kaskado

5
KASUS KASKADO (STEPHANOFILARIASIS) A. Tinjauan Pustaka Etiologi Kaskado atau stephanofilariasis adalah penyakit kulit atau dermatitis yang disebabkan oleh cacing nematode dari genus Stephanofilaria. Beberapa spesies Stephanofilaria telah ditemukan di Indonesia sebagai penyebab penyakit Kaskado, yaitu Stephanofilaria dedoesi, penyebab dermatitis pada leher, bahu, daerah sekitar mata, telinga dan gelambir dan S. kaeli menyebabkan dermatitis di daerah kaki (Sarwitri, 2007). Pada manusia nematode filaria menyebabkan penyakit yang dikenal dengan nama elephantiasis, limfangitis, dan optalmitis yang disebabkan oleh Wuchereria bancrofti, Brugea malayi, dan Onchocerca volvulus. Cacing jantan berukuran panjang 2,3-3,2 mm, lebar 10-90 μm, panjang ekor 22-32 μm, spikulum kanan 45 μm, kiri 226-230 μm, cacing betina panjangnya 6,1-8,5 mm, lebar 156-172 μm, vulva panjangny 49-57 μm, dan tidak mempunyai anus (Ida dan Yuri, 2006). Patogenesis Siklus hidup cacing ini dimulai dari terhisapnya mikrofilaria bersama darah dan cairan oleh hospes perantara, selanjutnya mikrofilaria melewati folikel dan berkembang menjadi bentuk seperti sabit, pada hari ke 8- 10 menyilih menjadi larva stadium tiga, bermigrasi ke kepala dan probokis dan menginfeksi hospes definitif yaitu sapi ketika lalat yang infektif menggigitnya (Ida dan Yuri, 2006). Beberapa spesies lalat di Sulawesi Utara telah dilaporkan dapat bertindak sebagai vektor penyakit Kaskado yaitu: Siphona exigua, Musca conducens dan Sarcophaga sp. (Sarwitri, 2007). Gejala Klinis Pada tahap awal infeksi hanya terlihat adanya sejumlah papula atau lepuh-lepuh kecil yang kemudian akan menyatu dan menjadi luka yang besar disertai penebalan kulit, bulu rontok dan ulserasi. Pada stadium lanjut

Upload: tzichi

Post on 26-Dec-2015

82 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

kaskado indonesia

TRANSCRIPT

Page 1: Kaskado

KASUS KASKADO (STEPHANOFILARIASIS)

A. Tinjauan Pustaka

Etiologi

Kaskado atau stephanofilariasis adalah penyakit kulit atau dermatitis yang disebabkan oleh cacing nematode dari genus Stephanofilaria. Beberapa spesies Stephanofilaria telah ditemukan di Indonesia sebagai penyebab penyakit Kaskado, yaitu Stephanofilaria dedoesi, penyebab dermatitis pada leher, bahu, daerah sekitar mata, telinga dan gelambir dan S. kaeli menyebabkan dermatitis di daerah kaki (Sarwitri, 2007). Pada manusia nematode filaria menyebabkan penyakit yang dikenal dengan nama elephantiasis, limfangitis, dan optalmitis yang disebabkan oleh Wuchereria bancrofti, Brugea malayi, dan Onchocerca volvulus. Cacing jantan berukuran panjang 2,3-3,2 mm, lebar 10-90 μm, panjang ekor 22-32 μm, spikulum kanan 45 μm, kiri 226-230 μm, cacing betina panjangnya 6,1-8,5 mm, lebar 156-172 μm, vulva panjangny 49-57 μm, dan tidak mempunyai anus (Ida dan Yuri, 2006).

Patogenesis

Siklus hidup cacing ini dimulai dari terhisapnya mikrofilaria bersama darah dan cairan oleh hospes perantara, selanjutnya mikrofilaria melewati folikel dan berkembang menjadi bentuk seperti sabit, pada hari ke 8-10 menyilih menjadi larva stadium tiga, bermigrasi ke kepala dan probokis dan menginfeksi hospes definitif yaitu sapi ketika lalat yang infektif menggigitnya (Ida dan Yuri, 2006). Beberapa spesies lalat di Sulawesi Utara telah dilaporkan dapat bertindak sebagai vektor penyakit Kaskado yaitu: Siphona exigua, Musca conducens dan Sarcophaga sp. (Sarwitri, 2007).

Gejala Klinis

Pada tahap awal infeksi hanya terlihat adanya sejumlah papula atau lepuh-lepuh kecil yang kemudian akan menyatu dan menjadi luka yang besar disertai penebalan kulit, bulu rontok dan ulserasi. Pada stadium lanjut terlihat adanya daerah peradangan yang berbatas jelas dengan kulit yang tidak berbulu karena mengalami kerontokan dan terlihat kasar beralur membentuk lipatan tebal berwarna kelabu. Pada infeksi ringan biasanya lukanya tertutup oleh kerak atau keropeng kering yang umumnya terdapat di sudut mata, pundak, bahu, leher, dada, punggung, dan gelambir. Sedangkan pada infeksi yang tergolong berat berupa suatu radang kulit yang biasanya berbentuk bulat, bagian tepi kulit berwarna kemerahan dan tertutup keropeng, dan apabila keropeng diangkat jaringan kulit tampak bergranulasi. Kadang-kadang di antara keropeng yang sudah kering terdapat luka terbuka yang berdarah dan biasanya berisi cacing. Adanya luka yang berdarah tersebut bisa merangsang lalat untuk mendatanginya karena merupakan sumber makanannya. Hewan yang menderita tampak terganggu ketenangannya karena adanya iritasi yang ditimbulkan oleh parasit cacing dalam kulit dan gigitan lalat di daerah luka (Sarwitri, 2007). Ada kalanya bila infestasi ringan dapat terjadi kesembuhan spontan (Ida dan Yuri, 2006).

Diagonosis

Page 2: Kaskado

1. Identifikasi cacing Stephanofilaria sp.Lesio pada kulit hewan penderita dikerok sampai sedikit berdarah

Hasil kerokan direndam dalam larutan NaCl fisiologis kira-kira sampai 6 jam

Rendamanan kerokan kulit ditambahkan formalin sampai kurang lebih 10%

Sampel kerokan kulit diperiksa dengan mikroskop untuk menemukan adanya cacing Stephanofilaria sp.

(Sarwitri, 2007)

2. Dengan gejala klinis, tetapi sangat diperlukan banyak pengalaman (Sarwitri, 2007).

Pengobatan1. Pemberian Ivermectin dengan dosis 200 μg / kg BB secara subkutan2. Pemberian Doramectin 200 μg / kg BB secara intramuscular3. Pemberian Asuntol 2% dalam bentuk salep (Kurang efektif)

(Ida dan Yuri, 2006)

B. Hasil dan Pembahasan

Pada tanggal 12 November 2014 telah dilakukan pemeriksaan terhadap seekor sapi PS berjenis kelamin jantan, umur 9 bulan, corak putih diantara mata, dengan berat badan ±230 kg, milik Bapak Hemi yang beralamat di Sumberwatu, Prambanan, Sleman, Yogyakarta. Hasil anamnesa dari pemilik diperoleh keterangan bahwa induknya terdapat lesi di tubuh dan ternyata pedet juga dapat lesi yang sama. Hasil pemeriksaan umum adalah sebagai berikut:

1. Keadaan umum: Ekspresi muka gelisah, kondisi tubuh kurus2. Temperatur: 38,5°C Pulsus: 60 x/menit Nafas: 40 x/menit3. Kulit dan rambut: Kulit terdapat bintik-bintik, rambut bersih, kusam dan ada

kerontokan, ada lesi di sudut medial mata4. Selaput lender: konjunctiva mata pink pucat, CRT > 2 detik, cermin hidung

basah5. Kelenjar limfe: Tidak ada perubahan6. Pernafasan: Thoraco abdominal, suara nafas vesikuler 7. Peredaran darah: Sistole-diastole dapat dibedakan normal dengan ritmis8. Pencernaan: Mulut bersih dan tidak ada kelukaan, anus bersih9. Kelamin dan perkencingan: Tidak ada perubahan10. Saraf: Tidak ada perubahan11. Anggota Gerak: Tidak ada perubahan12. Berat badan: ±230 kg13. Diagnosa: Kaskado14. Prognosa: Fausta 15. Pengobatan: Injeksi 4,5 ml Bernomec secara subkutan dan 1,5 ml Hipravit

secara intramuscular

Pembahasan

Page 3: Kaskado

Terapi yang digunakan menggunakan Bernomec yang diproduksi oleh Bernofarm. Tiap ml mengandung Ivermectin 10 mg. Dosis sapi 1 ml per 50 kg berat badan. Ivermectin merupakan avermectin spesifik yang merupakan hasil fermentasi dari Strptomyces avermitilis yang dapat digunakan untuk mengatasi parasit gastrointestinal dan ektoparasit. Ivermectin berkerja dengan cara menghambat motilitas parasit akibat terjadinya peningkatan gamma amino butyric acid (GABA) pada sinaps sistem syaraf pusat.

(Ida dan Yuri, 2006)

Kesimpulan dan Saran

Kesimpulan

Berdasarkan hasil pemeriksaan klinis, sapi didiagnosa menderita kaskado dengan prognosa fausta. Sapi menderita kaskado karena terinfeksi dari induknya dengan vektor lalat.

Saran

Pemberantasan lalat di kandang secara berkala dan teratur dengan menggunakan insektisida. Selain itu, pemisahan antara hewan yang sakit dan yang sehat supaya tidak berada di dalam satu kandung.

Page 4: Kaskado

DAFTAR PUSTAKA

Ida Tjahajati, Yuriadi. 2006. Pengobatan Filariasis pada Sapi Perah Menggunakan Ivermectin, Doramectin, dan Salep Sulfanilamid. Bagian Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Sarwitri Endah Estuningsih. 2007. Stephanofilariasis (Kaskado) pada Sapi. Balai Besar Penelitian Veteriner, JL R.E. Martadinata No. 30, Bogor 16114.