karakteristik gaya kepemimpinan...
TRANSCRIPT
KARAKTERISTIK GAYA KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL
DALAM IMPLEMENTASI SAFETY LEADERSHIP DI DIREKTORAT
PRODUKSI PT. DIRGANTARA INDONESIA (PERSERO) TAHUN 2014
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar
Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM)
PEMINATAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2014
Disusun oleh :
ZAKI ISMATULLAH
NIM. 1110101000081
i
ii
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
Skripsi, April-Juni 2014
Zaki Ismatullah, NIM : 1110101000081
Karakteristik Gaya Kepemimpinan Transformasional
dalam Impelementasi Safety Leadership di Direktorat Produksi
PT. Dirgantara Indonesia (Persero) Tahun 2014
xviii+125 halaman, 6 table, 3 bagan, 3 gambar, 6 lampiran
ABSTRAK
Untuk menjamin proses produksi berjalan sesuai standar dan terhindar dari
kecelakaan kerja, PT. Dirgantara Indonesia (Persero) melakukan transformasi
Sistem Manajemen Keselamatan, Kesehatan Kerja dan Lingkungan Hidup
(SMK3LH) di Direktorat Produksi. Transformasi SMK3LH ini menuntut fungsi
manajemen berpartisipasi aktif mewujudkan kinerja K3LH yang unggul di
Direktorat Produksi. Gaya kepemimpinan transformasional diketahui lebih efektif
mengubah perilaku dan memiliki dampak positif terhadap kinerja keselamatan.
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang menggunakan teori gaya
kepemimpinan transformasional menurut Bass (1998) yang terdiri dari stimulasi
intelektual, pertimbangan individual, motivasi inspirasional, dan pengaruh ideal.
Pengambilan data dilakukan melalui wawancara mendalam, telaah dokumen, dan
observasi. Penelitian dilaksanakan pada bulan April-Juni 2014 di Direktorat
Produksi PT. Dirgantara Indonesia (Persero).
Hasil penelitian menunjukkan karakteristik stimulasi intelektual dan
pertimbangan individual sudah dilakukan dengan baik oleh pimpinan Direktorat
Produksi. Sedangkan karakteristik motivasi inspirasional dan pengaruh ideal
masih kurang baik dalam pelaksanaannya.
Untuk meningkatkan karakteristik stimulasi intelektual, pimpinan harus
mengaktifkan pertemuan SQCDP di seluruh Direktorat Produksi. Pimpinan juga
harus membimbing pelaksanaan K3LH secara komprehensif sesuai dengan hirarki
pengendalian bahaya dan lebih memerhatikan ketersediaan fasilitas pendukung
K3LH dalam melaksanakan karakteristik pertimbangan individual. Untuk
memberikan motivasi inspirasional, pimpinan harus menggunakan simbol-simbol
yang menarik pekerja. Sedangkan, untuk memaksimalkan gaya kepemimpinan
transformasional dalam pelaksanaan safety leadership, pimpinan juga harus
menjadi contoh bagi pekerja dalam pelaksanaan K3LH.
Daftar Bacaan : 50 (1980-2013)
iii
FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCES
PUBLIC HEALTH PROGRAM STUDY
OCCUPATIONAL SAFETY AND HEALTH
Undergraduate Thesis, April-Juni 2014
Zaki Ismatullah, NIM : 1110101000081
Characteristics of Transformational Leadership Style in
Implementation of Safety Leadership in the Production Directorate
Indonesian Aerospace (IAe) 2014
xiii +129 pages, 7 tables, 3 charts, 3 images, 4 attachments
Abstract
To ensure all goes according to standard production process and avoid
accidents, Indonesian Aerospace (IAe) transforms the Safety Management
System, Occupational Health and Environment (HSE) in the Directorate of
Production. This HSE System transformation requires the active participation of
management functions HSE realize superior performance in the Production
Directorate. Transformational leadership style is more effective in changing
behavior and have a positive impact on the safety performance.
This study is a qualitative research approach that uses the theory of
transformational leadership style according to Bass (1998). It has elements such as
idealized influence, inspirational motivation, intellectual stimulation, and
individual consideration. Data were collected through in-depth interviews,
document review, and observation. It does on April until June 2014 in Division of
Production Indonesia Aerospace (IAe).
The results of this research show us about intellectual stimulation and
individual consideration was work as should as do by chairman of Division of
Production. But inspirational motivation and idealized influence has doesn’t work
as should as do.
To higher intellectual stimulation, the chairman have to actively meeting of
SQCDP very soon in Division of Production. The chairman also have to be role
model at implementation of HSE with comprehensively and match with hierarchs
of dangerous control and more concern to providing facilities for supporting HSE
as implementation of thinking of individual. But the chairman should be more
uses the symbols to give inspirational motivation which is can make the employee
interest with. The thing is no less important, to maximizing style of leadership by
transformational in implementation of safety leadership, the chairman has also to
be role model by the employees in health, safety, and environment.
Reading List: 50 (1980-2013)
iv
v
vi
Daftar Riwayat Hidup
DATA PRIBADI
Nama : Zaki Ismatullah
Alamat : Jalan Palabuhanratu KM 31, RT 003 / RW 001,
Desa/Kecamatan Warungkiara, Sukabumi-Jawa Barat,
43362
Tempat Tanggal Lahir : Sukabumi, 26 Agustus 1990
Jenis Kelamin : Laki-laki
Telpon : 085720812354
Email : [email protected]
PENDIDIKAN
1997-2003 : SDN 02 Warungkiara - Sukabumi
2003-2006 : MTs. Yasti 1 Cisaat - Sukabumi
2006-2009 : SMAN 1 Cibadak - Sukabumi
2010- sekarang : Peminatan Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Program Studi
Kesehatan Masyarakat, UIN Syarif Hidayatullah-Jakarta
SEMINAR DAN PELATIHAN
2014 : Seminar K3 Nasional “Membedah Persoalan K3”. KATIGA dan
Direktorat Norma K3, Direktorat Jenderal Binwasnaker, Kemenakertrans
RI
2014 : Seminar Basic Safety Awareness & Contractor Safety Management
System. FSK3 Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta
2013 : QHSE Management System Socialization and Fire Fighting Training,
PT. IMECO Inter Sarana
2013 : Pelatihan Sistem Manajemen K3 Berbasis OHSAS, FSK3 UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta dan PT. Kajima Indonesia (Bersertifikat)
2013 : Basic Fire Fighter Training, Dinas Pemadam Kebakaran Jakarta Selatan
(Bersertifikat)
vii
2012 : Seminar Siap Siaga Hadapi Bencana, Selamatkan Banyak Jiwa, Program
Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah (Bersertifikat SKP
IAKMI)
2012 : Seminar Profesi Lalai Listrik Waspadalah Kebakaran, Program Studi
Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah (Bersertifikat)
2012 : Seminar Profesi Tanggap Darurat Bencana Banjir, Program Studi
Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah (Bersertifikat)
2012 : Seminar Nasional Pengelolaan Lingkup Hidup (Air, Tanah, Udara) di
Kawasan Pertambangan Batu Bara untuk Keseimbangan Ekosistem,
Universitas Lambung Mangkurat-KalSel (Bersertifikat SKP IAKMI)
2011 : Seminar Pencemaran Air Minum : Dampak Kesehatan dan Solusinya,
Departemen Kesehatan Lingkungan FKM Universitas Indonesia dan
Unilever Indonesia (Bersertifikat)
2010 : Simposium Nasional Perspektif Islam dalam Membangun Karakter
Bangsa pada Era Millenium Kesehatan, Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan, UIN Syarif Hidayatullah (Bersertifikat)
PENGALAMAN ORGANISASI
2013-2014 : Ketua BEM Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta
2012 : Ketua BEM Kesehatan Masyarakat, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2012 : Ketua Penggerak Sumber Daya Manusia Pergerakan Anggota Muda
Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia Wilayah Jakarta Raya
2012 : Steering Committee Lokakarya Nasional RUU Tenaga Kesehatan,
Kerjasama BEM Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah
dan Ikatan Senat Mahasiswa Kesehatan Masyarakat Indonesia
2012 : Steering Committee 2nd
Indonesian Public Health Student Summit,
Kerjasama BEM Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah
dan Pergerakan Anggota Muda Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat
Indonesia
2010-2012 : Ketua Forum Alumni SMAN 1 Cibadak
viii
Kata Pengantar
Puji dan puja milik Allah semata. Memohon ampunan dan pertolongan dari
Allah jua agar terlindung dari mara bahaya, kejahatan diri sendiri dan keburukan
amal ibadah. Barangsiapa yang telah memperoleh petunjuk dari Allah, tidak
seorang pun yang dapat memberinya petunjuk. Saya bersaksi tak ada satu sembah
ampun kecuali Allah, tidak ada sekutu bagi-Nya, dan Muhammad SAW adalah
hamba dan utusan-Nya.
Pertama sekali, penulis menyampaikan rasa terimakasih kepada kedua
orangtua, Ummi Hj. A Nur`aeni, wejangan dari Beliau begitu menginspirasi dan
menjadi motivasi begitu berharga bagi penulis. Untuk Bapak, H. Ismatullah
Syarif, meskipun Beliau tanpa banyak kata untuk menyampaikan wejangan, tetapi
penulis Insya Allah sudah memahami, bahwa hanya ingin anaknya mencari jalan
perubahan hidup. Do`akan selalu supaya anakmu ini tetap berada dalam ikhtiar
mengupayakan perubahan.
Kedua, untuk Ibu Yuli Amran, MKM., selaku dosen Pembimbing I, penulis
menyampaikan terimakasih untuk semua bimbingan dan pengertian Ibu selama
ini. Selanjutnya untuk Ibu Iting Shofwati, ST,. M.KKK, selaku Pembimbing II
penulis juga ingin menyampaikan rasa terimakasih atas setiap bimbingan dan
pengertian Ibu selama ini. Penulis menyampaikan terimakasih atas setiap saran-
saran membangun selama ini.
Ketiga, penulis ingin menyampaikan rasa terimakasih yang luar biasa
kepada Bapak R. Turjaman Effendy selaku Manajer K3LH PT. Dirgantara
Indonesia (Persero). Bapak Sudaryanto selaku pembimbing lapangan yang telah
mengarahkan dan membimbing kami dalam melakukan magang selama ini, Bapak
Dodi yang telah dengan ikhlas menunggu, mengantar dan membimbing kami
sehingga surat permohonan magang kami bisa diterima di PT. Dirgantara
Indonesia (Persero). Ibu Ayu terimakasih karena dengan sukarela dan sabar
membimbing kami dalam melaksanakan plan tour di Direktorat Produksi. Untuk
ix
Ibu Arini, Bapak Tedi, Bapak Edi dan Bapak Yayan terimakasih atas bantuannya
yang telah dengan sabar dan begitu telaten membantu kami untuk mempelajari
dokumen dan prosedur-prosedur K3LH PT. Dirgantara Indonesia (Persero).
Terakhir, penulis ingin menyampaikan terimakasih kepada semua teman-
teman peminatan K3 Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Semoga kita dapat semakin merekatkan persaudaraan kita dan dapat bertemu
dalam kesuksesan masa depan.
Penulis memahami benar bahwa dalam proses dan substansi penulisan
laporan magang ini, masih memerlukan koreksi dan bimbingan mendalam.
Keterbatasan pengetahuan dan rasa malas menjadi keterbatasan utama bagi
penulis. Meskipun demikian, penulis meyakini keterbatasan tidak pernah berhak
untuk mematikan langkah kita untuk berkarya. Sejatinya, bukan masalah dan
keterbatasan yang terlalu berat, hanya saja bisa jadi pundak kita tidak terlalu
gagah untuk memikulnya. Maka dengan segala keterbatasan tersebut, inilah karya
terbaik yang bisa Penulis sajikan. Saran dan kritik yang membangun sangat
penulis harapkan.
Ciputat, Juli 2014
Zaki Ismatullah
NIM 1110101000081
x
Daftar Isi
Lembar Pernyataan ........................................................................................ i
Abstrak .......................................................................................................... ii
Persetujuan Pembimbing ............................................................................... iv
Pengesahan Penguji ....................................................................................... v
Daftar Riwayat Hidup ................................................................................... vi
Kata Pengantar .............................................................................................. viii
Daftar Isi ........................................................................................................ x
Daftar Tabel .................................................................................................... xiv
Daftar Bagan ................................................................................................... xv
Daftar Gambar ................................................................................................. xvi
Daftar Istilah .................................................................................................... xvii
Daftar Lampiran .............................................................................................. xviii
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................... 1
A. Latar Belakang ........................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ...................................................................... 5
C. Pertanyaan Penelitian ................................................................. 6
D. Tujuan Penelitian ........................................................................ 6
E. Manfaat Penelitian ...................................................................... 7
F. Ruang Lingkup ........................................................................... 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................ 9
A. Kepemimpinan ........................................................................... 9
B. Kepemimpinan Keselamatan ...................................................... 10
xi
C. Peran Kepemimpinan dalam Keselamatan ................................. 11
D. Gaya Kepemimpinan dalam Manajemen Keselamatan dan
Kesehatan Kerja .......................................................................... 12
1. Kepemimpinan Transformasional ......................................... 13
a. Definisi .............................................................................. 13
b. Unsur Kepemimpinan Transformasional .......................... 14
c. Pengaruh Kepemimpinan Transformasional .................... 18
d. Kelebihan Kepemimpinan Transformasional ................... 19
2. Kepemimpinan Transaksional ............................................... 22
a. Definisi .............................................................................. 22
b. Unsur Kepemimpinan Transformasional .......................... 23
c. Pengaruh Kepemimpinan Transformasional .................... 24
3. Gaya Kepemimpinan Shell Global Solution ......................... 25
E. Kerangka Teori ........................................................................... 29
BAB III KERANGKA PIKIR DAN DEFINISI ISTILAH ..................... 33
A. Kerangka Pikir ............................................................................ 31
B. Definisi Istilah ............................................................................ 32
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN .................................................. 33
A. Desain Penelitian ........................................................................ 33
B. Lokasi dan Waktu Penelitian ...................................................... 33
C. Informan Penelitian .................................................................... 33
D. Instrumen Penelitian ................................................................... 36
E. Sumber Data ............................................................................... 36
xii
F. Pengumpulan Data ..................................................................... 37
G. Triangulasi Data ......................................................................... 40
H. Pengolahan Data ......................................................................... 42
I. Analisis Data .............................................................................. 42
J. Penyajian Data ............................................................................ 45
BAB V HASIL ............................................................................................ 46
A. Tanggungjawab Pelaksanaan K3LH di Direktorat Produksi ..... 46
1. Tingkat Kepala Divisi ............................................................ 48
2. Tingkat Manajer .................................................................... 49
3. Tingkat Supervisor ................................................................ 50
B. Karakteristik Gaya Kepemimpinan Transformasional ............... 50
1. Stimulasi Intelektual .............................................................. 51
2. Pertimbangan Individual ....................................................... 62
3. Motivasi Inspirasional ........................................................... 74
4. Pengaruh Ideal ....................................................................... 77
BAB VI PEMBAHASAN ........................................................................... 84
A. Keterbatasan Penelitian ............................................................ 84
B. Tanggungjawab Pelaksanaan K3LH di Direktorat Produksi ... 85
C. Karakteristik Gaya Kepemimpinan Transformasional ............ 87
1. Stimulasi Intelektual .......................................................... 87
2. Pertimbangan Individual .................................................... 93
3. Motivasi Inspirasional ........................................................ 99
4. Pengaruh Ideal ................................................................... 107
xiii
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN .................................................... 114
A. Simpulan .................................................................................. 114
B. Saran ........................................................................................ 115
Daftar Pustaka ............................................................................................... 117
Lampiran ....................................................................................................... 126
xiv
Daftar Tabel
Tabel 2.1. Gaya Kepemimpinan Shell Global Solution ................................ 27
Tabel 3.1. Daftar Istilah ................................................................................. 32
Tabel 4.1. Karakteristik Informan Utama ..................................................... 34
Tabel 4.2. Karakteristik Informan Pendukung .............................................. 36
Tabel 4.3. Triangulasi Data ........................................................................... 41
Tabel 5.1. Pertemuan SQCDP ....................................................................... 73
xv
Daftar Bagan
Bagan 2.1. Kerangka Teori ........................................................................... 30
Bagan 3.1. Kerangka Pikir ............................................................................ 31
Bagan 5.1. Struktur Organisasi Pelaksanaan K3LH di Direktorat
Produksi PT. Dirgantara Indonesia (Persero) ................................................ 47
xvi
Daftar Gambar
Gambar 5.1. Contoh form Quarter (Periode) Safety pada Form SQCDP ...........73
Gambar 5.2. Contoh form Action Plan Safety pada Form SQCDP ...................74
Gambar 5.3. Contoh form kejadian kecelakaan pada Form SQCDP .................74
xvii
Daftar Istilah
APD : Alat Pelindung Diri
HSE : Health, Safety & Environment
IAe : Indonesian Aerospace
IPTN : Industri Pesawat Terbang Nusantara
K3LH : Keselamatan, Kesehatan Kerja dan Lingkungan Hidup
P2K3 : Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja
SGS : Shell Global Solution
SMK3LH : Sistem Manajemen Keselamatan, Kesehatan Kerja dan Lingkungan
Hidup
SQCDP : Safety, Quality, Cost, Delivery & People
xviii
Daftar Lampiran
Lampiran 1 Persetujuan Menjadi Informan
Lampiran 2 Pedoman Wawancara Mendalam
Lampiran 3 Matriks Karakteristik Gaya Kepemimpinan Transformasional
Lampiran 4 Matriks Hasil Wawancara Mendalam dengan Informan Utama
Lampiran 5 Matriks Hasil Wawancara Mendalam dengan Informan Pendukung
Lampiran 6 Surat Izin Penelitian
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Untuk menjamin setiap proses produksi berjalan sesuai standar dan
terhindar dari kecelakaan kerja, saat ini PT. Dirgantara Indonesia (Persero)
sedang menerapkan dan mengembangkan sistem manajemen mutu
kepemimpinan produksi yang diintegrasikan dengan Sistem Manajemen
Keselamatan, Kesehatan Kerja dan Lingkungan Hidup (SMK3LH). Sebagai
bentuk transformasi komitmen tersebut, PT. Dirgantara Indonesia (Persero)
secara fungsional memisahkan fungsi K3LH menjadi fungsi pembina dan
fungsi pelaksana. Fungsi pembina secara struktural dilaksanakan oleh
Departemen Keselamatan, Kesehatan Kerja dan Lingkungan Hidup
(Departemen K3LH). Departemen K3LH berada di leher Direktorat Umum dan
Sumber Daya Manusia, sehingga secara struktural Departemen K3LH langsung
bertanggungjawab terhadap Direktur Umum dan Sumber Daya Manusia.
Sedangkan fungsi pelaksana K3LH di Direktorat Produksi, langsung
dilaksanakan oleh Bagian K3LH Direktorat Produksi. Secara struktural, Bagian
K3LH Produksi melekat pada fungsi manajemen (supervisor dan manajer) di
Direktorat Produksi. Oleh karena itu, dengan struktur yang baru ini,
Departemen K3LH (K3LH Korporasi) hanya bersifat menjadi pembina untuk
Bagian K3LH Direktorat Produksi (K3LH Produksi).
Berdasarkan hal tersebut, maka kualitas dan konsistensi kepemimpinan
K3LH di Direktorat Produksi memegang peranan strategis dalam menjamin
2
kinerja K3LH yang unggul di PT. Dirgantara Indonesia (Persero). Namun
demikian, berdasarkan hasil studi pendahuluan yang peneliti lakukan, kualitas
dan konsistensi kepemimpinan K3LH Produksi saat ini belum sejalan dengan
tujuan transformasi yang selama ini diharapkan. Beberapa hal dapat menjadi
konfirmasi hal tersebut, (a) pengawasan pelaksanaan K3LH di lingkungan
kerja belum berjalan maksimal karena para supervisor dan manajer pada sisi
yang lain juga disibukan dengan target produksi dan quality control untuk
memastikan setiap produksi dapat dikirim sesuai target, (b) fungsi pelaporan
kecelakaan kerja yang seharusnya dilakukan oleh fungsi manajemen Direktorat
Produksi baru berjalan pada beberapa bagian saja karena masih sangat terpaku
pada proses investigasi dan pelaporan kecelakaan kerja dari Departemen K3LH
Produksi.
Selain itu, para supervisor dan manajer belum sepenuhnya
mengintegrasikan fungsi manajerial yang mereka miliki dalam menerapkan
Sistem Manajemen K3LH di Direktorat Produksi. Kejadian kecelakaan kerja
yang menyebabkan fatality, insiden, dan near miss masih seringkali kali terjadi
dan tidak terdokumentasi di Direktorat Produksi. Selama peneliti melakukan
studi pendahuluan, peneliti mendapati terjadinya beberapa kejadian kecelakaan
kerja. Dari mulai operator mesin yang mengalami tersayat margin cutter
sehingga membuat ibu jari dan jari tengah mengalami luka sayat dan kepala
bocor. Oleh karena itu, saat ini dibutuhkan identifikasi yang tepat mengenai
karakteristik kepeloporan gaya kepemimpinan para supervisor dan manajer
3
dalam melaksanakan kepemimpinan transformasional K3LH di Direktorat
Produksi.
Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang peneliti lakukan terhadap
manajemen PT. Dirgantara Indonesia (Persero) didapatkan gambaran bahwa
proses transformasi gaya kepemimpinan di PT. Dirgantara Indonesia dilakukan
seiring dengan adanya perubahan status organisasi dari Industri Pesawat
Terbang Nusantara menjadi PT. Dirgantara Indonesia (Persero). Bentuk-bentuk
transformasi di PT. Dirgantara Indonesia (Persero) tersebut diantaranya adalah
secara struktural, saat ini setiap struktur manajemen di PT. Dirgantara
Indonesia (Persero) dilaksanakan oleh pekerja sipil, berbeda dengan pada saat
IPTN yang beberapa struktur manajemen di Direktorat Produksi dijabat oleh
militer. Selain itu, saat ini pimpinan PT. Dirgantara Indonesia (Persero) sangat
menekankan setiap pekerja untuk menjadikan kepentingan bersama sebagai
prioritas dibandingkan kepentingan pribadi. Sehingga proses pemberian
motivasi pekerja untuk melakukan tanggungjawab mereka didasarkan pada
kesadaran penerimaan visi dan misi perusahaan, bukan pada sistem pemberian
penghargaan dan hukuman kepada bawahannya seperti pada saat IPTN.
Penelitian tentang hubungan kualitas kepemimpinan dengan kinerja
keselamatan telah berkembang dalam berbagai industri di dunia. Diantara
berbagai penelitian tersebut, sebagian besar penelitian telah difokuskan pada
pengaruh gaya kepemimpinan secara umum terhadap berbagai hasil
keselamatan (Hoffmeister, 2012) atau pengaruh gaya kepemimpinan
4
transformasional dan transaksional terhadap perilaku safety pekerja (Conchie &
Donald, 2009).
Menurut Barling et al (2002), penelitian-penelitian yang dilakukan
tersebut, sejauh ini secara konsisten menunjukan bahwa kepemimpinan
mempunyai asosiasi terhadap keselamatan. Penelitian Zohar (1980) misalnya
menyatakan bahwa pada organisasi-organisasi yang pemimpinnya mengambil
peran aktif dalam melakukan promosi keselamatan, ternyata organisasi tersebut
mempunyai catatan keselamatan kerja yang lebih baik.
Dalam banyak kajian tentang pengaruh kepemimpinan terhadap kinerja
keselamatan, kepemimpinan tranformasional diketahui mempunyai data
empiris untuk mendukung hubungan kepemimpinan dan keselamatan kerja.
Penelitian-penelitian tersebut menyatakan bahwa kepemimpinan
transformasional (a) mempunyai hubungan yang positif terkait dengan inisiatif
keselamatan (O'Dea & Flin, 2000) dan prioritas yang ditugaskan untuk
keselamatan (Zohar, 2002), (b) berhubungan negatif dengan tingkat cedera
minor (Zohar, 2002) dan kecelakaan mikro (Zohar, 2000). Secara kolektif,
penelitian ini mendukung gagasan bahwa kepemimpinan transformasional
memainkan peran penting dalam keselamatan kerja.
Dalam konteks kepemimpinan transformasional di industri manufaktur
seperti Direktorat Produksi, penelitian menunjukan bahwa proses pengawasan
dan komunikasi seorang supervisor dalam melaksanakan safety yang dilakukan
pada industri manufaktur dapat meningkatkan perilaku keselamatan, seperti
kepatuhan pemakaian alat pelindung diri (Zohar, 2002; Zohar & Luria, 2003).
5
Selain itu, Hofmann dan Morgeson (2003) menemukan bahwa kualitas
komunikasi antara supervisor dan anggota tim secara signifikan berhubungan
dengan komitmen keselamatan karyawan dan tingkat kecelakaan yang lebih
rendah di bidang manufaktur.
Krause dan Hidley (2005) mengatakan para pemimpin melakukan
perubahan budaya, baik sengaja atau tidak, melalui perilaku mereka. Para
pemimpin mempengaruhi safety dengan apa yang mereka lakukan dan apa
yang tidak mereka lakukan sehingga dengan pengetahuan dan keterampilan
yang benar dapat merubah budaya yang diinginkan dan juga mendapatkan
hasilnya dengan cepat. Namun, menurut European Agency for Safety and
Health at Work (2012) semua proses tersebut dapat berjalan ketika
kepemimpinannya kuat dan terlibat di semua tingkatan.
B. Rumusan Masalah
Keselamatan dan kesehatan kerja untuk pekerja di bagian produksi sangat
penting untuk diperhatikan dan ditingkatkan. Hal ini dimaksudkan untuk
mengurangi bahkan meniadakan kecelakaan kerja yang mengakibatkan
kematian. Untuk itu, para supervisor dan manajer perlu dibekali dengan
pengetahuan dan kompetensi gaya kepemimpinan transformasional dalam
melaksanakan K3LH secara komprehensif. Sebelum meningkatkan
pengetahuan dan kompetensi gaya kepemimpinan transformasional para
supervisor, dan manajer, peneliti ingin mengetahui dan meneliti terlebih dahulu
karakteristik gaya kepemimpinan transformasional para supervisor dan manajer
6
tersebut. Diharapkan penelitian ini dapat memberikan suatu pola
pengembangan kepemimpinan keselamatan kerja untuk para supervisor dan
manajer Direktorat Produksi di masa yang akan datang.
C. Pertanyaan Penelitian
1. Bagaimanakah tugas dan tanggungjawab supervisor dan manajer dalam
pelaksanaan K3LH di Direktorat Produksi PT. Dirgantara Indonesia
(Persero)?
2. Bagaimana karakteristik gaya kepemimpinan transformasional (Stimulasi
Intelektual, Pertimbangan Individual, Motivasi Inspirasional, dan Pengaruh
Ideal) para supervisor dan manajer dalam melaksanakan safety leadership di
Direktorat Produksi PT. Dirgantara Indonesia (Persero) tahun 2014?
D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Melakukan kajian tentang karakteristik gaya kepemimpinan
transformasional di Direktorat Produksi PT. Dirgantara Indonesia (Persero)
tahun 2014.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui tugas dan tanggungjawab supervisor dan manajer dalam
pelaksanaan K3LH di Direktorat Produksi PT. Dirgantara Indonesia
(Persero).
7
b. Mengetahui karakteristik gaya kepemimpinan transformasional
supervisor dan manajer di Direktorat Produksi PT. Dirgantara Indonesia
(Persero) yang digambarkan dalam karakteristik :
1) Stimulasi Intelektual
2) Pertimbangan Individual
3) Motivasi Inspirasional
4) Pengaruh Ideal
E. Manfaat Penelitian
1. Bagi Peneliti
Penelitian ini dapat menjadi salah satu tolok ukur untuk melakukan
identifikasi program yang tepat sasaran dan berkontribusi dalam
menciptakan safety leadership. Selain itu, penelitian ini dapat menjadi acuan
bagi pengembangan kompetensi dasar safety leadership, diawali dari
pembentukan dan pembinaan aspek keselamatan kerja sehingga suatu
budaya keselamatan kerja secara bertahap dapat tumbuh dan berkembang.
2. Bagi PT. Dirgantara Indonesia (Persero)
a. Memberikan kontribusi dalam upaya meningkatkan kompetensi/
kemampuan safety leadership para supervisor dan manajer di Direktorat
Produksi, PT. Dirgantara Indonesia (Persero).
b. Dapat membuat standardisasi safety leadership untuk supervisor dan
manajer di Direktorat Produksi PT. Dirgantara Indonesia (Persero).
8
F. Ruang Lingkup
Penelitian ini akan melakukan analisis tentang karakteristik gaya
kepemimpinan pada supervisor dan manajer Direktorat Produksi PT.
Dirgantara Indonesia (Persero). Penelitian dilaksanakan di Direkotrat Produksi
PT. Dirgantara Indonesia (Persero) pada bulan April-Juni 2014. Penelitian ini
dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan kualitatif melalui instrument
wawancara mendalam dan telaah dokumen di perusahaan tersebut. Diharapkan,
melalui pendekatan kualitatif ini dapat dilakukan penelusuran secara mendalam
terhadap setiap fenomena gaya kepemimpinan transformasional supervisor dan
manajer dalam melaksanakan K3LH di Direktorat Produksi PT. Dirgantara
Indonesia (Persero).
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kepemimpinan
Kepemimpinan merupakan ilmu dan seni yang berusaha untuk
membimbing, mengarahkan, memberi motivasi, dan menginspirasi kelompok
atau organisasi pada pencapaian tujuan bersama (Marshall, 2010). Sedangkan
menurut Robbins dan Coultar (2005), kepemimpinan merupakan proses
mempengaruhi kelompok menuju pencapaian tujuan dan pemimpin
mempunyai peran sebagai orang yang dapat mempengaruhi orang lain dan
memiliki otoritas manajerial.
Menurut pandangan Anthony & Govindarajan (2003) setiap organisasi
terdiri dari elemen-elemen atau bagian yang telah ditentukan fungsi-fungsinya,
untuk saling bekerjasama dan saling mempengaruhi, dan tidak ada yang lebih
dominan atau lebih utama dari sebagian yang lain, kecuali harus terkoordinasi
dalam tujuan-tujuan yang telah ditentukan. Kepemimpinan mencakup setiap
proses manajerial manusia (pekerja), informasi dan sumber daya. Sehingga,
pada akhirnya seorang pemimpin dituntut secara efektif dan bijaksana
meningkatkan komitmen, komunikasi, kreativitas dan kredibilitas menciptakan
keterlibatan aktif setiap orang dalam mencapai tujuan organisasi.
Melalui interaksi dan komunikasi yang efektif kepada setiap bawahan,
visi dan misi seorang pemimpin akan tersampaikan dengan baik. Bawahan
akan menilai komitmen seorang pemimpin terhadap visi dan nilai-nilai tersebut
10
dengan frekuensi, konsistensi, dan ketulusan pernyataan tertulis dan lisan
bahkan dengan bahasa tubuh seorang pemimpin.
B. Kepemimpinan Keselamatan
Safety leadership (kepemimpinan keselamatan) adalah kemampuan
pimpinan untuk menggerakan seluruh anggota organisasi agar bersemangat
dalam mewujudkan terciptanya budaya keselamatan kerja, guna mencapai
operasi unggul (Gunawan, 2013). Safety leadership dapat juga didefinisikan
sebagai proses dari interaksi antara pemimpin dan bawahannya dimana
pemimpin dapat mengarahkan bawahannya untuk mencapai target-target safety
organisasi melalui faktor organisasi atau faktor individu (Wu, 2008). Definisi
operasional kepemimpinan keselamatan mengacu pada nilai ukur terhadap tiga
dimensi skala kepemimpinan keselamatan, yaitu pembinaan keselamatan,
kepedulian terhadap keselamatan dan pengendalian keselamatan (Wu, 2005).
Kepemimpinan telah menjadi keunggulan kompetitif dalam
mempromosikan budaya responsif terhadap perubahan yang meliputi
perubahan dalam keselamatan kerja (Silong dan Hasan, 2009). Kepemimpinan
keselamatan yang efektif memiliki tiga elemen utama yaitu bersikap sebagai
peran model, memotivasi staf supaya bersikap aman, dan memonitor prestasi
keselamatan kerja. Kepemimpinan yang efektif dipercaya sangat diperlukan
untuk memastikan setiap rencana organisasi mengenai manajemen kesehatan
dan keselamatan kerja dapat dilaksanakan sesuai dengan tujuan yang telah
ditetapkan. Kepemimpinan yang kuat akan membentuk landasan stabilitas
11
pelaksanakan upaya manajemen kesehatan dan keselamatan kerja sehingga
dapat dipertahankan dari waktu ke waktu (Bennet, 2012). Oleh karena itu,
menurut Astuti (2010), safety leadership menjadi kunci keberhasilan dalam
membangun budaya keselamatan yang kuat pada industri berisiko tinggi karena
pengembangan budaya keselamatan dimulai dari manajemen puncak dan tim
manajemen dalam organisasi.
C. Peran Kepemimpinan dalam Keselamatan
Manajemen keselamatan utamanya bertujuan untuk mendorong
partisipasi aktif setiap tingkatan manajemen dalam memimpin pekerja untuk
mencapai tujuan keselamatan (safety goal) suatu perusahaan. Kepemimpinan
merupakan titik kritis dalam peningkatan kinerja keselamatan tersebut.
Pencapaian tujuan manajemen keselamatan sangat tergantung pada kualitas dan
konsistensi kepemimpinan yang ditunjukkan oleh manajemen (Lack, 2002).
Peran aktif seorang pemimpin dalam mempromosikan keselamatan kerja dan
melakukan pengawasan menjadi faktor penting dalam meningkatkan
keselamatan dan kesehatan di tempat kerja (Barling, Loughlin, & Kelloway,
2002).
Penelitian tentang hubungan antara kepemimpinan dan keselamatan telah
berkembang secara substansial selama 30 tahun terakhir, sebagian besar
penelitian telah difokuskan pada pengaruh gaya kepemimpinan secara umum
terhadap berbagai hasil keselamatan (Hoffmeister, 2012). Menurut Mullen,
Kelloway & Teed (2011), peran kepemimpinan dalam sebuah organisasi
12
menjadi prediktor yang konsisten untuk menghasilkan keselamatan.
Kepemimpinan mempunyai hubungan dengan kinerja yang positif dalam
pelaksanaan keselamatan seperti perbaikan persepsi iklim keselamatan,
meningkatkan perilaku keselamatan, dan penurunan kecelakaan dan cedera
(Hoffmeister, 2012). Sedangkan menurut Zohar (1980), organisasi yang
pemimpinnya mengambil peran aktif dalam melakukan promosi keselamatan,
perusahannya mempunyai catatan keselamatan kerja yang lebih baik dan
pengawasan yang dilakukan oleh seorang pimpinan secara umum mempunyai
kaitan terhadap keselamatan di tempat kerja. Selain itu, pemimpin yang
mempunyai kepemimpinan keselamatan yang baik sangat dibutuhkan bagi
organisasi dalam proses akselerasi transformasi di bidang keselamatan (Astuti,
2010).
D. Gaya Kepemimpinan dalam Manajemen Keselamatan dan Kesehatan
Kerja
Menurut Krause dan Hidley (2009), gaya kepemimpinan merupakan
elemen kedua dari pembentuk kepemimpinan keselamatan (safety leadership).
Berdasarkan kajian literatur terhadap beberapa pelaksanaan kepemimpinan
keselamatan (safety leadership), beberapa gaya kepemimpinan dalam kajian
keselamatan dan kesehatan kerja utamanya dapat dibedakan menjadi (a) gaya
kepemimpinan transformasional, (b) gaya kepemimpinan transaksional, dan (c)
gaya kepemimpinan berdasarkan Shell Global Solution. Penjelasan masing-
masing gaya kepemimpinan dapat disajikan sebagai berikut.
13
1. Kepemimpinan Transformasional
a. Definisi
Pembedaan istilah gaya kepemimpinan transformasional dan
transaksional pertama kali dikembangkan oleh Bernard M. Bass pada
tahun 1985 berdasarkan pengembangan terhadap teori kepemimpinan
Burns (Lievens et al, 1997; Bass, 1997). Konsep kepemimpinan
transformasional didefinisikan oleh Bass (1990) sebagai kinerja
kepemimpinan yang terjadi ketika para pemimpin memperluas dan
meningkatkan perhatian pengikut mereka, membangkitkan kesadaran dan
penerimaan terhadap tujuan dan misi kelompok, serta ketika para
pemimpin menggerakan pengikut mereka untuk menjadikan kepentingan
kelompok sebagai prioritas dibandingkan kepentingan pribadi. Rouche et
al (1989) mendefinisikan kepemimpinan transformasional sebagai
kemampuan pemimpin untuk mempengaruhi nilai-nilai, sikap,
kepercayaan, dan perilaku dalam rangka mencapai misi dan tujuan
organisasi. Pemimpin menjadikan budaya dan peran mereka sebagai
dasar untuk mempengaruhi orang lain. Dengan kata lain, pemimpin
transformasional mencoba untuk membuat perubahan yang
meningkatkan efisiensi organisasi dan kinerja (Jandaghi et al, 2009).
14
b. Unsur Kepemimpinan Transformasional
Berdasarkan teori Bass (1998), kepemimpinan transformasional
terdiri atas empat komponen, yaitu pengaruh ideal, motivasi
inspirasional, stimulasi intelektual, dan pertimbangan individual.
(1) Pengaruh Ideal
Pengaruh ideal dapat didefinisikan sebagai contoh (role model)
yang kharismatik bagi para pengikutnya. Para pemimpin ini
dikagumi, dihormati, dan dipercaya (Bass, Avolio, Jung, & Berson,
2003). Dimensi ini sering hanya disebut sebagai kharisma (Judge &
Bono, 2000). Kepemimpinan yang mempunyai pengaruh ideal
terjadi ketika para bawahan berusaha untuk mengidentifikasi dan
meniru pemimpin mereka (Avolio dan Bass, 2002). Dimensi
pengaruh ideal merupakan dimensi paling penting dalam teori Bass.
(2) Motivasi Inspirasional
Motivasi inspirasional menekankan pada
mengkomunikasikan visi secara menarik dengan penuh keyakinan,
menumbuhkan semangat tim dan meningkatkan antusiasime (Bass,
et al, 2003). Pada karakter motivasi inspirasional pemimpin
mengekspresikan pencapaian tujuan dengan menggunakan simbol-
simbol yang menarik kepada bawahan dan mengekspresikan tujuan-
tujuan dengan cara-cara sederhana. Pemimpin juga diharapkan dapat
membangkitkan semangat, antusiasme dan optimisme setiap pekerja
untuk melaksanakan setiap visi perusahaan (Sovyia, 2005). Motivasi
15
inspirasional dapat menarik dan memberi inspirasi kepada para
pengikutnya (Judge & Bono, 2000).
Motivasi keselamatan mengacu pada kesediaan individu
untuk mengerahkan setiap usaha dalam melaksanakan perilaku
keselamatan (Neal dan Griffin, 2006). Dalam sebuah penelitian
longitudinal dalam literatur keselamatan, Probst and Brubaker
(2001) menemukan bahwa motivasi keselamatan memiliki efek
tertinggal pada kepatuhan keselamatan 6 bulan kemudian.
(3) Stimulasi Intelektual
Pemimpin merangsang karya para pengikut mereka untuk
menjadi inovatif dan kreatif dengan mempertanyakan asumsi dan
melakukan pendekatan cara yang baru terhadap situasi yang ada
(Bass et al., 2003). Ide-ide baru dan solusi kreatif dalam proses
menangani masalah dan mencari solusi dikumpulkan dari bawahan.
Pemimpin yang mempunyai karakteristik stimulasi intelektual
mampu menampung ide-ide dari bawahan dengan mengedepankan
intelegensia dan alasan-alasan rasional (Runtuwene, 2011).
Kepemimpinan transformasional dengan stimulasi intelektual yang
tinggi dapat menjadi katalisator aktivitas kreatif melalui penggalian
masalah dan pemecahannya serta mengambil kata sepakat dari
anggota tim (Suyanegara dan Adisasmito, 2007). Pemimpin aktif
mendorong karyawannya untuk membingkai masalah dalam
16
perspektif baru dan melakukan pekerjaan mereka melalui pendekatan
baru (Kark et al., 2003)
(4) Pertimbangan Individual
Pada dimensi pertimbangan individual, pemimpin
memperhatikan kebutuhan masing-masing individu untuk
pencapaian dan pertumbuhan setiap pekerja dengan bertindak
sebagai pelatih atau mentor (Bass et al., 2003). Pemimpin
memperlakukan pekerja secara individual karena setiap pekerja
mempunyai kebutuhan yang unik pada setiap pribadinya (Inness,
Turner, Barling, & Stride, 2010). Selain itu, pemimpin memberikan
perhatian khusus terhadap setiap kebutuhan para pekerja untuk
pencapaian dan pertumbuhan mereka dengan memberikan dukungan
dan pembinaan untuk membuat setiap individu merasa dihargai dan
berharga bagi organisasi (Gillespi dan Mann, 2004). Pemimpin juga
secara aktif memberikan umpan balik dan menjadi penghubung
kebutuhan individual dengan misi organisasi (Krause, 2005).
Pemimpin fokus pada pengembangan dan pendampingan pengikut
serta mengurusi kebutuhan pekerja (Eagly, Johannesen-Schmidt, &
van Engen, 2003). Karakteristik pertimbangan individual juga dapat
dilihat dari sikap pemimpin yang berusaha untuk memberikan
nasihat kepada bawahan (Desianty, 2005) serta mendampingi dan
mengawasi pekerja (Rahmi, 2013).
17
Sedangkan menurut Krause dan Hidley (2009), karakterisitik
kepemimpinan transformasional yaitu :
(1) Penuh Tantangan
Pemimpin yang mempunyai karakteristik penuh tantangan
diidentifikasi dari sikap pemimpin yang memberikan tantangan
kepada bawahannya untuk menghasilkan ide-ide baru yang bertujuan
untuk merangsang bawahan mengkritisi cara-cara mereka selama ini
dalam mengerjakan sesuatu. Pemimpin menantang bawahan untuk
menghasilkan paradigma disfungsional, mempromosikan rasionalitas
dan memecahkan masalah dengan hati-hati.
(2) Ikut Terlibat
Pemimpin yang mempunyai karakteristik ikut terlibat
diidenfitifikasi dari pemimpin yang mampu menjadi fasilitator orang
lain untuk berkomitmen terhadap tujuan yang diinginkan. Dia
menjadi seorang pelatih, mentor, memberikan umpan balik dan
menjadi penghubung kebutuhan individual dengan misi organisasi.
(3) Inspiratif
Pada karakteristik inspiratif, pemimpin menetapkan standar
yang tinggi dan utamanya memiliki antusias yang tinggi dalam
mengkomunikasikan tujuan yang ingin dicapai oleh perusahaan.
Pemimpin mampu mengartikulasikan visi dengan sangat menarik
dan mengkomunikasikan keyakinan untuk pencapaian visi tersebut
kepada setiap bawahan yang menjadi tanggungjawabnya.
18
(4) Mampu Mempengaruhi
Karakteristik mampu mempengaruhi diifentifikasi dari
pemimpin yang mampu membangun komitmen mengenai
pencapaian visi dan misi bersama. Pemimpin mempunyai
kepercayaan, kehormatan dan kepercayaan orang lain dalam
pencapaian visi dan misi bersama tersebut. Selain itu, pemimpin juga
dapat mempertimbangkan konsekuensi etis dari keputusannya, dan
mampu melibatkan orang lain untuk melaksanakan nilai-nilai
penting perusahaan.
c. Pengaruh Kepemimpinan Transformasional
Pengaruh gaya kepemimpinan transformasional terhadap kinerja
keselamatan dalam banyak industri telah banyak dijelaskan dalam
berbagai penelitian. Gaya kepemimpinan transformasional dinyatakan
mempunyai hubungan dengan tindakan keselamatan yang dilakukan oleh
seorang manajer (Barling, Loughlin, & Kelloway, 2002; Zohar & Luria,
2010). Kepemimpinan transformasional juga memiliki hubungan positif
dalam menciptakan iklim keselamatan dan partisipasi safety pekerja
(Clarke, 2013).
Data-data empiris lain juga mendukung hubungan antara
kepemimpinan transformasional dan keselamatan kerja. Kepemimpinan
transformasional (a) mempunyai hubungan yang positif terkait dengan
inisiatif keselamatan (O'Dea & Flin, 2000) dan prioritas yang ditugaskan
19
untuk keselamatan (Zohar, 2002), (b) berhubungan negatif dengan
tingkat cedera minor (Zohar, 2002) dan kecelakaan mikro ( Zohar, 2000),
dan (c) secara tidak langsung terkait dengan cedera (Barling et al., 2002).
Penelitian Wahab et al (2012) terhadap industri otomotif Malayasia juga
mengkonfirmasi bahwa kepemimpinan transformasional memerankan
pengaruh yang signifikan terhadap kinerja keselamatan dalam sebuah
industri. Secara kolektif, penelitian ini mendukung gagasan bahwa
kepemimpinan transformasional memainkan peran penting dalam
keselamatan kerja.
Pada penelitian lain, Kelloway et al (2000), menunjukan bahwa
pemimpin transformasional diyakini dapat mengkomunikasikan standar
keselamatan yang tinggi dan memotivasi pekerja untuk menerima dan
mau terlibat terhadap setiap tujuan keselamatan. Selain itu, peran
kepemimpinan transformasional sangat penting ketika tingkat kinerja
keselamatan pada sebuah organisasi tidak stabil (Zohar, 2008)
d. Kelebihan Kepemimpinan Transformasional
Menurut Krause dan Hidley (2009), gaya kepemimpinan dalam
pengembangan safety leadership umumnya diklasifikasikan menjadi dua
gaya kepemimpinan, yaitu kepemimpinan transaksional dan
kepemimpinan transformasional. Meskipun demikian, keduanya tidak
bersifat saling eksklusif tergantung pada situasi dan kondisi yang terdapat
pada organisasi masing-masing perusahaan.
20
Zacharatos, Barling, & Iverson (2005) menyatakan bahwa model
kepemimpinan transformasional merupakan model kepemimpinan yang
paling baik untuk mengembangkan manajemen keselamatan dalam suatu
organisasi. Alasan yang menjadikan kepemimpinan transformasional
menjadi model kepemimpinan yang tepat untuk meningkatkan
keselamatan antara lain karena efektivitas kepemimpinan
transformasional mendukung untuk digunakan dalam berbagai konteks
(Bass, 1998). Selain itu, unsur-unsur yang terkandung dalam
kepemimpinan transformasional telah terbukti dapat meningkatkan
kinerja keselamatan (Zacharatos, Barling, & Iverson, 2005). Barling,
Weber, & Kelloway (1996) menyatakan bahwa hasil penelitian juga telah
menunjukkan bahwa kepemimpinan transformasional merupakan gaya
kepemimpinan yang dapat dipelajari dan diajarkan untuk para manajer.
Sehingga, pelaksanaan model kepemimpinan transformasional tersebut
dapat diterapkan dalam pelaksanaan praktis pengembangan sistem
manajemen keselamatan.
Sejalan dengan pernyataan tersebut, Krause (2007) berpandangan
bahwa gaya kepemimpinan transformasional memiliki kelebihan
dibandingkan dengan kepemimpinan transaksional dalam upaya
meningkatkan keselamatan dan menciptakan budaya kinerja yang tinggi,
karena gaya kepemimpinan ini dapat membantu para pimpinan untuk
mencapai hasil keselamatan dengan cara mempengaruhi, memotivasi dan
menginspirasi karyawan. Gaya kepemimpinan tranformasional sangat
21
kondusif untuk mengembangkan seseorang menjadi seorang pemimpin
dan memotivasi mengerjakan suatu tugas dengan pendekatan yang
berbeda. Kepemimpinan transformasional mengedepankan pembinaan
kerjasama atas nama tujuan organisasi dan sangat menghindari untuk
menyalahkan pihak tertentu.
Kepemimpinan transformasional memiliki kelebihan dibandingkan
dengan teori-teori kepemimpinan lainnya (Judge & Bono, 2000).
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Turner, Barling, Epitropaki,
Butcher & Milner (2002), seorang pemimpin yang mempunyai skor
kepempinan transformasional yang tinggi juga akan memiliki skor yang
tinggi dalam penalaran moral, sementara itu tidak terdapat hubungan
antara pertimbangan moral dan nilai gaya kepemimpinan transaksional.
Selain itu, kepemimpinan transformasional merupakan model
kepemimpinan yang lebih signifikan untuk pengaturan organisasi yang
mencakup keselamatan dibandingkan dengan kepemimpinan
transaksional (Humphreys, 2010). Gaya kepemimpinan transformasional
lebih mempunyai hubungan dengan terbentuknya iklim keselamatan
dalam sebuah organisasi dibandingkan dengan gaya kepemimpinan
transaksional (Andoh, 2013).
22
2. Kepemimpinan Transaksional
a. Definisi
Kepemimpinan transaksional mendasarkan hubungan pada
sentralitas transaksi atau kesepakatan antara pemimpin dengan pekerja
(Bycio, Hackett, & Allen, 1995). Gaya ini berfokus pada hubungan
antara kinerja dan manfaat, dan berpendapat bahwa orang-orang
termotivasi oleh kepentingan diri sendiri. Seorang pemimpin
transaksional yang baik menciptakan hubungan seorang pemimpin
dengan bawahannya bersifat koordinasi.
Pemimpin transaksional pada hakikatnya menekankan bahwa
seorang pemimpin perlu menentukan apa yang perlu dilakukan para
bawahannya untuk mencapai tujuan organisasi. Disamping itu, pemimpin
transaksional cenderung memfokuskan diri pada penyelesaian tugas-
tugas organisasi. Untuk memotivasi agar bawahan melakukan
tanggungjawab mereka, para pemimpin transaksional sangat
mengandalkan pada sistem pemberian penghargaan dan hukuman kepada
bawahannya (Flin dan Yule, 2004).
Kepemimpinan transaksional bisa dijalankan secara aktif maupun
pasif (Krause, 2005; Krause dan Hidley, 2009). Dalam bentuk aktif,
pemimpin mengambil inisiatif untuk mengkomunikasikan harapan-
harapannya, kemudian memantaunya dan secara bersamaan berusaha
untuk memperkuat kinerja. Literatur menyebutnya sebagai
kepemimpinan transaksional yang konstruktif. Dalam versi pasif, seorang
23
pemimpin transaksional cenderung untuk menunggu sampai suatu
ketidakberesan terjadi dan kemudian merespon dengan konsekuensi yang
sesuai. Gaya kepemimpinan versi pasif ini disebut sebagai kepemimpinan
transaksional korektif atau manajemen dengan pengecualian.
Kepemimpinan transaksional disebut juga sebagai kepemimpinan
berorientasi tugas yang pada dasarnya merupakan gaya kepemimpinan
konservatif yang dilaksanakan untuk melestarikan kondisi budaya dan
praktek organisasi yang selama ini ada dalam sebuah organisasi. Hal ini
bertujuan untuk tetap mendapatkan sesuatu yang dilakukan dalam
konteks saat ini dan berorientasi untuk lebih baik bekerja di lingkungan
yang stabil.
b. Unsur Kepemimpinan Transaksional
Karakteristik kepemimpinan transaksional adalah contingent
reward dan management by-exception (Howell dan Avolio, 1993).
Berikut penjelasan kedua karakteristik tersebut.
(1) Contingent Reward
Pada contingent reward dapat berupa penghargaan dari
pimpinan karena tugas telah dilaksanakan, berupa bonus atau
bertambahnya penghasilan atau fasilitas. Hal ini dimaksudkan untuk
memberi penghargaan maupun pujian untuk bawahan terhadap
upaya-upayanya. Selain itu, pemimpin betransaksi dengan bawahan,
dengan memfokuskan pada aspek kesalahan yang dilakukan
24
bawahan, menunda keputusan atau menghindari hal-hal yang
kemungkinan mempengaruhi terjadinya kesalahan.
(2) Management By-exception
Management by-exception menekankan fungsi managemen
sebagai kontrol. Pimpinan hanya melihat dan mengevaluasi apakah
terjadi kesalahan untuk diadakan koreksi, pimpinan memberikan
intervensi pada bawahan apabila standar tidak dipenuhi oleh
bawahan. Praktik management by-exception, pimpinan
mendelegasikan tanggungjawab kepada bawahan dan
menindaklanjuti dengan memberikan apakah bawahan dapat berupa
pujian untuk membesarkan hati bawahan dan juga dengan hadiah
apabila laporan yang dibuat bawahan memenuhi standar.
c. Pengaruh Kepemimpinan Transaksional
Penelitian yang dilakukan oleh Sønderstrup-Andersen (2011)
menunjukan bahwa gaya kepemimpinan transaksional secara bersama-
sama dengan gaya kepemimpinan tranformasional memiliki hubungan
positif yang signifikan dalam proses pemberdayaan manajemen
keselamatan. Sedangkan prioritas keselamatan pekerja hanya bermakna
dengan gaya kepemimpinan transformasional. Hasil penelitian Zohar
(2002) menunjukan bahwa gaya kepemimpinan tranformasional dan
traksaksional dapat bersifat komplementer dalam mempengaruhi perilaku
keselamatan pekerja.
25
Penelitian Zohar (2001) yang menggunakan pendekatan gaya
kepemimpinan transaksional untuk melakukan pengembangan dan
impelementasi training keselamatan pada supervisor. Secara bermakna,
setiap intervensi yang dilakukan oleh Zohar (2001) tersebut
meningkatkan persepsi supervisor tentang iklim keselamatan (safety
climate), meningkatkan pemakaian earplug, dan terjadi penurunan
kejadian kecelakaan. Hasil tersebut sejalan dengan penelitian Zohar
(2002) yang menunjukan bahwa gaya kepemimpinan tranformasional dan
traksaksional dapat bersifat komplementer dalam mempengaruhi perilaku
keselamatan pekerja.
3. Gaya Kepemimpinan Shell Global Solution (SGS)
Menurut Heni (2011), dalam rangka impelementasi safety leadership
di lingkungan kerja dapat digunakan konsep safety leadership yang
dikembangkan oleh Shell Global Solution (SGS). Dalam modul safety
leadership Shell Global Solution (SGS) yang juga digunakan oleh PT.
Pertamina (Persero) Refinery Unit IV Cilacap, gaya kepemimpinan
didasarkan pada konsep teaching, telling, delegating, dan participating.
Konsep teaching dapat didefinisikan sebagai memberikan bimbingan,
arahan, penjelasan dan dorongan. Sedangkan konsep telling didefinisikan
sebagai memberikan petunjuk yang benar tentang apa, dimana, kapan, dan
bagaimana. Konsep delegating didefinisikan dengan memberikan
kebebasan, kepercayaan, dukungan dan monitoring. Sedangkan konsep
26
participating didefinisikan dengan kecenderungan pimpinan untuk
memberikan dukungan, fasilitas, kerangka dan contoh. Berikut penjabaran
modul safety leadership Shell Global Solution (SGS) yang juga digunakan
oleh PT. Pertamina (Persero) Refinery Unit IV Cilacap.
Pada gaya kepemimpinan yang dikembangkan oleh Shell Global
Solution ini, pemimpin dituntun untuk mampu membangun karakter seorang
pemimpin yang situasional, membangun skills sekelilingnya, fleksibel,
mampu memakai berbagai gaya yang sesuai, mampu mendiagnosis kinerja
keselamatan dengan tepat, memberikan perhatian terhadap kompetensi dan
komitmen, serta mendiskusikan dan menyetujui tingkat pengawasan
keselamatan dengan anggota tim (Heni, 2011). Dalam tataran praktis
pelaksanaan safety leadership, keterlibatan pemimpin dalam gaya
kepemimpinan Shell Global Solution ini dilakukan dengan menanyakan isu
terkini dan ide baru, menjadi panutan, bersikap konsisten untuk datang ke
fasilitas, memberi masukan, dan menyampaikan setiap hal yang dilakukan
untuk perbaikan kinerja keselamatan.
Berikut dijelaskan mengenai konsep teaching, telling, delegating, dan
participating dalam pelaksanaan safety leadership yang dikembangkan oleh
Shell Global Solution.
27
Tabel 2.1. Gaya Kepemimpinan Shell Global Solution
ASPEK GAYA
Telling Teaching Participating Delegating
Respon terhadap
Masalah Teknis
Selalu bereaksi terhadap
masalah yang dihadapi.
Rencana tim selalu dirubah
Menggunakan masalah untuk
membina tim
Menjadikan pelajaran supaya
tidak mengulangi kesalahan
yang sama
Melakukan perencanaan
dari awal untuk
meminimalisir timbulnya
masalah
Rencana Kerja
Detil disampaikan ke setiap
orang. Mendefinisikan tujuan
secara jelas
Detil dengan penjelasan,
mengembangkan alternatif
Memfasilitasi proses
perencanaan. Kurang
memperhatikan detil stetapi
lebih fokus terhadap setiap
kemungkinan untuk
memecahkan masalah
Penetapan target. Tidak
ada detil tapi
mengutamakan proses
pengawasan
Rencana Pribadi
Bereaksi terhadap setiap
kejadian yang mereka alami.
Selalu berada di tempat
kejadian
Waktu diutamakan untuk
memberkan pembinaan
daripada melaksanakan
tuntutan lain
Memperbaiki masalah, jika
perlu dilakukan diluar jam
kerja
Merencanakan pekerjaan
dan memprioritaskan yang
lain sehingga mempunyai
waktu luang untuk berpikir
strategis dan tim
Kepemimpinan
Tim
Hirarki jelas. Tidak ada
argumen tentang siapa bos nya
Hirarki didasarkan pada
kesepakatan dan menghargai
pengalaman
Memimpin dengan contoh
Menetapkan startegi dan
memberikan dukungan
bila diperlukan
Perilaku yang
berhubungan
dengan Pekerjaan
Secara fisik hadir,
memperhatikan pekerjaan
sampai selesai
Memerankan diri sebagai
pengajar, banyak melakukan
pengamatan, memberikan
umpan balik dan memberikan
pelatihan kerja
Menjadi bagian dari tim,
tetapi merupakan orang yang
paling berkualitas diantara
yang lain
Mengelola program dan
dokumen
28
ASPEK GAYA
Telling Teaching Participating Delegating
Komunikasi
Secara spesifik memberikan
penjelasan tentang apa yang
harus dilakukan
Menjelaskan keputusan,
diikuti dengan menyediakan
waktu untuk menjelaskan
Berbagi ide dan
memfasilitasi diskusi
Memberikan
tanggungjawab untuk
kegiatan sehari-hari.
Berbicara tentang tujuan
jangka panjang
Motivasi dan
Kepercayaan
Memberikan motivasi dengan
kata-kata dan tidak
mempercayai pekerja sampai
pekerja itu melaksanakan
materi motivasi
Tertarik untuk menjalin
hubungan dengan orang-
orang. Bekerja untuk
mengembangkan kepercayaan
pada keduanya secara
langsung
Termasuk menjadi orang
yang terlibat. Supervisor
merupakan bagian dari tim.
Anda dapat melakukan
fungsi pengawasan jika bisa
Menunjukan kepercayaan.
Mendengarkan dan
menunjukan kepercayaan
terhadap kemampuan tim
29
E. Kerangka Teori
Penelitian ini menggunakan akan mengkaji gaya kepemimpinan
transformasional para supervisor dan manajer dalam melaksanakan fungsi
safety leadership model di Direktorat Produksi PT. Dirgantara Indonesia
Persero. Menurut Krause dan Hidley (2009), gaya kepemimpinan (leadership
style) dalam melaksanakan safety di dalam banyak kajian literatur lebih
menekankan pada kajian terhadap gaya kepemimpinan transaksional dan
transformasional. Namun demikian, gaya kepemimpinan transformasional
dalam berbagai penelitian dianggap sebagai gaya kepemimpinan yang lebih
bisa memberikan pengaruh dalam membentuk ekspresi pemimpin dalam
melakukan setiap tugas dan khususnya bagaimana pemimpin tersebut
mengaplikasikannya kepada bawahannya (best practices). Sehingga, penelitian
ini hanya melakukan kajian terhadap gaya kepemimpinan transformasional.
Menurut Bass (1998), gaya kepemimpinan transformasional terdiri atas
pengaruh ideal, motivasi inspirasional, stimulasi intelektual, dan pertimbangan
individual. Sedangkan menurut Krause dan Hidley (2009), karakteristik gaya
kepemimpinan tranformasional terdiri atas karakteristik penuh tantangan, ikut
terlibat, inspiratif, dan mampu mempengaruhi.
30
Bagan 2.1. Kerangka Teori
Gaya Kepemimpinan
Transformasional
Pengaruh Ideal
Pertimbangan
Individual
Motivasi
Inspirasional
Stimulasi Intelektual
Penuh Tantangan
Ikut Terlibat
Inspiratif
Mampu
Mempengaruhi
31
BAB III
KERANGKA PIKIR DAN DEFINISI ISTILAH
A. Kerangka Pikir
Kerangka pikir gaya kepimpinanan transformasional dalam penelitian ini
didasarkan pada teori gaya kepimpinanan menurut teori Bass (1998). Peneliti
hanya melakukan kajian tentang gaya kepimpinanan transformasional karena
dalam banyak penelitian, gaya kepimpinanan transformasional telah terbukti
dapat meningkatkan penyelenggaraan keselamatan sebuah perusahaan. Selain
itu, proses transformasi PT. Dirgantara Indonesia (Persero) dari sistem
manajemen militeristik menjadi korporasi modern juga menjadi pertimbangan
peneliti untuk hanya melakukan penelitian terhadap gaya kepimpinanan
transformasional. Dalam penelitian ini, peneliti hanya menggunakan
pendekatan gaya kepemimpinan transformasional menurut Bass (1998) karena
karakteristik yang disampaikan oleh Bass ini telah teruji dalam berbagai
penelitian safety di berbagai industri dan sesuai dengan karakteristik PT.
Dirgantara Indonesia (Persero).
Bagan 3.1. Kerangka Pikir
Gaya Kepemimpinan
Transformasional
Pengaruh Ideal
Pertimbangan
Individual
Motivasi
Inspirasional
Stimulasi
Intelektual
32
B. Definisi Istilah
Tabel 3.1. Definisi Istilah
GAYA KEPIMPINANAN TRANSFORMASIONAL
Istilah Definisi Cara Ukur Alat Ukur
Gaya
Kepimpinanan
Transformasional
Usaha pimpinan untuk mempengaruhi nilai-nilai, sikap,
kepercayaan, dan perilaku pekerja dalam mencapai misi dan
tujuan K3LH
Wawancara mendalam,
telaah dokumen dan
observasi
Pedoman wawancara
mendalam, telaah
dokumen dan observasi
Pengaruh Ideal Persepsi pimpinan untuk memberi contoh pelaksanaan
K3LH kepada bawahan
Wawancara mendalam
dan observasi
Pedoman wawancara
mendalam dan
observasi
Motivasi
Inspirasional
Persepsi pimpinan dalam mengkomunikasikan pentingnya
K3LH dengan menarik dan membangun semangat pekerja
untuk melaksanakannya
Wawancara mendalam Pedoman wawancara
mendalam
Stimulasi
Intelektual
Persepsi pimpinan dalam mendiskusikan masalah K3LH di
tempat kerja dan mampu menerima ide-ide perbaikan K3LH
dari bawahan
Wawancara mendalam
dan telaah dokumen
Pedoman wawancara
mendalam dan telaah
dokumen
Pertimbangan
Individual
Persepsi pimpinan dalam memberikan bimbingan K3LH
kepada pekerja dan menyelesaikan masalah K3LH yang
dihadapi para pekerja
Wawancara mendalam
dan telaah dokumen
Pedoman wawancara
mendalam dan telaah
dokumen
33
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Dalam penelitian ini
dilakukan analisis deskriptif tentang karakteristik gaya kepemimpinan
transformasional pada supervisor dan manajer di Direkotrat Produksi PT.
Dirgantara Indonesia (Persero).
B. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Direktorat Produksi PT. Dirgantara
Indonesia (Persero) yang beralamat di Jalan Pajajaran No. 154 Bandung 40174,
pada bulan April-Juni tahun 2014.
C. Informan Penelitian
Informasi dalam penelitian berfungsi sebagai sumber untuk mencari
informasi mengenai karakteristik gaya kepemimpinan transformasional di
Direktorat Produksi PT. Dirgantara Indonesia (Persero). Pemilihan informan
dalam penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling yang didasarkan
pada suatu pertimbangan tertentu yang dibuat oleh peneliti berdasarkan ciri-ciri
atau sifat-sifat informan yang sudah diketahui sebelumnya untuk memperoleh
informasi yang lengkap dan mencukupi dengan menggunakan prinsip
kesesuaian dan kecukupan (Sugiyono, 2009). Informan dalam penelitian ini
yaitu :
34
1. Informan Utama
Informan utama dalam penelitian ini adalah para supervisor dan
manajer di Direktorat Produksi PT. Dirgantara Indonesia (Persero). Dalam
melakukan pekerjaan, seorang supervisor dan manajer secara langsung
berhadapan dengan para pekerja pada setiap workshop di Direktorat
Produksi. Dengan demikian, supervisor dan manajer merupakan fungsi
manajemen yang dapat secara langsung mengkoordinir, mengarahkan, dan
memotivasi serta membudayakan pekerja dibawahnya dalam melaksanakan
K3LH di tempat kerja. Informan utama yang dipilih untuk wawancara
mendalam adalah supervisor dan manajer yang telah bekerja minimal 1
tahun pada Direktorat Produksi PT. Dirgantara Indonesia (Persero) dan
mampu berkomunikasi verbal menggunakan bahasa Indonesia dengan baik,
serta bersedia menjadi informan dan menyepakati informed consent.
Tabel 4.1. Karakteristik Informan Utama
No Informan Uraian
1
Manajer Machining
1. Umur
2. Pendidikan
3. Masa Kerja di PT. DI
55 tahun
D3
30 tahun
2
Manajer Receiving, Handling & Shipping
1. Umur
2. Pendidikan
3. Masa Kerja di PT. DI
54 tahun
S-1
26 tahun
3
Supervisor Filter and Borring
1. Umur
2. Pendidikan
3. Masa Kerja di PT. DI
53 tahun
STM
32 tahun
4
Supervisor Profilling Prismatic
1. Umur
2. Pendidikan
3. Masa Kerja di PT. DI
51 tahun
SLTA
31 tahun
35
5
Supervisor Supervisor Fus Assy
1. Umur
2. Pendidikan
3. Masa Kerja di PT. DI
52 tahun
ST
24 tahun
6
Supervisor Precutting Shop
1. Umur
2. Pendidikan
3. Masa Kerja di PT. DI
53 tahun
SLA
34 tahun
Sumber : data primer peneliti
2. Informan Pendukung
Informan pendukung dalam penelitian ini leader, staff Departemen
K3LH dan anggota P2K3. Leader jabatan struktural yang berada langsung
dibawah supervisor sehingga dapat mengkonfirmasi setiap keterangan yag
disampaikan oleh supervisor atau manajer. Sedangkan staff Departemen
K3LH sebagai pembina pelaksanaan Sistem Manajemen Keselamatan,
Kesehatan Kerja dan Lingkungan Hidup di Direktorat Produksi PT.
Dirgantara Indonesia (Persero). Selain itu, Departemen K3LH merupakan
organisasi yang menyiapkan pedoman kepemimpinan manajemen dan
partisipasi karyawan dalam menerapkan sistem manajemen K3LH yang
digunakan di Direktorat Produksi PT. Dirgantara Indonesia (Persero). Hal
ini dapat memberikan telaah secara mendalam mengenai tugas supervisor
dan manajer sebagai fungsi kepemimpinan manajemen dalam pelaksanaan
gaya kepemimpinan transformasional di Direktorat Produksi.
Selain staff Departemen K3LH, informan pendukung pada penelitian
ini adalah anggota P2K3 di Direktorat Produksi PT. Dirgantara Indonesia
(Persero). Kedudukan P2K3 yang mempunyai tugas untuk memberikan
36
saran dan pertimbangan baik diminta maupun tidak kepada pengurus
Direktorat Produksi mengenai masalah K3LH akan memberikan gambaran
mengenai keterlibatan para supervisor dan manajer di Direktorat Produksi
dalam pelaksanaan gaya kepemimpinan transformasional untuk
melaksanakan K3LH.
Tabel 4.2. Karakteristik Informan Pendukung
No Informan Uraian
1
Leader Profilling Machining
1. Umur
2. Pendidikan
3. Masa Kerja di PT. DI
54 tahun
STM
32 tahun
2
Leader Fitter Finishing
1. Umur
2. Pendidikan
3. Masa Kerja di PT. DI
50 tahun
STM
28 tahun
3
Leader Precutting
1. Umur
2. Pendidikan
3. Masa Kerja di PT. DI
50 tahun
STM
28 tahun
4
Staff Departemen K3LH
1. Umur
2. Pendidikan
3. Masa Kerja di PT. DI
54 tahun
S-1
32 tahun
5
Anggota P2K3
1. Umur
2. Pendidikan
3. Masa Kerja di PT. DI
49 tahun
S1
27 tahun
Sumber : data primer peneliti
D. Instrumen Penelitian
Pada penelitian kualitatif, peneliti memiliki kedudukan khusus, yaitu
sebagai perencana, pelaksana pengumpulan data, analis, penafsir data, serta
pelapor hasil penelitiannya (Moleong, 2010). Kedudukan peneliti tersebut
37
menjadikan peneliti sebagai key instrument atau instrumen kunci yang
mengumpulkan data berdasarkan kriteria-kriteria yang dipahami (Sugiyono,
2009).
E. Sumber Data
1. Data Primer
Untuk melakukan penelitian teoritis karakteristik gaya kepemimpinan
transformasional dilakukan metode wawancara mendalam kepada
supervisor dan manajer. Selain itu, telaah dokumen juga dilakukan untuk
melakukan penilaian terhadap proses keterlibatan para supervisor dan
manajer dalam melaksanakan gaya kepemimpinan transformasionalnya.
2. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh dari perusahaan yaitu data
yang berhubungan dengan ketenagakerjaan seperti struktur organisasi, profil
perusahaan dan dokumen yang berhubungan dengan keterlibatan supervisor
dan manajer dalam melaksanakan K3LH seperti form safety pada Panel
SQCDP.
F. Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data pada tahap penelitian kualitatif ini yaitu
dengan menggunakan teknik wawancara mendalam dan telaah dokumen.
38
1. Wawancara Mendalam
Wawancara mendalam dilakukan dengan penggalian secara mendalam
terhadap satu topik dengan pertanyaan terbuka menurut perspektif informan.
Peneliti melakukan pengumpulan data dengan menggunakan alat bantu
berupa pertanyaan–pertanyaan tertulis sebagai pedoman untuk wawancara
mendalam, buku catatan dan voice recorder untuk merekam wawancara.
Selain menggunakan alat perekam, selama wawancara, peneliti juga
membuat catatan yang bertujuan untuk menuliskan keadaan atau situasi saat
berlangsungnya wawancara dan semua respon yang diperlihatkan oleh
partisipan berupa respon non verbal. Hal ini dimaksudkan untuk membantu
peneliti agar dapat merencanakan pertanyaan baru berikutnya serta
membantu untuk mencari pokok-pokok penting dalam wawancara, sehingga
hal ini dapat mempermudah analisis.
Pedoman wawancara mendalam yang peneliti gunakan dalam
melakukan wawancara mendalam terhadap informan dikembangkan
berdasarkan kajian literatur penulis terhadap teori kepemimpinan
transformasional menurut Bass (1998). Selain itu, penulis juga melakukan
kajian dan komparasi terhadap pedoman wawancara mendalam yang
digunakan oleh peneliti lain yang telah melakukan kajian gaya
kepemimpinan tranformasional dalam penelitian safety leadership.
Peneliti memberikan kebebasan yang seluas-luasnya pada partisipan
dalam menjawab pertanyaan yang diajukan, peneliti juga berusaha
mendorong partisipan agar mengungkapkan berbagai hal yang ditanyakan
39
berkenaan dengan persepsi informan tentang karakteristik gaya
kepemimpinan transformasional dalam pelaksanaan K3LH di Direktorat
Produksi PT. Dirgantara Indonesia (Persero). Prosedur ini berlaku pada
semua informan. Melalui wawancara ini diharapkan terdapat informasi dan
ide dari partisipan yang dapat digunakan peneliti untuk membangun makna
dalam setiap topik (Prastowo, 2010 dalam Neldi, 2011).
2. Telaah Dokumen
Dokumen yang diamati dalam penelitian ini adalah dokumen resmi
jenis dokumen internal. Dokumen internal berupa Prosedur D4 G0 20
tentang Pedoman Kepemimpinan Manajemen dan Partisipasi Karyawan
dalam Menerapkan Sistem Manajemen K3LH. Selain itu, dilakukan kajian
terhadap form safety pada panel SQCDP. Dokumen ini dapat memberikan
petunjuk tentang tanggungjawab peran kepemimpinan manajemen dalam
penerapan gaya kepemimpinan transformasional di Direktorat Produksi.
3. Observasi
Observasi dilakukan untuk melihat perilaku sehari-hari para
supervisor dan manajer di Direktorat Produksi PT. Dirgantara Indonesia
(Persero). Selain itu, observasi ini juga dapat menjadi bahan konfirmasi
terhadap setiap pernyataan para supervisor dan manajer ketika
melaksanakan K3LH di tempat kerja.
40
G. Triangulasi Data
Triangulasi merupakan cara yang paling umum digunakan bagi
peningkatan validitas data dalam penelitian kualitatif (Sutopo, 2006; Sugiyono,
2009). Triangulasi ini meliputi triangulasi sumber, triangulasi metode,
triangulasi data/analisis dan triangulasi peneliti (investigator triangulation).
Triangulasi sumber dilakukan dengan cara cross-check data dengan fakta dari
sumber lainnya dan menggunakan kelompok informan yang berbeda.
Triangulasi ini dilakukan dengan cara mencari orang-orang yang terlibat secara
langsung dalam pelaksanaan gaya kepemimpinan transformasional di
Direktorat Produksi PT. Dirgantara Indonesia. Selain itu, informasi lain
diperoleh dari staff Departemen K3LH Korporasi dan anggota P2K3 dengan
cara wawancara mendalam.
Triangulasi metode dilakukan dengan cara menggunakan beberapa
metode dalam pengumpulan data. Selain menggunakan metode wawancara
mendalam (indepth-interview) terhadap informan, juga dilakukan telaah
dokumen dan observasi. Sedangkan triangulasi data/analisis dilakukan dengan
cara meminta umpan balik dari informan yang berguna untuk alasan etik serta
perbaikan kualitas laporan, data, dan kesimpulan yang ditarik dari data
tersebut. Untuk tiangulasi data, peneliti mengecek kembali jawaban yang
diberikan informan dengan cara menanyakan kembali maksud dari jawaban
informan untuk memastikan kebenaran jawaban.
41
Tabel 4.3. Triangulasi Data
Informasi
Teknik Pengumpulan Data Triangulasi
Wawancara
Mendalam
Telaah
Dokumen Observasi Supervisor Manajer Leader
Staff
Departemen
K3LH
Anggota
P2K3
Pengaruh Ideal √ - √ √ √ √ - -
Motivasi
Inspirasional √ - - √ √ √ - -
Stimulasi Intelektual √ √ - √ √ √ √ √
Pertimbangan
Individual √ √ - √ √ √ √ √
42
H. Pengolahan Data
Pengolahan data dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Melakukan pemeriksaan keabsahan data
2. Menelaah semua data yang tersedia dari berbagai sumber informan
3. Membuat transkrip rekaman hasil wawancara mendalam segera setelah
selesai wawancara
4. Melakukan reduksi data dengan cara membuat rangkuman inti dan menjaga
agar pernyataan yang perlu, tetap ada didalamnya
5. Kategorisasi pada data yang mempunyai karakteristik yang sama
6. Menyajikan ringkasan data dalam bentuk matriks
I. Analisis Data
Pada penelitian ini data yang dikumpulkan dari hasil wawancara dan
catatan lapangan akan dilakukan analisis dengan menggunakan content
analysis. Content analysis terdiri dari coding dan pengelompokan data. Hal ini
untuk mengidentifikasi transkrip data dan untuk memilah-milah pesan penting
yang tersembunyi di setiap wawancara. Menurut Utami (2012), prosedur ini
terdiri dari serangkaian langkah, sebagai berikut :
1. Mengambil salinan transkrip dan membacanya. Bila melihat sesuatu yang
berisi informasi yang menarik atau relevan, dibuat catatan singkat di
margin kanan tentang sifat informasi tersebut.
2. Lihat catatan margin tersebut kemudian dibuat daftar berbagai jenis
informasi yang telah ditemukan.
43
3. Setelah mendapatkan daftar item yang disarikan dari teks. Baca seluruh
daftar item data tersebut kemudian kategorikan item–item data tersebut
berdasarkan topik yang sama. Tidak menutup kemungkinan penggunaan
kategori lebih dari satu kali karena beberapa item data mengacu pada topik
yang sama.
4. Kemudian lihat daftar kategori yang telah teridentifikasi dari transkrip dan
pertimbangkan kemungkinan beberapa kategori dapat dihubungkan dalam
beberapa cara, jika demikian, bisa dibuat kategori mayor sebagai kategori
utama dan kategori yang lebih kecil sebagai kategori minor. Beberapa
literatur mengatakan bahwa kategori utama merupakan tema. Tidak
menutup kemungkinan penggunaan kategori lebih dari satu kali karena
beberapa item data mengacu pada topik yang sama. Pada tahap ini
kategorikan sebanyak mungkin data yang dibutuhkan dan jangan
memasukan suatu item ke dalam kategori yang sama dengan item
sebelumnya jika diduga adanya kemungkinan teridentifikasi kategori baru.
Jumlah kategori dapat dikurangi kemudian.
5. Lihat daftar kategori mayor dan minor. Kemudian bandingkan dan lihat
perbedaan berbagai kategori. Mungkin akan didapatkan perubahan
berkaitan dengan kategori minor. Ketika memulai mengembangkan ”big
picture” kita mungkin melihat beberapa item berbeda dan lebih tepat untuk
dimasukan ke dalam kategori alternatif. Mungkin saja ditemukan bahwa
satu item dapat masuk dalam dua kategori, jika demikian masukan item ke
dalam dua kategori tersebut.
44
6. Untuk transkrip berikutnya, diulang proses dari tahap 1–5. Ketika
mengidentifikasi transkrip kedua dan selanjutnya, akan terus teridentifikasi
kategori, namun demikian akan ditemukan juga bahwa item data yang baru
dapat dimasukan ke dalam kategori sebelumnya teridentifikasi. Dan pada
akhirnya, tidak akan ditemukan kategori baru lagi. Semua item informasi
yang relevan dan menarik dapat ditampung dalam kategori yang ada.
Dapat digunakan warna-warna tersendiri sebagai kode untuk setiap
kategori, dan penting untuk menyimpan transkrip asli yang masih bersih.
7. Kumpulkan semua transkrip dari hasil wawancara, yang sudah dimasukan
ke dalam satu kategori yang memiliki beberapa hubungan satu sama lain.
Periksa setiap kategori apakah memiliki kesamaan atau ada kategori yang
tampak seolah-olah tidak cocok dan benar–benar termasuk dalam kategori
yang berbeda.
8. Ketika semua data transkrip relevan telah disortir ke dalam kategori mayor
dan minor, lihat kembali data yag terdapat dalam setiap kategori.
Kemudian analisa data dalam sistem kategorisasi yang telah
dikembangkan dan tentukan apakah perlu memindahhkan beberapa item
data dari satu kategori ke kategori lain. Sehingga yakin bahwa informasi
ada dalam kategori yang tepat.
9. Setelah mengurutkan semua kategori dan yakin bahwa semua item data
dalam kategori yang tepat, lihat kisaran kategori dengan tujuan melihat
apakah dua atau lebih kategori dapat disatukan. Jika demikian maka dapat
membentuk suatu tema mayor dalam penelitian yang dilakukan.
45
10. Lihat kembali salinan asli dari transkrip, dan catatan awal yang sudah
dibuat. Lihatlah teks yang tampaknya tidak relevan pada saat itu. Setelah
ditentukan tema, kategori mayor dan kategori minor yang telah diurutkan
dengan jelas, pertimbangkan apakah ada data yang sebelumnya tidak
relevan dan harus disertakan dalam hasil.
Proses content analysis terus meninjau kembali data dan meninjau
kategorisasi data sampai peneliti yakin bahwa tema dan kategori yang
digunakan untuk menggambarkan penemuan adalah suatu refleksi jujur
dan akurat dari data. Setelah menentukan tema yang muncul dari hasil
wawancara dengan informan, peneliti kemudian melakukan validasi data
kepada informan untuk meminta klarifikasinya bila hal ini memungkinkan.
J. Penyajian Data
Dalam penelitian ini, peneliti menyusun laporan ke dalam bagian
pengumpulan data kualitatif, dan analisis data kualitatif. Selanjutnya, dalam
bagian kesimpulan dan interpretasi, peneliti memberikan komentar tentang
bagaimana hasil-hasil kualitatif membantu mengelaborasi atau memperluas
karakteristik gaya kepemimpinan transformasional Direktorat Produksi PT.
Dirgantara Indonesia (Persero). Data yang diperoleh disajikan dalam bentuk
narasi dengan menggunakan matriks hasil wawancara dengan informan yang
telah dilakukan.
46
BAB V
HASIL
A. Tanggungjawab Pelaksanaan K3LH di Direktorat Produksi
Untuk mengetahui tanggungjawab pelaksanaan K3LH di Direktorat
Produksi PT. Dirgantara Indonesia (Persero), peneliti terlebih dahulu
melakukan telaah terhadap dokumen struktur organisasi. Telaah dokumen
struktur organisasi ini memberikan gambaran tentang hirarki struktural
fungsi manajemen dalam melaksanakan K3LH di Direktorat Produksi.
Berdasarkan hasil telaah dokumen tersebut, dapat terlihat bahwa hirarki
pelaksanaan K3LH di Direktorat Produksi PT. Dirgantara Indonesia
(Persero) seperti bagan 5.1. di bawah ini.
Dalam bagan 5.1. dapat terlihat, untuk melaksanakan Sistem
Manajemen K3LH di Direktorat Produksi, seorang Direktur Produksi akan
dibantu oleh beberapa kepala divisi. Sedangkan kepala divisi dibantu oleh
beberapa manajer, dan manajer dibantu oleh beberapa supervisor. Setiap
hirarki dalam fungsi manajemen tersebut mempunyai tanggungjawab
masing-masing dalam pelaksanaan K3LH di Direktorat Produksi PT.
Dirgantara Indonesia (Persero).
47
Bagan 5.1. Struktur Organisasi Pelaksanaan K3LH di Direktorat Produksi
PT. Dirgantara Indonesia (Persero)
Selain melakukan telaah dokumen terhadap hirarki struktural
pelaksanaan K3LH di Direktorat Produksi PT. Dirgantara Indonesai (Persero),
peneliti juga melakukan telaah Dokumen D4 GO 20 tentang Pedoman
Kepemimpinan Manajemen dan Partisipasi Karyawan dalam Menerapkan
Sistem Manajemen K3LH. Berdasarkan hasil telaah dokumen Dokumen D4
GO 20 tentang Pedoman Kepemimpinan Manajemen dan Partisipasi Karyawan
Direktur Umum
Direktur Produksi
Kepala Divisi Kepala Divisi
Sumber : Diolah dari Lampiran SK Direksi PT. Dirgantara Indonesia (Persero) tentang
Struktur Organisasi PT. Dirgantara Indonesia (Persero) dan hasil wawancara mendalam
Manajer Manajer Manajer Manajer
Supervisor Supervisor Supervisor Supervisor
Leader Leader Leader Leader
Pekerja Pekerja Pekerja Pekerja
48
dalam Menerapkan Sistem Manajemen K3LH, dapat digambarkan bahwa
tanggungjawab manajemen terhadap komitmen pelaksanaan K3LH di PT.
Dirgantara Indonesia (Persero) adalah sebagai berikut.
1. Tingkat Kepala Divisi
a. Mengkoordinasikan penerapan SMK3LH sesuai kebijakan K3LH No 00-
PTD-19A beserta peraturan pelaksanaannya di unit organisasinya.
b. Menetapkan wakil manajemen dan karyawan sebagai pengurus P2K3
c. Menetapkan personil yang mempunyai tanggungjawab dalam kelompok
kerja 5R
d. Menetapkan personil yang mempunyai tanggungjawab dalam regu
setempat penanggulangan keadaan darurat
e. Menyusun perencanaan K3LH di lingkungan unit organisasinya
f. Menyediakan anggaran, tenaga kerja yang berkualitas dan sarana-sarana
lain yang diperlukan dalam melaksanakan perencanaan di bidang K3LH
g. Mengkoordinir, mengarahkan dan memotivasi serta membudayakan
jajaran manajemen dan karyawan dibawahnya dalam melaksanakan
K3LH di area kerja
h. Mengkoordinir upaya pencegahan dan penanggulangan kecelakaan kerja,
kebakaran, peledakan, penyakit akibat kerja dan pencemaran lingkungan
i. Mengendalikan dan mengawasi pelaksanaan SMK3LH di lingkungan
untuk organisasinya
j. Melakukan perbaikan kinerja dan tindak lanjut pelaksanaan sistem
manajemen K3LH secara berkelanjutan.
49
2. Tingkat Manajer
a. Menenerapkan SMK3LH sesuai dengan kebijakan K3LH No 00-PTD-
19A beserta peraturan pelaksanaannya di unit organisasinya.
b. Memfasilitasi aktivitas P2K3 yang berhubungan dengan area kerjanya
atau pekerjaannya
c. Membentuk kelompok kerja 5R dan memfasilitasi aktivitas di lingkungan
kerjanya
d. Memfasilitasi aktivitas regu setempat penanggulangan keadaan darurat di
lingkungan kerjanya
e. Menjabarkan perencanaan K3LH sesuai lingkup tanggungjawabnya
f. Mengkoordinir, mengarahkan dan memotivasi serta membudayakan
supervisor dan karyawan dibawahnya dalam melaksanakan K3LH di area
kerja
g. Mengkoordinir identifikasi bahaya, upaya pencegahan dan
penanggulangan kondisi tempat kerja dan/atau pekerjaan yang
membahayakan dan dapat menimbulkan risiko kecelakaan kerja,
kebakaran, peledakan, penyakit akibat kerja dan pencemaran lingkungan
h. Mengawasi pelaksanaan SMK3LH di lingkungan departemennya
i. Melakukan upaya penanggulangan sesuai kewenangannya dan
melaporkan kepada atasannya dan fungsi terkait bila terjadi kecelakaan
kerja atau insiden
j. Melakukan perbaikan kinerja K3LH secara berkelanjutan.
50
3. Tingkat Supervisor
a. Menenerapkan SMK3LH sesuai dengan kebijakan K3LH No 00-PTD-
19A beserta peraturan pelaksanaannya di unit organisasinya.
b. Mengarahkan dan memotivasi serta membudayakan karyawan
dibawahnya dalam melaksanakan K3LH di area kerja
c. Melakukan identifikasi bahaya dan mencegah dan menanggulangi
kondisi tempat kerja dan/atau pekerjaan yang membahayakan dan dapat
menimbulkan risiko kecelakaan kerja, kebakaran, peledakan, penyakit
akibat kerja dan pencemaran lingkungan
d. Melaksanakan pertemua untuk membahas penerapan K3LH beserta
anggotanya setiap pergantian shift kerja atau secara periodik
e. Mengawasi pelaksanaan kebijakan, prosedur, standar atau petunjuk
K3LH di lingkungan kerjanya
f. Mengkoordinir tindak lanjut temuan inspeksi dan audit K3LH di
lingkungannya
g. Melakukan penanggulangan sesuai kewenangannya dan melaporkan
kepada atasannya bila terjadi kecelakaan kerja atau insiden
h. Melakukan perbaikan kinerja K3LH secara berkelanjutan.
B. Karakteristik Gaya Kepemimpinan Transformasional
Gaya kepemimpinan transformasional terdiri atas empat karakteristik,
yaitu stimulasi intelektual, pertimbangan individual, motivasi inspirasional, dan
pengaruh ideal. Berikut disampaikan hasil penelitian pada masing-masing
51
karakteristik gaya kepemimpinan transformasional di Direktorat Produksi PT.
Dirgantara Indonesia (Persero).
1. Stimulasi Intelektual
Seorang pemimpin yang memiliki karakteristik stimulasi intelektual
dalam penelitian ini didefinisikan sebagai karakteristik pimpinan yang
mendiskusikan masalah K3LH di tempat kerja dan mampu menerima ide-
ide perbaikan K3LH dari pekerja. Pemimpin berusaha untuk
mengedepankan rasionalitas bawahan dengan mengumpulkan ide-ide baru
dan solusi dari bawahan untuk menangani masalah di tempat kerja. Hasil
wawancara mendalam dengan informan menunjukan kecenderungan
karakteristik stimulasi intelektual dapat diidentifikasi dari penerimaan
pimpinan terhadap kritikan dan ide-ide baru dari pekerja serta mekanisme
didapatkannya kritik dan ide-ide baru tentang pelaksanaan K3LH di tempat
kerja.
a. Menerima dan Terbuka terhadap Kritikan
Berdasarkan hasil wawancara mendalam terhadap manajer dapat
tergambarkan bahwa manajer di Direktorat Produksi PT. Dirgantara
Indonesia (Persero) memiliki sikap yang terbuka terhadap setiap kritik
dari bawahan. Hal ini dapat tergambarkan dalam pernyataan berikut.
Informan 1
“engga mungkin saya mengajukan itu kalau misalkan saya
engga nerima kritikan itu”
52
Informan 2
“sama ya dengan kritik mereka waktu nyampein ke saya.
Mungkin kan, eee, apa namanya, mereka juga nyampein dulu
ke atasannya, baru atasannya ke saya dilanjutin…”
Pernyataan keterbukaan manajer terhadap kritikan tersebut dapat
dikonfirmasi dari pernyataan supervisor yang menjadi bawahan struktural
para manajer. Berikut pernyataan yang mengkonfirmasi keterbukaan para
manajer terhadap kritikan yang disampaikan bawahannya.
Informan 3
“manajer saya nerima, kan itu faktanya begitu ya, dan
biasanya mereka terbuka terhadap kritikan-kritikan kita, apa
adanya aja kita sampaikan ke atasan”
Informan 5
“kritikan yang kita sampaikan, apa namanya, ditanggapi gitu
yah, karena kan itu memang keadaannya begitu”
Selain terbuka terhadap kritik pelaksanaan K3LH yang
disampaikan oleh para supervisor, para manajer di Direktorat Produksi
juga memiliki keterbukaan terhadap setiap kritikan yang disampaikan
oleh pekerja langsung. Berikut pernyataan manajer yang menyampaikan
tentang keterbukaan terhadap kritikan dari pekerja.
Informan 1
“kritikan ada, yang dari bawahan ya ada, kritikannya adalah
kita selama ini yang agak sulit saya realisasikan adalah, kita
menekankan anggota ya untuk pake safety, tapi supply safety-
53
nya terlambat, kita mau apa, eee, meminta anggota
menggunakan alat handling yang benar, tapi alat handling
nya engga ada, nah sementara pengadaan fungsi lain kan, itu
dikritik sama anggota, jadi nyuruhnya bisa tapi ngadainnya
ga bisa…”
Informan 2
“kritikannya cuman masukan, mereka minta diadakan gitu
yah, misalnya sarung tangan, masukan-masukannya seperti
itu. Yaudah kita terima, masukan itu kita ajuin lewat
mekanisme yang ada…”
Keterbukaan manajer terhadap kritikan dari pekerja tersebut, juga
disampaikan oleh para supervisor melalui pernyataan berikut.
Informan 3
“…bahkan kritikan itu kan kadang-kadang juga manajer itu
dapet masukan dan kritikan itu dari pekerja langsung. Waktu
keliling kan langsung pekerja bisa nyampein, jadinya pekerja
itu menyampaikan ke saya juga ke manajer langsung juga
bisa”
Informan 6
“kalau kritikan sama aja mereka nerima-nerima aja, dari
kita diterima, dari bawahan juga diterima, kaya tadi aja
waktu kamu liat, manajernya kontrol ke bawah kan ngomong
langsung sama pekerja. Pekerja juga menyampaikan juga ke
manajer untuk ajuan dan kritikannya itu..”
54
Sejalan dengan keterbukaan para manajer ketika menghadapi
kritikan dari bawahan, para supervisor juga mempunyai keterbukaan
terhadap setiap kritikan pelaksanaan K3LH yang disampaikan oleh
bawahannya. Hal ini dapat diidentifikasi dari pernyataan berikut.
Informan 3
“kalau untuk kritikan itu saya terbuka yah, di apel juga kan
saya berharap justru ada timbal balik gitu yah, tidak saya
yang nyerocos saja sendiri. Biasanya pekerja ada kritikan
misalkan ketika alat safetynya engga ada gitu yah, atau
kurang cocok sama mereka. Ya intinya kita dengarkan semua
yang disampaikan oleh mereka gitu yah”
Informan 6
“…selama ini saya selalu menerima ya, karena kalau
kritikan itu tidak harus kita tolak, kalau itu bagus kan justru
baik buat kita ke depannya harus gimana”
Menurut supervisor, setiap kritikan yang disampaikan oleh para
pekerja tersebut akan disampaikan kepada manajer selaku atasan
struktural mereka. Berikut pernyataan yang disampaikan oleh supervisor
mengenai hal tersebut.
Informan 4
“ya kita tanggapi, tergantung kritikannya ya, kalau memang
harus kita buat ajuan kita ajukan, jadi kita ajukan ke yang
menangani K3LH”
“atasan juga tau kritik itu, kan di SQCDP juga kita kasih
tau…”
55
Informan 5
“…kritikan itu kan jadi bahan perbaikan untuk masa depan,
jadi kalau untuk perbaikan kita terbuka gitu yah, kita bisa
sampeikan ke atas supaya dilakukan perbaikan”
Dari pernyataan-pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa
supervisor dan manajer di Direktorat Produksi PT. Dirgantara Indonesia
memiliki keterbukaan terhadap setiap kritikan pelaksanaan K3LH dari
bawahan. Seorang manajer, dapat menerima kritikan tersebut dari
bawahan strukturalnya yaitu supervisor dan leader atau bisa langsung
dari pekerja ketika mereka melakukan kontrol di tempat kerja.
Sedangkan supervisor, selain mendapatkan kritikan dari leader juga
seringkali menerima kritikan itu langsung dari bawahan. Hal ini dapat
disebabkan karena seorang supervisor merupakan fungsi manajemen
langsung yang bertanggungjawab melakukan pengawasan terhadap setiap
target-target pekerjaan, sehingga intensitas supervisor untuk berbaur
bersama pekerja di tempat kerja tersebut intensitasnya sangat tinggi.
Keterbukaan para supervisor dan manajer terhadap kritikan dari
bawahan-bawahan tersebut juga dapat diidentifikasi dari pernyataan para
leader. Berikut pernyataan leader yang menyampaikan tentang
keterbukaan para atasannya ketika menghadapi kritikan dari bawahan.
Informan 7
“… itu memang benar ya, kan kalau lagi ngontrol target
biasanya mereka juga bisa ngobrol sama supervisor atau
manajer itu …”
56
Informan 9
“terbuka-terbuka aja, atasan bilang oh iya nanti diajukan,
gitu aja”
Berdasarkan dari pernyataan-pernyataan diatas dapat terlihat bawa
supervisor dan manajer sangat terbuka terhadap setiap kritikan-kritikan
untuk perbaikan K3LH di Direktorat Produksi. Supervisor dan manajer
tidak menolak setiap kritikan yang disampaikan oleh bawahannya.
Bahkan, dalam pernyataan-pernyataan di atas tergambarkan bahwa
supervisor dan manajer berusaha untuk mengakomodir setiap kritikan
bawahan untuk dijadikan dasar perbaikan di masa depan.
b. Menerima dan Terbuka terhadap Ide-ide Baru
Selain terbuka terhadap kritik, manajer di Direktorat Produksi PT.
Dirgantara Indonesia (Persero) juga terbuka terhadap ide-ide perbaikan
yang disampaikan oleh bawahannya. Berikut pernyataan yang
menyatakan keterbukaan manajer terhadap ide-ide perbaikan dari
bawahan.
Informan 1
“ide baru itu biasanya hanya sebatas kualitas ya, kalau dari
safety ya, saya engga mau bulan depan sepatunya yang ini
karna kualitasnya jelek… Kemudian idenya itu adalah apa
aja kondisi machining yang harus diperbaiki. Itu yang saya
buat usulan ke fungsi terkait untuk memperbaikinya… Nah
ide itu kita kumpulin… terus kita ajuin ke yang berwenang
untuk melaksanakan ide itu”
57
Informan 2
“….kita artinya sharing, minta masukan-masukan tentang
K3LH, apa yang bisa dilakukan ya kita lakukan”
“…kalau untuk kebaikan kenapa engga kita lakukan, jadi
memang kita butuh ide-ide untuk kita lakukan”
Keterbukaan manajer terhadap ide-ide perbaikan K3LH dari
bawahan tersebut dapat dikonfirmasi dari pernyataan para
supervisor. Berikut pernyataan supervisor tentang keterbukaan
manajer terhadap ide-ide perbaikan K3LH di tempat kerja.
Informan 3
“ya kan disini kalau adaaa, apa namanya, ide-ide itu harus
disampaikan ke atas gitu yah, ya saya sampaikan ke
manajer”
“itu nerima-nerima aja, kan nanti di tulis juga di SQCDP”
Informan 5
“ya saya sampaikan ke atasan… biasanya kalau saya disini
lewat email”
“biasa aja, dalam arti menerima gitu yah setiap masukan
yang kita sampaikan…”
Selain terbuka terhadap ide-ide yang disampaikan oleh para
supervisor atau leader, manajer di Direktorat Produksi juga memiliki
keterbukaan terhadap ide-ide yang disampaikan langsung para pekerja.
Hal ini dapat diidentifikasi dari pernyataan para supervisor berikut.
58
Informan 5
“masukan dari pekerja juga diterima… manajer kita biasa
gitu yah ngobrol sama pekerja, kalau lagi ngecek kan
biasanya suka diskusi kok sama kita”
Informan 6
“sama aja kaya menerima kritikan ya, bahkan kritikan itu
kan kadang-kadang juga manajer itu dapet masukan dan
kritikan itu dari pekerja langsung. Waktu keliling kan
langsung pekerja bisa nyampein…”
Keterbukaan supervisor dan manajer juga dapat terlihat dari
pernyataan para leader. Berikut pernyataan para leader yang
menyampaikan keterbukaan para supervisor dan manajer terhadap ide-ide
yang disampaikan oleh pekerja.
Informan 7
“masukan-masukannya itu memang ada, waktu apel juga kan
biasanya mereka nyampein ke atasan ya…”
Informan 8
“sama aja kaya kritikan, nerima-nerima aja…”
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa para supervisor dan
manajer mempunyai keterbukaan terhadap ide-ide yang disampaikan oleh
pekerja. Keterbukaan supervisor dan manajer tersebut sangat diperlukan
untuk proses perbaikan kinerja K3LH di Direktorat Produksi PT.
Dirgantara Indonesia (Persero).
59
c. Mekanisme Penyerapan Ide dan Kritik
Untuk melakukan penyerapan ide dan kritik terhadap ide-ide dan
kritikan perbaikan K3LH di tempat kerja, manajer cenderung menerima
kritikan dan ide tersebut ketika melalui rapat dan diskusi dengan
bawahan-bawahan jabatan strukturalnya. Hal ini dapat terlihat pada
pernyataan berikut.
Informan 1
“itu terutama kita bahas dalam meeting bulanan, kita
memprogramkan itu. Kalau itu tidak ada diskusi engga
mungkin bengkel seperti ini”
“kita itu ada pertemuan SQCDP… tiap hari pertemuan di
level supervisor jam 7.30, jam 8.30 di level manajer, nah
disana saya diskusi sama bawahan saya”
Informan 2
“untuk diskusi eeehhh memang tidak rutin ya, tidak rutin,
seperti tadi saya bilang kalau lagi ada masalah atau lagi ada
program dari atas gitu yah, itu selalu ada diskusi safety yang
intens. Kita lakukan rapat”
Pernyataan tentang mekanisme penyerapan ide oleh manajer
tersebut dapat dikonfirmasi dari pernyataan para supervisor. Berikut
pernyatan supervisor yang menyatakan tentang mekanisme rapat yang
dilakukan oleh para manajer.
60
Informan 3
“kalau untuk sama atasan itu kan biasanya kita ada SQCDP,
jadi waktunya udah pasti gitu yah, atau rapat bulanan sama
manajer juga kita bisa diskusi”
Informan 4
“atasan juga tau kritik itu, kan di SQCDP juga kita kasih
tau…”
Informan 5
“di diskusi sama atasan itu juga kan saya sampaikan, oh ada
kritikan ini dari bawahan, kita bahas disana…
Berdasarkan pernyataan para supervisor tersebut, dapat
tergambarkan bahwa mekanisme diskusi yang dilakukan dilakukan
supervisor dengan manajer dapt berupa rapat bulanan atau pertemuan
SQCDP harian. Sedangkan penyerapan ide dan kritikan oleh supervisor
dari bawahannya dilakukan melalui mekanisme rapat bulanan, pertemuan
SQCDP dan diskusi informal dengan pekerja.
Informan 4
“semua, leader juga iya, sama pekerja juga kan kaya tadi
saja, diskusi gitu yah, brainstorming tadi di SQCDP”
Informan 6
“dikusi sama atasan itu ada waktu rapat, tapi kalau misalkan
kita lagi butuh, ya diskusi bisa kita lakukan kapan aja…”
61
Pernyataan para supervisor tentang mekanisme penyerapan ide dan
kritik tersebut dapat dikonfirmasi oleh pernyataan para leader. Berikut
pernyataan para leader.
Informan 7
“..pekerja juga biasa nyampein ke manajer, kan kalau dia
lagi kontrol bisa itu disampein”
Informan 8
“kalau sama atasan kan kita bisa pas rapat diskusinya….”
Dalam pernyataan-pernyataan tersebut dapat tergambarkan bahwa
seorang manajer cenderung akan mendiskusikan masalah K3LH yang
dihadapi di tempat kerja dengan para supervisor dan leader sebagai
jabatan struktural yang menjadi tanggungjawabnya. Sedangkan untuk
supervisor mereka memiliki kecenderungan untuk mendiskusikan
masalah K3LH yang dihadapi dengan para leader sebagai jabatan
struktural yang menjadi tanggungjawabnya. Namun demikian,
berdasarkan pernyataan di atas dapat terlihat bahwa seorang supervisor
dan manajer juga memiliki kecenderungan untuk diskusi dan menerima
kritikan serta ide K3LH langsung dari pekerja atau operator di tempat
kerja.
Mengenai cara yang digunakan oleh pimpinan Direktorat Produksi
untuk mendiskusikan masalah-masalah K3LH di Direktorat Produksi
dapat menjadi dua cara. Apabila diskusi tersebut melibatkan struktural
organisasi, maka pimpinan cenderung menggunakan rapat untuk
62
berdiskusi atau pertemuan SQCDP. Sedangkan apabila diskusi itu
dilakukan dengan pekerja, pimpinan di Direktorat Produksi cenderung
membuka mekanisme terbuka melalui diskusi secara tatap muka
langsung di tempat kerja. Bahkan, dalam pernyataan informan 4
disampaikan, mereka menggunakan mekanisme brainstorming ketika
pertemuan SQCDP. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa
pimpinan di Direktorat Produksi sudah berusaha untuk mendorong
bawahan mereka menggunakan rasionalitas terhadap setiap ide dan
kritikan yang disampaikan sehingga dapat dipertanggungjawabkan.
2. Pertimbangan Individual
Pada karakteristik petimbangan individual, pemimpin mampu
bertindak sebagai pelatih atau mentor untuk mendorong setiap orang
berkomitmen terhadap tujuan bersama, memberikan umpan balik dan
menjadi penghubung kebutuhan individual dengan misi organisasi. Selain
itu, dalam karakteristik pertimbangan individual, pemimpin berusaha untuk
meluangkan waktu secara langsung dalam memberikan nasihat kepada
bawahan serta mendampingi dan mengawasi pekerja. Berikut dijelaskan
tentang karakteristik pertimbangan individual dari supervisor dan manajer di
Direktorat Produksi PT. Dirgantara Indonesia (Persero).
a. Memberikan Nasihat
Berdasarkan hasil wawancara mendalam dengan para supervisor
dan manajer di Direktorat Produksi PT. Dirgantara Indonesia (Persero),
63
dapat tergambarkan bahwa kecenderungan karakteristik para supervisor
dan manajer adalah dengan memberikan nasihat kepada pekerja ketika
mereka tidak melaksanakan K3LH. Manajer di Direktorat Produksi pun
berusaha untuk memberikan nasihat kepada supervisor dan leader
dengan meminta supervisor dan leader untuk terlibat aktif dalam
memberikan nasihat kepada pekerja. Hal ini dapat tergambarkan dalam
pernyataan berikut.
Informan 1
“…waktu di SQCDP kita minta supaya insiden jangan
terulang, nah itu kasih bimbingan supaya mereka lebih bisa
ngingetin pekerja. Saya kan engga bisa selamanya di bengkel
juga. Jadi leader sama supervisor itu bisa kita minta
bantuan”
Informan 2
“kalau supervisor itu kan bimbingannya itu, eee, kita
sampaikan, oh ada informasi K3LH ini, kita bahas gitu ya,
supaya di bawah itu bisa ngelakuin informasi itu, pekerja nya
di ingetin supaya sesuai sama informasi itu…”
Pernyataan manajer tentang memberikan nasihat kepada supervisor
dan leader tersebut dikonfirmasi oleh pernyataan supervisor sebagai
berikut.
Informan 3
“bimbingannya paling di SQCDP itu ya, nanti tuh manajer
bilang supaya ngingetin pekerja gitu yah, tapi kan itu ga
64
usah dikasih tau juga udah jadi,,eee,, apa namanya, rutinitas
kita sehari-hari gitu yah”
Sejalan dengan manajer, para supervisor pun cenderung untuk
memberikan nasihat tentang pelaksanaan K3LH kepada leader dan
pekerja. Berikut pernyataan yang menyatakan hal tersebut.
Informan 3
“…saat apel itu kan kita kasih bimbingan dalam
menggunakan safety…Jadi saya langsung nyampeikan di
depan mereka…”
Informan 5
“bimbingan itu sejauh kita mengingatkan ya, jadi kalau
mereka engga pake APD itu kan kita harus tanya, kenapa
mereka engga pake nih. Kalau misalkan mereka engga pake
tapi ada safetynya kan berarti kita minta mereka supaya
pake…”
Pemberian nasihat yang disampaikan oleh supervisor tersebut
dikonfirmasi oleh pernyataan para leader. Berikut pernyataan leader
yang menunjukan tentang pemberian nasihat yang diberikan oleh para
supervisor.
Informan 7
“ya palingan ngasih tau aja ke kita supaya ngingetin pekerja
gitu ya supaya make safety”
65
Informan 9
“bimbingannya mengingatkan ya, kalau pekerja engga pake
APD itu harus ditanya, harus diingetin supaya mereka
pake….”
Dalam pernyataan-pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa
supervisor dan manajer di Direktorat Produksi sangat menekankan
pemberian nasihat K3LH dengan mengingatkan pekerja ketika pekerja
tidak menggunakan alat pelindung diri. Dalam proses mengingatkan
tersebut, supervisor dan manajer pada intinya akan memberikan nasihat
kepada pekerja supaya pekerja mau untuk menggunakan alat pelindung
diri. Proses memberikan nasihat tersebut seringkali dilakukan oleh
pimpinan karena supervisor dan manajer di Direktorat Produksi
memahami bahwa pekerja sudah mendapatkan bimbingan pengetahuan
tentang persyaratan pelaksanaan K3LH dari proses pelatihan (training) di
Departemen Pendidikan dan Pelatihan PT. Dirgantara Indonesia
(Persero), sehingga tanggungjawab supervisor dan manajer lebih pada
penekanan terhadap pematuhan pelaksanaan K3LH oleh pekerjanya saja.
Informan 1
“bimbingan yang saya lakukan selama ini dalam
melaksanakan K3LH adalah dengan saya mengingatkan,
kemudian menyuruh mereka untuk menggunakan safety gitu
yah. Karena kalau tugas untuk memberikan pelatihan itu
sudah ada diklat, itu ada fungsi lain disini”
66
Informan 2
“…kalau bimbingan untuk cara makenya sama yang lain-lain
kan itu ada tanggungjawabnya di diklat, kita engga sampe
kesana. Ingetin aja supaya mereka make safetynya. Semua
anggota dikasih tau, dikasih pengertian harus menggunakan
alat-alat safety yang sudah dikasih”
Sedangkan untuk proses pemberian nasihat pelaksanaan K3LH
tersebut dapat dibedakan melalui cara berkelompok dan perorangan.
Pemberian bimbingan secara kelompok tersebut dilakukan pada saat
rapat atau apel. Sedangkan pemberian bimbingan secara perorangan
relatif dilakukan oleh para supervisor dan manajer ketika pekerja
melakukan pelanggaran terhadap prosedur K3LH. Hal ini dapat
tergambarkan dalam pernyataan berikut ini.
Informan 2
“ya biasanya kita hanya ngasih bimbingan itu supaya
mereka yang engga pake safety supaya pake safety…”
Informan 3
“jadi saya kumpulin mereka itu pada saat apel yah, saat apel
itu kan kita kasih bimbingan dalam menggunakan safety…”
Selain memberikan nasihat kepada pekerja, karakteristik
pertimbangan individual supervisor dan manajer di Direktorat Produksi
juga dapat dilihat dari kecenderungan mereka dalam bersikap terhadap
pelanggaran pelaksanaan K3LH di tempat kerja. Supervisor dan manajer
akan meluangkan waktu untuk memberikan pengertian tentang
67
pentingnya pelaksanaan K3LH di tempat kerja. Berikut pernyataan
supervisor dan manajer yang mendukung hal tersebut.
Informan 1
“kalau saya melihat mereka engga pake safety gitu, saya
datengi, saya ingetin supaya mereka pake, alatnya kan sudah
kita siapkan, kalau engga pake kan kita tanya kenapa engga
make safety”
Pernyataan manajer tentang mengingatkan pekerja yang melakukan
pelanggaran K3LH secara langsung tersebut juga dikonfirmasi oleh
pernyataan supervisor.
Informan 4
“itu kalau lagi kebetulan ngeliat, manajer juga ngingetin…”
Informan 5
“sama aja kaya saya, menegur dan menghimbau supaya
pekerja itu menggunakan alat safetynya”
Sedangkan keterlibatan supervisor dalam mengingatkan pekerja
yang tidak melaksanakan K3LH dapat dilihat dari pernyataan leader
berikut.
Informan 7
“intinya sih kalau menurut saya sama yah. Kalau mereka
lagi ngontrol kesini, pasti ngingetin juga, diajak ngobrol gitu
ya supaya mereka pake. Soalnya kita disini begitu saja ya,
jadi kita ngingetin aja ke pekerjanya langsung”
68
Informan 8
“supervisor kan sering kesini, jadi yang lebih sering
ngingetin pekerja itu justru supervisor. Manajer kan
kerjannya juga pasti banyak ya, di waktu-waktu tertentu aja
manajer datang kesini….”
Dengan demikian, berdasarkan pernyataan-pernyataan diatas, dapat
disimpulkan bahwa supervisor dan manajer di Direktorat Produksi PT.
Dirgantara Indonesia (Persero) sudah meluangkan waktu untuk
memberikan nasihat kepada pekerja dalam melaksanakan K3LH. Selain
itu, supervisor dan manajer juga memiliki karakteristik untuk
memberikan nasihat secara langsung kepada pekerja yang melakukan
pelanggaran terhadap pelaksanaan K3LH. Pada pernyataan-pernyataan di
atas juga dapat tergambarkan bahwa proses pemberian nasihat tersebut
dilakukan ketika supervisor dan manajer melakukan pengawasan di
tempat kerja.
b. Umpan Balik terhadap Kebutuhan K3LH para Pekerja
Umpan balik supervisor dan manajer di Direktorat Produksi
terhadap kebutuhan pekerja berhubungan dengan proses pengembangan
pekerja dalam melaksanakan K3LH. Setiap informan cenderung
menjadikan fasilitas K3LH sebagai masalah utama dalam memenuhi
pelaksanaan K3LH di tempat kerja, sehingga mayoritas jawaban
informan ketika ditanya tentang kebutuhan dalam pelaksanaan K3LH
yang dihadapi di tempat kerja langsung mengarah pada proses
69
penyediaan fasilitas K3LH di tempat kerja. Hal ini dapat tergambarkan
dalam pernyataan berikut.
Informan 1
“gini, masalah yang ada di bawah sekarang adalah pertama
ketersediaan APD ya, ketersediaan APD…”
Informan 3
“…hal yang pertama saya lakukan terhadap atasan saya,
artinya saya laporkan ke atasan bahwa saya butuh alat safety
seperti ini, saya udah order dan kebetulan manajer juga
nandatangan, kadiv juga saya kasih tau. Mereka juga beralasan
seperti itu, artinya memang pengadaan barang itu agak sulit,
tapi secara hirarki saya sudah melakukan eee laporan... Saya
melapor kepada mereka biar mereka juga tau bahwa
seandainya terjadi sesuatu nanti bahwa saya udah koordinasi
sebelumnya…”
Supervisor dan manajer berusaha untuk merespon kebutuhan fasilitas
K3LH pekerja tersebut dengan mengajukan fasilitas yang dibutuhkan ke
bagian fasilitas sebagai penanggungjawab pengadaan fasilitas di PT.
Dirgantara Indonesia (Persero). Secara struktural bagian fasilitas merupakan
fungsi terpisah dari Direktorat Produksi.
Pada proses pengajuan fasilitas ke bagian fasilitas, dapat
tergambarkan bahwa setiap pemimpin di Direktorat Produksi akan
melaporkan setiap ajuan kepada atasan sesuai hirarki struktural masing-
70
masing. Berikut pernyataan yang menggambarkan cara manajer dalam
melakukan pengajuan fasilitas.
Informan 1
“…itu dibahas di level saya pengajuan engga selesei, saya naik
ke level empat kepala divisi, dibahas disitu…”
Pelaporan proses pengajuan fasilitas K3LH seperti yang disampaikan
oleh manajer tersebut dapat dikonfirmasi oleh pernyataan supervisor seperti
berikut ini.
Informan 3
“…saya laporkan ke atasan bahwa saya butuh alat safety
seperti ini, saya udah order dan kebetulan manajer juga
nandatangan, kadiv juga saya kasih tau…”
Informan 6
“kita langsung mengajukan ke fasilitas kalau itu”
“atasan tetep kita minta tanda tangannya, kan ada itu”
Dalam pernyataan tersebut dapat terlihat bahwa seorang supervisor
akan memberikan respon dengan melapor ke manajer disamping
mengajukan langsung fasilitas K3LH ke fungsi terkait. Sikap supervisor
yang melakukan pelaporan dan pengajuan fasilitas tersebut juga
dikonfirmasi oleh pernyataan leader sebagaimana di bawah ini.
Informan 7
“ya untuk menyelesaikan masalah itu kan kita hanya bisa bilang
ya ke supervisor, nanti supervisor yang ngurus untuk
menyediakan itu…”
71
Informan 9
“itu ke supervisor ya, kita sampaikan saja butuhnya apa..”
Pengajuan-pengajuan yang dilakukan oleh supervisor dan manajer ke
bagian fasilitas juga mendapatkan konfirmasi dari staff Departemen K3LH.
Staff Departemen K3LH menyatakan, apabila terdapat pengajuan perbaikan
alat pelindung diri dari Direktorat Produksi, terlebih dahulu bagian fasilitas
akan meminta pertimbangan dari Departemen K3LH. Apabila ajuan fasilitas
yang disampaikan oleh manajer di Direktorat Produksi tersebut telah
memenuhi analisis dari Departemen K3LH, selanjutnya bagian fasilitas akan
melakukan pengadaan alat pelindung diri sesuai spesifikasi yang diajukan
oleh manajer di Direktorat Produksi. Berikut pernyataan staff Departemen
K3LH yang menyatakan hal tersebut.
Informan 11
“kalau untuk APD memang kita pernah ya diminta semacam
pertimbangan, ada ajuan dari manajer yang ingin diganti safety
shoes nya, kita diminta oleh fasilitas buat menjelaskan ke
manajer itu tentang fungsi safety shoes itu apa, merk ini
kekuatannya bagaimana, cocok atau engga untuk dipake
disana….Kalau misal memang safety shoes nya harus diganti
sesuai ajuan dari DP, ya kita sampaikan ke bagian fasilitas
untuk mengadakan sesuai kebutuhan di DP-nya”
Sedangkan untuk melakukan tindak lanjut terhadap setiap pelaksanaan
K3LH, Direktorat Produksi PT. Dirgantara Indonesia (Persero) sejak tahun
2013 mengembangkan sistem SQCDP. Pertemuan SQCDP diikuti oleh
72
setiap manajemen pada setiap tingkatan dan akan membahas mengenai
Safety, Quality, Cost, Delivery, dan Person. Setiap permasalahan dan tindak
lanjut dari permasalahan safety akan menjadi agenda pertama pada setiap
pertemuan SQCDP. Para pimpinan Direktorat Produksi akan berusaha untuk
membahas setiap temuan K3LH di tempat kerja dan melaporkan setiap
tindak lanjut yang telah dan akan dilakukan untuk merespon masalah
tersebut. Selanjutnya, hasil tindak lanjut tersebut akan termuat pada form
Action Plan Safety (lihat gambar 5.2). Pada pertemuan SQCDP ini juga
dilakukan pembahasan tentang proses pengadaan fasilitas yang dilakukan
oleh supervisor dan manajer.
Namun demikian, berdasarkan hasil wawancara mendalam terhadap
informan pendukung diketahui, setiap divisi di Direktorat Produksi belum
sepenuhnya melakukan pertemuan SQCDP secara sistematis, saat ini baru
pada Divisi Detail Part Manufacturing proses pertemuan SQCDP tersebut
dilakukan secara sistematis. Berikut pernyataan informan pendukung yang
menyatakan tentang pelaksanaan pertemuan SQCDP di Divisi Detail Part
Manufacturing.
Informan 10
“khusus untuk SQCDP itu yang jalan secara sistematis baru di
Detail Part Manufacturing, yang adek liat kalau setiap abis
dzuhur itu pertemuan SQCDP, kita termasuk bahas safety
disana, malah itu pembahasan pertama di setiap SQCDP, kita
juga ikut diskusi disana”
Berikut gambaran peserta pertemuan SQCDP di Direktorat Produksi.
73
Tabel 5.1. Pertemuan SQCDP
Level
Pertemuan Peserta
Pemimpin
Pertemuan
1 Operator atau pekerja Leader
2 Para Leader Supervisor
3 Para Supervisor Manajer
4 Para Manajer, Anggota
P2K3, dan fungsi lain Kepala Divisi
Sumber : hasil wawancara mendalam dan telaah dokumen Panel
SQCDP
Berdasarkan hasil telaah dokumen yang peneliti lakukan terhadap
dokumen SQCDP di Divisi Detail Part Manufacturing, setiap hasil
bimbingan, pengajuan fasilitas dan kinerja K3LH pada masing-masing
bagian akan ditulis pada form safety. Form safety ini akan menunjukan
keterlibatan pimpinan dalam melaksanakan K3LH di Direktorat Produksi
PT. Dirgantara Indonesia (Persero).
Gambar 5. 1. Contoh form Quarter (Periode) Safety pada Form SQCDP
Sumber : Panel SQCDP Direktorat Produksi
74
3. Motivasi Inspirasional
Pada karakter motivasi inspirasional pemimpin mengekspresikan
pencapaian tujuan dengan menggunakan simbol-simbol yang menarik
kepada bawahan dan mengekspresikan tujuan-tujuan dengan cara-cara
sederhana. Pemimpin juga diharapkan dapat membangkitkan semangat,
Gambar 5.2. Contoh form Action Plan Safety pada Form SQCDP
Sumber : Panel SQCDP Direktorat Produksi
Gambar 5.3. Contoh form kejadian kecelakaan pada Form SQCDP
Sumber : Panel SQCDP Direktorat Produksi
75
antusiasme dan optimisme setiap pekerja untuk melaksanakan setiap visi
perusahaan. Berdasarkan hasil wawancara mendalam dengan informan
dapat digambarkan bahwa manajer di Direktorat Produksi menyampaikan
pentingnya K3LH dengan menarik melalui penggunaan simbol-simbol
keluarga. Hal ini dapat tergambarkan pada pernyataan berikut.
Informan 1
“kita sampaikan ke mereka kalau sekarang misalkan mereka
target tercapai, tapi celaka gitu yah, kan itu rugi buat dia besar,
bahkan bukan cuma dia, mungkin keluarga sama anaknya juga
kan jadi rugi kalau dia engga bisa kerja”
Pada informan 1 dapat terlihat bahwa manajer menggunakan simbol-
simbol keluarga sebagai sarana untuk memberikan motivasi inspirasional
kepada pekerja. Penggunaan simbol-simbol keluarga relatif lebih mudah
menggugah motivasi pekerja karena relatif sederhana untuk dipahami dan
menyentuh emosional pekerja. Penggunaan simbol keluarga dapat
membentuk motivasi pekerja untuk memastikan diri mereka selamat dan
sebisa mungkin tidak melakukan perilaku yang dapat mengancam
keselamatan dirinya. Cara pemimpin yang menggunakan simbol-simbol
keluarga juga didapatkan pada pernyataan leader. Berikut pernyataan leader
yang menunjukan pembentukan motivasi inspirasional dengan
menggunakan simbol-simbol keluarga seperti di bawah ini.
Informan 7
“kalau lagi ngobrol gitu ya di bengkel, kita suka dikasih tau
supaya pake terus safety. Karena kan kalau kecelakaan rugi
76
juga, pekerjanya kasian, kalau dia punya keluarga dia pasti
butuh kerja juga kan”
Selain menggunakan simbol-simbol keluarga, bentuk motivasi yang
disampaikan oleh pimpinan di Direktorat Produksi adalah menekankan
semangat pekerja untuk melaksanakan K3LH supaya terhindar dari
kecelakaan. Berikut pernyataan pimpinan Direktorat Produksi yang
menggambarkan pembentukan semangat untuk menghindari kecelakaan.
Informan 2
“ya kita sampaikan ke mereka, bahwa kerja baik itu salah
satunya harus melaksanakan K3LH, kalau mereka kerjanya
bagus gitu yah, target tercapai tapi celaka kan siapa yang
mau…”
Pemberian semangat untuk melaksanakan K3LH supaya terhindar dari
kecelakaan juga dilakukan oleh para supervisor. Berikut pernyataan
supervisor yang menyatakan hal tersebut.
Informan 4
“kita sampaikan ke mereka supaya ngelakuin. Kalau mereka
engga melaksanakan K3LH terus ada yang kecelakaan kan jadi
rugi semua kan. Jadi kita sampaikan aja kaya begini ke mereka,
lakukan safety gitu yah, supaya engga celaka”
Informan 6
“safety juga sama, kita sampaikan, mereka harus pake
safety….”
77
Pernyataan supervisor tersebut dapat dikonfirmasi dengan pernyataan
leader sebagai berikut.
Informan 8
“Semangat kita disini semua sama ya, bahwa bagaimana
supaya kita bisa selamat, atasan kan sering bilang itu, apalagi
kalau kaya kemarin ada insiden itu kita dikumpulin, kita
diberikan pengarahan supaya engga terjadi lagi”
Berdasarkan pernyataan-pernyataan tersebut dapat disimpulkan
bahwa supervisor menyampaikan motivasi kepada pekerja dengan
memberikan simbol-simbol seperti keluarga dan kerugian akibat
celaka.
4. Pengaruh Ideal
Seorang pemimpin yang mempunyai pengaruh ideal digambarkan
dengan kemampuannya menumbuhkan kepercayaan dan rasa kagum
karyawan terhadap pemimpin sehingga bawahan mau mengikuti langkah
yang dilakukan oleh atasan. Dalam penelitian ini, pengaruh ideal dapat
digambarkan dari sikap pemimpin yang menjadi contoh bagi bawahannya.
Berdasarkan hasil wawancara mendalam terhadap informan utama dan
pendukung, dapat digambarkan bahwa karakteristik seorang manajer untuk
mengingatkan pekerja yang tidak melaksanakan K3LH juga dilakukan oleh
supervisor. Pernyataan seorang manajer tentang pentingnya mengingatkan
pekerja seperti dibawah ini.
78
Informan 1
“….Supaya insiden jangan terulang gitu yah, nah itu kasih
bimbingan supaya mereka itu lebih bisa ngingetin pekerja
gitu ya. Saya kan engga bisa selamanya di bengkel juga. Jadi
leader sama supervisor itu kan bisa kita minta bantuan”
Arahan manajer untuk mengingatkan pekerja tersebut sejalan
dengan apa yang dilakukan oleh manajer ketika di tempat kerja. Manajer
tidak segan untuk melakukan komunikasi terbuka dengan pekerja yang
melakukan pelanggaran. Berikut pernyataan manajer ketika menghadapi
pekerja yang tidak melaksanakan K3LH.
Informan 1
“iya saya ingetin gitu yah, supaya mereka juga paham, kalau
pake safety itu penting, bukan cuma buat perusahaan, tapi
buat dia pribadi gitu loh, dan kita minta mereka mau make
alat safetynya”
Perilaku untuk selalu mengingatkan pekerja ketika tidak
menggunakan alat pelindung diri tersebut, menurut para supervisor
seringkali ditekankan oleh manajer ketika dalam pertemuan-pertemuan
dengan supervisor dan leader. Manajer meminta setiap leader dan
supervisor untuk bersama-sama terlibat aktif dalam mengingatkan
pekerja untuk patuh pada penggunaan alat pelindung diri. Berikut
pernyataan supervisor yang mengkonfirmasi bimbingan manajer untuk
mengingatkan pekerja.
79
Informan 3
“bimbingannya paling di SQCDP itu ya, nanti tuh manajer
bilang supaya ngingetin pekerja gitu yah…”
Informan 4
“intinya ya, kita itu diminta supaya merhatiin pekerja”
“ya merhatiin, secara visual gitu ya kan ngeliatin, ngawasin
lah gitu yah, nah kalau ada yang engga pake safety, kita
harus ingetin, supaya mereka mau pake, standar-standar aja
kaya manajer kalau lagi ke bengkel…”
Berdasarkan pernyataan supervisor di atas, menurut pandangan
peneliti, dapat tergambarkan bahwa seorang manajer selain meminta secara
lisan kepada supervisor tetapi juga langsung terlibat aktif dalam
mengingatkan pekerja di tempat kerja. Perilaku manajer yang mengingatkan
pekerja ketika mereka tidak menggunakan alat pelindung diri tersebut, juga
dilakukan oleh para supervisornya. Berikut pernyataan supervisor ketika
melihat pekerja yang tidak menggunakan alat pelindung diri.
Informan 3
“artinya kita harus, eeeehhh harus berkesinambungan
mengingatkan mereka….”
“ya memang sejauh ini kita disini baru bisa mengingatkan
dan mengingatkan ya, kita drive mereka supaya
melaksanakan safety..”
Informan 4
“ya ditegur lah, diingatkan, didatengin”
“ya kita tanya, kenapa engga pake safety, kita ingetin supaya
pake safety”
80
“sejauh ini saya baru mengingatkan saja ya..”
Dalam pernyataan supervisor tersebut tergambarkan bahwa perilaku
supervisor memiliki kesamaan dengan kecenderungan perilaku manajer
ketika mengingatkan pekerja yang tidak menggunakan alat pelindung diri.
Perilaku supervisor dan manajer tersebut juga mendapatkan konfirmasi dari
leader. Hal ini dapat tergambarkan dalam pernyataan para leader berikut ini.
Informan 7
“intinya sih kalau menurut saya sama yah. Kalau mereka lagi
ngontrol kesini, pasti ngingetin juga, diajak ngobrol gitu ya
supaya mereka pake. Soalnya kita disini begitu saja ya, jadi kita
ngingetin aja ke pekerjanya langsung”
Informan 8
“supervisor kan sering kesini, jadi yang lebih sering ngingetin
pekerja itu justru supervisor. Manajer kan kerjannya juga pasti
banyak ya, di waktu-waktu tertentu aja manajer datang
kesini….”
Berdasarkan pernyataan dari para leader tersebut dapat
disimpulkan bahwa para supervisor mempunyai kesamaan sikap dengan
manajer ketika mengingatkan pekerja yang tidak menggunakan alat
pelindung diri. Hal ini sejalan dengan permintaan dan contoh yang
dilakukan oleh manajer terhadap bawahannya.
Perilaku supervisor dan manajer di Direktorat Produksi juga
memiliki kecenderungan yang sama dengan para leader. Para leader
memiliki sikap untuk mengingatkan pekerja ketika pekerja tidak
81
menggunakan alat pelindung diri. Berikut pernyataan leader ketika
melihat pekerja yang tidak melaksanakan K3LH.
Informan 7
“ya kalau saya liat pekerja engga melaksanakan K3LH
ngingetin juga ya, nyuruh mereka supaya pake lah gitu kira-
kira”
“disini kan atasan juga yang saya bilang tadi, baru bisa
ngingetin gitu yah, memang kita ke K3LH yang bagus banget
itu belum ya, masih butuh waktu saya kira…”
Informan 8
“ngingetin aja, soalnya kalau udah rusak kan biasanya juga
mereka minta sendiri ke saya”
Berdasarkan pernyataan tersebut dapat digambarkan bahwa leader
juga memiliki kecenderungan untuk mengikuti perilaku yang dilakukan
oleh atasan-atasan mereka. Dengan demikian, dapat disimpulkan, bahwa
perilaku supervisor dan manajer di Direktorat Produksi PT. Dirgantara
Indonesia (Persero) juga diikuti oleh para leader mereka.
Perilaku leader, supervisor dan manajer ketika mengingatkan
pekerja untuk menggunakan alat pelindung diri tersebut dapat
memberikan dampak terhadap perilaku pekerja. Menurut leader,
supervisor dan manajer, yang paling dapat terlihat adalah ketika pekerja
diingatkan, pekerja akan langsung menggunakan alat pelindung diri
tersebut sesuai arahan yang disampaikan oleh pimpinan. Berikut
pernyataan yang menyatakan hal tersebut.
82
Informan 1
“pengaruhnya ya mereka jadi pake APD yang ada, kalau di
saya, kalau APD ada dan engga dipake pasti saya tegur”
Informan 3
“ya mereka pake, mereka pake”
Informan 6
“ya kalau saya suruh mereka pake lah”
Namun demikian, berdasarkan hasil observasi yang peneliti
lakukan, para pemimpin di Direktorat Produksi PT. Dirgantara Indonesia
(Persero) belum menjadi contoh bagi pekerja dalam menggunakan alat
pelindung diri sesuai standar. Mayoritas leader, supervisor dan manajer
hanya menggunakan sepatu keselamatan (safety shoes). Bahkan hal
tersebut dilakukan oleh leader, supervisor dan manajer ketika mereka
berbaur dengan para pekerja. Berdasarkan hasil wawancara mendalam
dengan informan dapat diketahui bahwa hal tersebut memang terjadi
karena sampai saat ini PT. Dirgantara Indonesia (Persero) masih sangat
terbatas dalam proses pengadaan alat pelindung diri karena keterbatasan
internal. Sehingga, pada saat ini PT. Dirgantara Indonesia (Persero)
masih terbatas menekankan penggunaan alat pelindung diri untuk pekerja
karena pekerja merupakan orang yang terlibat langsung dengan risiko-
risiko di tempat kerja. Berikut pernyataan informan untuk menyatakan
83
Informan 1
“ya sebetulnya kan itu bukan karena kita engga sadar ya,
tapi kan kita masih bertahap ya, yang penting sekarang kan
pekerja itu pake, kan kalau mereka langsung sama
bahayanya...”
“prioritas kita sekarang itu adalah ganti dulu mesinnya,
disamping untuk produksi juga kan mesin-mesin baru itu
relatif aman kan, kalau liat yang dibawah itu kan mesinnya
udah ada pelindungnya, engga kaya dulu..”
Informan 3
“itu memang eee apa namanya, harus jadi pemikiran
bersama ya, memang sekarang kita pengadaan fasilitas itu
masih agak susah ya, makanya yang kita lakukan sekarang
hanya supaya pekerja itu pake saja dulu…”
84
BAB VI
PEMBAHASAN
A. Keterbatasan Penelitian
Dalam pembahasan ini, terlebih dahulu penulis menyampaikan
keterbatasan penelitian sebagai berikut.
1. Keterbatasan waktu informan penelitian menjadi hal yang cukup
mempengaruhi peneliti dalam melakukan kajian lebih mendalam
tentang setiap informasi yang didapatkan. Mengingat dengan tugas
pekerjaan yang menjadi tanggungjawab para informan, peneliti sangat
terbatas dalam melakukan wawancara mendalam karena harus
dilakukan pada waktu-waktu senggang para informan. Untuk
meminimalisir keterbatasan waktu ini, peneliti melakukan pendalaman
informasi secara berulang melalui wawancara mendalam pada waktu-
waktu lain sesuai kesepakatan dengan informan.
2. Keterbatasan waktu penelitian yang diizinkan dari perusahaan juga
membuat penulis tidak bisa melakukan observasi partisipatif terhadap
setiap perilaku pimpinan di Direktorat Produksi. Sehingga observasi
yang penulis lakukan masih terbatas.
3. Penelitian ini hanya membatasi diri pada informasi pada pendapat
supervisor dan manajer yang memungkinkan setiap informasi yang
didapat bersifat subyektif informan, sehingga kualitas dari informasi
yang didapat didasarkan pada pemahaman, keterlibatan dan kejujuran
informan memiliki pada objek penelitian. Untuk mengatasi hal
85
tersebut dilakukan triangulasi sumber data dan metode pengumpulan
data yaitu data primer dengan melakukan wawancara mendalam serta
data sekunder dengan melakukan telaah dokumen.
B. Tanggungjawab Pelaksanaan K3LH di Direktorat Produksi
Berdasarkan telaah dokumen SK Direksi PT. Dirgantara Indonesia
(Persero) tentang Struktur Organisasi PT. Dirgantara Indonesia (Persero)
dan hasil wawancara mendalam dapat diketahui bahwa secara struktural,
setiap fungsi manajemen di Direktorat Produksi mempunyai
tanggungjawab untuk melaksanakan Sistem Manajemen Keselamatan,
Kesehatan, dan Lingkungan Hidup (SMK3LH) di Direktorat Produksi
PT. Dirgantara Indonesia (Persero). Setiap pemimpin diharapkan dapat
menjadi penggerak dalam pembudayaan K3LH di setiap organisasinya
masing-masing.
Tugas-tugas struktural K3LH tersebut tercantum pada Dokumen
D4 GO 20 tentang Pedoman Kepemimpinan Manajemen dan Partisipasi
Karyawan dalam Menerapkan Sistem Manajemen K3LH. Dengan setiap
tugas-tugas K3LH yang melekat pada fungsi manajemen tersebut,
supervisor dan manajer diharapkan untuk berperan aktif dalam
melakukan pengawasan perilaku pekerja dalam melaksanakan K3LH.
Selain itu, supervisor dan manajer juga dituntut untuk mampu
mengidentifikasi perilaku berisiko dan lingkungan yang tidak aman
86
sebelum perilaku dan lingkungan tersebut menyebabkan terjadinya
kecelakaan di tempat kerja.
Keterlibatan manajemen terhadap keselamatan merupakan salah
satu pendorong kinerja keselamatan karyawan dan secara bermakna
menjadi salah satu faktor dalam penurunan angka kecelakaan pada
berbagai industri (Michael et al, 2005). Hal ini dikarenakan keterlibatan
manajemen terhadap keselamatan merupakan sebuah landasan penting
dari setiap program safety.
Dalam sebuah studi kualitatif di Australia yang menggunakan
intervensi multiple-site, Harper et al. (1997) mengidentifikasi sembilan
fitur penting kepemimpinan untuk pemeliharaan inisiatif perilaku
selamat. Keterlibatan aktif manajemen dalam proses pembentukan
perilaku selamat adalah yang paling penting. Demikian juga, penelitian
perilaku safety pada industri konstruksi di Inggris membuktikan bahwa
keterlibatan manajemen mampu meningkatkan perilaku aman pada
pekerja (Robertson, 1999).
Penelitian Cooper (2006) pada industri refinery nikel selama 93
minggu juga menunjukan bahwa manajemen secara bermakna telah
berdampak untuk mengubah perilaku keselamatan karyawan. Penelitian
yang memfokuskan pengukuran pada perilaku komitmen manajerial
terhadap safety dan perilaku keselamatan karyawan tersebut menunjukan
bahwa waktu dan besarnya dampak perubahan perilaku keselamatan para
87
karyawan membutuhkan komitmen keterlibatan para manajer mereka
terhadap keselamatan.
Keterlibatan manajemen yang tinggi terhadap safety lebih efektif
untuk menciptakan karyawan yang mampu mengidentifikasi tujuan
organisasi dan mengerahkan setiap usaha untuk mencapai tujuan safety.
Sebagai bentuk tanggungjawab manajerial, manajemen di Direktorat
Produksi dapat menggunakan legitimasi otoritasnya sebagai pimpinan
untuk mengontrol perilaku pekerja dalam mencapai tujuan safety
(Barling & Hutchinson, 2000). Oleh karena itu, komitmen manajemen
dalam melaksanakan tugas-tugas sesuai prosedur tersebut sangat penting
supaya proses pembentukan budaya keselamatan di PT. Dirgantara
Indonesia (Persero) lebih dapat dimaksimalkan.
C. Karakteristik Gaya Kepemimpinan Transformasional
Berikut disampaikan setiap karakteristik kepemimpinan
transformasional yang terdapat di Direktorat Produksi PT. Dirgantara
Indonesia (Persero).
1. Karakteristik Stimulasi Intelektual
Stimulasi intelektual merupakan satu dari empat karakteristik
kepimpinan transformasional. Dalam karakteristik stimulasi
intelektual, pemimpin transformasional digambarkan sebagai seorang
pemimpin yang mau mendengarkan dengan penuh perhatian setiap
masukan-masukan bawahan dan secara khusus mau memperhatikan
88
kebutuhan-kebutuhan bawahan. Melalui stimulasi intelektual,
pemimpin diharapkan dapat merangsang kreativitas bawahan dan
mendorong bawahan untuk menemukan pendekatan-pendekatan baru
terhadap masalah masalah lama guna mendapatkan solusi yang
inovatif. Seorang yang memiliki karakteristik ini harus mampu
mendorong bawahannya agar mau untuk berpikir kembali mengenai
ide-ide yang bahkan belum pernah dia pikirkan sebelumnya (Yukl,
2010).
Pemimpin transformasional mendorong bawahan untuk
menggunakan kemampuan kognitif sebagai pendekatan penyelesaian
terhadap setiap hal yang dihadapi. Bawahan akan merespon masalah
dengan menggunakan pendekatan rasionalitas yang ditandai dengan
penggunaan fakta dan argumen analisis untuk meminta dukungan dari
organisasi (Deluga, 1990; Seltzer dan Bass, 1990).
Dalam menggambarkan karakteristik stimulasi intelektual,
atribut yang perlu dilihat, antara lain penerimaan dan keterbukaan
terhadap kritikan, penerimaan dan keterbukaan terhadap ide-ide baru,
dan cara penyerapan ide dan kritik. Ide-ide baru dan solusi kreatif
dalam proses menangani masalah dikumpulkan dari bawahan (Krause,
2009). Atribut ini dapat dilihat dengan wawancara mendalam
langsung ke pimpinan maupun pekerja yang menjadi bawahannya
untuk mendapatkan pandangan pekerja terhadap karakteristik
atasannya.
89
Manajer selaku orang yang bertanggungjawab dalam
pelaksanaan SMK3LH di perusahaan harus terbuka terhadap ide-ide
baru dan kritikan baik dari supervisornya maupun pekerja langsung.
Hal ini diperlukan agar manajer dapat melihat peluang-peluang untuk
peningkatan SMK3LH di perusahaan. Begitupun supervisor terhadap
pekerjanya. Berdasarkan hasil wawancara mendalam dan telaah
dokumen terhadap informan, dapat digambarkan bahwa supervisor
dan manajer di Direktorat Produksi PT. Dirgantara Indonesia
(Persero) memiliki sikap keterbukaan terhadap setiap ide-ide baru dan
kritikan dari bawahan. Diantara wujud penerimaan pimpinan terhadap
ide-ide baru dan kritikan di Direktorat Produksi tersebut adalah
keterbukaan pimpinan terhadap ide-ide baru dan kritikan pelaksanaan
K3LH yang disampaikan oleh pekerja.
Pemimpin di Direktorat Produksi menganggap bahwa ide-ide
baru dan kritikan yang disampaikan oleh pekerja tersebut merupakan
bagian yang harus diterima sebagai konsekuensi logis dalam proses
perbaikan kinerja K3LH di Direktorat Produksi PT. Dirgantara
Indonesia (Persero). Hal ini menunjukkan bahwa pimpinan telah mau
dan meluangkan waktu untuk mendengarkan dengan penuh perhatian
setiap masukan dari pekerja. Hal ini menunjukkan bahwa pemimpin di
Direktorat Produksi telah memiliki atribut dari karakteristik stimulasi
intelektual (Seltzer dan Bass, 1990).
90
Ide-ide baru perlu digali dari pekerja terhadap setiap
permasalahan agar solusi yang diberikan bisa menjadi representasi
dari pekerja sehingga bisa meningkatkan partisipasi pekerja dalam
menerapkan solusi tersebut (Lekka dan Healey, 2012). Berdasarkan
hasil wawancara mendalam, manajer di Direktorat Produksi PT
Dirgantara Indonesia telah menunjukkan sikap keterbukaan terhadap
ide-ide perbaikan yang disampaikan oleh bawahannya. Manajer
senantiasa mengedepankan diskusi dengan pekerja untuk meminta
masukan-masukan yang terkait dengan K3LH. Supervisor sebagai
bawahan langsung dari manajer pun menyatakan bahwa setiap ide
yang disampaikan diterima oleh manajer langsung dan direspon
dengan baik. Hal ini menunjukkan bahwa manajer memiliki
penerimaan dan keterbukaan terhadap ide-ide baru dari bawahannya.
Untuk mendorong keinginan bawahan dalam penyampaian ide
dan kritik maka perlu dibangun mekanisme penyerapan yang tepat
agar pekerja dapat secara nyaman menyampaikan ide-ide serta
kritikannya. Dalam hal penyampaian ide-ide baru dan kritikan pekerja
terhadap penyelenggaraan fasilitas K3LH di Direktorat Produksi,
menurut informan utama, seringkali penyampaian ide-ide dan kritikan
tersebut dilakukan melalui mekanisme diskusi dengan pekerja. Ketika
pekerja menyampaikan ide-ide dan kritikan, pimpinan akan
mengedepankan rasionalitas dengan meminta alasan logis dari
munculnya ide-ide dan kritikan tersebut. Apabila alasan tersebut
91
dirasa sudah cukup dan dapat dipertanggungjawabkan, pemimpin di
Direktorat Produksi PT. Dirgantara Indonesia (Persero) tidak segan-
segan untuk menyampaikannya ke atasan atau fungsi lain yang terkait.
Menurut Rumanti (2005), dalam proses diskusi, setiap orang akan
menangkap masalah yang dihadapi dengan lebih baik dan
menciptakan suasana terbuka terhadap penerimaan hal-hal baru.
Sehingga, organisasi dapat mengkristalisasi buah pikiran bersama
menjadi tindakan bersama (Sumaryo et al, 2005).
Hal di atas menunjukkan bahwa pemimpin telah berupaya untuk
merangsang pekerja terus berpikir secara kreatif dalam menyampaikan
ide-idenya agar mendapatkan perhatian dari pimpinan untuk
disampaikan ke atasan atau fungsi lain yang terkait. Untuk
meningkatkan partisipasi pekerja dalam penyampaian ide maupun
kritik, manajer juga terbiasa berkomunikasi langsung dengan pekerja
di lapangan pada saat kegiatan pemantauan dan inspeksi. Penerimaan
langsung dari pekerja di lapangan dapat memberikan gambaran secara
nyata terkait dengan kondisi-kondisi yang masih perlu mengalami
perbaikan. Hal ini didasari bahwa penyampaian berasal dari orang
pertama tanpa adanya kemungkinan perubahan pesan ketika
disampaikan melalui mekanisme perantara orang lain (supervisor).
Sedangkan untuk membahas secara seksama setiap kritik dan
masukan dari pekerja, supervisor dan manajer di Direktorat Produksi
PT. Dirgantara Indonesia (Persero) akan melaksanakan rapat
92
struktural berupa rapat bulanan dan pertemuan harian SQCDP.
Menurut informan utama, dalam setiap rapat bulanan dan SQCDP,
selalu dibahas tindak lanjut dari setiap permasalahan K3LH yang
dihadapi. Bentuk diskusi dalam rapat bulanan dan SQCDP tersebut
mirip dengan bentuk diskusi brainstorming karena pemimpin akan
meminta masukan-masukan untuk menanggapi setiap kritik dan ide
yang ada.
Karakteristik stimulasi intelektual ini perlu dimiliki oleh
pemimpin karena akan meningkatkan kepercayaan dan hubungan
interpersonal antara manajer dan bawahannya (Clarke, 2013). Menurut
Lekka dan Healey (2012), dukungan pemimpin dalam melaksanakan
keselamatan dan kesehatan kerja serta keterbukaan pimpinan terhadap
saran keselamatan dari pekerja mempunyai kaitan dengan kesediaan
pekerja dalam menyampaikan informasi-informasi safety, tingkat
kepuasan terhadap organisasi dan dalam jangka panjang dapat
membentuk praktik kerja yang aman dari setiap pekerja.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa proses diskusi yang
selama ini dilakukan oleh pimpinan di Direktorat Produksi telah
mampu mendorong bawahan untuk menyampaikan informasi-
informasi safety dan munculnya ide-ide baru dan solusi kreatif dari
bawahan dalam proses menangani masalah di Direktorat Produksi.
Pertemuan SQCDP merupakan mekanisme yang cukup baik untuk
melakukan diskusi permasalah K3LH yang dihadapi di Direktorat
93
Produksi karena pertemuan SQCDP dibuat secara berjenjang dan
dapat mengumpulkan ide-ide dari setiap jenjang struktural di
Direktorat Produksi. Selain itu, proses diskusi langsung yang
dilakukan oleh supervisor dan manajer secara langsung dengan
pekerja juga merupakan cara yang baik untuk mencari setiap ide-ide
perbaikan bagi pelaksanaan K3LH di Direktorat Produksi.
Komunikasi yang dibangun oleh manajemen terhadap tenaga kerja
tersebut dapat mengurangi jarak kekuasaan (power distance) dengan
pekerja sehingga membuat pekerja dapat lebih nyaman untuk
menyampaikan setiap ide-ide yang mereka miliki.
2. Pertimbangan Individual
Pada dimensi pertimbangan individual, pemimpin
memperhatikan kebutuhan masing-masing individu untuk pencapaian
dan pertumbuhan setiap pekerja dengan bertindak sebagai pelatih atau
mentor (Bass et al., 2003). Pemimpin memperlakukan pekerja secara
individual karena setiap pekerja mempunyai kebutuhan yang unik
pada setiap pribadinya (Inness, Turner, Barling, & Stride, 2010).
Selain itu, pemimpin memberikan perhatian khusus terhadap setiap
kebutuhan para pekerja untuk pencapaian dan pertumbuhan mereka
dengan memberikan dukungan dan pembinaan untuk membuat setiap
individu merasa dihargai dan berharga bagi organisasi (Gillespi dan
Mann, 2004). Pemimpin secara aktif memberikan umpan balik dan
94
menjadi penghubung kebutuhan individual dengan misi organisasi
(Krause, 2005). Karakteristik pertimbangan individual juga dapat
dilihat dari sikap pemimpin yang berusaha untuk memberikan nasihat
kepada bawahan (Desianty, 2005) serta mendampingi dan mengawasi
pekerja (Rahmi, 2013).
Berdasarkan hasil wawancara mendalam terhadap informan
utama dapat diketahui bahwa supervisor dan manajer di Direktorat
Produksi relatif responsif untuk memberikan nasihat tentang
pelaksanaan K3LH terhadap pekerja. Apabila supervisor dan manajer
melihat pekerja tidak melaksanakan K3LH, supervisor dan manajer
langsung akan menghampiri pekerja bersangkutan dan mengingatkan
pekerja untuk melaksanakan K3LH. Pemberian nasihat tersebut
dilakukan melalui komunikasi langsung (face to face), terbuka dan
dilakukan secara individual. Pemberian nasihat secara individual
diperlukan untuk memerhatikan setiap kebutuhan pada setiap orang,
karena metode pembimbingan yang diberikan kepada satu orang
pekerja belum tentu bisa dilakukan kepada pekerja lain (Yule dan
Flin, 2004). Setiap pekerja merupakan pribadi-pribadi yang sangat
unik sehingga setiap pemberian nasihat tersebut juga harus
memerhatikan kebutuhan-kebutuhan yang unik pada setiap pribadinya
(Inness, Turner, Barling, & Stride, 2010). Selain itu, proses pemberian
nasihat secara individual juga dapat mengakomodir setiap kemampuan
dan aspirasi yang berbeda pada setiap pekerja (Turner, Barling,
95
Epitropaki, Butcher, & Milner, 2002) serta akan menumbuhkan rasa
dihargai pada setiap pekerja (Gillespi dan Mann, 2004).
Menurut Yule dan Flin (2004) pimpinan menengah pada suatu
organisasi sangat perlu untuk membuka komunikasi pembimbingan
keselamatan secara terbuka dan memastikan kepatuhan pekerja
terhadap sistem keselamatan. Hal ini karena komunikasi yang
dibangun oleh manajemen terhadap tenaga kerja mempunyai pengaruh
terhadap penurunan timbulnya perilaku berisiko yang dilakukan oleh
pekerja (Lekka dan Healey, 2012; OSHAcademy, 2013b) dan pada
akhirnya komunikasi yang baik oleh manajemen terhadap tenaga kerja
dalam melaksanakan manajemen keselamatan akan mendorong tenaga
kerja untuk melaksanakan sistem manajemen keselamatan yang telah
ditetapkan oleh manajemen secara baik dan benar (OSHAcademy,
2013b).
Meskipun demikian, menurut Yule dan Flin (2004) pengaruh
utama dalam pembentukan budaya keselamatan pada sebuah
organisasi akan lebih dipengaruhi oleh manajer senior dalam suatu
perusahaan. Komunikasi antara pimpinan dengan pekerja ini
diperlukan, untuk mengurangi jarak kekuasaan (power distance) yang
dipercaya dapat menghambat proses pengembangan keberhasilan
organisasi, termasuk penguatan budaya keselamatan yang
dicanangkan (Astuti, 2010). Selain itu, manajer juga harus
mengkomunikasikan nasihat tentang keselamatan dan kesehatan
96
secara jelas supaya dapat diterima, ditafsirkan, dan direspon oleh
pekerja dengan baik (OSHAcademy, 2013b).
Sedangkan dalam hal perhatian terhadap setiap kebutuhan
pekerja untuk mencapai pelaksanaan K3LH yang baik, dukungan yang
diberikan oleh pimpinan Direktorat Porduksi adalah dengan
mengajukan setiap kebutuhan, masukan, dan kritikan yang
disampaikan oleh pekerja mengenai fasilitas K3LH. Hal ini dilakukan
untuk memberikan iklim yang mendukung bagi pertumbuhan dan
perkembangan individu pekerja ketika melaksanakan K3LH di tempat
kerja (Greiman, 2009).
Menurut informan utama, mekanisme yang digunakan untuk
menyampaikan ajuan setiap kebutuhan pekerja tersebut dapat
dibedakan menjadi dua mekanisme. Mekanisme pertama, apabila
berhubungan dengan fasilitas dan ketersediaan alat pelindung diri,
maka mereka akan menyampaikan masukan tersebut melalui nota
secara tertulis yang ditujukan kepada bagian fasilitas. Tindak lanjut
dari setiap masukan-masukan yang tertuang dalam nota tersebut selalu
ditindaklanjuti dengan bertanya langsung terhadap bagian fasilitas
sampai masukan dalam nota tersebut dilaksanakan. Sedangkan
mekanisme yang kedua adalah dengan menyampaikan setiap ajuan
dan perkembangannya tersebut secara lisan dalam bentuk rapat-rapat
rutin manajemen, rapat Departemen K3LH dan P2K3. Namun, tidak
97
jarang pula supervisor dan manajer menggunakan mekanisme kedua
ini untuk memperkuat mekanisme yang pertama.
Staff Departemen K3LH misalnya menyatakan bahwa para
pimpinan di Direktorat Produksi selalu mengajukan masukan-
masukan dan kritikan dari pekerja tersebut ke fungsi terkait. Dalam
hal pengadaan alat pelindung diri misalnya, Departemen K3LH sudah
beberapa kali dimintai pertimbangan dalam pertemuan manajemen
Direktorat Produksi dan bagian fasilitas untuk menganalisa tentang
spesifikasi alat pelindung diri yang diajukan oleh manajemen
Direktorat Produksi. Keterlibatan pimpinan Direktorat Produksi
terhadap setiap kebutuhan K3LH pekerja tersebut merupakan salah
satu media untuk memperjuangkan kesejahteraan dan keselamatan
fisik pekerja (Barling, Loughlin, & Kelloway, 2002; Zacharatos,
Barling, & Iverson 2005).
Selain itu, berdasarkan hasil telaah dokumen yang penulis
lakukan, respon pimpinan terhadap kebutuhan K3LH pekerja juga
dapat dilihat dari form hasil pertemuan SQCDP (Safety, Quality, Cost,
Delivery, dan Person). Dari hasil telaah dokumen terhadap form safety
yang penulis lakukan, dapat diidentifikasi bahwa para pimpinan telah
menuliskan setiap kebutuhan pekerja serta tindak lanjut yang telah
dilakukan terhadap kebutuhan tersebut dalam form action plan safety.
Pada pertemuan SQCDP ini dibahas setiap perkembangan dari ajuan
kebutuhan fasilitas K3LH pekerja. Sehingga, kontrol terhadap setiap
98
ajuan kebutuhan pekerja tersebut dapat dilakukan dengan cepat dan
tepat.
Sedangkan dalam hal melakukan pengawasan pelaksanaan
K3LH, supervisor dan manajer telah menampakan hal tersebut. Ketika
melakukan pengontrolan target pekerjaan, supervisor dan manajer
juga meluangkan waktu untuk melakukan pengawasan tentang
perilaku pekerja dalam melaksanakan K3LH. Supervisor dan manajer
dapat mengurangi perilaku tidak aman dan penguatan perilaku aman
melalui pengawasan dan kontrol di tempat kerja (Flin & Yule, 2004;
OSHAcademy, 2013). Pengawasan yang cukup oleh supervisor dan
manajer merupakan langkah proaktif pemimpin mengembangkan
budaya kerja yang mencegah terhadap cedera dan penyakit.
Pengawasan yang cukup juga mengandung pengertian bahwa
pemimpin mempunyai kemampuan untuk mengidentifikasi dan
memperbaiki kondisi berbahaya dan praktek kerja yang tidak aman
sebelum kedua hal tersebut menimbulkan cedera (OSHAcademy,
2013). Namun demikian, pendekatan kepemimpinan yang paling baik
dalam melaksanakan keselamatan bukan terletak pada kuatnya proses
pengawasan, tetapi harus ditekankan pada pembuatan sistem
keselamatan yang efektif untuk mengurangi cedera dan penyakit
(OSHAcademy, 2013).
Menurut OSHAcademy (2013), untuk membantu seorang
supervisor melakukan integrasi pengawasan dan kepemimpinan dalam
99
fungsi keselamatan dan kesehatan, dapat dilakukan dengan
pendekatan “5-STARS” yang terdiri dari 5 elemen kunci berikut.
1. Supervision, yaitu melakukan pengawasan aktivitas kerja untuk
memastikan karyawan selamat, bukan untuk mencari kesalahan
atau ketidakpatuhan pekerja dalam melaksanakan safety.
2. Training, yaitu memberikan pendidikan dan pelatihan keselamatan
kepada pekerja untuk melaksanakan safety di tempat kerja dengan
baik.
3. Accountability, yaitu memastikan semua orang yang menjadi
tanggungjawabnya berperilaku sesuai dengan kebijakan dan
peraturan keselamatan perusahaan.
4. Resources, yaitu menyediakan setiap sumber daya fisik (peralatan,
perlengkapan dan bahan) sehingga karyawan dapat bekerja dengan
selamat.
5. Support, yaitu pemimpin menciptakan suasana yang kondusif dan
lingkungan kerja psikososial yang baik (jadwal dan beban kerja)
sehingga karyawan tidak bekerja dibawahan tekanan yang tidak
semestinya.
3. Motivasi Inspirasional
Pada karakter motivasi inspirasional pemimpin
mengekspresikan pencapaian tujuan dengan menggunakan simbol-
simbol yang menarik kepada bawahan dan mengekspresikan tujuan-
100
tujuan dengan cara-cara sederhana. Pemimpin juga diharapkan dapat
membangkitkan semangat, antusiasme dan optimisme setiap pekerja
untuk melaksanakan setiap visi perusahaan (Sovyia, 2005).
Melalui perilaku verbal dan simbolis mereka, pemimpin
transformasional dapat meningkatkan kesadaran pekerja terhadap
kemampuan dirinya, internalisasi nilai-nilai kelompok, dan
kenyamanan terhadap tugas atau peran yang dijalankan, yang pada
gilirannya hal-hal tersebut dapat menjadi kekuatan motivasi untuk
meningkatkan kinerja bawahan (Bono & Judge, 2003; Shamir, Zakay,
Breinin, & Popper, 1998).
Berdasarkan hasil wawancara mendalam, dapat diketahui bahwa
informan di Direktorat Produksi berusaha membangun semangat
pekerja dalam melaksanakan K3LH dengan memberikan semangat
secara lisan kepada pekerja. Pemimpin mengartikulasikan visi
perusahaan tentang pentingnya K3LH dalam rangka meningkatkan
antusiame pekerja dalam melaksanakan K3LH (Dionne, Yammarino,
Atwater, & Spangler, 2004).
Selain itu, dalam hasil wawancara mendalam dapat digambarkan
bahwa pimpinan sudah mempunyai kecenderungan untuk memberikan
motivasi inspirasional kepada pekerja melalui penggunaan simbol-
simbol yang sederhana. Beberapa informan misalnya menggunakan
simbol-simbol verbal keluarga sebagai cara untuk mengartikulasikan
visi perusahaan tentang K3LH. Penggunaan simbol-simbol keluarga
101
terhadap pekerja tersebut merupakan simbol yang sangat sederhana
untuk dicerna setiap pekerja. Keluarga merupakan lingkungan terdekat
setiap pekerja, sehingga pekerja akan relatif lebih mudah untuk
memahami setiap pesan safety yang disampaikan oleh atasan.
Penggunaan simbol-simbol tersebut secara langsung atau tidak
langsung akan menumbuhkan motivasi pekerja dalam melaksanakan
K3LH di tempat kerja, karena salah satu hal yang dapat mendasari
pekerja termotivasi adalah ketika pekerja merasa bahwa pemimpin
memiliki visi yang menarik untuk mereka ikuti (Conger & Kanungo,
1998). Menyampaikan visi bersama secara menarik dengan
menggunakan simbol-simbol tersebut dapat menginspirasi dan
memfokuskan setiap langkah bawahan untuk mencapai tujuan yang
menghasilkan kemajuan penting bagi organisasi (Rahmi, 2013). Selain
itu, hal yang tidak kalah penting adalah pemimpin juga harus dapat
meyakinkan para pengikut bahwa visi perusahaan tentang K3LH itu
memungkinkan untuk dilakukan. Berdasarkan hasil penelaahan
peneliti terhadap hasil wawancara mendalam, informan di Direktorat
Produksi belum secara pasti menyampaikan tentang keyakinan untuk
pencapain visi K3LH tersebut. Oleh karena itu, pemimpin seharusnya
menyampaikan tentang keyakinan pencapaian visi K3LH tersebut
ketika menyampaikan motivasi kepada pekerja.
Sesuai dengan keterangan leader dan supervisor, pekerja yang
telah diberikan motivasi inspirasional melalui pendekatan simbol-
102
simbol keluarga relatif dapat mengubah kepatuhan penggunaan alat
pelindung diri di tempat kerja. Oleh karena itu, seorang pemimpin
transformasional yang baik hendaknya secara simultan dapat
memberikan motivasi inspirasional kepada pekerja karena motivasi
inspirasional yang dilakukan oleh seorang pemimpin dapat
mempengaruhi terbentuknya orientasi perilaku individu maupun
kelompok ke arah yang diharapkan (Howell dan Avolio, 1993).
Kepemimpinan transformasional tidak perlu memiliki fokus
keselamatan khusus untuk memotivasi partisipasi safety karyawan.
Pemimpin transformasional hanya butuh memaksimalkan proses
pemberian motivasi yang selama ini dilakukan terhadap pekerja
(Inness, Turner, Barling, & Stride, 2010)., karena secara konseptual,
dasar motivasi kepemimpinan transformasional pada bawahan timbul
sebagai bentuk timbal balik atas upaya ekstra pemimpin dalam
melakukan motivasi (Inness, Turner, Barling, & Stride, 2010). Selain
itu, motivasi pada pekerja juga bisa muncul didasarkan pada rasa
kesatuan pekerja dengan pemimpin (Brown & Keeping, 2005).
Menurut OSHAcademy (2013), pada dasarnya sikap pasif dan
malas pekerja tidak hadir begitu saja, tetapi terbentuk dari pengalaman
dan sosialisasi dalam organisasi selama ini. Ketika motivasi pekerja
telah terbentuk, pekerja relatif lebih akan mempunyai perilaku kerja
yang mandiri dan dapat mengambil keputusan secara mandiri.
Sehingga, perilaku supervisor dan manajer di Direktorat Produksi
103
untuk melakukan komunikasi terbuka dan tatap muka langsung
dengan para pekerja ketika memberikan semangat kepada pekerja
perlu dipertahankan supaya pekerja dapat terbentuk motivasinya
ketika melaksanakan K3LH.
Para pemimpin di Direktorat Produksi harus memberikan
dukungan dan dorongan saat diperlukan untuk mempertahankan
antusiasme pekerja dalam melaksanakan K3LH. Dengan
kepemimpinan transformasional seperti itu, para pengikut akan
merasakan kepercayaan, kekaguman, kesetiaan dan penghormatan
terhadap pemimpin, dan pada akhirnya mereka akan termotivasi
untuk melakukan lebih daripada yang awalnya diharapkan dari mereka
(Yukl, 2010). Pemimpin yang memiliki motivasi inspirasional akan
mendorong pekerja untuk menyelaraskan setiap perilakunya dengan
sistem nilai yang terdapat pada organisasi (Krishnan, 2002) dan
menginspirasi setiap orang untuk melakukan setiap hal yang dikaitkan
terhadap visi masa depan perusahaan (Tracey & Hinkin, 1998).
Kepemimpinan yang mampu memberikan inspirasi dan motivasi
merupakan unsur yang penting untuk menimbulkan sikap terbuka
pada bawahannya (Aarons, 2006) dan motivasi inspirasional yang
dilakukan oleh seorang pemimpin dapat mempengaruhi terbentuknya
orientasi perilaku individu maupun kelompok ke arah yang diharapkan
(Howell dan Avolio, 1993).
104
Menurut IAEA (2006) setiap organisasi harus menggunakan
sistem manajemen yang digunakan untuk mendorong dan mendukung
budaya keselamatan, dengan cara :
a) Memastikan pemahaman yang sama tentang aspek-aspek kunci
budaya keselamatan didalam organisasi.
b) Menyediakan sarana kepada organisasi untuk mendukung tim dan
perorangan untuk melaksanakan tugas mereka dengan selamat dan
sukses, dengan memperhitungkan interaksi antara perorangan,
teknologi dan organisasi.
c) Menekankan sikap bertanya dan belajar pada semua tingkat
organisasi.
d) Menyediakan sarana kepada organisasi untuk secara terus menerus
menerapkan, mengembangkan dan memperbaiki budaya
keselamatannya.
Sedangkan menurut Yukl (2010), beberapa pedoman bagi para
pemimpin yang berusaha untuk menginspirasi dan memotivasi
pengikut, dapat dilakukan melalui pendekatan berikut.
1) Menyatakan visi yang jelas dan menarik
Para pemimpin transformasional memperkuat visi yang ada
atau membangun komitmen terhadap sebuah visi baru. Sebuah
visi yang jelas mengenai apa yang dapat dicapai organisasi atau
105
akan jadi apakah sebuah organisasi itu akan membantu orang untuk
memahami tujuan, sasaran dan prioritas dari organisasi.
2) Menjelaskan bagaimana visi tersebut dapat dicapai
Tidaklah cukup hanya menyampaikan sebuah visi yang
menarik, pemimpin juga harus meyakinkan para pengikut bahwa
visi itu memungkinkan. Amatlah penting untuk membuat hubungan
yang jelas antara visi itu dengan sebuah strategi yang dapat
dipercaya untuk mencapainya. Hubungan ini lebih mudah dibangun
jika strateginya memiliki beberapa tema jelas yang relevan dengan
nilai bersama dari para anggota organisasi.
3) Bertindak secara rahasia dan optimis
Para pengikut tidak akan meyakini sebuah visi kecuali jika
pemimpinnya memperlihatkan keyakinan diri dan pendirian.
Pemimpin harus tetap optimis tentang kemungkinan keberhasilan
organisasi dalam mencapai visinya, khususnya dalam menghadapi
halangan dan kemunduran sementara. Keyakinan dan optimisme
seorang pemimpin dapat amat menular. Keyakinan diperlihatkan
baik dalam perkataan maupun tindakan.
4) Memperlihatkan keyakinan terhadap pengikut
Pengikut akan memiliki kinerja yang lebih baik saat
pemimpinnya memiliki harapan yang tinggi bagi mereka dan
memperlihatkan keyakinan terhadap mereka.
106
5) Menggunakan tindakan dramatis dan simbolis untuk menekankan
nilai-nilai penting
Tindakan dramatis dengan perilaku kepemimpinan yang
konsisten dengan visi organisasi merupakan cara efektif untuk
menekankan nilai penting. Tindakan simbolis untuk mencapai
sebuah sasaran penting atau mempertahankan sebuah nilai penting
akan memberikan pengaruh saat pemimpin itu membuat resiko
kerugian pribadi yang cukup besar, membuat pengorbanan diri,
atau melakukan hal-hal yang tidak konvensional.
6) Memimpin dengan memberikan contoh
Salah satu cara seorang pemimpin mempengaruhi komitmen
bawahan adalah dengan menetapkan sebuah contoh dari perilaku
yang dapat dijadikan contoh dalam interaksi keseharian dengan
bawahan. Seorang pemimpin yang meminta bawahan untuk
membuat pengorbanan khusus harus menetapkan sebuah contoh
dengan melakukan hal yang sama. Nilai-nilai yang menyertai
seorang pemimpin harus diperlihatkan dalam perilakunya sehari-
hari, dan harus dilakukan secara konsisten bukan hanya saat
diperlukan.
7) Memberikan kewenangan kepada orang-orang untuk mencapai visi
itu
Pemimpin mendelegasikan kewenangan kepada bawahan
untuk keputusan tentang bagaimana melakukan pekerjaan. Ini
107
berarti pemimpin meminta bawahan untuk menentukan sendiri cara
terbaik untuk menerapkan strategi atau mencapai sasaran.
Apabila dibandingkan dengan teori Yukl (2010) tersebut, saat
ini pimpinan di Direktorat Produksi PT. Dirgantara Indonesia
(Persero) telah berusaha untuk menginspirasi dan memotivasi
pekerja dengan cara menyatakan visi yang jelas dan menarik dan
mendelegasikan kewenangan kepada bawahan untuk mencapai visi.
Sedangkan dalam hal menggunakan tindakan dramatis dan simbolis
untuk menekankan nilai-nilai penting, sampai saat ini pimpinan di
Direktorat Produksi baru terbatas hanya menyampaikan secara
verbal. Oleh karena itu, untuk meningkatkan hasil pemberian
motivasi dan inspirasi kepada pekerja, seharusnya pimpinan di
Direktorat Produksi dapat melakukan setiap pedoman dalam
pemberian motivasi tersebut. Sehingga, pemberian motivasi yang
diberikan kepada pekerja tersebut dapat dilaksanakan secara
komprehensif.
4. Pengaruh Ideal
Karakteristik pengaruh ideal digambarkan sebagai perwujudan
seorang pemimpin yang menjadi contoh (role model) bagi para
pengikutnya. Karakteristik pengaruh ideal terjadi ketika para bawahan
berusaha untuk mengidentifikasi dan meniru pemimpin mereka
(Avolio dan Bass, 2002).
108
Karakteristik pengaruh ideal yang terdapat pada supervisor dan
manajer di Direktorat Produksi PT. Dirgantara Indonesia (Persero)
dapat diidentifikasi dari usaha manajer untuk menjadi contoh para
supervisor dan leader dalam proses mengingatkan pekerja untuk patuh
dalam menggunakan alat pelindung diri. Pada saat melakukan rapat
atau bimbingan di hadapan supervisor dan leader, manajer
menekankan supervisor dan leader supaya dapat terlibat aktif dalam
memberikan nasihat kepada pekerja ketika pekerja melakukan
pelanggaran K3LH (utamanya pelanggaran terhadap penggunaan alat
pelindung diri). Selain menyampaikan secara verbal kepada leader
dan supervisor, proses memberikan nasihat kepada pekerja yang tidak
menggunakan alat pelindung diri juga dilakukan secara aktif oleh
manajer langsung ketika mereka melakukan pengawasan di tempat
kerja. Manajer tidak segan untuk melakukan komunikasi terbuka dan
berdiskusi dengan pekerja yang tidak menggunakan alat pelindung
diri. Manajer memberikan pengertian kepada pekerja mengenai
pentingnya kepatuhan penggunaan alat pelindung diri dalam
melaksanakan setiap proses pekerjaan.
Bentuk-bentuk perilaku manajer yang memberikan nasihat
secara aktif kepada pekerja tersebut, sejalan dengan sikap supervisor
ketika melakukan pengawasan di tempat kerja. Supervisor melakukan
komunikasi terbuka dan mengedepankan proses diskusi terhadap
setiap pekerja yang tidak menggunakan alat pelindung diri. Supervisor
109
mengingatkan pekerja untuk patuh dalam menggunakan alat
pelindung diri ketika bekerja. Berdasarkan pernyataan supervisor, hal
tersebut mereka lakukan salah satunya didasari oleh permintaan dan
perilaku manajer yang melaksanakan hal sama ketika melihat pekerja
yang tidak menggunakan alat pelindung diri.
Perilaku para supervisor dan manajer dalam mengingatkan
pekerja ketika tidak menggunakan alat pelindung diri merupakan salah
satu elemen yang penting dalam pelaksanaan gaya kepemimpinan
transformasional karena gaya kepemimpinan transformasional
sebagian besar berfokus pada orang dan lebih efektif dalam mengubah
perilaku (Ridley & Channing, 2008). Perilaku supervisor dan manajer
dalam mengingatkan pekerja ketika tidak menggunakan alat pelindung
diri merupakan salah satu bentuk kepemimpinan keselamatan yang
dapat berpengaruh untu meningkatkan iklim keselamatan organisasi
dan meningkatkan jumlah perilaku keselamatan karyawan sehingga
jumlah cedera dan kecelakaan pada pekerja dapat ditekan bahkan
dihilangkan sama sekali (Barling, Loughlin, & Kelloway, 2002).
Meskipun supervisor dan manajer telah menjadi contoh bagi
leader ketika mengingatkan pekerja yang tidak menggunakan alat
pelindung diri, tetapi berdasarkan hasil observasi yang peneliti
lakukan, sampai saat ini leader, supervisor dan manajer sendiri belum
menjadi contoh untuk pekerja dalam menggunakan alat pelindung diri
bagi pekerja di Direktorat Produksi. Perilaku leader, supervisor dan
110
manajer tersebut, secara langsung atau tidak dapat mempengaruhi
kepatuhan pekerja dalam menggunakan alat pelindung diri. Menurut
Flin dan Yule (2004), manajer dan supervisor memiliki efek langsung
dan tidak langsung pada perilaku pekerja. Efek tidak langsung
berhubungan dengan pembentukan norma-norma yang berkaitan
dengan praktek-praktek dan prosedur, sehingga menciptakan budaya
keselamatan tertentu. Sedangkan efek langsung berhubungan dengan
pemodelan manajer dan supervisor tentang perilaku aman dan tidak
aman dan penguatan perilaku pekerja melalui pengawasan dan
kontrol. Penelitian tersebut sejalan dengan pernyataan yang
disampaikan oleh salah seorang manajer bahwa salah satu hambatan
yang dihadapi dalam pembudayaan K3LH di Direktorat Produksi
adalah kepatuhan pekerja dalam menggunakan alat pelindung diri.
Bahkan, menurut para informan utama, kecenderungan
ketidakpatuhan pekerja dalam menggunakan alat pelindung diri
tersebut juga muncul ketika alat pelindung diri tersedia secara penuh
di Direktorat Produksi. Dengan demikian, ketidakpatuhan pekerja
dalam menggunakan alat pelindung diri tersebut sangat mungkin
dilakukan karena proses identifikasi para pekerja terhadap perilaku
atasan mereka.
Dalam penelitian lain disampaikan, baik secara langsung
maupun tidak langsung tindakan seorang pemimpin tersebut dapat
mempengaruhi motivasi pekerja, sehingga mempengaruhi
111
kemungkinan timbulnya perilaku tertentu (misalnya pelanggaran
aturan) yang berulang (Zohar, 2002; Zohar & Luria 2003). Perilaku
ketidakpatuhan penggunaan alat pelindung diri yang dilakukan
pekerja tersebut telah terjadi secara berulang-ulang. Pekerja akan
kembali patuh untuk menggunakan alat pelindung diri saat pekerja
diberikan nasihat atau diingatkan oleh atasan. Penelitian Zohar (2002)
dan Zohar & Luria (2003) tersebut sejalan dengan hasil observasi
yang peneliti lakukan terhadap pekerja. Dalam proses observasi yang
peneliti lakukan terhadap salah satu bagian di Direktorat Produksi PT.
Dirgantara Indonesia (Persero), pekerja relatif mengulangi
ketidakpatuhan penggunaan alat pelindung diri secara berkali-kali.
Alat pelindung diri yang seharusnya mereka gunakan hanya dibiarkan
tergeletak di meja kerja, padahal alat pelindung diri tersebut masih
sangat baik dan layak untuk digunakan.
Oleh karena itu, para pemimpin seharusnya melakukan
perubahan budaya, baik sengaja atau tidak, melalui perilaku mereka
(Krause dan Hidley, 2005). Para pemimpin harus mempengaruhi
safety dengan apa yang mereka lakukan dan apa yang tidak mereka
lakukan sehingga dengan pengetahuan dan keterampilan yang benar
dapat merubah budaya yang diinginkan dan juga mendapatkan
hasilnya dengan cepat. Allah Swt. telah memberikan tuntunan kepada
kita supaya kita menyelaraskan antara ucapan dan perbuatan yang kita
lakukan. Allah Swt. berfirman.
112
Artinya : Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu
mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan. (Q. S. Ash-
Shaaf : 3)
Allah Swt. juga telah menunjukan, bahwa ketika Rasulullah
SAW dijadikan seorang pemimpin bagi umat seluruh dunia, maka
pada diri Rasulullah SAW telah terlebih dahulu terdapat sifat yang
patut dicontoh. Allah Swt. berfirman.
Artinya : Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri
teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang
mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat
dan dia banyak menyebut Allah. (Q. S. al-Ahzab : 21)
Tuntutan seorang pemimpin untuk menjadi teladan bagi
bawahannya juga ditegaskan oleh Allah Swt. dalam ayat berikut.
Artinya : Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang imam yang dapat
dijadikan teladan lagi patuh kepada Allah dan hanif. dan
113
sekali-kali bukanlah dia termasuk orang-orang yang
mempersekutukan (Tuhan) (Q. S. an-Nahl : 120).
Menurut European Agency for Safety and Health at Work
(2012) semua proses tersebut dapat berjalan ketika kepemimpinannya
kuat dan terlibat di semua tingkatan. Dengan demikian, perilaku
penggunaan alat pelindung diri tersebut juga perlu dilakukan oleh
leader, supervisor dan manajer supaya perilaku pekerja dapat
terbentuk secara maksimal dan sesuai prosedur keselamatan.
114
BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
1. Supervisor dan manajer di Direktorat Produksi, selain mempunyai
tanggungjawab dalam melakukan produksi pesawat, juga memiliki
tanggungjawab untuk mengarahkan, memotivasi, dan membudayakan
K3LH di tempat kerja.
2. Berdasarkan hasil penelitian dapat digambarkan bahwa karakteristik gaya
kepemimpinan transformasional di Direktorat Produksi adalah sebagai
berikut.
a. Karakteristik stimulasi intelektual pimpinan Direktorat Produksi adalah
sikap pimpinan yang mendorong setiap bawahan untuk menjadi inovatif
dan kreatif dalam menyampaikan gagasan-gagasannya tentang
pelaksanaan K3LH. Karakteristik ini telah dilakukan dengan baik oleh
pimpinan Direktorat Produksi PT. Dirgantara Indonesia (Persero).
b. Karakteristik pertimbangan individual pimpinan Direktorat Produksi
adalah memberikan nasihat kepada pekerja dalam melaksanakan K3LH
dan memberikan perhatian terhadap setiap kebutuhan pekerja dalam
melaksanakan K3LH. Karakteristik ini telah dilakukan dengan baik oleh
pimpinan Direktorat Produksi PT. Dirgantara Indonesia (Persero).
c. Karakteristik motivasi inspirasional pimpinan Direktorat Produksi adalah
menyampaikan dan memberi semangat kepada pekerja dengan
menggunakan simbol-simbol keluarga dan kerugian akibat kecelakaan
115
kerja. Karakteristik ini belum dilakukan dengan baik oleh pimpinan
Direktorat Produksi PT. Dirgantara Indonesia (Persero).
d. Masih lemahnya karakteristik pengaruh ideal pimpinan Direktorat
Produksi bagi pekerja dalam pelaksanaan K3LH. Hal ini dapat terlihat
dalam penggunaan alat pelindung diri yang dipakai oleh pimpinan
Direktorat Produksi. Menurut informan, hal ini lebih disebabkan karena
keterbatasan internal PT. Dirgantara Indonesia (Persero).
B. Saran
1. Pimpinan di Direktorat Produksi hendaknya segera mengaktifkan pertemuan
SQCDP di setiap bagian karena pertemuan SQCDP yang dilakukan di setiap
bagian relatif dapat menjadi sarana diskusi untuk merangsang ide-ide baru
dari bawahan.
2. Pimpinan di Direktorat Produksi hendaknya memberikan bimbingan tentang
pembudayaan K3LH tidak terbatas pada pemberian nasihat ketika pekerja
yang tidak menggunakan alat pelindung diri saja. Lebih jauh, pimpinan juga
perlu memberikan bimbingan tentang pelaksanaan K3LH secara
komprehensif sesuai dengan hirarki pengendalian bahaya. Selain itu,
penyediaan fasilitas pendukung K3LH juga perlu diperhatikan supaya
pekerja dapat melaksanakan setiap prosedur K3LH dengan baik dan benar.
3. Pimpinan hendaknya memberikan motivasi inspirasional secara sederhana
dan menggunakan simbol-simbol yang dapat menarik pekerja, sehingga
pekerja relatif mudah untuk menerima setiap motivasi dari pimpinan.
116
4. Pimpinan Direktorat Produksi selayaknya menjadi contoh dalam
pelaksanaan K3LH termasuk dalam penggunaan alat pelindung diri sesuai
standar. Hal ini untuk memudahkan pekerja dalam melakukan identifikasi
dan mencontoh penerapan K3LH dari atasan.
5. Sedangkan untuk penelitian selanjutnya, untuk dapat menggambarkan lebih
jauh mengenai karakteristik gaya kepemimpinan transformasional dalam
pelaksanaan safety leadership, hendaknya dilakukan melalui observasi
partisipatif, sehingga dapat menganalisis setiap perilaku pimpinan dengan
baik.
117
Daftar Pustaka
Aarons, GA. 2006. Transformational and Transactional Leadership: Association
With Attitudes Toward Evidence-Based Practice. Psychiatr Serv. Aug 2006;
57(8): 1162–1169.
Andoh, Mavis. 2013. The Relationship Between Leadership Style and Safety
Climate : A Case Study of Goldfields Ghana Limited, Tarkwa-Cil Plant.
School of Management Blekinge Institute of Technology.
Anthony RN, & Govindarajan V. 2000. Sistem Pengendalian Manajemen. Jakarta
: Salemba Empat.
Astuti, Yusri Heni Nurwidi. 2010. Peran Safety Leadership dalam Membangun
Budaya Keselamatan yang Kuat. Seminar Nasional VI, SDM Teknologi
Nuklir, Yogyakarta, 18 November 2010, ISSN 1978- 0176.
Avolio BJ, dan Bass BM. 2002. Developing Potential Across a Full Range of
Leadership - Cases on Transactional and Transformational Leadership.
New Jersey : Lawrence Erlbaum Associates. Inc.. Publishers
Barling J, Weber T, & Kelloway EK. 1996. Effects of Transformational
Leadership Training on Attitudinal and Financial Outcomes : A field
Experiment. Journal of Applied Psychology, 81,827– 832.
_____, & Hutchinson I. 2000. Commitment vs. Control-Based Safety Practices,
Safety Reputation, and Perceived Safety Climate. Canadian Journal of
Administrative Sciences, 17,76 – 84.
_____, Loughlin C, & Kelloway EK. 2002. Development and Test of a Model
Linking Safety-Specific Transformational Leadership and Occupational
Safety. Journal of Applied Psychology, 87 (2002): pp. 488-496).
Bass BM. 1990. From Transactional to Transformational Leadership Learning to
share the Vision. Organizational Dynamics. Volume 18, Issue 3, Winter
1990, Pages 19–31.
_____, & Avolio BJ. 1990. The Implications of Transactional and
Transformational Leadership for Individual, Team, and Organizational
Development. Research in Organizational Change and Development, 4, 231-
272.
118
_____.1997. Does the Transactional-Transformational Leadership Paradigm
Transcend Organizational and National Boundaries. American
Psychological Association, February 1997, Vol. 52, No. 2. 130-139.
_____. 1998. Transformational Leadership : Industry, Military and Educational
Impact. Mahwah, NJ: Erlbaum.
_____, Avolio BJ, Jung DI, & Berson Y. 2003. Predicting Unit Performance by
Assessing Transformational and Transactional Leadership. Journal of
Applied Psychology. 2003, 88 (2): 207-218.
Belawati FS dan Hardiyanti EA (ed). 2003. Mutu Pelayanan Kesehatan :
Perspektif Internasional. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Bennett, Stephen. 2012. Building Sustainable Leadership. Safety is about
Leadership ASSE Symposium November 1-2, 2012. Hilton in the Walt
Disney World Resort, Lake Buena Vista, FL.
Brown, DJ. & Keeping, LM. 2005. Elaborating the Construct of
Transformational Leadership: the Role of Affect. The Leadership Quarterly,
16,245–272.
Bycio P, Hackett RD, & Allen JS. 1995. Further Assessments of Bass's (1985)
Conceptualization of Transactional and Transformational Leadership.
Journal of Applied Psychology 1995,Vol.80,No.4.468-478
Clarke, Sharon. 2013. Safety leadership: A Meta-Analytic Review of
Transformational and Transactional Leadership Styles as Antecedents of
Safety Behaviours. Journal of Occupational and Organizational Psychology
(2013), 86, 22–49.
Conchie SM, & Donald IJ. 2009. The Moderating Role of Safety-Specific Trust
on the Relation Between Safety-Specific Leadership and Safety Citizenship
Behaviors. Journal of Occupational Health Psychology, 14, 137-147.
Conger JA & Kanugo RN. 1998. Charismatic Leadership in Organizations.
California : Sage Publications, Inc.
Cooper, M. D. 2000. Towards a Model of Safety Culture. Safety Science, 32 (6),
111-136.
119
Deluga RJ. 1990. The Effects of Transformational, Transactional, and Laissez
Faire Leadership Characteristics on Subordinate Influencing Behavior.
Basic and Applied Social Psychology, 11:2, 191-203.
Dionne SD, Yammarino FJ, Atwater LE, & Spangler WD. 2004.
Transformational Leadership and Team Performance. Journal of
Organizational Change Management, 17(2), 177.
Sovyia D. 2005. Pengaruh Gaya Kepemimpinan terhadap Komitmen Organisasi
pada PT. Pos Indonesia (Persero) Semarang. Jurnal Studi Manajemen dan
Organisasi Vol. 2, No. 1, Januari 2005.
Eagly AH, Johannesen-Schmidt MC, & van Engen ML. 2003. Transformational,
Transactional, and Laissez-Faire Leadership Styles: A Meta-Analysis
Comparing Women and Men. Psychological Bulletin 2003, Vol. 129, No. 4,
569–591.
European Agency for Safety and Health at Work. 2012. Management Leadership
in Occupational Safety and Health - A Practical Guide. Luxembourg :
Publications Office of the European Union.
Flin R dan Yule S. 2004. Leadership for Safety: Industrial Experience. Qual Saf
Health Care. 2004;13(Suppl II):ii45–ii51.
Greiman BC. 2009. Transformational Leadership Research in Agricultural
Education: A Synthesis of the Literature. Journal of Agricultural Education
Volume 50, Number 4, pp. 50-62.
Gillespie NA, & Mann L. 2004. Transformational Leadership and Shared Values:
the Building Blocks of Trust. Journal of Managerial Psychology. 19, 6. 588-
607.
Gunawan, F.A. 2013. Safety Leadership : Building an Excellent Operation.
Jakarta : Penerbit Dian Rakyat.
Harper AC, Cordery JL, de Klerk NH, Sevastos P, Geelhoed E, Gunson C,
Robinson L, Sutherland M, Osborn D, & Colquhoun J. 1997. Curtin Safety
Trial: Managerial Behavior and Program Effectiveness. Safety Science,
24(3), 173-179.
120
Heni, Yusri. 2011. Improving Our Safety Culture, Cara Cerdas Membangun
Budaya Keselamatan yang Kokoh. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama
Hoffmeister, Krista. 2012. An Investigation of the Differential Effects of Leader
Behaviors on Employee Safety. Thesis For the Degree of Master of Science.
Fort Collins, Colorado : Colorado State University
Howell JH. dan Avolio BJ. 1993. Transformational Leadership, Transactional
Leadership, Locus of Control, and Support for Innovation : Key Predictors
of Consolidated-Business-Unit Performance. Journal of Applied
Psychology. 1993, Vol.78, No.6, 891-902.
Humphreys J, Zhao D, Ingram K, Gladstone J, & Basham L. 2010. Situational
Narcissism and Charismatic Leadership: A Conceptual Framework.
Institute of Behavioral and Applied Management, 118-136.
Inness M, Turner N, Barling J, & Stride CB, 2010. Transformational Leadership
and Employee Safety Performance: A Within-Person, Between-Jobs Design.
Journal of Occupational Health Psychology 2010, Vol. 15, No. 3, 279 –290.
International Atomic Energy Agency. 2006. IAEA Safety Standards Series No.
GS-R-3 : the Management System for Facilities and Activities (Safety
Requirements). Vienna : International Atomic Energy Agency
Jandaghi Gh, Matin HZ, & Farjame A. 2009. Comparing Transformational
Leadership in Successful and Unsuccessful Companies. International
Journal of Social Sciences, vol. 4, no.3, pp. 211-216.
Judge TA, & Bono JE. 2000. Five Factor Model of Personality and
Transformational Leadership. Journal of Applied Psychology, 85,751–765.
Kark R, Shamir B, & Chen G. 2003. The Two Faces of Transformational
Leadership : Empowerment and Dependency. Journal of Applied
Psychology, 2003, Vol. 88, No. 2, 246 –255.
Kelloway EK. dan Day AL. Building Healthy Workplaces : What We Know So
Far. Canadian Journal of Behavioural Science, 2005, 37:4, 223-235.
Krause TR & Weekley T. 2005. A New Paradigm for Safety Leadership :
Understanding the Role of Leadership in Creating Safety Excellence.
Professional Safety magazine, November 2005.
121
Krause TR. 2007. The Effective Safety Leader : Leadership Style and Best
Practices. Occupational Hazard. 2007, 69 (12) : 19.
_____ & Hidley, J. H. 2009. Taking The Lead in Patient Safety. How Healthcare
Leaders Influence Behavior and Create Culture. New Jersey : A. John
Wiley & Sons., Inc Publication.
Krishnan VR. 2002. Transformational Leadership and Value System Congruence.
International Journal of Value-Based Management, 15(1), 19-33.
Lack RW. 2002. Safety, Health, and Asset Protection : Management Essentials.
2nd ed. Florida : Lewis Publishers.
Lekka C, & Healey N. 2012. A Review of the Literature on Effective Leadership
Behaviours for Safety. Health and Safety Laboratory for the Health and
Safety Executive
Lievens P, Geit PV, & Coetsier P. 1997. Identification of Transformational
Leadership Qualities: An Examination of Potential Biases. European
Journal Of Work And Organizational Psychology, 1997, 6 (4), 415-430
Marshall, Elaine Sorensen. 2010. Transformational Leadership in Nursing : From
Expert Clinician to Influential Leader. New York : Springer Publishing
Company, LLC.
Michael JH, Evans DD, Jansen KJ, Haight JM. 2005. Management commitment to
safety as organizational support : Relationships with non-safety outcomes in
wood manufacturing employees. Journal of Safety Research 36 (2005) 171-
179.
Moleong, Lexy J. 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : Remaja
Rosda Karya.
Mullen JE, Kelloway K, & Teed M. 2011. Inconsistent Style of Leadership as A
Predictor of Safety Behaviour. Work & Stress, Vol. 25, No. 1, January-
March 2011, 41-54.
Neal A, dan Griffin MA. 2006. A Study of the Lagged Relationships Among Safety
Climate, Safety Motivation, Safety Behavior, and Accidents at the Individual
and Group Levels. Journal of Applied Psychology,2006, Vol. 91, No. 4, 946
–953.
122
O’Dea A, & Flin R. 2000. Safety Leadership in the Offshore Oil and Gas
Industry. Paper presented at the Academy of Management Annual Meeting,
Toronto, Canada.
OSHAcademy. 2013. OSHAcademy Course 712 Study Guide : Safety Supervision
and Leadership. Oregon : Geigle Safety Group, Inc.
OSHAcademy. 2013b. OSHAcademy Course 700 Study Guide-Introduction to
Occupational Safety and Health. Oregon : Geigle Safety Group, Inc.
Probst TM, & Brubaker TL. 2001. The Effects of Job Insecurity on Employee
Safety Outcomes: Cross Sectional and Longitudinal Explorations. Journal of
Occupational Health Psychology, 6,139 –159.
Prosedur D4 GO 20 tentang Pedoman Kepemimpinan Manajemen dan Partisipasi
Karyawan dalam Menerapkan Sistem Manajemen K3LH di PT. Dirgantara
Indonesia (Persero).
Neldi, Melisa Putri. 2011. Analisis Pelaksanaan JSA pada Pekerjaan Wellwork
dan Initial Completion yang Dilakukan Kontraktor Migas Berdasarkan
Teknik Management Oversight and Risk Tree di Lokasi Kerja X Tahun
2011. Skripsi. Jakarta : Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
Rahmi, BM. 2013. Pengaruh Kepemimpinan Transformasional Terhadap
Organizational Citizenship Behavior dan Komitmen Organisasional dengan
Mediasi Kepuasan Kerja (Studi pada Guru Tetap SMA Negeri di Kabupaten
Lombok Timur). Tesis. Program Pascasarjana Universitas Udayana
Ridley J, & Channing J. 2008. Safety at Work (Seventh Edition). Oxford : Elsevier
Ltd.
Robbins SP, & Coulter M. 2005. Management (8th
Edition). New Jersey : Pearson
Education.Inc.
Robertson IT, Duff AR, Marsh TW, Phillips RA, Weyman AK, & Cooper MD.
1999. Improving safety on construction sites by changing personnel
behavior: Phase 2. Contract Research Report 229/1999. Sudbury: HSE
Books.
123
Rouche JEB, Baker GA & Rose RR. 1989, Shared Vision: Transformational
Leadership in American Community Colleges. Washington, D. C :
Community College Press.
Runtuwene, Lastiko. 2011. Kepemimpinan Transformasional dalam Sekolah
sebagai Komunitas Pembelajar. Disampaikan dalam Temu Konsultasi
Pimpinan Sekolah Katolik se-Provinsi Sulawesi Utara oleh Bimas Katolik
Kanwil Kementerian Agama Prov. Sulut bekerja-sama dengan Yayasan
Pendidikan Katolik Keuskupan Manado di Manado, 10 Maret 2011.
Rumanti, Sr Maria Assumpta. 2005. Dasar-dasar Public Relations, Teori dan
Praktik. Jakarta : Penerbit PT. Grasindo.
Seltzer J. dan Bass BM . 1990. Transformational Leadership: Beyond Initiation
and Consideration. Journal of Management December 1990 vol. 16 no. 4
693-703.
Shamir B, Zakay E, Breinin E, & Popper M. 1998. Correlates of Charismatic
Leader Behavior in Military Units: Subordinates’ Attitudes, Unit
Characteristics, and Superiors’ Appraisals of Leader Performance.
Academy of Management Journal, 41,387– 409.
Silong, Abu Daud & Zaharah Hassan. 2009. Effective Leadership : Malaysian
Cases and Practices. Proceedings of the 10th
International Conference on
Human Resource Development Research and Practices. 10-12 June. 2009,
Newcastle Business School, Northumbria University
Sønderstrup-Andersen, Hans H. K., Carlsen. K., Kines. P., Bjørner, J.B.,
Roepstorff. C. Exploring the Relationship Between Leadership Style and
Safety Climate in A Large Scale Danish Cross-Sectional Study. Safety
Science Monitor. Issue 1. Article 8. Volume 15
Sugian, Syahu. 2006. Kamus Manajemen (Mutu). Jakarta : PT. Gramedia Pustaka
Utama.
Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung :
Alfabeta.
Sutopo HB. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif : Dasar teori dan Terapannya
dalam Penelitian. Surakarta : Universitas Sebelas Maret.
124
Sumaryo, Suroso H, Eneste P, Triwarwoto PC, Purwanti Ch, Pramono A. 2005.
Bahasa dan Sastra Indonesia. Jakarta : Penerbit PT. Grasindo.
Suryanegara SW, dan Adisasmito W. 2007. Analisis Hubungan Budaya
Organisasi dan Kepemimpinan terhadap Perilaku Karyawan dalam Rangka
Menjadi Rumah Sakit Badan Layanan Umum Daerah. Jurnal Manajemen
Pelayanan Kesehatan Volume 10, No 02 Juni 2007. Halaman 79-84.
Tracey JB, & Hinkin, T. R. 1998. Transformational Leadership or Effective
Managerial Practices?. Group and Organization Management, 23(3), 220-
236.
Turner N, Barling J, Epitropaki O, Butcher V, & Milner C. 2002.
Transformational Leadership and Moral Reasoning. Journal of Applied
Psychology, 2002, Vol. 87, No. 2, 304 –311.
Utami, Desyawati. 2012. Gambaran Karakteristik Safety Leadership PT. RND di
Jakarta-Surabaya Tahun 2012. Tesis. Depok : Fakultas Kesehatan
Masyarakat, Magister Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Universitas
Indonesia
Wahab SRA, Shah IM, & Idrus D. 2012. The Role of Transformational Leader to
Safety Performance in Malaysia’s Automotive Industry. International
Proceeding of Economics Development and Research. IACSIT Press, Vol
421. Jeju Island-South Korea
Wu, Tsung-Chih. 2005. The Validity and Reliability of Safety Leadership Scale in
Universities of Taiwan. International Journal of Technology and
Engineering Education, 2(1), 27–42.
Wu TC, Chen CH, Li CC. 2008. A Correlation Among Safety Leadership, Safety
Climate And Safety Performance. Journal of Loss Prevention in the Process
Industries 21 (2008) 307–318.
Yukl, Gary. 2010. Kepemimpinan dalam Organisasi. Edisi Indonesia. Jakarta:
Penerbit PT Indeks.
Zacharatos A, Barling J, & Iverson RD. 2005. High-Performance Work Systems
and Occupational Safety. Journal of Applied Psychology. 2005, Vol. 90,
No. 1, 77–93
125
Zohar D. 1980. Safety Climate in Industrial Organizations: Theoretical and
Applied Implications. Journal of Applied Psychology, 65,96 –102.
_____. 2002. The Effects of Leadership Dimensions, Safety Climate, and Assigned
Priorities on Minor Injuries in Work Groups. Journal of Organizational
Behavior Volume 23, Issue 1, pages 75–92, February 2002.
Zohar D & Luria G. 2003. The Use of Supervisory Practices as Leverage to
Improve Safety Behavior: a Cross-Level Intervention Model. Journal of
Safety Research Volume 34, Issue 5, 2003, Pages 567–577.
_____. 2008. Safety Climate and Beyond: A Multi-Level Multi-Climate
Framework. Safety Science. Volume 46, Issue 3, March 2008, Pages 376–
387.
_____, & Luria, G. 2010. Group Leaders as Gatekeepers: Testing Safety Climate
Variations Across Levels. Applied Psychology: An International Review,
59, 647-673.
126
126
LAMPIRAN 1
PERSETUJUAN MENJADI INFORMAN
Bapak/ Ibu/Saudara yang saya hormati,
Saya Zaki Ismatullah, mahasiswa Program Studi Kesehatan Masyarakat,
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, saaat
ini sedang melakukan penelitian sebagai tugas akhir dengan judul “Karakteristik
Gaya Kepemimpinan Transformasional dalam Impelementasi Safety Leadership
di Direktorat Produksi PT. Dirgantara Indonesia (Persero) Tahun 2014”.
Pertama izinkan Saya mengucapkan terimakasih atas kesediaan
Bapak/Ibu/Saudara untuk menjadi informan dan memberikan keterangan secara
luas, bebas, mendalam, benar, dan jujur. Hasil informasi dan keterangan yang
diberikan nanti akan menjadi masukan untuk impelementasi program
Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Direktorat Produksi PT. Dirgantara
Indonesia (Persero). Peneliti memohon izin untuk merekam pembicaraan selama
proses wawancara berlangsung dan peneliti menjamin kerahasiaan isi informasi
dan identitas Bapak yang hanya akan digunakan untuk kepentingan penelitian.
Demikian, atas segala perhaian dan bantuan Bapak/Ibu/Saudara saya
ucapkan terima kasih telah berpartisipasi dalam penelitian ini.
Hormat Saya,
Zaki Ismatullah
127
127
FORM IDENTITAS INFORMAN
Kode Informan : ( .............. )*
Nama Informan : ........................................................................
Jenis Kelamin : ........................................................................
Umur : ........................................................................
Pendidikan : ........................................................................
Jabatan/Pekerjaan : ........................................................................
Lama Kerja : ........................................................................
Hari dan Tanggal Wawancara : ........................................................................
Dengan ini saya bersedia/tidak bersedia menjadi informan untuk penelitian
mengenai “Karakteristik Gaya Kepemimpinan Transformasional dalam
Impelementasi Safety Leadership di Direktorat Produksi PT. Dirgantara
Indonesia (Persero) Tahun 2014”.
* diisi oleh peneliti
Bandung, …. Mei 2014
............................................................
128
128
LAMPIRAN 2
PEDOMAN WAWANCARA MENDALAM
Nama Informan :
Jabatan :
Usia :
Jenis Kelamin :
Tanggal :
Waktu :
Tempat :
PETUNJUK UMUM
a. Sampaikan ucapan terima kasih kepada informan atas kesediaannya dan waktu
yang telah diluangkan untuk diwawancarai
b. Jelaskan tentang maksud dan tujuan wawancara
PETUNJUK WAWANCARA MENDALAM
a. Wawancara dilakukan oleh pewawancara dan apabila memungkinkan dibantu
oleh seorang pencatat
b. Informan bebas untuk menyampaikan pendapat, pengalaman, saran dan
komentar
c. Pendapat, pengalaman, saran dan komentar informan sangat bernilai
d. Jawaban tidak ada yang benar atau salah, karena wawancara ini untuk
kepentingan penelitian
e. Semua pendapat, pengalaman, saran dan komentar akan dijamin
kerahasiaannya
f. Sampaikan kepada informan bahwa wawancara ini akan direkam pada tape
recorder untuk membantu ingatan pewawancara
129
129
PELAKSANAAN WAWANCARA
PERKENALAN
1. Perkenalkan diri pewawancara
2. Menjelaskan maksud dan tujuan wawancara kepada informan
3. Meminta kesediaan informan untuk diwawancarai
130
130
Pedoman Wawancara Mendalam Informan Utama
1. Stimulasi Intelektual
a. Bagaimana cara Bapak dalam mendiskusikan masalah-masalah K3LH?
Probing : siapa saja yang dilibatkan, sampai level mana, kapan waktunya
b. Bagaimana sikap Bapak terhadap kritikan pelaksanaan K3LH dari pekerja?
Probing : apakah menerima atau tidak, bagaimana cara mereka untuk
menindaklanjuti kritikan itu,
c. Bagaimana sikap Bapak terhadap ide-ide baru dalam pelaksanaan K3LH di
tempat kerja?
Probing : Bagaimana penerimaan mereka terhadap dengan ide-ide baru
itu? Terbuka atau tidak? Bagaimana cara mereka melanjutkan ide-ide baru
dalam pelaksanaan K3LH itu?
2. Pertimbangan Individual
a. Bagaimana cara Bapak dalam memberikan bimbingan K3LH kepada
pekerja?
Probing : apakah mereka dikumpulkan atau tidak, dimana tempatnya,
sampai tingkat mana biasanya mereka melakukan bimbingan,
b. Bagaimana sikap Bapak jika terdapat bawahan yang tidak melaksanakan
K3LH?
Probing : apakah mereka dikumpulkan atau tidak, dimana tempatnya,
c. Bagaimana sikap Bapak jika mendapatkan masalah dalam pelaksanaan
K3LH di tempat kerja?
Probing : bagaimana cara menyelesaikan masalahnya, apa saja langkah
yang ditempuh, apakah mereka langsung turun tangan atau tidak
3. Motivasi Inspirasional
a. Bagaimana cara Bapak dalam membangun semangat pekerja untuk
melaksanakan pekerjaan?
b. Bagaimana sikap para pekerja setelah diberikan semangat?
Probing : bagaimana pencapaian target kerja pekerja
131
131
c. Bagaimana cara Bapak membangun semangat pekerja dalam melaksanakan
K3LH?
(Probing : apa saja yang menjadi penghambat pekerja dalam melaksanakan
K3LH, bagaimana sikap Bapak ketika pekerja tidak semangat
melaksanakan K3LH itu karena fasilitasnya kurang, apa yang Bapak
lakukan)
4. Pengaruh Ideal
a. Bagaimana cara Bapak dalam memberikan contoh pelaksanaan K3LH di
tempat kerja?
b. Bagaimana cara Bapak membangun komitmen pekerja terhadap K3LH?
c. Bagaimana cara bapak melibatkan bawahan bapak dalam melaksanakan
K3LH?
d. Bagaimana sikap bawahan Bapak ketika menerima ajakan dari Bapak untuk
melaksanakan K3LH?
Probing : apakah mereka menerima atau tidak, apakah mereka mengikuti
atau tidak
132
132
Pedoman Wawancara Mendalam Informan Pendukung
1. Stimulasi Intelektual
a. Bagaimana cara Bapak dalam mendiskusikan masalah-masalah K3LH
dengan atasan?
b. Bagaimana sikap atasan Bapak terhadap kritikan pelaksanaan K3LH dari
pekerja?
c. Bagaimana sikap atasan Bapak terhadap kritikan pelaksanaan K3LH dari
pekerja?
2. Pertimbangan Individual
a. Bagaimana Cara pimpinan dalam memberikan bimbingan K3LH
b. Bagaimana cara pimpinan menyelesaikan masalah K3LH
c. Bagaimana sikap Bapak jika melihat pekerja yang tidak melaksanakan
K3LH?
3. Motivasi Inspirasional
a. Bagaimana cara Bapak dalam membangun semangat pekerja?
b. Bagaimana cara Bapak membangun semangat pekerja dalam melaksanakan
K3LH?
c. Bagaimana cara atasan membangun semangat pekerja dalam melaksanakan
K3LH?
4. Pengaruh Ideal
a. Bagaimana cara atasan dalam memberikan contoh ketika melaksanakan
K3LH?
b. Bagaimana cara Bapak memberikan contoh kepada bawahan dalam
melaksanakan K3LH?
c. Bagaimana cara Bapak membangun komitmen pekerja terhadap K3LH?
d. Bagaimana sikap para pekerja setelah diberikan semangat?
e. Bagaimana sikap pekerja setelah setelah diberikan semangat K3LH itu?
133
133
LAMPIRAN 3
Matriks Karakteristik Gaya Kepemimpinan Transformasional (Informan Utama)
Informan 1 Informan 2 Informan 3 Informan 4 Informan 5 Informan 6 Kesimpulan
ST
IMU
LA
SI
INT
EL
EK
TU
AL
- Menerima dan terbuka
terhadap kritikan K3LH
dari bawahan
- Menerima dan terbuka
terhadap ide-ide baru
tentang kualitas APD dari bawahan
- Penyerapan ide dan
kritik melalui
mekanisme rapat
bulanan dan SQCDP,
serta diskusi informal dengan pekerja
- Menerima dan terbuka
terhadap kritikan dari
bawahan
- Menerima dan terbuka
terhadap ide-ide baru
tentang kualitas APD dari bawahan
- Penyerapan ide dan
kritik melalui
mekanisme rapat
supervisor dan diskusi
informal dengan pekerja. (Rapat tentatif
sesuai muncul masalah
dan momen K3LH
tertentu)
- Menerima dan terbuka
terhadap kritikan dari
bawahan
- Menerima dan terbuka
terhadap ide-ide baru
tentang kualitas APD dari bawahan
- Penyerapan ide dan
kritik dari diskusi
dengan leader
(SQCDP), serta apel
dan diskusi informal dengan pekerja
- Menyampaikan ide dan
kritik kepada manajer
pada saat diskusi
supervisor (SQCDP) dan rapat bulanan
- Menerima dan terbuka
terhadap kritikan dari
bawahan
- Menerima dan terbuka
terhadap ide-ide baru
tentang kualitas APD dari bawahan
- Penyerapan ide dan
kritik dari diskusi
dengan leader
(SQCDP), dan diskusi
informal dengan pekerja
- Menyampaikan ide dan
kritik kepada manajer
pada saat diskusi
supervisor (SQCDP) dan rapat bulanan atau
bisa membuat ajuan ke
fungsi lain
- Menerima dan terbuka
terhadap kritikan dari
bawahan
- Menerima dan terbuka
terhadap ide-ide baru
tentang kualitas APD dari bawahan
- Penyerapan ide dan
kritik melalui
brainstorming dengan
leader, dan diskusi
informal dengan pekerja
- Menyampaikan ide dan
kritik kepada manajer
pada saat rapat (rapat
belum terjadwal)
- Menerima dan terbuka
terhadap kritikan dari
bawahan
- Menerima dan terbuka
terhadap ide-ide baru
tentang kualitas APD dari bawahan
- Penyerapan ide dan
kritik melalui diskusi
dengan leader, dan
diskusi informal
dengan pekerja
- Menyampaikan ide
dan kritik kepada
manajer melalui email
atau pada saat rapat (rapat belum
terjadwal)
- Menerima dan terbuka
terhadap kritikan dari
bawahan
- Menerima dan terbuka
terhadap ide-ide baru
tentang kualitas APD dari bawahan
- Penyerapan ide dan
kritik melalui
mekanisme diskusi
pada saat rapat,
sharing, brainstorming dan diskusi informal
dengan pekerja
- Menyampaikan ide dan
kritik kepada atasan
pada saat rapat bulanan,
email, pertemuan SQCDP dan membuat
ajuan ke fungsi lain
134
134
Informan 1 Informan 2 Informan 3 Informan 4 Informan 5 Informan 6 Kesimpulan
PE
RT
IMB
AN
GA
N I
ND
IVID
UA
L
- Mengingatkan dan
meminta pekerja untuk
menggunakan APD
- Meluangkan waktu
untuk memberikan bimbingan secara
kelompok kepada
supervisor dan leader,
serta individu kepada pekerja
- Mendatangi langsung
pekerja yang melanggar
- Mengajukan kebutuhan
K3LH ke bagian
fasilitas, kepala divisi dan Departemen K3LH
dengan nota dan lisan
- Mengingatkan dan
meminta pekerja untuk
menggunakan APD
- Meluangkan waktu
untuk memberikan bimbingan secara
kelompok kepada
supervisor dan leader,
serta individu kepada pekerja
- Mendatangi langsung
pekerja yang melanggar
- Mengajukan kebutuhan
K3LH ke bagian
fasilitas dan Departemen K3LH dengan nota dan
lisan
- Mengingatkan dan
meminta pekerja untuk
menggunakan APD
- Meluangkan waktu
untuk memberikan bimbingan secara
individu kepada
pekerja
- Mendatangi langsung
pekerja yang melanggar
- Mengajukan
kebutuhan K3LH ke
bagian fasilitas dengan nota dan
melapor ke manajer
pada SQCDP
- Manajer memberikan
bimbingan kepada
supervisor dan leader
serta bimbingan personal kepada
pekerja
- Memberikan
penjelasan teoritis dan
meminta pekerja untuk menggunakan APD
- Meluangkan waktu
untuk memberikan bimbingan secara
individu kepada
pekerja
- Mendatangi langsung
pekerja yang melanggar
- Mengajukan
kebutuhan K3LH ke
bagian fasilitas dengan nota dan
melapor ke manajer
pada SQCDP
- Manajer memberikan
bimbingan kepada
supervisor dan leader
serta bimbingan personal kepada
pekerja
- Mengingatkan dan
menegur pekerja untuk
menggunakan APD
- Meluangkan waktu
untuk memberikan bimbingan secara
individu kepada pekerja
- Mendatangi langsung
pekerja yang melanggar
- Mengajukan kebutuhan
K3LH ke bagian
fasilitas dan manajer
- Manajer memberikan
bimbingan kepada
supervisor dan leader
serta bimbingan personal kepada pekerja
- Mengingatkan dan
meminta pekerja untuk
melaksanakan K3LH
- Meluangkan waktu
untuk memberikan bimbingan secara
individu kepada
pekerja
- Mendatangi langsung
pekerja yang melanggar
- Mengajukan
kebutuhan K3LH ke
bagian fasilitas dan manajer
- Manajer memberikan
bimbingan kepada
supervisor dan leader
serta bimbingan personal kepada
pekerja
- Mengingatkan,
menegur dan meminta
pekerja untuk melaksanakan K3LH
- Meluangkan waktu
untuk memberikan bimbingan secara
kelompok kepada
supervisor dan leader,
serta individu kepada pekerja
- Mendatangi langsung
pekerja yang melanggar
- Mengajukan kebutuhan
K3LH ke bagian
fasilitas, atasan dan Departemen K3LH
- Manajer memberikan
bimbingan kepada
supervisor dan leader
serta bimbingan personal kepada pekerja
135
135
Informan 1 Informan 2 Informan 3 Informan 4 Informan 5 Informan 6 Kesimpulan
MO
TIV
AS
I IN
SP
IRA
SIO
NA
L
- Secara lisan mendorong
pekerja untuk
melaksanakan pekerjaan sesuai target dan jadwal
- Secara lisan menyampaikan
pentingnya K3LH
- Memberikan semangat untuk melaksanakan
K3LH
- Secara lisan mendorong
pekerja untuk
melaksanakan pekerjaan sesuai target dan jadwal
- Secara lisan menyampaikan
pentingnya K3LH
- Memberikan semangat untuk melaksanakan
K3LH
- Secara lisan mendorong
pekerja untuk
melaksanakan pekerjaan sesuai target dan jadwal
- Secara lisan menyampaikan
pentingnya K3LH
- Memberikan semangat untuk melaksanakan
K3LH
- Secara lisan mendorong
pekerja untuk
melaksanakan pekerjaan sesuai target dan jadwal
- Secara lisan menyampaikan
pentingnya K3LH
- Memberikan semangat untuk melaksanakan
K3LH
- Secara lisan mendorong
pekerja untuk
melaksanakan pekerjaan sesuai target dan jadwal
- Secara lisan menyampaikan
pentingnya K3LH
- Memberikan semangat untuk melaksanakan
K3LH
- Secara lisan
mendorong pekerja
untuk melaksanakan pekerjaan sesuai target
dan jadwal
- Secara lisan menyampaikan
pentingnya K3LH
- Memberikan semangat untuk melaksanakan
K3LH
- Secara lisan mendorong
pekerja untuk
melaksanakan pekerjaan sesuai target dan jadwal
- Secara lisan menyampaikan
pentingnya K3LH
- Memberikan semangat untuk melaksanakan
K3LH
PE
NG
AR
UH
ID
EA
L
- Mampu mempengaruhi
pekerja untuk menggunakan APD
- Memberi contoh untuk
mengingatkan pekerja
- Belum menjadi contoh
dalam menggunakan APD standar
- Mampu mempengaruhi
pekerja untuk menggunakan APD
- Memberi contoh untuk
mengingatkan pekerja
- Belum menjadi contoh
dalam menggunakan APD standar
- Mampu mempengaruhi
pekerja untuk menggunakan APD
- Memberi contoh untuk
mengingatkan pekerja
- Belum menjadi contoh
dalam menggunakan APD standar
- Manajer memberi
contoh untuk memperingatkan pekerja
- Mampu mempengaruhi
pekerja untuk menggunakan APD
- Memberi contoh untuk
mengingatkan pekerja
- Belum menjadi contoh
dalam menggunakan APD standar
- Manajer memberi
contoh untuk memperingatkan
pekerja
- Mampu mempengaruhi
pekerja untuk menggunakan APD
- Memberi contoh untuk
mengingatkan pekerja
- Belum menjadi contoh
dalam menggunakan APD standar
- Manajer memberi
contoh untuk memperingatkan pekerja
- Mampu mempengaruhi
pekerja untuk menggunakan APD
- Mampu memberi
contoh untuk mengingatkan pekerja
- Belum menjadi contoh
dalam menggunakan APD standar
- Manajer memberi
contoh untuk memperingatkan
pekerja
- Mampu mempengaruhi
pekerja untuk menggunakan APD
- Mampu memberi contoh
untuk mengingatkan pekerja
- Belum menjadi contoh
dalam menggunakan APD standar
- Manajer memberi
contoh untuk memperingatkan pekerja
136
136
LAMPIRAN 4
Matriks Hasil Wawancara Mendalam dengan Informan Utama 1 s/d 3
No Pertanyaan Informan 1 Informan 2 Informan 3
Stimulasi Intelektual
a. Bagaimana cara
Bapak dalam
mendiskusikan
masalah-masalah
K3LH dengan
bawahan Bapak?
b. Bagaimana sikap
Bapak terhadap
kritikan pelaksanaan
K3LH dari pekerja?
“itu terutama kita bahas dalam meeting
bulanan, kita memprogramkan itu. Kalau
itu tidak ada diskusi engga mungkin
bengkel seperti ini”
“ya sampai tingkat ke bawah, ya sampai
tanggungjawab saya itu biasanya 2 level.
Jadi, biasanya kalau saya diskusi,
pertama tergantung materinya, kalau
materinya sifatnya kebijakan saya, itu
sampai supervisor. jadi supervisor yang
ke bawah. Tapi kalau ada hal penting
gitu yah saya juga diskusi sama
leadernya”
“kita itu ada pertemuan SQCDP, tiap
hari pertemuan di level supervisor itu
jam 7.30, jam 8.30 di level manajer, nah
disana saya diskusi sama bawahan saya”
“sama, semuanya juga gitu. Karena
engga mungkin saya bisa ketemu 300
orang. Anggota saya kan 300, bukan 10
orang. Mungkin departemen laen, 10
orang ngumpul di ruangan, saya 300
engga mungkin ngumpulin. Dan itu kalau
dikumpulin mesin berenti itu, rugi”
“kritikan ada, yang dari bawahan ya
ada, kritikannya adalah kita selama ini
yang agak sulit saya realisasikan adalah,
kita menekankan anggota ya untuk pake
safety, tapi supply safety-nya terlambat,
“untuk diskusi eeehhh memang tidak rutin
ya, tidak rutin, seperti tadi saya bilang kalau
lagi ada masalah atau lagi ada program
dari atas gitu yah, itu selalu ada diskusi
safety yang intens. Kita lakukan rapat”
“diskusinya sama leader-leadernya, sama
supervisor. Kecuali kalau, kalau yang
pekerja ada kasus ya, kalau ada kasus baru
yang artinya dia ga mau make safety gitu,
baru itu langsung. Tapi kebanyakannya saya
diskusi dengan leader-leadernya sama
supervisor”
“kita kalau ada yang perlu kita diskusikan
bisa kita buat rapat gitu yah..”
“kritikannya cuman masukan, mereka minta
diadakan gitu yah, misalnya sarung tangan,
masukan-masukannya seperti itu. Yaudah
kita terima, masukan itu kita ajuin lewat
mekanisme yang ada kan”
“kalau untuk diskusi itu juga sama yah,
kita ngariung begini gitu yah. Kalau sama
pekerja biasanya diskusi itu pas di apel,
tapi kalau sama leader itu kan diskusinya
biasanya diluar apel, jadi kita ngobrol
disini gitu yah, kita bicarakan
masalahnya, nah kita cari penyebabnya”
“kalau untuk sama atasan itu kan
biasanya kita ada SQCDP, jadi waktunya
udah pasti gitu yah, atau rapat bulanan
sama manajer juga kita bisa diskusi”
“kalau untuk kritikan itu saya terbuka yah,
di apel juga kan saya berharap justru ada
timbal balik gitu yah, tidak saya yang
nyerocos saja sendiri. Biasanya pekerja
ada kritikan misalkan ketika alat safetynya
137
137
No Pertanyaan Informan 1 Informan 2 Informan 3
c. Bagaimana sikap
atasan terhadap
kritikan yang
kita mau apa, eee, meminta anggota
menggunakan alat handling yang benar,
tapi alat handling nya engga ada, nah
sementara pengadaan fungsi lain kan, itu
dikritik sama anggota, jadi nyuruhnya
bisa tapi ngadainnya ga bisa, kan gituh”
“Kritikan waktu SQCDP itu juga relatif
sama saya kira ya dengan masukan
anggota, karena kita juga menerima itu
dari bawahan”
“ya saya cuma jelasin aja ke dia bahwa
apa yang dia keluhkan, apa yang dia
kritikan itu udah saya lakukan perbaikan
dalam tarap sekarang dalam proses
pengadaan. Jadi seperti itu, dan itu perlu
waktu sekian lama. Jadi saya jelasin
contohnya, operator mengkritik karena
sebagian sepatunya rusak, mana sepatu
kan gituh. Saya jelasin, sepatu sedang
diproses, saya perlu waktu sekian bulan
lagi. Itu jelasin dan prosesnya sekarang
tahapannya disini. Nah saya tau
tahapannya disini akan saya ngontrol,
sepatu dimana hari ini prosesnya. Kalau
saya engga ngontrol, engga tau sepatu
sekarang prosesnya dimana. Kan gituh”
“engga mungkin saya mengajukan itu
kalau misalkan saya engga nerima
kritikan itu”
-------------
“sama ya dengan kritik mereka waktu
nyampein ke saya. Mungkin kan, eee, apa
namanya, mereka juga nyampein dulu ke
atasannya, baru atasannya ke saya
dilanjutin…”
“ya kita hubungin terhadap orang yang
yang bertanggungjawab mengadakan APD.
Dan biasanya dapet, karena biasanya
stoknya terbatas, jadi kalau, yang
bersangkutan minta, sering kali ga dikasih
gitu, harus lewat atasannya”
-------------
engga ada gitu yah, atau kurang cocok
sama mereka. Ya intinya kita dengarkan
semua yang disampaikan oleh mereka gitu
yah”
“Kalau dari leader intinya sama ya
dengan yang disampaikan sama bawahan,
karena kan kadang-kadang pekerja itu
menyampaikan ke kita nya juga ada
leadernya di samping dia, sejauh
kritikannya relatif sama aja ya”
“ya kita sampaikan, kita ajukan gitu yah.
Kan kita ada prosedurnya, jadi kita ikuti
prosedur itu, kita ajukan”
“manajer saya nerima, kan itu faktanya
begitu ya, dan biasanya mereka terbuka
terhadap kritikan-kritikan kita, apa
138
138
No Pertanyaan Informan 1 Informan 2 Informan 3
disampaikan?
d. Bagaimana sikap
Bapak terhadap ide-
ide baru dalam
pelaksanaan K3LH di
tempat kerja?
e. Bagaimana sikap
atasan ketika
menerima ide-ide?
“ide baru itu biasanya hanya sebatas
kualitas ya, kalau dari safety ya, saya
engga mau bulan depan sepatunya yang
ini karna kualitasnya jelek, saya diminta
ganti dengan merek yang memiliki ini
kriterianya, itu hanya sebatas itu.
Kemudian idenya itu adalah apa aja
kondisi machining yang harus diperbaiki.
Itu yang saya buat usulan ke fungsi
terkait untuk memperbaikinya. Jadi, ide-
ide itu hanya memperbaiki bagaimana
kondisi yang belum memenuhi syarat
supaya bisa memenuhi syarat. Nah ide itu
kita kumpulin, terus kita ajuin ke yang
berwenang untuk melaksanakan ide itu”
“ide dari supervisor atau leader waktu
pertemuan juga intinya sama yah,
kadang-kadang nyampein juga yang udah
disampeikan operator ke saya. Berarti
kan ajuannya sama….”
-----
“biasanya kita tanya, kita tanya, kalau
secara langsung jarang, kita tanya, ada ide
ga, artinya kitaa ngumpul, apakah itu di
bengkel ataukah memang rapat semi
tertutup sama supervisor dan leader gitu
yah, dan kita artinya sharing, minta
masukan-masukan tentang K3LH, apa yang
bisa dilakukan ya kita lakukan”
“ya masalahnya kan kalau untuk kebaikan
kenapa engga kita lakukan ya, jadi memang
kita butuh ide-ide untuk kita lakukan”
“kita ajukan ke fungsi yang terkait”
-----
adanya aja kita sampaikan ke atasan”
“masukannya, ada ide-ide dari mereka
yang sebenernya cukup bagus yah,
artinya, bekerja disini dengan tingkat
kebisingan sekian decibel, alat-alat seperti
apa, ear plug itu yah, mereka sering
bilang, pak ear plug yang seperti ini
kurang, masih bising, ya mohon
disampeikan ke atasan atau diganti
dengan produk yang lain, mereka
mengambil contonya produknya seperti
ini. Nah terus, eee apa, kaya naik ke atas
gitu mereka selalu minta, kalau bisa kita
naik-naik ke atas gitu pake safety, atau
listrik disini jangan pake arus pake arus
AC dong, pake arus DC dong, karena
riskan kita punya produk-produk, begitu
terjadi short, ini bisa bolong eta pesawat
ini gituh”
“…saya selalu berusaha berjenjang,
artinya kalau saya tidak men-stop
permasalahan itu saya sampeikan ke atas,
artinya permasalahan sudah sampe ke
atas, saya tinggal nunggu jawaban, nanti
saya tinggal nunggu jawaban”
“sama aja kaya menerima kritikan ya,
bahkan kritikan itu kan kadang-kadang
juga manajer itu dapet masukan dan
kritikan itu dari pekerja langsung. Waktu
keliling kan langsung pekerja bisa
nyampein, jadinya pekerja itu
menyampaikan ke saya juga ke manajer
langsung juga bisa”
139
139
No Pertanyaan Informan 1 Informan 2 Informan 3
Pertimbangan
Individual
d. Bagaimana cara
Bapak dalam
memberikan
bimbingan K3LH
kepada pekerja?
e. Bagaimana cara atasan
memberikan
bimbingan
f. Bagaimana sikap
Bapak jika terdapat
bawahan yang tidak
melaksanakan K3LH?
“bimbingan yang saya lakukan selama
ini dalam melaksanakan K3LH adalah
dengan saya mengingatkan, kemudian
menyuruh mereka untuk menggunakan
safety gitu yah. Karena kalau tugas untuk
memberikan pelatihan itu sudah ada
diklat, itu ada fungsi lain disini”
“kalau untuk ke supervisor sama itu kan
kita bisa sampaikan waktu rapat tadi ya,
atau waktu di SQCDP kita minta supaya
insiden jangan terulang, nah itu kasih
bimbingan supaya mereka lebih bisa
ngingetin pekerja. Saya kan engga bisa
selamanya di bengkel juga. Jadi leader
sama supervisor itu bisa kita minta
bantuan”
---------
“kalau saya melihat mereka engga pake
safety gitu, saya datengi, saya ingetin
supaya mereka pake, alatnya kan sudah
kita siapkan, kalau engga pake kan kita
tanya kenapa engga make safety”
“iya saya ingetin gitu yah, supaya
“ya biasanya kita hanya ngasih bimbingan
itu supaya mereka yang engga pake safety
supaya pake safety. Soalnya kalau
bimbingan untuk cara makenya sama yang
lain-lain kan itu ada tanggungjawabnya di
diklat, kita engga sampe kesana. Ingetin aja
supaya mereka make safetynya. Semua
anggota dikasih tau, dikasih pengertian
harus menggunakan alat-alat safety yang
sudah dikasih”
“kalau supervisor itu kan bimbingannya itu,
eee, kita sampaikan, oh ada informasi K3LH
ini, kita bahas gitu ya, supaya di bawah itu
bisa ngelakuin informasi itu, pekerja nya di
ingetin supaya sesuai sama informasi itu…”
---------
“ya kita ingetin supaya mereka melakukan”
“ya itu tadi, kita kasih pengertian gitu yah
harus menggunakan alat-alat safety yang
dipake misalnya, terus barang kalau udah
selesai rapihkan, jadi kan semuanya nanti
enak. Kita disini kan memang harus
“jadi saya kumpulin mereka itu pada saat
apel yah, saat apel itu kan kita kasih
bimbingan dalam menggunakan safety.
Selain mereka memberikan masukan juga
kan mereka harus menggunakan safety
yang ada sampai masukan-masukan itu
ada. Jadi saya langsung nyampeikan di
depan mereka gitu yah”
“ya memang sejauh ini kita disini baru
bisa mengingatkan dan mengingatkan ya,
kita drive mereka supaya melaksanakan
safety..”
“bimbingannya paling di SQCDP itu ya,
nanti tuh manajer bilang supaya ngingetin
pekerja gitu yah, tapi kan itu ga usah
dikasih tau juga udah jadi,,eee,, apa
namanya, rutinitas kita sehari-hari gitu
yah”
“artinya kita harus, eeeehhh harus
berkesinambungan mengingatkan mereka,
atau lakukan kaya dulu seperti GKM dulu,
kita adakan class room, untuk mereka
supaya paham apa yang diinginkan oleh
program K3LH seperti ini gituh”
140
140
No Pertanyaan Informan 1 Informan 2 Informan 3
g. Bagaimana sikap
Bapak jika
mendapatkan masalah
dalam pelaksanaan
K3LH di tempat
kerja?
mereka juga paham, kalau pake safety itu
penting, bukan cuma buat perusahaan,
tapi buat dia pribadi gitu loh, dan kita
minta mereka mau make alat safetynya”
“gini, masalah yang ada di bawah
sekarang adalah pertama ketersediaan
APD ya, ketersediaan APD. Yang kedua
adalah kesadaran operator untuk
menggunakan APD karena merasa,
masih ada, masih ada ya tidak semuanya,
operator itu dia pake APD karena takut
ditegur saya, bukan karena saya takut
bahaya. Jadi itu sebagian, terutama
karyawan-karyawan baru ini masih ada
karyawan yang punya prinsip, kalau
ditegur dia pake padahal itu kan untuk
kepentingannya dia”
“ada dua yang saya lakukan. Kalau
untuk perlengkapan, itu setiap hari itu
ada kita laporkan ke atasan dan itu
dikontrol progresnya, contohnya, saya
udah komplen berat dari operator sepatu,
saya minta di pertemuan, di kita itu ada
pertemuan yang tiap hari, tiap hari
pertemuan di level supervisor itu ada
pertemuan jam 7.30 di level supervisor,
jam 8.30 di level manajer, jam 2 di level
kepala divisi, seminggu sekali ada
pertemuan dengan direktur. Nah,
masalah apapun, termasuk masalah
K3LH itu pasti nyampei di tingkat
direktur. Nah contohnya sekarang saya
kasih tau, saya punya masalah berat
dengan sepatu safety. Nah, itu dibahas di
level saya masalah engga selesei, saya
ngontrol gitu yah, oh mereka engga pake
APD itu kenapa, kita ingetin, sebatas
mengingatkan saja”
“ya kita buat ajuan ke yang berwenang
mengadakan itu”
“lewat nota ya, tertulis. Supaya jelas kan
ajuannya disana”
“kalau sejuah ini memang saya hanya
mengingatkan saja ya, karena kan APD
sudah kita siapkan, tinggal pekerjanya
yang pake”
“ya artinya saya, eee hal yang pertama
saya lakukan terhadap atasan saya,
artinya saya laporkan ke atasan bahwa
saya butuh alat safety seperti ini, saya
udah order dan kebetulan manajer juga
nandatangan, kadiv juga saya kasih tau.
Mereka juga beralasan seperti itu, artinya
memang pengadaan barang itu agak sulit,
tapi secara hirarki saya sudah melakukan
eee laporan gituh. Saya melapor kepada
mereka biar mereka juga tau bahwa
seandainya terjadi sesuatu nanti bahwa
saya udah koordinasi sebelumnya gituh”
“kalau lapornya kan bisa di SQCDP tadi
aja…”
141
141
No Pertanyaan Informan 1 Informan 2 Informan 3
naik ke level empat kepala divisi, dibahas
disitu. Nah karena itu menyangkut uang
berarti nyangkut direktur kan, nah disitu
diputusin sama direktur kan gitu, okeh
kamu beli berapa lama prosesnya. Jadi
itu ada kepastian, bahwa sepatu akan
dibeli akan datang kapan gituh, jadi ada
kepastiannya”
“kalau masalah di operator itu,
penyelesaiannya ya saya ingatkan aja
supaya mereka pake. Kalau alatnya
engga ada berarti kan masalahnya ke
atas tadi”
Motivasi Inspirasional
d. Bagaimana cara
Bapak dalam
membangun semangat
pekerja untuk
melaksanakan
pekerjaan?
e. Bagaimana cara
Bapak membangun
semangat pekerja
dalam melaksanakan
“Gini, kita dulu waktu supervisor masih
ada semua, kita selalu bahas masalah
dibawah, misal punya masalah dengan si
operator A. Operator si A ini masalahnya
apa, oh dia motivasinya turun, biasanya
kita panggil, diskusi langsung apa yang
menjadi menyebabkan motivasi dia turun.
Kalau dia masalah keuangan, mungkin
saya bisa bantu. Beberapa orang sudah
saya bantu, dalam artian bukan uang
saya, saya bantu pinjemin ke koperasi,
saya bantu menyelesaikan masalahnya.
Kalau itu masalah kesehatan, saya minta,
minta rumah sakit untuk ngobatin dia.
Saya beri pengantar untuk ke rumah
sakit”
“Kalau untuk di safety kan biasanya
mereka kurang itu karena masalah
barangnya udah rusak atau kurang,
otomatis kan dia jadi jarang make safety.
“kalau kasih semangat kita kan harus tau
masalahnya apa, nanti kalau sudah tau
penyebabnya apa, baru kita kasih
semangatnya itu ya dalam mendorong
motivasinya, bahwa dia kerja harus baik,
suatu saat kalau ada promosi dia akan
dapat”
“ya kita sampaikan ke mereka, bahwa kerja
baik itu salah satunya harus melaksanakan
K3LH, kalau mereka kerjanya bagus gitu
yah, target tercapai tapi celaka kan siapa
“ya tadi saya katakan, hal sama saya
lakukan saat momen tertentu saat apel
tadi, karena disini ada beberapa bagian,
saya ngumpulkan anggota saya sendiri,
saya drive mereka disitu, saya kasih
motivasi mereka, artinya saya minta
mereka untuk kerja bagus gitu yah. Supaya
setiap target dapat tercapai dan sesuai
dengan waktu”
“sama ya sama, saya drive mereka untuk
melaksanakan K3LH juga waktu apel, kita
sampeikan gitu yah ke mereka kalau
mereka harus melaksanakan K3LH. kalau
142
142
No Pertanyaan Informan 1 Informan 2 Informan 3
K3LH?
f. Bagaimana cara
Kalau udah kaya gitu kan nanti kita liat,
masalahnya dimana, ada juga laporan
dari supervisor, oh masalahnya ini.
Kalau masalahnya udah ketauan, kita
liat, kalau penyebabnya itu karena dia
engga mau pake kita ingetin lagi supaya
dia pake, kita bimbing supaya dia paham
K3LH itu penting. alau harus koordinasi
dengan fungsi luar, itu tugas saya
menyelesaikannya dengan fungsi luar”
“kita sampaikan ke mereka kalau
sekarang misalkan mereka target
tercapai, tapi celaka gitu yah, kan itu
rugi buat dia besar, bahkan bukan cuma
dia, mungkin keluarga sama anaknya
juga kan jadi rugi kalau dia engga bisa
kerja”
“orang yang mau beli barang kita juga
kan sekarang harus tau safety kita, kita
sekarang punya kontrak sama Airbus gitu
yah, nah perusahaan-perusahaan besar
kaya gitu sangat merhatiin hal-hal kaya
gini. Mereka kan mikirnya kalau
sekarang perusahaannya engga ngejaga
pekerjanya, apalagi barangnya kan, jadi
selalu kita sampaikan, keselamatan
orang itu nomer satu, dan itu harus kita
ulang-ulang ke pekerja”
“kalau memberikan semangat itu harus
selalu saya lakukan, supaya mereka juga
merasa dihargai gitu yah, betah kerja
disini”
-------
yang mau. Jadi selalu kita dorong supaya
mereka pake”
“ya kita sampaikan, semua perlengkapan itu
selalu kita usahakan ada, kita ajukan gitu
yah, dan memang biasanya kita dapat.
Kalau ada keterlambatan itu kan wajar, tapi
selama ini kita selalu dapat, jadi kita selalu
sampaikan mereka harus pake safety”
------
misalkan mereka celaka atau insiden gitu
yah, kan mereka engga bisa kerja, malah
rugi buat dirinya. Selain itu, sekarang ini
selain supaya untuk kita selamat, K3LH itu
penting juga karena sudah tuntutan
pelanggan”
“semangatnya itu adalah manajer
143
143
No Pertanyaan Informan 1 Informan 2 Informan 3
atasan membangun
pekerja dalam
melaksanakan K3LH
g. Bagaimana sikap para
pekerja setelah
diberikan semangat?
h. Bagaimana sikap
pekerja setelah semua
hambatan pelaksanaan
K3LH itu
diselesaikan?
“ya artinya normal-normal aja dia
sebagai bawahan dia ngikutin apa yang
saya bilang, ga ada protes atau apa”
“kalau dalam kerja, ketika masalahnya
udah kita seleseikan gitu yah, otomatis
biasanya dia bisa kerja bagus lagi.
Kerjanya bisa lebih tepat waktu dan
target rata-rata bisa tercapai”
“pengaruhnya ya mereka jadi pake APD
yang ada, kalau di saya, kalau APD ada
dan engga dipake pasti saya tegur”
“yang jelas, eeehhh ini selama saya
perhatiin aja ya, mereka saya perhatiin
utilisasi lebih meningkat, utilisasi jam
kerjanya meningkat. Jadi kerjaan tercapai,
delivery ke luar juga bagus gitu yah, kan
saya biasa cek, oh delivery hari ini lancar
atau engga”
“ya, pastilah mereka pake”
pokoknya mengutamakan keselamatan
daripada produksi gitu yah, sekarang kan
kalau orang celaka masa kita tega kan,
jadi intinya harus seimbang gitu ya antara
produksi sama safety…”
“bagus ya bagus, biasanya mereka lebih
giat, lebih bagus kerjanya”
“ya mereka pake, mereka pake”
4
Pengaruh Ideal
e. Bagaimana cara
Bapak dalam
memberikan contoh
K3LH?
f. Bagaimana cara
Bapak menyampaikan
visi K3LH kepada
bawahan?
“kan tadi udah saya bilang, untuk ngasih
contoh atau pelatihan itu ada
tanggungjawabnya di diklat, bukan di
saya…”
“cara menyampaikannya itu kan
biasanya kita waktu rapat bulanan atau
SQCDP itu. Kita sampein kalau pake
safety itu penting, bukan cuma buat
perusahaan, tapi buat dia pribadi juga”
“saya kira untuk itu tanggungjawabnya
diklat ya…”
“ya kita sampaikan yang penting-penting
saja, K3LH itu kan penting, ya kaya gitu-
gitu saja ya, dan saya kita manajemen
sekarang punya komitmen untuk itu…”
“kalau di saya cuma mengingatkannya,
untuk mencontohkan itu kan itu di training
ya, di diklat tugasnya untuk itu…”
“kalau visi, eee, apa namanya, mungkin
kaya K3LH itu sekarang sampaikan
pekerja bahwa itu penting gitu ya”
144
144
No Pertanyaan Informan 1 Informan 2 Informan 3
g. Bagaimana cara
Bapak membangun
komitmen pekerja
terhadap K3LH?
“Terus di kebijakan K3LH itu kan
biasanya ada tangungjawab kita ya di
sini, nah itu yang saya sampaikan, apa
yang menjadi tugas kita disini dari
kebijakan itu”
“untuk membangun komitmen pekerja itu
tidak mudah yah, apalagi pekerja-pekerja
baru. Yang saya lakukan untuk membuat
mereka komitmen terhadap pelaksanaan
K3LH dalam bekerja adalah, saya
jelasin, K3LH itu penting, supaya dia
paham, kaya yang tadi apabila
kecelakaan kan saya jelasin juga, ingetin
lagi kan supaya mereka aware gitu loh.
Kedua adalah, K3LH itu kan butuh alat
untuk pelaksanaannya, nah berarti
tanggungjawab saya adalah
menyediakan alat safety nya kan. Saya
kemudian ajukan, kan gituh. Yang ketiga
juga yang penting adalah saya
mengontrol, saya ngecek ke bawah,
apakah mereka pake apa engga….”
“yang saya lakukan dalam membangun
komitmen pekerja dalam melaksanakan
safety, terutama kerjaan-kerjaan yang punya
resiko kecelakaan, saya selalu tekankan.
Jelasin ke mereka K3LH itu pentingnya
kenapa, kan ga ada orang yang mau
buntung”
“ya caranya, kontrol yah, kontrol kalau dia
kerja engga pake safety ya kita, kita dekatin
orangnya, kenapa dia engga make, karena
biasanya kita sudah kasih. Ingatkan untuk
pake safety”
“eeehhh yah artinya, untuk melakukan
sesuatu itu kadang-kadang tidak selalu
mendapatkan sambutan yang bagus yah,
artinya banyak orang yang sedikit apatis,
cuek, malah ga mau tau pun banyak gitu
yah, dan memang perlu waktu dan
kesabaran untuk, meee apa yah, meee
menerangkan K3LH itu, bahwa K3LH itu
menjadi penting, sampei saya pernah
mencontohkan gini, pernah satu saat, ini
lah kejadian yah, ada customer yang
datang ke kita, mau pesen produk kita,
udah deal segala macem, udah masuk di
ruangan rapat untuk menandatangani
MoUnya, saat mau penandatangan itu si
customer itu ngomong, sebentar saya mau
ke aer, saya ga kuat yah, di ke aer gitu loh,
padahal dokumen sudah disiapkan, begitu
dia keluar dari aer atau dari kamar mandi
itu tuh, begitu dia masuk ruangan itu,
bukan dia duduk untuk menandatangan,
dia beresin dokumen, dia langsung pulang
gitu, pas kita tanya kenapa anda kok jadi
berubah kaya gini, ya setelah saya keluar
dari kamar mandi anda saya berubah
pikiran, loh kenapa apa hubungannya,
saya liat kamar mandi anda kotor gituh,
loh apa hubungannya sama produksi,
emang ga ada hubungannya, walaupun
produk anda bagus tapi kan mungkin dia
juga takut pesawat mereka digitukan, WC
nya aja ga bersih. Itu saya terapkan ke
145
145
No Pertanyaan Informan 1 Informan 2 Informan 3
h. Bagaimana sikap
bawahan Bapak ketika
menerima perintah
dari Bapak untuk
melaksanakan K3LH?
“ngikutin, mereka lakuin apa yang saya
minta”
“ya mereka pake”
temen, mereka bisa mencerna gitu loh. Ya
artinya dengan contoh-contoh kasus
seperti itu mereka bisa nangkep artinya
begitu pentingnya K3LH itu, apalagi
manusia nya kan.
“Ya biasanya mereka langsung make gitu
ya di depan saya”
146
146
Matriks Hasil Wawancara Mendalam dengan Informan Utama 4 s/d 6
No Pertanyaan Informan 4 Informan 5 Informan 6
Stimulasi Intelektual
f. Bagaimana cara
Bapak dalam
mendiskusikan
masalah-masalah
K3LH?
g. Bagaimana sikap
Bapak terhadap
kritikan pelaksanaan
K3LH?
h. Bagaimana sikap
atasan terhadap
“diskusi aja, brainstorming gitu yah, kita
diskusi aja sama pekerja, terbuka kok”
“semua, leader juga iya, sama pekerja
juga kan kaya tadi saja, diskusi gitu yah,
brainstorming tadi di SQCDP”
“kalau untuk waktu, apa namanya, kita
ada SQCDP, rapat sama manajer juga
kan kita ada ya. Tapi intinya kalau ada
masalah pasti kita diskusi lah gitu ya”
“ya saya terima, saya catet gitu yah”
“ya kita tanggapi, tergantung kritikannya
ya, kalau memang harus kita buat ajuan
kita ajukan, jadi kita ajukan ke yang
menangani K3LH”
“atasan juga tau kritik itu, kan di
SQCDP juga kita kasih tau…”
“..pekerja juga biasa nyampein ke
manajer, kan kalau dia lagi kontrol bisa
itu disampein”
“nerima-nerima aja atasan saya”
“itu sebatas itu tadi, ya ketika ada suatu
masalah atau insiden gitu yah, baru kita
diskusikan, apa sih keinginannya gitu yah,
apa sih penyebab kecelakaannya”
“ya kita diskusi aja, ngobrol gitu yah di
bengkel, kita cari kan penyebabnya, syukur-
syukur solusinya bisa kita selesaikan gitu
yah”
“kalau untuk waktunya kita tergantung
masalahnya ya, jadi kalau ada masalah kita
diskusi gitu yah”
“kalau sama atasan kan kita bisa pas rapat
diskusinya….”
“saya kalau ada kritik kita harus terbuka ya,
jadi kritikan itu kan jadi bahan perbaikan
untuk masa depan, jadi kalau untuk
perbaikan kita terbuka gitu yah, kita bisa
sampeikan ke atas supaya dilakukan
perbaikan”
“waktu kita di bengkel aja biasa”
“kritikan yang kita sampaikan, apa
namanya, ditanggapi gitu yah, karena kan
“Mendiskusikannya itu sebatas kita
ngumpul aja ya disini”
“ya diskusinya sama leader gitu yah,
kalau sama pekerja kalau kita lagi kontrol,
terus ya kita diskusi biasanya”
“kalau untuk waktu kita tergantung ada
masalahnya, kalau ada masalah kita pasti
diskusi”
“dikusi sama atasan itu ada waktu rapat,
tapi kalau misalkan kita lagi butuh, ya
diskusi bisa kita lakukan kapan aja…”
“kalau untuk kritikan itu sejauh ini, eee
selama ini saya selalu menerima ya,
karena kalau kritikan itu tidak harus kita
tolak, kalau itu bagus kan justru baik buat
kita ke depannya harus gimana”
“biasa aja waktu ngobrol sama pekerja di
bengkel..”
“di diskusi sama atasan itu juga kan saya
sampaikan, oh ada kritikan ini dari
bawahan, kita bahas disana…
“manajer saya kalau ada kritikan memang
terbuka, engga marah atau gimana, yang
147
147
No Pertanyaan Informan 4 Informan 5 Informan 6
kritikan yang
disampaikan?
i. Bagaimana sikap
Bapak terhadap ide-
ide baru dalam
pelaksanaan K3LH di
tempat kerja?
j. Bagaimana sikap
atasan ketika
menerima ide-ide?
“bebas, brainstorming kok, kita diskusi
gitu disini atau disitu tuh, kadang-kadang
harus ditanya, tapi ada juga yang suka
langsung ngomong. Pak pengennya
safety nya ini nih”
“ya kan disini kalau adaaa, apa
namanya, ide-ide itu harus disampaikan
ke atas gitu yah, ya saya sampaikan ke
manajer”
“kalau sampai saat ini sih diterima,
diajukan gitu yah ke fungsi terkait”
“itu nerima-nerima aja, kan nanti di tulis
juga di SQCDP”
itu memang keadaannya begitu”
“dalam hal seperti kaya gitu saya
memberikan kebebasan. Kita biasanya
menampung dulu aspirasi dari mereka yah,
apabila reaksi dari bawah eee masukan-
masukan atau ide-ide dari mereka itu positif
yah kita kembangkan, dan apabila itu biasa-
biasa saja ya kita tanggapi biasa-biasa
saja”
“ya saya sampaikan ke atasan gitu yah,
biasanya kalau saya disini lewat email”
“ya biasanya kan disampaikan ke bagian
fasilitas ya atau ke K3LH”
“biasa aja, dalam arti menerima gitu yah
setiap masukan yang kita sampaikan…”
“masukan dari pekerja juga diterima sama
aja ya, disini manajer kita biasa gitu yah
ngobrol sama pekerja, kalau lagi ngecek kan
biasanya suka diskusi kok sama kita”
penting kita kan sopan nyampeinnya”
“kalau kritikan sama aja mereka nerima-
nerima aja, dari kita diterima, dari
bawahan juga diterima, kaya tadi aja
waktu kamu liat, manajernya kontrol ke
bawan kan ngomong langsung sama
pekerja. Pekerja juga menyampaikan juga
ke manajer untuk ajuan dan kritikannya
itu..”
“waktu ngobrol-ngobrol biasa juga kan
pekerja itu kalau punya suka bilang ke kita
gitu yah, misalkan mereka engga nyaman
sama APD nya yang ini, mereka bilang.
Berarti kan tanggungjawab kita tuh untuk
nyampein ke atasan. Diajukan kan ke
fungsi pengadaan”
“manajer kita kan saya tadi bilang,
terbuka sama setiap masukan dari
bawahannya…”
148
148
No Pertanyaan Informan 4 Informan 5 Informan 6
Pertimbangan
Individual
h. Cara Bapak dalam
memberikan
bimbingan K3LH
i. Bagaimana cara
manajer melakukan
bimbingan kepada
bawahan
“ya pertama secara teori disiplin ilmu
tentang K3LH kita kasih tau, ada ilmunya
kan kaya kita di training gitu yah, yang
kita ingetin, supaya yang sudah kita kasih
tau itu dilakuin…”
“intinya ya, kita itu diminta supaya
merhatiin pekerja”
“ya merhatiin, secara visual gitu ya kan
ngeliatin, ngawasin lah gitu yah, nah
kalau ada yang engga pake safety, kita
harus ingetin, supaya mereka mau pake,
standar-standar aja kaya manajer kalau
lagi ke bengkel…”
“ya kita sharing gitu yah bahwa bagaimana
cara memakai alat safety gitu yah, kemudian
bagaimana kemudian supaya operator itu
melaksanakan safety”
“ya seperti kita ngobrol kaya begini aja gitu
kan yah, ngumpul sambil ngobrol tentang
K3LH, eee harus begini harus begini, yang
akan kita tempuh seperti kaya begini gitu
yah, kita hanya saling memberikan masukan
aja bahwa dalam melaksanakan K3LH itu
oh harus begini harus begini di
prosedurnya, sebatas itu saja”
“manajer sama aja kaya kita ya, kan
kadang-kadang kita juga tau informasi dari
manajer nih, yaudah kita sampein lagi ke
pekerja kan…”
“ingatkan ya, seperti barusan saya bilang
karena kita telah memberikan inventaris
tentang pakaian dan APD maka diharapkan
pekerja itu harus dipakai”
“ya paling dengan cara menegur itu yah,
kita himbau supaya supaya mereka bisa
mengikuti peraturan disini tentang pakaian
safety untuk bekerja yang ada itu harus
dipakai”
“bimbingan itu sejauh kita mengingatkan
ya, jadi kalau mereka engga pake APD itu
kan kita harus tanya, kenapa mereka
engga pake nih. Kalau misalkan mereka
engga pake tapi ada safetynya kan berarti
kita minta mereka supaya pake…”
“bimbingannya sambil ngobrol santai gitu
yah, karena kita bukan kaya dulu yang
diawasi banget gitu ya, sekarang kan
bagaimana supaya mereka itu sadar, itu
intinya”
“kita ingatkan,kan kalau saya lagi di
bawah, ngontrol kerjaan gitu yah, terus
keliatan ada yang ga pake, ya datengin,
mereka nanti pasti pake”
“itu saya kira sudah jadi kewajiban
bersama untuk mengingatkan, bisa aja kan
pekerja itu engga kita kontrol karena kita
lagi ngerjain yang lain, apalagi kan kita
ini luas”
“sifatnya ngingetin pekerja aja kaya kita
supaya mereka pake”
149
149
No Pertanyaan Informan 4 Informan 5 Informan 6
j. Bagaimana sikap
Bapak jika terdapat
bawahan yang tidak
melaksanakan K3LH
k. Cara atasan mengingat
pekerja
l. Bagaimana sikap
Bapak jika
mendapatkan masalah
dalam pelaksanaan
K3LH di tempat kerja?
“ya ditegur lah, diingatkan, di datengin”
“ya kita tanya, kenapa engga pake safety,
kita ingetin supaya pake safety”
“sejauh ini saya baru mengingatkan saja
ya..”
“itu kalau lagi kebetulan ngeliat,
manajer juga ngingetin…”
“berkoordinasi dengan fungsi yang
terkait. Jadi maksudnya gini, pertama
kalau misalkan diseleseikan dengan
internal itu kita seleseikan, kalau
seumpamanya wah ini kan bukan
dominasi saya umpamanya, nah kita
koordinasi ituh, misalnya sama
departemen fasilitas atau apa namanya,
ke K3LH gitu yah”
“langsung, langsung saya”
“pimpinan kan tanda tangan juga…”
“sejauh ini saya hanya menegur ya,
menghimbau saja supaya digunakan”
“sama aja kaya saya, menegur dan
menghimbau supaya pekerja itu
menggunakan alat safetynya.
“kalau untuk K3LH itu eeehhh. Jadi begini,
kita sekarang hambatan-hambatannya ya
pada saat prosedur aja yah, eeeh kita
bekerja di suatu tempat yang jelas-jelas
tidak nyaman, jadi kita bekerja di tempat
yang tidak nyaman, dan tidak layak untuk
bekerja, kemudian kan kita mengajukan
untuk melakukan suatu perbaikan yah, nah
itu kan ada bagiannya yang menangani hal
itu yah, nah itu kadang-kadang itu tidak
terealisasi pada secepatnya. Kadang-kadang
blank, seperti sekarang ada satu contoh
permasalahan tempat kita itu kumuh sekali
ya, kalau hujan itu kehujanan, banjir gitu
yah, kita sudah laporkan tapi hare-hare gitu
lah kalau orang sunda bilang. Hare-hare
gitu yah, ga tau saya juga ga ngerti tuh”
“eh engga, langsung, langsung. Atasan itu
kita minta tanda tangannya ya”
“ya kita menegur mereka supaya mereka
melaksanakan ya”
“menegur aja ya, mengingatkan
pekerja…”
“kalau safetynya terbatas kita minta
mereka pake dulu yang ada ya, tapi itu
selalu kita ajukan ke bagian lain, karena
kita disini hanya bisa mengajukan dan
menerima”
“kita langsung mengajukan ke fasilitas
kalau itu”
“atasan tetep kita minta tanda tangannya,
kan ada itu
150
150
No Pertanyaan Informan 4 Informan 5 Informan 6
Motivasi Inspirasional
i. Bagaimana cara
Bapak dalam
membangun semangat
pekerja?
j. Bagaimana cara
Bapak membangun
semangat pekerja
dalam melaksanakan
K3LH?
k. Bagaimana cara atasan
dalam membangun
semangat bawahan
dalam melaksanakan
K3LH?
l. Bagaimana sikap para
“yang kita sampaikan ya semangat
berdedikasi lah gitu kira-kira,
bersemangat bekerja, target tercapai gitu
yah, itu kan ada reward dan punishment”
“kita sampaikan ke mereka supaya
ngelakuin. Kalau mereka engga
melaksanakan K3LH terus ada yang
kecelakaan kan jadi rugi semua kan. Jadi
kita sampaikan aja kaya begini ke
mereka, lakukan safety gitu yah, supaya
engga celaka”
“caranya itu disampeikan sama atasan
itu adalah bahwa safety itu memang
penting ya untuk kita sama
perusahaannya juga. Kalau celaka kan
siapa yang mau. Memang manajer suka
ngomong ke kita supaya kita terus
melaksanakan safety gitu yah”
“bagus ya bagus, biasanya mereka lebih
“nah, kalau memberikan semangat saya
selalu yah, karena begini, saya selalu
menekankan kepada rekan-rekan itu adalah
eee begini jangan sampei kita
mengharapkan sesuatu dari perusahaan
yah, tapi kita harus berpikir apa yang bisa
kita berikan kepada perusahaan. Kita harus
berpikir supaya pekerjaan bisa selesai tepat
waktu dan sesuai dengan target, karena
kalau kita semangat dan target tercapai kan
semua bisa mendapatkan hasilnya. Kaya
kemarin kan kalau semua pekerjaan selesai
tepat waktu dan pengiriman pesawat lancar
kan kita juga dapat apresiasi dari
perusahaan”
“ya sama saja ya, kita sampaikan supaya
mereka melaksanakan K3LH gitu yah.
Mereka memakai safety kan supaya selamat
yah, jadi harus dipakai, harus dipakai”
“yang ditekankan atasan itu adalah
bagaimana supaya kita kerja selamat, tidak
celaka gitu yah, malah pekerja yang rugi
kalau celaka kan, engga bisa kerja…”
“kalau diliat reaksi sepertinya mereka eee
“semangat itu ya kita sebatas lisan ya,
minta pekerja supaya kerja semangat,
target tercapai, waktunya pas kan gitu”
“safety juga sama, kita sampaikan, mereka
harus pake safety, supaya selamat gitu
yah, produksi lancar, terus kan kalau ke
fasilitas kita yang urus, jadi pekerja
pokoknya tau pake aja”
“manajer suka bilangnya itu kan takut
celaka, soalnya nanti yang ruginya pekerja
juga, bukan perusahaan. Sekarang kalau
dia celaka kan otomatis malah engga bisa
kerja….”
“bagus biasanya, kerja bagus, target juga
151
151
No Pertanyaan Informan 4 Informan 5 Informan 6
pekerja setelah
diberikan semangat?
m. Bagaimana sikap
pekerja setelah semua
hambatan pelaksanaan
K3LH itu
diselesaikan?
giat, lebih bagus kerjanya”
“Kalau alatnya sudah ada ya mereka jadi
melaksanakan ya, dipake APD nya”
kalau diliat sepintas sih biasa-biasa aja yah,
tapi terlihat dari hasil kerja”
“eee tepat waktu yah, kemudian juga
kuantiti atau penyeleseaian jumlah
pekerjaannya juga, itu keliatan sekali
biasanya kalau udah gitu meningkat”
“langsung dipake, kan kita langsung kasih
juga, mereka langsung pake semua yang kita
kasih”
tercapai sesuai harapan kita”
“ya kalau udah beres kan mereka semua
lancar, pake safety semua, kerjanya aman
…”
“ya kalau saya suruh mereka pake lah”
Pengaruh Ideal
a. Bagaimana cara Bapak
memberikan contoh
dalam melaksanakan
K3LH?
b. Bagaimana cara Bapak
membangun komitmen
pekerja terhadap
K3LH?
“Kalau untuk itu saya jujur belum pernah
ya, karena sebenernya untuk itu kan
mereka sebelum kerja disini juga udah
dikasih tau di diklat ya…”
“ya itu kan terjadwal, misalnya dalam
satu hal karena kita kekurangan cleaning
service gitu kan, nah kita melakukan
bersih-berish sendiri, ya komitmennya
setiap hari jum`at kita bersih-bersih.
Diajak kaya gitu aja, caranya diajak. Itu
yang sifatnya bersih-bersih. Tapi kalau
yang sifatnya melakukan safety ya kaya
tadi, pembicaraan awal, jadi dia harus
pake safety. Itu salah satu konsekuensi
dari para pekerja. Pokoknya kalau kerja
harus pake, eee, apa namanya, sarung
tangan gitu yah, terus selesai melakukan
pekerjaan, bersih aja”
“kalau nyontoin itu kan bukan
tanggungjawab saya ya, saya di sini hanya
mastiin aja supaya mereka melaksanakan
K3LH…”
“untuk membangun komitmen, bukan satu
hal yang mudah karena orang itu sangat
bergantung kepada kebiasaannya yah, ada
juga pengaruh lingkungan yah. Komitmen
safetynya kita bangun walau kadang susah
juga yah, seperti saya sampaikan hanya
sebatas mengingatkan mengingatkan dan
mengingatkan itu”
“itu saya ga pernah…”
“membangun komitmen itu kan perlu
waktu. kita sekarang hanya bisa
mengingatkan aja, mendorong supaya
mereka melaksanakan sesuai
peraturannya disini”
152
152
No Pertanyaan Informan 4 Informan 5 Informan 6
c. Bagaimana sikap
bawahan Bapak ketika
menerima ajakan dari
Bapak untuk
melaksanakan K3LH?
“…itu juga kan sering diulang-ulang
sama manajer yah, bahwa kita itu harus
mengingatkan pekerja supaya bisa
melaksanakan safety”
Ya nerima-nerima aja, mereka pake
“mereka kalau saya ajak langsung mereka
pake yah, tapi kan sekali lagi ya saya juga
engga tau kalau misalkan mereka ketika
saya ada keperluan lain apakah mereka
masih pake apa engga. Tapi yang pasti yang
saya lihat sih ya, selama peralatan safety
nya ada mereka pasti pake, apalagi kalau
lagi saya liatin kerjaannya”
“mereka ngikutin apa yang saya mau”
153
153
LAMPIRAN 5
Matriks Hasil Wawancara Mendalam dengan Informan Pendukung
No Pertanyaan Informan 7 Informan 8 Informan 9 Informan 10 Informan 11
Stimulasi
Intelektual
k. Bagaimana cara
Bapak dalam
mendiskusikan
masalah-masalah
K3LH dengan
atasan?
l. Bagaimana sikap
atasan Bapak
terhadap kritikan
pelaksanaan
K3LH dari
pekerja?
“diskusi itu bisa kalau kita
ada pertemuan sama
supervisor dan manajer,
disana aja”
“di sini kan ada SQCDP ya,
kaya yang ditempel-tempel
itu, jadi emang pertemuan
sama atasan itu udah ada
waktunya”
“..lagi ngontrol aja kesini
juga bisa kita diskusi, kan
suka ngeliat-liat target juga
gitu yah…”
“memang kritikan itu selalu
kita sampaikan ke atasan ya.
Kalau safety kurang atau
engga kan anak-anak juga
pasti bilang ke saya, pak
gimana nih safety kok enggga
ada, itu ada. Yang bisa saya
lakukan hanya
menyampaikan omongan
anak-anak itu ke atasan saya,
karena kan saya tidak bisa
mengajukan itu, yang bisa itu
dari atasan saya”
“itu kita lakukan kan ada
jadwalnya yang setengah 8 itu
ya”
“rapat bulanan itu ada, tapi
itu kan juga tidak sering kaya
kita SQCDP ya. Jarang kalau
itu…”
“keliling kan tiap hari, nanyai
target ke kita, gimana nih
targetnya kan udah selesai
atau belum…. Disitu juga kita
bisa diskusi, tapi engga cuma
safety….”
“kalau sama atasan kan kita
bisa pas rapat diskusinya….”
“kritikan itu memang selalu
kita sampaikan ke supervisor
ya, kan di SQCDP itu kita
sampaikan, malah kan kita
catet gitu yah. ya jadi nerima-
nerima aja”
“itu iya ada itu ada, jadi
begini, mungkin kan mereka
juga sadar gitu yah butuh
aman gitu ya, jadi mereka
kalau ngeliat ada atasan kesini
yaudah mereka juga nyampein
“diskusi itu disini belum semua
ya, kalau ada perlu pasti kita
diskusi…”
“….atau kalau sekarang itu
karena mau audit, pasti kita
diskusi gitu yah. kebetulan kan
kita pernah juara untuk yang
lomba 5R, itu selalu kita
diskusiin”
“lagi ngariung aja begini bisa
disini, atau kita samperin ke
tempatnya juga bisa, kita
diterima-terima aja”
“terbuka-terbuka aja, atasan
bilang oh iya nanti diajukan,
gitu aja”
------
------
-------
------
154
154
No Pertanyaan Informan 7 Informan 8 Informan 9 Informan 10 Informan 11
m. Bagaimana sikap
atasan Bapak
terhadap kritikan
pelaksanaan
K3LH dari
pekerja?
“…itu memang benar ya, kan
kalau lagi ngontrol target
biasanya mereka juga bisa
ngobrol sama supervisor
atau manajer itu. Yaudah
mereka kan menyampaikan,
saya, eee, tidak bisa
menghalangi mereka, karena
itu kebutuhan mereka yaudah
kan saya juga biarkan saja
mereka menyampaikan”
“..pekerja juga biasa
nyampein ke manajer, kan
kalau dia lagi kontrol bisa itu
disampein”
“sama aja ya terbuka…”
ke atasan…”
“selama ini diterima terus,
diajukan juga….”
“sama aja kaya menanggapi
kritikan, terbuka atasan
saya…”
------
------
Pertimbangan
Individual
m. Bagaimana Cara
pimpinan dalam
memberikan
bimbingan K3LH
“ya palingan ngasih tau aja
ke kita supaya ngingetin
pekerja gitu ya supaya make
safety”
“intinya sih kalau menurut
saya sama yah. Kalau
mereka lagi ngontrol kesini,
pasti ngingetin juga, diajak
“paling minta kita ngingetin
pekerja aja sih saya kira..”
“sejauh ini memang yang
paling ditekankan APD ya,
jadi bagaimana supaya
pekerja itu teratur gitu yah
menggunakan APD nya…”
“bimbingannya mengingatkan
ya, kalau pekerja engga pake
APD itu harus ditanya, harus
diingetin supaya mereka pake.
Kemudian bagaimana supaya
tempat kerja engga berantakan
juga itu biasanya kita diminta
sama atasan”
------
------
155
155
No Pertanyaan Informan 7 Informan 8 Informan 9 Informan 10 Informan 11
n. Bagaimana cara
pimpinan
menyelesaikan
masalah K3LH
ngobrol gitu ya supaya
mereka pake. Soalnya kita
disini begitu saja ya, jadi kita
ngingetin aja ke pekerjanya
langsung”
“ya untuk menyelesaikan
masalah itu kan kita hanya
bisa bilang ya ke supervisor,
nanti supervisor yang ngurus
untuk menyediakan itu. Nanti
kita nunggu panggilan, pak
ambil nih safety nya udah
ada…”
“supervisor kan sering kesini,
jadi yang lebih sering
ngingetin pekerja itu justru
supervisor. Manajer kan
kerjannya juga pasti banyak
ya, di waktu-waktu tertentu aja
manajer datang kesini….”
“kalau disini kan leader tidak
bisa mengajukan langsung ya,
jadi lewat supervisor dulu
untuk mengajukan itu. Kita
nanti tinggal tulis, oh
kebutuhan kita ini ini ini..”
“itu diingetin aja supaya
mereka pake…”
“itu ke supervisor ya, kita
sampaikan saja butuhnya apa..”
“kalau sifatnya ide-ide
itu memang suka ada
ya, itu biasanya di
rapat P2K3, kan
mereka juga ada
perwakilannya dari
departemen disana
juga”
“ide-ide itu paling bisa
kita tampung dulu
supaya jadi ajuan
untuk taun depannya,
karena kita harus
terencana gitu yah”
“khusus untuk SQCDP
itu yang jalan secara
sistematis baru di
Detail Part
Manufacturing, yang
adek liat kalau setiap
abis dzuhur itu
pertemuan SQCDP,
kita termasuk bahas
safety disana, malah
itu pembahasan
pertama di setiap
SQCDP, kita juga ikut
diskusi disana”
“…misalnya kemarin
kita baru nerima nota
di aerostructure minta
dilakukan
pengukuran”
“kalau untuk APD
memang kita pernah ya
diminta semacam
pertimbangan, ada
ajuan dari manajer
yang ingin diganti
safety shoes nya, kita
diminta oleh fasilitas
buat menjelaskan ke
manajer itu tentang
fungsi safety shoes itu
apa, merk ini
kekuatannya
bagaimana, cocok atau
engga untuk dipake
disana….Kalau misal
memang safety shoes
nya harus diganti
sesuai ajuan dari DP,
ya kita sampaikan ke
bagian fasilitas untuk
mengadakan sesuai
kebutuhan di DP-nya”
156
156
No Pertanyaan Informan 7 Informan 8 Informan 9 Informan 10 Informan 11
o. Bagaimana sikap
Bapak jika
melihat pekerja
yang tidak
melaksanakan
K3LH?
“ya kalau saya liat pekerja
engga melaksanakan K3LH
ngingetin juga ya, nyuruh
mereka supaya pake lah gitu
kira-kira”
“disini kan atasan juga yang
saya bilang tadi, baru bisa
ngingetin gitu yah, memang
kita ke K3LH yang bagus
banget itu belum ya, masih
butuh waktu saya kira…”
“ngingetin aja, soalnya kalau
udah rusak kan biasanya juga
mereka minta sendiri ke saya”
“saya disini baru mengingatkan
saja ya, karena, eee, apa
namanya, kalau buat pelatihan
dan lain-lain kaya gitu itu
bukan urusan saya, ada diklat
yang ngurusin itu, palingan kita
diminta kirim orang aja buat
ikut pelatihan disana”
Motivasi
Inspirasional
n. Bagaimana cara
Bapak dalam
membangun
semangat
pekerja?
o. Bagaimana cara
Bapak
membangun
semangat pekerja
dalam
melaksanakan
K3LH?
“untuk membangun semangat
pekerja selama ini bukan hal
mudah, kalau pekerja sudah
keliatannya agak kurang,
pasti kita menyampaikan
secara lisan supaya mereka
lebih semangat untuk
mencapai setiap kerjaan
yang menjadi tugas mereka”
“kita sampaikan ke pekerja
harus mengguna safety
dengan baik, supaya tidak
celaka, kalau celaka kan
selain rugi target tidak
tercapai, juga kasian ke
pekerja sama keluarganya,
coba kalau dia sakitnya lama
gitu yah, berarti kan dia
engga kerja, dari mana lagi
“disampaikan aja secara lisan
supaya kerja lebih baik.
Utamanya target kerja harus
tercapai, soalnya kan proses
kita kalau engga selesai sesuai
target akan terganggu sampai
ke perakitannya…”
“ya hampir sama aja kaya
tadi, intinya kita sampaikan
supaya mereka patuh
melaksanakan safety..”
“lisan aja kita bilang supaya
mereka tepat waktu dan bagus
hasil kerjanya…”
“Secara lisan itu selalu saya
sampaikan supaya mereka
selalu menggunakan alat
pelindung diri…”
------
------
------
------
157
157
No Pertanyaan Informan 7 Informan 8 Informan 9 Informan 10 Informan 11
p. Bagaimana cara
atasan
membangun
semangat pekerja
dalam
melaksanakan
K3LH
q. Bagaimana sikap
para pekerja
setelah diberikan
semangat?
r. Bagaimana sikap
pekerja setelah
setelah diberikan
semangat K3LH
itu?
dia dapet penghasilkan…
“kalau lagi ngobrol gitu ya
di bengkel, kita suka dikasih
tau supaya pake terus safety.
Karena kan kalau kecelakaan
rugi juga, pekerjanya kasian,
kalau dia punya keluarga dia
pasti butuh kerja juga kan”
“Sejauh ini bagus, kerja
mereka jadi ada
perubahan…”
“mereka lebih rajin pake alat
safety…”
“Semangat kita disini semua
sama ya, bahwa bagaimana
supaya kita bisa selamat,
atasan kan sering bilang itu,
apalagi kalau kaya kemarin
ada insiden itu kita
dikumpulin, kita diberikan
pengarahan supaya engga
terjadi lagi”
“…kasian juga keluarganya
kalau misalkan mereka engga
bisa kerja, ya syukur-syukur
kan kalau mereka punya
penghasilan lain, kalau engga,
dari mana lagi kan
ladangnya…”
“pengaruhnya itu lumayan
bagus, ada perubahan dari
target sih biasanya…”
“mereka pake langsung…”
“kalau atasan saya ya sekedar
mengingatkan aja ke kita
supaya kita sebisa mungkin
jangan cari-cari celaka,
kerjanya harus sesuai prosedur
dan gunakan alat safety…”
“ya ada perubahan lah,
biasanya kan kita juga kalau
udah dikasih semangat pasti
agak beda…”
“jadi lebih bagus, mereka
biasanya lebih patuh make APD
waktu kerja…”
------
------
------
------
------
------
Pengaruh Ideal
i. Bagaimana cara
atasan dalam
memberikan
“setau saya hanya
mengingatkan pekerja saja
ya…”
“kalau lagi mengingatkan
pekerja aja mungkin ya…”
“kalau untuk di pekerja saya
tidak tau persis ya, tapi setau ini
saya kira itu kan
------
------
158
158
No Pertanyaan Informan 7 Informan 8 Informan 9 Informan 10 Informan 11
contoh ketika
melaksanakan
K3LH
j. Bagaimana cara
Bapak
memberikan
contoh kepada
bawahan dalam
melaksanakan
K3LH?
k. Bagaimana cara
Bapak
membangun
komitmen
pekerja terhadap
K3LH?
“sejauh ini saya belum
pernah ngasih, eee, apa
namanya, ngasih contoh cara
make safety dan lain-lain
saya belum pernah…”
“bareng-bareng saja ya kita
melakukan K3LH…”
“kalau itu kan setau saya ada
di diklat ya, karena begini dek,
disini kan kalau pekerja-
pekerja itu udah dapet
pelatihan sebelum kerja, jadi
saya kita itu mungkin ada di
diklat..”
“disampaikan saja ke pekerja
supaya pekerja melaksanakan
K3LH…”
tanggungjawab diklat ya….”
“saya belum pernah kalau untuk
itu…”
“caranya ya kita laksanakan aja
seperti biasa ya, pake APD nya
aja…”
“itu sih dibimbing saja ya
secara lisan, mereka kita
harapkan untuk menggunakan
selalu APD..”
------
------
------
------
159
LAMPIRAN 6