentukan daerah harus didukung oleh penelitian awal yang

dilaksanakan pemerintah daerah.

Usul pembentukan kabupaten dan kota disampaikan kepada pemerintah cq.

Menteri Dalam Negeri dan Otonomi melalui gubernur dengan melampirkan hasil

penelitian daerah dan persetujuan DPRD kabupaten dan kota.

Page 4: Kebijakan Pemekaran Daerah.pdf

Memperhatikan usulan gubernur maka Mendagri dan Otoda memproses lebih lanjut

dan menugaskan tim melakukan observasi ke daerah yang hasilnya menjadi bahan

rekomendasi kepada Dewan Pertimbangan Otoda. Berdasarkan rekomendasi Mendagri

dan Otoda , Ketua Dewan Pertimbangan Otoda dapat menugaskan Tim Tekhnis

Sekretariat Dewan Pertimbangan Otoda untuk melakukan penelitian lebih lanjut.

Para anggota dewan pertimbangan Otoda memberikan saran dan pendapat secara

tertulis kepada Ketua Dewan Pertimbangan Otoda. Berdasarkan saran dan pendapat

Dewan Pertimbangan Otoda usul pembentukan suatu daerah diputuskan dalam rapat

anggota dewan pertimbangan otoda.

Apabila hasil keputusan anggota dewan pertimbangan otoda menyetujui usul

pembentukan daerah maka Mendagri dan Otoda selaku Ketua Dewan Pertimbangan

Otoda mengajukan usul pembentukan daerah kepada presiden. Apabila presiden

menyetujui usul dimaksud, rancangan UU pembentukan daerah disampaikan kepada

DPR RI untuk mendapat persertujuan.

Biaya pembentukan daerah pemekaran sesuai PP No.129 tahun 2000 pasal 18,

dikatakan, untuk kelancaran penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan

kemasyarakatan, terhitung sejak diresmikannya pembentukan kabupaten dan kota yang

baru dibentuk, pembiayaan yang diperlukan pata tahun pertama sebelum disusun

APBD kabupaten dan kota yang baru dibentuk dibebankan kepada APBD kabupaten

dan kota induk, berdasarkan hasil pendapatan yang diperoleh dari kabupaten kota yang

baru dibentuk.

Pemekaran Kolaka Utara

Gagasan warga masyarakat yang tinggal di wilayah bagian utara Kabupaten Kolaka

membentuk satu kabupaten sudah ada sejak 1960-an. Kala itu sejumlah elite

masyarakat mendiskusikan dan mewacanakan membentuk satu kabupaten tersendiri

dengan melihat kualitas pelayanan masyarakat yang sangat sulit dan rentang kendali

cukup panjang dan berbelit-belit.

Masyarakat yang punya urusan administrasi pemerintahan dengan pemerintah

kabupaten di Kolaka, maka butuh waktu berhari-hari baru bisa sampai di pusat kota

Page 5: Kebijakan Pemekaran Daerah.pdf

dengan menggunakan perahu kecil. Kala itu sarana jalan darat sangat buruk dan

hancur.

Kondisi demikian menjadikan wilayah di bagian utama Kabupaten Kolaka, terisolasi

dan menjadi daerah buangan bagi aparat yang ditempatkan bertugas di wilayah

tersebut.

Setiap kali ada mutasi pejabat birokrasi di kabupaten induk Kolaka dan aparat

tersebut ditempatkan di wilayah Kolaka bagian Utara, maka itu menjadi isyarat, orang

bersangkutan dibuang, karena alasan melanggar atau hukuman Sarana dan prasarana

pelayanan di wilayah itu sangat kurang dan terbatas. Akibat sarana yang minim, maka

kualitas pelayanan kepada masyarakat juga tidak maksimal dan malah membuat

masyarakat repot dan susah, karena terkadang harus menuju ke Kolaka dengan waktu

dan dana yang cukup besar dan memberatkan, harus dikeluarkan.

Reformasi tahun 1998 membawa angin segar dengan semakin menguatkan

tuntutan dan keinginan warga untuk merealisasikan gagasan tahun 1960-an, wilayah

utara menjadi sebuah kabupaten baru.

Gagasan lama pemekaran itu mendapat respon dan sambutan dari Gubernur

Sulawesi Tenggara (Sultra), Drs.H.Laode Kaimuddin ketika melakukan kunjungan kerja

ke Batu Putih, 8 Mei 1999 melantik Drs.Syamsu Bachri sebagai Kepala wilayah

Kecamatan Batu Putih.

Gubernur Sultra kala itu dalam sambutannya menegaskan ‘’ … kalau hari ini yang

dimekarkan adalah sebuah kecamatan, maka ke depan tidak menutup kemungkinan

wilayah ini dimekarkan menjadi sebuah kabupaten. Apalagi wilayah Provinsi Sultra

masih cukup luas dan terbuka peluang untuk dilakukan pemekaran, termasuk wilayah

utara Kolaka dapat diproses menjadi sebuah kabupaten yang baru ‘’ (Moh Yahya

Mustafa dkk, hal 7).

Sejak isyarat politik pemekaran wilayah dilontarkan gubernur, maka mulai pula elite

dan tokoh masyarakat menyambut dan merespon sangat positif. Sejumlah elite

melakukan pertemuan formal dan informal untuk segera menjalani tahapan pemekaran

wilayah.

Diantara sekian banyak elemen masyarakat yang memiliki kepentingan

memekarkan wilayah, melakukan pertemuan dan sepakat membentuk forum

Page 6: Kebijakan Pemekaran Daerah.pdf

pemekaran. Lembaga itu diberi nama Forum Pembentukan Kabupaten Kolaka Utara

(FPKKU), forum itu menjadi payung bagi seluruh anggota masyarakat dan kelompok

dalam memperjuangkan percepatan pemekaran Kabupaten Kolaka Utara.

FPKKU terbentuk dalam rapat akbar digelar 20 November 2000 di Lasusua. Forum

ini dipimpin ketua, H. Djafar Harun, S.Pd; Sekretaris, Ir. Baso P dan Bendahara,

Haeruddin Pawelloi. Anggota forum ini mencapai ratusan orang melibatkan hampir

seluruh elemen yang ada di tengah masyarakat. Animo masyarakat cukup besar ikut

dalam forum memberi isyarat kalau aspirasi untuk secepatnya menghadirkan

kabupaten baru semakin menguat.

FPKKU ini melakukan advokasi ke seluruh elemen masyarakat asal wilayah bagian

utara Kolaka baik yang tinggal did an di luar. Selain itu juga melakuikan komunikasi

dengan kabupaten induk. Selama dalam proses komunikasi dengan kabupaten induk,

cukup banyak dinamika dijalani oleh para pengurus forum. Keterbatasan dana dari

forum menjadi salah satu kendalam memperdepat proses dinamika dari kerja forum.

Walau dibatasi dana, tetapi semangat dan keinginan untuk secepatnya mekar

mempersatukan seluruh masyarakat.

Lewat FPKKU, tahapan demi tahapan pemekaran sesuai tuntutan dari regulasi

pemekaran berupaya dipenuhi. Studi kelayakan dibuat dengan menyusun proposal

berisi potensi dari berbagai aspek yang memungkinkan wilayah itu dimekarkan.

Proposal yang berhasil disusun kemudian diajukan ke kabupaten induk, bupati dan

DPRD.

Perjuangan panjang mendapatkan rekomendasi dari bupati dan DPRD Kolaka

dijalani dengan segala suka dan dukanya. Lewat jalan damai dan demonstrasi juga

terus dilakukan dengan tujuan agar surat rekomendasi persetujuan diperoleh dari

kabupaten induk.

Kerja keras tanpa mengalami kelelehan akhirnya berhasil, pada tanggal 14 Agustus

2001 fraksi-fraksi yang ada di DPRD Kolaka menyetujui persetujuan pemekaran

Kabupaten Kolaka Utara. Bupati Kolaka kemudian membentuk tim tehnis persiapan

pemekaran melibatkan elite birokrasi dan tokoh masyarakat asal Kolaka Utara yang

tinggal di Kolaka.

Page 7: Kebijakan Pemekaran Daerah.pdf

Rekomendasi dari Bupati dan DPRD Kolaka, menjadi bahan pertimbangan bagi

Gubernur dan DPRD Provinsi Sulawesi Tenggara, memberikan surat rekomendasi .

persetujuan untuk dimekarkan.

Gubernur Sultra La Ode Kaimuddin pada 12 Agustus 2002 memberi persetujuan

pemekaran calon kabupaten baru Kolaka Utara. Tiga hari kemudian 15 Agustus 2002,

DPRD Provinsi Sultra juga memberikan persetujuan untuk pemekaran.

Surat rekomendasi persetujuan gubernur dan DPRD Sultra ini kemudian dibawa ke

pemerintah pusat lewat Menteri Dalam Negeri dan Otoda. Proses berlanjut pada

pemerintah pusat, akhirnya tanggal 7 Januari 2004, Mendagri mensahkan kelahiran

Kolaka Utara menjadi salah satu kabupaten baru. Setelah sebelumnya dikeluarkan UU

Pemekaran Kolaka Utara No.29 Tahun 2003, tanggal 18 Desember 2003 ditantangani

oleh Presiden Megawati.

Mempersiapkan pemerintahan definitif, pemerintah menunjuk dr. Ansar Sangka,

selaku pelaksanan tugas bupati . Dokter medis ini dilantik pada tanggal, 21 Januari

2004. Sebelum terpilih bupati definitif, ditunjuk empat kali pelaksana tugas bupati yakni,

Drs.H.Kamaruddin, MBA, Drs.Djaliman Mady serta Drs.H.Andi Kaharuddin.

Masa transisi politik di kabupaten baru ini, berjalan sangat dinamis. Pilkada

dilaksanakan dalam dua putaran. Putaran pertama digelar 29 September 2005 dengan

calon bupati yang ikut bertarung sebanyak 6 paket calon.

Para calon bupati itu yakni, Rusda Mahmud – Suhariah Muin dicalonkan PNBK

meraih suara sah 12.774 (23,98 %) ; Ansar Sangka- Abbas dicalonkan PKS dan

Pelopor suara diraih 11.070 (20,78 %); Bustam – Safaruddin dicalonkan PDK, PDIP,

PIB, PSI, PNUI Merdeka, 9.926 (18,62 %) ; Muh Hakku Wahab-Zakaria dicalonkan

PAN suara diperoleh 8.911 (16.73 %) ; Sutan Harhara-Syamsul Ridjal diusung Partai

Golkar peroleh suara 5.477 (10,28 5) ; Syarifuddin Rantegau-Ilham Labbase peroleh

suara 5.115 (9,60 %) di usung PBR, PKPI, PKB, PKPB, PNI Marhaenisme, PPDI,

PBSD, PPD dan Patriot Pancasila.

Perolehan suara masing-masing calon dalam pilkada putaran pertama, tidak ada

mencapai 25 persen dari keseluruhan suara sah, maka pada tgl 19 Juni 2007 digelar

putaran kedua dengan dikuti dua calon yakni, Rusda Mahmud-Suharian Muin dengan

Ansar Sangka-Abbas. Hasil akhir menunjukkan pasangan Rusda dan Suharian Muin

Page 8: Kebijakan Pemekaran Daerah.pdf

meraih suara mayoritas, maka secara otomatis pasangan ini menjadi bupati definitif

pertama di kabupaten yang baru di ujung utara provinsi Sulawesi Tenggara ini.

Penyelenggaraan Pelayan Publik

Kabupaten baru Kolaka Utara, usai diresmikan kehadirannya diperhadapkan

dengan keterbatasan sumber daya manusia. Aparat birokrasi yang sangat dibutuhkan

guna memperlancar pelayanan kepada publik, jumlahnya sangat terbatas. Generasi

pertama birokrasi yang datang dari kabupaten induk berjumlah 11 orang ditambah

dengan 6 camat.

Para pegawai itu adalah modal utama pelaksana tugas bupati pertama Ansar

Sangka, yang diberi amanah mempersiapkan terpilihanya bupati definitif serta

menyempurnakan susunan birokrasi di kabupaten baru Kolaka Utara.

Mereka para birokrat yang menjadi perintis di kabupaten baru yakni,

Drs.H.Burhanuddin, S; Drs.Syamsul Rizal; Drs. Wahyuddin; Drs. Ashar; Dra.Warda

Mahmud; Drs.Mansur, Sos, MH; Salawangeng, S.Pd; Drs. Alimus; Muh Firdang, dr.Hj.

Sufiati; Muh Idrus, S.Sos

Keputusan Bupati No.07/2004 tentang pembentukan organisasi ditetapkan,

perangkat daerah Kabupaten Kolaka Utara terdiri atas, 2 asisten yakni, bidang

pemerintahan dan ekbang serta bidang administrasi. Sekretaris Dewan serta delapan

kepala dinas.

Dinas yang dibentuk yakni; 1. dinas pendapatan daerah, 2. pendidikan kebudayaan

dan pariwisata.3. kesehatan KB dan kesejahteraan sosial. 4. PU dan perhubungan.5.

pertanian kelautan dan perikanan.6. perindustrian perdagangan koperasi tenaga kerja

dan penanaman modal.7. kehutanan perkebunan, pertambangan energi dan lingkungan

hidup. Serta kantor kependudukan dan catatan sipil serta kantor kesatuan bangsa dan

perlindungan masyarakat.

Organisasi birokrasi yang dibentuk pada awal memulai kabupaten baru beroperasi.

Kendala utama yang dihadapi adalah, kuranyanya sumber daya manusia yang dapar

mengisi posisi dan jenjang karier di struktur administrasi pemerintahan yang baru.

Page 9: Kebijakan Pemekaran Daerah.pdf

Keterbatasan birokrat karier dapat mengisi posisi tersebut, menjadikan bupati dan

pengambil kebijakan lainnya menempuh jalan pintas.

Beberapa jabatan tersebut diisi oleh sosok birokrat yang tidak sesuai dengan

peruntukan. Sejumlah guru dengan pangakat yang cukup tinggi, direkrut menjadi

pejabat guna mengisi strkutur yang harus berjalan, memberikan pelayanan publik

kepada masyarakat.

Para guru dengan kepangkatan cukup tinggi, diperhadapkan dengan persoalan

pengalaman admnistrasi pemerintahan berbeda dengan administasi pendidikan dalam

sekolah. Keterbatasan tenaga birokrat yang sesuai kompetensi dan kemampuan,

menjadikan, organisasi pemerintahan yang dibentuk di tahun pertama pemekaran,

berjalan kurang maksimal.

Selain keterbatasan sumber daya manusia, sarana dan prasarana perkantoran dan

fasilitas lainnya juga sangat terbatas. Beberapa kantor badan yang sudah terbentuk

strukturnya, karena keterbatasan lokasi dan tempat maka rumah-rumah penduduk

disewa untuk dijadikan kantor. Kekurangan sarana demikian menjadi kendala dan

tantangan bagi aparat yang sudah minim keterampilan untuk memberikan pelayanan

lebih maksimal kepada warga masyarakat.

Keterbatasan alat tulis kantor juga menjadi kendala utama di awal pemekaran.

Aliran listrik dari PLN juga kurang maksimal, dengan kebijakan pemadaman bergilir

menjadikan pelayanan kepada publik seringkali mengalami gangguan. Pemadaman

listik dilakukan bergilir siang dan malam. Ketika bertepatan pemadaman pada siang hari

maka pelayanan di kantor kurang maksimal diberikan kepada rakyat. Beberapa instansi

menggunakan genset guna mengantisipasi pemadaman, tetapi cara demikian juga

kadang kurang efektif apalagi bahan bakar juga kadang menjadi barang langka di

wilayah itu.

Mengisi posisi tenaga di kantor dinas dan badan yang sudah dibentuk, ada di

antaranya menggunakan tenaga honorer serta menarik sejumlah guru-guru senior

yang sudah cukup lama mengabdi mengajar anak-anak bangsa. Peralihan status para

guru tersebut, pada sisi lain membawa dampak pada proses pembelajaran di sekolah

tempat tugasnya.

Page 10: Kebijakan Pemekaran Daerah.pdf

Eksodus tenaga guru menjadi pejabat di struktur baru birokrasi kabupaten Kolaka

Utara, membawa implikasi cukup jauh terhadap proses pencerdasan anak-anak

bangsa, guna mendapatkan kualitas sumber daya manusia masa depan yang memiliki

daya saing.

Dominannya tenaga honorer dengan tingkat pendidikan SLTA dan S1 ditambah

miskin pengalaman, menjadikan pelayanan publik kepada warga masih sangat jauh dari

harapan masyarakat. Realitas ini sekaligus memberi pertanda, kalau pemekaran

sebuah wilayah, seharusnya dibarengi dengan kesiapan segalanya, termasuk

ketersediaan sumber daya manusia birokrat yang memiliki kualitas diri yang berdaya

saing.

Simpulan

Kondisi pelayanan publik pada wilayah pemekaran dirasa masih perlu terus

ditingkatkan. Sosok birokrat yang menjadi pelayan harus memiliki pendidikan,

keterampilan dan pengetahuan yang memadai. Modal keterampilan itu menjadi syarat

untuk menghadirkan birokrat profesional dalam memberi pelayanan.

Pemekaran suatu wilayah harus dibarengi dengan kesiapan seluruh komponen,

termasuk sumber daya manusia, sarana dan prasarana. Pengalaman di beberapa

wilayah pemekaran termasuk Kolaka Utara, pengisian posisi di struktur birokrasi

seringkali tidak lagi mempertimbangkan kompetensi dan kemampuan.

Keterbatasan kualitas sumber daya dan sarana serta prasarana lainnya,

menjadikan harapan dari awal cita-cita mulia pemekaran, menyajikan kualitas

pelayanan lebih berkualitas, agak lebih sulit tersajikan.

Page 11: Kebijakan Pemekaran Daerah.pdf

Daftar Pustaka

Bungaran Antonius Simanjuntak, Otonomi Daerah, Etnonalionalisme, Dan Masa

Depan Indonesia, Yayasan Obor, Jakarta, 2011

Bobby Perdana Riza, Dinamika Politik dalam Implementasi Kebijakan Pemekaran

(Sengketa Aset Antar Kabupaten Pasaman Barat dengan Kabupaten Pasaman),

Jurnal Kebijakan Administrasi Publik, Magister Administrasi Publik Universitas

Gajah Mada, Vol II/No.2 (November 2007 – Hal 185-202)

Joko Harmantyo, Pemekaran Daerah dan Konflik Keruangan, Kebijakan Otoda dan

Implikasinya di Indonesia, Makara Sain, Vol II/No.1 April 2007.

Moh Yahya Mustafa dkk, Jejak Pemekaran Kabupaten Kolaka Utara, Fahmis Pustaka,

Makassar, 2008

Profil Daerah Kabupaten Kolaka Utara, Buku Kerja 2011, Bappeda Kolaka Utara

Undang Undang Nomor 22 tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah

Undang Undang Nomor 32 tahun 2004 Tentang Otonomi Daerah, Permata Pres

Bandung 2007