kartu kata(penelitian)eprints.ulm.ac.id/2813/1/kartu kata(penelitian).pdf · penelitian ini, maka...
TRANSCRIPT
2
3
4
ABSTRAK
Imam Yuwono “Efektifitas Media Kartu Kata Bergambar Untuk Meningkatkan Kemampuan Pelafalan Kosakata Bahasa Inggris Pada Anak Autis Kelas VII Di SLB Negeri Pelambuan Banjarmasin”.
Autis adalah gangguan perkembangan kemampuan komunikasi,
kemampuan berinteraksi sosial dan prilaku, permasalahan anak autis di Sekolah Luar Biasa Negeri Pelambuan kelas VII belum mampu dalam melafalkan kosakata Bahasa Inggris dengan benar, sehingga berdampak kosakata Bahasa Inggris menjadi salah arti, karena pendidik kurang kreatif dalam hal penyampaian yang hanya menggunakan media dan metode yang monoton, untuk itu penerapan media kartu kata bergambar sangat cocok untuk meningkatkan kemampuan pelafalan kosakata Bahasa Inggris sehingga pembelajaran Bahasa Inggris menarik perhatian anak.
Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kuantitatif dengan model penelitian subjek tunggal SSR (single subject research) menggunakan desain berpola A-B-A. Subjek penelitian adalah siswa yang berinisial Ms, pengambilan dan pengumpulan data menggunakan pencatatan kejadian (observasi berlangsung). Analisis data terbagi menjadi dua langkah: analisis dalam kondisi dan analisis antar kondisi, yang memberikan perubahan pada saat intervensi dengan hasil yang memuaskan, yaitu meningkatnya kemampuan pelafalan kosakata Bahasa Inggris dari subjek tersebut.
Adapun hasil penelitian ini menjawab rumusan penelitian yang diajukan karena terjadi peningkatan terhadap subjek penelitian dalam mean level. Persentase mean level untuk kemampuan subjek Ms, dalam melafalkan kosakata bahasa inggris mengalami peningkatan dari fase baseline (A1) adalah 44,48% dan fase intervensi (B) adalah 72,08% sedangkan baseline (A2) adalah 75,76% . Penelitian tersebut memberikan solusi dalam kemampuan pelafalan kosakata Bahasa Inggris.
Saran dalam meningkatkan kemampuan pelafalan kosakata Bahasa Inggris anak diharapkan selalu menggunakan media yang menarik seperti salah satunya media kartu kata bergambar dan memberikan materi juga tidak selalu ceramah tetapi hendaknya gunakan metode yang dapat menarik perhatian anak seperti ABA sambil diadakan sedikit permaianan dan demonstrasi pada saat pembelajaran berlangsung.
Kata Kunci: Media Kartu Kata Bergambar, Anak Autis
5
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL………… ................................................................... i SURAT PERNYATAAN SKRIPSI. .......................................................... ii LEMBAR PERSETUJUAN SKRIPSI………………………………….... iii LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................ iv MOTTO........................................................................................................ v ABSTRAK. ................................................................................................ vi KATA PENGANTAR. .............................................................................. vii DAFTAR ISI. ............................................................................................. ix DAFTAR TABEL. ..................................................................................... xi DAFTAR GAMBAR. ................................................................................ xii DAFTAR LAMPIRAN. ............................................................................. xiii BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah. .................................................... 1 B. Rumusan masalah. .............................................................. 5 C. Tujuan Penelitian. ............................................................... 6 D. Manfaat Penelitian ............................................................... 6 E. Defenisi Operasional Variabel. .......................................... 8
BAB II KAJIAN PUSTAKA. ................................................................ 11
A. Pengertian Autis ................................................................. 11 B. Klasifikasi Anak Autis. ...................................................... 14 C. Gejala Autisme. .................................................................. 15 D. Penyebab Autisme................................................................ 17 E. Kriteria Diagnostik Autisme. ….………………. ................ 21 F. Macam-macam Terapi Penunjang Autis……………… ..... 23 G. Pengertian Kartu Kata Bergambar (Flashcard) ………… .. 24 H. Kartu Kata Bergambar Sebagai Media Pendidikan……… . 25 I. Fungsi Kartu Kata Bergambar …………………………… 27 J. Kelebihan Kartu kata Bergambar …………………………. 28 K. Pengertian Pelafalan (Pronunciation)…………………… . 29 L. Pengertian Kosakata (Vocabulary) Bahasa Inggris ……… 35 M. Kerangka Berfikir................................................................. 36
BAB III METODE PENELITIAN. ......................................................... 41
A. Pendekatan Penelitian. ........................................................ 41 B. Variabel Penelitian. ............................................................ 42 C. Desain Penelitian. ............................................................... 42 D. Lokasi Penelitian. ............................................................... 44 E. Subjek Penelitian. ............................................................... 44
6
F. Sistem Pencatan Data. ........................................................ 45 G. Pencatan Kejadian. ............................................................. 46 H. Uji Realibilitas Pengukuran.................................................. 50 I. Teknik Analisis Visual......................................................... 51
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. ........................ 57 A. Hasil Penelitian. .................................................................. 57 B. Pembahasan. ....................................................................... 82
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. ................................................ 88 A. Kesimpulan. ........................................................................ 88 B. Saran. .................................................................................. 88
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 90 LAMPIRAN-LAMPIRAN......................................................................... . 92 RIWAYAT HIDUP..................................................................................... 136
7
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sistem pendidikan nasional merumuskan bahwa tujuan pendidikan
nasional adalah mencerdasakan kehidupan bangsa dan mengembangkan
manusia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan
keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan
mandiri serta tanggungjawab kemasyarakatan dan kebangsaan.
Sebagaimana dalam pasal 5 ayat 1 Undang-Undang No. 20 Tahun
2003 Tentang Sisdiknas Usaha untuk mencerdaskan kehidupan bangsa maka
setiap warga negara memiliki hak yang sama untuk mendapat pendidikan.
Warga negara yang menjadi subyek pendidikan tidak semuanya memiliki
fisik, mental, emosi, dan sosial yang normal. Di antara mereka ada yang
memiliki kelainan, meskipun demikian mereka adalah warga negara yang
berhak memperoleh kesempatan yang seluas-luasnya untuk mendapat
pendidikan sesuai dengan kondisi dan kemampuan masing-masing.
Paradigma yang sekarang sering dibicarakan adalah pendidikan untuk
semua (Educaton for All). Implikasi dari konsep ini bahwa setiap anak dengan
tidak ada pengecualian berhak mendapatkan pendidikan, termasuk anak
berkebutuhan khusus, pada kenyataannya sampai saat ini (education for all)
masih tidak merata atau biasanya dikatakan tidak semua orang dapat
memperoleh pendidikan yang layak, seperti yang diketahui anak bekebutuhan
khusus pada awalnya dikenal sebagai Anak Luar Biasa (ALB) sehingga
pendidikannya juga dikenal sebagai Pendidikan Luar Biasa (PLB), dimana UU
No. 2 tahun 1989 pasal 8 ayat 1 menegaskan bahwa “Warga negara yang
memiliki kelainan fisik dan mental berhak memperoleh pendidikan luar
biasa”.
8
Sistem pendidikan seyogyanya dirancang dan program pendidikan
dilaksanakan dengan memperhatikan keanekaragaman karakteristik dan
kebutuhan tersebut (Kompendium, 2006) Implikasi pendidikan untuk semua
dalam sistem pendidikan berkebutuhan khusus. Disini yang seharusnya
ditekankan adalah pada setiap sekolah baik itu sekolah reguler, inklusi
maupun SLB hendaknya mengenai setiap mata pelajaran atau pendidikan
yang biasanya dilaksanakan dalam rangka mencerdaskan menggali potensi
anak baik itu dari segi formal dan informal bahkan ekstrakulikuler diharapkan
untuk anak berkebutuhan khusus mendapatkan juga pendidikan yang
selayaknya seperti anak-anak pada umumnya.
Menyadari akan hal ini diharapkan bahwa disetiap sekolah SLB
maupun Inklusi melaksanakan hal yang sama yaitu setiap siswa mendapatkan
pendidikan yang layak disamping itu berkualitas untuk anak-anak
berkebutuhan khusus tidak hanya untuk anak normal saja yang diprioritaskan
oleh pihak sekolah tetapi anak disabilitas juga membutuhkan perhatian
ekstra, diharapkan setiap akademik yang diberikan oleh pendidik sesuai
dengan kemampuan anak berkebutuhan khusus agar pembelajaran lebih
efektif dan efisien.
Lembaga pendidikan mempuyai fungsi untuk meletakkan dasar
pengembangan aspek-aspek, psikomotor, bahasa disamping itu aspek kognitif
juga sebagai unsur yang menuju kepada pembinaan anak menjadi pribadi-
pribadi yang utuh, sehat dan segar baik jasmani, rohani maupun sosialnya.
Untuk itu dilakukan berbagai upaya, bagi anak autis aspek kognitif
merupakan hal yang susah untuk dilakukan karena hal ini berkaitan dengan
interkasi dan sosial. Dengan keterbatasan yang dimiliki anak autis yang
memang mengalami hambatan Kemampuan berkomunikasi (berbicara dan
berbahasa), Kemampuan berinteraksi sosial (tidak tertarik untuk berinteraksi),
prilaku (hidup di dalam dunianya sendiri).
Pembelajaran mata pelajaran tertentu misalnya mata pelajaran Bahasa
Inggris. Pada pelajaran ini tidak semua materi bisa disampaikan dengan lisan
dan tertulis tetapi ada kalanya guru harus mempraktekkan dan tentunya agar
9
materi bisa diingat dan diserap dengan baik oleh siswa guru perlu meminta
anak untuk mengulang apa yang sudah disampaikan oleh gurunya. Untuk bisa
melakukan aktifitas ini anak perlu diberikan materi yang menarik seperti
menggunakan metode dan media yang tidak monoton.
Salah satu keterampilan dasar yang perlu dimiliki oleh setiap orang
tentunya pada mata pelajaran bahasa inggris yaitu mengenai pelafalan yang
baik dan benar, tidak terkecuali pada anak autis yaitu pelafalan yang masih
perlu banyak diperbaiki, karena pelafalan adalah salah satu keterampilan
dasar dan salah satu bidang akademik dasar untuk menguasai Bahasa Inggris.
Kemampuan pelafalan merupakan pondasi, karena sebagian besar informasi
atau pengetahuan disajikan dalam bentuk tertulis dan lisan hanya dapat
diperoleh melalui pelafalan yang baik dan benar, tahap pelafalan permulaan
umumnya dimulai sejak murid masuk sekolah dasar kelas I. Meskipun
demikian, ada murid yang sudah belajar lebih awal dan ada pula yang baru
dapat belajar pada usia tujuh atau delapan tahun. Pada anak autis yang
mengalami keterbatasan intelegensi, kesiapan untuk belajar pelafan kosakata
baru dimulai pada saat murid duduk di kelas VII berusia empat belas tahun.
Hal ini sangat tergantung dari tingkat kematangan dan kemampuan berpikir
murid.
Pelafalan kosakata Bahasa Inggris merupakan salah satu kemampuan
yang sangat dibutuhkan, tetapi ternyata bagi murid autis hal tersebut
bukanlah hal yang mudah. Anak autis mengalami kesulitan atau kesukaran
dalam setiap pelafalan yang ditandai dengan kesulitan dalam mengenal dan
membedakan jenis kosakata, kesulitan pelafalan pada teks kosakata yang
mana hasil dari suara hampir sama pelafalannya seperti dog dan duck yang
hampir sama pelafalannya, dan contoh lainnya seperti see dan she yang juga
hampir sama pelafalannya, tidak mengherankan jika nilai rata-rata Bahasa
Inggris murid autis di kelas VII SLB Negeri Pelambuan dibawah KKM
sekolah. Hal ini berarti nilai tersebut berada di bawah nilai kriteria ketuntasan
minimal untuk mata pelajaran bahasa inggris yaitu 50. Jika kesulitan ini tidak
10
tangani sejak murid berada di kelas dasar, maka akan menyulitkan murid saat
berada di kelas lanjutan.
Menyadari akan hal tersebut, maka pengajaran pelafalan bagi siswa
autis diupayakan dengan mempertimbangkan karakteristik anak autis dari
pelafalan kosakata Bahasa Inggris. Berkaitan dengan hal tersebut maka salah
satu komponen pokok dalam pembelajaran adalah menentukan media yang
tepat. Salah satu media yang dapat digunakan untuk membantu anak autis
dalam pembelajaran pelafalan kosakata Bahasa Inggris adalah media kartu
kata bergambar. Melalui media kartu kata bergambar diharapkan dapat
membantu kelancaran belajar dengan kegiatan pembelajaran yang
menyenangkan dan tidak membosankan.
Beranjak dari hal tersebut penulis tertarik mengkaji masalah
kemampuan pelafalan kosakata Bahasa Inggris anak autis dengan mencoba
menerapkan media kartu kata bergambar, dengan rumusan judulnya
“Efektifitas Media Kartu Kata Bergambar Untuk Meningkatkan
Kemampuan Pelafalan Kosakata Bahasa Inggris Pada Anak Autis Kelas
VII SLB Negeri Pelambuan Banjarmasin”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian yang terdapat pada latar belakang masalah, maka
permasalahan pokok yang menjadi dasar perumusan masalah penelitian ini
sebagai berikut :
1. Bagaimana kemampuan awal Bahasa Inggris anak autis sebelum
menggunakan media kartu kata bergambar?
2. Bagaimana kemampuan Bahasa Inggris anak autis setelah
menggunakan media kartu kata bergambar?
3. Apakah penggunaan media kartu kata bergambar efektif untuk
meningkatkan kemampuan pelafalan kosakata Bahasa Inggris pada
anak autis kelas VII di SLB Negeri Pelambuan” ?
C. Tujuan Penelitian
11
1. Tujuan Umum
Secara umum tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperoleh
gambaran mengenai seberapa besar efektifitas media kartu kata
bergambar dalam meningkatkan kemampuan pelafalan (pronunciation)
kosakata mata pelajaran Bahasa Inggris pada anak autis di SLB Negeri
Pelambuan Banjarmasin.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Memberikan sumbangan pemikiran dan informasi mengenai efektifitas
media kartu kata bergambar dalam meningkatkan kemampuan pelafalan
(pronuncation) kosakata Bahasa Inggris pada anak autis. Sehingga dapat
dijadikan acuan sebagai salah satu kegiatan keterampilan dalam
meningkatkan kemampuan pelafalan kosakata Bahasa Inggris untuk
beginner atau pemula pada anak autis.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi guru
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan masukan pada guru
tentang efektifitas media kartu kata bergambar untuk meningkatkan
kemampuan pelafalan (pronuncation) kosakata Bahasa Inggris untuk
anak autis.
b. Bagi Orang Tua
Pendekatan melalui media kartu kata bergambar ini selain dapat
diterapkan di mata pelajaran Bahasa Inggris juga dapat diterapkan di
mata pelajaran yang lain seperti Bahasa Indonesia yang juga dapat
membantu dalam pengenalan huruf, pelafalan persuku kata yang
disertai dengan gambar sehingga pembelajaran juga lebih efektif
karena pengaruh gambar juga latar yang menarik dan juga warna yang
mencolok kebanyakan media ini dapat menarik perhatian anak-anak
pada umumnya, dan kartu kata bergambar ini juga dapat dipergunakan
12
oleh orang tua tidak hanya semata oleh guru tetapi juga orang tua yang
bersangkutan dalam kegiatan sehari-hari di rumah, orang tua dapat
menggunakan untuk meningkatkan pelafalan kosakata anak.
c. Bagi penulis
Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan
tentang salah satu upaya atau kegiatan pembelajaran keterampilan
yang dapat diterapkan dalam meningkatkan kemampuan pelafalan
(pronuncation) kosakata mata pelajaran Bahasa Inggris untuk anak
autis. Memberikan sumbangan pemikiran dan informasi mengenai
efektifitas media kartu kata bergambar dalam meningkatkan
kemampuan pelafalan pada setiap kosakata Bahasa Inggris
(pronunciation) pada anak autis. Sehingga dapat dijadikan acuan
sebagai salah satu kegiatan keterampilan.
E. Definisi Operasional Variabel
Usaha untuk menghindari kesalahan dan meluasnya pandangan dalam
penelitian ini, maka akan diuraikan istilah-istilah operasional, yaitu sebagai
berikut:
1. Efektifitas
Efektifitas menunjukan taraf tercapainya suatu tujuan. Suatu usaha
dikatakan efektif kalau usaha itu mencapai tujuannya (Ensiklopedi
Indonesia, 1980:823). Efektifitas dalam penelitian ini diketahui dari hasil
skor rata-rata akhir kognitif belajar dari subjek tunggal dengan
menggunakan metode ABA (Applied Beharvior Analysis) setiap materi
diberikan kepada anak kemudian jika anak dapat menjawab dengan baik
maka diberikan reward atau berupa pujian.
2. Media
Kartu kata bergambar adalah media pembelajaran dalam bentuk kartu
bergambar yang berukuran 25x30 cm, kartu kata bergambar merupakan
suatu kartu kata atau angka dari gambar yang diperlihatkan oleh guru
kelas. Pengertian lain dari kartu kata bergambar adalah suatu kartu yang
13
dicetak dengan kata atau angka dengan singkat yang disertai gambar
animasi diperlihatkan sebagian dari proses belajar.
Hal tersebut berkaitan dengan kartu kata bergambar yang diperlihatkan
kepada siswa yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan berbahasa
khususnya pada pelafalan kosakata Bahasa Inggris sehingga menimbulkan
sikap aktif dan mampu untuk berkomunikasi dengan lingkungannya.
3. Pelafalan kosakata
Pelafalan adalah bagian yang bersifat dasar dalam sebuah bahasa, untuk
kealamian dari sebuah bahasa yang diucapkan akan tetapi para pelajar
Bahasa Inggris dalam penelitian disebuah lingkungan menghadapi sebuah
masalah dengan pelafalan kosakata Bahasa Inggris pada pembelajaran
pelafalan ini juga sebagai satu kesatuan dari pelafalan yang akan
diucapkan pada perkosakata, dan kosakata adalah sejumlah kata dalam
bahasa dan kata-kata tersebut digunakan sebagai mesin dari bahasa untuk
mengekspresikan suatu pikiran, dan dasar bahasa tidak ada bahasa tanpa
kosakata. Sebelum menguasai ke empat kemampuan yaitu mendengarkan,
berbicara, membaca dan menulis murid harus mempelajari kompenen
Bahasa Inggris seperti pada vocabulary (kosakata), structure (tata bahasa)
dan pronunciation (pelafalan).
4. Autis
Autisme adalah gangguan perkembangan yang sangat kompleks pada
anak. Seringkali gejala tampak sebelum anak mencapai usia 3 tahun.
Gangguan perkembangan ini mempengaruhi:
a. Kemampuan berkomunikasi (berbicara dan berbahasa)
b. Kemampuan berinteraksi sosial (tidak tertarik untuk berinteraksi)
c. Prilaku (hidup di dalam dunianya sendiri).
Umumnya, anak-anak autis sebelum berusia 3 tahun sudah
menunjukkan ketidaknormalan atau keterlambatan perkembangan dalam
berinteraksi sosial, berbicara dan bermain menggunakan daya imajinasi.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR
14
A. Pengertian Autis
Autis adalah sindrom yang sering disalahpahami oleh kebanyakan
orang. Anak-anak penyandang autis sering kali dianggap tidak waras, gila dan
berbahaya. Sungguh suatu pemahaman yang sangat tragis dan menakutkan.
Dengan persepsi masyarakat yang sedemikian rupa, maka perkembangan dan
keberadaan anak autis menjadi tidak diperhatikan. Jangankan untuk sekolah,
untuk berinteraksi saja anak autis sering tidak mendapatkan tempat. Anak
autis didiagnostik memiliki gangguan perkembangan pervasif pada tiga aspek
yaitu interaksi sosial, komunikasi dan perilaku dan perkembangan.
Autis secara harfiah berasal dari bahasa Yunani, auto, yang artinya
sendiri. Hal ini dilatar belakangi oleh kenyataan bahwa anak autis pada
umumnya hidup dengan dunianya sendiri, menikmati kesendirian, dan tidak
respon dengan orang-orang sekitar.
Secara neorologis, anak autis adalah anak yang mengalami hambatan
perkembangan otak terutama pada area bahasa, sosial, dan fantasi. Hambatan
perkembangan inilah yang menjadikan anak autis memilki prilaku yang
berbeda dengan anak-anak biasanya. Pada beberapa bentuk prilaku anak autis
memilki kecendrungan yang ekstrem. Dalam hal akademik juga sering
ditemukan anak-anak yang memilki kemampuan spesifik dan melebihi
kemampuan anak-anak seusianya. Sekalipun demikian, rata-rata anak autis
tidak memilki kemampuan rata-rata di semua bidang. dan gejala autisme
menutup diri sendiri secara total, dan tidak mau berhubungan lagi dengan
dunia luar, merupakan gangguan perkembangan yang komplek,
mempengaruhi perilaku, dengan akibat kekurangan kemampuan komunikasi,
hubungan sosial dan emosional dengan orang lain dan tidak tergantung dari
ras, suku, strata-ekonomi, strata sosial, tingkat pendidikan, geografis tempat
tinggal, maupun jenis makanan.
Anak autistik merupakan anak dengan hendaya perkembangan atau
developmental disorder. Kelainannya sangat mempengaruhi diri anak dalam
berbagai aspek lingkungan kehidupan dan pengalaman-pengalamannya. Oleh
15
karena itu, tidaklah mengherankan jika masyarakat mengenali anak dengan
sindrom autistik pervasive developmental disorder (PDD).
Siegel, B. (1996: 9) memberikan gambaran secara terperinci tentang
hubungan yang sangat erat di antara asperger’s syndrome, fraigile-X
syndrome dan anak-anak dengan hendaya disentegratif yang berada
dalam kelompok hendaya perkembangan pervasif (PDD). Hal ini
menghindari salah pengertian di antara masyarakat (di luar para
peneliti) dalam mengenali anak dengan hendaya autistik yang
sebetulnya merupakan istilah teknis bagi para psikolog sebagai ahli
pengguna Diagnostik and Statistical Manual of Mental Disorder
(edisi keempat atau DSM IV TR) dapat dikatakan bahwa perlu adanya
pemahaman dalam membedakan kata anak autistik (autistic disorder
atau autism) dengan pervasive developmental disorder yang dikenal
dengan istilah spectrum disorder.
Anak autis yang mengalami sindrom autistik atau autism dengan
kelainan yang serius sejak usia dini terlihat dari sikap dirinya yang selalu
berusaha menghindar dari kontak sosial, bahkan terhadap orang tuanya.
Penyandang kelainan sindrom semacam ini awalnya diketemukan oleh Leo
Karner (1943; dalam Ward, A.J., 1970: 350) yang disebut dengan early
infantile autism atau autistik usia dini. Kata autism berasal dari bahasa
Yunani Kuno atau Greek yang berarti self atau diri sendiri. Mereka
berkecendrungan hidup dalam dunianya sendiri. Para peneliti beranggapan
bahwa kehidupan dalam dunianya sendiri akan berlangsung selama
kehidupannya. Anak autis secara nyata mempunyai kesulitan untuk belajar
berkomunikasi secara verbal dan nonverbal. Banyak juga diantara mereka
sudah menyakiti dirinya sendiri dan berprilaku sangat ekstrim, misalnya suka
melakukan kegiatan gerak yang sama selama berjam-jam setiap waktu atau
stereoptype (Alloy, L. B. 2005: 93).
Lebih lanjut Ward, A. J., (1970: 350-362) menyatakan bahwa
penyandang sindrome autistik usia dini (early infantile autism), dapat
16
terdeteksi melalui suatu diagnosis khusus oleh ahli media atau
psikolog sejak berusia 30 bulan (APA, 1980). Dalam tulisannya Leo
Karner (1943) memberikan definisi tentang kelainan anak autistik usia
dini sebagai tipe kelainan psikis yang sampai saat ini tidak
terungkapkan. Tentunya harus dibedakan antara penderita autistik,
penderita schizophrenia masa kecil, dan juga dengan penderita
Oligophrenia yang potensi intelektualnya lebih baik dibandingkan
degan penderita sindrom autistik (Leo Karner dan Eisenberg,
1956:557).
Maulana (2008: 43) menyatakan bahwa “Anak autis mengalami
kelainan pada otak kecil (cerebellum), terutama pada lobus ke IV dan
VII, dimana otak kecil ini yang bertanggung jawab atau proses
sensoris, daya ingat, berpikir, belajar berbahasa dan proses atensi
(perhatian)”. Sebagai akibat dari kelainan di pusat bahasanya, maka
sebagian besar anak autistik mengalami berbagai hambatan dalam
berbahasa atau berkomunikasi baik secara verbal maupun non verbal.
Begitu sulit mengubah persepsi dan penerimaan masyarakat terhadap
anak autis, barangkali juga sesulit menemukan yang menjadi penyebab autis
itu sendiri. Berbagai spekulasi telah disampaikan mengenai penyebab autisme.
Beberapa ahli menyatakan autisme disebabkan oleh keturunan. Ahli lain
mengatakan penyebab autis adalah pola makan dan gaya hidup. Sementara
masih juga ada yang menyatakan autisme adalah kutukan Tuhan. Sungguh
menjadi semakin memilukan.
Mencermati kondisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa anak autis
sebenarnya memilki potensi yang dapat dikembangkan sebagai pegangan
hidupnya kelak. Hanya saja model pengembangan diri dan pendidikan bagi
anak autis harus disusun dengan standar dan komposisi berbeda dengan anak
17
kebanyakan. Hal ini mengingat karakter anak autis yang relatif berbeda dan
unik.
B. Klasifikasi Anak Autisme
Menurut Yatim (2002) klasifikasi anak autis dikelompokkan menjadi tiga,
antara lain :
1. Autisme Persepsi : Dianggap autisme yang asli karena kelainan sudah
timbul sebelum lahir. Ketidakmampuan anak berbahasa termasuk pada
penyimpangan reaksi terhadap rangsangan dari luar, begitu juga
ketidakmampuan anak bekerjasama dengan orang lain, sehingga anak
bersikap masa bodoh.
2. Autisme Reaksi : Terjadi karena beberapa permasalahan yang
menimbulkan kecemasan seperti orangtua meninggal, sakit berat, pindah
rumah/sekolah dan sebagainya. Autisme ini akan memunculkan gerakan-
gerakan tertentu berulang-ulang kadang-kadang disertai kejang-kejang.
Gejala ini muncul pada usia lebih besar 6-7 tahun sebelum anak memasuki
tahapan berpikir logis.
3. Autisme yang timbul kemudian : Terjadi setelah anak agak besar,
dikarenakan kelainan jaringan otak yang terjadi setelah anak lahir. Hal
akan mempersulit dalam hal pemberian pelatihan dan pelayanan
pendidikan untuk mengubah perilakunya yang sudah melekat.
C. Gejala Autisme
Menurut Acocella (1996) ada banyak tingkah laku yang tercakup dalam
autisme dan ada 4 gejala yang selalu muncul, yaitu :
1. Isolasi sosial
Banyak anak autis yang menarik diri dari segala kontak sosial suatu
keadaan yang disebut extreme autistic aloneness. Hal ini akan semakin
terlihat pada anak yang lebih besar, dan ia akan bertingkah laku seakan-
akan orang lain tidak pernah ada.
2. Kelemahan kognitif
18
Sebahagian besar (± 70%) anak autis mengalami retardasi mental (IQ <
70) tetapi anak auatis sedikit lebih baik, contohnya dalam hal yang
berkaitan dengan kemampuan sensori motor. Terapi yang dijalankan
anak autis meningkatkan hubungan sosial mereka tapi tidak
menunjukkan pengaruh apapun pada retardasi mental yang dialami. Oleh
sebab itu, retardasi mental pada anak autis terutama sekali disebabkan
oleh masalah kognitif dan bukan pengaruh penarikan diri dari lingkungan
sosial.
3. Kekurangan dalam bahasa
Lebih dari setengah anak autis tidak dapat berbicara, yang lainnya hanya
mengoceh, merengek, menjerit atau menunjukkan ecolalia, yaitu
menirukan apa yang dikatakan orang lain. Beberapa anak autis
mengulang potongan lagu, iklan TV atau potongan kata yang terdengar
olehnya tanpa tujuan. Beberapa anak autis menggunakan kata ganti
dengan cara yang aneh. Menyebut diri mereka sebagai orang kedua
“kamu” atau orang ketiga “dia” intinya anak autisme tidak dapat
berkomunikasi dua arah (resiprok) dan tidak dapat terlibat dalam
pembicaraan normal.
4. Tingkah laku stereotif
Anak autis sering melakukan gerakan yang berulang-ulang secara terus
tanpa tujuan yang jelas. Seperti berputar-putar, berjingkit-jingkit dan lain
sebagainya. Gerakan yang dilakukan berulang-ulang ini disebabkan oleh
adanya kerusakan fisik. Misalnya karena adanya gangguan neurologis.
Anak autis juga mempunyai kebiasaan menarik-narik rambut dan
menggigit jari. Walaupun sering menangis kesakitan akibat perbuatannya
sendiri, dorongan untuk melakukan tingkah laku yang aneh ini sangat
kuat dalam diri mereka. Anak autis juga tertarik pada hanya bagian-
bagian tertentu dari sebuah objek. Misalnya, pada roda mainan mobil-
mobilannya. Anak autis juga menyukai keadaan lingkungan dan
kebiasaan yang monoton.
19
D. Penyebab Autisme
Sampai sekarang, autisme masih merupakan grey area di bidang
kedokteran yang terus berkembang dan belum diketahui penyebabanya secara
pasti (Marijani, 2003). Menurut Suprtiknya (1995), autisme disebabkan faktor
bawaan tertentu atau pengalaman yang kurang mendukung. Misalnya
dibesarkan oleh ibu yang tidak responsif atau pernah mengalami trauma
dengan lingkungan sosialnya.
Autisme juga disebabkan oleh abnormalitas kromosom terutama fragile
X. Ada pengaruh kondisi fisik pada saat hamil dan melahirkan yang
mencakup rubella, sifilis, fenilketomria, tuberus dan skleroses. Faktor prenatal
mencakup infeksi kongenital seperti Cytomegalovirus dan rubella. Faktor
pasca natal yang berperan mencakup infantile spasm, epilepsi mioklonik,
fenilketonuria, meningitis dan encefalis (Lumbantobing, 2001).
Menurut Acocella (1996), ada tiga perspektif yang dapat digunakan untuk
menjelaskan penyebab autisme, yaitu :
1. Perspektif Psikodinamika
Bettelheim (1967) mengatakan bahwa penyebab dari autisme karena
adanya penolakan orang tua terhadap anaknya. Anak menolak orang
tuanya dan mampu merasakan perasaan negatif mereka. Anak melihat
bahwa tindakannya hanya berdampak kecil pada perilaku orang tua yang
tidak responsif. Anak kemudian meyakini bahwa ia tidak memiliki
dampak apapun di dunia, sehingga anak menciptakan “benteng
kekosongan “ autisme untuk melindungi dirinya dari penderitaan dan
kekecewaan.
2. Perspektif Biologis
a. Pendekatan biologis
Folstein & Butter (1977) mengadakan penelitian di Great Britain,
antara 11 pasang monozygotic (MZ) kembar dan 10 pasang
dyzygotik (DZ) kembar, ditemukan satu pasang yang merupakan
gen autisme. Pada kelompok MZ, 4 dari 11 diantaranya adalah gen
autisme. Sedangkan pada DZ, tidak ada. Walaupun demikian, pada
20
MZ kembar tidak didiagnosa sebagai autisme, hanya akan
mengalami gangguan bahwa atau kognisi.
b. Pendekatan kromosom
Kromosom yang dapat menyebabkan autisme yaitu sindrom fragile
X dan kromosom XXY, namun kromosom XXY ini tidak
menunjukkan hubungan yang sekuat sindrom fragile X.
c. Pendekatan biokimia
Anak-anak autis memiliki kadar serotonim dan dopamine yang
sangat tinggi. Obat-obat yang dapat membantu menurunkan kadar
dopamine yaitu seperti phenotiazines yang dapat menurunkan
gejala-gejala autisme.
d. Gangguan bawaan dan komplikasi
Ada 2 penyebab autisme yaitu, virus herpes dan rubella. Autisme
yang berhubungan dengan komplikasi pada saat melahirkan
berhubungan dengan faktor genetik.
e. Pendekatan neurological
1) Penyebab autisme karena adanya kerusakan otak. Hal ini dapat
dibuktikan dengan adanya beberapa gejala berikut :
a) Karakteristik anak autis seperti gangguan perkembangan
bahasa, retardasi mental, tingkah laku motorik yang aneh,
memiliki respon yang rendah atau bahkan sangat tinggi
terhadap stimulus sensori, menentang stimulus auditory dan
visual berhubungan dengan fungsi sistem saraf pusat.
b) Sistem saraf menunjukkan abnormalitas seperti, gangguan
otot, alat koordinasi, mengeluarkan air liur dan hiperaktif.
c) Memiliki electroencephalogram (EEG) yang abnormal.
Penelitian ERP menunjukkan tidak adanya respon
memperhatikan objek atau stimulus bahasa.
d) Adanya keabnormalan pada bagian Cerebellum dan sistem
lymbic otak yang sangat berpengaruh terhadap kognisi,
memori, emosi dan tingkah laku. Sistem lymbicnya lebih
21
kecil dan bergumpal dibeberapa area, bagian dendrit saraf
anak autisme lebih pendek dan kurang lengkap.
f. Perspektif Kognisi
1) Ornitz, dkk (1974) mengatakan bahwa gangguan pada anak
autis disebabkan karena adanya masalah dalam mengatur dan
menyatakan input terhadap alat perasa. Contohnya, memberi
respon yang rendah atau bahkan sangat tinggi terhadap suara.
2) M. Rutter (1971) memfokuskan pada sensori persepsi, yaitu
dimana anak autisme tidak memberi respon terhadap suara.
Anak autis juga mengalami gangguan bahasa seperti aphasia
yaitu kehilangan kemampuan memakai atau memahami kata-
kata yang disebabkan karena kerusakan otak. Tetapi dalam
perspektif ini menyatakan bahwa anak autis tidak memberi
respon disebabkan adanya masalah perseptual.
3) Lovaas, dkk (1979) mengatakan bahwa anak autis sangat
overselektif dalam memperhatikan sesuatu. Anak autis hanya
dapat memproses dan merespon satu stimulus dalam satu
waktu, hal ini disebabkan karena adanya gangguan perseptual.
4) Anak autis tidak mampu mengolah sesuatu dalam pikiran.
Misalnya, tidak dapat memperkirakan dan memahami tingkah
laku yang mendasari suatu objek.
E. Kriteria Diagnostik Autisme
Menurut DSM (Diagnostic and Statiscal Manual Of Mental Disorder) edisi
IV-TR (APA, 2000) kriteria diangostik gangguan autisme adalah :
1. Sejumlah enam hal atau lebih dari (1), (2) dan (3), paling sedikit dua dari
(1) dan satu masing-masing dari (2) dan (3) :
a. Secara kualitatif terdapat hendaya dalam interaksi sosial sebagai
manifestasi paling sedikit dua dari yang berikut :
22
1) Hendaya didalam perilaku non verbal seperti pandangan mata ke
mata, eksprisei wajah, sikap tubuh dan gerak terhadap rutinitas
dalam interaksi sosial.
2) Kegagalan dalam membentuk hubungan pertemanan sesuai
tingkat perkembangannya.
3) Kurang kespontanan dalam membagi kesenangan, daya pikat atau
pencapaian akan orang lain, seperti kurang memperlihatkan,
mengatakan atau menunjukkan objek yang menarik.
4) Kurang sosialisasi atau emosi yang labil.
2. Secara kualitatif terdapat hendaya dalam komunikasi sebagai manifestasi
paling sedikit satu dari yang berikut :
a. Keterlambatan atau berkurangnya perkembangan berbicara (tidak
menyertai usaha mengimbangi cara komunikasi alternatif seperti
gerak isyarat atau gerak meniru)
b. Individu bicara secara adekuat, hendaya dalam menilai atau
meneruskan pembicaraan orang lain.
c. Mempergunakan kata berulangkali dan stereotif atau kata-kata aneh.
d. Kurang memvariasikan gerakan spontan yang seolah-olah atau pura-
pura bermain sesuai tingkat perkembangan.
e. Tingkah laku berulang dan terbatas, tertarik dan aktif sebagai
manifestasi paling sedikit satu dari yang berikut :
1) Keasyikan yang meliputi satu atau lebih stereotif atau kelainan
dalam intensitas maupun fokus ketertarikan akan sesuatu yang
terbatas.
2) Ketaatan terhadap hal-hal tertentu tampak kaku, rutinitas, atau
ritual pun tidak fungsional.
3) Gerakan stereotif dan berulang misalnya, memukul, memutar arah
jari dan tangannya serta meruwetkan gerakan seluruh tubuhnya.
4) Keasyikan terhadap bagian-bagian objek yang stereotif.
3. Keterlambatan atau kelainan fungsi paling sedikit satu dari yang berikut
ini, dengan serangan sebelum sampai usia 3 tahun :
23
a. Interaksi sosial
b. Bahasa yang dipergunakan dalam komunikasi sosial
c. Bermain simbol atau berkhayal.
Gangguan ini tidak disebabkan oleh gangguan Rett atau gangguan
disintegrasi masa kanak.
F. Macam-Macam Terapi Penunjang Bagi Anak Autis
Anak autisme dapat dilatih melalui terapi sesuai dengan kondisi dan
kebutuhan anak antara lain:
1. Terapi Wicara: Untuk melancarkan otot-otot mulut agar dapat berbicara
lebih baik.
2. Terapi Okupasi : Untuk melatih motorik halus anak.
3. Terapi Bermain : Untuk melatih mengajarkan anak melalui belajar sambil
bermain.
4. Terapi medikamentosa/obat-obatan (drug therapy) : Untuk menenangkan
anak melalui pemberian obat-obatan oleh dokter yang berwenang.
5. Terapi melalui makan (diet therapy) : Untuk mencegah/mengurangi
tingkat gangguan autisme.
6. Sensory Integration therapy : Untuk melatih kepekaan dan kordinasi daya
indra anak autis (pendengaran, penglihatan, perabaan).
7. Auditory Integration Therapy : Untuk melatih kepekaan pendengaran anak
lebih sempurna.
8. Biomedical treatment/therapy : Untuk perbaikan dan kebugaran kondisi
tubuh agar terlepas dari faktor-faktor yang merusak (dari keracunan logam
berat, efek casomorphine dan gliadorphine, allergen, dsb)
9. Hydro Therapy : Membantu anak autistik untuk melepaskan energi yang
berlebihan pada diri anak melalui aktifitas di air.
10. Terapi Musik : Untuk melatih auditori anak, menekan emosi, melatih
kontak mata dan konsentrasi.
G. Pengertian Media Kartu Kata Bergambar (Flashcard)
24
Kartu kata bergambar adalah media pembelajaran dalam bentuk kartu
bergambar yang berukuran 25x30 cm, kartu kata bergambar merupakan suatu
kartu kata atau angka dari gambar yang diperlihatkan oleh guru kelas.
Pengertian lain dari kartu kata bergambar adalah suatu kartu yang dicetak
dengan kata atau angka dengan singkat yang diperlihatkan sebagian dari
proses belajar.
Kartu kata bergambar menurut Echols dan Shasily (1993: 246) berarti
kartu pengingat, kartu yang diperlihatkan sekilas. Jadi kartu kata
bergambar adalah salah satu media membaca gambar dengan
menggunakan kartu-kartu untuk memperkenalkan kosakata. Kartu
tersebut memuat gambar dan kata yang akrab di sekeliling anak.
Misalnya nama anggota tubuh, nama binatang, nama buah-buahan dan
lain-lain serta memiliki huruf yang berukuran besar.
Media kartu bergambar (flashcard) merupakan media yang termasuk
pada jenis media grafis atau media dua dimensi, menurut Wibawa (Ratnasari,
2003: 16) mengemukakan bahwa “kartu kata bergambar berisi kata-kata
gambar atau kombinasinya dan dapat digunakan untuk mengembangkan
perbendaharaan kata dalam pelajaran bahasa pada umumnya dan bahasa asing
khususnya”.
Arsyad (2005: 119) menjelaskan bahwa flashcard adalah kartu kecil
yang berisi gambar-gambar teks atau simbol yang mengingatkan atau
menuntun siswa kepada sesuatu yang berhubungan dengan gambar itu,
dapat digunakan untuk melatih anak dalam mengeja dan memperkaya
kosakata, dan media ini berukuran 8x12cm atau dapat disesuaikan
dengan besar kecilnya kelas yang dihadapi.
H. Kartu Kata Bergambar Sebagai Media Pendidikan
Media pendidikan adalah sesuatu yang dapat dijadikan sebagai
perantara dalam proses interaksi antara guru dengan siswa yang bertujuan
mempertegas penyampaian materi pelajaran yang dipelajari.
25
Hamalik (1994: 12) menyatakan bahwa : Media pendidikan adalah
alat, metoda, dan teknik yang digunakan dalam rangka lebih
mengefektifkan komunikasi dan interaksi guru dengan siswa dalam
proses pendidikan dan pengajaran di sekolah. Dalam proses
pembelajaran dan media pendidikan memiliki kedudukan sebagai
perantara komunikasi antara guru dengan siswa.
Hal tersebut berkaitan dengan kartu kata bergambar yang
diperlihatkan kepada siswa yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan
berbahasa khususnya pada pelafalan kosakata Bahasa Inggris sehingga
menimbulkan sikap aktif dan mampu untuk berkomunikasi dengan
lingkungannya.
Gambar media kartu kata bergambar
2.1
26
Gambar media kartu kata bergambar
2.2
I. Fungsi Kartu Kata Bergambar
1. Fungsi Kartu Kata Bergambar
Menurut Rudi dan Cepi (2008: 9) fungsi kartu kata bergambar adalah sebagai
berikut:
a. Untuk memperjelas penyajian pesan agar tidak terlalu bersifat verbalistis
melalui penggunaan media kartu kata bergambar peserta didik selain
mendapatkan informasi melalui penyampaian lisan tetapi akan
mendapatkan informasi pengamatan.
b. Menimbulkan kegiatan belajar melalui penggunaan media kartu kata
bergambar yang dimodifikasi dengan gambar yang menarik warna-warna
yang cerah dan dengan penyampaian yang menarik, maka peserta didik
akan lebih terpacu untuk belajar.
27
c. Mengatasi keterbatasan ruang, waktu, dan daya indra. Media kartu kata
bergambar sangat membantu sekali dalam pemanfaatan ruang, waktu,
dan daya indra mengingat media ini berbentuk kartu yang mudah dibawa
kemana-mana dan mudah disimpan.
d. Memungkinkan adanya interaksi yang lebih langsung antara anak didik
dengan lingkungan. Melalui media kartu kata bergambar siswa akan
mengetahui isi gambar seri yang berada di dalam kartu yang merupakan
hal-hal yang dijumpai dalam kehidupan sehari-hari.
e. Mungkinkan siswa belajar sendiri-sendiri menurut kemampuan dan
minatnya melalui media kartu kata bergambar. Peserta didik akan
menunjukan ketertarikannya terhadap isi gambar yang sesuai dengan
minat dan kemampuannya sehingga akan lebih diserap oleh anak.
J. Kelebihan Kartu Kata Bergambar
Adapun kelebihan kartu kata bergambar menurut Rudi dan Cepi (2008:96)
adalah sebagai berikut:
1. Mudah dibawa-bawa: dengan ukuran yang kecil, kartu kata bergambar
dapat disimpan didalam tas bahkan di saku, sehingga tidak membutuhkan
ruang yang luas, dapat digunakan dimana saja, dikelas ataupun di luar
kelas.
2. Praktis dapat dilihat dari cara pembuatan dan penggunaannya media kartu
kata bergambar sangat praktis dalam menggunakan media ini guru tidak
perlu memiliki keahlian khusus.
3. Gampang diingat: Karakteristik kartu kata media bergambar adalah
menyajikan pesan-pesan pendidikan ini akan memudahkan siswa untuk
mengingat pesan tersebut.
4. Menyenangkan: Media kartu kata bergambar dalam penggunaannya bisa
melalui permainan.
K. Pengertian Pelafalan/Pronunciation
Baker (1990) Pronunciation is an essential part in a language, for the
nature of language is spoken. But, most learners of English in the
28
environment where a research was undertaken faced problems with
the pronunciation of English. This study aims (1) finding out the
effectiveness of dubbing as a technique for teaching the pronunciation
of English, and (2) identifying the commonly mispronounced sounds of
English.
Baker (1990) Pelafalan adalah bagian yang bersifat dasar dalam
sebuah bahasa, kasus di sekolah Luar Biasa pada anak-anak disabilitas
mengalami kesukaran dalam setiap pelafalan kosakata Bahasa Inggris
yang hampir sama penulisannya anak autis pikir sama penulisan sama
pula pelafalannya.
Transcribing English vowels: Menuliskan huruf –huruf vokal Bahasa Inggris.
1. Ladefoged gives minimal sets for the English vowels. For example, many
of the contrastive vowels of English can be illustrated in a list of words
that all start with [h] and end with [d].
For American English we can phonetically transcribe this “H-vowel-D
list”asfollows.
Ladefoged memberikan sedikit kumpulan-kumpulan pada huruf vokal
Bahasa Inggris. Sebagai contoh, banyak dari perbedaan huruf vokal
Bahasa Inggris yang bisa disertai gambar dalam daftar kata-kata yang
semuanya dimulai dengan (h) dan berakhir dengan (d).
Monophthongs (1 harakat)
Bahasa Inggris pada orang amerika, bisa secara fonetis menuliskan ini,
“daftar H- Huruf vokal –D”, sebagai berikut:
[hid] Heed [hud] who’d
[hɪd] Hid [hʊd] Hood
[heɪd] Hayed [hoʊd] Hoed
29
[hɛd] Head [hɔd] Hawed
[hæd] Had [hɑd] Hod
[hʌd] HUD
Diphthongs (bunyi rangkap)
(two vowel sounds)/ dua suara
/əυ/ (phone)
/iə/ (year)
/ɔi/ (boy)
/aυ/ (house)
/ei/ (male)
/ai/ (fine)
/eə/ (chair)
Section A
(make a long sound)/ (buatlah nada suara yang panjang)
/ɔ/ (ball)
/u/ (boot)
/i/ (sheep)
/ɑ/ (heart)
/_/ (girl)
30
Rhotic
[hɚd] herd (or [hɹ̩d])
[hɑɹd]
Hard
[hɪɹ] Here
[heɹ] Hair
[haɪɹd] Hired
Like the consonants our initial phonetic analysis of vowels is
presented in a chart, which as with theconsonant chart is intended to
reflect the articulation of the vowels.
Seperti halnya huruf-huruf konsonan atau huruf mati, analisis
awal fonetis dari huruf vokal/hidup. Ditampilkan dalam sebuah grafik,
dimana sama dengan grafik huruf konsonan/mati. Dimaksudkan untuk
menggambarkan artikulasi dari huruf-huruf vokal.
Relating the vowel chart to the sagittal section of the vocal tract.
31
2. Roughly, the location of the highest point of the tongue in the sagittal
section correlates with the location of the vowel in the vowel chart
.high/low, front/back.
Lokasi dari point tertinggi pada lidah dalam bagian menyambung dengan
lokasi dari huruf vokal pada peta huruf hidup, tinggi atau rendah, depan
atau belakang.
3. But notice that you can glide from one vowel to another in pronunciation
[i .. e . ɛ .. æ]. So the articulatory description is more approximate than in
consonant transcription.
Tetapi bisa menggerakkan dengan luwes dari satu huruf vokal kehuruf lain
dalam pelafalan (i.. e... Ɛ..æ). Jadi gambaran artikulasi kira-kira lebih dari
pada tulisan konsonan.
4. Story - David Stampe learning German. The book said umlaut ü in
German is pronounced like [i] but with rounded lips. Therefore, Stampe
taught him self to say ü as [i] (with rounded lips). It is possible to make
this sound with round lips, if you adjust the tongue position just so.
Kisah atau cerita dari David Stampe mempelajari bahasa German. sebuah
buku tertulis umlaut ü pada Bahasa German dilafalkan seperti (i) akan
tetapi dengan bibir yang dibulatkan. oleh karena itu, stampe mengarahkan
dirinya sendiri untuk mengatakan ü seperti (i) dengan bibir yang
dibulatkan. itu ada suatu kemungkinan untuk menggunakan bunyi dengan
membulatkan bibir, jikalau mengatur posisi lidah yang cocok/persis.
5. Lip rounding - In English is correlated with vowel backness.
Membulatkan bibir dalam Bahasa Inggris itu terhubung dengan huruf
vokal.
6. Front vowels have the tongue further forward than back vowels, and the
height relationships among these front vowels are as we see in the vowel
chart (thanks to Mona Lindau for the x-ray tracings).
Huruf vokal pada bagian depan memilki lidah lebih jauh kedepan dari
pada bagian belakang huruf vokal dan hubungan tertinggi diantara huruf
vokal bagian depan ini, seperti yang kita lihat pada grafik huruf vokal.
32
Gambar vokal [i dan æ].
2.3
Back vowels are pronounced with the tongue further back than in
front vowels, and the height relationships are as we see in the vowel chart.
Huruf vokal pada bagian belakang dinyatakan dengan lidah lebih ke
belakang dari pada huruf vokal bagian depan dan hubungan tertinggi seperti
pada grafik huruf vokal.
Gambar vokal [u dan ɑ ].
2.4
33
Caution: The vowel x-ray tracings above were carefully selected to illustrate
the connection between the “height” dimension in the vowel chart and tongue
height during vowels. This relationship is not perfect - the articulatory
analysis (in terms of tongue height) is a good start but is not the best phonetic
analysis we have to offer.
Jiplakan pemeriksaan huruf vokal dengan sinarnya di atas, sudah
dipilih dengan seksama untuk menjelaskan hubungan antara “puncak” ukuran
pada grafik huruf vokal dan tinggi lidah selama huruf hidup. Hubungan ini
tidak sempurna analisa artikulasi (pada syarat-syarat tinggi/puncak lidah).
Adalah awal yang bagus tetapi bukan analisis yang terbaik yang dapat
disarankan.
Umumnya pengajaran pelafalan (pronunciation) Bahasa Inggris
menggunakan teknik utama tubian. Memang tubian pada umumnya diakui
memungkinkan terbentuknya kebiasaan (habit formation). Namun praktik
melafalkan bunyi “baru” bahasa asing dalam kondisi sadar melalui tubian
rupanya belum mampu memfasilitasi penguasaan pelafalan kosakata Bahasa
Inggris.
L. Pengertian Kosakata/Vocabulary Bahasa Inggris
Vocabulary (kosakata) adalah sejumlah kata dalam bahasa dan kata-
kata tersebut digunakan sebagai mesin dari bahasa untuk mengekspresikan
suatu pikiran. Vocabulary (kosakata) adalah dasar bahasa tidak ada bahasa
tanpa kosakata. Sebelum menguasai ke empat kemampuan yaitu
mendengarkan, berbicara, membaca dan menulis murid harus mempelajari
kompenen Bahasa Inggris seperti pada vocabulary (kosakata), structure (tata
bahasa) dan pronunciation (pelafalan).
Vocabulary (kosakata) adalah salah satu kompenen bahasa inggris
yang memilki peran penting dalam memahami bacaan dan
mengungkapkan semua ide dalam bentuk tulisan atau pengucapan.
Siswa dapat memperoleh vocabulary (kosakata) dari kamus.
Glosarium di bagian belakang buku Bahasa Inggris dan lain-lain.
34
Vocabulary (kosakata) akan selalu ada di dalam pikiran siswa jika
selalu menggunakannya dan akan hilang jika siswa tidak
menggunakannya dalam percakapan sehari-hari.
http://nikodemusoul.wordpress.com/. (online) diakses 19
November 2013)
M. Kerangka Berfikir
Anak autis mempunyai karakteristik kesukaran berpikir abstrak,
kecerdasan dan adaptasi sosialnya terlambat namun, masih memiliki
kemampuan untuk dapat berkembang dalam bidang pelajaran akademik
secara optimal. Dengan penggunaan kartu kata bergambar dimungkinkan
dapat memberi motivasi semangat belajar anak autis, dalam upaya
mengoptimalkan hasil belajar pada pelajaran Bahasa Inggris bagi anak autis
kelas VII di SLB Negeri Pelambuan Banjarmasin.
Memperoleh hasil belajar yang optimal dibutuhkan metode dan media
pembelajaran yang lebih bermakna dimana melalui metode dan media
pembelajaran tersebut siswa mampu mengkonstruk sendiri pengetahuan dan
keterampilan yang dibutuhkannya, bukan karena diberitahukan oleh guru
saja tetapi siswa mampu mengkonstruk sendiri pengetahuan dalam benaknya.
Untuk itu, pengetahuan dan pemahaman guru terhadap metode dan media
pembelajaran yang akan digunakan pada setiap proses pembelajaran sangat
penting sebagai salah satu upaya untuk mengoptimalkan pembelajaran. Guru
dituntut agar dapat meningkatkan mutu pelajaran dan harus memperhatikan
hakikat, tujuan mata pelajaran yang diajarkan. Mata pelajaran Bahasa Inggris
mempunyai karakteristik yang berbeda dengan mata pelajaran eksakta atau
mata pelajaran ilmu sosial yang lain. Perbedaan ini terletak pada fungsi
bahasa sebagai alat komunikasi. Hal ini mengindikasikan bahwa belajar
Bahasa Inggris bukan saja belajar kosakata dan tatabahasa dalam arti
pengetahuannya, tetapi harus berupaya menggunakan atau mengaplikasikan
pengetahuan tersebut dalam kegiatan komunikasi. Seorang siswa belum dapat
dikatakan menguasai bahasa inggris kalau dia belum dapat menggunakan
35
Bahasa Inggris untuk keperluan komunikasi, meskipun dia mendapat nilai
yang bagus pada penguasaan kosakata dan tatabahasanya. Memang di akui
bahwa seseorang tidak mungkin akan dapat berkomunikasi dengan baik
kalau pengetahuan kosakatanya rendah. Oleh karena itu, penguasaan kosakata
memang tetap diperlukan tetapi yang lebih penting bukan semata-mata pada
penguasaan kosakata tersebut tetapi memanfaatkan pengetahuan kosakata
tersebut dalam kegiatan komunikasi dengan Bahasa Inggris.
Pembelajaran bahasa, orang mengenal keterampilan reseptif dan
keterampilan produktif. Keterampilan reseptif meliputi keterampilan
menyimak dan keterampilan membaca sedangkan keterampilan produktif
meliputi keterampilan berbicara dan keterampilan menulis. Baik keterampilan
reseptif maupun keterampilan produktif perlu dikembangkan proses
pembelajaran Bahasa Inggris.
Untuk dapat menguasai keterampilan tersebut di atas dengan baik,
siswa perlu dibekali dengan unsur-unsur bahasa, misalnya dengan kosakata.
Penguasaan kosakata hanya merupakan salah satu unsur yang diperlukan
dalam penguasaan keterampilan berbahasa. Unsur lain yang tidak kalah
pentingnya adalah penguasaan tatabahasa. Telah dipahami bahwa tatabahasa
membantu si pendengar untuk memahami gagasan yang diungkapkan oleh
orang lain. Sekali lagi perlu ditekankan bahwa tatabahasa hanyalah sebagai
unsur pembantu dalam penguasaan keterampilan berbahasa. Oleh karenanya.
Pengajaran yang menekankan semata-mata pada pengetahuan tatabahasa
hendaknya ditinggalkan. Tatabahasa hendaknya diajarkan dalam rangka
memfasilitasi penguasaan keempat keterampilan yang telah disebutkan.
Kemampuan seseorang dalam komunikasi dapat ditunjukan dalam dua
cara, yaitu komunikasi lisan dan komunikasi tertulis. Jika komunikasi
berlangsung secara lisan dan unsur yang lain yang perlu diperhatikan oleh
guru, dan tentu saja perlu diajarkan kepada siswanya yaitu mengenai
pelafalan (pronunciation). Lebih-lebih Bahasa Inggris yang antara ejaan dan
pelafalannya kadang-kadang jauh berbeda. Kesalahan dalam ucapan akan
menyebabkan seseorang tidak akan dapat mengemukakan gagasannya dengan
36
tepat atau kalau ia dalam posisi mendengarkan pembicaraan orang lain, maka
kesalahan dalam ucapannya juga akan berpengaruh terhadap kemampuannya
untuk memahami apa yang dia dengar. Hal yang sangat terkait dengan
masalah pelafalan adalah masalah intonasi. Dalam Bahasa Inggris, intonasi
mempunyai peranan yang sangat penting dalam komunikasi. Suatu kata dapat
dilafalkan dengan pola intonasi yang berbeda intonasi yang berbeda memberi
makna yang berbeda pada kata tersebut.
Hal lain yang perlu diperhatikan dalam masalah pelafalan adalah
kenyataan bahwa Bahasa Inggris mempunyai bunyi-bunyi yang tidak sama
dengan Bahasa Indonesia. Sebagai contoh, di dalam Bahasa Indonesia tidak
ditemukan bunyi /æ/ bunyi ini tidak sama dengan bunyi /e/ dalam Bahasa
Indonesia. Oleh karenanya, siswa perlu dilatih untuk mengungkapkan bunyi-
bunyi yang tidak terdapat di dalam Bahasa Indonesia. Hal ini berarti bahwa
para siswa dilatih melalui pembelajaran psikomotor, siswa perlu dilatih
menggerakkan bibirnya, lidahnya dan organ-organ yang diperlukan dalam
berbicara sehingga dapat menghasilkan bunyi seperti bunyi di dalam Bahasa
Inggris.
Penguasaan pelafalan kosakata merupakan faktor penting dalam
berbahasa penguasaan kosakata bagi anak autis perlu diperhatikan perlu
dikembangkan. Penguasaan pelafalan kosakata yang memadai yang dimiliki
oleh siswa akan berpengaruh dalam perkembangan dan pertumbuhannya.
Anak autis yang mempunyai kosakata yang banyak dan baik dalam setiap
pelafalannya akan menjadi anak yang cerdas, pemberani, tidak pemalu dan
siap menghadapi orang yang baru dikenalnya. Proses pembelajaran
menggunakan media kartu kata bergambar dan menggunakan metode tanya
jawab dan sedikit reward pada setiap akhir sesi menyebabkan anak akan
bersemangat untuk belajar karena dapat mengikut sertakan anak dalam
aktivitas langsung dan mendengarkan untuk memperjelas materi yang
diterangkan oleh guru. Dengan demikian penggunaan media dan metode ini
dapat meningkatkan hasil belajar dalam pembelajaran bahasa inggris dan juga
dapat meningkatkan kemampuan pelafalan kosakata Bahasa Inggris.
37
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Pendekatan Penelitian
Pendekatan penelitian merupakan cara yang digunakan oleh peneliti
dalam mengumpulkan data. Nazir (2003:13) mengemukakan bahwa “
penelitian adalah suatu penyelidikan yang terorganisasi”. Sedangkan menurut
Arikunto (2002:136), mengatakan “pendekatan penelitian adalah cara yang
digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data penelitiannya”. Dari
pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa pendekatan penelitian adalah cara
yang dilakukan oleh peneliti untuk mengumpulkan data dari suatu penelitian
yang terorganisir dan sistematis.
Berdasarkan permasalahan yang diteliti yaitu “Meningkatkan pelafalan
kosa kata bahasa inggris”, maka peneliti memilih pendekatan penelitian
eksperimentalquasidalam bentuk Single Subject Research (SSR) dengan
desain subjek tunggal.
Desain subjek tunggal ini memfokuskan pada data individu sebagai
sampel penelitian (Sunanto, 2005:56).Penelitian ini berkaitan dengan
modifikasi perilaku anakdisleksia berupa peningkatan kecepatan membaca
anak. Pada desain subjek tunggal pengukuran variabel terikat atau target
behavior dilakukan berulang-ulang dengan periode waktu tertentu, untuk
penelitian ini periode waktu yang digunakan adalah perhari. Perbandingan
tidak dilakukan antar individu atau kelompok tetapi dibandingkan pada
38
subjek yang sama dalam kondisi yang berbeda. Kondisi yang dibandingkan
adalah kondisi baseline (kondisi alami/natural) dan kondisi eksperimen
(intervensi).
B. Variabel Penelitian
Menurut Sunanto (2005:12), variabel merupakan istilah dasar dalam
penelitian eksperimen termasuk penelitian dengan subjek tunggal. Dalam
penelitian eksperimen.variabel merupakan suatu atribut atau ciri-ciri
mengenai sesuatu yang diamati dalam penelitian. Dengan demikian variabel
dapat berbentuk kejadian yang dapat diamati dan diukur, biasanya
menggunakan variabel yang dipengaruhi oleh variabel bebas dan variabel
terikat.Variabel terikat dalam penelitian kasus tunggal dikenal dengan target
behavior (perilaku sasaran), sedangkan variabel bebas dikenal dengan istilah
intervensi (perlakuan).
Penelitian ini menggunakan dua variabel yaitu variabel bebas dan
variabel terikat. Variabel bebas (intervensi) yang digunakan dalam penelitian
ini adalah kartu kata bergambar sedangkan variabel terikat (target behavior)
penelitian ini adalah kemampuan pelafalan kosa kata bahasa inggris.
C. Desain penelitian
Penelitian ini menggunakan bentuk desain reversal A-B-A-, dimana A
merupakan fase baseline dan B merupakan fase intervensi. Menurut Sunanto
(2005:61) Desain A-B-A- merupakan salah satu menunjukkan adanya
39
hubungan sebab akibat antara variabel terikat dan variabel bebas. Mula-mula
target behavior diukur secara kontinyu pada kondisi baseline (A1) dengan
periode waktu tertentu kemudian pada kondisi intervensi (B1), setelah
pengukuran pada kondisi intervensi (B1) pengukuran pada kondisi baseline
kedua (A2) Penambahan kondisi baseline yang kedua (A2) dimaksudkan
sebagai kontrol untuk fase intervensi, jika grafik menunjukkan kestabilan
arah, sehingga memungkinkan untuk menarik kesimpulan adanya hubungan
fungsional antara variabel bebas dan terikat.
Pada penelitian ini variabel yang akan di capai yaitu anak bisa
melafalkan kosa kata bahasa inggris sebelum diberlakukan internensi
menggunakan kartu kata bergambar.
Menurut Sunanto (2005:57) fasebaseline adalah fase saat variabel
terikat (target behavior) diukur secara periodik sebelum diberikan perlakuan
tertentu.Dalam hal ini seberapa kemampuan anak dalam melafalkan bahasa
inggris sebelum perlakuan diberikan. Sedangkan faseintervensiadalah fase
saat target behavior di observasi atau diukur selama perlakuan tertentu
diberikan.
Ba Baseline (A1) Intervensi (B1) Baseline (A2)
Sesi (waktu)
Gambar 3.1 Grafik desain A-B-A-
Targ
et B
ehav
ior
40
Adapun langkah desain A-B-A-B yaitu, mengumpulkan data target
behavior pada kondisi baseline pertama (A1) sebanyak 5 sesi, kemudian
dilakukan intervensi (B1) sebanyak 10 sesi. Setelah diberikan perlakuan
pengumpulan data baseline kedua (A2) dilakukan sebanyak 5 sesi
C. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di kelas VII SLB Pelambuan Banjarmasin.
D. Subjek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah tunggal, yaitu seseorang anak yang
berinisial Ms, anak ini adalah penyandang auits yang bersekolah di SLBN
Pelambuhan Banjarmasin. Oleh karena itu penelitian dilaksanakan berupa
eksperimen menggunakan Single Subject Research (SSR).
E. Sistem Pencatatan Data
Pencatatan data dilakukan dengan observasi langsung, yaitu mencatat
kemampuan anak adalam melafalkan kosa kata bahasa inggris, dimana aspek
yang dinilai adalah ketepatan bacaan, ketepatan intonasi dan durasi (waktu)
yang dibutuhkan anak pada saat melafalkan yang sudah ditentukan.
Prosedur pengukuran penelitian yang penulis lakukan adalah sebagai
berikut :
1. Menentukan dan menetapkan kemampuan melafalkan sebagai variabel
terikat
41
2. Menetapkan kegiatan bermain kartu gambar sebagai variabel bebas
3. Menggunakan desain A-B-A-B
Pencatatan dilakukan pada saat :
a. faseA1 (Baseline1) kemampuan melafalkan yang dimiliki subjek penelitian
masih natural atau murni, subjek penelitian belum diberikan perlakuan
kegiatan menggunakan kartu gambar. Pada tahap ini pengukuran
kemampuan pelafalan dilakukan secara berulang-ulang sebanyak 5 sesi
b. fase B1 (Intervensi1), subjek penelitian diberi intervensi berupa bermain
menggunakan kartu gambar kurang lebih 30 menit setiap sesinya, setelah
itu dilakukan pengukuran kecepatan pelafalan anak, fase ini dilakukan
sebanyak 10 sesi.
c. fase A2 (Baseline2),subjek penelitian kembali tidak diberi kegiatan kartu
gambar setelah itu dilakukan pengukuran kemampuan pelafalan anak, fase
ini dilakukan sebanyak 5 sesi
F. Reliabilitas Pengukuran (agreement)
Pengukuran data yang reliabel salah satu syarat mutlak yang harus
dipenuhi dalam penelitian.Reliabiltas data penelitian sangat menentukan
kualitas hasil penelitian. Agar penelitian dapat dipercaya salah satu syaratnya
adalah data penelitian tersebut harus reliabel (Sunanto:28). Dalam penelitian
modifikasi perilaku sering melakukan pengukuran atau pencatatan data yang
berbeda antar pengamat, untuk mengetahui apakah pencatatan data tersebut
42
sudah reliabel atau belum perlu menghitung persentasi kesepakatan (percent
agreement).
Pada observasi langsung pencatatan kemampuan pelafalan anak, target
behavior selalu muncul, namun potensi perbedaan antar pengamat ada pada
hasil pencatatan durasinya. Sulitnya mencapai kesamaan hasil pencatatan
durasi yang dilakukan oleh antar pengamat, oleh karena itu data harus
diambil kesepakatan. (Percen agreement)
Menurut Sunanto (2005:29)untuk menghitung persentase kesepakatan
total (total percent agreement),dapat digunakan rumus sebagai berikut :
agreement total percent agreement =---------------------------------- x 100%
……… 3.1 agreement +disagreement
Sedangkan untuk analisa perhitungan, peneliti mengambil data dari
durasi wakturata-rata kedua pengamat yaitu :
data pengamat 1 + data pengamat 2 wakturata2 = ---------------------------------------------…….. 3.2 Jumlah data (2)
G. Teknik Analisis Visual
1. Menentukan kondisi baseline dan intervensi
Kondisi baseline pertama di tulis A1 dan intervensi pertama B1 dan
baselinekedua A2, intervensi kedua B2
Tabel 3.1 kondisi
2. Menentukan panjang interval
Kondisi A1 B1 A2 B2
43
Menentukan panjang interval untuk menunjukkan ada berapa sesi
kondisi tersebut. Penelitian dilakukan sebanyak 5 sesi baseline pertama
(A1), 10 sesi intervensi (B1), dan 5 sesi baseline kedua (A2)
Tabel 3.2 Panjang Interval
Kondisi A1 B1 A2 B2 Banyak sesi 677 7
3. Menentukan kecenderungan arah
Mengestimasi kecenderungan arah menggunakan metode belah dua
(split-midlle) dengan cara :
a. Bagi data pada posisi baseline pertama menjadi 2 bagian (1a)
b. Bagian kanan dan kiri juga dibagi menjadi 2 bagian (2a)
c. Menentukan posisi median dari masing-masing belahan(2b)
d. Menarik garis sejajar dengan obsis yang menghubungkan titik temu
2a dan 2b
4. Menentukan kecenderungan stabilitas
Pada penelitian ini digunakan kecenderungan stabilitas 15%. Maka
perhitungannya sebagai berikut :
Rentang stabilitas = Skor tertinggi x kriteria stabilitas……….. 3.3
a. Menghitung mean level dengan cara melihat data baseline
jumlah seluruh data mean Level = ------------------------------
………3.4 banyaknya data
b. Menentukan batas atas dengan cara :
44
Batas atas = mean level + setengah dari rentang stablitas
……….. 3.5
c. Menentukan batas bawah dengan cara :
Batas bawah = mean level - setengah dari rentang
stablitas.……….3.6
d. Menghitung persentase data point pada kondisi baseline (A1) yang
berada dalam rentang stabilitas dengan cara :
data pointdalam rentang Persentasi stabilitas = ----------------------------------
……….. 3.7 banyaknya data poin
Jika stabilitas sebesar 85% - 90% dikatakan stabil, sedangkan dibawah
itu dikatakan tidak stabil (variabel)
5. Menentukan kecenderungan jejak data
Sunanto (2005:114) mengemukakan untuk menentukan data path
within trend hampir sama dengan arah kecendrungan, yaitu dimasukan
hasil yang sama seperti kecendrungan arah. Apakah meningkat (+),
menurun (-) atau sejajar dengan sumbu X (=).
Menentukan kecenderungan jejak data, dilakukan dengan cara
sama dengan menentukan kecenderungan arah. Contoh kecenderungan
arah dalam table 3.3, berikut ini :
Tabel 3.3 estimasi kecenderungan arah
Kondisi A1 B1 A2 B2 Estimasi Kecenderungan arah
( - ) ( + ) ( + ) ( + )
45
6. Menentukan level stabilitas dan rentang
Menentukan level stabilitas dan rentang, dengan cara mengisi tabel
3.4 berikut ini :Tabel 3.4 Level stabilitas dan rentang
Kondisi Persentase stabilitas
Rentang Persentase stabilitas
Kecenderungan stabilitas
Baseline1 (A1)
Intervensi 1 (B1)
Baseline2 (A2)
7. Menentukan level perubahan
Menurut Sunanto (2005:115) untuk menentukan tingkat perubahan
ataulevel change yang menunjukkan seberapa besar terjadinya perubahan
data dalam suatu kondisi. Menentukan level perubahandilakukan dengan
cara menandai data pertama dan data hari terakhir pada fasebaseline dan
faseintervensi. Kemudian hitung selisih kedua data.
Berikutnya menentukan arah (menaik atau menurun). Beri tanda
(+) jika membaik dan tanda (-) jika menurun, serta (=) jika tidak ada
perubahan. Tanda (+) menunjukkan makna membaik, meskipunarah
perubahannya menurun. Tanda (-) menunjukkan makna memburuk,
meskipun arah perubahannya menaik,disesuaikan dengan tujuan
intervensi. Pada penelitian ini arah perubahan yang diharapkan arah
perubahan membaik (+), berupa kecepatan membaca yang semakin
meningkat.Jika arah menurun maka diberi tanda (-), sedangkan jika tidak
ada perubahan diberi tanda (=).
46
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
Sesuai dengan yang diharapkan oleh peneliti yaitu meningkatkan
keterampilan berbahasa inggris mengenai peningkatan pelafalan kosakata,
observer mengamati 5 menit dengan memberikan 40 kosakata pada setiap
pertemuan.
Adapun variabel penelitian yang dianalisis terdiri dari 3 aspek, dimana
masing-masing aspek penelitian diobservasi untuk mengetahui hasil data
baseline (A1), intervensi (B) dan baseline (A2) yang kemudian akan disajikan
dalam bentuk grafik dan tabulasi dengan keterangan skor hasil 1 = Tidak
menjawab sama sekali, 2 = Menjawab tapi belum benar, 3 = Menjawab
dengan benar.
1. Kondisi baseline sebelum diberikan intervensi (A1)
Untuk memperoleh data yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah data
kemampuan pelafalan kosakata Bahasa Inggris anak autism kelas VII di
SLB Negeri Pelambuan Tingkat Provinsi Kalimantan Selatan pada
Baseline 1 (A1). Pengumpulan data pada saat baseline (A1) dilaksanakan 5
kali sesi, subjek belum diberikan intervensi atau perlakuan. Perhitungan
menggunakan jenis ukuran target behavior persentase. Dengan
menggunakan rumus :
Nilai = skor yang diperolehskor maksimum
×100% (Sudjana, 2006 : 118)
Sehingga diperoleh nilai sebagai berikut :
Sesi 1. Nilai = 30+10+15120
× 100%
=55120
= 0,458×100%
= 45,8%
47
Sesi 2. Nilai = 30+10+15120
× 100 %
=55120
= 0,458×100%
= 45,8%
Sesi 3. Nilai = 32+6+15120
× 100%
=53120
= 0,4416×100%
= 44,2%
Sesi 4. Nilai = 32+8+12120
× 100%
=52120
= 0,433×100%
= 43,3%
Sesi 5. Nilai = 32+8+12120
× 100%
=52120
= 0,433×100%
= 43,3%
Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada subjek anak autis di SLB
Negeri Pelambuan menunjukkan adanya ketidakmampuan pelafalan kosakata
Bahasa Inggris yang dapat dilihat dari data hasil pengamatan tentang pelafalan
kosakata Bahasa Inggris yang dilakukan subjek pada saat peneliti melakukan
tes kosakata pelajaran Bahasa Inggris sebagai data baseline (A1) disajikan
dalam tabel di bawah ini.
Tabel 4.1: Baseline (A1)
Sesi Hari dan tanggal (lama pengamatan dalam Presentasi Pelafalan
48
ke waktu 5 menit) (Pronunciation) yang
benar pada
Baseline/(A1)
1 Senin, 2 September 2013 45,8 %
2 Selasa, 3 September 2013 45,8%
3 Rabu, 4 September 2013 44,2 %
4 Kamis, 5 September 2013 43,3 %
5 Jumat, 6 September 2013 43,3 %
Tabel di atas, data sebagai baseline pertama (A1) dilakukan sebanyak
5 kali pengamatan. Pengamatan dilakukan oleh peneliti ketika subjek belajar
dengan guru di kelas. Data baseline (A1) pada sesi awal bervariasi, kemudian
pada sesi berikutnya menjadi stabil. Ketidakstabilan pada sesi-sesi awal
dimungkinkan karena subjek belum beradaptasi dengan tugas dalam rangka
pengumpulan data. Setelah beberapa sesi menjadi stabil. Hal ini terjadi karena
mengalami penyesuaian (adaptasi), dan terlihat bahwa pelafalan
(Pronunciation) pada baseline (A1) dilaksanakan mulai tanggal 2 September
2013 sampai dengan 6 September 2013 yang dilaksanakan sebanyak lima kali
pengamatan, dari tabel tersebut terlihat bahwa nilai 45,8 % adalah nilai
tertinggi dan 43,3 % adalah nilai terendah.
Untuk lebih jelasnya data ini bisa dilihat dari grafik di bawah ini, Data
pada kondisi baseline (A1) yang telah peneliti lakukan dalam 5 kali
pengamatan adalah sebagai berikut:
42
43
44
45
46
1 2 3 4 5
Sesi
Nila
i Pel
afal
an y
ang
Ben
ar
49
Grafik : 4.1 (A1)
Baseline
2. Kondisi Intervensi (B)
Pada kondisi intervensi, anak dilatih kemampuan pelafalan
kosakata sebanyak 40 kosakata Bahasa Inggris dengan menggunakan
media kartu kata bergambar setiap sesi yang dilakukan 10 kali
pengamatan. Data hasil pengamatan tentang pelafalan kosakata Bahasa
Inggris pada saat mengikuti pelajaran sebagai data intervensi subjek
mengalami peningkatan data.
Perhitungan menggunakan jenis ukuran target behavior persentase.
Dengan menggunakan rumus :
Nilai = skor yang diperolehskor maksimum
×100% (Sudjana, 2006 : 118)
Sehingga diperoleh nilai sebagai berikut :
Sesi 6. Nilai = 21+6+51120
× 100%
=78120
= 0,65×100%
= 65%
Sesi 7. Nilai = 20+8+54120
× 100%
=83120
= 0,69×100%
= 69%
50
Sesi 8. Nilai = 15+16+54120
× 100%
=85120
= 0,708×100%
= 70,8%
Sesi 9. Nilai = 10+18+60120
× 100%
=88120
= 0,73×100%
= 73%
Sesi 10. Nilai = 4+8+78120
× 100%
=90120
= 0,75×100%
= 75%
Sesi 11. Nilai = 8+18+60120
× 100%
=86120
= 0,716×100%
= 71,6%
Sesi 12. Nilai = 8+18+60120
× 100%
=86120
= 0,716×100%
= 71,6%
Sesi 13. Nilai = 8+18+63120
× 100%
=89120
= 0,74×100%
51
= 74%
Sesi 14. Nilai = 6+6+78120
× 100%
=90120
= 0,75×100%
= 75%
Sesi 15. Nilai = 5+8+78120
× 100%
=91120
= 0,758×100%
= 75,8%
Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada subjek anak autis di
SLB Negeri Pelambuan menunjukkan adanya kenaikan kemampuan
pelafalan kosakata Bahasa Inggris yang dapat dilihat dari data hasil
pengamatan tentang kemampuan pelafalan kosakata Bahasa Inggris
dengan menggunakan media kartu kata bergambar yang dilakukan subjek
pada saat pelajaran Bahasa Inggris sebagai data intervensi disajikan
dalam tabel di bawah ini.
Tabel 4.2: Intervensi (B)
Sesi
ke
Hari dan tanggal (lama pengamatan dalam
waktu 5 menit)
Presentasi pelafalan
(Pronunciation) yang
benar pada
Intervensi/B
1 Senin, 9 September 2013 65%
2 Selasa, 10 September 2013 69%
3 Rabu, 11 September 2013 70,8%
4 Kamis, 12 September 2013 73%
5 Jumat, 13 September 2013 75%
6 Senin, 23 September 2013 71,6%
7 Selasa, 24 September 2013 71,6%
52
8 Rabu, 25 September 2013 74%
9 Kamis, 26 September 2013 75 %
10 Jumat, 27 September 2013 75,8 %
Hasil tabel di atas intervensi pertama dilakukan pada sesi ke 6 pada
tanggal 9 september sampai sesi ke 15. Intervensi menggunakan media
kartu kata bergambar. Pada sesi-sesi awal intervensi, subjek tidak banyak
mengalami perubahan dengan data baseline pertama. Dimungkinkan
subjek masih menyesuaikan dengan media intervensi. Pada sesi
pertengahan hingga akhir terlihat pengaruh positif memakai media kartu
kata bergambar pada kemampuan pelafalan kosakata Bahasa Inggris. Data
pada sesi akhir mulai stabil. Dari tabel di atas, terlihat bahwa nilai 75,8%
adalah nilai tertinggi dan adalah 65 % nilai terendah.
Untuk lebih jelasnya data ini bisa dilihat dari grafik di bawah ini,
Data pada kondisi intervensi (B) yang telah peneliti lakukan dalam 10 kali
pengamatan adalah sebagai berikut:
Grafik : 4.2
Intervensi (B)
58 60 62 64 66 68 70 72 74 76 78
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Sesi
Nila
i Pel
afal
an y
ang
Ben
ar
53
3. Kondisi baseline (A2)
Pada Kondisi Baseline (A2) diambil pada sesi ke 16 sampai hari ke
20. Pengambilan data dilakukan pada saat subjek mengikuti pelajaran di
kelas. Pada sesi awal baseline (A2) data menunjukkan stabil hingga
kenaikan signifikan pada hari akhir baseline. Perhitungan menggunakan
jenis ukuran target behavior persentase. Dengan menggunakan rumus :
Nilai = skor yang diperolehskor maksimum
×100% (Sudjana, 2006 : 118)
Sehingga diperoleh nilai sebagai berikut :
Sesi 16. Nilai = 8+18+60120
× 100%
= !"!"#
= 0,716×100%
= 71,6%
Sesi 17. Nilai = 8+18+60120
× 100%
=86120
= 0,716×100%
= 71,6%
Sesi 18. Nilai = 4+8+78120
× 100%
=90120
= 0,75×100%
= 75%
Sesi 19. Nilai = 5+12+78120
× 100%
=95120
= 0,79×100%
= 79%
54
Sesi 20. Nilai = 5+12+81120
× 100%
=98120
= 0,816×100%
= 81,6%
Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada subjek anak autis di SLB
Negeri Pelambuan menunjukkan adanya kenaikan kemampuan pelafalan
kosakata Bahasa Inggris yang dapat dilihat dari data hasil pengamatan tentang
pelafalan kosakata Bahasa Inggris yang dilakukan subjek pada saat tes
kosakata pelajaran Bahasa Inggris sebagai data intervensi disajikan dalam
tabel di bawah ini.
Tabel 4.3: baseline (A2)
Sesi
ke
Hari dan tanggal (lama pengamatan dalam
waktu 5 menit)
Presentasi pelafalan
(Pronunciation) yang
benar pada
Baseline/(A2)
1 Selasa, 01 Oktober 2013 71,6 %
2 Rabu, 02 Oktober 2013 71,6 %
3 Kamis , 03 Oktober 2013 75 %
4 Jumat , 06 Oktober 2013 79 %
5 Sabtu , 05 Oktober 2013 81,6 %
Baseline kedua dilakukan pada awal bulan. Data dikumpulkan
selama 5 hari. Pada sesi awal intervesi memang pelafalan mulai membaik,
dan semakin hari ternyata untuk pelafalan kosa kata bahasa inggrisnya
tambah baik hingga akhir baseline (A2), dan dari tabel di atas, terlihat
bahwa kemampuan pelafalan (pronunciation) kosakata Bahasa Inggris.
Pada baseline (A2) dilaksanakan mulai tanggal 1 Oktober 2013 sampai
dengan 5 Oktober 2013 yang dilaksanakan sebanyak lima kali
55
pengamatan. dari tabel tersebut terlihat bahwa nilai 81,6% adalah nilai
tertinggi dan adalah 71,6% nilai terendah.
Untuk lebih jelasnya data ini bisa dilihat dari grafik di bawah ini,
Data pada kondisi baseline (A2) yang telah peneliti lakukan dalam 5 kali
pengamatan adalah sebagai berikut:
Grafik : 4.3
Baseline (A2)
Perbandingan Antara hasil dari Grafik panjang kondisi baseline (A1) tanpa
diberikan intervensi (B) sampai pada baseline (A2) kemampuan anak dalam
pelafalan kosakata Bahasa Inggris. Dapat dilihat pada grafik dibawah ini.
65
70
75
80
85
1 2 3 4 5 Nila
i Pel
afal
an y
ang
Ben
ar
Sesi
56
Gambar Grafik 4.4: Grafik kemampuan pelafalan kosakata bahasa
inggris subjek penelitian pada fase baseline, intervensi dan baseline
4. Perhitungan Analisis Data
Sunanto (Ari 2013:115) Dari data tersebut perlu dianalisis untuk
menentukan hasil pengkajian. Pada penelitian eksperimen dengan kasus
tunggal penggunaan statistik yang komplek tidak dilakukan tetapi lebih
banyak menggunakan statistik deskriptif yang sederhana sebab dalam
penelitian dengan desain kasus tunggal terfokus pada data individu dari
pada data kelompok.
a. Analisis dalam kondisi
Langkah ke 1
Panjang kondisi, adalah Menentukan panjang interval yang menunjukkan
berapa sesi dalam kondisi tersebut.
Kondisi (A1) B (A2)
Langkah ke 2
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Nila
i Pel
afal
an y
ang
bena
r
Sesi
57
Panjang interval ini menunjukkan sesi dalam setiap kondisi pada baseline
(A1) Intervensi (B) dan baseline (A2)
Kondisi (A1) B (A2)
Panjang
Kondisi
5 10 5
Langkah 3
Mengestimasi kecenderungan arah dengan menggunakan metode belah
dua (split-middle).
Gambar Grafik 4.5: Grafik kemampuan pelafalan kosakata bahasa
inggris subjek penelitian pada fase baseline, intervensi dan baseline
keterangan
: Garis estimasi kecenderungan arah
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Persen
tase jawab
an yan
g be
nar
Sesi
58
Dengan memperhatikan garis (1), (2) dan (3) maka diketahui pada fase
baseline (A1) arah trendnya menurun, pada fase intervensi (B) arah trendnya
menaik dan pada baseline (A2) arah trendnya menaik dan dalam tabel dapat
dimasukan seperti ini :
Kondisi (A1) (B) (A2)
Estimasi kecendrungan
arah
Langkah ke 4
Menentukan kecenderungan stabilitas pada baseline (A1), dalam hal ini
menggunakan kreteria stabilitas 15%, (Sunanto, 2005:112) maka
perhitungannya:
Skor tertinggi x kriteria stabilitas = rentang stabilitas
45,8 x 0,15 = 6,87
Untuk menentukan kecenderungan stabilitas dalam fase baseline (A1) ini
terlebih dahulu dihitung mean level fase baseline (A1) yaitu:
1) Menghitung mean level
45,8 + 45,8 + 44,2 + 43,3 + 43,3 = !!!,!!
= 44,48
2) Menghitung batas atas
Mean level + Setengah dari
rentang stabilitas = Batas atas
44,48 + 3,435 = 47,915
3) Menghitung batas bawah
Mean level - Setengah dari
rentang stabilitas = Batas bawah
59
44,48 - 3,435 = 41,045
4) Menentukan kecenderungan stabilitas
Banyaknya data
poin yang ada
dalam rentang
: Banyaknya data
point = Pesentase stabilitas
5 : 5 = 100%
Jika persentasi stabilitas sebesar 85% - 90% dikatakan (Sunanto,
2005:113), sedangkan di bawah ini dikatakan stabil. Karena hasil
perhitungan untuk fase baseline (A1) adalah 100% maka diperoleh
hasil stabil.
Menentukan kecenderungan stabilitas pada intervensi (B) dalam hal
ini menggunakan kreteria stabilitas 15%, (Sunanto, 2005:112) maka
perhitungannya :
Skor tertinggi x kriteria stabilitas = rentang
stabilitas
75,8 x 0,15 = 11,37
Untuk menentukan kecenderungan stabilitas dalam fase intervensi (B)
ini terlebih dahulu dihitung mean level fase intervensi (B) yaitu:
1) Menghitung mean level
65+69+70,8+73+75+71,6+71,6+74+75+75,8 = !"#,!!"
= 72,08
2) Menghitung batas atas
Mean level + Setengah dari
rentang stabilitas = Batas atas
72,08 + 5,685 = 77,765
3) Menghitung batas bawah
60
Mean level - Setengah dari
rentang stabilitas = Batas bawah
72,08 - 5,685 = 66,395
4) Menentukan kecenderungan stabilitas
Banyaknya data
poin yang ada
dalam rentang
: Banyaknya data
point = Pesentase stabilitas
9 : 10 = 90%
Berdasarkan hasil penelitian di atas, diketahui indeks kecenderungan arah
sebesar 90%, artinya data yang yang diperoleh pada fase intervensi (B)
mencapai tingkat kestabilan sebesar 90% menunjukkan data stabil, dengan
keadaan data intervensi (B) yang stabil telah meyakinkan untuk dilanjutkan
ke fase baseline (A2) sebagai fase kontrol untuk mengatahui sejauh mana
pengaruh media kartu kata bergambar terhadap pelafalan kosakata Bahasa
Inggris subjek penelitian. Namun, sebelum melakukan intervensi dilakukan
jeda selama dua hari.
Menentukan kecenderungan stabilitas pada baseline (A2) dalam hal ini
menggunakan kreteria stabilitas 15%, (Sunanto, 2005:112) maka
perhitungannya :
Skor tertinggi x kriteria stabilitas = rentang stabilitas
81,6 x 0,15 = 12,24
Untuk menentukan kecenderungan stabilitas dalam fase baseline (A2)
ini terlebih dahulu dihitung mean level fase baseline (A2) yaitu:
1) Menghitung mean level
71,6 + 71,6 + 75 + 79 + 81,6 = !"#,!!
= 75,76
61
2) Menghitung batas atas
Mean level + Setengah dari
rentang stabilitas = Batas atas
75,76 + 6,12 = 81,88
3) Menghitung batas bawah
Mean level - Setengah dari
rentang stabilitas = Batas bawah
75,76 - 6,12 = 69,64
4) Menentukan kecenderungan stabilitas
Banyaknya data
poin yang ada
dalam rentang
: Banyaknya data
point = Pesentase stabilitas
5 : 5 = 100%
Analisis data baseline (A1) yang menunjukkan kecenderungan
stabilitas 100% (data stabil) dijadikan dasar untuk melakukan pengumpulan
data sebagai data awal untuk mengetahui tingkat kemampuan subjek
penelitian dalam pelafalan kosakata Bahasa Inggris. Data intervensi (B) yang
menunjukkan kecendrungan stabilitas 90% (data stabil) dijadikan dasar untuk
melakukan pengumpulan data sebagai data kedua, dan baseline (A2)
menunjukkan kecendrungan stabilitas 100% (data stabil). Adapun beberapa
penyebab kestabilan data tersebut antara lain, karena adanya keajekan nilai
data yang diperoleh. Pada fase baseline (A2) menunjukkan nilai mean level
sebesar 75,76 nilai ini menunjukkan bahwa nilai pelafalan kosakata Bahasa
Inggris berada di atas KKM yang telah ditentukan yaitu 50.
62
Berdasarkan Perhitungan di atas maka kecendrungan stabilitas dapat dilihat
pada tabel sebagai berikut:
Kondisi (A1) (B) (A2)
Kecendrungan
Stabilitas
Stabil Stabil Stabil
100% 90% 100%
Gambar Grafik 4.6: Grafik kemampuan pelafalan kosakata bahasa
inggris subjek penelitian pada fase baseline, intervensi dan baseline
Keterangan :
: Batas atas
: Mean level
: Batas bawah
Langkah 5
Menentukan kecendrungan jejak data, hal ini sama dengan kecendrungan arah.
Kondisi (A1) (B) (A2)
Kecendrungan
jejak
(-) (+) (+)
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Nilai Pelafalan
yan
g be
nar
Sesi
𝐴! 𝐴! 𝐵
63
Langkah ke 6
Menentukan level stabilitas dan rentang: sebagaimana telah dihitung di atas
bahwa pada fase baseline (A1) datanya stabil. Adapun rentangnya 43,3-45,8.
Pada fase intervensi (B) datanya stabil dengan rentang 65–75,8, pada fase
baseline (A2) datanya stabil pada rentang 71,6–81,6.
Kondisi (A1) (B) (A2)
Level
stabilitas dan
rentang
Stabil
43,3-45,8
Stabil
65-75,8
Stabil
71,6-81,6
Langkah ke 7
Menentukan level perubahan dengan cara: ditandai data pertama dan data
terakhir. Hitung selisih antara kedua data dan data tentukan arahnya menaik
atau menurun dan beri tanda (+) jika membaik, (-) jika memburuk dan (=) jika
tidak ada perubahan. Dengan demikian, level perubahan data dapat di tulis
seperti berikut ini:
Kondisi (A1) (B) (A2)
Level
perubahan
45,8 – 43,3
(-2,5)
65-75,8
(+10,8)
71,6-81,6
(+10)
Catatan: Tanda (+) menunjukkan makin membaik (meskipun menurun), tanda
(-) menunjukkan makna memburuk (meskipun naik) karena hal ini disesuaikan
dengan tujuan intervensi.
5. Analisis antar kondisi
Untuk melakukan analisis antar kondisi ini pertama-tama masukkan kode
kondisi pada baris pertama. Pada antar kondisi1 baseline (A1) dengan
kondisi intervensi (B) dan kondisi baseline (A2) maka dalam format adalah
sebagai berikut:
64
Penelitian ini dikarenakan menggunakan disain A-B-A maka disini analisis
antar kondisi dapat digambarkan seperti tabel berikut :
Perbandingan Kondisi A2/B/A1
(3:2:1)
Langkah ke 1
Penelitian ini dikarenakan menggunakan disain A-B-A dan data rekaan
variabel yang akan dirubah dari kondisi baseline (A1) ke intervensi (B)
dan baseline (A2) dengan demikian format dapat digambarkan seperti
tabel berikut :
Perbandingan Kondisi A2/B/A1
(3:2:1)
a. Jumlah Variabel Yang Dirubah 0
Langkah ke 2
Menentukan perubahan kecendrungan arah yaitu dengan mengambil
data pada analisis dalam kondisi diatas, yaitu dengan format seperti
tabel berikut :
Perbandingan Kondisi A2/B/A1
(3:2:1)
b. Perubahan Kecendrungan Arah
Dan efeknya ( - ) (+) (+)
Negatif Positif
65
Langkah ke 3
Melihat perubahan kecendrungan stabilitas dapat kita lihat pada
fase baseline (A1), intervensi (B) dan baseline (A2) pada hasil analisis
dalam kondisi.
Perbandingan Kondisi A2/B/A1
(3:2:1)
c. Perubahan Kecendrungan Stabilitas Stabil
Ke
Stabil
Ke
Stabil
Langkah ke 4
Menentukan perubahan level yaitu tentukan data point pada kondisi
baseline A1 pada sesi terakhir dan sesi pertama pada kondisi intervensi
(B) kemudian hitung selisih antara keduanya.
Penelitian ini diperoleh nilai 43,3-65 pada kondisi baseline (A1). Dan
pada kondisi intervensi (B) diperoleh nilai 75,8-71,6. Maka diperoleh
nilai baseline (A1) +21,7 sedangkan intervensi (B) +4,2.
Data perubahan level dapat dilihat pada tabel berikut :
Perbandingan Kondisi A2/B/A1
(3:2:1)
Perubahan Level (75,8-71,6) (43,3-65)
+4,2 +21,7
66
Langkah ke 5
Menentukkan overlap data pada kondisi baseline dengan intervensi (B)
yaitu dengan cara :
1) Melihat kembali batas bawah dan atas pada kondisi baseline (A1)
dan intervensi (B).
2) Menghitung ada berapa data point pada kondisi intervensi (B) yang
berada pada rentang kondisi baseline 1 (A1) = 0 dan rentang
intervensi (B) = 3
3) Membagi perolehan pada langkah 2 dengan banyaknya data point
dalam kondisi (B) kemudian dikalikan 100.
Adapun hasil perhitungan persentase overlap pada penelitian ini
adalah : (0 : 9) X 100 = 0% dan (3 : 5) X 100 = 60%
Perbandingan Kondisi A2/B/A1
(3:2:1)
Persentase Overlap 0% 60%
Berdasarkan visualisasi grafik di atas, maka analisis visual
kemampuan pelafalan kosakata Bahasa Inggris subjek penelitian dapat
digambarkan sebagai berikut:
6. Rangkuman Hasil Analisis Visual Dalam Kondisi
Kondisi A1 B A2
1. Panjang kondisi 5 10 5
2. Estimasi
kecenderungan arah
3. Kecenderungan 100% 90% 100%
67
stabilitas
4. Kecenderungan jejak
5. Level stabilitas dan
rentang
Stabil
43,3-45,8
Stabil
65-75,8
Stabil
71,6-81,6
6. Level perubahan 45,8-43,3
(-2,5)
Memburuk
65-75,8
(+10,8)
Membaik
71,6-81,6
(+10)
Membaik
Menentukan Level Perubahan
Data pertama - Data terakhir = Persentase stabilitas
Baseline 1 (A1)
45,8
-
43,3
=
-2,5
Intervensi (B)
65
-
75,8
=
+10,8
Baseline 2 (A2)
71,6
-
81,6
=
+10
7. Rangkuman Hasil Analisis Visual Antar Kondisi
Perbandingan kondisi A2/B/A1
(3:2:1)
1. Jumlah variabel yang
dirubah
0
2. Perubahan kecenderungan
arah dan efeknya
3. Perubahan kecenderungan
stabilitas
Stabil
Ke
Stabil
Ke
Stabil
68
4. Perubahan level (75,8-71,6) (43,3 -65)
+4,2 +21,7
Menghitung Perubahan Level:
Data poin pada kondisi
intervensi (B1 ) pada
sesi terakhir
-
Sesi pertama pada kondisi
baseline (A2)
=
Perubah
an level
75,8 - 71,6 = +4,2
Data poin pada kondisi
baseline (A2) pada sesi
terakhir
-
Sesi pertama pada kondisi
intervensi (B1)
=
Perubah
an level
43,3 - 65 = +21,7
Perbandingan kondisi A2/B/A1
(3:2:1)
A2/B/A1
(3:2:1)
5. Persentase overlap 0% 60%
Menentukan persentase overlap dapat dilakukan dengan cara:
Untuk B/A1:
a. Lihat kembali batas bawah baseline (A1) = 41,045 dan batas atas
baseline (A1) = 47,915
b. Jumlah data point (65,69,70,8,43,3,73,75,71,6,71,6,74,75,75,8) pada
kondisi intervensi yang berada pada rentang baseline (A1) = 0
c. Perolehan pada langkah b dibagi dengan banyaknya data poin pada
kondisi (B) kemudian dikalikan 100, maka hasilnya adalah sebagai
berikut (0 : 9) X 100 = 0%
Untuk B/A2
a. Lihat kembali batas bawah intervensi (B) = 60 dan batas atas intervensi
(B) = 77,765
69
b. Jumlah data point (71,6,71,6,75,79,81,6) pada kondisi baseline (A2)
yang berada pada rentang intervensi (B) = 3
c. Perolehan pada langkah b dibagi dengan banyaknya data poin pada
kondisi baseline (A2) kemudian dikalikan 100, maka hasilnya adalah
sebagai berikut (3 : 5) X 100 = 60%.
8. Reliabilitas Data Penelitian
Jadi persentase kesepakatan (percent egrement) :
!!!T×100% (Sunanto, 2005:29)
O = 31, N = 0, T = 40 31+ 040
×100 %
!"!"×100 %= 77,5%
Setelah dites pengumpulan data bahwa uji reliabilitas data menunjukkan
77,5%
70
B. Pembahasan Hasil Penelitian
Bahasa Inggris merupakan salah satu mata pelajaran atau pokok pada
setiap jenjang pendidikan mulai dari Sekolah Dasar (SD) sampai Sekolah
Menengah Atas (SMA) bahkan ke jenjang Perguruan Tinggi (PT). Salah satu
komponen keterampilan dalam Bahasa Inggris yang perlu dimiliki oleh setiap
orang tidak terkecuali anak autism yaitu mengenai kemampuan pelafalan
kosakata, karena pelafalan merupakan keterampilan dasar dan salah satu
bidang akademik dasar. Kemampuan pelafalan kosakata yang benar
merupakan tumpuan pada setiap komunikasi, karena komunikasi haruslah
baik dan benar agar informasi yang disampaikan kepada orang lain tidak
terjadi salah faham.
Adapun tahapan penting dalam belajar pelafalan adalah panjang dan
pendek intonasi pelafalan dan oral pelafalan setiap kosakata dan Bahasa
Inggris memilki huruf-huruf konsonan yang khas sehingga pelafalan antara
satu kosakata dengan kosa kata yang lain pelafalan sangat jauh berbeda
bahkan ada kosakata yang samar pelafalannya tetapi beda artinya. Pelafalan
kosakata Bahasa Inggris merupakan salah satu kegiatan yang penting dalam
rangka memperoleh ilmu pengetahuan, informasi, serta memperoleh hiburan.
Banyak informasi direkam dan dikomunikasikan melalui berbagai media.
Oleh karena itu, pelafalan kosakata merupakan salah-satu cara meningkatkan
penambahan pembendaharaan kosakata Bahasa Inggris agar pada saat
komunikasi tidak perlu membuka kamus saku, kemampuan pelafalan
kosakata bahasa inggris merupakan bekal dan kunci keberhasilan siswa dalam
menjalani proses pendidikan. Ilmu yang diperoleh siswa tidak hanya
diperoleh dari proses belajar mengajar di sekolah, tetapi juga melalui kegiatan
sehari-harinya dalam percakapan.
Oleh karena itu kemampuan pelafalan kosakata menjadi bagian
penting dalam penguasaan dan peningkatan ilmu pengetahuan siswa. Akan
tetapi kemampuan pelafalan kosakata tersebut tidak dapat diperoleh secara
alami, tetapi melalui proses pembelajaran yang sebagian merupakan tanggung
71
jawab guru. Dengan demikian guru dituntut untuk dapat membantu siswa
dalam mengembangkan kemampuan pelafalan kosakata Bahasa Inggris.
Latihan melafalkan kosakata bahasa inggris di SLB Negeri
Pelambuan Banjarmasin Tingkat Provinsi Kalimantan Selatan terutama bagi
anak autis kelas VII diberikan sesuai dengan taraf perkembangan mental
anak. Teks kosakata yang diberikan dipilih agar dapat menarik minat serta
dapat merangsang perkembangan kemampuan pelafalan kosakata Bahasa
Inggris.
Untuk merangsang atau meningkatkan kemampuan pelafalan kosakata
Bahasa Inggris anak autis kelas VII di SLB Negeri Pelambuan Banjarmasin
Tingkat Provinsi Kalimantan Selatan maka dilakukan penelitian dengan
media kartu kata bergambar dalam kaitannya dengan peningkatan
kemampuan pelafalan kosakata.
Hal yang perlu diperhatikan dalam memberikan latihan pelafalan
kosakata pada anak autis kelas VII di SLB Negeri Pelambuan Banjarmasin
Tingkat Provinsi Kalimantan Selatan tidak hanya pada metode dan media
belajar yang diterapkan, tetapi juga pada tingkat kesukaran teks kosakata
yang diberikan pada anak saat proses pembelajaran karena tingkat kesukaran
teks kosakata yang diberikan juga mempengaruhi kemampuan siswa dalam
memahami suatu teks kosakata, termasuk anak autis. Oleh karena itu, dalam
hal ini, peneliti memilih teks kosakata yang memiliki tingkat kesukaran yang
sama dalam proses pembelajaran untuk menghindari hal-hal yang tidak
diinginkan atau dengan kata lain untuk menjaga konsistensi dalam proses
pembelajaran.
Setelah melakukan penelitian dengan proses belajar mengajar selama
2 bulan terhadap satu orang siswa autis kelas VII di SLB Negeri Pelambuan
Banjarmasin Tingkat Provinsi Kalimantan Selatan, hasil penelitian
menunjukkan bahwa kemampuan melafalkan kosakata Bahasa Inggris
menggunakan (media kartu kata bergambar) pada anak autis kelas VII di
SLB Negeri Pelambuan Banjarmasin Tingkat Provinsi Kalimantan Selatan
72
mengalami peningkatan yang divisualisasikan melalui grafik batang di bawah
ini.
Gambar 4.7 Grafik Visualisasi Peningkatan Kemampuan pelafalan
kosakata bahasa inggris Pada Anak Autis Kelas VII di
SLB Negeri Pelambuan Banjarmasin Tingkat Provinsi
Kalimantan Selatan
Keterangan:
Fase baseline (A1)
Fase intervensi (B)
Fase baseline (A2)
Penelitian ini adalah penelitian subjek tunggal (Single Subject
Research) dengan menggunakan desain penelitian A – B – A. Desain A – B –
A telah menunjukkan adanya hubungan sebab akibat antara variabel terikat
0
10
20
30
40
50
60
70
80
1 2 3
Fase
Nila
i
44,4
8
72.0
8
75.7
6
KKM
73
dan variabel bebas. Adapun prosedur dasarnya yaitu mula-mula target
behavior diukur secara kontiniu pada kondisi baseline (A1). Tanpa diberikan
perlakuan dengan periode waktu tertentu sampai mencapai data yang stabil,
kemudian dilanjutkan pada fase Intervensi (B). Selama fase intervensi target
behavior secara kontiniu dilakukan pengukuran sampai mencapai data yang
stabil (lovaas, 2003; Tawney dan Gast, 1984) dalam Sunanto, (2005:57).
Setelah pengukuran pada fase intervensi (B), pengukuran pada fase baseline
(A2) diberikan. Penambahan kondisi baseline yang kedua (A2) ini
dimaksudkan sebagai kontrol untuk fase intervensi sehingga memungkinkan
untuk menarik kesimpulan adanya hubungan fungsional antara variabel bebas
dan variabel terikat.
Sehubungan dengan grafik hasil penelitian di atas, dapat terlihat pada
data baseline (A1), kemampuan pelafalan kosakata Bahasa Inggris subjek
penelitian berinisial Ms anak autis kelas VII di SLB Negeri Pelambuan
Banjarmasin Tingkat Provinsi Kalimantan Selatan sebesar 44,48. Pelaksanaan
fase intervensi (B), pembelajaran pelafalan kosakata dilakukan melalui
penerapan media kartu kata bergambar selama sepuluh sesi menunjukkan
hasil yang cukup menggembirakan. Berdasarkan hasil penelitian, nilai rata-
rata yang diperoleh subjek penelitian berinisial Ms anak autis kelas VII di
SLB Negeri Pelambuan Tingkat Provinsi Kalimantan Selatan sebesar 72,08.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa hasil intervensi (B) yang dilakukan
telah menunjukkan peningkatan kemampuan pelafalan kosakata pada subjek
penelitian.
Fase berikutnya adalah melakukan pengumpulan data baseline (A2)
setelah melakukan jeda selama dua hari dengan maksud melakukan fase
kontrol saat subjek penelitian diberikan intervensi (B). Pada fase baseline
(A2) nilai rata-rata kemampuan pelafalan kosakata yang diperoleh subjek
penelitian berinisial Ms anak autis kelas VII di SLB Negeri Pelambuan
Tingkat Provinsi Kalimantan Selatan sebesar 75,76 tingat stabilitasnya 100%
hal tersebut disebabkan karena kuatnya daya memori anak tersebut, melihat
74
nilai rata-rata yang ditunjukkan meningkat dibandingkan pada fase baseline
(A1).
Uraian di atas menunjukkan bahwa menggunakan media kartu kata
bergambar dapat membantu meningkatkan kemampuan pelafalan kosakata
Bahasa Inggris pada anak autis kelas VII di SLB Negeri Pelambuan Tingkat
Provinsi Kalimantan Selatan. Terlihat pada nilai rata-rata kemampuan
pelafalan kosakata sebelum penerapan media kartu kata bergambar sebesar
44,48 menunjukkan masih berada di bawah KKM yang telah ditentukkan.
Sedangkan nilai kemampuan pelafalan kosakata Bahasa Inggris setelah
menggunakan media kartu kata bergambar sebesar 90% menunjukkan telah
berada diatas KKM yang telah ditentukan oleh sekolah.
1
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan rumusan masalah, paparan data dan pembahasan hasil
penelitian maka dapat disimpulkan bahwa kemampuan awal bahasa inggris
pada anak autis sebelum menggunakan bahasa inggris, tidak mampu
melafalkan kosakata Bahasa Inggris yang baik dan benar, sedangkan untuk
kemampuan Bahasa Inggris pada anak autis setelah diberi intervensi berupa
media kartu kata bergambar kemampuan pelafalan kosakata Bahasa Inggris di
atas dari nilai rata-rata sebelumnya yaitu 44,48% hingga naik menjadi 72,08%.
Sehingga media kartu kata bergambar efektif meningkatkan kemampuan
pelafalan kosakata Bahasa Inggris pada anak autis kelas VII di SLB Negeri
Pelambuan Kalimantan Selatan.
Hasil penelitian telah menunjukkan bahwa menggunakan media kartu
kata bergambar efektif meningkatkan kemampuan pelafalan kosakata Bahasa
Inggris siswa autis kelas VII di SLB Negeri Pelambuan Provinsi Kalimantan
Selatan.
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan, maka peneliti mengemukakan
saran-saran sebagai berikut:
1. Dalam mengajarkan mata pelajaran Bahasa Inggris khususnya
pembelajaran pelafalan kosakata sebaiknya menggunakan media belajar
yang betul-betul dapat memotivasi dan memacu siswa untuk lebih mudah
memahami dan mengingat materi pelajaran yang telah diajarkan.
2. Dalam pembelajaran dengan menggunakan media kartu kata bergambar
dalam meningkatkan kemampuan pelafalan kosakata, siswa hendaknya
diperhatikan setiap tahap-tahap dari pembelajaran yang telah diberikan
76
yang harus dilalui oleh siswa dengan baik dalam proses pembelajaran
sehingga diperoleh hasil yang maksimal.
3. Dalam pembelajaran pelafalan kosakata Bahasa Inggris menggunakan
media kartu kata bergambar sebaiknya tidak menggunakan metode
mengajar yang bersifat monoton untuk menghindari kesan membosankan
bagi murid. Selain itu teks kosakata yang diberikan juga harus
diperhatikan, dalam artian tingkat kesulitan teks kosakata hendaknya
disesuaikan dengan kemampuan kognitif siswa.
4. Bagi sekolah khususnya SLB Negeri Pelambuan Provinsi Kalimantan
Selatan bahwa pembelajaran dengan menggunakan media kartu kata
bergambar dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif dalam
meningkatkan kemampuan pelafalan kosakata Bahasa Inggris bagi siswa
autis kelas VII.
77
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman, M. 2003. Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Annie, S. (2012). Efektivitas penggunaan media Flashcard dalam meningkatkan penggunaan kosakata Bahasa Jepang. Skripsi pada FPBS UPI Bandung : tidak diterbitkan.
Arikunto, S. (2010). Metode kuantitatif dan kualitatif. J a k a r t a : P T B u m i A k s a r a .
Arsyad, A.(2011). Media Pembelajaran. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada Bening.Undang-Undang Republik Indonesia No.20 Tahun 2003 Tentang Sistem
Pendidikan Nasional, Undang-Undang Republik Indonesia No.19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan, dan Undang-Undang Republik Indonesia No.47 Tahun 2008 Tentang Wajib Belajar. Jogjakarta.
Baker Ann dan Goldstein Sharon. (1990). Pronunciation Pairs An Introductory course for students of English. America: Cambridge University Pres.
Danuatmaja Bonny.2003. Anak Autis. Jakarta: Puspa Swara, Anggota Ikapi Delphie Bandi, 2009. Pendidikan Anak Autistik. Nganjuk Sleman: PT Intan Sejati
Klaten. Depdikbud, 2001. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka Ensiklopedi Indonesia, 1980. 2 Cs – Han. Jakarta: Ichtiar Baru Van Hove. Geniofam, 2010. Mengasuh dan Mensukseskan Anak Berkebutuhan Khusus.
Jogjakarta: gara ilmu http://nikodemusoul.wordpress.com/. (online) diakses 19 November 2013) http:// rppguru.files.wordpress.com/.2011/.../ptk-kartu.do http://overload 84.blog detik.com/2009/07/18/gleen-doman-penemu flashcard/(09/06/2013) Mansur Hamsi, Agus Pratomo Andi, Imam Yowono, Abdul Rahim, Utomo.
(2013). Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Banjarmasin: Pustaka Banua/Universitas Lambung Mangkurat.
Siegel. B. 1996. The World of the Autistic Child. New York: Oxford University Press.
Sudjana, N. 2006. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung. PT Remaja Rosdakarya
Somantri, H.T.S. 1996. Psikologi Anak Luar Biasa. Jakarta: Depdikbud Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung. CV
Alfabeta. Sukmadinata, S. N. 2008. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: PT remaja
Rosdakarya. Sunanto, J dkk. 2005. Pengantar Penelitian Dengan Subjek Tunggal. CRICED
University of Tsukuba. Sunarni, 2012. Penggunaan Media Boneka Plastic Untuk Meningkatkan
Keterampilan Dalam Memakai Baju Berkancing Pada Anak Tunagrahita
78
Sedang Kelas II SDLB-C Tunas Harapan Karawang. Jurnal Penelitian Universitas Pendidikan Indonesia .
Pamoedji Gayatri, (2010). 200 Pertanyaan Dan Jawaban Seputar Autisme. Perth, Western Australia: MPATI.
Tiel Van Maria Julia, (2007). Anakku Terlambat Berbicara. Jakarta: Prenada. Williams Chrisdan Wright Barry. (2004). How To Live with Autism and Asperger
Syndrome (Stategi Praktis Bagi Orang Tua dan Guru Anak Autis). PT. Dian Rakyat: Jakarta.