kajian perilaku higiene masyarakat dan sanitasi lingkungan di desa tambak anyar ulu.docx
DESCRIPTION
KAJIAN PERILAKU HIGIENE MASYARAKAT DAN SANITASI LINGKUNGAN DI DESA TAMBAK ANYAR ULU.docxTRANSCRIPT
KAJIAN PERILAKU HIGIENE MASYARAKAT DAN SANITASI LINGKUNGAN DI DESA TAMBAK ANYAR ULU
TAHUN 2013
(Studi Kasus Diare pada Balita di Daerah Aliran Sungai)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kesehatan merupakan salah satu dasar penyokong kehidupan manusia.
Suatau bangsa dinilai tingkat kesehatannya berdasarkan pada tinggi atau
rendahnya dapat dilihat dari Angka Kematian Bayi (AKB) dan Angka kematian
Ibu (AKI) atau secara keseluruhan terkait pada kesehatan ibu dan anak. Selain
kematian neonatal, Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR), penyebab lain tingginya
AKB dan AKI adalah kesehatan lingkungan dan personal higiene yang tidak
memadai. Berbagai studi yang telah dilakukan untuk mengkaji keterkaitan antara
faktor lingkungan dengan kejadian penyakit menyatakan bahwa perubahan
lingkungan akibat dari perubahan iklim, sanitasi yang kurang baik, perilaku
penggunaan bahan kimia pada lingkungan yang saat ini semakin bermakna dapat
mempengaruhi pola perkembangan penyakit (1,2).
Salah satu penyakit akibat lingkungan yang dapat mempengaruhi kesehatan
balita adalah penyakit Diare. Meskipun berdasarkan laporan WHO dan survey
rumah tangga menyatakan bahwa angka kematian akibat diare di Indonesia
menurun, namun angka kesakitannya justru semakin tinggi. Berdasarkan survey
morbiditas yang dilakukan oleh Subdit Diare, Departemen Kesehatan dari tahun
2000 s/d 2010, insiden penyakit diare cenderung naik. Pada tahun 2000, Insidence
Rate (IR) penyakit Diare 301/1000 penduduk, tahun 2003 naik menjadi 374
/1000 penduduk, tahun 2006 naik menjadi 423/1000 penduduk dan tahun 2010
menjadi 411/1000 penduduk. Kejadian Luar Biasa (KLB) diare juga masih sering
terjadi, dengan Case Fatality Rate (CFR) yang masih tinggi. Pada tahun 2008
terjadi KLB di 69 Kecamatan dengan jumlah kasus 8133 orang, kematian 239
orang (CFR 2,94%). Tahun 2009 terjadi KLB di 24 Kecamatan dengan jumlah 1
kasus 5.756 orang, dengan kematian 100 orang (CFR 1,74%), sedangkan tahun
2010 terjadi KLB diare di 33 kecamatan dengan jumlah penderita 4204 dengan
kematian 73 orang (CFR 1,74%) (3).
Demi tercapainya generasi baru yang sehat, pemerintah telah menetapkan
salah satu goal pada pencapaian MDG’s (Goal ke-4) yaitu menurunkan angka
kematian anak menjadi 2/3 bagian dari tahun 1990 sampai pada tahun 2015. Hal
ini beralasan, bila ditinjau per kelompok umur, maka prevalensi tertinggi penyakit
diare terdapat pada kelompok umur balita (1-4 tahun) sebesar 16,7%. Selain itu,
menurut data kesehatan tahun 2011, angka kejadian diare masih tinggi dengan IR
penyakit diare 303 per 1000 penduduk. Hasil data riskesdas tahun 2010, dalam
sehari sekitar 460 (31,4%) meninggal akibat penyakit diare pada bayi dan balita.
Prevalensi diare lebih banyak ditemukan di daerah pedesaan dibandingkan daerah
perkotaan salah satunya adalah di Provinsi Kalimantan Selatan, khususnya
Kabupaten Banjar.
Desa Tambak Anyar Ulu merupakan salah satu desa yang berada di
Kecamatan Martapura Timur, Wilayah Kabupaten Banjar, dimana daerah ini
merupakan daerah yang berada dipesisir sungai Martapura. Berdasarkan data
Dinas Kesehatan Kabupaten Banjar, bahwa diare merupakan salah satu dari 10
penyakit yang terbanyak dialami oleh masyarakat. Penyakit diare yang terjadi
diduga karena adanya perilaku hygiene dan sanitasi lingkungan yang buruk,
sehingga berdampak pada kejadian diare.
Berdasarkan latar belakang tersebut, perlu penelitian untuk kajian perilaku
higiene masyarakat dan sanitasi lingkungan di Desa Tambak Anyar Ulu
khususnya berkaitan dengan kasus diare pada balita di daerah Aliran Sungai.
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimanakah perilaku higiene masyarakat dan sanitasi lingkungan di Desa
Tambak Anyar Ulu khususnya berkaitan dengan kasus diare pada balita di daerah
Aliran Sungai?
1.3 Tujuan Umum
Untuk mengkaji perilaku higiene masyarakat dan sanitasi lingkungan di Desa
Tambak Anyar Ulu khususnya berkaitan dengan kasus diare pada balita di daerah
Aliran Sungai.
1.4 Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui perilaku hygiene masyarakat di Desa Tambak Anyar
Ulu khususnya berkaitan dengan kasus diare pada balita di daerah Aliran
Sungai.
2. Untuk mengetahui sanitasi lingkungan di Desa Tambak Anyar Ulu
khususnya berkaitan dengan kasus diare pada balita di daerah Aliran
Sungai.
1.5 Manfaat
Penelitian ini diharapkan berguna untuk keperluan teoritis maupun praktis
bagi masyarakat, institusi kesehatan maupun pendidikan.
a. Manfaat Secara Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi berupa pengetahuan
akan dampak perilaku hygiene dan sanitasi lingkungan masyarakat yang jelek
terhadap kejadian diare
b. Manfaat Secara Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi masyarakat agar dengan
mengetahuinya dampak perilaku hygiene dan sanitasi lingkungan masyarakat
yang jelek, maka ibu yang memiliki balita dapat menjaga pola hidup bersih
dan sehat bagi diri dan lingkungan agar agar terhindar dari diare.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Diare
Menurut World Health Organization (WHO), penyakit diare adalah suatu
penyakit yang ditandai dengan perubahan bentuk dan konsistensi tinja yang
lembek sampai mencair dan bertambahnya frekuensi buang air besar yang lebih
dari biasa, yaitu 3 kali atau lebih dalam sehari yang mungkin dapat disertai
dengan muntah atau tinja yang berdarah. Penyakit ini paling sering dijumpai pada
anak balita, terutama pada 3 tahun pertama kehidupan, dimana seorang anak bisa
mengalami 1-3 episode diare berat (Simatupang, 2004).
Di Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI, diare diartikan sebagai buang air
besar yang tidak normal atau bentuk tinja yang encer dengan frekuensi lebih
banyak dari biasanya. Neonatus dinyatakan diare bila frekuensi buang air besar
sudah lebih dari 4 kali, sedangkan untuk bayi berumur lebih dari 1 bulan dan
anak, frekuensinya lebih dari 3 kali (Simatupang, 2004).
2.2 Jenis Diare
Menurut WHO (2005) diare dapat diklasifikasikan kepada:
1. Diare akut, yaitu diare yang berlangsung kurang dari 14 hari.
2. Disentri, yaitu diare yang disertai dengan darah.
3. Diare persisten, yaitu diare yang berlangsung lebih dari 14 hari.
4. Diare yang disertai dengan malnutrisi berat (Simatupang, 2004).
Menurut Ahlquist dan Camilleri (2005), diare dibagi menjadi akut apabila
kurang dari 2 minggu, persisten jika berlangsung selama 2-4 minggu, dan kronik
jika berlangsung lebih dari 4 minggu. Lebih dari 90% penyebab diare akut adalah
agen penyebab infeksi dan akan disertai dengan muntah, demam dan nyeri pada
abdomen. 10% lagi disebabkan oleh pengobatan, intoksikasi, iskemia dan kondisi
lain. Berbeda dengan diare akut, penyebab diare yang kronik lazim disebabkan
oleh penyebab non infeksi seperti allergi dan lain-lain.
2.3 Epidemiologi Diare
Menurut Departemen Kesehatan RI (2003), insidensi diare di Indonesia pada
tahun 2000 adalah 301 per 1000 penduduk untuk semua golongan umur dan 1,5
episode setiap tahunnya untuk golongan umur balita. Cause Specific Death Rate
(CSDR) diare golongan umur balita adalah sekitar 4 per 1000 balita. Kejadian
diare pada anak laki-laki hampir sama dengan anak perempuan. Penyakit ini
ditularkan secara fecal-oral melalui makanan dan minuman yang tercemar. Di
negara yang sedang berkembang, insiden yang tinggi dari penyakit diare
merupakan kombinasi dari sumber air yang tercemar, kekurangan protein dan
kalori yang menyebabkan turunnya daya tahan tubuh (Suharyono, 2003).
2.4 Etiologi dan Patogenesis Diare
2.4.1 Etiologi Diare
Lebih dari 90% kasus diare akut adalah disebabkan oleh agen infeksius
(Ahlquist dan Camilleri, 2005). Diare dapat disebabkan oleh infeksi virus seperti
Enterovirus (Virus ECHO, Coxsackie, Poliomyelitis), Adenovirus, Rotavirus,
Astrovirus dan lain-lain; infeksi bakteri seperti Vibrio, E.Coli, Salmonella,
Shigella, Campylobacter, Yersinia, Aeromonas dan sebagainya; infeksi parasit
seperti cacing (Ascaris, Trichiuris, Strongyloides), Protozoa (Entamoeba
histolytica, Giardia lamblia, Trichomonas hominis), jamur (Candida albicans)
(Kliegman, 2006).
Diare dapat juga disebabkan oleh intoleransi laktosa, alergi protein susu
sapi namun tetap sebagian besar diare disebabkan oleh infeksi. Di Indonesia,
penyebab utama diare adalah Shigella, Salmonella, Campylobacter, E. Coli, dan
Entamoeba histolytica (Depkes RI, 2000).
2.4.2 Patogenesis Diare
Penyebab tersering diare pada anak adalah disebabkan oleh rotavirus.
Virus ini menyebabkan 40-60% dari kasus diare pada bayi dan anak
(Simatupang, 2004). Setelah terpapar dengan agen tertentu, virus akan masuk ke
dalam tubuh bersama dengan makanan dan minuman. Kemudian virus itu akan
sampai ke sel-sel epitel usus halus dan akan menyebabkan infeksi dan
merusakkan sel-sel epitel tersebut. Sel-sel epitel yang rusak akan digantikan
oleh sel enterosit baru yang berbentuk kuboid atau sel epitel gepeng yang belum
matang sehingga fungsi sel-sel ini masih belum bagus. Hal ini menyebabkan
vili-vlli usus halus mengalami atrofi dan tidak dapat menyerap cairan dan
makanan dengan baik. Cairan dan makanan tadi akan terkumpul di usus halus
dan akan meningkatkan tekanan osmotik usus. Hal ini menyebabkan banyak
cairan ditarik ke dalam lumen usus dan akan menyebabkan terjadinya
hiperperistaltik usus. Cairan dan makanan yang tidak diserap tadi akan didorong
keluar melalui anus dan terjadilah diare (Kliegman, 2006).
2.5 Gejala Diare
Tanda-tanda awal dari penyakit diare adalah bayi dan anak menjadi gelisah
dan cengeng, suhu tubuh biasanya meningkat, nafsu makan berkurang atau tidak
ada, kemudian timbul diare. Tinja akan menjadi cair dan mungkin disertai dengan
lendir ataupun darah. Warna tinja bisa lama-kelamaan berubah menjadi kehijau-
hijauan karena tercampur dengan empedu. Anus dan daerah sekitarnya lecet
karena seringnya defekasi dan tinja makin lama makin asam sebagai akibat
banyaknya asam laktat yang berasal darl laktosa yang tidak dapat diabsorbsi oleh
usus selama diare. Gejala muntah dapat terjadi sebelum atau sesudah diare dan
dapat disebabkan oleh lambung yang turut meradang atau akibat gangguan
keseimbangan asam-basa dan elektrolit (Kliegman, 2006).
Bila penderita telah kehilangan banyak cairan dan elektrolit, maka gejala
dehidrasi mulai tampak. Berat badan turun, turgor kulit berkurang, mata dan
ubun-ubun besar menjadi cekung, selaput lendir bibir dan mulut serta kulit tampak
kering (Hasan dan Alatas, 1985). Menurut Kliegman, Marcdante dan Jenson
(2006), dinyatakan bahwa berdasarkan banyaknya kehilangan cairan dan elektrolit
dari tubuh, diare dapat dibagi menjadi :
2.5.1 Diare tanpa dehidrasi
Pada tingkat diare ini penderita tidak mengalami dehidrasi karena frekuensi
diare masih dalam batas toleransi dan belum ada tanda-tanda dehidrasi.
2.5.2 Diare dengan dehidrasi ringan (3%-5%)
Pada tingkat diare ini penderita mengalami diare 3 kali atau lebih, kadang-
kadang muntah, terasa haus, kencing sudah mulai berkurang, nafsu makan
menurun, aktifitas sudah mulai menurun, tekanan nadi masih normal atau
takikardia yang minimum dan pemeriksaan fisik dalam batas normal.
2.5.3 Diare dengan dehidrasi sedang (5%-10%)
Pada keadaan ini, penderita akan mengalami takikardi, kencing yang
kurang atau langsung tidak ada, irritabilitas atau lesu, mata dan ubun-ubun besar
menjadi cekung, turgor kulit berkurang, selaput lendir bibir dan mulut serta kulit
tampak kering, air mata berkurang dan masa pengisian kapiler memanjang (≥ 2
detik) dengan kulit yang dingin yang dingin dan pucat.
2.5.4 Diare dengan dehidrasi berat (10%-15%)
Pada keadaan ini, penderita sudah banyak kehilangan cairan dari tubuh dan
biasanya pada keadaan ini penderita mengalami takikardi dengan pulsasi yang
melemah, hipotensi dan tekanan nadi yang menyebar, tidak ada penghasilan urin,
mata dan ubun-ubun besar menjadi sangat cekung, tidak ada produksi air mata,
tidak mampu minum dan keadaannya mulai apatis, kesadarannya menurun dan
juga masa pengisian kapiler sangat memanjang (≥ 3 detik) dengan kulit yang
dingin dan pucat.
2.6 Faktor Risiko Diare pada Balita
2.6.1 Faktor Gizi
Sutoto (1992) menjelaskan bahwa interaksi diare dan gizi kurang
merupakan “lingkaran setan”. Diare menyebabkan kekurangan dan akan
memperberat diare. Oleh karena itu, pengobatan dengan makanan yang tepat dan
cukup merupakan komponen utama pengelolaan klinis diare dan juga pengelolaan
di rumah.
Berat dan lamanya diare sangat dipengaruhi oleh status gizi panderita dan
diare yang diderita oleh anak dengan kekurangan gizi lebih berat jika
dibandingkan dengan anak yang status gizinya baik karena anak dengan status gizi
kurang keluaran cairan dan tinja lebih banyak sehingga anak akan menderita
dehidrasi berat. Menurut Suharyono (1986), bayi dan balita yang kekurangan gizi,
sebagian besarnya meninggal karena diare. Hal ini dapat disebabkan karena
dehidrasi dan malnutrisi.
2.6.2 Faktor Sosial Ekonomi
Faktor sosial ekonomi juga mempunyai pengaruh langsung terhadap
faktor-faktor penyebab diare. Kebanyakan anak yang mudah menderita diare
berasal dari keluarga yang besar dengan daya beli yang rendah, kondisi rumah
yang buruk, tidak mempunyai sediaan air bersih yang memenuhi persyaratan
kesehatan, pendidikan orang tuanya yang rendah dan sikap serta kebiasaan yang
tidak menguntungkan. Karena itu edukasi dan perbaikan ekonomi sangat berperan
dalam pencegahan dan penanggulangan diare (Suharyono, 1991).
2.6.3 Faktor Pendidikan
Tingginya angka kesakitan dan kematian (morbiditas dan mortalitas)
karena diare di Indonesia disebabkan oleh faktor kesehatan lingkungan yang
belum memadai, keadaan gizi, kependudukan, pendidikan, keadaan sosial
ekonomi dan perilaku masyarakat yang secara langsung ataupun tidak langsung
mempengaruhi keadaan penyakit diare (Simatupang, 2004).
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Erial, B. et al, 1994, ditemukan
bahwa kelompok ibu dengan status pendidikan SLTP ke atas mempunyai
kemungkinan 1,6 kali memberikan cairan rehidrasi oral dengan baik pada balita
dibanding dengan kelompok ibu dengan status pendidikan SD ke bawah
(Simatupang, 2004).
2.6.4 Faktor Pekerjaan
Ayah dan ibu yang bekerja sebagai pegawai negeri atau swasta rata-rata
mempunyai pendidikan yang lebih tinggi dibandingkan ayah dan ibu yang bekerja
sebagai buruh atau petani. Jenis pekerjaan umumnya berkaitan dengan tingkat
pendidikan dan pendapatan. Tetapi ibu yang bekerja harus membiarkan anaknya
diasuh oleh orang lain, sehingga mempunyai resiko lebih besar untuk terpapar
dengan penyakit diare (Simatupang, 2004).
2.6.5 Faktor Umur Balita
Sebagian besar diare terjadi pada anak dibawah usia 2 tahun. Hasil analisa
lanjut SDKI (1995) didapatkan bahwa umur balita 12-24 bulan mempunyai resiko
terjadi diare 2,23 kali dibandingkan anak umur 25-59 bulan (Simatupang, 2004).
2.6.6 Faktor ASI
ASI eksklusif adalah pemberian air susu ibu bayi baru lahir sampai usia 6
bulan, tanpa diberikan makanan tambahan lainnya. Brotowasisto (1997),
menyebutkan bahwa insiden diare meningkat pada saat anak untuk pertama kali
mengenal makanan tambahan dan makin lama makin meningkat. Pemberian ASI
penuh akan memberikan perlindungan diare 4 kali daripada bayi dengan ASI
disertai susu botol. Bayi dengan susu botol sahaja akan mempunyai resiko diare
lebih besar dan bahkan 30 kali lebih banyak daripada bayi dengan ASI penuh
(Sutoto, 1992).
2.6.7 Faktor Jamban
Resiko kejadian diare lebih besar pada keluarga yang tidak mempunyai
fasilitas jamban keluarga dan penyediaan sarana jamban umum dapat menurunkan
resiko kemungkinan terjadinya diare. Berkaitan dengan personal hygiene dari
masyarakat yang ditunjang dengan situasi kebiasaan yang menimbulkan
pencemaran lingkungan sekitarnya dan terutama di daerah-daerah dimana air
merupakan masalah dan kebiasaan buang air besar yang tidak sehat (Simatupang,
2004).
2.6.8 Faktor Sumber Air
Sumber air adalah tempat mendapatkan air yang digunakan. Air baku
tersebut sebelum digunakan adalah yang diolah dulu, namun ada pula yang
langsung digunakan oleh masyarakat. Kualitas air baku pada umumnya tergantung
dari mana sumber air tersebut didapat.
Ada beberapa macam sumber air misalnya : air hujan, air tanah (sumur
gali, sumur pompa), air permukaan (sungai, danau) dan mata air. Apabila kualitas
air dari sumber air tersebut telah memenuhi syarat kesehatan sesuai dengan
peraturan yang berlaku, dapat langsung dipergunakan tetapi apabila belum
memenuhi syarat, harus melalui proses pengolahan air terlebih dahulu.
Berdasarkan data survei demografi dan kesehatan tahun 1997, kelompok
anak-anak di bawah lima tahun yang keluarganya menggunakan sarana sumur gali
mempunyai resiko terkena diare 1,2 kali dibandingkan dengan kelompok anak
yang keluarganya menggunakan sumber sumur pompa (Simatupang, 2004).
2.7 Pencegahan dan Penanggulangan Diare
2.7.1 Pencegahan Diare
Diantara langkah-langkah yang dapat dilakukan oleh ibu balita, yang
paling penting adalah menjaga higenis perorangan dengan baik. Ini dapat
dilakukan dengan melaksanakan perilaku sehat, yaitu mencuci tangan dengan
sabun sesudah membuang tinja anak dan setelah buang air besar dan juga sebelum
menyiapkan makanan kepada anak. Ibu-ibu juga seharusnya melatih anak mereka
sejak awal lagi tentang perilaku cuci tangan terutama sebelum makan dan sesudah
bermain. Ini dapat mencegah terjadinya penularan kuman yang dapat
menyebabkan diare.
Selain itu, ibu balita juga seharusnya mengamalkan pemberian ASI kepada
anak mereka sejak lahir sehingga 4-6 bulan pertama kehidupan. ASI
mengandungi antibodi yang berguna untuk menjaga sistem kekebalan bayi agar
tidak mudah terkena infeksi. ASI juga kaya dengan zat-zat yang optimal untuk
pertumbuhan anak. Pemberian ASI sewaktu diare juga bisa mengurangi
keparahan kejadian diare.
Berdasarkan banyak penelitian, keterjangkauan terhadap penggunaan
sarana air bersih sangat penting bagi mengurangkan resiko kejadian diare. Oleh
karena itu, masyarakat seharusnya memastikan air yang digunakan di rumah
adalah benar-benar bersih dan memenuhi syarat yaitu tidak mempunyai warna,
bau dan juga rasa sebelum digunakan untuk keperluan sehari-hari.
2.7.2 Penanggulangan Diare Berdasarkan Tingkat Dehidrasi (WHO, 2005)
A. Tanpa Dehidrasi
Pada anak-anak yang berumur bawah dari 2 tahun boleh diberikan larutan
oralit 50-100ml/kali dan untuk usia lebih dari 2 tahun diberikan larutan yang
sama dengan dosis 100-200ml/kali diare. Bagi mengelakkan dehidrasi ibu-ibu
harus meningkatkan pemberian minuman dan makanan dari biasa pada anak
mereka. Selain itu dapat juga diberikan zink (10-20mg/hari) sebagai makanan
tambahan.
B. Dehidrasi Ringan
Pada keadaan ini diperlukan oralit secara oral bersama larutan kristaloid
Ringer Laktat ataupun Ringer Asetat dengan formula lengkap yang mengandung
glukosa dan elektrolit dan diberikan sebanyak mungkin sesuai dengan
kemampuan anak serta dianjurkan ibu untuk meneruskan pemberian ASI dan
masih dapat ditangani sendiri oleh keluarga di rumah. Berdasarkan WHO,
larutan oralit seharusnya mengandung 90mEq/L natrium, 20mEq/L kalium
klorida dan 111mEq/L glukosa.
C. Dehidrasi Sedang
Pada keadaan ini memerlukan perhatian yang lebih khusus dan pemberian
oralit hendaknya dilakukan oleh petugas di sarana kesehatan dan penderita perlu
diawasi selama 3-4 jam. Bila penderita sudah lebih baik keadaannya, penderita
dapat dibawa pulang untuk dirawat di rumah dengan pemberian oralit. Dosis
pemberian oralit untuk umur kurang dari 1 tahun, setiap buang air besar
diberikan 50-100ml, untuk 3 jam pertama 300ml. Untuk anak umur 1-4 tahun
setiap buang air besar diberikan 100-200ml, untuk 3 jam pertama 600ml.
D. Dehidrasi berat
Pada keadaan ini pasien akan diberikan larutan hidrasi secara intravena
(intravenous hydration) dengan kadar 100ml/kgBB/3-6 jam. Dosis pemberian
cairan untuk umur kurang dari 1 tahun adalah 30ml/kgBB untuk 1 jam yang
pertama dan seterusnya diberikan 75ml/kgBB setiap 5 jam. Dosis pemberian
cairan untuk anak 1-4 tahun adalah 30ml/kgBB untuk ½ jam yang pertama dan
seterusnya diberikan 70ml/kgBB setiap 2 ½ jam.
2.8 Komplikasi
Komplikasi utama akibat penyakit gastroenteritis ini adalah dehidrasi dan masalah
kardiovaskular akibat hipovolemia dengan derajat berat. Apabila diare itu
disebabkan oleh Shigella, demam tinggi dan kejang bisa timbul. Abses pada
saluran usus juga dapat timbul akibat infeksi shigella dan salmonella terutama
pada demam tifoid yang dapat menyebabkan perforasi pada saluran usus. Hal ini
sangat berbahaya dan mengancam nyawa. Muntah yang berat dapat menyebabkan
aspirasi dan robekan pada esofagus (Kliegman, Marcdante, Jenson, Behrman,
2006).
BAB III
METODELOGI PENELITIAN
3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian ini bersifat deskriptif dengan rancangan cross sectional study.
3.2 Populasi dan Sampel Penelitian
a. Populasi penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah ibu yang memiliki balita yang berada
di Desa Tambak Anyar Ulu, Kabupaten Banjar.
b. Sampel penelitian
Sampel diambil dari populasi dengan kriteria inklusi ibu yang memiliki
balita yang tercatat Desa Tambak Anyar Ulu, Kabupaten Banjar sebagai lokasi
penelitian dan bersedia menjadi responden dengan menandatangani informed
consent dan anak tidak dalam keadaan sakit saat penelitian. Adapun kriteria
eksklusi adalah ibu yang mempunyai anak bukan penduduk setempat.
Sampel penelitian yang ditentukan berdasarkan teknik Simple Random
Sampling. Untuk menentukan besarnya sampel digunakan rumus penelitian
survey:
n=N . Z1−α /2
2 . p .(1−p)( N−1 ) d2+Z1−α /2
2 . p .(1−p)
n= 647 .1,962. 0,045 .0,955646 .0,052+1,962. 0,045 .0,095
n = 60 orang
p = jumlah ibu hamil dan balita/jumlah penduduk
p = 86/1914
p = 0,045
q = (1-p)
q = 0,055
Berdasarkan perhitungan, maka jumlah sampel yang digunakan sebanyak 60
orang. Variabel penelitian ini adalah perilaku higiene dan sanitasi
lingkungan.Instrumen yang digunakan untuk memperoleh semua data terkait
variabel penelitian ini adalah kuesioner. Data dianalisis dengan menggunakan
univariat untuk melihat gambaran distribusi frekuensi dan persentase dari masing-
masing variabel yang diteliti dan diintepretasi dalam tabulasi.
3.3 Lokasi dan waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Desa Tambak Anyar Ulu, Kecamatan Martapura
Timur, Kabupaten Banjar yang dilaksanakan pada bulan Juli hingga Agustus
2013.
3.4 Teknik pengambilan sampel
Pengambilan sampel dilakukan dengan melakukan wawancara
menggunakan kuesioner terstruktur yang telah tersedia. Ibu sebagai responden
yang memiliki balita sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi yang telah
ditetapkan. Adapun kriteria inklusinya adalah ibu yang memiliki balita tercatat di
Desa Tambak Anyar, Kecamatan Martapura Timur, Kabupaten Banjar, beesedia
sebagai responden dengan mengisi informed consent. Sedangkan kriteria
eksklusinya adalah ibu yang memiliki balita dalam keadaan sakit. Jika semua
kriteria telah terpenuhi, selanjutnya dilakukan randomisasi untuk memperoleh
subjek penelitian.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berikut meripakan hasil penelitian berkaitan dengan perilaku higiene dan sanitasi
lingkungan pada balita di Desa Tambak Ulu, Kecamatan Martapura Timur,
Kabupaten Banjar tersaji pada Tabel 1 berikut.
Tabel 1. Distribusi frekuensi Sanitasi Lingkungan responden di Desa Tambak
Ulu, Kecamatan Martapura Timur, Kabupaten Banjar
A. Sanitasi Lingkungan
1. Sumber Air
No. Sumber Air Jumlah Persentase
1 Sungai 23 KK 38%
2 Sumur 34 KK 57%
3 Sumber air lainnya 3 KK 5%
2. Kualitas Fisik Air
No. Kualitas Fisik Air Jumlah Persentase
1 Keruh 25 KK 41,67%
2 Berwarna 9 KK 15%
3 Berasa 0 KK 0%
4 Berbusa 0 KK 0%
5 Berbau 3 KK 5%
3. Penyimpanan Air Sebelum Digunakan
No. Tempat Penyimpanan Air Jumlah Persentase
1 Langsung dari sumber 3 KK 5%
2 Wadah/tendon terbuka 4 KK 6,7%
3 Wadah/tendon tertutup 53 KK 88,3%
No. Cara Mengelola Jumlah Persentase
1 Langsung diminum 0 KK
2 Dimasak 57 KK 95%
3 Disaring 0 KK
4 Diberi bahan kimia 3 KK 5%
No. Saluran Penampungan Jumlah Presentase
1 Saluran Terbuka 8 KK 13,3%
2 Saluran Tertutup 12 KK 20%
3 Tanpa Saluran 40 KK 66,7%
No. Tempat Sampah Jumlah Persentase
1 Tempat Sampah Terbuka 36 KK 60%
2 Tempat Sampah Tertutup 0 KK
No. Cara Mengelola Jumlah Persentase
1 Dibakar 2 KK 3%
2 Ditimbun 4 KK 6,7%
3 Dibuang kesungai 54 KK 90%
4 Diolah kembali 0 KK 0%
No. Letak Kandang Jumlah Persentase
1 Kandang dalam rumah 0 KK 0%
2 Kandang luar rumah 14 KK 23,3%
3 Luar rumah tanpa kandang 1 KK 1,67%
4 Kandang bawah rumah 10 KK 16,67%
No. Cara Menggelola Jumlah Persentase
1 Dibersihkan 13 KK 21,67%
2 Dibiarkan 12 KK 20%
3 Dioleh menjadi kompos 0 KK 0%
No. Sumber Pencemaran Jumlah Persentase
1 Jalan raya 17 KK 28,3%
2 Tempat pembuangan sampah 0 KK 0%
3 Industri 0 KK 0%
4 Pasar tradisional 0 KK 0%
5 Air limbah 10 KK 16,67%
6 Bengkel/Terminal 1 KK 1,67%
7 Jaringan listrik tegangan tinggi 2 KK 3,3%
8 Peternakan 0 KK 0%
Air bersih dan sanitasi merupakan sasaran Tujuan Pembangunan Milenium
(MDG) yang ketujuh 2015, sehingga fokus utama merujuk pada presentase
penggunaan sumur (57%) dan air sungai (38%) sebagai sumber air minum di Desa
Tambak Anyar Ulu yang memberikan dampak cukup besar terhadap kesehatan
masyarakat. Hal tersebut beralasan, melihat tingginya perilaku warga yang
membuang sampah rumah tangga ke sungai (90%). Kebiasaan buruk membuang
sampah di sungai seperti ini dapat mencemari air sungai yang juga menjadi sumber
kebutuhan warga di sekitarnya. Selain sampah, masalah sanitasi yang berhubungan
dengan pengelolaan hewan ternak yang dimiliki warga juga menyumbang dampak
buruk bagi kesehatan masyarakat jika tata letak dan kebersihan kandang tidak
diperhatikan. Dari 60 sampel, hanya 25 sampel yang memiliki hewan ternak yang
sebagian besar berjenis unggas (ayam, bebek, dan sebagainya). Berdasarkan 25
sampel tersebut 23,3% sampel ternak berada dalam kandang di luar rumah, 16,67%
sampel memiliki ternak unggas dengan kandang terletak di bawah rumahnya, dan
sisanya 1,67% memiliki ternak tanpa kandang.
Sebuah penelitian meyimpulkan bahwa konstruksi dan sanitasi lingkungan
yang kurang baik dapat menurunkan kualitas bakteriologis air sumur gali, dan
faktor sanitasi lingkungan adalah faktor determinan yang berpengaruh paling besar
serta dapat menimbulkan kejadian penyakit diare (9). Sanitasi lingkungan sekitar
sumur gali yang dimaksud berhubungan dengan budaya beternak unggas, terlebih
kandang ternak yang dimiliki sebagian warga Tambak Anyar Ulu terletak di bawah
rumah. Berdasarkan observasi kelompok, jarak kandang ternak yang berada
dibawah rumah <11 meter, sementara jarak sumur yang dianjurkan terhadap septic
tank atau sumber pencemar lainnya dalam satuan meter adalah minimal 11 meter.
Sumber pencemar meliputi : a) Kandang ternak, b) Genangan air. Pengukuran
dilakukan sesuai meteran Essen, diukur secara horizontal pada batas titik terluar
kandang ternak sampai dinding sumur.
Berdasarkan wawancara dan obsevasi distribusi balita yang rumahnya
memakai sumur lebih banyak yang diare dibanding yang tidak diare, sebaliknya
yang memakai air PDAM jumlah penderita diare lebih sedikit, artinya pemakaian
sumber air bersih sangat mempengaruhi kejadian diare. Begitu pula kebiasaan cuci
tangan sebelum makan dan mencuci tangan dengan sabun merupakan salah satu
penyebab timbulnya penyakit diare (10). Meskipun data menunjukkan presentase
100% terhadap kebiasaan mencuci tangan sebelum aktifitas seperti pada point B,
tetapi berdasarkan hasil wawancara personal sebagian besar sampel mengatakan
bahwa kebiasaan mencuci tangan tidak selalu diiringi dengan kebiasaan
menggunakan sabun, hanya jika tangan dalam keadaan sangat kotor barulah
menggunakan sabun. Sehingga kami menyimpulkan bahwa angka kejadian diare
dapat berkurang apabila kebiasaan mencuci tangan bersamaan dengan kebiasaan
mencuci tangan dengan sabun.
B. Perilaku Hygiene
1. Kebiasaan Mencuci Tangan
No. Kebiasaan Mencuci Tangan Jumlah Persentase
1 Sebelum melakukan aktifitas 60 KK 100%
2 Setelah melakukan aktifitas 60 KK 100%
2. Tempat BAB/BAK
No. Tempat BAB/BAK Jumlah Presentase
1 Jamban di sungai 19 KK 31,67%
2 WC di dalam rumah 41 KK 68,3%
3 WC umum 0 KK 0%
UNICEF Indonesia menyatakan bahwa angka diare lebih tinggi sebesar
66% pada anak-anak dari keluarga yang melakukan buang air besar di sungai
atau selokan dibandingkan mereka pada rumah tangga dengan fasilitas toilet
pribadi dan septic tank (11). Pernyataan tersebut berbanding lurus dengan hasil
observasi dan data primer yang kami peroleh di lapangan bahwa sebagian besar
warga yang memilih buang air besar di sungai (31,67%) mengeluhkan kejadian
diare dalam keluarganya.
Tidak hanya buang air besar, kegiatan Mandi Cuci Kakus (MCK) pun
dilakukan di sungai. Diketahui bahwa MCK juga menyertakan kegiatan
memasukkan air ke dalama organ tubuh seperti menggosok gigi, berkumur, dan
sebagainya, sehingga air sungai yang tidak terjamin kebersihannya karena
kontaminasi sampah rumah tangga pada point A mengakibatkan frekuensi
kontak dengan bakteri penyebab diare meningkat dan dengan mudah terkena
penyakit diare.
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
Perilaku higiene dan sanitasi lingkungan masyarakat di daerah Aliran
Sungai masih kurang, kondisi ini potensial menyebabkan kasus diare pada balita
di Desa Tambak Anyar Ulu, Kecamatan Martapura Timur, Kabupaten Banjar.
4.2 Saran
Perlu upaya perbaikan sanitasi lingkungan dan meningkatkan perilaku
hygiene yang baik melalui pemberian ASI Eksklusif, memperbaiki cara
penyapihan, penggunaan air bersih untuk keperluan sehari-hari, mencuci tangan
sebelum dan sesudah melakukan kegiatan, dan penggunaan jamban yang sesuai
dengan peruntukannya.