kata pengantar · web viewadapun paket pemeriksaan yang dilakukan kepada peserta didik kelas 7 dan...
TRANSCRIPT
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH
PROGRAM KESEHATAN MASYARAKAT (SATKER 03)
---------
DINAS KESEHATAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU TAHUN 2019
1
KATA PENGANTAR
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Bidang Kesehatan
Masyarakat Dinas Kesehatan Provinsi Kepulauan Riau disusun untuk memenuhi
Instruksi Presiden RI Nomor 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi
Pemerintah. Penyusunan LAKIP ini berpedoman kepada Peraturan Menteri PAN/RB no
12 Tahun 2015 tentang Pedoman Evaluasi atas Implementasi Sistem Akuntabilitas
Instansi Pemerintah dan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi Nomor 53 Tahun 2014 tentang Petunjuk Teknis Perjanjian Kinerja,
Pelaporan Kinerja dan Tata Cara Reviu Atas Laporan Kinerja Instansi Pemerintah.
Tujuan dari penyusunan LAKIP adalah melaporkan hasil pelaksanaan kegiatan
dan program kerja yang diselenggarakan sebagai wujud pertanggungjawaban
pelaksanaan tugas dan fungsi serta kewenangan dan kebijakan dalam mencapai tujuan
yang telah ditetapkan. Selain itu laporan ini disusun dalam rangka menyampaikan hasil
evaluasi dan analisis realisasi kinerja kegiatan dari pelaksanaan kebijakan dan program
Bidang Kesehatan Masyarakat Dinas Kesehatan Provinsi Kepulauan Riau serta
hambatan dan permasalahan yang dihadapi dalam Tahun Anggaran 2019.
Penyusunan LAKIP ini diharapkan dapat meningkatkan akuntabilitas publik.
Tanjungpinang, Januari 2020
2
RINGKASAN EKSEKUTIF
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) adalah laporan kinerja
tahunan berisi pertanggungjawaban kinerja instansi pemerintah dalam mencapai
tujuan/sasaran strategis. Pencapaian sasaran menyajikan informasi tentang:
pencapaian tujuan dan sasaran organisasi, realisasi pencapaian indikator kinerja utama
organisasi, penjelasan yang memadai atas pencapaian kinerja dan perbandingan
capaian indikator kinerja sampai dengan tahun berjalan dengan target kinerja 5 (lima)
tahunan yang direncanakan.
Secara garis besar Bidang Kesehatan Masyarakat Dinas Kesehatan Provinsi
Kepulauan Riau telah berhasil melaksanakan tugas pokok, fungsi dan misi yang
diembannya dalam pencapaian kinerja tahun 2019 dengan capaian rata-rata sasaran
strategis sebesar 142,63 persen, meskipun di satu sisi ada yang melebihi target dan
ada yang tidak mencapai target yang direncanakan. Rincian Kegiatan Bidang
Kesehatan Masyarakat dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 1. Indikator Kinerja Bidang Kesehatan Masyarakat
Dinas Kesehatan Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2020
Sasaran Program/Kegiatan
Indikator Kinerja Target Capaian Kinerja
(1) (2) (3) (4) (5)Pembinaan Gizi Masyarakat
1. Persentase ibu hamil Kurang Energi Kronik yang mendapat makanan tambahan
85% 99,2% 116,71%
2. Persentase ibu hamil yang mendapat Tablet Tambah Darah (TTD)
98% 91,6% 93,47%
3. Persentase bayi usia kurang dari 6 bulan yang mendapat ASI eksklusif
46,5% 59,7% 128,39%
4. Persentase bayi baru lahir mendapat Inisiasi Menyusu Dini (IMD)
50% 81,2% 162,4%
5. Persentase balita kurus yang mendapat makanan tambahan
90% 96,1% 106,78%
6. Persentase remaja puteri yang mendapat Tablet Tambah Darah (TTD)
25% 46,7% 186,8%
Pembinaan Kesehatan Keluarga
7. Persentase kunjungan neonatal pertama (KN1) 88% 99,31% 120,48%
8. Persentase ibu hamil yang 80% 96,35% 120,44%
3
mendapatkan pelayanan antenatal ke empat (K4)
9. Persentase Puskesmas yang melaksanakan penjaringan kesehatan untuk peserta didik kelas 1
65% 100% 153,85%
10. Persentase Puskesmas yang melaksanakan penjaringan kesehatan untuk peserta didik kelas 7 dan 10
45% 98,85% 219,67%
11. Persentase Puskesmas yang menyelenggarakan kegiatan kesehatan remaja
45% 73,56% 163,47%
12. Persentase Puskesmas yang melaksanakan kelas ibu hamil
90% 100% 111,11%
13. Persentase Puskesmas yang melakukan Orientasi Program Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi (P4K)
96% 100% 104,17%
Pembinaan Upaya Kesehatan Kerja dan Olahraga
14. Persentase Puskesmas yang menyelenggarakan kesehatan kerja dasar
70% 91,95% 131,35%
15. Jumlah pos UKK yang terbentuk di daerah PPI/TPI
160 0 0
16. Persentase fasiltas pemeriksaan kesehatan TKI yang memenuhi standar
100% 100% 100%
17. Persentase Puskesmas yang melaksanakan kegiatan kesehatan olahraga pada kelompok masyarakat di wilayah kerjanya
50% 95,40% 190,8%
Penyehatan Lingkungan
18. Jumlah desa/kelurahan yang melaksanakan STBM (Sanitasi Total Berbasis Masyarakat)
260 384 147,7%
19. Persentase Sarana air minum yang dilakukan pengawasan
50% 45,23% 90,46%
20 Persentase Tempat-tempat umum (TTU) yang memenuhi syarat kesehatan
58% 52,12% 89,86%
21. Persentase RS yang melakukan pengelolaan limbah medis sesuai standar
38% 40% 105,26%
22. Persentase Tempat Pengelolaan Makanan (TPM) yang memenuhi syarat kesehatan
32% 46,37% 144,9%
23. Jumlah Kabupaten/Kota yang menyelenggarakan tatanan kawasan sehat
5 7 140%
4
Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat
24. Persentase Kab/Kota yang memiliki Kebijakan PHBS
80% 100% 125%
25. Persentase desa yang memanfaatkan dana desa 10% untuk UKBM
50% 93,82% 187,64%
26. Jumlah dunia usaha yang memanfaatkan CSRnya untuk program kesehatan
2 7 350%
27. Jumlah organisasi kemasyarakatan yang memanfaatkan sumber dayanya untuk mendukung kesehatan
2 6 300%
Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya pada Program Pembinaan Kesehatan Masyarakat
28. Persentase realisasi kegiatan administrasi dukungan manajemen dan pelaksanaan tugas teknis lainnya Program Kesehatan Masyarakat
94% 96,92% 103,11%
Sesuai dengan rencana kinerja tahun 2019, Bidang Kesmas mempunyai sasaran
dua puluh delapan (28) indikator dengan anggaran Rp. 6.281.977.000 dengan
penyerapan dana sebesar Rp. 6.010.835.500
Capaian indikator kinerja Bidang Kesmas dalam Perjanjian Kinerja Tahun 2019,
dari 28 Indikator kinerja sasaran Program Kesehatan Masyarakat Tahun 2019,
sebanyak 22 indikator telah melebihi target yang ditetapkan (>100%), 1 indikator telah
mencapai target yang ditetapkan (100%), sedangkan 5 indikator tidak mencapai target
yang dinyatakan secara umum cukup baik dalam pencapaian indikator kinerja
Walau pencapaian Penetapan Kinerja Bidang kesmas Dinas Kesehatan Provinsi
Kepulauan Riau sudah dianggap cukup baik, namun dalam pelaksanaannya masih
dirasakan ada beberapa hal belum sesuai dengan harapan. Perencanaan yang kurang
matang dalam mengimplementasikan rencana kerja merupakan salah satu
permasalahan yang mengakibatkan salah satu target penetapan kinerja tidak tercapai.
Pencapaian sasaran strategis Bidang Kesmas Dinas Kesehatan Provinsi
Kepulauan Riau harus ditingkatkan untuk tahun anggaran selanjutnya, sehingga
beberapa perbaikan dan tindak lanjut mutlak diperlukan. Keberhasilan pencapaian
target sendiri disamping ditentukan oleh kinerja faktor internal juga ditentukan oleh
dukungan eksternal, seperti kerjasama dengan unit-unit lain di lingkungan Dinas
Kesehatan Provinsi serta institusi terkait lainnya. Semoga ke depannya, kinerja Bidang
Kesehatan Masyarakat Dinas Kesehatan Provinsi Kepulauan Riau yang sudah relatif
5
baik ini dapat terus dipertahankan dan dapat memberikan dampak yang signifikan
dalam rangka menurunnya angka kesakitan serta meningkatkan kesehatan
masyarakat.
6
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Arah kebijakan dan strategi nasional tercantum pada Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 merupakan dokumen perencanaan
yang bersifat indikatif. Pada RPJMN tersebut memuat program-program pembangunan
kesehatan akan dilaksanakan dalam kurun waktu selama 5 tahun. Sesuai dengan visi
dan misi Presiden Republik Indonesia yaitu “Terwujudnya Indonesia yang Berdaulat,
Mandiri, dan Berkepribadian Berlandaskan Gotong Royong”.
Pembangunan kesehatan pada periode 2015-2019 adalah Program Indonesia
Sehat dengan sasaran meningkatkan derajat kesehatan dan status gizi masyarakat
melalui melalui upaya kesehatan dan pemberdayaan masyarakat yang didukung
dengan perlindungan finansial dan pemeratan pelayanan kesehatan. Sasaran pokok
RPJMN 2015-2019 adalah: (1) meningkatnya status kesehatan dan gizi ibu dan anak;
(2) meningkatnya pengendalian penyakit; (3) meningkatnya akses dan mutu pelayanan
kesehatan dasar dan rujukan terutama di daerah terpencil, tertinggal dan perbatasan;
(4) meningkatnya cakupan pelayanan kesehatan universal melalui Kartu Indonesia
Sehat dan kualitas pengelolaan SJSN Kesehatan, (5) terpenuhinya kebutuhan tenaga
kesehatan, obat dan vaksin; serta (6) meningkatkan responsivitas sistem kesehatan.
Program Indonesia Sehat dilaksanakan dengan 3 pilar utama yaitu paradigma
sehat, penguatan pelayanan kesehatan dan jaminan kesehatan nasional: 1) pilar
paradigma sehat di lakukan dengan strategi pengarusutamaan kesehatan dalam
pembangunan, penguatan promotif preventif dan pemberdayaan masyarakat; 2)
penguatan pelayanan kesehatan dilakukan dengan strategi peningkatan akses
pelayanan kesehatan, optimalisasi sistem rujukan dan peningkatan mutu pelayanan
kesehatan, menggunakan pendekatan continuum of care dan intervensi berbasis risiko.
1.2. Visi dan MisiVisi dan Misi Kementerian Kesehatan Tahun 2015-2019 mengikuti Visi dan Misi
Presiden Republik Indonesia yaitu “Terwujudnya Indonesia yang Berdaulat, Mandiri
dan Berkepribadian Berlandaskan Gotong-royong”. Dalam rangka mewujudkan visi
tersebut dilakukan upaya-upaya melalui 7 misi pembangunan yang terdiri dari:
7
1. Mewujudkan keamanan nasional yang mampu menjaga kedaulatan wilayah,
menopang kemandirian ekonomi dengan mengamankan sumber daya maritim dan
mencerminkan kepribadian Indonesia sebagai negara kepulauan.
2. Mewujudkan masyarakat Indonesia yang maju, berkesinambungan dan demokratis
berlandaskan negara hukum.
3. Mewujudkan politik luar negeri bebas dan aktif serta memperkuat jati diri sebagai
negara maritim.
4. Mewujudkan kualitas hidup manusia lndonesia yang tinggi, maju dan sejahtera.
5. Mewujudkan bangsa yang berdaya saing.
6. Mewujudkan Indonesia menjadi negara maritim yang mandiri, maju, kuat dan
berbasiskan kepentingan nasional.
7. Mewujudkan masyarakat yang berkepribadian dalam kebudayaan.
Kemudian, pemerintah menyusun program prioritas yang dengan NAWA CITA
yang ingin diwujudkan yakni:
1. Menghadirkan kembali negara untuk melindungi segenap bangsa dan memberikan
rasa aman pada seluruh warga Negara
2. Membuat pemerintah tidak absen dengan membangun tata kelola pemerintahan
yang bersih, efektif, demokratis dan terpercaya
3. Membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah- daerah dan desa
dalam kerangka negara kesatuan
4. Menolak negara lemah dengan melakukan reformasi sistem dan penegakan hukum
yang bebas korupsi, bermartabat dan terpercaya.
5. Meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia
6. Meningkatkan produktifitas rakyat dan daya saing di pasar Internasional
7. Mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor- sektor strategis
ekonomi domestik
8. Melakukan revolusi karakter bangsa
9. Memperteguh ke-Bhineka-an dan memperkuat restorasi sosial Indonesia.
Visi Provinsi Kepulauan Riau adalah : Terwujudnya Kepulauan Riau sebagai
Bunda Tanah Melayu yang Sejahtera, Berakhlak Mulia, Ramah Lingkungan dan Unggul
di Bidang Maritim. Untuk itu ditetapkan misi :
1. Mengembangkan perikehidupan masyarakat yang agamis, demokratis, berkeadilan,
tertib, rukun dan aman di bawah payung budaya Melayu.
8
2. Meningkatkan daya saing ekonomi melalui pengembangan infrastruktur berkualitas
dan merata serta meningkatkan keterhubungan antar kabupaten/kota.
3. Meningkatkan kualitas pendidikan, ketrampilan dan profesionalisme Sumber Daya
Manusia sehingga memiliki daya saing tinggi.
4. Meningkatkan derajat kesehatan, kesetaraan gender, penanganan kemiskinan dan Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS).
5. Meneruskan pengembangan ekonomi berbasis maritim, pariwisata, pertanian untuk
mendukung percepatan pertumbuhan ekonomi dan mengurangi kesenjangan antar
wilayah serta meningkatkan ketahanan pangan
6. Meningkatkan iklim ekonomi kondusif bagi kegiatan penanaman modal (investasi)
dan pengembangan usaha mikro, kecil dan menengah.
7. Meneruskan pengembangan ekonomi berbasis industri dan perdagangan dengan
memanfaatkan bahan baku lokal.
8. Meningkatkan daya dukung, kualitas dan kelestarian lingkungan hidup.
9. Mengembangkan tata kelola pemerintahan yang bersih, akuntabel, aparatur birokrasi
yang profesional, disiplin dengan etos kerja tinggi serta penyelenggaraan pelayanan
publik yang berkualitas.
1.3. Tugas Pokok dan Fungsi
Berdasarkan Peraturan Gubernur Kepulauan Riau Nomor 60 Tahun 2016 tentang
Kedudukan, Susunan Organisasi, Tugas dan Fungsi serta Tata Kerja Perangkat
Daerah menyebutkan bahwa Dinas Kesehatan mempunyai tugas membantu Gubernur
melaksanakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan yang menjadi kewenangan
Provinsi dan Tugas Pembantuan yang ditugaskan kepada Provinsi. Sedangkan fungsi
Dinas Kesehatan Provinsi Kepulauan Riau, adalah:
1. Perumusan kebijakan di bidang kesehatan masyarakat, pencegahan dan
pengendalian penyakit, pelayanan kesehatan, dan sumber daya kesehatan;
2. Pelaksanaan kebijakan di bidang kesehatan masyarakat, pencegahan dan
pengendalian penyakit, pelayanan kesehatan, dan sumber daya kesehatan;
3. Pelaksanaan pembinaan, monitoring, evaluasi dan pelaporan di bidang kesehatan
masyarakat, pencegahan dan pengendalian penyakit, pelayanan kesehatan, dan
sumber daya kesehatan;
4. Pelaksanaan proses penerbitan rekomendasi perizinan dan pelayanan umum di
bidang kesehatan;
5. Pelaksanaan administrasi dinas sesuai dengan lingkup tugasnya;
9
6. Pembinaan terhadap Unit Pelaksana Teknis Dinas dalam lingkup tugasnya;
7. Pelaksanaan fungsi lain yang terkait bidang kesehatan yang diberikan oleh Gubernur
Struktur Organisasi Dinas Kesehatan Provinsi Kepulauan Riau
Berdasarkan Gambar diatas Dapat diketahui bahwa Dinas Kesehatan Provinsi
Kepulauan Riau terdiri dari lima bidang yaitu: Bidang Kesehatan Masyarakat, Bidang
Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P), Bidang Pelayanan Kesehatan, Bidang
Sumber Daya Kesehatan, dan Sekretariat. Adapun bidang Kesehatan Masyarakat
terdiri dari tiga seksi yakni Seksi Kesehatan Keluarga dan Gizi Masyarakat, Seksi
Promosi dan Pemberdayaan Masyarakat, dan Seksi Kesehatan Lingkungan, Kesehatan
Kerja dan Olahraga.
1.4. Sumber Daya Manusia
Ditahun 2019, Bidang Kesehatan Masyarakat dipimpin oleh seorang Kepala
Bidang dan 3 orang Kepala Seksi serta sebanyak 33 staf. Adapun jabatan pelaksana
yang ada di bidang kesehatan masyarakat yaitu :
1. Analis Gizi 2 (dua) orang
2. Analis Kesehatan Ibu dan Anak 2 (dua) orang
3. Analis Alat dan Obat Kontrasepsi 1 (satu) orang
4. Pengelola Program Gizi 1 (satu) orang
10
5. Pengelola Program Kesehatan Keluarga 2 (dua) orang
6. Pegawai Tidak Tetap (PTT) 2 (dua) orang
7. Analis Kesehatan Kerja dan Olahraga 3 (tiga) orang
8. Pengelola Program Penyehatan Lingkungan 2 (dua) orang
9. Pengelola Program dan Kegiatan 1 (satu) orang
10. Pembantu Analis Kesehatan Kerja 1 (satu) orang
11. Pembantu Analis Pengamanan Lingkungan 1 (satu) orang
12. Pembantu Pengelola Penyehatan Lingkungan 1 (satu) orang
13. Pembantu Pengelola Program dan Kegiatan 1 (satu) orang
14. Analis Kesehatan 3 (tiga) orang
15. Penyuluh Kesehatan dan Pencegahan Penyakit 2 (dua) orang
16. Membantu Pengelolaan Media Center dan Pengembangan Media 2 (dua) orang
17. Membantu Penggerak Peran Serta Masyarakat 2 (dua) orang
18. Membantu Penyuluh Kesehatan dan Pencegahan Penyakit 1 (satu) orang
1.5. Sistematika Penulisan
1. Bab I Pendahuluan
Pada bab ini disajikan penjelasan umum organisasi, dengan penekanan kepada
aspek strategis organisasi serta permasalahan utama (strategic issue) yang
sedang dihadapi organisasi.
2. Bab II Perencanaan Kinerja
Bab ini menguraikan ringkasan/ikhtisar perjanjian kinerja Kementerian Kesehatan
Tahun 2019.
3. Bab III Akuntabilitas Kinerja
a. Capaian Kinerja Organisasi
Sub bab ini menyajikan capaian kinerja organisasi untuk setiap pernyataan
kinerja sasaran strategis organisasi sesuai dengan hasil pengukuran kinerja
organisasi.
b. Realisasi Anggaran
Sub bab ini menguraikan tentang realisasi anggaran yang digunakan dan
telah digunakan untuk mewujudkan kinerja organisasi sesuai dengan
dokumen Perjanjian Kinerja
4. Bab IV Penutup
11
Bab ini menguraikan simpulan umum atas capaian kinerja organisasi serta
langkah di masa mendatang yang akan dilakukan organisasi untuk meningkatkan
kinerjanya.
BAB II
PERENCANAAN KINERJA
Perencanaan pembangunan bidang kesehatan merupakan bagian dari Sistem
Perencanaan Pembangunan Nasional sebagaimana yang diatur dalam UU Nomor 25
tahun 2004. Selain itu, berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional
(RPJPN) dan rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) telah
ditetapkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.02.02/MENKES/52/2015 Tentang
Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2015-2019. Renstra merupakan
dokumen perencanaan yang memuat program pembangunan kesehatan yang akan
dilaksanakan oleh Kementerian Kesehatan maupun untuk mendorong peran aktif
masyarakat dalam kurun waktu 2015 – 2019. Renstra berorientasi pada hasil yang ingin
dicapai dalam 5 (lima) tahun.
Penetapan kinerja merupakan tekad dan janji rencana kinerja tahunan yang akan
dicapai antara pimpinan instansi pemerintah/unit kerja yang menerima
amanah/tanggungjawab/kinerja dengan pihak yang memberikan
amanah/tanggungjawab/kinerja. Dengan demikian, penetapan kinerja ini merupakan
suatu janji kinerja yang akan diwujudkan oleh seorang pejabat penerima amanah
kepada atasan langsungnya.
Pernyataan penetapan kinerja merupakan suatu pernyataan kesanggupan dari
pimpinan instansi/unit kerja penerima amanah kepada atasan langsungnya untuk
mewujudkan suatu target kinerja tertentu. Pernyataan ini ditandatangani oleh penerima
amanah sebagai tanda suatu kesanggupan untuk mencapai target kinerja yang telah
ditetapkan, dan pemberi amanah atau atasan langsungnya sebagai persetujuan atas
target kinerja yang ditetapkan tersebut.
Penetapan dan pernyataan kinerja dilakukan setiap tahun untuk menjamin
terlaksananya visi, misi, serta sasaran strategis yang termuat dalam Rencana Strategis
Kementerian Kesehatan yang telah ditetapkan. Adapun Indikator Kinerja Kesehatan
Masyarakat di tetapkan sebagai berikut :
12
Tabel 2Indikator Kinerja Bidang Kesehatan Masyarakat
Dinas Kesehatan Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2019
Sasaran Strategis No Indikator Kinerja Traget Nasional
Target Provinsi
Pembinaan Gizi Masyarakat
Pembinaan Kesehatan Keluarga
Pembinaan Upaya Kesehatan Kerja dan Olahraga
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
Persentase ibu hamil Kurang Energi Kronik yang mendapat makanan tambahanPersentase ibu hamil yang mendapat Tablet Tambah Darah (TTD)Persentase bayi usia kurang dari 6 bulan yang mendapat ASI eksklusifPersentase bayi baru lahir mendapat Inisiasi Menyusu Dini (IMDPersentase balita kurus yang mendapat makanan tambahanPersentase remaja puteri yang mendapat Tablet Tambah Darah (TTD)Persentase kunjungan neonatal pertama (KN1)Persentase ibu hamil yang mendapatkan pelayanan antenatal ke empat (K4)Persentase Puskesmas yang melaksanakan penjaringan kesehatan untuk peserta didik kelas 1Persentase Puskesmas yang melaksanakan penjaringan kesehatan untuk peserta didik kelas 7 dan 10Persentase Puskesmas yang menyelenggarakan kegiatan kesehatan remajaPersentase Puskesmas yang melaksanakan kelas ibu hamilPersentase Puskesmas yang melakukan Orientasi Program Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi (P4K)Persentase Puskesmas yang menyelenggarakan kesehatan kerja dasarJumlah pos UKK yang terbentuk di daerah PPI/TPIPersentase fasiltas pemeriksaan kesehatan TKI yang memenuhi standarPersentase Puskesmas yang melaksanakan kegiatan kesehatan olahraga pada kelompok masyarakat di
95%
98%
50%
47%
50%
30%
90%
80%
70%
60%
45%
90%
100%
80%
730
100%
60%
85%
98%
46,5%
50%
90%
25%
88%
80%
65%
45%
45%
90%
96%
70%
160
100%
50%
13
Penyehatan Lingkungan
Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat
Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya pada Program Pembinaan Kesehatan Masyarakat
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.
26.
27.
28.
wilayah kerjanyaJumlah desa/kelurahan yang melaksanakan STBM (Sanitasi Total Berbasis Masyarakat)Persentase Sarana air minum yang dilakukan pengawasanPersentase Tempat-tempat umum (TTU) yang memenuhi syarat kesehatanPersentase RS yang melakukan pengelolaan limbah medis sesuai standarPersentase Tempat Pengelolaan Makanan (TPM) yang memenuhi syarat kesehatanJumlah Kabupaten/Kota yang menyelenggarakan tatanan kawasan sehatPersentase Kab/Kota yang memiliki Kebijakan PHBSPersentase desa yang memanfaatkan dana desa 10% untuk UKBMJumlah dunia usaha yang memanfaatkan CSRnya untuk program kesehatanJumlah organisasi kemasyarakatan yang memanfaatkan sumber dayanya untuk mendukung kesehatanPersentase realisasi kegiatan administrasi dukungan manajemen dan pelaksanaan tugas teknis lainnya Program Kesehatan Masyarakat
45.000
50%
58%
36%
32%
386
80%
50%
20
15
94%
260
50%
58%
38%
32%
5
80%
50%
2
2
94%
14
BAB III
AKUNTABILITAS KINERJA
3.1. Capaian Kinerja Bidang Kesehatan Masyarakat
Pengukuran kinerja adalah kegiatan manajemen khususnya membandingkan
tingkat kinerja yang dicapai dengan standar, rencana, atau target dengan
menggunakan indikator kinerja yang telah ditetapkan. Pengukuran kinerja ini diperlukan
untuk mengetahui sampai sejauh mana realisasi atau capaian kinerja yang berhasil
dilakukan oleh Bidang Masyarakat selama kurun waktu tahun 2019.
Pengukuran kinerja dilakukan dengan membandingkan realisasi capaian dengan
rencana tingkat capaian (target) pada setiap indikator sehingga diperoleh gambaran
tingkat keberhasilan pencapaian setiap indikator. Berdasarkan pengukuran kinerja
tersebut, dapat diperoleh informasi menyangkut masing-masing indikator sehingga
dapat ditindaklanjuti dalam perbaikan perencanaan program/kegiatan di masa yang
akan datang. Manfaat pengukuran kinerja antara lain untuk memberikan gambaran
kepada pihak internal dan eksternal tentang pelaksanaan misi organisasi dalam
mewujudkan tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan dalam dokumen
Renstra/Penetapan Kinerja.
Bidang Kesehatan Masyarakat telah melaksanakan kegiatan dengan sasaran
program, indikator kinerja dan Hasil capaian sebagai berikut :
Tabel 3Hasil Capaian Indikator Kinerja Bidang Kesehatan Masyarakat
Dinas Kesehatan Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2019
Sasaran Program/Kegiatan Indikator Kinerja Target Capaian Kinerja
(1) (2) (3) (4) (5)Pembinaan Gizi Masyarakat
1. Persentase ibu hamil Kurang Energi Kronik yang mendapat makanan tambahan
85% 99,2% 116,71%
2. Persentase ibu hamil yang mendapat Tablet Tambah Darah (TTD)
98% 91,6% 93,47%
15
3. Persentase bayi usia kurang dari 6 bulan yang mendapat ASI eksklusif
46,5% 59,7% 128,39%
4. Persentase bayi baru lahir mendapat Inisiasi Menyusu Dini (IMD)
50% 81,2% 162,4%
5. Persentase balita kurus yang mendapat makanan tambahan
90% 96,1% 106,78%
6. Persentase remaja puteri yang mendapat Tablet Tambah Darah (TTD)
25% 46,7% 186,8%
Pembinaan Kesehatan Keluarga
7. Persentase kunjungan neonatal pertama (KN1)
88% 99,31% 120,48%
8. Persentase ibu hamil yang mendapatkan pelayanan antenatal ke empat (K4)
80% 96,35% 120,44%
9. Persentase Puskesmas yang melaksanakan penjaringan kesehatan untuk peserta didik kelas 1
65% 100% 153,85%
10. Persentase Puskesmas yang melaksanakan penjaringan kesehatan untuk peserta didik kelas 7 dan 10
45% 98,85% 219,67%
11. Persentase Puskesmas yang menyelenggarakan kegiatan kesehatan remaja
45% 73,56% 163,47%
12. Persentase Puskesmas yang melaksanakan kelas ibu hamil
90% 100% 111,11%
13. Persentase Puskesmas yang melakukan Orientasi Program Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi (P4K)
96% 100% 104,17%
Pembinaan Upaya Kesehatan Kerja dan Olahraga
14. Persentase Puskesmas yang menyelenggarakan kesehatan kerja dasar
70% 91,95% 131,35%
15. Jumlah pos UKK yang terbentuk di daerah PPI/TPI
160 0 0
16. Persentase fasiltas pemeriksaan kesehatan TKI yang memenuhi standar
100% 100% 100%
17. Persentase Puskesmas yang melaksanakan kegiatan kesehatan olahraga pada kelompok masyarakat di wilayah kerjanya
50% 95,40% 190,8%
Penyehatan Lingkungan
18. Jumlah desa/kelurahan yang melaksanakan STBM (Sanitasi Total Berbasis Masyarakat)
260 384 147,7%
16
19. Persentase Sarana air minum yang dilakukan pengawasan
50% 45,23% 90,46%
20 Persentase Tempat-tempat umum (TTU) yang memenuhi syarat kesehatan
58% 52,12% 89,86%
21. Persentase RS yang melakukan pengelolaan limbah medis sesuai standar
38% 40% 105,26%
22. Persentase Tempat Pengelolaan Makanan (TPM) yang memenuhi syarat kesehatan
32% 46,37% 144,9%
23. Jumlah Kabupaten/Kota yang menyelenggarakan tatanan kawasan sehat
5 7 140%
Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat
24. Persentase Kab/Kota yang memiliki Kebijakan PHBS
80% 100% 125%
25. Persentase desa yang memanfaatkan dana desa 10% untuk UKBM
50% 93,82% 187,64%
26. Jumlah dunia usaha yang memanfaatkan CSRnya untuk program kesehatan
2 7 350%
27. Jumlah organisasi kemasyarakatan yang memanfaatkan sumber dayanya untuk mendukung kesehatan
2 6 300%
Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya pada Program Pembinaan Kesehatan Masyarakat
28. Persentase realisasi kegiatan administrasi dukungan manajemen dan pelaksanaan tugas teknis lainnya Program Kesehatan Masyarakat
94% 96,92% 103,11%
3.2. Analisis Kinerja Bidang Kesehatan Masyarakat.A. Pembinaan Gizi Masyarakat1. Persentase Ibu Hamil Kurang Energi Kronik yang mendapat makanan
tambahanMasalah gizi kurang pada ibu hamil masih merupakan fokus perhatian,
masalah tersebut antara lain anemia dan ibu hamil KEK. Status kesehatan di
Indonesia belum menggembirakan ditandai dengan Angka Kematian Ibu,
Kematian Neonatal, Bayi, dan Balita masih sulit ditekan bahkan selama 10
tahun terakhir ini kematian neonatal ada dalam kondisi stagnan. Pendekatan
17
siklus hidup sejak dari masa janin sampai usia lanjut terus diupayakan,
diperlukan upaya strategis yang dimulai sejak masa kehamilan bahkan masa
prakehamilan agar terwujud generasi yang sehat dan tangguh. Periode pra-
kehamilan dan kehamilan harus disiapkan dengan baik, hal ini tertuang
dalam arah kebijakan RPJMN 2015-2019 yaitu mempercepat perbaikan gizi
masyarakat dengan fokus utama pada 1000 Hari Pertama Kehidupan (1000
HPK).
Pemberian suplementasi gizi merupakan suatu upaya yang dapat
dilakukan dalam rangka mencukupi kekurangan kebutuhan gizi dari
konsumsi makan harian yang berakibat pada timbulnya masalah kesehatan
dan gizi pada kelompok rawan gizi. Salah satu program suplementasi yang
saat ini dilaksanakan oleh pemerintah yaitu Pemberian Makanan Tambahan
pada balita, anak SD/MI dan ibu hamil.
a. Defenisi Operasional : Ibu hamil KEK adalah Ibu hamil dengan Lingkar Lengan Atas (LiLA)
< 23,5 cm
Makanan Tambahan adalah makanan yang dikonsumsi sebagai
tambahan asupan zat gizi diluar makanan utama dalam bentuk makanan
tambahan pabrikan atau makanan tambahan bahan pangan lokal.
Persentase Ibu hamil KEK mendapat makanan tambahan adalah
jumlah ibu hamil KEK yang mendapatkan makanan tambahan terhadap
jumlah ibu hamil KEK yang ada dikali 100%.
Rumus / Cara Penghitungan : (Jumlah Kabupaten/Kota yang membuat
kebijakan yang mendukung PHBS minimal 1 kebijakan baru per tahun
dibagi jumlah kab dan kota) x 100%
b. Capaian IndikatorGrafik1.
Capaian Bumil KEK dapat Makanan Tambahan Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2019
18
20190
20
40
60
80
100
120
TargetCapaianPersentase Kinerja
Dari grafik tersebut dapat dilihat capaian Bumil KEK dapat Makanan
Tambahan tahun 2019 sudah melebihi target yang ditetapkan baik target
nasional maupun provinsi. Program ini telah berjalan dengan baik hampir
seluruh Bumil KEK telah mendapatkan PMT.
c. Analisis Penyebab Keberhasilan Program Indikator ini telah melebihi target dipengaruhi oleh beberapa hal antara
lain, peran aktif petugas kesehatan khususnya TPG (Tenaga Pengelola
Gizi) dalam penyaluran PMT Bumil KEK ke sasaran, dukungan dari
pimpinan dan penerimaan pmt dan penyediaan tempat penyimpanan
PMT, Respon cepat dari Kader dalam mendistribusi dan pengawasan
konsumsi PMT.
d. Upaya-upaya yang telah dilakukan dalam rangka meningkatkan Persentase Bumil KEK mendapat PMT adalah sebagai berikut: Monitoring Pusat, Provinsi, dan Kabupaten / Kota ke Puskesmas dan
sasaran (bumil KEK yang mendapat PMT)
Pemanfaatan Dana BOK untuk memfasilitasi penyediaan Gudang
Pertemuan Regional terkait pengadaan PMT di Tingkat Nasional
Penyesuaian sasaran Bumil KEK berdasarakan laporan dari
Kabupaten/ Kota, bukan berdasarkan data survei.
e. Analisis efisiensi sumber dayaCapaian Bumil KEK yang mendapat PMT sebesar 99,2% dan capaian
kinerja sebesar 116,71% sedangkan realisasi anggaran untuk Output
Penguatan Intervensi Paket Gizi Pada Ibu Hamil dan Balita adalah
97,34%.
19
2. Persentase Ibu Hamil dapat Tablet Tambah Darah (TTD) Anemia dapat disebabkan oleh berbagai hal, antara lain defisiensi zat
besi, defisiensi vitamin B12, defisiensi asam folat, penyakit infeksi, faktor
bawaan dan perdarahan. Di negara sedang berkembang 40% anemia
disebabkan karena defisiensi zat besi (The World Bank, 2006) yang dikenal
dengan istilah anemia gizi besi. Pola makan yang miskin zat gizi besi,
tingginya prevalensi kecacingan, dan tingginya prevalensi malaria di daerah
endemis merupakan faktor-faktor yang sering dikaitkan dengan tingginya
defisiensi besi di negara berkembang.
Khusus untuk ibu hamil, kebutuhan tambahan zat besi selama
kehamilannya adalah lebih kurang 1000 mg, yang diperlukan untuk
pertumbuhan janin, plasenta dan perdarahan saat persalinan yang
mengeluarkan rata-rata 250 mg besi. Anemia pada ibu hamil berisiko
terhadap terjadinya hambatan pertumbuhan janin sehingga bayi lahir dengan
berat badan lahir rendah (BBLR), perdarahan pada saat persalinan dan
dapat berlanjut setelah persalinan yang dapat menyebabkan kematian ibu
dan bayinya (WHO, 2001). Prevalensi BBLR di Indonesia pada kurun waktu
tahun 2007 sampai tahun 2010 cenderung tetap yakni sebesar 11%
(Riskesdas 2007 dan 2010). Berdasarkan data laporan rutin tahun 2013,
sekitar 32% kematian ibu disebabkan karena pendarahan.
a. Defenisi Operasional : TTD adalah tablet yang sekurangnya mengandung zat besi setara dengan
60 mg besi elemental dan 0,4 mg asam folat yang disediakan oleh
pemerintah maupun diperoleh sendiri.
Ibu hamil mendapat 90 TTD adalah jumlah ibu hamil yang selama
kehamilan mendapat minimal 90 TTD terhadap jumlah sasaran ibu hamil
dikali 100%
b. Capaian IndikatorGrafik 2
Capaian Bumil dapat Tablet Tambah Darah Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2019
20
201988
89
90
91
92
93
94
95
96
97
98
TargetCapaianPersentase Kinerja
Dari grafik tersebut dapat dilihat capaian Bumil dapat Tablet Tambah
Darah tahun 2019 belum mencapai target yang ditetapkan baik target
nasional maupun provinsi.
c. Analisis Penyebab Tidak Tercapainya Program Indikator ini belum mencapai target hal ini dipengaruhi oleh beberapa hal
antara lain, masih adanya Ibu Hamil yang ANC di BPM (Bidan Praktek
Mandiri) yang tidak memberikan Fe sebanyak 30 tablet perkunjungan,
adanya beberapa Ibu Hamil yang tidak terpantau oleh Tenaga Kesehatan
sehingga ANC tidak sesuai dengan standar, kekosongan stok TTD (Tablet
Tambah Darah) di Kabupaten Natuna dari akhir mei hingga awal
november 2019 hal ini dikarenakan keterlambatan distribusi dari pusat,
rerata target Capaian TTD pada Ibu hamil di Kabupaten/Kota se-Provinsi
Kepulauan Riau masih jauh dari target provinsi maupun nasional.
d. Upaya-upaya yang telah dilakukan dalam rangka meningkatkan Persentase Bumil dapat TTD (Tablet Tambah Darah) adalah sebagai berikut: Penguatan ANC terpadu
Integrasi petugas Gizi dan KIA
Pemanfaatan Dana BOK dalam pengadaan obat program gizi
Merangkul BPM dalam rangka meningkatkan pemberian TTD pada Ibu
Hamil
Memperkuat jejaring Puskesmas dengan BPM
Mengadakan sosialisasi mengenai pentingnya Tablet Tambah Darah
pada Ibu Hamil
21
e. Analisis efisiensi sumber daya
Capaian Bumil dapat TTD sebesar 91,6% dan capaian kinerja sebesar
93,47%, sedangkan realisasi anggaran pada output pembinaan dalam
peningkatan pengetahuan gizi masyarakat sebesar 96,30%
3. Persentase Bayi usia > 6 bulan yang mendapat ASI Eksklusif Menyusui adalah salah satu investasi terbaik untuk kelangsungan hidup
dan meningkatkan kesehatan, perkembangan sosial serta ekonomi individu
dan bangsa. Meskipun angka inisiasi menyusui secara global relatif tinggi,
hanya 40% dari semua bayi di bawah 6 bulan mendapatkan ASI eksklusif
dan 45% yang mendapatkan ASI sampai usia 24 bulan. Selain itu, angka
menyusui pada berbagai regional maupun negara masih sangat bervariasi.
Pemberian ASI terbukti secara ilmiah dapat mengurangi risiko kanker
payudara dan ovarium pada sang ibu. ASI juga berperan sebagai alat
kontrasepsi alamiah. Proteksi terhadap kehamilan secara alami terjadi
sampai 6 bulan pertama sejak kelahiran, dengan syarat : Ibu memberi ASI
eksklusif dan Ibu belum menstruasi. Kenapa hal ini bisa terjadi? Tuhan telah
mengatur, hisapan bayi merangsang keluarnya hormon prolaktin yang
memproduksi ASI sekaligus menunda ovulasi (keluarnya sel telur yang telah
matang dari indung telur) sehingga kehamilan menjadi tertunda.
Dalam rangka meningkatkan pemberian ASI eksklusif, Ibu menyusui,
keluarga dan masyarakat perlu mendapatkan informasi tentang pemberian
ASI yang tepat dan benar sehingga ibu dpat menyusui eksklusif 6 bulan yang
dimulai dengan inisiasi dini dalam 1 jam pertama setelah lahir. Maka: 1).
Setiap fasilitas kesehatan yang menyediakan pelayanan kesehatan ibu dan
anak seperti RS, RSB, Puskesmas, bidan praktek swasta, dan sebagainya,
2). Setiap fasilitas umum 3). Setiap Instansi Pemerintah/Swasta 4). Setiap
Perusahaan Wajib menyediakan ruang laktasi dan memberikan waktu
kepada Ibu menyusui untuk menyusui atau memerah ASI di tempat kerja.
Hal ini sudah tertuang dalam Surat Keputusan Bersama 3 Menteri yaitu
Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Menteri Pemberdayaan Perempuan
dan Menteri Kesehatan.
a. Defenisi Operasional :
22
Bayi usia kurang dari 6 bulan adalah seluruh bayi umur 0 bulan 1 hari
sampai 5 bulan 29 hari
Bayi mendapat ASI Eksklusif kurang dari 6 bulan adalah bayi kurang
dari 6 bulan yang diberi ASI saja tanpa makanan atau cairan lain kecuali
obat, vitamin dan mineral berdasarkan recall 24 jam.
Persentase bayi kurang dari 6 bulan mendapat ASI Eksklusif adalah
jumlah bayi kurang dari 6 bulan yang masih mendapat ASI Eksklusif
terhadap jumlah seluruh bayi kurang dari 6 bulan yang direcall dikali
100%. TTD adalah tablet yang sekurangnya mengandung zat besi setara dengan
60 mg besi elemental dan 0,4 mg asam folat yang disediakan oleh
pemerintah maupun diperoleh sendiri.
Ibu hamil mendapat 90 TTD adalah jumlah ibu hamil yang selama
kehamilan mendapat minimal 90 TTD terhadap jumlah sasaran ibu hamil
dikali 100%.
b. Capaian IndikatorGrafik 3
Persentase Bayi Usia > 6 bulan yang mendapatkan ASI Eksklusif Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2019
20190
20
40
60
80
100
120
140
TargetCapaianPersentase Kinerja
Dari gambar tersebut dapat dilihat Persentase Bayi Usia > 6 bulan yang mendapatkan ASI Eksklusif tahun 2019 sudah mencapai target yang
ditetapkan baik target nasional maupun provinsi.
c. Analisis Penyebab Keberhasilan Program : Indikator ini telah mencapai
target hal ini dipengaruhi oleh beberapa hal antara lain, meningkatnya
23
kesadaran untuk memberikan ASI Ekslusif kepada Bayinya, Persentase
bayi mendapat IMD besar (81,2%), munculnya KP-ASI (Kelompok
Pendukung Air Susu Ibu) di masyarakat, adanya dukungan dari
lingkungan, keluarga dan pemangku kebijakan terkait pemberian ASI
Eksklusif.
d. Upaya-upaya yang telah dilakukan dalam rangka meningkatkan Persentase Bayi Usia > 6 bulan yang mendapatkan ASI Eksklusif adalah sebagai berikut: Tersedianya fasilitas Ruang menyusui di perkantoran dan tempat
umum
Gencarnya promosi tentang ASI Eksklusif baik dimedia elektronik, cetak
maupun media sosial
Pelatihan PMBA (Pemberian Makan Bayi dan Anak)
Pendekatan kepada BPM dan klinik bersalin swasta terkait pemberian
ASI Eksklusif
Pemberian reward berupa sertifikat lulus ASI Eksklusif kepada Bayu
yang lulus mendapat ASI Eksklusif
e. Analisis efisiensi sumber dayaPersentase Bayi Usia > 6 bulan yang mendapatkan ASI Eksklusif sebesar 59,7% dan capaian kinerja sebesar 128,39% sedangkan realisasi
anggaran pada output pembinaan dalam peningkatan pengetahuan gizi
masyarakat sebesar 96,30%.
4. Persentase Bayi mendapat Inisiasi Menyusu Dini (IMD) Berdasarkan dokumen Global Strategy for Infant and Young Child
Feeding (IYCF) merekomendasikan pola pemberian makan terbaik bagi bayi
dan anak sampai usia 2 tahun adalah: 1) Memberi kesempatan pada bayi
untuk melakukan Inisiasi Menyusu Dini (IMD) segera setelah lahir; 2)
Menyusui bayi secara eksklusif sejak lahir sampai umur 6 bulan; 3) Mulai
memberi makanan pendamping Air Susu Ibu (ASI) yang bergizi sejak bayi
berusia 6 bulan; 4) Meneruskan menyusui sampai anak berusia 24 bulan
atau lebih.
Inisiasi menyusui dini adalah langkah penting untuk memudahkan bayi
dalam memulai proses menyusui. Bayi baru lahir yang diletakkan pada dada
atau perut sang ibu, secara alami dapat mencari sendiri sumber air susu ibu
24
(ASI) dan menyusu minimal 1 jam. Proses penting inilah yang disebut inisiasi
menyusui dini (IMD).
Manfaat ASI telah terbukti berperan penting sebagai sumber makanan
utama dan membantu memperkuat sistem kekebalan bayi baru lahir untuk
melindunginya dari berbagai penyakit. Proses menyusui ini sebenarnya
dapat dimulai dan dikuatkan dengan inisiasi menyusui dini. Sayang, belum
banyak orang yang memahami pentingnya prosedur ini untuk bayi.
Pemberian makan yang terlalu dini dan tidak tepat mengakibatkan
banyak anak yang menderita kurang gizi. Untuk itu perlu dilakukan
pemantauan pertumbuhan sejak lahir secara rutin dan berkesinambungan.
Fenomena “gagal tumbuh” atau growth faltering pada anak Indonesia mulai
terjadi pada usia 4-6 bulan ketika bayi diberi makanan selain ASI dan terus
memburuk hingga usia 18-24 bulan. Hasil Riskesdas 2013 menunjukkan
19,6% balita di Indonesia yang menderita gizi kurang (BB/U <-2 Z-Score)
dan 37,2% termasuk kategori pendek (TB/U <- 2 ZScore).
a. Defenisi Operasional : Inisiasi Menyusu Dini (IMD) adalah proses menyusu dimulai segera
setelah lahir. IMD dilakukan dengan cara kontak kulit ke kulit antara bayi
dengan ibunya segera setelah lahir dan berlangsung minimal 1 (satu) jam
Persentase bayi baru lahir yang mendapat IMD adalah jumlah bayi baru
lahir hidup yang mendapat IMD terhadap jumlah bayi baru lahir hidup
dikali 100%.
b. Capaian IndikatorGrafik 4.
Persentase Bayi Baru Lahir Mendapat Inisiasi Menyusu Dini (IMD) Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2019
25
20190
20
40
60
80
100
120
140
160
180
TargetCapaianPersentase Kinerja
Dari gambar tersebut dapat dilihat Persentase Bayi Baru Lahir Mendapat Inisiasi Menyusu Dini (IMD) tahun 2019 sudah mencapai
target yang ditetapkan baik target nasional maupun provinsi.
c. Analisis Penyebab Keberhasilan Program : Indikator ini telah mencapai
target hal ini dipengaruhi oleh beberapa hal antara lain, meningkatnya
kesadaran untuk memberikan pentingnya IMD, munculnya KP-ASI
(Kelompok Pendukung Air Susu Ibu) di masyarakat, adanya dukungan
dari lingkungan, keluarga dan pemangku kebijakan terkait pemberian IMD
dan ASI Eksklusif.
d. Upaya-upaya yang telah dilakukan dalam rangka meningkatkan Persentase Bayi Baru Lahir Mendapat Inisiasi Menyusu Dini (IMD) adalah sebagai berikut: Gencarnya promosi tentang IMD baik dimedia elektronik, cetak maupun
media sosial
Pelatihan PMBA (Pemberian Makan Bayi dan Anak)
Pendekatan kepada BPM dan klinik bersalin swasta terkait pemberian
IMD
Penerapan 10 Langkah Keberhasilan Menyusui (10 LKM) salahsatunya
IMD di Rumah Sakit Pemerintah dan Swasta
e. Analisis efisiensi sumber daya
26
Capaian Persentase Bayi Baru Lahir Mendapat Inisiasi Menyusu Dini
(IMD) sebesar 81,2% dan capaian kinerja sebesar 162,4% sedangkan
realisasi pada output pembinaan dalam peningkatan pengetahuan gizi
masyarakat sebesar 96,30%
5. Persentase Balita kurus yang mendapat makanan tambahan Gizi memegang peranan penting dalam siklus hidup manusia. Upaya
perbaikan status gizi masyarakat akan memberikan kontribusi nyata bagi
tercapainya tujuan pembangunan nasional terutama dalam hal penurunan
prevalensi gizi kurang pada balita dan anak Sekolah Dasar/Madrasah
Ibtidaiyah (SD/MI)
Pemberian suplementasi gizi merupakan suatu upaya yang dapat
dilakukan dalam rangka mencukupi kekurangan kebutuhan gizi dari
konsumsi makan harian yang berakibat pada timbulnya masalah kesehatan
dan gizi pada kelompok rawan gizi. Salah satu program suplementasi yang
saat ini dilaksanakan oleh pemerintah yaitu Pemberian Makanan Tambahan
pada balita, anak SD/MI.
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 51 Tahun 2016 tentang Standar Produk
Suplementasi Gizi merupakan penyempurnaan sekaligus pengganti dari
Kepmenkes Nomor 224/Menkes/SK/II/2007 Tentang Spesifikasi Teknis
Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI) dan Kepmenkes Nomor
899/Menkes/SK/X/2009 Tentang Spesifikasi Teknis Makanan Tambahan
Anak Balita 2-5 Tahun, Anak Usia Sekolah Dasar dan Ibu Hamil,
disesuaikan dengan perkembangan hukum, ilmu pengetahuan dan
teknologi. Selanjutnya dalam rangka penyesuaian dengan kebutuhan zat gizi
pada tiap sasaran berdasarkan Angka Kecukupan Gizi (AKG) tahun 2013
serta perbaikan tampilan produk Makanan Tambahan (MT) telah pula
dilakukan perubahan terhadap bentuk kemasan menyesuaikan dengan
aturan pemberian.
a. Defenisi Operasional : Balita kurus adalah anak usia 6 bulan 0 hari sampai dengan 59 bulan 29
hari dengan status gizi kurus (BB/PB atau BB/TB - 3 SD sampai dengan
< - 2 SD)
27
Makanan Tambahan adalah makanan yang dikonsumsi sebagai
tambahan asupan zat gizi diluar makanan utama dalam bentuk makanan
tambahan pabrikan atau makanan tambahan bahan pangan lokal
Persentase balita kurus mendapat makanan tambahan adalah jumlah
balita kurus yang mendapat makanan tambahan terhadap jumlah balita
kurus dikali 100%.
b. Capaian IndikatorGrafik 5.
Capaian Balita Kurus dapat Makanan Tambahan Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2019
201980
85
90
95
100
105
110
TargetCapaianPersentase Kinerja
Dari gambar tersebut dapat dilihat capaian Balita Kurus dapat Makanan
Tambahan tahun 2019 sudah melebihi target yang ditetapkan baik target
nasional maupun provinsi. Program ini telah berjalan dengan baik hampir
seluruh Balita Kurus telah mendapatkan PMT.
c. Analisis Penyebab Keberhasilan Program : Indikator ini telah melebihi
target dipengaruhi oleh beberapa hal antara lain, peran aktif petugas
kesehatan khususnya TPG (Tenaga Pengelola Gizi) dalam penyaluran
PMT Balita Kurus ke sasaran, dukungan dari pimpinan dan penerimaan
pmt dan penyediaan tempat penyimpanan PMT, Respon cepat dari Kader
dalam mendistribusi dan pengawasan konsumsi PMT.
d. Upaya-upaya yang telah dilakukan dalam rangka meningkatkan Persentase Balita Kurus mendapat PMT adalah sebagai berikut: Monitoring Pusat, Provinsi, dan Kabupaten / Kota ke Puskesmas dan
sasaran (Balita Kurus yang mendapat PMT)
Pemanfaatan Dana BOK untuk memfasilitasi penyediaan Gudang
Pertemuan Regional terkait pengadaan PMT di Tingkat Nasional
28
Penyesuaian sasaran Balita Kurus berdasarakan laporan dari
Kabupaten/ Kota, bukan berdasarkan data survei.
e. Analisis efisiensi sumber dayaCapaian Balita kurus yang mendapat PMT sebesar 96,1% dan capaian
kinerja sebesar 106,78% sedangkan realisasi anggaran untuk Output
Penguatan Intervensi Paket Gizi Pada Ibu Hamil dan Balita adalah
97,34% .
6. Persentase Remaja Putri (Rematri) dapat Tablet Tambah Darah (TTD) Anemia dapat disebabkan oleh berbagai hal, antara lain defisiensi zat
besi, defisiensi vitamin B12, defisiensi asam folat, penyakit infeksi, faktor
bawaan dan perdarahan. Di negara sedang berkembang 40% anemia
disebabkan karena defisiensi zat besi (The World Bank, 2006) yang dikenal
dengan istilah anemia gizi besi. Pola makan yang miskin zat gizi besi,
tingginya prevalensi kecacingan, dan tingginya prevalensi malaria di daerah
endemis merupakan faktor-faktor yang sering dikaitkan dengan tingginya
defisiensi besi di negara berkembang.
Remaja putri (rematri) rentan menderita anemia karena banyak
kehilangan darah pada saat menstruasi. Rematri yang menderita anemia
berisiko mengalami anemia pada saat hamil. Hal ini akan berdampak negatif
terhadap pertumbuhan dan perkembangan janin dalam kandungan
serta berpotensi menimbulkan komplikasi kehamilan dan persalinan, bahkan
menyebabkan kematian ibu dan anak.
a. Defenisi Operasional : Remaja Putri adalah remaja putri yang berusia 12 -18 tahun yang
bersekolah di SMP/SMA atau sederajat
TTD adalah tablet yang sekurangnya mengandung zat besi setara dengan
60 mg besi elemental dan 0,4 mg asam folat yang disediakan oleh
pemerintah maupun diperoleh secara mandiri
Remaja putri mendapat TTD adalah jumlah remaja putri yang mendapat
TTD secara rutin setiap minggu sebanyak 1 tablet.
Persentase remaja putri mendapat TTD adalah jumlah remaja putri
yang mendapat TTD secara rutin setiap minggu terhadap jumlah remaja
putri yang ada dikali 100%.
b. Capaian Indikator
29
Grafik 6Capaian Rematri dapat Tablet Tambah Darah
Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2019
20190
20
40
60
80
100
120
140
160
180
200
TargetCapaianPersentase Kinerja
Dari grafik tersebut dapat dilihat capaian Rematri dapat Tablet Tambah
Darah tahun 2019 sudah mencapai target yang ditetapkan baik target
nasional maupun provinsi.
f. Analisis Penyebab Keberhasilan Program : Indikator ini sudah
mencapai target hal ini dipengaruhi oleh beberapa hal antara lain, telah
terjalinnya kerjasama antara Dinas Pendidikan dan Dinas Kesehatan
terkait pemberian TTD Rematri, Ketersediaan Obat Program Gizi berupan
TTD (Tablet Tambah Darah) bagi Rematri, Adanya dukungan dari stake
holder terkait.
g. Upaya-upaya yang telah dilakukan dalam rangka meningkatkan Persentase Rematri dapat TTD (Tablet Tambah Darah) adalah sebagai berikut: Kerjasama antara lintas sektor terkait yaitu Dinas Pendidikan
Terbentuknya Posyandu Remaja
Adanya konselor Sebaya yang membantu mensosialisasikan mengenai
pentingnya mengkonsumsi TTD (Tablet Tambah Darah)
Mengadakan sosialisasi mengenai pentingnya Tablet Tambah Darah
pada Remaja Putri
30
Bimbingan teknis mengenai pemberian TTD Rematri kepada stake
holder terkait
h. Analisis efisiensi sumber dayaCapaian Rematri dapat TTD sebesar 46,7% sdan capaian kinerja
dibandingkan dengan target sebesar 186,8%, sedangkan realisasi
anggaran terdapat di 2 sumber dana yaitu 1) daerah Lokus Stunting
pengadaan TTD di Pusat 2) daerah non lokus stunting pengadaan TTD di
Kabupaten/Kota dengan menggunakan dana BOK.
B. Pembinaan Kesehatan Keluarga
1. Persentase Kunjungan Neonatal Pertama (KN1) Pemerintah pusat maupun daerah wajib memberikan pelayanan
kesehatan neonatal esensial sesuai standar (secara kuantitas dan kualitas)
kepada setiap neonatal atau bayi baru lahir (usia 0 – 28 hari) di wilayah
kerjanya. Setiap neonatal diharapkan melakukan minimal 3 kali kunjungan
selama masa periode neonatal, yaitu kunjungan KN1, KN2, dan KN3.
a. Definisi OperasionalCakupan neonatal yang mendapatkan pelayanan sesuai standar pada
usia 6 jam – 48 jam setelah lahir di suatu wilayah kerja pada kurun waktu
tertentu.
b. Rumus/ Cara PenghitunganJumlah neonatal yang mendapat pelayanan sesuai standar pada 6 jam –
48 jam setelah lahir di suatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu
dibagi jumlah seluruh sasaran lahir hidup di suatu wilayah kerja dalam 1
tahun dikalikan 100%.
c. Capaian IndikatorGrafik 7
Capaian Indikator Kunjungan Neonatal Pertama (KN1)Provinsi Kepulauan Riau tahun 2017 – 2019
31
2017 2018 2019
8185 88
101.69 100.81 99.31
TargetCapaian
Capaian indikator kunjungan neonatal pertama (KN1) yang ditampilkan
pada grafik di atas menggunakan sasaran lahir hidup berdasarkan data
sasaran BPS/ Pusdatin dalam perhitungannya. Oleh karena itu, capaian
KN1 mencapai lebih dari 100% (untuk sasaran Provinsi Kepri dari BPS/
Pusdatin rata – rata lebih rendah daripada sasaran dari laporan rutin
kabupaten/ kota).
Berdasarkan grafik di atas diketahui bahwa capaian indikator
kunjungan neonatal pertama (KN1) di Provinsi Kepulauan Riau pada 3
tahun terakhir yaitu dari tahun 2017 sampai dengan tahun 2019 melebihi
target yang telah ditetapkan pada Renstra Daerah, hanya saja jika
dibandingkan dengan tahun sebelumnya, capaian pada tahun 2019
mengalami penurunan.
Adapun distribusi capaian indikator kunjungan neonatal pertama
(KN1) tahun 2019 berdasarkan kabupaten/ kota yaitu sebagai berikut :
Tabel 4Diatribusi Capaian Kunjungan Neonatal Pertama (KN1) Tahun 2019
No. Kabupaten/ Kota
Sasaran Lahir Hidup (Pusdatin)
Capaian KN1
Absolut Persentase1 Karimun 3.351 3.745 111,76%2 Bintan 2.671 2.867 107,34%3 Natuna 1.296 1.254 96,76%4 Lingga 1.196 1.344 112,37%
32
No. Kabupaten/ Kota
Sasaran Lahir Hidup (Pusdatin)
Capaian KN1Absolut Persentase
5 Anambas 659 821 124,58%6 Batam 28.805 26.934 93,50%7 Tanjungpinang 3.080 3.809 123,67%
Provinsi Kepri 41.058 40.774 99,31%
Jika dilihat berdasarkan capaian kabupaten/ kota dapat dilihat bahwa
capaian dari 7 kabupaten/ kota melebihi target KN1 (88%).
d. Analisis Penyebab Keberhasilan ProgramIndikator ini telah mencapai target dipengaruhi oleh beberapa hal yaitu
komitmen pemerintah daerah dalam pemenuhan SPM (Standar
Pelayanan Minimal), upaya peningkatan capaian persalinan yang ditolong
oleh tenaga kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan hal ini berkaitan
erat karena pelayanan pada ibu bersalin integrasi dengan bayi baru lahir
e. Upaya-upaya yang telah dilakukan dalam rangka meningkatkan persentase kunjungan neonatal pertama (KN1)
Pelatihan petugas dalam MTBS dimana didalamnya terdapat penilaian
dan pemantauan yaitu manajemen terpadu bayi muda
Integrasi program dalam mendorong persalinan di fasilitas kesehatan
melalui kegiatan kelas ibu hamil, dengan tingginya persalinan di fasilitas
kesehatan maka diharapkan bayi yang dilahirkan juga akan
mendapatkan pelayanan yang sesuai standar
Monitoring dan evaluasi berkala baik ditingkat Provinsi, Kabupaten/Kota
maupun Puskesmas
Sosialisasi pemanfaatan DAK Non Fisik melalui kegiatan orientasi
Peningkatan Cakupan Jampersal Melalui Penguatan PIS - PK
f. Analisis efisiensi sumber dayaCapaian persentase kunjungan neonatal pertama (KN1) sebesar 99,31%,
capaian kinerja dibandingkan dengan target sebesar 120,48% sedangkan
realisasi anggaran pada output Pembinaan dalam Peningkatan Pelayanan
Kunjungan Neonatal sebesar 53,78%. Rendahnya realisasi anggaran
pada output tersebut terjadi dikarenakan terdapat salah satu komponen
pada kegiatan tersebut yaitu Pemeriksaan skrinning hypotiroid kongenital
33
belum berjalan dengan maksimal, yang disebabkan oleh masih kurangnya
tenaga terlatih, wilayah geografis sehingga berpengaruh pada batas waktu
pengiriman sample, dan adanya anggaran lain selain dekonsentrasi untuk
pelaksanaan pengiriman dan pemeriksaan sample
2. Persentase Ibu Hamil yang Mendapatkan Pelayanan Antenatal Ke-Empat (K4) Pemerintah pusat maupun daerah wajib memberikan pelayanan
antenatal sesuai standar (secara kuantitas dan kualitas) kepada setiap ibu
hamil di wilayah kerjanya. Setiap ibu hamil diharapkan melakukan minimal 4
kali kunjungan selama periode kehamilan dan mendapatkan pelayanan
minimal 10T. Dengan mendapatkan pelayanan antenatal yang sesuai
standar dan adekuat diharapkan tenaga kesehatan dapat melakukan deteksi
risiko pada ibu hamil dan janinnya sehingga dapat dilakukan upaya – upaya
untuk mencegah terjadinya komplikasi pada ibu hamil dan janin yang
dikandungnya.
a. Definisi OperasionalCakupan ibu hamil yang telah memperoleh pelayanan antenatal sesuai
dengan standar paling sedikit empat kali dengan distribusi waktu satu kali
pada trimester ke – 1, satu kali pada trimester ke – 2, dua kali pada
trimester ke – 3 di suatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu.
b. Rumus/ Cara PenghitunganJumlah ibu hamil yang telah memperoleh pelayanan antenatal sesuai
dengan standar paling sedikit empat kali dengan distribusi waktu satu kali
pada trimester ke – 1, satu kali pada trimester ke – 2, dua kali pada
trimester ke – 3 di suatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu dibagi
jumlah sasaran ibu hamil di suatu wilayah kerja pada waktu tertentu
dikalikan 100%.
c. Capaian IndikatorGrafik 8
Capaian Indikator Ibu Hamil Mendapatkan Pelayanan Antenatal Ke-Empat (K4) Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2017 – 2019
34
2017 2018 2019
76 78 80
93.77 96.59 96.35
TargetCapaian
Capaian indikator ibu hamil yang mendapatkan pelayanan antenatal ke-
empat (K4) yang ditampilkan pada grafik di atas menggunakan sasaran
ibu hamil berdasarkan data sasaran BPS/ Pusdatin dalam
perhitungannya. Oleh karena itu, sama hal nya dengan capaian KN1,
capaian K4 cenderung tinggi atau hampir mendekati 100% (untuk sasaran
Provinsi Kepri dari BPS/ Pusdatin rata – rata lebih rendah daripada
sasaran dari laporan rutin kabupaten/ kota).
Berdasarkan grafik di atas diketahui bahwa capaian indikator ibu hamil
yang mendapatkan pelayanan antenatal ke-empat (K4) di Provinsi
Kepulauan Riau tahun 2017 sampai dengan tahun 2019 telah melebihi
target yang telah ditetapkan pada Renstra Daerah dan ada
kecenderungan atau trend naik dan turun tapi tidak signifikan.
Adapun distribusi capaian indikator ibu hamil mendapatkan pelayanan
antenatal ke-empat (K4) tahun 2019 berdasarkan kabupaten/ kota yaitu
sebagai berikut :
Tabel 5Distribusi Capaian Indikator Ibu Hamil Mendapatkan Pelayanan
Antenatal keempat(K4) Provinsi Kepulauan RiauTahun 2019
No. Kabupaten/ Kota
Sasaran Ibu Hamil
(Pusdatin)
Capaian K4
Absolut Persentase1 Karimun 3.686 3.816 103,53%2 Bintan 2.938 2.880 98,03%3 Natuna 1.426 1.289 90,39%
35
No. Kabupaten/ Kota
Sasaran Ibu Hamil
(Pusdatin)
Capaian K4Absolut Persentase
4 Lingga 1.316 1.441 109,50%5 Anambas 725 827 114,07%6 Batam 31.685 29.216 92,21%7 Tanjungpinang 3.388 4.045 119,39%
Provinsi Kepri 45.164 43.514 96,35%
Jika dilihat berdasarkan data kabupaten/ kota diketahui bahwa capaian K4
di 7 kabupaten/ kota berada di atas target K4 (80%).
d. Analisis Penyebab Keberhasilan ProgramIndikator ini telah mencapai target dipengaruhi oleh beberapa hal yaitu
komitmen pemerintah daerah dalam pemenuhan SPM (Standar
Pelayanan Minimal), peningkatan kapasitas tenaga kesehatan dalam
pelayanan antenatal, adanya kegiatan luar gedung berupa pelacakan ibu
hamil, tersedianya alat deteksi risiko ibu hamil berupa pemeriksaan Hb,
tes kehamilan, pemeriksaan golongan darah serta tes glukoproteinuria,
kegiatan pemantauan melalui PWS dan monitoring evaluasi secara
berjenjang
e. Upaya-upaya yang telah dilakukan dalam rangka meningkatkan persentase ibu hamil yang mendapatkan pelayanan antenatal ke-empat (K4):
Pendekatan melalui kegiatan kelas ibu hamil
Pemanfaatan buku KIA sebagai media edukasi kepada masyarakat
Peningkatan kualitas pelayanan antenatal melalui penyediaan
pelayanan antenatal terpadu
Penyiapan ibu hamil yang dimulai dari masa sebelum hamil yaitu
melalui kegiatan kesehatan reproduksi calon pengantin
Pengembangan media praktis melalui kegiatan riset yang bersumber
anggaran Libangkes kemenkes
f. Analisis efisiensi sumber dayaCapaian persentase ibu hamil yang mendapatkan pelayanan antenatal ke
empat (K4) sebesar 96,35%, capaian kinerja dibandingkan dengan target
36
sebesar 120,44% sedangkan realisasi anggaran pada output Pembinaan
dalam Peningkatan antenatal sebesar 92,56%.
3. Persentase Puskesmas yang Melaksanakan Penjaringan Kesehatan untuk Peserta Didik Kelas 1Setiap anak usia sekolah harus diberikan pelayanan kesehatan, salah
satunya ialah melalui kegiatan penjaringan kesehatan yang dilaksanakan
melalui koordinasi antara puskesmas dan sekolah dan biasanya
dilaksanakan setahun sekali. Adapun paket pemeriksaan yang dilakukan
kepada peserta didik kelas 1 antara lain : (a) pengukuran tinggi dan berat
badan, (b) pemeriksaan gigi mulut, (c) pemeriksaan penglihatan, (d)
pemeriksaan pendengaran, (e) pemeriksaan kebugaran, (f) kuesioner
intelegensia, mental, kesehatan reproduksi, dan gaya hidup.
a. Definisi OperasionalCakupan puskesmas yang melaksanakan penjaringan kesehatan bagi
peserta didik kelas 1 SD/MI/SDLB di wilayah kerja puskesmas dalam
kurun waktu satu tahun ajaran.
b. Rumus/ Cara PenghitunganCakupan puskesmas yang melaksanakan penjaringan kesehatan bagi
peserta didik kelas 1 SD/MI/SDLB di wilayah kerja puskesmas dalam
kurun waktu satu tahun ajaran dibagi jumlah puskesmas di suatu wilayah
kerja dalam waktu tertentu dikalikan 100%.
c. Capaian IndikatorGrafik 9
Capaian Indikator Puskesmas Melaksanakan Penjaringan Kesehatan Untuk Peserta Didik Kelas 1
Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2017 – 2019
37
2017 2018 2019
5560
65
93.5185.71
100
TargetCapaian
Berdasarkan grafik di atas, capaian indikator penjaringan kesehatan
peserta didik kelas 1 di Provinsi Kepulauan Riau pada 3 tahun terakhir
tergolong sangat baik jika kita bandingkan dengan target setiap tahunnya.
Bahkan untuk tahun 2019, semua puskesmas yang ada di Provinsi
Kepulauan Riau telah melaksanakan penjaringan kesehatan pada semua
sekolah SD/MI/SDLB yang ada di wilayah kerjanya. Berikut ini data
penjaringan kesehatan peserta didik kelas 1 tahun 2019 berdasarkan
kabupaten/ kota :
Tabel 6Distribusi Data Penjaringan Kesehatan Perserta Didik Kelas 1
Berdasarkan Kabupaten/Kota Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2019
No.
Kabupaten/ Kota
Sasaran Puskesma
s
Puskesmas yang Melaksanakan Penjarkes Kelas 1
Absolut Persentase1 Karimun 13 13 100%2 Bintan 15 15 100%3 Natuna 14 14 100%4 Lingga 11 11 100%5 Anambas 7 7 100%6 Batam 20 20 100%7 Tanjungpinang 7 7 100%
Provinsi Kepri 87 87 100%
d. Analisis Penyebab Keberhasilan ProgramIndikator ini telah mencapai target dipengaruhi oleh beberapa hal antara
lain, komitmen dari pelaksana program di Tingkat Kabupaten/Kota dan
38
Puskesmas, adanya dukungan lintas program dan lintas sektor terkait dan
adanya monitoring berkala
e. Upaya-upaya yang telah dilakukan dalam rangka meningkatkan persentase puskesmas yang melaksanakan penjaringan kesehatan untuk peserta didik kelas 1 :
Penguatan koordinasi dengan TIM pembina UKS/M melalui Orientasi
Pelayanan Kesehatan Usia Sekolah & Remaja
Berkoordinasi dengan lintas sektor terkait dalam hal bimbingan teknis
dan supervisi pembinaan dan pelaksanaan UKS
f. Analisis efisiensi sumber dayaCapaian persentase Puskesmas yang melaksanakan penjaringan
kesehatan untuk peserta didik kelas 1 sebesar 100.00%, capaian kinerja
dibandingkan dengan target sebesar 153,85% sedangkan realisasi
anggaran pada output Pembinaan dalam Pelaksanaan Usaha Kesehatan
Sekolah sebesar 91,12%.
4. Persentase Puskesmas yang Melaksanakan Penjaringan Kesehatan untuk Peserta Didik Kelas 7 dan 10Setiap anak usia sekolah harus diberikan pelayanan kesehatan, salah
satunya ialah melalui kegiatan penjaringan kesehatan yang dilaksanakan
melalui koordinasi antara puskesmas dan sekolah dan biasanya
dilaksanakan setahun sekali. Adapun paket pemeriksaan yang dilakukan
kepada peserta didik kelas 7 dan 10 antara lain : (a) pengukuran tinggi dan
berat badan, (b) pemeriksaan tekanan darah, (c) pemeriksaan penglihatan,
(d) pemeriksaan pendengaran, (e) pemeriksaan kebugaran, (f) kuesioner
intelegensia, mental, kesehatan reproduksi, dan gaya hidup.
a. Definisi OperasionalCakupan puskesmas yang melaksanakan penjaringan kesehatan bagi
peserta didik kelas 7 SMP/MTs/SMPLB dan kelas 10
SMA/SMK/MA/SMALB di wilayah kerja puskesmas dalam kurun waktu
satu tahun ajaran.
b. Rumus/ Cara Penghitungan
39
Cakupan puskesmas yang melaksanakan penjaringan kesehatan bagi
peserta didik kelas 7 SMP/MTs/SMPLB dan kelas 10
SMA/SMK/MA/SMALB di wilayah kerja puskesmas dalam kurun waktu
satu tahun ajaran dibagi jumlah puskesmas di suatu wilayah kerja dalam
waktu tertentu dikalikan 100%.
c. Capaian IndikatorGrafik 10
Capaian Indikator Puskesmas Melaksanakan Penjaringan Kesehatan Untuk Peserta Didik Kelas 7 dan 10
Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2017 – 2019
2017 2018 2019
3540
45
81.8278.57
98.85
TargetCapaian
Berdasarkan grafik di atas, capaian indikator penjaringan kesehatan
peserta didik kelas 7 dan 10 di Provinsi Kepulauan Riau pada 3 tahun
terakhir tergolong sangat baik jika kita bandingkan dengan target setiap
tahunnya dan cenderung meningkat cukup signifikan. Bahkan untuk tahun
2019, hanya satu puskesmas yang belum melaksanakan penjaringan
kesehatan pada 100% sekolah SMP/MTs/SMPLB dan
SMA/SMK/MA/SMALB yang ada di wilayah kerjanya yaitu di Kota Batam.
Berikut ini data penjaringan kesehatan peserta didik kelas 7 dan 10 tahun
2019 berdasarkan kabupaten/ kota :
Tabel 7
40
Data Penjaringan Kesehatan Peserta Didik Kelas 7 dan 10 Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2019
No.
Kabupaten/ Kota
Sasaran Puskesmas
Puskesmas yang Melaksanakan Penjarkes Kelas
7 dan 10Absolut Persentase
1 Karimun 13 13 100%2 Bintan 15 15 100%3 Natuna 14 14 100%4 Lingga 11 11 100%5 Anambas 7 7 100%6 Batam 20 19 95%7 Tanjungpinang 7 7 100%
Provinsi Kepri 87 87 98,85%
d. Analisis Penyebab Keberhasilan ProgramIndikator ini telah mencapai target dipengaruhi oleh beberapa hal antara
lain, komitmen dari pelaksana program di Tingkat Kabupaten/Kota dan
Puskesmas, adanya dukungan lintas program dan lintas sektor terkait dan
adanya monitoring berkala
e. Upaya-upaya yang telah dilakukan dalam rangka meningkatkan persentase puskesmas yang melaksanakan penjaringan kesehatan untuk peserta didik kelas 7 dan 10 :
Penguatan koordinasi dengan TIM pembina UKS/M melalui Orientasi
Pelayanan Kesehatan Usia Sekolah & Remaja
Berkoordinasi dengan lintas sektor terkait dalam hal bimbingan teknis
dan supervisi pembinaan dan pelaksanaan UKS
f. Analisis efisiensi sumber dayaCapaian persentase Puskesmas yang melaksanakan penjaringan
kesehatan untuk peserta didik kelas 7 dan 10 sebesar 98,85%, capaian
kinerja dibandingkan dengan target sebesar 219,67% sedangkan realisasi
anggaran pada output Pembinaan dalam Pelaksanaan Usaha Kesehatan
Sekolah sebesar 91,12%.
5. Persentase Puskesmas yang Menyelenggarakan Kegiatan Kesehatan Remaja
41
Pelayanan kesehatan pada remaja dapat diberikan melalui kegiatan di dalam
gedung seperti di puskesmas/ RS/ fasilitas kesehatan lainnya serta sekolah
maupun di luar gedung seperti komunitas atau posyandu remaja.
Puskesmas bisa dikatakan mampu menyelenggarakan kegiatan kesehatan
remaja jika memenuhi 3 syarat yaitu memiliki tenaga kesehatan terlatih/
terorientasi, memiliki buku pedoman, dan melakukan pelayanan konseling
atau pelayanan kesehatan remaja baik di dalam maupun luar gedung. Saat
ini pemerintah pusat sedang menggalakkan pemerintah daerah untuk
membentuk posyandu remaja sebagai upaya meningkatkan akses remaja
terhadap pelayanan dan KIE terkait remaja, khususnya kesehatan
reproduksi.
a. Definisi OperasionalCakupan puskesmas yang menyelenggarakan kegiatan kesehatan peduli
remaja di satu wilayah kerja dalam kurun waktu satu tahun.
b. Rumus/ Cara PenghitunganCakupan puskesmas yang menyelenggarakan kegiatan kesehatan peduli
remaja di satu wilayah kerja dalam kurun waktu satu tahun dibagi jumlah
seluruh puskesmas di satu wilayah kerja dalam kurun waktu yang sama
dikalikan 100%.
c. Capaian IndikatorGrafik 11
Capaian Indikator Puskesmas yang Menyelenggarakan Kegiatan Kesehatan Peduli Remaja Provinsi Kepulauan Riau
Tahun 2017 – 2019
2017 2018 2019
3540
45
72.73
65.48
73.56
TargetCapaian
42
Berdasarkan grafik di atas diketahui bahwa capaian indikator puskesmas
menyelenggarakan kegiatan kesehatan pedulu remaja di Provinsi
Kepulauan Riau pada 2018 mengalami penurunan dan kemudian
mengalami peningkatan/ kenaikan pada tahun 2019. Salah satu yang
menjadi penyebab terjadinya penurunan capaian ialah adanya mutasi
tenaga kesehatan yang sudah terlatih/ terorientasi PKPR dan tidak
adanya kaderisasi bagi tenaga kesehatan lainnya/ pengganti yang
membuat program tidak berjalan dengan seharusnya. Namun jika
dibandingkan dengan target, capaian puskesmas yang menyelenggarakan
kesehatan peduli remaja di Provinsi Kepulauan Riau tahun 2017 sampai
dengan tahun 2019 selalu melebihi target.
Adapun distribusi puskesmas yang menyelenggarakan kegiatan
kesehatan peduli remaja tahun 2019 berdasarkan kabupaten/ kota yaitu
sebagai berikut :
Tabel 8Distribusi Puskesmas Yang Menyelenggarakan Kegiatan Kesehatan
Peduli Remaja Berdasarkan Kabupaten/Kota Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2019
No.
Kabupaten/ Kota
Sasaran Puskesmas
Puskesmas yang Menyelenggarakan Kegiatan
Kesehatan Peduli RemajaAbsolut Persentase
1 Karimun 13 13 100%2 Bintan 15 6 40%3 Natuna 14 6 42,86%4 Lingga 11 6 54,55%5 Anambas 7 7 100%6 Batam 20 19 95%7 Tanjungpinang 7 7 100%
Provinsi Kepri 87 64 73,56%
Jika dilihat dari data per kabupaten/ kota, diketahui bahwa Kabupaten
Bintan dan Natuna memiliki cakupan yang paling rendah dan masih di
bawah target (45%).
d. Analisis Penyebab Keberhasilan Program43
Indikator ini telah mencapai target dipengaruhi oleh beberapa hal antara
lain, tersedianya tenaga terlatih, sarana dan prasarana pelaksanaan
program kesehatan peduli remaja meskipun dapat diakui ketersediaan
tersebut distribusinya tidak sama antar kabupaten/kota
e. Upaya-upaya yang telah dilakukan dalam rangka meningkatkan persentase puskesmas yang menyelenggarakan kegiatan kesehatan peduli remaja
Pengembangan posyandu remaja di Kabupaten/kota
Mensosialisasikan PKPR pada remaja dan melakukan pembinaan bagi
kader kesehatan remaja oleh Dinkes Kabupaten/Kota dan Puskesmas
f. Analisis efisiensi sumber dayaCapaian persentase Persentase Puskesmas yang Menyelenggarakan
Kegiatan Kesehatan Remaja sebesar 73,56 %, capaian kinerja
dibandingkan dengan target sebesar 163,47% sedangkan realisasi
anggaran pada output Pembinaan dalam Pelaksanaan Usaha Kesehatan
Sekolah sebesar 91,12%.
6. Persentase Puskesmas yang Melaksanakan Kelas Ibu HamilKelas ibu hamil merupakan sarana belajar kelompok bagi ibu hamil yang
bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan mengubah pengetahuan,
sikap, dan perilaku ibu agar dapat menjaga kehamilannya, mempersiapkan
persalinan, melakukan perawatan nifas, dan melakukan perawatan bayi baru
lahir. Pemerintah berharap semua ibu hamil dapat mengikuti kelas ibu hamil
yang diselenggarakan oleh fasilitas pelayanan kesehatan di wilayahnya yang
nantinya dapat berkontribusi pada peningkatan cakupan pelayanan
kesehatan bagi ibu hamil, ibu bersalin/ ibu nifas, neonatal, bayi, dan anak
balita.
a. Definisi OperasionalCakupan puskesmas yang minimal 50% desa/ kelurahan di wilayah
kerjanya melaksanakan kelas ibu hamil dalam kurun waktu 1 tahun.
b. Rumus/ Cara Penghitungan
44
Cakupan puskesmas yang minimal 50% desa/ kelurahan di wilayah
kerjanya melaksanakan kelas ibu hamil dalam kurun waktu 1 tahun dibagi
jumlah puskesmas di suatu wilayah kerja dalam waktu tertentu dikalikan
100%.
c. Capaian IndikatorGrafik 12
Capaian Indikator Puskesmas yang Melaksanakan Kelas Ibu HamilProvinsi Kepulauan Riau Tahun 2017 – 2019
2017 2018 2019
84
87
90
84.42
100 100
TargetCapaian
Berdasarkan grafik di atas, diketahui bahwa capaian indikator puskesmas
yang melaksanakan kelas ibu hamil di Provinsi Kepulauan Riau pada 3
tahun terakhir tergolong sangat baik karena mengalami trend peningkatan
dan melebihi target yang telah ditetapkan setiap tahunnya. Bahkan untuk
tahun 2018 dan 2019, semua puskesmas yang ada di Provinsi Kepulauan
Riau telah melaksanakan kelas ibu hamil di wilayah kerjanya. Berikut ini
data puskesmas melaksanakan kelas ibu hamil tahun 2019 berdasarkan
kabupaten/ kota :
Tabel 9
45
Distribusi Data Puskesmas Melaksanakan Kelas Ibu Hamil Berdasarkan Kabupaten/Kota Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2019
No.
Kabupaten/ Kota
Sasaran Puskesmas
Puskesmas yang Melaksanakan Kelas Ibu Hamil
Absolut Persentase1 Karimun 13 13 100%2 Bintan 15 15 100%3 Natuna 14 14 100%4 Lingga 11 11 100%5 Anambas 7 7 100%6 Batam 20 20 100%7 Tanjungpinang 7 7 100%
Provinsi Kepri 87 87 100%
d. Analisis Penyebab Keberhasilan ProgramIndikator ini telah mencapai target dipengaruhi oleh beberapa hal antara
lain, semua puskesmas di Provinsi Kepulauan Riau telah memiliki petugas
pelaksana kelas ibu hamil, adanya anggaran DAK nonfisik yang dapat
digunakan untuk kegiatan promotif preventive, tesedianya sarana
prasarana berupa lembar balik yang diperoleh dari droping Kementerian
Kesehatan
e. Upaya-upaya yang telah dilakukan dalam rangka meningkatkan persentase puskesmas yang melaksanakan kelas ibu hamil: Penguatan sistem pelaporan
Sosialisasi terkait kelas ibu kepada lintas sektor
Pemanfaatan buku KIA sebagai sarana edukasi
Pelaksanaan kelas ibu hamil bagi karyawati dilingkungan Pemprov
Kepri yang bertujuan mendekatkan akses
f. Analisis efisiensi sumber dayaCapaian persentase puskesmas yang melaksanakan kelas ibu hamil
sebesar 100%, capaian kinerja dibandingkan dengan target sebesar
111,11% sedangkan realisasi anggaran pada output Pembinaan dalam
Peningkatan antenatal sebesar 92,56%.
46
7. Persentase Puskesmas yang Melakukan Orientasi Program Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi (P4K)
a. Definisi OperasionalCakupan puskesmas yang melaksanakan orientasi P4K di suatu wilayah
kerja dalam kurun waktu 1 tahun.
b. Rumus/ Cara PenghitunganCakupan puskesmas yang melaksanakan orientasi P4K di suatu wilayah
kerja dalam kurun waktu 1 tahun dibagi jumlah puskesmas di suatu
wilayah kerja dalam waktu tertentu dikalikan 100%.
c. Capaian IndikatorGrafik 13
Capaian Indikator Puskesmas yang Melakukan Orientasi P4K Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2017 – 2019
2017 2018 2019
8895 96
83.12
100 100
TargetCapaian
Berdasarkan grafik di atas, diketahui bahwa capaian indikator
puskesmas yang melaksanakan orientasi P4K di Provinsi Kepulauan Riau
pada 3 tahun terakhir tergolong baik karena mengalami trend peningkatan
dan melebihi target yang telah ditetapkan setiap tahunnya. Berdasarkan
hasil monitoring dan evaluasi di beberapa puskesmas di kabupaten/ kota
diketahui bahwa kegiatan orientasi P4K yang dilaksanakan oleh
puskesmas biasanya ada yang merupakan kegiatan khusus dan ada yang
disampaikan dalam pertemuan – pertemuan yang lain (disejalankan).
Adapun pelaksanaan orientasi P4K yang sudah dilaksanakan ini belum
semua dapat terlaksana sesuai dengan apa yang diharapkan karena
adanya kesulitan untuk melibatkan lintas sektor terkait dan hal ini memang
menjadi tantangan yang cukup besar dalam upaya mencapai keberhasilan
47
program P4K di wilayah Provinsi Kepulauan Riau. Berikut ini data
puskesmas melakukan orientasi P4K tahun 2019 berdasarkan kabupaten/
kota :
Tabel 10Diatribusi Data Puskesmas Yang Melakukan Orientasi P4K
Berdasarkan Kabupaten/Kota Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2019
No.
Kabupaten/ Kota
Sasaran Puskesmas
Puskesmas yang Melakukan Orientasi P4K
Absolut Persentase1 Karimun 13 13 100%2 Bintan 15 15 100%3 Natuna 14 14 100%4 Lingga 11 11 100%5 Anambas 7 7 100%6 Batam 20 20 100%7 Tanjungpinang 7 7 100%
Provinsi Kepri 87 87 100%
d. Analisis Penyebab Keberhasilan ProgramIndikator ini telah mencapai target dengan adanya adanya komitmen
petugas dalam pelaksanaan program serta adanya dukungan berupa
kemampuan masyarakat untuk dapat mengenali atanda bahaya
kehamilan, persalinan dan nifas sehingga dapat dengan cepat melapor
pada tenaga kesehatan atau fasilitas kesehatan terdekat
e. Upaya-upaya yang telah dilakukan dalam rangka meningkatkan persentase puskesmas yang melakukan Orientasi P4K :
Pelaksanaaan orientasi teknis kesehatan keluarga dimana didalamnya
membahas continuum of care termasuk program P4K
Memperkuat keterlibatan lintas sektor terkait
Pemanfaatan buku KIA secara optimal dimana didalamnya terdapat
stiker P4K sebagai salah satu komponen penting dalam P4K.
f. Analisis efisiensi sumber dayaCapaian persentase puskesmas yang melakukannOrientasi Program
Perencanaan Persalinan dan pencegahan Komplikasi sebesar 100%,
48
capaian kinerja dibandingkan dengan target sebesar 104,17% sedangkan
realisasi anggaran pada output Pembinaan dalam Peningkatan antenatal
sebesar 92,56%.
C. Pembinaan Upaya Kesehatan Kerja dan Olahraga1. Persentase Puskesmas yang menyelenggarakan kesehatan kerja dasar
Permenkes No.75/2014, disebutkan Puskesmas adalah fasilitas pelayanan
kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat (UKM)
dan upaya kesehatan perseorangan (UKP) tingkat pertama, dengan lebih
mengutamakan upaya promotif dan preventif, untuk mencapai derajat
kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya di wilayah kerjanya.
Dalam Permenkes No.75/2014 ditetapkan 23 jenis pelayanan yang dilakukan
oleh Puskesmas, terdiri dari enam (6) pelayanan kesehatan masyarakat
(PKM) esensial, delapan (8) PKM pengembangan dan sembilan (9)
pelayanan kesehatan perorangan (PKP). Tidak semua jenis pelayanan
tersebut bersifat esensial dasar. Rincian Kegiatan PKM dan PKP Pelayanan
Kesehatan Masyarakat (PKM) Pelayanan Kesehatan Perorangan (PKP)
adalah:
Tabel 11Tabel Pelayanan Kesehatan Masyarakat
Pelayanan Kesehatan Masyarakat (PKM) Pelayanan Kesehatan
Perorangan (KPK)PKM Esensial PKM Pengembangan
1. Pelayanan Primer
Kesehatan termasuk
UKS
2. Pelayanan Kesehatan
Lingkungan
3. Pelayanan KIA dan KB
yang bersifat PKM
4. Pelayanan Gizi yang
bersifat PKM
5. Pelayanan
Pencegahan dan
Penyembuhan Penyakit
1. Pelayanan Kesehatan
Jiwa
2. Pelayanan Kesehatan
Gigi Masyarakat
3. Pelayanan Kesehatan
Tradisional
Komplementer
4. Pelayanan Kesehatan
Olahraga
5. Pelayanan Kesehatan
Indra
6. Pelayanan Kesehatan
Lansia
1. Pelayanan
Pemeriksaan Umum
2. Pelayanan Kesehatan
gigi dan mulut
3. Pelayanan KIA/KB
yang bersifat PKP
4. Pelayanan Gawat
Darurat
5. Pelayanan Gigi yang
bersigat PKP
6. Pelayanan Persalinan
7. Pelayanan Rawat Inap
(di PKM perawatan)
49
6. Pelayanan
Keperawatan
Kesehatan masyarakat
7. Pelayanan Kesehatan
Kerja
8. Pelayanan Kesehatan
Lain sesuai kebutuhan
8. Pelayanan Kefarmasian
9. Pelayanan
Laboratorium
Undang-undang No 36 tahun 2009 tentang Kesehatan mencantumkan
kesehatan kerja pada pasal 164-166 dan kesehatan olahraga pada pasal 80-
81. Besarnya jumlah pekerja dan tempat kerja merupakan potensi untuk
dapat diintervensi oleh berbagai upaya kesehatan sehingga apabila dikelola
dengan baik maka akan membantu mengatasi berbagai permasalahan
kesehatan. Upaya kesehatan kerja ditujukan untuk melindungi pekerja
(formal maupun informal) agar hidup sehat dan terbebas dari gangguan
kesehatan serta pengaruh buruk yang diakibatkan oleh pekerjaan, termasuk
pengentasan AKI dan AKB dan juga peningkatan produktivitas pekerja
Indonesia, khususnya pekerja perempuan yang jumlahnya makin besar dan
memegang peranan yang makin penting.
a. Defenisi Operasional : Puskesmas yang menjalankan kesehatan kerja dalah pelayanan
kesehatan kerja yang dilakukan puskesmas untuk peningkatan dan
pemeliharaan derajat kesehatan bagi masyarakat pekerja baik formal
maupun informal.
Persentase puskesmas yang menjalankan kesehatan kerja dasar adalah jumlah puskesmas yang menjalankan kesehatan kerja dasar di
bagi puskesmas yang ada di wilayah kerja dikali 100%.
Rumus / Cara Penghitungan : (Jumlah puskesmas yang menjalankan
kesehatan kerja dibagi jumlah puskesmas yang ada di wilayah
kabupaten/kota ) x 100%
50
b. Capaian IndikatorGrafik 14
Capaian puskesmas yang menjalankan kesehatan kerja dasar Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2019
Tan-jung-
pinang
Bintan Batam Karimun Lingga Natuna Anambas02468
101214161820
Dari gambar tersebut dapat dilihat capaian puskesmas yang menjalankan
kesehatan kerja dasar tahun 2019 sudah melebihi target yang ditetapkan
baik target nasional maupun provinsi. Program ini telah berjalan dengan
baik, hampir seluruh puskesmas menjalankan kesehatan kerja dasar.
Berikut ini data puskesmas melaksanakan kesehatan kerja tahun 2019
berdasarkan kabupaten/ kota :
Tabel 12Data Puskesmas Melaksanakan Kesehatan Kerja Berdasarkan
Kabupaten/ Kota Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2019
No. Kabupaten/ Kota Sasaran Puskesmas
Puskesmas yang Melaksanakan kesehatan
kerja dasarAbsolut Persentase
1 Tanjungpinang 7 7 100%2 Bintan 15 12 80%3 Batam 20 20 100%
4 Karimun 13 13 100%
5 Lingga 11 11 100%
51
No. Kabupaten/ Kota Sasaran Puskesmas
Puskesmas yang Melaksanakan kesehatan
kerja dasarAbsolut Persentase
6 Natuna 14 11 78,57%
7Anambas 7 6
85,71%
Provinsi Kepri 87 80 91,95%
c. Analisis Penyebab Keberhasilan Program : Indikator ini telah melebihi
target dipengaruhi oleh beberapa hal antara lain, peran aktif petugas
kesehatan khususnya pengelola program, dukungan dari pimpinan
puskesmas, Respon cepat dari Kader pekerja informal dalam pelaksanaan
kesehatan kerja.
d. Upaya-upaya yang telah dilakukan dalam rangka meningkatkan program kesehatan kerja adalah sebagai berikut: Monitoring Pusat, Provinsi, dan Kabupaten / Kota ke Puskesmas.
Pemanfaatan Dana BOK Dinas Kesehatan Kabupaten/kota dan
puskesmas untuk menjalankan kegiatan program.
Pemenfaatan dana Dekonsentrasi Dinas Kesehatan Provinsi untuk
menjalankan kegiatan program.
e. Analisis efisiensi sumber daya Capaian capaian kinerja sebesar 91,95% sedangkan realisasi anggaran
untuk Output penguatan pembinaan kesehatan kerja dan olahraga adalah
adalah 99,46%.
2. Jumlah Pos Upaya Kesehatan Kerja yang terbentuk di daerah PPI/TPI
a. Definisi OperasionalPos Upaya Kesehatan Kerja (Pos UKK) di daerah PPI/TPI adalah wadah
upaya kesehatan berbasis masyarakat pekerja sektor informal yang
berada di wilayah kerja puskesmas di daerah Pelabuhan Pendaratan Ikan
(PPI)/Tempat Pelelangan Ikan (TPI)
b. Rumus/ Cara PenghitunganJumlah Pos UKK yang ada di daerah PPI/TPI di wilayah kerja puskesmas.
52
c. Capaian IndikatorPos UKK di daerah PPI/TPI di wilayah Provinsi Kepulauan Riau tidak
pernah terbentuk, sehingga didapatkan capaian kinerja pada indikator
tersebut adalah sebesar nol. Maka capaiannya belum mencapai target
nasional menunjukkan bahwa kinerja masih kurang.
d. Analisis Penyebab Kegagalan ProgramIndikator ini tidak mencapai target dikarenakan Provinsi Kepulauan Riau
tidak memiliki pelabuhan pendaratan ikan ataupun tempat pelelangan
ikan. Data ini diperoleh dari Dinas Perikanan dan Kelauan Provinsi
Kepulauan Riau.
3. Persentase Fasilitas Pemeriksaan Kesehatan TKI yang memenuhi standar
a. Definisi OperasionalFasilitas Pemeriksaan Kesehatan TKI adalah Rumah Sakit atau Klinik
yang digunakan untuk menyelenggarakan pemeriksaan kesehatan calon
TKI.
b. Rumus/ Cara PenghitunganJumlah fasilitas pemeriksaan kesehatan yang memenuhi standar dibagi
dengan jumlah fasilitas pemeriksaan kesehatan yang ada di wilayah
kabupaten/kota kali 100%
c. Capaian IndikatorKabupaten/Kota yang memiliki fasilitas pemeriksaan kesehatan calon TKI
adalah Kota Tanjungpinang dan Kota Batam. Semua Fasilitas
pemeriksaan kesehatan calon TKI yang ada di kabupaten/kota tersebut
memenuhi standar sesuai Permenkes Nomor 9 tahun 2014.
Berikut ini fasilitas pemeriksaan kesehatan tahun 2019 berdasarkan
kabupaten/ kota :
53
Tabel 13Fasilitas Pemeriksaan Kesehatan Berdasarkan Kabupaten/Kota
Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2019
No Kabupaten/ KotaFasilitas Pemeriksaan Kesehatan
Puskesmas yang Melaksanakan Kelas Ibu
HamilAbsolut Persentase
1 Tanjungpinang 1 1 100%
2 Batam 2 2 100%
Provinsi Kepri 3 3100%
a. Analisis Penyebab Keberhasilan ProgramIndikator ini telah mencapai target dipengaruhi oleh tesedianya sarana
prasarana pemeriksaan kesehatan bagi calon TKI sesuai Permenkes
Nomor 9 tahun 2014.
b. Upaya-upaya yang telah dilakukan dalam rangka meningkatkan persentase fasilitas pemeriksaan kesehatan calon TKI: Penguatan sistem pelaporan
Monitoring pusat, provinsi, kabupaten/kota ke fasilitas pemeriksaan
kesehatan calon TKI.
c. Analisis efisiensi sumber daya Capaian persentase fasilitas pemeriksaan kesehatan calon TKI sebesar
100%,
4. Persentase Puskesmas yang melaksanakan kegiatan kesehatan olahraga pada kelompok masyarakat di wilayah kerjanya.
a. Definisi Operasional
Kegiatan Kesehatan Olahraga pada kelompok masyarakat adalah
pelayanan kesehatan olahraga dilakukan puskesmas dalam rangka
meningkatkan derajat kesehatan kelompok masyarakat (haji, ASN, anak
sekolah dan masyarakat lainnya)
54
b. Rumus/ Cara PenghitunganJumlah puskesmas yang melaksanakan kegiatan kesehatan olahraga
dibagi dengan jumlah puskesmas yang ada di wilayah kabupaten/kota kali
100%
c. Capaian IndikatorGrafik 15
Capaian puskesmas yang melaksanakan kegiatan kesehatan olahraga pada kelompok masyarakat Provinsi Kepulauan Riau
Tahun 2019
Tanjungpinang Bintan Batam Karimun Lingga Natuna Anambas0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
20
Dari gambar tersebut dapat dilihat capaian puskesmas yang
melaksanakan kesehatan olahraga tahun 2019 sudah melebihi target
yang ditetapkan baik target nasional maupun provinsi. Program ini telah
berjalan dengan baik, hampir seluruh puskesmas menjalankan kegiatan
kesehatan olahraga pada kelompok masyarkat di wilayah kerjanya.
Berikut ini fasilitas pemeriksaan kesehatan tahun 2019 berdasarkan
kabupaten/kota :
Tabel 14Fasilitas Pemeriksaan Kesehatan Berdasarkan Kabupaten/Kota
Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2019
No. Kabupaten/ Kota Sasaran Puskesmas
Puskesmas yang Melaksanakan kesehatan
kerja dasarAbsolut Persentase
1 Tanjungpinang 7 7 100%2 Bintan 15 12 80%3 Batam 20 19 95%
55
No. Kabupaten/ Kota Sasaran Puskesmas
Puskesmas yang Melaksanakan kesehatan
kerja dasarAbsolut Persentase
4 Karimun 13 13 100%5 Lingga 11 11 100%6 Natuna 14 14 100%7 Anambas 7 7 100%
Provinsi Kepri 87 83 95,40%
d. Analisis Penyebab Keberhasilan Program Indikator Indikator ini telah melebihi target dipengaruhi oleh beberapa hal antara
lain, peran aktif petugas kesehatan khususnya pengelola program, serta
dukungan dari pimpinan puskesmas.
e. Upaya-upaya yang telah dilakukan dalam rangka meningkatkan persentase puskesmas melaksanakan kegiatan kesehatan olahraga : Penguatan sistem pelaporan
Monitoring provinsi, kabupaten/kota ke puskesmas
Pemanfaatan Dana BOK Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan
Puskesmas untuk menjalankan program.
Pemanfaatan Dan Dekonsentrasi provinsi dalam menjalankan
program.
f. Analisis efisiensi sumber daya Capaian capaian kinerja sebesar 95,40% sedangkan realisasi anggaran
untuk Output penguatan pembinaan kesehatan kerja dan olahraga adalah
adalah 99,46%.
56
D. Penyehatan Lingkungan
Indikator realisasi kinerja Program Kesehatan Lingkungan Tahun 2019
No Indikator
Target Realisasi/Capaian
KET% Absolut Realisasi
Capaian (Realisasi/ Target*100)
1Jumlah desa/Kelurahan
yang melaksankan
STBM
260
260
desa/kel
dari 416
desa/kel
384
desa/kel147,7%
2 Persentase RS yang
melakukan pengelolaan
limbah medis sesuai
standar
38%11 RS
dari 30
RS
40 %
(12 RS)105,26%
3
Persentase Tempat -
Tempat Umum (TTU)
yang memenuhi syarat
kesehatan
58%
877 TTU
dari 1512
TTU
(Sekolah
SD,
SMP,Pus
kesmas)
52,12%
(788 TTU)89,86%
4 Persentase Tempat
Pengelolaan Makanan
(TPM) yang memenuhi
syarat kesehatan
32%
3.402
TPM dari
7145
TPM
46,37 %
(7.336
TPM)
144,9%
5 Jumlah Kabupaten/Kota
yang menyelenggarakan
tatanan kawasan sehat
55
Kab/Kota
7
Kab/kota140%
6
Persentase sarana air
minum yang dilakukan
pengawasan
50%
817 SAM
yang
diambil
sampel
dari 1634
SAM
45,23 %
(739 SAM
yang
diperiksa)
90,46 %
57
Pada tahun 2019, terdapat 4 indikator yang sudah mencapai target kinerja,
dan ada 2 indikator yang sudah di atas 100 %, akan tetapi terdapat 2
indikator yang capaian kinerjanya masih di bawah 100 %. Capaian kinerja
paling rendah sebesar 45,23 % yaitu indikator persentase sarana air minum
yang dilakukan pengawasan. Sedangkan capaian kinerja paling tinggi
sebesar 147,7% yaitu indikator Jumlah Desa/Kelurahan yang melaksanakan
STBM. Jadi dari 6 indikator yang ada, 4 indikator sudah mencapai target
sehingga dapat disimpulkan bahwa capaian kinerja program kesehatan
lingkungan secara keseluruhan berdasarkan jumlah indikator yang dapat
tercapai sebesar 66.7 %
1. Jumlah Desa/Kelurahan yang Melaksanakan STBMDesa/Kelurahan yang melaksanakan STBM adalah desa/ kelurahan yang
sudah melakukan : 1) pemicuan, 2) mempunyai tim kerja masyarakat/ natural
leader, dan 3) telah mempunyai rencana kerja masyarakat.
Grafik 16Target dan RealisasiIndikator Jumlah Desa yang Melaksanakan STBM
Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2019
Pada tahun 2019, target indikator Jumlah Desa yang Melaksanakan STBM
sebesar 260 desa/kelurahan. Sedangkan realisasi indikator tersebut sebesar
58
0
50
100
150
200
250
300
350
400
450
260
384
Target Indikator Realisasi Indikator
Capaian Kinerja 147.7%
384 desa/kelurahan. Itu berarti realisasi indikator tersebut sudah mencapai
target indikator dengan capaian kinerja sebesar 147,7 %.
Grafik 17Realisasi Kumulatif Per Kabupaten Kota
Indikator Jumlah Desa yang Melaksanakan STBMs.d. Tahun 2019
Grafik 18Proporsi Realisasi Per Propinsi
Indikator Jumlah Desa yang Melaksanakan STBMTahun 2019
Bintan Natuna Tanjungpinang Lingga Batam Provinsi Kepri Karimun Kep.Anambas
100.0 100.0 100.095.1 93.8 92.3
83.177.8
Pada tahun 2019 Kabupaten Kota dengan realisasi paling tinggi yaitu
Kota Tanjungpinang, Kabupaten Bintan dan Kabupaten Natuna dan
Kabupaten dengan realisasi paling rendah yaitu Kabupaten Kepulauan
59
Karim
un
Bintan
Natuna
Lingg
aBata
m
Tanjungp
inang
Kep.A
nambas
KEPRI
59 5176 78
60
1842
384
Anambas. Terdapat 3 Kabupaten Kota (100 %) berada di atas rata-rata
nasional dan masih terdapa 3 Kabupaten Kota berada di bawah rata-rata
Provinsi Kepulauan Riau
Grafik 19Target dan Realisasi
Indikator Jumlah Desa yang Melaksanakan STBMTh 2017-2019
Pada tahun 2019, target indikator Jumlah Desa/Kelurahan yang
Melaksanakan STBM sebesar 260 desa/kelurahan dan realisasi indikator
tersebut sebesar 384 desa/kelurahan. Itu berarti pada tahun 2019 melebihi
target. Melihat tren realisasi indikator jumlah desa/kelurahan yang
melaksanakan STBM selama 3 tahun terakhir i dapat disimpulkan bahwa
trend realisasi indikator tersebut senantiasa mencapai target indikator setiap
tahunnya.
60
2017 2018 20190
50
100
150
200
250
300
350
400
450
240 250
260
292
356 384
TargetRealisasi
Grafik 27Penyandingan Capaian Kinerja dan Realisasi Anggaran
Indikator Jumlah Desa yang Melaksanakan STBMTh 2019
Realisasi Kinerja Realisasi Keuangan0
20
40
60
80
100
120
140
160147.7
99.21
Pada tahun 2019, anggaran yang dialokasikan untuk pelaksanaan indikator
Jumlah Desa yang Melaksanakan STBM sebesar Rp 474.055.000 dan
realisasi anggaran untuk pelaksanaan indikator tersebut sebesar 99,21%
atau Rp 470.324.0000. Target indikator yang ditetapkan sebesar 260 desa
dan realisasi indikator tersebut sebesar 384 desa sehingga capaian kinerja
yang diperoleh sebesar 147,7 %.
Analisis penyebab/ program/ kegiatan yang menunjang keberhasilan meliputi :1. Percepatan program STBM melalui program Pamsimas dan Percepatan
pencapaian akses sanitasi melalui Peningkatan Sarana Kesling di 12
Desa/Kelurahan Stunting
2. Sosialisasi Lima Pilar STBM kepada mahasiswa poltekkes
3. Penyebarluasan informasi STBM melalui Pembuatan Video Lima Pilar
STBM
4. Adanya Dana Dekonsentrasi untuk kegiatan (1) Orientasi STBM 5 Pilar,
(2) Monev percepatan capaian desa ODF untuk percepatan akses
sanitasi.
61
5. Adanya dana APBD untuk percepatan Desa/Kelurahan ODF di Kabupaten
Anambas
6. Adanya dana DAK fisik dan non fisik untuk mendukung pelaksanaan
kegiatan sanitasi total berbasis masyarakat ditingkat provinsi, puskesmas
dan kabupaten.
Analisis penyebab/ program/ kegiatan yang dapat menyebabkan kegagalan meliputi :
1. Masih kurangnya kuantitas dan kualitas petugas kesehatan lingkungan di
Puskesmas dalam melaksanakan pembinaan dan pengawasan terkait
program sanitasi total berbasis masyarakat
2. Sering terjadinya mutasi petugas yang terjadi di daerah.
3. Masih kurangnya dukungan dana serta sarana dan prasarana untuk
pelaksanaan pembinaan dan pengawasan untuk mendorong
desa/kelurahan yang sudah melaksanakan STBM agar menjadi
desa/kelurahan ODF
4. Untuk sistem pelaporan kegiatan yang sudah berbasis elektronik (internet)
masih belum optimal terkait dukungan jaringan internet yang belum stabil
di seluruh wilayah provinsi kepulauan riau.
5. Jejaring kemitraan atau pokja terkait dengan sanitasi tidak aktif
6. Proses peningkatan perubahan perilaku tidak dapat dilakukan secara
cepat, cenderung membutuhkan waktu yang relatif lama dan kecukupan
pendampingan petugas kepada masyarakat untuk menerapkan perilaku
yang lebih sehat dalam kehidupan sehari-hari secara berkesinambungan.
7. Masyarakat belum memahami pentingnya akses sanitasi yang sehat
Alternatif solusi yang dilakukan meliputi :1. Memaksimalkan pembinaan penyelenggaraan sanitasi total berbasis
masyarakat dan terfokus pada daerah sasaran yang aktif kepada seluruh
pengelola kesehatan lingkungan di daerah dalam percepatan pencapaian
target indikator.
2. Memaksimalkan komunikasi aktif baik melalui media elektronik maupun
surat menyurat kepada seluruh pimpinan daerah dalam rangka
implementasi serta monitoring evaluasi data dan pelaporan tepat waktu.
3. Memaksimalkan advokasi kepada pejabat daerah agar diperoleh
dukungan terhadap pelaksanaan kegiatan sanitasi total berbasis
masyarakat.
62
4. Pelaksanaan orientasi sanitasi total berbasis masyarakat kepada seluruh
pengelola kesehatan lingkungan tingkat Puskesmas dan Kabupaten/Kota
untuk penyelenggaraan sanitasi total berbasis masyarakat yang terstandar
dan pelaporan tepat waktu melalui sistem monitoring elektronik.
5. Melanjutkan pendampingan dana dekon, APBD, dan DAK non Fisik yang
optimal untuk percepatan capaian sanitasi dasar yang sehat secara
menyeluruh.
6. Melaksanakan Sosialisasi 5 pilar STBM kepada masyarakat di seluruh
kab/kota.
2. Persentase Sarana Air Minum yang Dilakukan Pengawasan Kualitas air minum adalah kualitas air minum yang memenuhi syarat
secara fisik/kimia/mikrobiologi sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan
Nomor 492/MENKES/PER/IV/2010. Sedangkan tentang pengawasan
kualitas air minum diatur oleh Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
736/MENKES/PER/VI/2010 tentang Tata Laksana dan Pengawasan Kualitas
Air Minum, bahwa pengawasan Internal dilakukan oleh penyelenggara air
minum komersial dan pengawasan Eksternal oleh Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota.
Pengawasan kualitas air minum adalah penyelenggara air minum yang
diawasi kualitas hasil produksinya secara eksternal oleh Dinas Kesehatan
Provinsi/Kabupaten/Kota dan KKP yang dibuktikan dengan jumlah sampel
pengujian kualitas air.
Penyelenggara air minum adalah :1. PDAM/BPAM/PT yang terdaftar di Persatuan Perusahaan Air Minum
Seluruh Indonesia (Perpamsi)
2. Sarana air minum perpipaan non PDAM
3. Sarana air minum bukan jaringan perpipaan komunal
Cara perhitungan indikator ini adalah jumlah sarana air minum yang diawasi
dibagi dengan jumlah sarana air minum yang ada
63
Grafik 28Target dan Realisasi Indikator Persentase Sarana Air Minum yang Dilakukan
Pengawasan Tahun 2019
42
43
44
45
46
47
48
49
50
5150
45.23
Target Indikator Realisasi Indikator
Pada tahun 2019, target indikator Persentase sarana air minum yang
dilakukan pengawasan berdasarkan perjanjian kinerja sebesar 50 % yaitu
dari 1634 sarana air minum. Sedangkan realisasi indikator tersebut sebesar
hanya 45,23 % yaitu 739 sarana yang diawasi atau yang diambil sampelnya,
dapat diartikan bahwa realisasi indikator tersebut belum mencapai target
indikator.
Grafik 29Target dan Realisasi Indikator Persentase Sarana Air Minum yang Dilakukan
Pengawasan Tahun 2017-2019
2017 2018 20190
10
20
30
40
50
60
70
80
4045
50
71.6664.13
45.23
Target Indikator Realisasi Indikator
Pada tahun 2019, target indikator Persentase Sarana Air Minum yang
Dilakukan Pengawasan sebesar sebesar 50 % dan realisasi indikator
tersebut sebesar 45,23 %. Itu berarti pada tahun 2019, realisasi indikator
belum mencapai target indikator yang ditetapkan. Pada tahun 2017 dan 2018
target indikator Persentase Sarana Air Minum yang dilakukan Pengawasan
64
*dalam persen
Capaian Kinerja 45,23%
telah mencapai target indikator yang ditetapkan. Itu berarti pada tahun 2019,
mengalami penurunan realisasi karena dana untuk pengawasan kualitas air
minum tidak maksimal
Grafik 30Penyandingan Capaian Kinerja dan Realisasi Anggaran
Indikator Persentase Sarana Air Minum yang Dilakukan PengawasanTahun 2019
Realisasi Kinerja (%) Realisasi Keuangan (%)0
20
40
60
80
100
120
45.23
100
Pada tahun 2019, anggaran yang dialokasikan untuk pelaksanaan indikator
Persentase Sarana Air Minum yang Dilakukan Pengawasan hanya berasal
dari Dana Dekonsentrasi sebesar Rp 72.310.000 dan realisasi anggaran
untuk pelaksanaan indikator tersebut sebesar 100 %. Target indikator yang
ditetapkan sebesar 50% dan realisasi indikator sebesar 45,23%. Hal ini
berarti terjadi karena tidak adanya anggaran untuk pelaksanaan
pengawasan kualitas air minum
Analisis penyebab/ program/ kegiatan yang menunjang keberhasilan meliputi :1. Adanya dukungan sarana dan prasarana bagi Puskesmas terpilih berupa
sanitarian kit sebanyak 51 unit sanitarian kit yang ada di 7 kabupaten kota
2. Adanya dana dekon berupa Orientasi teknis petugas dalam pengawasan
kualitas kesling yang memenuhi syarat untuk mendukung pelaksanaan
kegiatan penyehatan air.
Analisis penyebab/ program/ kegiatan yang dapat menyebabkan kegagalan meliputi :
65
1. Masih kurangnya pendanaan dari daerah sehingga kegiatan koordinasi
jejaring dan kemitraan air minum tidak dapat dilaksanakan
2. Masih kurangnya kuantitas petugas kesehatan lingkungan di Puskesmas
dalam melaksanakan pembinaan dan pengawasan kualitas air minum
3. Sering terjadinya mutasi petugas yang terjadi di daerah.
4. Masih kurangnya dukungan sarana dan prasarana untuk pelaksanaan
pembinaan dan pengawasan terkait penyehatan air. Dimana daerah tidak
memiliki/ menganggarkan dana untuk melaksanakan pemeriksaan sampel
ke laboratorium kesehatan daerah. Sementara Puskesmas pun tidak
memiliki alat untuk melakukan pemeriksaan sampel air minum.
5. Letak georafis dan besarnya biaya pemeriksaan sampel di laboratorium
yang terakreditasi
6. Untuk sistem pelaporan kegiatan yang sudah berbasis elektronik (internet)
masih belum optimal
Alternatif solusi yang dilakukan meliputi :1. Memaksimalkan pendanaan untuk upaya penyehatan air melalui kegiatan
pengawasan kualitas air minum
2. Memaksimalkan pembinaan penyelenggaraan pengawasan kualitas air
minum dan terfokus pada daerah sasaran yang aktif kepada seluruh
pengelola kesehatan lingkungan di daerah dalam percepatan pencapaian
target indikator.
3. Memaksimalkan komunikasi aktif baik melalui media elektronik maupun
surat menyurat kepada seluruh pimpinan daerah dalam rangka
implementasi serta monitoring evaluasi data dan pelaporan tepat waktu.
4. Pelaksanaan orientasi pengawasan kualitas air minum kepada seluruh
pengelola kesehatan lingkungan tingkat Puskesmas dan Kabupaten/Kota
untuk penyelenggaraan penyehatan air yang terstandar dan pelaporan
tepat waktu melalui sistem monitoring elektronik.
5. Membuat usulan kepada Kementerian Kesehatan atau usulan pada dana
DAK Fisik Kabupaten Kota terkait sarana dan prasarana penyehatan air
melalui pengadaan sanitarian kit
6. Feedback capaian dilaksanakan setiap triwulan dan berjenjang
66
3. Persentase Tempat Pengelolaan Makanan (TPM) yang memenuhi syarat kesehatanPelaksanaan kegiatan higiene sanitasi pangan merupakan salah satu aspek
dalam menjaga keamanan pangan yang harus dilaksanakan secara
terstruktur dan terukur dengan kegiatan, sasaran dan ukuran kinerja yang
jelas, salah satunya dengan mewujudkan Tempat Pengelolaan Makanan
(TPM) yang memenuhi syarat kesehatan. Definisi dari TPM yang memenuhi
syarat kesehatan adalah TPM yang memenuhi persyaratan hygiene sanitasi
berdasarkan inspeksi kesehatan lingkungan (IKL). TPM adalah Tempat
Pengelolaan Makanan (TPM) siap saji yang terdiri dari Rumah
Makan/Restoran, Jasa Boga, Depot Air Minum, Sentra Makanan Jajanan,
Kantin Sekolah. Cara perhitungan indikator ini yaitu jumlah TPM yang
memenuhi syarat kesehatan dibagi jumlah TPM yang ada.
Grafik 31Target dan Realisasi
Indikator Persentase TPM yang Memenuhi Syarat KesehatanTahun 2019
Pada tahun 2019, target indikator persentase TPM yang memenuhi syarat
kesehatan sebesar 32 % dari 7336 TPM sedangkan realisasi indikator
tersebut sebesar 47,6 % (3402 TPM). Itu berarti realisasi indikator tersebut
sudah mencapai target indikator. Data ini berdasarkan data dilaporan offline
yang dikirimkan oleh puskesmas secara berjenjang melalui kabupaten kota
kepada provinsi. Capaian indikator ini akan sangat berbeda jika capaiannya
menggunakan data yang ada di system monitoring online (emonev HSP)
67
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
32
46.37
Target Indikator Realisasi Indikator
Capaian Kinerja 144.9%
dikarenakan masih belum seluruh data pembinaan dan pengawasan yang
sudah dilaksanakan oleh puskesmas yang di entry kedalam system emonev.
Grafik 32.Realisasi Per Kabupaten Kota
Indikator Persentase TPM yang Memenuhi Syarat KesehatanTahun 2019
BintanLin
gga
Provinsi K
epri
Batam
Tanjungpinan
g
Kep.Anam
bas
Karimun
Natuna
0.00
10.00
20.00
30.00
40.00
50.00
60.00
70.00
80.00
90.0082.73
76.46
46.3742.86 42.59
36.80 35.87
16.08
Pada tahun 2019, capaian target indikator persentasi tempat pengelolaan
makanan yang memenuhi syarat kesehatan mencapai realisasi 46,37 %.
Kabupaten dengan realisasi paling tinggi yaitu Kabupaten Bintan dan
Kabupaten dengan realisasi paling rendah yaitu Kabupaten Natuna.
Grafik 33Target dan Realisasi
Indikator Persentase TPM yang Memenuhi Syarat KesehatanTahun 2017-2019
2017 2018 201905
101520253035404550
20 26
32
39.542.2
46.4
Capaian Kinerja Realisasi Indikator
68
*) dalam persen
Pada tahun 2019, target indikator Persentase TPM yang Memenuhi Syarat
Kesehatan sebesar 32 % dan realisasi indikator tersebut sebesar 46,37 %.
Itu berarti pada tahun 2019, realisasi indikator sudah mencapai target
indikator yang ditetapkan. Pada dua tahun sebelumnya capaian indikator
TPM juga sudah mencapai target ditetapkan. Jadi dapat disimpulkan bahwa
trend realisasi indikator tersebut terjadi peningkatan disetiap tahunnya.
Grafik 34Penyandingan Capaian Kinerja dan Realisasi Anggaran
Indikator Persentase TPM yang Memenuhi Syarat KesehatanTh 2019
Realisasi Kinerja (%) Realisasi Keuangan (%)0
20
40
60
80
100
120
140
160144.9
98.57
Pada tahun 2019, anggaran yang dialokasikan untuk pelaksanaan indikator
Persentase TPM yang Memenuhi Syarat Kesehatan sebesar Rp
136.514.000,- dan realisasi anggaran untuk pelaksanaan indikator tersebut
sebesar 98,57 % atau Rp 134.558.500,- . Target indikator yang ditetapkan
sebesar 32% dan realisasi indikator tersebut sebesar 46,37% sehingga
capaian kinerja yang diperoleh sebesar 144,9%.
Analisis penyebab/ program/ kegiatan yang menunjang keberhasilan meliputi :1. Adanya dukungan sarana dan prasarana bagi Puskesmas terpilih
berdasarkan usulan dari daerah berupa sanitarian kit sebanyak 51 unit di
7 Kabupaten Kota
2. Pemberian dana dekonsentrasi ditingkat Provinsi berupa kegiatan
Orientasi investigasi KLB Penyakit bawaan pangan.
69
3. Pengembangan jejaring/koordinasi kepada petugas sanitarian dan
pengelola kesehatan lingkungan kabupaten kota untuk menyamakan
persepsi dalam mewujudkan dan mendukung pelaksanaan kegiatan
penyehatan TPM.
4. Adanya monitoring dan evaluasi secara rutin dan berjenjang
Analisis penyebab/ program/ kegiatan yang dapat menyebabkan kegagalan meliputi :
1. Masih kurangnya kuantitas petugas kesehatan lingkungan di Puskesmas
dalam melaksanakan pembinaan dan pengawasan terkait penyehatan
TPM
2. Sering terjadinya mutasi petugas yang terjadi di daerah.
3. Tingginya beban kerja sanitarian di puskesmas dikarenakan banyak
sanitarian yang memegang beban kerja ganda, menjadi pemegang
program p2 atau menjadi bendahara.
4. Tidak semua puskesmas memiliki alat sanitarian kit
5. Untuk sistem pelaporan kegiatan yang sudah berbasis elektronik (internet)
masih belum optimal terkait penurunan koneksi jaringan pada sistem
monev elektronik TPM, yang berdampak pada penurunan semangat
sanitarian dalam menginput hasil IKL TPM yang terdapat di wilayah kerja
mereka pada aplikasi tersebut.
6. Proses peningkatan perubahan perilaku tidak dapat dilakukan secara
cepat, cenderung membutuhkan waktu yang relatif lama dan kecukupan
pendampingan petugas kepada masyarakat untuk menerapkan perilaku
yang lebih sehat dalam kehidupan sehari-hari secara berkesinambungan.
7. Masyarakat belum banyak memahami pentingnya TPM yang memenuhi
syarat kesehatan.
Alternatif solusi yang dilakukan meliputi :1. Memaksimalkan pembinaan penyelenggaraan penyehatan TPM dan
terfokus pada daerah sasaran yang aktif kepada seluruh pengelola
kesehatan lingkungan di daerah dalam percepatan pencapaian target
indikator.
2. Memaksimalkan komunikasi aktif baik melalui media elektronik maupun
surat menyurat kepada seluruh kepala dinas dalam rangka implementasi
serta monitoring evaluasi data dan pelaporan tepat waktu.
70
3. Memaksimalkan advokasi kepada pejabat daerah agar diperoleh
dukungan terhadap pelaksanaan kegiatan penyehatan TPM khususnya
dalam hal pendanaan penyelenggaraan penyehatan TPM.
4. Membuat usulan sanitarian kit bagi puskemas yang belum memiliki dan
kesling kit bagi kabupaten kota
5. Mengusulkan pendampingan dana melalui dana DAK non fisik untuk
percepatan capaian kesehatan lingkungan secara menyeluruh.
6. Meningkatkan monitoring dan evaluasi secara rutin dan berjenjang
4. Persentase Tempat-Tempat Umum (TTU) yang Memenuhi Syarat KesehatanTTU yang memenuhi syarat kesehatan adalah tempat dan fasilitas umum
minimal sarana pendidikan dan puskesmas yang memenuhi syarat
kesehatan berdasarkan hasil Inspeksi Kesehatan Lingkungan sesuai standar
di wilayah kab/kota dalam kurun waktu 1 tahun.
TTU dinyatakan sehat apabila memenuhi persyaratan fisiologis, psikologis,
dan dapat mencegah penularan penyakit antar pengguna, penghuni, dan
masyarakat sekitarnya serta memenuhi persyaratan dalam pencegahan
terjadinya masalah kesehatan. Cara perhitungan indikator ini yaitu jumlah
TTU yang memenuhi syarat kesehatan dibagi jumlah TTU yang ada.
Grafik 35Target dan Realisasi
Indikator Persentase TTU yang Memenuhi Syarat KesehatanTahun 2019
49
50
51
52
53
54
55
56
57
58
5958
52.12
Target Indikator Realisasi Indikator
71
CapaianKinerja89,86 %
Pada tahun 2019, target indikator Persentase TTU yang Memenuhi Syarat
Kesehatan sebesar 58 % dari 1512 TTU yang terdiri dari Sarana
Pendidikan (Sekolah SD, SMP/Sederajat) dan PUskesmas. Sedangkan
realisasi indikator tersebut sebesar 52,12 % (877 TTU). Itu berarti realisasi
indikator tersebut belum memenuhii target indikator dengan capaian kinerja
sebesar 89,86 %.
Grafik 36.Realisasi Per Kabupaten Kota
Indikator Persentase TTU yang Memenuhi Syarat KesehatanTahun 2019
Pada tahun 2019, capaian TTU yang memenuhi syarat di provinsi kepulauan
riau mencapai 52,12 %. Kabupaten dengan realisasi paling tinggi yaitu
Kabupaten Bintan dan propinsi dengan realisasi paling rendah yaitu
Kabupaten Natuna.
72
BintanLin
gga
Tanjungp
inang
Provinsi K
EPRI
Kep.Anam
basBata
m
Karimun
Natuna
-
10.00
20.00
30.00
40.00
50.00
60.00
70.00
80.00 70.24
60.11 57.50 52.12 51.96 50.43 48.65
26.67
Grafik 37Penyandingan Capaian Kinerja dan Realisasi Anggaran
Indikator Persentase TTU yang Memenuhi Syarat KesehatanTh 2019
Realisasi Kinerja (%) Realisasi Keuangan (%)84
86
88
90
92
94
96
98
100
102
89.86
100
Pada tahun 2019, anggaran yang dialokasikan untuk pelaksanaan indikator
Persentase TTU yang Memenuhi Syarat Kesehatan hanya bersumber dari
dana Dekonsentrasi sebesar Rp 129.214.000 dan realisasi anggaran untuk
pelaksanaan indikator tersebut sebesar 100 %. Target indikator yang
ditetapkan sebesar 58% dan realisasi indikator tersebut sebesar 52,12%
sehingga capaian kinerja yang diperoleh sebesar 89,86%.
Analisis penyebab/ program/ kegiatan yang menunjang keberhasilan meliputi :1. Adanya dukungan sarana dan prasarana bagi Puskesmas terpilih
berdasarkan usulan dari daerah berupa sanitarian kit sebanyak 51 unit di
7 Kabupaten Kota
2. Adanya dana dekon melalui Orientasi pengawas internal (seluruh pelaku
masyarakat sekolah SD,SMP /sederajat)
3. Adanya Pemberian Dana Alokasi Khusus untuk mendukung pelaksanaan
kegiatan penyehatan TTU di Kabupaten dan Puskesmas
4. Pelaksanaan berbagai penilaian untuk mendukung pelaksanaan
penyehatan TTU seperti sekolah sehat dan kantin sehat
73
Analisis penyebab/ program/ kegiatan yang dapat menyebabkan kegagalan meliputi :
1. Masih kurangnya kuantitas dan kualitas petugas kesehatan lingkungan di
Puskesmas dalam melaksanakan pembinaan dan pengawasan terkait
penyehatan TTU serta mutasi petugas yang terjadi di daerah.
2. Sistem pendanaan daerah yang tidak maksimal
3. Masih kurangnya dukungan sarana dan prasarana untuk pelaksanaan
pembinaan dan pengawasan terkait penyehatan TTU.
4. Proses peningkatan perubahan perilaku tidak dapat dilakukan secara
cepat, cenderung membutuhkan waktu yang relatif lama dan kecukupan
pendampingan petugas kepada masyarakat untuk menerapkan perilaku
yang lebih sehat dalam kehidupan sehari-hari secara berkesinambungan.
5. Masih banyak sarana dan prasarana tempat tempat umum yang belum
memenuhi persyaratan walaupun sudah dilakukan intervensi, misalnya
jumlah toilet.
Alternatif solusi yang dilakukan meliputi :1. Memaksimalkan pembinaan penyelenggaraan penyehatan TTU
2. Memaksimalkan komunikasi aktif baik melalui media elektronik maupun
surat menyurat kepada seluruh Kepala Dinas Kesehatan dalam rangka
implementasi serta monitoring evaluasi data dan pelaporan tepat waktu.
3. Memaksimalkan advokasi kepada pejabat daerah agar diperoleh
dukungan dana terhadap pelaksanaan kegiatan pengawasan dan
pembinaan TTU
4. Mengusulkan pengadaan sanitarian kit bagi puskesmas yang belum
memiliki
5. Memperkuat koordinasi/jejaring dengan lintas sector lintas program untuk
percepatan penyehatan TTU
6. Pendampingan dana dekon dan DAK yang optimal untuk percepatan
capaian pembinaan dan pengawasan TTU secara menyeluruh.
7. Melanjutkan pelaksanaan berbagai penilaian untuk menyemangati
pelaksanaan penyehatan TTU seperti sekolah sehat, kantin sehat, desa
sehat dan lain lain
8. Meningkatkan pelaksanaan monitoring dan evaluasi secara rutin dan
berjenjang
74
5. Jumlah Kab/ Kota yang Menyelenggarakan Tatanan Kawasan SehatPenyelenggaraan Kabupaten/Kota Sehat sendiri merupakan kegiatan
pemerintah daerah yang ditujukan untuk meningkatkan kondisi lingkungan di
wilayahnya kearah yang lebih baik sehingga masyarakatnya dapat hidup
dengan aman, nyaman, bersih dan sehat. Penyelenggaraan Kab/Kota Sehat
adalah juga merupakan pelaksanaan berbagai kegiatan dalam mewujudkan
kab/kota sehat berbasis masyarakat yang berkesinambungan, melalui forum
yang difasilitasi oleh pemerintah kab/kota. Kab/kota yang menyelenggarakan
kawasan sehat adalah kab/kota yang menyelenggarakan pendekatan
Kab/Kota Sehat dengan membentuk Tim Pembina dan Forum Kab/Kota
Sehat yang menerapkan minimal 2 Tatanan dari 9 Tatanan Kawasan Sehat
yaitu : (1). Kawasan Permukiman, Sarana, dan Prasarana Umum (2).
Kawasan Sarana Lalu Lintas Tertib dan Pelayanan Transportasi (3).
Kawasan Pertambangan Sehat (4). Kawasan Hutan Sehat (5). Kawasan
Industri dan Perkantoran Sehat (6). Kawasan Pariwisata Sehat (7).
Ketahanan Pangan dan Gizi (8). Kehidupan Masyarakat yang Mandiri (9).
Kehidupan Sosial yang Sehat.
Grafik 38.Target dan Realisasi
Indikator Jumlah Kab/Kota yang MenyelenggarakanTatanan Kawasan Sehat Tahun 2019
0
1
2
3
4
5
6
7
8
5
7
Target Kinerja Capaian Kinerja
Pada tahun 2019, target indikator Jumlah Kab/Kota yang Menyelenggarakan
Tatanan Kawasan Sehat sebesar 5 kab/ kota. Sedangkan realisasi indikator
tersebut sebesar 7 kab/ kota. Itu berarti realisasi indikator tersebut belum
mencapai target indikator dengan capaian kinerja sebesar 140 %.
75
CapaianKinerja140 %
Grafik 39Target dan Realisasi
Indikator Jumlah Kab/Kota yang MenyelenggarakanTatanan Kawasan Sehat
Th 2016-2019
2016 2017 2018 20190
1
2
3
4
5
6
7
8
4 4
5 5
4
7 7 7
Target Indikator Realisasi Indikator
Pada tahun 2019, target indikator Jumlah Kab/Kota yang Menyelenggarakan
Tatanan Kawasan Sehat sebesar 5 kab/kota dan realisasi indikator tersebut
sebesar 7 kab/kota. Pada Tahun 2016 hanya 4 Kabupaten Kota yang
menyelenggarakan tatanan kawasan sehat, dan pada 2017 2 kabupaten
kota ikut serta dalam penilaian tingkat nasional untuk mendapatkan
penghargaan swastisaba padapa dan wiwerda. Pada tahun 2019, 7
Kabupaten Kota yang sudah menyelenggarakan tatanan kawasan sehat
sejak 2017-2018 ikut serta dalam penilaian tingkat nasional, dan 1
Kabupaten Kota mendapatkan penghargaan swastisaba wistara, 1 Kota
mendapatkan penghargaan swastisaba wiwerda dan 5 kabupaten kota
mendapatkan penghargaan swastisaba padapa. Jadi dapat disimpulkan
bahwa trend realisasi indikator tersebut terjadi kenaikan dimana sampai
dengan tahun 2019 seluruh kabupaten kota di provinsi kepulauan riau sudah
menyelenggarakan tatanan kawasan sehat.
Grafik 40Penyandingan Capaian Kinerja dan Realisasi Anggaran
Indikator Jumlah Kab/Kota yang Menyelenggarakan76
Tatanan Kawasan SehatTh 2019
Realisasi Kinerja (%) Realisasi Keuangan (%)0
20
40
60
80
100
120
140
160
140
99.96
Pada tahun 2019, anggaran yang dialokasikan untuk pelaksanaan indikator
Jumlah Kab/Kota yang Menyelenggarakan Tatanan Kawasan Sehat berasal
dari dana APBD dan Dana Dekonsentrasi sebesar Rp 103.950.000,- dan
realisasi anggaran untuk pelaksanaan indikator tersebut sebesar 99,96%
atau Rp 103.911.500,-. Target indikator yang ditetapkan sebesar 5 kab/kota
dan realisasi indikator tersebut sebesar 7 kab/kota sehingga capaian kinerja
yang diperoleh sebesar 140%.
Analisis penyebab/ program/ kegiatan yang menunjang keberhasilan meliputi :1. Penguatan kelembagaan kelompok kerja (tim pembina dan forum KKS)
melalui Rapat / Pertemuan Kabupaten Kota Sehat di daerah kabupaten
kota
2. Adanya dana dekon dan APBD untuk mendukung pelaksanaan kegiatan
penyelenggaraan kab/kota sehat.
3. Monitoring dan evaluasi secara rutin dan berjenjang
Analisis penyebab/ program/ kegiatan yang dapat menyebabkan kegagalan meliputi :
1. Keterbatasan sumber daya (tenaga, anggaran, tempat/ kantor) untuk
membentuk forum KKS yang mana keberadaan forum merupakan salah
satu syarat penyelenggaraan kab/kota sehat.
2. Penyusunan dokumen administrasi tidak terstruktur, dikerjakan pada 1-2
bulan diakhir tahun penyelenggaraan
77
3. Proses peningkatan perubahan perilaku tidak dapat dilakukan secara
cepat, cenderung membutuhkan waktu yang relatif lama dan kecukupan
pendampingan petugas kepada masyarakat untuk menerapkan perilaku
yang lebih sehat dalam kehidupan sehari-hari secara berkesinambungan.
4. Masyarakat belum banyak memahami pentingnya penyelenggaraan
kab/kota sehat.
5. Keterbatasan anggaran untuk mendukung program kabupaten kota sehat
Alternatif solusi yang dilakukan meliputi :1. Memaksimalkan pembinaan penyelenggaraan kab/kota sehat
2. Memaksimalkan komunikasi aktif baik melalui media elektronik maupun
surat menyurat kepada seluruh pimpinan daerah terkait penyelenggaraan
kabupaten kota sehat
3. Memaksimalkan advokasi kepada pejabat daerah agar diperoleh
dukungan terhadap pelaksanaan kegiatan penyelenggaraan kab/kota
sehat khususnya dalam hal pendanaan penyelenggaraan kab/kota sehat.
4. Melanjutkan kegiatan penguatan kelembagaan kabupaten kota sehat
5. Melanjutkan pelaksanaan berbagai penilaian untuk menyemangati
pelaksanaan penyelenggaraan kab/kota sehat seperti penilaian kab/kota
sehat, penilaian lingkungan bersih sehat, penilaian adipura, penilaian
sekolah sehat, penilaian desa sehat dan lain sebagainya.
6. Melaksanakan monitoring dan evaluasi penyelenggaraan kabupaten kota
sehat secara rutin
6. Jumlah Rumah Sakit yang melakukan pengelolaan limbah medis sesuai standar RS yang melakukan pengelolahan limbah medis adalah RS yang
melakukan pemilahan dan pengolahan limbah medis sesuai aturan.
Pemilahan adalah telah memisahkan antara limbah medis dan non medis.
Pengolahan adalah proses pengolahan akhir limbah yang dilakukan sendiri
atau melalui pihak ketiga yg berizin. Cara perhitungannya yaitu jumlah RS
yang mengelola limbah medis sesuai peraturan dibagi jumlah RS yang
terdaftar di Kemenkes.
Grafik 41 Target dan Realisasi
Indikator Persentase RS yang Melaksanakan78
Pengelolaan Limbah Medis sesuai StandarTahun 2019
37
37.5
38
38.5
39
39.5
40
40.5
38
40
Target Indikator Realisasi Indikator
Pada tahun 2019, target RS yang Melaksanakan Pengelolaan Limbah Medis
sesuai Standar adalah 38 % dari 30 RS. Sedangkan realisasi indikator
tersebut adalah sebesar 40 %. Hal ini berarti realisasi indikator tersebut
sudah mencapai target indikator dengan capaian kinerja sebesar 105,26 %.
Grafik 42Target dan Realisasi
Indikator Persentase RS yang MelaksanakanPengelolaan Limbah Medis sesuai Standar
Th 2017-2019
2017 2018 201905
1015202530354045
23
30
38
25
3540
Target Indikator Realisasi Indikator
Pada tahun 2019, target indikator Persentase RS yang Melaksanakan
Pengelolaan Limbah Medis sesuai Standar sebesar 38% dan realisasi
indikator tersebut sebesar 40 % (12 RS dari 32 RS sasaran). Pada tahun
2017, target indikator Persentase RS yang Melaksanakan Pengelolaan
Limbah Medis sesuai Standar sebesar 23 % dan realisasi indikator tersebut
79
*) dalam persen
Capaian Kinerja: 105,26%
sebesar 25 % (7 RS dari 28 RS sasaran). Pada tahun 2018, target indikator
tersebut sebesar 30 % dan realisasi indikator tersebut sebesar 35 % (10 RS
dari 28 RS sasaran). Jadi dapat disimpulkan bahwa trend realisasi indikator
tersebut senantiasa mencapai target indikator setiap tahunnya.
Grafik 43Penyandingan Capaian Kinerja dan Realisasi Anggaran
Indikator Persentase RS yang MelaksanakanPengelolaan Limbah Medis sesuai Standar
Th 2019
Realisasi Kinerja (%) Realisasi Keuangan (%)94
96
98
100
102
104
106 105.26
98.01
Pada tahun 2019, anggaran yang dialokasikan untuk pelaksanaan indikator
Persentase RS yang Melaksanakan Pengelolaan Limbah Medis sesuai
Standar bersumber dari dana DAK Non Fisik dan Dana Dekonsentrasi
sebesar Rp 310.117.000,- dan realisasi anggaran untuk pelaksanaan
indikator tersebut sebesar 98,01% atau Rp 303.947.000,- Target indikator
yang ditetapkan sebesar 38% dan realisasi indikator tersebut sebesar 40%
sehingga capaian kinerja yang diperoleh sebesar 105,26%.
Analisis penyebab/ program/ kegiatan yang menunjang keberhasilan meliputi :1. Peningkatan kapasitas petugas untuk pelaksanaan kegiatan kesling
melalui kegiatan Orientasi Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit
2. Peningkatan koordinasi melalui pertemuan koordinasi pengelolaan limbah
medis fasyankes serta pelaksanaan rapat koordinasi pengelolaan limbah
medis fasyankes di daerah
80
3. Pengembangan jejaring/koordinasi lintas program/lintas sektor dalam
bentuk pertemuan antar stakeholder terkait untuk menyamakan persepsi
dalam mewujudkan dan mendukung pelaksanaan kegiatan pengawasan
pengelolaan limbah medis
4. sistem monitoring yang berkualitas melalui Emonev pengelolaan limbah
fasyankes.
5. Pelaksanaan monitoring dan evaluasi secara rutin dan berjenjang
Analisis penyebab/ program/ kegiatan yang dapat menyebabkan kegagalan meliputi :
1. Masih kurangnya kuantitas dan kualitas petugas kesehatan lingkungan
dalam melaksanakan pembinaan dan pengawasan terkait pengelolaan
limbah medis dan radiasi
2. Masih belum optimalnya penganggaran terkait pengelolaan limbah medis
3. Sering terjadinya mutasi petugas yang terjadi di daerah.
4. Masih kurangnya dukungan sarana dan prasarana untuk pelaksanaan
pembinaan dan pengawasan terkait pengelolaan limbah medis.
5. Untuk sistem pelaporan kegiatan yang sudah berbasis elektronik (internet)
masih belum optimal karena belum seluruh RS yang melakukan pelaporan
kesistem emonev limbah fasyankes
6. Proses peningkatan perubahan tidak dapat dilakukan secara cepat,
cenderung membutuhkan waktu yang relatif lama dan perlu
pendampingan secara rutin
7. belum ada pihak ketiga yang mau mengelola limbah medis diwilayah
kabupaten anambas dan natuna dikarenakan alas an letak geografis yang
cukup jauh
8. Mahalnya biaya pengelolaan limbah medis pihak ketiga
Alternatif solusi yang dilakukan meliputi :1. Memaksimalkan pembinaan dalam rangka pengawasan pengelolaan
limbah medis
2. Memaksimalkan komunikasi aktif baik melalui media elektronik maupun
surat menyurat kepada seluruh Kepala Dinas Kesehatan dalam rangka
implementasi serta monitoring evaluasi data dan pelaporan tepat waktu.
81
3. Memaksimalkan advokasi kepada pejabat daerah agar diperoleh
dukungan terhadap pelaksanaan pengawasan pengelolaan limbah medis
dan radiasi khususnya dalam hal pendanaan.
4. Melakukan pendampingan Dana Alokasi Khusus yang optimal untuk
percepatan capaian.
5. Melaksanakan monitoring dan evaluasi secara rutin dan berjenjang
E. Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat
Pengukuran keberhasilan dalam pencapaian target indikator kinerja kegiatan
dilakukan dengan membandingkan antara target dan capaian terhadap pelaksanaan
kegiatan. Analisis dilakukan dengan berdasarkan kepada definisi operasional indikator,
kriteria, keberhasilan, kondisi yang dicapai, capaian kinerja, permasalahan yang
dihadapi, serta potensi yang dimanfaatkan untuk memecahkan permasalahan.
8. Persentase Kab/Kota yang memiliki Kebijakan PHBSDalam rangka mendukung pelaksanaan perilaku hidup sehat, diperlukan kebijakan
PHBS di daerah. Kebijakan yang mendukung kesehatan/PHBS/perilaku sehat
adalah kebijakan mendukung kesehatan/PHBS/perilaku sehat dalam bentuk
Peraturan Daerah, Peraturan Bupati/Walikota, Instruksi Bupati/Walikota, Surat
Keputusan Bupati/Walikota, Surat Edaran/Himbauan Bupati/Walikota.
i. Defenisi Operasional : Persentase kabupaten dan kota yang membuat
kebijakan yang mendukung PHBS minimal 1 kebijakan baru per tahun
(Kebijakan yg mendukung kesehatan/PHBS/perilaku sehat adalah kebijakan
dalam bentuk Peraturan Daerah, Peraturan Bupati/Walikota, Instruksi
Bupati/Walikota, Surat Keputusan Bupati/Walikota, Surat Edaran/Himbauan
Bupati/Walikota pada tahun tersebut).
j. Rumus / Cara Penghitungan : (Jumlah Kabupaten/Kota yang membuat
kebijakan yang mendukung PHBS minimal 1 kebijakan baru per tahun dibagi
jumlah kab dan kota) x 100%
k. Capaian Indikator
82
2017 2018 20190
20
40
60
80
100
120
140
160
TargetCapaianPersentase Kinerja
Grafik Capaian Indikator Persentase Kab/Kota yang memiliki Kebijakan PHBS Provinsi Kepulauan Riau tahun 2017 – 2019
Dari gambar tersebut dapat dilihat capaian indikator Kab/Kota yang memiliki
kebijakan PHBS sejak tahun 2017 sampai dengan 2019. Dapat dilihat
bahwa sejak tahun 2017, Promosi Kesehatn Dinas Kesehatan Provinsi
Kepulauan Riau telah melebihi target nasional yang ditetapkan. Target yang
ditetapkan dari Kementerian Kesehatan meningkat dari 60 % di tahun 2017
sampai dengan 80 % tahun 2019. dalam dua tahun terakhir, seluruh
Kabupaten dan Kota di Provinsi Kepulauan Riau telah mengeluarkan
kebijakan yang mendukung PHBS dan dikeluarkan oleh Kepala Daearah
Adapun Kebijakan yang dikeluarkan oleh Kab/Kota yang mendukung PHBS
selama tahun 2019 sebagai berikut :
No Kab/Kota Bentuk Kebijakan Nomor dan
Tahun Uraian
1 Kota Tanjungpinang
Surat Edaran Walikota Tanjungpinang
Nomor 440/329/5.2.02/2019 tanggal 11 Maret 2019
Tentang Gerakan Masyarakat Hidup Sehat
2 Kabupaten Bintan
Instruksi Bupati Bintan
Nomor 440/Dinkes/351 tanggal 30 April 2019
Tentang Sanitasi Total Berbasis Masyarakat
Instruksi Bupati Bintan
440/Dinkes/351, Tahun 2019
Pelaksanaan sanitasi total berbasis masyarakat di
83
kabupaten bintan
Peraturan Bupati Bintan 24 Tahun 2019.
Pedoman pengelolaan dana penjaminan persalinan tahun 2019
3 Kabupaten Lingga
Surat Edaran Bupati Lingga
Nomor 0616/SE/DinkesPPKB/2019 Tahun 2019
Tentang Implementasi Komunikasi Perubahan Perilaku Masyarakat untuk mencegah Stunting
4Kabupaten Kepulauan Anambas
Surat Edaran Bupati Kep. Anambas
Nomor 05 Tahun 2019 , Tanggal 24 Januari 2019
Tentang Pengelolaan Sampah dan Penataan Lingkungan
Surat Edaran Bupati Kep. Anambas
Nomor 08 Tahun 2019 , Tanggal 14 Maret 2019
Tentang Percepatan Penyelenggaraan Kabupaten/Kota Sehat di Kab. Kep. Anmabas
Surat Edaran Bupati Kep. Anambas
Nomor 09 Tahun 2019 , Tanggal 14 Maret 2019
Tentang Percepatan Pengembangan Kota Layak Anak di Kab. Kep. Anmabas
Surat Edaran Bupati Kep. Anambas
Nomor 32 Tahun 2019 , Tanggal 19 September 2019
Tentang Gerakan Indonesia Bersih di Lingkungan Pemkab Kep. Anmabas
5 Kabupaten Karimun
Surat Edaran Bupati Karimun
Nomor : 440/UM-BUPATI/140.c/III/2019 Tanggal : 04 Maret 2019
Tentang Program Penurunan Angka Kematian Ibu dan Bayi di Kabupaten Karimun
Surat Edaran Bupati Karimun
Nomor : 440/UM-BUPATI/140.d/III/2019 Tanggal : 04 Maret 2019
Tentang Program Pencegahan dan Penanganan Gizi Kurang / Buruk di Kabupaten Karimun
Instruksi Bupati Karimun
Nomor 441 Tahun 2019 Tanggal 04 September 2019
Tentang Gerakan Masyarakat Hidup Sehat
6 Kota Batam Peraturan Walikota Batam
Nomor 33 Tahun 2019 Tanggal 21 Juni 2019
tentang Pengendalian Vektor Nyamuk Penyakit Menular bersumber dari binatang
7 Kabupaten Natuna
Surat Keputusan Bupati Natuna
Nomor 343 Tahun 2019 Tanggal 16 September 2019
tentang Penetapan Nama Desa Prioritas Pencegahan dan Penanganan Stunting serta Intervensi Gizi Spesifik dan Sensitif Kabupaten Natuna Tahun 2020
Instruksi Bupati Natuna
Nomor 45 Tahun 2019
Gerakan Masyarakat Hidup Sehat
84
l. Analisis Penyebab Keberhasilan Program : Indikator ini telah mencapai
target dipengaruhi oleh beberapa hal antara lain, dukungan dari pimpinan,
Respon cepat dari Kabupaten Kota serta adanya umpan balik yang
berjenjang dari tiap tingkatan mulai dari Pusat, Dinas Kesehatan Provinsi
dan Kabupaten/Kota
m. Upaya-upaya yang telah dilakukan dalam rangka meningkatkan Persentase
kabupaten/kota yang memiliki kebijakan PHBS :
Pertemuan Tim Advokasi Pusat dengan Lintas Sektor Lintas Program.
Penguatan Advokasi Pengembangan Kebijakan Publik Berwawasan
Kesehatan terkait PHBS.
Koordinasi Pemantapan Advokasi pada Daerah yang Telah Diadvokasi.
Melakukan Pemetaan Kebijakan Promosi Kesehatan dan
Pemberdayaan Masyarakat.
n. Analisis efisiensi sumber daya
Capaian persentase Kinerja Kab/Kota yang memiliki Kebijakan PHBS adalah
125 % sedangkan realisasi anggaran untuk Output Pembinaan
Kabupaten/Kota dalam Pelaksanaan Gerakan Masyarakat Hidup Sehat
adalah 99, 51 % yang berarti terdapat efisiensi sebesar 0,49% anggaran
9. Persentase desa yang memanfaatkan dana desa 10% untuk UKBMSalah satu sasaran strategis Kementerian Kesehatan yang tertuang dalam
Rencana Strategis Kementerian Kesehatan tahun 2015-2019 adalah meningkatnya
pembiayaan kegiatan promotif dan preventif dan meningkatnya perilaku hidup
bersih dan sehat. Salah satu upaya yang dilakukan adalah mendorong
pemanfaatan Dana Desa untuk mendukung pembangunan kesehatan. Dana Desa
adalah dana yang bersumber dari APBN yang diperuntukkan bagi Desa yang
ditransfer melalui APBD Kab../Kota dan digunakan untuk mendanai
penyelenggaraan pemerintah, pelakasanaan pembangunan, pembinaan
kemasyarakatan dan pemberdayaan masyarakat
a. Defenisi Operasional : Persentase desa yang difasilitasi oleh Puskesmas
untuk memanfaatkan dana desa untuk Upaya Kesehatan Bersumberdaya
Masyarakat (UKBM). Fasilitasi yang dilakukan Puskesmas adalah advokasi
kepada pengambil keputusan (Kepala Desa dan tokoh masyarakat);
pendamping proses perencanaan; dan monitoring pelaksanaan kegiatan
85
untuk UKBM yang bersumber dari dana desa. Kegiatan fasilitasi Puskesmas
didanai melalui BOK/DAK Non Fisik maupun sumber lain yang sah di
Puskesmas
b. Rumus dan Cara Penghitungan : (Jumlah desa yang memanfaatkan dana
desa untuk UKBM dibagi jumlah desa) x 100%
c. Capaian Indikator
Capaian Indikator Persentase desa yang mengalokasikan dana desa untuk
UKBM sejak tahun 2017 sampai dengan tahun 2019 mengalami kenaikan.
Terget indikator ini memiliki kenaikan target capaiannya setiap tahun
sebesar 10%. Tahun 2017 target capaian sebesar 30 % hingga tahun 2019
menjadi 50 %.
2017 2018 20190
50
100
150
200
250
Persentase desa yang memanfaatkan dana desa 10% untuk UKBM di Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2017 - 2019
Dari gambar diatas dapat dilihat bahwa di tahun 2017, indikator ini tidak
mencapai target yang ditetapkan secara nasional. Persentase kinerja di
tahun 2017 sebesar 60 %, namun di tahun 2018 telah mengalami
peningkatan yang cukup signifikan dengan kenaikan sebesar 70 % menjadi
88 %. Di tahun 2019 meningkat kembali menjadi 93,82 % sehingga dapat
diartikan bahwa 258 desa dari 275 desa di seluruh Provinsi Kepulauan Riau
telah mengalokasikan dana desa untuk kesehatan dan UKBM.
Adapun data desa yang mengalokasikan dana desa untuk kesehatan
berdasarkan Kab/Kota sebagai berikut :
Kab/Kota Jumlah Desa
Jumlah Dana Desa
Jumlah Dana Desa yang
Dimanfaatkan
Jumlah Desa yang
% desa yang
memanfaa
86
untuk UKBM memanfaatkan dana
tkan dana desa untuk
1 Natuna 70 Rp. 63,632,478,000
Rp. 12,466,099,690
68
97.14
2 Bintan 36 Rp. 36,845,062,000
Rp. 7,362,226,071
35
97.22
3 Lingga 75 Rp. 67,863,809,000
Rp. 13,011,177,756
72
96.00
4 Anambas 52 Rp.
51,179,675,000 Rp. 5,438,174,400
42
80.77
5 Karimun 42 Rp. 41,812,032,000
Rp. 8,539,836,382
41
97.62
TOTAL 275 Rp. 261,333,056,000
Rp. 46,817,514,299
258
93.82
d. Analisis Penyebab Keberhasilan Program : Indikator ini dapat mencapai
target yang ditetapkan secara nasional disebabkan oleh beberapa factor
diantaranya :
Kementerian Desa PDTT telah mengeluarkan Peraturan Menteri
Desa PDTT setiap tahunnya tentang Penetapan Prioritas
Penggunaan Dana Desa yang menjadi acuan bagi Pemeriintah Desa
dalam menyelenggarakan kegiatan yang dibiayai oleh Dana Desa
yang didalamnya telah menegaskan kembali menu-menu prioritas
bagi kesehatan masyarakat desa baik dari bidang pembangunan
maupun dari pemberdayaan masyarakat.
Adanya pembinaan dari pusat dari Respon yang cepat dari
Kabupaten/Kota dalam mengupayakan pencapaian indikator ini.
Adanya koordinasi dan dukungan yang semakin kuat dari Lintas
Sektor khususnya DInas PMD dan Tenaga Ahli Pendamping Desa
dan Pendamping Lokal Desa sehingga mempermudah pengambilan
data yang dibutuhkan.
e. Upaya-upaya yang telah dilakukan dalam rangka meningkatkan Persentase
Desa yang memanfaatkan dana desa minimal 10 persen untuk Upaya
Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat (UKBM) antara lain :
Penguatan Koordinasi dalam Pemanfaatan Dana Desa untuk UKBM
di tingkat Provinsi..
Fasiltasi dan Pembinaan Teknis Penguatan UKBM di Kab/Kota.
87
Melaksanakan advokasi untuk mendorong kebijakan prioritas
pemanfaatan dana desa untuk kesehatan Dinas Kesehatan Kab/Kota,
Lintas Sektor, Camat dan Kepala Desa
Pengumpulan data dari Pendamping di tingkat desa untuk menjamin
keakuratan data.
f. Analisis Efisiensi Sumberdaya
Capaian persentase kinerja desa yang memanfaatkan dana desa 10%
untuk UKBM adalah 187,64 % sedangkan realisasi anggaran untuk
Koordinasi LS/LP terkait pemanfaatan dana desa untuk kesehatan adalah
99, 77 % yang berarti terdapat efisiensi sebesar 0,23% anggaran.
10.Jumlah dunia usaha yang memanfaatkan CSRnya untuk program kesehatanDunia usaha dan swasta juga memiliki kewajiban untuk turut serta dalam
pembangunan melalui program Corporate Social Responsibility (CSR)-nya. Dunia
Usaha memiliki peluang besar untuk berkontribusi bagi peningkatan derajat
kesehatan masyarakat di sekitarnya.
a. Defenisi Operasional : Jumlah dunia usaha yang memiliki MoU dengan
Kementerian Kesehatan/Pemerintah Daerah/Dinas Kesehatan yang
memanfaatkan CSR-nya untuk mendukung upaya promotif preventif bidang
kesehatan
b. Rumus dan Cara Penghitungan : Jumlah dunia usaha yang memiliki MoU
dengan Kementerian Kesehatan/Pemerintah Daerah/Dinas Kesehatan yang
memanfaatkan CSR-nya untuk mendukung upaya promotif preventif bidang
kesehatan.
c. Capaian Indikator :
Target capaian jumlah dunia usaha yang memanfaatkan CSR-nya Tahun
2017 sampai dengan Tahun 2019 mengalami sedikit peningkatan dan
dihitung secara akumulatif dari Kabupaten Kota. Tahun 2017 dan 2018
targetnya berjumlah 1 (satu) dunia usaha sementara tahun 2019 targetnya
menjadi 2 (dua) dunia usaha.
Berikut Grafik Capaian indikator Jumlah dunia usaha yang memanfaatkan
CSRnya untuk program kesehatan di Provinsi Kepulauan Riau sejak tahun
2017 sampai dengan 2019
88
2017 2018 20190
2
4
6
8
10
12
14
16
1 12
15
3
7
target capaian
Dari gambar diatas dapat dilihat bahwa sejak tahun 2017 sampai dengan
2019 target nasional sudah berhasil dilampaui. Data ini merupakan
kompilasi dari Kab/Kota. Bentuk kerjasama yang dilakukan Kab/Kota
beragam, ada yang dilaksanakan secara berkelanjutan, namun ada pula
yang dilaksanakan secara incidental. Kerjasama dilakukan di tingkat
Provinsi, Kabupaten dan Kota serta Kecamatan dan Desa yang di bina oleh
Puskesmas. Sumberdaya yang dimanfaatkan bukan hanya berupa uang,
namun juga Sumber Daya Manusia (SDM), Sarana Prasarana maupun
adopsi program kesehatan di lingkungan perusahaan.
Adapun Dunia Usaha yang memanfaatkan sumberdayanya (CSR) untuk
program kesehatan di tahun 2019 adalah :
1. PT. Star Energy di Kabupaten Kepulauan Anambas. Bergerak dibidang
eksploitasi minyak dan gas bumi di wilayah Kabupaten Kepulauan
Anambas. Bentuk kerjasama yang terjalin yaitu Revitalisasi Posyandu
Mawar, Pelayanan Medis dan Penyuluhan di wilayah Palmatak Kab.
Kepulauan Anambas.
2. PT Bintan Lagoon Resort di Kabupaten Bintan. Merupakan penyedia
resort tempat wisata di kawasan Lagoi Kabupaten Bintan. Perusahaan
ini bekerjasama dengan Puskesmas Teluk Sebong Kab. Bintan dengan
nomor 445/PKM-TS/302/2018 dalam bentuk pelayanan kesehatan.
3. PT. Wasco Engineering Indonesia di Batam. Bergerak dibidang minyak
dan gas. Bekerjasama dengan Puskesmas Tanjung Uncang Kota Batam
dalam Pemeriksaan dan sikat gigi massal.
89
4. PT. Radja Anambas Bersinar. Merupakan perusahaan saluran TV kabel
yang terletak di Kecamatan Siantan Kab. Kepulauan Anambas.
Kerjasama yang terjalin adalah dalam lingkup penyiaran Promosi
Kesehatan dengan Nomor MOU 01/SP/BSIPK/DINKES.PPKB/PR/03.18.
5. Radio Azzam FM. Merupakan salah satu Radio di wilayah Kabupaten
karimun. Bentik kerjasama yang terjalin dengan Dinas Kesehatan
Kabupaten karimun adalah dalam lingkup penyebarluasan informasi
kesehatan.
6. PT Bintan Inti Industrial Estate (BIIE). Merupakan perusahaan yang
mengelola kawasan industry Lobam di Kabupaten Bintan. Bnetuk
kerjasama yang terjalin adalah Pelayanan medis dengan Puskesmas
setempat.
7. PT CCI Bintan. Merupakan perusahaan yang bergerak di bidang
manufaktur, Kerjasama yang terjalian adalah dalam lingkup pelayanan
kesehatan dengan Puskesmas di Wilayah Kabupaten Bintan.
d. Analisis Penyebab Keberhasilan Program : Pencapaian indikator ini
dipengaruhi beberapa faktor yaitu : adanya dukungan dari Pimpinan di Dinas
Kesehatan Provinsi dan Kabupaten Kota, adanya dukungan kebijakan yang
mengatur tentang tanggungjawab social perusahaan, serta adanya Respon
yang baik dari Dinas Kesehatan Kabupaten Kota.
e. Langkah-langkah dan Upaya yang dilakukan untuk mencapai target tahun
2019 adalah :
Sosialisasi Program Prioritas Kesehatan kepada Dunia
Usaha/Swasta.
Penggalangan Ormas dan Dunia Usaha untuk mendukung
Kesehatan di tingkat Kab/Kota dan provinsi.
Advokasi kepada Dunia Usaha dan Ormas sebagai kelompok
Potensial.
f. Analisis Efisiensi Sumberdaya
Capaian persentase Kinerja dunia usaha yang memanfaatkan CSRnya
untuk program kesehatan adalah 350 % sedangkan realisasi anggaran
untuk output Pelaksanaan Strategi promosi Kesehatan dalam Mendukung
program adalah 98, 16 % yang berarti terdapat efisiensi sebesar 1,84%
90
11.Jumlah organisasi kemasyarakatan yang memanfaatkan sumber dayanya untuk mendukung kesehatanOrganisasi kemasyarakatan merupakan kelompok potensial untuk meningkatkan
perilaku sehat masyarakat karena mereka memiliki sumberdaya sampai di level
terbawah dari masyarakat. Seksi Promosi Kesehatan & Pemberdayaan berupaya
untuk menggalang peran serta ormas baik ormas keagamaan, kepemudaan, dan
Organisasi wanita untuk meningkatkan jangkauan akses informasi kesehatan dan
pemberdayaan program kesehatan prioritas terhadap masyarakat luas
a. Defenisi Operasional : Jumlah organisasi kemasyarakatan yang telah MoU
dengan Kementerian Kesehatan/Pemerintah Daerah/Dinas Kesehatan yang
memanfaatkan sumberdayanya untuk mendukung program kesehatan.
b. Rumus dan Cara Penghitungan : Jumlah organisasi kemasyarakatan yang
telah MoU dengan Kementerian Kesehatan/Pemerintah Daerah/Dinas
Kesehatan dalam mendukung program kesehatan.
c. Capaian Indikator :
Target capaian jumlah Organisasi Kemasyarakatan yang Memanfaatkan
Sumber Dayanya untuk Mendukung Kesehatan Tahun 2017 sampai dengan
Tahun 2019 mengalami sedikit kenaikan dan dihitung secara akumulatif dari
Dinas Kesehatan kabupaten dan Kota.
2017 2018 2019
1 1
2
5 5
6
JUMLAH ORGANISASI KEMASYARAKATAN YANG MEMANFAATKAN SUMBER DAYANYA UNTUK KESEHATAN DI PROVINSI KEPULAUNA RIAU TAHUN 2017 -
2019
target capaian
Dari gambar diatas diketahui bahwa sejak tahun 2017, indikator ini sudah
berhasil melampaui target perjanjian kinerja. Tahun 2017 dan 2018 ada 5
Organisasi Masyarakat yang bekerjasama untuk kesehatan dan ditahun
91
2019, ada 6 (enam) organisasi masyarakat yang memanfaatkan
sumberdaya yang dimiliki untuk kesehatan. Sumber daya yang
dimanfaatkan adalah massa / anggota ormas dan Lingkaran koneksi ormas
untuk ikut menyebarkan informasi kesehatan sekaligus sebagai agent of
change ditengah-tengah masyarakat Provinsi Kepulauan Riau.
Adapun Organisasi masyarakat yang memanfaatkan Sumberdayanya untuk
Kesehatan di Provinsi Kepulauan Riau tahun 2019 yaitu :
1. Fatayat NU. Merupakan Badan Otonom NU untuk kalangan perempuan
muda. Saat ini Fatayat NU sudah tersebar ke tingkat Cabang di
Kabupaten Kota. Fatayat NU Bintan telah melakukan kerjasama dalam
lingkup Germas, bakti social, Donor darah, Filariasis dan Imunisasi MR
dengan nomor PKS N0.01/PC-FNU/I/2018 jangka waktu sampai dengan
2019.
2. AIMI Kepri, adalah organisasi nirlaba yang mendukung ibu ibu menyusui
di Kepulauan Riau. Bentuk kerjasama antara AIMI Kepri dan Dinas
Kesehatan Provinsi Kepulauan Riau tentang Germas dan ASI Ekslusif
dan pelaksanaan Penggerakan Massa Pekan ASI Sedunia untuk
mengkampanyekan gerakan menyusui di Provinsi Kepulauan Riau.
3. NGO Sebora di Kabupaten Kepulauan Anambas. Merupakan Non
Goverment Organizer yang bergerak di bidang Seni, Sosial, Budaya dan
Olahraga yang ada di Kabupaten Kepulauan Anambas. Kerjasama terjalin
melalui MOU dengan nomor 006/Dinkes.PPKB.800/10.18 dengan Pemda
Kabupaten Kepulauan Anambas dalam hal Pengelolaan Kawasan Tanpa
Rokok di Kabupaten kepulauan Anambas.
4. LSM di Kota Tanjungpinang yang ikut berpartisipasi delam pelaksanaan
Kabupaten Kota Sehat melalui Forum kota Sehat Tanjungpinang.
Kerjasama ini diperkuat dengan Perjanjian Kerjasama Nomor 187 Tahun
2017 jangka waktu Tahun 2017 s.d 2019 dalam kaitannya untuk
Memimpin Pelaksanaan Tugas dan wewenang Forum Kota Sehat (FKS)
Kota Tanjungpinang, Mengkoordinasikan seluruh kegiatan FKS,
Memberikan arahan strategi dalam rangka pencapaian prog kerja dan
anggaran FKS.
5. Karang Taruna Kabupaten Lingga, merupakan organisasi Kepemudaan
yang memiliki tugas pokok secara bersama-sama dengan Pemerintah
serta masyarakat lainnya menyelenggarakan pembinaan generasi muda
92
dan kesejahteraan sosia. Karang Taruna sebagai salah satu Lembaga
Kemasyarakatan Desa (LKD) yang otonom dan telah memberikan
komitmen yang tercantum dalam SK Nomor 19/KPTS/X/2018 tanggal 03
Oktober 2018, Jangka Waktu perjanjian 2018-2019 untuk berperan aktif
dalam gotong royong menjaga kebersihan lingkungan di wilayah Singkep
Pesisir Kab. Lingga.
6. Persaudaraan Pemuda Pemudi Perantau Pancur Lingga Utara (P5LU)
merupakan wadah komunikasi bagi pemuda/i pancur yang merantau
untuk berkontribusi bagi masyarakat di Kabupaten Lingga. Melalui MOU
nomor 001/PP-P5LU/I/2019, tanggal 06 Februari 2019 P5LU bekerjasama
dalam pemeriksaan kesehatan di wilayah Lingga Utara Kabupaten
Lingga.
d. Analisis Penyebab Keberhasilan Program : Indikator ini dapat memberikan
capaian melebihi target yang ditetapkan karena adanya hubungan yang
cukup baik antara Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan Provinsi dengan
organisasi masyarakat disekitranya sehingga mempermudah proses
Advokasi kepada Organisasi masyarakat yang ada selain itu adanya respon
yang baik dari Dinas Kesehatan Kabupaten Kota
e. Langkah-langkah yang dilakukan untuk mencapai target tahun 2019 adalah
Sosialisasi Program Prioritas Kesehatan kepada Organisasi
Masyarakat sebagai Kelompok Potensial.
Penggalangan Ormas dan Dunia Usaha untuk mendukung Kesehatan
di tingkat Kab/Kota dan provinsi.
Advokasi kepada Ormas sebagai kelompok Potensial.
f. Analisis Efisiensi Sumberdaya :
Capaian persentase Kinerja Organisasi Kemasyarakatan Yang
Memanfaatkan Sumber Dayanya Untuk Mendukung Kesehatan adalah 300
% sedangkan realisasi anggaran untuk output Pelaksanaan Strategi promosi
Kesehatan dalam Mendukung program adalah 98, 16 % yang berarti
terdapat efisiensi sebesar 1,84 %
F. Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Lainnya pada Program Pembinaan Kesehatan Masyarakat
93
A. Realisasi AnggaranAdapun Realisasi Anggaran di Bidang Kesehatan Masyarakat sebesar 95,68 %
dengan rincian untuk setiap output yaitu :
No Ouput Anggaran Realisasi %
1. Penguatan Intervensi Paket Gizi Pada Ibu Hamil dan Balita
Rp. 100.000.000 Rp. 97.342.600 97,34%
2 Pembinaan dalam Peningkatan Pengetahuan Gizi Masyarakat
Rp. 357.500.000 Rp. 344.268.600 96,30%
3 Peningkatan Surveilans Gizi
Rp. 956.112.000 Rp. 910.654.900 95,25%
4 Layanan Dukungan Manajemen Eselon I
Rp. 635.035.000 Rp. 615.448.700 96,92%
5 Pembinaan Pemeriksaan Kebugaran Jasmani bagi Jemaah Haji
Rp. 171.330.000 Rp. 170.459.000 99,49%
6 Pembinaan dan Pembentukan Pos Upaya Kesehatan Kerja (UKK)
Rp. 152.746.000 Rp. 151.287.500 99,05%
7 Pembinaan Pekerja Perempuan Sehat Produktif
Rp. 111.710.000 Rp. 111.685.000 99,97%
8 Pembinaan dalam Persalinan di Fasilitas Pelayanan Kesehatan
Rp. 258.575.000 Rp. 228.649.900 88,43%
9 Pembinaan dalam Peningkatan Pelayanan Kunjungan Neonatal Pertama
Rp. 228.395.000 Rp. 122.839.800 53,78%
10 Pembinaan dalam Pelaksanaan Usaha Kesehatan Sekolah
Rp. 153.300.000 Rp. 139.695.200 91,12%
11 Pembinaan Pencegahan Stunting
Rp. 174.540.000 Rp. 163.407.600 93,62%
12 Pembinaan Peningkatan Pelayanan Kesehatan Lanjut Usia
Rp. 135.480.000 Rp. 124.227.000 91,69%
13 Pembinaan dalam Peningkatan Pelayanan Antenatal
Rp. 53.210.000 Rp. 49.250.200 92,56%
14 Pembinaan Kab/Kota dalam Pelaksanaan Gerakan Masyarakat Hidup Sehat
Rp. 295.296.000 Rp. 293.862.500 99,51%
94
15 Kampanye Hidup Sehat melalui berbagai media
Rp. 1.618.313.000
Rp. 1.613.253.400 99,68%
16 Pelaksanaan Strategi Promosi Kesehatan dalam mendukung Program
Rp. 174.925.000 Rp. 171.719.100 98,16%
17 Pengawasan Tempat Pengelola Makanan (TPM) yang Memenuhi Syarat
Rp. 136.514.000 Rp. 134.558.500 98,57%
18 Pengawasan Pasar Sehat
Rp. 13.080.000 Rp. 13.066.500 99,89%
19 Pengawasan Tempat Tempat Umum (TTU) yang Memenuhi Syarat
Rp. 129.214.000 Rp. 129.214.000 100%
20 Pengawasan Terhadap Sarana Air Minum
Rp. 72.310.000 Rp. 72.310.000 100%
21 Pembinaan Pelaksanaan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM)
Rp. 174.772.000 Rp. 174.054.000 99,59%
22 Pengawasan Pengelolaan Limbah Medis RS
Rp. 133.794.000 Rp. 133.794.000 100%
23 Pembinaan Pelaksanaan Kab/Kota Sehat
Rp. 45.826.000 Rp. 45.787.500 99,92%
BAB IVPENUTUP
Secara umum, pencapaian target kinerja Kegiatan Kesehatan Masyarakat
pada Tahun 2019 sudah memenuhi target yang ditetapkan. Namun demikian
pencapaian ini harus ditingkatkan untuk terus menjaga ritme capaian yang
selaras dengan apa yang telah ditetapkan dalam Renstra Kementerian
Kesehatan berikutnya.
Demikian Laporan Akuntabilitas Kinerja Promosi Kesehatan dan
Pemberdayaan Masyarakat Tahun 2019 ini disusun sebagai instrumen
monitoring kinerja dan menjadi bahan acuan peningkatan kinerja dan refleksi
95
capaian seksi Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat di tahun-
tahun yang akan datang
;
96