kajian kemunculan (agregasi) hiu paus (rhincodon...

18
KAJIAN KEMUNCULAN (AGREGASI) HIU PAUS (Rhincodon typus) BERDASARKAN FAKTOR LINGKUNGAN (SPL, KLOROFIL–a, DAN ARUS PERMUKAAN) DI PERAIRAN KABUPATEN PROBOLINGGO, JAWA TIMUR ARTIKEL SKRIPSI PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN JURUSAN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERAIRAN DAN KELAUTAN Oleh : AMBROSIA PUTERI SAKUNTALA NIM. 125080600111059 FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2016

Upload: others

Post on 07-Nov-2020

15 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: KAJIAN KEMUNCULAN (AGREGASI) HIU PAUS (Rhincodon ...himalaya.fpik.ub.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/KAJIAN...Hiu paus (Rhincodon typus Smith, 1828) merupakan spesies ikan epipelagis

KAJIAN KEMUNCULAN (AGREGASI) HIU PAUS (Rhincodon typus) BERDASARKAN FAKTOR LINGKUNGAN (SPL, KLOROFIL–a, DAN ARUS PERMUKAAN) DI

PERAIRAN KABUPATEN PROBOLINGGO, JAWA TIMUR

ARTIKEL SKRIPSI PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN

JURUSAN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERAIRAN DAN KELAUTAN

Oleh :

AMBROSIA PUTERI SAKUNTALA NIM. 125080600111059

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG 2016

Page 2: KAJIAN KEMUNCULAN (AGREGASI) HIU PAUS (Rhincodon ...himalaya.fpik.ub.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/KAJIAN...Hiu paus (Rhincodon typus Smith, 1828) merupakan spesies ikan epipelagis

KAJIAN KEMUNCULAN (AGREGASI) HIU PAUS (Rhincodon typus) BERDASARKAN FAKTOR LINGKUNGAN (SPL, KLOROFIL–a, DAN ARUS PERMUKAAN) DI

PERAIRAN KABUPATEN PROBOLINGGO, JAWA TIMUR

ARTIKEL SKRIPSI PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN

JURUSAN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN DAN KELAUTAN

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Meraih Gelar Sarjana Kelautan di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Universitas Brawijaya

Oleh:

AMBROSIA PUTERI SAKUNTALA NIM. 125080600111059

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG 2016

Page 3: KAJIAN KEMUNCULAN (AGREGASI) HIU PAUS (Rhincodon ...himalaya.fpik.ub.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/KAJIAN...Hiu paus (Rhincodon typus Smith, 1828) merupakan spesies ikan epipelagis
Page 4: KAJIAN KEMUNCULAN (AGREGASI) HIU PAUS (Rhincodon ...himalaya.fpik.ub.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/KAJIAN...Hiu paus (Rhincodon typus Smith, 1828) merupakan spesies ikan epipelagis

1

KAJIAN KEMUNCULAN (AGREGASI) HIU PAUS (Rhincodon typus) BERDASARKAN FAKTOR LINGKUNGAN (SPL, KLOROFIL–a, DAN ARUS PERMUKAAN) DI

PERAIRAN KABUPATEN PROBOLINGGO, JAWA TIMUR

Ambrosia Puteri Sakuntala(1), Oktiyas Muzaky Luthfi(2), dan Andik Isdianto(2)

ABSTRAK

Hiu paus (Rhincodon typus Smith, 1828) merupakan spesies ikan epipelagis terbesar di dunia dengan pola tutul putih di hampir seluruh tubuhnya. Hiu ini melakukan kemunculan yang diyakini bertepatan dengan waktu subur perairan di beberapa lokasi di dunia, salah satunya di Kabupaten Probolinggo. Penelitian ini terkait lokasi kemunculan dan perilaku hiu paus berdasarkan data faktor lingkungan (SPL, Klorofil–a dan Arus Permukaan) di perairan Kabupaten Probolinggo. Kemunculan hiu paus terjadi pada Minggu 1, Minggu 5 hingga Minggu 9, mulai dari perairan Kecamatan Dringu hingga Paiton dan sebagian besar melakukan surface feeding. Kondisi perairan Kabupaten Probolinggo pada Minggu Kemunculan Hiu Paus berada pada 29,2–32,8°C (SPL) dan 0,4–2,4 mg/l (Klorofil–a) dengan kecepatan sekitar 0–0,17 m/s menuju arah Timur (Arus Permukaan). Kemunculan ini disesuaikan dengan kondisi SPL sebagai pemicu migrasi (perilaku termoregulasi), Klorofil–a sebagai proxy dari organisme planktonik (pakan hiu paus) dan Arus Permukaan sebagai pendorong persebaran SPL dan Klorofil–a. Berdasarkan kondisi tersebut, pada bulan Desember 2015, diperkirakan hiu paus berada di perairan pesisir sekitar Kabupaten Pasuruan hingga Kabupaten Probolinggo dan pada bulan April–Mei 2016, berada pada perairan pesisir sekitar Kabupaten Probolinggo dan Kabupaten Situbondo. Penentuan lokasi “duga” ini disesuaikan dengan hasil penelitian yang telah dilakukan dan diperkuat dengan beberapa literatur terkait lainnya.

Kata Kunci: Kemunculan hiu paus, parameter oseanografi, lokasi duga

(1)Mahasiswa Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Brawijaya (2)Dosen Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Brawijaya

OCCURRENCE (AGGREGATION) STUDY OF WHALE SHARK (Rhincodon typus) BASED ON ENVIRONMENTAL FACTORS (SST, CHLOROPHYLL–a, AND SURFACE

CURRENTS) IN SEAWATERS OF PROBOLINGGO DISTRICT, EAST JAVA

Ambrosia Puteri Sakuntala(1), Oktiyas Muzaky Luthfi(2), dan Andik Isdianto(2)

ABSTRACT

Whale shark (Rhincodon typus Smith, 1828) is the largest epipelagic fish species in the world with white spots pattern almost on its entire body. This shark do aggregate which is believed to coincide with productivity events in several sites around the world, include in Probolinggo District. This study is described whale shark aggregation site and its behaviour based on environmental factors (SST, chlorophyll–a and surface currents) data in seawaters. Whale shark occured on Week 1, Week 5 until Week 9, from Dringu to Paiton and mostly of it did surface feeding. Oceanographic parameters in Probolinggo during Whale Shark Occurrence Weeks showed in range of 29.2–32.8°C (SST), 0.4–2.4 mg/l (chlorophyll–a) and 0–0.17 m/s for currents direct to Eastward. SST was suggested as a trigger to whale shark migration (thermoregulation behaviour) and chlorophyll–a was suggested as a proxy of planktonic organism which was a main prey for whale shark. Both of their distribution was influenced by currents. So, the whale shark could be predicted as well. For example, on December 2015 the whale shark would be around in the coastal waters of Pasuruan and Probolinggo, then on April–May 2016, it is estimated to be around in the coastal waters of Probolinggo and Situbondo.

Keywords: Whale shark occurrence, oceanographic parameters, predicted sites (1)Student Faculty of Fisheries and Marine Science, University of Brawijaya (2)Lecturer Faculty of Fisheries and Marine Science, University of Brawijaya

Page 5: KAJIAN KEMUNCULAN (AGREGASI) HIU PAUS (Rhincodon ...himalaya.fpik.ub.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/KAJIAN...Hiu paus (Rhincodon typus Smith, 1828) merupakan spesies ikan epipelagis

2

I. Pendahuluan

1.1 Latar Belakang

Hiu paus (whale shark/Rhincodon typus Smith,

1828) merupakan spesies ikan epipelagis

terbesar di dunia dengan panjang sekitar 4-12 m

dan pola tutul putih pada hampir seluruh

tubuhnya sebagai pola identifikasi (Cruz et al.,

2013). Hiu ini dapat ditemukan di lingkungan

laut dan pesisir (Gunn et al., 1999), baik di

perairan tropis maupuan subtropis (Fox et al.,

2013). Pola distribusi hiu ini termasuk

kosmopolitan (Compagno, 1984), antara lain di

India, Maladewa, Taiwan, Honduras, Afrika

Selatan, Kenya, Kepulauan Galapagos, Chile,

Thailand, Malaysia, Mauritius, Filipina,

Seychelles, Belize, Meksiko (Norman, 2002),

Australia, Pulau Comores, Madagaskar,

Mozambik, Pakistan, Sri Lanka (Colman, 1997),

Maladewa (Sadili et al., 2015), termasuk di

Indonesia (Norman, 2002).

Hiu paus terdaftar sebagai organisme rentan

dalam Red List IUCN (Redlist.org, 2003) dan

Appendix II CITES (Fahmi dan Dharmadi,

2013) dan CMS (Convention for Migratory Species)

(Australian Government, 2004). Indonesia juga

telah menetapkan hiu ini sebagai jenis ikan yang

dilindungi melalui Keputusan Menteri Kelautan

dan Perikanan Nomor 18/MENKP/2013

(Fahmi dan Dharmadi, 2013).

Hiu paus diduga melakukan kemunculan

(agregrasi) yang berkaitan dengan produktivitas

tinggi (Fox et al., 2013) dan diyakini bertepatan

dengan waktu subur perairan, yaitu ketika

terdapat banyak mangsa berupa zooplankton/

larva (Sleeman et al., 2009). Salah satu lokasi

kemunculan hiu paus di Indonesia ialah di

Kabupaten Probolinggo pada bulan Januari–

Mei (Toha et al., 2015). Kemunculan hiu paus di

lokasi ini sudah terjadi sejak tahun 1970-an,

namun mulai terekspos tahun 2010 setelah

pemberitaan media cetak dan media elektronik

(KKP, 2014b). Hiu paus diketahui akan menjadi

”pelanggan” tahunan untuk menyantap

plankton di perairan Probolinggo (Kristanti,

2010). Penelitian ini perlu dilakukan mengingat

belum adanya pendataan kemunculan hiu paus

di perairan ini.

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji

dan mengetahui kemunculan hiu paus serta

kondisi dan persebaran faktor lingkungan terkait

kemunculan hiu paus di perairain Kabupaten

Probolinggo. Selain itu, penelitian ini juga

bertujuan untuk menganalisis keterkaitan antara

kemunculan hiu paus dengan faktor lingkungan

tersebut pada lokasi yang sama. .

II. Metode Penelitian

2.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada tanggal 21

Januari–23 Maret 2016 di Perairan Kabupaten

Probolinggo, Jawa Timur.

2.2 Pengambilan Data

2.2.1 Lokasi Kemunculan dan Perilaku Hiu

Paus

Pengambilan data lokasi kemunculan dan

perilaku hiu paus berdasarkan Sadili et al. (2015).

Kemunculan hiu paus diperoleh melalui

pemantauan menggunakan teropong binokuler

dan dari informasi nelayan sekitar. Pengambilan

data lokasi kemunculan dilakukan dengan

metode marking menggunakan GPS, saat hiu

paus terlihat jelas di permukaan perairan dan

berada dekat dengan kapal.

2.2.2 Faktor Lingkungan

2.2.2.1 SPL dan Klorofil–a

Pengambilan data citra berdasarkan Azani et

al. (2010) (SPL) dan Prihartato (2009) (Klorofil–

a) dengan menggunakan data citra satelit

Aqua/MODIS level 3 resolusi spasial 4 km

dengan format SMI, dari situs resmi Ocean Color

(http://oceancolor.gsfc.nasa.gov/cgi/l3).

Page 6: KAJIAN KEMUNCULAN (AGREGASI) HIU PAUS (Rhincodon ...himalaya.fpik.ub.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/KAJIAN...Hiu paus (Rhincodon typus Smith, 1828) merupakan spesies ikan epipelagis

3

Setiap parameter menggunakan data mingguan

periode 17 Januari–28 Maret 2016 untuk

mengetahui kondisi dan persebarannya di lokasi

kemunculan dan data bulanan periode

Desember 2015–Mei 2016 untuk prakiraan

lokasi “duga” kemunculan hiu paus sebelum/

setelah dari Kabupaten Probolinggo.

2.2.2.2. Arus Permukaan

Pengambilan data citra arus permukaan

berdasarkan Sleeman et al. (2010) menggunakan

data arus periode tahun 2015 dan 2016 dari

website OSCAR (http://podaac.jpl.nasa.gov/

dataset/OSCAR_L4_OC_third-deg). Data

diekstrak menggunakan WinRAR agar diperoleh

format *.nc.

2.3 Analisis Data

2.3.1. Lokasi Kemunculan Hiu Paus

Pengolahan data dilakukan dengan

menggunakan Ms. Excel 2013 untuk membagi

koordinat kemunculan secara mingguan (Tabel

1), kemudian data diubah menjadi format

shapefile (*.shp) dan dibuat peta menggunakan

ArcGIS 10.

2.3.2 Faktor Lingkungan

2.3.2.1 SPL dan Klorofil–a

Pengolahan data citra satelit Aqua/MODIS

mingguan dan bulanan berdasarkan Ningsih

(2016). Data citra di-reprojected menggunakan

SeaDAS 7.3.1 agar menjadi format GeoTIFF

(*.tiff). Data di-cropping sesuai wilayah kajian

serta ditentukan data nilai dan koordinat

menggunakan ArcGIS 10 kemudian dikoreksi

(Data Error) menggunakan Ms. Excel 2013.

Gridding Data dilakukan menggunakan Surfer 10

untuk visualisasi data kontur dan overlay data

kemunculan. Pada Minggu Tanpa Kemunculan

Hiu Paus hanya dilakukan pengolahan data citra

(Tabel 1).

2.3.2.2 Arus Permukaan

Pengolahan data OSCAR mingguan dan

bulanan berdasarkan Hutabarat (2015) dengan

menggunakan ODV 4 untuk cropping wilayah

kajian. Data dikoreksi dan ditentukan arah dan

kecepatan arus menggunakan Ms. Excel 2013.

Data arus mingguan menyesuaikan data citra

satelit Aqua/MODIS Mingguan (Tabel 1). Data

arus bulanan menyesuaikan jadwal musiman,

yaitu Musim Barat (Desember–Februari) dan

Musim Peralihan I (Maret–Mei). Data kemudian

diolah kembali dengan Surfer 10 untuk

membentuk kontur kecepatan dan vektor arus

serta overlay data kemunculan. Pada Minggu

Tanpa Kemunculan Hiu Paus hanya dilakukan

pengolahan data OSCAR (Tabel 1).

Tabel 1. Penentuan Tanggal Pengambilan Data Lapang dan Data Satelit (Mingguan)

Minggu Aqua/MODIS OSCAR Pengambilan Data Kemunculan Hiu Paus

1 17–24 Januari 21 Januari 22 Januari Ada

2 25 Januari–1

Februari 26 Januari 31 Januari

– Tidak

3 2–9 Februari 5 Februari – Tidak

4 10–17 Februari 10 Februari 15 Februari

– Tidak

5 18–25 Februari 20 Februari 25 Februari

21 Februari 22 Februari 24 Februari

Ada

6 26 Februari–

4 Maret 2 Maret

28 Februari 1 Maret 3 Maret

Ada

7 5–12 Maret 7 Maret 12 Maret

7 Maret 9 Maret

Ada

8 13–20 Maret 17 Maret 17 Maret Ada

9 21–28 Maret 22 Maret 27 Maret

22 Maret Ada

Page 7: KAJIAN KEMUNCULAN (AGREGASI) HIU PAUS (Rhincodon ...himalaya.fpik.ub.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/KAJIAN...Hiu paus (Rhincodon typus Smith, 1828) merupakan spesies ikan epipelagis

4

III. Hasil dan Pembahasan

3.1 Hasil

3.1.1 Lokasi Kemunculan Hiu Paus

Kemunculan Hiu Paus di perairan

Kabupaten Probolinggo terjadi pada tanggal 22

Januari–22 Maret 2016 (Gambar 1) yang terbagi

dalam Minggu 1, Minggu 5 hingga Minggu 9

(Minggu Kemunculan Hiu Paus; Tabel 1).

Kemunculan Minggu 1 terjadi pada tanggal 22

Januari 2016 di perairan Kecamatan Dringu (4

kali; Grafik 1). Kemunculan Minggu 5 terjadi

pada tanggal 21 Februari di perairan Kecamatan

Dringu (3 kali), 22 Februari di perairan

Kecamatan Pajarakan (11 kali) dan 24 Februari

2016 di perairan Kecamatan Kraksaan (17 kali)

(Grafik 1; Gambar 1). Kemunculan Minggu 6

terjadi di perairan Kecamatan Kraksaan pada

tanggal 28 Februari (9 kali), 1 Maret (2 kali) dan

3 Maret (21 kali) 2016 (Grafik 1; Gambar 1).

Pada tanggal 28 Februari 2016, ditemukan 1

kemunculan di sekitar perairan Kecamatan

Gending dan perairan Kecamatan Pajarakan

(Gambar 1). Kemunculan Minggu 7 terjadi pada

Grafik 1. Frekuensi Kemunculan Hiu Paus (Januari–Maret 2016)

Gambar 1. Peta Lokasi Kemunculan Hiu Paus di Kabupaten Probolinggo

0

2

4

6

8

10

12

14

16

18

20

22

Fre

kuen

si K

emucu

lan

Tanggal Kemunculan

22-Jan

21-Feb

22-Feb

24-Feb

28-Feb

01-Mar

03-Mar

07-Mar

09-Mar

17-Mar

22-Mar

Page 8: KAJIAN KEMUNCULAN (AGREGASI) HIU PAUS (Rhincodon ...himalaya.fpik.ub.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/KAJIAN...Hiu paus (Rhincodon typus Smith, 1828) merupakan spesies ikan epipelagis

5

tanggal 7 Maret 2016 di sekitar perairan

Kecamatan Gending dan Pajarakan (2 kali) serta

di perairan Kecamatan Paiton (5 kali) dan 9

Maret 2016 di Kecamatan Paiton (11 kali) serta

di perairan Kecamatan Kraksaan (1 kali) (Grafik

1; Gambar 1). Kemunculan Minggu 8 terjadi

kembali di perairan Kecamatan Dringu pada

tanggal 17 Maret 2016 (5 kali) dan pada Minggu

9, di perairan Kecamatan Paiton pada tanggal 22

Maret 2016 (5 kali) (Grafik 1; Gambar 1).

Pada Minggu Tanpa Kemunculan Hiu Paus

(Minggu 2–4; Tabel 1) tidak dilakukan

pengambilan data karena tidak adanya informasi

mengenai kemunculan hiu paus di sekitar

perairan Kabupaten Probolinggo.

3.1. 2 Struktur Populasi dan Perilaku Hiu

Paus

Tabel 2. Struktur Populasi Hiu Paus di perairan Kabupaten Probolinggo

Kemunculan Jumlah (Sex)

Rata-rata Ukuran (meter)

22 Januari – 22 Maret

22 (M) 3–7

4 (F)

Total 26

Sumber: Himawan (2016), pers.comm.

Selama kemunculan hiu paus di perairan

Kabupaten Probolinggo (22 Januari–22 Maret

2016), diperoleh 26 individu hiu paus dengan 4

ekor betina dan 22 ekor jantan. Dari 26 individu

tersebut, diketahui estimasi panjang berkisar

antara 3–7 meter (Tabel 2). Sebagaian besar hiu

paus yang dijumpai melakukan surface feeding

(Gambar 2).

Gambar 2. Hiu Paus melakukan surface feeding

3.1.3 Faktor Lingkungan

3.1.3.1 SPL

Data kemunculan hiu paus di-overlay dengan

kondisi dan persebaran SPL mingguan sesuai

minggu kemunculan (Tabel 1). Kondisi SPL

perairan lokasi kemunculan hiu paus Kabupaten

Probolinggo pada Minggu Kemunculan Hiu

Paus (Minggu 1, Minggu 5–9; Tabel 1) berkisar

29,2–32,8°C (Gambar 3). Kondisi SPL lokasi

tersebut pada Minggu Kemunculan berkisar

31,8–32,2°C (Minggu 1), 31–31,6°C (Minggu 5),

29,2–30°C (Minggu 6), 31,2–31,8°C (Minggu 7),

31–31,6°C (Minggu 8), dan 32–32,8°C (Minggu

9) (Gambar 3).

Pada Minggu Tanpa Kemunculan Hiu Paus

(Minggu 2–4), kondisi SPL perairan pesisir

(lokasi umum kemunculan hiu paus) berkisar

28,4–31,4°C. Kondisi SPL lokasi tersebut pada

Minggu Tanpa Kemunculan berkisar 28,4–

29,2°C (Minggu 2), 29,4–30,2°C (Minggu 3) dan

30,4–31,4°C (Minggu 4) (Gambar 4).

3.1.3.2 Klorofil–a

Data kemunculan hiu paus di-overlay dengan

kondisi dan persebaran Klorofil–a mingguan

sesuai minggu kemunculan (Tabel 1). Kondisi

Klorofil–a perairan lokasi kemunculan hiu paus

Kabupaten Probolinggo pada Minggu

Kemunculan Hiu Paus (Minggu 1, Minggu 5–9;

Tabel 1) berkisar 0,4–2,4 mg/l (Gambar 3).

Kondisi Klorofil–a lokasi tersebut pada Minggu

Kemunculan berkisar 0,4–1 mg/l (Minggu 1),

0,4–1,2 mg/l (Minggu 5), 1,2–1,8 mg/l (Minggu

6), 0,8–2,4 mg/l (Minggu 7), 1–1,5 mg/l

(Minggu 8) dan 0,4–0,8 mg/l (Minggu 9)

(Gambar 3).

Pada Minggu Tanpa Kemunculan Hiu Paus

(Minggu 2–4), kondisi Klorofil–a perairan

pesisir (lokasi umum kemunculan hiu paus)

berkisar 0,3–2,4 mg/l. Kondisi SPL lokasi

tersebut pada Minggu Tanpa Kemunculan

Page 9: KAJIAN KEMUNCULAN (AGREGASI) HIU PAUS (Rhincodon ...himalaya.fpik.ub.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/KAJIAN...Hiu paus (Rhincodon typus Smith, 1828) merupakan spesies ikan epipelagis

6

Gambar 3. Kondisi dan Persebaran Faktor Lingkungan (Minggu Kemunculan Hiu Paus). SPL (atas), Klorofil –a (tengah), Arus Permukaan (bawah)

Page 10: KAJIAN KEMUNCULAN (AGREGASI) HIU PAUS (Rhincodon ...himalaya.fpik.ub.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/KAJIAN...Hiu paus (Rhincodon typus Smith, 1828) merupakan spesies ikan epipelagis

7

Gambar 4. Kondisi dan Persebaran Faktor Lingkungan (Minggu Tanpa Kemunculan Hiu Paus).

SPL (atas), Klorofil –a (tengah), Arus Permukaan (bawah)

berkisar 0,6–2,4 mg/l (Minggu 2), 0,4 mg/l

(Minggu 3), 0,3–1,2 mg/l (Minggu 4) (Gambar

4).

3.1.3.3 Arus Permukaan

Arus Permukaan perairan pesisir Kabupaten

Probolinggo pada Minggu Kemunculan dan

Tanpa Kemunculan Hiu Paus (Minggu 1–9)

memiliki rentang kecepatan antara 0–0,17 m/s

(Gambar 3, 4). Persebaran arus pada masing-

masing Minggu memiliki pola yang sama, yaitu

pola awal menuju arah Barat kemudian berbelok

menuju arah Utara dan bersinggungan dengan

sisi Selatan Pulau Madura sehingga menuju arah

Timur. Namun terdapat beberapa lokasi

pembelokan arah arus yang berbeda, seperti

yang terjadi di perairan Kabupaten Probolinggo

(Minggu 1), di sisi Timur perairan Pulau Madura

(Minggu 5–8) dan di perairan Situbondo hingga

sisi Selatan dan Timur perairan Pulau Madura

(Minggu 9) (Gambar 3).

3.1.4 Prakiraan Kemunculan Hiu Paus

Penentuan lokasi/jalur “duga” agregasi hiu

paus dibagi berdasarkan jadwal musiman, yaitu

pada Musim Barat (Desember–Februari) dan

Page 11: KAJIAN KEMUNCULAN (AGREGASI) HIU PAUS (Rhincodon ...himalaya.fpik.ub.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/KAJIAN...Hiu paus (Rhincodon typus Smith, 1828) merupakan spesies ikan epipelagis

8

Musim Peralihan I (Maret–Mei) yang

disesuaikan dengan konsentrasi klorofil, SPL

dan arah serta kecepatan arus permukaan

berdasarkan data sebelumnya dan literatur

lainnya.

3.1.4.1 Musim Barat

Hiu paus diperkirakan berada di wilayah

perairan Kabupaten Pasuruan, Probolinggo dan

sekitarnya pada bulan Desember 2015 dengan

kondisi dan persebaran faktor lingkungan

berkisar 29,8–31,4°C (SPL), 0,5 hingga > 4 mg/l

(Klorofil–a) dan 0,05–0,35 m/s (Arus

Permukaan) (Gambar 5–atas). Hiu paus berada

di perairan Kabupaten Probolinggo pada bulan

Januari dan Februari 2016, dengan kondisi dan

persebaran faktor lingkungan berkisar 31–32°C

(SPL), 0–1,4 mg/l (Klorofil– a) dan 0–0,35 m/s

(Arus Permukaan). Pada Musim ini arus menuju

arah Timur (Gambar 5–atas).

3.1.4.2 Musim Peralihan I

Pada bulan Maret 2016, hiu paus berada di

perairan Kabupaten Probolinggo dengan

kondisi dan persebaran faktor lingkungan

berkisar ±31°C (SPL), 0,6–2 mg/l (Klorofil–a)

dan 0–0,3 m/s (Arus Permukaan) yang

mengalami perubahan arah arus menuju Timur/

Gambar 5. Prakiraan Kemunculan (Agregasi) Hiu Paus Berdasarkan Kondisi dan Persebaran Faktor

Lingkungan. Musim Barat (kolom atas), Musim Peralihan I (kolom bawah) (A) SPL, (B) Klorofil–a, (C) Arus Permukaan

Page 12: KAJIAN KEMUNCULAN (AGREGASI) HIU PAUS (Rhincodon ...himalaya.fpik.ub.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/KAJIAN...Hiu paus (Rhincodon typus Smith, 1828) merupakan spesies ikan epipelagis

9

Barat di wilayah perairan Situbondo (Gambar 5–

bawah). Hiu paus diperkirakan masih berada di

wilayah perairan Kabupaten Probolinggo dan

sekitarnya pada bulan April dan Mei 2016

dengan kondisi dan persebaran faktor

lingkungan di wilayah perairan Surabaya,

Pasuruan hingga perairan dekat Kabupaten

Situbondo berkisar 31,4–33,4°C (SPL), 1,2

hingga >4 mg/l (Klorofil–a), 0–0,35 m/s (Arus

Permukaan) dan perubahan arah arus seperti

pada bulan Maret 2016 (Gambar 5–bawah).

3.2 Pembahasan

3.2.1 Lokasi Kemunculan Hiu Paus

Kemunculan hiu paus di perairan

Kabupaten Probolinggo terjadi pada Minggu 1,

Minggu 5 hingga Minggu 9 (Tabel 1) mulai dari

perairan Kecamatan Dringu hingga perairan

Kecamatan Paiton (Gambar 1). Hiu paus rutin

hadir di wilayah Probolinggo mulai dari

Kecamatan Tongas hingga Paiton. Kemunculan

ini dipengaruhi oleh kelimpahan/ketersediaan

makanan, suhu perairan yang sesuai, rapatnya

kawasan mangrove dan area tambak ikan, karena

perairan tersebut termasuk kawasan nelayan

(KKP, 2014b). Mangrove secara tidak langsung

berperan dalam menyediakan suplai pakan hiu

paus. Mangrove menjadi daerah pasca larva dan

yuwana jenis tertentu dari ikan, udang dan

crustecea lainnya serta menjadi habitat alami

berbagai jenis biota sehingga dapat dinyatakan

bahwa ekosistem mangrove memiliki

produktivitas tinggi (Pariyono, 2006). Kawasan

ekosistem mangrove Kabupaten Probolinggo

masih terjaga dengan luas 267,65 ha di 6

kecamatan. Kawasan ekosistem mangrove paling

luas terdapat di Desa Curahsawo, Kecamatan

Gending sebesar 140 ha dengan spesies yang

paling banyak ditemukan adalah Acanthus

ilicitolius dan Terminalia catapa, serta spesies

dengan kerapatan tertinggi adalah Rhizopora

mucronata dan Rhizopora apiculata. Sementara itu,

Desa Dringu, Kecamatan Dringu memiliki

luasan ekosistem mangrove paling rendah, 8 ha

(KKP, 2014b).

3.1. 2 Struktur Populasi dan Perilaku Hiu

Paus

Selama kemunculan hiu paus di perairan

Kabupaten Probolinggo, diperoleh 26 individu

dengan 4 betina dan 22 jantan (Tabel 2).

Individu jantan dan betina dibedakan melalui

ada/tidaknya clasper, panggul modifikasi tulang

rawan pada sirip pelvis untuk pengiriman

sperma (KKP, 2014a). Minimnya jumlah betina

di perairan ini, juga terjadi di Teluk Cendrawasih

dengan 36 jantan dan 1 betina (Himawan et al.,

2015), di Cebu dengan 129 jantan dan 19 betina

(Araujo et al., 2014) dan di Meksiko dengan 9

jantan dan 3 betina (Nelson dan Eckert, 2007).

Hal ini disebabkan karena hiu paus termasuk

tipe poliandri dimana betina spesies ini dapat

dibuahi oleh 1/lebih jantan. Tahap

perkembangan embrio hiu paus yang bervariasi

menunjukkan adanya kemungkinan indukan

berbeda. Betina yang dibuahi oleh 1 jantan,

menunjukkan bahwa semua embrio merupakan

saudara kandung penuh dengan probabilitas

tinggi semua calon anakan dari jantan yang

sama. Sedangkan, jika betina hiu paus dibuahi

oleh 2/lebih jantan, keturunan kedua (dari

jantan ke-2 atau setelahnya) memiliki sekitar

10%/lebih calon anakan. Kondisi ini ditemukan

pada 7 dari 8 spesies hiu yang teridentifikasi

(Schmidt et al., 2010). Hiu jantan sendiri

mendominasi semua area agregasi yang

diketahui di perairan Hindia dan Pasifik bagian

barat (Rowat dan Brook, 2012).

Rata-rata panjang hiu paus yang terdata

berkisar antara 3–7 meter (Tabel 2). Berdasarkan

pertumbuhan cincin tulang belakang, hiu paus

berukuran ∼5 m (panjang pre–caudal) berumur

Page 13: KAJIAN KEMUNCULAN (AGREGASI) HIU PAUS (Rhincodon ...himalaya.fpik.ub.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/KAJIAN...Hiu paus (Rhincodon typus Smith, 1828) merupakan spesies ikan epipelagis

10

±20 tahun (Wintner, 2000). Seperti sebagian

besar hiu lainnya, pertumbuhan kemungkinan

terjadi cepat pada beberapa tahun pertama yang

memungkinkan untuk tumbuh cepat melalui

kacamata predasi, setelah itu pertumbuhannya

berjalan lambat (Norman dan Stevens, 2007).

Hampir semua hiu paus yang dijumpai pada

perairan tersebut, aktif melakukan surface feeding

(Gambar 2). Ketika makan dengan cara seperti

itu, hiu paus berenang di permukaan perairan

dengan menunjukkan punggung kepala, sirip

punggung dan lobus atas siripnya. Mulutnya

setengah terbuka lebar– ±50% dari kapasitas

maksimum dengan mulut bagian atas berada

diatas permukaan perairan, berenang pelan (0,3–

1,5 m/s) dan makanannya melalui filtering

apparatus (bagian penyaringan) (Motta et al.,

2010) dengan menelan 7–28 kali/menit (Taylor,

2007).

3.2.3 Faktor Lingkungan

3.2.3.1 SPL

Kondisi SPL tinggi terjadi pada Minggu 1

dan Minggu 9, sekitar 31,8–32,8°C dimana

diperkirakan terbentuk karena tingginya lalu

lintas perkapalan. Persebaran suhu hangat dan

melimpahnya klorofil menyebabkan

terbentuknya area tertentu dengan kelimpahan

mangsa. Suhu berpengaruh meningkatkan reaksi

kimia fitoplankton (Klorofil–a) sehingga laju

fotosintesis meningkat seiring dengan kenaikan

suhu (Hidayah et al., 2016). Air hangat kapal

secara tidak langsung mempengaruhi SPL.

Kondisi ini dapat terjadi mengingat kawasan

perairan sekitar Selat Madura (Madura,

Probolinggo, dan sekitarnya) merupakan

kawasan nelayan yang diperkirakan banyak

melakukan penangkapan. Selain itu, kondisi SPL

Minggu 1 dan 9 juga diperkirakan terbentuk

karena efek daratan yang lebih panas karena

membawa masukan air tawar menuju laut

dimana temperatur massa air pantai yang lebih

tinggi dapat diindikasikan sebagai hasil

percampuran dengan air tawar sehingga air

tawar dari run–off dipastikan lebih hangat

dibanding air laut (Karif, 2011).

SPL berperan terhadap keberadaan hiu paus.

Suhu dapat mensinkronisasikan dan memicu

aktivitas migrasi ikan dengan bertindak sebagai

pemicu migrasi dari perilaku termoregulasi. Hal

ini dapat terjadi dalam 2 kondisi. Pertama, pada

lingkungan dengan panas heterogen, suhu

berfluktuasi di luar rentang tolerasi panas

(thermal) untuk populasi tertentu sehingga ikan

dipaksa untuk mencari habitat dengan kondisi

panas yang baru. Kedua, ketentuan panas suatu

populasi dapat berubah. Sebagai contoh, suhu

optimal pertumbuhan kemungkinan tidak sama

dengan suhu untuk reproduksi (Binder et al.,

2011).

Kondisi dan persebaran SPL perairan pesisir

Kabupaten Probolinggo pada Minggu

Kemunculan Hiu Paus berkisar 29,2–32,8°C

(Gambar 3) dan pada Minggu Tanpa

Kemunculan Hiu Paus berkisar 28,4–31,4°C

(Gambar 4). Hiu paus secara global ditemukan

di area dengan SPL 18–30°C, maupun 28–32°C

(Rowat, 2007). Berdasarkan literatur tersebut,

dipastikan pada Minggu Tanpa Kemunculan

Hiu Paus terjadi kemunculan hiu paus yang

diperkirakan terjadi di Kabupaten Pasuruan

maupun Situbondo yang merupakan satu

wilayah perairan Kabupaten Probolinggo

dan/atau saat malam hari.

3.2.3.2 Klorofil–a

Persebaran Klorofil–a perairan Kabupaten

Probolinggo ditentukan oleh arus aliran

musiman Musim Barat (Januari–Februari) dan

Musim Peralihan I (Maret) dimana

pergerakannya mengarah ke Timur sehingga

dipastikan klorofil tersebar hingga perairan

Page 14: KAJIAN KEMUNCULAN (AGREGASI) HIU PAUS (Rhincodon ...himalaya.fpik.ub.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/KAJIAN...Hiu paus (Rhincodon typus Smith, 1828) merupakan spesies ikan epipelagis

11

sekitar Probolinggo, Situbondo dan sekitarnya.

Pada Minggu 1 hingga Minggu 9, sebagian besar

konsentrasi klorofil tinggi terdapat di perairan

sekitar Selat Madura dan perairan sekitar

Surabaya (Gambar 3, 4), sekitar 2,8 hingga >4

mg/l. Suplai nutrien tinggi dari daratan

dimanfaatkan fitoplankton untuk fotosintesis

(Wenno, 2007) sehingga meningkatkan

produktivitas primer dan menghasilkan klorofil

yang tinggi.

Klorofil sebagai produsen primer dalam

fitoplankton memiliki konsumen, zooplankton,

yang berperan penting terhadap transfer energi

dalam jaring makanan laut, sehingga bertindak

sebagai penghubung antara produsen dan

konsumen yang lebih tinggi (Conway et al.,

2003). Penginderaan jauh Klorofil–a dilakukan

sebagai proxy untuk model zooplankton karena

kelimpahan fito– dan zooplankton sering

dikaitkan dan Klorofil–a telah digunakan untuk

menjelaskan kemunculan dan pergerakan hewan

laut, termasuk elasmobranchii planktivorus

(Rohner et al., 2013). Konsentrasi klorofil–a

dapat mempengaruhi pergerakan hiu paus,

karena sebagian besar terlihat berada pada

daerah dengan konsentrasi klorofil–a tinggi

(Sleeman et al., 2007). Konsentrasi klorofil–a

perairan pesisir Kabupaten Probolinggo pada

Minggu Kemunculan Hiu Paus sekitar 0,4–2,4

mg/l (Gambar 3) dan pada Minggu Tanpa

Kemunculan Hiu Paus sekitar 0,3–2,4 mg/l

(Gambar 4). Pada Minggu Tanpa Kemunculan

Hiu Paus, pergerakan hiu paus kemungkinan

berlawanan/searah dengan arus aliran musiman

yang mendorong persebaran klorofil sehingga

tidak ditemukan di Kabupaten Probolinggo.

3.2.3.3 Arus Permukaan

Angin monsun menghasilkan pola aliran

musiman di sekitar Pulau Jawa dan Madura

(Hoekstra et al., 1989). Selama masa kemunculan

hiu paus di perairan Kabupaten Probolinggo

yang termasuk dalam cakupan perairan Selat

Madura, kondisi musiman perairan berada pada

Musim Barat (Januari–Februari) dan Musim

Peralihan I (Maret). Hal tersebut dapat dilihat

pada pola pergerakan dan persebaran arus sesuai

perubahan musiman (Gambar 3, 4). Arus

permukaan Minggu 1 (Gambar 3) hingga 4

(Gambar 4) memasuki Musim Barat (Tabel 1)

sehingga seluruh pola arus terlihat jelas menuju

arah Timur. Pada Musim Barat (musim

penghujan), angin dominan mengarah dari Barat

Laut dan mendorong aliran menuju Timur

(Nugrahadi dan Yanagi, 2003). Sedangkan, pada

Minggu 5 hingga 9, terjadi pergeseran lokasi

pembelokan arus menuju arah Timur (Gambar

3) karena memasuki Musim Peralihan I (Tabel

1). Pada bulan Maret–April serta bulan

September–Oktober berlangsung musim

pancaroba. Pada musim ini arus permukaan

bergerak secara tidak beratur (Wyrtki, 1961).

Rentang kecepatan semua Minggu sekitar 0–

0,17 m/s.

Arus berperan aktif terhadap persebaran

SPL dan Klorofil–a serta menjadi faktor penting

yang mempengaruhi sirkulasi perairan,

persebaran nutrien dan organisme laut lainnya

(Richmond, 2011), termasuk organisme

planktonik yang menjadi pakan hiu paus. Pola

pergerakan hiu paus kemungkinan berhubungan

dengan batas arus yang membawa mangsa

melimpah bagi hiu paus (Hsu et al., 2007). Maka,

dapat disimpulkan bahwa keberadaan hiu paus

pada lokasi perairan Kabupaten Probolinggo

dipastikan disebabkan oleh banyaknya

organisme planktonik sebagai pakan hiu paus

yang pergerakan dan persebarannya dipengaruhi

oleh arus permukaan.

Page 15: KAJIAN KEMUNCULAN (AGREGASI) HIU PAUS (Rhincodon ...himalaya.fpik.ub.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/KAJIAN...Hiu paus (Rhincodon typus Smith, 1828) merupakan spesies ikan epipelagis

12

3.2.4 Prakiraan Kemunculan Hiu Paus

Berdasarkan hasil pengolahan data (Januari–

Maret 2016) dan literatur terkait SPL, Klorofil–

a dan Arus Permukaan terhadap hiu paus, dapat

diketahui prakiraan kemunculan dan jalur

“duga” hiu paus di Perairan Jawa Timur pada

Musim Barat (Desember 2015–Februari 2016)

dan Musim Peralihan I (Maret–Mei 2016). Hiu

paus sendiri muncul secara musiman di sebagian

besar area agregasi pesisir mereka di dunia yang

bertepatan dengan meningkatnya ketersediaan

mangsa (Rohner et al., 2013). SPL lokasi “duga”

sekitar 29,8–32°C yang diketahui cukup disukai

hiu paus karena lebih dari 91% waktu mereka

dihabiskan di perairan bersuhu 25–35°C (Rowat

dan Gore, 2007). Pada Musim Barat, kondisi

SPL tertinggi dan merata terjadi pada bulan

Januari 2016 di sekitar perairan pesisir Selat

Madura hingga sekitar perairan lepas pantai

Selatan Pulau Madura, berkisar >33°C (Gambar

5A–atas). Kondisi ini juga terjadi pada Musim

Peralihan I di lokasi yang sama (Gambar 5A–

bawah) yang diperkirakan disebabkan oleh

tingginya lalu lintas perkapalan pada perairan

sekitar Madura, Surabaya hingga Pasuruan,

mengingat bahwa Surabaya memiliki Pelabuhan

Tanjung Perak yang berperan sebagai pelabuhan

utama dan sangat strategis bagi kegiatan lalu-

lintas transportasi angkutan laut dan

perkembangan perekonomian Jawa Timur dan

Indonesia Bagian Timur lainnya (Carmencita,

1998).

Rentang Klorofil–a lokasi “duga” berkisar

0,2– >4 mg/l. Konsentrasi klorofil-a mempeng-

aruhi pergerakan hiu paus, karena sebagian

besar spesies ini terlihat berada pada daerah

dengan kandungan klorofil–a tinggi (Anderson

et al., 2014). Kondisi Klorofil–a tertinggi terjadi

pada bulan Januari (Gambar 5B–atas), Maret

hingga Mei (Gambar 5B–bawah) di sekitar

perairan Selat Madura hingga Surabaya, sekitar

>4 mg/l. Pada kondisi ini diperkirakan

Klorofil–a memperoleh nutrien lebih dari

daratan. Pola persebaran Klorofil–a menunjuk-

kan adanya gradasi nilai konsentrasi klorofil–a

tinggi di daerah pantai, terutama muara sungai

dan semakin rendah menuju ke arah laut lepas.

Konsentrasi tinggi terlihat di area perhimpitan

selat diduga karena pada area tersebut menjadi

tempat akumulasi nutrien dari sungai-sungai

yang bermuara ke perairan tersebut (Wirasatriya,

2011). Sedangkan, konsentrasi rendah pada

wilayah perairan Kabupaten Probolinggo hingga

wilayah perairan utara Kabupaten Banyuwangi,

dapat berubah karena pergerakan arus

membantu persebarannya menuju arah tersebut.

Rentang kecepatan Arus Permukaan lokasi

“duga” pada Musim Barat dan Musim Peralihan

I sekitar 0,05–0,35 m/s dengan seluruh

persebaran menuju arah Timur. Pada Musim

Barat (Desember–Februari), posisi matahari

berada di belahan bumi selatan sehingga Benua

Asia memiliki tekanan lebih tinggi daripada

Benua Australia. Hal ini menyebabkan angin

berhembus dari Benua Asia menuju Benua

Australia. Kondisi ini disebut dengan Musim

Barat dan angin yang berasal dari arah barat laut

(Angin Muson Barat Laut, di Belahan Bumi

Selatan) bertiup (Wyrtki, 1961). Pada Musim

Peralihan I, pergerakan arus di perairan sekitar

Selat Madura hingga perairan utara Banyuwangi

mengalami pembelokan menuju arah Timur,

berawal dari arus dari barat Pulau Bali yang

memasuki perairan Selat Madura hingga

Surabaya dan sekitarnya kemudian berbelok ke

Utara akibat bertabrakan dengan wilayah

Surabaya dan Sidoardjo. Arah arus tersebut

dibelokkan kembali menuju arah Timur akibat

bertabrakan dengan Pulau Madura bagian

selatan.

Page 16: KAJIAN KEMUNCULAN (AGREGASI) HIU PAUS (Rhincodon ...himalaya.fpik.ub.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/KAJIAN...Hiu paus (Rhincodon typus Smith, 1828) merupakan spesies ikan epipelagis

13

Berdasarkan informasi tersebut, pada bulan

Desember 2015, diperkirakan hiu paus berada di

perairan pesisir sekitar Kabupaten Pasuruan

hingga Kabupaten Probolinggo (Gambar 5–

atas), seperti pada bulan Januari–Maret 2016.

Pada bulan April–Mei 2016, hiu paus

diperkirakan berada di perairan pesisir sekitar

Kabupaten Probolinggo dan Kabupaten

Situbondo (Gambar 5–bawah).

IV. Kesimpulan

1. Kemunculan hiu paus terjadi pada Minggu 1,

Minggu 5 hingga Minggu 9 mulai dari

perairan Kecamatan Dringu hingga Paiton

yang sebagian besar melakukan surface feeding.

2. Kemunculan hiu paus dipengaruhi oleh

kondisi SPL 29,2–32,8°C, Klorofil–a 0,4–2,4

mg/l dan persebaran arus permukaan yang

menuju arah Timur dengan kecepatan

sebesar 0–0,17 m/s.

3. Kemunculan hiu paus disesuaikan dengan

kondisi SPL sebagai pemicu migrasi

(perilaku termoregulasi), Klorofil–a sebagai

proxy dari organisme planktonik yang

menjadi pakan hiu paus dan arus permukaan

sebagai pendorong persebaran SPL dan

Klorofil–a.

Ucapan Terima Kasih

WWF–Indonesia dan Whale Shark Indonesia

Project (WSID) telah menjadi funder dari

penelitian ini dengan menyediakan sarana dan

prasarana serta ilmu yang penulis butuhkan

terkait pengambilan dan pengolahan data

penelitian. Terima kasih juga penulis ucapkan

kepada Tim WSID–Probolinggo dan Kru

Pantai Bentar atas kerja samanya selama

penelitian.

Daftar Pustaka

Araujo, Gonzalo, Anna Lucey, Jessica Labaja, Catherine Lee So, Sally Snow1 and

Alessandro Ponzo. 2014. Population structure and residency patterns of whale sharks, Rhincodon typus, at a provisioning site in Cebu, Philippines. PeerJ 2:e543; DOI: 10.7717/peerj.543

Australian Government. 2004. Draft Whale Shark (Rhincodon typus) Recovery Plan 2004-2009. Migratory and Marine Species Section. Wildlife Conservation Branch. Department of the Environment and Heritage. Australia, Canberra.

Azani, Rahmaidi, T. Ersti Yulika Sari dan Usman. 2010. Variabilitas Spasial dan Temporal Suhu Permukaan Laut dan Klorofil-a di Perairan Selat Malaka melalui Citra Satelit Aqua Modis.

Binder, T.R., S.J. Cooke and S.G. Hinch. 2011. The Biology of Fish Migration. In: Farrell A.P., (ed.). Encyclopedia of Fish Physiology: From Genome to Environment. 3: 1921–1927. San Diego: Academic Press.et al., 2011

Carmencita, Anita. 1998. Terminal Penumpang Terpadu Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya. Laporan Perancangan Tugas Akhir. Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Kristen Petra. Surabaya.

Colman, J. G. 1997. A Review of The Biology and Ecology of The Whale Shark. Journal of Fish Biology. 51: 1219–1234. DOI: 10.1111/j.1095-8649.1997.tb01138.x

Compagno, L.J.V. 1984. Sharks of the World: An Annotated and Illustrated Catalogue of Shark Species Known to Date, Part 2–Carcharhiniformes. FAO Fisheries Synopsis No. 125, Vol 4, Part 2. FAO Species Catalogue. FAO, Rome

Conway, D.V.P., R.G. White, J. Hugues-Dit-Ciles, C.P. Gallienne and D.B. Robins. 2003. Guide to the coastal and surface zooplankton of the south-western Indian Ocean. Occasional Publication of the Marine Biological Association of the United Kingdom. No 15. Plymouth, UK

Cruz, Felicia A., Shoou-Jeng Joung, Kwang-Ming Liu, Hua-Hsun Hsu, Tzu-Chi Hsieh. 2013. A Preliminary Study on The Feasibility of Whale Shark (Rhincodon typus) ecotourism in Taiwan. Ocean & Coastal Management. 80: 100–106.

Fahmi dan Dharmadi. 2013. Tinjauan Status Perikanan Hiu dan Upaya Konservasinya di Indonesia. Direktorat Konservasi Kawasan dan Jenis Ikan. Direktorat Jenderal Kelautan, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Kementerian Kelautan dan Perikanan. Jakarta. ISBN: 978-602-7913-09-7.

Page 17: KAJIAN KEMUNCULAN (AGREGASI) HIU PAUS (Rhincodon ...himalaya.fpik.ub.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/KAJIAN...Hiu paus (Rhincodon typus Smith, 1828) merupakan spesies ikan epipelagis

14

Fox, S., I. Foisy, R. De La Parra Venegas, B.E. Galvan Pastoriza, R.T. Graham, E.R. Hoffmayer, J. Holmberg and S.J. Pierce. 2013. Population structure and residency of whale sharks Rhincodon typus at Utila, Bay Islands, Honduras. The Fisheries Society of the British Isles Journal of Fish Biology. DOI: 10.1111/jfb.12195

Gunn, J.S, J. D Stevens, T.L.O. Davis, B.M Norman. 1999. Observations on The Shortterm Movements and Behaviour of Whale Sharks (Rhincodon typus) at Ningaloo Reef, Western Australia. Marine Biology. 135: 553–559

Hidayah, Greenaty, Sri Yulina Wulandari dan Muhammad Zainuri. 2016. Studi Sebaran Klorofil-a Secara Horizontal di Perairan Muara Sungai Silugonggo Kecamatan Batangan, Pati. Buletin Oseanografi Marina. 5 (1): 52–59. ISSN: 2089-3507

Himawan, Mahardika R., Casandra Tania, Beny A. Noor, Anton Wijonarno, Beginer Subhan, Hawis Madduppa. 2015. Sex and size range composition of whale shark (Rhincodon typus) and their sighting behaviour in relation with fishermen lift-net within Cenderawasih Bay National Park, Indonesia. Aquaculture, Aquarium, Conservation & Legislation. International Journal of the Bioflux Society. Volume 8, Issue 2.

Hoekstra, P., R.F. Nolting, H. Hutagalung and H. A. Van Der Sloot. 1989. Supply and Dispersion of Water and Suspended Matter of the Rivers Solo and Brantas into the Coastal Waters of East Java, Indonesia. Sea Research, 23 (4): 501–515.

Hsu, H., Joung S, Liao Y and K. Liu. 2007. Satellite tracking of juvenile whale sharks, Rhincodon typus, in the Northwestern Pacific. Fisheries Research 84: 25–31

Hutabarat, Ahlan Saprul. 2015. Pemanfaatan Data Satelit Altimetri untuk Penentuan Zona Potensi Penangkapan Ikan (ZPPI) pada Musim Hujan dan Musim Kemarau di Wilayah Indonesia Tahun 2014.

Karif, Indra Verdian. 2011. Variabilitas Suhu Permukaan Laut di Laut Jawa dari Citra Satelit Aqua Modis dan Terra Modis. Skripsi. Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor

[KKP] Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2014. (a) Panduan & Logbook Survei Monitoring Hiu. Direktorat Jendral Kelautan, Pesisir dan Pulau-pulau Kecil. Balai Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut. Denpasar

[KKP] Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2014. (b) Perancangan Model Pemanfaatan Hiu Paus Untuk Kegiatan Wisata Bahari. Laporan Akhir Pekerjaan. Direktorat Konservasi Kawasan dan Jenis Ikan, Direktorat Jendral Kelautan, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Kementerian Kelautan dan Perikanan: PT. Tulada Konsula

Kristanti, Elin Yunita. 2010. Hiu Putih Muncul Lagi di Pantai Probolinggo. Online. http://nasional.news.viva.co.id/news/read/193717-hiu-putih-muncul-lagi-di-pantai-probolinggo Diakses pada tanggal 5 Januari 2016 pukul 18.21 WIB

Motta, P. J., M. Maslanka, R. E. Heuter, R. L. Davis, R. de la Parra, S. L. Mulvany, M. L. Habegger, J. A. Strother, K. R. Mara, J. M. Gardiner, J. P. Tyminski and L. D. Zeigler. 2010. Feeding Anatomy, Filter-Feeding Rate, and Diet of Whale Sharks Rhincodon typus During Surface Ram Filter Feeding Off The Yucatan Peninsula, Mexico. Zoology 113: 199–212. DOI: 10.1016/j.zool.2009.12.001.

Nelson, J. D., Scott A. Eckert. 2007. Foraging ecology of whale sharks (Rhincodon typus) within Bahía de Los Angeles, Baja California Norte, México. Fisheries Research. 84: 47–64

Ningsih, Ratna. 2016. Kajian Komunitas dan Distribusi Cetacea Subordo Odontoceti Di Taman Pesisir Kepulauan Derawan, Kalimantan Timur. Skripsi. Departemen Ilmu Dan Teknologi Kelautan Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor. Bogor

Norman, Brad. 2002. CITES Identification Manual Whale Shark (Rhincodon typus Smith 1829). ECOCEAN. Marine Species Section. Environment Australia

Norman, Bradley M., John D. Stevens. 2007. Size and Maturity Status of The Whale Shark (Rhincodon Typus) at Ningaloo Reef in Western Australia. Fisheries Research 84: 81–86. DOI:10.1016/j.fishres.2006.11.015

Nugrahadi, M. Saleh, Tetsuo Yanagi. 2003. Water Quality in Madura Strait, Indonesia. Jurnal Alami, Vol. 8 Nomor 2.

Pariyono 2006. Kajian Potensi Kawasan Mangrove Dalam Kaitannya Dengan Pengelolaan Wilayah Pantai Di Desa Panggung, Bulakbaru, Tanggultlare , Kabupaten Jepara. TESIS. Program Pascasarjana Magister Manajemen Sumber Daya Pantai. Universitas Diponegoro. Semarang.

Prihartato, Perdana Karim. 2009. Studi Variabilitas Konsentrasi Klorofil-A dengan

Page 18: KAJIAN KEMUNCULAN (AGREGASI) HIU PAUS (Rhincodon ...himalaya.fpik.ub.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/KAJIAN...Hiu paus (Rhincodon typus Smith, 1828) merupakan spesies ikan epipelagis

15

Menggunakan Data Satelit AQUA-MODIS dan SeaWIFS Serta Data In Situ di Teluk Jakarta. Skripsi. Program Studi Ilmu Dan Teknologi Kelautan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor. Bogor

Redlist. 2003. IUCN Red List of Threatened Species. Online. http://www.redlist.org/search/details.php?species=19488 Diakses pada tanggal 4 Januari 2016 pukul 12.05 WIB

Richmond, M.D. (ed.). 2011. A Field Guide To The Seashores Of Eastern Africa And Western Indian Ocean Islands. Sida/WIOMSA

Rohner, C. A., S. J. Pierce, A. D. Marshall, S. J. Weeks, M. B. Bennett & A. J. Richardson. 2013. Trends in Sightings and Environmental Influences on a Coastal Aggregation of Manta Rays and Whale Sharks. Marine Ecology Progress Series. 482: 153–168.

Rowat, David. 2007. Occurrence of Whale Shark (Rhincodon Typus) in The Indian Ocean: A Case For Regional Conservation. Fisheries Research. 84: 96–101. DOI:10.1016/j.fishres.2006.11.016

Rowat, D., M. Gore. 2007. Regional Scale Horizontal and Local Scale Vertical Movements of Whale Sharks in The Indian Ocean Off Seychelles. Fisheries Research 84: 32–40. DOI:10.1016/j.fishres.2006.11.009

Rowat D, Brooks KS. 2012. A Review of The Biology, Fisheries and Conservation of The Whale Shark Rhincodon Typus. Journal of Fisheries Biology 80: 1019–1056. DOI:10.1111/j.1095-8649.2012.03252.x.

Sadili, D., Dharmadi, Fahmi, Sarmintohadi, Ihsan Ramli, Casandra Tania, Beny Ahadian Noor, Prabowo, Heri Rasdiana, Yudha Miasto, Rian Puspitasari, Nina Terry, Marina Monintja, Syifa Annisa. 2015. Pedoman Umum Monitoring Hiu Paus di Indonesia. Direktorat Konservasi Kawasan Dan Jenis Ikan. Ditjen Kelautan, Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil. Kementerian Kelautan Dan Perikanan. ISBN: 978-602-7913-18-9

Schmidt, Jennifer V., Chien-Chi Chen, Saad I. Sheikh, Mark G. Meekan, Bradley M. Norman, Shoou-Jeng Joung. 2010. Paternity Analysis In A Litter Of Whale Shark Embryos. Endangered Species Research. 12: 117–124. DOI: 10.3354/esr00300

Sleeman, J.C., M.G. Meekan, C.K.S. Jenner, M.N. Jenner, G.S. Boggs, C.J.A.

Bradshaw. 2007. Biophysical Correlates of Marine Megafauna Distributions at Ningaloo Reef, Western Australia. Marine and Freshwater Research. 58: 608–623. DOI: 10.1071/MF06213

Sleeman, J.C., M.G. Meekan, B.J. Fitzpatrick, C.R. Steinberg, R. Ancel, C.J.A. Bradshaw. 2009. Oceanographic and Atmospheric Phenomena Influence the Abundance of Whale Sharks at Ningaloo Reef, Western Australia. Journal of Experimental Marine Biology and Ecology. 382: 77-81

Sleeman, Jai C., Mark G. Meekan, Steven G. Wilson, Jeffrey J. Polovina, John D. Stevens, Guy S. Boggs, Corey J.A. Bradshaw. 2010. To go or not to go with the flow: Environmental influences on whale shark movement patterns. Journal of Experimental Marine Biology and Ecology. 390: 84–98

Taylor, J. Geoff. 2007. Ram filter-feeding and nocturnal feeding of whale sharks (Rhincodon typus) at Ningaloo Reef, Western Australia. Fisheries Research 84: 65–70. DOI:10.1016/j.fishres.2006.11.014

Toha, Abdul Hamid A., Hawis H. Maddupa, Casandra Tania, Beny A. Noor, Nashi Widodo, Beginer Subhan. 2015. Hiu Paus di Taman Nasional Teluk Cendrawasih. WWF Indonesia – Papua Program. ISBN: 978-602-73148-1-8

Wenno, L. F. 2007. Biodiversitas Organisme Planktonik dalam Kaitannya dengan Kualitas Perairan dan Sirkulasi Massa Air di Selat Makassar. Pusat Penelitian Oseanografi (LIPI). Jakarta., 28 hlm.

Wintner, S.P., 2000. Preliminary Study of Vertebral Growth Rings in The Whale Shark, Rhincodon Typus, From The East Coast of South Africa. Environment Biology Fisheries 59: 441–451. DOI: 10.1023/A:1026564707027

Wirasatriya, A. 2011. Pola Distribusi Klorofil-a dan Total Suspended Solid (TSS) di Teluk Toli-Toli, Sulawesi. Buletin Oseanografi Marina, 1:137–149.

Wyrtki, K. 1961. Physical Oceanography of The Southeast Asian Waters. Scientific Result of Marine investigations of the South China Sea and the Gulf of Thailand 1959-1961. The Univesity of California, Scripps Institution of Oceanography La Jolla, California:195pp.