asmuruf,mervin.a_struktur & komposisi vegetasi mangrove pd kawasan tahiti park bintuni
DESCRIPTION
Menjelaskan tentang kondisi vegetasi mangrove di kawasan taman hutan bintuni PapuaTRANSCRIPT
STRUKTUR DAN KOMPOSISI VEGETASI MANGROVEPADA KAWASAN TAHITI PARK KOTA BINTUNI
(Skripsi)
Oleh
MERVIN ARISON ASMURUF2009 55 081
PROGRAM STUDI KEHUTANAN
FAKULTAS KEHUTANANUNIVERSITAS NEGERI PAPUA
MANOKWARI2013
SURAT PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “ Struktur
dan Komposisi Vegetasi Mangrove Pada Kawasan Tahiti Park Kota Bintuni “
adalah karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan
tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan oleh penulis lain, telah disebutkan dalam
daftar pustaka pada bagian akhir Skripsi ini. Apabila dikemusian hari terbukti
bahwa tidak sesuai dengan yang saya nyatakan, maka saya bersedia pembatalan
karya ilmiah ini dan pencabutan gelar sarjana.
RINGKASAN
Mervin Arison Asmuruf. “Struktur dan Komposisi Vegetasi Mangrove Pada
Kawasan Tahiti Park Kota Bintuni. Dibawah bimbingan Piter Gusbager,
S.Hut, MUP dan Jonni Marwa, S.Hut, M.Si.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Struktur dan Komposisi
Vegetasi Mangrove Pada Kawasan Tahiti Park Kota Bintuni yang meliputi
Kerapatan Jenis, Frekuensi Jenis dan Dominansi Jenis serta Indeks
Keanekaragaman Jenis, Indeks Kesamaan/ Kemerataan Jenis dan Indeks
Kekayaan/ Kelimpahan Jenis. Penelitian ini diharapakan dapat memberikan data
dan informasi mengenai keadaan dan keberadaan mengrove pada Kawasan Tahiti
Park Kota Bintuni.
Penelitian ini dilaksanakan di Kawasan Mangrove Tahiti Park Kota
Bintuni. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif
dengan teknik observasi lapang.
Hasil penelitian lapang menunjukan bahwa pada Kawasan Mangrove
Tahiti Park terdapat 9 spesies dari 7 famili pada fase pertumbuhan mangrove
dimana pada fase pertumbuhan Semai, Pancang dan Pohon masing-masing
terdapat 7 spesies, 5 spesies dan 6 spesies dengan pada fase pertumbuhan semai
didominasi oleh Acrosticum aureum yakni 12.613 individu/Ha dengan INP
mencapai 61,49%, sedangkan untuk fase pertumbuhan pancang dan pohon
didominasi oleh Avicenia marina masing-masing 1.389 individu/Ha dengan INP
90,26% dan 95 individu/Ha dengan INP 125,93% dan untuk dominansi jenis
didominasi oleh Rhizopora mucronata yakni 12,36 m2/Ha. Dari hasil perhitungan
indeks keanekaragaman jenis pada fase pertumbuhan mangrove yakni fase
pertumbuhan semai (1,37), pancang (1,15) dan pohon (1,24), indeks kesamaan/
kemerataan jenis yakni semai (0,70), pancang (0,71) dan pohon (0,69) serta
indeks kekayaan/ kelimpahan jenis mempunyai nilai masing-masing semai (0,83),
pancang (0,60) dan pohon (0,92).
STRUKTUR DAN KOMPOSISI VEGETASI MANGROVEPADA KAWASAN TAHITI PARK KOTA BINTUNI
Oleh
MERVIN ARISON ASMURUF2009 55 081
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana
pada Fakultas Kehutanan
Universitas Negeri Papua
PROGRAM STUDI KEHUTANAN
FAKULTAS KEHUTANANUNIVERSITAS NEGERI PAPUA
MANOKWARI2013
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yesus Kristus, atas kasih,
kemurahan dan hikmat yang telah diberikan kepada penulis sehingga penulisan
skripsi dengan judul, “ Struktur dan Komposisi Vegetasi Mangrove Pada
Kawasan Tahiti Park Kota Bintuni “ dapat terselesaikan dengan baik. Skripsi
ini merupakan salah satu syarat bagi mahasiswa dalam menyelesaikan studi strata
satu pada Fakultas Kehutanan Universitas Negeri Papua.
Berkenaan dengan penulisan skripsi ini, penulis mengucapkan terima
kasih dan penghargaan sebesar-besarnya kepada kedua pembimbing yakni Bapak
Piter Gusbager, S.Hut, MUP selaku Pembimbing I dan Bapak Jonni Marwa,
S.Hut, M.Si selaku Pembimbing II yang senantiasa mencurahakan segala waktu,
pikiran dan kesempatannya unutk mengarahakan dan membimbing penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini.
Pada kesempatan ini juga, penulis menyampaikan terima kasih kepada :
1. Rektor dan Civitas Akademika Universitas Negeri Papua
2. Dekan Fakultas Kehutanan, Ketua Program Studi Kehutanan serta seluruh
staf dosen, terima kasih atas fasilitas, bimbingan dan pengajaran yang
diberikan selama penulis menempuh studi.
3. Bapak Jonni Marwa, S.Hut, M.Si selaku Dosen Wali atas semua nasehat
dan motivasi yang diberikan selama ini.
4. Keluarga Besar Gereja Baptis Anugerah Indonesia (GBAI) Jemaat
Marturia, terima kasih atas dukungan doa dan nasehat yang diberikan.
5. Kel. Mathius M Asmuruf, SH, Kel. Bernard Y Djitmau, SH, Kel. Jan Piet
Mosso, S.Sos, Kel. Yakob A Djitmau, SE, MM, Kel. Yanto Y Ijie, ST,
Kel. dr. Yan Piter Kambu, S.POG, Kel. Dra. Agustina Asmuruf dan Tete
Dr. Origenes Ijie, SE, MM. Terima kasih atas segala dukungan doa, dana,
dan nasehat yang diberikan selama penulis menempuh studi.
6. Om Epis Djitmau, Om Nabas, Abang Feras, Kaka Benak, Kk Elis, Kk
Akam, Made Mabas, Ade Merlin. Terima kasih atas segala motivasi dan
bantuan yang diberikan selama menempuh studi.
7. Seluruh teman-teman FORESTER 2009, Terima kasih atas kebersamaan,
kekompakan, perjuangan dan semangatnya dalam menempuh studi.
8. Serta semua pihak yang telah membantu penulis selama menjalankan
pendidikan.
Penghargaan setinggi-tingginya penulis persembahkan kepada Ibunda
Tercinta Karolina Asmuruf, S.Pd dan Adikku Yunus E. Asmuruf atas segala
doa, harapan, biaya dan kasih sayangnya dalam memberikan nasehat dan motivasi
yang begitu besar bagi penulis.
Akhirnya penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari
kesempurnaan, untuk itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat
diharapkan guna kesempurnaan tulisan ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi
semua pihak yang membutuhkan.
Manokwari, 19 Juli 2013
Penulis
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Sorong pada tanggal 11 Oktober
1991, sebagai anak pertama dari dua bersaudara dengan
ibu bernama Karolina Asmuruf.
Penulis mulai memasuki pendidikan formal pada tahun
1997 di SD YPPK Piahar Fakfak dan lulus pada tahun 2003. Pada tahun yang
sama penulis melanjutkan studi di SLTP YPPK St. Don Bosco Fakfak dan lulus
pada tahun 2006. Pada tahun yang sama pula penulis meneruskan sekolah pada
SMA Negeri 1 Fakfakdan lulus pada tahun 2009.
Pada tahun 2009 penulis terdaftar sebagai mahasiswa Program Studi
Kehutanan pada Fakultas Kehutanan Universitas Negeri Papua, melalui jalur
SESAMA UNIPA.
DAFTAR ISI
Teks HalHALAMAN JUDUL ............................................................................. iSAMPUL DALAM................................................................................ iiPERNYATAAN .................................................................................... iiiRINGKASAN ....................................................................................... ivLEMBAR SKRIPSI SEBAGAI SYARAT ......................................... viLEMBAR PENGESAHAN ................................................................. viiKATA PENGANTAR .......................................................................... viiiDAFTAR ISI.......................................................................................... xDAFTAR TABEL ................................................................................. xiiDAFTAR LAMPIRAN ........................................................................ xiii
PENDAHULUAN.................................................................................. 1Latar Belakang ................................................................................... 1Masalah ............................................................................................. 4Tujuan & Manfaat .............................................................................. 4
TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................... 5Definisi Mangrove ............................................................................. 5Jenis – Jenis Mangrove ...................................................................... 6Zonasi Penyebaran Mangrove ........................................................... 7Daya Adaptasi Mangrove Terhadap Lingkungan ............................. 9Penyebaran Hutan Mangrove ............................................................ 10Fungsi dan Manfaat Mangrove .......................................................... 11Analisis Vegetasi ............................................................................... 12
METODOLOGI PENELITIAN ......................................................... 13Waktu dan Tempat ............................................................................ 13Metode Penelitian .............................................................................. 13Alat dan Bahan .................................................................................. 13Teknik Pengumpulan Data ................................................................ 14Variabel Pengamatan ......................................................................... 15Pengolahan dan Analisis Data ........................................................... 15
KEADAAN UMUM DAERAH ........................................................... 18Letak dan Luas Daerah ...................................................................... 18Keadaan Topografi dan Tanah .......................................................... 18Iklim .................................................................................................. 18Pengunaan Lahan .............................................................................. 19Keadaan Penduduk ............................................................................ 20Sarana dan Prasarana ......................................................................... 20
HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................ 21Komposisi Jenis Vegetasi Mangrove ................................................ 21Struktur Vegetasi Mangrove ............................................................. 23Kerapatan Jenis dan Frekuensi Jenis Mangrove Tingkat Semai ....... 23Kerapatan Jenis dan Frekuensi Jenis Mangrove Tingkat Sapihan .... 26Kerapatan Jenis dan Frekuensi Jenis Mangrove Tingkat Pohon ....... 28Dominansi Jenis Vegetasi Mangrove ................................................ 29Indeks Nilai Penting Vegetasi Mangrove .......................................... 31Indeks Keanekaragaman, Kesamaan dan Kelimpahan Jenis ............. 32
PENUTUP ............................................................................................. 35Kesimpulan ........................................................................................ 35Saran .................................................................................................. 35
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
No Teks Hal
1. Jumlah dan Jenis Vegetasi Mangrove Pada Kawasan Tahiti Park ..... 21
2. Nilai Kj, KR, Fj dan FR pada Tingkat Semai ................................... 24
3. Nilai Kj, KR, Fj dan FR pada Tingkat Sapihan.................................. 26
4. Nilai Kj, KR, Fj dan FR pada Tingkat Pohon ................................... 28
5. Nilai Dj dan DR pada Kawasan Tahiti Park ...................................... 30
6. Indeks Nilai Penting pada Kawasan Tahiti Park ............................... 31
7. Indeks H’ dan E serta R ..................................................................... 32
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Data Hasil Penelitian Untuk Fase Pertumbuhan Pohon
Lampiran 2. Data Hasil Penelitian Untuk Fase Pertumbuhan Sapihan
Lampiran 3. Data Hasil Penelitian Untuk Fase Pertumbuhan Semai
Lampiran 4. Hasil Perhitungan Untuk Fase Pertumbuhan Pohon
Lampiran 5. Hasil Perhitungan Untuk Fase Pertumbuhan Sapihan
Lampiran 6. Hasil Perhitungan Untuk Fase Pertumbuhan Semai
Lampiran 7. Hasil Perhitungan H’, E dan R
Skripsi Asmuruf Mervin 1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Mangrove adalah sekumpulan pohon dan semak-semak yang tumbuh
didaerah pasang surut serta memilki kemampuan khusus untuk beradaptasi
dengan kondisi lingkungan yang selalu tergenang, kadar garam tinggi dan kondisi
tanah yang kurang stabil (Jurnal Pengenalan Jenis Mangrove, 2012). Hutan
mangrove merupakan salah satu tipe ekosistem pesisir yang memiliki karakteristik
khas karena berada di pesisir tropis dan muara sungai sehingga sering disebut
sebagai hutan bakau atau payau. Tipe ekosistem ini mempunyai manfaat yang
sangat penting, diantaranya manfaat ekologi, ekonomis dan sosial budaya.
Keberadaan hutan mangrove di kawasan pesisir secara ekologi bermanfaat sebagai
penahan lumpur dan sediment trap termasuk limbah-limbah beracun yang dibawa
oleh aliran air permukaan, bagi bermacam-macam biota perairan sebagai daerah
asuhan dan tempat mencari makan pembesaran, selain itu manfaat ekonomis
ekositem mangrove adalah menyediakan bahan baku industri antara lain kayu
chip, kayu arang dan kayu bangunan serta kayu mangrove juga mempunyai
manfaat sosial bagi masyarakat yakni untuk kayu bakar. Ekosistem mangrove
tergolong sebagai ekosistem yang produktif di wilayah pesisir dan sudah
selayaknya dilindungi keberadaannya.
Skripsi Asmuruf Mervin 2
Indonesia memiliki kawasan ekosistem mangrove dengan tingkat
keanekaragaman jenis yang tinggi. Vegetasi hutan mangrove di Indonesia tercatat
sebanyak 202 jenis yang terdiri atas 89 jenis pohon, 5 jenis palem, 19 jenis liana,
44 jenis epifit dan 1 jenis sikas. Namun demikian hanya terdapat kurang lebih 47
jenis tumbuhan yang spesifik hutan mangrove, dan umumnya pada vegetasi ini
terdapat salah satu jenis tumbuhan sejati atau dominan yang termasuk dalam
empat famili yaitu Rhizophoraceae (Rhizophora, Bruguiera dan Ceriop),
Sonneratiaceae (Sonneratia), Avicenniaceae (Avicennia) dan Meliaceae
(Xylocarpus). (Dahuri: 2003 dalam Reinnamah, 2010). Vegetasi hutan
mangrove di hampir setiap daerah mengalami penurunan kualitas maupun
kuantitas, hal ini disebabkan oleh aktivitas manusia yang tidak terkendali.
Secara geografi Provinsi Papua Barat berada diwilayah kepala burung Pulau
New Guinea dengan potensi mangrove yang melimpah. Menurut Dinas
Kehutanan dan Perkebunan Provinsi Papua Barat, Luas kawasan hutan mangrove
di Provinsi Papua Barat mencapai 422.575,79 Ha. Areal hutan mangrove yang
terluas pada pesisir Kabupaten Teluk Bintuni dengan luas 236.176,40 Ha,
kemudian diikuti oleh Kabupaten Sorong Selatan sebesar 75.333,80 Ha dan yang
terakhir terdapat di Kabupaten Teluk Wondama dengan luasan yang hanya
mencapai 427,32 Ha. Walaupun demikian tidak dipungkiri laju kerusakan hutan
mangrove terus terjadi setiap tahunnya, yakni sebesar 18.381,04 Ha dengan laju
kerusakan tertinggi pada Kabupaten Teluk Bintuni yang mencapai 8.553,03 Ha.
(Dishutbun, 2006 dalam Kelompok Kerja Mangrove Daerah Papua Barat,
2012)
Skripsi Asmuruf Mervin 3
Dalam upaya pemanfaatan dan pelestarian mangrove, Pemerintah Daerah
Kabupaten Teluk Bintuni menyediakan suatu kawasan yakni Tahiti Park.
Kawasan ini merupakan suatu kawasan yang berada di tengah Kota Bintuni,
dengan luas mencapai 1,1 Ha dan diharapkan dapat menjadi pusat pendidikan dan
wisata bagi masyarakat serta letaknya yang berdekatan langsung dengan pasar
sentral sehingga kawasan ini penting untuk dilestarikan karena sangat berfungsi
dalam menetralisir limbah hasil buangan dari pasar sebelum dialirkan ke sungai.
Sumber daya mangrove dikawasan ini perlu dikelola sehingga dapat dimanfaatkan
secara lestari. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk melakukan penelitian ini
yang mengkaji ” Struktur dan Komposisi Vegetasi Mangrove pada Kawasan
Tahiti Park Kota Bintuni”, sebagai langkah dalam pemanfaatan dan konservasi
kawasan mangrove.
Skripsi Asmuruf Mervin 4
Masalah
Sebagian besar kondisi mangrove di kawasan Tahiti Park telah mengalami
kerusakan akibat aktivitas pembangunan, baik yang dilakukan oleh pemerintah
maupun masyarakat disekitar kawasan. Hal ini dapat dilihat dengan adanya
pemukiman masyarakat dan bangunan-bangunan pemerintah di dalam kawasan
Tahiti Park serta adanya buangan limbah dari Pasar Sentral. Untuk menentukan
pentingnya peranan ekosistem mangrove terhadap lingkungan sekitar, maka
kajian atau risalah dari kawasan mangrove Tahiti Park tentang keadaan struktur
dan komposisi vegetasi perlu dilakukan dalam upaya perencanaan dan mitigasi
bencana disekitar pesisir Kota Bintuni.
.
Tujuan dan Manfaat
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui Struktur dan
Komposisi Vegetasi Mangrove yang terdapat di Kawasan Tahiti Park Kota
Bintuni, sedangkan manfaat dari penelitian ini diharapakan dapat memberikan
data informasi tentang keberadaan hutan mangrove yang meliputi, Struktur
Vegetasi dan Komposisi Vegetasi Mangrove di Kawasan Tahiti Park, sehingga
dapat digunakan sebagai informasi untuk keperluan perencanaan pembangunan,
pemantauan perubahan lingkungan dan aktivitas masyarakat dalam kawasan
mangrove Tahiti Park.
Skripsi Asmuruf Mervin 5
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi Mangrove
Mangrove adalah sekumpulan pohon dan semak-semak yang tumbuh
didaerah pasang surut serta memilki kemampuan khusus untuk beradaptasi
dengan kondisi lingkungan yang selalu tergenang, kadar garam tinggi dan kondisi
tanah yang kurang stabil (Jurnal Pengenalan Jenis Mangrove, 2012). Kata
mangrove merupakan kombinasi antara bahasa Portugis mangue dan bahasa
Inggris grove (Macnae, 1968). Dalam bahasa Inggris kata mangrove digunakan
baik untuk komunitas tumbuhan yang tumbuh di daerah jangkauan pasang-surut
maupun untuk individu-individu spesies tumbuhan yang menyusun komunitas
tersebut. Sedangkan dalam bahasa Portugis kata mangrove digunakan untuk
menyatakan individu spesies tumbuhan, sedangkan kata mangal untuk
menyatakan komunitas tumbuhan tersebut. FAO (1982) menyarankan agar kata
mangrove digunakan baik untuk individu jenis tumbuhan maupun komunitas
tumbuhan yang tumbuh di daerah pasang surut (Jenis-Jenis Mangrove Bintuni,
2003).
Hutan mangrove merupakan komunitas tumbuhan pantai yang di dominasi
oleh beberapa jenis pohon yang mampu tumbuh dan berkembang pada daerah
pasanh surut sesuai dengan toleransinya terhadap salinitas, lama pengenangan,
substrat dan morfologi panatainya (Bengen, 2001 dalam Nauw, 2012).
Skripsi Asmuruf Mervin 6
Sumberdaya mangrove di suatu daerah dapat dikelompokan menjadi 2
kategori yaitu : mangrove sejati dan mangrove asosiasi. Mangrove sejati terdiri
dari 2 jenis yaitu mayor mangrove dan minor mangrove yang terdiri dari 34 jenis
yang memiliki beberapa karakteristik dan mampu membentuk suatu tegakan
dalam jumlah besar. Sedangkan minor mangrove jarang ditemui dalam jumlah
besar dan terdiri dari 20 jenis. Mangrove asosiasi terdiri dari 60 jenis. Adapaun
jenis mangrove sejati yang terdapat di Indonesia yaitu : Family yaitu
Rhizophoraceae (Rhizophora, Bruguiera dan Ceriop), Sonneratiaceae
(Sonneratia), Avicenniaceae (Avicennia) dan Meliaceae (Xylocarpus) (Jurnal
Pengenalan Jenis Mangrove, 2012).
Jenis – Jenis Mangrove
Indonesia memiliki jenis mangrove sebanyak 89 jenis pohon mangrove, atau
paling tidak menurut FAO terdapat sebanyak 37 jenis, diantaranya adalah jenis
api-api (Avicennia sp.), bakau (Rhizophora sp.) merupakan tumbuhan mangrove
utama yang banyak dijumpai. Jenis-jenis mangrove tersebut adalah kelompok
mangrove yang berfungsi menangkap, menahan endapan dan menstabilkan tanah
habitatnya. Jenis api-api atau di dunia dikenal sebagai black mangrove mungkin
merupakan jenis terbaik dalam proses menstabilkan tanah habitatnya karena
penyebaran benihnya mudah, toleransi terhadap temperartur tinggi, cepat
menumbuhkan akar pernafasan (akar pasak) dan sistem perakaran di bawahnya
mampu menahan endapan dengan baik. Mangrove besar, mangrove merah atau
Red mangrove (Rhizophora spp.) merupakan jenis kedua terbaik. Jenis-jenis
Skripsi Asmuruf Mervin 7
tersebut dapat mengurangi dampak kerusakan terhadap arus, gelombang besar dan
angin” (Irwanto, 2006 dalam Reinnamah, 2010)
Zonasi Penyebaran Mangrove
Menurut Bengen (2001) dalam Nauw (2012), bahwa penyebaran dan
zonasi hutan mangrove dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Zonasi mangrove
juga dapat terbentuk oleh adanya kisaran ekologi yang tersendiri dan niche
(relung) yang khusus dari masing-masing jenis. Pembagian zonasi hutan
mangrove dapat disebabkan oleh adanya hasil kompetisi diantara spesies
mangrove, dimana semakin banyak jumlah spesies mangrove maka semakin rumit
pula bentuk kompetisinya, yang selanjutnya dipengaruhi oleh faktor lokasi.
Perkembangan mangrove dalam komunitas zonasi, seringkali diinterpretasikan
sebagai tingkat perbedaan dalam suksesi (perubahan secara progresif dalam
komposisi jenis selama perkembangan vegetasi). Tumbuhan yang tumbuh mulai
dari garis pantai menuju daratan membentuk perbedaan yang gradual.
Kondisi lingkungan dalam suatu komunitas sangat penting karena dapat
mempengaruhi kehidupan organisme yang ada di dalamnya. Faktor lingkungan
tersebut dapat berupa ketersediaan hara, intensitas cahaya dan kandungan air.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pembagian zonasi terkait dengan respons jenis
tanaman terhadap keadaan tanah, terpaan ombak, pasang-surut dan salinitas.
“Kondisi tanah mempunyai konstribusi besar dalam membentuk zonasi
penyebaran tanaman dan hewan seperti perbedaan spesies kepiting pada kondisi
tanah yang berbeda” (Irwanto, 2006 dalam Reinnamah, 2010)
Skripsi Asmuruf Mervin 8
Meunrut Irwanto, 2006 dalam Reinnamah, 2010, Pembentukan zonasi
dipengaruhi oleh faktor lingkungan fisik, faktor-faktor tersebut antara lain sebagai
berikut:
1. Terpaan ombak
Terpaan ombak merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi zonasi
ini. Irwanto (2006) menyatakan bahwa ”Bagian luar atau bagian depan hutan
bakau yang berhadapan dengan laut terbuka sering mengalami terpaan ombak
yang keras dan aliran air yang kuat”. Tidak seperti bagian dalam dan bagian
hutan yang berhadapan langsung dengan aliran air sungai yang terletak di tepi
sungai.
2. Faktor genangan air pasang.
”Bagian luar mengalami genangan air pasang yang paling lama
dibandingkan bagian yang lainnya; bahkan terkadang terus menerus
terendam. Sementara pada bagian-bagian di pedalaman hutan tidak selalu
terendam air, hanya terendam manakala terjadi pasang tertinggi sebanyak satu
atau dua kali dalam sebulan”
3. Salinitas
Salinitas merupakan faktor terakhir yang mempengaruhi zonasi. Irwanto
(2006) menyatakan ”Pada bagian dalam terutama di bagian-bagian yang agak
jauh dari muara sungai memiliki salinitas yang tidak begitu tinggi
dibandingkan dengan bagian luar hutan mangrove yang berhadapan dengan
laut terbuka”.
Skripsi Asmuruf Mervin 9
Pembentukan zonasi, selain dipengaruhi oleh faktor-faktor fisik, juga
dipengaruhi oleh beberapa faktor yakni keadaan morfologi tanaman, daya apung
dan cara penyebaran bibitnya serta persaingan antar spesies. Formasi hutan
mangrove yang terbentuk di kawasan mangrove biasanya didahului oleh jenis
pohon pedada dan api-api sebagai pionir yang memagari daratan dari kondisi laut
dan angin. Jenis-jenis ini mampu hidup di tempat yang biasa terendam air waktu
pasang karena mempunyai akar pasak. Pada daerah berikutnya yang lebih
mengarah ke daratan banyak ditumbuhi jenis bakau (Rhizophora spp.). Pohon
tancang tumbuh di daerah berikutnya makin menjauhi laut, ke arah daratan.
Daerah ini tanahnya agak keras karena hanya sesekali terendam air yaitu pada saat
pasang yang besar dan permukaan laut lebih tinggi dari biasanya.
Daya Adaptasi Mangrove Terhadap Lingkungan
Tumbuhan mangrove mempunyai daya adaptasi yang khas terhadap lingkungan
sehinga dapat bertahan hidup dan berkembang.
Bengen (2001) dalam Reinnamah (2010), menguraikan bahwa ”Daya adaptasi
tumbuhan mangrove terhadap lingkungan tersebut adalah sebagai berikut :
1. Adaptasi terhadap kadar oksigen
Adaptasi terhadap kadar oksigen rendah, menyebabkan mangrove
memiliki bentuk perakaran yang khas: (1) bertipe cakar ayam yang
mempunyai pneumatofora (misalnya : Avecennia spp., Xylocarpus., dan
Sonneratia spp.) untuk mengambil oksigen dari udara; dan (2) bertipe
penyangga/tongkat yang mempunyai lentisel (misalnya Rhyzophora spp.).
Skripsi Asmuruf Mervin 10
2. Adaptasi terhadap kadar garam yang tinggi :
Memiliki sel-sel khusus dalam daun yang berfungsi untuk menyimpan
garam.
Berdaun kuat dan tebal yang banyak mengandung air untuk mengatur
keseimbangan garam.
Daunnya memiliki struktur stomata khusus untuk mengurangi
penguapan.
3. Adaptasi terhadap tanah yang kurang stabil dan adanya pasang surut,
dengan cara mengembangkan struktur akar yang sangat ekstensif dan
membentuk jaringan horisontal yang lebar. Di samping untuk memperkokoh
pohon, akar tersebut juga berfungsi untuk mengambil unsur hara dan
menahan sedimen”.
Penyebaran Hutan Mangrove
Indonesia merupakan negara yang memiliki hutan mangrove yang terluas di
dunia dan tersebar di beberapa pulau seperti Jawa, Sumatra, Kalimantan,
Sulawesi, Papua, dan Kepulauan Maluku. Hampir semua pantai di Indonesia
dapat ditumbuhi mangrove, hal ini disebabkan mangrove sangat cocok dan
merupakan komunitas utama yang menempati sebagian besar pesisir di daerah
tropik. “Penyebaran hutan mangrove di Indonesia umumnya terdapat di Pantai
Timur Sumatra, muara sungai di Kalimantan, pantai selatan dan Tenggara
Sulawesi, pulau-pulau di Maluku serta pantai utara dan selatan Papua (Dahuri,
2003 dalam Irwanto 2007).
Skripsi Asmuruf Mervin 11
Tahun 1982 Indonesia memiliki hutan mangrove seluas 4,25 juta hektar,
sedangkan pada tahun 1993 menjadi 3.7 juta Ha (Kesmana; 1995 dalam Basyuni:
2002), sedangkan DepHut; 1996 dalam Dahuri (2003) menyatakan bahwa ”Luas
total hutan mangrove di Indonesia pada tahun 1996 adalah 3,5 juta Ha”.
Kenyataan ini menunjukan bahwa luas hutan mangrove di Indonesia ini semakin
lama semakin berkurang atau semakin sempit, hal ini disebabkan oleh adanya
kegiatan manusia yang berpengaruh terhadap ekosistem hutan mangrove. Menurut
Rochana (2006) bahwa “Dampak kegiatan manusia terhadap ekosistem hutan
mangrove diantaranya adalah tebang habis (penebangan hutan mangrove),
konversi menjadi lahan pertanian dan perikanan, serta pembuangan sampah cair
dan padat” (Dahuri, 2003 dalam Irwanto 2007).
Fungsi dan Manfaat Mangrove
Menurut Arief (2003), Ekosistem mangrove mempunyai beberapa
keterkaitan dalam pemenuhan kebutuhan manusia yakni sebagai penyedia bahan
pangan, papan dan kesehatan serta lingkungan dibedakan menjadi lima fungsi
yaitu :
a) Fungsi fisik : menjaga garis pantai dari abrasi, menahan sedimen dan
menyerap tiupan angin kencang dari laut serta mengendalikan intrusi air laut.
b) Fungsi kimia : sebagai penyerap karbondioksida dan penghasil oksigen serta
sebagai pengolah bahan-bahan limbah.
c) Fungsi biologis : sebagai kawasan pemijah, sumber plasma nutfah dan
sumber genetika serta sebagai habitat alami bagi berbagai jenis biota darat
dan laut lainnya.
Skripsi Asmuruf Mervin 12
d) Fungsi ekonomis : penghasil kayu dan bahan baku industri
e) Fungsi lain (wanawisata) : sebagai kawasan wisata alam pantai dengan
keindahan vegetasi dan satwa serta sebagai tempat pendidikan, konservasi
dan penelitian.
Mengingat beberapa fungsi dan manfaat penting kawasan mangrove, maka perlu
diterapkan prinsip lindungi, plejarai dan manfaatkan.
Analisis Vegetasi
Analisis vegetasi adalah suatu cara mempelajari susunan dan atau
komposisi vegetasi secara bentuk (struktur) vegetasi dari masyarakat tumbuh-
tumbuhan. Unsur struktur vegetasi adalah bentuk pertumbuhan, stratifikasi dan
penutupan tajuk. Untuk keperluan analisis vegetasi diperlukan data-data jenis,
diameter dan tinggi untuk menentukan indeks nilai penting dari penvusun
komunitas hutan tersebut. Dengan analisis vegetasi dapat diperoleh informasi
kuantitatif tentang struktur dan komposisi suatu komunitas tumbuhan.
Berdasarkan tujuan pendugaan kuantitatif komunitas vegetasi dikelompokkan
kedalam 3 kategori yaitu (1) pendugaan komposisi vegetasi dalam suatu areal
dengan batas-batas jenis dan membandingkan dengan areal lain atau areal yang
sama namun waktu pengamatan berbeda; (2) menduga tentang keragaman jenis
dalam suatu areal; dan (3) melakukan korelasi antara perbedaan vegetasi dengan
faktor lingkungan tertentu atau beberapa faktor lingkungan. Adapun paraeter
dalam analisis vegetasi yaitu : Kerapatan, Frekuensi dan Dominansi dari suatu
jenis (Greig-Smith, 1983 dalam Irwanto 2006).
Skripsi Asmuruf Mervin 13
METODOLOGI PENELITIAN
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan selama 1 (Satu) Minggu, yaitu pada tanggal 8 Oktober
s/d 15 Oktober 2012 bertempat di Kawasan Tahiti Park Kota Bintuni
Metode Penelitian
Penelitian difokuskan pada vegetasi mangrove. Metode penelitian
menggunakan metode deskriptif kuantitatif dan deskripsi kualitatif. Metode
diskripsi kuantitatif dilakukan dalam beberapa tahap penelitian yaitu: penelitian
lapangan, penelitian pustaka dan analisis data. Sedangkan metode diskripsi
kualitatif adalah penjelasan untuk data-data yang bersifat kualitatif seperti data
keadaan umum lokasi penelitian dan data-data dari instansi terkait mengenai
pengelolaan kawasan mangrove Tahiti Park Kota Bintuni.
Alat & Bahan
Alat yang digunakan untuk kegiatan penelitian ini adalah GPS, Kompas,
Parang, Meteran (Besar dan Kecil), Phiband, Haga Hypsometer, sedangkan
bahan yang digunakan yakni, Buku Pengenalan Jenis dan Tally Sheet.
Skripsi Asmuruf Mervin 14
Teknik Pengumpulan Data
Tahapan-tahapan dalam pengumpulan data adalah sebagai berikut :
1. Sebelum mengadakan pengumpulan data, dilkukan pengamatan lapangan
meliputi keseluruhan kawasan hutan dengan tujuan melihat secara umum
keadaan dan komposisi tegakan serta kondisi lingkungan lainnya.
2. Untuk mengetahui struktur dan komposisi jenis mangrove berdasarkan besar
kecilnya diameter batang adalah sebagai berikut :
1) Tingkat semai (seedling), yaitu sejak perkecambahan sampai tinggi 1,5 m;
2) Tingkat sapihan (sapling), yaitu tingkat pertumbuhan permudaan dengan
tinggi diatas 1,5 meter dan diameter batang kurang dari 10 cm.
3) Tingkat pohon (tress), yaitu tingkat pertumbuhan dengan ukuran diameter
batang 10 cm
3. Pengumpulan data vegetasi mangrove dilakukan dengan metode teknik jalur
berpetak
4. Petak pengamatan berbentuk jalur dengan dengan lebar jalur 10 meter. Dalam
setiap jalur pengamatan dibuat plot-plot pengamatan dengan luas masing-
masing plot pengamatan adalah sebagai berikut:
Semai (seedlings) dengan ukuran petak 2 x 2 m
Sapihan (saplings) dengan ukuran petak 5 x 5 m
Pohon (trees) dengan ukuran petak 10 x 10 m
5. Pada setiap plot, diidentifikasi jenisnya serta dihitung jumlah individu masing-
masing jenis.
Skripsi Asmuruf Mervin 15
Variabel Pengamatan
Variabel yang diamati dalam penelitian ini adalah :
Kerapatan dan Kerapatan relatif
Frekuensi dan Frekuensi Relatif
Dominansi dan Dominansi Relatif
Indeks Keanekaragaman dan Kesamaan/ Kemerataan spesies
Indeks Kekayaan/ Kelimpahan Jenis Mergalef
Pengolahan dan Analisis data
Data vegetasi yang terkumpul kemudian dianalisis dan diolah dalam bentuk
tabulasi dengan menghitung kerapatan jenis (Ki), kerapatan relatif (KR),
dominansi jenis (Di), dominansi relatif (DR), frekuensi jenis (Fi) dan frekuensi
relatif (FR) serta Indeks Nilai Penting (INP) menggunakan rumus Mueller-
Dombois dan Ellenberg (1974) dalam Nauw, 2012 sebagai berikut:
Kerapatan = Jumlah individuLuas petak ukur
Kerapatan relatif = Kerapatan satu jenis x 100%Kerapatan seluruh jenis
Dominansi = Luas penutupan suatu jenisLuas petak
Dominansi relatif = Dominansi suatu jenis x 100%Dominansi seluruh jenis
Frekuensi = Jumlah petak ditemukan suatu jenisJumlah seluruh petak
Frekuensi relatif = Frekuensi suatu jenis x 100%Frekuensi seluruh jenis
Skripsi Asmuruf Mervin 16
Nilai penting = KR + FR + DR
Nilai penting merupakan penjumlahan dari kerapatan relatif, frekuensi relatif
dan dominansi relatif, yang berkisar antara 0 dan 300 (Mueller-Dombois dan
Ellenberg, 1974). Untuk tingkat pertumbuhan sapihan dan semai merupakan
penjumlahan Kerapatan relatif dan Frekwensi relatif, sehingga maksimum nilai
penting adalah 200.
Untuk mengetahui beberapa indeks ekologi, berupa indeks keanekaragaman jenis
dan indeks keseragaman serta indeks kekayaan jenis dan Indeks Dominansi
digunakan formula sebagai berikut :
1. Indeks Keanekaragaman dengan Rumus Shannon - Wiener
H' = − ∑ ( . / ) ( . / )Keterangan :
H' = Indeks Keanekaragaman JenisLn = logaritma naturalni = Nilai Penting Jenis ke iN = Jumlah Nilai Penting Semua Jenis
dengan kriteria:
H’ < 1 = Menunjukkan tingkat keanekaragaman jenis yang rendah
1>H’ >3 = Menunjukkan tingkat keanekaragaman jenis yang sedang
H’>3 = Menunjukkan tingkat keanekaragaman jenis yang tinggi
Skripsi Asmuruf Mervin 17
2. Indeks Keseragaman/Kemerataan Jenis (Krebs, 1989 dalam Nauw,2012)
E =′( )
Keterangan :
E = Indeks keseragaman/kemerataanH’ = Indeks Keanekaragaman jenisS = Jumlah total spesies
Nilai indeks kemerataan jenis (E) berkisar antara 0 sampai 1. Menurut Krebs
(1978) dalam Jurnal Perennial, 5(1) : 23-30, nilai indeks kemerataan mendekati
satu menunjukkan bahwa spesies yang terdapat dalam suatu komunitas semakin
merata, sementara apabila nilai indeks kemerataan mendekati nol menunjukkan
ketidakmerataan spesies dalam komunitas tersebut.
3. Indeks Kekayaan/ Kelimpahan jenis dengan Rumus Margalef
(Indriyanto,2005)
R =( )( )
Keterangan :
R = Kekayaan JenisS = Jumlah jenisn = Total individu
Jika R > 1, maka nilai kekayaan jenis tinggi dan pada daerah
tersebut memiliki jenis yang banyak, sedangkan jika R < 1, maka nilai
kekayaan jenisnya sedikit.
Skripsi Asmuruf Mervin 18
KEADAAAN UMUM DAERAH
Letak dan Luas Daerah
Letak Distrik Bintuni secara administrasi berada di pusat Kota Bintuni dan
beribukota di Kelurahan Bintuni Barat serta terdiri dari 6 kampung dan 2
kelurahan. Distrik ini merupakan salah satu distrik dari 24 distrik di Kabupaten
Teluk Bintuni yang mana memiliki luas wilayah mencapai 421,75 Km2 atau
sekitar 2,26 % dari luasan Kabupaten Teluk Bintuni dan dan berada pada
ketinggian 100 – 500 meter diatas permukaan laut (dpl) (BPS Kab. Teluk
Bintuni, 2012).
Keadaan Topografi dan Tanah
Distrik Bintuni memiliki kelerengan antara 15 – 40 % dan didominasi oleh
daerah berawa serta berbukit. Jenis tanah yang terdapat pada Distrik Bintuni
adalah jenis tanah aluvial yang memiliki tekstur yang remah dan halus dengan
warna hitam hingga coklat tua, sehingga kesesuaian lahan sangat cocok untuk
tanaman pertanian (BPS Kab. Teluk Bintuni, 2012).
Iklim
Data iklim secara khusus di Distrik Bintuni tidak diperoleh, namun secara
umum iklim dalam wilayah Kabupaten Teluk Bintuni termasuk dalam iklim
tropis. Berdasarkan klasifikasi iklim Koppen, kawasan di Teluk Bintuni termasuk
tipe Afa (daerah tropika basah bersuhu tinggi) dan menurut Schmidt-Fergusson
termasuk tipe A (daerah sangat basah). Curah hujan tahunan 2680,5 mm, dengan
curah hujan tertinggi pada bulan Mei (401 mm) dan terendah pada bulan Februari
Skripsi Asmuruf Mervin 19
(80,3 mm). Perbedaan curah hujan dari bulan ke bulan relatif kecil atau hujan
merata sepanjang tahun (BPS Kab. Teluk Bintuni, 2012).
Suhu udara agak panas dengan nilai maksimum, rata-rata dan minimum
berturut-turut 34 oC, 27,6 oC dan 23,2 oC. Kelembaban udara relatif lembab
dengan nilai maksimum, rata-rata dan minimum berturut-turut 89 %, 84% dan 83
%. Lama penyinaran surya termasuk sedang dengan nilai rata-rata 60 % dan 6 jam
sehari. Evaporasi dari permukaan bebas rata-rata 4 mm per hari atau 1.449 mm
per tahun. Pada bulan Desember – April bertiup angin dari utara dan barat laut,
sedangkan pada bulan Mei – November berhembus angin dari tenggara (BPS
Kab. Teluk Bintuni, 2012).
Iklim mikro di hutan mangrove mempunyai suhu dan intensitas cahaya
yang lebih tinggi dan kelembaban yang lebih rendah karena dekat dengan laut
(air), kisaran suhu dan kelembabannya tidak terlalu besar. Suhu di hutan
mangrove berkisar 24,4 – 27,9oC dan kelembaban udara sekitar 80 – 95 %. Tipe
pasang surut daerah Teluk Bintuni merupakan semi diurnal (pasang semi harian),
dimana terjadi dua kali air pasang dan dua kali air surut dalam satu hari. Kisaran
pasang surut sangat besar, bervariasi antara 3 – 6 m.
Pengunaan Lahan
Secara garis besar, pengunaan lahan di wilayah Distrik Bintuni terdiri dari
pengunaan lahan untuk pekarangan/bangunan rumah, tegalan/kebun dan fasilitas
umum seperti tempat peribadatan, serta sarana pendidikan dll.
Skripsi Asmuruf Mervin 20
Keadaan Penduduk
Berdasarkan hasil pencatatan petugas Badan Pusat Statistik Kabupaten
Teluk Bintuni pada tahun 2012, jumlah kepala keluarga yang berada di Distrik
Bintuni tercata sekitar 4.756 keluarga dari jumlah penduduk yang mencapai
19.678 jiwa yag terdiri dari 11.205 laki-laki atau sekitar 56,94 % dan 8.473
perempuan dengan persentase mencapai 43,06 % (BPS Kab. Teluk Bintuni,
2012).
Sarana dan Prasarana
Sarana dan prasarana yang ada di Distrik Bintuni, meliputi sarana
pendidikan dan sarana kesehatan. Sarana pendidikan yang terdapat di Distrik
Bintuni pada tahun 2009 - 2011 meliputi : 12 Pendidikan Anak Usia Dini/Taman
Kanak-kanak, 9 Sekolah Dasar dan 5 Sekolah Menengah Pertama serta 5 Sekolah
Menengah Atas, dengan murid/siswa pada masing-masing jenjang pendidikan
yakni, PAUD/ TK (683), SD (2562) dan SMP (812) serta SMA (732). Sedangkan
sarana kesehatan yang dapat digunakan oleh masyarakat Distrik Bintuni untuk
berobat pada waktu sakit yakni, Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kabupaten
Teluk Bintuni serta terdapat pula sebuah puskemas sebagai sarana keshatan
penunjang lainnya(BPS Kab. Teluk Bintuni, 2012).
Skripsi Asmuruf Mervin 21
HASIL DAN PEMBAHASAN
Komposisi Jenis Vegetasi Mangrove
Jenis vegetasi mangrove di kawasan Tahiti Park untuk tingkat Semai
sebanyak 7 jenis dan untuk tingkat Sapihan terdapat sebanyak 5 jenis, sedangkan
untuk tingkat Pohon sebanyak 6 jenis. Jumlah dan jenis vegetasi dapat dilihat
pada Tabel 1.
Tabel. 1 Jumlah dan Jenis Vegetasi Mangrove Pada Kawasan Tahiti Park
Family Spesies∑ Individu
P S A
AvicenniaceaeAvicenia marina 105 382 325
Avicenia oficinalis 11 - -
RhisoporaceaeRhisopora mucronata 73 246 270
Bruguiera spp. 1 28 31
Sonneratiaceae Soneratia alba 1- - -
Arecaceae Nypa Fruticans* - 30 7
Combretaceae Lumnitzera sp. 41 72 82
Pteridaceae Acrosticum aureum - - 555
Verbenaceae Stachytarpheta jamaicensis* - - 166
Jumlah 232 785 1.436
Ket : P = Pohon, S = Sapihan & A = Anakan*Mangrove Minor
Skripsi Asmuruf Mervin 22
Berdasarkan Tabel 1 diatas menunjukan bahwa pada lokasi penelitian
ditemukan 7 famili mangrove yang terdiri dari 9 jenis. Kelompok mangrove yang
dominan dalam kawasan Tahiti park yakni : famili Rhizoporaceae dan
Aviceniaceaei yang masing-masing terdapat 2 jenis tumbuhan, sedangkan untuk
famili Sonneratiaceae, Arecaceae, Combretaceae, Pteridaceae dan Verbenaceae
masing-masing terdapat 1 jenis tumbuhan.
Dari hasil penelitian unutk tiga fase pertumbuhan mangrove di kawasan
Tahiti Park seperti pada Tabel 1 menunjukan bahwa, tingkat Semai sebanyak 6
jenis dengan jenis-jenis yang dominan yaitu, Acrosticum aureum 555 individu,
Avicenia marina 325 individu, Rhizopora mucronata 270 individu dan
Stachytarpheta jamaicensis 166 individu, sedangkan untuk tingkat Sapihan
terdapat 5 jenis dimana Avicenia marina dan Rhizopora mucronata merupakan
jenis yang dominan dengan jumlah masing-masing terdapat 382 jenis dan 246
jenisserta untuk tingkat pertumbuhan pohon terdapat 6 jenis tanaman yang
didominasi oleh Avicenia marina 105 individu dan Rhizopora mucronata 73
individu.
Pada Tabel 1 menunjukan bahwa Avicenia marina dan Rhizopora
mucronata merupakan jenis tumbuhan yang dominan dan tersebar merata pada
semua fase pertumbuhan mangrove di kawasan Tahiti Park, hal ini dikarenakan
kondisi substrat yang cocok untuk pertumbuhan kedua jenis tersebut dan berada
pada tempat yang terlindung dari arus yang kuat serta kondisi tanah sangat
berpengaruh dalam penyebaran mangrove, dimana sebagiab besar jenis mangrove
tumbuh dengan baik pada subtrat berlumpur seperti kedua jenis ini.
Skripsi Asmuruf Mervin 23
Bila dibandingkan dengan komposisi mangrove pada Pulau Maniai di
Kota Bintuni tercatat delapan jenis dari tiga famili (Rhizophoraceae, Myrsinaceae
dan Avicenniaceae) dengan nama jenis Rhizophora mucronata, Aegiceras
corniculatum, Bruguiera sexangula, Avicennia alba, Bruguiera parviflora,
Ceriops decandra, Bruguiera Gymnorrhiza dan Ceriops decandra,(Sihite
Jamarti, dkk, 2005), maka sebaran famili dan jenis mangrove pada kawasan
mangrove Tahiti Park seperti terlihat pada Tabel 1 memiliki sebaran famili dan
jenis vegetasi yang lebih banyak.
Struktur Vegetasi Mangrove
Kerapatan Jenis dan Frekuensi Jenis Mangrove Tingkat Semai
Kerapatan jenis (Ki) mengambarkan banyaknya suatu jenis individu
tumbuhan dalam suatu kawasan atau luas areal pengamatan, sedangkan kerapatan
relatif (KR) mengambarkan persentase jumlah individu suatu jenis terhadap
jumlah individu dari seluruh jenis (Indriyanto, 2005). Didalam ekologi, frekuensi
digunakan untuk menyatakan proporsi antara jumlah sempel yang berisi suatu
spesies tertentu terhadap jumlah total sampel. Frekuensi jenis (Fi) tumbuhan
adalah jumlah petak contoh tempat ditemukannya suatu spesies dari sejumlah
petak contoh yang dibuat. Frekuensi merupakan besarnya intensitas ditemukannya
suatu spesies organisme dalam pengamatan kberadaan organisme pada komunitas
atau ekosistem, sedangkan frekuensi relatif (FR) merupakan persentase jumlah
plot ditemukannya jenis terhadap jumlah plot dari seluruh jenis. Nilai Kerapatan
dan Frekuensi tingkat Semai disajikan pada Tabel 2.
Skripsi Asmuruf Mervin 24
Tabel 2. Nilai Kerapatan Jenis (Kj) , Kerapatan Relatif (KR), Frekuensi
Jenis (Fj) dan Frekuensi Relatif (FR) Tingkat Semai
Nama Spesies ∑ ind ∑ Plot Kj KR(%) Fj FR(%)
Avicenia marina 325 53 7.386 22,63 0,48 22,84
Rhizophora mucronata 270 49 6.136 18,80 0,45 21,12
Lumnitsera sp. 82 23 1.863 5,71 0,21 9,91
Nypa fruticans 7 2 159 0,49 0,02 0,86
Acrosticum aureum 555 53 12.613 38,65 0,48 22,84
Stachytarpheta jamaicensis 166 43 3.772 11,56 0,39 18,53
Bruguiera spp. 31 9 704 2,16 0,08 3,88
Jumlah 1436 32636 100 2,11 100
Berdasarkan data pada Tabel 2 terlihat kalau jenis mangrove pada tingkat
semai terdiri dari 7 jenis dengan jumlah mencapai 1.436 individu dari 110 plot
dengan luasan plot pengamatan pada fase semai mencapai 0.044 Ha dan kerapatan
jenis tertinggi pada kawasan mangrove Tahiti Park adalah Acrosticum aureum
dengan nilai 12.613 individu/Ha dan kerapatan jenis terendah adalah Nypa yakni
159 individu/Ha, sedangkan nilai frekuensi jenis untuk tingkat semai yang
tertinggi dari hasil perhitungan seperti terlihat pada Tabel 2 diatas didominasi oleh
Acrosticum aureum dan Avicenia marina yang nilai frekuensi jenisnya mencapai
0,48 dan nilai frekuensi jenis yang paling rendah yakni Nypa fruticans dengan
nilai 0,02.
Skripsi Asmuruf Mervin 25
Dari hasil penelitian pada kawasan magrove Tahiti Park dan perhitungan
seperti pada tabel diatas terlihat bahwa kerapatan jenis relatif mangrove untuk
tingkat semai masih didominasi oleh Acrosticum aureum yang persentasenya
mencapai 38,65 % serta jenis yang mempunyai kerpatan relatif terendah yakni
Nypa fruticans dengan nilai 0,49 %, sedangkan nilai frekuensi relatif tertinggi
untuk kategori semai yakni Acrosticum aureum dan Avicenia marina dengan
persentase mencapai 22,84 % dan frekuensi relatif terendah untuk fase
pertumbuhan mangrove yakni Nypa dengan nilai 0,96 %.
Tingginya kerapatan jenis yang dimiliki oleh Avicenia marina diduga
karena subtratnya yang cocok yaitu substrat lumpur berpasir sampai pasir biasa,
sedangkan untuk Acrosticum aureum diduga karena tumbuhan ini merupakan
tumbuhan pioner yang tumbuh sebagai akibat dari penebangan yang dilakukakn
oleh masyarakat pemilik hak ulayat sehingga pada kawasan ini hampir sekitar 0,5
Ha ditumbuhi oleh Acrosticum aureum. Nilai frekuensi digunakan untuk melihat
peluang ditemukannya suatu jenis mangrove (Tebay et al 1996 dalam Nauw,
2012). Hal ini dapat dibuktikan karena pada kawasan mangrove Tahiti Park
peluang untuk ditemukannya Avicenia marina lebih baik, sedangkan Acrosticum
aureum mempunyai peluang yang sama untuk ditemukan karena hampir sebagian
mangrove di kawasan Tahiti Park mengalami kerusakan.
Dari hasil perhitungan diatas, jika dibandingkan dengan kawasan
mangrove Pulau Maniai dan Sungai Sumberi di Kota Bintuni, kerapatan jenis
untuk tingkat semai dengan masing-masing jenis yang dominan yakni Rhizopora
mucronata dengan kerapatan jenis 1.1875 individu/ha dan Acrosticum speciosum
Skripsi Asmuruf Mervin 26
dengan kerapatan jenis 9.167 individu/ha, sedangkan untuk frekuensi jenis masih
didominasi oleh kedua jenis ini yakni 0,75 dan 0,50 pada masing-masing kawasan
tersebut ,(Sihite Jamarti, dkk, 2005). Jadi dapat disimpulkan bahwa kerapatan/
kepadatan jenis pada kawasan mangrove Tahiti Park lebih tinggi dari dua kawasan
tersebut, sedangkan untuk frekuensi atau peneyebarannya didalam kawasan
mangrove dua kawasan mangrove tersebut lebih tinggi dari Tahiti Park.
Kerapatan Jenis dan Frekuensi Jenis Mangrove Tingkat Sapihan
Hasil perhitungan keraptan jenis dan frekuensi jenis pada tingkat sapihan
dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Nilai Kerapatan Jenis (Kj), Kerapatan Relatif (KR), Frekuensi Jenis
(Fj) dan Frekuensi Kerpatan (FK) untuk Tingkat Sapihan
Nama Spesies ∑ ind ∑ Plot Kj KR(%) Fj FR(%)
Avicenia marina 382 59 1.389 50,40 0,54 39,86
Rhizophora mucronata 246 41 894 32,45 0,37 27,70
Lumnitsera 72 25 261 9,50 0,23 16,89
Nypa Fruticans 30 13 109 3,96 0,12 8,78
Bruguiera spp. 28 10 101 3,69 0,09 6,76
Jumlah 758 148 2756 100 1,35 100
Dari data pada Tabel 3 diatas, nampak bahwa jenis mangrove yang
mempunyai nilai kerapatan jenis tertinggi pada tingkat sapihan di kawasan
mangrove tahiti Park adalah Avicenia marina dengan nilai mencapai 1.389
Skripsi Asmuruf Mervin 27
individu/Ha dan kerapatan jenis terendah yakni Bruguiera spp. dengan nilai 101
individu/Ha, sedangkan untuk frekuensi jenis tertinggi pada tingkat sapihan yaitu
Avicenia marina dengan nilai mencapai 0,54 dan frekuensi jenis terendah pada
tingkat ini yakni Bruguiera spp. dengan nilai 0,09.
Kerapatan relatif pada tingkat sapihan didominasi oleh Avicenia marina
yang persentasenya mencapai 50,40 % dan kerapatan relatif terendah yaitu
Bruguiera spp. dengan persentase 3,69 %, sedangkan untuk frekuensi relatif pada
tingkat sapihan juga masih didominasi oleh Avicenia marina dengan nilai
persentase 39,86 % dan frekuensi relatif terendah yakni Bruguiera spp. dengan
nilai 6,76 %.
Berdasarkan hasil perhitungan pada Tabel 3 diatas diduga Avicenia marina
memiliki jumlah individu terbanyak dan tersebar merata di plot pengamatan pada
tingkat sapihan, sehingga semakin banyak jumlah individu semakin tinggi nilai
kerapatannya dan jika dilihat dari persentase penyebaran yang tinggi pada
kawasan mangrove Tahiti Park, maka Avicenia marina merupakan jenis yang
dominan serta dapat beradaptasi dan tumbuh secara baik pada lokasi penelitian.
Dari hasil perhitungan di kawasan Tahiti Park, jika dibandingkan dengan
kerapatan jenis dan frekuensi jenis pada kawasan mangrove lain di daerah Bintuni
yakni Pulau Maniai dan Sungai Sumberi yang masing –masing memiliki jenis
yang dominan yakni Aegiceras corniculatum dengan kerapatan jenis 500
individu/ha dan frekuensi jenis mencapai nilai 0,42 dan Acrosticum speciosum
dengan kerapatan jenis 600 individu/ha dan frekusensi jenis mencapai 0,75
(Sihite Jamarti, dkk, 2005), maka tingkat kepadatan/kerapatan jenis pada
Skripsi Asmuruf Mervin 28
kawasan Tahiti Park lebih tinggi dan didominasi oleh Avicenia marina dengan
kerapatan mencapai 1.389 individu/Ha sedangkan untuk distribusinya didalam
kawasan berada diantara kedua kawasan tersebut.
Kerapatan Jenis dan Frekuensi Jenis Mangrove Tingkat Pohon
Hasil perhitungan untuk fase pertumbuhan pohon pada kawasan mangrove
Tahiti Park dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Nilai Kerapatan Jenis (Kj), Kerapatan Relatif (KR), Frekuensi Jenis
(Fj) dan Frekuensi Relatif (FR) Tingkat Pohon
Nama Spesies ∑ ind ∑ Plot Kj KR(%) Fj FR(%)
Avicenia marina 105 39 95 45,26 0,35 43,82
Rhizophora mucronata 73 24 66 31,47 0,22 26,97
Lumnitsera sp. 41 18 37 17,67 0,16 20,22
Avicenia oficinalis 11 6 10 4,74 0,05 6,74
Soneratia 1 1 0,91 0,43 0,01 1,12
Bruguiera spp. 1 1 0,91 0,43 0,01 1,12
Jumlah 232 210 100 0,81 100
Berdasarkan Tabel 4 diatas pada tingkat pohon terdapat 232 individu
dengan kerapatan jenis tertinggi pada Avicenia marina dengan nilai 95,45
individu/Ha, sedangkan Bruguiera spp. dan Soneratia mempunyai kerapatan jenis
terendah yaitu 0,91 individu/Ha serta untuk frekuensi jenis pada tingkat pohon
didominasi oleh Avicenia marina yakni 0,35 dari 110 plot pengamatan pada
Skripsi Asmuruf Mervin 29
kawasan mangrove Tahiti Park serta nilai frekuensi jenis terendah pada Bruguiera
spp. dan Soneratia yaitu 0,01.
Kerapatan relatif pada tingkat pohon didominasi oleh Avicenia marina
yang persentasenya mencapai 45,26 % dan kerapatan relatif terendah yaitu
Bruguiera spp. dan Soneratia dengan persentase 0,43 %, sedangkan untuk
frekuensi relatif pada tingkat pohon masih didominasi oleh Avicenia marina
dengan nilai persentase 43,82 % dan frekuensi relatif terendah yakni Bruguiera
spp. dan Soneratia dengan nilai masing-masing 1,12 %.
Dari hasil perhitungan diatas, jika dibandingkan dengan kawasan
mangrove Pulau Maniai dan Sungai Sumberi di Kota Bintuni, kerapatan jenis
untuk tingkat pohon dengan masing-masing jenis yang dominan yakni Rhizopora
apiculata dengan kerapatan jenis 105 individu/ha dan Rhizopora apiculata dengan
kerapatan jenis 50 individu/ha, sedangkan untuk frekuensi jenis masih didominasi
oleh kedua jenis ini yakni 0,58 dan 0,50 dari dua kawasan tersebut diatas. Jadi
dapat disimpulkan bahwa kerapatan/ kepadatan jenis serta frekuensi jenis pada
kawasan mangrove Pulau Maniai lebih tinggi dari dua kawasan lain di Bintuni.
Dominansi Jenis Vegetasi Mangrove
Perhitungan dominansi jenis dan dominansi relatif pada vegetasi mangrove
hanya dilakukan untuk tingkat pohon karena hanya pada fase pertumbuhan ini
yang dilakukan pengukuran diameter. Dominansi adalah luas penutupan suatu
jenis dalam suatu unit areal atau kawasan tertentu, sedangkan dominansi relatif
yakni perbandingan antara luas penutupan suatu jenis tertentu terhadap luas total
penutupan untuk seluruh jenis.
Skripsi Asmuruf Mervin 30
Hasil perhitungan nilai dominansi jenis dan dominansi jenis relatif
berdasarakan jenis vegetasi mangrove yang berada pada kawasan manrove Tahiti
Park dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Nilai Dominansi Jenis (Dj) dan Dominansi Relatif (DR) Pada
Kawasan Mangrove Tahiti Park
Nama Spesies ∑ Ind ∑ LBD Dj DR(%)
Avicenia marina 105 13,46 12,24 36,85
Rhizophora mucronata 73 13,60 12,36 37,22
Lumnitsera sp. 41 9,16 8,33 25,09
Avicenia oficinalis 11 0,29 0,26 0,79
Soneratia alba 1 0,01 0,01 0,02
Bruguiera spp. 1 0,01 0,01 0,02
Jumlah 232 36,53 33,21 100
Berdasarkan pada Tabel 5 diatas hasil perhitungan dominansi jenis pada
kawasan mangrove Tahiti Park terlihat bahwa jenis Rhizopora mucronata
merupakan jenis yang mempunyai luas bidang dasar atau basal area terluas yakni
sekitar 13,60 m2 atau luas penutupan jenis dengan nilai sekitar 12,36 m2/Ha atau
sekitar 37,22 % dari total penutupan tajuk pada kawasan mangrove Tahiti Park
sedangkan dominansi terendah yakni Soneratia dan Bruguiera spp. dengan LBD
dan dominansi jenis masing-masing 0,1 m2/Ha serta dominansi jenis relatif yakni
0,02 %.
Skripsi Asmuruf Mervin 31
Indeks Nilai Penting Vegetasi Mangrove Pada Kawasan Tahiti Park
Indeks Nilai Penting (INP) dapat digunakan untuk menentukan tingkat
dominansi jenis dalam suatu komunitas tumbuh-tumbuhan. Menurut, Indriyanto
(2002), INP dari tingkat pohon dan tiang diperoleh dari hasil penjumlahan
Frekuensi Relatif (FR), Kerapatan Relatif (KR) dan Dominansi Relatif (DR) yang
dinyatakan dalam persen (%), sedangkan untuk tingkat semai dan sapihan didapat
dari penjumlahan Kerapatan Relatif (KR) dan Frekuensi Relatif (FR). INP tingkat
tiang dan pohon = KR + FR + DR (%) dengan Nilai maksimum 300 %, INP
tingkat sapihan dan semai = KR + FR (%) dengan Nilai maksimum 200 %.
Hasil penjumlahan indeks nilai penting pada tiga fase pertumbuhan di
kawasan mangrove Tahiti Park dapat dilihat pada Tabel 6 dibawah ini.
Tabel 6. Indeks Nilai Penting Pada Kawasan Mangrove Tahiti Park
Family SpesiesINP (%)
P S AAvicenniaceae Avicenia marina 125,93 90,26 45,47
Avicenia oficinalis 12,27
Rhisoporaceae Rhisopora mucronata 95,66 60,15 39,92
Bruguiera spp. 1,58 10,45 6,04
Sonneratiaceae Soneratia alba 1,58 0,00
Arecaceae Nypa fruticans 12,74 1,35
Combretaceae Lumnitzera sp. 62,98 26,39 15,62
Pteridaceae Acrosticum aureum 61,49
Verbenaceae Stachytarpheta jamaicensis 30,09
Jumlah 300 200 200
Skripsi Asmuruf Mervin 32
Dari hasil penelitian untuk tiga fase pertumbuhan mangrove di kawasan
Tahiti Park seperti pada Tabel 6 menunjukan bahwa, tingkat Semai sebanyak 6
jenis dengan jenis-jenis yang dominan yaitu, Acrosticum aureum , Avicenia
marina, Rhizopora mucronata dan Stachytarpheta jamaicensis dengan INP
masing-masing 61,49 %, 45,47 %, 39,92 % dan 30,09 %, sedangkan untuk tingkat
Sapihan terdapat 5 jenis dimana Avicenia marina dan Rhizopora mucronata
merupakan jenis yang dominan dengan INP masing-masing 90,26 % dan dan
60,15 % serta untuk tingkat pertumbuhan pohon terdapat 6 jenis tanaman yang
didominasi oleh Avicenia marina dan Rhizopora mucronata dengan nilai INP
masing-masing yakni 125,93 % dan 95,66 %.
Indeks Keanekaragaman, Keseragaman/Kemerataan dan Kekayaan Jenis
Nilai indeks keanekaragaman, keseragaman dan kekayaan jenis mangrove
pada kawasan Tahiti Park dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Nilai Indeks Keanekaragaman (H’), Kesamaan/Kemerataan (E) dan
Kekayaan Jenis (R)
Indeks EkologiFase Pertumbuhan
P S A
H' 1,24 1,15 1,37
E 0,69 0,71 0,70
R 0,92 0,60 0,83
Skripsi Asmuruf Mervin 33
Berdasarkan Tabel 7 Nilai indeks keanekaragaman jenis pada kawasan
mangrove Tahiti Park untuk tingkat pohon, sapihan, dan semai. Dapat
dikemukakan bahwa nilai indeks keanekaragaman jenis menggambarkan tingkat
keanekaragaman jenis dalam suatu tegakan. Suatu komunitas dikatakan
mempunyai keanekaragaman jenis yang tinggi apabila terdapat banyak jenis
dengan jumlah individu masing-masing relative merata. Nilai indeks
keanekaragaman yang besar mengisyaratkan terdapatnya daya dukung lingkungan
yang besar terhadap kehidupan.
Nilai indeks tertinggi keanekaragaman (H’) untuk pada fase pertumbuhan
mangrove dimiliki oleh tingkat pertumbuhan semai dengan nilai 1,37. Hal ini
membuktikan bahwa tingkat keanekaragaman jenis pada kawasan mangrove
Tahiti Park menunjukan tingkat keanekaragaman jenis yang sedang. Hal
disebabkan oleh terjadinya degradasi dan deforestasi pada kawasan ini dengan
keanekaragaman jenis sedang akan membuka peluang bagi jenis vegetasi lain
untuk dapat tumbuh pada kawasan ini.
Hasil perhitungan seperti disajikan pada tabel diatas terlihat bahwa indeks
kemerataan/kesamaan jenis (E) tertinggi pada tingkat pertumbuhan sapihan
dengan nilai 0.71 dan secara keseluruhan dapat dilihat bahwa nilai E mendekati 1.
Hal ini dapat disimpulkan kalau kemerataan dalam komunitas ini hampir merata
serta perbedaan dalam komunitas ini tidak jauh berbeda.
Indeks kekayaan jenis Margalef merupakan indeks yang menunjukkan
kekayaan jenis suatu komunitas, dimana besarnya nilai ini dipengaruhi oleh
banyaknya jenis dan jumlah individu pada areal tersebut. Berdasarkan penelitian
Skripsi Asmuruf Mervin 34
ini, kekayaan jenis (R) pada kawasan mangrove Tahiti Park memiliki nilai
kekayaan jenis (R) yang sedikit, hal ini dapat terlihat pada tabel hasil analisis data
diatas, bahwa indeks kekayaan jenis di semua fase pertumbuhan mangrove
mempunyai nilai yang kurang dari satu.
Skripsi Asmuruf Mervin 35
PENUTUP
Kesimpulan
1. Kawasan Mangrove Tahiti Park terdapat 9 jenis mangrove dari 7 family pada
fase pertumbuhan mangrove.
2. Avicenia marina merupakan jenis yang mempunyai INP tertinggi pada fase
pertumbuhan pohon dan sapihan, sedangkan untuk fase pertumbuhan semai
lebih didominasi oleh Acrosticum aureum
3. Nilai indeks keanekaragaman jenis pada kawasan mangrove memiliki tingkat
keanekaragaman jenis yang sedang, sedangkan nilai keseragaman/kemerataan
jenis dalam komunitas ini hampir merata serta nilai kekayaan jenis pada
kawasan ini memiliki kekayaan jenis yang rendah karena mempunyai nilai
yang kurang dari 1.
Saran
1. Upaya penyuluhan mangrove dan kampanye manfaat mangrove perlu
dilakukan guna pelestarian mangrove sebagai tempat wisata dan wahana
pendidikan serta sebagai kawasan mitigasi limbah dari pasar sentral
2. Perlu adanya upaya diversifikasi mangrove pada kawasan ini serta perlu
adanya perhatian pemerinytah dalam menjaga dan melestarikan kawasan ini..
3. Perlu dilakukan kajian mengenai volume tegakan dan valuasi ekonomi guna
keberlanjutan habitat pada Kawasan Mangrove Tahiti Park.
DAFTAR PUSTAKA
Arief, Arifin. 2003. Hutan Mangrove Fungsi & Manfaatnya. Kanisius. Jogjakarta.
BPS, 2012. Kabupaten Teluk Bintuni Dalam Angka 2012. BPS Kab. TelukBintuni. Teluk Bintuni.
Indriyanto. 2005. Ekologi Hutan. Bumi Aksara. Jakarta.
Irwanto. 2007. Analisis Vegetasi Untuk Pengelolaan Kawasan Hutan LindungPulau Marsegu, Kabupaten Seram Bagian Barat, Provinsi Maluku. SekolahPasca Sarjana Universitas Gajah Mada. Jogjakarta. diunduhwww.irwantoshut.com (20 Oktober 2012)
Jurnal Pengenalan Jenis Mangrove. 2012. Balai Pengelolaan Hutan MangroveWilayah I. Denpasar.
Kelompok Kerja Mangrove Daerah Provinsi Papua Barat. 2012. Srategi danKebijakan Pengelolaan Mangrove di Papua Barat. Dinas Kehutanan &Perkebunan Provinsi Papua Barat. manokwari (Makalah tidakditerbitkan)
Kusmana, dkk. 2003. Jenis-Jenis Pohon Mangrove Di Teluk Bintuni. FakultasKehutanan Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Nauw, Titus. 2012. Struktur Vegetasi Mangrove dan Pemanfaatannya olehMasyarakat di Teluk Youtefa Kota Jayapura. Fakultas Peternakan,Perikanan & Ilmu Kelautan Universitas Negeri Papua. Manokwari.(Skripsi tidak diterbitkan)
Reinnamah, Yohanes. 2010. Komposisi Dan Pola Zonasi Vegetasi HutanMangrove. Diunduhhttp://karmelreinnamah.blogspot.com/2010/04/komposisi-dan-pola-zonasi-vegetasi.html ( 20 Oktober 2012).
Sihite, Jamarti, dkk. 2005. Bintuni Bay Nature Reserve Management Plan IrianJaya Barat Province 2006 – 2030. The Nature Conservancy (TNC),Southeast Asia Center for Marine Protected Areas (SEACMPA). Bali.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Data Hasil Penelitian Untuk Fase Pertumbuhan Pohon
No NoJalur
NoPlot Nama Latin Nama Lokal
Diameter Tinggi TBC Diameter LBDBatang Cm m m m m2
1
I
1
Avicennia marina Api-api 20 15 6 0,2 0,03142 Avicennia marina Api-api 21 16 7 0,21 0,0346193 Avicennia marina Api-api 20 12 8 0,2 0,03144 Avicennia marina Api-api 19 14 6 0,19 0,028339
25
3
Rhizophora mucronata Tokke-tokke 20 25 10 0,2 0,03146 Rhizophora mucronata Tokke-tokke 20 25 15 0,2 0,03147 Rhizophora mucronata Tokke-tokke 22 25 7 0,22 0,0379948 Rhizophora mucronata Tokke-tokke 23 27 18 0,23 0,0415279 Rhizophora mucronata Tokke-tokke 23 28 8 0,23 0,041527
10
4
Rhizophora mucronata Tokke-tokke 22 18 4 0,22 0,03799411 Rhizophora mucronata Tokke-tokke 22 23 5 0,22 0,03799412 Rhizophora mucronata Tokke-tokke 32 20 15 0,32 0,08038413 Rhizophora mucronata Tokke-tokke 31 23 15 0,31 0,07543914
5
Rhizophora mucronata Tokke-tokke 32 25 18 0,32 0,08038415 Rhizophora mucronata Tokke-tokke 37 21 5 0,37 0,10746716 Rhizophora mucronata Tokke-tokke 33 18 4 0,33 0,08548717 Avicennia marina Api-api 35 16 2 0,35 0,09616318
6
Avicennia marina Api-api 20 17 5 0,2 0,031419 Avicennia marina Api-api 21 17 5 0,21 0,03461920 Avicennia marina Api-api 33 20 7 0,33 0,08548721 Avicennia marina Api-api 31 18 5 0,31 0,075439
22
7
Avicennia marina Api-api 30 18 10 0,3 0,0706523 Avicennia marina Api-api 37 12 8 0,37 0,10746724 Avicennia marina Api-api 25 15 7 0,25 0,04906325 Avicennia marina Api-api 27 16 7 0,27 0,05722726
8
Avicennia marina Api-api 21 15 4 0,21 0,03461927 Avicennia marina Api-api 30 16 7 0,3 0,0706528 Avicennia marina Api-api 30 16 5 0,3 0,0706529 Avicennia marina Api-api 22 16 8 0,22 0,03799430
9
Avicennia marina Api-api 22 17 10 0,22 0,03799431 Avicennia marina Api-api 33 18 6 0,33 0,08548732 Avicennia marina Api-api 40 14 5 0,4 0,125633 Avicennia marina Api-api 33 16 2 0,33 0,08548734
10
Avicennia marina Api-api 30 15 10 0,3 0,0706535 Avicennia marina Api-api 31 13 7 0,31 0,07543936 Avicennia marina Api-api 30 15 5 0,3 0,0706537 Avicennia marina Api-api 35 18 7 0,35 0,09616338
II
1
Avicennia marina Api-api 21 15 8 0,21 0,03461939 Avicennia marina Api-api 25 15 3 0,25 0,04906340 Avicennia marina Api-api 27 12 7 0,27 0,05722741 Rhizophora mucronata Tokke-tokke 30 12 7 0,3 0,0706542 Rhizophora mucronata Tokke-tokke 33 14 5 0,33 0,08548743
2
Rhizophora mucronata Tokke-tokke 31 12 5 0,31 0,07543944 Rhizophora mucronata Tokke-tokke 23 12 5 0,23 0,04152745 Rhizophora mucronata Tokke-tokke 22 12 10 0,22 0,03799446 Rhizophora mucronata Tokke-tokke 30 14 7 0,3 0,07065
47
3
Rhizophora mucronata Tokke-tokke 31 16 14 0,31 0,07543948 Rhizophora mucronata Tokke-tokke 22 12 8 0,22 0,03799449 Rhizophora mucronata Tokke-tokke 27 10 5 0,27 0,05722750 Rhizophora mucronata Tokke-tokke 22 11 7 0,22 0,03799451
4
Rhizophora mucronata Tokke-tokke 25 12 7 0,25 0,04906352 Rhizophora mucronata Tokke-tokke 22 13 10 0,22 0,03799453 Rhizophora mucronata Tokke-tokke 25 11 3 0,25 0,04906354 Rhizophora mucronata Tokke-tokke 27 12 8 0,27 0,05722755
5
Rhizophora mucronata Tokke-tokke 22 14 7 0,22 0,03799456 Rhizophora mucronata Tokke-tokke 21 12 8 0,21 0,03461957 Rhizophora mucronata Tokke-tokke 23 14 9 0,23 0,04152758 Rhizophora mucronata Tokke-tokke 25 12 7 0,25 0,04906359
6
Rhizophora mucronata Tokke-tokke 33 16 7 0,33 0,08548760 Rhizophora mucronata Tokke-tokke 22 14 5 0,22 0,03799461 Rhizophora mucronata Tokke-tokke 23 15 10 0,23 0,04152762 Avicennia marina Api-api 22 5 10 0,22 0,03799463
7
Avicennia marina Api-api 30 10 13 0,3 0,0706564 Rhizophora mucronata Tokke-tokke 25 15 10 0,25 0,04906365 Rhizophora mucronata Tokke-tokke 22 14 7 0,22 0,03799466 Rhizophora mucronata Tokke-tokke 32 14 5 0,32 0,08038467 Rhizophora mucronata Tokke-tokke 21 14 5 0,21 0,03461968
8
Rhizophora mucronata Tokke-tokke 32 14 8 0,32 0,08038469 Rhizophora mucronata Tokke-tokke 22 15 10 0,22 0,03799470 Avicennia marina Api-api 33 14 7 0,33 0,08548771 Avicennia marina Api-api 31 12 8 0,31 0,075439
72
9
Avicennia marina Api-api 32 13 10 0,32 0,08038473 Avicennia marina Api-api 33 14 5 0,33 0,08548774 Avicennia marina Api-api 31 12 10 0,31 0,07543975 Lumnitsera 22 12 3 0,22 0,03799476
10
Lumnitsera 27 14 5 0,27 0,05722777 Avicennia marina Api-api 34 12 5 0,34 0,09074678 Avicennia marina Api-api 27 12 4 0,27 0,05722779 Avicennia marina Api-api 10 11 15 0,1 0,0078580
III
1Avicennia marina Api-api 13 12 10 0,13 0,013267
81 Avicennia marina Api-api 12 7 5 0,12 0,01130482 Lumnitsera 21 12 5 0,21 0,03461983
2
Lumnitsera 22 13 7 0,22 0,03799484 Avicennia marina Api-api 35 15 5 0,35 0,09616385 Avicennia marina Api-api 33 12 7 0,33 0,08548786 Lumnitsera 38 15 7 0,38 0,11335487
3Avicennia marina Api-api 32 12 10 0,32 0,080384
88 Avicennia marina Api-api 21 12 7 0,21 0,03461989 Lumnitsera 10 12 5 0,1 0,0078590
4
Avicennia marina Api-api 11 11 7 0,11 0,00949991 Avicennia marina Api-api 30 15 7 0,3 0,0706592 Avicennia marina Api-api 28 12 10 0,28 0,06154493 Lumnitsera 27 14 5 0,27 0,05722794
5Avicennia marina Api-api 27 12 4 0,27 0,057227
95 Avicennia marina Api-api 23 12 4 0,23 0,04152796 Avicennia marina Api-api 10 10 3 0,1 0,00785
97 Avicennia marina Api-api 11 10 4 0,11 0,00949998
6Avicennia marina Api-api 10 8 3 0,1 0,00785
99 Avicennia marina Api-api 12 10 4 0,12 0,011304100 Avicennia marina Api-api 27 12 3 0,27 0,057227101
7Avicennia marina Api-api 39 13 5 0,39 0,119399
102 Avicennia marina Api-api 36 17 8 0,36 0,101736103 Avicennia marina Api-api 30 14 5 0,3 0,07065104
8Avicennia marina Api-api 33 14 7 0,33 0,085487
105 Avicennia marina Api-api 28 12 5 0,28 0,061544106 Avicennia marina Api-api 40 12 7 0,4 0,1256107
9Avicennia marina Api-api 39 15 6 0,39 0,119399
108 Avicennia marina Api-api 28 12 7 0,28 0,061544109 Avicennia officinalis marahuf 10 10 5 0,1 0,00785110
10Avicennia officinalis marahuf 11 7 3 0,11 0,009499
111 Avicennia officinalis marahuf 14 12 4 0,14 0,015386112
IV
1Avicennia officinalis marahuf 24 14 7 0,24 0,045216
113 Avicennia officinalis marahuf 11 10 2 0,11 0,009499114
2Avicennia officinalis marahuf 10 10 2 0,1 0,00785
115 Avicennia officinalis marahuf 34 14 3 0,34 0,090746116 Avicennia officinalis marahuf 12 12 4 0,12 0,011304117
3Avicennia officinalis marahuf 12 14 5 0,12 0,011304
118 Avicennia officinalis marahuf 14 10 1 0,14 0,015386119
4Avicennia officinalis marahuf 29 10 3 0,29 0,066019
120 Avicennia marina Api-api 23 6 4 0,23 0,0415275
6789
10121
V
1Avicennia marina Api-api 32 12 7 0,32 0,080384
122 Avicennia marina Api-api 35 16 5 0,35 0,096163123 Avicennia marina Api-api 32 12 3 0,32 0,080384124
2Avicennia marina Api-api 30 14 5 0,3 0,07065
125 Avicennia marina Api-api 10 11 5 0,1 0,00785126 Avicennia marina Api-api 40 18 5 0,4 0,1256127
3
Avicennia marina Api-api 36 17 7 0,36 0,101736128 Rhizophora mucronata Tokke-tokke 30 12 7 0,3 0,07065129 Avicennia marina Api-api 27 12 4 0,27 0,057227130 Avicennia marina Api-api 23 10 4 0,23 0,041527131
4
Rhizophora mucronata Tokke-tokke 33 12 7 0,33 0,085487132 Avicennia marina Api-api 30 13 8 0,3 0,07065133 Avicennia marina Api-api 31 12 4 0,31 0,075439134 Avicennia marina Api-api 29 10 7 0,29 0,066019135 Avicennia marina Api-api 33 14 2 0,33 0,085487136 5 Avicennia marina Api-api 30 14 2 0,3 0,07065
6789
10137
VI
1
Avicennia marina Api-api 38 12 4 0,38 0,113354138 Avicennia marina Api-api 27 10 3 0,27 0,057227139 Avicennia marina Api-api 28 15 9 0,28 0,061544140 Avicennia marina Api-api 34 10 3 0,34 0,090746141
2Avicennia marina Api-api 23 10 7 0,23 0,041527
142 Avicennia marina Api-api 27 14 2 0,27 0,057227143 Avicennia marina Api-api 24 10 7 0,24 0,045216144
3Avicennia marina Api-api 34 12 5 0,34 0,090746
145 Avicennia marina Api-api 37 10 3 0,37 0,107467146 Bruguiera spp. Paproti 10 10 7 0,1 0,00785147
4
Rhizophora mucronata Tokke-tokke 12 12 7 0,12 0,011304148 Avicennia marina Api-api 19 10 5 0,19 0,028339149 Avicennia marina Api-api 32 16 7 0,32 0,080384150 Avicennia marina Api-api 34 15 7 0,34 0,090746
56789
10151
VII 1
Avicennia marina Api-api 35 17 5 0,35 0,096163152 Lumnitsera 33 12 5 0,33 0,085487153 Lumnitsera 30 14 7 0,3 0,07065154 Lumnitsera 32 20 8 0,32 0,080384
1552
Lumnitsera 21 13 5 0,21 0,034619156 Avicennia marina Api-api 30 16 10 0,3 0,07065157 Lumnitsera 32 13 7 0,32 0,080384158
3Lumnitsera 35 10 3 0,35 0,096163
159 Lumnitsera 20 14 10 0,2 0,0314160 Lumnitsera 20 13 10 0,2 0,0314161
4Lumnitsera 20 12 11 0,2 0,0314
162 Lumnitsera 20 10 5 0,2 0,0314163 Lumnitsera 20 11 9 0,2 0,0314164
5Lumnitsera 30 17 10 0,3 0,07065
165 Lumnitsera 20 11 3 0,2 0,0314166 Lumnitsera 20 11 5 0,2 0,0314
6789
10167
VIII
1
Lumnitsera 22 13 10 0,22 0,037994168 Lumnitsera 23 15 12 0,23 0,041527169 Lumnitsera 23 14 5 0,23 0,041527170 Lumnitsera 22 13 10 0,22 0,037994171 Lumnitsera 32 17 10 0,32 0,080384172
2Lumnitsera 32 17 12 0,32 0,080384
173 Lumnitsera 30 13 9 0,3 0,07065174 Lumnitsera 20 17 5 0,2 0,0314
175 Lumnitsera 30 16 12 0,3 0,07065176 Lumnitsera 29 12 5 0,29 0,066019177
3
Lumnitsera 20 14 10 0,2 0,0314178 Lumnitsera 44 14 5 0,44 0,151976179 Avicennia marina Api-api 33 10 5 0,33 0,085487180 Avicennia marina Api-api 20 11 7 0,2 0,0314181
4
Avicennia marina Api-api 20 13 10 0,2 0,0314182 Avicennia marina Api-api 35 15 10 0,35 0,096163183 Avicennia marina Api-api 12 10 3 0,12 0,011304184 Avicennia marina Api-api 37 12 7 0,37 0,107467
56789
10185
IX
1
Avicennia marina Api-api 34 13 5 0,34 0,090746186 Lumnitsera 20 14 7 0,2 0,0314187 Lumnitsera 22 11 5 0,22 0,037994188 Lumnitsera 30 15 12 0,3 0,07065189 Lumnitsera 32 14 10 0,32 0,080384190
2
Lumnitsera 20 10 7 0,2 0,0314191 Lumnitsera 21 12 8 0,21 0,034619192 Rhizophora mucronata Tokke-tokke 33 14 10 0,33 0,085487193 Soneratia 10 10 5 0,1 0,00785
194
3
Rhizophora mucronata Tokke-tokke 30 12 7 0,3 0,07065195 Rhizophora mucronata Tokke-tokke 33 13 9 0,33 0,085487196 Rhizophora mucronata Tokke-tokke 20 17 10 0,2 0,0314197 Rhizophora mucronata Tokke-tokke 25 16 8 0,25 0,049063198 4 Avicennia marina Api-api 35 12 5 0,35 0,096163
56789
10199
X
1
Avicennia marina Api-api 37 14 10 0,37 0,107467200 Avicennia marina Api-api 39 13 7 0,39 0,119399201 Rhizophora mucronata Tokke-tokke 40 15 7 0,4 0,1256202 Rhizophora mucronata Tokke-tokke 21 12 5 0,21 0,034619203
2
Rhizophora mucronata Tokke-tokke 22 14 10 0,22 0,037994204 Rhizophora mucronata Tokke-tokke 30 15 12 0,3 0,07065205 Rhizophora mucronata Tokke-tokke 30 17 12 0,3 0,07065206 Rhizophora mucronata Tokke-tokke 33 14 5 0,33 0,085487207
3
Rhizophora mucronata Tokke-tokke 20 12 8 0,2 0,0314208 Rhizophora mucronata Tokke-tokke 32 12 10 0,32 0,080384209 Avicennia marina Api-api 34 14 9 0,34 0,090746210 Rhizophora mucronata Tokke-tokke 33 17 9 0,33 0,085487211 4 Rhizophora mucronata Tokke-tokke 34 16 12 0,34 0,090746
5
6789
10212
XI
1
Rhizophora mucronata Tokke-tokke 35 14 9 0,35 0,096163213 Rhizophora mucronata Tokke-tokke 32 14 7 0,32 0,080384214 Lumnitsera 21 10 5 0,21 0,034619215 Rhizophora mucronata Tokke-tokke 34 13 5 0,34 0,090746216
2
Avicennia marina Api-api 18 10 3 0,18 0,025434217 Rhizophora mucronata Tokke-tokke 19 12 6 0,19 0,028339218 Rhizophora mucronata Tokke-tokke 18 11 3 0,18 0,025434219 Rhizophora mucronata Tokke-tokke 17 11 8 0,17 0,022687220
3
Rhizophora mucronata Tokke-tokke 16 10 6 0,16 0,020096221 Rhizophora mucronata Tokke-tokke 35 11 5 0,35 0,096163222 Rhizophora mucronata Tokke-tokke 33 10 7 0,33 0,085487223 Rhizophora mucronata Tokke-tokke 32 14 8 0,32 0,080384224 Rhizophora mucronata Tokke-tokke 33 12 6 0,33 0,085487225
4
Rhizophora mucronata Tokke-tokke 22 14 9 0,22 0,037994226 Rhizophora mucronata Tokke-tokke 21 11 5 0,21 0,034619227 Avicennia marina Api-api 25 14 7 0,25 0,049063228 Avicennia marina Api-api 26 12 5 0,26 0,053066229
5Lumnitsera 30 12 4 0,3 0,07065
230 Rhizophora mucronata Tokke-tokke 33 16 3 0,33 0,085487231 Rhizophora mucronata Tokke-tokke 30 14 5 0,3 0,07065
232 Rhizophora mucronata Tokke-tokke 21 16 9 0,21 0,0346196789
10
Lampiran 2. Data Hasil Penelitian Untuk Fase Pertumbuhan Pancang
NO.JALUR
NO.PLOT
NAMA JENIS PANCANG∑2
NO.JALUR
NO.PLOT NAMA JENIS PANCANG
∑2I 1 Avicenia marina 5 Avicenia marina 7
Nipa 4 3 Lumnitsera 1Rhysopora mucronata 7 Avicenia marina 8
2 Nipa 4Rhysoporamucronata 5
Lumnitsera 2 4 Avicenia marina 9Rhysopora mucronata 2 Nipa 2
3 Avicenia marina 6 Lumnitsera 3
Rhysopora mucronata 4 5Rhysoporamucronata 8
4 Lumnitsera 5 Nipa 1Avicenia marina 9 6 Avicenia marina 5Rhysopora mucronata 7 Bruguera spp. 2
5 Avicenia marina 8 Lumnitsera 3Nipa 1 7 Avicenia marina 5
6 Rhysopora mucronata 5Rhysoporamucronata 8
Avicenia marina 6 Lumnitsera 47 Rhysopora mucronata 6 8 Avicenia marina 8
Avicenia marina 8Rhysoporamucronata 4
8 Rhysopora mucronata 4 9 Lumnitsera 2
Lumnitsera 2Rhysoporamucronata 9
Bruguera spp. 2 10 Avicenia marina 89 Avicenia marina 10 Bruguera spp. 3
Rhysopora mucronata 6 III 1 Avicenia marina 9
Lumnitsera 2Rhysoporamucronata 6
10 Avicenia marina 8 2 Avicenia marina 7
Lumnitsera 3Rhysoporamucronata 10
II 1 Avicenia marina 8 3 Nipa 2Lumnitsera 4 Avicenia marina 9
2 Nipa 2 4Rhysoporamucronata 9
Lumnitsera 2 105 Avicenia marina 9
Bruguera spp. 46 Rhysopora mucronata 8 V 1 Avicenia marina 8
Avicenia marina 6Rhysoporamucronata 7
7 Avicenia marina 8 2Rhysoporamucronata 8
Lumnitsera 3 Avicenia marina 58 Avicenia marina 8 3 Avicenia oficinialis 3
Bruguera spp. 5 Avicenia marina 69 Avicenia marina 6 4 Rhysopora 7
mucronataBruguera spp. 2 Avicenia marina 4
Rhysopora mucronata 4 5Rhysoporamucronata 5
Lumnitsera 1 Lumnitsera 210 Avicenia marina 8 6
Lumnitsera 3IV 1 Avicenia marina 5 7
Rhysopora mucronata 72 Rhysopora mucronata 8 8
Lumnitsera 43 Nipa 2 9
Avicenia marina 74 Avicenia marina 8 10
Lumnitsera 3
5 VI 1Rhysoporamucronata 8Avicenia marina 5
6 2 Avicenia marina 9Nipa 2
7 3Rhysoporamucronata 5Avicenia marina 6
8 4Rhysoporamucronata 9Lumnitsera 6
9 5 Avicenia marina 5Bruguera spp. 3
6 Lumnitsera 33 Avicenia marina 9
7 Nipa 24 Avicenia marina 8
8Rhysoporamucronata 3
5 Avicenia marina 89 Lumnitsera 2
610
7VII 1 Bruguera spp. 3
Avicenia marina 9 82 Rhysopora mucronata 7
Avicenia marina 4 93 Avicenia marina 6
Rhysopora mucronata 4 104 Avicenia marina 5
Nipa 2 IX 1Rhysoporamucronata 2
5 Rhysopora mucronata 6 Avicenia marina 9Avicenia marina 3 2 Avicenia marina 6
6 Nipa 3
3Rhysoporamucronata 9
7 Lumnitsera 34 Avicenia marina 6
8Rhysoporamucronata 6
5 Avicenia marina 4
9Rhysoporamucronata 7
610
7VIII 1 Avicenia marina 4
Rhysopora mucronata 4 82 Avicenia marina 5
9 XI 1Rhysoporamucronata 4Avicenia marina 5
10 2 Lumnitsera 3Bruguera spp. 2
X 1 Rhysopora mucronata 4 3Rhysoporamucronata 6
Avicenia marina 6 Avicenia marina 32 Lumnitsera 3 4 Avicenia marina 4
Avicenia marina 4 Lumnitsera 33 Bruguera spp. 2 5 Rhysopora 7
mucronataAvicenia marina 5 Avicenia marina 3
4 Avicenia marina 4 6Rhysopora mucronata 5
5 Nipa 3 7Avicenia marina 6
6 8
7 9
8 10
9
10
Lampiran 3. Data Hasil Penelitian Untuk Fase Pertumbuhan Pohon
NO.JALUR
NO.PLOT
NAMA JENIS SEMAI∑
NO.JALUR
NO.PLOT
NAMA JENIS SEMAI∑
I 1 Avicenia marina 7 Acrosticum aureum 10Lumnitsera 5 Rhysopora mucronata 5
2 Rhysopora mucronata 4 4 Avicenia marina 2Lumnitsera 1 Rhysopora mucronata 8Avicenia marina 2 Lumnitsera 2
3 Avicenia marina 4 5 Acrosticum aureum 7Acrosticum aureum 5 Avicenia marina 3
4 Lumnitsera 5 6 Avicenia marina 5Avicenia marina 8 Acrosticum aureum 12Rhysopora mucronata 4 Rhysopora mucronata 3
5 Avicenia marina 3 7 Avicenia marina 8Rhysopora mucronata 5 Acrosticum aureum 12
6 Rhysopora mucronata 3 Rhysopora mucronata 5Acrosticum aureum 5 8 Rhysopora mucronata 6
7 Rhysopora mucronata 3 Lumnitsera 3Acrosticum aureum 3 9 Avicenia marina 7
8 Rhysopora mucronata 6 Lumnitsera 2Avicenia marina 4 10 Rhysopora mucronata 9
9 Avicenia marina 8 Lumnitsera 3Rhysopora mucronata 9 Avicenia marina 5Bruguera spp. 2 III 1 Acrosticum aureum 5
10 Bruguera spp. 2 Rhysopora mucronata 7Lumnitsera 6 2 Avicenia marina 5
II 1 Avicenia marina 8 Rhysopora mucronata 4Acrosticum aureum 13 3 Avicenia marina 5
2 Rhysopora mucronata 4 Acrosticum aureum 12Avicenia marina 2 4 Rhysopora mucronata 8
3 Lumnitsera 2 Acrosticum aureum 55 Avicenia marina 9 10 Acrosticum aureum 12
Acrosticum aureum 3 Stachytarpheta jamaicensis 36 Rhysopora mucronata 8 V 1 Avicenia marina 8
Avicenia marina 5 Lumnitsera 37 Acrosticum aureum 7 2 Rhysopora mucronata 10
Lumnitsera 7 Avicenia marina 78 Avicenia marina 8 3 Avicenia marina 4
Rhysopora mucronata 4 Avicenia marina 5Lumnitsera 2 4 Bruguera spp. 5
9 Avicenia marina 9 Avicenia marina 9Bruguera spp. 2 5 Acrosticum aureum 11Rhysopora mucronata 5 Stachytarpheta jamaicensis 4
10 Rhysopora mucronata 7 6 Acrosticum aureum 13Avicenia marina 5 Stachytarpheta jamaicensis 5Lumnitsera 2 7 Acrosticum aureum 12
IV 1 Avicenia marina 5 Stachytarpheta jamaicensis 3Rhysopora mucronata 3 8 Acrosticum aureum 11
2 Lumnitsera 4 Stachytarpheta jamaicensis 4
Avicenia marina 8 9 Acrosticum aureum 123 Rhysopora mucronata 4 Stachytarpheta jamaicensis 3
Acrosticum aureum 13 10 Acrosticum aureum 114 Lumnitsera 6 Stachytarpheta jamaicensis 2
Avicenia marina 8 VI 1 Rhysopora mucronata 45 Avicenia marina 10 Lumnitsera 2
Stachytarpheta jamaicensis 3 2 Avicenia marina 36 Acrosticum aureum 12 Avicenia marina 2
Stachytarpheta jamaicensis 4 3 Rhysopora mucronata 77 Acrosticum aureum 10 Avicenia marina 5
Stachytarpheta jamaicensis 5 4 Rhysopora mucronata 78 Acrosticum aureum 12 Lumnitsera 3
Stachytarpheta jamaicensis 3 5 Rhysopora mucronata 69 Acrosticum aureum 12 Rhysopora mucronata 4
Stachytarpheta jamaicensis 4 6 Acrosticum aureum 12Stachytarpheta jamaicensis 4 3 Avicenia marina 9
7 Acrosticum aureum 10 Rhysopora mucronata 5Stachytarpheta jamaicensis 5 4 Rhysopora mucronata 5
8 Acrosticum aureum 11 Lumnitsera 7Stachytarpheta jamaicensis 5 5 Bruguera spp. 3
9 Acrosticum aureum 10 Rhysopora mucronata 9Stachytarpheta jamaicensis 5 6 Rhysopora mucronata 10
10 Acrosticum aureum 11 Stachytarpheta jamaicensis 4Stachytarpheta jamaicensis 4 7 Acrosticum aureum 11
VII 1 Bruguera spp. 3 Stachytarpheta jamaicensis 5
Avicenia marina 11 8 Acrosticum aureum 122 Rhysopora mucronata 6 Stachytarpheta jamaicensis 7
Rhysopora mucronata 2 9 Acrosticum aureum 113 Avicenia marina 4 Stachytarpheta jamaicensis 3
Avicenia marina 5 10 Acrosticum aureum 124 Avicenia marina 4 Stachytarpheta jamaicensis 4
Avicenia marina 2 IX 1 Rhysopora mucronata 45 Rhysopora mucronata 5 Rhysopora mucronata 5
Avicenia marina 8 2 Avicenia marina 56 Avicenia marina 10 Nipa 4
Stachytarpheta jamaicensis 4 3 Rhysopora mucronata 37 Acrosticum aureum 11 Avicenia marina 7
Stachytarpheta jamaicensis 5 4 Lumnitsera 48 Acrosticum aureum 12 Rhysopora mucronata 5
Stachytarpheta jamaicensis 3 5 Avicenia marina 69 Acrosticum aureum 10 Bruguera spp. 8
Stachytarpheta jamaicensis 6 6 Acrosticum aureum 1110 Acrosticum aureum 11 Stachytarpheta jamaicensis 5
Stachytarpheta jamaicensis 3 7 Acrosticum aureum 10VIII 1 Avicenia marina 8 Stachytarpheta jamaicensis 2
Rhysopora mucronata 5 8 Acrosticum aureum 142 Lumnitsera 3 Stachytarpheta jamaicensis 3
Bruguera spp. 4 9 Acrosticum aureum 11Stachytarpheta jamaicensis 2 XI 1 Rhysopora mucronata 4
10 Acrosticum aureum 11 Avicenia marina 6
Stachytarpheta jamaicensis 3 2 Lumnitsera 3X 1 Avicenia marina 9 Bruguera spp. 2
Rhysopora mucronata 3 3 Rhysopora mucronata 82 Rhysopora mucronata 2 Avicenia marina 7
Avicenia marina 8 4 Avicenia marina 83 Rhysopora mucronata 7 Lumnitsera 2
Rhysopora mucronata 5 5 Rhysopora mucronata 84 Avicenia marina 5 Avicenia marina 7
Rhysopora mucronata 7 6 Acrosticum aureum 125 Nipa 3 Stachytarpheta jamaicensis 4
Lumnitsera 5 7 Acrosticum aureum 116 Acrosticum aureum 11 Stachytarpheta jamaicensis 3
Stachytarpheta jamaicensis 4 8 Acrosticum aureum 127 Acrosticum aureum 12 Stachytarpheta jamaicensis 5
Stachytarpheta jamaicensis 3 9 Acrosticum aureum 118 Acrosticum aureum 12 Stachytarpheta jamaicensis 2
Stachytarpheta jamaicensis 5 10 Acrosticum aureum 109 Acrosticum aureum 11 Stachytarpheta jamaicensis 4
Stachytarpheta jamaicensis 510 Acrosticum aureum 12
Stachytarpheta jamaicensis 6
Lampiran 4. Hasil Perhitungan Untuk Fase Pertumbuhan Pohon
Nama SpesiesJumlah
110 KKR
FFR
∑LBD D DR
INP1,1 (%) (%) m2 1,1 (%)
Avicenia marina105
39 95 45,26 0,35 43,82 13,46 12,24 36,85 125,93
Rhizophora mucronata73
24 66 31,47 0,22 26,97 13,60 12,36 37,22 95,65
Lumnitsera41
18 37 17,67 0,16 20,22 9,16 8,33 25,09 62,99
Avicenia oficinalis11
6 10 4,74 0,05 6,74 0,29 0,26 0,79 12,28
Soneratia1
1 1 0,43 0,01 1,12 0,01 0,01 0,02 1,58
Bruguiera spp.1
1 1 0,43 0,01 1,12 0,01 0,01 0,02 1,58
Jumlah 232211 100,00 0,81 100,00 36,53 33,21 100,00 300,00
Lampiran 5. Hasil Perhitungan Untuk Fase Pertumbuhan Pancang
Nama SpesiesJumlah
110 KKR
FFR
INP0,275 (%) (%)
Avicenia marina 382 59 1.389 50,40 0,54 39,86 90,26
Rhizophora mucronata 246 41 895 32,45 0,37 27,70 60,16
Lumnitsera 72 25 262 9,50 0,23 16,89 26,39
Nipa 30 13 109 3,96 0,12 8,78 12,74
Bruguiera spp. 28 10 102 3,69 0,09 6,76 10,45
Jumlah 758 148 2.756 100 1,35 100 200
Lampiran 6. Hasil Perhitungan Untuk Fase Pertumbuhan Semai
Nama SpesiesJumlah
110 KKR
FFR
INP0,044 (%) (%)
Avicenia marina 325 53 7.386 22,63 0,48 22,84 45,48
Rhizophora mucronata 270 49 6.136 18,80 0,45 21,12 39,92
Lumnitsera 82 23 1.864 5,71 0,21 9,91 15,62
Nipa 7 2 159 0,49 0,02 0,86 1,35
Acrosticum aureum 555 53 12.614 38,65 0,48 22,84 61,49
Stachytarpheta jamaicensis 166 43 3.773 11,56 0,39 18,53 30,09
Bruguiera spp. 31 9 705 2,16 0,08 3,88 6,04
Jumlah1436 32.636 100 2,11 100 200
Lampiran 7. Hasil Perhitungan H’, E dan R
Family SpesiesH' E R
P S A P S A P S A
Avicenniaceae Avicenia marina 0,36 0,36 0,29 0,69 0,71 0,70 0,92 0,60 0,83
Avicenia oficinalis 0,13
Rhisoporaceae Rhisopora mucronata 0,36 0,32 0,27
Bruguiera spp. 0,03 0,12 0,08
Sonneratiaceae Soneratia alba 0,03
Arecaceae Nypa fruticans 0,13 0,02
Combretaceae Lumnitzera sp. 0,33 0,21 0,15
Pteridaceae Acrosticum aureum 0,32
Verbenaceae Stachytarpheta jamaicensis 0,23
Jumlah 1,24 1,15 1,37