kematangan beragama

38
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk yang eksploratif dan potensial. Dikatakan makhluk eksploratif, karena manusia memiliki kemampuan untuk mengembangkan diri baik secara fisik maupun psikis. Manusia disebut sebagai makhluk potensial, karena pada diri manusia tersimpan sejumlah kemampuan bawaan yang dapat dikembangkan. Selanjutnya manusia juga disebut makhluk yang memiliki prinsip tanpa daya, karena untuk tumbuh dan berkembang secara normal manusia memerlukan bantuan dari luar dirinya. Bantuan dimaksud antara lain dalam bentuk bimbingan dan pengarahan dari lingkungannya. Bimbingan dan pengarahan yang diberikan dalam membantu perkembangan tersebut pada hakikatnya diharapkan 1

Upload: ucok-nasution

Post on 19-Jan-2016

143 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: kematangan beragama

BAB I

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah

Manusia adalah makhluk yang eksploratif dan potensial. Dikatakan makhluk

eksploratif, karena manusia memiliki kemampuan untuk mengembangkan diri

baik secara fisik maupun psikis. Manusia disebut sebagai makhluk potensial,

karena pada diri manusia tersimpan sejumlah kemampuan bawaan yang dapat

dikembangkan.

Selanjutnya manusia juga disebut makhluk yang memiliki prinsip tanpa

daya, karena untuk tumbuh dan berkembang secara normal manusia memerlukan

bantuan dari luar dirinya. Bantuan dimaksud antara lain dalam bentuk bimbingan

dan pengarahan dari lingkungannya. Bimbingan dan pengarahan yang diberikan

dalam membantu perkembangan tersebut pada hakikatnya diharapkan sejalan

dengan kebutuhan manusia itu sendiri, yang sudah tersimpan sebagai potensi

bawaannya. Karena itu bimbingan yang tidak searah dengan potensi yang

dimiliki akan berdampak negative bagi perkembangan manusia.

Perkembangan yang negative tersebut akan terlihat dalam berbagai sikap dan

tingkah laku yang menyimpang. Bentuk dan tingkah laku menyimpang ini terihat

dalam kaitannya dengan kegagalannya manusia untuk memenuhi kebutuhan, baik

bersifat fisik maupun psikis. Sehubungan dengan hal itu, maka dalam

mempelajari perkembangan jiwa keagamaan perlu dilihat terlebih dahulu 

1

Page 2: kematangan beragama

kebutuhan-kebutuhan manusia secara menyeluruh. Sebab pemenuhan kebutuhan

yang kurang seimbang  antara kebutuhan jasmani dan rohani akan menyebabkan

timbulnya ketimpangan dalam perkembangan.

Para ahli psikologi perkembangan membagi-bagi perkembangan manusia

berdasarkan usia menjadi beberapa tahapan atau periode perkembangan. Secara

garis besarnya periode perkembangan itu dibagi menjadi: 1) masa prenatal; 2)

masa bayi; 3) masa kanak-kanak; 4) masa pra pubertas; 5) masa pubertas; 6)

masa dewasa; 7) masa usia lanjut, yang pada setiap tahap perkembangannya

memiliki ciri-ciri tersendiri termasuk perkembangan jiwa keagamaan.

Sehubungan dengan kebutuhan manusia dari periode perkembangan

tersebut, maka dalam kaitanna dengan perkembangan jiwa keagamaan akan

dilihat bagaimana pengaruh timbal balik antara keduanya. Dengan demikian,

perkembangan jiwa keagamaan akan dilihat dari tingkat usia.

Dalam makalah ini penulis akan membahas perkembangan psikologi agama

pada masa lansia (usia lanjut), dalam makalah ini kami selaku pemakalah

menyadari masih banyak terdapat kekurangan, sehingga penulis mengharapkan

saran dan kritik dari para pembaca sebagai masukan dalam penulisan selanjutnya.

B.     Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis merumuskan masalah

sebagai berikut :

1. Bagaimana Kriteria Kematangan Beragama pada Usia lanjut ?

2

Page 3: kematangan beragama

2. Bagaimanakah Aplikasi kematangan Beragama pada usia Lanjut di Wek V

Padangsidimpuan?

3. Apa sajakah ciri-ciri keagamaan pada usia lanjut di Wek V

padangsidimpuan?

C.    Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan adalah :

1. Untuk Mengetahui criteria kematangan beragama pada Usia Lanjut

2. Untuk Mengetahui Aplikasi Kematangan Beragama pada Usia Lanjut

di Wek V padangsidimpuan

3. Untuk Mengetahui ciri-ciri keagamaan pada usia lanjut di Wek V

padangsidimpuan

D. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah :

1.Sebagai salah satu syarat tugas mata kuliah bimbingan skripsi

2.Untuk memperluas khazanah ilmu pengetahuan

3.Sebagai masukan bagi masyarakat Wek V tentang bagaimana kematangan

beragama pada usia lanjut.

4.Sebagai bahan bagi peneliti selanjutnya

3

Page 4: kematangan beragama

E. Batasan Istilah

Untuk mempermudah dalam penelitian ini sehingga tidak ada

kesimpangsiuran dalam memahami istilah yang berkenaan dengan judul yaitu :

1. Kriteria artinya cirri-cirinya dalam penelitian ini cirri dari kematangan

beragama usia lanjut di wek V Psp

2. Kematngan beragama artinya Berbicara tentang kematangan beragama

akan terkait erat dengan kematangan usia manusia. Perkembangan

keagamaan seseorang untuk sampai pada tingkat kematangan beragama

dibutuhkan proses yang panjang. Proses tersebut, boleh jadi karena melalui

proses konversi agama pada diri seseorang atau karena berbarengan dengan

kematangan kepribadiannya. Kematangan atau kedewasaan seseorang

dalam beragama biasanya ditunjukkan dengan kesadaran dan keyakinan

yang teguh karena menganggap benar akan agama yang dianutnya dan ia

memerlukan agama dalam hidupnya.  

3. Usia Lanjut artinya periode penutup dalam rentang hidup seseorang. Masa

ini dimulai dari umur enam puluh tahun sampai mati, yang ditandai dengan

adanya perubahan dan bersifat fisik dan psikologis yang semakin menurun.

Adapun ciri-ciri yang berkaitan dengan penyesuaian pribadi dan sosialnya

adalah sebagai berikut: perubahan yang menyangkut kemampuan motorik,

perubahan kekuatan fisik, perubahan dan fungsi psikologis, perubahan

dalam sistem syaraf, perubahan penampilan.

4. Aplikasi artinya penerapannya

4

Page 5: kematangan beragama

5. Wek V adalah salah satu Kelurahan yang ada di Padangsidimpuan

F. Sistematika Pembahasan

BAB I Pendahuluan terdiri dari latar belakang masalah, rumusan masalah,

tujuan penelitian, manfaat penelitian dan Batasan Istilah

BAB II Kajian teori terdiri dari Pengertian Usia lanjut, Perkembangan Agama

Pada Usia Lanjut, Ciri-ciri Keagamaan Pada Usia Lanjut, Kematangan Beragama

Pada Usia Lanjut, Perlakuan terhadap Usia Lanjut Menurut Islam, Cara Bersikap

Pada Manusia Usia Lanjut.

BAB III Metode Penelitian terdiri dari Lokasi dan waktu Penelitian, sumber

data, populasi dan sampel, Tekhnik Pengolahan data, instrument pengumpulan

data dan tekhnik analisa data

5

Page 6: kematangan beragama

BAB II

KAJIAN TEORI

A. Landasan Teori

1. Pengertian Usia Lanjut

Periode selama usia lanjut, ketika kemunduran fisik dan mental terjadi secara

perlahan dan bertahap dan dikenal sebagai “senescence” yaitu masa proses

menjadi tua. Usia tua adalah periode penutup dalam rentang hidup seseorang,

yaitu suatu periode dimana seseorang telah beranjak jauh dari pada periode

terdahulu.1

Didalam “gerontology” (ilmu yang mempelajari lanjut usia) lanjut usia

dibagi menjadi dua golongan, yaitu “young old”(65-74) dan “old-old” (diatas 75

tahun). Dari kesehatan mereka dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok

“well old” (mereka yang sehat dan tidak sakit apa-apa) dan “sick old” (mereka

yang menderita penyakit dan memerlukan pertolongan medis dan psikiatris).

Kebutuhan akan kesehatan bagi kelompok “sick old” ini semakin besar, sehingga

didunia kedokteran berkembang spesialisasi yang dinamakan “geriatry” baik dari

aspek medis (fisik) maupun kejiwaan (psikiatris).2

Erik Erikson menyatakan bahwa manusia lanjut usia (manula) berada pada

tahapan terakhir dari tahapan siklus. Menurut Ericson lanjut usia digambarkan

1 Heni, Narendrany Hidayati, Psikologi Agama, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2007), hlm. 133

2 Ibid, hlm 134.

6

Page 7: kematangan beragama

sebagai konflik antara integritas (yaitu rasa puas) yang tercermin selama hidup

yang tidak berarti.

Lanjut  usia sebenarnya merupakan masa dimana seseorang merasakan

kepuasan dari hasil yang diperolehnya, dan menikmati hidup bersama anak dan

cucu, merasa bahagia karena telah memberi sesuatu bagi generasi berikutnya.

Bagi para lanjut usia hendaknya mampu mengatasi cidera “narcissism”(kecintaan

pada diri sendiri), terlebih-lebih manakala mereka kehilangan dukungan atau

perhatian dari orang-orang disekitarnya. Apabila pada manula tidak mampu

memelihara dan mempertahankan harga dirinya maka akan timbul rasa tegang,

cemas, takut, kecewa, sedih, marah, putus asa dan sebagainya.

Terjadi konflik pada manula yaitu dengan pelepasan kedudukan dan

otoritasnya, serta penilaian terhadap kemampuan, keberhasilan, kepuasan yang

diperoleh sebelumnya.Hal ini berlaku bagi laki-laki dan perempuan.

2. Perkembangan Agama Pada Usia Lanjut

Proses perkembangan manusia setelah dilahirkan secara fisiologis semakin

lama menjadi lebih tua. Dengan bertambahnya usia, maka jaringan-jaringan dan

sel-sel menjadi tua, sebagian regenerasi dan sebagian yang lain akan mati. Usia

lanjut ini biasanya dimulai pada usia 65 tahun. Pada usia lanjut ini biasanya akan

menghadapi berbagai persoalan.

Persoalan awal dapat digambarkan sebagai berikut:

7

Page 8: kematangan beragama

Pada usia lanjut terjadi penurunan kemampuan fisik à aktivitas menurun à

sering mengalami gangguan kesehatan à mereka cenderung kehilangan

semangat.3

Kehidupan keagamaan pada usia lanjut menurut hasil penelitian psikologi

agama ternyata meningkat. Dari sebuah penelitian dengan sample 1.200 orang

berusia antara 60-100 tahun menunjukkan bahwa ada kecenderungan untuk

menerima pendapat keagamaan yang semakin meningkat.  Sementara pengakuan

terhadap realitas tentang kehidupan akhirat baru muncul sampai 100% setelah

usia 90 tahun.

Ada beberapa pandangan yang menyatakan hal-hal yang menentukan sikap

keagamaan pada manusia di usia lanjut, diantaranya sebagai berikut:

1. Seringkali kecenderungan meningkatnya kegairahan dalam bidang

keagamaan ini dihubungkan dengan penurunan kegairahan seksual. Menurut

pendapat ini manusia usia lanjut mengalami frustasi dalam bidang seksual

sejalan dengan penurunan kemampuan fisik. Frustasi semacam ini dinilai

sebagai satu-satunya factor yang membentuk sikap keagamaan. Pendapat ini

disanggah oleh Thouless, yang beranggapan bahwa pendapat tersebut terlalu

dilebih-lebihkan

2. Menurut William James, usia keagamaan yang luar biasa tampaknya justru

terdapat pada usia lanjut, ketika gejolak kehidupan seksual sudah berakhir.

Pendapat tersebut diatas sejalan dengan realitas yang ada dalam kehidupan

3 Sururin, Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2004) hlm. 88

8

Page 9: kematangan beragama

manusia usia lanjut yang semakin tekun beribadah. Mereka sudah mulai

mempersiapkan diri untuk bekal hidup di akhirat kelak.

3. Dalam penelitian lain menyatakan bahwa yang menentukan sikap

keagamaan di usia lanjut diantaranya adalah depersonalisasi. Penelitian ini

diantaranya dilakukan oleh M. Argyle dan Elle A. Cohen.4

3. Ciri-ciri Keagamaan Pada Usia Lanjut

Secara garis besar ciri-ciri keberagamaan diusia lanjut adalah:

1. Kehidupan keagamaan pada usia lanjut sudah mencapai tingkat kemantapan.

2. Meningkatnya kecenderungan untuk menerima pendapat keagamaan.

3. Mulai muncul pengakuan terhadap realistis tentang kehidupan akhirat secara

lebih sungguh-sungguh.

4. Sikap keagamaan cenderung mengarah kepada kebutuhan saling cinta antar

sesama manusia, serta sifat-sifat luhur.

5. Timbul rasa takut kepada kematian yang meningkat sejalan dengan

pertambahan usia lanjutnya.

6. Perasaan takut kepada kematian ini berdampak pada peningkatan

pembentukan sikap keagamaan dan kepercayaan terhadap adanya kehidupan

abadi (akhirat).5

4 Ibid, hlm 89-905 Ibid, hlm. 90

9

Page 10: kematangan beragama

4. Kematangan Beragama Pada Usia Lanjut

Kematangan atau kedewasaan seseorang dalam beragama biasanya

ditunjukakan dengan kesadaran dan keyakinan yang teguh karena menganggap

benar akan beragama yang dianutnya dan ia memerlukan agama dalam

hidupnya.6 Seseorang yang matang dalam beragama bukan hanya memegang

teguh paham keagamaan yang dianutnya dan diwujudkan dalam kehidupan

sehari-hari dengan penuh tanggung jawab, melainkan kadang-kadang dibarengi

dengan pengetahuan keagamaan yang cukup mendalam. Jika kematangan

beragama telah ada pada diri seseorang, segala perbuatan dan tingkah laku

keagamaannya senantiasa dipertimbangkan betul-betul dan dibina atas rasa

tanggung jawab,bukan atas dasar peniruan dan sekedar ikut-ikutan saja.

Dalam rangka menuju kematangan beragama terdapat beberapa hambatan.

Karena tingkat kematangan beragama juga merupakan suatu perkembangan

individu, hal itu memerlukan waktu, sebab perkembangan kepada kematangan

beragam tidak terjadi secara tiba-tiba. Pada dasarnya terdapat dua faktor yang

menyebabkan adanya hambatan:7

1.      Faktor diri sendiri

Faktor dari dalam diri sendiri terbagi menjadi dua: kapasitas diri dan

pengalaman. Kapasitas ini merupakan ilmiah (rasio) dalam menerima ajaran-

ajaran itu terlihat perbedaannya antara seseorang yang berkemampuan dan

6 Hafi Anshari, Dasar-dasar Ilmu Jiwa Agama, Surabaya Usaha Nasional, 1991, hlm 94.7 Sururin, Op.Cit. hlm. 92-97

10

Page 11: kematangan beragama

kurang berkemampuan. Bagi mereka yang mampu menerima dengan rasionya,

akan menghayati dan kemudian mengamalkan ajaran-ajaran agama tersebut

dengan baik, penuh keyakinan dan argumentative, walaupun apa yang harus

dilakukan itu berbeda dengan tradisi yang ada dalam kehidupan masyarakat

mereka.

Sedangkan faktor pengalaman, semakin luas pengalaman seseorang dalam

bidang keagamaan, maka akan semakin mantap dan stabil dalam mengerjakan

aktivitas keaagamaan. Namun, bagi mereka yang mempunyai pengalamanan

sedikit dan sempit, ia akan mengalami berbagai macam kesulitan dan akan selalu

dihadapkan pada hambatan-hambatan untuk dapat mengerjakan ajaran agama

secara mantap dan stabil.

2.      Faktor luar

Yang dimaksud dengan faktor luar, yaitu beberapa kondisi dan situasi

lingkungan yang tidak banyak memberikan kesempatan untuk berkembang,

malah justru menganggap tidak perlu adanya perkembangan dari apa yang telah

ada. Faktor-faktor tersebut antara lain tradisi agama atau pendidikan yang

diterima. Kultur masyarakat yang dikuasai tradisi tertentu dan berjalan secara

turun temurun dari satu generasi ke generasi berikutnya, kadang-kadang terasa

oleh sebagian orang sebagai suatu belenggu yang tidak pernah selesai. Seringkali

tradisi tersebut tidak diketahui dari mana asal-usul dan sebab musababnya, mulai

kapan ada dan bagaimana ceritanya.

11

Page 12: kematangan beragama

Memang untuk tradisi-tradisi tertentu mungkin perlu dikembangkan dan

dilestarikan. Namun pada bagian lain, terdapat tradisi-tradisi tertentu yang perlu 

penjelasan, sehingga tidak menimbulkan anggapan kontradiktif pada sementara

orang, antara ajaran agama di satu pihak dengan kenyataan yang berlainan di

pihak lain. Seseorang yang semenjak kecil  telah dicekam oleh tradisi yang

kurang dimengerti oleh orang itu sendiri, maka hal itu akan mempengaruhi

terhadap perkembangan rasa keagamaannya pada masa yang akan datang. Oleh

sebab itu, pendidikan yang diterima seseorang dari keluarga yang menghasilkan

kebiasaan-kebiasaan tertentu  dalam kehidupan beragama seseorang, biasanya

akan sulit sekali untuk diadakan perubahan ke arah yang lebih sempurna. Namun,

jika pendidikan yang diterima seseorang dari jenjang lembaga berikutnya tidak

terlalu banyak mengarahkan kearah yang lebih baik dan sempurna, hal itu akan

menjadi hambatan pada masa berikutnya.

Berkaitan dengan sikap keberagamaan, William Starbuck, sebagaimana

dipaparkan kembali oleh William james, mengemukakan dua buah faktor yang

mempengaruhi sikap keagamaan seseorang, yaitu :

1.      Faktor intern, terdiri dari :

a.       Temperamen

Tingkah laku yang didasarkan pada temperamen tertentu memegang peranan

penting dalam sikap beragama seseorang. Seseorang yang melankolis, misalnya,

akan berbeda dengan orang yang berkepribadian dysplastis dalam sikap dan

12

Page 13: kematangan beragama

pandangannya terhadap agama. Hal demikian juga akan mempengaruhi

seseorang dalam kematangan beragama.

b.      Gangguan Jiwa

Orang yang menderita gangguan jiwa menunjukkan kelainan dalam sikap

dan tingkah lakunya.Tindak-tanduk keagamaan dan pengalaman keagamaan

seseorang yang ditampilkan tergantung pada gangguan jiwa yang mereka

rasakan.

c.       Konflik dan Keraguan

Konflik dan keraguan ini dapat mempengaruhi sikap seseoarng terhadap

agama, seperti taat, fanatic, agnotis, maupun ateis.

d.      Jauh dari Tuhan

Orang yang hidupnya jauh dari Tuhan akan merasa dirinya lemah dan

kehilangan pegangan hidup, terutama saat menghadapi musibah.

Adapun ciri-ciri orang yang mengalami kelainan kejiwaan dalam beragama

sebagai berikut:

a.       Pesimis

b.      Introvert

c.       Menyenangi paham yang ortodoks

d.      Mengalami proses keagamaan secara graduasi

2.      Faktor Ekstern yang mempengaruhi sikap keagamaan secara mendadak

adalah:

a.       Musibah

13

Page 14: kematangan beragama

Seringkali musibah yang sangat serius dapat mengguncangkan

seseorang,dan kegoncangan tersebut seringkali memunculkan kesadaran,

khususnya kesadaran keberagamaannya. Mereka merasa mendapatkan peringatan

dari Tuhan.

b.      Kejahatan

Orang yang hidup dalam kejahatan pada umumnya mengalami guncangan

batin dan rasa berdosa.Perasaan tersebut mereka tutupi dengan perbuatan

kompensif, seperti meluapakan dengan berfoya-foya dan sebagainya.Dapat pula

orang tersebut melampiaskannya dengan tindakan brutal.pemarah dan

sebagainya. Sering pula perasaan yang fitri menghantui dirinya,yang kemudian

membuka kesadarannya untuk bertobat, yang pada akhirnya akan menjadi

penganut agama yang taat dan fanatik.

Adapun ciri-ciri orang yang sehat jiwanya dalam menjalankan agama antara

lain:

1.      Optimisme dan gembira

2.      Ekstrovert dan tidak mendalam

3.      Menyenangi ajaran ketauhidan yang liberal

Pengaruh kepribadian yang ekstrovert, maka mereka cenderung:

a. Menyenangi teologi yang luwes dan tidak kaku.

b. Menunjukkan tingkah laku keagamaan yang lebih bebas.

c. Menekankan ajaran cinta kasih daripada kemurkaan dan dosa.

d. Mempelopori pembelaan terhadap kepentingan agama secara soial.

14

Page 15: kematangan beragama

e. Tidak menyenangi implikasi penebusan dosa dan kehidupan kebiaraan.

f. Bersifat liberal dalammenafsirkan pengertian ajaran agama.

g. Selalu berpandangan positif.

h. Berkembang secara graduasi.

5. Perlakuan terhadap Usia Lanjut Menurut Islam

Menurut Lita L Atkison, sebagian besar orang-orang yang berusia lanjut

(usia 70-79th) menyatakan tidak merasa dalam keterasingan dan masih

menunjukkan aktifitas yang positif. Tetapi perasaan itu muncul setelah mereka

memperoleh bimbingan semacam terapi psikologi.

Kajian psikologi berhasil mengungkapkan bahwa di usia melewati setengah

baya, arah perhatian mereka mengalami perubahan yang mendasar. Bila

sebelumnya perhatian diarahkan pada kenikmatan materi dan duniawi, maka

pada peralihan ke usia ini, perhatian mereka tertuju kepada upaya menemukan

ketenangan bathin. Sejalan dengan perubahan itu maka masalah-masalah yang

berkaitan dengan kehidupan akhirat mulai menarik perhatian mereka.

Perubahan orientasi ini diantaranya disebabakan oleh psikologis. Disatu

pihak kemampuan fisik pada usia lanjut sedang mengalami penurunan.

Sebaliknya dipiahak lain memiliki khasanah pengalaman yang kaya. Kejayaan

mereka dimasa lalu yang pernah diperoleh sedang tidak lagi memperoleh

perhatian karena secara fisik mereka dinilai sudah lemah. Kesenjangan ini

menimbulkan gejolak dan kegelisahan-kegelisahan bathin.

15

Page 16: kematangan beragama

Apabila gejolak-gejolak tidak dapat dibendung lagi maka muncul gangguan

kejiwaan, seperti stress, putus asa, ataupun pengasingan diri dari pergaulan

sebagai wujud rasa rendah diri. Dalam kasus-kasus seperti ini umumnya dapat

difungsikan dan diperankan sebagai penyelamat. Sebab melalui ajaran

pengalaman agama, manusia usia lanjut merasa memperoleh tempat bergantung.

Fenomena adanya para pejabat pensiunan seperti ini sudah jamak terlihat diakhir-

akhir ini. Sebagai dalam memberi perlakuan yang baik pada kedua orang tua

Allah menyatakan dalam surat (QS 17-23) yang artinya: jika seorang diantara

keduanya atau keduanya sampai berumur lanjut dalam pemiliharaanmu, maka

jangan sekali-sekali kamu mengatakan pada keduanya perkataan ah dan jangan

kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. 

6. Cara Bersikap Pada Manusia Usia Lanjut

Dalam lingkungan peradaban Barat, upaya untuk memberi perlakuan

manusiawi kepada para manusia usia lanjut dilakukan dengan menempatkan

mereka dipanti jompo. Di panti ini para manusia usia lanjut itu mendapat

perawatan yang intensif. Sebaliknya, di lingkungan keluarga, umumnya karena

kesibukan, tak jarang anak-anak serta sanak keluarga tak berkesempatan untuk

memberikan perawatan yang sesuai dengan kebutuhan para manusia usia lanjut

tersebut.

Tradisi keluarga Barat umumnya menilai penempatan  orang tua mereka ke

panti jompo merupakan cerminan dari kasih saying anak kepada orang tua.

16

Page 17: kematangan beragama

Sebaliknya, membiarkan orang tua yang berusia lanjut tetap berada di lingkungan

keluarga cenderung dianggap sebagai menelantarkannya.

Lain halnya dengan konsep  yang dianjurkan oleh islam. Perlakuan terhadap

manusia usia lanjut dianjurkan  seteliti dan seteladan mungkin. Perlakuan

terhadap orang tua yang berusia lanjut, dibebankan pada keluarga mereka, bukan

kepada badan atau panti asuhan, termasuk panti jompo. Perlakuan terhadap orang

tua menurut tuntunan islam berawal dari rumah tangga. Allah menyebutkan 

pemeliharaan secara  khusus orang tua yang sudah lanjut usia dengan

memerintahkan kepada anak-anak mereka dengan kasih sayang.

Adapun dalil-dalil Al-Qur’an dan Hadits berkenaan dengan perlakuan

kepada orang tua diantaranya sebagai berikut:

1.      Sebagai pedoman dalam memberi perlakuan yang baik kepada orang

tua, Allah menyatakan:

“Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu megatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan jangan kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.”

2.    Selanjutnya Al-Qur’an melukiskan perlakuan terhadap kedua orang tua:

Dan rendahkan dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: “Wahai Tuhanku, kasihilah mereka berdua, sebagaimana mereka berdua telah mengasihi dan mendidikku waktu kecil” (QS. 17:24).

3.      Selain itu, kita juga dapat melihat bagaimana seharusnya perilaku anak kepada orang tua, dalam pernyataan Aisyah r.a. yakni dalam dialog rasulullah Saw. Kepada seorang laki-laki. Rasul bertanya: “Siapakah yang bersamamu? Orang itu menjawab: “ayahku”. Beliau berkata: “jangan berjalan di depannya dan jangan duduk sebelum dia, jangan memanggilnya dengan namanya dan

17

Page 18: kematangan beragama

jangan berbuat sesuatu yang menyebabkan orang lain memakinya”. (Thoha Abdullah Al-Afifi: 1987:51)

4.      Perlakuan kepada kedua orang tua dengan baik dikaitkan sebagai

kewajiban agama. Menurut Ibnu Abbas, Rasulullah pernah mengatakan:

“Barang siapa membuat ridha kedua orang tuanya di waktu pagi dan sore, maka ia pun mendapat dua pintu syurga yang terbuka, dan jika membuat ridha salah-satu diantaranya maka akan terbuka satu pintu syurga. Barangsiapa di waktu sore dan pagi membuat marah kedua orang tuanya, maka ia mendapat dua pintu neraka yang terbuka. Jika membuat marah salah-satu diantaranya, maka terbuka untuknya satu pintu neraka”. (Thoha Abdullah Al-Afifi, 1987:53).8

Bahkan ketika mendengar seorang tua mengadukan kekikiran anaknya

hingga sampai hati mengadukan bahwa ayahnya mengambil harta miliknya,

maka rasul pun bersabda: “engkau dan hartamu adalah milik ayahmu”. (Thoha

Abdullah Al-Afifi, 1987, 54-55).

Dari penjelasan di atas tergambar bagaimana perlakuan terhadap manusia

usia lanjut menurut Islam. Manusia usia lanjut dipandang tak ubahnya seorang

bayi yang memerlukan pemeliharaan dan perawatan serta perhatian khusus

dengan penuh kasih sayang. Perlakuan yang demikian itu tidak dapat diwakilkan

kepada siapa pun, melainkan menjadi tanggung jawab anak-anak mereka.

Perlakuan yang baik dan penuh kesabaran   serta kasih sayang dinilai sebagai

kebaktian. Sebaliknya, perlakuan yang tercela dinilai sebagai kedurhakaan.

Penjelasan ini menunjukkan bahwa perlakuan terhadap manusia usia lanjut

menurut islam merupakan kewajiban agama, maka perbuatan menempatkan

8 Jalaluddin,  PsikologI Agama, ( Jakarta: Rajawali Pers, 2010)hlm. 117-121

18

Page 19: kematangan beragama

orang tua dipanti jompo merupakan tindakan tercela yang dilakukan oleh seorang

anak.

  

19

Page 20: kematangan beragama

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Wek V Padangsidimpuan, waktu penelitian ini

dilaksanakan mulai bulan Mei sampai Juli 2014

Penelitian ini adalah jenis penelitian literer, yakni penelitian yang

menjadikan literatur (buku-buku) sebagai bahan rujukannya. Adapun metode

yang dipakai adalah :

1.      Metode Induktif

Metode ini menggunakan cara-cara berpikir dari hal-hal yang sifatnya

khusus menuju hal-hal yang bersifat umum.

2.      Metode deduktif

Metode ini menggunakan cara-cara berpikir dari hal-hal yang sifatnya umum

menuju ke hal-hal yang khusus.

3.      Metode Korelasi

Metode ini menggunaka cara-cara berpikir dengan mencari korelasi

(hubungan) antara sesuatu hal dengan hal yang lain.

B. Jenis dan Sifat Penelitian

Penelitian ini merupakan jenis penelitian lapangan (field research). Sifat

penelitihan ini adalah kuantitatif. Penelitian kuantitatif adalah penelitian yang

penyajian datanya berupa angka-angka dan menggunakan analisa statistik biasanya

20

Page 21: kematangan beragama

bertujuan untuk menunjukkan hubungan antara variabel, menguji teori dan

mencari generalisasi yang mempunyai nilai prediksi.9

C. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi merupakan wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau subjek

yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti

untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Populasi merupakan jumlah

yang ada pada obyek atau subyek yang dipelajari yang meliputi seluruh

karakteristik atau sifat yang dimiliki oleh obyek atau subyek itu.10

Populasi yang diambil dalam penelitian ini adalah berusia lanjut yang

berjumlah 20 orang.

Sampel merupakan sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh

populasi tersebut. Dalam ketentuan pengambilan sampel menurut Suharsimi

Arikunto yaitu jika subyeknya kurang dari 100 sebaiknya diambil semua sehingga

penelitiannya disebut penelitian populasi, namun jika jumlah subyeknya besar

dapat diambil antara 10%-15% atau 20%-25% atau lebih.11 Sampel yang akan

diambil dalam penelitian ini adalah 15% dari seluruh populasi yang berjumlah 5

orang.

9 Sugiono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, Bandung, Alfa Beta, 2007, hlm. 255

10 Ibid, hlm. 25511 Suharsimi Arikunto, Manajemen Penelitian, Jakarta, Rineka Cipta. 1991,hlm, 71

21

Page 22: kematangan beragama

D. Hipotesis Penelitian

Hipotesis merupakan jawaban yang bersifat sementara terhadap

permasalahan penelitian yang kebenarannya masih harus diuji secara empiris.12

Hipotesis dalam hal ini berfungsi sebagai penunjuk jalan yang memungkinkan

kita untuk mendapatkan jawaban yang sebenarnya.

Berdasarkan pernyataan di atas maka penulis mengajukan hipotesis

sebagai berikut: ”Ada aplikasi kematangan beragama pada usia lanjut di Wek V

Psp”.

E. Teknik Pengumpulan Data

Beberapa teknik pengumpulan data yang penulis gunakan dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Observasi

Observasi adalah kegiatan pencatatan dan pengamatan yang

disengaja dan sistematik tentang keadaan/fenomena sosial dan gejala-

gejala yang muncul pada objek penelitian. Observasi yang penulis

gunakan dalam penelitian ini adalah observasi sistematis (berkerangka)

mulai dari metode yang digunakan dalam observasi sampai cara-cara

pencatatannya, dilengkapi dengan format/blangko pengamatan sebagai

instrumen yang berisi item-item tentang kejadian yang digambarkan akan

12 Sumadi Suryabrata, Metodologi Penelitian, Jakarta, Raja Grafindo Persada, 1995, hlm. 75

22

Page 23: kematangan beragama

terjadi, sehingga penulis tinggal memberikan tanda terhadap kejadian yang

muncul.13

Observasi digunakan penulis untuk memperoleh data tentang

aplikasi kematangan beragama di wek V dengan cara mengamati dan

mencatat seluruh indikator yang akan diteliti.

b. Wawancara atau Interview

Wawancara adalah metode pengumpulan data yang digunakan

penulis untuk mendapatkan keterangan-keterangan lisan melalui proses

tanya jawab antara Information Hunter dengan Information Supplyer

c. Dokumentasi

Metode dokumentasi yaitu mencari data-data mengenai hal-hal

atau variabel yang berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah,

prasati, notulen rapat, agenda, dan sebagainya.14

F. Metode Analisis Data

a. Pengujian Persyaratan Analisis

Sesuai dengan jenis penelitian ini, maka sebelum teknik statistik

yang digunakan untuk menguji hipotesis diterapkan, terlebih dahulu data

dideskripsikan dengan mengungkapkan mean, median, modus, dan standar

deviasi, juga disajikan daftar distribusi frekuensi dan histogram. Sebelum

dilakukan pengujian hipotesis.

13 Ibid, hlm. 18514 Ibid, hlm. 206

23

Page 24: kematangan beragama

b. Pengujian Hipotesis

Pengujian hipotesis ini menggunakan teknik Analisys of Variance

Test – ANOVA Test atau Pengujian Analisis Varian. ANOVA tes dibentuk

atas dasar cuplikan-cuplikan acak sederhana yang ditarik secara bebas

dari setiap populasi. Pengujian itu beranggapan bahwa pupulasi-populasi

disebarkan secara normal dan memiliki varian-varian yang sama.

24

Page 25: kematangan beragama

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi, Manajemen Penelitian, Jakarta, Rineka Cipta. 1991.

Hafi Anshari. Dasar-dasar Ilmu Jiwa Agama, Surabaya : Usaha Nasional, , 1991.

Heni, Narendrany Hidayati. Psikologi Agama. Jakarta: UIN Jakarta Press, 2007.

Jalaluddin. PsikologI Agama. Jakarta: Rajawali Pers. 2010.

Sugiono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, Bandung, Alfa Beta, 2007.

Sururin. Ilmu Jiwa Agama.  Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2004.

Suryabrata, Sumadi, Metodologi Penelitian, Jakarta, Raja Grafindo Persada, 1995.

25