kasus bank century uwa

14
Kasus bank century , Opini Publik dan Pendalaman Demokrasi Ahluwalia Boediono-Sri Mulyani (inilah.com/Agung Rajasa) INILAH.COM, Jakarta - Opini publik telah membuat Wapres Boediono dan Menkeu Sri Mulyani kewalahan menghadapi situasi belakangan ini. Berbagai upaya politik pencitraan mereka hanya menambah kecurigaan publik. Mengapa? Opini publik terus mendesak agar Pansus Hak Angket Bank Century dan Komisi Pemberantasan Korupsi menuntaskan kasus Bank Century selambatnya pada 100 hari pemerintahan SBY nanti. Kasus Bank Century diharapkan publik makin mendekati titik final dari proses penuntasan. Departemen Keuangan sudah menerbitkan buku putih soal Bank Century. Memang, sebagian kecil aktivis Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) UI, ITB, IPB, dan UGM sudah terkooptasi istana. Kemudian ada bentrok antara mahasiswa dan wartawan tadi malam (11/1) di depan gedung KPK. Namun semua itu tak bisa membelokkan isu sentral: Bank Century gate harus dituntaskan. Dan malah semua itu dinilai sebagai pekerjaan sia-sia dalam upaya pengalihan isu skandal Bank Century. "Berbagai politik pengalihan isu makin menyulitkan para elit seperti Sri Mulyani dan Boediono, karena politik pencitraan mereka dengan menerbitkan buku putih, melobi kepada pers, dsb, sudah gagal. Ada moral hazard yang tak bisa ditutup- tutupi dan banyak argumentasi yang basi, lemah dan tidak rasional. Semakin gencar politik pencitraan, manuver dan ofensif lainnya, makin curiga pula publik kita," kata Darmawan Sinayangsah, Direktur Freedom Foundation dan mantan aktivis FISIP UI. Pengamat politik dari Universitas Airlangga, yakni Airlangga Pribadi menyatakan isu Arthalyta Ayin di Rutan Pondok Bambu

Upload: hanif

Post on 19-Jun-2015

300 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: Kasus Bank Century Uwa

Kasus bank century, Opini Publik dan Pendalaman DemokrasiAhluwalia

Boediono-Sri Mulyani(inilah.com/Agung Rajasa)

INILAH.COM, Jakarta - Opini publik telah membuat Wapres Boediono dan Menkeu Sri Mulyani kewalahan menghadapi situasi belakangan ini. Berbagai upaya politik pencitraan mereka hanya menambah kecurigaan publik. Mengapa?

Opini publik terus mendesak agar Pansus Hak Angket Bank Century dan Komisi Pemberantasan Korupsi menuntaskan kasus Bank Century selambatnya pada 100 hari pemerintahan SBY nanti.

Kasus Bank Century diharapkan publik makin mendekati titik final dari proses penuntasan. Departemen Keuangan sudah menerbitkan buku putih soal Bank Century. Memang, sebagian kecil aktivis Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) UI, ITB, IPB, dan UGM sudah terkooptasi istana. Kemudian ada bentrok antara mahasiswa dan wartawan tadi malam (11/1) di depan gedung KPK. Namun semua itu tak bisa membelokkan isu sentral: Bank Century gate harus dituntaskan. Dan malah semua itu dinilai sebagai pekerjaan sia-sia dalam upaya pengalihan isu skandal Bank Century.

"Berbagai politik pengalihan isu makin menyulitkan para elit seperti Sri Mulyani dan Boediono, karena politik pencitraan mereka dengan menerbitkan buku putih, melobi kepada pers, dsb, sudah gagal. Ada moral hazard yang tak bisa ditutup-tutupi dan banyak argumentasi yang basi, lemah dan tidak rasional. Semakin gencar politik pencitraan, manuver dan ofensif lainnya, makin curiga pula publik kita," kata Darmawan Sinayangsah, Direktur Freedom Foundation dan mantan aktivis FISIP UI.

Pengamat politik dari Universitas Airlangga, yakni Airlangga Pribadi menyatakan isu Arthalyta Ayin di Rutan Pondok Bambu dan bentrok mahasiswa dan wartawan di KPK, juga bagian dari pengalihan isu yang dilakukan oleh kelompok kepentingan elite. "Ini dilakukan agar publik kehilangan fokus terhadap kasus korupsi di Bank Century," kata Airlangga.

Dalam suasana seperti ini banyak kelompok kepentingan yang bermain sehingga memunculkan skenario kemungkinan yang akan terjadi, termasuk sering tidak tereksposnya desakan dan demo mahasiswa soal Bank Century oleh media.

Kasus Bank Century merupakan isu paling krusial dalam kasus korupsi dewasa ini. Mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla menilai, ada dua jenis korupsi, yaitu korupsi di tingkat kebijakan dan korupsi di tata pelaksanaan. Merujuk pada referensi ini, kasus Bank Century adalah kolaborasi keduanya.

Page 2: Kasus Bank Century Uwa

"Kalau kasus Bank Century, saya kira dua-duanya. Atas nama krisis dan atas nama rampok duit. Jadi memang hebat juga," tuturnya ketika membuka peluncuran buku Korupsi Mengorupsi ndonesia di Financial Building Grha Niaga, Selasa (12/1).

Kalla melihat, akibat korupsi karena kebijakan jauh lebih besar daripada korupsi di tingkat tata pelaksanaan. Akibatnya, bisa tak selesai dalam satu generasi. Bayangkan jika penyebab kasus Bank Century adalah kolaborasi keduanya.

Jadi, kata Kalla, apa pun faktanya, kalau kita ingin selesaikan, maka (pemberantasan korupsi) mulai dari (pejabat) atas, baik dari korupsi karena kebijakan ataupun pelaksanaan. Dengan demikian kasus Bank Century juga menjadi medan bagi pendalaman demokrasi dan pemberantasan korupsi sistemik, agar ke depan tidak terjadi lagi kasus serupa yang membuat bangsa kita tersandera skandal yang tercela itu. [mor]

Jakarta - Menteri Koordinator (Menko) Perekonomian Hatta Rajasa membantah rendahnya penyaluran kredit perbankan tahun ini disebabkan masih berlarutnya kasus Bank Century yang tak kunjung usai.

"Masyarakat kita sudah sangat dewasa, politik ya politik, ekonomi ya ekonomi," ujar Hatta di Kantor Menko Perekonomian, lapangan banteng, Jakarta, Selasa (29/12/2009)

Menurut Hatta, faktor penyebab rendahnya penyaluran kredit lebih kepada alasan teknis seperti masalah infrastruktur. "Makanya kita harus memperlancar sumbatan-sumbatan itu. Saya kok melihat faktor itu kecil daripada faktor-faktor teknik seperti infrastruktur," ungkap dia.

Untuk itu, Hatta optimistis penyaluran kredit tahun depan akan meningkat sekitar 5,5 -5,6 persen terkait terus meningkatnya pertumbuhan ekonomi tahun depan.

"Untuk kuartal 4 tahun ini kami optimis di atas 4,5 persen sehingga average-nya 4,3 persen. Kan kalau di akhir- akhir tahun belanja pemerintah tinggi dan tingkat konsumsi juga tinggi ekspor membaik," tandasnya.

Sebelumnya, Ketua Perhimpunan Bank-Bank Umum Nasional (Perbanas) Sigit Pramono menilai tingginya undisbursed loan (kredit yang belum dicairkan) perbankan nasional berpotensi menghambat pertumbuhan kredit nasional tahun 2010. Hingga saat ini, undisbursed loan perbankan nasional mencapai Rp 270 triliun.

Menurutnya, tingginya undisbursed loan tersebut dikarenakan debitur banyak memilih untuk mengambil langkah wait and see . Ini terkait masih berlarutnya kasus Century yang tak kunjung usai.

"Penundaan kredit memang biasa dilakukan saat terjadi peristiwa politik besar. Investor cenderung wait and see ," ujar Sigit usai penandatanganan kontrak Bank Operasi dan

Page 3: Kasus Bank Century Uwa

Bank Persepsi di kantor Dirjen Perbendaharaan Negara komplek Departemen Keuangan.

Ia menilai, jika undisbursed loan ini terus bergerak naik, maka pertumbuhan kredit tahun 2009 tidak akan mencapai target seperti yang dicanangkan pada awal tahun. Bank Indonesia (BI) sebelumnya menargetkan pertumbuhan kredit perbankan tahun 2009 mencapai 20%. Nyatanya, sampai saat ini pertumbuhan baru bergerak di kisaran 8-9%.

Kasus Bank Century yang diawali dari pengucuran dana sejumlah Rp6,7 miliar oleh menteri keuangan Sri Mulyani yang hingga kini tidak kunjung terselaikan, melainkan semakin runyam. Saat itu, Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) telah mengucurkan dana sebesar Rp6,7 triliun kepada Bank Century atas rekomendasi pemerintah dan Bank Indonesia.

Analis Fakultas Ekonomi UISU, Sofyan membenarkan hal ini,  karena Bank Indonesia yang saat itu dalam masa jabatan Boediono, dengan mudah memberikan dana talangan tersebut padahal, dana yang disetujui DPR hanya sebesar Rp1,3 triliun.

"Faktanya memang seperti itu, padahal pada saat itu banyak yang tidak menyetujui perihal dana talangan tersebut," tegasnya.

Kasus Bank Century ini telah memperlihatkan kepada kita bahwa bank kecil mendapatkan dukungan besar dari otoritas keuangan dan bank sentral. Hal ini juga tidak terlepas argumentasi yang muncul dari berbagai pihak terkait dalam proses penyelamatan Bank Century telah sesuai dengan prosedur yang ditetapkan dalam UU LPS dan perintah dari komite stabilitas sistem keuangan.

Sampai dengan saat ini, kasus Bank Century sedang ditangani oleh Panitia Khusus (Pansus) Hak Angket Bank Century  dan terfokus pada penyelidikan proses penggabungan (merger) Bank Century dalam rapat dengan mantan anggota Dewan Gubernur Bank Indonesia.

VIVAnews - Pemilik PT Bank Century Tbk yang sudah divonis empat tahun penjara, Robert Tantular, menuding Pemegang Saham pengendali Bank Century Rafat Ali Rizvi, sebagai biang keladi gagalnya kliring karena likuiditas.

"Surat-surat berharga adalah tanggung jawab Rafat," kata Robert Tantular usai diperiksa di Kejaksaan Agung, Jakarta, Jumat 4 Desember 2009.

Robert diperiksa selama delapan jam. Dia diperiksa sebagai saksi dari tersangka Komisaris bank Century Hesyam Al-Waraq dan Pemegang Saham pengendali Bank Century Rafat Ali Rizvi.

RObert mengaku sudah menyerahkan bukti-bukti mengenai kegagalan kliring Century kepada jaksa penyidik. Bukti yang sama juga sudah pernah diserahkan kepada penyidik polisi saat dia ditetapkan sebagai tersangka.

Page 4: Kasus Bank Century Uwa

Kasus ini berawal pada tahun 2008 Bank Century mengalami kegagalan kliring karena likuiditas. Untuk mengantisipasi hal tersebut pemerintah mengucurkan dana talangan sebesar Rp 6,7 triliun.

Namun berdasar hasil penelusuran kesulitan likuiditas bukan dikarenakan gagal dalam mengelola, melainkan digunakan untuk berbagai kegiatan investasi dan kepentingan perusahaan di berbagai negara atas nama Robert Tantular, Hesyam, dan Rafat.

Selain itu dana talangan juga dipergunakan untuk menyelamatkan kreditur kelas kakap Bank Century.Informasi yang diperoleh, aset itu berupa perusahaan atas nama Robert Tantular. Aset berupa dana diinvestasikan dalam suatu lembaga investasi, rekening giro, dan surat berhargam serta polis asuransi.

Seperti diketahui, Majelis Hakim Sidang Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memvonis Robert Tantular atas kasus penyimpangan di Bank Century dengan hukuman hanya empat tahun penjara dan denda Rp 50 miliar, subsider lima bulan penjara. Putusan Hakim ini lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) sebelumnya selama delapan tahun penjara.

Popularitas SBY-Boediono Anjlok

persda network/bian harnansaPresiden SBY dan Wapres Boediono Sabtu, 23 Januari 2010 | 22:35 WIB

TRIBUN, JAKARTA  -  Tingkat kepuasan masyarakat terhadap kinerja Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Wakil Presiden Boediono anjlok. Tingkat kepuasan SBY dari 90 persen menjadi 75 persen. Sedangkan Boediono hanya 40 persen.

Demikian hasil survei  lembaga Indo Barometer yang dilakukan 8-18 2010.  "Untuk Boediono,yang puas 40 persen dan yang tidak puas itu 44 persen,"  kata Direktur Eksekutif  Indo Barometer M Qodari di Jakarta, Sabtu (23/1/2010).

Hasil survei Indo Barometer pasca Pilpres 2009 lalu tingkat kepuasan masyarakat terhadap SBY mencapai 90 persen. Kini, jelang 100 hari pemerintahannya, tingkat kepuasan masyarakat turun menjadi  75 persen. "Terjadi penurunan, yang tidak puas 22 persen,"  lanjut Qodari.

Kasus Bank Century menjadi penyebab utama tingkat kepuasan masyarakat terhadap Boediono hanya 40 persen. "Dalam kasus Bank Century ini kan pak Boediono dianggap pihak yang bersalah," tambah Qodari. Secara keseluruhan, tingkat kepuasan masyarakat terhadap SBY-Boediono anjlok lantaran kasus Century. Bahkan, program 100 hari kabinet tengelam oleh persoalan hukum dan politik yang terjadi,khsusnya Century.

Page 5: Kasus Bank Century Uwa

Hasil survei mengungkapkan, masyarakat yang tahu persoalan kasus Bibit-Chandra sebesar 69 persen. Kemudian kasus Antasari sebanyak 70 persen. Dan kasus Century sebesar 77 persen. "Program kabinet 100 hari kalah jauh dari ketiga kasus tersebut, khususnya Century," sambungnya.

Walaupun tingkat kepuasan turun, bagi Qodari angka tersebut masih terbilang cukup baik dan masih wajar. "75 Persen masih kabar bagus. Karena wajar saja, saat itu SBY terpilih tingkat kepuasan masyarakat meningkat menjadi 90 persen. Itu kan masa-masa budan madu. Yang tidak memilih SBY saja mengaku-ngaku SBY," paparnya.

Dari penurunan angka kepuasan tersebut, Qodari mengimbau pemerintahan SBY-Boediono benar-benar mewaspadainya. "Jika tidak, berarti ada yang belum dilakukan oleh pemerintah kepada publik," pungkasnya.

Yopi S Hidayat, Juru bicara Boediono,  tak mau mengomentari hasil survei Indo Barometer tersebut. "Tanya saja sama yang melakukan survei, kami tidak mau komentar soal survei itu," kata Yopi. (PERSDA NETWORK/YAT)

Ada Dugaan BI Ditekan Dalam Pengambilan KeputusanJumat, 8 Januari 2010 04:28 WIB | Ekonomi & Bisnis | Moneter | Dibaca 580 kaliJakarta (ANTARA News) - Anggota Panitia Angket Hendrawan Supratikno mengatakan, ada dugaan Bank Indonesia (BI) ditekan dalam pengambilan keputusan perubahan peraturan BI untuk pemberian Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP).

"Ada dugaan seperti itu, karena dalam notulensi rapat pada 13 November ada kesan pengambilan keputusan dilakukan secara terburu-buru dalam memutuskan perubahan (peraturan) Bank Indonesia," ujarnya seusai rapat pemeriksaan panita angket di Gedung DPR RI, Kamis malam.

Anggota Fraksi PDI-P itu, juga menambahkan kesimpulan dari pemeriksaan saksi-saksi selama ini, ada kemungkinan bahwa kasus Bank Century adalah merupakan kasus yang penyebab utamanya adalah internal, dan bukan faktor eksternal atau krisis.

"Dalam proses merger pun sudah bermasalah, karena Bank CIC yang banyak masalah pun digabung (merger), padahal Bank Indovert setelah ditutup pun tidak berdampak sistemik," ujarnya.

Sebelumnya, Deputi Gubernur BI Muliaman Hadad dan Budi Mulya membantah ada

Page 6: Kasus Bank Century Uwa

tekanan dari pemerintah saat BI melakukan rapat konsultasi membahas permasalahan Bank Century pada 13 November 2008.

"Saya tidak merasakan itu, walau mendengar itu dari rekan saya di Dewan Gubernur, yaitu Ibu Siti Fadjrijah," ujar Budi Mulya.

Namun, Budi menambahkan bentuk tekanan tersebut hanya sebagai curahan hati (curhat) mantan direktur pengawasan I tersebut secara emosional bukan sebagai bentuk adanya tekanan pemerintah terhadap BI.

"Dia hanya curhat secara emosional dan tidak banyak yang dikatakan, tapi dia merasa harus melaporkan pada Dewan Gubernur dan itu alasan logis, beliau adalah Deputi Gubernur Pengawasan, apalagi kemudian ada masalah Century," ujarnya.

Oleh karena itu, Budi kembali menegaskan tidak ada intervensi oleh pemerintah dalam hal ini Sri Mulyani sebagai Ketua Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) dan Menteri Keuangan, dalam penanganan masalah Bank Century melalui Siti Fadjrijah.

"Dalam interaksi dengan KSSK waktu itu, KSSK memang menanyakan secara tajam, tapi Siti Fadjrijah tipe yang sensitif dan saya rasa barangkali KSSK hanya klarifikasi," ujarnya.

Muliaman pun menambahkan bahwa keputusan menyelamatkan Bank Century merupakan keputusan yang benar walau ditengarai bermasalah bahkan Bank Century hampir kolaps akibat penyelewengan oleh pemilik bank.

Indobarometer: Kasus Bank Century Belum Goyahkan Citra SBYMinggu, 13 Desember 2009 18:29 WIB | Peristiwa | Hukum/Kriminal | Dibaca 935 kaliJakarta (ANTARA News) - Direktur Eksekutif Lembaga Riset Indobarometer, M. Qodari, mengatakan bahwa kasus skandal Bank Century yang sangat gencar diberitakan media massa dalam dua bulan terakhir ini dipersepsikan publik belum menggoyahkan citra Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

Indobarometer menyampaikan hasil risetnya terhadap isi berita dari enam media massa itu dalam keterangan persnya di Jakarta, Minggu, bahwa selama periode 28 November – 4 Desember 2009 ada sebanyak 106 artikel yang memuat nama SBY dan Wapres Boediono berkaitan dengan kasus Bank Century.

Surat kabar yang paling banyak menurunkan artikel tentang SBY, antara lain Kompas (21,5 persen), Sindo (20,0 persen) dan Jurnas (18,5 persen, sedangkan surat kabar yang

Page 7: Kasus Bank Century Uwa

paling banyak menurunkan artikel tentang Boediono adalah Sindo (41,5 persen), Rakyat Merdeka (22,0 persen) dan Jurnas (14,6 persen).

Dari 65 artikel tentang SBY, sentimennya adalah positif (50,8 persen), negatif (13,8 persen), positif-negatif (12,3 persen) dan netral (23,1 persen), sedangkan dari atikel tentang  Boediono, sentimen negatifnya adalah positif (34,1 persen), negatif (39,0 persen), positif-negatif (12,2 persen) dan netral (14,6 persen).

"Dari persentase sentimen media tersebut, tergambar jelas bahwa positif SBY masih lebih besar ketimbang negatifnya. Sedangkan Boediono lebih banyak persentase sentimen negatifnya ketimbang positifnya. Ini mungkin akan menjadi bahan kajian dan analisa kenapa sentimen negatif itu lebih banyak ke Boediono ketimbang ke SBY," kata Qodari.

Dia mencontohkan, dalam Seputar Indonesia artikel negatif SBY, antara lain terkait sorotan LSM yang memandang bahwa kalangan Istana atau orang dekat SBY diduga menerima kucuran dana Century. Terkait itu, banyak pengamat menilai pernyataan SBY yang menginginkan kasus ini diusut tuntas belum diketahui hasilnya.

Di Harian Rakyat Merdeka ada artikel negatif SBY terkait pandangan para pengamat ekonomi yang mengatakan bahwa kesalahan Boediono lebih besar dibanding Burhanudin Abdullah. Selain itu, BPK dalam temuannya memperlihatkan sudah jelas bahwa ada penyelewengan dana, dimana SBY seharusnya menonaktifkan Boediono untuk memudahkan proses penyelesaian kasus Bank Century.

Harian Republika mencatat artikel negatif SBY lebih pada kuatnya desakan agar SBY sebagai presiden mengeluarkan Perppu supaya Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mau membuka data aliran dana Bank Century, termasuk siapa saja penerimanya.

Berbeda dengan tiga harian nasional tadi, Kompas memuat artikel negatif SBY terkait dengan pandangan bahwa penegakan hukum di era SBY dipandang tidak adil. Para koruptor yang melakukan korupsi uang rakyat triliunan rupiah lebih ringan hukumannya dibanding dengan nenek Minah yang hanya mencuri tiga buah kakao.

Sementara itu, lanjut Qodari, artikel negatif Boediono tergambar dari hampir seluruh sampel koran nasional yang terkait dengan kuatnya desakan tuntutan Boediono dan Sri Mulyani untuk dinonaktifkan.

Qodari menjelaskan, narasumber yang paling banyak dalam artikel tentang SBY adalah dari kalangan pengamat (18,5 persen), penegak hukum (8,6 persen) dan politisi Partai Demokrat (8,0 persen). Sedangkan untuk Boediono ada pengamat (18,4 persen), anggota kabinet (9,2 persen ) dan LSM (6,9 persen).

Menanggapi pertanyaan soal masih kuatnya citra SBY ketimbang Boediono dalam kasus Bank Century, Qodari mengatakan, ada dua alasan. Pertama, laporan BPK yang menggegerkan karena adanya indikasi pelanggaran pidana itu paling banyak menyebut

Page 8: Kasus Bank Century Uwa

nama Boediono dan Sri Mulyani sebagai pejabat yang disebut-sebut diduga paling bertanggungjawab atas pengucuran dana talangan Rp 6,7 triliun ke Bank Century. Sementara, Presiden SBY saat itu tidak disebut-sebut karena sedang berada di luar negeri.

Kedua, karena kemampuan komunikasi politik yang dibangun SBY dalam menyikapi kasus tersebut dinilai cukup tepat. Misalnya, dengan mengatakan dukungan terhadap pengungkapan dan penuntasan kasus Bank Century. Hal ini, menurut Qodari, dianggap sebagai ketegasan dan kesungguhan SBY dalam memberantas korupsi di Bank Century. Dan itu tercermin dari pernyataannya yang menyebutkan agar kasus tersebut menjadi terang benderang, tidak ada fitnah dan tidak ada rumor.(*)

Page 9: Kasus Bank Century Uwa

Kasus pembobolan atm bankBI MINTA MASYARAKAT WASPADAI SINDIKAT PEMBOBOL ATM Senin, 01 Februari 2010 14:32 Kupang - Bank Indonesia Cabang Kupang, Nusa Tenggara Timur minta kepada masyarakat di provinsi kepulauan itu, terutama nasabah berbagai bank yang menggunakan kartu anjungan tunai mandiri (ATM) ketika menarik tabungan, agar lebih waspada terhadap kemungkinan "diintip" oleh sindikat pembobol ATM.

Permintaan itu disampaikan Kepala Bank Indonesia Cabang Kupang Lukdir Gultom dalam pertemuan dengan DPRD Nusa Tenggara Timur di Kupang, Senin, setelah seorang anggota dewan dari Partai Damai Sejahtera (PDS) Trisna Dano menanyakan kemungkinan ada pembobolan ATM di wilayah kerja BI Cabang Kupang.

Pada Selasa, manajemen BI, Bank Mandiri, Bank BNI, Bank NTT dan Bank Bukopin diundang DPRD untuk mempersentasekan jasa perbankan.

Anggota DPRD Trisna Dano mengatakan, saat ini masyarakat di sejumlah daerah di Indonesia resah akibat pemberitaan media massa yang menyebutkan, telah terjadi pembobolan ATM dan menanyakan kasus itu, apakah juga terjadi di Nusa Tenggara Timur atau tidak. Dia meminta pihak terkait untuk memberikan penjelasan.

Atas pertanyaan tersebut, Kepala BI Cabang Kupang Lukdir Gultom menyatakan, ada beberapa modus operandi yang bisa dilakukan oleh sindikat pembobol ATM.

Diantranya menggunakan perangkat canggih untuk merekam data pemegang kartu ATM, menggunakan kamera untuk memotret dan merekam nasabah yang tengah melakukan transaksi dengan kartu ATM dan ada yang menggunakan cara manual yakni sengaja menabrak orang yang tengah menarik uang dari ATM.

Modus operandi pertama dan kedua yakni merekam data dan menggunakan kamera, kata Gultom, sebenarnya bisa diwaspadai masyarakat dengan cara sederhana, yakni ketika tengah menggunakan kartu ATM untuk menarik uang, terutama saat menekan nomor PIN, usahakan menutupinya dengan tangan atau wadah apa pun, agar tidak dilihat orang lain atau direkam kamera.

Selain itu, kata dia, sebisa mungkin mengganti kode rahasia (PIN) agar tidak mudah dilacak oleh sindikat pembobol ATM. "Kita imbau supaya selalu mengganti nomor PIN, katakanlah sebulan sekali,"katanya.

Selain membobol ATM menggunakan teknologi, lanjut dia, sindikat pembobol ATM juga sering menggunakan cara-cara tradisional, seperti sengaja antre di belakang orang yang tengah menarik uang dengan kartu ATM, menabrak agar korban jatuh atau setidaknya kartu ATM jatuh ke lantai, lalu bertindak sebagai penolong dengan memungut kartu ATM yang jatuh, namun ditukar terlebih dahulu dengan kartu ATM palsu sebelum diserahkan

Page 10: Kasus Bank Century Uwa

kepada pemiliknya.

Sejauh ini, belum ada masyarakat di Nusa Tenggara Timur yang melaporkan pembobokan ATM, namun Gultom minta masyarakat lebih waspada, terutama melakukan pengamanan secara sederhana seperti menghindari transaksi yang bisa dilihat orang lain atau bisa dipotret dengan kamera seperti menutup atau menghalangi pandangan orang saat bertransaksi dan selalu mengganti nomor PIN.

Sementara anggota DPRD dari Fraksi Partai Demokrat Gabriel Suku Kotan meminta BI memberikan perlindungan kepada nasabah, guna meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap jasa perbankan.

Dialog para bankir dengan DPRD itu dipimpin oleh Ketua Komisi C Stanis Tefa dan moderator Asisten II Sekretariat Daerah Nusa Tenggara Timur Partini SH.