kajian teknologi iradiasi berkas ... - e-jurnal.atk.ac.id

27
1 KAJIAN TEKNOLOGI IRADIASI BERKAS ELEKTRON PADA LIMBAH CAIR PRA PENYAMAKAN KULIT MENJADI PUPUK ORGANIK CAIR Cahya Widiyati 1) , Herry Poernomo 2) 1) Politeknik ATK Kementerian Perindustrian RI Jl. Ring Road Selatan, Glugo, Panggungharjo, Sewon, Bantul, Yogyakarta, 55188 Telepon: (0274) 383728, Faksimili: (0274) 383727 e-mail:[email protected] 2) Pusat Teknologi Akselerator dan Proses Bahan BATAN Jl. Babarsari Kotak Pos 6101 Ykbb, Yogyakarta 55281 ABSTRACT Technology study of electron beam irradiation on the liquid waste of pre tanning become liquid organic fertilizer has been done. Objective of this study is to obtain manufacture method of electron beam irradiation on the liquid waste of pre tanning become liquid organic fertilizer. Process of irradiation on the liquid waste of pre tanning is for detoxification of H2S, disinfection of bacteria pathogen, and decomposition of organic compound (protein) so that ratio of C/N less 30. Result of study shows that smaller air gap (tu) or distance of window to surface of liquid waste film of pre tanning above belt conveyor showing that production capacity of liquid waste after irradiation even greater. At process conditions: e-beam energy E = 0.3 MeV, e-beam current I = 20 mA, tu = 5 cm, and absorbed dose D = 100 kGy it is obtained production capacity of liquid waste after irradiation m = 543.8941 ton/year. At the same condition with E going up to 1.5 MeV, it is obtained that m = 2,886.2444 ton/year. Liquid waste of pre tanning from irradiation result contains macro nutrition that can be used as raw material on the manufacture of liquid organic fertilizer by method of aerobe fermentation using effective microorganism. Keywords: irradiation, liquid waste, liquid organic fertilizer, pre tanning ABSTRAK Telah dilakukan kajian teknologi iradiasi berkas elektron pada limbah cair pra penyamakan kulit menjadi pupuk organik cair. Tujuan kajian ini adalah untuk mendapatkan metoda iradiasi berkas elektron pada limbah cair pra penyamakan kulit menjadi pupuk organik cair. Proses iradiasi berkas elektron pada limbah cair pra penyamakan kulit adalah untuk detoksifikasi H2S, desinfeksi bakteri patogen, dan dekomposisi senyawa organik (protein) agar nisbah C/N tereduksi sekitar 30. Hasil kajian menunjukkan bahwa semakin kecil celah udara (tu) atau jarak antara window dengan permukaan film limbah cair pre tanning di atas belt conveyor menunjukkan kapasitas produksi limbah cair pasca iradiasi semakin besar. Pada kondisi proses: energi berkas elektron E = 0,3 MeV, arus berkas elektron I = 20 mA, tu = 5 cm, dan dosis serap D = 100 kGy diperoleh kapasitas produksi limbah cair pasca iradiasi m = 543,8941 ton/tahun. Pada kondisi yang sama dengan E dinaikkan menjadi 1,5 MeV, maka didapat m = 2.886,2444 ton/tahun. Limbah cair pasca iradiasi yang mengandung unsur hara makro dapat digunakan sebagai bahan baku pada pembuatan pupuk organik cair secara fermentasi aerob menggunakan mikroorganisme efektif. Kata kunci: limbah cair, iradiasi, pupuk organik cair, pra penyamakan kulit

Upload: others

Post on 16-Jun-2022

13 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: KAJIAN TEKNOLOGI IRADIASI BERKAS ... - e-jurnal.atk.ac.id

1

KAJIAN TEKNOLOGI IRADIASI BERKAS ELEKTRON PADA LIMBAH

CAIR PRA PENYAMAKAN KULIT MENJADI PUPUK ORGANIK CAIR

Cahya Widiyati 1), Herry Poernomo2)

1) Politeknik ATK – Kementerian Perindustrian RI

Jl. Ring Road Selatan, Glugo, Panggungharjo, Sewon, Bantul, Yogyakarta, 55188

Telepon: (0274) 383728, Faksimili: (0274) 383727

e-mail:[email protected] 2) Pusat Teknologi Akselerator dan Proses Bahan – BATAN

Jl. Babarsari Kotak Pos 6101 Ykbb, Yogyakarta 55281

ABSTRACT

Technology study of electron beam irradiation on the liquid waste of pre tanning become

liquid organic fertilizer has been done. Objective of this study is to obtain manufacture method of

electron beam irradiation on the liquid waste of pre tanning become liquid organic fertilizer.

Process of irradiation on the liquid waste of pre tanning is for detoxification of H2S, disinfection of

bacteria pathogen, and decomposition of organic compound (protein) so that ratio of C/N less 30.

Result of study shows that smaller air gap (tu) or distance of window to surface of liquid waste

film of pre tanning above belt conveyor showing that production capacity of liquid waste after

irradiation even greater. At process conditions: e-beam energy E = 0.3 MeV, e-beam current I =

20 mA, tu = 5 cm, and absorbed dose D = 100 kGy it is obtained production capacity of liquid

waste after irradiation m = 543.8941 ton/year. At the same condition with E going up to 1.5 MeV,

it is obtained that m = 2,886.2444 ton/year. Liquid waste of pre tanning from irradiation result

contains macro nutrition that can be used as raw material on the manufacture of liquid organic

fertilizer by method of aerobe fermentation using effective microorganism.

Keywords: irradiation, liquid waste, liquid organic fertilizer, pre tanning

ABSTRAK Telah dilakukan kajian teknologi iradiasi berkas elektron pada limbah cair pra

penyamakan kulit menjadi pupuk organik cair. Tujuan kajian ini adalah untuk mendapatkan

metoda iradiasi berkas elektron pada limbah cair pra penyamakan kulit menjadi pupuk organik

cair. Proses iradiasi berkas elektron pada limbah cair pra penyamakan kulit adalah untuk

detoksifikasi H2S, desinfeksi bakteri patogen, dan dekomposisi senyawa organik (protein) agar

nisbah C/N tereduksi sekitar 30. Hasil kajian menunjukkan bahwa semakin kecil celah udara (tu)

atau jarak antara window dengan permukaan film limbah cair pre tanning di atas belt conveyor

menunjukkan kapasitas produksi limbah cair pasca iradiasi semakin besar. Pada kondisi proses:

energi berkas elektron E = 0,3 MeV, arus berkas elektron I = 20 mA, tu = 5 cm, dan dosis serap D

= 100 kGy diperoleh kapasitas produksi limbah cair pasca iradiasi m = 543,8941 ton/tahun. Pada

kondisi yang sama dengan E dinaikkan menjadi 1,5 MeV, maka didapat m = 2.886,2444 ton/tahun.

Limbah cair pasca iradiasi yang mengandung unsur hara makro dapat digunakan sebagai bahan

baku pada pembuatan pupuk organik cair secara fermentasi aerob menggunakan mikroorganisme

efektif.

Kata kunci: limbah cair, iradiasi, pupuk organik cair, pra penyamakan kulit

Page 2: KAJIAN TEKNOLOGI IRADIASI BERKAS ... - e-jurnal.atk.ac.id

2

PENDAHULUAN

Penggunaan pupuk di dunia terus meningkat sesuai dengan pertambahan

luas areal pertanian, pertambahan penduduk, kenaikan tingkat intensifikasi

tanaman pangan serta makin beragamnya penggunaan pupuk sebagai usaha

peningkatan hasil pertanian. Para ahli lingkungan hidup khawatir dengan

pemakaian pupuk kimia anorganik yang berasal dari pabrik ini akan menambah

tingkat polusi tanah yang akan berpengaruh juga terhadap kesehatan manusia

(Yuwono, 2007).

Pupuk organik cair merupakan hasil degradasi bahan organik (unsur

karbon) dalam media cair oleh mikrobia secara fermentasi aerob agar memiliki

nisbah C/N yang rendah. Bahan yang ideal untuk difermentasi menjadi POC

memiliki nisbah C/N sekitar 30, sedangkan POC yang dihasilkan memiliki nisbah

C/N < 20. Bahan organik yang memiliki nisbah C/N jauh lebih tinggi di atas 30

akan terombak dalam waktu yang lama, sebaliknya jika nisbah tersebut terlalu

rendah akan terjadi kehilangan N karena menguap selama proses perombakan

berlangsung. POC yang dihasilkan dengan fermentasi menggunakan teknologi

mikrobia efektif dikenal dengan nama bokashi. Dengan cara ini proses pembuatan

POC dapat berlangsung lebih singkat dibandingkan cara konvensional (Yuwono,

2007).

Sebagian besar industri penyamakan kulit melakukan pembersihan limbah

cair dari hasil ekualisasi yaitu campuran dari limbah cair pra penyamakan kulit

(pre tanning) secara proses pengerjaan basah (beam house process) dan proses

Page 3: KAJIAN TEKNOLOGI IRADIASI BERKAS ... - e-jurnal.atk.ac.id

3

penyamakan kulit dengan krom (chrome tanning). Umumnya proses pengerjaan

basah di industri pengolahan kulit dapat dijelaskan seperti pada Gambar 1

(Anonim, 1996).

Limbah cair yang ditimbulkan dari pre tanning secara proses pengerjaan

basah menimbulkan volume limbah sekitar 25 l/kg kulit mentah. Kemudian

kelanjutan dari proses pengerjaan basah adalah proses penyamakan kulit dengan

krom yang menimbulkan limbah cair sebanyak sekitar 5 l/kg kulit mentah.

Limbah cair dari proses pre tanning sangat berpotensi menimbulkan gas H2S

Gambar 1. Diagram alir proses pre-tanning

Bahan kulit mentah

800 – 1000 % air 1 g/l obat pembasah dan antiseptic: tepol,

molescal, cysmolan

300 – 400 % air 6 – 10 % Ca(OH)2

3 – 6 % NasS

Perendaman

(soaking)

Pengapuran

(liming)

Pembelahan

(splitting)

Pembuangan

kapur (deliming)

Pengikisan protein

(bating)

Pengasaman

(pickling)

Kulit siap disamak

krom

200 – 300 % air 0,75 – 1,5 % asam:

H2SO4, HCOOH,

(NH4)2SO4

200 – 400 % air 35 0C 0,8 – 1,5 % oropon atau enzylon

80 – 100 % air 10 – 12 % NaCl 0,5 – 1 % H2SO4, atau

HCOOH

Limbah cair Limbah padat Filtrasi

Limbah padat

Page 4: KAJIAN TEKNOLOGI IRADIASI BERKAS ... - e-jurnal.atk.ac.id

4

polutan toksis yang berbau seperti telur busuk. Namun demikian limbah cair dari

proses pre tanning justru banyak mengandung unsur hara makro seperti nitrogen

(NH4+) dari proses pengikisan protein pada kulit (bating) dan dari proses

pembuangan kapur pada kulit (deliming), kalsium (Ca2+) dari proses pengapuran

kulit (liming), sulfur (SO42-) dari proses pembuangan kapur pada kulit (deliming),

serta klorida Cl dari proses pengasaman kulit (pickling). Efluen limbah dari

pabrik pengolahan kulit di Indonesia mengandung unsur hara makro N (NH4+)

sebesar 91,52 - 217,3 mg/l dan S (SO42-) sebesar 11,6 - 147,2 mg/l (Supriyanto,

2007). Kedua unsur tersebut merupakan unsur hara makro yang dapat bergabung

menjadi (NH4)2SO4 atau disebut pupuk ZA (Zwavelzuure Ammonium). Unsur

hara Ca2+ dan SO42- dapat membentuk zat pembawa (carrier) CaSO4 pada pupuk

double superphosphate (DP) dengan unsur hara fosfor (P) (Anonim, 1996).

Berkas elektron dihasilkan oleh sumber elektron dari Mesin Berkas Elektron

(MBE) secara emisi termoionik pada filamen yang dipanaskan. Energi berkas

elektron yang keluar dari sumber elektron dinaikkan hingga mencapai energi yang

diinginkan dengan dilewatkan melalui tabung pemercepat dengan cara memasang

tegangan listrik pada elektrode-elektrode tabung pemercepat. Berkas elektron

setelah keluar dari tabung pemercepat discan menggunakan sistem pemayar

(scanning system) pada corong pemayar (scanning horn) agar berkas elektron

dapat mengenai seluruh permukaan bahan yang diiradiasi. Bahan yang akan

diiradiasi dilewatkan di bawah jendela MBE menggunakan beberapa sistem antara

lain sistem ban berjalan (belt conveyor), sistem aerosol, sistem pengadukan, dan

sistem yang lain. Untuk menjaga keselamatan terhadap pekerja, maka

Page 5: KAJIAN TEKNOLOGI IRADIASI BERKAS ... - e-jurnal.atk.ac.id

5

pengoperasian MBE dilakukan dengan bantuan sistem instrumentasi dan kendali.

Mesin berkas elektron generasi kedua yang telah selesai dirancang-bangun di

Indonesia adalah MBE energi rendah 0,3 MeV/20 mA yang saat ini ada di Pusat

Teknologi Akselerator dan Proses Bahan (PTAPB) – BATAN, Yogyakarta

(Darsono, 2009).

MBE adalah mesin yang menghasilkan berkas elektron dipercepat.

Komponen utama MBE umumnya berupa sumber elektron (electron gun), tabung

akselerator, generator tegangan tinggi, sistem pemayar dan vakum seperti

ditunjukkan pada Gambar 2 (Mittal, dkk., 2010).

Gambar 2. Skema mesin berkas elektron

Page 6: KAJIAN TEKNOLOGI IRADIASI BERKAS ... - e-jurnal.atk.ac.id

6

Berdasarkan kandungan unsur hara makro seperti NH4+, P2O5, SO4

2-, Ca2+

yang cukup besar dalam limbah cair dari proses pre tanning pada industri

pengolahan kulit, maka limbah cair dapat dibuat menjadi pupuk organik cair.

Proses pembuatan pupuk organik cair dilakukan dengan mengiradiasi limbah cair

dari proses pre tanning menggunakan berkas elektron. Iradiasi berkas elektron

akan mendetoksifikasi gas H2S toksik menjadi SO2 yang bereaksi dengan H2O,

O2, dan NH3 hasil dekomposisi protein dalam limbah cair oleh berkas elektron

menjadi (NH4)2SO4 yang berfungsi sebagai sumber unsur hara makro nitrogen

((NH4+) dan sulfur ((SO4

2-).

PEMBAHASAN

Pembentukan Radikal Bebas dari Radiolisis Air dalam Limbah Cair oleh

Berkas Elektron

Radiolisis air oleh berkas elektron sekarang ini sudah diketahui secara

jelas seperti ditunjukkan dengan reaksi sebagai berikut (Chmielewski, 1997):

7,33H2O 0,51H2 + 0,46 O(3p) + 4,25 OH + 4,15 H + 1,99 H2O+ +

0,01 H2+ + 0,57OH+ + 0,67H+ + 0,06O+ + 3,3 e- (1)

Dari reaksi (1), ion H2O+ bereaksi dengan elektron (e-) membentuk

elektron termal (e-th). Elektron termal bereaksi dengan molekul air membentuk

elektron terhidrasi (e-aq) dengan reaksi sebagai berikut (Getoff, 1997):

H2O+ + e- —— e-th (2)

e-th + n H2O —— e-

aq (3)

Page 7: KAJIAN TEKNOLOGI IRADIASI BERKAS ... - e-jurnal.atk.ac.id

7

Apabila air dikenai berkas elektron (e-), maka energi pengion diserap oleh

air membentuk radikal OH, elektron terhidrasi (e-aq) dan atom H sebagai radikal

bebas yang reaktif, serta H2O2 dan H2 yang terbentuk karena reaksi cepat. Reaksi

gross pada ionisasi air oleh berkas elektron dan nilai G pada pH 7 disajikan dalam

persamaan reaksi (4) sebagai berikuit (Getoff, 1997; Bekbolet, dkk., 1997; He,

dkk., 1997):

berkas (e-)

H2O ———— e-aq, OH, H, H+, H2O2, H2, OH-

aq (4)

Nilai G pada pH 7: untuk e-aq = 2,7 ( mol/J), OH = 0,6 ( mol/J), H

= 2,8 ( mol/J), H+ = 0,45 ( mol/J), H2O2 = 0,7 ( mol/J), H2 = 3,2 ( mol/J), dan

OH-aq = 0,5 ( mol/J).

Radikal OH dan H2O2 merupakan oksidator kuat, e-aq dan H merupakan

reduktor kuat. Beberapa oksidator yang berupa radikal bebas antara lain OH

mempunyai potensial oksidasi elektrokimia (Eo) = 2,8 V, Eo atom oksigen = 2,42

V, Eo H2O2 = 1,78 V, dan Eo radikal perhidroksil (HO2) = 1,70 V (USEPA, 1998;

Kdasi, dkk., 2004).

Senyawa organik yang terkandung dalam limbah cair pre-tanning dapat

ditulis secara umum dengan rumus kimia CnHaObNc. Banyaknya molekul oksigen

(O2) dalam udara yang diperlukan untuk mengoksidasi senyawa organik dalam

limbah cair ditulis sebagai berikut (Anonim, 2006):

organikzat

3NH c O

2H c)

2

3

2

a(

2COn

2O c)

4

3

2

b

4

a(ncN

bO aH nC

(5)

Page 8: KAJIAN TEKNOLOGI IRADIASI BERKAS ... - e-jurnal.atk.ac.id

8

Dari reaksi (5) terlihat bahwa zat organik bermolekul besar dengan rantai

hidrokarbon (CnHa) yang panjang atau jumlah zat organik yang banyak diperlukan

oksigen yang semakin banyak untuk proses oksidasi zat organik. Apabila

semakin besar kandungan zat organik dalam air limbah, maka oksigen terlarut

dalam air limbah semakin berkurang.

Iradiasi berkas elektron pada limbah cair dengan sistem aerasi dapat

menurunkan COD. Hal ini disebabkan karena semakin banyak senyawa organik

(CnHaObNc) yang terdekomposisi oleh tambahan O2 dari sistem aerasi. Disamping

itu iradiasi berkas elektron terhadap air limbah dengan sistem aerasi menghasilkan

molekul oksigen (O2*) dari radiolisis O2 dalam udara oleh berkas elektron

ditunjukkan dalam persamaan reaksi sebagai berikut (Chmielewski, 1997):

5,37O2 0,077O2* + 2,25O(1d) + 2,8 O(3p) + 0,18O* + 2,07O2+ + 1,23O+

+ 3,3 e- (6)

Molekul O2* selanjutnya akan terdisosiasi menjadi dua radikal bebas atom

oksigen (O) seperti ditunjukkan dalam persamaan reaksi sebagai berikut:

O2* — O + O (7)

Radikal bebas atom oksigen (O) lebih reaktif daripada molekul oksigen (O2)

dalam udara karena potensial oksidasi elektrokimia (Eo) atom oksigen O = 2,42

V, sedangkan Eo molekul O2 = 1,23 V (USEPA, 1998; Urbanavicius, 2007).

Page 9: KAJIAN TEKNOLOGI IRADIASI BERKAS ... - e-jurnal.atk.ac.id

9

Dengan demikian dekomposisi senyawa organik dalam air limbah akan

dipercepat dan diperbanyak oleh peran radikal bebas O. Semakin besar

dekomposisi senyawa organik dalam air limbah oleh O2 dalam udara dari sistem

aerasi dan oleh O dari iradiasi O2 dalam udara oleh berkas elektron menyebabkan

kandungan senyawa organik dalam air limbah menjadi berkurang.

Dekomposisi Protein dalam Limbah Cair dengan Iradiasi Berkas Elektron

Dekomposisi senyawa organik dalam limbah cair dari limbah cair pra

penyamakan kulit dengan berkas elektron dimaksudkan untuk menurunkan jumlah

karbon (C) pada protein dalam limbah cair dalam waktu jauh lebih cepat

dibandingkan dengan proses pembuatan pupuk organik secara konvensional

menggunakan mikrobia biasa maupun secara teknologi fermentasi menggunakan

mikrobia efektif yang dikenal dengan nama bokashi. Dekomposisi protein oleh

berkas elektron dimaksudkan agar terpenuhi rasio C/N < 20 sebagai standar

kualitas pupuk organik.

Dekomposisi protein dalam limbah cair pra penyamakan kulit pasca

iradiasi dengan berkas elektron dilakukan dengan mengadopsi dan memodifikasi

hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Lavale (1997) dan Sampa (2003)

dengan diagram alir proses seperti pada Gambar 3.

Page 10: KAJIAN TEKNOLOGI IRADIASI BERKAS ... - e-jurnal.atk.ac.id

10

Gambar 3. Diagram alir proses dekomposisi polutan dalam limbah cair dengan

berkas elektron

Deskripsi proses dekomposisi polutan dalam limbah cair pra penyamakan

kulit dengan berkas elektron dapat diuraikan sebagai berikut:

Umpan limbah cair oleh pompa P dialirkan dari tangki penampung limbah

(T-1) melalui flat nozzle (FN) ke dalam bak umpan limbah (BUL). Sebagian

luapan limbah cair dalam BUL dialirkan ke T-1 dan sebagian lagi mengalir

melalui weir ke Al sheet membentuk lapisan tipis (film), kemudian dibawa oleh

belt conveyor (BC) pada kecepatan yang dikontrol oleh speed control (SC).

Lapisan tipis limbah cair akan diiradiasi oleh berkas elektron pada energi elektron

(E), arus berkas elektron (I), dan dosis serap (D) tertentu. Lapisan tipis limbah

Page 11: KAJIAN TEKNOLOGI IRADIASI BERKAS ... - e-jurnal.atk.ac.id

11

cair pasca iradiasi di atas gulungan Al sheet selanjutnya diiiris dengan scrapper

dan dialirkan ke tangki T-2.

Limbah cair pre-tanning pasca iradiasi adalah yang telah terdetoksifikasi

dari gas H2S, terdesinfeksi dari bakteri pembusuk yang mengkonsumsi unsur hara

makro dan mikro dalam limbah cair, dan tereduksi unsur karbon (C) karena

terdegradasinya (pemutusan ikatan rangkap C) pada protein dalam limbah cair

oleh beberapa radikal bebas yang dihasilkan oleh radiolisis air oleh berkas

elektron (e-beam).

Penetrasi berkas elektron p dalam satuan (cm) yang keluar dari corong

pemayar pada substrat dapat ditentukan dengan persamaan sebagai berikut

(Chmielewski, 2008; Sarma, 2004):

p = (0,524E - 0,1337) / (8)

dimana, E = energi berkas elektron (MeV), dan = densitas bahan yang diiradiasi

(g/cm3). Persamaan (8) digunakan untuk akselerator elektron dengan energi > 1

MeV.

Menurut Zimek (2005) persamaan penetrasi berkas elektron R dalam satuan

(g/cm2) adalah sebagai berikut:

R = 0,412 E n (9)

Jika 0,01 < E < 2,5 MeV, maka n ditentukan dengan:

n = 1,265 – 0,094 ln E (10)

Page 12: KAJIAN TEKNOLOGI IRADIASI BERKAS ... - e-jurnal.atk.ac.id

12

Besarnya penetrasi berkas elektron setelah berkas melewati window dan celah

udara:

Pt’ = Pt – [(tw w) + (tu u)] (11)

dengan, tw = tebal window (cm), w = densitas window Ti foil (4,6 g/cm3), tu =

tebal celah udara (cm), u = densitas udara (0,00125 g/cm3). b = densitas

bahan yang diiradiasi di atas Al sheet belt conveyor.

Jika penetrasi e-beam pada film limbah cair setelah melewati window, celah

udara, dan film limbah cair masih disisakan 20% dari Pt sebagai faktor teknis,

maka tebal film limbah cair maksimum yang dapat ditembus oleh e-beam (tb)

dapat ditentukan dengan persamaan sebagai berikut:

Pt’ = Pt – [( tw w ) + ( tu u )+ ( tb b )] (12)

0,2 Pt = Pt – [( tw w ) + ( tu u )+ ( tb b )] (13)

b

uuwtt

w

)()(

t

b

P0,8 t (14)

Menurut IAEA (2010), korelasi kecepatan belt conveyor v (m/detik) dengan

energi deposisi elektron per densitas area De (MeV cm2/g), arus e-beam I (mA),

faktor efisiensi (), dosis serap D (kGy atau kJ/kg atau kW.detik/kg), lebar

pemayar s (m) dinyatakan dengan persamaan:

v = (De I) / (10 D s) (15)

De dapat ditentukan dari persamaan:

De = Pe / (z I t) (16)

Page 13: KAJIAN TEKNOLOGI IRADIASI BERKAS ... - e-jurnal.atk.ac.id

13

v = (Pe I)/(10 z D s I t) (17)

v = (Pe )/(10 z D s t) (18)

v = (E I t )/(10 z D s t) (19)

v = (E I )/(10 z D s) (20)

dengan, Pe = daya (watt.detik), E = energi berkas elektron (MeV), z = penetrasi

berkas elektron pada bahan (g/cm2), I = arus berkas (mA), t = waktu (detik).

Laju alir film limbah cair di atas BC:

Q = v A (21)

dengan, Q = laju alir film limbah cair di atas Al sheet pada BC (cm3/detik), A =

luas film limbah cair setebal penetrasi e-beam (cm2) = (tb L), dengan L =

panjang window (cm). Sehingga laju film limbah cair yang sesuai penetrasi e-

beam adalah sebagai berikut:

Q = v (tb L) (22)

Kapasitas produksi dekomposisi polutan dalam limbah cair pre-tanning (m,

g/detik) dengan menggunakan BC:

m = Q limbah cair (23)

MBE generasi kedua yang saat ini ada di Pusat Teknologi Akselerator dan

Proses Bahan (PTAPB) – BATAN Yogyakarta dengan spesifikasi teknis sebagai

berikut: energi e-beam E = 0,3 MeV, arus e-beam I = 20 mA, panjang window L =

60 cm, lebar window s = 6 cm, tebal foil Titanium window tw = 20 m = 2010-4

cm dengan densitas w = 4,6 g/cm3 (Darsono, 2009). Densitas udara u =

Page 14: KAJIAN TEKNOLOGI IRADIASI BERKAS ... - e-jurnal.atk.ac.id

14

0,00125 g/cm3 dan densitas limbah cair pre-tanning b = 0,99 g/cm3 (Anonim,

1996).

Dosis serap rerata dapat ditentukan sebagai berikut:

D = E Ja t / R (24)

dimana, Ja = densitas arus berkas (mA/cm2), t = waktu iradiasi (detik)

Ja = I / (L s) (25)

Substitusi persamaan (10) ke persamaan (9) sehingga menjadi:

R = 0,412 E (1,265 – ln E) (27)

Dari perhitungan didapat R = 0,0765 g/cm2.

Substitusi persamaan (9), (10), (25) ke persamaan (24) sehingga menjadi:

sL

tIED

0765,0 (28)

Dari perhitungan didapat D = 108,9324 kGy untuk waktu iradiasi 0,5 detik dan D

= 435,7298 kGy untuk waktu iradiasi 2 detik.

Degradasi pada polimer merupakan pemutusan ikatan rangkap C yang

panjang. Untuk polimer seperti cellulosa dan protein membutuhkan dosis iradiasi

100 – 500 kGy (Anonim, 2010).

Jika MBE generasi kedua PTAPB-BATAN dengan spesifikasi teknis

seperti tersebut di atas akan digunakan untuk dekomposisi polutan dalam limbah

cair pre-tanning dari industri penyamakan kulit seperti diagram alir proses pada

Gambar 3, maka dapat ditentukan kapasitas produksi limbah cair pasca iradiasi

sebagai bahan baku untuk pembuatan pupuk organik cair dengan menggunakan

Page 15: KAJIAN TEKNOLOGI IRADIASI BERKAS ... - e-jurnal.atk.ac.id

15

persamaan (9), (10), (11), (14), (20), (21), (23) dengan hasil perhitungan

ditunjukkan pada Tabel 1 sebagai berikut:

Tabel 1. Pengaruh tu pada E = 0,3 MeV, I = 0,02 A, D = 100 kGy terhadap

kapasitas produksi

tu, cm Pt', g/cm2 tb, cm v, cm/det Q, cm3/det m, ton/thn

5 0,0611 0,0501 11,4607 34,4745 543,8912

10 0,0548 0,0433 12,7671 33,1604 523,1596

15 0,0486 0,0364 14,4097 31,5082 497,0934

20 0,0423 0,0296 16,5374 29,3681 463,3295

25 0,0361 0,0228 19,4022 26,4865 417,8675

30 0,0298 0,0159 23,4677 22,3973 353,3540

Jika MBE yang digunakan dengan energi e-beam (E) yang lebih besar dari

0,3 MeV, maka diperoleh kapasitas produksi yang lebih besar seperti ditunjukkan

pada Tabel 2 sebagai berikut:

Tabel 2. Pengaruh E pada tu = 5 cm, I = 0,02 A, D = 100 kGy terhadap kapasitas

produksi

E, MeV Pt', g/cm2 tb, cm v, cm/det Q, cm3/det m, ton/thn

0,3 0,0611 0,0501 11,4607 34,4745 543,8912

0,5 0,1462 0,1247 7,9823 59,7153 942,1070

0,75 0,2670 0,2306 6,5538 90,6735 1.430,5235

1,00 0,3966 0,3441 5,8841 121,4776 1.916,5091

1,25 0,5308 0,4617 5,4948 152,2248 2.401,5962

1,50 0,6676 0,5816 5,2425 182,9442 2.886,2444

Page 16: KAJIAN TEKNOLOGI IRADIASI BERKAS ... - e-jurnal.atk.ac.id

16

Beberapa asam amino dalam protein dapat didekomposisi oleh radikal

bebas oksidator kuat OH dan O. Jika radikal bebas OH dan O terus menerus

mengoksidasi protein di dalam limbah cair pra penyamakan kulit. Dengan

demikian asam amino dan protein dalam limbah cair akan terdekomposisi menjadi

H2O, NH3, dan CO2 (Urbanivicus, 2007).

Dekomposisi unsur protein dalam limbah cair oleh berkas elektron

dimaksudkan untuk menurunkan kandungan karbon (C) dalam limbah cair.

Bahan organik yang mempunyai C/N masih tinggi berarti masih mentah. Pupuk

organik yang belum matang (C/N tinggi) dianggap merugikan, karena bila

diberikan langsung ke dalam tanah maka bahan organik diserang oleh mikrobia

(bakteri maupun fungi) untuk memperoleh energi. Sehingga populasi mikrobia

yang tinggi memerlukan juga hara tanaman untuk tumbuhan dan kembang biak.

Hara yang seharusnya digunakan oleh tanaman berubah digunakan oleh mikrobia.

Dengan kata lain mikrobia bersaing dengan tanaman untuk memperebutkan hara

yang ada. Hara menjadi tidak tersedia (unavailable) karena berubah dari senyawa

anorganik menjadi senyawa organik jaringan mikrobia, hal ini disebut

immobilisasi hara. Terjadinya immobilisasi hara tanaman bahkan sering

menimbulkan adanya gejala defisiensi. Makin banyak bahan organik mentah

diberikan ke dalam tanah makin tinggi populasi yang menyerangnya, makin

banyak hara yang mengalami immobilisasi. Walaupun demikian nantinya bila

mikrobia mati akan mengalami dekomposisi hara yang immobil tersebut berubah

menjadi tersedia lagi. Jadi immobilisasi merupakan pengikatan hara tersedia

Page 17: KAJIAN TEKNOLOGI IRADIASI BERKAS ... - e-jurnal.atk.ac.id

17

menjadi tidak tersedia dalam jangka waktu relatif tidak terlalu lama (Anonim,

1996).

Proses Mikrobiologi Pengomposan

Pengomposan merupakan proses penguraian aerobik - thermophilic dari

konstituen organik (misalnya dari sampah / buangan organik alami dan excess

sludge dari biological wastewater treatment) menjadi produk akhir yang relatif

stabil, menyerupai humus. Ada 3 group mikroorganisme yang berperan, yaitu:

bakteria, actinomycetes dan fungi. Fungsi bakteria akan mengurai senyawa

golongan protein lipid dan lemak pada kondisi thermophilic serta menghasilkan

energi panas. Actinomycetes dan fungi yang selama proses pengomposan berada

pada kondisi mesophilic dan thermophilic berfungsi untuk mengurai senyawa-

senyawa organik yang kompleks dan selulosa dari bahan organik atau dari bulking

agent. Faktor kondisi lingkungan selama operasional sangat berpengaruh

terhadap aktivitas mikroorganisme dalam proses oksidasi-dekomposisi tersebut

dan pada akhirnya berpengaruh terhadap kecepatan dan siklus proses

pengomposan serta kualitas kompos yang dihasilkan (Supriyanto, 2007).

Selama proses pengomposan ada 3 tahapan berbeda dalam kaitannya

dengan temperatur yang diamati, yaitu : mesophilic, thermophilic dan cooling

(tahap pendinginan). Pada tahap awal mesophilic temperatur proses akan naik

dari suhu lingkungan ke 40 oC dengan adanya fungi & bacteria pembentuk asam.

Temperatur proses akan terus meningkat ke tahap thermophilic antara 40 - 70 oC,

dimana mikroorganisme akan digantikan oleh bakteria thermopilic, actinomycetes

dan thermophilic fungi. Pada range thermopilic temperatur, proses degradasi dan

Page 18: KAJIAN TEKNOLOGI IRADIASI BERKAS ... - e-jurnal.atk.ac.id

18

stabilisasi akan berlangsung secara maksimal. Tahap pendinginan ditandai

dengan penurunan aktivitas mikroba dan penggantian dari mikroorganisme

thermophilic dengan bakteria & fungi mesophilic. Selama tahap cooling, proses

penguapan air dari material yang telah dikomposkan akan masih terus

berlangsung, demikian pula stabilisasi pH dan penyempurnaan pembentukan

humic acid (Supriyanto, 2007).

Pengomposan merupakan wujud aktivitas kerjasama dari berbagai

mikroorganisme (bakteria, actinomycetes dan fungi) yang didukung oleh berbagai

kondisi / faktor penting dari lingkungan yang memungkinkan terjadinya proses

mikrobiologis, yaitu: kelembaban (kandungan air), suhu, pH, konsentrasi nutrisi,

kebutuhan oksigen (Supriyanto, 2007).

Kelembaban (kandungan air)

Penguraian senyawa organik sangat tergantung pada faktor kelembaban

(moisture). Limit terendah dari aktivitas bakteria adalah antara 12 - 15 %;

meskipun sebenarnya moisture content < 40 % merupakan batas dari kecepatan

penguraian optimum. Idealnya kandungan air antara 50 s.d. 60 %. Jika moisture

content dari campuran > 60 % maka integritas struktural yang baik juga tidak

akan dicapai. Selama proses pengomposan sebagian air akan teruapkan sehingga

perlu dilakukan pengaturan dengan penyemprotan, misalnya bersamaan dengan

pembalikan pada proses windrow, untuk menjaga kondisi moisture content yang

optimum selama proses pengomposan. Pada kondisi akhir, tahap pendinginan,

moisture content diharapkan supaya terus menurun untuk mencapai mendapatkan

produk akhir yang lebih mudah penanganannya, penyimpanan dan aplikasi akhir.

Page 19: KAJIAN TEKNOLOGI IRADIASI BERKAS ... - e-jurnal.atk.ac.id

19

Suhu

Kondisi paling optimum pengomposan dari pencapaian suhu antara 55-

65oC, tetapi harus < 80 oC. Kondisi suhu tersebut juga diperlukan untuk proses

inaktivasi dari bakteri pathogen di dalam sludge (jika ada). Moisture content,

kecepatan aerasi, ukuran dan bentuk tumpukan, kondisi lingkungan sekitar dan

kandungan nutrisi sangat mempengaruhi distribusi temperatur dalam tumpukan

kompos. Sebagai contoh, kecenderungan suhu akan lebih rendah jika kondisi

kelembaban berlebih karena panas yang dihasilkan akan digunakan untuk proses

penguapan. Sebaliknya kondisi kelembaban yang rendah akan menurunkan

aktivitas mikroba dan menurunkan kecepatan pembentukan panas.

pH

Kondisi pH optimum untuk pertumbuhan bakteria pada umumnya adalah

antara 6.0 - 7.5 dan 5.5 - 8.0 untuk fungi. Selama proses dan dalam tumpukan

umumnya kondisi pH bervariasi dan akan terkontrol dengan sendirinya. Kondisi

pH awal yang relatif tinggi, misalnya akibat penggunaan kalsium dalam limbah

akan melarutkan nitrogen dalam kompos dan selanjutnya akan diemisikan sebagai

ammoniak. Tidaklah mudah untuk mengatur kondisi pH dalam tumpukan massa

kompos untuk pencapaian pertumbuhan biologis yang optimum, dan untuk itu

juga belum ditemukan kontrol operasional yang efektif.

Konsentrasi Nutrisi

Unsur karbon dan nitrogen keduanya dibutuhkan sebagai sumber energi

untuk pertumbuhan mikrorganisme, yaitu 30 bagian Karbon (C) dan 1 bagian

Nitrogen (N) atau C/N ratio = 30 dalam perbandingan berat. Untuk itu maka

Page 20: KAJIAN TEKNOLOGI IRADIASI BERKAS ... - e-jurnal.atk.ac.id

20

proses pengomposan yang paling efisien mempersyaratkan kebutuhan C/N ratio

antara 25 - 35 sebagai perbandingan yang paling ideal. Unsur C dalam ratio

tersebut dipandang sebagai biodegradable carbon. Ratio C/N yang rendah, atau

kandungan unsur N yang tinggi akan meningkatkan emisi dari Nitrogen sebagai

ammoniak. Sedangkan ratio C/N yang tinggi, atau kandungan unsur N yang relatif

kurang / rendah akan menyebabkan proses pengomposan berlangsung lebih

lambat dan Nitrogen menjadi faktor penghambat (growth-rate limiting factor).

Kebutuhan Oksigen

Persyaratan konsentrasi optimum dari oksigen di dalam massa kompos

antara 5 - 15 % volume. Peningkatan kandungan oksigen melewati 15 %,

misalnya akibat pengaliran udara yang terlalu cepat atau terlalu sering dibalik

akan menurunkan temperatur dari sistem. Setidaknya diperlukan kandungan

Oksigen > 5 % untuk menjaga kestabilan kondisi aerobik, meskipun pada kondisi

konsentrasi oksigen di dalam tumpukan yang hanya ~ 0.5 % tidak didapati adanya

kondisi anaerobik.

Pada proses pengomposan secara aerobik, oksigen mutlak dibutuhkan.

Mikroorganisme yang terlibat dalam proses pengomposan membutuhkan oksigen

dan air untuk merombak bahan organik dan mengasimilasikan sejumlah karbon,

nitrogen, fospor, belerang, dan unsur lainnya untuk sintesis protoplasma sel

tubuhnya. Karbon diasimilasikan lebih banyak daripada nitrogen dan digunakan

sebagai sumber energi serta membentuk protoplasma. Sekitar dua pertiga bagian

dari karbon dikeluarkan dalam bentuk karbon dioksida (CO2), sedangkan sisanya

akan berkombinasi dengan nitrogen dalam sel. Proses perombakan bahan organik

Page 21: KAJIAN TEKNOLOGI IRADIASI BERKAS ... - e-jurnal.atk.ac.id

21

secara aerobik akan menghasilkan humus, karbon dioksida, air, dan energi.

Beberapa bagian energinya digunakan untuk pertumbuhan mikroorganisme, dan

sisanya dikeluarkan dalam bentuk panas. Secara keseluruhan reaksinya akan

berlangsung sebagai berikut (Sampa, 2003):

Mikroba aerob

Bahan organik --------------------> CO2 + H2O + unsur hara + humus + energi

Pembuatan POC Secara Fermentasi Aerob Menggunakan Bioaktivator

Proses pembuatan POC dari limbah cair pra penyamakan kulit pasca

iradiasi dilakukan dengan komposter secara fermentasi dalam tangki fermentasi

menggunakan bioaktivator seperti Boisca atau Effective Microorganism (EM4)

yang mudah diperoleh di toko-toko kimia dan pertanian. Bioaktivator merupakan

bahan yang membantu mempercepat proses pembuatan POC dan meningkatkan

kualitasnya. Beberapa manfaat bioaktivator bagi tanaman dan tanah (Hadisuwito,

2007): menghambat pertumbuhan hama dan penyakit tanaman dalam tanah,

membantu meningkatkan kapasitas fotosintesis tanaman, membantu proses

penyerapan dan penyaluran unsur hara dari akar ke daun, meningkatkan kualitas

bahan organik sebagai pupuk, meningkatkan kualitas pertumbuhan vegetatif dan

generatif tanaman.

Konsep pembuatan POC dari limbah cair pra penyamakan kulit pasca

iradiasi dapat dilakukan dengan cara mengadopsi pembuatan kompos dari limbah

organik dengan bioaktivator sebagai berikut (Hadisuwito, 2007; Simamora dan

Salundik, 2006).

Page 22: KAJIAN TEKNOLOGI IRADIASI BERKAS ... - e-jurnal.atk.ac.id

22

Air sumur atau air PAM yang tidak mengandung kaporit dimasukkan ke

dalam sprayer 1 liter. Keberadaan kaporit dalam air dapat mematikan mikroba

yang ada di dalam bioaktivator. Untuk peningkatan kualitas POC, maka ke dalam

komposter dapat ditambahkan tepung tulang sebanyak 2 – 3% dari berat limbah

organik sebagai sumber Ca dan P, tepung cangkang telur sebanyak 1% dari berat

limbah organik sebagai sumber Ca, dan sekam padi atau serbuk gergaji sebanyak

3% dari berat limbah organik sebagai sumber K sebelum dilakukan proses

pengomposan. Cairan bioaktivator sebanyak 1 – 2 tutup botol Boisca atau EM4

ditambahkan ke dalam sprayer, kemudian disemprotkan ke dalam komposter yang

sebelumnya telah terisi dengan limbah cair pasca iradiasi, tepung tulang, tepung

cangkang telur, sekam padi atau serbuk gergaji. Proses pengomposan di dalam

komposter dilakukan secara aerob, maka diperlukan aliran udara ke dalam limbah

cair dalam komposter secara aerasi. Aliran udara selain berfungsi untuk proses

pengomposan, juga dimaksudkan untuk mengusir sisa-sisa gas hasil pembusukan

senyawa organik (protein) dalam limbah cair oleh mikroorganisme selama

berlangsung proses pengomposan. Proses pengomposan limbah cair dalam

komposter berlangsung kira-kira 3 – 4 hari dengan hasil analisis C/N < 20. Cairan

dalam komposter dimasukkan ke dalam drum dengan dilewatkan melalui

penyaring kain yang halus yang dipasang pada mulut drum. Cairan dalam drum

dibiarkan selama 1 – 2 hari agar partikel-partikel suspensi dapat mengendap dan

cairan menjadi bening. Cairan bening ini sudah menjadi POC dan dimasukkan ke

dalam botol kemasan, diberi label, dan siap dijual.

Page 23: KAJIAN TEKNOLOGI IRADIASI BERKAS ... - e-jurnal.atk.ac.id

23

Spesifikasi dan POC dalam Kemasan di Pasaran Dalam Negeri

Spesifikasi POC tergantung dari bahan baku, teknik pembuatan, dan

keinginan dari para pembuatnya yang dapat dilakukan oleh industri rumah tangga

(home industry), industri menengah seperti koperasi dan kelompok tani, dan

industri besar seperti pabrik pupuk yang menggunakan beberapa peralatan besar

dan modern untuk memproduksi pupuk organik dalam skala besar yang selalu

terjaga kualitasnya. Hal inilah yang menyebabkan beberapa produk POC yang

ada di pasaran akan selalu berbeda spesifikasi dan harganya seperti pada Tabel 3.

Fungsi POC lebih unggul daripada kompos padat biasa, maka harganya jauh lebih

mahal jika dibandingkan dengan kompos padat yang harganya sekitar Rp.

1.000/kg (Anonim, 2007).

Page 24: KAJIAN TEKNOLOGI IRADIASI BERKAS ... - e-jurnal.atk.ac.id

24

Tabel 3. Spesifikasi dan harga pupuk organik cair yang ada di pasaran (Effendi,

2004)

Nutrisi Kandungan nutrisi beberapa pupuk organik cair di pasaran

2 N Stim Super Top Soil Bio KG Florist

Harga

Rp.

37.000/liter

Rp.

22.500/liter

Rp.

30.000/liter

Rp.

65.000/liter

N 5,2 % 1,22 % 1,8 % 0,23 %

P2O5 0,243 % 0,92 % 0,76 % 0,02 %

K2O 0,023 % 1,38 % 0,38 % 0,13 %

CaO 1,360 mg/l 1.100 mg/l 0,971 mg/l 1200 mg/l

MgO 10,1 mg/l 500 mg/l 0,129 mg/l 0,003 mg/l

S 8,8 mg/l 600 mg/l 2,15 mg/l 300 mg/l

Fe 186,6 mg/l 11,58 mg/l 236 mg/l 75,87 mg/l

Zn 10,1 mg/l 11,4 mg/l - 16,01 mg/l

Cu 14,9 mg/l 9,74 mg/l 2,11 mg/l 0,03 mg/l

Mn 21,6 mg/l 8,24 mg/l 15,8 mg/l 16,38 mg/l

KESIMPULAN

Dari hasil kajian dapat disimpulkan bahwa Mesin Berkas Elektron (MBE)

generasi kedua yang ada di Pusat Teknologi Akselerator dan Proses Bahan

(PTAPB) – BATAN Yogyakarta dengan energi e-beam 0,3 MeV, arus e-beam 20

mA pada dosis iradiasi 100 kGy dan celah udara 5 cm dapat menghasilkan limbah

Page 25: KAJIAN TEKNOLOGI IRADIASI BERKAS ... - e-jurnal.atk.ac.id

25

cair pasca iradiasi 543,8912 ton/tahun sebagai bahan baku untuk pembuatan POC

dari limbah cair pra penyamakan kulit pasca iradiasi. Mengingat harga POC di

pasaran cukup tinggi, maka dimungkinan limbah cair dari proses pra penyamakan

kulit pasca iradiasi berkas elektron layak dipertimbangkan dapat dikonversi

menjadi POC.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, (1996), Teknologi Pengendalian Dampak Lingkungan Industri

Penyamakan Kulit, Buku Panduan, Bapedal.

Anonim, (2006), http://en.wikipedia.org/wiki/Chemical oxygen demand, 13 Juli

2006.

Anonim, (2007), Composter Rotary Klin BioPhosko, 2007,

http://www.kencanaonline.com/

online/product_info.php?cPath=32&products_id=271, 26 Oktober 2007.

Anonim, (2011), Applications of Accelerators,

http://fds.oup.com/www.oup.com/pdf/13/ 9780198508298.pdf, 7 Januari

2011.

Baskoro, T., (1994), Mikrobiologi Umum, edisi 6, Gadjah Mada University Press.

Bekbolet, M., Balcioglu, I.A., Getoff, N., (1997), Radiation Induced

Decomposition Chlorinated Benzaldehyde in Aqueous Solution, In : Radiation

Technology Conservation of Environment, Proceedings of Symposium Held in

Zakopane, Poland, IAEA-SM-350/51, pp. 263 – 271.

Chmielewski, A.G., (1997), Electron Beam for Power Plant Flue Gas Treatment,

In : Radiation Technology Conservation of Environment, Proceedings of

Symposium Held in Zakopane, Poland, IAEA-SM-350/51, pp. 3 – 29.

Chmielewski, A.G., (2008), Electron Accelerators for Radiation Sterilization, In:

Trends in Radiation Sterilization of Health Care Products, STI/PUB/1313,

IAEA, Vienna, p.30.

Darsono, (2009), MBE Skala Industri untuk Produksi Lateks Karet Alam Iradiasi:

Manufaktur, Pangsa Pasar, dan Teknoekonomi LKAI, Prosiding Pertemuan

dan Presentasi Ilmiah Teknologi Akselerator dan Aplikasinya, vol. 11,

Oktober 2009, ISSN 1411-1349, p. 91 – 101.

Page 26: KAJIAN TEKNOLOGI IRADIASI BERKAS ... - e-jurnal.atk.ac.id

26

Effendi, D., (2004), Pengolahan dan Kajian Kemungkinan Pemanfaatan Air

Limbah Industri Susu PT. Sarihusada Tbk. Yogyakarta untuk Pupuk Organik

Cair, Skripsi Jurusan Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut

Pertanian Stiper Yogyakarta.

Getoff, N., (1997), Radiation Chemistry and the Environment, In : Radiation

Technology Conservation of Environment, Proceedings of Symposium Held in

Zakopane, Poland, pp. 121 – 131.

Hadisuwito, S., (2007), Membuat Pupuk Kompos Cair, PT. AgroMedia Pustaka,

Cetakan Pertama, Jakarta.

He, Y., Wu, J., Fang, X., Sonntag, C., (1997), Hydroxyl-Radical Induced

Dechlorination of Pentachlorophenol in Water, In : Radiation Technology

Conservation of Environment, Proceedings of Symposium Held in Zakopane,

Poland, IAEA-SM-350/51, pp. 273-280.

IAEA, (2010), Use of Mathematical Modelling in Electron Beam Processing: A

Guidebook, IAEA Radiation Technology Series No. 1, pp. 55 – 57, p.78.

Kdasi, A.A., Idris, A., Saed, K., Guan, C.T., (2004), Treatment of Textile

Wastewater by Advanced Oxidation Processes-A Review, Global Nest : The

Int. J., Vol. 6 No. 3, pp. 222 – 230.

Lavale, D.S., Shah, M.R., Rawat, K.P., George, J.R., (1997), Sewage Sludge

Irradiators Batch and Continuous Flow, In : Radiation Technology

Conservation of Environment, Proceedings of Symposium Held in Zakopane,

Poland, pp. 289–301.

Mittal, K.C., Acharya, S., Mathur, M., 2010, Electron Beam Accelerator for

Water Polution Control, BARC, Mumbai-400085.

Sampa., M.H.O., (2003), On Going Research in Brazil Using Electron Beam

Liquid Waste Treatment, In : Status of Industrial Scale Radiation Treatment of

Wastewater and its Future, Proceedings of a Consultants Meeting Held in

Daejon, pp. 29 – 36.

Sarma, K.S.S., (2004), Development of a Family of Low, Medium and High

Energy Electron Beam Accelerators, In: Emerging Applications of Radiation

Processing, Proceedings of a Technical Meeting, Held in Vienna, pp. 73-77.

Simamora, S., Salundik, (2006), Meningkatkan Kualitas Kompos, PT. AgroMedia

Pustaka, Cetakan Pertama, Jakarta.

Supriyanto, A., (2007), Aplikasi Wastewater Sludge untuk Proses Pengomposan

Serbuk Gergaji, PT. Novarties Biochemie, Citeurep Bogor Indonesia, http://

Page 27: KAJIAN TEKNOLOGI IRADIASI BERKAS ... - e-jurnal.atk.ac.id

27

sinergy-forum,net/zoa/paper/html/paperAgusSupriyanto.html, 4 Februari

2007.

Urbanavicius, A., (2007), Free Radical Damages In Proteins,

www.cryst.bbk.ac.uk/pps97/

assignments/projects/adomas/Free_Radical_Damages_In_Proteins.html#dama

ges, 2 Maret 2007.

USEPA, (1998), Handbook on Advanced Oxidation Processes, EPA/625/R-

98/004.

Yuwono, N.W., (2007), Pupuk, http://nasih.staff.ugm.ac.id/p/index.htm, 13

Februari 2007.

Zimek, Z., (2005), Flow Rate of Flue Gas and Its Relation to EB Dose, National

Training Course on Electron Beam Machine Technology – BATAN,

Yogyakarta, Indonesia, 12-23 September.

Zimek, Z., Electron Accelerators for Environment Protection, Institute of Nuclear

Chemistry and Technology, Warsawa, Poland.