kajian profil penduduk remaja (10 - 24 tahun)
TRANSCRIPT
7/27/2019 Kajian Profil Penduduk Remaja (10 - 24 Tahun)
http://slidepdf.com/reader/full/kajian-profil-penduduk-remaja-10-24-tahun 1/4
Policy Brief
Puslitbang Kependudukan - BKKBN
1
Seri I No.6/Pusdu-BKKBN/Desember 2011
Policy Brief Pusat Penelitian dan Pengembangan Kependudukan - BKKBN
KAJIAN PROFIL PENDUDUK REMAJA
(10-24 THN) :Ada apa dengan Remaja?
Ringkasan Eksekutif
Jumlah penduduk Indonesia tahun 2010 sebanyak 237,6 juta jiwa, 26,67 persen diantaranya adalah remaja. Besarnya penduduk
remaja akan berpengaruh pada pembangunan dari aspek sosial, ekonomi maupun demografi baik saat ini maupun di masa
yang akan datang. Penduduk remaja (10-24 tahun) perlu mendapat perhatian serius karena remaja termasuk dalam usia
sekolah dan usia kerja, mereka sangat berisiko terhadap masalah-masalah kesehatan reproduksi yaitu perilaku seksual pranikah,
Napzah dan HIV/AIDS. Mengingat pentingnya penduduk usia remaja maka perlu dikaji dari berbagai aspek, seperti kelompok
umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, status sekolah, status kawin, daerah tempat tinggal, akses terhadap lapangan pekerjaan,
dan pengetahuan kesehatan reproduksi. Kajian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang karakteristik demografi, sosial-
ekonomi, pengetahuan sikap dan perilaku kesehatan reproduksi penduduk remaja (usia 10-24 tahun). Sumber data yang digunakan
adalah Sensus Penduduk (SP) tahun 2010, Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007, dan Survei Demografi
dan Kesehatan Indonesia Remaja (SDKI-R) tahun 2007.
Hasil kajian menunjukkan bahwa masih terdapat 2,5 persen penduduk usia 7-15 tahun yang tidak/belum pernah sekolah,
sedangkan yang tidak dapat melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi 6,01 persen. Jika dilihat dari pendidikan tertinggi
yang ditamatkan, 6,33 persen penduduk remaja (7-12 tahun) tidak atau belum pernah sekolah dan 31,57 persen tidak atau belum
tamat SD. Dari 23.902.077 jiwa penduduk kelompok umur 19-24 tahun hanya 0,66 persen tamat Diploma IV/Perguruan Tinggi.
Sebagian penduduk remaja baik laki-laki maupun perempuan pada semua kelompok umur mampu membaca dan menulis huruf
latin yaitu masing masing 49,35 dan 48,19 persen. Persentase buta huruf penduduk remaja laki-laki dua kali (0,8 persen) lebih besar
dibandingkan penduduk remaja perempuan (0,44 persen). Temuan lain dari kajian tersebut adalah 55 dari 100 remaja kelompok
umur 10-14 tahun ternyata ada yang sudah kawin, 1 dari 100 remaja umur 10 – 14 tahun pernah melahirkan hidup antara 1-2 anak,
serta 10 dari 1000 remaja umur 10 – 14 berstatus cerai hidup. Perkawinan di usia muda ini akan memberikan sumbangan terhadap
tingginya kelahiran.
Berdasarkan data Sensus Penduduk 2010, Jumlah angkatan kerja sebanyak 172.070.339 jiwa, 66,06 persen diantaranya adalah
remaja usia 15-24 tahun, jumlah tersebut menunjukkan bahwa penduduk remaja cukup besar yang termasuk dalam angkatankerja yang perlu ditingkatkan kualitasnya agar dapat bener-benar sebagai aset pembangunan yang potensial. Diantara penduduk
remaja 15-24 tahun tersebut, hanya 7 persen yang bekerja dan mencari pekerjaan, selebihnya (93 persen) bukan angkatan kerja
(seperti masih sekolah, telah menikah).
Menurut SDKI-R tahun 2007, pengetahuan remaja umur 15-24 tahun tentang kesehatan reproduksi masih rendah, 21 persen
remaja perempuan tidak mengetahui sama sekali perubahan yang terjadi pada remaja laki-laki saat pubertas. Pengetahuan remaja
tentang masa subur relatif masih rendah. Hanya 29 persen wanita dan 32 persen pria memberi jawaban yang benar bahwa seorang
perempuan mempunyai kesempatan besar menjadi hamil pada pertengahan siklus periode haid. Sebesar 14 persen baik remaja
perempuan maupun remaja laki-laki yang mengetahui dengan benar mengenai anemia karena hemoglobin rendah. Pengertian
anemia lainnya yang paling sering disebut adalah kurang darah (remaja perempuan 77 persen dan remaja pria 63 persen). Remaja
yang belum menikah umur 15-24 tahun yang mendengarkan pesan dari radio tentang penundaan usia kawin sebesar 12,9 persen,
informasi tentang HIV/AIDS sebesar 40,8 persen, informasi tentang kondom sebesar 29,6 persen, pencegahan kehamilan sebesar
23,4 persen, dan Infeksi menular Seksual (IMS) sebesar 18,4 persen.
7/27/2019 Kajian Profil Penduduk Remaja (10 - 24 Tahun)
http://slidepdf.com/reader/full/kajian-profil-penduduk-remaja-10-24-tahun 2/4
Policy Brief
Puslitbang Kependudukan - BKKBN
2
Pendapat remaja tentang umur kawin ideal untuk perempuan 23,1 tahun dan untuk pria 25,9 tahun, sedangkan rata-rata umur
ideal menikah bagi perempuan 22 tahun dan pria 25 tahun. Pendapat diantara remaja yang tidak tamat SMTA tentang umur ideal
mempunyai anak pertama kali adalah antara 20-24 tahun dan mempunyai 2 anak, yaitu masing-masing 63 persen remaja perempuan
dan 55 persen remaja laki-laki.
Beberapa hal yang dapat dilakukan oleh pemerintah baik pusat maupun daerah adalah meneruskan kebijakan wajib belajar 12
tahun dalam rangka meningkatkan kualitas SDM; kebijakan untuk meningkat kualitas penduduk remaja yg putus sekolah melalui
peningkatan ketrampilan dalam memanfaatkan kesempatan kerja; pelaksanaan kebijakan peningkatan pengetahuan Kesehatan
Reproduksi bagi remaja melalui jalur formal (sekolah, institusi pendidikan), non formal (melalui kelompok-kelompok yang ada
dimasyarakat misalkan Karang Taruna) dan informal (melalui keluarga misalkan: BKR)
Latar BelakangHasil Sensus Penduduk tahun 2010 menunjukan bahwa
jumlah penduduk Indonesia sebesar 237,6 juta jiwa, 63,4 juta
diantaranya adalah remaja yang terdiri dari Laki-laki sebanyak
32.164.436 jiwa (50,70 persen) dan perempuan sebanyak
31.279.012 jiwa (49,30 persen). Besarnya jumlah penduduk
kelompok remaja ini akan sangat mempengaruhi pertumbuhan
penduduk di masa yang akan datang. Penduduk kelompok
umur 10-24 tahun perlu mendapat perhatian serius mengingat
mereka masih termasuk dalam usia sekolah dan usia kerja,
mereka akan memasuki angkatan kerja dan memasuki umur
reproduksi. Apabila tidak dipersiapkan dengan baik remajasangat berisiko terhadap perilaku seksual pranikah. sehingga
akan mengakibatkan LPP yang sangat tinggi untuk beberapa
tahun ke depan.
Remaja yang dalam bahasa Inggris “adolesence”, berasal dari
bahasa latin “adolescere” yang berarti tumbuh menjadi dewasa
atau dalam perkembangan menjadi dewasa. WHO, 1975
mendefinisikan masa remaja sebagai masa terjadinya perubahan
fisik, mental, dan sosial-ekonomi. Melihat jumlah penduduk
remaja yang cukup besar, maka remaja sebagai generasi
penerus bangsa perlu dipersiapkan menjadi manusia yang
sehat secara jasmani, rohani dan mental spiritual. Sebagaimana
telah dikemukakan bahwa usia remaja merupakan fase umur penduduk yang sangat menentukan kualitas penduduk pada
masa depan. Keberhasilan penduduk pada kelompok umur
dewasa sangat tergantung pada masa remajanya. Apabila
umur remaja memperoleh pendidikan formal dan non formal
yang cukup maka kualitas penduduk yang bersangkutan pada
fase umur dewasa akan cenderung lebih baik; dan selanjutnya
akan menghasil kan generasi yang berkualitas. Mengingat
pentingnya penduduk usia remaja maka perlu dilakukan
kajian penduduk usia remaja dari berbagai aspek, seperti
kelompok umur, jenis kelamin, tingkat dan status pendidikan,
status kawin, daerah tempat tinggal serta remaja yang telah
akses dengan lapangan pekerjaan. Adapun tujuan dari kajian
ini adalah diketahuinya gambaran penduduk remaja usia 10-24 tahun tentang karakteristik demografi, sosial-ekonomi dan
pengetahuan sikap perilaku kesehatan reproduksi penduduk
remaja (usia 10-24 tahun). Sumber data yang digunakan Kajian
Profil ini adalah Sensus Penduduk tahun 2010, SDKI-R 2007,
Survei RPJMN tahun 2010 dan Sakernas.
Karakteristik RemajaJika dilihat menurut kelompok umur, tempat tinggal dan jenis
kelamin terlihat bahwa remaja laki-laki dan perempuan pada
setiap kelompok umur di wilayah perkotaan memliki proporsi yang
hampir sama (masing-masing 16.159.001 jiwa dan 16.042.563
jiwa). Sedangkan pada wilayah pedesaan proporsinya berbeda
antar kelompok umur remaja dimana proporsi terendah adalah
pada kelompok umur 20-24 tahun (8.987.822 jiwa). Hal tersebut
dimungkinkan karena remaja pada kelompok umur tersebut
melakukan migrasi ke wilayah perkotaan untuk melanjutkan
pendidikan yang lebih tinggi ataupun mencari pekerjaan.
Sebagian besar remaja-remaja 10-24 tahun baik laki-laki
maupun perempuan mampu membaca dan menulis huruf latin
(Laki-laki= 31.311.414 jiwa atau 49,35 persen; Perempuan =
30.570.490 jiwa atau 48,19 persen). Persentase remaja laki-laki
yang buta huruf sedikit lebih besar (0,82 persen atau 517.172
jiwa) daripada remaja perempuan (0,44 persen atau 278.133
jiwa). Hal ini menunjukkan kesempatan untuk mengenyam
pendidikan sudah semakin merata.
Beberapa hal yang mempengaruhi fertilitas diantaranya adalah
pemakaian KB, rata-rata umur penduduk saat menikah pertama
kali serta lamanya seseorang dalam status perkawinan akan
mempengaruhi tinggi rendahnya tingkat fertilitas. Pendewasaan
usia perkawinan (PUP) memberikan dampak pada peningkatan
umur kawin pertama yang pada gilirannya akan menurunkan
Total Fertility Rate (TFR). Usia kawin dini menjadi perhatian
penentu kebijakan serta perencana program karena berisiko
tinggi terhadap kegagalan perkawinan, kehamilan usia muda
yang berisiko kematian maternal, serta risiko tidak siap mental
untuk membina perkawinan dan menjadi orangtua yang
bertanggung jawab. Perkawinan diatur dalam Undang-UndangPerkawinan no.1 Tahun 1974: Perkawinan adalah ikatan bathin
antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami
isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang
bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Untuk laki-laki minimal sudah berusia 19 tahun, dan untuk
perempuan harus sudah berusia minimal 16 tahun. Perkawinan
usia dini akan berdampak pada rendahnya kualitas keluarga, baik
ditinjau dari sisi ketidak siapan secara psikis dalam menghadapi
persoalan sosial atau ekonomi rumah tangga, maupun kesiapan
fisik bagi calon Ibu remaja dalam mengandung dan melahirkan
bayinya.
Data SP 2010 memberikan gambaran secara umum bahwa 55dari 100 remaja kelompok umur 10-14 tahun ternyata ada yang
sudah kawin, 1 dari 100 remaja umur 10 – 14 tahun pernah
melahirkan hidup antara 1-2 anak, serta 10 dari 1000 remaja
umur 10 – 14 berstatus cerai hidup. Perkawinan di usia muda
ini akan memberikan sumbangan terhadap tingginya kelahiran.
Temuan lain dari kajian tersebut dilihat dari wilayah Perkotaan
dan Perdesaan bahwa penduduk kelompok umur 10-14 tahun
ada yang sudah kawin (18 dari 100 remaja); cerai hidup (2 dari
1000 remaja) dan cerai mati (1 dari 1000 remaja). Meskipun
persen-tasenya relatif kecil namun perlu mendapat perhatian
karena masih terjadi perkawinan di usia kurang dari 14 tahun,
bahkan terjadi didaerah perkotaan yang umumnya akses
dan informasinya lebih banyak dan mudah diperoleh. Hal ini
7/27/2019 Kajian Profil Penduduk Remaja (10 - 24 Tahun)
http://slidepdf.com/reader/full/kajian-profil-penduduk-remaja-10-24-tahun 3/4
Policy Brief
Puslitbang Kependudukan - BKKBN
3
ditunjukkan dengan kejadian kawin muda pada kelompok
remaja umur 15-19 tahun lebih besar pada mereka yang
tinggal di perdesaan (3.53 persen) dibandingkan di perkotaan
(2.81 persen). Berdasarkan Undang-undang Nomor: 23 Tahun
2002 tentang Perlindungan Anak, disebutkan bahwa setiap
anak berhak mendapat kan perlindungan termasuk orang tua
mencegah terjadinya perkawinan pada anak-anak. Untuk itu,
orang tua serta anak perlu mendapatkan sosialisasi agar tidak
terjadi perkawinan muda pada anak remaja.
Dari aspek pendidikan, kebijakan wajib belajar sembilan
tahun yang dilaksanakan pemerintah belum sepe-nuhnya
dimanfaatkan oleh penduduk, lebih dari satu persen atau sekitar
2,4 juta penduduk usia remaja (7-15 tahun) tidak bersekolah lagi
baik karena putus sekolah maupun karena tidak melanjutkan dari
SD/MI ke SMP/MTS dan dari SMP/MTs ke jenjang pendidikan
menengah disebabkan berbagai alasan, diantaranya karena
tidak dapat membayar uang sekolah, masing-masing 51 persen
remaja perempuan dan 54 persen remaja laki-laki (SDKI-R,
2007). Kondisi tersebut memerlukan perhatian pemerintah
agar pelaksanaan program wajib belajar sembilan tahun dapat
berjalan dengan baik dan dapat meningkatkan kualitas sumber
daya manusia Indonesia. Pemerintah mulai merintis programWajib Belajar 12 tahun pada 2012 dengan memberikan Bantuan
Operasional Siswa SMA (BOS SMA), dengan harapan tidak ada
lagi remaja usia sekolah tidak bersekolah/putus sekolah.
KetenagakerjaanPenduduk yang termasuk angkatan kerja adalah penduduk
remaja usia 15-24 tahun, bukan penduduk remaja usia 10-24
tahun, hal ini karena penduduk remaja kelompok umur 10-14
tahun termasuk penduduk remaja yang masih harus sekolah.
Berdasarkan data Sensus Penduduk 2010, Jumlah angkatan
kerja sebanyak 172.070.339 jiwa, 66,06 persen diantaranya
adalah remaja usia 15-24 tahun, jumlah tersebut menunjukkan
bahwa penduduk remaja cukup besar yang termasuk dalamangkatan kerja yang perlu ditingkatkan kualitasnya agar dapat
bener-benar sebagai aset pembangun-an yang potensial dalam
menggerak-kan perekonomian.
Secara umum jumlah angkatan kerja usia 15-24 tahun
lebih banyak diperkotaan (42.138.175 jiwa) dibanding kan
diperdesaan (35.402.013 jiwa). Hal ini disebabkan remaja di
perkotaan ingin mendapatkan kemudahan dalam akses baik
untuk mendapatkan pekerjaan dan mencari pekerjaan maupun
mereka yang karena alasan lain ingin tinggal diperkotaan.
Kecenderungan inipun ditunjukkan bahwa penduduk usia 15-24
tahun yang bekerja diperkotaan jauh lebih besar dibandingkan
dengan diperdesaan, yaitu 445.438 jiwa dibanding 2.116.978 jiwa. Sebaliknya mereka yang mencari pekerjaan diperkotaan
1.877.807 jiwa lebih sedikit dibandingkan mereka yang tinggal
dipedesaan 1.012.109 jiwa. Hal ini kemungkinan terjadi karena
mereka yang tinggal dipedesaan kesulitan mendapatkan
pekerjaan atau remaja tersebut memilih-milih lapangan
pekerjaan yang sesuai/diinginkannya atau keterbatasan dalam
menyediaan lapangan pekerjaan.
Berdasarkan persebaran jumlah penduduk remaja umur 15-
24 tahun menurut provinsi dan kegiatan, terdapat beberapa
provinsi memiliki jumlah penduduk usia 15-24 tahun lebih
besar dibandingkan provinsi lainnya. Provinsi-provinsi dengan
penduduk remaja 15-24 tahun tersebut adalah Jawa Barat
15.509.254 jiwa (20 persen), Jawa Timur 12.132.654 jiwa
(15,65 persen); dan Jawa Tengah 9.927.925 jiwa ( 12,80
persen). Sedangkan Hal ini perlu mendapat perhatian bagi
pemerintah baik pusat maupun daerah agar mereka (penduduk)
yang termasuk angkatan kerja ini dapat dipetakan bagaimana
kondisinya, apakah mereka sudah bekerja, mencari pekerjaan
dan bukan termasuk angkatan kerja.
Provinsi yang mempunyai persentase penduduk usia 15-24
tahun yang bekerja lebih besar dibandingkan dengan provinsilainnya adalah Nusa Tenggara Timur (13,21persen), Kalimantan
Selatan (6,85 persen) dan Sulawesi Tenggara (5,09 persen).
Selain itu persentase yang sedang mencari pekerjaan, tertinggi
ada di provinsi DKI Jakarta (5,15 persen), Kepulauan Riau
(5,03 persen) dan Sulawesi Utara (5,01 persen). Sementara
provinsi dengan persentase penduduk remaja usia 15-24
tahun yang bukan angkatan kerja terbesar adalah Provinsi
Kepulauan Bangka Belitung (96,97 persen), diikuti tiga provinsi
yaitu Maluku Utara (96,6 persen), Papua (95,97 persen) dan
Sumatera Barat (95,96 persen).
Persentase remaja kelompok umur 20-24 tahun yang mengaku
bekerja sebesar 53,17 persen, dan kelompok umur 15-19 tahun adalah sebesar 11,21 persen. Sedangkan remaja
yang mengaku bukan angkatan kerja sebagian besar (33
persen) berada pada remaja kelompok umur 15-19 tahun,
hal ini kemungkinan banyak remaja yang masih melanjutkan
pendidikan atau bekerja bukan status utamanya. Data lain
menunjukan bahwa 10,52 persen remaja kelompok umur 20-
24 tahun dan 4,56 persen kelompok umur 15-19 tahun yang
menjawab bersedia bekerja apabila ada yang menyediakan
lapangan pekerjaannya.
Diantara remaja yang melakukan kegiatan seminggu yang lalu,
banyak remaja yang bekerja sebagai buruh/ pegawai (48,85
persen) serta remaja yang bekerja dengan berusaha sendiri(12,25 persen). Umumnya remaja yang pada kelompok 20-
24 tahun lebih besar (69,84 persen) dalam melakukan aktifitas
dalam bekerja dibandingkan remaja pada kelompok 15-19
tahun (30,16 persen).
Remaja umur 15-19 tahun yang bekerja bersama keluarga
dan tidak dibayar sebanyak 9,43 persen, sedang kan remaja
kelompok umur 20-24 tahun sebesar 18,16 persen. Perbedaan
yang mencolok terlihat pada remaja yang berusaha sendiri,
yaitu remaja kelompok usia 20-24 tahun (2,78 persen) lebih
besar dibandingkan remaja kelompok umur 15-19 tahun (13,56
persen). Hal ini terjadi karena kelompok remaja yang lebih tua
kemungkinan telah memiliki penge-tahuan dan kemampuan
untuk melakukan aktifitas dalam mendapatkan uang.Sementara itu penduduk remaja umur 15-19 tahun (3,5 persen)
dan kelompok 20-24 tahun (10,96 persen) yang bekerja lepas/
sebagai pekerja bebas, berarti mereka melakukan aktifitas
dalam memperoleh uang namun tidak memiliki kelangsungan
dalam aktifitas tersebut.
Kesehatan ReproduksiUsia remaja adalah masa dimana seseorang berada pada
sebuah kondisi masa peralihan antara anak-anak dan dewasa.
Perubahan yang terjadi pada usia remaja adalah perubahan
secara fisik maupun perubahan non fisik. Hasil SDKI-R tahun
2007 menunjukkan bahwa remaja perempuan yang tidak tahu
tentang perubahan fisik yang terjadi pada anak perempuan
7/27/2019 Kajian Profil Penduduk Remaja (10 - 24 Tahun)
http://slidepdf.com/reader/full/kajian-profil-penduduk-remaja-10-24-tahun 4/4
Policy Brief
Puslitbang Kependudukan - BKKBN
4
Policy Brief ini ditulis oleh Dwi Wahyuni dan Rahmadewi
Isi sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis.
Informasi lebih lanjut hubungi:
Pusat Penelitian dan Pengembangan Kependudukan
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional
Gd. Halim 2 Lantai Dasar,
Jl. Permata No. 1 Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur
Ph. (021) 8098018,8009029 ext. 661,662 | Email. [email protected]
sebanyak 13,3 persen lebih tinggi dibandingkan hasil SDKI-R
tahun 2002/2003 sebesar 10,7 persen. Hampir separuh (47,9
persen) remaja perempuan tidak mengetahui kapan seorang
perempuan memiliki hari atau masa suburnya. Sebaliknya dari
hasil survei yang sama, persentase pengetahuan responden
laki-laki yang mengetahui masa subur seorang perempuan
lebih tinggi (32,3 persen) dibandingkan dengan responden
perempuan (29 persen). Secara nasional remaja yang
mengetahui masa subur dengan benar sebesar 21,6 persen
(RPJMN 2010). Hasil survei RPJMN tahun 2010 menunjukkanremaja yang terpapar informasi PIK-Remaja (Pusat Informasi
dan Konseling Remaja) mencapai 28 persen. Berarti hanya 28
dari 100 remaja yang akses dengan kegiatan yang berkaitan
dengan informasi kesehatan reproduksi.
Departemen kesehatan tahun 2010 mencanangkan target
pengurang an prevalensi Anemia dibawah 20 persen bagi
remaja. Kekurangan zat besi khususnya pada anemia masih
merupakan salah satu permasalahan gizi yang paling tinggi
dan berat bagi Indonesia. Kekurangan zat besi memiliki risiko
meningkatkan kematian diantara wanita penderita anemia jika
terjadi pendarahan berlebihan. Persepsi anemia dikalangan
remaja yang pernah mendengar tentang anemia adalah 70persen remaja perempuan dan 60 persen remaja laki-laki
(SDKI-R, 2007). Sedangkan 14 persen masing-masing laki-laki
dan perempuan memberikan jawaban yang benar mengenai
anemia karena hemoglobin rendah. Hasil survei yang sama,
menurut responden remaja bahwa median umur kawin ideal
untuk perempuan adalah 23,1 tahun dan untuk laki-laki
adalah 25,9 tahun. Sedangkan rata-rata umur ideal menikah
bagi perempuan dan bagi laki-laki masing-masing adalah 22
tahun dan 25 tahun. Informasi tentang umur ideal mempunyai
anak pertama kali adalah antara umur 20-24 tahun. Remaja
perempuan dengan umur muda cenderung mengatakan
bahwa umur ideal mempunyai anak pertama kali pada umur
20-24 tahun, sedangkan remaja perempuan dengan umur lebih tua berpendapat sebaiknya pada umur 25 tahun atau
lebih. Lebih lanjut waktu ditanyakan jumlah anak yang ideal,
menurut responden perempuan menginginkan punya anak 2
orang anak (63 persen) begitu juga responden laki-laki (55
persen) dari mereka yang berpendidikan tidak tamat SMTA.
Sedangkan rata-rata jumlah anak ideal menurut remaja
perempuan dan laki-laki lebih dari dua anak, masing-masing
2,5 anak dan laki-laki 2,7 anak.
Dari hasil SDKI-R tahun 2007 menunjukkan bahwa pengetahuan
remaja tentang cara paling penting untuk menghindari infeksi
HIV masih terbatas, hanya 14 persen wanita dan 95 pria
menyebutkan pantang berhubungan seks, 18 persen wanitadan 25 persen pria menyebutkan menggunakan kondom, serta
11 persen wanita dan 8 persen pria menyebutkan membatasi
jumlah pasangan seksual sebagai cara menghindari HIV/AIDS
(SDKI-R 2002-2003).
Rekomendasi dan Implikasi KebijakanBeberapa hal yang dapat dilakukan oleh pemerintah baik
pusat maupun daerah adalah meneruskan kebijakan wajib
belajar 12 tahun dalam rangka meningkatkan kualitas SDM;
kebijakan untuk meningkatkan kualitas penduduk remaja
yg putus sekolah melalui peningkatan ketrampilan dalam
memanfaatkan kesempatan kerja; perlu digalakkan dan
ditingkatkan pelaksana-an kebijakan dan program peningkatanpengetahuan Kesehatan Reproduksi melalui jalur formal
(sekolah, institusi pendidikan), non formal (melalui kelompok-
kelompok yang ada di masyarakat, misalkan Karang Taruna)
dan informal (melalui keluarga misalkan: BKR)
Daftar Pustaka :1. Badan Pusat Statistik, Hasil Sensus Penduduk tahun
2010
2. Badan Pusat Statistik (BPS) dan ORC Macro. 2003.
Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia 2007.
Calverton, Maryland, USA: BPS and ORC Macro.3. Pusat Penelitian dan Pengembangan Keluarga
Berencana, Badan Koordinasi Keluarga Berencana
Nasional, Survei Indikator Kinerja Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN)
Program Kependudukan dan KB Nasional Tahun
2010, Jakarta.
4. Badan Pusat Statistik (BPS), BKKBN, Departemen
Kesehatan dan Macro Internasional; Survei Kesehatan
Reproduksi Remaja tahun 2007, Jakarta.
5. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun
1974 Tentang Perkawinan -------------- Diundangkan
oleh Menteri/Sekretaris Negara Republik Indonesia,
Sudharmono, Sh.Mayor Jenderal TNI, Jakarta, tanggal2 Januari 1974
6. H. Muhammad Basir Palu, Dr, Sp.A, MH.A, Deputi
Bidang Keluarga Berencana dan Kesehatan
Rerpoduksi, BKKBN, Pendewasaan Usia Perkawinan
dan Hak-Hak Reproduksi Bagi Remaja Indonesia,
Jakarta, Oktober 2008
7. Undang-undang Nomor: 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak,--------------- Diundangkan oleh
Sekretaris Negara Republik Indonesia, Bambang
Kesowo, Jakarta, tanggal 22 Oktober 2002.