kajian das deli vs upaya pengendalian banjir

Upload: sondang-simamora

Post on 16-Oct-2015

54 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

penanganan banjir di kota medan dengan pengelolaan DAS Deli

TRANSCRIPT

  • 5/25/2018 Kajian DAS Deli vs Upaya Pengendalian Banjir

    1/35

    KAJIAN KONSERVASI DAERAH ALIRAN SUNGAI DELI

    DALAM UPAYA PENGENDALIAN BANJIR

    DI KOTA MEDAN

    DISERTASI

    oleh :

    Sumihar Hutapea

    PROGRAM PASCASARJANA

    FAKULTAS PERTANIAN

    UNIVERSITAS GADJAH MADA

    YOGYAKARTA

    2012

  • 5/25/2018 Kajian DAS Deli vs Upaya Pengendalian Banjir

    2/35

    KAJIAN KONSERVASI DAERAH ALIRAN SUNGAI DELI

    DALAM UPAYA PENGENDALIAN BANJIR

    DI KOTA MEDAN

    Disertasi untuk memperoleh

    derajat Doktor dalam Ilmu PertanianMinat Ilmu Tanah pada

    Universitas Gadjah Mada

    Dipertahankan di hadapan

    Dewan Penguji Program Pascasarjana

    Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada

    Pada tanggal : 7 November 2012

    Oleh :

    Sumihar Hutapea

    Lahir

    di Kotacane Aceh Tenggara

  • 5/25/2018 Kajian DAS Deli vs Upaya Pengendalian Banjir

    3/35

    212

    VI. RINGKASAN DAN SUMMARY

    A. Ringkasan

    Daerah Aliran Sungai Deli merupakan salah satu DAS kritis di Sumatera

    Utara yang memerlukan prioritas penanganan sebagai lokasi sasaran rehabilitasi.

    Penetapan DAS Deli sebagai DAS kritis adalah karena luasan lahan kritis hampir

    mencapai separuh dari luas total DAS Deli, sehingga sangat berpengaruh terhadap

    kelestarian sumber daya lahan dan air kawasan DAS Deli. Selain itu, aliran

    sungai tidak normal disebabkan menurunnya infiltrasi potensial. Rusaknya

    vegetasi penutup lahan sangat berpengaruh terhadap infiltrasi, limpasan (run-off),

    dan erosivitas hujan yang jatuh di atas tanah, yang pada akhirnya akan

    mempengaruhi laju erosi.

    Terganggunya kondisi DAS Deli, juga akibat perubahan karakteristik DAS

    dimana tanggapan atau respon sistem DAS terhadap masukan curah hujan

    semakin mudah menyebabkan terjadinya banjir. Selain itu, bentuk wilayah di

    bagian hulu DAS yang didominasi oleh kemiringan lereng bergelombang berbukit

    dan bergunung, sebagian besar penduduk dengan mata pencaharian sebagai petani

    yang mengolah lahan pertanian sebesar 82 % terutama pada desa-desa di DAS

    Deli bagian hulu. Keadaan ini akan menimbulkan kerawanan terhadap erosi dan

    banjir di daerah hilirnya bila pengelolaan lahan tidak disertai dengan upaya-upaya

    rehabilitasi lahan dan konservasi tanah dan air. Ditinjau dari aspek/faktor

    penutupan lahan, DAS Deli hanya mempunyai kondisi hutan seluas 3.533 ha atau

  • 5/25/2018 Kajian DAS Deli vs Upaya Pengendalian Banjir

    4/35

    213

    (7,59 % dari total luas DAS Deli), sehingga sangat tidak ideal bila mengacu pada

    UU No. 41 Tahun 1999 yang menyatakan luas hutan idealnya adalah 30 % dari

    luas DAS.

    Kota Medan yang berada di bagian hilir dari DAS Deli merupakan suatu

    wilayah yang rawan banjir, karena merupakan dataran rendah, datar (flat), dengan

    ketinggian 2,5 meter sampai 40 meter dari permukaan laut (dpl) dengan

    kemiringan 0-4 %. Selain itu, kota Medan dilalui oleh sungai Deli, yaitu sungai

    yang membelah Kota Medan dan beberapa sungai lainnya seperti sungai Babura,

    sungai Belawan, sungai Percut, sungai Selayang dan sungai-sungai kecil lainnya

    yang bila tidak dikelola dengan baik sangat rentan terhadap banjir. Setiap tahun

    pada musim hujan, kota Medan selalu dilanda banjir.

    Kejadian banjir di Kota Medan rata-rata 10-12 kali/tahun, dan sangat

    dipengaruhi oleh kondisi DAS Deli di daerah hulu, dimana lahan kritis semakin

    luas, yang dapat mengakibatkan banjir kiriman. Selain itu, berkurangnya daerah

    resapan akibat berkembangnya daerah permukiman, industri dan sebagainya di

    daerah pinggiran menuju pusat kota. Mengecilnya penampang basah anak-anak

    sungai Deli dan Babura akibat pendangkalan/pelumpuran, banyaknya lingkungan

    permukiman kumuh yang terjadi di sekitar bantaran, dan akibat kondisi drainase

    kota Medan yang sangat buruk. Sementara itu, pengendalian banjir yang selama

    ini dilakukan di kota Medan difokuskan pada bagian alur sungai saja (in-stream)

    seperti perbaikan sungai dan pembangunan saluran banjir atau kanal (floodway),

    sedangkan pengelolaan DAS (off-stream) yakni pemeliharaan di DAS hulu antara

    lain: pekerjaan konservasi, pembuatan checkdam, kolam resapan dan lain-lain

  • 5/25/2018 Kajian DAS Deli vs Upaya Pengendalian Banjir

    5/35

    214

    sebagainya secara terpadu belum dilakukan. Pada sisi lain, DAS Deli mempunyai

    urgensi yang sangat strategis di bagian hulu yaitu ketersediaan dan kelangsungan

    sumber air minum dari Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirtanadi di

    Sibolangit dan di bagian hilir sebagai pengamanan kota Medan, pengamanan

    industri dan pelabuhan. Oleh karena itu, perlu adanya arahan konservasi dan

    penggunaan lahan di masing-masing Sub DAS Deli agar kekritisan/kerusakan

    lahan dapat dikurangi dan bencana banjir yang selama ini selalu melanda kota

    Medan sebagai daerah yang berada di bagian hilir DAS Deli dan merupakan

    ibukota provinsi Sumatera Utara dapat dimitigasi.

    Konservasi tanah diartikan sebagai penempatan sebidang tanah pada cara

    penggunaan yang sesuai dengan kemampuan tanah tersebut dan memperlakukan-

    nya sesuai dengan syarat-syarat yang diperlukan agar tidak terjadi kerusakan.

    Usaha konservasi tanah ditujukan untuk (1) mencegah kerusaan tanah oleh erosi,

    (2) memperbaiki tanah yang rusak dan (3) memelihara serta meningkatkan

    produktivitas tanah agar dapat digunakan secara lestari (Arsyad, 2010). Teknik

    konservasi tanah dan air yang banyak diterapkan di seluruh dunia termasuk dalam

    pengelolaan DAS di Indonesia dapat dikelompokkan ke dalam empat kelompok

    utama yaitu agronomi, vegetatif, struktur, dan manajemen (WASWC, 1998).

    Pada dasarnya terjadinya banjir karena sebagian besar dari hujan yang

    jatuh ke bumi tidak masuk ke dalam tanah mengisi akuifer, tetapi mengalir di atas

    permukaan yang pada gilirannya masuk ke sungai dan mengalir sebagai banjir ke

    bagian hilir. Hal ini terjadi karena kapasitas infiltrasi tanah sudah menurun akibat

    rusaknya DAS. Faktor utama kerusakan DAS yang mengakibatkan menurunnya

  • 5/25/2018 Kajian DAS Deli vs Upaya Pengendalian Banjir

    6/35

    215

    infiltrasi adalah: (1) hilang/rusaknya penutupan vegetasi permanen/hutan di

    bagian hulu, (2) pengunaan lahan yang tidak sesuai dengan kemampuannya, dan

    (3) penerapan teknologi pengelolaan lahan/pengelolaan DAS yang tidak

    memenuhi syarat yang diperlukan (Sinukaban, 2007).

    Penurunan infiltrasi akibat kerusakan DAS mengakibatkan meningkatnya

    aliran permukaan (surface runoff) dan menurunnya pengisian air bawah tanah

    (groundwater) yang mengakibatkan meningkatnya debit aliran sungai pada

    musim hujan secara drastis dan menurunnya debit aliran pada musim kemarau.

    Pada keadaan kerusakan yang ekstrim akan terjadi banjir besar di musim hujan

    dan kekeringan pada musim kemarau. Hal ini mengindikasikan bahwa terjadi

    kehilangan air dalam jumlah besar di musim hujan yaitu mengalirnya air ke laut

    dan hilangnya mata air di kaki bukit akibat menurunnya permukaan air bawah

    tanah. Pengelolaan DAS yang tidak memadai akan mengakibatkan rusaknya

    sumberdaya alam.

    Penelitian ini bertujuan untuk: 1) mengkaji karakteristik biofisik masing-

    masing Sub DAS Deli sebagai penyebab kerusakan lahan DAS Deli yang dapat

    menjadi salah satu penyebab banjir di kota Medan, 2) mengkaji kerusakan lahan

    DAS Deli berdasarkan prediksi erosi dan tingkat bahaya erosi, kekritisan lahan,

    dan kemampuan penggunaan lahan masing-masing Sub DAS Deli, 3) merancang

    arahan penanganan konservasi dan penggunaan lahan untuk mengurangi

    kerusakan lahan, menurunkan debit maksimum dan volume banjir di masing-

    masing Sub DAS Deli sebagai upaya pengendalian banjir di kota Medan.

  • 5/25/2018 Kajian DAS Deli vs Upaya Pengendalian Banjir

    7/35

    216

    Penelitian ini menggunakan metode survei lapangan, survei dilakukan

    untuk pengecekan data karakteristik lahan dan karakteristik biofisik DAS/Sub

    DAS Deli. Status biofisik DAS/Sub DAS Deli merupakan salah satu determinan,

    baik secara langsung maupun tidak langsung, sebagai salah satu penyebab banjir

    di kota Medan yang meliputi: kemiringan lereng, jenis tanah, penggunaan lahan

    (landuse), morfometri, iklim (terutama sebaran hujan), dan hidrologi. Data hasil

    survei digunakan untuk mengkaji kerusakan lahan. Kajian kerusakan lahan

    didasarkan pada prediksi erosi dan tingkat bahaya erosi, dengan menggunakan

    persamaan matematik seperti yang dikemukakan oleh Wischmeir dan Smith

    (1978) dalam Arsyad (2010), dikenal Universal Soil Loss Equation (USLE).

    Tingkat kekritisan lahan dinilai dari parameter-parameter alami meliputi: solum

    tanah, lereng, singkapan batuan, jenis tanah, morfoerosi, dan faktor manajemen

    meliputi: kondisi vegetasi pada DAS, dengan terlebih dahulu memberikan

    pembobotan terhadap masing-masing parameter dan skore atau nilai. Untuk

    mendapatkan peta kekritisan dengan menggunakan program GIS (Soft Ware Arc

    View 3.3. Klasifikasi kemampuan penggunaan lahan (KPL) diperoleh dengan

    tumpang susun (overlay) parameter kelas kemiringan lereng, kedalaman tanah ,

    tingkat bahaya erosi, serta berpedoman pada Tabel keputusan kemampuan

    penggunan lahan, sehingga diperoleh kelas dan sub kelas kemampuan penggunaan

    lahan dengan kelas kemampuan lahan I sampai VIII.

    Selain itu kerusakan lahan juga dapat dilihat dari tingkat kerentanan

    potensi banjir dan daerah rawan banjir. Parameter-parameter potensi banjir terkait

    dengan asal penyebab air banjir, sehingga parameter-parameter yang digunakan

  • 5/25/2018 Kajian DAS Deli vs Upaya Pengendalian Banjir

    8/35

    217

    berdasarkan kondisi alami dan manajemen daerah tangkapan air, yang terkena

    banjir diidentifikasi dari karakteristik DAS. Masing-masing parameter diberi

    bobot berdasarkan perannya, dan diberi kategori nilai dari rendah, agak rendah,

    sedang, agak tinggi sampai tinggi, dan masing-masing diberi skor 1-5.

    Selanjutnya diklasifikasi berdasarkan jumlah hasil kali bobot dan skor (Paimin

    dkk., 2006).

    Arahan konservasi lahan dilakukan dengan memperhatikan dan memilih

    parameter-parameter biofisik yang dominan yang menyebabkan kerusakan lahan

    yakni: (1) data biofisik meliputi: kemiringan lereng, tanah, penggunaan lahan, dan

    morfometri; (2) data hidrologi (curah hujan), selain itu, berpedoman pada: 1)

    teknik konservasi tanah pada lahan dengan fungsi lindung, 2) teknik konservasi

    tanah pada lahan dengan fungsi budidaya tanaman tahunan dan 3) teknik

    konservasi tanah pada lahan dengan fungsi budidaya tanaman tahunan

    (Hardjowigeno dan Sukmana, 1995),juga memperhatikan peraturan Menteri

    Kehutanan Nomor P70/Menhut-II/2008, tentang Pedoman Teknis Rehabilitasi

    Hutan dan Lahan. Selanjutnya berdasarkan arahan konservasi tersebut, dapat

    dibuat rekomendasi penggunaan lahan masing-masing Sub DAS Deli. Kajian

    konservasi DAS Deli, kemudian dilanjutkan dengan analisis dampak arahan

    konservasi terhadap penurunan debit banjir dan volume banjir masing-masing Sub

    DAS Deli.

    Hasil penelitian menunjukkan, DAS Deli terletak di Kabupaten Karo, Deli

    Serdang dan Kota Medan, Propinsi Sumatera Utara. DAS Deli terdiri atas tujuh

    (7) Sub DAS yakni: Sub DAS Petani, Sub DAS Simai-mai, Sub DAS Babura, Sub

  • 5/25/2018 Kajian DAS Deli vs Upaya Pengendalian Banjir

    9/35

    218

    DAS Bekala, Sub DAS Deli, Sub DAS Sei Kambing dan Sub DAS Paluh Besar,

    dengan luas total 47.772,87 ha.

    Hasil analisis klasifikasi kemiringan lereng DAS Deli termasuk daerah

    landai 41,3 % dari luas daerahnya memiliki kemiringan lereng kelas I (0 8%),

    kemiringan lereng kelas IV dan V hanya 36,1 %, sedangkan sisanya adalah

    kemiringan lereng kelas II dan III.

    Penggunaan lahan yang paling dominan di DAS Deli adalah pemukiman,

    luas 17.476,3 ha atau 36,6 % menyebar di setiap Sub DAS terutama di ibukota

    kecamatan dan terfokus di bagian tengah dan hilir DAS Deli, menyusul

    semak/belukar seluas 8.663,6 ha atau 18,1 %; pertanian lahan kering bercampur

    semak 6.226,4 ha atau 13,0 %; perkebunan 5.169,8 ha atau 10,08 %; pertanian

    lahan kering 2.754,1 ha atau 5,8 %; sawah 2.330,9 ha atau 4,9 %; tegalan 919,6

    ha atau 1,9 %; hutan mangrove 841,0 ha atau 1,8 %; tambak 383,5 ha atau 0,8 %;

    lahan terbuka 179,1 ha atau 0,4 %; air/badan air pada aliran sungai besar atau

    danau sekapan air seluas 67,0 ha atau sekitar 0,1 % dari luas DAS Deli. Lahan

    berupa hutan sekunder dijumpai pada bagian hulu DAS Deli (Sibolangit ke

    selatan) hanya seluas 2761.67 Ha atau sekitar 5,78 % dari total luas DAS Deli)

    sehingga sangat tidak ideal bila mengacu pada UU No. 41 Tahun 1999 yang

    menyatakan luas hutan idealnya adalah 30 % dari luas DAS Deli.

    Berdasarkan hasil analisis Peta tanah DAS Deli, maka tanah DAS Deli

    merupakan tanah asosiasi yang didominasi oleh jenis tanah Inceptisol, Entisol

    terutama pada daerah tepi sungai, jenis tanah tersebut relatif muda bertekstur

    geluh pasiran (sandy loam). Sedangkan jenis tanah Ultisol dan Oxisol terdapat

  • 5/25/2018 Kajian DAS Deli vs Upaya Pengendalian Banjir

    10/35

    219

    pada bagian hulu pada umumnya bertekstur geluh lempung debuan (silty clay

    loam). Pada curah hujan yang tinggi jenis tanah tersebut rawan terhadap bahaya

    erosi.

    Hasil analisis data iklim menunjukkan bahwa suhu rata-rata DAS Deli

    27,8o C, suhu rata-rata bulan terdingin 23,3oC dan suhu rata-rata bulan terpanas

    31,9o C, sedangkan kelembababan udara rata-rata 86 %. Jumlah curah hujan rata-

    rata bulanan 194 mm, da rata-rata curah hujan tahunan 2.330 mm. Berdasarkan

    jumlah curah hujan bulanan yang terdapat pada stasiun penakar hujan DAS Deli

    maka tipe iklim DAS Deli tergolong tipe iklim A yaitu daerah sangat basah,

    dengan iklim hujan tropis (Schmidt dan Fergusson 1951). Selanjutnya Oldeman

    (1975), mengklasifikasi curah hujan untuk tujuan pertanian dengan membagi zona

    agroklimat berdasarkan jumlah bulan basah (curah hujan > 200 mm) bulan

    lembab (curah hujan 100 - 200 mm), dan bulan kering (curah hujan < 100 mm).

    Berdasarkan hasi analisis, rata-rata curah hujan harian maksimum masing-masing

    Sub DAS Deli adalah sebagai berikut: Sub DAS Petani 74,4 mm; Sub DAS simai-

    mai 105,6; Sub DAS Babura 76,7 mm; Sub DAS Bekala 99,2 mm; Sub DAS Deli

    70,7 mm; Sub DAS Sei Kambing 70,2; Sub DAS Paluh Besar 75,8mm. Data

    curah hujan maksimum masing-masing Sub DAS Deli dengan analisis frekuensi,

    dapat memprediksi debit maksimum dan volume banjir masing-masing Sub DAS

    Deli pada masa yang akan datang (2, 5, 10 tahun mendatang).

    Hasil penelitian menyimpulkan bahwa kerusakan lahan DAS Deli

    didominasi oleh faktor-faktor biofisik, terutama penggunaan lahan, kemiringan

    lereng, bentuk lahan, dan curah hujan di Sub DAS Deli bagian hulu.

  • 5/25/2018 Kajian DAS Deli vs Upaya Pengendalian Banjir

    11/35

    220

    Kerusakan lahan DAS Deli berdasarkan potensi erosi setiap tahun

    mencapai 1.293.764,9 ton dengan rata rata erosi 27,08 ton/ha/tahun atau setara

    dengan kehilangan lapisan tanah setebal 1,3 mm, sumbangan erosi terbesar

    berturut turut dari Sub DAS Petani sebesar 780.736,7 ton , dengan rata rata erosi

    60,9 ton/ha/tahun ; Sub DAS Babura 180.313,1 ton , dengan rata rata erosi 36,4

    ton/ha/tahun; Sub DAS Bekala 176.004,2 ton dengan rata rata erosi

    38,7ton/ha/tahun; Sub DAS Simai-mai 132.971,2 ton dengan rata rata erosi 41,1

    ton/ha/tahun; Sub DAS Paluh Besar 20.154,9 ton dengan rata rata erosi 1,8

    ton/ha/tahun; Sub DAS Sei Kambing 2.067,1 ton dengan rata rata erosi 0,5

    ton/ha/tahun; dan Sub DAS Deli 1.517,7 ton dengan rata rata erosi 0,2

    ton/ha/tahun.

    Kerusakan lahan berdasarkan distribusi tingkat bahaya erosi DAS Deli

    didominasi tingkat bahaya erosi ringan seluas 13.840,6 ha atau sekitar 29,0 %,

    tingkat bahaya erosi sedang seluas 6.403,7 ha atau sekitar 13,4%, tingkat bahaya

    erosi berat seluas 5.792,1 ha atau sekitar 12,1%, tingkat bahaya erosi sangat berat

    seluas 2.043,9 ha atau sekitar 4,3%, dan tingkat bahaya erosi sangat ringan seluas

    2.040,4 ha atau sekitar 4,2%. Sedang Luas daerah terbangun yang tidak

    mengalami erosi (pemukiman/tubuh air) seluas 17652,2 ha atau sekitar 37 % dari

    luas DAS Deli. Kerusakan lahan berdasarkan hasil prediksi laju erosi DAS Deli

    menunjukkan bahwa nilai erosi tertinggi ditemukan pada Sub DAS Petani

    mencapai 266,1 ton/ha/tahun, menyusul Sub DAS Simai-mai 182,5 ton/ha/tahun,

  • 5/25/2018 Kajian DAS Deli vs Upaya Pengendalian Banjir

    12/35

    221

    Sub DAS Babura dan Bekala sebesar 162,4 ton/ha/tahun, Sub DAS Deli sebesar

    90,6 ton/ha/tahun, Sub DAS Sei Kambing 22,0 ton/ha/tahun dan Sub DAS Paluh

    Besar dengan nilai erosi sebesar 11,6 ton/ha/tahun.

    Hasil analisis kekritisan lahan menunjukkan bahwa hampir keseluruhan

    Sub DAS Deli adalah lahan kritis dari kategori agak kritis sampai sangat kritis,

    kecuali Sub DAS Paluh Besar masih memiliki luas lahan yang tidak tergolong

    kritis mencapai 28,1 % dari luas Sub DAS, Sei kambing memiliki lahan yang

    tidak kritis 16,1 % dari luas Sub DAS, dan Sub DAS Deli memiliki 2,2% luas

    lahan yang tidak tergolong kritis dari luas Sub DAS. Secara keseluruhan luas

    lahan kritis yang terdapat di DAS Deli mencapai 92,3 %, dengan rincian sangat

    kritis seluas 2.374,2 ha atau sekitar 5 % dari luas DAS Deli, kategori kritis

    15.796,6 ha atau sekitar 33,4 % dari luas DAS Deli, kategori agak kritis seluas

    25.244,6 ha atau sekitar 52,9 % dari luas DAS Deli, kategori tidak kritis seluas

    4.177,4 ha atau sekitar 8,7 %, dari luas DAS Deli. Hasil analisis ini kiranya

    sangat relevan dengan penetapan DAS Deli sebagai DAS prioritas . Kerusakan

    lahan berdasarkan analisis kekritisan lahan menunjukkan bahwa luas DAS Deli

    yang termasuk sangat kritis sekitar 5 %, kritis sekitar 33,4%, agak kritis sekitar

    52,9 % dan tidak kritis sekitar 8,7 % dari luas total DAS Deli.

    Luas kelas kemampuan penggunaan lahan DAS Deli didominasi oleh kelas

    I sampai IV sekitar 61,4 %, kelas V sekitar 15,0 %, kelas VI sekitar 11,7%, dan

    Kelas VII sampai VIII sekitar 11,9%.

  • 5/25/2018 Kajian DAS Deli vs Upaya Pengendalian Banjir

    13/35

    222

    Salah satu penyebab terjadinya banjir di Kota Medan karena adanya

    degradasi/kerusakan lahan baik akibat erosi, kekritisan lahan, dan penggunaan

    lahan yang tidak sesuai dengan kemampuan penggunaan lahannya. Arahan

    konservasi dan penggunaan lahan memberikan dampak terhadap penurunan debit

    maksimum dan volume banjir masing-masing Sub DAS dengan kala ulang 2, 5,

    dan 10 tahun. Penurunan debit maksimum terkecil adalah 2,3 % terdapat pada

    Sub DAS Deli, terbesar 26,3 % terdapat pada Sub DAS Simai-mai. Sedangkan

    penurunan volume banjir terkecil adalah 2,3 % terdapat pada Sub DAS Deli, dan

    terbesar adalah 36,2 % terdapat pada Sub DAS Bekala, penurunan ini diharapkan

    dapat menjadi bagian dari upaya mitigasi bencana banjir di Kota Medan.

    B. Summary

    Deli watershed is one of the critical watersheds in North Sumatra that

    requires priority handling as target locations for rehabilitation. The assesment of

    Deli watershed as a critical watershed since nearly half of the total area of Deli

    watershed is critical land that greatly affect the sustainability of land and water

    resources of Deli watershed. In addition, the abnormal flow of the river due to

    reduced infiltration. Reduction of land vegetation cover affects the infiltration,

    surface runoff and the rainfall erosivity on soil surface and subsequently affect the

    rate of erosion.

    Disturbance of Deli watershed also due to change in watershed

    characteristics in which the response of watershed system to the rainfall input may

    cause flooding. In addition, the land form in the upper watershed areas that are

    dominated by the undulating slope of hilly and mountainous, where most people

  • 5/25/2018 Kajian DAS Deli vs Upaya Pengendalian Banjir

    14/35

    223

    as farmers who cultivate 82% agricultural land mainly in the villages in the

    upstream of Deli watershed. This situation will lead to erosion and flooding

    susceptibility in downstream areas where land management is not accompanied by

    land rehabilitation and conservation of soil and water efforts. From land cover

    point of view, Deli watershed has only 3,533 ha of forest land (7.59% of total

    wide), so it is not ideal when referring to the Indonesian Government Act Number

    41 in 1999 which states that the forest area is ideally 30% of the total watershed

    area.

    Medan city which located in the downstream of the Deli watershed is a

    flood-prone areas, because it is flat and lowland area, with 2.5 to 40 meters above

    sea level and 0-4% slope. In addition, the city of Medan Deli has Deli rivers that

    divides the city and several other rivers such as Babura, Belawan, and Percut

    rivers as well, which if not managed properly is very susceptible to flooding.

    During the rainy season every year, the city of Medan is always flooded.

    Flood in the city of Medan, averaged 10-12 times per year, and is strongly

    influenced by conditions in the upper Deli watershed, where critical land greater

    which can lead to flood. In addition, the reduction in catchment areas due to

    development of residential areas, industries etc. in the suburbs to downtown. A

    decrease in the wet section of the Deli and Babura rivers due to siltation, many

    slum neighborhood around the river banks, and from poor drainage conditions of

    Medan city. Mean while, the flood control in the city of Medan was focused only

    on the flow of the river (in-stream) such as river improvement and construction of

    flood channels (floodway), while the watershed management (off-stream)

  • 5/25/2018 Kajian DAS Deli vs Upaya Pengendalian Banjir

    15/35

    224

    focusing on the maintenance in the upstream such as: conservation work, making

    checkdam, infiltration pond and others was not carried out yet in an integrated

    manner. On the other hand, in the upper of Deli watershed has a strategic

    importance to the availability and sustainability for drinking water sources of the

    Local Water Supply Company (PDAM) Tirtanadi in Sibolangit and in

    downstream for the city of Medan safety, security for industries and port.

    Therefore, the need for soil conservation and land use guidance in each sub-

    watershed of Deli watershed for critical and degadation of land can be reduced

    and mitigate the floods that always threatens the city of Medan as an area located

    downstream of the Deli watershed as well as the capital of North Sumatra

    Province.

    Soil conservation is defined as the placement of a piece of land in an

    appropriate way to land capability and treat it in accordance with the conditions to

    prevent land degradation. Soil conservation efforts aimed to (1) prevent soil

    degradation caused by erosion, (2) repair of damaged land and (3) maintaining

    and improving the productivity of land that can be used sustainably (Arsyad,

    2010). Soil and water conservation techniques that widely applied throughout the

    world, including in watershed management in Indonesia can be classified into four

    main groups, namely agronomic, vegetative, structural and management

    (WASWC, 1998).

    Basically flooding mostly caused by the rain that falls into the earth does

    not enter into the ground to fill the aquifer, but flowing over the surface which in

    turn flows into the river and the flood to downstream. This occurs because the soil

  • 5/25/2018 Kajian DAS Deli vs Upaya Pengendalian Banjir

    16/35

    225

    infiltration capacity has decreased due to the watershed degradation. The main

    factors to watershed degradation that result in decreased infiltration are: (1)

    loss/destruction of permanent vegetation/forest in the upstream, (2) the use of land

    that does not suit to its capability, and (3) the application of land management

    technologies/watershed management that does not meet necessary conditions

    (Sinukaban, 2007).

    Decrease in infiltration due to watershed degradation causing increased

    surface runoff and reduced replenishment of groundwater resulting in increased

    river discharge during the rainy season and drastically reduced it in the dry

    season. In extreme degradation occurs flooding in the rainy season and drought in

    the dry season. This indicates that there is loss of large amounts of water in the

    rainy season the water flowing to the sea and the loss of springs at the foot of the

    hill due to decreasing ground water level. Inadequate watershed management will

    lead to the destruction of natural resources.

    The purposes of the research were: 1) to assess the biophysical

    characteristics of sub watersheds in Deli watershed as the cause of land

    degradation that could be one of the cause of flooding in the city of Medan,

    2) to assess the land degradation in Deli watershed based on soil erosion

    predictions and soil erosion hazard, critical land, and land use ability of sub

    watersheds of Deli watershed, 3) to design land conservation and land use

    planning of sub watersheds of Deli watershed to decrease land degradation and

    maximum discharge as well as flood volume of sub watersheds as flood

    mitigation efforts in the city of Medan.

  • 5/25/2018 Kajian DAS Deli vs Upaya Pengendalian Banjir

    17/35

    226

    This study used field survey, the survey was carried out to check the data

    on land characteristics and biophysical characteristics of Deli watershed/sub

    watershed. Biophysical condition of Deli watershed/sub watershed was one of the

    determinants, either directly or indirectly, as one of the causes of flooding in the

    city of Medan which include: slope, soil type, land use, morphometry, climate

    (particularly rainfall distribution) , and hydrology. Survey data were used to assess

    land degradation. The study of land degradation based on soil erosion prediction

    and soil erosion hazard used mathematical equations as proposed by Wischmeir

    and Smith (1978) in Arsyad (2010), known as the Universal Soil Loss Equation

    (USLE). Critical level of land assessed from natural parameters include: solum

    soil, slopes, rock outcrops, soil type, morfoerosion, and as well as management

    factors include: the condition of vegetation in the watershed, by first giving

    weighting to each of these parameters and scores or grades. To get a map of the

    criticality using a GIS program (Soft Ware of Arc View 3.3). Classification of

    land use capability (LUC) was obtained by overlaying slope class, soil depth, and

    erosion rate parameters, as well as reffered decision table land use capability to

    obtain class and sub-class capabilities of land use land capability class I to VIII.

    Land degradation can also be seen from the level of vulnerability of

    potential floods and flood-prone areas. Parameters of potential floods related to

    causes of flooding. So the parameters that are used based on natural conditions

    and management of the catchment area, the flooding was identified from

    watershed characteristics. Each parameter is weighted based on its role, and

  • 5/25/2018 Kajian DAS Deli vs Upaya Pengendalian Banjir

    18/35

    227

    categoried as low, somewhat low, moderate, somewhat high to high, and each was

    given a score of 1-5. Furthermore, the results are classified according to the sum

    of the weights times the scores (Paimin et al., 2006).

    Land conservation guide done by observing and selecting the dominant

    biophysical parameters causes land degradation, namely: (1) biophysical data

    include: slope, soil, land use, and morphometry, (2) hydrological data (rainfall), in

    addition , based on the: 1) soil conservation techniques on land with protection

    function, 2) soil conservation techniques on land with an annual crop function and

    3) soil conservation techniques on land with an annual crop function

    (Hardjowigeno and Sukmana, 1995), also noted regulation of the Minister of

    Forestry No. P70/Menhut-II/2008, on Technical Guidelines for Forest and Land

    Rehabilitation. Furthermore, based on the direction of conservation, land use can

    be made on each of Deli sub watershed. Watershed conservation studies on Deli

    watershed, followed by analysis of the impact of conservation directives to

    decrease flood discharge and flood volume of each of Deli sub watershed.

    The results showed that Deli watershed was located in Karo District, Deli

    Serdang District and City of Medan in North Sumatra Province. Deli watershed

    consists of seven sub-watersheds namely: Petani, Simai-mai, Babura, Bekala,

    Deli, Sei Kambing and Sei Paluh sub watersheds, with a total area of 47772.87 ha.

    Analysis of slope classification showed that Deli watershed had sloping

    areas categorized as plain which 41.3% of the total area had a slope class I

    (0- 8%), slope class IV and V only 36.1%, while the rest was slope class II and III.

  • 5/25/2018 Kajian DAS Deli vs Upaya Pengendalian Banjir

    19/35

    228

    The dominant land use in the Deli watershed was residential, with

    17,476.3 ha total wide or 36.6% spread in each sub watershed, especially in the

    capital of sub districts and focused on the middle and downstream of Deli

    watersheds, followed by shrub area of 8,663.6 ha total wide or 18.1%; dryland

    farming mixed with shrub 6,226.4 ha total wide or 13.0%; plantation 5,169.8 ha

    total wide or 10.08%; dryland farming 2,754.1 ha total wide or 5.8%, rice filed

    2,330.9 ha total wide or fields 4.9%; home garden 919.6 ha total wide or 1.9%,

    841.0 ha total wide of mangrove forests, or 1.8%; ponds 383.5 ha total wide or

    0.8%, open land 179.1 ha total wide or 0.4% , water/water bodies in the river or

    lake covering 67.0 ha total wide or about 0.1% of the total Deli watershed total

    wide as a whole. Secondary forest lands found in the upstream Deli watershed

    (Southern Sibolangit) just covering 2,761.67 hectares total wide or about 5.78% of

    the total wide of Deli watershed. It's not ideal when referring to the Indonesia

    Government Act No.41 in 1999 which states ideally forest area is 30% of the total

    area of Deli watershed.

    Based on analysis of soil map, Deli watershed soil is a soil association

    dominated by Inceptisol, Entisol especially in the area by the river with relatively

    young soil and sandy loam texture. While the Ultisol and Oxisol soils are at the

    upstream with generally silty clay loam texture. In high rainfall soils are prone to

    erosion.

    The analysis of climate data showed that the average temperature of Deli

    watershed was 27.8 C, the average temperature of the coldest month was 23.3

    C and the hottest month average was 31.9 C, while the average air humidity was

  • 5/25/2018 Kajian DAS Deli vs Upaya Pengendalian Banjir

    20/35

    229

    86%. Amount the average of precipitation monthly was 194 mm, and average of

    annual rainfall was 2,330 mm. Based on the amount of monthly rainfall on the

    Deli watershed climate station, climate type of Deli watershed was type A,

    considered a very wet area, with tropical rainy climate (Schmidt and Fergusson

    1951). Furthermore, Oldeman (1975), classify rainfall for agricultural purposes by

    dividing the agro-climatic zones based on the number of wet months (rainfall>

    200 mm) in humid (rainfall 100-200 mm), and the dry months (rainfall

  • 5/25/2018 Kajian DAS Deli vs Upaya Pengendalian Banjir

    21/35

    230

    tons with an average erosion 38.7 tonnes /ha/year; Simai mai sub-watershed was

    132,971.2 tons with an average erosion of 41.1 tonnes /ha/year; Paluh Besar sub

    watershed was 20,154.9 tonnes with an average erosion of 1.8 tonnes /ha/year; Sei

    Kambing sub watershed was 2,067.1 tonnes with an average erosion of 0.5 tonnes

    /ha/year, and Deli sub watershed was 1,517.7 tonnes with an average erosion of

    0.2 tonnes /ha/year.

    Land degradation by soil erosion hazard distribution in Deli watershed

    dominated by soil erosion hazard categorized as light with covering 13,840.6 ha

    total wide or about 29.0%, moderate was covering area 6,403.7 ha or about

    13.4%, severe was covering area 5,792.1 ha or about 12.1%, very severe soil

    erosion hazard was covering area of 2,043.9 ha or about 4.3%, and very light area

    was covering 2,040.4 ha or about 4.2%. The non erosion area (residential / water

    body) was covering area 17,652.2 hectares or about 37% of the total wide of Deli

    watershed.

    Land degradation by erosion rate prediction results showed that the

    highest erosion rate in Deli watershed found in Petani sub watershed reached

    266.1 tonnes / ha / year, followed by Simai-mai sub watershed with 182.5 tonnes

    / ha / year, and sub watershed of Babura and Bekala for 162.4 tonnes / ha / year,

    Deli sub watershed with 90.6 tonnes / ha / year, Sei Kambing sub watershed with

    22.0 tonnes / ha / year, and Paluh Besar sub watershed with value of erosion rate

    was 11.6 tonnes / ha / years.

  • 5/25/2018 Kajian DAS Deli vs Upaya Pengendalian Banjir

    22/35

    231

    Land criticality analysis results showed that almost all of sub watershed in

    Deli watershed was critical area of the category somewhat critical to very critical,

    except Paluh Besar sub watershed still had a land that is not classified as critical

    reached 28.1% of the total sub-watershed, Sei Kambing has land uncritical 16.1%

    of the sub watershed and Deli sub watershed had 2.2% of the land that was not

    classified as critical. Overall, land area in the Deli watershed were critical reached

    92.3%, with the very critical area of 2,374.2 ha or about 5% of the total Deli

    watershed, a critical category was 15,796.6 hectares or approximately 33.4% of

    the total Deli watershed, category rather critical area was 25,244.6 hectares or

    approximately 52.9% of the total Deli watershed, uncritical categories covering

    4,177.4 hectares or approximately 8.7%, of the total Deli watershed. The results of

    this analysis would highly relevant to the determination of Deli watershed as

    priority watersheds. Land degradation based on criticality analysis showed that

    the area of land in Deli watershed categorized as very critical was about 5%, about

    33.4% of critical, somewhat critically about 52.9% and uncritical about 8.7% of

    the total Deli watershed.

    Area of land use capability classes in Deli watershed was dominated by

    class I to IV about 61.4%, about 15.0% class V, class VI about 11.7%, and Class

    VII to VIII approximately 11.9%. One of the causes of flooding in the city of

    Medan was caused by degradation / destruction of land either by erosion,

    criticality of land, and land use that is incompatible with their land capability.

  • 5/25/2018 Kajian DAS Deli vs Upaya Pengendalian Banjir

    23/35

    232

    Conservation guide and land use gave impact on the reduction in the

    maximum discharge and flood volume of each sub-watershed with repeated years

    was 2, 5, and 10 years. The smallest decrease in the maximum discharge was

    2.3% in the Deli sub watershed and the largest was 26.3% in Simai-mai sub

    watershed. While the decline in the volume of the smallest flood was 2.3% Deli

    sub watershed, and the largest was 36.2% in Bekala sub watershed, the decrease

    was expected to be part of the flood mitigation efforts in the city of Medan.

  • 5/25/2018 Kajian DAS Deli vs Upaya Pengendalian Banjir

    24/35

    233

    DAFTAR PUSTAKA

    Abdrachman, A., S. Abuyamin, dan U. Kurnia. 1984. Pengelolaan Tanah danTanaman Untuk Usaha Konservasi. Pusat Penelitian Tanah. Bogor.

    Abdrachman, A., dan S. Sutono. 2002. Teknologi Pengendalian Erosi Lahan

    Berlereng hlm. 103-146 dalam Teknologi Pengelolaan Lahan Kering

    Menuju Pertanian Produktif dan Ramah Lingkungan. Pusat Penelitian

    danPengembangan Tanah dan Agroklimat. Badan Litbang.

    Agus, F., dan Widianto. 2004. Petunjuk Praktis Konservasi Pertanian Lahan

    Kering. World Agroforestry Center. IICRAF Southeast Asia.

    Agus, F., E. Surmaini, dan N. Sutrisno. 2002. Teknologi Hemat Air dan IrigasiSuplemen.DalamAbdrachman et al. (Eds) Teknologi Pengelolaan Lahan

    Kering. Menuju Pertanian Produktif dan Ramah Lingkungan. Pusat

    Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat. Badan Penelitian

    dan Pengembangan Pertanian.

    Anonim. 1999. Penyusunan Kriteria Kerusakan Tanah. Prosiding Seminar.

    Deputi Bidang Pengendalian Kerusakan Lingkungan Hidup. Badan

    Pengendali Dampak Lingkungan. Jakarta.

    Arly. 1998. Arahan Penggunaan Lahan Daerah Aliran Sungai (DAS) Deli Bagian

    Hulu Ditinjau dari Aspek Fisik dan Sosial Ekonomi Wilayah. Tesis,

    Program Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara. Medan. (Tidak

    Dipublikasi).

    Arsyad, S. 2010. Konservasi Tanah & Air. IPB Press. Bogor.

    Arsyad, S. 2008. Konservasi Tanah dan Air Dalam Penyelamatan Sumber Daya

    Tanah dan Air. dalam Penyelamatan Tanah, Air dan Lingkungan (Eds.)

    Arsyad S., dan E. Rustiadi. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta.

    Asdak, C. 2004. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. GadjahMada University Press.Yogyakarta.

    Badan Pusat Statistik Kabupaten Karo. 2009. Kabupaten Karo dalam Angka.

    Koordinator Statistik Kabupaten Karo.

    Bakosurtanal. 1979. Peta Rupa Bumi IndonesiaSkala 1 : 50.000 Lembar 0619

    61 Medan ; 0619 63 Belawan dan 0619 33 Pancurbatu. Edisi I.

    Baronsono, J.M. 1998. Erosi Permukaan dan Arahan Konservasi di Daerah

    Sentani Kabupaten Jayapura. Disertasi Progam Studi Geografi, Sekolah

    Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada (Tidak dipublikasi).

  • 5/25/2018 Kajian DAS Deli vs Upaya Pengendalian Banjir

    25/35

    234

    Bedient, P. B. and W. C. Huber. 1992. Hydrology and Floodplan Analysis.

    Addison-Wesley Publishing Company. USA.

    Black, P.E. 1991. Watershed Hydrologi. Prentice Hall, Engleewood Cliffs, New

    Jersey. 408 p.

    BPDAS Wampu Sei Ular. 2003. Rencana Pengelolaan Daerah Aliran Sungai

    Terpadu Deli. Direktorat Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan

    Sosial. Departemen Kehutanan.

    BPDAS Wampu Sei Ular. 2009. Kajian Banjir Kota Medan Distribusi Faktor

    Penyebab dan Arahan Penanganannya. Direktorat Jenderal Rehabilitasi

    Lahan dan Perhutanan Sosial. Departemen Kehutanan.

    BPDAS Wampu Sei Ular. 2011. Pemantauan Tata Air dengan Pendekatan Mdel

    Hidrologi. Direktorat Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial.

    Departemen Kehutanan.

    Brooks, K. N. 1989. Watershed Management Project Planning, Monitoring, and

    Minnesota Evaluation : A Manual for The ASEAN Region. University of

    Minnesota, St Paul, Minnesota.

    Brooks, K. N., P. F. Folliott, H. M. Gregersen, and J.L Thames. 1992. Hydrology

    and the Management of Watersheds. Iowa State University Press, Ames.

    USA.

    Cech, T. V. 2005. Principles of Water Resources History, Development,

    Management, and Policy. Second Edition. Wiley. USA.

    Chow V.T., D.R. Maidment, and L.W. Mays. 1988. Applied Hydrology. New

    York: Mc.Graw-Hill Book Company, Singapore.

    Cohen, M. J., K. D. Shepherd, and M.G. Walsh. 2005. Empirical Reformulation

    of The Universal Soil Loss Equation for Erosion Risk Assessment in ATropical Watershed. Geoderma, Volume 124, Issues 3-4 , Pages 235-252.

    Dariah, A., A. Rahman, dan U. Kurnia. 2004. Erosi dan Degradasi Lahan Kering

    di Indonesia. Dalam Teknologi Konservasi Tanah Pada Lahan Kering

    Berlereng. (Eds) Kurnia, U., A. Rahman, dan A. Dariah. Pusat Penelitian

    dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat Badan Penelitian dan

    Pengembangan Pertanian. p. 1 9.

    http://www.sciencedirect.com/science?_ob=PublicationURL&_cdi=5807&_pubType=J&_auth=y&_acct=C000063390&_version=1&_urlVersion=0&_userid=4555062&md5=ea8a5fcb676e5101f720cd937ea9cc31http://www.sciencedirect.com/science?_ob=PublicationURL&_cdi=5807&_pubType=J&_auth=y&_acct=C000063390&_version=1&_urlVersion=0&_userid=4555062&md5=ea8a5fcb676e5101f720cd937ea9cc31http://www.sciencedirect.com/science?_ob=PublicationURL&_cdi=5807&_pubType=J&_auth=y&_acct=C000063390&_version=1&_urlVersion=0&_userid=4555062&md5=ea8a5fcb676e5101f720cd937ea9cc31
  • 5/25/2018 Kajian DAS Deli vs Upaya Pengendalian Banjir

    26/35

    235

    Dariah, A., Haryati, U., dan T. Budhyastoro. 2004. Teknologi Konservasi TanahMekanik. Dalam Teknologi Konservasi Tanah Pada Lahan Kering

    Berlereng. (Eds) Kurnia, U. et al. Pusat Penelitian dan Pengembangan

    Tanah dan Agroklimat Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.

    Davenport, T. E. 2005. The Watershed Project Management Guide. Lewis

    Publisher. America.

    Departemen Kehutanan dan Perkebunan Kantor Wilayah Sumatera Utara. 1999.

    Peta Daerah Aliran Sungai (DAS) Deli dan Sub Daerah Aliran Sungai

    (DAS) Deli Skala 1 : 250.000. Sub Balai Rehabilitasi Lahan dan

    Konservasi Tanah Wampu/Ular. Medan.

    Departemen Kehutanan. 2001. Pedoman Penyelenggaraan Pengelolaan Daerah

    Aliran Sungai. Kep. Men. Hut. No. 52/KPts-II/2001. Tentang Pedoman

    Penyelenggaraan Pengelolaan DAS. Ditjen RLSP. Dit. RLKT. Jakarta.

    Departemen Kimpraswil. 2002. Laporan Akhir Evaluasi Pemanfaatan Ruang

    Kawasan Medan dan Sekitarnya dalam Rangka Pemaduserasian

    Pengelolaan SWS Belawan Belumai. Dirjen Penataan Ruang Proyek

    Pendayagunaan Penataan Ruang Nasional dan Daerah. PT Gapura

    Nirwana Agung. Jakarta.

    Departemen Pertanian. 2008. Pedoman Teknis Pengembangan Usaha Tani

    Konservasi Lahan Terpadu (PUKLT). Direktorat Jenderal Pengelolaan

    Lahan dan Air. Jakarta.

    Departemen Pertanian. 2009. Pedoman Teknis Pengembangan Usaha Tani

    Konservasi Lahan Terpadu (PUKLT). DirJen PLA Direktorat Pengelolaan

    Lahan dan Air. Jakarta.

    Direktorat Jenderal Reboisasi dan Rehabilitasi Lahan. 1998. Standard Teknik

    Konservasi Tanah. Direktorat Pengelolaan Lahan. Departemen

    Kehutanan. Jakarta.

    Dixon, A., and K. W. Easter. 1986. Integreted Watershed Management: An

    Approach to Resources Management, Westview Press, Inc. Colarado.

    United States of America.

    Endom, W. 2002. Antisipasi Ancaman Banjir dan Kekeringan Melalui

    Pemanfaatan Sumberdaya Alam/Hutan Secara Bijak. Jurnal Info Hasil

    Hutan, Vol 9 No.1.

  • 5/25/2018 Kajian DAS Deli vs Upaya Pengendalian Banjir

    27/35

    236

    Food and Agriculture Organization of the United Nations. 1979. Watershed

    Development with Special Reference to Soil and Water Conservation.

    FAO Soil Buletin 44. Rome.

    Foth, H.D. 1990. Fundamental of Soil Science. John Wiley and Sons. 360 p.

    Gunawan, T. 2003. Konsep Daerah Aliran Sungai dan Pengelolaan Daerah

    Aliran Sungai. Makalah. Yogyakarta: Fakultas Geografi UGM.

    Hasibuan, G. M. 2007. Model Koordinasi Kelembagaan Pengelolaan Banjir

    Perkotaan Terpadu. Disertasi Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera

    Utara. Medan. (Tidak dipublikasi).

    Hardjowigeno S. 1993. Klasifikasi Tanah dan Pedogenesis, Penerbit AkademikaPresindo Jakarta.

    Hardjowigeno, S. dan S . Sukmana. 1995. Menentukan Tingkat Bahaya Erosi

    Second. LREP. Puslittanak, Bogor.

    Hardjowigeno, S. dan Widiatmaka. 2007. Evaluasi Kesesuaian Lahan dan

    Perencanaan Tata Guna Lahan. Gadjah Mada University Press,

    Yogyakarta.

    Harto Br., S. 1993. Analisis Hidrologi. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

    Harto, S. 2000. Hidrologi Teori, Masalah, dan Penyelesaian, Nafiri, Yokyakarta.

    Hillel. D. 1980. Fundamentals of Soil Physics. Academic Press. New York.

    Hof, J., J. Dai, K. Nogroho, N. Suharta, S. Hardjowigeno, dan U.W. Sichra. 1993.

    Coding instruction for Siteand Horizon Description. Second. LREP.

    Puslitanak, Bogor.

    Huang, M., and L. Zhang. 2004. Hydrological Responses to Conservation

    Practices in Catchment of the Loeses Plateu, China HydrologyProcess 18: 1885 1998. Doi : 10. 1002/Hyp-1454.

    Hudson, H. W. 1981. Soil Conservation. Second Edition. Cornel University

    Press, Ithaca. New York.

    Hurni, H., K. Herweg, B.Portner, and H. Liniger. 2007. Soil erosion and

    Conservation in Global Agriculture (in Land Use and Soil Resources,

    edited By A.K. Braimoh and P.L.G Vlek). Springer. P 41-71.

  • 5/25/2018 Kajian DAS Deli vs Upaya Pengendalian Banjir

    28/35

    237

    Irianto, G. dan P. Rejekiningrum. 2008. Efisiensi Pemanfaatan Sumber Daya

    Air: Suatu Tinjauan Dari Sisi Agroklimat dan Hidrologi. dalam

    Penyelamatan Tanah, Air, dan Lingkungan. (Eds) Arsyad dan Rustiadi.Yayasan Obor Indonesia. Jakarta.

    Irwansyah, S. 2004. Kajian Sistem Mitigasi Bencana Banjir Sungai Deli dan

    Percut Untuk Pengendalian Banjir Kota Medan. Tesis Sekolah

    Pascasarjana Universitas Gadjah Mada. (Tidak dipublikasi).

    Isnugroho. 2002. Tinjauan Penyebab Banjir dan Upaya Penanggulangannya.

    Alami. Jurnal Air, Lahan, Lingkungan dan Mitigasi Bencana. Vol. 7 No.2

    Jakarta. p. 1 7.

    JICA Main Report. 1992. The Study on Belawan Padang Integrated River BasinDevelopment. Medan.

    Julien, P. Y. 2002. River Mechanics. Cambridge University Press, Cambidge, UK.

    434 p.

    Julien, P. Y. 2010. Erosion and Sedmentation. Cambridge University Press,

    Cambridge, UK.

    Kementerian Negara Lingkungan Hidup. 2005. Peraturan Pemerintah Republik

    Indonesia Nomor 150 Tahun 2000 Tentang Pengendalian Kerusakan

    Tanah Untuk Produksi Biomassa. Jakarta.

    Kementerian Negara Lingkungan Hidup. 2006. Peraturan Menteri Negara

    Lingkungan Hidup Nomor 07 Tahun 2006 Tentang Tata Cara Pengukuran

    Kriteria Baku Kerusakan Tanah Untuk Produksi Biomassa. Jakarta.

    Keputusan Menteri Kehutanan. 2001. Pedoman Penyelenggaraan Pengelolaan

    Daerah Aliran Sungai No. 52. Jakarta.

    Keputusan Menteri Kehutanan. 2009. Penetapan Daerah Alira Sungai (DAS)

    Prioritas Dalam Rangka Rencana Pembangunan Jangka Menengah(RPJM) 2010-2014. (www.dephut.go.id/files/328.pdf).

    Keputusan Menteri Kehutanan. 2008. Pedoman Teknis Rehabilitasi Lahan.

    Jakarta.

    Kesepakatan Bersama Menteri Kehutanan dengan Menteri Pekerjaan Umum

    dengan Menteri Pertanian Nomor PKS.10/Menhut V/2007, Nomor

    06/PKS/M/2007,Nomor 100/TU.210/M/5/2007 tentang Rehabilitasi

    Daerah Aliran Sungai (DAS) Kritis untuk Konservasi SumberdayaLahan

    dan Air.

    http://www.dephut.go.id/files/328.pdfhttp://www.dephut.go.id/files/328.pdfhttp://www.dephut.go.id/files/328.pdfhttp://www.dephut.go.id/files/328.pdf
  • 5/25/2018 Kajian DAS Deli vs Upaya Pengendalian Banjir

    29/35

    238

    Kirkby, M. J., and C. P. Morgan. 1980. Soil Erosion (eds). A Willey- Interscience

    Publication. Jhon Willey and Sons. Chichester - New York - Brisbane

    Toronto.

    Klingebiel, A.A and P.H. Montgomery. 1997. Land Capability Classification.

    USDA Agricultural Hand Book 210. Washington D.C. 21 pp.

    Kodoatie, R. J., dan R. Sjarief. 2005. Pengelolaan Sumber Daya Air Terpadu.

    Yogyakarta.

    Kodoatie, R. J. dan Sugiyanto. 2002. Banjir Beberapa Penyebab dan Metode

    Pengendaliaannya Dalam Prespektif Lingkungan. Pustaka Pelajar.

    Yogyakarta.

    Kurnia, U., dan H. Suwardjo. 1984. Kepekaan Erosi Beberapa Jenis Tanah di

    Jawa menurut Metode USLE. Pembrit. Penel. Tanah dan Pupuk 3: 17-20.

    Kurnia, U., Sudirman, dan Kusnadi. 2002. Teknologi Rehabilitasi dan Reklamasi

    Lahan Kering. Hlm 147-182. dalam Teknologi Pengelolaan Lahan Kering

    Menuju Pertanian Produktif dan Ramah Lingkungan. Pusat Penelitian dan

    Pengembangan Tanah dan Agroklimat. Badan Litbang Pertanian.

    Linsley. R.K., M. A.Kohler, and J.L.H.Paulus. 1983. Hydrology for Engineering.

    New York, Third Edition McGraw-Hill Book Co.

    Maas, A. 2001. Pengelolaan Sumber DayaLahan BerwawasanLingkungan untuk

    Menyongsong Otonomi Daerah. Makalah pada Seminar Nasional

    Ilmu Tanah. Peran Manajemen Sumber Daya Lahan Terhadap

    Pengembangan Wilayah 12 Mei 2001, KMIT UGM Yogyakarta.

    Margianto, T. D. S. 2002. Penanganan Fisik Penanggulangan Banjir. Alami.

    JurnalAir, Lahan, Lingkungan dan Mitigasi Bencana. Vol. 7 No. 2.

    Jakarta. p. 40 45.

    Maryono, A. 2005. Menangani Banjir Kekeringan dan Lingkungan. GadjahMada University Press.

    Montarcih, L. 2009. Hidrologi TSA-2(Hidrologi Teknik Sumber Daya Air-2)

    CV Asrori Malang.

    Morgan, R.P.C. 1995. Soil Erosion and Conservation 2nd ed. Longmand Group.

    UK.

    Morgan, R.P.C. 2005. Soil Erosion and Conservation. Longman, UK.

    Murtianto, H. 2008. Bahaya Erosi dan Arahan Konservasi Lahan Gunung Api

  • 5/25/2018 Kajian DAS Deli vs Upaya Pengendalian Banjir

    30/35

    239

    Sindoro Kabupaten Temanggung. Tesis Program Studi Geografi, Sekolah

    Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada (Tidak dipublikasi).

    Nalom, H. 1997. Kajian Laju Erosi pada Lahan Pertanian Murbei Ladang dan

    Kebun Campuran di Desa Mekor Laksana Kecamatan Cikancung

    Kabupaten Bandung. Skripsi Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada

    (Tidak dipublikasi).

    Notohadinegoro, T. 1999. Diagnosis Fisik, Kimia dan Hayati Kerusakan Lahan.

    Makalah Pada Seminar Penyusunan Kriteria Kerusakan Tanah/Lahan.

    Asmandep I LH/Bapedal. 1 3 Juli 1999. Yogyakarta.

    Notohadiprawiro, T. 1981. Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Program

    Penghijauan. Makalah disampaikan pada Kuliah PenataranPembangunanPedesaan dan Pertanian Staf Departemen Pertanian di Fakultas Pertanian

    UGM , 8 Januari 1981. Yogyakarta.

    Notohadiprawiro, T., Rachman S., Azwar M., dan S. Yasni. 1999. Kebutuhan

    Riset, Inventarisasi dan Koordinasi Pengelolaan Sumber Daya Tanah di

    Indonesia. Kantor Menteri Negara Riset dan Teknologi dan Dewan Riset

    Nasional. Jakarta. 169 hal.

    Oldeman, L.R. 1975. Agroclimatic Map of Java. Contribution of the Centra

    Research Institute. Bogor.

    Paimin, Sukresno dan Purwanto. 2006. Sidik Cepat Degradasi Sub Daerah Aliran

    Sungai. Pusat Penelitian Dan Pengembangan Hutan Dan konservasi

    Alam. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan.

    Pasaribu, H.S. 1999. DAS sebagai Satuan Perencanaan Terpadu dalam

    Kaitannya dengan Pengembangan Wilayah dan Pengembangan Sektoral

    Berbasiskan Konservasi Tanah dan Air. Seminar Sehari PERSAKI

    DAS sebagai Satuan Perencanaan Terpadu dalam Pengelolaan Sumber

    Daya Air, 21 Desember 1999. Jakarta.

    Pemerintah Daerah Tingkat II Medan. 2000. Rencana Umum Tata Ruang Kota(RUTRK) Kotamadya Daerah Tingkat II Medan. Medan.

    Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 35. 1991. Tentang Sungai.

    Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia. 2009. Tatacara Penyusunan

    RencanaTeknik Rehabilitasi Htan dan Lahan Daerah Aliran Sungai

    (RTkRHL-DAS).

    Prastowo. 2008. Pengelolaan Ekosistem Mata Air. dalam Penyelamatan Tanah,

    Air, dan Lingkungan. (Eds) Arsyad dan Rustiadi. Yayasan Obor

    Indonesia. Jakarta.

  • 5/25/2018 Kajian DAS Deli vs Upaya Pengendalian Banjir

    31/35

    240

    Priyono, C. N. S. dan E. Savitri. 2001. Tinjauan Umum Strategi Konsevasi

    Tanah dalam Pengelolaan DAS.Alami. Jurnal Air, Lahan, Lingkungandan Mitigasi Bencana. Vol. 8 No.1 . Jakarta. p. 1 5.

    Priyono, C. N. S, dan S. A. Cahyono,. 2003. Status dan Strategi Pengembangan

    Pengelolaan DAS di Masa Depan di Indonesia. Alami. Jurnal Air, Lahan,

    Lingkungan dan Mitigasi Bencana. Vol. 8 No.1 . Jakarta. p. 1 5.

    PSSL-UGM. 2007. Kajian Dampak Tanaman Monokultur Terhadap Bencana

    Banjir. Laporan Akhir Penelitian. Pusat Studi Sumber Daya Lahan

    Universitas Gadjah Mada, Kerja sama dengan Badan Penelitian dan

    Pengembangan Daerah Riau.Yogyakarta.

    Purwanto, E. 1992. Pemanfaatan dan Evaluasi Daerah Aliran Sungai dengan

    Menggunakan Parameter Hidrologi. (Majalah Kehutanan Indonesia, Edisi

    No. 10 th 1991/1992, Diterbitkan oleh Departemen Kuhutanan RI, STT.

    No. 1162/SK/DITJEN PPG/SST/1987). Jakarta: Departemen Kehutanan

    RI.

    Rahayu, K. 2005. Tingkat Bahaya Erosi Tanah di Kecamatan Bulu Kabupaten

    Temanggung. Skripsi Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada (Tidak

    dipublikasi).

    Reimold, J. K. Robert. 1998. Watershed Management: Practice, Policies, and

    Coordination. The McGraw-Hill Companies, Inc.

    Renard, K.G, G.R Foster, G.A. Weeisies, D.K. Mc. Cool, and D.C. Yoder. 1997.

    Predicting Soil Erosion by Water: A Guide to Conservation Planning With

    The Rivesed Universal Soil Loss Equation (RUSLE). USDA Agriculture

    Hand Book (703).

    Riebe, C.S. , J.W. Kirchner, D.E. Granger, and R.C. Finkel. 2001. Minimal

    Climatic Control on Erosion Rates in The Sierra Nevada, California.

    Geology, v. 29, no. 5, p. 447450.

    Rahim, E.S. 2006. Pegendalian Erosi Tanah. Edisi 3. Aksara. Jakarta pp 106.

    Sastrodihardjo, S. 2012. Upaya Mengatasi Masalah Banjir Secara Menyeluruh.

    PT. Mediatama Saptakarya. Jakarta.

    Santoso, D., J. Purnomo, IG.P Wigena, dan E. Tuherkih. 2004. Teknologi

    Konservasi Tanah Pada Lahan Kering Berlereng. (Eds) Kurnia, U. dkk.,

    Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat Badan

    Penelitian dan Pengembangan Pertanian.

  • 5/25/2018 Kajian DAS Deli vs Upaya Pengendalian Banjir

    32/35

    241

    Schmidt, F.H. and J.H.A. Ferguson, 1951. Rainfall Type Base on Wet and Dry

    Period Ratios for Indonesia and Western. New Guinea. Verb. 42 Jawatan

    Meteorologi dan Geofisika. Jakarta.

    Schwab, G. O., D. F. Delmar, D. F., J. E. William, and K. F. Richard. 1993. Soil

    And Water Conservation Engineering (Fourth Edition). John Wiley and

    Sons, Inc.New York.

    Seta, A. K. 1991. Konservasi Sumber Daya Tanah dan Air. Kalam Mulia.

    Jakarta.

    Seyhan. 1990. Dasar-dasar Hidrologi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press

    Yogyakarta.

    Sinukaban, N. 2007. Peranan Konservasi Tanah dan Air dalamPengelolaan

    Daerah Aliran Sungai. dalamFahmudin Agus et al., 2007. (Penyunting).

    Bunga Rampai Konservasi Tanah dan Air. Jakarta.

    Siswoko. 2002. Banjir, Masalah Banjir dan Upaya Mengatasinya. Makalah

    Seminar Hathi. Jakarta.

    Sitorus, S. 2006. Peran Penutup Lahan untuk menanggulangi Bahaya Banjir

    Bandang Tanah Longsor dan Kekeringan. Makalah pada Workshop

    Nasional Pengendalian Degradasi Lahan dalam Rangka Mitigasi Banjir

    Bandang, Tanah Longsor dan Kekeringan. 24 Agustus 2006, Kerja sama

    Direktorat Pengelolaan Lahan Departemen Pertanian dengan Departemen

    Jurusan Tanah Fakultas Pertanian Gadjah Mada. Yogyakarta.

    Soerianegara. 1978. Pengelolaan Sumberdaya Air. Sekolah Pasca Sarjana,

    IPB. Bogor.

    Soil Survey Staff. 1975. Key Soil Taxonomy USDA. Handbook 436. U.S. Govt.

    Printing Office. Washington.

    Soil Survey Staff. 2010. Keys Soil Taxonomy. Natural Reources ConservationService, United States Department of Agriculture. 338 p.

    Sosrodarsono, S. dan T. Masateru,. 1994. Perbaikan dan Pengaturan Sungai.

    PT Padnya Paramita. Jakarta.

    SPLaSH. 2007. Software Sistem Penilaian Lahan Sesuai Harkat. Balai

    Penelitian Tanah dan Agroklimat. Bogor.

  • 5/25/2018 Kajian DAS Deli vs Upaya Pengendalian Banjir

    33/35

    242

    Striffler, W. D. 1979. Watershed Planning and Management. Planning the Use

    and Management of Land. Ed. Beatty, MT., GW Petersen, LD Swindale

    Number 21 in the series Agronomy.

    Suratman. 2002. Studi Erosi Parit dan Longsoran Dengan Geomorfologis di DAS

    Oyo Provinsi DIY. Tesis Program Studi Geografi, Sekolah Pasca Sarjana

    Universitas Gadjah Mada (Tidak dipublikasi).

    Subagyono, K., T. Vadari, R. L. Watung, Sukristiyonobowo, dan F. Agus. 2004.

    Managing Soil Erosion Control in Babon Catchment, Central Java

    Indonesia: Toward community-based soil conservation measures

    Proceeding International Soil Conservation Organization (ISCO 2004).

    Brisbane, Australia, 4-8 Juli 2004.

    Sub Balai Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah Wampu/Ular. 1998.

    Rencana Teknis Lapangan Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah

    Daerah Aliran Sungai Deli. Departemen Kehutanan dan Perkebunan,

    Kantor Wilayah Provinsi Sumatera Utara. Medan.

    Sub Balai Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah Wampu/Ular. 1999.

    Peta Daerah Aliran Sungai (DAS) Deli dan Sub Daerah Aliran Sungai

    (DAS)Deli Skala 1 : 250.000. Departemen Kehutanan dan Perkebunan

    Kantor Wilayah Provinsi Sumatera Utara. Medan.

    Sub Balai Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah Wampu/Ular. 1999.

    Peta Kerapatan Vegetasi DAS Deli. Skala 1 : 250.000. Departemen

    Kehutanan dan Perkebunan Kantor Wilayah Provinsi Sumatera Utara.

    Medan.

    Sub Balai Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah Wampu/Ular. 1999.

    Peta Jenis Tanah Daerah Aliran Sungai Deli. Skala 1 : 250.000.

    Departemen Kehutanan dan Perkebunan Kantor Wilayah Provinsi

    Sumatera Utara. Medan.

    Sudihardjo, A.M., U. Affandi, H.T. Sidik, H. Yayat, Y. Mulyadi dan Ropik. 1993.Penelitian Identifikasi dan Deliniasi Lahan Kritis Propinsi Jawa Tengah

    Skala 1:250.000. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat Badan Litbang

    Pertanian Departemen Pertanian. Bogor. 23 hal.

    Sugandhy, A. 1999. Pencegahan dan Pemulihan Kerusakan Sumber Daya

    Lahan. Makalah pada Seminar Penyusunan Kriteria Kerusakan

    Tanah/Lahan. Asmande ILH/Bapedal. 1 3 Juli 1999. Yogyakarta.

  • 5/25/2018 Kajian DAS Deli vs Upaya Pengendalian Banjir

    34/35

    243

    Supriadi, D. 2000. Up Land Management : Cases of Cimanuk and Cisanggarung

    River Basin, Makalah pada Linggarjati Enviromental Meeting, 9 13

    November 2000.

    Suripin. 2004. Pelestarian Sumber Daya Tanah dan Air. Andi. Yogyakarta.

    Suryani dan Agus. 2005. Perubahan Penggunaan Lahan dan Dampaknya terhadap

    Karakteristik Hidrologi: Suatu Studi DAS Cijalupang, Bandung, Jawa

    Barat. Prosiding Seminar Nasional Multifungsi Pertanian dan Ketahanan

    Pangan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat.

    Bogor. hal 83-106.

    Svendsen, M. 2004. Irigation River Basin Management Option for Governance

    and Institutions. USA.The World Commission on Dams. 2000. Dams and Development.

    Triatmodjo, B. 2008. Hidrologi Terapan. Beta Offset. Yogyakarta.

    Undang-undang No. 7. 2004. Tentang Sumber Daya Air.

    U S S C S (United State Soil Conservation Service). 1971. Hydrology.

    Washington DC: National Engineering Handbook.

    Utomo, W. H. 1983. Pengawetan Tanah. Fakultas Pertanian Universitas

    Brawijaya. Malang.

    Vadari, T., K. Subagyono, dan N. Sutrisno. 2004. Model Prediksi Erosi Prinsip

    Keunggulan dan Keterbatasan. dalam TeknologiKonservasiTanah pada

    Lahan Kering Berlereng. (Eds) Kurnia, U., A. Rahman, dan A. Dariah.

    Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat Badan

    Penelitian dan Pengembangan Pertanian. p. 35 71.

    Veiche, A. 2002. The Spatial Variability of Erodibility and Its Relation to Soil

    Types: A Study From Northen Ghana. Geoderma 106: 110 120.

    Viesmann. J. W. 1989. Introduction to Hydrology. New York: Harper and RowPublishers.

    Wanielista M.P. 1990. Hydrology and Water Quality Control. Florida-USA :

    John Wiley & sons.

    Ward, A.D., and W. J. Elliot,. 1995. Environmental Hydrology. Lewis Publishers.

    New York.

    W A S W C (World Association of Soil and Water Conservation). 1998. Wocat

    (World Overview of Conservation Approach and Technologies). A Frame

    Worly for Evaluaton of Soil and Water Conservation. Lang Druch. AG.

    Bern Switzerland.

  • 5/25/2018 Kajian DAS Deli vs Upaya Pengendalian Banjir

    35/35

    244

    Wiersum, K. F. 1979. Introduction to Principles of Forest Hydrology and

    Erosion. Institute of Ecology. Bandung: Universitas Pajajaran.

    Wischmeier, W.H. and D.D. Smith 1978 Predicting Rainfall-Erotion Losses.

    Agricultural Handbook No.357, United States Department Of Agriculture

    Washington DC.

    Yang, S., Y. Ping, and L. Lianyou. 2006. A Review of The Research on

    Complex Erosion by Wind and Water. J. Geographical Sciences 16,

    (2) 231-241.

    Yonky I., Irfan B., Pramono dan S. A. Cahyono. 2003. Konservasi Air Lahan

    Kering Sebagai Alternatif Pengembangan Lahan Kering. Prosiding Hasil

    Litbang Rehabilitasi Lahan Kritis. Banjarnegara.

    Yunianto, T. 1986. Bahaya Erosi Tanah Daerah Atas DAM Wadas Lintang

    Kabupaten Wonosob. Skripsi Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada

    (Tidak dipublikasi).