karakteristik ilmu kimia
TRANSCRIPT
TUGAS RESUME
Pengembagan Program Pembelajaran Kimia (P3K)
OLEH :
SARI RAHAYU PUSPANINGRUM
09-231-188
KIMIA VI D
FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN IPA
IKIP MATARAM
2012
KARAKTERISTIK ILMU KIMIA
Wiseman (1981) mengemukakan bahwa ilmu kimia merupakan salah satu
pelajaran tersulit bagi kebanyakan siswa menengah. Kesulitan mempelajari ilmu
kimia ini terkait dengan ciri-ciri ilmu kimia itu sendiri yang disebutkan oleh Kean dan
Middlecamp (1985) sebagai berikut:
1. Sebagian besar ilmu kimia bersifat abstrak
Atom, molekul, dan ion merupakan materi dasar kimia yang tidak
nampak, yang menurut siswa membayangkan keberadaan materi tersebut
tanpa mengalaminya secara langsung. Karena atom merupakan pusat kegiatan
kimia, maka walaupun kita tidak dapat melihat atom secara langsung, tetapi
dalam angan-angan kita dapat membentuk suatu gambar untuk mewakili
sebuah atom oksigen kita gambarkan secara bulatan.
2. Ilmu kimia merupakan penyederhanaan dari yang sebenarnya
Kebanyakan obyek yang ada di dunia ini merupakan campuran zat-zat
kimia yang kompleks dan rumit. Agar segala sesuatunya mudah dipelajari,
maka pelajaran kimia dimulai dari gambaran yang disederhanakan, di mana
zat-zat dianggap murni atau hanya mengandung dua atau tiga zat saja. Dalam
penyederhanaanya diperlukan pemikiran dan pendekatan tertentu agar siswa
tidak mengalami salah konsep dalam menerima materi yang diajarkan
tersebut.
3. Sifat ilmu kimia berurutan dan berkembang dengan cepat
Seringkali topik-topik kimia harus dipelajari dengan urutan tertentu.
Misalnya, kita tidak dapat menggabungkan atom-atom untuk membentuk
molekul, jika atom dan karakteristiknya tidak dipelajari terlebih dahulu.
Disamping itu, perkembangan ilmu kimia sangat cepat, seperti pada bidang
biokimia yang menyelidiki tentang rekayasa genetika, kloning, dan
sebagainya. Hal ini menuntut kita semua untuk lebih cepat tanggap dan
selektif dalam menerima semua kunjungan tersebut.
4. Ilmu kimia tidak hanya sekedar memecahkan soal-soal
Memecahkan soal-soal yang terdiri dari angka-angka (soal numerik)
merupakan bagian yang penting dalam mempelajari kimia. Namun, kita juga
harus mempelajari deskripsi seperti fakta-fakta kimia, aturan-aturan kimia,
peristilahan kimia, dan lain-lain.
5. Bahan/materi yang dipelajari dalam ilmu kimia sangat banyak
Dengan banyaknya bahan yang harus dipelajari, siswa dituntut untuk
dapat merencanakan belajarnya dengan baik, sehingga waktu yang tersedia
dapat digunakan seefisien mungkin. (Rusmansyah dan Irhasyuarna,Y , 2002)
Menurut Arifin (1995), kesulitan dalam mempelajari ilmu kimia dapat bersumber
pada:
1. Kesulitan dalam memahami istilah
Kesulitan ini timbul karena kebanyakan siswa hanya hafal akan istilah dan
tidak memahami dengan benar istilah yang sering digunakan dalam
pengajaran kimia.
2. Kesulitan dalam memahami konsep kimia
Kebanyakan konsep-konsep dalam ilmu kimia maupun materi kimia secara
keseluruhan merupakan konsep atau materi yang bersifat abstrak dan
kompleks, sehingga siswa dituntut untuk memahami konsep-konsep tersebut
dengan benar dan mendalam
3. Kesulitan angka
Dalam pengajaran kimia kita tidak terlepas dari perhitungan secara matematis,
di mana siswa dituntut untuk terampil dalam rumusan matematis. Namun,
sering dijumpai siswa yang kurang memahami rumusan tersebut.
Kimia mempelajari materi dan sifat-sifatnya. Belajar kimia secara bermakna
memerlukan pemahaman keterkaitan kajian konsep dari tiga aspek, yaitu:
1. aspek makroskopis (sifat-sifat yang dapat diamati),
Kimia penuh dengan konsep-konsep yang dapat
diaplikasikan dalam ranah mikroskopik (Sastrawijaya, 1988).
Gejala kimia yang dapat diamati pada level makroskopik
dapat dijelaskan dengan perilaku dan sifat-sifat atom pada
level mikroskopik. Metode yang digunakan dalam
pembelajaran melalui representasi mikroskopik dan
pemahaman tingkat molekuler merupakan hal yang sangat
mendasar dalam kimia (Nakhleh, et.al, 1996).
Banyaknya konsep kimia yang bersifat abstrak,
menyebabkan adanya kecenderungan bahwa konsep-konsep
tersebut akan dapat dipahami dengan baik oleh anak-anak
yang telah mampu berpikir abstrak. Namun, kemampuan
untuk berpikir abstrak tersebut hanya merupakan sebagian
dari kemampuan yang diperlukan untuk mempelajari kimia.
Kemampuan lain yang diperlukan dalam mempelajari kimia
diantaranya adalah kemampuan menghafal, kemampuan
matematis, dan kemampuan visual-spatial. Siswa yang tidak
memiliki kemampuan-kemampuan tersebut, dikhawatirkan
akan mendapat kesulitan dalam mempelajari dan memahami
konsep kimia sehingga mengakibatkan terjadinya
miskonsepsi.
2. aspek partikulat (mikroskopis)
Pembelajaran KIMIA melibatkan aspek mikroskopis (partikel-partikel
penyusun zat). Pembelajaran KIMIA terutama yang melibatkan aspek dinamik
akan sangat kurang efektif apabila disajikan dengan cara ceramah atau diskusi
kelas tanpa didukung tayangan proses kimia yang terjadi. Misalnya,
pembelajaran laju reaksi yang terkait dengan tumbukan efektif dan tidak
efektif. Pembelajaran ini melibatkan aspek dinamik gerak partikel yang tidak
mungkin dijelaskan dengan menggambar di papan tulis. Apabila dijelaskan
secara langsung di depan kelas yang hanya menggunakan bantuan papan tulis,
pembelajaran tidak efektif karena kajian laju reaksi melibatkan aspek
mikroskopis statik dan dinamik.
3. aspek simbolik
hendaknya di mulai dari konsep yang paling sederhana dan gejalanya
dapat dikenali siswa, seperti gas oksigen, hidrogen, dan air atau uap air.
(Johnston 1991 dalam Gabel, 1999).
Johnstone (Treagust at al, 2003) mendeskripsikan bahwa
fenomena kimia dapat dijelaskan dengan tiga level representasi
yang berbeda, yaitu makroskopik, mikroskopik, dan simbolik
(Gambar 2.1). Masing-masing level representasi tersebut dapat
dijelaskan sebagai berikut:
1. Level makroskopik, yaitu fenomena kimia yang benar-benar
dapat diamati termasuk di dalamnya pengalaman siswa
setiap hari.
2. Level mikroskopik, yaitu suatu fenomena kimia yang tidak
dapat dilihat secara langsung seperti elektron, molekul, dan
atom.
3. Level simbolik, yaitu suatu representasi dari fenomena kimia
menggunakan media yang bervariasi termasuk di dalamnya
model-model, gambar-gambar, aljabar, dan bentuk
komputansi.
makroskopis
Gambar 2.1 Tiga level representasi kimia (dalam Treagust at al, 2003)
Ketiga level tersebut dihubungkan dan semua level ini memberi kontribusi
pada perkembangan pengertian dan pemahaman siswa yang dapat terefleksikan dari
hasil belajar kimia siswa (Treagust, Chittleborough, dan Mamiala, 2003). Maksudnya
ketiga level ini merupakan level yang tidak dapat terpisahkan dalam suatu
pembelajaran kimia.
Level mikroskopik tidak dapat diamati secara langsung sehingga
Chittleborough menyatakan bahwa perlu ada suatu model yang menghubungkan
ketiga level representasi kimia ini. Representasi seringkali menimbulkan
kesalahpahaman pada siswa akibat keterbatasan pandangan mereka untuk menjadikan
suatu tiruan dari sesuatu yang nyata yang dapat menjadi alat yang kuat pada
pengembangan model mental dari gejala kimia (Treagust, Chittleborough, dan
Mamiala, 2003). Representasi menghubungkan kenyataan dan teori menuju suatu
penjelasan yang penting. Level makroskopik yang merupakan level yang dapat
diamati secara langsung merupakan basis dari kimia. Level ini memerlukan suatu
representasi simbol dan representasi mikroskopik untuk menjelaskan suatu gejala
(Treagust, Chittleborough, dan Mamiala, 2003).
Johnstone juga mengemukakan kembali bahwa level makroskopik adalah
level yang berhubungan dengan suatu gejala kimia yang dapat dilihat atau dapat
mikroskopissimbolik
dirasakan dengan panca indera. Gejala yang termasuk ke dalam level makroskopik
ialah seperti bagaimana garam padat dapat larut dalam air. Level yang kedua yaitu
level mikroskopik adalah level yang berhubungan dengan gejala kimia yang tidak
dapat dilihat dengan panca indera seperti terjadinya ionisasi garam di dalam air. Level
ketiga yaitu level simbolik adalah suatu level yang merepresentasikan bentuk materi
kimia dalam bentuk formula atau pun persamaan reaksi (Dori dan Hercovitz, 2003).
Representasi pada level simbolik pada proses pelarutan garam sebagai berikut:
NaCl(s) H O(l) NaCl(aq)
Sebagian besar siswa mengalami kesulitan untuk mentransfer bentuk dari satu level
ke level yang lain. Namun terkadang guru kimia tidak memberikan perhatian yang
cukup untuk menjelaskan transisi ini. Untuk memperbaiki hal ini, Johnstone
menyarankan bahwa penekanan terhadap keberadaan tiga level dan hubungan antar
level akan memudahkan siswa untuk menjadi lebih baik (Dori dan Hercovitz, 2003).
Fenomena-fenomena yang dapat diamati dapat dimasukkan ke dalam level
makroskopik (Chittleborough, Treagust, dan Mamiala Wu, 2003). Berdasarkan
definisi tersebut, ungkapan yang diberikan oleh guru untuk menjelaskan fenomena
yang dapat diamati oleh siswa, dapat dimasukkan ke dalam level makroskopik
meskipun siswa tidak benar-benar mengamati fenomena-fenomena tersebut. Terdapat
beberapa transformasi antar level dalam representasi kimia antara lain:
a. Transformasi dari makroskopik ke simbolik
Level makroskopik adalah level sensori yang dapat dilihat, disentuh
atau dicium dengan kemungkinan adanya perubahan warna atau massa. Level
pertama ini biasanya telah dikenal siswa dalam pengalaman mereka, sebelum
dikenalkan pada kimia. Namun ada kemungkinan siswa mengalami kesulitan
dalam mengekspresikan keadaan makroskopik ke dalam bahasa dari symbol
kimia (Dori dan Hercovitz, 2003).
b. Transformasi dari makroskopik ke mikroskopik.
Level makroskopik yang dapat diindera dapat dijelaskan dengan level
mikroskopik secara konseptual. Pengetahuan konseptual mengizinkan siswa
untuk menginterpretasikan informasi makroskopik yang disediakan dan untuk
menyimpulkan/ menduga detil mengapa fenomena itu terjadi (Lesh, Post, dan
Behr, dalam Wu, 2001).
c. Transformasi dari mikroskopik ke simbolik
Nurrenberg dan Pickering menyatakan bahwa siswa yang kurang
dalam pemahaman konseptual dari partikel unsur dan tidak dapat
membayangkan partikel yang menjadi bagian dalam reaksi kimia, mereka
tidak menghubungkan simbol kimia dengan arti mikroskopik dalam kimia
yang berhubungan dengan simbol. Banyak siswa yang menemukan kesulitan
dalam mengerti reaksi kimia dan simbol kimia (Dori dan Hercovitz, 2003).
d. Transformasi dari proses ke simbolik
Transformasi ini adalah bentuk dari proses kimia untuk
mempersiapkan suatu set simbol dalam suatu persamaan reaksi kimia yang
menetapkan proses itu atau sebaliknya (Dori dan Hercovitz, 2003).
Pembelajaran kimia pada tingkat tingkat awal persekolahan cenderung hanya
mengajarkan aspek makroskopis, sementara aspek partikulat dan simbolik secara
bertahap baru dapat dimulai saat anak memasuki fase operasional formal (usia sekitar
11 tahun). Guru hendaknya mampu merancang pembelajaran kimia pada tingkat
pendidikan dasar. Pengenalan aspek partikulat dan simbolik untuk melengkapi kajian
aspek makroskopis dengan mulai dari contoh zat-zat sederhana di sekitar siswa dapat
mulai dilakukan pada siswa Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP), mengingat
siswa sudah mulai belajar abstraksi. Dori, et al. (dalam Gabel 1999) menemukan
bahwa banyak guru kurang memahami dan tidak mempertimbangkan pentingnya
pemaduan ketiga aspek kajian tersebut .
Hambatan utama terhadap pemahaman konsep kimia bukan karena kesulitan
pemahaman ketiga aspek tersebut, tetapi karena kebanyakan guru mengajarkan
konsep-konsep kimia hanya pada tingkat makroskopis (cenderung menghafal fakta)
dan simbolik (abstrak), dan gagal mengaitkannya dengan pemahaman aspek
mikroskopis dari konsep (Lee, 1999:1). Banyak peneliti menyoroti pentingnya
pembelajaran kimia pada tingkat mikroskopis ini Sebagian besar (57%) siswa dari
kelas III IPA unggul dan 39% siswa dari kelas II1 siswa di suatu SMU Negeri yang
termasuk baik di Denpasar pada tahun 1998/1999 menyatakan gas oksigen sebagai
senyawa (miskonsepsi). Pada hal, gas oksigen sudah diperkenalkan sejak SD dan
klasifikasi materi sudah diperkenalkan di SLTP serta telah diajarkan kembali di kelas
I SMU (Sudria, 1999). Kualitas konsepsi mahasiswa tingkat satu STKIP Singaraja
tahun 1998 tentang partikel-partikel materi juga rendah (Kirna dan Sudria, 1998).
Kebanyakan guru-guru IPA SLTP di kota Singaraja belum begitu menguasai
pembelajaran konsep-konsep kimia (Sudria, dkk., 2000). Miskonsepsi-miskonsepsi
tersebut cenderung muncul karena kajian aspek partikulat kurang atau tidak
diperankan dalam mendukung pemahaman aspek makroskopis. Aspek partikulat dari
beberapa zat sederhana sesungguhnya sudah dapat diperkenalkan sejak SLTP.