kampung vertikal di muara angke jakarta dengan …lib.unnes.ac.id/31580/1/5112413018.pdf · kampung...

136
KAMPUNG VERTIKAL DI MUARA ANGKE JAKARTA DENGAN PENDEKATAN ARSITEKTUR EKOLOGIS LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR (LP3A) PROYEK AKHIR ARSITEKTUR Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar Sarjana Arsitektur Oleh : Abdul Rozak 5112413018 PROGRAM STUDI TEKNIK ARSITEKTUR JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG 2017

Upload: dophuc

Post on 20-Aug-2019

242 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

KAMPUNG VERTIKAL DI MUARA ANGKE JAKARTA

DENGAN PENDEKATAN ARSITEKTUR EKOLOGIS

LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR

(LP3A)

PROYEK AKHIR ARSITEKTUR

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar Sarjana Arsitektur

Oleh :

Abdul Rozak

5112413018

PROGRAM STUDI TEKNIK ARSITEKTUR

JURUSAN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

2017

ii

iii

iv

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam penyusunan Landasan Program

Perencanaan dan Perancangan Arsitektur (LP3A) ini tidak terdapat karya yang

pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan

sejauh sepengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah

ditulis atau diterbitkan orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah

ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Semarang, 13 Juli 2017

Abdul Rozak

NIM. 5112413018

v

KATA PENGHANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta

karunia-Nya kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan landasan program

perencanaan dan perancangan arsitektur dengan judul “Kampung Vertikal di

Muara Angke Jakarta Dengan Pendekatan Arsitektur Ekologis”. Landasan

program perencanaan dan perancangan arsitektur (LP3A) diajukan untuk

memperoleh gelar Sarjana Teknik, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Semarang.

Penulis menyadari bahwa terselesaikannya penulisan LP3A ini tidak terlepas

dari bantuan dan bimbingan berbagai pihak, untuk itu penulis menyampaikan

terima kasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Fathur Rokhman M.Hum, selaku rektor Universitas

Negeri Semarang.

2. Bapak Dr. Nur Qudus, M.T, selaku Dekan Fakultas Teknik.

3. Ibu Dra. Sri Handayani, Mpd selaku Ketua Jurusan teknik Sipil.

4. Bapak Teguh Prihanto, S.T., M.T. selaku Kaprodi Teknik Arsitektur

Unnes.

5. Ibu Lulut Indrianingrum, S.T., M.T. dan Bapak Andi Purnomo, S.T.,

M.A. selaku dosen pembimbing, atas masukan-masukan bermanfaat

yang telah diberikan kepada penulis sehingga penulis dapat

menyelesaikan Landasan Program Perencanaan dan Perancangan

Arsitektur (LP3A)

6. Bapak Diharto, S.T., M.Si. selaku dosen penguji Proyek Akhir

Arsitektur.

7. Bapak /Ibu dosen Teknik Arsitektur Unnes.

8. Kedua orang tua yang selalu memberi dorongan untuk terus semangat

dan selalu berdoa untuk kelancaran saya dalam melaksanakan

9. Orang tua dan kakak yang telah berkorban dan memberi dorongan

semangat melalui kasih sayangnya yang luar biasa, serta do’a yang tulus

dan tidak pernah putus kepada penulis.

10. Warga Kampung Nelayan Muara Angke yang sudah memberikan banyak

informasi.

vi

11. Untuk Sonia Kurniawati yang telah membantu, dan mendukung penulis

dalam menyelesaikan penulisan.

12. Teman teman yang telah memberikan banyak dukungan dan bantuan

demi selesainya LP3A ini.

13. Atelier Cosmas Gozali yang telah membekali ilmu arsitektur pada saat

PKL yang penulis terapkan pada saat Proyek Akhir.

Penulis menyadari masih banyak terdapat kekurangan, maka segala saran

dan kritik yang bersifat membangun sangat penulis harapkan demi sempurnanya

penulisan LP3A ini. Semoga LP3A ini dapat memberikan manfaat bagi semua

pihak yang berkepentingan pada umumnya. Akhir kata penulis mengucapkan

terima kasih.

Semarang, 13 Juli 2017

Hormat Saya,

Penulis

Hormat Saya,

Penulis

vii

PERSEMBAHAN

Segala puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah

memberikan rahmat, taufik dah hidayah-Nya, hasil karya ini penulis persembahkan

untuk:

1. Orang tua yang telah berkorban dan memberi dorongan semangat melalui

kasih sayangnya yang luar biasa, serta do’a yang tulus dan tidak pernah

putus kepada penulis.

2. Saudara dan keluarga yang telah memberikan dukungan penuh serta do’a

yang tulus kepada penulis.

3. Teman-teman mahasiswa, yang telah memberi semangat dan do’a.

4. Arsitektur Unnes yang telah memberikan dukungan penuh dalam segala

hal.

viii

ABSTRAK

Abdul Rozak 2017

“Kampung Vertikal di Muara Angke Jakarta dengan Pendekatan Arsitektur Ekologis”

Dosen Pembimbing: Lulut Indrianingrum, S.T.

Teknik Arsitektur S1

Pertumbuhan penduduk di Jakarta yang semakin meningkat membuat

tumbuhnya permukiman di Jakarta. Hal ini menyebabkan timbulnya permukiman

kampung yang berujung dengan permukiman kumuh, sehingga perlunya penataan

permukiman.

Muara Angke adalah salah satunya wilayah yang terdapat permukiman kumuh,

berlokasi Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara. Dimana kondisi

permukiman sangat buruk yang dicirikan dengan kurangnya drainase pada

lingkungan sehingga sering tergenang air. Hal ini juga dapat mengganggu aktivitas

kegiatan Muara Angke. Sehingga perlunya penanganan dalam menyikapi

permasalahan permukiman di Muara Angke. Kampung Vertikal merupakan sebuah

konsep hunian yang tepat dalam mengatasi permasalahan permukiman yang

berkembang dengan menerapkan unsur kampung yang ada didalamnya.

Permasalahan lainnya pada kawasan Muara Angke adalah masalah lingkungan,

dimana lingkungan kawasan sangatlah buruk, yang diakibatkan oleh pencemaran

dari kawasan Muara Angke sendiri. Arsitektur Ekologis menjadi pendekatan untuk

mengatasi permasalan lingkungan yang ada di Muara Angke. Dengan pendekatan

Arsitektur Ekologis diharapkan bangunan Kampung Vertikal dapat membawa

dampak baik bagi lingkungan, dan juga masyarakat Muara Angke.

Kata Kunci : Kampung Vertikal, Muara Angke, Arsitektur Ekologis

ix

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .............................................................................................. i

HALAMAN PERSETUJUAN ............................................................................ ii

HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................. iii

PERNYATAAN .................................................................................................... iv

KATA PENGANTAR ........................................................................................... v

PERSEMBAHAN ............................................................................................... vii

ABSTRAK ......................................................................................................... viii

DAFTAR ISI ........................................................................................................ ix

DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xiv

DAFTAR TABEL ............................................................................................ xxii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ................................................................................................. 1

1.2 Permasalahan .................................................................................................... 4

1.3 Tujuan dan Sasaran ........................................................................................... 4

1.4 Manfaat ............................................................................................................. 5

1.5 Batasan dan Lingkup pembahasan .................................................................. 5

1.6 Metode Pembahasan ......................................................................................... 6

1.7 Sistematika Penulisan ....................................................................................... 7

1.8 Alur Pikir ........................................................................................................ 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Permukiman ................................................................................... 11

2.1.1 Pengertian Permukiman ..................................................................... 11

2.1.2 Permukiman Kumuh ........................................................................... 12

2.1.3 Permukiman Kampung ........................................................................ 17

2.2 Tinjauan Hunian Vertikal ............................................................................... 22

2.2.1 Tinjauan Umum Hunian Vertikal ........................................................ 22

x

2.2.2 Tinjauan Apartemen ............................................................................ 24

2.2.3 Tinjauan Rumah Susun ....................................................................... 26

2.2.4 Tinjauan Kampung Vertikal ................................................................ 28

2.3 Studi Kasus Kampung Vertikal ...................................................................... 35

2.3.1 Kampung Admiralty ............................................................................ 35

2.3.2 Konsep Desain Kampung Vertikal Stren di Surabaya (Yusing) ........ 41

2.3.3 Konsep Desain Kampung Vertikal Invert Pyramid (Budi Pradono) ... 45

2.3.4 Karakter Yang Diadaptasi ................................................................... 48

2.4 Studi Banding Bangunan Sejenis ................................................................... 49

2.4.1 Rusun Tzu Chi Muara Angke ............................................................. 49

2.4.2 Rumah Susun Cipinang ....................................................................... 54

2.5 Tinjauan Arsitektur Ekologis ......................................................................... 57

2.5.1 Pengertian Arsitektur Ekologis .......................................................... 57

2.5.2 Dasar-dasar Arsitektur Ekologis ......................................................... 57

2.5.3 Kriteria Bangunan Yang Sehat Dan Ekologis ..................................... 59

2.5.4 Bangunan Dengan Konsep Arsitektur Ekologis.................................. 61

BAB III TINJAUAN LOKASI

3.1 Tinjauan Kota Jakarta ..................................................................................... 66

3.2 Tinjauan Kelurahan Pluit ................................................................................ 67

3.2.1 Kondisi Geografis Kelurahan Pluit ..................................................... 68

3.2.2 Kependudukan Kelurahan Pluit .......................................................... 68

3.3 Kawasan Muara Angke ................................................................................. 69

3.3.1 Kondisi Geografis ............................................................................... 69

3.3.2 Tata Guna Lahan Muara Angke .......................................................... 71

3.3.3 Tinjauan Karakteristik Kawasan Muara Angke .................................. 72

3.3.4 Analisis Permukiman Wilayah Muara Angke .................................... 79

3.4 Penentuan Lokasi Tapak ................................................................................. 81

3.4.1 Kriteria Pemilihan Lokasi Tapak ........................................................ 81

3.4.2 Pemilihan Lokasi Tapak .................................................................... 82

3.4.3 Penilaian Lokasi Tapak ....................................................................... 91

3.5 Tapak Terpilih ................................................................................................ 94

3.5.1 Informasi Tapak .................................................................................. 94

xi

3.5.2 Detail Tapak ........................................................................................ 95

3.5.3 Batasan Tapak ..................................................................................... 96

3.5.4 Kondisi Eksisting Tapak Terpilih ....................................................... 98

3.5.5 Kelebihan dan Kekurangan Tapak ................................................... 101

BAB IV PENDEKATAN KONSEP PERENCANAAN DAN

PERANCANGAN

4.1 Dasar Pendekatan ......................................................................................... 103

4.2 Pendekatan Fungsional ................................................................................. 104

4.2.1 Pendekatan Fungsi Bangunan ........................................................ 104

4.2.2 Pendekatan Pelaku Kegiatan ........................................................... 104

4.3 Pendekatan Program Ruang .......................................................................... 108

4.3.1 Pendekatan Aktivitas dan Kebutuhan Ruang .................................. 108

4.3.2 Pendekatan Kelompok Ruang ......................................................... 111

4.3.3 Pendekatan Standard Besaran Ruang ............................................. 113

4.3.4 Pendekatan Dimensi Ruang ............................................................ 116

4.3.5 Analisis Besaran Ruang .................................................................. 128

4.3.6 Analisis Kesesuaian Kebutuhan Besaran Ruang Dengan Lahan yang

Tersedia.................................................................................... ......134

4.4 Pendekatan Kontekstual ............................................................................... 108

4.4.1 Lokasi Perencanaan ........................................................................ 137

4.4.2 Analisis Tapak ................................................................................ 138

4.4.3 Analisis Aksesibilitas ...................................................................... 140

4.4.4 Analisis Topografi .......................................................................... 142

4.4.5 Analisis Klimatologi ..................................................................... 143

4.4.6 Analisis Kebisingan ....................................................................... 144

4.4.7 Analisis Jumlah Kependudukan Pada Kampung Eksisting Untuk

Pemindahan Hunian ........................................................................ 145

4.5 Pendekatan Aspek Teknis ............................................................................. 147

4.5.1 Sistem Modul .................................................................................. 147

4.5.2 Sistem Struktur ............................................................................... 148

4.5.3 Sistem Transportasi Vertikal .......................................................... 154

4.5.4 Jaringan Jalan .................................................................................. 156

xii

4.6 Pendekatan Utilitas Bangunan ...................................................................... 157

4.6.1 Penyediaan Air Bersih .................................................................... 157

4.6.2 Pengelolahan Air Kotor .................................................................. 159

4.6.3 Sistem Pemadam Kebakaran .......................................................... 162

4.6.4 Jaringan Listrik ............................................................................... 165

4.6.5 Sistem Keamanan ........................................................................... 167

4.6.6 Sistem Penangkal Petir ................................................................... 168

4.6.7 Sistem Penghawaan ........................................................................ 170

4.6.8 Sistem Pencahayaan ........................................................................ 171

4.7 Pendekatan Arsitektur .................................................................................. 172

4.7.1 Konsep Kampung Sebagai Wajah Baru Bagi Hunian Vertikal ......... 172

4.7.2 Arsitektur Ekologis Sebagai Penunjang Pola hidup Ramah

Lingkunan.......................................................................................... 173

4.7.3 Arsitektur Ekologis Sebagai Peningkat Kualitas Hidup Masyarakat 173

4.7.4 Arsitektur Ekologis Sebagai Solusi Penyelesaian Permasalahan

Lingkungan........................................................................................ 173

BAB V. KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

ARSITEKTUR

5.1 Konsep dasar Perencanaan dan Perancangan ............................................... 174

5.2 Konsep Program Ruang Kampung Vertikal ................................................ 175

5.2.1 Konsep Besaran ruang ....................................................................... 175

5.2.2 Konsep Sirkulasi ruang ..................................................................... 178

5.2.3 Konsep Organisasi Ruang ................................................................. 181

5.2.4 Konsep Hubungan Ruang.................................................................. 181

5.3 Konsep Kontekstual ...................................................................................... 182

5.3.1 Konsep Lokasi Perancangan ............................................................. 182

5.3.2 Konsep Perencanaan Tapak .............................................................. 184

5.3.3 Konsep Aksesibilitas ......................................................................... 186

5.3.4 Konsep Topografi .............................................................................. 188

5.3.5 Konsep Klimatologi .......................................................................... 188

5.3.6 Konsep Kebisingan ........................................................................... 190

5.3.7 Konsep Pemindahan Hunian ............................................................. 191

xiii

5.4 Konsep Zoning ............................................................................................. 192

5.4.1 Zoning Horizontal ............................................................................. 192

5.4.2 Zoning Vertikal ................................................................................. 192

5.5 Konsep Teknis Kampung Vertikal ............................................................... 193

5.5.1 Sistem Modul .................................................................................... 193

5.5.2 Sistem Struktur .................................................................................. 194

5.6 Konsep Utilitas Bangunan Kampung Vertikal ............................................. 196

5.6.1 Jaringan Air Bersih............................................................................ 196

5.6.2 Jaringan Air Kotor ............................................................................. 197

5.6.3 Konsep Pengolahan Sampah ............................................................. 198

5.6.4 Konsep Sistem jaringan listrik .......................................................... 198

5.6.5 Konsep Sistem Pemadam Kebakaran ................................................ 199

5.6.6 Konsep Sistem Keamanan ................................................................. 199

5.6.7 Konsep Penangkal Petir .................................................................... 200

5.7 Konsep Arsitektural Kampung Vertikal ...................................................... 200

5.7.1 Konsep Arsitektur Ekologis Pada Kampung Vertikal .................... 200

A. Konsep Ekologis Terhadap Bangunan ............................................ 201

B. Konsep Ekologis Terhadap Lingkungan ........................................ 205

C. Konsep Ekologis Terhadap Manusia .............................................. 206

5.7.2 Konsep Gubahan Masa Bangunan Kampung Vertikal ................... 209

5.7.3 Konsep Fasad Bangunan Kampung Vertikal .................................. 210

5.7.4 Konsep Sirkulasi ............................................................................. 211

5.7.5 Konsep Tata ruang Kampung Vertikal ........................................... 212

A. Konsep Tata Ruang Luar ................................................................ 212

B. Konsep Tata Ruang Dalam ............................................................. 216

5.8 Konsep Sketsa Rancangan ............................................................................ 219

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 220

xiv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Alur Pikir ........................................................................................... 10

Gambar 2.1 Rencana Strategi Penanganan Pemukiman Kumuh ........................... 15

Gambar 2.2 Pola Permukiman Memanjang (Liniear) ............................................ 19

Gambar 2.3 Pola Permukiman Menyebar (Dispersed) .......................................... 21

Gambar 2.4 Pola Permukiman Terpusat (Neucleared) .......................................... 21

Gambar 2.5 Kampung Vertikal Manusiawi Kampung Pulo .................................. 28

Gambar 2.6 Unsur Kampung Spirit ....................................................................... 29

Gambar 2.7 Community ......................................................................................... 30

Gambar 2.8 Informality Kampung Vertikal ........................................................... 30

Gambar 2.9 Hubungan Sirkulasi Kampung ........................................................... 32

Gambar 2.10 Suasana Kampung Manusiawi Kampung Pulo ................................ 33

Gambar 2.11 Konsep Human Scale ....................................................................... 33

Gambar 2.12 Kampung Admiralty ......................................................................... 36

Gambar 2.13 Zoning Vertikal ................................................................................ 37

Gambar 2.14 Community Plaza and shops ............................................................ 38

Gambar 2.15 Supermarket ..................................................................................... 38

Gambar 2.16 Medical Center ................................................................................ 39

Gambar 2.17 Hawkers Center ................................................................................ 39

Gambar 2.18 Parkir Basement ............................................................................... 40

Gambar 2.19 Elderclare and Childcare ................................................................. 40

Gambar 2.20 Community Park ............................................................................... 41

Gambar 2.21 Kampung Vertikal Stren di Surabaya............................................... 42

Gambar 2.22 Konsep Kampung Vertikal Yusing .................................................. 43

Gambar 2.23 Fasilitas Publik Kampung Vertikal .................................................. 44

Gambar 2.24 Hubugnan RuangVertikal ................................................................. 44

Gambar 2.25 Konsep Invert Pyramid ................................................................... 45

Gambar 2.26 Area Berkumpul Warga ................................................................... 46

Gambar 2.27 Ruang Komunal dan Usaha .............................................................. 46

Gambar 2.28 Organisasi Ruang ............................................................................. 47

Gambar 2.29 Sirkulasi Vertikal.............................................................................. 47

xv

Gambar 2.30 Arus Parkir ....................................................................................... 48

Gambar 2.31 Peta Lokasi Rusun Tzu Chi .............................................................. 49

Gambar 2.32 Area Parkir Rusun ............................................................................ 50

Gambar 2.33 Area Taman Rusun ........................................................................... 51

Gambar 2.34 Fasilitas Umum Rusun ..................................................................... 51

Gambar 2.35 Balai Pertemuan Rusun .................................................................... 52

Gambar 2.36 Transportasi Vertikal ........................................................................ 52

Gambar 2.37 Sirkulasi Hunian ............................................................................... 53

Gambar 2.38 Sirkulasi Zoning Rusun .................................................................... 53

Gambar 2.39 Void Rumah Susun .......................................................................... 55

Gambar 2.40 Fasilitas Umum Masjid .................................................................... 55

Gambar 2.41 Area Parkir ....................................................................................... 56

Gambar 2.42 Lapangan Olahraga .......................................................................... 56

Gambar 2.43 R.Panel Bersama .............................................................................. 56

Gambar 2.44 Diagram Arsitektur Ekologis ........................................................... 58

Gambar 2.45 Perpustakaan UI ............................................................................... 60

Gambar 2.46 Green School Bali ............................................................................ 61

Gambar 2.47 Green School bali ............................................................................. 62

Gambar 2.48 Interior Green School Bali ............................................................... 62

Gambar 2.49 Bangunan Rempah Rumah Karya ................................................... 63

Gambar 2.50 Material Bangunan .......................................................................... 63

Gambar 2.51 Bentuk Atap Bangunan ................................................................... 64

Gambar 2.52 Interior Bangunan ............................................................................ 64

Gambar 2.53 Area Taman ..................................................................................... 65

Gambar 3.1 Peta DKI Jakarta ................................................................................ 66

Gambar 3.2 Lokasi Kelurahan Pluit ....................................................................... 67

Gambar 3.3 Lokasi Muara Angke .......................................................................... 69

Gambar 3.4 Peta Muara Angke .............................................................................. 70

Gambar 3.5 Peta Tata Guna Lahan ........................................................................ 71

Gambar 3.6 Kampung Nelayan Muara Angke ....................................................... 72

Gambar 3.7 Aktivitas Kegiaran Ekonomi Muara Angke ....................................... 72

xvi

Gambar 3.8 Aktivitas Sosial Warga ....................................................................... 73

Gambar 3.9 Pesta Laut Nadran .............................................................................. 74

Gambar 3.10 Peta Kondisi Eksisting Kawasan Muara Angke .............................. 74

Gambar 3.11 Pembagian Kawasan Permukiman ................................................... 75

Gambar 3.12 Analisis Permukiman Muara angke ................................................. 80

Gambar 3.13 Peta Lokasi Alterntif Site ................................................................. 82

Gambar 3.14 Site Alternatif 1 ................................................................................ 83

Gambar 3.15 Peta Tata Guna Lahan ...................................................................... 84

Gambar 3.16 Potensi Tapak ................................................................................... 84

Gambar 3.17 Aksesibilitas .................................................................................... 85

Gambar 3.18 Pemindahan Hunian ......................................................................... 85

Gambar 3.19 Topografi .......................................................................................... 86

Gambar 3.20 Lokasi Tapak Alternatif 2 ............................................................... 87

Gambar 3.21 Peta Tataguna Lahan ........................................................................ 88

Gambar 3.22 Potensi Tapak .................................................................................. 88

Gambar 3.23 Aksesibilitas .................................................................................... 89

Gambar 3.24 Tahapan Pemindahan ...................................................................... 90

Gambar 3.25 Tapak Terpilih ................................................................................. 96

Gambar 3.26 Detail Tapak .................................................................................... 96

Gambar 3.27 Batas Utara Tapak ........................................................................... 96

Gambar 3.28 Rusun dan Permukiman Warga ............................................................ 96

Gambar 3.29 Kali Angke ...................................................................................... 97

Gambar 3.30 Kali Angke ...................................................................................... 97

Gambar 3.31 Kondisi Eksisting Bangunan Setempat ........................................... 98

Gambar 3.32 Kondisi Lingkungan ........................................................................ 99

Gambar 3.33 Kondisi Aksesibilitas ....................................................................... 99

Gambar 3.34 Kondisi Utilitas ............................................................................. 100

Gambar 3.35 Kondisi Permukaan Tapak ............................................................ 100

Gambar 3.37 Pengembangan Mangrove di Muara Angke .................................. 103

Gambar 4.1 Struktur Organisasi Pengelola ......................................................... 108

Gambar 4.2 Standard Penataan Ruang Tidur ...................................................... 118

xvii

Gambar 4.3 Standard Perencanaan Ruang Kamar Mandi ................................... 119

Gambar 4.4 Standard Ruang Dapur .................................................................... 120

Gambar 4.5 Standard Perencanaan R. Makan ..................................................... 121

Gambar 4.6 Standard Perencanaan R. Keluarga .................................................. 121

Gambar 4.7 Standard Perencanaan Balkon .......................................................... 122

Gambar 4.8 Standard Alur Koridor ...................................................................... 122

Gambar 4.9 Prototype hunian Vertikal Sederhana ............................................... 123

Gambar 4.10 Pola Hunian Vertikal ...................................................................... 123

Gambar 4.11 Standard Perencanaan R.Kerja ....................................................... 124

Gambar 4.12 Tempat Penyimpanan Ikan ............................................................ 124

Gambar 4.13 Pola Ruang Penyimpanan Ikan ..................................................... 124

Gambar 4.14 Ruang Pengelola Hasil Laut .......................................................... 125

Gambar 4.15 Ruang Pengelolaan Ikan Asin ....................................................... 125

Gambar 4.16 Area Jemur Ikan Asin .................................................................... 126

Gambar 4.17 Dermaga Kapal .............................................................................. 126

Gambar 4.18 Kapal Nelayan ............................................................................... 127

Gambar 4.19 Kapal Nelayan Tradisional ............................................................ 127

Gambar 4.20 Persentase Warga Berdasarkan KK .............................................. 128

Gambar 4.21 Sirkulasi Hunian ............................................................................ 135

Gambar 4.22 Sirkulasi Penghuni......................................................................... 135

Gambar 4.23 Sirkulasi Pengelola ........................................................................ 136

Gambar 4.24 Sirkulasi Pengunjung..................................................................... 136

Gambar 4.25 Sirkulasi Service ............................................................................. 136

Gambar 4.26 Peta Lokasi Tapak ......................................................................... 137

Gambar 4.27 Analisis Tapak Makro ................................................................... 138

Gambar 4.28 Analisis Tapak Mikro .................................................................... 139

Gambar 4.29 Analisis Aksesibilitas Makro ......................................................... 140

Gambar 4.30 Analisis Aksesibilitas Mikro ......................................................... 141

Gambar 4.31 Analisis Topografi ......................................................................... 142

Gambar 4.32 Analisis Klimatologi ..................................................................... 143

Gambar 4.33 Analisis Kebisingan ...................................................................... 144

xviii

Gambar 4.34 Pembagian Gang ........................................................................... 146

Gambar 4.35 Modul Vertikal .............................................................................. 147

Gambar 4.36 Modul Horizontal ........................................................................... 147

Gambar 4.37 Pondasi Batu Kali .......................................................................... 148

Gambar 4.38 Pondasi Tiang Pancang ................................................................. 149

Gambar 4.39 Pondasi Bored Pile ........................................................................ 150

Gambar 4.40 Pondasi Sumuran .......................................................................... 151

Gambar 4.41 Struktur Atap dak Beton, roof garden, dan rangka baja ................ 153

Gambar 4.42 Tangga ........................................................................................... 154

Gambar 4.43 Ramp ............................................................................................. 155

Gambar 4.44 Lift ................................................................................................. 155

Gambar 4.45 Jaringan Jalan ................................................................................ 156

Gambar 4.46 Alur Distribusi Air ........................................................................ 157

Gambar 4.47 Sistem Upfeed ............................................................................... 158

Gambar 4.48 Sistem Downfeed .......................................................................... 159

Gambar 4.49 Saluran Pembuangan ..................................................................... 159

Gambar 4.50 Saluran Pembuangan ..................................................................... 161

Gambar 4.51 Pengolahan Air Kotor .................................................................... 162

Gambar 4.52 Heat Detector.................................................................................. 163

Gambar 4.53 Sprinkle .......................................................................................... 163

Gambar 4.54 Hydrant ........................................................................................... 164

Gambar 4.55 Hydrant Pilar .................................................................................. 164

Gambar 4.56 Fire Exhiguisher ............................................................................. 165

Gambar 4.57 Distribusi Listrik ........................................................................... 165

Gambar 4.58 Sistem Jaringan Listrik ................................................................... 166

Gambar 4.59 Sistem Genset ................................................................................. 166

Gambar 4.60 CCTV ............................................................................................. 167

Gambar 4.61 Sistem Card Access ........................................................................ 167

Gambar 4.62 Pos Jaga .......................................................................................... 168

Gambar 4.63 Penangkal Petir Konvensional ....................................................... 168

Gambar 4.64 Penangkal Petir Elektrostatis .......................................................... 169

xix

Gambar 4.65 Penghawaan Buatan ....................................................................... 171

Gambar 4.66 Contoh Pencahaayaan Buatan ........................................................ 172

Gambar 5.1 Diagram Konsep Dasar ................................................................... 174

Gambar 5.2 Sirkulasi Hunian .............................................................................. 178

Gambar 5.3 Sirkulasi Penghuni .......................................................................... 179

Gambar 5.4 Sirkulasi Pengelola .......................................................................... 179

Gambar 5.5 Sirkulasi Pengunjung ...................................................................... 180

Gambar 5.6 Sirkulasi Service .............................................................................. 180

Gambar 5.7 Organisasi Ruang ............................................................................ 181

Gambar 5.8 Hubungan Ruang ............................................................................. 181

Gambar 5.9 Peta Lokasi Tapak ........................................................................... 182

Gambar 5.10 Site Terpilih ................................................................................... 183

Gambar 5.11 Konsep Tapak Makro .................................................................... 184

Gambar 5.12 Konsep Tapak Mikro .................................................................... 184

Gambar 5.13 Aksesibilitas Makro ...................................................................... 186

Gambar 5.14 Aksesibilitas Mikro ....................................................................... 187

Gambar 5.15 Konsep Topografi .......................................................................... 188

Gambar 5.16 Penerapan shadding ....................................................................... 189

Gambar 5.17 Penerapan void .............................................................................. 189

Gambar 5.18 Penerapan roof garden ................................................................... 189

Gambar 5.19 Pengolahan Massa ......................................................................... 190

Gambar 5.20 Konsep Solusi Kebisingan Tapak ................................................. 190

Gambar 5.21 Konsep Pemindahan Hunian ......................................................... 191

Gambar 5.22 Zoning Horizontal ......................................................................... 192

Gambar 5.23 Zoning Vertikal ............................................................................. 192

Gambar 5.24 Modul Vertikal .............................................................................. 193

Gambar 5.25 Modul Horizontal .......................................................................... 193

Gambar 5.26 Konsep Sistem Stuktur Panggung ................................................. 186

Gambar 5.27 Pondasi Bored Pile ........................................................................ 187

Gambar 5.28 Struktur Kolom, balok, dan plat lantai .......................................... 187

Gambar 5.29 Struktur Atap .................................................................................. 188

xx

Gambar 5.30 Sisrem Jaringan Air Bersih ............................................................ 189

Gambar 5.31 Sistem Jaringan Air Bersih ............................................................. 190

Gambar 5.32 Sisrem Jaringan Air Kotor.............................................................. 189

Gambar 5.33 Sistem Pembuangan Sampah ......................................................... 190

Gambar 5.34 Sistem Jaringan Listrik ................................................................... 190

Gambar 5.35 Pemadam Kebakaran ..................................................................... 191

Gambar 5.36 Sistem Keamanan CCTV .............................................................. 191

Gambar 5.37 Sistem Penerapan Pos Jaga ........................................................... 193

Gambar 5.38 Sistem Penangkal Petir .................................................................. 193

Gambar 5.39 Konsep Arsitektur Ekologis .......................................................... 194

Gambar 5.40 Cross Ventilation ........................................................................... 202

Gambar 5.41 Penerapan Konsep Panggung ........................................................ 204

Gambar 5.42 Penerapan Fasad Lama .................................................................. 204

Gambar 5.43 Pengembangan Mangrove dan Waduk .......................................... 205

Gambar 5.44 Penerapan Urban Farming ............................................................. 206

Gambar 5.45 Konsep 3R ..................................................................................... 207

Gambar 5.46 Penerapan Konsep 3R ................................................................... 207

Gambar 5.47 Ruang Kreativitas Masyarakat ...................................................... 208

Gambar 5.48 Siklus Pola Hidup Ekologis .......................................................... 208

Gambar 5.49 Konsep Gubahan Masa ................................................................. 209

Gambar 5.50 Rencana Fasad Bangunan.............................................................. 210

Gambar 5.51 Konsep Sirkulasi ........................................................................... 211

Gambar 5.52 Potongan Konsep Sirkulasi ........................................................... 211

Gambar 5.53 Konsep Area Taman ...................................................................... 212

Gambar 5.54 Konsep Koridor Kampung ............................................................ 213

Gambar 5.55 Konsep unity space......................................................................... 214

Gambar 5.56 Konsep Universal Unity Space ...................................................... 214

Gambar 5.57 Suasana halaman bangunan ........................................................... 215

Gambar 5.58 Rencana Jarak Bangunan .............................................................. 215

Gambar 5.59 Ruang Kerja Bersama.................................................................... 216

Gambar 5.60 Konsep Hunian Tipe Small .......................................................... 216

xxi

Gambar 5.61 Konsep Hunian Tipe Medium ....................................................... 217

Gambar 5.62 Suasana Ruang ............................................................................. 218

Gambar 5.63 Suasana Ruang Tidur .................................................................... 218

Gambar 5.64 Konsep Sketsa Rancangan ............................................................ 219

xxii

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Rumah Menurut Golongan..................................................................... 27

Tabel 3.1 Jumlah Data Penduduk Kelurahan Pluit ................................................ 72

Tabel 3.2 Kondisi Permukiman Kampung Nelayan (Blok Eceng dan Blok

Empang) ................................................................................................................. 79

Tabel 3.3 Kondisi Permukiman RW 01 ................................................................. 80

Tabel 3.4 Kondisi Permukiman RW 11 ................................................................. 81

Tabel 3.5 Kondisi Permukiman RW 20 ................................................................. 82

Tabel 3.6 Penilaian Tapak ...................................................................................... 95

Tabel 4.1 Aktivitas Dari Segi Golongan Usia ...................................................... 105

Tabel 4.2 Pekerjaan Masyarakat Muara Angke ................................................... 107

Tabel 4.3 Aktivitas Penghuni dan Kebutuhan Ruangnya .................................... 110

Tabel 4.4 Aktivitas Pengelola dan Kebutuhan Ruangnya .................................... 110

Tabel 4.5 Aktivitas Pengunjung dan Kebutuhan Ruangnya ................................ 111

Tabel 4.6 Aktivitas Service dan Kebutuhan Ruangnya ....................................... 111

Tabel 4.7 Pengelompokan Jenis Ruang ............................................................... 111

Tabel 4.8 Tipe Rumah Hunian Sederhana ........................................................... 113

Tabel 4.9 Standar Fasilitas Pelayanan Umum...................................................... 114

Tabel 4.10 Standar Fasilitas Pendidikan ............................................................. 114

Tabel 4.11 Standar Fasilitas Kesehatan .............................................................. 115

Tabel 4.12 Standar Fasilitas Peribadatan ............................................................ 115

Tabel 4.13 Standar Fasilitas Niaga atau Tempat Kerja ....................................... 116

Tabel 4.14 Standar Fasilitas Kebudayaan dan Rekreasi ..................................... 116

Tabel 4.15 Standar Fasilitas Ruang Terbuka ..................................................... 117

Tabel 4.16 Analisa Besaran Ruang Kamar Tipe Kecil ....................................... 129

Tabel 4.17 Analisa Besaran Ruang Kamar Type Sedang .................................... 129

Tabel 4.18 Analisa Besaran Ruang Kamar Type Besar ...................................... 130

Tabel 4.19 Rekapitulasi Besaran Ruang Hunian ................................................ 130

Tabel 4.20 Besaran Ruang Pengelola .................................................................. 130

Tabel 4.21 Besaran Ruang Penunjang ................................................................ 132

Tabel 4.22 Besaran Ruang Service ..................................................................... 133

Tabel 4.23 Besaran Ruang Kebutuhan Parkir ..................................................... 133

xxiii

Tabel 4.24 Rekapitulasi Besaran Ruang ............................................................. 134

Tabel 4.25 Kelebihan dan Kekurangan Penghawaan Alami .............................. 170

Tabel 4.26 Kelebihan dan Kekurangan Pencahayaan Alami ............................. 171

Tabel 5.1 Indikator Penerapan Konsep Dasar ..................................................... 174

Tabel 5.2 Rekapitulasi Besaran Ruang Hunian................................................... 175

Tabel 5.3 Besaran Ruang Pengelola ................................................................... 175

Tabel 5.4 Besaran Ruang Penunjang .................................................................. 176

Tabel 5.5 Besaran Ruang Service ....................................................................... 177

Tabel 5.6 Besaran Ruang Kebutuhan Parkir ....................................................... 177

Tabel 5.7 Rekapitulasi Besaran Ruang ............................................................... 178

Tabel 5.8 Material Bangunan .............................................................................. 203

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kepadatan penduduk merupakan sebuah fenomena yang terjadi di Kota

Jakarta. Jakarta merupakan pusat pemerintahan, pusat bisnis dan keuangan, hal

ini menyebabkan banyaknya transmigran yang bertransmigrasi ke kota ini.

Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) jumlah penduduk Jakarta pada tahun

2015 mencapai 10,17 juta jiwa. Banyaknya transmigran menyebabkan tidak

terkendalinya pertumbuhan penduduk di Jakarta, menyebabkan timbulnya

permasalahan dibidang permukiman, dikarenakan tingginya kebutuhan tempat

tinggal. Hal ini memicu tumbuhnya permukiman atau perkampungan di Jakarta

yang berujung kepada permukiman atau perkampungan kumuh.

Kampung merupakan bagian kota yang biasanya dihuni oleh orang

yang berpenghasilan rendah. Kampung merupakan lingkungan tradisional khas

dari Indonesia, yang ditandai dengan kekerabatan dan kekeluargaan yang ada

didalamnya. Keberadaan Kampung di Jakarta saat ini sudah tidak asing lagi,

mulai dari tengah Jakarta dan juga pinggir Jakarta. Belakangan ini kondisi

perkampungan di Jakarta mulai menghawatirkan, karena rendahnya kualitas

tempat tinggal masyarakatnya.

Munculnya perkampungan kumuh di Jakarta dikarenakan faktor

kemiskinan. Dari keadaan ekonomi yang buruk, masyarakat desa terdorong

untuk datang ke kota-kota terdekat dengan harapan akan mendapatkan

pekerjaan dalam rangka usaha melakukan perbaikan kualitas hidupnya.

Sasaran tempat tinggal para pendatang pada umumnya di pusat - pusat

perdagangan, seperti pasar kota, perkampungan pinggir kota, dan disekitar

bantaran sungai kota. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah tingkat

kemiskinan terdapat di kota Jakarta Utara dengan jumlah penduduk miskin

mencapa 90.000 ribu jiwa. Salah satunya perkampungan kumuh di Jakarta

yaitu perkampungan di Kawasan Muara Angke, yang terletak di kel.Pluit,

Kec.Penjaringan, Jakarta Utara. Keberadaan Kampung Muara Angke terlihat

2

sangat kontras terhadap permukiman pada lingkungan sekitarnya, dimana

terdapat perumahan mewah, dan bangunan elit mengelilingininya.

Kampung Muara Angke kini dikenal sebagai kampung nelayan yang

dihuni sebagian besar oleh para nelayan yang berpenghasilan rendah. Muara

angke mempunya potensi dibidang perikanan, dan juga sebagai pengembangan

hutan mangrove. Sayangnya perkampungan Muara Angke terdapat banyak

permukiman kumuh, padat dan tidak layak huni yang berada di daerah rawa

dan tidak memiliki drainase, sehingga sering kali kawasan tersebut tergenang

air yang diakibatkan oleh curah hujan maupun rob.

Hal ini berdampak terhadap kualitas hunian yang ditempati oleh

masyarakat. Menurut WHO, rumah adalah struktur fisik atau bangunan untuk

tempat berlindung, dimana lingkungan berguna untuk kesehatan jasmani dan

rohani serta keadaan sosialnya baik untuk kesehatan keluarga dan individu

(Komisi WHO Mengenai Kesehatan dan Lingkungan, 2001). Buruknya

kualitas hunian di Kampung Muara Angke diperlukannya perbaikan

lingkungan dengan penataan pemukiman.

Menurut peraturan daerah khusus Ibukota Jakarta nomor 1 tahun 2014

pasal 178 mengenai rencana pengembangan kawasan perumahan dan

fasilitasnya, berupa arahan untuk melakukan peremajaan lingkungan di

kawasan permukiman kumuh berat, pengembangan kawasan perumahan

vertikal untuk penyediaan perumahan bagi masyarakat golongan menengah-

bawah yang dilengkapi prasarana dan sarana terintegrasi. Pembangunan

perumahan vertikal atau rumah susun sederhana juga dikembangkan untuk

kawasan permukiman kumuh dan melengkapi penataan RTH yang berfungsi

ekologis dan prasarana sosial. Pembangunan hunian secara vertikal juga

sebagai salah solusi mengatasi keterbatasan lahan di Jakarta.

Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI terus mematangkan rencana

revitalisasi kawasan Muara Angke. Proses revitalisasi ini mencangkup

penataan kawasan pelabuhan, dan kawasan pemukiman kampung nelayan

(6/9/2016) (netralnews.com). Pemprov DKI Jakarta juga berencana

merelokasi pemukiman nelayan di muara angke ke rusun Muara Baru karena

kawasan tersebut bagian dari revitalisasi kawasan Muara angke, senin

3

(2/1/2017).(Liputan6.com). Proses relokasi permukiman nelayan di Muara

Angke mendapat banyak penolakan dari para warga setempat dikarenakan

lokasi rumah susun berada jauh dari lokasi tempat sekarang. Hal ini

menyebabkan hilangnya sebagian masyarakat Muara Angke yang sebagian

besar berprofesi sebagai nelayan. Untuk itu diperlukannya sebuah konsep

hunian yang dapat menampung sebagian besar masyarkat Muara Angke tanpa

harus memindahkan jauh dari lokasi sekarang. Untuk itu diperlukannya sebuah

penyenyesaian baru yaitu dengan cara menata kampung secara vertikal.

Dimana konsep tersebut dapat mewadahi masyarakat kampung yang

sesuai dengan karakter kampungnya. Pada dasarnya permukiman atau

perkampungan kumuh adalah sekelompok masyarakat yang tinggal didalam

lingkungan yang kurang layak. Namun pada kelompok ini mempunyai

identitas yang dicirikan dari gaya bermukim mereka yaitu gaya bermukim

kampung. Banyak karakteristik kampung yang tertanam pada permukiman

tersebut seperti nilai budaya, dan nilai solial. Untuk itu perlunya penanganan

khusus untuk membenahi permukiman kumuh di Jakarta. Dengan cara menata

permukiman yang sesuai dengan gaya hidup mereka.

Kampung vertikal merupakan konsep hunian yang bertransformasi dari

kampung yang dibentuk bersusun ke atas dengan tujuan meminimalisir

penggunaan lahan. Konsep Kampung Vertikal ini diharapkan mampu menjadi

landasan desain untuk hunian vertikal yang mampu mewadahi seluruh

kampung dengan kondisi yang kurang baik. Konsep kampung vertikal sendiri

berbeda dengan hunian vertikal pada umumnya. Dalam konsep Kampung

Vertikal terdapat nilai nilai kampung yang tidak terdapat dalam hunian vertikal

lainnya seperti, Rusun dan Apartemen. Kampung Vertikal mempunyai ciri

khas seperti nilai, sosial, nilai budaya. Kampung vertikal juga menggambarkan

Identitas dari masyarakat penghuni kampung, sehingga sesuai dengan

kehidupan masyarakat kampung.

Sementara untuk mengatasi permasalahan lingkungan yang diakibatkan

dari beberapa faktor seperti: pemanasan global, dan pencemaran limbah,

sehingga dibutuhkannya sebuah pendekatan yang bersifat ekologi. Untuk itu

penulis menerapkan pendekatan Arsitektur Ekologis terhadap desain, dimana

4

dengan konsep penekanan desain ini berdampak positif terhadap lingkungan

sekitar maupun lingkungan hunian yang ada didalamya. Dengan ini masyarakat

akan mendapatkan hunian yang sehat dan juga layak serta bisa meningkatkan

kualitas hidup masyarakat kampung di Muara Angke. Pendekatan Arsitektur

Ekologis juga akan membangkitkan potensi di Muara Angke, dimana terdapat

hutan Mangrove sebagai tempat wisata dan juga meningkatkan pendapatan

hasil tangkap ikan di pesisir Muara Angke.

1.2. Permasalahan

1.2.1 Permasalahan Umum

Bagaimana desain kampung vertial di Muara Angke dapat mengatasi

permasalahan permukiman kumuh dan liar di Muara Angke dengan

pendekatan Arsitektur Ekologis.

1.2.2 Permasalahan Khusus

1. Bagaimana mengatasi permasalahan pemukiman kumuh dengan

Kampung Vertikal.

2. Bagaimana memberika wajah baru bagi hunian Vertikal dengan

menerapkan unsur kampung didalamnya.

3. Bagaimana merancang sebuah hunian vertikal dengan konsep

Arsitektur Ekologis, yang dapat menjaga lingkungan sekitar.

1.3. Tujuan dan Sasaran

1.3.1 Tujuan

Merancang sebuah hunian vertikal yang sesuai dengan karakteristik

masyarakat Muara Angke yang mayoritas berprofesi sebagai nelayan, dan

pengolah ikan untuk mendapatkan sebuah hunian sehat dan layak huni. Serta

merancang sebuah bangunan yang memberikan dampak positif bagi

lingkungannya. Selain itu perancangan kampung vertikal ini sebagai proyek

percontohan dalam menangani permukiman kumuh yang ada di Jakarta.

1.3.2 Sasaran

� Tercapainya konsep pemilihan lokasi tapak yang sesuai untuk

dijadikan kampung vertikal.

5

� Menganalisis permasalahan, dan potensi yang ada pada kawasan

kampung Muara Angke.

� Menerapkan konsep Arsitektur Ekologis, sebagai pendekatan kampung

vertikal untuk mencapai sebuah hunian yang sehat dan layak huni.

1.4. Manfaat

A.Secara Subyektif

� Manfaat penulisan LP3A secara subyektif adalah memenuhi salah satu

syarat mengikuti tugas akhir di jurusan Arsitektur Fakultas Teknik

Universitas Negeri Semarang serta sebagai landasan program yang

nantinya akan dilanjutkan dalam bentuk grafis.

� Sebagai pegangan dan acuan dalam perancangan Kampung Vertikal di

Kawasan Muara Angke Jakarta Utara, yang diharapkan bermanfaat

pula sebagai tambahan pengetahuan serta wawasan bagi mahasiswa

yang akan melaksanakan Tugas Akhir.

B. Secara Obyektif

� Memberikan fasilitas hunian bagi warga masyarakat menengah bawah

agar bisa mendapatkan hunian yang layak.

� Memberikan sebuah sebuah ide gagasan tentang penataan sebuah

kampung dengan konsep hunian vertikal.

1.5. Batasan dan Lingkup Pembahasan

1.5.1 Batasan

Batasan pembahasan pada konsep perencanaan dan perancangan ini

ditekankan pada penyelesaian permasalahan dan persoalan kampung

vertikal dikawasan Muara Angke, Kelurahan Pluit, Jakarta Utara,

dengan pendekatan Arsitektur Ekologis sebagai metoda desain untuk

mencapai tujuan dan sasaran.

1.5.2 Lingkup Pembahasan

Untuk mencapai tujuan dan sasaran pembahasan maka lingkup

pembahasan akan dibatasi sebagai berikut:

6

1. Pembahasan konsep perencanaan dan perancangan ini akan mencakup

pada permasalahan arsitektural, seperti : fungsi bangunan, hubungan

antar fungsi bangunan seperti hunian dengan fasilitas lainnya,

sedangkan hal lain di luar disiplin ilmu arsitektur akan dibatasi dan

disesuaikan dengan permasalahan-permasalahan yang muncul.

Pembahasan di luar lingkup tersebut bersifat menunjang atau memberi

kejelasan tentang hal-hal yang behubungan dengan permasalahan yang

ada.

2. Pembahasan mengacu pada tujuan dan sasaran melalui kajian (analisa,

hipotesa dan disintesiskan) guna mendapat konsep bangunan yang

sesuai dengan konsep kampung.

3. Pembahasan dilakukan berdasarkan data yang telah ada yaitu data hasil

survey berupa pemetaan kampung eksisting, data literatur yang

berkaitan dengan konsep kampung dan hunian vertikal, serta aturan

pemerintah setempat yang tercantum dalam RTRW atau RDTR dengan

tujuan mampu menyelesaikan permasalahan dan persoalan.

1.6. Metode Pembahasan

Pada proses pembuatan konsep perencanaan dan perancangan ini

terdapat beberapa metode yang dilakukan guna mendapatkan data serta metode

mengolah data yang akan digunakan untuk proses dasar penyusunan sebuah

konsep kampung vertikal. Metode pengumpulan data terdiri dari metode

pengumpulan data primer dan sekunder.

1.6.1 Metoda Pengumpulan Data Primer

Pengumpulan Data Primer dilakukan melalui survey terhadap kampung

yang dipertimbangkan menjadi kampung vertikal. Survey yang dilakukan

guna mendapatkan data pendukung berupa data statistik fakta-fakta

kependudukan, seperti jumlah penduduk dan juga aktivitas warga kampung

dalam kehidupan sehari-hari, serta data terkait fasilitas sarana dan prasaran

yang terdapat di kampung eksisting. Hal ini akan berguna dalam

menentukan desain perencanaan dan perancangan kampung vertikal.

7

1.6.2 Metoda Pengumpulan Data Sekunder

1.6.2.1 Studi Literatur, meliputi :

A. Referensi buku yang berkaitan dengan konsep kampung vertikal

yang direncanakan, berupa buku yang terkait dengan rencana

perkotaan, fakta-fakta Kota Jakarta khususnya, dan buku tentang

Arsitektur Ekologis.

B. Artikel, tulisan, atau jurnal yang dapat dipercaya yang terkait

dengan konsep kampung vertikal yang direncanakan, berupa

artikel tentang Kampung nelayan ,Kampung kota, atau tentang

Arsitektur Ekologis

C. Referensi melalui kasus sejenis yang berkaitan dengan konsep

perancangan kampung vertikal yang sudah ada sebelumnya,

berupa konsep desain objek sejenis yang memiliki nilai yang

selaras dengan kampung vertikal.

D. Referensi melalui hasil sayembara desain terkait dengan konsep

kampung vertikal atau sejenis yang sesuai dengan konsep yang

direncanakan.

E. Referensi melalui sebuah komunitas desain mengenai kampung

vertikal yaitu Jakarta Vertikal Kampong (JKV), yang menggagas

konsep kampung vertikal di Jakarta.

F. Referensi mengenai kampung vertikal melalui pencarian

situs/ebook di internet yang dapat dipertanggungjawabkan.

1.7. Sistematika Penulisan

Untuk memberikan gambaran yang jelas mengenai apa yang akan

dibahas dalam laporan perancangan ini, saya menggunakan pola pembabakan

dengan membahas pokok-pokok bahasan laporan ini menjadi beberapa bab,

dimana setiap bab akan diuraikan melalui sub-bab sesuai dengan urutan

permasalahannya.

8

BAB I. PENDAHULUAN

Berisikan latar belakang kasus proyek, maksud dan tujuan, masalah

perancangan, pendekatan, lingkup batasan, kerangka berfikir, dan

sistematika laporan.

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

Berisi tentang studi Literatur yang menguraikan tentang project

perancangan kampung vertikal.

BAB III. TINJAUAN LOKASI

Berisi tentang uraian tentang kawasan kampung Muara Angke serta

analisa pemilihan tempat sesuai dengan kebijakan tata ruang kota

Jakarta Utara, sehingga bisa mendapatkan lokasi perencanaan

kampung vertikal yang sesuai.

BAB IV. PENDEKATAN KONSEP PERENCANAAN DAN

PERANCANGAN ARSITEKTUR

Berisi penjelasan pendekatan konsep perencanaan yang

ditinjau dari, pedekatan fungsional, pendekatan program ruang,

pendekatan teknis, pendekatan utilitas dan pendekatan arsitektur

yang digunakan untuk proses desain.

BAB V. KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

ARSITEKTUR

Berisi tentang konsep perencanaan dan perancangan Kampung

Vertikal meliputi, konsep program ruang, konsep lingkungan,

konsep zoning, gubahan masa, dan juga peerapan konsep ekologis

dan konsep kampung.

1.8. Keaslian Penulis

Perencanaan mengenai Penataan Pasar telah dilakukan dalam Tugas Akhir,

antara lain:

a. KAMPUNG BATIK VERTIKAL DI PANGGUNGHARJO,

SEWON, BANTUL (Oleh : Niwan Sutungpol, Universitas Atmajaya

Jogja)

9

Penulis merumuskan konsep perencanaan dan perancangan Kampung

Batik Vertikal, sebagai penataan kawasan kampung sebagai tempat

wisata batik, sekaligus tempat tinggaal masyarakat desa Panggungharjo.

b. KAMPUNG VERTIKAL DENGAN PENDEKATAN SISTEM

PREFABRIKASI DI KOTA SURAKARTA (Oleh : Sri Mulyono

Kurniawan, Universitas Atmajaya Jogja)

Penulis menerapkan konsep prefabrikasi dalam bangunan untuk

mengatasi permasalahan durasi pembangunan, yang selama ini menjadi

salah satu kendala dalam pembangunan hunian susun di kota Surakarta.

c. KAMPUNG NELAYAN VERTIKAL DI TEGAL (Oleh: Ahmad

Ricky Zulfahimiddin, Universitas Gajah Mada)

Dalam desain penulis melakukan pendekatan arsitektur perilaku, dimana

ditinjau dari aktivitas masyarakat Nelayan yang mempunyaai

karakteristik yang berbeda paa umumnya, untuk menciptakan sebuah

desain yang tepat, sehingga bisa mengatasi permasalahan yang ada.

d. KAMPUNG VERTIKAL KALIANYAR DENGAN PENDEKATAN

ARSITEKTUR PERILAKU (Oleh : El Yanno Suminar, Universitas

Negeri Surakarta)

Penulis merancang sebuah kampung vertikal Kalianyar yang berada di

Kelurahan Kalianyar, Kecamatan Tambora, Jakarta Barat. Penulis

Menerapkan konsep Arsitektur Perilaku, untuk menjadi salah satu

pemecahan masalah dalam desain dengan menganalisis perilaku

masyarakat Kelurahan Kalianyar.

10

1.9. Alur Pikir

Gambar 1.1. Alur Pikir

Sumber : Data Penulis

11

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tinjauan Permukiman

2.1.1 Pengertian Permukiman

Definisi permukiman dalam UU No. 1 tahun 2011 adalah bagian dari

lingkungan hunian yang terdiri atas lebih dari satu satuan perumahan

yang mempunyai prasarana, sarana, utilitas umum, serta mempunyai

penunjang kegiatan fungsi lain di kawasan perkotaan atau kawasan

perdesaan. Menurut Sumaatmadja (1998) permukiman adalah bagian

permukaan bumi yang dihuni manusia meliputi segala sarana dan

prasarana yang menunjang kehidupannya yang menjadi satu kesatuan

dengan tempat tinggal yang bersangkutan. Wilayah kawasan kumuh

menurut Bank Dunia (1999) merupakan bagian yang terabaikan dalam

pembangunan perkotaan. Hal ini ditunjukkan dengan kondisi sosial

demografis di kawasan kumuh seperti kepadatan penduduk yang tinggi,

kondisi lingkungan yang tidak layak huni dan tidak memenuhi syarat

serta minimnya fasilitas pendidikan, kesehatan dan sarana prasarana

sosial budaya. Tumbuhnya kawasan kumuh terjadi karena tidak

terbendungnya arus urbanisasi. Menurut Constantinos A. Doxiadis

(1968:21-35), ada lima elemen dasar permukiman, yaitu:

1. Nature (alam) yang bisa dimanfaatkan untuk membangun rumah dan

difungsikan semaksimal mungkin.

2. Man (manusia) baik individu maupun kelompok

3. Society (masyarakat) bukan hanya kehidupan individu yang ada, tapi

juga hubungan sosial masyarakat

4. Shells (rumah) atau bangunan dimana didalamnya tinggal manusia

dengan fungsinya masing-masing

5. Networks (jaringan atau sarana prasarana) yaitu jaringan yang

mendukung fungsi permukiman baik alami maupun buatan manusia,

seperti jalan lingkungan, pengadaan air bersih, listrik, drainase, dan

lain-lain.

12

2.1.2 Permukiman Kumuh

A. Pengertian Permukiman Kumuh

Menurut UU No. 4 pasal 22 tahun 1992 tentang perumahan dan

permukiman, dimana permukiman kumuh adalah permukiman yang

tidak layak huni, antara lain karena berada pada lahan yang tidak

sesuai dengan peruntukkan atau tata ruang, kepadatan bangunan

yang sangat tinggi dalam luasan yang sangat terbatas, rawan

penyakit sosial dan penyakit lingkungan, kualitas umum bangunan

rendah, tidak terlayani prasarana lingkungan yang memadai,

membahayakan keberlangsungan kehidupan dan penghuninya.

Masrun (2009) memaparkan bahwa permukiman kumuh mengacu

pada aspek lingkungan hunian atau komunitas. Permukiman kumuh

dapat diartikan sebagai suatu lingkungan permukiman yang telah

mengalami penurunan kualitas atau memburuk baik secara fisik,

sosial ekonomi maupun sosial budaya, yang tidak mungkin

dicapainya kehidupan yang layak bagi penghuninya, bahkan dapat

pula dikatakan bahwa para penghuninya benar-benar dalam

lingkungan yang sangat membahanyakan kehidupannya.

B. Karakteristik dan Kriteria Permukiman Kumuh

Menurut Budiharjo (2011), Karakteristik permukiman kumuh

dapat disebabkan oleh faktor rumah dan faktor prasarana. Selain itu

ktriteria perbaikan permukiman kumuh dapat dilihat dari gejala

sosial dan gejala fisik.

1. Karakteristik Permukiman Kumuh

a. Faktor rumah yang semi permanen dan non permanen.

� Tata letak tidak teratur.

� Status bangunan pada umumnya tidak memiliki surat ijin

mendirikan bangunan.

� Kepadatan bangunan dan penduduk yang tinggi.

� Kondisi bangunan yang tidak layak huni dan jarak antara

bangunan yang rapat.

� Kurangnya kesehatan lingkungan permukiman.

13

b. Faktor prasarana

� Aksesibilitas / jalan

� Drainase

� Air bersih

� Air limbah

� Persampahan

2. Kriteria permukiman kumuh a. Gejala sosial

� Kehidupan sosial yang rendah

� Status sosial ekonomi sangat rendah.

� Tingkat pendidikan sangat rendah.

� Kepadatan penduduk sangat tinggi.

b. Gejala fisik

� Kondisi bangunan rata- rata dibawah standar minimum.

� Umumnya suatu kampung dengan bangunan non permanen

dan semi permanen telah mencapai umur 10 tahun.

� Kepadatan bangunan yang tinggi, sangat minimumnya ruang

terbuka dan jarak antar bangunan.

� Kondisi sarana fisik yang dibawah standar minimum.

� Daerah yang sangat dipengaruhi banjir.

� Keadaan daerah memerlukan pengaturan dari segi tata guna

lahan.

Permukiman suatu kelompok masyarakat memiliki

karakteristik yang berbeda dengan kelompok masyarakat lainnya,

yang tergantung pada karekteristik sosial budaya maupun sosial

ekonominya. Pada hakikatnya, fungsi rumah bagi suatu keluarga

bukan semata - mata sebagai tempat untuk bernaung melindungi

diri dari segala pengaruh fisik saja, namun juga sebagai tempat

tinggal atau tempat beristirahat setelah menjalani kegiatan sehari-

hari. Rumah harus mampu memenuhi syarat - syarat psikologis

insani dalam membina keluarga dan mampu memberi rasa aman,

14

tentram dalam menyeimbangkan dan membangun diri maupun

keluarga untuk mencapai kebahagiaan hidup lahir maupun batin.

C. Strategi Penanganan Permukiman Kumuh

Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah baik

pemerintah pusat maupun pemerintah daerah dalam mengatasi

masalah kawasan kumuh ini. Kondisi perumahan yang tidak

memadai ditandai oleh tingginya angka kebutuhan perumahan di

satu sisi dan kelangkaan tanah perkotaan di sisi lain. Kondisi yang

tidak berimbang ini menjadikan masyarakat berpenghasilan

rendah tidak mampu mengakses kebutuhan rumahnya secara

formal, akibatnya muncul kantong-kantong permukiman

informal yang tidak layak huni.

Masalah kemiskinan dan kesejahteraan rakyat hingga kini

masih menjadi poin utama yang harus dientaskan pemerintah.

Terutama dari sisi ekonomi dan kehidupan sosial yang

diantaranya termasuk tempat tinggal alias rumah masyarakat

kurang dan tidak mampu. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik

(BPS) pada tahun 2015, jumlah RTLH (Rumah Tidak Layak

Huni) di Indonesia sekitar 2,51 juta unit dengan rincian 2,18 juta

rawan layak huni dan 0,33 juta benar-benar tak layak huni. Untuk

mengatasi problem menahun ini, pemerintah

khususnya Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan

Rakyat (PUPR) dituntut bekerja keras dalam

membangun infrastruktur. Mengingat, infrastruktur tidak hanya

berfungsi mendorong pertumbuhan ekonomi, namun juga

bertujuan meningkatkan kualitas hidup masyarakat, oleh

karenanya rencana strategis Kementerian PUPR tahun 2015-2019

salah satunya memuat program 100-0-100 yang artinya 100%

akses air minum aman, 0% permukiman kumuh, dan 100% akses

sanitasi layak.

Untuk menanggulangi persoalan kawasan kumuh, perlu

dikembangkan upaya peningkatan kemampuan masyarakat dan

15

membuka peluang agar mereka mampu memperbaiki

kehidupannya dan menjangkau permukiman yang lebih layak.

Program program diatas merupakan suatu program yang pada

dasarnya diarahkan pada upaya penyadaran dan peningkatan

kemampuan masyarakat sehingga komunitas masyarakat kumuh

dapat “menggusur dirinya sendiri”.

Melalui program-program ini diharapkan pemerintah dapat

dibantu dalam mengembangkan kebijakan dan program yang

berkesinambungan bagi penanganan permasalahan kawasan kumuh

melalui berbagai pendekatan untuk memperbaiki kehidupan dan

penghidupan mereka. Melalui pendekatan-pendekatan yang

dilakukan, pemerintah dan masyarakat diharapkan dapat bekerja

bersama untuk memperbaiki kondisi fisik, sosial dan ekonomi

golongan masyarakat ini. Menurut UU No.1 Tahun 2011 tentang

Perumahan dan Kawasan Permukiman dan Rapermen PUPR

dilakukan antara lain:

1. Pencegahan (pasal 95)

Pola penanganan pencegahan untuk menghindari

tumbuh dan berkembangnya perumahan dan permukiman

kumuh baru, terdiri atas:

Gambar 2.1. Rencana strategi penanganan Pemukiman Kumuh

Sumber: Kementrian PU

16

a. Pengawasan dan Pengendalian : Kesesuaian terhadap

perizinan, standar teknis dan pemeriksaan sesuai dengan

peraturan perundang-undangan

b. Pemberdayaan Masyarakat : Pelaksanaan melalui

pendampingan dan pelayanan informasi

2. Peningkatan Kualitas (pasal 97)

Pola penanganan peningkatan kualitas kawasan kumuh

didahului dgn penetapan lokasi kumuh, tdd :

a. Pemugaran : Dilakukan untuk memperbaiki dan atau

pembangunan kembali agar menjadi permukiman yang

layak huni; memperbaiki dan atau memulihkan kembali

rumah serta prasarana, sarana, dan utilitas umum.

b. Peremajaan : Dilakukan untuk mewujudkan kondisi

rumah, perumahan, permukiman dan lingkungan hunian

yang lebih baik guna melindungi keselamatan, keamanan

penghuni dan masyarakat sekitar;

c. melakukan perombakan dan penataan mendasar secara

menyeluruh meliputi rumah dan prasarana, sarana, dan

utilitas umum, dengan status lahan legal ataupun ilegal.

d. Pemukiman kembali : Dilakukan dengan memindahkan

masyarakat terdampak dari lokasi yang tidak mungkin

dibangun kembali karena tidak sesuai dengan rencana tata

ruang atau rawan bencana serta dapat menimbulkan

bahaya bagi barang dan orang: melakukan pemindahan

dan permukiman kembali dengan status lahan legal

ataupun ilegal.

3. Pengelolaan dan Pemeliharaan

a. Pengelolaan dilakukan untuk mempertahankan dan

menjaga kualitas permukiman secara berkelanjutan

dilakukan oleh masyarakat secara swadaya dan dapat juga

difasilitasi oleh Pemerintah daerah:

17

b. Pemeliharaan dan atau perbaikan : untuk rumah dilakukan

oleh setiap orang. Untuk prasarana, sarana dan utilitas

umum dilakukan oleh pemerintah daerah dan/atau setiap

orang.

2.1.3 Permukiman Kampung

A. Definisi Kampung

Kampung merupakan suatu kesatuan lingkungan tempat tinggal

yang dihuni oleh sekelompok masyarakat yang terdiri dari kesatuan

keluarga-keluarga. Kumpulan sejumlah kampung disebut desa.

Kampung adalah satu-satunya jenis permukiman yang bisa menampung

golongan penduduk Indonesia yang tingkat perekonomian dan tingkat

pendidikan paling rendah meskipun tidak tertutup bagi penduduk

berpenghasilan dan berpendidikan tinggi (Khudori, 2002). Kampung

masih merupakan satuan teritorial dan sosial terkecil dalam sistem

administrasi dan kemasyarakatan Indonesia sehingga setiap kampung

memiliki organisasi sosial yang dibentuk oleh warga kampung tersebut

yang mengatur dan mengawasi tata tertib kemasyarakatan warga

kampung yang bersangkutan. Secara geografis kampung adalah suatu

hasil perpaduan; suatu wujud atau kenampakan di muka bumi yang

ditimbulkan oleh unsur fisiografi, sosial, ekonomi, publik dan kultural

yang saling berinteraksi antar unsur tersebut dan juga dalam

hubungannya dengan daerah-daerah lain. Selanjutnya secara singkat

pengertian kampung adalah permukiman manusia yang letaknya di luar

kota dan penduduknya bersifat agraris.

B. Karakteristik Kampung

Dalama buku Raharjo (2014), yang berjudul Pengantar Sosiologi

Pedesaan dan Pertanian, dijabarkan dari beberapa pendapat bahwa

masyarakat desa/kampung memiliki karakteristik sebagai berikut:

1. besarnya kelompok primer

2. faktor geografik yang menentukan sebagai dasar pembentukan

kelompok/asosiasi.

3. hubungan lebih bersifat intim dan awet.

18

4. homogen

5. mobilitas sosial rendah.

6. keluarga lebih ditekankan fungsinya sebagai unit ekonomi.

7. populasi anak dalam proporsi yang lebih besar.

Prinsip dari kampung merupakan kesatuan masyarakat kecil yang

dilengkapi dengan alat-alat memenuhi kebutuhannya sendiri. Daerah

kampung harus kecil sehingga semua bagian-bagiannya dapat mudah

dicapai dengan berjalan kaki tetapi cukup luas untuk dapat melayani

sendiri keperluan-keperluan pokok masyarakatnya, misalnya sekolah

dan pasar.

C. Tipologi kampung

Kampung/desa di Indonesia tidak hanya kampung pertanian

saja. Di samping kampung pertanian juga terdapat jenis-jenis

kampung lainnya. Menurut Saparin (1977) dalam Raharjo (2014)

menyebutkan beberapa jenis kampung yang ada di Indonesia sebagai

berikut:

1. kampung tambangan (kegiatan penyeberangan orang dan barang

di mana terdapat sungai besar.

2. kampung nelayan (di mana mata pencaharian warganya dengan

usaha perikanan laut).

3. kampung pelabuhan (hubungan dengan mancanegara, antar

pulau, pertahanan/strategi perang dan sebagainya).

4. kampung perdikan (kampung yang dibebaskan dari pungutan

pajak karena diwajibkan memelihara sebuah makam raja-raja

atau karena jasa-jasanya terhadap raja).

5. kampung penghasil usaha pertanian, kegiatan perdagangan,

industri/kerajinan, pertambangan dan sebagainya kampung

perintis (yang terjadi karena kegiatan transmigrasi).

6. kampung pariwisata (adanya obyek pariwisata berupa

peninggalan kuno, keistimewaan kebudayaan rakyat, keindahan

alam dan sebagainya).

19

D. Bentuk dan Pola Permukiman Kampung

Bentuk pola kampung sangat beragam tergantung dari

pemilihan lokasi kampung dan mata pencaharian penduduknya .

Daldjoeni (2003) menjelaskan tentang pola-pola kampung yang

terdiri dari tiga macam pola bentuk kampung, yaitu pola

pemukiman memanjang (linier), pola pemukiman memusat

(nucleared), dan pola pemukiman menyebar (dispersed).

1. Pola Permukiman Memanjang (Linear)

Pola permukiman pada bentuk linear memanjang searah

dengan jalan, jalur kereta api, jalur sungai atau sepanjang garis

pantai. Pola linear terbentuk karena kondisi lahan di kawasan

tersebut memang menuntut adanya pola linear. Masyarakat

yang tinggal di kawasan tersebut pun membangun rumah-

rumah mereka dengan menyesuaikan diri pada kondisi

tersebut.

a. Mengikuti Jalan

Pada daerah ini pemukiman berada di sebelah kanan kiri

jalan. Umumnya pola pemukiman seperti ini banyak terdapat

di dataran rendah yang morfologinya landai sehingga

memudahkan pembangunan jalan-jalan di pemukiman.

Gambar 2.2. Pola Permukiman Memanjang (Linear)

(Sumber : lhttp://campusnancy.blogspot.co.id/2014/03/pola- pemukiman-

pendudukindonesia,)

20

Namun pola ini sebenarnya terbentuk secara alami untuk

mendekati sarana transportasi.

b. Mengikuti Jalur Kereta Api

Pada daerah ini pemukiman berada di sebelah kanan kiri

rel kereta api. Umumnya pola pemukiman seperti ini banyak

terdapat di daerah perkotaan terutama daerah padat

penduduknya yang dilalui rel kereta api.

c. Mengikuti Alur Sungai

Pada daerah ini pemukiman terbentuk memanjang

mengikuti aliran sungai. Biasanya pola pemukiman ini

terdapat di daerah pedalaman yang memiliki sungai-sungai

besar.

d. Mengikuti Garis Pantai

Daerah pantai pada umumnya merupakan pemukiman

penduduk yang bermata pencaharian nelayan. Pada daerah

ini pemukiman terbentuk memanjang mengikuti garis

pantai. Hal itu untuk memudahkan penduduk dalam

melakukan kegiatan ekonomi yaitu mencari ikan ke laut.

2. Pola Permukiman Menyebar (Dispersed)

Pola permukiman menyebar terbentuk karena

pengaruh geografis setempat. Bangunan terpencar antara satu

dengan yang lainnya dengan bangunan yang menyebar keluar.

Pola permukiman penduduk yang menyebar sering dijumpai

pada daerah yang beriklim sangat kontras (basah-kering) dan

tanahnya berbatu. Pada daerah tersebut memiliki sumber daya

alam terbatas sehingga kebutuhan orang banyak kurang

tercukupi. Faktor lain yang mempengaruhi antara lain faktor

ekonomi, jarak antar tempuh, mata pencaharian dan sistem

kepemilikan tanah.

21

3. Pola Permukiman Terpusat (Nucleared)

Pola permukiman ini mengelompok membentuk unit-

unit kecil, umumnya terdapat di daerah pegunungan atau daerah

dataran tinggi yang berelief kasar dan terkadang daerah terisolir.

Penduduk yang menempati pola permukiman terpusat umumnya

berasal dari suatu keturunan sehingga pada tempat ini ditemukan

juga pemilikan tanah secara kelompok dan hidup secara gotong

royong. Pemekaran permukiman mengarah pada seluruh penjuru

sesuai dengan pertambahan penduduk.

Sedangkan pola permukiman menurut Wiriaatmadja (1981), antara

lain:

a. Pola permukiman dengan cara tersebar berjauhan satu sama

lain, terutama terjadi dalam daerah yang baru dibuka. Hal ini

disebabkan karena belum ada jalan besar, sedangkan orang-

Gambar 2.3. Pola Permukiman Menyebar (Dispersed)

Sumber: http://campusnancy.blogspot.co.id/2014/03/pola-pemukiman-

pendudukindonesia.

Gambar 2.4. Pola Permukiman Terpusat (Neucleared)

Sumber: http://campusnancy.blogspot.co.id/2014/03/pola-pemukiman-

pendudukindonesia. html diakses 19 April 2017

22

orangnya mempunyai sebidang tanah yang selama suatu masa

tertentu harus diusahakan secara terus menerus.

b. Pola permukiman dengan cara berkumpul dalam sebuah

kampung/desa, memanjang mengikuti jalan lalu lintas (jalan

darat/sungai), sedangkan tanah garapan berada di belakangnya

c. Pola permukiman dengan cara terkumpul dalam sebuah

kampung/desa, sedangkan tanah garapan berada di luar

kampung.

d. Berkumpul dan tersusun dalam sebuah kampung/desa,

mengikuti jalan yang melingkar, sedangkan tanah garapan

berada di belakangnya.

2.2 Tinjauan Hunian Vertikal

2.2.1 Tinjauan Umum Hunian Vertikal

A. Pengertian Hunian Vertikal

Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum nomor

05/PRT/M2007. Definisi bagian dari gedung bertingkat yang dibangun

dalam suatu lingkungan yang terbagi dalam bagian-bagian yang

distrukturkan secara fungsional dalam arah horizontal maupun vertikal

dan merupakan satuan-satuan yang masing-masing dapat memiliki dan

digunakan secara terpisah yang berfungsi sebagai tempat hunian yang

dilengkapi dengan bagian bersama, benda bersama dan tanah bersama

Di Indonesia berkembang hunian bertingkat khususnya di daerah

perkotaan/urban space (Jakarta dan Surabaya sebagai contoh) dampak

dari kurangnya lahan dan mahalnya harga lahan dan rumah jika

dibangun secara horizontal serta banyaknya penduduk yang menghuni

kota-kota besar. Perkembangan hunian vertikal mengerucut menjadi

model hunian apartemen yang cenderung mewah dan tuntutan gaya

hidup/lifestyle masyarakat perkotaan dan rumah susun yang identik

dengan kelas menengah kebawah yang mendapat subsidi dari

pemerintah.

23

B. Aturan Dasar Hunian Vertikal

Menurut peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.60/PRT/1992

Perencanaan hunian vertikal:

� Ruang, semua ruang kecuali gudang harus terang secara alami.

� Struktur bangunan, komponen serta bahan bangunan demi

keselamatan railing tangga terdiri dari unsur vertikal berjarak 10 cm.

� Kelengkapan hunian vertikal, k.pembantu, dapur, tempat mandi dan

cuci, terdapat sebuah balkon pelayanan ( sevice balcon), daerah

pelayanan ini dapat dicapai secara terpisah, namun masih terkontrol

dari pintu masuk utama ke unit hunian.

� Satu hunian vertikal ditentukan ukuran minimum untuk setiap ruang

� Bagian dari benda bersama, ruang bersama seperti lift, dan tangga

serta koridor mempunyai kemungkinan melihat keluar.

� Kepadatan dan tata letak bangunan, jarak antar bangunan ditentukan

oleh udara yang harus bisa lewat dan pencahayaan alami yang harus

dapat diterima, kedudukan bangunan satu dengan yang lainnya

diatur sedemikian rupa sehingga sedikit mungkin privasi terganggu

oleh pandangan dari balik jendela tetangga.

� Prasarana lingkungan, perlu dirancang jalan setapak dan jalan

kendaraan yang tidak saling melintasi.

� Fasilitas lingkungan, hal ini menyangkut penataan kota dalam skala

lebih besar sebagai total sistem dengan kelompok hunian vertikal

yang menyatukan sebuah pusat lingkungan dengan semua fasilitas

yang dibutuhkan sebagai sub sistemnya.

C. Jenis-jenis hunian vertikal yang ada di Indonesia

Berdasarkan kategori peruntukannya unian vertikal yang ada di

Indonesia pada saat ini seperti:

1. Apartemen, merupakan hunian vertikal yang biasanya diperuntukan

untuk masyarakat menengah atas.

2. Rumah Susun, hunian ini merupakan sebuah hunian yang

diperuntukan bagi kalangan atas hingga menengah kebawah.

24

3. Kampung Vertikal, hunian ini merupakan sebuah konsep baru

hunian vertikal untuk mengatasi permasalahan permukiman bagi

masyarakat kampung yang mayoritas merupakan MBR (masyarakat

penghasilan rendah), yang dikonsepkan sesuai dengan karakteristik

masyarakatnya.

2.2.2 Tinjauan Apartemen

A. Pengertian Apartemen

Menurut Wiley (1996), Apartemen adalah satu ruangan atau

lebih, biasanya merupakan bagian dari sebuah struktur hunian

vertikal yang dirancang untuk ditempati oleh lebih dari satu keluarga

dan di susun secara vertikal. Normalnya, berfungsi sebagai

perumahan sewa dan tidak pernah dimiliki oleh penghuninya yang

dikelola oleh pemilik atau pengelola property.

Selain itu pengertian lainnya apartement adalah sebuah unit

tempat tinggal yang terdiri dari kamar tidur, kamar mandi, ruang

tamu, dapur, ruang santai yang berada pada satu lantai bangunan

vertikal yang terbagi dalam beberapa unit tempat tinggal Chiara,

1986).

B. Klasifikasi Apartemen

1. Apartemen Berdasarkan Kepemilikan

Apartemen Berdasarkan Sistem Kepemilikan Klasifikasi apartemen

berdasarkan pada sistem kepemilikan (Chiara, 1986) yaitu :

a. Apartemen Sewa Apartemen sewa merupakan apartemen yang

dimiliki oleh perorangan atau suatu badan usaha bersama yang

membangun dan membiayai operasi serta perawatan bangunan,

kemudian penghuni membayar uang sewa dengan harga dan jangka

waktu tertentu.

b. Apartemen Beli Apartemen yang dimiliki oleh perorangan atau

suatu badan usaha bersama dengan unit-unit apartemen yang dijual

kepada masyarakat dengan harga dan jangka waktu tertentu.

Kepemilikannya lagi dapat dibedakan lagi sebagai berikut :

25

� Apartemen milik bersama (cooperative)

Apartemen yang dimiliki bersama oleh penghuni yang ada.

Tanggung jawab pengembangan gedung menjadi tanggung

jawab semua penghuni yang ditangani oleh koperasi. Penghuni

memiliki saham sesuai dengan unit yang ditempatinya. Bila

penghuni pindah, ia dapat menjual sahamnya kepada koperasi

atau calon penghuni baru dengan persetujuan koperasi. Biaya

operasional dan pemeliharaan ditanggung oleh koperasi.

� Apartemen milik perseorangan (condominium)

Apartemen yang unit-unit huniannya dapat dibeli dan dimiliki

oleh penghuni. Penghuni wajib membayar pelayanan apartemen

yang mereka gunakan kepada pihak pengelola.

2. Apartemen Berdasarkan Tipe Unit

Apartemen berdasarkan tipe unitnya (Akmal, 2007) yaitu:

a. Studio

Unit apartemen yang hanya memiliki satu ruang. Ruang

ini sifatnya multifungsi sebagai ruang duduk, kamar tidur dan

dapur yang semula terbuka tanpa partisi. Satu-satunya ruang

yang terpisah biasanya hanya kamar mandi. Apartemen tipe

studio relative kecil. Tipe ini sesuai dihuni oleh satu orang atau

pasangan tanpa anak.

b. Apartemen Keluarga

Kamar Pembagian ruang apartemen ini mirip rumah

biasa. Memiliki kamar tidur terpisah serta ruang duduk, ruang

makan, dapur yang biasanya terbuka dalam satu ruang atau

terpisah. Luas apartemen tipe ini sangat beragam tergantung

jumlah ruang yang dimiliki serta jumlah kamarnya.

c. Loft

Loft merupakan bangunan bekas gudang atau pabrik

yang kemudian dialih fungsikan sebagai apartemen. Caranya

adalah dengan menyekat-nyekat bangunan besar ini menjadi

beberapa unit hunian. Keunikan loft apartment adalah biasanya

26

memiliki ruang yang tinggi, mezanin atau dua lantai dalam satu

unit. Bentuk bangunannyapun cenderung berpenampilan

industrial. Tetapi, beberapa pengembang kini menggunakan

istilah loft untuk apartemen dengan mezanin atau dua lantai

tetapi dalam bangunan yang baru.

d. Penthouse

Unit hunian ini berada di lantai paling atas sebuah

bangunan apartemen. Luasnya lebih besar daripada unit-unit

dibawahnya. Bahkan, kadang-kadang satu lantai hanya ada satu

atau dua unit saja. Selain lebih mewah, penthouse juga sangat

privat karena memiliki khusus untuk penghuni penthouse.

2.2.3 Tinjauan Rumah Susun

A. Pengertian Rumah Susun

Menurut Undang-undang No.16 Tahun 1985 pasal 1 ayat 1

tentang rumah susun, bahwasannya rumah susun adalah bangunan

gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan yang

terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional

dalam arah horisontal maupun vertikal dan merupakan satuan-satuan

yang masing-masing dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah

terutama untuk tempat hunian yang dilengkapi dengan bagian

bersama, benda bersama dan tanah bersama.

Tujuan penyediaan rumah susun adalah untuk memenuhi

kebutuhan rumah yang layak terutama bagi MBR dengan kepastian

hukum dalam pemanfaatannya serta untuk meningkatkan daya guna

dan hasil guna tanah perkotaan dengan memperhatikan kelestarian

sumber daya alam dan menciptakan lingkungan permukiman yang

lengkap, serasi, dan seimbang. Sehingga rumah dapat dijadikan sarana

pembinaan keluarga dalam pembentukan kepribadian, watak serta

pendidikan.

27

B. Menurut Peruntukan

Di dalam menentukan peruntukkan rumah susun untuk berbagai

golongan masyarakat, ada tiga pedoman / pegangan untuk dapat

mengklasifikasikan menurut peruntukkannya, terutama untuk

golongan masyarakat ekonomi menengah ke bawah (rumah susun

sederhana dan rumah susun sangat sederhana).

C. Menurut Ketinggian Bangunan

Menurut John Mascai dalam “Housing” (1980, hal 225-226), Rumah

susun dibedakan menjadi :

a) Rumah susun dengan ketinggian sampai dengan 4 lantai (low rise)

.Rumah susun ini menggunakan tangga konvensional sebagai alat

transportasi vertikal

b) Rumah susun dengan ketinggian 5-8 lantai (medium rise). Rumah

susun ini sudah menggunakan escalator sebagai alat transportasi

vertikal .

c) Rumah susun dengan ketinggian lebih dari 8 lantai (high rise).

Rumah susun ini menggunakan elevator sebagai alat transportasi

vertikal.

D. Menurut Kepemilikan

Rumah susun dibedakan menjadi :

a) Rumah susun yang dijual (Rusunami)

Unit satuan menjadi milik penghuni dengan sertifikat hak milik.

Rumah susun yang disewakan (Rusunawa)

(Sumber : Perumahan Rakyat No. 02/KPTS/1993)

Tabel 2.1 Rumah Menurut Golongan

28

b) Unit satuan hanya untuk disewakan. Penghuni dapat kontrak untuk

bebrapa tahun, setelah masa kontrak habis dapat diperpanjang atau

tidak. Sistem pembayaran bisa perbulan atau pertahun sesuai

perjanjian.

c) Rumah susun jual – beli.

Biasanya pada peremajaan pemukiman kumuh. Pemilik tanah yang

lama akan mengganti rugi tanah yang satu, dua atau lebih unit

satuan rumah sesuai dengan tanahnya. Itupun masih diberi subsidi

oleh pemerintah.

2.2.4 Tinjauan Kampung Vertikal

A. Pengertian Kampung Vertikal

Secara garis besar dapat didefinisikan, Kampung Vertikal

merupakan kelompok hunian pada wilayah tertentu yang didominasi oleh

masyarakat berpenghasilan menengah kebawah, dimana bangunan

hunian berbentuk vertikal. Kampung pada umumnya menempati lahan

yang cukup luas, oleh karena itu sulit untuk menciptakan kampung baru

dalam kondisi lingkungan yang semakin padat seperti saat ini. Sehingga,

untuk menciptakan kondisi lingkungan dan alam yang lebih baik, daerah

terbangun diminimalisir, agar penciptaan ruang terbuka hijau akan lebih

banyak. Kampung Vertikal merupakan wujud pelestarian keberadaan

kampung rakyat yang kini kian tergerus oleh kebutuhan zaman modern.

Kampung vertikal dapat menjadi salah satu alternatif bagi pertambahan

penduduk di masa mendatang dan kebutuhan akan tempat tinggal.

Terlebih jika tempat tinggal ini dapat juga difungsikan sebagai penyangga

perekonomian rakyat. (Yu Sing. 2011).

Gambar 2.5. Kampung Vertikal Manusiawi Kampung Pulo

Sumber: https://medium.com/forumkampungkota/kampung-susun-

manusiawi-kampung-pulo-4eb363c74b31.html,

29

Daliana Suryawinata, seorang arsitek menggagas sebuah ide yang

bertajuk Jakarta Kampung Vertikal, pada prinsipnya gagasan ini hampir

mirip dengan rumah susun (rusun), namun yang membedakan adalah

ruang-ruang publik yang bisa menjadi pusat aktivitas penduduk di

kampung vertikal tersebut dengan karakternya yang dicirikan dengan

“Kampung Spirit”. Kampung Spirit merupakan sebuah identitas dari

sebuah kampung, yang mencermikan karakteristik kampung.

B. Karakteristik Kampung Vertikal

Kampung Vertikal mempunyai karakteristik yang dicirikan dengan

“Kampung Spirit”, dimana Kampung Spirit merupakan sebuah

karakteristik dari kampung vertikal. Menurut Team Andra Matin dalam

Jakarta Vertical Kampung Master Class, Kampung Spirit terdiri dari :

1. Community ( masyarakat )

Dasar karakteristik sebuah kampung yaitu adanya community

(masyarakat). Masyarakat inilah yang merupakan awal dari

terbentuknya kampung.

Komunitas penghuni dapat diklasifikasikan menjadi 4 tipe, yaitu :

a. Unit : interaksi antar penghuni pada tipe ini hanya dengan

penghuni tempat tinggal yang berada pada sebelahnya.

b. Row : interaksi penghuni sebanyak baris hunian.

c. Block : pada tipe ini biasanya penghuni saling

berinteraksi dalam satu gedung bangunan.

d. Interblock : terdiri dari beberapa block hunian yang

penghuninya berinteraksi erat satu sama lain. Semua orang saling

mengenal satu sama lain dengan nama dan saling pandang.

11. CCommunity 22. Informality 3. Affordability 4. Identity 5. Individuality 6. EEffeciency

7. DDiversity 8. Participatory 9. Linkage 10. Space Experience 11. Human-Scale

Gambar 2.6. Unsur Kampung Spirit

Sumber: Jakarta Vertical Kampung

30

2. Informality ( keinformalan )

Pada dasarnya kehadiran kampung terjadi karena keinformalan

sebuah aturan formal. Dimana asas dalam sebuah kampung akan

muncul sebuah aturan aturan sesuai dengan karakteristik

masyarakatnya. Dan dalam sebuah kampug hal ini lah yang akan

sering muncul. Hal ini bisa dicontohkan dengan berbagai aktivitas

sehari harinya seperti : menjemur pakaian bersama, berjualan keliling,

3. Affordability ( keterjangkauan )

Masyarakat yang berpenghasilan rendah memilih kampung sebagai

hunian yang mereka anggap layak karena keterjangkauan biaya dalam

Gambar 2.7. Community

Sumber: Jakarta Vertical Kampung

Gambar 2.8. Informality Kampung Vertikal

Sumber: Jakarta Vertical Kampung

31

memehuni kebutuhan papan. Dalam perencanaan kampung vertikal kita

harus mempertimbangkan dari segi biaya, dikarenakan bangunan ini

diperuntukan untuk golongan menengah kebawah.

4. Identity ( identitas )

Dalam sebuah kampung banyak nilai-nilai budaya yang terkandung

didalamnya Budaya gotong royong dan kekeluargaan yang tumbuh di

negara Indonesia menjadi suatu ciri khas atau identitas dari suasan

kampung itu sendiri.

5. Individuality ( kepribadian )

Kepribadian masyarakat yang tinggal di suatu kampung dapat

terbentuk tergantung dari masyarakat yang berada di sekelilingnya.

Individuality yang tergambar dalam sebuah kampung yaitu sebuah

kepribadian dari masing masing penghuni. Dari masing masing sifat

individual yang dimiliki oleh masyarakat, biasanya tergambar dalam

perilakunya, yang saling tolong menolong, ramah, dan juga partisipatif.

6. Effeciency ( efisiensi )

Mengingat lahan sebuah kampung terlalu padat maka karakteristik

kampung yaitu memanfaatkan lahan atau efisiensi lahan yang ada sebaik

mungkin.Tidak hanya itu penggunaan ruang ruang untuk meniptakan

kefesiensian, ruang harus multifungsi.

7. Diversity ( keanekaragaman )

Indonesia mempunyai potret kebudayaan yang lengkap dan

bervariasi. Di Indonesia dalam suatu kampung terdapat berbagai macam

masyarakat dengan perbedaan suku, bangsa, agama yang dapat yang

tinggal bersama dalam satu lingkungan. Dalam Kampung Vertikal

Diversity akan menjadi salah satu ciri khas kampung vertikal, dimana

menciptakan sebuah keberagaman menjadi kesatuan dalam satu lingkup.

8. Participatory ( partisipasi )

Dalam unsur “Kampung Spirit” participatory yang artinya

melibatkan, merupakan sebuah unsur keterlibatan masyarakat. Dimana

masyarakat bisa terlibat dalam kegiatan yang ada dalam sebuah

kampung.

32

9. Linkage ( keterkaitan )

Seperti pada umumnya, Susana “Kampung” sangat erat

persaudaraannya sehingga antar masyarakat sudah menganggap seperti

saudara satu sama lainnya. Linkage dalam unsur kampung merupakan

sebuah keterkaitan antara masing masing masyarakatnya. Hal ini

menjadi perbedaan antara hunian kampung dengan hunian lainnya.

Linkage yang dimaksud dalam perencanaan kampung vertikal ini

menerapkan pola sirkulasi yang dapat menyatukan seluruh lapisan

aktivitas masyarakat.

10. Collectivity ( kolektivitas )

Kolektivisas merupakan sebuah bentuk gotong royong yang

menghasilkan banyak nilai tambah dalam kehidupan bermasyarakat

sebuah bentuk kerja kolektif (sama) yang manusiawi. Kebebasan dan

persamaan hak merupakan asasnya.

11. Space experience ( pengalaman ruang )

Pada dasarnya suasana di kampung terkenal dengan keberagaman,

kebersamaan, dan juga keeratan masyarakatnya. Pengalaman ruang

yang hadir pada suasana kampung adalah ciri khas dari kampung itu

sendiri, dimana dalam setiap kampung terdapat banyak space” untuk

berbagi satu sama lainnya hal ini dapat dituangkan dengan Communal

Space. Suasana kampung terasa ketika keeratan masyarakat itu terjalin,

dimana ada interaksi sosial didalamnya.

Gambar 2.9. Hubungan Sirkulasi Kampung

Sumber: Jakarta Vertical Kampung

33

12. Human scale ( Skala Manusia )

Human Scale yang berarti Skala manusia merupakan salah satu

unsur dari Kampung Spirit Dimana dalam sebuah kampung terdapat

asas asas kemanusiaan. Dalam perencanaan kampung vertikal unsur

Human scale harus diterapkan agar sesuai dengan dengan asas

kampung yaitu kemanusiaan. Human Scale diimplementasikan dalam

disain berupa skala bangunan yang sesuai dengan skala manusia,

sehingga penghuni bangunan bisa merasakan kenyamanan ketika

berada dalam bangunan tersebut.

C. Fasilitas Kampung Vertikal

1. Fasilitas Kesehatan

Fasilitas kesehatan digunakan sebgai fasilitas penunjang

untuk pelayanan kesehatan hunian, fasilitas kesehatan yang tersedia

pada kampung vertikal seperti :

1. Puskesmas

Gambar 2.10. Suasana Kampung Manusiawi Kampung Pulo

Sumber: Sumber: https://medium.com/forumkampungkota/kampung-

susun-manusiawi-kampung-pulo-4eb363c74b31.html,

Gambar 2.11. Konsep Human Scale

Sumber: Jakarta Vertical Kampung

34

2. Posyandu

3. Klinik

2. Fasilitas Pendidikan

Fasilitas yang tersedia pada kawasan hunian kampung vertikal

berupa ruang untuk belajar masyarakat yang ada di kawasan

kampung. Fasilitas yang pendidikan yang tersedia pada kampung

vertikal adalah:

a. Ruang belajar PAUD, SD, SMP, dan SMA

b. Perpustakaan

c. Madarasah

3. Fasilitas Niaga

Untuk memenuhi kebutuhan sehari harinya fasilitas niaga

merupakan hal terpenting untuk masyarakat. Dimana fasilitas niaga

sangat menentukan hidup masyarakat kampung. Dalam kampung

vertikal fasilitas niaga yang diterapkan berdasarkan potensi pada

wilayah tersebut.

Fasilitas niaga yang ada pada kampung pada umumnya seperti :

c. Pasar

d. Warung

e. Tempat Kerja

f. Koprasi

3. Fasilitas Pelayanan Publik

Fasilitas pelayanan publik kampung pada umumnya adalah

berupa balai desa atau kelurahan. Fasilitas ini menyediakan berbagai

macam pelayanan publik mengenai administrasi untuk masyarakat

kampung.

4. Fasilitas ruang terbuka

Ruang terbuka merupakan sebuah space yang digunakan

untuk mewadahi aktivitas masyarakat dalam satu lingkunan dengan

ruang yang tanpa penutup. Ruang terbuka juga digunakan untuk

masyarakat saling berinteraksi satu sama lain. Fasilitas ruang

terbuka pada kampung seperti:

35

a. Taman dan kebun

b. Taman bermain

c. Lapangan olahraga

d. Embung

e. Sirkulasi

f. Tempat Parkir

g. Toilet umum.

5. Fasilitas kebudayaan

Kampung mempunyai sebuah ruang yang mendukung

sebuah aktivitas budaya pada kampung, dimana sebuah kampung

sering kali mengadakan sebuah kegiatan kumpul warga yang seudah

menjadi tradisi bagi kampung. Fasilitas kebudayaan pada kampung

biasanya merupakan balai pertemuan warga yang digunakan sebagai

ruang perkumpulan warga, dan melaksanakan sebuah kegiatan

lainnya.

6. Fasilitas Peribadatan

Fasilitas peribadatan yang tersedia pada kampung

merupakan sebuah fasilitas yang menyediakan ruang untuk

masyarakat melakukan ibadah. Fasilitas peribadatan pada kampung

pada umumnya seperti Masjid, Mushola, dan juga Gereja.

2.3 Studi Kasus Kampung Vertikal

2.3.1 Kampung Admiralty

A. Deskripsi Kampung Admiralty

Kampung Admiralty merupakan perkampungan modern bagi

para lansia. Kampung Admiralty berkonsepkan Kampung Vertikal,

dimana sebuah hunian vertikal menerapkan nilai “Kampung Spirit” yang

menjadikan ciri khas pada desain kampung Vertikal. Kampung admiralti

terletak diatas lahan seluas 0,9 ha, dan mempunyai ketinggian kurang

lebih 45 m.

Terbagi menjadi 3 bagian, pada bagian bawah akan terdiri dari

toko-toko eceran dan alun-alun, sebagai tempat berkumpulnya warga. Di

bagian tengah terdapat pusat jajanan dengan 50 kios masakan dan 900

36

tempat duduk, dan juga pusat medis dua lantai yang berisi 100 unit kamar

dengan 4 tempat tidur, klinik rawat jalan, operasi harian, rehabilitasi dan

layanan diagnostic. Layanan medis ini dapat diakses masyarakat setelah

mendapatkan arahan dari penyedia layanan kesehatan primer.

Bagian atas akan terdiri dua blok apartemen tipe studio yang terdiri atas

100 unit, sebagai implementasi konsep build to order HDB, dimana

terdapat fitur baru seperti sistem pengering pakaian dalam dan luar ruang

serta kompor induksi di tiap unit.

B. Konsep Kampung Admiralty

1. Konsep Zoning

Konsep zoning yang diterapkan dalam Kampung Admiralty

adalah konsep “Club Sandwitch” , dimana konsep ini merupakan ciri

khas dari perancang bangunan ini yaitu WOHA Architect. Dalam

konsep “Club Sandwich” menerapkan konsep berlapis antara fungsi

bangunan. Dengan menyususun antara fungsi bangunan dapat

meminialkan penggunaan space horizontal. Interaksi antara ruang

bawah dan ruang atas juga diterapkan dalam konsep ini, dimana

hubungan visual saling terkoneksi satu sama lain.

Gambar 2.12. Kampung Admiralty

Sumber: www.worldarchitecturenews.com

37

Zoning yang digunakan pada kampung admiralty, hampir sama

dengan bangunan Mixed use pada umumnya, dengan

menggabungkan beberapa fungsi dalam satu bangunan.

2. Re-Creating The Kampung Spirit.

Community plaza yang diletakan di lantai dasar dari Kampung

Admiralty difungsikan untuk menciptakan kesempatan bagi warga

dan kelompok masyarakat lokal untuk mengubah ruang ini menjadi

pusat kegiatan. Plaza ini juga didesain dengan berbagai macam tema

yang sesuai dengan aktivitas mereka, seperti aktivitas keseharian

dikampung. Selain untuk membangun “Kampung Spirit”

diterapkanlah sebuah zona yang berfungsi untuk bercocok tanam.

Penghuni kampung dapat bercocok tanam di zona yang sudah

disediakan yaitu Community Park. Disini terdapat fasilitas publik

seperti jogging track, play ground, dan juga kebun untuk becocok

tanam bagi penghuni kampung.

3. Green Feature a) Pneumatic waste conveyance system

Merupakan sistem pembuangan sampah rumah tangga yang

dikirim melalui pipa pembuangan yang ditujukan kedalam

penampungan, kemudian diangkut dengan mobil sampah.

b) Bioswales

Air hujan akan disaring melalui resapan pada rooftop , yang

kemudian dialirkan ke lantai bawah.

Gambar 2.13. Zoning Vertikal

Sumber: www.worldarchitecturenews.com

38

c) Solar panel

Pada bangunan ini terdapat penerapan solar panel yang berfungsi

sebagai cadangan energi bagi bangunan.

C. Fasilitas

1. Community Plaza and Shop

Ruang terbuka berupa plaza diterapkan pada bangunan ini

merupakan sebuah titik temu, yang berfungsi sebagai pusat

interaksi antara penghuni. Pada zona ini penghuni dapat

bersosialisasi dengan pennghuni lainnya sambil berbelanja di kios

yang tersedia pada area plaza.

2. Supermarket

Bangunan ini dilengkapi dengan fasilitas supermarket dengan luas

1000m2, dan teletak di area basement. Supermarket ini berfungsi

sebagai fasilitas pusat perbelanjaan pada bangunan untuk

memenuhi kebutuhan sehari hari penghuni.

Gambar 2.15. Supermarket

Sumber : www.worldarchitecturenews.com

Gambar 2.14. Community Plaza and shops Sumber:www.worldarchitecturenews.com

39

3. Admiralty Medical Center

Adlimarlty Mecical Center merupaka fasilitas kesehatan pada

bangunan Kampung Vertikal yang berfungsi sebagai tempat

konsultasi kesehatan penghuni. Medical center terletak di lantai

kedua bangunan dengan luas 8.500 m2.

4. Hawkers Center

Area ini merupakan area food court terdiri dari 50 kios makanan dan

900 kursi. Zona ini berfungsi sebagai tempat penghuni bangunan

untuk menikmati berbagai macam makanan.

5. Basement Car park and Bycicle Parking

Area basement berfungsi sebagai fasilitas penunjang yang berfungsi

sebagai tempat parkir kendaraan penghuni.

Gambar 2.16. Medical Center

Sumber : www.worldarchitecturenews.com

Gambar 2.17. Hawkers Center

Sumber : Woha Architect

40

6. Eldercare And Childcare Center

Merupakan fasilitas pendidikan yang berfungsi sebagai sarana

edukasi bagi penghuni bangunan. Fasilitas ini diperuntukan untuk

melatih penghuni lansia dan anak anak sebagai sarana bermain dan

pembelajaran.

7. Community Park

Community park merupakan area publik yang berfungsi sebagai

fasilitas taman pada bangunan. Pada area ini ditami berbagai jenis

tanaman seperti tanaman rambutan dan kaffir lime. Community park juga

digunakan sebagai sarana bermain dan bersantai bagi para penghuni

untuk menikmati udara segar.

Gambar 2.18. Parkir Basement

Sumber : www.worldarchitecturenews.com

Gambar 2.19. Elderclare and Childcare

Sumber : www.worldarchitecturenews.com

41

2.3.2 Konsep Desain Kampung Vertikal Stren Surabaya (Yusing)

A. Deskripsi Kampung Vertikal Stren Surabaya

Hasil redesain Yu Sing kampung vertikal yang berada di Stren

Kali Surabaya, adalah hasil desain kerjasama seorang arsitek dengan

warga Stren Kali Surabaya, dimana warga sekitar juga ikut serta dalam

menungkan ide dan kreativitas dalam perancangan, mulai dari ide

hunian, lanskap, serta fasilitas penunjangnya. Awal mula kampung

yang sebelumnya adalah kampung hoirizontal yang akan dijadikan

vertikal tentunya pola kehidupan warga sekitar sedikit banyak pasti

akan mengalami perbedaan, seperti hubungan atau interaksi sosial

warga setitar, jalur akses, terutama jalur akses yang diperuntukkan

untuk lansia dan penyandang cacat, dan tentunya masih banyak lagi.

Oleh karena itu butuh pertimbangan antara si arsitek dengan warga

sekitar untuk berkolaborasi memikirkan ide perancangan untuk

menjadikan kampung yang bisa sesuai dengan punggunanya kelak.

Selain menjadikan kampung secara vertikal, Yu Sing juga

mempertimbangkan kebersihan, kesehatan, hemat (material dan

energi), lokalitas, dan menjadikan kampung tersebut menjadi kampung

wisata.

Gambar 2.20. Community Park Sumber : www.worldarchitecturenews.com

42

A. Konsep

A. Konsep Transformasi Kampung Stren Menjadi Kampung Vertikal

Konsep transformasi kampung masih mempertahankan suasana

kampung yang dinamis. Dimana masih mmpertahankan sebuah ciri

khas dari kampung. Karakteristik kampung dikonsepkan sebagai

strategi kontekstual terhadap kebiasaan hidup, perilaku, intensitas

perawatan yang jarang, sehingga kampung vertikal menjadi lebih

ekonomis. Konsep kampung vertikal dirancang dengan fleksible,

dimana melinatkan masyarakat dalam mendesain, sehingga hunian

kampung bisa sesuai dengan penghuninya yaitu masyarakat kampung.

Dan juga menjadikan sebuah ruang negatif menjadi ruang positif

yang bisa digunakan untuk aktivitas masyarakat.

B. Konsep Bangunan

1. Bangunan yang direncanakan mempunyai tinggi maksimal 4 lantai.

Struktur 2 lantai paling atas menggunakan struktur ringan/lentur

(kayu/bambu) dan struktur 2 lantai paling bawah menggunakan

struktur beton yang lebih kokoh, sehingga biaya struktur relatif lebih

murah. Struktur atap menggunakan kayu bekas atau bambu.

2. Tahap pembangunan dimulai dari pembangunan struktur rangka,

pemilik masing-masing hunian mengisi dinding dan lain-lain sesuai

kebutuhan dan selera masing-masing.

Gambar 2.21. Kampung Vertikal Stren di Surabaya

(Sumber : http://rumah-yusing.blogspot.com/2011/01/keberagaman-

kampung-vertikal.html)

43

3. Penggunaan kembali material bekas rumah warga (dengan sistem

mosaik, penggabungan beberapa jenis material yang berbeda).

4. Hunian warga akan terdiri dari beberapa blok kampung vertikal yang

saling terpisah sebagai antisipasi kebakaran dan kebutuhan ruang

terbuka.

5. Pagar balkon / railing sebagai tempat jemuran.

6. Pemanfaatan atap maupun dinding sebagai tempat menanam aneka

jenis pepohonan: sayuran, tanaman obat, rempah-rempah dan tanaman

rambat.

7. Bentuk bangunan dikembangkan dari bentuk-bentuk geometri rumah

warga di masing-masing kampung, yang beragam dan dinamis.

8. Warna-warni seperti rumah warga eksisting merupakan pembentuk

suasana menyenangkan.

9. Pencahayaan alami dan ventilasi silang pada semua ruangan hunian.

C. Pengguna

Pengguna kampung vertikal ini adalah masyarakat kampung

serta tamu yang akan menginap, sehingga ada fungsi tambahan yaitu

penginapan.

Gambar 2.22. Konsep Kampung Vertikal Yusing

(Sumber : http://rumah-yusing.blogspot.com/2011/01/keberagaman-kampung-

vertikal.html)

44

D. Fasilitas

Fasilitas yang diberikan pada rancangan ini adalah fasilitas ruang

sosial yang berada di titik-titik tiap lantai serta ruang terbuka pada

lantai dasar. Sehingga ruang-ruang olahraga juga berada di lantai

dasar. Kampung vertikal ini juga dirancang dengan tinggi maksimal

4 lantai dengan lantai dasarnya sebagai ruang terbuka dan parkir

E. Konsep Ruang Kampung

Rancangan kampung vertikal ini menekankan transformasi

dari kampung tanpa menghilangkan karakter lokal dan bentuk,

warna, material, luas, garis langit, potensi ekonomi, serta

kreativitas warga. Hal ini tercermin dari bentuk dan

pengelompokan ruang secara vertikal.

Gambar 2.23. Fasilitas Publik Kampung Vertikal

(Sumber : http://rumah-yusing.blogspot.com/2011/01/keberagaman-kampung-

vertikal.html)

Gambar 2.24. Hubungan Ruang Vertikal

(Sumber : http://rumah-yusing.blogspot.com/2011/01/keberagaman-kampung-

vertikal.html)

45

2.3.3 Konsep Desain Kampung Vertikal Invert Pyramid (Budi Pradono)

A. Deskripsi Kampung Vertikal Invert Pyramid

Kampung Vertikal berusaha untuk mempertahankan budaya dan

gaya hidup sudah ditemukan di Kampung tradisional, memungkinkan

bagi individu dan keluarga untuk membangun kembali dan merenovasi

rumah mereka sendiri dengan tipologi yang berbeda dari pintu, jendela

dan partisi, yang merupakan kunci untuk semangat pemukiman. Namun,

kampung vertikal adalah tempat tinggal yang jauh lebih berkelanjutan

daripada desa horisontal tradisional sebagai struktur dapat menghasilkan

energi untuk tempa tinggal, yang biasanya absen dari rumah.(Budi

Pradono,2013)

Kampung Vertikal yang menjadi contoh preseden yaitu sayembara

kampung vertikal yang diselenggarakan oleh Erasmus Huis dalam acara

―Jakarta Vertical Kampung pada 25 Juni sampai 14 Agustus 2013.

Kampung Vertikal ini ditujukan bagi warga masyarakat.

Oleh karena itu arsitektur kampung vertikal harus menunjukkan

kearifan lokal dan karakter kampung. Oleh karena itu memungkinkan

bagi individu dan keluarga untuk membangun kembali serta merenovasi

rumah mereka sendiri dengan tipologi yang berbeda dari pintu, jendela

dan partisi, yang merupakan kunci untuk membangun semangat

pemukiman.

Gambar 2.25. Kosep Invert Pyramid Budi Pradono

(Sumber : http://cobagonzo.blogspot.co.id/2013/07/inverted-pyramid-

verticalkampung.Html

46

B. Pengguna

Pengguna kampung vertikal ini adalah keluarga dengan pendapatan

menengah kebawah.

C. Fasilitas

Fasilitas yang sangat dibutuhkan kampung vertikal ini adalah ruang

berkumpul dan area untuk berolahraga. Sehingga desain ini memberikan

terobosan serta wadah bagi warga yang akan ber olahraga yaitu lapangan

serta sirkulasi yang memiliki perluasaan untuk tempat berinteraksi seperti

yang dilakukan oleh warga kampung horizontal.

Untuk sirkulasi dibutuhkan ruang yang lebar. Hal ini dimaksudkan

agar perilaku anak-anak tetap dapat berlangsung. Perilaku yang dimaksud

adalah sirkulasi yang dapat dijadikan wadah bermain serta jalan bagi

mereka saat melakukan sepedaan keliling kampung.

Gambar 2.26. Area Berkumpul Warga

Sumber : http://cobagonzo.blogspot.co.id/2013/07/inverted-pyramid-

verticalkampung.Html

Gambar 2.27. Ruang Komunal dan Usaha

Sumber : http://cobagonzo.blogspot.co.id/2013/07/inverted-pyramid-

verticalkampung.Html

47

D. Konsep Organisasi Ruang

Dalam rancangan ini kegiatan hunian secara horizontal dapat

dilakukan dalam bentuk kebiasaannya bukan dalam segi fisiknya.

Kebiasaan yang dilakukan akan selalu sama sedangkan bentuk fisik

bangunan akan selalu berkembang mengikuti perkembangan zaman.

Kaitan dengan berhuni, yang akan dilakukan oleh masyarakat

adalah berjualan didekat hunian dan ruas ruas ruang komunal yang berada

di sekitar komplek bangunan.

Gambar 2.28. Organisasi ruang

Sumber : http://cobagonzo.blogspot.co.id/2013/07/inverted-pyramid-

verticalkampung.Html

Gambar 2.29. Sirkulasi Vertikal

Sumber : http://cobagonzo.blogspot.co.id/2013/07/inverted-

pyramid-verticalkampung.Html

48

Dari segi akses parkir secara vertikal juga akan mempertahankan

cara masyarakat melakukan parkir, yaitu parkir di dekat hunian mereka.

Sehingga dalam rancangan ini parkir akan diberikan beberapa level agar

dapat mencapai kebiasaan yang dilakukan masyarakat.

2.3.4 Karakter yang Diadaptasi

Dari pengamatan studi kampung vertikal diatas terdapat karakter-

karakter yang dapat dijadikan dasar untuk membuat desain vertikal

kampung di Muara Angke.

A. Pelaku

Kampung merupakan hunian bagi warga yang memiliki kesetaraan

yang memiliki penghasilan dibawah rata-rata, sehingga Kampung

Vertikal ditargetkan untuk pelayanan kebutuhan hunian dari

masyarakat berpenghasilan menengah kebawah yang tinggal

dikawasan perkampungan Muara Angke.

B. Kegiatan

Pada kasus kampung vertikal jenis kegiatan yang berlangsung

adalah:

� Kegiatan bermukim masyarakat.

� Kegiatan bersosialisasi dan berinteraksi masyarakat.

� Kegiatan Perekonimian masyarakat.

� Kegiatan parkir.

� Kegiatan pengelola.

Gambar 2.30. Arus parkir

Sumber : http://cobagonzo.blogspot.co.id/2013/07/inverted-

pyramid-verticalkampung.Html

49

C. Konsep Ruang

Dari studi kasus, hal yang bisa diambil dalam penerapan desai

kampung vertikal adalah dari konsep ruangnya. Dimana konsep

ruang pada kampung vertikal selalu memiliki konsep bersama.

Ruang pada kampung vertikal juga menciptakan sebuah interaksi

sosial.

D. Fasilitas

Dari segi fasilitasnya, karakter yang bisa diambil dari studi kasus

adalah fasilitas kampung vertikal. Dimana fasilitas kampung

vertikal menerapkan konsep berbagi. Dengan menerapkan sebuah

fasilitas untuk melakukan sebuah kegiatan sosial, kegiatan ekonomi,

dan juga kegiatan rekreasi yang ditujukan untuk kepentingan

bersama masyarakat kampung.

2.4 Studi Banding Bangunan Sejenis

2.4.1 Rumah susun Tzu Chi Muara Angke

A. Deskripsi Rumah Susun Tzu Chi Muara angke

Alamat : Jl. Phpi Muara Angke, Penjaringan, Jakarta Utara.

Jumlah gedung : 30 Blok (5 lantai)

Jumlah kamar : 4 kamar/lantai

Total kamar : 600 kamar Luas lahan : 5,1 hektarare

Gambar 2.31. Peta lokasi Rusun Tzu Chi

(Sumber : Dokumen penulis )

50

Detail kamar

Dimensi : 8 x 10 m2

Ruang :

� 2 Kamar tidur

� 1 Kamar mandi

� 1 Dapur

� 1 Ruang keluarga

Fasilitas :

� Sekolah Cinta Kasih Tzu Chi

� Rumah Sakit Khusus Bedah ( RSKB)

� Sarana olah raga, Sarana untuk berdagang, dan sarana balai

perkumpulan.

� Tempat bermain.

� tempat parkir

A. Fasilitas Publik

Lahan parkir untuk penghuni ditempatkan di depan masing masing blok

rusun, hal ini ditujukan untuk memudahkan para penghuni rusun untuk

menjaga masing masing kendaraannya.

Gambar 2.32. Area Parkir Rusun

(Sumber : Dokumentasi Penulis )

51

Didepan tempat parkir juga terdapat taman untuk bersantai warga,

sehingga bisa melakukan interaksi sosial dengan tetangganya.

Fasilitas bermain anak ditambahkan sebagai fasilitas umum yang

bisa digunakan oleh masyarakat Rumah susun Tzu chi. Fasilitas ini

memberikan ruang untuk anak anak bermain dan berkembang.

Pada bagian pintu masuk terlihat sebuah bangunan balai

pertemuan. Bangunan ini berfungsi sebagai fasilitas publik yang

digunakan sebagai wadah berkumpulnya masyaraka Rusun untuk

mengadakan agenda kegiatan dalam lingkungan rumah susun.

Gambar 2.34. Fasilitas Umum Rusun (Sumber : Dokumentasi Penulis)

Gambar 2.33. Area taman Rusun

(Sumber : Dokumentasi Penulis )

52

B. Transportasi Vertikal

Transportasi vertikal pada bangunan ini, hanya menggunakan

tangga. Sistim koridor antara hunan pada bangunan ini

menggunakan sistem koridor vertikal dimana hanya ada tangga

sebagai akses ke masing masing hunian.

Gambar 2.36. Transportasi Vertikal Rusun

(Sumber : Dokumentasi Penulis)

Gambar 2.35. Balai Pertemuan Rusun

(Sumber : Dokumentasi BPA )

53

C. Sirkulasi Rumah Susun

Pada sirkulasi hunian di muara angke menggunakan sistem sirkulasi

vertikal. Dimana akses menuju tiap hunian hanya menggunakan tangga.

Gambar 2.37. Sirkulasi Hunian

(Sumber : Data Penulis )

Gambar 2.38. Sirkulasi Zoning Rusun

(Sumber : Data Penulis )

54

2.4.2 . Rumah Susun Cipinang, Jakarta Timur

Lokasi : Cipinang Jakarta Timur

Tahun Berdiri : 2001

Pemilik : Dinas Perumahan DKI Jakarta

Jumlah Unit :Terdapat 3 (tiga) blok hunian yang berjumlah

keseluruhan unitnya adalah 230

Rumah susun ini merupakan rumah susun yang penggunanya

dikhususkan bagi para guru yang bekerja di wilayah DKI Jakarta.

Adapun hal yang melatar belakangi dibangunnya rumah susun ini adalah

adanya keinginan pemerintah kota DKI Jakarta untuk meningkatkan

kualitas dan kesejahteraan hidup para guru yang bekerja di Jakarta. Oleh

karena itu, rumah susun ini disubsidikan pemerintah, sehingga harga

sewanya dinilai cukup rendah bagi para guru.

A. Kondisi Lahan dan Lingkungan

Adapun kondisi lahan dan lingkungan dari rusun ini adalah sebagai

berikut :

• Berada di daerah hunian Cipinang

• Berada di Jalan sekunder yang relative tenang

• Ada angkutan umum yang melewati rumah susun ini

• Lokasi dekat dengan fasilitas pendidikan seperti SD, SMP, dan

juga SMA

B. Sarana dan Prasarana

Rumah susun ini menyediakan fasilitas-fasilitas sebagai berikut:

• Lapangan parkir

• Penggunaan air bersih yang digunakan adalah air PAM

• Listrik PLN dan tiap rumah terdapat meteran listrik yang terletak

di ruang panel bersama di lantai dasar

• Terdapat ruang Genset

• Utilitas umum kota

• Mesjid

• Aula bersama

• Perpustakaan

55

• Lapangan bulu tangkis

• Pos keamanan

• Fasilitas komersial yang terletak di lantai dasar

• Selasar yang digunakan sebagai ruang berkumpul

• Mess petugas

C. Unit Hunian

Tipe hunian pada rusun ini adalah satu tipe yaitu tipe 30. Rumah

susun ini terdiri dari tiga blok, yaitu blok A, blok B, dan blok C.

Jika dilihat secara fisik, rumah susun ini termasuk rumah susun

layak huni karena terawat dengan baik dan juga bersih tetapi masih

terdapat beberapa titik yang terlihat kusam seperti pada area pipa

dimana terdapat pipa yang bocor.

Gambar 2.39. Void Rumah Susun (Sumber : Dokumentasi Penulis )

Gambar 2.40. Fasilitas Umum Masjid (Sumber : Dokumentasi Penulis )

56

Gambar 2.41 Area Park

(Sumber : Dokumentasi Penulis )

Gambar 2.42. Lapangan olahraga (Sumber : Dokumentasi Penulis )

Gambar 2.43. R.Panel Bersama

(Sumber : Dokumentasi Penulis )

57

2.5 Tinjauan Arsitektur Ekologis

2.5.1 Pengertian Arsitektektur Ekologi Menurut Heinz Frick

Heinz Frick (1998) berpendapat bahwa, eko-arsitektur atau

arsitektur ekologis tidak menentukan apa yang seharusnya terjadi

dalam arsitektur, karena tidak ada sifat khas yang mengikat sebagai

standar atau ukuran baku. Namun mencakup keselarasan antara

manusia dan alam. Arsitektur Ekologis mengandung juga dimensi

waktu, alam, sosio-kultural, ruang dan teknik bangunan. Oleh karena

itu eko arsitektur adalah istilah holistik yang sangat luas dan

mengandung semua bidang. Heinz Frick memiliki beberapa prinsip

bangunan ekologis yang antara lain seperti :

1. Penyesuaian terhadap lingkungan alam setempat,

2. Menghemat sumber energi alam yang tidak dapat diperbaharui

dan menghemat penggunaan energi,

3. Memelihara sumber lingkungan (udara, tanah, air), Memelihara

dan memperbaiki peredaraan alam,

4. Mengurangi ketergantungan kepada sistem pusat energi (listrik,

air) dan limbah (air limbah dan sampah),

5. Kemungkinan penghuni menghasilkan sendiri kebutuhannya

seharihari.

6. Memanfaatkan sumber daya alam sekitar kawasan perencanaan

untuk sistem bangunan, baik yang berkaitan dengan material

bangunan maupun untuk utilitas bangunan (sumber energi,

penyediaan air).

2.5.2 Dasar-dasar Arsitektur Ekologis

Menurut Heinz Frick dalam eko-arsitektur terdapat dasar-dasar

pemikiran yang perlu diketahui, antara lain :

1. Holistik

Dasar eko-arsitektur yang berhubungan dengan sistem

keseluruhan, sebagai satu kesatuan yang lebih penting dari pada

sekedar kumpulan bagian.

58

2. Memanfaatkan pengalaman manusia

Hal ini merupakan tradisi dalam membangun dan merupakan

pengalaman lingkungan alam terhadap manusia.

3. Pembangunan sebagai proses dan bukan sebagai kenyataan tertentu

yang statis.

4. Kerja sama antara manusia dengan alam sekitarnya demi

keselamatan kedua belah pihak.

Dengan mengetahui dasar-dasar eko-arsitektur di atas jelas sekali

bahwa dalam perencanaan maupun pelaksanaan. Perencanaan eko-

arsitektur merupakan proses dengan titik permulaan lebih awal. Dan jika

kita merancang tanpa ada perhatian terhadap ekologi maka sama halnya

dengan bunuh diri mengingat besarnya dampak yang terjadi akibat adanya

klimaks secara ekologi itu sendiri. Adapun pola perencanaan eko-

arsitektur yang berorientasi pada alam secara holistik adalah sebagai

berikut :

a. Penyesuaian pada lingkungan alam setempat.

b. Menghemat energi alam yang tidak dapat diperbaharui dan mengirit

penggunaan energi.

Gambar 2.44. Diagram Arsitektur Ekologis

Sumber: Heinz Frick

59

c. Memelihara sumber lingkungan (air, tanah, udara).

d. Memelihara dan memperbaiki peredaran alam dengan penggunaan

material yang masih dapat digunakan di masa depan.

e. Mengurangi ketergantungan pada pusat sistem energi (listrik, air)

dan limbah (air limbah, sampah).

f. Menggunakan teknologi sederhana (intermediate technology),

teknologi alternatif atau teknologi lunak

2.5.3 Kriteria –Kriteria Bangunana Sehat dan Ekologis

Berikut ini adalah kriteria banguanan sehat dan ekologis berdasarkan

buku arsitektur ekologis menurut Heinz Frick, antara lain :

a. Menciptakan kawasan hijau diantara kawasan bangunan

Tujuan dari diciptakannya kawasan hijau adalah sebagai salah

satu upaya untuk mencegah global warming.

b. Memilih tapak bangunana yang sesuai

Tapak yang digunakan sesuai dengan proyek yang dihasilkan,

tetapi tetap dengan melihat kesinambungan antara lingkungan dan

gedung.

c. Menggunakan bahan bangunan buatan lokal

Saat ini mulai banyak perkembangan bahan bangunan,

munculnya pekembangan bahan bangunan dikarenakan adanya

kesadaran masyarakat terhadap ekologi lingkungan dan fisika

bangunan.

d. Menggunakan ventilasi alam dalam bangunan

Ventilasi berfungsi untuk pertukaran udara . uahl yang

berkaiatan dengan arsitektur ekologis tentunya yang berkaiatan

dengan unsur alam salah satunya yaitu penggunaan ventilasi dari

alam.

e. Memilih lapisan permukaan dinding dan langit-langit ruang

yang mampu mengalirkan uap air.

Permukaan dinding dan lapisan langit – langit ruang termasuk

dalam upaya penghijauan rumah. Upaya untuk penghijauan

60

dilakukan untuk mengatur tata air, suhu, pencemaran udara dan juga

unntuk perlindungan terhadap lingkungan sekitar.

f. Menjamin bahwa bangunan tidak menimbulkan permasalahn

lingkungan.

Bangunan yang baik adalah bangunan yang tidak merugikan

lingkunagan. memang saat banguanan tersebut dibangun sudah

mengurangi komunitas hewan yang sebelumnya ada dilahan

tersebut.

g. Menggunakan energi yang terbarukan

Energi terbarukan merupakan energi yang dapat dihasilkan

sendiri.Energi terbarukan seperti energi surya, energi air, dan energi

angin.

h. Menciptakan bangunan yang universal

Banguan yang baik merupakan bangunan yang dapat digunakan

disegala usia baik anak-anak mauapun orang tua, selain itu

digunakan juga bagi orang yang cacat tubuh, orang sakit, maupun

orang dewasa yang sehat.

Gambar 2.45. Konsep Bangunan Arsitektur Ekologis

Sumber: Heinz Frick

61

2.5.4 Bangunan dengan Konsep Arsitektur Ekologis

A. Green School Bali

Pada dasarnya desain ekologis adalah segala bentuk desain yang

meminimalisasi dampak destruktif terhadap lingkungan dengan

mengintegrasikan diri dengan proses terkait makhluk hidup. Desain

ekologis membantu menghubungkan keterkaitan antara arsitektur hijau,

pertanian berkelanjutan, teknik ekologis, restorasi ekologis, dan bidang

lainnya.“Secara umum, selain sebagai inovasi dalam arsitektur, Green

School Bali ini juga merupakan bangunan yang mengadopsi bentuk dan

material kebudayaan lokal Bali sebagai inspirasi desain

arsitekturalnya”. Dalam konsep Ekologis yang ada Green School Bali

ini dapat di katakan telahmenerapkan Desain Ekologis karena Green

School Bali ini menggunakan konsep arsitektur ekologis yang mana

dari proses pembuatannya yang meliputi material, kualitas konstruksi,

pemanfaatan energy, typologi, teknik, limbahdll, sampai pada sistem

yang berlangsung di dalam nya berlandaskan sebuah tujuan yakni

mengurangi dampak destruktif terhadap lingkungan demi keberadaan

dan keutuhan lingkungan di masa depan.

Greenschool ini merupakan sekolah yang di desain/di rancang

berdasarkan desain ekologis yang berlandaskan pengetahuan ekologi,

demi tercapainya suatutujuan yakni menyelamatkan bumi ke depannya.

Gambar 2.46. Green School Bali

Sumber: http://www.greencampbali.com/green-school/

62

Material yang digunakan pada bangunan ini menggunakan

material lokal yaitu bamboo. Dengan material yang ramah lingkungan

juga bangunan ini memberikan dampak positif bagi lingkungannya.

Bangunan ini juga terlihat tampak menyatu dengan lingkungan

sekitarnyaa.

Dalam ruang dalamnya bangunan ini menerapkan sistem open space,

dimana caha bisa dapat leluasa masuk ke dalam bangunan.

Gambar 2.47. Green School Bali

Sumber: http://www.greencampbali.com/green-school/

Gambar 2.48. Interior Green School Bali

Sumber: http://www.greencampbali.com/green-school/

63

B. Rempah Rumah Karya

Bangunan rempah rumah karya merupakan bangunan yang

berfungsi sebagai gudang penyimpanan hasil sisa produlsi kayu yang

dijadikan sebagai tempat workshop. Rempah Rumah Karya didasari

pada kemauan untuk menyatukan, mengumpulkan, menginovasi

kembali seluruh kekayaan intelektual Indonesia.

Struktur Rempah Rumah Karya unik karena seluruh bahan

bangunan tersebut berasal dari sisa produksi furnitur dan material daur

ulang lain.Dalam desainnya, pemilik sekaligus arsitek Rempah Rumah

Karya, Paulus Mintarga, memadukan kayu, besi, rotan hingga paralon

bekas dengan berbagai tanaman rambat. Rempah Rumah Karya juga

sering berfungsi sebagai ruang pamer kegiatan-kegiatan kesenian di

kota Solo.

Gambar 2.50. Material Bangunan

Sumber: http://majalahasri.com/rumah-karya-bagi-anak-

Gambar 2.49. Bangunan Rempah Rumah Karya

Sumber: http://majalahasri.com/rumah-karya-bagi-anak-

64

Bentuk atap kurva sudah menjadi pilihan karena potongan rangka

besi yang pendek-pendek, tetapi bentuk kurva seperti apa yang paling

optimal membutuhkan eksperimen dan perhitungan dari beragam

alternatif desain. Form follow structure, bentuk bangunan yang

kemudian dinamai ‘Rempah Rumah karya’ ini memang mengikuti

bentuk struktur yang ada. Atap bangunannya juga berbentuk kurva

yang paling optimal memanfaatkan material yang tersedia. “Bentuk ini

berhasil menggunakan material rangka yang tersedia tanpa kekurangan

dan tanpa sisa.

Dari tata ruang dalammnya, bangunan mempunyai kualitas pencagaaan

yang baik dengan dicirikan setiap ruangan tersinari oleh cahaya.

Gambar 2.51. Bentuk Atap Bangunan

Sumber: http://majalahasri.com/rumah-karya-bagi-anak-bangsa/

Gambar 2.52. Interior Bangunan

Sumber: http://majalahasri.com/rumah-karya-bagi-anak-bangsa/

65

Pada ruang luar terapat vertikal garden yang ditanak di atas atap taman,

yang berfungsi sebagai pereduksi, dan juga sebagai penghasil oksigen

pada bangunan.

Secara garis besar bangunan bangunan ini tergolong bangunan yang

memiliki nilai ekologis.

Konsep arsitektur ekologis yang ada pada bangunan

a. Material bangunan berasal dari material bekas yang didaur ulang,

sehingga mengurangi produksi limbah.

b. Dapat memanfaatkan sumbern daya yang ada, sebagai elemen

banguan.

c. Menggunakan material yang ramah lingkungan.

d. Mengoptimalkan penggunaan material dalam desain.

e. Bangunan hemat energy, dikarenakan menggunakan pencahayaan

alami dan juga penghawaan alami.

f. Mempunyai konsep open plan, dengan sedikit menggunakan sekat

pada bangunan sehingga bangunan terasa luas dan juga mempunyai

sirkulasi udara yang tidak terhambat.

Gambar 2.53. Area Taman

Sumber: http://majalahasri.com/rumah-karya-bagi-anak-bangsa/

174

BAB V

KONSEP PERENCANAAN DAN

PERANCANGAN ARSITEKTUR

5.1 Konsep Dasar Perencanaan dan Perancangan

Kampung Vertikal dirancang untuk mewadahi kebutuhan hunian

masyarakat menengah bawah di kawasan Muara Angke. Muara Angke

merukapan sebuah kawasan dengan aktivitas utama kegiatan perikanan.

Sehingga perlunya tempat khusus dalam sebuah kawasan hunian yang dapat

mewadahi kegiatan tersebut. Konsep perancangan menerapkan sebuah konsep

yang mengacu kepada nilai ekologis dan nilai kampung. Diamana menciptakan

sebua zonasi yang memberikan dampak positif bagi lingkungannya maupun

penghuninya. Konsep dasar pada kampung vertikal ini meliputi beberapa dua

indikator yang terkandung dalam perancangan ini seperti.

No Indikator Penerapan

1 Konsep

Ekologis

- Menerapkan sebuah desain ekologis yang ramah

lingkungan, menyatu dengan lingkungan sekitar, dan

juga membawa dampak positif bagi lingkungan, guna

memperbaiki penurunan kualitas lingkungan yang ada

di Muara Angke.

- Menerapkan sebuah konsep hunian yang sesuai

dengan karakteristik masyarakat kampung yang

mempunyai identitas sebagai kampung nelayan.

2 Konsep

Kampung

- Konsep asas-asas permukiman kampung dengan

menerapkan gaya bermukim di kampung yang

diimplementasikan dalam sirkulasit tapak.

Tabel 5.1 Indikator Penerpan Konsep Dasar

Sumer : Analisis Penulis, 2017

Gambar 5.1 Diagram Konsep Dasar Sumber: Analisis penulis 2017

175

5.2 Konsep Program Ruang Kampung Vertikal

5.2.1 Besaran Ruang

A. Hunian

B. R. Pengelola

No Nama Ruang Kapasitas/

Kebutuhan Luas (m2)

R. Pengelola

� R. Kepala Unit 1org 20

� R. Wakil Kepala Unit 1org 20

� R.Koordinasi Gedung 6org 25

� R.Sub Keuangan 5org 22,5

� R. Satuan Pelayanan 5org 22,5

� R.Sarana &Prasarana 5org 22,5

� R. Tata Usaha 5org 22,5

� R. Penerima 2org 4

� R.Rapat 25org 50

� R. Tunggu 10org 10

� K.Mandi 6org 18,9

� R.Arsip 1org 50

287

Sirkulasi 40 % 115

Jumlah Total 403

No Jenis Hunian Kapasitas Jumlah Unit Total Luas Besaran Ruang

Hunian

Tipe S (25 m2) 1-3 org 250 6250 Tipe M (40m2) 3-5 org 700 28000 Tipe L (47 m2) 4-6 org 420 19740 Jumlah Total 53990 Sirkulasi 30 % 16197 Jumlah Total 70187

Tabel 5.2 Besaran Ruang Hunian

Sumer : Analisis Penulis, 2017

Tabel 5.3 Besaran Ruang Pengelola

Sumer : Analisis Penulis, 2017

176

C. Fasilitas Penunjang

No Nama Ruang Kapasitas/ Kebutuhan Luas (m2)

Fasilitas Kesehatan Balai Kesehatan 200 org

Fasilitas Pendidikan Perpustakaan 80 orng 300 Taman Kanak Kanak 50 orng 60 Jumlah Total 360 Fasilitas Kegiatan

Masyarakat

Koperasi � R. Kepala

Koperasi 1 orgg 20

� R. Pegawai 5 org 22,5 � R. Tunggu 15 org 18 R. Pelatihan Masyarakat 200 org 200 R. Daur ulang sampah 50 org 200 Jumlah Total 460 Fasilitas Peribadatan Masjid 1000 orng 1000 Mushola 20 orng / unit 80 Fasilitas Perdagangan Pertokoan 200 unit 1800 Kantin / foodcourd 500 orng 900 Jumlah Total Fasilitas Sarana

Kebudayaan dan Rekreasi

Balai Pertemuan Pusat 300 orng 540 R. Istirahat /gazebo 10 orng / unit 600 Taman pusat 5000 orng 2500 Taman Antara warga 250 org 250 Pos Jaga Kawasan 12 unit 30 Ruang Berkumpul Warga 20 orng / unit 250 Lapangan Bulu Tangkis 6 unit 504

Tabel 5.4 Besaran Ruang Fasilitas Penunjang

177

Lapangan Voli 1 unit 162 Jumlah Total 4980 Fasilitas Kegiatan Nelayan Pengolahan Hasil laut 1 unit 125 Penyimpanan Hasil laut 20 unit 500 Ruang Penyimpanan Es 1unit 30 R.Pengasinan 1unit 90 Area Menjemur Ikan 1 unit 350 Bengkel Kapal 1 unit 20 R. Fermentasi Limbah Ikan 1unit 20 Penampungan Limbah 2unit 40 R.Istirahat nelayan 200 180 1365 Jumlah Total Jumlah Total Keseluruhan 10061 Sirkulasi x 40 % 4024 Jumlah Total 14085.4

D. Besaran Ruang Service

Nama Ruangan Kapasitas/ Jumlah Unit Luas (m2) R.Service STP 12 unit 120 R.Genset 12 unit 240 R. Panel 12 unit 180 Water Tank 12 unit 120 R. Pompa 12 unit 180 R. Penampungan Sampah 10 50 770 Sirkulasi 30 % 231 Jumlah Total 1001

E. Besaran Ruang Parkir

Parkir

Nama Ruangan Kapasitas/Kebutuhan Luas m2

Parkir Penghuni

Parkir Motor 6000unit 9600

Parkir Mobil 30 unit 375

Sumer : Analisis Penulis, 2017

Tabel 5.5 Besaran ruang service

Sumber: Analisis penulis 2017

Tabel 5.6 Besaran Ruang Parkir

178

Parkir Pengelola

Parkir Motor 40unit 80

Parkir Mobil 30unit 375

Parkir Pengunjung

Parkir Motor 500 unit 1000

Parkir Mobil 20unit 250

10780

sirkulasi 50 % 5390

Jumlah Total 16170

F. Rekapitulasi Besaran Ruang

5.2.2 Konsep Sirkulasi Ruang

A. Sirkulasi Hunian

Parkir Kapal Kapasitas/ Kebutuhan Luas m2 Nama Ruang 150 unit 4875 Parkir Kapal Nelayan

No Nama Ruang Luas ruang 1 Hunian 70187

2 Pengelola 403

3 Penunjang 14805

4 Service 1001

5 Parkir 16170

6 Parkir Laut 4875

Jumlah Kebutuhan Ruang 105266

Sumer : Analisis Penulis, 2017

Tabel 5.7 Rekapitulasi Besaran Ruang

Sumer : Analisis Penulis, 2017

Gambar 5.2 Sirkulasi hunian Sumber: Analisis penulis 2017

179

B. Sirkulasi Penghuni

C. Sirkulasi Pengelola

Gambar 5.3 Sirkulasi Penghuni Sumber: Analisis penulis 2017

Gambar 5.4 Sirkulasi Pengelola Sumber: Analisis penulis 2017

180

D. Sirkulasi Pengunjung

E. Sirkulasi Service

Gambar 5.5 Sirkulasi Pengunjung Sumber: Analisis penulis 2017

Gambar 5.6 Sirkulasi Service Sumber: Analisis penulis 2017

181

5.2.3 Organisasi Ruang

5.2.4 Hubungan Ruang

Gambar 5.7 Organisasi Ruang Sumber: Analisis penulis 2017

Gambar 5.8 Hunungan Ruang Sumber: Analisa penulis 2017

182

5.3 Konsep Kontekstual

5.3.1 Lokasi Perancangan

Perencanaan kampung vertikal di Muara Angke, Kel.Pluit,

Kec.Penjaringan, Jakarta Utara, tertuju pada permukiman yang mempunyai

tingkat kekumuhan yang tinggi yaitu pada kampung neyalan di Muara

Angke, yang terdiri dari blok Eceng dan Blok Empang. Namun untuk

membangun kampung vertikal diperlukannya sebuah lokasi yang

memmpunyai tata guna lahan senbagai zona permukiman. Sehingga tidak

bisa dibangun di lahan eksisting yang peruntukan lahannya digunakan

sebagai peruntukan perdagangan dan jasa.

Pemilihan lokasi alternatif perencanaan untuk membangun

kampung vertikal tertuju terhadap RW 01 dimana pada RW 01 terdapat

pengolahan ikan tradisional yang tidak sesuai dengan zona peruntukan

lahan. Hal ini diperlukannya pemindahan zona ke area perdagangan dan jasa

yaitu ke wilayah permukiman kumuh saat ini yang ada dipesisir pantai

Muara Angke

Lokasi Tapak

Keterangan :

1. Pelabuhan Kali Adem

2. Pelabuhan Perikanan dan Tempat

3. Pelelangan Ikan

4. Green Bay Pluit

5. Perumahan Pluit

6. Hutan Mangrove

Gambar 5.9 Peta Lokasi Tapak

Sumber : Data Penulis

183

Informasi Tapak

8) Lokasi :Jl. PHPI

9) Luas :8 Ha

10) KDB : 50%

11) KLB : 3

12) GSS : 30 m

13) Maksimal Tinggi : 7 Lantai

Bangunan

14) Topografi : Landai, dengan jenis tanah Aluvial

15) Batas-batas

Sebelah Utara : Ex Blok Eceng dan Blok Empang

Sebelah Selatan : Kali Angke.

Sebelah Timur : Rusun dan permukiman warga.

Sebelah Barat : Kali Angke

Gambar 5.10 Site Terpilih

Sumber : Data Penulis

184

5.3.2 Konsep Perencanaan Tapak

A. Perencanaan Tapak Makro

1. Memindahkan pengolahan ikan tradisional ke zona perdagangan dan

jasa dimana zona ini dapat dikembangkan sebagai tempat pengolahan

ikan.

2. Memindahkan permukiman kumuh blok eceng dan blok empang atau

kampung nelayan, ke zona permukiman, hal ini untuk menata

permukiman sesuai tata guna lahan, dan juga memberikan keamanan

masyarakat untuk menghindari tergenangnya permukiman dari

bahaya rob.

3. Menjadikan permukiman kumuh dan juga tumpukan sampah menjadi

zona hijau, yang berfungsi sebagai sumber resapan kawasan Muara

Angke

Gambar 5.11 Konsep Tapak Makro

Sumber : Data Penulis

185

B. Konsep Tapak Mikro

C. Menggunakan zona kuning untuk bangunan hunian hal ini untuk

menata kawasan sesuai dengan peraturan RDTR Kec. Penjaringan.

D. Menjadikan waduk sebagai tempat resapan air dan juga sebagai

tempat rekreasi masyarakat Muara Angke.

E. Pada area pesisir pantai dijadikan sebagai zona nelayan yaitu zona

basah, yang digunakan sebagai menyimpan hasil tangkapan ikan,

mengolah ikan, dll.

F. Pada area keliling tapak dijadikan sebagai ruang publik yaitu fasilitas

umum dan taman, agar masyarakat sekitar dapat menggunakan

fasilitas bersama, tidak hanya penghuni kampung vertikal

Gambar 5.12 Konsep Tapak Mikro

Sumber: Analisi Penulis. 2017

186

5.3.3 Konsep Aksesibilitas

A. Aksesibilitas Makro

Gambar 5.13 Aksesibilitas Makro

Sumber : Analisis Penulis

187

B. Aksesibilitas Mikro

G. Akses utama pada kawasan diposisikan pada bagian tengah site untuk

bagi blok hunian.

H. Pada area samping timur site diberikan akses sekunder untuk akses

dari jalan perkampungan, hal ini ditukan untuk memberikan

keterbukaan pada lingkungan sekitar.

I. Pada bagian tengah tapak dberikan bundaran, untuk memudahkan

pengarahan jalur, agar tidak memberikan kemacetan pada kawasan.

J. Untuk sirkulasi kendaraan penghuni menggunakan jalan kampung,

yang mempunyai akses yang kecil, yang diperuntukan untuk akses

motor saja, dikarenakan masyarakan kampung mayoritas

menggunakan motor.

K. Pada sisi barat dan selatan site, diperuntukan untuk akses zona

nelayan, dikarenakan dekat dengan kali.

Gambar 5.14 Aksesibilitas Mikro

Sumber : Analisis Penulis

188

5.3.4 Konsep Topografi

� Menaikan level lantai dasar guna mengantisipasi naiknya permukaan

jalan sehingga ketika permukaan jalan naik, hunian tidak berada di

bawah permukaan jalan.

� Pengurugan pada bangunan juga diterapkan untuk mengatasi turunnya

permukaan tanah, dimana penuruan permukaan tanah di Jakarta 10 cm

dalam setahunnya.

� Jenis pondasi yang cocok digunakan untuk tanah aluvial adalah pondasi

minipile atau bore pile dikarenakan mempunyai permukaan tanah

lempung..

� Saluran drainase dibuat miring sehingga saluran dapat mengalir dengan

lancar.

5.3.5 Konsep Klimatologi

a. Mengolah permukaan bangunan

Menerapkan kanopi agar cahaya matahari tidak langsung masuk kedalam

ruangan, dengan memberikan permainan bentuk masa bangunan. Dengan

cara menonjolkan bagian permukaan bangunan, bentuk dapat membentuk

sebuah penghalang sinar matahari yang masuk kedalam ruang hunian.

Gambar 5.15 Konsep Topografi

Sumber : Analisis Penulis

189

b. Penerapan Void

Mererapkan void terhadap bangunan agar memberikan

pencahayaan yang merata terhadap masa bangunan yang berapada di

tengah bangunan.

c. Penerapan Roof Garden

Menerapkan desain roof garden sebagai solusi untuk mereduksi panas

matahari pada siang hari yang masuk ke dalam bangunan.

Gambar 5.16 Penerapan shadding dan Kanopi Sumber : Analisis Penulis, 2017

Gambar 5.17 Penerapan Void Sumber : Data Penulis

Gambar 5.18 Penerapan Roof Garden Sumber : www.Pinterest.com/,2017

190

d. Mengolah Massa Bangunan

Sesuai dari data analisa, angin berhembus dari tenggara, yang

menerpa bagian ke arah barat laut bangunan, sehingga perlunya

pemecahan masa bangunan, agar sirkulasi udara tidak terhambat.

Penggunaan void pada sisi bangunan juga diterapkan agar terciptanya

Cross Ventilation.

5.3.6 Kebisingan

Gambar 5.19 Pengolahan massa Sumber : Analisis Penulis, 2017

Gambar 5.20 Konsep Solusi Kebisingan Tapak Sumber : Analisis Penulis, 2017

191

1. Penerapan vegetasi vertikal untuk menahan sumber bunyi yang ada

disekeliling site, sehingga suara yaang datang akan tereduksi oleh

vegetasi.

2. Menjauhkan ruang yang membutuhkan ketenangan dari sumber

Kebisingan, sehingga tidak mengganggu ketenangan dalam ruang.

3. Penerapan shadding pada bagian sisi luar bangunan, selain merekuksi

cahaya matahari, shadding juga bisa mereduksi suara. Pemilihan

shadding menggunakan material kayu yang mampu menyerap suara.

5.3.7 Konsep Pemindahan Hunian

Gambar 5.21 Konsep Pemindahan Hunian Sumber : Analisis Penulis, 2017

192

5.4 Konsep Zoning

5.4.1 Zoning Horizontal

5.4.2 Zoning Vertikal

Gambar 5.22 Zoning Horizontal Sumber : Analisis Penulis, 2017

Gambar 5.23 Zoning Vertikal Sumber : Analisis Penulis, 2017

193

5.5 Konsep Teknis Kampung Vertikal

5.5.1 Sistem Modul

A. Modul Vertikal

Modul vertikal mencakup jarak antar dua elemen penyusun ruang

yaitu antar lantai dengan lantai atau antar lantai dan plafond. Modul

vertikal yang dipakai pada desain hunian Kampug Vertikal ini atas

pertimbangan efektifitas dan efesiensi menggunakan jarak 3,25 m untuk

jarak lantai ke latai. Ukuran ini dipilih untuk menyesuaikan skala manusia,

agar penghuni bisa merasakan kenyamanan.

B. Modul Horizontal

Menggunakan ukuran modul horizontal dengan dimensi 7x6 m.

Gambar 5.24 Modul Vertikal Sumber : Data Penulis

Gambar 5.25 Modul Horizontal Sumber : Data Penulis

194

5.5.2 Sistem Struktur

:Pada dasarnya lokasi perencanaan merupakan daerah pesisir pantai

kota Jakarta yang biasanya pada kawasan pesisir merupakan daerah yang

rawan rob. Hal ini membuat perlunya antisipasi terjadinya rob. Salah

satunya adalah dengan bentuk struktur rumah panggung. Pada bagian

bawah berfungsi sebagai tempat parkir plaza, serta fasilitas penunjang

lainnya. Dan untuk hunian ditempatkan mulai pada lantai dua.

Dan untuk Sistem Struktur yang digunakan Antara Lain Seperti :

A. Sub Struktur

Sub struktur merupakan struktur bawah, bangunan atau disebut

pondasi. Pada perancangan kali ini sub struktur menggunakan pondasi

Bored Pile. Penggunaan pondasi bored pile karena

� Mobilisasi mudah, karena pondasi dicetak ditempat hanya

membawa alat boring dan perakitan tulangan.

� Tidak mengganggu lingkungan dengan getaran yang dapat

merusak / retak dinding bangunan sekitar proyek.

� Pengoprasian alat sederhana.

Gambar 5.26 Konsep Sistem struktur panggung Sumber : Data Penulis

195

B. Super Struktur

Menggunakan struktur rangka bangunan yang terdiri dari kolom, balok,

ring balok, dan juga plat lantai. Material yang digunakan adalah material

beton, dan baja.

Gambar 5.27 Pondasi bored pile Sumber : Data Penulis

Gambar 5.28 Struktur kolom, balok, dan lantai Sumber : Data Penulis

196

C. Upper Struktur

. Pada perancangan ini penerapan upper structure menggunakan

material dak beton yang dilapisi dengan roof garden, sehingga dapat

menahan panas, dan juga bisa digunakan untuk ruang public seperti

menjadi tempat bersantai warga, tempat berkebun, dan tempat menjemur.

Selain itu struktur atas yang diterapkan lagi adalah struktur baja

konvensional yang membentuk atap pelana dan juga atap miring.

5.6 Konsep Utilitas Bangunan Kampung Vertikal

5.6.1 Jaringan Air Bersih

Sistem jaringan air bersih menggunakan sistem downfeed, karena

sistem ini tidak menggunakan pompa secara terus menerus.

Gambar 5.29 Struktur Atap Sumber : Data Penulis

Gambar 5.30 Jaringan Air Bersih Sumber : Data Penulis

197

5.6.2 Jaringan Air Kotor

Gambar 5.32 Jaringan Air Kotor

Sumber: Analisa penulis 2017

Gambar 5.31 Sistem Jaringan Air Bersih Sumber : Analisa Penulis 2017

198

5.6.3 Konsep Pengolahan Sampah

Sistem pembuangan sampah pada bangunan melalui shaft sampah

yang ada pada tiap lantainya, kemudian dibawa ke pembuangan sampah

perblok. Setelah itu langsung diangkut ke penampungan sampah, dan

kemudian dibawa ke pembuangan akhir. Sistem pengelompokan sampah juga

diterapkan pada sistem pengolahan sampah bangunan, mulai dari kelompok

hunian sampai kelompok kegiatan nelayan.

5.6.4 Konsep Sistem Jaringan Listrik Instalasi listrik sangat diperlukan pada bangunan karena akan menunjang

segala kegiatan di dalam bangunan. Sumber listrik bisa didapatkan dari PLN

maupun tenaga listrik cadangan seperti genset dan panel surya. Jaringan listrik

Kampung Vertikal masih menggunakan jaringan listrik pada umumnya.

Instalasi listrik diintegrasikan dengan baik bersama struktur dan desain

bangunan, sehingga menghasilkan kinerja listrik yang lebih baik.

Gambar 5.33 Sistem Pembuangan Sampah Sumber: Analisa penulis 2017

Gambar 5.34 Sistem Jaringan Listrik Sumber: Analisa penulis 2017

199

5.6.5 Konsep Sistem Pemadam Kebakaran

Untuk sistem pemadam kebakaran bangunan kampung vertikal,

sistem fire fighting disediakan di tiap bangunan sebagai tindakan preventif

(pencegah) terjadinya kebakaran. Sistem ini terdiri dari sistem heat

detector, sprinkler, hydran dan fire extinguisher.

5.6.6 Konsep Sistem Keamanan

Sistem kemanan bangunan menggunakan sistem keamaan pos jaga

dan juga penambahan sistem CCTV untuk meningkatkan sistem keamanan

bangunan.

A. Jaringan CCTV

Menggunakan sistem jaringan cctv untuk memantau kegiatan

aktivitas kegiatan di lingkungan hunian

Gambar 5.35 Sistem Pemadam Kebakaran Sumber: Analisa penulis 2017

Gambar 5.36 Sistem Keamanan CCTV Sumber: Analisa penulis 2017

200

5.6.7 Konsep Penangkal Petir

Pada perencanaan bangunan kampung vertikal ini menggunakan

sistem Elektrostatis. Sistem ini dipilih dikarenakan tidak memerlukan

banyak tiang, sehingga tidak merusak bentuk bangunan, dan juga

penghematan biaya.

5.7 Konsep Arsitektural Kampung Vertikal

5.7.1 Konsep Arsitektur Ekologis Pada Kampung Vertikal

Konsep yang diterapkan pada perancangan kampung vertikal

yaitu konsep arsitekur ekologis, dimana arsitekrut ekologis merupakan

sebuah konsep yang ramah lingkungan, dapat memelihara lingkungan

sekitar, dan menyatu dengan alam lingkungan sekitarnya. Dalam

perancangan ini diterapkan diterapkan Arsitektur Ekologis dimana

mencangkup bebereapa tiga aspek yaitu Aspek Ekologis terhadap

bangunan, Ekologis terhadap lingkungan.

Gambar 5.37 Sistem Penerapan Pos Jaga Sumber: Analisa penulis 2017

Gambar 5.38 Sistem Penangkal Petir Sumber: Analisa penulis 2017

201

A. Konsep Ekologis Terhadap Bangunan

Penerapan konsep arsitektur ekologis pada bangunan yang

diterapkan antara lain seperti :

1. Meminimalisir Penggunaan Energy

Meminimalisir penggunaan enery bangunan yang diterapkan seperti

menggunakan pencahaayaan alami, menggunakan penghawaan alami,

dan menggunakan sistem rainy water harvesting, yang bisa digunakan

untuk kebutuhan bangunan.

a. Penghawaan Alami

Konsep penghawaan yang diterapkan menggunakan

penghawaan alami, dan penghawaan buatan. Penerapan

penghawaan alami pada bangunan diterapkan pada sistem Cross

Ventilation ventilasi silang. Dimana ventilasi silang memberikan

sebuah pergerakan sirkulasi dapat mengalir keseluruh bangunan.

Dengan memberikan bukaan pada masa bangunan udara akan

masuk lewat bagian bawah dan keluar menuju bagian atas

bangunan melawati ruang-ruang dalam, sehingga pada bagian

Gambar 5.39 Konsep Arsitektur Ekologis Sumber: Analisa penulis 2017

202

dalam masa bangunan teraliri oleh udara. Pada ruang hunian juga

diterapkan sistem cross ventilation, udara dapat mengaliri ruang

hunian sehingga ruangan mempunyai udara yang segar

b. Pencahayaan Alami

Sistem pencahayaan mmenggunakan pencahaayaan alami

dan pencahayaan buatan. Penggunaan pencahayaan alami dengan

menepatkan setiap sisi ruang agar terkena cahaya. Dan

pencahayaan buatan digunakan untuk malam hari. Dengan

konsep pencahayaan ini, penggunaan energy listrik pada

bangunan akan berkurang.

c. Menerapkan Sistem Rain Water Harvesting

Menerapkan sistem penampungan air hujan yang buisa digunakan

untuk kebutuhan bangunan sehari hari, sehingga menggunakan

kebutuhan air pada bangunan.

2. Menggunakan Material Yang Ramah Lingkungan Dan Ekonomis

Menggunakan dinding beton precast yang mudah dan cepat dalam sistem

pemasangannya, sehingga mengurangi biasa dalam pembangunannya.

Mengekspos material sehingga mengungi biaya, dalam pembangunan.

Menggunakan bahan bahan yang ramah lingkungan seperti kayu, bambu

yang banyak terdapat di wilayah Muara Angke.

Gambar 5.40 Cross Ventolation Sumber: Analisa penulis 2017

203

No. Material Keterangan

1

(Beton Ekspos)

Penggunaan beton ekspos bisa digunakan untuk

meminimalisir biaya pembangunaan.

2

(Bata Merah Ekspos )

Penggunaan bata merah untuk menambahkan kesan

lokal pada bangunan. Penerapannya dikombinasikan

dengan dinding beton ekspos.

3

(Kayu)

Penerapan material kayu sebagai unsur alami pada

bangunan. Penerapannya diterapkan sebagai pelapis

dingding, dan juga sebagai sun shadding pada

bangunan. Material kayu ini juga bisa diambil dari

material bekas yang ada di permukiman warga.

4

(Bambu)

Penerapan material bambu juga dipilih sebagi unsur

alam, dan juga material yang ramah lingkungan.

Penerapannya bisa digunakan sebagi material

5 (Finishing putih)

Menggunakan cat finishing putih untuk beberapa

ruangan seperti ruang fasilitas kesehatan,

mushola.Pada ruangan juga diterapkan untuk

memberikan kesal luas.

3. Menerapkan unsur lokal bangunan sekitar

Menertapkan tipologi bentuk rumah yang ada pada kawasan Muara

Angke, yang mayoritas berbentuk rumah panggung, dan menggunakan

material material bekas yang memberikan kesan visual pada hunian

lama mereka.

Tabel 5.8 Material Bangunan

Sumber :Analisis Penulis, 2017

204

� Penerapan Konsep rumah panggung

Konsep rumah panggung diambil dari bentuk rumah daerah pesisir

pantai yang mayoritas berbentuk panggung. Pada bagian bawah

difungsikan sebagai ruang service, dan ruang parkir penghuni.

� Penerapan visual bangunan lama ke bangunan baru

Penerapan tampilan gaya bangunan lama ke bangunan baru

diterapkan melalui pengambilan bentuk rumah yang mayoritas

berbentuk kubus dengan atap miring. Bentuk bangunan lama

diterapkan kebangunan baru, dan diberikan aksen tonjolan agar

bangunan tidak terlihat monoton.

Gambar 5.41 Penerapan Konsep Panggung Sumber: Analisa penulis 2017

Gambar 5.54 Penerapan Fasad Lama Sumber: Analisa penulis 2017

205

B. Konsep Ekologis Terhadap Lingkungan

1. Pengembangan Hutan Mangrove, dan Waduk Muara Angke

Konsep ekologis yang diterapkan terhadap lingkungan yaitu adalah

pengembangan hutan mangrove sebagai solusi peningkatan kualitas

terhadap lingkungan dan juga menjaga lingkungan sekitar. Dan juga

Mengembangka Waduk Muara Angke sebagai tempat rekreasi.

� Mengatasi permasalahan global warming dengan penanaman

mangrove.

� Mengatasi terjadinya Rob, dengan menggunakan mangrove

sebagai penghalang.

� Memberikan udara segar bagi lingkungan Muara Angke.

� Menjadi sumber resapan pada kawasan Muara Angke.

� Memperbaiki ekosistem laut yang selama ini sudah tercemar oleh

lingkungan sekitarnya.

� Dapat menambah penghasilan masyarakat

Gambar 5.43 Pengembangan Mangrove dan Waduk

Sumber: Analisa penulis 2017

206

2. Menerapkan konsep “urban farming“

Pada bagian atas banginan diterapkan space untuk melakukan

urban farming, dimana urban farming ini dapat meningkatkan oksigen

bagi lingkungan sekitar, dan juga mengatasi pemanasan global. Selain

itu urban farming juga menghasilkan sumber pangan bagi masyarakat

sekitar. Tanaman yang digunakan untuk merupakan tanaman yang bisa

dikonsumsi seperti cabai, tomat, sawi, bayam, kamngkung, seledri, dan

masih banyak lainnya.

\

C. Konsep Ekologis Terhadap Manusia

1. Mengubah Pola Pikir Masyarakat.

Konsep ekologis yang diterapkan terhadap manusia yaitu mengubah

pola pikir masyarakan dengan konsep ekologis. Salah satunya menerapkan

sistem 3R, yaitu Reduce, Reuse, dan Recylce.

� Reuse

Konsep ini bisa dilakukan dengan menggunakan kembali barang yang

dianggap sudah tidak memiliki kegunaan.

� Recyle

Mendaur ulang barang yang sudah tidak terpakai, untuk dijadikan

fungsi yang sama atau fungsi yang berbeda.

� Reduce

Mengurangi kebutuhan dan sumber daya kebutuhan sehari hari.

Gambar 5.44 Penerapan urban farming Sumber: Analisa penulis 2017

207

Penerapan Konsep 3R

Dalam perancangan ini proses 3R bisa diterapkan dengan

mendaur ulang material bekas untuk dijadikan bahan material

bangunan. Peneparapan konsep ini juga mendorong masyarakat untuk

berfikir kreatif.

Gambar 5.45 Konsep 3 R Sumber: Analisa penulis 2017

Pemanfaatan Limbah Kayu Sebagai Cladding

Pemafaatan Limbah menjadi Vertical Garden Pemanfaatan Limbah sebagai shadding

Gambar 5.46 Penerapan Konsep 3R Sumber: Analisa penulis 2017

208

2. Meningkatkan Kualitas Hidup Masyarakat

� Menyediakan tempat untuk memberikan ruang terhadap masyarakat

untuk melaksanakan ekonomi kreatif dengan menggunakan hasil limbah,

sehingga dapat menambah penghasilan masyarakat.

� Menanamkan pola hidup sehat dengan mengedukasi masyarakat dengan

pola hunian yang ekologis, dan juga menanamkan nilai ekologis terhadap

masyarakat tentang bagaimana melestarikan lingkungan.

Gambar 5.47 Ruang Kreativitas Masyarakat Sumber: Analisa penulis 2017

Gambar 5.48 Siklus Pola Hidup Ekologis Sumber: Analisa penulis 2017

HHidup Sehat

209

5.7.2 Konsep Gubahan Masa Bangunan

Gambar 5.49 Konsep Gubahan Massa Sumber: Analisa penulis 2017

210

5.7.3 Konsep Fasad Bangunan Kampung Vertikal

Gambar 5.50 Rencana Fasad Bangunan Sumber: Analisa penulis 2017

211

5.7.4 Konsep Sirkulasi

Sirkulasi antara bangungan dibuat saling terinteraksi satu sama

lain dengan dihubungkan koridor antara bangunan satu dan bangunan

lainnya. Hal ini ditujukan untuk menciptakan sebuah hubungan antara

warga, dimana warga tidak perlu keluar bangunan jika ingin berkunjung

kepada kerabatnya yang berada pada gedung hunian yang berbeda.

Selain itu konsep second layer juga diterapkan sebagai ruang

penyatu antara warga. Konsep second layer berfungsi sebagai ruang

penyatu dan juga ruang pemisah antara jalur kendaraan dan jalur

pedestrian warga. Memisahkan antara kendaraan dan jalur pedestrian

warga adalah salah satu konsep ekologis yang diterapkan, sehingga

udara yang terdapat pada pedestrian.

Gambar 5.51 Sirkulasi Bangunan Sumber: Analisa penulis 2017

Gambar 5.52 Pemisahan Sirkulasi Pedestrian Dengan Kendaraan Sumber: Analisa penulis 2017

212

5.7.5 Konsep Tata Ruang Kampung Vertikal

A. Konsep Ruang Luar

1. Konsep Taman

Gam

bar 5

.53

Kon

sep

area

tam

an

Sum

ber:

Anal

isa p

enul

is 20

17

213

2. Konsep Ruang Kampung

Pengalaman ruang yang dihadirkan dalam kampung vertikal ini

menerapkan aspek sebuah kampung dimana didalammnya terdapat

banyak kegiatan masyarakat kampung yang mempunyai ciri khas.

Perlunya space untuk mewadahi aktivitas kegiatan kampung, agar

mereka tidak kehilangan aktivitas lamanya.

Ruang Koridor didesain untuk kegiatan masyarakat kampung

berinteraksi dengan penghuni lainnya.

Gambar 5.54 Konsep Koridor Kampung Sumber: Analisa penulis 2017

214

Menerapkan ruang penyatu antara bangunan sehingga terciptanya interaksi

penghuni antara bangunan.

Gambar 5.55 Konsep Unity Space Sumber: Analisa penulis 2017

Gambar 5.56 Konsep Universal Unity Space Sumber: Analisa penulis 2017

215

Suasana kampung juga diterapkan pada bagian tengah tengah bangunan,

yang didalamnya terdapat space untuk berinteraksi warga.

Gambar 5.57 Suasana Halaman Bangunan Sumber: Analisa penulis 2017

Gambar 5.58 Rencana Jarak Bangunan Sumber: Analisa penulis 2017

216

Memberikan space ruang kerja bersama, dimana masyarakat kampung

sering mengerjakan pekerjaanya secama bersama sama.

B. Konsep Ruang Dalam

1. Konsep Tipe hunian

� Hunian tipe S (small)

TIPE 1 TIPE 2

Gambar 5.59 Konsep Tipe Hunian Small Sumber: Analisa penulis 2017

Gambar 5.59 Ruang Kerja Bersama Sumber: Analisa penulis 2017

217

� Hunian tipe M (Medium)

� Hunian Tipe L ( Large)

TIPE 1 TIPE 2

TIPE 3

Gambar 5.61 Konsep tipe Hunian Besar Sumber: Analisa penulis 2017

Gambar 5.60 Konsep tipe Hunian Medium Sumber: Analisa penulis 2017

218

2. Ruang Dalam Hunian

Menciptakan kedekatan antara penguni dengan pola ruang yang

terbuka, sehingga terciptanya interaksi antara keluarga.

Ruang tidur bersama diterapkan untuk ruang tidur anak sehingga anak

dapat saling berinteraksi satu sama lain

Gambar 5.62 Suasana Ruang Sumber: Analisa penulis 2017

Gambar 5.63 Suasana Ruang tidur Sumber: Analisa penulis 2017

219

5.8 Konsep sketsa rancangan

Gam

bar 5

.64

Kons

ep P

eren

cana

an K

awas

an

Sum

ber:

Anal

isa p

enul

is 20

17

220

DAFTAR PUSTAKA

Akmal, Imelda. 2007. Menata Apartemen. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama

BAPPEDA Kota Jakarta, Konsep Kebijakan Penangannan Kawasan Kumuh di

Kota Jakarta. Arsip Pemerintah.

Budihadjo, E. 1998. Sejumlah Masalah Permukiman Kota. Bandung: PT.

Alumni.

Daldjoeni, N. 1987. Geografi Kota Dan Desa. Bandung : Alumni

Darwis Khudori ,2002. Menuju Kampung Pemerdekaan Membangun

Masyarakat Sipil dari Akar-akarnya Belajar dari Romo Mangun di

Pinggir Kali Code. Yogyakarta: Yayasan Pondok Rakyat

De Chiara, Joseph and John Callendar. Time Saver Standards for Housing and

Residential Devepoment. McGraw-Hill Book Company. Chicago, 1966

Doxiadis, C.A. 1968, An Introduction To The Science Of Human

SettlementsEkistics, London: Hutchinson of London

Frick Heinz, Hesti Tri .2005. Eko-Arsitektur II. Semarang; Kanisius

Hakim, Lukmanul. 2007. Penerapan Arsitektur Ekologis pada Desain Rumah

Tinggal, Makalah.

Jakarta : Universitas Muhammadiyah Jakarta.

Keputusan Menteri Permukimaan dan Prasarana Wilayah Nomor

24/KPTS/M/2003

Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.60/PRT/1992

PERDA IBUKOTA JAKARTA NOMOR 1 TAHUN 2014

Rahardjo, 1999, Pengantar Sosiologi Pedesaan dan Pertanian, Edisi Pertama,

Gadjah Mada University Press. Jogyakarta.

Rencana strategis Kementerian PUPR tahun 2015-2019

221

SNI 03-1733-2004 tentang Tata Cara Perencanaan Lingkungan Perumahan di

Perkotaan

SNI 03-7013-2004 tentang Tata Cara Perencanaan Fasilitas Lingkungan Rumah

Susun Sederhana

Surat keputusan menteri Negara Perumahan Rakyat No. 02/KPTS/1993

UU No. 4 pasal 22 tahun 1992 tentang perumahan dan permukiman

UU No.16 Tahun 1985 pasal 1 ayat 1 tentang rumah susun.

Wiley, Joel G and Stephen W. Hartman. Dictionary of Real Estate. John Wiley

and Sons. New York. 1996

Website

http://cobagonzo.blogspot.co.id/2013/07/inverted-pyramid-

verticalkampung.Html

Pradono, Budi. Budi Pradono. 2005. http://www.budipradono.com

www.jakartavertikalkampung.org

www.worldarchitecturenews.com

yusing.blogspot.com/2011/01/keberagaman-kampung-vertikal.html