tinjauan pustaka perforasi gaster

26
TINJAUAN PUSTAKA I. PENDAHULUAN Perforasi gastrointestinal adalah penyebab umum dari akut abdomen. Penyebab perforasi gastrointestinal adalah : ulkus peptik, inflamasi divertikulum kolon sigmoid, kerusakan akibat trauma, perubahan pada kasus penyakit Crohn, kolitis ulserasi, dan tumor ganas di sistem gastrointestinal. Perforasi paling sering adalah akibat ulkus peptik lambung dan duodenum. Perforasi dapat terjadi di rongga abdomen (perforatio libera) atau adesi kantung buatan (perforatio tecta). 5 Pada tahun 1799 gejala klinik ulkus perforasi dikenali untuk pertama kali, meskipun baru pada tahun 1892, Ludwig Hensner, seorang Jerman, pertama kali melakukan tindaka bedah pada ulkus peptik lambung. Pada tahun 1894, Henry Percy Dean melakukan tindakan bedah pada ulkus perforasi usus kecil duodenum. Gastrektomi parsial, meskipun sudah dilaksanakan untuk ulkus gaster perforasi dari awal 1892, tidak menjadi terapi populer sampai tahun 1940. Hal ini karena dirasakan adanya rekurensi yang tinggi dari gejala-gejala setelah perbaikan sederhana. Efek fisiologis vagotomi trunkal pada sekresi asam telah diketahui sejak awal abad 19, dan pendekatan ini diperkenalkan sebagai terapi ulkus duodenum pada tahun 1940. 5 Perkembangan selanjutnya terapi ulkus peptik adalah diperkenalkannya vagotomi selektif tinggi pada akhir 1960. Namun, tidak ada satupun pencapaian ini yang terbukti berhasil, dan

Upload: ryan-farried-ramadhan

Post on 18-Jan-2016

181 views

Category:

Documents


34 download

DESCRIPTION

perforasi gaster

TRANSCRIPT

TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN

Perforasi gastrointestinal adalah penyebab umum dari akut abdomen. Penyebab perforasi

gastrointestinal adalah : ulkus peptik, inflamasi divertikulum kolon sigmoid, kerusakan akibat

trauma, perubahan pada kasus penyakit Crohn, kolitis ulserasi, dan tumor ganas di sistem

gastrointestinal. Perforasi paling sering adalah akibat ulkus peptik lambung dan duodenum.

Perforasi dapat terjadi di rongga abdomen (perforatio libera) atau adesi kantung buatan

(perforatio tecta).5

Pada tahun 1799 gejala klinik ulkus perforasi dikenali untuk pertama kali, meskipun baru

pada tahun 1892, Ludwig Hensner, seorang Jerman, pertama kali melakukan tindaka bedah pada

ulkus peptik lambung. Pada tahun 1894, Henry Percy Dean melakukan tindakan bedah pada

ulkus perforasi usus kecil duodenum. Gastrektomi parsial, meskipun sudah dilaksanakan untuk

ulkus gaster perforasi dari awal 1892, tidak menjadi terapi populer sampai tahun 1940. Hal ini

karena dirasakan adanya rekurensi yang tinggi dari gejala-gejala setelah perbaikan sederhana.

Efek fisiologis vagotomi trunkal pada sekresi asam telah diketahui sejak awal abad 19, dan

pendekatan ini diperkenalkan sebagai terapi ulkus duodenum pada tahun 1940.5

Perkembangan selanjutnya terapi ulkus peptik adalah diperkenalkannya vagotomi selektif

tinggi pada akhir 1960. Namun, tidak ada satupun pencapaian ini yang terbukti berhasil, dan

beberapa komplikasi postoperatif, termasuk angka rekurensi ulkus yang tinggi, telah membatasi

penggunaan teknik-teknik ini. Akhir-akhir ini, pada pasien dengan perforasi gaster, penutupan

sederhana lebih umum dikerjakan daripada reseksi gaster.5

Perforasi terjadi apabila isi dari kantung masuk ke dalam kavum abdomen, sehingga

menyebabkan terjadinya peritonitis. Contohnya seperti pada kasus perforasi gaster atau perforasi

duodenum.5

Selain itu, 10 – 15 % pasien yang didiagnosa divertikulitis akut akan berkembang

menjadi perforasi. Pasien biasanya akan datang ke tempat perawatan dengan gejala peritonitis

umum. Kadar mortalitas secara relatifnya tinggi yaitu hampir 20 – 40 %. Kebanyakkan

disebabkan oleh komplikasi seperti syok septik kegagalan multi organ.6

Kecederaan berkaitan usus yang disebabkan endoskopi (endoscopy-associated bowel

injuries) jarang menyebabkan terjadinya perforasi. Contohnya, perforasi yang berkaitan dengan

endoscopic retrograde cholangiopancreatography (ERCP) terjadi pada 1 % pasien.6

II. PERFORASI

Perforasi akut mungkin merupakan gejala pertama daripada ulkus peptik dan kasus

mortilitas pada orang tua dapat mencapai sehingga 20 peratus. Tanda dan gejala klasik seperti

nyeri epigastrium yang berat, rigiditas seperti papan (board-like rigidity) serta adanya udara

bebas di bawah diafragma pada foto toraks, selalu mengarah kepada 80 peratus diagnosis pada

pasien. Namun, tidak semua kasus perforasi kelihatan jelas gejalanya (straightforward).7

Perforasi ke dalam bursa omental dapat memberikan gejala mirip dengan pancreatitis (di

mana pada kasus ini, kadar serum amilase dapat mengalami sedikit peningkatan karena absorpsi

cairan pancreas dari kavum peritoneum). Perforasi terutamanya sukar untuk didiagnosa pada

pasien yang menerima pengobatan steroid dosis tinggi, karena tanda dan gejala biasanya samar

(tidak pada gambaran radiologi).

Kadar mortilitas pada pasien dengan kasus perforasi mempunyai kaitan dengan

keterlambatan pengobatan. Diagnosis banding paling sering pada kasusu peritonitis dengan udara

di bawah diafragma adalah perforasi divertikulum pada kolon.7

III. ANATOMI LAMBUNG

Lambung merupakan bagian sistem gastrointestinal yang terletak di antara esofagus dan

duodenum. Dari hubungan anatomi topografik lambung-duodenum dengan hati, pankreas, dan

limpa, dapat diperkirakan bahwa tukak peptik akan mengalami perforasi ke rongga sekitarnya

secara bebas atau penetrasi ke dalam organ di dekatnya, bergantung pada letak tukak.2

Gambar 1.

Berdasarkan faalnya, lambung dibagi dalam dua bagian. Tiga perempat proksimal yang

terdiri dari fundus dan korpus, berfungsi sebagai penampung makanan yang ditelan serta tempat

produksi asam lambung dan pepsin, sedangkan dinding korpus, apalagi antrum, tebal, dan kuat

lapisan ototnya.2

Ciri yang cukup menonjol pada anatomi lambung adalah peredaran darahnya yang sangat

kaya dan berasal dari empat jurusan dengan pembuluh nadi besar di pinggir kurvatura mayor dan

minor serta dalam dinding lambung. Di belakang dan tepi madial duodenum, juga ditemukan

arteri besar (a.gastroduodenalis). Perdarahan hebat bisa terjadi karena erosi dinding arteri itu

pada tukak peptik lambung atau duodenum.2

Vena dari lambung duodenum bermuara ke vena porta. Peredaran vena ini kaya sekali

dengan hubungan kolateral ke organ yang ada hubungan embrional dengan lambung dan

duodenum. Saluran limf dari lambung juga cukup rumit. Semuanya akan berakhir di kelenjar

paraaorta dan preaorta di pangkal mesenterium embrional. Antara lambung dan pangkal

embrional itu terdapat kelenjar limfe yang letaknya tersebar di mana-mana akibat putaran

embrional.2

Gambar 2.

Persarafan simpatis lambung seperti biasa melalui serabut saraf yang menyertai arteri.

Impuls nyeri dihantarkan melalui serabut eferen saraf simpatis. Serabut parasimpatis berasal dari

n.vagus dan mengurus sel parietal di fundus dan korpus lambung. Nervus vagus anterior

(sinister) memberikan cabang ke kandung empedu, hati dan antrum sebagai saraf Laterjet

anterior, sedangkan n.vagus posterior (dekstra) memberikan cabang ke ganglion seliakus untuk

visera lain di perut kan ke antrum sebagai saraf Laterjet posterior.2

Fisiologi lambung

Fungsi utama lambung adalah penerima makanan dan minuman, dikerjakan oleh fundus

dan korpus, dan penghancur dikerjakan oleh antrum, selain turut bekerja dalam pencernaan awal

berkat kerja kimiawi asam lambung dan pepsin.3

Motilitas

Fungsi lambung yang berkaitan dengan gerakan adalah penyimpanan dan pencampuran

makanan serta pengosongan lambung. Kemampuan lambung menampung makanan mencapai

1500 ml karena mampu menyesuaikan ukurannya dengan kenaikan tekanan intraluminal tanpa

peregangan dinding (relaksasi reseptif). Fungsi ini diatur oleh n.vagus dan hilang setelah

vagotomi. Ini antara lain yang mendasari turunnya kapasitas penampungan pada penderita tumor

lambung lanjut sehingga cepat kenyang.

Peristalsis terjadi bila lambung mengambang akibat adanya makanan dan minuman.

Kontraksi yang kuat pada antrum (dindingnya paling tebal) akan mencampur makanan dengan

enzim lambung, kemudian mengosongkannya ke duodenum secara bertahap. Daging tidak

berlemak, nasi, dan sayuran meninggalkan lambung dalam tiga jam, sedangkan makanan yang

tinggi lemak dapat bertahan di lambung 6-12 jam.3

Cairan lambung

Cairan lambung yang jumlahnya bervariasi antara 500-1500 ml/hari mengandung lendir,

pepsinogen, faktor intrinsik dan elektrolit, terutama larutan HCl. Sekresi basal cairan ini selalu

ada dalam jumlah sedikit. Produksi asam merupakan hal yang kompleks, namun secara

sederhana dibagi atas tiga fase perangsangan. Ketiga fase, yaitu fase sefalik, fase gastrik, dan

fase intestinal ini saling mempengaruhi dan berhubungan.3

Fase sefalik

Rangsang yang timbul akibat melihat, menghirup, merasakan, bahkan berpikir tentang makanan

akan meningkatkan produksi asam melalui aktivitas n.vagus.3

Fase gastrik

Distensi lambung akibat adanya makanan atau zat kimia, seperti kalsium, asam amino, dan

peptida dalam makanan akan merangsang produksi gastrin, refleks vagus, dan reflek kolinergik

intramural. Semua itu akan merangsang sel parietal untuk memproduksi asam lambung.3

Fase intestinal

Hormon enterooksintin merangsang produksi asam lambung setelah makanan sampai di usus

halus. Seperti halnya proses sekresi dalam tubuh, cairan lambung bertindak sebagai penghambat

sekresinya sendiri berdasarkan prinsip umpan balik. Keasaman yang tinggi di daerah antrum

akan menghambat produksi gastrin oleh sel G sehingga sekresi fase gastrik akan berkurang. Pada

pH di bawah 2.5 produksi gastrin mulai dihambat.3

IV. PERFORASI GASTER

Pada orang dewasa, perforasi ulkus peptik adalah penyebab umum dari morbiditas dan

mortalitas akut abdomen sampai sekitar 30 tahun lalu. Angka kejadian menurun secara paralel

dengan penurunan umum dari prevalensi ulkus peptik. Ulkus duodenum 2-3 kali lebih sering dari

perforasi ulkus gaster. Sekitar satu pertiga perforasi gaster berkaitan dengan karsinoma gaster.1

Etiologi

Perforasi non-trauma, misalnya:

akibat volvulus gaster karena overdistensi dan iskemia

spontan pasa bayi baru lahir yang terimplikasi syok dan stress ulcer.

Ingesti aspirin, anti inflamasi non steroid, dan steroid : terutama pada pasien usia lanjut.

Adanya faktor predisposisi: termasuk ulkus peptik

Perforasi oleh malignansi intraabdomen atau limfoma

Benda asing (misalnya jarum pentul) dapat menyebabkan perforasi esofagus, gaster, atau

usus dengan infeksi intraabdomen, peritonitis, dan sepsis.

Perforasi trauma (tajam atau tumpul) misalnya:

Trauma iatrogenik setelah pemasangan pipa nasogastrik saat endoskopi.

Luka penetrasi ke dada bagian bawah atau abdomen (misalnya tusukan pisau)

Trauma tumpul pada gaster : trauma seperti ini lebih umum pada anak daripada dewasa

dan termasuk trauma yang berhubungan dengan pemasangan alat, cedera gagang kemudi

sepeda, dan sindrom sabuk pengaman.

Ruptur lambung akan melepaskan udara dan kandungan lambung ke dalam peritoneum.

pasien akan menunjukkan rasa nyeri hebat, akut, disertai peritonitis. Dari radiologis, sejumlah

besar udara bebas akan tampak di peritoneum dan ligamentum falsiparum tampak dikelilingi

udara.4

V. PATOFISIOLOGI

Dalam keadaan normal, lambung relatif bersih dari bakteri dan mikroorganisme lain

karena kadar asam intraluminalnya yang tinggi. Kebanyakan orang yang mengalami trauma

abdominal memiliki fungsi gaster normal dan tidak berada dalam resiko kontaminasi bakteri

setelah perforasi gaster.4

Namun, mereka yang sebelumnya sudah memiliki masalah gaster beresiko terhadap

kontaminasi peritoneal dengan perforasi gaster. Kebocoran cairan asam lambung ke rongga

peritoneal sering berakibat peritonitis kimia yang dalam. Jika kebocoran tidak ditutup dan

partikel makanan mencapai rongga peritoneal, peritonitis kimia bertahap menjadi peritonitis

bakterial. Pasien mungkin bebas gejala untuk beberapa jam antara peritonitis kimia awal sampai

peritonitis bakterial kemudian.4

Adanya bakteri di rongga peritoneal merangsang influks sel-sel inflamasi akut. Omentum

dan organ dalam cenderung untuk melokalisasi tempat inflamasi, membentuk flegmon (ini

biasanya terjadi pada perforasi usus besar). Hipoksia yang diakibatkan di area memfasilitasi

pertumbuhan bakteri anaerob dan menyebabkan pelemahan aktivitas bakterisid dari granulosit,

yang mengarah pada peningkatan aktivitas fagosit granulosit, degradasi sel, hipertonisitas cairan

membentuk abses, efek osmotik, mengalirnya lebih banyak cairan ke area abses, dan pembesaran

abses abdomen. Jika tidak diterapi, bakteremia, sepsis general, kegagalan multi organ, dan syok

dapat terjadi.4

VI. TANDA DAN GEJALA

Perforasi gaster akan menyebabkan peritonitis akut. Penderita yang mengalami perforasi

akan tampak kesakitan hebat, seperti ditikam di perut. Nyeri ini timbul mendadak, terutama

dirasakan di daerah epigastrium karena rangsang peritoneum oleh asam lambung, empedu

dan/atau enzim pankreas. Cairan lambung akan mengalir ke kelok parakolika kanan,

menimbulkan nyeri perut kanan bawah, kemudian menyebar ke seluruh perut menimbulkan nyeri

seluruh perut.4

Pada awal perforasi, belum ada infeksi bakteria, fase ini disebut fase peritonitis kimia.

Adanya nyeri di bahu menunjukkan adanya rangsangan peritoneum di permukaan bawah

diafragma. Reaksi peritoneum berupa pengenceran zat asam yang merangsang itu akan

mengurangi keluhan untuk sementara sampai kemudian terjadi peritonitis bakteria.4

Rangsangan peritoneum menimbulkan nyeri tekan dan defans muskuler. Pekak hati bisa

hilang karena adanya udara bebas di bawah diafragma. Peristaltis usus menurun sampai

menghilang akibat kelumpuhan sementara usus. Bila telah terjadi peritonitis bakteria, suhu badan

penderita akan naik dan terjadi takikardia, hipotensi, dan penderita tampak letargik karena syok

toksik. Rangsangan peritoneum menimbulkan nyeri pada setiap gerakan yang menyebabkan

pergeseran peritoneum dengan peritoneum.4

Nyeri subjektif dirasakan waktu penderita bergerak, seperti berjalan, bernapas,

menggerakkan badan, batuk, dan mengejan. Nyeri objektif berupa nyeri ketika digerakkan

seperti pada saat palpasi, tekanan dilepaskan, colok dubur, tes psoas, dan tes obturator.4

VII. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Sejalan dengan penemuan klinis, metode tambahan yang dapat dilakukan adalah foto

polos abdomen pada posisi berdiri, ultrasonografi dengan vesika urinaria penuh, CT-scan murni

dan CT-scan dengan kontras.

Jika temuan foto Rontgen dan ultrasonografi tidak jelas, sebaiknya jangan ragu untuk

menggunakan CT-scan, dengan pertimbangan metode ini dapat mendeteksi cairan dan jumlah

udara yang sangat sedikit sekali pun yang tidak terdeteksi oleh metode yang disebutkan

sebelumnya.

Radiologi

Perforasi gastrointestinal adalah penyebab umum dari akut abdomen. Isi yang keluar dari

perforasi dapat mengandung udara, cairan lambung dan duodenum, empedu, makanan, dan

bakteri. Udara bebas atau pneumoperitoneum terbentuk jika udara keluar dari sistem

gastrointestinal. Hal ini terjadi setelah perforasi lambung, bagian oral duodenum, dan usus

besar.4

Gambar 3. Gambaran udara bebas pada foto toraks.

Pada kasus perforasi usus kecil, yang dalam keadaan normal tidak mengandung udara,

jumlah udara yang sangat kecil dilepaskan. Udara bebas terjadi di rongga peritoneum 20 menit

setelah perforasi.4

Manfaat penemuan dini dan pasti dari perforasi gaster sangat penting, karena keadaan ini

biasanya memerlukan intervensi bedah. Radiologis memiliki peran nyata dalam menolong ahli

bedah dalam memilih prosedur diagnostik dan untuk memutuskan apakah pasien perlu

dioperasi.4

Deteksi pneumoperitoneum minimal pada pasien dengan nyeri akut abdomen karena

perforasi gaster adalah tugas diagnostik yang paling penting dalam status kegawatdaruratan

abdomen. Seorang dokter yang berpengalaman, dengan menggunakan teknik radiologi, dapat

mendeteksi jumlah udara sebanyak 1 ml. dalam melakukannya, ia menggunakan teknik foto

abdomen klasik dalam posisi berdiri dan posisi lateral decubitus kiri.4

Untuk melihat udara bebas dan membuat interpretasi radiologi dapat dipercaya, kualitas

film pajanan dan posisi yang benar sangat penting. Setiap pasien harus mengambil posisi adekuat

10 menit sebelum pengambilan foto, maka, pada saat pengambilan udara bebas dapat mencapai

titik tertinggi di abdomen. Banyak peneliti menunjukkan kehadiran udara bebas dapat terlihat

pada 75-80% kasus. Udara bebas tampak pada posisi berdiri atau posisi decubitus lateral kiri.4

Pada kasus perforasi karena trauma, perforasi dapat tersembunyi dan tertutup oleh

kondisi bedah patologis lain. Posisi supine menunjukkan pneumoperitoneum pada hanya 56%

kasus. Sekitar 50% pasien menunjukkan kumpulan udara di abdomen atas kanan, lainnya adalah

subhepatika atau di ruang hepatorenal. Di sini dapat terlihat gambaran oval kecil atau linear.4

Gambaran udara bentuk segitiga kecil juga dapat tampak di antara lekukan usus.

Meskipun, paling sering terlihat dalam bentuk seperti kubah atau bentuk bulan setengah di

bawah diafragma pada posisi berdiri. Football sign menggambarkan adanya udara bebas di atas

kumpulan cairan di bagian tengah abdomen.4

Ultrasonografi

Ultrasonografi adalah metode awal untuk kebanyakan kondisi akut abdomen.

Pemeriksaan ini berguna untuk mendeteksi cairan bebas dengan berbagai densitas, yang pada

kasus ini adalah sangat tidak homogen karena terdapat kandungan lambung. Pemeriksaan ini

khususnya berharga untuk mendeteksi cairan bebas di pelvik kecil menggunakan teknik kandung

kemih penuh. Kebanyakan, ultrasonografi tidak dapat mendeteksi udara bebas.

CT Scan

CT scan abdomen adalah metode yang jauh lebih sensitif untuk mendeteksi udara setelah

perforasi, bahkan jika udara tampak seperti gelembung dan saat pada foto rontgen murni

dinyatakan negatif. Oleh karena itu, CT scan sangat efisien untuk deteksi dini perforasi gaster.

Ketika melakukan pemeriksaan, kita perlu menyetel jendelanya agar dapat membedakan antara

lemak dengan udara, karena keduanya tampak sebagai area hipodens dengan densitas negatif.

Jendela untuk parenkim paru adalah yang terbaik untuk mengatasi masalah ini. Saat CT

scan dilakukan dalam posisi supine, gelembung udara pada CT scan terutama berlokasi di depan

bagian abdomen. Kita dapat melihat gelembung udara bergerak jika pasien setelah itu

mengambil posisi decubitus kiri. CT scan juga jauh lebih baik dalam mendeteksi kumpulan

cairan di bursa omentalis dan retroperitoneal. Walaupun sensitivitasnya tinggi, CT scan tidak

selalu diperlukan berkaitan dengan biaya yang tinggi dan efek radiasinya.

Jika kita menduga seseorang mengalami perforasi, dan udara bebas tidak terlihat pada

scan murni klasik, kita dapat menggunakan substansi kontras nonionik untuk membuktikan

keraguan kita. Salah satu caranya adalah dengan menggunakan udara melalui pipa nasogastrik 10

menit sebelum scanning.

Cara kedua adalah dengan memberikan kontras yang dapat larut secara oral minimal 250

ml 5 menit sebelum scanning, yang membantu untuk menunjukkan kontras tapi bukan udara.

Komponen barium tidak dapat diberikan pada keadaan ini karena mereka dapat menyebabkan

pembentukkan granuloma dan adesi peritoneum. Beberapa penulis menyatakan bahwa CT scan

dapat memberi ketepatan sampai 95%.

VIII. PENATALAKSANAAN

Penderita yang lambungnya mengalami perforasi harus diperbaiki keadaan umumnya

sebelum operasi. Pemberian cairan dan koreksi elektrolit, pemasangan pipa nasogastrik, dan

pemberian antibiotik mutlak diberikan.4

Jika gejala dan tanda-tanda peritonitis umum tidak ada, kebijakan nonoperatif mungkin

digunakan dengan terapi antibiotik langsung terhadap bakteri gram-negatif dan anaerob.

Tujuan dari terapi bedah adalah:

• Koreksi masalah anatomi yang mendasari

• Koreksi penyebab peritonitis

• Membuang setiap material asing di rongga peritoneum yang dapat menghambat fungsi leukosit

dan mendorong pertumbuhan bakteri (seperti darah, makanan, sekresi lambung).

Penatalaksaan tergantung penyakit yang mendasarinya. Intervensi bedah hampir selalu

dibutuhkan dalam bentuk laparotomi explorasi dan penutupan perforasi dan pencucian pada

rongga peritoneum (evacuasimedis). Terapi konservatif di indikasikan pada kasus pasien yang

nontoxic dan secara klinis keadaan umumnya stabil dan biasanya diberikan cairan intravena,

antibiotik, aspirasi NGT, dan dipuasakan pasiennya.

Laparotomi dilakukan segera setelah upaya suportif dikerjakan. Jahitan saja setelah eksisi

tukak yang perforasi belum mengatasi penyakit primernya, tetapi tindakan ini dianjurkan bila

keadaan umum kurang baik, penderita usia lanjut, dan terdapat peritonitis purulenta. Bila

keadaan memungkinkan, tambahan tindakan vagotomi dan antrektomi dianjurkan untuk

mencegah kekambuhan.

Terapi utama perforasi gastrointestinal adalah tindakan bedah. Terapi gawat darurat dalam

kasus perforasi gastrointestinal adalah:

Pasang akses intravena (infuse). Berikan terapi cairan kristaloid pada pasien dengan

gejala klinis dehidrasi atau septikemia.8

Jangan berikan apapun secara oral.8

Berikan antibiotik secara intravena pada pasien dengan gejala septicemia. Berikan

antibiotik spectrum luas. Tujuan pemberian antibiotik adalah untuk eradikasi infeksi dan

mengurangkan komplikasi post operasi.8

Antibiotik

Antibiotik terbukti efektif dalam menurunkan kadar infeksi post operasi dan dapat

memperbaiki hasil akhir dari pasien dengan infeksi intra peritoneum dan septikemia.8 Contoh

antibiotik yang diberikan adalah seperti:

Metronidazol

Dosis dewasa yang diberikan adalah 7,5 mg per kilogram. (7,5 KG/BB). Biasa diberikan

sebelum operasi. merupakan sejenis obat kategori B dalam kehamilan (pregnancy category B

drug).8

Gentamisin

Sejenis antiobiotik aminoglikosida. Regimen dosis yang diberikan adalah berbeda yaitu

tergantung kepada klirens kreatinin dan perubahan distribusi volume. Dapat diberikan secara

intravena atau intra muskular. Pada dewasa, dosis yang diberikan sebelum operasi adalah 2

mg/kg secara intravena. Merupakan obat kategori C dalam kehamilan (pregnancy category C

drug).8

Cefoprazone

Sefalosporin generasi ketiga yang menginhibisi sintesis dinding sel bakteri dengan

berikatan pada satu atau lebih penicillin-binding-protein. Dosis dewasa adalah 2 – 4 d per hari.

Juga merupakan sejenis obat kategori B dalam kehamilan (pregnancy category B drug).8

TERAPI BEDAH

Tujuan utama terapi bedah pada kasus perforasi gaster adalah seperti berikut:

Koreksi masalah dasar secara anatomis.9

Koreksi penyebab peritonitis.9

Mengeluarkan sebarang materi asing pada ronga peritoneum yang dapat menginhibisi

fungsi sel darah putih dan menggalakkan pertumbuhan bakteri. Contohnya feses, sekresi

gaster dan darah.9

Preoperatif

Koreksi sebarang ketidakseimbangan cairan atau elektrolit. Ganti kehilangan cairan

ekstraseluler dengan administrasi cairan Hartmann (Hartmann solution) atau sebarang

cairan yang mempunyai komposisi elektrolit sama seperti plasma.9

Administrasi antiobiotik sistemik seperti ampisilin, gentamisin dan metronidazol.9

Pasang kateter urin untuk menghitung output cairan.9

Administrasi analgesik seperti morfin, dengan dosis kecil, dianjurkan secara infus

kontinu (continuous infusion).9

Intraoperatif

Manajemen operasi tergantung kepada kausa daripada perforasi. Semua materi nekrosis

dan cairan yang terkontaminasi harus dibuang dan diteruskan dengan lavase dengan antibiotic

(tetrasiklin 1 mg/mL). Usus yang mengalami distensi dikompres dengan nasogastric tube.10

Post operatif

Menggantikan cairan secara intravena

Tujuannya adalah untuk menjaga volume intravascular dan hidrasi pasien. Dimonitor dengan

peritungan menggunakan CVP dan output urin.11

Drainase nasogastric

Lakukan drainase nasogastric secara kontinu sehinggalah drainase minimal.11

Antibiotik

Tujuan pemberian antibiotik pada post operasi adalah untuk mencapai kadar antibiotik pada

tempat infeksi yang melebihi konsentrasi inhibisi minimum pertumbuhan patogen. Pada infeksi

intra abdomen, fungsi gastrointestinal sering terhambat. Oleh kerana itu, pemberian antibiotic

secara oral tidak efektif dan dianjurkan pemberian secara intravena.11

Analgesik

Analgesik seperti intravena morfin diberikan secara kontinu atau pada dosis kecil dengan

interval yang sering.11

X. PROGNOSIS

Apabila tindakan operasi dan pemberian antibiotik berspektrum luas cepat dilakukan

maka prognosisnya dubia ad bonam. Sedangkan bila diagnosis, tindakan, dan pemberian

antibiotik terlambat dilakukan maka prognosisnya menjadi dubia ad malam.12

Hasil terapi meningkat dengan diagnosis dan penatalaksanaan dini.12 Faktor-faktor

berikut akan meningkatkan resiko kematian:

• Usia lanjut

• Adanya penyakit yang mendasari sebelumnya

• Malnutrisi

• Timbulnya komplikasi

XI. KOMPLIKASI

Kegagalan luka operasi

Kegagalan luka operasi (kerusakan parsial atau total pada setiap lapisan luka operasi) dapat

terjadi segera atau lambat.13 Faktor-faktor berikut ini dihubungkan dengan kegagalan luka

operasi:

Malnutrisi

Sepsis

Uremia

Diabetes mellitus

Terapi kortikosteroid

Obesitas

Batuk yang berat

Hematoma (dengan atau tanpa infeksi)

Abses abdominal terlokalisasi

Kegagalan multiorgan dan syok septik

Syok septik

Septikemia adalah proliferasi bakteri dalam darah yang menimbulkan manifestasi sistemik,

seperti kekakuan, demam, hipotermi (pada septikemia gram negatif dengan endotoksemia),

leukositosis atau leukopenia (pada septikemia berat), takikardi, dan kolaps sirkuler.13

Syok septik dihubungkan dengan kombinasi hal-hal berikut:

Hilangnya tonus vasomotor

Peningkatan permeabilitas kapiler

Depresi myokardial

Pemakaian leukosit dan trombosit

Penyebaran substansi vasoaktif kuat, seperti histamin, serotonin, dan prostaglandin,

menyebabkan peningkatan permeabilitas kapiler

Aktivasi komplemen dan kerusakan endotel kapiler

XII. DAFTAR PUSTAKA

1. Wim De Jong, Sjamsuhidajat R. Perforasi. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi ke – 2. 2003.

Jakarta. 245.

2. Wim De Jong, Sjamsuhidajat R. Lambung dan Duodenum, Anatomi. Buku Ajar Ilmu

Bedah. Edisi ke – 2. 2003. Jakarta. 643 – 644.

3. Wim De Jong, Sjamsuhidajat R. Lambung dan Duodenum, Fisiologi. Buku Ajar Ilmu

Bedah. Edisi ke – 2. 2003. Jakarta. 644 – 645.

4. Wim De Jong, Sjamsuhidajat R. Lambung dan Duodenum. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi

ke – 2. 2003. Jakarta. 642 - 705.

5. Intestinal perforation. Diunduh dari http://emedicine.medscape.com/article/195537-

overview#a0103 pada 10 Februari 2015.

6. Epidemiology. Intestinal Perforation. Diunduh

http://emedicine.medscape.com/article/195537-overview#a0199 pada 10 Februari 2015.

7. Oxford Textbook Of Surgery, 2nd Edition. The Acute Abdomen.

8. Medical Therapy. Diunduh http://emedicine.medscape.com/article/195537-

treatment#a1127 pada 10 Februari 2015.

9. Preoperative Details. Diunduh http://emedicine.medscape.com/article/195537-

treatment#a1132 pada 10 Februari 2015

10. Intra Operative Details. Diunduh http://emedicine.medscape.com/article/195537-

treatment#a1133 pada 10 Februari 2015.

11. Post Operative Details. Diunduh http://emedicine.medscape.com/article/195537-

treatment#a1134 pada 10 Februari 2015.

12. Outcome and Prognosis. Diunduh http://emedicine.medscape.com/article/195537-

treatment#a25 pada 10 Februari 2015.

13. Complications. Diunduh http://emedicine.medscape.com/article/195537-treatment#a17

pada 10 Februari 2015.