kebebasan pengumuman hasil hitung cepat (quick...

81
KEBEBASAN PENGUMUMAN HASIL HITUNG CEPAT (QUICK COUNT) SEBAGAI BENTUK PENGAWASAN DAN PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PENYELENGGARAAN PEMILU (Analisis Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 24/PUU-XII/2014) Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (SH) Oleh : Ahmad Ilham Adha 1110048000069 KONSENTRASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA P R O G R A M S T U D I I L M U H U K U M FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH J A K A R T A 1438H/2017M

Upload: leanh

Post on 05-Mar-2019

236 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: KEBEBASAN PENGUMUMAN HASIL HITUNG CEPAT (QUICK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41525/1/AHMAD... · kebebasan pengumuman hasil hitung cepat (quick count) sebagai

KEBEBASAN PENGUMUMAN HASIL HITUNG CEPAT (QUICK COUNT)

SEBAGAI BENTUK PENGAWASAN DAN PARTISIPASI MASYARAKAT

DALAM PENYELENGGARAAN PEMILU

(Analisis Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 24/PUU-XII/2014)

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Hukum (SH)

Oleh :

Ahmad Ilham Adha

1110048000069

KONSENTRASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA

P R O G R A M S T U D I I L M U H U K U M

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

J A K A R T A

1438H/2017M

Page 2: KEBEBASAN PENGUMUMAN HASIL HITUNG CEPAT (QUICK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41525/1/AHMAD... · kebebasan pengumuman hasil hitung cepat (quick count) sebagai
Page 3: KEBEBASAN PENGUMUMAN HASIL HITUNG CEPAT (QUICK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41525/1/AHMAD... · kebebasan pengumuman hasil hitung cepat (quick count) sebagai
Page 4: KEBEBASAN PENGUMUMAN HASIL HITUNG CEPAT (QUICK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41525/1/AHMAD... · kebebasan pengumuman hasil hitung cepat (quick count) sebagai

iii

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah

satu syarat memperoleh gelar strata satu (S1) di Universitas Islam Negeri (UIN)

Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan

sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif

Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti hasil saya ini bukan hasil karya asli saya atau

merupakan hasil jiplakan orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang

berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, Juli 2017

Ahmad Ilham Adha

Page 5: KEBEBASAN PENGUMUMAN HASIL HITUNG CEPAT (QUICK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41525/1/AHMAD... · kebebasan pengumuman hasil hitung cepat (quick count) sebagai

iv

ABSTRAK

Ahmad Ilham Adha. 1110048000069. KEBEBASAN PENGUMUMAN

HASIL HITUNG CEPAT (QUICK COUNT) SEBAGAI BENTUK

PENGAWASAN DAN PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM

PENYELENGGGARAAN PEMILU (Analisis Putusan Mahkamah Konstitusi

Nomor 24/PUU-XII/2014). Program Studi Ilmu Hukum Konsentrasi Hukum

Kelembagaan Negara, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri

Syarif Hidayatullah Jakarta, 1438H/2017 M. xi + 70 halaman.

Studi ini bertujuan untuk mengetahui hasil hitung cepat (quick count)

ditinjau dari prinsip partisipasi masyarakat dalam pemilihan umum serta untuk

mengetahui apakah putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 24/PUU-XII/2014

berkontribusi memperbaiki partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan

pemilihan umum.

Metode penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah penelitian

normatif dengan pendekatan perundang-undangan (statue approach) dan

pendekatan konsep (conceptual approach), sedangkan sumber data yang

digunakan adalah sumber data primer (Undang-Undang dan Putusan MK) dan

sumber data sekunder (buku-buku referensi) yang dikumpulkan melalui studi

kepustakaan (library research).

Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa pengumuman hasil hitung cepat

(quick count) pemilu sejalan dengan prinsip Hak Asasi Manusia yang mendukung

jaminan kebebasan hak sipil dan politik serta kebolehan hitung cepat (quick

count) sejalan dengan prinsip partisipasi politik warga Negara dalam bentuk

keterlibatan sipil (civil engagement).

Kata Kunci: Pemilihan Umum, Partisipasi Masyarakat, Quick Count

Pembimbing: 1. Prof. Dr. A. Salman Maggalatung, SH, MH.

2. Ismail Hasani, SH, MH.

Daftar pustaka: 1986 sampai 2016

Page 6: KEBEBASAN PENGUMUMAN HASIL HITUNG CEPAT (QUICK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41525/1/AHMAD... · kebebasan pengumuman hasil hitung cepat (quick count) sebagai

v

KATA PENGANTAR

بسم ميحرلا نمحرلا هللا

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT Yang Maha Pengasih dan

Penyayang dengan limpahan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan

skripsi ini. Shalawat serta salam tidak lupa penulis haturkan pula kepada

junjungan kita Nabi Muhammad SAW, yang telah membawa umat manusia dari

zaman jahiliyah ke zaman yang terang benderang ini.

Skripsi ini disusun untuk memenuhi persyaratan dalam meraih gelar Sarjana

Hukum (SH) pada Konsentrasi Hukum Kelembagaan Negara, Universitas Islam

Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Dalam penyusunan skripsi ini penulis masih

merasa jauh dari kesempurnaan, mengingat keterbatasan ilmu pengetahuan dan

pengalaman yang penulis miliki dan dengan bantuan dan bimbingan dari semua

pihak yang dengan sabar berusaha meluangkan waktu untuk memberikan

pengarahan dan bimbingan yang akhirnya penulisan skripsi ini dapat terselesaikan

dengan baik.

Sebagai ungkapan rasa syukur, penulis tidak lupa menyampaikan terima

kasih yang sebesar – besarnya kepada yang terhormat :

1. Dr. Asep Saepudin Jahar, MA., Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta, beserta para wadek.

Page 7: KEBEBASAN PENGUMUMAN HASIL HITUNG CEPAT (QUICK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41525/1/AHMAD... · kebebasan pengumuman hasil hitung cepat (quick count) sebagai

vi

2. Dr. Asep Syarifuddin Hidayat, SH, MH. Ketua Program Studi Ilmu Hukum

dan Drs. Abu Tamrin, SH, M.Hum., Sekretaris Program Studi Ilmu Hukum

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Prof. Dr. A. Salman Maggalatung, SH, MH., Dosen Pembimbing I dan

Ismail Hasani SH, MH., Dosen Pembimbing II yang telah bersedia

memberikan saran, kritik, bantuan, dan arahan dalam penyusunan skripsi ini.

4. Drs. Abu Tamrin, SH, M.Hum, Dosen Penguji I dan Irfan Khairul Umam,

S.H.I, L.L.M. Dosen Penguji II yang telah bersedia menguji dan membantu

saya dalam pelaksanaan sidang skripsi ini.

5. Dosen-dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

yang telah memberikan ilmu pengetahuan selama proses perkuliahan

berlangsung.

6. Ayahanda tercinta Drs. Sulaiman Angkotasan, M.Si dan Ibunda tersayang

Emmy Paparang yang telah membesarkan, mendidik, memotivasi dan selalu

mengirimkan doa serta mencurahkan kasih sayangnya kepada penulis.

Semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan rahmat dan ridho-Nya kepada

keduanya.

7. Tanteku tercinta Anisa Paparang yang telah membesarkan, mendidik,

memotivasi dan selalu mengirimkan doa serta mencurahkan kasih

sayangnya kepada penulis.

8. Adik-adik tersayang Muhammad Maulana, Namira Sabillah dan Anisa

Fadilah yang selalu senantiasa mendoakan dan memberikan dukungan serta

semangat kepada penulis.

Page 8: KEBEBASAN PENGUMUMAN HASIL HITUNG CEPAT (QUICK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41525/1/AHMAD... · kebebasan pengumuman hasil hitung cepat (quick count) sebagai

vii

9. Kekasih ku tercinta, Lintang Surya Lestari yang selalu memberikanku

semangat, dukungan, dan tak pernah lupa mengingatkanku untuk terus

belajar, menjaga kesehatan dan tidak lupa shalat.

10. Sahabat-sahabat seperjuangan semasa kuliah Mustafa, Yulita , Caesal,

Syamsul, Iqrom, dan Tanti terima kasih untuk kebersamaannya dalam suka

maupun duka selama menyelesaikan skripsi dan studi Ilmu Hukum.

11. Sahabat-sahabat terbaik sedari Sd, Imam, Lintang, Fahmi, Fikri, Andri,

Novan, Ichsan, Yossi, dan Pandu yang telah turut menghibur penulis dalam

masa-masa sulit dan penulisan skripsi ini.

12. Sahabat-sahabat terbaik sedari SMA, Reza, Jili, Tri, Tyrsa, Intan, Ario, dan

Sitta yang telah turut menghibur penulis dalam masa-masa sulit dalam

penulisan skripsi ini.

13. Teman Seperjuangan Ilmu Hukum B dan Kelembagaan Negara, Jentel,

Mona, Faisal, Ilham, Galuh, Dian, Sarah, Masyhud terima kasih dalam

kebersamaannya dalam studi Ilmu Hukum.

14. Junior Ilmu Hukum Terbaik, Waldan, Fanny, Juli, Lisan , Sri, Iqbal, Musa,

Rhomi, Falah, Ryan, Kandiaz, Raden, Nasrullah, Wulida, Hafizd, Eddy,

terima kasih kebersamaannya dalam Ilmu Hukum.

15. Teman-teman Ilmu Hukum B, Kelembagaan Negara, HMI Komfaksy,

Serigala, Chikamplonk, Badminton 275, Futsal IH Legend, Remi Gaplek,

Julan 79 dan We are Family Terima kasih banyak atas segala kebersamaan

dan waktu yang telah kalian berikan kepada penulis selama ini

Page 9: KEBEBASAN PENGUMUMAN HASIL HITUNG CEPAT (QUICK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41525/1/AHMAD... · kebebasan pengumuman hasil hitung cepat (quick count) sebagai

viii

16. Kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan

penelitian skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Semoga

Allah SWT memberikan berkah dan karunia-Nya serta membalas

kebaikannya (Amin).

Penulis mengucapkan terima kasih dan permohonan maaf apabila terdapat

kata-kata di dalam penulisan ini yang kurang berkenan bagi pihak-pihak tertentu.

Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat dan dapat dijadikan rujukan

penyusunan skripsi selanjutnya.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Jakarta, Juli 2017

Penulis

Page 10: KEBEBASAN PENGUMUMAN HASIL HITUNG CEPAT (QUICK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41525/1/AHMAD... · kebebasan pengumuman hasil hitung cepat (quick count) sebagai

x

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................................................................ i

PERSETUJUAN PEMBIMBING .......................................................................................... ii

LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI ................................................................................... iii

LEMBAR PERNYATAAN ..................................................................................................... iv

ABSTRAK ................................................................................................................................ v

KATA PENGANTAR .............................................................................................................. vi

DAFTAR ISI............................................................................................................................. x

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ............................................................................................ 1

B. Pembatasan dan Rumusan Masalah........................................................................... 7

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian .................................................................................. 8

D. Tinjauan (Review) Studi Terdahulu .......................................................................... 10

E. Metode Penelitian ...................................................................................................... 11

F. Sistematika Penulisan ................................................................................................ 14

BAB II SISTEM PENYELENGGARAAN PEMILU DI INDONESIA

A. Pemilu di Indonesia ................................................................................................... 16

B. Asas Penyelenggaraan Pemilu ................................................................................... 22

C. Partisipasi Masyarakat dalam Pemilu ........................................................................ 25

1. Partisipasi Warga Negara dalam Pelaksanaan Hak Politik ................................... 27

2. Partisipasi Warga Negara dalam Pemantauan Pemilu .......................................... 29

3. Partisipasi Warga Negara dalam Sosialisasi, Penelitian, Survey, dan Penghitungan

Cepat Pemilu ......................................................................................................... 33

Page 11: KEBEBASAN PENGUMUMAN HASIL HITUNG CEPAT (QUICK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41525/1/AHMAD... · kebebasan pengumuman hasil hitung cepat (quick count) sebagai

xi

BAB III IMPLEMENTASI HITUNG CEPAT ( QUICK COUNT ) DALAM PEMILU DI

INDONESIA

A. Pengertian Hitung Cepat (Quick Count) ..................................................................36

B. Implementasi Pelaksanaan Hitung Cepat (Quick Count) dalam Pemilu ..................41

BAB IV ANALISIS TERHADAP PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR

24/PUU-XII/2014

A. Pihak Terkait dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 24/PUU-XII/2014

.................................................................................................................................47

B. Legal Standing Pemohon Pengujian Undang-Undang (Judicial Review) ..........48

C. Amar Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 24/PUU-XII/2014 .......................51

D. Analisis Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 24/PUU-XII/2104 ...................52

1. Hitung Cepat Hasil Pemilu Sebagai Hak Asasi dan Partisipasi Masyarakat

dalam Pemilu ..................................................................................................52

2. Kontribusi Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 24/PUU-XII/2014 Terhadap

Partisipasi Masyarakat dalam Pemilu ............................................................58

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan .........................................................................................................64

B. Saran ....................................................................................................................65

DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................................66

LAMPIRAN

Page 12: KEBEBASAN PENGUMUMAN HASIL HITUNG CEPAT (QUICK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41525/1/AHMAD... · kebebasan pengumuman hasil hitung cepat (quick count) sebagai

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Mengawali suatu pembahasan, perlu kita ketahui aspek dalam sistem

pemilihan umum yaitu seperangkat unsur yang teratur saling berkaitan sehingga

membentuk suatu totalitas.1 Oleh karena itu pemilihan umum diartikan sebagai

proses, cara yang dilakukan memilih yang dilakukan serentak oleh seluruh rakyat

suatu negara2. Selanjutnya pemilihan umum atau pemilu menurut Ali Soetopo,

pemilu adalah sarana yang tersedia bagi rakyat untuk menjalankan kedaulatannya

dan merupakan lembaga demokrasi.3

Pemilihan Umum tahun 1955 adalah pemilihan umum pertama di Indonesia

setelah kemerdekaan tahun 1945. Dalam hal ini pemilu sebagai sarana

pelaksanaan kedaulatan rakyat yang dapat ditelusuri dari sejarah NKRI, yaitu

zaman orde lama, orde baru dan era reformasi. Inilah tonggak pertama masyarakat

Indonesia mengenal tentang demokrasi dalam haknya memilih wakilnya di

parlemen.4

Keterlambatan penyelenggaraan Pemilu pertama kali di Indonesia

disebabkan situasi keamanan yang belum kondusif, kabinet yang penuh friksi, dan

1Khairul Fahmi, Pemilihan Umum dan Kedaulatan Rakyat, (Jakarta: Rajawali Pers, 2012),

h.51

2Kamus Besar Bahasa Indonesia (Edisi ketiga), (Jakarta: Pusat Bahasa Departemen

Pendidikan Nasional, Balai Pustaka, 2005), h.874.

3Ali Soetopo, Strategi Pembangunan Nasional, CSIS, 1981, h. 179-190.

4Bintan R. Saragih, Lembaga-Lembaga Perwakilan dan Pemilihan Umum di

Indonesia,(Jakarta: Gaya Media Pratama, 1988), h.167.

Page 13: KEBEBASAN PENGUMUMAN HASIL HITUNG CEPAT (QUICK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41525/1/AHMAD... · kebebasan pengumuman hasil hitung cepat (quick count) sebagai

2

gagalnya pemerintahan baru menyiapkan perangkat Undang-Undang Pemilu

membuat pemungutan suara baru bisa dilaksanakan 10 tahun setelah

kemerdekaan.5Yang memang terlaksana melalui Undang-Undang Sementara

1950, sebenarnya keinginan melaksanakan pemilihan umum bisa dilihat pada ayat

(1) Aturan Tambahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1945 sebelum amandemen yang menyatakan : “dalam enam bulan sesudah

berakhirnya peperangan Asia Timur Raya, Presiden Indonesia mengatur dan

menyelenggarakan segala hal yang ditetapkan Undang-undang Dasar ini” yang

dimaksud adalah pemilihan umum.6

Pada proses perjalanannya demokrasi di Indonesia mencapai ketitik

puncaknya pada Pemilu tahun 1999 pasca tumbangnya rezim orde baru yang

mulai memasuki sistem pemilihan umum yang berkedaulatan rakyat dalam

Negara Hukum Indonesia yang memang pergantian presiden ke-2 yaitu Soeharto

yang digantikan B.J Habibie sebagai presiden ke-3 sebagai tolak ukur menandai

peran rakyat sebagai bagian dari demokrasi di indonesia .7

Pada penyelenggaraan Pemilu Tahun 2004 adalah bukti dimana rakyat ikut

andil di dalamnya, yang dimana Indonesia menciptakan sebuah sejarah baru

dalam sistem demokrasi di Indonesia dan dalam upaya mewujudkan partisispasi

masyarakat dalam penyelenggaraan, bahwa orang sipil berhak mengemukakan

suara baik dalam pandangan, sistem usulan atau partisipasinya dalam Pemilu yang

5Bintan R. Saragih, Lembaga-Lembaga Perwakilan dan Pemilihan Umum di Indonesia,

h.48.

6Sodikin, Hukum Pemilu : Pemilu Sebagai Praktek Ketatanegaraan,(Bekasi: Gramata

Publishing,2014), h.46.

7 Abdul Rozak Ubaidillah, Civic Education: Demokrasi, Hak Asasi Manusia dan

Masyarakat Madani ,(Jakarta: Kencana, 2010), h.50.

Page 14: KEBEBASAN PENGUMUMAN HASIL HITUNG CEPAT (QUICK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41525/1/AHMAD... · kebebasan pengumuman hasil hitung cepat (quick count) sebagai

3

ditandai oleh Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden secara langsung untuk

pertama kali sejak kemerdekaan Indonesia.8

Menurut Pasal 1 butir 1 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 Tentang

Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan

Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, dijelaskan bahwa pemilihan

umum (Pemilu) adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat yang

diselenggarakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil dalam

Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-undang

Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Di Indonesia, Pemilu secara

umum diatur dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1945 dalam Pasal 22E yang kemudian menjadi pedoman dalam penyelenggaraan

Pemilu di Indonesia, sebagai berikut :

1. Pemilihan Umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur,

dan adil setiap lima tahun sekali.

2. Pemilihan Umum diselenggarakan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan

Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah,

Presiden dan Wakil Presiden.

3. Peserta pemilihan umum untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat

dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah partai politik.

4. Peserta pemilihan umum untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Daerah

adalah perseorangan.

8Khairul Fahmi,Pemilihan Umum dan Kedaulatan Rakyat, h.157-162

Page 15: KEBEBASAN PENGUMUMAN HASIL HITUNG CEPAT (QUICK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41525/1/AHMAD... · kebebasan pengumuman hasil hitung cepat (quick count) sebagai

4

5. Pemilihan umum diselengggarakan oleh suatu komisi pemilihan umum yang

bersifat nasional, tetap dan mandiri.

6. Ketentuan lebih lanjut tentang pemilihan umum diatur dengan undang-

undang.

Asas pengawasan dan asas kebebasan berpendapat sangatlah penting

sebagai dasar penyelenggaraan pemilihan umum yang menyertakan demokrasi,

dimana menurut M. Manullang pengawasan adalah suatu proses untuk

menetapkan suatu pekerjaan apa yang sudah dilaksanakan, menilainya dan

mengoreksi bila perlu dengan maksud supaya pelaksanaan pekerjaan sesuai

dengan rencana semula.9Dengan kata lain, hasil pengawasan harus dapat

menunjukkan sampai dimana terdapat kecocokan atau ketidakcocokan serta

mengevaluasi sebab-sebabnya.

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dalam

mewujudkan kebebasan yang bertanggung jawab sebagai salah satu pelaksanaan

hak asasi manusia sesuai dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945 serta mewujudkan iklim yang kondusif bagi

perkembangan partisipasi dan kualitas setiap warga negara sebagai perwujudan

hak dan tanggung jawab dalam kehidupan berdemokrasi sebagai suatu asas yang

timbul dalam diri masyarakat dalam upaya pengawasan. Maka dari itu guna

tercipta dan terwujudnya Pemilu yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan

adil setiap lima tahun sekali sesuai Pasal 22E Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945.

9 M. Manullang,Dasar-Dasar Manajemen, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1995), h.18.

Page 16: KEBEBASAN PENGUMUMAN HASIL HITUNG CEPAT (QUICK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41525/1/AHMAD... · kebebasan pengumuman hasil hitung cepat (quick count) sebagai

5

Quick count telah diterapkan di Indonesia sejak 1997 oleh LP3ES (Lembaga

Pelatihan, Penelitian, Penerangan, Ekonomi dan Sosial) pada Pemilu terakhir

rezim Soeharto yang dilakukan secara diam-diam bekerjasama dengan salah satu

kekuatan politik. Quick count ini cukup berhasil, dengan satu hari setelah

pelaksanaan pemilu LP3ES mampu memprediksi hasil Pemilu di DKI Jakarta

persis sebagaimana hasil perhitungan suara oleh LPU (Lembaga Pemilihan

Umum), tetapi karena pertimbangan keamanan dan politik, hasil tersebut tidak

diumumkan pada masyarakat pada Pemilu 1999, LP3ES melalui quick count

berhasil dalam memprediksi secara tepat urutan partai dan persentase suaranya di

Propinsi NTB dan Pulau Jawa.10

Selanjutnya pada Pemilu 2004, LP3ES kembali membuat quick count

bekerjasama dengan National Democratic Institute for International Affairs,

lembaga internasional dari Amerika yang sudah terbiasa dengan penghitungan

cepat. LP3ES-NDI secara akurat berhasil memprediksi pemenang Pemilu dan

komposisi pemenang Pemilu dari urutan 1 sampai 24.11

Penyelenggaraan Pemilu Tahun 2014 setidaknya terdapat beberapa lembaga

survei yang melakukan hitung cepat hasil Pemilu, yaitu Litbang Kompas, Radio

Republik Indonesia (RRI), Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC),

CSIS-Cyrus, Lingkaran Survei Indonesia (LSI), Indikator Politik Indonesia (IPI),

Poltracking Institute dan Populi Center.12

10

Khairul Fahmi, Pemilihan Umum dan Kedaulatan Rakyat, h.139.

11Kismiantini, disampaikan dalam makalah “Pengumpulan Data Dengan Quick Count Dan

Exit Poll”, (Yogyakarta : FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta, 2007), h.2.

12Buku Data dan Infografik Pemilu Presiden dan Wakil Presiden 2014,(Jakarta:Komisi

Pemilihan Umum,2014), h.143.

Page 17: KEBEBASAN PENGUMUMAN HASIL HITUNG CEPAT (QUICK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41525/1/AHMAD... · kebebasan pengumuman hasil hitung cepat (quick count) sebagai

6

Pasal 247 ayat (5) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilu

anggota DPR, DPRD, dan DPD dijelaskan bahwa pengumuman prakiraan hasil

penghitungan cepat Pemilu hanya boleh dilakukan paling cepat 2 (dua) jam

setelah selesai pemungutan suara di wilayah Indonesia bagian barat. Hal tersebut

berarti pengumuman hasil hitung cepat tidak boleh diumumkan pada saat

pemungutan suara masih berlangsung. Hal ini menjadi dasar diajukannya

permohonan Judicial Review terhadap pasal 247 ayat (2), ayat (5), ayat (6), pasal

291 dan pasal 317 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012

tentang Pemilu anggota DPR, DPD, dan DPRD.

Burhanuddin Muhtadi berpendapat bahwa ketentuan-ketentuan tersebut

membatasi dan melanggar hak konstitusional warga Negara Indonesia, khususnya

hak berpendapat dan hak mendapatkan informasi.13

Permohonan tersebut merupakan bentuk perjuangan masyarakat dalam

memperjuangkan hak-hak konstitusionalnya dalam mengawasi Pemilu. Akan

tetapi hitung cepat sebagai bentuk pengawasan Pemilu dianggap dapat

mempengaruhi pemilih. Sehingga hitung cepat sebagai bentuk pengawasan

terhadap Pemilu oleh masyarakat dianggap memiliki muatan politis.14

Sebagai contoh, perbedaan hasil hitung cepat Pemilu Presiden dan Wakil

Presiden diantara lembaga-lembaga yang disebutkan di atas. Ada 8 lembaga yang

memenangkan pasangan nomor urut 2 (Joko Widodo-Muhammad Jusuf Kalla)

dan 4 lembaga yang memenangkan pasangan nomor urut 1 (Prabowo Subianto-

13

Burhanudin Muhtadi, Civil Society dan Demokrasi :Survei Tentang Partisipasi Sosial-

Politik, (Jakarta: INCIS,2003), h.23

14Burhanudin Muhtadi, Civil Society dan Demokrasi , h.24.

Page 18: KEBEBASAN PENGUMUMAN HASIL HITUNG CEPAT (QUICK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41525/1/AHMAD... · kebebasan pengumuman hasil hitung cepat (quick count) sebagai

7

Hatta Rajasa). Hal tersebut sangat mengherankan, karena menurut ketua dewan

etik Persepsi (Perhimpunan Survei Opini Publik Indonesia) hasil perhitungan

cepat (quick count) seharusnya memiliki hasil yang tidak jauh berbeda (asas

koherensi) karena menerapkan standar penelitian yang diakui dalam kaidah

keilmuan.15

Berdasarkan permasalahan tersebut, maka timbul pertanyaan dikalangan

masyarakat terkait independensi lembaga hitung cepat (quick count) yang

seharusnya menjadi wakil dari masyarakat dalam mengawasi penyelenggaraan

pemilu.

Berdasarkan latar belakang diatas maka peneliti tertarik untuk meneliti

tentang Kebebasan Pengumuman Hasil Hitung Cepat (Quick Count) Sebagai

Bentuk Pengawasan dan Partisipasi Masyarakat dalam Penyelenggaraan

Pemilu (Analisis Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 24/PUU-XII/2014).

B. Pembatasan dan Rumusan Masalah

1. Pembatasan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah peneliti uraikan, maka peneliti

membatasi permasalahan yang akan dianalisis dalam skripsi ini yaitu

penerapan hitung cepat (quick count) sebagai bagian dari partisipasi warga

negara dalam praktek pemilihan umum di Indonesia. Batasan tersebut

kemudian akan dikaji terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor

24/PUU-XII/2014.

15

Data dan Infografik Pemilu Presiden, h.143.

Page 19: KEBEBASAN PENGUMUMAN HASIL HITUNG CEPAT (QUICK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41525/1/AHMAD... · kebebasan pengumuman hasil hitung cepat (quick count) sebagai

8

2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, permasalahan

yang akan dibahas dalam penulisan skripsi ini adalah :

a. Apakah pengumuman hasil hitung cepat (quick count) sudah sesuai

dengan pengakuan hak asasi manusia dan prinsip partisipasi masyarakat

dalam pemilu?

b. Apakah Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 24/PUU-XII/2014

berkontribusi memperbaiki partisipasi masyarakat dalam

penyelenggaraan pemilu ?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan permasalahan yang telah dijelaskan, maka tujuan

penulisan penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Untuk mengetahui hasil hitung cepat (quick count) ditinjau dari prinsip

partisipasi masyarakat dalam pemilu

b. Untuk mengetahui putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 24/PUU-

XII/2014 berkontribusi memperbaiki partisipasi masyarakat dalam

pemilu.

2. Manfaat Penelitian

Berawal dari rumusan masalah penelitian yang telah dijelaskan di atas,

ada beberapa manfaat yang ingin penulis peroleh, yaitu :

Page 20: KEBEBASAN PENGUMUMAN HASIL HITUNG CEPAT (QUICK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41525/1/AHMAD... · kebebasan pengumuman hasil hitung cepat (quick count) sebagai

9

a. Manfaat Teoritis

1) Memberikan sumbangan ilmu pengetahuan bagi perkembangan

keilmuan hukum, khususnya pada ranah Hukum Kelembagaan Negara

(Hukum Tata Negara).

2) Untuk lebih memperkaya pemikiran ilmu pengetahuan penulis baik di

bidang hukum maupun di bidang ketatanegaraan.

3) Menjadi sumber referensi baik bagi mahasiswa, akademisi dan

peneliti yang berniat melakukan penelitian hukum pada ranah hukum

kelembagaan Negara, khususnya terkait partisipasi masyarakat dalam

pengawasan penyelenggaraan Pemilu.

4) Melatih penulis dalam membuat karya ilmiah dan menuangkan hasil

pemikirannya kedalam bentuk tulisan.

b. Manfaat Praktis

1) Memberi masukan kepada seluruh stakeholder Pemilu, yakni Partai

Politik, Badan Pengawas Pemilihan Umum, lembaga hitung cepat

(quick count), masyarakat dan akademisi yang terkait dengan

hitung cepat Pemilu (quick count).

2) Menjadi referensi bagi mahasiswa dan masyarakat untuk

mendalami hitung cepat sebagai partisipasi masyarakat dalam

pemilu.

3) Agar penelitian ini menjadi perhatian dan dapat digunakan bagi

semua pihak khususnya yang hidup di lingkungan Hukum Tata

Negara.

Page 21: KEBEBASAN PENGUMUMAN HASIL HITUNG CEPAT (QUICK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41525/1/AHMAD... · kebebasan pengumuman hasil hitung cepat (quick count) sebagai

10

D. Tinjauan (Review) Studi Terdahulu

Setidaknya terdapat tiga penelitian terdahulu yang menjadi pijakan dan

acuan dalam penelusuran dan tinjauan bagi penulis dalam melakukan penelitian

ini. Pertama, skripsi dengan judul “Peran Komisi Pemilihan Umum Daerah

Kabupaten Bantul dalam Meningkatkan Partisipasi Masyarakat dalam Pemilu

Legislatif Tahun 2009” yang disusun oleh Herwin Winardo pada tahun 2011 di

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Skripsi tersebut menjelaskan terkait

peran yang dilakukan oleh KPUD, dalam hal ini KPUD Kabupaten Bantul, dalam

menjalankan tugas dan wewenangnya guna meningkatkan angka partisipasi

pemilih dalam pelaksanaan pemilu legislatif tahun 2009. Berbeda dengan

penelitian yang peneliti susun, dimana dalam penelitian ini maksud dari

partisipasi masyarakat ialah terkait pengawasan terhadap pelaksanaan

penyelenggaraan pemilu dengan cara pengumuman hasil hitung cepat dan

dilakukan berdasarkan studi kasus terhadap permohonan judicial review Undang-

Undang Nomor. 8 Tahun 2012 yang diajukan kepada Mahkamah Konstitusi

(MK).

Kedua, jurnal ilmiah yang dimuat dalam jurnal konstitusi yang diterbitkan

oleh Mahkamah Konstitusi (MK) volume 6 nomor 3 yang disusun oleh Abdul

Wahid dengan judul “Quick Count: Hak Atas Informasi atau Pembohongan

Publik?”. Jurnal tersebut merupakan bagian dari analisis putusan yang

dikeluarkan oleh Mahkamah Konstitusi terkait permohonan yang diajukan oleh

Denny JA dan asosiasi riset opini publik (AROPI) terkait pengumuman hasil

survey (jajak pendapat) pada hari tenang dan hasil quick count (hitung cepat) pada

Page 22: KEBEBASAN PENGUMUMAN HASIL HITUNG CEPAT (QUICK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41525/1/AHMAD... · kebebasan pengumuman hasil hitung cepat (quick count) sebagai

11

hari pemilu. Berbeda dengan skripsi yang penulis susun, dimana dalam skripsi ini

penulis berpatokan terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 24/PUU-

XII/2014 yang terdapat beberapa permohonan pengujian konstitusionalitas pada

pasal 247 ayat (2), ayat (5) dan ayat (6) serta Pasal 291 dan Pasal 291 dan pasal

317 ayat (1) dan ayat (2) dalam putusan ini yang dimohon untuk dilakukan

judicial review oleh MK adalah Undang-Undang Nomor 8 tahun 2012.

Ketiga, skripsi dengan judul “Peran Komisi Pemilihan Umum Daerah

(KPUD) dalam Meningkatkan Partisipasi Politik Masyarakat” (Studi di

Kabupaten Bolaang Monggondow Utara) yang disusun oleh Gito Talibo pada

tahun 2014 di Universitas Sam Ratulangi Manado. Skripsi tersebut menjelaskan

tentang tahapan penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah, Komisi Pemilihan

Umum Bolaang Mongondow Utara dalam melakukan berbagai hal untuk

mengarahkan partisipasi politik masyarakat. Berbeda dengan penelitian yang

penulis susun, dimana dalam penelitian ini maksud dari partisipasi masyarakat

ialah terkait pengawasan terhadap pelaksanaan penyelenggaraan pemilu dengan

cara pengumuman hasil hitung cepat dan dilakukan berdasarkan studi kasus

terhadap permohonan judicial review Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 yang

diajukan kepada Mahkamah Konstitusi (MK).

E. Metode Penelitian

1. Tipe Penelitian

Penelitian merupakan suatu kegiatan ilmiah yang berkaitan dengan

analisis dan konstruksi, yang dilakukan secara metodologis, sistematis dan

konsisten. Sedangkan penelitian hukum merupakan kegiatan ilmiah, yang

Page 23: KEBEBASAN PENGUMUMAN HASIL HITUNG CEPAT (QUICK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41525/1/AHMAD... · kebebasan pengumuman hasil hitung cepat (quick count) sebagai

12

didasarkan pada metode sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan

untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu, dengan jalan

menganalisanya, untuk kemudian mengusahakan suatu pemecahan atas

permasalahan-permasalahan yang timbul dalam gejala yang bersangkutan.16

Metode penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah penelitian

normatif. Penelitian hukum normatif mencakup, penelitian terhadap azas-azas

hukum, penelitian terhadap sistematika hukum, penelitian terhadap taraf

sinkronisasi hukum, penelitian terhadap sejarah hukum, dan perbandingan

hukum.17

2. Pendekatan Masalah

Sehubungan dengan tipe penelitian yang digunakan adalah socio-legal,

yaitu penelitian yang menggunakan studi hukum (normatif). Dalam studi

hukum, pendekatan yang dilakukan adalah pendekatan perundang-undangan

(statute approach) dan pendekatan konsep (conceptual approach).18

Pendekatan perundang-undangan dilakukan untuk meneliti aturan-aturan

yang membahas mengenai penyelenggaraan pemilu di Indonesia, khususnya

terkait dengan hasil hitung cepat Pemilu (quick count) sebagai bentuk

partisipasi masyarakat.

Pendekatan konsep dilakukan untuk memahami prinsip-prinsip

kedaulatan rakyat dan hak politik warga negara dalam kaitannya dengan

partisipasi masyarakat dalam pemilu.

16Muhammad Farkhan, Proposal Penelitian Bahasa dan Sastra (Edisi Revisi), (Jakarta:

Adabia Press, UIN Syarif Hidayatullah,2011), h. 2-3.

17Muhammad Farkhan, Proposal Penelitian Bahasa dan Sastra (Edisi Revisi), h.41.

18Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta:UI Press,1986), h.132.

Page 24: KEBEBASAN PENGUMUMAN HASIL HITUNG CEPAT (QUICK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41525/1/AHMAD... · kebebasan pengumuman hasil hitung cepat (quick count) sebagai

13

3. Sumber Data

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data

primerdan data sekunder. Data primer dapat diperoleh langsung dari sumber

pertama, yakni peraturan perundang-undangan, dan buku referensi yang

relevan dengan penelitian penulis dan sesuai dengan bahan hukum yang dapat

dibagi menjadi:19

a. Bahan hukum primer, merupakan bahan hukum yang bersifat otoritatif

atau yang berarti memiliki otoritas. Bahan-bahan hukum primer terdiri

dari perundang-undangan, catatan resmi atau risalah dalam pembuatan

peraturan perundang-undangan dan putusan hakim. Dalam penelitian ini,

bahan hukum primer yang digunakan adalah yang berhubungan dengan

penyelenggaraan pemilu dan bentuk pasrtisipasi masyarakat dalam

pemilu serta peraturan lain yang terkait.

b. Bahan hukum sekunder, merupakan bahan hukum yang terdiri dari buku-

buku hukum, termasuk didalamnya skripsi, tesis, dan disertasi hukum

serta jurnal hukum. Bahan hukum sekunder yang digunakan adalah

berupa buku referensi yang terkait dengan hukum tata Negara dan hukum

pemilu

c. Bahan hukum tersier berupa bahan-bahan yang bersifat menunjang

sumber hukum primer dan sekunder seperti ensiklopedia, kamus bahasa

dan artikel dalam internet

19

Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta: Kencana, 2005), h. 141

Page 25: KEBEBASAN PENGUMUMAN HASIL HITUNG CEPAT (QUICK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41525/1/AHMAD... · kebebasan pengumuman hasil hitung cepat (quick count) sebagai

14

4. Prosedur Pengumpulan Sumber Data

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode pengumpulan data

melalui studi dokumen atau kepustakaan (library research) yaitu dengan

melakukan penelitian terhadap berbagai sumber bacaan seperti buku-buku

yang berkaitan dengan Pemilihan Umum, hasil hitung cepat, Putusan

Mahkamah Konstitusi No. 24/PUU-XII/2014, pendapat sarjana, surat kabar,

artikel, jurnal, kamus, dan juga berita dari internet20

.

5. Pengolahan dan Analisis Bahan Hukum

Adapun bahan hukum yang telah diperoleh melalui studi pustaka akan

dikorelasikan dan dianalisis dengan peraturan perundang-undangan yang

terkait dengan judul penelitian penulis guna disajikan dalam penulisan yang

telah dirumuskan. Cara pengolahan bahan hukum dilakukan secara deduktif.

F. Sistematika Penulisan

Skripsi ini disusun sesuai dengan buku Pedoman Penulisan Skripsi

Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2012,

yang terbagi dalam lima Bab. Pada setiap bab terdiri dari sub bab yang digunakan

untuk memperjelas ruang lingkup dan inti permasalahan yang diteliti.

Adapun urutan dan tata letak masing-masing bab serta inti permasalahan adalah

sebagai berikut :

BAB I: Merupakan pendahuluan yang bermuatkan : Latar belakang Masalah,

Pembatasan dan Rumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian,

20

Sri Mamuji, et.al.,Metode Penelitian dan Penulisan Hukum, (Jakarta: Badan Penerbit

Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005), h.4.

Page 26: KEBEBASAN PENGUMUMAN HASIL HITUNG CEPAT (QUICK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41525/1/AHMAD... · kebebasan pengumuman hasil hitung cepat (quick count) sebagai

15

Tinjauan (Review) Studi Terdahulu, Metode Penelitian dan Sistematika

Penulisan

BAB II: Berisi tentang sistem penyelenggaraan Pemilu di Indonesia yang

bermuatkan : Pemilu di Indonesia, Asas Penyelenggaraan Pemilu,

Partisipasi Masyarakat dalam Pemilu

BAB III: Menjelaskan tentang hasil hitung cepat perihal : Pengertian Hitung

Cepat (Quick Count), Implementasi Pelaksanaan Hitung Cepat (Quick

Count) .

BAB IV: Analisis Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 24/PUU-XII/2014.

BAB V: Merupakan penutup yang berisi kesimpulan dan saran.

Page 27: KEBEBASAN PENGUMUMAN HASIL HITUNG CEPAT (QUICK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41525/1/AHMAD... · kebebasan pengumuman hasil hitung cepat (quick count) sebagai

16

BAB II

SISTEM PENYELENGGARAAN PEMILU DI INDONESIA

A. PEMILU DI INDONESIA

Pasca merebut kemerdekaan dari tangan Jepang pada 17 Agustus 1945,

Rakyat Indonesia secara bersepakat, melalui sidang PPKI, mengangkat Ir.

Soekarno dan Moh. Hatta sebagai presiden dan wakil presiden Indonesia. Sebagai

sebuah bangsa dan Negara yang baru terbentuk, Indonesia mengalami berbagai

macam kendala, mulai dari organisasi kenegaraan (tata Negara) hingga bagaimana

organisasi Negara tersebut bergerak dan menjalankan fungsinya (administrasi

negara).

Secara eksternal, Negara Indonesia juga menghadapi berbagai tantangan,

khususnya dari Belanda dan sekutunya yang masih berusaha menanamkan

pengaruhnya di Indonesia. Akibatnya, Negara Indonesia pada awal

kemerdekaannya terfokus untuk melakukan konsolidasi dalam upaya menjaga

kedaulatan Indonesia sebagai Negara maupun sebagai bangsa.1

Pada awalnya, pemerintah berencana melakukan pemilihan umum pertama

kali, untuk memilih anggota legislatif, pada Bulan Januari 1946.2 Hal ini

diputuskan melalui Maklumat Wakil Presiden Moh. Hatta tertanggal 3 November

1945. Menurut pasal 1 butir 1 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012, Pemilihan

umum adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat yang diselenggarakan secara

langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil dalam Negara Kesatuan Republik

1Sodikin, Hukum Pemilu : Pemilu Sebagai Praktek Ketatanegaraan.,Bekasi: Gramata

Publishing,2014 h.22

2Sodikin, Hukum Pemilu, h.22

Page 28: KEBEBASAN PENGUMUMAN HASIL HITUNG CEPAT (QUICK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41525/1/AHMAD... · kebebasan pengumuman hasil hitung cepat (quick count) sebagai

17

Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia 1945.

Pemilihan umum, pertama kali, dilakukan oleh Negara Indonesia pada

Tahun 1955. Pemilihan umum tersebut dibagi kedalam 2 (dua) tahapan, yakni

Pemilihan Umum untuk memilih anggota DPR yang dilakukan pada tanggal 29

September 1955 dan Pemilihan Umum untuk memilih anggota konstituante yang

dilakukan pada tanggal 15 Desember 1955 dengan jumlah peserta mencapai 29

partai politik dan individu.

Pasca pemilihan umum tahun 1955, seharusnya pemilihan umum berikutnya

dilakukan pada tahun 1960. Hal tersebut juga sudah dipersiapkan oleh Presiden

Soekarno dengan pembentukan Panitia Pemilihan Indonesia II pada tahun 1958

untuk mempersiapkan penyelenggaraan pemilu, akan tetapi iklim politik yang

semakin memanas dan ditandai dengan dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli

1959, mendorong perubahan system demokrasi di Indonesia saat itu yang

mengarah pada sistem demokrasi terpimpin dimana demokrasi tidak lagi mengacu

pada hukum, akan tetapi lebih mengacu kepada kekuasaan.3

Pemilihan umum berikutnya baru dilakukan pada tahun 1971, atau 4

(empat) tahun pasca pemberhentian Soekarno melalui ketetapan MPRS No.

XXXIV/MPRS/1967 akibat tragedy G30S/PKI.

Penyelenggaraan pemilihan umum tahun 1971 dilakukan berdasarkan UU

Nomor 15 Tahun 1969 Tentang Pemilihan Umum dan Undang-Undang Nomor 16

Tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, dan DPRD. Hasil pemilihan umum

3Tim Penyusun, Buku Data dan Infografik Pemilu Presiden dan Wakil Presiden 2014.,

Jakarta: Komisi Pemilihan Umum, 2014

Page 29: KEBEBASAN PENGUMUMAN HASIL HITUNG CEPAT (QUICK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41525/1/AHMAD... · kebebasan pengumuman hasil hitung cepat (quick count) sebagai

18

tahun 1971, kemudian mengangkat Soeharto menjadi Presiden secara definitive

dan menandai dimulainya rezim orde baru.

Pemilihan umum berikutnya dibawah rezim pemerintahan orde baru

dilakukan pada tahun 1977. Hal menarik yang terjadi pada Pemilihan Umum

Tahun 1977 ditandai dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1975

Tentang Partai Politik dan Golkar. Akibatnya, terjadi penyederhanaan jumlah

partai yang dilakukan oleh pemerintah menjadi 2 (dua) partai ditambah 1 (satu)

Golongan Karya. 2 (dua) partai tersebut antara lain, Partai Persatuan

Pembangunan (PPP) yang merupakan gabungan partai-partai dengan ideologi

islam dan Partai Demokrasi Indonesia (PDI) yang merupakan gabungan dari

partai berhaluan nasionalisme dan partai dengan ideologi agama selain islam.

Kebijakan penyederhanaan jumlah partai politik peserta pemilihan umum

yang dilakukan oleh pemerintah menandai adanya upaya mempertahankan

kekuasaan melalui manipulasi pemilihan umum di Indonesia. Secara kasat mata,

memang penyelenggaraan pemilihan umum selama rezim orde baru berjalan

dengan baik sesuai dengan jadwal yang ditetapkan dan didukung pula dengan

besarnya tingkat partisipasi pemilih, akan tetapi dibalik fakta-fakta tersebut

diketahui bahwa pemenang pemilihan umum sudah ditentukan sebelumnya, yakni

Golongan Karya (Golkar).

Hal ini berlangsung secara terus menerus hingga pemilihan umum tahun

1997, yang bermuara pada kemarahan masyarakat luas melalui aksi unjuk rasa

besar-besaran yang berujung pada lengsernya Soeharto sebagai presiden Republik

Indonesia.

Page 30: KEBEBASAN PENGUMUMAN HASIL HITUNG CEPAT (QUICK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41525/1/AHMAD... · kebebasan pengumuman hasil hitung cepat (quick count) sebagai

19

Akibatnya, wakil presiden saat itu B.J Habibie diangkat menjadi Presiden

menggantikan Presiden Soeharto. Pemerintahan B.J Habibie terhitung singkat

karena adanya percepatan penyelenggaraan pemilihan umum, yang harusnya

dilakukan pada tahun 2002, menjadi tahun 1999.

Pemilihan umum Tahun 1999 dilakukan pada 7 Juni 1999 atau 13 (tiga

belas) bulan masa pemerintahan Presiden B.J Habibie. Pemilihan umum Tahun

1999 diikuti oleh 48 (empat puluh delapan) partai dan masih menjadi pemilihan

umum di Indonesia dengan partai peserta terbanyak hingga saat ini, 5 (lima) tahun

berselang, pemilihan umum tahun 2004 juga mencatatkan sejarah sebagai

pemilihan umum pertama yang tidak hanya memilih anggota badan legislative,

akan tetapi juga memilih presiden dan wakil presiden secara langsung berdasarkan

Undang-Undang .

Selain memilih presiden dan wakil presiden secara langsung, pasca

pemilihan umum tahun 2004 juga menandai pemilihan kepala daerah secara

langsung, baik kepala daerah tingkat provinsi, maupun kepala daerah tingkat

kabupaten/kota. Melalui Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang

Pemerintahan Daerah, daerah pertama yang melakukan pemilihan kepala daerah

secara langsung adalah Kabupaten Kutai Kartanegara pada 1 Juni 2015.

Kemudian di tahun 2014, juga menjadi sejarah, dimana Undang-Undang Nomor 8

Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD digugat ke

Mahkamah Konstitusi berkenaan dengan pembatasan waktu pengumuman hasil

survey dan hasil hitung cepat pemilihan umum.

Page 31: KEBEBASAN PENGUMUMAN HASIL HITUNG CEPAT (QUICK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41525/1/AHMAD... · kebebasan pengumuman hasil hitung cepat (quick count) sebagai

20

Jika ditelusuri lebih lanjut, dalam memilih anggota badan legislatif, terdapat

2 (dua) sistem pemilihan umum yang dikenal, diantaranya sistem distrik (single-

member constituency) dan sistem proporsional/perwakilan berimbang (multi-

member constituency).4

Suatu sistem pemilihan umum memiliki tugas utama, meliputi:5

1. Menerjemahkan suara yang dipungut menjadi kursi yang dimenangkan dalam

badan legislative

2. Bertindak sebagai saluran yang memungkinkan rakyat meminta

pertanggungjawaban wakil mereka

3. Memberikan insentif kepada mereka yang memperebutkan kekuasaan untuk

menyusun imbauan kepada pemilih dengan cara yang berbeda-beda

Sistem distrik adalah sistem pemilihan umum yang diselenggarakan

berdasarkan lokasi pemilihan, yang dalam hal ini tidak membedakan jumlah

penduduk satu daerah dengan daerah lain. Sedangkan sistem proporsional adalah

sistem pemilihan umum yang diselenggarakan berdasarkan proporsi jumlah

pemilih yang ada di masyarakat.6

Pemilihan umum yang menggunakan sistem distrik akan menghasilkan

jumlah perwakilan yang sama antara daerah yang memiliki banyak penduduk

dengan daerah yang memiliki sedikit penduduk. Sedangkan pemilihan umum

melalui sistem proporsional/perwakilan berimbang akan menghasilkan jumlah

4 Miriam Budiarjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka, 2008,

h.461

5 Standar-Standar Internasional Untuk Pemiihan Umum: Pedoman Peninjauan Kembali

Kerangka Hukum Pemilu, Sweden: IDEA, 2002, h.24

6 Inu Kencana Syafiie, Pengantar Ilmu Pemerintahan, Bandung: PT. Refika Aditama,

2005 h.136-137

Page 32: KEBEBASAN PENGUMUMAN HASIL HITUNG CEPAT (QUICK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41525/1/AHMAD... · kebebasan pengumuman hasil hitung cepat (quick count) sebagai

21

perwakilan tiap daerah pemilihan berbeda bergantung pada jumlah masyarakatnya

dan tidak akan menyebabkan terbuangnya suara pemilih. Akan tetapi, masing-

masing sistem memiliki kelemahan satu sama lain. Adapun kelebihan dan

kekurangannya adalah sebagai berikut:

1. Sistem Distrik7

a. Kelebihan

1) Wakil yang terpilih lebih dikenal oleh pemilih

2) Mendorong terjadinya integrasi partai politik

3) Terbatasnya jumlah partai dan meningkatnya kerjasama antar partai

4) Sederhana dan mudah dilaksanakan

b. Kekurangan

1) Kurang menguntungkan partai kecil dan golongan minoritas

2) Kurang representative

3) Terjadi kesenjangan antara suara yang diperoleh dari masyarakat dan

jumlah kursi yang diperoleh di parlemen

2. Sistem Proporsional8

a. Kelebihan

1) Menjamin eksistensi partai-partai kecil

2) Lebih demokratis dan representative

3) Menjamin suara rakyat tidak terbuang sia-sia

7 Tim Penyusun, Naskah Akademis Perubahan UU No. 10 Tahun 2008, Jakarta:BPHN,

h.22-23

8 Tim Penyusun, Naskah Akademis Perubahan UU No. 10 Tahun 2008, Jakarta:BPHN,

h.13-14

Page 33: KEBEBASAN PENGUMUMAN HASIL HITUNG CEPAT (QUICK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41525/1/AHMAD... · kebebasan pengumuman hasil hitung cepat (quick count) sebagai

22

b. Kekurangan

1) Hubungan antara rakyat dan wakilnya kurang akrab

2) Cenderung menggeser kedaulatan rakyat menjadi kedaulatan partai

politik

3) Memberikan peluang radikalisasi partai politik

4) Kualitas calon sukar dikontrol oleh pemilih

B. ASAS PENYELENGGARAAN PEMILU

Sejak zaman orde baru, pemilihan umum di Indonesia menganut asas

“LUBER” yang merupakan akronim dari langsung, umum, bebas, dan rahasia.

Kemudian memasuki era reformasi, berkembang tambahan asas pemilu meliputi

“JURDIL” yang merupakan akronim dari jujur dan adil. Asas “Luber” dan

“Jurdil” kemudian diterjemahkan kedalam konstitusi hasil amandemen Pasal 22 E

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia, dimana “pemilihan umum

dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil setiap lima

tahun sekali”. Penjabaran atas asas-asas pemilu, meliputi:

1. Langsung, berarti rakyat sebagai pemilih mempunyai hak untuk memberikan

suaranya secara langsung sesuai hati nuraninya tanpa perantara9;

2. Umum, berarti seluruh warga negara yang berusia diatas 17 (tujuh belas)

tahun berhak untuk ikut memilih dan dipilih tanpa ada diskriminasi;

9 Tim Penyusun, Policy Brief: Kodifikasi Undang-Undang Pemilu oleh Sekertariat

Bersama Kodifikasi Undang-Undang Pemilu, Jakarta: Sekertariat Bersama Kodifikasi Undang-

Undang Pemilu, h.2

Page 34: KEBEBASAN PENGUMUMAN HASIL HITUNG CEPAT (QUICK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41525/1/AHMAD... · kebebasan pengumuman hasil hitung cepat (quick count) sebagai

23

3. Bebas, berarti seluruh warga negara berhak memilih siapapun menurut hati

nuraninya tanpa ada pengaruh, tekanan, atau paksaan dari siapapun/dengan

cara apapun;

4. Rahasia, berarti seluruh pemilih dijamin secara hukum bahwasanya suara

yang diberikan akan terjaga kerahasiaannya (secret ballot);

5. Jujur, berarti dalam penyelenggaraan pemilu, seluruh stakeholder, baik

penyelenggara, peserta, pemilih, pengawas dan pemantau harus bersikap jujur

berdasarkan ketentuan yang berlaku;

6. Adil; berarti dalam penyelenggaraan pemilu, setiap pemilih dan partai politik

peserta pemilu berhak mendapatkan perlakuan yang sama dan bebas dari

kecurangan pihak manapun.

Prinsip “Luber” dan “Jurdil” di atas juga kemudian dipertahankan dalam

rezim pemilihan umum pada tahun 2014, yang dituangkan dalam pasal 2 Undang-

Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD dan

DPRD. Selain asas pemilihan umum, penyelenggara pemilihan umum juga wajib

tunduk terhadap beberapa asas lain. Pasal 2 Undang-Undang Nomor 15 Tahun

2011 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum, menjelaskan bahwa

penyelenggara pemilihan umum berpedoman pada asas mandiri; jujur; adil;

kepastian hukum; tertib; kepentingan umum; keterbukaan; proporsionalitas;

akuntabilitas; efisiensi; dan efektifitas.

Setidaknya terdapat perubahan kecil terhadap asas penyelenggara pemilu

dibanding dengan rezim Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 Tentang

Penyelenggara Pemilihan Umum. Perubahan kecil tersebut terletak pada

Page 35: KEBEBASAN PENGUMUMAN HASIL HITUNG CEPAT (QUICK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41525/1/AHMAD... · kebebasan pengumuman hasil hitung cepat (quick count) sebagai

24

penambahan asas kepentingan umum. Hal ini berarti, dalam menyelenggarakan

pemilihan umum, penyelenggara pemilihan umum wajib mengutamakan dan

mengedepankan kepentingan umum dibanding kepentingan golongan melalui

cara-cara yang aspiratif, akomodatif dan kolektif.10

Selain dengan asas-asas pemilihan umum dan penyelenggara pemilihan

umum, ada pula beberapa prinsip-prinsip pemilihan umum yang perlu dijamin

juga, diantaranya:11

1. Keadilan

Prinsip keadilan sangat penting posisi dan peranannya karena seluruh

rakyat memiliki hak yang sama untuk memilih dan dipilih sebagaimana

dijamin dalam konstitusi. Sehingga, prinsip ini perlu menjamin tidak adanya

perbedaan perlakuan antara peserta pemilihan umum, baik partai politik,

perorangan, maupun calon independen.

2. Kejujuran

Kejujuran tidak hanya ditujukan bagi penyelenggara dalam

melaksanakan tahapan pemilihan umum sehingga hasil pemilihan umum yang

didapatkan menjadi sah (legitimate), tetapi juga perlu didorong kejujuran

sebagai bentuk kepatutan terhadap seluruh peserta pemilu dan pemilih.

3. Umum

Prinsip ini menjamin bahwa seluruh rakyat memiliki hak untuk memilih

dan berpartisipasi dalam pemilihan umum tanpa terkecuali. Prinsip ini

10

https://hiudiary.wordpress.com/2010/11/12/asas-asas-umum-penyelenggaraan-negara/

11 Ari darmastuti dan Tabah Maryana, Sistem Kepartaian dan Pemilu di Indonesia,

Lampung: Universitas Lampung, 2004, h.48

Page 36: KEBEBASAN PENGUMUMAN HASIL HITUNG CEPAT (QUICK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41525/1/AHMAD... · kebebasan pengumuman hasil hitung cepat (quick count) sebagai

25

ditujukan untuk menjamin hilangnya berbagai faktor yang seringkali

mempengaruhi dan menjadi dasar atas diskriminasi dalam pemilihan umum,

baik faktor status sosial, warna kulit dan ras, jenis kelamin, agama serta

perbedaan pandangan politik.

4. Bebas

Prinsip ini sangat penting dalam menjamin netralitas pelaksanaan

pemilihan umum bahwa pemilihan umum berjalan tanpa adanya intimidasi.

Melalui prinsip ini, seluruh pemilih memiliki kebebasan untuk menyuarakan

pendapat dan pilihannya dalam pemilihan umum.

5. Kerahasiaan

Prinsip kerahasiaan menjamin seluruh pemilih yang menggunakan hak

pilihnya akan tetap terjaga rahasianya sehingga akan terhindar dari intervensi

dan pengaruh penguasan yang rentan menyalahgunakan kewenangannya

dalam mengintervensi pemilihan umum.

6. Langsung

Prinsip ini menjamin bahwa seluruh warga negara memiliki akses

langsung untuk menyuarakan pendapat dan pilihannya melalui pemilihan

umum apapun kendalanya, baik akibat keterbatasan fisik (penyandang

disabilitas) ataupun kendala geografis.

C. PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMILU

Berbeda dari Negara otoriter yang menjadikan rakyat sebagai objek,

Indonesia, sebagai salah satu Negara demokratis, memposisikan rakyat sebagai

Page 37: KEBEBASAN PENGUMUMAN HASIL HITUNG CEPAT (QUICK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41525/1/AHMAD... · kebebasan pengumuman hasil hitung cepat (quick count) sebagai

26

subjek dari suatu kebijakan negara.12

Salah satu bentuk keterlibatan dan peranan

masyarakat dalam negara yang demokratis adalah terbukanya peluang partisipasi

masyarakat dalam politik.

Salah satu karakter dari partisipasi politik menurut Herbert Mc Cloksy

adalah kegiatan sukarela dari warga masyarakat melalui saluran mana mereka

mengambil bagian dalam proses pemilihan penguasa dan baik secara langsung

atau tidak langsung dalam proses kebijakan-kebijakan umum.13

Menurut Davis, terdapat 3 (tiga) unsur partisipasi masyarakat dalam politik,

diantaranya:14

1. Ada penyertaan pikiran dan perasaan;

2. Adanya motivasi untuk berkontribusi; dan

3. Adanya tanggung jawab bersama

Sejauh ini partisipasi dimaknai sebagai keterlibatan masyarakat pemilih

secara langsung, melalui penggunaan hak pilih dan dipilih, maupun keterlibatan

secara tidak langsung dalam bentuk pemantauan pemilu. Padahal diluar itu,

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 mengatur partisipasi masyarakat dalam

pemilu dalam Bab ke-19 yang terdiri dari 3 rumusan pasal.

Partisipasi masyarakat menurut Bab XIX Undang-Undang No. 8 Tahun

2012 terbagi atas sosialisasi pemilu, pendidikan politik bagi pemilih, survey dan

jajak pendapat, serta penghitungan cepat hasil pemilu yang diatur dalam pasal 246

ayat 2.

12 Sinaga Rudi Salam, Pengantar Ilmu Politik, Yogyakarta: Graha Ilmu, 2013, h. 51

13 Sinaga Rudi Salam, Pengantar Ilmu Politik, h. 52.

14 Yulianto,dkk, Memperkuat Kemandirian Penyelenggaraan Pemilu : Rekomendasi

Revisi Undang-undang Penyelenggara Pemilu , Jakarta: KRHN, 2010, h. 50

Page 38: KEBEBASAN PENGUMUMAN HASIL HITUNG CEPAT (QUICK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41525/1/AHMAD... · kebebasan pengumuman hasil hitung cepat (quick count) sebagai

27

Tabel. 1

Bagan Partisipasi Masyarakat dalam Pemilu

1. Partisipasi Warga Negara Dalam Pelaksanaan Hak Politik

Indonesia, sebagai salah satu negara yang paling demokratis, telah

mengakui dan menjamin partisipasi masyarakat dalam politik. Pasal 1 ayat

(2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

menjelaskan bahwa “Kedaulatan berada ditangan rakyat...”. Ketentuan

tersebut kemudian diatur secara khusus dalam Pasal 28 D ayat (3) Undang-

Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dimana “Setiap

warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam

pemerintahan”.

Berlakunya Pasal 28 D ayat (3) di atas sekurang-kurangnya telah

menjamin hak politik warga negara, baik hak untuk memilih maupun

dipilih; ataupun hak untuk berpartisipasi dalam pemerintahan (termasuk

pemilu) secara aktif maupun pasif.

Partisipasi Masyarakat dalam Pemilu

Partisipasi dalam Pelaksanaan Hak

Politik WN

Ps. 7, 11, 19 UU No. 8/2012 Jo. Ps. 28 D ayat 3 UUD 1945

Pemantauan Pemilu

Ps. 233-245 Bab XVIII UU 8/2012

Sosialisasi, Penelitian, Survey,

Penghitungan Cepat

Ps. 246-248 Bab XIX UU 8/2012

Page 39: KEBEBASAN PENGUMUMAN HASIL HITUNG CEPAT (QUICK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41525/1/AHMAD... · kebebasan pengumuman hasil hitung cepat (quick count) sebagai

28

Partisipasi politik, khususnya dalam penyelenggaraan pemilu,

memiliki makna yang penting bagi berjalannya roda dan sistem demokrasi

di Indonesia. Apabila masyarakat memiliki tingkat partisipasi pemilu yang

tinggi, maka pembangunan politik akan berjalan dengan baik.15

Sehingga

tinggi atau rendahnya partisipasi masyarakat dalam pemilu menjadi sinyal

dan indikator utama dari implementasi kedaulatan rakyat berdasarkan pasal

1 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Partisipasi secara aktif dalam kaitannya dengan pemenuhan hak

politik warga Negara sebagaimana yang diatur dalam Pasal 28D Undang-

Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, khususnya terkait

hak untuk dipilih kemudian dibagi kedalam hak dipilih untuk duduk di kursi

legislatif ataupun kursi eksekutif.

Tata cara penyaluran hak warga Negara untuk dipilih dalam kursi

eksekutif diatur dalam Undang-Undang Pemilihan Presiden dan Undang-

Undang Pilkada. Sedangkan untuk duduk di kursi legislatif, partisipasi aktif

warga Negara dapat ditempuh dengan atau tanpa keterliban partai politik

sebagai bagian dari system politik dan kenegaraan Indonesia.

Keterlibatan partai politik sebagai peserta pemilihan umum

dimaksudkan dalam memilih warga Negara yang duduk di DPR/DPRD

(pasal 7 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012). Sedangkan keterlibatan

warga Negara perseorangan sebagai peserta pemilihan umum dimaksudkan

15

Yulianto,dkk, Memperkuat Kemandirian Penyelenggaraan Pemilu : Rekomendasi

Revisi Undang-Undang Penyelenggara Pemilu , Jakarta: KRHN, 2010

Page 40: KEBEBASAN PENGUMUMAN HASIL HITUNG CEPAT (QUICK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41525/1/AHMAD... · kebebasan pengumuman hasil hitung cepat (quick count) sebagai

29

untuk duduk di kursi DPD (pasal 11 Undang-Undang Nomor 8 Tahun

2012).

Disisi lain, hak untuk memilih bagi warga Negara dalam suatu

pemilihan umum, juga dijamin dalam pasal 19 ayat 1 Undang-Undang

Nomor 8 Tahun 2012. Pada intinya, seorang warga Negara yang telah

memiliki hak politik untuk memilih dalam pemilihan umum wajib

memenuhi persyaratan usia (diatas 17 tahun) dan/atau status perkawinan

(sudah/pernah kawin). Persyaratan tersebut semata-mata ditujukan untuk

menjamin bahwa partisipasi warga Negara dapat dipertanggung jawabkan

dalam konteks pertanggungjawaban hukum.

2. Partisipasi Warga Negara Dalam Pemantauan Pemilu

Pemantauan pemilu merupakan salah satu bagian dari upaya control

terhadap proses penyelenggaraan pemilu. Bersama dengan pengawasan

pemilu, pemantauan pemilu memiliki fungsi yang sama sebagai upaya

mengawal penyelenggaraan pemilu yang jujur, adil dan sesuai dengan asas-

asas pemilu.16

Pada dasarnya, pemantauan pemilu berarti pengumpulan informasi

tentang proses pemilu, dan pemberian penilaian-penilaian yang beralasan

tentang pelaksanaan proses tersebut berdasarkan informasi yang telah

dikumpulkan, oleh orang-orang yang sebenarnya tidak berwenang untuk

mencampuri proses tersebut. Keterlibatannya dalam kegiatan-kegiatan

16

Veri Junaidi, Pelibatan dan Partisipasi Masyarakat dalam Pengawasan Pemilu, Jakata:

Perludem, 2013 h. 1

Page 41: KEBEBASAN PENGUMUMAN HASIL HITUNG CEPAT (QUICK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41525/1/AHMAD... · kebebasan pengumuman hasil hitung cepat (quick count) sebagai

30

mediasi atau bantuan teknis tidak boleh merusak tugas utama mereka untuk

melakukan pemantauan.17

Menurut Topo Santoso, perbedaan antara pemantau dan pengawas

pemilu terletak pada keterlibatan masing-masing pihak dalam tahapan

pemilu. Pemantau pemilu bekerja sebatas memantau penyelenggara,

sedangkan pengawas memiliki tugas dan wewenang lebih luas dalam

menyelesaikan pelanggaran dan sengketa pemilu.18

Sejak terjadinya berbagai kecurangan dalam pemilu 1971,

kelembagaan pengawasan pemilu diatur khusus dalam peraturan perundang-

undangan yang sekarang dikenal dengan nama Badan Pengawas Pemilu

(Bawaslu). Disisi lain, kesadaran akan pentingnya partisipasi masyarakat

untuk memantau penyelenggaraan pemilu semakin tumbuh.

Puncak pemantauan pemilu terjadi pada pemilu tahun 1999 yang

notabene merupakan pemilu pertama pasca tumbangnya orde baru. Sebagai

contoh, pada tahun 1999, Jaringan Pendidikan Pemilih untung Rakyat

(JPPR) memiliki relawan hingga mencapai 220.000 pemantau sedangkan

ditahun 2009 hanya memiliki 10.500 pemantau.19

Saat ini, pemantauan pemilu diatur dalam Bab XVIII Undang-Undang

Nomor 8 Tahun 2012. Secara umum, Undang-Undang tidak membatasi

pemantau pemilu harus berasal atau warga Negara Indonesia. Pasal 233 ayat

17

Standar-Standar Internasional Untuk Pemiihan Umum: Pedoman Peninjauan Kembali

Kerangka Hukum Pemilu, Sweden: IDEA, 2002, h.97-98

18 Topo Santoso dan Didik Supriyanto, Mengawasi Pemilu Mengawal Demokrasi, 2004,

Jakarta: Murai Kencana-PT. RajaGrafindo Persada, h. 46

19 Veri Junaidi, Pelibatan dan Partisipasi Masyarakat dalam Pengawasan Pemilu, Jakata:

Perludem, 2013, h. 6

Page 42: KEBEBASAN PENGUMUMAN HASIL HITUNG CEPAT (QUICK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41525/1/AHMAD... · kebebasan pengumuman hasil hitung cepat (quick count) sebagai

31

2 memberikan peluang bagi lembaga pemantau pemilihan dari luar

Indonesia, lembaga pemilihan luar negeri, dan perwakilan Negara sahabat

untuk melakukan pemantauan, tetapi untuk dapat memantau

penyelenggaraan pemilu di Indonesia, menurut pasal 234 ayat (1) setiap

pemantau pemilu wajib memenuhi syarat umum antara lain:

a. Bersifat independen;

b. Mempunyai sumber dana yang jelas;

c. Terdaftar dan mendapatkan akreditasi dari KPU sesuai dengan cakupan

wilayah pemantauannya.

Khusus untuk pemantau yang berasal dari luar Indonesia, pasal 234

ayat 2 mewajibkan untuk memenuhi persyaratan khusus sebagai berikut:

a. Memiliki kompetensi dan pengalaman sebagai pemantau pemilu di

Negara lain;

b. Memperoleh visa untuk menjadi pemantau pemilu dari perwakilan

Republik Indonesia di luar negeri;

c. Memenuhi tata cara pemantauan di Indonesia.

Dalam menjalankan tugasnya, pemantau pemilu memiliki hak,

kewajiban dan larangan, sebagai berikut:

a. Hak Pemantau Pemilu

1) Mendapatkan perlindungan hukum dan keamanan

2) Mengamati dan mengumpulkan informasi proses penyelenggaraan

pemilu

3) Memantau proses pemungutan suara dari luar TPS

Page 43: KEBEBASAN PENGUMUMAN HASIL HITUNG CEPAT (QUICK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41525/1/AHMAD... · kebebasan pengumuman hasil hitung cepat (quick count) sebagai

32

4) Mendapatkan akses informasi yang tersedia dari KPU

5) Menggunakan perlengkapan untuk mendokumentasikan kegiatan

pemantauan pemilu

6) Untuk pemantau dari luar Indonesia yang berstatus perwakilan Negara

asing (diplomat) berhak atas kekebalan diplomatik

b. Kewajiban Pemantau Pemilu

1) Mematuhi ketentuan peraturan perundang-undangan dan

menghormati kedaulatan NKRI

2) Mematuhi kode etik pemantau pemilu yang ditetapkan oleh KPU

3) Melaporkan diri dan mengurus akreditasi kepada KPU

4) Menggunakan tanda pengenal selama pemantauan

5) Menanggung semua biaya pemantauan

6) Melaporkan jumlah pemantau pemilu di lapangan kepada KPU

7) Menghormati kedudukan, tugas dan wewenang penyelenggara

pemilu

8) Menghormati adat istiadat setempat

9) Bersikap netral dan objektif dalam melaksanakan pemantauan

10) Menjamin akurasi data dan informasi hasil pemantauan dengan

mengklarifikasi kepada KPU

11) Melaporkan hasil pemantauan pemilu kepada KPU

c. Larangan Pemantau Pemilu

1) Melakukan kegiatan yang mengganggu proses pelaksanaan pemilu

2) Mempengaruhi pemilih dalam menggunakan haknya untuk memilih

Page 44: KEBEBASAN PENGUMUMAN HASIL HITUNG CEPAT (QUICK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41525/1/AHMAD... · kebebasan pengumuman hasil hitung cepat (quick count) sebagai

33

3) Mencampuri tugas dan wewenang penyelenggara pemilu

4) Memihak kepada peserta pemilu tertentu

5) Menggunakan seragam, warna atau atribut lain yang memberi kesan

mendukung peserta pemilu

6) Menerima atau memberikan hadiah, imbalan atau fasilitas apapun

dari/atau peserta pemilu

7) Mencampuri dengan cara apapun urusan politik dan pemerintahan

dalam negeri Indonesia

8) Membawa senjata, bahan peledak dan/atau bahan berbahaya lainnya

9) Masuk kedalam TPS

10) Melakukan kegiatan lain yang tidak sesuai dengan pemantauan pemilu

3. Partisipasi Warga Negara Dalam Sosialisasi, Penelitian, Survey, dan

Penghitungan Cepat Pemilu

Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, kesadaran warga negara

dalam berpartisipasi dan mengawasi penyelenggaraan pemilu agar berjalan

secara jujur dan adil selain meningkat. Pasca reformasi, tepatnya pada

pemilihan umum tahun 1999, pengawasan masyarakat khususnya

pemantauan penyelenggaraan pemilu seakan menjadi primadona.

Pada hal, selain dalam bentuk pemantauan pemilu, pengawasan dan

partisipasi warga Negara dalam penyelenggaraan pemilu tahun 1999 juga

dilakukan dalam bentuk penelitian, survey, dan hitung cepat (quick count).

Tiga kegiatan tersebut ditujukan untuk mengetahui perkiraan hasil pemilu

berdasarkan opini masyarakat, sehingga apabila ada kecurangan yang

Page 45: KEBEBASAN PENGUMUMAN HASIL HITUNG CEPAT (QUICK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41525/1/AHMAD... · kebebasan pengumuman hasil hitung cepat (quick count) sebagai

34

dilakukan KPU dalam penghitungan hasil pemilu akan segera diketahui oleh

publik.

Sebelumnya, Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008, hak masyarakat

dalam penyelenggaraan survey dan hitung cepat sangat dibatasi sehingga

oleh sebagian warga Negara dianggap membatasi dan tidak sejalan dengan

nilai-nilai yang dikandung dalam konstitusi Indonesia.20

Mahkamah konstitusi dalam putusannya Nomor 9/PUU-VII/2009

menilai bahwa pembatasan pengumuman hitung cepat dalam pasal 245 ayat

(2) dan ayat (3) tidak sejalan dengan semangat reformasi dan jiwa Undang-

Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.21

Hal tersebut

kemudian menjadi salah satu bahan pertimbangan dalam perumusan

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 yang notabene mencabut Undang-

Undang Nomor 10 Tahun 2008 Tentang Pemilihan Umum.

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 menjelaskan partisipasi

masyarakat dalam Bab XIX yang diatur dalam 3 pasal, yakni pasal 246-248.

Pasal 246 ayat 2 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 telah membatasi

bahwa partisipasi masyarakat diselenggarakan dengan ketentuan:

a. Tidak melakukan keberpihakan yang menguntungkan atau merugikan

peserta pemilu;

b. Tidak mengganggu proses penyelenggaraan tahapan pemilu;

c. Bertujuan meningkatkan pasrtisipasi politik masyarakat secara luas;

20

Tim Penyusun, Naskah Akademis Perubahan UU No. 10 Tahun 2008, Jakarta:BPHN,

h.55

21 Tim Penyusun, Naskah Akademis Perubahan UU No. 10 Tahun 2008, Jakarta:BPHN,

h. 76

Page 46: KEBEBASAN PENGUMUMAN HASIL HITUNG CEPAT (QUICK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41525/1/AHMAD... · kebebasan pengumuman hasil hitung cepat (quick count) sebagai

35

d. Mendorong terwujudnya suasana yang kondusif bagi penyelenggaraan

pemilu yang aman, damai, tertib dan lancar.

Pengaturan perihal sosialisasi, survey, jajak pendapat sejatinya tidak

banyak berubah ketimbang Undang-Undang Pemilu edisi sebelumnya.

Dimana dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012, pengumuman hasil

survey dan jajak pendapat tidak boleh dilakukan dalam masa tenang pemilu

karena dikhawatirkan akan mempengaruhi kondisi psikologis dan sosiologi

masyarakat dalam menggunakan hak pilihnya.

Perubahan dilakukan terkait pengumuman hasil hitung cepat pemilu,

dimana menyesuaikan dengan putusan Mahkamah Konstitusi No. 9/PUU-

VII/2009 yang melarang adanya pembatasan pengumuman hasil hitung

cepat pada hari pemilihan. Pasal 247 ayat (5) Undang-Undang Nomor 8

Tahun 2012 kemudian menyatakan bahwa pengumuman hasil hitung cepat

hanya boleh dilakukan paling cepat 2 (dua) jam pasca selesainya

pemungutan suara diwilayah Indonesia paling barat.

Page 47: KEBEBASAN PENGUMUMAN HASIL HITUNG CEPAT (QUICK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41525/1/AHMAD... · kebebasan pengumuman hasil hitung cepat (quick count) sebagai

36

BAB III

IMPLEMENTASI HITUNG CEPAT (QUICK COUNT) DALAM PEMILU

DI INDONESIA

A. PENGERTIAN HITUNG CEPAT (QUICK COUNT)

Hitung cepat atau jajak cepat (bahasa Inggris: quick count) adalah sebuah

metode verifikasi hasil pemilihan umum yang dilakukan dengan menghitung

persentase hasil pemilu di tempat pemungutan suara (TPS) yang dijadikan sampel.

Menurut Pasal 1 Butir 10 Peraturan KPU Nomor 23 Tahun 2013, Penghitungan

Cepat (Quick Count) hasil pemilu adalah kegiatan penghitungan suara secara

cepat dengan menggunakan teknologi informasi, atau berdasarkan metodologi

tertentu. Berbeda dengan survei perilaku pemilih, survei pra-pilkada atau survei

exit poll, hitung cepat memberikan gambaran dan akurasi yang lebih tinggi,

karena hitung cepat menghitung hasil pemilu langsung dari TPS target, bukan

berdasarkan persepsi atau pengakuan responden. Selain itu, hitung cepat bisa

menerapkan teknik sampling probabilitas sehingga hasilnya jauh lebih akurat dan

dapat mencerminkan populasi secara tepat.1

Awal munculnya perhitungan cepat (quick count) dilakukan pertama kali

pada pemilu presiden Filipina yang dilakukan oleh NAMFREL (National Citizens

Movements for Free Election) yang secara luar biasa mampu menemukan

kecurangan yang dilakukan oleh Ferdinand Marcos sebagai calon petahana.2 Di

1 Kismiantini, disampaikan dalam makalah “Pengumpulan Data Dengan Quick Count dan

Exit Poll”, Yogyakarta : FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta, 2007. h.10. 2 Kismiantini, disampaikan dalam makalah “Pengumpulan Data Dengan Quick Count dan

Exit Poll”, Yogyakarta : FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta, 2007. h.1

Page 48: KEBEBASAN PENGUMUMAN HASIL HITUNG CEPAT (QUICK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41525/1/AHMAD... · kebebasan pengumuman hasil hitung cepat (quick count) sebagai

37

Indonesia, hitung cepat (Quick Count) pertama kali dilakukan oleh Lembaga

Penelitian, Pendidikan, dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES) untuk

mengetahui hasil pemilu tahun 1997.3 Hasil hitung cepat yang dilakukan cukup

sukses untuk memperkirakan hasil pemilu di DKI Jakarta yang sayangnya tidak

dipublikasikan akibat kondisi keamanan.

Pada pemilu tahun 1999, LP3ES kembali melakukan hitung cepat dan

dengan spektakuler mampu memprediksi hasil pemilu di pulau Jawa dan provinsi

NTB. Kemudian memasuki tahun 2004, LP3ES melakukan kerjasama dengan

National Democratic Institute for International Affairs (NDI) melakukan hitung

cepat pemilu dan secara luar biasa mampu memprediksi pemenang pemilu

termasuk urutan pemenang pemilu.

Keberhasilan suatu pelaksanaan hitung cepat pemilu, menurut Sumargo

ditentukan beberapa faktor, yakni:4

1. Syarat yang harus dimiliki lembaga penyelenggara hitung cepat, mulai dari

akses TPS; kredibilitas dan independensi; jaringan relawan; dan dukungan

perangkat komunikasi data;

2. Pelatihan yang diterima oleh seluruh elemen baik dalam mekanisme

pengumpulan data, metode pengumpulan data, hingga pengolahan data;

3. Quality Control meliputi validasi hasil perolehan data, baik validitas data

yang diterima maupun validitas tata cara pengumpulan data.

3 Handrini Ardiyanti, “Quick Count dan Permasalahannya” disampaikan pada Majalah Info

Singkat Vol. V Nomor 02/II/P3DI/Januari/2013, Jakarta: P3DI DPR RI, h. 17

4 Sumargo, “Quick Count”, diakses melalui http://www.beritaiptek.com/zberita-beritaiptek-

2006-07-12-Quick-Count.shtml pada tanggal 10 Agustus 2015

Page 49: KEBEBASAN PENGUMUMAN HASIL HITUNG CEPAT (QUICK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41525/1/AHMAD... · kebebasan pengumuman hasil hitung cepat (quick count) sebagai

38

Quick count dilakukan dengan menggunakan metode-metode penelitian

yang benar, sahih, beretika, terbuka untuk diperiksa akuntabilitasnya, netral dalam

pengertian mengedepankan kebenaran nilai-nilai ilmiah.

Quick count ini merupakan kegiatan pengambilan sampling biasa, sama

seperti survey yang sering dilakukan untuk mengkaji objek studi tertentu,

perbedaan hanya pada unit terkecil yang diambil dalam sampel. Jika survey unit

terkecil adalah desa/kelurahan sedangkan quick count ini adalah TPS. Alasan

waktu dan biaya menjadikan proses pengambilan sampling sering dilakukan baik

dalam survey maupun quick count.5

Secara teknis, pelaksanaan hitung cepat yang dilakukan oleh lembaga

survey, dalam hal ini LSI, dilakukan dengan:6

1. Penentuan jumlah TPS yang akan diamati

2. Pemilihan TPS yang akan diamati

3. Manajemen data (pengamatan, pencatatan, dan analisa data)

4. Publikasi hasil hitung cepat

Jika dicermati dari tahapan di atas, maka pemilihan TPS yang akan diamati

dan manajemen data menjadi hal yang sangat krusial dalam pelaksanaan hitung

cepat hasil pemilu sebagai suatu wujud penelitian lapangan

Quick count dilakukan dengan menggunakan metode-metode penelitian

yang benar, sahih, beretika, terbuka untuk diperiksa akuntabilitasnya, netral dalam

5 Sirait, Hasudungan. Politik Pemilu Pilkada. Jakarta: Aliansi Jurnalis Independen (AJI).

2006 h. 60.

6 Lingkaran Survei Indonesia (LSI) & Jaringan Isu Publik (JIP), “Perkiraan Hasil Akhir

Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi DKI Jakarta” diakses melalui

http://www.lsi.co.id/media/HASIL _QC_DKI_8_AGUSTUS_2007-FINAL2.ppt pada tanggal 10

Agustus 2015

Page 50: KEBEBASAN PENGUMUMAN HASIL HITUNG CEPAT (QUICK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41525/1/AHMAD... · kebebasan pengumuman hasil hitung cepat (quick count) sebagai

39

pengertian mengedepankan kebenaran nilai-nilai ilmiah. Quick count ini

merupakan kegiatan pengambilan sampling biasa, sama seperti survey yang sering

dilakukan untuk mengkaji objek studi tertentu, perbedaan hanya pada unit terkecil

yang diambil dalam sampel. Jika survey unit terkecil adalah desa/kelurahan

sedangkan quick count ini adalah TPS. Alasan waktu dan biaya menjadikan proses

pengambilan sampling sering dilakukan baik dalam survey maupun quick count.7

Besaran populasi yang dijadikan sampel memang semakin baik untuk

menjamin data yang diperoleh akan sesuai dengan cerminan kondisi yang terjadi

di masyarakat. Namun, metode pemilihan sampel, dalam hal ini TPS, memiliki

pengaruh yang jauh lebih besar dari jumlah populasi yang dipilih dalam sebuah

penyelenggaraan hitung cepat. Metode pemilihan TPS yang dijadikan sampel

dalam pelaksanaan hitung cepat hasil pemilu sejatinya harus mampu memetakan

dan mencerminkan kondisi real masyarakat dari berbagai faktor, baik faktor

kependudukan, ekonomi, sosial dan budaya masyarakat.

Secara umum, terdapat 2 (dua) jenis pengambilan sampel yang dikenal

dalam ilmu statistika, yakni:8

1. Sampel Stratifikasi (Stratified Random Sampling)9

Sampel stratifikasi merupakan teknik penarikan sampel dengan sampling unit

yang dikelompokkan menjadi beberapa strata (kelompok). Kelebihan

penggunaan metode sampel stratifikasi adalah kemudahan analisis yang dapat

7 Sirait, Hasudungan. Politik Pemilu Pilkada. Jakarta: Aliansi Jurnalis Independen (AJI).

2006 h. 60.

8 Kismiantini, disampaikan dalam makalah “Pengumpulan Data Dengan Quick Count dan

Exit Poll”, Yogyakarta : FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta, 2007. h. 5. 9 Scheaffer RL, Mendenhall W & Ott L, Elementary Survey Sampling, Boston: PW S-Kent,

1990, h. 22

Page 51: KEBEBASAN PENGUMUMAN HASIL HITUNG CEPAT (QUICK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41525/1/AHMAD... · kebebasan pengumuman hasil hitung cepat (quick count) sebagai

40

disajikan baik secara keseluruhan, per strata, ataupun perbandingan antar

strata.

2. Sampel Klaster (Cluster Sampling)10

Sedangkan sampel klaster adalah sampel peluang dengan masing-masing unit

sampel (Sampling Unit) adalah kumpulan atau klaster dari elemen. Elemen

diartikan sebagai objek dimana pengukuran dilakukan. Cara pengambilan

sampel pada sampel klaster dilakukan dengan pembagian populasi kedalam

beberapa klaster yang kemudian dari klaster tersebut akan dipilih secara acak

sub-klaster yang akan diambil seluruh elemennya.

Berdasarkan data hitung cepat pemilu tahun 2004, sebagian besar lembaga

melakukan hitung cepat melalui metode Multistage Random Sampling. Pada

dasarnya Multistage Random Sampling merupakan gabungan dari metode sampel

stratifikasi dan sampel klaster. Stratifikasi diperlukan sebagai upaya heterogenitas

dari populasi dapat tercermin didalam sampel, sedangkan metode klaster

diperlukan untuk menekan biaya akibat sebaran sampel yang terlalu sulit

dijangkau.11

Dewasa ini, pelaksanaan hitung cepat hasil pemilu dilakukan bersama

dengan jajak pendapat terhadap pemilih yang baru saja memilih dalam pemilihan

umum yang biasa disebut dengan exit poll. Exit Poll dilakukan dengan tujuan

untuk mengetahui lebih dalam distribusi suara pemilih termasuk

karakteristiknya.12

10

Scheaffer RL, Mendenhall W & Ott L, 1990, h. 24

11 Kismiantini, disampaikan dalam makalah “Pengumpulan Data Dengan Quick Count Dan

Exit Poll”, Yogyakarta : FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta, 2007. h. 9

12 Kristiato TA, “Jaga Kredibilitas Dengan Penghitungan Lebih Dini, Harian Kompas

tanggal 10 Agustus 2007, h. 53

Page 52: KEBEBASAN PENGUMUMAN HASIL HITUNG CEPAT (QUICK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41525/1/AHMAD... · kebebasan pengumuman hasil hitung cepat (quick count) sebagai

41

B. IMPLEMENTASI PELAKSANAAN HITUNG CEPAT (QUICK COUNT)

DALAM PEMILU

Sebagaimana telah dijelaskan pada bab sebelumnya, partisipasi masyarakat

dalam pemilu diatur dalam Bab XIX pasal 246-248 Undang-Undang Nomor 8

Tahun 2012 Tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD dan DPRD.

Pengaturan hanya sebanyak 3 (tiga) pasal tentunya tidak cukup untuk mengatur

partisipasi masyarakat dalam pemilihan umum.

Mengenai pengaturan teknis perihal partisipasi masyarakat diatur lebih

lanjut oleh KPU sebagai mandatory institution pelaksanaan pemilihan umum di

Indonesia. Pada tahun 2013, KPU mengeluarkan Peraturan KPU Nomor 23 Tahun

2013 tentang Partisipasi Masyarakat Dalam Penyelenggaraan Pemilihan Umum

yang diubah melalui Peraturan KPU Nomor 14 Tahun 2014.

Pelaksanaan hitung cepat (quick count) hasil pemilu, sebagai bagian dari

partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pemilu dilakukan dengan beberapa

prinsip sebagai acuan (pasal 2 PKPU Nomor 23 Tahun 2013), diantaranya:

1. Kesukarelaan 2. Transparan

3. Akuntabel 4. Kredibel

5. Kepastian Hukum 6. Kepentingan Umum

7. Proprsionalitas 8. Profesionalitas

9. Anti Kekerasan 10. Efisien

11. Tidak Memihak 12. Efektif

Keduabelas prinsip di atas tidak boleh bertentengan dengan asas

penyelenggaraan pemilu yang LUBER JURDIL (Langsung, Umum, Bebas,

Page 53: KEBEBASAN PENGUMUMAN HASIL HITUNG CEPAT (QUICK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41525/1/AHMAD... · kebebasan pengumuman hasil hitung cepat (quick count) sebagai

42

Rahasia, Jujur dan Adil) dan dilakukan secara efektif dan efisien. Maksud tidak

boleh bertentangan di sini berarti bahwa pelaksanaan survey, sosialisasi,

pemantauan, dan hitung cepat (Quick Count) tidak boleh mengganggu hak warga

Negara dalam menyalurkan suaranya dalam pemilihan umum, baik mengganggu

proses, akses, kerahasiaan, hingga hal-hal lain yang terindikasi mengarahkan

kepada salah satu peserta pemilu tertentu.

Hal tersebut telah disarikan secara jelas dalam pasal 246 ayat (2) Undang-

Undang Nomor 8 Tahun 2012, dimana partisipasi masyarakat dalam pemilu tidak

melakukan keberpihakan, tidak mengganggu proses penyelenggaraan pemilu,

meningkatkan partisipasi masyarakat dan mendorong suasana yang kondusif bagi

pemilihan umum yang aman, damai, tertib dan lancar.

Pemberian hak oleh Negara kepada masyarakat untuk berpartisipasi dalam

penyelenggaraan pemilihan umum, melalui bentuk-bentuk yang telah dijelaskan

sebelumnya, tentunya memiliki maksud dan tujuan tertentu. Tujuan tersebut

dimaksudkan agar dalam prakteknya partisipasi yang dilakukan memiliki arah dan

orientasi yang jelas, sehingga diharapkan dengan adanya partisipasi masyarakat

dalam penyelenggaraan pemilu dapat mendorong peningkatan kualitas

penyelenggaraan pemilu di Indonesia.

Menurut Pasal 3 ayat (1) PKPU Nomor 23 Tahun 2013, partisipasi

masyarakat dalam penyelenggaraan pemilu memiliki tujuan untuk:

1. Memberikan informasi kepemiluan;

2. Meningkatkan pengetahuan, pemahaman, dan kesadaran masyarakat akan

pentingnya pemilu dan hak politik rakyat dengan benar dalam pemilu;

Page 54: KEBEBASAN PENGUMUMAN HASIL HITUNG CEPAT (QUICK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41525/1/AHMAD... · kebebasan pengumuman hasil hitung cepat (quick count) sebagai

43

3. Meningkatkan keterlibatan masyarakat dalam pemilu.

Sebuah hubungan hukum antara 2 (dua) pihak atau lebih tentunya akan

melahirkan sebuah hubungan timbal balik antara para pihaknya. Hubungan timbal

balik tersebut pada akhirnya akan membuat salah satu pihak mendapatkan hak

yang sepatutnya diterima dan disisi lain melakukan kewajiban yang sepatutnya

dilakukan.

Dalam hal keperdataan, hak tersebut berupa hak untuk menerima

pembayaran, penyerahan barang, mendapat perlakuan tertentu, dan hak lainnya.

Sedangkan kewajiban berupa kewajiban untuk melakukan sesuatu, larangan

berbuat sesuatu atau kewajiban untuk tidak melakukan sesuatu.

Hak dan kewajiban juga berlaku dalam penyelenggaraan pemilu, khususnya

terkait partisipasi masyarakat, dimana terjadi sebuah hubungan hukum antara

penyelenggara pemilu, dalam hal ini KPU/Bawaslu, dan masyarakat. Hak dan

kewajiban masyarakat tersebut kemudian diatur dalam pasal 6 dan pasal 7 PKPU

Nomor 23 Tahun 2013, di mana hak dan kewajiban masyarakat dalam partisipasi

masyarakat dalam penyelenggaraan pemilu meliputi:

1. Hak Masyarakat

a. Memperoleh informasi publik terkait dengan pemilu sesuai dengan

peraturan perundang-undangan;

b. Menyampaikan dan menyebarluaskan informasi public terkait pemilu;

c. Berpendapat menyampaikan pikiran baik lisan maupun tulisan;

d. Ikut serta dalam proses penyusunan kebijakan dan peraturan pemilu;

e. Ikut serta dalam setiap tahapan pemilu;

Page 55: KEBEBASAN PENGUMUMAN HASIL HITUNG CEPAT (QUICK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41525/1/AHMAD... · kebebasan pengumuman hasil hitung cepat (quick count) sebagai

44

f. Ikut serta dalam evaluasi dan pengawasan penyelenggaraan pemilu;

g. Melakukan konfirmasi berdasarkan hasil pengawasan atau pemantauan

penyelenggaraan pemilu;

h. Memberi usulan tindak lanjut atas hasil pengawasan atau pemantauan

penyelenggaraan pemilu.

2. Kewajiban Masyarakat

a. Menghormati hak orang lain;

b. Bertanggungjawab atas pendapat dan tindakannya dalam berpartisipasi;

c. Menjaga prinsip-prinsip dalam partisipasi;

d. Menjaga etika dan sopan santun berdasarkan budaya masyarakat.

Partisipasi yang dilakukan masyarakat dalam penyelenggaraan pemilu,

khususnya terkait survey dan penghitungan cepat (quick count) wajib dilakukan

oleh lembaga yang telah terdaftar di KPU (pasal 21) tergantung dari ruang lingkup

kegiatannya, dimana apabila survey atau penghitungan cepat (quick count)

dilakukan di lebih dari 1 (satu) provinsi, maka wajib mendaftar di KPU pusat,

sedangkan apabila dilakukan didalam 1 (satu) provinsi wajib mendaftar di KPU

Provinsi, dan apabila dilakukan didalam 1 (satu) kabupaten/kota wajib mendaftar

di KPU Kabupaten/Kota.

Adapun persayaratan pendaftaran lembaga penyelenggara survey dan

penghitungan cepat (quick count) diatur dalam pasal 22 PKPU Nomor 23 Tahun

2013, meliputi:

1. Akte pendirian/badan hukum lembaga;

2. Susunan kepengurusan lembaga;

Page 56: KEBEBASAN PENGUMUMAN HASIL HITUNG CEPAT (QUICK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41525/1/AHMAD... · kebebasan pengumuman hasil hitung cepat (quick count) sebagai

45

3. Surat keterangan domisili dari kelurahan/desa atau instansi pemerintahan

setempat;

4. Pas foto berwarna pimpinan lembaga 4 x 6 = 4 lembar;

5. Surat pernyataan lembaga.

Surat pernyataan lembaga sebagaimana persyaratan yang disampaikan

diatas meliputi:

1. Pernyataan tidak melakukan keberpihakan kepada peserta pemilu tertentu;

2. Tidak mengganggu proses penyelenggaraan tahapan pemilu;

3. Bertujuan meningkatkan partisipasi masyarakat secara luas;

4. Mendorong terwujudnya suasana kondusif bagi penyelenggaraan pemilu yang

aman, damai, tertib dan lancer;

5. Benar-benar melakukan wawancara dalam pelaksanaan survey dan jajak

pendapat;

6. Tidak mengubah data lapangan maupun dalam pemrosesan data;

7. Menggunakan metode penelitian ilmiah;

8. Melaporkan metodologi pencuplikan data (sampling), sumber dana,

jumlah responden, tanggal dan tempat pelaksanaan survey atau jajak

pendapat hitung cepat.

Setiap lembaga yang melakukan kegiatan penghitungan cepat (quick count)

pemilihan umum, menurut pasal 23 ayat (3) PKPU Nomor 23 Tahun 2013 wajib

mendaftarkan kepada KPU paling lambat 30 (tiga puluh) hari sebelum

pemungutan suara dan melaporkan hasilnya kepada KPU paling lambat 15 (lima

belas) hari setelah pengumuman hasilnya (pasal 24).

Page 57: KEBEBASAN PENGUMUMAN HASIL HITUNG CEPAT (QUICK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41525/1/AHMAD... · kebebasan pengumuman hasil hitung cepat (quick count) sebagai

46

Setiap pelaksanaan survey/penghitungan cepat (quick count) yang dilakukan

oleh lembaga wajib disebarluaskan hasilnya kepada publik, dimana publikasi yang

dilakukan dengan memberitahukan sumber dana, metodologi yang digunakan,

jumlah responden, tanggal pelaksanaan survey, cakupan pelaksanaan survey dan

pernyataan bahwa hasil tersebut bukan hasil resmi KPU.

Di sisi lain menurut pasal 23 ayat (4) PKPU Nomor 23 Tahun 2013,

pengumuman hasil penghitungan cepat (quick count) pemilihan umum baru boleh

dilakukan paling cepat 2 (dua) jam setelah, selesai pemungutan suara diwilayah

Indonesia bagian barat.

Apabila dalam praktiknya, masyarakat keberatan atas pelaksanaan hitung

cepat (quick count) penghitungan pemilu yang diduga melanggar ketentuan dapat

melaporkan kepada KPU dengan menyertakan identitas diri pelapor. Apabila

kemudian diduga ada pelanggaran etika yang dilakukan lembaga penyelenggara

penghitungan cepat (quick count) pemilihan umum, maka KPU, KPU Provinsi,

dan KPU Kabupaten/Kota dapat membentuk dewan etik atau asosiasi lembaga

survey untuk menilai dugaan tersebut. Apabila lembaga terbukti melanggar kode

etik maka sanksi yang dapat diberikan adalah berupa teguran atau larangan

melakukan kegiatannya. Sedangkan pelanggaran ketentuan pidana maka akan

diproses sebagaimana penanganan tindak pidana pemilu yang diatur dalam UU

Nomor 8 Tahun 2012.

Page 58: KEBEBASAN PENGUMUMAN HASIL HITUNG CEPAT (QUICK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41525/1/AHMAD... · kebebasan pengumuman hasil hitung cepat (quick count) sebagai

47

BAB IV

ANALISIS TERHADAP PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI

NOMOR 24/PUU-XII/2014

A. Pihak Terkait Dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 24/PUU-

XII/2014

Dalam Judicial Review yang dimohon kepada Mahkamah Konstitusi atas

pasal 247 ayat (2), ayat (5), dan ayat (6) serta pasal 291 dan pasal 317 ayat (1) dan

(2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 dengan nomor register perkara

24/PUU-XII/2014 melibatkan beberapa pemohon, yakni:

1. PT. Indikator Politik Indonesia, badan hukum yang dibentuk berdasarkan

akta pendirian persero Nomor 17 Tanggal 22 Februari 2013 dihadapan notaris

Herawati, S.H yang dalam hal ini diwakili oleh Burhanuddin selaku direktur

utama;

2. PT. Saiful Mujani, badan hukum yang dibentuk berdasarkan akta pendirian

persero Nomor 02 Tanggal 3 Agustus 2012 dihadapan notaris Lilly Fitriyani,

S.H yang dalam hal ini diwakili oleh Grace Natalie Louisa selaku direktur;

3. PT. Pedoman Global Utama, badan hukum yang dibentuk berdasarkan akta

pendirian persero Nomor 19 Tanggal 1 Juni 2011 dihadapan notaris Dradjat

Darmadji, S.H yang dalam hal ini diwakili oleh Mochamad Fadjroel

Rachman selaku direktur utama;

4. PT. Indonesian Consultant Mandiri, badan hukum yang dalam hal ini

diwakili oleh Yunarto Wijaya selaku Direktur Eksekutif;

Page 59: KEBEBASAN PENGUMUMAN HASIL HITUNG CEPAT (QUICK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41525/1/AHMAD... · kebebasan pengumuman hasil hitung cepat (quick count) sebagai

48

5. Yayasan Populi Indonesia, badan hukum yang dibentuk berdasarkan akta

pendirian yayasan Nomor 34 Tanggal 6 Juni 2012 dihadapan notaris Emmy

Halim, S.H, M.Kn yang dalam hal ini diwakili oleh Usep Saepul Ahyar

selaku direktur

B. Legal Standing Pemohon Pengujian Undang-Undang (Judicial Review)

Proses beracara dalam Mahkamah Konstitusi diatur dalam Undang-Undang

Nomor 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi. Dalam pasal 51 ayat (1)

Undang-Undang Mahkamah Konstitusi beserta penjelasannya, dijelaskan bahwa

“Pemohon adalah pihak yang menganggap hak dan/atau kewenangan

konstitusionalnya dirugikan oleh Undang-Undang, yaitu: perorangan warga

Negara Indonesia; kesatuan masyarakat hukum adat (sepanjang masih hidup dan

sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip NKRI); badan hukum

public atau privat; dan lembaga Negara”.

Kerugian hak dan/atau kewenangan konstitusional tersebut, ditafsirkan oleh

Mahkamah Konstitusi melalui yurisprudensi Putusan Mahkamah Konstitusi

Nomor 006/PUU-III/2005 dan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 11/PUU-

V/2007.

Ke 2 (dua) putusan tersebut di atas, setidaknya mengatur 5 (lima) syarat

kerugian hak dan/atau kewenangan konstitusional sebagaimana yang dimaksud

dalam pasal 51 ayat (1) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003, yakni:

1. Adanya hak dan/atau kewenangan konstitusional pemohon yang diberikan

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

Page 60: KEBEBASAN PENGUMUMAN HASIL HITUNG CEPAT (QUICK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41525/1/AHMAD... · kebebasan pengumuman hasil hitung cepat (quick count) sebagai

49

2. Hak dan/atau kewenangan konstitusional tersebut, oleh pemohon dianggap

telah dirugikan oleh berlakunya Undang-undang yang dimohonkan pengujian;

3. Adanya hubungan sebab-akibat antara kerugian dimaksud dengan berlakunya

undang-undang yang dimohonkan pengujian;

4. Adanya kemungkinan bahwa dengan dikabulkannya permohonan maka

kerugian konstitusional tersebut tidak akan atau tidak lagi terjadi.

Jika dilihat berdasarkan subjek hukumnya, berdasarkan apa yang telah

diutarakan pada poin (A) di atas, pemohon seluruhnya adalah badan hukum privat

yang telah memiliki kedudukan hukum (legal standing) dalam bentuk

organizational standing yang sudah dikenal dalam kehidupan bernegara dan

diakui dalam berbagai peraturan perundang-undangan, seperti Undang-Undang

Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, dan didirikan

berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas

serta Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 Tentang Perubahan atas Undang-

Undang Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan.

Bila, berdasarkan hubungan kausalitas (sebab-akibat) atas pasal yang diuji,

para pemohon memiliki keterkaitan erat atas diundangkannya pasal 247 ayat (2),

ayat (4), ayat (5), dan ayat (6) juncto Pasal 291 Undang-Undang Nomor 8 Tahun

2012.

Hubungan sebab-akibat ini terjadi karena seluruh oganisasi/badan hukum

privat yang mengajukan permohonan Judicial Review ini memiliki maksud dan

tujuan yang diatur dalam Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART)

masing-masing organisasi untuk melakukan riset/survey opini publik yang terkait

Page 61: KEBEBASAN PENGUMUMAN HASIL HITUNG CEPAT (QUICK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41525/1/AHMAD... · kebebasan pengumuman hasil hitung cepat (quick count) sebagai

50

dengan politik dan pemerintahan, termasuk didalamnya survey pemilu dan hitung

cepat hasil pemilu.

Menurut pemohon, atas pemberlakuan pasal 247 ayat (2), ayat (5), dan ayat

(6) serta pasal 291 dan pasal 317 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 8

Tahun 2012 telah melanggar hak konstitusionalnya yang dijamin setidaknya

didalam 8 (delapan) pasal Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945, diantaranya:

1. Pasal 28 C ayat (2) berbunyi “Setiap orang berhak untuk memajukan dirinya

dalam memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun

masyarakat, bangsa dan Negara”;

2. Pasal 28 D ayat (1) berbunyi “Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan,

perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama

dihadapan hukum”;

3. Pasal 28 E ayat (3) berbunyi “Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat,

berkumpul, dan mengeluarkan pendapat”;

4. Pasal 28 F berbunyi “Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan

memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan

sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpa,

mengolah dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis

saluran yang tersedia”;

5. Pasal 28 G ayat (1) berbunyi “Setiap orang berhak atas perlindungan diri

pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang dibawah

kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman

Page 62: KEBEBASAN PENGUMUMAN HASIL HITUNG CEPAT (QUICK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41525/1/AHMAD... · kebebasan pengumuman hasil hitung cepat (quick count) sebagai

51

ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak

asasi”;

6. Pasal 31 ayat (1) berbunyi “Setiap warga Negara berhak mendapatkan

pendidikan”;

7. Pasal 31 ayat (3) berbunyi “Pemerintah mengusahakan dan

menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan

keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan

kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang”;

8. Pasal 31 ayat (5) berbunyi “Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan

teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa

untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia”.

C. Amar Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 24/PUU-XII/2014

Berdasarkan permohonan yang diajukan oleh pemohon, jawab-menjawab

pemohon dan termohon serta pemeriksaan alat bukti, maka Majelis Hakim

Konstitusi menjatuhkan putusan dengan amar sebagai berikut:

MENGADILI:

Mengabulkan permohonan para pemohon untuk seluruhnya;

Menyatakan pasal 247 ayat (2), ayat (5), dan ayat (6) pasal 291 serta

pasal 317 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012

bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945;

Page 63: KEBEBASAN PENGUMUMAN HASIL HITUNG CEPAT (QUICK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41525/1/AHMAD... · kebebasan pengumuman hasil hitung cepat (quick count) sebagai

52

Menyatakan pasal 247 ayat (2), ayat (5), dan ayat (6) pasal 291 serta

pasal 317 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tidak

mempunyai kekuatan hukum mengikat;

Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik

Indonesia;

D. Analisis Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 24/PUU-XII/2014

1. Hitung Cepat Hasil Pemilu Sebagai Hak Asasi dan Partisipasi

Masyarakat Dalam Pemilu

Partisipasi masyarakat dalam pemerintahan merupakan salah satu

wujud pengakuan HAM oleh Negara kepada warga Negara. Pasal 43 ayat (2)

Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 telah menjelaskan bahwa “Setiap

warga Negara berhak turut serta dalam pemerintahan dengan langsung….”.

Hal tersebut kemudian menjadi awal dari rezim dalam pelaksanaan

demokrasi dalam administrasi Negara di Indonesia, dimana terdapat

pengakuan terhadap partisipasi masyarakat dalam kegiatan bernegara di

Indonesia.

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 sendiri mengatur partisipasi

masyarakat kedalam 3 (tiga) pasal yakni pasal 246-248. Pasal 247 ayat (5)

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 menjelaskan bahwa “Pengumuman

prakiraan hasil penghitungan cepat pemilu hanya boleh dilakukan paling

cepat 2 (dua) jam setelah selesai pemungutan suara di wilayah Indonesia

bagian barat” Frasa “hanya boleh” sebagaimana yang dijelaskan dalam

rumusan pasal di atas dengan jelas memberikan makna limitatif atas kegiatan

Page 64: KEBEBASAN PENGUMUMAN HASIL HITUNG CEPAT (QUICK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41525/1/AHMAD... · kebebasan pengumuman hasil hitung cepat (quick count) sebagai

53

pengumuman hasil hitung cepat pemilihan umum. Padahal, dalam konteks

quick count, sistem ini bekerja berdasarkan quick (kecepatan) dan count

(perhitungan).1 Pengumuman hasil hitung cepat pemilihan umum, atau yang

biasa disebut Quick Count, merupakan metode verifikasi hasil pemilihan

umum yang menggunakan metodologi tertentu yang dapat

dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

Hasil hitung cepat pemilihan umum adalah sebuah produk ilmiah yang

berguna bagi kehidupan masyarakat secara empiris. Pembatasan

pengumuman hasil hitung cepat (sebuah produk ilmiah) tentunya akan

bertentangan dengan konstitusi kita, dimana pasal 31 ayat (5) Undang-

Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menjelaskan bahwa

“Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung

tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta

kesejahteraan umat manusia”.

Selain itu pembatasan pengumuman hasil hitung cepat pemilihan

umum, juga dinilai melanggar hak konstitusional pemohon atas mengeluarkan

pendapat (pasal 28 E ayat 3) dan hak untuk mencari, memperoleh, memiliki,

menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan segala jenis

saluran yang ada (pasal 28 F).

Pasal 19 UDHR (Universal Declaration Of Human Rights),

menyebutkan, bahwa setiap orang berhak atas kebebasan mempunyai dan

mengeluarkan pendapat; dalam hal ini termasuk kebebasan menganut

1 Nur Rosihin Ana, MK Kembali Batalkan Larangan “Quick Count” di Masa Tenang,

Majalah Konstitusi Nomor 87 Mei 2014, Jakarta: Mahkamah Konstitusi, h. 22

Page 65: KEBEBASAN PENGUMUMAN HASIL HITUNG CEPAT (QUICK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41525/1/AHMAD... · kebebasan pengumuman hasil hitung cepat (quick count) sebagai

54

pendapat tanpa mendapatkan gangguan, dan untuk mencari, menerima dan

menyampaikan keterangan (informasi) dan pendapat dengan cara apapun dan

dengan tidak memandang batas-batas.2Dalam hal ini, majelis hakim

Mahkamah Konstitusi berpendapat bahwa segala jajak pendapat, survey atau

penghitungan cepat hasil pemilu dengan menggunakan metodologi ilmiah

adalah sebuah bentuk pendidikan, pengawasan dan penyeimbang dalam

proses penyelenggaraan Negara. Sumbangan yang dihasilkan dari proses

tersebut, dalam sebuah informasi, dapat disebarkan dan diperoleh masyarakat

dan penyelenggara Negara sebagai bentuk pencerahan.

Menurut majelis hakim Mahkamah Konstitusi, tidak ada data yang

akurat bahwa pengumuman hasil hitung cepat pemilu telah menganggu

ketertiban umum sehingga perlu dibatasi. Bahkan sejak awal, menurut majelis

hakim Mahkamah Konstitusi, masyarakat telah diinformasikan bahwa hasil

quick count bukanlah hasil resmi pemilihan umum. Namun, masyarakat

berhak untuk mengetahui informasi, mengingat hak untuk tahu (rights to

know) merupakan bagian dari HAM yang memberikan preferensi dan

mencerdaskan masyarakat untuk senantiasa mengawasi hasil penghitungan

resmi oleh KPU. Pasal 28 F Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945 secara tegas telah mengakui dan menjamin atas hak

tersebut.

Berdasarkan argumentasi di atas, kegiatan hitung cepat (quick count)

hasil pemilu, termasuk pengumumannya, merupakan salah satu instrumen

2 Abdul Wahid, Quick Count: Hak Atas Informasi atau Pembohongan Publik?, Jurnal

Konstitusi Volume 6 Nomor 3 September 2016, Jakarta: Mahkamah Konstitusi, h. 7

Page 66: KEBEBASAN PENGUMUMAN HASIL HITUNG CEPAT (QUICK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41525/1/AHMAD... · kebebasan pengumuman hasil hitung cepat (quick count) sebagai

55

Hak Asasi Manusia (HAM) yang menurut Jimly Asshidiqie masuk kedalam

kelompok kedua dalam pengakuan HAM di Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945, terkait dengan hak politik, ekonomi, sosial

dan budaya (Poleksosbud).3 Kegiatan hitung cepat (quick count), sebagai

HAM yang termasuk derogable rights, tentunya harus dibatasi hak asasi

manusia orang lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan

bernegara. Hal ini kemudian dijelaskan oleh majelis hakim Mahkamah

Kontitusi, bahwa sebagai derogable rights, pengumuman hasil hitung cepat

(quick count) wajib dilakukan dengan syarat:

a. Dilakukan dengan metodologi ilmiah tertentu yang dapat

dipertanggungjawabkan;

b. Tidak bertendensi untuk mempengaruhi psikologis pemilih/memihak

peserta pemilu tertentu.

Partisipasi pada dasarnya adalah wujud dari demokrasi, dimana

kekuasaan berasal dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Implementasinya

dalam kegiatan politiknya jelas bahwa rakyat berhak untuk mengetahui,

berpendapat, berperan serta, bereaksi dalam setiap kebijakan pemerintah.4

Jika kita mendalami konsep partisipasi masyarakat, secara umum ada 4

(empat) konsep partisipasi, yakni partisipasi sebagai kebijakan, partisipasi

3 Jimly Asshidiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Jilid II, Jakarta: Sekretariat

Jenderal dan Kepaniteraan MKRI, 2006

4 Jazim Hamidy, Pembentukan Perda Partisipatif, Jakarta: Prestasi Pustaka, 2008, h. 46

Page 67: KEBEBASAN PENGUMUMAN HASIL HITUNG CEPAT (QUICK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41525/1/AHMAD... · kebebasan pengumuman hasil hitung cepat (quick count) sebagai

56

sebagai strategi, partisipasi sebagai alat komunikasi, partisipasi sebagai alat

penyelesaikan sengketa.5

Jika dikaitkan dengan praktek pengumuman hitung cepat (quick count)

pemilu, konsep partisipasi yang mendekati adalah partisipasi sebagai alat

komunikasi. Hal tersebut sejalan dengan hak asasi yang menjadi dasar

absahnya praktek hitung cepat (Quick Count), yakni pasal 28 E ayat (3) dan

28 F.

Kehadiran pelaksanaan hitung cepat (quick count) pemilu, maka

pemerintah akan terbantu dalam hal edukasi dan sosialisasi terhadap

masyarakat. Disisi lain, masyarakat juga akan semakin mudah untuk

mengawasi rekapitulasi perhitungan suara pemilu dengan adanya acuan suara

hasil hitung cepat (quick count) yang dilakukan oleh lembaga survey.

Menurut Pasal 246 ayat 2 huruf (c) dan (d) Undang-Undang Nomor 8

Tahun 2012, partisipasi masyarakat dalam pemilu, termasuk quick count,

bertujuan untuk meningkatkan partisipasi politik masyarakat pemilih; dan

mendorong terwujudnya suasana kondusif bagi penyelenggaraan pemilu yang

aman, damai, tertib dan lancar. Hal tersebut dijelaskan lebih lanjut melalui

Pasal 3 ayat (1) Peraturan KPU Nomor 23 Tahun 2013, Partisipasi

masyarakat dalam pemilu bertujuan untuk:

a. Memberikan informasi kepemiluan;

5 Habib Syafingi, Urgensi Pendidikan Politik Dalam Upaya Peningkatan Partisipasi

Masyarakat Dalam Pemilu ̧Jurnal Konstitusi Volume II Nomor 1 Juni 2009, Jakarta: Mahkamah

Konstitusi & PKHK-FH Universitas Janabadra, h. 45

Page 68: KEBEBASAN PENGUMUMAN HASIL HITUNG CEPAT (QUICK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41525/1/AHMAD... · kebebasan pengumuman hasil hitung cepat (quick count) sebagai

57

b. Meningkatkan pengetahuan, pemahaman, dan kesadaran masyarakat

akan pentingnya pemilu dan hak politik rakyat dengan benar dalam

pemilu;

c. Meningkatkan keterlibatan masyarakat dalam pemilu.

Kehadiran hitung cepat (quick count) dalam pemilu khususnya yang

bekerja sama dengan berbagai media mainstream (televisi, dkk) secara terang

telah memberikan informasi kepada masyarakat, berupa distribusi suara

melalui exit poll dan perkiraan hasil pemilu melalui quick count, serta

mendorong keterlibatan masyarakat dalam mengawasi penyelenggaraan

pemilu, khususnya rekapitulasi penghitungan suara yang dilakukan oleh KPU

selaku penyelenggara pemilu. Dengan demikian diharapkan hasil pemilu

dapat diprediksi dan mempersempit kecurangan yang dilakukan pada tahapan

rekapitulasi perhitungan suara diberbagai tingkatan penyelenggaraan pemilu.

Pada akhirnya sebagai sebuah pengakuan dan penghormatan terhadap

hak asasi warga Negara dibidang sosial politik, pelaksanaan hitung cepat

(quick count) pemilu merupakan sebuah upaya melestarikan dan

mengembangkan ilmu pengetahuan untuk membawa lebih banyak

kemashlahatan bagi masyarakat dengan penyebaran informasinya secara

bebas dan tak terbatas.

Diharapkan hal ini membawa dampak positif dan peningkatan kualitas

pelaksanaan pemilu, khususnya terhadap pertumbuhan partisipasi masyarakat

dan pembatasan peluang manipulasi hasil pemilu, baik yang dilakukan oleh

penyelenggara pemilu, status quo, maupun peserta pemilu.

Page 69: KEBEBASAN PENGUMUMAN HASIL HITUNG CEPAT (QUICK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41525/1/AHMAD... · kebebasan pengumuman hasil hitung cepat (quick count) sebagai

58

Disisi lain, perlu juga dicermati bahwa ada pelaksanaan survey/quick

count yang dilakukan tidak independen dan memihak salah satu peserta

pemilu. Karena disisi lain, lembaga penyelenggara survey/hitung cepat (quick

count) pemilu juga merangkap sebagai konsultan politik para peserta pemilu.

Dengan demikian, menurut Siti Chamidah, lembaga/organisasi survey, dalam

melakukan hitung cepat (quick count) harus memperhatikan hal-hal sebagai

berikut:6

a. Aspek legalitas, mulai dari izin operasional dari KPU, juga pengesahan

badan hukum dari Kemenkumham;

b. Menjaga kredibilitas dan netralitas dalam menjalankan fungsinya;

c. Memiliki kompetensi, khususnya dalam hal sistematika dan metodologi

jajak pendapat dan penghitungan suara.

2. Kontribusi Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 24/PUU-XII/2014

Terhadap Partisipasi Masyarakat Dalam Pemilu

Setiap produk hukum, baik putusan pengadilan, perjanjian (kontrak),

maupun peraturan perundang-undangan, tentunya akan membawa akibat dan

konsekuensi hukum kepada setiap orang yang terkait.

Berlakunya pasal 247 ayat (2), ayat (5), ayat (6) serta pasal 291 dan

pasal 317 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012

tentunya memberikan dampak kepada masyarakat yang melakukan partisipasi

6 Siti Chamidah, Pemilu 2009, Pemasaran Politik Dan Lembaga Survey, Jurnal Ekonomi

Pembangunan, Manajemen dan Akutansi, Banjarmasin: FE Universitas Lambung Mangkurat,

2010

Page 70: KEBEBASAN PENGUMUMAN HASIL HITUNG CEPAT (QUICK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41525/1/AHMAD... · kebebasan pengumuman hasil hitung cepat (quick count) sebagai

59

dalam pelaksanaan pemilu, khususnya dalam kegiatan survey dan hitung

cepat (quick count) pemilu.

Khusus untuk pelaksanaan hitung cepat (quick count) pemilu,

berlakunya ketentuan di atas akan membawa dampak kepada

lembaga/organisasi sehingga tidak dapat mengumumkan hasil hitung cepat

(quick count) pemilu secara langsung, melainkan harus menunggu hingga 2

(dua) jam setelah pemilihan di wilayah Indonesia paling barat. Hal tersebut di

atas mendorong lembaga/organisasi mengajukan permohonan pengujian

undang-undang (Judicial Review) kepada Mahkamah Konstitusi kemudian

diputus melalui putusan Nomor 24/PUU-XII/2014 yang pada intinya

mengabulkan permohonan pemohon untuk seluruhnya sehingga menyatakan

ketentuan pasal 247 ayat (2), ayat (5), ayat (6) serta pasal 291 dan pasal 317

ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tidak berlaku lagi

dan tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat.

Berdasarkan wewenangnya, Mahkamah Konstitusi mengemban fungsi

sebagai pengawal konstitusi (the guardian of the constitution) yang

menafsirkan konstitusi dan menjamin konstitusi sebagai dokumen hidup (a

living document). Salah satu hal yang dijamin dalam konstitusi adalah

pengakuan dan perlindungan terhadap hak asasi manusia (HAM).7 Maka

sebagai upaya melindungi pengakuan dan penegakan HAM di Indonesia,

khususnya terkait masalah yang dihadapi oleh lembaga/organisasi yang

7 Janedjri M. Gaffar, Peran Putusan Mahkamah Konstitusi dalam Perlindungan Hak Asasi

Manusia terkait Penyelenggaraan Pemilu, Jurnal Konstitusi volume 10 Nomor 1 Maret 2013,

Jakarta: Mahkamah Konstitusi, h. 13

Page 71: KEBEBASAN PENGUMUMAN HASIL HITUNG CEPAT (QUICK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41525/1/AHMAD... · kebebasan pengumuman hasil hitung cepat (quick count) sebagai

60

melakukan hitung cepat (quick count) Mahkamah Konstitusi memutuskan

perkara tersebut sebagaimana disebutkan diatas.

Akibat secara langsung atas pembatalan ketentuan tersebut tentunya

akan menjadi legitimasi bagi organisasi/lembaga yang menyelenggarakan

hitung cepat (quick count) pemilu untuk mengumumkan hasil hitung cepat

(quick count) sesegera setelah berakhirnya waktu pemilihan.

Dampak lain yang terjadi setelah adanya putusan ini adalah semakin

mudahnya setiap orang dalam melakukan hitung cepat (quick count), dimana

setiap orang/lembaga hanya perlu mendaftarkan dirinya dan melaporkan hasil

kegiatan hitung cepat (quick count) kepada KPU.

Disisi lain tidak ada pengawasan baik secara administrative maupun

secara etik terhadap orang/lembaga yang melakukan hitung cepat (quick

count). Hal ini tentu akan memberikan potensi adanya pembohongan publik

yang dilakukan oleh organisasi/lembaga yang menyelenggarakan hitung cepat

(quick count) pemilu. Dalam momentum pemilu tahun 2014, pertama sejak

putusan MK ini, terjadi beberapa fenomena menarik dalam hal pengumuman

hitung cepat (quick count) pemilu dimana terdapat 4 (empat) lembaga survey

yang melakukan hitung cepat (quick count) diantaranya Puskaptis, Lembaga

Survey Nasional (LSN), Jaringan Suara Indonesia (JSI), dan Indonesia

Research Center (IRC) yang hasil penghitungan cepat (quick count) pemilu

presiden bertolak belakang dengan hasil rekapitulasi penghitungan resmi oleh

KPU.

Page 72: KEBEBASAN PENGUMUMAN HASIL HITUNG CEPAT (QUICK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41525/1/AHMAD... · kebebasan pengumuman hasil hitung cepat (quick count) sebagai

61

Bahkan menurut Nico Harjanto, Ketua Umum Perhimpunan Survei

Opini Publik Indonesia (Persepi), dimana banyak lembaga survey yang tiba-

tiba berdiri tanpa memiliki pengalaman survey, tidak diperkuat oleh peneliti

yang bagus dibelakangnya, tidak tahu pengalaman dari penelitinya, stafnya,

muncul hanya sekedar menciptakan angka-angka untuk mempengaruhi opini

publik.8 Hal ini tentu akan menjadikan subjek yang menyelenggarakan hitung

cepat (quick count) pemilu menjadi kabur, karena fungsi partisipasi dalam

pemilu yang seharusnya digunakan sebagaimana tujuan yang diamanahkan

Pasal 3 ayat (1) Peraturan KPU Nomor 23 Tahun 2013, justru dijadikan alat

soft campaign untuk menggiring opini publik terhadap salah satu peserta

pemilu.

Akan menjadi sangat berbahaya jika organisasi/lembaga yang

berpartisipasi dalam pemilu, khususnya dalam kegiatan survey dan hitung

cepat (quick count) pemilu “nyambi” menjadi konsultan politik salah satu

peserta pemilu secara bersamaan. Nyambi dalam Kamus Besar Bahasa

Indonesia itu berarti melakukan pekerjaan lain disamping pekerjaaan pokok

pada waktu senggang.

Contoh terdahulu yang amat terang adalah pada saat pemilihan gubernur

Jawa Timur, dimana hasil quick count salah satu lembaga memenangkan

8 Nico Harjanto,Hasil Wawancara yang dimuat di Harian Bisnis Indonesia tanggal 9 Juli

2014

Page 73: KEBEBASAN PENGUMUMAN HASIL HITUNG CEPAT (QUICK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41525/1/AHMAD... · kebebasan pengumuman hasil hitung cepat (quick count) sebagai

62

pasangan Khofifah – Mujiono (Ka-Ji). Namun, hasil rekapitulasi perhitungan

KPU justru berbalik memenangkan pasangan Sukarwo – Saifullah (Kar-Sa).9

Desakan kepada pemerintah, dalam hal ini KPU, untuk segera

mendisiplinkan lembaga survey yang mengalami evolusi fungsi menjadi alat

politik peserta pemilu tertentu, semakin besar. Beragam desakan mulai dari

larangan kerja rangkap sebagai konsultan dan akreditasi sering kali

mengemuka ke daratan.10

Di sisi lain, angka partisipasi masyarakat dalam pemilu pasca putusan

MK Nomor 24/PUU-XII/2014 juga dinilai tidak signifikan. Hal ini dapat

dilihat dari rilis yang dikeluarkan KPU pasca pemilu tahun 2014 yang

menyebutkan tingkat kehadiran pemilih ke TPS untuk memilih sebesar 72%

(tujuh puluh dua persen) tidak jauh berbeda dengan pemilu tahun 2009 yang

notabene bermasalah dengan DPT.11

Lebih mencengangkan, menurut Pusat Penelitian Politik LIPI, DKI

Jakarta merupakan provinsi dengan tingkat partisipasi terendah pada pemilu

legislatif Tahun 2014 (60%).12

Padahal provinsi DKI Jakarta merupakan

provinsi dengan indeks pembangunan manusia (IPM) tertinggi dibanding

9 Siti Chamidah, Pemilu 2009, Pemasaran Politik Dan Lembaga Survey, Jurnal Ekonomi

Pembangunan, Manajemen dan Akutansi, Banjarmasin: FE Universitas Lambung Mangkurat,

2010

10 Siti Chamidah, Pemilu 2009, Pemasaran Politik Dan Lembaga Survey, Jurnal Ekonomi

Pembangunan, Manajemen dan Akutansi, Banjarmasin: FE Universitas Lambung Mangkurat,

2010

11 “KPU: Partisipasi Pemilih di Pemilu 2014 Turun 2 persen”, diakses melalui

www.vivanews.com pada tanggal 23 Juli 2014

12 Mochamad Nurhasim dkk, Partisipasi Pemilih Pada Pemilu 2014: Studi Penjajakan,

Jakarta: LIPI, 2014, h. 4

Page 74: KEBEBASAN PENGUMUMAN HASIL HITUNG CEPAT (QUICK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41525/1/AHMAD... · kebebasan pengumuman hasil hitung cepat (quick count) sebagai

63

provinsi lain, yang memiliki kemudahan akses terhadap pemerintahan,

informasi, pendidikan, dll.

Hal tersebut menunjukkan bahwa lembaga/organisasi yang selama ini

telah berpartisipasi dalam penyelenggaraan pemilu, khususnya pelaksanaan

hitung cepat (quick count), bisa dikatakan gagal dalam mengedukasi dan

menjalankan tujuan partisipasi dalam pemilu yang diatur dalam Pasal 3 ayat

(1) Peraturan KPU Nomor 23 Tahun 2013.

Lembaga/organisasi survey tentunya harus sadar dan kembali kepada

khittahnya untuk melakukan partisipasi sehat yang berdampak positif bagi

pencerdasan politik masyarakat, bukannya justru menjadi marketing bagi

peserta pemilu tertentu. Pemerintah juga setidaknya harus sadar dan

membangun political will untuk bersepakat dalam menentukan aturan main

yang jelas dan tegas dalam pelaksanaan kegiatan survey/hitung cepat (quick

count) pemilu. Aturan main yang dimaksud bukan berarti memberangus dan

memberantas hak asasi manusia (HAM) lembaga/organisasi dan masyarakat

terhadap akses informasi ataupun pengembangan ilmu pengetahuan,

melainkan untuk menciptakan iklim pertukaran informasi dan edukasi yang

sehat.

Page 75: KEBEBASAN PENGUMUMAN HASIL HITUNG CEPAT (QUICK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41525/1/AHMAD... · kebebasan pengumuman hasil hitung cepat (quick count) sebagai

64

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan analisa dan pembahasan yang telah dibahas pada bab-bab

sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Pengumuman hasil hitung cepat (quick count) pemilu sejalan dengan prinsip

Hak Asasi Manusia yang mendukung jaminan kebebasan hak sipil dan

politik. Kegiatan hitung cepat (quick count), sebagai HAM yang termasuk

derogable rights, harus dibatasi hak asasi manusia orang lain dalam tertib

kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Selain itu kebolehan

hitung cepat (quick count) sejalan dengan prinsip partisipasi politik warga

Negara dalam bentuk keterlibatan sipil (civil engagement). Keterlibatan

warga melalui hitung cepat (quick count) pemilu mampu dan mempersempit

kemungkinan kecurangan yang dilakukan pada tahapan rekapitulasi

perhitungan suara di berbagai tingkatan penyelenggaraan pemilu.

2. Putusan Mahkamah Konstitusi berkontribusi langsung atas pembatalan

ketentuan tersebut yang tentunya akan menjadi legitimasi sebagai bentuk

partisipasi pengawasan masyarakat yang direpresentasikan melalui

organisasi/lembaga survey dan pengawas pemilu yang menyelenggarakan

hitung cepat (quick count) pemilu untuk mengumumkan hasil hitung cepat

(quick count) sesegera setelah berakhirnya waktu pemilihan. Putusan ini juga

menyebabkan dampak lain yakni, semakin mudahnya setiap orang melakukan

hitung cepat (quick count), karena setiap orang/lembaga hanya perlu

Page 76: KEBEBASAN PENGUMUMAN HASIL HITUNG CEPAT (QUICK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41525/1/AHMAD... · kebebasan pengumuman hasil hitung cepat (quick count) sebagai

65

mendaftarkan dirinya dan melaporkan hasil kegiatan hitung cepat (quick

count) kepada KPU. Selain itu, tidak ada pengawasan baik secara

administratif maupun secara etik terhadap orang/lembaga yang melakukan

hitung cepat (quick count).

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan yang telah diutarakan, maka penulis dapat

mengajukan saran yang sekiranya dapat bagi seluruh stakeholder sebagai berikut:

1. Memberikan edukasi kepada masyarakat atas pentingnya partisipasi dan

pengawasan sosial (social control) terhadap kinerja lembaga/organisasi

survey. Mendorong kepada pemerintah, khususnya KPU untuk segera

membuat regulasi teknis terkait pelaksanaan hitung cepat (quick count)

pemilu, tidak hanya perizinan, tetapi juga standarisasi ilmiah, sumber

pendanaan, dan mekanisme pengawasan dan pemberian sanksi administratif

kepada pelaksana yang terbukti melanggar ketentuan administratif;

2. Merevisi UU penyelenggaraan pemilu dengan menambahkan ketentuan

perihal ancaman pidana atas penyampaian hasil survey dan quick count yang

terbukti memberikan informasi palsu kepada masyarakat dan memasukan

perbuatan ini menjadi tindak pidana pemilu. Mendorong kepada

lembaga/organisasi pelaksana untuk segera membuat self regulation atas

pelanggaran etik yang dilakukan serta menerapkan standarisasi asosiasi;

Page 77: KEBEBASAN PENGUMUMAN HASIL HITUNG CEPAT (QUICK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41525/1/AHMAD... · kebebasan pengumuman hasil hitung cepat (quick count) sebagai

66

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku-buku

Ana, Nur Rosihin, Mahkamah Konstitusi Kembali Batalkan Larangan “Quick

Count” di Masa Tenang, Majalah Konstitusi No.87 Mei 2014, Jakarta:

Mahkamah Konstitusi, 2014.

Ardiyanti, Handrini,”Quick Count dan Permasalahannya” disampaikan pada

Majalah Info Singkat Vol. V No.02/II/P3DI/Januari/2013, Jakarta: P3DI DPR

RI, 2013.

Asshiddiqie, Jimly, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara. Jilid II. Jakarta: Sekretariat

Jenderal dan Kepaniteraan MKRI, 2006.

Budiarjo, Miriam, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka, 2008.

Chamidah, Siti, Pemilu 2009, Pemasaran Politik dan Lembaga Survey, Jurnal

Ekonomi Pembangunan, Manajemen dan Akutansi, Banjarmasin: FE

Universitas Lambung Mangkurat, 2010.

Darmastuti, Ari dan Tabah Maryana, Sistem Kepartaian dan Pemilu di Indonesia,

Lampung: Universitas Lampung, 2004.

Fahmi, Khairul , Pemilihan Umum dan Kedaulatan Rakyat., Jakarta: Rajawali Pers,

2012.

Farkhan, Muhammad, Proposal Penelitian Bahasa dan Sastra (Edisi Revisi) ,

Jakarta: Adabia Press, UIN Syarif Hidayatullah, 2011.

Gaffar, Janedjri M., Peran Putusan Mahkamah Konstitusi dalam Perlindungan Hak

Asasi Manusia terkait Penyelenggaraan Pemilu, Jurnal Konstitusi Volume 10

No. 1 Maret 2013, Jakarta: Mahkamah Konstitusi

Hamidy, Jazim, Pembentukan Perda Partisipatif, Jakarta: Prestasi Pustaka, 2008.

Harjanto, Nico, Hasil Wawancara yang dimuat di Harian Bisnis Indonesia, 9 Juli

2014.

Hasudungan, Sirait, Politik Pemilu Pilkada. Jakarta: Aliansi Jurnalis Independen,

2006.

Junaidi, Veri, Pelibatan dan Partisipasi Masyarakat dalam Pengawasan Pemilu,

Jakarta: Perludem, 2013.

Page 78: KEBEBASAN PENGUMUMAN HASIL HITUNG CEPAT (QUICK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41525/1/AHMAD... · kebebasan pengumuman hasil hitung cepat (quick count) sebagai

67

Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi ketiga, Jakarta: Pusat Bahasa Departemen

Pendidikan Nasional, Balai Pustaka, 2005.

Kismiantini, disampaikan dalam makalah “Pengumpulan Data Dengan Quick Count

Dan Exit Poll”, Yogyakarta: FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta, 2007.

Kristiato, TA, “Jaga Kredibilitas Dengan Penghitungan Lebih Dini”, Harian

Kompas, 10 Agustus 2007.

Mamuji, Sri, et.al. Metode Penelitian dan Penulisan Hukum, Jakarta: Badan Penerbit

Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005.

Manullang, M, Dasar-Dasar Manajemen, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1995.

Marzuki Peter Mahmud, Penelitian Hukum. Jakarta: Kencana, 2005.

Muhtadi, Burhanudin, Civil Society dan Demokrasi : Survei Tentang Partisipasi

Sosial-Politik, Jakarta, INCIS, 2003.

Nurhasim Mochamad,dkk, Partisipasi Pemilih Pada Pemilu 2014: Studi Penjajakan,

Jakarta: LIPI, 2014.

Santoso, Topo dan Didik Supriyanto, Mengawasi Pemilu Mengawal Demokrasi,

Jakarta: Murai Kencana-PT. Raja Grafindo Persada, 2004.

Saragih Bintan R, Lembaga-Lembaga Perwakilan dan Pemilihan Umum di

Indonesia, Jakarta: Gaya Media Pratama, 1988

Scheaffer RL, Mendenhall W dan Ott L, Elementary Survey Sampling, Boston: PW

S-Kent, 1990.

Sodikin, Hukum Pemilu : Pemilu Sebagai Praktek Ketatanegaraan., Bekasi: Gramata

Publishing, 2014

Soekanto, Soerjono, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: UI Press, 1986.

Soetopo, Ali, Strategi Pembangunan Nasional, CSIS, 1981.

Standar-Standar Internasional Untuk Pemilihan Umum: Pedoman Peninjauan

Kembali Kerangka Hukum Pemilu, Sweden: IDEA, 2002.

Syafiie, Inu Kencana, Pengantar Ilmu Pemerintahan, Bandung: PT. Refika Aditama,

2005.

Tim Penyusun, Buku Data dan Infografik Pemilu Presiden dan Wakil Presiden 2014.,

Jakarta: Komisi Pemilihan Umum, 2014.

Page 79: KEBEBASAN PENGUMUMAN HASIL HITUNG CEPAT (QUICK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41525/1/AHMAD... · kebebasan pengumuman hasil hitung cepat (quick count) sebagai

68

Tim Penyusun, Naskah Akademis Perubahan UU No. 10 Tahun 2008, Jakarta:

BPHN.

Tim Penyusun, Policy Brief: Kodifikasi Undang-Undang Pemilu oleh Sekertariat

Bersama Kodifikasi Undang-Undang Pemilu, Jakarta: Sekertariat Bersama

Kodifikasi Undang-Undang Pemilu.

Tim Penyusun, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,

(Cetakan Ketigabelas), Jakarta: Sekertariat Jendral MPR RI, 2014.

Ubaedillah, A Rozak, Pendidikan Kewarganegaraan (Civic Education) Edisi Ketiga:

Demokrasi Hak Asasi Manusia dan Masyarakat Madani. Jakarta: Kencana.

ICCE UIN Jakarta. 2008.

Wahid, Abdul, Quick Count: Hak Atas Informasi atau Pembohongan Publik?, Jurnal

Konstitusi Volume 6 No. 3 September 2016, Jakarta: Mahkamah Konstitusi,

2016.

Yulianto, dkk, Memperkuat Kemandirian Penyelenggaraan Pemilu: Rekomendasi

Revisi Undang-Undang Penyelenggara Pemilu, Jakarta: KRHN, 2010.

B. Internet

KPU, “Partisipasi Pemilih di Pemilu 2104 Turun 2 Persen”, diakses pada tanggal 23

Juli 2014 dari www.vivanews.com

Lingkaran Survei Indonesia (LSI) dan Jaringan Isu Publik (JIP), “Perkiraan Hasil

Akhir Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi DKI Jakarta”

diakses pada tanggal 10 Agustus 2015 dari http://www.isi.co.id/media/Hasil-

QC-DKI-8agustus-2007-Final2.ppt

https://hiudiary.wordpress.com/2010/11/12/asas-asas-umum-penyelenggaraan-

negara/

Sumargo, “Quick Count”, diakses pada tanggal 10 Agustus 2015 dari

http://www.beritaiptek.com/zberita-beritaiptek-2006-07-12-Quick-

Count.shtml

C. Jurnal

Syafingi, Habib, Urgensi Pendidikan Politik Dalam Upaya Peningkatan Partisipasi

Masyarakat Dalam Pemilu, Jurnal Konstitusi Volume II No. 1 Juni 2009,

Mahkamah Konstitusi & PKHK-FH Universitas Janabadra, Jakarta.

Page 80: KEBEBASAN PENGUMUMAN HASIL HITUNG CEPAT (QUICK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41525/1/AHMAD... · kebebasan pengumuman hasil hitung cepat (quick count) sebagai

69

D. Peraturan Perundang-Undangan

Peraturan KPU Nomor 23 Tahun 2013 tentang Penghitungan Cepat

Putusan MK Nomor 006/PUU-III/2005

Putusan MK Nomor 11/PUU-V/2007

Putusan MK Nomor 24/PUU-XII/2014

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1975 tentang Partai Politik dan Golongan Karya.

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 1975.

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Lembaran

Negara Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 1999.

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum anggota-anggota

DPR, DPD, dan DPRD. Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 117

Tahun 2012.

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum anggota DPR,

DPD, dan DPRD. Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 51 Tahun

2008.

Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1969 tentang Pemilihan Umum anggota-anggota

Badan Permusyawaratan/Perwakilan rakyat. Lembaran Negara Republik

Indonesia Nomor 58 Tahun 1969.

Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum.

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 101 Tahun 2011.

Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1969 tentang Susunan dan Kedudukan MPR,

DPR, dan DPRD. Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 59 Tahun

1969.

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum.

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 59 Tahun 2007.

Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi. Lembaran

Negara Republik Indonesia Nomor 98 Tahun 2003.

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang

Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan. Lembaran Negara Republik

Indonesia Nomor 115 Tahun 2002.

Page 81: KEBEBASAN PENGUMUMAN HASIL HITUNG CEPAT (QUICK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41525/1/AHMAD... · kebebasan pengumuman hasil hitung cepat (quick count) sebagai

70

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Lembaran

Negara Republik Indonesia Nomor 125 Tahun 2004.

Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Lembaran

Negara Republik Indonesia Nomor 165 Tahun 1999.

Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Lembaran

Negara Republik Indonesia Nomor 106 Tahun 2007.