kajian degradasi lahan pada ... - jurnal.fp.uns.ac.id

12
Sains Tanah – Jurnal Ilmiah Ilmu Tanah dan Agroklimatologi 6(2)2009 69 KAJIAN DEGRADASI LAHAN PADA USAHATANI LAHAN KERING BERBASIS TEMBAKAU DI SUBDAS PROGO HULU The Study of Land Capability on TobaccoBased Upland Farming at Progo Hulu SubWatershed Jaka Suyana Jurusan Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta 57126 ABSTRACT The recent and also the future problems for Indonesian concerning with agricultural environment resources are land degradation and water resources restrictiveness. Agricultural technique without awareness to concerning to soil and water conservation principles on steep and high rainfall area had caused severe erosion and land degradation at upland area of Progo Hulu subwatershed. Land Degradation that promoted by erosion at Progo Hulu subwatershed contributed negative effects at onsite and outsite area. The results showed that the degradation levels on upland farming area of Progo Hulu subwatershed (7,398.54 ha) are classified as: low (708.71 ha or 9.58%), moderate (5,119.15 ha or 69.19%) and high (1,570.68 ha or 21.23%). Keywords: land degradation, Progo Hulu Subwatershed PENDAHULUAN Pengelolaan sumberdaya alam terutama sumberdaya lahan dan air mempunyai peranan yang semakin penting, terutama dalam upaya pemanfaatannya secara berkelanjutan. Kedua sumberdaya alam tersebut mudah mengalami degradasi atau penurunan kualitas. Kerusakan sumberdaya lahan terutama di bagian hulu Daerah Aliran Sungai (DAS) akan menurunkan produktivitas lahan, yang selanjutnya mempengaruhi fungsi produksi, fungsi ekologis, dan fungsi hidrologis DAS (World Bank, 1993). Degradasi lahan yang diakibatkan erosi di wilayah DAS bagian hulu akan berpengaruh buruk pada wilayah onsite yaitu penurunan produktivitas lahan, penurunan pendapatan petani, dan terjadinya lahan kritis, maupun pada wilayah outsite yaitu sedimentasi, banjir, dan kekeringan. Keberhasilan pengelolaan sumberdaya lahan pada daerah hulu selain menguntungkan daerah tersebut juga akan dapat menyelamatkan daerah hilirnya, karena menurunnya sedimentasi, polusi air, resiko banjir dan kekeringan (Holy, 1980). Berdasarkan peta tingkat bahaya erosi, dapat dikriteriakan bahwa sebagian besar wilayah usahatani lahan kering di SubDAS Progo Hulu termasuk daerah dengan tingkat bahaya erosi yang berat sampai sangat berat (Fak. Geografi UGM dan SubBRLKT OpakProgo, 1987 dalam Djajadi, 2000). Hal ini dapat dimengerti karena lahan usahatani tersebut secara umum mempunyai kemiringan lebih dari 30% dan curah hujan lebih dari 2.000 mm/tahun, dengan tanaman utama berupa tanaman tembakau pada musim kemarau serta tanaman jagung dan sayuran (kobis, cabe, bawang putih, bawang merah, bawang daun, dan lainnya) pada musim hujan. Lahanlahan demikian seharusnya sudah diperuntukkan sebagai daerah perlindungan hidrologis, namun karena tuntutan kebutuhan ekonomi masyarakat yang tinggal di wilyah tersebut sejak turun temurun dipergunakan untuk budidaya tanaman semusim. Akibat dari teknik budidaya yang tidak mengindahkan kaidah konservasi tanah dan air, pada kemiringan yang curam dan curah hujan yang tinggi diwilayah usahatani lahan kering berbasis tembakau di SubDAS Progo

Upload: others

Post on 03-Oct-2021

11 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: KAJIAN DEGRADASI LAHAN PADA ... - jurnal.fp.uns.ac.id

Sains Tanah – Jurnal Ilmiah Ilmu Tanah dan Agroklimatologi 6(2)2009 69

KAJIAN DEGRADASI LAHAN PADA USAHATANI LAHAN KERING BERBASIS TEMBAKAU  DI SUB‐DAS PROGO HULU 

The Study of Land Capability on Tobacco‐Based Upland Farming at Progo Hulu Sub‐Watershed  

Jaka Suyana  

Jurusan Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta 57126  

ABSTRACT The  recent  and  also  the  future  problems  for  Indonesian  concerning with  agricultural 

environment  resources are  land degradation and water  resources  restrictiveness.   Agricultural technique without awareness  to concerning  to  soil and water  conservation principles on  steep and high rainfall area had caused severe erosion and  land degradation at upland area of Progo Hulu sub‐watershed. Land Degradation that promoted by erosion at Progo Hulu sub‐watershed contributed negative effects at on‐site and out‐site area. 

The  results  showed  that  the degradation  levels on upland  farming area of Progo Hulu sub‐watershed (7,398.54 ha) are classified as: low (708.71 ha or 9.58%), moderate (5,119.15 ha or 69.19%) and high (1,570.68 ha or 21.23%).  Keywords: land degradation, Progo Hulu Sub‐watershed   PENDAHULUAN 

Pengelolaan sumberdaya alam  terutama sumberdaya  lahan  dan  air  mempunyai peranan  yang  semakin  penting,  terutama dalam  upaya  pemanfaatannya  secara berkelanjutan.  Kedua  sumberdaya  alam tersebut  mudah  mengalami  degradasi  atau penurunan  kualitas.  Kerusakan  sumberdaya lahan  terutama di bagian hulu Daerah Aliran Sungai  (DAS) akan menurunkan produktivitas lahan, yang selanjutnya mempengaruhi fungsi produksi,  fungsi  ekologis,  dan  fungsi hidrologis DAS (World Bank, 1993). 

Degradasi  lahan    yang diakibatkan  erosi di wilayah DAS bagian hulu akan berpengaruh buruk  pada wilayah  on‐site  yaitu  penurunan produktivitas  lahan,  penurunan  pendapatan petani,  dan  terjadinya  lahan  kritis,  maupun pada  wilayah  out‐site  yaitu  sedimentasi, banjir,  dan  kekeringan.    Keberhasilan pengelolaan  sumberdaya  lahan  pada  daerah hulu  selain menguntungkan  daerah  tersebut juga  akan  dapat  menyelamatkan  daerah hilirnya,  karena  menurunnya  sedimentasi, polusi air, resiko banjir dan kekeringan (Holy, 1980).  

Berdasarkan  peta  tingkat  bahaya  erosi, dapat  dikriteriakan  bahwa  sebagian  besar wilayah  usahatani  lahan  kering  di  Sub‐DAS Progo Hulu  termasuk daerah dengan  tingkat bahaya erosi yang berat sampai sangat berat (Fak.  Geografi  UGM  dan  Sub‐BRLKT  Opak‐Progo,  1987  dalam  Djajadi,  2000).    Hal  ini dapat  dimengerti  karena  lahan  usahatani tersebut  secara  umum  mempunyai kemiringan  lebih  dari  30%  dan  curah  hujan lebih dari 2.000 mm/tahun, dengan tanaman utama  berupa  tanaman  tembakau  pada musim  kemarau  serta  tanaman  jagung  dan sayuran  (kobis,  cabe, bawang putih, bawang merah,  bawang  daun,  dan  lainnya)  pada musim  hujan.    Lahan‐lahan  demikian seharusnya  sudah  diperuntukkan  sebagai daerah  perlindungan  hidrologis,  namun karena  tuntutan  kebutuhan  ekonomi masyarakat  yang  tinggal  di  wilyah  tersebut sejak  turun  temurun  dipergunakan  untuk budidaya tanaman semusim.   

Akibat  dari  teknik  budidaya  yang  tidak mengindahkan  kaidah  konservasi  tanah  dan air,  pada  kemiringan  yang  curam  dan  curah hujan  yang  tinggi  diwilayah  usahatani  lahan kering  berbasis  tembakau  di  Sub‐DAS  Progo 

Page 2: KAJIAN DEGRADASI LAHAN PADA ... - jurnal.fp.uns.ac.id

Kajian Tingkat Degradasi Lahan dan Kemampuan....Suyana 

Sains Tanah – Jurnal Ilmiah Ilmu Tanah dan Agroklimatologi 6(2)2009 70 

Hulu  telah  menyebabkan  terjadinya  erosi yang  parah  dan  degradasi  lahan  (GGWRM‐EU,2004; Djajadi, 2000).   Menurut Sinukaban (2003),  terjadinya  lahan  kritis  disebabkan oleh  adanya  proses  degradasi  lahan. Degradasi  lahan  merupakan  suatu  proses kemunduran  kualitas  atau  produktivitas lahan  menjadi  lebih  rendah,  baik  bersifat sementara  maupun  permanen,  sehingga pada  akhirnya  lahan  tersebut  berada  pada tingkat kekritisan tertentu (Dent, 1993).   

Menurut  GGWRM‐EU  (2004),  diwilayah Sub‐DAS  Progo  Hulu  saat  ini memiliki  lahan kritis  dan  sangat  kritis  seluas  3.523  ha  dan menyebar  terutama  pada  lahan  yang digunakan  untuk  usahatani  lahan  kering berbasis tembakau. Erosi yang terus terjadi di wilayah  ini  telah  menyebabkan  degradasi lahan  yang  berupa  kerusakan  lahan  dan menurunnya kesuburan tanah (Djajadi, 2000). Kerusakan  lahan  ditandai  dengan  hilangnya lapisan  top  soil    serta  kenampakan  adanya erosi  alur  (rill  erosion),  erosi  parit  (gully erosion), dan bahan  induk tanah.   Sedangkan penurunan kesuburan tanah ditandai dengan kebutuhan  pupuk  kandang  dari  tahun  ke tahun  yang  semakin  meningkat.  Menurut Rachman  et  al.,  (1988)  melaporkan  bahwa dosis  pupuk  kandang  untuk  tanaman tembakau  semula cukup  sekitar 22,5  ton/ha. Sedangkan  Djajadi  (2000)  melaporkan kebutuhan  pupuk  kandang  telah  mencapai sekitar  30  ton/ha  bahkan  ada  yang  telah mencapai 48 ton/ha.  

Degradasi  lahan  pada  usahatani  lahan kering  di  wilayah  Sub‐DAS  Progo  Hulu  akan terus  meningkat  apabila  tidak  segera dilakukan  upaya  perbaikan  dalam  teknik konservasi  lahannya.  Apabila  tidak  segera ditangani,  keterlambatan  antisipasi permasalahan  degradasi  lahan  akan berdampak  terhadap  tingginya  kompleksitas permasalahan  dan  akan  memerlukan  biaya tinggi  dan  waktu  yang  lama  untuk  upaya rehabilitasi.  Berdasarkan  hal  tersebut, maka 

artikel ini akan menyajikan hasil kajian tingkat degradasi  lahan dan kemampuan  lahan pada usahatani  lahan kering berbasis  tembakau di Sub‐DAS Progo Hulu.  

  BAHAN DAN METODE 

Penelitian  telah  dilakukan  pada  bulan September  2007  s/d  September  2008,  pada wilayah  usahatani  lahan  kering  berbasis tembakau di Sub‐DAS Progo Hulu. 

Data  yang  diperlukan  terdiri  dari  :  data iklim  (curah  hujan),  jenis  tanah,  geologi, fisiografi  atau  kemiringan  lahan, penutupan/penggunaan  lahan,  serta  data sifat‐sifat tanah. Data tersebut diperoleh dari data  sekunder  maupun  data  hasil pengamatan langsung di wilayah penelitian.     

Adapun  metode  kegiatan  penelitian adalah sebagai berikut :   Pembuatan Peta Satuan Lahan (land unit) 

Data  yang  diperlukan  untuk  pembuatan peta  satuan  lahan,  terdiri  dari:  peta  tanah, peta  geologi,  peta  kemiringan  lereng,  dan peta  penggunaan/penutupan  lahan.  Peta kemiringan lereng diperoleh melalui delineasi berdasarkan  interpretasi  peta  topografi, sedangkan peta penutupan  lahan didasarkan peta  rupa bumi dan peta penggunaan  lahan. Satuan  lahan  ditentukan  berdasarkan  hasil overlay  dari  peta  tanah,  peta    geologi,  peta kemiringan  lereng,  dan  peta  penutupan lahan.    Kajian Degradasi Lahan 

Metode analisis tingkat degradasi  lahan mengikuti  metode  yang  diusulkan  oleh Irawan,  et al.  (2002) dan Puslittanak  (2002) dengan  sedikit modifikasi. Menurut metode tersebut  kriteria  lahan  terdegradasi  diamati berdasarkan  pada faktor alami (bahan induk tanah,  curah  hujan,  bentuk wilayah/kemiringan  lereng,  dan  kedalaman tanah/solum)  dan  faktor  interaksi  alam dengan manusia  (jenis  vegetasi,  penutupan 

Page 3: KAJIAN DEGRADASI LAHAN PADA ... - jurnal.fp.uns.ac.id

Kajian Tingkat Degradasi Lahan dan Kemampuan....Suyana

Sains Tanah – Jurnal Ilmiah Ilmu Tanah dan Agroklimatologi 6(2)2009 71

vegetasi,  dan  penerapan  teknik  konservasi tanah  dan  air).    Adapun  penilaian  lahan terdegradasi  dibagi  ke  dalam  dua  tahap (hirarki),  yaitu  tahap  pertama  (I)  menilai kondisi  sumberdaya  alami  (natural assessment)  dan  tahap  kedua  (II)  menilai pengaruh kegiatan manusia (antrophological assessment), sebagaimana ditunjukkan pada Lampiran 1. 

Setelah  diperoleh  hasil  kelas  tingkat degradasi  lahan,  dilanjutkan  dengan pengamatan  produktivitas  lahan  dan  kadar unsur hara N, P, dan K pada daun  tanaman tembakau. Pengamatan tingkat produktivitas lahan  dan  kadar  unsur  hara  pada  daun tanaman  tembakau  dibedakan  berdasarkan jenis batuan  yang  ada di wilayah penelitian (batuan  gunung  api  Sindoro  dan  batuan gunung  api  Sumbing),  dan    dilakukan  pada setiap  tingkat  degradasi  lahan  (berat, sedang,  dan  ringan).  Untuk  melihat pengaruh  antara  tingkat  degradsi  lahan digunakan  analisis  ragam  (uji  F)  dan dilanjutkan dengan uji HSD 5%. 

 

HASIL DAN PEMBAHASAN Lokasi dan Luas Sub‐DAS Progo Hulu 

Sub‐DAS  Progo  Hulu,  DAS  Progo  secara administrasi  berada  di  wilayah  Kabupaten Temanggung    dan  Kabupaten  Wonosobo, Propinsi  Jawa  Tengah.  Secara  geografis terletak  pada  7011’42”  –  7022’46”  LS  dan 109059’44”  –  110012’31”  BT,  disajikan  pada Gambar 1.   Sub‐DAS Progo Hulu berada pada ketinggian  tempat  antara  475 m  dpl  sampai  3145 m dpl yang merupakan puncak Gunung Sundoro,  dan  3250  m  dpl  yang  merupakan puncak Gunung Sumbing.   Luas wilayah Sub‐DAS Progo Hulu menurut hasil analisis digital sekitar 30.046 ha.  

 Usahatani  Lahan Kering Berbasis  Tembakau di Sub‐DAS Progo Hulu 

Usahatani  lahan  kering  berbasis tembakau di  Sub‐DAS Progo Hulu  selama  ini hanya  tersebar  dan  terkonsentrasi  di  lereng Gunung Sumbing dan Gunung Sindoro. Secara administrasi  terletak  di  Kecamatan Tlogomulyo,  Kecamatan  Bulu,  Kecamatan Parakan,  Kecamatan  Kledung,  Kecamatan 

Gambar 1. Peta lokasi penelitian 

Page 4: KAJIAN DEGRADASI LAHAN PADA ... - jurnal.fp.uns.ac.id

Kajian Tingkat Degradasi Lahan dan Kemampuan....Suyana 

Sains Tanah – Jurnal Ilmiah Ilmu Tanah dan Agroklimatologi 6(2)2009 72 

Bansari,  dan  Kecamatan  Ngadirejo, Kabupaten  Temanggung  Propinsi  Jawa Tengah.  

Kawasan usahatani lahan kering berbasis tembakau  ini  mempunyai  luas  8.240,75  ha, berupa  lahan  tegalan  7.398,54  ha  dan pemukiman  842,21  ha,  serta  berada  pada ketinggian  tempat  dari  640‐1520  m  dpl. Memiliki  jenis  batuan  gunung  api  Sumbing dan  gunung  api  Sindoro, dengan  jenis  tanah regosol  coklat  kelabu,  regosol  coklat kekuningan,  regosol  coklat  kemerahan, andosol,  latosol  coklat  kekuningan,  dan latosol coklat. Peta kawasan usahatani  lahan kering  berbasis  tembakau  di  Sub‐DAS  Progo Hulu disajikan pada Gambar 2. 

 Satuan Lahan 

Peta  satuan  lahan  dibuat  berdasarkan hasil  tumpang  susun  (overlay)  dari  peta tanah, peta  geologi, peta  kemiringan  lereng, dan peta penutupan  lahan. Berdasarkan hasil tumpang  susun  peta‐peta  tersebut,  pada kawasan  usahatani  lahan  kering  berbasis tembakau  di  Sub‐DAS  Progo  Hulu  terbagi kedalam  27  satuan  lahan,  dengan  rincian pada  Lampiran  2.  Adapun  letak  dan 

penyebaran  setiap  satuan  lahan,  dijelaskan pada Gambar 3.   Degradasi Lahan 

Hasil   penilaian  tingkat degradasi  lahan di  lokasi penelitian dikelompokkan menjadi  : lahan  dengan  tingkat  degradasi  ringan  luas 708,71  ha  (9,58%),  tingkat  degradasi  sedang luas  5.119,15  ha  (69,19  %),  dan  tingkat degradasi  berat  luas  1.570,68  ha  (21,23 %). Secara  lebih  terinci  tingkat  degradasi  lahan pada  kawasan  usahatani  lahan  kering berbasis  tembakau  di  Sub‐DAS  Progo  Hulu disajikan pada Tabel 1 dan Gambar 4.  Produktivitas Lahan 

Parameter  produktivitas  lahan  yang diamati  untuk mendukung  tingkat  degradasi lahan  yang  terjadi,  yaitu    produksi  daun tembakau  kerosok  kering. Hasil  pengamatan produksi  daun  tembakau  kerosok  kering disajikan pada Tabel 2. 

Berdasarkan hasil analisis ragam, terlihat bahwa  pengaruh  jenis  batuan  tidak  berbeda nyata  terhadap  berat  daun  kerosok  kering (nilai P>0,05) dan pengaruh tingkat degradasi berbeda  sangat  nyata  terhadap  berat  daun 

Gambar 2.   Peta kawasan usahatani lahan kering berbasis tembakau di Sub‐DAS Progo Hulu 

Page 5: KAJIAN DEGRADASI LAHAN PADA ... - jurnal.fp.uns.ac.id

Kajian Tingkat Degradasi Lahan dan Kemampuan....Suyana

Sains Tanah – Jurnal Ilmiah Ilmu Tanah dan Agroklimatologi 6(2)2009 73

kerosok  kering  (nilai  P<0,01).  Rata‐rata (rerata) berat daun tembakau kerosok kering pada  tingkat  degradasi  berat  lebih  rendah dan berbeda nyata dibandingkan pada tingkat degradasi sedang maupun ringan,  sedangkan pada  tingkat  degradasi  sedang  berat  daun 

tembakau kerosok kering  lebih rendah tetapi tidak berbeda nyata dengan tingkat degradasi ringan.  Rata‐rata  berat  daun  tembakau kerosok kering pada  jenis batuan gunung api Sumbing  (lereng  gunung  Sumbing)  lebih rendah  dibandingkan  pada  jenis  batuan 

Gambar 3.   Peta satuan lahan pada usahatani lahan kering berbasis tembakau di Sub‐DAS Progo 

Hulu  Tabel 1.  Tingkat  degradasi  lahan  pada  usahatani  lahan  kering  berbasis  tembakau  di  Sub‐DAS 

Progo Hulu 

No  Tingkat Degradasi Lahan  Jenis Batuan  Satuan Lahan  Luas

(ha) Persentase

(%) 1.  Ringan  Gunung Api 

Sindoro  1, 4, 8  472,62  6,39 

Gunung Api Sumbing  11, 21  236,09  3,19 

Total  708,71  9,58 2.  Sedang  Gunung Api 

Sindoro  2, 3, 5, 6, 9  2.112,73  28,56 

Gunung Api Sumbing 

12, 13, 14, 15, 16, 17, 18, 22, 24 

3.006,42  40,63 

Total  5.119,15  69,19 3.  Berat  Gunung Api 

Sindoro  7, 10  7,53  0,10 

Gunung Api Sumbing 

19, 20, 23, 25,26, 27  1.563,15  21,13 

Total  1.570,68  21,23 Total  7.398,54  100,00 

Sumber :  Data primer analisis data digital  

Page 6: KAJIAN DEGRADASI LAHAN PADA ... - jurnal.fp.uns.ac.id

Kajian Tingkat Degradasi Lahan dan Kemampuan....Suyana 

Sains Tanah – Jurnal Ilmiah Ilmu Tanah dan Agroklimatologi 6(2)2009 74 

gunung api Sindoro  (lereng gunung Sindoro), namun secara statistik tidak berbeda nyata. 

Rata‐rata  produktivitas  lahan  di wilayah batuan  gunung  api  Sumbing  terendah  0,832 ton/ha  sampai  tertinggi  1,187  ton/ha  daun kerosok  kering,  sedangkan  untuk  wilayah batuan  gunung  api  Sindoro  terendah  0,825 ton/ha  sampai  tertinggi  1,386  ton/ha  daun kerosok  kering.  Hal  ini  sejalan  dengan  hasil penelitian Mamat  (2006),  yang  menyatakan bahwa  produktivitas  tembakau  temanggung beragam mulai produktivitas  terendah  0,545 ton/ha  sampai  tertinggi  1,059  ton/ha  daun kerosok kering.  

 

Kadar Hara Pada Daun Tembakau Parameter tingkat kadar hara pada daun 

yang  diamati,  yaitu meliputi  :  kadar  hara  N daun,  kadar  hara  P  daun,  dan  kadar  hara  K daun.  Kadar  hara  N  pada  daun  tembakau disajikan  pada  Tabel  3.  Berdasarkan  hasil analisis ragam, terlihat bahwa pengaruh jenis batuan  dan  tingkat  degradasi  tidak  berbeda nyata terhadap kadar hara N pada daun (nilai P>0,05). 

Rata‐rata  (rerata)  kadar  hara  N  pada daun tembakau pada tingkat degradasi berat dibandingkan  pada  tingkat  degradasi  sedang dan  tingkat  degradasi  ringan  tidak  berbeda nyata. Demikian  juga  rata‐rata  kadar  hara N 

Gambar 4.  Peta tingkat degradasi lahan pada usahatani lahan kering berbasis tembakau di Sub‐

DAS Progo Hulu Tabel 2.  Produksi  rata‐rata  daun  tembakau  kerosok  kering  pada  beberapa  tingkat   

degradasi lahan di lokasi penelitian 

Jenis Batuan Tingkat Degradasi

Rata‐rata (ton/ha) Berat 

(ton/ha) Sedang(ton/ha) 

Ringan(ton/ha) 

Batuan Gunung Api Sumbing  0,832  1,066  1,187  1,028 a*) 

Batuan Gunung Api Sindoro  0,825  1,211  1,386  1,141 a 

Rata‐rata  0,828 a*) 1,139 b 1,286 b  

Keterangan : *) :  angka‐angka  pada  baris  atau  kolom  yang  sama  dan  diikuti  oleh  huruf  yang  sama  tidak 

berbeda nyata pada uji HSD taraf 5%

Page 7: KAJIAN DEGRADASI LAHAN PADA ... - jurnal.fp.uns.ac.id

Kajian Tingkat Degradasi Lahan dan Kemampuan....Suyana

Sains Tanah – Jurnal Ilmiah Ilmu Tanah dan Agroklimatologi 6(2)2009 75

pada  daun  tembakau  pada  jenis  batuan gunung api Sumbing dibandingkan pada  jenis batuan  gunung  api  Sindoro  tidak  berbeda nyata.  Dari  hasil  analisis  tanah  di laboratorium  (Lampiran  3),  di  lokasi penelitian  mempunyai  kandungan  N‐total sangat  rendah‐sedang,  yaitu  0,03‐0,29% untuk  wilayah  batuan  gunung  api  Sumbing dan  0,09‐0,37%    untuk  wilayah  batuan gunung api Sindoro.   

Kadar  hara  P  pada  daun  tembakau disajikan  pada  Tabel  3.  Dari  hasil  analisis  ragam, terlihat bahwa pengaruh  jenis batuan dan  tingkat  degradasi  tidak  berbeda  nyata terhadap  kadar  hara  P  pada  daun  (nilai P>0,05). Rata‐rata (rerata) kadar hara P pada daun tembakau pada tingkat degradasi berat dibandingkan  pada  tingkat  degradasi  sedang dan  tingkat  degradasi  ringan  tidak  berbeda nyata.  Demikian  juga  rata‐rata  kadar  hara  P pada  daun  tembakau  pada  jenis  batuan gunung api Sumbing dibandingkan pada  jenis batuan  gunung  api  Sindoro  tidak  berbeda nyata.  Dari  hasil  analisis  tanah  di laboratorium  (Lampiran  3),  di  lokasi 

penelitian mempunyai kandungan P‐Potensial (P2O5)  sedang‐sangat  tinggi,  yaitu  30‐182 mg/100g  untuk  wilayah  batuan  gunung  api Sumbing dan 59‐169 mg/100g untuk wilayah batuan gunung api Sindoro. 

Kadar  hara  K  pada  daun  tembakau disajikan  pada  Tabel  4.  Dari  hasil  analisis ragam, terlihat bahwa pengaruh  jenis batuan tidak  berbeda  nyata  terhadap  kadar  hara  K pada  daun  (nilai  P>0,05),  namun  pengaruh tingkat  degradasi  berbeda  nyata  terhadap kadar hara K pada daun (nilai P<0,05). 

Rata‐rata  (rerata)  kadar  hara  K  pada daun tembakau pada tingkat degradasi berat lebih  rendah  dan  berbeda  nyata dibandingkan  pada  tingkat  degradasi  ringan, tetapi  walaupun  lebih  rendah  dari  pada tingkat  degradasi  sedang  namun  secara statistik tidak berbeda nyata. Sedangkan pada tingkat  degradasi  sedang  kadar  hara  K  pada daun  tembakau  lebih  rendah  dan  berbeda nyata dengan tingkat degradasi ringan.  Rata‐rata kadar hara K pada daun  tembakau pada jenis batuan gunung api Sumbing  lebih tinggi dibandingkan  pada  jenis  batuan  gunung  api 

Tabel 3.  Kadar hara N rata‐rata  pada daun tembakau di lokasi penelitian   

Jenis Batuan Tingkat Degradasi  Rata‐rata 

(%) Berat (%)  Sedang (%)  Ringan (%) Batuan Gunung Api Sumbing  2,47  2,91  2,26  2,550 a 

Batuan Gunung Api Sindoro  2,90  2,52  2,59  2,672 a Rata‐rata  2,685 a*)  2,722 a  2,427 a   Keterangan : *) :  angka‐angka  pada  baris  atau  kolom  yang  sama  dan  diikuti  oleh  huruf  yang  sama  tidak 

berbeda nyata pada uji HSD taraf 5%  Tabel 4. Kadar hara P rata‐rata pada daun tembakau di lokasi penelitian 

Jenis Batuan Tingkat Degradasi Rata‐rata 

(%) Berat (%)  Sedang (%)  Ringan (%) Batuan Gunung Api Sumbing  0,16  0,11  0,15  0,141 a 

Batuan Gunung Api Sundoro  0,14  0,15  0,17  0,156 a 

Rata‐rata  0,151 a  0,131 a  0,163 a   Keterangan : *)  :  angka‐angka  pada  baris  atau  kolom  yang  sama  dan  diikuti  oleh  huruf  yang  sama  tidak 

berbeda nyata pada uji HSD taraf 5% 

Page 8: KAJIAN DEGRADASI LAHAN PADA ... - jurnal.fp.uns.ac.id

Kajian Tingkat Degradasi Lahan dan Kemampuan....Suyana 

Sains Tanah – Jurnal Ilmiah Ilmu Tanah dan Agroklimatologi 6(2)2009 76 

Sindoro, namun secara statistik tidak berbeda nyata. Hal  ini salah satunya dipengaruhi oleh kandungan hara K‐ Potensial di dalam  tanah, yaitu  berdasarkan  hasil  analisis  tanah  di laboratorium  (Lampiran  3),  kandungan  hara K‐Potensial  (K2O) di  lokasi penelitian berkisar 11‐53 mg/100g pada  lahan dengan degradasi berat,  16‐78  mg/100g  pada  lahan  dengan degradasi  sedang,  dan  15‐73 mg/100g  pada lahan dengan degradasi ringan. Dimana untuk wilayah  batuan  gunung  api  Sumbing mempunyai  kandungan  K2O  rendah‐sangat tinggi  (18‐71  mg/100g)  dan  wilayah  batuan gunung  api  Sindoro  mempunyai  kandungan K2O rendah‐sangat tinggi (11‐78 mg/100g).  

Kandungan  hara  K2O  pada  lahan degradasi  berat  lebih  rendah  dibandingkan dengan  degradasi  sedang  dan  degradasi ringan,  hal  ini  diduga  ada  hubungannya dengan  proses  kehilangan  hara  K2O  akibat 

pencucian dan erosi yang terjadi pada tingkat degradasi  berat  lebih  tinggi  dibandingkan yang  terjadi  pada  tingkat  degradasi  sedang dan degradasi ringan.  

Secara  sederhana  rata‐rata  hasil pengamatan beberapa kandungan kadar hara pada  daun  tembakau  di  lokasi  penelitian disajikan pada histogram Gambar 5.  KESIMPULAN 

Luas  tegalan  pada  kawasan  usahatani lahan  kering  berbasis  tembakau  di  Sub‐DAS Progo Hulu sekitar 7.398,54 ha, terdiri atas 27 satuan  lahan,  telah  terjadi  degradasi  lahan dengan  tingkat  degradasi  sedang  seluas 5.119,15  ha  (69,19 %),  diikuti  lahan  dengan tingkat  degradasi  berat  seluas  1.570,68  ha (21,23  %),  dan  lahan  dengan  tingkat degradasi ringan seluas 708,71 ha (9,58%).  

Tabel 4.  Kadar hara K rata‐rata pada daun tembakau di lokasi penelitian   

Jenis Batuan Tingkat Degradasi  Rata‐rata 

(%) Berat (%) Sedang (%) Ringan (%)Batuan Gunung Api Sumbing  1,09  1,35  1,75  1,400 a 

Batuan Gunung Api Sundoro  1,21  0,97  1,59  1,261 a 

Rata‐rata  1,155 a*)  1,160 a  1,676 b   Keterangan : *) :  angka‐angka  pada  baris  atau  kolom  yang  sama  dan  diikuti  oleh  huruf  yang  sama  tidak 

berbeda nyata pada uji HSD taraf 5%  

 Gambar 5.  Hasil rata‐rata kadar hara N, P, dan K pada daun tembakau di lokasi penelitian 

Page 9: KAJIAN DEGRADASI LAHAN PADA ... - jurnal.fp.uns.ac.id

Kajian Tingkat Degradasi Lahan dan Kemampuan....Suyana

Sains Tanah – Jurnal Ilmiah Ilmu Tanah dan Agroklimatologi 6(2)2009 77

Produktivitas  daun  tembakau  kerosok kering terendah pada tingkat degradasi berat yaitu  0,828  ton/ha,  pada  tingkat  degradasi sedang  1,139  ton/ha,  dan  tertinggi  pada tingkat degradasi ringan 1,286 ton/ha. 

 UCAPAN TERIMAKASIH 

Ucapan  terimakasih  kepada  staf Laboratorium  Tanah,  Fakultas  Pertanian  IPB dan  Balai  Penelitian  Tanah  Bogor  atas bantuannya  dalam  analisa  sifat‐sifat  tanah, maupun  kepada  staf  Laboratorium  GIS  Fak. Pertanian  UNS  dalam  pembuatan  peta‐peta di Sub‐DAS Progo Hulu.  DAFTAR PUSTAKA Dent,  F.J.  1993.  Towards  a  Standard 

Methodology  for  the  Collection  and Analysis  of  Land  Degradation  Data: Proposal  for  Discussion.  Expert Consultation  of  the  Asian  Network  on Problems  Soils.    25‐29  October  1993. FAO Regional Office for Asia. 

Djajadi.  2000.  Erosi  dan  Usaha  Konservasi Lahan  Tembakau  di  Temanggung. Monograf  Balittas  No.5.  Tembakau Temanggung.  Balittas,  Malang.  hal:  40‐46. 

Good  Governance  in  Water  Resource Managemet  (GGWRM)‐European Union  (EU).  2004.    Arahan Rehabilitasi  Lahan  dan  Konservasi Tanah  (RLKT)  Kabupaten Temanggung.  Pemkab.  Temanggung Bekerjasama  dengan  GGWRM‐EU. Juni 2004. 

Holy,  M.  1980.  Erosion  and  Environment.  Pergamon Press. England. 

Irawan, Kusnadi, H., Djunaedi, M.S., Kusnadi, K.,  dan  U,  Kurnia.    2002.  Penetapan Kriteria  Lahan  Terdegradasi.    Prosiding Seminar  Nasional  Sumberdaya  Lahan.  Puslittanak,  Balitbangtan,  Departemen Pertanian.  Cisarua‐Bogor,  6‐7  Agustus 2002. 

Puslittanak.  2002.  Laporan  Tahunan Penelitian  Tanah  dan  Agroklimat  TA 

2001. Puslittanak, Balitbangtan, Deptan. Bogor. 

Rachman,  A.,  Djajadi,  dan  A.,  Sastrosupadi.  1988.  Pengaruh  Pupuk  Kandang  Dan Pupuk  Nitrogen  terhadap  Produksi  dan Mutu  Tembakau  Temanggung. Penelitian  Tanaman  Tembakau  dan Serat. Balittas. Malang  Vol 3 (1): 15‐21. 

Sinukaban,  N.  2003.  Strategi,  Kebijakan  dan Kelembagaan  Pengelolaan  Lahan  Kritis.  Paper  dalam  Studi  Strategi,  Kebijakan dan Kelembagaan 

Pengelolaan  Lahan  Kritis  di  Departemen Kehutanan (Tidak Dipublikasikan). 

World  Bank.        1993.      Water  Resources Management.  A  World  Bank  Policy Paper.    IBRD/The  World  Bank. Washington, D.C. 

Page 10: KAJIAN DEGRADASI LAHAN PADA ... - jurnal.fp.uns.ac.id

Kajian Tingkat Degradasi Lahan dan Kemampuan....Suyana 

Sains Tanah – Jurnal Ilmiah Ilmu Tanah dan Agroklimatologi 6(2)2009 78 

Lampiran 1. Penilaian tingkat degradasi lahan mengikuti metode yang diusulkan oleh Irawan, et al. (2002) dan Puslittanak (2002) 

 Tabel 1. Parameter dan kriteria lahan terdegradasi 

Parameter  Kriteria Skor Input/Keterangan Hirarki I (Natural assessment):     1.  Curah hujan  1.  Rendah 

2.  Sedang 3.  Tinggi 

5 3 1 

< 2000 mm/th 2000‐3000mm/th > 3000 mm/th 

2.  Bahan Induk  1.  Tahan 2.  Agak tahan 3.  Peka 

53 1 

Tabel 2Tabel 2 Tabel 2 

3.  Bentuk wilayah  1.  Datar 2.  Berombak 3.  Bergelombang 4.  Berbukit 5.  Bergunung 

5 4 3 2 1 

Tabel 3 Tabel 3 Tabel 3 Tabel 3 Tabel 3 

4.  Kedalaman tanah  1.  Dalam 2.  Sedang 3.  Dangkal 

5 3 1 

> 100 cm 50‐100 cm < 50 cm 

Hasil kelas lahan terdegradasi (LT) hirarki I :  Kelas LT           Total Skor     Ringan 

Sedang Berat 

> 15 10‐15 < 10 

 

Hirarki II (Antropological assessment): 1.  Jenis vegetasi  1.  Tanaman tahunan

2.  Semak belukar 3.  Rumput alang‐alang 4.  Tanaman semusim 5.  Tanpa vegetasi 

54 3 2 1 

Jenis tanamanSemak, kebun campuran, dll Rumput Jenis tanaman Non tanaman 

2.  Penutupan vegetasi  1.  Rapat sekali2.  Rapat 3.  Cukup Rapat 4.  Jarang 5.  Hampir bera 

54 3 2 1 

> 75%50‐75% 25‐50% 15‐25% < 15% 

3.  Penerapan teknik KTA  1.  Baik    2.  Sedang 3.  Jelek 

5    3 1 

Terasering terpelihara, Alley cropping, sistem kontur Ada, tetapi tidak terpelihara Tanpa atau tidak sesuai kontur 

Hasil kelas lahan terdegradasi (LT) hirarki II :       Kelas LT                     Total skor  Ringan 

Sedang Berat 

> 129‐12 < 9 

Nilai skor I dan II digabungkan Hasil kelas lahan terdegradasi (LT) final : 

   

  Kelas LT                     Total skor  Ringan 

Sedang Berat 

> 2516‐25 < 16 

  Modifikasi*) :       Ringan 

Sedang Berat 

> 25 19‐25 < 19 

 

Sumber: Irawan et al, 2002 dan Puslittanak, 2002 Keterangan: *)  :  dilakukan sedikit modifikasi oleh peneliti 

Page 11: KAJIAN DEGRADASI LAHAN PADA ... - jurnal.fp.uns.ac.id

Kajian Tingkat Degradasi Lahan dan Kemampuan....Suyana

Sains Tanah – Jurnal Ilmiah Ilmu Tanah dan Agroklimatologi 6(2)2009 79 

Lampiran 1 (lanjutan)  Tabel 2.  Kelompok batuan atau bahan induk tanah berdasarkan tingkat ketahanannya terhadap proses 

degrdasi lahan Tingkat ketahanan batuan atau bahan induk tanah

Tahan  Agak tahan Peka • Granit • Kuarsa profir • Pegmatit • Sienit • Porfirit • Tonalit • Granodiorit • Diorit • Gabro • Dolorit • Diabas • Norit • Serpentin • Peridotit • Piroksenit • Riolit • Liparit • Dasit • Obsidian • Andesit • Tefrit • Basalt • Leucitit 

• Sedimen/kalkareus kasar 

• Batuliat • Batulumpur • Batulanau • Diatomit • Serpih • Konglomerat • Batukapur • Batukapur kerang • Breksi batukapur • Liat aluvium • Batusabak • Filit • Horenfels • Kuarsit • Batu pualam/marmer • Gneis • Skis • Amfibolit • Zeolit 

• Batuapung • Abu volkanik • Pasir volkanik • Batupasir • Batupasir berkapur • Napal (marl) • Batuliat berkapur • Kapur sedimen • Tuf berkapur • Shale • Kerakal aluvium • Kerikil aluvium • Pasir aluvium • Debu aluvium 

Sumber: 1) Ropik dan Hapid, 2000   2) Van Panhuys and Buurman, 1990 dalam Irawan, et al., 2002  Tabel 3.  Bentuk wilayah, perbedaan tinggi dan kemiringan lereng 

Bentuk wilayah  Perbedaan tinggi (m) Kemiringan lereng (%) Datar  0‐3 0‐3 Berombak  3‐10 3‐8 Bergelombang  10‐50 8‐15 Berbukit  50‐300 15‐30 Bergunung  > 300 > 30 

Sumber : Irawan, et al., 2002  

Page 12: KAJIAN DEGRADASI LAHAN PADA ... - jurnal.fp.uns.ac.id

Kajian Tingkat Degradasi Lahan dan Kemampuan....Suyana 

Sains Tanah – Jurnal Ilmiah Ilmu Tanah dan Agroklimatologi 6(2)2009 80  

Lampiran 2.  Satuan lahan pada usahatani lahan kering berbasis tembakau di Sub‐DAS Progo Hulu Satuan Lahan 

Jenis Geologi  Jenis Tanah Kemiringan Lereng 

Luas (ha)  (%) 

1   Qsu*)  Andosol Coklat 8‐15% 415,19  5,61 2   Qsu  Andosol Coklat 15‐30% 552,30  7,46 3   Qsu  Andosol Coklat 30‐45% 26,06  0,35 4   Qsu  Regosol Coklat Kemerahan 8‐15% 50,76  0,69 5   Qsu  Regosol Coklat Kemerahan 15‐30% 503,90  6,81 6   Qsu  Regosol Coklat Kemerahan 30‐45% 1024,89  13,85 7   Qsu  Regosol Coklat Kemerahan >45% 3,62  0,05 8   Qsu  Regosol Coklat Kekuningan 8‐15% 6,67  0,09 9   Qsu  Litosol  8‐15% 5,58  0,08 10  Qsu  Litosol  30‐45% 3,91  0,05 11  Qsm**)  Latosol Coklat 0‐8% 10,73  0,14 12  Qsm  Latosol Coklat 8‐15% 432,66  5,85 13  Qsm  Latosol Coklat 15‐30% 7,34  0,10 14  Qsm  Latosol Coklat Kekuningan 8‐15% 1315,75  17,78 15  Qsm  Latosol Coklat Kekuningan 15‐30% 291,26  3,94 16  Qsm  Latosol Coklat Kekuningan  30‐45% 3,25  0,04 17  Qsm  Regosol Coklat Kelabu 8‐15% 45,62  0,62 18  Qsm  Regosol Coklat Kelabu 15‐30% 475,72  6,43 19  Qsm  Regosol Coklat Kelabu 30‐45% 369,35  4,99 20  Qsm  Regosol Coklat Kelabu >455% 17,10  0,23 21  Qsm  Regosol Coklat Kekuningan 8‐15% 225,36  3,05 22  Qsm  Regosol Coklat Kekuningan 15‐30% 364,21  4,92 23  Qsm  Regosol Coklat Kekuningan 30‐45% 8,67  0,12 24  Qsm  Litosol  8‐15% 70,61  0,95 25  Qsm  Litosol  15‐30% 521,97  7,05 26  Qsm  Litosol  30‐45% 530,72  7,17 27  Qsm  Litosol   >45% 115,34  1,56 Tegalan    7398,54  100,00Pemukiman  842,21   Total   8240,75   

Sumber: Data primer analisis data digital (2009) Keterangan :  Qsu  = Batuan Gunung Api Sindoro 

Qsm = Batuan Gunung Api Sumbing   Lampiran 3.  Nilai kisaran beberapa sifat kimia tanah di lokasi penelitian 

Jenis Batuan 

Tingkat Degradasi Lahan 

pH (H2O) 

C‐Org (%) 

N (%) 

P2O5 (mg/100g)

K2O (mg/100g)

Nilai Tukar Kation(cmol/kg) 

Batuan  G. Api Sindoro 

Berat  4,7‐5,1  1,56‐2,24 0,18‐0,25 98‐129 11‐39 1,11‐4,03 Sedang  4,7‐5,2  1,60‐2,18 0,09‐0,23 59‐116 16‐78 1,21‐7,44 Ringan  4,7‐4,9  1,68‐2,28 0,12‐0,37 82‐169 15‐73 3,70‐5,83 

Batuan G. Api Sumbing 

Berat  4,8‐5,2  1,56‐2,26 0,05‐0,25 90‐173 20‐53 1,08‐3,57 Sedang  4,3‐5,2  1,28‐3,67 0,04‐0,29 30‐182 18‐71 1,15‐14,92 Ringan  4,0‐4,9  2,16‐2,28 0,03‐0,25 77‐177 27‐48 3,70‐5,56