keuangan negara, perkembangan moneter, … · web viewsektor aktiva luar negeri memberikan pengaruh...

157
KEUANGAN NEGARA, PERKEMBANGAN MONETER, DAN LEMBAGA-LEMBAGA KEUANGAN

Upload: others

Post on 25-Dec-2019

8 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: KEUANGAN NEGARA, PERKEMBANGAN MONETER, … · Web viewSektor aktiva luar negeri memberikan pengaruh ekspansif terhadap jumlah uang beredar dengan Rp 16,4 milyar. Dengan adanya defisit

KEUANGAN NEGARA, PERKEMBANGAN MONETER, DANLEMBAGA-LEMBAGA KEUANGAN

Page 2: KEUANGAN NEGARA, PERKEMBANGAN MONETER, … · Web viewSektor aktiva luar negeri memberikan pengaruh ekspansif terhadap jumlah uang beredar dengan Rp 16,4 milyar. Dengan adanya defisit
Page 3: KEUANGAN NEGARA, PERKEMBANGAN MONETER, … · Web viewSektor aktiva luar negeri memberikan pengaruh ekspansif terhadap jumlah uang beredar dengan Rp 16,4 milyar. Dengan adanya defisit

BAB IV

KEUANGAN NEGARA, PERKEMBANGAN MONETERDAN LEMBAGA-LEMBAGA KEUANGAN

A. PENDAHULUAN

Kebutuhan akan dana yang semakin meningkat untuk membia-yai pembangunan melalui tahapan-tahapan Repelita telah disa-dari secara luas baik dikalangan Pemerintah maupun masyara-kat. Pada gilirannya hal ini telah mendorong dilaksanakannya berbagai kebijaksanaan di bidang keuangan negara dan moneter yang semakin terpadu. Melalui kebijaksanaan fiskal dan mone-ter telah dilakukan berbagai usaha pengerahan dan pengarahan dana-dana pembangunan dalam rangka tercapainya sasaran-sasar-an pembangunan lima tahun. Dalam memacu laju pembangunan na-sional kita tetap berlandaskan atas terciptanya keserasian antara pemerataan, pertumbuhan ekonomi dan kestabilan nasio-nal seperti yang digariskan dalam Trilogi Pembangunan.

Kebijaksanaan anggaran berimbang yang dinamis dalam pe-laksanaan Repelita III telah diarahkan untuk membiayai pro-yek-proyek pembangunan, baik ekonomi, sosial, pembangunan daerah, dan pengembangan kegiatan usaha golongan ekonomi lemah, serta berbagai program sesuai dengan delapan jalur pemerataan. Dalam pada itu usaha peningkatan penerimaan nega-ra dilaksanakan melalui kegiatan intensifikasi dan ekstensi-fikasi perpajakan serta perbaikan/penyempurnaan administrasi pemungutan pajak. Dalam menempuh kebijaksannaan di bidang pe-nerimaan negara usaha yang dilakukan tidak semata-mata ditu-jukan untuk meningkatkan jumlahnya, akan tetapi telah dituju-kan untuk mendorong iklim fiskal yang dapat merangsang ke-giatan di sektor dunia usaha, serta terciptanya kemajuan da-lam perekonomian pada umumnya.

Dalam pelaksanaan Repelita III diperlukan dana-dana yang semakin meningkat, yang terutama harus bersumber dari kemam-puan dalam negeri, sedangkan dana luar negeri merupakan sum-ber pelengkap. Dalam hubungan ini kebijaksanaan anggaran yang berimbang dan dinamis yang selama ini dianut, selain untuk menunjang stabilisasi ekonomi juga ditujukan untuk dapat men-ciptakan tabungan Pemerintah yang semakin besar.

Tabungan Pemerintah merupakan selisih antara penerimaan dalam negeri dan pengeluaran rutin. Melalui usaha peningkatan penerimaan rutin yang terus menerus, maka jumlah tabungan Pe-

IV/3

Page 4: KEUANGAN NEGARA, PERKEMBANGAN MONETER, … · Web viewSektor aktiva luar negeri memberikan pengaruh ekspansif terhadap jumlah uang beredar dengan Rp 16,4 milyar. Dengan adanya defisit

IV/4

merintah senantiasa dapat ditingkatkan, sehingga memperbesar kemampuan untuk pembiayaan pembangunan nasional atas dasar kekuatan sendiri.

Dalam perkembangannya jumlah tabungan Pemerintah dalam tahun 1979/80 mencapai Rp. 2.635,0 milyar, kemudian meningkat menjadi Rp. 4.427,0 milyar dan Rp. 5.2635.0 milyar masing-ma-sing untuk tahun 1980/81 dan 1981/82. Selanjutnya dalam tahun 1982/83 jumlahnya meningkat lagi menjadi sebesar Rp. 5.422,0 milyar. Bila dalam tahun 1979/80 tabungan Pemerintah bisa membiayai 65,6% dari seluruh pengeluaran pembangunan, maka dalam tahun 1980/81 dan 1981/82 bisa membiayai 74,8% dan 75,4%. Selanjutnya dalam tahun 1982/83 peranan tabungan Peme-rintah menjadi 73,6% dari pengeluaran pembangunan. Perkemba-ngan realisasi tabungan Pemerintah tersebut menunjukkan bahwa peranan tabungan Pemerintah semakin penting dalam pembiayaan anggaran pembangunan.

Terwujudnya peningkatan tabungan Pemerintah tersebut me-rupakan hasil dari usaha-usaha peningkatan penerimaan dalam negeri dan usaha penghematan yang terus menerus dilakukan da-lam pengeluaran rutin. Dalam hubungan ini kebijaksanaan pe-ngeluaran rutin setiap tahunnya senantiasa diarahkan untuk meningkatkan daya guna dari dana yang terbatas tanpa meng-abaikan jumlah dan mutu pelayanan Pemerintah kepada masya-rakat, pengamanan kekayaan negara, serta pemeliharaan proyek-proyek yang telah selesai dibangun.

Realisasi penerimaan dalam negeri senantiasa meningkat dari tahun ke tahun, yaitu sebesar Rp. 6.696,8 milyar tahun 1979/80, kemudian dalam tahun 1980/81 meningkat menjadi Rp.10.227,0 milyar. Selanjutnya untuk tahun 1981/82 dan tahun 1982/83 meningkat lagi masing-masing menjadi Rp. 12.212,6 milyar dan Rp. 12.418,3 milyar.

Sejalan dengan kebijaksanaan di bidang pengeluaran rutin tersebut di atas, maka realisasi pengeluaran rutin telah me-ningkat dari tahun ke tahun. Namun demikian laju kenaikan da-ri pengeluaran rutin ini, diusahakan agar-lebih rendah dari-pada tingkat perkembangan penerimaan dalam negeri, sehingga dapat menghasilkan tabungan Pemerintah yang semakin besar.

Bila dalam tahun 1979/80 pengeluaran rutin berjumlah Rp.4.061,8 milyar,.maka dalam tahun 1980/81 dan 1981/82 ma-sing-masing mencapai Rp. 5.800,0 milyar dan Rp. 6.977,6 mil-yar. Selanjutnya dalam tahun 1982/83 jumlah pengeluaran rutin mencapai Rp. 6.996,3 milyar.

IV/4

Page 5: KEUANGAN NEGARA, PERKEMBANGAN MONETER, … · Web viewSektor aktiva luar negeri memberikan pengaruh ekspansif terhadap jumlah uang beredar dengan Rp 16,4 milyar. Dengan adanya defisit

Sementara itu mengingat luasnya bidang pembangunan yang harus ditangani serta menyadari betapa pentingnya usaha pe-ningkatan taraf hidup rakyat, serta kenyataan adanya keterba-tasan dana, maka bantuan luar negeri masih diperlukan untuk menutup kekurangan dari dana yang tersedia.

Penggunaan bantuan luar negeri untuk membiayai pembangun an tidak berarti mengandalkan ketergantungan kepada luar ne-geri, oleh karena bantuan luar negeri tersebut digunakan se-cermat mungkin terutama untuk membiayai proyek-proyek produk-tif yang diharapkan akan dapat membayar kembali pinjaman ter-sebut. Realisasi bantuan luar negeri yang terdiri dari bantu-an program dan bantuan proyek selama empat tahun Repelita III adalah sebagai berikut. Dalam tahun 1979/80 realisasi penari-maannya berjumlah Rp. 1.381,1 milyar, kemudian meningkat men-jadi Rp. 1.493,8 milyar dalam tahun 1980/81. Untuk tahun 1981/82 dan 1982/83 jumlahnya meningkat lagi masing-masing menjadi Rp. 1.709,0 milyar dan Rp. 1.940,0 milyar.

Dana pembangunan yang dapat dihimpun baik dari tabungan Pemerintah maupun yang berasal dari bantuan luar negeri ter-sebut di atas secara bersama-sama digunakan untuk membiayai proyek-proyek pembangunan baik sektoral maupun regional. Da-lam tahun 1979/80 realisasi pengeluaran pembangunan berjumlah sebesar Rp. 4.014,2 milyar, kemudian meningkat menjadi Rp. 5.916,1 milyar dalam tahun 1980/81. Untuk tahun 1981/82 dan tahun 1982/83 jumlah pengeluaran pembangunan tersebut me-ningkat lagi masing-masing menjadi sebesar Rp. 6.940,1 milyar dan Rp. 7.359,6 milyar. Jumlah pengeluaran pembangunan yang meningkat dari tahun ke tahun tersebut mencerminkan adanya tekad nyata Pemerintah dan rakyat untuk terus meningkatkan pelaksanaan pembangunan.

Perkembangan realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara secara ringkas periode 1979/80- 1982/83, dapat dili-hat dalam Tabel IV - 1.

Jumlah uang beredar yang diperlukan untuk meningkatkan kegiatan ekonomi, dalam tahun 1980/81 telah mencapai Rp.5.214,1 milyar atau mengalami kenaikan sebesar 37,3% dari tahun sebelumnya. Dalam tahun 1981/82 dan 1982/83 jumlah uang beredar meningkat masing-masing menjadi, Rp. 6.774,7 milyar dan Rp. 7.379,3 milyar dengan kenaikan sebesar 29,9% dan 8,9%. Kenaikan dalam tahun 1982/83 tersebut merupakan kenaik-an yang terendah dalam 10 tahun terakhir. Hal ini terutama disebabkan karena kelesuan kegiatan ekonomi di dalam negeri sebagai akibat resesi ekonomi dunia.

IV/5

Page 6: KEUANGAN NEGARA, PERKEMBANGAN MONETER, … · Web viewSektor aktiva luar negeri memberikan pengaruh ekspansif terhadap jumlah uang beredar dengan Rp 16,4 milyar. Dengan adanya defisit

TABEL IV - 1

RiNGKASAN REALISASI ANGGARAN PENDAPATAN DANBELANJA NEGARA,1978/79 1982/83

(dalam milyar rupiah)

*) Termasuk realisasi pinjaman dalam rangka kredit ekspor

IV/6

Page 7: KEUANGAN NEGARA, PERKEMBANGAN MONETER, … · Web viewSektor aktiva luar negeri memberikan pengaruh ekspansif terhadap jumlah uang beredar dengan Rp 16,4 milyar. Dengan adanya defisit

GRAFIK IV - 1RINGKASAN REALISASI ANGGARAN PENDAPATAN DAN

BELANJA NEGARA,1978/79 - 1982/83

IV/7

Page 8: KEUANGAN NEGARA, PERKEMBANGAN MONETER, … · Web viewSektor aktiva luar negeri memberikan pengaruh ekspansif terhadap jumlah uang beredar dengan Rp 16,4 milyar. Dengan adanya defisit

Sejalan dengan usaha Pemerintah untuk meningkatkan ta-bungan Pemerintah, maka usaha peningkatan tabungan masyarakat berupa dana perkreditan semakin dirasakan pentingnya sebagai sumber pembiayaan pembangunan yang bersumber dari kemampuan dalam negeri. Jumlah dana perkreditan bank yang terdiri dari giro, deposito berjangka, TABANAS/TASKA dan tabungan lainnya, dalam tahun 1980/81 telah menjadi Rp. 5.677,5 milyar, selan-jutnya meningkat menjadi Rp. 7.610,0 milyar dan Rp. 8.227,0 milyar masing-masing dalam tahun 1981/82 dan 1982/83.

Kebijaksanaan dana perkreditan yang terpenting tercermin dalam program-program deposito berjangka INPRES dan TABANAS/ TASKA. Program-program tersebut mempunyai 2 aspek penting ya-itu aspek peningkatan dana untuk tujuan pembiayaan pembangun-an dan aspek pendidikan agar masyarakat gemar menabung mela-lui penggunaan jasa perbankan.

Dalam tahun 1982/83 deposito berjangka INPRES mencapai jumlah Rp. 905,8 milyar dengan kenaikan 9,0% dari jumlah deposito tahun sebelumnya. Deposito berjangka INPRES terdiri dari jenis deposito 24 bulan, 12 bulan, 6 bulan dan 3 bulan ke bawah. Dari keseluruhan deposito berjangka tersebut depo-sito berjangka 24 bulan merupakan bagian yang terbesar. Se-dangkan program TABANAS/TASKA dilakukan dengan cara mengga-lakkan kegiatan menabung di kalangan pemuda, pelajar dan pra-muka. Pada akhir Maret 1983 jumlah TABANAS dan TASKA mencapai Rp. 483,8 milyar, dengan jumlah 10.202.642 penabung.

Dana-dana perkreditan yang terhimpun pada dasarnya akan disalurkan melalui penyediaan kredit kepada nasabah. Adapun kebijaksanaan perkreditan dalam tahun 1982/83 terutama di-arahkan dalam rangka membantu pengusaha golongan ekonomi le-mah dan mendorong kegiatan ekspor barang-barang bukan minyak. Dalam rangka memperluas pelaksanaan kredit ekspor, sejak April 1982 bank-bank umum swasta nasional dan bank pembangun-an daerah diperkenankan memberikan kredit ekspor, dengan per-syaratan yang berlaku bagi bank Umum Pemerintah. Dalam menja-lankan kebijaksanaan kredit pada hakekatnya Pemerintah bersi-kap berhati-hati dalam arti tidak mengutamakan pembiayaan im-por yang dapat berakibat buruk terhadap neraca pembayaran.

Sampai akhir Maret 1983 jumlah kredit perbankan mencapai Rp. 13.705 milyar, antara lain termasuk kredit investasi dan KIK/KMKP. Dalam hal kredit investasi, pada bulan September 1982 seluruh bank-bank Pemerintah diperkenankan untuk membe-rikan kredit investasi kepada perkebunan besar swasta nasio-nal. Jumlah kredit investasi yang direalisir sampai akhir Ma-

IV/8

Page 9: KEUANGAN NEGARA, PERKEMBANGAN MONETER, … · Web viewSektor aktiva luar negeri memberikan pengaruh ekspansif terhadap jumlah uang beredar dengan Rp 16,4 milyar. Dengan adanya defisit

ret 1983 mencapai Rp. 1.345 milyar dibandingkan dengan jumlah kredit ysng disetujui sebesar Rp. 1.722 milyar.

Kredit-kredit yang disalurkan kepada pengusaha golongan ekonomi lemah terdiri dari kredit kecil bank-bank Pemerintah dan kredit kecil lainnya. Kredit kecil bank Pemerintah seper-ti KIK dan KMKP sampai akhir Maret 1983 mencapai Rp. 414 mil-yar dan Rp. 806 milyar, sedangkan kredit Mini, kredit Midi serta kredit Inpres Pasar masing-masing mencapai Rp. 63 mil-yar, Rp. 42 milyar dan Rp. 79 milyar. Kredit kecil lainnya seperti KCK dan KPR sampai akhir Maret 1983 meningkat menjadi Rp. 119 milyar dan Rp. 422 milyar.

Perkembangan harga selama tahun 1982/83 memperlihatkan laju kenaikan harga sebesar 8,4%., Hal ini disebabkan antara lain oleh peningkatan harga yang terjadi berhubung dengan peningkatan pengeluaran masyarakat dalam mempersiapkan dan menyambut hari raya Lebaran yang jatuh pada bulan Juli 1982. Kenaikan harga tersebut disebabkan pula oleh musim kemarau yang cukup panjang pada kwartal terakhir tahun 1982, serta kebijaksanaan yang dikeluarkan oleh Pemerintah untuk menaik-kan harga jual bahan bakar minyak 7 Januari 1983.

Perkembangan lembaga perbankan dan lembaga keuangan lainnya dalam tahun 1982/83, ditandai oleh semakin meningkat-nya pelayanan jaaa-jasa perbankan di daerah, antara lain de-ngan didirikannya bank pembangunan daerah di Timor Timur. Pe-rum Pengembangan Keuangan Koperasi (Perum PKK) didirikan pada akhir tahun 1981 merupakan peningkatan pemberian jaminan ke-pada koperasi atas kredit yang diberikan oleh bank dan badan-badan lainnya. Dalam rangka mengembangkan kegiatan pasar mo-dal, PT Danareksa telah menjual saham dan obligasi untuk 17 perusahaan yang memasarkan saham/obligasinya melalui pasar modal.

B. KEUANGAN NEGARA

1. Penerimaan Dalam Negeri

Selama pelaksanaan Repelita III kebijaksanaan penerimaan dalam negeri telah diarahkan untuk menghimpun dan meningkat-kan dana-dana yang bersumber dari dalam negeri, serta tetap mengusahakan agar sumber-sumber luar negeri hanya merupakan pelengkap. Dengan sistem perpajakan yang terus disempurnakan dan dengan kegiatan ekonomi yang semakin berkembang maka ke-mampuan negara dan masyarakat untuk membiayai pembangunan da-

IV/9

Page 10: KEUANGAN NEGARA, PERKEMBANGAN MONETER, … · Web viewSektor aktiva luar negeri memberikan pengaruh ekspansif terhadap jumlah uang beredar dengan Rp 16,4 milyar. Dengan adanya defisit

ri sumber-sumber dalam negeri semakin meningkat. Pelaksanaan kebijaksanaan di bidang penerimaan dalam negeri senantiasa dilandasi oleh asas Trilogi Pembangunan dengan penekanan pada segi pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya yang menuju pada terciptanya keadilan sosial bagi seluruh rakyat, segi pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi, serta stabilitas nasi-onal yang sehat dan dinamis.

Kebijaksanaan penerimaan dalam negeri dalam tahun 1982/83 adalah melanjutkan dan meningkatkan kebijaksanaan yang dilak-sanakan dalam tahun-tahun sebelumnya. Berbagai usaha Pemerin-tah telah dilakukan untuk menciptakan iklim fiskal yang dapat mendorong kegiatan investasi, perdagangan, kestabilan harga, dan pertumbuhan perekonomian pada umumnya. Selanjutnya penye-suaian berbagai tarip pajak juga telah dilaksanakan dalam rangka mendorong perluasan kesempatan kerja serta mendorong kegiatan ekspor di luar minyak. Sementara itu pelaksanaan pe-nyesuaian tarip pajak pendapatan dan batas pendapatan bebas pajak (BPBP) tahun lalu terutama dimaksudkan untuk mencapai pemerataan pendapatan dan beban pembangunan. Kemudian dalam rangka intensifikasi dan ekstensifikasi wajib pajak dan pajak pendapatan, maka dalam tahun 1982 telah dilaksanakan keten-tuan tentang kenaikan biaya fiskal dari Rp. 25 ribu menjadi Rp. 150 ribu bagi setiap orang yang akan pergi ke luar negeri.

Atas dasar kebijaksanaan-kebijaksanaan tersebut di atas, penerimaan dalam negeri telah menunjukkan peningkatan yang cukup besar setiap tahunnya, kecuali untuk tahun 1982/83. Kecilnya kenaikan penerimaan dalam negeri pada tahun 1982/83 disebabkan oleh adanya pengaruh resesi ekonomi dunia, yang antara lain tercermin dari penerimaan di aektor minyak yang tidak meningkat dan menurunnya penerimaan pajak ekspor. Apa-bila dalam tahun 1979/80 penerimaan dalam negeri berjumlah Rp. 6.696,8 milyar maka dalam tahun - tahun selanjutnya me-ningkat menjadi Rp. 10.227,0 milyar, Rp. 12.212,6 milyar dan Rp. 12.418,3 milyar masing-masing untuk tahun 1980/81, 1981/ 82 dan 1982/83. Hal ini berarti bahwa dalam tahun 1980/81, 1981/82 dan 1982/83 masing-masing telah mengalami kenaikan sebesar 52,7%, 19,4% dan 1,7%. Kecilnya peningkatan penerima-an dalam negeri untuk tahun 1982/83 terutama disebabkan oleh menurunnya kegiatan ekonomi dunia pada umumnya serta menurun-nya harga dan volume permintaan minyak mentah Indonesia.

Dalam pada itu penerimaan dalam negeri di luar minyak se-nantiasa mengalami peningkatan pula. Dalam tahun 1980/81 rea-lisasi penerimaan dalam negeri di luar minyak mencapai Rp.3.207,4 milyar meningkat menjadi Rp. 3.584,8 milyar dalam

IV/10

Page 11: KEUANGAN NEGARA, PERKEMBANGAN MONETER, … · Web viewSektor aktiva luar negeri memberikan pengaruh ekspansif terhadap jumlah uang beredar dengan Rp 16,4 milyar. Dengan adanya defisit

tahun 1981/82. Dalam tahun 1982/83 penerimaan tersebut me-ningkat lagi menjadi Rp. 4.247,9 milyar yang berarti meningkat dengan 18,5% dari tahun sebelumnya.

Penerimaan dalam negeri yang diperinci menurut penerimaan pajak langsung, pajak tidak langsung dan penerimaan bukan pa- jak selama periode 1979/80 - 1982/83 dapat diikuti pada Tabel IV - 2.

Selama pelaksanaan 4 tahun Repelita III penerimaan pajak langsung secara rata-rata telah menunjukkan kenaikan yang cu-kup berarti, kecuali dalam tahun 1982/83 di mana jumlah pajak langsung telah mengalami penurunan sebesar 0,9%. Dalam tahun 1980/81 penerimaan pajak langsung mencapai Rp. 8.230,3 milyar dengan kenaikan sebesar Rp. 3.101,0 milyar atau 60,5% dari tahun sebelumnya. Dalam tahun 1981/82 jumlah penerimaan pajak langsung menjadi Rp. 10.100,3 milyar atau naik dengan 22,7%, sedangkan pada tahun 1982/83 meningkat lagi menjadi Rp.10.009,9 milyar atau terdapat penurunan sebesar 0,9%.

Usaha peningkatan penerimaan pajak langsung dalam tahun 1982/83 tidak terlepas dari pengaruh perkembangan perekonomian baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Pengaruh nyata pada umumnya dirasakan di sektor perdagangan luar negeri dan kegiatan usaha yang berkaitan dengan sektor ini, yang pada gilirannya mengakibatkan penerimaan pajak langsung juga cen-derung menjadi berkurang.

Perkembangan penerimaan pajak langsung yang terdiri dari penerimaan pajak pendapatan, pajak perseroan, pajak perseroan minyak, MPO, IPEDA, dan lain-lain pajak langsung selama 4 ta-hun pelaksanaan Repelita III dapat diikuti pada Tabel IV-3.

Sejalan dengan kebijaksanaan peningkatan penerimaan pajak langsung, jumlah penerimaan pajak pendapatan selama periode Repelita III senantiasa menunjukkan peningkatan. Secara umum hal ini menunjukkan suatu indikator adanya usaha-usaha per-baikan dan penyempurnaan di bidang pajak pendapatan dalam rangka mendorong gairah usaha dengan lapangan kerja yang se-makin meluas. Di samping itu juga sebagai cermin semakin in-tensif dan teraturnya administrasi pemungutan pajak serta adanya kesadaran yang semakin meningkat daripada wajib pajak untuk memenuhi kewajiban pajaknya.

Dalam pada itu berbagai usaha pemungutan pajak pendapatan tersebut tidak semata-mata ditujukan untuk meningkatkan pene-rimaan negara melainkan juga diaashkan untuk membantu usaha

IV/11

Page 12: KEUANGAN NEGARA, PERKEMBANGAN MONETER, … · Web viewSektor aktiva luar negeri memberikan pengaruh ekspansif terhadap jumlah uang beredar dengan Rp 16,4 milyar. Dengan adanya defisit

TABEL IV – 2

PENERIMAAN DALAM NEGERI,1978/79 - 1982/83

IV/12

Page 13: KEUANGAN NEGARA, PERKEMBANGAN MONETER, … · Web viewSektor aktiva luar negeri memberikan pengaruh ekspansif terhadap jumlah uang beredar dengan Rp 16,4 milyar. Dengan adanya defisit

GRAFIK IV – 2

PENERIMAAN DALAM NEGERI1978/79 - 1982/83

IV/13

Page 14: KEUANGAN NEGARA, PERKEMBANGAN MONETER, … · Web viewSektor aktiva luar negeri memberikan pengaruh ekspansif terhadap jumlah uang beredar dengan Rp 16,4 milyar. Dengan adanya defisit

TABEL IV - 3

PENERIMAAN PAJAK LANGSUNG,1978/79 - 1982/83

(dalam milyar rupiah)1982/83

Jenis Penerimaan 1978/79 1979/80 1980/81 1981/82 % KenaikanA P B N Realisasi (realisasi)

1. Pajak pendapatan 122,2 148,1 164,2 207,2 256,1 288,8 + 39,4

2. Pajak Perseroan 226,5 297,1 447,6 559,1 822,5 674,5 + 20,6

3. Pajak Perseroan Minyak 2.308,7 4.259,6 7.019,6 8.627,8 9.121,7 8.170,4 - 5,3

4. MPO 232,5 291,3 433,5 513,0 680,4 641,9 + 25,1

5. Ipeda 63,1 71,4 87,2 94,5 108,9 105,2 + 11,3

6. Lain-lain 43,3 61,8 78,2 98,7 123,2 129,1 + 30,8

Jumlah : 2.996,3 5.129,3 8.230,3 10.100,3 11.112,8 10.009,9 - 0,9

IV/14

Page 15: KEUANGAN NEGARA, PERKEMBANGAN MONETER, … · Web viewSektor aktiva luar negeri memberikan pengaruh ekspansif terhadap jumlah uang beredar dengan Rp 16,4 milyar. Dengan adanya defisit

GRAFIK IV – 3

PENERIMAAN PAJAK LANGSUNG1978/79 – 1982/83

IV/15

Page 16: KEUANGAN NEGARA, PERKEMBANGAN MONETER, … · Web viewSektor aktiva luar negeri memberikan pengaruh ekspansif terhadap jumlah uang beredar dengan Rp 16,4 milyar. Dengan adanya defisit

pemerataan pendapatan dan beban pembangunan yang dapat dipi-kul oleh masyarakat secara luas. Dalam hubungan ini batas pendapatan bebas pajak (BPBP) telah dinaikkan beberapa kali sehingga berdasarkan ketentuan terakhir (Januari 1982) besar-nya batas pendapatan bebas pajak (BPBP) bagi satu keluarga yang terdiri dari suami, isteri dan tiga orang anak adalah Rp. 1.050.000,- yang berlaku sampai tahun 1982/83. Peningkat-an BPBP tersebut merupakan salah satu usaha ke arah pemungut-an pajak yang lebih adil dan merata, yaitu dengan cara me-ringankan beban pajak atas golongan berpendapatan rendah.

Sedangkan dalam rangka intensifikasi dan ekstensifikasi wajib pajak pendapatan maka sejak 15 Nopember 1982 diberlaku-kan kebijaksanaan mengenai penetapan jumlah pembayaran di muka atas pajak pendapatan untuk memperoleh surat keterangan fiskal luar negeri, yaitu sebesar Rp. 150.000,- yang sebelum-nya sebesar Rp. 25.000,- . Pembayaran di muka atas pajak pen-dapatan tersebut, berlaku untuk setiap orang dalam setiap ka-li perjalanan ke luar negeri. Kebijaksanaan ini juga dimak-sudkan agar penggunaan devisa dapat dihemat.

Sedangkan tarip pajak pendapatan yang dikenakan atas la-pisan pendapatan sisa kena pajak (PSKP), tetap sama seperti tahun lalu, yaitu tarip terendah turun menjadi 5% dikenakan pada tingkat pendapatan sampai dengan Rp. 240.000,-, dan tarip tertinggi adalah 50% dikenakan atas pendapatan sisa kena pa-jak di atas Rp. 18 juta.

Sebagai hasil dari pada kebijaksanaan-kebijaksanaan ter-sebut di atas maka jumlah penerimaan pajak pendapatan senan-tiasa mengalami peningkatan. Bila dalam tahun 1980/81 peneri-maan pajak pendapatan sebesar Rp. 164,2 milyar atau meningkat dengan 10,9% dari tahun sebelumnya maka dalam tahun 1981/82 dan 1982/83 jumlahnya menjadi Rp. 207,2 milyar dan Rp. 288,8 milyar dengan kenaikan masing-masing sebesar 26,2% dan 39,4%. Dengan demikian pajak pendapatan tidak hanya jumlahnya yang terus naik, akan tetapi kenaikannya juga mengalami peningkat-an yang cukup berarti.

Sejalan dengan meningkatnya jumlah penerimaan pajak pen-dapatan, realisasi penerimaan pajak perseroan juga menunjuk-kan peningkatan yang cukup menggembirakan selama empat tahun pelaksanaan Repelita III. Dalam tahun 1980/81 penerimaan pa-jak perseroan berjumlah Rp. 447,6 milyar dengan kenaikan 50,7%, kemudian secara berturut-turut meningkat menjadi Rp. 559,1 milyar dan Rp. 674,5 milyar dalam tahun 1981/82 dan ta-

IV/16

Page 17: KEUANGAN NEGARA, PERKEMBANGAN MONETER, … · Web viewSektor aktiva luar negeri memberikan pengaruh ekspansif terhadap jumlah uang beredar dengan Rp 16,4 milyar. Dengan adanya defisit

hun 1982/83 atau masing-masing meningkat dengan 24,9% dan 20,6% dari tahun-tahun sebelumnya.

Perkembangan penerimaan pajak perseroan tersebut dilanda-si oleh kebijaksanaan pajak perseroan yang diarahkan untuk mendorong gairah usaha, perluasan wajib pajak baru, penertib-an administrasi pemungutan, pemeriksaan pembukuan yang lebih cermat serta peningkatan kesadaran wajib pajak dalam memenuhi kewajiban pajaknya. Kebijaksanaan tarip pajak perseroan untuk lapisan laba kena pajak (LKP) tetap yaitu 20% untuk LKP sam-pai dengan Rp. 25 juta, dan 30% untuk LKP sampai dengan Rp. 50 juta. Sedangkan untuk LKP lebih dari Rp. 50 juta taripnya adalah 45%. Dengan meningkatnya jumlah perusahaan yang memi-liki modal yang semakin besar, dan dengan sistem manajemen dan pemasaran yang semakin baik,maka dapat diharapkan jumlah penerimaan pajak perseroan akan semakin meningkat pula. Untuk menanggulangi menipulasi pajak, telah ditingkatkan kerjasama antara aparat perbankan dengan aparat perpajakan agar kebe-naran neraca yang diserahkan oleh wajib pajak sebagai dasar perhitungan pajaknya dapat lebih terjamin. Di samping itu bertambahnya jumlah perusahaan dalam rangka PMA dan PMDN yang telah habis tax holidaynya, akan mempengaruhi pula besarnya penerimaan pajak perseroan di masa-masa mendatang. Namun demikian dalam tahun 1982/83 berbagai jenis usaha tertentu mengalami penurunan dalam penerimaan labanya yang pada gilir-annya menyebabkan penurunan pajak perseroan. Hal ini terutama sebagai akibat pengaruh resesi ekonomi dunia yang juga melan-da perekonomian Indonesia sehingga mengakibatkan kelesuan usaha di sektor ekspor-impor, perdagangan, industri dan per-tanian (perkebunan).

Penerimaan pajak perseroan minyak selama pelaksanaan Re-pelita III, merupakan bagian terbesar dari penerimaan negara. Hal ini sejalan dengan bertambahnya permintaan akan minyak dunia sehingga harga internasional minyak bumi juga mengalami kenaikan. Semenjak tahun 1979 harga minyak dunia menunjukkan peningkatan yang pesat yang mencapai puncaknya dalam tahun 1981, yaitu pada bulan Januari 1981 di mana harga minyak eks-por Indonesia ditetapkan sebesar US $ 35,00 untuk setiap barrelnya. Sementara itu kegiatan perekonomian dunia yang me-nurun dalam tahun-tahun terakhir ini dan khususnya dalam ta-hun 1982, di samping juga adanya usaha-usaha konservasi dan diversifikasi energi serta penemuan ladang-ladang minyak ba-ru, telah mengakibatkan berkurangnya permintaan minyak men-tah dunia termasuk dari Indonesia. Adanya resesi ekonomi du-nia pada umumnya dan negara-negara industri khususnya, menye-babkan merosotnya permintaan dan lebih lanjut diikuti dengan

IV/17

Page 18: KEUANGAN NEGARA, PERKEMBANGAN MONETER, … · Web viewSektor aktiva luar negeri memberikan pengaruh ekspansif terhadap jumlah uang beredar dengan Rp 16,4 milyar. Dengan adanya defisit

menumpuknya produksi minyak dunia. Sehubungan dengan itu te-lah diputuskan oleh negara-negara pengeskpor minyak (OPEC) untuk menetapkan harga dan jumlah produksi masing-masing ang-gotanya. Sejak bulan April 1982 telah ditentukan batas ter-tinggi produksi minyak mentah Indonesia yaitu sebesar 1,3 ju-ta barrel per hari. Jumlah tersebut berarti 0,3 juta barrel per hari lebih rendah dari target produksi yang direncanakan dalam APBN 1982/83 yaitu sebesar 1,6 juta barrel per hari. Bahkan harga internasional minyak bumi tidak dapat diperta-Bankan lagi, begitu pula harga minyak mentah Indonesia. Pada tanggal 11 Nopember 1982, Pemerintah mengeluarkan kebijaksa-naan untuk menurunkan harga differensial minyak mentah Indo-nesia (MINAS) dari US $ 35 per barrel menjadi US $ 34,53 per barrel. Selanjutnya sesuai dengan keputusan negara-negara pengekspor minyak (OPEC) di London tanggal 14 Maret 1983, harga patokan minyak dunia diturunkan sebesar US $ 5 per barrel dari US $ 34 menjadi US $ 29 per barrel, dengan kuota produksi sebesar 1,3 juta barrel per hari untuk Indonesia. Oleh karena itu harga differensial minyak mentah Indonesia (MINAS) menurun menjadi US $ 29,53 per barrel yang berlaku surut sejak tanggal 23 Pebruari 1983.

Realisasi penerimaan pajak perseroan minyak dalam tahun 1979/80 adalah Rp. 4.259,6 milyar, kemudian meningkat menjadi Rp. 7.019,6 milyar dan Rp. 8.627,8 milyar untuk tahun 1980/81 dan 1981/82 atau masing-masing mengalami kenaikan sebesar 64,8% dan 22,9%. Dalam tahun 1980/81 penerimaan pajak perse-roan minyak mencapai angka Rp. 8.170,4 milyar yang berarti mengalami penurunan sebesar 5,3% dari tahun sebelumnya.

Dalam bulan Pebruari 1982 Pemerintah telah mengambil ke-bijaksanaan menaikkan tarip MPO barang-barang impor. Penyesu-aian tarip MPO tersebut dilakukan untuk menunjang perkembang-an sektor ekspor dan impor. Berdasarkan ketentuan tersebut bagi importir dengan API, APIS/APIT dikenakan tarip MPO sebe-sar Rp. 50 per US $. Sedangkan bagi importir yang tidak memi-liki API, APIS/APIT dikenakan tarip MPO impor Rp. 200 per US$.

Sementara itu sejak tanggal 1 Maret 1983 Pemerintah me-ngambil kebijaksanaan penyesuaian tarip pungutan MPO dari 2% menjadi 3% sehingga jumlah pungutan diperkirakan mendekati besarnya pajak pendapatan atau pajak perseroan yang terhutang pada akhir tahun. Maksud dari kebijaksanaan tersebut adalah untuk meratakan pembayaran pajak sepanjang tahun, karena jum-lah pembayaran di muka dalam tahun berjalan telah mendekati besarnya perkiraan pajak pendapatan atau pajak perseroan yang terhutang di akhir tahun.

IV/18

Page 19: KEUANGAN NEGARA, PERKEMBANGAN MONETER, … · Web viewSektor aktiva luar negeri memberikan pengaruh ekspansif terhadap jumlah uang beredar dengan Rp 16,4 milyar. Dengan adanya defisit

Dengan adanya berbagai kebijaksanaan tersebut di atas ma-ka penerimaan MPO, yang merupakan pembayaran di muka dari pa-jak pendapatan atau pajak perseroan selama periode 1979/80 - 1982/83 terus mengalami peningkatan. Apabila dalam tahun 1979/80 penerimaan MPO baru mencapai Rp. 291,3 milyar, maka pada tahun 1980/81 meningkat menjadi Rp.433,5 milyar, atau naik sebesar 48,8%. Selanjutnya dalam tahun 1981/82 dan 1982/83 penerimaan MPO tersebut masing-masing menjadi Rp. 513,0 milyar dan Rp. 641,9 milyar atau naik sebesar 18,3% dan 25,1%.

Penerimaan iuran pembangunan daerah (Ipeda) selama pelak-sanaan Repelita III realisasinya menunjukkan jumlah yang se-lalu meningkat. Bila dalam tahun pertama Repelita III yaitu tahun 1979/80 penerimaan baru mencapai Rp. 71,4 milyar, maka selanjutnya menjadi sebesar Rp. 87,2 milyar dalam tahun 1980/81 atau meningkat sebesar 22,1%. Dalam tahun 1981/82 pe-nerimaan itu meningkat lagi menjadi Rp. 94,5 milyar dengan kenaikan sebesar 8,4% dan untuk tahun 1982/83 penerimaan Ipe-da berjumlah Rp. 105,2 milyar dengan kenaikan 11,3%.

Selama pelaksanaan Repelita III, kebijaksanaan Ipeda di-arahkan agar pembebanan yang adil dan merata dapat dirasakan oleh masyarakat dan dalam pengelolaannya secara terus menerus diadakan penyempurnaan, baik di bidang administrasi, tata laksana pembukuannya, ataupun dalam hal pelaksanaan pemungut-annya. Untuk Ipeda sektor pedesaan telah ditetapkan cara pe-mungutan yang lebih praktis dan seragam, dengan tarip yang bersifat meringankan beban bagi mereka yang tidak mampu. Un-tuk Ipeda sektor perkotaan telah diadakan ketentuan penyesu-aian tarip yang mulai berlaku dalam tahun takwin 1983. Penye-suaian tarip-tarip tersebut dilakukan berdasarkan perkembang-an nilai sewa/nilai jual tanah dan bangunan.

Selanjutnya realisasi penerimaan lain-lain pajak langsung yang terdiri dari penerimaan pajak kekayaan, pajak atas bu-nga, dividen dan royalty (PBDR) serta penerimaan lain-lainnya yang tergolong dalam penerimaan lain-lain pajak langsung, se-nantiasa menunjukkan jumlah yang meningkat dari tahun keta-hun. Jika dalam tahun 1979/80 penerimaan lain-lain pajak langsung adalah Rp. 61,8 milyar, maka dalam tahun 1980/81 te-lah meningkat menjadi Rp. 78,2 milyar, dan menjadi Rp. 98,7 milyar dalam tahun 1981/82, dengan kenaikan masing-masing se-besar 26,5% dan 26,2%. Untuk tahun 1982/83 penerimaan lain-lain pajak langsung tersebut mencapai Rp.129,1 milyar atau naik 30,8% bila dibandingkan dengan realisasii tahun sebe-lumnya.

IV/19

Page 20: KEUANGAN NEGARA, PERKEMBANGAN MONETER, … · Web viewSektor aktiva luar negeri memberikan pengaruh ekspansif terhadap jumlah uang beredar dengan Rp 16,4 milyar. Dengan adanya defisit

Kebijaksanaan lain-lain pajak langsung selama ini telah diarahkan untuk mendorong menggairahkan tabungan masyarakat, kegiatan pasar modal dan kegiatan investasi yang produktif. Dalam rangka menunjang kegairahan masyarakat ke arah usaha yang produktif, Pemerintah telah memberikan berbagai kelong-garan fiskal antara lain tidak memungut PBDR maupun pajak ke-kayaan atas simpanan deposito, TABANAS dan TASKA. Di samping itu untuk mendorong minat masyarakat untuk membeli obligasi, dalam bulan Januari 1981 telah berlaku ketentuan tentang ke-ringanan perpajakan atas pembelian obligasi oleh masyarakat melalui pasar modal. Lebih lanjut Pemerintah telah menyempur-nakan ketentuan-ketentuan mengenai keringanan perpajakan atas pembelian obligasi baik di dalam maupun di luar bursa. Keten-tuan yang berlaku pada 3 Januari 1983 tersebut menyebutkan bahwa pajak atas bunga, dividen dan royalty (PBDR) yang ter-hutang atas pembayaran bunga dan hadiah obligasi, diberikan keringanan tidak ditagih sebesar 50% sehingga tarip pengenaan efektif adalah sebesar 10 % yang bersifat pungutan final. Se-lanjutnya tidak dilakukan lagi penagihan terhadap pemilik obligasi, atas pajak pendapatan atau pajak perseroan yang terhutang dari hasil penerimaan bunga dan hadiah obligasi serta nilai lebih yang diperoleh pada waktu penjualan obliga-si.

Dalam pada itu untuk meratakan distribusi beban pajak ma-syarakat maka tarip pajak kekayaan telah dinaikkan dari 5 per mil menjadi 1 persen. Ketentuan ini mulai berlaku untuk pajak kekayaan tahun 1983, yang penyetorannya dilakukan dalam tri-wulan IV tahun anggaran 1982/83.

Bersamaan dengan usaha peningkatan penerimaan pajak lang-sung, Pemerintah juga senantiasa berusaha untuk meningkatkan sumber-sumber penerimaan negara dari pajak tidak langsung yang terdiri dari pajak penjualan, pajak penjualan impor, cu-kai, bea masuk, pajak ekspor dan lain-lain pajak tidak lang-sung. Pemerintah dalam kebijaksanaannya tidak hanya bertujuan semata-mata meningkatkan penerimaan negara melainkan lebih ditujukan untuk menciptakan iklim dan gairah usaha yang dapat mendorong peningkatan sumber-sumber produksi dan industri da-lam negeri, melancarkan perdagangan, mendorong usaha diversi-fikasi ekspor serta memantapkan kestabilan harga. Sehubungan dengan ini maka berbagai kebijaksanaan berupa penyesuaian ta-rip pajak dan penyempurnaan administrasi pajaknya, diarahkan untuk mencapai sasaran pembangunan ekonomi seperti peningkat-an pendapatan masyarakat, perluasan kesempatan kerja, pening-katan devisa maupun penghematan penggunaan devisa serta pem-batasan pola konsumsi mewah.

IV/20

Page 21: KEUANGAN NEGARA, PERKEMBANGAN MONETER, … · Web viewSektor aktiva luar negeri memberikan pengaruh ekspansif terhadap jumlah uang beredar dengan Rp 16,4 milyar. Dengan adanya defisit

Atas dasar kebijaksanaan tersebut, maka realisasi peneri-maan pajak tidak langsung selalu meningkat dari tahun ke ta-hun. Bila dalam tahun 1979/80 realisasinya adalah Rp 1.380,2 milyar, maka dalam tahun 1980/81 menjadi Rp 1.681,0 milyar, atau meningkat dengan 21,8%. Selanjutnya dalam tahun 1981/82 realisasi penerimaan pajak tidak langsung juga meningkat lagi dengan 5,6% sehingga menjadi Rp 1.775,9 milyar. Kenaikan yang relatif kecil tersebut terutama disebabkan realisasi peneri-maan pajak ekspor yang menurun secara drastis, sebagai akibat resesi dunia yang turut mempengaruhi perkembangan ekspor In-donesia. Kemudian dalam tahun 1982/83 realisasi penerimaan pajak tidak langsung mencapai Rp 1.972,8 milyar, yang berarti meningkat dengan 11,1% dibandingkan dengan realisasi tahun sebelumnya. Perkembangan realisasi penerimaan pajak tidak langsung secara terperinci dapat dilihat pada Tabel IV - 4.

Di dalam perkembangannya realisasi penerimaan pajak pen-jualan selalu meningkat setiap tahunnya. Bila dalam tahun 1980/81 realisasinya sebesar Rp 265,6 milyar, maka dalam ta-hun 1981/82 meningkat menjadi Rp 310,6 milyar atau meningkat dengan 16,9%. Kemudian dalam tahun 1982/83 realisasinya me-lonjak cukup besar yaitu sebesar 53,4% sehingga jumlahnya menjadi Rp 476,6 milyar. Peningkatan penerimaan pajak pen-jualan tersebut, dipengaruhi antara lain oleh peningkatan serta kelancaran perdagangan di dalam negeri. Di samping itu disebabkan oleh berbagai kebijaksanaan Pemerintah seperti usaha-usaha perluasan jumlah wajib pajak serta intensifikasi pemungutan melalui verifikasi yang lebih ketat atas penyerah-an barang-barang dan jasa.

Dalam pada itu, dalam rangka menumbuhkan dan mendorong kegairahan usaha serta meningkatkan pemakaian barang hasil produksi dalam negeri, maka tarip pajak penjualan yang berva-riasi antara 0% - 20% yang ditetapkan pada bulan April 1979 sampai saat ini masih tetap diberlakukan. Dalam ketentuan ini antara lain disebutkan bahwa atas barang-barang konsumsi yang tergolong mewah dikenakan tarip pajak yang lebih tinggi di-bandingkan barang-barang esensial. Hal ini dimaksudkan untuk menekan pola konsumsi mewah sehingga sumber daya produksi da-pat dialokasi secara lebih optimal dan efisien.

Di samping itu pada tanggal 25 Oktober 1982 Pemerintah telah menaikkan tarip pajak penjualan kendaraan bermotor de-ngan bahan bakar solar yang bukan untuk kepentingan angkutan umum seperti jenis kendaraan sedan/station wagon dan serba

IV/21

Page 22: KEUANGAN NEGARA, PERKEMBANGAN MONETER, … · Web viewSektor aktiva luar negeri memberikan pengaruh ekspansif terhadap jumlah uang beredar dengan Rp 16,4 milyar. Dengan adanya defisit

TABEL IV – 4

PENERIMAAN PAJAK TIDAK LANGSUNG,1978/79 – 1982/83

(dalam milyar rupiah)

*) Termasuk Pajak Ekspor Tambahan (PET) yang dikenakan terhadap komoditi ekspor yang mengalami kenaikan harga dengan cukup tinggi di pasaran internasional

IV/22

Page 23: KEUANGAN NEGARA, PERKEMBANGAN MONETER, … · Web viewSektor aktiva luar negeri memberikan pengaruh ekspansif terhadap jumlah uang beredar dengan Rp 16,4 milyar. Dengan adanya defisit

GRAFIK IV – 4

PENERIMAAN PAJAK TIDAK LANCSUNG1978/79 - 1982/83

IV/23

Page 24: KEUANGAN NEGARA, PERKEMBANGAN MONETER, … · Web viewSektor aktiva luar negeri memberikan pengaruh ekspansif terhadap jumlah uang beredar dengan Rp 16,4 milyar. Dengan adanya defisit

guna (jeep) tarip pajaknya 40%, sedangkan untuk pick-up, de-livery van, combi dan truck kecil besarnya tarip 20% dari harga penyerahan. Kebijaksanaan ini diambil agar pemberian subsidi atas solar benar-benar sesuai dengan peraturan yang berlaku, yaitu bahwa penggunaan bahan bakar solar tersebut memenuhi sasaran untuk kepentingan umum dan produktif lainnya.

Sejalan dengan usaha peningkatan penerimaan negara, maka penerimaan bea masuk dan pajak penjualan impor juga terus di- usahakan peningkatannya. Sebagaimana halnya dengan kebijaksa-naan pajak penjualan, maka berbagai langkah kebijaksanaan di bidang bea masuk dan pajak penjualan impor juga diarahkan da-lam rangka mendorong dan melindungi perkembangan industri dan sektor-sektor tertentu di dalam negeri yang mendapat priori-tas untuk dibangun. Berdasarkan hal ini maka ditetapkan kebi-jaksanaan tarip bea masuk dan pajak penjualan impor yang agak tinggi terhadap impor barang-barang mewah serta barang-barang yang sudah dapat dan cukup diproduksi di dalam negeri, sedangkan terhadap impor bahan baku dan barang modal dikena-kan tarip yang rendah. Demikian pula dalam rangka menunjang kestabilan harga serta menjamin pengadaan barang-barang kebu-tuhan pokok masyarakat telah diberlakukan tarip-tarip bea ma-suk dan pajak penjualan impor yang amat ringan. Seperti hal-nya terhadap impor beras, gandum dan barang kebutuhan pokok lainnya telah dibebaskan dari bea masuk, dan pajak penjualan impor. Selanjutnya pada bulan April 1982 telah diberikan ke-ringanan bea masuk terhadap impor hasil-hasil pertanian ter-tentu antara lain bawang putih, kacang hijau dan kacang tanah sehingga tarip bea masuknya diturunkan menjadi 10% dan pajak penjualan impor tetap 10%.

Kebijaksanaan pajak penjualan lainnya adalah kebijaksana-an Pemerintah pada 18 Januari 1982 tentang penyempurnaan ke-tatalaksanaan pabean di bidang impor. Ketentuan ini dimaksud-kan antara lain untuk menjamin lancarnya arus dokumen, se-hingga dapat memperkecil praktek-praktek penyelundupan. Di samping itu pada Pebruari 1982 telah berlaku pula ketentuan tentang penyesuaian nilai dasar perhitungan bea masuk atas dasar kurs rata-rata yang terjadi pada bursa valuta asing, untuk jangka waktu 1 bulan atau 1 triwulan.

Di dalam pelaksanaannya, realisasi penerimaan bea masuk dan pajak penjualan impor dalam tahun 1981/82 mencapai Rp.536,2 milyar dan Rp 223,3 milyar, dengan besarnya pening-katan masing-masing 19,7% dan 14,5% dari tahun sebelumnya. Namun kemudian realisasi penerimaan bea masuk mengalami penu-runan sebesar 2,7%, sehingga jumlahnya menjadi Rp. 521,9 mil-

IV/24

Page 25: KEUANGAN NEGARA, PERKEMBANGAN MONETER, … · Web viewSektor aktiva luar negeri memberikan pengaruh ekspansif terhadap jumlah uang beredar dengan Rp 16,4 milyar. Dengan adanya defisit

yar dalam tahun 1982/83. Sedangkan realisasi penerimaan pajak penjualan impor mengalami peningkatan yang relatif kecil se-besar 3,4% sehingga jumlahnya menjadi Rp.231,0 milyar dalam tahun 1982/83.

Perkembangan penerimaan bea masuk yang menurun tersebut, berkaitan erat dengan semakin luasnya barang-barang impor yang diturunkan serta dibebaskan taripnya oleh Pemerintah. Di samping itu perkembangan industri telah terkena pengaruh re-sesi dunia, akibatnya. semakin besar pula komposisi impor yang tidak terkena bea masuk.

Sementara itu perkembangan realisasi penerimaan cukai cu-kup menggembirakan. Bila dalam tahun 1980/81 realisasinya se-besar Rp 437,9 milyar, maka dalam tahun 1981/82 meningkat de-ngan 24,3%, sehingga penerimaan cukai menjadi Rp 544,2 mil-yar. Selanjutnya dalam tahun 1982/83, meskipun ekonomi dalam negeri sedang terkena resesi ekonomi dunia, realisasi peneri-maan cukai masih bisa meningkat menjadi Rp 620,1 milyar atau naik sebesar 13,9% dari tahun sebelumnya.

Penerimaan cukai ini terdiri dari cukai tembakau, cukai gula, cukai bir dan cukai alkohol sulingan. Perkembangan pe-nerimaan cukai dipengaruhi antara lain oleh perkembangan pro-duksi, penyesuaian harga untuk pengenaan cukai gula, bir, al-kohol sulingan dan pita cukai tembakau, peningkatan daya beli masyarakat serta intensifikasi pemungutannya. Dalam pada itu sebagian besar daripada penerimaan cukai, berasal dari pene-rimaan cukai tembakau. Meskipun penerimaan cukai tembakau masih dipandang perlu untuk ditingkatkan, akan tetapi kebijaksanaan Pemerintah lebih diarahkan untuk membantu perkembangan industri rokok dan hasil tembakau dalam negeri, terutama bagi produsen yang tergolong lemah dan industri yang banyak menyerap tenaga kerja. Oleh karena itu kebijaksanaan pembebasan sebagian cukai hasil tembakau sejak 1 April 1982 telah diperpanjang lagi sampai dengan tanggal 31 Maret 1983. Kebijaksanaan ini telah menetapkan penggolongan perusahaan sigaret kretek tangan (SKT) menjadi 3 golongan, yaitu golongan I perusahaan dengan produksi lebih dari 750 juta setahun dikenakan tarip cukai 25% dari harga pita cukai. Golongan II perusahaan dengan produksi antara 100 juta - 750 juta batang setahun, dengan tarip cukai 20%, dan golongan III perusahaan rokok dengan produksi 100 juta ke bawah dalam setahun dikenakan tarip cukai 15%. Selanjutnya terhadap kegiatan usaha si-garet klembak menyan yang juga merupakan usaha padat karya tarip cukainya diturunkan menjadi 10% dari harga pita.

IV/25

Page 26: KEUANGAN NEGARA, PERKEMBANGAN MONETER, … · Web viewSektor aktiva luar negeri memberikan pengaruh ekspansif terhadap jumlah uang beredar dengan Rp 16,4 milyar. Dengan adanya defisit

Pada bulan April 1982 Pemerintah juga melakukan penye-suaian harga dasar dalam memungut cukai bir dan cukai alkohol sulingan. Sebagai hasilnya maka harga dasar cukai bir menjadi Rp 310,- per liter. Sementara itu harga dasar cukai gula sam-pai akhir Maret 1983 adalah untuk jenis SHS-I Rp 3.500,- per kuintal, jenis SHS-II Rp 3.485,- per kuintal, HS-I Rp 3.470,-per kuintal dan untuk jenis HS-II Rp 3.455,- per kuintal.

Di lain pihak realisasi penerimaan pajak ekspor sejak ta-hun 1981/82 senantiasa mengalami penurunan. Bila dalam tahun 1980/81 realisasinya mencapai Rp 305,0 milyar, maka dalam ta-hun 1981/82 hanya mencapai Rp 128,5 milyar, yang berarti me-ngalami penurunan sebesar 57,9%. Kemudian dalam tahun 1982/83 realisasinya menurun lagi menjadi Rp 82,5 milyar, atau menu-run sebesar 35,8%.

Sebagaimana diketahui bahwa penerimaan pajak ekspor meru-pakan jenis penerimaan yang bersumber dari kegiatan ekspor di luar minyak dan gas alam. Resesi ekonomi yang melanda dunia selama beberapa tahun belakangan ini, telah mengakibatkan le-sunya permintaan terhadap komoditi-komoditi ekspor Indonesia, yang kemudian juga berakibat kepada menurunnya harga komodi-ti-komoditi tertentu di pasaran internasional. Akibat selan-jutnya telah terjadi penurunan nilai ekspor terutama ekspor non minyak yang mulai terasa pada tahun 1980/81, yang pada gilirannya tercermin pula di dalam penurunan penerimaan pajak ekspor dalam waktu yang bersamaan. Pemerintah menyadari bahwa peningkatan ekspor sangat penting artinya bagi peningkatan pendapatan petani produsen barang ekspor dan eksportir, pene-rimaan devisa, perluasan kesempatan kerja serta pemerataan pendapatan. Oleh karena itu penurunan nilai maupun volume ekspor, sebagai akibat pengaruh resesi tersebut, telah mendo-rong Pemerintah untuk mengambil berbagai kebijaksanaan di bi-dang pajak ekspor, berupa penurunan tarip dan pembebasan pa-jak ekspor terhadap berbagai barang ekspor. Hal ini dimaksud-kan untuk meningkatkan daya saing barang-barang ekspor Indo-nesia di pasaran internasional, sehingga dapat mendorong kem-bali volume maupun nilai ekspor. Dalam hubungan ini maka pada bulan Januari 1982, telah diberlakukan paket kebijaksanaan untuk mendorong dan memantapkan kembali perkembangan ekspor di luar migas, di antaranya mencakup kebijaksanaan tentang tarip pajak ekspor dan pajak ekspor tambahan serta tata lak-sana di bidang ekspor. Tarip pajak ekspor dan pajak ekspor tambahan yang berlaku berdasarkan penggolongan jenis barang ekspor besarnya bervariasi antara 5%, 10% dan 20%. Adapun ko-moditi-komoditi yang dibebaskan dari pajak ekspor antara lain adalah kopi, lada, karet dan minyak kelapa sawit. Selanjutnya

IV/26

Page 27: KEUANGAN NEGARA, PERKEMBANGAN MONETER, … · Web viewSektor aktiva luar negeri memberikan pengaruh ekspansif terhadap jumlah uang beredar dengan Rp 16,4 milyar. Dengan adanya defisit

terhadap barang-barang seperti minyak kelapa sawit, minyak kelapa, stearin dan kayu gergajian mewah pajak ekspor tambah-annya juga diturunkan menjadi 0%. Selain itu penting pula ke-bijaksanaan sertifikat ekspor yang tercakup di dalam paket kebijaksanaan ekspor Januari 1982 sebagai sarana yang mengge-rakkan usaha peningkatan ekspor.

Dengan demikian penurunan penerimaan pajak ekspor yang terjadi semenjak tahun 1980/81 tersebut, bukan saja disebab-kan oleh menurunnya volume maupun nilai ekspor, melainkan ju-ga sebagai akibat kebijaksanaan penurunan dan pembebasan ta-rip pajak ekspor beberapa komoditi ekspor tertentu.

Penerimaan lain-lain pajak tidak langsung yang terdiri dari bea meterai, bea lelang dan pajak tidak langsung lain-nya, senantiasa mengalami peningkatan setiap tahunnya. Seja-lan dengan kebijaksanaan perpajakan pada umumnya, maka kebi-jaksanaan untuk jenis pajak ini juga diarahkan untuk menun-jang sektor-sektor yang perlu mendapat prioritas dan perlin-dungan, terutama pengusaha golongan ekonomi lemah serta ko-perasi.

Realisasi penerimaan lain-lain pajak tidak langsung dalam tahun 1980/81 mencapai Rp. 29,4 milyar, kemudian dalam tahun 1981/82 meningkat menjadi Rp. 33,1 milyar, atau naik sebesar 12,6%. Dalam tahun 1982/83 penerimaan lain-lain pajak tidak langsung meningkat lagi menjadi Rp. 40,7 milyar dengan pe-ningkatan sebesar 23,0% dibandingkan dengan tahun sebelumnya.

Di dalam perkembangannya, realisasi penerimaan negara yang bersumber dari beraneka jenis penerimaan yang disebut penerimaan bukan pajak, terus meningkat setiap tahunnya, se-hingga merupakan salah satu sumber penerimaan negara yang potensial dan semakin penting peranannya. Jenis penerimaan ini terdiri dari penerimaan departemen/lembaga negara non-de-partemen aeperti penerimaan jasa, uang hasil pendidikan, ha-sil penjualan barang, bagian Pemerintah atas laba badan usaha negara, consular fee, iuran hasil hutan (IHH), iuran hak pe-ngusahaan hutan (IHH), denda-denda dan lain sebagainya. Bila dalam tahun 1980/81 jumlah penerimaan bukan pajak mencapai Rp.315,7 milyar, maka dalam tahun 1981/82 meningkat menjadi Rp. 336,4 milyar, yang berarti naik sebesar 6,6%. Kemudian dalam tahun 1982/83 realisasi penerimaan bukan pajak ini me-lonjak dengan relatif cukup besar, yaitu meningkat sebesar 29,5% sehingga menjadi Rp.435,6 milyar. Dalam rangka mening-katkan penerimaan bukan pajak tersebut maka Pemerintah telah mengambil langkah-langkah kebijaksanaan yang menyangkut

IV/27

Page 28: KEUANGAN NEGARA, PERKEMBANGAN MONETER, … · Web viewSektor aktiva luar negeri memberikan pengaruh ekspansif terhadap jumlah uang beredar dengan Rp 16,4 milyar. Dengan adanya defisit

usaha-usaha intensifikasi dan peningkatan pengawasan penye-torannya. Hal ini dilaksanakan antara lain dengan melakukan penelitian terhadap pungutan-pungutan yang dilakukan oleh de-partemen/lembaga negara non-departemen, yang selama ini tidak disetorkan ke Kas Negara tetapi dipergunakan langsung oleh Departemen yang bersangkutan dan mengusahakan agar penerimaan tersebut dapat disetorkan ke Kas Negara. Bersamaan dengan itu juga dilakukan penelitian untuk mencari sumber-sumber pene-rimaan baru.

2. Pengeluaran Rutin

Pengeluaran rutin adalah pengeluaran untuk membiayai ber-bagai kegiatan rutin Pemerintah, agar roda pemerintahan dapat berjalan dengan baik. Dengan tercapainya beberapa tahap pem-bangunan dan penyelesaian berbagai proyek, maka diperlukan pula pembiayaan rutin yang semakin besar untuk pemeliharaan dan pengamanan dalam rangka penggunaan hasil pembangunan ter-sebut.

Pengeluaran rutin diarahkan pula untuk menunjang pemera-taan pembangunan yang berlandaskan kepada Trilogi Pembangun-an. Sehubungan dengan hal tersebut dapat dikemukakan bahwa pembiayaan subsidi daerah otonom adalah pengeluaran rutin yang mendukung pelaksanaan pemerataan pendidikan dan kesehat-an, yaitu menampung pembayaran gaji bagi penambahan guru-guru SD Inpres dan tenaga-tenaga medis Puskesmas di daerah.

Dalam pada itu pemerataan kesempatan kerja dan berusaha didorong Pemerintah melalui pelaksanaan belanja barang yang didasarkan atas pengutamaan produksi dalam negeri, pengusaha golongan ekonomi lemah dan pengusaha setempat. Walaupun demi-kian, mengingat kepada kemampuan keuangan negara dan upaya peningkatan tabungan Pemerintah, maka pengeluaran rutin ter-sebut dilaksanakan seefisien dan sehemat mungkin melalui pe-ngendalian sistem pengadaan dan pembelian barang kebutuhan Pemerintah serta pengarahan pengeluaran rutin yang lebih se-lektif. Dengan demikian berkat adanya usaha-usaha penghematan dan pengarahan pada pengeluaran rutin tersebut, tabungan Pe-merintah dapat ditingkatkan. Jika dalam tahun 1979/80 tabung-an Pemerintah dapat membiayai sebesar 65,6% dari seluruh ang-garan pembangunan maka pada tahun 1982/83 anggaran pembangun-an yang dapat dibiayai oleh tabungan Pemerintah adalah sebe-sar 73,6%.

Usaha peningkatan mutu dan jumlah pelayanan Pemerintah serta pengamanan kekayaan negara tercermin dalam kenaikan be-

IV/28

Page 29: KEUANGAN NEGARA, PERKEMBANGAN MONETER, … · Web viewSektor aktiva luar negeri memberikan pengaruh ekspansif terhadap jumlah uang beredar dengan Rp 16,4 milyar. Dengan adanya defisit

lanja pegawai, belanja barang dan subsidi daerah otonom. Je-nis-jenis pengeluaran tersebut merupakan komponen yang terbe-sar dari seluruh pengeluaran dalam tahun 1982/83 dan tahun-tahun sebelumnya. Sedangkan upaya untuk menunjang kelancaran pelaksanaan pembangunan dan pemeliharaan hasil-hasilnya ditampung dalam pengeluaran belanja barang.

Tahun 1982/83 pengeluaran rutin ini sebesar Rp. 6.996,3 yang berarti meningkat hanya 0,3%, dibanding dengan tahun se-belumnya; tetapi walaupun demikian rata-rata pertahun dari tahun 1979/80 - 1982/83 telah meningkat sebesar 19,9% setahun.

Perkembangan realisasi pengeluaran rutin untuk tahun 1982/83 dan tahun-tahun sebelumnya dapat dilihat pada Tabel IV - 5.

Dalam tabel tersebut nampak bahwa kenaikan yang hanya se-besar 0,3% pada tahun 1982/83 dibanding dengan tahun sebelum-nya adalah karena penurunan yang drastis pada pengeluaran un-tuk lain-lain yaitu dari Rp. 977,1 milyar pada tahun 1982/83 mengalami penurunan sebesar Rp. 640,5 milyar dibanding tahun 1981/82 atau turun sebesar 39,1%. Penurunan tersebut adalah disebabkan telah cukupnya persediaan pangan di dalam negeri dan adanya penyesuaian harga bahan-bahan minyak pada awal ta-hun 1983 sehingga mengakibatkan menurunnya realisasi subsidi pangan dan subsidi bahan bakar minyak.

Pengeluaran rutin lainnya pada umumnya mengalami kenaikan sehubungan dengan upaya peningkatan pelayanan Pemerintah ke-pada masyarakat, maka dalam tahun 1982/83 telah diusahakan melalui peningkatan jumlah dan kemampuan aparatur negara yang disertai dengan penyesuaian perhitungan subsidi beras dan uang makan/lauk pauk.

Dengan adanya kebijaksanaan tersebut, maka jumlah reali-sasi belanja pegawai yang pada tahun 1979/80 mencapai jumlah Rp.1.419,9 milyar telah meningkat menjadi Rp. 2.023,3 milyar pada tahun 1980/81 dan meningkat lagi menjadi Rp.2.277,1 mil-yar pada tahun 1981/82. Selanjutnya realisasi belanja pegawai pada tahun 1982/83 telah meningkat menjadi Rp. 2.418,1 milyar atau meningkat dengan 6,2%. Perkembangan belanja pegawai da-pat diikuti pada Tabel IV - 6.

Dengan telah selesainya berbagai proyek pembangunan yang semakin bertambah jumlahnya serta dengan makin meningkatnya kegiatan-kegiatan pembangunan, maka makin besar pula jumlah

IV/29

Page 30: KEUANGAN NEGARA, PERKEMBANGAN MONETER, … · Web viewSektor aktiva luar negeri memberikan pengaruh ekspansif terhadap jumlah uang beredar dengan Rp 16,4 milyar. Dengan adanya defisit

TABEL IV – 5PENGELUARAN RUTIN,1978/79 - 1982/83

(dalam milyar rupiah)

1) Termasuk subsidi pangan, bantuan kepada Pertamina dan subsidi BBM2) Termasuk subsidi pangan, subsidi BBM dan pemilihan umum

IV/30

Page 31: KEUANGAN NEGARA, PERKEMBANGAN MONETER, … · Web viewSektor aktiva luar negeri memberikan pengaruh ekspansif terhadap jumlah uang beredar dengan Rp 16,4 milyar. Dengan adanya defisit

GRAFIK IV - 5

KOMPOSISI PENGELUARAN RUTIN,

1978/79 - 1982/83(dalam persen)

IV/31

Page 32: KEUANGAN NEGARA, PERKEMBANGAN MONETER, … · Web viewSektor aktiva luar negeri memberikan pengaruh ekspansif terhadap jumlah uang beredar dengan Rp 16,4 milyar. Dengan adanya defisit

TABEL IV – 6

BELANJA PEGAWAI1978/79 – 1982/83

(dalam milyar rupiah)

IV/32

Page 33: KEUANGAN NEGARA, PERKEMBANGAN MONETER, … · Web viewSektor aktiva luar negeri memberikan pengaruh ekspansif terhadap jumlah uang beredar dengan Rp 16,4 milyar. Dengan adanya defisit

belanja barang yang dibutuhkan untuk memenuhi biaya pengolah-an, pengawasan pelaksanaan serta pemeliharaan hasil-hasilnya. Meskipun demikian usaha penghematan dalam belanja barang ter-sebut tetap diusahakan atas dasar skala prioritas dan penghe-matan efisiensi penggunaannya melalui pengendalian sistem pengadaan dan pembelian barang kebutuhan Pemerintah yang te-lah diatur dalam Keppres No. 10 tahun 1980.

Sementara itu pelaksanaan belanja barang juga diusahakan agar lebih menunjang usaha pemerataan kesempatan kerja dan berusaha terutama bagi golongan ekonomi lemah seperti telah digariskan dalam Keppres No. 14A tahun 1980 setelah disempur-nakan dengan Kepres No. 18 tahun 1981 tentang Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Sehubungan dengan be-berapa kebijaksanaan tersebut di atas maka realisasi belanja barang dalam tahun 1982/83 mencapai jumlah Rp.1.041,2 milyar yang berarti Rp.118,5. milyar atau 12,8% lebih besar jika di-bandingkan dengan realisasi tahun 1981/82. Realisasi belanja barang untuk tahun 1979/80, tahun 1980/81 dan tahun 1981/82 masing-masing mencapai jumlah Rp.569,0 milyar, Rp. 670,6 mil-yar dan Rp.922,7 milyar.

Sementara itu subsidi daerah otonom sebagai suatu bantuan kepada daerah dalam mengatasi belanja pegawainya setiap tahun terus meningkat. Peningkatan tersebut adalah sejalan dengan perkembangan realisasi belanja pegawai untuk pegawai negeri Pusat. Peningkatan tersebut berupa pembayaran gaji, honora-rium dan subsidi beras bagi penambahan guru-guru SD Inpres, tenaga perawat dan tenaga media disetiap Puskesmas, serta me-nampung penggantian biaya akibat dihapuskannya sumbangan pem-binaan pendidikan (SPP) Sekolah Dasar kelas satu sampai kelas enam.

Dengan adanya kebijaksanaan-kebijaksanaan tersebut, maka jika pada tahun 1979/80 subsidi daerah otonom adalah sebesar Rp. 669,9 milyar maka pada tahun 1982/83 realisasinya te-lah mencapai Rp. 1.315,4 milyar atau meningkat rata-rata sebesar 25,2%. Dibanding dengan tahun 1981/82 yang sebesar Rp.1.209,1 milyar maka berarti tahun 1982/83 ini telah me-ningkat sebesar 8,8%. Dalam realisasi subsidi daerah otonom tahun 1982/83 tersebut sudah termasuk pembayaran gaji lurah dan perangkatnya serta subsidi pamong desa daerah-daerah yang kurang pendapatannya.

Pembayaran bunga dan cicilan hutang merupakan kewajiban dari Pemerintah untuk membayar kembali angsuran dan bunga hu-tangnya kepada Negara lain maupun kepada pihak ketiga di da-

IV/33

Page 34: KEUANGAN NEGARA, PERKEMBANGAN MONETER, … · Web viewSektor aktiva luar negeri memberikan pengaruh ekspansif terhadap jumlah uang beredar dengan Rp 16,4 milyar. Dengan adanya defisit

lam negeri. Dalam perkembangannya jumlah abaolut pengeluaran bunga dan cicilan hutang tersebut terus meningkat terutama pembayaran bunga dan cicilan hutang luar negeri. Walupun de-mikian, jumlah pembayaran yang dilakukan tidak mengganggu pembiayaan yang tersedia bagi peningkatan pembangunan.

Pembayaran bunga dan cicilan hutang dalam tahun 1982/83 mencapai Rp.1.224,5 milyar yang terdiri dari pembayaran bunga dan cicilan hutang dalam negeri sebesar Rp. 19,8 milyar dan pembayaran bunga dan cicilan hutang luar negeri sebesar Rp.1.204,7 milyar. Dibanding dengan tahun 1981/82 realisasi pembayaran bunga dan cicilan hutang ini meningkat sebesar Rp.293,4 milyar atau 31,5%. Peningkatan tersebut terutama di-sebabkan oleh pembayaran hutang yang berasal dari pinjaman luar negeri yang meningkat cukup besar karena adanya kenaikan tingkat kurs yang terjadi dalam tahun 1982/83. Peningkatan tersebut hampir sejumlah 31,6%. Pinjaman-pinjaman luar negeri tersebut digunakan untuk membiayai berbagai proyek dan ke-giatan-kegiatan produktif lainnya di bidang pembangunan. Na-mun pada prinsipnya pemerintah akan membayar setiap hutang sesuai dengan jadwal waktu yang telah disetujui semula, de-ngan memperhatikan tingkat kemampuan keuangan negara, sehing-ga tidak mengganggu program-program stabilisasi dan kelancar-an pembangunan yang sedang dilaksanakan.

Pengeluaran untuk lain-lain pengeluaran rutin dalam tahun 1982/83 bejjmmlah sebesar Rp. 997,1 milyar. Seperti dikemuka-kan terdahulu jumlah ini mengalami penurunan sebesar 39,1% dibanding dengan realisasi tahun sebelumnya. Penurunan reali-sasi tersebut adalah disebabkan karena telah cukupnya perse-diaan pangan dalam negeri dan menurunnya realisasi subsidi pangan dan subsidi bahan bakar minyak.

3. Dana Pembangunan

Tabungan Pemerintah dan dana bantuan luar negeri merupa-kan dana untuk pembiayaan pembangunan. Tabungan Pemerintah adalah selisih antara penerimaan dalam negeri dengan penge-luaran rutin, sedangkan nilai lawan bantuan program dan nilai lawan bantuan Proyek merupakan dana bantuan luar negeri.

Dana Pembangunan yang meningkat dari tahun ke tahun di-pergunakan untuk membiayai kegiatan-kegiatan pembangunan yang setiap tahun makin meningkat pula. Pemerintah terus menerus berusaha untuk melaksanakan pembangunan berdasarkan kepada kekuatan sendiri. Oleh karena itu tabungan Pemerintah senan-tiasa diusahakan untuk menjadi sumber utama baik dalam pe-

IV/34

Page 35: KEUANGAN NEGARA, PERKEMBANGAN MONETER, … · Web viewSektor aktiva luar negeri memberikan pengaruh ekspansif terhadap jumlah uang beredar dengan Rp 16,4 milyar. Dengan adanya defisit

ningkatan jumlah maupun perencanaannya di dalam membiayai pe-ngeluaran-pengeluaran pembangunan, sedangkan bantuan luar ne-geri tetap merupakan sumber pembiayaan pelengkap dalam hu-bungannya dengan seluruh dana pembangunan.

Jumlah dana pembangunan dalam tahun 1982/83 mencapai Rp.7.362,0 milyar atau meningkat sebesar 6,0% dari jumlah yang dicapai pada tahun 1981/82. Jumlah tersebut terdiri dari tabungan Pemerintah sebesar Rp. 5.422,0 milyar dan dana ban-tuan luar negeri sebesar Rp. 1.940,0 milyar.

Tabungan Pemerintah pada tahun 1982/83 meningkat sebesar 3,6% yaitu dari Rp. 5.235,0 milyar dalam tahun 1981/82 menjadi sebesar Rp. 5.422,0 milyar dalam tahun 1982/83. Apabila tahun 1979/80 tabungan Pemerintah merupakan 65,6% dari seluruh dana pembangunan, maka pada tahun 1982/83 telah meningkat menjadi 73,6%. Ini berarti bahwa peranan bantuan luar negeri terhadap dana pembangunan menurun dari 34,4% pada tahun 1979/80 menjadi 26,4% tahun 1982/83. Peranan tabungan Pemerintah terhadap seluruh dana pembangunan pada tahun 1982/83 ini menurun sedikit dibanding dengan tahun 1981/82 yaitu sebesar 75,4% pada tahun 1981/82 menurun menjadi 73,6% pada tahun 1982/83.

Dalam menerima bantuan luar negeri tersebut selalu diper-tahankan dipenuhinya persyaratan bahwa dana tersebut diberi- kan tanpa ikatan politik serta disesuaikan dengan kemampuan keuangan negara dan dipergunakan untuk kegiatan yang produktif serta mendorong terciptanya perluasan kesempatan kerja dan peningkatan kemampuan industri dalam negeri.

Realisasi dana bantuan luar negeri yang berjumlah Rp.1.709,0 milyar dalam tahun 1981/82 telah meningkat sebesar 13,5% dalam tahun 1982/83 sehingga mencapai jumlah Rp.1.940,0 milyar.

Perkembangan dana pembangunan, tabungan Pemerintah dan dana bantuan luar negeri selama 1978/79 - 1982/83 dapat dili-hat pada Tabel IV - 7.

4. Pengeluaran Pembangunan

Kebijaksanaan pengeluaran pembangunan dalam tahun 1982/83 masih ditujukan untuk dapat mendukung kelanjutan dan pening-katan kegiatan-kegiatan pembangunan, serta pemerataan penda-patan dan perluasan kerja guna meningkatkan kesejahteraan rakyat banyak.

IV/35

Page 36: KEUANGAN NEGARA, PERKEMBANGAN MONETER, … · Web viewSektor aktiva luar negeri memberikan pengaruh ekspansif terhadap jumlah uang beredar dengan Rp 16,4 milyar. Dengan adanya defisit

TABEL IV - 7

PERKEMBANGAN DANA PEMBANGUNAN, TABUNGAN PEMERINTAHDAN DANA BANTUAN LUAR NEGERI,

1978/79 - 1982/83(dalam milyar rupiah)

TahunAnggaran

Jumlah DanaPembangunan

TabunganPemerintah

Dana BantuanLuar Negeri*)

1978/79 2.557,9 (100%) 1.522,4 (59,5%) 1.035,5 (40,5%)

1979/80 4.016,1 (100%)2.635,0

(65,6%) 1.381,1(34,4%)

1980/81 5.920,8 (100%)4.427,0 (74,8%) 1.493,8 (25,2%)

1981/82 6.944,0 (100%) 5.235,0 (75,4%)1.709,0 (24,6%)

1982/83 7.362,0 (100%)5.422,0 (73,6%) 1.940,0 (26,4%)

*) Realisasi sesudah 15 Nopember 1978 dinilai berdasarkan kurs US $ 1 = Rp. 625,-,sedangkan untuk realisasi sebelum 15 Nopember 1978 digunakan kurs US$ 1 = Rp. 415,

IV/36

Page 37: KEUANGAN NEGARA, PERKEMBANGAN MONETER, … · Web viewSektor aktiva luar negeri memberikan pengaruh ekspansif terhadap jumlah uang beredar dengan Rp 16,4 milyar. Dengan adanya defisit

GRAFIK IV - 6

KOMPOSISI DANA PEIBANGUNAN,1978/79 - 1982/83( dalam persen )

IV/37

Page 38: KEUANGAN NEGARA, PERKEMBANGAN MONETER, … · Web viewSektor aktiva luar negeri memberikan pengaruh ekspansif terhadap jumlah uang beredar dengan Rp 16,4 milyar. Dengan adanya defisit

Keadaan ekonomi dunia yang masih mengalami resesi yang berpengaruh pula terhadap pelaksanaan APBN 1982/83, menuntut agar pengeluaran pembangunan makin diarahkan dan diprioritas-kan kepada proyek-proyek yang betul-betul secara nyata dapat menunjang sasaran pemerataan hasil-hasil pembangunan dan yang bersifat produktif. Dengan demikian diharapkan hasil pemba-ngunan yang telah terlaksana pada suatu ekonomi dunia dilanda resesi dapat menunjang dan sekaligus sebagai landasan pelak-sanaan pembangunan dimasa mendatang.

Hal ini terbukti bahwa selama ini hasil pembangunan yang telah dicapai cukup memadai, sehingga dapat dijadikan modal untuk melanjutkan pembangunan. Dalam rangka mengembangkan pe-ranan golongan ekonomi lemah serta pengutamaan penggunaan ha-sil produksi dalam negeri sebagai realisasi terwujudnya peme-rataan kesempatan berusaha, pemerataan pembangunan, pemerataan kesempatan kerja dan pemerataan pendapatan keseluruh wilayah tanah air, maka telah dikeluarkan Keppres No. 18 tahun 1981 sebagai penyempurnaan dari Keppres No. 14A tahun 1980 yang merupakan pedoman pelaksanaan APBN.

Realisasi pengeluaran pembangunan secara keseluruhan ter-masuk bantuan proyek dalam tahun 1982/83 mencapai jumlah se-besar Rp.7.359,6 milyar. Meskipun realisasi tersebut lebih rendah sebesar Rp. 1.246,2 milyar dibanding dengan anggaran-nya, namun realisasi teraebut menunjukkan Rp. 419,5 milyar lebih besar dibanding dengan tahun 1981/82 yang berjumlah Rp. 6.940,1 milyar. Selanjutnya perkembangan pengeluaran pem-bangunan yang diperinci menurut Sektor dan Sub Sektor dapat dilihat pada Tabel IV - 8. Realisasi dalam tahun 1982/83 menunjukkan bahwa sektor pertambangan dan energi menyerap dana yang terbesar yaitu sebesar Rp. 1.164,8 milyar atau 15,8% dari seluruh pengeluaran pembangunan, kemudian disusul oleh Sektor Pertanian dan Pengairan dan Sektor Perhubungan dan Pariwisata masing-masing sebesar Rp.931,1 milyar dan Rp. 875,8 milyar.

Selanjutnya perkembangan pengeluaran pembangunan di luar bantuan proyek yang diperinci menurut jenis pembiayaan dapat diikuti pada Tabel IV - 9 yaitu realisasi pembiayaan pemba-ngunan sektoral yang dikelola oleh Departemen/Lembaga, pembi-ayaan pembangunan daerah dan pembiayaan pembangunan lainnya, yang keseluruhannya mencapai jumlah sebesar Rp.5.434,7 milyar. Sedangkan perincian menurut Sektor pembangunan dapat dilihat pada Tabel IV - 10.Jumlah tersebut merupakan pengeluaran pembangunan yang dibiayai melalui penciptaan tabungan Pe-merintah ditambah dengan nilai lawan bantuan program.

IV/38

Page 39: KEUANGAN NEGARA, PERKEMBANGAN MONETER, … · Web viewSektor aktiva luar negeri memberikan pengaruh ekspansif terhadap jumlah uang beredar dengan Rp 16,4 milyar. Dengan adanya defisit

TABEL IV - 8

PENGELUARAN PEMBANGUNAN MENURUT SEKTOR DAN SUB SEKTOR,1978/79 - 1982/83

(dalam milyar rupiah)

IV/39

Page 40: KEUANGAN NEGARA, PERKEMBANGAN MONETER, … · Web viewSektor aktiva luar negeri memberikan pengaruh ekspansif terhadap jumlah uang beredar dengan Rp 16,4 milyar. Dengan adanya defisit

(Lanjutan Tabel IV – 8)

1) Termasuk Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa2) Tidak termasuk Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa3) Tidak termasuk Peranan Wanita4) Merupakan jumlah Sub Sektor Kesejahteraan Sosial5) Merupakan jumlah Sub Sektor Keluarga Berencana6) Jumlah Sektor/Sub Sektor Sumber Alam dan Lingkungan Hidup dimasukkan di dalam

Sub Sektor Pertanian, Sub Sektor Pengairan dan Sub Sektor Pos dan Telekomunikasi

IV/40

Page 41: KEUANGAN NEGARA, PERKEMBANGAN MONETER, … · Web viewSektor aktiva luar negeri memberikan pengaruh ekspansif terhadap jumlah uang beredar dengan Rp 16,4 milyar. Dengan adanya defisit

GRAFIK IV - 7

PENGELUARAN PEMBANGUNAN MENURUT SEKTOR DAN SUB SEKTOR,1978/79 - 1982/83

IV/41

Page 42: KEUANGAN NEGARA, PERKEMBANGAN MONETER, … · Web viewSektor aktiva luar negeri memberikan pengaruh ekspansif terhadap jumlah uang beredar dengan Rp 16,4 milyar. Dengan adanya defisit

TABEL IV – 9

PENGELUARAN PEMBANGUNAN DI LUAR BANTUAN PROYEK,1978/79 – 1982/83

(dalam milyar rupiah)

IV/42

Page 43: KEUANGAN NEGARA, PERKEMBANGAN MONETER, … · Web viewSektor aktiva luar negeri memberikan pengaruh ekspansif terhadap jumlah uang beredar dengan Rp 16,4 milyar. Dengan adanya defisit

GRAFIK IV – 8

PENGELUARAN PEMBANGUNAN DI LUAR BANTUAN PROYEK,1978/79 – 1982/83

IV/43

Page 44: KEUANGAN NEGARA, PERKEMBANGAN MONETER, … · Web viewSektor aktiva luar negeri memberikan pengaruh ekspansif terhadap jumlah uang beredar dengan Rp 16,4 milyar. Dengan adanya defisit

TABEL IV - 10

REALISASI PENGELUARAN PEMBANGUNAN DI LUAR BANTUAN PROYEKMENURUT SEKTOR DAN SUB SEKTOR,

1978/79 - 1962/83(dalam milyar rupiah)

IV/44

Page 45: KEUANGAN NEGARA, PERKEMBANGAN MONETER, … · Web viewSektor aktiva luar negeri memberikan pengaruh ekspansif terhadap jumlah uang beredar dengan Rp 16,4 milyar. Dengan adanya defisit

(Lanjutan Tabel IV -10)

1) Tidak termasuk Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa 2) Merupakan jumlah sub-sektor Keluarga Berencana 3) Tidak termasuk Peranan Wanita 4) Merupakan jumlah sub-sektor Kesejahteraan Sosial saja 5) Merupakan jumlah sub-sektor Keluarga Berencana saja6) Jumlah untuk sektor/sub-sektor Sumber Alam dan Lingkungan Hidup

dimasukkan di dalam sub-sektor Pertanian, sub-sektor Pengairandan sub sektor Pos dan Telekomunikasi

IV/45

Page 46: KEUANGAN NEGARA, PERKEMBANGAN MONETER, … · Web viewSektor aktiva luar negeri memberikan pengaruh ekspansif terhadap jumlah uang beredar dengan Rp 16,4 milyar. Dengan adanya defisit

Dalam pelaksanaan tahun pertama Repelita III realisasi Pembiayaan pembangunan yang dikelola Departemen/Lembaga baru mencapai jumlah sebesar Rp. 1.480,3 milyar tetapi dalam tahun 1982/83 telah meningkat menjadi Rp.3.260,9 milyar atau rata-rata tiap tahun meningkat sebesar 30,1%. Sedangkan pembiaya-an pembangunan daerah yang dalam tahun 1979/80 baru mencapai jumlah Rp. 548,9 milyar dalam tahun 1982/83 mencapai jumlah Rp. 1.090,4 milyar atau rata-rata meningkat tiap tahun sebe-sar 24,7%.

Selanjutnya realisasi pembiayaan pembangunan lainnya da-lam tahun 1979/80 adalah sebesar Rp. 668,7 milyar, sedangkan dalam tahun 1982/83 telah mencapai sebesar Rp.1.083,4 milyar atau rata-rata meningkat tiap tahun sebesar 15,5%.

Bantuan pembangunan untuk daerah dari tahun ke tahun te-rus meningkat. Peningkatan bantuan tersebut sejalan dengan tujuan agar hasil pembangunan dapat disebarkan secara merata ke seluruh daerah. Di samping itu bantuan tersebut juga di-maksudkan untuk mendorong partisipasi masyarakat daerah dalam pembangunan terutama melalui pembangunan berbagai proyek yang bersifat padat karya. Dalam pelaksanaannya, pembiayaan pemba-ngunan daerah ini telah disinkronisasikan dengan pembiayaan sektoral untuk tercapainya hasil-hasil pembangunan yang seim-bang.

Dalam tahun 1982/83 realisasi bantuan pembangunan daerah berupa Inpres Desa, Inpres Kabupaten dan Inpres Dati I makin ditingkatkan. Apabila pelaksanaan bantuan desa dalam tahun 1979/80 baru mencapai Rp. 31,0 milyar dengan bantuan minimum tiap desa hanya sebesar Rp. 450,0 ribu, maka dalam tahun 1982/83 sudah ditingkatkan menjadi sebesar Rp. 88,4 milyar, yang dialokasikan pada 65.127 desa dengan ketentuan bantuan minimum sebesar Rp. 1.250,0 ribu per desa.

Bantuan Pembangunan Dati II atau bantuan pembangunan Kabupaten/Kotamadya telah ditingkatkan jumlahnya dari Rp.65,0 juta tiap Kabupaten pada tahun 1979/80 menjadi Rp. 160,0 juta pada tahun 1982/83. Sehubungan dengan itu Realisasi Bantuan Pembangunan Kabupaten/Kotamadya dalam tahun 1979/80 yang baru mencapai jumlah Rp. 87,1 milyar, dalam tahun 1982/83 telah mencapai sebesar Rp.193,9 milyar.

Dengan meningkatnya jumlah bantuan yang diberikan, maka setiap Kabupaten memperoleh kesempatan untuk lebih meningkat-kan pembangunan proyek-proyek prasarana seperti jalan dengan

IV/46

Page 47: KEUANGAN NEGARA, PERKEMBANGAN MONETER, … · Web viewSektor aktiva luar negeri memberikan pengaruh ekspansif terhadap jumlah uang beredar dengan Rp 16,4 milyar. Dengan adanya defisit

paritnya, jembatan, pelabuhan, sungai, bendungan, saluran irigasi dan bantuan pengairan lainnya.

Selain itu juga dibangun proyek-proyek yang mengarah pada pengawetan tanah dan pencegahan bencana alam seperti terase-ring dan pencegahan banjir serta pembangunan proyek-proyek untuk kepentingan umum di daerah perkotaan seperti perbaikan kampung, pembuangan air kotor, pasar umum, terminal bis dan lain-lain. Bantuan pembangunan Dati I bertujuan untuk mening-katkan keserasian pembangunan sektoral dengan pembangunan re-gional serta mengusahakan keserasian laju pertumbuhan antar daerah. Bantuan ini penggunaannya sebagian diarahkan dan di-tetapkan oleh Pemerintah Pusat dan sebagian lagi ditentukan oleh Pemerintah Daerah sendiri dengan tetap berpedoman kepada program pembangunan.

Realisasi bantuan pembangunan Dati I yang dalam tahun 1979/80 baru mencapai jumlah Rp. 100,8 milyar, dalam tahun 1982/83 meningkat menjadi sebesar Rp.253,0 milyar. Jumlah bantuan minimal yang dalam tahun 1979/80 sebesar Rp. 2,5 mil-yar, kemudian dalam tahun 1982/83 telah ditingkatkan menjadi Rp.9,0 milyar. Bantuan pembangunan sektoral untuk daerah Ti-mor Timur dalam tahun 1979/80 adalah sebesar Rp. 6,6 milyar, sedangkan dalam tahun 1982/83 realisasinya menurun menjadi Rp. 5,7 milyar. Bantuan ini diberikan sebagai konsekwensi yang mengharuskan Pemerintah untuk segera melaksanakan pemba-ngunan di Propinsi termuda ini sejak Timor Timur masuk ke da-lam wilayah Republik Indonesia pada tahun 1977. Dalam tahun permulaan, bantuan kepada Timor Timur tahun 1977/78 baru men-capai Rp.3,5 milyar.

Dengan makin pesatnya laju pembangunan, makin meningkat pula dana yang dapat dihimpun oleh daerah sendiri melalui da-na Ipeda, tercermin dari makin meningkatnya Ipeda yang dapat dihimpun dari tahun ke tahun. Hal ini meningkatkan kemampuan daerah melaksanakan pembangunan dengan dana tersebut sebagai sarana pembiayaannya.

Dalam tahun 1979/80 realisasi Ipeda yang dapat dihimpun adalah sebesar Rp. 71,4 milyar, sedangkan dalam tahun 1982/83 telah meningkat menjadi sebesar Rp.105,2 milyar.

Di samping itu bantuan pembangunan lainnya yang berupa Inpres bantuan pembangunan sekolah dasar, sarana kesehatan/ Puskesmas, penghijauan dan reboisasi, bantuan penunjangan jalan dan jembatan Kabupaten serta bantuan pembangunan dan pemugaran pasar serta bantuan berupa Inpres prasarana jalan juga terus ditingkatkan.

IV/47

Page 48: KEUANGAN NEGARA, PERKEMBANGAN MONETER, … · Web viewSektor aktiva luar negeri memberikan pengaruh ekspansif terhadap jumlah uang beredar dengan Rp 16,4 milyar. Dengan adanya defisit

Bantuan pembangunan Sekolah Dasar dalam tahun 1979/80 realisasinya baru mencapai Rp.155,8 milyar, kemudian dalam tahun 1982/83 meningkat menjadi Rp.267,4 milyar. Realisasi bantuan ini dimaksudkan untuk menunjang program pendidikan dengan jalan penyediaan sarana pendidikan seperti pembangunan gedung sekolah dasar, penyediaan buku pelajaran pokok, dan lemari buku untuk bacaan dan pemindahan guru serta penyediaan sejumlah rumah bagi Kepala Sekolah/Guru di daerah terpencil.

Selanjutnya bantuan pembangunan kesehatan/Puskesmas yang dalam tahun 1979/80 baru mencapai Rp.30,0 milyar, dalam tahun 1982/83 telah meningkat menjadi sebesar Rp.80,3 milyar, yang digunakan antara lain untuk pembangunan Puskesmas baru, Pus-kesmas Pembantu, Puskesmas Keliling dan pembangunan rumah dokter serta paramedis. Bantuan ini dimaksudkan untuk memperluas jangkauan pelayanan kesehatan pada masyarakat dalam rangka mencapai derajat kesehatan yang sebaik-baiknya bagi masyarakat.

Dalam rangka menjaga kelestarian alam agar dapat memberi manfaat bagi kehidupan manusia, maka sejak 1976/77 Pemerintah telah menyediakan anggaran pembangunan berupa Inpres penghi-jauan dan reboisasi. Bantuan penghijauan ini dimaksudkan un-tuk menjaga kelestarian tanah terutama didaerah-daerah yang keadaan tanahnya telah kritis. Bantuan penghijauan dan reboi-sasi dalam tahun 1979/80 yang realisasinya baru mencapai Rp.40,8 milyar, meningkat menjadi sebesar Rp.49,6 milyar da-lam tahun 1982/83. Dalam realisasinya bantuan ini digunakan antara lain untuk tambahan pengadaan bibit penghijauan, pe-ngadaan bibit reboisasi serta pengadaan petugas lapangan dan petugas khusus.

Bantuan pembangunan untuk pemugaran pasar pertama kali diberikan kepada daerah dalam tahun anggaran 1976/77. Bantuan Inpres pasar ini diberikan dalam bentuk subsidi bunga atas kredit yang diberikan oleh Bank Rakyat Indonesia/Bank Eksim kepada Pemerintah Daerah sehingga sewa pasar dapat ditetapkan seringan mungkin, untuk membantu pedagang ekonomi lemah. Re-alisasi bantuan pembangunan dan pemugaran pasar dalam tahun 1979/80 mencapai Rp.12,4 milyar. Sedangkan dalam tahun 1982/83 turun menjadi sebesar Rp. 4,5 milyar. Bantuan ini me-rupakan pembayaran bunga atas pinjaman Pemerintah daerah da-lam pembangunan dan pemugaran pasar.

Dalam rangka memperlancar pengangkutan dan distribusi serta untuk menunjang proyek-proyek pembangunan di daerah maka mulai tahun 1979/80 diberikan bantuan pembangunan jalan

IV/48

Page 49: KEUANGAN NEGARA, PERKEMBANGAN MONETER, … · Web viewSektor aktiva luar negeri memberikan pengaruh ekspansif terhadap jumlah uang beredar dengan Rp 16,4 milyar. Dengan adanya defisit

dan jembatan kepada Daerah Tingkat II dalam bentuk Inpres pe-mugaran jalan dan jembatan Kabupaten. Realisasi pada tahun 1979/80 sebesar Rp.13,0 milyar telah meningkat menjadi Rp.42,4 milyar pada tahun 1982/83.

Di samping jenis-jenis pembiayaan pembangunan yang telah diuraikan di atas pengeluaran pembangunan menampung juga pem-biayaan untuk aubsidi pupuk, Penyertaan Modal Pemerintah dan lain-lain pembiayaan pembangunan lainnya. Dalam tahun 1979/80 pengeluaran pembangunan yang disalurkan melalui pemberian subsidi pupuk mencapai jumlah Rp.125,0 milyar, kemudian dalam tahun 1982/83 meningkat menjadi Rp. 420,1 milyar. Subsidi pu-puk dimaksudkan sebagai peningkatan produksi pangan dengan mempertahankan harga pupuk yang stabil pada tingkat yang cu-kup rendah, sehingga terjangkau oleh masyarakat petani.

Penyertaan Modal Pemerintah dimaksudkan untuk meningkat-kan likuiditas perusahaan-perusahaan negara di berbagai bi-dang seperti perkebunan, pertanian, industri pertanian, pe-ngolahan bahan pangan, perikanan, angkutan darat, laut dan udara dan sebagainya dengan harapan badan usaha negara/swasta tersebut dapat berkembang dan menunjang pelaksanaan program pembangunan. Jumlah Penyertaan Modal Pemerintah dalam tahun 1979/80 mencapai jumlah Rp. 252,8 milyar, kemudian dalam ta-hun 1982/83 meningkat menjadi Rp. 336,6 milyar yang antara lain ditujukan untuk pembangunan kilang minyak, pabrik pupuk, pabrik kertas dan lain-lain.

Realisasi bantuan proyek dalam 4 tahun pelaksanaan Repe-lita III telah menunjukkan peningkatan dari Rp. 1.316,3 mil-yar pada tahun 1979/80 meningkat menjadi Rp.1.924,9 milyar pada tahun 1982/83. Sedangkan perincian bantuan proyek atas sektor dapat dilihat pada Tabel IV - 11.

C. PERKEMBANGAN MONETER

1. Peredaran Uang

Resesi ekonomi dunia yang berlangsung sejak permulaan ta-hun 1980, telah memberikan pengaruh negatif yang cukup besar terhadap perkembangan ekonomi moneter Indonesia. Hal ini ter-cermin pada defisit dalam neraca pembayaran berturut-turut pada tahun 1981/82 dan 1982/83. Untuk mengatasi masalah nera-ca pembayaran dan untuk meningkatkan penerimaan negara serta memperkuat daya saing barang-barang ekspor Indonesia, pada tanggal 30 Maret 1983 Pemerintah mengambil kebijaksanaan pe-

IV/49

Page 50: KEUANGAN NEGARA, PERKEMBANGAN MONETER, … · Web viewSektor aktiva luar negeri memberikan pengaruh ekspansif terhadap jumlah uang beredar dengan Rp 16,4 milyar. Dengan adanya defisit

TABEL IV - 11

REALISASI BANTUAN PROYEK, MENURUT SEKTOR DAN SUB SEKTOR,1978/79 - 1982/83

(dalam milyar rupiah)

IV/50

Page 51: KEUANGAN NEGARA, PERKEMBANGAN MONETER, … · Web viewSektor aktiva luar negeri memberikan pengaruh ekspansif terhadap jumlah uang beredar dengan Rp 16,4 milyar. Dengan adanya defisit

(Lanjutan Tabel IV – 11)

1) Tidak termasuk Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa2) Merupakan jumlah sub-sektor Keluarga Berencana

IV/51

Page 52: KEUANGAN NEGARA, PERKEMBANGAN MONETER, … · Web viewSektor aktiva luar negeri memberikan pengaruh ekspansif terhadap jumlah uang beredar dengan Rp 16,4 milyar. Dengan adanya defisit

GRAFIK IV – 9

REALISASI BANTUAN PROYEK, 1978/79 - 1982/83

IV/52

Page 53: KEUANGAN NEGARA, PERKEMBANGAN MONETER, … · Web viewSektor aktiva luar negeri memberikan pengaruh ekspansif terhadap jumlah uang beredar dengan Rp 16,4 milyar. Dengan adanya defisit

nyesuaian nilai tukar rupiah terhadap mata uang dollar Ameri-ka Serikat dari Rp. 702,50 menjadi Rp.970,- untuk setiap dol-larnya.

Dalam pada itu jumlah keseluruhan likuiditas (M2) mening-kat dengan 20,6% sehingga mencapai Rp. 12.247 milyar pada ta-hun 1982/83. Dalam peningkatan tersebut termasuk pengaruh pe-nilaian kembali uang kuasi dalam valuta asing sebesar Rp. 620 milyar. Dalam tahun 1981/82 jumlah keseluruhan likuiditas perekonomian naik sebesar 27,1%. Jumlah uang beredar (MI) yang terdiri dari uang kartal dan uang giral pada akhir Maret 1983 mencapai Rp.7.379,3 milyar yang berarti meningkat de-ngan Rp 604,6 milyar atau 8,9%. Kenaikan tersebut adalah me-rupakan kenaikan jumlah uang beredar terendah dalam 10 tahun terakhir. Kecilnya kenaikan jumlah uang beredar dalam tahun 1982/83 antara lain karena menurunnya jumlah uang giral yang cukup besar, terutama setelah akhir bulan September 1982, yakni dari Rp 4.766,5 milyar menjadi Rp 4.073,6 milyar pada akhir Januari 1983. Pada bulan berikutnya jumlah uang giral kembali meningkat sehingga dalam tahun 1982/83 terjadi pe-ningkatan sebesar 3,4% dibandingkan dengan 41,8% dalam tahun 1981/82. Uang kartal dalam tahun 1982/83 meningkat dengan Rp 459,4 milyar atau 18,1% yang merupakan kenaikan yang cukup besar bila dibandingkan dengan 14,0% dalam tahun 1981/82. Meskipun jumlah uang kartal meningkat dengan cukup besar na-mun peranan uang giral sampai akhir Maret 1983 tetap di atas 50% yakni mencapai 59% dari jumlah uang yang beredar. Perkem-bangan jumlah dan komposisi uang beredar dapat dilihat pada Tabel IV-12.

Laju kenaikan harga dalam tahun 1982/83 adalah 8,4% di-banding dengan 9,8% untuk tahun sebelumnya. Dari Tabel IV - 13 dapat dilihat bahwa laju inflasi tahun 1982/83 adalah yang terendah selama beberapa tahun terakhir. Apabila dibandingkan dengan laju kenaikan uang beredar, laju inflasi periode 1982/83 relatif lebih besar sedikit (8,4%) dibandingkan de-ngan laju kenaikan uang beredar (6,8%). Dalam pada itu jumlah uang beredar secara nyata naik 0,2%. Kecilnya kenaikan, uang beredar nyata teraebut erat kaitannya dengan kelesuan kegiat-an ekonomi di dalam negeri sebagai akibat resesi ekonomi du-nia.

Seperti terlihat dalam Tabel IV-14 ditinjau dari sebab-sebab yang mempengaruhi jumlah uang beredar, sektor kegiatan perusahaan dalam tahun 1982/83 memberikan pengaruh ekspansif sebesar Rp 3.036,1 milyar atau meningkat dengan 16,5% diban-dingkan dengan 41,8% tahun sebelumnya.

IV/53

Page 54: KEUANGAN NEGARA, PERKEMBANGAN MONETER, … · Web viewSektor aktiva luar negeri memberikan pengaruh ekspansif terhadap jumlah uang beredar dengan Rp 16,4 milyar. Dengan adanya defisit

TABEL IV - 12

PERKEMBANGAN JUMLAH UANG BEREDAR,1979/80 - 1982/83

(dalam milyar rupiah)

1). Angka diperbaiki 2). Angka sementara

IV/54

Page 55: KEUANGAN NEGARA, PERKEMBANGAN MONETER, … · Web viewSektor aktiva luar negeri memberikan pengaruh ekspansif terhadap jumlah uang beredar dengan Rp 16,4 milyar. Dengan adanya defisit
Page 56: KEUANGAN NEGARA, PERKEMBANGAN MONETER, … · Web viewSektor aktiva luar negeri memberikan pengaruh ekspansif terhadap jumlah uang beredar dengan Rp 16,4 milyar. Dengan adanya defisit

GRAFIK IV – 10

KOMPOSISI JUMLAH UANG BEREDAR,1978/79 – 1982/83(dalam persen)

IV/55

Page 57: KEUANGAN NEGARA, PERKEMBANGAN MONETER, … · Web viewSektor aktiva luar negeri memberikan pengaruh ekspansif terhadap jumlah uang beredar dengan Rp 16,4 milyar. Dengan adanya defisit

TABEL IV - 13

PERBANDINGAN ANTARA TINGKAT KENAIKAN HARGA DENGAN TINGKATPERTAMBAHAN JUMLAH UANG BEREDAR,

1978/79 – 1982/83

TahunTingkatKenaikanHarga (%)

TingkatPertambahanJumlah uangBeredar (%)

TahunTingkatKenaikanHarga (%)

TingkatPertambahanJumlah uangBeredar (%)

1978 6,7 24,0 1978/79 11,8 32,6

1979 21,8 36,0 1979/801) 19,1 35,6

1980 16,0 47,6 1980/81 15,9 37,3

1981 7,1 29,82) 1981/82 9,8 29,92)

1982 9,7 9,83) 1982/83 8,4 8,93)

1) Sejak April 1979 persentase kenaikan harga diukur dengan persentase kenaikan Indeks Harga Konsumen Indonesia.

Sebelumnya diukur dengan persentase kenaikan Indeks Biaya Hidup

2) Angka diperbaiki 3) Angka sementara

IV/56

Page 58: KEUANGAN NEGARA, PERKEMBANGAN MONETER, … · Web viewSektor aktiva luar negeri memberikan pengaruh ekspansif terhadap jumlah uang beredar dengan Rp 16,4 milyar. Dengan adanya defisit

GRAFIK IV – 11

PERBANDINGAN ANTARA TINGKAT KENAIKAN HARGA DENGAN TINGKATPERTAMBAHAN JUMLAH UANG BEREDAR,

1978/79 – 1982/83

VI/57

Page 59: KEUANGAN NEGARA, PERKEMBANGAN MONETER, … · Web viewSektor aktiva luar negeri memberikan pengaruh ekspansif terhadap jumlah uang beredar dengan Rp 16,4 milyar. Dengan adanya defisit

TABEL IV – 14

SEBAB-SEBAB PERUBAHAN JUMLAH UANG BEREDAR1979/80 – 1982/83

(dalam milyar rupiah)

1) Angka diperbaiki2) Angka sementara

Angka ini diperoleh dengan memperhitungkan pengaruhkebijaksanaan 30 Maret 1983 untuk sektor Luar NegeriRp. 1.962,7 milyar, sektor Pemerintah Rp. 772,3 milyar,sektor kegiatan Perusahaan Rp. 295,5 milyar, sektorlain-lain Rp. 865,5 milyar, dan deposito berjangka dantabungan (uang kuasi) Rp. 620,3 milyar

3) Termasuk rekening-rekening dalam valuta asing dan tidaktermasuk deposito berjangka milik Pemerintah dandeposito berjangka milik golongan bukan penduduk.

4) Perubahan yang besar pada pos ini berkaitan dengan diperhitungkannya tambahan jumlah karena penyesuaiannilai tukar rupiah.

IV/58

Page 60: KEUANGAN NEGARA, PERKEMBANGAN MONETER, … · Web viewSektor aktiva luar negeri memberikan pengaruh ekspansif terhadap jumlah uang beredar dengan Rp 16,4 milyar. Dengan adanya defisit

Sektor aktiva luar negeri memberikan pengaruh ekspansif terhadap jumlah uang beredar dengan Rp 16,4 milyar. Dengan adanya defisit neraca pembayaran, sektor aktiva luar negeri dalam tahun 1961/82 sampai akhir triwulan III 1982/83 mempu-nyai pengaruh kontraktif terhadap jumlah uang beredar. Selan-jutnya pada triwulan IV sektor ini memberikan pengaruh eks-pansif sebesar Rp 1.525,1 milyar. Yang terakhir antara lain disebabkan oleh tindakan penyesuaian nilai tukar rupiah men-jadi Rp 970 per US$ pada bulan Maret 1983.

Sektor Pemerintah, dalam tahun 1982/83 memberikan penga-ruh ekspansif terhadap jumlah uang beredar sebesar Rp 162,0 milyar. Apabila penilaian kembali rekening milik Pemerintah dalam valuta asing tidak diperhitungkan, sektor Pemerintah akan memberikan pengaruh ekspansif sebesar Rp 932 milyar. Be-sarnya pengaruh ekspansif sektor Pemerintah tersebut erat kaitannya dengan melambatnya penerimaan Pemerintah dari sektor ekspor yang tidak diimbangi dengan penurunan pengeluaran Pemerintah.

Deposito berjangka dan tabungan yang merupakan unsur uang kuasi, akhir tahun 1982/83 memberikan pengaruh kontraktif terhadap jumlah uang beredar sebesar Rp 1.491,4 milyar. Ting-ginya kenaikan uang kuasi tersebut disebabkan oleh meningkat-nya deposito berjangka dalam rupiah maupun dalam valuta asing terutama pada bank-bank swasta serta karena penilaian kembali deposito berjangka dan tabungan dalam valuta asing. Mening-katny-a deposito berjangka pada bank-bank swasta tersebut di-sebabkan oleh tingkat suku bunga yang menarik.

Selanjutnya sektor lain-lain yang komposisi utamanya ter-diri dari rekening antar bank, laba dan berbagai penerimaan dan pengeluaran dalam tahun 1982/83 memberikan pengaruh kon-traktif sebesar Rp 1.118,5 milyar. Besarnya pengaruh kontrak-tif sektor lain-lain ini antara lain disebabkan oleh karena diperhitungkannya penilaian kembali pos-pos aktiva dan pasiva lain-lain dalam valuta asing masing-masing sebesar Rp 1.365 milyar dan Rp 979 milyar.

2. Dana Perkreditan Bank

a. Kebijaksanaan Dana Perkreditan Bank.

Seperti tahun-tahun sebelumnya kebijaksanaan Pemerintah senantiasa diarahkan untuk meningkatkan pengerahan dana per-kreditan melalui lembaga-lembaga keuangan. Dalam hal demikian maka peranan lembaga-lembaga keuangan menjadi semakin penting

IV/59

Page 61: KEUANGAN NEGARA, PERKEMBANGAN MONETER, … · Web viewSektor aktiva luar negeri memberikan pengaruh ekspansif terhadap jumlah uang beredar dengan Rp 16,4 milyar. Dengan adanya defisit

artinya, baik sebagai wadah pengerahan dana maupun sebagai penyalur dana-dana tersebut untuk membiayai proyek-proyek pembangunan. Sehubungan dengan itu pula Pemerintah senantiasa berusaha untuk meningkatkan peranan lembaga-lembaga keuangan melalui pengembangan kelembagaan, peningkatan kesadaran mena-bung di kalangan masyarakat, serta pemberian perangsang yang menarik. Berkat usaha-usaha yang dilakukkan, maka kegemaran dan kebiasaan masyarakat untuk menabung menjadi bertambah besar sehingga jumlah dana perkreditan juga terus meningkat.

Jumlah dana perkreditan yang terdiri dari giro, deposito berjangka dan tabungan, dan tabungan lain-lain yang pada ta-hun 1980/81 mencapai Rp 5.677,5 milyar telah meningkat men-jadi Rp 7.610,0 milyar tahun 1981/82 dan menjadi Rp 8.227,0 milyar pada tahun 1982/83. Peningkatan dalam tahun 1982/83 hanya sebesar 8,1% dibandingkan dengan 34,0% tahun 1981/82. Perkembangan dana perkreditan bank dapat diikuti pada Tabel IV-15.

Dilihat dari dana perkreditan menurut jenisnya jumlah gi-ro telah meningkat dengan 33,1% pada tahun 1981/82 dan menga-lami penurunan 0,6% pada tahun 1982/83 sehingga pada akhir Maret 1983 posisinya adalah Rp 5.195,6 milyar. Sementara itu peranan giro terhadap keseluruhan dana perkreditan masih te-tap merupakan jumlah yang terbesar yakni rata-rata 67,0% se-lama periode 1980/81 - 1982/83.

Deposito berjangka dan tabungan serta tabungan lain-lain secara keseluruhan juga terus mengalami peningkatan dari ta-hun ke tahun. Deposito berjangka dan tabungan tersebut pada tahun 1980/81 berjumlah Rp 1.751,6 milyar meningkat menjadi Rp 2.383,8 milyar tahun 1981/82, kemudian menjadi Rp 3.031,4 milyar pada akhir Maret 1983. Hal ini berarti bahwa dalam ta-hun 1981/82 dan tahun 1982/83 masing-masing telah meningkat dengan 36,1% dan 27,2%.

b. Deposito Berjangka, TABANAS dan TASKA.

Seperti halnya dengan 2 tahun sebelumnya, deposito ber-jangka Inpres dalam tahun 1982/83 tetap menunjukkan pening-katan. Pada akhir Maret 1983 deposito berjangka ini telah mencapai Rp 905,8 milyar atau meningkat dengan 9,0% diban-dingkan dengan 10,3% pada tahun sebelumnya. Lebih rendahnya peningkatan tersebut disebabkan antara lain karena suku bunga yang ditawarkan oleh bank-bank swasta lebih menarik. Besarnya suku bunga deposito Inpres yang berlaku sejak Januari 1978 sampai dengan April 1983 dapat dilihat pada Tabel IV-22.

IV/60

Page 62: KEUANGAN NEGARA, PERKEMBANGAN MONETER, … · Web viewSektor aktiva luar negeri memberikan pengaruh ekspansif terhadap jumlah uang beredar dengan Rp 16,4 milyar. Dengan adanya defisit

TABEL IV - 15

PERKEMBANGAN DANA PERKREDITAN BANK, i)1978/79 - 1982/83

(dalam milyar rupiah )

1) Terdiri dari Bank-bank pencipta Uang Giral dan Bank Indonesia2) Termasuk giro valuta asing3) Terdiri dari deposito berjangka Rupiah dan Valuta Asing,

sertifikat deposito, Tabanas/Taska dan simpanan lainnya dalamvaluta asing

4) Tabungan lainnya seperti Tabungan Pegawai, ONH dan lain-lain5) Angka diperbaiki6) Angka perkiraan

IV/61

Page 63: KEUANGAN NEGARA, PERKEMBANGAN MONETER, … · Web viewSektor aktiva luar negeri memberikan pengaruh ekspansif terhadap jumlah uang beredar dengan Rp 16,4 milyar. Dengan adanya defisit

Dalam tahun 1982/83 jumlah deposito berjangka 24 bulan, 12 bulan, 6 bulan dan 3 bulan ke bawah naik masing-masing de-ngan 9,1%, 5,8%, 16,0% dan 5,3%. Peranan deposito berjangka waktu 24 bulan masih merupakan 90% dari seluruh deposito ber-jangka Inpres. Terhadap jenis deposito berjangka ini, Peme-rintah memberikan subsidi bunga kepada bank-bank Pemerintah sebesar 4,5% untuk yang bersuku bunga 15% (sampai dengan jum-lah Rp 2,5 juta) dan 1,5% bagi yang bersuku bunga 12% (jumlah di atas Rp 2,5 juta). Subsidi tersebut masih perlu diberikan mengingat bahwa sebagian besar suku bunga pinjaman bank-bank Pemerintah ditetapkan lebih rendah dari auku bunga deposito-nya. Perkembangan deposito berjangka Inpres dapat dilihat pa-da Tabel IV-16.

Program TABANAS /TASKA mempunyai 2 aspek penting yaitu aspek peningkatan dana untuk tujuan pembiayaan pembangunan serta aspek pendidikan agar masyarakat menjadi gemar mena-bung, hidup hemat dan mempunyai rencana di masa depan. Peme-rintah melaksanakan program tersebut dengan tetap memperhati-kan tujuan pemerataan pendapatan. Cara yang dilakukan teruta-ma dengan menggalakkan kegiatan menabung di kalangan pemuda, pelajar dan pramuka. Selain itu telah pula dilakukan beberapa usaha antara lain pemberian pelayanan yang lebih baik kepada penabung dan pembebasan pungutan berbagai jenis pajak (PBDR, Pajak Pendapatan, dan Pajak Kekayaan). Berkat usaha-usaha yang dilakukan, tabungan melalui TABANAS baik penabung maupun nilainya tetap menunjukkan kenaikan. Pada akhir Maret 1983 nilai tabungan berjumlah Rp.483,5 milyar yang berarti telah meningkat dengan 21,0% bila dibandingkan dengan jumlah pada akhir Maret 1982. Penabung TABANAS juga mengalami peningkatan dengan 596,5 ribu penabung atau 6,2% dari jumlah pada tahun 1981/82, sehingga jumlah penabung pada akhir Maret 1983 ada-lah 10.186,1 ribu. Dalam hal TASKA, baik nilai maupun pena-bungnya, dalam tahun 1981/82 telah meningkat masing-masing dengan 70,7% dan 198,4%. Dalam tahun 1982/83, walaupun jumlah penabungnya menurun dengan 2,8% akan tetapi nilai tabungan naik dengan 33,5% sehingga jumlahnya pada akhir Maret 1983 menjadi Rp 303 juta dengan 16.532 penabung. Dapat ditambahkan bahwa selama tahun 1982/83, bank yang ditunjuk sebagai penye-lenggara TABANAS/TASKA bertambah 14 bank, sehingga menjadi 51 bank pada akhir Maret 1983. Perkembangan TABANAS/TASKA dapat diikuti dalam Tabel IV-17.

Di samping TABANAS/TASKA, terdapat pula jenis tabungan lain yaitu tabungan Ongkos Naik Haji (ONH). Calon jemaah haji akan memperoleh perangsang berupa diskonto apabila menyetor-kan ONH lebih cepat. Dana tersebut untuk sementara waktu da-

IV/62

Page 64: KEUANGAN NEGARA, PERKEMBANGAN MONETER, … · Web viewSektor aktiva luar negeri memberikan pengaruh ekspansif terhadap jumlah uang beredar dengan Rp 16,4 milyar. Dengan adanya defisit

TABEL IV - 16

PERKEMBANGAN DEPOSITO BERJANGKA BANK-BANK PEMERINTAH,1978/79 - 1982/83

(dalam milyar rupiah)

*) Angka sementara

IV/63

Page 65: KEUANGAN NEGARA, PERKEMBANGAN MONETER, … · Web viewSektor aktiva luar negeri memberikan pengaruh ekspansif terhadap jumlah uang beredar dengan Rp 16,4 milyar. Dengan adanya defisit

GRAFIK IV - 12PERKEMBANGAN DEPOSITO BERJANGKA BANK-BANK PEMERINTAH,

1978/79 - 1982/82

IV/64

Page 66: KEUANGAN NEGARA, PERKEMBANGAN MONETER, … · Web viewSektor aktiva luar negeri memberikan pengaruh ekspansif terhadap jumlah uang beredar dengan Rp 16,4 milyar. Dengan adanya defisit

TABEL IV - 17

PERKEMBANGAN TABANAS DAN TASKA,1)1978/79 - 1982/83

1) Meliputi TABANAS dan TASKA pada Bank-bank Umum Pemerintah, Bank Tabungandan Bank Swasta Naeional penyelenggara TABANAS/TASKA

2) Termaauk Tabungan Pelajar dan Pramuka3) Angka diperbaiki4) Angka sementara

IV/65

Page 67: KEUANGAN NEGARA, PERKEMBANGAN MONETER, … · Web viewSektor aktiva luar negeri memberikan pengaruh ekspansif terhadap jumlah uang beredar dengan Rp 16,4 milyar. Dengan adanya defisit

pat dimanfaatkan oleh bank untuk kegiatan usahanya. Jumlah ONH dan jemaah dalam tahun 1980/81 masing-masing adalah Rp 111 milyar dengan 70 ribu jemaah, tahun 1981/82 adalah Rp 119 milyar dengan 62 ribu jemaah. Pada akhir Maret 1983 jumlah tabungan ONH dan calon jemaahnya masing-masing adalah Rp 106 milyar dengan 51 ribu calon jemaah.

c. Sertifikat Deposito

Dalam usaha menghimpun dana dari masyarakat, bank umum menerbitkan sertifikat deposito sebagai salah satu bentuk su-rat berharga jangka pendek. Penerbitan sertifikat deposito tersebut telah dimulai sejak September 1971 yang dalam pelak-sanaannya, masih terbatas dilakukan oleh bank-bank umum peme-rintah dan beberapa bank-bank asing. Bank-bank yang menge-luarkan sertifikat deposito tersebut adalah Bank Bumi Daya, Bank Dagang Negara, Bank Rakyat Indonesia, Bank Ekspor Impor Indonesia, Bank Negara Indonesia 1946, Citi Bank, American Express International Banking Corp., Algemene Bank Nederland, Bangkok Bank Ltd., The Hongkong and Shanghai Banking Corp., The Chase Manhattan Bank N.A., Bank of Tokyo dan European Asian Bank.

Dalam tahun-tahun pertama pelaksanaan Repelita III posisi sertifikat deposito dalam peredaran mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Pada tahun 1979/80 posisi sertifikat de-posito berjumlah Rp 46,8 milyar, kemudian berkembang menjadi Rp 82,5 milyar pada tahun 1980/81. Namun dalam tahun 1981/82 menurun 10,3% sehingga berjumlah Rp 74,0 milyar pada akhir Maret 1982. Selanjutnya dalam tahun 1982/83 jumlah sertifikat deposito telah mengalami peningkatan yang cukup berarti yaitu naik kembali sebesar Rp 28,1 milyar (38,0%) sehingga posisi-nya mencapai Rp 102,1 milyar pada akhir Maret 1983. Adapun tingkat suku bunga sertifikat deposito pada bank pemerintah pada tahun 1982/83 berkisar antara 4,0% - 12% setahun untuk jangka waktu seminggu sampai dengan 12 bulan. Untuk periode yang sama, suku bunga bank-bank asing berkisar antara 9% - 18,50% setahun. Perkembangan sertifikat deposito dapat di-ikuti pada Tabel IV-18.

3. Perkreditan

a. Kebijaksanaan Perkreditan

Dalam tahun 1982/83 telah dikeluarkan kebijaksanaan pem-berian kredit yang bertujuan untuk mendorong ekspor barang-barang bukan minyak bumi, di samping langkah-langkah untuk

IV/66

Page 68: KEUANGAN NEGARA, PERKEMBANGAN MONETER, … · Web viewSektor aktiva luar negeri memberikan pengaruh ekspansif terhadap jumlah uang beredar dengan Rp 16,4 milyar. Dengan adanya defisit

TABEL IV - 18PERKEMBANGAN SERTIFIKAT DEPOSITO BANK-BANK, 1)

1978/79 - 1982/83(dalam juta rupiah)

1) Termasuk sertifikat deposito antar bank2) Angka diperbaiki 3) Angka sementara

IV/67

Page 69: KEUANGAN NEGARA, PERKEMBANGAN MONETER, … · Web viewSektor aktiva luar negeri memberikan pengaruh ekspansif terhadap jumlah uang beredar dengan Rp 16,4 milyar. Dengan adanya defisit

tetap membantu kegiatan produksi dalam negeri yang menyerap tenaga kerja, serta berusaha meningkatkan kegiatan golongan ekonomi lemah. Selain itu telah pula dikeluarkan kebijaksana- an kredit untuk menunjang peningkatan penerimaan negara mela-lui sektor perpajakan. Dalam pada itu Pemerintah melaksanakan kebijaksanaan pemberian pinjaman yang agak berhati-hati yakni berusaha agar dalam pemberian kredit tidak mengutamakan pada pembiayaan impor yang akan berakibat memperburuk neraca pem-bayaran.

Dalam tahun 1982/83 besarnya batas tertinggi (pagu) pem-berian kredit dan aktiva perbankan lainnya telah dinaikkan dari 30,8% menjadi 32,7% meskipun dalam realisasinya hanya mencapai 27,9%. Besarnya pagu pemberian kredit dari bank-bank umum ditetapkan sebesar 40,5% dari posisi akhir Maret 1982, sedangkan realisasinya adalah 39,1% atau berada di bawah re-alisasi pagu tahun sebelumnya sebesar 41,1%. Realisasi pagu pinjaman bank-bank Pemerintah masih merupakan angka yang ter-tinggi dari kelompok bank lainnya, terutama untuk menampung pemberian kredit dalam rangka program Pemerintah seperti kre-dit ekspor, KIK dan kredit berdasarkan Keppres 14A.

Dalam rangka memperluas pelaksanaan kredit ekspor, sejak April 1982 bank-bank umum swasta nasional dan bank pembangun-an daerah diperkenankan untuk memberikan kredit ekspor dengan persyaratan sesuai dengan ketentuan yang berlaku bagi bank-bank umum Pemerintah. Suku bunga untuk pinjaman kredit ekspor tersebut adalah 6% dan 9% setahun. Untuk pinjaman tersebut disediakan kredit likuiditas Bank Indonesia sebesar 90% dengan suku bunga 3% setahun. Jumlah maksimum pinjaman likuiditas tersebut adalah sebesar 1 kali modal sendiri bagi bank yang tergolong sehat dan 1/2 kali modal sendiri bagi bank yang cukup sehat. Di samping itu bila nasabah melakukan pembukaan L/C dalam negeri untuk pengumpulan barang ekspor, tidak dipersyaratkan tersedianya setoran jaminan.

Sejalan dengan usaha Pemerintah untuk meningkatkan hasil pertanian yang ditujukan untuk diekspor maupun sebagai bahan baku dalam negeri, sejak September 1982 seluruh bank pemerin-tah dapat memberikan pinjaman kepada perkebunan besar Swasta Nasional, yang semula hanya dilaksanakan oleh satu bank saja. Untuk pinjaman investasi, jangka waktu kredit adalah 8 - 15 tahun termasuk masa tenggang 4 - 6 tahun, dengan suku bunga 10,5% setahun. Kredit likuiditas oleh Bank Indonesia sebesar 85% dengan bunga 3% setahun. Untuk pinjaman modal kerja suku bunganya ditetapkan 12% setahun dan Bank Indonesia menyedia-kan kredit likuiditas 75% dengan bunga 4% setahun. Dalam hal

IV/68

Page 70: KEUANGAN NEGARA, PERKEMBANGAN MONETER, … · Web viewSektor aktiva luar negeri memberikan pengaruh ekspansif terhadap jumlah uang beredar dengan Rp 16,4 milyar. Dengan adanya defisit

pinjaman investasi tersebut di atas tersedia pula kemungkinan bagi bank-bank dan lembaga keuangan bukan bank untuk melaku-kan penyertaan maksimum sebesar 25%. Untuk keperluan penyer-taan tersebut Bank Indonesia menyediakan pinjaman likuiditas kepada bank-bank sebesar 100% dengan suku bunga 3% setahun dengan ketentuan seluruh risiko ditanggung oleh bank pelaksa-na.

Guna membantu pengadaan pangan di dalam negeri pada bulan Juni 1982 bank-bank umum telah diperkenankan kembali memberi-kan pinjaman modal kerja kepada penggilingan padi/huller non KUD dan pedagang beras/gabah/padi yang sejak Desember 1975 telah dilarang.

Dalam rangka mewujudkan pemerataan dan memperluas kesem-patan berusaha bagi golongan ekonomi lemah yang produktif, terutama yang berada di pedesaan, sejak Mei 1982 Bank Rakyat Indonesia telah diperkenankan memberikan pinjaman jangka pen-dek kepada Bank Desa, Lumbung Desa, Bank Pasar, Bank Pegawai dan bank sejenisnya yang dikenal sebagai Bank Perkreditan Rakyat. Jumlah pinjaman maksimum adalah Rp 500 ribu setiap nasabah. Bank Perkreditan Rakyat dapat memperoleh pinjaman dari Bank Rakyat Indonesia maksimum 60% dari pinjaman yang telah diberikan atau 3 kali modal sendiri, dengan suku bunga 13,5% setahun. Hal ini dimaksudkan agar Bank Perkreditan Rak-yat mampu berusaha dengan lebih sehat pada tingkat suku bunga pinjaman yang tidak melebihi 4% sebulan. Dalam hubungan ini Bank Rakyat Indonesia dapat menggunakan fasilitas pinjaman likuiditas sebesar 90% dengan suku bunga 6% setahun dan jang-ka waktu maksimum 1 tahun. Namun sejak bulan Agustus 1982 pemberian kredit likuiditas lebih lanjut dihentikan.

Sejak April 1982 kredit kelayakan di samping diberikan oleh bank umum pemerintah dapat pula diberikan oleh Bank-bank Swasta Nasional dan Bank Pembangunan Daerah dengan ketentuan yang seragam. Perlu dicatat bahwa untuk seluruh pinjaman yang diberikan oleh Bank Swasta Nasional dan Bank Pembangunan Daerah disediakan pinjaman likuiditas sebesar maksimum 5 1/2 kali modal sendiri bagi bank yang sehat dan 4 kali untuk bank yang cukup sehat. Di samping itu bagi bank yang sehat dan membina nasabah pribumi, disediakan pula kredit likuiditas 1 x modal sendiri yang dapat digunakan untuk pemberian pinjaman jangka panjang.

Dalam rangka mendorong perkembangan koperasi, pinjaman BIMAS yang semula langsung diberikan kepada petani oleh Bank Raykat Indonesia, sejak Juni 1982 pelaksanaannya dilakukan

IV/69

Page 71: KEUANGAN NEGARA, PERKEMBANGAN MONETER, … · Web viewSektor aktiva luar negeri memberikan pengaruh ekspansif terhadap jumlah uang beredar dengan Rp 16,4 milyar. Dengan adanya defisit

melalui Koperasi Unit Desa terutama di daerah-daerah Kabupa-ten di Jawa dan Bali. Dalam pada itu bidang usaha koperasi yang dapat dibiayai oleh pinjaman perbankan diperluas kepada usaha-usaha produksi, pengumpulan pangan dan angkutan.

Dalam usaha meningkatkan bidang pendidikan, mulai bulan Mei 1982 Pemerintah telah menyediakan faailitas pinjaman ke-pada para mahasiswa atas dasar persyaratan tertentu. Pinjaman tersebut disediakan bagi mahasiswa yang sedang menjalani pro-gram gelar sarjana, pasca sarjana dan doktor serta program non gelar. Untuk pinjaman tersebut dikenakan suku bunga hanya 6% setahun dengan jangka waktu maksimum 10 tahun, termasuk masa tenggang yaitu aelema masa belajar ditambah selama-lama-nya 1 tahun sesudah selesai. Untuk pinjaman ini, Bank Indone-sia menyediakan pinjaman likuiditas sebesar 100% dengan suku bunga 3% setahun. Kredit tersebut disalurkan melalui BNI-1946 dan apabila di suatu daerah tidak ada BNI-1946 dapat dilaksa-nakan oleh bank umum pemerintah lainnya PT. Asrindo menjamin pinjaman tersebut dan menetapkan premi sebesar 6% dari jumlah seluruh pertanggungan yang dibayar secara prorata oleh Bank Indonesia dan bank pelaksana. Apabila terjadi kemacetan, jum-lah pengganti kerugian yang dibayar PT Askrindo adalah 75% dari baki debet, dan sisanya ditanggung bersama oleh Bank In-donesia dan bank pelaksana.

Dalam rangka mendorong bank-bank untuk memanfaatkan dana-nya sendiri, baik yang disimpan di dalam maupun di luar nege-ri, mulai bulan Agustus 1982 Bank Indonesia tidak lagi membe-rikan kredit likuiditas kepada bank-bank umum Pemerintah bagipinjaman yang bersuku bunga 13,5% ke atas.

Sesuai dengan fungai Bank Indonesia sebagai pemungut pa-jak, sejak April 1982 Pemerintah telah menetapkan bahwa se-tiap permohonan/perpanjangan pinjaman kepada bank-bank di atas jumlah Rp 10 juta diwajibkan mencantumkan Nomor Pokok Wajib Pajak pada surat/formulir permohonan kredit. Selanjut-nya sejak Nopember 1982 bila bank-bank mengajukan permintaan dropping pinjaman likuiditas kepada Bank Indonesia untuk jum-lah di atas Rp 10 juta maka bank-bank harus melengkapi dengan Nomor Pokok Wajib Pajak dari nasabahnya.

b. Jumlah dan Arah Penggunaan Kredit

Dalam tahun 1982/83 jumlah kredit perbankan mencapai Rp.13.705 milyar, atau meningkat dengan 27,7% dari tahun se-belumnya. Peningkatan tersebut jauh lebih rendah dibanding-kan dengan 31,7% dalam tahun 1981/82. Peningkatan tersebut

IV/70

Page 72: KEUANGAN NEGARA, PERKEMBANGAN MONETER, … · Web viewSektor aktiva luar negeri memberikan pengaruh ekspansif terhadap jumlah uang beredar dengan Rp 16,4 milyar. Dengan adanya defisit

terutama terjadi pada pemberian kredit oleh bank-bank umum khususnya bank-bank umum swasta nasional. Dilihat dari sektor perbankan jumlah kredit langsung melalui Bank Indonesia me-ngalami penurunan karena pelunasan pinjaman PN Pertamina. Perkembangan kredit menurut sektor perbankan dapat dilihat pada tabel IV-19. Dalam tahun 1982/83 kredit Bank Indonesia menurun dengan 9,3% sehingga menjadi Rp 2.388 milyar pada akhir Maret 1983.

Sedang jumlah kredit yang disalurkan melalui Bank-bank Umum Pemerintah sampai akhir Maret 1983 mencapai Rp 8.854 milyar, atau meningkat dengan 39,4% dibandingkan dengan kenaikan 37,5% dalam tahun sebelumnya. Peranan kredit bank umum pemerintah masih tetap terbesar yaitu 65% dari keselu-ruhan kredit.

Dalam pada itu pemberian kredit oleh bank swasta nasio-nal, termasuk bank pembangunan daerah mengalami kenaikan yang cukup besar dan merupakan kenaikan tertinggi di antara kelom-pok bank lainnya yakni 48,4%. Sampai akhir Maret 1983 jumlah kredit oleh bank swasta nasional mencapai Rp 1.726 milyar.

Sementara itu kredit yang diberikan oleh bank-bank asing mengalami kenaikan dengan 25,6% sehingga mencapai Rp 737 mil-yar pada akhir Maret 1983.

Perkembangan kredit perbankan menurut sektor ekonomi da-pat diikuti dalam Tabel IV-20. Apabila ditinjau dari sektor ekonomi, pemberian kredit yang terbesar sampai akhir tahun 1982/83 adalah untuk pembiayaan sektor produksi yang mencapai 48,5% dari seluruh kredit perbankan.

Kredit produksi tersebut terutama digunakan untuk membia-yai industri kayu, industri tekstil dan industri besi baja serta industri pupuk dan obat hama. Dalam tahun 1982/83 kre-dit di sektor produksi bertambah dengan 46,7% (Rp 2.116 mil-yar) sehingga mencapai Rp 6.645 milyar pada akhir Maret 1983. Kenaikan tersebut merupakan kenaikan tertinggi dibanding 2 tahun yang lalu, yakni sebesar 34,7% dan 32,0% masing-masing dalam tahun 1981/82 dan 1980/81.

Dalam tahun 1982/83 kredit untuk sektor perdagangan hanya meningkat dengan 26,9% (Rp 876 milyar), yang merupakan ke-naikan terendah dibanding 2 tahun yang lalu yakni sebesar 60,8% dan 61,8% masing-masing dalam tahun 1981/82 dan 1980/81. Kenaikan kredit pada sektor perdagangan terutama digunakan untuk membiayai pengadaan stock pangan di dalam negeri antara

IV/71

Page 73: KEUANGAN NEGARA, PERKEMBANGAN MONETER, … · Web viewSektor aktiva luar negeri memberikan pengaruh ekspansif terhadap jumlah uang beredar dengan Rp 16,4 milyar. Dengan adanya defisit

TABEL IV - 19

PERKEMBANGAN KREDIT1) MENURUT SEKTOR PERBANKAN,1978/79 - 1982/83

(dalam milyar rupiah)

1). Kredit dalam rupiah, maupun valuta asing, termasuk Kredit Investasi,KIK dan KMKP tetapi tidak termaeuk kredit anter bank serta kreditkepada Pemerintah Pusat dan bukan panduduk

2). Termasuk kredit yang dibiayai oleh kredit likwiditas Bank Indonesia3). Termasuk kenaikan karena perubahan kurs dari Rp. 415,- menjadi Rp. 625,- per US $ 1,-4). Sejak akhir Desember 1979 untuk kredit diluar.Bank Indoneeia, tidak termasuk bunga dalam

penyelesaian yang belum diperhitungkan dalam laba/rugi 5). Angka diperbaiki6). Angka sementara

IV/72

Page 74: KEUANGAN NEGARA, PERKEMBANGAN MONETER, … · Web viewSektor aktiva luar negeri memberikan pengaruh ekspansif terhadap jumlah uang beredar dengan Rp 16,4 milyar. Dengan adanya defisit

TAHEL IV - 20

PERKEMBANGAN KREDIT1) MENURUT SEKTOR EKONOMI,1978/79 - 1982/83

(dalam milyar rupiah)

1) Kredit dalam rupiah maupun valuta asing, termasuk KreditInvestasi, KIK dan KMKP, tetapi termasuk kredit antarbank serta kredit kepada Pemerintah Pusat dan bukan penduduk

2) Termasuk produksi barang-barang hasil pertanian,pertambangan(kecuali PN. Pertamina) dan Perindustrian

3) Terdiri dari kredit ekspor, kredit impor dan kreditperdagangan dalam negeri

4) Terdiri dari kredit untuk PN, Pertamina, jasa-jasa danlain-lain

5) Termasuk kenaikan karena perubahan kurs dari Rp 415,-(sejak 16 Nopember 1978) menjadi Rp 625,- per US$ 1,-

6) Sejak akhir Desember 1979 tidak termasuk bunga dalam penyelesaian yang dibebankan dalam pinjaman

7) Angka diperbaiki8) Angka sementara

Page 75: KEUANGAN NEGARA, PERKEMBANGAN MONETER, … · Web viewSektor aktiva luar negeri memberikan pengaruh ekspansif terhadap jumlah uang beredar dengan Rp 16,4 milyar. Dengan adanya defisit

IV/73

Page 76: KEUANGAN NEGARA, PERKEMBANGAN MONETER, … · Web viewSektor aktiva luar negeri memberikan pengaruh ekspansif terhadap jumlah uang beredar dengan Rp 16,4 milyar. Dengan adanya defisit

GRAFIK IV – 13

PERKEMBANGAN KREDIT MENURUT SEKTOR EKONOMI,

1978/79 - 1982/83

IV/74

Page 77: KEUANGAN NEGARA, PERKEMBANGAN MONETER, … · Web viewSektor aktiva luar negeri memberikan pengaruh ekspansif terhadap jumlah uang beredar dengan Rp 16,4 milyar. Dengan adanya defisit

lain gula dan beras serta pembiayaan untuk impor pupuk dan obat hama serta pedagang eceran. Pada akhir Maret 1983 kredit sektor perdagangan mencapai RP.4.135 milyar.

Kredit sektor lain-lain pada tahun 1982/83 mengalami pe-nurunan sebesar 0,7% (Rp 22 milyar) terutama karena pelunasan hutang oleh PN Pertamina, sehingga posisinya menjadi Rp 2.925 milyar pada akhir Maret 1983.

c. Suku Bunga

Kebijaksanaan suku bunga pinjaman bank-bank Pemerintah yang ditetapkan sejak 1 Januari 1978 dengan beberapa perubah-annya tetap berlangsung sampai akhir Maret 1983. Ketentuan perubahan suku bunga yang terakhir terjadi pada bulan Januari 1982 berupa keringanan persyaratan kredit ekspor dalam rangka usaha Pemerintah untuk meningkatkan ekspor dan produksi ba-rang-barang ekspor non migas. Terhadap pinjaman ekspor ini dikenakan suku bunga 6% setahun untuk membiayai kegiatan eks-por pre-shipment maupun post-shipment. Untuk barang ekspor kuat suku bunganya ditetapkan 9% setahun. Terhadap kredit ini Bank Indonesia menyediakan kredit likuiditas dengan suku bu-nga 3% setahun.

Dari Tabel IV - 21 dapat dilihat susunan dan golongan su-ku bunga pinjaman pada bank-bank Pemerintah.

Terhadap pinjaman modal kerja (kredit jangka pendek) be-sarnya suku bunga adalah berkisar sekitar 9% - 21% setahun, dengan suku bunga kredit likuiditas Bank Indonesia sekitar 3% - 6% setahun.

Kredit investasi yang dibagi menjadi 4 golongan menurut batasan jumlah, suku bunganya ditetapkan sekitar 10,5% dan 13,5% setahun, dengan suku bunga kredit likuiditas Bank Indo-nesia sekitar 3% - 4% setahun.

Suku bunga KIK dan KMKP masing-masing adalah 10,5% dan 12% setahun. Sedangkan suku bunga kredit likuiditas terhadap pinjaman ini adalah 3% - 4% setahun.

Suku bunga untuk kredit Mini adalah 12% setahun. Sedang-kan bunga untuk kredit Midi sebesar 10,5% untuk keperluan in-vestasi, dan 12% setahun untuk keperluan modal kerja. Terha-dap kredit Midi tersebut Bank Indonesia menyediakan kredit likuiditas dengan suku bunga 3% - 4% setahun.

IV/75

Page 78: KEUANGAN NEGARA, PERKEMBANGAN MONETER, … · Web viewSektor aktiva luar negeri memberikan pengaruh ekspansif terhadap jumlah uang beredar dengan Rp 16,4 milyar. Dengan adanya defisit

TABEL IV – 21

PERKEMBANGAN SUKU BUNGA DAN GOLONGAN SUKU BUNGA PINJAMANMENURUT SEKTOR EKONOMI 1)

1976 – 1982/83

IV/76

Page 79: KEUANGAN NEGARA, PERKEMBANGAN MONETER, … · Web viewSektor aktiva luar negeri memberikan pengaruh ekspansif terhadap jumlah uang beredar dengan Rp 16,4 milyar. Dengan adanya defisit

(Lanjutan Tabel IV – 21)

IV/77

Page 80: KEUANGAN NEGARA, PERKEMBANGAN MONETER, … · Web viewSektor aktiva luar negeri memberikan pengaruh ekspansif terhadap jumlah uang beredar dengan Rp 16,4 milyar. Dengan adanya defisit

Dalam pada itu suku bunga Kredit Candak Kulak, dengan jangka waktu antara 5 hari sampai 7 bulan ditetapkan 12% se-tahun. Kemudian suku bunga Kredit Pemilikan Rumah (KPR) ada-lah 5% setahun bagi pegawai negeri golongan I dan II, dan 9% setahun bagi golongan III.

Seperti halnya suku bunga pinjaman, suku bunga tabungan masyarakat sejak 1 Januari 1978 juga tidak mengalami perubah-an.

Deposito berjangka INPRES pada bank-bank Pemerintah sela-ma periode 1978 sampai akhir Maret 1983 diberikan bunga 6% setahun untuk yang berjangka waktu 6 bulan, 9% untuk deposito 12 bulan, 15% setahun untuk Deposito 24 bulan untuk jumlah sampai dengan Rp 2,5 juta dan 12% setahun untuk jumlah di atas Rp 2,5 juta.

Demikian halnya dengan TABANAS dan TASKA tidak mengalami perubahan suku bunga semenjak Januari 1978. Hingga akhir Ma-ret 1983 suku bunga TABANAS dan jumlah batas saldo tabungan ditetapkan 15% setahun untuk saldo tabungan di atas Rp 200 ribu, dan 6% setahun untuk saldo tabungan di atas Rp 200 ri-bu. Dalam hal TASKA suku bunganya adalah 9% setahun. Suku bu-nga deposito berjangka INPRES dan TABANAS/TASKA dapat dilihat pada Tabel IV - 22.

Suku bunga sertifikat deposito pada bank-bank Pemerintah berkisar antara 4,0% - 12% setahun, sedangkan untuk bank-bank asing berkisar antara 9% - 18,5% setahun, semuanya untuk ser-tifikat berjangka waktu satu minggu sampai 12 bulan.

d. Kredit investasi

Sejak bulan September 1982 Bank-bank Pemerintah diperbo-lehkan untuk memberikan kredit investasi kepada Perkebunan Besar Swasta Nasional. Pinjaman investasi tersebut diutamakan untuk membiayai rehabilitasi/intensifikasi tanaman interplan-ting, peremajaan tanaman yang sudah tua dan penanaman baru tanaman karet, kelapa sawit, kopi, coklat, teh dan kelapa da-lam, serta pembiayaan keperluan alat-alat pengolahannya. Jangka waktu pinjaman untuk masing-masing jenis tanaman ber-variasi antara 8 - 15 tahun dengan masa tenggang maksimum an-tara 4 - 6 tahun. Pinjaman tersebut dikenakan bunga 10,5% se-tahun, sedangkan besarnya pembiayaan nasabah minimum adalah 10% dari biaya proyek.

IV/78

Page 81: KEUANGAN NEGARA, PERKEMBANGAN MONETER, … · Web viewSektor aktiva luar negeri memberikan pengaruh ekspansif terhadap jumlah uang beredar dengan Rp 16,4 milyar. Dengan adanya defisit

TABEL IV - 22

PERKEMBANGAN SUKU BUNGA DEPOSITO BERJANGKAINPRES DAN TABANAS/TASKA,

1972 - 1982/83(dalam persen per tahun)

1) besarnya suku bunga ditetapkan oleh masing-masing bank2) sejak 13 Januari 1977 deposito berjangka 18 bulan ditiadakan3) 15% setahun untuk jumlah sampai dengan Rp.2,5 juta,

jumlah selebihnya bunganya 12% per tahun 4) 18% setahun untuk jumlah sampai dengan Rp. 100.000,-

jumlah selebihnya bunganya 12% per tahun 5) 15% setahun untuk jumlah sampai dengan Rp. 100.000,

jumlah selebihnya bunganya 9% per tahun 6) 18% setahun untuk jumlah sampai dengan Rp. 200.000,

jumlah selebihnya bunganya 9% per tahun 7) 15% setahun untuk jumlah sampai dengan Rp. 200.000,

jumlah selebihnya bunganya 6% per tahun

IV/79

Page 82: KEUANGAN NEGARA, PERKEMBANGAN MONETER, … · Web viewSektor aktiva luar negeri memberikan pengaruh ekspansif terhadap jumlah uang beredar dengan Rp 16,4 milyar. Dengan adanya defisit

Perkembangan kredit investasi dari tahun ke tahun selalu menunjukkan angka peningkatan. Posisi kredit investasi yang pada akhir tahun 1979/80 berjumlah Rp. 463 milyar telah me-ningkat menjadi Rp.1.345 milyar pada akhir Maret 1983. Jumlah persetujuan kredit investasi selama periode tersebut mening-kat dari Rp. 662 milyar menjadi Rp.1.722 milyar.

Dalam tahun 1982/83, realisasi kredit investasi meningkat dengan 52,1% (Rp.461 milyar) yang berartii jauh lebih tinggi dibandingkan dengan kenaikan tahun 1981/82 sebesar 45,4% dan tahun 1981/82 sebesar 31,3%. Adapun jumlah kredit investasi yang disetujui dalam tahun 1982/83 naik dengan 29,8% (Rp.395 milyar) dibandingkan dengan 43,9% dan 39,3% masing-masing dalam tahun 1981/82 dan 1980/81. Perkembangan pemberian kredit investasi menurut sektor ekonomi dapat dilihat dalam Tabel IV-23.

e. Kredit Investasi Kecil (KIK), Kredit Modal Kerja Permanen (KMKP), Kredit Mini, Kredit Midi, Kredit Pembangunan dan Pemugaran Pasar (Ipres Pasar), Kredit Candak Kulak (KCK) dan Kredit Pemilikan Rumah (KPR).

Usaha pengembangan pengusaha golongan ekonomi lemah me-lalui pemberian KIK dan KMKP terus ditingkatkan, dengan cara menyempurnakan penatausahaan dan bimbingan tehnis dalam hal cara-cara berusaha. Dalam hubungan ini Pemerintah telah mem-peroleh bantuan tehnis dari luar negeri seperti Bank Dunia, Masyarakat Ekonomi Eropah dan beberapa negara lain. Pemberian KIK dan KMKP terus meningkat sebagaimana dapat dilihat pada Tabel IV-24. Dalam 3 tahun terakhir Repelita III pemberian KIK telah bertambah dari Rp.118 milyar pada akhir Maret 1980 menjadi Rp. 414 milyar pada akhir Maret 1983 atau meningkat dengan 250,9%. Di samping itu pada periode yang sama pemberi-an KMKP juga bertambah dari Rp.181 milyar menjadi Rp.806 mil-yar atau naik dengan 345,3%. Dalam tahun 1982/83 pemberian KIK bertambah dengan 10,7% dibandingkan dengan 50,2% dan 111,0% masing-masing dalam tahun 1981/82 dan 1980/81. Nilai permohonan dalam tahun 1982/83 naik dengan 25,4% sehingga menjadi Rp.716 milyar pada akhir Maret 1983. Pemberian KMKP naik dengan 14,5% dalam tahun 1982/83 dibandingkan dengan 83,3% dalam tahun 1981/82 dan 112,2% tahun 1980/81. Adapun nilai persetujuan KMKP bertambah dengan 29,4% sehingga menja-di Rp.1.524 milyar pada akhir tahun 1982/83.

Di samping KIK dan KMKP, Pemerintah menyediakan pula fa-silitas Kredit Mini dan Kredit Midi kepada golongan ekonomi lemah. Pemberian Kredit Mini ditetapkan setinggi-tingginya

IV/80

Page 83: KEUANGAN NEGARA, PERKEMBANGAN MONETER, … · Web viewSektor aktiva luar negeri memberikan pengaruh ekspansif terhadap jumlah uang beredar dengan Rp 16,4 milyar. Dengan adanya defisit

TABEL IV – 23

PERKEMBANGAN KREDIT INVESTASI MENURUT SEKTOR EKONOMI 1)

1978/79 – 1982/83(dalam milyar rupiah) 2)

1) Termasuk pembiayaan rupiah bantuan proyek tetapi tidak termasuk KreditInvestasi Kecil (KIK) dan nilai lawan valuta asing bantuan proyek

2) Angka dibulatkan3) Angka diperbaiki4) Angka sementara

IV/81

Page 84: KEUANGAN NEGARA, PERKEMBANGAN MONETER, … · Web viewSektor aktiva luar negeri memberikan pengaruh ekspansif terhadap jumlah uang beredar dengan Rp 16,4 milyar. Dengan adanya defisit

GRAFIK IV – 14

PERKEMBANGAN KREDIT INVESTASI1978/79 – 1982/83

IV/82

Page 85: KEUANGAN NEGARA, PERKEMBANGAN MONETER, … · Web viewSektor aktiva luar negeri memberikan pengaruh ekspansif terhadap jumlah uang beredar dengan Rp 16,4 milyar. Dengan adanya defisit

TABEL IV – 24

PERKEMBANGAN KREDIT INVESTASI KECIL DAN KREDIT MODAL KERJA PERMANEN1978/79 – 1982/83

*) Angka Sementara

VI/83

Page 86: KEUANGAN NEGARA, PERKEMBANGAN MONETER, … · Web viewSektor aktiva luar negeri memberikan pengaruh ekspansif terhadap jumlah uang beredar dengan Rp 16,4 milyar. Dengan adanya defisit

GRAFIK IV – 15

PERKEMBANGAN KREDIT INVESTASI KECIL,KREDIT MODAL KERJA PERMANEN DAN KREDIT MINI

1978/79 – 1982/83

IV/84

Page 87: KEUANGAN NEGARA, PERKEMBANGAN MONETER, … · Web viewSektor aktiva luar negeri memberikan pengaruh ekspansif terhadap jumlah uang beredar dengan Rp 16,4 milyar. Dengan adanya defisit

Rp.200.000,- dan dikenakan bunga 12% setahun. Adapun dana un-tuk Kredit Mini yang disediakan dari APBN, selama tahun 1982/83 adalah Rp. 7,5 milyar sehingga seluruhnya menjadi 10.61,2 milyar. Sejalan dengan penyediaan dana yang semakin besar tersebut, maka pemberian Kredit Mini juga telah mening-kat dengan cnkup tinggi. Pemberian Kredit Mini yang pada akhir tahun 1980/81 berjumlah 4.41,3 milyar telah meningkat menjadi 4.56,9 milyar pada akhir tahun 1981/82, dan menjadi Rp. 62,9 milyar pada akhir tahun 1982/83. Dari jumlah Rp.62,9 milyar tersebut sebesar Rp. 56,7 milyar di antaranya untuk keperluan modal kerja. Perkembangan kredit Mini selama 1978/ 79 - 1982/83 dapat dilihat pada Tabel IV - 25.

Selanjutnya bagi nasabah Ksedit Mini yang uaahanya me-nunjukkan perkembangan yang baik, mulai bulan Juli 1980 dice-diakan pula fasilitas Kredit Midi yaitu pinjaman di atas Rp.200.000,- sampai dengan 4.500.000,- untuk setiap nasabah dengan suku bunga 10,5% setahun.untuk keperluan investasi dan 12% setabun untuk keperluan modal kerja. Sampai tahun 1982/83 telah disediakan dana dari Bank Indonesia sebesar Rp.51 mil-yar. Pemberian Kredit Midi terus mengalami peningkatan yang pada tahun 1980/81 berjumlah Rp. 8 milyar naik menjadi Rp.28 milyar tahun 1981/82, dan menjadi Rp. 42 milyar pada tahun 1982/83.

Di samping jenis-jenis kredit tersebut di atas, terdapat pula pemberian kredit kepada Pemerintah Daerah (PEMDA) yang dikenal dengan kredit Inpres Pasar dan digunakan untuk pembi-ayaan pembangunan dan pemugaran pasar. Dalam 3 tahun terakhir Repelita III, pemberian kredit tersebut naik dari Rp. 48 mil-yar pada akhir Maret 1981 menjadi Rp. 66 milyar pada akhir Maret 1982 dan mencapai Rp. 79 milyar pada akhir Maret 1983. Dapat ditambahkan bahwa bunga dari kredit tersebut dibayar oleh Pemerintah Pusat kepada perbankan. Dalam tahun 1982/83 Pemerintah Pusat menyediakan dana untuk pelunasan pinjaman dalam rangka pembayaran bunga sebesar Rp.4,5 milyar.

Dalam rangka membantu para pedagang kecil di pasar-pasar, sejak tahun 1976/77 Pemerintah telah pula memberikan bantuan dalam bentuk Kredit Candak Kulak (KCK) yang penyalurannya dilakukan oleh Koperasi Unit Berta (KUD). Pemberian kredit tersebut terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Pada tahun 1980/81 pemberian KCK yang berjumlah Rp. 61 milyar naik menjadi Rp. 92 milyar pada tahun 1981/82 dan menjadi Rp.119 milyar pada akhir Maret 1983. Jumlah pelunasaannya hingga akhir Maret 1983 mencapai Rp. 107 milyar. Sementara itu jumlah KUD yang menyalurkan kredit tersebut dalam tahun 1982/83 telah bertambah dengan 17 sehingga menjadi 3.621 KUD.

IV/85

Page 88: KEUANGAN NEGARA, PERKEMBANGAN MONETER, … · Web viewSektor aktiva luar negeri memberikan pengaruh ekspansif terhadap jumlah uang beredar dengan Rp 16,4 milyar. Dengan adanya defisit

TABEL IV – 25

PERKEMBANGAN KREDIT MINI,1978/79 – 1982/83

1) Angka diperbaiki2) Angka sementara

IV/86

Page 89: KEUANGAN NEGARA, PERKEMBANGAN MONETER, … · Web viewSektor aktiva luar negeri memberikan pengaruh ekspansif terhadap jumlah uang beredar dengan Rp 16,4 milyar. Dengan adanya defisit

Kredit Pemilikan Rumah (KPR) dimulai aejak akhir tahun 1978 dan penyalurannya dilakukan oleh Bank Tabungan Negara (BTN). Selama tahun 1982/83 jumlah data untuk KPR mencapai Rp. 414 milyar dan terdiri atas Rp.306 milyar berupa penye-diaan dana dari perbankan dan Rp. 108 milyar dari A P B N Pem-berian kredit yang pada akhir Maret 1981 berjumlah Rp. 87 milyar, telah meningkat menjadi Rp. 227 milyar pada akhir Ma-ret 1982 dan menjadi Rp.422 milyar pada akhir Maret 1983. Da-pat ditambahkan pula bahwa dana yang disediakan oleh Pemerin-tah untuk tahun 1982/83 adalah sebesar Rp. 48 milyar. Kredit perumahan tersebut telah termasuk kredit untuk golongan ma-syarakat berpenghasilan menengah; yang penyalurannya dilaku-kan melalui PT Papan Sejahtera.

Tabel IV - 26 mencerminkan angka-angka kredit yang di-peruntukkan bagi golongan masyarakat ekonomi lemah. Peranan kredit ekonomi lemah terhadap keseluruhan kredit bank-bank Pemerintah senantiasa meningkat, yaitu 21,3%, 24,8% dan 22,8% masing-masing pada tahun-tahun 1980/81, 1981/82 dan 1982/83. Pada akhir Maret 1983 posisi kredit kecil bank-bank Pemerintah mencapai Rp 2.020 milyar.

4. Perkembangan Harga

Perkembangan tingkat harga barang dan jasa di 17 kota, yang diukur dengan Indeks Harga Konsumen (IHK), selama tahun 1982/83 menunjukkan kenaikan sebesar.8,4%. Laju peningkatan harga tersebut lebih rendah dibandingkan dengan laju kenaikan tahun 1981/82 aebesar 9,8%. Kenaikan yang lebih rendah teru-tama nampak pada harga kelompok-kelompok makanan, perumahan, sandang serta aneka barang dan jasa. Kenaikan harga pada ke-empat kelompok ini berturut-turut sebesar 6,13%; 15,52%; 3,81% dan 13,05% dalam tahun 1981/82. Semuanya lebih rendah dari kenaikan dalam tahun 1982/83, masing-masing sebesar 3,48%; 13,64%; 2,14% dan 14,07%.

Kebijaksanaan yang dijalankan oleh Pemerintah di bidang-bidang moneter, fiskal, pengadaan dan penyaluran bahan-bahan kebutuhan pokok masyarakat guna menjaga dan memelihara kesta-bilan ekonomi nampak berhasil sebagaimana terlihat dalam ren-dahnya laju inflasi dalam tahun 1982/83.

Pada umumnya keadaan kenaikan harga dalam tahun 1982/83 berkisar antara 0,14% dan 4,59% dan laju kenaikan harga rata-rata per bulan adalah 2,36%. Laju kenaikan harga sebesar 8,4% itu ditandai dengan peningkatan harga pada bulan Juli 1982

IV/87

Page 90: KEUANGAN NEGARA, PERKEMBANGAN MONETER, … · Web viewSektor aktiva luar negeri memberikan pengaruh ekspansif terhadap jumlah uang beredar dengan Rp 16,4 milyar. Dengan adanya defisit

TABEL IV – 26

PERKEMBANGAN KREDIT PERBANKAN UNTUK GOLONGAN EKONOMI LEMAH1978/79 – 1982/83

(dalam milyar rupiah)

1) tidak termasuk kredit langsung2) tidak termasuk kredit BTN3) dihitung dari jumlah seluruh kredit Bank Pemerintah

IV/88

Page 91: KEUANGAN NEGARA, PERKEMBANGAN MONETER, … · Web viewSektor aktiva luar negeri memberikan pengaruh ekspansif terhadap jumlah uang beredar dengan Rp 16,4 milyar. Dengan adanya defisit

(1,11%) yang disebabkan oleh peningkatan pengeluaran masyara-kat sehubungan deagan hart raya Lebaran. Kebutuhan masyarakat terhadap bahan-bahan makanan dan sandang meningkat dap meng-akibatkan harga-harga kelompok makanan dan sandang meningkat masing-masing dengan 1,66% dan 1,04%. Kenaikan harga-harga dalam kelompok tersebut terutama menyangkut daging dan hasil-hasilnya (3,77%), telur dan susu (4,89%) serta sandang (1,34%).

Laju kenaikan harga di atas ditandai lagi dengan pening-katan harga pada bulan Oktober(1,24%), terutama pada harga-harga kelompok makanan yang naik 1,58% dan kelompok perumahan naik 1,48%. Kenaikan harga-harga ini disebabkan antara lain oleh musim kemarau yang cukup panjang, yang telah membawa pe-ngaruh pada kenaikan harga-harga padi-padian dan ubi-ubian (3,43%), sayur mayur (2,60%), serta meningkatnya harga eceran semen di pasaran yang pada gilirannya membawa pengaruh ke-naikan harga biaya pemeliharaan tempat tinggal (2,34%).

Peningkatan harga terjadi lagi di bulan Januari 1983 di mana Pemerintah mengeluarkan kebijaksanaan untuk menaikkan harga penjualan bahan bakar minyak (BBM) di dalam negeri mu-lai 7 Januari 1983. Peningkatan harga BBM ini ditujukan untuk mengurangi beban subsidi dalam Anggaran Pendapatan dan Belan-ja Negara (APBN) yang semakin meningkat dan juga biaya pro-duksi BBM kian meniagkat. Kenaikan harga BBM yang berkisar antara 11,1% dan 70,5% telah membawa akibat meningkatnya lain inflasi dalam bulan tersebut menjadi sebesar 4,6% dan mem-pengaruhi peningkatan harga kelompok-keloapok makanan dengan 1,50%, perumahan naik 6,46% dan aneka barang dan jasa lainnya 10,62%. Kenaikan tingkat harga pada kelompok makanan dirasa-kan oleh masyarakat terutama untuk telur, susu dan hasilnya (3,19%).

Di samping itu, kenaikan harga yang terjadi di bulan Ja-nuari 1983,.juga dipengaruhi oleh keputusan Pemerintah untuk menaikkan harga dasar pembelian gabah kering giling dan kede-lai (bahan makanan) mulai 1 Desember 1982 yang dimaksudkan guna mendorong produksi dan meningkatkan pendapatan petani. Hal ini tercermin pada harga padi-padian, ubi-ubian dan ha-silnya yang naik dengan 2,29% (bulan Desember 1982 naik 2,40%), serta harga kacang-kacangan naik 2,25%, dibandingkan dengan bulan sebelumnya.

Laju kenaikan harga 8,4% juta diakibatkan oleh adanya peningkatan harga pada kelompok perumahan sebesar 13,64%, terutama harga-harga bahan bakar, penerangan dan air yang

IV/89

Page 92: KEUANGAN NEGARA, PERKEMBANGAN MONETER, … · Web viewSektor aktiva luar negeri memberikan pengaruh ekspansif terhadap jumlah uang beredar dengan Rp 16,4 milyar. Dengan adanya defisit

naik di bulan Januari (24,65%) dan bulan Pebruari (13,29%). Penyebab peningkatan harga pada kelompok aneka barang dan ja-sa sebesar 10,62% jelas terletak pada harga angkutan di bulan Pebruari yang naik cukup tajam (26,50%), antara lain sebagai akibat meningkatnya harga jual BBM.

Perkembangan harga bahan-bahan kelompok sandang tidak terlampau meningkat, walaupun timbul peningkatan biaya pro-dukai sebagai akibat kenaikan biaya pengangkutannya. Hal ini tercermin pada perkembangan harga kelompok sandang selama em-pat bulan terakhir dalam akhir tahun fiskal ini, dimana harga sandang melemah atau turun di bulan-bulan Desember, Pebruari dan Maret berturut-turut sebesar -0,03%; -0,19% dan -0,15%. Harga sandang yang lemah ini antara lain dikarenakan oleh meningkatnya produksi sandang yang tidak diiringi dengan bertambahnya permintaan dari masyarakat.

Pada umumnya, perkembangan indeks Harga Konsumen di 17 kota memperlihatkan perkembangan yang berlainan, meskipun se-cara umum IHK Indonesia dalam tahun 1982/83 ini menurun bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Kenaikan IRK di Ujung Pandang yang semula 15,5% turun menjadi 5,2%, di Banjarmasin semula 8,9% turun menjadi 5,4%, dan di Surabaya semula 10,9% turun menjadi 8,21. Sebaliknya di Jayapura dari 8,9% naik menjadi 17,7%, di Padang dari 7,7% naik menjadi 9,8% dan di Kupang 10,0% naik menjadi 11,9%.Adapun tabel-tabel mengenai perkembangan harga di Indonesia dari tahun 1978 hingga tahun 1982/83, perkembangan IBH dan IHK dari tahun 1978 hingga ta-hun 1982/83, perkembangan IBH dan IHK di setiap kota dari ta-hun 1978/79 hingga tahun 1982/83, serta perkembangan indeks 9 macam bahan pokok dari tahun 1978 hingga tahun 1982/83 dapat diikuti pada Tabel IV-27, Tabel IV-28, Tabel IV-29, dan Tabel IV-30.

Kecuali itu, perkembangan Indeks Harga Sembilan (9) Ma-cam Bahan Pokok di 17 ibukota propinsi telah menunjukkan per-kembangan yang berbeda pula. Dalam tahun 1982/83, peningkatan harga terjadi terutama di kota-kota Mataram yang naik 24,0%, Yogyakarta naik 23,4%, Semarang naik-12,5% dan Menado naik 15,9% dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Peningkatan harga yang meluas di 17 ibukota propinsi terjadi di bulan Januari 1983, diakibatkan oleh adanya kenaikan harga jual BBM. Se-dangkan.penurunan harga selama tahun fiskal ini hanya terda-pat di kota-kota Bandung (5,8%), Jakarta (12,8%), dan Ambon (13.64).

IV/90

Page 93: KEUANGAN NEGARA, PERKEMBANGAN MONETER, … · Web viewSektor aktiva luar negeri memberikan pengaruh ekspansif terhadap jumlah uang beredar dengan Rp 16,4 milyar. Dengan adanya defisit

TABEL IV – 27

PERSENTASE KENAIKAN HARGA DI INDONESIA, 1)1978 – 1982/83

1) Penggunaan Indeks biaya Hidup (IBH) di Jakarta sebagai pengukur perkembangan harga di Indonesia berakhir pada bulan Maret 1979

2) Indeks Harga Konsumen (IHK) Indonesia digunakan sejak bulan April 1979 sebagai pengukur perkembangan harga yang baru

3) Persentase perkembangan harga pada tahun 1979 dalam bulan Januari s/d Maret berdasarkan IBH di Jakarta, dan bulan April s/d Desember berdasarkan IHK di Indonesia

IV/91

Page 94: KEUANGAN NEGARA, PERKEMBANGAN MONETER, … · Web viewSektor aktiva luar negeri memberikan pengaruh ekspansif terhadap jumlah uang beredar dengan Rp 16,4 milyar. Dengan adanya defisit

GRAFIK IV – 16

PERSENTASE KENAIKAN HARGA DI INDONESIA1978 – 1982/83

IV/92

Page 95: KEUANGAN NEGARA, PERKEMBANGAN MONETER, … · Web viewSektor aktiva luar negeri memberikan pengaruh ekspansif terhadap jumlah uang beredar dengan Rp 16,4 milyar. Dengan adanya defisit

TABEL IV – 28

INDEKS BIAYA HIDUP DI JAKARTA 1), DAN INDEKS HARGA KONSUMEN INDONESIA (DI 17 IBUKOTA PROPINSI) 2),

DESEMBER 1978 – 1982/83

1) Dengan tahun dasar : September 1966 = 100 dan digunakan hingga bulan Maret 1979

2) Dengan tahun dasar = April 1977 – Maret 1979 = 100dan mulai digunakan April 1979

IV/93

Page 96: KEUANGAN NEGARA, PERKEMBANGAN MONETER, … · Web viewSektor aktiva luar negeri memberikan pengaruh ekspansif terhadap jumlah uang beredar dengan Rp 16,4 milyar. Dengan adanya defisit

GRAFIK IV – 17

INDEKS BIAYA HIDUP DI JAKARTA, DANINDEKS HARGA KONSUMEN INDONESIA (DI 17 IBUKOTA PROPINSI)

(DESEMBER 1978 – 1982/83)

IV/94

Page 97: KEUANGAN NEGARA, PERKEMBANGAN MONETER, … · Web viewSektor aktiva luar negeri memberikan pengaruh ekspansif terhadap jumlah uang beredar dengan Rp 16,4 milyar. Dengan adanya defisit

TABEL IV – 29

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN DI SETIAP 17 KOTA DAN DI INDONESIA1978/79 – 1982/83

1) Dengan tahun dasar : September 1966 = 100 dan digunakan hingga akhir tahun 1978/792) Dengan tahun dasar : April 1977 – Maret 1978 = 100 dan mulai digunakan bulan April 19793) Dengan tahun dasar : Januari 1967 = 100 dan digunakan hingga akhir tahun 1978/79

IV/95

Page 98: KEUANGAN NEGARA, PERKEMBANGAN MONETER, … · Web viewSektor aktiva luar negeri memberikan pengaruh ekspansif terhadap jumlah uang beredar dengan Rp 16,4 milyar. Dengan adanya defisit

TABEL IV – 30

PERKEMBANGAN INDEKS DAN HARGA DASAR POKOK DI 17 IBUKOTA PROPINSIDESEMBER 1978 – 1982/83

1) Dengan tahun dasar : Oktober 1966 = 100 dan digunakan hingga bulan April 19792) Dengan tahun dasar : April 1977 – Maret 1978 = 100 dan mulai digunakan bulan Mei 1979

IV/96

Page 99: KEUANGAN NEGARA, PERKEMBANGAN MONETER, … · Web viewSektor aktiva luar negeri memberikan pengaruh ekspansif terhadap jumlah uang beredar dengan Rp 16,4 milyar. Dengan adanya defisit

D. PERKEMBANGAN LEMBAGA PERBANKAN DAN LEMBAGA KEUANGAN LAINNYA

Dalam tahun ke empat pelaksanaan Repelita III, tujuan penciptaan sistim perbankan yang sehat dan efektif tetap di-laksanakan melalui kebijaksanaan Pemerintah di bidang pengawasan dan pembinaan perbankan dan lembaga keuangan lain-nya. Langkah-langkah yang dijalankan oleh Pemerintah dalam membina perbankan swasta nasional dan bank pembangunan daerah tetap seperti tahun yang lampau yaitu memberikan bantuan tek-nis, mengadakan pendidikan, dan memperkuat permodalannya. Di samping itu, usaha pembinaan pada perusahaan asuransi dituju-kan untuk meningkatkan kemampuan menanggung risiko dengan ja-lan menaikkan minimum modal disetor dan deposito wajibnya. Pelayanan jasa-jasa perbankan di daerah ditingkatkan dengan membuka kantor cabang atau kantor cabang pembantu. Jumlah kantor-kantor yang dapat dibuka dikaitkan dengan tingkat ke-sehatannya serta tambahan modal yang wajib disetor. Tambahan modal yang wajib disediakan bagi pembukaan kantor-kantor ca-bang adalah sebanyak dana pembiayaan pembangunan gedung dan perlengkapannya, serta sejumlah perkiraan kerugian. Pendirian bank pembangunan daerah di Timor Timur dalam tahun 1982/83 menandai adanya perluasan pelayanan jasa-jasa perbankan.

Ketentuan tentang tata kerja bank umum koperasi telah disempurnakan pada bulan Pebruari 1983 dan dimaksudkan seba-gai penunjangan perkembangan bank yang sehat. Bank Umum kope-rasi yang mempunyai bentuk hukum ini harus berbadan hukum ko-perasi dan beranggotakan sekurang-kurangnya 5 badan hukum koperasi. Besar modal bank disesuaikan dengan tempat pendiri-.annya dan modalnya terdiri dari simpanan wajib dan cadangan koperasi. Setiap badan hukum koperasi yang menjadi anggauta bank umum koperasi perlu menyetorkan modalnya, dan modal se-tor ini tidak boleh melebihi jumlah simpanan pokok, simpanan wajib dan cadangannya. Modal setor ini dapat ditarik kembali jika koperasi bersangkutan mengundurkan diri dari bank umum koperasi, atau jika bank umum koperasi mampu memupuk dana ca-dangan sebesar bagian modal yang akan ditarik, serta jika terdapat koperasi baru yang bersedia mengganti keanggotaan-nya dan menyetorkan modal sebesar modal yang ditarik.

Perkembangan jumlah bank yang terdiri dari bank umum, baik pembangunan dan bank tabungan tidak mengalami perubahan, tetap 118 bank, akan tetapi jumlah kantor telah meningkat de-ngan 47 sehingga menjadi 1.184 kantor. Jumlah bank perkredit-an rakyat yang terdiri dari bank desa, lumbung desa, bank pa-

IV/97

Page 100: KEUANGAN NEGARA, PERKEMBANGAN MONETER, … · Web viewSektor aktiva luar negeri memberikan pengaruh ekspansif terhadap jumlah uang beredar dengan Rp 16,4 milyar. Dengan adanya defisit

sar dan bank pegawai berkembang menjadi 5.810 bank karena pertambahan sebanyak 9 bank.

Dalam pada itu, PT ASKRINDO yang didirikan bertugas mem-berikan pertanggungan atas pinjaman-pinjaman bank terutama dalam bentuk KIK/KMKP kepada pengusaha kecil, dimana pengusa-ha kecil ini umumnya mengandung risiko yang relatif tinggi. Premi yang dihimpunnya hingga akhir tahun 1982 telah berkem-bang mencapai Rp. 20,9 milyar yang mencakup premi KIK, premi KMKP dan Kredit Modal Kerja berturut-turut sebesar Rp. 7,8 milyar, Rp. 12,4 milyar dan Rp. 0,7 milyar. Jumlah pinjaman yang dipertanggungkan mencapai Rp. 707,1 milyar yang meliputi pertanggungan KIK, KMKP dan pinjaman modal kerja berturut-tu-rut sebesar Rp. 229,0 milyar, Rp. 410,5 milyar dan Rp. 67,6 milyar.

Perusahaan Umum Pengembangan Keuangan Koperasi (Perum PKK) yang didirikan pada bulan Desember 1981 merupakan pe-ningkatan perubahan bentuk usaha dari LJKK (Lembaga Jaminan Kredit Koperasi) sebelumnya yang telah dibentuk sejak tahun 1970. Perum PKK bertugas memberikan jaminan kepada koperasi atas kredit yang diberikan oleh bank dan badan-badan lainnya. Jumlah kredit yang dijamin mencapai Rp. 126,3 milyar yang di-berikan kepada 974 koperasi dengan nilai pertanggungan sebe-sar Rp. 101,6 milyar.

Perkembangan kegiatan pasar modal yang dikelola oleh PT Danareksa menunjukkan peningkatkan, tercermin padapertambah-an perusahaan-perusahaan yang memasarkan sahamnya melalui pa-sar modal. Dalam rangka ini telah disetujui permohonan dari 5 perusahaan untuk memasarkan sahamnya dan 2 perusahaan untuk memasarkan obligasinya, sehingga sampai bulan Maret 1983, jumlah perusahaan yang memasarkan sahamnya menjadi 17 perusa-haan, yang meliputi jumlah saham 40.745 ribu lembar dengan nilai Rp. 144,4 milyar. Dalam periode tersebut, PT Danareksa telah mengeluarkan sertifikat dana PT Danareksa sari A, B, dan C berjumlah 4.500 ribu lembar yang mempunyai nilai Rp.56,7 milyar, diantaranya sertifikat dana sari C sebanyak 1.500 ribu lembar dengan nilai minimal Rp. 10.000,- per lem-barnya. Kecuali dari itu, PT Danareksa telah mengeluarkan sertifikat saham milik 3 perusahaan yang digolongkan "go pu-blic" sebanyak 1.360 ribu lembar.

Pembinaan perasuransian terus ditingkatkan dan asuran-si-asuransi kerugian, jiwa dan sosial telah menunjukkan per-kembangan yang mantap dalam rangka meningkatkan pemupukan mo-dal kerja dari masyarakat dan memperbesar kemampuan investa-

IV/98

Page 101: KEUANGAN NEGARA, PERKEMBANGAN MONETER, … · Web viewSektor aktiva luar negeri memberikan pengaruh ekspansif terhadap jumlah uang beredar dengan Rp 16,4 milyar. Dengan adanya defisit

si. Ketentuan yang dikeluarkan pada bulan Agustus 1982 dimak-sudkan untuk meningkatkan jumlah minimal modal setor dan de-posito wajib perusahaan asuransi, mengingat jumlah dan ragam risiko yang dihadapinya semakin besar. Ketentuan tersebut mensyaratkan setiap perusahaan asuransi harus mengadakan mo-dal setor yang minimal berjumlah Rp 3,0 milyar dan dapat di-laksanakan secara bertahap, serta deposito wajibnya diting-katkan menjadi 20% dari jumlah modal setor yang pertama sebe- ear Rp 1,5 milyar dan setinggi 10% dart jumlah modal setor selebihnya.

IV/99

Page 102: KEUANGAN NEGARA, PERKEMBANGAN MONETER, … · Web viewSektor aktiva luar negeri memberikan pengaruh ekspansif terhadap jumlah uang beredar dengan Rp 16,4 milyar. Dengan adanya defisit