karakteristik penderita perforasi gaster nontrauma.doc

13
Karakteristik Penderita Perforasi Gaster Nontrauma di Subbagian Bedah Digestif Departemen Bedah RSUP dr. Moh. Hoesin Palembang Periode 01 Juli 2012 sampai 30 Juni 2014 Billy Peter 1 , Muhammad Alsen Arlan 2 , dan Liniyanti D Oswari 3 1. Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran, Universitas Sriwijaya 2. Departemen Ilmu Bedah Digestif, Fakultas Kedokteran, Universitas Sriwijaya 3. Departemen Biomedik, Fakultas Kedokteran, Universitas Sriwijaya Jl.Dr.Mohammad Ali Komplek RSMH KM.3,5, Palembang, 30216, Indonesia Email: [email protected] Abstrak Perforasi gaster nontrauma merupakan komplikasi yang serius dari berbagai masalah yang terjadi pada gaster yang dapat menuju kepada kematian. Hal ini sangat berkitan erat dengan faktor resiko yang sering ditemukan dalam kehidupan sehari-hari. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui karakteristik penderita perforasi gaster nontrauma di RSUP Dr. Moh. Hoesin Palembang ditinjau dari usia, jenis kelamin, onset keluhan utama, faktor predisposisi, tindakan pembedahan, letak perforasi, pemeriksaan patologi anatomi, outcome, dan skor MPI(Mannheim Peritonitis Index). Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif menggunakan pendekatan rancangan cross sectional. Sampel diambil dengan menggunakan metode total sampling dari seluruh data rekam medik pasien di RSMH Palembang dari bulan Juli 2012 sampai bulan Juni 2014. Subyek penelitian adalah 61 pasien yang terdiri dari 44 laki-laki dan 17 perempuan dengan rerata usia penderita perforasi gaster nontrauma adalah ±61,69 tahun dan 72,1% diderita oleh laki-laki. 52,5% penderita didapati memiliki riwayat mengkonsumsi NSAID. Berdasarkan Onset keluhan utama penderita, 32,79% penderita datang ke Rumah Sakit dalam kurun waktu 13-24 jam. Seluruh penderita ditatalaksana operasi dengan teknik Open management/laparotomi. Hasil Patologi Anatomi jaringan perforasi didapati 78,6% pasien mengalami radang kronis nonspeifik dan sebanyak 42 pasien (68,8%) memiliki lokasi perforasi yang terletak di prepylorik. Berdasarkan outcome penderita ada 10 pasien yang meninggal dan 51 pasien yang pulang dalam keadaan hidup. Berdasarkan skor MPI distribusi angka kematian menunjukkan bahwa penderita dengan skor MPI < 21 adalah 2,44%, 21-29 adalah 35,30%, dan > 29 adalah 100%. Perforasi gaster nontrauma ditemukan banyak terjadi pada pasien dengan umur > 50 tahun dan sebagian besar diderita oleh laki-laki. Penggunaan NSAID dalam jangka waktu yang lama dapat sangat mendukung terjadinya perforasi. Angka mortalitas akan semakin meningkat seiring dengan semakin besarnya skor MPI.

Upload: hyudaristy

Post on 15-Dec-2015

63 views

Category:

Documents


38 download

DESCRIPTION

article

TRANSCRIPT

Page 1: Karakteristik Penderita Perforasi Gaster Nontrauma.doc

Karakteristik Penderita Perforasi Gaster Nontrauma di Subbagian Bedah Digestif Departemen Bedah

RSUP dr. Moh. Hoesin PalembangPeriode 01 Juli 2012 sampai 30 Juni 2014

Billy Peter1, Muhammad Alsen Arlan2, dan Liniyanti D Oswari3

1. Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran, Universitas Sriwijaya2. Departemen Ilmu Bedah Digestif, Fakultas Kedokteran, Universitas Sriwijaya

3. Departemen Biomedik, Fakultas Kedokteran, Universitas SriwijayaJl.Dr.Mohammad Ali Komplek RSMH KM.3,5, Palembang, 30216, Indonesia

Email: [email protected]

Abstrak

Perforasi gaster nontrauma merupakan komplikasi yang serius dari berbagai masalah yang terjadi pada gaster yang dapat menuju kepada kematian. Hal ini sangat berkitan erat dengan faktor resiko yang sering ditemukan dalam kehidupan sehari-hari. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui karakteristik penderita perforasi gaster nontrauma di RSUP Dr. Moh. Hoesin Palembang ditinjau dari usia, jenis kelamin, onset keluhan utama, faktor predisposisi, tindakan pembedahan, letak perforasi, pemeriksaan patologi anatomi, outcome, dan skor MPI(Mannheim Peritonitis Index).Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif menggunakan pendekatan rancangan cross sectional. Sampel diambil dengan menggunakan metode total sampling dari seluruh data rekam medik pasien di RSMH Palembang dari bulan Juli 2012 sampai bulan Juni 2014.Subyek penelitian adalah 61 pasien yang terdiri dari 44 laki-laki dan 17 perempuan dengan rerata usia penderita perforasi gaster nontrauma adalah ±61,69 tahun dan 72,1% diderita oleh laki-laki. 52,5% penderita didapati memiliki riwayat mengkonsumsi NSAID. Berdasarkan Onset keluhan utama penderita, 32,79% penderita datang ke Rumah Sakit dalam kurun waktu 13-24 jam. Seluruh penderita ditatalaksana operasi dengan teknik Open management/laparotomi. Hasil Patologi Anatomi jaringan perforasi didapati 78,6% pasien mengalami radang kronis nonspeifik dan sebanyak 42 pasien (68,8%) memiliki lokasi perforasi yang terletak di prepylorik. Berdasarkan outcome penderita ada 10 pasien yang meninggal dan 51 pasien yang pulang dalam keadaan hidup. Berdasarkan skor MPI distribusi angka kematian menunjukkan bahwa penderita dengan skor MPI < 21 adalah 2,44%, 21-29 adalah 35,30%, dan > 29 adalah 100%.Perforasi gaster nontrauma ditemukan banyak terjadi pada pasien dengan umur > 50 tahun dan sebagian besar diderita oleh laki-laki. Penggunaan NSAID dalam jangka waktu yang lama dapat sangat mendukung terjadinya perforasi. Angka mortalitas akan semakin meningkat seiring dengan semakin besarnya skor MPI.

Kata kunci: Perforasi gaster, Peritonitis, laparotomy

Abstract

Characteristics of Nontraumatic Gastric Perforation Patients in The digestive Department of Surgery of Muhammad Hoesin Hospital Palembang In the Period of July 01st, 2012 – June 30th, 2014. Gastric perforation is a serious complication from diseases that can lead to death. Non traumatic gastric perforation is related to the various risk factors that are often found in everyday life. The aim of this descriptive study is to describe the characteristics of nontraumatic gastric perforated by virtue of their age, gender, onset of complain, predisposing factors, surgical procedure, location of perforation, anatomical pathology examinations, outcome, and MPI( Mannhein Peritonitis Index) scoring system. This cross sectional descriptive study was done using the medical records in dr. Moh. Hoesin Hospital of every nontraumatic gastric perforation patient from July 2012 until June 2014. All variables are processed and presented in the form of graph, table, and narration. There are 61 total subjects which consist of 44 (72,10%) male patients and 17 (27,90%) female patients with a mean age of ±61,69 years old. 52,50% of the patients consumed NSAIDs. Based on the onset of the chief complain 32,78% came to the hospital within 13-24 hours. All patients

Page 2: Karakteristik Penderita Perforasi Gaster Nontrauma.doc

underwent surgical procedure with open management/laparotomy. The findings from the anatomical pathology showed that there are 78,60% of the patients suffered non-spesific chronic inflammation and 42 (68,80%) patients have their perforation located in the prepyloric area. Based on the outcome, 10 patients died and 51 patients were able to return home. The correlation between mortality rate and MPI scoring showed that patients with MPI score < 21 was 2,44%, 21-29 was 35,30%, and >29 was 100%. Many of the patients with nontraumatic gastric perforation are those that are 50 years or older and occurring to men more often than woman. Long term use of NSAIDs can significantly increase the incidence of gastric perforation. The mortality rate will escalate with a higher score on the MPI scoring system

Keywords: Gastric perforation, Peritonitis, Laparotomy

1. Pendahuluan

Perforasi gaster non trauma disebabkan oleh banyak hal, yaitu : ulkus peptikum, ulkus stress, dan karsinoma lambung. Perforasi gaster merupakan komplikasi yang paling sering terjadi yang diakibatkan oleh ulkus peptikum. Didapatkan 2-3% dari semua kejadian ulkus peptikum berkomplikasi menjadi perforasi dan sebanyak 65% kematian yang terjadi akibat penyakit ulkus peptikum disebabkan karena terjadinya perforasi6. Studi yang dilakukan oleh Zelickson MS pada tahun 2011 dalam World Journal of Gastroenterology menyebutkan bahwa ada 4 juta kasus penyakit perforasi gaster yang disebabkan oleh ulkus peptikum setiap tahunnya11. Kejadian ulkus peptikum lebih sering ditemukan pada rentang usia 50 sampai 65 tahun dan sekitar 75% diderita oleh laki-laki6. Penyebab pasti dari ulkus peptikum belum jelas karena penderitanya dapat berada dalam keadaan normoklorida, hipoklorida, atau (agak jarang) hiperklorida, akan tetapi penyebab umum ulkus peptikum adalah ditandai dengan adanya gastritis akibat H.pylori. Riwayat penggunaan obat-obatan(NSAID), alkohol, kopi, konsumsi rokok (nikotin) dan makanan-makanan yang mengiritasi lambung seperti cabai dan merica, juga merupakan faktor yang turut berperan menyebabkan ulkus peptikum8.

Data yang didapat dari Stavanger University Hospital Norway, dengan studi kohort terhadap insiden pasien dengan perforasi gaster dan perforasi duodenal dalam periode Januari 2001 sampai Desember 2010, didapatkan jumlah pasien mencapai 172 orang dengan rata-rata insiden 6,5 /100.000 per tahun dengan angka kematian mencapai 1,1/100.000 per tahun. Dari studi tersebut juga didapatkan fakta bahwa, pada pasien dengan umur lebih dari 60 tahun, insiden perforasi gaster meningkat 10 kali lipat dan untuk kematian meningkat lebih dari 50 kali lipat11.

Pada studi yang dilakukan oleh 1st Surgical Department of the Emergency County Hospital of Craiva pada tahun

2002 – 2008 terhadap insiden pasien dengan perforasi

gaster, didapatkan jumlah pasien 256 orang. Rerata kasus per tahun 35 kasus dengan perbandingan laki-laki : perempuan = 6,31 : 1, dengan riwayat pasien pengguna alkohol, perokok, dan NSAID sebanyak 152 orang atau sebanyak 59,37 %7.

Berdasarkan pernyataan di atas yang menyatakan semakin meningkatnya kejadian perforasi gaster non trauma ini dan terdapatnya hubungan antara perforasi gaster dengan faktor resiko yang sering ditemui dalam kehidupan sehari-hari maka penelitian ini ditujukan untuk mengetahui bagaimana angka kejadian perforasi gaster non trauma berdasarkan usia, jenis kelamin, onset keluhan utama, faktor predisposisi, tindakan bedah, letak perforasi, dan gambaran histopatologi di Sub Bagian Bedah Digestif di RSUP dr.Moh. Hoesin Palembang.

2. Metode

Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan cross sectional. Penelitian ini menggunakan data sekunder yang berasal dari rekam medik pasien bagian bedah digestif di Rumah Sakit Dr. Mohammad Hoesin Palembang dari periode 01 Juli 2012 sampai 30 Juni 2014.

Data yang dikumpulkan dari rekam medik pasien akan dikelompokkan sesuai dengan variabel penelitian dan selanjutnya akan diolah, kemudian disajikan dalam bentuk tabel, grafik, dan narasi.

3. Hasil

Sampel penelitian ini adalah seluruh pasien perforasi gaster non trauma yang berobat di RSUP Dr. Moh. Hoesin Palembang dari bulan 1 Juli 2012 sampai 30 Juni 2014 dan telah ditatalaksana di sub bagian bedah digestif departemen bedah. Dalam kurun waktu tersebut didapatkan 61 sampel yang terdiri dari 44 orang laki-laki dan 17 orang perempuan. Sebanyak 14 sampel pada tahun 2012 (bulan Juli sampai Desember), 34 sampel

Page 3: Karakteristik Penderita Perforasi Gaster Nontrauma.doc

pada tahun 2013 (bulan Januari sampai Desember) dan 13 sampel pada tahun 2014 (bulan Januari sampai Juni).

Page 4: Karakteristik Penderita Perforasi Gaster Nontrauma.doc

Tabel 1. Distribusi sampel penelitian berdasarkan usia

Kelompok Usia (tahun)

Jumlah Penderita (n)

Persentase (%)

< 31 2 3,28 %31 - 40 3 4,92 %41 - 50 2 3,28 %51 - 60 21 34,42 %61 - 70 17 27,87 %

> 70 16 26,23 %Jumlah Total 61 100 %

Keterangan : mean ±61.69, median 62, dan modus 57

Usia subjek penelitian ini berkisar antara 17 sampai 88 tahun, dengan rata-rata usia ± 61,69 tahun dengan median 62 dan pasien paling banyak menderita perforasi gaster berumur 57 tahun. Dari tabel 2, dapat dilihat bahwa pasien terbanyak yaitu sebanyak 21 pasien (34,42 %) terdapat pada kelompok umur 51 – 60 tahun.

Grafik 1. Distribusi sampel penelitian berdasarkan jenis kelamin

Berdasarkan jenis kelamin, penderita perforasi gaster lebih banyak diderita oleh laki – laki dibanding perempuan. Hasil yang didapatkan yaitu sebesar 72.1% : 27.9% atau sebesar 3 : 1.

Tabel 2. Distribusi sampel penelitian berdasarkan onset keluhan utama

Onset Keluhan Utama (Jam)

Jumlah penerita (n)

Persentase (%)

< 6 0 06 – 12 1 1,6413 – 24 20 32,7925 – 48 18 29,5149 – 72 11 18,03

> 72 11 18,03

Total 61 100

Keterangan : mean ±56.7, median 48, dan modus 24

Didapatkan sebagian besar penderita perforasi gaster datang dengan keluhan utama nyeri seluruh perut dalam kurun waktu 12 – 24 jam yaitu sebanyak 32,79% atau sebanyak 20 penderita.

Tabel 3. Distribusi sampel penelitian berdasarkan faktor predisposisi

Faktor Predisposisi Jumlah (n) Persentase (%)Dispepsia 1 1,6 %Tidak ada 2 3,3 %

Jamu 11 18,0 %NSAID + jamu 15 24,6 %

NSAID 32 52,5 %

NSAID didapatkan menjadi faktor predisposisi utama yang mendukung terjadinya perforasi gaster yang dialami. Didapatkan sebanyak 32 sampel atau sebesar 52,5 % penderita dengan riwayat mengkonsumsi NSAID.

Tabel 4. Distribusi sampel penelitian berdasarkan Tindakan Pembedahan

Tindakan Pembedahan Jumlah (n)Persentase

(%)Open

management/laparotomi61 100 %

Minimal invasive/Laparoscopy

0 0 %

total 61 100 %

Tindakan pembedahan yang dilakukan terhadap semua sampel pada penelitian ini (61 orang) yaitu dilakukan dengan cara Open management/Laparotomi.

Grafik 2. Distribusi sampel penelitian berdasarkan

letak perforasi///

Page 5: Karakteristik Penderita Perforasi Gaster Nontrauma.doc

Berdasarkan letak perforasi, didapatkan lebih dari setengah penderita perforasi gaster non trauma mengalami perforasi yang terletak di bagian prepylorik gaster, yaitu sebesar 68,85% atau

Page 6: Karakteristik Penderita Perforasi Gaster Nontrauma.doc

sebanyak 42 penderita, antrum 4 penderita, corpus 15 penderita, dan fundus tidak ada.

Tabel 5. Distribusi Sampel Penelitian Berdasarkan

Hasil Pemeriksaan Patologi Anatomi

Pemeriksaan PA

Jumlah Penderita (n) Persentase

Radang akut supuratif

1 1.60%

ulkus peptikum

1 1.60%

radang kronis granulomatous

spesifik1 1.60%

H. pylori 10 16.40%Radang kronis non spesifik

48 78.60%

Total 61 100 %

Dari data hasil pemeriksaan Patologi Anatomi didapatkan radang kronis non spesifik sebagai kesan terbanyak yaitu sebanyak 48 pasien atau sebesar 78.6% dan sebanyak 10 pasien atau sebesar 16.40% didapati H.pylori.

Tabel 6. Distribusi sampel penelitian berdasarkan

outcome

Outcome Jumlah Penderita (n) Persentase (%)

Pulang/Hidup 51 83,60 %

Meninggal 10 16,40 %

Total 61 100 %

Dari 61 orang penderita perforasi gaster non trauma yang telah ditatalaksana, didapatkan sebanyak 10 pasien meninggal dunia dan sebanyak 51 pasien pulang dengan keadaan hidup.

Tabel 10. Distribusi hubungan skoring MPI dengan angka mortalitas

Skor MPI Angka Mortalitas (n) Persentase (%)< 21 1/41 2,44 %

21 - 29 6/17 35,30 %

> 29 3/3 100 % Keterangan : Two-Sample Kolmogorov-Smirnov Test, p = 0,001

Data yang didapatkan yaitu penderita dengan skor MPI < 21 mendapat persen penilaian mortalitas 2,44 % (1 kematian untuk 41 pasien), penderita dengan skor MPI 21 – 29 sebanyak 35,30 % (6 kematian untuk 17 pasien), dan penderita dengan skor MPI >29 sebanyak 100% (3 kematian untuk 3 pasien).

4. Pembahasan

Usia pasien terbanyak subjek penelitian ini sesuai dengan kepustakaan kami Price (2005) yang menyatakan rentang usia penderita perforasi gaster berkisar antara 50 – 65 tahun. Faktor umur ini juga sangat berpengaruh terhadap timbulnya penyakit perforasi gaster ini dikarenakan penuaan yang dialami oleh setiap orang yang akan menyebabkan perubahan kualitatif mukus lambung yang biasanya didahului dengan riwayat gastritis kronis, maag, dll, sehingga dapat mempermudah terjadinya degradasi mukus lambung dan terjadinya perforasi, selain itu juga faktor penurunan daya tahan jaringan juga dapat terlibat dalam terjadinya perforasi ini. Pasien paling sedikit terdapat pada kelompok umur ≤ 30 tahun dan 41 – 50 tahun6.

Penelitian yang dilakukan oleh CS Supreet dkk dari bulan Januari 2010 sampai Januari 2011 di RL Jalappa Hospital and Research Center attached to Sri Devaraj Urs Medical College, Tamaka, Kolar dalam World Journal of Laparoscopic Surgery, January – April 2013, menyatakan bahwa pasien dengan perforated peptic ulcer terbanyak terdapat di usia 41 – 60 tahun, dalam penelitian tersebut disebutkan bahwa hal ini kemungkinan besar disebabkan karena penggunaan obat-obatan penghilang rasa nyeri yang biasanya merupakan hal yang lumrah dikonsumsi disana setiap harinya walaupun hanya dalam dosis kecil.

Dalam penelitian ini didapatkan penderita laki-laki sebanyak 44 orang yaitu sebesar 72,1% dan perempuan sebanyak 17 orang atau sebesar 27,9%. Hal ini sesuai dengan kepustakaan kami Current Surgical Diagnosis and Treatment yang menyatakan jenis kelamin sangat mempengaruhi penyakit ini dikarenakan gaya hidup yang berbeda antara laki – laki dan perempuan5. Dalam penelitian yang dilakukan di Department of Surgery Patiala India (2013) dan Department of The Emergency County Hospital Craiova (2008) menyatakan bahwa perforasi gaster lebih banyak diderita oleh laki – laki dibandingkan perempuan,yaitu sebesar 6.5 : 1 dan 6,3 : 17,9.

Menurut Department of The Emergency County Hospital Craiova (2008), laki-laki lebih banyak menderita perforasi daripada wanita disebabkan oleh tingginya frekuensi dari faktor-faktor resiko yang terdapat dalam penelitian ini, seperti tingginya konsumsi alkohol, merokok, dan konsumsi NSAID7. Didapatkan sebanyak 59.37% pasien atau sebanyak 89.43% laki-laki yang memiliki riwayat pernah dan masih mengkonsumsi hal-hal diatas. Didapatkan juga

Page 7: Karakteristik Penderita Perforasi Gaster Nontrauma.doc

bahwa faktor penyakit terdahulu seperti dyspepsia dan maag lebih banyak diderita oleh laki-laki dibandingkan dengan perempuan.

Page 8: Karakteristik Penderita Perforasi Gaster Nontrauma.doc

Dapat dilihat dari tabel 2, bahwa penderita nyeri seluruh perut (peritonitis) sebagian besar datang ke Rumah Sakit dalam kurun waktu kurang dari 24 jam, meskipun rata – rata onset keluhan utama didapatkan sebesar ± 56,70 jam dan didapati sebesar 65,6% datang ke Rumah Sakit dalam kurun waktu lebih dari 24 jam. Dapat disimpulkan bahwa pasien datang ke Rumah Sakit dari timbulnya keluhan utama nyeri seluruh perut dengan rata – rata 24 jam keatas. Penelitian yang dilakukan oleh G. Bas dkk di Department of Surgery Vakif Gureba Turkey pada tahun 2008, dari total 97 pasien didapatkan sebanyak 83 pasien atau sebesar 85% pasien datang ke rumah sakit dalam kurun waktu kurang dari 24 jam setelah merasakan keluhan utama2. Pada penelitian yang dilakukan di Department of The Emergency County Hospital Craiova (2008), juga mendapati hal yang juga mendukung dimana terdapat 167 pasien atau sebesar 65.23% pasien yang datang ke rumah sakit kurang dari 6 jam setelah merasakan keluhan utama yaitu nyeri seluruh perut7.

hal ini berbeda dengan hasil dari yang peneliti dapatkan dimana menurut penelitian ini didapati lebih dari setengah pasien yang datang ke rumah sakit dalam kurun waktu setelah 24 jam.

Faktor predisposisi yang berkaitan dengan perforasi gaster non trauma yang dialami penderita pada sampel penelitian ini terdiri dari : riwayat penyakit dispepsia, jamu, dan NSAID. Hasil yang didapatkan menunjukkan bahwa banyak penderita mengkonsumsi NSAID bersamaan dengan jamu- jamuan, menderita penyakit dyspepsia, mengkonsumsi NSAID saja, dan jamu-jamuan saja, sehingga didapatkan penggunaan NSAID merupakan faktor predisposisi yang paling berperan yaitu sebanyak 52,5 % atau sebanyak 32 penderia diikuti dengan riwayat mengkonsumsi jamu ditempat kedua yaitu sebanyak 24,6 % atau sebanyak 15 penderita. Penggunaan NSAID ini sebagai faktor utama terjadinya perforasi gaster sama dengan penelitian yang dilakukan oleh D.L. Buck dkk di rumah sakit – rumah sakit di Copenhagen, Denmark pada 1 Februari 2003 – 31 Agustus 2009 yang mendapatkan 1094 pasien dari 2668 pasien atau sebesar 41 % pasien memiliki riwayat menggunakan NSAID4, namun bila dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan di RS Hasan Sadikin Bandung akhir tahun 2006 terhadap 38 kasus perforasi gaster, 32 orang diantaranya memiliki riwayat mengkonsumsi jamu. Perbedaan ini bisa disebabkan oleh faktor kebudayaan setempat ataupun kebiasaan masyarakat setempat, namun dari hasil penelitian peniliti didapatkan NSAID dan jamu merupakan kedua faktor yang mendominasi.

Penatalaksanaan untuk perforasi ulkus peptikum ini dapat dilakukan dengan teknik operasi open management(laparotomy) dan minimal invasive (Doherty GM, 2010) namun sayangnya pada sampel penelitian pada penelitian ini tidak didapati sampel yang ditatalaksana melalui teknik operasi minimal invasive (laparoscopy)5. Teknik operasi open management pada penelitian ini dilakukan terhadap semua sampel dan tidak terdapat kontaindikasi pada sampel yang hendak ditatalaksana. Secara umum Laparotomi diindikasikan pada kasus perforasi yang besar (large perforation)1. Dalam dekade terakhir, telah banyak dipublikasikan pendekatan minimal invasif yang merupakan teknik operasi yang sering dilakukan untuk perforasi gaster sederhana (small perforation) dengan Laparoscopy. Saat ini pada laparoscopy dilakukan penutupan perforasi menggunakan omentum (omental plug) dan penjahitan primer pada perforasi. Bila memungkinkan dapat ditambahkan tindakan vagotomi (truncal, selective vagotomy, dan highly selective vagotomy)1.

Didapatkan sebagian besar penderita perforasi gaster datang dengan keluhan utama nyeri seluruh perut dalam kurun waktu 12 – 24 jam yaitu sebanyak 32,79% atau sebanyak 20 penderita. diikuti dengan perforasi yang terletak di bagian corpus gaster sebanyak 24.59% , lalu antrum yang paling sedikit yaitu sebanyak 6.56%, sedangkan tidak terdapat perforasi pada bagian fundus gaster pada sampel penelitian ini. Sesuai dengan buku Schwartz,s Manual of Surgery 8th Edition (2006) yang menyatakan bahwa sebagian besar ulkus peptikum terjadi di bagian prepylorik3. Doherty, Current Surgical Diagnosis and Treatment. 13th ed menyatakan bahwa terdapatnya Helicobacter pylori yang berkoloni bervariasi di bagian antrum, prepylorik gaster, dan postpylorik yang melemahkan mukosa di bagian tersebut5.

Hasil pemeriksaan Patologi Anatomi menunjukkan ada beberapa hal yang menyebabkan terjadinya perforasi secara histopatologi, diantaranya : radang kronis non spesifik, radang kronis granulomatous spesifik, ulkus peptikum kronis, H. pylori, dan radang akut supuratif kronis. Radang kronis non spesifik memiliki peran utama dalam proses terjadinya perforasi yang memiliki nilai sebesar 78,60% atau lebih dari setengah sampel yaitu sebanyak 48 sedangkan H. pylori terdapat hanya di 10 sampel penelitian ini. Dalam banyak kepustakaan kami didalam Current Surgical Diagnosis and Treatment (2010), Schwartz Manual Surgery (2006) , dan dalam banyak journal dinyatakan bahwa seharusnya sebagian besar bahkan dapat mencapai 90% pemeriksaan Patologi Anatomi didapati adanya H. pylori dalam kejadian perforasi gaster non trauma3,5, perbedaan hal ini mungkin disebabkan oleh pemeriksaan jaringan yang tidak adekuat. Namun, Schwartz (2006) juga menyatakan bahwa keberadaan

Page 9: Karakteristik Penderita Perforasi Gaster Nontrauma.doc

H.pylori bukan merupakan hal yang krusial dan harus ada pada saat sekarang ini karena bisa jadi dalam riwayat pemeriksaan sebelumnya mungkin penderita sudah pernah ditatalaksana menyangkut eradikasi dari H.pyori3.

Pasien pulang dengan meninggal atau hidup ini hubungannya sangat erat dengan kondisi pasien pada saat datang kerumah sakit. pada penelitian ini didapati pasien yang pulang hidup lebih dari setengah pasien yang ditatalaksana bahkan dapat mencapai 83.60% hal ini menunjukkan bahwa walaupun kejadian perforasi gaster tiap tahunnya terus bertambah namun pasien perforasi gaster ini dapat ditatalaksana dengan baik. Kelemahan dari penelitian ini adalah tidak bisa didapatkannya data untuk pasien yang datang dengan diagnosa perforasi gaster dengan peritonitis namun meninggal sebelum dilakukannya tatalaksana dan juga bagi pasien-pasien yang menolak untuk ditatalaksana operasi.

Dari hasil tes Two-Sample Kolmogorov-Smirnov Test untuk kedua variabel yaitu skor MPI dengan outcome, didapatkan hasil p = 0,001 lebih kecil dari 0.005 (p < 0.005), sehingga didapatkan interpretasi bahwa “terdapat hubungan bermakna antara skoring MPI dengan outcome” yang berarti semakin tinggi skor MPI dari seorang pasien maka semakin tinggi pula persentase terjadinya kematian pada pasien tersebut dan begitu pula sebaliknya semakin rendahnya skor MPI seorang psien perforasi gaster maka kemungkinan terjadinya kematian pun semakin kecil. Pada penelitian ini didapati bahwa pasien dengan skor MPI > 29 memiliki persen mortalitas sebesar 100%. Peneliti tidak mendapatkan sampel dimana pasien yang memiliki skor MPI > 29 memiliki outcome pulang/hidup. Faktor- faktor yang berperan dalam skor MPI adalah faktor-faktor resiko seperti umur, jenis kelamin, organ failure, malignancy, onset, sepsis, peritonitis, dan exudate. Faktor – faktor tersebut merupakan faktor resiko yang terdapat didalam perhitungan Scoring MPI dimana hal tersebut dapat mempengaruhi outcome dari pasien perforasi gaster. Dari data scoring MPI didapati 100% pasien dengan outcome meninggal mengalami komplikasi sepsis dan terdapat beberapa pasien meninggal dengan komplikasi organ failure. Untuk onset keluhan utama didapati sebagian besar pasien datang ke rumah sakit dengan waktu lebih dari 24 jam dan kesemua pasien datang dengan keluhan nyeri seluruh perut menurut British Journal of Surgery Society penelitian yang dilakukan oleh Buck D.L. et

al. secara prospektif dengan studi kohort di tiap rumah sakit yang ada di Denmark dari tahun 2003 sampai 2009 dengan tujuan untuk melihat 30-day survival rate pada pasien-pasien perforasi gaster, didapati bahwa persentase 30-day survival rate akan menurun seiring dengan semakin lamanya pasien datang ke rumah sakit setelah merasakan keluhan utama, yaitu sebagai berikut : bagi pasien yang ditatalaksana operasi dalam kurun waktu 1 jam setelah merasakan keluhan utama memiliki persentase sebesar 95.7% , kurun waktu 2 jam sebesar 88.9%, kurun waktu 7 jam sebesar 50.0% dan untuk kurun waktu lebih dari 24 jam sebesar 20%. Lamanya pasien-pasien perforasi gaster ini datang ke rumah sakit dapat menjadi faktor yang sangat krusial karena dapat mempengaruhi keadaan atau kondisi pasien tersebut seperti faktor-faktor skor MPI yang telah disebutkan diatas4.Hasil penelitian ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Ali Yaghoobi dkk di Departement of Surgery, Tehran University of Medical Science, Sina Hospital dimana dengan pengelompokkan MPI < 21, MPI 21 – 29,MPI > 29. Data yang didapatkan yaitu penderita dengan skor MPI lebih kecil dari 21 mendapat persen penilaian mortalitas 0% - 2,3%, penderita dengan skor MPI diantara 21 – 29 sebanyak 65%, dan penderita dengan skor MPI lebih besar dari 29 memiliki persen mortalitas yang meningkat hingga 100% dan juga didapatkan bahwa late onset merupakan salah satu faktor yang sangat berperan dimana pasien yang memiliki skor MPI > 29 memiliki persentase mortalitas yang tinggi10.

5. Simpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa secara keseluruhan, Perforasi gaster nontrauma ditemukan banyak terjadi pada pasien dengan umur > 50 tahun dan sebagian besar diderita oleh laki-laki. Penggunaan NSAID dalam jangka waktu yang lama dapat sangat mendukung terjadinya perforasi. Angka mortalitas akan semakin meningkat seiring dengan semakin besarnya skor MPI.

Ucapan Terima Kasih

Terima kasih kepada Dr. dr. M. Alsen Arlan, SpB(K)BD, MARS., dr. Liniyanti D Oswari., dan dr. Efman E U. Manawan, SpB(K)BD, M.kes atas bimbingan, kritik, dan saran untuk penyempurnaan penelitian. Terima kasih saya ucapkan kepada Prof. Dr. dr. Yuwono, M.Biomed atas penilaian dan

Page 10: Karakteristik Penderita Perforasi Gaster Nontrauma.doc

pemberian kelayakan etik untuk penelitian ini. Terima kasih juga untuk keluarga dan para sahabat yang selalu memberikan dukungan.

Daftar Acuan

1. Carrol, EH. 2001. Chassin’s Operative Strategy in General Surgery. 3rd Edition. USA.

2. Bas, G., Eryilmaz. R., et.al. 2008. Journal : Risk Facors of Morbidity and Mortality in Patients with Perforated Peptic Ulcer.

3. Brunicardi, FC. 2006. Schwartz’s Manual Of Surgery. 8th ed. cit. Dempsey, TD : Stomach. USA : McGraw-Hill Companies, Inc.

4. Buck, DL., Vester-Anderson, M., Moller, MH. 2013. British Journal of Surgery : Surgical Delay is A Critical Determinant of Survival in Perforated Peptic Ulcer. 100:1045-1049

5. Doherty, GM. 2010. Current Surgical Diagnosis and Treatment. 13th ed. USA : McGraw-Hill. p. 479-490.

6. Price, SA. 2005. Patofisiologi : konsep klinis proses-proses penyakit. Edisi 6. Jakarta : EGC. Hal.417 – 435.

7. Rigopoulos, A., Ramboiu, S., Georgescu, I,. 2011. Current Health Science Journal: A

Critical Evaluation of Surgical Treatment of Perforated Ulcer. Vol. 37. No. 2. Department of Urologi, Saint Andrew General Hospital, Patras, Greece and Department of Surgery, University of Medicine and Pharmacy Craiova.

8. Sjamsuhidajat, R. 2010. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 3. Jakarta: EGC. 642 – 661.

9. Supreet, CS., Prathima S., et.al. 2013. World Journal of Laparoscopic Surgery : A Comparative Study of Laparoscopic vs Open Surgery for The Management of Duodenal Ulcer Perforation. 6(1):11-14.

10. Yaghoobi, AN., Javad, S., Hosein, R., et.al. 2005. Indian Journal of Gastroenterology : Evaluation of Mannheim Peritonitis Index and Multiple Organ Failure Score in Patients with Peritonitis.

11. Zelickson, MS., Søreide, JA., Thorsen, K., et.al. 2013. Epidemiology of Perforated Peptic Ulcer: Age and gender adjusted analysis of incidence and mortality in : World Journal of Gastroenterology. www.wjgnet.com/ esps. January 21st; 19(3): p.347 – 354