kajian perilaku higiene masyarakat dan sanitasi lingkungan di desa tambak anyar ulu.docx

30
KAJIAN PERILAKU HIGIENE MASYARAKAT DAN SANITASI LINGKUNGAN DI DESA TAMBAK ANYAR ULU TAHUN 2013 (Studi Kasus Diare pada Balita di Daerah Aliran Sungai) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan salah satu dasar penyokong kehidupan manusia. Suatau bangsa dinilai tingkat kesehatannya berdasarkan pada tinggi atau rendahnya dapat dilihat dari Angka Kematian Bayi (AKB) dan Angka kematian Ibu (AKI) atau secara keseluruhan terkait pada kesehatan ibu dan anak. Selain kematian neonatal, Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR), penyebab lain tingginya AKB dan AKI adalah kesehatan lingkungan dan personal higiene yang tidak memadai. Berbagai studi yang telah dilakukan untuk mengkaji keterkaitan antara faktor lingkungan dengan kejadian penyakit menyatakan bahwa perubahan lingkungan akibat dari perubahan iklim, sanitasi yang kurang baik, perilaku penggunaan bahan kimia pada lingkungan yang saat ini semakin bermakna dapat mempengaruhi pola perkembangan penyakit (1,2). Salah satu penyakit akibat lingkungan yang dapat mempengaruhi kesehatan balita adalah penyakit Diare. Meskipun berdasarkan laporan WHO dan survey rumah 1

Upload: mira-surya-ramadhani

Post on 26-Oct-2015

112 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

KAJIAN PERILAKU HIGIENE MASYARAKAT DAN SANITASI LINGKUNGAN DI DESA TAMBAK ANYAR ULU.docx

TRANSCRIPT

Page 1: KAJIAN  PERILAKU HIGIENE MASYARAKAT DAN  SANITASI LINGKUNGAN DI DESA TAMBAK ANYAR ULU.docx

KAJIAN PERILAKU HIGIENE MASYARAKAT DAN SANITASI LINGKUNGAN DI DESA TAMBAK ANYAR ULU

TAHUN 2013

(Studi Kasus Diare pada Balita di Daerah Aliran Sungai)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kesehatan merupakan salah satu dasar penyokong kehidupan manusia.

Suatau bangsa dinilai tingkat kesehatannya berdasarkan pada tinggi atau

rendahnya dapat dilihat dari Angka Kematian Bayi (AKB) dan Angka kematian

Ibu (AKI) atau secara keseluruhan terkait pada kesehatan ibu dan anak. Selain

kematian neonatal, Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR), penyebab lain tingginya

AKB dan AKI adalah kesehatan lingkungan dan personal higiene yang tidak

memadai. Berbagai studi yang telah dilakukan untuk mengkaji keterkaitan antara

faktor lingkungan dengan kejadian penyakit menyatakan bahwa perubahan

lingkungan akibat dari perubahan iklim, sanitasi yang kurang baik, perilaku

penggunaan bahan kimia pada lingkungan yang saat ini semakin bermakna dapat

mempengaruhi pola perkembangan penyakit (1,2).

Salah satu penyakit akibat lingkungan yang dapat mempengaruhi kesehatan

balita adalah penyakit Diare. Meskipun berdasarkan laporan WHO dan survey

rumah tangga menyatakan bahwa angka kematian akibat diare di Indonesia

menurun, namun angka kesakitannya justru semakin tinggi. Berdasarkan survey

morbiditas yang dilakukan oleh Subdit Diare, Departemen Kesehatan dari tahun

2000 s/d 2010, insiden penyakit diare cenderung naik. Pada tahun 2000, Insidence

Rate (IR) penyakit Diare 301/1000 penduduk, tahun 2003 naik menjadi 374

/1000 penduduk, tahun 2006 naik menjadi 423/1000 penduduk dan tahun 2010

menjadi 411/1000 penduduk. Kejadian Luar Biasa (KLB) diare juga masih sering

terjadi, dengan Case Fatality Rate (CFR) yang masih tinggi. Pada tahun 2008

terjadi KLB di 69 Kecamatan dengan jumlah kasus 8133 orang, kematian 239

orang (CFR 2,94%). Tahun 2009 terjadi KLB di 24 Kecamatan dengan jumlah 1

Page 2: KAJIAN  PERILAKU HIGIENE MASYARAKAT DAN  SANITASI LINGKUNGAN DI DESA TAMBAK ANYAR ULU.docx

kasus 5.756 orang, dengan kematian 100 orang (CFR 1,74%), sedangkan tahun

2010 terjadi KLB diare di 33 kecamatan dengan jumlah penderita 4204 dengan

kematian 73 orang (CFR 1,74%) (3).

Demi tercapainya generasi baru yang sehat, pemerintah telah menetapkan

salah satu goal pada pencapaian MDG’s (Goal ke-4) yaitu menurunkan angka

kematian anak menjadi 2/3 bagian dari tahun 1990 sampai pada tahun 2015. Hal

ini beralasan, bila ditinjau per kelompok umur, maka prevalensi tertinggi penyakit

diare terdapat pada kelompok umur balita (1-4 tahun) sebesar 16,7%. Selain itu,

menurut data kesehatan tahun 2011, angka kejadian diare masih tinggi dengan IR

penyakit diare 303 per 1000 penduduk. Hasil data riskesdas tahun 2010, dalam

sehari sekitar 460 (31,4%) meninggal akibat penyakit diare pada bayi dan balita.

Prevalensi diare lebih banyak ditemukan di daerah pedesaan dibandingkan daerah

perkotaan salah satunya adalah di Provinsi Kalimantan Selatan, khususnya

Kabupaten Banjar.

Desa Tambak Anyar Ulu merupakan salah satu desa yang berada di

Kecamatan Martapura Timur, Wilayah Kabupaten Banjar, dimana daerah ini

merupakan daerah yang berada dipesisir sungai Martapura. Berdasarkan data

Dinas Kesehatan Kabupaten Banjar, bahwa diare merupakan salah satu dari 10

penyakit yang terbanyak dialami oleh masyarakat. Penyakit diare yang terjadi

diduga karena adanya perilaku hygiene dan sanitasi lingkungan yang buruk,

sehingga berdampak pada kejadian diare.

Berdasarkan latar belakang tersebut, perlu penelitian untuk kajian perilaku

higiene masyarakat dan sanitasi lingkungan di Desa Tambak Anyar Ulu

khususnya berkaitan dengan kasus diare pada balita di daerah Aliran Sungai.

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimanakah perilaku higiene masyarakat dan sanitasi lingkungan di Desa

Tambak Anyar Ulu khususnya berkaitan dengan kasus diare pada balita di daerah

Aliran Sungai?

1.3 Tujuan Umum

Page 3: KAJIAN  PERILAKU HIGIENE MASYARAKAT DAN  SANITASI LINGKUNGAN DI DESA TAMBAK ANYAR ULU.docx

Untuk mengkaji perilaku higiene masyarakat dan sanitasi lingkungan di Desa

Tambak Anyar Ulu khususnya berkaitan dengan kasus diare pada balita di daerah

Aliran Sungai.

1.4 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui perilaku hygiene masyarakat di Desa Tambak Anyar

Ulu khususnya berkaitan dengan kasus diare pada balita di daerah Aliran

Sungai.

2. Untuk mengetahui sanitasi lingkungan di Desa Tambak Anyar Ulu

khususnya berkaitan dengan kasus diare pada balita di daerah Aliran

Sungai.

1.5 Manfaat

Penelitian ini diharapkan berguna untuk keperluan teoritis maupun praktis

bagi masyarakat, institusi kesehatan maupun pendidikan.

a. Manfaat Secara Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi berupa pengetahuan

akan dampak perilaku hygiene dan sanitasi lingkungan masyarakat yang jelek

terhadap kejadian diare

b. Manfaat Secara Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi masyarakat agar dengan

mengetahuinya dampak perilaku hygiene dan sanitasi lingkungan masyarakat

yang jelek, maka ibu yang memiliki balita dapat menjaga pola hidup bersih

dan sehat bagi diri dan lingkungan agar agar terhindar dari diare.

Page 4: KAJIAN  PERILAKU HIGIENE MASYARAKAT DAN  SANITASI LINGKUNGAN DI DESA TAMBAK ANYAR ULU.docx

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Diare

Menurut World Health Organization (WHO), penyakit diare adalah suatu

penyakit yang ditandai dengan perubahan bentuk dan konsistensi tinja yang

lembek sampai mencair dan bertambahnya frekuensi buang air besar yang lebih

dari biasa, yaitu 3 kali atau lebih dalam sehari yang mungkin dapat disertai

dengan muntah atau tinja yang berdarah. Penyakit ini paling sering dijumpai pada

anak balita, terutama pada 3 tahun pertama kehidupan, dimana seorang anak bisa

mengalami 1-3 episode diare berat (Simatupang, 2004).

Di Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI, diare diartikan sebagai buang air

besar yang tidak normal atau bentuk tinja yang encer dengan frekuensi lebih

banyak dari biasanya. Neonatus dinyatakan diare bila frekuensi buang air besar

sudah lebih dari 4 kali, sedangkan untuk bayi berumur lebih dari 1 bulan dan

anak, frekuensinya lebih dari 3 kali (Simatupang, 2004).

2.2 Jenis Diare

Menurut WHO (2005) diare dapat diklasifikasikan kepada:

1. Diare akut, yaitu diare yang berlangsung kurang dari 14 hari.

2. Disentri, yaitu diare yang disertai dengan darah.

3. Diare persisten, yaitu diare yang berlangsung lebih dari 14 hari.

4. Diare yang disertai dengan malnutrisi berat (Simatupang, 2004).

Menurut Ahlquist dan Camilleri (2005), diare dibagi menjadi akut apabila

kurang dari 2 minggu, persisten jika berlangsung selama 2-4 minggu, dan kronik

jika berlangsung lebih dari 4 minggu. Lebih dari 90% penyebab diare akut adalah

agen penyebab infeksi dan akan disertai dengan muntah, demam dan nyeri pada

abdomen. 10% lagi disebabkan oleh pengobatan, intoksikasi, iskemia dan kondisi

lain. Berbeda dengan diare akut, penyebab diare yang kronik lazim disebabkan

oleh penyebab non infeksi seperti allergi dan lain-lain.

Page 5: KAJIAN  PERILAKU HIGIENE MASYARAKAT DAN  SANITASI LINGKUNGAN DI DESA TAMBAK ANYAR ULU.docx

2.3 Epidemiologi Diare

Menurut Departemen Kesehatan RI (2003), insidensi diare di Indonesia pada

tahun 2000 adalah 301 per 1000 penduduk untuk semua golongan umur dan 1,5

episode setiap tahunnya untuk golongan umur balita. Cause Specific Death Rate

(CSDR) diare golongan umur balita adalah sekitar 4 per 1000 balita. Kejadian

diare pada anak laki-laki hampir sama dengan anak perempuan. Penyakit ini

ditularkan secara fecal-oral melalui makanan dan minuman yang tercemar. Di

negara yang sedang berkembang, insiden yang tinggi dari penyakit diare

merupakan kombinasi dari sumber air yang tercemar, kekurangan protein dan

kalori yang menyebabkan turunnya daya tahan tubuh (Suharyono, 2003).

2.4 Etiologi dan Patogenesis Diare

2.4.1 Etiologi Diare

Lebih dari 90% kasus diare akut adalah disebabkan oleh agen infeksius

(Ahlquist dan Camilleri, 2005). Diare dapat disebabkan oleh infeksi virus seperti

Enterovirus (Virus ECHO, Coxsackie, Poliomyelitis), Adenovirus, Rotavirus,

Astrovirus dan lain-lain; infeksi bakteri seperti Vibrio, E.Coli, Salmonella,

Shigella, Campylobacter, Yersinia, Aeromonas dan sebagainya; infeksi parasit

seperti cacing (Ascaris, Trichiuris, Strongyloides), Protozoa (Entamoeba

histolytica, Giardia lamblia, Trichomonas hominis), jamur (Candida albicans)

(Kliegman, 2006).

Diare dapat juga disebabkan oleh intoleransi laktosa, alergi protein susu

sapi namun tetap sebagian besar diare disebabkan oleh infeksi. Di Indonesia,

penyebab utama diare adalah Shigella, Salmonella, Campylobacter, E. Coli, dan

Entamoeba histolytica (Depkes RI, 2000).

2.4.2 Patogenesis Diare

Penyebab tersering diare pada anak adalah disebabkan oleh rotavirus.

Virus ini menyebabkan 40-60% dari kasus diare pada bayi dan anak

Page 6: KAJIAN  PERILAKU HIGIENE MASYARAKAT DAN  SANITASI LINGKUNGAN DI DESA TAMBAK ANYAR ULU.docx

(Simatupang, 2004). Setelah terpapar dengan agen tertentu, virus akan masuk ke

dalam tubuh bersama dengan makanan dan minuman. Kemudian virus itu akan

sampai ke sel-sel epitel usus halus dan akan menyebabkan infeksi dan

merusakkan sel-sel epitel tersebut. Sel-sel epitel yang rusak akan digantikan

oleh sel enterosit baru yang berbentuk kuboid atau sel epitel gepeng yang belum

matang sehingga fungsi sel-sel ini masih belum bagus. Hal ini menyebabkan

vili-vlli usus halus mengalami atrofi dan tidak dapat menyerap cairan dan

makanan dengan baik. Cairan dan makanan tadi akan terkumpul di usus halus

dan akan meningkatkan tekanan osmotik usus. Hal ini menyebabkan banyak

cairan ditarik ke dalam lumen usus dan akan menyebabkan terjadinya

hiperperistaltik usus. Cairan dan makanan yang tidak diserap tadi akan didorong

keluar melalui anus dan terjadilah diare (Kliegman, 2006).

2.5 Gejala Diare

Tanda-tanda awal dari penyakit diare adalah bayi dan anak menjadi gelisah

dan cengeng, suhu tubuh biasanya meningkat, nafsu makan berkurang atau tidak

ada, kemudian timbul diare. Tinja akan menjadi cair dan mungkin disertai dengan

lendir ataupun darah. Warna tinja bisa lama-kelamaan berubah menjadi kehijau-

hijauan karena tercampur dengan empedu. Anus dan daerah sekitarnya lecet

karena seringnya defekasi dan tinja makin lama makin asam sebagai akibat

banyaknya asam laktat yang berasal darl laktosa yang tidak dapat diabsorbsi oleh

usus selama diare. Gejala muntah dapat terjadi sebelum atau sesudah diare dan

dapat disebabkan oleh lambung yang turut meradang atau akibat gangguan

keseimbangan asam-basa dan elektrolit (Kliegman, 2006).

Bila penderita telah kehilangan banyak cairan dan elektrolit, maka gejala

dehidrasi mulai tampak. Berat badan turun, turgor kulit berkurang, mata dan

ubun-ubun besar menjadi cekung, selaput lendir bibir dan mulut serta kulit tampak

kering (Hasan dan Alatas, 1985). Menurut Kliegman, Marcdante dan Jenson

(2006), dinyatakan bahwa berdasarkan banyaknya kehilangan cairan dan elektrolit

dari tubuh, diare dapat dibagi menjadi :

2.5.1 Diare tanpa dehidrasi

Page 7: KAJIAN  PERILAKU HIGIENE MASYARAKAT DAN  SANITASI LINGKUNGAN DI DESA TAMBAK ANYAR ULU.docx

Pada tingkat diare ini penderita tidak mengalami dehidrasi karena frekuensi

diare masih dalam batas toleransi dan belum ada tanda-tanda dehidrasi.

2.5.2 Diare dengan dehidrasi ringan (3%-5%)

Pada tingkat diare ini penderita mengalami diare 3 kali atau lebih, kadang-

kadang muntah, terasa haus, kencing sudah mulai berkurang, nafsu makan

menurun, aktifitas sudah mulai menurun, tekanan nadi masih normal atau

takikardia yang minimum dan pemeriksaan fisik dalam batas normal.

2.5.3 Diare dengan dehidrasi sedang (5%-10%)

Pada keadaan ini, penderita akan mengalami takikardi, kencing yang

kurang atau langsung tidak ada, irritabilitas atau lesu, mata dan ubun-ubun besar

menjadi cekung, turgor kulit berkurang, selaput lendir bibir dan mulut serta kulit

tampak kering, air mata berkurang dan masa pengisian kapiler memanjang (≥ 2

detik) dengan kulit yang dingin yang dingin dan pucat.

2.5.4 Diare dengan dehidrasi berat (10%-15%)

Pada keadaan ini, penderita sudah banyak kehilangan cairan dari tubuh dan

biasanya pada keadaan ini penderita mengalami takikardi dengan pulsasi yang

melemah, hipotensi dan tekanan nadi yang menyebar, tidak ada penghasilan urin,

mata dan ubun-ubun besar menjadi sangat cekung, tidak ada produksi air mata,

tidak mampu minum dan keadaannya mulai apatis, kesadarannya menurun dan

juga masa pengisian kapiler sangat memanjang (≥ 3 detik) dengan kulit yang

dingin dan pucat.

2.6 Faktor Risiko Diare pada Balita

2.6.1 Faktor Gizi

Sutoto (1992) menjelaskan bahwa interaksi diare dan gizi kurang

merupakan “lingkaran setan”. Diare menyebabkan kekurangan dan akan

memperberat diare. Oleh karena itu, pengobatan dengan makanan yang tepat dan

Page 8: KAJIAN  PERILAKU HIGIENE MASYARAKAT DAN  SANITASI LINGKUNGAN DI DESA TAMBAK ANYAR ULU.docx

cukup merupakan komponen utama pengelolaan klinis diare dan juga pengelolaan

di rumah.

Berat dan lamanya diare sangat dipengaruhi oleh status gizi panderita dan

diare yang diderita oleh anak dengan kekurangan gizi lebih berat jika

dibandingkan dengan anak yang status gizinya baik karena anak dengan status gizi

kurang keluaran cairan dan tinja lebih banyak sehingga anak akan menderita

dehidrasi berat. Menurut Suharyono (1986), bayi dan balita yang kekurangan gizi,

sebagian besarnya meninggal karena diare. Hal ini dapat disebabkan karena

dehidrasi dan malnutrisi.

2.6.2 Faktor Sosial Ekonomi

Faktor sosial ekonomi juga mempunyai pengaruh langsung terhadap

faktor-faktor penyebab diare. Kebanyakan anak yang mudah menderita diare

berasal dari keluarga yang besar dengan daya beli yang rendah, kondisi rumah

yang buruk, tidak mempunyai sediaan air bersih yang memenuhi persyaratan

kesehatan, pendidikan orang tuanya yang rendah dan sikap serta kebiasaan yang

tidak menguntungkan. Karena itu edukasi dan perbaikan ekonomi sangat berperan

dalam pencegahan dan penanggulangan diare (Suharyono, 1991).

2.6.3 Faktor Pendidikan

Tingginya angka kesakitan dan kematian (morbiditas dan mortalitas)

karena diare di Indonesia disebabkan oleh faktor kesehatan lingkungan yang

belum memadai, keadaan gizi, kependudukan, pendidikan, keadaan sosial

ekonomi dan perilaku masyarakat yang secara langsung ataupun tidak langsung

mempengaruhi keadaan penyakit diare (Simatupang, 2004).

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Erial, B. et al, 1994, ditemukan

bahwa kelompok ibu dengan status pendidikan SLTP ke atas mempunyai

kemungkinan 1,6 kali memberikan cairan rehidrasi oral dengan baik pada balita

dibanding dengan kelompok ibu dengan status pendidikan SD ke bawah

(Simatupang, 2004).

2.6.4 Faktor Pekerjaan

Page 9: KAJIAN  PERILAKU HIGIENE MASYARAKAT DAN  SANITASI LINGKUNGAN DI DESA TAMBAK ANYAR ULU.docx

Ayah dan ibu yang bekerja sebagai pegawai negeri atau swasta rata-rata

mempunyai pendidikan yang lebih tinggi dibandingkan ayah dan ibu yang bekerja

sebagai buruh atau petani. Jenis pekerjaan umumnya berkaitan dengan tingkat

pendidikan dan pendapatan. Tetapi ibu yang bekerja harus membiarkan anaknya

diasuh oleh orang lain, sehingga mempunyai resiko lebih besar untuk terpapar

dengan penyakit diare (Simatupang, 2004).

2.6.5 Faktor Umur Balita

Sebagian besar diare terjadi pada anak dibawah usia 2 tahun. Hasil analisa

lanjut SDKI (1995) didapatkan bahwa umur balita 12-24 bulan mempunyai resiko

terjadi diare 2,23 kali dibandingkan anak umur 25-59 bulan (Simatupang, 2004).

2.6.6 Faktor ASI

ASI eksklusif adalah pemberian air susu ibu bayi baru lahir sampai usia 6

bulan, tanpa diberikan makanan tambahan lainnya. Brotowasisto (1997),

menyebutkan bahwa insiden diare meningkat pada saat anak untuk pertama kali

mengenal makanan tambahan dan makin lama makin meningkat. Pemberian ASI

penuh akan memberikan perlindungan diare 4 kali daripada bayi dengan ASI

disertai susu botol. Bayi dengan susu botol sahaja akan mempunyai resiko diare

lebih besar dan bahkan 30 kali lebih banyak daripada bayi dengan ASI penuh

(Sutoto, 1992).

2.6.7 Faktor Jamban

Resiko kejadian diare lebih besar pada keluarga yang tidak mempunyai

fasilitas jamban keluarga dan penyediaan sarana jamban umum dapat menurunkan

resiko kemungkinan terjadinya diare. Berkaitan dengan personal hygiene dari

masyarakat yang ditunjang dengan situasi kebiasaan yang menimbulkan

pencemaran lingkungan sekitarnya dan terutama di daerah-daerah dimana air

merupakan masalah dan kebiasaan buang air besar yang tidak sehat (Simatupang,

2004).

2.6.8 Faktor Sumber Air

Page 10: KAJIAN  PERILAKU HIGIENE MASYARAKAT DAN  SANITASI LINGKUNGAN DI DESA TAMBAK ANYAR ULU.docx

Sumber air adalah tempat mendapatkan air yang digunakan. Air baku

tersebut sebelum digunakan adalah yang diolah dulu, namun ada pula yang

langsung digunakan oleh masyarakat. Kualitas air baku pada umumnya tergantung

dari mana sumber air tersebut didapat.

Ada beberapa macam sumber air misalnya : air hujan, air tanah (sumur

gali, sumur pompa), air permukaan (sungai, danau) dan mata air. Apabila kualitas

air dari sumber air tersebut telah memenuhi syarat kesehatan sesuai dengan

peraturan yang berlaku, dapat langsung dipergunakan tetapi apabila belum

memenuhi syarat, harus melalui proses pengolahan air terlebih dahulu.

Berdasarkan data survei demografi dan kesehatan tahun 1997, kelompok

anak-anak di bawah lima tahun yang keluarganya menggunakan sarana sumur gali

mempunyai resiko terkena diare 1,2 kali dibandingkan dengan kelompok anak

yang keluarganya menggunakan sumber sumur pompa (Simatupang, 2004).

2.7 Pencegahan dan Penanggulangan Diare

2.7.1 Pencegahan Diare

Diantara langkah-langkah yang dapat dilakukan oleh ibu balita, yang

paling penting adalah menjaga higenis perorangan dengan baik. Ini dapat

dilakukan dengan melaksanakan perilaku sehat, yaitu mencuci tangan dengan

sabun sesudah membuang tinja anak dan setelah buang air besar dan juga sebelum

menyiapkan makanan kepada anak. Ibu-ibu juga seharusnya melatih anak mereka

sejak awal lagi tentang perilaku cuci tangan terutama sebelum makan dan sesudah

bermain. Ini dapat mencegah terjadinya penularan kuman yang dapat

menyebabkan diare.

Selain itu, ibu balita juga seharusnya mengamalkan pemberian ASI kepada

anak mereka sejak lahir sehingga 4-6 bulan pertama kehidupan. ASI

mengandungi antibodi yang berguna untuk menjaga sistem kekebalan bayi agar

tidak mudah terkena infeksi. ASI juga kaya dengan zat-zat yang optimal untuk

pertumbuhan anak. Pemberian ASI sewaktu diare juga bisa mengurangi

keparahan kejadian diare.

Page 11: KAJIAN  PERILAKU HIGIENE MASYARAKAT DAN  SANITASI LINGKUNGAN DI DESA TAMBAK ANYAR ULU.docx

Berdasarkan banyak penelitian, keterjangkauan terhadap penggunaan

sarana air bersih sangat penting bagi mengurangkan resiko kejadian diare. Oleh

karena itu, masyarakat seharusnya memastikan air yang digunakan di rumah

adalah benar-benar bersih dan memenuhi syarat yaitu tidak mempunyai warna,

bau dan juga rasa sebelum digunakan untuk keperluan sehari-hari.

2.7.2 Penanggulangan Diare Berdasarkan Tingkat Dehidrasi (WHO, 2005)

A. Tanpa Dehidrasi

Pada anak-anak yang berumur bawah dari 2 tahun boleh diberikan larutan

oralit 50-100ml/kali dan untuk usia lebih dari 2 tahun diberikan larutan yang

sama dengan dosis 100-200ml/kali diare. Bagi mengelakkan dehidrasi ibu-ibu

harus meningkatkan pemberian minuman dan makanan dari biasa pada anak

mereka. Selain itu dapat juga diberikan zink (10-20mg/hari) sebagai makanan

tambahan.

B. Dehidrasi Ringan

Pada keadaan ini diperlukan oralit secara oral bersama larutan kristaloid

Ringer Laktat ataupun Ringer Asetat dengan formula lengkap yang mengandung

glukosa dan elektrolit dan diberikan sebanyak mungkin sesuai dengan

kemampuan anak serta dianjurkan ibu untuk meneruskan pemberian ASI dan

masih dapat ditangani sendiri oleh keluarga di rumah. Berdasarkan WHO,

larutan oralit seharusnya mengandung 90mEq/L natrium, 20mEq/L kalium

klorida dan 111mEq/L glukosa.

C. Dehidrasi Sedang

Pada keadaan ini memerlukan perhatian yang lebih khusus dan pemberian

oralit hendaknya dilakukan oleh petugas di sarana kesehatan dan penderita perlu

diawasi selama 3-4 jam. Bila penderita sudah lebih baik keadaannya, penderita

dapat dibawa pulang untuk dirawat di rumah dengan pemberian oralit. Dosis

pemberian oralit untuk umur kurang dari 1 tahun, setiap buang air besar

Page 12: KAJIAN  PERILAKU HIGIENE MASYARAKAT DAN  SANITASI LINGKUNGAN DI DESA TAMBAK ANYAR ULU.docx

diberikan 50-100ml, untuk 3 jam pertama 300ml. Untuk anak umur 1-4 tahun

setiap buang air besar diberikan 100-200ml, untuk 3 jam pertama 600ml.

D. Dehidrasi berat

Pada keadaan ini pasien akan diberikan larutan hidrasi secara intravena

(intravenous hydration) dengan kadar 100ml/kgBB/3-6 jam. Dosis pemberian

cairan untuk umur kurang dari 1 tahun adalah 30ml/kgBB untuk 1 jam yang

pertama dan seterusnya diberikan 75ml/kgBB setiap 5 jam. Dosis pemberian

cairan untuk anak 1-4 tahun adalah 30ml/kgBB untuk ½ jam yang pertama dan

seterusnya diberikan 70ml/kgBB setiap 2 ½ jam.

2.8 Komplikasi

Komplikasi utama akibat penyakit gastroenteritis ini adalah dehidrasi dan masalah

kardiovaskular akibat hipovolemia dengan derajat berat. Apabila diare itu

disebabkan oleh Shigella, demam tinggi dan kejang bisa timbul. Abses pada

saluran usus juga dapat timbul akibat infeksi shigella dan salmonella terutama

pada demam tifoid yang dapat menyebabkan perforasi pada saluran usus. Hal ini

sangat berbahaya dan mengancam nyawa. Muntah yang berat dapat menyebabkan

aspirasi dan robekan pada esofagus (Kliegman, Marcdante, Jenson, Behrman,

2006).

Page 13: KAJIAN  PERILAKU HIGIENE MASYARAKAT DAN  SANITASI LINGKUNGAN DI DESA TAMBAK ANYAR ULU.docx

BAB III

METODELOGI PENELITIAN

3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini bersifat deskriptif dengan rancangan cross sectional study.

3.2 Populasi dan Sampel Penelitian

a. Populasi penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah ibu yang memiliki balita yang berada

di Desa Tambak Anyar Ulu, Kabupaten Banjar.

b. Sampel penelitian

Sampel diambil dari populasi dengan kriteria inklusi ibu yang memiliki

balita yang tercatat Desa Tambak Anyar Ulu, Kabupaten Banjar sebagai lokasi

penelitian dan bersedia menjadi responden dengan menandatangani informed

consent dan anak tidak dalam keadaan sakit saat penelitian. Adapun kriteria

eksklusi adalah ibu yang mempunyai anak bukan penduduk setempat.

Sampel penelitian yang ditentukan berdasarkan teknik Simple Random

Sampling. Untuk menentukan besarnya sampel digunakan rumus penelitian

survey:

n=N . Z1−α /2

2 . p .(1−p)( N−1 ) d2+Z1−α /2

2 . p .(1−p) 

n= 647 .1,962. 0,045 .0,955646 .0,052+1,962. 0,045 .0,095

n = 60 orang

p = jumlah ibu hamil dan balita/jumlah penduduk

p = 86/1914

p = 0,045

q = (1-p)

q = 0,055

Page 14: KAJIAN  PERILAKU HIGIENE MASYARAKAT DAN  SANITASI LINGKUNGAN DI DESA TAMBAK ANYAR ULU.docx

Berdasarkan perhitungan, maka jumlah sampel yang digunakan sebanyak 60

orang. Variabel penelitian ini adalah perilaku higiene dan sanitasi

lingkungan.Instrumen yang digunakan untuk memperoleh semua data terkait

variabel penelitian ini adalah kuesioner. Data dianalisis dengan menggunakan

univariat untuk melihat gambaran distribusi frekuensi dan persentase dari masing-

masing variabel yang diteliti dan diintepretasi dalam tabulasi.

3.3 Lokasi dan waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Desa Tambak Anyar Ulu, Kecamatan Martapura

Timur, Kabupaten Banjar yang dilaksanakan pada bulan Juli hingga Agustus

2013.

3.4 Teknik pengambilan sampel

Pengambilan sampel dilakukan dengan melakukan wawancara

menggunakan kuesioner terstruktur yang telah tersedia. Ibu sebagai responden

yang memiliki balita sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi yang telah

ditetapkan. Adapun kriteria inklusinya adalah ibu yang memiliki balita tercatat di

Desa Tambak Anyar, Kecamatan Martapura Timur, Kabupaten Banjar, beesedia

sebagai responden dengan mengisi informed consent. Sedangkan kriteria

eksklusinya adalah ibu yang memiliki balita dalam keadaan sakit. Jika semua

kriteria telah terpenuhi, selanjutnya dilakukan randomisasi untuk memperoleh

subjek penelitian.

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berikut meripakan hasil penelitian berkaitan dengan perilaku higiene dan sanitasi

lingkungan pada balita di Desa Tambak Ulu, Kecamatan Martapura Timur,

Kabupaten Banjar tersaji pada Tabel 1 berikut.

Page 15: KAJIAN  PERILAKU HIGIENE MASYARAKAT DAN  SANITASI LINGKUNGAN DI DESA TAMBAK ANYAR ULU.docx

Tabel 1. Distribusi frekuensi Sanitasi Lingkungan responden di Desa Tambak

Ulu, Kecamatan Martapura Timur, Kabupaten Banjar

A. Sanitasi Lingkungan

1. Sumber Air

No. Sumber Air Jumlah Persentase

1 Sungai 23 KK 38%

2 Sumur 34 KK 57%

3 Sumber air lainnya 3 KK 5%

2. Kualitas Fisik Air

No. Kualitas Fisik Air Jumlah Persentase

1 Keruh 25 KK 41,67%

2 Berwarna 9 KK 15%

3 Berasa 0 KK 0%

4 Berbusa 0 KK 0%

5 Berbau 3 KK 5%

3. Penyimpanan Air Sebelum Digunakan

No. Tempat Penyimpanan Air Jumlah Persentase

1 Langsung dari sumber 3 KK 5%

2 Wadah/tendon terbuka 4 KK 6,7%

3 Wadah/tendon tertutup 53 KK 88,3%

No. Cara Mengelola Jumlah Persentase

1 Langsung diminum 0 KK

2 Dimasak 57 KK 95%

3 Disaring 0 KK

4 Diberi bahan kimia 3 KK 5%

No. Saluran Penampungan Jumlah Presentase

Page 16: KAJIAN  PERILAKU HIGIENE MASYARAKAT DAN  SANITASI LINGKUNGAN DI DESA TAMBAK ANYAR ULU.docx

1 Saluran Terbuka 8 KK 13,3%

2 Saluran Tertutup 12 KK 20%

3 Tanpa Saluran 40 KK 66,7%

No. Tempat Sampah Jumlah Persentase

1 Tempat Sampah Terbuka 36 KK 60%

2 Tempat Sampah Tertutup 0 KK

No. Cara Mengelola Jumlah Persentase

1 Dibakar 2 KK 3%

2 Ditimbun 4 KK 6,7%

3 Dibuang kesungai 54 KK 90%

4 Diolah kembali 0 KK  0%

No. Letak Kandang Jumlah Persentase

1 Kandang dalam rumah 0 KK  0%

2 Kandang luar rumah 14 KK 23,3%

3 Luar rumah tanpa kandang 1 KK 1,67%

4 Kandang bawah rumah 10 KK 16,67%

No. Cara Menggelola Jumlah Persentase

1 Dibersihkan 13 KK 21,67%

2 Dibiarkan 12 KK 20%

3 Dioleh menjadi kompos 0 KK  0%

No. Sumber Pencemaran Jumlah Persentase

1 Jalan raya 17 KK 28,3%

2 Tempat pembuangan sampah 0 KK 0%

Page 17: KAJIAN  PERILAKU HIGIENE MASYARAKAT DAN  SANITASI LINGKUNGAN DI DESA TAMBAK ANYAR ULU.docx

3 Industri 0 KK 0%

4 Pasar tradisional 0 KK 0%

5 Air limbah 10 KK 16,67%

6 Bengkel/Terminal 1 KK 1,67%

7 Jaringan listrik tegangan tinggi 2 KK 3,3%

8 Peternakan 0 KK 0%

Air bersih dan sanitasi merupakan sasaran Tujuan Pembangunan Milenium

(MDG) yang ketujuh 2015, sehingga fokus utama merujuk pada presentase

penggunaan sumur (57%) dan air sungai (38%) sebagai sumber air minum di Desa

Tambak Anyar Ulu yang memberikan dampak cukup besar terhadap kesehatan

masyarakat. Hal tersebut beralasan, melihat tingginya perilaku warga yang

membuang sampah rumah tangga ke sungai (90%). Kebiasaan buruk membuang

sampah di sungai seperti ini dapat mencemari air sungai yang juga menjadi sumber

kebutuhan warga di sekitarnya. Selain sampah, masalah sanitasi yang berhubungan

dengan pengelolaan hewan ternak yang dimiliki warga juga menyumbang dampak

buruk bagi kesehatan masyarakat jika tata letak dan kebersihan kandang tidak

diperhatikan. Dari 60 sampel, hanya 25 sampel yang memiliki hewan ternak yang

sebagian besar berjenis unggas (ayam, bebek, dan sebagainya). Berdasarkan 25

sampel tersebut 23,3% sampel ternak berada dalam kandang di luar rumah, 16,67%

sampel memiliki ternak unggas dengan kandang terletak di bawah rumahnya, dan

sisanya 1,67% memiliki ternak tanpa kandang.

Sebuah penelitian meyimpulkan bahwa konstruksi dan sanitasi lingkungan

yang kurang baik dapat menurunkan kualitas bakteriologis air sumur gali, dan

faktor sanitasi lingkungan adalah faktor determinan yang berpengaruh paling besar

serta dapat menimbulkan kejadian penyakit diare (9). Sanitasi lingkungan sekitar

sumur gali yang dimaksud berhubungan dengan budaya beternak unggas, terlebih

kandang ternak yang dimiliki sebagian warga Tambak Anyar Ulu terletak di bawah

rumah. Berdasarkan observasi kelompok, jarak kandang ternak yang berada

dibawah rumah <11 meter, sementara jarak sumur yang dianjurkan terhadap septic

Page 18: KAJIAN  PERILAKU HIGIENE MASYARAKAT DAN  SANITASI LINGKUNGAN DI DESA TAMBAK ANYAR ULU.docx

tank atau sumber pencemar lainnya dalam satuan meter adalah minimal 11 meter.

Sumber pencemar meliputi : a) Kandang ternak, b) Genangan air. Pengukuran

dilakukan sesuai meteran Essen, diukur secara horizontal pada batas titik terluar

kandang ternak sampai dinding sumur.

Berdasarkan wawancara dan obsevasi distribusi balita yang rumahnya

memakai sumur lebih banyak yang diare dibanding yang tidak diare, sebaliknya

yang memakai air PDAM jumlah penderita diare lebih sedikit, artinya pemakaian

sumber air bersih sangat mempengaruhi kejadian diare. Begitu pula kebiasaan cuci

tangan sebelum makan dan mencuci tangan dengan sabun merupakan salah satu

penyebab timbulnya penyakit diare (10). Meskipun data menunjukkan presentase

100% terhadap kebiasaan mencuci tangan sebelum aktifitas seperti pada point B,

tetapi berdasarkan hasil wawancara personal sebagian besar sampel mengatakan

bahwa kebiasaan mencuci tangan tidak selalu diiringi dengan kebiasaan

menggunakan sabun, hanya jika tangan dalam keadaan sangat kotor barulah

menggunakan sabun. Sehingga kami menyimpulkan bahwa angka kejadian diare

dapat berkurang apabila kebiasaan mencuci tangan bersamaan dengan kebiasaan

mencuci tangan dengan sabun.

B. Perilaku Hygiene

1. Kebiasaan Mencuci Tangan

No. Kebiasaan Mencuci Tangan Jumlah Persentase

1 Sebelum melakukan aktifitas 60 KK 100%

2 Setelah melakukan aktifitas 60 KK 100%

Page 19: KAJIAN  PERILAKU HIGIENE MASYARAKAT DAN  SANITASI LINGKUNGAN DI DESA TAMBAK ANYAR ULU.docx

2. Tempat BAB/BAK

No. Tempat BAB/BAK Jumlah Presentase

1 Jamban di sungai 19 KK 31,67%

2 WC di dalam rumah 41 KK 68,3%

3 WC umum 0 KK 0%

UNICEF Indonesia menyatakan bahwa angka diare lebih tinggi sebesar

66% pada anak-anak dari keluarga yang melakukan buang air besar di sungai

atau selokan dibandingkan mereka pada rumah tangga dengan fasilitas toilet

pribadi dan septic tank (11). Pernyataan tersebut berbanding lurus dengan hasil

observasi dan data primer yang kami peroleh di lapangan bahwa sebagian besar

warga yang memilih buang air besar di sungai (31,67%) mengeluhkan kejadian

diare dalam keluarganya.

Tidak hanya buang air besar, kegiatan Mandi Cuci Kakus (MCK) pun

dilakukan di sungai. Diketahui bahwa MCK juga menyertakan kegiatan

memasukkan air ke dalama organ tubuh seperti menggosok gigi, berkumur, dan

sebagainya, sehingga air sungai yang tidak terjamin kebersihannya karena

kontaminasi sampah rumah tangga pada point A mengakibatkan frekuensi

kontak dengan bakteri penyebab diare meningkat dan dengan mudah terkena

penyakit diare.

Page 20: KAJIAN  PERILAKU HIGIENE MASYARAKAT DAN  SANITASI LINGKUNGAN DI DESA TAMBAK ANYAR ULU.docx

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Perilaku higiene dan sanitasi lingkungan masyarakat di daerah Aliran

Sungai masih kurang, kondisi ini potensial menyebabkan kasus diare pada balita

di Desa Tambak Anyar Ulu, Kecamatan Martapura Timur, Kabupaten Banjar.

4.2 Saran

Perlu upaya perbaikan sanitasi lingkungan dan meningkatkan perilaku

hygiene yang baik melalui pemberian ASI Eksklusif, memperbaiki cara

penyapihan, penggunaan air bersih untuk keperluan sehari-hari, mencuci tangan

sebelum dan sesudah melakukan kegiatan, dan penggunaan jamban yang sesuai

dengan peruntukannya.