kebijakan moneter ekspansif dan volatiltias harga aset

29
KEBIJAKAN MONETER EKSPANSIF DAN VOLATILITAS HARGA-HARGA ASET 1990-2001 1 LUKMAN HAKIM, SE, MSi Abstrak Krisis ekonomi Asia tahun 1997 telah mendorong para peneliti untuk melihat pengaruh kebijakan moneter terhadap volatilitas (kerapuhan) harga-harga aset. Termasuk studi ini bertujuan untuk melihat pengaruh kebijakan moneter ekspansif paska kebijakan liberalisasi perbankan dekade 1980-an terhadap volatilitas harga aset yang pasar valuta asing, uang dan modal. Studi ini membandingkan tiga periode yakni 1990.1-1993.3; 1993.4-1997.2; dan 1997.3-2001.4, dengan menggunakan model Vector Autoregression (VAR) yang mencakup dua metode yakni variance decomposition dan impulse response. Hasil studi ini, secara umum menegaskan bahwa kebijakan moneter ekspansif selama dekade 1980-an dan 1990-an telah berpengaruh terhadap volatilitas harga-harga aset. meskipun terdapat perbedaan intensitas pengaruh dari beberapa periode pengamatan tersebut. Keyword : volatilitas, moneter, VAR. 1 Telah diterbitkan pada Media Ekonomi Fak. Ekonomi Usakti Jakarta, Vol. 9 No. 3 Desember 2003. PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Upload: lukman-hakim-hassan

Post on 12-Jun-2015

1.628 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: Kebijakan Moneter Ekspansif Dan Volatiltias Harga Aset

KEBIJAKAN MONETER EKSPANSIF DAN VOLATILITAS HARGA-HARGA ASET

1990-20011

LUKMAN HAKIM, SE, MSi

Abstrak

Krisis ekonomi Asia tahun 1997 telah mendorong para peneliti untuk melihat pengaruh kebijakan moneter terhadap volatilitas (kerapuhan) harga-harga aset. Termasuk studi ini bertujuan untuk melihat pengaruh kebijakan moneter ekspansif paska kebijakan liberalisasi perbankan dekade 1980-an terhadap volatilitas harga aset yang pasar valuta asing, uang dan modal.

Studi ini membandingkan tiga periode yakni 1990.1-1993.3; 1993.4-1997.2; dan 1997.3-2001.4, dengan menggunakan model Vector Autoregression (VAR) yang mencakup dua metode yakni variance decomposition dan impulse response. Hasil studi ini, secara umum menegaskan bahwa kebijakan moneter ekspansif selama dekade 1980-an dan 1990-an telah berpengaruh terhadap volatilitas harga-harga aset. meskipun terdapat perbedaan intensitas pengaruh dari beberapa periode pengamatan tersebut. Keyword : volatilitas, moneter, VAR.

1 Telah diterbitkan pada Media Ekonomi Fak. Ekonomi Usakti Jakarta, Vol. 9 No. 3 Desember 2003.

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Page 2: Kebijakan Moneter Ekspansif Dan Volatiltias Harga Aset

2

1.Pendahuluan

Setelah krisis ekonomi 1997 yang menerpa kawasan Asia,

banyak studi yang menghubungkan kebijakan moneter dengan

volatilitas (kerapuhan) makro ekonomi. Kebijakan moneter dianggap

berkontribusi paling besar dalam krisis itu, karena sejak dekade 1980-

an sampai dengan milienium baru ini, hampir semua negara

melakukan liberalisasi keuangan, dan sebagian dari negara tersebut

mengalami krisis. Oleh karena itu, muncullah berbagai riset mengenai

hubungan kebijakan moneter terhadap kerapuhan ekonomi yang

menjadi pemicu lahirnya krisis di berbagai negara itu. Sebagian dari

studi itu menegaskan bahwa bagi negara yang sistem moneternya

sudah lebih moderen kebijakan moneter sangat kecil pengaruhnya

terhadap volatilitas, namun bagi negara yang masih terbatas sistem

keuangannya pengaruhnya besar (Bernanke dan Blinder, 2000;

Denizer, dkk, 2000; Min dan Park, 2000, Beck, dkk, 2001).

Demikian halnya dalam melihat kasus Indonesia dalam

menghadapi krisis ekonomi 1997. Beberapa pengamat juga

menganggap bahwa kebijakan moneter yang ekspansiflah yang

menyebabkan perekonomian nasional menjadi rapuh. Lemahnya

kondisi ekonomi itu berubah menjadi krisis manakala terdapat

contagionous effect dari krisis kawasan. Kebijakan moneter ekspansif

dimulai setelah pemerintah memberlakukan liberalisasi perbankan

sejak tahun 1983. Puncak dari kebijakan liberal itu terjadi sejak

keluarnya Paket Oktober 1988 (Pakto 1988) yang mengurangi reserve

requirement menjadi 2 % dari sebelumnya 15 % dan memudahkan

perizinan pendirian bank swasta; serta kebijakan suku bunga tinggi.

Memang terdapat dampak positif dari kebijakan ini misalnya

meningkatnya penyerapan dan penyaluran dana dari masyarakat dan

menyebabkan iklim usaha menjadi semakin tumbuh. Namun sisi

buruknya lebih banyak, karena pengelolaan perbankan mengabaikan

azas prudensial, maka banyak bank-bank yang mengalami mis-

management; meningkatkan arus modal asing dan utang swasta, yang

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Page 3: Kebijakan Moneter Ekspansif Dan Volatiltias Harga Aset

3

menyebabkan ekonomi menjadi lemah atas serangan spekulan

internasional. Dan benar ketika Baht Thailand jatuh, maka rupiahpun

terkena imbasnya dengan mengalami ratusan persen depresiasi dan

berakibat krisis ekonomi yang berkepanjangan (Hill, 1999; Montes,

1999; Alba, 1999).

Berdasarkan kejadian yang menimpa Indonesia itu, secara kasat

mata terlihat bahwa kebijakan moneter ekspansif sejak dekade 1980-

an itu telah berkontribusi terhadap rapunya perekonomian domestik.

Masalahnya bagaimana membuktikan itu dalam sebuah analisis

ekonomi yang terukur? Oleh karena itu tulisan ini akan melihat

sejauhmana pengaruh kebijakan moneter terhadap volatilitas harga-

harga aset.

Persoalan berikutnya adalah metode apa yang akan

dipergunakan dalam analisis ini? Merujuk studi sebelumnya yang

menggunakan metode berlainan dalam menganalisis pengaruh

kebijakan moneter terhadap volatilitas harga aset, maka diperlukan

metode handal yang mampu menjelaskan fenomena ekonomi yang

terjadi di Indonesia. Bernanke dan Blinder (2000) menggunakan model

General Method of Moment (GMM); sedangkan Denizer, dkk (2000)

dan Beck, dkk (2001) menggunakan OLS. Sementara itu, Min dan Park

(2000) menggunakan metode VAR untuk kasus Korea Selatan, maka

berdasarkan kemiripan situasi ekonomi yang dihadapi oleh negara

ginseng itu dengan Indonesia, studi ini menggunakan model VAR.

Selain itu, keunggulan model VAR sebagai alat analisis adalah karena

memiliki metode variance decompositions dan impulse response yang

akan dapat menjelaskan hubungan variabel secara lebih komprehensif.

2. Volatilitas dan Kebijakan Moneter

Studi volatilitas untuk pertama kalinya diperkenalkan oleh Engle

(1982) -bersama Granger menerima penghargaan Nobel dalam bidang

Ilmu Ekonomi tahun 2003- dengan menggunakan Auto-Regressive

Conditional Heterosckedasticity (ARCH). Yang kemudian dikembang-

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Page 4: Kebijakan Moneter Ekspansif Dan Volatiltias Harga Aset

4

kan oleh Bollerslev (1986) dengan General Auto-Regressive

Conditional Heteroscedasticity (GARCH). Kedua model ini, pada

prinsipnya adalah melihat volatilitas harga-harga aset antara lain

seperti nilai tukar melalui hubungan antar varian dari variabel itu

sendiri atau dalam formula paling sederhana adalah :

Di mana varian kondisionalnya adalah :

Maka, model Auto-Regressive Conditional Heterosce-dasticity

(ARCH) menjadi :

Di mana, v adalah prosen white-noise (lihat Enders, 1996).

Keterbatasan dari (ARCH) itu adalah tidak dapat menganalisis

hubungan antar variabel, maka beberapa studi volatilitas yang melihat

hubungan antar variabel, misalnya variabel moneter dengan volatilitas

harga aset, menggunakan model yang lain seperti Ordinary Least

Square (OLS), General Method of Moment (GMM), atau Vector

Autoregression (VAR). Meskipun demikian, dalam semua studi

volatilitas itu, meskipun tidak menggunakan model ARCH, tetap

menggunakan data varian atau standar deviasi dari datanya.

Beberapa studi yang melihat hubungan kebijakan moneter

terhadap volalatilitas harga-harga aset telah banyak dilakukan. Salah

satunya adalah studi Ben Bernanke dan Mark Gertler (2000) ini

berjudul "Monetary Policy and Asset Price Volatility" yang mengambil

studi kasus Amerika Serikat dan Jepang. Studi ini berdasarkan model

t1t10t yy ε+α+α= −

[ ]21t10t1t1t )yy()yly(Var −−− α−α−Ε=

2t1t ∈Ε= −

ν+∈α++∈α+∈α+α=∈ −

∧∧ 2

qtq

2

2t2

2

1t10

2

t ...

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Page 5: Kebijakan Moneter Ekspansif Dan Volatiltias Harga Aset

5

dinamik standar new Keynesian yang disebut BGG (Bernanke, Gertler,

dan Gilchrist), yang diestimasi dengan General Moment of Method

(GMM). Model yang dimaksud adalah:

r*t= r +βEt(πt+12-π*)+γEt (yt+12-y*)+ξ Etzt

r t= (1-ρ) r t*+ρr t-1 + νt

Keterangan: r*

t= nilai target dari suku bunga instrumen diambil dari intercall rate, r = suku bunga nominal ekuilibrium jangka panjang, Et(πt+12-π*)=perkiraan deviasi inflasi dari target yang ditetapkan untuk 20 bulan ke depan, (yt+12-y*)= nilai dari output gap, rt = suku bunga nominal aktual, ρ= tingkat suku bunga yang diteliti.

Studi ini menyimpulkan bahwa baik di Amerika Serikat maupun

Jepang kebijakan moneter berpengaruh terhadap volatilitas harga-

harga aset. Untuk kasus Amerika, hasil studi ini menunjukkan bahwa

kebijakan Federal Reserve (Fed) dapat mempengaruhi estimasi inflasi

dan ouput gap secara signifikan, namun untuk pasar modal tidak

signifikan. Studi ini juga membandingkan keadaan kebijakan moneter

di Jepang yang juga menghasilkan temuan yang hampir sama dengan

keadaan Amerika Serikat di atas. Di sini ditemukan bahwa bank

sentral Jepang dapat mempengaruhi estimasi inflasi dan output gap.

Masalahnya untuk Jepang, kalau pada dekade 80-a dikenal dengan

"bublle economy" atau ekonomi dan aset mengalami booming, namun

pada dekade 90-an terjadi sebaliknya atau resesi ekonomi.

Sementara itu, Denizer, dkk (2000) juga melakukan studi yang

berjudul “Finance and Macroeconomics Volatility”. Volatilitas makro

ekonomi dilihat dari standar deviasi dari GDP/kapita, konsumsi, dan

investasi sebagai variabel dependen, yang dipengaruhi variabel

keuangan sebagai variabel independennya :

Vit =µi+λt+β1 FINDEVi+β2Xi,t+νi,t

Keterangan:

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Page 6: Kebijakan Moneter Ekspansif Dan Volatiltias Harga Aset

6

Di mana Vit adalah standar deviasi dari konsumsi riil per kapita, investasi riil dan pertumbuhan pendapatan nasional riil. Sedangkan FINDEV terdiri atas LLY yaitu M2/GDP; PRIVY adalah rasio tagihan bank (termasuk kredit) terhadap GDP; BANK adalah rasio deposito domestik bank umum terhadap total deposito domestik bank (termasuk bank sentral); PRIVATE adalah rasio kredit yang tersalurkan kepada sektor swasta dan pemerintah. Sementara Xi,t merupakan variabel kontrol yang terdiri atas GROWTH adalah tingkat rata-rata pertumbuhan dari konsumsi/kapita, GDP/kapita, investasi; MEANt-1

adalah rata-rata tingkat dari konsumsi/kapita, GDP/kapita, investasi; INFMEAN dan INFSTDEV adalah rata-rata dan standar deviasi dari inflasi; FX VOL adalah standar deviasi dari perubahan nilai tukar.

Model di atas diterapkan untuk 70 negara dengan menggunakan

rentang waktu antara 1956 sampai dengan 1998, dengan

menggunakan metode OLS. Studi ini menyimpulkan bahwa negara

dengan sistem keuangan yang lebih maju hanya kecil pengaruhnya

terhadap volatilitas pendapatan per kapita, konsumsi dan investasi.

Studi yang hampir serupa dengan Denizer, dkk (2000) di atas,

dilakukan oleh Beck, dkk (2001) yang berjudul “Financial Intermediary

Development and Growth Volatility: Do Intermediaries Dampen or

Magnify Shocks?” yang diterapkan untuk 63 negara dengan perincian

24 negara berpendapatan tinggi (high income), 8 negara berpendapat-

an sedang atas (upper-middle income), 18 negara berpendapatan

sedang bawah (lower-middle income), 13 negara berpendapatan

rendah (low income).

SD(Growth)it = α1SD(∆TOT)i,t + α2SD(inflation)i,t+ βFD+ γ1Inter1i,t+

γ2Inter2i,t+δCV i,t + µ i,t+ ε i,t

Keterangan: SD(Growth) adalah standar deviasi dari GDP riil per kapita; SD(∆TOT) dan SD(inflation) adalah standar deviasi dari term of trade dan inflasi; FD adalah kredit swasta yang mengukur perkembangan intermediasi keuangan; Inter1 dan Inter2 mengukur interaksi antara FD dengan SD(∆TOT) dan SD(inflation); CV adalah variabel kontrol; µ adalah efek dari spesifik tiap-tiap negara.

Kesimpulan dari studi ini adalah negara yang memiliki finansial

intermediari yang maju akan mendorong pertumbuhan ekonomi dan

tidak berpengaruh terhadap volatilitas. Sementara itu instabilitas

dalam kebijakan makro ekonomi akan menyebabkan berpengaruh

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Page 7: Kebijakan Moneter Ekspansif Dan Volatiltias Harga Aset

7

terhadap volatilitas dan sektor keuangan. Secara umum studi ini

menyimpulkan bahwa kebijakan sektor finansial berpengaruh terhadap

volatilitas, terutama dalam struktur kepemilikan perbankan, khususnya

pada bank-bank asing.

Studi lain yang menggunakan metode berbeda dengan riset di

atas adalah Hong G. Min dan Jong-goo Park (2000) berjudul "How the

Republic of Korea's Financial Structure Affects the Volatility of Four

Asset Prices" yang meneliti efek dari struktur finansial terhadap

volatilitas empat (4) harga-harga aset. Studi ini mengambil kasus

Korea pada masa krisis moneter dewasa ini, dengan menggunakan

metode Johansen's Cointegration dan VAR. Data untuk volatilitas

diambil dari standar deviasi variabel yang diteliti. Model dan variabel

yang digunakan dalam studi ini adalah:

VRX = Σ α1MK + Σ α1BANK + Σ α1NBFI + Σ α1VV

MK = Σ α1VRX + Σ α1BANK + Σ α1NBFI + Σ α1VV

BANK = Σ α1VRX + Σ α1 MK + Σ α1NBFI + Σ α1VV

NBFI = Σ α1VRX + Σ α1 MK + Σ α1 BANK + Σ α1VV

VV = Σ α1VRX + Σ α1 MK + Σ α1 BANK + Σ α1 NBFI

Keterangan: VRX= nilai tukar riil, MK=total dari kapitalisasi pasar modal, Bank=aset bank-bank komersial, NBFI=aset lembaga finansial lain, VV=variabel makro.

Studi ini berhasil menemukan dampak dinamis dari struktur

finansial Korea terhadap volatilitas masing-masing variabel secara

asimetri. Volatilitas harga saham dipengaruhi oleh kenaikan sektor

bank komersial dan kapitalisasi pasar saham terhadap GDP (MK). Hal

ini menunjukkan bahwa tingginya volatilitas harga saham bersifat

independen terhadap struktur finansial Korea. Sementara itu, MK

mendorong penurunan volatilitas nilai tukar riil dan sebaliknya MK

mendorong kenaikan volatilitas pasar uang.

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Page 8: Kebijakan Moneter Ekspansif Dan Volatiltias Harga Aset

8

3. Metodologi dan data

a. Sejarah VAR

Vector Autoregressions (VAR) dikemukakan pertama kali oleh

Christopher Sims (1980a). Latar belakang lahirnya VAR merupakan

reaksi terhadap kegagalan model besar makroekonomi dalam

mengestimasi situasi perekonomian pada era 70-an. Artikel pertama

Sims mengenai VAR diterbitkan oleh Econometrica pada Januari 1980,

menggunakan enam variabel yakni penawaran uang (M), pendapatan

nasional riil (Y), tingkat gaji (W), tingkat harga (P) dan, tingkat harga

impor (PM). Studi ini membandingkan antara Amerika Serikat dan

Jerman, pada kurun waktu 1949-1975. Studi kedua Sims (1980b: 250)

yang diterbitkan oleh American Economic Review, Mei 1980,

membandingkan siklus bisnis (bussiness cycle) pada masa perang dan

paska perang di Amerika Serikat. Studi ini menyimpulkan bahwa

penawaran uang sangat berperan pada masa perang, namun tidak

berperan pada paska perang.

Model VAR paling banyak digunakan untuk melihat pengaruh

kebijakan moneter diantaranya adalah Gordon dan Leeper (1994;

1233-1245), yang melihat dampak dinamis dari kebijakan moneter.

Model VAR juga dapat untuk mengukur efektifitas kebijakan moneter

seperti yang dilakukan oleh Rudebusch (1998; 907-931). Salah satu

alasannya mengapa VAR lebih cocok untuk melihat pengaruh sebuah

kebijakan, adalah VAR menganggap semua variabel adalah endogen.

Selain itu VAR juga sering dianggap sebagai pendekatan “atheoritical”

atau tidak mendasarkan pada teori ekonomi tertentu, oleh karenanya

metode VAR juga dapat mengestimasi persamaan indentitas, seperti

halnya kausalitas Engle-Granger (Thomas 1997; 457-462, Gujarati

1995; 746-753). Secara konvensi studi mekanisme transmisi

kebijakan moneter dengan menggunakan model VAR, minimal

terdapat tiga variabel pokok yakni variabel output; variabel harga dan

juga variabel tingkat suku bunga (Ramaswamy dan Slok, 1998: 379).

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Page 9: Kebijakan Moneter Ekspansif Dan Volatiltias Harga Aset

9

b. Aplikasi VAR

Model VAR, menganggap bahwa semua variabel adalah

endogen, secara formulatif dapat ditulis sebagai berikut :

∆Xt = α + Σ 3i = 1Ai∆Xt-1 + ut, E(ut us) = Ω, if t ≠s

di mana Ai matriks kuadrat; ut menunjukkan rata-rata vektor zero,

tidak ada korelasi variabel, dan kesejajaran matriks varian Ω,

diasumsikan positif dan simetris; α adalah 3X1 vektor kolom dari

parameter-parameter; vektor Xit adalah variabel -variabel endogen di

atas. VAR mengandung tiga macam bentuk estimasi yakni kausalitas;

impulse response dan variance decomposition. Berikut ini akan dibahas

secara lebih jauh.

- Respons Terhadap Kebijakan (Impulse Response)

Respons terhadap kebijakan adalah salah satu asesoris pada

VAR yang digunakan untuk melihat respon variabel endogen terhadap

pengaruh inovasi (shock) variabel endogen yang lain (Pindycks dan

Rubinfeld; 1991: 385). Inovasi diinterpretasikan sebagai “goncangan

kebijakan” (policy shock), lihat Bernanke dan Blinder (1992: 902) atau

juga sering disebut kebijakan. Secara statistis respons terhadap

kebijakan dirumuskan dalam persamaan Sims (1980b, 256-257). Jika

kita mempunyai sebuah model linier vektor stokastik x yang

diformulasikan sebagai berikut:

∞ xt = Σ As et-s

s=o

Dimana et = xt – E(xt | xt-1 ,xt-2 , ), kemudian memilih matrik

trangular B, sehingga menghasilkan Bet yakni sebuah kovarian

diagonal matriks dan B juga mempunyai diagonalnya sendiri, oleh

karena itu A perlu dipindah menjadi C = AB1 dan e menjadi f = Be,

sehingga menjadi :

∞ xt = Σ Cs ft-s

s=o

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Page 10: Kebijakan Moneter Ekspansif Dan Volatiltias Harga Aset

10

Dari formula di atas koefisien C adalah respons terhadap

kebijakan atau inovasi (responses to innovations).

- Dekomposisi Varian (Variance Decomposition)

Dekomposisi varian merupakan metode lain dari sistem dinamik

dengan menggunakan VAR. Jika respons terhadap kebijakan

menunjukkan efek dari sebuah kebijakan (shock) variabel endogen

terhadap variabel lain. Sebaliknya dekomposisi varian akan

menguraikan inovasi pada sebuah variabel endogen terhadap

komponen goncangan (shock) variabel endogen yang lain di dalam

VAR.

Berhubungan dengan persamaan 18 di atas, perlu ditetapkan

terlebih dahulu matriks varian-kovarian dari xt – E (xt | xt-k’ ,xt -k –1’ ,… )

pada periode k sehingga persamaannya menjadi :

k Vk = Σ Cs Var (f t ) C’s

s=o Sehingga nilai Var (ft) inilah yang disebut sebagai dekomposisi

varian.

c. Uji Prasyarat

- Uji Akar-akar Unit

Seperti telah disinggung di muka biasanya data yang digunakan

pada VAR tidak stasioner, oleh karena itu perlu dilakukan uji akar-akar

unit, Uji akar-akar unit pada penelitian ini menggunakan uji Dickey-

Fuller (DF) dan Augmented Dickey-Fuller (ADF) (Thomas, 2000, 405-

409) :

k

DX = a0 + a1 BXt + S bi Bi DXt

i=1

k

DX = c0 + c1T + c2 BXt + S bi Bi DXt

i=1

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Page 11: Kebijakan Moneter Ekspansif Dan Volatiltias Harga Aset

11

Formula pertama di atas adalah DF test, pada persamaan itu

mengandung intersep (a0) namun tidak mengandung variabel

kecenderungan waktu atau trend (T). Sedangkan kedua adalah ADF

test yang mengandung intersep (c0) dan variabel kecenderungan

waktu (T). Hasil dari uji DF dan ADF harus dibandingkan dengan tabel

nilai kritik McKinnon, jika hasil uji DF dan ADF lebih rendah dari nilai

tabel, maka perlu uji derajad integrasi. Uji derajad integrasi tidak lain

adalah transformasi derivatif dari data tersebut, tujuannya adalah

mencari derajat integrasi yang sama diantara data dari variabel yang

diteliti. Biasanya data VAR, mencapai derajat integrasi sama pada

derajat satu atau I (1).

- Penetapan Tingkat Kelambanan (lag) Optimal

Salah satu kesulitan menggunakan VAR adalah penetapan

tingkat kelambanan yang optimal. Beberapa penelitian mutakhir

tentang VAR untuk menetapkan tingkat kelambanan yang optimal

menggunakan Akaike Information Criteria (AIC) dan Schwarz Criteria

(SC). Baik AIC ataupun SC kadang juga dipergunakan sebagai

pengganti R2 (coefficient of determination), sehingga R2 bukan satu-

satunya indikator validitas sebuah model ekonometri (Thomas, 1997;

181-182, Greene, 2000; 306). Namun sejak variabel kelambanan

banyak digunakan pada model-model ekonometri, AIC dan SC juga

dapat digunakan untuk menetapkan tingkat kelambanan yang optimal

(Greene, 2000; 717):

AIC (q) = log (e’e)/T + 2q/T

SC (q) = AIC (q) + (q/T)(logT –1)

Keterangan: e adalah residual, sedangkan T dan q masing-masing merupakan jumlah sampel jumlah variabel yang beroperasi dalam persamaan itu.

Untuk menetapkan tingkat kelambanan yang paling optimal,

model VAR harus diestimasi dengan berbeda-beda tingkat

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Page 12: Kebijakan Moneter Ekspansif Dan Volatiltias Harga Aset

12

kelambanannya, kemudian dibandingkan nilai AIC dan SC-nya, nilai

yang paling rendah yang dipakai sebagai patokan pada tingkat

kelambanan paling optimal. Penelitian ini nantinya akan menguji

tingkat kelambanan yang paling optimal dari tingkat kelambanan 2, 3,

4 dan 5.

4. Model dan Data

Pada studi ini menggunakan 4 variabel yakni terdiri atas

penawaran uang (LM2); volatilitas IHSG (LSDIHSG); volatilitas nilai

tukar (LSDEXR); volatilitas harga pasar uang (LSDSPUAB). Keempat

variabel itu akan diestimasi dengan metode VAR dengan formulasi

seperti di bawah ini:

∆Xt = α + Σ 4i = 1Ai∆Xt-1 + ut, E(ut us) = Ω, if t ≠s

Di mana Ai matriks kuadrat; ut menunjukkan rata-rata vektor

zero, tidak ada korelasi variabel, dan kesejajaran matriks varian Ω,

diasumsikan positif dan simetris; α adalah 4X1 vektor kolom dari

parameter-parameter; vektor Xit adalah variabel-variabel endogen di

atas.

Sebelum diestimasi variabel harga-harga aset yakni pasar modal

yang diproxi dengan IHSG (LSDIHSG); pasar valutas asing yang

diwakili oleh nilai tukar (LSDEXR); dan pasar uang yang

direpresentasikan oleh suku bunga Pasar Uang Antar Bank

(LSDSPUAB) harus dicari volatilitasnya. Sesuai dengan studi-studi

sebelumnya data volatilitas diambil dari nilai standar deviasi dari

variabel-variabel tersebut. Data yang dipergunakan adalah data

bulanan yang dirubah menjadi kuartalan dengan mencari standar

deviasinya.

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Page 13: Kebijakan Moneter Ekspansif Dan Volatiltias Harga Aset

13

Tabel 2. Diskripsi Data

Variabel Diskripsi LM2 Uang luas Volatilitas IHSG (LSDIHSG) Standar deviasi dari IHSG Volatilitas nilai tukar (LSDEXR)

Standar deviasi dari nilai tukar nominal

Volatilitas harga pasar uang (LSDSPUAB)

Standar deviasi dari suku bunga pasar uang antar bank (PUAB)

5. Hasil Estimasi

Pada bab ini akan dibahas analisis hasil yang mencakup hasil uji

prasyarat dan estimasi. Hasil uji prasyarat meliputi uji akar-akar unit

dan uji mencari kelambanan optimal, sedangkan hasil estimasi

meliputi analisis variance decomposition dan impulse response.

Analisis hasil mencakup tiga periode yakni periode 1990.1-1993.3;

1993.4.-1997.2.; dan 1997.3-2001.4

a. Uji Prasyarat

- Uji Akar-akar Unit

Salah satu metode pengujian uji akar-akar unit adalah uji DF

(Dickey & Fuller) dan ADF (Augmented Dickey & Fuller). Standar hasil

pengujian DF dan ADF nilai kritis yang dikembangkan oleh McKinnon.

Data dianggap stasioner jika nilai AD dan ADF lebih besar dari pada

nilai kritis Mc Kinnon. Dari uji akar-akar unit yang dilakukan, data

yang tidak lolos dari uji akar-akar hanyalah LM2, yang semua lolos

(lihat tabel 3). Oleh karena itu, hanya data LM2 yang perlu dilanjutkan

pada uji derajat integrasi.

Tabel 3. Uji Akar Unit

Variabel Nilai DIFFERENC

ES

Nilai ADF Keterangan

LM2 -0.863506 -1.505077 Tidak lolos LSDEXR -1.319980 -6.265786 Lolos LSDIHSG -4.523708 -8.624866 Lolos LSDSPUAB -2.753002 -7.361547 Lolos

1% Critical Value* -3.5713 5% Critical Value -2.9228 10% Critical Value -2.5990

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Page 14: Kebijakan Moneter Ekspansif Dan Volatiltias Harga Aset

14

Uji derajat integrasi merupakan kelanjutan dari uji akar-akar

unit. Uji ini dilakukan sebagai konsekuensi dari tidak terpenuhinya

asumsi stasioneritas pada derajat nol atau I (0). Pada uji ini, data

dideferensiasikan pada derajat tertentu, sampai semua data menjadi

stasioner pada derajat yang sama. Berdasarkan uji derajat integrasi

diketahui bahwa data LM2 lolos uji derajad integrasi I (1).

Tabel 4.

Uji Derajat Integrasi Variabel Nilai DF Nilai ADF Keterangan

LM2 -4.556830 -4.553553 Tidal lolos 1% Critical Value* -3.5713

5% Critical Value -2.9228 10% Critical Value -2.5990

Enders (1996) dengan mengutip Sim (1980) dan Doan (1992)

menyatakan bahwa dalam mengoperasikan metode VAR tidak

dianjurkan menggunakan bentuk turunan pertama. Jika data turunan

pertama digunakan akan menghilangkan informasi penting tentang

hubungan variabel-variabel dalam sebuah sistem seperti kemungkinan

hubungan kointegrasi. Oleh karena itu, dalam studi ini tidak akan

digunakan turunan pertama dalam mengoperasikan metode VAR.

- Mencari Kelambanan Optimal

Penetapan kelambanan (lag) optimal dalam metode VAR

menjadi sangat penting, karena variabel independen yang dipakai

tidak lain adalah lag dari variabel endogennya. Untuk menetapkan lag

yang optimal digunakan nilai kriteria informasi Akaike (AIC) dan

Schwartz (SC) yang hasilnya seperti terlihat pada tabel 5. Hasilnya

dari uji kelambanan terhadap model ini, nilai terendah dari kreteria

Akaiek dan Schwartz terletak pada lag 2. Oleh karena itu dapat

ditetapkan bahwa lag optimal yang akan dipakai pada model ini adalah

lag 2.

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Page 15: Kebijakan Moneter Ekspansif Dan Volatiltias Harga Aset

15

Tabel 5. Uji Kelambanan Optimal

Kelambanan Akaike Schwartz 2 -94.97000 -93.56660 3 -78.86163 -76.81465 4 -52.70783 -50.00462 5 -21.85539 -18.48295

b. Variance Decomposition (Vardec)

Variance Decomposition (Vardec) dapat menjelaskan berapa

sumbangan varian dari variabel shock (kebijakan) terhadap variabel

endogen yang lain. Analisis ini mencakup tiga periode yakni periode

sebelum krisis terdiri atas 1990.1-1993.3; 1993.4.-1997.2.; dan

periode krisis adalah 1997.3-2001.4. Analisis ini dilakukan dengan

membandingkan persentase varian dari variabel LM2 sebagai variabel

shock terhadap LSDEXR, LSDIHSG, dan LSDPUAB.

-Vardec VAR Periode 1990.1-1993.3

Tabel 6.

Dekomposisi Varian Pengaruh LM2 1990.1-1993.3 Dekomposisi Varian dari LM2

Periode Kuartal

LSDEXR LSDIHSG LSDSPUAB

1 83.63049 15.23350 44.46418 2 77.65758 13.37366 42.28991 3 68.31073 29.00885 40.85183 4 68.84389 28.09308 41.61985 5 67.34345 31.11469 40.62994 6 65.28314 30.88712 40.59275 7 65.51364 31.00335 40.76059 8 65.10083 31.41769 40.71265 9 64.76105 31.32116 40.67204 10 64.67656 31.43164 40.73515

Dekomposisi varian dari kebijakan moneter (LM2) terhadap tiga

volatilitas LSDEXR, LSDIHSG, LSDSPUAB pada periode 1990.1-1993.3

menunjukkan perubahan yang menarik. Pada kuartal pertama, LM2

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Page 16: Kebijakan Moneter Ekspansif Dan Volatiltias Harga Aset

16

dapat menyumbang varian kepada LSDEXR sebesar 83 %, sedangkan

terhadap LSDIHSG menyumbang sebesar 15 %, dan terhadap

LSDSPUAB sebesar 44 % (tabel 6).

Sampai dengan kuartal ke-10, terjadi penurunan varian dari

LM2 terhadap LSDEXR menjadi hanya 64 %, sedangkan terhadap

LSDIHSG meningkat menjadi 31 %, dan terhadap LSDSPUAB terjadi

penurunan menjadi 41 %. Hal ini dapat disimpulkan bahwa pada

periode ini, kebijakan moneter (LM2) paling kuat berpengaruh

terhadap pasar valuta asing (LSDEXR), kemudian pasar uang

(LSDSPUAB) dan terakhir pasar modal (LSDIHSG).

-Vardec VAR VAR 1993.4-1997.2

Tabel 7.

Dekomposisi Varian Pengaruh LM2 1993.4-1997.2 Dekomposisi Varian dari LM2

Periode Kuartal

LSDEXR LSDIHSG LSDSPUAB

1 0.019447 12.89570 14.21328 2 1.625513 8.934542 20.65502 3 8.530061 19.42545 43.73229 4 22.53110 22.85116 50.80250 5 24.79462 24.62463 50.45821 6 23.09250 24.94930 48.10784 7 25.56925 24.83312 48.36381 8 28.95012 24.83480 49.91754 9 30.76869 24.82698 49.97839 10 29.93961 24.86635 49.14012

Dekomposisi varian dari kebijakan moneter (LM2) terhadap tiga

volatilitas LSDEXR, LSDIHSG, LSDSPUAB pada periode 1993.4-1997.2

menunjukkan perubahan yang menarik. Pada kuartal pertama, LM2

hanya menyumbang varian kepada LSDEXR sebesar 0,01 %,

sedangkan terhadap LSDIHSG menyumbang sebesar 12 %, dan

terhadap LSDSPUAB sebesar 14 % (tabel 7).

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Page 17: Kebijakan Moneter Ekspansif Dan Volatiltias Harga Aset

17

Sampai dengan kuartal ke-10, terjadi penurunan varian dari LM2

terhadap LSDEXR menjadi hanya 29 %, sedangkan terhadap LSDIHSG

meningkat menjadi 24 %, dan terhadap LSDSPUAB terjadi penurunan

menjadi 49 %. Hal ini dapat disimpulkan bahwa pada periode ini,

kebijakan moneter (LM2) paling kuat berpengaruh terhadap pasar

uang (LSDSPUAB), pasar modal (LSDIHSG), dan terakhir pasar valuta

asing (LSDEXR).

-Vardec VAR VAR 1997.3-2001.4

Tabel 8.

Dekomposisi Varian Pengaruh LM2 1997.3-2001.4 Dekomposisi Varian dari LM2

Periode Kuartal

LSDEXR LSDIHSG LSDSPUAB

1 4.016980 49.33203 3.472474 2 39.42035 44.43445 5.151249 3 39.17511 46.39176 4.991508 4 38.16834 51.76509 6.657598 5 38.32244 51.75993 11.79321 6 37.96374 52.27439 12.88471 7 39.33905 53.11220 17.10603 8 39.64428 53.20305 17.52173 9 39.47872 53.16557 17.72564 10 39.60473 53.17810 18.36996

Dekomposisi varian dari kebijakan moneter (LM2) terhadap tiga

volatilitas LSDEXR, LSDIHSG, LSDSPUAB pada periode 1997.3-2001.4

menunjukkan perubahan yang menarik. Pada kuartal pertama, LM2

hanya menyumbang varian kepada LSDEXR sebesar 4 %, sedangkan

terhadap LSDIHSG menyumbang sebesar 49 %, dan terhadap

LSDSPUAB sebesar 3 % (tabel 8).

Sampai dengan kuartal ke-10, terjadi penurunan varian dari

LM2 terhadap LSDEXR menjadi hanya 39 %, sedangkan terhadap

LSDIHSG meningkat menjadi 53 %, dan terhadap LSDSPUAB terjadi

penurunan menjadi 18 %. Hal ini dapat disimpulkan bahwa pada

periode ini, kebijakan moneter (LM2) paling kuat berpengaruh

terhadap volatilitas pasar modal (LSDIHSG), volatilitas nilai tukar

(LSDEXR), dan terakhir volatilitas pasar uang (LSDSPUAB).

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Page 18: Kebijakan Moneter Ekspansif Dan Volatiltias Harga Aset

18

c. Impulse Response

Respons terhadap inovasi (impulse response) merupakan salah

satu alat estimasi dari metode VAR yang paling penting. Alat ini telah

banyak digunakan oleh berbagai studi untuk mengestimasi beberapa

hubungan variabel. impulse response adalah respons sebuah variabel

dependen jika mendapatkan goncangan/inovasi (shock) variabel

independen sebesar 1 % standar deviasi. Analisis ini mencakup tiga

periode yakni periode sebelum krisis terdiri atas 1990.1-1993.3;

1993.4.-1997.2.; dan periode krisis adalah 1997.3-2001.4.

Dalam membaca tabel impulse response (IR) perlu diketahui

terlebih dahulu bahwa garis vertikal adalah besarnya respons dalam

persentase, sedangkan garis horisontal menunjukkan waktu dalam

studi ini adalah kuartal. Karena terdapat lag (kelambanan) dua

kuartal, maka waktu dihitung setelah dikurangi dua kuartal terlebih

dahulu.

- IR VAR Sebelum Krisis (1990.1-1993.3)

Pada periode sebelum krisis atau 1990.1-1993.3 terjadi

pengaruh kebijakan moneter terhadap volatilitas yang dimulai pada

kuartal ke-pertama atau 1990.3. Pada kuartal ini terlihat respons

volatilitas nilai tukar (LSDEXR) terhadap shock dari kebijakan moneter

(LM2) pada angka minus 20 %, kemudian perlahan-lahan meningkat

hingga pada kuartal ke-tiga mencapai positif 10 %. Memasuki kuartal

kuartal keempat, pengaruh shock kebijakan moneter terhadap

volatilitas nilai tukar melemah 9 %, sejak itu pengaruh mengalami

fluktuasi antara 0-5 % sampai dengan selesainya periode itu. Setelah

kuartal ke-empat, pengaruh kebijakan moneter hanya sekitar minus di

bawah 9 %, hal ini dapat dinyatakan bahwa pengaruhnya sangat

lemah atau nyaris tidak berpengaruh. Hal ini menunjukkan bahwa

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Page 19: Kebijakan Moneter Ekspansif Dan Volatiltias Harga Aset

19

kebijakan moneter ekspansif pada awal 1990-an hanya sekit

berpengaruh terhadap volatilitas nilai tukar.

Grafik 1.

Impulse Response LSDEXR, LSDIHSG, LSDSPUAB Periode 1990.1-1993.3

-0.3

-0.2

-0.1

0.0

0.1

0.2

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Response of LSDEXR to One S.D. LM2 Innovation

-0.3

-0.2

-0.1

0.0

0.1

0.2

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Response of LSDIHSG to One S.D. LM2 Innovation

-0.6

-0.5

-0.4

-0.3

-0.2

-0.1

0.0

0.1

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Response of LSDSPUAB to One S.D. LM2 Innovation

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Page 20: Kebijakan Moneter Ekspansif Dan Volatiltias Harga Aset

20

Berikutnya adalah dampak kebijakan moneter terhadap

volatilitas pasar modal (LSDIHSG). Pada kuartal pertama (1990.3)-

sampai dengan kuaral ke-tiga terjadi penurunan volatilitas pasar

modal yang tajam hingga minus 30 % sebagai akibat shock kebijakan

moneter. Memasuki kurtal ke-empat dampak shock kebijakan moneter

mulai positif 10 %, pada kuartal ke-lima terus meningkat menjadi 15

%, kemudian turun lagi sampai minus 5 % pada kuartal ke-tujuh,

kemudian setelah itu positif sampai kuartal ke- sembilan dan

seterusnya. Hal ini menunjukkan bahwa selama periode 1990.1-

1993.3 ini, pengaruh kebijakan moneter terhadap volatilitas pasar

modal sangat besar dibandingkan terhadap nilai tukar.

Sementara itu, pengaruh kebijakan moneter terhadap volatilitas

pasar uang (LSDSPUAB) relatif besar dibandingkan nilai tukar,

meskipun jika dibandingkan pasar modal masih cukup kecil. Hal ini

ditunjukkan selama periode ini pengaruh kebijakan moneter terhadap

volatilitas pasar uang (LSDSPUAB) selalu negatif. Pada kuartal

pertama pengaruhnya mencapai 55 %, kemudian merambat naik,

pada kuartal ke-tiga menjadi minus 15 %, kuartal keempat menjadi

minus 20 %, kuartal kelima meningkat menjadi 0,5 %, setelah itu

meningkat terus hingga kuartal ke-delapan di mana pengaruhnya

mendekati 0 %, hal ini bertahan sampai dengan akhir periode ini.

Di sini dapat disimpulkan bahwa pada periode ini, kebijakan

moneter justru paling besar berpengaruh terhadap volatilitas pasar

modal dibandingkan pada pasar valas ataupun pasar uang. Salah satu

penjelasannya adalah pasar modal sedang mulai tumbuh setelah

kinerja Bapepam dioptimlkan dan Bursa Efek diotonomkan. Pada masa

ini kebijakan moneter ekspansif menjadi kendala perkembangan pasar

modal, karena masyarakat lebih tertarik menyimpan dananya pada

perbankan, namun setelah pemerintah mengoptimalkan penarikan

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Page 21: Kebijakan Moneter Ekspansif Dan Volatiltias Harga Aset

21

pajak deposito, kegairahan masyarakat untuk berivestasi di pasar

modal mulai meningkat.

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Page 22: Kebijakan Moneter Ekspansif Dan Volatiltias Harga Aset

22

-IR VAR Sebelum Krisis (1993.4-1997.2)

Grafik 2.

Impulse Response LSDEXR, LSDIHSG, LSDSPUAB Periode 1993.4-1997.2

-0.15

-0.10

-0.05

0.00

0.05

0.10

0.15

0.20

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Response of LSDEXR to One S.D. LM2 Innovation

-0.2

-0.1

0.0

0.1

0.2

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Response of LSDIHSG to One S.D. LM2 Innovation

-0.6

-0.4

-0.2

0.0

0.2

0.4

0.6

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Response of LSDSPUAB to One S.D. LM2 Innovation

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Page 23: Kebijakan Moneter Ekspansif Dan Volatiltias Harga Aset

23

Pada periode sebelum krisis (1993.4-1997.2) yang merupakan

prolog dari krisis ekonomi 1997, pengaruh kebijakan moneter terhadap

volatilitas nilai tukar (LSDEXR) sangat kuat, hal ini ditunjukkan

dengan adanya fluktuasi yang sangat besar. Pada kuartal kedua,

pengaruh kebijakan moneter mencapai 5 %, pada kuartal ke tiga

melemah menjadi minus 10 %, kemudian pada kuartal ke-empat

mengalami peningkatan tajam hinggga positif 15 %. Pada kuartal ke-

lima menurun menjadi minus 10 % lagi, pada kuarta ke-tujuh

menanjak lagi hingga positif 10 %, kemudian pada kuartal ke-delapan

menurun lagi negatif 10 %, dan pada kuartal ke-sembilan meningkat

lagi menjadi positif 9 % dan selalu positif sampai dengan akhir

periode.

Sementara itu, pengaruh kebijakan moneter terhadap terhadap

volatilitas pasar modal (LSDIHSG) menunjukkan situasi yang

berkebalikan dari periode sebelumnya. Pada periode ini, pada awal

kuartal yakni kuartal ke-tiga menunjukkan pengaruh yang positif

sebesar 20 %, namun sejak kuartal ke-empat menurun menjadi minus

10 %, pada kuartal ke-lima sempat naik menjadi positif 10 %, namun

setelah kuartal ke-enam menurun dibawah base-line berkisar antara

negatif 0 sampai 5 %.

Situasi yang sama terjadi pada pasar uang, pengaruh kebijakan

moneter pada periode ini ternyata berbeda dengan periode

sebelumnya. Jika periode sebelumnya hubungannya negatif, maka

pada periode ini mengalami fluktuasi yang naik turun secara tajam.

Pada kuartal ke-dua pengaruh shock kebijakan moneter terhadap

volatilitas pasar uang (LSDSPUAB) meningkat menjadi positif 30 %,

namun kemudian kuartal ke-tiga menurun menjadi minus 30 %,

kuartal keempat melejit meningkat menjadi positif 40 %, pada kuartal

ke-lima minus 20 %, sampai dengan akhir periode terus begitu yakni

naik pada kuartal ganjil dan menurun pada kuartal genap.

Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa pada periode ini

justru kebijakan moneter berpengaruh paling besar terhadap volatilitas

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Page 24: Kebijakan Moneter Ekspansif Dan Volatiltias Harga Aset

24

pasar valuta asing dan pasar uang dibandingkan terhadap pasar

modal. Salah satu penjelasannya adalah pada masa ini pasar modal

relatif otonom karena semakin tumbuh pesat terutama semakin

banyaknya pemain asing di dalam bursa. Keadaan ini menyebabkan

kebijakan moneter kurang berpengaruh.

Sementara untuk pasar valuta asing sebenarnya terjadi over

value di mana nilai tukar mata uang yang dipatok pemerintah jauh

lebih murah dari pada nilai pasar, hal ini mengundang para spekulan

untuk aktif bergerak memborong rupiah. Pada saat bersamaan, modal

asing juga mengalir secara besar-besaran kepada sektor riil domestik.

Dua faktor itulah yang menyebabkan volatilitas nilai tukar sangat

tinggi, terutama sebagai respons adanya kebijakan moneter yang

tetap ekspansif. Keadaan ini semakin menjadi-jadi ketika pada tahun

1997 kuartal kedua terjadi contagious effect dari krisis kawasan yang

menyebabkan terjadi kepanikan, dan pada saat yang sama terjadi

kelangkaan dollar. Keadaan ini disebabkan para spekulan melakukan

aksi jual rupiah yang ditukar dengan dolar AS, dan para pengusaha

memborong dolar dalam rangka melunasi utang-utang mereka yang

telah jatuh tempo. Maka, terjadilah depresiasi rupiah ratusan persen

yang memicu krisis ekonomi menjadi berkepanjangan.

Demikian halnya pada pasar uang, pada masa ini juga terjadi

fluktuasi disebabkan karena selalu adanya ketakutan terjadinya capital

flight. Maka, dengan selalu ditetapkannya kebijakan suku bunga tinggi

menyebabkan pasar uang lebih volatile, terutama jika terdapat isu-isu

non ekonomi, seperti isu tentang kesehatan Presiden.

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Page 25: Kebijakan Moneter Ekspansif Dan Volatiltias Harga Aset

25

-IR VAR Masa Krisis (1997.3-2001.4)

Grafik 3.

Impulse Response LSDEXR, LSDIHSG, LSDSPUAB Periode 1997.3-2001.4

-0.2

0.0

0.2

0.4

0.6

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Response of LSDEXR to One S.D. LM2 Innovation

-0.4

-0.3

-0.2

-0.1

0.0

0.1

0.2

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Response of LSDIHSG to One S.D. LM2 Innovation

-0.3

-0.2

-0.1

0.0

0.1

0.2

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Response of LSDSPUAB to One S.D. LM2 Innovation

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Page 26: Kebijakan Moneter Ekspansif Dan Volatiltias Harga Aset

26

Pada masa krisis yakni pada periode 1997.3-2001.4, pengaruh

kebijakan moneter terhadap volatilitas nilai tukar (LSDEXR) pada

kuartal ke-dua menunjukkan respons yang positif sebesar 50 %.

Keadaan ini dapat dijelaskan bahwa pada awal periode kebijakan

moneter dengan pengetatan uang yang bertujuan menurunkan inflasi

dan menstabilkan nilai tukar. Namun setelah pemerintah menetapkan

kebijakan nilai tukar mengambang, yang berarti naik turunnya nilai

tukar tergantung oleh pasar, maka sejak kuartal ke-tiga mengalami

respons yang negatif sebesar 10 % hingga akhir periode pada kuartal

ke-10. Atau dengan kata lain setelah penetapan nilai tukar

mengambang, kebijakan moneter tidak terlalu berpengaruh terhadap

volatilitas pasar valas.

Sementara itu, pengaruh kebijakan moneter terhadap volatilitas

pasar modal (LSDIHSG) terlihat bahwa pada kuartal pertama minus 40

%, kemudian pada kuartal ke-dua dan ke-tiga positif 10 % dan 15 %,

kemudian pada kuartal ke-empat menurun lagi menjadi minus 20 %.

Pada kuartal ke-enam meningkat menjadi positif 10 %, pada kuartal

ke-tujuh menurun menjadi minus 10 %, kemudian meningkat lagi

hingga di atas base line. Secara kesuluruhan pada periode ini,

pengaruh kebijakan moneter terhadap pasar modal bersifat fluktuatif

naik turun.

Demikian pula yang terjadi pada pengaruh kebijakan moneter

terhadap volatilitas pasar uang (LSDSPUAB) juga menunjukkan situasi

fluktuatif yang tajam. Sebelum kuartal ke-tujuh, terjadi fluktuasi

dimana dapat diterangkan bahwa pada kuartal genap pengaruhnya

menunjukkan angka positif, sebaliknya pada kuartal ganjil

memperlihatkan pengaruh yang negatif. Namun setelah kuartal ke-

tujuh, pengaruhnya menjadi negatif sampai selesai akhir periode.

Kondisi ini menunjukkan bahwa pada periode ini pengaruh kebijakan

moneter terhadap volatilitas pasar uang dan pasar modal lebih besar

dibandingkan dengan volatilitas pasar valas.

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Page 27: Kebijakan Moneter Ekspansif Dan Volatiltias Harga Aset

27

Simpulan

Seperti beberapa penelitian sebelumnya studi ini menemukan

bahwa kebijakan moneter memang berpengaruh terhadap volatilitas

harga-harga aset. Karena studi ini membandingkan tiga periode maka

pada setiap periode terdapat perbedaan pengaruh terbesar kebijakan

moneter terhadap harga-harga aset. Dengan menggunakan metode

variance decomposition, pada periode 1990.1-1993.3 terlihat bahwa

kebijakan moneter (LM2) paling kuat berpengaruh terhadap volatilitas

pasar valuta asing (LSDEXR), kemudian volatilitas pasar uang

(LSDSPUAB) dan terakhir volatilitas pasar modal (LSDIHSG). Pada

periode 1993.4-1997.2 kebijakan moneter (LM2) paling kuat

berpengaruh terhadap volatilitas pasar uang (LSDSPUAB), pasar modal

(LSDIHSG), dan terakhir pasar valuta asing (LSDEXR). Pada periode

1997.3-2001.4, kebijakan moneter (LM2) paling kuat berpengaruh

terhadap volatilitas pasar modal (LSDIHSG), volatilitas nilai tukar

(LSDEXR), dan terakhir volatilitas pasar uang (LSDSPUAB).

Dengan menggunakan metode impulse response terlihat bahwa

selama periode 1990.1-1993.3 ini, pengaruh kebijakan moneter

terhadap volatilitas pasar modal paling kuat dibandingkan dengan

pasar uang dan pasar modal. Sementara itu, pada periode 1993.4-

1997.2, pengaruh kebijakan moneter terhadap volatilitas pasar valas

dan pasar uang jauh lebih besar dari pada terhadap pasar modal.

Sementara pada periode krisis 1997.3-2001.4, pengaruh kebijakan

moneter terhadap volatilitas harga uang dan modal jauh lebih besar

dari pada pasar valas.

DAFTAR PUSTAKA

Agenor, Pierre-Richard, dan Joshua Aizenman, (1998), " Volatility and the Welfare Cost of Financial Market Integration", Policy Research Working Paper World Bank No:1974, September

Alba Pedro, dkk, (1999), “Volatility and Contagion in a Financially,

integrated World: Lessons From East Asia’s Recent Experience”

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Page 28: Kebijakan Moneter Ekspansif Dan Volatiltias Harga Aset

28

dalam Gordon de Brouwer, dkk, Asia Pacific Financial Deregulation, Routledge.

Alier, Max dan Dimitri Vittas, (2000), "Personal Pension Plans and

Stock Market Volatility", Policy Research Working Paper World Bank No: 2463, Oktober.

Beck, Thorsten, dkk, (2001), "Financial Intermediary Development and

Growth Volatility: Do Intermediaries Dampen or Magnify Shocks?", Policy Research Working Paper World Bank No: 2707, September.

Bernanke, Ben S dan Mark Gertler, (2000), “Monetary Policy and Aset

Price Volatility", NBER Working Paper Series No:7559, February, diambil dari http://www.nber.org/paper/w7559.

Catao Luis, dan Bennet Sutton, (2002), “Sovereign Defaults: The Role

of Volatility, IMF Working Paper No WP/02/149, September. Denizer, Cevdet, dkk, (2000), "Finance and Macroeconomic Volatility"

Policy Research Working Paper World Bank No: 2487, November Dueker, Michael J. (2002), "The Monetary Policy Innovation Paradox in

VARs: A" Discrete" Explanation," Review, Federal Reserve Bank of St. Louis, March/April, Vol 84 No 2, hlm 43-49.

Engle, RF, dan CWJ Granger, (1991), Long-Run Economic

Relationships: Reading in Cointegration, New York: Oxford University Press.

Enders, Walter. (1996), RATS Handbook for Econometric Time Series,

New York: John Wiley and Sons. Gordon, David B dan Eric M. Leeper, (1994), “The Dynamic Impacts of

Monetary Policy: An Exercises in Tentative Identification”, Journal of Political Economy Vol. 102 No 6, Hal. 1228-1247

Greene, William H, (2000), Econometric Analysis, 4th, New Jersey:

Prentice Hall Gujarati, Damodar, (1995) Basic Econometrics, McGraw-Hill;

Singapore. Hakim, Lukman dan Nopirin, (2001), "Perbandingan Peranan Jalur

Kredit dan Jalur Tingkat Suku Bunga pada Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter 1990-1999", Sosiohumanika, Program Pascasarjana UGM, Vol 14, No 1, Januari.

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Page 29: Kebijakan Moneter Ekspansif Dan Volatiltias Harga Aset

29

Hendry, David F. (1995), Dynamic Econometrics, New York: Oxford University Press.

Hill, Hal. (1999) The Indonesian Economy in Crisis: Causes,

Consequences, and Lessons, Singapore: ISEAS. Kakes, Jan. (2000), Monetary Transmission in Europe: The Role of

Financial Markets and Credit, Messachusetts USA: Edward Elgar Publishing.

Liang, Hong, (1998), "The Volatility of the Relative Price of

Commodities in Term of Manufactures Across Exchange Regimes: A Theoretical Model", IMF Working Paper, WP/98/163.

Min, Hong G dan Jong-goo Park, (2000), "How the Republic of Korea's

Financial Structure Affects the Volatility of Four Aset Price", Policy Research Working Paper 2327, April.

Montes, Manuel F, (1999) The Currency Crisis: In Southeast Asia,

Singapore: ISEAS. Park, Beum-Jo, (2002), "Asymmetric Volatility of Exchange Rate

Returns under The EMS: Some Evidence from Quantile Regression Approach for TGARCH Model", International Economic Journal, Vol 16, Number 1, Spring.

Sims, Christopher A. (1980a), “Macroeconomic and Realty”,

Econometrica, January, Vol 48, No 1, Hal. 1- 48 Sims, Christopher A. (1980b), “Comparison of Interwar and Postwar

Business Cycles: Moneterism Reconcidered”, The American Economic Review, January Vol 70, No 2, Hal. 250- 257.

Tanner, Evan, (2001), "Exchange Market Pressure and Monetary

Policy: Asia and Latin America in the 1990s", IMF Staff Paper, Vol 47. No 3.

Thomas, RL, (1997), Modern Econometrics: An Introduction, England:

Addison-Wesley.

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com