kebijakan dan pedoman pab ari2016
DESCRIPTION
pedoman pelayanan instalasi bedah sentralTRANSCRIPT
KEBIJAKAN DAN PEDOMAN PENYELENGGARAAN PELAYANAN ANESTESI DI RSIA NUN SURABAYA
Menimbang : a. Bahwa pelayanan anestesiologi dan terapi intensif di rumah sakit merupakan salah satu bagian dari pelayanan kesehatan yang saat ini peranannya berkembang dengan cepat;
b. Bahwa Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 779/Menkes/SK/VIII/2008 tentang Standar Pelayanan Anestesiologi dan Reanimasi di Rumah Sakit tidak sesuai lagi dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran;
c. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b, perlu ditetapkan Pedoman Pelayanan Anestesiologi dan Terapi Intensif di Rumah Sakit;
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4431);
2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063);
3. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5072);
4. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 512/Menkes/Per/IV/2007 tentang Izin Praktik dan Pelaksanaan Praktik Kedokteran;
5. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 269/Menkes/Per/III/2008 tentang Rekam Medis;
6. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 290/Menkes/Per/III/2008 tentang Persetujuan Tindakan Kedokteran;
7. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1144/Menkes/Per/VIII/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan;
8. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 519/Menkes/Per/III/2011 tentang pedoman penyelenggaraan pelayanan anestesiologi dan terapi intensif;
9. Kebijakan Direktur RSIANUN Surabaya tentang pelayanan anestesi;
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PEDOMAN PELAYANAN ANESTESI DI RSIA NUN SURABAYA
Pasal 1
Pengaturan Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Anestesi di RSIA NUN Surabayabertujuan untuk memberi acuan bagi pelaksanaan dan pengembangan serta meningkatkan mutu pelayanan anestesi di rumah sakit.
Pasal 2
Assesmen pra anestesi dikerjakan pada setiap pasien yang akan menjalani operasi dengan sedasi sedang atau dalam.
Pasal 3
Assesmen pra induksi dilaksanakan untuk re-evaluasi pasien segera sebelum dilakukan induksi anestesi dan sesaat sebelum diberikan induksi anestesi.
Pasal 4
Kedua assesmen diatas dikerjakan oleh petugas yang kompeten untuk melakukannya dalam hal ini adalah dokter anestesi dan dibantu oleh penata/perawat anestesi.
Pasal 5
Kedua assesmen di atas harus didokumentasikan dalam rekam medis dalam bentuk status anestesi.
Pasal 6
Teknik anestesi yang digunakan juga harus dituliskan dalam rekam medis status anestesi pasien.
Pasal 7
Nama dokter spesialis anestesi dan atau penata/perawat harus dicatat di dalam status rekam medik pasien.
Pasal 8
Selama pemberian anestesi status fisiologis pasien harus terus menerus dimonitor dan ditulis dalam rekam medis pasien.
Pasal 9
Setiap pasien selama operasi dengan sedasi sedang/dalam harus dimonitor secara seragam untuk setiap pasien yang menerima tindakan anestesi yang sama. Meliputi tensi, nadi, saturasi oksigen, EKG, minimal setiap 5 menit.
Pasal 10
Pasien juga harus dimonitor meliputi tensi, nadi, respirasi, dan saturasi oksigen selama masa pemulihan pasca anestesi.
Pasal 11
Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Anestesi mulai diberlakukan di RSIANUN Surabaya.
Ditetapkan di Surabaya,
Pada...........................................2016
Direktur Rumah Sakit NUN Surabaya,
Ttd
dr. Numbi Mediatmapratia.
LAMPIRAN
PEDOMAN PELAYANAN ANESTESI
BAB I
PENDAHULUAN
Pelayanan anestesi di rumah sakit merupakan salah satu bagian dari pelayanan kesehatan
yang berkembang dengan cepat seiring dengan peningkatan ilmu pengetahuan dan teknologi di
bidang anesthesia. Peningkatan kebutuhan pelayanan anestesi ini tidak diimbangi dengan jumlah
dan distribusi dokter spesialis anestesiologi secara merata. Keadaan tersebut menyebabkan
tindakan anestesi di rumah sakit dilakukan oleh perawat anestesi sehingga tanggung jawab
terhadap pelayanan ini menjadi tidak jelas khususnya untuk rumah sakit yang tidak memiliki
dokter spesialis anestesiologi.
Pelayanan anesthesia di RSIANUN Surabaya meliputi pelayanan anesthesia/ analgesia di
kamar bedah dan pelayanan kegawatdaruratan.
BAB II
PENGERTIAN PELAYANAN ANESTESI
A. PENGERTIAN
Anestesiologi adalah suatu ilmu kedokteran yang melibatkan:
• Evaluasi pasien preoperatif
• Rencana tindakan anestesi
• Perawatan intra- dan pasca-operatif
• Manajemen sistem dan petugas yang termasuk didalamnya
• Konsultasi perioperatif
• Pencegahan dan penanganan kondisi perioperatif yang tak diinginkan
• Tatalaksana nyeri akut dan kronis
• Perawatan pasien dengan sakit berat / kritis
Semua pelayanan ini diberikan atau diinstruksikan oleh anestesiologis.
American Society of Anesthesiologists (ASA) mendukung konsep pelayanan rawat jalan
untuk pembedahan dan anestesi. Anestesiologis diharapkan memegang peranan sebagai dokter
perioperatif di semua rumah sakit, fasilitas pembedahan rawat jalan, dan berpartisipasi dalam
akreditasi rumah sakit sebagai salah satu sarana untuk menstandarisasi dan meningkatkan kualitas
pelayanan kesehatan.
Pedoman ini diaplikasikan untuk semua layanan, termasuk petugas yang terlibat dalam tata
kelola rawat jalan anestesi. Ini adalah pedoman minimal yang dapat dikembangkan kapanpun
dengan berdasarkan pada pertimbangan / kebijakan petugas anestesi yang terlibat.
• Tim Anestesi: spesialis anestesi mengawasi penata/perawat anestesi dalam melakukan
pelayanan anestesi di mana dokter dapat mendelegasikan tugas pemantauan sambil tetap
bertanggung jawab kepada pasien secara keseluruhan.
• Personel anestesi yang kompeten dan memenuhi syarat: anestesiologis, penata anestesi,
perawat anestesi dan perawat recovery room.
• Penata/Perawat anestesi: adalah perawat terdaftar dengan SIP yang terlatih yang sesuai
dengan kebijakan, pedoman, dan standar institusi dan nasional dalam memberikan obat
anestesi dan analgesic, serta memantau pasien selama pemberian sedasi ringan (ansiolitik),
sedasi sedang, dan sedasi berat/anestesi umum. Perawat dan asisten anestesi harus bekerja
dengan supervisi langsung oleh dokter yang kompeten dan terlatih baik.
B. TUJUAN
• Meningkatkan kualitas pelayanan pasien
• Menerapkan budaya keselamatan pasien
• Menstandarisasi layanan kesehatan di rumah sakit yang sesuai dengan akreditasi
C. PRINSIP-PRINSIP
• Dokter yang berwenang harus dapat dihubungi 24 jam; baik pada kasus-kasus pelayanan
rawat inap, siap sedia menerima konsultasi dari paramedis lainnya, availabilitas sepanjang
waktu selama penanganan dan fase pemulihan pasien, s/d pasien diperbolehkan pulang.
• Fasilitas rumah sakit harus diorganisir, dilengkapi, dan dioperasikan sejalan dengan regulasi
dan kebijakan pemerintah setempat dan nasional. Seluruh struktur pelayanan, minimalnya,
harus memiliki sumber daya oksigen, suction, peralatan resusitasi, dan obat-obatan emergensi
yang dapat diandalkan.
• Petugas harus memiliki kompetensi dalam perawatan pasien dan mampu melakukan prosedur-
prosedur yang diperlukan dalam suatu rumah sakit, yang terdiri atas:
• Petugas profesional
• Dokter dan sejawat lainnya yang mempunyai Surat Izin Praktik (SIP)/
sertifikat yang memenuhi syarat
• Penata/perawat yang memiliki surat izin dan memenuhi syarat
• Petugas administratif
• Petugas Kebersihan dan Pemeliharaan Rumah Sakit
• Dokter pelayanan medis bertanggungjawab dalam melakukan peninjauan ulang, penyesuaian
kewenangan, jaminan mutu, dan evaluasi rekan sejawat.
• Petugas dan peralatan yang berkualitas dan tersedia setiap saat diperlukan untuk menangani
situasi emergensi. Harus dibuat suatu kebijakan dan prosedur untuk menangani situasi
emergensi dan transfer pasien yang tidak diantisipasi ke fasilitas pelayanan akut.
• Layanan pasien minimal meliputi:
• Instruksi dan persiapan preoperatif.
• Evaluasi dan pemeriksaan pre-anestesi yang memadai oleh anestesiologis, sebelum
dilakukan tindakan anestesi dan pembedahan. Pada kondisi di mana tidak terdapat
petugas medis, anestesiologis harus memverifikasi informasi yang didapat dan
mengulangi serta mencatat elemen-elemen penting dalam evaluasi.
• Studi dan konsultasi preoperatif, sesuai indikasi medis.
• Rencana anestesi dibuat oleh anestesiologis, didiskusikan dengan pasien, kemudian
mendapat persetujuan pasien. Kesemuanya ini harus dicatat di rekam medis pasien.
• Tindakan anestesi dilakukan oleh anestesiologis, dokter lain yang kompeten, atau
petugas anestesi non-dokter yang dipandu/dibimbing secara langsung oleh
anestesiologis. Dokter non-anestesi yang melakukan / mengawasi tindakan anestesi
harus kompeten dalam edukasi, pelatihan, memiliki surat izin praktik, dan dipercaya
oleh rumah sakit.
• Pemulangan pasien merupakan tanggung jawab dokter
• Pasien yang tidak hanya menjalani anestesi lokal harus didampingi oleh orang dewasa
saat pemulangan pasien.
• Instruksi pasca-operasi dan pemantauan selanjutnya harus dicatat dalam rekam medis
• Memiliki rekam medis yang akurat, terpercaya, dan terbaru.
BAB III
PELAYANAN ANESTESIOLOGI
• Sedasi ringan / minimal (anxiolysis): kondisi di mana pasien masih dapat merespons dengan
normal terhadap stimulus verbal. Meskipun fungsi kognitif dan koordinasi dapat terganggu,
ventilasi dan fungsi kardiovaskular tidak terpengaruh.
Contoh sedasi minimal adalah:
• Blok saraf perifer
• Anestesi lokal atau topikal
• Pemberian 1 jenis obat sedatif / analgesik oral dengan dosis yang sesuai untuk
penanganan insomnia, ansietas, atau nyeri
• Sedasi sedang : suatu kondisi depresi tingkat kesadaran di mana pasien memberikan respons
terhadap stimulus berulang / nyeri. Fungsi ventilasi spontan dapat terganggu / tidak adekuat.
Pasien mungkin membutuhkan bantuan untuk mempertahankan patensi jalan napas. Fungsi
kardiovaskular biasanya terjaga dengan baik.
• Sedasi berat: hilangnya kesadaran di mana pasien tidak sadar, bahkan dengan pemberian
stimulus nyeri. Pasien sering membutuhkan bantuan untuk mempertahankan patensi jalan
napas, dan mungkin membutuhkan ventilasi tekanan positif karena tidak adekuatnya ventilasi
spontan/ fungsi kardiovaskular dapat terganggu.
Sedasi adalah suatu proses yang berkelanjutan / kontinu, sehingga tidak selalu mungkin untuk
memprediksi bagaimana respons setiap pasien yang mendapat sedasi. Oleh karena itu, petugas
anestesi yang memberikan sedasi harus dapat melakukan penanganan segera terhadap pasien yang
efek sedasinya lebih dalam / berat daripada efek yang seharusnya terjadi (misalnya: petugas anestesi
yang memberikan anestesi sedang harus dapat melakukan penanganan terhadap pasien yang jatuh ke
dalam kondisi sedasi berat).4
Sedasi ringan / minimal (anxiolysis)
Sedasi sedang Sedasi berat / dalam
Respons Respons normal terhadap stimulus verbal
Merespons setelah diberikan stimulus berulang / stimulus nyeri
Tidak sadar, meskipun dengan stimulus nyeri
Jalan napas Tidak terpengaruh Mungkin perlu intervensi Sering memerlukan intervensi
Ventilasi spontan Tidak terpengaruh Dapat tidak adekuat Sering tidak adekuat
Fungsi kardiovaskular
Tidak terpengaruh Biasanya dapat dipertahankan dengan baik
Dapat terganggu
BAB IV
PENYELENGGARAAN PELAYANAN ANESTESIOLOGI
DI RSIANUN SURABAYA
A. ANGGOTA INTI TIM ANESTESI
• Tim anestesi melibatkan dokter dan non-dokter.
• Setiap anggota tim memiliki kewajiban untuk mengidentifikasi mereka sendiri dan anggota
tim lainnya secara akurat kepada pasien dan keluarganya.
• Anestesiologis bertanggungjawab untuk mencegah agar tidak terjadi salah penafsiran /
anggapan terhadap petugas non-dokter sebagai dokter residen atau dokter umum.
• Tindakan / layanan anestesi dilakukan oleh tim anestesi, termasuk pemantauan dan
pelaksanaan tindakan anestesi.
• Instruksi diberikan oleh anestesiologis dan harus sejalan dengan kebijakan dan regulasi
pemerintah serta kebijakan rumah sakit.
• Tanggung jawab keseluruhan terhadap kinerja tim anestesi dan keselamatan pasien terletak
pada anestesiologis.
• Anestesiologis harus mewujudkan keselamatan pasien yang optimal dan memberikan
pelayanan yang berkualitas kepada setiap pasien yang menjalani tindakan anestesi. Selain itu,
anestesiologis juga diharapkan memberikan pengajaran / edukasi kepada siswa dalam hal ini
dokter muda dan mahasiswa perawat.
• Berikut adalah anggota tim anestesi:
• Dokter
• Anestesiologis (spesialis anestesi) – Pimpinan Tim Anestesi
Merupakan seorang dokter yang memiliki SIP dan telah menyelesaikan
program studi spesialisasi di bidang anestesi yang terakreditasi.
• Non-dokter
• Penata/perawat anestesi
Merupakan perawat dengan SIP yang telah menyelesaikan program studi
Perawat Anestesi terakreditasi.
B. MANAJEMEN KESELAMATAN PASIEN OLEH TIM ANESTESI
Untuk mencapai terwujudnya keselamatan pasien yang optimal, anestesiologis bertanggungjawab
terhadap hal-hal berikut ini:
• Manajemen Kepegawaian
Anestesiologis harus memastikan terlaksananya penugasan penata/perawat anestesi, perawat
RR yang kompeten dan berkualitas dalam memberikan layanan / prosedur anestesi kepada
setiap pasien.
• Evaluasi Pre-anestesi Pasien
• Suatu evaluasi pre-anestesi memungkinkan terwujudnya perencanaan anestesi yang
baik, di mana perencanaan tersebut juga mempertimbangkan kondisi dan penyakit
pasien yang dapat mempengaruhi tindakan anestesi.
• Meskipun petugas non-dokter dapat berkontribusi dalam pengumpulan dan pencatatan
data pre-operatif pasien, anestesiologislah yang memegang tanggung jawab terhadap
evaluasi keseluruhan pasien.
• Perencanaan Tindakan Anestesi
• Anestesiologis bertanggungjawab dalam menyusun rencana tindakan anestesi yang
bertujuan untuk mewujudkan kualitas pelayanan pasien yang terbaik dan tercapainya
keselamatan pasien dengan optimal.
• Anestesiologis sebaiknya melakukan diskusi dengan pasien (jika kondisi pasien
memungkinkan) mengenai risiko tindakan anestesi, keuntungan dan alternatif yang
ada, dan memperoleh izin persetujuan tindakan (informed consent).
• Ketika terdapat situasi di mana suatu bagian dari layanan anestesi akan dilakukan oleh
petugas anestesi kompeten lainnya, spesialis anestesi harus memberitahukan kepada
pasien bahwa pendelegasian tugas ini termasuk dalam pelayanan anestesi oleh Tim
Anestesi.
• Manajemen Tindakan Anestesi
• Manajemen tindakan anestesi bergantung pada banyak faktor, termasuk kondisi medis
setiap pasien dan prosedur yang akan dilakukan.
• Anestesiologis harus menentukan tugas perioperatif mana yang dapat didelegasikan.
• Anestesiologis dapat mendelegasikan tugas spesifik kepada petugas non-dokter yang
tergabung dalam Tim Anestesi, dengan syarat kualitas pelayanan pasien dan
keselamatan pasien tetap terjaga dengan baik, tetap berpartisipasi dalam bagian-bagian
penting tindakan anestesi, dan tetap siap sedia untuk menangani situasi emergensi
dengan cepat
• Perawatan Pasca-anestesi
• Perawatan pasca-anestesi rutin didelegasikan kepada perawat pasca-anestesi.
• Evaluasi dan tatalaksana komplikasi pasca-anestesi merupakan tanggung jawab
anestesiologis.
• Konsultasi Anestesi
Seperti jenis konsultasi medis lainnya, tidak dapat didelegasikan kepada non-dokter.
C. MANAJEMEN KESELAMATAN PASIEN DALAM PENGGUNAAN SEDASI RINGAN
DAN SEDANG OLEH PENATA/PERAWAT ANESTESI
• Dokter yang mengawasi bertanggungjawab akan semua aspek yang terlibat selama perawatan
pasien (pre-, intra-, dan pasca-prosedur).
• Saat pasien disedasi, dokter yang bertanggungjawab harus hadir / mendampingi di ruang
tindakan.
• Praktisi yang melakukan sedasi harus terlatih dengan baik dalam mengevaluasi pasien
sebelum prosedur dilakukan untuk mengenali kapan terdapat peningkatan risiko anestesi.
• Kebijakan dan prosedur yang terkait harus memperbolehkan praktisi untuk menolak
berpartisipasi dalam kasus-kasus tertentu jika mereka merasa tidak kompeten dalam
melakukan suatu tindakan anestesi dan terdapat kemungkinan dapat membahayakan pasien /
menurunkan kualitas pelayanan pasien.
• Dokter yang mengawasi bertanggungjawab memimpin timnya dalam situasi emergensi di
mana diperlukan tindakan resusitasi, termasuk manajemen jalan napas.
• Sertifikat ACLS merupakan standar persyaratan minimal yang harus dimiliki oleh praktisi
yang melakukan sedasi / anestesi.
• Surat Persetujuan Tindakan
• Dokter spesialis anestesi bertanggungjawab untuk memastikan bahwa setiap pasien
(atau keluarganya) memahami bahwa selama proses anestesi berlangsung di kamar
operasi / tindakan, terdapat kemungkinan hanya ada penata/perawat anastesi,
meskipun tetap di bawah pengarahan oleh anestesiologis yang bertanggungjawab
terhadap pasien.
• Pasien/wali/keluarga harus membaca formulir tindakan anestesi secara lengkap dan
memahami semua resiko atau komplikasi dan menandatangani di form yang ada
disaksikan oleh petugas yang kompeten. Berikutnya petugas tersebut juga
menandatangani form yang ada.
• Jika pasien atau keluarganya telah paham dan setuju akan hal ini, tahap selanjutnya
adalah menandatangani surat persetujuan tindakan anestesi. Formulir tersebut juga
ditandatangani oleh saksi lain dari pihak keluarga, saksi pihak rumah sakit dan dokter
penanggung jawab anestesi.
D. PELAYANAN ANESTESI SELAMA PROSEDUR INTERVENSI DENGAN RASA
NYERI
• Sebagian besar pelaksanaan prosedur dengan nyeri minor tidak memerlukan pelayanan
anestesi selain anestesi lokal.Contoh prosedur ini adalah:
• injeksi steroid epidural
• epidural blood patch
• trigger point injection
• injeksi sendi sakroiliaka
• bursal injection
• blok saraf oksipital (occipital nerve block)
• facet injection
• dll
• Penggunaan anestesi umum untuk prosedur yang menimbulkan nyeri minor hanya dibenarkan
dalam kondisi-kondisi khusus, di mana diperlukan perawatan / layanan anestesi yang terampil
dan terlatih.
• Berikut adalah kondisi-kondisi yang memerlukan layanan anestesi khusus:
• Komorbiditas mayor
• Gangguan mental / psikologis yang membuat pasien tidak kooperatif
• Penggunaan sedasi dan obat anestesi lainnya harus seimbang dengan potensi risiko / bahaya
yang diakibatkan dari pelaksanaan prosedur dengan nyeri minor terhadap pasien dengan
anestesi umum, terutama pada pasien yang menjalani prosedur tulang belakang servikal.
• Prosedur yang berkepanjangan (lama) dan atau nyeri sering memerlukan sedasi intravena dan
penggunaan monitor anestesi (Monitored Anesthesia Care-MAC). Prosedur ini meliputi:
• Blok saraf simpatis (ganglion stelata, fleksus seliaka, paravertebral lumbal)
• Ablasi radiofrequency (R/F)
• Diskografi (discography)
• Disektomi perkutan
• Trial spinal cord stimulator lead placement
• Blok fleksus / saraf utama lebih jarang dilakukan di klinik penanganan nyeri kronis, tetapi
diyakini bahwa prosedur blok ini mungkin memerlukan penggunaan anestesi intravena dan
MAC (misalnya: blok fleksus brakialis, blok saraf sciatica, teknik kateterisasi kontinu
tertentu).
KEBIJAKAN DAN PEDOMAN PELAYANAN BEDAH
DIRSIA NUN SURABAYA
Menimbang : a. Bahwa pelayanan bedah di rumah sakit merupakan salah satu bagian dari
pelayanan kesehatan yang saat ini peranannya berkembang dengan cepat;
b. Bahwa Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 779/Menkes/SK/VIII/2008
tentang Standar Pelayanan Anestesiologi dan Reanimasi di Rumah Sakit
tidak sesuai lagi dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
kedokteran;
c. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan
huruf b, perlu ditetapkan Pedoman pelayanan bedah di RSIA NUN
Surabaya.
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 116, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4431);
2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5063);
3. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 153, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5072);
4. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 512/Menkes/Per/IV/2007 tentang Izin
Praktik dan Pelaksanaan Praktik Kedokteran;
5. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 269/Menkes/Per/III/2008 tentang
Rekam Medis;
6. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 290/Menkes/Per/III/2008 tentang
Persetujuan Tindakan Kedokteran;
7. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1144/Menkes/Per/VIII/2010 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan;
8. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
519/Menkes/Per/III/2011 tentang pedoman penyelenggaraan pelayanan
anestesiologi dan terapi intensif;
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PEDOMAN PELAYANAN BEDAH DI RSIA NUN SURABAYA
Pasal 1
Pasien, keluarga dan pembuat keputusan harus di edukasi tentang resiko, manfaat, komplikasi
yang potensial serta alternatif yang berhubungan dengan prosedur bedah yang dilaksanakan.
Pasal 2
Edukasi harus mencakup kebutuhan untuk resiko dan manfaat dari, maupun alternatif terhadap
darah dan produk darah yang digunakan.
Pasal 3
Dokter spesialis bedah atau petugas lain yang kompeten harus memberikan edukasi tentang hal-
hal tersebut diatas.
Pasal 4
Pelayanan pasca bedah termasuk diagnosis pasca bedah, diskripsi dan temuan-temuan spesimen
dan nama ahli bedah serta asisten bedah harus tercatat di status pasien.
Pasal 5
Sebelum pasien meninggalkan ruang pemulihan pasca anestesi, suatu catatan singkat tindakan
bedah bisa digunakan sebagaipengganti laporan tertulis tindakan bedah.
Pasal 6
Laporan tertulis tindakan bedah atau catatan singkat laporan operasi harus memuat :
a) diagnosis pasca operasi
b) nama dokter bedah dan asisten-asisten
c) nama prosedur
d) spesimen bedah untuk pemeriksaan
e) catatan spesifik komplikasi atau tidak adanya komplikasi selama operasi, termasuk
jumlah kehilangan darah.
f) Tanggal, waktu dan tanda tangan dokter yang bertanggung jawab.
Pasal 7
Pedoman Pelayanan Bedah mulai diberlakukan di RSIA NUN Surabaya.
Ditetapkan di Surabaya,
Pada ...........................................2016
Direktur Rumah Sakit NUN Surabaya,
Ttd
dr. Numbi Mediatmapratia.
LAMPIRAN
PEDOMAN PELAYANAN BEDAH
A. Pendahuluan
Instalasi Bedah Sentral memberikan pelayanan pembedahan elektif / terencana untuk
pasien Umum. Kegiatan tersebut dilaksanakan di OK Bedah sentral dengan 2 kamar
operasi di lantai III.
PEMANFAATAN KAMAR OPERASI BEDAH SENTRAL
Kegiatan pelayanan Kamar operasi secara umum meliputi tindakan diagnostik,
kuratif dan definitif.
Tindakan yang dapat dilakukan di Kamar operasi meliputi :
1. Bedah Umum
2. Bedah Obstetri dan Ginekologi
BEDAH UMUM
Kegiatan pembedahan bedah umum dilaksanakan oleh dokter Ahli Bedah Umum,
yang diatur dengan penjadwalan oleh koordinator bedah yang diberikan SK oleh direktur
RS.
BEDAH OBSTERI GINEKOLOGI
Kasus kasus Obgyn dilaksanakan oleh dokter spesialis Obgyn. Penjadwalan
pembedahan dilakukan oleh dokter yang akan melaksanakan pembedahan sesuai jadwal
mingguan.
OK IBS
OK 1 : Untuk Operasi Bedah Umum
OK 2 : Untuk Operasi Bedah Obstetri dan Ginekologi
B. Alur Pelayanan Pasien
1. Kamar Operasi
Kamar Operasi merupakan suatu sarana bagi dokter spesialis yang tergabung di SMF
untuk melaksanakan tindakan operasi.
Kamar Operasi Menerima Pasien operasi dari 3 pintu yaitu :
1. Poliklinik (Rawat Jalan)
2. Ruang Rawat Inap atau Kamar bersalin
3. Rujukan dari Puskesmas dan Rumah Sakit Lain Swasta Lewat IGD (bersifat
emergensi)
IRNA
IBS
RUANG R R
IRNA
R. LAIN
L A GA/SAB
Pra pembedahan
Pelaksanaan pembedahan
Pasca pembedahan
ALUR PASIEN YANG DILAKUKAN TINDAKAN PEMBEDAHAN
( PASIEN RAWAT INAP)
OPERASI ELEKTIF
Poliklinik
IBS
PULANG R R
IRNA
L A G A/SAB
Pra pembedahan
Pelaksanaan pembedahan
Pasca pembedahan
PULANG
ALUR PASIEN YANG DILAKUKAN TINDAKAN PEMBEDAHAN
( PASIEN RAWAT JALAN )
IRNA
OK
RUANG RR
IRNA
R. LAIN
L A GA/SAB
Pra pembedahan
Pelaksanaan pembedahan
Pasca pembedahan
ALUR PASIEN YANG DILAKUKAN TINDAKAN PEMBEDAHAN
( PASIEN IRNA)
OPERASI EMERGENCY
C. Pendaftaran Pasien
a. Pasien Poliklinik
Pasien berasal dari poliklinik yang telah diperiksa ulang dan telah dilengkapi
persyaratan persyaratan baik untuk anestesi regional/general ataupun lokal, datang ke IBS
untuk dilakukan penjadwalan operasi di IBS. Pasien dengan Regional anestesi /general
anasthesi di konsulkan ulang pada dokter anasthesi. Pasien datang pada hari yang telah
disepakati dengan persiapan operasi (puasa untuk general anestesi) dan dilakukan
operasi. Untuk pasien dengan lokal anestesi langsung dipulangkan, sedangkan pasien
dengan general anasthesi dipulangkan dengan kriteria anestesi.
b. Pasien dari ruang perawatan
Petugas dari ruang perawatan mendaftarkan pasien siap operasi ( pemeriksaan
lengkap dan Keadaan Umum pasien baik) di papan pendaftaran. Koordinator masing
masing SMF menjadwalkan ke papan acara dengan operatornya.
c. Proses Penjadwalan
Penjadwalan Operasi ditentukan oleh IBS, IBS menyiapkan fasilitas sesuai
dengan jadwal operasi, frekuensi operasi ditentukan banyak/tidaknya pasien yang
dijadwalkan.
D. Pengaturan Ronde / Urutan Operasi
Setiap hari petugas pengatur ronde operasi IBS mengatur urutan pasien yang akan
dioperasi dan petugasnya dengan prioritas sbb :
a. Umur
b. Kontaminasi/bersih
c. Lama operasi
Pengaturan ronde dilakukan berdasarkan prosedur. Setelah dilakukan penjadwalan
petugas IBS memanggil ke ruang rawat inap. Untuk ronde selanjutnya pasien dipanggil
bila pasien sebelumnya dilakukan penjahitan penutupan luka operasi.
E. Tata Laksana Di Kamar Operasi
1) Tata Laksana Ruangan
a. Pembagian Area
1. Daerah PUBLIC, artinya daerah yang boleh dimasuki oleh semua orang, tanpa ada
syarat khusus.
Daerah ini misalnya : kamar tunggu, gang, emperan depan kompleks kamar operasi.
2. Daerah SEMI-PUBLIC, artinya daerah ini hanya boleh dimasuki oleh orang-orang
tertentu saja, yaitu para petugas (dengan tulisan di muka : DILARANG MASUK
SELAIN PETUGAS), dan sudah ada pembatasan tentang jenis PAKAIAN yang
dipakai petugas-petugas ini (pakaian khusus atau lepas-sandal/sepatu, dan
sebagainya).
Catatan : daerah ini harus sudah mendapat perhatian dari petugas-petugas khusus
kamar operasi, yang mengawasi lalu lintas orang yang memasukinya.
3. Daerah ASEPTIK, yaitu daerah kamar bedah sendiri, yang hanya boleh dimasuki
oleh orang-orang yang langsung ada hubungan dengan kegiatan pembedahan saat
itu, umumnya dianggap daerah yang harus dijaga kesucihamaannya. Didalam
daerah ini sering masih ada istilah tambahan : yaitu apa yang disebut daerah “HIGH
ASEPTIC” (lebih aseptic), yaitu dimaksudkan dengan daerah tempat dilakukannya
pembedahan dan sekitarnya (lapangan operasi).
Daerah kamar bedah ini (daerah ASEPTIK) harus diketahui benar oleh para petugas
tentang tempat-tempatnya dan macam alat-alatnya yang harus berada didalamnya.
Setelah pembersihan ruang atau pembongkaran tiap minggu, maka letak dan
susunan alat-alat/instrumen di dalam kamar ini harus tetap, hingga tak terjadi
kontaminasi karena tidak sengaja. Untuk itu perlu diketahui:
Umumnya pembagian dari daerah ASEPTIK ini adalah berdasar :
Daerah ASEPTIK – 0, yaitu lapangan operasi, daerah tempat dilakukannya
pembedahan.
Daerah ASEPTIK – 1, yaitu daerah memakai gaun operasi, daerah tempat
duk/kain-kain steril, tempat instrumen dan tempat para perawat instrumen
mengatur dan mempersiapkan alat.
Daerah ASEPTIK – 2, yaitu tempat mencuci tangan, korridor penderita
masuk daerah sekitar ahli-anestesi (lihat gambar 1 dan 2).
b. Ruangan Pembedahan (Kamar Bedah)
1. Besar/luasnya kamar bedah menurut standard internasional adalah paling kecil 5,2 m
x 5,6 m (= 29,1 m2).
2. Untuk kamar bedah yang “enak”, kira-kira diperlukan luas 40 m2.
3. Untuk keperluan pembedahan besar (bedah otak, bedah jantung), dimana dibutuhkan
alat-alat yang lebih banyak, maka luas kamar operasi yang dianjurkan adalah minimal
56 m2 (7,2 m x 7,8 m)
c. Syarat-syarat dasar bangunan kamar bedah/ruangan pembedahan :
1. Bangunannya harus terdapat pada tempat yang strategis dengan bagian-bagian yang
ada hubungannya satu dengan lainnya.
2. Jauh dari tempat-tempat pembuangan kotoran.
3. Bangunan kamar bedah harus dapat bertahan paling sedikit selama 10 tahun.
4. Lantai dari 2/3 dinding bagian bawah harus terbuat dari bahan yang tidak menyerap
air.
5. Penerangan didalam harus cukup terang, sehingga setiap orang dapat bekerja sebaik-
baiknya.
6. Udara di dalam kamar bedah harus cukup kelembabannya sesuai dengan standard
yang berlaku (air conditioned).
7. Pergantian udara yang dianjurkan adalah sekitar 18 – 25 kali pergantian setiap jam.
Pergantian udara yang lebih dari 25 kali setiap jam juga akan menyebabkan turbulensi
dan akan menyebabkan debu lebih berterbangan. Pergantian udara : agar dapat
menjamin tidak terjadinya kontaminasi maka udara dalam kamar pembedahan harus
diusahakan agar diganti sesering mungkin. Pergantian udara dapat dilaksanakan
apabila terdapat tekanan yang lebih positif di dalam kamar pembedahan, dengan
demikian akan mencegah terjadinya infeksi “airbone”.
8. Suhu kamar rata-rata 240 – 280 (+ 20C)
d. Persiapan Ruangan Pembedahan Dan Kamar Bedah
Kamar Bedah harus selalu disucihamakan, dan harus dalam keadaan suci hama bila
akan dipakai untuk pembedahan. Juga bila operasi tersebut merupakan operasi yang
bukan ronde pertama, maka setiap kali harus dilakukan tindakan-tindakan untuk
membuat ruangan tersebut bebas atau berkurang jumlah kumannya. Pada setiap awal dan
akhir hari, suasana dalam kamar bedah harus tampak rapi, bersih dan teratur.
Kegiatan kerja di kamar operasi yang dilakukan untuk mencapai kebersihan harus
ditanamkan pada personil kamar bedah dengan penuh disiplin/ketat.
Pembersihan di kamar bedah dibagi dalam 2 (dua) macam :
1. Pembersihan harian
Pembersihan dilaksanakan setiap pagi sebelum kamar bedah dipergunakan, dan setiap
operasi selesai dan yang terakhir bila kamar bedah tidak dipergunakan lagi.
2. Pembersihan umum
Pembersihan umum dilaksanakan seminggu sekali pada hari dimana tidak ada
operasi. Cara-cara untuk mencapai ruangan yang suci hama atau paling sedikit
mengurangi jumlah kuman yang ada :
Alat-alat yang terdapat didalam kamar bedah hanyalah alat-alat yang dipakai
untuk pembedahan tersebut.
Setiap selesai satu pembedahan, kamar bedah dibersihkan dengan jalan :
- Mengeluarkan alat-alat yang bisa dikeluarkan
- Mencuci lantai dengan desinfektans/germisid
- Membasuh alat-alat yang keluar tadi dengan desinfektans
Selama dilakukan pembedahan, maka setiap bahan yang tercecer di lantai harus
segera diambil dan dibuang ke ember sampah dan dibuang keluar. Keluar masuknya
orang-orang harus dibatasi pada yang berkepentingan saja (di dalam ok maksimal 7
orang). Pertukaran hawa/udara harus tetap baik, dengan suhu kamar yang cukup
menyenangkan (sejuk). Suhu yang dianjurkan adalah antara 240 C sampai 260 C. Di
dalam kamar operasi harus ada alat pengatur kelembaban.
Bila tidak terdapat AC., maka daerah sekitar kamar operasi harus daerah yang teduh
(rindangnya pohon atau ada atap yang lebar) dan kamar operasi diberi exhauster yang
cukup. Pemasangan kipas angin harus dari arah pintu masuk ke arah jendela tanpa
melalui lapangan operasi. Kedua hal yang terakhir ini sudah tidak dipakai lagi, karena
tidak menjamin sterilitas ruangan/keadaan aseptic.
Yang dianjurkan sebagai alat tambahan adalah adanya saringan udara pada system
ventilasi tersebut adalah :
1. Pada akhir hari, maka setelah kamar bedah dibersihkan dan disemprot dengan
desinfektans, maka ruangan harus ditutup dengan system ventilasi terus berjalan dan
ruangan tidak dipakai untuk keperluan lain sampai esok pagi berikutnya.
2. Pada tiap akhir minggu (hari jum’at), kamar bedah harus dibongkar dan dibersihkan
secara menyeluruh dan disemprot dengan cairan desinfektans.
Catatan : Penyinaran dengan sinar ULTRA-VIOLET dapat pula dilakukan untuk
memperoleh keadaan suci hama dari kamar bedah, hanya perlu diingatkan
akan segi keamanannya, sinar U-V hanya dinyalakan bila tidak ada orang di
dalamnya. Sinar U-V harus dinyalakan selama 2-3 jam bila ingin dicapai
pembasmian kuman yang efektif, terutama untuk lantai kamar dan benda-
benda yang permanen didalamnya. Besarnya lampu U-V yang dibutuhkan
tidak tentu pedomannya, sebagai patokan dapat digunakan kekuatan 1 – 5
Watt/m2 ruangan.
2) Tata Laksana Alat
a. Alat Rumah Tangga Dan Elektromedis
Alat-alat yang tidak diperlukan, harus dikeluarkan atau disimpan dalam ruang penyimpan
alat/gudang.
Standar alat-alat yang umumnya diperlukan :
Meja operasi
Lampu operasi
Alat-alat anestesi dan pembantu
Alat penghisap (pompa)
Alat Electric Surgery Unit (ESU)
Meja instrument
Standard infus
b. Bahan Habis Pakai
Bahan habis pakai kebutuhan operasi dikelola oleh depo farmasi
c. Instrumen Operasi
Untuk mempermudah penggunaan instrumen operasi dikelompokkan menjadi beberapa,
yaitu:
Set bedah saraf
Set orthopedi
Set bedah umum
Set obsgyn
Set bedah anak
Set bedah minor
Set instrument tambahan
Untuk penggunaan dan pengelolaan instrument sesuai dengan Prosedur.
d. Tenun
Paket jas dan duk operasi :
Paket duk operasi Bedah Umum
Duk besar (2m x 2,5m) = 2 lembar
Duk tanggung (2m x 1,5m) = 1 lembar
Slope (100cm x 80cm) = 1 potong
Duk Kecil (90cm x 90cm) = 5 lembar
Pembungkus duk (2m x 1,5m) = 2 lembar (rangkap 2)
Paket duk operasi Obgyn
Duk besar (2m x 2,5m) = 4 lembar
Duk tanggung (2m x 1,5m) = 1 lembar
Slope (100cm x 80cm) = 1 potong
Duk Kecil (90cm x 90cm) = 5 lembar
Sarung kabel couter (7cm x 100cm) = 1 potong
Pembungkus duk (2m x 1,5m) = 2 lembar (rangkap 2)
3) Tata Laksana Petugas
Beberapa persiapan dan tindakan perlu diketahui dalam mempersiapkan diri untuk masuk
atau bekerja dalam kamar operasi.
Hal-hal tersebut meliputi :
1. Persiapan untuk masuk kamar operasi. Persiapan untuk ikut dalam pelaksanaan
pembedahan (masuk ke daerah Aseptik-0)
a. Cuci tangan untuk persiapan pembedahan sesuai prosedur.
b. Memakai gaun operasi pada prinsipnya.
c. Memakai sarung tangan.
2. Etika Kerja di Kamar Bedah.
Etika adalah peraturan yang tidak tertulis, tetapi perlu diketahui oleh setiap orang yang
bekerja di suatu lapangan pekerjaan. Dalam melaksanakan pekerjaan di kamar bedah,
terdapat pula beberapa etika, agar menjamin, kelancaran jalannya pembedahan dan
keadaan aseptic. Perjanjian yang dibuat di dalam kamar operasi dan dianggap masih
berlaku di setiap kamar bedah adalah :
a) Setiap orang yang masuk kamar bedah wajib mentaati syarat-syarat dasar yang
berlaku.
b) Semua petugas memahami ketentuan pembagian area kamar operasi.
c) Setiap petugas memahami dan melaksanakan teknik aseptic sesuai peran dan
fungsinya.
d) Semua anggota tim harus melaksanakan jadwal harian operasi yang telah
dijadwalkan.
e) Setiap petugas bekerja sesuai uraian tugas masing masing.
f) Semua petugas kamar operasi berkewajiban menjaga kerahasiaan informasi/data
pasien.
g) Ahli anestesi menjelaskan kepada pasien dan keluarga tentang efek obat bius dan hal
hal yang harus ditaati.
h) Membatasi diri untuk masuk kamar bedah, bila perlu dapat melihat dari luar batas.
i) Sedikit mungkin berbicara atau berbicara seperlunya, agar :
- Menjaga ketenangan
- Menjaga perasaan pasien dengan pembiusan local/regional.
- Mencegah penyebaran infeksi/kuman
j) Pemegang otoritas dalam kamar bedah adalah perawat instrumen dengan wewenang:
- Memperingatkan setiap pelanggar ketentuan yang berlaku, tanpa pandang bulu.
- Mengatur dan menjaga kesuci-hamaan daerah-daerah dalam kamar operasi.
- Menentukan kegiatan kerja para perawat kamar operasi.
- Menjamin urut-urutan tindakan dan jadwal pembedahan.
k) Sebagai partner konsultannya adalah :
- Ahli bedah
- Ahli anestesi
l) Setiap orang dalam kamar bedah harus menyadari, bahwa kamar bedah bukanlah
tempat biasa, dimana dapat bertindak sebebas-bebasnya baik dalam bergerak, berbuat
maupun berbicara.
m) Tata Tertib
1) Jam dinas :
Shift pagi datang pukul 07.00 pulang pukul 14.00
Shift sore datang pukul 14.00 pulang pukul 21.00
Shift malam datang pukul 21.00 pulang pukul 07.00
2) Pakaian kerja PDH sesuai ketentuan Rumah sakit
3) Pakaian Kerja khusus operasi setiap hari ganti
4) Perilaku dan kegiatan petugas berdasarkan prinsip septic aseptic
5) Semua tindakan berpedoman pada Prosedur tetap yang berlaku dikamar operasi
6) Ijin tidak masuk dilakukan secara tertulis, kecuali urgen dapat melalui telepon
7) Permintaan cuti melalui kepala keperawatan IBS.
3. Etika selama berlangsungnya pembedahan :
a. Ahli Bedah dan asisten harus menghormati perawat instrumen dan barulah
memulai pembedahan bila perawat instrumen telah siap melayaninya.
b. Sebaliknya, perawat instrumen wajib memenuhi permintaan ahli bedah akan
kebutuhan pembedahan.
Catatan : umumnya asisten bedah-1, sampai batas tertentu tetap tunduk pada ahli
bedah.
c. Ahli bedah maupun asisten bedah tidak dianjurkan untuk mengambil sendiri
instrumen bedah dari meja instrumen, harus selalu meminta kepada perawat
instrumen.
d. Ahli bedah wajib memberi informasi kepada perawat tentang langkah-langkah
dalam pembedahan yang dilakukannya.
e. Ahli anestesi wajib memberitahu ahli bedah dan perawat tentang setiap
perubahan keadaan penderita atau posisi.
f. Perawat pembantu (omloop) wajib tetap berada dalam kamar bedah dalam
daerah Aseptik-2 selama berlangsungnya pembedahan.
g. Semua yang bekerja dikamar bedah harus menyadari bahwa: Membaca Koran ,
tiduran, duduk dilantai dan sholat serta membawa peralatan diluar kebutuhan
operasi tidak dibenarkan.
h. Perawat instrumen bertanggung jawab akan kelancaran jalannya alat-alat
pembantu pembedahan : Diathermi, pompa hisap, pipa-pipa alat-alat bedah, dan
sebagainya.
i. Ahli bedah bertanggung jawab akan kelancaran jalannya pembedahan dari segi
teknik pembedahannya, ahli anestesi bertanggung jawab akan kelancaran
pembiusan.
4. Etika setelah selesai pembedahan :
a. Perawat instrumen bertanggung jawab akan luka operasi dan penutupan luka
harus dilakukan berdasarkan teknik asepsis.
b. Perawat pembantu (omploop) bertanggung jawab akan pemindahan penderita
keluar kamar bedah.
c. Ahli bedah wajib mengisi dan melengkapi buku laporan pembedahan yang
tersedia dan dichek oleh perawat instrumen.
d. Semua orang yang ada dalam kamar bedah saat itu wajib menjamin kelancaran
jalannya pergantian pembedahan, dari ronde yang satu ke ronde berikutnya, juga
pembersihan kamar dan alat-alat.
e. Kamar operasi harus siap dahulu sebelum penderita untuk pembedahan
berikutnya boleh dimasukkan. Pengawasan dilakukan oleh perawat instrumen.
4) Tata Laksana Pasien
Persiapan penderita sebelum pembedahan sudah dimulai di ruangan, untuk ini, maka
dokter ruangan dan perawat ruangan bertanggung jawab agar penderita waktu memasuki
kamar operasi harus sudah memenuhi syarat-syarat pembedahan yang akan dialaminya itu
(premedikasi, mandi, obat-obatan, cairan infus). Pada waktu memasuki kamar operasi, maka
sebaiknya penderita memakai pakaian khusus rumah sakit, jadi bukan pakaian rumah yang
dipakai sehari-hari.
a. Ruang Terima
Paien dilakukan timbang terima sesuai dengan . Diambil / di cek.informed Consent dan
dilakukan dilakukan pemeriksaan fisik.
b. Informed Consent
Semua tindakan pembedahan di Kamar Operasi harus ada infomed concent secara
tertulis dan tidak tertulis sesuai kebijakan RS tentang Informed Consent
Bila diperlukan tindakan medis di Kamar Operasi sesuai dengan daftar diatas maka
pasien atau keluarga menandatangani formulir Persetujuan Tindakan Medis
c. Ruang tunggu pasien
Selanjutnya pasien dibawa ke ruang tunggu, menunggu giliran operasi. Di ruang
tunggu pasien dilakukan premedikasi dan secara periodik dilakukan pemeriksaan Tanda
Tanda Vital.
Urut-urutan tindakan terhadap penderita setelah masuk kamar bedah :
a. Dipindahkan ke meja pembedahan untuk dilakukan :
Pemasangan infus
Pemasangan pengikat tangan dan tungkai
Daerah rambut kepala ditutup
Di check, apakah daerah pembedahan yang berambut sudah dipersiapkan (dicukur
dan dicuci antiseptik) daerah dada dibebaskan atau dilonggarkan.
b. Dilakukan pembiusan
Setelah dibius, barulah dilakukan penempatan posisi pembedahan. Akan letak/posisi
penderita harus ditanyakan pada ahli bedah bila memang belum jelas. Untuk
memposisikan dengan aman sesuai prosedur.
c. Desinfeksi dari lapangan pembedahan
Dapat dilakukan oleh ahli bedah / asistennya sesuai prosedur
Dapat pula dilaksanakan oleh perawat sirkulasi (omloop), dengan menggunakan
klem-desinfeksi panjang yang steril, tanpa menyentuh daerah pembedahan dengan
tangannya.
d. Kulit Penderita
Tindakan untuk mengamankan kulit penderita yang dianggap sebagai sumber infeksi
disebut siap-bedah (surgical prep), yang terdiri dari :
Pencukuran kulit (yang berambut)
Karena rambut dianggap sebagai penunjang pertumbuhan kuman, maka semua
daerah tempat sayatan bedah yang ada rambutnya perlu dicukur terlebih dahulu.
Pencukuran dapat dilakukan di bangsal sebelum hari pembedahan atau sesaat sebelum
pembedahan di kompleks ruangan pembedahan. Dianjurkan agar memakai pisau
cukur yang disposable atau bersih.
Larutan antiseptic
Larutan antiseptik dipakai untuk melakukan desinfeksi kulit daerah lapangan
pembedahan. Banyak tersedia larutan antiseptik standar dimana untuk masing-masing
unit harus disediakan secara sama dan seragam.Cara melakukan desinfeksi dapat
dilihat pada gambar 14, dan desinfeksi dapat dilaksanakan oleh perawat bedah, tidak
harus oleh ahli bedah sendiri.Pelaksanaan desinfeksi adalah setelah penderita diberi
pembiusan.
Terdapat macam-macam obat yang dapat dipakai untuk maksud ini, yang daya
kerjanya harus :
Menghapus lemak dan kotoran kulit
Membasmi kuman-kuman yang melekat di kulit
Membilas kulit dari obat yang dapat merusak kulit tersebut
Bahan standar yang umumnya masih dipakai adalah :
Clorhexidine gluconase 7,5%, sebagai penghapus lemak/kotoran
Larutan jodium
Alkohol 70% sebagai pembilas
Pada saat ini banyak terdapat larutan-larutan lain yang dapat digunakan untuk
desinfeksi. Obat atau larutan yang digunakan sesuai kebijakan yang disepakati oleh
bagian kamar operasi yang bersangkutan.
Cara melakukan desinfeksi :
Menggunakan klem desinfeksi yang steril, mengambil bola kasa steril, dibasahi
dengan larutan desinfektans.
Dioleskan pada kulit lapangan pembedahan dari tengah, berputar melebar makin
meluas (dari pusat keluar), berhenti sampai selebar/seluas yang dibutuhkan.
Ganti dengan bola kasa baru.
Untuk tiap macam obat desinfektans, diperlukan sedikitnya dua kali olesan.
Persiapan lapangan pembedahan dipersempit dengan kain penutup.
Dilaksanakan dengan dipimpin ahli bedah oleh tim pembedahan dengan sudah
menempuh prosedur drapping
Penutupan lapangan pembedahan (draping) sesuai prosedur.
Penutupan lapangan pembedahan atau cara untuk mempersempit lapangan
pembedahan dapat dilakukan dengan kain linen yang steril (duk) atau bahan
kertas sintetik.
Tujuan dari mempersempit lapangan pembedahan adalah membuat barrier atau
perbatasan terhadap kontaminasi.
Batas dari lapangan pembedahan kemudian difiksasi dengan :
Klem duk : 4 buah klem penjepit agar keempat sisi kain membatasi lapangan
pembedahan.
Duk yang berlubang
Memakai foli plastik yang melekat pada kulit
Menggunakan duk khusus untuk bagian tubuh tertentu Alat-alat pembantu
pembedahan : pipa hisap dan kabel diathermi dan lain-lain serta meja instrumen
diletakkan disekitar lapangan pembedahan, dan pasien SIAP untuk dibedah,
setelah minta persetujuan dari ahli anestesi.
Pembedahan
Yang perlu diperhatikan waktu ini adalah pemantauan tanda tanda vital harus
ketat sehingga segera diketahui adanya penutunan fungsi vital. Keseimbangan
cairan masuk dan keluar juga tidak boleh dikesampingkan, juga keamanan posisi
pasien selama pembedahan apakah berpotensi injury. Perawat instruementator
harus selalu memperhatikan setiap peralatan yang dipakai sehingga cepat, tepat
dan aman untuk proses pembedahan.
Penutupan luka
Dilakukan sesuai prosedur penutupan luka.
5) Tata Laksana Administrasi
a. Calon pasien yang terdaftar pada papan acara dipindahkan ke papan acara harian dilantai
III untuk dilakukan pembagian kerja.
b. Pembagian kerja didasarkan pada program orientasi, prigram pengembangan staf
sehingga pada akhirnya semua staf perawat Kamar Operasi mempunyai kemampuan
asistensi dan instrumentasi yang merata.
c. Dilakukan verivikasi administrasi pasien sebelum dilakukan pembedahan:
Informed consent
Pemeriksaan penunjang
Alat dan bahan habis pakai yang dibawa pasien dari ruangan.
d. Pencatatan dan pelaporan di buku bedah secara lengkap, meliputi data pasien, tindakan,
tarip dll sesuai buku register.
e. Pengisisan formulir tindakan, pemeriksaan PA.
f. Penjelasan dan penyelesaian administrasi dan keuangan dengan pasien dan keluarga.
6) Personil Yang Bekerja Di Kamar Bedah
a. Operator Bedah
Yaitu dokter ahli bedah atau dokter obsgyn
b. Asisten Bedah:
Dilaksanakan oleh perawat kamar bedah. Yaitu perawat yang dinilai memenuhi
kualifikasi mencapai tahapan asisten bedah.
c. Instrumentator:
Yaitu perawat kamar bedah yang telah mengikuti minimal pendidikan dasar kamar bedah
dan akan terus meningkatkan kualifikasi. Bertugas menyediakan semua keperluan
pembedahan pra intra dan pasca pembedahan dan melakukan proses instrumentasi
d. Perawat Sirkulasi (Omloop)
Yaitu perawat kamar bedah diluar tim inti (Operator, Asisten dan Instruemntator) yang
bertugas memenuhi kebutuhan peralatan tambahan dan mengatur jalannya operasi agar
lancar.
e. Ahli Anestesi
f. Penata/Perawat anestesi.
Yaitu perawat ahli atau terdidik dibidang anestesi
g. Pelaksana penunjang
Yaitu petugas non medis yang bekerja dikamar bedah dan telah mendapat pendidikan
sebagai tenaga penunjang dikamar bedah
7) ALUR DI KAMAR BEDAH
a. Alur Pasien
Pasien masuk kamar timbang terima dan dipindahkan ke brankart dalam lalu di bawa
ke ruang tunggu lalu masuk OK setelah selesai tindakan pasien di kirim ke ruang pulih
sadar melalui alur yang sama seperti pasien masuk dan pasien dipindahkan ke brankart
luar sebelum ke luar OK
b. Alur Petugas
Petugas masuk ke ruang ganti, lalu masuk ke ruang senipublik dg sudah
menggunakan sendal OK. Petugas ke luar OK melalui alur masuk kecuali untuk ke
pentingan emergensi dapat melalui alur pasien setelah memakai jas khusus dan melepas
sendal OK.
c. Alur barang steril
Barang steril dari CSSD ditempatkan pada wadah bersih dan tertutup rapat kemudian
di kirim ke ibs melalui alur pasien. Sampai di Kamar Bedah di pindahkan ke alat
pengangkut khusus dalam OK dan di bawa ke ruang penyimpanan yang kemudian di
distribusikan ke masing masing OK sesuai kebutuhan.
d. Alur barang terkontaminasi dan sampah
Tenun
Pastikan tidak ada alat operasi yang menempel pada tenun yang telah terkontaminasi.
Masukkan tenun dalam sarung mayo, lalu bawa tenun, ke tempat perendaman dengan
alur yang kotor dalam wadah yang tertutup rapat dan diletakkan pda tempat yang
telah disepoakati lalu di bawa oleh petugas laundri mudian dikelola oleh bagian
laundry RS.
Alat Operasi
Peralatan yang telah dipakai untuk pembedahan, direndam dengan cairan antiseptik
selama minimal 10 menit lalu dibawa ke ruang cuci untuk dilakukan pembersihan
sesuai Protap. Alat dicuci/dibilas dg air kran yang mengalir lalu dikeringkan dan diset.
Alat yang telah diset dimasukkan kedalam wadah yang bersih dan tertutup rapat dan
dibawa ke bagian CSSD oleh petugas KamarOperasi. Alur yang digunakan sama
dengan alur pasien
Sampah Infeksius
Bahan habis pakai terkontaminasi sudah dalam wadah kantong sampah infeksius
berwarna kuning, lalu dikat rapat dikeluarkan sesuai alur kotor dan diletakkan pda
tempat yang telah disepoakati lalu di bawa oleh petugas IPS ketempat pengelolaan
limbah infeksius. Dan dikelola oleh petugas IPS
e. Utilitas Kamar Bedah
Dihitung dengan menggunakan data Jam Penggunaan Kamar Operasi. Dibandingkan
dengan kapasitas pemakaian kamar Operasi. Kapasitas pemakaian OK adalah : jam Kerja
PNS yaitu rata-rata 7 jam setiap harinya. Jika Hitungan didasarkan pada jam Pemakaian
OK menunjukkan Jenis Operasi yang dilakukan atau Kualitas Pemakaian OK
f. Waktu Tunggu Pasien
Waktu tunggu pasien yang dimaksud adalah lamanya waktu tunggu pasien sejak masuk
rumah sakit sampai hari dilakukannya pembedahan pertama maupun pembedahan
lanjutan ataupun operasi ulangan pada pasien yang sama.