kajian ekonomi dan keuangan regional provinsi … · web viewbab 4 stabilitas keuangan daerah,...

104
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan November 2018 (terbit setiap triwulan) KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN

Upload: doandan

Post on 15-May-2019

220 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Kajian Ekonomi dan Keuangan RegionalProvinsi Sulawesi Selatan

November 2018 (terbit setiap triwulan)

KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN

Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada:www.bi.go.id/web/id/Publikasi/

Salinan publikasi ini juga dapat diperoleh dengan menghubungi:Divisi Advisory Ekonomi dan Keuangan

Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi SelatanJl. Jenderal Sudirman No. 3Makassar 90113, Indonesia

Telepon: 0411 – 3615188/3615189Faksimili: 0411 – 3615170

KATA PENGANTAR

KataPengantar

Laporan Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel) disusun dan disajikan setiap triwulan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Selatan, mencakup aspek pertumbuhan ekonomi, keuangan pemerintah, inflasi, stabilitas keuangan daerah dan pengembangan akses keuangan, penyelenggaraan sistem pembayaran dan pengelolaan uang rupiah, ketenagakerjaan dan kesejahteraan masyarakat, serta prospek perekonomian ke depan. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional ini disamping bertujuan untuk memberikan masukan bagi Kantor Pusat Bank Indonesia dalam merumuskan kebijakan moneter, makroprudensial, serta sistem pembayaran dan pengelolaan uang rupiah, juga diharapkan dapat menjadi salah satu referensi bagi para stakeholders di daerah dalam membuat keputusan. Dengan demikian, keberadaan Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPw BI) Provinsi Sulsel diharapkan dapat semakin berperan sebagai economic advisor dan strategic partner bagi stakeholders di wilayah kerjanya.

Hingga kuartal ketiga tahun 2018, pertumbuhan ekonomi Sulsel kembali berada pada peringkat ketiga secara nasional, yang ditopang oleh ekspor luar negeri. Sementara secara sektoral, Lapangan Usaha Pertanian menunjukkan produksi yang meningkat sejalan dengan berlangsungnya panen. Perkembangan Sulsel juga tetap baik, antara lain dengan tingkat inflasi yang terkendali, stabilitas sistem keuangan yang terjaga, dan sistem pembayaran yang mampu menunjang aktivitas transaksi ekonomi. Kombinasi pertumbuhan dan kestabilan tersebut, mengakibatkan kondisi kesejahteraan Sulsel terpantau membaik dengan tingkat pengangguran terbuka, tingkat kemiskinan, dan ketimpangan yang terus menurun. Terus meningkatnya kondisi makro, stabilitas, dan kesejahteraan yang kami prakirakan masih akan berlanjut hingga akhir 2018, maka proyeksi kami untuk pertumbuhan ekonomi 2018 optimis tercapai dalam kisaran proyeksi 7,0-7,4%. Selain itu, sasaran inflasi 2018 dalam kisaran 3,5±1% sebagai target ke depan yang menantang, selanjutnya akan diantisipasi melalui sinergi, kontribusi, koordinasi, dan komunikasi melalui Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID).

Dalam penyusunan kajian ini, kami memanfaatkan data sekunder yang diterbitkan atau yang disediakan oleh berbagai institusi. Selain itu kami juga menggunakan data primer dan informasi yang kami peroleh dari hasil survei dan liaison atau hasil kunjungan ke sejumlah perusahaan besar di Sulsel. Sehubungan dengan hal tersebut, kami mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang tinggi kepada semua pihak, terutama bagi Bapak/Ibu yang telah berkontribusi dalam sharing pemikiran dan membantu dalam penyediaan data atau informasi yang lengkap, akurat dan terkini. Saran serta masukan dari para stakeholders sangat kami harapkan agar kajian yang kami susun ke depan menjadi lebih baik.

Makassar, November 2018KEPALA PERWAKILAN BANK INDONESIA

PROVINSI SULAWESI SELATAN

Bambang KusmiarsoDirektur Eksekutif

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode November 2018Sinergi untuk Ketahanan iii

VISI BANK INDONESIAMenjadi bank sentral yang berkontribusi secara nyata terhadap perekonomian Indonesia dan terbaik di antara negara emerging markets.

MISI BANK INDONESIA1. Mencapai dan memelihara stabilitas nilai Rupiah melalui

efektivitas kebijakan moneter dan bauran kebijakan Bank Indonesia.

2. Turut menjaga stabilitas sistem keuangan melalui efektivitas kebijakan makroprudensial Bank Indonesia dan sinergi dengan kebijakan mikroprudensial Otoritas Jasa Keuangan.

3. Turut mengembangkan ekonomi dan keuangan digital melalui penguatan kebijakan sistem pembayaran Bank Indonesia dan sinergi dengan kebijakan Pemerintah serta mitra strategis lain.

4. Turut mendukung stabilitas makroekonomi dan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan melalui sinergi bauran kebijakan Bank Indonesia dengan kebijakan fiskal dan reformasi struktural pemerintah serta kebijakan mitra strategis lain.

5. Memperkuat efektivitas kebijakan Bank Indonesia dan pembiayaan ekonomi, termasuk infrastruktur, melalui akselerasi pendalaman pasar keuangan.

6. Turut mengembangkan ekonomi dan keuangan syariah di tingkat nasional hingga di tingkat daerah.

7. Memperkuat peran internasional, organisasi, sumber daya manusia, tata kelola dan sistem informasi Bank Indonesia.

NILAI-NILAI STRATEGISNilai-nilai strategis Bank Indonesia adalah: (i) kejujuran dan integritas (trust and integrity); (ii) profesionalisme (professionalism); (iii) keunggulan (excellence); (iv) mengutamakan kepentingan umum (public interest); dan (v) koordinasi dan kerja sama tim (coordination and teamwork) yang berlandaskan keluhuran nilai-nilai agama (religi).

iv Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode November2018Sinergi untuk Ketahanan

DAFTAR ISI

DaftarIsi

KATA PENGANTAR III

DAFTAR ISI V

RINGKASAN EKSEKUTIF 1

TABEL INDIKATOR EKONOMI 5

1. PERTUMBUHAN EKONOMI 9

1.1. PERTUMBUHAN EKONOMI 101.2. SISI PENGELUARAN 101.3. SISI LAPANGAN USAHA 161.4. PERTUMBUHAN EKONOMI TANPA LAPANGAN USAHA PERTAMBANGAN 21

BOKS 1.A PERKEMBANGAN TERKINI PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI SULAWESI SELATAN 23BOKS 1.B MENDORONG PENGEMBANGAN PARIWISATA SULSEL UNTUK MENDUKUNG PENGUATAN NERACA TRANSAKSI BERJALAN (CURRENT ACCOUNT BALANCE) 26

2. KEUANGAN PEMERINTAH 27

2.1 STRUKTUR ANGGARAN 282.2 PERKEMBANGAN REALISASI APBD PROVINSI 282.3 PERKEMBANGAN REALISASI BELANJA APBN DI SULSEL 312.4 PERAN REALISASI KEUANGAN PEMERINTAH DALAM PDRB 33

3. INFLASI DAERAH 35

3.1. INFLASI UMUM 363.2. INFLASI KELOMPOK BARANG DAN JASA 363.3. INFLASI MENURUT KOTA IHK 383.4 KOORDINASI PENGENDALIAN INFLASI 39

4. STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM 41

4.1. STABILITAS KEUANGAN DAERAH 424.2. PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM 45

5. PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH 47

5.1. PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN 485.1. PENGELOLAAN UANG RUPIAH 485.2. PERKEMBANGAN TRANSAKSI JUAL-BELI VALUTA ASING 49

BOKS 5.A. KAMPANYE DAN LAUNCHING GERBANG PEMBAYARAN NASIONAL (GPN) PROVINSI SULSEL TAHUN 2018 50

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode November 2018Sinergi untuk Ketahanan v

DAFTAR ISI

6. KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN 53

6.1 TENAGA KERJA 546.2 PENDUDUK MISKIN 556.3 RASIO GINI 566.4 NILAI TUKAR PETANI 566.5 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) 57

7. PROSPEK PEREKONOMIAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN 59

7.1 PROSPEK PERTUMBUHAN EKONOMI 607.2 PROSPEK INFLASI 627.3 REKOMENDASI KEBIJAKAN 63

BOKS 7.A. PROYEKSI INFLASI SULAWESI SELATAN MENGGUNAKAN METODE STRUCTURAL TIME-SERIES 64

LAMPIRAN 67

vi Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode November2018Sinergi untuk Ketahanan

RINGKASAN EKSEKUTIF

RingkasanEksekutif

Sinergi untuk KetahananGambaran Umum

Perekonomian Sulsel hingga triwulan III tahun 2018 masih

tumbuh kuat. Sementara inflasi, keuangan daerah, dan

sistem pembayaran, tetap terjaga

Perekonomian Sulsel pada triwulan III 2018 tumbuh 7,17% (yoy), lebih tinggi dibandingkan nasional 5,17% (yoy). Semua komponen pada sisi pengeluaran masih tumbuh kuat, antara lain penyerapan belanja pemerintah, terus berlangsungnya pembangunan infrastruktur, dan meningkatnya aktivitas perdagangan luar negeri. Sejalan dengan sisi pengeluaran, menurut lapangan usaha, peningkatan hanya terjadi pada Lapangan usaha Konstruksi, Informasi/Komunikasi, dan Administrasi Pemerintah. Pada triwulan laporan, kegiatan intermediasi perbankan secara umum masih berjalan baik, didukung dengan transaksi non-tunai maupun tunai yang mampu mendukung aktivitas transaksi korporasi maupun rumah tangga. Selanjutnya, triwulan IV 2018 diperkirakan akan tumbuh relatif stabil dalam kisaran 7,1 – 7,5% (yoy).

Untuk keseluruhan 2019, perekonomian Sulsel diperkirakan akan tumbuh dalam kisaran 7,2% – 7,6%. Hal ini didukung oleh daya beli rumah tangga diperkirakan tetap kuat, konsumsi pemerintah diperkirakan juga tetap tinggi, didukung dengan terus berjalannya pembangunan infrastruktur serta sarana publik, membaiknya iklim investasi, dan perbaikan pola penyerapan anggaran belanja pemerintah. Ekspor tetap bertumbuh, namun tetap dibayangi dengan risiko permintaan ekonomi dunia dan Negara mitra dagang yang cenderung melemah di tahun 2019. Sejalan dengan itu, inflasi, stabilitas keuangan daerah, dan sistem pembayaran tetap terjaga.

Pertumbuhan Ekonomi

Ekonomi Sulsel triwulan III 2018 tetap tumbuh kuat,

didukung oleh pertumbuhan konsumsi rumah tangga

Ekonomi Sulsel tumbuh 7,17% (yoy) pada triwulan III 2018, sedikit lebih lambat dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh 7,35% (yoy) karena faktor musiman seperti lebaran yang telah berlalu. Sumber pertumbuhan dari sisi permintaan masih didorong oleh konsumsi rumah tangga dan berlanjutnya belanja Lembaga Non Profit Rumah Tangga (LNPRT). Masih tingginya konsumsi tersebut disebabkan oleh momentum belanja menjelang pemilihan umum serta tahun ajaran baru. Pada sub investasi, perlambatan terjadi merespon masih tingginya level inventori serta persaingan bisnis di level mikro yang membuat investasi bertumpu pada investasi pemerintah. Selanjutnya dari perdagangan internasional, ekspor luar negeri terakselerasi didorong oleh faktor perbaikan harga internasional serta lebih moderatnya pertumbuhan impor. Pada sisi lapangan usaha, pertumbuhan didorong oleh lapangan usaha dengan pangsa yang dominan seperti pada pertanian, konstruksi, dan perdagangan bila dibandingkan dengan triwulan yang sama tahun sebelumnya.

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode November 2018Sinergi untuk Ketahanan 1

RINGKASAN EKSEKUTIF

Ke depan, pertumbuhan ekonomi pada triwulan IV diperkirakan akan lebih terakselerasi dibandingkan triwulan III sesuai dengan pola historisnya. Adapun beberapa faktor pendorong antara lain adalah konsumsi rumah tangga akhir tahun khususnya untuk keperluan leissure serta terjaganya level inflasi bahan makanan serta ekspansi belanja LNPRT menjelang pilpres dan pileg serentak pada bulan April 2019. Dari sisi investasi, ekspansi investasi pemerintah diperkirakan masih menjadi sumber pendorong utama ditengah lebih moderatnya pertumbuhan ekspor luar negeri.

Keuangan Pemerintah

Realisasi belanja APBD Provinsi triwulan II 2018 lebih tinggi dibandingkan periode yang

sama tahun 2017

Daya dorong APBD Provinsi Sulsel terhadap perekonomian pada triwulan II 2018 sedikit meningkat dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Realisasi belanja APBD Provinsi Sulsel pada triwulan II 2018 tercatat mencapai Rp3,29 triliun atau 34,1% dari pagu anggaran sebesar Rp9,65 triliun, lebih tinggi dibanding periode yang sama tahun 2017 yang mencapai 32,3%. Sebagian besar penyerapan anggaran direalisasikan untuk belanja operasional (pangsa 76,2%) dan belanja transfer (pangsa 20,1%), sementara untuk realisasi belanja modal mencapai Rp123,4 miliar (pangsa 3,8%).

Di sisi lain, persentase realisasi belanja pada APBN yang dialokasikan di Sulsel sedikit menurun. Pada triwulan II 2018, realisasi total belanja telah mencapai Rp7,08 triliun atau 34,1% dari yang dianggarkan sebesar Rp20,79 triliun. Persentase realisasi tersebut menurun dibandingkan triwulan sebelumnya dengan penurunan terjadi pada hampir seluruh komponen kecuali belanja bantuan sosial.

Tekanan harga triwulan II 2018 meningkat karena tarikan permintaan saat

HBKN. Namun realisasi inflasi tersebut merupakan yang

terendah dalam 3 tahun terakhir

Inflasi

Laju inflasi pada triwulan II 2018 tercatat sebesar 4,13%; yoy atau lebih tinggi dari triwulan sebelumnya 3,70%; yoy seiring dengan meningkatnya permintaan selama periode Ramadhan dan Lebaran. Kenaikan permintaan tersebut tercermin dari kenaikan harga pada kelompok sandang serta bahan makanan. Untuk kelompok bahan makanan, kenaikan terutama dipicu oleh meningkatnya permintaan selama Ramadhan dan HBKN. Namun demikian, inflasi selama triwulan II 2018 merupakan yang terendah bila dibandingkan rata-rata historis periode Ramadhan dan Lebaran dalam 3 tahun terakhir. Lebih rendahnya inflasi pada periode Ramadhan dan Lebaran tersebut seiring dengan berbagai upaya pengendalian inflasi yang dilakukan melalui TPID.

Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM

Stabilitas keuangan di Sulsel tetap baik, dengan risiko yang

terjaga

Stabilitas keuangan di Sulsel tetap terjaga, dengan indikator perbankan yang bertumbuh dan risiko pembiayaan yang manageable. Pada triwulan II 2018, pertumbuhan kredit mampu terakselerasi, sementara pertumbuhan DPK cenderung melambat. Akselerasi pertumbuhan kredit didorong signifikan oleh kredit investasi dan kredit modal kerja yang tumbuh lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya. Ke depan, risiko harga internasiomal komoditas unggulan Sulsel serta persaingan industri yang semakin ketat menjadi faktor yang perlu diwaspadai. Bank Indonesia terus memantau risiko dan memastikan stabilitas keuangan dalam kondisi yang aman, dengan memperdalam rasio kredit terhadap PDRB dengan tetap memperhatikan perluasan akses pembiayaan terhadap UMKM.

2 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode November2018Sinergi untuk Ketahanan

RINGKASAN EKSEKUTIF

Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah

Transaksi nontunai melalui kliring pada triwulan II 2018

meningkat, sementara aliran uang kartal tercatat net

outflow dari Bank Indonesia

Pada triwulan II 2018, nilai transaksi keuangan melalui SKNBI mengalami peningkatan, sementara pengedaran uang cenderung net outflow sejalan dengan polanya. Event HBKN tersebut juga memengaruhi aliran uang kartal yang diedarkan. Jumlah uang yang diedarkan untuk memenuhi kebutuhan permintaan masyarakat, cenderung net outflow sebesar Rp0,64 triliun. Net outflow diperkirakan terjadi karena peningkatan aktivitas masyarakat di bulan Ramadhan dan menjelang Idul Fitri, adanya pembayaran gaji ke-13 untuk PNS/TNI/POLRI, serta pembayaran THR untuk karyawan. Sementara untuk transaksi jual-beli valuta asing yang diawasi oleh Bank Indonesia, menunjukkan peningkatan secara kuartalan, yang diperkirakan sebagai implikasi meningkatnya kunjungan wisatawan asing ke Sulsel.

Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan

Kondisi kesejahteraan membaik, terutama indikator

pengangguran, kemiskinan, ketimpangan, dan nilai tukar

petani

Kondisi kesejahteraan di Sulsel membaik. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Sulsel per Februari 2018 tercatat 5,39%, lebih rendah dibandingkan periode Agustus 2017 sebesar 5,61%. Jumlah maupun persentase penduduk miskin di Sulsel hingga Maret 2018 juga membaik dibandingkan dengan periode September 2017, baik penduduk miskin di wilayah perkotaan maupun pedesaan. Ketimpangan Sulsel juga membaik pada Maret 2018, dengan gini ratio sebesar 0,397 dibandingkan September 2017 sebesar 0,429. Tingkat kesejahteraan petani juga membaik, tercermin dari Nilai Tukar Petani (NTP) hingga triwulan II 2018 yang meningkat 2,42% (yoy) dan berada diatas batas optimis (100), disebabkan oleh peningkatan produksi saat panen raya. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Provinsi Sulsel di tahun 2017 juga meningkat (70,34) dibandingkan tahun 2016 (69,76) dan berada pada peringkat 14 secara nasional.

Prospek Perekonomian Daerah

Perekonomian Sulsel pada triwulan IV 2018 diprakirakan

meningkat, demikian pula untuk keseluruhan 2018. Di sisi

lain, tingkat inflasi 2018 akan dijaga dalam kisaran target

3,5±1%

Perekonomian Sulsel pada triwulan IV 2018 diperkirakan tumbuh pada rentang 7,1 – 7,5% (yoy). Dengan perkiraan pertumbuhan tersebut, maka pertumbuhan keseluruhan tahun 2018 masih akan berada pada rentang 7,0 – 7,4% (yoy). Pertumbuhan ekonomi pada triwulan IV 2018 diperkirakan bersumber dari akselerasi pertumbuhan konsumsi rumah tangga dan ekspor, sementara komponen lainnya cenderung melambat.

Sementara di sisi inflasi, tekanan harga bahan makanan dan imported inflation diperkirakan akan menjadi tantangan pada akhir tahun 2018. Namun demikian, inflasi keseluruhan tahun 2018 diperkirakan masih akan berada pada rentang sasarannya, sebesar 3,5%+1% (yoy).

Rekomendasi Kebijakan

Diperlukan segera kebijakan dan strategi tindak lanjut untuk mengurangi defisit

transaksi berjalan dan mendorong ekonomi syariah

Untuk mendorong Sulsel sebagai Pilar Utama Pembangunan Nasional dan Simpul Jejaring Akselerasi Kesejahteraan kawasan, beberapa kebijakan atau rekomendasi yang dapat dilakukan: (a) Mendorong diversifikasi sumber pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan melihat potensi yang ada serta sejalan dengan arahan Presiden RI, maka pengembangan ekonomi berbasis pariwisata (wisata alam, bahari, dan budaya) untuk meningkatkan penerimaan devisa di Sulsel dapat ditingkatkan melalui 4A (Atraksi, Aksesibilitas, Amenitas, dan Ancillary/ tambahan kenyamanan); (b) Penyelesaian infrastruktur tepat waktu sesuai target yang ditentukan; (c) Mendorong investasi agro industri berorientasi ekspor; (d) Mendorong penelitian, pengembangan, dan kemitraan di sektor hulu untuk meningkatkan produksi dan produktivitas komoditi unggulan; (e) Mendorong soft infrastruktur untuk

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode November 2018Sinergi untuk Ketahanan 3

RINGKASAN EKSEKUTIF

Pengendalian harga diarahkan untuk peningkatan

produktivitas, memastikan kelancaran distribusi, dan

mengoptimalkan sumber daya di perkotaan

meningkatkan kualitas sumber daya manusia, melalui pelatihan dan pendidikan; (f) Melakukan pendampingan kepada pelaku perkebunan dan perikanan untuk meningkatkan produktivitas dalam rangka mengimbangi permintaan pasar lokal maupun global; (g) Mendorong ekonomi syariah dan ekonomi digital di Sulawesi Selatan, antara lain pengembangan finance (keuangan), food (makanan), fashion (pakaian), funtrepreneur (wirausaha), dan fundutainment (pendidikan/pesantren).

Selain menjaga pertumbuhan ekonomi untuk tetap tinggi, mitigasi inflasi Sulsel dapat dilakukan melalui beberapa hal: (a) Meningkatkan produksi dan produktivitas komoditas pangan yang memiliki persistensi inflasi tinggi seperti beras dan ikan bandeng serta memastikan ketersediaan pasokan dan kelancaran distribusi telur ayam ras dan cabe merah. Dalam hal harga meningkat diluar batas kewajaran, perlu dilaksanakan sidak ataupun operasi pasar ke pasar tradisional dan pasar modern; (b) Memperluas gerakan tanam cabai, tomat, kangkung, bawang merah dan komoditas utama penyumbang inflasi lainnya dengan memanfaatkan lahan lapang antara lain pekarangan atau jalan lingkungan (lorong); (c) Mendorong akselerasi pembangunan pasar induk beras di Pare-pare yang diinisiasi oleh Bulog sebagai acuan harga beras, sehingga gejolak harga di daerah lain tidak menarik harga beras di Sulsel lebih tinggi. Selain itu, harga di pasar kota Makassar perlu dikendalikan karena menjadi benchmark (acuan) bagi pasar kabupaten sekitar Makassar; (d) Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) di Sulsel semakin memfokuskan pada pengendalian komoditas volatile food yang memiliki kontribusi besar terhadap inflasi, antara lain beras, cabai rawit, cabai merah, daging ayam ras, telur ayam ras, dan ikan-ikanan; (e) Penyediaan atau pemanfaatan cold storage sebagai tempat penyimpanan komoditas perikanan; (f) Membangun sentra komoditas perikanan khususnya ikan bandeng, ikan layang dan ikan teri melalui pemanfaatan tempat pelelangan ikan yang difungsikan sebagai pusat penjualan; (g) Mendukung pelaksanaan smart inflation control oleh Pemerintah Kota Makassar melalui program Lammorona’ Makassar.

4 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode November2018Sinergi untuk Ketahanan

TABEL INDIKATOR EKONOMI

TABEL INDIKATOR EKONOMI

TabelIndikator Ekonomi

A. INFLASI DAN PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO (PDRB)

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode November 2018Sinergi untuk Ketahanan 5

TABEL INDIKATOR EKONOMI

B. PERBANKAN (KREDIT LOKASI BANK, DPK LOKASI BANK PELAPOR)

6 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode November2018Sinergi untuk Ketahanan

TABEL INDIKATOR EKONOMI

C. PERBANKAN (KREDIT LOKASI PROYEK, DPK LOKASI PROYEK)

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode November 2018Sinergi untuk Ketahanan 7

TABEL INDIKATOR EKONOMI

D. GRAFIK INDIKATOR

8 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode November2018Sinergi untuk Ketahanan

1. PERTUMBUHAN EKONOMI

Bab 1Pertumbuhan Ekonomi1

1 Pembahasan bab 1 menggunakan alur waktu Triwulan III 2018 (data realisasi BPS) dan Triwulan IV 2018 (data proyeksi Bank Indonesia)

Ekonomi Sulsel tumbuh 7,17% (yoy) pada triwulan III 2018, lebih tinggi dibandingkan triwulan yang sama tahun sebelumnya yang tumbuh 6,70% (yoy). Di sisi lain, ekonomi Sulsel pada triwulan III

2018 tumbuh sedikit lebih lambat dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh 7,35% (yoy) karena faktor musiman

seperti lebaran yang telah berlalu.Sumber pertumbuhan dari sisi permintaan masih didorong oleh

konsumsi rumah tangga dan berlanjutnya belanja Lembaga Non Profit Rumah Tangga (LNPRT). Masih tingginya konsumsi tersebut disebabkan oleh momentum belanja menjelang

pemilihan umum serta tahun ajaran baru. Pada sub investasi, perlambatan terjadi merespon masih tingginya level inventori

serta persaingan bisnis di level mikro yang membuat investasi bertumpu pada investasi pemerintah. Selanjutnya dari

perdagangan internasional, ekspor luar negeri terakselerasi didorong oleh faktor perbaikan harga internasional serta lebih

moderatnya pertumbuhan impor. Pada sisi lapangan usaha, pertumbuhan didorong oleh lapangan usaha dengan pangsa

yang dominan seperti pada pertanian, konstruksi, dan perdagangan bila dibandingkan dengan triwulan yang sama

tahun sebelumnya. Ke depan, pertumbuhan ekonomi pada triwulan IV

diperkirakan akan lebih terakselerasi dibandingkan triwulan III sesuai dengan pola historisnya. Adapun beberapa faktor

pendorong antara lain adalah konsumsi rumah tangga akhir

BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D

1.1. Pertumbuhan EkonomiPertumbuhan ekonomi Sulawesi Selatan (Sulsel) terus menunjukkan perbaikan di triwulan III 2018 dengan tumbuh 7,17% (yoy). Pertumbuhan ekonomi tersebut lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang tumbuh sebesar 6,70% (yoy). Adapun pertumbuhan pada triwulan III 2018 sedikit lebih rendah dibandingkan triwulan II 2018 disebabkan oleh faktor seasonal seperti hari raya lebaran yang telah berlalu dimana konsumsi rumah tangga tereskalasi signifikan.

Tabel 1.1. Perbandingan Pertumbuhan Ekonomi Sulawesi Selatam (%, yoy)

Tw III-2017 Tw II-2018 Tw III-2018

6.70 7.35 7.17

Pertumbuhan ekonomi Sulawesi Selatan menjadi yang tertinggi ketiga di nasional setelah Maluku Utara (8,17%; yoy) dan Sulawesi Barat (7,90%; yoy). Dengan pangsa yang dominan di Kawasan Indonesia Timur, pertumbuhan ekonomi Sulawesi Selatan berperan penting dalam menopang pertumbuhan ekonomi nasional yang tumbuh sebesar 5,17% (yoy). Adapun sumber pertumbuhan ekonomi Maluku Utara, Sulawesi Barat, dan Sulawesi Selatan cenderung berbeda. Malut dan Sulbar tumbuh didorong Lapangan Usaha (LU) Industri dan Kostruksi, sedangkan Sulsel didorong oleh LU Konstruksi dan Perdagangan

Sumber: Badan Pusat StatistikGrafik 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Spasial Indonesia

Pada triwulan IV 2018, pertumbuhan ekonomi Sulsel diperkirakan akan lebih terakselerasi dibandingkan triwulan III yang didorong oleh beberapa faktor seasonal. Faktor seasonal tersebut antara lain adalah konsumsi rumah tangga akhir tahun serta akselerasi belanja pemerintah di akhir tahun. Selain itu, akselerasi juga akan didorong oleh investasi yang cenderung meningkat di akhir tahun. Di sisi lain, ekspor diperkirakan tumbuh lebih lambat sejalan dengan hari kerja efektif yang lebih minim. Dari sisi lapangan usaha, pertumbuhan akan didorong oleh lapangan usaha dengan pangsa besar seperti pertanian, pertambangan, industri pengolahan, konstruksi, dan perdagangan. Lapangan usaha pertanian diperkirakan tumbuh lebih akseleratif sejalan dengan panen raya pada awal triwulan IV. Kemudian pada LU pertambangan, akselerasi didorong oleh kegiatan produksi yang lebih baik guna mencapai target produksi nikel yang berada pada rentang 75 ribu s.d 77 ribu MT. Pada LU industri pengolahan, akselearasi diperkirakan didorong oleh stock

10 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode November2018Sinergi untuk Ketahanan

BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI

building korporasi untuk memulihkan persediaan pasca penggunaannya di triwulan III. Adapun pada LU konstruksi dan perdagangan akan digerakkan oleh aktivitas pemerintah dan rumah tangga di akhir tahun yang lebih meningkat. Dengan demikian, pertumbuhan ekonomi Sulsel pada triwulan IV diperkirakan berada pada rentang 7,1 – 7,5% (yoy).

Grafik 1.2. Realisasi dan Pertumbuhan Ekonomi Sulsel

1.2. Sisi PengeluaranPertumbuhan ekonomi pada triwulan III didorong oleh konsumsi rumah tangga

I II III IV I II IIIKonsumsi Rumah Tangga 5.29 5.48 5.54 6.47 6.15 6.41 6.97 6.65 6.50Konsumsi LNPRT 1.13 3.26 6.57 7.35 5.81 7.58 22.53 21.72 7.06Konsumsi Pemerintah 8.09 (1.34) 3.78 (1.24) 4.34 2.40 8.09 6.50 8.00Pembentukan Modal Tetap Bruto 8.08 7.02 7.36 8.25 8.46 8.59 8.68 6.42 4.28Inventori (580) (29) (32) (63) 123 (186) 0 157 (100)Ekspor Luar Negeri (7.57) (20.52) 26.60 (4.19) (12.55) (6.06) 2.21 21.51 29.90Impor Luar Negeri 28.43 (6.93) 74.73 12.31 45.38 (15.47) (8.15) 2.09 1.55Net Ekspor Antar Provinsi 5.92 (44) (83) (70) (68) (19) 156 126 (1176)Produk Domestik Regional Bruto 7.19 7.42 7.75 6.77 6.70 7.78 7.37 7.35 7.17

Komponen 2015 2016*2017** 2018***

Tabel 1.2. Pertumbuhan (%, yoy) Ekonomi Menurut Komponen Pengeluaran (triwulanan)Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Bank Indonesia

*) Angka Sangat Sementara

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode November 2018Sinergi untuk Ketahanan 11

BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D

1.2.1 Konsumsi

Secara agregat, pengeluaran konsumsi tetap kuat terutama konsumsi LNPRT. Konsumsi rumah tangga pada triwulan II 2018 tumbuh 6,1% (yoy), tetap kuat diatas 6% meski melambat dibandingkan triwulan sebelumnya (7,4%; yoy). Konsumsi rumah tangga, LNPRT dan pemerintah masing-masing tercatat tumbuh 5,7% (yoy); 21,7% (yoy); dan 6,8% (yoy) pada triwulan laporan (Tabel 1.1). Meski melambat, pertumbuhan konsumsi masih menjadi penopang utama pertumbuhan ekonomi Sulsel pada triwulan II 2018 sehingga tetap berada pada level yang tinggi.

Konsumsi rumah tangga pada triwulan II 2018 masih tumbuh tinggi. Pertumbuhan konsumsi rumah tangga yang masih tinggi sejalan dengan adanya panen raya yang terjadi pada triwulan laporan, dimana sebagian besar masyarakat Sulsel merupakan pekerja di sektor pertanian, kehutanan dan perikanan, serta adanya HBKN (bulan Ramadhan dan idul fitri). Hal ini sejalan dengan Indeks Keyakinan Konsumen yang meningkat. Sementara itu, perlambatan yang terjadi pada konsumsi rumah tangga di triwulan laporan terkait dengan faktor base effect.

Realisasi belanja pemerintah daerah pada triwulan II 2018 juga menjadi salah satu pendorong pertumbuhan konsumsi. Realisasi belanja APBD Provinsi Sulsel hingga triwulan II 2018 sebesar Rp3,29 triliun atau 34,1% dari target Rp9,65 triliun. Pencapaian nilai realisasi belanja ini lebih tinggi dari posisi yang sama tahun sebelumnya sebesar 32,3% dari yang ditargetkan sebesar Rp9,15 triliun (Tabel 2.2). Peningkatan tersebut dikarenakan komponen belanja mengalami peningkatan realisasi dari yang ditargetkan di tahun 2018 dibandingkan tahun 2017 seiring dengan adanya peningkatan belanja modal khususnya belanja tanah, belanja peralatan dan mesin, belanja gedung dan bangunan, serta belanja jalan, irigasi dan jaringan.

133

142

(25)

(20)

(15)

(10)

(5)

0

5

10

15

20

80

90

100

110

120

130

140

150

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II

2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018

Indeks Keyakinan Konsumen (IKK)Growth yoy (%) - Skala Kanan

Indeks% yoy

132.4131.9

(15)(10)

(5)

05

10

1520

2530

0

20

40

60

80

100

120

140

160

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II

2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018

Indeks Indeks Penjualan Eceran gIndeks - Skala Kanan % yoy

Sumber: Survei Konsumen Sumber: Survei Penjualan EceranGrafik 1.2. Indeks Keyakinan Konsumen Grafik 1.3. Indeks Penjualan Eceran

Penyaluran kredit multiguna tercatat melambat. Pertumbuhan kredit multiguna melambat dari 9,3% (yoy) di triwulan sebelumya menjadi 6,4% (yoy) atau menjadi sebesar Rp21,15 triliun. Kredit multiguna yang cenderung menurun tersebut menyebabkan kredit konsumsi secara keseluruhan tumbuh melambat 8,4% (yoy) atau menjadi sebesar Rp51,99 triliun dari periode sebelumnya yang tumbuh 12,1% (yoy). Namun demikian, penyaluran kredit Kepemilikan Rumah/Apartemen (KPR/A) dan Kredit Kendaraan Bermotor (KKB) yang meningkat dapat menahan perlambatan kredit konsumsi lebih dalam. Pertumbuhan kredit KPR/A dan KKB meningkat masing-masing dari 12,4% (yoy) dan 6,5% (yoy) di triwulan I 2018 menjadi 15,5% (yoy) dan 11,4% (yoy) atau mencapai Rp15,59 triliun dan Rp4,43 triliun di triwulan laporan.

51.9551.99

0

5

10

15

20

25

30

0

10

20

30

40

50

60

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II

2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018

%, yoyRp Triliun

Kredit Konsumsi gKredit Konsumsi - Skala Kanan

Sumber: LBU, Lokasi proyek, diolahGrafik 1.4. Penyaluran Kredit Konsumsi

12 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode November2018Sinergi untuk Ketahanan

BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI

21.3021.15

-50

0

50

100

150

200

250

300

350

400

-

5

10

15

20

25

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II

2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018

% (y

oy)

Rp T

riliu

n

Kredit Multiguna Pertumbuhan Kredit - Skala Kanan

15.0415.59

(10)

0

10

20

30

40

50

-

2

4

6

8

10

12

14

16

18

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II

2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018

% (y

oy)

Rp T

riliu

n

Kredit Pemilikan Rumah/Apartemen (KPR/A) Pertumbuhan Kredit - Skala Kanan

Sumber: LBU, Lokasi proyek, diolah Sumber: LBU, Lokasi proyek, diolahGrafik 1.5. Penyaluran Kredit Multiguna Grafik 1.6. Penyaluran KPR/A

1.2.2 Investasi

Investasi tumbuh melambat dan menjadi salah satu faktor yang menyebabkan pertumbuhan ekonomi di triwulan II 2018 cenderung tertahan. Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) yang merupakan indikasi dari kegiatan investasi tumbuh 6,3% (yoy), melambat dibandingkan dengan triwulan I 2018 (8,7%; yoy) (Tabel 1.1). Perlambatan investasi terlihat dari PMA dan PMDN yang tumbuh terkontraksi. Sesuai dengan pernyataan dari BKPMD, masih adanya beberapa proyek pemerintah yang belum dilaksanakan terutama investasi bidang listrik menjadi salah satu faktor perlambatan investasi. Meski demikian, perlambatan investasi tersebut terjadi hanya karena jadwal penyaluran anggaran, bukan karena aktivitas proyek yang menurun. Sementara itu, untuk investasi swasta diperkirakan masih terhambat karena tahun politik di Sulsel sehingga membuat investor cenderung wait and see untuk menanamkan modalnya di Sulsel.

Investasi yang melambat tersebut tidak tercermin dari penyaluran kredit investasi dan kinerja impor barang modal yang menunjukkan tren meningkat di triwulan II 2018. Penyaluran kredit investasi di periode laporan tumbuh 14,2% (yoy) atau menjadi sebesar Rp27,32 triliun dari triwulan sebelumnya sebesar 3,5% (yoy). Impor barang modal tumbuh tinggi 190,5% (yoy) atau mencapai USD74,97 juta di periode laporan (Grafik 1.9). Dilihat dari komponennya, peningkatan impor barang modal terutama terjadi pada barang perlengkapan transportasi termasuk industri.

(150)(100)(50)050100150200250

020406080

100120140

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II

2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018

%, yoyUS$ Juta

Impor Barang Modal gImpor Barang Modal

24.43

27.32

(10)

0

10

20

30

40

50

0

5

10

15

20

25

30

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II

2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018

%, yoyRp Triliun

Kredit Investasi gKredit Investasi - Skala Kanan

Sumber: Bea Cukai, diolah Sumber: Laporan Bank, diolahGrafik 1.7. Impor Barang Modal Grafik 1.8. Penyaluran Kredit Investasi

Hingga akhir tahun 2018, proyek pembangunan infrastruktur seperti Proyek Strategis Nasional diperkirakan akan memberikan multiplier effect yang besar di daerah. Bank Indonesia memperkirakan proyek pembangunan listrik dan transportasi yang selesai akan mampu mendorong kepastian bisnis dari sisi dunia usaha untuk membangun dan menambah kapasitas produksinya. Pembangunan proyek tersebut akan memberikan nilai tambah pada LU Listrik dan Gas; LU Transportasi dan Pergudangan, serta memberikan nilai

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode November 2018Sinergi untuk Ketahanan 13

BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D

0

50

100

150

200

250

300

350

0.0

0.5

1.0

1.5

2.0

2.5

3.0

3.5

4.0

4.5

5.0

I II III IV I II III IV I II III IV I II

2015 2016 2017 2018

PMDN

PMA - sisi kanan

Rp Triliun US$ Ributambah kepada LU Industri Pengolahan. Oleh karena itu, Bank Indonesia turut mengawal percepatan reformasi struktural dan akan bekerjasama dengan pemerintah dan pelaku usaha.

Sumber: BKPM, diolahGrafik 1.9. Nilai Proyek PMA dan PMDN Sulsel

1.2.3 Ekspor dan Impor

(100)

(50)

0

50

100

150

200

250

0

100

200

300

400

500

600

700

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II

2013 2014 2015 2016 2017 2018

%; yoyRibu Ton

Volume Ekspor gVolume Ekspor - Skala KanangNilai Ekspor - Skala Kanan Kinerja ekspor Sulsel di triwulan II 2018 membaik. Nilai

ekspor dengan tujuan luar negeri (LN) tumbuh 22,5% (yoy), meningkat signifikan dibandingkan dengan triwulan I 2018 yang tercatat tumbuh 3,5% (yoy) (Tabel 1.1). Peningkatan ekspor luar negeri tersebut seiring dengan kinerja industri negara mitra dagang yang tercermin dari PMI yang meningkat terutama Amerika Serikat. Selain itu, harga komoditas utama Sulsel yang membaik juga mendorong peningkatan nilai ekspor seperti nikel. Meski demikian, ekspor dengan tujuan Dalam Negeri (DN) terkontraksi lebih dalam menjadi -12,5% (yoy) di periode laporan (Tabel 1.1), dibandingkan triwulan I 2018 sebesar -1,8% (yoy), terutama dalam memenuhi kebutuhan saat HBKN.

Sumber: Bea Cukai, diolah

Grafik 1.10. Ekspor LN Nonmigas

Kinerja ekspor (LN) yang meningkat signifikan di triwulan II 2018 tersebut salah satunya terlihat dari naiknya kinerja ekspor Nikel. Hal ini dikarenakan pangsa ekspor Nikel menyumbang 58,3% dari total ekspor LN Sulsel. Nilai ekspor nikel tercatat mengalami pertumbuhan 38,0% (yoy) naik hampir dua kali lipat dibandingkan dengan pertumbuhan di periode sebelumnya yang tumbuh 18,4% (yoy) (Grafik 1.12). Peningkatan nilai ekspor ini tidak terlepas dari membaiknya pertumbuhan harga komoditas nikel di pasar internasional. Sepanjang triwulan II 2018, harga nikel mencapai USD14.470/mt atau tumbuh 56,7% (yoy), dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh 29,3% (yoy) (Grafik 1.13).

(60)(40)(20)020406080100120

0

50

100

150

200

250

300

350

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II

2013 2014 2015 2016 2017 2018

%, yoyJuta USD

Ekspor Nikel Matte gEkspor - Skala Kanan

(60)

(40)

(20)

0

20

40

60

80

0

5,000

10,000

15,000

20,000

25,000

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II

2013 2014 2015 2016 2017 2018

%, yoy$/mt Nikel gHarga - Skala Kanan

Sumber: Bea Cukai, diolah Sumber: BloombergGrafik 1.11. Nilai Ekspor Nikel Matte Grafik 1.12. Perkembangan Harga Nikel

14 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode November2018Sinergi untuk Ketahanan

BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI

Beberapa komoditas unggulan Sulsel lainnya juga mengalami peningkatan. Pertumbuhan nilai ekspor komoditas rumput laut cukup tinggi menjadi 86,2% (yoy) dari triwulan sebelumnya yang tumbuh 31,3% (yoy). Naiknya permintaan dari negara mitra dagang menjadi salah satu pendorong kinerja ekspor LN. Selain itu, ekspor kakao olahan juga mengalami perbaikan meski masih dalam fase kontraksi sebesar -41,6% (yoy) di triwulan II 2018 atau mencapai USD 5,64 juta dibandingkan triwulan I 2018 yang kontraksi sebesar -44,7% (yoy) (Grafik 1.14).

Kinerja perekonomian negara-negara mitra dagang Sulsel turut mendorong ekspor Sulsel. Bila mengacu pada Purchasing Manager Index (PMI) yang dirilis oleh Markit Survey (Grafik 1.15), mengindikasikan bahwa kondisi ekonomi negara mitra dagang utama Sulsel di triwulan II 2018 seperti Amerika Serikat mengalami peningkatan, sementara Jepang, Tiongkok dan Zona Eropa meski mengalami penurunan namun masih berada diatas batas threshold yaitu 50. PMI Negara mitra dagang Sulsel yang masih berada di atas 50 tersebut mengindikasikan bahwa industri manufaktur Negara mitra dagang masih berada dalam fase ekspansi.

-500

0

500

1,000

1,500

2,000

2,500

-150-100

-500

50100150200250300

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II

2013 2014 2015 2016 2017 2018

Rumput Laut Udang Biji Kakao Olahan Kakao - skala kanan

% yoy % yoy

46

48

50

52

54

56

58

60

62

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II

2013 2014 2015 2016 2017 2018

Indeks

Jepang Tiongkok AS Zona Eropa Korea Selatan

Sumber: Bea Cukai, diolah Sumber: Trading Economics, Markit Survey

Grafik 1.13. Pertumbuhan Nilai Ekspor Komoditas Unggulan Grafik 1.14. Purchasing Managers Index

(100)

(50)

0

50

100

150

200

250

0

100

200

300

400

500

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II

2013 2014 2015 2016 2017 2018

%, yoyJuta Ton

Total Volume ImporgVolume Impor (yoy) - Skala KanangNilai Impor (yoy) - Skala Kanan

Di sisi lain, impor Sulsel di triwulan II 2018 juga mengalami pertumbuhan yang meningkat. Impor di triwulan II 2018 tercatat tumbuh 4,5% (yoy) meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 2,8% (yoy). Peningkatan impor tersebut terkonfirmasi dari naiknya impor luar negeri (LN). Meski demikian, impor dalam negeri (DN) yang melambat menjadi faktor penahan impor tumbuh lebih tinggi. Nilai impor LN tercatat 5,6% (yoy), membaik dari kinerja periode sebelumnya yang tercatat -4,6% (yoy). Nilai impor LN yang membaik tersebut khususnya terjadi pada impor barang modal (Tabel 1.1).

Sumber: Bea Cukai, diolah

Grafik 1.15. Volume Impor Nonmigas

Jika dilihat secara lebih rinci pada triwulan II 2018, nikel matte masih merupakan komoditas dengan pangsa terbesar dalam struktur ekspor, sementara gula dan kembang gula menjadi penyumbang terbesar dalam impor. Pangsa nilai ekspor komoditas nikel matte mencapai 58,3% dalam struktur ekspor luar negeri Sulsel, yang kemudian diikuti oleh ikan/udang dan biji-bijian berminyak dengan pangsa masing-masing 7,8% dan 7,0% (Tabel 1.2). Untuk impor luar negeri, pangsa nilai impor gula dan kembang gula mencapai 24,8% di triwulan II 2018, kemudian diikuti oleh mesin dan peralatan listrik (17,8%) serta sisa industri makanan (14,2%) (Tabel 1.3).

Tabel 1.3. Peringkat Ekspor Menurut Komoditas Tabel 1.4. Peringkat Impor Menurut Komoditas

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode November 2018Sinergi untuk Ketahanan 15

BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D

Nilai EksporTriwulan I 2018

(USD)1 Nikel 204,156,943.88 58.28%2 Ikan dan Udang 27,265,713.49 7.78%3 Biji-bijian berminyak dan Obat 24,644,605.41 7.04%4 Biji Coklat dan Coklat Olahan 17,050,060.40 4.87%5 Garam, belerang, kapur 16,536,229.49 4.72%6 Kayu, Barang dari Kayu 14,713,636.32 4.20%7 Gandum 9,868,458.20 2.82%8 Buah-Buahan 9,247,043.47 2.64%9 Daging dan Ikan Olahan 8,069,544.69 2.30%

10 Lak, Getah dan Damar 5,035,579.58 1.44%11 Lainnya 13,704,983.44 3.91%

TOTAL EKSPOR 350,292,798.37 100.00%

No Komoditas (HS) PangsaNilai Impor

Triwulan I 2018(USD)

1 Gula dan Kembang Gula 53,290,535.35 24.77%2 Mesin dan Peralatan Listrik 38,290,133.83 17.80%3 Sisa Industri Makanan 30,459,704.48 14.16%4 Gandum 25,074,725.57 11.66%5 Kapal laut dan bangunan terapung 18,000,158.00 8.37%6 Mesin-mesin/Pesawat Mekanik 17,545,233.06 8.16%7 Kendaraan dan Bagiannya 4,634,450.16 2.15%8 Biji Coklat dan Coklat Olahan 4,572,940.68 2.13%9 Bahan Kimia anorganik 3,823,421.41 1.78%

10 Produk Keramik 3,790,439.94 1.76%11 Lainnya 15,655,460.72 7.28%

TOTAL IMPOR 215,137,203.20 100.00%

No Komoditas (HS) Pangsa

Sumber: Bea Cukai, diolah Sumber: Bea Cukai, diolah

Dilihat dari negara tujuan, Jepang merupakan negara tujuan utama ekspor Sulsel, sedangkan Singapura merupakan negara yang paling besar penyedia barang-barang yang diimpor Sulsel. Di triwulan II 2018, pangsa nilai ekspor Sulsel ke Jepang mencapai 62,0% dari total ekspor Sulsel, yang kemudian diikuti oleh Tiongkok (9,6%), dan Amerika Serikat (7,4%) (Tabel 1.4). Sementara dari sisi impor, sebagian besar barang yang masuk ke Sulsel berasal dari Singapura yang mencapai 22,8% dari total impor Sulsel, yang kemudian diikuti oleh Tiongkok (13,8%) dan Denmark (10,9%) (Tabel 1.5).

Tabel 1.5. Negara Tujuan Utama Ekspor Tabel 1.6. Negara Asal Utama Impor

Total EksporFOB (USD)

1 Jepang 217,305,138 62.04%2 Tiongkok 33,739,175 9.63%3 Amerika Serikat 26,077,754 7.44%4 Filipina 12,091,921 3.45%5 Malaysia 8,395,997 2.40%6 Australia 7,604,288 2.17%7 Vietnam 6,564,639 1.87%8 Korea Selatan 6,044,426 1.73%9 Bangladesh 4,634,076 1.32%

10 Rusia 3,002,089 0.86%11 Lainnya 24,833,295 7.09%

TOTAL EKSPOR 350,292,798 100.00%

No Negara Tujuan Pangsa

Total ImporFOB (USD)

1 Singapura 48,957,883 22.76%2 Tiongkok 29,576,309 13.75%3 Denmark 23,503,539 10.92%4 Argentina 19,921,878 9.26%5 Panama 15,150,000 7.04%6 Hongkong 9,916,549 4.61%7 Australia 7,448,111 3.46%8 Kanada 7,200,818 3.35%9 Brazil 7,117,649 3.31%

10 Pakistan 5,741,248 2.67%11 Lainnya 40,603,219 18.87%

TOTAL IMPOR 215,137,203 100.00%

No Negara Asal Pangsa

Sumber: Bea Cukai, diolah Sumber: Bea Cukai, diolah

Defisit neraca perdagangan Sulsel mengalami peningkatan. Defisit neraca perdagangan Sulsel pada triwulan II 2018 mencapai Rp2,53 triliun, lebih tinggi dari defisit pada periode sebelumnya yang tercatat Rp1,05 triliun (Grafik 1.17). Defisit neraca perdagangan yang meningkat tersebut disebabkan oleh kenaikan impor DN yang lebih tinggi daripada ekspor DN terutama diperkirakan untuk kebutuhan konsumsi rumah tangga seiring dengan meningkatnya permintaan pada HBKN. Meski disisi lain, ekspor LN tercatat lebih besar daripada impor LN atau masih tercatat positif.

(16,000)(14,000)(12,000)(10,000)(8,000)(6,000)(4,000)(2,000)02,000

(25,000)(20,000)(15,000)(10,000)

(5,000)0

5,00010,00015,00020,00025,000

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II

2012 2013 2014 2015 2016* 2017** 2018**Rp MiliarRp Miliar

Ekspor ADHB Impor ADHB Neraca Perdagangan Bersih - Skala Kanan

Keterangan: *) Angka Sementara; **) Angka Sangat Sementara

(100)0100200300400500600700

(600)

(400)

(200)

0

200

400

600

800

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II

2012 2013 2014 2015 2016* 2017** 2018**

US$ JutaUS$ Juta

Ekspor Luar Negeri NonmigasImpor Luar Negeri NonmigasNeraca Perdagangan Bersih Luar Negeri Nonmigas - Skala Kanan

Keterangan: *) Angka Sementara; **) Angka Sangat Sementara

Sumber: BPS Sumber: Bea Cukai, diolahGrafik 1.16. Neraca Perdagangan Bersih Grafik 1.17. Neraca Perdagangan Bersih Luar Negeri

16 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode November2018Sinergi untuk Ketahanan

BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI

1.3. Sisi Lapangan UsahaPada triwulan II 2018, pertumbuhan ekonomi Sulsel terutama didorong oleh meningkatnya Lapangan Usaha (LU) Pertanian, Kehutanan dan Perikanan serta Perdagangan Besar dan Eceran seiring dengan adanya aktivitas hari raya. Pertumbuhan Lapangan Usaha Pertanian, Kehutanan dan Perikanan; serta Perdagangan Besar dan Eceran naik masing-masing dari 5,0% (yoy) dan 12,3% (yoy) di triwulan I 2018 (Tabel 1.6) menjadi masing-masing 7,5% (yoy) dan 13,8% (yoy). Lapangan Usaha lain yang mengalami peningkatan adalah LU Pengadaan Listrik (7,0%; yoy); Transportasi dan Pergudangan (14,0%; yoy); Administrasi Pemerintahan (8,6%; yoy); serta Jasa Pendidikan (8,2%; yoy). Di sisi lain, terdapat beberapa LU utama yang mengalami perlambatan yaitu LU Pertambangan dan Penggalian; LU Industri Pengolahan dan LU Konstruksi sehingga menekan pertumbuhan ekonomi Sulsel pada triwulan laporan untuk dapat tumbuh signifikan. Lapangan Usaha yang melambat tersebut terutama dipengaruhi oleh jumlah hari kerja yang lebih sedikit seiring dengan adanya cuti dan libur lebaran.

Selanjutnya, pertumbuhan ekonomi di triwulan III 2018 diperkirakan sedikit melambat. Perlambatan tersebut khususnya terjadi pada Lapangan Usaha Pertanian, Kehutanan dan Perikanan; Pengadaan Air; Perdagangan Besar dan Eceran; Transportasi dan Pergudangan; Penyediaan Akomodasi dan Makan minum; Informasi dan Komunikasi; Jasa Perusahaan; dan Jasa Kesehatan. Kinerja Lapangan Usaha Perdagangan Besar dan Eceran yang menurun seiring dengan kembali normalnya aktivitas masyarakat paska HBKN. Sementara untuk LU Pertanian, Kehutanan dan Perikanan yang turun sesuai dengan pola musiman yaitu musim tanam pada komoditas tanaman bahan makanan.

Tabel 1.7. Pertumbuhan Ekonomi Menurut Lapangan usaha Ekonomi

I II III IV** TOTAL I II III IV TOTAL I IIA Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 4.93 10.02 5.87 0.73 4.24 5.34 24.86 7.86 14.37 4.77 3.35 -0.11 5.34 5.04 7.52B Pertambangan dan Penggalian 5.68 11.11 7.42 2.04 5.16 1.62 -3.30 1.22 8.39 6.16 1.67 2.53 4.52 4.74 3.35C Industri Pengolahan 9.22 9.00 6.77 12.43 8.10 11.20 2.18 8.23 4.89 4.18 4.94 6.03 5.03 3.29 -1.22D Pengadaan Listrik dan Gas 8.04 16.98 -1.38 10.11 17.35 17.33 2.82 11.52 9.84 3.50 4.64 6.65 6.10 1.09 7.00E Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang 5.50 2.13 0.34 3.46 4.72 6.93 6.65 5.44 5.56 7.30 10.84 7.81 7.89 9.53 8.84F Konstruksi 10.57 6.29 8.32 9.32 9.74 6.13 2.48 6.75 6.99 8.93 8.35 10.22 8.66 7.76 6.30G Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 7.23 7.20 7.89 8.86 11.00 9.65 9.93 9.87 7.31 10.25 9.60 15.66 10.74 12.27 13.79H Transportasi dan Pergudangan 6.36 1.24 6.82 13.47 8.90 9.13 0.17 7.75 1.26 6.15 8.61 17.57 8.37 13.08 13.99I Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 6.76 7.82 5.81 9.79 8.93 8.72 6.60 8.47 6.80 11.04 13.69 14.84 11.66 14.31 14.26J Informasi dan Komunikasi 14.07 5.75 7.92 8.18 8.05 7.92 8.35 8.13 9.48 11.25 9.84 11.47 10.52 11.39 9.05K Jasa Keuangan dan Asuransi 8.88 5.76 7.41 9.65 17.38 12.10 15.44 13.63 4.27 5.29 4.71 3.34 4.39 9.50 8.48L Real Estate 8.98 7.97 7.39 7.04 6.93 5.40 6.16 6.37 4.15 4.35 4.74 4.69 4.48 3.94 3.49

M,N Jasa Perusahaan 6.97 6.76 5.87 7.89 7.73 8.07 7.81 7.88 6.81 8.73 8.64 9.49 8.44 9.62 8.77O Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 3.07 2.32 7.88 7.82 8.58 -8.23 -7.56 -0.22 0.20 -0.13 12.19 9.29 5.20 4.34 8.58P Jasa Pendidikan 7.72 4.65 7.25 7.69 9.19 8.00 2.99 6.86 7.13 9.46 10.13 11.92 9.72 7.17 8.18Q Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 8.25 10.23 9.31 9.55 8.38 7.53 8.43 8.45 7.42 9.54 9.88 8.34 8.80 10.26 10.27

R,S,T,U Jasa lainnya 7.14 7.57 8.99 9.71 9.97 9.98 9.58 9.81 6.84 9.60 11.65 10.07 9.58 11.67 12.60PDRB 7.62 7.54 7.19 7.24 8.02 6.80 7.67 7.42 7.75 6.77 6.70 7.78 7.23 7.37 7.38PDRB Non Tambang 7.75 7.31 7.17 7.57 8.21 7.15 8.47 7.84 7.71 6.80 7.03 8.12 7.40 7.53 7.63

Sektor Berdasarkan Tahun Dasar 2010 20142018**2017**2016*

2013 2015

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Bank Indonesia*) Angka sementara **) Angka sangat sementara

Pertanian, 23.78%

Pertambangan, 5.33%

Industri Pengolahan,

12.34%Konstruksi ,

12.60%

Perdagangan, 14.67%

Lainnya, 31%

Tw II 2018

Dilihat dari andil terhadap PDRB, Lapangan Usaha Pertanian masih menjadi penyumbang terbesar di triwulan II 2018. Pangsa usaha Pertanian terhadap total PDRB mencapai 23,8% (Grafik 1.19). Lapangan Usaha lainnya yang menjadi tumpuan perekonomian Sulsel adalah usaha Perdagangan besar dan eceran, Konstruksi dan Industri Pengolahan, yang masing-masing memiliki pangsa terhadap total PDRB di atas 10%. Sementara untuk lapangan usaha pertambangan memiliki pangsa di kisaran 5%. Adapun lapangan usaha lainnya merupakan gabungan dari usaha non utama.

Sumber: Badan Pusat StatistikGrafik 1.18. Pangsa PDRB Sulsel Menurut Lapangan Usaha (ADHB)

1.3.1 Lapangan Usaha Pertanian, Kehutanan dan Perikanan

Panen pada komoditas tabama dan perkebunan mendorong kinerja Lapangan Usaha Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan tumbuh meningkat. Lapangan Usaha Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan tumbuh mencapai 7,5% (yoy) dari periode sebelumnya tumbuh 5,0% (yoy) (Tabel 1.6). Naiknya kinerja LU Pertanian tersebut dikarenakan (1) Adanya beberapa daerah yang mengalami panen yaitu Maros, Gowa, Barru dan Soppeng; (2) Produksi padi yang lebih tinggi

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode November 2018Sinergi untuk Ketahanan 17

BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D

dibandingkan tahun sebelumnya dengan program peningkatan cetak sawah baru oleh Dinas Pertanian yang telah mencapai 60.000 ha; dan (3) Harga komoditas perkebunan seperti kakao yang meningkat. Harga kakao meningkat dari USD 1.519/mt pada triwulan I 2018 menjadi USD1.759/mt di triwulan II 2018 atau tumbuh membaik 24,1% (yoy) (Grafik 1.21).

Kinerja subusaha kehutanan (perkebunan) juga turut mendorong peningkatan pertumbuhan Lapangan Usaha Pertanian, Kehutanan dan Perikanan. Nilai ekspor komoditas kakao sebagai salah satu indikator subusaha perkebunan tumbuh membaik dari -32,6% (yoy) di triwulan I 2018 menjadi -23,4% (yoy) di triwulan II 2018 atau US17,05 juta (Grafik 1.20). Selain itu, nilai ekspor produk sayur-sayuran dan umbi-umbian juga tercatat tumbuh meningkat 688,3% (yoy) atau 462,6 ribu ton dari periode sebelumnya yang tumbuh -42,4% (yoy).

-60

-40

-20

0

20

40

60

80

0102030405060708090

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II

2013 2014 2015 2016 2017 2018

Ekspor Kakao dan Produk Olahannya Pertumbuhan - Skala Kanan

Juta USD %, yoy

1,5191,759

(40)

(30)

(20)

(10)

0

10

20

30

40

50

0

500

1,000

1,500

2,000

2,500

3,000

3,500

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II

2013 2014 2015 2016 2017 2018

%, yoy$/mtKakao gHarga - Skala Kanan

Sumber: Bea Cukai, diolah Sumber: World BankGrafik 1.19. Nilai Ekspor Kakao dan Produk Olahannya Grafik 1.20. Harga Internasional Kakao

Sementara itu, kinerja sub usaha perikanan melambat sehingga menahan pertumbuhan LU Pertanian, Kehutanan dan Perikanan. Salah satu indikator yang menunjukkan penurunan kinerja di subusaha perikanan adalah penurunan ekspor komoditas perikanan, baik dari sisi volume maupun nilai. Secara volume, ekspor ikan terkontraksi lebih dalam menjadi -16,1% (yoy) pada triwulan II 2018 dibandingkan dengan periode sebelumnya (-0,3% yoy) (Grafik 1.22), sejalan dengan itu secara nominal nilai ekspor juga menurun, dengan pertumbuhan triwulan II 2018 mencapai -14,8% (yoy) lebih rendah dibandingkan triwulan I 2018 yang tumbuh 5,8% (yoy) (Grafik 1.23). Penurunan kinerja perikanan diperkirakan karena gelombang laut yang cukup tinggi hingga 1,5 meter sehingga memengaruhi nelayan melaut dan berdampak pada pasokan ikan laut tujuan ekspor.

-30-20-100102030405060

0

1

2

3

4

5

6

7

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II

2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018

Ekspor Ikan Pertumbuhan - Skala Kanan

JutaTon % yoy

-40

-30

-20

-10

0

10

20

30

05

1015202530354045

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II

2013 2014 2015 2016 2017 2018

Ekspor Ikan Pertumbuhan - Skala Kanan

Juta USD % yoy

Sumber: Bea Cukai, diolah Sumber: Bea Cukai, diolahGrafik 1.21. Volume Ekspor Komoditas Ikan Grafik 1.22. Nilai Ekspor Komoditas Ikan

Pertumbuhan di usaha pertanian Sulsel tidak sejalan dengan pertumbuhan kredit yang disalurkan perbankan ke usaha pertanian. Di triwulan II 2018, kredit yang disalurkan ke usaha pertanian tumbuh 25,7% (yoy) atau mencapai Rp3,91 triliun (Grafik 1.24). Angka pertumbuhan ini lebih rendah bila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tumbuh 31,2% (yoy). Hal ini mengindikasikan meningkatnya kesejahteraan petani seiring dengan adanya panen raya yang tercermin dari NTP yang juga meningkat.

18 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode November2018Sinergi untuk Ketahanan

BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI

3.753.91

0102030405060708090

0.00.51.01.52.02.53.03.54.04.5

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II

2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018

%, yoyRp Triliun

Pertanian gKredit Pertanian - Skala Kanan

Sumber: Laporan Bank, lokasi proyek, diolahGrafik 1.23. Perkembangan Kredit di Lapangan usaha Pertanian

1.3.2 Lapangan Usaha Pertambangan dan Penggalian

Lapangan Usaha Pertambangan dan Penggalian tumbuh melambat. Lapangan usaha ini tercatat tumbuh 3,3% (yoy), lebih rendah dari pertumbuhan di triwulan sebelumnya 4,7% (yoy) (Tabel 1.6). Produksi nikel matte yang melambat diperkirakan menjadi faktor utama turunnya LU Pertambangan dan penggalian. Penurunan produktivitas dipengaruhi oleh jumlah hari kerja yang turun, disertai dengan harga bahan bakar yang meningkat sebagai salah satu komponen biaya tertinggi yang menyebabkan perusahaan harus mengelola kapasitas produksinya. Total produksi Nikel Matte mencapai 18.893 metrik ton (MT) atau terkontraksi lebih dalam -6,0% (yoy) lebih buruk dari triwulan sebelumnya yang tumbuh 0,5% (yoy) (Grafik 1.25). Penjualan Nikel Matte juga mengalami penurunan pada triwulan II 2018 sebesar -4,4% (yoy) atau 18.764 MT dari triwulan sebelumnya yang tumbuh 0,1% (yoy) (Grafik 1.26).

(40)

(20)

0

20

40

60

80

0

5

10

15

20

25

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II

2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018

Ribu

Produksi Nikel dalam Matte (Ton Metrik) yoy (%) - Skala Kanan

(30)(20)(10)0102030405060

0

5

10

15

20

25

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II

2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018

Ribu

Penjualan Nikel dalam Matte (Ton Metrik) yoy (%) - Skala Kanan

Sumber: Industri Pengolahan Nikel Sumber: Industri Pengolahan NikelGrafik 1.24. Produksi Nikel dalam Matte Grafik 1.25. Penjualan Nikel dalam Matte

Pertumbuhan usaha pertambangan dan penggalian tidak sejalan dengan penyaluran kredit di usaha ini. Di triwulan II 2018, pertumbuhan kredit yang disalurkan perbankan ke lapangan usaha tambang sebesar 16,4% (yoy) atau Rp433,23 miliar, meningkat dari triwulan sebelumnya sebesar 9,1% (yoy) (Grafik 1.28) . Hal ini mengindikasikan bahwa kebutuhan pembiayaan pada LU Pertambangan dan Penggalian meningkat sejalan dengan adanya HBKN pada triwulan laporan di tengah produksi yang menurun.

(60)

(40)

(20)

0

20

40

60

80

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II

2013 2014 2015 2016 2017 2018

Nikel Timah Baja

% yoy

0.430.44

(40)

(20)

0

20

40

60

80

0.0

0.1

0.2

0.3

0.4

0.5

0.6

0.7

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II

2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018

%, yoyRp Triliun

Pertambangan gKredit Pertambangan - Skala Kanan

Sumber: World Bank Sumber: LBU, diolahGrafik 1.26. Harga Komoditas Tambang Grafik 1.27. Kredit Lapangan usaha Pertambangan

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode November 2018Sinergi untuk Ketahanan 19

BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D

1.3.3 Lapangan Usaha Industri Pengolahan

Pada triwulan II 2018, Lapangan Usaha Industri Pengolahan tumbuh melambat. Lapangan Usaha Industri Pengolahan tumbuh 3,3% (yoy), melambat dari triwulan I 2018 yang mencapai 4,7% (yoy) (Tabel 1.6). Melambatnya Lapangan Usaha Industri Pengolahan disebabkan oleh kinerja Industri Besar dan Sedang (IBS) yang menurun di triwulan II 2018. Industri Besar dan Sedang (IBS) mengalami kontraksi -12,6% (yoy) lebih dalam dibandingkan kontraksi pada periode sebelumnya -0,3% (yoy) (Grafik 1.29). Perlambatan IBS berasal dari industri makanan dan barang galian bukan logam yang tumbuh terkontraksi. Aktivitas pembangunan proyek dan perumahan yang terbatas menyebabkan kondisi over supply semen. Strategi yang digunakan oleh perusahaan dalam mengatasi kondisi over supply di pasar domestik adalah memperluas pasar luar negeri.

(15)(10)

(5)05

10152025

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II

2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018

%, yoy

IMK IBS

(60)

(40)

(20)

0

20

40

60

80

050

100150200250300350400450

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II

2013 2014 2015 2016 2017 2018

%, yoyJuta USD

Ekspor Industri gEkspor - Skala Kanan

Sumber: Badan Pusat Statistik Sumber: Bea Cukai, diolahGrafik 1.28. Pertumbuhan Industri Grafik 1.29. Nilai Ekspor Hasil Industri

Kredit yang disalurkan perbankan ke lapangan usaha industri tercatat kontraksi yang lebih dalam, sejalan dengan kinerja industri pengolahan yang melambat. Kredit yang disalurkan ke industri pengolahan tercatat terkontraksi lebih dalam -5,8% (yoy) atau Rp7,67 triliun dari triwulan sebelumnya -5,1% (yoy). Salah satu faktor penghambat kredit industri pengolahan berasal dari kelompok Industri Besar Sedang (IBS) yang tumbuh terkontraksi khususnya industri makanan dan barang galian bukan logam masing-masing dari -0,3% (yoy) dan -0,4% (yoy) menjadi -11,6% (yoy) dan -18,4% (yoy).

7.447.67

(40)(30)(20)(10)0102030405060

0.01.02.03.04.05.06.07.08.09.0

10.0

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II

2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018

%, yoyRp Triliun

Industri Pengolahan gKredit Industri Pengolahan - Skala Kanan

Sumber: LBUGrafik 1.30. Kredit Industri Pengolahan

Di sisi lain, ekspor hasil industri masih mengalami peningkatan. Nilai ekspor hasil industri di triwulan II 2018 meningkat dari 9,93% (yoy) pada triwulan I 2018 menjadi 30,7% (yoy) atau sebesar USD277,64 juta (Grafik 1.30).

1.3.4 Lapangan Usaha Konstruksi

Lapangan Usaha Konstruksi tumbuh melambat dibandingkan triwulan sebelumnya. Pada triwulan laporan, lapangan usaha Konstruksi tumbuh 6,3% (yoy) melambat dari periode sebelumnya yang mencapai 7,8% (yoy) (Tabel 1.6). Perlambatan seiring dengan adanya cuti dan libur lebaran yang membuat jumlah hari kerja menurun, serta bulan ramadhan sehingga aktivitas fisik pekerjaan proyek yang terbatas. Selain itu, curah hujan yang masih dalam tingkat menengah – tinggi berpotensi menghambat pelaksanaan pembangunan khususnya pembuatan pondasi yang membutuhkan cuaca kering selama 3 hari berturut-turut. Sesuai data BKPM, nilai proyek PMDN tumbuh terkontraksi -85,4% (yoy) atau Rp117,15 miliar dari triwulan sebelumnya yang mencapai 473,5% (yoy) atau Rp1,44 triliun (Grafik 1.10).

Perlambatan Lapangan Usaha Konstruksi tidak sejalan dengan kredit konstruksi. Kredit konstruksi tumbuh meningkat dari 2,8% (yoy) menjadi 18,0% (yoy) di triwulan laporan (Grafik 1.33). Selain itu, realisasi pengadaan semen juga menunjukkan peningkatan, dari sebesar -1,8% (yoy) atau 348 ribu ton di triwulan II 2017 (data April-Mei 2017) menjadi 4,5% (yoy) atau 364 ribu ton di triwulan laporan (data April-Mei 2018) (Grafik 1.32). Hal ini mengindikasikan bahwa persediaan semen di LU Konstruksi meningkat karena adanya penurunan aktivitas pengerjaan proyek.

20 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode November2018Sinergi untuk Ketahanan

BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI

523

364

(15)

(10)

(5)

0

5

10

15

20

0100200300400500600700800900

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II*

2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018

%, yoyRibu Ton Realisasi Pengadaan Semen Sulsel (Ton)gRealisasi - Skala Kanan

*) Data sampai bulan Mei 2018

6.82

8.04

0

5

10

15

20

25

30

35

40

0.01.02.03.04.05.06.07.08.09.0

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II

2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018

%, yoyRp TriliunKonstruksi gKredit Konstruksi - Skala Kanan

Sumber: Asosiasi Semen Indonesia Sumber: Laporan Bank, diolahGrafik 1.31. Pengadaan Semen Grafik 1.32. Kredit kepada Lapangan usaha Konstruksi

1.3.5 Lapangan Usaha Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor

Lapangan Usaha Perdagangan Besar dan Eceran mengalami peningkatan. Di triwulan laporan, lapangan usaha ini tumbuh 13,8% (yoy), lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan di periode sebelumnya yang tercatat 12,3% (yoy) (Tabel 1.6). Pertumbuhan Lapangan Usaha Perdagangan yang semakin menguat juga terkonfirmasi dari hasil Survei Penjualan Eceran, terutama untuk penjualan produk di kelompok bahan bakar kendaraan bermotor yang naik. Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN) bulan Ramadhan dan Idul Fitri pada triwulan laporan diperkirakan mendorong kinerja usaha perdagangan besar dan eceran. Meski demikian, pertumbuhan LU perdagangan besar dan eceran yang meningkat tidak sejalan dengan penyaluran kredit ke lapangan usaha ini. Kredit ke lapangan usaha perdagangan tercatat mencapai Rp35,96 triliun atau tumbuh 2,5% (yoy), melambat dibandingkan pertumbuhan di triwulan I 2018 yang tumbuh 3,4% (yoy) (Grafik 1.34). Hal ini mengindikasikan bahwa peningkatan LU Perdagangan dipengaruhi oleh adanya peningkatan daya beli masyarakat seiring dengan pemberian THR dan adanya indikasi perdagangan antar daerah yang meningkat.

35.6335.96

0

5

10

15

20

25

30

35

40

0.0

5.0

10.0

15.0

20.0

25.0

30.0

35.0

40.0

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II

2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018

%, yoy

Rp Triliun

Perdagangan gKredit Perdagangan - Skala Kanan

128.36

142.02

-15-10-5051015202530

80

90

100

110

120

130

140

150

160

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II

2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018

IndeksBahan Bakar Kendaraan Bermotor Pertumbuhan - Skala Kanan

% yoy

Sumber: Laporan Bank, diolah Sumber: Survei Penjualan EceranGrafik 1.33. Perkembangan Kredit Perdagangan Grafik 1.34. Penjualan Barang Eceran Riil

1.4. Pertumbuhan Ekonomi Tanpa Lapangan Usaha Pertambangan Pertumbuhan ekonomi non tambang memiliki pola yang sama dengan pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan, sejalan dengan cukup stabilnya pertumbuhan Lapangan Usaha Pertambangan. Pada triwulan II 2018, pertumbuhan ekonomi non tambang sedikit meningkat mencapai 7,6% (yoy) dibandingkan dengan periode sebelumnya yang mencapai 7,5% (yoy) (Grafik 1.36). Hal ini menunjukkan bahwa Lapangan Usaha Pertambangan di periode laporan merupakan salah satu faktor yang menahan perekonomian Sulsel. Laju pertumbuhan ekonomi non pertambangan yang tetap kuat tersebut utamanya disebabkan oleh LU Pertanian, Kehutanan dan Perikanan; Pengadaan Listrik dan Gas; Perdagangan Besar dan Eceran; Transportasi dan Pergudangan; Administrasi Pemerintahan; Jasa Pendidikan; serta Jasa Lainnya yang menjadi faktor utama pendorong pertumbuhan ekonomi non tambang.

Dari sisi rasio komponen lapangan usaha terhadap total PDRB non pertambangan, Lapangan Usaha Pertanian, Perikanan Dan Kehutanan masih mendominasi. Pangsa lapangan usaha tersebut sebesar 23,8%, diikuti dengan Perdagangan Besar dan Eceran 14,7%; Konstruksi 12,6%; dan Industri Pengolahan sebesar 12,3%. Lapangan Usaha Pertanian, Kehutanan dan Perikanan yang meningkat karena masih terdapat panen raya pada periode laporan. Selain itu, pertumbuhan Perdagangan Besar dan Eceran, serta Transportasi dan Pergudangan yang meningkta karena terdapat HBKN (bulan Ramadhan dan Idul Fitri) sehingga turut mendorong pertumbuhan ekonomi non tambang tetap kuat.

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode November 2018Sinergi untuk Ketahanan 21

BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D

Pada triwulan III 2018, lapangan usaha non pertambangan diperkirakan tumbuh melambat namun berada pada kisaran 7,1%-7,5% (yoy). Perlambatan tersebut terjadi pada Lapangan Usaha Pertanian, Kehutanan dan Perikanan; Pengadaan Air; Konstruksi; Perdagangan Besar dan Eceran; Transportasi dan Pergudangan; Penyediaan Akomodasi dan Makan minum; Informasi dan Komunikasi; Jasa Perusahaan; serta Jasa Kesehatan. Lapangan Usaha Pertanian, Kehutanan dan Perikanan yang melambat karena masuknya musim tanam khususnya pada komoditas tanaman bahan makanan. Lapangan Usaha Perdagangan Besar dan Eceran; Transportasi dan Pergudangan; Penyediaan Akomodasi dan Makan minum; Informasi dan Komunikasi merupakan lapangan usaha yang melambat karena kembali normalnya aktivitas masyarakat paska HBKN.

(5)

0

5

10

15

20

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II

2013 2014 2015 2016 2017 2018

Pertambangan PDRB PDRB Non Tambang

% yoy

Sumber: BPS, diolah BIGrafik 1.35. Perkembangan Ekonomi Non Pertambangan Sulawesi Selatan

22 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode November2018Sinergi untuk Ketahanan

BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI

Boks 1.A Fundamental Ekonomi Indonesia dan Sulawesi Selatan

Fundamental ekonomi adalah Fundamental (ekonomi) dalam pengertian ekonomi terdapat dua dasar dalil kesejahteraan ekonomi. Pertama, fundamental ekonomi menyatakan bahwa setiap kompetitif yang berdasarkan keseimbangan atau keseimbangan Walrasian mengarah ke efisien Pareto dalam alokasi sumberdaya. Kedua adalah berkaitan dengan intervensi negara, setiap alokasi efisien yang dapat berkelanjutan dengan keseimbangan kompetitif. walau tampak terlihat simetri dari dua dalil sebenarnya dalil pertama jauh lebih umum dibandingkan dengan dalil yang kedua lebih lemah dan memerlukan asumsi lebih jauh

Pada pengertian fundamental ekonomi Indonesia, keseimbangan ekonomi digambarkan melalui tujuh variabel ekonomi. Variabel yang pertama adalah pertumbuhan ekonomi yang menggambarkan peningkatan level produksi barang dan jasa. Variabel kedua adalah jumlah cadangan devisa yang dimiliki dengan nilai yang semakin besar mengindikasikan level yang lebih baik. Variabel ketiga adalah inflasi yang menunjukkan tingkat kenaikan harga barang secara umum. Inflasi yang lebih rendah mengindikasikan ekonomi yang lebih baik karena stabilitas yang terjaga. Variabel keempat adalah defisit APBN terhadap PDB yang menggambarkan ekspansi ekonomi melalui pembiayaan eksternal. Variabel kelima adalah depresiasi/ apresiasi nilai tukar sebagai indikator tekanan eksternal. Variabel keenam dan ketujuh adalah bagian dari balance of payment, yaitu neraca transaksi berjalan dan neraca transaksi modal dan finansial (TMF)

Perbandingkan fundamental ekonomi Indonesia dengan kondisi sebelumnya menunjukkan bahwa ekonomi Indonesia jauh lebih resilien. Bila dibandingkan dengan kondisi tekanan tapper tantrum (kondisi dimana Amerika Serikat mulai mengurangi jumlah quantitative easing) pada tahun 2013, maka terlihat ekonomi Indonesia di tahun 2018 jauh lebih baik dibandingkan periode tersebut. Hanya pertumbuhan ekonomi, defisit APBN terhadap PDB, dan neraca TMF yang kondisinya berbeda. Hal itupun disebabkan ekspansi fiskal untuk pembangunan infrastruktur yang lebih masif di tahun 2018 sehingga defisit APBN cenderung lebih tinggi. Kemudian faktor harga komoditas yang lebih tinggi serta masih berlangsungnya quantitative easing (walau dalam jumlah yang lebih menurun) adalah faktor yang membuat PDB da neraca TMF lebih tinggi di tahun 2013. Selebihnya, variabel ekonomi Indonesia cenderung jau lebih baik dibandingkan tahun 2013 seperti cadangan devisa yang sudah mencapai di atas 100 miliar dollar serta level inflasi yang lebih rendah.

Kondisi ekonomi Indonesia juga jauh lebih baik dibandingkan tahun 1998. Krisis ekonomi yang melanda Indonesia pada tahun 1998 tercermin dari inflasi yang tinggi (hyperinflation), pertumbuhan ekonomi yang terkontraksi (tumbuh negatif), defisit APBN yang sangat besar, depresiasi nilai tukar ratusan persen, hingga neraca TMF yang berada dalam posisi negatif. Bila dibandingkan degan kondisi 2018, maka tidak terdapat indikasi ekonomi Indonesia mengarah kembali kepada kondisi 1998.

Grafik 1.A.1 Perbandingan Fundamental Ekonomi Indonesia 2013 dan 2018

Grafik 1.A.2 Perbandingan Fundamental Ekonomi Indonesia 1998 dan 2018

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode November 2018Sinergi untuk Ketahanan 23

BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D

Sejalan dengan kondisi fundamental ekonomi Indonesia, fundamental ekonomi Sulawesi Selatan juga jauh lebih baik. Dalam membandingkan kondisi fundamental ekonomi Sulawesi Selatan, variabel yang digunakan adalah pertumbuhan ekonomi regional (PDRB), inflasi, pertumbuhan kredit, NPL, dan REER (Real Effective Exchange Rate). Hal ini dikarenakan kesesuaian dengan karakter dan ketersediaan data secara regional. Melalui kelima variabel tersebut, terlihat bahwa ekonomi Sulawesi Selatan lebih resilien. Pertumbuhan ekonomi Sulawesi Selatan pada tahun 2005 terkontraksi yang disebakan oleh kenaikan harga bahan bakar sebesar 250% sehingga membuat konsumsi rumah tangga menurun. Hal ini juga memicu kenaikan NPL hingga berada di atas 5% yang diikuti dengan inflasi yang dual digit. Kondisi tersebut jauh berbeda dengan tahun 2018 dimana pertumbuhan ekonomi Sulawesi Selatan berada di ata 7% dengan inflasi yang berada pada rentang 3,5+1%, serta NPL yang rendah.

Grafik 1.A.3 Perbandingan Fundamental Ekonomi Sulawesi Selatan 2005 dan 2018

24 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode November2018Sinergi untuk Ketahanan

BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI

Boks 1.B Upaya Perbaikan Current Account Deficit Melalui Akselerasi Ekspor Komoditas Unggulan

Kondisi penguatan mata uang dollar Amerika terhadap hampir seluruh mata uang dunia disebabkan masih terjadinya defisit neraca perdagangan barang dan jasa (current account deficit). Hal ini menyebabkan kelangkaan pasokan dollar Amerika ketika ekonomi paman sam tersebut terjadi gejolak seperti kenaikan suku bunga acuan. Kenaikan suku bunga acuan di Amerika Serikat membuat aliran dana kembali ke negara tersebut yang menyebabkan mata uang disuatu negara menjadi melemah. Hal ini terjadi hampir di seluruh negara termasuk yang memiliki posisi current account terhadap GDP pada level positif namun dalam pelemahan yang lebih terbatas.

Grafik 1.B.1 Kondisi Pergerakan Nilai Tukar dan Current Account Negara Emerging

Sebagai salah satu bagian dari ekonomi nasional, surplus perdagangan Sulawesi Selatan justru terus menurun. Hal ini disebabkan oleh deselrasi ekspor di tengah ekspansi pembangunan infrastruktur yang mengakibatkan peningkatan impor secara temporer. Penurunan surplus perdagangan Sulsel terjadi pada beberapa komoditas utama seperti ikan dan udang (pangsa 8,3%) serta kakao (pangsa 3,8%). Namun penurunan tertajam secara persisten dalam waktu yang panjang terjadi pada komoditas kakao.

Grafik 1.B.2 Perkembangan Surplus Perdagangan Sulawesi Selatan Grafik 1.B.3 Surplus Perdagangan Komoditas Kakao

Penurunan surplus perdagangan kakao terjadi pada hampir semua lini produk kakao . Ekspor biji kakao mengalami penurunan sejalan dengan penurunan produksi biji kakao di level petani. Hal ini berdampak pada ekspor turunan kakao lainnya yang juga terdeselerasi seperti pada produk butter, fat, dan oil serta powder. Penurunan pada ekspor pada produk turunan tersebut membuat surplus perdagangan Sulawesi Selatan terus terkontraksi karena nilai tambah yang tinggi serta pangsanya yang masuk dalam 5 besar komoditas utama selain nikel, ikan dan udang, rumput laut, dan buah-

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode November 2018Sinergi untuk Ketahanan 25

BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D

buahan.

Grafik 1.B.4 Surplus Perdagangan Biji Kakao Grafik 1.B.5 Surplus Perdagangan Butter/ Fat/ Oil

Grafik 1.B.6 Surplus Perdagangan Powder

Untuk meningkatkan posisi current account/GDP Indonesia, Sulsel dapat berpartisipasi melalui revitalisasi kakao dan akselerasi ekspor. Upaya tersebut antara lain adalah mengatasi penurunan produktivitas tanaman kakao khususnya di perkebunan rakyat. Produktivitas perkebunan rakyat cenderung menurun sejalan dengan gangguan hama yang diikuti dengan penurunan harga internasional. Adapun harga yang kembali pulih dalam satu tahun terakhir belum memberikan insentif bagi petani untuk menanam kembali karena kerusakan lahan yang sudah cukup meluas sehingga diperlukan modal lebih besar untuk revitalisasi. Ke depan, Bank Indonesia bersama pemerintah daerah akan mengoptimalkan komoditas unggulan Sulsel untuk mendorong ekspor sehingga berkontribusi terhadap penurunan defisit perdagangan internasional.

26 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode November2018Sinergi untuk Ketahanan

2. KEUANGAN PEMERINTAH

Bab 2Keuangan Pemerintah

Daya dorong APBD Provinsi Sulsel terhadap perekonomian pada triwulan II 2018 sedikit meningkat dibandingkan periode yang

sama tahun sebelumnya. Realisasi belanja APBD Provinsi Sulsel pada triwulan II 2018 tercatat mencapai Rp3,29 triliun atau

34,1% dari pagu anggaran sebesar Rp9,65 triliun, lebih tinggi dibanding periode yang sama tahun 2017 yang mencapai

32,3%. Sebagian besar penyerapan anggaran direalisasikan untuk belanja operasional (pangsa 76,2%) dan belanja transfer

(pangsa 20,1%), sementara untuk realisasi belanja modal mencapai Rp123,4 miliar (pangsa 3,8%).

Di sisi lain, persentase realisasi belanja pada APBN yang dialokasikan di Sulsel sedikit menurun. Pada triwulan II 2018,

total belanja telah terealisasi sebesar Rp7,08 triliun atau 34,1% dari yang dianggarkan sebesar Rp20,79 triliun. Penurunan komponen belanja terjadi pada seluruh komponen kecuali

komponen belanja bantuan sosial.

Ke depan realisasi APBD dan APBN di Sulsel, memiliki peran strategis dalam mendorong pertumbuhan ekonomi Sulsel 2018,

terutama stimulus pertumbuhan melalui pembangunan infrastruktur, pendidikan dan kesehatan.

BAB 2 KEUANGAN PEMERINTAHD

2.1 Struktur AnggaranPagu anggaran belanja terbesar berasal dari APBD Pemerintah Kabupaten/Kota. Komponen keuangan pemerintah daerah di Sulsel terdiri dari 3 (tiga) unsur, yaitu (1) Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Pemerintah Provinsi, (2) APBD Pemerintah Kabupaten/Kota, serta (3) Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang dialokasikan untuk Provinsi Sulsel. Dari ketiga unsur tersebut, nilai pagu anggaran belanja yang berasal dari APBD Pemerintah Kabupaten/Kota memiliki porsi paling tinggi yaitu mencapai Rp32,79 triliun atau 52,4% dari total pagu anggaran belanja 2018 sebesar Rp62,59 triliun. Sementara itu, pagu anggaran belanja dari APBN yang dialokasikan untuk Provinsi Sulsel menempati urutan kedua sebesar Rp20,19 triliun (32,2%), dan disusul oleh pagu anggaran belanja dari APBD Pemerintah Provinsi sebesar Rp9,62 triliun (15,4%). Dari total pagu anggaran belanja tersebut, hingga triwulan III 2018 telah berhasil direalisasikan sebesar Rp37,32 triliun atau 58,0% (Grafik 2.1 dan 2.2). Realisasi anggaran pada triwulan III 2018 tersebut relatif sama dengan realisasi pada periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 58,5% atau Rp34,6 triliun.

APBN32.2%

APBD PROVINSI

15.4%

APBD KAB/

KOTA*52.4%

ANGGARAN2018

APBN32,6%

APBD PROVIN

SI15,5%

APBD KAB/

KOTA*51,8%

REALISASIANGGARANTw III 2018

Keterangan: Anggaran Perubahan pada APBD ProvinsiSumber: Kanwil DJPB Provinsi Sulsel dan BPKAD Provinsi Sulsel, diolah

Grafik 2.36. Struktur Anggaran Belanja Keuangan Pemerintah di Sulsel Tahun 2018

Keterangan: *) PerkiraanSumber: Kanwil DJPB Provinsi Sulsel dan BPKAD Provinsi Sulsel, diolahGrafik 2.37. Struktur Realisasi Belanja Keuangan Pemerintah di Sulsel

Triwulan III 2018

Realisasi belanja Pemerintah Kabupaten/Kota tetap paling tinggi dengan pola penyerapan relatif sama dengan tahun sebelumnya. Pada triwulan II 2018, nilai realisasi belanja APBD Pemerintah Kabupaten/Kota diperkirakan mencapai Rp19,3 triliun atau porsinya 51,8% dari total realisasi belanja pemerintah daerah di Sulsel, sementara realisasi APBN di Sulsel menempati urutan kedua sebesar Rp12,18 triliun (porsi 32,6%), dan disusul oleh realisasi APBD Pemerintah Provinsi sebesar Rp5,79 triliun atau porsinya 15,5% (Grafik 2.2). Sementara pada triwulan III 2018, realisasi APBD Pemerintah Kabupaten/Kota, APBN di Sulsel, dan APBD Pemerintah Provinsi mencapai masing-masing 53,2%; 31,6%; dan 15,2% dari total realisasi anggaran.

2.2 Perkembangan Realisasi APBD Provinsi2.2.1 Pendapatan2.2.1.1. Struktur Realisasi Pendapatan

Berdasarkan sumbernya, pendapatan transfer mendominasi struktur pendapatan di Provinsi Sulsel. Hingga triwulan III 2018, nilai pendapatan yang bersumber dari transfer pemerintah pusat mencapai Rp4,01 triliun atau 60,2% dari total nilai realisasi pendapatan sebesar Rp6,67 triliun. Pendapatan transfer sebagian besar dalam bentuk Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK) masing-masing dengan porsi mencapai 52,2% dan 42,9%. Sumber pendapatan kedua berasal dari realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang hingga triwulan III 2018 mencapai Rp2,65 triliun (39,7%), dengan sumber pendapatan utama berasal dari pendapatan pajak daerah yang nilainya mencapai Rp2,35 triliun dengan porsi 88,8% dari PAD. Sementara sumber pendapatan lain berasal dari hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, lain-lain pendapatan yang sah, dan pendapatan retribusi daerah. Dibandingkan triwulan yang sama tahun sebelumnya, pendapatan pajak daerah yang lebih tinggi tersebut terutama berasal dari pajak kendaraan bermotor (PKB) yang pada triwulan III 2018 telah mencapai Rp838,9 miliar atau 70,76% dari target pendapatan PKB sebesar Rp1,18 triliun2.

2 https://gosulsel.com/2018/10/09/triwulan-iii-bapenda-sulsel-sudah-capai-70-persen-pajak/

28 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode November2018Sinergi untuk Ketahanan

BAB 2 KEUANGAN PEMERINTAH

Rp1.606 Rp1.847 Rp2.129 Rp2.325 Rp2.431 Rp2.559 Rp2.648

Rp1.709 Rp1.787 Rp1.918 Rp2.019 Rp2.711 Rp3.748 Rp4.010

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

90%

100%

Tw III-2012 Tw III-2013 Tw III - 2014 Tw III - 2015 Tw III - 2016 Tw III - 2017 Tw III-2018

Lain-Lain Pendapatan Yang Sah Pendapatan Transfer Pendapatan Asli Daerah

Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Provinsi Sulsel, diolahGrafik 2.38. Proporsi Realisasi Pendapatan APBD Provinsi Sulsel

2.2.1.2. Perkembangan Realisasi Pendapatan

Secara umum, pencapaian realisasi pendapatan Provinsi Sulsel masih cukup tinggi meski persentase realisasi PAD sedikit menurun. Sampai dengan triwulan III 2018, realisasi pendapatan telah mencapai Rp6,66 triliun atau 70,3% dari yang ditargetkan pada tahun 2018 sebesar Rp9,48 triliun. Secara lebih rinci, dari jumlah tersebut, realisasi pendapatan transfer mencapai 60,2%, PAD mencapai 39,7% dan lain-lain pendapatan yang sah mencapai 0,1% dari yang ditargetkan untuk tahun 2018. Meskipun secara persentase realisasi pendapatan APBD pada triwulan III 2018 sedikit lebih rendah (70,26%) dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (70,97%), namun secara nominal realisasi pendapatan sebesar Rp6,66 triliun masih lebih tinggi dibandingkan triwulan II 2018 yang sebesar Rp6,32 triliun. Penurunan persentase tersebut terjadi pada hampir seluruh komponen kecuali pendapatan pajak daerah. Penurunan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dipengaruhi oleh realisasi penerimaan dividen dari Bank Sulselbar yang belum mencapai target. Sementara pendapatan retribusi mengalami penurunan karena terkendala perubahan kelembagaan beberapa objek pajak yang mengakibatkan terganggunya pelayanan sehingga berdampak pada penerimaan retribusi3.

Tabel 2.8. Anggaran dan Realisasi Pendapatan APBD Provinsi Sulsel(Rp Miliar)

Keterangan: angka sementara (APBD Provinsi Sulawesi Selatan Unaudited)Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Provinsi Sulsel

Realisasi pendapatan pajak daerah pada triwulan III 2018 mengalami peningkatan terutama pajak kendaraan bermotor. Pada triwulan III 2018, komponen Pendapatan Pajak Daerah tercatat sebesar Rp2,35 triliun (35,3%) naik dari triwulan III 2017 sebesar Rp2,21 triliun (35,0%). Peningkatan pajak tersebut terutama berasal dari peningkatan pajak kendaraan bermotor, serta dampak lanjutan dari kebijakan penurunan tarif bea balik nama kendaraan bermotor dari

3 https://makassar.sindonews.com/read/14185/1/pendapatan-daerah-capai-4718-nurdin-abdullah-sesuai-harapan-1537596575

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode November 2018Sinergi untuk Ketahanan 29

BAB 2 KEUANGAN PEMERINTAHD

12,5% menjadi 10% sejak Januari 2018 dan pajak progresif kendaraan kedua dari 2,5% menjadi 2%, kendaraan ketiga dari 3,5% menjadi 2,25%; kendaraan keempat dari 4,5% menjadi 2,5% dan kendaraan kelima dari 5,5% menjadi 2,75%.

2.2.2 Belanja

2.2.2.1. Struktur Realisasi Belanja

Belanja operasional masih mendominasi struktur belanja Provinsi Sulsel. Sampai dengan triwulan III 2018, nilai realisasi belanja APBD Provinsi Sulsel yang terbesar berasal dari belanja operasional mencapai Rp4,36 triliun (pangsa 75,3%). Jumlah tersebut secara nominal lebih tinggi dari periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp3,88 triliun (pangsa 73,9%). Selanjutnya pangsa belanja berturut-turut diikuti oleh belanja transfer 17,8% (atau Rp1,03 triliun) dan belanja modal 5,9% (atau Rp312,2 miliar).

Rp2.028Rp2.206

Rp2.350 Rp2.493 Rp2.894 Rp3.880 Rp4.364

Rp719Rp124

Rp295 Rp327Rp246 Rp312 Rp397

Rp491 Rp605 Rp760 Rp894 Rp905 Rp1.058 Rp1.032

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

90%

100%

Tw III-2012 Tw III-2013 Tw III - 2014 Tw III - 2015 Tw III - 2016 Tw III - 2017 Tw III-2018

Belanja Transfer Belanja Modal Belanja OperasionalSumber: Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Provinsi Sulsel

Grafik 2.39.Proporsi Realisasi Belanja APBD Provinsi Sulsel

2.2.2.2. Perkembangan Realisasi Belanja

Persentase dan nilai realisasi belanja APBD Provinsi Sulsel pada triwulan III 2018 meningkat. Realisasi belanja di triwulan III 2018 tercatat sebesar Rp5,79 triliun atau 60,2% dari yang ditargetkan sebesar Rp9,62 triliun. Pencapaian realisasi belanja tersebut lebih tinggi dari periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp5,25 triliun atau 57,4% dari yang ditargetkan sebesar Rp9,15 triliun. Dengan persentase realisasi belanja sampai dengan triwulan III 2018 tersebut, maka terdapat surplus pada APBD Provinsi Sulsel sebesar Rp869,7 miliar.

Nilai realisasi belanja operasional lebih tinggi dari periode yang sama tahun sebelumnya. Realisasi belanja operasional pada triwulan III 2018 mencapai Rp4,36 triliun (60,9%), dimana nilai realisasi tersebut lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp3,88 triliun (59,6%). Nilai realisasi belanja operasional yang lebih tinggi tersebut terutama didorong oleh meningkatnya belanja pegawai dan belanja hibah. Meningkatnya belanja pegawai seiring dengan pencairan gaji ke-13 bagi Aparatur Sipil Negara (ANS) pegawai.

Nilai dan persentase realisasi belanja modal meningkat dibanding periode yang sama tahun sebelumnya. Pada triwulan III 2018, realisasi belanja modal telah mencapai Rp396,7 miliar atau 36,4% dari yang ditargetkan sebesar Rp1,09 triliun, meningkat dibandingkan persentase realisasi pencapaian pada triwulan III 2018 sebesar Rp312,2 miliar atau 29,5% dari yang ditargetkan sebesar Rp1,06 triliun. Nilai dan persentasi realisasi belanja modal yang lebih tinggi tersebut terjadi pada hampir seluruh komponen kecuali belanja peralatan dan mesin. Peningkatan realisasi belanja tanah; gedung dan bangunan; jalan, irigasi dan jaringan; belanja aset tetap lainnya; dan aset lainnya menunjukkan komitmen pemerintah daerah dalam pembangunan proyek- proyek infrastruktur di Sulsel. Hal ini juga terkonfirmasi dengan kinerjasektor konstruksi pada PDRB Sulsel triwulan III 2018 yang tumbuh paling tinggi diantara sektor utama lainnya (14,48%, yoy)

30 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode November2018Sinergi untuk Ketahanan

BAB 2 KEUANGAN PEMERINTAH

Tabel 2.9. Anggaran dan Realisasi Belanja APBD Provinsi Sulsel(Rp Miliar)

Keterangan: NA (not available) Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Provinsi Sulsel

Nilai realisasi transfer kepada Kabupaten/Kota juga tercatat cukup tinggi. Realisasi transfer sampai dengan triwulan II 2018 tercatat Rp1,03 triliun (76,2%), lebih tinggi dari tahun sebelumnya Rp1,06 triliun (67,9%). Transfer tersebut diharapkan dapat direalisasikan dengan baik oleh pemerintah Kabupaten/Kota melalui pembangunan untuk pelayanan publik, pembangunan infrastruktur, pelayanan kesehatan, pendidikan, dan lainnya yang diharapkan dapat mendorong perekonomian daerah masing-masing. Dengan adanya penggunaan dana transfer yang tepat sasaran tersebut, diharapkan dapat meningkatkan kapasitas perekonomian di daerah masing-masing.

2.3 Perkembangan Realisasi Belanja APBN di Sulsel

2.3.1 Struktur Realisasi Belanja

Realisasi belanja pegawai mendominasi belanja pada APBN Sulsel. Sampai dengan triwulan III 2018, pangsa realisasi belanja pegawai mencapai 43,4% atau Rp5,28 triliun dari pagu sebesar Rp7,41 triliun. Realisasi tersebut lebih rendah dibandingkan dengan pencapaian pada periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 45,6% atau Rp4,98 triliun dari pagu sebesar Rp6,99 triliun. Sementara itu, pangsa belanja barang pada triwulan III 2018 mencapai 38,7% (Rp4,71 triliun), meningkat dibandingkan triwulan yang sama tahun sebelumnya mencapai 35,6% (Rp3,89 triliun).

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode November 2018Sinergi untuk Ketahanan 31

BAB 2 KEUANGAN PEMERINTAHD

Rp3.183 Rp3.535 Rp3.882 Rp4.765 Rp5.180 Rp4.978 Rp5.283

Rp1.977 Rp2.278Rp2.775 Rp2.741

Rp4.016 Rp3.888 Rp4.710

Rp1.696Rp2.072

Rp1.644 Rp2.268Rp2.450 Rp2.034 Rp2.174Rp1.190 Rp848 Rp796 Rp868

Rp19 Rp28 Rp18

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

90%

100%

Tw III - 2012 Tw III - 2013 Tw III - 2014 Tw III - 2015 Tw III - 2016 Tw III - 2017 Tw III 2018

Belanja Bantuan Sosial Belanja Modal Belanja Barang Belanja Pegawai

Sumber: Kanwil DJPB Provinsi Sulsel, diolahGrafik 2.40. Proporsi Belanja APBN di Sulsel

2.3.2 Perkembangan Realisasi Belanja

Secara persentase realisasi belanja APBN Sulsel pada triwulan III 2018 lebih rendah dibandingkan dengan triwulan III 2017, meski secara nominal lebih tinggi. Pada triwulan III 2018, realisasi belanja APBN di Sulsel mencapai sebesar Rp12,2 triliun, lebih tinggi dari realisasi pada triwulan III 2017 yang mencapai Rp10,93 triliun. Namun demikian, dilihat dari persentasenya, belanja APBN Sulsel triwulan III 2018 lebih rendah dibandingkan triwulan III 2017. Persentase realisasi belanja yang mengalami penurunan terjadi pada hampir seluruh komponen, kecuali belanja bantuan sosial. Membaiknya kinerja belanja bantuan sosial antara lain dipengaruhi oleh percepatan pembayaran Penerima Bantuan Iuran (PBI) program Jaminan Kesehatan nasional (JKN)4.

Di sisi lain, persentase realisasi belanja pegawai, belanja barang dan modal mengalami sedikit penurunan. Presentase realisasi belanja modal dan belanja barang yang mengalami penurunan dibandingkan tahun lalu diantaranya disebabkan oleh perkembangan realisasi Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik Sulsel yang di beberapa daerah masih rendah serapannya seperti Kabupaten Takalar dengan realisasi DAK Fisik baru mencapai 28%, Kabupaten Toraja Utara sebesar 29% dan Provinsi Sulsel baru mencapai 31%5. Sementara itu, belanja pegawai yang menurun merupakan dampak lanjutan dari triwulan I 2018 seiring dengan adanya pembentukan lembaga di bawah kementerian Pertahanan di Sulawesi Utara, sehingga terjadi pemindahan sebagian pegawai dari Sulawesi Selatan.

Selain itu dana desa yang disalurkan kepada 2.255 desa di 21 kabupaten di Sulsel, hingga triwulan III 2018, baru terealisasi sebesar Rp1,2 triliun atau 59,5% dari pagu anggaran dana desa. Realisasi ini jauh lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang mencapai 82,9%. Hal ini disebabkan karena belum dipenuhinya persyaratan penyaluran Dana Desa Tahap III oleh Pemerintah Kabupaten/Kota sesuai dengan PMK No. 225 Tahun 2017 Tentang Perubahan Kedua Atas PMK No. 50 Tahun 2017 Tentang Pengelolaan Transfer Ke Daerah Dan Dana Desa. Sehubungan dengan itu, dalam rangka mempercepat penyaluran Dana Desa Tahap III, Kementerian Keuangan akan meningkatkan koordinasi dengan Kementerian/Lembaga lain guna mendorong daerah untuk segera menyampaikan laporan realisasi penyaluran Dana Desa dan laporan konsolidasi penggunaan Dana Desa sampai dengan Tahap II sebagai syarat penyaluran Tahap III. Disamping itu, KPPN juga diminta untuk terus berkoordinasi dengan Pemerintah Daerah dalam rangka pelaksanaan penyaluran Dana Desa Tahap III4.

4 Laporan APBN Oktober 2018, Kementerian Keuangan. https://www.kemenkeu.go.id/media/10821/apbn-kita-edisi-oktober-2018.pdf

5https://fajar.co.id/2018/10/17/realisasi-apbn-masih-5568-persen/

32 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode November2018Sinergi untuk Ketahanan

BAB 2 KEUANGAN PEMERINTAH

Tabel 2.10. Realisasi Belanja APBN Provinsi Sulsel Triwulan II 2018 Per Jenis BelanjaRp miliar

Sumber: Kanwil DJPB Provinsi Sulsel, diolah

2.4 Peran Realisasi Keuangan Pemerintah Dalam PDRBRasio realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap PDRB atas dasar harga berlaku (ADHB) masih dalam tren menurun6 sejak 6 tahun terakhir. Rasio pada triwulan III 2018 tercatat 2,15 masih dalam tren menurun dibanding triwulan III 2018 yang terhitung 2,32. Sementara rasio realisasi pendapatan transfer terhadap PDRB ADHB juga relatif menurun dari semula 3,40 di triwulan III 2017 menjadi 3,26 pada triwulan III 2018. Hal ini mengindikasikan bahwa peningkatan PDRB belum dapat mendorong sumber-sumber penerimaan pajak daerah yang baru atau kinerja pencapaian realisasi pajak daerah masih perlu ditingkatkan. Disisi lain, rasio pendapatan transfer yang menurun mengindikasikan bagaimana ketergantungan pemerintah daerah yang semakin menurun terhadap pemerintah pusat. Oleh karena itu, perlu dicermati lebih lanjut, mengingat belum dapatnya pemerintah untuk meningkatkan kemampuan menggali pendapatan asli daerah tersebut, dapat disebabkan oleh kewenangannya yang semakin terbatas atau terdapat ketidakefisienan dan ketidakefektifan dalam pelaksanaannya.

2,65

2,68 2,54

2,41 2,32 2,15

2,57 2,41

2,21

2,68

3,40 3,26

-

0,5

1,0

1,5

2,0

2,5

3,0

3,5

4,0

Tw III-2013 Tw III - 2014 Tw III - 2015 Tw III - 2016 Tw III - 2017 Tw III-2018

%

Pendapatan Asli Daerah Pendapatan Transfer

11,52

6,44

10,92 11,99

11,57

11,67

3,15

2,44

2,83 2,67

2,13 2,09

-

0,5

1,0

1,5

2,0

2,5

3,0

3,5

-

2,0

4,0

6,0

8,0

10,0

12,0

14,0

Tw III-2013 Tw III - 2014 Tw III - 2015 Tw III - 2016 Tw III - 2017 Tw III-2018

%

Belanja Operasi Belanja Modal - sisi kanan

Sumber: Kanwil DJPB Provinsi Sulsel, BPKAD Provinsi Sulsel, diolah BIGrafik 2.41. Rasio Realisasi Pendapatan APBD Terhadap PDRB ADHB

Sumber: Kanwil DJPB Prov. Sulsel, BPKAD Prov. Sulsel, diolah BIGrafik 2.42. Rasio Realisasi Belanja APBD Terhadap PDRB ADHB

Rasio realisasi belanja operasional dan belanja modal APBD di Sulsel terhadap PDRB di triwulan III 2018 relatif tetap dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya7. Rasio belanja operasional dan modal terhadap PDRB ADHB masing-masing menjadi 11,67% dan 2,09%, tidak berubah signifikan dibandingkan triwulan III 2017. Hal ini mengindikasikan bahwa peran realisasi belanja pemerintah dan belanja modal sebagai kontributor dalam mendorong perekonomian relatif tetap pada periode laporan.

6 Dihitung dengan rumus realisasi komponen pendapatan APBD dibagi dengan PDRB ADHB kumulatif.7 Dihitung dengan rumus realisasi komponen belanja APBD dibagi dengan PDRB ADHB kumulatif.

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode November 2018Sinergi untuk Ketahanan 33

BAB 2 KEUANGAN PEMERINTAHD

HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN

34 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode November2018Sinergi untuk Ketahanan

3. INFLASI DAERAH

Bab 3Inflasi Daerah

Laju inflasi pada triwulan III 2018 tercatat 3,09% (yoy), lebih rendah dibandingkan inflasi di akhir triwulan II 2018 yang

tercatat 4,13% (yoy) dan di akhir triwulan III 2017 yang tercatat 4,17% (yoy). Lebih rendahnya tekanan inflasi pada triwulan III

2018 disebabkan terkendalinya pasokan pangan dan seiring dengan telah berakhirnya periode lebaran.

Pada triwulan IV 2018, inflasi diperkirakan akan lebih rendah sejalan dengan panen yang terjadi di awal triwulan IV 2018. Ke

depan, inflasi akan diarahkan pada rentang yang telah ditetapkan oleh pemerintah, yaitu 3,5+1% (yoy). Tantangan terbesar adalah pada kelompok inflasi bahan makanan yang

masih mendapatkan tekanan terutama melalui imported inflation seiring dengan ketidakpastian global yang meningkat. Selanjutnya, Bank Indonesia dan TPID akan terus memastikan

upaya stabilitas harga untuk menjaga daya beli masyarakat dan mencapai pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.

BAB 3INFLASI DAERAH

3.1. Inflasi Umum

Laju inflasi Sulsel pada triwulan III 2018 mengalami penurunan. Inflasi Sulsel di akhir triwulan III 2018 tercatat 3,09% (yoy), lebih rendah dibandingkan inflasi di akhir triwulan II 2018 yang tercatat 4,13% (yoy) dan di akhir triwulan III 2017 yang tercatat 4,17% (yoy). Penurunan tersebut sejalan dengan inflasi Nasional yang juga menurun menjadi 2,88% (yoy) dari triwulan II 2018 sebesar 3,12% (yoy). Secara umum, penurunan tekanan inflasi disebabkan oleh menurunnya harga pada hampir seluruh kelompok seperti bahan makanan; makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau; sandang; kesehatan; pendidikan, rekreasi dan olah raga; dan transport, komunikasi dan jasa keuangan. Penurunan inflasi terbesar terjadi pada pendidikan, rekreasi dan olah raga dan makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau.

Sumber: Badan Pusat StatistikGrafik 3.43. Perkembangan Inflasi Sulawesi Selatan Berdasarkan Waktu

Pada triwulan IV 2018 tekanan inflasi diperkirakan sedikit meningkat namun masih dalam rentang sasaran Bank Indonesia. Tekanan inflasi diprakirakan berasal dari tekanan inflasi inti sejalan dengan tarikan permintaan RT di akhir tahun. Libur panjang natal dan tahun baru juga memungkinkan wisatawan akan bertambah dan melakukan spending lebih besar sehingga menarik inflasi inti ke atas. Namun demikian, tarikan inflasi tersebut termitigasi oleh musim panen di bulan November sehingga tekanan inflasi dari harga pangan bergejolak menurun. Demikian pula dengan inflasi harga yang diatur pemerintah, dengan indikasi tidak ada kenaikan harga gas dan bahan bakar di penghujung tahun 2018, inflasi administered price diperkirakan akan cenderung stabil.

3.2. Inflasi Kelompok Barang dan Jasa8

Penurunan tekanan inflasi pada triwulan III 2018 terjadi hampir pada seluruh kelompok barang dan jasa, kecuali pada kelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar. Enam dari tujuh kelompok harga mengalami penurunan harga dan hanya kelompok perumahan yang mengalami kenaikan harga. Kelompok perumahan mengalami peningkatan tekanan inflasi dari triwulan II 2018 sebesar 2,38%(yoy) menjadi 2,40%(yoy). Peningkatan harga pada kelompok perumahan terjadi karena kembali normalnya kegiatan renovasi perumahan pasca Lebaran dan adanya evaluasi kenaikan harga energi. Inflasi pada kelompok bahan makanan merupakan yang tertinggi yaitu sebesar 5,42% (yoy) namun menurun dibandingkan triwulan II 2018 sebesar 7,77%(yoy). Selain itu, kelompok lain yang mengalami penurunan pada periode laporan yaitu kelompok makanan jadi; sandang; kesehatan; pendidikan; dan transport menjadi masing-masing 3,41%(yoy); 2,80%(yoy); 2,80% (yoy); 1,02% (yoy) dan; 1,52%(yoy).

Pada triwulan III 2018, inflasi kelompok bahan makanan mengalami penurunan dibandingkan triwulan sebelumnya. Tekanan inflasi menurun dari 7,77% (yoy) pada akhir triwulan II 2018 menjadi 5,42% (yoy) di akhir triwulan III 2018. Faktor utama penyebab penurunan tekanan inflasi adalah menurunnya harga komoditas di pasar. Siklus yang berulang pasca Hari Besar Keagamaan Nasional (HKBN) dimana pasca inflasi tinggi di triwulan II disusul dengan deflasi di bulan-bulan berikutnya. Sisa produksi komoditas pasar yang melimpah untuk menampung kebutuhan hari raya sebelumnya juga mempengaruhi harga di triwulan III. Penurunan tekanan inflasi tertinggi terjadi di subkelompok bumbu-bumbuan dari 12,66% (yoy) di akhir triwulan II 2018 menjadi 3,08% (yoy) pada akhir triwulan III 2018.

Penurunan tekanan inflasi pada bahan makanan juga diikuti dengan penurunan tekanan inflasi pada kelompok makanan jadi. Inflasi makanan jadi tercatat sebesar 3,41% (yoy) atau lebih rendar dari triwulan II yang tercatat sebesar 3,56% (yoy). Penurunan tekanan inflasi tertinggi terjadi di subkelompok makanan jadi dari 2,71% (yoy) di akhir triwulan II 2018 menjadi 0,01% (yoy) pada akhir triwulan III 2018.

8 Terdapat 7 (tujuh) kelompok barang dan jasa dalam perhitungan inflasi

36 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode November2018Sinergi untuk Ketahanan

BAB 3INFLASI DAERAH

Peningkatan tekanan inflasi pada triwulan III 2018 terjadi pada kelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar dikarenakan adanya evaluasi kenaikan harga bahan bakar. Kelompok perumahan mengalami peningkatan tekanan inflasi dari triwulan II 2018 sebesar 2,38%(yoy) menjadi 2,40%(yoy). Penurunan tekanan inflasi tertinggi terjadi di subkelompok bahan bakar, penerangan dan air, dari 0,97% (yoy) di akhir triwulan II 2018 menjadi 6,89% (yoy) pada akhir triwulan III 2018. Lima komoditas yang mengalami peningkatan tekanan inflasi tertinggi adalah biaya keamanan; tarip listrik; piring; batu bata; dan sewa rumah yang meningkat masing-masing menjadi 16,19% (yoy); 13,47% (yoy); 8.21% (yoy); 8,66% (yoy); dan 6,56% (yoy) pada akhir triwulan III 2018, dari akhir triwulan 2017 masing-masing 0,00% (yoy); 0,00% (yoy); -0,76% (yoy); 0,06% (yoy); dan 0,00% (yoy).

Tabel 3.11. Inflasi Kelompok Barang dan Jasa (%, yoy)

Bahan Makanan

Makanan Jadi

Perumahan Sandang Kesehatan Pendidikan Transpor Umum

I 8,01 4,57 3,43 6,03 2,28 3,54 0,89 4,61 II 6,22 4,63 3,60 2,61 1,99 3,33 3,96 4,36 III 10,76 4,70 4,76 2,77 3,23 3,66 12,01 7,24 IV 6,97 4,47 6,06 2,36 3,71 1,39 11,58 6,22 I 4,76 5,39 6,25 3,73 3,79 1,33 10,31 5,88 II 6,15 5,38 5,96 5,65 5,22 1,38 7,91 5,92 III 1,97 5,80 6,32 4,12 5,28 1,97 0,87 3,72 IV 16,02 6,21 6,87 3,24 5,08 1,85 10,15 8,61 I 12,87 6,34 7,33 4,51 5,75 2,18 4,35 7,13 II 15,01 6,54 7,84 4,86 5,52 2,35 6,00 8,06 III 16,11 6,23 6,48 6,95 5,28 2,63 7,20 8,36 IV 8,78 5,48 4,13 6,01 5,02 2,57 (0,99) 4,48 I 12,46 4,82 3,40 5,89 3,87 2,25 2,80 5,70 II 9,46 5,26 2,75 6,36 3,14 2,10 (0,76) 4,30 III 6,51 4,01 2,63 3,13 2,51 0,78 (0,48) 3,07 IV 6,36 3,63 2,76 2,97 2,65 0,83 (0,87) 2,94 I 3,94 4,28 3,52 1,89 2,74 0,81 3,61 3,42 II 5,19 3,72 5,85 2,05 2,36 0,82 5,47 4,49 III 3,55 3,77 5,55 2,60 3,00 4,23 4,46 4,17 IV 3,29 3,70 6,07 4,66 3,36 4,26 4,85 4,44 I 5,23 3,11 4,55 3,95 2,83 4,32 0,95 3,70

II 7,77 3,56 2,38 4,29 3,40 4,65 1,95 4,14

III 5,42 3,41 2,40 2,80 2,80 1,02 1,52 3,09

IV* 6,65 3,56 2,36 2,31 3,21 1,18 3,16 3,69

Tahun

2016

2017

2014

2013

2015

2018

Keterangan: *) Data hingga Juli 2018Sumber: Badan Pusat Statistik

3.3. Inflasi Menurut Kota IHK9

Berdasarkan kewilayahannya atau spasial, peran inflasi Makassar masih tertinggi. Aktivitas ekonomi yang masih bertumpu pada zona Makassar membuat Makassar memiliki porsi hingga 78% dari pembentukan inflasi Sulawesi Selatan. Selain aktivitas ekonomi, lebih beraneka ragamnya jenis konsumsi di kota Makassar membuat beberapa komponen komoditasnya cenderung unik dibandingkan zona lainnya. Sebagai contoh, angkutan udara hanya dicatatkan di zona Makassar karena dominasi angkutan udara yang tinggi. Adapun kontribusi zona lainnya terhadap inflasi Sulsel adalah Parepare (7%), Palopo, (6,4%), Watampone (5,8%), dan zona Bulukumba (2,8%). Dilihat dari kontributor inflasi pada triwulan III 2018, maka zona Makassar merupakan kontributor utama tekanan inflasi Sulsel disusul Watampone dan Palopo.

9Mulai Januari 2014, inflasi Sulsel dihitung dari agregasi lima kota/kabupaten, yaitu Makassar, Palopo, Parepare, Watampone (Bone), dan Bulukumba.

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode November 2018Sinergi untuk Ketahanan 37

BAB 3INFLASI DAERAH

Sumber: Badan Pusat StatistikGrafik 3.3 Persentase Bobot Kota Pembentuk Inflasi Sulawesi

Selatan

Sumber: Badan Pusat StatistikGrafik 3.4 Sumber Tekanan Inflasi Berdasarkan Wilayah

Secara umum di hampir seluruh kota IHK, penurunan tekanan harga disebabkan oleh komoditas cabai rawit dan tomat sayur. Penurunan harga komoditas hortikultura dan sayuran disebabkan oleh panen yang terjadi pada triwulan laporan. Di sisi lain, angkutan udara menjadi penyumbang utama deflasi di Sulsel. Normalisasi angkutan udara dikarenakan penurunan aktifitas pasca lebaran dan Idul Adha pada akhir triwulan III 2018.

Tabel 3.2. Komoditas Pendorong dan Penahan Inflasi Per Zona Inflasi

Kota Makassar Andil Kota Parepare Andil Kota Palopo Andil Kota Bulukumba Andil Kota Watampone AndilEmas Perhiasan 0,0002 Wortel 0,0002 Kangkung 0,0005 Bandeng/Bolu 0,0006 Layang/Benggol 0,0010

Wortel 0,0002 Pisang 0,0002 Cakalang/Sisik 0,0003 Ketimun 0,0002 Bahan Bakar Rumah Tangga 0,0009Daging Sapi 0,0002 Shampo 0,0001 Daging Ayam Ras 0,0002 Udang Basah 0,0002 Kembung/Gembung/Banyar/Gembolo/Aso-Aso 0,0005

Pepaya 0,0001 Tabloid 0,0000 Sabun Cair/Cuci Piring 0,0001 Kelapa 0,0001 Emas Perhiasan 0,0003Sawi Hijau 0,0001 Sabun Detergen Bubuk/Cair 0,0000 Kol Putih/Kubis 0,0001 Kain Gorden 0,0001 Semen 0,0002

Asam 0,0001 Biskuit 0,0000 Garam 0,0001 Kayu Balokan 0,0001 Baronang 0,0002Jagung Manis 0,0001 Jeruk Nipis/Limau 0,0000 Teri 0,0001 Wortel 0,0001 Kakap Merah 0,0002

Rokok Kretek Filter 0,0001 Emas Perhiasan 0,0000 Jasa Pembuangan Sampah 0,0001 Mujair 0,0001 Besi Beton 0,0002Makanan Ringan/Snack 0,0001 Minuman Ringan 0,0000 Semen 0,0001 Shampo 0,0001 Sandal Kulit 0,0002

Tauge/Kecambah 0,0001 Cat Tembok 0,0000 Rokok Putih 0,0001 Taman Pendidikan Al Qur'an 0,0001 Cakalang/Sisik 0,0001

Angkutan Udara -0,0016 Tomat Buah -0,0036 Tomat Sayur -0,0040 Tomat Sayur -0,0011 Bandeng/Bolu -0,0020Cabai Rawit -0,0015 Bayam -0,0029 Cabai Rawit -0,0013 Kacang Panjang -0,0011 Tomat Sayur -0,0019Tomat Buah -0,0007 Cakalang/Sisik -0,0016 Tomat Buah -0,0006 Cabai Rawit -0,0009 Cabai Rawit -0,0011Cabai Merah -0,0006 Layang/Benggol -0,0013 Kacang Panjang -0,0004 Bayam -0,0007 Kangkung -0,0008

Cakalang/Sisik -0,0006 Bandeng/Bolu -0,0010 Pisang -0,0004 Tomat Buah -0,0004 Bayam -0,0007Bandeng/Bolu -0,0005 Tomat Sayur -0,0008 Telur Itik -0,0004 Cabai Merah -0,0004 Daging Ayam Ras -0,0006

Mujair -0,0005 Kangkung -0,0006 Bayam -0,0003 Gula Pasir -0,0003 Kacang Panjang -0,0005Tomat Sayur -0,0005 Cabai Rawit -0,0006 Bandeng/Bolu -0,0002 Telur Ayam Ras -0,0003 Asam -0,0004

Teri -0,0005 Udang Basah -0,0006 Udang Basah -0,0002 Sawi Hijau -0,0001 Sawi Hijau -0,0003Daging Ayam Ras -0,0004 Telur Ayam Ras -0,0003 Sawi Hijau -0,0002 Bawang Merah -0,0001 Bawang Merah -0,0003

Inflasi (%,mtm)

Deflasi (%,mtm)

Sumber: Badan Pusat Statistik

Pada awal Triwulan III10 2018, 2 zona mengalami deflasi dan 3 zona mengalami inflasi di bawah 0,5% (mtm). Zona yang mengalami deflasi yaitu Bulukumba sebesar 0,18% (mtm) dan Palopo sebesar 0,22% (mtm). Adapun tiga zona lainnya mengalami inflasi dibawah 0,5% (mtm), yaitu zona Watampone dengan inflasi 0,02% (mtm) dan Parepare dengan 0,20% (mtm). Pada zona Makassar, inflasi tercatat sebesar 0,35% (mtm) yang masih didorong oleh tarikan permintaan tercermin dari komoditas pendorong inflasi.

Sumber: Badan Pusat StatistikGrafik 3.8. Inflasi Sulawesi Selatan Menurut Spasial Juli 2018

10 Sampai dengan Oktober 2018.

38 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode November2018Sinergi untuk Ketahanan

BAB 3INFLASI DAERAH

3.4 Koordinasi Pengendalian InflasiTPID Provinsi dan TPID Kabupaten/Kota terus meningkatkan koordinasi secara intensif dalam rangka pengendalian inflasi di Sulsel. Selama triwulan III 2018 dan awal triwulan IV 2018, terdapat beberapa kegiatan yang dimaksudkan untuk pemantauan harga, penguatan kerjasama dan koordinasi baik di TPID Provinsi maupun TPID Kabupaten/Kota se-Sulawesi Selatan (Tabel 3.3)

Pencapaian inflasi triwulan III 2018 yang masih terjaga, didukung oleh koordinasi di Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID). Bank Indonesia bersama dengan TPID dan stakeholders terkait secara intensif telah melakukan koordinasi dalam berbagai kegiatan. Pada bulan September, kegiatan sebagian besar difokuskan pada Peningkatan produktivitas dengan penebaran benih bandeng semi intensif di sentra utama; penguatan Badan Usaha Lorong / Lorong Peduli Inflasi untuk menjaga ketahanan pangan dengan perluasan gerakan tanam cabai, tomat, kangkung dan bawang merah; dan mendorong implementasi program Smart Infation Control atau Lammoro’na Makassar untuk penjualan komoditas penyumbang inflasi dengan harga terjangkau.

Memasuki triwulan IV 2018, upaya Pengendalian harga difokuskan pada persiapan menjelang Hari Besar Keagamaan Nasional (HKBN) dan tahun baru. Beberapa upaya pengendalian yaitu akan dilakukan monitoring intensif pola kenaikan harga di akhir tahun komoditas seperti cabai, daging & telur ayam ras, beras, ikan bandeng, ikan teri, ikan layang dan ikan cakalang serta meningkatkan koordinasi dengan Pasar Induk Hortikultura Gowa, Bulog, PD Pasar dan Kepala Pasar di Makassar untuk memastikan ketersediaan pasokan, antara lain melalui operasi pasar. Selain itu, pada November, koordinasi pengendalian inflasi dilakukan melalui High Level Meeting tingkat provinsi pada yang dipimpin oleh Gubernur Sulsel, untuk mengidentifikasi dan mempersiapkan langkah antisipatif untuk menjaga harga tetap stabil selama triwulan akhir 2018 agar Bank Indonesia mampu mencapai sasaran inflasi berada pada kisaran yang sudah ditetapkan yaitu 3,5±1% (yoy).

Tabel 3.2. Tabel Kegiatan TPID pada Triwulan II dan III 2018

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode November 2018Sinergi untuk Ketahanan 39

BAB 3INFLASI DAERAH

Boks 3A Kajian Persistensi Inflasi Komoditas Bahan Makanan Sulsel

Inflasi bahan makanan cenderung naik lebih tinggi dibandingkan kelompok lainnya. Tekanan inflasi Sulsel umumnya berasal dari kelompok bahan makanan serta makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau yang memiliki inflasi lebih tinggi dari rata-rata inflasi IHK dalam 3 tahun terakhir. Inflasi kelompok bahan makanan tercatat sebesar 5,49% (yoy), sedangkan inflasi makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau berada sedikit di atas rata-rata inflasi IHK 3 tahun yang sebesar 3,96% (yoy). Dengan sasaran inflasi yang semakin optimis ke depan, maka tekanan inflasi pada kedua kelompok ini perlu diatasi dengan prioritas utama.

Grafik 3A.1 Perbandingan Inflasi Menurut Kelompok dalam 3 Tahun Terakhir

Tingginya inflasi kelompok bahan makanan dan makanan jadi erat kaitannya dengan masalah persistensi . Persistensi inflasi menurut Marques (2005) diartikan sebagai kecepatan tingkat inflasi untuk kembali ke tingkat ekuilibriumnya setelah timbulnya suatu guncangan (shock). Hal ini berarti persistensi yang tinggi pada komoditas tertentu membuat satu kali kenaikan harga akan diikuti dengan tren kenaikan yang sulit untuk ditekan. Adapun pengukuran persistensi dilakukan melalui pendekatan Autoregressive (AR) dengan formulasi sebagai berikut

Persamaan Autoregressive Perhitungan Persistensi Inflasi

Persistensi inflasi pada komoditas dikatakan tinggi bila memiliki koefisien lebih dari atau sama dengan 0,8. Derajat persistensi tersebut diukur dengan menjumlahkan seluruh koefisien AR yang signifikan memengaruhi inflasi. Kemudian pengukuran inflasi kembali kepada rata-ratanya didasarkan pada pendekatan CIRF (Cummulative Impulse Response

Function) dengan formulasi h= 11−ρ

. Hal ini berarti semakin tinggi persistensi, akan semakin lama waktu yang

diperlukan untuk harga komoditas tersebut kembali kepada rata-rata barunya. Berdasarkan metode tersebut, koefisien persistensi inflasi komoditas bahan makanan di Sulawesi Selatan adalah sebagai berikut

40 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode November2018Sinergi untuk Ketahanan

BAB 3INFLASI DAERAH

Tabel 3A.1 Komoditas Persistensi Inflasi

Komoditas ρHalf Life [1/(1-р)]

Bobot Inflasi 2018

Freq Naik/ tahun

Bobot Inflasi Bahan

MakananDaging Sapi 0.95 20.0 0.54% 10 2%Beras 0.94 16.3 4.81% 10 19%Kangkung 0.90 9.8 0.49% 10 2%Layang 0.86 7.1 1.00% 9 4%Bawang Merah 0.86 7.1 0.38% 6 2%Tomat Sayur 0.85 6.8 0.32% 8 1%Tomat Buah 0.85 6.6 0.18% 8 1%Teri 0.84 6.4 0.60% 8 2%Cabai Rawit 0.82 5.5 0.49% 8 2%Bandeng 0.81 5.3 2.27% 11 9%Bayam 0.80 5.0 0.31% 10 1%Telur Ayam Ras 0.78 4.6 0.62% 9 2%Cakalang 0.77 4.4 0.89% 10 4%Daging Ayam Ras 0.71 3.4 0.95% 8 4%Cabai Merah 0.70 3.3 0.28% 8 1%

Terdapat 11 komoditas bahan makanan yang memiliki persistensi inflasi tinggi dengan daging sapi, beras, dan kangkung menjadi tiga komoditas yang paling persisten. Persistensi ketiga komoditas tersebut berada lebih dari 0,9 dengan lama kembali ke titik normal lebih dari 9 bulan. Dengan demikian, sekali terjadi kenaikan harga secara tahunan pada komoditas tersebut, maka harga akan sulit untuk kembali ke rata-ratanya dalam waktu singkat. Selain ketiga komoditas tersebut, 8 komoditas lainnya adalah ikan layang, bawang merah, tomat sayur, tomat buah, ikan teri, cabai rawit, ikan bandeng, dan bayam yang memiliki persistensi tinggi.

Kedepan pengendalian inflasi dapat difokuskan pada beberapa komoditas tertentu yang memiliki persistensi inflasi tinggi dan bobot tinggi dalam pembentukan inflasi Sulawesi Selatan. Dengan terbatasnya sumber daya, pengendalian inflasi dapat menggunakan pendekatan kudaran prioritas. Terdapat 4 kuadran dengan sumbu horizontal melambangkan bobot inflasi dan sumbu vertikal menggambarkan derajat persistensi. Pada kuadran I, komoditas yang perlu secara serius ditangani adalah beras, ikan bandeng, dan ikan layang yang memiliki bobot tinggi disertai persistensi inflasi yang tinggi. Kemudian pada kudaran II (bobot rendah dengan persistensi tinggi), komoditas yang perlu juga diperhatikan adalah cabai rawit, tomat buah, ikan teri, tomat sayur, bayam, kangkung, bawang merah, dan daging sapi. Komoditas tersebut walau bobot inflasinya rendah, namun secara tahunan memiliki magnitude inflasi yang tinggi, yaitu antara 8-23% (yoy). Dengan mengendalikan komoditas pada kuadaran I dan II yang memiliki bobot hampir 60% dari total kelompok bahan makanan, maka inflasi bahan makanan dapat ditekan hingga lebih dari setengahnya dari posisi inflasi sekarang.

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode November 2018Sinergi untuk Ketahanan 41

4. Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM

Bab 4Stabilitas Keuangan Daerah,

Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM

Pertumbuhan ekonomi Sulsel yang lebih tinggi dari nasional juga diimbangi dengan stabilitas keuangan yang tetap

terjaga. Hal ini terlihat dari NPL yang tetap berada di bawah ambang batas serta penyaluran kredit yang melebihi

penghimpunan dana pihak ketiga. Pada triwulan II 2018, pertumbuhan kredit mampu

terakselerasi di tengah pertumbuhan DPK yang masih cenderung melambat. Akselerasi pertumbuhan terutama

signifikan oleh kredit investasi dan kredit modal kerja yang tumbuh lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya. Akselerasi pertumbuhan kredit tersebut sejalan dengan

upaya lembaga intermediasi dalam mendorong perekonomian.

Ke depan, risiko harga internasiomal komoditas unggulan Sulsel serta persaingan industri yang semakin ketat

menjadi faktor yang perlu diwaspadai. Bank Indonesia terus memantau risiko dan memastikan stabilitas keuangan tetap

terjaga, dengan memperdalam rasio kredit terhadap PDRB namun tetap memperhatikan perluasan akses terhadap

BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM

4.1. Stabilitas Keuangan Daerah4.1.1 Asesmen Sektor Rumah Tangga11

11 Di dalam sistem keuangan, Rumah Tangga memiliki dua fungsi yaitu sebagai penyedia dana dan penerima dana dari institusi keuangan. Kondisi keuangan Rumah Tangga berfluktuatif sepanjang waktu dipengaruhi oleh beberapa hal, diantaranya adalah tingkat pengangguran, tingkat konsumsi, dan kondisi pembiayaan/kredit yang dilakukan oleh Rumah Tangga.

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode November 2018Sinergi untuk Ketahanan 43

BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM

Boks 4.A Stabilitas Sistem Keuangan Daerah: Risiko Daerah dan Sektoral Masih Terjaga12

Sebagai salah satu tools untuk memantau stabilitas sistem keuangan daerah, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Sulawesi Selatan menyusun Regional Financial Account and Balance Sheet (RFABS). RFABS merupakan turunan dari National Balance Sheet (NBS) yang merupakan neraca terintegrasi yang menggambarkan aktivitas finansial antarsektor perekonomian. RFABS digunakan untuk melengkapi asesmen makroprudensial di tingkat regional, khususnya yang berkaitan dengan dimensi cross-section antar sektor dan antar regional. RFABS juga digunakan untuk menganalisis risiko keuangan yang bersumber dari ketidakseimbangan keuangan (financial imbalances) yang dapat memicu terjadinya risiko sistemik13.

Berdasarkan analisis RFABS triwulan I dan II 2018, sistem keuangan di Sulawesi Selatan masih terpantau stabil. Hal ini tercermin dari indikator risiko daerah (risiko likuiditas, risiko eksternal, rasio leverage dan risiko solvabilitas) dan sektoral (Korporasi, Rumah Tangga, Perbankan, IKNB dan Pemerintah Daerah) yang bergerak pada level yang masih terjaga.

Risk Profile Analysis – Neraca Regional

Gambar xx. Pangsa Kepemilikan Aset dan Kewajiban Gambar xx. Pangsa Aset dan Kewajiban per Instrumen

Peningkatan aset finansial yang lebih besar dibandingkan kewajiban menyebabkan Sulsel masih mengalami net aset finansial pada triwulan II 2018. Peningkatan aset finansial yg lebih tinggi dibandingkan kewajiban menyebaban Sulsel masih mengalami net aset finansial sebesar Rp17,5T, meningkat sebesar 10,93% (qtq), didorong oleh meningkatnya Currency and Deposits milik Rumah Tangga dan Pemda. Aset non Finansial juga masih tumbuh, sehingga Total Aset meningkat 2,36% (qtq), menyebabkan Sulsel masih mengalami net kekayaan sebesar Rp289T, tumbuh sebesar 1,56% (qtq) dari triwulan sebelumnya. Terhadap daerah lain di luar Sulsel (ROI), Sulsel mengalami net aset sebesar Rp23,6T dengan penempatan ke luar Sulsel yang meningkat, sementara kewajibannya relatif menurun. Sementara terhadap luar negeri, Sulsel mengalami Net Kewajiban (berupa utang Luar negeri) sebesar Rp6,1T, relatif turun dibandingkan triwulan sebelumnya.

Secara regional, kepemilikan aset finansial dan non finansial Sulsel relatif berimbang, dengan aset finansial didominasi oleh instrumen Currency & Deposits (39,3%) dan Loans (42,9%). Pangsa Currency & Deposits pada triwulan II 2018 meningkat seiring dengan meningkatnya kepemilikan Currency & Deposits oleh Pemda dan Rumah Tangga yang masing-masing tumbuh sebesar 79,4% (qtq) dan 4,6% (qtq). Sementara pangsa Loans relatif menurun dari triwulan sebelumnya yang sebesar 43,9%, meskipun kepemilikan Loans pada neraca Sulsel masih tumbuh lebih baik dibandingkan triwulan sebelumnya. Dari sisi kewajiban, kewajiban Sulsel terutama dalam bentuk Utang (Debt) dengan pangsa relatif stabil sepanjang triwulan IV 2017 hingga triwulan II 2018. Kewajiban Sulsel juga didominasi oleh instrumen Currency & Deposits (34,9%) dan Loans (36,2%).

Jika meninjau neraca sektoral, komposisi neraca Korporasi, Rumah Tangga, dan IKNB relatif tetap, baik dr sisi aset maupun kewajiban. Sementara itu, neraca Pemda menunjukkan peningkatan Currency & Deposits yang signifikan pada sisi aset. Peningkatan Currency & Deposits milik Pemda seiring dengan meningkatnya transfer dana dari pemerintah pusat pada triwulan I dan triwulan II 2018.

12 Menggunakan data sementara RFABS triwulan I dan triwulan II 201813 Penjelasan mengenai konsep NBS dan RFABS dapat dibaca lebih lanjut pada KEKR edisi xx 2017

44 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode November2018Sinergi untuk Ketahanan

BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM

Gambar xx. Neraca Sektoral

Risk Profile Analysis – Neraca Regional

Risiko likuiditas masih terjaga. Hal ini tercermin dari indikator Net Short Term (ST) Position yang masih berada pada posisi net short term asset sebesar Rp20,37T atau mencapai 4,61% dari PDRB. Pada triwulan II-2018 posisi Net ST Position meningkat didorong oleh naiknya aset likuid Pemda dan Rumah Tangga dalam bentuk simpanan masing masing sebesar 63,38% (qtq) dan 3,95% (qtq). Naiknya simpanan Pemda seiring dengan meningkatnya transfer dana dari Pusat pada triwulan II-2018.

Risiko eksternal relatif tetap dengan level yang masih rendah. Risiko eksternal relatif tetap dengan kecenderungan menurun seiring turunnya nominal utang luar negeri (ULN) Sulsel, terutama yang dimiliki oleh Korporasi sebesar 1,08% (qtq).

Dari sisi struktur permodalan daerah, pembiayaan di Sulsel masih mengandalkan utang, tercermin dari posisi capital structure yang masih negatif. Pada triwulan II 2018, terdapat indikasi peningkatan rasio leverage dibandingkan triwulan sebelumnya seiring meningkatnya utang (debt) korporasi dan perbankan yang tumbuh masing-masing sebesar 4,26% (qtq) dan 6,82% (qtq).

Risiko solvabilitas membaik. Pada triwulan II 2018, Sulsel masih mengalami net aset finansial, dengan nilai yg meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya (3,96% terhadap PDRB). Hal ini didorong oleh pertumbuhan aset finansial yang lebih tinggi dibandingkan kewajiban finansial, terutama dengan meningkatnya simpanan Pemda dan Rumah Tangga. Sejalan dengan itu, net kekayaan (net wealth) Sulsel juga mengalami peningkatan dengan nilai mencapai 65,3% terhadap PDRB.

5,0%

-5,5%

2,6%

7,1%

0,3% 0,4%

4,3%

-6,0%

1,2%

7,5%

0,3% 1,4%

4,6%

-6,3%

1,2%

6,3%

0,3%

2,5%

REGION NFC HH ODC OFC LG

2017Q4 2018Q1 2018Q2 -1,5% -1,5%

0,0%

-1,4% -1,4%

0,0%

-1,4% -1,4%

0,0%

REGION NFC HH ODC OFC LG

2017Q4 2018Q1 2018Q2

Net Short Term Position (% thd PDRB), Liquidity Risk Net External Position (% thd PDRB), External Risk

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode November 2018Sinergi untuk Ketahanan 45

BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM

-50,9%

-8,8%

-19,5%-21,6%

-0,5% -0,4%

-49,8%

-8,8%

-19,3%-20,8%

-0,5% -0,4%

-50,3%

-8,9%

-19,3%-21,6%

-0,5% -0,4%REGION NFC HH ODC OFC LG

2017Q4 2018Q1 2018Q2

4,3%

-13,2%

9,1%7,0%

0,3% 1,0%

3,7%

-13,6%

7,6%7,3%

0,3%

2,1%4,0%

-13,6%

7,6%

6,1%

0,3%

3,1%

REGION NFC HH ODC OFC LG

2017Q4 2018Q1 2018Q2

Capital Structure Position(% thd PDRB), Leverage Ratio Net Financial Position (% thd PDRB), Solvency Risk

Network Analysis

Network Analysis dilakukan melalui analisis posisi maupun transaksi antar sektor institusi. Analisis posisi menggunakan data gross exposure atau posisi kepemilikan aset dan kewajiban suatu sektor yang terkoneksi dengan sektor lain yang bertujuan untuk mengidentifikasi konsentrasi risiko pada sektor dan instrumen keuangan tertentu. Sedangkan analisis transaksi dengan menggunakan data neto transaksi bertujuan untuk mengidentifikasi perubahan pola neto transaksi masing-masing sektor yang akan memicu peningkatan risiko imbalances jika terjadi perubahan secara struktural.

Network Net Transaksi

Net Transaksi Triwulan I 2018 Net Transaksi Triwulan II 2018

Pada triwulan II 2018, Sulsel mengalami Net Outflow sebesar Rp1,6 T setelah pada triwulan sebelumnya mengalami Net Inflow sebesar Rp2,2 T. Net Outflow Sulsel terutama berasal Net Outflow yang terjadi pada sektor Pemda dan Rumah Tangga. Net Outflow Rumah Tangga sebagian besar ditujukan kepada sektor perbankan dan sektor lain di luar Sulsel (bank sentral) seiring dengan peningkatan simpanan dan kepemilikan uang kartal Rumah Tangga pasca Lebaran. Kondisi ini berbeda dengan triwulan I 2018 dimana Rumah Tangga lebih banyak menarik simpanannya di perbankan sehingga menyebabkan RT mengalami Net Inflow. Hal tersebut juga tercermin dari pertumbuhan DPK Sulsel yang pada triwulan II 2018 tercatat sebesar 2,82% (qtq), meningkat dari triwulan I 2018 yang mengalami penurunan 2,22% (qtq).

Sementara itu, Pemda juga mengalami transaksi outflow sejalan dengan meningkatnya penempatan Pemda di Perbankan dalam bentuk simpanan. Meningkatnya simpanan Rumah Tangga dan Pemda di Perbankan menyebabkan sektor Perbankan di Sulsel mengalami Net Borrowing sebesar Rp4,4T pada tw II-2018, setelah pada tw sebelumnya mengalami Net Lending sebesar Rp1,9T. Sementara itu, korporasi juga tercatat mengalami Net Borrowing/Net Inflow seiring dgn meningkatnya kredit korporasi dari perbankan yang tumbuh sebesar 1,8% (qtq) pada triwulan II 2018.

Network Net Posisi

Interkoneksi tertinggi terdapat pada sektor RT dan Perbankan, serta sektor korporasi dengan domestik (RT, bank, dan region luar Sulsel). Posisi Balance Sheet menunjukkan bahwa korporasi di Sulsel mengalami net kewajiban finansial, sementara sektor lainnya (Rumah Tangga, Bank, IKNB, dan Pemda) mengalami net aset finansial. Interkoneksi tertinggi terjadi pada Sektor RT dan Perbankan, dimana perbankan memiliki aset terhadap sektor RT dalam bentuk kredit,

46 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode November2018Sinergi untuk Ketahanan

BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM

sementara itu RT juga menempatkan asetnya dalam bentuk simpanan ke perbankan. Sektor RT juga memiliki interkoneksi yang tinggi dengan korporasi sehingga RT memiliki risiko capital loss dan likuiditas atas pembiayaan ekuitas yang diberikan kepada korporasi. Korporasi juga memiliki interkoneksi yang kuat dg Perbankan, RT, sektor lain di luar Sulsel sehingga penurunan kinerja korporasi dapat menular kepada sektor lainnya.

Net Posisi Triwulan IV 2017 Net Posisi Triwulan I 2018 Net Posisi Triwulan II 2018

Glossary:NFC (Non Financial Corporation) : korporasiODC (Other Deposit Taking Corporations/Banking) : perbankanOFC (Other Financial Corporations) : IKNBLG (Local Government ) : Pemerintah daerahHH (Households) : Rumah tanggaROI (Rest of Indonesia) : Provinsi lain di luar Sulawesi SelatanROW (Rest of The World) :Luar Negeri

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode November 2018Sinergi untuk Ketahanan 47

5. PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH

Bab 5Penyelenggaraan Sistem

Pembayaran danPengelolaan Uang Rupiah

Pada triwulan III 2018, nilai transaksi keuangan melalui Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) mengalami

peningkatan, baik secara nominal maupun transaksi.Bank Indonesia terus berupaya dalam memperluas program-

program terkait keuangan inklusif yang diimplementasikan melalui program elektronifikasi pembayaran, salah satunya

melalui implementasi elektronifikasi jalan tol Makassar.Perkembangan aliran uang kartal di Sulsel pada triwulan III

2018 menunjukkan net inflow. Net inflow diperkirakan terjadi karena Sulawesi Selatan merupakan hub

perdagangan Kawasan Timur Indonesia, sehingga uang kartal yang masuk ke dalam Sulsel meningkat.

Pengawasan terhadap transaksi KUPVA BB, menunjukkan transaksi penjualan valas yang relatif meningkat selama

triwulan III 2017 dikarenakan adanya peningkatan kebutuhan valas untuk operasional haji.

BAB 5 PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH

5.1. Perkembangan Sistem Pembayaran

5.1.1. Perkembangan Transaksi Non Tunai

Transaksi non tunai ritel di Provinsi Sulawesi Selatan yang dilakukan melalui Sistem Kliring Bank Indonesia (SKNBI) pada Triwulan III 2018 mengalami peningkatan. Jumlah warkat yang dikliringkan melalui transfer dana pada triwulan III 2018 tercatat sebanyak 159 ribu lembar (0,5% pangsa volume kliring nasional) dengan nominal mencapai Rp7,51 triliun (2,2% pangsa nominal kliring nasional). Nilai transaksi transfer dana pada triwulan III 2018 masih tumbuh tinggi 8,5% (yoy) berdasarkan nilai nominal dan 7,5% (yoy) berdasarkan jumlah warkatnya jika dibandingkan triwulan yang sama tahun sebelumnya. Meningkatnya perputaran transaksi transfer dana di Sulsel juga terlihat dari rata-rata perputaran harian transaksi kliring yang mencapai 3 lembar, atau lebih tinggi 9,3% (yoy), dan mencapai Rp121,11 miliar, atau lebih tinggi 10,2% (yoy) dibandingkan periode yang sama di tahun sebelumnya. Hal ini mengkonfirmasi dugaan peningkatan total transaksi kliring kredit baik secara nilai maupun volume disebabkan oleh peningkatan jumlah hari kerja dari 56 hari kerja di triwulan II 2018 menjadi 62 hari kerja di triwulan III 2018. Giatnya aktivitas dicerminkan oleh peningkatan rata-rata volume dan nominal harian transaksi SKNBI. Peningkatan transaksi kliring transfer dana pada triwulan III 2018 juga didukung dengan adanya akselerasi konsumsi Pemerintah, konstruksi, Real Estate dan ekspor luar negeri.

Tabel 5.12. Perputaran Kliring Kredit (Transfer Dana)

Sumber: Bank Indonesia, diolah

KPwBI Provinsi Sulawesi Selatan memiliki wilayah kerja kliring debit yang mencakup 1 (satu) Koordinator Pertakaran Warkat Debit (KPWD) BI di kota Makassar dan 3 (tiga) KPWD Selain BI di Kota Parepare, Palopo dan Watampone. KPWD tersebut memiliki tugas menyelenggarakan kegiatan pertukaran warkat debit di wilayahnya masing-masing. Rata-rata bulanan jumlah Perwakilan Peserta yang mengikuti kegiatan PWD di Makassar adalah 61 Bank, sedangkan untuk di ketiga wilayah lainnya adalah 12 Bank. Rata-rata harian jumlah Warkat Debit Kliring Penyerahan selama triwulan III 2018 adalah sebagai berikut.

Tabel 5.2. Perputaran Kliring Kredit (Transfer Dana)

Wilayah Kerja Kliring Penyelenggara KliringRata-Rata Harian Jumlah Warkat Debit

Kliring PenyerahanRata-Rata Harian Jumlah Warkat

Debit Kliring PengembalianKota Makassar KPwBI Provinsi Sulawesi Selatan 1.966 58Kota Pare-Pare PT BNI KC Pare-Pare 37 1Kabupaten Watampone PT Bank Mandiri KC Watampone 50 1Kota Palopo PT BRI KC Palopo 76 1

5.1.2. Perkembangan Layanan Keuangan Non Tunai dan Elektronifikasi

Bank Indonesia terus berupaya dalam memperluas program-program terkait keuangan inklusif yang diimplementasikan melalui program elektronifikasi pembayaran. Tantangan dalam perluasan elektronifkasi ini adalah mengubahkan mindset dan kebiasaan dalam penerapan transaksi non tunai. Oleh sebab itu, Bank Indonesia bersama Pemerintah dan pelaku usaha terus mendorong penggunaan transaksi non tunai, baik didalam tata kelola Pemerintahan maupun pada aktivitas transaksi sehari-hari di masyarakat.

Salah satu komitmen perwujudan untuk perluasan elektronifikasi diawali dengan implementasikan melalui elektronifikasi jalan tol Makassar. Sejak tanggal 16 Oktober 2017, Badan Usaha Jalan Tol (BUJT) membuka alternatif bagi masyarakat untuk membayar jalan tol di Makassar secara non tunai. Secara bertahap, masyarakat dididik untuk menggunakan uang elektronik (UNIK) sebagai instrumen pembayaran jalan tol. Pada triwulan III 2018, rata-rata penetrasi penggunaan UNIK di jalan tol adalah 52,7% dengan rata-rata jumlah kendaraan yang menggunakan UNIK mencapai 56.900 dari total kendaraan 107.688 per harinya. Berdasarkan jumlah transaksinya, penggunaan E-Money oleh Bank Mandiri di jalan tol kembali mendominasi pada triwulan III 2018 (pangsa 45,9%), yang selanjutnya disusul oleh FLAZZ oleh BCA, BRIZZI oleh BRI dan TapCash oleh BNI. Pada tanggal 11-12 Juli 2018, Bank Indonesia kembali berupaya mendorong penggunaan UNIK di jalan tol melalui identifikasi faktor-faktor yang menghambat penetrasi penggunaan UNIK yang

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode November 2018Sinergi untuk Ketahanan 49

BAB 5 PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH

cenderung stagnan di jalan tol. Dari hasil survei tersebut, kesimpulan singkat yang dapat disampaikan adalah sebagai berikut.

Dari total 522 responden yang masih menggunakan tunai, 60%-nya telah menggunakan UNIK, yaitu sekitar sebanyak 311 responden;

5 (lima) alasan utama mereka masih menggunakan tunai adalah: (1) belum memiliki UNIK; (2) masih terdapat gerbang hybrid; (3) belum top up UNIK; (4) lebih suka menggunakan tunai; dan (5) tidak tahu cara top up UNIK.

Sumber : Bank Indonesia, diolahGrafik 5.1. Indikator Perkembangan SSK Sulsel

Sumber : Bank Indonesia, diolahGrafik 5.2. Rincian Pelaksanaan Survei

Bank Indonesia menunjukkan komitmennya dalam mendukung kebijakan Pemerintah mengenai penyaluran bantuan sosial non tunai dengan melakukan sosialisasi edukasi dan monitoring penyalurannya. Berdasarkan Nota Kesepahaman Bank Indonesia dan Kementrian Sosial No. 18/7/NK/GBI/2016 tanggal 26 Mei 2017 tentang Elektronifikasi Penyaluran Bantuan Sosial (Bansos) dan Perluasan Akses Keuangan, telah disepakati bahwa bansos akan disalurkan pada masyarakat secara non tunai melalui kartu Program Keluarga Harapan (PKH) dan Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT). Transformasi penyaluran bansos dari tunai menjadi non tunai antara lain dimaksudkan untuk mewujudkan pemenuhan prinsip 6T (Tepat waktu, Tepat sasaran, Tepat jumlah, Tepat kualitas, Tepat harga, dan Tepat administrasi) serta meningkatkan kesempatan dan kemampuan masyarakat dalam mengakses dan memanfaatkan layanan keuangan. Berdasarkan Dinas Sosial Provinsi Sulawesi Selatan, jumlah Keluarga Penerima Manfaat (KPM) PKH Provinsi Sulawesi Selatan tahun 2018 adalah sebanyak 314.420 Keluarga dengan rincian pada tabel 5.3. Sementara itu, penyaluran BPNT Provinsi Sulawesi Selatan tahun 2018 dibagi dalam beberapa tahap. Berdasarkan data dari Bank Penyalur, yakni BRI, BNI dan Bank Mandiri, penyaluran BPNT tahap I telah dilakukan di Kota Makassar pada bulan April 2017 sampai dengan Bulan Maret 2018 kepada sebanyak 28.297 KPM (93,7% tersalurkan) dari total target 30.185 KPM. Sedangkan penyaluran BPNT tahap II dilakukan di Kabupaten Bone pada bulan Mei sampai dengan Agustus 2018 kepada sebanyak 49.527 KPM (90,8% tersalurkan) dari total target 54.541 KPM. Sedangkan peyaluran tahap III dan IV akan dilaksanakan pada triwulan IV 2018. Adapun rincian penyaluran BPNT tahap I dan II dengan rincian pada tabel 5.4. Selama triwulan III 2018, KPwBI Provinsi Sulawesi Selatan, Dinas Sosial serta Bank Penyalur telah melakukan koordinasi dalam rangka monitoring untuk memastikan proses penyaluran bansos dilakukan secara benar dan memenuhi prinsip perlindungan konsumen. Monitoring penyaluran bansos non tunai dilakukan dengan cakupan yang komprehensif di seluruh wilayah yang menjadi lokasi penyaluran bansos non tunai. Salah satu kegiatan monitoring yang dilakukan adalah pengumpulan data sekunder dan primer melalui kegiatan survei kepada KPM PKH dan BPNT yang telah dilakukan 1 (satu) kali pada triwulan III 2018 di Kabupaten Bone serta kegiatan Training of Trainers (ToT) dan Training of Beneficiaries (ToB) di Kabupaten Bulukumba dan Bone. Pada dasarnya, proses penyaluran bansos non tunai telah berjalan dengan sangat baik, khususnya manfaat dari program bansos non tunai ini sangat dirasakan stakeholders. Namun demikian, masih terdapat kendala terkait mismatching data KPM antara Bank Penyalur dan Dinas Sosial. Selain itu, kondisi geografis di beberapa daerah mempengaruhi faktor lainnya seperti jaringan telekomunikasi untuk koneksi mesin Electronic Data Capture (EDC).

Tabel 5.3. Jumlah KPM Penerima PKH di Provinsi Sulawesi Selatan

PKH Total KPMPKH Reguler 306.490 Keluarga

PKH Disabilitas 3.107 KeluargaPKH Lanjut Usia 4.832 Keluarga

Tabel 5.4 Jumlah KPM Penyaluran BPNT Tahap I dan IINo Wilayah Tahap

PenyaluranJumlah

KPMTersalur Belum Tersalur

1 Kota Makassar I 30.185 28.297 1.8882 Kabupaten Bone II 54.541 49.527 5.014

Sumber: Bank Indonesia, diolah

50 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode November2018Sinergi untuk Ketahanan

BAB 5 PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH

Sumber: Bank Indonesia, diolah

Peran KPwBI Provinsi Sulawesi Selatan dalam mendorong perluasan elektronifikasi juga diwujudkan melalui program Bantuan Operasional Sekolah (BOS) non tunai. Terdapat 6 (enam) sekolah yang dipilih dalam pilot project BOS non tunai yang disalurkan oleh Bank Sulselbar. Sampai dengan bulan September 2018, jumlah dana BOS yang diterima oleh 6 (enam) sekolah piloting mencapai Rp2,78 miliar. Dari total realisasi penyaluran dana BOS ke sekolah yang menjadi pilot project tersebut, penggunaan dana BOS yang dilakukan secara non tunai mencapai Rp1,58 miliar atau sebesar 57,1%. Beberapa jenis transaksi pembayaran yang masih dilakukan secara tunai adalah pembayaran honor insidentil kepada mitra yang tidak memiliki rekening bank, sedangkan pembayaran honor, pembelian alat tulis sekolah, tagihan koran serta tagihan lainnya sudah dilakukan secara non tunai. Penerapan penggunaan aplikasi SI-BOS untuk melakukan belanja sekolah dinilai sangat memudahkan sekolah dalam melakukan penyusunan laporan pertanggung jawaban karena kategori pembelanjaan pada aplikasi disesuaikan dengan petunjuk teknis yang berlaku.

Penetrasi elektronifikasi transaksi Pemerintah Daerah (Pemda) di seluruh Provinsi Sulawesi Selatan telah mencapai 73,5%. Elektronifikasi transaksi Pemda khususnya Pemerintah Kota (Pemkot) Makassar telah ditunjuk pilot project Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) sejak tahun 2017. Sejalan dengan Surat Edaran Kemendagri Nomor 910/1866/SJ tentang Implementasi Transaksi Non Tunai pada Pemerintah Daerah Provinsi dan Nomor 910/1867/SJ tentang Implementasi Transaksi Non Tunai pada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, yang masing-masing tertanggal 17 April 2017, telah diterbitkan Instruksi Walikota Makassar No.900/25/BKAD Tahun 2017 terkait Pelaksanan Transaksi Non Tunai. Kewajiban transaksi non tunai dalam Instruksi Walikota mencakup penerimaan daerah (kecuali PBB-P2, beberapa retribusi seperti persampahan, layanan kesehatan, penyeberangan di atas air, pelelangan), pembayaran belanja tidak langsung (kecuali pembayaran insentif), pembayaran belanja pegawai, pembayaran belanja barang dan jasa yang melebihi Rp1.000.000, pembayaran gaji, honor, tunjangan, serta kontruksi sosial. Selama periode triwulan III 2018, KPwBI Provinsi Sulawesi Selatan telah melakukan beberapa rapat koordinasi dengan Dinas terkait dan Bank Sulselbar sebagai Bank pemegang kas pemerintah. Bank HIMBARA juga dikolaborasikan agar transaksi Pemda yang belum dinontunaikan oleh Bank Sulselbar dapat disasar. Saat ini, Bank Sulselbar telah menyediakan beberapa program untuk mendukung transaksi non tunai Pemda yaitu, program PBB Online, SP2D Online dan Samsat Online. Sistem keuangan Pemkot Makassar (Sistem Informasi Anggaran dan Keuangan Daerah/SIMAKDA) telah terintegrasi dengan Cash Management Sytstem (CMS) Bank Sulselbar.

5.1. Pengelolaan Uang Rupiah

5.1.1 Perkembangan Aliran Uang Kartal14

Perkembangan aliran uang kartal di Sulsel pada triwulan III 2018 menunjukkan net inflow. Aliran uang masuk (inflow) tercatat sebesar Rp5m28 triliun, menurun dari triwulan sebelumnya sebesar Rp5,44 triliun atau secara triwulanan terkontraksi -2,85% (qtq) (Grafik 5.3). Namun dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya, inflow triwulan III tercatat lebih rendah sebesar -5,74% (yoy). Demikian pula, aliran uang keluar (outflow) dari Bank Indonesia mengalami penurunan dari Rp6,07 triliun pada triwulan II 2018 menjadi Rp3,87 triliun pada triwulan III 2018, sehingga tercatat net inflow sebesar Rp1,41 triliun (Grafik 5.4 dan Grafik 5.5).

Net inflow diperkirakan terjadi karena Sulawesi Selatan merupakan hub perdagangan Kawasan Timur Indonesia, sehingga uang kartal yang masuk ke dalam Sulsel meningkat. Selain itu, adanya libur/cuti bersama periode awal laporan sehingga terdapat peningkatan aktivitas masyarakat dari luar Sulsel yang masuk ke dalam Sulsel. Untuk meningkatkan layanan ketersediaan uang layak edar, Bank Indonesia senantiasa terus mendorong clean money policy melalui kegiatan penukaran uang melalui perbankan, kas keliling dalam kota dan luar kota, dan kas titipan. Sampai dengan triwulan III 2018, terdapat 4 (empat) kas titipan BI di Sulawesi Selatan di Kabupaten Bulukumba dengan plafon sebesar Rp150 miliar per hari, Kota Parepare dengan plafon sebesar Rp200 miliar per hari, Kota Palopo dengan plafon sebesar Rp200 miliar per hari dan Kabupaten Bone dengan plafon sebesar Rp150 miliar per hari. Pembukaan layanan Kas Titipan di berbagai wilayah Sulsel tersebut merupakan wujud komitmen Bank Indonesia dalam memperluas jangkauan layanan untuk pemenuhan kebutuhan uang kartal dalam jumlah yang cukup, pecahan yang sesuai, dan dalam kondisi layak edar kepada masyarakat di Sulsel.

14 Termasuk data distribusi uang kartal melalui layanan kas titipan. Terdapat 4 (empat) kas titipan BI di Sulawesi Selatan yaitu di Kabupaten Bulukumba dengan plafon sebesar Rp150 miliar per hari, Kota Parepare dengan plafon sebesar Rp 200 miliar per hari, Kota Palopo dengan plafon sebesar Rp200 miliar per hari dan Kabupaten Bone dengan plafon sebesar Rp150 miliar per hari.

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode November 2018Sinergi untuk Ketahanan 51

BAB 5 PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH

Sumber: Bank Indonesia, diolahGrafik 5.3. Aliran Uang Kartal Inflow

Sumber: Bank Indonesia, diolahGrafik 5.4. Aliran Uang Kartal Outflow

Sumber: Bank Indonesia, diolahGrafik 5.5. Selisih Inflow dan Outflow

5.2. Perkembangan Transaksi Jual-Beli Valuta Asing (Valas)Pada triwulan III 2018, proporsi valas penjualan lebih tinggi dibandingkan pembelian. Dari data/informasi pedagang valas yang diawasi Bank Indonesia, penjualan valas pada triwulan III 2018 di Sulsel mencapai Rp1,32 triliun lebih tinggi dibandingkan pembelian valas Rp781,01 miliar. Nilai transaksi penjualan meningkat sebesar 58,85% (qtq) dan pembelian valas menurun sebesar 6,91% (qtq). Dari sisi jenis mata uang, penjualan dan pembelian valas didominasi oleh mata uang US Dollar, Singapura Dollar, Yuan, Euro, Riyal, dan Yen. Peningkatan transaksi penjualan valas dikarenakan untuk operasional haji.

Sumber : Bank Indonesia, diolah Sumber : Bank Indonesia, diolah

Grafik 5. 6. Transaksi Pembelian Valas Grafik 5. 7. Transaksi Penjualan Valas

Berdasarkan data transaksi pembelian dan penjualan valuta asing di Provinsi Sulsel tahun 2018, mata uang yang mendominasi secara berurutan adalah USD, SGD, Yuan dan lainnya. Pada triwulan II 2018, pembelian USD dan SGD masih mendominasi total transaksi dengan share masing-masing 34,3% dan 29,5%. Sementara penjualan USD dan SGD dengan share masing-masing 35,8% dan 28,4%.

52 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode November2018Sinergi untuk Ketahanan

BAB 5 PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH

Sumber: Bank Indonesia, diolah

Grafik 5.8. Pembelian Valas oleh KUPVASumber: Bank Indonesia, diolah

Grafik 5.9. Penjualan Valas oleh KUPVA

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode November 2018Sinergi untuk Ketahanan 53

Gambar 5.A.1 Acara Fun Rally GNNT 2017

Gambar 5.A.2 Survey Penggunaan UNIK di Jalan Tol

BAB 5 PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH

Boks 5.A Mulai 10 November 2018, Tol Makassar Resmi Terapkan 100% Pembayaran Uang Elektronik (UNIK)

Sebagai otoritas sistem pembayaran, misi BI adalah Mengelola dan Memelihara Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang yang aman, efisien, dan lancar, melalui perluasan akses sistem pembayaran untuk mendukung kelancaran perekonomian nasional. Capaian misi tersebut akan ditempuh melalui dua aspek penting, yaitu pertama: melakukan Penguatan Sistem Pembayaran, dan kedua: proaktif dalam mempelopori kerjasama dan kolaborasi berbagai pihak. Dalam hal penguatan Sistem Pembayaran, kami menjabarkannya melalui beberapa pilar, yang salah satunya merupakan Perluasan Elektronifikasi Pembayaran.

Terkait Perluasan Elektronifikasi Pembayaran tersebut, salah satu visi BI di bidang non tunai adalah mewujudkan masyarakat yang memiliki preferensi tinggi dalam menggunakan instrumen dan sarana pembayaran non tunai dalam transaksi keuangan, atau yang dikenal dengan Less Cash Society. Perwujudan Less Cash Society ini penting untuk mendorong perekonomian yang lebih efisien, serta meningkatkan aspek governance dalam pengelolaan keuangan masyarakat, pelaku bisnis maupun lembaga-lembaga pemerintah. Salah satu, komitmen perwujudannya, diawali dengan pencanangan peningkatan transaksi non tunai melalui Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT) yang diimplementasikan melalui elektronifikasi tol.

Upaya peningkatan layanan sistem pembayaran tersebut juga dilakukan di Provinsi Sulawesi Selatan, dimana ruas jalan tol telah berkomitmen untuk melakukan elektronifikasi pembayaran dan saling terintegrasi guna

menciptakan efisiensi. Sejak dicanangkannya grand launching elektronifikasi di Makassar pada tanggal 16 Oktober 2017, pembayaran jalan tol telah dilakukan secara non tunai menggunakan uang elektronik. Namun, masih memberlakukan gerbang hybrid sebanyak 13 gardu dari total 33 gardu untuk pembayaran secara tunai. Sejak 10 November 2018, seluruh gardu hanya menerima pembayaran UNIK. Walaupun masih terdapat tenaga SDM di gardu, tetapi mesin penerimaan secara tunai telah dimatikan, jadi hanya dipersiapkan sistem

pembayaran non tunai.

Dalam perjalanannya sampai dengan hari ini 100% elektronifikasi tol tercapai, tentulah tidak mudah. Ada proses dan kendala yang perlu ditempuh, mengingat rata-rata penetrasi selama hampir 1 (satu) tahun ini mengalami staganansi di angka 52-55%. Sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat telah banyak dilakukan oleh BI melalui Iklan Layanan Masyarakat, Talkshow, SMS Blast, distribusi flyer sampai ke kabupaten-kabupaten terdekat Makassar seperti Maros dan Gowa. Rapat koordinasi dengan BUJT dan Perbankan selalu dilakukan untuk identifikasi masalah pencapaian target 100% elektronifikasi tol Makassar. Koordinasi tidak hanya dilakukan di level regional, tetapi sampai dengan level pusat baik BI, BPJT dan Perbankan pusat.

Masih dirasakan belum cukup, KPwBI Provinsi Sulawesi Selatan melakukan survey penggunaan UNIK di jalan tol pada tanggal 11-12 Juli 2018. Survey dilakukan bekerjasama dengan BUJT dan Pihak Kepolisian agar dapat berjalan dengan tertib dan lancar. Survey dilakukan kepada sebanyak 522 responden yang masih menggunakan uang tunai. Angka tersebut diperoleh dari rata-rata penggunaan tunai per hari dari tanggal 16 Oktober 2017 hingga 15 Mei 2018, yaitu sebanyak 51.597 kendaraan dari total sekitar 110.000 kendaraan yang menggunakan jalan tol. 1% dari angka tersebut diambil

54 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode November2018Sinergi untuk Ketahanan

BAB 5 PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH

sebagai sampel target responden yaitu 522 kendaraan, yang akan dibagi ke 3 (tiga) Gardu Tol Cambaya, Kaluku Bodoa dan Parangloe, sehingga target responden masing-

masing gardu tol adalah sekitar 174 responden.

Dari hasil survey tersebut, kesimpulan singkat yang dapat disampaikan adalah:

Hasil survey ini disampaikan kembali sebagai bahan evaluasi bagi BUJT dan Perbankan.

Pada tanggal 10 September 2018 di rapat koordinasi yang diselenggarakan oleh BI, BUJT menyampaikan bahwa menindaklanjuti Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.16/PRT/M/2017 tentang Transaksi Non Tunai di Jalan Tol, BUJT akan implementasi “Transaksi Uang Elektronik 100% di Jalan Tol”. BI sangat mendukung kebijakan BUJT

100% pembayaran menggunakan UNIK diseluruh ruas gerbang tol guna mendukung penuh program Pemerintah. BI sebagai otoritas sistem pembayaran selalu berupaya dan berperan sebagai fasilitator antara BUJT dan Perbankan untuk menyukseskan implementasi 100% elektronifikasi tol Makassar.

Sosialisasi baik di area jalan tol maupun di luar area jalan tol telah dilakukan oleh BI, BUJT dan Perbankan secara bersama-sama. Sosialisasi di area jalan tol dikoordinir oleh BUJT berupa distribusi flyer berisikan deadline penggunaan tunai di jalan tol serta lokasi dan cara top up, pemasangan spanduk, baliho dan stiker di entry-entry jalan tol maupun di gardu tol. Sementara itu, untuk sosialisasi di luar area jalan tol dikoordinir oleh BI dan Perbankan, baik pemasangan spanduk dan baliho di 8 (delapan) titik strategis oleh Perbankan di Jl. Haji Bau-Jl. Arif Rate, 2 (dua) di Jl. Perintis Kemerdekaan, Jl. Dr. Ratulangi, Jl. Urip Sumiharjo, Jl. Bandang- Jl. Mesjid Raya, Jl. Sultan Alauddin dan Jl. AP Pettarani, dan juga distribusi flyer yang berisikan lokasi dan cara top up dari seluruh Perbankan oleh BI melalui distribusi koran oleh salah satu perusahaan media.

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode November 2018Sinergi untuk Ketahanan 55

BAB 5 PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH

Untuk mendukung kelancaran top up, BUJT telah melaksanakan survey terkait penyediaan fasilitasi top u p di merchant sekitar jalan tol. Hal ini dilakukan mengingat merchant merupakan bentuk destination store dan kemudahan bagi masyarakat untuk melakukan top up, yang kemudian hasilnya disampaikan kepada Perbankan sebagai bentuk evaluasi agar dapat ditindaklanjuti sebagai bentuk kesiapan implementasi 100% elektronifikasi tol Makassar.

Sejalan dengan itu, guna memudahkan masyarakat memperoleh UNIK, telah disediakan penjualan dan fasilitas top up UNIK di beberapa tempat strategis. Penjualan UNIK tersedia di gardu tol, serta lokasi pengisian ulang (top up) UNIK baik melalui merchant maupun mobil layanan Perbankan (BRI, BCA dan Mandiri) di sekitar jalan tol. BUJT juga secara khusus membantu Perbankan membuka posko bantuan top up di 2 (dua) titik masuk jalan tol dari Pelabuhan dan Pettarani.

BI selalu memantau kesanggupan Perbankan dalam memastikan persediaan jumlah UNIK yang mencukupi. Perbankan berkomitmen untuk menyediakan sekitar 57.650 UNIK yang dijual di gardu tol oleh BUJT dalam rangka mendukung 100% elektronifikasi tol. Sampai dengan 13 November 2018, UNIK yang telah diterima oleh BUJT untuk dijual kembali adalah sekitar 40.862 UNIK. Penjualan sampai dengan pagi ini mencapai 32.453 UNIK (79,4% stok terjual). Dalam kondisi seperti ini, dapat dinyatakan bahwa persediaan kartu aman terkendali dan hal ini dikonfirmasi pula oleh BUJT. Kami juga selalu berupaya untuk menjaga persediaan kartu dengan komunikasi baik level regional maupun level pusat apabila UNIK tidak mencukupi di level regional.

Untuk mengantisipasi timbulnya kemacetan di gerbang tol, masyarakat dihimbau untuk mempersiapkan UNIK dan mengecek saldo sebelum melakukan perjalanan di jalan tol. Penyediaan fasilitas top up tunai di gardu tol telah disediakan sehingga memudahkan pengguna jalan tol untuk melakukan top up tanpa adanya antrian yang cukup panjang di gardu tol. Isi ulang UNIK juga dapat dilakukan di ATM, mini mart, EDC penerbit dan HP (SMS/mobile banking). Dengan menggunakan UNIK, pembayaran tol menjadi lebih cepat, praktis dan nyaman, sehingga dapat meningkatkan efisiensi dan kelancaran di jalan tol.

56 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode November2018Sinergi untuk Ketahanan

BAB 5 PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH

HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode November 2018Sinergi untuk Ketahanan 57

6. KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN

Bab 6Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan

Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Sulsel per Agustus 2018 tercatat 5,34%, lebih rendah

dibandingkan periode Februari 2018 sebesar 5,39% maupun Agustus 2017 sebesar 5,61%.

Jumlah maupun persentase penduduk miskin di Sulsel hingga Maret 2018 juga membaik dibandingkan dengan

periode September 2017, baik penduduk miskin di wilayah perkotaan maupun pedesaan.

Sejalan dengan itu, ketimpangan Sulsel juga membaik pada Maret 2018, dengan gini ratio sebesar 0,397

dibandingkan September 2017 sebesar 0,429.Tingkat kesejahteraan petani juga membaik, tercermin

dari Nilai Tukar Petani (NTP) hingga triwulan III 2018 yang meningkat 1,45% (yoy) dan berada diatas batas

optimis (100), disebabkan oleh harga bahan pangan masih meningkat dengan produksi yang besar di saat

panen raya.

BAB 6 KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN

6.1 Tenaga Kerja

Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Sulsel mencapai 5,34% per Agustus 201815 lebih rendah dibandingkan Februari tahun 2018 sebesar 5,39%. Secara nominal jumlah pengangguran terbuka Sulsel turun dari 224,89 ribu orang per Februari 2018 menjadi 213,10 ribu orang per Agustus 2018 atau mengalami penurunan sebesar -5,24% (ctc) dan -0,28% (yoy). Penurunan pengangguran diindikasi terjadi sebagai dampak positif dari kebijakan pemerintah dalam peluncuran berbagai paket kebijakan ekonomi, sehingga lapangan kerja dan penyerapan tenaga kerja juga membaik.

Tabel 6.13. Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas Menurut Kegiatan Utama

KEGIATAN UTAMAFebruari

2017Agustus

2017Februari

2018Agustus

2018Angkatan Kerja 3.991.818 3.812.358 4.174.181 3.988.029 a. Bekerja 3.801.407 3.598.663 3.949.296 3.774.924 b. Menganggur 190.441 213.695 224.885 213.105Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) 64,28 % 60,98 % 66,36% 63,02%Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) 4,77 % 5,61 % 5,39% 5,34%

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah BI

Sektor Pertanian, Perdagangan, Industri Pengolahan, Konstruksi, dan Jasa Pendidikan masih menjadi Lapangan Usaha dengan jumlah penyerapan tenaga kerja terbesar pada periode Agustus 2018. Penyerapan tenaga kerja yang tumbuh positif dari 5 lapangan usaha tersebut adalah Lapangan Usaha (LU) Perdagangan Besar dan Eceran, Industri Pengolahan, dan Konstruksi yang masing-masing tumbuh 0,35%; 0,28% dan 1,29% (yoy) dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Sementara itu, jumlah tenaga kerja yang terserap di LU Pertanian dan Jasa Pendidikan mengalami pertumbuhan negatif berturut-turut sebesar -0,88% dan -0,84% (yoy).

Tabel 6.14. Persentase Tenaga Kerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama

Jumlah Pangsa Jumlah Pangsa Jumlah Pangsa Jumlah Pangsa Growth

(yoy)A Pertanian 1,544,614 40.63% 1,391,639 38.67% 1,617,680 40.96% 1,426,501 37.79% 2.51%B Pertambangan 41,840 1.10% 28,447 0.79% 41,647 1.05% 24,283 0.64% -14.64%C Industri Pengolahan 279,668 7.36% 279,246 7.76% 304,224 7.70% 341,716 9.05% 22.37%D Pengadaan Listrik dan Gas 12,378 0.33% 11,292 0.31% 22,990 0.58% 9,217 0.24% -18.38%E Pengadaan Air 10,916 0.29% 7,136 0.20% 9,544 0.24% 9,586 0.25% 34.33%F Konstruksi 245,679 6.46% 232,673 6.47% 236,673 5.99% 254,738 6.75% 9.48%G Perdagangan Besar dan Eceran 666,962 17.55% 674,127 18.73% 652,232 16.52% 720,352 19.08% 6.86%H Transportasi dan Pergudangan 150,205 3.95% 156,112 4.34% 136,237 3.45% 156,019 4.13% -0.06%I Penyediaan Akomodasi 137,489 3.62% 118,521 3.29% 154,251 3.91% 134,126 3.55% 13.17%J Informasi dan Komunikasi 20,029 0.53% 21,546 0.60% 15,245 0.39% 20,069 0.53% -6.86%K Jasa Keuangan dan Asuransi 44,737 1.18% 35,924 1.00% 41,745 1.06% 47,853 1.27% 33.21%L Real Estat 890 0.02% 5,079 0.14% 801 0.02% 8,594 0.23% 69.21%M,N Jasa Perusahaan 19,482 0.51% 31,577 0.88% 28,630 0.72% 35,023 0.93% 10.91%O Administrasi Pemerintahan 239,782 6.31% 206,819 5.75% 262,878 6.66% 207,003 5.48% 0.09%P Jasa Pendidikan 246,833 6.49% 228,271 6.34% 253,103 6.41% 207,913 5.51% -8.92%Q Jasa Kesehatan 68,997 1.82% 74,101 2.06% 76,317 1.93% 68,630 1.82% -7.38%R,S,T,U Jasa Lainnya 70,906.00 1.87% 96,153 2.67% 95,099 2.41% 103,301 2.74% 7.43%

Total 3,801,407 100% 3,598,663 100% 3,949,296 100% 3,774,924 100% 4.90%

Agustus 2018Februari 2018Februari 2017 Agustus 2017Lapangan Pekerjaan Utama

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah BI

Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) Sulsel tercatat menurun karena kenaikan jumlah angkatan kerja yang bekerja lebih rendah dari kenaikan jumlah penduduk usia kerja. TPAK turun dari 66,36% pada Februari 2018 menjadi 63,02% pada Agustus 2018. Jumlah angkatan kerja pada Agustus 2018 mencapai 3,99 juta orang, lebih rendah dari periode Februaru 2018 sejumlah 4,17 juta orang. Secara sektoral, penurunan TPAK diperkirakan terjadi karena penurunan angkatan kerja di sektor pertanian dan sektor jasa. Kondisi demikian, dikonfirmasi oleh hasil Survei Konsumen Bank Indonesia untuk ketersediaan lapangan kerja yang menunjukkan hasil serupa.

15 BPS mengeluarkan perhitungan tenaga kerja 2 kali dalam setahun, yaitu Februari (yang rilis pada bulan Mei) dan Agustus (yang rilis pada November)

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode November 2018Sinergi untuk Ketahanan 59

BAB 6 KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah BIGrafik 6.44. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK)

6.2 Penduduk Miskin16

Berdasarkan data Maret 201817, jumlah penduduk miskin di Sulsel turun dibandingkan September 2017 maupun posisi yang sama tahun sebelumnya. Jumlah penduduk miskin pada Maret 2018 mencapai 793 ribu orang atau 9,06% dari total penduduk Sulsel, membaik dibandingkan kondisi Maret 2017 yang berjumlah 813 ribu orang (9,38%). Jumlah penduduk miskin pada Maret 2018 juga menurun jika dibandingkan kondisi September 2017 yang mencapai 826 ribu orang (9,48%). Penurunan jumlah penduduk miskin terjadi baik di kota maupun di desa. Komposisi penduduk miskin antara daerah perkotaan dan perdesaan dari tahun ke tahun tidak mengalami perubahan yang signifikan. Jumlah penduduk miskin di desa turun menjadi 12,24% (yoy), sementara jumlah penduduk miskin di kota mengalami sedikit meningkat menjadi 4,61% (yoy)(Grafik 6.2). Penurunan jumlah penduduk miskin di daerah perdesaan sejalan dengan Nilai Tukar Petani (NTP) yang membaik pada Maret 2018 karena meningkatnya penerimaan petani, dimana sebagian besar penduduk perdesaan memiliki pekerjaan di sektor pertanian. Dilihat dari pangsanya, jumlah penduduk miskin di pedesaan mencapai 78,81% dari total penduduk miskin Sulsel, sedangkan selebihnya 21,19% berada di perkotaan.

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah BI Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah BIGrafik 6.45. Jumlah Penduduk Miskin Sulawesi Selatan Grafik 6.46. Persentase Jumlah Penduduk Miskin Sulawesi

Menurut Provinsi Maret 2018

Secara spasial, persentase jumlah penduduk miskin di Sulsel pada Maret 2018 relatif cukup rendah dibandingkan provinsi lain se-Sulawesi. Jumlah penduduk miskin Sulsel berada pada urutan kedua terendah (9,06%) setelah Sulawesi Utara (7,90%) (Grafik 6.3). Sedangkan persentase jumlah penduduk miskin tertinggi untuk wilayah Sulawesi tercatat 16,81% terdapat di Provinsi Gorontalo.

16 BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach). Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Jadi, penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan. BPS mengeluarkan perhitungan kemiskinan 2 kali dalam setahun, yaitu Maret (yang rilis pada bulan September) dan September (yang rilis pada Januari).

17 BPS mengeluarkan perhitungan kemiskinan 2 kali dalam setahun, yaitu Maret (yang rilis pada bulan Juli) dan September (yang rilis pada Januari).

60 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode November2018Sinergi untuk Ketahanan

BAB 6 KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN

6.3 Rasio Gini18

Ketimpangan di Provinsi Sulsel mengalami penurunan. Nilai gini ratio Sulsel pada Maret 2018 sebesar 0,397 membaik dibandingkan Maret 2017 yang mencapai 0,407, sejalan dengan peningkatan jumlah nominal Dana Desa yang disalurkan, yang selanjutnya melibatkan program padat karya di 21 kabupaten. Secara tren, selama 3 tahun terakhir angka gini ratio Sulsel cenderung menurun. Jika dibandingkan provinsi lain di Sulawesi, nilai gini ratio Sulsel pada posisi Maret 2018 tersebut berada pada peringkat keempat terendah di Sulawesi. Penurunan ketimpangan tersebut sejalan dengan penurunan jumlah penduduk miskin di desa dan tren kenaikan nilai tukar petani.

Tabel 6.3. Nilai Gini Ratio di Pulau Sulawesi

2018Mar-15 Sept-15 Mar-16 Sept-16 Mar-17 Sept-17 Mar-18

Sulawesi Selatan 0.424 0.404 0.426 0.400 0.407 0.429 0.397Gorontalo 0.420 0.401 0.419 0.410 0.430 0.405 0.403Sulawesi Tenggara 0.399 0.381 0.402 0.388 0.394 0.404 0.409Sulawesi Utara 0.368 0.366 0.386 0.379 0.396 0.394 0.394Sulawesi Tengah 0.374 0.37 0.362 0.347 0.355 0.345 0.346Sulawesi Barat 0.363 0.362 0.364 0.371 0.354 0.339 0.370Indonesia 0.408 0.402 0.397 0.394 0.393 0.391 0.389

Provinsi 2015 2016 2017

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah BI

6.4 Nilai Tukar Petani19

Nilai Tukar Petani (NTP) pada triwulan III 2018 sedikit mengalami penurunan namun tetap berada diatas batas optimis 100. Rata-rata NTP Sulsel pada triwulan III 2018 turun menjadi 102,07, lebih rendah dibandingkan NTP pada triwulan sebelumnya 102,79 (Grafik 6.4) namun secara tahunan mengalami peningkatan yang signifikan. Disisi lain, Indeks yang dibayar petani mengalami peningkatan dari 131,80 pada triwulan II 2018 menjadi 133,34 pada triwulan III 2018 (Grafik 6.5). Rata-rata indeks yang diterima petani juga mengalami peningkatan dari 135,47 pada triwulan II 2018 menjadi 136,10 pada triwulan III 2018 (Grafik 6.6). Penurunan NTP pada triwulan III 2018 didorong oleh kenaikan Indeks yang Dibayar Petani lebih besar daripada kenaikan Indeks yang Diterima Petani. Meskipun Indeks yang Diterima Petani naik sebesar 0,46% (qtq) dari sebesar 135,47 pada triwulan II 2018 menjadi sebesar 136.10 pada triwulan III 2018 (Grafik 6.6), namun Indeks yang Dibayar Petani pada triwulan III 2018 juga tumbuh tinggi sebesar 1,17% (qtq) dari 131,80 pada triwulan II 2018 menjadi 133,34 pada triwulan III 2018 (Grafik 6.5).

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah BIGrafik 6.4. Perkembangan Rata-rata Nilai Tukar Petani

Pertumbuhan Nilai Tukar Petani (NTP) Sulsel pada triwulan III 2018 tumbuh cukup menggembirakan, tercermin dari NTP triwulan III 2018 yang meningkat 1,45% (yoy). Peningkatan pertumbuhan NTP disebabkan oleh kenaikan penerimaan petani karena harga bahan pangan masih meningkat dengan produksi yang besar di saat panen raya. Namun demikian, untuk terus mendorong kesejahteraan petani, perlu dilakukan upaya berkelanjutan. Upaya yang dapat dilakukan seperti memperbaiki infrastruktur jalan dan jembatan ke pedesaan agar barang-barang yang diperlukan lebih mudah didistribusikan kepada masyarakat, serta untuk memperpendek rantai distribusi dari produsen kepada konsumen.

18 Angka koefisien gini adalah ukuran kemerataan pendapatan yang dihitung berdasarkan kelas pendapatan. Angka koefisien gini terletak antara 0 (nol) dan 1 (satu). Nol mencerminkan kemerataan sempurna dan satu menggambarkan ketidakmeraaan sempurna.

19 NTP merupakan keseimbangan antara indeks harga yang diterima petani (It) dengan yang dibayar petani (Ib).

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode November 2018Sinergi untuk Ketahanan 61

BAB 6 KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sumber: Badan Pusat Statistik, diolahGrafik 6.5. Perkembangan Rata-rata Indeks yang Dibayar Petani Grafik 6.6. Perkembangan Rata-rata Indeks yang Diterima Petani

6.5 Indeks Pembangunan Manusia (IPM)

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Provinsi Sulawesi Selatan pada tahun 2017 meningkat. Peningkatan IPM terjadi pada indikator harapan lama sekolah, rata-rata lama sekolah, dan pengeluaran per kapita (Tabel 6.7). Dengan kondisi tersebut, pada tahun 2016 maupun 2017, IPM Sulsel berada pada peringkat 14 secara nasional. Potensi untuk meningkatkan IPM masih terbuka, karena nilai IPM Sulsel (70,34) masih berada di bawah angka nasional (70,81). Semua komponen indikator IPM Sulsel masih berada di bawah indikator IPM Nasional.

Tabel 6.7. Perkembangan IPM per Provinsi se Indonesia

ProvinsiAngka Harapan Hidup

saat Lahir (tahun)Harapan Lama

Sekolah (tahun)Rata-rata Lama Sekolah (tahun)

Pengeluaran per Kapita (Rp 000) IPM

2016 2017 2016 2017 2016 2017 2016 2017 2016 2017Aceh 69,51 69,52 13,89 14,13 8,86 8,98 8 768 8 957 70,00 70,60Sumatera Utara 68,33 68,37 13,00 13,10 9,12 9,25 9 744 10 036 70,00 70,57Sumatera Barat 68,73 68,78 13,79 13,94 8,59 8,72 10 126 10 306 70,73 71,24Riau 70,97 70,99 12,86 13,03 8,59 8,76 10 465 10 677 71,20 71,79Jambi 70,71 70,76 12,72 12,87 8,07 8,15 9 795 9 880 69,62 69,99Sumatera Selatan 69,16 69,18 12,23 12,35 7,83 7,99 9 935 10 220 68,24 68,86Bengkulu 68,56 68,59 13,38 13,57 8,37 8,47 9 492 9 778 69,33 69,95Lampung 69,94 69,95 12,35 12,46 7,63 7,79 9 156 9 413 67,65 68,25Kep. Bangka Belitung 69,92 69,95 11,71 11,83 7,62 7,78 11 960 12 066 69,55 69,99Kepulauan Riau 69,45 69,48 12,66 12,81 9,67 9,79 13 359 13 566 73,99 74,45DKI Jakarta 72,49 72,55 12,73 12,86 10,88 11,02 17 468 17 707 79,60 80,06Jawa Barat 72,44 72,47 12,30 12,42 7,95 8,14 10 035 10 285 70,05 70,69Jawa Tengah 74,02 74,08 12,45 12,57 7,15 7,27 10 153 10 377 69,98 70,52DI Yogyakarta 74,71 74,74 15,23 15,42 9,12 9,19 13 229 13 521 78,38 78,89Jawa Timur 70,74 70,80 12,98 13,09 7,23 7,34 10 715 10 973 69,74 70,27Banten 69,46 69,49 12,70 12,78 8,37 8,53 11 469 11 659 70,96 71,42Bali 71,41 71,46 13,04 13,21 8,36 8,55 13 279 13 573 73,65 74,30Nusa Tenggara Barat 65,48 65,55 13,16 13,46 6,79 6,90 9 575 9 877 65,81 66,58Nusa Tenggara Timur 66,04 66,07 12,97 13,07 7,02 7,15 7 122 7 350 63,13 63,73Kalimantan Barat 69,90 69,92 12,37 12,50 6,98 7,05 8 348 8 472 65,88 66,26Kalimantan Tengah 69,57 69,59 12,33 12,45 8,13 8,29 10 155 10 492 69,13 69,79Kalimantan Selatan 67,92 68,02 12,29 12,46 7,89 7,99 11 307 11 600 69,05 69,65Kalimantan Timur 73,68 73,70 13,35 13,49 9,24 9,36 11 355 11 612 74,59 75,12Kalimantan Utara 72,43 72,47 12,59 12,79 8,49 8,62 8 434 8 643 69,20 69,84Sulawesi Utara 71,02 71,04 12,55 12,66 8,96 9,14 10 148 10 422 71,05 71,66Sulawesi Tengah 67,31 67,32 12,92 13,04 8,12 8,29 9 034 9 311 67,47 68,11Sulawesi Selatan 69,82 69,84 13,16 13,28 7,75 7,95 10 281 10 489 69,76 70,34Sulawesi Tenggara 70,46 70,47 13,24 13,36 8,32 8,46 8 871 9 094 69,31 69,86Gorontalo 67,13 67,14 12,88 13,01 7,12 7,28 9 175 9 532 66,29 67,01Sulawesi Barat 64,31 64,34 12,34 12,48 7,14 7,31 8 450 8 736 63,60 64,30Maluku 65,35 65,40 13,73 13,91 9,27 9,38 8 215 8 433 67,60 68,19Maluku Utara 67,51 67,54 13,45 13,56 8,52 8,61 7 545 7 792 66,63 67,20Papua Barat 65,30 65,32 12,26 12,47 7,06 7,15 7 175 7 493 62,21 62,99Papua 65,12 65,14 10,23 10,54 6,15 6,27 6 637 6 996 58,05 59,09INDONESIA 70,90 71,06 12,72 12,85 7,95 8,10 10 420 10 664 70,18 70,81

Sumber: Badan Pusat Statistik

62 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode November2018Sinergi untuk Ketahanan

BAB 6 KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN

HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode November 2018Sinergi untuk Ketahanan 63

7. PROSPEK PEREKONOMIAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN

Bab 7Prospek Perekonomian Daerah

Perekonomian Sulsel pada triwulan I 2019 diperkirakan tumbuh pada rentang 7,1 – 7,5% (yoy). Dengan perkiraan

pertumbuhan tersebut, maka pertumbuhan keseluruhan tahun 2019 masih akan berada pada rentang 7,2 – 7,6%

(yoy). Pertumbuhan ekonomi pada triwulan I 2019 diperkirakan bersumber dari stabilnya pertumbuhan konsumsi rumah

tangga dan peningkatan pembentukan modal tetap bruto.Dari sisi inflasi, tekanan tarif yang ditentukan oleh

pemerintah dan core inflation diperkirakan akan menjadi tantangan pada triwulan I 2019. Namun demikian, inflasi keseluruhan tahun 2019 diperkirakan masih akan dapat

dijaga pada rentang sasarannya, sebesar 3,5%+1% (yoy).

BAB 7PROSPEK PEREKONOMIAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN

7.1 Prospek Pertumbuhan EkonomiPertumbuhan ekonomi pada triwulan I 2019 diperkirakan berada pada rentang 7,1 – 7,5% (yoy). Pertumbuhan ekonomi triwulan tersebut diperkirakan relatif stabil dibandingkan pada akhir tahun 2018 sejalan dengan beberapa faktor pendorong pada awal 2019. Ada pun faktor pendorong tersebut terutama adalah stabilnya konsumsi rumah tangga dan investasi, di tengah perlambatan konsumsi pemerintah dan ekspor luar negeri. Dari sisi penawaran, pertumbuhan diperkirakan akan ditopang oleh peningkatan Lapangan Usaha Pertanian, Industri Pengolahan, Perdagangan, Informasi/Komunikasi, Jasa Perusahaan, dan Jasa Pendidikan.

Pertumbuhan ekonomi Sulawesi Selatan keseluruhan tahun 2019 diperkirakan masih berada pada rentang 7,2 – 7,6% (yoy). Daya beli rumah tangga diperkirakan tetap kuat ditunjang oleh adanya kenaikan Upah Minimum Provinsi, penyaluran gaji ke-13/14, dan tunjangan hari raya. Namun demikian, risiko kenaikan harga bahan bakar minyak yang berpotensi meningkatkan inflasi juga perlu diwaspadai. Konsumsi pemerintah diperkirakan juga tetap tinggi, didukung dengan terus berjalannya pembangunan infrastruktur serta sarana publik, membaiknya iklim investasi, dan perbaikan pola penyerapan anggaran belanja pemerintah. Ekspor tetap bertumbuh, namun tetap dibayangi dengan risiko permintaan ekonomi dunia dan Negara mitra dagang yang cenderung melemah di tahun 2019 (Tabel 7.1). Di sisi lain, impor masih akan tumbuh membaik, didorong oleh kebutuhan barang modal dan bahan baku kebutuhan Industri.

7.407.60

7.177.41 7.27

7.00 7.20

4.88 5.02 5.09

2015 2016 2017 2018-P 2019-P

7.50 7.50

7.37 7.35 7.17 7.10 7.10

5.06 5.27 5.17

I II III IV-P I-P

2018 2019

Sulsel

Nasional

Sumber: BPS,diolah. Ket.: P-Proyeksi oleh BIGrafik 7.47. Perkembangan PDRB Sulsel dan Proyeksinya

Tabel 1. Indikator Perekonomian Dunia (%, yoy)

Pertumbuhan Ekonomi (%, yoy)

WEO (IMF)Juli 2018

WEO (IMF)Oktober 2018

2017 2018p 2019p 2017 2018p 2019pAmerika Serikat 2,3 2,9 2,7 2,2→ 2,9→ 2,5↓Kawasan Eropa 2,4 2,2 1,9 2,4→ 2,0↓ 1,9→Kawasan Asia 6,5 6,5 6,5 6,5→ 6,5→ 6,3↓

Tiongkok 6,9 6,6 6,4 6,9→ 6,6→ 6,2↓Jepang

Negara Berkembang1,74,7

1,04,9

0,95,1

1,7→4,7

1,1↑4,7↓

0,9→4,7↓

Output Dunia 3,7 3,9 3,9 3,7→ 3,7↓ 3,7↓Volume Perdagangan Dunia 5,2 4,8 4,5 5,2→ 4,2↓ 4,0↓

Sumber : World Economic Outlook, Oktober 2018

7.1.1 Prospek Sisi Pengeluaran

Pertumbuhan ekonomi pada triwulan I 2019 akan bertumpu pada stabilnya konsumsi rumah tangga dan investasi. Konsumsi rumah tangga diperkirakan akan sedikit lebih tinggi pada triwulan I 2019, dengan adanya realisasi pembayaran UMP kepada karyawan. Sementara untuk konsumsi LNPRT diperkirakan akan didorong oleh proses kampanye pemilihan presiden dan legislatif yang mulai berlangsung. Investasi diperkirakan juga tetap tinggi dengan terus berjalannya pembangunan infrastruktur (jalan dan pelabuhan) dan sarana publik (rumah sakit).

Sementara konsumsi pemerintah dan ekspor luar negeri diperkirakan cenderung tumbuh lebih rendah. Konsumsi pemerintah diperkirakan tumbuh lebih rendah sebagaimana pola historisnya, namun demikian perbaikan pola

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode November 2018Sinergi untuk Ketahanan 65

BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN

penyerapan belanja diharapkan akan meningkatkan pertumbuhan konsumsi pemerintah pada triwulan selanjutnya . Ekspor luar negeri diperkirakan tumbuh lebih rendah terdorong oleh harga internasional komoditas utama (nikel, coklat, dan ikan) yang dalam tren melambat.

Tabel 7.15. Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi Provinsi Sulawesi Selatan (Tahun Dasar 2010)

2016 2017 2018Total Total I II III

Pertumbuhan Ekonomi 7.42 7.23 7.37 7.35 7.17 7.1 - 7.5 7.0 - 7.4 7.1 - 7.5 7.2 - 7.6Sisi Pengeluaran

Konsumsi Rumah Tangga 5.5 6.1 7.0 6.7 6.5 5.7 - 6.1 5.8 - 6.2 5.8 - 6.2 5.8 - 6.2Konsumsi LNPRT 3.3 6.8 22.5 21.7 7.1 12.2 - 12.6 19.0 - 19.4 5.4 - 5.8 6.4 - 6.8Konsumsi Pemerintah (1.3) 2.2 8.1 6.5 8.0 6.5 - 6.9 6.8 - 7.2 5.0 - 5.4 5.0 - 5.4PMTB 7.0 8.2 8.7 6.4 4.3 9.7 - 10.1 8.8 - 9.2 9.7 - 10.1 7.6 - 8.0Ekspor Luar Negeri (19.1) (0.9) 3.5 21.5 29.9 14.2 - 14.6 13.3 - 13.7 8.9 - 9.3 9.0 - 9.4Impor Luar Negeri (8.8) 20.2 (4.6) 2.1 1.6 (6.3) - (5.9) (3.2) - (2.8) (1.2) - (0.8) (2.2) - (1.8)Net Ekspor Antardaerah 40.4 (41.8) 152.8 126.0 (1175.9) (5.5) - (5.1) 24.2 - 24.6 (31.6) - (31.2) (131.2) - (130.8)

Sisi Lapangan UsahaPertanian, Kehutanan, dan Perikanan 8.1 5.3 5.0 7.5 5.2 5.9 - 6.3 6.1 - 6.5 6.1 - 6.5 5.8 - 6.2Pertambangan dan Penggalian 1.0 4.5 4.7 2.8 (2.2) 4.2 - 4.6 4.0 - 4.4 3.6 - 4.0 3.9 - 4.3Industri Pengolahan 8.1 5.0 3.3 (1.2) (0.4) 3.6 - 4.0 2.3 - 2.7 4.1 - 4.5 4.3 - 4.7Pengadaan Listrik, Gas 11.5 6.1 1.1 8.5 9.5 12.4 - 12.8 7.7 - 8.1 11.5 - 11.9 8.3 - 8.7Pengadaan Air 5.4 7.9 9.5 8.8 4.1 11.4 - 11.8 8.0 - 8.4 9.8 - 10.2 7.4 - 7.8Konstruksi 6.8 8.7 7.8 6.3 14.5 9.6 - 10.0 7.7 - 8.1 9.4 - 9.8 9.0 - 9.4Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor9.9 10.7 12.3 13.8 12.2 11.3 - 11.7 11.7 - 12.1 11.4 - 11.8 11.9 - 12.3Transportasi dan Pergudangan 7.8 8.4 13.1 14.1 9.0 8.3 - 8.7 10.3 - 10.7 8.3 - 8.7 8.2 - 8.6Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 8.5 11.7 14.3 14.3 13.1 11.9 - 12.3 13.3 - 13.7 7.3 - 7.7 8.2 - 8.6Informasi dan Komunikasi 8.1 10.5 11.4 9.1 9.4 9.2 - 9.6 9.4 - 9.8 9.4 - 9.8 8.2 - 8.6Jasa Keuangan 13.6 4.4 9.5 8.5 3.0 5.5 - 5.9 7.8 - 8.2 5.1 - 5.5 7.5 - 7.9Real Estate 6.4 4.5 3.9 3.5 5.5 7.1 - 7.5 5.3 - 5.7 5.6 - 6.0 7.5 - 7.9Jasa Perusahaan 7.9 8.4 9.6 8.8 7.4 5.3 - 5.7 7.3 - 7.7 5.6 - 6.0 5.6 - 6.0Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib(1.1) 5.2 4.3 8.6 11.9 4.5 - 4.9 6.4 - 6.8 4.0 - 4.4 6.5 - 6.9Jasa Pendidikan 6.9 9.7 7.2 8.2 8.3 6.1 - 6.5 7.3 - 7.7 6.8 - 7.2 5.6 - 6.0Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 8.5 8.8 10.3 10.3 9.1 5.5 - 5.9 7.4 - 7.8 5.2 - 5.6 5.4 - 5.8Jasa lainnya 9.8 9.6 11.7 12.6 10.9 4.4 - 4.8 8.1 - 8.5 7.0 - 7.4 5.6 - 6.0

Pertumbuhan Ekonomi 7.42 7.23 7.37 7.35 7.17 7.1 - 7.5 7.0 - 7.4 7.1 - 7.5 7.2 - 7.6

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolahp proyeksi Bank Indonesia

PROYEKSIREALISASIProvinsi Sulsel

IVP TotalP

2018

IP2019

TotalP

2019

7.1.2 Prospek Sisi Lapangan Usaha

Lapangan usaha pertanian diperkirakan tumbuh meningkat pada triwulan I 2019. Peningkatan pertumbuhan didukung oleh mulai masuknya musim panen pada bulan Maret 2019 hingga April 2019. Namun demikian, tren perlambatan harga komoditas perkebunan diperkirakan akan menurunkan nilai tambah sub sektor perkebunan.

-40%

-30%

-20%

-10%

0%

10%

20%

30%

40%

0

0.5

1

1.5

2

2.5

3

3.5

I II III IV I II III IV I II III IV I II III

IV-p

2019

-p

2020

-p

2015 2016 2017 2018

yoyUSD/kg

Harga Internasional Coklat g.Harga Internasional Coklat - sisi kanan

Sumber: World Bank

-60%

-40%

-20%

0%

20%

40%

60%

0

2,000

4,000

6,000

8,000

10,000

12,000

14,000

16,000

18,000

20,000

I II III IV I II III IV I II III IV I II III

IV-p

2019

-p

2020

-p

2015 2016 2017 2018

yoy$/mt

Harga Internasional Nikel g.Harga Internasional Nikel - sisi kanan

Sumber: World BankGrafik 7.48. Perkembangan Harga Internasional Coklat Grafik 7.49. Perkembangan Harga Internasional Nikel

Lapangan usaha Pertambangan diperkirakan akan melambat pada triwulan I 2019 dengan perkiraan harga nikel yang lebih rendah. Faktor harga nikel diperkirakan akan memengaruhi nilai tambah nikel yang diekspor. Selain itu, pertumbuhan Negara mitra dagang utama untuk komoditas nikel diperkirakan lebih rendah di tahun 2019. Berdasarkan pola produksi, pada umumnya produksi pada awal tahun cenderung lebih rendah, sehingga dari sisi pasokan ekspor juga cenderung melambat.

66 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode November2018Sinergi untuk Ketahanan

BAB 7PROSPEK PEREKONOMIAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN

Pertumbuhan industri diperkirakan meningkat pada triwulan I 2019. Peningkatan ini sejalan dengan stock building industri pengolahan makanan yang akan dilakukan pada triwulan I 2019 untuk memenuhi permintaan rumah tangga saat Ramadhan/Idul Fitri sehingga produksi diperkirakan akan digenjot lebih besar. Demikian pula untuk industri kecil menengah diperkirakan akan mendapatkan peningkatan permintaan saat berlangsungnya kampanye legislatif maupun presiden. Sementara itu, industri agro industri berpotensi mengalami peningkatan didukung oleh produksi dan upaya dorongan oleh pemerintah daerah. Namun demikian, industri pengolahan semen diperkirakan masih melakukan efisiensi untuk merespons persaingan usaha.

Lapangan usaha Perdagangan Besar dan Eceran diperkirakan tumbuh meningkat pada triwulan I 2019. Peningkatan ini sejalan dengan konsumsi RT yang juga masih tetap kuat. Pertumbuhan perdagangan juga akan didorong oleh aktivitas e-commerce dan transaksi non-tunai yang memberikan kemudahan kepada konsumen untuk berbelanja. Selain itu, aktivitas kampanye pemilihan legislatif dan presiden diperkirakan juga memberikan dampak tidak langsung kepada lapangan usaha ini.

7.2 Prospek InflasiInflasi pada triwulan I 2019 diperkirakan menghadapi beberapa tantangan. Tantangan tersebut berasal dari penguatan mata uang dollar, yang secara tidak langsung tertransmisi kepada harga jual pada barang berbahan baku impor (imported inflation). Dari sisi tekanan global selanjutnya adalah potensi kenaikan harga minyak yang akan meningkatkan harga energi, harga minyak mentah rata-rata posisi Oktober mencapai 76,73 USD per barel atau naik 39,71% (yoy). Tantangan selanjutnya adalah daya beli yang masih kuat dengan peningkatan UMP.

Tekanan inflasi bahan makanan diperkirakan terkendali. Tekanan inflasi bahan makanan diperkirakan terkendali dengan masuknya musim panen tanaman bahan makanan pada bulan Maret 2019. Selain itu, Bank Indonesia bersama dengan Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) se-Sulsel juga terus meningkatkan koordinasi melalui pemanfaatan Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS) yang lebih optimal, rapat teknis dan kebijakan high level meeting untuk memantau dan menjaga ketersediaan pangan, inspeksi mendadak (sidak) pada kebutuhan pangan strategis, dan peningkatan produksi/produktivitas komoditas pangan yang harganya cenderung naik persisten.

Sementara itu, inflasi yang dikendalikan pemerintah seperti pada kelompok transportasi, diperkirakan berpotensi meningkat apabila terjadi kenaikan harga energi. Faktor yang akan memengaruhi terkendalinya kelompok transportasi adalah kebijakan pemerintah terhadap tarif listrik, BBM dan LPG. Oleh karena itu, tren kenaikan harga minyak dunia juga menjadi faktor yang patut diwaspadai terhadap peningkatan laju inflasi untuk bahan bakar yang tidak disubsidi.

Di sisi lain, inflasi inti diperkirakan akan sedikit tertekan dengan adanya peningkatan permintaan. Peningkatan permintaan di awal tahun didorong oleh terealisasinya kenaikan UMP Sulsel tahun 2019 sebesar Rp2.860.382,- atau naik 8,03% (yoy). Selain itu, harga emas internasional terkoreksi sesuai proyeksi Commodity Price Outlook bulan Oktober 2018 seiring naiknya investasi safe haven.

-15%

-10%

-5%

0%

5%

10%

15%

20%

25%

1000

1050

1100

1150

1200

1250

1300

1350

1400

I II III IV I II III IV I II III IV I II III

IV-p

2019

-p

2020

-p

2015 2016 2017 2018

yoyUSD/troy onz

Harga Internasional Emas g.Harga Internasional Emas - sisi kanan

Sumber: World BankGrafik 7.50. Perkembangan Harga Internasional Emas

Keseluruhan tahun 2019 inflasi diperkirakan berada dalam kisaran 3,5±1%, sejalan dengan upaya menjaga ketersediaan dan kelancaran distribusi barang, oleh Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Provinsi/Kabupaten/Kota di Sulsel melalui koordinasi yang lebih intensif. Koordinasi menjadi sangat penting mengingat peningkatan tekanan

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode November 2018Sinergi untuk Ketahanan 67

BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN

inflasi dipicu oleh permasalahan harga dan distribusi pasokan bahan pangan. Langkah pengendalian inflasi oleh TPID sangat strategis untuk mengatasi beberapa harga komoditas pangan yang berpotensi meningkat pada awal tahun 2019, terutama komoditas yang persisten. Oleh karena itu, TPID juga perlu fokus kepada peningkatan produksi dan perbaikan distribusi untuk langkah jangka menengah panjang.

7.3 Rekomendasi KebijakanUntuk mendorong Sulsel sebagai Pilar Utama Pembangunan Nasional dan Simpul Jejaring Akselerasi Kesejahteraan kawasan, berikut ini beberapa kebijakan yang dapat disarankan kepada pemerintah daerah di Sulsel maupun pelaku usaha sebagai berikut:

a. Mendorong diversifikasi sumber pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan melihat potensi yang ada serta sejalan dengan arahan Presiden RI, maka pengembangan ekonomi berbasis pariwisata (wisata alam, budaya, dan buatan) untuk meningkatkan penerimaan devisa di Sulsel dapat ditingkatkan melalui meliputi akses, atraksi, amenitas, kelembagaan dan promosi.

b. Penyelesaian infrastruktur tepat waktu sesuai target yang ditentukan.c. Mendorong investasi agro industri berorientasi ekspor.d. Mendorong penelitian, pengembangan, dan kemitraan di sektor hulu untuk meningkatkan produksi dan

produktivitas komoditi unggulan. e. Mendorong soft infrastruktur untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia, melalui pelatihan dan

pendidikan. f. Melakukan pendampingan kepada pelaku perkebunan dan perikanan untuk meningkatkan produktivitas dalam

rangka mengimbangi permintaan pasar lokal maupun global.g. Mendorong pola penyerapan belanja pemerintah terdistribusi sepanjang tahun sesuai dengan Rencana Kerja

Pemerintah Daerah (RKPD).

Selain menjaga pertumbuhan ekonomi untuk tetap tinggi, mitigasi inflasi Sulsel dapat dilakukan melalui beberapa hal:

a. Membangun kerjasama perdagangan antar daerah dengan skema antar dinas perdagangan Makassar (G to G), atau antara pedagang utama (B to B) di 3 pasar utama Makassar dengan petani/ pedagang dari daerah pemasok, melibatkan PD pasar. Hal ini diperlukan untuk memenuhi kebutuhan komoditas dari daerah yang cenderung surplus.

b. Meningkatkan produksi dan produktivitas komoditas pangan yang memiliki persistensi inflasi tinggi seperti beras dan ikan bandeng serta memastikan ketersediaan pasokan dan kelancaran distribusi telur ayam ras dan cabe merah.

c. Memperluas gerakan tanam cabai, tomat, kangkung, bawang merah dan komoditas utama penyumbang inflasi lainnya dengan memanfaatkan lahan lapang antara lain pekarangan atau jalan lingkungan (lorong).

d. Mendorong akselerasi pembangunan pasar induk beras di Pare-pare yang diinisiasi oleh Bulog sebagai acuan harga beras, sehingga gejolak harga di daerah lain tidak menarik harga beras di Sulsel lebih tinggi. Selain itu, harga di pasar kota Makassar perlu dikendalikan karena menjadi benchmark (acuan) bagi pasar kabupaten sekitar Makassar.

e. Penyediaan atau pemanfaatan cold storage sebagai tempat penyimpanan komoditas perikanan.f. Membangun sentra komoditas perikanan khususnya ikan bandeng, ikan layang dan ikan teri melalui

pemanfaatan tempat pelelangan ikan yang difungsikan sebagai pusat penjualan.g. Mendukung pelaksanaan smart inflation control oleh Pemerintah Kota Makassar melalui program Lammorona’

Makassar.h. Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) di Sulsel semakin memfokuskan pada :

Pengendalian komoditas volatile food yang memiliki kontribusi besar terhadap inflasi, antara lain beras, cabai rawit, cabai merah, daging ayam ras, telur ayam ras, dan ikan-ikanan.

Melakukan komunikasi publik/ siaran bersama untuk meningkatkan komitmen pemprov/ pemkot sekaligus menjaga ekspektasi inflasi.

Dalam hal harga meningkat diluar batas kewajaran, perlu dilaksanakan sidak ataupun operasi pasar ke pasar tradisional dan pasar modern.

68 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode November2018Sinergi untuk Ketahanan

BAB 7PROSPEK PEREKONOMIAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN

Boks 7.A. Proyeksi Pertumbuhan PDRB Provinsi Sulawesi Selatan dan Kabupaten/Kota se-Sulawesi Selatan Tahun 2018 - 2023

Bank Indonesia menyampaikan analisis singkat prospek ekonomi daerah Provinsi Sulawesi Selatan Dalam rangka memberikan masukan kepada rancangan awal Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2018-2023 20. Ada pun masukan yang disusun oleh BI dimaksudkan sebagai bahan masukan terkait asumsi ekonomi berupa proyeksi pertumbuhan ekonomi dan inflasi dalam rangka penyusunan RPJMD Prov. Sulsel Tahun 2018-2023 yang dilaksanakan melalui Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang). Beberapa hal yang mendasari proyeksi tersebut antara lain:a. Visi, Misi, dan Program Kerja Gubernur/Wakil Gubernur Sulsel 2018-2023.b. Pertumbuhan global yang dimuat dalam World Economic Outlook Oktober 2018 dibandingkan WEO Juli 2018 (Tabel

7.1).c. Asumsi jangka menengah (Periode 2018-2020) yang digunakan dalam Asumsi Dasar Ekonomi Makro RAPBN Tahun

2019.d. Model ekonomi Sulsel menunjukkan tren peningkatan pertumbuhan ekonomi dalam kurun waktu tahun 2018 –

2023.e. Informasi rencana pembangunan infrastruktur yang diperoleh setelah melakukan Focus Group Discussion (FGD)

dengan Organisasi Perangkat Daerah Pemerintah Provinsi Sulsel.

Dengan beberapa informasi di atas, asumsi utama yang digunakan untuk proyeksi pertumbuhan ekonomi Sulawesi Selatan adalah sebagai berikut:a. Konsumsi Rumah Tangga tetap kuat karena daya beli masyarakat relatif terjaga sejalan dengan stabilnya inflasi dan

perluasan lapangan kerja. Dengan terjaganya daya beli, berdampak positif kepada peningkatan Lapangan Usaha (LU) Perdagangan dan LU Jasa-jasa. Inflasi diperkirakan rendah dan stabil sejalan dengan target nasional sebagai berikut:

b. Konsumsi pemerintah terus meningkat setiap tahun, seiring realisasi belanja pemerintah untuk melaksanakan 5 program pemerintah provinsi Sulsel (hilirisasi komoditas, pembangunan infrastruktur, rumah sakit regional, perbaikan birokrasi/pendidikan, dan destinasi wisata andalan). Dari sisi lapangan usaha, vice versa akan meningkatkan LU Administrasi Pemerintah.

c. Investasi (PMTB) terus meningkat seiring pembangunan infrastruktur dan perbaikan birokrasi yang akan meningkatkan iklim investasi di Sulsel, seperti perizinan dan kemudahan berusaha yang semakin baik, mendorong masuknya investasi dari dalam negeri (PMDN) dan investasi asing (PMA).

d. Ekspor Luar Negeri dalam tren meningkat didukung oleh perbaikan keseimbangan ekonomi global, hilirisasi komoditas unggulan, dan peningkatan produksi/produktivitas bahan baku perkebunan/perikanan.

e. Beroperasinya berbagai infrastruktur akan meningkatkan pertumbuhan Lapangan Usaha yang berkaitan, sebagai berikut:

1) Infrastruktur Pertanian (beroperasinya pencetakan sawah, pembangunan bendungan, dan waduk) secara langsung akan meningkatkan produksi LU Pertanian, dan secara tidak langsung berdampak positif terhadap LU Industri (bahan baku), serta mengurangi defisit neraca perdagangan.

2) Infrastruktur distribusi (jalan, pelabuhan, dan bandara) secara langsung akan meningkatkan LU Transportasi, serta secara tidak langsung berdampak positif untuk semua LU.

3) Infrastruktur energi (PLTA, PLTU, PLTB) secara langsung akan meningkatkan LU Listrik, serta secara tidak langsung berdampak positif untuk LU Industri dan semua LU.

20 Surat Bappeda Provinsi Sulsel No.050/3933/Bappeda Perihal Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi 5 (lima) Tahun ke Depan tanggal 3 Oktober 2018

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode November 2018Sinergi untuk Ketahanan 69

BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN

Mempertimbangkan berbagai asumsi di atas, Bank Indonesia mengusulkan proyeksi pertumbuhan di Sulawesi Selatan (baseline) untuk tahun 2018 – 2023 adalah sebagai berikut:

Tabel 7.A.1 Proyeksi Pertumbuhan Kabupaten/Kota Di Sulsel 2018 - 2023

Kab/Kota 2016 2017Kep. Selayar 7.35 7.61 7.4 - 7.8 7.6 - 8.0 8.0 - 8.4 8.2 - 8.6 8.3 - 8.7 8.4 - 8.8Bulukumba 6.79 6.92 7.0 - 7.4 7.0 - 7.4 7.0 - 7.4 7.1 - 7.5 7.1 - 7.5 7.1 - 7.5Bantaeng 7.39 7.32 7.2 - 7.6 7.2 - 7.6 7.2 - 7.6 7.3 - 7.7 7.4 - 7.8 7.6 - 8.0

Jeneponto 8.37 8.26 8.2 - 8.6 8.2 - 8.6 7.8 - 8.2 8.0 - 8.4 8.1 - 8.5 8.1 - 8.5Takalar 9.61 7.39 7.0 - 7.4 7.2 - 7.6 7.2 - 7.6 7.5 - 7.9 7.5 - 7.9 7.5 - 7.9Gowa 7.61 7.23 7.2 - 7.6 7.2 - 7.6 7.3 - 7.7 7.3 - 7.7 7.3 - 7.7 7.3 - 7.7Sinjai 7.09 7.23 6.8 - 7.2 6.8 - 7.2 6.8 - 7.2 6.8 - 7.2 6.8 - 7.2 6.8 - 7.2Maros 9.50 6.81 6.8 - 7.2 6.8 - 7.2 7.0 - 7.4 7.0 - 7.4 7.0 - 7.4 7.0 - 7.4

Pangkep 8.31 6.60 6.4 - 6.8 6.4 - 6.8 6.4 - 6.8 6.4 - 6.8 6.4 - 6.8 6.4 - 6.8Barru 6.01 6.48 6.2 - 6.6 6.3 - 6.7 5.9 - 6.3 5.9 - 6.3 6.0 - 6.4 6.1 - 6.5Bone 9.01 8.43 8.6 - 9.0 8.6 - 9.0 8.7 - 9.1 8.7 - 9.1 8.9 - 9.3 9.1 - 9.5

Soppeng 8.14 8.34 7.9 - 8.3 7.9 - 8.3 7.9 - 8.3 7.9 - 8.3 7.9 - 8.3 7.9 - 8.3Wajo 4.98 5.22 5.0 - 5.4 5.0 - 5.4 5.0 - 5.4 5.0 - 5.4 5.0 - 5.4 5.0 - 5.4

Sidrap 8.81 7.11 6.9 - 7.3 6.9 - 7.3 7.0 - 7.4 7.0 - 7.4 7.0 - 7.4 7.0 - 7.4Pinrang 7.44 7.85 7.4 - 7.8 7.4 - 7.8 7.4 - 7.8 7.4 - 7.8 7.4 - 7.8 7.4 - 7.8

Enrekang 7.64 6.89 6.6 - 7.0 6.6 - 7.0 6.6 - 7.0 6.6 - 7.0 6.6 - 7.0 6.6 - 7.0Luwu 7.88 6.79 6.6 - 7.0 6.6 - 7.0 6.6 - 7.0 6.6 - 7.0 6.6 - 7.0 6.6 - 7.0

Tana Toraja 7.32 7.50 7.3 - 7.7 7.4 - 7.8 7.4 - 7.8 7.5 - 7.9 7.6 - 8.0 7.7 - 8.1Luwu Utara 7.49 7.60 7.4 - 7.8 7.4 - 7.8 7.6 - 8.0 7.6 - 8.0 7.6 - 8.0 7.6 - 8.0Luwu Timur 1.58 3.07 3.9 - 4.3 3.9 - 4.3 3.9 - 4.3 3.9 - 4.3 4.0 - 4.4 4.2 - 4.6Toraja Utara 8.04 8.22 8.0 - 8.4 8.0 - 8.4 8.1 - 8.5 8.1 - 8.5 8.2 - 8.6 8.3 - 8.7

Makassar 8.03 8.23 8.0 - 8.4 8.0 - 8.4 8.1 - 8.5 8.1 - 8.5 8.1 - 8.5 8.2 - 8.6Pare-Pare 6.87 6.99 6.7 - 7.1 6.7 - 7.1 7.0 - 7.4 7.1 - 7.5 7.1 - 7.5 7.1 - 7.5

Palopo 6.95 7.19 6.8 - 7.2 6.8 - 7.2 6.8 - 7.2 6.8 - 7.2 6.8 - 7.2 6.8 - 7.2Sulawesi Selatan 7.42 7.23 7.0 - 7.4 7.2 - 7.6 7.4 - 7.8 7.6 - 8.0 7.8 - 8.2 7.8 - 8.2Keterangan : P = Proyeksi Bank Indonesia

2018-p 2019-p 2023-p2020-p 2021-p 2022-p

Namun proyeksi tersebut dapat bias dari baseline apabila terdapat risiko yang mendorong proyeksi ke batas bawah maupun batas atas dari kisaran proyeksi, antara lain faktor-faktor sebagai berikut:

Tabel 7.A.2 Risiko Pendorong Proyeksi Bias Ke Bawah Maupun Bias Ke AtasUp Side Risk

(Bias Ke Atas dari Proyeksi Baseline)

Down Side Risk

(Bias Ke Bawah dari Proyeksi Baseline)

a. Perbaikan keseimbangan ekonomi global lebih cepat dari yang diperkirakan, serta harga komoditas yang dalam tren terus membaik.

b. Target penanaman modal dalam negeri maupun asing melebihi target seiring dengan lebih mudahnya birokrasi perizinan usaha.

c. Meningkatnya penelitian, pengembangan, dan kemitraan di sektor hulu untuk meningkatkan produksi dan produktivitas komoditi unggulan.

d. Meningkatnya kualitas infrastruktur lunas (sumber daya manusia), melalui pelatihan dan pendidikan.

a. Perbaikan keseimbangan ekonomi global lebih lambat dari yang diperkirakan.

b. Inflasi meningkat lebih tinggi daripada target yang ditetapkan, seiring dengan peningkatan harga minyak dunia.

c. Proses pembangunan dan penyelesaian infrastruktur mundur dari target yang telah ditentukan sehingga tidak dapat digunakan secara operasional.

70 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode November2018Sinergi untuk Ketahanan

BAB 7PROSPEK PEREKONOMIAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN

Boks 7.A. Proyeksi PDRB Kabupaten/Kota Menggunakan Metode Autoregressive Integrated Moving Average (ARIMA)

Salah satu variabel makroekonomi yang paling penting adalah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) 21 yang mengukur total produk berupa barang dan jasa yang dihasilkan oleh unit-unit produksi di dalam batas wilayah suatu negara (domestik) selama satu tahun. PDRB merupakan salah satu indikator penting untuk mengetahui kondisi suatu daerah dalam suatu periode tertentu. Mengingat pentingnya peranan dari informasi yang tersedia melalui data PDRB ini, maka penting untuk melakukan peramalan data PDRB khususnya PDRB Kabupaten/Kota agar para pembuat kebijakan dalam hal ini pemerintah daerah terkait dapat melakukan hal-hal yang bersifat preventif demi terwujudnya sistem kinerja perekonomian yang lebih baik lagi.

Adapun metode peramalan yang digunakan adalah Autoregressive Integrated Moving Average (ARIMA)22. Metode ARIMA dipilih karena metode ini memiliki sifat yang fleksibel (mengikuti pola data), sederhana, murah dan memiliki tingkat akurasi peramalan yang cukup tinggi. ARIMA sendiri terdiri dari dua aspek, yaitu aspek autoregressive dan moving average. Secara umum, model ARIMA ini dituliskan dengan notasi ARIMA (p,d,q), dimana p menyatakan orde dari proses autoregressive (AR), d menyatakan pembedaan (differencing), q menyatakan orde dari proses moving average (MA) dan Model Campuran atau Autoreggresive and Moving Average ARMA dinyatakan dalam notasi (p,q).

Gambar 7.A.1 Langkah-langkah penerapan metode ARIMA

Penerapan langkah-langkah metode ARIMA dapat dilakukan dengan bantuan software EViews. Pada penelitian ini mengambil studi kasus data tahunan pertumbuhan PDRB Kota Makassar dikarenakan PDRB Kota Makassar adalah yang terbesar dan paling representative mewakili PDRB Kabupaten/Kota lain di Provinsi Sulawesi Selatan. Ada pun hasil terbaik penerapan metode ARIMA terlihat pada Tabel 7.A.1 dan Grafik 7.A.1.

Lapangan Usaha Adj. R Square RMSE MAPE U-Theil

Industri Pengolahan 0.9175 0.0611 0.0522

0.1132

Konstruksi 0.9803 0.0385 0.4359

0.0024

Perdagangan Besar dan Eceran

0.6491 0.5100 5.1503 0.0260

Jasa Pendidikan 0.7997 0.0021 0.0232 0.0001

Tabel 7.A.1 Model ARIMA terbaik

21 Mc. Connel dkk. (2002) mendefinisikan Gross Domestic Regional Product (GDRP) atau Produk Domestik Bruto (PDB) merupakan jumlah total produk berupa barang dan jasa yang dihasilkan oleh unit-unit produksi di dalam batas wilayah suatu negara (domestik) selama satu tahun

22 ARIMA diperkenalkan oleh George Box dan Gwilym Jenkins (1976), yang secara efektif telah berhasil mencapai kesepakatan mengenai informasi relevan yang diperlukan untuk memahami dan menggunakan model-model ARIMA untuk deret waktu satu variabel (univariate).

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode November 2018Sinergi untuk Ketahanan 71

Tidak

Ya

Tidak Ya

Start

Data PDRB per Lapangan Usaha Kota Makassar (Single Equation)

Identifikasi Model

Uji Stasioner

Estimasi Parameter

Diagnostic Checking

Forecasting

Finish

Differencing

-2

-1

0

1

2

0

2

4

6

8

10

12

03 04 05 06 07 08 09 10 11 12 13 14 15 16 17

Residual Actual Fitted

Jasa Pendidikan

-1.0

-0.5

0.0

0.5

1.04

8

12

16

20

06 07 08 09 10 11 12 13 14 15 16 17

Residual Actual Fitted

Konstruksi

-.20

-.15

-.10

-.05

.00

.05

.10

-.6

-.4

-.2

.0

.2

.4

.6

02 03 04 05 06 07 08 09 10 11 12 13 14 15 16 17

Residual Actual Fitted

Industri Pengolahan

BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN

Grafik 7.A.1 Kesesuaian Proyeksi dengan Realisasi Pertumbuhan PDRB Kota Makassar (Olah Data Software EViews 8)

Dari hasil penerapan langkah-langkah proyeksi menggunakan metode ARIMA, diperoleh bahwa model ARIMA mampu memproyeksi realisasi pertumbuhan PDRB Kota Makassar dengan sangat baik seperti terlihat pada Grafik 7.A.1. Dari hasil proyeksi terlihat bahwa arah proyeksi telah mengikuti arah realisasi PDRB Kota Makassar. Untuk pengujian keakuratan hasil proyeksi diperoleh hasil persentase deviasi antara proyeksi dengan realisasi Pertumbuhan PDRB Kota Makassar adalah <1% untuk 4 lapangan usaha terbesar di Kota Makassar.

Grafik 7.A.2 Hasil Proyeksi Pertumbuhan PDRB Kota Makassar dengan Menggunakan Metode ARIMA

72 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode November2018Sinergi untuk Ketahanan

-2

-1

0

1

2

3 6

8

10

12

14

16

05 06 07 08 09 10 11 12 13 14 15 16 17

Residual Actual Fitted

Perdagangan

BAB 7PROSPEK PEREKONOMIAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN

HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode November 2018Sinergi untuk Ketahanan 73

LAMPIRAN

Lampiran

A. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)