katara k
TRANSCRIPT
12BAB I
PENDAHULUAN
Di Amerika Serikat prevalensi katarak meningkat sampai sekitar 50% pada usia
65 dan 74 tahun dan sampai sekitar 70% untuk mereka yang berusia dari 75
tahun. Sebagian kasus bersifat bilateral, walaupun kecepatan perkembangannya
pada masing-masing mata jarang sama.1 Berdasarkan hasil survei Departemen
Kesehatan pada tahun 1997 didapatkan distribusi kelainan lensa sebagai
penyebab kebutaan sebesar 52%, sedangkan prevalensi kebutaan yang
disebabkan oleh kelainan lensa sebanyak 0,78%. Kelainan lensa atau katarak ini
termasuk dalam golongan kebutaan yang tidak dapat dicegah dan dapat
disembuhkan2
Lensa keruh atau katarak tidak hanya didapat pada orang tua namun juga
didapat akibat kelainan bawaan, kecelakaan, keracunan obat, atau umumya pada
proses ketuaan normal. Katarak mengenai semua umur dan pada orang tua
katarak seperti rambut beruban yang merupakan bagian umum pada usia lanjut.
Makin lanjut usia seseorang makin besar kemungkinan mendapatkan katarak.
Pada saat ini katarak banyak ditemukan pada masyarakat. Hal ini akibat
bertambahnya manula sebagai dampak dari meningkatnya kesejahteraan.3
Makalah ini memaparkan mengenai definisi, klasifikasi, epidemiologi,
etiologi, patogenesis, jenis-jenis, tatalaksana serta prognosis dari penyakit
katarak. Penulis mengharapkan dengan adanya pemaparan serta diskusi
mengenai katarak dapat turut membantu mahasiswa kedokteran tingkat terakhir
ini dapat meningkatkan pengetahuan sehingga dapat turut membantu program
pokok puskesmas sebagai Usaha Kesehatan Mata dan Pencegahan Kebutaan
(UKM-PK) lini pertama untuk dapat mendiagnosis katarak dengan melakukan
pemeriksaan mata dasar, menentukan sikap dan tatalaksana katarak, skrining
mata terhadap Penanggulangan Kebutaan Katarak Paripurna serta melakukan
pencatatan, pelaporan serta penelitian.
Komplikasi pasca operasi :1. Ruptur kapsul posterior2. endoftalmitis3. Glaukoma4. Uveitis
5. Astigmatisme pascaoperasi6. Prolaps iris, prolaps vitreus
BAB II
ISI
II.1. Anatomi Lensa
Lensa adalah suatu struktur bikonveks,
avaskular, tak berwarna dan hampir transparan
sempurna. Tebalnya sekitar 4 mm dan
diameternya 9 mm. Di belakang iris digantung
oleh zonula, yang menghubungkannya dengan
korpus siliaris. Di sebelah anterior lensa terdapat
humour aqueus dan di sebelah posteriornya
vitreous. Kapsul lensa adalah suatu membran
semipermeabel yang memperbolehkan air dan
elektrolit masuk.1
Di bagian depan terdapat selapis epitel subkapsular. Nukleus lensa lebih
keras daripada korteksnya. Sesuai dengan bertambahnya usia, serat-serat
lamelar subepitel terus diproduksi, sehingga lensa semakin lama semakin besar
dan kurang elastik. Nukleus dan korteks terbentuk dari lamela konsentris yang
panjang. Garis-garis persambungan yang terbentuk dengan persambungan
lamela ini ujung ke ujung berbentuk Y bila dilihat dengan slitlamp. Bentuk Y ini
tegak di anterior dan terbalik di posterior.1
Lensa ditahan di tempatnya oleh
ligamentum yang dikenal sebagai zonula
(zonula Zinnii), yang tersusun dari
banyak fibril dari permukaan korpus
siliaris dan menyisip ke dalam ekuator
lensa.1
Enam puluh lima persen lensa terdiri
dari air, sekitar 35% protein (kandungan
protein tertinggi di antara aringan-
jaringan tubuh), dan sedikit sekali
mineral yang biasa ada di jaringan tubuh lainnya. Kandungan kalium lebih tinggi
di lensa daripada di kebanyakan jaringan lain. Asam askorbat dan glutation
terdapat dalam bentuk teroksidasi maupun tereduksi.1
Lensa tida ada serat nyeri, pembuluh darah atau saraf di lensa.1
II.2. Definisi
Katarak berasal dari bahasa Yunani Katarrhakies yang berarti air terjun.
Pandangan pasien dengan katarak tampak seperti terhalang air terjun. Kesan
tersebut terjadi akibat keruhnya lensa akibat hidrasi lensa, denaturasi protein
lensa atau keduanya.3 Sehingga dapat disimpulkan katarak adalah opasifikasi
lensa yang dapat menyebabkan gangguan penglihatan.4
II.3. Patogenesis
Patogenesis katarak belum dapat dimengerti sepenuhnya. Namun, lensa katarak
memiliki ciri berupa edema lensa, perubahan protein, peningkatan proliferasi, dan
kerusakan kontinuitas normal serat-serat lensa. Lensa mata mempunyai bagian
yang disebut pembungkus lensa atau kapsul lensa, korteks lensa yang terletak
antara nukleus lensa atau inti lensa dengan kapsul lensa. Pada anak dan remaja
nukleus bersifat lembek sedang pada orangtua nukleus ini menjadi keras. Katarak
dapat mulai dari nukleus, korteks, dan subkapsularis lensa. Secara umum, edema
lensa bervariasi sesuai stadium perkembangan katarak.
Katarak umumnya merupakan penyakit pada usia lanjut, akan tetapi dapat
juga akibat kelainan kongenital, atau penyulit penyakit mata lokal menahun.
Bermacam-macam penyakit mata dapat mengkibatkan katarak seperti glaukoma,
ablasi, uveitis, dan retinitis pigmentosa. Katarak dapat pula berhubungan dengan
proses penyakit intraokular lainnya.
Dengan menjadi tuanya seseorang maka lensa mata akan kekurangan air
dan menjadi lebih padat. Lensa akan menjadi keras pada bagian tengahnya,
sehingga kemampuannya memfokuskan benda dekat berkurang. Hal ini mulai
terlihat pada usia 40 tahun di mana mulai timbul kesukaran melihat dekat
(presbiopia). Dengan bertambahnya usia, lensa mulai berkurang kebeningannya,
keadaan ini akan berkembang dengan bertambah beratnya katarak. Pada usia 60
tahun hampir 2/3 mulai mengalami katarak atau lensa keruh. Katarak biasanya
berkembang pada kedua mata akan tetapi progresivitasnya berbeda. Kadang-
kadang penglihatan pada satu mata nyata berbeda dengan mata yang
sebelahnya.1
Pembentukan katarak secara kimiawi ditandai oleh penurunan penyerapan
oksigen dan mula-mula terjadi peningkatan kandungan air diikuti oleh dehidrasi.
Kandungan natrium dan kalsium meningkat; kandungan kalium, asam askorbat,
dan protein berkurang. Pada lensa yang mengalami katarak tidak ditemukan
glutation. Usaha-usaha untuk mempercepat atau menahan perubahan-perubahan
kimiawi ini dengan terapi medis sampai saat ini belum berhasil.1
Perkembangan katarak menjadi berat memakan waktu dalam bulan
hingga tahun. Kadang-kadang katarak berhenti berkembang pada stadium dini
dan penglihatan terlihat tidak mengalami kemunduran. Dapat saja katarak
berjalan agak cepat sehingga mengganggu penglihatan.1
II.4. Faktor Risiko
Terdapat banyak faktor risiko untuk terjadinya katarak antara lain adalah usia
lanjut, diabetes mellitus, riwayat katarak pada keluarga, riwayat peradangan atau
trauma mata, riwayat pembedahan mata, penggunaan kortikosteroid yang lama,
pajanan sinar matahari, pajanan radiasi, merokok, konsumsi alkohol, dan
kelahiran prematur.3
II.5. Gejala Klinis
1. Penurunan tajam penglihatan – tergantung dari tipe katarak:
Katarak polar kortikal dan anterior
Kelainan tampak mencolok namun gangguan penglihatan biasanya ringan
Katarak polar posterior dan subkapsul posterior
Kelainan tampak ringan, gangguan penglihatan biasanya berat
Katarak sklerosis nukleus
Menyebabkan peningkatan miopia
2. Peningkatan sensitivitas terhadap cahaya: terutama pada katarak
subkapsular posterior dan katarak kortikal
3. Pergeseran miopi (myopic shift): perjalanan katarak dapat meningkatkan
kekuatan dioptri lensa sehingga menyebabkan terjadinya miopia ringan
sampai sedang atau pergeseran miopia.
4. Pada pasien dengan presbiopi bisa terjadi peningkatan kemampuan
membaca dekat sehingga tidak memerlukan kacamata bacanya, disebut
second sight.
5. Penglihatan ganda (diplopia) monokular
6. Rabun senja
Eye without cataract Eye with cataract
II.6. Pemeriksaan Oftalmologis
Sebagian besar katarak tidak dapat dilihat oleh pengamat awam sampai menjadi
cukup padat (matur atau hipermatur) dan menimbulkan kebutaan. Namun,
katarak, pada stadium perkembangannya yang paling dini, dapat diketahui
melalui pupil yang didilatasi maksimum dengan oftalmoskop, kaca pembesar,
atau slitlamp.
Fundus okuli menjadi semakin sulit dilihat seiring dengan semakin
padatnya kekeruhan lensa, sampai refleks fundus sama sekali hilang. Pada
stadium ini katarak biasanya telah matang dan pupil mungkin tampak putih.
Derajat klinis pembentukan katarak, dengan menganggap bahwa tidak
terdapat penyakit mata lain, dinilai terutama dengan uji ketajaman penglihatan
Snellen. Secara umum, penurunan ketajaman penglihatan berhubungan langsung
dengan kepadatan katarak.
Tabel 1. Grading Jenis Katarak5
Derajat nuklear sklerosis dengan mengevaluasi derajat warna dan
kekeruhan nukleus. Katarak kortikal dan subkapsular dapat divisualisasi sebagai
agregat dan dikuantifikasi dari persentase dari ruang intrapupil. Pada derajat
katarak subkapsular posterior dilihat berdasarkan gangguan pada garis
penglihatan.5
Derajat Katarak
Derajat 1 : nukleus lunak, visus > 6/12, tampak sedikit keruh ,agak
keputihan. Refleks fundus (+), usia < 50 tahun
Derajat 2 : nukleus dengan kekerasan ringan, tampak nukleus
kekuningan,
visus 6/12 6/30. Refleks fundus juga masih mudah diperoleh,
paling sering memberikan gambaran seperti katarak subkapsularis
posterior
Derajat 3 : nukleus dengan kekerasan medium, kuning, kekeruhan korteks
keabu-abuan. Visus 3/60 - 6/30
Derajat 4 : nukleus keras, kuning kecoklatan,visus 3/60 -1/60, refleks
fundus
sulit dinilai
Derajat 5 : nukleus sangat keras, kecoklatan - agak kehitaman. Visus <
1/60,
usia>65 tahun(brunescent cataract atau black cataract)
II.7. Klasifikasi Katarak
1. Berdasarkan usia:
Kongenital, juvenil, senilis
2. Berdasarkan morfologi
Subkapsular, inti, kortikal
3. Berdasarkan stadium kematangan
Insipien, imatur, matur, hipermatur
II.8. Katarak Senilis
Katarak senilis adalah jenis yang paling sering dijumpai. Katarak ini terjadi pada
usia lanjut, biasanya >40 tahun. Kedua mata dapat terlihat dengan derajat
kekeruhan yang sama atau berbeda. Konsep penuaan meliputi beberapa teori
antara lain teori putaran biologik, teori mutasi spontan, teori radikal bebas, teori
cross link.
Perubahan lensa pada usia lanjut meliputi :
1. Kapsul : menebal, kurang elastis, presbiopia, bentuk lamela
berkurang
2. Epitel : makin tipis, sel epitel (germinatif) pada ekuator bertambah
besar, epitel bengkak dan vakuolisasi mitokondria
3. Serat lensa : lebih ireguler, pada korteks terjadi kurasakan serat sel,
sinar UV lama kelamaan merubah protein nukleus (histidin,
triptofan, metionin, sistein dan tirosin) lensa menjadi
brown sclerotic nucleus
4. Korteks : tidak berwarna karena kadar asam askorbat tinggi
dan
menghalangi fotooksidasi, serat tidak banyak mengubah
protein pada serat muda.
II.8.1. Stadium Katarak Senilis
Katarak senilis terdiri dari beberapa stadium, yaitu:
1. Katarak insipien
Kekeruhan mulai dari tepi ekuator berbentuk jeruji menuju korteks anterior
dan posterior (katarak kortikal).
2. Katarak intumesen
Kekeruhan lensa disertai pembengkakan lensa akibat lensa degeneratif
menyerap air. Lensa yang membengkak dan membesar akan mendorong iris
sehingga bilik mata menjadi dangkal, hal ini dapat menimbulkan penyulit
berupa glaukoma.
3. Katarak imatur
Lensa sebagian keruh, belum mengenai seluruh lapisan lensa. Volume lensa
bertambah akibat meningkatnya tekanan osmotik bahan lensa yang
degeneratif.
4. Katarak matur
Kekeruhan telah mengenai seluruh lapisan
lensa. Bila katarak imatur atau intumesen
tidak dikeluarkan maka cairan akan keluar
sehingga ukuran lensa kembali normal dan
terjadi kalsifikasi lensa. Bilik mata depan
kembali normal, tidak terdapat bayangan
iris pada lensa yang keruh sehingga shadow
test menjadi negatif.
5. Katarak hipermatur
Massa lensa yang berdegenerasi mencair
dan keluar dari kapsul lensa sehingga
ukuran lensa mengecil.
6. Katarak Morgagni
Jika katarak hipermatur tidak dikeluarkan, akan terjadi pengerutan dan
korteks telah mencair sehingga nukleus lensa akan turun dari tempatnya
dalam kapsul lensa.
II.8.2. Pemeriksaan Oftalmologis
• Iris dan bilik mata depan
• Shadow Test
• Funduskopi
• Lapang pandang
• Respon pupil
• TIO
• Uji Anel
• Laboratorium
• Penapisan praoperatif: diabetes melitus, hipertensi, dan kelainan jantung.
• Pencitraan
• Ultrasonografi, CT-scan, dan MRI
Pemeriksaan lain:
• Fungsi makula: Tes Maddox Rod, tes photostress recovery, blue light
entoptoscopy, Purkinje entoptic phenomenon, dan elektroretinografi
• Biometri dan integritas korne
II.8.3. Tatalaksana
Meningkatkan fungsi penglihatan merupakan indikasi paling umum untuk
ekstraksi katarak, walaupun kepentingannya bersifat individual. Misalnya, seorang
petugas perpustakaan dengan katarak subkapsular posterior membutuhkan
operasi bila penglihatan jarak dekat terganggu dan seorang petani membutuhkan
penglihatan jauh.
Indikasi medis adalah bila katarak tersebut mempengaruhi kondisi
kesehatan mata seperti menyebabkan glaukoma fakolitik atau glaukoma sudut
tertutup sekunder karena lensa intumesen, dan retinopati diabetik (katarak
mengganggu terapi penyakit ini)
Indikasi kosmetik yaitu mengangkat katarak matur pada mata yang buta
untuk menunjukkan kembali pupil yang hitam.
Refraksi Optimal Pasca Operasi
Refraksi optimal pasca operasi tergantung pada kebutuhan pasien akan koreksi
monookular atau binokular.
Bila pasien membutuhkan koreksi monookular dengan keadaan sebelah
mata memiliki visus yang buruk karena katarak pekat atau amblyopia. Refraksi
pasca operasi yang terbaik pada keadaan ini adalah -1D. Koreksi ini cukup bagi
pasien untuk mengerjakan pekerjaan sehari-hari tanpa menggunakan kacamata
dan bila perlu penglihatan lebih jelas dapat menggunakan kacamata bifokal.
Beberapa pasien yang tidak puas adalah pasien miopia yang menjai hipermetrop
setelah implantasi IOL.
Apabila diperlukan koreksi binokular, perbedaan refraksi ke2 mata tidak
boleh lebih dari 3D. hal ini karena pasien dapat mengalami penglihatan ganda
ketika melihat ke atas dan ke bawah. Apabila pasien memiliki penglihatan dengan
visus normal di mata yang tidak dioperasi refraksi pasca operasi di mata yang
dioperasi seharusnya berada dalam perbedaan antara 1-2 D dengan mata yang
tidak dioperasi.
Teknik Operasi
Dua teknik yang sering digunakan dalam penanganan katarak terkait usia adalah
large incision extracapsular extraction dan fakoemulsifikasi.
Komplikasi Operasi
1. Ruptur kapsul posterior
Merupakan komplikasi yang cukup serius karena dapat menyebabkan
kehilangan vitreus yang kemudian akan menyebabkan komplikasi postoperasi
lain seperti updrawn pupil, uveitis, vitreus touch, vitreous wick syndrome,
expulsive haemorrage, glaukoma sekunder, ablasio retina dan chronic cystoid
macular edema.
2. Kehilangan fragmen lensa ke posterior
Fragmen lensa dapat bermigrasi ke vitreus terutama setelah kerusakan zonula
dan ruptur kapsul posterior. Komplikasi ini lebih sering berhubungan dengan
fakoemulsifikasi. Tatalaksananya bergantung pada besarnya fragmen. Pada
fragmen yang kecil dapat diobservasi tanpa penatalaksanaan. Fragmen besar
yang berisi lebih dari 25% lensa sebaiknya diangkat. Biasanya dilakukan 2
minggu setelah operasi katarak untuk memberi kesempatan rehabilitasi fungsi
visual, mengurangi inflamasi jangka panjang dan kemungkinan glaukoma.
Teknik yang digunakan adalah vitrektomi pars plana dan menghilangkan
fragmen dengan fragmentasi ultrasonik.
3. Perdarahan suprakoroidal
Perdarahan suprakoroidal masif merupakan terdapatnya darah dalam jumlah
besar dalam ruang suprakoroid yang dapat menyebabkan pendorongan keluar
kandungan intraokular atau pergeseran permukaan retina. Merupakan
komplikasi yang berbahaya dari ekstraksi katarak yang terjadi pada 1:1000
pasien.
Komplikasi Dini Pasca Operasi
1. Prolaps iris
Disebabkan pembentukan sutura insisi yang tidak adekuat, biasanya
menyertai penatalaksanaan kebocoran vitreus yang kurang tepat. Tanpa
penatalaksanaan yang benar dapat mengakibatkan penyembuhan yang
kurang baik, astigmatisma berat, pertumbuhan ke dalam epitel, chronic
cystoid macular edema, dan endolftamitis. Diatasi dengan eksisi dari iris yang
prolaps dan pembentukan ulang sutura.
2. Keratopati striae
Ditandai dengan edema kornea dan pembentukan lekukan di membran
descemet. Disebabkan karena kerusakan endotel kornea akibat instrumentasi,
IOL atau penekukan yang berlebihan. Risiko terjadinya kerusakan saat
memasukkan IOL dapat dikurangi dengan substansi vikoelastik.
Penatalaksanaan tidak diperlukan pada kebanyakan kasus, dapat terjadi
remisi spontan dalam beberapa hari, beberapa kasus yang jarang terjadi
adalah kasus berat dan persisten yang dapat membutuhkan keratoplasti.
Endolftalmitis Bakterial Akut
Merupakan komplikasi berbahaya yang terjadi pada 1:1000 kasus. Kebutaan
terjadi pada 50% kasus walaupun telah diberikan penatalaksanaan dini.
Organisme penyebab kelainan ini tersering adalah S. epidermidis, S. aureus,
Pseudomonas sp. dan proteus sp.
Sumber infeksi biasanya idiopatik, diduga flora yang terdapat pada
palpebra sebelah luar, konjungtiva dan aparatus lakrimal. Sumber lain diduga
adalah kontaminasi saat operasi. Dapat diatasi dengan pemberian pengobatan
pra operasi pada infeksi di sekitar mata, desinfeksi yang benar dan injeksi
antibiotik pascaoperasi. Interval waktu antara ekstraksi katarak dengan onset
endolftalmitis berguna dalam memprediksi kemungkinan organisme penyebab. S.
aureus dan organisme gram negatif biasanya timbul antara hari pertama sampai
ketiga pasca operasi dengan gejala yang berat. S. epidermidis biasanya mulai
muncul antara hari ke-4 sampai ke-10 pasca operasi dengan gejala yang ringan.
Diagnosis banding yang perlu dipikirkan adalah:
Adanya materi lensa yang tertahan pada anterior chamber atau vitreus yang
dapat menyebabkan uveitis anterior berat tanpa hipopion dan nyeri.
Reaksi toksik terhadap cairan irigator atau benda asing yang dimasukkan
pada mata saat operasi.
Operasi yang lama atau sulit dapat menyebabkan uveitis anterior dan edema
kornea.
Penatalaksanaan dimulai dengan identifikasi organisme penyebab dengan
pemeriksaan sampel akueus dan vitreus. Walaupun demikian hasil kultur yang
negatif tidak menyingkirkan diagnosis. Sampel harus diambil dalam ruang
operasi.
Vitrektomi dapat berguna hanya pada infeksi sangat berat dan visus yang
menurun sampai persepsi cahaya. Apabila pasien masih dapat melihat lambaian
tangan, vitrektomi tidak diperlukan. Antibiotik yang efektif untuk eradikasi bakteri
gram positif dan gram negatif harus diberikan. Jenis antibiotik yang
direkomendasikan sekarang ini adalah amikacin atau ceftazidim untuk gram
positif dan negatif serta vankomisin untuk kokus koagulase negatif dan koagulase
positif. Amikasin bekerja secara sinergis dengan vankomisin, namun lebih potensil
untuk menjadi retinotoksik dibanding ceftazidim yang tidak sinergis dengan
vankomisin.
Terapi dengan steroid tidak akan berpengaruh terhadap kontrol infeksi bila
organisme penyebab sensitif terhadap antibiotik tersebut. dapat diberikan dalam
bentuk injeksi periokular, sistemik atau topikal.
Komplikasi Lanjut Pasca Operasi
1. Opasifikasi dari kapsul posterior
Merupakan komplikasi lanjut paling umum dari ekstraksi katarak yang tidak
berkomplikasi.
Dibagi menjadi:
Elschnig pearls, disebabkan proliferasi epitel lensa ke kapsul posterior
pada daerah aposisi antara sisa kapsul anterior dan posterior. Umumnya
ditemui pada anak dan 50% orang dewasa setelah 3-5 tahun.
Fibrosis kapsul biasanya terjadi 2-6 bulan setelah operasi. Dapat
melibatkan kapsul posterior atau sisa kapsul anterior.
Indikasi pengobatan adalah penurunan visus visualisasi fundus yang
berkurang (penting untuk diagnosis dan terapi) dan diplopia monookular atau
glare berat akibat berkerutnya kapsul posterior. Hal ini dapat diatasi dengan
YAG laser kapsulotomi.
2. Malposisi dari lensa intraokular
Kelainan ini jarang terjadi, namun bila terjadi dapat berhubungan dengan
masalah optik dan struktural.
3. Dekompensasi kornea
Merupakan suatu keadaan yang sangat jarang terjadi. Biasanya berhubungan
dengan pemasangan AC-IOL, terutama Leiske closed loop style lens.
4. Retinal detachment
Faktor risiko terjadinya retinal detachment pada operasi katarak adalah:
disrupsi kapsul posterior
kehilangan vitreus, terutama bila ditangani secara kurang baik,
berhubungan dengan 7% risiko ablasio retina. Pada pasien miopia >6D
risiko meningkat menjadi 15%
degenerasi lattice, seharusnya diterapi pra-operasi atau secepatnya
setelah operasi.
4. Sunset syndrome
Komplikasi sangat jarang yang timbul beberapa bulan sampai tahun setelah
implantasi PC-IOL kedalam vitreus.
5. Endolftalmitis kronik
Endolftalmitis indolen kronik terjadi bila organisme dengan virulensi rendah
terperangkap dalam kantung kapsul lensa. Dua organisme yang paling umum
menyebabkan penyakit ini adalah Propionibacterium acnes dan S. epidermidis.
II.9 Katarak Kongenital
Katarak kongenital adalah katarak yang terjadi sebelum atau segera setelah lahir
atau pada bayi sebelum usia 1 tahun. Ada yang mendefinisikan katarak infantil
untuk kekeruhan lensa yang timbul pada tahun pertama kehidupan.
Kekerapannya 1 dari 2000 kelahiran. Katarak kongenital dapat unilateral atau
bilateral dan parsial atau total. Kekeruhan lensa sangat bervariasi, beberapa ada
yang tidak progresif. Walaupun ada yang secara visual tidak bermakna, beberapa
yang lain dapat sangat mengganggu penglihatan.
Banyak katarak kongenital tidak diketahui penyebabnya walaupun
mungkin terdapat faktor genetik; yang lain disebabkan oleh penyakit infeksi atau
metabolik atau berkaitan dengan bermacam-macam sindrom. Dapat dilakukan
penelitian untuk mencari penyebab, tetapi pada sebagian besar kasus tidak
ditemukan penyebabnya.
II.9.1. Klasifikasi
Secara morfologi, katarak kongenital dapat dibagi menjadi:
1. Katarak Sentralis Pulverulenta
Katarak ini terdapat dalam nukleus lensa berupa kekeruhan yang berbentuk
sferoid dengan diameter 1-4 mm. Pada bagian tengah sferoid tampak lebih
jernih. Biasanya diturunkan secara genetik dan tidak progresif.
2. Katarak Nuklear
Terdapat kekeruhan pada daerah sentral, antara sutura Y bagian anterior dan
posterior. Pada dua pertiga kasus, katarak nuklear terjadi bilateral dan
biasanya disertai mikroftalmus dan mikrokornea.
3. Katarak Lamelar
Gambarannya khas berupa kekeruhan yang berselang-seling di antara nukleus
dan korteks yang jernih. Dapat progresif menjadi katarak nuklear. Katarak
lamelar erat kaitannya dengan kelainan sistemik seperti galaktosemia,
hipokalsemia dan hipoglikemia.
4. Katarak Sutural
Katarak sutural menunjukkan kekeruhan tepat pada sutura Y bagian anterior
atau posterior. Dapat timbul sendiri atau bersamaan dengan katarak lain.
5. Katarak Supranuklear (Coronary)
Katarak supranuklear menunjukkan kekeruhan berbentuk bulat pada korteks
bagian dalam yang mengelilingi nukleus seperti sebuah mahkota. Biasanya
sporadik dan berhubungan dengan kelainan herediter.
6. Katarak Polar
a. Katarak Polar Anterior
Katarak polar anterior bisa hanya mengenai kapsul lensa saja atau
berbentuk piramid yang puncaknya mengarah ke bilik mata depan.
b. Katarak Polar Posterior
Katarak polar anterior dapat mengenai kapsul lensa atau membentuk plak.
7. Kekeruhan Fokal Bintik Biru
Sangat sering ditemukan dan innocuous. Katarak ini dapat terjadi bersamaan
dengan katarak kongenital lain.
8. Katarak Membranosa
Jenis yang sangat jarang ditemukan. Katarak timbul ketika materi lentikuler
mengalami reabsorpsi sebagian atau sempurna meninggalkan bagian lensa
yang putih seperti kapur berselang-seling di antara kapsul anterior dan
posterior.
II.9.2. Etiologi
Katarak Bilateral
IdiopatikKatarak herediter (autosomal dominan, autosom resesif, terkait kromosom x)Genetik dan penyakit metabolik
Sindrom Down
Sindrom Hallermann-Streiff
Sindrom Lowe
Galaktosemia
Sindrom Marfan
Trisomi 13-15
Hipoglikemia
Sindrom Alport
Penyakit Fabry
Hipoparatiroidisme
Sindrom Conradi
Infeksi maternal
Rubella
CMV
Varisela
Sifilis
Toxoplasmosis
Kelainan ocular
Aniridia
Sindrom disgenesis segmen anterior
Toksik
Kortikosteroid
Radiasi (dapat unilateral)
Katarak Unilateral
Idiopatik
Anomali ocular
Persistent hyperplastic primary vitreus (A5PHPV)
Disgenesis segmen anterior
Lenticonus posterior
Tumor kutub posterior
Traumatik
Rubella
Masked bilateral cataract
Kelainan Genetik Tanpa Kelainan Sistemik
Lebih dari sepertiga kasus katarak kongenital terjadi pada neonatus dengan
kelainan genetik dan tanpa adanya kelainan sistemik. Kelainan genetik yang
paling sering terjadi adalah kelainan autosomal dominan di samping autosomal
resesif, atau X-linked resesif. Morfologi kekeruhan dan perlu tidaknya operasi
biasanya sama antara orangtua dengan anaknya.
Metabolik
1. Galaktosemia. Gambaran khas katarak ini adalah kekeruhan sentral berbentuk
’oil droplet’, tampak pada beberapa hari hingga minggu pertama. Jika
galaktosa yang terkandung di dalam susu atau produknya dihilangkan,
katarak tersebut dapat dicegah dan kekeruhan lensa masih reversibel
sifatnya.
2. Defisiensi Galaktokinase. Pada fetus dan early infancy tampak kekeruhan
lamelar. Katarak presenilis juga dapat disebabkan karena defisiensi
galaktokinase.
3. Mannosidosis. Gambaran katarak berupa kekeruhan posterior ‘spoke-like’.
4. Hipokalsemia Neonatal. Pada awalnya katarak hanya berupa kekeruhan
kortikal yang halus, punktata kemudian secara progresif dapat menjadi
katarak lamellar.
5. Hipoglikemia. Pada masa perinatal dapat menyebabkan kekeruhan pada
lensa, yang bersifat reversibel.
6. Lain-lain. Penyebab metabolik lainnya adalah defisiensi sorbitol
dehidrogenase, hiperglisinuria, dan sialidosis.
Infeksi Intrauterin
Pada 15% kasus katarak kongenital disebabkan oleh adanya rubella kongenital.
Pada usia gestasi 6 minggu, virus tersebut tidak dapat menembus kapsula lensa
sehingga lensanya imun. Walaupun kekeruhan lensa (unilateral ataupun bilateral)
biasanya telah tampak saat bayi baru saja dilahirkan, kadang-kadang kekeruhan
lensa tersebut baru tampak pada beberapa minggu atau bulan kemudian.
Kekeruhan pekat tampak pada nukleus dengan gambaran seperti mutiara atau
terkadang kekeruhan yang difus dan mencakup keseluruhan lensa. Pada usia
lebih dari 3 tahun, virus akan menetap di dalam lensa.
Infeksi intrauterin lainnya yang berhubungan dengan katarak neonatal
adalah toksoplasmosis, sitomegalovirus, herpes simpleks dan varisela.
Sindroma Sistemik
Berdasarkan penelitian didapatkan informasi bahwa katarak neonatal memiliki
korelasi dengan beberapa sindroma sistemik. Sindroma sistemik tersebut antara
lain sindroma Lowe, sindroma Hallerman-Streiff-Francois, sindroma Nance-Horan,
sindroma Rubenstein-Taybi, sindroma Marinesco-Sjogren, dan beberapa kelainan
kromosomal, seperti sindroma Down (trisomi 21), sindroma Patau (trisomi 13),
sindroma Edward (trisomi 18), sindroma Cri-du-chat (delesi kromosom 5), dan
sindroma Turner.
II.9.3. Pemeriksaan Oftalmologis
Katarak kongenital umumnya tidak bergejala klinis. Orang tua bisa menyadari
adanya bercak putih pada pupil atau disebut leukokoria. Hal ini menjadi dasar
perlunya screening agar tidak terjadi gangguan seperti amblioplia. Pada anak
dapat terlihat kurangnya minat pada rangsang visual dan perkembangan
terhambat. Gerakan fiksasi mata dan gerakan mengikuti dapat hilang.
Strabismus dapat terjadi pada anak dengan katarak unilateral. Adanya nistagmus
adalah tanda prognosis kurang baik.
Pemeriksaan Okular
Pemeriksaan menggunakan slitlamp bertujuan mencari morfologi katarak dan
membantu mencari etiologi dan prognosis. Oftalmoskopi untuk melihat refleks
merah dan melihat keadaan retina, fovea dan papil. Visus pada anak yang sudah
besar dan membandingkannya dengan kekeruhan lensa.
1. Densitas Kekeruhan
Densitas kekeruhan dapat dinilai dengan melakukan pemeriksaan
oftalmoskopi direk dan indirek. Semakin keruh lensa, bahkan hingga menutupi
pupil, maka penglihatan akan semakin terganggu. Pada katarak yang
gambaran lensanya tidak terlalu keruh, fundus dapat dilihat dengan
pemeriksaan oftalmoskopi indirek. Pada katarak yang densitas kekeruhannya
sangat rendah, fundus masih dapat dilihat menggunakan oftalmoskopi indirek
ataupun direk.
2. Morfologi Kekeruhan
Morfologi kekeruhan memberikan petunjuk mengenai kemungkinan etiologi
katarak tersebut, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Lokasi kekeruhan
juga perlu dideskripsikan, berkaitan dengan derajat gangguan penglihatan.
Secara umum, jika kekeruhan tampak pada daerah posterior dan sentral,
semakin besar kemungkinan terjadi gangguan penglihatan.
3. Kelainan Okular Lainnya yang Berhubungan
Kelainan pada segmen anterior; seperti cornea clouding, mikroftalmus,
glaukoma, persistent hyperplastic primary vitreous; dan kelainan pada
segmen posterior; seperti korioretinitis, amaurosis Leber, retinopati rubella,
hipoplasia foveal dapat menjadi petunjuk adanya katarak neonatal. Terkadang
untuk melakukan pemeriksaan tersebut perlu dilakukan anestesi. Selain itu
pemeriksaan tersebut harus dilakukan berulang kali dan berkesinambungan
untuk mendeteksi kemungkinan terjadinya progresivitas katarak tersebut.
4. Tanda Klinis Lainnya
Tanda klinis lainnya yang dapat menjadi petunjuk adanya gangguan
penglihatan berat adalah ketiadaan fiksasi sentral atau jika pada neonatus
tersebut didapatkan nistagmus dan strabismus.
5. Tes Khusus
Tes khusus seperti forced choice preferential looking dan visually evoked
potential dapat dilakukan.
II.9.4. Pemeriksaan Sistemik
Jika kasus katarak bilateral terjadi pada infant harus dilakukan beberapa hal
berikut, kecuali memang ada kelainan herediter, yaitu:
1. Pemeriksaan laboratorium
a. Tes serologis untuk mengetahui adanya infeksi intrauterin, seperti
TORCH. Jika ada riwayat timbulnya rash selama kehamilan, harus
dilakukan pemeriksaan titer antibodi varicella zoster.
b. Urinalisis; pada pemeriksaan urin yang diambil setelah konsumsi
susu didapatkan zat reduksi.
c. Urine chromatography asam amino untuk sindrom Lowe
2. Analisis kromosom; perlu dicari kemungkinan adanya penyakit sistemik
dan dismorfik
II.9.5. Tatalaksana
Pembedahan adalah terapi katarak kongenital. Katarak unilateral maupun
bilateral yang mengganggu secara klinis dibuang secepatnya. Untuk hasil terbaik
dikatakan operasi dilakukan pada 6-8 minggu usia anak. Pada anak yang lebih
tua, kapan operasi dipengaruhi lamanya dan derajat gangguan penglihatan.
Katarak unilateral ataupun bilateral yang tidak mengakibatkan gangguan visual
dapat dioperasi kapan saja dengan hasil baik.
Operasi Katarak Kongenital
Waktu melakukan operasi pada kasus katarak sangatlah penting. Katarak yang
secara signifikan mempengaruhi fungsi penglihatan seseorang harus segera
dioperasi.
Lensektomi – Vitrektomi merupakan suatu teknik insisi minor di mana
lensa yang mengalami kelainan diangkat menggunakan instrumen pemotongan
ke dalam vitreus. Prosedur pengangkatan ini dilakukan melalui insisi limbus atau
pars plana (pars plikata). Pada bayi, insisi limbus menjadi pilihan utama karena
pars plana secara anatomis belum berkembang sempurna dan dengan teknik ini,
risiko terjadinya disinsersi retina oral pada saat insersi instrumen menjadi
berkurang. Oleh karena tingginya insiden terjadinya opasifikasi kapsular pasca
operasi, maka sebagian kapsul posterior juga diangkat sebagaimana vitreus
anterior.
Komplikasi Pasca Operasi
Insiden komplikasi pasca operasi pada katarak kongenital lebih tinggi
dibandingkan pada orang dewasa. Beberapa komplikasi pasca operasi yang dapat
terjadi sebagai berikut :
1. Opasifikasi kapsul posterior
Di mana hampir selalu terjadi pada mata bayi bila kapsul posterior
ditinggalkan.
2. Pembentukan membran
Dapat melewati pupil, umumnya terjadi pada mata mikroftalmik atau yang
mengalami uveitis kronik. Membran yang tipis dapat dibuka dengan laser YAG,
sementara membran yang tebal memerlukan tindakan bedah.
3. Reproliferasi lensa
Komplikasi ini sangat sering terjadi. Namun hal ini tidak terlalu mempengaruhi
fungsi penglihatan sebab tidak mengenai aksis visual. Reproliferasi lensa ini
kemudian diliputi sisa-sisa kapsul lensa anterior dan posterior dan bilamana
menjadi opak, dikenal dengan istilah “Soemmerring ring”.
4. Glaukoma
Insiden sekitar 20%. Glaukoma sudut tertutup dapat terjadi segera dalam
periode pasca operasi pada mata mikroftalmik, akibat blokade pupil. Dalam
beberapa kasus, glaukoma sekunder sudut terbuka juga dapat terjadi
beberapa tahun setelah operasi. Oleh karenanya, sangatlah penting dilakukan
pemeriksaan tekanan intraokular secara rutin selama bertahun-tahun.
5. Ablasi retina
Umumnya merupakan komplikasi yang dapat muncul belakangan.
Rehabilitasi Visual
Meskipun telah ditemukan teknik-teknik operasi katarak kongenital yang mudah
dilakukan, ternyata belum didapatkan hasil memuaskan terhadap fungsi
penglihatan selanjutnya. Hal ini berkaitan dengan terjadinya ambliopia yang berat
dan ireversibel. Secara umum, pemilihan metode rehabilitasi visual pada anak
afakia mempertimbangkan dua faktor, yakni usia dan lateralitas afakia
(unilateral/bilateral).
Alat bantu yang dapat digunakan dalam upaya rehabilitasi visual ini antara
lain:
1. Lensa intraokular. Saat ini, frekuensi penggunaannya meningkat pada anak-
anak afakia. Tujuannya yakni mengkondisikan mata dalam keadaan
hipermetrop ringan setelah implantasi lensa dan menginduksi miopia ringan di
kemudian hari. Namun demikian, risiko terjadinya komplikasi masih signifikan.
2. Lensa kontak. Merupakan solusi terbaik bagi pasien dengan afakia
unilateral maupun bilateral, di mana hal ini masih sangat beralasan sampai
usia sekitar dua tahun. Setelah usia dua tahun, di mana anak menjadi lebih
aktif dan mandiri, lensa kontak sering diletakkan sembarangan dan mudah
hilang. Dengan demikian, akan terdapat suatu periode deprivasi visual dan
risiko ambliopia meningkat.
3. Kacamata afakia. Bermanfaat bagi anak yang cukup besar dengan
afakia bilateral, tetapi tidak tepat bagi pasien dengan afakia unilateral
berhubungan dengan anisometropia san aniseikonia. Pada bayi dengan afakia
bilateral, hal ini juga kurang tepat sehubungan dengan berat badan,
penampilan, distorsi prismatik, dan konstriksi lapang pandang.
II.10. Katarak Traumatik
Katarak traumatik paling sering
disebabkan benda asing di
lensa atau trauma tumpul
Katarak traumatic dengan intralental foreign body
terhadap bola mata. Tembakan benda baja sering merupakan penyebab.
Penyebab lain yang lebih jarang adalah anak panah, batu, kontusio, pajanan
berlebihan terhadap panas (glassbower cataract), sinar X, dan bahan radioaktif.
Sebagian besar katarak traumatik dapat dicegah. Di dunia industri, tindakan
penanganan terbaik adalah sepasang kacamata pelindung yang bermutu baik.
Secara umum, berdasarkan penyebabnya, katarak traumatik dapat
dibedakan menjadi:
1. Direct penetrating injury pada lensa
2. Electic shock / lightning
3. Ionizing irradiation (tumor okular)
4. Concussion yang memunculkan gambaran flower-shaped atau Vossius ring
yang berasal dari pigmen iris dalam kapsular anterior.
II.10.1. Patofisiologi
Lensa menjadi putih segera setelah masuknya benda asing, karena lubang pada
kapsul lensa menyebabkan aqueus humor dan kadang-kadang korpus vitreum
masuk ke dalam struktur lensa
Pasien yang sering terkena adalah orang pekerja industri yang
pekerjaannya memukulkan baja ke baja yang lain. Potongan kecil palu baja dapat
menembus kornea dan lensa dengan kecepatan yang sangat tinggi dan
tersangkut di korpus vitreum. Benda tersebut biasanya dapat dilihat dengan
oftalmoskop.
Pasien mengeluh penglihatan kabur secara mendadak. Mata menjadi
merah, lensa opak, dan mungkin terjadi perdarahan intraokular. Apabila aqueus
humor dan korpus vitreum keluar dari mata, mata menjadi sangat lunak. Penyulit
adalah infeksi, uveitis, ablasio retina, dan glaukoma.
II.10.2. Tatalaksana
Benda asing magnetik intraokular harus segera dikeluarkan. Harus diberikan
antibiotik sistemik dan topikal serta kortikosteroid topikal dalam beberapa hari
untuk memperkecil kemungkinan infeksi dan uveitis. Atropin sulfat 1%, 1 tetes
tiga kali sehari, dianjurkan untuk menjaga pupil tetap berdilatasi dan mencegah
pembentukan sinekia posterior.
Katarak dapat dikeluarkan pada saat pengeluaran benda asing atau
setelah peradangan mereda. Apabila terjadi glaukoma selama periode menunggu,
bedah katarak jangan ditunda walaupun masih terdapat peradangan. Beberapa
waktu setelah tindakan bedah katarak, mungkin masih terdapat suatu membran
opak tipis, yang mungkin memerlukan diinsisi dengan laser neodymium: YAG atau
pisau memperbaiki penglihatan. Untuk mengeluarkan katarak traumatik, biasanya
digunakan teknik-teknik yang sama dengan yang digunakan untuk mengeluarkan
katarak kongenital terutama pada pasien kurang dari 30 tahun.
II.11. Katarak Diabetes
Katarak diabetik merupakan katarak yang terjadi akibat adanya penyakit diabetes
melitus. Jenis katarak ini dibagi menjadi 3 bentuk, yaitu:
1. Katarak pada pasien DM dengan dehidrasi berat, asidosis, dan
hiperglikemia nyata. Pada lensa akan terlihat kekeruhan berupa garis akibat
kapsul lensa berkerut. Bila dehidrasi lama akan terjadi kekeruhan lensa,
kekeruhan akan ilang bila dilakukan rehidrasi dan kadar gula darah kembali
normal.
2. Katarak pada pasien diabetes juvenil dan tua yang tidak terkontrol, di
mana terjadi katarak serentak pada kedua mata dalam 48 jam. Bentuknya
dapat snow flake atau piring subkapsular.
3. Katarak pada pasien diabetes dewasa. Gambaran secara histologis dan
biokimia sama dengan katarak pasien nondiabetik.
Beberapa pendapat menyatakan bahwa pada keadaan hiperglikemia, terjadi
penimbunan sorbitol dan fruktosa di dalam lensa.
Pada mata, terlihat peningkatan angka kejadian maturasi katarak yang
lebih pada pasien diabetes. Jarang ditemukan “true diabetic cataract”. Pada lensa,
akan tampak kekeruhan tebaran salju subskapular yang sebagian jernih dengan
pengobatan. Diperlukan pemeriksaan tes urin dan pengukuran gula darah puasa.
Galaktosemia pada bayi, akan memperlihatkan kekeruhan anterior dan
subskapular posterior. Bila dilakukan tes galaktosa akan terlihat meningkatkan di
dalam darah dan urin.
II.12. Katarak Sekunder Akibat Penyakit Intraokular (Katarak
Komplikata)
Katarak dapat terbentuk sebagai efek langsung penyakit intraokular pada fisiologi
lensa (mis: uveitis, rekuren yang parah). Katarak biasanya berawal di daerah
subkapsular posterior dan akhirnya mengenai seluruh struktur lensa. Penyakit-
penyakit intraokular yang sering berkaitan dengan pembentukan katarak adalah
uveitis, kronik atau rekuren, glaukoma, retinitis pigmentosa, dan pelepasan
retina.
Katarak ini biasanya unilateral. Prognosis visualnya tidak sebaik katarak
senilis biasa.
II.13. Katarak Toksik
Katarak toksik jarang terjadi. Banyak kasus terjadi pada tahun 1930-an sebagai
akibat penelanan dinitrofenol, suatu obat yang dipakai untuk menekan nafsu
mkan. Kortikosteroid yang diberikan dalam waktu yang lama, baik secara sistemik
maupun dalam bentuk tetes, dapat menyebabkan kekeruhan lensa. Diduga
bahwa ekotiofat iodida, yang merupakan suatu miotika kuat yang digunakan
dalam terapi glaukoma dapat menyebabkan katarak.
Katarak di kapsul posterior akibat penggunaan steroid yang lama.
II.14. Katarak Sekunder
Katarak sekunder terjadi akibat terbentuknya jaringan fibrosis pada sisa lensa
yang tertinggal. Keadaan ini paling cepat terlihat setelah 2 hari EKEK. Bentuk lain
yang merupakan proliferasi epitel lensa pada katarak sekunder berupa mutiara
Elsching dan cincin Soemmering. Katarak sekunder merupakan fibrin sesudah
suatu trauma yang memecah lensa.
Cincing Soemmering mungkin akan
bertambah besar oleh karena daya
regenerasi epitel yang terdapat di
dalamnya. Cincing Soemmering terjadi
akibat kapsul anterior yang pecah dan traksi
ke arah pinggir-pinggir melekat pada kapsul
posterior meninggalkan daerah yang jernih
di tengah, dan membentuk gambaran cincin.
Pada cincin ini tertimbun serabut lensa
epitel yang berproliferasi.
Mutiara Elsching adalah epitel subkapsular yang berproliferasi dan
membesar sehingga tampak sebagai busa sabun atau telur kocok. Mutiara ini
mungkin akan menghilang dalam beberapa tahun oleh karena pecahnya dinding.
II.15. Pencegahan
Hingga saat ini belum ada obat-obatan, makanan, atau kegiatan olah raga yang
dapat menghindari atau menyembuhkan seseorang dari gangguan katarak.
Soemmerring's Ring
Hindari merokok. Asap roko menghasilkan radikal bebas sehingga dapat
meningkatkan risiko terhadap terjadinya katarak.
Makan dengan teratur dan seimbang. Perbanyak pula buah dan sayur.
Sejumlah evidens menunjukkan bahwa banyak makan buah dan sayuran
dapat mencegah terhadap terjadinya katarak
Lindungi mata terhadap sinar matahari dengan menggunakan kacamata
gelap. Baik digunakan ketika pasien berada di luar ruangan.
Atasi masalah-masalah kesehatan seperti diabetes dan hipertensi.
II.16. Tata Laksana
Katarak hanya dapat diatasi melalui prosedur operasi. Akan tetapi jika gejala
katarak tidak mengganggu, tindakan operasi tidak diperlukan. Kadang kala cukup
dengan mengganti kacamata. Tindakan operasi dilakukan atas indikasi medis dan
sosial. Indikasi medis yaitu: visus kurang atau sama dengan 3/60, jenis katarak
pasien adalah matur, dan jika timbul penyulit seperti fakolisis, fakoanafilaksis,
serta glaucoma. Sedangkan indikasi sosial misalnya karena mengganggu aktivitas
pasien atau karena alasan kosmetik.
Persiapan Operasi
Lokal:
Tidak ada infeksi di sekitar mata
Tekanan Intra Okuler normal
Uji anel (+)
Sistemik:
Gula Darah Sewaktu normal
Tekanan darah normal
BT/CT dalam batas normal
Bedah Katarak
Bedah katarak sudah berubah secara dramatis pada 20 tahun terakhir ini, yang
prinsipnya disebabkan oleh adanya mikroskop operasi, instrumentasi yang lebih
baik, benang jahit yang lebih baik, serta lebih baiknya lensa intraokuler. Dalam
bedah katarak, lensa diangkat dari mata (eksraksi lensa) dengan prosedur
intrakapsular atau ekstrakapsular.
Ekstraksi Katarak Intrakapsular dan Ekstraksi Katarak Ekstrakapsular
Teknik ini jarang dilakukan lagi sekarang. Lensa diangkat in toto, yakni di dalam
kapsulnya, melalui insisi limbus superior 140 hingga 160 derajat. Pada ekstraksi
ektrakapsular, juga dilakukan insisi limbus posterior, bagian anterior kapsul
dipotong dan diangkat, nukleus diekstraksi, dan korteks lensa dibuang dari mata
dengan irigasi dengan atau tanpa aspirasi, sehingga menyisakan kapsul posterior.
Beberapa pasien mengalami kekeruhan sekunder di kapsul psterior dan
memerlukan disisi dengan laser neodymium: YAG.
Ekstraksi Katarak Intrakapsular
Fakoemulsifikasi
Ekstraksi Katarak Ekstrakapsular
Fakofragementasi dan fakomulsifikasi dengan irigasi atau aspirasi (atau
keduanya) adalah teknik ekstrakapsular yang menggunakan getaran-getaran
ultrasonik untuk mengangkat nukleus dan korteks melalui insisi lumbus yang kecil
(2-5 mm), sehingga mempermudah penyembuhan luka pascaoperasi. Teknik ini
bermanfaat pada katarak kongenital, traumatik, dan kebanyakan katarak senilis.
Teknik ini kurang efektif pada katarak senilis yang padat, dan keuntungan insisi
lumbus yang kecil agak berkurang kalau akan dimasukkan lensa intraokuler,
meskipun sekarang lebih sering digunakan lensa intraokuler fleksibel yang dapat
dimasukkan melalui insisi kecil seperti itu.
Pada beberapa tahun silam, operasi ekstrakapsular telah menggantikan
prosedur intrakapsular sebagai jenis bedah katarak yang paling sering. Alasan
utamanya adalah bahwa apabila kapsul anterior utuh, ahli bedah dapat
memasukkan lensa intraokuler ke dalam kamera posterior. Insidensi komplikasi
pasca-operasi, seperti ablasio retina dan edema makula sistoid, lebih kecil kalau
kapsul posteriornya utuh.
Lensa Intraokular
Lebih dari 90% dari semua operasi katarak di Amerika Serikat, atau lebih dari 1
juta per tahun, diikuti dengan implantasi lensa intraokuler. Membaiknya teknik
bedah dan implan lensa yang semakin membaik memainkan peranan yang besar
dalam kemajuan ini. Akan tetapi, perangsang utamanya adalah kerugian yang
ditimbulkan oleh kacamata afakia, antara lain: pembesaran bayangan, aberasi
sferis, lapangan pandang terbatas, dan tidak adanya kemungkinan menggunakan
lensa binokuler bila mata lainnya fakik.
Sekitar 90% implan berada di kamera posterior dan 10% di kamera
anterior. Ada banyak lensa, tetapi semuanya terdiri dari dua bagian dasar: optik
sferis, dan biasanya dibuat dari polimetilmetakrilat; dan “footplates” atau haptik
untuk menahan lensa dari posisinya.
Lensa kamera posterior umunya digunakan pada prosedur ekstrakapsular.
Kombinasi ini lebih disukai daripada lensa kamera anterior karena insidensi
komplikasi yang mengganggu padangan lebih kecil, seperti hifema, glaukoma
sekunder, edema makula, dan blok pupil. Insidensi kerusakan kornea dan
keratopati bulosa pseudofakik pada pasien dengan lensa kamera posterior juga
lebih kecil. Akan tetapi, jenis lensa kamera anterior yang lebih baru sudah
menurunkan insidensi komplikasi-komplikasi ini. Lensa kamera anterior digunakan
pada pasien-pasien yang menjalani bedah intrakapsular atau jika kapsul psoterior
sudah ruptur tanpa sengaja pada saat pembedahan ekstrakapsular.
Kontraindikasi untuk implantasi lensa intraokular antara lain uveitis
berulang, retinopati diabetik proliferatif, rubeosis iridis, dan glaukoma
neovaskular. Pasien dengan glaukoma sudut terbuka dan hipertensi okuler dapat
menerima lensa intraokuler, tetapi lensa kamera posterior lebih disukai. Usia
dianggap merupakan kontraindikasi relatif, tetapi semakin muda saja, pasien
menerima lensa intraokuler setiap tahunnya.
Sebagai pengganti lensa intraokuler adalah lensa kontak, tetapi banyak
pasien usia lanjut tidak dapat menerima atau memasanganya dengan mudah.
Pada keadaan-keadaan tertentu, kalau tidak dapat digunakan lensa intraokuler
atau lensa kontak, digunakan kacamata afakia.
Gambar: Lensa intraokuler
Sumber: www.edow.com/html/cataracts.html
Komplikasi Bedah Katarak
Komplikasi bedah katarak sebenarnya jarang terjadi. Komplikasi intra operasi
misalnya perdarahan, prolaps vitreus, ruptur kapsul posterior, iridodialisis, dan
perdarahan suprakoroidal.
Perdarahan dapat terjadi pada pasien pasca-operasi dengan inflamasi
berulang. Pandangan ganda, seperti ada sesuatu yang melayang, melihat sinar,
dapat pula terjadi selama beberapa minggu setelah operasi. Hati-hati jika pasien
mengeluh adanya bayangan melayang yang semakin memburuk, karena mungkin
telah terjadi ablasio retina.
Infeksi juga dapat terjadi, dan jika tidak ditangani segera akan
menyebabkan komplikasi serius sehingga terjadi endoftalmitis. Kemungkinan ini
dapat dicegah dengan pemberian antibiotik. Lensa intraokuler yang dipasang bisa
terlepas atau mengalami pergeseran. Namun, adanya perkembangan jenis IOL
yang semakin baik saat ini mengurangi risiko tersebut.
Kemungkinan lain seperti glaukoma, dan sangat jarang, kebutaan.
Mungkin pula terjadi katarak sekunder yang berkembang dari kapsul posterior.
Keadaan ini biasanya terjadi sekitar 2 tahun pasca-operasi. Tindankan yang dapat
dilakukan jika terjadi hal itu adalah kapsulotomi YAG, yang menggunakan laser.
Perawatan Pasca-Operasi
Jika digunakan teknik insisi kecil, masa penyembuhan pasca-operasi biasanya
lebih pendek. Pasien dapat bebas rawat jalan pada hari itu juga, tetapi dianjurkan
untuk hati-hati dalam bergerak, menghindari peregangan atau mengangkat
benda berat selama sekitar satu bulan. Mata pasien dibalut selama beberapa hari.
Namun jika pasien sudah merasa nyaman, balutan dapat dibuang pada hari yang
sama dengan operasi. Setelah itu mata pasien dilindungi dengan kacamata atau
dengan pelindung lain selama sehari. Perlindungan pada malam hari dengan
pelindung dari logam diperlukan selama beberapa minggu. Kacamata sementara
dapat digunakan beberapa hari setelah operasi, tetapi biasanya pasien melihat
dengan cukup baik melalui lensa intraokuler sambil menantikan kacamata
permanen (biasanya disediakan 6-8 minggu setelah operasi).
Di Amerika Serikat, bedah katarak sudah merupakan suatu prosedur rawat
jalan sejak tahun 1984. Keputusan ini tidak berpengaruh buruk pada angka
keberhasilan badah katarak.
II.17. Prognosis
Teknik bedah katarak yang digunakan saat ini telah memberikan peluang bagi
pasien katarak untuk dapat melihat kembali dengan normal. Dikatakan bahwa
90% pasien akan mengalami perbaikan penglihatan. Sedangkan hanya 10% nya
mengalami komplikasi pasca bedah. Kemungkinan komplikasi ini dapat
diturunkan dengan teknik operasi yang baik. Pasien yang sembuh setelah operasi
ECCE atau fakoemulsifikasi biasanya dapat melihat 2 baris pada grafik Snellen.
BAB III
KESIMPULAN
Katarak merupakan penyakit pada mata yang terjadi akibat kekeruhan pada
lensa. Faktor usia merupakan penyebab tersering katarak di samping faktor lain
seperti penyakit sistemik, kelainan genetik, kongenital, dan toksin.
Hingga saat ini katarak belum dapat dicegah. Namun, beberapa faktor
risiko dapat dihindari agar katarak tidak terjadi secara dini. Faktor risiko tersebut
antara lain rokok pajanan terhadap sinar matahari, dan penyakit sistemik.
Pengobatan satu-satunya untuk menyembuhkan katarak adalah dengan operasi.
Beberapa teknik yang digunakan yaitu ektraksi katarak intrakapsular
(Intracapsular Cataract Extraction/ICCE), ekstraksi katarak ekstrakapsular
(Extracapsular Cataract Extraction/ECCE), dan fakoemulsifikasi.
Dengan adanya teknik bedah katarak, angka kesembuhan pasien
mencapai 90%. Keberhasilan ini akan terus dikembangkan sehingga prevalensi
katarak dapat dikurangi.
DAFTAR PUSTAKA
1. Shock, JP. Harper, RA. Lensa. Dalam: Vaughan DG, Asbury T, Riordan-Eva
P. Oftalmologi umum (ed. 14). Jakarta: Widya Medika. 2000. Hlm. 175-83.
2. Masalah Kebutaan di Indonesia.
3. Sidharta, I. Ilmu penyakit mata (ed. 3, cet. I). Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
2004. Hlm. 175-176.
4. Care of the Adult Patient with Cataract. Optometric Clinical Practice
Guidelines.
5. Shady Awwad, MD. Cataract Surgery. In:
www.eyeweb.org/cataract_surgery. diunduh pada 7 Desember 2007.
6. Jaffe, Norman S., Mark S. Jaffe, and Gary F. Jaffe. Cataract Surgery and Its
Complications, 6th Edition. St. Louis: Mosby, 1997.
7. American Academy of Ophthalmology. http://www.aao.org.
8. Online Journal of Ophtalmology. www.onjoph.com.
Kekeruhan yang terjadi akibat dari :
Hidrasi cairan lensa
Denaturasi protein lensa
Atau dapat keduanya