kasus-snnt

44
PRESENTASI KASUS STRUMA NODOSA NON TOKSIS Disusun oleh: ISAK LAMBAS 0920221153 FK UPN VETERAN JAKARTA Dosen Pembimbing: Letnan Kolonel CKM dr. Agus Sutarman, SpB(K)Onk Kepaniteraan Klinik Departemen Ilmu Bedah Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto

Upload: hoho-nienda

Post on 03-Jan-2016

155 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

snnt

TRANSCRIPT

Page 1: KASUS-SNNT

PRESENTASI KASUS

STRUMA NODOSA NON TOKSIS

Disusun oleh:

ISAK LAMBAS

0920221153

FK UPN VETERAN JAKARTA

Dosen Pembimbing:

Letnan Kolonel CKM dr. Agus Sutarman, SpB(K)Onk

Kepaniteraan Klinik

Departemen Ilmu Bedah

Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto

Jakarta

19 Maret 2012 – 25 Mei 2012

Page 2: KASUS-SNNT

STATUS PASIEN BEDAH ONKOLOGI

IDENTITAS

Nama : Ny. Noveni

Jenis Kelamin : Perempuan

Usia : 49 tahun

Tgl. Lahir : 12 Januari 1963

Pekerjaan : TNI AD

Alamat : Komplek Seskoad, Lembang.

Tgl. Masuk RS : 3 April 2012

Tgl Pemeriksaan : 3 April 2012

1. ANAMNESIS

Autoanamnesis tanggal 3 April 2012.

Keluhan Utama

Benjolan di leher depan kanan sejak 10 tahun yang lalu.

Keluhan Tambahan

Tidak ada keluhan tambahan.

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien wanita, berusia 49 tahun, datang ke rumah sakit dengan keluhan adanya benjolan yang

muncul di leher depan sisi kanan sejak 10 tahun yang lalu. Awalnya benjolan dirasakan

sebesar kelereng, tapi seiring berjalannya waktu, benjolan semakin membesar hingga

berukuran kurang lebih sebesar telur ayam kampung. Pasien tidak merasakan adanya nyeri di

daerah leher. Tidak ada keluhan gangguan bernapas atau gangguan menelan. Pasien tidak ada

Page 3: KASUS-SNNT

mengeluhkan sering berkeringat pada kedua tangannya, nafsu makan normal, dan tidak ada

penurunan berat badan. Tidak ada keluhan demam, cepat haus, gangguan buang air besar,

gangguan siklus menstruasi, rasa berdebar-debar, cepat lelah, rasa cemas dan sulit tidur.

Pasien mengaku selalu menggunakan garam beryodium dirumahnya. Pasien mengaku tidak

pernah tinggal didaerah yang penduduknya banyak menderita penyakit gondok. Sebelumnya

pasien merupakan rujukan dari RS. Cimahi, di sana pasien mendapatkan pengobatan selama 4

bulan namun tidak menunjukkan perubahan.

Riwayat Penyakit Dahulu

Hipertensi : Disangkal

Asma : Disangkal

Diabetes mellitus : Disangkal

Alergi : Disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga

Pasien mengatakan tidak ada anggota keluarganya yang mengalami hal yang serupa dengan

pasien.

2. PEMERIKSAAN FISIK

Status Generalis

Keadaan umum/Kesadaran : Tampak tidak sakit/compos mentis

Tanda-tanda vital

Tekanan darah : 110/70 mmHg

Nadi : 84 x/menit

Pernapasan : 20 x/menit

Suhu : Afebris

Kepala : Normocephale, rambut hitam dengan distribusi yang merata dan

tidak mudah dicabut.

Mata : Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, eksophtalmus -/-

Telinga : Bentuk normal, liang lapang, serumen (-), sekret (-).

Page 4: KASUS-SNNT

Hidung : Bentuk normal, sekret -/-, deviasi septum (-), edema konka -/-

Tenggorokan : Faring tidak hiperemis, T1-T2 tenang.

Mulut : Bentuk normal, sianosis (-).

Leher : Lihat status lokalis

Thoraks

Cor : Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat

Palpasi : Iktus kordis tidak kuat angkat

Perkusi : Batas kanan jantung pada sela iga IV linea parasternalis dekstra.

Batas kiri jantung pada sela iga V linea midklavikularis sinistra.

Batas atas jantung pada sela iga II linea parasternalis sinistra.

Auskultasi : Bunyi jantung I-II reguler murni, gallop (-), murmur (-)

Pulmo : Inspeksi : Simetris dalam keadaan statis dan dinamis

Palpasi : Fremitus kanan dan kiri sama, nyeri tekan (-), krepitasi (-),

massa (-)

Perkusi : Sonor di kedua lapang paru depan dan belakang

Auskultasi :Suara napas vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-

Abdomen : Inspeksi :Datar, benjolan (-)

Auskultasi :Bising usus (+) normal

Perkusi : Timpani

Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), nyeri lepas (-), defans muskuler (-), massa

(-), hepar dan lien tidak teraba

Ekstremitas : Akral hangat , edema , tremor

Status Lokalis

Regio : Colli anterior

Inspeksi : Tampak benjolan di leher sisi kanan, berbatas tegas, berukuran +

3 x 3 cm x 2 cm. Warna kulit pada benjolan sama dengan warna

kulit sekitar. Benjolan ikut bergerak ke atas pada saat menelan.

Palpasi : Benjolan teraba kenyal, mobile (mudah digerakkan). Nyeri tekan

(-). Trakea berada di tengah. Pembesaran KGB (-).

Page 5: KASUS-SNNT
Page 6: KASUS-SNNT

3. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan Laboratorium

Tanggal pemeriksaan : 6 Maret 2012

Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan

Hematologi

Darah rutin

Hemoglobin

Hematokrit

Eritrosit

Leukosit

Trombosit

Bleeding time

Clotting time

MCV

MCH

MCHC

Kimia

SGPT (ALT)

SGOT (AST)

Ureum

Kreatinin

13

41

4,5

4800

229.000

2’00”

5’00”

91

30

33

14

23

19

1,0

12 - 16 g/dl

37 - 47%

4,3 - 6,0 juta/ul

4800 - 10800/ul

150.000 - 400.000/ul

1 - 3 menit

1 - 6 menit

80 - 96 fl

27 - 32 pg

32 - 36 g/dl

<40 U/l

<35 U/l

20 - 50 mg/dl

0,5 - 1,5 mg/d

Pemeriksaan Radiologi

Tanggal pemeriksaan : 6 Maret 2012

Foto Roentgen thorax : Sinus, diafragma, dan cor normal

Kedua hilus normal

Tak tampak proses spesifik aktif di kedua paru

Page 7: KASUS-SNNT

Tak tampak infiltrasi di paru-paru

Kesan: Cor/pulmo normal

Pemeriksaan Sidik Tiroid

Tanggal pemeriksaan : 27 Februari 2012

Pemeriksaan tiroid dilaksanakan dengan menggunakan radiofarmaka Tc99m per technetate

untuk angka penangkapan tiroid (uptake) dan sidik tiroid, serta pemeriksaan in vitro

menggunakan I125 untuk T3, T4, dan TSH (RIA).

In vitro : T3 RIA : 91,6 ng/dl (N: 65 - 214,5 ng/dl)

fT4 RIA : 1,52 ug/dl (N: 0,8 - 1,7 ug/dl)

TSH RIA : 1.59 uIU/ml (N: 0,27 - 3,75 uIU/ml)

Sintigram : Dari pencitraan, tampak kedua lobus membesar dengan lobus kanan

menangkap radioaktivitas tidak rata. Nodul di bagian tengah lobus kanan

menangkap radioaktivitas kurang.

Kesan : Struma nodosa (nodul dingin) non-toksik

4. Resume

Pasien wanita, 49 tahun, datang ke rumah sakit dengan keluhan adanya benjolan yang muncul

di leher depan kanan sejak 10 tahun yang lalu. Tidak ada nyeri tekan di daerah leher. Tidak

ada keluhan gangguan bernapas atau gangguan menelan. Pasien tidak ada mengeluhkan sering

berkeringat pada kedua tangannya, nafsu makan normal, dan tidak ada penurunan berat badan.

Tidak ada keluhan demam, cepat haus, gangguan nafsu makan, gangguan buang air besar,

gangguan siklus menstruasi, rasa berdebar-debar, cepat lelah, rasa cemas dan sulit tidur.

Pemeriksaan fisik

Status generalis : Tidak ditemukan kelainan

Status lokalis : Regio colli anterior

Inspeksi : Tampak benjolan di leher sisi kanan, berbatas tegas, berukuran + 3 x 3 cm

x 2 cm. Warna kulit pada benjolan sama dengan warna kulit sekitar.

Benjolan ikut bergerak ke atas pada saat menelan.

Palpasi :Benjolan teraba kenyal, mobile (mudah digerakkan). Nyeri tekan (-). Trakea

berada di tengah. Pembesaran KGB (-).

Page 8: KASUS-SNNT

Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan sidik tiroid

Sintigram : Dari pencitraan, tampak kedua lobus membesar dengan lobus kanan

menangkap radioaktivitas tidak rata. Nodul di bagian tengah kanan

menangkap radioaktivitas kurang

Kesan : Struma nodosa (nodul dingin) non-toksik

5. Diagnosis Kerja

Struma nodosa non-toksik (SNNT)

6. Diagnosis Banding

Karsinoma tiroid

Tiroiditis

Grave’s disease

7. Penatalaksanaan

Isthmus lobektomi

Laporan Pembedahan

Tanggal : 4 April 2012

Ahli anestesi : dr. Nur, SpAn

Ahli bedah : dr. Saptadi, SpB(K)Onk

Preoperatif : Pasien diberikan anestesi umum, dengan posisi terlentang.

Dilakukan tindakan a & antiseptik.

Intraoperatif : Incisi daerah collar 2 cm,di atas incisura jugularis

Incisi diteruskan sampai platisma

Otot – otot dipisahkan secara tumpul

Dilakukan pemisahan N.Rekurens Laringeus dan kelenjar paratiroid

Dilakukan pengangkatan lobus dextra beserta istmus

Page 9: KASUS-SNNT

Postoperatif : Pasang drain.

Otot dijahit lapis demi lapis hingga kulit.

Tutup luka jahitan.

Page 10: KASUS-SNNT

8. Prognosis

Quo ad vitam : bonam

Quo ad functionam : bonam

Quo ad sanationam : bonam

Quo ad cosmeticum : bonam

Page 11: KASUS-SNNT

TINJAUAN PUSTAKA

STRUMA

Definisi

Kelainan glandula tyroid dapat berupa gangguan fungsi seperti tiritosikosis atau

perubahan susunan kelenjar dan morfologinya, seperti penyakit tyroid noduler. Berdasarkan

patologinya, pembesaran tyroid umumnya disebut struma. 1

Embriologi

Kelenjar tyroid berkembang dari endoderm pada garis tengah usus depan. Kelenjar tyroid

mulai terlihat terbentuk pada janin berukuran 3,4-4 cm, yaitu pada akhir bulan pertama

kehamilan. Kelenjar tyroid berasal dari lekukan faring antara branchial pouch pertama dan

kedua. Dari bagian tersebut timbul divertikulum, yang kemudian membesar, tumbuh ke arah

bawah mengalami desensus dan akhirnya melepaskan diri dari faring. Sebelum lepas, berbentuk

sebagai duktus tyroglossus yang berawal dari foramen sekum di basis lidah.

Duktus ini akan menghilang setelah dewasa, tetapi pada keadaan tertentu masih menetap.

Dan akan ada kemungkinan terbentuk kelenjar tyroid yang letaknya abnormal, seperti persisten

duktud tyroglossus, tyroid servikal, tyroid lingual, sedangkan desensus yang terlalu jauh akan

membentuk tyroid substernal. Branchial pouch keempat ikut membentuk kelenjar tyroid,

merupakan asal sel-sel parafolikular atau sel C, yang memproduksi kalsitonin. Kelenjar tyroid

janin secara fungsional mulai mandiri pada minggu ke-12 masa kehidupan intrauterin. 1,2

Anatomi

Kelenjar tyroid terletak dibagian bawah leher, antara fascia koli media dan fascia

prevertebralis. Didalamruang yang sama terletak trakhea, esofagus, pembuluh darah besar, dan

syaraf. Kelenjar tyroid melekat pada trakhea sambil melingkarinya dua pertiga sampai tiga

perempat lingkaran. Keempat kelenjar paratyroid umumnya terletak pada permukaan belakang.

Page 12: KASUS-SNNT

Tyroid terdiri atas dua lobus, yang dihubungkan oleh istmus dan menutup cincin trakhea

2 dan 3. Kapsul fibrosa menggantungkan kelenjar ini pada fasia pretrakhea sehingga pada setiap

gerakan menelan selalu diikuti dengan terangkatnya kelenjar kearah kranial. Sifat ini digunakan

dalam klinik untuk menentukan apakah suatu bentukan di leher berhubungan dengan kelenjar

tyroid atau tidak. 2

Vaskularisasi kelenjar tyroid berasal dari a. Tiroidea Superior (cabang dari a. Karotis

Eksterna) dan a. Tyroidea Inferior (cabang a. Subklavia). Setiap folikel lymfoid diselubungi oleh

jala-jala kapiler, dan jala-jala limfatik, sedangkan sistem venanya berasal dari pleksus

perifolikular.2

Nodus Lymfatikus tyroid berhubungan secara bebas dengan pleksus trakhealis yang

kemudian ke arah nodus prelaring yang tepat di atas istmus, dan ke nl. Pretrakhealis dan nl.

Paratrakhealis, sebagian lagi bermuara ke nl. Brakhiosefalika dan ada yang langsung ke duktus

thoraksikus. Hubungan ini penting untuk menduga penyebaran keganasan.2

Page 13: KASUS-SNNT

Histologi

Pada usia dewasa berat kelenjar ini kira-kira 20 gram. Secara mikroskopis terdiri atas

banyak folikel yang berbentuk bundar dengan diameter antara 50-500 µm. Dinding folikel terdiri

dari selapis sel epitel tunggal dengan puncak menghadap ke dalam lumen, sedangkan basisnya

menghadap ke arah membran basalis. Folikel ini berkelompok sebanyak kira-kira 40 buah untuk

membentuk lobulus yang mendapat vaskularisasi dari end entry. Setiap folikel berisi cairan

pekat, koloid sebagian besar terdiri atas protein, khususnya protein tyroglobulin (BM 650.000).2

Fisiologi Hormon Tyroid

Kelenjar tyroid menghasilkan hormon tyroid utama yaitu Tiroksin (T4). Bentuk aktif

hormon ini adalah Triodotironin (T3), yang sebagian besar berasal dari konversi hormon T4 di

perifer, dan sebagian kecil langsung dibentuk oleh kelenjar tyroid. Iodida inorganik yang diserap

dari saluran cerna merupakan bahan baku hormon tyroid. Iodida inorganik mengalami oksidasi

menjadi bentuk organik dan selanjutnya menjadi bagian dari tyrosin yang terdapat dalam

tyroglobulin sebagai monoiodotirosin (MIT) atau diiodotyrosin (DIT). Senyawa DIT yang

terbentuk dari MIT menghasilkan T3 atau T4 yang disimpan di dalam koloid kelenjar tyroid.

Sebagian besar T4 dilepaskan ke sirkulasi, sedangkan sisanya tetap didalam kelenjar yang

kemudian mengalami diiodinasi untuk selanjutnya menjalani daur ulang. Dalam sirkulasi,

hormon tyroid terikat pada globulin, globulin pengikat tyroid (thyroid-binding globulin, TBG)

atau prealbumin pengikat tiroksin (Thyroxine-binding pre-albumine, TPBA). 1

Metabolisme T3 dan T4

Waktu paruh T4 di plasma ialah 6 hari sedangkan T3 24-30 jam. Sebagian T4 endogen

(5-17%) mengalami konversi lewat proses monodeiodonasi menjadi T3. Jaringan yang

mempunyai kapasitas mengadakan perubahan ini ialah jaringan hati, ginjal, jantung dan

hipofisis. Dalam proses konversi ini terbentuk juga rT3 (reversed T3, 3,3’,5’ triiodotironin) yang

tidak aktif, yang digunakan mengatur metabolisme pada tingkat seluler. 2

Pengaturan faal tiroid : 2

Page 14: KASUS-SNNT

Ada 4 macam kontrol terhadap faal kelenjar tiroid :

1. TRH (Thyrotrophin releasing hormone)

Tripeptida yang disentesis oleh hpothalamus. Merangsang hipofisis mensekresi TSH

(thyroid stimulating hormone) yang selanjutnya kelenjar tiroid teransang menjadi

hiperplasi dan hiperfungsi

2. TSH (thyroid stimulating hormone)

Glikoprotein yang terbentuk oleh dua sub unit (alfa dan beta). Dalam sirkulasi akan

meningkatkan reseptor di permukaan sel tiroid (TSH-reseptor-TSH-R) dan terjadi efek

hormonal yaitu produksi hormon meningkat

3. Umpan Balik sekresi hormon (negative feedback).

Kedua hormon (T3 dan T4) ini menpunyai umpan balik di tingkat hipofisis. Khususnya

hormon bebas. T3 disamping berefek pada hipofisis juga pada tingkat hipotalamus.

Sedangkan T4 akan mengurangi kepekaan hipifisis terhadap rangsangan TSH.

4. Pengaturan di tingkat kelenjar tiroid sendiri.

Produksi hormon juga diatur oleh kadar iodium intra tiroid

Efek metabolisme Hormon Tyroid : 2

1. Kalorigenik

2. Termoregulasi

3. Metabolisme protein. Dalam dosis fisiologis kerjanya bersifat anabolik, tetapi dalam

dosis besar bersifat katabolik

4. Metabolisme karbohidrat. Bersifat diabetogenik, karena resorbsi intestinal meningkat,

cadangan glikogen hati menipis, demikian pula glikogen otot menipis pada dosis

farmakologis tinggi dan degenarasi insulin meningkat.

Page 15: KASUS-SNNT

5. Metabolisme lipid. T4 mempercepat sintesis kolesterol, tetapi proses degradasi kolesterol

dan ekspresinya lewat empedu ternyata jauh lebih cepat, sehingga pada hiperfungsi tiroid

kadar kolesterol rendah. Sebaliknya pada hipotiroidisme kolesterol total, kolesterol ester

dan fosfolipid meningkat.

6. Vitamin A. Konversi provitamin A menjadi vitamin A di hati memerlukan hormon tiroid.

Sehingga pada hipotiroidisme dapat dijumpai karotenemia.

7. Lain-lain : gangguan metabolisme kreatin fosfat menyebabkan miopati, tonus traktus

gastrointestinal meninggi, hiperperistaltik sehingga terjadi diare, gangguan faal hati,

anemia defesiensi besi dan hipotiroidisme.

Klasifikasi Struma.3,4

Pembesaran kelenjar tiroid (kecuali keganasan).

Menurut American society for Study of Goiter membagi :

1. Struma Non Toxic Diffusa

2. Struma Non Toxic Nodusa

3. Stuma Toxic Diffusa

4. Struma Toxic Nodusa

Istilah Toksik dan Non Toksik dipakai karena adanya perubahan dari segi fungsi fisiologis

kelenjar tiroid seperti hipertiroid dan hipotyroid, sedangkan istilah nodusa dan diffusa lebih

kepada perubahan bentuk anatomi.

1. Struma non toxic nodusa

Adalah pembesaran dari kelenjar tiroid yang berbatas jelas tanpa gejala-gejala hipertiroid.

Etiologi : Penyebab paling banyak dari struma non toxic adalah kekurangan iodium.

Akan tetapi pasien dengan pembentukan struma yang sporadis, penyebabnya belum

diketahui. Struma non toxic disebabkan oleh beberapa hal, yaitu :

Page 16: KASUS-SNNT

1. Kekurangan iodium: Pembentukan struma terjadi pada difesiensi sedang yodium

yang kurang dari 50 mcg/d. Sedangkan defisiensi berat iodium adalah kurang dari

25 mcg/d dihubungkan dengan hypothyroidism dan cretinism.

2. Kelebihan yodium: jarang dan pada umumnya terjadi pada preexisting penyakit

tiroid autoimun

3. Goitrogen :

Obat : Propylthiouracil, litium, phenylbutazone, aminoglutethimide,

expectorants yang mengandung yodium

Agen lingkungan : Phenolic dan phthalate ester derivative dan resorcinol

berasal dari tambang batu dan batubara.

Makanan, Sayur-Mayur jenis Brassica ( misalnya, kubis, lobak cina,

brussels kecambah), padi-padian millet, singkong, dan goitrin dalam

rumput liar.

4. Dishormonogenesis: Kerusakan dalam jalur biosynthetic hormon kelejar tiroid.

5. Riwayat radiasi kepala dan leher : Riwayat radiasi selama masa kanak-kanak

mengakibatkan nodul benigna dan maligna.

2. Struma Non Toxic Diffusa

Etiologi :

1. Defisiensi Iodium.

2. Autoimmun thyroiditis: Hashimoto oatau postpartum thyroiditis.

3. Kelebihan iodium (efek Wolff-Chaikoff) atau ingesti lithium, dengan penurunan

pelepasan hormon tiroid.

4. Stimulasi reseptor TSH oleh TSH dari tumor hipofisis, resistensi hipofisis

terhadap hormo tiroid, gonadotropin, dan/atau tiroid-stimulating immunoglobulin

Page 17: KASUS-SNNT

5. Inborn errors metabolisme yang menyebabkan kerusakan dalam biosynthesis

hormon tiroid.

6. Terpapar radiasi.

7. Penyakit deposisi.

8. Resistensi hormon tiroid.

9. Tiroiditis Subakut (de Quervain thyroiditis).

10. Silent thyroiditis.

11. Agen-agen infeksi.

12. Suppuratif Akut : bacterial.

13. Kronik: mycobacteria, fungal, dan penyakit granulomatosa parasit.

14. Keganasan Tiroid.

3. Struma Toxic Nodusa

Etiologi :

1. Defisiensi iodium yang mengakibatkan penurunan level T4.

2. Aktivasi reseptor TSH.

3. Mutasi somatik reseptor TSH dan Protein G.

4. Mediator-mediator pertumbuhan termasuk : Endothelin-1 (ET-1), insulin like growth

factor-1, epidermal growth factor, dan fibroblast growth factor.

4. Struma Toxic Diffusa

Yang termasuk dalam struma toxic difusa adalah grave desease, yang merupakan

penyakit autoimun yang masih belum diketahui penyebab pastinya.

Patofisiologi : 3,4

Page 18: KASUS-SNNT

Gangguan pada jalur TRH-TSH hormon tiroid ini menyebabkan perubahan dalam

struktur dan fungsi kelenjar tiroid gondok. Rangsangan TSH reseptor tiroid oleh TSH, TSH-

Resepor Antibodi atau TSH reseptor agonis, seperti chorionic gonadotropin, akan menyebabkan

struma diffusa. Jika suatu kelompok kecil sel tiroid, sel inflamasi, atau sel maligna metastase ke

kelenjar tiroid, akan menyebabkan struma nodusa.

Defesiensi dalam sintesis atau uptake hormon tiroid akan menyebabkan peningkatan

produksi TSH. Peningkatan TSH menyebabkan peningkatan jumlah dan hiperplasi sel kelenjar

tyroid untuk menormalisir level hormon tiroid. Jika proses ini terus menerus, akan terbentuk

struma. Penyebab defisiensi hormon tiroid termasuk inborn error sintesis hormon tiroid,

defisiensi iodida dan goitrogen.

Struma mungkin bisa diakibatkan oleh sejumlah reseptor agonis TSH. Yang termasuk

stimulator reseptor TSH adalah reseptor antibodi TSH, kelenjar hipofise yang resisten terhadap

hormon tiroid, adenoma di hipotalamus atau di kelenjar hipofise, dan tumor yang memproduksi

human chorionic gonadotropin.

DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN

Diagnosis disebut lengkap apabila dibelakang struma dicantumkan keterangan lainnya, yaitu

morfologi dan faal struma.

Dikenal beberapa morfologi (konsistensi) berdasarkan gambaran makroskopis yang diketahui

dengan palpasi atau auskultasi :

1. Bentuk kista : Struma kistik

Mengenai 1 lobus

Bulat, batas tegas, permukaan licin, sebesar kepalan

Kadang Multilobaris

Fluktuasi (+)

Page 19: KASUS-SNNT

2. Bentuk Noduler : Struma nodusa

Batas Jelas

Konsistensi kenyal sampai keras

Bila keras curiga neoplasma, umumnya berupa adenocarcinoma tiroidea

3. Bentuk diffusa : Struma diffusa

Batas tidak jelas

Konsistensi biasanya kenyal, lebih kearah lembek

4. Bentuk vaskuler : Struma vaskulosa

Tampak pembuluh darah

Berdenyut

Auskultasi : Bruit pada neoplasma dan struma vaskulosa

Kelejar getah bening : Para trakheal dan jugular vein

Dari faalnya struma dibedakan menjadi :

1. Eutiroid

2. Hipotiroid

3. Hipertiroid

Berdasarkan istilah klinis dibedakan menjadi :

1. Nontoksik : eutiroid/hipotiroid

2. Toksik : Hipertiroid

Pemeriksaan Fisik :

Status Generalis :

Page 20: KASUS-SNNT

1. Tekanan darah meningkat

2. Nadi meningkat

3. Mata :

Exopthalmus

Stelwag Sign : Jarang berkedip

Von Graefe Sign : Palpebra superior tidak mengikut bulbus okuli waktu

melihat ke bawah

Morbus Sign : Sukar konvergensi

Joffroy Sign : Tidak dapat mengerutkan dahi

Ressenbach Sign : Temor palpebra jika mata tertutup

4. Hipertroni simpatis : Kulit basah dan dingin, tremor halus

5. Jantung : Takikardi

Status Lokalis :

1. Inspeksi

Benjolan

Warna

Permukaan

Bergerak waktu menelan

2. Palpasi

Permukaan, suhu

Batas :

Page 21: KASUS-SNNT

Atas : Kartilago tiroid

Bawah : incisura jugularis

Medial : garis tengah leher

Lateral : M. Sternokleidomastoideu

STRUMA NON TOKSIK5

Struma non toksik adalah pembesaran kelenjar tiroid pada pasien eutiroid, tidak

berhubungan dengan neoplastik atau proses inflamasi. Dapat difus dan simetri atau nodular.

Hampir semua struma diduga sebagai hasil dari stimulasi TSH sekunder yang

menyebabkan kurangnya sintesis hormon tiroid. Pembesaran kelenjar tiroid tersebut berguna

untuk mempertahankan pasien dalam keadaan eutiroid. Struma dapat berbentuk difus,

uninodular, atau multinodular. Struma familial diakibat oleh kurangnya enzim yang diperlukan

untuk sintesis hormon tiroid secara keseluruhan atau parsial dan bersifat genetik.

Apabila dalam pemeriksaan kelenjar tiroid teraba suatu nodul, maka pembesaran ini

disebut struma nodosa. Struma nodosa tanpa disertai tanda-tanda hipertiroidisme disebut struma

nodosa non-toksik. Struma nodosa atau adenomatosa terutama ditemukan di daerah pegunungan

karena defisiensi iodium. Biasanya tiroid sudah mulai membesar pada usia muda dan

berkembang menjadi multinodular pada saat dewasa. Struma multinodosa terjadi pada wanita

usia lanjut dan perubahan yang terdapat pada kelenjar berupa hiperplasi sampai bentuk involusi.

Kebanyakan penderita struma nodosa tidak mengalami keluhan karena tidak ada

hipotiroidisme atau hipertiroidisme. Nodul mungkin tunggal tetapi kebanyakan berkembang

menjadi multinoduler yang tidak berfungsi. Degenerasi jaringan menyebabkan kista atau

adenoma. Karena pertumbuhannya sering berangsur-angsur, struma dapat menjadi besar tanpa

gejala kecuali benjolan di leher. Walaupun sebagian struma nodosa tidak mengganggu

pernapasan karena menonjol ke depan, sebagian lain dapat menyebabkan penyempitan trakea

jika pembesarannya bilateral. Pendorongan bilateral demikian dapat dicitrakan dengan foto

Page 22: KASUS-SNNT

Roentgen polos (trakea pedang). Penyempitan yang berarti menyebabkan gangguan pernapasan

sampai akhirnya terjadi dispnea dengan stridor inspirator.

Manifestasi klinis

Struma nodosa dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa hal (Mansjoer, 2001) :

1. Berdasarkan jumlah nodul : bila jumlah nodul hanya satu disebut struma nodosa soliter

(uninodosa) dan bila lebih dari satu disebut multinodosa.

2. Berdasarkan kemampuan menangkap yodium radoiaktif : nodul dingin, nodul hangat, dan

nodul panas.

3. Berdasarkan konsistensinya : nodul lunak, kistik, keras, atau sangat keras.

Hampir semua pasien struma nodusa non toksis tidak memiliki keluhan. Pada umumnya

pasien struma nodosa datang berobat karena keluhan kosmetik atau ketakutan akan keganasan.

Sebagian kecil pasien, khususnya yang dengan struma nodosa besar, mengeluh adanya gejala

mekanis, yaitu penekanan pada esophagus (disfagia) atau trakea (sesak napas). Jika ada pasien

yang datang dengan keluhan kelumpuhan nervus rekuren laringeal seperti suara parau sebaiknya

dicurigai kearah keganasan.

Kadang-kadang penderita datang dengan karena adanya benjolan pada leher sebelah

lateral atas yang ternyata adalah metastase karsinoma tiroid pada kelenjar getah bening,

sedangkan tumor primernya sendiri ukurannya masih kecil. Atau penderita datang karena

benjolan di kepala yang ternyata suatu metastase karsinoma tiroid pada kranium.

Diagnosis

Anamnesa sangatlah penting untuk mengetahui patogenesis atau macam kelainan dari

struma nodosa non toksika tersebut. Perlu ditanyakan apakah penderita dari daerah endemis dan

banyak tetangga yang sakit seperti penderita (struma endemik). Apakah sebelumnya penderita

pernah mengalami sakit leher bagian depan bawah disertai peningkatan suhu tubuh (tiroiditis

kronis). Apakah ada yang meninggal akibat penyakit yang sama dengan penderita (karsinoma

tiroid tipe meduler).

Page 23: KASUS-SNNT

Pada status lokalis pemeriksaan fisik perlu dinilai :

1. jumlah nodul

2. konsistensi

3. nyeri pada penekanan : ada atau tidak

4. pembesaran gelenjar getah bening

Inspeksi dari depan penderita, nampak suatu benjolan pada leher bagian depan bawah

yang bergerak ke atas pada waktu penderita menelan ludah. Diperhatikan kulit di atasnya apakah

hiperemi, seperti kulit jeruk, ulserasi.

Palpasi dari belakang penderita dengan ibu jari kedua tangan pada tengkuk penderita dan

jari-jari lain meraba benjolan pada leher penderita.

Pada palpasi harus diperhatikan :

o lokalisasi benjolan terhadap trakea (mengenai lobus kiri, kanan atau keduanya)

o ukuran (diameter terbesar dari benjolan, nyatakan dalam sentimeter)

o konsistensi

o mobilitas

o infiltrat terhadap kulit/jaringan sekitar

o apakah batas bawah benjolan dapat diraba (bila tak teraba mungkin ada bagian

yang masuk ke retrosternal)

Meskipun keganasan dapat saja terjadi pada nodul yang multiple, namun pada umumnya

pada keganasan nodulnya biasanya soliter dan konsistensinya keras sampai sangat keras. Yang

multiple biasanya tidak ganas kecuali bila salah satu nodul tersebut lebih menonjol dan lebih

keras dari pada yang lainnya.

Page 24: KASUS-SNNT

Harus juga diraba kemungkinan pembesaran kelenjar getah bening leher, umumnya

metastase karsinoma tiroid pada rantai juguler.

Pemeriksaan penunjang meliputi :

1. Pemeriksaan sidik tiroid.

Pemeriksaan tiroid dilaksanakan dengan menggunakan radiofarmaka Tc99m per

technetate untuk angka penangkapan tiroid (uptake) dan sidik tiroid, serta pemeriksaan in

vitro menggunakan I125 untuk T3, T4, dan TSH (RIA).

Hasil pemeriksaan dengan radioisotop yang utama ialah mengetahui fungsi bagian-

bagian tiroid. Pada pemeriksaan ini pasien diberi Nal peroral dan setelah 24 jam secara

fotografik ditentukan konsentrasi yodium radioaktif yang ditangkap oleh tiroid. Dari hasil

sidik tiroid dibedakan 3 bentuk :

o Nodul dingin bila penangkapan yodium nihil atau kurang dibandingkan

sekitarnya. Hal ini menunjukkan keadaan sekitarnya.

o Nodul panas bila penangkapan yodium lebih banyak dari pada sekitarnya.

Keadaan ini memperlihatkan aktivitas yang berlebih.

o Nodul hangat bila penangkapan yodium sama dengan sekitarnya. Ini berarti

fungsi nodul sama dengan bagian tiroid yang lain.

2. Pemeriksaan Ultrasonografi (USG)

Pemeriksaan ini dapat membedakan antara padat, cair, dan beberapa bentuk kelainan,

tetapi belum dapat membedakan dengan pasti ganas atau jinak. Kelainan-kelainan

yang dapat didiagnosis dengan USG :

o kista

Page 25: KASUS-SNNT

o adenoma

o kemungkinan karsinoma

o tiroiditis

3. Biopsi aspirasi jarum halus (Fine Needle Aspiration/FNA)

Mempergunakan jarum suntik no. 22-27. Pada kista dapat juga dihisap cairan

secukupnya, sehingga dapat mengecilkan nodul.

Dilakukan khusus pada keadaan yang mencurigakan suatu keganasan. Biopsi aspirasi

jarum halus tidak nyeri, hampir tidak menyebabkan bahaya penyebaran sel-sel ganas.

Kerugian pemeriksaan ini dapat memberika hasil negatif palsu karena lokasi biopsi

kurang tepat, teknik biopsi kurang benar, pembuatan preparat yang kurang baik atau

positif palsu karena salah interpretasi oleh ahli sitologi.

4. Petanda Tumor.

5. Pada pemeriksaan ini yang diukur adalah peninggian tiroglobulin (Tg) serum. Kadar Tg

serum normal antara 1,5-3,0 ng/ml, pada kelainan jinak rataa-rata 323 ng/ml, dan pada

keganasan rata-rata 424 ng/ml.

Penatalaksanaan

Indikasi operasi pada struma nodosa non toksika ialah:

1. keganasan

2. penekanan

3. kosmetik

Tindakan operasi yang dikerjakan tergantung jumlah lobus tiroid yang terkena. Bila hanya

satu sisi saja dilakukan subtotal lobektomi, sedangkan kedua lobus terkena dilakukan subtotal

tiroidektomi. Bila terdapat pembesaran kelenjar getah bening leher maka dikerjakan juga deseksi

Page 26: KASUS-SNNT

kelenjar leher funsional atau deseksi kelenjar leher radikal/modifikasi tergantung ada tidaknya

ekstensi dan luasnya ekstensi di luar kelenjar getah bening.

Radioterapi diberikan pada keganasan tiroid yang :

1. inoperabel

2. kontraindikasi operasi

3. ada residu tumor setelah operasi

4. metastase yang non resektabel

Hormonal terapi dengan ekstrak tiroid diberikan selain untuk suplemen juga sebagai

supresif untuk mencegah terjadinya kekambuhan pada pasca bedah karsinoma tiroid diferensiasi

baik (TSH dependence). Terapi supresif ini juga ditujukan terhadap metastase jauh yang tidak

resektabel dan terapi adjuvan pada karsinoma tiroid diferensiasi baik yang inoperabel.

Preparat : Thyrax tablet dengan dosis : 3x75 Ug/hari p.o

STRUMA TOKSIK5,6

Struma difus toksik (Grave’s Disease)

Grave’s disease adalah bentuk umum dari tirotoksikosis. Penyakit Grave’s terjadi akibat

antibodi reseptor TSH (Thyroid Stimulating Hormone) yang merangsangsang aktivitas tiroid itu

sendiri.

Manifestasi klinis

Pada penyakit Graves terdapat dua gambaran utama yaitu tiroidal dan ekstratiroidal.

Keduanya mungkin tidak tampak. Ciri- ciri tiroidal berupa goiter akibat hiperplasia kelenjar

tiroid dan hipertiroidisme akibat sekresi hormon tiroid yang berlebihan.

Gejala-gejala hipertiroidisme berupa manifestasi hipermetabolisme dan aktivitas simpatis

yang berlebihan. Pasien mengeluh lelah, gemetar, tidak tahan panas, keringat semakin banyak

Page 27: KASUS-SNNT

bila panas, kulit lembab, berat badan menurun, sering disertai dengan nafsu makan meningkat,

palpitasi, takikardi, diare, dan kelemahan serta atrofi otot. Manifestasi ekstratiroidal berupa

oftalmopati dan infiltrasi kulit lokal yang biasanya terbatas pada tungkai bawah. Oftalmopati

ditandai dengan mata melotot, fisura palpebra melebar, kedipan berkurang, lid lag

(keterlambatan kelopak mata dalam mengikuti gerakan mata), dan kegagalan konvergensi.

Jaringan orbita dan dan otot-otot mata diinfltrasi oleh limfosit, sel mast dan sel-sel plasma yang

mengakibatkan eksoltalmoa (proptosis bola mata), okulopati kongestif dan kelemahan gerakan

ekstraokuler.

Diagnosis

Sebagian besar pasien memberikan gejala klinis yang jelas, tetapi pemeriksaan

laboratorium tetap perlu untuk menguatkan diagnosis. Pada kasus-kasus subklinis dan pasien

usia lanjut perlu pemeriksaan laboratorium yang cermat untuk membantu menetapkan diagnosis

hipertiroidisme. Diagnosis pada wanita hamil agak sulit karena perubahan fisiologis pada

kehamilan pembesaran tiroid serta manifestasi hipermetabolik, sama seperti tirotoksikosis.

Menurut Bayer MF, pada pasien hipertiroidisme akan didapatkan Thyroid Stimulating Hormone

sensitive (TSHs) tak terukur atau jelas subnormal dan Free T4 (FT4) meningkat

Penatalaksanaan

Tujuan pengobatan hipertiroidisme adalah membatasi produksi hormon tiroid yang

berlebihan dengan cara menekan produksi (obat antitiroid) atau merusak jaringan tiroid (yodium

radioaktif, tiroidektomi subtotal).

1. Obat antitiroid

Indikasi :

1. terapi untuk memperpanjang remisi atau mendapatkan remisi yang menetap, pada

pasien muda dengan struma ringan sampai sedang dan tirotoksikosis.

2. Obat untuk mengontrol tirotoksikosis pada fase sebelum pengobatan, atau sesudah

pengobatan pada pasien yang mendapat yodium aktif.

Page 28: KASUS-SNNT

3. Persiapan tiroidektomi

4. Pengobatan pasien hamil dan orang lanjut usia

5. Pasien dengan krisis tiroid

Obat antitiroid yang sering digunakan :

Obat Dosis awal (mg/hari) Pemeliharaan (mg/hari)

Karbimazol 30-60 5-20

Metimazol 30-60 5-20

Propiltourasil 300-600 5-200

2. Pengobatan dengan yodium radioaktif

Indikasi :

1. pasien umur 35 tahun atau lebih.

2. hipertiroidisme yang kambuh sesudah penberian dioperasi.

3. gagal mencapai remisi sesudah pemberian obat antitiroid.

4. adenoma toksik, goiter multinodular toksik.

3. Operasi

Tiroidektomi subtotal efektif untuk mengatasi hipertiroidisme. Indikasi :

1. pasien umur muda dengan struma besar serta tidak berespons terhadap obat

antitiroid.

2. pada wanita hamil (trimester kedua) yang memerlukan obat antitiroid dosis besar.

3. alergi terhadap obat antitiroid, pasien tidak dapat menerima yodium radioaktif.

4. adenoma toksik atau struma multinodular toksik.

5. pada penyakit Graves yang berhubungan dengan satu atau lebih nodul.

Page 29: KASUS-SNNT

Struma nodular toksik

Struma nodular toksik juga dikenal sebagai Plummer’s disease (Sadler et al, 1999).

Paling sering ditemukan pada pasien lanjut usia sebagai komplikasi goiter nodular kronik.

Manifestasi klinis

Penderita mungkin mengalami aritmia dan gagal jantung yang resisten terhadap terapi

digitalis. Penderita dapat pula memperlihatkan bukti-bukti penurunan berat badan, lemah, dan

pengecilan otot. Biasanya ditemukan goiter multi nodular pada pasien-pasien tersebut yang

berbeda dengan pembesaran tiroid difus pada pasien penyakit Graves. Penderita goiter nodular

toksik mungkin memperlihatkan tanda-tanda mata (melotot, pelebaran fisura palpebra, kedipan

mata berkurang) akibat aktivitas simpatis yang berlebihan. Meskipun demikian, tidak ada

manifestasi dramatis oftalmopati infiltrat seperti yang terlihat pada penyakit Graves. Gejala

disfagia dan sesak napas mungkin dapat timbul. Beberapa goiter terletak di retrosternal.

Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan riwayat, pemeriksaan fisik dan didukung oleh tingkat

TSH serum menurun dan tingkat hormon tiroid yang meningkat. Antibodi antitiroid biasanya

tidak ditemukan.

Penatalaksanaan

Terapi dengan pengobatan antitiroid atau beta bloker dapat mengurangi gejala tetapi

biasanya kurang efektif dari pada penderita penyakit Graves. Radioterapi tidak efektif seperti

penyakit Graves karena pengambilan yang rendah dan karena penderita ini membutuhkan dosis

radiasi yang besar. Untuk nodul yang soliter, nodulektomi atau lobektomi tiroid adalah terapi

pilihan karena kanker jarang terjadi. Untuk struma multinodular toksik, lobektomi pada satu sisi

dan subtotal lobektomi pada sisi yang lain adalah dianjurkan.

Page 30: KASUS-SNNT

PENYAKIT TIROID YANG LAIN5

Tiroiditis

Ditandai dengan pembesaran, peradangan dan disfungsi kelenjar tiroid.

1. Akut (supuratif)

Penyakit ini jarang terjadi dan biasanya berhubungan dengan infeksi saluran

perafasan atas. Disebut juga infective thyroiditis, infeksi oleh bakteri atau jamur. Bentuk

khas infeksi bakterial ini ialah tiroiditis septik akut. Kuman penyebab antara lain

Staphylococcus aureus, Streptococcus hemolyticus, dan Pneumococcus. Infeksi terjadi

melalui aliran darah, penyebaran langsung dari jaringan sekitarnya, saluran getah bening,

trauma langsung dan duktus tiroglosus yang persisten. Kelainan yang tejadi dapat disertai

abses atau tanpa abses. Gejala klinis berupa nyeri di leher mendadak, nyeri menelan,

malaise, demam, menggigil, dan takikardi. Nyeri bertambah pada pergerakan leher dan

gerakan menelan. Daerah tiroid membengkak dengan tanda-tanda radang lain dan sangat

nyeri tekan. Pemeriksaan laboratorium menunjukkan leukositosis, LED meninggi,

sidikan tiroid menunjukkan nodul dingin. Pengobatan utama adalah antibiotik. Kokus

gram positif biasanya diatasi dengan penisilin atau derivatnya, tetrasiklin atan

kloramfenikol. Apabila terjadi abses melibatkan satu lobus diperlukan lobektomi (dengan

lindungan antibiotik). Jika infeksi sudah menyebar melalui kapsul dan mencapai jaringan

sekitarnya, diperlukan insisi dan drainage.

2. Subakut

Etiologi umumnya diduga oleh virus. Pada beberapa kasus dijumpai antibodi

autoimun. Pasien mengeluh di leher bagian depan menjalar ke telinga, demam, malaise,

disertai hipertiroidisme ringan atau sedang. Pada pameriksaan fisik ditemukan tiroid

membesar, nyeri tekan, biasanya disertai takikardi berkeringat, demam, tremor dan tanda-

tanda lain hipertiroidisme. Pemeriksaan laboratorium sering di jumpai leukositosis, laju

Page 31: KASUS-SNNT

endap darah meningkat. Pada 2/3 kasus kadar hormon tiroid meninggi karena

penglepasan yang berlebihan akibat destruksi kelenjar tiroid oleh proses inflamasi.

Penyakit ini biasanya sembuh sendiri sehingga pengobatan yang diberikan bersifat

simtomatis. Dapat diberikan asetosal untuk mengurangi nyeri. Pada keadaan berat dapat

diberikan glukokortokoid misalnya prednison dengan dosis awal 50 mg/hari.

3. Menahun

Limfositik (Hashimoto)

Merupakan suatu tiroiditis autoimun dengan nama lain yaitu struma limfomatosa,

tiroiditis autoimun. Umumnya menyerang wanita berumur 30-50 tahun. Kelenjar tiroid

biasanya membesar lambat, tidak terlalu besar, simetris, regular dan padat. Kadang-

kadang ada nyeri spontan dan nyeri tekan. Bisa eutiroid atau hipotiroid dan jarang

hipertiroid. Kelainan histopatologisnya antara lain infiltrasi limfosit yang difus, obliterasi

folikel tiroid dan fibrosis. Diagnosis hanya dapat ditegakkan dengan pasti secara

histologis melalui biopsi. Bila kelenjar tiroid sangat besar mungkin diperlukan

pengangkatan, tetapi operasi ini sebaiknya ditunda karena kelenjar tiroid dapat mengecil

sejalan denagn waktu. Pemberian tiroksin dapat mempercepat hal tersebut.

Page 32: KASUS-SNNT

DAFTAR PUSTAKA

1. De Jong. W, Sjamsuhidajat. R., 2004., Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi Revisi., EGC.,

Jakarta.

2. Djokomoeljanto, 2001., Kelenjar Tiroid Embriologi, Anatomi dan Faalnya., Dalam :

Suyono, Slamet (Editor)., 2001., Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.,FKUI., Jakarta.

3. Lee, Stephanie L., 2004., Goiter, Non Toxic., eMedicine.,

http://www.emedicine.com/med/topic919.htm

4. Mulinda, James R., 2005., Goiter., eMedicine.,

http://www.emedicine.com/MED/topic916.htm

5. Sadler GP., Clark OH., van Heerden JA., Farley DR., 1999., Thyroid and Parathyroid., In

: Schwartz. SI., et al., 1999., Principles of Surgery. Vol 2., 7th Ed., McGraw-Hill.,

Newyork.

6. Mansjoer A et al (editor) 2001., Struma Nodusa Non Toksik., Kapita Selekta

Kedokteran., Jilid 1, Edisi III., Media Esculapius., FKUI., Jakarta

Page 33: KASUS-SNNT