prediksi soal ujian tengah semester vii tahun … · mengalami pergeseran setelah amandemen uud...
TRANSCRIPT
Prediksi Soal Ujian Tengah Semester VII Tahun 2017/2018
Mata Kuliah Hukum Pemerintahan Daerah
Halaman 1
Muhammad Nur Jamaluddin (MNJ) www.mnj.my.id
PREDIKSI SOAL UJIAN TENGAH SEMESTER VII
TAHUN 2017/2018
MATA KULIAH HUKUM PEMERINTAHAN DAERAH
Disusun oleh
MUHAMMAD NUR JAMALUDDIN
NPM. 151000126
KELAS D
Muh_Nur_Jamal
D070AF70
081223956738
16jamal
muh.jamal08
muh.nurjamaluddin
UNIVERSITY
KADER HmI KOMHUK
UNPAS-BANDUNG
KETUPLAK LK I/2016-II
Prediksi Soal Ujian Tengah Semester VII Tahun 2017/2018
Mata Kuliah Hukum Pemerintahan Daerah
Halaman 2
Muhammad Nur Jamaluddin (MNJ) www.mnj.my.id
Silakan follow ya
muhnurjamaluddin.blogspot.co.id
mnurjamaluddin.blogspot.co.id
creativityjamal.blogspot.co.id
SAAT INI
Jalan PH. Hasan Mustapa Nomor 28, Gang Senang Raharja,
RT 02, RW 15, Kelurahan Cikutra, Kecamatan Cibeunying Kidul,
Kode POS 40124, Kota Bandung, Provinsi Jawa Barat, Indonesia
ASAL
Kampung Pasir Galuma, RT 02, RW 06, Desa Neglasari,
Kecamatan Kadungora, Kabupaten Garut,
Provinsi Jawa Barat, Indonesia
Muhammad Nur Jamaluddin
Prediksi Soal Ujian Tengah Semester VII Tahun 2017/2018
Mata Kuliah Hukum Pemerintahan Daerah
Halaman 3
Muhammad Nur Jamaluddin (MNJ) www.mnj.my.id
Renungan
Ya Tuhan, saya lupa
Saya benar-benat lupa, padahal sudah belajar dan menghafalnya
Ingat:
Ingatlah Aku, maka akan Ku ingatkan pula semua yang kamu lupa?
Ya Tuhan, karena saya lupa
Izinkan saya untuk melihat pekerjaan temanku
Izinkan pula saya untuk menyontek melalui Hand Phone
Atau melalui buku yang sudah saya bawa ini
Atau melalui catatan kecil yang sudah saya siapkan ini
Ingat:
Bukankah Aku lebih mengetahui apa yang kamu tidak ketahui?
Bukankah Aku lebih dapat melihat apa yang kamu sembunyikan itu?
Ya Tuhan, karena saya ingin mendapat nilai terbaik
Supaya dapat membanggakan diriku, kelurgaku dan juga yang
lainnya
Izinkan saya mengahalalkan semua cara ini
Ingat:
Bukankah yang memberikan nilai terbaik itu Aku?
Dosen hanyalah sebagai perantara saja dariku?
Jikalau kamu ingin mendapatkan kebahagian di dunia
Dan juga kebahagiaan di akhirat
Jangan pernah menghalalkan semua yang telah Aku haramkan
Ingat:
Kebahagian di dunia itu hanya bersifat sementara bagimu
Aku akan siapkan 99% lagi kebahagiaan untukmu kelak di akhirat
Prediksi Soal Ujian Tengah Semester VII Tahun 2017/2018
Mata Kuliah Hukum Pemerintahan Daerah
Halaman 4
Muhammad Nur Jamaluddin (MNJ) www.mnj.my.id
UNIVERSITAS PASUNDAN BANDUNG
FAKULTAS HUKUM
Jalan Lengkong Besar Nomor 68 Bandung 40261
UJIAN AKHIR SEMESTER TAHUN AKADEMIK 2017/2018
MATA KULIAH : HUKUM PEMERINTAHAN DAERAH
HARI, TANGGAL : SENIN, 6 NOVEMBER 2017
KELAS/SEMESTER : A-B-C-D-E-F-G / VII
WAKTU : 60 MENIT
DOSEN : TIM DOSEN
SIFAT UJIAN : CLOSE BOOK
Soal:
1. Dalam menyelenggarakan pemerintahan negara dikenal dengan hubungan kekuasaan yang
bersifat horizontal dan vertikal.
a. Jelaskan oleh Saudara maksud dari kekuasaan horizontal dan vertikal tersebut!
Jawaban:
Pembagian kekuasaan secara horizontal adalah pembagian kekuasaan yang dilakukan
pada tingkatan pemerintahan pusat dan pemerintahan daerah berdasarkan fungsi
lembaga-lembaga tertentu. Pembagian kekuasaan pada tingkat pemerintahan pusat
mengalami pergeseran setelah amandemen UUD 1945. Pergeseran yaitu dari tiga kekuasaan
(legislatif, eksekutif, yudikatif) menjadi enam kekuasaan negara, yaitu:
1) Kekuasaan eksekutif, merupakan kekuasaan negara untuk menjalankan undang-undang
dan Presiden adalah pemegang kekuasaan pemerintahan menurut UUD 1945.
2) Kekuasaan legislatif, merupakan kekuasaan untuk membentuk undang-undang.
Kekuasaan ini dipegang oleh badan legislatif yang sering disebut Dewan Perwakilan
Rakyat.
3) Kekuasaan yudikatif, merupakan kekuasaan negara untuk menyelenggarakan peradilan
guna menegakan hukum dan keadilan. Kekuasaan ini dipegang oleh Mahkamah Agung
dan Mahkamah Konstitusi.
4) Kekuasaan konstitutif, merupakan kekuasaan negara untuk mengubah dan menetapkan
UUD 1945 dan dijalankan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat.
Prediksi Soal Ujian Tengah Semester VII Tahun 2017/2018
Mata Kuliah Hukum Pemerintahan Daerah
Halaman 5
Muhammad Nur Jamaluddin (MNJ) www.mnj.my.id
5) Kekuasaan eksaminatif/inspektif, merupakan kekuasaan yang berkaitan dengan
penyelenggaran pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab tentang keuangan
negara. Kekuasaan ini dijalankan oleh Badan Pemeriksa Keuangan.
6) Kekuasaan moneter, merupakan kekuasaan negara untuk menetapkan dan melaksanakan
kebijakan moneter, mengatur dan menjaga sistem pembayaran serta memelihara
kestabilan nilai rupiah. Kekuasaan ini dijalankan oleh Bank Indonesia selaku Bank
Sentral di Indonesia.
Kemudian Pembagian kekuasaan secara vertikal merupakan pembagian kekuasaan negara
berdasarkan tingkatannya yaitu pembagian kekuasaan antara beberapa tingkatan
pemerintahan yaitu Provinsi dan Kota/Kabupaten. Semua daerah tersebut memiliki
pemerintahan daerah yang diatur dengan undang-undang. Tertera di dalam Pasal 18 ayat (1)
UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, menyatakan “Negara Kesatuan Republik
Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten
dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah,
yang diatur dengan undang-undang”. Berdasarkan dari adanya ketentuan di atas itu,
pembagian kekuasaan secara vertikal yang ada di Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI) berlangsung antara pemerintahan pusat dan pemerintahan daerah
(pemerintahan provinsi dan pemerintahan kabupaten atau kota). Dalam pemerintahan
daerah, berlangsung juga pembagian kekuasaan secara vertikal yang telah ditentukan oleh
pemerintahan pusat. Hubungan yang terjadi antara pemerintahan provinsi dan pemerintahan
kabupaten atau kota, terjalin dengan namanya koordinasi, pembinaan dan pengawasan oleh
pemerintahan pusat dalam bidang administrasi dan kewilayahan. Sementara itu,
pembagian kekuasaan secara vertikal ini sendiri muncul sebagai salah satu bentuk
konsekuensi dari diterapkannya asas desentralisasi yang ada di Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI). Dengan adanya asas tersebut, maka pemerintah pusat bisa menyerahkan
wewenang pemerintahan kepada pemerintah daerah otonom (provinsi dan kabupaten/kota)
dalam rangka untuk mengurus dan mengatur sendiri urusan pemerintahan yang ada dan terjadi
di daerahnya, kecuali urusan pemerintahan yang memang menjadi kewenangan pemerintahan
pusat. Adapun yang memang masih menjadi urusan atau kewenangan pemerintah pusat
seperti:
1) politik luar negeri;
2) pertahanan;
3) keamanan;
Prediksi Soal Ujian Tengah Semester VII Tahun 2017/2018
Mata Kuliah Hukum Pemerintahan Daerah
Halaman 6
Muhammad Nur Jamaluddin (MNJ) www.mnj.my.id
4) yustisi;
5) agama;
6) moneter, hingga
7) fiskal.
Hal itu sendiri juga sudah ditegaskan dalam Pasal 18 ayat (5) UUD Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, yang berbunyi, “Pemerintah Daerah menjalankan otonomi seluas-
luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan
pemerintah pusat”.
b. Jelaskan juga apa yang menjadi alasan pembagian kekuasaan vertikal!
Jawaban:
Berdasarkan Pasal 18 ayat (1) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945,
menyatakan “Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi
dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi,
kabupaten dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur dengan undang-
undang”. Berdasarkan dari adanya ketentuan di atas itu, pembagian kekuasaan secara vertikal
yang ada di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) berlangsung antara pemerintahan
pusat dan pemerintahan daerah (pemerintahan provinsi dan pemerintahan kabupaten
atau kota). Dalam pemerintahan daerah, berlangsung juga pembagian kekuasaan secara
vertikal yang telah ditentukan oleh pemerintahan pusat. Hubungan yang terjadi antara
pemerintahan provinsi dan pemerintahan kabupaten atau kota, terjalin dengan namanya
koordinasi, pembinaan dan pengawasan oleh pemerintahan pusat dalam bidang
administrasi dan kewilayahan. Sementara itu, pembagian kekuasaan secara vertikal ini
sendiri muncul sebagai salah satu bentuk konsekuensi dari diterapkannya asas desentralisasi
yang ada di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Dengan adanya asas tersebut, maka
pemerintah pusat bisa menyerahkan wewenang pemerintahan kepada pemerintah daerah
otonom (provinsi dan kabupaten/kota) dalam rangka untuk mengurus dan mengatur sendiri
urusan pemerintahan yang ada dan terjadi di daerahnya, kecuali urusan pemerintahan yang
memang menjadi kewenangan pemerintahan pusat. Adapun yang memang masih menjadi
urusan atau kewenangan pemerintah pusat seperti:
1) politik luar negeri;
2) pertahanan;
3) keamanan;
Prediksi Soal Ujian Tengah Semester VII Tahun 2017/2018
Mata Kuliah Hukum Pemerintahan Daerah
Halaman 7
Muhammad Nur Jamaluddin (MNJ) www.mnj.my.id
4) yustisi;
5) agama;
6) moneter, hingga
7) fiskal.
Hal itu sendiri juga sudah ditegaskan dalam Pasal 18 ayat (5) UUD Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, yang berbunyi, “Pemerintah Daerah menjalankan otonomi seluas-
luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan
pemerintah pusat”.
2. Penyelenggaraan Pemerintah Daerah tidak lepas dengan melaksanakan asas-asas pemerintahan.
Apa yang dimaksud dengan desentralisasi, dekosentrasi, dan medebewind? Dan apakah ketiga
asas tersebut digunakan dalam Undang-undang No.23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan
Daerah, jelaskan!
Jawaban:
Iya, ketiga asas tersebut digunakan dalam Undang-undang No.23 Tahun 2014 Tentang
Pemerintahan Daerah sebagaimana penjelasannya adalah sebagai berikut:
1) Berdasarkan Pasal 1 Angka 8 Undang-undang No.23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan
Daerah bahwa desentralisasi adalah Penyerahan Urusan Pemerintahan oleh Pemerintah
Pusat kepada daerah otonom berdasarkan Asas Otonomi. Kemudian menurut Juniarto
bahwa asas desentralisasi adalah asas yang bermaksud memberikan wewenang dari
pemerintah negara kepada pemerintah lokal untuk mengatur dan mengurus urusan tertentu
sebagai urusan rumah tangga sendiri, yang biasanya disebut swatantra atau otonomi.
Selanjutnya Amrah Muslimin berpendapat bahwa desentralisasi berarti pelimpahan
kewenangan-kewenangan oleh Pemerintah Pusat pada Badan-badan Otonom
(Swatantra) yang berada di daerah-daerah. Hal ini sesuai dengan ketentuan dalam Pasal
18 ayat (2) UUD 1945 dan Pasal 19 ayat (2) Undang-undang No.23 Tahun 2014 Tentang
Pemerintahan Daerah.
2) Berdasarkan Pasal 1 Angka 9 Undang-undang No.23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan
Daerah bahwa dekonsentrasi adalah Pelimpahan Sebagian Urusan Pemerintahan yang
menjadi kewenangan Pemerintah Pusat kepada gubernur sebagai wakil Pemerintah
Pusat, kepada instansi vertikal di wilayah tertentu, dan/atau kepada gubernur dan
bupati/wali kota sebagai penanggung jawab urusan pemerintahan umum.
Prediksi Soal Ujian Tengah Semester VII Tahun 2017/2018
Mata Kuliah Hukum Pemerintahan Daerah
Halaman 8
Muhammad Nur Jamaluddin (MNJ) www.mnj.my.id
Menurut Juniarto bahwa asas pemberian wewenang oleh pemerintah pusat (atau pemerintah
lainnya) kepada alat-alat perlengkapan bawahan untuk menyelenggarakan urusan-urusannya
yang terdapat di daerah disebut asas dekosentrasi. Kemudian Juniarto merujuk kepada
Danuredjo bahwa dekosentrasi berarti pelimpahan wewenang dari organ-organ tinggi pada
organ-organ bawahan setempat dan administratif. Sebenarnya, masalah dekosentrasi bukan
hanya merupakan masalah pemberian wewenang saja, tetapi sekaligus merupakan
masalah pembentukan (pendirian) alat-alat perlengkapan (pemerintah) setempat yang
akan diberi wewenang dan sekaligus pula merupakan masalah pembagian wilayah
negara. Selanjutnya menurut Prof. Bagir Manan bahwa dekosentrasi adalah mekanisme
untuk menyelenggarakan pemerintahan pusat di daerah. Hal ini sesuai dengan ketentuan
dalam Pasal 18 ayat (5) UUD 1945.
3) Berdasarkan Pasal 1 Angka 11 Undang-undang No.23 Tahun 2014 Tentang
Pemerintahan Daerah bahwa Tugas Pembantuan (medebewind) adalah penugasan dari
Pemerintah Pusat kepada daerah otonom untuk melaksanakan sebagian Urusan
Pemerintahan yang menjadi kewenangan Pemerintah Pusat atau dari Pemerintah
Daerah provinsi kepada Daerah kabupaten/kota untuk melaksanakan sebagian Urusan
Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah provinsi. Kemudian Amrah Muslim
mengemukakan istilah “medebewind” mengadung arti: “Kewenangan Pemerintah Daerah
menjalankan sendiri aturan-aturan dari Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah yang lebih
tinggi tingkatannya. Kewenangan ini mengenai tugas melaksanakan sendiri (zelf uitvoering)
atas biaya dan tanggung jawab terakhir dari Pemerintah tingkat atas yang bersangkutan.”
Pelaksanaan oleh daerah swatantra dengan kebijaksanaan sendiri Peraturan Pusat. Jadi,
Daerah Swatantra membantu pelaksanaan tugas Pemerintah Daerah. Pada umumnya,
daerah tidak membuat peraturan sendiri, akan tetapi ini mungkin juga, apabila
Pemerintah Pusat yang bersangkutan memerintahkan sedemikian pada instansi
tertentu dari Pemerintahan Daerah. Adapun dasar hukum Tugas Pembantuan
(medebewind) terdapat dalam Pasal 18 ayat (2) UUD 1945 dan Pasal 19 ayat (2) Undang-
undang No.23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah.
3. Jelaskan makna disertai contoh bahwa dalam pembagian urusan pemerintahan antara pemerintah
pusat dan pemerintah daerah di Indonesia menggunakan teori residu/sisa!
Jawaban:
Prediksi Soal Ujian Tengah Semester VII Tahun 2017/2018
Mata Kuliah Hukum Pemerintahan Daerah
Halaman 9
Muhammad Nur Jamaluddin (MNJ) www.mnj.my.id
Teori Residu (Penyerahan Sisa atau Kewenangan) adalah pembagian urusan pemerintahan
yang diamanatkan dalam Undang-undang No.23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah
telah menceminkan kesamaan dengan sistem penyerahan sisa kewenangan atau kekuasaan
(reserve of power) di negara federal. Dengan dianutnya sistem penyerahan kewenangan sisa
(reserve of power) sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 7 ayat (2) dan Pasal 9 Undang-undang
No.23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah, bahwa daerah cenderung menafsirkannya
secara baku dan menganggap bahwa semua kewenangan diluar kewenangan pusat adalah
menjadi kewenangan daerah. Adapun contoh bahwa dalam pembagian urusan pemerintahan
antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah di Indonesia menggunakan teori residu/sisa
pemerintahan secara khusus diatur dalam Pasal 9 Undang-undang No.23 Tahun 2014
Tentang Pemerintahan Daerah yang meliputi urusan pemerintahan absolut, urusan
pemerintahan konkuren dan urusan pemerintahan umum. Ketentuan tersebut secara rinci
diatur sebagai berikut:
a. Urusan Pemerintahan Absolut, urusan pemerintahan absolut dimaksudkan sebagai urusan
pemerintahan yang sepenuhnya menjadi kewenangan pusat dan oleh karena itu tidak
berhubungan dengan asas desentralisasi atau otonomi. Urusan Pemerintahan absolut yang
sepenuhnya menjadi kewenangan Pemerintah Pusat dalam Pasal 10 ayat (1) Undang-
undang No.23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah antara lain:
1) politik luar negeri;
2) keamanan;
3) pertahanan;
4) yustisi;
5) moneter;
6) fiskal nasional; dan
7) agama.
Dalam ketentuan selanjutnya, diatur bahwa Pemerintah Pusat dalam melaksanakan
kewenangan absolut ini dapat melaksanakan sendiri atau melimpahkannya kepada
Pemerintah daerah berdasarkan asas dekonsentrasi.
b. Urusan Pemerintahan Konkuren, sebagaimana bunyi Pasal 9 ayat (3) UU No. 23 Tahun
2014, urusan pemerintahan konkuren dimaksudkan sebagai urusan pemerintahan yang dibagi
antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah yaitu provinsi dan kabupaten/kota.
Selanjutnya di ayat (4), menyatakan bahwa urusan konkuren yang diserahkan kepada daerah
menjadi dasar bagi pelaksanaan Otonomi Daerah.
Prediksi Soal Ujian Tengah Semester VII Tahun 2017/2018
Mata Kuliah Hukum Pemerintahan Daerah
Halaman 10
Muhammad Nur Jamaluddin (MNJ) www.mnj.my.id
Urusan konkuren tersebut kemudian dibagi menjadi urusan wajib dan urusan pilihan.
Urusan pemerintahan wajib tersebut kemudian dibagi lagi menjadi urusan wajib yang
berkaitan dengan pelayanan dasar dan urusan yang tidak berkaitan dengan pelayanan dasar
sebagaimana kemudian diperinci berdasarkan Pasal 12 ayat (1), (2) dan (3) Undang-undang
No. 23 Tahun 2014, yaitu:
1) urusan wajib yang berkaitan dengan pelayanan dasar, antara lain:
a) pendidikan;
b) kesehatan;
c) pekerjaan umum dan penataan ruang;
d) perumahan rakyat dan kawasan pemukiman;
e) ketentraman, ketertiban umum, dan perlindungan masyarakat; dan
f) sosial.
2) urusan pemerintahan wajib yang tidak berkaitan dengan pelayanan dasar, antara lain:
a) tenaga kerja;
b) pemberdayaan perempuan dan pelindungan anak;
c) pangan;
d) pertanahan;
e) lingkungan hidup;
f) administrasi kependudukan dan pencatatan sipil;
g) pemberdayaan masyarakat dan desa;
h) pengendalian penduduk dan keluarga berencana;
i) perhubungan;
j) komunikasi dan informatika;
k) koperasi, usaha kecil, dan menengah;
l) penanaman modal;
m) kepemudaan dan olah raga;
n) statistik;
o) persandian;
p) kebudayaan;
q) perpustakaan; dan
r) kearsipan.
Prediksi Soal Ujian Tengah Semester VII Tahun 2017/2018
Mata Kuliah Hukum Pemerintahan Daerah
Halaman 11
Muhammad Nur Jamaluddin (MNJ) www.mnj.my.id
3) urusan Pemerintahan Pilihan antara lain:
a) kelautan dan perikanan;
b) pariwisata;
c) pertanian;
d) kehutanan;
e) energi dan sumber daya mineral;
f) perdagangan;
g) perindustrian; dan
h) transmigrasi.
Pembagian urusan pemerintahan konkuren antara pemerintah pusat dan daerah provinsi
serta daerah kabupaten/kota sebagaimana dimaksud didasarkan pada prinsip
akuntabilitas, efisiensi, dan eksternalitas, serta kepentingan strategis nasional.
Kemudian, berdasarkan Pasal 14 ayat (1) Undang-undang No.23 Tahun 2014 Tentang
Pemerintahan Daerah mengatakan penyelenggaraan urusan pemerintahan bidang
kehutanan, kelautan, serta energi dan sumber daya mineral dibagi antara Pemerintah Pusat
dan Daerah provinsi, tetapi untuk minyak dan gas bumi, berdasarkan pasal 14 ayat (3)
Undang-undang No.23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah kewenangannya
berada di Pemerintah Pusat. Hal ini sudah sesuai sebagaimana yang diamanatkan oleh UUD
NRI 1945 bahwasannya penguasaannya haruslah oleh negara untuk sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat. Di sisi lain, hal tersebut menurut penulis merupakan upaya negara untuk
meminimalisasi ketimpangan pendapatan antara daerah yang kaya dan yang miskin dalam hal
Sumber Daya Alam (SDA).
4. Otonomi tidak lain adalah suatu kemandirian atau kebebasan daerah untuk mengatur sendiri
(selfreegeling) dan menyelenggarakan urusan serta kepentingannya berdasarkan inisiatif dan
prakarsa serta aspirasi masyarakat daerah. Berkenaan dengan otonomi tersebut dikenal teori
Otonomi Ajaran Rumah Tangga yang terdiri atas Ajaran Rumah Tangga Formal, Materiil, dan
Riil. Jelaskan dengan lengkap oleh Saudara apa yang dimaksud dengan ketiga macam Ajaran
Rumah Tangga tersebut!
Jawaban:
Menurut Abdul Rauf Alauddin Said dalam jurnalnya yang berjudul Pembagian Kewenagan
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah bahwa:
Prediksi Soal Ujian Tengah Semester VII Tahun 2017/2018
Mata Kuliah Hukum Pemerintahan Daerah
Halaman 12
Muhammad Nur Jamaluddin (MNJ) www.mnj.my.id
a. Sistem Rumah Tangga Formal (formele huishoudingsleer) adalah pembagian wewenang,
tugas dan tanggung jawab antara pusat dan daerah untuk mengatur dan mengurus
urusan pemerintahan tertentu tidak ditetapkan secara rinci. Sistem rumah tangga formal
berpangkal tolak dari prinsip bahwa tidak ada perbedaan sifat antara urusan yang
diselenggarakan pusat dan yang diselenggarakan daerah. Segala yang dapat
diselenggarakan oleh pusat pada dasarnya dapat pula diselenggarakan oleh daerah.
Pembagian wewenang, tugas dan tanggung jawab untuk mengatur dan mengurus suatu
urusan pemerintahan semata- mata didasarkan pada keyakinan bahwa suatu urusan
pemerintahan akan lebih baik dan berhasil kalau diurus dan diatur oleh suatu pemerintahan
tertentu, dan begitu pula sebaliknya. Satu-satunya pembatasan terhadap daerah adalah
bahwa daerah tidak boleh mengatur yang telah diatur oleh undang-undang dan atau peraturan
daerah yang lebih tinggi tingkatannya. Apabila pihak yang lebih tinggi kemudian mengatur
yang tadinya telah diatur oleh daerah, maka peraturan daerah yang bersangkutan sejak itu
tidak berlaku lagi.
b. Sistem Rumah Tangga Material (materiele huishoudingsleer) adalah pembagian
wewenang tugas dan tanggung jawab yang rinci antara pusat dan daerah.
Urusan pemerintahan yang termasuk ke dalam urusan rumah tangga daerah ditetapkan
dengan pasti. Sistem rumah tangga material berpangkal tolak ada pemikiran bahwa memang
ada perbedaan mendasar antara urusan pemerintahan pusat dan daerah. Daerah
dianggap memang memiliki ruang lingkup urusan pemerintahan tersendiri yang secara
material berbeda dengan urusan pemerintahan yang diatur dan diurus oleh pusat. Lebih lanjut
sistem ini berangkat dari pemikiran bahwa urusan-urusan pemerintahan itu dapat
dipilah-pilah dalam berbagai lingkungan satuan pemerintahan.
c. Sistem Rumah Tangga Nyata (Riil) adalah penyerahan urusan atau tugas dan
kewenangan kepada daerah didasarkan pada faktor yang nyata atau riil, sesuai dengan
kebutuhan dan kemampuan yang riil dari daerah maupun pemerintah pusat serta
pertumbuhan kehidupan masyarakat yang terjadi. Sistem rumah tangga ini lazim
pula disebut (sistem) otonomi nyata atau otonomi riil. Disebut “nyata”, karena isi rumah
tangga daerah didasarkan kepada keadaan dan faktor-faktor yang nyata. Tresna menyebut
sistem ini mengambil jalan tengah. Menurut Bagir Manan, memperhatikan yang diutarakan
Tresna, terkesan bahwa cara-cara yang terkandung dalam sistem rumah tangga formal
merupakan prinsip yang lebih diutamakan dari pada cara-cara menurut sistem rumah
tangga material.
Prediksi Soal Ujian Tengah Semester VII Tahun 2017/2018
Mata Kuliah Hukum Pemerintahan Daerah
Halaman 13
Muhammad Nur Jamaluddin (MNJ) www.mnj.my.id
Seperti yang diutarakan di muka, wewenang yang dirumuskan secara umum pada sistem
rumah tangga formal memberikan landasan untuk mewujudkan prinsip kebebasan dan
kemandirian di dalam rumah tangga. Sementara sistem rumah tangga material menurut
Bagir Manan lebih merangsang timbulnya ketidakpuasan daerah dan spanning hubungan
antara pusat dan daerah. Jadi, sistem rumah tangga formal mengandung dasar-dasar yang
lebih kokoh untuk mewujudkan prinsip dan tujuan rumah tangga daripada sistem material.
Dalam konteks pemikiran seperti ini dapatlah dipahami apabila sistem rumah tangga nyata
meletakkan asasnya dalam sistem rumah tangga formal. Melalui sistem rumah tangga
formal yang disertai dengan unsur-unsur sistem rumah tangga material maka otonomi
dianggap dapat diwujudkan secara wajar. Dari ciri-ciri di atas maka tidaklah berlebih-lebihan
kalau dikatakan bahwa sistem rumah tangga nyata memang mencerminkan sistem tersendiri
yang berbeda dari sistem rumah tangga formal dan sistem rumah tangga material. Sebagai
jalan tengah, sistem rumah tangga nyata diharapkan dapat mengatasi kesulitan atau kelemahan
yang terkandung dalam sistem rumah tangga formal dan sistem rumah tangga material.
5. Bagaimana Pembentukan Daerah Otonom menurut Undang-undang No.23 Tahun 2014 Tetang
Pemerintahan Daerah dan bandingkan dengan Undang-undang No.32 Tahun 2004 Tentang
Pemerintahan Daerah?
Jawaban:
Bahwa Pembentukan Daerah Otonom menurut Undang-undang No.23 Tahun 2014 Tetang
Pemerintahan Daerah dapat berjalan dengan mulus melalui tahap tahap berikut:
a. Kajian Daerah adalah kajian provinsi dan kabupaten/kota yang secara legalistik formal
disusun oleh Tim yang dibentuk oleh kepala daerah untuk menilai kelayakan pembentukan
daerah secara objektif yang memuat penilaian kuantitatif terhadap faktor-faktor teknis yang
dilengkapi dengan penilaian kualitatif terhadap faktor lainnya yang memiliki karakteristik
tersendiri.
b. Peran DPRD Kab/Kota, peran legislatif (DPRD) dan eksekutif (bupati/walikota) dalam
konteks pembentukan daerah (pengabungan atau pemekaran) adalah sangat dominan. Hal ini
disebabkan karena keputusannya dapat dijadikan sebagai penentu dari sebuah proses
pemenuhan persyaratan administratif, walaupun yang dijadikan sebagai dasar pengambilan
keputusannya (antara legislatif dan eksekutif) adalah berbeda.
Prediksi Soal Ujian Tengah Semester VII Tahun 2017/2018
Mata Kuliah Hukum Pemerintahan Daerah
Halaman 14
Muhammad Nur Jamaluddin (MNJ) www.mnj.my.id
c. Peran Bupati/Walikota, dalam konteks pemekaran wilayah, maka bupati/walikota dapat
memutuskan untuk menyetujui atau menolak aspirasi sebagaimana dimaksud pada Pasal 2
ayat (3) huruf a dalam bentuk keputusan bupati/walikota yang didasarkan atas hasil kajian
daerah”. Kajian daerah yang dimaksud tertuang dalam pasal 14 huruf c dan merupakan
persyaratan teknis seperti yang telah dipaparkan di atas.
d. Peran Gubernur dan DPRD Provinsi, dalam hal gubernur menyetujui usulan pembentukan
provinsi sebagaimana yang diusulkan oleh bupati/walikota dan berdasarkan hasil kajian
daerah, maka usulan pembentukan provinsi tersebut selanjutnya disampaikan kepada DPRD
provinsi untuk diminta persetujuannya. Setelah adanya keputusan persetujuan dari DPRD
provinsi, maka gubernur menyampaikan usulan pembentukan provinsi kepada Presiden
melalui Menteri Dalam Negeri (Mendagri) dengan melampirkan (1) Hasil kajian daerah, (2)
Peta wilayah calon provinsi (3) Keputusan DPRD kabupaten/kota dan keputusan
bupati/walikota,dan (4) Keputusan DPRD provinsi.
e. Peran Mendagri dan Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah (DPOD), Mendagri
membentuk tim untuk melakukan penelitian tehadap usulan pembentukan provinsi dan
menyampaikan rekomendasi usulan pembentukan daerah ke Dewan Pertimbangan Otonomi
Daerah (DPOD) yang ditindak lanjuti ke Presiden oleh Mendagri.
Dengan demikian, bahwa Pembentukan Daerah Otonom menurut Undang-undang No.23
Tahun 2014 Tetang Pemerintahan Daerah diatur dalam Pasal 32 s.d. Pasal 43:
Pasal 32:
(1) Pembentukan Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (3) berupa:
a. pemekaran Daerah; dan
b. penggabungan Daerah.
(2) Pembentukan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup pembentukan Daerah
provinsi dan pembentukan Daerah kabupaten/kota.
Kemudian Pembentukan Daerah Otonom menurut Undang-undang No.32 Tahun 2004 Tetang
Pemerintahan Daerah diatur dalam Pasal 4:
(1) Pembentukan daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) ditetapkan dengan
undang-undang.
(2) Undang-undang pembentukan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara lain
mencakup nama, cakupan wilayah, batas ibukota, kewenangan menyelenggarakan urusan
pemerintahan, penunjukan penjabat kepala daerah, pengisian keanggotaan DPRD, pengalihan
kepegawaian, pendanaan, peralatan, dan dokumen, serta perangkat daerah.
Prediksi Soal Ujian Tengah Semester VII Tahun 2017/2018
Mata Kuliah Hukum Pemerintahan Daerah
Halaman 15
Muhammad Nur Jamaluddin (MNJ) www.mnj.my.id
(3) Pembentukan daerah dapat berupa penggabungan beberapa daerah atau bagian daerah yang
bersandingan atau pemekaran dari satu daerah menjadi dua daerah atau lebih.
(4) Pemekaran dari satu daerah menjadi 2 (dua) daerah atau lebih sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) dapat dilakukan setelah mencapai batas minimal usia penyelenggaraan pemerintahan.
Selanjutnya mengenai syarat-sayaratnya ditegaskan dalam Pasal 5:
(1) Pembentukan daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 harus memenuhi syarat
administratif, teknis, dan fisik kewilayahan.
(2) Syarat administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk provinsi meliputi adanya
persetujuan DPRD kabupaten/kota dan Bupati/Walikota yang akan menjadi cakupan wilayah
provinsi, persetujuan DPRD provinsi induk dan Gubernur, serta rekomendasi Menteri Dalam
Negeri.
(3) Syarat administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk kabupaten/kota meliputi
adanya persetujuan DPRD kabupaten/kota dan Bupati/Walikota yang bersangkutan,
persetujuan DPRD provinsi dan Gubernur serta rekomendasi Menteri Dalam Negeri.
(4) Syarat teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi faktor yang menjadi dasar
pembentukan daerah yang mencakup faktor kemampuan ekonomi, potensi daerah, sosial
budaya, sosial politik, kependudukan, luas daerah, pertahanan, keamanan, dan faktor lain yang
memungkinkan terselenggaranya otonomi daerah.
(5) Syarat fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi paling sedikit 5 (lima)
kabupaten/kota untuk pembentukan provinsi dan paling sedikit 5 (lima) kecamatan untuk
pembentukan kabupaten, dan 4 (empat) kecamatan untuk pembentukan kota, lokasi calon
ibukota, sarana, dan prasarana pemerintahan.
Prediksi Soal Ujian Tengah Semester VII Tahun 2017/2018
Mata Kuliah Hukum Pemerintahan Daerah
Halaman 16
Muhammad Nur Jamaluddin (MNJ) www.mnj.my.id
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Pembentukan Daerah Otonom menurut Undang-
undang No.23 Tahun 2014 Tetang Pemerintahan Daerah lebih komprehensif diatur dalam
Pasal 32 s.d. Pasal 43 bukan hanya syarat administratif, syarat teknis, dan syarat fisik saja,
tetapi diatur mulai dari persyaratan dasar kewilayahan meliputi luas wilayah minimal, jumlah
penduduk minimal, batas wilayah, cakupan wilayah dan batas usia minimal Daerah provinsi,
Daerah kabupaten/kota, dan Kecamatan. Kemudian diatur juga persyaratan dasar kapasitas
Daerah adalah kemampuan Daerah untuk berkembang dalam mewujudkan kesejahteraan
masyarakat. Diatur pula mengenai pendanaan penyelenggaraan pemerintah daerah persiapan
tersebut, Kewajiban Daerah induk terhadap Daerah Persiapan dan Pemerintah Pusat
melakukan pembinaan, pengawasan, dan evaluasi terhadap Daerah Persiapan selama masa
Daerah Persiapan, serta Pemerintah Pusat melakukan evaluasi akhir masa Daerah
Persiapan, sedangkan menurut Undang-undang No.32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan
Daerah bahwa Pembentukan Daerah Otonom diatur dalam pasal 4 dan 5 yang hanya mengatur
mengenai syarat administratif, syarat teknis, dan syarat fisik.
Bandung, 6 November 2017
Penulis,
Muhammad Nur Jamaluddin
(MNJ)