kasus sengketa lahan perkebunan kelapa · pdf filesporadik), di antaranya milik kelompok tani...
TRANSCRIPT
Halaman 1 dari 3
KASUS SENGKETA LAHAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT
ANTARA KELOMPOK TANI MELAWAN PEMDA JAMBI DAN PT. BBIP -
BUKIT BARISAN INDAH PRIMA (BBIP PALM GROUP)
Dasar Masalah :
Tanah/Lahan perkebunan milik rakyat yang tergabung dalam Kelompok Tani Makmur Bersama dan
Kelompok Tani Mandiri beranggotakan 354 orang KK di Desa/Kel. Sungai Toman, Kec. Mendahara Ulu,
Kab. Tanjung Jabung Timur, Provinsi Jambi, seluas 707 Hektar yang dikuasai secara semena-mena oleh
perusahaan perkebunan kelapa sawit PT. Bukit Barisan Indah Prima (BBIP) - BBIP Palm Group, sejak tahun
1996 hingga kini belum dikembalikan kepada para petani, diduga melibatkan aparat Pemerintah Daerah
Tanjung Jabung Timur, dan diduga pula telah terjadi pembiaran oleh Pemerintah Provinsi Jambi dan
Pemerintah Pusat serta berbagai lembaga/institusi resmi negara lainnya.
Kronologis Peristiwa :
Sejak tahun 1970-an, petani menggarap lahan perkebunannya yang terletak di Desa Sungai Toman dan
Desa Simpangtuan (masa itu). Untuk itu, Pesirah/Kepala Marga Sabak Kec. Muara Sabak, Kab. Tanjung
Jabar, menerbitkan SKPT (Surat Keterangan Penggarapan Tanah) No. 76/1977 a.n. Asmuni, yang
dikuatkan dengan Surat Hak Pancung Alas Tanah Marga No. 272/1977. Selain itu, terbit SKPT No. 61/1978
a.n. Azis, yang dikuatkan pula dengan Surat Pancung Alas Tanah Marga No. 220/1979, yang menjadi bukti
pengelolaan dan kepemilikan perkebunan milik warga setempat.
Namun, pada bulan Desember 1996, Bupati Tanjung Jabung Timur, mengeluarkan izin prinsip No. 503/1996
untuk PT. BBIP. Meskipun masih terdaftar dalam kawasan hutan, pihak Badan Pertanahan Nasional (BPN)
setempat, pada bulan Januari telah menerbitkan ijin lokasi dengan No. Surat 03/1997, dengan luas lahan
konsesi 8.000 Hektar, yang menindih / berhimpitan dengan lahan milik petani.
Dalam proses penerbitan ijin tersebut, terjadi maladministrasi (cacat), karena izin pelepasan kawasan hutan
menjadi bukan hutan, baru dikeluarkan Kementerian Kehutanan pada bulan Agustus: No. 505/1997, seluas
3.214 Hektar untuk PT.BBIP yang berada di dua Kabupaten yakni Tanjung Jabung Timur dan Muaro Jambi.
Untuk Kab. Tanjung Jabung Timur seluas 1.500 Hektar, yang di dalamnya terdapat lahan Kelompok Tani
Makmur Bersama (a.n. Asmuni) seluas 404 Hektar, dan 350 Hektar milik Kelompok Tani Mandiri (a.n. Azis).
Selain itu, perusahaan perkebunan kelapa sawit yang telah beoperasi sejak tahun 1996, baru memperoleh
ijin dari BPN Kab. Tanjung Jabung Timur 7 (tujuh) tahun kemudian melalui Surat No. 1/2002 untuk HGU PT.
BBIP.
Sebelumnya, pada bulan Januari 2001, lahan petani yang telah dikuasai oleh perusahaan dituntut untuk
dikembalikan. Sehingga pihak PT. BBIP dan Pemerintah Kecamatan setempat membuat kesepakatan yang
menyatakan antara lain : “.....PT. BBIP akan menyediakan lahan pengganti yang telah berisi tanaman sawit
minimal berumur satu tahun tanam untuk Kelompok Tani Asmawi Cs dan sebagai kompensasinya mereka
keluar dari areal kebun inti yang dikuasai.....”. Akan tetapi, kesepakatan tersebut diingkari dan hanya
menjadi alat pengusiran bahkan kriminalisasi petani dari tanahnya.
Untuk itu, pada bulan Oktober 2002, berdasarkan SKPT dan SHPATM tersebut di atas, Pemerintah Desa
Sungai Toman menerbitkan Surat Pernyataan Penguasaan Fisik Bidang Tanah (SPORADIK) yang
menguatkan hak kepemilikan tanah petani.
Halaman 2 dari 3
Sekitar hampir 400 KK petani (ribuan jiwa) menjadi korban praktek perampasan tanah yang dilakukan
perusahaan yang didukung pemerintah, sehingga menimbulkan konflik berkepanjangan dan telah memakan
banyak korban di semua/berbagai pihak.
Untuk menyelesaikan konflik tersebut, pada tahun 2002, Pemerintah Provinsi Jambi berdasarkan Surat
Perintah Tugas 090/2002 membentuk tim gabungan penyelesain konflik yang bertugas mengecek dan
menginventarisasi kebenaran kepemilikan lahan yang dituntut petani Desa Sungai Toman, hasilnya berupa
Laporan Inventarisasi Kebun Sawit PT. Bukit Barisan Indah Prima tertanggal 4 Maret 2003 yang antara lain
menyatakan : “.....Kelompok Tani Asmuni memiliki lahan seluas 357 Hektar berada di dalam areal HGU PT.
BBIP, sedangkan Kelompok Tani Azis yang memiliki lahan seluas 350 Hektar seluruhnya berada di luar ijin
konsesi HGU PT. BBIP.....”. Sehingga dapat disimpulkan bahwa minimal sejak saat inilah total lahan seluas
707 Hektar diakui secara sah dan meyakinkan oleh pihak berwenang sebagai hak milik para petani.
Selanjutnya berdasarkan hasil inventarisasi tim tersebut di atas, maka di tahun 2003 ditindaklanjuti Gubernur
Jambi dengan melayangkan Surat Rekomendasi ke Bupati Tanjung Jabung Timur yang intinya
menginstruksikan agar PT. BBIP menyertakan para petani (kelompok tani yang sah sebanyak 25 kelompok
tani) yang mempunyai tanah secara sah sesuai hukum. Namun, instruksi Gubernur Jambi tersebut dianggap
angin lalu dan tidak pernah diindahkan oleh bawahannya.
Pemkab Tanjung Jabung Timur malah kemudian menerbitkan SK Bupati No. 380/2005 tentang Penetapan
Kelompok Tani Plasma Pola Kemitraan KKPA (Kredit Koperasi Primer Anggota) KUD (Koperasi Usaha
Desa) Harapan Baru dengan PT. BBIP, di mana jumlah kelompok tani menggelembung dari 25 menjadi 53
kelompok tani. SK Bupati No. 380/2005 inilah yang makin memperkeruh konflik yang sudah berlangsung
lama dan alot serta sebelumnya telah memiliki kekuatan hukum yang secara strata lebih tinggi. Dalam SK
Bupati itu terdapat nama-nama baru ("siluman") anggota kelompok tani yang tiba-tiba muncul dan terdaftar
sebagai anggota KUD yang menjadi pemilik dan pengelola lahan perkebunan sawit milik para petani. Nama-
nama baru ini terindikasikan merupakan keluarga para pejabat atau mantan pejabat, mulai dari oknum
Bupati, Sekda, Dinas Koperasi dan Perdagangan, Kepolisian, sampai kepada Aparatur Pemerintahan Desa,
dan berbagai pihak lainnya baik orang-perorangan, kelompok, swasta, maupun pemerintah, yang
sebelumnya tidak terdaftar dalam daftar pemilik dan pengelola tanah yang sah sesuai laporan final hasil tim
investigasi bentukan Gubernur Jambi tersebut di atas.
SK Bupati tersebut di ataslah, yang oleh berbagai pihak terutama KUD Harapan Baru kemudian dijadikan
alat perampasan tanah petani yang berada di luar konsesi HGU PT. BBIP. Keuntungan dari hasil KUD pun
mengalir ke kantong-kantong pribadi para oknum tak bertanggung-jawab. Sebagai informasi, total lahan
perkebunan kelapa sawit yang digarap oleh KUD Harapan baru adalah sebanyak 2.910 Kavling dengan luas
masing-masing 2 (dua) Hektar jadi total luas lahan yang dikuasai adalah 5.820 Hektar.
Sebelumnya, KUD Harapan Baru berdiri pada bulan Juni 2002, sesuai dengan usulan pihak perusahaan
(PT. BBIP) untuk melakukan kerjasama pengolahan perkebunan sawit dengan pola kemitraan KKPA dengan
sepengetahuan Bupati, sehingga pada bulan Oktober 2003 dan 3 November 2003, Kelompok Tani Makmur
Bersama (d/h..Asmuni Cs) dan Kelompok Tani Mandiri (d/h..Azis Cs) digiring/dipaksa untuk masuk ke dalam
pola kemitraan tersebut.
KUD Harapan baru kemudian dilaporkan melakukan pemalsuan data Sporadik milik para petani. Hasilnya,
Pengadilan Negeri Kuala Tungkal melalui Putusan No. 205/2006 menyatakan bahwa mantan Ketua KUD
Harapan Baru telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana pemalsuan (data
Sporadik), di antaranya milik Kelompok Tani Makmur Bersama sebanyak 160 dan Kelompok Tani Mandiri
sebanyak 129 data Sporadik. Namun data-data Sporadik yang digunakan sebagai dasar penerbitan SK
Bupati No. 380/2005, yang sudah dinyatakan palsu sesuai Putusan Pengadilan Negeri tersebut masih
dipakai oleh para oknum tersebut hingga kini, yang anehnya malah diperkuat oleh BPN Provinsi Jambi
melalui Surat No. 570/2007. Padahal Putusan Pengadilan Negeri tersebut telah pula dikuatkan dengan
Putusan Pengadilan Tinggi.
Halaman 3 dari 3
Ombudsman RI pun pernah turut memediasi sengketa ini dengan merekomendasikan antara lain agar data
Sporadik petani yang telah terbukti dipalsukan sesuai Putusan Pengadilan tersebut tidak digunakan lagi baik
sebagai lampiran SK No. 380/2005 atau legalisasi apapun (SK tersebut cacat demi hukum).
Untuk itu, pada tahun 2009, Kelompok Tani Makmur Bersama (d/h. Asmuni Cs) dan Kelompok Tani Mandiri
(d/h. Azis Cs) yang keduanya diketuai oleh Sdr. Drs. H. Karma Acu, MM., dimasukkan lagi sebagai anggota
KUD Harapan Baru.
Pada saat petani melakukan kegiatan panen di perkebunan sawit tersebut, pihak KUD Harapan Baru
melaporkan para petani termasuk Sdr. Karma Acu sebagai pelaku pencuri sawit pada tanggal 12 November
2009. Pengadilan Negeri setempat kemudian menjatuhkan vonis hukuman bersalah, termasuk kepada Sdr.
Karma Acu. Anehnya, baik pihak Kepolisian maupun Pengadilan setempat tidak menggubris protes dan
fakta bahwa yang dijadikan dasar melapor oleh pihak KUD adalah SK Bupati No. 380/2005 yang sudah
dinyatakan palsu tersebut. Ini artinya sesama institusi/lembaga negara tidak saling menghormati, terutama
pengadilan.
Pada tahun 2009 terjadi konflik antara petani yang diduga kuat akibat politik adu-domba perusahaan, terkait
lahan panen di atas areal PT. BBIP, akibatnya tiga orang petani yakni Sdr. Hendara, Joko, dan Hasan asal
Desa Sungai Toman, tewas. Entah setan apa yang merasuki para manusia serakah ini, hingga tega
melakukan hal-hal di luar perikemanusiaan ini. Terakhir kami mendapatkan informasi bahwa di lahan yang
dipersengketakan tersebut kemungkinan terdapat kandungan kekayaan alam berupa energi dan sumber
daya mineral berupa minyak bumi, batu-batuan/logam mulia, atau sumber daya alam pertambangan
berharga lainnya.
Para petani sudah melaporkan kasus ini baik kepada Kepolisian RI, Kompolnas RI, Ombudsman RI,
Komnas HAM RI, Pemerintah Provinsi/Daerah Jambi, dan lain sebagainya namun belum ada satu pun yang
membuahkan hasil nyata. Proses-proses mediasi, antara lain yang dilakukan oleh Ombudsman RI sudah
intensif dilakukan, bahkan sudah pula turun ke lapangan, namun sepertinya tidak ada itikad baik dan
komitmen baik dari aparat pemerintah setempat maupun perusahaan.
Hingga akhirnya Surat Pengaduan ini sampai ke tangan Bapak/Ibu, nasib para petani yang notabene adalah
rakyat kecil yang tidak berdaya di daerah terpencil yang jauh dari ibukota negara Indonesia, masih
terkatung-katung dalam penderitaan tiada akhir, bahkan terancam jiwa dan raganya.
Mohon kiranya Yang Terhormat Bapak/Ibu bisa berkenan membantu kami demi alasan Kemanusiaan,
Hukum dan Keadilan di Republik Indonesia tercinta ini.
Salam Rakyat!
(http://unstopindonesia.wordpress.com)