pengaruh dosis iradiasi tehadap sifat fisik
DESCRIPTION
Dalam upaya menaikkan nilai tambah dari polimer alam yang berasal dari limbah kulit udang, telah dilakukan modifikasi khitosan menggunakan reaksi kopolimerisasi iradiasi dengan polimer asam akrilat untuk mendapatkan suatu bahan membran. KM- Khitosan dengan konsentrasi 3,0 % b/v dicampur dan dihomogenkan dengan asam akrilat. Selanjutnya bahan dikemas dalam plastik film polipropilen (PP) dan diiradiasi pada dosis 5, 10, 15, 20, dan 25 kGy menggunakan sinar gamma. Kemudian dibuat film dengan menuangkan larutan kental pada lempengan kaca dengan ketebalan 10 mm dan keringkan dalam oven vacum 500 C. Pengujian film kitosan–asam akrilat meliputi uji fraksi gel (padatan tidak larut) dengan metode ekstraksi soxlet, kekuatan tarik dengan alat tensile strength dan analisis gugus fungsi dengan FTIR dan sifat termal dengan DSC.TRANSCRIPT
PENGARUH DOSIS IRADIASI TEHADAP SIFAT FISIK- KIMIA MEMBRAN
KM-KHITOSAN AKRILAT SEBAGAI BAHAN FUEL CELL
Gatot Trimulyadi Rekso
Pusat AplikasiTeknologi Isotop dan Radiasi
Badan Tenaga Nuklir Nasional
Jl. Cinere, Ps Jumat PO Box 7002 JKSL, Jakarta 12070
Fax : 021 7513270. E-mail : [email protected]
ABSTRAK
Dalam upaya menaikkan nilai tambah dari polimer alam yang berasal dari limbah kulit udang, telah dilakukan modifikasi khitosan menggunakan reaksi kopolimerisasi iradiasi dengan polimer asam akrilat untuk mendapatkan suatu bahan membran. KM- Khitosan dengan konsentrasi 3,0 % b/v dicampur dan dihomogenkan dengan asam akrilat. Selanjutnya bahan dikemas dalam plastik film polipropilen (PP) dan diiradiasi pada dosis 5, 10, 15, 20, dan 25 kGy menggunakan sinar gamma. Kemudian dibuat film dengan menuangkan larutan kental pada lempengan kaca dengan ketebalan 10 mm dan keringkan dalam oven vacum 500 C. Pengujian film kitosan–asam akrilat meliputi uji fraksi gel (padatan tidak larut) dengan metode ekstraksi soxlet, kekuatan tarik dengan alat tensile strength dan analisis gugus fungsi dengan FTIR dan sifat termal dengan DSC. Hasil penelitian menunjukkan dosis iradiasi yang optimal adalah 15 kGy diperoleh sifat fisik film KM kitosan-akrilat yang tertinggi. Sifat film yang diperoleh sebagai berikut : fraksi gel sebesar 85,0 % %, kekuatan tarik sebesar 148 kg/cm2 dan titik leleh sebesar 246,0 oC.
ABSTRACT
In the purpose to increase the added value of the quality marine natural polymer, modification of CM-chitosan has been carried out by copolymerization radiation with acrylic acid to prepare a new material. C-M Chitosan with the concentrations ranged of 3.0 % was mixed and then homogenized with acrylic acid. The samples were packed in the polypropylene (PP) plastic film then irradiated by gamma at the doses of 5, 10, 15, 20 and 25 kGy. For the preparing of thin film the chitosan solution was casting on the flat glass for 10 mm thickness and dry by vacuum oven at 500C. After evaluation, it was
1
found that the chemical and physical showed that the best condition for copolymerization of chitosan with acrylic acid was that in the irradiation dose of 15 kGy . Gel fraction increases with increasing the irradiation dose till 15 kGy. The properties of chitosan -acrylic acid copolymerization were as follows; gel fraction was 60%, the tensile strength of the film was 148 Kg/cm2 and the melting point was 2460 C.
Kata kunci : Iradiasi sinar gamma; KM Khitosan
PENDAHULUAN
Polimer alam saat ini menjadi perhatian peneliti untuk dimanfaatkan sebagai bahan
baku berbagai keperluan industri. Khitosan adalah polisakarida yang banyak terdapat
di alam setelah selulosa. Keberadaan khitosan di alam terutama terdapat sebagai
limbah dari kulit udang dan kepiting. Pemanfaatan limbah kulit udang dan kepiting
sebagai khitosan selain dapat mengatasi masalah lingkungan juga dapat menaikkan
nilai tambah bagi petani udang, mengingat saat ini limbah kulit udang hanya
dimanfaatkan sebagai pakan ternak. Khitosan mempunyai sifat spesifik yaitu adanya
sifat bioaktif, biokompatibel, pengkelat, anti bakteri dan dapat terbiodegradasi.(1).
Hasil isolasi kulit udang dan kepiting akan menghasilkan senyawa khitin yang
merupakan polimer dari glukosamin yaitu polisakarida yang mengandung gugus
asetatamida, sedangkan khitosan merupakan hasil proses hidrolisa khitin dengan
alkali sehingga terjadi proses deasetilasi dari gugus asetamido menjadi gugus amina
(2)
Fuel cell merupakan sumber energi alternatif pengganti minyak bumi yang bersifat dapat
diperbaharui, ramah lingkungan (bebas emisi CO2), dan mempunyai efisiensi tinggi. Fuel cell
dapat langsung mengubah energi kimia bahan bakar menjadi energi listrik seperti halnya
baterai. Untuk keperluan portable, jenis fuel cell yang sering digunakan antara lain Proton
Exchange Membrane Fuel Cell (PEMFC) dan Direct Methanol Fuel Cell (DMFC). Salah satu
komponen yang penting dalam PEMFC dan DMFC adalah polielektrolit. Hingga saat ini
polielektrolit yang banyak digunakan adalah Nafion yang diproduksi oleh Du Pont. Nafion
mempunyai konduktivitas penghantar ion yang tinggi, sifat mekanik, dan kestabilan kimia serta
termal yang baik. Akan tetapi biaya produksi dan crossover metanol yang tinggi menjadi kendala
penggunaan Nafion. Oleh karena itu, saat ini banyak dikembangkan material baru yang
diharapkan dapat menggantikan fungsi Nafion dalam fuel cell.
Salah satu material yang diduga dapat menggantikan Nafion adalah khitosan. Khitosan
2
merupakan polielektrolit alam dengan beberapa sifat penting yang diperlukan untuk material
membran. Sifat-sifat tersebut antara lain inert, hidrofilik, dan tidak larut dalam air serta pelarut
organik
Khitosan mempunyai gugus amin sehingga kitosan bersifat reaktif, dengan sifat fisika dan
kimia yang dimilikinya, salah satu aplikasi khitosan adalah sebagai membran fuel cell.
Khitosan sebagai polimer alam memiliki sifat fisik yang relatif rendah dibandingkan
polimer sintetis. Oleh karena itu, penambahan monomer sintetis akan memperkuat sifat
fisik film yang terbentuk sehingga dapat diaplikasikan sebagai bahan membran fuel
cell(4).
Penggunaan teknik iradiasi sinar gamma ditujukan untuk mendapatkan hasil ikat silang antara
KM-khitosan dan asam akrilat yang homogen dan mempunyai sifat fisik yang kuat. Selain itu,
teknik ini tidak mengurangi gugus aktif pada khitosan dan asam akrilat.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan monomer asam akrilat pada larutan KM-kitosan terhadap sifat fisika dan kimianya serta untuk meningkatkan sifat film khitosan, sehingga diperoleh film khitosan dengan sifat fisik yang kuat, tidak mudah rapuh dan dapat diaplikasikan sebagai bahan membrane fuel cell. Selain itu, dengan melakukan penambahan berbagai variasi konsentrasi asam akrilat pada larutan khitosan yang kemudian diiradiasi dengan sinar gamma, dapat diketahui peningkatan sifat kimia dan fisika membran yang di hasilkan
Bahan dan metode
Bahan penelitian
Bahan penelitian yang digunakan adalah limbah kulit udang putih (Penaeus merquensis)
yang diperoleh dari desa Gebang – Cirebon. Kulit udang dengan bobot lebih kurang 0,5
kg yang telah kering dibersihkan dari kotoran kotoran yang masih melekat, sehingga
diperoleh cangkang yang bersih selanjutnya dikeringkan dalam oven vakum pada
temperatur 500 C.
Prinsip Penelitian
3
Penelitian ini dilakukan dua tahap. Pada tahap pertama, Khitin diisolasi dari kulit udang melalui
proses deproteinasi dan demineralisasi. Lalu dilanjutkan dengan proses deasetilasi menjadi
kitosan. Pada tahap kedua, dilakukan pembuatan film khitosan-asam akrilat yang diiradiasi
dengan sinar gamma dari sumber Co-60, dilanjutkan pengeringan dalam oven vakum 500 C. Pada
tahap ini dilakukan penambahan berbagai variasi konsentrasi asam akrilat. Pengujian film
kitosan-asam akrilat meliputi uji fraksi gel dengan metode ekstraksi soxlet, kekuatan tarik
dengan alat tensile strength dan analisis gugus fungsi dengan FTIR dan sifat termal dengan DSC.
Isolasi khitin : Proses isolasi terdiri dari beberapa tahap, yaitu :
Proses Deproteinasi : Sebanyak ±200 g sampel kulit udang ditambahkan larutan natrium
hidroksida 1 N (1:10 b/v), kemudian diaduk-aduk. Setelah itu dilakukan perendaman selama
satu malam. Kulit udang tersebut dicuci menggunakan air bersih sampai pH netral, disaring dan
dikeringkan.
Proses Demineralisasi : Kulit udang yang telah kering hasil dari proses deproteinasi
ditambahkan asam klorida 1 N (1:10 b/v), kemudian diaduk-aduk. Setelah itu dilakukan
perendaman selama satu malam. Kulit udang tersebut dicuci menggunakan air bersih sampai
pH netral, disaring dan dikeringkan.
Proses Deasetilasi Kitin : Kitin yang diperoleh dari hasil deproteinasi dan demineralisasi
kemudian dideasetilasi untuk mendapatkan kitosan. Khitin dimasukkan ke dalam beaker gelas,
ditambahkan natrium hidroksida 50% (1:15 b/v) lalu dipanaskan dalam penangas air selama tiga
jam pada suhu 110-120 oC. Setelah itu disaring, dan padatan yang diperoleh dicuci dengan
aquades sampai pH netral lalu dikeringkan dalam oven pada 1050C.
Pembuatan karboksilmetilkhitosan (KM-khitosan)Khitosan yang dihasilkan ditambahkan isopropanol sambil diaduk kemudian tambahakan natrium hidroksida 30% dan biarkan pada suhu kamar selama 3 jam. Kemudian reaksikan dengan asam khloroasetat pada temperatur 600 C selama 2 jam, kemudian saring dan bilas dengan metanol dan selanjutnya dicuci menggunakan etanol dan keringkan dalam oven vakum dengan temperatur 500 C.
4
Pembuatan film KM-khitosan-asam akrilat
Pembuatan film KM-khitosan dengan dengan melarutkan 3 % dalam larutan asam asetat 1 %,
kemudian dibuat dengan cara pencetakan (casting) dalam bentuk lapisan tipis. Dilakukan
berbagai variasi konsentrasi asam akrilat yang ditambahkan pada larutan khitosan yaitu 0%;
0,5%; 1,0%; 1,5%; 2,0%; 2,5%; 3,0%; 3,5%; 4,0%; 4,5%; dan 5,0%; yang kemudian diiradiasi
dengan sinar gamma pada dosis 10 kGy. .
Analisa film KM-kitosan-asam akrilat
Fraksi Gel
Ekstraksi dilakukan selama 8 jam, film KM-khitosan-asam akrilat yang telah diekstraksi kemudian
dikeringkan dalam oven pada 105oC, lalu ditimbang.
Fraksi gel = (W2 / W1) x 100%
Dimana: W1 = Berat sampel film khitosan-asam akrilat mula-mula (g).
W2 = Berat sampel film KM-khitosan-asam akrilat setelah ekstraksi (g).
Kekuatan Tarik
Untuk mengukur kekuatan tarik, sampel film KM-khitosan-asam akrilat dicetak terlebih dahulu
dengan alat pencetak, kemudian spesimen uji tersebut dijepit pada kedua ujungnya. Salah satu
ujung dibuat tetap dan diaplikasikan sebuah beban yang naik sedikit demi sedikit ke ujung
lainnya sampai sampel tersebut patah. Jarak perjalanan pendulum setelah sampel patah diambil
sebagai ukuran kekuatan impak. Pengujian kekuatan tarik ini menggunakan alat tensile strength.
Analisis Termal
Pengujian transisi termal film KM-khitosan-asam akrilat menggunakan alat Differential
Scanning Calorimetry (DSC). Sampel ditimbang 10 -15 mg, kemudian ditempatkan
dalam cangkir aluminium sangat kecil. Sebagai referensinya digunakan cangkir
aluminium kosong. Sampel dan referensi keduanya lalu dipanaskan. Energi disuplai
5
untuk menjaga suhu-suhu sampel dan referensi tetap konstan. Perbedaan daya listrik
antara sampel dan referensi (dQ/dt) dicatat dalam bentuk termogram.
Hasil dan pembahasan
Hasil dan pembahasan
Karakterisasi khitosan .
Hasil khitosan yang diperoleh dikarakterisasi antara lain warna secara, kadar air , masa molekul
relative dan derajat deasetilasi :
Tabel 1. Karakter khitosan hasil isolasi
No Analisa Hasil Analisa
1
2
3
4
5
Kadar air (%)
Kadar abu (%)
Derajat Deasetilasi (%)
Bobot Molekul (g/mol)
Viskositas (cPs)
9,2
0,3
75,2
1,6590 x 104
446,7
Khitosan dengan karakter seperti diatas, selanjutnya digunakan sebagai bahan dasar khitosan
yang dipergunakan pada penelitian ini.
6
Gambar 1 . Film KM-kitosan akrilat yang dihasilkan
Fraksi Padatan
Grafik hasil analisis fraksi padatan dengan menggunakan metode ekstraksi soxlet
terhadap film KM-khitosan pada berbagai dosis iradiasi dengan konsentrasi asam akrilat
3 % dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1 Hubungan antara dosis iradiasi dengan persentase fraksi padatan
Gambar 1 menunjukkan pengaruh dosis iradiasi terhadap fraksi padatan pada kopolimerisasi
asam akrilat-khitosan. Hasilnya menunjukkan persen frakasi padatan meningkat dengan
meningkatnya dosis iradiasi sampai dengan 15 kGy. Hal ini dapat dijelaskan bahwa makin
tingginya dosis iradiasi, jumlah radikal yang terbentuk juga bertambah sehingga difusi monomer
ke dalam matriks khitosan akan meningkat, di samping itu kemungkinan tumbukan antara
molekul monomer dengan radikal khitosan yang terbentuk akan meningkat pula. Akan tetapi
dosis iradiasi di atas 15 kGy fraksi padatan mulai terejadi penurunan.hal ini karena
homopolimer yang terbentuk lebih tinggi sehingga meningkatkan viskositas larutan yang
menyebabkan hambatan difusi monomer ke dalam matriks khitosan.
Pengukuran gugus fungsi dengan FTIR
7
0 5 10 15 20 25 30 350
20
40
60
80
100
Dosis iradiasi (kGy)
Fraksi Pa
datan (%
)
Untuk mengetahui telah terjadinya polimerisasi pada larutan KM-kitosan dilakukan pengujian
sifat-sifat serapan gelombang infra merah dengan Fourier Transform Infra Red. Pengujian ini
dilakukan pada sampel film khitosan dalam 1% asam asetat dan film KM-khitosan dalam 1%
asam asetat yang ditambahkan monomer asam akrilat dengan konsentrasi 3,0% dan diiradiasi
dengan dosis 15 kGy.
Untuk membandingkan serapan infra merah film kitosan tersebut, maka dipelajari perubahan
gugus fungsi yang terjadi melalui spektrum FT-IR yang ditunjukkan pada Gambar 2, 3..
Gambar 2 Spektrum FT-IR film KM-khitosan
Gambar 3. Spektrum FT-IR film KM-khitosan yang ditambahkan 3,0% monomer asam
akrilat
Ciri khas telah terjadi kopolimerisasi asam akrilat pada larutan KM-khitosan, yaitu dengan
ditunjukkan oleh perubahan nilai absorbansi gugus fungsi karbonil. Pada 1665 cm-1,
menunjukkan perubahan puncak gugus fungsi karbonil akibat penambahan monomer asam
akrilat.
8
Kekuatan Tarik
Grafik hasil analisis kuat tarik dengan menggunakan alat tensile strength terhadap film KM-
khitosan pada konsentrasi asam akrilat 3,0 % dengan berbagai dosis iradiasi dapat dilihat pada
Gambar 4. Tegangan putus merupakan salah satu parameter yang penting pada karakteristika
polimer yang menunjukkan kekuatan tariknya (tegangan putus). Gambar 4 menyajikan pengaruh
iradiasi terhadap tegangan putus film khhtosan-asam akkrilat. Terlihat bahwa dengan naiknya
dosis iradiasi hingga 15,0 kGy tegangan putus meningkat. Hal ini menunjukkan bahwa dosis
iradiasi hingga 3,5 % terjadi reaksi ikatan silang optimum, tetapi pada dosis iradiasi di atas
15kGy terjadi penurunan nilai tegangan putus. Hal ini di karenakan terbentuknya pengikatan
silang anatara khitosan dan asam akrilat terjadi penurunan, sehingga kekuatan tariknya
menurun juga.
Gambar 4. Hubungan antara dosis iradia dan kekuatan tarik film khitosan-akrilat
Sifat Termal KM-khitosan –akrilat (Differential Scanning Calorimetry )
Differential Scanning Calorimetry (DSC) menghasilkan kurva yang menunjukkan hubungan
antara perubahan kecepatan aliran energi (mW/mg) terhadap temperatur (0C). Pada penelitian
ini, dilakukan pengujian sifat termal pada film khitosan original dan film dari KM-khitosan yang
ditambahkan monomer asam akrilat dengan konsentrasi 3,0% dan diiradiasi pada dosis 15kGy.
9
0 5 10 15 20 25 30 350
40
80
120
160
Dosis Iradiasi (kGy)
Kekuata
n Tarik (
kg/cm2
)
Untuk mengetahui perubahan sifat termal yang terjadi pada sampel film khitosan tersebut
dapat dilihat pada Gambar 5 dan 6.
Gambar 5 Termogram DSC film KM khitosan
Gambar 6 Termogram DSC film KM-khitosan-asam akrilat
Tabel 2 dibawah ini menunjukkan puncak titik leleh dari film khitosan
No. Bahan Titik leleh (0C)
1.
2.
Film khitosan tanpa iradiasi
Film khitosan-asam akrilat 3,0% dengan iradiasi
275,0
246,0
10
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa :
Penambahan asam akrilat pada larutan kitosan dengan memakai teknik iradiasi sinar
gamma pada dosis 15kGy dapat meningkatkan sifat fisik film kitosan.
Dari hasil analisa gugusfungsi dengan FTIR dan sifat termal dengan DSC menunjukan
telah terjadi reaksi polimerisasi antara khitosan dan asam akrilat.
Sifat fisik dan kimia film khitosan akrilat yang diperoleh adalah fraksi gel 60 %, kekuatan
tarik 148 kg/cm2 dan titik leleh 246 oC.
DAFTAR PUSTAKA
1. Wahyuningsih, Sri et al . 2002. Percobaan Pendahuluan Pemisahan Kitin Dari
Limbah Kulit Udang. Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Maju.
Yogyakarta.
2. Praptowidodo,V.S. 1998. Pengembangan Polimer Alam Chitin Untuk Proses
Pemisahan Dengan Membran. Pengembangan Proses dan Perancangan Sistem
Teknik Kimia. Institut Teknologi Bandung. Bandung.
3. Hong, K.N.O, Meyers, S.P, Lee, K.S. 1989. Isolation and Characterization of
Chitin From Crawfish Shell Waste. Journal of Agricultural and Food Chemistry.
37(3): 575-579.
11
4. Angka, S.L, Maggy.T.Suhartono. 2000. Bioteknologi Hasil Laut. Pusat Kajian
Sumber Daya Pesisir dan Lautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor: 99-100.
5. Knorr, D. 1984. Use of Continues Polymer in Food. Food Technology. 42: 593-
595.
6. Karmas, E. 1982. Meat, Poultry and Seafood Technology. Noyes Data
Corporation. USA: 392-405.Johnson. 1982. Peniston Utilizat
12
Pada Gambar 5 dan 6 muncul puncak endotermis dan eksotermis. Puncak endotermis tersebut
kemungkinan merupakan suhu penguapan pelarut khitosan 1% asam asetat dan puncak
eksotermis tersebut merupakan titik leleh dari khitosan.
Pada khitosan yang ditambahkan asam akrilat muncul puncak-puncak endotermis baru pada suhu
213,30 0C. Puncak endotermis baru tersebut kemungkinan berasal dari reaksi dehidrasi gugus
karboksilat yang berdampingan dalam khitosan-asam akrilat. Reaksi dehidrasi gugus karboksilat akibat
pemanasan diperkirakan sebagai berikut:
Gambar 7. Reaksi dehidrasi gugus karboksilat akibat pemanasan
Jadi, dengan munculnya puncak baru tersebut telah membuktikan bahwa telah terjadi reaksi
kopolimerisasi antara asam akrilat dengan khitosan.
13