kajian faktor yg berpengaruh terhadap volume penjualan pada gerabah 2
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Secara umum keberadaan perusahaan kecil dan menengah (UKM) di
Negara – Negara berkembang dapat dikatakan sebagai tulang punggung
perekonomian Negara. Keberadaan usaha kecil dan menengah terbukti telah
mampu menggerakkan roda perekonomian bangsa dan mengurangi jumlah
pengangguran yang ada. Meski para UKM ini memiliki beberapa keterbatasan,
namun pada kenyataannya mereka mampu bersaing dengan perusahaan-
perusahaan lain. Bahkan pada saat kondisi perekonomian memburuk dan banyak
perusahaan besar yang terancam bangkrut, para UKM ini tetap mampu untuk
bertahan. Kenyataan ini menunjukkan kekuatan dari para UKM sebenarnya.
Kekuatan UKM ini muncul karena mereka telah mulai menerapkan visi
kewirausahaannya sehingga mereka mampu membawa perusahaanya tumbuh
dan berkembang serta memperoleh profitabilitas yang meningkat.
Usaha Kecil dan Menengah (UKM) merupakan unit usaha yang dikelola
oleh sekelompok masyarakat maupun keluarga. Usaha kecil dan menengah itu
salah satunya adalah industry kerajinan gerabah yang ada di daerah istimewa
Yogyakarta. Keberadaan industri kerajinan gerabah telah menjadikan salah satu
ciri khas wilayah in dan salah satu komoditi unggulan, yang dikenal tidak saja
karena mutu yang tinnggi, desain yang variatuf, dan kualitas yang bagus, tetapi
juga dari nilai ekonomi yang tinggi. Salah satu kunci keberhasilan usaha kerajinan
ini yang mampu memasarkan produknya tidak saja terbatas pada pasar local
seperti Jakarta, Surabaya dan Bali, tetapi juga pasar ekspor Australia, Kanada,
Jepang Belanda dan Amerika Serikat dengan total ekspor yang mencapai US$
140 juta per tahun.
Dalam pengembangan usaha kecil menengah salah satunya gerabah di
Indonesia sangat penting untuk dilakukan karena mengingat fungsi social
ekonomi politiknya yang strategis. Potensi usaha kecil dan menengah di
Indonesia saat ini sekitar 99,9% dari seluruh jumlah unit usaha yang ada dan
melihat besarnya jumlah pelaku ekonomi dan kemampuannya dalam menyerap
tenaga kerja, maka gerakan kasongan layak mendapat perhatian dan
meningkatnya daya beli masyarakat memperbesar tingkat permintaan dan
meningkatnya pertumbuhan investasi.
Tambunan (2000), meyatakan bahwa masalah lemahnya manajemen,
pemasaran, kekurangan keterampilan, kekurangan bahan baku, serta kelemahan
dalam penyerapan teknologi merupakan factor penghambat pengembangan
usaha kecil menengah. Dan untuk kepentingan pengembangan industri gerabah
kasongan, pemerintah Yogyakarta membentuk senntra industri gerabah yang
berlokasi di Kabupaten Bantul Yogyakarta yang kemudian dikenal dengan nama
pusat industri kerajinan gerabah kasongan. Dan nama kasngan sendiri memiliki
nilai-nilai historis yang terjadi sejak penjajahan Belanda dan kini telah menjamin
salah satu objek wisata terkenal di Yogyakarta.
Penelitian seputar kerajinan gerabah antara lain dilakukan oleh Sri Susilo
(2005) dan Dedy Handrmurt Jahyo dkk (2007). Penelitian ini kini berlanjut oleh
Mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen (STIM) Yayasan Perguruan Islam
Maros (YAPIM) dalam pelaksanaan Kuliah Kerja Lapang Plus (2011) yang menitik
beratkan penelitian mereka pada mutu barang, Harga Juala dan Pelayanan pada
kasongan bantul Yogyakarta.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah harga jual mempengaruhi volume penjualan pada Gerabah di
Kasongan Yogyakarta
2. Apakah Mutu barang mempengaruhi volume penjualan pada Gerabah di
Kasongan Yogyakarta
3. Apakah Pelayanan volume mempengaruhi penjualan pada Gerabah di
Kasongan Yogyakarta
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian ini adalah
untuk mengetahui apakah Harga Jual, Mutu Barang dan Pelayanan
mempengaruhi volume penjualan pada Gerabah Kasongan di Kabupaten Bantul
Yogyakarta.
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi para pemilik took kerajinan sebagai informasi tentang factor-faktor yang
berpengaruh terhadap volume penjualan gerabah kasongan Yogyakarta.
2. Bagi akademisi, sebabai bahan kajian dan pengujian terhadap factor – factor
yang berpengaruh terhadap volume penjualan pada gerabah kasongan di
Yogyakarta
3. Bagi praktisi, sebagai bahan masukan dan pertimbangan dalam pengambilan
kebijakan dan keputusan pada volume penjualan gerabah
4. Sebagai bahan referensi bagi penelitian lain, untuk pengembangan ilmu lebih
lanjut, khususnya pada volume penjualan terhadap gerabah.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA & KERANGKA FIKIR
A. Tinjauan Pustaka
1. Pengertian Gerabah
Gerabah adalah bagian dari keramik yang dilihat berdasarkan tingkat
kualitas bahannya. Namun masyarakat ada mengartikan terpisah antara
gerabah dan keramik, karena benda-benda keramik adalah benda-benda
pecah belah permukaannya halus dan mengkilap seperti porselin dalam
wujud vas bunga, guci, tegel lantai dan lain-lain. Sedangkan gerabah adalah
barang-barang dari tanah liat dalam wujud seperti periuk, belanga, tempat
air dll. Untuk memperjelas hal tersebut dapat ditinjau dari beberapa sumber
berikut ini :
Menurut The Concise Colombia Encyclopedia, copryght a 1995, kata
“keramik” berasal dari bahasa Yunanai (greeak) “keramikos” menunjuk pada
pengertian gerabah; ”Keramos” menunjuk pada pengertian tanah liat.
“Keramikos” terbuat dari mineral non metal, yaitu tanah liat yang dibentuk,
kemudian secara permanen menjadi keras setelah melalui proses
pembakaran pada suhu tinggi. Usia keramiik tertua dikenal dari zaman
Paleolitikum 27.000 tahun lalu. Sedangkan menurut Malcolm G. McLaren
dalam Encyclopedia Americana 1996 disebutkan keramik adalah suatu istilah
yang sejak semula diterapkan pada karya yang terbuat dari tanah liat alami
dan telah melalui perlakuan pemanasan pada suhu tinggi.
Beberapa teori lain tentang ditemukannya keramik pertama kali,
salah satunya terkenal dengan “teori keranjang”. Teori ini menyebutkan
pada zaman prasejarah Keranjang anyaman digunakan orang untuk
menyimpan bahan makanan. Agar tak bocor keranjang tersebut dilapisi
dengan tanah liat dibagian dalammnya. Setelah terpakai keranjang di buang
keperapian, kemudian keranjang itu musnah tetapi tanah liatnya yang
berbentuk wadah itu ternyata mengeras. Teori ini dihubngkan dengan
ditemukannya keramik pra sejarah, bentuk dan motif hiasannya dibagian luar
berupa relief cap tangan keranjang (Nelson, 1984 :20)
Dari teori keranjang dan teori lainnya di atas dapat dimengerti bahwa
benda-benda keras dari tanah liat dari awal ditemukan sudah dinamakan
benda keramik, walaupun sifatnya masih sangat sederhana seperti halnya
gerabah dewasa ini. Pengertian ini menunjukkan bahwa gerabah adalah
salah satu bagian dari benda-benda keramik.
Di Indonesia istilah ‘gerabah’ juga dikenal dengan keramik tradisional
sebagai hasil dari kegiatan kerajinan masyarakat pedesaan dari tanah liat,
ditekuni secara turun temurun. Gerabah juga disebut keramik rakyat, karena
mempunyai ciri pemakaian tanah liat bakaran rendah dan teknik
pembakaran sederhana (Oka, I.B., 1979:9).
Dalam Ilmu Purbakala (Arkeologi) istilah lain gerabah/keramik
tradisional ini adalah kereweng, pottery, terracotta dan tembikar. Istilah
tersebut dipergunakan untuk menyebut pecahan-pecahan periuk dan alat
lainnya yang dibuat dari tanah liat dan ditemukan di tempat-tempat
pemakaman zaman prasejarah. Barang-barang tanah bakar yang ditemukan
di luar sarkopagus (peti mayat berbentuk Pulungan batu) berupa jembung,
piring-piring kecil, priuk-periuk kecil, stupa-stupa kecil dan sebagainya
(Yudosaputro, W., l983 :31). Berkaitan dengan hal di atas, Excerpted from
Campton’s Interactive Encyclopedia dalam „Pottery and Porcelain‟,
Copyright © 1994-1995, disebutkan kriya keramik atau pembuatan bejana
dari tanah liat merupakan salah satu karya seni tertua di dunia, seperti
kutipan berikut :
“The craft of ceramics, or making clay vassels, is one of the oldest arts in the
world.”
2. Pengertian Mutu Barang (Kualitas)
Bentuk dan kegunaan gerabah sangat beraneka ragam, mulai sekedar barang
hiasan ruangan, peralatan rumah tangga hingga souvenir dengan ukuran
yang sangat beragam. Menurut bentuk dan kegunaannya, gerabah dapat
dipilah menjadi 2 jenis, yaitu :
1) Fungsi Gerabah
Berdasarkan fungsinya, gerabah dapat digolongan menjadi :
a. Fungsional : gerabah yang dapat memberikan manfaat secara
langsung kepada penggunanya. Bentuk gerabah fungsional antara lain
: pot bunga, tempat payung, tempayan, kendi, asbak, tempat lilin dan
peralatan dapur;
b. Non Fungsional : gerabah dengan golongan ini lebih diutamakan
sebagai barang-barang hiasan ruang, seperti guci.
2) Ukuran Gerabah
Berdasarkan ukurannya, gerabah dapat digolongkan menjadi :
a. Gerabah Besar : gerabah jenis ini berukuran antara 60 – 150 cm,
seperti guci, patung;
b. Gerabah Sedang : gerabah dengan ukuran < 60 cm, seperti tempayan,
kuali, peralatan dapur, guci, tempat payung, pot bunga
c. Gerabah Kecil : gerabah jenis ini diutamakan sebagai barangbarang
hiasan dan souvenir, seperti asbak, tempat lilin, patung kecil.
Pengendalian mutu dilakukan sejak penyiapan bahan baku hingga
pengiriman barang (pesanan), tanpa dilakukan pengujian kualitas atau
mutu secara khusus. Pengawasan dilakukan langsung oleh pemilik usaha,
dengan tujuan untuk menjaga kualitas atau mutu produk serta sarana
dalam upaya membimbing pekerja untuk meningkatkan dan memotivasi
kreativitas serta semangat kerja. Selain pemilik usaha, peninjauan secara
berkala juga dilakukan oleh Departemen Perindustrian melalui petugas
UPT Perindustrian Kasongan yang diberi wewenang sebagai lembaga
bantuan teknis instansi dalam kegiatan proses produksi gerabah di
Kasongan.
Kualitas produk sangat tergantung kepada perbandingan campuran
bahan baku utama, proses penjemuran dan pembakaran. Pekerjaan-
pekerjaan yang dilakukan oleh tenaga kerja tersebut yang harus
diperhatikan dari pengrajin karena akan menentukan kualitas gerabah
yang dihasilkan. Apabila pengawasan kurang dilakukan pada proses ini
maka keramik yang dihasilkan akan bermutu rendah dan mudah rusak.
Pengendalian mutu lainnya adalah pemeliharaan campuran bahan baku
utama yang harus dalam keadaan lembab.
Dalam kegiatan proses produksi jika terdapat kerusakan atau cacat maka
semaksimal mungkin dilakukan perbaikan terhadap produk tersebut
selama kondisi memungkinkan untuk diperbaiki. Tetapi jika kerusakan
atau cacat produk dianggap berat, maka produk tersebut tidak akan
dipasarkan.
3. Pengertian Harga Jual
Harga jual adalah sejumlah kompensasi (uang ataupun barang) yang
dibutuhkan untuk mendapatkan sejumlah kombinasi barang atau jasa.
Perusahaan selalu menetapkan harga produknya dengan harapan produk
tersebut laku terjual dan boleh memperoleh laba yang maksimal. Hansen
dan Mowen (2001:633) mendefinisikan “harga jual adalah jumlah moneter
yang dibebankan oleh suatu unit usaha kepada pembeli atau pelanggan atas
barang atau jasa yang dijual atau diserahkan”. Menurut Mulyadi (2001:78)
“pada prinsipnya harga jual harus dapat menutupi biaya penuh ditambah
dengan laba yang wajar. Harga jual sama dengan biaya produksi ditambah
mark-up”.
Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa harga jual adalah
sejumlah biaya yang dikeluarkan perusahaan untuk memproduksi suatu
barang atau jasa ditambah dengan persentase laba yang diinginkan
perusahaan, karena itu untuk mencapai laba yang diinginkan oleh
perusahaan salah satu cara yang dilakukan untuk menarik minat konsumen
adalah dengan cara menentukan harga yang tepat untuk produk yang terjual.
Harga yang tepat adalah harga yang sesuai dengan kualitas produk suatu
barang dan harga tersebut dapat memberikan kepuasan kepada konsumen.
Para pemasar berusaha untuk mencapai sasaran tertentu melalui
komponen-komponen penetapan harga. Beberapa perusahaan mencoba
untuk meningkatkan keuntungan dengan menetapkan harga rendah untuk
menarik bisnis baru. Menurut Boone dan Kurtz (2002:70) “ada empat
kategori dasar atau sasaran penetapan haga, yaitu: 1) profitabilitas, 2)
volume, 3) tingkat kompetisi, dan 4) pretise”.
1) Sasaran profitabilitas
Sebagian besar perusahaan mengejar sejumlah sasaran profitabilitas
dalam strategi penetapan harganya. Para pemasar mengerti bahwa laba
diperoleh dari selisih pendapatan dan beban. Dan juga pendapatan
merupakan harga jual dikalikan dengan jumlah yang terjual. Berbagai
teori ekonomi mendasari prinsip maksimalisasi keuntungan (profit
maximization). Akan tetapi pada kenyatannya prinsip ini masih sulit
diterapkan. Maka banyak perusahaan beralih pada sasaran profitabilitas
yang lebih sederhana, yaitu Target Return Goal, dimana perusahaan
menetapkan harga dengan tingkat profitabilitas yang diinginkan sebagai
pengembalian finansial atas penjualan ataupun investasi.
2) Sasaran Volume
Pendekatan yang lain dalam strategi penetapan harga disebut
maksimalisasi penjualan (sales maximization), para manajer menetapkan
tingkat minimum profitabilitas yang dapat diterima dan kemudian
menetapkan harga yang akan mengahasilkan volume penjualan tertinggi
tanpa menyebabkan laba turun di bawah level itu. Strategi ini
memandang ekspansi penjualan sebagai suatu prioritas yang lebih
penting bagi posisi persaingan jangka panjang perusahaan daripada laba
jangka pendek.
3) Strategi Penentuan Harga Jual
Harga yang ditentukan untuk sebuah produk akan mempengaruhi
pendapatan perusahaan dan pada akhirnya tingkat laba. Perusahaan
menentukan harga jual produknya dengan tiga dasar pertimbangan yaitu
biaya produksi, suplai persediaan, dan harga persaingan.
1) Penentuan harga berdasarkan biaya produksi
Pada strategi ini, perusahaan menentukan harga untuk sebuah
produk dengan mengestimasi biaya per unit untuk memproduksi
produk tersebut dan menambahkan suatu kenaikan. Jika metode ini
digunakan, perusahaan harus mencatat semua biaya yang melengkapi
produksi sebuah produk dan diupayakan agar harga tersebut dapat
menutupi semua biaya tersebut.Sebuah strategi harga harus
menghitung skala ekonomis. Bagi produk atau jasa yang berada di
dalam skala ekonomis, harga harus cukup rendah agar dapat
mencapai volume tingkat penjualan yang tinggi sehingga biaya
produksi mengalami penurunan.
2) Penentuan Harga Berdasarkan Suplay Persediaan
Pada umumnya perusahaan cenderung menurunkan harga jika
mereka harus mengurangi persediaan.
3) Penentuan Harga Berdasarkan Harga Pesaing
Penentuan harga berdasarkan harga pesaing dibagi atas tiga yaitu:
a) Penentuan harga penetrasi, dimana perusahaan menentukan
harga yang lebih rendah dari harga pesaing agar dapat menembus
pasar. Keberhasilan penentuan harga penetrasi tergantung pada
seberapa besar tanggapan konsumen terhadap penurunan harga
dan juga perusahaan tidak perlu menggunakan strategi ini bila
produknya tidak elastis terhadap harga karena kebanyakan
konsumen tidak akan beralih ke produk pesaing untuk mengambil
keuntungan dari harga yang lebuh rendah.
b) Penentuan harga defensive, dimana perusahaan menrunkan harga
produk untuk mempertahankan pangsa pasarnya. Selain itu
beberapa perusahaan juga menurunkan harga untuk menyerang
pesaing baru yang masuk ke dalam pasar, disebut dengan biaya
predatori.
c) Penentuan harga prestise, harga prestise ditentukan dengan
tujuan untuk memberikan kesan lini terbaik bagi produk
perusahaan. Perusahaan yang memiliki diversifikasi bauran
produk akan menggunakan strategi penetrasi harga pada
beberapa produk dan penentuan harga prestise untuk produk
lainnya.
4. Pengertian Pelayanan
Salah satu fungsi-fungsi dari birokrasi pemerintahan adalah
memberikan pelayanan bagi masyarakat. Dengan demikkian pelayanan dapat
di definisikan sebuah kegiatan yang dilakukukan untuk memenui keinginan
dan kebutuhan fihak lain. dalam ensiklopedi administrasi (1997) dijelaskan
bahwa:” pelayanan merupakan suatu kegiatan yang dilakukan oleh
perorangan untuk mengamalkan atau mengabdikan diri.
menurut keputusan mentri pemberdaya gunaan aparatur pemerintah
No 63 tahun 2004 tentang pedoman penyelenggaraan pelayanan publik dan
rancangan undang –undang tentang pelayana publik mendefinisikan
pelayana publik sebagai “ kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka
pemenuhan kebutuhan dasar sesuai denga hak-hak sipil sebagai warga
negara dan penduduk atas suatu barang, jasa dan pelayanan administrasi
yang di sediakan oleh penyelenggara pelayanan publik,” yaknilembaga
pemerintah.“sementara H. A.S.Moenir (2000) mendefinisikan pelayanan “
sebagai suatu proses pemenuhan kebutuhan melalui aktifitas orang lain ”
lebih lanjut dikatakan pelayanan umum adalah “ kegiatan yang dilakukan olih
seseorang atau kelompok orang denan landasan faktor material, melalui
sistem prosedur, dan metode tertentu dalam rangka usaha memenui
kepentingan orang lain sesuai dengan haknya”. Zulian zanit (2005)
mengemukakkan beberapa karakteristik yang dapat menjelaskan tentang
jasa pelayanan, karakteristik tersebut diantaranya:
1. tidak dapat diraba( intangibility)
2. tidak dapat disimpan ( inability to inventary)
3. produksi dan konsumsi secara bersama
4. memasukinya lebih mudah
5. sangat dipengarui oleh faktor dari luar
kegiatan pelayanan umum diarahkan pada terselenggaranya
pelayanan untuk memenui kepentingan umum ? kepentingan perseorangan
melalui cara cara yang tepat dan memuaskan fihak yang dilayani, supaya
pelayanan umum berhasil baik unsur pelaku sangat menentukan. Pelaku
Harga Jual Barang
Mutu Barang
Pelayanan
Volume Jual Gerabah
dapat berbentuk badan atau organisasi yang bertanggung jawab atas
terselenggaranya pelayanan dan manusia sebagai pegawai. ( Ananta budhi
bahtiar. Skripsi 2009:13)
B. Kerangka Pikir
Proses penjualan gerabah Kasongan Bantul Yogyakarta dipengaruhi
beberapa faktor baik dari segi mutu barang, harga jual yang bervariasi maupun
berasal dari factor pelayanan terhadap konsumen.
Dari penjelasan diatas dapat kita buat gambaran sebagai berikut :
Gambar 1 : Skema Kerangka Pikir
C. Hipotesis
Dari masalah yang telah dikemukakan diatas maka hipotesisnya adalah “ Kajian
Faktor yang Berpengaruh Terhadap Volume Penjualan Pada Gerabah di
Kasongan Yogyakarta”
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Jenis Penelitian
Penelitian ini bertempat di Kabupaten Bantul Yogyakarta tepatnya pada
kerjanian gerabah kasongan, dengan waktu penelitian selama 10 Hari dengan
subjek penelitian adalah para pengrajin sekaligus pemilik usaha kerajinan
gerabah melalui sistem acak dengan jumlah 10 sample.
B. Variabel dan Desain Penelitian
a. Variabel
Variable merupakan indikator terpenting yang menentukan keberhasilan
penelitian, sebab variabel penelitian adalah objek penelitian yang menjadi titik
perhatian suatu penelitian.
Variable yang diteliti yaitu faktor – faktor yang berpengaruh terhadap
volume penjualan pada gerabah kasongan Bantul Yogyakarta
b. Desain Penelitian
Desaian penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adala metode
deskriptif. Hal ini di tetapkan dengan dasar pertimbangan bahwa metode ini
akan mampu mengungkapkan sekaligus menguji hipotesis serta menjawab
permasalahan yang telah dirumuskan.
Menurut Winarto, pelaksanaan penelitian dengan metode deskriptif
tersebut ditempuh melalui langkah-langkah (1) pengumpulan data,
(2)Pengolahan data, dan (3) membuat kesimpulan dan laporan sesuai dengan
tujuan penelitian.
C. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah 100 orang pengrajin sekaligus
pemilik took yang berada di Kasongan Bantul Yogyakarta.
2. Sampel
Dengan pertimbangan beberapa hal, yaitu banyaknya sjumlah
populasi penelitian, data atau objek penelitian, sehingga menyebabkan
terlalu sempitnya tingkat pengamatan peneliti terhadap data ataupun objek
penelitian dan terbatasnya waktu yang tersedia, maka peneliti hanya
mengambil sampel sebanyak 10 orang pengrajin sekaligus pemilik toko.
D. Teknik Pengumpulan Data
Untuk mendapatkan informasi mengenai data yang relevan dengan
asumsi penulisan proposal ini dengan lebih baik, maka penulis menggunakan dua
metode pengumpulan data yaitu :
a. Penelitian lapangan (field research), yaitu dengan melakukan penelitian
langsung ke objek penelitian dengan tujuan menggambarkan semua fakta
yang terjadi pada objek penelitian, agar permasalahan dapat diselesaikan.
Pada penelitian lapangan ini penulis menggunakan dua teknik penelitian
yaitu :
1) Teknik observasi, yaitu dilakukan dengan mengadakan pengamatan
langsung pada objek penelitian.
2) Teknik interview, yaitu dilakukan dengan wawancara langsung dengan
sumber teknik yaitu pimpinan dan karyawan perusahaan.
b. Penelitian pustaka (library research), yaitu dengan mempelajari beberapa
literature yang ada hubungannya dengan penulisan proposal ini untuk
melengkapi data yang diperoleh di lapangan serta untuk mendapatkan suatu
kerangka teori yang akan dipakai sebagai bahan acuan.
E. Jenis dan Sumber Data
Adapun jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut :
a. Jenis data :
Data kualitatif, yaitu data yang diperoleh dari hasil wawancara berupa
gambaran umum perusahaan dan kebijakan-kebijakan perusahaan yang
memerlukan pengolahan.
b. Sumber Data
Sumber data atau informasi yang akan digunakan dalam penelitian ini
adalah :
1) Data primer, yaitu data yang dikumpulkan melalui pengamatan dan
wawancara langsung dengan Pengrajin atau pemilik toko yang berhubungan
dengan masalah yang akan dibahas.
2) Data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari dokumen perusahaan serta
informasi-informasi yang tertulis lainnya yang berasal dari pihak yang erat
kaitannya dengan pembahasan ini.
F. Metode Analisis
Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi volume penjualan
pada gerabah di kasongan Yogyakarta maka penulis menggunakan metode
analisis deskriftif kualitatif yaitu penggalian informasi sedalam mungkin melalui
langkah observasi dan intervie untuk mengetahui faktor-faktor yang
mempengaruhi volume penjualan.
BAB IV
GAMBARAN UMUM KASONGAN
A. Sejarah Berdirinya Kasongan
Pada masa penjajahan Belanda, salah satu daerah di sebelah selatan
kota Yogyakarta pernah terjadi peristiwa yang mengejutkan warga setempat,
yaitu seekor kuda milik Reserse Belanda ditemukan mati di atas lahan sawah
milik seorang warga. Hal tersebut membuat warga ketakutan setengah mati.
Karena takut akan hukuman, warga akhirnya melepaskan hak tanahnya dan
tidak mengakui tanahnya lagi. Hal ini diikuti oleh warga lainnya. Tanah yang
telah dilepas inipun kemudian diakui oleh penduduk desa lain. Warga yang
takut akhirnya berdiam diri di sekitar rumah mereka. Karena tidak memiliki
lahan persawahan lagi, maka untuk mengisi hari, mereka memanfaatkan apa
saja yang ada di sekitar. Mereka memanfaatkan tanah yang ada, kemudian
mengempal-ngempalnya yang ternyata tidak pecah bila disatukan, lalu mulai
membentuknya menjadi berbagai fungsi yang cenderung untuk jadi barang
keperluan dapur atau mainan anak-anak. Berawal dari keseharian nenek
moyang mereka itulah yang akhirnya kebiasaan itu diturunkan hingga
generasi sekarang yang memilih menjadi perajin keramik untuk perabot
dapur dan mainan hingga kini.
Seorang pengrajin keramik yang mulanya hanya mengepal-ngepal
tanah yang tidak pecah disatukan. Sebenarnya tanah tersebut hanya
digunakan untuk mainan anak-anak dan perabot dapur saja. Namun karena
ketekunan dan tradisi yang turun temurun, kasongan akhirnya menjadi Desa
yang cukup terkenal.
Sejak tahun 1971 – 1972 Desa Wisata Kasongan mengalami kemajuan
cukup pesat, Sapto Hudoyo (seorang seniman besar Yogyakarta) membantu
mengembangkan Desa wisata Kasongan dengan membina masyarakatnya
yang sebagian besar pengrajin untuk memberikan berbagai sentuhan seni
dan komersil bagi desain kerajinan gerabah sehingga gerabah yang dihasilkan
tidak menimbulkan kesan yang membosankan dan monoton, namun dapat
memberikan nilai seni dan nilai ekonomi yang tinggi. Keramik Kasongan
dikomersialkan dalam skala besar oleh Sahid Keramik sekitar tahun 1980an.
Kasongan adalah tempat industri Gerabah terkenal di Yogyakarta,
serta segala jenis baik patung, peralatan makan, asessories, dan berbagai
macam jenis lainnya terbuat dari tanah liat.Desa Wisata Gerabah "Kasongan"
terletak di Desa Bangunjiwo, Kecamatan Kasihan, sekitar 4 kilometer ke arah
utara Kota Bantul. Desa wisata ini memproduksi peralatan rumah tangga
seperti piring, mangkuk, guci, dan lain sebagainya yang terbuat dari tanah
liat. Pengunjung tidak hanya dapat berbelanja, tetapi juga dapat menikmati
secara langsung proses pembuatan gerabah sambil bertanya jawab dengan
pengrajin.
Kerajinan Kasongan umumnya adalah Guci dengan berbagai motif
(burung merak, naga, bunga mawar, batik, kaligrafi, dll), pot berbagai ukuran
dari kecil hingga setinggi orang dewasa, souvenir, hiasan dinding, lukisan,
pigura, perabot lain seperti meja, kursi, dipan, dll. Tetapi sekarang variasi
kerajinan kasongan sudah banyak seperti : bunga tiruan dari daun pisang
serta biji-bijian, perabot dari bambu, patung dari batu atau kayu, miniatur
sepeda atau miniatur becak, topeng batik, gorden, tas, dll. Kerajinan
Kasongan ini banyak yang berkualitas bagus dan berkualitas eksport,
sehingga banyak dikirim ke Amerika dan Eropa. Desa Kasongan yang terkenal
dengan kerajinan kasongan ini sangat ramai jika musim liburan
B. Kendala Yang di Hadapi
Malang tak dapat ditolak, untung tak dapat diraih. Mungkin kata-kata
mutiara ini tak cukup kuat untuk menahan kesedihan para korban bencana
gempa bumi di Yogyakarta, 27 Mei 2006 lalu.
Gempa yang memluluhlantakkan hampir sebagian besar kabupaten/kota
di Yogyakarta di pagi hari itu hingga kini mungkin memang masih terasa. Kita
ingat bagaimana musibah gempa berkekuatan 5,8 SR dan berdurasi hampir satu
menit itu menyedot perhatian nasional dan internasional.
Bencana yang mengakibatkan lumpuhnya kegiatan perekonomian dan
aktivitas masyarakat selama beberapa waktu itu bahkan diplot sebagai salah satu
bencana terbesar. Bagaimana tidak, ribuan nyawa melayang dan ribuan
bangunan runtuh.
Namun, yang terjadi biarlah berlalu. Kini, secara perlahan tapi pasti,
masyarakat Yogyakarta kembali merajut puing-puing kehidupannya. Mereka
tidak mau berlama-lama larut dalam kesedihan dan berkomitmen untuk
membangun kembali Yogyakarta sesuai dengan kemampuan dan bidangnya
masing.
Sekadar diketahui, sektor pariwisata Yogyakarta saat ini kembali
menggeliat. Meski tertimpa bencana, secara "ajaib" Yogyakarta kembali pulih
dan sudah bisa dikatakan kondusif sebagai daerah tujuan wisata. Ini fakta.
Daerah-daerah tujuan wisata di Yogyakarta kini nyaris tak tampak lagi sebagai
daerah yang pernah tertimpa bencana.
Di Malioboro, Keraton Kesultanan Yogyakarta, Candi Borobudur, Candi
Prambanan, Pantai Parangtritis serta sentra-sentra UKM yang menawarkan
produk khas Yogyakarta yang menjadi bagian dari paket wisata itu kini sudah tak
terlihat lagi sebagai tempat yang pernah tertimpa gempa bumi.
Salah satunya adalah sentra usaha kecil dan menengah (UKM) yang
memproduksi keramik gerabah, di daerah Tirto/Kasongan, Bangunjiwo-Kasihan,
Bantul, Yogyakarta. Sentra UKM yang selama ini memproduksi beraneka ragam
dan jenis keramik gerabah ini kembali menggeliat.
Pelaku usaha keramik gerabah di daerah yang bisa dinilai sebagai tujuan
wisata wajib dikunjungi di Yogyakarta ini mulai kembali berproduksi. Gempa
bumi memang meyesakkan, namun tak perlu diratapi, karena hidup terus
berjalan. Mungkin ini yang berada di benak para pelaku dan pengrajin usaha
keramik gerabah di daerah yang terkenal disebut Kasongan itu.
Seperti diketahui, Kabupaten Bantul merupakan salah satu daerah di
Yogyakarta yang paling parah terkena dampa bencana gempa bumi. Ribuan
nyawa melayang dan banyak bangunan yang runtuh. Tak terkecuali sentra UKM
keramik gerabah di Kasongan, Bangunjiwo-Kasihan, di Bantul.
Namun trauma musibah besar itu tampaknya tak menjadikan
masyarakat, khususnya pelaku dan penggrajin usaha keramik, duduk berdiam
diri sambil berpangku tangan. Ini berhasil dibuktikan oleh salah satu pengusaha
keramik gerabah asli Kasongan, Timbul Raharjo.
Meski tempat produksi dan toko berbagai jenis keramik gerabahnya
hancur akibat gempa, secara perlahan tapi pasti Timbul bersama karyawan dan
pengrajinnya kembali berproduksi. Bahkan Timbul secara intensif terus
mempertahankan komunikasi dengan para pembeli produknya (buyers), baik di
dalam maupun luar negeri.
Timbul menjadi salah satu pelopor kembali menggeliatnya sentra UKM
keramik gerabah di kasongan. Bahkan 10 hari pasca-gempa, dia sudah
mengekspor satu peti kemas ukuran 40 kaki (maksimal) ke Eropa.
"Memang banyak bangunan (1 tempat produksi dan 4 toko) serta produk
keramik saya hancur akibat gempa. Namun saya kumpulkan produk-produk yang
masih bagus dan memperbaiki produk-produk yang rusaknya tidak terlalu parah
ditambah sedikit produksi baru untuk diekspor. Ini dalam rangka memenuhi
pesanan sebelum terjadinya gempa," kata Timbul.
Ayah dua orang anak ini mengaku, para buyers di dalam dan luar negeri
sangat mengerti kondisi usahanya akibat gempa bumi tersebut dan memberikan
dispensasi atau keringanan. Sehingga, secara perlahan usahanya kini bisa
kembali bangkit dan para karyawan serta pengrajinnya juga dapat kembali
bekerja.
Menurut Timbul, penjualan keramik gerabahnya sudah bisa dikatakan
kembali normal, di mana sebanyak hampir 30 peti kemas dalam dua bulan
terakhir bisa diekspor. Keramik gerabahnya sebagian besar dikirim ke Italia,
Belanda, Spanyol, Jerman, Australia, dan Amerika Serikat.
"Keramik gerabah Yogyakarta masih diminati buyers luar negeri, karena
memliki nilai seni yang sulit di produk sejenis dari negara lain. Selain itu, desain
juga menjadi salah satu nilai tambah," kata lulusan Sarjana S-2 yang juga staf
pengajar di Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta ini.
Pengusaha yang belum genap berusia 37 tahun ini mengatakan, pihaknya
terus berusaha menjadikan sentra UKM keramik gerabah Kasongan, Bantul,
kembali normal secara menyeluruh seperti sebelum gempa bumi. Selain
produknya masih diminati di pasar lokal dan internasional, sentra UKM keramik
gerabah ini juga harus tetap dipertahankan, karena juga merupakan salah satu
tujuan wisata yang khas di Yogyakarta.
Dan hal ini pun sudah dikomunikasikan dengan Pemprov DI Yogyakarta
dan pemerintah pusat. Bahkan Departemen Perdagangan bekerja sama dengan
Pemprov DI Yogyakarta serta instansi terkait lainnya juga siap memberikan
bantuan untuk pemulihan secara terintegrasi dan komprehensif. (*/Andrian
Novery)