kasusbph

53
BAB I PENDAHULUAN Kelenjar prostat merupakan organ tubuh pria yang paling sering mengalami pembesaran, baik jinak maupun ganas. Dengan bertambahnya usia, kelenjar prostat juga mengalami pertumbuhan, sehingga menjadi lebih besar. Pada tahap usia tertentu banyak pria mengalami pembesaran prostat yang disertai gangguan buang air kecil. Gejala ini merupakan tanda awal Benign Prostatic Hyperplasia (BPH). Pembesaran kelenjar prostat mempunyai angka morbiditas yang bermakna pada populasi pria lanjut usia. Hiperplasia prostat sering terjadi pada pria diatas usia 50 tahun (50-79 tahun) dan menyebabkan penurunan kualitas hidup seseorang. Sebenarnya perubahan-perubahan kearah terjadinya pembesaran prostat sudah dimulai sejak dini, dimulai pada perubahan-perubahan mikroskopik yang kemudian bermanifestasi menjadi kelainan makroskopik (kelenjar membesar) dan kemudian bermanifes dengan gejala klinik. Dengan adanya hiperplasia ini akan menyebabkan terjadinya obstruksi saluran kemih dan untuk mengatasi obstruksi ini dapat dilakukan berbagai cara mulai dari tindakan yang paling ringan yaitu secara konservatif (non operatif) sampai tindakan yang paling berat yaitu operasi.

Upload: endang-rahayu-fuji-lestary

Post on 13-Sep-2015

22 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

case report bph

TRANSCRIPT

TINJAUAN PUSTAKA

BAB I

PENDAHULUAN

Kelenjar prostat merupakan organ tubuh pria yang paling sering mengalami pembesaran, baik jinak maupun ganas. Dengan bertambahnya usia, kelenjar prostat juga mengalami pertumbuhan, sehingga menjadi lebih besar. Pada tahap usia tertentu banyak pria mengalami pembesaran prostat yang disertai gangguan buang air kecil. Gejala ini merupakan tanda awal Benign Prostatic Hyperplasia (BPH).

Pembesaran kelenjar prostat mempunyai angka morbiditas yang bermakna pada populasi pria lanjut usia. Hiperplasia prostat sering terjadi pada pria diatas usia 50 tahun (50-79 tahun) dan menyebabkan penurunan kualitas hidup seseorang. Sebenarnya perubahan-perubahan kearah terjadinya pembesaran prostat sudah dimulai sejak dini, dimulai pada perubahan-perubahan mikroskopik yang kemudian bermanifestasi menjadi kelainan makroskopik (kelenjar membesar) dan kemudian bermanifes dengan gejala klinik.

Dengan adanya hiperplasia ini akan menyebabkan terjadinya obstruksi saluran kemih dan untuk mengatasi obstruksi ini dapat dilakukan berbagai cara mulai dari tindakan yang paling ringan yaitu secara konservatif (non operatif) sampai tindakan yang paling berat yaitu operasi.

BAB IILAPORAN KASUS

I.1Identitas

Nama

: Tn. L

Umur

: 52 tahun

Jenis kelamin

: Laki-laki

Alamat

: Tompe 4/2 Tawangsari Sukoharjo

Tanggal masuk: 31 Mei 2015

No. CM

: 297 ***I.2Anamnesis

Autoanamnesis dan alloanamnesis

A. Keluhan utama: Pasien mengeluh nyeri pada saat buang air kecil

B. Keluhan tambahan: Buang air kecil harus mengedan, sering tidak tuntas, menetes dan terasa sakit, buang air kecil menjadi lebih sering.

C. Riwayat penyakit sekarang :

Pasien datang ke IGD RSUD Sukoharjo dengan keluhan gejala nyeri setiap kali buang air kecil. Pasien menyatakan pertama kali dirasakan sejak 2 bulan yang lalu. Pasien mengeluh harus mengedan agar air kencingnya keluar, selain itu pasien merasakan buang air kecil tidak tuntas atau tidak puas. Pasien menyatakan gejala yang dirasakan menjadi bertambah, pasien merasa BAK menjadi lebih sering dan air kencing yang keluar menetes dan terasa sakit serta panas. Gejala ini tanpa disertai dengan demam.D. Riwayat penyakit dahulu :

Pasien tidak pernah mengalami penyakit seperti ini sebelumnya

Riwayat pernah kencing mengeluarkan batu disangkal

Riwayat pernah nyeri buang air kecil disertai buang air kecil berwarna kemerahan disangkal

Riwayat Hipertensi disangkal

Riwayat DM dan jantung disangkalE. Riwayat penyakit keluarga :

Pasien menyangkal bahwa dalam keluarganya ada yang pernah mengalami keluhan seperti dia.I.3 Pemeriksaan Fisik

A. Keadaan umum: tampak sakit sedang

B. Kesadaran

: compos mentis

C. Vital sign

Tekanan darah

: 130/90 mmHg

Nadi

: 84 x/menit

Pernafasan

: 20 x/menit

Suhu

: 36,5 C

D. Status Generalisata

Kepala

: normocephal Mata

: conjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil

bulat isokor, reflek cahaya (+/+)

Hidung: Tidak ada pernafasan cuping hidung, mukosa tidak

hiperemis, sekret tidak ada, tidak ada deviasi septum

Telinga: Simetris, tidak ada kelainan, otore (-/-)

Mulut: Bibir tidak sianosis, gusi tidak ada perdarahan,lidah

tidak kotor,faring tidak hiperemis

Leher

: Tidak ada deviasi trakhea, tidak ada pembesaran

kelenjar tiroid dan getah bening, JVP tidak meningkat Thorax

Paru-paru : Inspeksi

: Bentuk dan pergerakan pernafasan kanan-kiri simetris

Palpasi

: Fremitus taktil simetris kanan-kiri

Perkusi

: Sonor pada kedua lapang paruAuskultasi

:Suara nafas vesikuler pada seluruh lapangan paru, wheezing (-/-), ronkhi (-/-)

Jantung :

Inspeksi

: Ictus cordis tidak terlihat

Palpasi

: Ictus cordis tidak teraba.

Perkusi

: Batas atas sela iga III garis mid klavikula kiri

Batas kanan sela iga V garis sternal kanan

Batas kiri sela iga V garis midklavikula kiri

Auskultasi

: Bunyi jantung I II murni, murmur (-) Abdomen :

Inspeksi

: Perut datar simetris.

Palpasi: Hepar dan Lien tidak membesar, nyeri tekanepigastrium (+), nyeri Lepas (-), defans muskuler (-)Perkusi

: TimpaniAuskultasi

: Bising usus (+) normal Ekstremitas

Superior

: Sianosis (-), oedem (-), ikterik (-)

Inferior

: Sianosis (-), oedem (-), ikterik (-)E. Status LokalisRegio Supra Pubis

- Inspeksi

: Terdapat rambut pubis, tidak ada benjolan - Palpasi: Nyeri Tekan (-), Nyeri Lepas (-), Defance Muscular (-)

- Perkusi

: Timpani

- Auskultasi : Bising Usus (+) Normal

Regio Genetalia Eksterna

- Inspeksi

: Orifisium uretra eksterna baik

- Palpasi

: Testis teraba dua buah, kanan dan kiri. Konsistensi

Kenyal.Regio Anal

- Inspeksi

: Bentuk Normal, benjolan(-)

- Rectal Toucher: Sfingter Ani Menjepit

Pada mukosa teraba massa yang konsistensinya kenyal, permukaan sedikit tidak rata, batas tegas, puncak agak sulit dicapai.

Tidak teraba nodul- Handscoon: Darah, lendir dan feses tidak adaF. Pemeriksaan penunjang

Laboratorium ( tanggal 31 Mei 2015 )

Hb

: 21.5 g/dl

Ht

: 65.5 %

Leukosit

: 16.900/ul

Trombosit

: 320.000/ul

Masa pendarahan: 2

Masa pembekuan

: 10

Golongan darah

: ABGlukosa darah sewaktu: 121 mg/dl

SGOT

: 40.40 u/l

SGPT

: 104.8 u/l

Ureum

: 39.8 mg/dl

Kreatinin

: 0.85 mg/dl

HbsAg

: non-reaktifGambaran USG

Kesan :

Hepatomegali

Nefrolithiasis sinistra di parenkim renal

Cystitis dengan pembesaran prostat ( Ukuran Prostat vol 46.33 ml, echostruktur normal, tak tampak massa/nodul)

Tak Tampak Kelainan pada VF. Pancreas, Lien, Ren dextraI.4Resume

A. Anamnesis

Pasien laki-laki berumur 51 tahun datang dengan keluhan :

Nyeri pada saat buang air kecil

Keluhan dirasakan sudah 2 bulan yang lalu

Pasien harus mengedan agar air kencingnya keluar

Pasien merasakan buang air kecil tidak tuntas atau tidak puas Pasien merasa BAK menjadi lebih sering dan air kencing yang keluar menetes dan terasa sakit Tanpa disertai dengan demam

B. Pemeriksaan fisik

Status generalisata

: dalam batas normal

Status lokalis

- Regio Costovertebra : Tidak Ada Kelainan

- Regio Suprapubis : Tidak Ada Kelainan

- Regio Genetalia Eksterna : Tidak ada kelainan

- Regio Anal

Rectal Toucher

: Tonus Sfingter ani (+), pada mukosa Teraba massa konsistensi kenyal permukaan sedikit tidak rata, batas tegas, puncak agak sulit dicapai.

Handscoon

: Darah, lendir dan feses tidak ada

I.5Diagnosis Kerja

Hiperplasia ProstatI.6Diagnosis Banding

- Striktur urethra

- ProstatitisI.7Terapi

Operatif : Pro Open ProstatektomiI.8Prognosis

Quo ad vitam

: Dubia ad bonam

Quo ad functionam: Dubia ad bonam

Follow Up

01 Juni 2015

s/ - pasien mengeluh nyeri pada saat buang air kecil- pasien mengeluh buang air kecil sedikit ( tidak puas ) dan tidak ada keluar batu

- pasien selalu mengedan pada saat buang air kecil

o/ - Tekanan darah:130/90 mmHg

- Nadi

: 84 x/menit

- Pernafasan

: 20 x/menit

- Suhu

: 36,5 C - KU

: sedang

- KS

: CM

Status lokalis pubis

Inspeksi: tak tampak benjolan pada pubis

Palpasi: VU penuh (+) nyeri tekan (-)Kateter ( Tampak Kuning sedikit kemerahana/ Obs Hematuria dengan Hiperplasia ProstatP/ Infus RL 20 tpm

Inj As Tranexamat 500mg/8 Jam

Inj Ceftriaxone 1 gr/ 12 jam

Inj Ketorolac 30 mg/ 8 jam02 Juni 2015

s/ - pasien mengeluh nyeri pada saat buang air kecil berkurango/ - Tekanan darah:120/80 mmHg

- Nadi

: 84 x/menit

- Pernafasan

: 20 x/menit

- Suhu

: 36,5 C - KU

: sedang

- KS

: CM

Status lokalis pubis

Inspeksi: tak tampak benjolan pada pubis

Palpasi: VU penuh (+) nyeri tekan (-)

Kateter ( Tampak Kuning. Kemerahan (-)a/ Obs Hematuria membaik dengan Hiperplasia ProstatP/ Infus RL 20 tpm

Inj As Tranexamat 500mg/8 Jam

Inj Ceftriaxone 1 gr/ 12 jam

Inj Ketorolac 30 mg/ 8 jam03 Juni 2015

s/ - pasien mengeluh nyeri pada saat buang air kecil berkurang. Rencana operasi hari ini.o/ - Tekanan darah:120/80 mmHg

- Nadi

: 84 x/menit

- Pernafasan

: 20 x/menit

- Suhu

: 36,5 C - KU

: sedang

- KS

: CM

Status lokalis pubis

Inspeksi: tak tampak benjolan pada pubis

Palpasi: VU penuh (-) nyeri tekan (-)

Kateter ( Tampak Kuning. Kemerahan (-)a/ Obs Hematuria membaik dengan Hiperplasia ProstatP/ Rencana OP

Infus RL 20 tpm

Inj As Tranexamat 500mg/8 Jam

Inj Ceftriaxone 1 gr/ 12 jam

Inj Ketorolac 30 mg/ 8 jamBAB III

TINJAUAN PUSTAKAI. Definisi

Benign Prostate Hyperplasia (BPH) sebenarnya adalah suatu keadaan dimana kelenjar periuretral prostat mengalami hiperplasia yang akan mendesak jaringan prostat yang asli ke perifer dan menjadi simpai bedah. II. Etiologi

Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti penyebab terjadinya hiperplasia prostat, tetapi beberapa hipotesis menyebutkan bahwa hiperplasia prostat erat kaitannya dengan peningkatan kadardehidrotestosteron(DHT) dan proses aging (menjadi tua).Beberapa teori atau hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulnya hiperplasia prostat adalah:

1. Teori Hormonal

Dengan bertambahnya usia akan terjadi perubahan keseimbangan hormonal, yaitu antara hormon testosteron dan hormon estrogen. Karena produksi testosteron menurun dan terjadi konversi testosteron menjadi estrogen pada jaringan adiposa di perifer dengan pertolongan enzim aromatase, dimana sifat estrogen ini akan merangsang terjadinya hiperplasia pada stroma, sehingga timbul dugaan bahwa testosteron diperlukan untuk inisiasi terjadinya proliferasi sel tetapi kemudian estrogenlah yang berperan untuk perkembangan stroma. Kemungkinan lain ialah perubahan konsentrasi relatif testosteron dan estrogen akan menyebabkan produksi dan potensiasi faktor pertumbuhan lain yang dapat menyebabkan terjadinya pembesaran prostat.

Padakeadaan normal hormon gonadotropin hipofise akan menyebabkan produksi hormon androgen testis yang akan mengontrol pertumbuhan prostat. Dengan makin bertambahnya usia, akan terjadi penurunan dari fungsi testikuler (spermatogenesis) yang akan menyebabkan penurunan yang progresif dari sekresi androgen. Hal ini mengakibatkan hormon gonadotropin akan sangat merangsang produksi hormon estrogen oleh sel sertoli. Dilihat dari fungsional histologis, prostat terdiri dari dua bagian yaitu sentral sekitar uretra yang bereaksi terhadap estrogen dan bagian perifer yang tidak bereaksi terhadap estrogen.2. TeoriGrowth Factor(Faktor Pertumbuhan)

Peranan darigrowth factorini sebagai pemacu pertumbuhan stroma kelenjar prostat. Terdapat empat peptic growth factor yaitu:basic transforming growth factor, transforming growth factor1, transforminggrowth factor2, danepidermal growth factor.3. Teoripeningkatan lama hidup sel-sel prostat karena berkurangnya sel yang mati4. Teori Sel Stem (stem cell hypothesis)

Seperti pada organ lain, prostat dalam hal ini kelenjar periuretral pada seorang dewasa berada dalam keadaan keseimbangan steady state, antara pertumbuhan sel dan sel yang mati, keseimbangan ini disebabkan adanya kadar testosteron tertentu dalam jaringan prostat yang dapat mempengaruhi sel stem sehingga dapat berproliferasi. Pada keadaan tertentu jumlah sel stem ini dapat bertambah sehingga terjadi proliferasi lebih cepat. Terjadinya proliferasi abnormal sel stem sehingga menyebabkan produksi atau proliferasi sel stroma dan sel epitel kelenjar periuretral prostat menjadi berlebihan.5. TeoriDehidrotestosteron(DHT)

Dehidrotestosteron adalah metabolit androgen yang sangat penting pada pertumbuhan sel-sel kelenjar prostat. Dibentuk dari testosteron didalam sel prostat oleh enzim 5-reduktase dengan bantuan koenzim NADPH.

Pada berbagai penelitian dikatakan bahwa kadar DHT pada BPH tidak jauh berbeda dengan kadarnya pada prostat normal, hanya pada BPH, aktivitas enzim 5-reduktase dan jumlah reseptor androgen lebih banyak pada BPH. Hal ini menyebabkan sel-sel prostat pada BPH lebih sensitif terhadap DHT sehingga replikasi sel lebih banyak terjadi dibandingkan dengan prostat normal.Testosteron yang dihasilkan oleh sel leydig pada testis (90%) dan sebagian dari kelenjar adrenal (10%) masuk dalam peredaran darah dan 98% akan terikat oleh globulin menjadisex hormon binding globulin(SHBG). Sedang hanya 2% dalam keadaan testosteron bebas. Testosteron bebas inilah yang bisa masuk ke dalam target cell yaitu sel prostat melewati membran sel langsung masuk kedalam sitoplasma, di dalam sel, testosteron direduksi oleh enzim5alpha reductasemenjadi5 dehidrotestosteronyang kemudian bertemu dengan reseptor sitoplasma menjadi hormone receptor complex. Kemudian hormone receptor complex ini mengalami transformasi reseptor, menjadi nuclear receptor yang masuk kedalam inti yang kemudian melekat pada chromatin dan menyebabkan transkripsi m-RNA. RNA ini akan menyebabkan sintese protein menyebabkan terjadinya pertumbuhan kelenjar prostat.6. Teori Reawakening

Mc Neal tahun 1978 menulis bahwa lesi pertama bukan pembesaran stroma pada kelenjar periuretral (zone transisi) melainkan suatu mekanisme glandular budding kemudian bercabang yang menyebabkan timbulnya alveoli pada zona preprostatik. Persamaan epiteleal budding dan glandular morphogenesis yang terjadi pada embrio dengan perkembangan prostat ini, menimbulkan perkiraan adanya reawakening yaitu jaringan kembali seperti perkembangan pada masa tingkat embriologik, sehingga jaringan periuretral dapat tumbuh lebih cepat dari jaringan sekitarnya.

Selain teori-teori di atas masih banyak lagi teori yang menerangkan tentang penyebab terjadinya BPH seperti; teori tumor jinak, teori rasial dan faktor sosial, teori infeksi dari zat-zat yang belum diketahui, teori yang berhubungan dengan aktifitas hubungan seks, teori peningkatan kolesterol, dan Zn yang kesemuanya tersebut masih belum jelas hubungan sebab-akibatnya.

III. Gambaran Klinis

Gejala hiperplasia prostat dapat menimbulkan keluhan pada saluran kemih maupun keluhan di luar saluran kemih.

1.Gejala pada saluran kemih bagian bawah

Keluhan pada saluran kemih sebelah bawah (LUTS) terdiri atas gejala obstruktif dan gejala iritatif. Gejala obstruktif disebabkan oleh karena penyempitan uretara pars prostatika karena didesak oleh prostat yang membesar dan kegagalan otot detrusor untuk berkontraksi cukup kuat dan atau cukup lama sehingga kontraksi terputus-putus.Gejalanya ialah :

1. Harus menunggu pada permulaan miksi (Hesistancy)

2. Pancaran miksi yang lemah (weak stream)

3. Miksi terputus (Intermittency)

4. Menetes pada akhir miksi (Terminal dribbling)

5. Rasa belum puas sehabis miksi (Sensation of incomplete bladder emptying).Manifestasi klinis berupa obstruksi pada penderita hipeplasia prostat masih tergantung tiga faktor, yaitu :

1. Volume kelenjar periuretral

2. Elastisitas leher vesika, otot polos prostat dan kapsul prostat

3. Kekuatan kontraksi otot detrusorTidak semua prostat yang membesar akan menimbulkan gejala obstruksi, sehingga meskipun volume kelenjar periurethral sudah membesar dan elastisitas leher vesika, otot polos prostat dan kapsul prostat menurun, tetapi apabila masih dikompensasi dengan kenaikan daya kontraksi otot detrusor maka gejala obstruksi belum dirasakan. Gejala iritatif disebabkan oleh karena pengosongan vesica urinaria yang tidak sempurna pada saat miksi atau disebabkan oleh hipersensitifitas otot detrusor karena pembesaran prostat menyebabkan rangsangan pada vesica, sehingga vesica sering berkontraksi meskipun belum penuh.Gejalanya ialah :

1. Bertambahnya frekuensi miksi (Frequency)

2. Nokturia

3. Miksi sulit ditahan (Urgency)

4. Disuria (Nyeri pada waktu miksi)

Gejala-gejala tersebut diatas sering disebut sindroma prostatismus. Secara klinis derajat berat gejala prostatismus itu dibagi menjadi :

Grade I : Gejala prostatismus + sisa kencing

Grade II : Gejala prostatismus + sisa kencing > 50 ml

Grade III: Retensi urin dengan sudah ada gangguan saluran kemih b

bagian atas + sisa urin > 150 ml.Untuk menilai tingkat keparahan dari keluhan pada saluran kemih sebelah bawah, WHO menganjurkan klasifikasi untuk menentukan berat gangguan miksi yang disebut Skor Internasional Gejala Prostat atauI-PSS(International Prostatic Symptom Score). Sistem skoring I-PSS terdiri atas tujuh pertanyaan yang berhubungan dengan keluhan miksi (LUTS) dan satu pertanyaan yang berhubungan dengan kualitas hidup pasien. Setiap pertanyaan yang berhubungan dengan keluhan miksi diberi nilai 0 sampai dengan 5, sedangkan keluhan yang menyangkut kualitas hidup pasien diberi nilai dari 1 hingga 7.

Dari skor I-PSS itu dapat dikelompokkan gejala LUTS dalam 3 derajat, yaitu:

- Ringan : skor 0-7

- Sedang : skor 8-19

- Berat : skor 20-35

Timbulnya gejala LUTS merupakan menifestasi kompensasi otot vesica urinaria untuk mengeluarkan urin. Pada suatu saat otot-otot vesica urinaria akan mengalami kepayahan (fatique) sehingga jatuh ke dalam fase dekompensasi yang diwujudkan dalam bentuk retensi urin akut.

Faktor pencetus

Kompensasi Dekompensasi

(LUTS) Retensi urin

Inkontinensia paradoksaInternational Prostatic Symptom Score

PertanyaanJawaban dan skor

Keluhan pada bulan terakhirTidak sekali 3 cm ke dalam rektum2. Berdasarkan jumlah residual urine

derajat 1 : 100 ml

derajat 4 : retensi urin total

3. Intra vesikal grading

derajat 1 :prostat menonjol pada bladder inlet

derajat 2: prostat menonjol diantara bladder inlet dengan muara ureter

derajat 3 : prostat menonjol sampai muara ureter

derajat 4 :prostat menonjol melewati muara ureter

4. Berdasarkan pembesaran kedua lobus lateralis yang terlihat pada uretroskopi

derajat 1 : kissing 1 cm

derajat 2 : kissing 2cm

derajat 3 : kissing 3 cm

derajat 4 : kissing >3 cmVI. Diagnosis Banding

Pada pasien dengan keluhan obstruksi saluran kemih di antaranya:

1.Struktur uretra

2.Batu buli-buli kecil

3.Kanker prostat

4.Kelemahan detrusor, misalnya pada penderita asma kronik yang

menggunakan obat-obat parasimpatolitik.

Pada pasien dengan keluhan iritatif saluran kemih, dapat disebabkan oleh :

1.Instabilitas detrusor

2.Infeksi saluran kemih

3.Prostatitis

4.Batu ureter distal

5.Batu vesika kecil.

VII. Komplikasi

Hiperplasia prostat dapat menimbulkan komplikasi sebagai berikut :

a.Inkontinensia Paradoks

b.Batu Kandung Kemih

c.Hematuria

d.Sistitis

e.Pielonefritis

f.Retensi Urin Akut Atau Kronik

g.Hidroureter

h. Hidronefrosis

i.Gagal GinjalVIII. Penatalaksanaan

Hiperplasi prostat yang telah memberikan keluhan klinik biasanya akan menyebabkan penderita datang kepada dokter. Derajat berat gejala klinik dibagi menjadi empat gradasi berdasarkan penemuan pada colok dubur dan sisa volume urin, yaitu:

Derajat satu, apabila ditemukan keluhan prostatismus, pada colok dubur ditemukan penonjolan prostat, batas atas mudah diraba dan sisa urin kurang dari 50 ml.

Derajat dua, apabila ditemukan tanda dan gejala sama seperti pada derajat satu, prostat lebih menonjol, batas atas masih dapat teraba dan sisa urin lebih dari 50 ml tetapi kurang dari 100 ml.

Derajat tiga, seperti derajat dua, hanya batas atas prostat tidak teraba lagi dan sisa urin lebih dari 100 ml

Derajat empat, apabila sudah terjadi retensi urin total.

Organisasi kesehatan dunia (WHO) menganjurkan klasifikasi untuk menentukan berat gangguan miksi yang disebut WHO PSS (WHOProstate Symptom Score). Skor ini berdasarkan jawaban penderita atas delapan pertanyaan mengenai miksi. Terapi non bedah dianjurkan bila WHO PSS tetap dibawah 15. Untuk itu dianjurkan melakukan kontrol dengan menentukan WHO PSS. Terapi bedah dianjurkan bila WHO PSS 25 ke atas atau bila timbul obstruksi.Pembagian derajat beratnya hiperplasia prostat derajat I-IV digunakan untuk menentukan cara penanganan, yaitu :

Derajat satu biasanya belum memerlukan tindakan operatif, melainkan dapat diberikan pengobatan secara konservatif.

Derajat dua sebenarnya sudah ada indikasi untuk melakukan intervensi operatif, dan yang sampai sekarang masih dianggap sebagai cara terpilih ialah trans uretral resection (TUR). Kadang-kadang derajat dua penderita masih belum mau dilakukan operasi, dalam keadaan seperti ini masih bisa dicoba dengan pengobatan konservatif.

Derajat tiga, TUR masih dapat dikerjakan oleh ahli urologi yang cukup berpengalaman biasanya pada derajat tiga ini besar prostat sudah lebih dari 60 gram. Apabila diperkirakan prostat sudah cukup besar sehingga reseksi tidak akan selesai dalam satu jam maka sebaiknya dilakukan operasi terbuka.

Derajat empat tindakan pertama yang harus segera dikerjakan ialah membebaskan penderita dari retensi urin total, dengan jalan memasang kateter atau memasang sistostomi setelah itu baru dilakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk melengkapi diagnostik, kemudian terapi definitif dapat dengan TURP atau operasi terbuka.Terapi sedini mungkin sangat dianjurkan untuk mengurangi gejala, meningkatkan kualitas hidup dan menghindari komplikasi akibat obstruksi yang berkepanjangan. Tindakan bedah masih merupakan terapi utama untuk hiperplasia prostat (lebih dari 90% kasus). Meskipun demikian pada dekade terakhir dikembangkan pula beberapa terapi non-bedah yang mempunyai keunggulan kurang invasif dibandingkan dengan terapi bedah. Mengingat gejala klinik hiperplasia prostat disebabkan oleh 3 faktor yaitu pembesaran kelenjar periuretral, menurunnya elastisitas leher vesika, dan berkurangnya kekuatan detrusor, maka pengobatan gejala klinik ditujukan untuk :

1. Menghilangkan atau mengurangi volume prostat

2. Mengurangi tonus leher vesika, otot polos prostat dan kapsul prostat

3. Melebarkan uretra pars prostatika, menambah kekuatan detrusorTujuan terapi pada pasien hiperplasia prostat adalah menghilangkan obstruksi pada leher vesica urinaria. Hal ini dapat dicapai dengan cara medikamentosa, pembedahan, atau tindakan endourologi yang kurang invasif.Pilihan Terapi pada Hiperplasi Prostat BenignaObservasiMedikamentosaOperasiInvasif Minimal

Watchfull waitingPenghambat adrenergik Prostatektomi terbukaTUMT

TUBD

Penghambat reduktase

Fitoterapi

HormonalEndourologi

1. TURP

2. TUIP

3. TULP (laser)Strent uretra dengan prostacath

TUNA

Terapi Konservatif Non Operatif

1. Observasi(Watchful waiting)

Biasanya dilakukan pada pasien dengan keluhan ringan. Nasihat yang diberikan adalah mengurangi minum setelah makan malam untuk mengurangi nokturia, menghindari obat-obatan dekongestal (parasimpatolitik), mengurangi minum kopi, dan tidak diperbolehkan minuman alkohol agar tidak sering miksi. Setiap 3 bulan lakukan kontrol keluhan (sistem skor), sisa kencing dan pemeriksaan colok dubur.2. Medikamentosa

Tujuan terapi medikamentosa adalah untuk:

1. mengurangi resistensi leher buli-buli dengan obat-obatan golonganblocker (penghambat alfa adrenergik)

2. menurunkan volume prostat dengan cara menurunkan kadar hormon testosteron/dehidrotestosteron (DHT)

ObatPenghambat adrenergikDasar pengobatan ini adalah mengusahakan agar tonus otot polos di dalam prostat dan leher vesica berkurang dengan menghambat rangsangan alpha adrenergik. Seperti diketahui di dalam otot polos prostat dan leher vesica banyak terdapat reseptor alpha adrenergik. Obat-obatan yang sering digunakan prazosin, terazosin, doksazosin, dan alfuzosin. Obat penghambat alpha adrenergik yang lebih selektif terhadap otot polos prostat yaitu 1a(tamsulosin), sehingga efek sistemikyang tak diinginkan dari pemakai obat ini dapat dikurangi. Dosis dimulai 1 mg/hari sedangkan dosis tamzulosin 0,2-0,4 mg/hari. Penggunaan antagonis alpha 1 adrenergik untuk mengurangi obstruksi pada vesica tanpa merusak kontraktilitas detrusor.

Obat-obatan golongan ini memberikan perbaikan laju pancaran urine, menurunkan sisa urine dan mengurangi keluhan. Obat-obat ini juga memberi penyulit hipotensi, pusing, mual, lemas, dan meskipun sangat jarang bisa terjadi ejakulasi retrograd, biasanya pasien mulai merasakan berkurangnya keluhan dalam waktu 1-2 minggu setelah pemakaian obat.Obat Penghambat Enzim 5 Alpha Reduktase

Obat yang dipakai adalah finasterid (proskar) dengan dosis 1x5 mg/hari. Obat golongan ini dapat menghambat pembentukan dehidrotestosteron sehingga prostat yang membesar dapat mengecil. Namun obat ini bekerja lebih lambat daripada golongan alpha blocker dan manfaatnya hanya jelas pada prostat yang sangat besar. Salah satu efek samping obat ini adalah melemahkan libido dan ginekomastia.Fitoterapi

Merupakan terapi alternatif yang berasal dari tumbuhan. Fitoterapi yang digunakan untuk pengobatan BPH adalah Serenoa repens atau Saw Palmetto dan Pumpkin Seeds. Keduanya, terutama Serenoa repens semakin diterima pemakaiannya dalam upaya pengendalian prostatisme BPH dalam konteks watchfull waiting strategy.

Saw Palmetto menunjukkan perbaikan klinis dalam hal:

frekuensi nokturia berkurang

aliran kencing bertambah lancar

volume residu di kandung kencing berkurang

gejala kurang enak dalam mekanisme urinaria berkurang.

Mekanisme kerja obat diduga kuat:

menghambat aktivitas enzim 5 alpha reduktase dan memblokir reseptor androgen

bersifat antiinflamasi dan anti oedema dengan cara menghambat aktivitas enzim cyclooxygenase dan 5 lipoxygenase.Terapi Operatif

Tindakan operasi ditujukan pada hiperplasi prostat yang sudah menimbulkan penyulit tertentu, antara lain: retensi urin, batu saluran kemih, hematuri, infeksi saluran kemih, kelainan pada saluran kemih bagian atas, atau keluhanLUTSyang tidak menunjukkan perbaikan setelah menjalani pengobatan medikamentosa. Tindakan operasi yang dilakukan adalah operasi terbuka atau operasi endourologi transuretra.

1. Prostatektomi terbuka

a.1.Retropubic infravesica (Terence Millin)

Keuntungan :

Tidak ada indikasi absolut, baik untuk adenoma yang besar pada subservikal

Mortaliti rate rendah

Langsung melihat fossa prostat

Dapat untuk memperbaiki segala jenis obstruksi leher buli

Perdarahan lebih mudah dirawat

Tanpa membuka vesika sehingga pemasangan kateter tidak perlu selama bila membuka vesika

Kerugian :

Dapat memotong pleksus santorini

Mudah berdarah

Dapat terjadi osteitis pubis

Tidak bisa untuk BPH dengan penyulit intravesikal

Tidak dapat dipakai kalau diperlukan tindakan lain yang harus dikerjakan dari dalam vesika

Komplikasi : perdarahan, infeksi, osteitis pubis, trombosisa.2.Suprapubic Transvesica/TVP (Freeyer)

Keuntungan :

Baik untuk kelenjar besar

Banyak dikerjakan untuk semua jenis pembesaran prostat

Operasi banyak dipergunakan pada hiperplasia prostat dengan penyulit : batu buli, batu ureter distal, divertikel, uretrokel, adanya sistostomi, retropubik sulit karena kelainan os pubis, kerusakan sphingter eksterna minimal.

Kerugian :

Memerlukan pemakain kateter lebih lama sampai luka pada dinding vesica sembuh

Sulit pada orang gemuk

Sulit untuk kontrol perdarahan

Merusak mukosa kulit

Mortality rate 1 -5 %

Komplikasi :

Striktura post operasi (uretra anterior 2 5 %, bladder neckstenosis 4%)

Inkontinensia (