kajian konservasi candi bangkal jawa timur

95
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL KEBUDAYAAN LAPORAN KAJIAN KONSERVASI CANDI BANGKAL JAWA TIMUR OLEH : Yudi Suhartono, MA Drs. Marsis Sutopo, M.Si Liliek Agung Handoko, ST Roni Muhammad, ST Sri Wahyuni, Amd BALAI KONSERVASI BOROBUDUR MAGELANG 2017

Upload: others

Post on 05-Oct-2021

10 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: KAJIAN KONSERVASI CANDI BANGKAL JAWA TIMUR

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAANDIREKTORAT JENDERAL KEBUDAYAAN

LAPORAN

KAJIAN KONSERVASI CANDI BANGKALJAWA TIMUR

OLEH :Yudi Suhartono, MA

Drs. Marsis Sutopo, M.SiLiliek Agung Handoko, ST

Roni Muhammad, STSri Wahyuni, Amd

BALAI KONSERVASI BOROBUDURMAGELANG

2017

Page 2: KAJIAN KONSERVASI CANDI BANGKAL JAWA TIMUR

ii

Lembar Pengesahan

Laporan Kajian

KONSERVASI CANDI BANGKAL JAWA TIMUR

Tim Pelaksana :

Ketua : Yudi Suhartono, MA.

Anggota : - Drs. Marsis Sutopo, M.Si

- Liliek Agung Handoko, ST

- Roni Muhammad, ST

- Sri Wahyuni, Amd

Nara Sumber : Aris Munandar

Jangka Waktu Pelaksanaan : 8 bulan

Sumber Anggaran : DIPA Balai Konservasi Borobudur Tahun 2017

Borobudur, Desember 2017

Mengetahui/ Menyetujui

Plt Kepala BK Borobudur Ketua Tim Kajian

Iskandar Mulia Siregar, S.Si Yudi Suhartono, MANIP. 19691118 199903 1 001 NIP. 197005071998021001

Page 3: KAJIAN KONSERVASI CANDI BANGKAL JAWA TIMUR

iii

Page 4: KAJIAN KONSERVASI CANDI BANGKAL JAWA TIMUR

iii

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena berkat

RahmatNyalah kami berhasil menyelesaikan kajian dengan judul Kajian Konservasi Candi

Bangkal Jawa Timur Dalam kajian ini diuraikan antara lain permasalahan di situs candi Bangkal

yang disebabkan oleh genangan air dan pelapukan dan kerusakan bata. Dalam kajian juga

diuraikan mengenai model alternatif penanganan genangan air dan penanganan akibat

pelapukan dan kerusakan bata.

Pada kesempatan ini, kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak Kepala Balai

Konservasi Borobudur selaku atasan kami, yang telah memberikan kepercayaan kepada kami

untuk melakukan kajian ini. Ucapan terima kasih juga kami sampaikan kapada Bapak Kepala

Balai Pelestarian Cagar Budaya Propinsi Jawa Timur beserta staf yang telah banyak membantu

dan menfasilitasi kami dalam pengumpulan data di lapangan. Selain itu kami juga mengucapkan

terima kasih kepada Bapak Aris Munandar, purna karya Balai Konservasi Borobudur selaku nara

sumber yang telah memberi arahan dan masukan pada kajian ini. Ucapan terima kasih kami

juga mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu kami yang tidak

dapat kami sebutkan satu persatu.

Kami menyadari hasil kajian ini belum sempurna dan masih banyak kekurangan, oleh

karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun bagi kesempurnaan kajian ini.

Semoga kajian yang telah dilakukan dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang membutuhkan.

Borobudur, Desember 2017

Tim Kajian

Page 5: KAJIAN KONSERVASI CANDI BANGKAL JAWA TIMUR

iv

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL …………………………………………………………….... i

LEMBAR PENGESAHAN ………………………………………………………. iiKATA PENGANTAR …………………………………………………………….………. iii

DAFTAR ISI ……………………………………………………………………............... iv

BAB I PENDAHULUAN ………………………………………………….........……... 1

1.1. Dasar ………………………………………………………………………….. 1

1.2 Latar Belakang …..………..…………………………………………………. 1

1.3. Permasalahan ……………………...……………………………………....... 3

1.4. Tujuan ..................................................................................................... 3

1.5 Manfaat ................................................................................................... 3

1.6. Ruang Lingkup................. ..................................................................-.... 3

1.7. Metodologi .............................................................................................. 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ....................................……………………................ 10

2.1. Pengertian Bata ....................................................................................... 12

2.2. Kelembaban Bata ……………………... . ................................................. 12

2.3. Pengaruh Kelembaban Bata .................................................................... 16

2.4. Tinjauan Tentang Konservasi Arkeologi .................................................. 17

BAB III. GAMBARAN UMUM DAN NILAI PENTING SITUS CANDI BANGKAL... 20

3.1. Lingkungan Situs Candi Bangkal …………. ........................................... 20

3.2. Riwayat Penelitian dan Perlindungan Candi Bangkal ....................... 21

3.3. Nilai Penting Situs Candi Bangkal ………………………………….... 27

Page 6: KAJIAN KONSERVASI CANDI BANGKAL JAWA TIMUR

v

BAB IV HASIL PENGUMPULAN DATA................................................................ 30

4.1. Kondisi Lingkungan Candi Bangkal ......................................................... 30

4.2. Observasi Lapangan ........................................................... .................... 44

BAB V. PEMBAHASAN ........................................................................................... 46

5.1. Analisis Tanah Halaman Candi Bangkal ................................................. 46

5.2. Analisis Lingkungan dan Drainase............................................................. 48

5.3. Pelapukan Bata.......................................................................................... 65

5.4. Analisis Kualitas Bata ..................... .......................................................... 75

BAB V PENUTUP

5.1. Kesimpulan ………………………………………………………….............. 80

4.2. Rekomendasi.……………………………………………………….............. 81

DAFTAR PUSTAKA ……………………..………………………………….................... 82

Page 7: KAJIAN KONSERVASI CANDI BANGKAL JAWA TIMUR

vi

Page 8: KAJIAN KONSERVASI CANDI BANGKAL JAWA TIMUR

7

Page 9: KAJIAN KONSERVASI CANDI BANGKAL JAWA TIMUR

1

BAB IPENDAHULUAN

1.1. Dasar1. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya.

2. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1993 tentang Pelaksanaan

Undang-undang Nomor 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya.

3. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor: 34 Tahun 2016 Tanggal 24 Agustus

2016. tentang Rincian Tugas Balai Konservasi Borobudur

4. DIPA Balai Konservasi Peninggalan Borobudur tahun 2017

5. Surat Keputusan Kepala Balai Konservasi Borobudur Nomor : 5903/E12/HK/2017 tentang

Tim pelaksana kajian Kajian Konservasi Candi Bangkal, Jawa Timur.

1.2. Latar Belakang PermasalahanNegara Indonesia kaya akan sumberdaya alam maupun sumberdaya budaya yang bisa

digunakan untuk kemajuan dan kesejahteraan rakyat. Kekayaan sumber daya budaya dapat

berupa fisik maupun non fisik. Salah satu kekayaan tersebut adalah sumberdaya arkeologi /

peninggalan purbakala (cagar budaya) yang tersebar di seluruh Indonesia.

Dalam Undang-undang Nomor 109 Tahun 2010, pengertian cagar budaya adalah warisan

budaya bersifat kebendaan berupa benda cagar budaya, bangunan cagar budaya, struktur cagar

budaya, situs cagar budaya dan kawasan cagar budaya di darat dan/atau di air yang perlu

dilestarikan keberadaannya karena memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan.

pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan melalui proses penetapan (Anomin, 2010).

Cagar budaya yang ada di Indonesia memiliki bahan yang berbeda, secara garis besar

bahan cagar budaya dapat dibedakan menjadi 2 jenis yaitu terbuat dari bahan organik (gading,

tulang kayu), dan bahan anorganik (batu, bata, logam, keramik). Kondisi bahan cagar budaya di

Indonesia sebagian besar telah mulai mengalami pelapukan dikarenakan faktor usia dan

lingkungan.

Cagar budaya berbahan bata banyak ditemui pada cagar budaya yang berasal dari

periode Hindu Buddha. Salah satu kerajaan di Indonesia masa periode Hindu Buddha adalah

Kerajaan Majapahit, yang merupakan salah satu kerajaan besar di Indonesia yang berpusat di

Jawa Timur, yang masa pemerintarahnya berlangsung antara abad 13 – 16 Masehi. Kerajaan

Page 10: KAJIAN KONSERVASI CANDI BANGKAL JAWA TIMUR

2

Majapahit banyak meninggalkan bukti-bukti kejayaannya yang sebagian besar terletak di Jawa

Timur. Salah satu peninggalan dari kerajaan Majapahit adalah candi Bangkal yang di Dusun

Bangkal, Desa Candiharjo, Kecamatan Ngoro, Kabupaten Mojokerto. Candi Bangkal terbuat dari

bata dan memiliki ukuran panjang bangunan candi 10,24 meter, lebar 6,25 meter, dan tinggi 10,8

meter.

Kondisi candi Bangkal cukup parah karena hampir seluruh permukaan candi telah

mengalami kerapuhan. Hal ini disebabkan candi selalu tergenang air baik pada musim penghujan

maupun musim kemarau sehingga proses kapilarisasi air terus berlangsung. Faktor yang menjadi

pemicu tergenangnya candi adalah posisi tanah di lingkungan candi yang lebih rendah

dibandingkan tanah sekitar yang merupakan persawahan sehingga apabila sawah dialiri air,

maka candi akan ikut tergenang. Selain itu, di sebelah utara candi terdapat Sungai Porong yang

berjarak ± 400 m dan di sebelah selatan juga terdapat Sungai Sadar yang berjarak ± 200 m

sehingga kedua sungai tersebut memungkinkan terjadinya rembesan air sungai masuk ke

lingkungan candi.

Berdasarkan informasi dari BPCB Jawa Timur, yang pada tahun 2016 telah melakukan

observasi, yang hasilnya secara umum dapat diuraikan sebagai berikut :

1. Di bagian kaki sisi barat daya terjadi keretakan yang kemungkinan disebabkan adanya

ketidakstabilan lapisan tanah.

2. Kemiringan candi ke arah timur terlihat jelas dari sisi utara candi saat tergenang air. Secara

fisik, struktur bata yang terendam air berwarna kehitaman dan relatif utuh.

3. Pada bilik candi terlihat adanya pertumbuhan organisme berupa lumut, alga, dan lumut kerak

(lichenes) yang cukup pesat sehingga menutup hampir seluruh permukaan dinding bata.

Sedangkan di sisi luar bangunan terlihat alga tumbuh cukup merata pada bagian kaki dan

pada bagian atap tampak.

4. Bata penyusun bagian kaki hingga tubuh candi tampak rapuh dan membubuk. Keadaan ini

terjadi terutama pada sebagian besar bata pengganti. Selain itu, penggaraman juga terlihat

pada bata kuna dan bata pengganti di bagian kaki, tubuh, atap bangunan bagian luar dan

atap di dalam bilik candi.

Melihat kondisi candi Bangkal yang telah disebutkan di atas, diperlukan kajian konservasi

yang menyeluruh terhadap terhadap situs dan bangunannya. Kajian ini penting dilakukan

mengingat kondisi situs candi Bangkal sudah mengalami kerusakan yang cukup parah sehingga

diperlukan solusi penanganan pelestariannya dalam upaya menyelamatkan salah satu bukti

kerajaan Majapahit.

Page 11: KAJIAN KONSERVASI CANDI BANGKAL JAWA TIMUR

3

1.3. PermasalahanBerdasarkan latar belakang permasalahan, maka permasalahan yang muncul pada

penelitian ini adalah :

1. Jenis-jenis kerusakan dan pelapukan apa saja yang terjadi pada situs candi Bangkal dan

apa penyebabnya ?

2. Bagaimana solusi penanganan konservasi terhadap kerusakan dan pelapukan yang terjadi

pada situs candi Bangkal ?

1.4. TujuanSesuai dengan permasalahan-permasalahan yang diajukan, maka penelitian ini

bertujuan :

1. Menidentifikan kerusakan dan pelapukan yang terjadi pada situs candi Bangkal

2. Menidentifikasi penyebab dari kerusakan dan pelapukan yang terjadi pada situs candi

Bangkal.

2. Mencari solusi penanganan untuk konservasi candi Bangkal.

1.5. ManfaatManfaat kajian yang diharapkan adalah

1. Sebagai bahan wacana pengembangan ilmu pengetahuan khususnya tentang konservasi

cagar budaya

2. Data dan analisis yang dilakukan dalam kajian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam

melakukan konservasi pada situs candi Bangkal.

1.6. Ruang LingkupSesuai dengan tujuan penelitian maka ruang lingkup kajian ini adalah candi Bangkal dan

lingkungan sekitarnya. Fokus kajian lebih pada kerusakan dan pelapukan yang terjadi serta solusi

penanganannya. Penetapan fokus penelitian diperlukan agar pengkajian terhadap permasalahan

yang telah dirumuskan dapat tercapai sesuai dengan tujuan penelitian (Muhadjir, 2002 : 148).

Page 12: KAJIAN KONSERVASI CANDI BANGKAL JAWA TIMUR

4

1.7. Metodologi1. Metode penelitian

Untuk membantu dalam penelitian menggunakan metode Induktif kualitatif. Metode ini

bertolak dari data yang ada dilapangan yang kemudian akan dirumuskan menjadi model, konsep,

teori, prinsip, proposi, atau definisi yang bersifat umum. Induksi adalah proses dimana peneliti

mengumpulkan data dan kemudian mengembangkan suatu teori dari data tersebut, yang sering

juga disebut grounded theory (Lawrence R. Frey, dalam Mulyana, 2006 : 156-157).

2. Alat dan BahanAlat yang digunakan adalah

- Thermodiff

- Portimeter

- Data loger

- Weather Tracker

- Patridisk

- Skavel

- Beker gelas dan stik untuk mengukur penguapan

- Ph meter stik

- Alat injeksi

- Stop watch

- Dan lain-lain

Bahan yang digunakan adalah

- Paraloid B 72

- EDTA

- Tuluol teknis

- Minyak atsiri

- Aquadest

- Alkohol

- Dan lain-lain

Page 13: KAJIAN KONSERVASI CANDI BANGKAL JAWA TIMUR

5

3. Analisis Laboratorium

Untuk mengetahui kandungan unsur dan mineral pada sampel yang berasal dari situs candi

Bangkal dilakukan analisis unsur dan analisis mineral untuk mengetahui kondisi bata di situs

Candi Bangka;. Analisis dilakukan di Laboratorium Balai Konservasi Borobudur dan

Laboratorium Universitas Gadjah Mada untuk beberapa sampel yang diambil.

4. Tahapan Penelitian

Sehubungan dengan tujuan kajian ini, maka kajian dilakukan melalui tahapan-tahapan

yang meliputi :

a. Tahap Pengumpulan Data

Pada tahap ini, untuk memperoleh data yang sesuai dengan tujuan kajian, maka

pengumpulan data dilakukan dengan beberapa cara yaitu :

1). Studi Pustaka

Pada tahap ini dilakukaan penelahan pustaka yang berhubungan dengan topik yang

dibahas dan dapat digunakan untuk pembahasan topik yang dibicarakan atau sebagai

bahan acuan. Pustaka yang ditelaah meliputi kerusakan dan pelapukan pada cagar

budaya berbahan bata dan data mengenai candi Bangkal

2). Pengumpulan data lapangan

Pada tahap ini dilakukan pengumpulan data ke lapangan yaitu ke situs Candi Bangkal

di Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur, untuk memperoleh data tentang kondisi

keterawatan bangunan candi Bangkal . Selain itu juga diambil data mengenai kondisi

lingkungan sekitar candi dan pengambilan sampel untuk dilakukan analisis di

laboatorium.

3). Pengujian di laboratorium

Sampel dari pengambilan sampel di lapangan berupa bata lama, bata baru, bata rapuh,

spesi Candi Bangkal, bata pengrajin, bata pengganti Candi Dermo, serta tanah dan air

halaman Candi Bangkal dilakukan analisis laboratorium. Selain analisis sampel yang

Page 14: KAJIAN KONSERVASI CANDI BANGKAL JAWA TIMUR

6

diambil dilapangan juga pengujian lapangan berupa pembersihan endapan garam pada

permukaan bata menggunakan larutan EDTA 5% dalam media kertas tisue menjadi

bubur kertas. Analisis yang diujikan antara lain kompoisis kimia dan sifat fisik bata.

Analisis yang dilakukan antara lain :

a) Analisis AAS(Atomic Absorption Spectrophotometry)

Bertujuan untuk mengetahui komposisi kimia air genangan, endapan garam bata

lama dan bata baru hasil percobaan pembersihan dengan menggunakan larutan

EDTA 5%

Analisa menggunakan instrument AAS dilakukan di Laboratorium Kimia Balai

Konservasi Borobudur. Atomic Absorption Spectrophotometry (AAS) atau

Spektrofotometri Serapan Atom adalah salah satu jenis analisa spektrofometri

dimana dasar pengukurannya adalah pengukuran serapan suatu sinar oleh suatu

atom, sinar yang tidak diserap, diteruskan dan diubah menjadi sinyal listrik yang

terukur. Prinsip dari spektrofotometri adalah terjadinya interaksi antara energi dan

materi. Pada spektroskopi serapan atom terjadi penyerapan energi oleh atom

sehingga atom mengalami transisi elektronik dari keadaan dasar ke keadaan

tereksitasi. Dalam metode ini, analisa didasarkan pada pengukuran intesitas sinar

yang diserap oleh atom sehingga terjadi eksitasi. Untuk dapat terjadinya proses

absorbsi atom diperlukan sumber radiasi monokromatik dan alat untuk menguapkan

sampel sehingga diperoleh atom dalam keadaan dasar dari unsur yang diinginkan.

AAS adalah spektroskopi yang berprinsip pada serapan cahaya oleh atom. Atom–

atom menyerap cahaya pada panjang gelombang tertentu, tergantung pada sifat

unsurnya. Cahaya pada panjang gelombang tersebut mempunyai cukup energi

untuk mengubah tingkat elektroniksuatu atom. Transisi elektronik suatu unsur

bersifat spesifik. Dengan absorbsi energi, terdapat lebih banyak energi yang akan

dinaikkan dari keadaan dasar ke keadaan eksitasi dengan tingkat eksitasi yang

bermacam-macam. Instrumen AAS meliputi Hollow Cathode Lamp sebagai sumber

energi, flame untuk menguapkan sampel menjadi atom. Monokromator sebagai filter

garis absorbansi, detektor dan amplifier sebagai pencatat pengukuran. AAS bekerja

berdasar pada penguapan larutan sampel, kemudian logam yang terkandung di

dalamnya diubah menjadi atom bebas. Atom tersebut mengabsorbsi radiasi dari

sumber cahaya yang dipancarkan oleh lampu katoda (Hollow Cathode Lamp) yang

mengandung energi radiasi yang sesuai dengan energi yang diperlukan untuk

transisi elektron atom. Hollow Cathode Lamp sebagai sumber sinar pada AAS akan

Page 15: KAJIAN KONSERVASI CANDI BANGKAL JAWA TIMUR

7

menghilangkan kelemahan yang disebabkan oleh self absorbtion yaitu

kecenderungan atom-atom pada ground state untuk menyerap energi yang

dipancarkan oleh atom tereksitasi ketika kembali ke keadaan ground state.

b). Analisis fisik

Bertujuan untuk mengetahui sifat fisik bata lama, bata baru, bata rapuh, spesi Candi

bangkal, bata pengrajin, bata pengganti Candi Dermo dan tanah.

Analisis fisik ini dilakukan di laboratorium fisik Balai Konservasi Borobudur.

Parameter-parameter yang diuji meliputi densitas, berat jenis, porositas, daya serap

air dan kekerasan. Analisis fisik ini penting untuk mengetahui sifat fisik batu terutama

dalam hubungannya dengan pelapukan yang terjadi. Batu yang telah mengalami

pelapukan tentunya akan mengalami penurunan kualitas dibandingkan batu yang

masih segar, diantaranya adalah semakin kecilnya nilai densitas, berat jenis dan

kekerasannya. Selain itu terjadinya pelapukan akan menyebabkan porositas dan

daya serap batu menjadi lebih tinggi.

Dalam melakukan analisis fisik untuk parameter-parameter diatas diperlukan

pengukuran berat natural, berat kering, berat jenuh dan volume total. Selanjutnya

dari parameter terukur dapat dihitung volume pori dan volume padatan. Untuk

menghitung densitas, berat jenis, porositas dan daya serap air menggunakan rumus

berikut :

Volume pori

Vv = Ws – Wd (cm3)

Volume padatan

Vg = V – Vv (cm3)

Densitas

J= Wd (g/ cm3)

V

Berat jenis

= Wd (g/ cm3)

Vg

Keterangan :Wd : Berat keringWs : Berat jenuhV : Volume totalVv : Volume poriVg : Volume padatan

Keterangan :Wd : Berat kering(g)Ws : Berat jenuh(g)V : Volume total(cm3)Vv : Volume pori(cm3)Vg : Volume padatan(cm3)

Page 16: KAJIAN KONSERVASI CANDI BANGKAL JAWA TIMUR

8

Porositas

η=Vv x 100% (%)

V

b. Tahap Pengolahan Data

Pada tahap ini, dilakukan pengolahan data hasil pengumpulan data lapangan dan data hasil

analisis di laboratorium serta data pustaka untuk mendapatkan hasil yang diinginkan. Hasil

pengolahan data ini diharapkan akan menghasilkan kesimpulan sementara sesuai denga

tujuan kajian.

Pada

c. Tahap Penafsiran Data

Berbeda dengan dua tahap sebelumnya, maka pada tahap ketiga akan dicoba untuk dianalis

lebih lanjut hasil pengolahan data yang telah dilakukan. Hasil analisis ini kemudian akan

ditafsirkan lebih lanjut untuk menjawab permasalahan yang ada. Pada tahap ketiga ini

diharapkan diperoleh suatu kesimpulan yang sesuai dengan tujuan penelitian. Kesimpulan

yang diambil tentu saja masih bersifat sementara, dan masih tetap diperlukan penelitian lebih

lanjut serta lebih menyeluruh.

Page 17: KAJIAN KONSERVASI CANDI BANGKAL JAWA TIMUR

9

5. Kerangka Pemikiran (Bagan Alur)Agar Kajian ini lebih terarah, maka berikut ini alur pemikiran penulis kembangkan sebagai

berikut :

BAB II

Interpretasi

Rekomendasi

Studi Pustaka

Penyusunan Proposalkajian

Analisis

Pengolahan data

Kondisi keterawatan situsPengujian laboratoriumterhadap sampel yangdibawa dari lapangan

Pengumpulan datalapangan

Pustaka

Kesimpulan

Page 18: KAJIAN KONSERVASI CANDI BANGKAL JAWA TIMUR

10

Page 19: KAJIAN KONSERVASI CANDI BANGKAL JAWA TIMUR

10

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian bata

Bata adalah suatu material (unsur bangunan) yang banyak dipergunakan untuk kontruksi

bangunan. Bata dibuat dari tanah dengan atau tanpa bahan baku lain dibakar cukup tinggi

sehingga tidak dapat larut dalam air (Anonim, 1964). Proses pembuatan bata, mulai dari

penggalian tanah, pencampuran dengan air dan bahan-bahan lainnya jika perlu hingga

pembentukannya dikerjakan oleh tangan. Ukuran bata merah standart adalah panjang 230 mm,

lebar 110 mm, dan tebal 50 mm.

Pada umumnya bata berwarna merah, tetapi kadang-kadang muncul warna lain, warna

kunung menunjukan pembakaran yang kurang sempurna, kecuali jika kandungan oksida besi

tanah liat aslinya kurang, sehingga kualitas bata menjadi rendah. Sebaliknya warna gelap

disebabkan oleh pembakaran yang berlebihan. Bata yang suhu pembakarannya kurang dari

600ºC akan rapuh, karena gugus hidroksida belum lepas. Kerapuhan bata dapat bata disebabkan

dapat disebabkan oleh beberapa hal, di antaranya air hujan atau meningkatnya kelembaban

karena uap air yang menyebabkan garam-garam yang dapat larut membentuk Kristal dalam pori-

pori bata, temperatur udara, vegetasi, bakteri dan angina. Proses ini dipengaruhi oleh porositas

yang tergantung pada jumlah tanah liat (Hartono, 1994 dalam Sudibyo, dkk, 2008)

Berdasarkan kuat tekannya (Anonim, 1964,6) mutu bata merah dapat diklasifikasikan

menjadi 3 tingkat, yaitu :

1. Tingkat I mempunyai kuat tekan rata-rata ˃ 100 kg/cm2

2. Tingkat II mempunyai kuat tekan antara 80 – 100 kg/cm2

3. Tingkat III mempunyai kuat tekan antara 60 – 80 kg/cm2

Untuk pengujian kualitas bata dilakukan dengan melihat beberapa parameter, di antaranya

bentuk, warna, massa, kuat tekan, kadar air dan kadar garam yang larut dan membahayakannya.

Pada pembahasan ilmu bahan, bata dan bahan-bahan keramik lainnya dikelompokkan

dalam material berbasis silika (Parkani, 1999, dalam Chanyandaru, 2008). Silika di alam

terutama ada dalam bahan pasir dan batu. Kekuatan material yang terbentuk sangat di pengaruhi

oleh komposisi bahan baku yang digunakan. Secara umum mineral Silika akan menentukan sifat

kekuatan bahan. Mineral silika ini pula bertanggungjawab pada sifat kekerasan pada batu.

Page 20: KAJIAN KONSERVASI CANDI BANGKAL JAWA TIMUR

11

Struktur kekuatan bata terbentuk pada saat proses pemanasan. Pada proses pemanasan

tersebut beberapa mineral akan mengalami pelelehan parsial yang membentuk kristal mineral

baru yang lebih kuat. Mineral silika pada proses kristalisasinya akan berasosiasi dengan mineral

lain teruatama alumina. Komposisi silika dan alumina sangat dipengaruhi oleh bahan baku tanah

liat dan bahan tambahan yang digunakan sehingga tidak mengherankan jika kualitas bata antara

daerah satu dengan daerah lain sangat bervariasi. Tanah liat yang baik adalah tanah yang

mengandung alumina dan silika yang cukup tinggi. Pada beberapa jenis tanah liat kandungan

alumina (lempung) nya sangat tinggi, sehingga perlu penambahan silika dalam bentuk pasir.

Pada keramik modern, bahan tambahan yang digunakan adalah kaolinm. Komponen bahan

tambahan pada pembuatan bata antar daerah juga seringkali bervariasi untuk mendapatkan hasil

bata yang baik (Cahyandaru, dkk, 2008).

Selain bahan baku, proses pemanasan juga menentukan kualitas bata. Sebagai bahan

buatan, proses pembentukannya ditentukan oleh proses rekristalisasi mineral-mineral

penyusunnya. Secara umum semakin tinggi dan semakin lama proses pemanasan, kualitas bata

yang dihasilkan semakin baik. Temperatur ideal pemanasan bahan-bahan keramik adalah 900ºC,

dimana pada suhu tersebut kristal silikat dapat meleleh secara efektif dan mengalami

rekristalisasi secara sempurna. Pada pembuatan bata, temperatur tersebut sulit dicapai, karena

pemanasannya menggunakan bahan pembakar langsung tanpa menggunakan ruang tanur.

Berdasarkan pengalaman analisis yang dilakukan di laboratorium dengan metode DTA

(Differential Thermal Analysis), ditemukan temperatur pembakaran yang digunakan berkisar

antara 250 - 800ºC (Cahyandaru, 2008).

Pembuatan bata pada umumnya menggunakan bahan pembakar kayu atau sekam padi.

Temperatur yang dapat dicapai pada penggunaan kayu lebih baik dibanding dengan

menggunakan sekam. Informasi bahan pembakar yang digunakan pada bata asli penting untuk

diketahui. Analisis terhadap bata asli perlu memperhatikan adanya sisa-sisa arang bahan

pembakar yang seringkali masih menempel pada permukaan bata (Munandar, 2002).

Tanah yang baik sebagai bahan dasar adalah jenis lempung padas, apabila terlalu banyak

kandungan lempungan bata akan mudah pecah pada waktu proses pengeringan, terlebih pada

proses pengeringan dengan temperature yang relatif tinggi, sedang bila terlalu banyak pasir bata

akan mudah pecah karena getas. Perbandingan antara lempeng dan pasir akan dilakukan oleh

pengrajin yang berpengalaman secara alami. Dalam proses pembuatan bata terdapat bahan

organik seperti akar-akar, kayu, dan lain-lain dibersihkan karena bahan organik mudah terbakar

dan dapat berakibat bata menjadi berlubang (Cahyandaru, dkk, 2008).

Page 21: KAJIAN KONSERVASI CANDI BANGKAL JAWA TIMUR

12

Kualitas bata akan baik, kuat, dan tidak mudah pecah apabila dibakar pada suhu yang

tinggi. Bahan yang paling baik adalah kayu yang keras, disamping suhunya bisa mencapai tinggi

juga adanya unsur karbon, sehingga bata menjadi keras, Mulyono, dkk, 1999).

Kuat tekan merupakan parameter utama dalam menentukan kualitas/kerapuhan bata.

Kuat tekan bata berhubungan dengan pembakaran dan porositas, artinya bata yang dibakar

dengan suhu yang tinggi kualitas bata semakin baik dan kuat tekannya semakin tinggi. Sebaiknya

bata yang porositasnya tinggi, kuat tekannya semakin menurun (Sudibyo, dkk, 2008)

2.2. Kelembaban Bata

Bata merupakan merupakakan material yang hidroskopis, sehingga mudah terpengaruh

oleh faktor lingkungan yang dapat menyebabkan bata menjadi lembab. Faktor yang dapat

mempengaruhi kelembaban meliputi kandungan uap air di udara (kelembaban relative), aliran air

secara vertikal maupun horizontal yang melalui material bata. Distribusi air pada material porus

seperti halnya bata terjadi melalui beberapa tahap, seperti terlihat pada gambar di bawah ini

Gambar 1.1. Distribusi air pada material porus (bata)

Pada awalnya material dalam keadaan kering, seluruh pori-pori tidak terisi air (tahap 1).

Selanjutnya melalui kapiler (gerakana air secara vertikal) pori-pori yang diameternya kecil terisi

Page 22: KAJIAN KONSERVASI CANDI BANGKAL JAWA TIMUR

13

air sampai penuh (tahap 2), kemudian air bergerak membasahi pori-pori yang diameternya lebih

besar (tahap 3). Pada tahap terakhir seluruh pori-pori terisi air sampai jenuh (tahap 4). (Anonim,

2011)

Kandungan uap air di udara (kelembaban relative) adalah salah satu faktor penyebab

suatu material menjadi lembab, di antaranya adalah bata sebagai bahan bangunan mempunyai

sifat mudah menyerap air (hidrokopis), sehingga bata mudah terpengaruhi oleh faktor lingkungan

yang menyebabkan bata menjadi cepat rapuh dan rusak (Sudibyo, dkk, 2008)1.

a. Kelembaban relatif ialah perbandingan antara banyaknya uap air yang terdapat di udara

dengan banyaknya uap air maksimun yang dapat dikandung oleh udara pada suhu dan

tekanan yang sama, Kapasitas udara pada beberapa suhu dapat ditulis seperti table

kapasitas udara pada berbagai suhu di bawah ini.

Tabel Kapasitas udara pada berbagai suhu

Suhu ºC -20 -10 0 10 20 30

Kapasitas udara

gr/mᵌ

1,1 2,4 4,9 9,4 17,3 30,4

(Waryono, 1987)

Apabila material kering terletak di atmosfer yang mengandung uap air, maka kelembaban

relatif yang ada di dalamnya akan diserap oleh material organik dan anorganik. Jumlah uap

air yang disebut kandungan kelembaban hygroskopis yang dapat dihitung dengan rumus :

mH2O

ᴃ = ------------------------------ X 100 %

m kering + m H2O

ᴃ : Kelembaban Hygrokopis

mH2O : Masa air yang ada dalam benda

m Kering : masa material dalam kondisi kering

Untuk material bata yang kelembabannya telah mencapai 95 % dapat dikatakan tidak

hygrokopis lagi (Stambolov, 1976 dalam Cahyandaru, dkk, 2008).

Page 23: KAJIAN KONSERVASI CANDI BANGKAL JAWA TIMUR

14

b. Aliran air secara Vertikal

Semua bahan memiliki gaya antar molekul. Kohesi adalah gaya antar molekul yang sejenis

sedangkan adhesi adalah gaya antar moleku; yang tidak sejenis. Apabila gaya adhesi antara

suatu cairan dan bahan lebih besar dari tarikan antara molekul cairan itu sendiri, maka

permukaan bahan akan dibasahi oleh cairan tersebut. Air mempunyai kohesi yang kecil,

sehingga akan membasahi semua bahan yang tersentuh.

Apabila suatu tabung kosong dengan ujung terbuka dimasukan ke dalam bejana berisi air,

dan apabila cairan membasahi permukaan seluruhnya maka cairan tersebut akan naik pada

dinding dalam dari tabung tersebut, karena pengaruh tarikan permukaan yang disebut

kapilarisasi (Bowlws, 1991 dalam Cahyandaru, dkk, 2008). Pada bangunan bata, aliran air

pada arah vertikal terjadi saat air naik dari dasar dinding, melalui pori-pori bata. Jika tidak

terdapat gaya luar yang mempengaruhi, kecepatan aliran air pada arah vertikal yang

melewati pori-pori dengan radius r adalah sebaga berikut :

Jika keseimbangan tercapai pada saat v = 0, maka ketinggian maksimun cairan adalah :

Diameter pori-pori bata mempunyai ukuran rata-rata dari -1-10 mikron sehingga tinggi kapiler

pada bangunan bata antara 15 m sampai dengan 1,5 m.

Page 24: KAJIAN KONSERVASI CANDI BANGKAL JAWA TIMUR

15

Penggunaan rumus tersebut diasumsikan bahwa tidak terjadi penguapan air di

sekitarnya. Untuk bangunan bata yang menggunakan spesi, tentu saja perlu

diperhitungkan kenaikan kapiler pada spesi mortrar, karena dibuat dari bahan yang

berbeda (Stambolov, 1976 dalam Cahyandaru, dkk, 2008).

Dinding bangunan bata menjadi basah, tidak hanya disebabkan oleh kontak langsung

dengan air, tetapi juga disebabkan karena adanya kapiler air tanah. Kanaikan kapiler

maksimun dari air tanah, dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :

Tinggi kenaikan kapilerisasi h˛ dapat dihitung dari ∑Fᵥ= 0, dimana dari gambar dibawah :

Page 25: KAJIAN KONSERVASI CANDI BANGKAL JAWA TIMUR

16

Sehingga diperoleh :

Hc = 0,29746 cm²

---------------------

dcm

c. Aliran air horizontal

Perpindahan air melalui materai porus tergantung pada struktur kapiler . Perpindahan air

secara hosisontal dapat dihitung dengan rumus :

X = A √Dengan X : Perpindahan cairan setelah waktu t

A : Permeabilitas materai porus

T : Waktu

Hissche Moller menemukan untuk perpindahan air pada bata harga A = 0,3 x 10ˉᵌ m/s½

sampai dengan 3 x 10ˉᵌ, dan pada mortar dengan campuran semen : pasir + kapur = 1 : 3

: 8 diperoleh harga A = 10ˉᶟᶟ m/s½. Harga A tersebut dapat dipakai untuk menghitung waktu

yang dibutuhkan untuk penetrasi air pada sebuah dinding dengan ketebalan d dengan

rumus,.

T = d²

(Stambolov, 1976 dalam Cahyandaru, dkk, 2008).

2.3. Pengaruh Kelembaban pada bata

Faktor-faktor kelembaban sangat berpengaruh terhadap kerusakan bata, baik secara

biologi maupun kimiawi. Kerusakan biologi tergantung tergantung pada besarnya kelembaban

pada bata, Algae, jamur, dan lumut akan tumbuh dengan baik pada kelembaban cukup tinggi

(Stambolov, 1976, dalam Cahyandaru, dkk, 2008). Polusi udara yang bereaksi dengan air

akan membentuk cairan asam. Cairan asam dan garam-garam terlarut yang terbawa oleh air

akan menimbulkan endapan garam. keduanya akan menyerang bata yang terbesar adalah

Page 26: KAJIAN KONSERVASI CANDI BANGKAL JAWA TIMUR

17

karena penggaraman pada permukaan bata. Kristal-kristal garam dapat merusak bata melalui

proses mekanis, yaitu berkembangnya Kristal-kristal garam pada pori-pori, kemudian terjadi

tekanan sehingga bata menjadi hancur, Kejadian tersebut dapat dijelaskan :

1. Larutan yang melalui pori-pori kecil mengendapkan Kristal-kristal garam pada pori-pori

besar.

2. Apabila pori-pori kecil kering dan tidak membawa larutan-larutan lagi, endapan Kristal

garam pada pori-pori yang besar akan berhenti dan tidak terjadi tekanan.

3. Pori-pori yang besar telah penuh terisi Kristal-kristal garam, sedangkan distribusi larutan

melalui pori-pori kecil masih berlanjut sehingga terjadi pertumbuhan Kristal garam pada

pori-pori yang kecil, sehingga terjadi tekanan.

Asal endapan garam pada bata kemungkinan berasal dari bahan dasarnya sendiri (tanah), atau

proses pembakarannya, tetapi sering sekali garam yang merusak ini datang dari luar tinggi

(Stambolov,1976, dalam Cahyandaru, dkk, 2008).

Ada 3 kriteria kadar air garam yang larut dan membahayakan menurut normalisasi Indonesia no

10 (Anonim, 1964).

1. Tidak membahayakan

Bila kurang dari 50 % permukaan bata tertutup oleh lapisan tipis garam

2. Kemungkinan membahayakan

Bila 50 % atau lebih permukaan bata tertutup oleh lapisan putih yang agak tebal

(pengkristalan garam-garam terlarut) tetapi permukaan bata tidak menjadi bubuk atau

terlepas.

3. Membahayakan

Bila lebih dari 50 % permukaan bata tertutup oleh lapisan putij yang tebal (pengkristalan

garam-garam terlarut), tetapi bagian dalam dari bata menjadi bubuk dan lepas.

2.4. Tinjauan Tentang Konservasi Arkeologi

Pemahaman tentang konservasi pada mulanya berhubungan dengan penggunaan atau

pemanfaatan tanah dan air, tanaman, binatang, dan mineral. Dalam hal ini konservasi

dimaksudkan sebagai usaha di dalam memanfaatkan tanah dan sumber-sumber alam secara

bijaksana, agar tanah dan sumber-sumber alam tersebut dapat terpelihara secara baik dan

terlindungi sehingga dapat dimanfaatkan lebih lama. Ide mengenai konservasi ini timbul karena

Page 27: KAJIAN KONSERVASI CANDI BANGKAL JAWA TIMUR

18

adanya kesadaran bahwa tanah dan sumber-sumber alam di setiap area memiliki ketahanan

yang terbatas, sedangkan tanah dan sumber-sumber alam tersebut merupakan modal dasar

bagi kehidupan manusia. Dari titik pandang inilah ide konservasi kemudian berkembang menjadi

suatu usaha yang ditujukan pada pemeliharaan tanah, hutan, margasatwa dan situs-situs

arkeologi, dan sejarah (Subroto, 1995).

Dalam konsepsi arkeologis, konservasi adalah pengelolaan dan pemeliharaan benda

cagar budaya agar dapat dimanfaatkan lebih lama dengan tetap mempertahankan makna

kulturalnya. Kegiatan konservasi di bidang ini meliputi; pemeliharaan berkesinambungan

(maintenance), pengawetan objek tanpa melakukan perubahan (preservation), mengembalikan

objek pada keadaan sebenarnya tanpa menggunakan bahan baru (restoration), mengembalikan

objek pada keadaan mendekati aslinya dengan bukti bukti yang ada baik bukti fisik maupun bukti

tertulis (reconstruction), dan memodifikasi objek sesuai dengan penggunaannya (adaptation)

(Taufik, 2005).

Konservasi arkeologi adalah upaya pelestarian benda arkeologi. Oleh karena itu

merupakan prinsip bahwa konservasi harus berdasarkan kaidah-kaidah arkeologi serta budaya

yang melatarbelakanginya. Prinsip ini secara filosofi menjiwai konservasi arkeologi untuk tetap

melestarikan keaslian benda serta nilai yang dikandungnya. Dari segi operasional, konservasi

arkeologi harus dapat dipertanggungjawabkan secara teknis. Konservasi tidak cukup hanya

dilakukan dengan pendekatan atau gejala (simptomatik), tetapi harus dilakukan dengan

pendekatan sistemik atas problema yang ada, yang mencakup faktor penyebab, proses keruskan

dan pelapukan yang berlangsung, serta akibatnya. Untuk itu diperlukan suatu pola pikir untuk

memahami permasalahan yang ada, sehingga diperoleh metode konservasi yang konprehensif

dan dapat dipertanggungjawaban secara ilmiah. Prinsip dan pola pikir tersebut harus

dipergunakan sebagai landasan atau arahan dalam menjabarkan metode konservasi yang tepat

guna untuk mencegah dan menanggulangi permasalahan yang ada tanpa menyimpang dari

kaidah-kaidah arkeologi dan budaya (Samidi, 1996/1997)

Page 28: KAJIAN KONSERVASI CANDI BANGKAL JAWA TIMUR

19

BAB III

GAMBARAN UMUM DAN NILAI PENTING SITUS CANDI BANGKAL

3.1. Lingkungan Situs Candi Bangkal

Secara administratatif, S i tus Cand i Bangka l terletak di wilayah Dusun Bangkal,

Desa Candiharjo, Kecamatan Ngoro, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur. Situs tersebut terdiri

dari Candi Bangkal, candi perwara dan sisa pagar keliling terbuat dari bata.

Situs Candi Bangkal mempunyai luas sekitar 1.702 m dan dilindungi oleh pagar keliling

terbuat dari BRC yang diberdiri di atas pondasi setinggi sekittara 30 cm. Tanah pada kawasan

sekitar situs merupakan tanah yang relatif subur, hal tersebut dapat diketahui dari banyaknya

persawahan pada sekitar lokasi situs. Candi Bangkal terletak tidak jauh dari pemukiman warga

dan berada tidak begitu jauh dari sungai Porong. Terhadap tanggul sungai Porong, candi

hanya berjarak sekitar 200 m

Batas-batas situs Candi Bangkal terdiri dari

Sebelah utara situs berbatasandengan pendopo desa yang biasa digunakan untuk warga

berkumpul pada acara-acara tertentu dan makam tokoh desa Masih sisi utara juga

berbatasan langsung dengan sawah.

Foto 3.1. Batas sisi utara situs candi Bangkal

Page 29: KAJIAN KONSERVASI CANDI BANGKAL JAWA TIMUR

20

Pada bagian timur sitius, masih berbatasan dengan sawah

Foto 3.2. Batas sisi utara situs candi Bangkal

Foto 3.3. Batas sisi timur situs candi Bangkal

Page 30: KAJIAN KONSERVASI CANDI BANGKAL JAWA TIMUR

21

. Pada bagian selatan situs berbatasan dengan sawah dan kebun warga,

Sedangkan pada bagian barat, situs berbatasandengan jalan utama desa.

Foto 3.4. Batas sisi selatan situs candi Bangkal

Foto 3.5. Batas sisi timur situs candi Bangkal

Page 31: KAJIAN KONSERVASI CANDI BANGKAL JAWA TIMUR

22

3.2. Riwayat Penelitian dan perlindungan Candi Bangkal

Candi Bangkal adalah salah satu candi di Jawa Timujr yang memiliki informasi yang

sangat minim, hal ini dikarenakan data prasasti maupun literature kuno yang berisi mengenai

informasi candi tersebut belum ditemukan. Namun demikian candi ini merupakan peninggalan

kerajaan Majapahit, yang didasarkan pada pendapat Agus Aris Munandar bahwa Candi Bangkal

dibangun pada masa Majapahit, atau lebih tepatnya pada abad ke-14 M (Munandar, 2003:115-

116 dalam Purnomo, 2009).

Keberadaan situs candi Bangkal pertama kali diungkapkann oleh NJ. Krom pada tahun

1923 dalam bukunya Inleiding tot de Hindoe Javaansche Kunst pernah menyebutkan

keberadaan serta mendeskripsikan Candi Bangkal secara singkat (Krom, 1923:287-298

dalam Purnomo, 2009). Begitupun E.B. Vogler dalambukunya yang berjudul De Monsterkop

in de Hindoe-Javaansche Bouwkunst, pernah menjelaskan keberadaan serta membahas

kepala Kala yang terdapat pada canditersebut (Purnomo, 2009).

Penelitian lain yang menggunakan Candi Bangkal sebagai bahan pembanding dalam

proses rekonstruksi candi secara arsitektural adalah: Windyasti Sulistyo (2004) dalam

skripsinya yang berjudul Pola Penataan Tujuh Percandian Hindu masaSinghasari-Majapahit

di Jawa (abad ke 13-15 M), menyertakan Candi Bangkal sebagai salah satu pembahasannya.

St. Prabawa yang membahas Candi Ngetos, dengan skripsinya berjudul Candi Ngetos:

Tinjauan Arsitektural, Kronologi danLatar Belakang Keagamaan (2006), dan Tino Suhartanto

yang membahas CandiKalicilik dengan skripsinya yang berjudul Candi Kalicilik: Tinjauan

Arsitektur danArkeologis (2007) mengunakan Candi Bangkal sebagai candi pembanding dalam

penelitiannya dikarenakan Candi Bangkal memiliki kesamaan secara arsitektural (Purnomo,

2009).

Suaka Peninggalan Sejarah dan Purbakala yang sekarang bernama Balai Pelestaran

Cagar Budaya Jawa Timur pada tahun 1992 melakukan Konsolidasi terhadap candi Bangkal.

Kegiatan yang dilakukan antara lain melakukan pergantian beberapa bagian bata lama yang

te;lah rusak dengan bata baru. Namun kondisi bata baru sebagian besar saat telah mengalami

pelapukan (bata rapuh).

Page 32: KAJIAN KONSERVASI CANDI BANGKAL JAWA TIMUR

23

3.3. Deskripsi

Situs Candi Bangkal mempunyai luas 1.702 m², terdiri dari candi induk (candi Bangkal)

satu candi perwara dan Pagar kelililing. Denah Candi Bangkal mempunyai panjang 10 m,

dengan lebar 6,25 m mengarah ke barat dengan derajat kemiringan menuju barat laut 355°,

pada sisi depancandi terdapat penampil yang juga merupakan tangga naik berbentuk

menyerupaimotif salib portugis. Sebagian besar bahan pembuatnya adalah bata merah,

kecuali pada bagian kepala Kala, lantai tangga naik, ambang pintu masuk garbhagrha, batu

sungkup serta antefiks candi (Purnomo, 2009).

Struktur Candi Bangkal dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu: kaki, tubuh, dan atap,

dengan garbhagrha candi yang terletak pada pusat bangunan. Sejumlah ragam hias yang

terdapat pada candi tersebut adalah: motif salib portugis, motifkerang, motif Sulur-suluran, dan

guirlande (Purnomo, 2009)

Sisa-sisa bangunan candi perwara terdapat pada bagian depan candi yang memanjang

dari selatan ke utara, yang berbahan dasar bata merah. Candi perwara tersebut mempunyai

ukuran denah dengan panjang 9,40 m dan lebar 3,10 m. Jarak antara candi induk dengan

candi perwara adalah 2 m, yang diukur dari bagian tengahmasing-masing candi (Purnomo,

2009)

Foto 3.6. Bangunan Candi Bangkal

Page 33: KAJIAN KONSERVASI CANDI BANGKAL JAWA TIMUR

24

Pada kompleks candi juga terdapat sisa pagar keliling yang terbuat dari bata merah

dengan kondisi yang sudah tidak utuh, dan mengelilingi kompleks percandian.Pada bagian

yang masih dapat diamati dapat diketahui tinggi pagar keliling kira-kira40 cm, dan juga

terdapat pintu masuk menuju wilayah percandian pada bagian barat pagar (Purnomo, 2009).

Keistimewaan Candi Bangkal antara lain adalah bentuk denahnya yang tidak biasa,

tangganya yang berjumlah dua pada kaki candi yang menyatu pada batur.Hiasan kepala Kala

yang terbuat dari andesit juga menjadi istimewa karena terdapat pada candi yang bahan

pembuatannya didominasi oleh bata, dan hal semacam itutidak banyak ditemukan pada

candi di Jawa Timur (Purnomo, 2009)

Pada batu sungkup yang terletak tepat di langit-langit garbhagrha ditemukan relief tokoh

yang mengendarai kuda dan memegang sebilah pedang, dan memilikibingkai yang berbentuk

sinar. Hiasan pada batu sungkup antara lain ditemukan pada Candi Sawentar dan Candi

Kalicilik.(Purnomo, 2009)..

Gambar 3.1. Sketsa Denah Candi Bangkal (sumber : Purnomo, 2009)

Page 34: KAJIAN KONSERVASI CANDI BANGKAL JAWA TIMUR

25

3.4. Nilai Penting Situs Candi Bangkal

Nilai Penting pada sumberdaya arkeologi perlu dilakukan untuk mengetahui seberapa

penting sumberdaya arkeoogi yang ada, yang dapat dijadikan dasar dalam penentuan

pengelolaan selanjutnya terhadap sumberdaya yang dikenal dengan istilah Manajemen

Sumberdya Budaya (Cultural Resource Management /CRM). Penentuan nilai penting

merupakan langkah awal karena perumusan rancangan manajemen sumberdaya budaya

bergantung dari bobot signifikansi yang diberikan kepada sumberdaya arkeologi (Pearson and

Sullivan 1995 dalam Suhartono, 2008).

Dalam melakukan penentuan nilai penting sumberdaya arkeologi bukan perkara yang

mudah karena nilai yang terkandung di dalam sumberdaya arkeologi merupakan sesuatu yang

tidak riel dan sangat subyektif sifatnya. Biasanya penilaian yang dilakukan lebih bersifat kualitatif,

sehingga dalam penilaian yang dilakukan tidak memunculkan angka-angka (kuantitatif). Menurut

Pearson and Sullivan (1995 dalam Suhartono, 2008) apabila sumberdaya arkeologi tidak

memiliki nilai tertentu bagi masyarakat atau sebagian masyarakat, maka pengelolaan terhadap

sumberdaya tersebut tidak perlu lagi dilakukan. Selain itu hasil penilaian juga menentukan

prioritas dan upaya peletariannya.

Dalam menentukan nilai penting sumberdaya arkeologi, ada beberapa variabel . yang

mungkin dapat dipakai sebagai pertimbangan pembobotan, antara lain :

(a) kelangkaan, apakah jumlah sumberdaya budaya yang termasuk jenis ini jarang atau

mudah ditemukan (jumlahnya banyak)

(b) keunikan, apakah sumberdaya budaya yang dinilai sangat khas di antara

sumberdaya sejenis

(c) umur/pertanggalan, semakin kuno semakin tinggi nilainya (hukum entropi)

(d) tataran, nilai penting sumberdaya dirasakan dan diakui oleh komunitas atau

masyarakat pada tingkat lokal (Kabupaten/Kota), regional (provinsi), nasional

(negara), atau internasional (dunia).

(e) integritas (termasuk keutuhan), nilai sumberdaya akan semakin tinggi apabila

masih menunjukkan kesatuan yang utuh dengan konteksnya, baik itu sebagai benda

tunggal, berkelompok (compound), maupun kompleks (tersebar tetapi merupakan

kesatuan).

Page 35: KAJIAN KONSERVASI CANDI BANGKAL JAWA TIMUR

26

(f) keaslian, nilai sumberdaya budaya semakin tinggi jika bahan belum mengalami

penggantian, pengurangan, atau percampuran. (Tanudirjo, 2004 dalam Suhartono,

2008)

Dalam kajian ini akan dilakukan penentuan nilai penting pada situs candi Bangkal yang

merupakan sumberdaya arkeologi peninggalan kerajaan Majapahit, Penilaiai nilai penting yang

dilakukan meliputi nilai arkeologi, sejarah, estetika dan ilmu pengetahuan.

a. Nilai ArkeologiNilai arkeologis (archaeological value) adalah nilai yang berkaitan kekunoaan

(Subroto, 1995 ; Taufik, 2005). Dalam hal ini meliputi umur bangunan, bentuk arsitektur dan

temuan artefak di sekitarnya. Situs Candi Bangkal memiliki nilai arkeologi yang tinggi.

Berdasarkan memilliki arsitektural bergaya Majapahit yang diperkirakan berasal dari abad XIV

M dan telah berusia sekiytar 700 tahun.

Candi Bangkal terdiri dari bangunan candi Induk, satui candi perwara dan pagar

keliling, terbuat dari bata. Candi Induk memiliki denah berbentuk persegi panjang dengan

panjang 10 m, lebar 6,25 m, dan tinggi 10 m dan menghadap ke arah barat. Pada sisi

depan candi terdapat penampil yang merupakan tempat anak tangga pada sisi kiri dan

kanannya yang kemudian menyatu pada batur. Secara arsitektural bangunan candi Bangkal

terdari dari bagian kaki, tubuh dan atap. Pada bagian tubuh terdapat bilik candi dan memiliiki

hiasan Kala yang terbuat dari batu andesit di atas pintu masuk.

Di depan candi Induk, terdapat sisa-sisa bangunan candi Perwara candi perwara

terdapat pada bagian depan candi yang memanjang dari selatan ke utara, yang berbahan

dasar bata merah. Candi perwara tersebut mempunyai ukuran denah dengan panjang

9,40 m dan lebar 3,10 m. Jaraka ntara candi induk dengan candi perwara adalah 2 m,

yang diukur dari bagian tengah masing-masing candi (Purnomo, 2009). Selain candi

Perwara, juga terdapat sisa pagar keliling yang terbuat dari bata merah dengan kondisi

yang sudah tidak utuh, dan mengelilingi kompleks percandian dan memiliki masuk ke

kompleks candi.

.

b. Nilai EstetikaNilai Estetika (aesthetic value) yaitu nilai keindahan yang dapat menarik dan atau

mendorong wisatawan untuk berkunjung ke tempat itu. Keindahan dan keunikan merupakan

daya tarik khusus bagi penikmat-penikmat seni sehingga menjadikan peninggalan tersebut

Page 36: KAJIAN KONSERVASI CANDI BANGKAL JAWA TIMUR

27

terkenal dan dikagumi banyak orang (Hartono, 2004). Nilai estetika yang melekat pada suatu

objek antara lain dapat diamati dari aspek bentuk, pahatan relief, arca, dan gayanya.

(Subroto, 2003). Sedangkan menurut Tanudirjo (2004) nilai estetis adalah kandungan unsur-

unsur keindahan baik yang terkait dengan seni rupa, seni hias, seni bangun, seni suara

maupun bentuk-bentuk kesenian lain, termasuk juga keserasian antara.

Candi Bangkal sebagai peninggalan kerajaan Majapahit memiliki nilai estetika yang

cukup tinggi. Dari bentuk arsiktektur memiliki gaya arsitektur Majapahit dengan gaya seni

Khas Jawa Timur. Pada batu sungkup terbuat dari batu andesit, yang terletak tepat di langit-

langit garbhagrh ditemukan relief tokoh yang mengendarai kuda dan memegang sebilah

pedang, dan memiliki bingkai yang berbentuk sinar. Relief tersebut kini menjadi tidak

mudah diamati karena telah menjadi sarang kelelawar dan tertutup oleh kotoran kelelawar

(Purnomo). Walaupun tertutup kotoran kelelawar, dapat dilihat secara umum, bahwa relief ini

memiliki nilai seni dan estetika yang cukup tinggi Nilai estetika lain dapat dilihat dari

penggambaran tokoh kala yang terletak di atas pintu dan terbuat dari bahan batu andesit,

Foto 3.6. Hiasam pada batu sungkup candibangkal (sumber Purnomo, 2009)

Page 37: KAJIAN KONSERVASI CANDI BANGKAL JAWA TIMUR

28

.

c. Nilai SejarahNilai sejarah (historic valaue), adalah peran sumberdaya arkeologi dalam suatu

peristiwa sejarah yang cukup menentukan, berkaitan dengan tokoh sejarah tertentu, atau

berperan penting dalam tahapan tertentu dalam perkembangan suatu bidang kajian

(Tanudirjo, 2004 dalam Suhartono, 2008). Dari segi sejarah, Candi Bangkal memiliki nilai

sejarah yang tinggi, merupakan peninggalan dari kerajan Majapahit sekitar abab XIV M.

d. Nilai Ilmu Pengetahuan

Nilai ilmu pengetahuan adalah sejauh mana sumber daya arkeologi mempunyai

potensi untuk diteliti lebih lanjut dalam menjawab masalah-masalah dalam bidang keilmuan.

Nilai penting ini dapat dirinci lebih lanjut menjadi nilai substantif, antropologis, ilmu sosial,

dan Arsitektural.. Sumberdaya arkeologi mempunyai nilai substantif jika mampu memberikan

jawaban atas masalah yang berkaitan dengan tujuan deskripsi dan eksplanasi peristiwa atau

proses yang terjadi di masa lampau. Aspek ini berkaitan erat dengan pengkajian secara

arkeologis. Nilai penting antropologis untuk menjelaskan perubahan budaya dalam bentang

waktu yang lama dan proses adaptasi manusia terhadap lingkungan tertentu. Nilai penting

bagi ilmu sosial un tuk mengkaji prnsip-prnsip umum dalam bidang sosial humaniora,

Foto 3.7. Hiasan Kala di atas pintu masuk

Page 38: KAJIAN KONSERVASI CANDI BANGKAL JAWA TIMUR

29

terutama yang berkaitan dengan interaksi manusia dengan manusia lainnya. Nilai penting

Arsiterktural untuk menunjukkan gaya seni bangun masa tertentu, diciptakan oleh arsitek

besar, mencerminkan inovasi dalam penggunaan bahan dan ketrampilan merancang, dan

merupakan hasil penerapan teknologi dan materi baru pada masa ketika dibangun.(Tanudirjo,

2004 dalam Suhartono, 2008). Adapun menurut Pearson and Sullvan (1995 dalam

Suhartono, 2008) nilai ilmu pengetahuan diberikan kepada sumberdaya arkeologi karena

potensinya untuk mengumpulkan pengetahuan-pengetahuan tentang masa lalu.

Dari segi ilmu pengetahuan, keberadaan candi Bangkal merupakan data yang penting

untuk mengetahui keberadaan candi peninggalan Majapahit di wilayah Mojokerto, yang

letaknya tidak terlalu jauh dengan situs Trowulan yang diduga merupakan pusat Kerajaan

Majapahit. Di bidang studi arsitektural dapat mengamati cara-cara dan metode membangun

Candi Bangkal yang merupakan karya arsitektural dari sekitar abad XIV.

Berdasarkan analisis nilai penting di atas, dapat diketahui bahwa situs candi Bangkal memiliki

nilai penting yang tinggi dari sisi arkeologi, sejarah, estetika dan ilmu pengetahuan, Dengan

demikian, untuk menjaga nilai penting yang dikandung pada situs candi Bangkal, perlu dilakukan

upaya pelestarian terhadap candi Bangkal sehingga dapat diwariskan kepada generasi yang

akan datang.

Page 39: KAJIAN KONSERVASI CANDI BANGKAL JAWA TIMUR

30

BAB IVHASIL PENGUMPULAN DATA

4.1. Kondisi Lingkungan Candi BangkalKompleks Candi Bangkal terletak di tengah persawahan dan pemukiman penduduk, di

sebelah utara, selatan dan timur berbatasan langsung dengan persawahan sedangkan di sebelah

barat berbatasan dengan jalan desa. Di sebelah timur berjarak sekitar 100 m komplek candi

terdapat sungai Porong yang secara keletakan lebih tinggi daripada kompleks Candi Bangkal.

Kondisi ini menyebabkan ketika air melimpah di sungai porong akan mengalir ke persawahan

yang ada di bawahnya dan juga masuk ke halaman Candi Bangkal. Kondisi ini makin diperparah

ketika musim hujan tiba yang menyebabkan ketinggian air yang masuk kehalaman candi dan

meredam kaki candi setinggi 1,12 meter.

Foto 4.1. KondisiCandi Bangkalketika terendam air(Sumber : BPCBJawa Timur)

Foto 4.2. Kondisi kompleks Candi Bangkal ketikaterendam air (Sumber : BPCB Jawa Timur).

Page 40: KAJIAN KONSERVASI CANDI BANGKAL JAWA TIMUR

31

Gambar 4.1. Denah Awal Candi Bangkal

Page 41: KAJIAN KONSERVASI CANDI BANGKAL JAWA TIMUR

32

Gambar 4.2 Potongan Melintang Existing Candi Bangkal

Page 42: KAJIAN KONSERVASI CANDI BANGKAL JAWA TIMUR

33

Gambar 4.3. Potongan Memanjang Existing Candi Bangkal

Page 43: KAJIAN KONSERVASI CANDI BANGKAL JAWA TIMUR

30

Informasi dari juru pelihara, air yang mengenangi kompleks candi ini tidak hanya terjadi

pada saat musim hujan, pada saat tidak hujan pun air bisa mengenangi kompleks candi. Air ini

berasal dari luapan air di sekitar situs (air sawah) yang masuk ke kompleks candi. Karena sering

terendam air menyebabkan bagian bawah kaki menjadi lembab dan mudah ditumbuhi oleh

mikroorganisme. Hal ini terbukti, ketika air surut, terlihat adanya pertumbuhan algae berwarna

hitam pada bagian bawah kaki candi. Algae ini terlihat memanjang pada setiap sisi candi bagian

bawah. Adanya algae ini juga bisa menunjukkan ketinggian air ketika mengenangi bangunan

candi. Hasil pengukuram pada bagian tertinggi dari kaki yang ditumbuhi algae adalah 1,12 m

Berdasarkan hal di atas, dapat diketahui bahwa sumber air yang mengenangi situs

Candi Bangkal, berasal dari air hujan dan air luapan dari lahan sekitar situs. Selain hal itu, air

bawah tanah juga ikut mempengaruhi terjadi genangan air di permukaan tanah. Untuk

membuktikan hal tersebut, dilakukan uji permeabilitas pada tanah di sekitar candi. Permeabilitas

adalah cepat lambatnya air merembes ke dalam tanah baik melalui pori makro maupun pori

mikro baik kearah horizontal maupun vertikal. Sedangkan tanah adalah kumpulan partikel padat

dengan rongga yang saling berhubungan. Rongga ini memungkinkan air dapat mengalir di dalam

partikel melalui rongga dari satu titik yang lebih tinggi ke titik yang lebih rendah. Sifat tanah yang

memungkinkan air melewatinya pada berbagai laju alir tertentu disebut permeabilitas tanah. Sifat

ini berasal dari sifat alami granular tanah, meskipun dapat dipengaruhi oleh faktor lain (seperti air

terikat di tanah liat). Jadi, tanah yang berbeda akan memiliki permeabilitas yang berbeda

(http://llmu-tanah.blogspot.co.id).

Foto 4.3. Algae warna hitam yang menempel padakaki candi

Page 44: KAJIAN KONSERVASI CANDI BANGKAL JAWA TIMUR

31

Untuk mengetahui apakah tanah di situs Candi Bangkal bersifat permeable atau tidak,

maka dilakukan uji lapangan dengan menggunakan pipa paralon ukuran 1 dim dengan panjang

1 meter berjumlah 4 buah. Pipa paralon ini kemudian di tancapkan ke tanah sampai batas pipa

tidak bisa menembus tanah lagi. Kemudian sisa pipa yang ada di permukaan tanah di ukur

panjangnya dan pipa yang ada yang dipermukaan tanah di isi air hingga penuh. Pipa paralon no

1 dan no 2 di letakan di timur laut candi di dalam pagar keliling yang terbuat dari barat . Pipa 1

dan pipa 2 ini di letakkan berjejer dengan jarak sekitar 2 m. Sedangkan pipa 3 dan 4 di letakkan

di barat daya candi. Pertimbangan peletakan pipa di timur laut dan barat daya adalah supaya

hasilnya searah. Dikarenakan adanya kotak galian (tes pit) yang dilakukan oleh BPCB Jawa

Timur untuk keperluan studi teknis pemugaran, maka kotak dipindahkan di sisi tenggara.

Foto 4.7. Kotak tespittim BPCB Jawa Timur

Foto 4.4. Pengukuran panjang sisaparalon di permukaan tanah

Foto 4.5. Pipa no. 1 dan 2yang terletak di timur laut

Foto 4.6. Air yang dituangkandi paralon no. 1

Page 45: KAJIAN KONSERVASI CANDI BANGKAL JAWA TIMUR

32

Air yang ada di dalam pipa paralon ini dibiarkan selama 4 hari dan dilakukan pengamatan setiap

harinya untuk mengetahui apakah air akan berkurang karena mengalir atau tidak, yang ditunjukan

air akan tetap utuh dan tidak berkurang. Hasil pengamatan yang di dilakukan menunjukkan air

yang di dalam paralon tetap utuh dan tidak meresap ke tanah. Hasil ini menunjukkan bahwa tanah

halaman Candi Bangkal memiliki kecenderungan mendekati impermeable (kedap air), yang dapat

diartikan air yang ada dipermukaan tanah tidak dapat merembes ke dalam tanah, sehingga air

yang ada permukaan tanah akan menggenang.

Setelah dibiarkan ditanam selama 4 hari, pipa ini dicabut dari tanah. Pencabutan pipa dilakukan

secara perlahan sambil di ukur kecepatan air dari bawah ke atas lubang bekas pipa. Data ukuran

ini akan digunakan untuk menghitung debit air yang ada di bawah permukaan tanah. Berdasarkan

data pengukuran tersebut, digunakan untuk menghitung debit air, berdasarkan hasil perhitungan

diperoleh debit air sebagai berikut :

Tabel 4.1. Debit Air

No Kedalaman (cm) Diameter (cm) Debit (lt/mnt)

1 30 2,54 0,15

2 55 2,54 0,26

3 30 80 145,85

4 55 80 267,40

Untuk mengetahui tinggi genangan air yang masih menggenangi permukaan halaman dan tinggi

genangan air yang pernah menggenangi permukaan halaman candi dilakukan pengukuran

ketinggian air genangan dan permukaan tanah di sekitar situs. Hal yang dilakukan adalah :

• Pengukuran menggunakan pesawat level

• Mengambil titik permukaan tanah halaman

• Pengukuran elevasi muka air tanah diambil dari ketinggian air tanah halaman,

tanggul/pagar , permukaan genangan air di dalam dan luar pagar, permukaan muka air

tanah sumur penduduk dan permukaan cekungan tanah di sebelah barat candi

• Titik nol diambil pada permukaan genangan air yang muncul dikotak ekskavasi (sudut

barat daya). Kotak ekskavasi ini dibuka oleh tim studi teknis pemugaran Balai Pelestarian

Cagar Budaya Cagar Jawa Timur.

Page 46: KAJIAN KONSERVASI CANDI BANGKAL JAWA TIMUR

33

• Hasil pengukuran menunjukkan elevasi permukaan sawah rata-rata +25 cm dari elevasi

0 (nol) bangunan candi, sedangkan elevasi tanah halaman candi berada rata-rata +12

cm dari elevasi 0 (nol) bangunan candi. Dari pengukuran ini dapat disimpulkan bahwa

permukaan sawah lebih tinggi dari permukaan halaman sehingga bila musim tanam

dimungkinkan air sawah masuk ke halaman dan menggenangi bangunan candi.

Foto 4.9. Pengukuran pada salah satu titik dihalaman candi

Foto 4.8. Pengukuran menggunakanpesawat level

Foto 4.11. Sawah yang terletak di sisi selatan dan timurhalaman candi yang merupakan salah satu titikukur genangan air.

Foto 4.10 Titik 0 (batasgenangan di bata)pada kotak ekskavasidi sudut barat daya.

Titik nol

Page 47: KAJIAN KONSERVASI CANDI BANGKAL JAWA TIMUR

34

4. 2. Observasi LapanganA. Observasi Mikro Klimatalogi

Untuk mengetahui data lingkungan di Candi Bangkal, dilakukan pengukuran mikro

klimatologi dengan parameter sebagai berikut

a. Pengukuran Kecepatan Angin

Untuk mengetahui kecepatan angin yang menerpa bangunan candi, dilakukan

pengukuran kecepatan angin menggunakan alat Weather Tracker dengan hasil yang

diperoleh sebagai berikut :

• Tertinggi : 16,6 km/jam

• Rata-rata : 13,3 km/jam

• Arah : timur ke barat

b. Mikroklimatologi Bilik Candi Bangkal

Dari hasil pengukuran suhu dan kelembaban udara pada Candi Bangkal

menggunakan datalogger yang ditempatkan di bagian dalam candi (bilik) pada tanggal 14-

17 Juli 2017, menunjukkan bahwa temperatur minimal 25,2°C dan temperatur maksimal

29,9°C sehingga terdapat fluktuasi temperatur sebesar 4,7°C dengan rata-rata temperatur

sebesar 25,9°C. Sedangkan dari parameter kelembaban udara, kelembaban udara

maksimal 100 % dan kelembapan udara minimal 81,4 %, sehingga perbedaan kelembapan

udara atau fluktuasi kelembaban udara sebesar 17,6 % dengan kelembaban udara rata-rata

96,5%.

Page 48: KAJIAN KONSERVASI CANDI BANGKAL JAWA TIMUR

35

Grafik 4.1. Mikroklimatologi di dalam bilik candi

Temperatur minimal : 25,2oCTemperatur maksimal : 29,9 oCTemperatur rata-rata : 25,9 oCKelembapan minimal : 81,4%Kelembaban maksimal : 100%Kelembaban rata-rata : 96,5%

0102030405060708090100

13:00

16:00

19:00

22:00

1:004:007:00

10:00

13:00

16:00

19:00

22:00

1:004:007:00

10:00

13:00

16:00

19:00

22:00

1:004:007:00

10:00

13:00

Tem

pera

tur (

o C) ,

Kel

emba

pan(

%)

Waktu

Temperatur

Kelembaban

Foto 4.12.Pengukuran suhu dan kelembaban di dalam bilikcandi mengunakan alat data logger.

Page 49: KAJIAN KONSERVASI CANDI BANGKAL JAWA TIMUR

36

c. Mikroklimatologi luar Candi BangkalSedangkan untuk pengukuran di bagian luar candi menunjukkan bahwa temperatur minimal

22,2°C dan temperatur maksimal 30,5°C sehingga terdapat fluktuasi temperatur sebesar

8,3°C dengan rata-rata temperatur sebesar 25,8°C. Sedangkan dari parameter kelembaban

udara, kelembapan udara maksimal 93,8 % dan kelembapan udara minimal 66,3 %,

sehingga perbedaan kelembapan udara atau fluktuasi kelembaban udara sebesar 27,5 %

dengan kelembaban udara rata-rata 85,2 %.

Grafik 3.2. Mikroklimatologi di luar bangunan candi

Temperatur minimal : 22,2oCTemperatur maksimal : 30,5 oCTemperatur rata-rata : 25,8 oCKelembaban minimal : 66,3%Kelembaban maksimal : 93,8%Kelembaban rata-rata : 85,2%

Dari hasil datalogger yang dipasang di bagian dalam dan luar candi seperti yang ditunjukkan

pada 2 grafik diatas menunjukkan bahwa temperatur dan kelembaban udara di luar candi

relatif lebih fluktuatif dibandingkan dengan di dalam candi (bilik). Ini dikarenakan temperatur

dan kelembaban udara bagian luar candi tidak terhalang oleh dinding maupun atap candi

sehingga fluktuasi temperatur dan kelembabannya menjadi lebih besar. Hal ini yang

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

100

13:00

16:00

19:00

22:00

1:004:007:00

10:00

13:00

16:00

19:00

22:00

1:004:007:00

10:00

13:00

16:00

19:00

22:00

1:004:007:00

10:00

13:00

Tem

pera

tur(

o C,

Kele

mba

ban(

%)

Waktu

Temperatur

Kelembapan

Page 50: KAJIAN KONSERVASI CANDI BANGKAL JAWA TIMUR

37

mengakibatkan kerusakan dan pelapukan komponen bangunan di luar ruangan terjadi lebih

intensif seperti pengelupasan.

B.. Observasi keterawatan material bata Candi Bangkal

Untuk mengetahui keterawatan pada material bata Candi Bangkal, dilakukan observasi

keterawatan pada bata candi di setiap lapis dan sisi. Data keterawatan bata yang diambil meliputi

1. Penggaraman

Ada 3 kriteria kadar garam yang larut dan membahayakan :

a. Tidak membahayakan

Bila kurang dari 50% lapisan bata tertutup oleh lapisan tipis berwarna putih (pengkristalan

garam-garam terlarut).

b. Kemungkinan membahayakan

Bila 50% atau lebih dari permukaan oleh lapisan putih yang agak tebal (pengkristalan

garam-garam terlarut), tetapi permukaan bata tidak menjadi bubuk atau terlepas.

c. Membahayakan

Bila lebih dari 50 permukaan bata tertutup oleh lapisan yang tebal (pengkristalan garam-

garam terlarut) tetapi bagian luar dan dalam menjadi bubuk dan lepas (Anonim,1964

dalam Munandar, dkk, 2000).

Tabel 3.2. Luas Permukaan Endapan Garam

Kriteriabatalama bata baru Luas (%)

Sisi utaraA Tidak membahayakan

kaki bawah 212 15 30kaki atas 102 15 15Tubuh 297 60Atap

B Mungkin membahayakankaki bawahkaki atasTubuh 59 5Atap

C Membahayakankaki bawahkaki atasTubuhAtap

Page 51: KAJIAN KONSERVASI CANDI BANGKAL JAWA TIMUR

38

Sisi timurA Tidak membahayakan

kaki bawah 94 23 30kaki atas 35 9 10Tubuh 179 17 40Atap

B Mungkin membahayakankaki bawahkaki atasTubuhAtap

C Membahayakankaki bawah 11 2kaki atasTubuhAtapSisi selatan

A Tidak membahayakankaki bawah 87 10kaki atas 45 17 10Tubuh 195 10 40Atap

B Mungkin membahayakankaki bawah 117 20kaki atasTubuh 31 5Atap

C Membahayakankaki bawahkaki atasTubuhAtapSisi barat

A Tidak membahayakankaki bawah 101 31 20kaki atas 50 4 10Tubuh 195 21 40Atap

B Mungkin membahayakankaki bawahkaki atas

Page 52: KAJIAN KONSERVASI CANDI BANGKAL JAWA TIMUR

39

TubuhAtap

C Membahayakankaki bawahkaki atasTubuhAtapPenampil tangga barat

A Tidak membahayakan 19 5B Mungkin membahayakanC Membahayakan

Penampil tangga utaraA Tidak membahayakan 16 5B Mungkin membahayakanC Membahayakan

Penampil tanggaselatan

A Tidak membahayakan 39 2 10B Mungkin membahayakanC Membahayakan

Bilik utaraA Tidak membahayakan 171 50B Mungkin membahayakanC Membahayakan

Bilik timurA Tidak membahayakan 150 60B Mungkin membahayakanC Membahayakan

Bilik selatanA Tidak membahayakan 170 60B Mungkin membahayakanC Membahayakan

Bilik baratA Tidak membahayakan 102 60B Mungkin membahayakanC Membahayakan

Page 53: KAJIAN KONSERVASI CANDI BANGKAL JAWA TIMUR

40

Tabel 3.3. Kadar air bata yang terjadi penggaraman / lapis

Lokasi Lapis Kadar air ( % )Utara kaki bawah 21 10,2

25 10,329 76,4

kaki atas 51 14,753 17,0

tubuh 58 22,961 15,4

atapTimur kaki bawah 11 13,7

13 13,115 92,427 14,5

kaki atas 41 16,745 14,6

tubuh 55 14,760 14,1

atapSelatan kaki bawah 21 10,6

25 12,827 10,3

kaki atas 43 15,049 13,6

tubuh 55 14,458 14,9

atapBarat kaki bawah 25 13,7

28 12,8kaki atas 40 16,1

45 14,5tubuh 64 16,4

70 17,5atap

Penampil utara 10 15,717 15,4

Penampil barat 15 14,7Penampil selatan 25 13,4

Bilik utara 53 27,667 22,9

Page 54: KAJIAN KONSERVASI CANDI BANGKAL JAWA TIMUR

41

69 27,282 25,2

Bilik timur 75 49,079 55,7

Bilik selatan 71 21,773 19,080 16,5

Bilik barat 65 20,369 16,378 36,7

2. Kerapuhan bata

Hasil observasi terhadap kondisi keterawatan bata terlihat bahwa bata rapuh banyak

dijumpai ditiap bagian bangunan candi. Dikarenakan suatu keterbatasan dalam observasi,

maka data kerusakan bata rapuh ini hanya dapat menghitung mulai bagian kaki sampai tubuh

candi sedangkan bagian atap / atas belum keseluruhannya dapat dihitung tingkat

kerusakannya. Hasil observasi menunjukan bata rapuh banyak dijumpai baik pada bata lama

maupun bata baru hasil kegiatan konsolidasi tahun 1996 / 1997. Hal observasi terhadap

kerusakan bata rapuh dapat dilihat pada tabel di bawah ini

Foto 4.13. Bata Rapuh di sisi barat

Page 55: KAJIAN KONSERVASI CANDI BANGKAL JAWA TIMUR

42

Tabel 3.4. Kedalaman pengikisan batu rapuh

Sisi Bagian kedalaman pengikisan ( cm ) Kriteria (buah)Candi minimun maksimum Bata lama Bata baru

Utara kaki bawah 1,5 5,5 7 7kaki atas 5,0 14,0 154 34Tubuh 3,5 14,0 250 131Atap 3,0 8,0 114

Timur kaki bawah 1,5 15,0 24 17kaki atas 4,0 18,0 68 145Tubuh 2,0 25,0 263 147Atap 2,0 8,0 116

Selatan kaki bawah 1,5 8,0 15 21kaki atas 3,0 10,0 54 32Tubuh 2,5 10,0 171 46Atap tdk diukur tdk diukur 22

Barat kaki bawah 1,5 3,0 8 5kaki atas 2,0 5,0 36 31Tubuh 3,0 10,5 42 156Atap tdk diukur tdk diukur 25

3. Pertumbuhan Mikroorganisme (algae, lumut dan lichen)

Candi Bangkal terletak di lingkungan terbuka, sehingga menyebabkan material berkontak

secara langsung dengan lingkungan. Bibit-bibit organisme sangat mudah mengenai material

candi dan selanjutnya tumbuh karena kondisi bata yang lembab. Berbagai jasad hidup

tumbuh di permukaan bata seperti algae, lumut dan lichen. Hasil observasi keterawatan

terhadap bata candi menunjukkan bahwa bangunan candi banyak di tumbuhi

mikroorganisme, yang dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Page 56: KAJIAN KONSERVASI CANDI BANGKAL JAWA TIMUR

43

Foto 4.14. Tim sedang melakukan Observasi kerusakandan pelapukan bata

Foto 4.15. Tim sedang melakukan Observasi kerusakandan pelapukan bata

Page 57: KAJIAN KONSERVASI CANDI BANGKAL JAWA TIMUR

44

Tabel 4.5. Kondisi bata yang ditumbuhi Mikroorganisme

Sisi Bagian CandiPopulasi

algae, lumutdan lichen (%)

Lapis Kadar air(%)

Utara

kaki bawah 50 29 76,4

kaki atas25

32 13,935 12,853 11,2

tubuh3

55 13,657 13,459 13,2

atap 35 126 12,5131 14,9

Timurkaki bawah 40 15 92,4kaki atas 3 35 12,2

53 11,3tubuh 1 56 14,6

58 14,3atap 10 125 13,4

130 13,9

Selatan

kaki bawah 40 25 12,8

kaki atas35

33 3238 2551 25

tubuh3

58 9062 9565 70

atap 10 tdk diukur

Baratkaki bawah 40 25 13,7

kaki atas50

36 16,239 16,153 15,9

tubuh 5 55 9368 92

atap 30 tdk diukur

Bilik utara25

55 9660 9665 96

Bilik timur30

55 9260 9665 96

Page 58: KAJIAN KONSERVASI CANDI BANGKAL JAWA TIMUR

45

Bilik selatan10

60 9465 9470 94

Bilik barat20

55 9560 95,566 95,8

Page 59: KAJIAN KONSERVASI CANDI BANGKAL JAWA TIMUR

46

BAB VPEMBAHASAN

5.1. Analisis Tanah Halaman Candi BangkalUntuk membuktikan sifat impermeable (kedap air) tanah halaman Candi Bangkal dilakukan

uji di laborotorium. Pipa yang berjumlah 4 buah yang berisi tanah ditambah pipa baru sehingga

panjang pipa mencapai 1 meter seperti kondisi pipa di lapangan. Keempat pipa ini ditegakkan

secara secara vertikal dengan alat bantu, dengan pipa yang berisi tanah diletakan paling bawah.

Setelah tegak vertikal kemudian diisi dengan air hingga penuh. Kondisi ini diamati selama 2

minggu. Hasil pengamatan menunjukkan air yang ada di dalam pipa tidak berkurang dan tidak

ada air yang menetes ke bawah. Untuk menambah keakuratan pengujian, bawah pipa yang

lancip di diratakan dan dilakukan pengamatan selama 3 hari. Hasil tetap sama yaitu tidak air dari

atas pipa yang menetes ke bawah.

Dari percobaan peresapan air tanah Candi Bangkal dengan media pipa menunjukkan hasil

air tidak dapat meresap ke dalam tanah. Hal ini menunjukkan bahwa genangan air pada

permukaan tanah Candi Bangkal tidak dapat/sangat sulit meresap ke dalam tanah, sehingga

genangan air masih akan tertahan dan akan hilang ketika terjadi penguapan. Namun dari

pengujian ini belum sepenuhnya dapat menyimpulkan bahwa tanah halaman Candi Bangkal

bersifat impermeable (kedap air) sehingga perlu dilakukan analisis karakteristik fisik tanah.

Foto 5.2. Pengukuran panjangsisa paralon dipermukaan tanah

Foto 5.1.. Pengukuran panjangsisa paralon dipermukaan tanah

Page 60: KAJIAN KONSERVASI CANDI BANGKAL JAWA TIMUR

47

Untuk mengetahui karakteristik fisik tanah, dilakukan pengujian tanah yang berada di dalam

pipa. Untuk mengambil sampel tanah dilakukan dengan membelah pipa. Hasil analisis tanah

sebagai berikut :

Tabel 5.1. Hasil anlisis tanah pipa 1 bagian atas

Tabel 5.2.. Hasil analisis tanah pipa 4 bagian atas

Sampel Parameter Hasil KeteranganKode Jenis

1A TanahPipa 1 atas

Kadar air naturalKadar air jenuhBerat JenisPorositasDerajat kejenuhanKomposisi ukuranbutir :

49,0856

2,2721,4

127,27

%%g/cm3

%% Metode

Pengujian :- 1 mm 1,13 % Pengayakan- 0,5 mm 10,13 % Pengayakan- 0,25 mm 28,41 % Pengayakan- 0,125 mm 30,52 % Pengayakan- 0,0625 mm 14,49 % Pengayakan- < 0,0625 mm 15,33 % Pengayakan

Sampel Parameter Hasil KeteranganKode Jenis

4A TanahPipa 4 Atas

Kadar air naturalKadar air jenuhBerat jenisPorositasDerajat kejenuhanKomposisi ukuranbutir :

45,9357

2,3324,6

132,56

%%g/cm3

%% Metode Pengujian :

- 1 mm 4,46 % Pengayakan- 0,5 mm 20,78 % Pengayakan- 0,25 mm 25,38 % Pengayakan- 0,125 mm 22,04 % Pengayakan- 0,0625 mm 15,20 % Pengayakan- < 0,0625 mm 12,13 % Pengayakan

Page 61: KAJIAN KONSERVASI CANDI BANGKAL JAWA TIMUR

48

Berdasarkan hasil analsiis fisik, sifat fisik tanah lingkungan Candi Bangkal sampai dengan

kedalaman 60 cm dari permukaan tanah masih termasuk dalam satu lapisan yang sama. Tanah

Candi Bangkal merupakan jenis tanah pasir lempungan. Tanah pasir lempungan merupakan

tanah yang bersifat semi permeabel (sedikit lolos air), sehingga tanah jenis ini masih dapat

meresapkan air meskipun dalam jumlah yang sedikit dan diperlukan waktu yang relatif lebih lama

jika dibandingkan dengan tanah permeable (lolos air, seperti tanah pasiran). Hal ini menunjukkan

bahwa tidak dapatnya air genangan meresap ke dalam tanah selain dari sifat tanah yang sedikit

meloloskan air juga karena kondisi tanah halaman Candi Bangkal yang mendekati jenuh air. Ini

terlihat dari hasil pengujian kadar air natural yang nilainya mendekati kadar air jenuh tanah.

Karena kondisi tanah halaman Candi Bangkal yang sudah mendekati jenuh air maka genangan

yang ada diatasnya tidak dapat meresap ke dalam tanah

5.2. Analisis lingkung dan drainase1. Analisis Hidrologi

Air hujan yang jatuh di dalam situs Candi Bangkal dapat dipilah jadi 3 kelompok

berdasarkan lokasi jatuhnya, yaitu vegetasi, bangunan candi dan tanah permukaan. Air hujan

yang tertangkap oleh vegetasi, sebagian akan menguap dan sebagian lain akan jatuh ke tanah

permukaan melalui proses tetesan / aliran (drip, stem flow). Air dari tetesan tajuk daun

ataupun aliran batang tersebut akan masuk ke tanah permukaan (top soil) melalui proses

infiltrasi (peresapan) bersama dengan air hujan yang jatuh langsung ke permukaan tanah.

Tahap lanjutan setelah proses infiltrasi adalah perkolasi yaitu mengisi lapisan tanah hingga

Foto 5.3. Pemotongan bagian bawahuntuk diambil tanahnya

Page 62: KAJIAN KONSERVASI CANDI BANGKAL JAWA TIMUR

49

jenuh (saturation zone) dan menambah cadangan air tanah (groundwater). Air hasil proses

infiltrasi dan perkolasi akan bergerak menuju ke daerah yang tekanan hidroliknya rendah.

Apabila intensitas curah hujan tinggi sedangkan kapasitas maksimum infiltrasi telah

terlampaui maka tahap selanjutnya adalah terbentuknya tegangan tipis dari air hujan di

permukaan tanah (surface detention). Tegangan ini akan semakin menebal untuk kemudian

mengalir secara laminar hingga turbulen di atas permukaan tanah yaitu menuju ke daerah

yang topografinya lebih rendah. Gerakan air di atas permukaan tanah tersebut dikenal sebagai

overland flow atau surface runoff. Air dari limpasan permukaan (surface runoff) akan bergerak

atau mengalir menuju sungai (channel flow).

Pada kasus Candi Bangkal tidak dijumpai adanya mata air yang keluar dari tebing

tebing sungai atau lereng lereng tanah yang berbentuk kubangan. Lokasi Candi Bangkal di

keliling oleh sawah di mana elevasi permukaan sawah rata-rata +25 cm dari elevasi 0 (nol)

bangunan candi, sedangkan elevasi tanah halaman candi berada rata-rata +12 cm dari

elevasi 0 (nol) bangunan candi. Pada saat musim tanam, air sawah masuk ke halamun

sehingga halaman candi tergenang, meskipun tidak terjadi hujan. Ketika terjadi hujan,

genangan air sangat sedikit yang meresap kedalam tanah dikarenakan tanah yang jenuh air.

Hal ini juga ditunjukkan oleh hasil analisa laboratorium dimana kadar air tanah natural adalah

sebesar 45,93 - 49,08 %, sedangkan kadar air tanah jenuh sebesar 56 % sehingga hanya

berbeda sedikit yaitu 7 – 10 %. Dengan demikian bila turun hujan beberapa kali saja cepat

terjadi genangan.

Sementara air hujan yang menimpa bangunan Candi Bangkal, bila kejenuhan bata

telah tercapai akhirnya air hujan juga akan turun kehalaman candi. Jumlah air yang meresap

pada bata tersebut dapat dihitung berdasarkan kadar air jenuh bata (26,93 %) dikalikan

dengan volume solid dari Candi Bangkal. Terjadinya genangan air diperparah dengan tidak

adanya saluran air atau parit di sekeliling candi.

Dari pengukuran pernukaan air tanah di bawah halaman Candi Bangkal yang digali

ternyata ketinggiannya hampir sama dengan permukaan air tanah sumur penduduk. Jadi

ketinggian air tanah dibawah halaman candi akan mengikuti level permukaan air tanah. Bila

air tanah sumur turun, maka permukaan air tanah di halaman candi juga ikut turun.

2 Analisis Data Curah Hujan HarianDari data curah hujan harian didapatkan nilai curah hujan harian maksimum tiap bulan

sebagai berikut :

Page 63: KAJIAN KONSERVASI CANDI BANGKAL JAWA TIMUR

50

Tabel 5.3.. Curah hujan maksimum di sekitar Candi Bangkal

Bulan

Jumlah curah hujan maksimumTahun 2014 Tahun 2015 Tahun 2016 Tahun 2017

Jumlah

( mm )

Hari

hujan

Jumlah

( mm )

Hari

hujan

Jumlah

( mm )

Hari

hujan

Jumlah

( mm )

Hari

hujan

Januari 75,6 18 42,6 13 70,2 14 33,6 21

Pebruari 78,9 21 75,2 23 85,4 22 108,2 15

Maret 72,4 13 42,6 16 42,6 16

April 38,4 10 48,2 11 39,4 9 27,6 12

Mei 12,4 7 65,6 5 108,4 8 12,6 3

Juni 16,6 2 0 0 49,6 4 0 0

Juli 0 0 0 0 34,6 3

Agustus 0 0 0 0 18,6 2

September 0 0 0 0 22,4 5

Oktober 0 0 0 0 115,2 8

Nopember 0 0 0 0 76,2 7

Desember 42,4 13 42,4 14 86 16

Dari tabel tersebut nampak bahwa pada tahun 2014 dan 2015 musim penghujan diawali pada

bulan Desember dan berakhir pada bulan Mei Sedangkan pada tahun 2016 hampir sepanjang

tahun turun hujan. Tahun 2017 data curah hujan baru masuk sampai dengan bulan Juni.

Jumlah hari hujan dari pencatatan selama 4 tahun tersebut adalah 331 hari

Data data curah hujan maksimum dalam 1 hari tersebut kemudian dihitung standar

deviasinya, untuk mengetahui penyimpangan minimum dan maksimumnya

3. Standar deviasiStandar deviasi adalah nilai statistik yang digunakan untuk menentukan bagaimana

sebaran data dalam sampel, dan seberapa dekat titik data individu ke mean atau rata-rata nilai

sampel. Standar deviasi dari kumpulan data yang sama dengan nol menunjukkan bahwa

semua nilai-nilai dalam himpunan tersebut adalah sama. Sebuah nilai deviasi yang lebih besar

akan memberikan makna bahwa titik data individu jauh dari nilai rata-rata.

Page 64: KAJIAN KONSERVASI CANDI BANGKAL JAWA TIMUR

51

Untuk menghitung standar deviasi, pertama-tama menghitung nilai rata-rata dari

semua titik data. Rata-rata adalah sama dengan jumlah dari semua nilai dalam kumpulan data

dibagi dengan jumlah total titik data. Selanjutnya, penyimpangan setiap titik data dari rata-rata

dihitung dengan mengurangkan nilai dari nilai rata-rata. Deviasi setiap titik data akan

dikuadratkan, dan dicari penyimpangan kuadrat individu rata-rata. Nilai yang dihasilkan dikenal

sebagai varian. Standar deviasi adalah akar kuadrat dari varian.

Nilai varian yang dihasilkan merupakan nilai yang berbentuk kuadrat. Untuk

menyeragamkan nilai satuannya maka varian diakar kuadratkan sehingga hasilnya adalah

standar deviasi (simpangan baku) yang dihitung menggunakan rumus :

dimana : xi = nilai individu tiap titik

x- = nilai rata rata

s = nilai standart deviasi ( varian )

Hasil dari perhitungan tersebut adalah sebagai berikut :

Tabel 5.4. Perhitungan standar deviasi curah hujan

n

( jumlah

titik )

xi

( Nilai individu )

x-

( rata rata )

( xi –x- ) ( xi –x- )2

1 75,6 54,62 -20,98 440,28

s = akar pangkat

dua dari 24.158,76 :

28

= 862,81 = 29,37

2 78,9 54,62 -24,28 589,65

3 72,4 54,62 -17,78 316,23

4 38,4 54,62 16,22 263,00

5 12,4 54,62 42,22 1.782,30

6 16,6 54,62 38,02 1.445,31

7 42,4 54,62 12,22 149,26

8 42,6 54,62 12,02 144,41

9 75,2 54,62 -20,58 423,65

10 42,6 54,62 12,02 144,41

11 48,2 54,62 6,42 41,18

12 65,6 54,62 -10,98 120,62

13 42,40 54,62 12,22 149,26

14 70,2 54,62 -15,58 242,82

Page 65: KAJIAN KONSERVASI CANDI BANGKAL JAWA TIMUR

52

15 85,4 54,62 -30,78 947,58

16 42,6 54,62 12,02 144,41

17 39,4 54,62 15,22 231,56

18 108,4 54,62 -53,78 2.892,59

19 49,6 54,62 5,02 25,17

20 34,6 54,62 20,02 400,69

21 18,6 54,62 36,02 1.297,24

22 22,4 54,62 32,22 1.037,95

23 115,2 54,62 -60,58 3.670,27

24 76,2 54,62 -21,58 465,82

25 86 54,62 -31,38 984,88

26 33,6 54,62 21,02 441,72

27 108,2 54,62 -53,58 2.871,11

28 27,6 54,62 27,02 729,93

29 12,6 54,62 42,02 1.765,45

Jumlah 1.583,90 24.158,76

Curah hujan maksimum yang akan dihitung sebanyak 29 titik ( nilai n ), dengan jumlah

kumpulan titik curah hujan sebanyak 1.583,90 mm, sehingga nilai rata ratanya sebesar 54,62

mm ( x- ). Dengan menggunakan rumus tersebut diatas maka diperoleh standar deviasi

sebesar 29,37, yang artinya perhitungan curah hujan rencana minimum dan maximum dalam

satu hari yang digunakan antara 54,62 - 29,37 = 25,25 mm sampai dengan 54,62 + 29,37 =

83,99 mm

4. Perhitungan Curah Hujan Rencana MaksimumPerhitungan curah hujan rencana maksimum dihitung berdasarkan nilai penyimpangan

curah hujan maksimum dari rata rata curah hujan maksimum. Tujuan melakukan perhitungan

ini adalah untuk mendapatkan debit air hujan yang nantinya akan dipakai untuk melakukan

perencanaan dimensi kolam dan sistem drainase. Dari hasil perhitungan, didapatkan nilai

curah hujan harian rencana maksimum sebesar 83,99 mm(84 mm)

5. Analisis Intensitas HujanIntensitas curah hujan didefinisikan sebagai ketinggian curah hujan yang terjadi pada

kurun waktu dimana air hujan berkonsentrasi.Analisa intensitas curah hujan ini dapat diproses

Page 66: KAJIAN KONSERVASI CANDI BANGKAL JAWA TIMUR

53

berdasarkan data curah hujan yang telah terjadi pada tahun-tahun sebelumnya. Perhitungan

besarnya intensitas curah hujan dapat dipergunakan beberapa rumus empiris dalam hidrologi.

Rumus Mononobe dibawah ini, dipakai apabila data hujan jangka pendek tidak tersedia, yang

ada hanya data hujan harian.

I : Intensitas curah hujan (mm/jam)

t : Lamanya curah hujan / durasi curah hujan (jam)

R24 : Curah hujan maximum dalam 24 jam

Keterangan :

R24 , dapat diartikan sebagai curah hujan dalam 24 jam (mm/hari)

Selanjutnya adalah menghitung intensitas curah hujan dengan berbagai waktu

konsentrasi sebagai berikut:

Untuk waktu konsentrasi : 60 menit dan curah hujan harian maksimum 84 mm, maka

Intensitas curah hujan adalah : (( 84 : 24) ( 24: 1 )2/3 ) mm/jam = 3,5 (576)1/3= 3,5 ( 8,7)

= 30,45 mm / jam

Untuk waktu konsentrasi : 45 menit

Intensitas curah hujan adalah = (( 84:24) (24:0,75)2/3 mm/jam = 3,5 ( 1024)1/3 = 3,5 (10,1)

= 35.35 mm/jam.

Untuk waktu konsentrasi : 30 menit

Intensitas curah hujan adalah = ((84:24) (24:0,5)2/3) mm/jam = 3,5 (2304)1/3 = 3,5 (13,21)

= 46,21 mm/jam

Untuk waktu konsentrasi : 15 menit

Intensitas curah hujan adalah = ((84:24) (24:0,25)2/3) mm/jam = 3,5 (9216)1/3 = 3,5 (20,96)

=73,36 mm/jam

Waktu konsentrasi adalah waktu yang diperlukan oleh air untuk mengalir di atas

permukaan tanah menuju saluran drainase / kolam retensi. Air hujan yang masuk halaman

Candi Bangkal akan terkonsentrasi dalam beberapa saat sehingga terjadi genangan. Apabila

Page 67: KAJIAN KONSERVASI CANDI BANGKAL JAWA TIMUR

54

tidak segera dibuang melalui sistim drainase atau ke kolam penampungan, genangan tersebut

makin lama makin meningkat. Waktu melimpasnya air genangan tersebut ke saluran drainase

atau ke kolam retensi disebut waktu konsentrasi atau waktu mulai terjadi genangan. Dari

rumus tersebut diatas secara teoritis dapat diketahui bahwa semakin cepat genangan terjadi,

semakin tinggi pula intensitas curah hujannya, begitu pula sebaliknya. Dari hasil perhitungan

tersebut bila kita buat tabel sebagai berikut :

Tabel 5.5. Analisis Intensitas Curah Hujan

No Waktu mulai terjadi

genangan ( menit )

Intensitas Curah

hujan ( mm/ jam )

Keterangan

1 15 73,36

2 30 46,21

3 45 35,35

4 60 30,45

6. Perencanaan Mengatasi Genangan air di Halaman CandiUntuk mengatasi genangan air yang ada di halaman Candi Bangkal perlu dilakukan

perencanaan sehingga ke depannya air yang menggenangi halaman candi dapat diatasi

(diminimalkan) sehingga keterawatan bangunan candi dapat terjaga. Yang mutlak harus

dilakukan adalah membuat tanggul yang mengelilingi Candi Bangkal.

Kondisi lingkungan Candi Bangkal yang berbatasan dengan persawahan ternyata

membawa permasalahan yang cukup serius bagi kelestarian bangunan candi. Hal ini

dikarenakan kondisi persawahan yang elevasinya lebih tinggi dari halaman candi sehingga

pada saat tertentu air sawah melimpas masuk ke halaman candi. Akibatnya halaman candi

akan tergenang air. Informasi yang diperoleh dari juru pelihara, musim tanam sawah yang

dilakukan penduduk sebanyak 3 kali dalam setahun, sehingga dengan demikian halaman akan

tergenang air terus meskipun pada musim kemarau. Ketinggian air yang menggenangi

halaman candi dapat dilihat pada kaki candi dimana terlihat adanya pertumbuhan algae yang

menghitam memanjang pada setiap sisi candi dengan ketinggian 1,12 m dari titik 0 (nol)

Hasil pengukuran, elevasi permukaan sawah rata-rata + 25 cm dari elevasi 0 (nol) bangunan

candi, sedangkan elevasi tanah halaman candi berada rata-rata + 12 cm dari elevasi 0 (nol)

bangunan candi.

Page 68: KAJIAN KONSERVASI CANDI BANGKAL JAWA TIMUR

55

Berdasarkan hal di atas untuk mengatasi air sawah yang masuk ke halaman perlu

dibuat tanggul setinggi minimal 1,12 m. Hal ini didasarkan pada ketinggian air yang pernah

masuk ke halaman candi yang setinggi 1,12 m. Kondisi saat ini sudah terdapat tembok /

tanggul di sisi utara, timur dan selatan halaman candi dengan ketinggian sekitar 30 cm namun

kondisinya di beberapa bagian telah mengalami kerusakan. Nantinya dalam pembuatan

tanggul perlu dibuat kedap air sehingga air sawah tidak dapat masuk lagi ke halaman candi.

Pembuatan tanggul ini hanya untuk mengatasi air sawah yang masuk ke candi, namun untuk

mengatasi genangan akibat air hujan perlu dibuatkan saluran drainase. Untuk pembuatan

saluran drainase tim kajian memberikan 2 alternatif yaitu :

a. Saluran Drainase model beton keliling, sumur dewatering dan kolam retensiSaluran drainase diperlukan untuk mengatasi genangan air di halaman terutama

pada musim hujan. Saluran drainase ini juga diperlukan untuk menampung limpasan air

sawah jika tanggul tidak mampu menahan limpasan air sawah (jika terjadi kebocoran atau

limpasan air melebihi tinggi tanggul). Ukuran saluran disesuaikan dengan intensitas curah

hujan yang telah di sebut diatas, dalam hal ini yang dipilih adalah pada waktu terjadi

intensitas curah hujan tertinggi dengan waktu mulai terjadi genangan adalah setelah 15

menit. Meskipun ini masih teoritis dan kemungkinan intensitas curah hujan bisa lebih

besar atau lebih kecil, hal ini tidak menjadi masalah karena perbedaannya hanya terletak

pada waktu yang diperlukan saluran dan kolam untuk menampung air hujan .

1) Dimensi dan ukuran

Kolam penampungan (kolam retensi) : Panjang 27,08 m x lebar 14,50 m x

kedalaman 1,5 m. Dinding kolam dan lantai dibuat dengan beton sehingga kedap

air.

Pagar keliling : Panjang 42,35 m x lebar 27,08 m

Halaman candi : Panjang 27,85 m x lebar 27,08 m

Tanggul dibuat kedap air yang mengelilingi halaman setinggi lebih dari 1,12 meter

Saluran air : lebar 1 m , panjang 82,78 m , kedalaman 0,75 m, dibuat dengan

beton kedap air, tertutup plat beton yang sebagian di lobangi.

Sumur dewatering : diameter 0,8 m kedalaman 1,5 m ( tertutup plat beton ), di

buat 2 buah. Pembuatan sumur dewatering ini bertujuan untuk mengurangi kapiler

air yang naik ke bangunan candi.

Page 69: KAJIAN KONSERVASI CANDI BANGKAL JAWA TIMUR

56

2). Perhitungan debit genangan

Kemampuan kolam penampungan untuk menampung air hujan adalah 27,08 x 14,50

x 1,5 = 588,99 m³, sedangkan saluran yang mengelilingi halaman Candi Bangkal

mampu menampung air hujan (27,85 + 27,85 + 27,08 ) x 1 x 0,75 = 62,09 m³,

Sehingga daya tampung kolam + saluran air adalah 588,99 m³ + 62,09 m³ = 651,08

m³. Sekarang bila curah hujan dengan intensitas maksimum 73,36 mm/jam maka air

yang masuk tiap jam adalah ( ( ( 14,50 x 27,08 ) + ( 27,85 x 27,08 )) x 73,36 ) : 1000

= 83,14 m³ /jam sehingga akan penuh selama 651,08 : 83,14 = 7,74 jam . Jadi dapat

dikatakan bahwa pada intensitas curah hujan 73,36 mm/jam akan terjadi genangan

setelah 15 menit dan 7,74 jam setelahnya kolam dan saluran air akan penuh. Agar

tidak menimbulkan genangan maka harus dipompa keluar. Dengan perhitungan

analogi yang sama, pada intensitas curah hujan yang berbeda maka waktu mulai

terjadinya genangan dan waktu akumulasi air maksimum akan berbeda pula seperti

diperlihatkan pada tabel dibawah ini:

Tabel 5.6. Waktu Akumulasi Air Maksimum

NoIntensitas Curah

hujan ( mm/ jam )

Waktu mulai

terjadi genangan

( menit )

Waktu akumulasi

air maksimum

( jam )

Keterangan

1 73,36 15 7,74

2 46,21 30 12,29

3 35,35 45 16.06

4 30,45 60 18,64

Jika saluran air dan kolam retensi tidak dapat menahan air dikarenakan hujan yang

turun begitu besar sehingga menyebabkan air melimpah, maka limpahan air ini

dapat dibuang dengan dengan menggunakan pompa dengan selang yang panjang

ke saluran drainase jalan desa yang di sebelah barat kompleks candi (depan pintu

gerbang masuk ke kompleks candi).

Page 70: KAJIAN KONSERVASI CANDI BANGKAL JAWA TIMUR

57

Gambar 5.1. Perencanaan Saluran drainase beton, sumur dewatering dan kolam retensi

Page 71: KAJIAN KONSERVASI CANDI BANGKAL JAWA TIMUR

58

Gambar 5.2. Potongan melintang perencanaan saluran drainase beton

Page 72: KAJIAN KONSERVASI CANDI BANGKAL JAWA TIMUR

59

Gambar 5.3. Potongan memanjang perencanaan saluran drainase beton

Page 73: KAJIAN KONSERVASI CANDI BANGKAL JAWA TIMUR

60

b. Saluran drainase model pipa berpori dan kolam retensiModel pipa berpori ini selain berfungsi untuk mengalirkan air hujan ke kolam

retensi, juga dapat menyerap air ke bawah bangunan candi dan di buang ke saluran

pembuangan, sehingga model pipa berpori tidak memerlukan sumur dewatering seperti

pada model saluran drainase sebelumnya. Secara teknis, tanah halaman digali sedalam

mendekati batas air tanah (sekitar 12 cm), kemudian baru baru dibuat konstruksi pipa dan

saluran drainase. Pipa-pipa dipasang memajang sejajar utara-selatan dan barat-timur.

Pipa-pipa ini disambungkan pada pipa yang menempel di pondasi candi ke tubuh candi

dan dibuat sejajar berbaris horizontal dengan dengan jarak antar pipa 75 cm dan. Pipa

yang digunakan berukuran 3 dim dan di setiap pipa diberi lubang dengan diameter 1 cm,

dengan jarak antar lubang 5 cm.

Saluran drainase keliling juga menggunakan pipa-pipa dengan ukuran lebih besar

yaitu ukuran 6 dim. Pipa-pipa dibiarkan utuh tanpa ada lubung. Pipa saluran drainase ini

kemudian dihubungkan dengan kolam retensi yang merupakan kolam penampungan air.

Kolam retensi ini dibuat dengan ukuran sama dengan kolam drainase beton dan dibuat

kedap air.

Setelah konstruksi pipa dibuat kemudian di lapisi ijuk, di atas dilapisi tanah dari

luar halaman candi. Penggunaan tanah di luar halaman candi ini dikarenakan tanah di

halaman candi bersifat impermeable (jenuh air), sehingga air tidak bisa masuk ke dalam

dan bisa kembali terjadi genangan.

Dimensi dan ukuran

Pipa berpori ukuran 3 dim, dengan diameter lubang 1 cm, jarak antar lubang 5 cm

Jarak antar pipa berpori 75 cm, di pasang sejajar

Pipa untuk saluran drainase keliling berukuran 6 dm

Kolam penampungan (kolam retensi): Panjang 27,08 m x lebar 14,50 m x kedalaman

1,5 m. Dinding kolam dan lantai dibuat dengan beton kedap air.

Pagar keliling : Panjang 42,35 m x lebar 27,08 m

Halaman Candi : Panjang 27,85 m x lebar 27,08

Dibuat tanggul kedap air yang mengelilingi halaman setinggi lebih dari 1,12 meter

Pipa diletakkan di bawah tanah mendekati muka air air (± 12 cm)

Di atas pipa di lapisi ijuk dan ditutup dengan tanah, yang diambil dari luar halaman

candi.

Page 74: KAJIAN KONSERVASI CANDI BANGKAL JAWA TIMUR

61

Setelah saluran drainase pipa berpori terpasang, halaman candi tidak boleh di injak

oleh pengunjung karena jika terlalu sering di injak, maka tanah akan menjadi padat

dan dapat mengganggu sistem drainase yang ada di bawah tanah.

Seperti drainase dengan beton, Jika saluran air dan kolam retensi tidak dapat

menahan air dikarenakan hujan yang turun begitu sehingga menyebabkan air melimpah

maka limpahan air ini dapat dibuang dengan dengan menggunakan pompa dengan

selang yang panjang ke saluran drainase jalan desa yang di sebelah barat kompleks candi

(depan pintu gerbang masuk ke kompleks candi). Pompa yang digunakan memilkit debit

di atas 267,40 liter/menit

Page 75: KAJIAN KONSERVASI CANDI BANGKAL JAWA TIMUR

62

Gambar 5.4. Perencanaan Saluran Drainase dengan pipa berpori

Page 76: KAJIAN KONSERVASI CANDI BANGKAL JAWA TIMUR

63

Gambar 5.5. Potongan Melintang perencanaan saluran drainase dengan pipa berpori

Page 77: KAJIAN KONSERVASI CANDI BANGKAL JAWA TIMUR

64

Gambar 5.6. Potongan memanjang perencanaan drainase dengan pipa berpori

Page 78: KAJIAN KONSERVASI CANDI BANGKAL JAWA TIMUR

65

5.3. Pelapukan BataA. Penyebab Pelapukan Bata

Dari hasil observasi keterawatan bata candi, dapat diketahui banguan Candi Bangkal

telah mengalami kerusakan dan pelapukan yang cukup parah. Material bata telah banyak

mengalami penggaraman, kerapuhan dan keausan serta banyak ditumbuhi mikroorganisme

seperti algae, lumut dan lichen. Kondisi ini disebabkan beberapa faktor baik faktor internal

maupun eksternal. Salah satu faktor eksternal yang mempercepat kerusakan dan pelapukan

bata adalah pengaruh lingkungan yang ada disekitar candi. Kondisi Candi Bangkal dimana

di bagian kaki candi sering tergenang oleh air karena limpasan air sawah maupun air hujan,

ikut mempercepat kerusakan dan pelapukan bata candi.

Bata merupakan material yang higroskopis sehingga mudah terpengaruh oleh faktor

lingkungan yang dapat menyebabkan bata menjad lembab. Faktor tersebut meliputi

kandungan uap air di udara (kelembaban relatif) dan aliran air secara vertikal maupun

horizontal yang melalui materai bata (Munadar, dkk, 2000). Kondis demikan dapat dilihat

pada bangunan Candi Bangkal dimana bagian kaki candi sering tergenang karena limpasan

air sawah dan air hujan sehingga menyebabkan kondisi bata bangunan candi sering menjadi

lembab. Kelembaban tidak hanya terjadi pada bagian kaki candi yang selalu tergenang air

tetapi juga pada bagian tubuh dan atas candi. Hal ini terkait dengan naiknya air melalui

proses kapilarisasi.

Untuk mengetahui ketinggian naik proses kapilarisasi air dihitung dengan cara :

Xmax = 2σ 15.10ˉ⁶ meter dimana r = diameter pori

Pgr r

Berdasarkan rumus tersebut kemudian dihitung kapilarisasi air, dimana diameter pori bata

lama adalah 4,42 mikron sehingga tinggi kapiler maksimun adalah :

x = 15.10 ˉ⁶ = 3,39 m

4.42. 10 ˉ⁶

Tinggi kapiler air 3,39 m ditambah dengan tinggi genangan air maksimum yang pernah

menggenangi kaki candi yaitu setinggi 1,12 sehingga tinggi kapiler air yang naik ke tubuh

candi bisa mencapai 4,51 meter. Berdasarkan hitungan itu, air yang menggenangi bangunan

candi sangat memperngaruhi terjadinya kapilarisasi air.

Kapilarisasi air ini merupakan salah satu faktor yang menyebabkan pelapkan pada bata

bangunan Candi Bangkal. Dampak adanya kapilarisasi air terlihat adanya pertumbuhan

mikroorgisme, proses penggaraman dan bata menjadi rapuh.

Page 79: KAJIAN KONSERVASI CANDI BANGKAL JAWA TIMUR

66

B. Analisis Kualitas Air GenanganDalam kajian ini dilakukan uji kualitas air yang bertujuan untuk menegetahui

kandungan air genangan yang menggenang bangunan Candi Bangkal. Hal ini perlu

dilakukan karena air genangan ini bisa naik ke bangunan candi melalui proses kapilarisasi

yang telah di jelaskan pada point sebelumnya. Kandungan air genangan dapat dilihat di

bawah ini :

Tabel 5.7. Hasil uji laboratorium kualitas air genangan

Hasil uji laboratorium sampel air genangan pada halaman Candi Bangkal menunjukkan

bahwa jumlah kalsium sebanyak 103,3 ppm sedangkan pada air tawar biasanyaa kurang

dari 100 ppm. Air yang mengandung yang mengandung kalsium dapat menghasilkan

reaksi pelarutan CaCO3 (calcite) atau CaSO4 2H2O (gipsum) bila bereaksi dengan material

bata atau material lain yang dilewatinya sehingga dapat membentuk padatan dan

terbentuk endapan garam. Jumlah magnesium dalam air genangan kurang dari 50 ppm.

Unsur besi merupakan salah satu unsur minor dalam air jumlah unsur besi dalam air 0,01-

10 ppm.

C. Penanganan pelapukan bataBerdasarkan hasil observasi keterawatan bangunan candi, telah terjadi proses pelapukan

pada bata yang terdiri dari proses penggaraman, pertumbuhan mikroorganisme dan bata

Sampel Parameter Hasil Keterangan

Kode Jenis

Air genangan

pH

Temperatur

Konduktifitas

TDS

NaCl

Resistivitas

Kalsium(Ca)

Magneisum(Mg)

Besi(Fe)

6,56

26,8

1,419

389,9

388,1

1,283

103,3

8,925

0,09

oC

mS

ppm

ppm

ppm

ppm

ppm

Metode Analisis :

Instrumentasi

Instrumentasi

Instrumentasi

Instrumentasi

Instrumentasi

Instrumentasi

AAS

AAS

AAS

Page 80: KAJIAN KONSERVASI CANDI BANGKAL JAWA TIMUR

67

rapuh. Jika kondisi tersebut tidak ditangani, maka kondisi keterawatan bangunan bisa

menjadi lebih parah dan mengacam kelestarian dari bangunan candi tersebut. Hal berarti

nilai penting yang terkandung dalam bangunan candi tersebut juga akan hilang.

Untuk mengurangai proses pelapukan terhadap bata perlu dilakukan penangananan yang

dapat diuraikan sebagai berikut :

1. Penggaraman

a. Pembersihan dengan menggunakan EDTA 5 %

Berdasarkan hasil observasi menunjukkan bahwa telah terjadi penggaraman pada

bata candi dalam jumlah yang cukup banyak. Oleh karena itu untuk menjaga supaya

material bata terutama bata asli dapat bertahan lebih lama, dilakukan upaya

konservasi dengan membersihkan endapan garam yang ada. Pembersihan dilakukan

dengan menggunakan EDTA 5 %. Pemilihan EDTA sebagai bahan pembersihan

endapan garam karena EDTA merupakan salah satu asam organik yang dapat

melarutkan garam Ca, Mg, dan Fe pada endapan garam bata. Adapun cara yang

dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan mereaksikan antara endapan garam

dengan larutan EDTA konsentrai 5%. Dalam pembersihan diperlukan media sebagai

perantara antara endapan garam dan larutan uji yaitu kertas tisue. Pemilihan kertas

tisue karena kertas tisue dapat menyerap larutan uji sehingga tetap dapat bereaksi

dengan endapan garam. Langkah-langkah pembersihan meliputi :

1) Bata dibersihkan secara mekanik dengan sikat nilon

2) Dilakukan pembersihan menggunakan metode paper pulp EDTA 5 %, dengan

cara dengan paper pulp dijadikan bubuk kertas bercampur dengan EDTA 5 %

kemudian ditempatkan ke bata dan dilindungi dengan plastik.

3) Di biarkan selama 24 jam, kemudian bubuk kertas dibersihkan dari permukaan

bata.

4) Dilakukan pembilasan dengan aquades pada permukaan bata.

Page 81: KAJIAN KONSERVASI CANDI BANGKAL JAWA TIMUR

68

Pembersihan bata lama dengan EDTA 5%

5.4. Kondisi bata sebelum dibersihkan5.5. Pembersihan mekanik dengan

menggunakan sikat

5.6. Kondisi bata setelah dibersihkansecara mekanik

5.7. Kertas yang dicampur EDTAditempelkan ke bata

5.8. Kertas yang ditempel dibiarkanselama 24

5.9. Kondisi setelah pembersihan,garam tampak sudah hilang

Page 82: KAJIAN KONSERVASI CANDI BANGKAL JAWA TIMUR

69

Pembersihan bata baru dengan EDTA 5 %

5.10.. Kondisi bata sebelum dibersihkan5.11.. Pembersihan mekanik dengan

menggunakan sikat

5.11. Kondisi bata setelah dibersihkansecara mekanik

5.12. Kertas Ttissu yang dicampurEDTA ditempelkan ke bata

5.13. Kertas tissue yang ditempeldibiarkan selama 24

5.14. Kondisi setelah pembersihan,garam tampak sudah hilang

Page 83: KAJIAN KONSERVASI CANDI BANGKAL JAWA TIMUR

70

Hasil pembersihan menggunakan EDTA 5% :

• Pembersihan secara mekanik dengan sikat nilon : masih terdapat endapan garam

pada permukaan bata lama dan bata baru

• Pembersihan menggunakan metode paper pulp EDTA 5% : pada permukaan bata

baru sudah tidak terdapat endapan garam, sedangkan pada permukaan bata lama

masih terdapat sedikit endapan garam

• Pembilasan dengan aquadest : untuk menetralkan EDTA 5% yang masih

menempel di permukaan

b. Pengujian komposisi kimia garam terlarut yang dapat dibersihkan dengan

menggunakan EDTA 5% metode analisis instrumental AAS

Untuk melihat keefektifan dari daru EDTA 5 %, dilakukan pengujian kelarutan

endapan garam dengan menggunakan AAS. Adapun parameter pengujian mengacu

pada mineral penyusun endapan garam, unsur tersebut antara lain kalsium,

magnesium, dan besi.

Tabel 5.8. Komposisi kimia sampel setelah dilarutkan EDTA 5 %

Parameter Satuan HasilBata lama Bata baru

Kalsium(Ca) Ppm 1871 524,2Magnesium(Mg) Ppm 10,97 10,74Besi(Fe) Ppm 17,46 4,402

Berdasarkan hasil pengujian kelarutan endapan garam dalam larutan EDTA 5 %,

jumlah kelarutan kalsium, magnesium, dan besi endapan garam bata lama lebih

besar dibandingkan dengan endapan garam bata baru setelah bereaksi selama 24

jam dengan larutan EDTA 5%. Adanya kelarutan garam Ca, Mg, dan Fe dari

endapan garam bata lama maupun bata batu dalam larutan EDTA 5% menunjukkan

bahwa endapan garam dapat dibersihkan dengan menggunakan larutan EDTA 5%.

2. Mikroorganisme

Candi Bangkal terletak di lingkungan terbuka, sehingga menyebabkan material

berkontak secara langsung dengan lingkungan. Bibit-bibit organisme sangat mudah

mengenai material candi dan selanjutnya tumbuh karena kondisi bata yang lembab.

Berbagai jasad hidup tumbuh di permukaan bata sehingga perlu penanganan agar tidak

semakin sulit dihilangkan.

Page 84: KAJIAN KONSERVASI CANDI BANGKAL JAWA TIMUR

71

Jasad yang menutupi permukaan bata terutama saat musim hujan adalah

ganggang / algae dan lumut. Pada musim hujan jasad ini akan aktif dan berwarna hijau

sehingga menutupi permukaan bata. Pada musim kemarau jasad kering dan berwarna

hitam / kecoklatan. Hal ini terlihat ketika pada musim hujan air menggenangi bagian kaki

hingga ketinggian sekitar 1 meter. Ketika musim kemarau, terlihat ganggang berwarna

hitam yang memanjang di sekeliling kaki candi. Aktifitas hidup algae pada permukaan

bata akan menghasilkan senyawa-senyawa kimia hasil metabolisme yang dapat

menyebabkan pelapukan. Demikian juga dengan lumut yang dapat menyebabkan

pelapukan bata karena aktivitas metabolisme dan rizoid (akar pada lumut) yang

menembus pori-pori bata.

Jasad jamur kerak (lichen) termasuk jasad yang dampak pelapukannya paling

tinggi. Jamur kerak merupakan bentuk simbiosis dari jamur dan ganggang. Warna jamur

kerak putih kehijauan dan tidak mati pada musim kemarau, tetapi masih meninggalkan

bercak putih pada permukaan. Pada musim hujan akan cenderung berwarna hijau dan

aktif. Metabolisme jamur kerak menghasilkan asam oksalat dan memacu pelapukan

batuan. Jamur kerak sulit dihilangkan karena menempel dengan kuat dan sulit dimatikan.

Diperlukan formula khusus untuk mematikan dan menghilangkan bekas-bekas bercat

putihnya (Siregar, Iskandar M, dkk, 2011).

Di bangunan Candi Bangkal, pertumbuhan mikroorganisme dapat dijumpai di kaki

candi dimana pada bekas algae yang menghitam yang merupakan bekas batas

genangan air tertinggi yang pernah menggenangi bangunan Candi Bangkal. Selain itu

pertumbuhan mikroorganime juga ditemukan dibeberapa bagian tubuh candinya

termasuk di dalam bilik candi. Pertumbuhan mikroorganime cukup banyak dikarenakan

di dalam bilik candi kondisi lingkungan cukup lembab.

Page 85: KAJIAN KONSERVASI CANDI BANGKAL JAWA TIMUR

72

Proses pelapukan secara bilogis dapat atasi dengan menghambat pertumbuhan

mikroorganisme di Candi Bangkal. Salah satu metode untuk mengurangi pertumbuhan

dengan menggunakan minyak atsiri.

Minyak atsiri merupakan zat yang berbau yang terkandung dalam tanaman dan

disebut juga minyak yang mudah menguap karena pada suhu udara biasa mudah

menguap tanpa mengalami dekomposisi (Doyle dan Munggall, 1980 dalam wahyuni,dkk,

2016). Minyak atsiri umumnya berbentuk cair diperoleh dari bagian tanaman akar, kulit

batang, daun, buah, biji, atau bunga dengan cara destilasi uap, ekstraksi, atau press

(ditekan).

Minyak atsiri tidak larut dalam air, larut dalam pelarut organik dan berbau harum

sesuai dengan tanaman penghasilnya. Tanaman yang menghasilkan minyak atsiri

diperkirakan berjumlah 150-200 spesies tanaman, yang termasuk dalam famili

Pinaceae, Labitae, Compositae, Lauraceae, Myrtaceae dan Umbelliferaceae (Ketaren,

1985 dalam Wahyuni, dkk). Penggunanan Minyak atsiri telah mulai digunakan dalam

konservasi

Pada kajian konservasi Candi Bangkal dilakukan pengujian minyak atsiri untuk

mematikan algae dan lumut pada permukaan candi. Minyak atsiri yang dipakai adalah

minyak cengkeh. Pemilihan minyak cengkeh karena setelah dikaji memiliki efektifiktas

membunuh algae dan lumut (Wahyuni, dkk 2015). Minyak daun cengkeh dapat dibagi

menjadi dua kelompok. Kelompok pertama yang memiliki komponen paling besar

merupakan senyawa fenolat dan eugenol. Senyawa ini mudah diisolasi dengan NaOH

kemudian dinetralkan dengan asam mineral. Kelompok kedua mengandung senyawa-

Foto 5.15. Pertumbuhan mikroorganisme didinding bilik candi

Page 86: KAJIAN KONSERVASI CANDI BANGKAL JAWA TIMUR

73

senyawa non fenolat yaitu β-kariofilen, α-kubeben, α-kopaen, humulen, δ-kadien, dan

kadina 1,3,5-trien (Sastrohamidjojo, 2004 dalam Wahyuni, dkk, 2016).

Langkah-langkah pembersihan algae dan lumut sebagai berikut :

Menyiapkan minyak cengkah 100 %

Minyak cengkeh disemprotkan pada permukaan bata yang ditumbuhi lumut maupun

algae

Dibiarkan selama 24 jam (ditutup dengan plastik jika khawatir terjadi hujan)

Setelah 24 jam terlihat bahwa ada perubahan warna menjadi coklat. Hal ini

menunjukkan bahwa algae dan lumut sudah berhenti melakukan fotosintensis.

Algae dan lumut selanjutkan dibersihkan secara mekanis

Algae dan lumut dimatikan terlebih dahulu baru dibersihkan secara mekanik. Hal ini

dimaksudkan agar ketika dibersihkan algae sudah dalam kondisi tidak aktif sehingga jika

menempel pada material lain tidak tumbuh dan berkembangbiak.

Foto 5.16. Kondisi bata sebelumdisemprot minyak cengkeh

Foto 5.17.. Penyemprotan denganminyak cengkeh

Foto 5.18. Kondisi bata setelah 24jam disemprot minyak cengkeh

Page 87: KAJIAN KONSERVASI CANDI BANGKAL JAWA TIMUR

74

3. Bata Rapuh

Bata rapuh merupakan bata yang mengalami penurunan kekuatan karena terjadinya

pelapukan namun bentuk dasarnya masih terlihat. Bata rapuh dapat menjadi rusak

bahkan hilang jika tidak ditangani, karena permukaannya yang sangat mudah terkikis.

Bata rapuh berbeda dengan dengan bata rusak karena bentuk dasarnya masih terlihat,

sedangkan bata rapuh sudah tidak terlihat lagi bentuk dasarnya. Hasil observasi

keterawatan bangunan menunjukan bahwa di Candi Bangkal banyak ditemukan bata

rapuh baik pada bata lama maupun pada bata pengganti. Bata pengganti yang rapuh

merupakan bata yang dipasang waktu konsolidasi tahun 1996/1997 dan sebagian besar

terletak di bagian tubuh candi.

Untuk bata pengganti yang telah rapuh, sebaiknya diganti dengan batu baru yang

kualitas lebih baik. Sedangkan untuk bata lama yang telah rapuh diusahakan untuk di

konservasi dengan cara konsolidasi dan tidak diganti.

Pada kajian ini telah dilakukan konsolidasi bata dengan menggunanakan paraloid 3%,

4%, 5% dengan pelarut toluol, yang prosedurnya dapat dilihat pada foto di bawah ini

Foto 5.19. Kondisi sebelum dioles dengan paraloid

Foto 5.20. Pengolesan denganparaloid

Foto 5.21. Kondisi setelah diolesdengan paraloid

Page 88: KAJIAN KONSERVASI CANDI BANGKAL JAWA TIMUR

75

Hasil Aplikasi bahan konsolidasi

• Konsolidasi bata rapuh menggunakan paraloid 3%, 4%, 5% dengan pelarut toluol

• Hasil konsolidasi menunjukkan bahwa struktur material bata rapuh telah terikat dengan

baik pada semua konsentrasi

• Tingkat kekerasan bata rapuh yang awalnya 1-2 skala mohs setelah dilakukan

konsolidasi menjadi 2-3 skala mohs

• Semua konsentrasi menunjukkan bata rapuh telah terikat dengan baik, karena itu

dipilih paraloid dengan konsentrasi terendah (3%)

5.4. Analisis Kualitas BataKualitas bata merupakan hal yang penting dalam menentukan apakah suatu bangunan

dapat bertahan lama atau tidak. Bangunan dengan kualitas bata yang baik akan bertahan lama

dalam menghadapi berbagai faktor yang bisa menyebabkan kerusakan dan pelapukan seperti

faktor lingkungan, air dan sebagainya termasuk dalam pemugaran bangunan candi di Jawa

Timur.

Dalam kajian ini akan menguji lima sampel bata yang biasa di gunakan dalam pemugaran

candi Bata termasuk bata asli / lama Candi Bangkal yang digunakan sebagai pembanding. Kelima

sampel bata yang di uji terdiri dari :

1. Bata lama Candi Bangkal

2. Bata baru yang ada di Candi Bangkal

3. Bata baru yang dibuat oleh pengrajin yang berasal dari Trowulan Mojokerto

4. Bata rapuh (yang sekarang terpasang di bangunan candi sejak tahun 1996/1997 waktu

kegiatan konsolidasi)

5. Bata baru pengganti untuk pemugaran Candi Dermo yang berasal dari pengrajin di

Kabupaten Magetan

Hasil pengujian terhadap kelima sampel tersebut dapat diuraikan sebagai berikut

Page 89: KAJIAN KONSERVASI CANDI BANGKAL JAWA TIMUR

76

Tabel 5.9. Hasil pengujian sampel bata lama Candi Bangkal

Tabel 5.10. Hasil pengujian sampel bata baru Candi Bangkal

Sampel Parameter Hasil KeteranganKode Jenis

1 Bata Berat jenis 2,41 g/cm3

Lama Porositas 39,35 %Kekerasan 2 - 3 Skala mohsKuat tekan

- Retak 16,22 kg/cm2

- Pecah 39,08 kg/cm2

Suhu Pembakaran + 450 °CDiameter pori 4.42 µmKomposisi kimia : Metode analisis :- Ca 0,64 % Titrimetri- Mg 2,14 % Titrimetri- Fe 7,33 % Titrimetri- Al 14,42 % Titrimetri- SO4 1,84 % Titrimetri- SiO2 40,54 % Gravimetri

Sampel Parameter Hasil KeteranganKode Jenis

2 Bata Berat jenis 2,38 g/cm3

Baru Porositas 30,08 %Kekerasan 2 – 3 Skala mohsKuat tekan

- Retak 23,50 kg/cm2

- Pecah 35,89 kg/cm2

Suhu Pembakaran + 400 °CDiameter pori 6,10 µmKomposisi kimia : Metode analisis :- Ca 0,62 % Titrimetri- Mg 2,81 % Titrimetri- Fe 7,40 % Titrimetri- Al 13,63 % Titrimetri- SO4 1,88 % Titrimetri- SiO2 34,72 % Gravimetri

Page 90: KAJIAN KONSERVASI CANDI BANGKAL JAWA TIMUR

77

Tabel 5.11. Hasil pengujian sampel bata pengrajin Trowulan

Tabel 5.12. Hasil pengujian sampel bata rapuh

Sampel Parameter Hasil KeteranganKode Jenis

3 Bata Berat jenis 2,46 g/cm3

Pengrajin Porositas 37,87 %Kekerasan 2 – 3 Skala mohsKuat tekan

- Retak 16,38 kg/cm2

- Pecah 36,36 kg/cm2

Suhu Pembakaran + 400 °CDiameter pori 4,29 µmKomposisi kimia : Metode analisis :- Ca 0,58 % Titrimetri- Mg 2,63 % Titrimetri- Fe 8,20 % Titrimetri- Al 14,53 % Titrimetri- SO4 1,66 % Titrimetri- SiO2 28,50 % Gravimetri

Sampel Parameter Hasil KeteranganKode Jenis

4 Bata Berat jenis 2,17 g/cm3

Rapuh Porositas 28,95 %KekerasanDiameter pori

2 - 36,58

Skala mohsµm

Komposisi kimia : Metode analisis :- Ca 1,32 % Titrimetri- Mg 2,41 % Titrimetri- Fe 6,63 % Titrimetri- Al 11,75 % Titrimetri- SO4 1,27 % Titrimetri- SiO2 38,47 % Gravimetri

Page 91: KAJIAN KONSERVASI CANDI BANGKAL JAWA TIMUR

78

Tabel 5.13. Hasil pengujian sampel bata Candi Dermo

Dari hasil pengujian kualitas bata, terlihat bahwa sampel bata pengganti Candi Dermo

memiliki kandungan unsur silika (SiO2) paling besar dibandingkan dengan sampel bata lainnya

yaitu 49,30 %. Untuk kandungan alumunium, sampel bata pengganti candi Dermo memeiliki

kandungan sebesar 12,08 %. Nilai kandungam alumunium (Al) tidak begitu berbeda banyak

dengan nilai kandungan Aluminium (Al) sampel lainnya,

Kandungan silika (SiO2)) dan alumunium (AL) sangat menentukan dalam kualitas bata.

Jika kedua unsur tersebut dominan terutama unsur silika, maka kualitas bata yang dihasilkan baik

dan keras. Melihat komposisi yang ada pada kelima sampel di atas, maka sampel bata pengganti

Candi Dermo memeiliki kualitas bata yang paling baik dibandingkan sampel lainnya karena

memiliki kandungan unsur silika dan alumunium paling dominan yaitu sebesar 61,38 %. Bata

pengganti Candi Dermo juga memiliki kuat tekan yang paling besar dibandingkan sampel bata

yang lain.

Selain pengujian secara laboratorium terhadap sampel bata, juga dilakukan pengujian

penggaraman pada sampel bata, kecuali sampel bata rapuh. Pengujian ini dilakukan untuk

mengetahui seberapa cepat garam akan muncul ke permukaan bata setelah diredam air terus

menerus pada bagian bawahnya. Setelah diredam selama 14 – 30 hari terlihat endapan garam

mulai muncul pada permukaan sampel-sampel bata tersebut. Hasil pengujian dapat di lihat pada

foto di bawah ini

Sampel Parameter Hasil KeteranganKode Jenis

5 Bata Pengganti Berat jenis 2,26 g/cm3

C. Dermo Porositas 33,77 %Kekerasan 2 -3 Skala mohsKuat tekan

- Retak 8,76 kg/cm2

- Pecah 44,79 kg/cm2

Diameter poriSuhu pembakaran

5.52

+ 350

µm°C

Komposisi kimia : Metode analisis :- Ca 0,81 % Titrimetri- Mg 1,47 % Titrimetri- Fe 6,59 % Titrimetri- Al 12,08 % Titrimetri- SO4 0,77 % Titrimetri- SiO2 49,30 % Gravimetri

Page 92: KAJIAN KONSERVASI CANDI BANGKAL JAWA TIMUR

79

Dari 4 sampel bata yang dilakukan pengujian penggaraman terlihat bahwa endapan

garam paling banyak muncul pada permukaan sampel bata pengganti Candi Dermo jika

dibandingkan dengan sampel lainnya. Hal ini masih memungkinkan mengingat sampel bata

pengganti Candi Dermo memiliki diameter pori yang cukup besar yaitu 5,52 µm sehingga secara

teoritis dengan diameter pori yang besar maka penyerapan air akan besar sehingga garam akan

cepat terbawa ke permukaan.

Berdasarkan pengujian laboratorium sampel bata dapat di simpulkan bahwa kualitas bata

pengganti yang paling baik adalah sampel bata pengganti Candi Dermo karena memiliki total

kandungan silika dan aluminium yang paling besar serta kekuatan yang paling besar. Meskipun

bata pengganti Candi Dermo mengalami penggaraman yang paling banyak tapi hal ini masih bisa

disiasati dengan memperkecil ukuran diameter pori sehingga penyerapan air akan berkurang.

Untuk memperkecil ukuran diameter pori maka dalam pembuatan bata diperbanyak campuaran

lempung nya dan mengurangi campuran pasir. Hal ini juga dilakukan untuk mengurangi garam

terlarut dari pasir yang bercampur ke bata.

Foto 5.23. Percobaan kapiler garampada sampel bata pengrajinTrowulan dan bata penggantiCandi Dermo

Foto 5.22. Percobaan penggaramanpada sampel bata lama danbata baru Candi Bangkal

Page 93: KAJIAN KONSERVASI CANDI BANGKAL JAWA TIMUR

BAB VI PENUTUP

A. KesimpulanDari hasil anaslisis yang telah dilakukan pada bab-bab sebelumnya, dapat ditarik

beberapa kesimpulan sebagai berikut :

1. Candi Bangkal merupakan bangunan peninggalan dari masa kerajaan Majapahit sekitar

abad XIV M. Analisis nilai penting menunjukan bahwa candi Bangkal memiliki nilai penting

yang cukup tinggi dari sisi arkeologi, sejarah, estetika dan nilai ilmu pengetahuan, sehingga

candi ini harus dijaga kelestariannya.

2. Kondisi candi Bangkal sering tergenang oleh air baik pada musim penghujan maupun musim

kemarau, Kondisi ini dikarenakan permukaaan tanah halaman candi lebih rendah daripada

permukaan sawah. Selain itu belum adanya drainase yang memadai di kompleks candi

Bangkal turut mempengaruhi adanya genangan air.

3. Sumber genangan air yang menggenangi halaman candi Bangkal berasal dari air hujan, air

tanah di bawah candi dan air luapan dari lahan di sekitar candi.

4. Berdasarkan data yang ada di kaki candi dapat diketahui bahwa batas genangan air tertinggi

yang pernah menggenangi halaman candi adalah setinggi 1,12 m.

5. Dari hasil analisis laboratorium, tanah halaman merupakan tanah pasir lempungan yang

yang bersifat semi permeable.

6. Adanya genangan air dapat mempercepat kerusakan dan pelapukan material (kerapuhan,

penggaraman, pertumbuhan mikroorganiisme) dan kerusakan struktur bangunan candi

(deformasi)

7. Dari hasil perhitungan kapilarisasi air, tinggi maksimum air yang terkapilarisasi mencapai

4,51 m.

8. Intensitas curah hujan maksimum di wilayah sekitar Candi Bangkal mencapai 73,36 mm/jam,

sehingga air hujan yang masuk ke halaman candi mencapai 83,14 m3/jam.

9. Untuk mengatasi persoalan air yang masuk akibat limpasan air sawah, perlu dilakukan

peninggian / pembuatan tanggul kedap air di sekeling halaman candi dengan tinggi minimal

1,12 m, yang merupakan batas tinggi air yang pernah menggenangi halaman candi.

10. Untuk mengatasi masalah genangan air, perlu dilakukan pembuatan saluran drainase di

sekeliling pagar Candi Bangkal dan kolam retensi di sebelah timur. Pada kajian ini ada 2

alternatif yang ditawarkan yaitu 1. Pembuatan Saluran Drainase Model Beton Keliling, Sumur

Page 94: KAJIAN KONSERVASI CANDI BANGKAL JAWA TIMUR

81

Dewatering Dan Kolam Ritensi. 2. Pembuatan Saluran Drainase Model Pipa Berpori Dan

Kolam Retensi.

11. Untuk membersihkan endapan garam pada bata dapat dilakukan dengan menggunakan

metode paper pulp EDTA 5%. Sedangkan untuk mengurangi pertumbuhan mikroorganisme

pada dapat dilakukan dengan minyak atsiri cengkeh.

12. Pada Candi Bangkal banyak ditemui bata yang telah rapuh, baik pada bata lama maupun

pada bata baru yang merupakan bata pengganti pada kegiatan konsolidasi pada tahun 1992.

Untuk bata lama yang telah rapuh perlu dilakukan konsolidasi menggunakan paraloid 3%-

5% dengan pelarut toluol, Sedangkan untuk bata pengganti (kegiatan konsolidasi pada tahun

1992) yang rapuh, dilakukan penggantian menggunakan bata baru.

B. Rekomendasi1. Perlu dilakukan penyusunan DED (Detail Engineering Design) untuk alternatif penanganan

genangan halaman Candi Bangkal yang dipilih.

2. Untuk bata pengganti direkomendasikan menggunakan bata pengganti Candi Dermo.

3. Agar bata pengganti memiliki kualitas yang lebih baik, disarankan menggunakan

perbandingan komposisi lempung : pasir (3:1) dan pembakaran menggunakan kayu keras.

4. Perlu dilakukan uji sondir tanah untuk mengetahui kekuatan daya dukung tanah akibat

genangan air

5. Perlu dilakukan tes boring tanah untuk mengetahui lapisan tanah di halaman Candi Bangkal

khususnya lapisan tanah yang bersifat impermeable. Apabila dibawah lapisan tanah

impermeable tersebut terdapat lapisan tanah permeable, maka untuk mengatasi genangan

cukup dilakukan dengan pengeboran pada lapisan impermeable.

Page 95: KAJIAN KONSERVASI CANDI BANGKAL JAWA TIMUR

DAFTAR PUSTAKA

Cahyandaru, nahar, dkk, 2008. Kajian Konservasi Candi Bata di Situs Muara

Jambi. Balai Konservasi Peninggalan Borobudur.

Doehne, E. 2002. Salt weathering: a selective review. Dalam Natural Stone,

Weathering Phenomena, Conservation Strategies and Case

Studies. Geological Society London, Special Publication 205, 51–

64.

Drajat, Hari Untoro 1995 “Manajemen Sumber Daya Budaya Mati” dalam Seminar

Nasional Metodologi Riset Arkeologi. Depok : Jurusan Arkeologi,

Fakultas Sastra Universitas Indonesia.

Pornomo, Nurmulia Rekso. 2009. “Candi Bangkal : Rekontruksi Arsitektural Latar

Belakang Keagamaan dan Tinjauan Arkeologi”. Skripsi. Program

Studu Arkeologi Unversitas Indonesia.

Sudibyo, dkk. 2008. Laporan Kajian Karakteristik Material Benda Cagar Budaya

dari Bata. Balai Konservasi Peninggalan Borobudur.

Stambolov, T, and J.R.J. Van Asperen de Boer, 1976. The Deterioration and

Conservation of Porous Building Materials in Monument, 2nd ed,

ICSPRCP, Roma.

Waryono, R., A. Rifai, dam D.H. Gunawan, 1987. Pengantar Meteorologi dan

Klimatologi untuk Universitas dan Umum. PT. Bina Ilmu Surabaya.

https://www.researchgate.net/profile/Heriansyah_Putra2/publication/281491511