peminatan kesehatan lingkungan program studi s1 …

136
SKRIPSI PEMANFATAN LIMBAH DAUN KAYU PUTIH DAN KOTORAN AYAM DENGAN BIOAKTIVATOR MOL NASI BASI UNTUK PEMBUATAN PUPUK ORGANIK DUKUH SUKUN PONOROGO Oleh : DESYA ELSA MANORA NIM : 201503060 PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT STIKES BHAKTI HUSADA MULIA MADIUN 2019

Upload: others

Post on 19-Nov-2021

4 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN PROGRAM STUDI S1 …

SKRIPSI

PEMANFATAN LIMBAH DAUN KAYU PUTIH DAN KOTORAN AYAM

DENGAN BIOAKTIVATOR MOL NASI BASI UNTUK PEMBUATAN

PUPUK ORGANIK DUKUH SUKUN PONOROGO

Oleh :

DESYA ELSA MANORA

NIM : 201503060

PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN

PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT

STIKES BHAKTI HUSADA MULIA MADIUN

2019

Page 2: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN PROGRAM STUDI S1 …

ii

SKRIPSI

PEMANFATAN LIMBAH DAUN KAYU PUTIH DAN KOTORAN AYAM

DENGAN BIOAKTIVATOR MOL NASI BASI UNTUK PEMBUATAN

PUPUK ORGANIK DUKUH SUKUN PONOROGO

Diajukan untuk memenuhi

Salah satu persyaratan dalam mencapai gelar

Sarjana Kesehatan Masyarakat (S.KM)

Oleh :

DESYA ELSA MANORA

NIM : 201503060

PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN

PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT

STIKES BHAKTI HUSADA MULIA MADIUN

2019

Page 3: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN PROGRAM STUDI S1 …

iii

PERSETUJUAN

Laporan Skripsi ini telah disetujui oleh pembimbing dan telah dinyatakan layak

mengikuti Ujian Sidang

SKRIPSI

PEMANFATAN LIMBAH DAUN KAYU PUTIH DAN KOTORAN AYAM

DENGAN BIOAKTIVATOR MOL NASI BASI UNTUK PEMBUATAN

PUPUK ORGANIK DUKUH SUKUN PONOROGO

Menyetujui,

Pembimbing I

Beny Suyanto, M.Si

NIP.1964 01029 85031003

Menyetujui,

Pembimbing II

H. Edy Bachrun, S.KM., M.Kes

NIS. 2005 0003

Mengetahui,

Ketua Program Studi S1 Kesehatan Masyarakat

Avicena Sakufa M, S.KM., M.Kes

NIS. 2015 011

Page 4: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN PROGRAM STUDI S1 …

iv

PENGESAHAN

Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji Skripsi dan dinyatakan

telah memenuhi sebagian syarat memperoleh gelar

Sarjana Kesehatan Masyarakat (S.KM)

Pada tanggal, 16 Agustus 2019

Dewan Penguji

Dewan Penguji : Avicena Sakufa M, S.KM., M.Kes ( ................................ )

Penguji 1 : Beny Suyanto, M.Si ( ................................ )

Penguji 2 : H. Edy Bachrun, S.KM., M.Kes ( ................................ )

Mengesahkan,

STIKES Bhakti Husada Mulia Madiun

Ketua,

Zaenal Abidin, S.KM., M.Kes (Epid)

NIS. 2016 0130

Page 5: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN PROGRAM STUDI S1 …

v

HALAMAN PERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Desya Elsa Manora

NIM : 201503060

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam penelitian yang berjudul “Pemanfatan

Limbah Daun Kayu Putih dan Kotoran Ayam dengan Bioaktivator Mol Nasi Basi untuk

Pembuatan Pupuk Organik Dukuh Sukun Ponorogo” pekerjaan saya sendiri dan

didalamnya tidak terdapat karya yang pernah diajukan dalam memperoleh gelar sarjana di

suatu perguruan tinggi dan lembaga pendidikan lainnya. Pengetahuan yang diperoleh dari

hasil penerbitan baik yang sudah maupun belum/tidak dipublikasikan, sumbernya

dijelaskan dalam Tulisan dan daftar pustaka.

Madiun, 16 Agustus 2019

Desya Elsa Manora

NIM. 201503060

Page 6: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN PROGRAM STUDI S1 …

vi

LEMBAR PERSEMBAHAN

Sujud syukurku persembahkan kepada Tuhan Yang Maha Esa nan Maha Tinggi

nan Maha Adil nan Maha Penyayang, takdirmu telah Kau jadikan aku manusia yang

senantiasa berfikir, berilmu, berimana dan bersabar dalam menjalani kehidupan ini.

Semoga keberhasilan ini menjadi satu langkah awal bagiku untuk meraih cita-cita

besarku. Tugas akhir ini saya petrsembahkan untuk:

1. Ayahanda Nyoto Purnomo, Ibundaku Fitri Andriyani tercinta, saudara

perempuanku Gandhis Amanda, yang tiada hentinya memberiku semangat serta

kasih sayangnya yang tidak akan pernah tergantikan hingga aku selalu kuat

menjalani setiap rintangan yang ada di depanku.

2. Dosen Pembimbing skripsi bapak Beny Suyanto, S.Pd., M.Si dan bapak H. Edy

Bachrun, S.KM., M.Kes yang selama ini telah tulus ihklas meluangkan waktunya

untuk memberikan arahan dan memberikan bimbingan dan pelajaran yang yang

tiada ternilai harganya, agar saya menjadi lebih baik.

3. Teman teman Program Studi Kesehatan Masyarakat Stikes Bhakti Husada Mulia

angkatan tahun 2015 dan teman teman dekat saya yang bersama sama membahu

saling membantu demi terselesaikan skripsi ini .

\

Page 7: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN PROGRAM STUDI S1 …

vii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Desya Elsa Manora

Jenis kelamin : Perempuan

Tepat dan Tangga Lahir : Ponorogo, 10 Desember 1996

Agama : Islam

Alamat : Rt/01 Rw/02 Dukuh Srayu, Desa Jurug, Kecamatan

Sooko, Kabupaten Ponorogo

Email : [email protected]

Riwayat Pendidikan : TK Dharmawanita 1 Jurug (2002-2003)

SDN 4 Jurug (2003-2009)

SMP N 1 Sooko Ponorogo (2009-2012)

SMA Muhammadiyah 1 Ponorogo (2012-2015)

Page 8: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN PROGRAM STUDI S1 …

viii

Program Studi Kesehatan Masyarakat Stikes Bhakti Husada Mula Madiun 2019

ABSTRAK

Desya Elsa Manora

PEMANFATAN LIMBAH DAUN KAYU PUTIH DAN KOTORAN

AYAM DENGAN BIOAKTIVATOR MOL NASI BASI UNTUK

PEMBUATAN PUPUK ORGANIK DUKUH SUKUN PONOROGO

90 halaman + 10 tabel + 9 gambar + 8 lampiran

Berkembangnya sektor industri pertanian merupakan permintaan atas

meningkatnya pola konsumsi masyarakat. Minyak kayu putih ialah salah satu sektor

industri pertanian yang cukup potensial. Dalam proses pengolahan industri minyak kayu

putih disamping menghasilkan produk berupa minyak astiri juga menghasilkan limbah.

Jumlah limbah daun minyak kayu putih yang dihasilkan sebanyak dari jumlah awal bahan

baku industri. Limbah-limbah daun kayu putih belum di manfaatkan maksimal oleh

pabrik minyak kayu putih. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hasil perbedaan

formulasi dari pemanfatan limbah daun kayu putih dan kotoran ayam dengan bioaktivator

mol nasi basi untuk pembuatan pupuk organik dukuh sukun ponorogo. Jenis penelitian ini adalah eksperimen. Desain penelitian menggunakan one shot

case study dengan perbandingan 3 formulasi dan 3 replikasi. Uji yang digunakan pada

peneltian ini adalah uji one way anova.

Pada penelitian hasil mengunakan uji alternatif yaitu uji Kruskal wallis, hasil dari

uji kruskal wallis didapat nilai p value 0,068 menunjukkan bahwa tidak ada perdedaan

yang signifikan atau bermakna dari ketiga formulasi, tetapi 3 formulasi tersebut masih

memenuhi syarat PERMEN RI no.70/PERMENTAN/sr.140/2011. Namun dari ketia

formulasi tersebut formulasi B yang cepat menjadi kompos.

Kepada pabrik minyak kayu putih di dukuh Sukun Kabupaten Ponorogo di

harapkan memiliki inovasi dan mempergunakan serta memanfaatkan limbah daun minyak

kayu putih dengan maksimal.

Kata Kunci : Limbah daun kayu putih, MOL nasi basi, Pengomposan

Kepustakaan :42 ( 2007-2019)

Page 9: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN PROGRAM STUDI S1 …

ix

Public Health Program Stikes Bhakti Husada Mulia Madiun 2019

ABSTRACT

Desya Elsa Manora

Utilizing the Waste of Eucalyptus Leaves and Chicken Manure with Mole

Bioactivator of spoiled rice for Organic Fertilizer Production at Sukun Village,

Ponorogo

90 pages 10 tables 9 pictures and 8 appendix

The development of agricultural industry has been the result of highly increasing

demand of society consumption pattern. Eucalyptus oil is one of potential sectors in

agricultural industry. Despite it produces essential oil, the cultivation process of

eucalyptus oil also yields some waste. The waste of eucalyptus oil has not been totally

utilized by related factories. This research aims to examine the result of formulation

difference of eucalyptus leaves waste utilization and chicken manure with mole

bioactivator of spoiled rice for organic fertilizer production at sukun ponorogo village.

The research was an experimental research which employs one shot case study

design with comparing 3 formulations and 3 replications. One-way test of ANOVA was

used to analyze the data.

The alternative test of Kruskal Wallis showed that there was no significant

difference among three formulations with p value 0,068 yet, those formulations remained

qualified for PERMEN RI (national agricultural constitution) number

70/PERMENTAN/sr.140/2011. However, those formulations were B formulation which

quickly turned to compost.

It was hoped that the eucalyptus oil factories were totally able to utilize and

innovate the waste of eucalyptus leaves at Sukun village in Ponorogo.

Keywords : Eucalyptus leaves waste, MOL Spoiled Rice, Composting

Bibliography : 42 ( 2007-2019)

Page 10: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN PROGRAM STUDI S1 …

x

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT karena berkat rahmat dan hidayahNya, sehingga

penulis dapat menyelesikan proposal skripsi yang berjudul “Pemanfatan Limbah Daun

Kayu Putih dan Kotoran Ayam dengan Bioaktivator Mol Nasi Basi untuk Pembuatan

Pupuk Organik Dukuh Sukun “dengan baik. Tersusunya proposal skripsi ini tentu tidak

lepas dari bimbingan, saran, dan dukungan moral kepada penulis, untuk itu penulis

mengucapkan terimakasih kepada :

1. Ayahanda tercinta (bpk Nyoto Purnomo) dan Ibunda tercinta (ibu Fitri Andriyani)

yang telah memberikan semangat serta motivasi.

2. Bu Avicena Sakufa Marsanti, S.KM., M.Kes selaku Dewan Penguji yang telah

menyediakan waktu, pikiran dan tenaga untuk menguji skripsi ini.

3. Bapak Beny Suyanto, S.Pd., M.Si selaku pembimbing I yang telah membina,

menyediakan waktu, pikiran dan tenaga untuk membimbing penulis dalam

menyusun sehingga dapat selesai.

4. Bapak Edy Bachrun, S.KM., M.Kes selaku pembimbing II yang telah membina,

menyediakan waktu, pikiran dan tenaga untuk membimbing penulis dalam

menyusun sehingga dapat selesai.

5. Seluruh pegawai Pabrik Minyak Kayu Putih Sukun yang telah menerima dan

membantu saya dalam melakukan penelitian dan pengumpulan data.

6. Keluarga, teman-teman serta semua pihak yang telah membantu peneliti dalam

menyelesaikan proposal skripsi ini.

Page 11: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN PROGRAM STUDI S1 …

xi

Akhir kata penulis berharap semoga proposal skripsi ini dapat berguna dan

memberikan manfaat bagi pembaca serta perkembangan dunia pendidikan kesehatan di

masa yang akan datang.

Madiun, 16 Agustus 2019

Desya Elsa Manora

NIM. 201503060

Page 12: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN PROGRAM STUDI S1 …

xii

DAFTAR ISI

Sampul Depan ............................................................................................................... i

Sampul Dalam ............................................................................................................... ii

Lembar Persetujuan ...................................................................................................... iii

Lembar Pengesahan ...................................................................................................... iv

Halaman Pernyataan ..................................................................................................... v

Daftar Riwayat Hidup ................................................................................................... vi

Kata Pengantar .............................................................................................................. vii

Daftar Isi ....................................................................................................................... ix

Daftar Tabel .................................................................................................................. xi

Daftar Gambar .............................................................................................................. xii

Daftar Lampiran ............................................................................................................ xiii

Daftar Istilah dan Singkatan .......................................................................................... xiv

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ..................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah ................................................................................ 6

1.3 Tujuan Penelitian.................................................................................. 6

1.3.1 Tujuan Umum .......................................................................... 6

1.3.2 Tujuan Khusus ......................................................................... 6

1.4 Manfaat Penelitian................................................................................ 7

1.5 Keaslian Penelitian ............................................................................... 8

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Kayu Putih ............................................................................ 12

2.1.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Kayu Putih ..................... 12

2.1.2 Pascapanen Minyak Kayu Putih .............................................. 13

2.2 Limbah ................................................................................................. 14

2.2.1 Limbah Organik ...................................................................... 15

2.3 Kompos ................................................................................................ 16

2.3.1 Pengertian Pupuk Organik/ Kompos ....................................... 16

2.3.2 Macam-mcam Bahan Kompos ................................................ 17

2.3.3 Manfaat Kompos ..................................................................... 20

2.3.4 Kelebihan Pupuk Kompos ....................................................... 21

2.3.5 Spesifikasi Kompos ................................................................. 22

2.3.6 Faktor- faktor yang Berpengaruh Terhadap Proses

Pengomposan ........................................................................... 26

2.3.7 Macam- macam Kompos ......................................................... 28

2.4 Konsep Pupuk Makro ........................................................................... 30

2.5 Peranan N P K Pada Tanaman ............................................................. 30

2.6 C/N Rasio ............................................................................................. 33

2.6.1 Pengertian C/N Rasio .............................................................. 33

2.6.2 Menghitung C/N Ratio ............................................................ 34

2.7 Effective Mikroorganisme (EM) .......................................................... 35

2.7.1 Pengertian Effective Mikrooranisme (EM) ............................. 35

2.7.2 Manfaat EM ............................................................................. 36

2.8 Mikroorganisme Lokal (MOL) ............................................................ 36

2.8.1 Pengertian Mikroorganisme Lokal (MOL).............................. 36

2.8.2 Bahan Baku Pembuatan Mikroorganisme Lokal (MOL) ........ 38

Page 13: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN PROGRAM STUDI S1 …

xiii

2.8.3 Manfaat MOL .......................................................................... 39

2.8.4 Kualitas Larutan MOL ............................................................ 40

2.8.5 Penggunaan MOL .................................................................... 40

2.9 MOL Nasi Basi .................................................................................... 40

2.9.1 Cara Membuat MOL Nasi Basi ............................................... 41

2.10 Kerangka Teori ..................................................................................... 45

BAB 3 KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS PENELITIAN

3.1 Kerangka Konseptual ........................................................................... 47

3.2 Hipotesis Penelitian .............................................................................. 48

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian .................................................................................. 49

4.2 Kerangaka Kerja Penelitian .................................................................. 52

4.3 Identifikasi Variabel dan Definisi Operasional Variabel ..................... 53

4.3.1 Variabel Penelitian .................................................................. 53

4.3.2 Definisi Operasional Variabel ................................................. 54

4.4 Diagram Alur Pembuatan Kompos ...................................................... 56

4.5 Sumber Data dan Jenis Data ................................................................ 56

4.5.1 Data Primer .............................................................................. 56

4.6 Data Sekunder ...................................................................................... 57

4.7 Teknik Pengumpulan Data dan Analisa Data ....................................... 57

4.7.1 Pengolahan Data ...................................................................... 58

4.8 Tahapan Penelitian ............................................................................... 58

4.8.1 Pembuatan MOL Nasi Basi ..................................................... 58

4.8.2 Pembuatan Kompos Formula 1 ............................................... 59

4.8.3 Pembuatan Kompos Formula 2 ............................................... 62

4.8.4 Pembuatan Kompos Formula 3 ............................................... 64

4.9 Analisa Data ......................................................................................... 66

4.9.1 Analisis Univariat .................................................................... 66

4.9.2 Analisis Bivariat ...................................................................... 67

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil ...................................................................................................... 68

5.2 Hasil Penelitian ..................................................................................... 68

5.3 Pembahasan ........................................................................................... 73

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan ............................................................................................ 89

6.2 Saran ...................................................................................................... 90

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................... 91

LAMPIRAN

Page 14: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN PROGRAM STUDI S1 …

xiv

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Tabel Halaman

Tabel 1.1 Keaslian Penelitian ......................................................................... 8

Tabel 2.1 Analisis Kompos Limbah Daun Kayu Putih .................................. 13

Tabel 2.2 Persyaratan Teknis Minimal Pupuk Organik Padat Menurut

PERMEN RI No.70/Permentan/SR 140/201 .................................. 22

Tabel 2.3 Persyaratan Teknis Minimal Pupuk Organik Padat Menurut

Standar Kualitas Kompos SNI : 19-7030-2004 .............................. 23

Tabel 2.4 C/N Rasio Beberapa Bahan Organik .............................................. 32

Tabel 4.2 Definisi Operasional Variabel ........................................................ 53

Tabel 5.1 Hasil Penukuran Kandungan Kimia Kompos .................................. 70

Tabel 5.2 Hasil Uji Normalitas NPK dari masing-masing formula ................. 71

Tabel 5.3 Hasil Uji statistic homogenitas ........................................................ 72

Tabel 5.4 Tabel perbedaan kadar NPK pada masing- masing formulasi

dengan uji Kruskal wallis ............................................................... 72

Tabel 5.5 Hasil rekapitulasi pengamatan parameter fisik dan parameter

kimia dalam pembuatan kompos ..................................................... 75

Page 15: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN PROGRAM STUDI S1 …

xv

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Gambar Halaman

Gambar 2.1 Contoh Nasi yang Sudah Berjamur dan Berwarna Orange ....... 42

Gambar 2.2 Campuran Nasi dengan Larutan Gula ....................................... 43

Gambar 2.3 Penyimpanan MOL Nasi Basi yang sudah Panen Pada Botol

Aqua .......................................................................................... 44

Gambar 2.4 Kerangka Teori .......................................................................... 43

Gambar 3.1 Kerangka Konsep Pemanfaatan Limbah Daun Kayu Putih

dan Kotoran Ayam dalam Pembuatan Pupuk Organik.............. 45

Gambar 4.1 Korelasi Perbandingan Bahan Baku Kompos dengan MOL

Nasi Basi dalam Pembuatan Kompos ....................................... 51

Gambar 4.2 Kerangka Kerja Penelitian ....................................................... 52

Gambar 4.3 Alur Pembuatan Kompos .......................................................... 56

Gambar 5.1 Hasil fluktuasi pengukuran suhu ............................................... 71

Gambar 5.1 Hasil fluktuasi pengukuran kelembaban ................................... 72

Page 16: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN PROGRAM STUDI S1 …

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Surat Izin Pengambilan Data Awal

Lampiran 2 Kartu Bimbingan

Lampiran 3 Tabel Observasi Pengukuran Suhu dan Kelembaban

Lampiran 4 Tabel Observasi Pengamatan Bau, Warna dan Tekstur

Lampiran 5 Hasil Analisis Uji Labolatorium

Lampiran 6 Surat Ijin Penelitian di Labolatorium

Lampiran 7 Hasil Output Pengolahan SPSS

Lampiran 8 Dokumentasi

Page 17: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN PROGRAM STUDI S1 …

xvii

DAFTAR ISTILAH DAN SINGKATAN

PERMENTAN : Peraturan Pemerintah

EM4 : Efektif microorganism

KPH : Kesatuan Pengolahan Hutan

PMKP : Pabrik minyak kayu putih

DKP : Daun Kayu Putih

Boiler : Benjana bertekanan dengan bentuk dan ukuran yang

didesain untuk menghasilkan uap

MOL : Mikroorganisme Lokal

Melaleuca Leucadendra : Kayu Putih

ml : Mililiter

CO2 : Karbondioksida

CH4 : Metana

H2S : Hidrogen Sulfida

NH3 : Amonia

Ph : Potensial Hidrrogen

N : Nitrogen

P : Phospor

K : Kalium

°C : drajat celcius

K2O : Kalium Oksida

TTG : Teknologi Tepat Guna

Kg : Kilogram

RH : Relative Humudity

Page 18: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN PROGRAM STUDI S1 …

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Berkembangnya sektor industri pertanian merupakan permintaan atas

meningkatnya pola konsumsi masyarakat. Industri pertanian yang cukup

potensial adalah minyak atsiri. Minyak astiri di peroleh dari hasil hutan

non kayu dengan cara penyulingan, dan ekstraksi dari pohon (daun,

ranting, akar, kulit, getah dan bunga) yang dapat menguap pada suhu

kamar dan mempunyai aroma yang khas. Minyak atsiri memiliki unsur

kimia sineol yang menjadi bahan baku dari minyak kayu putih dengan cara

penyulingan dari pohon kayu putih.

Minyak kayu putih ialah salah satu dari minyak atsiri yang paling

banyak dikonsumsi dalam negri dan memiliki nilai ekonomis yang cukup

tinggi.Produksi minyak kayu putih terbesar di Indonesia berasal dari Pulau

Jawa, yakni dari tegakan kayu putih di wilayah Perum Perhutani di Pulau

Jawa, dan kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPH) Yogyakarta.

Pabrik minyak kayu putih (PMKP) Sukun adalah pabrik Minyak Kayu

Putih yang berada di kecamatan Pulung Kabupaten Ponorogo.Pabrik

minyak Kayu Putih Sukun mengekstraksi daun kayu putih menjadi minyak

kayu putih.Memiliki luas ± 3.737 ha. Dalam satu tahun produksi minyak

kayu putih bisa mencapai 10.737.838 kg/tahun bahan baku industri berupa

daun kayu putih (DKP) dan menghasilkan produk minyak kayu putih

sebanyak 85.368 kg/tahun.

Page 19: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN PROGRAM STUDI S1 …

2

Dalam proses pengolahan industri minyak kayu putih disamping

menghasilkan produk berupa minyak astiri juga menghasilkan limbah.

Limbah yang dihasilkan berupa limbah cair, gas dan terutama limbah

padat. Limbah padat daun kayu putih berupa ranting dan daun yang telah

mengalami proses penyulingan. Dihasilkan limbah daun minyak kayu

putih sebanyak dari jumlah awal bahan baku industri., limbah daun kayu

putih belum di manfaatkan maksimal oleh pabrik minyak kayu putih

Sukun. Sebagaian limbah daun kayu putih di Pabrik minyak kayu putih

sukun telah di manfaatkan menjadi briket, yaitu untuk bahan bakar tungku

masak (boiler).

Dalam satu tahun Pabrik Minyak Kayu Putih (PKMP) Sukun

menggunakan briket untuk bahan bakar memasak daun kayu putih (DKP)

± 1.081.326 kg. Sehingga limbah dari daun kayu putih masih tersisa yaitu

sekitar ± 6.485.220 kg (Rahmawati, 2015). Pemanfaatan limbah menjadi

bahan bakar (briket) hanya sekitar 20% sedangkan sisanya masih belum

dimanfaatkan secara maksimal (Lukito,2012). Dilihat dari jenisnya, limbah

daun kayu putih (DKP) termasuk dalam jenis limbah organik. Limbah

daun kayu putih berpotensi untuk dijadikan bahan baku pupuk

organik.Namun terdapat kelemahan yaitu proses dekomposisi yang

membutuhkan waktu lama dikarenakan preoses yang berjalan lambat.

Limbah daun kayu putih mengandung lignoselulosa yang sulit di

dekomposisi (Umi isnatin, Parwi, Takim, 2017).Limbah daun kayu putih

Page 20: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN PROGRAM STUDI S1 …

3

di pabrik minyak kayu putih sukun yang belum termanfaatkan untuk bahan

bakar sebagian sudah ada yang berubah wujud menjadi kompos.

Kompos merupakan bahan organik yang telah mengalami proses

pelapukan karena adanya interaksi antara mikroorganisme yang bekerja di

dalamnya, bahan-bahan organik tersebut seperti yaitu dedaunan, rumput

jerami, sisa-sisa ranting serta dahan. Kompos bermanfaat untuk

memperbaiki kondisi fisik tanah. Pupuk organik / kompos berperan dalam

menjaga fungsi tanah agar unsur hara dalam tanah mudah dimanfaatkan

oleh tanaman. Selain itu pupuk organik juga memiliki kelebihan antara

lain meningkatkan kesuburan kimia, fisik, dan biologi tanah, serta

mengandung zat pengatur tumbuh yang berperan penting untuk tumbuhan.

Pupuk organik bisa berasal dari Sampah pasar, Sampah dari dapur rumah

tangga, Sisa-sisa pemangkasan pohon dan rumput, Sisa-sisa pertanian, dan

sisa kendang ternak, misalnya kotoran ternak sapi, kambing, maupun

kotoran ayam(Murbandono,2006).

Usaha ternak ayam boiler adalah salah satu usaha peternakan selain

menghasilkan daging juga menghasilkan dampak berupa limbah kotoran

ayam yang berpotensi sebagai bahan baku pembuatan pupuk organik.

Pengolahan limbah dari ternak ayam broiler yaitu dengan cara pembuatan

kompos. Produk dari proses pengomposan tersebut dampat mudah diserap

oleh tanah dengan di uraikannya unsur-unsur yang tidak berbahaya.

Produk yang dihasilkan berupa pupuk organik dan akan langsung dapat

digunakan dengan kandungan nutrsi seperti kalium, nitrat, kalsium,

Page 21: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN PROGRAM STUDI S1 …

4

magnesium, serta klorida untuk pertumbuhan tanaman (Khan dan Ishaq,

2011). Kotoran ayam bernilai lebih tinggi di bandingkan dengan kotoran

unggas lainnya. Kandungan unsur hara dalam kotoran ayam yang cukup

tinggi karena bagian cair(urin) bercampur dengan bagian padat(Roidah,

2013). Kotoran ayam memiliki Ph6,8, C-organik 12,23%, N-total 1,77%,

P2O5 27,45 (mg/100g) dan K2O 3,21(mg/100g (Tufaila, dkk.2014).

Dalam proses pembuatan pupuk organik supaya berjalan dengan baik

dan lebih cepat maka dibutuhkan adanya bioaktivator. Bioaktivator

tersebut akan merombak limbah padat dengan cepat, secara fisik maupun

kimia, sehingga dapat dimanfaatkan oleh tanah dan tanaman. Proses

pembuatan pupuk organic dengan menggunakan dekomposer

mikroorganisme lokal (MOL) terbukt efektif mempercepat penurunan rsio

C/N dibandingkan dengan cara konvesional karena proses pembusukan

sampah atau limbah padat, rsio C/N ideal menjadi lebih cepat tercapai dan

pada akhirnya limbah padat akan lebih cepat menyatu dengan tanah untuk

di manfaatkan unsur haranya (Yuniwati, 2012). Larutan MOL dapat dibuat

dengan cara sederhana seerhana, misalnya dengan memanfaatkan limbah

yang ada disekitar lingkungan kita (Purwasasmita, 2009). Komponen yang

harus dipenuhi dalam bahan pembutan MOL yaitu karbohirat, glukosa, dan

sumber mikroorganisme.

Menurut penelitian Danang, (2018) Nasi merupakan hal yang tidak

terpisah dalam kehidupan sehari-hari. Dari setiap kalangan, di desa

maupun di kota semua menkonsumsi nasi. Tidak sedikit nasi sisa yang

Page 22: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN PROGRAM STUDI S1 …

5

terbuang dan berceceran di sekitar rumah maupun di sudut-sudut warung.

Sisa nasi yang tidak terpakai dan tidak terkena sinar matahari dan terkena

lembab akan muncul jamur. Biasanya keberadaan nasi basi diberikan

untuk pakan ternak, seperti ayam, dan banyak pula nasi basi yang di buang

begitu saja di tempat sampah maupun di buang ke selokan, sehingga hal

tersebut jika dibiarkan terus menerus akan menimbulkan bau yang tidak

sedap dan akan mengurangi kenyamanan dalam linkungan. pembuatan

kompos dengan mengunakan MOL nasi dengan menggunakan mol 2%

dapat mengahasilkan kompos atau pupuk organik N sebesar 4,03% nilai P

sebesar 6,10% dan nilai K sebesai 7,30% .

Meningkatnya produksi minyak kayu putih di PKMP Sukun,

berdampak pada bertambahnya limbah padat yang dihasilkan. Limbah

mudah sekali terbakar, sehingga dapat membahayakan lingkungan sekitar

pabrik. Hasil yang diharapkan dari penelitian ini untuk mengurangi limbah

padat yang berada di pabrik minyak kayu putih Sukun dengan

memnfaatkannya menjadi pupuk organik dengan bantuan kotoran ayam

dan mikrooranisme lokal (MOL) dalam penelitian ini akan di

memanfaatkaan nasi basi sebagai mikroorganisme lokal (MOL), yang di

peroleh dari lingkungan sekitar baik dari warung maupun pemukiman

warga.

Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis tertarik untuk

menankat judul “Pemanfatan Limbah Daun Kayu Putih dan Kotoran Ayam

Page 23: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN PROGRAM STUDI S1 …

6

dengan Bioaktivator Mol Nasi Basi Untuk Pembuatan Pupuk Organik

Dukuh Sukun Ponorogo”.

1.2 Rumusan Masalah

Apakahlimbah daun minyak kayu putih di Pabrik Minyak Kayu Putih

Sukun dan kotoran ayam dengan bioaktivator mol nasi basi dapat

bermanfaat sebagai pupuk organik?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Tujuan umum yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk

mengetahui perbedaan variasi perlakuan dalam pembuatan pupuk organik

menggunakan bahan limbah daun kayu putih dan kotoran ayam dengan

menggunakan bioaktivator mol nasi basi terhadap PERMENTAN RI NO

70/Permentan/SR 140/2011.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengidentifikasi kandungan N, P, K pada Formulasi A dengan

konsentrasi 5kg Limbah Daun Kayu Putih, 0,5 kg kotoran ayam, 3kg

sekam, dengan bioaktivator mol nasi 2%.

2. Mengidentifikasi kandungan N, P, K pada Formulasi B dengan

konsetrasi 6 kg Limbah Daun Kayu Putih, 1 kg kotoran ayam, 3kg

sekam, dengan bioaktivator mol nasi 2%.

Page 24: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN PROGRAM STUDI S1 …

7

3. Mengidentifikasi kandungan N, P, K pada Formulasi C dengan

konsentrasi 7kg Daun Kayu Putih, 1,5 kg kotoran ayam, 3kg sekam,

dengan bioaktivator mol nasi 2%.

4. Menganalisis Perbedaan kadungan N, P, K pada Formulasi A,

Formulasi B, dan Formulasi C

1.4 Manfaat Penelitian

1. Bagi Pabrik Minyak Kayu Putih Sukun

Hasil penelitian ini sebagai masukan serta evaluasi terhadap pabrik

minyak kayu putih Sukun agar mengelola serta memanfaatkan limbah

minyak kayu putih dengan maksimal.

2. Bagi Stikes Bhakti Husada Mulia Madiun

Hasil penelelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan dan

referensi bagi peneliti selanjutnya dan dapat menambah wacana dalam

kajian pengelolaan limbah padat, baik industri pertanian maupun

industri lainnya.

3. Bagi Peneliti

Sebagai masukan untuk mengaplikasikan ilmu yang telah diperoleh

selama kuliah. Dibidang kesehatan masyarakat dalam bentuk

pengetahuan serta informasi dalam menerapkan dan mengembangkan

ilmu tentang kesehatan lingkungan.

4. Bagi Peneliti lain

Sebagai bahan acuan untuk penelitian lebih lanjut.

Page 25: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN PROGRAM STUDI S1 …

8

1.5 Keaslian Penelitian

Tabel 1.1 Keaslian Penelitian

No Judul Skripsi Peneliti Tahun Dan

Tempat Jenis Penelitian Variable Bebas

Variable

Terikat Hasil

1. Pengaruh

Pengomposan Media

Limbah Daun

Industri Minyak

Kayu Putih Dengan

Jamur Trichoderma

viride dan EM-4

Terhadap

Pertumbuhan Semai

Kayu Putih.

Eny

Widyaningsih

2002,

Persemaian

laboratorium

silvikular

fakultas

kehutanan

IPB

Darmaga

Bogor.

Rancangan

penelitian yang

digunakan adalah

menggunakan

eksperimen dengan

dua tahap, yaitu

pengomposan

limbah dan

penanaman semai

Jamur

Trichoderma

viride dan

EM-4.

Pengomposan

Limbah Daun

Kayu Putih .

Hasil penelitian yang telah

dilakukan, dapat simpulkan

bahwa penggunaan EM-4 pada

media semai dapat meningkatkan

unsur hara yang tersedia menjadi

tersedia bagi tumbuhan semai

kayu putih (Melaleuca

Leucandendron Linn).

2. Efektifitas

mikroorganisme

local dari bahan buah

tomat, nasi basi, dan

bonggol pisang

sebagai starter dalam

pembuatan kompos

Danang 2018,

STIKES

BHAKTI

HUSADA

MULIA

Rancangan

penelitian yang

digunakan adalah

menggunakan

eksperimen

Efektive

mikroorganisme

local dari bahan

buah tomat, nasi

basi, dan

bonggol pisang.

Pengomposan Hasil penelitan menunjukkan

adanya pengaruh efektifitas pada

setiap starter dalam pembuatan

kompos .

3. Pengaruh

Penambahan EM-

4(Effective

microorganism) dan

MOL nasi

Basi(Mikroorganism

Ilham

Ramaditya,

Hardiono,

Zulfikar Ali

As

2107,

Poltekes

Kemenkes

Banjarmasin

Rancangan

penelitian yang

digunakan adalah

menggunakan

eksperimental

Efektive

Mikrooranisme

EM-4 dan MOL

nasi basi

Pengomposan Hasil dari penelitian yang telah

dilakukan, maka didapat

kesimpulan bahwa Penomposan

dapat berjalanan dengan cepat

jika dalam kompos terdapat

bakteri yang dapat mempercepat

Page 26: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN PROGRAM STUDI S1 …

9

No Judul Skripsi Peneliti Tahun Dan

Tempat Jenis Penelitian Variable Bebas

Variable

Terikat Hasil

e Local) terhadap

waktu Terjadinya

Pengomposan

proses pengomposan dengan

penambahan larutan EM-4/ MOL

berbahan dasar nasi untuk

mempercepat membuatan dengan

waktu < 1bulan.

4. Studi Pembuatan

Kompos Padat Dari

Sampah Daun Kering

TPST UNDIP

Dengan Variasi

Bahan

Mikroorganisme

Lokal (MOL) Daun.

Mochtar

Hadiwidodo,

Endro

Sutrisno, Dwi

siwi

Handayani,

Masyita Putri

Febriani .

2018,

Departemen

Teknik

Linkungan,

Fakultas

Teknik

Universitas

Diponegoro .

Rancangan

penelitian yang

digunakan adalah

metode

ekperimental

laboratorium.

Efektive

Mikrooranisme

local (MOL)

Daun .

Kompos padat

dari daun

Kering

Hasil dari penelitian yang telah

dilakukan, maka didapat

kesimpulan bahwa

Miikroorganisme local (MOL)

yang dibuat campuran berbagai

jenis daun (ketapang, mahoni,

angsana) memiliki nilai C-

Organik, N-Total, dan K-Total

dalam kompos daun kering yang

dibuat dengan menggunakan

activator MOL daun telah

emenuhi standart kualitas kompos

Indonesia yang diatur dalam SNI

19-7030-2004 tentang spesifikasi

kompos dari sampah organic

domestic.

Page 27: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN PROGRAM STUDI S1 …

10

No Judul Skripsi Peneliti Tahun Dan

Tempat Jenis Penelitian Variable Bebas

Variable

Terikat Hasil

5. perbandingan

komposisin antara

jerami dan kotoran

ayam untuk

menghasilkan

kompos sesuai dengn

SNI

Ketut Merta

Atmaja, I

Wayan Tika,

I Md. Anom

S. Wijaya

2017,

Universitas

Udayana

Rancangan

penelitian yang

digunakan adalah

ekperimental

laboratorium

Effektive

mikroornisme

EM4

Kompos dari

kotoran ayam

dan jerami.

Hasil penelitan ini yaitu

Perlakuan P1 dengan

perbandingan komposisi jerami

dan kotoran ayam (6 : 8)

merupakan perlakuan yang

terbaik diantara keempat

perlakuan lainnya. Suhu

maksimal pengomposan pada fase

termofilik mencapai 51,1°C.

Kadar air kompos P1 adalah

32,13% dengan pH akhir kompos

7,23. Kompos yang dihasilkan

berwarna coklat kehitaman,

memiliki terkstur remah, serta

memiliki rasio C/N sebesar 16,16

Page 28: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN PROGRAM STUDI S1 …

11

Beberapa hal yang membedakan penelitian ini denan penelitian-

penelitian sebelumnya adalah sebagai berikut :

1. Pada penelitian ini pembuatan kompos dengan mengunakan limbah

daun kayu putih yang diperoleh dari Pabrik Minyak Kayu Putih

Sukun, kotoran ayam, sekam, serta mol nasi basi sebagai bioaktivator.

2. Waktu fermentasi dilakukan kurang lebih satu bulan.

3. Penelitian ini menggunakan perbandingan dosis pada limbah daun

minyak kayu putih dan kotoran ayam, dengan 3 replikasi tiap

perlakuan kompos.

Page 29: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN PROGRAM STUDI S1 …

12

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Kayu Putih

2.1.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Kayu Putih

Kayu putih adalah salah satu tumbuhan dalam family Myrtaceae dari

genus Melaleuca.Tanaman kayu putih (Melalucea leucandendra (L). L)

merupakan salah satu tanaman penghasil minyak astiri. Tanaman minyak

kayu putih mengandung minyak astiri sekitar 0,5-1,5% terantung

efektifitas penyulingan dan kadar minyak yang terkandung di dalam bahan

yang disuling (Anto Rimbawanto, 2017). Tanaman kayu putih memiliki

bagian yang dapat dimanfaatkan yaitu, kulit, batang, daun, ranting, dan

buah tetapi bagian yang berpotensi tinggi dengan kandungan minyak astiri

adalah daun. Bagian yang paling beharga dari tanaman kayu putih untuk

keperluan produksi minyak astiri adalah daunnya (Ririn Megayanti, 2015).

Daun kayu putih yang akan disuling dapat dapat dipangkas setelah

berumur 5 tahun dan setelah itu dapat dilakukan setiap enam bulan sekali

sampai tanaman berusia 30 tahun. Pada beberapa daerah yang subur

tanaman kayu putih dapat dipangkas daunnya pada umur dua tahun.

Tanaman kayu putih dapat dipanen dengan memetik daun kayu putih

yang sebaiknya dilakukan pada pagi hari karena pada pagi hari daun

mampu menghasilkan rendemen minyak astiri lebih tingi dengan kualitas

yang baik. Pementikan daun kayu putih dapat dilakukan dengan system

rimbas, yaitu perimbasan daun pada tegakkan pohon kayu putih yang

Page 30: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN PROGRAM STUDI S1 …

13

berumur 5 tahun lebih dengan ketinggian 5meter kemudian satu tahun

berikutnya. Setelah tanaman sudah mempunyai daun yang lebat dapat

dilakukan perimbasan lagi dan pemetikan system urut, yaitu dengan cara

dipotong menggunakan alat (arit)khusus untuk daun- daun yan cukup

umur, tetapi cara ini menjadi kuran praktis karena pemetik harus memilih

daun satu per satu (Ririn Megayanti, 2015).

2.1.2 Pascapanen Minyak Kayu Putih

Kegiatan pascapanen pada tanaman kayu putih dilakukan pengecilan

ukuran, pelayuan dan pengeringan. Pengecilan ukuran dilakukan agar

kelenjar minyak pada tanaman dapat terbuah sebanyak mungkin sehingga

volume penyulingan lebih besar. Pelayuan dan pengeringan bertujuan

untuk mngeluarkan kadar uap air dalam bahan selama 3-5 hari (tergantung

cuaca). Pementikan daun kayu putih dapat dilakukan sekali dalam satu

tahun jika pertumbuhan tanaman subur kemudian daun kayu putih yang

siap untuk disuling disimpan terlebih dahulu. Penyimpanan dilakukan

dengan menebarkan daun di lantai yang kering dan memiliki ketinggian

20cm dengan kondisi suhu kamar dan sirkulasi udara terbatas. Proses

selanjutnya ialah daun kayu putih masuk dalam pembuatan minyak kayu

putih yaitu proses penyulingan.

Dalam proses penyulingan atau produksi selain menghasilkan minyak

kayu putih juga menghasilkan limbah, baik itu limbah padat, gas maupun

cair. Limbah-limbah tersebut ada yang merugikan ada juga yang

menguntungkan. Namun, limbah yang merugikan tersebut dapat didaur

Page 31: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN PROGRAM STUDI S1 …

14

ulang dapat menjadi limbah menguntungkan. Limbah yang dihasilkan dari

proses penyulingan minyak kayu putih Sukun Ponorogo adalah terutama

adalah limbah padat.

Limbah padat yang berasal dari proses penyulingan minyak kayu

putih ini berupa daun dan ranting pohon kayu putih. Limbah padat ini

digunakan sebagai bahan bakar boiler atau yang disebut dengan briket.

Selain untuk pembuatan briket limbah daun minyak kayu putih berpotensi

untuk bahan organik atau bahan pembutan kompos dengan C/N 11,21(Eny

Widyaningsih, 2002).

Tabel 2.1 Analisis Kompos Limbah Daun Kayu Putih

Parameter Kompos Satuan Hasil Kriteria

Ph H2O Limbah daun Kayu putih (DKP0 % 7,5 Netral

C-Organik Limbah daun Kayu putih (DKP) % 20,08 Sangat tinggi

N-Total Limbah daun Kayu putih (DKP) % 1,79 Sangat tinggi

C/N Rasio Limbah daun Kayu putih (DKP) % 15,21 Sedang

P terseda Limbah daun Kayu putih (DKP) % 4,25 Sangat tinggi

K tersedia Limbah daun Kayu putih (DKP) % 4,86 Sangat tinggi

* Kriteria penilaian berdasarkan (Balai Penelitian Tanah, 2005) dalam auliya rahmawati,

dkk, 2016

2.2 Limbah

Limbah menurut WHO adalah sesuatu yang tidak berguna, tidak

dipakai, tidak disenangi atau sesuatu yang tidak dikeluarkan dari kegiatan

manusia dan tidak dilakukan dengan sendirinya. Menurut peraturan

pemerintah Nomor 101 tahun 2014, limbah adalah sisa suatu usaha atau

kegiatan.Limbah adalah benda yang dibuang, baik berasal dari alam

ataupun dari hasil proses teknologi. Limbah dapat berupa tumpukan

Page 32: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN PROGRAM STUDI S1 …

15

barang bekas, sisa kotoran hewan, tanaman, atau sayuran.(Subagio, 2005

dalam Setyo Budi, 2018).Limbah adalah buangan yang kehadirannya pada

suatu saat dan tempat tertentu tidak dikehendaki lingkungan karena tidak

memiliki nilai ekonomi.Tingkat bahaya keracunan yang disebabkan oleh

limbah tergantung pada jenis dan karakteristik limbah, baik dalam jangka

pendek maupun dalam jangka panjang (Dwi Tia Puteri Kusuma, 2017).

2.2.1 Limbah Organik

Limbah organik adalah limbah yang mengandung senyawa-senyawa

organik atau yang berasal dari produk-produk makhluk hidup seperti

hewan dan tumbuhan. Limbah organik cenderung lebih mudah ditangani

karena dapat terdekomposisi menjadi senyawa organik melalui proses

biologis baik aerob maupun anaerob secara cepat (Muhammad Sulaiman,

2019). Limbah organik merupakan segala limbah yang mengandung unsur

Karbon (C), sehingga meliputi limbah dari mahluk hidup, misalnya

kotoran hewan dan manusia seperti tinja (feaces) bepungsi mengandung

mikroba potogen, air seni (urine) umumnya mengandung Nitrogen dan

Posfor sisa makanan (sisa-sisa sayuran, wortel, kol, bayam, salada dan

lain-lain) kertas, kardus, karton, air cucian, minyak goreng bekas dan lain-

lain (Rosmidah Hasibuan,2016).

Limbah Organik merupakan Limbah organik/sampah organik adalah

sampah yang berasal dari limbah tanaman, sisa kotoran hewan, dan

kotoran manusia. Sampah organik bedaan menjadi dua jenis yaitu organik

basah dan organik kering.Organik basah masih, mengandung air dalam

Page 33: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN PROGRAM STUDI S1 …

16

sampah, misalnya sampah sayuran sampah buah-buahan, sampah tanam-

tanaman kebun.Sementara itu, sampah oranik kering seperti kardus, ketas,

kayu, ranting, dan batang pohon kering.(Mulyono, 2015).

2.3 Kompos

2.3.1 Pengertian Pupuk Organik/ Kompos

Pupuk organik merupakan bentuk akhir dari bahan Organik setelah

mengalami proses pembusukan oleh Mikroorganisme dan yang didukung

oleh suhu dan udara yang memenuhi syarat proses pembusukan. Dialam

terbuka pembentukan kompos seperti pembentukan humus, yaitu melalui

proses pelapukan dengan pertolongan bakteri dan cuaca. Akan tetapi

proses pelapukan alami membutuhkan waktu yang lama. Kompos adalah

pupuk organik yang sebagian besar atau seluruhnya terdiri atas bahan

organik yang berasal dari limbah/sisa tanaman, kotoran hewan atau

manusia seperti pupuk kandang, pupuk hijau dan humus yang telah

mengalami dekomposisi (Dwi Tia Puteri Kusuma, 2017).

Pupuk organik ialah bahan organis yang telah menjadi lapuk, seperti

daun-daunan, jerami, alang-alang, rumput-rumputan, dedak padi, batang

jagung, sulur, carang-carang serta kotoran hewan. Jenis- jenis bahan ini

menjadi lapuk dan busuk bila berada dalam keadaan basah dan lembab,

seperti halnya daun-daun menjadi lapuk bila jatuh ketanah dan berubah

menjadi tanah (L. Murbandono HS, 2006).

Penambahan kompos dapat meningkatkan pH, meningkatkan bahan

organik tanah, serta aktivitas enzim. Pertumbuhan tanaman dapat

Page 34: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN PROGRAM STUDI S1 …

17

meningkat dengan diberikannya kompos dengan dosis yang cukup. Tanah

yang miskin unsur hara dan tanah yang terdegradasi seperti tanah bekas

pertambangan adalah target penting dalam langkah memperbaiki atau

memulihkan fungsi tanah tersebut karena kegiatan pertambangan, dapat

dilakukan pada aktivitas mikroba pada tanah (Anni Yuniarti, dkk, 2018).

2.3.2 Macam- Macam Bahan Kompos

Bahan- bahan yang dapat dibuat kompos harus berasal dari semua

bahan organik yaitu yang berasal dari sisa-sisa aktivitas atau kegiatan

mahkluk hidup, yakni manusia, tanaman, dan hewan) berikut menurut Ir.

Graitno, MT:

1. Sampah pasar

Sampah pasar merupakan bahan kompos yang sangat besar

jumlahnya. Setiap harinya pasar membuang sampah baik dari

pembunkus, barang- barang daganan yan rusak atau yan senja untu

dibauang yan kesemuanya dapat digunakan sebagai bahan untuk

membuat kompos.

Sampah pasar jika akan dibuat kompos, maka terlebih dahulu

dipisahkan antara sampah organik dan anorganik. Dari sampah

organik inilah yan dapat dibuat menjadi kompos karena sampah ini

dapat diuraikan oleh mikroorganisme kemuadian hancur dan menjadi

kompos.

Page 35: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN PROGRAM STUDI S1 …

18

2. Sampah dari dapur atau rumah tangga

Sampah dari dapur sangatlah banyak, baik berasal dari sisa -sisa

memasak maupun dari sisa- sisa makanan yang terbuang yang

semuanya dapat digunakan sebagai bahan kompos. Untuk dijadikan

kompos, maka terlebih dahulu dilakukan pemisahn antara bahan yang

bersifat anorgnik seperti plastic pembunkus, pecahn kaca, dan bahan

dari besi maupun bahan yang organik.

3. Sisa-sisa pemangkasan pohon dan rumput

Sisa-sisa pangkasan pohon maupun rumput sekolah sangat

berguna sebagai bahan kompos, sisa- sisa pohon tersebut dipisahkan

dari ranting- rantin yang besar dan keras dan hanya diambil bagian

yan lunak seperti daun dan ranting- ranting yang muda. Kemudian di

potong- potong kecil -kecil untuk mempercepat proses pengurai

sehingga pengomposan cepat selesai.

4. Sisa-sisa panen pertanian

Sisa hasil panen biasanya menyebabkan sampah yan jika tidak

dimanfaatkan akan menjadi masalah, yaitu terjadinya sampah yan

menumpuk dan berterbaran sehingga menimbulkan kesan kotor.

5. Kotoran ternak /hewan

Hewan ternak banyak sekali menghasilkan limbah organik, baik

itu berupa kotoran hewan maupun sisa- sisa pakan yang tercecer

disekitar kandang. Sisa- sisa pakan ternak yang berupa rumput rumput

beserta kotorannya dapat digunakan sebagai bahan kompos.Untuk

Page 36: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN PROGRAM STUDI S1 …

19

ternak ayam, biasanya dalam pemeliharaanya mengunakan alas dari

sekam padi.Dengan demikian sekam tersebut dapat digunakan sebagai

bahan kompos. Demikian pula kotoran ternak lainnya dapat sekaligus

digunakan sebagai bahan kompos, akan tetapi harus dikeringkan

terlebih dahulu denan cara meniriskan air yang ada pada kotoran

tersebut. Kotoran ternak yang dapat dijadikan kompos yaitu:

a. Kotoran sapi

Kotoran sapi merupakan kotoran yang banyak mengandung air

dan lendir.

b. Kotoran kambing

Kotoran kambing memiliki struktur yang khas, yaitu berbentuk

butiran-butiran, sehingga sangat sulit untuk memecahnya.

c. Kotoran kuda

Ternak kuda lebih sedikit dari pada ternak lainnya, sehingga juga

dihasilkan sedikit kotoran.

d. Kotoran babi

Babi biasanya diberikan makanan yang mudah dicerna, sehingga

kotoran yang dihasilkan pun sangat sedikit.

e. Kotoran Unggas

Kotoran unggas banyak terdapat pada peternakan-peternakan.

Kotoran unggas banyak digunakan untuk pembuatan pupuk

kendang.Pemanfaatan pupuk kendang ayam termasuk luas. Pupuk

kendang ayam broiler mempunyai kadar P yang relative tinggi

Page 37: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN PROGRAM STUDI S1 …

20

daro pupuk kendang lainnya. Kadar hara ini sangat di pengaruhi

oleh konsentrat yang diberikan. Selain itu pula dalam kotoran

ayam tersebut tercampur sisa-sisa makanan ayam serta sekam

sebagai alas kendang yang dapat menyumbangkan tambahan hara

ke dalam pupuk kendang terhadap sayuran.

2.3.3 Manfaat Kompos

Menurut Cucu Suhendar (2018) kompos dapat menyuburkan tanah

dan tanaman, tidak hanya itu kompos bermanfaat bagi linkungan dan

ekonomi.

1. Manfaat kompos bagi tanah

Kompos dapat mengembalikan kesuburan tanah dengan cara

memberbaiki sifat fisika, bologi, dan kimia tanah. Pupuk kompos

dapat meningatkan sifat fisik tanah karena dapat meransang granulasi,

memperbaiki aerasi tanah dan meningkatkan kemampuan menahan

air. Granulasi sendiri dapat menarik berbagai mikroorganisme untuk

mengemburkan tanah, maka akan terdapat pori-pori yang akan diisi

oleh udara dan air. Selain itu juga kompos dapat melindungi unsur

hara tanah karena tercuci oleh air hujan.

2. Manfaat kompos bagi tanaman

Peranan kompos bai tnaman tidak hanya sebaai penyedia unsur

hara namun jua membantu membantu menyerap unsur-unsur hara

tersebut dan menyerapnya secar efektif. Dengan kondisi tanah yang

Page 38: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN PROGRAM STUDI S1 …

21

gembur dan terapat mikroorganisme maka tanaman mampu menyerap

unsur-unsur hara dengan baik.

3. Manfaat kompos bagi lingkungan

Pemanfaatan sampah/ limbah organik menjadi pupuk kompos

akan mengurangi keberadaan volume sampah. Kondisi lingkungan

pun akan lebih sehat, hal tersebut dikarenakan berkurangnya polusi

dari pembakaran sampah organic, seperti asap dan gas karbondioksida

(CO2). Sampah organic pun dapat menghasilkan gas metana (CH4),

hidroen sulfida (H2S), dan ammonia (NH3) yang kurang baik bagi

kesehatan akibat proses pembusukan sampah oleh bakteri metanoen di

tempat sampah atau lahan penimbun.

4. Manfaat kompos bagi ekonomi

Pembuatan pupuk kompos dapat mengurangi volume sampah,

kondisi ini tentu akan menhemat peneluaran biaya untuk transportasi

sampah untuk ke tempat penimbunan. Manfaat lainnya dapat menjadi

sumber penghsilan bagi yang melakukan pembuatan kompos. Pupuk

kompos memiliki harga jual yan cukup tinggi dibandingkan bahan

awalnya atau bahan pembuatannya, dari sampah organik yang kurang

bernilai ekonomis.

2.3.4 Kelebihan Pupuk Kompos

Menurut mulyono (2015) antara lain:

1. Unsur hara kompos lengkap, baik unsur makro maupun mikro.

Jumlahnya relative lebih sedikit dibandingkan pupuk kimia.

Page 39: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN PROGRAM STUDI S1 …

22

Penggunaanya tidak mungkin terjadi overdosis atau kesalahan

pemupukan.

2. Tanaman yang diberi pupuk organik dapat memperbaiki daya tahan

tanaman terhadap serangan penyakit.

3. Kandungan bahan organik dan mikroorganisme mampu memberiki

struktur tanah. Bahkan, mikroorganisme tetap bekerja saat pupuk

diaplikasikan di lahan pertanian.

4. Redusi pupuk organik memiliki nilai positif. Selesai panen, sisa

kompos yang tertingal tetap dapat memberiki lahan pertanian.

Pasalnya mikroorgnisme tetap katif melakukan dekomposisi bahan

organik.

5. Harga lebih murh, bahkan bis tanpa biaya dengn membuat MOL dan

kompos sendiri.

2.3.5 Spesifikasi Kompos

Kandungan unsur hara sangat bervariasi.Tergantung dari jenis bahan

yang di gunakan dalam pembuatan kompos.Ciri kompos yang baik yaitu

berwarna coklat kehitman, agak lembab, bertekstrur, gembur, dan bahan

pembentuknya sudah tidak tampak lagi (Novizan 2001).Indonesia telah

memiliki standart kualitas kompos, yaitu SNI 19-7030-2004 dan Perturan

Menteri Pertanian No.02/permentan/H.060/2/2006.Didalam standart

tersebut memuat batas-batas maksimum dan minimum sifat fisik atu kimia

kompos, termasuk di dalamnya batas maksimum kandungan logam berat.

Page 40: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN PROGRAM STUDI S1 …

23

1. Warna

Warna adalah salah satu parameter dalam proses pembuatn

kompos. Parameter ini merupakan parameter yang mudah untuk

menentukan kualitas kompos. kompos yang telah matang akan

menghasilkan warna yang kehitaman.

2. Tekstur

Salah satu parmeter untuk menilai kualitas kompos yaitu tekstur

kompos yang mudah untuk. Kompos yang telah matang teksturnya

menyerupai tanah.

3. Bau

Parameter yang mudah untuk diamati selanjutnya adalah bau,

karena dapat dilakukan dengan sendiri. Kompos yang dihasilkan atau

kompos sudah jadi yaitu tidak berbau busuk.

4. Kandungan Hara

Perubahan kandungan hara (C-organik, N-total, C/N1P2O5 dan

K2O) merupakan parameter kimia yang diukur untuk mengetahui

kualitas kompos yang telah dihasilkan (Endah Sulistya, dkk.,2008).

Tabel 2.2 Persyaratan teknis minimal pupuk organik padat menurut

PERMENTAN RI NO 70/Permentan/SR 140/2011.

No Parameter Satuan

Standart Mutu

Granul/pellet Remah/curah

Murni Diperkaya

Mikroba Murni

Diperkaya

Mikroba

1 C-Organik % min 15 min 15 min 15 min 15

2 C/N Rasio % 15-25 15-25 15-25 15-25

Page 41: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN PROGRAM STUDI S1 …

24

No Parameter Satuan

Standart Mutu

Granul/pellet Remah/curah

Murni Diperkaya

Mikroba Murni

Diperkaya

Mikroba

3 Baha ikutan

(kaca,kerikil)

% maks 2 maks 2 maks 2 maks 2

4 Kadar Air % 8-20 8-20 8-20 8-20

5 Logam berat

As

Hg

Pb

Cd

ppm

ppm

ppm

ppm

maks 10

maks 1

maks 50

maks 2

maks 10

maks 1

maks 50

maks 2

maks 10

maks 1

maks 50

maks 2

maks 10

maks 1

maks 50

maks 2

6 pH - 4-9 4-9 4-9 4-9

7

Hara Makro

(N + P20 +

K20)

4

8 Mikroba

Kontaminan

-E.coli

-Salmonella sp

MPN/g

MPN/g

Maks 102

Maks 102

Maks 102

Maks 102

Maks 102

Maks 102

Maks 102

Maks 102

9 Mikroba

Fungsional

-penambat

-pelarut P

Cfu/g

Cfu-gg

-

Min 103

Min 103

Min 103

Min 103

10 Ukuran

butiran 2-5

mm

-

Min 80

min 80

-

-

11 Hara Mikro

-fe total

-fe tersedia

-Mn

-Zn

Ppm

ppm

ppm

ppm

Maks 900

Maks 500

Maks 500

Maks 500

Maks 900

Maks 500

Maks 500

Maks 500

Maks 9000

Maks 5000

Maks 5000

Maks 5000

Maks 9000

Maks 5000

Maks 5000

Maks 5000

Page 42: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN PROGRAM STUDI S1 …

25

No Parameter Satuan

Standart Mutu

Granul/pellet Remah/curah

Murni Diperkaya

Mikroba Murni

Diperkaya

Mikroba

12 Unsur lain:

-La

-Ce

Ppm

Ppm

0

0

0

0

0

0

0

0

Sumber:PERMENTAN RI no 70/PERMENTAN/Sr140/2011

Tabel 2.3 Persyaratan teknis minimal pupuk organik padat menurut

StandarKualitasKompos SNI:19-7030-2004

No Parameter Satuan Minimum Maksimum

1 KadarAir % ºC 50

2 Temperatur Suhuairtanah

3 Warna Kehitaman

4 Bau Berbautanah

5 UkuranPartikel Mm 0,55 25

6 KemampuanIkatAir % 58

7 Ph 6,80 7,49

8 BahanAsing % 1,5

UnsurMakro

9 Bahanorganic % 27 58

10 Nitrogen % 0,10

11 Karbon % 9,80 32

12 Phosfor(P2O5) % 0,10

13 C/N-Rasio 10 20

14 Kalium(K2O) % 0,20

UnsurMikro

15 Arsen mg/Kg 13

16 Cadmium(Cd) mg/Kg 3

17 Cobalt(Co) mg/Kg 34

18 Chromium(Cr) mg/Kg 210

19 Tembaga (Cu) mg/Kg 100

20 Merkuri(Hg) mg/Kg 0,0

21 Nikel(Ni) mg/Kg 62

22 Timbal(Pb) mg/Kg 150

23 Selenium(Se) mg/Kg 2

24 Seng (Zn) mg/Kg 500

UnsurLain

25 Calsium(Ca) % 25,50

Page 43: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN PROGRAM STUDI S1 …

26

No Parameter Satuan Minimum Maksimum

26 Magnesium(Mg) % 0,60

27 Besi(Fe) % 2,00

28 Aluminium(Al) % 2,20

29 Mangan(Mn) % 0,10

Bakteri

30 Fecal Coli MPN/gr 1000

31 Salmonellasp. MPN/4gr 3

Keterangan: Nilainya lebih besar dari minimum atau lebih kecil dari

maksimum

2.3.6 Faktor- faktor yang Berpengaruh Terhadap Proses Pengomposan

1. Suhu

Menjaga kestabilan suhu pada suhu ideal (40-50 %) amat penting

dalam pembuatan kompos. Salah satu caranya dengan menimbun

bahan sampai ketinggian tertentu, idealnya 1,25 – 2 m. Timbunan

yang terlalu rendah akan menyebabkan panas mudah/cepat menguap.

Suhu (panas) yang kurang akan menyebabkan bakteri pengurai tidak

bisa berbiak atau bekerja secara wajar. Dengan demikian, pembuatan

kompos akan berlangsung lama. Sebaliknya, suhu terlalu tinggi bisa

membunuh bakteri pengurai. Kondisi yang kekurangan udara dapat

memacu pertumbuhan bakteri anaerobik dan menimbulkan bau tidak

enak (Endang Setyaningsih, M.Si ., Dwi Setyo Astuti, M.Pd ., Rina

Astuti, M.Pd , Dian Nugroho, 2017).

2. pH

Proses pengomposan dapat terjadi pada kisaran pH yang lebar.

pH yang optimum untuk proses pengomposan berkisar antara 6,5

sampai 7,5. pH kotoran temak umumnya berkisar antara 6,8 hingga

7,4. Proses pengomposan sendiri akan menyebabkan perubahan pada

Page 44: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN PROGRAM STUDI S1 …

27

bahan organic dan pH bahan itu sendiri. Sebagai contoh, proses

pelepasan asam, secara temporer atau local, akan menyebabkan

penurunan pH (pengasaman), sedangkan produksi ammonia dari

senyawa-senyawa yang mengandung nitrogen akan meningkatkan pH

pada fase-fase awal pengomposan. pH kompos yang sudah matang

biasanya mendekati netral (Andri Kurniawan, 2018).

3. Variasi dan Ukuran Bahan Kompos

Ukuran sampah organik sebagai bahan baku kompos akan

mempengaruhi cepat atau lambat proses pengurai. Para produsen

kompos biasanya mencacah sampah menjadi ukuran kecil- kecil

terlebih dahulu. Selain itu, kombinasi sampah organic juga menjadi

faktor penting dalam proses penguraian. Semakn banyak variasi

campuran sampah organik, semakin baik kualitas kompos yang akan

dihasilkkan.

4. Nitrogen dan Bahan Organik

Bakteri pengurai membutuhkan unsur nitrogen selama proses

pengomposan. Pasalnya, bakter memerlukan nitrogen sebagai energi

dalam proses pengurai. Semakin banyak kandungan nitrogen dalam

sampah organic, semakin cepat proses penguraian. Selain itu,

bedasarkan literatur lain menyebutkan bahwa waktu malam hari dan

kandungan senywa lainnya juga dapat mempercepat proses

pengomposan.

Page 45: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN PROGRAM STUDI S1 …

28

5. Aerasi

Aerasi pada proses pengomposan aerobic yan memerlukan udara

mengalir. Dalam pelaksanaanya, aerasi dilakukan denan membolak

balikkan sampah organik yan akan di komposkan aar seluruh bahan

yang terdekomposisi dapat dialiri oksigen. Selain itu pada

pengomposan aerobic, karbondioksida harus dibuang dengan cara

membalik bahan organik agar tidak memnyebabkan efek mematikan

pada mikroorganisme. Pengadukan atau membalik bahan oranik

diperlukan karena C/N rasio dalam campuran bahan kompos pasti

berbeda-beda sehingga dengan mengaduk proses dekomposisi akan

menyebar dan merata.

2.3.7 Macam- macam Kompos

1. Pupuk Kompos Aerob

Proses pengomposan pupuk kompos aerob berlangsung dalam

kondisi terbuka, sehingga terjadi aerasi oksigen yang berlangsung

bersentuhan dengan bahan. Keberadaan oksigen sebenrnya diperlukan

oleh mikroorganisme decomposer untuk kelangsungan hidupnya,

sehinggaia dapat beraktivtas optimal selama pengurai bahan. Dalam

selang waktu tertentu bahan yang dikomposkan harus dibalik agar

suplai oksegen ke dalam tumpukan bahan terus ada. Selain keberadaan

oksigen yang perlu di kontrol, kadar air, suhu, Ph, kelembapan,

ukuran bahan dan volume tumpukan bahanpun dikontrol secara

Page 46: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN PROGRAM STUDI S1 …

29

intensif agar proses pengomposan berlangsung stabil dan hasilnya

optimal.

Lamanya proses pengomposan berkisar antara 40-55 hari jika

tanpa bantuan aktivator. Namun, lamanya pengomposan tergantung

pul pa keadaan bahan dan konsisi lingkungan selama penomposan.

2. Pupuk Bokashi

Pupuk bokashi yaitu salah satu pupuk yang menggunakan

pengompoan aerob yang paling terkenal. Pupuk bokashi memiliki ciri

khas yaitu pada jenis inkulan, sebagai straternya yaitu efektif

mikroorganisme (EM4).Inkulan tersebut teridiri dari berbagai

campuran mikroorganisme pilihan yang dapat mendekomposisi bahan

organik pembuatan kompos dengan waktu yang cepat.

3. Verimikompos

Verimikompos adalah salah satu pupuk organik atau kompos

yang mengunakan mikroorganisme sebagai perombak atau pengurangi

bahan organik. Mikroorganisme pengurangi adalah cacing dari jenis

limbricus atau sejenis lainnya misalnya belatung (maggot black

soldier fly).Dalam pembuatan verimikompos bahan organik tersebut

adalah sebagai makanan dari mikroorganisme pengurai atau cacing

tersebut.Kotoran yang dihasiljkan dari cacing tersebut yang

dinamakan sebagai verimikompos.

Page 47: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN PROGRAM STUDI S1 …

30

4. Pupuk Organik Cair

Pupuk organik cair merupakan pupuk organik dengan cara

pengomposan basah. Proses pengomposan pupuk ini menggunakan

aerob atau pun anaerob. Pupuk cair mudah sekali meresap pada

tanaman. Pupuk cair lebih efektif diberikan pada daun disbanding akr

kecuali pada tanaman hidroponik. Dalam penggunaan pupuk organik

cair memerlukan takaran yang tepat, jika tidak akan menyebabkan

kelayuan pada daun dengan waktu yang cepat.

2.4 Konsep Pupuk Makro

Konsep pupuk makro yaitu keadaan kesuburan tanah di pengaruhi

oleh tata air, udara dan unsur hara yang cukup untuk memenuhi kebutuhan

tanaman.Unsur ini sangat diperlukan tanaman karena diunakan untuk

pembentukan arinan dan sel tanaman.Dalam memperbaiki sifat fisik,

kimia, dan biologi tanah akibat kerusakan tanah maka pemberian pupuk

organik merupakan tindakan yang tepat dan cukup efisien.Pemberian

pupuk organik dapat membantu pupuk anorganik untuk memaksimalkan

produksi.N P K yan terkandun dalam pupuk organik maupun anorganik

sangat bermanfaat bag kesuburan tanah, untuk memenuhi zat hara.

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pemberian pupuk organik

dan anorganik dapat meningkatkan Ph tanah, N total, P- tersedia dan K -

tersedia di dalam tanah. Bahan-bahan organik seperti kotoran hewan dan

sisa tanaman, baik dari limbah sayuran pasar maupun limbah pertanian

Page 48: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN PROGRAM STUDI S1 …

31

juga mempengaruhi dan memberikan kontribusi dalam memperbaiki dan

membantu unsur hara N P dan K.

2.5 Peranan N P K Pada Tanaman

1. Nitrogen

Nitrogen merupakan sumber energi bagi mikroorganisme dalam

tanah yang berperan penting dalam proses pelapukan atau

dekomposisi bahan organik. Unsur nitrogen bagi tanaman sangat

bermanfat diantaranya meningkatkan pertumbuhan tanaman,

memproduksi klorofil, meningkatkan kadar protein, dan mempercepat

tumbuh daun. Volume udara sebanyak 78% berisi nitrogen. Nitrogen

ini diperlukan dalam prosses fotosintesis. Manfaat Nitrogen dalam

tanaman sebagai berikut:

a. Membuat tanaman lebih hijau

b. Mempercepat pertumbuhan tanaman

c. Menambah kandungan protein

2. Fosfor

Fosfor berperan untuk mempercepat pertumbuhan akarpada bibit,

serta memperkuat dan mempercepat pertumbuhan pada tanaman.

Selain itu, fosfor bermanfaat untuk menambah kualitas pada tanaman

biji-bijian dan berpengaruh pada peembentukan inti sel. Unsur P ini

sangat mudah berinteraksi dengan zat besi dan besi dan aluminium,

tetapi sulit diserap oleh akar tanaman. Manfaat fosfor dalam tanaman

sebagai berikut:

Page 49: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN PROGRAM STUDI S1 …

32

a. Memacu pertumbuhan akar dan membentuk sistem perakaran

yang baik.

b. Menggiatkan pertumbuhan jaringan tanaman yang membentuk

titik tumbuh tanaman.

c. Memacu pertumbuhan bunga dan pematangan bunga dan

pematangan buah/biji, sehingga mempercepat masa panen.

d. Memperbesar persentase terbentuknya bunga menjadi buah.

e. Menyusun dan menstabilkan dinding sel, sehingga menambah

daya tahan tanaman terhadap serangan hama penyakit

3. Kalium

Kalium sangat berguna untuk mempercepat pembentukan

karbohidrat dalam tanaman, memperkokoh tanaman, serta menambah

daya tahan terhadap serangan hama dan penyakit. Selain itu, unsure

kalium sangat berperan untuk meningkatkan kualitas biji-bijian,

seperti pada bulir pada menjadi mudah bernafas. Pada tanaman umbi-

umbian, kalium bermanfaat untuk mempercepat pembesaran umbi.

Manfaat kalium dalam tanaman sebagai berikut:

a. Sebagai activator enzim.

b. Membantu penyerapan air dan unsur hara dari tanah oleh

tanaman.

c. Membantu transportasi hasil asimilasi dari daun ke jaringan

tanaman.

Page 50: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN PROGRAM STUDI S1 …

33

Sumber kalium dapat berasal dari berbagai jenis mineral sisa

jasad renik, dan air irigasi. Unsur kalium relative mudah bersenyawa

dengan unsur lainnya dan mudah larut oleh air serta mudah difaksasi

dalam tanah (Mulyono, 2015).

2.6 C/N Rasio

2.6.1 Pengertian C/N Rasio

C/N rasio merupakan perbandingan antara unsur karbon dan nitrogen.

C/N rasio alam proses pengomposan menentukan kecepatan penguraian

sampah organik. C/N rasio yang terlalu tinggi akan menghambat lagu

proses dekomposisi. Pasalnya, pada C/N rasio tinggi, mikroorganisme

tidak berkembang dengan optimal akibat kekurangan nitrogen. Sebaliknya

C/N rasio yang terlalu rendah beresiko akan kehilangan nitrogen dalam

bentuk amonia.

C/N sampah organik sebagai bahan baku kompos sebaiknya 25-35.

Jika sampah orgaanik terdiri dari berbagai macam jenis, artinya terdapat

bebrapa macam C/N rasio. Karena itu, selama proses dekomposisi perlu

dilakukan pengadukan secara berkala yang bertujuan untuk menurunkan

C/N rasio agar mikroorganisme dapat berkerj secara maksimal.

Tabel 2.4 C/N Rasio Beberapa Bahan Organik

Bahan Organik C/N Rasio

Urine ternak 0,8

Kotoran ayam 10

Kotoran sapi 15,8

Kotoran babi 11,4

Tinja manusia 6-10

Page 51: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN PROGRAM STUDI S1 …

34

Darah 3

Tepung tulang 8

Urine manusia 0,8

Eceng gondok 17,6

Jerami gandum 80-130

Jerami padi 80-130

Ampas tebu 110-120

Jerami jagung 50-60

Sesbania sp. 17,9

Serbuk gergaji 500

Limbah Sayuran 11-27

Sumber: Gaur C, Ir. Suhut MS, dan Ir. Salundik Msi (2006).

Rasio C/N yang efektif untuk proses pengomposan berkisar antara 30 :

1 hingga 40 : 1 , mikroba akan mendapatkan cukup c dan N untuk energi

juga untuk sintesis protein. Abila C/N ratio yamg terlalu tinggi maka

mikroba akan kekurangan N untuk sintesis protein sehingga proses

dekomposisi akan berjalan sangat lama atau lambat. Selama proses

pengomposan C/N ratio akan terus menurun (Alfian wahyu, 2018).

Menurut SNI : 19-7030-2004 kompos yang telah matang akan memiliki

nilai c/n ratio berkisar antara 10- 20.

2.6.2 Menghitung C/N Ratio

Salah satu rumusmatematika sederhana yang bisa dijadikan alternatif

pendekatan dalam menghitung C/N ratio yaitu :

(x.a) + {(y.B)}/(x+y)= C

X = bagian bahan I C = C/N Ratio yang di harapkan

A = C/N ratio bahan II B = C/N Ratio bahan 2

Page 52: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN PROGRAM STUDI S1 …

35

Y = bagian bahan II

2.7 Effective Mikrooranisme (EM)

2.7.1 Pengertian Effective Mikrooranisme (EM)

Effective mikroorganisme yaitu bioaktivator yang berasal dari bakteri

untuk membantu proses penguraian agar mempercepat pembuatan kompos

(Danang,2018). Effective mikroorganisme terdapat dua macam yaitu EM

pabrikan, seperti EM4, Saniter, Bio2000, Starbio dll.EM yang dapat di

buat sendiri dengan bahan bahan organik disebut dengan MOL atau

Mikroorganisme lokal.

Effective Microorganisme (EM) merupakan kultur campuran dari

microorganisme yang menguntungkan bagi pertumbuhan tanaman. EM

diaplikasikan sebagai inokulan untuk meningkatkan keragaman dan

populasi mikroorganisme didalam tanah dan tanaman, yang selanjutnya

dapat meningkatkan kesehatan, pertumbuhan, kualitas dan kuantitas

produksi tanaman (Anonim, 2015 dalam Agung Handoyo, 2018).

EM merupakan seuatu kultur campuran berbagai mikroorgansme yang

bermanfaat terutama Lactobacillus, bakteri totosintesik, actynomycetes,

ragi dan jamur fermentasi. Effective Mikroorganisme terbukti dapat

memperbaiki kualitas tanah, memperbaiki pertumbuhan serta jumlah dan

mutu hasil tanaman. Dalam bidang peternakan teknoloi ini dapat

digunakan untuk memberbaiki nilai nutrisi limbah pertanian, dan bahan

Page 53: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN PROGRAM STUDI S1 …

36

yang kurang bedaya guna untuk dijadikan bahan pakan. (Afni Lubis,

2017).

Effective mikroorganisme dapat meningatkan keragaman

mikroorganisme tanah yang bermanfaat bagi kesuburan tanah dan

tanaman. Effective mikroorgansme bukan merupakan pupuk tetapi bahan

yang dapat mempercepat proses pembutan pupuk organik dan

meningkatkan kualitas pupuk (Nadya Aprinda, 2018).

2.7.2 Manfaat EM

1. Memberbaiki sifat biolois, fisik, dan kimia tanah.

2. Meningkatkan ketersediaan nutrsi dan senyawa organik pada tanah.

3. Mempercepat pengomposan sampah organik atau kotoran hewan.

4. Membersihkan air limbah dan meningkatkan kualitas air pada

perikanan.

5. Meningkatkan unsur hara yang dibutuhkan tanaman dan meningkatan

produksi tanaman serta menjaga kestabilan produksi.

2.8 Mikroorganisme lokal (MOL)

2.8.1 Pengertian Mikroorganisme Lokal (MOL)

MOL (mikroorganisme lokal) merupakan kumpulan mikroorganisme

yang bisa diternakkan, yang berfungsi sebagai starter dalam pembuatan

bokasi atau kompos. Pemanfaatan limbah pertanian seperti buah - buahan

tidak layak konsumsi untuk diolah menjadi MOL (mikroorganisme lokal)

dapat meningkatkan nilai tambah limbah, serta mengurangi pencemaran

lingkungan (Juanda dkk. 2011, dalam Nurul Puspita Palupi,2015).

Page 54: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN PROGRAM STUDI S1 …

37

MOL (mikroorganisme lokal) merupakan mikroorganisme hasil

fermentasi dari bahan yang ada di lingkungan sekitar dan mudah didapat.

Pengunaan bahan bakunya disesuaikan dengan potensi di suatu

wilayah.Misalnya, apabila di suatu wilayah terdapat pohon maja

(berenuk), maka sumber mikroba dapat menggunakan buahnya. Sementar

itu, apabila di suatu wilayah banyk terdapat keong mas, maka gunakan

keong tersebut sebagai bahan baku pembuatan MOL. Keistimewaan MOL

adalah biaya pembutnnya murah atau tanpa biaya. MOL sebaiknya dibuat

sebelum musim tanam dan pembuatannya dicicil (Mulyono, 2015).

Mikroorganisme lokal (MOL) dapat dikatakan salah satu jenis pupuk

cair.MOL mempunyai kandungan unsur hara dan unsur hara mikro.

Peranan MOL yaitu untuk mengendalikan hama dan penyakit yang

menyerang tanaman. Pembuatan MOL dapat memanfaatkan bahan bahan

yang ada disekitar sebagai decomposer. MOL dapat berasal daro hasil

fermentasi, semakin busuk dan halus bahan yang di fermentasi maka akan

semakin cepat proses pembuatan MOL. (Khalimatu Nisa,2016)

MOL (Mikro Organisme Lokal) merupakan larutan hasil fermentasi

yang berbahan dasar dari berbagai sumber daya yang tersedia setempat

baik dari tumbuhan maupun hewan. Larutan MOL mengandung unsur hara

mikro dan makro dan juga mengandung bakteri yang berpotensi sebagai

perombak bahan organik dalam tanah, perangsang pertumbuhan pada

tanaman, dan sebagai agens pengendali hama dan penyakit tanaman (Andri

Kurniawan, 2018)

Page 55: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN PROGRAM STUDI S1 …

38

2.8.2 Bahan Baku Pembuatan Mikroorganisme Lokal (MOL)

MOL merupakan bioaktivator yang dapat di buat dengan biaya yang

murah dan dapat memanfaatkan bahan-bahan yang ada disekitar

lingkungan. Tiga bahan pembuatan MOL yaitu:

1. Karbohidrat

Karbohidrat merupakan salah satu bahan yang sangat di butuhkan

bakteri/ mikroorganisme sebagai sumber energi. Untuk menyediakan

karbohidrat bagi mikroorganisme bisa diperoleh dari air cucian beras,

nasi bekas/ nasi basi, singkong, kentang, gandum, dedak/ bekatul dll.

Dalam penelitian ini tidak menggunakan atau ditambahkan

karbohidrat didalamnya.

2. Glukosa

Glukosa merupakan sumber energi bagi mikroorganisme yang bersifat

spontan (lebih mudah dimakan mereka). Glukosa bisa didapat dari

gula pasir, gula merah, molases, air gula, air kelapa, air nira dll, dalam

penelitian ini glukosa yang dipakai adalah gula jawayang telah di

potong kecil-kecil dan tipis.

3. Sumber Bakteri (mikroorganisme lokal)

Bahan yang mengandung banyak mikroorganisme yang bermanfaat

bagi tanaman antara lain buah-buahan busuk, sayur-sayuran busuk,

keong mas, nasi, rebung bambu, bonggol pisang, urine kelinci, pucuk

daun labu, tapai singkong dan buah maja. Biasaya dalam MOL tidak

hanya mengandung 1 jenis mikroorganisme tetapi beberapa

Page 56: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN PROGRAM STUDI S1 …

39

mikroorganisme diantaranya Rhizobium sp, Azospirillium sp,

Azotobacter sp, Pseudomonas sp, Bacillus sp dan bakteri pelarut

phospat. Meskipun dalam penelitian ini tidak adanya jenis bakteri

yang di indentifikasi, namun dapat diperoleh dari literatur yang telah

diindentifikasi.

2.8.3 Manfaat MOL

Unsur hara esensial dalam mikroorganisme lokal (MOL) tersedia bagi

tanaman, sebagian langsung dapat diserap, sebagian lagi dengan cepat

dapat diurai, sehingga cepat dapat diserap. Menurut Sarwo Danuji, (2017)

mikroorganisme lokal mempunyai beberapa manfaat diantaranya yaitu:

1. Dapat mendorong dan meningkatkan pembentukan klorofil daun dan

pembentukan bintil akar pada tanaman leguminosae sehingga

meningkatkan kemampuan fotosintesis tanaman dan penyerapan

nitrogen dari udara.

2. Meningkatkan daya tahan tamanam terhadap kekeringan, cekaman

cuaca dan serangan patogen penyebab penyakit, merangsang

pertumbuhan cabang produksi, meningkatkan pembentukan bunga dan

bakal buah, serta mengurangi gugurnya daun, bunga dan bakal buah.

3. Percepatan menikmati lingkungan asri di lingkungan perumahan

karena aplikasi mikroorganisme lokal, mengingat kesuburan tanah

yang sudah menurun sementara aplikasi mikroorganisme lokal

mempunyai kelebihan lebih praktis dan khasiatnya lebih cepat terlihat.

Page 57: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN PROGRAM STUDI S1 …

40

4. Dapat memberikan hara sesuai kebutuhan tanaman, pemberiannya

dapat lebih merata dan kepekatannya dapat diatur sesuai kebutuhan

5. Mengurangi resiko pencemaran lingkungan akibat pembuangan

limbah rumah tangga. Pengolahan sampah untuk menjadi pupuk

adalah alternatif terbaik untuk mengatasi persoalan sampah.

6. Dalam jangka panjang solusi ini diharapkan menjadi Teknologi Tepat

Guna (TTG) dan berdampak secara ekonomis, yaitu terciptanya

produk yang mempunyai nilai jual dan meningkatkan pendapatan.

2.8.4 Kualitas Larutan MOL

Bahan organik memiliki peranan penting sebagai sumber karbon,

dalam pengertian luas sebagai sumber pakan, dan juga sebagai sumber

energi untuk mendukung kehidupan dan berkembangbiaknya berbagai

jenis mikroorganisme tanah (Sisworo, 2006 dalam Danang 2018).

Penurunan kandungan bahan organik tanah menyebabkan

mikroorganisme dalam tanah mengalami kekurangan. Larutan MOL

adalah hasil larutan fermentasi yang berbahan dasar dari sumber daya yang

tersedia, mengandung unsur hara makro dan mikro mengandung

mikroorganisme berpotensi sebagai perombak bahan organik, perangsang

pertumbuhan dan agen pengendali hama dan 7 penyakit tanaman sehingga

baik digunakan sebagai dekomposer, pupuk hayati, dan pestisida organik

(Purwasasmita, 2009).

Faktor-faktor yang menentukan kualitas larutan MOL antara lain

media fermentasi, kadar bahan baku atau substrat, bentuk dan sifat

Page 58: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN PROGRAM STUDI S1 …

41

mikroorganisme yang aktif di dalam proses fermentasi, pH, temperatur,

lama fermentasi, dan rasio C/N larutan MOL (Mulyono, 2014).

2.8.5 Penggunaan MOL

MOL dapat digunakan langsung disemprotkan ke tanaman dalam

meningkatkan kesuburan tanaman.dan juga dalam meningkatkan

kesuburan tanah. Mol dapat langsung dimanfaatkan tanaman karena sudah

berupa larutan.MOL dapat digunakan dalam proses penguraian

pengomposan. Misalnya, pengomposan pupuk kandang ayam dan pupuk

kandang sapi karena MOL mengandung bakteri pengurai di dalam

larutannya (Pranata, 2004) dalam Trivana (2017).

2.9 MOL Nasi Basi

Mol nasi berguna sebagai decomposer untuk mengurangikan bahan

organik dan memacu pertumbuhan tanaman. Berdasarkan Penelitian ilham

Ramaditya, Hardiono, Zulfikar (2017) hasil uji statistik menunjukan

bahwa terdapat perbedaan yang bermakna dari waktu terjadinya kompos

antara penambahan larutan Mol nasi basi dengan kontrol, dimana untuk

MOL nasi basi membutuhkan 15 hari sedangkan untuk kontrol yakni 28

hari. Dengan penambahan larutan MOL nasi basi dapat mempercepat

proses pengomposan dari selisih 13 hari, dikarenakan larutan MOL nasi

basi mengandung bakteri yang mempercepat proses pengomposan, yakni

bakteri sachromyces sp. dan lactobaciluus sp.,

Adapun penelitianyan serupa yaitu Menurut Danang, (20118) dengan

memberikan 2% larutan mol terhadap formula kompos 3kg sayuran, 3 kg

Page 59: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN PROGRAM STUDI S1 …

42

sekam, dan 3 kg kotoran ayam dihasilkan pupuk kompos yang sesuai

dengan PERMETAN RI No 70/PERMENTN/ SR/140/2011.

2.9.1 Cara Membuat MOL Nasi

1. Siapkan nasi untuk dijamurkan

Siapkan nasi sisa atau basi yang sudah tidak dimakan atau digunakan

lagi sekitar satu mangkuk kecil atau secukupnya, lalu letakkan dalam

wadah dan biarkan nasi tersebut basi sampai muncul jamur berwarna

orange. Letakkan nasi tersebut pada tempat terbuka tapi jangan sampai

kering dan di tempat yang cukup lembab.

Gambar 2.1 contoh nasi yang sudah berjamur dan berwarna orange

Sumber: Tanikita.com

2. Campurkan dengan larutan gula

Mikro organisme tentu akan membutuhkan makan untuk

pertumbuhannya. Maka dalam penelitian ini menggunakan gula

sebagai makanan mikroorganisme. Larutkan 1 liter air dengan 5

sendok gula pasir. Setelah itu, masukkan gula ke tempat mangkuk

Page 60: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN PROGRAM STUDI S1 …

43

yang berisi nasi basi yang telah berjamur tadi, aduk sampai tercampur

semua.

Gambar 2.2 campuran nasi dengan larutan gula

Sumber: dwek.com

3. Diamkan sampai bau tape

Campurkan nasi dan larutan gula tersebut dan diamkan selama satu

minggu atau lebih, sampai campuran tersebut berbau tape. Jika dirasa

sudah berbau seperti tape, tandanya mol nasi basi siap untuk di panen

dan di aplikasikan.

4. Pemakaian dan Penyimpanan

MOL yang sudah siap di panen tersebut dimasukkan ke dalam botol

air mineral atau jerigen. Jika mol di aplikasikan dengan penyiraman

ke media, tidak perlu disaring, cukup langsung disemprotkan, Namun

jika ke tanaman sebaiknya disaring terlebih dahulu.

Page 61: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN PROGRAM STUDI S1 …

44

Gambar 2.3 Penyimpanan MOL nasi basi yang sudah panen pada

botol aqua

Sumber: Tanikita.com

5. Saran Pemakaian MOL nasi basi

Sebagai stater pembuatan komps, larutkan MOL dan air dengan

perbandingan 1:20. Cara pemakainanya, disiram langsung ke media

tanam, sebaiknya jangan batang dan daun. Artinya, apabila MOL 1

sendok makan maka airnya 20 sendok makan, dan bila 1 liter air maka

airnya 20 liter, dan seterusnya, gunakan kelipatan perbandingan

seperti pada prinsis pengenceran. Tujuannya supaya tidak begitu pekat

dan tidak merusak media tanaman. Penyiraman MOL bisa dilakukan

seminggu sekali atau seminggu 2 kali (Ferayanti, 2015, dalam Danang

2018)

Page 62: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN PROGRAM STUDI S1 …

45

2.10 Kerangka Teori

Gambar 2.4 Kerangka Teori

Pada gambar 2.4 diatas dijelaskan bahwa Pabrik Minyak Kayu Putih

menghasilkan limbah berupada daun hasil penyulingan daun minyak kayu

putih sedangkan limbah peternakan terdiri dari kotoran yaitu bahan-bahan

tersebut di manfatkan sebagai bahan baku pembutan kompos, agar proses

Peternakan Pabrik Minyak Kayu Putih

Kotoran ayam Limbah daun sisa hasil penyulingan

daun kayu putih

Mol

1. Nasi basi

Bahan baku Kompos:

1. Limbah daun kayu putih

2. Sekam

3. Kotoran Ayam

Ferementasi

- Formulasi A (5 kg limbah daun kayu

putih, 0,5 kg kotoran ayam, 3kg sekam

dan mol nasi2%)

- Formulasi B (6 kg limbah daun kayu

putih, 1 kg kotoran ayam, 3kg sekam dan

mol nasi 2%)

- Formulasi C (7 kg limbah daun kayu

putih, 1,5kg kotoran ayam, 3kg sekam

dan mol nasi 2%)

Fisik, Warna,

Bau, tekstur,

suhu

Karakteristik

C/N rasio

Mutu NPK menurut permentan RI no 70/permentan/SR

140/2011

Kadar Nitrogen (N) minimal 0,40%

Kadar phospor (P203) minimal 0,10%

Kadar kalium ( K20) minimal 0,20%

Limbah

Page 63: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN PROGRAM STUDI S1 …

46

pengomposan menjadi lebih cepat maka diberi penambahan mol sebagai

starter dalam pengomposan, dalam gambar tersebut menggunakan mol

nasi basi sebagai bioaktivator untuk mempercepat proses pengoposan.

Kemudian semua bahan tersebut di campur dan di fermentasikan sampai

menjadi kompos, kompos yang sudah jadi mempunyai ciri-ciri fisik

meliputi warna kehitaman,berbau seperti tanah,tekstur halus, suhu

mendekati suhu ruangan, sedangkan secara kimia dapat dilihat kadar NPK

melalu uji lab. kompos dapat dikatakan sempurna jika sesui dengan

standart PERMENTAN RI no 70/PERMENTAN/Sr 140/ 2011.

Page 64: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN PROGRAM STUDI S1 …

47

BAB 3

KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS PENELITIAN

3.1 Kerangka Konseptual

Keterangan :

:diteliti

:dikendalikan

Gambar 3.1 Kerangka KonsepPemanfaatan Limbah Daun Kayu Putih

Dan Kotoran Ayam Dalam Pembuatan Pupuk Organik

Pada Gambar 3.1 dapat dijelaskan bahwa pembuatan kompos organik

dari limbah daun kayu putih dan kotoran ayam, sekam dan mol nasi basi

dengan 3 (tiga) perlakuan yang berbeda, dan 3 replikasi pada setiap

perlakuan pada masing-masing kompos yang kemudian dilakukan proses

Variabel

pengganggu :

1. 1. Hewan

2. 2. Cuaca

suhu

Variable bebas (Independent)

- Formulasi A (5 kg limbah

daun kayu putih, 0,5 kg

kotoran ayam, 3kg sekam

dan mol nasi2%)

- Formulasi B (6 kg limbah

daun kayu putih, 1 kg

kotoran ayam, 3kg sekam

dan mol nasi 2%)

- Formulasi C (7 kg limbah

daun kayu putih, 1,5kg

kotoran ayam, 3kg sekam

dan mol nasi 2%)

Variabel terikat (Dependent):

Kadar NPK yang sesuai dengan

PERMENTAN RI

no.70/PERMENTAN/Sr140/2011

Page 65: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN PROGRAM STUDI S1 …

48

fermentasi.Pada proses fermentasi kemudian akan dilakukan pengamatan

terhadap (Lama waktu pematangan,Mutu NPK, Suhu,danBau/tekstur).

Setelah itu Hasil dari fermentasi yang sudah berbentuk kompos dilakukan

perbandingan dengan standar PERMENTAN RI No.70/Permentan/SR

140/2011.

3.2 HipotesisPenelitian

Hipotesa adalah suatu jawaban sementara dari pertanyaan penelitian

(Notoatmodjo,2012)

Ha : Ada perbedaan kadar NPK antara formulasi A, B, dan C dalam

pembuatan pupuk organik menggunakan bahan baku limbah daun

kayu putih dan kotoran ayam dengan bioaktivator MOL nasi basi

terhadap PERMENTAN RI NO 70/Permentan/SR 140/2011.

Ho : Tidak ada perbedaan kadar NPK antara formulasi A, B, dan C dalam

pembuatan pupuk organik menggunakan bahan baku limbah daun

kayu putih dan kotoran ayam dengan bioaktivator MOL nasi basi

terhadap PERMENTAN RI NO 70/Permentan/SR 140/2011.

Page 66: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN PROGRAM STUDI S1 …

49

BAB 4

METODE PENELITIAN

Metode penelitian sebagai cara untuk memperoleh suatu kebenaran ilmu

pengetahuan atau pemecahan masalah. Pada dasarnya menggunakan metode

ilmiah (Notoatmodjo,2010).

4.1 Desain Penelitian

Desain penelitian adalah perencanaan, pola dan strategi penelitian

sehingga dapat menjawab pertanyaan penelitian arau masalah. Desaian

penelitian merupakan prosedur perencanaan dimana peneliti dapat

menjawab pertanyaan penelitian secara valid, objektif, akurat dan hemat

ekonomis. Desain penelitian merupakan rancangan penelitian yang disusun

sedemikian rupa sehingga memberikan arah bagi peneliti untuk dapat

memperoleh jawaban terhadap pertanyaan atau masalah penelitian (Cholik,

2017).

Desain penelitian yaitu yang sangat penting dalam penelitian yang

memungkinkan pemaksimalan kontrol beberapa faktor yang bisa

mempengaruhi akurasi suatu hasil (Nursalam, 2013). Dalam penelitian ini

menggunakan jenis Eksperimen, yaitu suatu metode penelitian yang

berusaha mencari pengaruh variable tertentu terhadap variabel yang lain

dalam kondisi yang terkontrol secara ketat (Sugiono, 2008).

Penelitian eksperimen ini dilakukan dengan cara penambahan Mol

(Mikroorganisme lokal) nasi basi terhadap bahan baku kompos yaitu

limbah daun minyak kayu putih dan kotoran ayam. Desain penelitian ini

Page 67: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN PROGRAM STUDI S1 …

50

yaitu One-shot case study, artinya dimana penelitian ini terdapat suatu

kelompok diberi treatment dan selanjutnya diobservasi hasilnya (treatment

merupakan variabel independent dan hasil adalah variabel dependen,

disajikan dengan beberapa jenis perlakuan lalu diukur hasilnya). Dalam

penelitian ini, peneleti melakukan eksperimen menggunakan rancangan

acak yang terdiri dari 3 formulasi bahan kompos yang menjadi perlakuan

yaitu, Limbah daun minyak kayu putih, Kotoran ayam, sekam dan

mengunakan mol nasi sebagai starter pembuatan kompos. Secara berurutan

dengan perbandingan formulasi : (5 : 0,5 : 3 : 2) ( 6 : 1 : 3 : 2) (7: 1,5 : 3 :

2).

Pelakuan direplikasi 3 kali sehingga diperoleh 9 sampel perbandingan

bahan berdasarkan berat bahan yang digunakan. Untuk mempercepat

proses composting digunakan bioaktivator MOL nasi basi 2% di setiap

perlakuan formulasi. Penilian hasil perlakuan kompos berdasarkan kimia

hasil uji laboratorium : N, P, K dan fisik : bau, warna, tekstur, suhu.

Referensi kandungan hara tersebut mengacu padaPERMENTAN RI

No.70/PERMENTAN/SR 140/2011.

Page 68: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN PROGRAM STUDI S1 …

51

Formula 1 Formula 2 Formula 3

Keterangan : 1, 2, 3 adalah perlakuan replikasi dari formulasi A, formulasi B, dan

Formulasi C

Gambar 4.1 Korelasi Perbandingan bahan baku kompos dengan mol nasi basi

dalam pembuatan kompos

Limbah daun kayu putih (6kg)

Kotoran ayam (1kg)

Mol nasi basi (2%)

Skam (3kg)

Limbah daun kayu putih (7kg)

Kotoran ayam (1,5kg)

Mol nasi basi (2%)

Skam (3kg)

Limbah daun kayu putih (5kg)

Kotoran ayam (0,5kg)

Mol nasi basi (2%)

Skam (3kg)

1 2 3 3 1 2 3 2 1

Sesuai dengan PERMENTAN RI

NO 70/ Permentan /SR140/2011 dan

SNI: 19-7030-2004

Page 69: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN PROGRAM STUDI S1 …

52

4.2 Kerangka Kerja Penelitian

Gambar 4.2 Kerangka KerjaPenelitian

Mulai

Perancangan

Pengumpulan bahan baku

kompos

Bahan baku kompos (kg)

Mikroorganisme lokal nasi

basi

(Pembuatan Mol ±1

minggu)

Pematangan pupuk ±1 bulan

Fisik : Bau, tekstur,

warna,suhu

Kimia : N P K

Hasil dan Kesimpulan

Pengolahan Data

Editing,Entry,Data,

Tabulating

Analisis Data

Menggunakan uji One Way

Anova

Formulasi A (5 kg

limbah daun kayu putih,

0,5 kg kotoran ayam, 3kg

sekam dan mol nasi2%)

Formulasi B (6 kg limbah

daun kayu putih, 1 kg

kotoran ayam, 3kg sekam

dan mol nasi 2%)

- Formulasi C (7 kg

limbah daun kayu putih,

1,5kg kotoran ayam,

3kg sekam dan mol nasi

2%)

Page 70: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN PROGRAM STUDI S1 …

53

4.3 Identifikasi Variabel dan Definisi Operasional Variabel

4.3.1 Identifikasi Variabel

Menurut Sugiyono, 2011, terdapat 2 jenis variabel yaitu:

1. Variabel Independen (Variabel bebas)

Variabel bebas merupakan variabel yang mempengaruhi atau menjadi

sebab perubahan atau timbulnya variabel bebas, dalam penelitian ini

yaitu perlakuan dengan menambahkan mol pada bahan baku kompos

limbah daun kayu putih, kotoran ayam dan sekam dengan formulasi

variasi yang berbeda.

2. Variabel Dependen (Variabel Terikat)

Variabel terikat merupakan variabel yang di pengaruhi atau yang,

menjadi akibat, karena adanya variabel bebas, adalah kualitas kompos

yang di peroleh. Kadar N, P,K yang di hasilkan dari perlakuan limbah

daun kayu putih dan kotoran ayam. Kompos tersebut akan di uji

labolatorium dan hasilnya akan di bandinkan denan standart N P K

yan telah di tetapka oleh PERMENTAN RI No 70/PERMENTAN/sr

140/2011 dan SNI 19-7030-2004.

Page 71: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN PROGRAM STUDI S1 …

54

4.3.2 Definisi Operasional Variabel

Tabel 4.2Definisi Operasional Variabel

No Variabel Definisi Operasional Skala Parameter Alat Ukur

1 Kompos Formulasi A Kompos hasil fermentasi dari limbah daun

minyak kayu putih , kotoran ayam, sekam

menggunakan bioaktivator mol nasi basi

dengan perbandingan (5: 0,5: 3 : 2)

Rasio Bau seperti tanah, suhu mendekati

ruangan, dan berwarna coklat seperti

tanah sesuai dengan PERMENTAN RI

No 70/Permentan/Sr140/2011 dan SNI

SNI 19-7030-2004.

Observasi

2 Kompos Formulasi B Kompos hasil fermentasi dari limbah daun

minyak kayu putih dan kotoran ayam,

sekam menggunakan bioaktivator mol nasi

basi dengan perbandingan (6: 1 : 3 : 2)

Rasio Bau seperti tanah, suhu mendekati

ruangan, dan berwarna coklat seperti

tanah sesuai dengan PERMENTAN RI

No 70/Permentan/Sr140/2011 dan SNI

SNI 19-7030-2004.

Observasi

3 Kompos formulasi C Kompos hasil fermentasi dari limbah daun

minyak kayu putih dan kotoran ayam,

sekam menggunakan bioaktivator mol nasi

basi dengan perbandingan (7: 1,5 : 3: 2)

Rasio Bau seperti tanah, suhu mendekati

ruangan, dan berwarna coklat seperti

tanah sesuai dengan PERMENTAN RI

No 70/Permentan/Sr140/2011 dan SNI

SNI 19-7030-2004.

Observasi

4 Kadar N Kadar N terdapat dalam kompos dan

sangat penting bagi tanaman, untuk

pertumbuhan tanaman. Kadar N harus

memenuhi syarat PERMENTAN

RI//No.70/PERMENTAN/sr 140/2011

Rasio Nitrogen minimal 4% Uji

labolatorium

5 Kadar P Kadar P terdapat dalam kompos dan sangat

penting bagi tanaman, untuk pertumbuhan

tanaman. Kadar P harus memenuhi syarat

Interval Phospor minimal 4% Uji

labolatorium

Page 72: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN PROGRAM STUDI S1 …

55

PERMENTAN

RI//No.70/PERMENTAN/sr 140/2011

6 Kadar K Kadar K terdapat dalam kompos dan sangat

penting bagi tanaman, untuk pertumbuhan

tanaman. Kadar K harus memenuhi syarat

PERMENTAN

RI//No.70/PERMENTAN/sr 140/2011

Interval Kalium minimal 4% Uji

labolatorium

Page 73: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN PROGRAM STUDI S1 …

56

4.4 Diagram Alur Pembuatan Kompos

Gambar 4.3 Alur Pembuatan Kompos

4.5 Sumber Data Dan Jenis Data

4.5.1 Data Primer

Data primer yaitu dari yang diperoleh dari observasi atau pengamatan,

serta pemeriksaan uji laboratorium, meliputi :

1. Pengamatan limbah daun kayu putih

Limbah daun minyak kayu putih,

kotoran ayam, dan sekam

3 Formulasi Bahan Kompos

Formulasi 1

Formulasi 2

Formulasi 3

Mol nasi basi 2%

Proses pematangan

Waktu

pematangan 1

bulan

Sesui PERMENTAN RI No.70/Permentan/Sr140/2011

dan SNI: 19-7030-2004

Pupuk organik

Mutu NPK Suhu Bau / tekstur

Page 74: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN PROGRAM STUDI S1 …

57

2. Proses pembuatan MOL nasi basi sebagai bioaktivator dalam

pembuatan kompos

3. Data hasil pengamatan fisik kompos yaitu bau, warna, suhu, dan

tekstur.

4. Pengukuran uji kimia kompos di labolatorium meliputi, kadar N P K

dan C/N rasio dalam proses pembuatan kompos atau fermentasi dalam

kurun waktu ±1 bulan.

4.5.2 Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh melalui studi kepustakaan

yang berkaitan dengan penelitian dan data data yang peroleh dari Pabrik

minyak kayu putih.

4.6 Teknik Pengumpulan Data dan Analisa Data

Pada penelitian ini Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara

pengamatan atau observasi dengan melakukan pengamatan langsung

mengenai keadaan di lapangan. Variabel proses limbah daun kayu putih,

kotoran ayam dan sekam untuk menjadi kompos mulai dari proses

pengamatan bahan baku kompos hingga kompos siap pakai atau sudah

jadi.

Page 75: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN PROGRAM STUDI S1 …

58

4.6.1 Pengolahan Data

Setelah data-data terkumpul yang perlu dilakukan selanjutnya yaitu

pengolahan data dengan melalui beberapa tahapan, di antaranya:

1. Pemeriksaan data (editing)

Pemeriksaan data (editing) adalah kegiatan untuk penecekan dan

perbaikan data.

2. Masukkan data (entry data)

Memaksukkan data (entry data) yaitu memasukkan data yang telah

didapatkan kedalam program aplikasi dalam computer.

3. Tabulating

Tabulating adalah penyusunan data yan telah dianalisis agar mudah

dipahami.

4. Penyajian data

Penyajian data merupakan penyajian data hasil penelitian dalam

bentuk tabel.

4.7 Tahapan Penelitian

4.7.1 Pembuatan MOL Nasi Basi

1. Bahan dalam pembuatan Mol nasi basi

a. 4 buah bola nasi sebesar bola pingpong yang sudah di jamurkan

(berwarna orange)

b. 5 sendok gula putih/ gula merah

c. 1 liter air

Page 76: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN PROGRAM STUDI S1 …

59

2. Alat

a. Mangkok atau baskom

b. Sarung tangan

c. Botol/ jerigen

3. Cara membuat mol nasi basi

Langkah pertama siapkan nasi yang sudah basi, kemudian

jamurkanditempat yang lembab dan terhindar dari sinar matahari

sampai berwarna orange. Setalah nasi sudah berjamur campurkan nasi

tersebuat dengan gula sebanyak 5 sendok, campur air dan remas-

remas sampai tercampur anatara nasi basi dan gula, selain itu nasi

lebih hancur. Setalah tercampur semua masukkan kedalam jerigen dan

tutup jerigen tersebut, usahakan jerigen berwarna gelap supaya

menghindari cahaya matahari dan tempatkan pada tempat yang

terhindar dari sinar matahari langsung dan juga hewan penganggu.

Fermentasikan mol tersebut selama satu minggu dan tunggu sampai

berbau tape. Jika mol sudah berbau tape artinya mol tersebut sudah

siap pakai.

4.7.2 Pembuatan Kompos Formula 1

1. Siapkan alat dan bahan

2. Membuat MOL nasi basi sebagai bioaktivator kurang lebih proses

pembuatan mol 1 minggu, mol nantinya digunakan sebesar 2% dari

total keseluruhan tiap masing-masing formulasi.

Page 77: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN PROGRAM STUDI S1 …

60

3. Limbah daun kayu putih di cacah/ cincang sampai halus menggunakan

golok atau blender. Ditimbang sebanyak 5kg limbah daun kayu putih.

4. Kotoran ayam, peneleti mencari kotoran ayam dari peternak ayam

broiler. Kotoran ayam dijemur sampai kering dan kemudian di

timbang0,5 kg sesuai formulasi.

5. Sekam 3kg untuk campuran pembuatan kompos

6. Mencampur seluruh bahanbaku pembuatan kompos sesuai dengan

formulasi masing-masing kompos, pengadukan dilakukan di ember/

baskom, mengaduk dengan menggunakan tangan yang sudah

menggunakan sarung tangan, untuk mengindari bakteri yang dapat

mempengaruhi hasil dari kompos.

7. Menyemprotkan mol nasi basi ke bahan baku yang sudah

dicampurkan sebelumnya sebanyak 2% dari total keseluruhan

formulasi

8. Kemudian membuat lubang galian dan memasukkan semua bahan

kompos yang telah tercampur, dan menutupinya dengan terpal/

karung.

9. Setelah hari ke 3 dilihat suhu dan kelembpanya, Suhu yang

baikmaksimal 40ºC dan kelembapan maksimal 50% RH, bila

dilakukan pembalikan dan penambahan air di perlukan.

10. Pembalikan dilakukan 3 hari sekali sampai tidak panas lagi.

11. Setelah 1 bulan kompos telah jadi dan siap di uji di laboratorium.

12. Menguji kualitas fisik kompos.

Page 78: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN PROGRAM STUDI S1 …

61

Kompos dikatakan telah jadi dan telah matang yaitu ketika telah

memenuhi syarat, sebagai berikut:

a. Berwarna coklat tua hingga menyerupi warna tanah.

b. Suhu dari tumpukkan kompos mendekati suhu ruangan 30°-60°.

c. Berefek baik jika diaplikasikan pada tanah.

d. Tidak berbau busuk.

e. Kelemban ideal, saaat di pegang basah namun saat di remas tidak

mengeluarkan air (Suyanto Beny, Prijono 2016, dalam Danang

2018).

13. Menguji kualitas kimia kompos.

Untuk mengetahui kualitas kimia kompos, dapat dilakukan uji

laboratorium mengenai parameter kimia kompos dan persyaratan

kualitasnya sesuai denganPERMENTAN No.70/Permentan/Sr

140/2011, yaitu sebagai berikut :

a. Kadar (N) minimal 0, 40% .

b. Kadar Phospor (P2O5) minimal 0,10%.

c. Kadar Kalium (K2O) minimal 0,20%.

d. C/N rasio kompos antara 10-20.

14. Setelah menjadi kompos maka selanjutnya dilakukan uji lab untuk

mengetahui kadar NPK yang lebih efesien dan efektif sesuai

denganPERMENTAN RI No.70/PERMENTAN/SR 140/2011.

Page 79: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN PROGRAM STUDI S1 …

62

4.7.3 Pembuatan Kompos Formula 2

1. Siapkan alat dan bahan

2. Membuat MOL nasi basi sebagai bioaktivator kurang lebih proses

pembuatan mol 1 minggu , mol nantinya digunakan sebesar 2% dari

total keseluruhan tiap masing-masing formulasi.

3. Limbah daun kayu putih di cacah/ cincangsamapai halus

menggunakan golok maupun blender. Ditimbang sebanyak 6 kg

limbah daun kayu putih.

4. Kotoran ayam, peneleti mencari kotoran ayam dari peternak ayam

broiler. Kotoran ayam dijemur sampai kering dan kemudian di

timbang 1 kg sesuai formulasi.

5. Sekam 3kg untuk campuran pembuatan kompos

6. Mencampur seluruh bahan baku pembuatan kompos sesuai dengan

formulasi masing-masing kompos, pengadukan dilakukan di ember/

baskom, mengaduk dengan menggunakan tangan yang sudah

menggunakan sarung tangan, untuk mengindari bakteri yang dapat

mempengaruhi hasil dari kompos.

7. Menyemprotkan mol nasi basi ke bahan baku yang sudah

dicampurkan sebelumnya sebanyak 2% dari total keseluruhan

formulasi

8. Kemudian membuat lubang galian dan memasukkan semua bahan

kompos yang telah tercampur, dan menutupinya dengan terpal/

karung.

Page 80: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN PROGRAM STUDI S1 …

63

9. Setelah hari ke 3 dilihat suhu dan kelembapanya, Suhu yang

baikmaksimal 40ºC dan kelembapan maksimal 50% RH, bila

dilakukan pembalikan dan penambahan air di perlukan.

10. Pembalikan dilakukan 3 hari sekali sampai tidak panas lagi.

11. Setelah 1 bulan kompos telah jadi dan siap di uji di laboratorium.

12. Menguji kualitas fisik kompos.

Kompos dikatakan telah jadi dan telah matang yaitu ketika telah

memenuhi syarat, sebagai berikut :

a. Berwarna coklat tua hina menyerupi warna tanah.

f. Suhu dari tumpukkan kompos mendekati suhu ruangan 30°-60°.

b. Berefek baik jika diaplikasikan pada tanah.

c. Tidak berbau busuk.

d. Kelembapan ideal, saat di pegang basah namun saat di remas

tidak mengelurkan air (Suyanto Beny, Prijono 2016, dalan

Danang 2018).

13. Menguji kualitas kimia kompos.

Untuk mengetahui kualits kompos, apat dilakukan uji laboratorium

menenai parameter kimia kompos dan persyaratan kualitasnya sesuai

dengan PERMENTAN No.70/Permentan/ Sr 140/2011, yaitu sebagai

berikut :

a. Kadar (N) minimal 0, 40% .

b. Kadar Phospor (P2O5) minimal 0,10%.

c. Kadar Kalium (K2O) minimal 0,20%.

Page 81: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN PROGRAM STUDI S1 …

64

d. C/N rasio kompos antara 10-20.

14. Setelah menjadi kompos maka selanjutnya dilakukan uji lab untuk

mengetahui kadar NPK yang lebih efesien dan efektif sesuai

denganPERMENTAN RI No.70/PERMENTAN/SR 140/2011.

4.7.4 Pembuatan Kompos Formula 3

1. Siapkan alat dan bahan

2. Membuat MOL nasi basi sebagai bioaktivator kurang lebih proses

pembuatan mol 1 minggu , mol nantinya digunakan sebesar 2% dari

total keseluruhan tiap masing-masing formulasi.

3. Limbah daun kayu putih di cacah/ cincang sampai halus menggunakan

golok maupun blender. Ditimbang sebanyak 7 kg limbah daun kayu

putih.

4. Kotoran ayam, peneleti mencari kotoran ayam dari peternak ayam

broiler. Kotoran ayam dijemur sampai kering dan kemudian di

timbang 1,5 kg sesuai formulasi.

5. Sekam 3kg untuk campuran pembuatan kompos

6. Mencampur seluruh bahan baku pembuatan kompos sesuai dengan

formulasi masing-masing kompos, pengadukan dilakukan di ember/

baskom, mengaduk dengan menggunakan tangan yang sudah

menggunakan sarung tangan, untuk mengindari bakteri yang dapat

mempengaruhi hasil dari kompos.

Page 82: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN PROGRAM STUDI S1 …

65

7. Menyemprotkan mol nasi basi ke bahan baku yang sudah

dicampurkan sebelumnya sebanyak 2% dari total keseluruhan

formulasi

8. Kemudian membuat lubang galian dan memasukkan semua bahan

kompos yang telah tercampur, dan menutupinya dengan terpal/

karung.

9. Setelah hari ke 3 dilihat suhu dan kelembpanya, Suhu yang maksimal

40ºC dan kelembapan maksimal 50% RH, bila dilakukan pembalikan

dan penambahan air di perlukan.

10. Pembalikan dilakukan 3 hari sekali sampai tidak panas lagi.

11. Setelah 1 bulan kompos telah jadi dan siap di uji di laboratorium.

12. Menguji kualitas fisik kompos.

Kompos dikatakan telah jadi dan telah matang yaitu ketika telah

memenuhi syarat, sebagai berikut :

a. Berwarna coklat tua hina menyerupi warna tanah.

b. Suhu dari tumpukkan kompos mendekati suhu ruangan 30°-60°..

c. Berefek baik jika diaplikasikan pada tanah.

d. Tidak berbau busuk.

e. Kelembapan ideal, saaat di pegang basah namun saat di remas

tidak mengelurkan air (Suyanto Beny, Prijono 2016, dalan

Danang 2018).

Page 83: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN PROGRAM STUDI S1 …

66

13. Menguji kualitas kimia kompos.

Untuk mengetahui kualits kompos, apat dilakukan uji laboratorium

mengenai parameter kimia kompos dan persyaratan kualitasnya sesuai

denganPERMENTAN No.70/Permentan/ Sr 140/2011, yaitu sebagai

berikut :

a. Kadar (N) minimal 0, 40% .

b. Kadar Phospor (P2O5) minimal 0,10%.

c. Kadar Kalium (K2O) minimal 0,20%.

d. C/N rasio kompos antara 10-20.

14. Setelah menjadi kompos maka selanjutnya dilakukan uji lab untuk

mengetahui kadar NPK yang lebih efesien dan efektif sesuai

denganPERMENTAN RI No.70/PERMENTAN/SR 140/2011.

4.8 Analisis Data

4.8.1 Analisis Univariat

Analisis univariat merupakan suatu analisis yang bertujuan untuk

menjelaskan maupun mendeskripsikan sutu karakteristik variabel

penelitian (Notoatmodjo, 2012).Dalam penelitian ini analisis univariat

adalah menjelaskan atau mendeskripsikan hasil dari perbandingan 3

formulasi kompos. Dari ke 3 formulasi kompos tersebut dilihat presentasi

distribusi frekuensi dari kandunan N P K dari masin masin formulasi mana

yang lebih cepat terjadi kompos dan lebih efektif untuk kompos sesuai

PERMENTAN RI No.70/PERMENTAN/SR 140/2011 dan SNI: 19-7030-

2004.

Page 84: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN PROGRAM STUDI S1 …

67

4.8.2 Analisis Bivariat

Analisis bivariat merupakan uji efektifitas mikrooranisme lokal dari

bahan nasi basi sebagai bioaktivator dalam mempercepat pembuatan

kompos.Data distribusi menggunakan One Way Anova. Pada penelitian ini

analisis data mengunakan Analisa uji tabel dan perbaningan uji beda

dengan men gunakan spss dengan uji One Way Anova, yaitu akan di

pergunakan data tentang kadar N P K pada umur kurang lebih 1 bulan,

kemudian akan di uji pada labolatorium. Hasil dari labolatorium kemudian

akan diolah menggunakan spss dengan uji One Way Anova dan disajikan

dalam bentuk tabel. Syarat dari uji one way anova yaitu:

1. Sampel berasal dari kelompok independent atau tidak berpasangan.

2. Varian atau ragamnya kelompok harus homogen, yaitu dengan

melakukan uji homogenitas terlebih dahulu. Bila nilai p-value ≥ 0.05

maka data diasumsikan memiliki varians yang sama. Bila nilaip-value

≤ 0.05 maka data diasumsikan memiliki varias yang tidak sama.

3. Data masing- masing kelompok berdistribusi normal.

Apabila data dari masing masing kelompok tidak berdistribusi normal

maka menggunakan uji Kruskal-Wallis.

Page 85: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN PROGRAM STUDI S1 …

68

BAB 5

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 HASIL

5.1.1 Gambaran Umum Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Dukuh Sukun, Desa Sidoharjo, Kecamatan Pulung,

Kabupaten Ponorogo, 11 km arah timur dari Kabupaten Ponorogo, di Dukuh Sukun

Terdapat Pabrik Minyak Kayu Putih yang beroprasi sejak 1937 dan berada pada

ketinggian 450-600m di atas permukaan laut. Pabrik Kayu Putih memiliki luas 0,7 ha

dengan luas tanah ±3.737 ha. Adapun batas – batas wilayah Pabrik Minyak Kayu

Putih Sukun :

a. Batas wilayah utara : Desa Nglayang

b. Batas Wilayah Timur : Desa Sidoarjo

c. Batas Wilayah Selatan : Desa Depok

d. Batas Wilayah Barat : Desa Tambaksari

Page 86: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN PROGRAM STUDI S1 …

69

5.2 Hasil Penelitian

5.2.1 Menghitung C/N Ratio

1. Formulasi 1

Rumus :

(x.a) + {(y.B)}/(x+y)+y= C

(5.15,21) + {( 0,5. 10)/ (5+0,5)+ 0,5 = 76,21+5/5,5+0,5

=15,26

2. Formulasi 2

Rumus :

(x.a) + {(y.B)}/(x+y)+y= C

(6.15,21) + {(1.10)}/(6+1)+1= 91,26+10/7+1

= 15,46

3. Formulasi 3

Rumus :

(x.a) + {(y.B)}/(x+y)+y= C

(7.15,21) + {(1,5.10)}/(7+1,5)+1,5 = 106,47+15/8,5+1,5

= 15,29

Keterangan :

X= Bagian bahan 1

A= C/N Rasio bahan II

Y= Bagian bahan II

Page 87: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN PROGRAM STUDI S1 …

70

B= C/N Rasio bahan II

C= C/N Rasio yang diharapkan

Dari hasil perhitungan diatas yaitu perolehan perkiraan C/N rasio formulasi

dari masing-masing formulasi. Perhitungan C/N Rasio diatas pergunakan untuk

menentukan atau memutuskan ukuran tiap formulasi. Dari hasil labolatorium

didapatkan C/N rasio yang tidak jauh berbeda dari perhitungan awal atau perkiraan

sementara C/N rasio diatas.

Page 88: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN PROGRAM STUDI S1 …

71

Gambar 5.1 Hasil fluktuasi pengukuran suhu

Dari gambar 5.1 hasil fluktuasi suhu diatas, formulasi C pada hari 3 paling rendah di antara ketiga formulasi lain.

Pada hari ke 7 setelah dilakukan pembalikan formulasi C mengalami kenaikan suhu yaitu 41°C dan naik turun secara

signifikan sampai hari terakhir. Formulasi B pada hari 3 berada pada 39°C yaitu paling tinggi di antara formulasi lain, dan

Page 89: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN PROGRAM STUDI S1 …

72

mengalai kenaikan dan penurunan secara signifikan sampai hari terakhir. Pada formiulasi A mengalami kenaikan pdari hari

ke 3 menuju hari ke 7 setelah dilakukan pembalikan dan mengalami penurunan yang signifikan sampai hari terakhir.

Gambar 5.2 hasil fluktuasi kelembaban

Page 90: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN PROGRAM STUDI S1 …

73

Dari gambar 5.2 hasil fluktuasi kelembaban diatas formulasi A pada hari 3 rata-rata cukup rendah atau terbilang

basah dibandingkan dengan formulasi B dan C, maka di lakukan pembalikan dan pada hari ke 7 formulasi A sudah

mengalami kenaikan kelembaban yaitu rata-rata sekitar 45RH . Formulasi B dan C pada hari ketiga rata-rata yaitu berada

pada Kelembaban 48RH dan mengalami penurunan pada hari ke 7 dan pada hari ke 11 rata-rata mengalami penaikan ,

sedangkan formulasi C mengalami penurunan pada hari ke 7 dan seterusnya namun masih signifikan.

Page 91: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN PROGRAM STUDI S1 …

74

5.2.2 Hasil Uji Statistik

5.2.2.1 Uji Normalitas Data

Uji Normalitas pada penelitian ini digunakan atau dilakukan untuk

mengetahui jenis destribusi data apakah yang berdistribusi normal atau yang

tidak berdistribusi normal. Berikut hasil SPSS untuk uji normalitas data:

Tabel 5.2 Hasil uji normalitas NPK dari masing masing formula

Formulasi Kandungan Sig.

Formula A N .008

P .075

K .312

Formula B N .030

P .206

K .222

Formula C N .009

P .337

K .298

Sumber: olah data spss

Berdasarkan table 5.4 dapat diketahui bahwa hasil uji normalitas data

menggunakan uji Shapiro –Wilk dan didapatkan nilai p value dari masing

masing formula yaitu < α 0,05 yang artinya data berdistribusi tidak normal

sehingga menggunakan uji alternatif dengan uji yaitu kruskal wallis.

5.2.2.2 Uji Homogenitas

Uji homogenitas mengetahui variasi pada setiap formulasi. Berikut

table hasil analisa uji homogenitas :

Page 92: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN PROGRAM STUDI S1 …

75

Tabel 5.3 Hasil uji statistic homogenitas

Levene Statistic df1 df2 Sig.

420,438 8 27 ,000

Sumber: olah data spss

Berdasarkan table 5.5 dapat diketahui bahwa nilai p value

homogenitas 0,000<α=0.05 yang artinya variasi setiap sampel tidak sama atau

tidak homogen dan selanjutnya tidak dapat melakukan uji dengan one way

anova, dengan begitu langkah selanjutnya menggunakan uji alternative

kruskal wallis.

5.2.3 Uji Kruskal Wallis

Pada pengambilan keputusan dalam penelitian ini yaitu digunakan uji

kruskal wallis, yaitu bertujuan untuk menguji apakah ada perbedaan antar

Formulasi.

Tabel 5.4 Tabel hasil perbedaan kadar N P K pada masing-masing formulasi

denga mengunakan uji Kruskal Wallis

Formulasi Kandungan p

Formulasi A N

P

K .068

Formulasi B N

P

K

Formulasi C N

P

K

Sumber : olah data spss

Page 93: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN PROGRAM STUDI S1 …

76

Berdasarkan tabel 5.6 di atas, diketahui nilai p value adalah sebesar

0,068 artinya nilai tersebut > 0,05. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa

H0 diterima dan Ha ditolak, berarti tidak ada perbedaan yang bermakna atau

signifikan antara Formulasi A, B, dan C. Jadi Formulasi A, B dan C tidak ada

perbedaan yang berarti atau bermakna meskipun diberi perlakuan yang

berbeda disetiap formulasi.

5.3 PEMBAHASAN

1. Pembuatan Mol Nasi Basi

Berdasarkan hasil analisa dari penelitian atau kegiatan eksperimen

yang dilakukan selama 1 minggu pembuatan mol nasi basi yaitu dengan alat

dan bahan sebagai berikut :

1) 4 buah bola nasi sebesar bola pingpong yang sudah di jamurkan dalam

3 hari atau sudah berwarna orange dan berbau tape.

2) 5 sendok gula putih/ gula merah

3) 1 liter air

4) Mangkok atau baskom

5) Sarung tangan

6) Botol/jerigen

Setelah alat dan bahan mol nasi basi sudah terkumpul, selanjutnya

menyimpan nasi basi di tempat yang lembab dan terhindar dari sinar matahari

untuk memperoleh nasil yang berwarna orange dan berbau tape. Setelah 3 hari

Page 94: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN PROGRAM STUDI S1 …

77

hari nasi basi tersebut berubah warna menjadi orange dan berbau tape.

Kemudian mencampur nasi basi dan gula dengan air, dan di remas remas

menggunakan tangan yang sudag pakai sarung tangan hingga tercampur

semua. Selanjutnya di masukkan ke wadah botol dan tutup botol tersebut,

usahakan berwarna gelap supaya cepat jadi mol dan simpan pada tempat yang

jauh atau terhindar dari sinar matahari juga hewan pengganggu. Selanjutnya

menunggu mol nasi tersebut selama seminggu untuk di fermentasikan. Setelah

seminggu MOL nasi basi sudah berbau tapendan siap pakai .

2. Pembuatan Kompos

Berdasarkan dari hasil analisa yang dari penelitan atau kegiatan

eksperimen yang dilakukan selama ±1 bulan atau 24 hari dengan 3 jenis

perlakuan dalam pembuatan kompos yaitu dengan dosis bahan dan

perbandingan sebagai berikut :

1. Formula A dengan konsentrasi bahan 5kg limbah daun minyak kayu putih,

0,5kg kotoran ayam, 3kg sekam, dengan bioaktivator mol nasi 2%

2. Formula B dengan konsentrasi bahan 6kg limbah daun minyak kayu putih,

1kg kotoran ayam, 3kg sekam, dengan bioaktivator mol nasi 2%

3. Formula C dengan konsentrasi bahan 7kg limbah daun minyak kayu putih,

1,5kg kotoran ayam, 3kg sekam, dengan bioaktivator mol nasi 2%

Setelah dilakukan pengelompokkan menjadi 3 formulasi kemudian di

replikasi menjadi 3 replikasi setiap masing-masing formulasi. Proses

pengomposan selama ±1 bulan atau 24 hari dan di observasi selama 2 hari

Page 95: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN PROGRAM STUDI S1 …

78

sekali untuk mengontrol dan mengukur suhu dan kelembaban, dan 3 hari

sekali untuk mengecek bau, warna, dan tekstur untuk lebih jelasnya akan akan

akan dijelaskan dalam table berikut ini:

Page 96: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN PROGRAM STUDI S1 …

79

3. Hasil Pengamatan Suhu, dan Kelembaban

a. Suhu

Suhu yaitu merupakan salah sati indikator atau parameter dalam

pembuatan kompos. Parameter suhu dapat menandakan perubahan atau

adanya aktivitas mikroorganisme dalam dekomposisi bahan bahan

kompos/ bahan organic. Kondisi perubahan suhu pada penelitian ini dapat

dilihat pada table 5.1 yang akan di perjelas sebgai berikut.:

1. Suhu pada Formulasi A menunjukkan rata rata dari seluruh replikasi

yaitu 37,1°C . Pada hari pertama menunjukkan suhu yang rendah yaitu

antara 28-27°C, kemudian pada hari ke 3 mengalami penaikkan suhu

pada seluruh replikasi. Pada formulasi A ini suhu tertinggi terdapat

pada replikasi 2 hari ke 9 yaitu suhu mencapai 45°C, dan terendah di

hari 1 pada replikasi ke 2 yaitu 27°C. terjadi penaikkan suhu secara

signifikan dari hari 1 sampai hari ke 9, namun pada hari ke 11 suhu

replikasi ke 3 mengalami penurunan yaitu sebesar 39°C, kemudian

mengalami naik turun suhu hingga hari ke 24. Pada hari ke 24 suhu

mencapai 35°C pada replikasi 1, 35°C pada replikasi ke 2 dan 36°C

pada replikasi ke3 yang artinya masih suhu optimal pengomposan..

2. Suhu pada Formulasi B menunjukkan rata-rata dari keseluruhan

replikasi yaitu 38,1°C. pada hari pertama suhu rendah terdapat pada

replikasi ke 2 dan 3 yaitu 25°C dan tertinggi pada replikasi 1 yaitu

Page 97: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN PROGRAM STUDI S1 …

80

27°C. terjadi penaikan suhu hingga hari ke 7 pada semua replikasi.

Pada hari ke 9 replikasi 2 dan 3 mengalami penurunan yaitu sebsar

39°C dan replikasi 1 mengalami peningkatan sebesar 45°C. Kemudian

mengalami naik dan turun hingga hari ke 21. Suhu tertinggi pada

keseluruhan replikasi terdapat pada replikasi 1 hari ke 9 yaitu 45°C.

Pada hari ke 24 suhu kompos mencapai 38°C pada formulasi 1, 39°C

pada formulasi 2 dan 39°C pada formulasi 3 yang artinya masih suhu

optimal pengomposan.

3. Suhu Formulasi C menunjukkan rata-rata suhu dari keseluruhan

replikasi yaitu 38,2°C. Suhu pada hari 1 suhu terendah 25°C dan

tertinggi 27°C, mengalami kenaikan sampai hari ke 5 dan mengalami

penurunan pada hari ke 7 pada replikasi ke 3 yaitu sebesar 40°C. naik

kembali pada hari ke 9, dan pada hari ke 11 mengalami penurunan

sebesar 37°C pada replikasi 2 dan 3. Pada hari ke 14 replikasi 1

mengalami penurunan menjadi 37°C dan pada replikasi ke 2 dan 3

mengalami peningkatan 43°C dan 41°C. Pada hari ke 18 hingga 24

mengalami naik dan penuruhan suhu. Pada hari ke 24 suhu replikasi 1

mencapai 37,3°C replikasi 2 38,4°C dan replikasi ke 3 yaitu 38,9°C.

Suhu optimal pengomposan berkisar 40°C-60°C, pada penelitain ini

suhu tertinggi diperoleh 39,5% pada perlakuan formulasi B replikasi 1,

hal ini diduga karena sedikitnya volume tumpukan kompos sehingga

Page 98: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN PROGRAM STUDI S1 …

81

panas yang terakumulasi rendah. Menurut Penelitian Komarayanti(2007) ,

bahwa tumpukan yang terlalu terlalu pendek atau rendah menyebabkan

panas cepat menguap. Dalam penelitian ini di ada beberapa tumpukkan

kompos yang terlalu rendah sehingga cepat menguap, yaitu pada

formulasi A replikasi 3.

Berdasarkan Ruskandi(2006), dalam proses pengomposan aerobic

terdapat dua fase yaitu fase mesofilik yaitu sekitar 23°C-45°C, dan fase

termofilik berkisar antara 45°C-65°C. Pada penelitian ini diperkirakan

termasuk mikroba yang aktif adalah mikroba mesofilik, yaitu mikroba

yang hidup pada 25°C-37°C. Aktivasi mikroba mesofilik dalam proses

penguraian akan menghasilkan panas dengan mengeluarkan CO2 dan

mengambil O2 dalam tumpukan komposhingga mencapai suhu

maksimum(isroi dan Yuliarti,2009).

b. Kelembaban

Berdasarkan hasil pengukuran dapat dilihat pada Formulasi A B dan C

mengalami kelembaban yaitu paling rendah 40%RH dan paling tinggi

pada 50%RH, artinya masih sesuai dengan syarat atau parameter

PERMENTAN RI No.70/permentan/sr140/2011 tentang standart kualitas

kompos, bahwa maksimal kelembaban kompos 50%RH.

Pada Formulasi A replikasi 1,2 dan 3 mengalami kelembaban sekitar

40-47%RH, pada formulasi B replikasi 1, 2, dan 3 yaitu mengalami

kelembaban sebesar 40-50%RH, dan formulasi C replikasi 1, 2 dan 3

mengalami kelembaban sekitar 40-50%RH. Maka formulasi A,B dan C

dan setiap replikasi masing-masing sesuai dengan syarat atau parameter

PERMENTAN RI No.70/permentan/sr140/2011 tentang standart kualitas

kompos, bahwa maksimal kelembaban kompos 50%RH. Kelembaban

Page 99: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN PROGRAM STUDI S1 …

82

sangat berpengaruh dalam mempercepat proses terjadinya perubahan dan

penguraian bahan-bahan organic diunakan dalam pembuatan

kompos.(Widarti, dkk., 2015)

Menurut Juanda et al. (2011), yaitu jika kompos terlalu lembab maka

proses dokomposisi akan terhambat atau susah terdekomposisi. Hal

tersebut dikarenakan kandungan air akan menutupi rongga udara didalam

tumpukan, kelembaban yang tinggi penyiraman berlebihan dapat

mengakibatkan air sisa penyiraman menggenangi area tempat

pengomposan, jadi kelembaban sangat mempengaruhi perkembangan

mikroba. Dalam penelitian ini ada beberapa kompos yang terlalu lembab

yaitu pada formulasi A perlakuan ke 2 dan 3, sehimgga harus dilakukan

pembalikan pada minggu ke 1 hari ke 5.

4. Hasil pengamatan fisik Warna, Bau, dan Tekstur

a. Warna

Hasil pengamatan kompos pada hari 1 rata-rata berwarna coklat

kehitaman. Formulasi A pada replikasi 1, 2 dan 3 berwarna coklat tua dari

hari ke 1 hingga ke 9 blm berubah dari bentuk aslinya karena masa

inkubasi dari bakteri mol, hari ke 14 warna berubah menjadi coklat

klehitaman dan pada hari ke 19 berwarna kehitaman hingga kompos jadi.

Pada Formulasi B, berdasarkan hasil pengamatan hari ke 1 masih sama

berwarna coklat tua, mulai berubah warna pada hari ke 4 dan ke 9 yaitu

berwarna coklat kehitaman, kemudian berubah kembali menjadi

kehitaman pada hari ke 14 sampai kompos jadi.

Pada Formulasi C berdasarkan hasil pengamatan pada hari pertama

kompos berwarna coklat, dikarenakan banyaknya limbah daun kayu putih

Page 100: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN PROGRAM STUDI S1 …

83

yang berwarna kuning kecoklatan, berubah warna pada hari ke 9 yaitu

berwarna coklat kehitaman, dan pada hari ke 24 sudah berwarna

kehitaman.

Menurut M.Fadil (2016), kompos yaitu memiliki ciri ciri yaitu

berwarna coklat kehitaman ,Ph mendekati netral dan suhunya kurang

lebih sama dengan suhu lingkungan dan juga tidak berbau husuk atau

sudah berbau seperti tanah. Perubahan sifat fisik kompos yaitu berubah

dari coklat menjadi kecoklatan bahakan coklat kehitaman dan hitam

terjadi akibat adanya proses dekomposisi yang di lakukan oleh

mikroorganisme, dan juga disebabkan adanyanya aktivitas mikroba yang

menghasilkan CO2 dan air.

b. Bau

Hasil pengamatan Bau pada table 5.2 yaitu kompos pada Formulasi A,

B, dan C beserta replikasi 1,2 dan 3 pada hari 1 berbau seperti bahan-

bahan awal kompos. Pada hari ke 4 Formulasi baik formulasi A, B

maupun C berubah bau menjadi bau fermentasi . Formula A masih tetap

berbau fermentasi pada hari ke 9 dan sedikit berbau ytanah pada hari ke

14, sedangkan pada hari ke 19 sudah berbau tanah hingga hari terakhir

kompos jadi.

Pada Formulasi B pada hari ke 9 dan ke 14 sudah berubah bau menjadi

sedikit berbau tanah dan pada hari ke 19 dan terakhir pengomposan sudah

berbau tanah. Sedangkan Formulasi C pada hari ke 4 dan 9 masih berbau

Page 101: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN PROGRAM STUDI S1 …

84

fermentasi dan sedikit berbau tanah pada hari 14 dan pada hari ke 19 dan

terakhir pengomposan sudah berbau tanah.

Bau yang dihasilkan pada proses pengomposan merupakan suatu tanda

bahwa terjadi aktivitas dekomposisi bahan oleh mikroba. Mikroba

merombak bahan organic tersebut salah satunya menjadi ammonia, hingga

gas yang dihasilkan dapat mempengaruhi bau yang ada pada bahan. Bau

yang ditimbulkan juga dapat berasal dari bahan yang terlalu basah

(Haffifudin,2015). Berdasarkan penelitian ini diperkirakan mulai terjadi

perombakan oleh mikroba yaitu rata-rata pada hari ke 9 dan ke 14 pada

formulasi A dan B.

c. Tekstur

Tekstur pada kompos Formulasi A, B dan C hasilnya hamper sama

karena dari bahan yang sama namun perbandingan yang berbeda, Namun

setelah berjalan proses pengomposan tekstur dari formulasi A, B, dan C

sudah bisa di bedakan meskipun hasilnya sama sama halus pada akhir

pengomposan.

Pada hari 1 Formulasi A, B dan C masih bertekstur kasar seperti

bahan-bahan awal pembuatan kompos, Kemudian pada formulasi A mulai

ada perubahan bentuk dari bentuk pembuatan yaitu pada hari ke 4 dan ke

9, pada hari ke 14 sudah mulai terlihat halus namun belum seluruhnya,

dan pada hari ke 19 mulai halus seluruhnya sampai hari terakhir.

Page 102: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN PROGRAM STUDI S1 …

85

Pada Formula B sudah mulai tampak ada perubahan pada hari ke 4 dan

pada nhari ke 9 sudah mulai halus namun banyak kasarnya, dan pada hari

ke 14 sudah mulai halus seluruhnya, hari ke 19 kompos sudah terlihat

halus hingga akhir. Pada Formulasi C mulai terlihat halus sebagian yaitu

pada hari ke 14dan di hari ke 19 sudah mulai halus seluruhnya hingga

akhir pembuatan kompos.

Menurut syukur dan Nur (2006) semakin matang kompos maka serat

kompos tersebut semakin sedikit dan ukuran partikel lebih kecil. Bahan

organic diurai menjadi unsur-unsur yang dapat diserap oleh

mikroorganisme, maka bahan organi berubah menjadi partikel kecil atau

menjadi lebih halus dari bahan aslinya. Berdasarkan penelitian ini, dari

formulasi A, B, dan C partikel paling halus yaitu terdapat pada formulasi

B,dan hal mtersebut mempercepat proses dalam pembuatan kompos,

namun hasil pengamatan tekstur di atas dari Formula A, B dan C hampir

seluruhnya memenuhi standart Permentan No.70/sr140/2011 yaitu

bertekstur halus.

5. Hasil Pengukuran Parameter Kimia

Kompos dari bahan limbah daun minyak kayu putih, kotoran ayam,

dan mol nasi basi dan juga sekam dilakukan pengukuran kimia N P K dan

C/N rasio dengan mengacu pada PERMENTAN RI

No.70/PERMENTAN/Sr140/2011

Page 103: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN PROGRAM STUDI S1 …

86

a. Nitrogen (N)

Hasil dari Pemeriksaan labolatorium parameter Nitrogen (N)

pada formulasi A, B dan C telah memenuhi syarat PERMENTAN RI

No.70/PERMENTAN/Sr140/2011 yaitu 4,11 – 7,20 yang artinya nilai

nitrogen melebihi syarat yang telah ditentukan oleh PERMENTAN RI

No.70/PERMENTAN/Sr140/2011. Pada formulasi C ada yang dibawah

standart PERMENTAN yaitu pada replikasi 1 dan 3. Pada formulasi B

terdapat 7,20% yang berada di replikasi 2 artinya memiliki nitrogen

yang tinggi karena banyaknya limbah daun kayu putih yang terdapat

pada komposisi kompos tersebut. Tersedianya nitrogen dalam jumlah

yang tinggi karena terjadi proses dekomposisi yang lebih sempurna,

sedangkan nitogen yang rendah disebabkan kemungkinan banyak

menguap karena pengemasan kurang baik. Menurut penelitian Ni Made

Eka, dkk(2017) dijelaskan kandungan bahwa unsur nitrogen paling

tinggi terdapat pada perlakuan kotoran sapi dan rumput gajah dengan

perbandingan 2 : 1 yakni sebesar 0.60%,

Nitrogen merupakan unsur hara yang dibutuhkan tanaman

dalam jumlah yang cukup besar. Nitrogen tersedia dalam bentuk urea,

aluminium dan nitrat secara sederhana. Nitrogen dibutuhkan tanaman

untuk pembentukan asam amino, protein, klorofil, pembentukan

nukleotida dan enzim. Di alam bebas nitrogen tersedia didalam kompos.

(Dani Cecep Sucipto, 2012). Karbon atau C diuraikan oleh mikroba

Page 104: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN PROGRAM STUDI S1 …

87

karena karbon merupakan sumber energi bagi mikroba dan bahan yang

digunakan untuk menyusun sel, unsur nitrogen memiliki peranan

sebagai sumber makanan oleh mikroba untuk pertumbuhan sel-selnya.

Dari penelelitian ini, Formulasi B sangat naik untuk digunakan dalam

tanaman untuk klorofil karena memiliki hasil nitogen yang tinggi yaitu

7,20%.

b. Phospor (P205)

Berdasarkan hasil dari pemeriksaan labolatorium parameter

Phospor (P205) Pada Formulasi A, B dan C yaitu hampir sama dan hanya

sedikit berbedaan yang tidak bermakana atau selisih kecil yaitu sekitar

4,56 6,09(ppm) artinya dari ketiga formulasi A, B dan C masih memenuhi

standart PERMENTAN RI No.70/PERMENTAN/Sr140/2011 yaitu

minimum nya 4(ppm). Kandungan Phospor yaitu terdapat pada Formulasi

C replikasi ke 2 yaitu 3,87(ppm) dan replikasi tertingi terdapat pada

Formulasi B yang mencapai 6,20(ppm) .

Phospor merupakan unsur hara yang dibutuhkan tanaman dalam

jumlah yang cukup besar, unsur P dibutuhkan tanaman untuk

pembentukkan bunga dan buah guna untuk mempercepat pemsakkan biji,

merangsang pertumbuhan dan perkembangan akar dan juga membantu

dalam pembentukkan protein. Phospor sebagian terdapat atau berasar dari

pelapukan batuan mineral alami, sisanya berasal dari pelapukan bahan

organik. Sebagian phosphor yang mudah larut diambil oleh

Page 105: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN PROGRAM STUDI S1 …

88

mikroorganisme tanah untuk pertumbuhan, dan kemudian phosphor ini

yang akan diubah menjadi humus (Syahfitri, 2008). Penelitian ini rata-rata

memiliki phosphor yang tinggi dikarenakan bahan dari pembuatan

kompos sendiri berasal dari bahan pelapukan bahan-bahan organik.

c. Kalium (K2O)

Berdasarkan hasil dari pemeriksaan labolatorium parameter

Kalium (K2O) dari formulasi A, B dan C tidak menunjukkan adanya

perbedaan yang signifikan atau bermakna , pada formulasi A rata rata

4,45% dan pada formulasi B yaitu rata-rata 6,70%, sedangkan pada

Formulasi C yaitu 3,8%. Pada formulasi C terdapat Kalium yang di

bawah standart minimal PERMENTAN yaitu pada replikasi yang ke 2

yaitu sebesar 3,25% namun untuk replikasi ke 1 dan ke 3 sudah

memenuhi syarat standart minimal kalium yaitu sebsar 4%. Kalium yang

tertinggi terdapat pada formulasi B yaitu pada replikasi ke 2 sebesar

7,00% sedangkan kalium terendah terdapat pada formulasi C replikasi ke

2 yaitu 3,25 artinya di bawah standart minimal PERMENTAN.

Menurut penelitian Maesaroh(2014) unsur Kalium (K) pada kotoran

ayam sangat tinggi, dengan begitu dapat di gunakan untuk memenuhi

kebutuhan unsur tersebut adalah dengan penambahan sabut kelapa, dari

berbagai sumber yang diperoleh

Page 106: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN PROGRAM STUDI S1 …

89

membuktikan bahwa sabut kelapa memiliki kandungan unsur kalium (K)

yang tinggi. Menurut penelelitian ini kotoran ayam yang mengandung

bakteri Lactobacilus reutri,Leuconostocmensenteroide, dan streptococcus

thermopilius mampu mendekomposisikan limbah daun minyak kayu

putih dengan cepat, sehingga proses pengomposan lebih dipersingkat.

Kalium berperan dalam membantu pembentukan protein dan

karbohidrat. Kalium tidak terdapat dalam protein, protoplasma dan

sellulosa, elemen ini bukan elemen langsung dalam pembentukan bahan

organik. Menurut Imanudin (2017) penelitian pemberian bioaktivator

MOL LJBM ini diduga salah satu faktor yang mempegaruhi perbedaan

kandungan K dalam kompos, selain itu juga bahwa unsur K akan

dimanfaatkan oleh mikroba dalam proses dekomposisi sehingga semakin

banyak penambahan bioaktivator EM maka akan semakin banyak

pemanfaatan K oleh mikroba aktivitas bakteri yang terkandung.

Menurut I Made, dkk.,(2016), keberadaan kalium pada pupuk kompos

ini disebabkan oleh banyaknya bahan organik yang berasal dari bahan

baku pembuatan kompos tersebut. Bahan organic dapat meningkatkan

kapasitas tukar kation.

d. Kadar C/N Rasio

Hasil dari pengukuiran labolatorium didapatkan hasil C/N

Rasio pada Formulasi A, B dan C ada perbedaan namun tidak bermakna

Page 107: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN PROGRAM STUDI S1 …

90

atau tidak signifikan yang berarti, Pada table 5.3 Formulasi A rata- rata

mendapatkan 17,5%, Formulasi B rata-rata mendapatkan 18,8 dan

Formulasi C mendapatkan 23,56. Dari ke 3 formulasi tersebut masih

dikatakan memenuhi syarat dalam PERMENTAN RI no70/sr140/2011

yaitu syarat minimal 15-25%.

Dari penjelasan diatas diperkirakan semakin seimbang bahan

kompos antara limbah daun kayu putih dan kotoran ayam semakin sedikit

C/N rasio namun untuk ada indikasi secara fisik proses pematangan

kompos semakin cepat daripada C/N rasio yang cukup tinggi. Menurut

Evi Ulfatul (2018) Kualitas kompos sangat ditentukan oleh besarnya

perbandingan antara jumlah karbon dan nitrogen (C/N rasio). Jika C/N rasio

tinggi, berarti bahan penyusun kompos belum terurai sempurna. Bahan kompos

dengan C/N rasio tinggi akan terurai atau membusuk lebih lama diba ndingkan

dengan bahan ber-C/N rendah.

Setiap bahan organic mengandung unsur karbon dan nitrogen

yang berbeda- beda. Suatu bahan yang mengandung unsur C tinggi akan

maka nilai C/N rasio nya juga akan tinggi dan sebaliknya jika suatu bahan

memiliki nilai C Rasio yang rendah maka bahan terseubut juga memiliki

C/N rasio yang rendah. Nilai C/N rasio akan sangat mempengaruhi proses

dekomposisi Lisa (2013).

Page 108: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN PROGRAM STUDI S1 …

91

d. Rekomendasi

1. Hasil dari ekperimen pembuatan kompos berbahan dasar limbah daun

minyak kayu putih dan kotoran ayam dan juga sekam dengan batuan

bioaktivator mol nasi basi dengan 3 formulasi yang berbeda yaitu beda

dalam komposisi masing- masing formulasi, dan didapatkan hasil atau

dapat disimpulkan bahwa tidak adanya perbedaan pada setiap

formulasi namun pembuatan kompos dengan kadar Nitrogen yang

tinggi maka bahan kompos dapat diperbanyak limbah dari daun kayu

putih dengan perbandingan 6kg daun kayu putih dan 1 kg kotoran

ayam, untuk pembuatan kompos yang tinggi kadar Phospat maka

pembuatan kompos dapat dilakukan dengan menambah atau

memperbanyak sekam, dikarenakan sekam padi mengandung karbon

yang tinggi. Dilihat dari kandungan kimia yang terdapat pada sekam

padi, sekam padi memiliki potensi digunakan sebagai bahan tambahan

pembuatan kompos karena sekam padi memiliki unsur utama protein,

lemak, serat kasar, dan karbohidrat, dan untuk pembuatan kompos

dengan kadar kalium yang tinggi maka dapat di perbanyak dengan

limbah daun kayu putih mapun kotoran ayam.

2. Untuk pembuatan kompos dengan waktu yang cepat dapat digunakan

Formula B yaitu dengan komposis formulasi 6kg limbah daun minyak

kayu putih , 1kg kotoran ayam dan 3 kg sekam dengan bioaktivator

2%.

Page 109: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN PROGRAM STUDI S1 …

92

3. Kendala dalam pembuatan kompos pada penelitian kali ini yaitu

terkendala oleh suhu yang tidak menentu dan kemungkinan

berdampak pada pembuatan kompos, apabila didapati kompos yang

terlalu panas maka disemprotkan air atau di lakuka pembalikan pada

kompos untuk memberi ruang udara. Apabila kurang panas maka di

semprotkan kembali mol nasi basi dan di tutup rapat kembali agar

memci proses dekomposisi berjalan dengan baik dan kembali

mengghasilkan panas yang stabil.

4. Perlu di teliti lebih lanjut tentang limbah daun kayu putih dengan

formulasi dan komposisi yang berbeda.

Page 110: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN PROGRAM STUDI S1 …

93

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil dari penelitian :

1. Membuat kompos dengan menggunakan bahan baku limbah daun minyak

kayu putih, kotoran ayam, sekam dan mol nasi basi dengan konsentrasi

limbah daun kayu putih (5kg) kotoran ayam (0,5kg) dan sekam (3kg) dengan

bioaktivator mol nasi basi 2% diperoleh hasil Nitrogen 4,13%, Phospor

4,15%, Kalium 5,30%.

2. Membuat kompos dengan menggunakan bahan baku limbah daun minyak

kayu putih, kotoran ayam, sekam dan mol nasi basi dengan konsentrasi

limbah daun kayu putih (6kg) kotoran ayam (1kg) dan sekam (3kg) dengan

bioaktivator mol nasi basi 2% diperoleh hasil Nitrogen 7,20%, Phospor

6,20%, Kalium 7,00%.

3. Membuat kompos dengan menggunakan bahan baku limbah daun minyak

kayu putih, kotoran ayam, sekam dan mol nasi basi dengan konsentrasi

limbah daun kayu putih (7kg) kotoran ayam (1,5 kg) dan sekam (3kg) dengan

bioaktivator mol nasi basi 2% diperoleh hasil Nitrogen 4,13%, Phospor

4,16%, Kalium 4,15%.

4. Dari Formulasi A, B dan C tidak adanya perbedaan yang bermakna atau

signifikan, namun dari ketiga formulasi tersebut, formulasi B yang cepat jadi

Page 111: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN PROGRAM STUDI S1 …

94

kompos dan dari hasil ketiga kompos tersebut masih memenuhi standart SNI

kompos maupun PERMENTAN RI no70/PERMENTAN/sr140/2011.

6.2 Saran

1. Pabrik Minyak Kayu Putih

Kepada pabrik minyak kayu putih di dukuh Sukun Kabupaten Ponorogo di

harapkan memiliki inovasi dan mempergunakan dan memanfaatkan limbah

daun minyak kayu putih dengan maksimal. Setelah adanya penelitian ini di

harapkan pabrik minyak kayu putih dan masyarakat sekitar pabrik

memanfaatkan peluang untuk mempergunakan limbah daun kayu putih

dengan sebaiknya, guna untuk dipergunakan kembali terhdap tanaman kayu

putih.

2. Bagi Institusi Pendidikan Stikes Bhakti Husada Mulia Madiun

Diharapkan penelitian ini dapat digunakan menjdi referensi bagi mahasiswa,

kesehatan masyarakat, kesehatan lingkungan khususnya tentang pembuatan

kompos.

3. Bagi Peneliti

Hasil penelitian ini belum sempurna dan masih banyak kekurangan,

diharapkan bagi peneliti yang lain dapat mengembangkan lebih luas lagi

tentang limbah daun minyak kayu putih untuk pembuatan kompos dengan

konsentrasi maupun formulasi yang berbeda, dan juga dapat meneliti lebih

lanjut tentang hal-hal yang mempengaruhi dalam pembuatan kompos.

Page 112: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN PROGRAM STUDI S1 …

95

DAFTAR PUSTAKA

Aprinda, N. 2018.Penaruh Lama Fermentsi Pupuk Oranik Cair Kombinasi Batang

Pisang, Kulit Pisang dan Buah Pare Terhadap Uji Kandungan Unsur Hara

Makro Fosfor(P) dan Kalsium(Ca) Total Dengan Penambahan Bioaktivator

EM4, Skrpsi, Universitas Sanata Dharma Yoyakarta, Yoyakarta.

Budi , S. 2018.Sistem Lelang Limbah Daur Ulang Berbasis web. Skripsi,Jurusan

Teknik InformatikaFakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Sidoarjo,

Sidoarjo.

Budiyani, dkk. 2016. Analisis Kualitas Larutan mikroorganisme lokal bonggol

pisang, E-Jurnal Agroekoteknologi Tropika, Vol 5, Nomor 1, : 63-64.

Danang, D.P. 2018. Uji Efektivitas Mikroorganisme Lokal Dari Tomat Busuk, Nasi

Basi, Bonggol Pisang, Sebagai Starter Alam Pembuatan Kompos Organik Desa

Dagangan Madiun. Skripsi, Program Studi Kesehatan Masyarakat Stikes

Bhakti Husada Mulia Madiun, Madiun.

Danuji, S. 2017. Pemanfaatan Mikroorganisme Lokal Mempercepat Kelestarian

Lingkungan Akibat Konversi Lahan Produktif Menjadi Perumahan, Seminar

Nasional Biologi, Jember.

Handoyo, A. 2018.Pengaruh Macam Inkulum Terhadap Karakter Fisik dan Fraksi

Serat Pada Jerami Padi Fermentasi.Tesis, Universitas Mercu Buana

Yogyakarta, Yogyakarta.

Hasibuan, R. 2016. Analisis Dampak Limbah/Sampah Rumah Tangga Terhadap

Pencemaran Lingkungan Hidup, Jurnal Ilmiah Advokasi , Volume 04, Nomor

01, : 44-46.

Ir. Graitno, MT. 2010, Membuat Kompos Memanfaatkan Limbah Organik, Bandung :

PT Sinergi Pustaka Indonesia.

Kurniawan, A. 2018.Produksi Mol (Mikroorganisme Lokal) Dengan

Pemanfaatanbahan-Bahan Organik Yang Ada Di Sekitar, Jurnal Hexagro,

Volume 2, Nomor 2, : 36-38.

Kurniawan, A. 2018.Produksi MOL(mikroorganisme local) dengan pemanfaatan

bahan-bahan organic yang ada disekitar. Jurnal, Volume 2, Nomor 2, : 36-39.

Page 113: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN PROGRAM STUDI S1 …

96

Kusuma, D, P. 2017. Analisis Nilai Tambah Produksi Limbah Kotoran Ternak

Rumah Potong Hewan Kota Pekanbaru. JOM Fekon, Nomor 1, : 57-58.

Lubis, A.T. 2017. Efektivitas Penambahan Mikroorganisme Lokal (MOL)

Nasi,Tapai Singkong Dan Buah Pepaya Dalam Pengomposan Limbah Sayuran

Tahun 2017, Skripsi, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Medan,

Sumatera Utara.

Lukito M. 2012. Model pendugaan biomassa tanaman kayuputih(KASUS BKPH

Sukun KPH Madiun).Jurnal Agri-tek,12( 2) : 36-48.

Megayanti, R. 2015, 5 Oktober. Teknik Budidaya dan Pengelolaan Tanaman Kayu

Putih (Melaleuca leucadendra(L).L), Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya,

Malang.

Mulyanto, Parwi T, Umi Isnatin. 2017. Isolasi Dan Identifikasi Fungi Pada Limbah

Industri Kayu Putih (Melaleuca leucadendra). Gontor AGROTECH Science

Journal, 3,Nomor 2, : 120-121.

Mulyono, 2014.Membuat mikrooranisme lokal (MOL) dan Kompos dari sampah

rumah tangga. Jakarta: AgroMedia Pustaka.

Murbandono, L. 2007. Membuat Kompos. PenebarSwadaya. Jakarta.

Nisa,Khalimatu.2016.Meproduksi Kompos dan MikroOrganisme

Lokal(MOL).Jakarta: BibitPublisher.

Notoadmodjo, Soekidjo. 2012. Metodologi Penelitian Kesehatan: Rineka Cipta.

Notoadmodjo, S. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta. Rineka Cipta.

Novizan, 2001. Petunjuk Pemupukan yang efektif, Jakarta : Agromedia Pustaka.

Palupi, N.P. 2015. Karakter Kimia Pupuk Cair Asal Limbah Kulit Pisang Kepok dan

Pengaruhnya Pada Tinggi Tanaman kedelai, Jurnal AGRIFOR, volume XIV,

Nomor 2, : 240-241.

Purwasasmita M, 2009. Mikroorganisme lokal sebagai pemicusiklus kehidupan

dalam bioreaktortanaman.Seminar Nasional Teknik Kimia Indonesia- SNTKI

2009 Bandung 19-20 Oktober 2009.

Rahmawati, A., Alberto, E, dan Soemarno. 2016. Pengaruh Kompos Limbah Daun

Minyak Kayu Putih Untuk Pertumbuhan Seamai Tanaman Kayu Putih, Jurnal

Tanah dan Sumberdaya Lahan, vol 3 No 54, : 293-301.

Page 114: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN PROGRAM STUDI S1 …

97

Rimbawanto, A. 2017.Minyak Kayu Putih Dari Tanaman Asli Indonesia Untuk

Indonesia , Yogyakarta, Kaliwangi(Anggota IKAPI).

Roidah, I, S. 2013. Manfaat Penggunaan Pupuk Organik Untuk Kesuburan

Tanah.Jurnal Universitas Tulungagung Bonorowo. Vol 1(1): 30-42.

Setyaningsih, E., dkk. 2017. Pengelolaan Sampah Daun Menjadi Kompos Sebagai

Solusi Kreatif Pengendali Limbah Di Kampus UMS. Jurnal, : 742-743.

Sugiyono, P.D. 2011. Metode penelitian Kuantitatif Kualitatif R& B. Bandung:

Alfabeta.

Suhendar, C. 2018, Ayo Membuat Kompos, Bandung : CV Armico.

Sulaiman, M. 2019. Pengawasan Pencemaran Lingkungan (Studi Kasus Limbah

Industri Kelapa Sawit Di Kabupaten Indragiri Hulu), JOM FISIP Universitas

Riau, volume 1, : 7-9.

Susi, N, dkk. 2018Pengujian Kandungan Unsur Hara Pupuk Organik Cair (POC)

Limbah Kulit Nanas, Jurnal Pertanian Ilmiah, Volume 14, Nomor 2, : 46-47.

Suyanto Beny, Prijiono Sigit. 2016. Desain Alat Pembuat Pupuk Organik Untuk

Kampus dan Sekolah , Penelitian Hibah bersaing Politeknik Kesehatan

Kemenkes Surabaya : Prijionosigit.

Trivana, L. 2017. Optimalisasi Waktu Pengomposan dan Kualitas Pupuk Kandang

Kambing dan Debu Sabut Kelapa Dengan Bioaktivator PROMI dan Ogradec,

Jurnal sains veteriner, 31(1), : 137-139.

Tufalia, M. Dewi, Darma, Laksana. Syamsu, Alam. 2014. Aplikasi Kompos

KotoranAyam untuk Meningkatkan Hasil Tanaman Mentimun (Cucumis

sativusL.) in Acid Soils. Jurnal Agroteknos. Vol 4 (2): 119-126.

Utomo, P.B, Nurdiana, J. 2018. Evaluasi Pembuatan Kompos Organik Dengan

Menggunakan Metode Hot Composting.Jurnal Teknologi Lingkungan, Volume

2, Nomor 01, : 28-29.

Widyaningsih, E. 2002. Pengaruh Pengomposan Media Limbah Daun Industri

Minyak Kayu Putih Dengan Jamur Trichoderma viride dan EM4 Terhadap

pertumbuhan semai kayu putih (Melaleuca leucadendra Linn) . Skripsi,

Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Page 115: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN PROGRAM STUDI S1 …

98

Yuniarti, A., Machfud. Y., Damayani.M, dan Solihin. 2018. Aplikasi Kombinasi

Macam Pupuk Organik dan N,P,K terhadap Pertumbuhan dan Hasil Padi

Hitam, Jurnal, Volume 16, Nomor 2, : 65-66.

Yuniwati. 2012. Optimasi kondisi proses pembuatan kompos dari sampah organik

dengan cara fermentasi menggunakan EM4. Fakultas teknologi industri institut

sains dan teknologi AKPRIND : Yogyakarta.

Fadhil, M. 2016. Pengaruh Penambahan Berbagai Jenis Strater Pada Proses

Pengomposan Eceng Gondok, Skripsi,Universitas Hasanudin Makassar

Imamudin, 2017. Biokonversi Feses Ayam Broiler yang diberi Ransum Mengandung

Limbah Jambu Biji Merah sebagai Feed Additive. Jurnal Peternakan 20 (1): 42-

51.

Isroi dan Yuliarti, N. 2009. Kompos Cara Mudah, Murah dan Cepat Menghasilkan

Kompos, Yoyakarta: Andi

Widarti, B.N., Wadharni,W.K., dan Sarwono, E.2015. Pengaruh Rasio C/N Rasio

Bahan Baku Pada Pembuatan Kompos dari Kubis dan Kulit Pisang. Jurnal

Intregasi Proses 5(2):78-80.

Page 116: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN PROGRAM STUDI S1 …

Lampiran 1

Surat Izin Pengambilan Data Awal

Page 117: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN PROGRAM STUDI S1 …

Lampiran 2

Kartu Bimbingan

Page 118: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN PROGRAM STUDI S1 …

Lampiran 3

Tabel Observasi Pengukuran Suhu dan Kelembaban

Formula Parameter Replikasi Hasil Pengukuran dan Pengamatan hari ke Rata-rata

1 3 5 7 9 11 14 18 21 24

Formula A Suhu(°C) 1 28 34 38 40 45 40 42 35 30 35 36,7

2 27 31 40 40 43 40 41 38 34 35 36,9

3 28 33 39 42 43 39 47 37 34 36 37,8

Kelembaban(%

RH)

1 46

45 44 45 47 42 44 45 45 44 44,7

2 40 40 42 45 44 44 45 41 42 42 42,5

3 45

46 45 47 44 45 45 43 42 40 44,2

Formula B Suhu(°C) 1 27 40 42 44 45 40 40 42 37 38 39,5

2 25 38 40 42 39 40 38 36 39 39 37,6

3 25 39 37 40 39 42 37 36 40 39 37,4

Kelembaban(%

RH)

1 50

46 45 45 42 44 45 45 40 42 44,4

Page 119: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN PROGRAM STUDI S1 …

2 42

50 49 46 47 40 40 42 40 40 43,6

3 45

50 48 45 45 42 40 44 44 42 44,5

Formula C Suhu(°C) 1 27 33 40 40 45 40 36 35 40 37 37,3

2 25 30 40 44 45 37 43 44 37 39 38,4

3 25 38 45 40 44 37 41 43 36 40 38,9

Kelembaban(%

RH)

1 49 50 48 46 44 45 49 46 45 42 46,4

2 50 48 45 42 40 42 45 44 45 43 44,4

3 50

47 49 46 46 44 41 40 48 46 45,7

Page 120: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN PROGRAM STUDI S1 …

Lampiran 4

Tabel Observasi Pengamatan Bau, Warna dan Tekstur

Formulasi Repli

kasi

Hari ke 1 4 9 14 19 24

Formulasi

A

1 Warna Coklat Tua Coklat Tua Coklat Tua Coklat

Kehitaman

Kehitaman Kehitaman

2 Coklat Tua Coklat Tua Coklat Tua Coklat

Kehitaman

Kehitaman Kehitaman

3 Coklat Tua Coklat Tua Coklat Tua Coklat

Kehitaman

Kehitaman Kehitaman

1 Bau Bahan- bahan

dasar kompos

Bau Fermentasi Bau Fermentasi Sedikit berbau

tanah

Berbau Tanah Berbau

Tanah

2 Bahan- bahan

dasar kompos

Bau Fermentasi Bau Fermentasi Sedikit berbau

tanah

Berbau Tanah Berbau

Tanah

3 Bahan- bahan

dasar kompos

Bau Fermentasi Bau Fermentasi Sedikit berbau

tanah

Berbau Tanah Berbau

Tanah

1 Tekstur Kasar, seperti

bahan dasar

Mulai ada perubahan

dari bentuk awal

pembuatan

Mulai ada perubahan

dari bentuk awal

pembuatan

Hampir halus

seluruhnya

Halus Halus

2 Kasar, seperti

bahan dasar

Mulai ada perubahan

dari bentuk awal

pembuatan

Mulai ada perubahan

dari bentuk awal

pembuatan

Hampir halus

seluruhnya

Halus Halus

Page 121: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN PROGRAM STUDI S1 …

3 Kasar, seperti

bahan dasar

Mulai ada perubahan

dari bentuk awal

pembuatan

Mulai ada perubahan

dari bentuk awal

pembuatan

Hampir halus

seluruhnya

sedikit

Halus Halus

Formulasi

B

1 Warna Coklat Tua Coklat Kehitaman Coklat Kehitaman Kehitaman Kehitaman Kehitaman

2 Coklat Tua Coklat Kehitaman Coklat Kehitaman Kehitaman Kehitaman Kehitaman

3 Coklat Tua Coklat Kehitaman CoklatKehitaman Kehitaman Kehitaman Kehitaman

1 Bau Bahan- bahan

dasar kompos

Bau Fermentasi Sedikit berbau tanah Sedikit berbau

tanah

Berbau Tanah Berbau

Tanah

2 Bahan- bahan

dasar kompos

Bau Fermentasi Sedikit berbau tanah Sedikit berbau

tanah

Berbau Tanah Berbau

Tanah

3 Bahan- bahan

dasar kompos

Bau Fermentasi Sedikit berbau tanah Sedikit berbau

tanah

Berbau Tanah Berbau

Tanah

1 Tekstur Kasar, seperti

bahan dasar

Mulai ada perubahan

dari bentuk awal

pembuatan

Terlihat halus tetapi

masih ada kasarnya

sedikit

Hampir halus

seluruhnya

Halus Halus

2 Kasar, seperti

bahan dasar

Mulai ada perubahan

dari bentuk awal

pembuatan

Terlihat halus tetapi

masih ada kasarnya

sedikit

Hampir halus

seluruhnya

Halus Halus

3 Kasar, seperti

bahan dasar

Mulai ada perubahan

dari bentuk awal

pembuatan

Terlihat halus tetapi

masih ada kasarnya

sedikit

Hampir halus

seluruhnya

Halus Halus

Page 122: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN PROGRAM STUDI S1 …

Formulasi

C

1 Warna Coklat Coklat Coklat Kehitaman Coklat

Kehitaman

Coklat

Kehitaman

Kehitaman

2 Coklat Coklat tua Coklat Kehitaman Coklat

Kehitaman

Coklat

Kehitaman

Kehitaman

3 Coklat Coklat tua Coklat Kehitaman Coklat

Kehitaman

Coklat

Kehitaman

Kehitaman

1 Bau Bahan- bahan

dasar kompos

Bau Fermentasi Bau Fermentasi Sedikit berbau

tanah

Bau Tanah Bau Tanah

2 Bahan- bahan

dasar kompos

Bau Fermentasi Bau Fermentasi Sedikit berbau

tanah

Bau Tanah Bau Tanah

3 Bahan- bahan

dasar kompos

Bau Fermentasi Bau Fermentasi Sedikit berbau

tanah

Bau Tanah Bau Tanah

1 Tekstur Kasar, seperti

bahan dasar

Mulai ada perubahan

dari bentuk awal

pembuatan

Mulai ada perubahan

dari bentuk awal

pembuatan

terlihat halus

tetapi masih

ada kasarnya

sedikit

Hampir halus

seluruhnya

Halus

2 Kasar, seperti

bahan dasar

Mulai ada perubahan

dari bentuk awal

pembuatan

Mulai ada perubahan

dari bentuk awal

pembuatan

terlihat halus

tetapi masih

ada kasarnya

sedikit

Hampir halus

seluruhnya

Halus

3 Kasar, seperti

bahan dasar

Mulai ada perubahan

dari bentuk awal

pembuatan

Mulai ada perubahan

dari bentuk awal

pembuatan

terlihat halus

tetapi masih

ada kasarnya

sedikit

Hampir halus

seluruhnya

Halus

Page 123: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN PROGRAM STUDI S1 …

Lampiran 5

Hasil Analisis Uji Labolatorium

Page 124: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN PROGRAM STUDI S1 …
Page 125: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN PROGRAM STUDI S1 …

Lampiran 6

Surat Ijin Penelitian di Labolatorium

Page 126: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN PROGRAM STUDI S1 …

Lampiran 7

Hasil Output Pengolahan SPSS

Descriptives

formula Statistic Std. Error

hasil formula A (N) Mean 10,8450 2,99804

95% Confidence Interval for

Mean

Lower Bound 3,1383

Upper Bound 18,5517

5% Trimmed Mean 10,8189

Median 10,6650

Variance 53,929

Std. Deviation 7,34366

Minimum 4,11

Maximum 18,05

Range 13,94

Interquartile Range 13,48

Skewness ,007 ,845

Kurtosis -3,314 1,741

formula A (P) Mean 4,5633 ,29356

95% Confidence Interval for

Mean

Lower Bound 3,3002

Upper Bound 5,8264

5% Trimmed Mean .

Median 4,2900

Variance ,259

Std. Deviation ,50846

Minimum 4,25

Maximum 5,15

Range ,90

Interquartile Range .

Skewness 1,720 1,225

Kurtosis . .

formula A (K) Mean 5,1600 ,07095

95% Confidence Interval for

Mean

Lower Bound 4,8547

Upper Bound 5,4653

Page 127: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN PROGRAM STUDI S1 …

5% Trimmed Mean .

Median 5,1100

Variance ,015

Std. Deviation ,12288

Minimum 5,07

Maximum 5,30

Range ,23

Interquartile Range .

Skewness 1,528 1,225

Kurtosis . .

formula B (N) Mean 12,6833 2,79006

95% Confidence Interval for

Mean

Lower Bound 5,5113

Upper Bound 19,8554

5% Trimmed Mean 12,6398

Median 12,6500

Variance 46,707

Std. Deviation 6,83423

Minimum 6,10

Maximum 20,05

Range 13,95

Interquartile Range 12,75

Skewness ,025 ,845

Kurtosis -3,184 1,741

formula B (P) Mean 6,0933 ,05364

95% Confidence Interval for

Mean

Lower Bound 5,8625

Upper Bound 6,3241

5% Trimmed Mean .

Median 6,0500

Variance ,009

Std. Deviation ,09292

Minimum 6,03

Maximum 6,20

Range ,17

Interquartile Range .

Page 128: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN PROGRAM STUDI S1 …

Skewness 1,642 1,225

Kurtosis . .

formula B (K) Mean 6,7033 ,24835

95% Confidence Interval for

Mean

Lower Bound 5,6348

Upper Bound 7,7719

5% Trimmed Mean .

Median 6,9000

Variance ,185

Std. Deviation ,43016

Minimum 6,21

Maximum 7,00

Range ,79

Interquartile Range .

Skewness -1,627 1,225

Kurtosis . .

formula C (N) Mean 13,6417 4,51801

95% Confidence Interval for

Mean

Lower Bound 2,0277

Upper Bound 25,2556

5% Trimmed Mean 13,6296

Median 13,7650

Variance 122,475

Std. Deviation 11,06682

Minimum 3,25

Maximum 24,25

Range 21,00

Interquartile Range 20,48

Skewness -,001 ,845

Kurtosis -3,316 1,741

formula C (P) Mean 4,0433 ,08838

95% Confidence Interval for

Mean

Lower Bound 3,6631

Upper Bound 4,4236

5% Trimmed Mean .

Median 4,1000

Variance ,023

Page 129: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN PROGRAM STUDI S1 …

Std. Deviation ,15308

Minimum 3,87

Maximum 4,16

Range ,29

Interquartile Range .

Skewness -1,438 1,225

Kurtosis . .

formula C (K) Mean 3,8000 ,27839

95% Confidence Interval for

Mean

Lower Bound 2,6022

Upper Bound 4,9978

5% Trimmed Mean .

Median 4,0000

Variance ,233

Std. Deviation ,48218

Minimum 3,25

Maximum 4,15

Range ,90

Interquartile Range .

Skewness -1,545 1,225

Kurtosis . .

Tests of Normality

formula

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

hasil formula A (N) ,317 6 ,059 ,711 6 ,008

formula A (P) ,371 3 . ,783 3 ,075

formula A (K) ,325 3 . ,876 3 ,312

formula B (N) ,289 6 ,129 ,769 6 ,030

formula B (P) ,346 3 . ,837 3 ,206

formula B (K) ,343 3 . ,843 3 ,222

formula C (N) ,311 6 ,071 ,713 6 ,009

formula C (P) ,311 3 . ,897 3 ,377

formula C (K) ,328 3 . ,871 3 ,298

Page 130: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN PROGRAM STUDI S1 …

a. Lilliefors Significance Correction

Uji homogenitas

Test of Homogeneity of Variances

hasil

Levene Statistic df1 df2 Sig.

420,438 8 27 ,000

Ranks

formula N Mean Rank

hasil formula A (N) 6 19,08

formula A (P) 3 14,67

formula A (K) 3 16,33

formula B (N) 6 27,67

formula B (P) 3 20,67

formula B (K) 3 25,00

formula C (N) 6 19,67

formula C (P) 3 7,00

formula C (K) 3 5,50

Total 36

Test Statisticsa,b

hasil

Chi-Square 14,572

df 8

Asymp. Sig. ,068

a. Kruskal Wallis Test

b. Grouping Variable:

formula

Page 131: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN PROGRAM STUDI S1 …

Lampiran 8

Page 132: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN PROGRAM STUDI S1 …
Page 133: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN PROGRAM STUDI S1 …
Page 134: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN PROGRAM STUDI S1 …
Page 135: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN PROGRAM STUDI S1 …
Page 136: PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN PROGRAM STUDI S1 …