kajian tentang klasifikasi dan spesifikasi jalan

Upload: andri-ardiansyah

Post on 13-Oct-2015

182 views

Category:

Documents


13 download

TRANSCRIPT

Geometrik Jalan

Geometrik JalanAndri Ardiansyah Pratama Setiawan

BAB IPENDAHULUAN1.1. Latar Belakang

Menurut Buku Geometri Jalan Raya, yang disusun oleh Drs. Supratman Agus MT, jalan raya adalah suatu lajur tanah yang disediakan khusus untuk sarana/parsarana perhubungan darat yang dibuat sedemikian rupa untuk melayani kelancaran arus lalu lintas. Sedangkan perencanaan geometri adalah bagian dari perencanaan jalan yang bersangkut paut dengan dimensi nyata dari bentuk fisik dari suatu jalan beserta bagian-bagiannya, masing-masing disesuaikan dengan tuntutan serta sifat-sifat lalu lintas untuk memperoleh moda layanan trnsportasi yang mengakses hingga ke rumah-rumah.Sehingga dapat disimpulkan bahwa IPerencanaan Geometri Jalan Raya adalah perencanan jalan yang termasuk didalamnya dimensi nyata dari fisik suatu jalan beserta bagian-bagiannya, dalam rangka menyediakan sarana/prasarana perhubungan darat yang aman, nyaman dan efisien dalam pelaksanaannya.Berdasarkan pengertian tersebut, mengingat fungsi dari jalan raya yaitu sebagai sarana perhubungan darat yang dibuat sedemikian rupa untuk melayani kelancaran arus lau lintas, maka jalan raya harus memenuhi spesifikasi jalan yang sesuai menurut kebutuhan lalu lintas, serta memenuhi persyaratan dan beberapa ketentuan.Dewasa ini pembangunan jalan telah mengalami berbagai perkembangan yang mengagumkan, hal ini disebabkan karena manusia memiliki hasrat untuk mempertahankan hidup. Dengan hasrat itulah umat manusia terdorong untuk mencari nafkah trutama makan dan minum, serta mencari tempat berlindung terhadap berbagai pengaruh yang mengancam kelangsungan hidupnya.oleh sebab itu manusia perlu bergerak dan berpindah-pindah dari suatu tempat ke tempat lain unutk mempertahankan kehidupannya.Karena penegembangan jalan raya terus berkembang dan dirasakan sangat penting bagi kehidupan manusia, lahirlah spesialisasi bidang keilmuan, yaitu bidang Perencanaan Geometri Jalan Raya dan bidang perencanaan Konstruksi Perkerasan Jalan Raya.

1.2. Pembatasan MasalahDalam tugas ini akan dibatasi hanya pada beberapa aspek saja, yaitu :a. Mengkaji klasifikasi jalan, kendaraan yang baik b. Keselamatan lalu lintas

1.3. Rumusan Masalah

Rumusan permasalahannya adalah sebagai berikut :a. Bagaimana klasifikasi dan spesifikasi jalan yang baik ?b. Bagaimana Standar Geometri yang baik ?c. Bagaimana Dimensi dan MST Kendaraan ?d. Bagaimana Keselamatan Lalu lintas yang diharapkan?

1.4. Maksud dan Tujuan

Adapun maksud dan tujuan dari penulisan tugas kajian ini, diantaranya yaitu :a. Unutk mengetahui klasifikasi dan spesifikasi jalan yang baikb. Unutk mengetahui Standar Geometri yang baik c. Unutk mengetahui Dimensi dan MST Kendaraan

1.5. Sistematika PenulisanSistematika dalam penulisan tugas kajian ini yaitu :Bab I,Pendahuluan. Di dalamnya membahas latar belakang masalah, pembatasan masalah, perumusan masalah, maksud dan tujuan penulisan, dan sistematika penulisan.Bab II,Dasar TeoriDi dalamnya membahas mengenai klasifikkasi jalan dan kendaraan, Dimensi dan MST Kendaraan ,keselamtan jalan rayaBab III,Kajian Di dalamnya mengkaji dari referensi yang ada berhubungan dengan jalanan di Kota BandungBab IV,Penutup. Berisi kesimpulan dari seluruh perhitungan dalam tugas terstruktur ini.

BAB IIDASAR TEORI2.1 Pendahuluan

Jalan Raya merupakan satu prasarana yang sangat bermanfaat bagi masnusia unutk melakukan mobilisasi dalam berbagai aspek. Berbagai hal yang berhubungan dengan jalan raya akan sangat mempengaruhi kehidupanpan manusia terutama di daerah-daerah dengan tingkat mobilisasi yang sangattinggi. Oleh karena perihal jalan raya harus diperhatikan oleh seluruh elemen masyarakat gunaa menjaga jakan raya agar berfungsi dengan optimal.

2.2 Istilah-Istilah Dalam Jalan Raya

a. Jalan Perkotaan Jalan perkotaan adalah jalan daerah perkotaan yang mempunyai perkembangan secara permanen dan menerus sepanjang suruh atau hampir seluruh jalan, minimum pada satu sisi jalan, apakahel berupa perkembangan lahan atau bukan; jalan di atau dekat pusat perkotaan dengan penduduk lebih dari 10.000 jiwa selalu digolongkan dalam kelompok ini, jalan di daerah perkotaan dengan penduduk kurang dari 100.000 jiwa juga digolongkan dalam kelompok ini, jika mempunyai perkembangan samping jalan yng permanen dan menerus. (MKJI, Tahun 1997)b. Jalan Arteri Jalan arteri adalah jalan yang melayani angkutan pengumpulan/pembagian dengan ciri-ciri perjalan jarak sedang, kecepatan rat-rata tinggi dan jumlah jalan masuk dibatasi secara efisien. Undang-Undang RI No. 13 Tahun 1980)c. Badan Jalanadalah bagian jalan yang meliputi seluruh jalur lalu lintas, median, dan bahu jalan.d. Bahu Jalanadalah bagian daerah manfaat jalan yang berdampingan dengan jalur lalu lintas untuk menampung kendaraan yang berhenti, keperluan darurat, dan untuk pendukung samping bagi lapis pondasi bawah, lapis pondasi, dan lapis permukaan.e. Daerah Manfaat Jalan (Damaja)adalah daerah yang meliputi seluruh badan jalan, saluran tepi jalan dan ambang pengaman.f. Daerah Milik Jalan (Damija)adalah daerah yang meliputi seluruh daerah manfaat jalan dan daerah yang diperuntukkan bagi pelebaran jalan dan penambahan jalur lalu lintas di kemudian hari serta kebutuhan ruangan untuk pengaman jalan.g. Daerah Pengawasan Jalan (Dawasja)adalah lajur lahan yang berada di bawah pengawasan penguasa jalan, ditujukan untuk penjagaan terhadap terhalangnya pandangan bebas pengemudi kendaraan bermotor dan untuk pengamanan konstruksi jalan dalam hal ruang daerah milik jalan tidak mencukupi.h. Ekivalen Mobil Penumpang (emp)adalah faktor dari berbagai kendaraan dibandingkan terhadap mobil penumpang sehubungan dengan pengaruhnya kepada kecepatan mobil penumpang dalam arus lalu lintas campuran.i. Faktor-Kadalah faktor berupa angka yang memperbandingkan volume lalu lintas per jam yang didasarkan pada jam sibuk ke 30-200 dengan volume lalu lintas harian rata-rata tahunan.j. Faktor Fadalah faktor variasi tingkat lalu lintas per 15 menit dalam satu jam, ditetapkan berdasarkan perbandingan antara volume lalu lintas dalam satu jam dengan 4 kali tingkat volume lalu lintas per 15 menit tertinggi.k. Jalan Antar Kotaadalah jalan jalan yang menghubungkan simpul-simpul jasa distribusi dengan ciri-ciri tanpa perkembangan yang menerus pada sisi mana pun termasuk desa, rawa, hutan, meskipun mungkin terdapat perkembangan permanen, misalnya rumah makan, pabrik, atau perkampungan.Jarak Pandang (Jr)adalah, jarak di sepanjang tengah-tengah suatu jalur dari mata pengemudi ke suatu titik di muka pada garis yang sama yang dapat dilihat oleh pengemudi.l. Jarak Pandang Mendahului (Jd)adalah jarak pandang yang dibutuhkan untuk dengan aman melakukan gerakan menyiap dalam keadaan normal.m. Jarak Pandang Henti (JP)adalah jarak pandang ke depan untuk berhenti dengan aman bagi pengemudi yang cukup mahir dan waspada dalam keadaan biasa.n. Jarak Pencapaian Kemiringanadalah panjang jalan yang dibutuhkan untuk mencapai perubahan kemiringan melintang normal sampai dengan kemiringan penuh.o. Jaluradalah suatu bagian pada lajur lalu lintas yang ditempuh oleh kendaraanbermotor (beroda 4 atau lebih) dalam satu jurusan.Jalur Lalu lintasadalah bagian daerah manfaat jalan yang direncanakan khusus untuk lintasan kendaraan bermotor (beroda 4 atau lebih).p. KAJIadakah singkatan dari Kapasitas Jalan Indonesia.Kapasitas Jalanadalah arus lalu lintas maksimum yang dapat dipertahankan pada suatu bagian jalan pada kondisi tertentu, dinyatakan dalam satuan mobil penumpang per jam.q. Kecepatan Rencana (VR)adalah kecepatan maksimum yang aman dan dapat dipertahankan di sepanjang bagian tertentu pada jalan raya tersebut jika kondisi yang beragam tersebut menguntungkan dan terjaga oleh keistimewaan perencanaan jalan.r. Lajuradalah bagian pada jalur lalu lintas yang ditempuh oleh satu kendaraan bermotor beroda 4 atau lebih, dalam satu jurusan.s. Lajur Pendakianadalah lajur tambahan pada bagian jalan yang mempunyai kelandaian dan panjang tertentu untuk menampung kendaraan dengan kecepatan rendah terutama kendaraan berat.t. Mobil Penumpangadalah kendaraan beroda 4 jenis sedan atau van yang berfungsi sebagai alat angkut penumpang dengan kapasitas tempat duduk 4 sampai 6.Satuan Mobil Penumpang (SMP)adalah jumlah mobil penumpang yang digantikan tempatnya oleh kendaraan jenis lain dalam kondisi jalan, lalu lintas dan pengawasan yang berlaku.u. Strip Tepianadalah bagian datar median, yang perkerasannya dipasang dengan cara yang sama seperti pada jalur lalu lintas dan diadakan untuk menjamin ruang bebas samping pada jalur.v. Tingkat Arus Pelayanan (TAP)adalah kecepatan arus maksimum yang layak diperkirakan bagi arus kendaraan yang melintasi suatu titik atau ruas yang seragam pada suatu jalur atau daerah manfaat jalan selama jangka waktu yang ditetapkan dalam kondisi daerah manfaat jalan, lalu lintas, pengawasan, dan lingkungan yang berlaku dinyatakan dalam banyaknya kendaraan per jam.w. Volume Jam Rencana (VJR)adalah prakiraan volume lalu lintas per jam pada jam sibuk tahun rencana, dinyatakan dalam satuan SMP/jam, dihitung dari perkalianVLHRdengan faktorK

2.3 Klasifikasi Jalan.

Klasifikasi fungsional seperti dijabarkan dalam UU Republik Indonesia No.38 tahun 2004 Tentang Jalan (pasal 7 dan 8) dan dalam Standar Perencanaan Geometrik Jalan Perkotaan 1992 dibagi dalam dua sistem jaringan yaitu:1. Sistem Jaringan Jalan PrimerSistem jaringan jalan primer disusun mengikuti ketentuan peraturan tata ruang dan struktur pembangunan wilayah tingkat nasional, yang menghubungkansimpul-simpul jasa distribusi sebagai berikut : Dalam kesatuan wilayah pengembangan menghubungkan secara menerus kota jenjang kesatu, kota jenjang kedua, kota jenjang ketiga, dan kota jenjang di bawahnya. Menghubungkan kota jenjang kesatu dengan kota jenjang kesatu antara satuan wilayah pengembangan.Fungsi jalan dalam sistem jaringan primer dibedakan sebagai berikut :a. Jalan Arteri PrimerJalan arteri primer menghubungkan kota jenjang kesatu yang terletak berdampingan atau menghubungkan kota jenjang kesatu dengan kota jenjang kedua.Persyaratan jalan arteri primer adalah : Kecepatan rencana minimal 60 km/jam. Lebar jalan minimal 8 meter. Kapasitas lebih besar daripada volume lalulintas rata-rata. Lalulintas jarak jauh tidak boleh terganggu oleh lalulintas ulang alik, lalulintas lokal dan kegiatan lokal. Jalan masuk dibatasi secara efisien. Jalan persimpangan dengan pengaturan tertentu tidak mengurangi kecepatan rencana dan kapasitas jalan. Tidak terputus walaupun memasuki kota. Persyaratan teknis jalan masuk ditetapkan oleh menteri.b. Jalan Kolektor PrimerJalan kolektor primer menghubungkan kota jenjang kedua dengan kota jenjang kedua atau menghubungkan kota jenjang kedua dengan kota jenjang ketiga.Persyaratan jalan kolektor primer adalah : Kecepatan rencana minimal 40 km/jam. Lebar jalan minimal 7 meter. Kapasitas sama dengan atau lebih besar daripada volume lalulintas rata-rata. Jalan masuk dibatasi, direncanakan sehingga tidak mengurangi kecepatan rencana dan kapasitas jalan. Tidak terputus walaupun memasuki kota.c. Jalan Lokal PrimerJalan lokal primer menghubungkan kota jenjang kesatu dengan persil atau menghubungkan kota jenjang kedua dengan persil atau menghubungkan kota jenjang ketiga dengan di bawahnya, kota jenjang ketiga dengan persil atau di bawah kota jenjang ketiga sampai persil.Persyaratan jalan lokal primer adalah : Kecepatan rencana minimal 20 km/jam. Lebar jalan minimal 6 meter. Tidak terputus walaupun melewati desa.2. Sistem Jaringan Jalan SekunderSistem jaringan jalan sekunder disusun mengikuti ketentuan tata ruang kota yang menghubungkan kawasan-kawasan yang mempunyai fungsi primer, fungsi sekunder kesatu, fungsi sekunder kedua dan seterusnya sampai perumahan. Fungsi jalan dalam sistem jaringan jalan sekunder dibedakan sebagai berikut :a. Jalan Arteri SekunderJalan arteri sekunder menghubungkan kawasan primer dengan kawasan sekunder kesatu atau menghubungkan kawasan sekunder kesatu dengan kawasan sekunder kesatu atau kawasan sekunder kesatu dengan kawasan sekunder kedua.Berikut persyaratan jalan arteri sekunder : Kecepatan rencana minimal 30 km/jam. Lebar badan jalan minimal 8 meter. Kapasitas sama atau lebih besar dari volume lalulintas rata-rata. Lalulintas cepat tidak boleh terganggu oleh lalulintas lambat. Persimpangan dengan pengaturan tertentu, tidak mengurangi kecepatan dan kapasitas jalan.b. Jalan Kolektor SekunderJalan kolektor sekunder menghubungkan kawasan sekunder kedua dengankawasan sekunder kedua atau kawasan sekunder kedua dengan kawasan sekunder ketiga.Berikut persyaratan jalan kolektor sekunder : Kecepatan rencana minimal 20 km/jam. Lebar badan jalan minimal 7 meter.c. Jalan Lokal SekunderJalan lokal sekunder menghubungkan kawasan sekunder kesatu dengan perumahan, kawasan sekunder kedua dengan perumahan, menghubungkan kawasan sekunder ketiga dengan kawasan perumahan dan seterusnya.Berikut persyaratan jalan lokal sekunder : Kecepatan rencana minimal 10 km/jam. Lebar badan jalan minimal 5 meter. Persyaratan teknik diperuntukkan bagi kendaraan beroda tiga atau lebih. Lebar badan jalan tidak diperuntukan bagi kendaraan beroda tiga atau lebih, minimal 3,5 meter.Klasifikasi & Spesifikasi Jalan berdasarkan Penyediaan Prasarana JalanKlasifikasi Penggunaan JalanMenurut berat kendaraan yang Iewat, jalan raya terdiri atas: 1. Jalan Kelas I 2. Jalan Kelas IIA. 3. Jalan Kelas IIB. 4. Jalan Kelas IIC. 5. Jalan Kelas III. Tabel 1: Klasifikasi Pengguna Jalan

Tabel 2: Persyaratan teknis jalan (PP34/2006)

Tabel 3: Matrik Klasifikasi Jalan

Gambar1: Tipikal Ruang JalanSumber: Penjelasan PP 34/2006

Gambar2: Bagian-Bagian JalanRuang Jalan Sumber: UU 38/2004 & PP 34/2006, tentang JalanDefinisi Tingkat PelayananPerMen Hub No 14/2006

Tabel 4: Klasifikasi Jalan Menurut UU No. 13 tahun 1980 dan PP No. 26 tahun 1985

FUNGSI JALANJALAN PRIMERJALAN SEKUNDER

1. Jalan Arteri Kota F1 -> Kota F1 Kota F1 -> Kota F2 Kecepatan rencana minimal 60 km/jam Lebar badan jalan minimal 8 meter Kapasitas > volume lalu-lintas ulang-alik, lalu-lintas lokal dan kegiatan lokal Jalan masuk dibatasi secara efisien Jalan persimpangan dengan pengaturan tertentu tidak mengurangi kecepatan rencana dan kapasitas jalan Tidak terputus walaupun memasuki kota Persyaratan teknis jalan masuk ditetapkan oleh Menteri Kaw. Primer1 -> kaw. sekunder 1 a/ kaw. sekunder 1 -> sekunder I kaw. sekunder I-> sekunder II Kecepatan rencana minimal 20 km/jam Lebar badan jalan minimal 8 meter Kapasitas sama atau lebih besar dari volume lalu-lintas rata-rata Lalu-lintas cepat tidak boleh terganggu oleh lalu-lintas lambat Persimpangan dengan pengaturan tertentu, tidak mengurangi kecepatan dan kapasitas.

2. Jalan Kolektor Kota F2->Kota F2 a/Kota F2-> Kota F3 Kecepatan rencana minimal 40 km/jam Lebar jalan minimal 7 meter Kapasitas sama dengan atau lebih besar daripada volume lalu-lintas rata-rata Jalan masuk dibatasi, direncanakan sehingga tidak mengurangi kecepatan rencana dan kapasitas jalan Tidak terputus walaupun masuk kota Kaw. sekunder II -> sekunder : a/ kaw. sekunder II -> sekunder III. Kecepatan rencana minimal 20 km/jam Lebar jalan minimal 7 meter

3. Jalan Lokal Kota F3 -> Kota F3Kota F1 -> Persil a/Kota F2 -> PersilKota F3 -> Persil1. Kecepatan rencana minimal 20 km/jamLebar minimal 6 meter1. Tidak terputus walaupun melalui desa Kaw. sekunder I -> Perumahan a/ kaw. sekunder II -> Perumahan a/ kaw. sekunder III -> Perumahan Kecepatan rencana minimal 10 km/jam Lebar badan jalan minimal 5 meter Persyaratan teknik diperuntukan bagi kendaraan beroda tiga atau lebih Lebar badan jalan tidak diperuntukan bagi kendaraan beroda tiga atau lebih, minimal 3,5 meter

2.4 Klasifikasi Jalan Raya Menurut Kelas JalanJalan raya diklasifikasikan menurut kelas jalan, yaitu menurut tingkat kepadatan arus lalu lintas pada waktu-waktu tertentu, serta menurut jenis kendaraan, menurut ukuran dan daya angkut kendaraan serta berdasarkan besarnya beban maksimum sumbu kendaraan bermotor yang diijinkan, atau berdasarkan muatan sumbu terberat (MST). Jumlah lalu lintas yang lewat pada kedua lajur lalu lintas lazimnya disebut dengan " Volume latu lintas ", yaitu berdasarkan jumlah laiu lintas Harian Rata-rata (LHR) dalam satu tahun, atau selama 365 hari.

Rumus :

LHR=

Pengaruh ini diperhitungkan dengan mempertimbangkan faktor ekivalen mobil penumpang (Emp) sebagai nilai standar yang besarnya nilai=1. Dengan demikian LHR dihitung dengan mempergunakan satuan mobil penumpang (SMP), yaitu jumlah masing-masing jenis kendaraan dikalikan dengan nilai faktor ekivalen dari masing-masing jenis kendaraan yang bersangkutan. Adapun nilai faktor ekivalen dari setiap jenis kendaraan tersebut, menurut beberapa sumber adaiah sebabagi berikut :Tabel 5. Daftar nilai Ekivalen kendaraan

JENIS LALU LINTASAASHO 1954

Mobil Penumpang1.00

Truck ringan, < 5 ton 2.00

Truck sedang, < 10 ton2.50

Truck Berat, > 10 ton3.00

Bu s3.00

Sepeda Motor1.00

Sepeda0.50

Kendaraan tak bermotor7.00

Selanjutnya, setelah memperhitungkan jumlah total LHR dalam satuan Mobil Penumpang (SMP), maka dapat ditetapkan kiasifikasi jalan raya menurut kelas dengan berpedoman pada daftar di bawah ini :

Tabel 6: Ketentuan Standar Klasifikasi Jalan Raya

Klasifikasi Jalan RayaTotal LRR( dalam SMP )BebanGandarTunggal

Fungsi PelayananKelas Jalan,

Jalan Raya Utama

I> 20.000> 10 Ton

Jalan SekunderII AII BII C6000 - 20.0001500 - 8.000< 2.000> 5 Ton< 5 Ton< 2 Ton

Jalan PenghubungIII. ,--

2.4.1 Klasifikasi Jalan Raya Menurut Medan TopografiKlasifikasi jalan raya menurut medan topograf daerah disekitarnya; yaitu di klasifikasikan sebagai daerah dengan topografi datar, berbukit dan topografi pegunungan. Pada umumnya posisi tersebut terletak pada daerah batas milik jalan (DMJ).Rumus :

Kemiringan Topografi =

Klasifikasi medan topografi suatu badan jalan berdasarkan kententuan strandar topografi pada tabel di bawah ini :

Tabel 2.5. Ketentuan Standar Klasifikasi Medan Topografi

Persentase (%) Lereng MelintangKlasifikasi Terrain Medan Topografi

00.0 9.9910.00 24.90>25.00Datar (D)Berbukit (B)Pegunungan G)

2.4.2 Klasifikasi Jalan Raya Menurut penggolongan Layanan Administrasi

Berdasarkan wewenang dan tanggung jawab atas aspek-aspek penyelenggaraan Ialu-tintas dan angkutan jalan, maka secara administratif penyelenggaraan jalan raya di Indonesia di klasifikasikan menjadi Jalan Negara, Jalan Propinsi, jalan Kabupaten/Kota dan jalan desa.1. Jalan Negara adalah meliputi semua jalan raya utama, yang berperart sebagai urat nadi pengendaIi perekonomian Bangsa, guna menjamin kelancaran pengangkutan basil produk industri dan basil bumi, serta untuk menjamin pendistribusian bahan pokok kebutuhan masyarakat sehari-hari di seluruh wilayah Nusantara. 2. Ja1an Propinsi adalah semua jalan raya sekunder, jalan kolektor yang berada dalam wilayahnya, yang berfungsi untuk menjamin kelancaran pengangkutan basil produksi industri dan basil bumi, serta untuk mendistribusikan bahan kebutuhan pokok masyarakat sehari-hari, yaitu dari ibu kota propinsi ke kota-kota Kabupaten dan kota-kota disekitarnya.3. Jalan Kabupaten/kota madya adalah semua ruas jalan sekunder dan jalan Iokal yang ada dalam wilayahnya. Jadi Pemerintah daerah, baik pemerintah tingkat I maupun tingkat II, masing-masing memikuI tanggung jawab sepenuhnya atas aspek-aspek penyelenggaraan lalu-lintas dan angkutan jalan raya di daerahnya.

Tabel 7: Fungsi Jalan dikaitkan dengan Penanggung Jawab Pembinaan STATUSFUNGSIPERENCANAANPELAKSANAAN

NASIONALAPMENTERIMENTERI

KP 1MENTERIMENTERI

PROPINSIKP 2MENTERIPEMDA TK. I

KP 3MENTERIPEMDA TK. I

KABUPATENLPMENTERIPEMDA TK. II

AS, KS, LSPEMDA TK. IIPEMDA TK. II

KOTAAS, KS, LSPEMDA TK. IIPEMDA TK. II

Keterangan :AP= Arteri Primer.KP 1= Kolektor Primer yang menghubungkan Ibu Kota Propinsi.KP 2=Kolektor Primer yang menghubungkan Ibu Kota Propinsi ke Kabupaten/Kota.KP 3=Kolektor Primer yang menghubungkan Kota dengan Kabupaten/Kota.AS= Arteri Sekunder.KS= Kolektor Sekunder.LS= Lokal Sekunder.LP= Lokal Primer.

Berikut ini adalah bagan alir fungsi jalan dengan geometrik jalan yang juga ditetapkan berdasarkan arus lalu lintas pada ruas jalan tersebut:

2.4.3 Klasifikasi Jalan Raya Menurut jenis Jalan

Jalan raya berdasarkan jenis jalan dapat dibedakan menjadi 4 (empat) jenis, yaitu Jalan exspress way, free way, colector dan local road.1. Jalan cepat (exspress) sesungguhnya adaIah Jalan raya primer atau Jalan arteri, akan tetapi pada Jalan exspress prioritas Jalan diberikan pada kendaraan untuk lalu lintas menerus (bergerak Iurus) . Pada daerah persimpangan yang arus Ialu lintasnya saling memotong (Crossing) Jalan raya utama seharusnya dilengkapi dengan persimpangan jalan yang tidak sebidang (Flyover). Kecepatan kendaraan rata-rata diperkenankan hingga 100 kilometer/jam, dan disertai dengan pengendalian jalan masuk yang dibatasi secara efisien.Pengendalian jalan masuk ini dilakukan secara penuh/sebagian terhadap pemakai ja}an dan penghuni di daerah sekitarnya.2. Jalan bebas hambatan (free way) adalah Jalan raya arteri yang memungkinkan kendaraan bergerak dengan kecepatan lebih dari 100 kilometer/jam. dengan tanpa mengalami rintangan apapun, baik rintangan yang disebabkan oleh adanya persimpangan jalan, oleh gerakan kendaraan membelok, maupun oleh para penyeberang Jalan , dll.

Di bawah ini disajikan beberapa ketentuan standar tentang klasifikasi dan spesifikasi bagian-bagian jalan raya di Indonesia; yaitu berdasarkan Ketentuan Standar Peraturan Perencanaan Geometrik Jalan Raya di Indonesia, yang ditetapkan oleh Direktorat Explorasi Survey dan Perencanaan, Direktorat Jenderal Bina Marga; Departemen Pekerjaan umum dan Tenaga Listrik Republik Indonesia.Geometrik JalanAndri Ardiansyah Pratama Setiawan

16

Kajian Tentang Klasifikasi dan Spesifikasi Jalan Raya 25

Tabel 8: Ketentuan Standar Tentang Klasifikasi dan Spesifikasi Bagian-bagian Jalan Raya

KLASIFIKASI JALANJALAN RAYA UTAMAJALAN RAYA SEKUNDERJALAN PENGHUBUNG

III AII BII CIII

KALSIFIKASI MEDANDBGDBGDBGDBGDBG

Lalu lintas Harian Rata-Rata> 200006000 - 200001500 - 8000< 2000-

(LHR) dalam smp

Kecepatan Rencana (km/jam)120100801008060806040604030604030

Lebar Derah Pengusaan606060404040303030303030202020

Minimum (meter)

Lebar Perkerasan (meter)minimum 2 (2x3,75)2x3,50 atau 2x(2x3,50)3.52x3,03,50 - 6,00

Lebar Median Minimum (meter)101,50**---

Lebar Bahu (meter)3.53332.52.532.52.52.51.511,50 - 2,50*

Lereng Melintang Perkerasan0.020.020.020.030.04

Lereng melintang Bahu0.040.040.060.060.06

Jenis Lapisan Permukaan JalanAspal Beton (hot mix)Aspal BetonPenetrasi berganda atau setarafPaling tinggi penetrasi tunggalPaling tinggi dengan pelaburan aspal

Miring Tikungan Maksimum0.10.10.10.10.1

Jari-Jari Lengkung minimum (meter)56035021035021011521011550350115501155030

Landai Maksimum0.030.050.060.040.060.070.050.070.080.060.080.10.060.080.3

CATATAN : * = Menurut Keadaan Setempat ** = Untuk 4 JalurD = DatarB = BukitG = Gunung

2.5 Penampang MelintangPenampang melintang jalan adalah potongan suatu jalan tegak lurus pada as jalannya yang menggambarkan bentuk serta susunan bagian-bagian jalan yang bersangkutan pada arah melintang. Daerah manfaat jalan (DAMAJA) yaitu daerah badan jalan, parit tepi jalan dan ambang pengamanan, sedangkan Daerah Milik Jalan (DAMIJA) yaitu daerah yang disediakan atau dikuasai untuk keperluan jalan dan perlengkapannya, yang terdiri dari Damaja dan ambang pengaman. Daerah Pengawasan Jalan (DAWASJA) merupakan sejalur tanah tertentu diluar Daerah Milik Jalan yang ada dibawah pengawasan jalan.Pada umumnya kelengkapan bagian-bagian suatu jalan raya terdiri dari Lajur lalu Iintas, Bahu jalan, Saluran samping (drainase), Kemiringan lereng (Talud), Median, Trotoar, Kerb, dan Pengaman tepi dan lajur daerah milik jalan (DMJ).

Gambar 6. Penampang Melintang (Cross Section)

Gambar 7. Potongan Melintang

2.6 Klasifikasi dan Penggolongan KendaraanPada dasarnya jenis kendaraan yang beroperasi di Indonesia dapat diklasifikasikan kedalam 12 golongan, termasuk sepeda motor dan kendaraan tidak bermotor, seperti diperlihatkan dalam Tabel 1, yaitu : Kendaraan ringan, Truk/Bus Sedang, Bus Besar, Truk Berat, Truk dan Trailer dengan berbagai konfigurasi sumbu, serta Sepeda Motor dan Kendaraan tidak bermotor. Dalam penetapan tarif tol untuk kendaraan yang berbeda, dilakukan penggolongan kendaraan berdasarkan karakteristik kendaraan (kecuali Sepeda Motor dan Kendaraan Tidak Bermotor dikeluarkan dari klasifikasi tersebut, karena kendaraan jenis tersebut tidak diperkenankan lewat di jalan tol). Diwaktu yang lalu, penggolongan kendaraan ini didasarkan pada besarnya BKBOK untuk masing-masing kendaraan yang akhirnya disederhanakan dengan cara membagi golongan kendaraan tersebut kedalam 3 golongan, yaitu Gol. I, IIA dan IIB (lihat Gambar 1 untuk rincian masing-masing golongan kendaraan) dengan perbandingan atau komposisi tarif 1 : 1.5 : 2. Namun demikian, tidak di semua ruas jalan tol yang sudah beroperasi perbandingan tersebut diberlakukan. Hal ini terkait dengan penetapan tarif di masa lalu yang masih belum terlalu jelas proses dan metodologinya dan lebih berdasarkan pertimbangan atau kebijakan pemerintah saja.

Tabel 9 Golongan dan kelompok jenis kendaraan

Gambar 8 Penggolongan kendaraan

Setelah didapat angka "S.M.P."-nya kita menentukan kelas jalan dengan membaca Tabel 2.2. Sebagai contoh perhatikan daflar yang menghasilkan jumlah "S.M.P." suatu jalan sebesar 10.500 S.M.P. yang dapat dibaca di bawah ini.

Gambar 9 : Distribusi Beban sumbu

2.6.1 Klasifikasi menurut wewenang pembinaan jalanKlasifikasi jalan menurut wewenang pembinaannya sesuai PP. No.26/1985 adalahjalan Nasional, Jalan Propinsi, Jalan Kabupaten/Kotamadya, Jalan Desa, dan Jalan Khusus.a. KRITERIA PERENCANAAN Kendaraan Rencana1) Kendaraan Rencana adalah kendaraan yang dimensi dan radius putarnya dipakai sebagai acuan dalam perencanaan geometrik.2) Kendaraan Rencana dikelompokkan ke dalam 3 kategori:3) Kendaraan Kecil, diwakili oleh mobil penumpang;4) Kendaraan Sedang, diwakili oleh truk 3 as tandem atau oleh bus besar 2 as;5) Kendaraan Besar, diwakili oleh truk-semi-trailer.6) Dimensi dasar untuk masing-masing kategori Kendaraan Rencana ditunjukkan dalam Gambar 10 menampilkan sketsa dimensi kendaraan rencana tersebut.

Gambar 10 : Jari - jari Manuver Kendaraan Kecil

2.7 Standar GeometriPada prinsipnya standar geometrik jaringan jalan Trans Asia mengacu kepada AASHTO sebagaimana yang dikembangkan di Indonesia. Klasifikasi jalan Trans Asia dibagi ke dalam empat kelas yaitu Primer, kelas I, II, dan III seperti diberikan pada Tabel-1 berikut.Tabel-10 Standar jalan Trans Asia

Tabel-11 Standar Trans Asia

Sumber: Asian Highway ; L=level; R=rolling; M=mountainous; S=steep

Tabel-12 Standar Indonesia

Sumber: Iskandar, 2008; D=datar; B=bukit; G=gunungMembandingkan standar desain jalan pada UU No.38 tahun 2004, PP No. 34 tahun 2006, standar gometrik jalan antar kota [Kusnandar, 2008], serta standar desain Trans Asia, pada prinsipnya standar desain jalan yang diterapkan di Indonesia sebagian besar memenuhi standar Trans Asia. Beberapa bagian standar jalan nasional yang sudah beroperasional yang dipandang secara teknis masih di bawah standar Trans Asia antara lain:a. Lebar ROW; di dalam standar jalan Indonesia menetapkan ROW jalan minimal 30 meter untuk jalan bebas hambatan dan 25 meter untuk jalan raya. Trans Asia menetapkan lebar ROW 50 meter untuk kelas jalan primer 4/2-D dan 40 meter untuk jalan kelas I. Membandingkan perbedaan ROW jalan lebih berimplikasi kepada perbedaan ruang bebas samping. ROW jalan yang lebih lebar akan memberi ruang bebas samping yang lebih luas dibandingkan dengan ROW yang lebih rendah. Mengikuti standar Trans Asia jelas akan meningkatkan tingkat keselamatan, akan tetapi di sisi lain memiliki konsekuensi pendanaan untuk pelebaran ROW jalan yang tidak kecil bila diterapkan untuk semua ruas jalan yang menjadi bagian Trans Asia.b. Vertical Clearance; tinggi ruang bebas jalan yang akan diterapkan untuk semua ruas jalan nasional yang menjadi bagian Trans Asia harus mempertimbangkan standar Trans Asia. Standar tinggi ruang bebas yang ditetapkan Trans Asia adalah 4,50 meter. Secara prinsip di dalam standar geometrik jalan Indonesia sebetulnya sudah menetapkan 5,00 meter. Pertanyaannya apakah semua ruas jalan nasional, kecuali jalan tol, sudah menerapkan standar yang sama ?c. Lebar perkerasan jalan; konsekuensi penerapan Trans Asia di sejumlah negara mau tidak mau harus mengikuti standar yang ditetapkan oleh Trans Asia termasuk lebar lajur jalan nasional. Berdasarkan data yang didapatkan, pada sebagian besar ruas jalan nasional yang menjadi bagian Trans Asia, beberapa segmen ruas jalan masih di bawah standar Trans Asia untuk kelas arteri primer. Lebar jalan nasional yang masih di bawah 7,00 meter masih berkisar 62% pada koridor AH-25, sedangkan untuk koridor AH-2 hanya berkisar 1,4%. Untuk koridor AH-25 diperkirakan masih banyak memerlukan usaha untuk bisa menyesuaikan diri dengan standar Trans Asia.d. Lebar bahu jalan; lebar bahu masih menjadi persoalan bila mengikuti standar Trans Asia, yang menstandarkan lebar bahu jalan untuk arteri primer 2,00-3,50 meter. Kondisi eksisting lebar bahu jalan nasional memperlihatkan sebagian masih berada di bawah 2,00 meter baik untuk koridor AH-25 dan koridor AH-2. Oleh karena itu tugas berat kedepan adalah bagaimana menyiapkan bahu yang standar yang tentu saja memiliki konsekuensi pendanaan yang tidak kecil.Sedangkan beberapa permasalahan yang akan muncul untuk ruas jalan nasional di mana pada ruas jalan Trans Asia di negara lain tidak diulas antara lain :a) Pembatasan akses; pembatasan akses sebagai persyaratan jalan arteri primer masih menjadi persoalan di ruas-ruas jalan nasional. Sebuah pertanyaan yang menarik dari para ahli jalan yang sering menggelitik adalah dapatkah ruas Pantura Jawa sebagai ruas arteri primer dipandang sebagai kelas jalan raya dengan fungsi arteri? Permasalahan ke depan adalah bagaimana menerapkan standar geometrik secara maksimal pada ruas-ruas jalan arteri primer sesuai kelas dan fungsinya.b) Pembatasan bukaan median; di negara-negara maju penggunaan U-Turn tidak sepopuler di Indonesia. Penggunaan U-Turn untuk ruas-ruas jalan arteri primer yang didesain dengan kecepatan relatif tinggi sangat beresiko terhadap konflik lalu lintas yang pada akhirnya akan menimbulkan kecelakaan lalu lintas.c) Drainase jalan; kebanyakan drainase jalan ruas-ruas jalan nasional, sebagaimana diungkapkan oleh berbagai media, masih memerlukan perhatian tersendiri. Bentuk dan dimensi drainase jalan harus didesain sedemikian rupa agar mampu mengalirkan air di permukaan jalan dengan baik. Fakta yang sering dihadapi pada kondisi eksisting, seringkali air permukaan jalan tidak teralirkan dengan baik sehingga mengakibatkan banjir. Selain berpengaruh terhadap kerusakan jalan, kondisi ini juga berpengaruh terhadap kecelakaan lalu lintas. Penanganan drainase jalan ke depan harus mempertimbangkan pengaruh banjir akibat perubahan iklim global.d) Lalu lintas sepeda motor; Populasi penggunaan sepeda motor di negara-negara Asia termasuk Indonesia tergolong tinggi. Akan tetapi, keberadaan sepeda motor pada ruas-ruas jalan Trans Asia tidak mendapatkan perhatian khusus. Tingginya proporsi kecelakaan lalu lintas yang melibatkan sepeda motor di negara-negara Asia (81% untuk Indonesia) seyogianya menjadi catatan penting di dalam penyediaan prasarana yang berkeselamatan bagi semua pengguna jalan. Riset berkaitan dengan sepeda motor dipandang perlu guna memberi saran penting terhadap kebijakan lajur sepeda motor di Indonesia. Puslitbang Jalan dan Jembatan dalam dua tahun terakhir telah melakukan beberapa kajian penting, sambil menunggu kebijakan perlu tidaknya lajur sepeda motor. Dalam waktu dekat, Puslitbang Jalan dan Jembatan akan melakukan seminar nasional terkait dengan infrastruktur sepeda motor.Mempertimbangkan perkembangan penggunaan sepeda motor yang tumbuh cepat, pesatnya pengembangan penyediaan angkutan masal untuk orang, munculnya kemacetan-kemacetan, dan kecelakaan lalu-lintas yang banyak melibatkan sepeda motor, serta klasifikasi jalan, maka perlu untuk dipikirkan pengembangan infrastruktur jalan sebagai berikut:1) Pada jalan dengan fungsi arterial dengan spesifikasi jalan raya, dalam tingkat kepadatan tertentu dimana volume sepeda motor belum tinggi, dapat dilakukan pemisahan sepeda motor dari mobil. Pada jalan 4 lajur 2 arah terbagi, sepeda motor diwajibkan hanya menggunakan lajur paling kiri.2) Pada jalan dengan fungsi arterial dengan spesifikasi jalan raya, jika tingkat kepadatan lalu-lintas cukup tinggi dimana volume sepeda motor juga cukup tinggi, perlu dilakukan pemisahan sepeda motor dari mobil. Pada jalan 4 lajur 2 arah terbagi, dapat dikembangkan jalur lambat yang sejajar dengan jalur utama, dipisahkan oleh jalur pembagi, sebagai jalan untuk sepeda motor bercampur dengan kendaraan lambat lainnya.3) Pada jalan dengan fungsi arterial dengan spesifikasi jalan sedang, pada tingkat kepadatan tertentu dan volume sepeda motor cukup tinggi, perlu dilakukan pemisahan sepeda motor dari kendaraan bermotor roda-4. Pemisahan tersebut dapat dilakukan dengan meningkatkan jalan dimana bahu jalan diperlebar untuk jalan sepeda motor dan kendaraan lambat lainnya, atau meningkat menjadi jalan raya sesuai butir 1) atau butir 2) di atas.4) Bila kebutuhan sepeda motor sudah cukup tinggi sehingga sudah sangat tidak efisien jika digabungkan dengan kendaraan bermotor roda-4, maka perlu dipikirkan kedepan bagaimana pengembangan Jalur Khusus Sepeda Motor (JKSM) yang merupakan pengembangan dari jaringan jalan yang ada.Pengaturan kecepatan aliran lalu-lintas yang diizinkan dalam setiap ruas jalan tersebut, dapat mengacu kepada batasan-batasan kecepatan rencana yang diatur dalam PP 34/2006. PP tersebut mengatur bahwa untuk jalan arteri dalam sistem primer, kecepatan rencana minimum 60km/jam, sementara itu dalam sistem sekunder minimum 30km/jam. Kecepatan yang diizinkan untuk pengguna jalan dibatasi tidak melebihi kecepatan rencana jalan tersebut.1) Pada jalan dengan fungsi arterial dengan spesifikasi jalan raya, dalam tingkat kepadatan tertentu dimana volume sepeda motor belum tinggi, dapat dilakukan pemisahan sepeda motor dari mobil. Pada jalan 4 lajur 2 arah terbagi, sepeda motor diwajibkan hanya menggunakan lajur paling kiri.2) Pada jalan dengan fungsi arterial dengan spesifikasi jalan raya, jika tingkat kepadatan lalu-lintas cukup tinggi dimana volume sepeda motor juga cukup tinggi, perlu dilakukan pemisahan sepeda motor dari mobil. Pada jalan 4 lajur 2 arah terbagi, dapat dikembangkan jalur lambat yang sejajar dengan jalur utama, dipisahkan oleh jalur pembagi, sebagai jalan untuk sepeda motor bercampur dengan kendaraan lambat lainnya.3) Pada jalan dengan fungsi arterial dengan spesifikasi jalan sedang, pada tingkat kepadatan tertentu dan volume sepeda motor cukup tinggi, perlu dilakukan pemisahan sepeda motor dari kendaraan bermotor roda-4. Pemisahan tersebut dapat dilakukan dengan meningkatkan jalan dimana bahu jalan diperlebar untuk jalan sepeda motor dan kendaraan lambat lainnya, atau meningkat menjadi jalan raya sesuai butir 1) atau butir 2) di atas.4) Bila kebutuhan sepeda motor sudah cukup tinggi sehingga sudah sangat tidak efisien jika digabungkan dengan kendaraan bermotor roda-4, maka perlu dipikirkan kedepan bagaimana pengembangan Jalur Khusus Sepeda Motor (JKSM) yang merupakan pengembangan dari jaringan jalan yang ada.Pengaturan kecepatan aliran lalu-lintas yang diizinkan dalam setiap ruas jalan tersebut, dapat mengacu kepada batasan-batasan kecepatan rencana yang diatur dalam PP 34/2006. PP tersebut mengatur bahwa untuk jalan arteri dalam sistem primer, kecepatan rencana minimum 60km/jam, sementara itu dalam sistem sekunder minimum 30km/jam. Kecepatan yang diizinkan untuk pengguna jalan dibatasi tidak melebihi kecepatan rencana jalan tersebut.2.8 Dimensi dan MST KendaraanJika diperkirakan dengan beroperasinya Trans Asia di Indonesia akan membawa sejumlah konsekuensi tersendiri terutama bagi lalu lintas nasional. Dimensi kendaraan sebagai salah satu parameter di dalam perencanaan desain geometri harus mempertimbangkan dimensi kendaraan yang beroperasi di negara-negara Asia lainnya. Demikian juga dengan penerapan MST untuk ruas-ruas jalan nasional yang menjadi bagian dari Trans Asia harus mempertimbangkan MST di negara-negara lainnya. Untuk Indonesia, dimensi kendaraan dan MST yang berlaku adalah seperti diberikan pada Tabel-4. Dimensi dan MST kendaraan pada tabel tersebut merupakan standar pelayanan jalan berdasarkan klasifikasi, fungsi dan pemanfaatannya sebagaimana termuat di dalam UU No. 38 tahun 2004 dan PP No. 34 tahun 2006 tentang Jalan, serta PP No. 44 tahun 1993 tentang Kendaraan dan Pengemudi, dan revisi UU No. 14 tahun 1992 (yang saat ini sedang dalam pengesahan).Sumber: Iskandar, 2008Dimensi dan MST kendaraan sebagaimana diatur di dalam perundang-undangan menjadi standar minimum [Iskandar, 2008] yang harus dipenuhi guna mewujudkan keselamatan jalan raya darat. Penerapan dimensi dan MST kendaraan untuk ruas arteri bagi ruas-ruas jalan yang menjadi bagian Trans Asia khusus untuk jalan kelas I dengan fungsi arterial dijinkan dengan MST >10 ton. Namun bila memasuki kelas dan fungsi jalan yang lebih rendah, tentunya diperlukan pengaturan sehingga kendaraan dengan MST>10 ton tidak serta merta diperkenankan. Oleh karena itu, tantangan ke depan perpindahan moda berdasarkan ukuran dan MST kendaraan harus difasilitasi dengan terminal barang. Di sisi lain, untuk ruas-ruas jalan Trans Asia baik pada koridor AH-2 dan AH-25 yang belum memiliki standar jalan dengan MST>10 ton ke depan harus menyesuaikan dengan standar Trans Asia untuk jalan kelas primer dan kelas I yang berstandar MST 10 ton. Pembatasan beban seperti yang dinyatakan di dalam perundang-undangan pada dasarnya selain untuk mewujudkan parasarana jalan raya yang aman, juga untuk mencegah terjadinya overloading yang dapat berdampak terhadap kerusakan permukaan jalan. Konsekuensi kerusakan jalan tidak saja terhadap terjadinya penurunan umur rencana jalan, tetapi memiliki dampak yang lebih luas ke bidang lain seperti kecelakaan lalu lintas dan makin lamanya waktu perjalanan, sebagaimana yang terjadi pada ruas-ruas jalan di jalur Pantura Jawa.2.9 Keselamatan Lalu LintasKeselamatan lalu lintas menjadi tema sentral yang makin penting di tengah masih banyaknya kejadian kecelakaan lalu lintas di Indonesia. Sebagian besar kecelakaan terjadi di daerah perkotaan karena volume lalu lintas yang tinggi, disiplin pengemudi yang kurang, kondisi emosi pengemudi yang sedang tergesa gesa untuk mencapai tujuan, dan sebab sebab lainnya. Kecelakaan mengakibatkan kerugian tidak saja bagi korban, namun juga bagi keluarga korban, lebih lebih jika korban adalah satu satunya penanggung ekonomi keluarga.

2.9.1 Pengertian KecelakaanMenurut Peraturan Pemerintah No. 43 tahun 1993 tentang prasarana dan lalu lintas jalan mengartikan kecelakaan lalu lintas adalah suatu peristiwa di jalan yang tidak disangka-sangka dan tidak sengaja melibatkan kendaraan dengan atau tanpa pemakai jalan lainnya, mengakibatkan korban manusia atau kerugian harta benda.Hal lain yang perlu diketahui sehubungan dengan kecelakaan adalah kuantitas dan kualitas kecelakaan. Kuantitas kecelakaan adalah tinjauan terhadap kecelakaan yang hanya memperhatikan angka kejadian kecelakaan semata. Sedangkan yang dimaksud kualitas kecelakaan adalah tinjauan kejadian kecelakaan yang tidak semata melihat angka kejadian kecelakaan saja, namun meninjau produk kejadian kecelakaan tersebut yaitu tingkat keparahan korban maupun kendaraan kecelakaan karena setiap jenis jalan akan mempunyai tingkat keparahan yang berbeda.

2.9.2 Korban KecelakaanKorban kecelakaan dapat dibedakan menjadi 3 menurut PP No. 43 tahun 1993, yaitu :1. Korban matiKorban mati adalah korban yang dipastikan mati sebagai akibat kecelakaan lalu lintas dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari setelah kecelakaan tersebut.2. Korban luka beratKorban luka berat adalah korban yang karena luka-lukanya menderita cacat tetap atau harus dirawat dalam jangka waktu lebih dari 30 (tiga puluh) hari sejak terjadinya kecelakaan.3. Korban luka ringanKorban luka ringan adalah korban yang tidak termasuk dalam pengertian di atas.

2.9.3 Penyebab Kecelakaan

Lalu lintas ditimbulkan oleh adanya pergerakan dari alat-alat angkut, karena ada kebutuhan perpindahan manusia dan atau barang. Unsur-unsur sistem jalan raya adalah semua yang dapat berpengaruh terhadap lalu lintas. Di antara faktor-faktor pokok penyebab kecelakaan menurut Wells (1993) yaitu : kerusakan kendaraan, rancangan kendaraan, cacat pengemudi, permukaan jalan dan rancangan jalan. Faktor-faktor penyebab kecelakaan dikelompokkan menjadi 3 meliputi (Hobbs, 1995) : pemakai jalan, kendaraan dan lingkungan jalan raya.

1. Faktor manusia (pemakai jalan)Pada umumnya semua faktor yang penyebab kecelakaan lalu lintas tidak berdiri sendiri, tetapi merupakan kombinasi dari berbagai penyebab. Karakteristik pemakai jalan antara lain usia, jenis kelamin dan tingkat sosial (Oglesby dan Hick, 1988). Kesalahan yang sering dilakukan oleh pemakai jalan sehingga terjadi kecelakaan lalu lintas adalah kecepatan yang berlebihan, lengah, salah anggapan, sikap panik dari orang-orang yang tidak berpengalaman (Hobbs, 1995).2. Faktor kendaraanJumlah kendaraan yang ada pada saat ini mengalami peningkatan, terbukti dengan banyaknya kendaraan yang berlalu lalang di ruas-ruas jalan khususnya daerah perkotaan. Kenaikan jumlah kendaraan yang melalui ruas jalan akan menambah angka LHR (Lalu Lintas Harian Rata-Rata). Dengandemikian lalu lintas menjadi padat karena kenaikan jumlah kendaraan tersebut tidak sebanding dengan penambahan ruas jalan.Kendaraan dapat menjadi faktor penyebab terjadinya kecelakaan lalu lintas bila tidak dikemudikan sebagaimana mestinya, sehingga akibat dari kondisi tekniknya yang tidak layak jalan, atau penggunaan kendaraan yang tidak sesuai aturan.3. Faktor jalan dan lingkunganFaktor jalan dapat menjadi faktor penyebab kecelakaan bila jalan tersebut tidak sesuai dengan aturan yang ada atau sudah mengalami kerusakan yang ditimbulkan oleh pembuatan yang tidak sesuai aturan atau memang sudah tua. Kerusakan pada permukaan jalan, kontruksi jalan rusak atau tidak sempurna, geometri jalan kurang sempurna merupakan sebagian dari masalah jalan yang mengakibatkan terjadinya kecelakaan.Lingkungan merupakan salah satu yang dapat menyebabkan kecelakaan lalu lintas, tetapi bisa berhubungan dengan faktor penyebab kecelakaan lain terutama faktor manusia. Sebagian dari pengaruh lingkungan adalah cuaca, asap kendaraan ataupun dari industri dan pandangan sekitar.

2.9.4 Klasifikasi Kecelakaan

Pignataro (1973) mengklasifikasi kecelakaan berdasarkan cara terjadinya yaitu :1. Hilang kendali atau selip.2. Tanpa tabrakan atau kecelakaan sendiri di jalan :a. berjungkir balik di jalan,b. kecelakaan lain.3. Tabrakan di jalan dengan :a. pejalan kaki,b. kendaran motor lain yang sedang berjalan,c. kendaraan yang di parkir,d. kereta api,e. pengendara sepeda,f. binatang,g. obyek tetap danh. obyek lain.Sedangkan menurut jenis tabrakan, kecelakaan digolongkan :1. Tabrakan lurus,2. Tabrakan belakang,3. Tabrakan samping,4. Tabrakan depan,5. Tabrakan mundur dan6. Tabrakan lain.

2.9.5 Angka Kecelakaan

Analisis data kecelakaan merupakan salah satu cara pendekatan terhadap kecelakaan. Dengan analisis, dapat dilihat kencenderungan kecelakaan yang terjadi dan dapat diidentifikasi keberhasilan terhadap suatu perubahan dengan segera pendekatan tersebut dapat dipahami bahwa perbaikan pada kenyataannya memang disebabkan oleh suatu usaha bukan hanya fluktuasi belaka.Metode-metode yang dapat digunakan dalam perhitungan angka kecelakaan adalah (Pignataro, 1973) :1. Accident rate per-mileAccident rate per-mile adalah angka kecelakaan per-mil dari suatu ruas jalan tertentu. Kecelakaan berbahaya diekspresikan sebagai jumlah kecelakaan dari semua tipe per-mil dari setiap jalan. Untuk kasus di Indonesia diilustrasikan per-km dari ruas jalan yang ditinjau, dirumuskan :R = A / L . (12.1)Dengan :R = Angka kecelakaan/km/tahunA = Jumlah kecelakaan selama periode pengamatan (kecelakaan/tahun)L = Panjang jalan yang ditinjau (km)2. Accident rate based on vehicle-mileAccident rate based on vehicle-mile adalah bahaya lalu lintas diekspresikan sebagai jumlah kecelakaan per 100 juta kendaraan-mil perjalanan. Angka kendaraan-mil diekspresikan dalam bagian kematian, luka-luka atau kecelakaan total per 100 juta kendaraan per-mile. Untuk kasus di Indonesia diilustrasikan per-km dari ruas jalan yang ditinjau, dirumuskan :R = ( C x 100.000.000 ) / V ... (12.2)Dengan :R = Angka kecelakaan per-100 juta kendaraan-km-tahunC= Jumlah kecelakaan selama waktu pengamatan (kematian atau luka-luka/ kecelakaan total per tahun)V = Volume kendaraan selama waktu pengamatan (kendaraan-km)3. Angka korban kecelakaanAngka korban kecelakaan adalah angka kecelakaan, menggambarkan kecelakaan parah yang menyebabkan timbulnya korban dari kecelakaan yang terjadi.4. Severity indexSeverity index adalah indeks kefatalan atau keparahan kecelakaan, menggambarkan tingkat kekerasan relatif yang didefinisikan sebagai jumlah kefatalan tiap kecelakaan. Indeks keparahan dapat dinyatakan dalam persen, dirumuskan :S I = ( F / A ) x 100% (12.3)Dengan :S I = Indeks kefatalan (%)F = Jumlah kecelakaan fatal (kecelakaan fatal per tahun)A = Jumlah total kecelakaan pada ruas jalan (total kecelakaan per tahun)Hal ini perlu dipahami bahwa, indeks kefatalan hanya menggambarkan perbadingan kecelakaan fatal terhadap total kecelakaan yang terjadi. Ruas jalan yang mempunyai kecelakaan fatal banyak dapat mempunyai indeks kefatalan yang rendah hanya karena jumlah kecelakaan yang terjadi tinggi.Rekayasa & Manajemen Lalu lintas, Teori dan Aplikasi 12 . 65. Angka kecelakaanAngka kecelakaan berdasarkan tingkat kecelakaan, pada metode perhitungan bobot atas tingkat kecelakaan (accident severity) dengan menerapkan angka Equivalent Property Damage Only Accident (EPDO). EPDO adalah nilai ekivalen dari tiap-tiap kejadian kecelakaan terhadap nilai titik yang mengakibatkan kerusakan saja (Damage Only). Kecelakaan fatal ekivalen dengan 12 kali nilai setiap kecelakaan yang hanya mengakibatkan kerusakan saja (DO), luka berat ekivalen dengan 6 kali DO dan kecelakaan ringan ekivalen dengan 3 kali DO.

BAB IIIKAJIAN TEORI3.1 Jaringan Jalan RayaPerkembangan kota merupakan suatu proses perubahan perkotaan dari suatu keadaan ke keadaan lain dalam waktu yang berbeda. Proses perubahan ini menyangkut suatu proses yang berjalan secara alami atau secara artificial dalam arti campur tangan manusia ikut menentukan perubahan keadaan tersebut. Perkembangan kota berkaitan erat dengan perkembangan kegiatan ekonomi dan penduduk. Sementara itu kegiatan ekonomi tersebut diduga merupakan daya tarik masuknya sejumlah penduduk sehingga perkembangan penduduk kota relatif lebih tinggi. Peningkatan jumlah penduduk tersebut pada gilirannya memerlukan lahan yang luas untuk areal pemukiman dan aktivitas kehidupan masyarakat. Seiring dengan perkembangan kota dan pertumbuhan penduduk yang pesat tersebut mendorong peningkatan kebutuhan akan fasilitas umum untuk menunjang tingkat pertumbuhan perkotaan. Salah satu kebutuhan yang penting adalah pembangunan prasarana dan sarana jalan raya. Sejalan dengan meningkatnya pembangunan sarana dan prasarana jalan raya tersebut akan mengundang atau menjadi daya tarik bagi tumbuhnya permukiman penduduk. Sebagaimana dikemukanan Hommer Hoyt dalam Yunus (1999) yaitu teori pola sektor bahwa pengembangan kota lebih mempertimbangkan aksesibilitas atau kemudahan kemudahan dalam artian bahwa penduduk akan bertempat tinggal pada daerah yang nyaman dengan ketersediaan fasilitas. Faktor aksesibilitas ini lebih menekankan perkembangan kota berawal di sepanjang jalur jalan raya umum, dalam hal ini jaringan jalan. Kondisi tata ruang suatu kota secara langsung maupun tidak langsung banyak dipengaruhi oleh kerangka jalan raya kota yang ada. Selain penduduk, pemanfaatan ruang, dan fasilitas kota yang ada, aspek jalan raya ini merupakan salah satu dari komponen-komponen utama dalam menunjang aksesibilitas kota (Koestoer (1995).. Selain memberikan kemudahan dalam aksesibilitas, pembangunan jalur jalan raya juga akan berdampak pada beberapa perubahan, baik itu perubahan yang diinginkan maupun tidak diinginkan. Salah satu perubahan yang dapat dilihat adalah perubahan pemanfaatan dan fungsi lahan di sepanjang jalur jalan yang ada.

3.2 Kondisi Jalan Kota Bandung

Berawal dari sebuah kota kabupaten yang sunyi di tahun 1811, Bandung direncanakan sebagai kota peristirahatan untuk menampung 400.000 penduduk. Hal ini antara lain tercermin dari lebar jalan yang relatif sempit dan 75 % di antaranya adalah jalan lokal. Jaringan jalan yang berpola kisi-kisi (grideron pattern) dan memiliki banyak persimpangan sengaja dirancang untuk melayani daerah hunian (residential area). Seiring dengan perjalanan waktu, Bandung berkembang menjadi kota yang padat yang ramai. Kota yang dulunya hanya seluas 8.098 ha ini terus mengalami pemekaran. Berdasarkan Surat Jawaban Mendagri kepada Gubernur Jawa Barat No. 153/313/POUD tanggal 22 Januari 1985, luas Kodya Bandung membengkak menjadi 17.000 ha. Di lahan seluas itu, kini Kodya Bandung diperkirakan dihuni oleh sekitar 2,5 juta penduduk.

Membengkaknya jumlah penduduk Bandung dengan tingkat pertumbuhan yang menurut Bappeda sekitar 10% per tahun, selain karena pertumbuhan alami juga karena tingginya tingkat urbanisasi. Ini tak lepas dari perkembangan Bandung sendiri. Kota yang sempat dijuluki "Intelligent City" berkat kecerdikan rancangannya ini, telah berkembang menjadi kota "serba" yang memiliki banyak fungsi, mulai dari pusat pemerintahan daerah, pendidikan, industri, perdagangan, hingga pariwisata. Realitas ini menjadi daya tarik yang kuat bagi para migran, bukan saja mereka yang berasal dari Jawa Barat atau Pulau Jawa saja, tetapi juga mereka yang datang dari berbagai penjuru tanah air.

Perkembangan Bandung yang begitu pesat ternyata tidak diimbangi oleh pertumbuhan kelengkapan kota. Kuantitas jalan relatif tidak berubah. Jaringannya pun masih tetap berpola kisi-kisi, sebuah pola yang tentunya kurang mendukung lagi untuk kondisi Bandung sekarang. Akibatnya bisa ditebak, kini semakin sulit melakukan perjalanan yang lancar dan nyaman di Kota Bandung. Kemacetan siap menghadang para pengguna jalan. Jika sebelumnya kemacetan terbatas di pusat kota dan hanya pada jam-jam sibuk, kini keadaan serupa menyebar ke berbagai ruas jalan dan kerap tidak mengenal waktu.

Daerah Bundaran Cibiru di batas timur kota adalah contoh daerah langganan macet. Antrian kendaraan di daerah ini masih harus disambung di sepanjang ruas Jalan Raya Ujungberung. Keadaan hampir tak jauh berbeda dialami para pemakai jalan yang menuju Kota Bandung, baik yang dari arah utara (Jl. Setiabudhi), selatan (Jl. Kopo, Dayeuhkolot, dan Buahbatu), maupun dari barat (Jl. Jend. Sudirman).

Gambar : Kedaan Jalanan Kota BandungSumber : http://static.inilah.com

3.2.1 Ketimpangan supply-demand

Tak bisa dipungkiri bahwa masalah mendasar dari semrawutnya transportasi Kota Bandung sebagaimana tipikal kota-kota besar di Indonesia lainnya adalah adanya disparitas antara sistem sediaan (supply) dengan sistem permintaan (demand).

Terhadap realitas ini, Prof. Dr. Ir. B.S. Kusbiantoro, pakar transportasi ITB memberikan gambaran, panjang jalan di Kodya Bandung adalah 796,4 km (186,2 km jalan arteri dan kolektor sepanjang serta 610,2 km jalan lokal). Dengan anggapan jalan arteri dan kolektor rata-rata selebar 10 meter dan jalan lokal selebar 5 meter, maka luas jalan hanya sekitar 3% dari luas Kota. Jumlah itu jelas sangat kecil, apalagi jika dibandingkan dengan standar kota-kota ternama di dunia yang bisa mencapai 15-25%.

Rendahnya kuantitas jalan di Kota Bandung makin diperparah oleh kenyataan bahwa jalan yang ada pun tidak bisa memberikan layanan kapasitas yang optimal. Berdasarkan hasil pengamatan ahli transportasi ITB, Dr. Ir. Ofyar Z. Tamin, banyak ruas jalan di Kota Bandung yang hanya beroperasi 30-40% dari kapasitasnya. Kondisi ini, menurutnya, disebabkan karena banyaknya parkir di badan jalan (on street parking) serta banyaknya pejalan kaki yang berjalan di badan jalan. Selain itu, idealnya, kata Prof. Ir. Ofyar Z. Tamin, M.Sc., Eng., dari Departemen Teknik Sipil Institut Teknologi Bandung (ITB), 10% s.d. 30% wilayah kota harus dialokasikan untuk pergerakan kendaraan. Sementara itu, di Kota Bandung, hanya 2% s.d. 3% wilayahnya yang dimanfaatkan untuk fasilitas jalan. Data lain menyebutkan 4% dari total luas wilayah.

Sarana jalan yang ada itu pun sebagian besar tidak digunakan secara maksimal untuk pergerakan kendaraan. Ada yang digunakan untuk lahan perpakiran, pasar tumpah, serta pedagang kaki lima. Hal ini makin memperkecil lahan jalan yang memang sudah kecil. Jadi tidak aneh jika Bandung macet, terutama jika akhir pekan ketika banyak orang Jakarta berlibur ke Kota Bandung.

Macet ini bukan melulu soal terlambat. Akan tetapi, juga soal pemborosan yang sangat menghina bangsa yang tengah dililit utang ini. Hasil penelitian menyebutkan, kecepatan rata-rata perjalanan menuju pusat Kota Bandung dari daerah pinggiran (suburban) hanya sekira 20 km/jam. Jika kecepatan rata-rata ideal di jaringan jalan perkotaan adalah 30 km/jam, inefiensi waktu perjalanan akibat kemacetan di Bandung sekira 33% dari total waktu perjalanan semestinya. Dengan asumsi bahwa nilai waktu penduduk di Kota Bandung adalah Rp 5.000,00/jam dan jumlah pelaku perjalanan pada waktu jam sibuk sekitar 150.000 orang/perjalanan, maka terjadi pemborosan waktu sebesar Rp 247,6 juta per jam puncak atau sama dengan Rp 1.780.000.000,00/hari, lebih dari Rp 0,5 triliun/tahun. Bayangkan, semua itu hanya terjadi di Kota Bandung! Secara sederhana, bila panjang sebuah kendaraan diasumsikan 2 meter, dan bila semua kendaraan itu diantrikan di jalan raya, panjangnya akan mencapai 1.177.280 m atau 1.177,28 km. Padahal, panjang jalan yang ada cuma 1.071 km (tahun 2005-2006). Jadi, walau jalannya mulus dan tanpa gangguan apapun, kemacetan tetap akan terjadi. Hitung-hitungan dan akal-akalan seperti itu jelas terlampau naif.

Eksisting jaringan jalan di Kota Bandung semakin hari memang makin terasa tidak kondusif. Apalagi, dalam lima belas tahun terakhir ini (sebelum krisis moneter) jumlah kendaraan di Kota Bandung mengalami pertumbuhan rata-rata 15% pertahun, sedangkan pertumbuhan jalan relatif stagnan.

Itu pun nyatanya baru berupa perhitungan real cost seperti biaya bahan bakar dan pergerakan manusia saja. Apabila nilai kerusakan lingkungan, pencemaran udara, dan nilai waktu dimasukkan dalam perhitungan, kerugian yang diderita warga Kota Kembang ini bisa mencapai Rp 6 -7 miliar/hari. Angka yang luar biasa fantastis untuk sesuatu yang sia-sia. Bandingkan pula dengan pendapatan asli daerah (PAD) Kota Bandung sebesar Rp 4 miliar/tahun yang diperoleh dari perpakiran yang notabene menjadi salah satu penyebab utama kemacetan di Bandung. Khususnya lahan parkir yang mengambil ruas badan jalan yang hampir setengahnya.Gambar : Jalan Yang BerlubangSumber :http://static.inilah.com

3.2.2 Klasifikasi Jalan da Kendaraan

KlasifikasijeniskendaaanyangterdapatdiKotaBandungdapatdilihatdari pengklasifikasianjeniskendaraanmulaidari;kendaraanyangtidakbermotorterdiri darisepeda, becak,keretakuda;sepedamotorkendaraanberodadua;mobil penumpangterdiridari sedan/jeep,oplet,mikrobus,pickup;angkutankota; truck/bus.Jalanan di Kota Bandung kian hari kian banyak yang berlubang, kerusakan jalan tersebut malah terjadi di beberapa sudut ramai di Kota Bandung, karena kerusakan jalanan tersebut cukup parah, lubang yang dalam dan melebar, hal ini membuat kemacetan lalu lintas semakin menjadi-jadi, diantaranya kerusakan terjadi di daerah Ciumbeuleuit, Dago, Siliwangi, Tronojoyo, dan beberapa jalan lainnya.Di daerah Siliwangi sendiri, kerusakan jalan sudah sangat menganggu, selain lubang pada aspal cukup banyak dan dalam, lubang-lubang tersebut sudah semakin melebar, sehingga saat musim hujan kondisi jalan sangat berbahaya dan tidak nyaman untuk dilalui. Karena kondisi jalan yang seperti ini, banyak dari pengguna jalan harus melajukan kendaraannya dengan sangat perlahan. Padahal, jalan Siliwangi merupakan salah titip padat di kawasan Kota Bandung, terlebih saat memasuki weekend, maka pada daerah ini bisa dilihat kemacetan yang cukup panjang.Namun, sudah seminggu ini perbaikan jalan sudah dimulai, terlihat beberapa petugas perbaikan jalan yang bekerja di daerah ini. Namun sayangnya, perbaikan jalan menghabiskan hampir separuh bagian jalan, sehingga menyebabkan kemacetan yang lebih parah. Perbaikan jalan yang memakan waktu cukup lama ini juga terhambat dengan guyuran hujan yang belakangan semakin sering mengguyur kota Bandung, malahan hujan juga membuat bagian lain dari jalan ini mulai rusak.

3.3 Tindakan Keselamatan Jalan Raya Sudah lama saya menelusuri jalan di Kota Bandung, tapi sampai hari ini masih banyak jalan berlubang menganga. Ada yang sempat ditambal asal-asalan dan tidak tuntas. Tidak bisa dimengerti kenapa hal initerjadi berlarut-larut. Dan saya pesimis, siapapun Walikota Bandung yang akan datang, kondisi jalanan dengan lubang menganga tidak akan pernah tuntas sepanjang masa di Kota Bandung ini. Sangat banyak kondisi jalan seperti di Jalan Terusan Jakarta ini.Bisa jadi, jalanan berlubang ini akan menjadi salah satuikon-nya kota Bandung. Kalau ada kuis anak-anak sekolah SD atau SMP, maka akan ada pertanyaan: Kota mana di Indonesia yang terkenal dengan jalan berlubangnya? Semuanya pasti bisa menjawab, dan jawabannya pastilah Kota Bandung. Kalaupun jalan tersebut diperbaiki, caranya itu lho, rada-rada gak serius. Kalau ada lubang, langsung ditimbun dengan kerikil. Dibiarkan semingguan, baru dikerjain lagi. Ngerjainnya pun pada siang hari, ketika lalu lintas sedang padat-padatnya. Ada lubang sampai dengan kedalaman 10 cm, dengan diameter lebih dari 40 cm. Ini sangat berbahaya. Atau bagi pembalap ugal-ugalan, ini merupakan trek yang menggiurkan?Disamping itu perlu ada pengawasan khusus dalam hal ini, karena jalan yang baik akan meminimalisir jatuhnya korban kecelakaan. Berdasarkan kajian teori d iatas ada beberapa hal yang harus dilakukan, diantaranya: Program keselamatan1. Mempengaruhi pengguna jalanSebagian besar kejadian kecelakaanlalu lintasdiakibatkan karena faktor manusia, sehingga langkah untuk meningkatkan kemampuan masyarakat dalam berlalu lintas, khususnya pengguna sistem lalu lintas dapat dilakukan melalui: PendidikanPendidikan mulai berlalu lintas sejak seorang anak masuk sekolah taman kanak-kanak Penyuluhan melalui media masa Perbaikan peraturan perundangan Tata cara mengemudi Penegakan hukum2. Peningkatan keselamatan kendaraanTeknologi kendaraan bermotor senantiasa ditingkatkan oleh industri kendaraan bermotor untuk meningkatkan keselamatan para penggunanya seperti:A. Teknologi keselamatan aktif Sistem rem anti-macet(ABS) Sistem kontrol traksi (TCS) Sistem kontrol rem elektronik (EBD) Sistem pembantu penglihatan malam hari (Night Vision) Sistem peringatan jarak antar kendaraanB. Teknologi keselamatan pasif Kabin dengan rigiditas tinggi Kantong udara Setir dan dashboard depan Pintu samping Bawah dashboard Sabuk keselamatan Pemberi tensi awal Pembatas beban Sandaran kepala aktifC. Evaluasi keamanan kendaraan Standar evaluasi keamanan kendaraan FMVSS (Amerika Serikat) EuroNCAP(Uni Eropa) JNCAP (Jepang) ANCAP (Australia) KNCAP (Korea Selatan) CNCAP (China)3. Peningkatan jalan Geometrik jalan Radius tikung Kelandaian Median Guard rail Black spot4. Lalu lintas Zebra cross Pelambatan lalu lintas pembatasan kecepatan Jalur lambat/cepat Trotoar5. Penanganan korban Ambulancebeserta paramedik Penanganan korban dirumah sakit [sunting]Asuransi Santunan kepada korban Pertanggungan kerugian material6. Ilmu pengetahuan/riset yang berhubungan Biomekanik cedera / tubrukan Analisis kecelakaan Analisis tingkah laku pengemudi

BAB IIIKESIMPULAN3.1 Kesimpulan

Klasifikasi dan spesifikasi suatu jalan raya dapat ditetapkan jika terdapat kesesuaian antara kepadatan lalu lintas. Klasifikasi dan spesifikasi tersebut sangat berguna dan dapat memberikan kejelasan mengenai tingkat kepadatan lalu lintas yang perlu dilayani oleh setiap bagian-bagian jalan. Klasifikasi dan spesifikasi jalan raya dapat dibedakan menurut fungsi pelayanannya, menurut kelas jalan, menurut keadaan topografi, penggolongan layanan administrasi dan menurut jenis-jenis jalan raya.

3.2 SaranPembangunan Jalan Raya yang baik sebagai salah satu infrastruktur pembangunan ekonomi di Di Indonesia membawa sejumlah konsekuensi yang luas terutama dari aspek lalu lintas dan trasportasi. Apalagi suatu hari nanti kita akan menghadapi Pembangunan Jalan Trans ASIA dan ASEAN Highway Guna mendukung pembangunan tersebut diperlukan sejumlah kesiapan teknologi bidang jalan dan jembatan, kebijakan dan standar-standar pendukung yang dibutuhkan antara lain:a. Pemenuhan standar desain jalan yang harus disesuaikan dengan standar.b. Pengaturan lalu lintas yang mencakup perambuan dan pemarkaan yang baik.c. Tidak ada KKN (Korupsi Kolusi dan Nepotisme) untuk pembangunan infrastruktur yang lebih baik lagi.

DAFTAR PUSTAKA Puslitbang Jalan (1996, 1997, 1998): Pengukuran Elemen Geometrik Jalan. Laporan Litbang, Bandung. Muhammad Idris (2009), Road Map Litbang Keselamatan Jalan, Balai Teknik Lalu Lintas dan Lingkungan Jalan, Pusat Litbang Jalan dan Jembatan, Bandung. http://azwaruddin.blogspot.com/2009/07/sejarah-perkembangan-jalan-raya.html http://binamarga.pu.go.id/referensi/nspm/tata_cara563.pdf

Kajian Tentang Klasifikasi dan Spesifikasi Jalan Raya56