kasus korupsi di instansi pemerintah legislatif eksekutif yudikatif

29
5. KASUS KORUPSI DALAM INSTANSI PEMERINTAH, LEMBAGA LEGISLATIF, EKSEKUTIF, YUDIKATIF 5.1. Kasus Korupsi dalam Instansi Pemerintah Inilah beberapa daftar kasus korupsi yang dilakukan instansi pemerintah di Indonesia : Kasus dugaan korupsi Soeharto : Dakwaan atas tindak korupsi di tujuh yayasan. Pertamina : Dalam Technical Assistance Contract dengan PT Ustaindo Petro Gas. Bapindo : Pembobolan di Bank Pembangunan Indonesia (Bapindo) oleh Eddy Tansil . HPH dan dana reboisasi : Melibatkan Bob Hasan , Prajogo Pangestu , sejumlah pejabat Departemen Kehutanan, dan Tommy Soeharto . Bantuan Likuiditas Bank Indonesia : Penyimpangan penyaluran dana BLBI Kasus Abdullah Puteh : Korupsi APBD . Pada 17 Oktober 2006, Kejaksaan Agung Republik Indonesia mulai menayangkan foto dan menyebarkan data para buronan tindak pidana korupsi yang putusan perkaranya telah berkekuatan hukum tetap. Data dan foto 14 belas koruptor tersebut direncanakan ditayangkan di televisi dan media massa dengan frekuensi seminggu sekali. Mereka adalah:

Upload: shahnaz-nadiva

Post on 10-Dec-2014

160 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

korupsi

TRANSCRIPT

Page 1: Kasus Korupsi Di Instansi Pemerintah Legislatif Eksekutif Yudikatif

5. KASUS KORUPSI DALAM INSTANSI PEMERINTAH, LEMBAGA

LEGISLATIF, EKSEKUTIF, YUDIKATIF

5.1. Kasus Korupsi dalam Instansi Pemerintah

Inilah beberapa daftar kasus korupsi yang dilakukan instansi pemerintah di

Indonesia :

Kasus dugaan korupsi Soeharto : Dakwaan atas tindak korupsi di tujuh

yayasan.

Pertamina : Dalam Technical Assistance Contract dengan PT Ustaindo

Petro Gas.

Bapindo : Pembobolan di Bank Pembangunan Indonesia (Bapindo) oleh

Eddy Tansil.

HPH dan dana reboisasi: Melibatkan Bob Hasan, Prajogo Pangestu,

sejumlah pejabat Departemen Kehutanan, dan Tommy Soeharto.

Bantuan Likuiditas Bank Indonesia : Penyimpangan penyaluran dana BLBI

Kasus Abdullah Puteh: Korupsi APBD.

Pada 17 Oktober 2006, Kejaksaan Agung Republik Indonesia mulai menayangkan

foto dan menyebarkan data para buronan tindak pidana korupsi yang putusan

perkaranya telah berkekuatan hukum tetap. Data dan foto 14 belas koruptor

tersebut direncanakan ditayangkan di televisi dan media massa dengan frekuensi

seminggu sekali.

Mereka adalah:

1.           Sudjiono Timan - Dirut PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia (BPUI)

2.           Eko Edi Putranto - Direksi Bank Harapan Sentosa (BHS)

3.           Samadikun Hartono - Presdir Bank Modern

4.           Lesmana Basuki - Kasus BLBI

5.           Sherny Kojongian - Direksi BHS

6.           Hendro Bambang Sumantri - Kasus BLBI

7.           Eddy Djunaedi - Kasus BLBI

8.           Ede Utoyo - Kasus BLBI

9.           Toni Suherman - Kasus BLBI

10.       Bambang Sutrisno - Wadirut Bank Surya

Page 2: Kasus Korupsi Di Instansi Pemerintah Legislatif Eksekutif Yudikatif

11.       Andrian Kiki Ariawan - Direksi Bank Surya

12.       Harry Mattalata alias Hariram Ramchmand Melwani - Kasus BLBI

13.       Nader Taher - Dirut PT Siak Zamrud Pusako

14.       Dharmono K Lawi - Kasus BLBI

Berdasarkan studinya Transparansi Indonesia IPK Indonesia termasuk rendah

disebabkan oleh adanya praktek korupsi dalam urusan layanan pada bidang bisnis,

antara lain meliputi ijin-ijin usaha (ijin domisili, ijin usaha, HGU, IMB, ijin

ekspor, angkut barang, ijin bongkar muat barang,), pajak (restitusi pajak,

penghitungan pajak, dispensasi pajak), pengadaan barang dan jasa pemerintah

(proses tender, penunjukkan langsung), proses pengeluaran dan pemasukan

barang di pelabuhan (bea cukai), pungutan liar oleh polisi, imigrasi, tenaga kerja,

proses pembayaran termin proyek dari KPKN (Kantor Perbendaharaan Kas

Negara).

Secara de facto saat ini sudah ada empat badan institusi negara yang memiliki

tugas dan kewenangan yang berhungan dengan upaya pemberantasan korupsi di

Indonesia, yaitu: (1) kepolisian, (2) kejaksaan, (3) KPK (Komisi Pembarantas

Korupsi), (4) Timtastipikor (Tim Pemberantas Tindak Pidana Korupsi)

Adapun tugas dan kewengan dari tiap institusi negara yang berhubungan dengan

upaya pemberantasan korupsi adalah sebagai berikut:

1. Aparat Kepolisian

Polisi merupakan salah salah satu fungsi pemerintahan negara dibidang

pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum,

perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat. Tugas dan

wewenang kepolisian diatur dalam UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian

Republik Indonesia. Dalam kaitannya dengan kasus korupsi polisi memiliki hak

dalam penyelidikan, yaitu serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan

menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan

dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur dalam

Page 3: Kasus Korupsi Di Instansi Pemerintah Legislatif Eksekutif Yudikatif

undang-undan dan penyidikan. Selain itu polisi juga memiliki hak penyidikan,

yaitu serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur

dalam undang-undang untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan

bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan

tersangkanya.   Hal ini sebagimana yang dijelaskan dalam pasal 14 UU No 2

Tahun 2002 yang berbunyi ”melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap

semua tindak pidana sesuai dengan hukum acara pidana dan peraturan

perundang-undangan lainnya”. Selain itu kepolisian juga berwenang untuk

menghentikan penyidikan sebagaiman yang di ungkapkan dalam pasal 16 bahwa :

” Dalam rangka menyelenggarakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal

13 dan 14 di bidang proses pidana, Kepolisian Negara Republik Indonesia

berwenang untuk : h. Mengadakan penghentian penyidikan”.

2. Kejaksaan

Kejaksaan adalah lembaga pemerintah yang melaksanakan kekuasaan Negara di

bidang penuntutan serta kewenagan lain berdasarkan undang-undang. Kejaksaan

dipimpin oleh Jaksa Agung yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden.

Dalam kaitanya dengan upaya pemberantasan korupsi kejaksaan memiliki

wewenang untuk melakukan penyelidikan dan penuntutan sebagaimana yang

tertuang dalam pasal UU No 16 Tahun 2004. Wewenang yang dimiliki kejaksaan

menjadi lebih sempit sejak ditetapkan UU No 16 2004 yang pada undang-undang

sebelumnya (Kepres No 55 Tahun 1991) selain memiliki wewenang penyelidikan

dan penuntutan juga memiliki wewenang dalam penyidikan. Meskipun begitu,

kejaksaan masih memilki kewenagan secara yuridis dalam penyidikan

sebagaimana dalam pasal (27) PP No. 27 Tahun 1983 (tentang pelaksanaan

KUHP Bab VII PenyidikanTerhadap Tindak PidanaTertentu) bahwa ”penyidikan

menurut ketentuan khusus acara pidana sebagaimana tersebut pada UU tertentu

sebagaimana dimaksud dalam pasal 284 KUHAP dilaksanakan oleh penyidik,

Jaksa dan pejabat penyidik yang berwenang lainnya berdasarkan peraturan

perundang- undangan”. Dalam pelaksanaan tugas dan wewenang, kejaksaan

memiliki wewenang untuk membina hubungan kerja sama dengan badan penegak

hukum dan keadilan serta badan negara atau instansi lainya. Dalam UU yang

Page 4: Kasus Korupsi Di Instansi Pemerintah Legislatif Eksekutif Yudikatif

terakhir ini (UU No 16 Tahun 2004) juga mengurangi wewenang kejaksaan dalam

pemberhentian penyelidikan, penyidikan dan penuntutan sebagaimana yang diatur

dalam  Kepres No 55 Tahun 1991. Meskipun begitu dalam pasal 32 kejaksaan

diserahi tugas dan wewenang lain dalam undang-undang sehingga kejaksaan juga

memilki wewenang untuk mengelurtkan suarat pemberhentian penyelidikan,

penyidikan dan penuntutan (SP3) berdasarkan pasal 109 Kitab Undang-Undang

Hukum Acara Pidana (KUHP).

3. KPK ( Komisi Pemberantas Korupsi)

Pembentukan KPK merupakkan pola baru dalam menindak lajuti kasus korupsi

yang sebelumnya ditangani oleh kepolisian dan kejaksaan diniliai belum

maksimal dalam menjalankan tugas sebagai lembaga pemberantas korupsi sehinga

diperlukan suatu lembaga yang independen, profesional, dan akuntabel[7]. Hal ini

sebagaimana yang tertuang dalam UU No. 30 Tahun 2002  huruf b, yaitu bahwa

”Lembaga pemerintah yang menangani perkara tindak pidana korupsi belum

berfungsi secara efektif dan efisien dalam dalam memberantas tidak pidana

korupsi”.  KPK dalam menjalaskan tugasnya sebagai pemeberantas korupsi tidak

bertanggung jawab terhadap presiden sebagaimana lembaga seniornya yaitu

kepolisian dan kejaksaan tetapi bertanggung jawab langsung terhadap publik atau

masyarakat.

Adapun tugas, kewajiban dan wewenang KPK juga diatur dalam UU N0. 30

Tahun 2002. Dalam pasal 6 dijelaskan bahwa KPK memiliki tugas dan wewengan

: (1)  koordinasi dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan

tindak pidana korupsi, (2)  supervisi terhadap instansi yang berwenang melakukan

pemberantasan tindak pidana korupsi, (3) melakukan penyelidikan, penyidikan,

dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi, (4) melakukan tindakan-tindakan

pencegahan tindak pidana korupsi, (5) melakukan monitor terhadap

penyelenggaraan pemerintahan negara. Selain itu dalam menjalankan tugas dan

wewenang penyelidikan dan penyidikan KPK diberi wewenang yang diatur dalam

Melihat wewenang yang diberikan terhadap KPK menunjukkan bahwa ia adalah

lembaga superbody yang memiliki wewenang yang dimliki oleh kepolisian dan

Page 5: Kasus Korupsi Di Instansi Pemerintah Legislatif Eksekutif Yudikatif

kejaksaan. Dalam melakukan tugas dan wewenang di atas, KPK juga memiliki

wewenang dalam mengambil alih penyidikan atau penuntutan terhadap pelaku

tindak pidana korupsi yang sedang dilakukan oleh kepolisian atau kejaksaan

sebagaiman yang tertuang dalam pasal 8. Adapun tugas dan wewenang KPK

meliputi penyelidikan, penyidikan dan penuntutan dalam memberantas korupsi

dibatasi melalui pasal 11, yaitu (1)

melibatkan aparat penegak hukum, penyelenggara negara, dan orang lain yang ada

kaitannya dengan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh aparat penegak

hukum atau penyelenggara negara, (2) mendapat perhatian yang meresahkan

masyarakat, (3) menyangkut kerugian negara paling sedikit Rp. 1.000.000.000,00

(satu milyar rupiah). Pembatasan yang lain bagi KPK adalah selama menjalankan

wewenangnya KPK tidak berwenang mengeluarkan surat pemberhentian

penyidikan dan penuntutan (Sp3).

4. Timtastipikor

Tim Koordinasi Pemberantasan Korupsi merupkan lembaga pemerintah dalam

menindak lanjuti  kasus korupsi yang dibentuk dan bertanggung jawab secara

langsung terhadap presiden berdasarkan Keppres No. 11 Tahun 2005. Adapun

Timtaspikor ini keanggotaanya terdari dari Kejaksaan Republik Indonesia,

Kepolisian Negara Republik Indonesia dan Badan Pengawasan Keuangan dan

Pembangunan. Adapun tugas dan wewenang Timtastipikor adalah (1) melakukan

penyelidikan, penyidikan dan penuntutan sesuai ketentuan hukum acara pidana

yang berlaku terhadap kasus dan/atau indikasi tindak pidana korupsi, (2) mencari

dan menangkap para pelaku yang diduga keras melakukan tindak pidana korupsi,

serta menelusuri dan mengamankan seluruh aset-asetnya dalam rangka

pengembalian keuangan negara secara optimal, yang berkaitan dengan tugas

sebagaimana dimaksud pada huruf, (3) Melakukan kerjasama dan/atau koordinasi

dengan Badan Pemeriksa Keuangan, Komisi Pemberantasan Korupsi, Pusat

Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan, Komisi Ombudsman Nasional dan

instansi pemerintah lainnya dalam upaya penegakan hukum dan pengembalian

kerugian keuangan negara akibat tindak pidana korupsi, (4) Melakukan hal-hal

Page 6: Kasus Korupsi Di Instansi Pemerintah Legislatif Eksekutif Yudikatif

yang dianggap perlu guna memperoleh segala informasi yang diperlukan dari

semua instansi Pemerintah Pusat maupun instansi Pemerintah Daerah, BUMN,

BUMD, serta pihak-pihak lain yang dipandang perlu, sesuai ketentuan peraturan

perundang-undangan yang berlaku. Namun karena keberadaan Timtastipikor

dinilai kurang efektif dan tegas serta kewenagannya tumpang tindih dengan

lambaga pemerintah lainnya seperti kepolisian, kejaksaan dan KPK sehingga

dikeluarkan Keppres No 10 Tahun 2007 tentang Pengakhiran Tugas Dan

Pembubaran Tim Koordinasi Pemberantasan Tindak Korupsi.

5.2. Kasus Korupsi di Lembaga Eksekutif

Kasus korupsi yang ada di lembaga eksekutif itu bukan suap, karena dia bisa

sampai mark up. Meski demikian, kasus korupsi baik mark up ataupun suap sama

saja korupsi, sehingga perlu ditindak tegas. Hal tersebut cukup jelas terlihat dalam

pidato Presiden pada tanggal 16 Agustus 2012 di DPR RI terkait keprihatinan

perilaku korupsi di Indonesia. Contohnya, Kasus Korupsi Sumbar yang

Didominasi Lembaga Eksekutif. Divisi Kebijakan Publik Lembaga bantuan

Hukum (LBH) Kota Padang, Ardisal, mengatakan kasus korupsi yang terjadi pada

Tahun 2009 di Sumatera Barat (Sumbar) didominasi dari lembaga eksekutif . Dari

106 kasus korupsi yang terjadi di Sumatera Barat selama tahun 2009, korupsi

didominasi dari lembaga eksekutif. Kasus korupsi yang dilakukan dari lembaga

ekskutif (pemerintahan) sebanyak 44 kasus. Dari 106 kasus korupsi yang terjadi di

Sumatera Barat selama Tahun 2009, kerugian keuangan negara mencapai

RP114.198 M. Dari Badan Umum Milik Negara (BUMN) ditemukan kasus

korupsi sebanyak 3 kasus dan Badan umum milik daerah (BUMD) sebanyak 2

kasus. Sementara itu korupsi pada Tahun 2009 yang dilakukan dari pihak swasta

yang ada yang terjadi di Sumatera Barat sebanyak 11 kasus. Para pemimpin rakyat

di Sumatera Barat belum sungguh-sungguh dalam mewujudkan pemerintahan

yang bebas dari korupsi. Dari hulu hingga hilir sektor-sektor pemerintahan dan

swasta terindikasi melaksanakan praktek-praktek kolusi, korupsi dan nepotisme.

Menurutnya, jika dilihat secara acak disetiap lapisan struktural kemasyarakatan

dan pemerintahan telah terdapat lembaga dan mekanisme pemberantasan penyakit

korupsi yang sangat besar.. Namun apa daya sejak tahun 2009 (era reformasi,red)

Page 7: Kasus Korupsi Di Instansi Pemerintah Legislatif Eksekutif Yudikatif

hingga sekarang tingkat korupsi yang terjadi di Sumatera Barat terus meningkat,

hal terlihat pada Tahun 2008 sebanyak 103 kasus, sedangkan pada tahun 2009

sebanyak 106 kasus korupsi artinya naik sebanyak 3 kasus. Dari pengamatan LBH

Padang, terdapat banyak sekali kasus-kasus korupsi yang terdakwanya adalah

pemimpin daerah yang ternyata dijatuhi putusan lepas atau bebas. Seperti kasus

Dugaan Tindak Pidana Korupsi dalam Proyek Penyiapan Pemukiman

Transmigrasi dengan berkas atas nama Achyarman. Kasus tindak pidana korupsi

pada kegiatan Pengembangan Tanaman Kakao Tahun 2005 di Dinas Perkebunan

Propinsi Sumatera Barat yang melibatkan mantan Kepala Dinas Perkebunan

Sumbar Ir. Sohil Noer.

Kemudian pada kasus tindak pidana korupsi penyalahgunaan kewenangan dengan

cara melakukan penarikan uang milik BPR dengan berkas atas nama Samsurizal,

kemudian tindak pidana korupsi penyelewengan keuangan negara berupa

penyelewengan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) oleh terdakwa Indriyati

Yanimar yang juga di vonis bebas.

Dia menambahkan, belum lagi saat ini masih terdapat beberapa kasus korupsi

yang belum jelas nasibnya juga melibatkan pemimpin daerah di Sumatera Barat.

Seperti kasus penerangan lampu jalan umum kota Padang yang melibatkan "FB"

ternyata lenyap begitu saja setelah jadi perbicangan umum. Kasus korupsi

pengadaan tanah dan pasar Banto di Bukittinggi yang juga melibatkan "J" tapi

hanya berkutat pada bawahannya. Kasus pengadaan komputer dan tanah di

Kabupaten Solok yang sesungguhnya melibatkan "G" tetapi belum juga tersentuh.

Sumatera Barat, Kalimantan Barat, Jawa Timur, Sulawesi Tengah dan Nusa

Tenggara Barat.Dari total 10 studi kasus terdapat 4 kasus dugaan korupsi lembaga

Legislatif di tingkat Kabupaten; 4 kasus dugaan korupsi lembaga eksekutif di

tingkat Kabupaten; dan 2 kasus dugaan korupsi lembaga legislatif di tingkat

propinsi. Studi kasus dilakukan pada bulan Mei sampai Nopember 2006 dengan

melakukan in-depth interview kepada lebih dari 200 responden dan 13 Focus

Group Discussion yang melibatkan kurang lebih 150 peserta meliputi: warga

Page 8: Kasus Korupsi Di Instansi Pemerintah Legislatif Eksekutif Yudikatif

masyarakat, aparat penegak hukum, tersangka korupsi dan pengacaranya, aktor

pendorong dan media massa.

Lembaga eksekutif dinobatkan sebagai institusi terkorup di Provinsi Aceh selama

2011. Lembaga ini mendominasi kasus korupsi yang terjadi sepanjang tahun ini

dan berkontribusi sebesar 96 persen terhadap kerugian negara.

Berdasarkan hasil monitoring peradilan dilakukan Badan Pekerja Masyarakat

Transparansi Aceh (MaTA) pada 2011, ada 75 kasus korupsi yang sedang dan

sudah diproses penegak hukum.Pihak eksekutif paling banyak terlibat.

Jumlah kerugian negara yang ditimbulkan dari 75 kasus tersebut mencapai

Rp325,6 miliar. Ini belum termasuk delapan kasus yang nilai kerugian negaranya

masih diaudit. Jumlah tersangka yang diproses sebanyak 161 orang, belum

termasuk tujuh kasus yang belum ditetapkan tersangkanya.

Dengan koleksi 59 kasus, eksekutif berkontribusi paling besar terhadap kerugian

negara yakni senilai Rp316,4 miliar atau 96,59 persen. Sisanya disumbangkan

oleh legislatif (Rp1 miliar), Komisi Daerah (Rp1,9 miliar), BUMN (Rp2,7 miliar),

BUMD (Rp200 juta), Yayasan (Rp3 miliar) dan Swasta (Rp1,2 milyar).

Korupsi terbanyak ditemukan di sektor infrastruktur yakni 20 kasus, disusul

sektor keuangan daerah 15 kasus, sektor pendidikan 13 kasus, kesehatan delapan

kasus, pengadaan barang lima kasus, dan olahraga tiga kasus.

Alfian menyebutkan, korupsi pada sektor keuangan daerah merupakan

penyumbang kerugian negara terbesar di Aceh selama 2011 yaitu mencapai

Rp286,4 miliar atau 87 persen dari total kerugian negara. Kemudian sektor

infrastruktur sebanyak Rp10,9 miliar atau 3,34 persen, pengadaan barang Rp10,4

miliar atau 3,20 persen.

Berdasarkan daerah, Aceh Utara menempati posisi puncak sebagai kabupaten

terkorup di Aceh dengan kasus korupsi yang menimbulkan kerugian negara

Page 9: Kasus Korupsi Di Instansi Pemerintah Legislatif Eksekutif Yudikatif

mencapai Rp221,7 miliar atau setara dengan 67,68 persen dari keseluruhan kasus.

Disusul kabupaten Bireuen dengan besaran kerugian negara Rp60,5 miliar serta

Aceh Tamiang dengan jumlah 10,4 miliar.

Menurut Alfian, dari 75 kasus yang dimonitoring tersebut 39 di antaranya masih

dalam proses penyidikan dan belum dilimpahkan ke pengadilan. Sementara 14

lainnya dalam proses persidangan. “Kami mendorong jajaran kepolisian dan

kejaksaan di Aceh untuk menuntaskan kasus korupsi yang selama ini belum

terselesaikan secara hukum,” katanya.

5.3. Kasus Korupsi di Lembaga Legislatif

Kasus korupsi yang beredar di lembaga legislative hanyalah sebatas suap, yang

dilakukan pihak luar demi melancarkan proyek dan memberikan putusan yang

menguntungkan terdakwa seperti yang terjadi pada kasus suap hakim ad hoc

Tipikor Semarang.

Praktik korupsi di lembaga legislatif saat ini ditengarai semakin ganas. Politisi

instan juga semakin banyak. Perbaikan partai politik, terutama terkait transparansi

keuangan partai dan pengukuran kinerja kadernya, menjadi jalan utama

memperbaiki kondisi Dewan Perwakilan Rakyat.

Kondisi itu mengemuka dalam diskusi tentang DPR yang terbelit korupsi. Diskusi

dipandu Teten Masduki dari Transparency International Indonesia. Narasumber

yang tampil adalah Wakil Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi

Keuangan (PPATK) Agus Santoso, Haryatmoko (ahli etika dari Universitas

Sanata Dharma, Yogyakarta), Akhiar Salmi (ahli hukum pidana korupsi dari

Universitas Indonesia, Jakarta), Sebastian Salang (Forum Masyarakat Peduli

Parlemen Indonesia), dan anggota Komisi III dari Fraksi Partai Demokrasi

Indonesia Perjuangan DPR, Eva Kusuma Sundari.

Narasumber dan pemandu sepakat, perilaku koruptif yang ganas di DPR itu

terungkap jelas di media massa, dengan banyaknya anggota Dewan yang terjerat

kasus korupsi. Semakin banyak dan beragam pula kasus korupsi yang terungkap

di DPR.

Page 10: Kasus Korupsi Di Instansi Pemerintah Legislatif Eksekutif Yudikatif

Becermin dari kasus korupsi pembangunan wisma atlet SEA Games di

Palembang, Teten menilai, korupsi di DPR sudah amat memprihatinkan. Dari

kasus itu terlihat, anggota DPR ikut mengatur pelaksanaan proyek di kementerian

atau lembaga dan kemudian mendapatkan uang dari kegiatan itu.

Korupsi di DPR, kata Sebastian, sekarang dilakukan dengan memborong berbagai

proyek di APBN. Sejumlah calo memberikan uang kepada pejabat di kementerian

atau lembaga untuk mendapatkan sejumlah proyek. Uang itu juga diberikan

kepada sejumlah anggota DPR agar mereka menyetujui sejumlah proyek. Dalam

kondisi ini, lelang hanya menjadi formalitas.

Anggota Panitia Seleksi Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK),

Rhenald Kasali, menuturkan tren korupsi di Indonesia kini beralih ke ranah

legislatif, seperti lembaga DPR. Ada yang blur dari sisi penyediaan anggaran di

sana.

Penganggaran di wilayah legislatif dinilainya belum transparan. Penggoyang

lembaga legislatif (DPR) itu bisa dari pengusaha maupun legislator yang menyaru

menjadi pengusaha.

Di sisi lain, Sekretaris Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum, Denny

Indrayana, menuturkan korupsi yang merusak merupakan korupsi politik.

Denny mencontohkan hulu korupsi seperti dalam pemilihan umum, pemilihan

kepala daerah, hingga pengadaan barang dan jasa. Sementara itu, hilirnya adalah

korupsi hukum. Korupsi yang terjadi ketika ada kasus hokum.

Antara hulu dan hilir, Denny menguraikan jembatannya adalah pebisnis. Pebisnis

bisa membayar politikus maupun aparat penegak hukum demi kepentingan

mereka

Salah satu upaya mengurangi korupsi politik adalah memperbaiki partai politik.

"Kita sudah on the track dengan menyederhanakan partai politik," kata Denny.

Page 11: Kasus Korupsi Di Instansi Pemerintah Legislatif Eksekutif Yudikatif

Dengan semakin sedikitnya partai politik, kian mudah mengatur manajemen

kepentingan.

Sebagai sebuah Negara tentunya indonesia memiliki tujuan, sebagaimana

termaktub dalam dalam alenia keempat Pembukaan UUD 1945 yang berbunyi

“Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pemerintahan negara Indonesia

yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia,

untuk memajukan kesejahtetaan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut

melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi,

dan keadilan sosial”.

Namun beragam persoalan yang tengah dialami bangsa Indonesia saat ini, pasca

reformasi, apa yang menjadi tujuan dari Negara yaitu mensejahterakan,

mencerdaskan rakyat nyatanya masih jauh panggang dari api, bahkan yang lebih

menyakitkan hati rakyat adalah menyaksikan penghianatan oleh wakil-wakilnya

yang dipilih langsung melalui pemilihan umum, padahal ketika masa kampanye

rakyat dikenyangkan dengan janji-janji, yang berhasil menarik simpatik dari

rakyat. Berbagai pemberitaan mengenai nasib bangsa yang semakin hari semakin

tenggelam dan semakin terpuruk.

Faktor utama penyebab dari semakin parahnya kondisi bangsa adalah

mewabahnya salah satu penyakit yang sudah menjalar kemana-mana, bahkan

menjangkiti para anggota legislator yang seharusnya menjadi wakil rakyat,

membuat legislasi yang pro-rakyat, namun yang terjadi malah sebaliknya, mereka

berlindung dibalik jubah lembaga legislatif yang bernama DPR, wabah itu adalah

“KORUPSI”

Catatan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) selama tahun 2007 ada 2 orang

yang terjerat korupsi, 7 orang pada 2008, 8 orang pada 2009, 27 orang pada 2010,

5 orang pada 2011 dan sampai April 2012 ini 4 orang. Dari jumlah tersebut ada

nama politisi yang disebut dua kali karena terlibat dalam dua kasus korupsi yang

berbeda seperti Hamka Yandhu, Anthony Zeidra Abidin, dan Sofyan Usman.

Page 12: Kasus Korupsi Di Instansi Pemerintah Legislatif Eksekutif Yudikatif

Kasus-kasus korupsi yang melibatkan anggota parlemen itu didominasi kasus

suap. Misalnya, sebanyak 30 anggota DPR periode 1999-2004 terjerat kasus suap

cek pelawat pemilihan Dewan Gubernur Senior BI. Kasus cek pelawat ini terjadi

pada 2004 yang terungkap karena nyanyian bekas anggota Komisi IX DPR dari

PDIP, Agus Condro pada 2008 ke KPK. Lalu, ada juga kasus suap terkait alih

fungsi hutan lindung dan pengadaan Sistem Komunikasi Radio Terpadu

Kementerian Kehutanan tahun 2007-2006Kasus ini menjerat anggota Komisi IV

DPR tahun 2004-2009. Sebanyak 50 anggota Komisi IV DPR tahun 2004-2009

diduga menerima suap terkait alih fungsi hutan lindung menjadi Pelabuhan

Tanjung Api-Api, Musi Banyuasin, Sumatera Selatan. Namun, hanya 6 anggota

Komisi IV DPR 2004-2009 yang terbukti di Pengadilan Tipikor pada tahun 2008,

menerima suap alih fungsi hutan lindung dan SKRT Dephut.

Teranyar, KPK tengah memproses indikasi tindak pidana korupsi dalam proses

pengadaan proyek Wisma Atlet SEA Games senilai Rp 191 miliar. Pengadaan

proyek ini setidaknya melibatkan DPR, Kementerian Pemuda dan Olahraga, serta

pemerintah daerah. Muhammad Nazaruddin, telah divonis 4 tahun 10 bulan se-

dangkan Angelina Sondakh, anggota Fraksi Partai Demokrat, telah ditetapkan

sebagai tersangka.

Mengapa anggota DPR rentan korupsi? karena anggota DPR mempunyai

kekuatan yang sangat dominan disamping tugas pokok sebagai lembaga legislasi,

pengawasan dan anggaran. Ini membuat banyak transaksi saat mereka membuat

Undang-Undang. Bahkan perubahan (amandemen) UUD NRI tahun 1945 yang

ke-empat, seolah membatasi kekuasaan Presiden namun Tirani DPR

dimulai.Becermin dari kasus korupsi pembangunan wisma atlet SEA Games di

Palembang, Teten menilai, korupsi di DPR sudah amat memprihatinkan. Dari

kasus itu terlihat, anggota DPR ikut mengatur pelaksanaan proyek di kementerian

atau lembaga dan kemudian mendapatkan uang dari kegiatan itu. Menurut

sebastian Korupsi di DPR sekarang dilakukan dengan memborong berbagai

proyek di APBN. Sejumlah calo memberikan uang kepada pejabat di kementerian

atau lembaga untuk mendapatkan sejumlah proyek. Uang itu juga diberikan

Page 13: Kasus Korupsi Di Instansi Pemerintah Legislatif Eksekutif Yudikatif

kepada sejumlah anggota DPR agar mereka menyetujui sejumlah proyek. Dalam

kondisi ini, lelang hanya menjadi formalitas

Tentunya sangatlah sulit untuk mengatasi wabah korupsi ini, mengingat yang

melakukannya adalah para penyelenggara Negara, apalagi dilakukan secara

terorganisir, bahkan kolektifitas, yang seharusnya kolektifitas dalam kebaikan tapi

malah kolektifitas dalam melakukan kejahatan yang luar biasa (korupsi). Sudah

menjadi rahasia umum bahwa para koruptor merampok uang Negara yang sama

saja merampok hak-hak masyarakat, merampas harta milik masyarakat.

Korupsi bahkan menjadi sesuatu yang membanggakan bagi koruptor, kita

menyaksikan betapa mereka tidak takut akan hukumannya, karena sangatlah

ringan, beberapa kasus korupsi yang sudah diputuskan pengadilan, rata-rata

hukumannya adalah 2 tahun setengah, sangatlah ironis dibandingkan dengan

hukuman pencurian biasa yang dalam KUHAP pasal 362 yang hukumannya

selama 5 tahun.

Penyakit korupsi di Indonesia sudah mewabah dalam kehidupan berbangsa dan

bernegara, tentu sudah saatnya di berantas dengan cepat, agar penyakit korupsi

tidak menular di segala aspek kehidupan secara universal. Sebab kalau penyakit

korupsi di biarkan, tentu tidak menutup kemungkinan dalam kehidupan berbangsa

dan bernegara tinggal menunggu hitungan waktu menuju sebuah lubang

kehancuran. Karena tidak ada sebuah bangsa abadi di alam semesta, semua punya

umur dan jangka waktu dalam membangun sebuah peradaban bangsa.

Ini akan menjadi BOM waktu bagi bangsa Indonesia yang bisa meledak kapan

saja, bahkan efek terburuknya adalah keutuhan Negara Kesatuan Republik

Indonesia. Itu artinya bangsa Indonesia akan tutup usia, jika persoalan korupsi ini

tidak serius ditangani, karena mengingat bahwa korupsi adalah salah satu extra

ordinary crime, seharusnya pemerintah juga harus melakukan usaha yang sangat

ekstra untuk mengatasi wabah penyakit “korupsi”. Karena jika tidak, maka

legislatif yang korup menyuburkan sinisme.sebagai contoh berbagai skandal

korupsi yang terus terbongkar di Eropa Barat merangsang munculnya kekuatan

politik partai-partai ekstrem kiri dan kanan. Partaipartai politik ekstrem ini

Page 14: Kasus Korupsi Di Instansi Pemerintah Legislatif Eksekutif Yudikatif

mendapat manfaat dari aib yang dibuat oleh anggota legislatif yang terpilih dan

melakukan tindakan korupsi.

Melihat akhir-akhir ini wabah korupsi sudah menjalar ke lembaga legislasi, maka

menurut saya perlu dilakukan satu tindakan tegas terhadap anggota DPR yang

terlibat korupsi, bahkan sebelum menjadi anggota DPR seharusnya partai politik

yang berpartisipasi dalam pemilihan anggota legislatif tidak sembarangan untuk

memilih calon, bukan dari sisi pendidikan saja, namun perlu diperhatikan juga

persoalan moral dari bakal calon. Jika sudah terpilih dan melakukan korupsi maka

harus ditindak tegas terhadap partai politik yang mengusungnya, walaupun

tergolong ekstrim, mungkin mahkamah konstitusi bisa membubarkan partai

politik tersebut, dengan kuota apabila lebih dari 3 orang anggota partai politik

tersebut terbukti terlibat korupsi.

5.4. Kasus Korupsi di Lembaga Yudikatif

Ketua Mahkamah Konstitusi, Mahfud MD, menyayangkan makin merambahnya

tindakan korupsi ke lembaga Yudikatif atau lembaga penegak hukum. Padahal

lembaga itu seharusnya bisa memberantas para koruptor di Indonesia. Sangat

disayangkan tindakan korupsi saat ini lebih banyak terjadi di yudikatif.

Indikasi terjadinya hal itu bisa dilihat dari fenomena jual beli keputusan yang

sering dilakukan para penegak hukum. Tidak usah tanyakan apa buktinya, sudah

jelas terlihat baik dari pengambilan keputusan maupun yang sudah jadi masih saja

bisa diperjual belikan.

Alangkah berbahayanya jika lembaga yudikatifnya sudah tidak bersih. (Kalau)

Lembaga eksekutif penuh korupsi tidak usah lagi banyak dibuktikan, semuanya

mulai dari legislatif, yudikatif. Yudikatif lebih gila, lebih rusak lagi. Bisa jual beli

perkara. Semuanya saya bilang sedang dalam kondisi sakit semua. Ketua

Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD mengatakan, korupsi kini mulai

melanda lembaga yudikatif. Menurut dia, hal itu terindikasi dari adanya dugaan

Page 15: Kasus Korupsi Di Instansi Pemerintah Legislatif Eksekutif Yudikatif

praktik jual beli putusan yang dilakukan oleh oknum di lembaga peradilan.

Yang lebih berbahaya adalah korupsi melanda lembaga yudikatif. Bentuknya

dengan jual beli putusan.

Mahfud mengatakan, praktik korupsi di lembaga yudikatif banyak dilakukan oleh

hakim dan panitera salah satunya dengan memanfaatkan keberadaan Pasal 67

Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Pasal itu memuat

ketentuan putusan bebas tidak dapat diajukan kasasi baik oleh terdakwa maupun

penuntut umum. Akibatnya, hakim dan panitera bisa dengan leluasa mengubah

putusan dan membebaskan koruptor.

Selanjutnya, Mahfud memaklumi apabila korupsi terjadi di lembaga eksekutif dan

legislatif. Tetapi, apabila praktik korupsi di lembaga yudikatif masih berjalan dan

semakin banyak, hal itu dapat berbahaya bagi keberlangsungan negara.

Jika negara dalam kondisi seperti ini sangat berbahaya. Jika dibiarkan, maka

sebenarnya kita sedang menjerumuskan diri ke dalam jurang kehancuran," terang

Mahfud.

Mahfud menambahkan, sepakat dengan langkah Mahkamah Agung atas peraturan

yang tetap memperbolehkan putusan bebas dikasasi. "Sehingga banyak koruptor

dinyatakan bersalah dalam putusan Kasasi," ujar dia.

Lembaga paling rawan terjadinya korupsi adalah Yudikatif, atau lembaga penegak

hukum yang seharusnya bersih.

Sangat disayangkan tindakan korupsi saat ini lebih banyak terjadi di Yudikatif.

Menurut Mahfud, hal tersebut saat ini jelas terlihat dari fenomena jual beli

keputusan yang sering dilakukan oleh para penegak hukum.

Page 16: Kasus Korupsi Di Instansi Pemerintah Legislatif Eksekutif Yudikatif

Tidak usah tanyakan ke saya apa buktinya, sudah jelas terlihat baik dari

pengambilan keputusan maupun yang sudah jadi masih saja bisa diperjual belikan.

Mahfud sangat menyayangkan ketika tindakan korupsi tersebut makin merambah

ke lembaga Yudikatif sebagai lembaga yang seharusnya bisa memberantas para

koruptor di Indonesia.

Alangkah berbahayanya jika lembaga Yudikatifnya sudah tidak bersih. Lembaga

Ekskeutif penuh korupsi tidak usaha lagi banyak dibuktikan, semuanya mulai dari

Legislatif, Yudikatif,“ tandasnya.

Maraknya praktik korupsi (suap) tidak hanya terjadi di lembaga eksekutif dan

legislatif, tetapi juga yudikatif. Salah satu modus korupsi di yudikatif adalah jual

beli putusan. Ketua MK Moh Mahfud MD mengatakan lembaga peradilan,

bahkan termasuk MK sangat rawan disusupi perilaku korupsi.

Menurut Mahfud, praktik korupsi di lembaga yudikatif banyak dilakukan oleh

hakim dan panitera, salah satunya dengan memanfaatkan keberadaan Pasal 67

KUHAP. Pasal itu mengatur larangan putusan bebas diajukan upaya hukum

banding atau kasasi oleh terdakwa atau penuntut umum. 

Ketentuan itu, bisa menjadi celah bagi hakim dan panitera leluasa mengubah

dengan cara membebaskan koruptor.

Makanya, lanjut Mahfud, pihaknya sepakat dengan pendapat MA lewat

putusannya (yurisprudensi) yang tetap memperbolehkan putusan bebas bisa

diajukan dikasasi. Tidak sedikit koruptor yang dinyatakan bersalah di tingkat

kasasi yang sebelumnya dinyatakan bebas.

Pasal 67 KUHAP menyebutkan terdakwa atau penuntut umum berhak untuk

minta banding terhadap putusan pengadilan tingkat pertama, kecuali terhadap

putusan bebas, lepas dari segala tuntutan hukum yang menyangkut masalah

kurang tepatnya penerapan hukum dan putusan pengadilan dalam acara cepat.

Page 17: Kasus Korupsi Di Instansi Pemerintah Legislatif Eksekutif Yudikatif

Namun, sejak diterbitkannya Kepmenkeh No. M. 14-PW.07.03 Tahun 1983

tertanggal 10 Desember 1983 tentang Tambahan Pedoman Pelaksanaan KUHAP,

pengajuan kasasi atas putusan bebas dimungkinkan. Kemudian, hal ini diperkuat

dengan praktik lewat yurisprudensi MA No. K/275/Pid/1983.

Pasal 67 jo Pasal 244 KUHAP yang dihubungkan dengan yurisprudensi MA itu

pun pernah dimohonkan pengujian mantan Gubernur BengkuluAgusrin M

Najamudin. Tetapi, permohonannya kandas. MK menyatakan tidak berwenang

mengadili permohonan pengujian pasal itu karena putusan MA No.

275K/Pid/1983 adalah suatu putusan dalam perkara konkret.

Memang dalam praktik, ada beberapa terdakwa korupsi yang dinyatakan bebas di

tingkat pertama, tetapi divonis bersalah di tingkat kasasi. Diantaranya, kasus

Agusrin dan mantan Walikota Bekasi nonaktif, Mochtar Mohammad.

Dimintai tanggapannya, Anggota Badan Pekerja ICW Emerson Juntho sepakat

bahwa penerapan Pasal 67 KUHAP membuka peluang bagi hakim untuk

melakukan praktik suap dengan terdakwa korupsi.

Jika keberadaan Pasal 67 KUHAP diterapkan secara ‘tegas’, maka praktik suap

terhadap vonis bebas bisa terkonsentrasi di tingkat pengadilan pertama. Koruptor

bisa jor-joran, lebih baik menyuap di pengadilan negeri dengan harapan bisa

bebas murni, sehingga tidak mungkin dikasasi.

Menurutnya, persoalan ini harus menjadi catatan dalam revisi KUHAP ke depan.

Pasal 67 KUHAP seharusnya direvisi mengikuti praktik yang berlaku saat ini,

mengacu yurisprudensi MA. Seharusnya setiap vonis bebas tetap bisa diajukan

kasasi, apalagi selama ini pengajuan kasasi vonis bebas masih dualisme, ada yang

mengabulkan atau menolak.

Sementara, Pakar Hukum Pidana Mudzakir mengatakan putusan pengadilan yang

sifatnya final and binding, memang berpotensi korupsi sangat tinggi. Namun,

menurut dia, yang penting, setiap putusan harus bisa diuji secara objektif dan

Page 18: Kasus Korupsi Di Instansi Pemerintah Legislatif Eksekutif Yudikatif

ilmiah. “Kalau bisa dibuktikan secara objektif dan ilmiah, saya tidak sependapat

kalau putusan itu mengandung unsur suap atau korupsi,” katanya.

Page 19: Kasus Korupsi Di Instansi Pemerintah Legislatif Eksekutif Yudikatif

DAFTAR PUSTAKA

http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt50eb862db1233/kuhap-beri-

peluang-hakim-untuk-korupsi

http://nasional.sindonews.com/read/2013/01/07/13/704388/mahfud-md-

tuding-yudikatif-lembaga-terkorup

http://m.merdeka.com/peristiwa/mahfud-md-bahaya-bila-membiarkan-

praktik-korupsi-di-yudikatif.html

http://nasional.kompas.com/read/2012/12/02/17073849/

Mahfud.Eksekutif.Legislatif.Yudikatif.Sakit.Semua

http://coretanaceh.blogspot.com/2012/10/wabah-korupsi-menjalar-ke-

lembaga.html

http://www.tempo.co/read/news/2011/06/11/063340010/Tren-Korupsi-

Bergeser-ke-Lembaga-Legislatif

http://nasional.kompas.com/read/2012/02/29/09421864/

Korupsi.di.DPR.Makin.Ganas

http://jakarta.okezone.com/read/2011/12/29/447/548662/eksekutif-lembaga-

terkorup-di-aceh-selama-2011

http://aanaufalrr.wordpress.com/2011/11/27/kasus-korupsi-dan-upaya-

pemberantasannya-di-indonesia/

http://www.antaranews.com/print/170281/lbh-kasus-korupsi-sumbar-

didominasi-lembaga-eksekutif