karakterisasi reservoir pada lapangan “tamhar”...
TRANSCRIPT
KARAKTERISASI RESERVOIR PADA LAPANGAN
“TAMHAR” CEKUNGAN BINTUNI PAPUA
MENGGUNAKAN METODE INVERSI SEISMIK
IMPEDANSI AKUSTIK DAN MULTIATRIBUT
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains dalam bidang fisika
Oleh :
RAHMAT HIDAYAT ANHARI
135090700111004
JURUSAN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2017
i
KARAKTERISASI RESERVOIR PADA LAPANGAN
“TAMHAR” CEKUNGAN BINTUNI PAPUA
MENGGUNAKAN METODE INVERSI SEISMIK
IMPEDANSI AKUSTIK DAN MULTIATRIBUT
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains dalam bidang fisika
Oleh:
RAHMAT HIDAYAT ANHARI
135090700111004
HALAMAN KOVER
JURUSAN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PEGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2017
iii
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI
KARAKTERISASI RESERVOIR PADA LAPANGAN
“TAMHAR” CEKUNGAN BINTUNI PAPUA
MENGGUNAKAN METODE INVERSI SEISMIK
IMPEDANSI AKUSTIK DAN MULTIATRIBUT
Oleh:
RAHMAT HIDAYAT ANHARI
135090700111004
Setelah dipertahankan di depan Majelis Penguji
pada tanggal .............................
dan dinyatakan memenuhi syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains dalam bidang fisika
Mengetahui,
Ketua Jurusan Fisika
Fakultas MIPA Universitas Brawijaya
Prof. Dr.rer.nat. Muhammad Nurhuda
NIP. 19640910 199002 1 001
Pembimbing I
Drs. Adi Susilo, M.Si., Ph.D.
NIP. 19631227 199103 1 002
Pembimbing II
Hanif Mersil, S.T.
NIP. 19891026 201402 1 001
v
LEMBAR PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : Rahmat Hidayat Anhari
NIM : 135090701111020
Jurusan : Geofisika
Penulis Skripsi berjudul :
Karakterisasi Reservoir Pada Lapangan “Tamhar”
Cekungan Bintuni Papua Menggunakan Metode Inversi
Seismik Impedansi Akustik Dan Multiatribut
Dengan ini menyatakan bahwa :
1. Isi dari Skripsi yang saya buat adalah benar-benar karya
sendiri dan tidak menjiplak karya orang lain, selain nama-
nama yang termaktub di isi dan tertulis di daftar pustaka
dalam Skripsi ini.
2. Apabila dikemudian hari ternyata Skripsi yang saya tulis
terbukti hasil jiplakan, maka saya akan bersedia menanggung
segala resiko yang akan saya terima.
Demikian pernyataan ini dibuat dengan segala kesadaran.
Malang, Desember 2017
Yang menyatakan,
Rahmat Hidayat Anhari
NIM. 135090700111004
vii
KARAKTERISASI RESERVOIR PADA LAPANGAN
“TAMHAR” CEKUNGAN BINTUNI PAPUA
MENGGUNAKAN METODE INVERSI SEISMIK
IMPEDANSI AKUSTIK DAN MULTIATRIBUT
ABSTRAK
Lapangan Tamhar terletak di Cekungan Bintuni bagian selatan
Kepala Burung Papua. Salah satu reservoir pada Cekungan Bintuni
terdapat pada Formasi Waripi batupasir yang menjadi target dalam
penelitian, didefinisikan dengan Top Target dan Base Target. Untuk
dapat mengkarakterisasi reservoir pada area penelitian perlu dilakukan
pemetaan nilai impedansi akustik yang dibuat dengan menggunakan
metode inversi berbasis model dan pembuatan peta persebaran
properti reservoir yaitu porositas yang dilakukan dengan
menggunakan metode multiatribut. Data yang tersedia pada penelitian
ini adalah 4 sumur dan 14 data seismik 2D. Tahapan penelitian yang
dilakukan antara lain, pengikatan data sumur dengan data seismik,
prediksi log porositas dan perhitungan log impedansi akustik dari data
sumur, interpretasi data seismik 2D, inversi berbasis model, analisis
multiatribut regresi linier, dan running multiatribut. Hasil inversi
akustik impedansi dan multiatribut porositas disebarkan pada peta
struktur kedalaman, sehingga dapat di interpretasi pola persebaran
properti reservoir pada lapangan Tamhar. Hasil yang diperoleh dapat
diintegrasikan sehingga dapat ditentukan area untuk pengeboran
sumur baru. Area untuk pengeboran sumur baru memiliki nilai
impedansi akustik yang relatif rendah antara 8000–11000
[(m/s)*(g/cc)] dan memiliki nilai nilai porositas sebesar 20%–30%,
yang berada dikedalaman hampir sama dengan daerah sumur A-1.
Kata kunci : Inversi, Multiatribut, Porositas.
ix
RESERVOIR CHARACTERIZATION IN
FIELD “TAMHAR” BINTUNI BASIN USING ACOUSTIC
IMPEDANCE SEISMIC INVERSION AND
MULTIATTRIBUTES
ABSTRACT
Tamhar field located in Bintuni Basin are included in south head
of bird. The reservoir target in this study is Waripi sand reservoir, is
defined by Top Target and Base Target. In order to characterize
reservoir in target field, firstly the acoustic impedance values are
computed and mapped using a Model Based inversion method;
secondly a distribution map from properties of porosity is made using
Multiattributes. The data provided in this study is 4 wells and 14 line
of 2D seismic. Stages of the research conducted, among others pre-
well seismic tie, predicted log porosity and calculated acoustic
impedance log of well data, then doing interpretation of 2D seismic
data, Model Based inversion, multiattributes linier regression analysis,
and running multiattributes. The results from acoustic impedance and
multiattributes of porosity are spreaded on the depth structure maps,
so the distribution of reservoir properties can be interpreted in
“Tamhar” field. The result can be integrated, so it can be determined
areas for drilling new wells. This area has a acoustic impedance values
8000–11000 [(m/s)*(g/cc)] and a porosity values of 20–30 % is it
almost the same altitude area in wells A-1.
Keywords : Inversion, Multiattributes, Porosity.
xi
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr. Wb. Puji syukur kehadirat Allah SWT,
berkat rahmat dan hidayahnya, penulis dapat menyelesaikan laporan
tugas akhir yang kemudian disebutkan sebagai skripsi yang berjudul
“Karakterisasi Reservoir Pada Lapangan Tamhar Cekungan Bintuni
Papua Menggunakan Metode Inversi Seismik Impedansi Akustik Dan
Multiatribut” yang merupakan salah satu syarat wajib dalam
memperoleh gelar Sarjana Sains (S.Si) dalam bidang geofisika.
Adapun laporan ini diharapkan memberikan manfaat yang sesuai dan
tidak disalah gunakan oleh masyarakat umum. Laporan skripsi ini
sebagaimana tercantum pada judul, merupakan laporan yang bergerak
di bidang kegeofisikaan, lebih tepatnya tentang interpretasi data
geofisika, dibidang eksplorasi minyak dan gas bumi.
Laporan tugas akhir ini tidak akan tersusun dengan baik dan
benar tanpa adanya peranan dan bantuan dari berbagai pihak. Ucapan
terimakasih penulis ucapkan kepada orang-orang yang namanya
tercantum di bawah ini:
1. Kedua orang tua dirumah, yang selalu memberikan
dukungan, serta kasih sayang yang tiada henti baik dari segi
jasmani dan rohani.
2. Dekan Fakultas MIPA, Bapak Adi Susilo Ph. D, sekaligus
sebagai dosen pembimbing akademik, atas segala
dukungan, pengetahuan, dan semangat yang tiada henti
diberikan kepada penulis.
3. Ketua Jurusan Fisika UB, Bapak Prof. Nurhuda yang
berperan penting dalam proses administrasi dan izin yang
telah diberikan kepada penulis untuk melaksanakan tugas
akhir.
4. Ketua Prodi Geofisika, Bapak Alamsyah M Juwono, Ph. D,
yang selalu memberikan motivasi dan semangat kepada
seluruh anak-anaknya.
5. Bang Hanif selaku pembimbing perusahaan atas ilmu yang
telah diberikan selama penulis melaksanakan tugas akhir di
Pusat Survei Geologi.
6. Segenap dosen khususnya bapak/ibu dosen Jurusan Fiisika,
dan Fakultas MIPA pada umumnya, atas segala bimbingan
dan ilmu yang telah diberikan kepada penulis selama
penulis menjadi mahasiswa di UB.
xii
7. Teman – teman seperjuangan Geofisika angkatan 2013 atas
dukungan moril yang diberikan, serta kenangan 4 setengah
tahun kuliah yang takkan terlupakan.
Serta pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan oleh penulis,
atas sekecil apapun bantuan yang telah diberikan kepada penulis
selama penulis melaksanakan dan menyusun laporan Tugas akhir ini.
Tentunya sebagai manusia, akan terdapat banyak kekurangan
dalam laporan ini. Atas kekurangan tersebut, penulis mohon maaf,
semoga laporan ini dapat bermanfaat dan dipergunakan sebagaimana
mestinya. Walau kesempurnaan adalah milik Yang Maha Kuasa,
namun mencoba untuk terlihat yang paling baik dan bermanfaat bagi
orang lain adalah kewajiban kita sebagai manusia. Terimakasih.
Malang, Desember 2017
Rahmat Hidayat Anhari
xiii
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI ............................................... iii ABSTRAK ....................................................................................... vii ABSTRACT ...................................................................................... ix KATA PENGANTAR ....................................................................... xi DAFTAR ISI ................................................................................... xiii DAFTAR GAMBAR ....................................................................... xv DAFTAR TABEL .......................................................................... xvii DAFTAR LAMPIRAN ................................................................... xix BAB I PENDAHULUAN .................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ......................................................................... 1 1.2 Rumusan Masalah .................................................................... 2 1.3 Tujuan Penelitian ...................................................................... 2 1.4 Manfaat Penelitian .................................................................... 2 1.5 Batasan Masalah ....................................................................... 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................ 5
2.1 Geologi Regional Cekungan Bintuni........................................ 5 2.2 Stratigrafi Cekungan Bintuni .................................................... 8 2.3 Petroleum System Cekungan Bintuni ....................................... 9 2.4 Metode Seismik Refleksi ........................................................ 10 2.4.2 Jejak Seismik (Wavelet) ...................................................... 13 2.5 Karakterisasi Reservoar .......................................................... 13 2.6 Interpretasi Seismik ................................................................ 15 2.7 Well Seismik Tie .................................................................... 21 2.8 Metode Multiatribut Seismik .................................................. 22 2.9 Metode Inversi Seismik .......................................................... 23
BAB III METODE PENELITIAN ................................................... 27
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ................................................ 27 3.2 Peralatan Penelitian ................................................................ 27 3.3 Ketersediaan Data................................................................... 27
3.3.1 Data Seismik ........................................................................ 27
3.4 Pengolahan Data ..................................................................... 29 3.4.2 Studi Literatur...................................................................... 30
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .......................................... 43
xiv
4.1 Analisis Sensitivitas ................................................................ 43 4.2 Peta Struktur dan Kedalaman ................................................. 44 4.4 Analisis Hasil Inversi .............................................................. 48 4.5 Multiatribut Porositas ............................................................. 51 4.6 Penentuan Daerah Reservoir Prospek ..................................... 53 4.7 Rekomendasi Titik Pengeboran Baru ..................................... 56
BAB V PENUTUP ........................................................................... 59
5.1 Kesimpulan ............................................................................. 59 5.2 Saran ....................................................................................... 59
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................... 61 LAMPIRAN ..................................................................................... 63
xv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2. 1 Peta fisiografi cekungan Bintuni (Collins dan Qureshi,
1977)................................................................................................... 5 Gambar 2. 2 Kolom stratigrafi Cekungan Bintuni (LEMIGAS, 2005)
............................................................................................................ 8 Gambar 2.3 Skema dari jalur berkas refleksi (Reynold, 1997) ........ 11 Gambar 2. 4 Respon gelombang seismik (Castagna dan Backus, 1993)
.......................................................................................................... 12 Gambar 2. 5 Polaritas standar SEG (Sheriff, 1995) ......................... 16 Gambar 2.6 Faktor resolusi seismik (Brown, 2000) ......................... 17 Gambar 2. 7 Resolusi vertical (Brown, 2000). ................................. 17 Gambar 2. 8 Zona Fresnel (Reynold, 1997) ..................................... 18 Gambar 2. 9 Hubungan antara panjang gelombang, frekuensin dan
kecepatan seismik ............................................................................. 19 Gambar 2. 10 Faktor kecepatan gelombang seismik (Hilterman, 1977)
.......................................................................................................... 20 Gambar 2. 11 Hubungan Kecepatan-Densitas pada beberapa jenis
batuan (Sheriff, 1992)....................................................................... 21 Gambar 2. 12 Berbagai macam metode inversi seismik (Sukmono,
2001)................................................................................................. 23 Gambar 2. 13 Konsep dasar inversi seismik dan pemodelan inversi
(Russel, 1999) ................................................................................... 24
Gambar 3. 1 Peta lokasi daerah penelitian dan ketersediaan data .... 28 Gambar 3. 2 Diagram alir penelitian ................................................ 30 Gambar 3. 3 Frekuensi pada penampang seismik ............................ 32 Gambar 3. 4 Batas window pada well seismic tie ............................ 32 Gambar 3. 5 hasil wavelet well seismic tie ....................................... 33 Gambar 3. 6 Hasil well seismic tie pada sumur A-3 ......................... 34 Gambar 3. 7 Interpretasi horizon pada salah satu penampang seismik
2D pada area penelitian .................................................................... 35 Gambar 3. 8 Proses yang digunakan sebagai masukan dalam analisis
multiatribut ....................................................................................... 36 Gambar 3. 9 kurva prediksi error dan analisis seismik multiatribut . 37 Gambar 3. 10 Model awal impedansi akustik lapangan “Tamhar” pada
line 11 ............................................................................................... 38 Gambar 3. 11 Hasil analisis inversi Model Based ............................ 39 Gambar 3.12 hasil analisis inversi bandlimited. ............................... 40 Gambar 3. 13 hasil anaisa inversi Sparse Spike ............................... 41
xvi
Gambar 3. 14 Tingkat korelasi ketiga metode inversi ...................... 41
Gambar 4. 1 Crossplot P-wave vs Densitas pada sumur A-1 dan A-3
.......................................................................................................... 43 Gambar 4. 2 Interpretasi horizon pada salah satu penampang seismik
2D pada area penelitian .................................................................... 45 Gambar 4. 3 Peta struktur waktu ...................................................... 46 Gambar 4. 4 Peta struktur kedalaman ............................................... 47 Gambar 4. 5 Penampang hasil inversi AI pada line seismik ............ 49 Gambar 4. 6 Peta sebaran impedansi akustik pada lapangan Tamhar
.......................................................................................................... 50 Gambar 4. 7 Persebaran Porositas pada penampang salah satu data
seismik .............................................................................................. 51 Gambar 4. 8 Persebaran porositas pada lapisan Top Target dan Base
Target ................................................................................................ 52 Gambar 4. 9 Zona reservoir prospek pada lapisan Top Target ......... 54 Gambar 4. 10 Zona reservoir prospek pada lapisan Top Target ....... 55 Gambar 4. 11 Rekomendasi titik pengeboran baru pada Marker Top
Target ................................................................................................ 56 Gambar 4. 12 Rekomendasi titik pengeboran baru pada Marker Base
Target ................................................................................................ 57
xvii
DAFTAR TABEL
Table 3.1 Tabel kelengkapan data Well Log .................................... 28 Table 4.1 Skala penentuan kualitas nilai porositas batuan suatu
reservoir (Koesoemadinata, 1979). .................................................. 44
xix
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Well seismic tie sumur A-1 ......................................... 63 Lampiran 2 Well seismic tie sumur A-2 ......................................... 64 Lampiran 3Well seismic tie sumur A-3 .......................................... 65 Lampiran 4 Well seismic tie sumur A-4 ......................................... 66 Lampiran 5 Proses pembuatan peta persebaran .............................. 67
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Salah satu cara dalam aktivitas pengembangan adalah
melakukan karakterisasi reservoar. Karakterisasi reservoar
merupakan suatu proses penjabaran secara kualitatif dan atau
kuantitatif karakter reservoar menggunakan semua data yang ada,
data seismik maupun data sumur. Salah satu teknik karakterisasi
reservoar adalah seismik inversi. Seismik inversi merupakan satu
dari sekian banyak metode yang sudah digunakan ahli geofisika
dalam karakterisasi reservoar. Seismik inversi sendiri ialah suatu
teknik pembuatan model geologi bawah permukaan dengan data
seismik sebagai input dan data geologi sebagai kontrol (Sukmono,
1999).
Metode yang digunakan dalam melakukan interpretasi data
seismik ialah metode inversi impedansi akustik. Metode inversi
impedansi akustik merupakan suatu proses konversi dari data
seismik menjadi data impedansi akustik yang merupakan sifat
dasar dari suatu batuan. Penelitian menggunakan metode inversi
seismik di sekitar lapangan Tamhar telah dilaksanakan oleh
Tullailah pada tahun 2013 di Lapangan NNT. Hasil dari penelitian
ini menunjukan bahwa metode inversi dapat digunakan untuk
menentukan kualitas reservoir berdasarkan kualitas dari pori
batuannya, dimana ukuran fraksi pori batuan reservoir pada
lapangan tersebut berdasarkan crossplot NPHI berkisar antara
10% hingga 25% (Tullailah, 2013).
Proses penelitian yang telah dilaksanakan di lapangan
Tamhar telah dilakukan oleh Ronald pada tahun 2011 dalam
menentukan kualitas reservoir berdasarkan analisis fasies
sedimentasi. Lapangan Tamhar memiliki kualitas reservoir yang
baik terutama pada Formasi Waripi endapan batupasir. Selain itu,
geometri reservoir yang berbentuk antiklin menjadikan daerah
Lapangan Tamhar menjadi daerah yang sangat prospek sebagai
lapangan minyak (Ronald, 2011).
Informasi persebaran reservoir pada lapangan Tamhar tidak
didukung oleh identifikasi kualitas dari pori-pori batuannya,
sehingga proses penentuan daerah prospek sulit untuk dilakukan.
Alasan inilah yang mendorong penulis melakukan penelitian
2
lanjutan menggunakan metode inversi seismik menggunakan
model based dan multiatribut porositas sehingga potensi reservoir
prospek pada daerah penelitian dapat diketahui untuk dapat
merekomendasikan titik pengeboran baru.
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang dibahas dalam penelitian ini, antara lain:
1. Bagaimanakah karakteristik dari reservoir prospek pada
lapangan Tamhar?
2. Bagaimanakah potensi daerah penelitian?
3. Dimanakah rekomendasi letak pengeboran yang baru?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini, antara lain:
1. Mengetahui karakteristik dari reservoir prospek pada
Lapangan Tamhar.
2. Menganalisis zona sebaran reservoar berdasarkan hasil
inversi dan porositas.
3. Menentukan letak pengeboran baru sebagai bahan
rekomendasi.
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini, antara lain:
1. Memberikan pemahaman yang lebih baik kepada penulis
mengenai konsep inversi seismik.
2. Dapat digunakan sebagai bahan referensi oleh penulis lain.
3. Dapat memberikan kontribusi dalam kumpulan hasil riset di
Indonesia pada umumnya dan di Universitas Brawijaya
Jurusan Fisika pada khususnya.
4. Dapat dijadikan pertimbangan dalam pengembangan lapangan
yang bersangkutan.
1.5 Batasan Masalah
Batasan masalah yang diterapkan dalam penelitian ini adalah:
1. Data yang digunakan adalah data sekunder yang diperoleh dari
Pusat Survei Geologi (PSG) Bandung.
2. Proses karakterisasi reservoir pada Lapangan Tamhar
dilakukan untuk mengetahui persebaran reservoir dan kualitas
dari reservoir berdasarkan kualitas dari pori-pori batuannya.
3
3. Karakterisasi reservoir dilakukan pada zona target di
Cekungan Bintuni.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Geologi Regional Cekungan Bintuni
2.1.1 Fisiografi Cekungan Bintuni
Cekungan Bintuni merupakan cekungan yang terletak di
bagian selatan Kepala Burung, Irian Jaya, berada pada koordinat
132,5°-134° BT dan 1°-4° LS. Cekungan Bintuni merupakan
cekungan Tersier yang berbentuk asimetrik yang dibatasi
Ayamaru platform disebelah barat sedangkan dibagian utaranya
dibatasi oleh jalur pengangkatan Kemum yang tersesarkan dan
terlipat kuat sementara jalur Lengguru fold dan dibagian selatan
dibatasi oleh Onin-Kumawa ridge yang membentang dari pulau
Misool hingga ke busur kepulauan Banda. Cekungan Bintuni
dengan bagian teluk di bagian barat merupakan wadah
pengendapan tipe geosinklin yang berlangsung dari Paleozokium
Akhir sampai Kapur Akhir (Collins dan Qureshi, 1977).
Gambar 2. 1 Peta fisiografi cekungan Bintuni (Collins dan Qureshi,
1977)
2.1.2 Perkembangan Tektonostragrafi Cekungan Bintuni
Aktivitas tektonik yang terjadi di Cekungan Bintuni dibagi
menjadi dua periode utama yaitu (Robinson dan Ratman, 1978):
6
1. Periode Pre-Collision (akhir Paleozoikum-Oligosen)
Pada periode pre-collision mewakili waktu geologi ketika
Papua dipercaya sebagai bagian dari Australia Craton. Komplek
horts-graben dengan trend N-S merupakan konfigurasi dari Strata
Permian yang diinterpretasikan suatu ekstensi Australia Paleozoic
rift system trends. Kemudian awal Jurassic rifting event. Struktur
yang terjadi pada Paleozoikum tersebut mengalami reaktivitasi
menjadi horst-graben dengan trend NW-SE.
Sedimentasi cekungan–cekungan tersier di Papua
berlangsung dari Mesozoic sampai Tersier. Dua platform karbonat
yang berbeda terbentuk selama Tersier yaitu Arafura platform di
selatan dan Ayamaru platform dibarat laut (Doberai Peninsula).
Platform Arafura menyatu dengan Australasian shield ke selatan.
Ke utara, Arafura platform dibatasi Irian Jaya portion dari Papua
geosinklin. Batas antara Arafura platform Papuan Geosyncline
sekarang dikenal dengan Jaya Wijaya Central Mountain Range
yang terangkat dan terlipatkan, disebelah barat Arafura platform
dibatasi lengkungan dari sistem geosinklin Banda.
Ayamaru platform diasumsikan sebagai dataran tinggi yang
terpisahkan dari Australian Continent (Arafura platform) melalui
proses collision, bending, breaking a part dan sliding yang rumit
ketika periode Tertiari. Dibagian utara, Ayamaru platform
dipisahkan dari dari sumber geosinklinal oleh zona Great Sorong
fault. Di selatan platform ini dibatasi oleh geosinklinal sistem
Banda-arc.
Ayamaru dan Arafura platform memiliki cekungan yang
berisi material klastik mengisi foreland yang rendah sampai
Tertiari (Pliocene). Pengangkatan proto-Central Mountains Range
dibagian utara Arafura platform, bagian utara Ayamura platform
(yang disebut “Triangular Area” Alfat-Morait Uplift) terdiri atas
pre-Tertiari Mountain Range dan kemungkinan Lengguru Thrust
Belt. Pengangkatan ini menyediakan material klastik untuk
cekungan–cekungan yang ada. Batas dari cekungan terbentuk
ketika fasies karbonat platform berubah manjadi fasies karbonat
laut dalam.
Pembentukan dari cekungan klastik ini berlangsung hingga
akhir periode Tertiari terlipatkan dan terangkat ketika Pleistosen,
yang menandakan akhir dari pembentukan karbonat di Papua.
7
Cekungan Bintuni terbentuk dari bagian Australian
Miogeosinklin, studi geologi regional mengindikasikan bahwa
Cekungan Bintuni merupakan tempat sedimentasi tipe geosinklin
dari Paleozoik Atas sampai Cretaseous Atas, tetapi terjadi
perubahan dari lingkungan pengendapan pada akhir Cretaseous.
Sedimen yang terendapkan ketika terjadinya lingkungan
pengendapan merupakan material klastik dari Australian
continent. Pada akhir era Mesozoik pengendapan sedimen
terhenti, ketika Paleocene dan berlanjut hingga Miosen Atas
terjadi endapan karbonat laut dangkal yang membentuk New
Guinea Limestone Group. Pada Paleosen daerah di utara dan timur
Cekungan Bintuni berkembang dan material klastik diendapkan
kembali di Cekungan Bintuni.
Pada akhir Oligosen penurunan dari batas timur
menyebabkan lapisan batuserpih dan marl diendapkan ke
Cekungan Bintuni dan pada saat yang bersamaan bagian barat
terjadi pengangkatan di paparan bersama dengan sesar.
2. Periode Post-Collision (Oligosen-Recent)
Pada periode Post-Collision mewakili waktu geologi setelah
tumbukan terjadi di batas utara lempeng Australia dengan
lempeng Pasifik. Bagian utara dari benua Australia
dikarakteristikkan dengan trend NW-SE dan E-W paleo faults,
yang merupakan bagian dari system rift Paleozoic.
Pada Miosen Atas pergerakan struktural terjadi yang
menyebabkan bagian utara Cekungan Bintuni terisi oleh material
klastik lingkungan laut dangkal dari Formasi Steenkool dan pada
saat yang bersamaan daerah Lengguru terangkat. Pada kala
Pleosen terjadi pengangkatan yang menyebabkan pengendapan
sedimen klastik ke dalam cekungan dan menghentikan
pengendapan batugamping. Pada akhir zaman Tersier gerakan
pengangkatan menjadi lebih kuat dan pengendapan batuan klastik
yang berbutir lebih kasar menjadi lebih dominan. Lapisan batuan
ini berasal dari lingkungan “paludal” dan “terrestrial” dari
Formasi Steenkool. Kemudian kala Plio-Plistosen keseluruhan
sedimen terlipat kuat sedangkan di sebelah timurnya daerah
Lengguru mengalami pengangkatan pada waktu yang sama yang
mengakibatkan arah-arah struktur menjurus ke barat laut.
8
2.2 Stratigrafi Cekungan Bintuni
Stratigrafi Cekungan Bintuni diawali dengan pengendapan
Formasi Kemum pada umur Ordovisium-Devon. Litologinya
berupa batuan metamorf. Litologi pada Formasi Kemum ini
merupakan batuan dasar dari Cekungan Bintuni.
Gambar 2. 2 Kolom stratigrafi Cekungan Bintuni (LEMIGAS, 2005)
Kisaran umur Kapur–Permian di atas Formasi Kemum
diendapkan secara tidak selaras Kelompok Aifam, yang terdiri
dari Formasi Aimau, Formasi Aifat, dan Formasi Ainim. Formasi
Aimau diendapkan pada umur Karbon, endapannya berupa
batupasir sisipan serpih. Formasi Aifat diendapkan di atas Formasi
Aimau, terdiri dari serpih dan napal. Formasi ini memiliki kisaran
umur Karbon–Permian. Formasi Aifat berumur Permian,
diendapkan secara tidak selaras di atas Formasi Ainim dengan
batuannya berupa perlapisan serpih hitam dan batu pasir, terdapat
pula lapisan batubara.
9
Pada umur Trias–Jura di atas Formasi Ainim diendapkan
Formasi Tipuma. Formasi ini diendapkan secara tidak selaras
dengan batuannya meliputi perlapisan antara batupasir dan serpih.
Di atas Formasi Tipuma diendapkan Kelompok Kembelangan
yang terdiri dari Formasi Lower Kembelangan dan Formasi Jass.
Formasi Lower Kembelangan diendapkan pada umur Jura–Kapur.
Formasi ini memiliki batuan berupa endapan pasir laut dangkal
yang berlapis dengan serpih. Formasi Jass diendapkan di atas
Formasi Lower Kembelangan, batuannya terdiri dari perlapisan
antara batulempung dan serpih lanau. Formasi Jass memiliki umur
Kapur.
Formasi Waripi memiliki umur Kapur endapannya terdiri
dari endapan batupasir dan serpih. Di atas Formasi Waripi
diendapkan Kelompok New Guinea Limestone yang terdiri dari
Formasi Fumai, Formasi Sirga, Formasi Sago, dan Formasi Kais.
Formasi Faumai diendapkan pada umur Eosen dengan batuannya
berupa batugamping. Formasi Sirga memiliki umur Oligosen-
Miosen, formasi ini diendapkan di atas Formasi Fumai. Formasi
Sago juga diendapkan pada umur yang sama dengan Formasi
Sirga, yaitu pada umur Oligosen–Miosen, tediri dari endapan
batugamping. Formasi Kais terendapkan pada umur Miosen,
dengan litologinya berupa batugamping dengan banyak dijumpai
pecahan koral. Formasi Klasafet seumur dengan Formasi Kais
yaitu diendapkan pada umur Miosen. Litologi Formasi Kais terdiri
dari endapan serpih.
Formasi Steenkool diendapkan pada umur Pliosen, terdiri
dari perlapisan antara serpih dan batupasir. Formasi Sele
diendapkan secara tidak selaras di atas Formasi Steenkool pada
umur Pleistosen. Endapan Formasi Sele terdiri dari konglomerat,
batupasir, dan batulempung.
2.3 Petroleum System Cekungan Bintuni
Terdapat lima bagian dari petroleum system yang
dipengaruhi dengan kondisi geologi regional maupun lokal pada
daerah penelitian, yaitu:
1. Batuan Induk
Batuan induk merupakan batuan yang mengandung bahan-
bahan organik sisa-sisa hewan dan tumbuhan yang mengalami
pematangan, sehingga terbentuk minyak dan gas bumi. Batuan
10
induk pada daerah penelitian Cekungan Bintuni yaitu pada
formasi Ainim dan formasi Tipuma dengan tipe hidrokarbon
adalah minyak dan gas (Haven dan Schieefelbein, 1995).
2. Batuan Reservoar
Batuan reservoar merupakan batuan yang bersifat poros
(berpori-pori) dan permeabel (meloloskan fluida), sehingga
minyak dan gas bumi yang dihasilkan oleh batuan induk akan
disimpan atau diakumulasikan di sini. Lapisan-lapisan reservoir
Cekungan Bintuni berasal dari endapan-endapan Formasi Kais,
New Guinea Limestone Group, dan Formasi Waripi. Batuan
reservoirnya berupa batupasir Formasi Tipuma, batupasir Formasi
Kembelangan, batupasir Formasi Waripi, dan batupasir Formasi
Kais (Panggabean, 1984).
3. Migrasi
Migrasi hidrokarbon merupakan proses perpindahan
hidrokarbon dari batuan induk menuju ke batuan reservoar untuk
dikonsentrasikan di dalamnya. Arah migrasinya, yaitu dari
cekungan menuju ke perangkap.
4. Perangkap
Perangkap merupakan bentukan-bentukan yang
memungkinkan hidrokarbon terperangkap di dalamnya. Dalam
hal ini, perangkapnya berupa perangkap struktur antiklin dengan
arah baratlaut kemiringan ke arah tenggara yang terbenuk pada
kala Miosen Akhir (Haven dan Schieefelbein, 1995).
5. Batuan Penutup
Batuan Penutup adalah batuan yang menghalangi
hidrokarbon untuk keluar. Dalam hal ini, batuan sedimen yang
kedap air, sehingga hidrokarbon yang ada dalam reservoar tidak
dapat keluar lagi. Pada Cekungan Bintuni batuan penutup terdapat
pada batu lanau Kembelengan pada Formasi Grup Kembelengan.
2.4 Metode Seismik Refleksi
Seismik refleksi merupakan metode yang mengukur waktu
yang diperlukan untuk gelombang seismik menjalar dari sumber
menuju bawah permukaan dan terpantulkan kembali menuju
permukaan dan di deteksi oleh penerima. Seismik refleksi
biasanya digunakan untuk menggambarkan struktur bawah
permukaan dan sifat fisik dari material bawah permukaan.
Seismik refleksi merupakan metode yang sering digunakan dalam
11
pencarian prospek minyak dan gas bumi karena mampu
menggambarkan bawah permukaan dengan baik (Reynold, 1997).
Agar gelombang seismik dapat terefleksikan kembali ke
permukaan, harus ada lapisan yang memiliki kontras impedansi
akustik (Z), yang merupakan perkalian dari kecepatan gelombang
seismik (v) dan densitas (ρ) untuk tiap lapisannya. Untuk
amplitudo dari gelombang yang terefleksikan dapat dijelaskan
dengan koefisien refleksi. Apabila sebuah sumber seismik
diledakkan pada satu titik penembakan “S” dan gelombang pantul
terdeteksi pada lokasi geofon yang dibentangkan sepanjang sisi
penembakan, maka jalur berkasnya dapat ditunjukkan dengan
Gambar 2.3.
Gambar 2.3 Skema dari jalur berkas refleksi (Reynold, 1997)
Titik pantul refleksi adalah sepanjang setengah antara sumber
dan geofon yang mendeteksi. Spasi antara titik refleksi di
permukaan tersebut selalu berjarak separuh dari spasi antar geofon
(gambar 2.3). Dengan demikian, cakupan total bawah permukaan
dari sebuah lapisan adalah setengah dari total panjang sebaran
geofon. Apabila lebih dari satu lokasi yang digunakan, refleksi
yang timbul pada satu titik di permukaan yang sama akan
dideteksi oleh geofon yang lain. Titik umum dari refleksi ini biasa
dinamakan Common Midpoint (CMP) atau Common Depth Point
(CDP).
12
2.4.1 Konsep Reflektifitas
Gelombang seismik yang menjalar menuju bawah
permukaan mengikuti hukum Snell. Dimana ketika gelombang
seismik melewati suatu batas lapisan, maka gelombang tersebut
akan direfleksikan ataupun direfraksikan. Gambar 2.4
menunjukkan ketika gelombang seismik melewati suatu batas
lapisan, maka gelombang seismik tersebut akan menghasilkan (1)
refleksi gelombang-P, (2) transmisi gelombang-P, (3) refleksi
gelombang-S, dan (4) transmisi gelombang-S.
Gambar 2. 4 Respon gelombang seismik (Castagna dan Backus, 1993)
Dalam seismik refleksi dikenal istilah koefisien refleksi.
Koefisien refleksi adalah perbandingan besarnya gelombang P
yang direfleksikan terhadap datangnya gelombang P yang
mengikuti persamaan (2.1) dibawah ini:
𝑅𝑃 =𝐼𝑃2−𝐼𝑃1
𝐼𝑃2+𝐼𝑃1 (2.1)
Dimana IP adalah impedansi gelombang P,
IP2 = ρ2vP2 = Impedansi akustik medium 2
ρ2 = Densitas medium 2
13
IP1 = ρ1vP2 = Impedansi akustik medium 1
ρ1 = Densititas medium 1
Pada persamaan (2.1) terlihat bahwa koefisien refleksi
dipengaruhi oleh impedansi akustik dari suatu medium. Ketika
pada medium 2 memiliki nilai impedansi akustik yang besar akan
menunjukkan bahwa hanya sebagian kecil saja gelombang yang
akan dipantulkan menuju permukaan, sisanya akan terus
ditransmisikan sehingga dapat muncul refleksi selanjutnya pada
lapisan dibawahnya. Besarnya gelombang yang terus
ditransmisikan dikenal dengan istilah koefisien transmisi yang
dirumuskan oleh persamaan (2.2) (Castagna dan Backus, 1993).
𝑇𝑃 = 1 − 𝑅𝑃 (2.2)
𝑇𝑃 = Koefisien transmisi
Rp = Koefisien refleksi
2.4.2 Jejak Seismik (Wavelet)
Wavelet atau sinyal seismik adalah suatu fungsi yang
menggambarkan amplitudo terhadap waktu. Setiap waktu
menghasilkan satu amplitudo yang memberikan arti terhadap jejak
seismik. Untuk melihat karakteristik wavelet, kita harus
menganalisis spektrum amplitudo dan fase gelombangnya, yaitu
melihat informasi kondisi dan sifat dari wavelet tersebut. Wavelet
adalah kumpulan dari banyak gelombang harmonik yang
mempunyai beberapa karakter yaitu sebagai berikut (Sismanto,
2006).
1. Amplitudo maksimum, adalah simpangan maksimum suatu
gelombang harmonik dari nilai simpangam rata-rata.
2. Frekuensi, adalah jumlah putaran gelombang tiap detik, dapat
ditentukan dengan menghitung jumlah puncak–puncak dalam
satu detik interval,
3. Fase adalah beda waktu antara puncak putaran terhadap waktu
referensi. Fase dinyatakan dalam derajat yang memberikan
fraksi putaran yang puncaknya bergeser dari titik referensi dan
dinyatakan dalam 360°*fraksi.
2.5 Karakterisasi Reservoar
Secara definisi karakterisasi reservoir merupakan proses
pendeskripsian secara kualitatif dan atau kuantitatif karakter
14
reservoir dengan menggunakan semua data yang tersedia.
Karakterisasi reservoir seismik didefinisikan sebagai proses
pendeskripsian secara kualitatif dan atau kuantitatif karakter
reservoir dengan menggunakan data seismik sebagai data utama
dan data non seismik (seperti log, dan sebagainya) sebagai data
sekunder.
Karakterisasi reservoir seismik terdiri dari tiga bagian utama
yaitu; 1) delinasi, 2) deskripsi, 3) monitoring reservoir
hidrokarbon. Delinasi reservoar merupakan proses pendefinisian
geometri sebuah reservoir, termasuk sesar-sesar dan perubahan
fasies yang dapat mempengaruhi produksi reservoir tersebut.
Deskripsi reservoar merupakan pendefinisian sifat-sifat fisik dari
reservoir, misalnya; porositas, pemeabilitas, saturasi fluida, dll.
Monitoring merupakan segala proses pemantauaan reservoir
(Sukmono, 1999).
Secara umum parameter reservoir meliputi hal-hal berikut
(Kelkar, 1982) : Pertama distribusi besar butir pori. Kedua
porositas dan permeabilitas reservoir. Ketiga ditribusi fasies.
Keempat lingkungan pengendapan dan yang kelima deskripsi
cekungan beserta tubuh reservoir.
Pengelolaan reservoir didefinisikan sebagai langkah
memaksimalkan nilai ekonomis suatu reservoir dengan
mengoptimasi pemerolehan minyak/gas dan meminimalkan
investasi modal dan biaya operasi. Jadi pengelolaan reservoir
adalah proses ekonomi meningkatkan nilai sebuah properti. Nilai
ekonomi ini biasanya meningkat bila semakin banyak cadangan
yang terbukti (proven reserve) atau bila kecepatan produksi
reservoir meningkat.
Prinsip dasar strategi pengembangan lapangan, ialah:
Minimalkan biaya pengembangan lapangan jumlah sumur.
Optimasi cadangan total. Optimasi pemerolehan produksi.
Turunkan biaya operasi lapangan yang dikembangkan.
Tingkatkan pemerolehan bila ada justifikasi ekonomis.
Terdapat dua tantangan utama yang harus dihadapi di abad
ini, yaitu karakterisasi sedini dan seakurat mungkin mengenai
parameter reservoir meliputi volumetrik, sifat fluida, litologi dan
kontinuitas. Meningkatkan teknik reservoir sedemikian rupa
sehingga lapangan dapat dimonitor seakurat mungkin dan dikelola
secara efisien (Sheriff, 1992).
15
2.6 Interpretasi Seismik
Umumnya interpretasi secara 3-D dilakukan pada slice
volume data. Tidak terdapat batasan pada jangkauan dinamik
untuk tampilan pada suatu slice, dan oleh karena itu warna dan
polaritas dapat dieksploitasikan. Penampang vertikal pada arah
pergerakan kapal atau rangkaian kabel disebut sebagai garis (
biasanya inline). Penampang vertikal yang tegak lurus terhadap
inline disebut crossline. Penampang horizontal disebut sebagai
time slice, seiscrop section, atau depth slice (Brown, 2000).
Interpretasi seismik umumnya menganggap bahwa kejadian
koheren pada rekaman seismik berasal dari kontras impedansi dari
bumi dan hal tersebut mengindikasikan batas lapisan yang
merepresentasikan struktur geologi. Pertama yang harus
dilakukan adalah pembuatan horizon refleksi. Interpreter akan
membuat suatu garis yang menghubungkan pola refleksi
berdasarkan pola data seismik (peak, through, zero crossing) dan
juga patahan. Lalu interpreter akan membuat suatu peta horizon
untuk mengetahui indikasi adanya suatu jebakan. Pemetaan
jebakan sangat penting karena hal tersebut akan menentukan
dimana target yang akan dieksploitasi lebih lanjut. Setelah itu
interpreter akan membuat suatu gambaran geologi mengenai peta
tersebut, interpreter akan membuat cerita mengenai bagaimana
daerah tersebut dapat terbentuk dan mengetahui proses-proses
yang mempengaruhinya (aktivitas tektonik dan sistem
pengendapan). Pada akhirnya interpreter akan membuat suatu
kesimpulan mengenai interpretasinya dengan menulis suatu
laporan. Langkah ini merupakan langkah tersulit, interpreter harus
menunjukkan hasil temuannya untuk memilih langkah selanjutnya
yang akan diambil (Telford, 2001).
2.6.1 Fasa dan Polaritas
Dalam analisis data seismik sangatlah penting untuk
mengetahui mengenai bentuk pulsa atau fasa yang digunakan.
Umumnya pulsa seismik yang ditampilkan dikelompakkan
menjadi dua jenis fasa, yaitu fasa minimum dan fasa nol. Fasa
minimum, energi yang berkaitan dengan batas impedansi akustik
terletak pada bagian muka pulsa, sedangkan pada fasa nol batas
16
impedansi akustik akan berada pada peak bagian tengah pulsa
(Sukmono, 2001).
Selain itu untuk menginterpretasi data seismik, sangatlah
penting untuk mengetahui polaritas apakan yang digunakan dalam
penampang seismik. Polaritas standar yang biasanya digunakan
oleh SEG ditunjukkan pada gambar 2.5. Pada pulsa fasa
minimum, refleksi positif (peningkatan impedansi akustik),
bentuk gelombang akan mulai dengan pola downkick. Sedangkan
pada refleksi fasa nol positif, pulsa pada bagian tengah peak
merepresentasikan nilai positif (Sheriff, 1995).
Gambar 2. 5 Polaritas standar SEG (Sheriff, 1995)
2.6.2 Resolusi Seismik
Resolusi merupakan jarak minimum antara dua obyek yang
dapat dipisahkan oleh gelombang seismik (Sukmono, 2001).
Dalam seismik refleksi resolusi dibagi menjadi dua bagian yakni
resolusi vertikal dan resolusi horizontal. Kejelasan dari resolusi
seismik sangat berfungsi untuk mengetahui fenomena geologi
yang terekam pada penampang seismik. Gambar 2.6 menunjukkan
beberapa hal yang dapat mempengaruhi resolusi seismik.
17
Gambar 2.6 Faktor resolusi seismik (Brown, 2000)
Resolusi vertikal merupakan jarak minimum yang dapat
dipisahkan oleh gelombang seismik secara vertikal. Resolusi
vertikal dipengaruhi oleh ketebalan dua lapisan yang berdekatan.
Ketika dua lapisan sabanding dengan seperempat panjang
gelombang, wavelet dapat membedakan dua lapisan tersebut,
sehingga akan terlihat dari data seismik sebagai dua lapisan.
Namun ketika dua lapisan memiliki ketebalan kurang dari
seperempat panjang gelombang, yang artinya lapisan begitu tipis,
wavelet tidak dapat membedakan dua lapisan tersebut, sehingga
pada data seismik akan terlihat sebagai satu reflektor seperti yang
ditunjukkan pada Gambar 2.7.
Gambar 2. 7 Resolusi vertical (Brown, 2000).
18
Umumnya refleksi pada suatu batas lapisan akan dianggap
muncul dari satu titik. Namun pada kenyataannya refleksi yang
terjadi meliputi area yang dikenal dengan zona Fresnel (Gambar
2.8). Secara matematis zona Fresnel mengikuti persamaan (2.3)
dimana resolusi horizontal akan berkurang dengan bertambahnya
kedalaman, bertambahnya kecepatan dan juga berkurangnya
frekuensi (Sukmono, 2001).
𝑟𝑓 =𝑣
2√𝑡
𝑓 (2.3)
dimana 𝑟𝑓 = zona Fresnel (m)
v = kecepatan gelombang
t = TWT (s)
𝑓 = frekuensi dominan (Hz)
Gambar 2. 8 Zona Fresnel (Reynold, 1997)
2.6.3 Efek Kedalaman
Kecepatan akan meningkat dengan bertambahnya kedalaman
karena efek kompaksi dan diagenesa, sedangkan frekuensi akan
berkurang akibat efek atenuasi (Gambar 2.9). Oleh karena itu
dengan bertambahnya kedalaman, resolusi vertical dan horizontal
akan berkurang sedangkan efek interferensi akan semakin besar
akibat meningkatnya panjang pulsa sehubungan dengan
berkurangnya frekuensi.
19
Gambar 2. 9 Hubungan antara panjang gelombang, frekuensin dan
kecepatan seismik
Pada kedalaman rendah, frekuensi gelombang seismik
menjadi sangat tinggi sehingga menghasilkan refleksi yang juga
beramplitudo tinggi. Dengan bertambahnya kedalaman, lempung
mengakibatkan kompaksi dan batugamping berkurang
porositasnya.
Hal ini mengakibatkan berkurangnya kontras IA dengan
bertambahnya kedalaman. Bumi juga cenderung melakukan
atenuasi terhadap bagian frekuensi tinggi dari sinyal seismik
dengan meningkatnya waktu penjalaran. Hal ini kemudian
mengakibatkan peningkatan panjang gelombang terhadap
kedalaman, perubahan bentuk gelombang dan berkurangnya
frekuensi serta resolusi.
2.6.4 Porositas
Faktor yang berpengaruh terhadap kecepatan ditunjukkan
pada Gambar 2.11. Dari berbagai faktor tersebut, efek porositas
adalah paling penting. Pada batuan klastik, porositas tergantung
pada tekanan diferensial yaitu perbedaan antara tekanan
overburden dan tekanan diatasnya. Porositas menurun dengan
peningkatan tekanan diferensial dalam proses yang irreversible;
oleh karena itu porositas batuan klastik umumnya tergantung pada
tekanan diferensial maksimum yang pernah terjadi.
20
Gambar 2. 10 Faktor kecepatan gelombang seismik (Hilterman, 1977)
Apabila spektrum kecepatan digambarkan terhadap jenis
batuan yang berbeda (Gambar 2.11) maka terlihat banyaknya
overlap. Oleh karena itu, kecuali hanya pada kasus umum seperti
misalnya mengasosiasikan kecepatan rendah dengan batuan
klastik dan kecepatan tinggi dengan karbonat atau evaporit, maka
data kecepatan sendiri tidak dapat digunakan untuk
menyimpulkan jenis batuan. Spektrum yang lebar dari kecepatan
tersebut berkaitan erat dengan kisaran porositas Nilai porositas
tinggi umumnya berkaitan dengan kecepatan rendah dan
sebaliknya. Secara umum porositas batuan akan berkurang dengan
bertambahnya kedalaman batuan, karena semakin dalam batuan
akan semakin kompak akibat efek tekanan di atasnya. Harga
porositas juga akan mempengaruhi kecepatan gelombang seismik.
Semakin besar porositas batuan maka kecepatan gelombang
seismik yang melewatinya akan semakin kecil, dan demikian pula
sebaliknya (Sheriff, 1992).
21
Gambar 2. 11 Hubungan Kecepatan-Densitas pada beberapa jenis
batuan (Sheriff, 1992)
2.7 Well Seismik Tie
Langkah awal yang harus dilakukan ketika menginterpretasi
data seismik adalah menyatakan hubungan antara penampang
seismik dengan penampang sumur. Penampang seismik yang
memiliki domain waktu akan dikorelasikan terhadap domain
kedalaman dari data sumur. Tujuan akhir dari well seismic tie ini
adalah untuk meletakkan horizon seismik pada posisi kedalaman
sebenarnya, sehingga dapat dikorelasikan dengan data geologi
lainnya yang umumnya berada pada domain kedalaman. Terdapat
bermacam teknik dalam melakukan well seismic tie, namun
umumnya dengan memanfaatkan seismogram sintetik (Sukmono,
2001).
Seismogram sintetik dibuat dengan menggunakan log sonic
dan log densitas. Dari log sonic dan log densitas nantinya akan
didapatkan log impedansi akustik. Log impedansi akustik
nantinya akan dirubah menjadi reflektivitas yang akan
dikonvolusikan dengan wavelet sehingga didapatkan respon
seismik buatan yang berasal dari data sumur. Seismogram sintetik
ini nantinya akan dikorelasikan dengan respon trace seismik pada
22
lokasi sumur sehingga didapatkan koreksi domain waktu terhadap
domain kedalaman (Redshaw dkk., 2007)
Pada checkshot survei kecepatan diukur dalam lubang bor
dengan sumber gelombang di atas permukaan. Sumber gelombang
yang digunakan sama dengan yang dipakai pada survei seismik.
Dari data log geologi dapat ditentukan posisi horizon yang akan
dipetakan dan lakukan beberapa pengukuran pada horizon
tersebut. Waktu first break rata-rata untuk tiap horizon dilihat dari
hasil pengukuran tersebut. Kegunaan utama dari checkshot adalah
untuk mendapatkan time depth curve yang kemudian
dimanfaatkan lebih lanjut untuk pengikatan data seismik dan
sumur, penghitungan kecepatan interval, kecepatan rata-rata dan
koreksi data sonik pada pembuatan seismogram sintetik.
2.8 Metode Multiatribut Seismik
Multiatribut seismik dibangun dari pengertian atribut
seismik. Atribut seismik merupakan modifikasi atau tambahan
dari data seismik. Proses atribut seismik tidak melakukan
perhitungan, hanya saja memberikan cara pandang yang berbeda
dari data seismik asli. Nilai-nilai yang tidak muncul pada data
seismik akan dapat dilihat menggunakan atribut seismik ini,
sehingga dapat memberikan kemudahan dalam proses interpretasi
(Brown, 2000).
Data seismik asli memiliki informasi penting dalam proses
interpretasi, diantaranya adalah waktu, amplitudo, fasa, dan
atenuasi. Informasi-informasi yang penting ini dapat diinterpretasi
nilainya dengan mengaplikasikan atribut-atribut seismik (Brown,
2000).
Analisis seismik multiatribut merupakan suatu metode
statistik yang menggunakan lebih dari satu atribut untuk
memprediksi properti reservoir (Barnes, 1999). Konsepnya adalah
mencari hubungan antara data log dan data seismik pada lokasi
sumur dan menggunakan hubungan tersebut untuk mengestimasi
nilai log yang mendekati log sebenarnya. Hasil inversi AI sangat
mempengaruhi hasil multiatribut, karena AI akan menjadi salah
satu atribut eksternal.
Fungsi multiatribut ini melibatkan fungsi statistik yang dalam
kerakterisasi reservoir berperan dalam mengestimasi dan
mensimulasikan hubungan antar variabel pada lokasi yang
23
diinginkan. Kenyataannya, nilai-nilai variabel yang berdekatan
adalah mirip atau memiliki tingkat kesamaan yang tinggi.
Kesamaan antara dua variabel tersebut akan menurun seiring
dengan bertambahnya jarak, seperti yang dinyatakan oleh (Barnes,
1999).
2.9 Metode Inversi Seismik
Metode inversi seismik adalah suatu teknik untuk membuat
model bawah permukaan dengan menggunakan data seismik
sebagai input dan data sumur sebagai kontrol (Sukmono, 2001).
Proses yang dilakukan dalam metode ini adalah dekonvolusi
terhadap data jejak seismik.
Gambar 2. 12 Berbagai macam metode inversi seismik (Sukmono, 2001)
Metode inversi seismik terbagi atas inversi pre-stack dan
inversi post-stack (Gambar 2.13). Inversi pre-stack terdiri atas
inversi amplitude (AVO = Amplitude Versus Offset) dan inversi
waktu jalar (travel time) atau tomografi. AVO merupakan metode
inversi yang mencoba menentukan parameter elastisitas dari
amplitudo refleksi hasil pengukuran sebagai fungsi offset (sudut
datang), sedangkan inversi tomografi merupakan inversi yang
mencoba menentukan struktur bumi dari sejumlah waktu jalar
gelombang seismik hasil pengukuran. Inversi post-stack terdiri
atas inversi amplitudo dan inversi medan gelombang. Inversi
amplitudo sendiri berdasarkan algoritmanya dibedakan menjadi
inversi band limited, model based, dan sparse spike.
24
Penelitian yang penulis lakukan merupakan penelitian
dengan metode inversi seismik post-stack model based. Pada
metode inversi seismik, penampang seismik dikonversi menjadi
nilai AI, yang merepresentasikan kondisi fisik batuan, sehingga
lebih mudah untuk diinterpretasi sebagai batasan lapisan oleh
parameter-parameter petrofisika. Konsep dasar inversi seismik
dapat dilihat pada Gambar 2.13 (Russel, 1999)
Gambar 2. 13 Konsep dasar inversi seismik dan pemodelan inversi
(Russel, 1999)
2.9.1 Model Based
Di antara ketiga jenis metode inversi amplitudo, metode
inversi model based dengan menggunakan teknik inversi
Generalized Linear Inversion (GLI) memiliki hasil dengan ralat
yang terkecil.
Proses inversi linear umum (GLI) merupakan proses untuk
menghasilkan model impedansi akustik yang paling cocok dengan
data hasil pengukuran berdasarkan harga rata-rata kesalahan
terkecil (least square) (Hampson dan Russell, 2001).
Metode ini membutuhkan suatu model dugaan impedansi
akustik awal yang biasanya diperoleh dari data log sumur, yaitu
dengan mengalikan antara data log kecepatan dengan data log
densitas untuk mendapatkan data log impedansi akustik sumur.
IA = ρ.v (2.4)
25
dengan, IA adalah harga impedansi akustik,
ρ dan v adalah densitas (g/cc) dan kecepatan (ft/s).
Model awal kemudian dibangun dengan cara interpolasi dan
ekstrapolasi data log impedansi akustik antar sumur yang
dikontrol oleh horizon sekuen stratigrafi yang ada. Dari data
impedansi akustik ini kemudian diturunkan harga koefisien
refleksinya dengan persamaan 2.5 berikut ;
(2.5)
dengan, KR adalah koefisien refleksi,
IAi adalah harga impedansi akustik pada lapisan ke 1,
IAi+1 adalah harga impedansi akustik pada lapisan ke i+1.
Harga koefisien refleksi ini kemudian dikonvolusikan dengan
wavelet yang ada
s(t) = w(t) * r(t) (2.6)
dengan, s(t) adalah seismogram sintetik,
w(t) adalah wavelet,
r(t) adalah deret koefisien refleksi.
Sehingga diperoleh seismogram sintetik yang memiliki
dimensi dan karakter yang sama dengan data jejak seismik
berdasarkan harga impedansi model. Seismogram sintetik ini
kemudian dibandingkan dengan jejak seismik sebenarnya dan
secara iteratif model awal diubah-ubah parameternya sehingga
diperoleh kecocokan yang bagus antar kedua data ini dengan
tingkat kesalahan yang terkecil.
27
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian tugas akhir ini dilaksanakan di gedung Pusat
Survei Geologi yang beralamatkan Jalan Diponegoro Nomor 57,
Bandung. Waktu pelaksanaan Tugas Akhir adalah 1 April 2017
sampai dengan 30 Juli 2017. Daerah pelitian terletak di sekitar
Formasi Waripi, lapangna Tamhar, Cekungan Bintuni, Papua.
3.2 Peralatan Penelitian
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi
perangkat keras dan perangka lunak, sebagai berikut:
3.2.1 Perangkat Keras
Perangkat keras yang dipakai dalam penelitian ini berupa
Laptop Acer Aspire 4752 Prosessor intel core-i5 with intel HD
Graphics, 2.50 GHz.
3.2.2 Perangkat lunak
Perangkat Lunak yang dipakai dalam penelitian ini antara lain:
1. Humpson Russel 8.4, digunakan untuk well seismic tie dan
inversi seismik.
2. Petrel 2010.2.2, digunakan untuk rekontruksi model
geologi, dan peta struktur.
3.3 Ketersediaan Data
Penelitian ini menggunakan dua buah data sekunder yang
diperoleh dari Pusat Survei Geologi. Kedua data tersebut ialah ;
3.3.1 Data Seismik
Data seismik yang digunakan merupakan data eksplorasi
seismik refleksi 2D Post Stack Time Migration (PSTM). Lintasan
yang digunakan pada daerah studi berjumlah 14 buah yang terdiri
dari 8 horizontal (inline) dan 6 vertikal (crossline) dengan
sampling rate yang digunakan adalah 4 ms, polaritas SEG normal,
dan fasa nol. Daerah penelitian dapat dilihat melalui Gambar 3.1
28
Gambar 3. 1 Peta lokasi daerah penelitian dan ketersediaan data
Data seismik ini selanjutnya digunakan sebagai input dalam
proses inversi dan atribut seismik.
3.3.2 Data Sumur
Data sumur yang digunakan berjumlah 4 sumur yaitu A-1, A-
2, A-3, dan A-4 dengan informasi yang tersedia seperti terlihat
pada Tabel 3.1.
Table 3.1 Tabel kelengkapan data Well Log
Data sumur pada penelitian ini terdiri atas data wireline log,
data marker, dan data checkshot. Data wireline log merupakan
data pengukuran properti batuan disekitar lubang sumur
pemboran. Data wireline log yang digunakan pada penelitian ini
adalah log gamma ray yang digunakan dalam interpretasi litologi,
kemudian log neutron porositas untuk mengetahui porositas
batuan, dan terakhir adalah data sonic dan density yang digunakan
29
untuk membuat model akustik impedansi dari sumur yang
digunakan.
Data marker memberikan informasi mengenai batas dari
suatu formasi dengan formasi lainnya, sehingga formasi target
pada area penelitian dapat dibedakan. Data terakhir adalah data
checkshot. Data checkshot merupakan data sumur yang digunakan
untuk melakukan korelasi kedalaman sumur dengan interval
waktu pada data seismik (well seismic tie). Peran data sumur
dalam metode inversi seismik dan atribut seismik adalah sebagai
data kontrol dan data validasi.
3.4 Pengolahan Data
3.4.1 Diagram Alir Pengolahan
30
Gambar 3. 2 Diagram alir penelitian
3.4.2 Studi Literatur
Tahapan awal yang dilakukan ialah studi literatur. Dalam
penelitian ini, studi literatur dilakukan untuk mengetahui kondisi
daerah penelitian, sifat-sifat fisika batuan, karakteristik dan respon
gelombang, serta informasi mengenai metode karakteristik
31
reservoir. Sumber literatur yang digunakan pada penulisan
laporan ini bersumber dari buku, paper atau jurnal, informasi dari
internet, dan berbagai sumber referensi lainnya. Metode yang
digunakan penulis ialah meninjau, mencuplik dan menyimpulkan
segala sesuatu yang telah ditulis pada penelitian sebelumnya,
kemudian ditulis kembali dengan gaya penulisan sendiri.
3.4.3 Seleksi Data Sumur
Tahapan seleksi sumur dilakukan dengan metode seleksi
kelengkapan data dan analisis sensitivitas. Tahap seleksi
kelengkapan data yang diperhatikan mengenai ketersediaan dari
log gamma ray, log neutron porositas, log densitas, dan log p-
wave. Dari tahap kelengkapan data empat sumur yang diperoleh
dapat digunakan. Kemudian diseleksi kembali melalui tahapan
analisis sensitivitas. Tahapan ini bertujuan melihat kualitas dari
keempat log tersebut. Tidak semua sumur memiliki kondisi data
log yang baik karena berbagai faktor seperti perbedaan kualitas
alat pengukur, kondisi lubang bor, tahun pengeboran, dan
berbagai faktor lain. Dari analisis sensitivitas ini, keempat sumur
direduksi menjadi dua sumur akhir yang dapat dilakukan untuk
analisis inversi yaitu A-3 dan A-2.
3.4.4 Well Seismic Tie
Proses well seismic tie adalah proses pengikatan data sumur
dalam satuan kedalaman dengan data seismik satuan waktu.
Proses ini dilakukan untuk memberikan penanda pada penampang
seismik yang akan diinterpretasi berdasarkan data marker. Tahap
pertama pada proses well seismic tie adalah estimasi wavelet atau
biasa dikenal dengan nama ekstraksi wavelet. Ekstraksi wavelet
dalam penelitian ini digunakan secara statistik yang diestimasi
dari jejak-jejak seismik disekitar sumur-sumur, dan ditentukan
secara lebih subjektif berdasarkan frekuensi yang dikandung oleh
data seismik (Gambar 3.3).
32
Gambar 3. 3 Frekuensi pada penampang seismik
Pada proses ini batas window ditentukan yang cukup representatif
pada zona target, batas-batasnya terlihat sebagai garis kuning
(Gambar 3.4).
Gambar 3. 4 Batas window pada well seismic tie
Agar wavelet terbaik dapat diperoleh, proses “trial-and-error”
dilakukan di setiap sumur. Didapatkan wavelet yang paling sesuai
pada penelitian ini (Gambar 3.5).
33
Gambar 3. 5 hasil wavelet well seismic tie
Parameter yang digunakan dalam proses ekstraksi wavelet ini
adalah:
Time Window = 1150–1450 ms
Wavelet Length = 150 ms
Taper Length = 20 ms
Sample rate = 4 ms
Phase = 0°
Tahap selanjutnya adalah pembuatan seismogram sintetik.
Seismogram sintetik dibuat dengan menggunakan log sonic dan
log densitas. Dari log sonic dan log densitas didapatkan log
impedansi akustik. Log impedansi akustik dirubah menjadi
reflektivitas dan dikonvolusikan dengan wavelet yang diperoleh
sehingga didapatkan respon seismik buatan atau seismogram
sintetik dari data sumur.
Tahapan terakhir yang dilakukan ialah pengikatan event dari
seismogram sintetik dengan event pada data seismik. Proses yang
dilakukan seperti yang ditampilkan pada Gambar 3.6. Parameter
baik dan buruknya hasil yang diperoleh dilihat dari nilai
korelasinya, dimana hasil yang baik ditandai dengan nilai korelasi
diatas 0,5.
Hasil nilai korelasi dari ke-4 sumur pada area penelitian
adalah 0,715 pada sumur A-3, 0,661 pada sumur A-1, 0,586 pada
sumur A-4, dan 0,581 pada sumur A-2. Hasil seismik well tie
dapat dilihat pada Gambar 3.6.
34
.
Gambar 3. 6 Hasil well seismic tie pada sumur A-3
3.4.5 Interpretasi Horizon
Tahapan selanjutnya yaitu interpretasi horizon. Pada tahap
ini dilakukan picking horizon yang didasarkan pada well seismic
tie sesuai dengan marker target pada suatu reflektor seismik. Hal
ini dilakukan untuk mengetahui kemenerusan lapisan pada setiap
horizon dan sebagai batas analisis zona reservoir. Sebelum
dilakukan picking horizon, ditentukan terlebih dahulu jenis jejak
seismik pada marker target. Secara umum, jejak seismik terdiri
dari peak dan through, peak ditunjukan dengan nilai amplitudo
seismik yang terdefleksi ke arah positif sedangkan through
sebaliknya, ditunjukan nilai amplitudo yang terdefleksi ke arah
negatif.
Pada penelitian ini dilakukan dua picking horizon yaitu top
target dan base target. Berdasarkan hasil well seismic tie, top dan
base target terletak pada even jejak Peak (ditunjukan dengan
warna merah). Horizon tersebut nantinya digunakan sebagai
pembuatan peta struktur dan masukan dalam analisis inversi.
Corr : 0,727
35
Gambar 3. 7 Interpretasi horizon pada salah satu penampang seismik
2D pada area penelitian
3.4.6 Pembuatan Peta Struktur Waktu dan Kedalaman
Hasil picking horizon selanjutnya dilakukan pembuatan peta
struktur yang menggambarkan kondisi geometri daerah reservoir
target yang digambarkan dalam bentuk peta kontur baik dalam
domain waktu maupun domain kedalaman.
Peta struktur waktu merupakan peta yang menunjukkan
struktur namun masih dalam domain waktu. Peta struktur waktu
tidak dapat memberikan informasi apapun mengenai kedalaman,
namun hanya memberikan informasi mengenai letak ketinggian
dan rendahan pada area penelitian.
Informasi mengenai kedalaman dari reservoir target dapat
diperoleh dengan mengkorversikan domain peta struktur dari
domain waktu ke domain kedalaman, proses ini dinamakan Time
to Depth Conversion. Proses ini dapat dilakukan dengan bantuan
data VSP atau checkshot. Tahapan awal adalah pembuatan kurva
hubungan kecepatan dan kedalaman, kemudian dilakukan
pembuatan peta kecepatan pada tiap horizon target, dan tahap
terakhir adalah pengkonversian peta struktur waktu ke struktur
kedalaman.
3.4.7 Analisis Multiatribut Porositas
Setelah dilakukan pengikatan data sumur dengan data
seismik dan menentukan propert log yang digunakan, kemudian
dilakukan analisis multiatribut. Untuk menentukan atribut mana
saja yang akan digunakan dalam prediksi log ini, dilakukan
36
training terhadap log target dengan beberapa atribut seismik. Dari
proses training ini diperoleh kelompok atribut seismik terbaik
yang akan digunakan untuk memprediksi log porositas.
Proses multiatribut diawali dengan memasukkan data log
porositas asli dari sumur A-3 dan A2, data seismik yang
menempel pada kedua data sumur dan log AI, yaitu seperti pada
Gambar 3.8.
Gambar 3. 8 Proses yang digunakan sebagai masukan dalam analisis
multiatribut
Parameter yang digunakan untuk menentukan kelompok
atribut seismik terbaik yang akan digunakan untuk memprediksi
log target adalah nilai prediksi error dan nilai validasi error. Nilai
prediksi error akan menurun sejalan dengan jumlah atribut yang
digunkan (semakin banyak jumlah atribut yang digunakan maka
nilai prediksi error akan semakin kecil). Nilai validasi error yaitu
nilai prediksi error yang diperoleh jika salah satu dari sumur dari
keempat sumur tersebut tidak diikutsertakan dalam proses
training.
Dari haril training telah diperoleh bahwa pada penggunaan
lima buat atribut, nilai prdiksi error dan validasi error menurun.
Hal ini berarti lima buah atribut dapat digunakan (Gambar 3.9).
37
Gambar 3. 9 kurva prediksi error dan analisis seismik multiatribut
3.4.8 Pembuatan Model Awal (initial model)
Model awal inversi merupakan model representatif bawah
permukaan dengan menggunakan log Densitas, log P-wave, dan
log P-impedan dari tiap-tiap sumur. Selanjutnya data tersebut
diinterpolasi dan ekstrapolasi dengan kontrol lateral dari data
horizon yang telah dibuat. Dalam pembuatan model awal, data
seismik digunakan sebagai data utama dalam pengolahan yang
dikontrol dengan data sumur. Pembuatan model awal bertujuan
untuk mengkontrol frekuensi seismik dimana dalam data seismik
mempunyai frekuensi terbatas (bandpass) yang mengakibatkan
komponen frekuensi rendah dan tinggi tidak terkontrol dengan
baik pada proses inversi seismik. Selain itu fungsi utama dari
model awal inversi ini yaitu untuk membatasi hasil inversi agar
tidak terlalu menyimpang jauh dari model awal.
Parameter yang digunakan dalam pembuatan model awal ini
adalah high cut frequency 10/15 Hz. Penentuan frekuensi yang
dimaksud adalah menghilangkan frekuensi tinggi yang melebihi
skala 10-15 Hz, sehingga initial model ini mempresentasikan nilai
impedansi akustik secara umum pada lapangan Tamhar.
Corr :0,870181
38
Gambar 3. 10 Model awal impedansi akustik lapangan “Tamhar” pada
line 11
3.4.9 Analisis Inversi
Proses analisis error inversi bertujuan untuk menentukan
perkiraan nilai error hasil seismik inversi terhadap data seismik
sebelum dilakukan proses inversi (running inversi). Parameter
masukan awal untuk analisis inversi diantaranya yaitu sumur A-1
dan A-3, wavelet 2, time processing 0-2000 ms dan lebar window
dari horizon 1 dikurangi dengan 30 ms dan horizon 2 ditambahkan
dengan 35 ms.
Analisis pertama dilakukan untuk metode inversi Model
Based. Prinsip dasar dari metode inversi model based adalah
pembuatan model impedansi akustik secara blocky dimana model
impedansi akustik yang dihasilkan berasal dari kontrol data
seismik dan model awal yang sebelumnya telah dibuat. Proses
iterasi dalam metode ini memiliki tujuan untuk mendapatkan
korelasi yang baik antara trace seismik sintetik dengan trace
seismik riil. Proses iterasi ini akan melakukan pengubahan secara
bertahap untuk mendapatkan hasil korelasi yang baik pada trace
sintetik dan trace riil.
Parameter constraint digunakan untuk membatasi model
impedansi yang bergerak dari model awalnya sehingga akan
diperoleh hasil akhir. Dalam penelitian ini digunakan parameter
soft constraint sebesar 0,5. Selain itu paramater yang digunakan
adalah prewhitening 2%, average block size 4 ms, iterasi sebanyak
45 dan lebar window adalah horizon 1 dikurangi dengan 30 ms
dan horizon 2 ditambahkan dengan 35 ms.
39
Penentuan nilai soft constraint sebesar 0,5 berarti model
impedansi akustik yang dihasilkan 50% bergantung dari model
awalnya, dan 50% berasal dari trace seismiknya. Average block
size yang digunakan sebesar 4 ms disesuaikan dengan waktu
sampling data seismik untuk menghindari terjadinya aliasing.
Prewhitening sebesar 2% digunakan untuk memberikan
kestabilan dalam proses inversi. Parameter iterasi menentukan
banyaknya jumlah iterasi agar trace seismik dan trace sintetik
memiliki nilai korelasi terbesar atau kesalahan terkecil.
Gambar 3. 11 Hasil analisis inversi Model Based
Analisis kedua dilakukan pada metode inversi bandlimited.
Parameter yang menjadi masukan analisis inversi bandlimited
yaitu Constraint High-Cut Frequency sebesar 20 Hz. Parameter
ini mengontrol filter yang digunakan pada model awal untuk
menyediakan komponen frekuensi rendah. Semua frekuensi diatas
20 Hz akan dihilangkan dari model awal sedangkan semua
frekuensi dibawah 20 Hz dihilangkan dari inversion trace.
Selanjutnya hasil akhir inversi bandlimited merupakan
penggabungan dari model awal yang telah difilter dengan
inversion trace.
Corr : 0,98617 Corr : 0,86193
40
Gambar 3.12 hasil analisis inversi bandlimited.
Analisis yang terakhir dilakukan pada metode inversi Sparse
Spike, dengan nilai parameter masukan yaitu Sparseness sebesar
50% dan Maximum constraint frequency sebesar 20. Parameter
sparseness menentukan seberapa banyak komponen frekuensi
tinggi yang ditambahkan ke model. Jika sparseness 100% akan
dihasilkan model paling sederhana, jika sparseness 0% dihasilkan
model yang bersifat bandlimited.
Parameter maximum constraint frequency menentukan
seberapa banyak komponen frekuensi rendah yang di ambil dari
model awal. Apabila nilai maximum constraint frequency terlalu
besar, maka tingkat kesesuaian yang rendah terhadap data seismik
dapat terjadi. Namun apabila terlalu kecil nilai maximum
constraint frequency dapat menyebabkan diskontinuitas lateral.
Corr : 0,974227 Corr : 0,825223
41
Gambar 3. 13 hasil anaisa inversi Sparse Spike
Ketiga analisis tersebut dilakukan untuk mengetahui,
manakah metode inversi yang paling sesuai untuk digunakan di
daerah penelitian ini. Hasil analisis inversi ditampilkan pada
grafik nilai korelasi (Gambar 3.14).
Gambar 3. 14 Tingkat korelasi ketiga metode inversi
Berdasarkan gambar 3.14, yang menunjukan tingkat korelasi
dari ketiga analisis inversi yang telah dilakukan, dapat
disimpulkan bahwa metode inversi yang paling sesuai pada daerah
penelitian ini adalah metode inversi Modelbased dengan nilai
korelasi 0,986 pada sumur A-3 dan 0,86193 pada sumur A-1.
0.9
86
17
0.9
74
22
7
0.9
07
07
6
0.8
61
93
0.8
25
22
3
0.8
59
15
7
M O D E L B A S E D B A N D L I M I T E D S P A R S E S P I K E
ANALISIS INVERSIWell A3 Well A1
Corr : 0,90707 Corr : 0,85916
43
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Analisis Sensitivitas
Sensitivitas analisis dilakukan untuk mengetahui batas dari
nilai-nilai properti reservoir yang menjadi ciri khas pada suatu
daerah penelitian, seperti batupasir memiliki nilai Gamma Ray
rendah dan porositas tinggi dan lain sebagainya. Penentuan batas
atau nilai cut off reservoir ditentukan dengan melakukan crossplot
dari setiap nilai suatu log dengan log lainnya pada interval
kedalaman tertentu.
Penentuan lokasi reservoir pada penelitian ini diperoleh
dengan menggunakan data log Gamma Ray, log P-wave, dan
Neutron Porositas. Formasi yang menjadi reservoir di lokasi
penelitian adalah sekitar Formasi Waripi yang merupakan formasi
batuan batupasir. Data log tersebut dipakai dengan alasan dasar
dari analisis hasil inversi dapat dilakukan dengan melihat setiap
parameter yang diperoleh. Dari hasil Crossplot yang ditampilkan
pada Gambar 4.1.
Gambar 4. 1 Crossplot P-wave vs Densitas pada sumur A-1 dan A-3
Crossplot antara log p-wave dan log neutron porositas
dengan pewarnaan gamma ray, mampu memisahkan daerah yang
diidentifikasi menjadi zona reservoir dan non reservoir.
Berdasarkan Gambar 4.1, dapat diidentifikasi bahwa daerah
reservoir berada pada daerah dengan nilai p-wave diatas 12500 ft/s
44
atau 3800 m/s dengan range nilai porositas sebesar 5% hingga
20%.
Nilai porositas dengan range 5% hingga 20% digolongkan
sebagai porositas yang baik (Tabel 4.1), sehingga reservoir pada
Lapangan Tamhar memiliki potensi yang menjanjikan
(Koesoemadinata, 1979).
Table 4.1 Skala penentuan kualitas nilai porositas batuan suatu
reservoir (Koesoemadinata, 1979).
Harga Porositas
(%)
Skala
0-5 Diabaikan
5-10 Buruk
10-15 Cukup
15-20 Baik
20-25 Sangat Baik
>25 Istimewa
4.2 Peta Struktur dan Kedalaman
Peta struktur waktu merupakan peta yang menunjukkan
struktur dalam domain waktu. Peta ini hanya memberikan
informasi mengenai letak tinggian dan rendahan berdasarkan lama
waktu penjalaran data seismik tidak memberikan informasi
apapun mengenai kedalaman. Peta struktur waktu didapatkan dari
hasil analisis horizon pada setiap data seismik. Dari hasil
interpretasi horizon, terdapat dua peta struktur waktu, yaitu top
target dan base target.
Interpretasi horizon dilakukan berdasarkan letak marker
sumur yang menempel pada jejak seismik. Gambar 4.2 merupakan
penampang interpretasi horizon yang dilakukan penulis pada
komposit seismik. Berdasarkan penampang seismik, zona yang
mengandung hidrokarbon dan batuan reservoir biasanya ditandai
dengan bright spot, dim spot atau flat spot. Interpretasi yang
ditemukan penulis adalah bright spot pada horizon top target dan
base target.
45
Gambar 4. 2 Interpretasi horizon pada salah satu penampang seismik
2D pada area penelitian
Berdasarkan hasil interpretasi horizon, terdapat dua buah
peta struktur waktu, yaitu Peta Struktur Waktu Top Target dan
Peta Struktur Waktu Base Target yang ditampilkan pada Gambar
4.3.
Gambar 4.3 menunjukan peta struktur waktu dimana daerah
yang relatif lebih tinggi ditunjukan oleh daerah dengan pewarnaan
yang lebih terang (merah) dan daerah rendahan dengan pewarnaan
lebih gelap (ungu). Kelemahan peta struktur waktu adalah tidak
dapat menunjukan kedalaman dari suatu reservoir, sedangkan
kegiatan pengeboran membutuhkan informasi kedalaman (dalam
feet atau meter). Oleh karena itu dilakukan konversi waktu
menjadi kedalaman (time to depth conversion) untuk mengubah
peta struktur waktu menjadi peta struktur kedalaman. Hasil
konversi ini berupa peta stuktur Top Target dan Base Target
dalam domain kedalaman yang ditampilkan pada Gambar 4.4
46
Gam
bar 4
. 3 P
eta struk
tur w
aktu
47
Gam
bar
4.
4 P
eta
stru
ktu
r k
edal
aman
48
Berdasarkan hasil peta struktur kedalaman pada lapangan
Tamhar, daerah dangkal diindikasikan dengan warna merah yang
berada pada barat daya dan daerah dalam yang diindikasikan
warna biru berada pada tenggara. Pada lapangan Tamhar kondisi
stuktur yang terjadi yaitu arah kedalaman dari arah barat ke timur.
Perbedaan kedalaman dibawah permukaan yang didapat yaitu dari
-1000 m hingga -2000 m.
4.4 Analisis Hasil Inversi
Hasil inversi diperoleh dari proses inverting volume dengan
memasukkan parameter-parameter input yang telah dilakukan
pada saat proses analisis inversi. Hasil proses inversi seismik pada
penelitian ini berupa volume P-wave, dikarenakan log P-wave dan
log Neutron Porositas pada proses analisis sesitivitas dapat
memisahkan zona reservoir dan non reservoir, serta mampu
menentukan nilai range porositas dari reservoir di daerah
penelitian. Penampang hasil inversi ditampilkan pada Gambar 4.5.
Berdasarkan Gambar 4.5 menunjukkan persebaran lateral
pada salah satu data seismik dengan kontrol sumur A-3. Terlihat
bahwa korelasi antara P-wave hasil inversi dengan P-wave data
sumur relatif baik yang ditandai dengan kecocokan log p-wave
pada sumur dengan nilai hasil inversi yang diperoleh yang
ditunjukkan dengan warna yang sama. Sehingga hasil inversi ini
sudah mampu mewakili sebaran nilai P-wave secara lateral dan
dapat digunakan untuk analisis selanjutnya.
Hasil penampang inversi kemudian diaplikasikan atribut
extract value untuk didapatkan nilai impedansi akustik pada setiap
horizon seismik dan dapat dibuat peta persebaran porositasnya.
Gambar 4.6 menampilkan peta sebaran impedansi akustik pada
Top Target dan Base Target.
Hasil peta sebaran impedansi akustik pada lapangan Tamhar
didominasi oleh nilai impedansi yang rendah antara 8000 – 11000
[(m/s)*(g/cc)] yang ditunjukkan dengan warna kuning hingga
hijau. Nilai impedansi akustik yang rendah diidentifikasikan
bahwa daerah tersebut lebih porous karena densitas nya lebih kecil
dapat diartikan litologi tersebut sebagai batupasir yang ditunjang
dengan kondisi geologi bahwa pada formasi Waripi litologi yang
terdapat yaitu batupasir.
49
Gam
bar
4. 5
Pen
amp
ang
has
il i
nv
ersi
AI
pad
a li
ne
seis
mik
50
Gam
bar 4
. 6 P
eta sebaran
imped
ansi ak
ustik
pad
a lapan
gan
Tam
har
51
4.5 Multiatribut Porositas
Hasil analisis multiatribut porositas yang diperoleh kemudian
diaplikasikan pada setiap line data seimik dengan horizon top
target dan base target dengan kontrol data sumur A-3. Gambar 4.8
menampilkan hasil dari aplikasi multiatribut terhadap salah satu
data seismik.
Gambar 4. 7 Persebaran Porositas pada penampang salah satu data
seismik
Berdasarkan penampang data seismik pada Gambar 4.7 nilai
korelasi yang tinggi ditunjukkan dengan kecocokan log porositas
pada sumur dengan nilai porositas yang terdapat pada data
seismik. Reservoir pada lapangan Tamhar ternyata memiliki nilai
porositas sekitar 30%. Nilai porositas yang dihasilkan lebih tinggi
dengan nilai pada log porositas asli, hal ini disebabkan oleh hasil
perhitungan log porositas yang kurang akurat.
Kemudian diaplikasikan atribut extract value untuk
mendapatkan nilai porositas pada setiap horizon seismik dan dapat
dibuat peta persebaran porositasnya. Gambar 4.8 menampilkan
peta sebaran porositas pada Top Target dan Base Target.
52
Gam
bar 4
. 8 P
ersebaran
po
rositas p
ada lap
isan T
op
Targ
et dan
Base T
arget
53
Titik hitam pada Gambar 4.8 menunjukkan lokasi dari letak
sumur di area penelitian. Warna hiaju hingga merah menunjukkan
nilai porositas diatas 20 % hingga 30 % sedangkan warna biru
menunjukkan nilai porositas dibawah 20 %. Dari hasil penampang
yang didapat menunjukkan bahwa anomali porositas batuan
batupasir pada lapisan Top Target, lokasi sekitar sumur A-1 dan
A-4 memiliki nilai anomali porositas yang besar dibandingkan
dengan sekitar lokasi sumur A-2 dan A3. Sedangkan pada lapisan
Base Target nilai anomali porositas besar berada pada sekitar
sumur A-1. Hal ini menunjukkan bahwa daerah pada sekitar
sumur A-1 baik pada lapisan Top target dan Base Target memiliki
nilai anomali porositas yang besar sekitar 30 %
4.6 Penentuan Daerah Reservoir Prospek
Setelah dilakukan analisis inversi impedansi akustik dengan
metode Model Based dan seismik multiatribut porositas,
kemudian peta persebaran yang didapat dilakukan integrasi untuk
mengkarakterisasi reservoir pada lapangan Tamhar. Analisis ini
akan mengkorelasikan persebaran nilai impedansi akustik dan
persebaran nilai porositas.
Daerah reservoir prospek pada lapangan Tamhar
diidentifikasikan dengan asumsi bahwa reservoir prospek akan
memiliki nilai impedansi akustik rendah karena nilai impedansi
akustik yang relatif rendah dapat diartikan litologi batuan tersebut
lebih porous. Selain itu juga dikorelasikan dengan nilai porositas
yang tinggi. Daerah reservoir prospek pada lapisan Top Target
ditandai oleh zona berwarna putih pada Gambar 4.9.
Analisis daerah reservoir prospek selanjutnya pada lapisan
Base Target, Lapangan Tamhar. Berdasarkan sebaran inversi
impedansi akustik dan porositas, sebaran reservoir berada pada
daerah yang dibatasi oleh zona berwarna putih. Daerah ini
dikatagorikan sebagai daerah yang prospek karena memiliki nilai
impedansi akustik yang rendah serta nilai porositas yang tinggi.
Daerah reservoir prospek pada lapisan Base Target ditampilkan
pada Gambar 4.10.
54
Gam
bar 4
. 9 Z
on
a reservo
ir pro
spek
pad
a lapisan
To
p T
arg
et
55
Gam
bar
4. 1
0 Z
on
a re
serv
oir
pro
spek
pad
a la
pis
an T
op
Ta
rget
56
4.7 Rekomendasi Titik Pengeboran Baru
Pengembangan lapangan minyak dan gas sangatlah penting
untuk dilakukan demi memenuhi kebutuhan kosumen dan
mencegah ancaman krisis energi. Pada penelitian ini, penulis
memberikan suatu rekomendasi titik pengeboran baru sebagai
bahan pertimbangan pengembangan lapangan selanjutnya.
Rekomendasi lokasi titik pengeboran baru pada Marker Top
Target dan Base Target, diperlihatkan pada Gambar 4.11 dan 4.12.
Gambar 4. 11 Rekomendasi titik pengeboran baru pada Marker Top
Target
57
Gambar 4. 12 Rekomendasi titik pengeboran baru pada Marker Base
Target
Rekomendasi koordinat titik pengeboran baru pada Lapangan
Tamhar berada pada tanda bintang. Pemilihan lokasi titik pengeboran
tersebut didasari oleh hasil identifikasi nilai porositas dan inversi yang
telah dilakukan. Top Target maupun Base Target yaitu pada
kedalaman Formasi Waripi dengan nilai impedansi akustik yang
rendah, 8000–11.000 [(m/s)*(g/cc)] dan nilai porositas sebesar 20-
30%. Selain itu, dengan ditemukannya titik pengeboran baru dengan
koordinat yang sama pada kedua marker, akan membuat biaya
pengeboran lebih murah. Namun, untuk keputusan eksplorasi lebih
lanjut perlu dilakukan penelitian yang lebih mengarah, seperti jenis
hidrokarbon apa yang terkandung pada reservoir ini, nilai ekonomis
cadangan, penentuan kontak hidrokarbon, dan analisis petrofisika
yang lainnya.
59
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan yang telah dilakukan oleh
penulis, terdapat beberapa hal yang dapat disimpulkan,
diantaranya:
1. Berdasarkan hasil analisis sensitivitas atau Crossplot antara
log P-wave dan Neutron Porositas dengan pewarnaan Gamma
Ray, dapat disimpulkan bahwa karakteristik reservoir pada
lapangan Tamhar berada pada daerah dengan nilai p-wave
antara 3800m/s dengan range nilai porositas sebesar 5%
hingga 20%.
2. Reservoir prospek pada lapangan Tamhar adalah reservoir
yang ditandai dengan nilai impedansi akustik yang rendah
sebesar 8000–11.000 [(m/s)*(g/cc)] serta nilai porositas
sebesar 20-30 %.
3. Berdasarkan hasil analisis inversi seismik dan multiatribut,
rekomendasi letak pengeboran baru pada arah selatan sumur
A-1 kedalaman Formasi Waripi dengan nilai impedansi
akustik yang rendah 8000–11.000 [(m/s)*(g/cc)] dan nilai
porositas sebesar 20-30 %.
5.2 Saran
Saran yang dapat diberikan untuk penelitian selanjutnya
antara lain:
1. Penambahan sumur di beberapa tempat pada area penelitian
sehingga analisis multiatribut lebih akurat dan juga dapat
dilakukan analisis data pemodelan petrofisika geostatistik
untuk dihitung jumlah cadangan hidrokarbon yang
terakumulasi
2. Penambahan data seismik pada daerah Barat Laut lapangan
penelitian untuk penelitian selanjutnya agar dapat diketahui
pola tinggian di bagian timur laut (sekitar sumur A-3 dan A-
4).
61
DAFTAR PUSTAKA
Badley, M. 1987. Practical Seismik Interpretation. United Kingdom :
Prentice Hall.
Barnes, A. 1999. Seismik Attributes past, present and future. SEG
Expended Abstracts.
Brown, R. A. 2000. Interpretation of Three Dimensional Seismic Data
Fifth Edition. AAPG Memoir.
Castagna, dan Backus. 1993. Offset Dependent Reflectivity. United
Kingdom : SEG.
Collins, J. L., dan M. K. Qureshi. 1977. Reef Exploration in Bintuni
Basin and Bomberai Trough-Irian Jay. Proceeding IPA 6th
Annual Convention. Jakarta.
Hampson, D., dan B. Russell. 2001. STRATA Seismic Inversion
Workshop. Canada : Hampson-Russel Software Services Ltd.
Haven, L., dan C, Schieefelbein. 1995. The Petroleum Systems of
Indonesia. Proceeding Indonesia Petroleum Association.
Hilterman, F. J. 1977. Seismik Amplitude Interpretation. EAGE.
Kelkar, M. 1982. Applied Geostatistics for Reservoir
Characterization. Oklahoma Waite : The University of Tulsa.
Koesoemadinata, R. P. 1979. Geologi Minyak dan Gas Bumi.
Bandung : ITB.
LEMIGAS. 2005. Kuantifikasi Sumberdaya Hidrokarbon. Jakarta :
LEMIGAS.
Panggabean, H. 1984. Rifting of the northern margin of the Australian
Continents and the origins of some microcontinents in Eastern
Indonesia. Tectonophysics. 107:331–353.
Redshaw, T., M. Bacon dan R. Simm. 2007. 3-D Seismik
Interpretation. United Kingdom : Cambridge University Pres.
Reynold, J. M. 1997. An Introduction to Applied and Environment
Geophysics. SEG.
Robinson, G. P., dan N. Ratman. 1978. The Stratigraphic and Tectonic
development of the Manokwari area Papua Province. Australian
Bureau of Minerals Res.
Ronald, A. 2011. Analisis Geometri dan Kualitas Reservoir Batupasir
Waripi Lapangan Jefta Cekungan Bintuni Papua. Bandung :
ITB.
Russel, H. 1999. Inversion Seismik in Strata. United Kingdom :
Software Service Ltd.
62
Sheriff, R. E. 1992. Reservoir Geophysics. United Kingdom : SEG.
Sheriff, R. E. 1995. Exploration Seismologi. United Kingdom :
Cambridge University Press.
Sismanto. 2006. Dasar-Dasar Akuisisi dan Pemrosesan Data Seismik.
Yogyakarta : Laboratotium Geofisika FMIPA UGM.
Sukmono, S. 1999. Karakterisasi Reservoir Seismik. Bandung :
Institute Teknologi Bandung.
Sukmono, S. 2001. Seismik Inversi Untuk Karakteristik Reservoir.
Bandung : Institute Teknologi Bandung.
Telford, W. M. 2001. Applied Geophysics. United Kingdom :
Cambridge University Press.
Tullailah, N. 2013. Karakterisasi Reservoar Karbonat Menggunakan
Analisis Seismik Atribut dan Inversi Impedansi Akustik (AI)
Pada Formasi Kais Lapangan “Nnt” Cekungan Salawati
Papua.Universitas Hasanuddin : Lampung.