kearifan lokal hubungan antar umat beragama di...

12
Riptek Vol.5 No.I Tahun 2011, Hal.: 7 - 18 * ) DR.H.Ali Imron HS, Staf Peneliti LP3M Universitas Wahid Hasyim Semarang; dosen Pascasarjana IAIN Walisongo Semarang. E-mail: [email protected] KEARIFAN LOKAL HUBUNGAN ANTAR UMAT BERAGAMA DI KOTA SEMARANG Ali Imron HS *) Abstract Associations or organizations both in the form of forum or community or whatever name he is cross-religion in the city of Semarang is one effort to provide a venue for dialogue and understanding to know each other adherents of different religions. Results of research took place in Semarang is a phenomenological qualitative research, the empirical approach. Research results presented are descriptive. Socio-economic and political issues also become a hot issue in the dialogue that was held regularly by the Interfaith Forum. The forum also provides input and advice to the Government consideration in particular the Mayor of Semarang city associated with religious life.There is a problematic that is noteworthy for its stakeholders, so that harmony between religious life can be enhanced and sustained across generations.When conflicts occur in the field then the solution involves not only two religious leaders in conflict, but the inter-faith forum in the city of Semarang involve all the existing religious leaders. Keywords : religious, harmony, Semarang Latar Belakang Kerukunan umat beragama merupakan modal yang sangat berharga bagi kelangsungan kehidupan seluruh masyarakat Indonesia. Kerukunan umat beragama adalah sesuatu yang dinamis yang dapat berubah sesuai dengan perilaku para pendukungnya. Oleh karena itu perilaku para pemimpin agama dan juga tokoh masyarakat memegang peranan penting dalam menjaga iklim kondusif. Di sinilah arti pentingnya hubungan antar umat beragama plus yaitu hubungan komunikatif yang tidak terbatas pada tokoh agama tapi juga pelibatan para tokoh masyarakat dan pejabat birokrasi pemerintahan. Kemajemukan masyarakat merupakan suatu hal yang unik. Masyarakat majemuk dapat dibedakan dalam tiga jenis, yaitu : pertama, kemajemukan masyarakat yang didasarkan pada ukuran ekonomi. Kedua, diferensiasi fungsional, yaitu berdasarkan pembagian kerja dalam suatu organisasi yang muncul karena melaksanakan pekerjaan yang berlainan. Ketiga, adalah kemajemukan menurut adat, yaitu aturan-aturan untuk berperilaku yang dianggap tepat bagi suatu masyarakat sesuai dengan waktu dan tempat yang digunakan. Forum lintas agama di Kota Semarang merupakan wadah yang unik dan tidak seperti farum-forum lintas agama yang ada di kota-kota lain di Jawa Tengah. Forum lintas agama di Kota Semarang di dalamnya terdapat unsur pejabat pemerintah kota, unsur tokoh agama, unsur tokoh masyarakat, dan unsur tokoh organisasi keagamaan yang berlatar belakang dari berbagai agama. Pemerintah Kota Semarang memfasilitasi forum lintas agama ini untuk menunjang program kerja yang diarahkan untuk terciptanya harmonisasi dengan sesama ciptaan Tuhan menuju kesejahteraan lahir bathin. Aktifitas forum lintas agama di Kota Semarang ini menjadi daya tarik sendiri bagi para pegiat hubungan lintas agama di Jawa Tengah pada khususnya dan di Indonesia pada umumnya. Oleh karenanya forum lintas agama ini merupakan kearifan lokal Semarang yang dapat dijadikan sebagai salah satu model hubungan antar umat beragama di Indonesia. Gesekan kepentingan masyarakat terkadang juga bermuatan isu agama. Pemerintah Kota Semarang sangat berkepentingan untuk melokalisir gesekan yang mungkin saja terjadi dengan melibatkan berbagai elemen masyarakat termasuk di dalamnya tokoh atau pemuka agama. Peran tokoh agama dan tokoh masyarakat dituntut untuk ikut serta memecahkan problematika ini. Untuk mewadahi berbagai kepentingan yang terkait dengan hubungan lintas agama dan juga hubungan antar tokoh masyarakat lintas etnik dan lintas agama, di Semarang sudah terdapat berbagai forum dan juga paguyuban di antaranya adalah Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB), Paguyuban Petamas (Pemerintah Tokoh Agama Tokoh Masyarakat), Interfaith, Forkhagama (Forum Keadilan dan Hak Asasi Umat Beragama), dan yang sejenisnya. Berdasarkan paparan tersebut, maka diperlukan adanya kajian yang lebih komprehensif dan mendalam tentang apa dan bagaimana forum lintas agama di Kota Semarang ini berkiprah dalam kehidupan bermasyarakat berbalut wawasan kebangsaan sehingga terwujud kerukunan umat beragama. Perumusan Masalah Permasalahan dalam penelitian ini berporos pada tiga hal, yaitu: 1) Apa dan bagaimana peranan forum-forum lintas agama dalam ikut serta mewujudkan

Upload: ngocong

Post on 19-Mar-2019

235 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Riptek Vol.5 No.I Tahun 2011, Hal.: 7 - 18

*) DR.H.Ali Imron HS, Staf Peneliti LP3M Universitas Wahid Hasyim Semarang; dosen Pascasarjana IAIN

Walisongo Semarang. E-mail: [email protected]

KEARIFAN LOKAL HUBUNGAN ANTAR UMAT BERAGAMA

DI KOTA SEMARANG

Ali Imron HS*)

Abstract Associations or organizations both in the form of forum or community or whatever name he is cross-religion in the

city of Semarang is one effort to provide a venue for dialogue and understanding to know each other adherents

of different religions. Results of research took place in Semarang is a phenomenological qualitative research, the

empirical approach. Research results presented are descriptive. Socio-economic and political issues also become a

hot issue in the dialogue that was held regularly by the Interfaith Forum. The forum also provides input and

advice to the Government consideration in particular the Mayor of Semarang city associated with religious

life.There is a problematic that is noteworthy for its stakeholders, so that harmony between religious life can be

enhanced and sustained across generations.When conflicts occur in the field then the solution involves not only

two religious leaders in conflict, but the inter-faith forum in the city of Semarang involve all the existing religious

leaders.

Keywords : religious, harmony, Semarang

Latar Belakang

Kerukunan umat beragama merupakan

modal yang sangat berharga bagi kelangsungan

kehidupan seluruh masyarakat Indonesia.

Kerukunan umat beragama adalah sesuatu yang

dinamis yang dapat berubah sesuai dengan

perilaku para pendukungnya. Oleh karena itu

perilaku para pemimpin agama dan juga tokoh

masyarakat memegang peranan penting dalam

menjaga iklim kondusif. Di sinilah arti

pentingnya hubungan antar umat beragama plus

yaitu hubungan komunikatif yang tidak terbatas

pada tokoh agama tapi juga pelibatan para

tokoh masyarakat dan pejabat birokrasi

pemerintahan.

Kemajemukan masyarakat merupakan

suatu hal yang unik. Masyarakat majemuk dapat

dibedakan dalam tiga jenis, yaitu : pertama,

kemajemukan masyarakat yang didasarkan pada

ukuran ekonomi. Kedua, diferensiasi fungsional,

yaitu berdasarkan pembagian kerja dalam suatu

organisasi yang muncul karena melaksanakan

pekerjaan yang berlainan. Ketiga, adalah

kemajemukan menurut adat, yaitu aturan-aturan

untuk berperilaku yang dianggap tepat bagi

suatu masyarakat sesuai dengan waktu dan

tempat yang digunakan.

Forum lintas agama di Kota Semarang

merupakan wadah yang unik dan tidak seperti

farum-forum lintas agama yang ada di kota-kota

lain di Jawa Tengah. Forum lintas agama di Kota

Semarang di dalamnya terdapat unsur pejabat

pemerintah kota, unsur tokoh agama, unsur

tokoh masyarakat, dan unsur tokoh organisasi

keagamaan yang berlatar belakang dari berbagai

agama. Pemerintah Kota Semarang memfasilitasi

forum lintas agama ini untuk menunjang

program kerja yang diarahkan untuk terciptanya

harmonisasi dengan sesama ciptaan Tuhan

menuju kesejahteraan lahir bathin.

Aktifitas forum lintas agama di Kota

Semarang ini menjadi daya tarik sendiri bagi

para pegiat hubungan lintas agama di Jawa

Tengah pada khususnya dan di Indonesia pada

umumnya. Oleh karenanya forum lintas agama

ini merupakan kearifan lokal Semarang yang

dapat dijadikan sebagai salah satu model

hubungan antar umat beragama di Indonesia.

Gesekan kepentingan masyarakat

terkadang juga bermuatan isu agama.

Pemerintah Kota Semarang sangat

berkepentingan untuk melokalisir gesekan yang

mungkin saja terjadi dengan melibatkan berbagai

elemen masyarakat termasuk di dalamnya tokoh

atau pemuka agama. Peran tokoh agama dan

tokoh masyarakat dituntut untuk ikut serta

memecahkan problematika ini. Untuk mewadahi

berbagai kepentingan yang terkait dengan

hubungan lintas agama dan juga hubungan antar

tokoh masyarakat lintas etnik dan lintas agama,

di Semarang sudah terdapat berbagai forum dan

juga paguyuban di antaranya adalah Forum

Kerukunan Umat Beragama (FKUB), Paguyuban

Petamas (Pemerintah Tokoh Agama Tokoh

Masyarakat), Interfaith, Forkhagama (Forum

Keadilan dan Hak Asasi Umat Beragama), dan

yang sejenisnya.

Berdasarkan paparan tersebut, maka

diperlukan adanya kajian yang lebih

komprehensif dan mendalam tentang apa dan

bagaimana forum lintas agama di Kota Semarang

ini berkiprah dalam kehidupan bermasyarakat

berbalut wawasan kebangsaan sehingga

terwujud kerukunan umat beragama.

Perumusan Masalah

Permasalahan dalam penelitian ini

berporos pada tiga hal, yaitu:

1) Apa dan bagaimana peranan forum-forum

lintas agama dalam ikut serta mewujudkan

Kearifan Lokal Hubungan Antar

Umat Beragama Di Kota Semarang (Ali Imron HS)

8

kerukunan hubungan antar umat beragama

di Kota Semarang?

2) Apa faktor-faktor yang mendorong dan

menghambat kerukunan hubungan antar

umat beragama di Kota Semarang ?

3) Bagaimana problematika aktifitas forum-

forum lintas agama di Kota Semarang

dalam ikut serta mewujudkan Kota

Semarang yang religius sesuai dengan visi

misi Kota Semarang?

Tujuan dan Sasaran

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1) Untuk mengetahui apa dan bagaimana

peranan forum-forum lintas agama dalam

ikut serta mewujudkan kerukunan

hubungan antar umat beragama di Kota

Semarang.

2) Untuk menemukan faktor-faktor yang

mendorong dan menghambat kerukunan

hubungan antar umat beragama di Kota

Semarang.

3) Untuk menemukan problematika aktifitas

forum-forum lintas agama di Kota

Semarang dalam ikut serta mewujudkan

visi misi Kota Semarang.

Adapun sasaran yang dilakukan dalam

mencapai tujuan penelitian ini antara lain:

1) Identifikasi dan pemetaan kehidupan

kerukunan umat beragama di Kota

Semarang;

2) Analisis peranan forum-forum lintas agama

dalam ikut serta mewujudkan kerukunan

hubungan antar umat beragama di Kota

Semarang;

3) Analisis faktor-faktor yang mendorong dan

menghambat kerukunan hubungan antar

umat beragama di Kota Semarang;

4) Analisis problematika aktifitas forum-

forum lintas agama di Kota Semarang

dalam ikut serta mewujudkan Kota

Semarang yang religius sesuai dengan visi

misi Kota Semarang;

5) Rekomendasi strategis atas kehidupan

kerukunan umat beragama yang sesuai

dengan karakter budaya lintas agama yang

khas masyarakat Kota Semarang.

Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup wilayah penelitian ini adalah

wilayah administratif Kota Semarang. Sedangkan

ruang lingkup kajian penelitian ini dibatasi pada

a) Aktifitas forum lintas agama dan ormas

keagamaan yang relevan di Kota Semarang

dalam membangun komunikasi yang sinergis

menuju terwujudnya kerukunan hubungan antar

umat beragama; dan b) Aktifitas sosial

masyarakat dan kebijakan pemerintah Kota

Semarang yang relevan dengan kerukunan antar

umat agama.

Tinjauan Pustaka

Kerukunan Umat Beragama

Kata kerukunan dari kata rukun berasal

dari bahasa Arab, ruknun (rukun) jamaknya

arkan berarti asas atau dasar, misalnya rukun

Islam, asas Islam atau dasar agama Islam. Dalam

Kamus Besar Bahasa Indonesia, Rukun (a-

ajektiva) berarti (1) baik dan damai. tidak

bertentangan : kita hendaknya hidup rukun

dengan tetangga; (2) bersatu hati, bersepakat:

penduduk kampung itu rukun sekali.

Merukunkan berarti: (1) mendamaikan; (2)

menjadikan bersatu hati.1

Kerukunan Hidup Umat Beragama, berarti

hidup dalam suasana baik dan damai, tidak

bertengkar; bersatu hati dan bersepakat antar

umat yang berbeda-beda agamanya; atau antara

umat dalam satu agama.

Gambar 1

Tri Kerukunan Umat Beragama

Kebijakan Pembinaan Kerukunan Umat

Beragama dan Penyiaran Agama

Inspirasi dan aspirasi keagamaan tercermin

dalam rumusan Pancasila dan Undang-Undang

Dasar 1945. Di dalam Pasal 29 UUD 1945

dinyatakan bahwa (1) Negara berdasar atas

Ketuhanan Yang Maha Esa dan (2) Negara

menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk

untuk memeluk agamanya masing-masing dan

untuk beribadat menurut agamanya dan

kepercayaannya itu.

Dari segi Pemerintah, upaya pembinaan

kerukunan hidup beragama telah dimulai sejak

tahun 1965, dengan ditetapkannya Penetapan

Presiden Nomor 1 Tahun 1965 tentang

Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan

Agama yang kemudian dikukuhkan menjadi

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1969. Pada

zamam pemerintahan Orde Baru, Pemerintah

senantiasa memprakarsai berbagai kegiatan guna

1 Purwadarminto, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta:

Balai Pustaka, 1989, 234

Riptek Vol.5 No.I Tahun 2011, Hal.: 7 - 18

9

mengatasi ketegangan dalam kehidupan

beragama, agar kerukunan hidup beragama

selalu dapat tercipta, demi persatuan dan

kesatuan bangsa serta pembangunan.

Kebijakan Pembinaan Umat Beragama di

Indonesia sejak Indonesia merdeka dapat

disebutkan sebagai berikut:

1. Penetapan Presiden RI Nomor 1 Tahun

1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan

dan/atau Penodaan Agama.

2. Penetapan Presiden RI Nomor 4 Tahun

1963 tentang Pengamanan terhadap

Barang-barang Cetakan yang Isinya dapat

Mengganggu Ketertiban Umum.

3. Instruksi Presiden RI Nomor 14 tahun

1967 tentang Agama, Kepercayaan dan

Adat Istiadat Cina.

4. Keputusan Bersama Menteri Agama dan

Menteri Dalam Negeri No. 01/BER/Mdn-

Mag/1969 tentang Pelaksanaan Tugas

Aparatur Pemerintahan dalam Menjamin

Ketertiban dan Kelancaran Pelaksanaan

Pengembangan dan Ibadat Agama oleh

Pemeluk-pemeluknya.

5. Instruksi Menteri Agama RI Nomor 3

Tahun 1995 tentang Tindak lanjut

Keputusan Bersama Menteri Agama dan

Menteri Dalam Negeri Nomor

01/BER/MDN-MAG/1969 di Daerah.

6. Keputusan Bersama Menteri Agama dan

Menteri Dalam Negeri Nomor 70 Tahun

1978 tentang Pedoman Penyiaran Agama.

7. Keputusan Bersama Menteri Agama dan

Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun

1979 tentang Tatacara Pelaksanaan

Penyiaran Agama dan Bantuan Luar Negeri

kepada Lembaga Keagamaan di Indonesia.

8. Keputusan Menteri Agama Nomor 35

Tahun 1980 tentang Wadah Musyawarah

Antar Umat Beragama.

9. Instruksi Menteri Agama Republik

Indonesia Nomor 3 Tahun 1981 tentang

Pelaksanaan Pembinaan Kerukunan Hidup

Umat Beragama di Daerah Sehubungan

dengan Telah Terbentuknya Wadah

Musyawarah antar Umat Beragama.

10. Keputusan Jaksa Agung Republik Indonesia

Nomor : Kep-108/J.A/5/1984 tentang

Pembentukan Team Koordinasi

Pengawasan Aliran Kepercayaan

Masyarakat.

11. Surat Kawat Menteri Dalam Negeri Nomor

264/KWT/DITPUM/DV/V/75 perihal

Penggunaan Rumah Tempat Tinggal sebagai

Gereja.

12. Surat Kawat Menteri Dalam Negeri Nomor

933/KWT/SOSPOL/DV/XI/75 perihal

Penjelasan terhadap Surat Kawat Menteri

dalam Negeri Nomor

264/KWT/DITPUM/DV/V/75 tanggal 28

Nopember 1975.

13. Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor

455.2-360 tentang Penataan Klenteng.

14. Instruksi Menteri Agama Nomor 4 Tahun

1978 tentang Kebijaksanaan Mengenai

Aliran-aliran Kepercayaan.

15. Instruksi Direktur Jenderal Bimas Islam

Nomor Kep/D/101/78 tentang Tuntunan

Penggunaan Pengeras Suara di Masjid dan

Mushalla.

16. Keputusan Menteri Agama RI Nomor 84

Tahun 1996 tentang Petunjuk Pelaksanaan

Penanggulangan Kerukunan Hidup Umat

Beragama.

17. Keputusan Menteri Agama RI Nomor 473

Tahun 2003 tentang Petunjuk Pelaksanaan

Penanggulangan Kerawanan Kerukunan

Hidup Umat Beragama.

18. Peraturan Bersama Menteri Agama dan

Menteri Dalam Negeri Nomor 8 dan 9

Tahun 2006 tentang Pedoman Pelaksanaan

Tugas Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah

dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat

Beragama, Pemberdayaan Forum

Kerukunan Antar Umat Beragama, dan

Pendirian Rumah Ibadat.2

Ketentuan yang tertuang dalam nomor

urut 1 sampai dengan nomor urut 17 tersebut

di atas telah disempurnakan isinya dan tertuang

dalam peraturan bersama Menteri Agama dan

Menteri Dalam Negeri Nomor 8 dan 9 Tahun

2006. Dengan lahirnya peraturan bersama

Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri

Nomor 8 dan 9 Tahun 2006 ini maka segala

ketentuan yang mengatur tentang kehidupan

umat beragama sebelumnya dinyatakan tidak

berlaku lagi.

Materi Pokok tentang Pemeliharaan

Kerukunan Umat Beragama

Peraturan Bersama Menteri Agama dan

Menteri Dalam Negeri Nomor 8 dan 9 Tahun

2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas

Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah dalam

Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama,

Pemberdayaan Forum Kerukunan Antar Umat

Beragama, dan Pendirian Rumah Ibadat. Di

dalam peraturan bersama menteri ini

dituangkan tentang beberapa pedoman pokok

yaitu 1) ketentuan umum; 2) tugas-tugas kepala

daerah/wakil kepala daerah dalam pemeliharaan

kerukunan umat beragama sebagai bagian

penting dari kerukunan nasional; 3)

pembentukan forum kerukunan umat beragama,

4) pedoman pendirian rumah ibadah; 5)ijin

sementara pemanfaatan bangunan gedung untuk

rumah ibadah; 6) penyelesaian perselisihan; 7)

pengawasan dan pelaporan; 8) belanja; 9)

2 Lihat: Himpunan Peraturan Tentang Ketahanan Bangsa, Badan Kesatuan Bangsa dan Perlindungan Masyarakat

Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008

Kearifan Lokal Hubungan Antar

Umat Beragama Di Kota Semarang (Ali Imron HS)

10

ketentuan peralihan; dan 10) ketentuan

penutup.

Prinsip yang dianut oleh peraturan

bersama ini terkait dengan pemberdayaan

forum kerukunan umat beragama adalah bahwa

pemeliharaan kerukunan umat beragama adalah

upaya bersama umat beragama dan pemerintah

di bidang pelayanan, pengaturan dan

pemberdayaan umat beragama.

Agar pemberdayaan umat beragama dapat

terlaksana dengan baik diperlukan adanya suatu

wadah di tingkat lokal dalam hal ini

kabupaten/kota dan provinsi untuk menghimpun

para pemuka agama baik yang memimpin atau

tidak memimpin ormas keagamaan. Wadah ini

disebut Forum Kerukunan Umat Beragama

(FKUB) yang menjadi tempat musyawarah

berbagai masalah keagamaan dan dicarikan jalan

keluarnya.

Terkait dengan syarat pendirian rumah

ibadah telah tertuang secara teknis dalam pasal

13 dan 14. Pendirian rumah ibadah didasarkan

pada keperluan nyata dan sungguh-sungguh

berdasarkan komposisi jumlah penduduk bagi

pelayanan umat beragama yang bersangkutan di

tingkat kelurahan, tingkat kecamatan, tingkat

kabupaten/kota, dan tingkat provinsi secara

berjenjang. Pendirian rumah ibadah harus

melengkapi dokumen teknis secara tertulis

calon pengguna rumah ibadah 90 orang dan

didukung oleh masyarakat setempat paling

sedikit 60 orang.

Berikut ini daftar ragaan tiga isu pokok

dalam Peraturan Bersama Menteri Agama dan

Menteri Dalam Negeri Nomor 8 dan 9 Tahun

2006:

Gambar 2

Tiga Isu Pokok dalam Peraturan Bersama

Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri

Nomor 8 dan 9 Tahun 2006

Materi Pokok Tentang Pedoman

Penyiaran Agama

Pedoman penyiaran agama di Indonesia

diatur dalam Keputusan Menteri Agama Nomor

70 Tahun 1978. Untuk menjaga stabilitas

nasional dan demi tegaknya kerukunan antar

umat beragama, pengembangan dan penyiaran

agama supaya dilaksanakan dengan semangat

kerukunan, tenggang rasa, teposeliro, saling

menghargai, hormat menghormati antar umat

beragama sesuai jiwa Pancasila.

Penyiaran agama tidak dibenarkan untuk:

a. Ditujukan terhadap orang dan atau orang-

orang yang telah memeluk sesuatu agama

lain.

b. Dilakukan dengan menggunakan

bujukan/pemberian materil, uang, pakaian,

makanan/minuman, obat-obatan dan lan-

lain agar supaya orang tertarik untuk

memeluk suatu agama.

c. Dilakukan dengan cara-cara penyebaran

pamlet, buletin, majalah, buku-buku dan

sebagainya di daerah-daerah/ di rumah-

rumah kediaman umat/ orang yang

beragama lain.

d. Dilakukan dengan cara-cara masuk keluar

dari rumah ke rumah orang yang telah

memeluk agama lain dengan dalih apapun.

Berbagai Perspektif Pluralisme Agama

Secara sosiologis, pluralisme agama adalah

suatu kenyataan bahwa kita adalah berbeda-

beda, beragam dan plural dalam hal beragama.

Ini adalah kenyataan sosial, sesuatu yang niscaya

dan tidak dapat dipungkiri lagi. Dalam kenyataan

sosial, kita telah memeluk agama yang berbeda-

beda.

Terdapat beberapa pemikiran diajukan

orang untuk mencapai kerukunan dalam

kehidupan beragama. Pertama, sinkretisme, yaitu

pendapat yang menyatakan bahwa semua agama

adalah sama. Kedua, reconception, yaitu

menyelami dan meninjau kembali agama sendiri

dalam konfrontasi dengan agama-agama lain.

Ketiga, sintesis, yaitu menciptakan suatu agama

baru yang elemen-elemennya diambilkan dari

pelbagai agama, supaya dengan demikian tiap-

tiap pemeluk agama merasa bahwa sebagian

dari ajaran agamanya telah terambil dalam

agama sintesis (campuran) itu. Keempat,

penggantian, yaitu mengakui bahwa agamanya

sendiri itulah yang benar, sedang agama-agama

lain adalah salah; dan berusaha supaya orang-

orang yang lain agama masuk dalam agamanya.

Kelima, agree in disagreement (setuju dalam

perbedaan), yaitu percaya bahwa agama yang

dipeluk itulah agama yang paling baik, dan

mempersilahkan orang lain untuk mempercayai

bahwa agama yang dipeluknya adalah agama

yang paling baik.3

Berikut ini daftar ragaan tiga model

pluralisme:

3A. Mukti Ali, “Ilmu Perbandingan Agama, Dialog, Dakwah dan Misi”, dalam Burhanuddin Daja dan Herman Leonard Beck (red.), Ilmu Perbandingan agama di Indonesia dan

Belanda, Jakarta : INIS, 1992, hlm. 227-229.

Keterangan: 1)Pedoman pendirian

rumah ibadah; 2)Pembentukan forum kerukunan umat beragama,

3)Tugas kepala daerah/wakil kepala daerah dalam pemeliharaan

kerukunan umat beragama sebagai bagian penting dari kerukunan nasional;

Riptek Vol.5 No.I Tahun 2011, Hal.: 7 - 18

11

Gambar 3

Tiga Model Pluralisme

Dialog dan Tantangan Umat Beragama

Sekarang ini umat beragama dihadapkan

pada tantangan munculnya benturan-benturan

atau konflik di antara mereka. Yang paling aktual

adalah konflik antar umat beragama di Poso.

Potensi pecahnya konflik sangatlah besar,

sebesar pemilahan-pemilahan umat manusia ke

dalam batas-batas objektif dan subjektif

peradaban. Menurut Samuel P. Huntington,

unsur-unsur pembatas objektif adalah bahasa,

sejarah, agama, adat istiadat, dan lembaga-

lembaga. Unsur pembatas subjektifnya adalah

identifikasi dari manusia. Perbedaan antar

pembatas itu adalah nyata dan penting.4 Secara

tidak sadar, manusia terkelompok ke dalam

identitas-identitas yang membedakan antara

satu dengan lainnya.

Dari klasifikasi di atas, agama merupakan

salah satu pembatas peradaban. Artinya, umat

manusia terkelompok dalam agama Islam,

Kristen, Katolik, Khong Hucu dan sebagainya.

Potensi konflik antar mereka tidak bisa

dihindari. Oleh karena itu, untuk mengantisipasi

pecahnya konflik antar umat beragama perlu

dikembangkan upaya-upaya dialog untuk

mengeliminir perbedaan-perbedaan pembatas di

atas.

Dialog adalah upaya untuk menjembatani

bagaimana benturan bisa dieliminir. Dialog

memang bukan tanpa persoalan, misalnya

berkenaan dengan standar apa yang harus

digunakan untuk mencakup beragam peradaban

yang ada di dunia. Menurut hemat penulis, perlu

adanya standar yang bisa diterima semua pihak.

Dengan kata lain, perlu ada standar universal

untuk semua. Standar itu hendaknya bermuara

pada moralitas internasional atau etika global,

yaitu hak asasi manusia, kebebasan, demokrasi,

keadilan dan perdamaian. Hal-hal ini bersifat

universal dan melampaui kepentingan umat

tertentu.5

4Samuel P. Huntington, “Benturan Antar Peradaban, Masa Depan Politik Dunia?” dalam Jurnal Ulumul Qur’an, No. 5,

Vol.IV Tahun 1993, hlm. 12. 5Lihat Bassam Tibi, “Moralitas Internasional sebagai Landasan Lintas Budaya”, dalam M. Nasir Tamara dan Elza

Pelda Taher (ed.), Agama dan Dialog Antar Peradaban, Jakarta

Di sinilah kemudian diperlukan suatu

pendekatan dan metodologi yang proporsional

baik secara intra-agama maupun antar agama

untuk menghindari lahirnya truth claim yang

mungkin justru akan memperuncing benturan.

Tawaran-tawaran yang telah dikemukakan oleh

para cendekiawan muslim Indonesia merupakan

sumbangan pemikiran yang dapat menjadi

moralitas yang bersifat universal atau menjadi

global etik yang dapat dipakai oleh semua orang.

Apa yang telah dikemukakan oleh para

cendekiawan tentang pluralisme agama secara

sosiologis, toleransi agama dan hak asasi

manusia, konsep modus vivendi dan

persaudaraan universal yang penuh dengan

nuansa hak-hak asasi manusia dan kebebasan

beragama, agree in disagreement, dimensi moral

dan etis, self-kritik dan pluralisme dalam

bertindak dan berpikir, sikap toleransi dan

sikap pluralisme serta perlunya memahami

pesan Tuhan, merupakan upaya untuk mencari

solusi bagaimana umat beragama bisa hidup

damai dan harmonis.

Metodologi Penelitian

Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian

kualitatif fenomenologis, dengan pendekatan

empirik mengingat objek penelitiannya adalah

aktifitas yang hidup di masyarakat. Hasil

penelitiannya disuguhkan secara diskriptif.

Penelitian ini mengambil lokasi di Kota

Semarang sebagai ibu kota Jawa Tengah. Berikut

ini ragaan sasaran penelitian:

Gambar 4

Sasaran Penelitian

: Yayasan Paramadina, 1996, hlm. 163. Lihat juga Parliament

of the World’s Religions, Declaration Toward a Global Ethic, Chicago : t.th., hlm. 5. Lihat juga Zainul Abas, “Dialog Agama, Pluralitas Budaya dan Visi Perdamaian”, dalam

Kompas, No. 213 Tahun Ke-32, 31 Januari 1997.

PLURALISME IDEAL

(agree in disagreement)

Pluralisme antara absolut

dan liberal

Pluralisme

liberal

Pluralisme masih menyisakan absolutisme

agama

Kearifan Lokal Hubungan Antar

Umat Beragama Di Kota Semarang (Ali Imron HS)

12

Tahapan Penelitian

Tahapan-tahapan penelitian

sebagaimana tertuang dalam daftar ragaan

sebagai berikut:

Gambar 5

Tahapan penelitian

Teknik Pengumpulan Data

Peneliti berusaha untuk memotret data

dan fenomena yang ada secara utuh dan padu

dengan menggunakan metode observasi

partisipatif. Data-data yang dihimpun dalam

penelitian ini terdiri dari data primer dan data

sekunder. Data-data primer meliputi:

1) Dokumen-dokumen resmi yang memuat

aktifitas forum-rorum lintas agama yang

terkait dengan kehidupan kerukunan antar

umat beragama di Semarang.

2) Dokumen-dokumen resmi yang memuat

peraturan-peraturan atau kesepakatan-

kesepakatan yang terjadi dan bersentuhan

langsung dengan aktifitas forum-forum

lintas agama.

3) Temuan-temuan yang berupa praktik

kegiatan forum-forum lintas agama dalam

upaya membangun komunikasi yang sinergis

menuju terwujudnya kehidupan hubungan

antar umat beragama yang harmonis.

Data-data sekunder meliputi 1)Buku-buku yang

membahas tentang hubungan antar umat

beragama di Indonesia; dan 2)Pendapat para ahli

tentang hubungan antar umat beragama.

Data-data tersebut bersumber dari

informan dan para nara sumber terpercaya yang

bersentuhan langsung dengan aktifitas forum-

forum lintas agama di Kota Semarang.

Untuk mendapatkan data-data yang

diperlukan dalam penelitian ini, peneliti

menggunakan teknik informasi dokumentasi.

Penelitian melalui studi dokumenter lebih

diarahkan pada penelitian terhadap dokumen-

dokumen pemerintah, forum-forum lintas

agama, serta dokumen yang relevan.

Teknik berikutnya adalah wawancara yang

mendalam terhadap para aktifis hubungan lintas

agama di Kota Semarang dan juga para

pengambil kebijakan yang terkait dengan

penelitian ini.

Jumlah responden ditetapkan dengan

menggunakan teknik snow-ball, yakni penggalian

data melalui wawancara yang mendalam dari

satu responden ke responden lainnya dan

seterusnya sampai peneliti tidak menemukan

informasi baru lagi, jenuh dan informasi yang

tidak berkualitas lagi.

Untuk mendapatkan data yang akurat,

peneliti menggunakan metode tri angulasi yaitu

memadukan data yang telah diperoleh dengan

teknik tertentu diuji silang dengan teknik yang

lain. Hal ini penting agar data yang peneliti

dapatkan lebih akurat.

Metode Analisis

Data kualitatif yang diperoleh dalam

penelitian ini, kemudian akan dianalisis secara

diskriptif kualitatif dengan tahapan proses

analisis sebagai berikut:

1. Identifikasi dan pemetaan kehidupan

kerukunan umat beragama di Kota

Semarang, mencakup bentuk kegiatan lintas

agama dan peranan stakeholders yang

terlibat;

2. Analisis peranan forum-forum lintas agama

dalam ikut serta mewujudkan kerukunan

hubungan antar umat beragama di Kota

Semarang;

3. Analisis faktor-faktor yang mendorong dan

menghambat kerukunan hubungan antar

umat beragama di Kota Semarang;

4. Analisis problematika aktifitas forum-forum

lintas agama di Kota Semarang dalam ikut

serta mewujudkan Kota Semarang yang

religius sesuai dengan visi misi Kota

Semarang;

5. Rekomendasi strategis atas kehidupan

kerukunan umat beragama yang sesuai

dengan karakter budaya lintas agama yang

khas masyarakat Kota Semarang.

Forum Lintas Agama Di Kota Semarang

Kondisi Geografis Kota Semarang

Secara administratif Kota Semarang

terdiri dari 117 kelurahan dan 16 kecamatan.

Kondisi geografis Kota Semarang secara garis

besar terdiri dari dataran rendah di bagian utara

(dikenal dengan istilah Kota Bawah) dan dataran

tinggi di bagian selatan (dikenal dengan istilah

Kota Atas). Di sebelah barat berbatasan dengan

Kabupaten Kendal; di sebelah selatan

berbatasan dengan Kabupaten Semarang; di

sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten

Demak dan Kabupaten Grobogan; dan di

sebelah utara berbatasan dengan Laut Jawa.

Tahap

Persiapan:

-proposal -

legitimasi

Tahap Akhir:

-mereview

-evaluasi

-final laporan

-rekomendasi

Tahap Pelaksanaan: -menggali data-

data kualitatif -menyajikannya dalam bentuk

diskriptif kualitatif disertai

penjelasan dan

pemaknaan jawaban atas

permasalahan

- content analysis

Riptek Vol.5 No.I Tahun 2011, Hal.: 7 - 18

13

Keadaan Penduduk Kota Semarang

Berdasarkan jumlah pemeluk agama,

jumlah penduduk Kota Semarang tercatat

sebagai berikut:

Tabel 1

Jumlah Penduduk berdasarkan Pemeluk Agama6

No Agama

Jenis Kelamin

Jumlah Laki-Laki

Perempuan

1 Islam 569.791 588.299 1.158.090

2 Katolik

39.431

42.415 81.846

3 Kristen

44.295

47.639 91.934

4 Hindu 1.217

974 2.191

5 Budha

6.523

6.596 13.119

6 Lainnya 797

826 1.623

Jumlah 662.054 686.749 1.348.803

Adapun jumlah tempat ibadah di Kota

Semarang dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 2

Jumlah Tempat Ibadah di Kota Semarang7 No Nama Rumah

Ibadah Jumlah

1 Masjid 1.056

2 Musholla 1.642

3 Gereja Kristen 218

4 Gereja Katolik 21

5 Kapel Katolik 18

6 Pura 10

7 Vihara 39

Jumlah 3004

Permasalahan yang Dihadapi Kota

Semarang

Kota Metropolitan Semarang

menghadapi berbagai permasalahan, baik

internal maupun eksternal. Masalah internal

meliputi tata guna lahan dan limitasi kondisi

alam, sedangkan masalah ekternal umumnya

terjadi di wilayah perbatasan.

Paguyuban PETAMAS: Kearifan Lokal

Forum Lintas Agama Plus

Paguyuban PETAMAS (Pemerintah Kota,

Tokoh Agama, dan Tokoh Masyarakat)

merupakan organisasi yang didirikan bersama-

sama oleh Pemerintah Kota, tokoh agama dan

juga tokoh masyarakat di Kota Semarang.

Awal pendirian Paguyuban PETAMAS ini,

Walikota Semarang (Bpk H.Sukawi

Sutarip,SH.,SE) sebagai penggagas, mengundang

para tokoh agama dan juga tokoh masyarakat

6 Data tahun 2006, sumber dari

http://jateng.bps.go.id/2006/web06bab104/web06_1040301.htm 7 Data tahun 2009, sumber dari

http://www.jateng.depag.go.id/

Kota Semarang pada suatu acara jamuan makan

siang dan diskusi ringan tentang peran serta

masyarakat dalam ikut serta mewujudkan visi

misi Kota Semarang, tanggal 15 Februari 2006.8

Tokoh agama yang hadir diwakili oleh

Ketua Organisasi Keagamaan unsur Islam yaitu

MUI (Majelis Ulama Indonesia); unsur Kristen

yaitu PGKS (Persekutuan Gereja-Gereja Kristen

Kota Semarang); unsur Khatolik yaitu VIKEP

(Vikarip Ephiskopalis); unsur Budha yaitu

WALUBI (Perwalian Umat Budha Indonesia);

unsur Hidhu yaitu PHDI (Parisada Hindu

Darma Indonesia); unsur Khonghucu yaitu

MAKIN (Majelis Agama Khonghucu Indonesia).

Adapun dari unsur tokoh masyarakat yang hadir

diwakili dari pengurus Forum LPMK (Lembaga

Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan) Kota dan

FIM (Forum Interaktif Masyarakat) se Kota

semarang.

Dasar Pembentukan dan Kedudukan

Paguyuban

Sebagai dasar pembentukan Paguyuban

PETAMAS (Pemerintah, Tokoh Agama dan

Tokoh Masyarakat) Kota Semarang adalah

Keputusan Walikota Semarang Nomor 200.05

/ 286 tahun 2006 tentang Pembentukan

Paguyuban Pemerintah, Tokoh Agama dan

Tokoh Masyarakat (PETAMAS) Kota Semarang

Periode 2006 – 2010 dan dirubah dengan

Keputusan Walikota Semarang Nomor 220 /

127 tahun 2008 tentang Pembentukan

Paguyuban Pemerintah, Tokoh Agama dan

Tokoh Masyarakat (PETAMAS) Kota Semarang

tahun 2006 – 2010.

Tugas Pokok dan Fungsi Paguyuban

Paguyuban Pemerintah, Tokoh Agama

dan Tokoh Masyarakat (PETAMAS) Kota

Semarang mempunyai tugas :

a. memberikan bahan – bahan masukan

pemikiran yang berkaitan dengan upaya

membangun dan memupuk persaudaraan

umat beragama di Kota Semarang dan;

b. melaksanakan kegiatan yang berkaitan

dengan program pembinaan umat beragama

demi mantapnya persatuan dan kesatuan

bangsa dan tidak mengarah pada kegiatan

politik.

Visi, Misi dan Motto Paguyuban

Paguyuban Pemerintah, Tokoh Agama dan

Tokoh Masyarakat (PETAMAS) Kota Semarang

mempunyai visi, yaitu: ”Terciptanya Kondisi

Kebersamaan, Kerukunan dan Ketentraman

Dalam Kehidupan Beragama, Bermasyarakat,

Berbangsa dan Bernegara Yang Sejahtera Lahir

dan Batin di Kota Semarang”.

8 Buku Profil Paguyuban PETAMAS, Desember 2008

Kearifan Lokal Hubungan Antar

Umat Beragama Di Kota Semarang (Ali Imron HS)

14

Sedangkan misi Paguyuban PETAMAS,

yaitu :

a. Menumbuhkembangkan keharmonisan,

saling pengertian, saling menghormati dan

saling percaya di antara umat beragama,

warga masyarakat dan Pemerintah Kota

Semarang.

b. Mewujudkan kerukunan hidup dan

memperkokoh persaudaraan sejati umat

beragama, warga masyarakat dan

Pemerintah Kota Semarang.

c. Meningkatkan kualitas kerukunan hidup dan

kesejahteraan lahir batin umat beragama,

warga masyarakat dan Pemerintah Kota

Semarang.

FKUB (Forum Kerukunan Umat

Beragama): Forum Lintas Agama

Forum Kerukunan Umat Beragama atau

yang dikenal dengan istilah FKUB merupakan

organisasi yang dibentuk berdasarkan Surat

Keputusan Walikota Semarang Nomor 450/64

tahun 2007 tanggal 28 Februari 2007.9

Tugas Forum Kerukunan Umat Beragama

(FKUB) ini adalah:

1) Melakukan dialog dengan pemuka agama

dan tokoh masyarakat;

2) Menampung aspirasi ormas keagamaan dan

aspirasi masyarakat;

3) Menyalurkan aspirasi ormas keagamaan dan

masyarakat dalambentuk rekomendasi

sebagai bahan kebijakan Walikota;

4) Melakukan sosialisasi peraturan perundang-

undangan dan kebijakan dibidang

keagamaan yang berkaitan dengan

kerukunan umat beragama dan

pemberdayaan masyarakat; dan

5) Memberikan rekomendasi tertulis atas

permohonan pendirian rumah ibadat.10

Contoh Kasus yang Mengganggu

Kerukunan Umat Beragama

Terdapat berbagai kasus yang

mengganggu kehidupan kerukunan umat

beragama di Kota Semarang.

Beberapa konflik atau perselisihan yang

mengganggu kehidupan kerukunan umat

beragama di Kota Semarang (2007 – 2010) yang

menonjol dan menjadi perhatian publik dapat

digambarkan dalam Tabel 3.

Analisis dan Pembahasan

999 Lihat Surat Keputusan Walikota Semarang Nomor 450/64 tahun 2007 tanggal 28 Februari 2007, Kantor

Kesbangpollinmas Kota Semarang 10 Lihat Konsideran dan isi Surat Keputusan Walikota Nomor 450/64 tahun 2007 tanggal 28 Februari 2007,

Kantor Kesbangpollinmas Kota Semarang

Analisis Peranan Forum Lintas Agama

Dalam Mewujudkan Kerukunan di Kota

Semarang

Kota Semarang sebagai Ibukota Jawa

Tengah di era otonomi daerah, mengalami

kemajuan yang cukup pesat. Meskipun

masyarakat Kota Semarang mayoritas menganut

agama Islam (85.84 %), tetapi mereka hidup

rukun dengan masyarakat non Muslim (14.16%).

Problematika kehidupan umat harus

dicarikan solusi pemecahannya sehingga umat

merasa sangat diperhatikan dan dibantu keluar

dari masalah yang menghimpitnya. Di antara

usaha untuk penghindari konflik atau

mewujudkan kerukunan umat beragama itu,

tentunya ada upaya untuk saling mengenal di

antara agama-agama melalui dialog antar umat

beragama. Lahirnya berbagai wadah organisasi

baik yang berbentuk forum atau paguyuban atau

apapun namanya yang bersifat lintas agama

merupakan salah satu upaya sebagai wadah

dialog untuk saling mengenal dan mengerti

terhadap penganut ajaran agama yang berbeda

di Kota Semarang.

Forum lintas agama di Kota Semarang

mempunyai peranan yang sangat penting dalam

upaya memupuk tali silaturahim terhadap

sesama umat manusia yang kebetulan

mempunyai perbedaan keyakinan agama dan

kepercayaan. Forum lintas agama di Kota

Semarang ini dalam kiprahnya juga memberikan

masukan saran dan pertimbangan kepada

Pemerintah kota Semarang khususnya Walikota

terkait dengan kehidupan keberagamaan, baik

diminta oleh Walikota maupun tidak diminta.

Bebagai macam persoalan sosial ekonomi

dan politik juga menjadi isu hangat dalam

kegiatan dialog yang digelar secara rutin oleh

forum-forum lintas agama di Kota Semarang.

Ketika terjadi konflik di lapangan antara

dua kelompok agama berbeda, maka

penyelesaiannya tidak hanya melibatkan dua

pemimpin agama yang sedang konflik, tapi forum

lintas agama di Kota Semarang melibatkan

semua pemimpin agama yang ada.

Analisis Faktor Pendorong dan

Penghambat Kerukunan Antar Umat

Beragama di Kota Semarang

Memperhatikan jejak rekam para aktifis

lintas agama yang duduk di kepengurusan forum

lintas agama Kota Semarang, baik di Paguyuban

Petamas, FKUB, Forkagama, maupun interfaith

nampaknya mereka mayoritas terdiri dari

orang-orang atau tokoh yang mempunyai

berbagai macam kesibukan di luar forum lintas

agama.

Riptek Vol.5 No.I Tahun 2011, Hal.: 7 - 18

*) DR.H.Ali Imron HS, Staf Peneliti LP3M Universitas Wahid Hasyim Semarang; dosen Pascasarjana IAIN

Walisongo Semarang. E-mail: [email protected]

Tabel 3

Contoh Kasus yang Mengganggu Kerukunan Umat Beragama

Beberapa faktor pendorong kerukunan antar

umat beragama di Kota Semarang, di antaranya

adalah sebagai berikut:11

1) Munculnya beberapa wadah atau forum atau

paguyuban lintas agama yang dapat

memfasilitasi bagi para penganut agama untuk

berkomunikasi secara sinergis dan diskusi

secara langsung dan berkesinambungan.

2) Pemerintah daerah memfasilitasi berbagai

kegiatan yang telah diprogramkan oleh wadah

atau forum atau paguyuban lintas agama.

3) Adanya iktikad baik dari para pemimpin atau

tokoh agama di Kota Semarang untuk hidup

11 Berdasarkan hasil wawancara dengan berbagai pihak yang terlibat langsung dengan forum lintas agama di Kota Semarang,

4) rukun berdampingan saling menghormati dan

menghargai.

5) Kematangan berfikir, keterbukaan sikap para

penganut agama dan kebiasaan bersilaturahim

atau berkunjung oleh tokoh agama tokoh

masyarakat dan pejabat pemerintah ketika

perayaan hari besar keagamaan secara

bergantian.

6) Ikut sertanya media massa dalam mendukung

kehidupan keberagamaan melalui pemberitaan

yang adil dan berimbang dalam setiap liputan

berita kegiatan keagamaan tertentu.

7) Pelibatan generasi muda dalam setiap

penyelenggaraan kegiatan lintas agama.

8) Adanya semangat gotong royong dan saling

hormat menghormati kebebasan menjalankan

No Uraian Kasus Permasalahan Penyelesaiannya 1 Di Kecamatan Genuk, berupa

pengrusakan bangunan

dengan pelemparan bom molotov, oleh warga sekitar, antara komunitas Kristen

dengan Muslim.

Aktifitas pembinaan iman yang dilakukan oleh sekelompok orang di sebuah bangunan yang secara

lahiriah berbentuk rumah tinggal bukan tempat ibadah. Aktifitas berupa nyanyian rokhani atau puji-pujian

terhadap Tuhan, juga berupa semacam kegiatan pendalaman injil atau di dalam komunitas muslim dikenal dengan istilah pengajian rutin bahkan juga

ada kegiatan bhakti sosial.

Berhasil diselesaikan dengan baik oleh Muspika Kecamatan

Genuk dengan melibatkan beberapa tokoh agama di tingkat kecamatan dan kota.

Tokoh agama yang dilibatkan tidak hanya dari komunitas Kristen dan Islam saja, tetapi

melibatkan juga semua tokoh agama yang lain. Upaya yang dilakukan melalui

musyawarah dengan diawali mediasi.

2 Di Sendangmulyo, berupa

pelarangan aktifitas

pembinaan iman Kristen, oleh warga sekitar, antara

komunitas Kristen dengan Muslim

Penggunaan rumah tinggal tokoh agama Kristen

untuk pembinaan iman.

Warga masyarakat sekitar (komunitas muslim) merasa tidak nyaman.

Tidak adanya komunikasi yang baik antara pemilik rumah dengan warga sekitar. Warga sekitar menganggap bahwa aktifitas

pembinaan iman ini merupakan kegiatan gereja dan mereka mempunyai pemahaman bahwa rumah tinggal ini akan dijadikan gereja. Kehawatiran yang berlebih dan sangat mengganggu

ketenteraman rohani mereka.

Berhasil diselesaikan di

tingkat kelurahan. Diadakan

musyawarah melalui pendekatan kekeluargaan.

Permasalahan dikembalikan pada aturan yang ada. Disepakati kegiatan

pembinaan iman umat tetap berjalan, akan tetapi harus bergilir dari rumah jamaah ke rumah yang lain, tidak terus

menerus di rumah tokoh agama tertentu.

3 Perusakan dan upaya paksa pengusiran jama`ah LDII yang sedang melakukan kegiatan ibadah di Kecamatan

Ngaliyan, oleh warga (Muslim) sekitar mesjid.

LDII dianggap sebagai komunitas menyimpang dari ajaran agama Islam oleh kelompok yang melakukan pengusiran. Anggapan seperti ini terjadi karena di antara

mereka tidak pernah terjadi interaksi sosial. Masjid LDII telah dibangun dan sudah ada

rekomendasi dari Kementerian Agama Kota

Semarang. Dalam aktifitasnya, LDII terkesan tertutup dan kurang beriteraksi dengan masyarakat sekitar

masjid. Komunitas LDII yang melaksanakan kegiatan di masjid tersebut berasal dari beberapa wilayah di

sekitar Kecamatan Ngaliyan dan sekitarnya. Pengikut LDII yang berasal dari berbagai wilayah inilah yang secara tidak langsung mengundang

perhatian dari warga sekitar.

Berhasil diselesaikan dengan baik di tingkat kecamatan. Peran aktif MUI dan Muspika dalam mengurai

permasalahan tersebut. Upaya mediasi dan

musyawarah.

4 Keberatan warga atas pendirian vihara di Kuningan

Semarang Utara

Sebuah vihara akan dibangun (baru berupa pengerasan tanah dan pondasi bangunan) dan

mendapatkan tentangan dari vihara lain yang jaraknya hanya beberapa meter & warga sekitar vihara yang akan dibangun ini secara administratif

sudah mengantongi IMB dari pemerintah kota.

Permasalahan vihara di Kuningan ini sedang

diupayakan jalan keluarnya oleh Walubi. Forum lintas agama memantau secara pasif

karena menyangkut perselisihan intern umat se

agama.

Kearifan Lokal Hubungan Antar

Umat Beragama Di Kota Semarang (Ali Imron HS)

8

ibadah sesuai dengan agama dan

kepercayaannya.

9) Kerjasama di kalangan intern maupun antar

umat beragama.

Berikut ini ragaan lima komponen dialog umat

beragama yang efektif.

Gambar 9

Lima Komponen Dialog Umat Beragama yang

Efektif

Beberapa faktor penghambat kerukunan antar

umat beragama di Kota Semarang, di antaranya

adalah sebagai berikut:

1) Kurang optimalnya kualitas dialog antar umat

beragama.

2) Warisan politik imperialis peninggalan

Kolonial.

3) Fanatisme dangkal oleh kelompok sekte-sekte

agama tertentu.

4) Kesenjangan sosial ekonomi, terkurung dalam

ras, etnis dan golongan tertentu.12

5) Masih adanya kecurigaan dan ketidak

percayaan kepada orang lain. Atau dengan kata

lain, kerukunan yang ada hanyalah kerukunan

semu.

6) Sikap sentimen dan cara-cara agresif

penyebaran agama sebagai akibat dari

penafsiran tentang misi suci atau dakwah yang

konfrontatif.

7) Ketegangan politik yang melibatkan kelompok

agama.13

8) Pengaburan nilai-nilai ajaran agama antara satu

agama dengan agama lain maupun ketidak

matangan dan ketertutupan penganut agama.

Analisis Problematika Aktifitas Forum

Lintas Agama di Kota Semarang dalam

12Poin 3 dan 4 lihat A. Ligoy, CP, “Gereja Indonesia”, hlm. 131. 13Umar Hasyim, Toleransi dan Kemerdekaan Beragama dalam Islam sebagai Dasar Menuju Dialog dan Kerukunan Antar Agama,

Surabaya : PT. Bina Ilmu, t.th., hlm. 350-351.

Mewujudkan Kerukunan Antar Umat

Beragama

Berbagai program kegiatan yang mengarah

pada peningkatan kualitas kerukunan hidup antar

umat beragama telah direncanakan dan

dilaksanakan oleh forum-forum lintas agama di

Kota Semarang, meskipun terkadang juga

ditemukan kendala dalam implementasinya.

Untuk membangun solidaritas sosial antara

masyarakat, diperlukan pendekatan atau perspektif

yang dapat digunakan di antaranya adalah melalui

sistem sosial, yaitu melalui inter-group relation, yang

dimaksudkan sebagai hubungan antara anggota-

anggota dari berbagai kelompok.

Munculnya berbagai macam aliran garis keras

dalam agama tertentu juga menjadi salah satu

problematika dalam upaya memupuk kerukunan

antar umat beragama.

Pemerintah Kota Semarang harus

memperhatikan persoalan pembiayaan kegiatan

forum lintas agama. Selama ini berbagai organisasi

keagamaan di Kota Semarang telah mendapatkan

bantuan operasional yang besar kecilnya telah

ditetapkan secara proporsional.

Terdapat problematika yang patut

diperhatikan bagi para pemangku kepentingan, agar

kerukunan hidup antar umat beragama dapat terus

ditingkatkan dan berkesinambungan antar generasi.

Kajian agama merupakan salah satu hal yang

penting untuk diperhatikan.

Perhatian dari Pemerintah Kota Semarang

terhadap kegiatan forum-forum lintas agama harus

ditingkatkan lagi. Fasilitasi untuk menunjang

berbagai kegiatan lintas agama perlu terus

ditingkatkan kualitas dan kuantitasnya.

Penutup

Keimpulan

Berdasarkan paparan yang telah peneliti

uraikan pada sub bab dan bab terdahulu, peneliti

menyimpulkan sebagai beikut:

1. Forum lintas agama di Kota Semarang

mempunyai peranan sangat penting dalam

membina dan menjaga kerukunan hidup antar

umat beragama.

2. Faktor pendorong kerukunan antar umat

beragama di Kota Semarang adalah 1)

Munculnya beberapa wadah atau forum lintas

agama; 2) Pemerintah Kota mendukung dan

memfasilitasi; 3) Itikad baik para pemimpin atau

tokoh agama di Kota Semarang; 4) Kematangan

berfikir, keterbukaan sikap para penganut

agama dan kebiasaan bersilaturahim tokoh

agama tokoh masyarakat dan pejabat

pemerintah; 5) Ikut sertanya media massa

dalam pemberitaan yang adil; 6) Pelibatan

generasi muda; 7) Adanya semangat gotong

royong dan saling hormat menghormati; 8)

Kerjasama di kalangan intern maupun antar

umat beragama. Adapun faktor penghambat

Keterangan:

1. Keterbukaan / transparansi 2. Sadar akan perbedaan 3. Kritis terhadap sikap eksklusif 4. Persamaan harkat martabat

5. Kemauan untuk memahami agama lain

Riptek Vol.5 No.I Tahun 2011, Hal.: 7 - 18

9

kerukunan antar umat beragama di Kota

Semarang adalah 1) Kurang optimalnya kualitas

dialog antar umat beragama; 2) Warisan politik

imperialis peninggalan Kolonial; 3) Fanatisme

dangkal oleh kelompok sekte-sekte agama

tertentu; 4) Kesenjangan sosial ekonomi; 5)

Masih adanya kecurigaan dan ketidakpercayaan

kepada orang lain; 6) Sikap sentimen dan cara-

cara agresif penyebaran agama; 7) Ketegangan

politik yang melibatkan kelompok agama; 8)

Pengaburan nilai-nilai ajaran agama dan ketidak

matangan dan ketertutupan penganut agama.

3. Terdapat problematika yang patut diperhatikan

bagi para pemangku kepentingan, agar

kerukunan hidup antar umat beragama dapat

terus ditingkatkan dan berkesinambungan antar

generasi. Kajian agama merupakan salah satu hal

yang penting untuk diperhatikan.

Rekomendasi

Berdasarkan hasil penelitian yang peneliti

lakukan, peneliti merekomendasikan sebagai

berikut:

1. Peranan forum-forum lintas agama di Kota

Semarang yang sangat strategis ini diharapkan

dapat menjadi ikon percontohan di kabupaten

kota yang ada di Indonesia.

2. Pemerintah daerah wajib memfasilitasi kegiatan

forum-forum lintas agama dengan cara

menyediakan dana bantuan yang cukup

berdasarkan peraturan peraturan perundangan

yang berlaku.

3. Komunikasi yang sinergis antara tokoh agama

tokoh masyarakat dan pemerintah harus terus

dilaksanakan tanpa memandang status sosial

dan jabatan masing-masing pribadi yang

bersangkutan.

4. Pemerintah Kota Semarang harus melibatkan

forum lintas agama dalam ikut serta

berpartisipasi mewujudkan kota Semarang

yang religius berbasis perdagangan dan jasa.

5. Pemerintah Kota Semarang sudah saatnya

untuk mendirikan sebuah lokasi pusat kajian

strategis lintas agama.

Ucapan Terima Kasih

Ucapan terima kasih disampaikan kepada Walikota

Semarang dan Kepala Bappeda Kota Semarang yang

telah memberikan dana kegiatan penelitian melalui

Bidang Penelitian dan Pengembangan Bappeda Kota

Semarang tahun 2010.

DAFTAR PUSTAKA

Abas, Zainul. “Dialog Agama, Pluralitas Budaya dan

Visi Perdamaian”, Kompas, 31 Januari 1997.

Abdullah, M. Amin. 1993. “Etika dan Dialog Antar

Agama: Perspektif Islam”, dalam Jurnal

Ulumul Qur’an. Vol. IV. No. 4.

Al-Faruqi, Ismail Raji (ed.). 1994. Trialog Tiga Agama

Besar: Yahudi, Kristen, Islam, alih bahasa Joko

Susilo Kahhar dan Supriyanto Abdullah.

Cet. I, Surabaya : Pustaka Progressif

Buku Laporan Kegiatan Paguyuban PETAMAS Kota

Semarang tahun 2006 – 2008, Kantor

Kesbangpollinmas Kota Semarang.

Christopher, Daniel L. Smith (editor). 2005. Lebih

Tajam Dari Pedang Refleksi Agama-Agama

Tentang Paradoks Kekerasan, Yogyakarta:

Kanisius.

Data Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Semarang,

Desember 2008.

Dibyorini, MC.Candra Rusmala. 2005. ”Solidaritas

Sosial dalam Kemajemukan Masyarakat

Indonesia”. Jurnal Ilmu Sosial Alternatif

Volume VI, Nomor 12, Yogyakarta: Sekolah

Tinggi Pembangunan Masyarakat Desa

“APMD”.

Effendi, Djohan. “Dialog Antar Agama: Bisakah

Melahirkan Teologi Kerukunan?”. Prisma. 5

Juni 1978.

Gardono Sujatmiko, Iwan. ”Makna Satu Abad Budi

Utomo”. Kompas, 16 Mei 2008.

Habermas, Jurgen. 1979. Communication and the

Evolution of Society, trans. Thomas McCarty,

London: Heinemann.

Hasyim, Umar. tanpa tahun. Toleransi dan

Kemerdekaan Beragama dalam Islam sebagai

Dasar Menuju Dialog dan Kerukunan Antar

Agama. Surabaya : PT. Bina Ilmu.

Keputusan Menteri Sosial Republik Indonesia

Nomor: 12/HUK/2006 tentang Model

Pemberdayaan Pranata Sosial dan Mewujudkan

Masyarakat Berketahanan Sosial, Jakarta:

Pusat Pengembangan Ketahan Sosial

Masyarakat Badan Pelatihan dan

Pengembangan Sosial Departemen Sosial RI.

Kesbanglinmas Prov Jateng. Himpunan Peraturan

Tentang Ketahanan Bangsa, Badan Kesatuan

Bangsa dan Perlindungan Masyarakat Provinsi

Jawa Tengah Tahun 2008.

Kearifan Lokal Hubungan Antar

Umat Beragama Di Kota Semarang (Ali Imron HS)

10

Madjid, Nurcholish. 1990. “Hubungan Antar Umat

Beragama : Antara Ajaran dan Kenyataan”,

dalam W.A.L. Stokhof (red.), Ilmu

Perbandingan Agama di Indonesia (Beberapa

Permasalahan). Jilid VII. Jakarta : INIS.

Magnis Suseno, Frans. Junjung Tinggi Pluralitas:

Pengerasan Identitas Kelompok Akan

Membunuh Diri Sendiri, Kompas 12 Mei 2008

Misrawi, Zuhairi. Toleransi Sebagai Kuasa Nilai,

dalam Kompas, 24 Mei 2008.

Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri

Dalam Negeri, Puslitbang Kehidupan

Keagamaan Badan Litbang dan Diklat

Departemen Agama, Jakarta 2006

Profil Kota Semarang. Kantor Informasi dan

Komunikasi Kota Semarang, 2006

P. Huntington, Samuel. 1993. “Benturan Antar

Peradaban, Masa Depan Politik Dunia?”

dalam Jurnal Ulumul Qur’an, No. 5, Vol.IV.

Shihab, Alwi.1999. Islam Inklusif: Menuju Sikap

Terbuka dalam Beragama.Cet.VII. Bandung :

Mizan.

Soekanto, Soerjono.1982. Sosiologi Suatu Pengantar,

Jakarta: CV. Rajawali.

Surat Keputusan Walikota Semarang Nomor

450/64 tahun 2007 tanggal 28 Februari

2007, Kantor Kesbangpollinmas Kota

Semarang.

Tamara, M. Nasir dan Taher, Elza Pelda (ed.). 1996.

Agama dan Dialog Antar Peradaban, Jakarta :

Yayasan Paramadina.

Thaher, Tarmizi. “Kerukunan Hidup Umat

Beragama dan Studi Agama-Agama di

Indonesia” dalam Mursyid Ali (ed.), Studi

Agama-Agama di Perguruan Tinggi, Bingkai

Sosio-Kultural Kerukunan Hidup Antar Umat

Beragama di Indonesia, Jakarta : Balitbang

Wahid, Abdurrahman. 1998. “Dialog Agama dan

Masalah Pendangkalan Agama”, dalam

Komaruddin Hidayat dan Ahmad Gaus AF

(ed.), Passing Over: Melintasi Batas Agama,

Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.