kajian cds indonesia

12
BKF Kemenkeu 2013 1 Credit Default Swap Indonesia: Faktor-faktor yang Mempengaruhi dan Perbandingan dengan Peers A. Pendahuluan Mekanisme CDS dikembangkan pertama kali di tahun 1990-an oleh sebuah lembaga yang bekerja untuk JP Morgan. CDS didesain untuk mengalihkan risiko default atas aset yang dikelola kepada pihak ketiga (Nomura Research, 2004). Transaksi CDS awalnya dilakukan tanpa standar domentasi baku sehingga menciptakan celah kecurangan yang dapat dimanfaatkan oleh penjual (asymmetrical information). Maka ketika terjadi credit event, penjual dan pembeli CDS lebih sering bersengketa ketimbang memberikan penyelesaian sesuai kontrak. Berangkat dari besarnya potensi asymmetrical information tersebut, pada tahun 1999, ISDA (International Swaps and Derivatives Association) membuat standar baku kontrak derivatif dan memberikan standar definisi terhadap poin-poin dalam kontrak.S Saat ini terdapat kecenderungan tingginya spread CDS di negara-negara berkembang dan emerging market, seperti Indonesia. Kajian awal IMF Report (2013) menemukan bahwa kenaikan spread CDS mengindikasikan meningkatnya risiko kredit dan dipengaruhi oleh fundamental ekonomi, kondisi pasar obligasi sehingga mendorong biaya pinjaman. Lebih jauh, CDS juga dapat mendorong stabilitas finansial dan dapat menggeser potensi risiko. Dalam periode krisis/instabilitas ekonomi, IMF menemukan bahwa spread CDS bergerak lebih volatile dan dapat meningkatkan risiko karena faktor systemic linkage yang ia miliki. Seperti yang ditunjukkan di grafik 1, CDS Indonesia untuk tenor 5Y bergerak cukup volatile pada masa krisis 2008, namun pada pertengahan 2009 hingga 2011, CDS 5Y cenderung bergerak stabil dengan spread yang relatif manageable dalam rentang 120-170 bps. Dalam periode September 2012-Mei 2013, CDS 5Y melonjak menembus level 200bps di bulan Juni dikarenakan sebagai dampak kenaikan BBM dan faktor ketidakpastian global. Setelah itu, CDS bergerak terus naik dan mencapai puncak di bulan September di level 285bps, seiring masih tingginya inflasi di tiga bulan tersebut. Setelah mengalami penurunan dikarenakan inflasi mulai terkontrol, CDS kembali naik per bulan November yaitu di level 235bps. Nampaknya hal ini dikarenakan penurunan pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi 5.6% di Q3-2013 dan masih tingginya CAD sebesar 3.8%PDB. Grafik 1: CDS Indonesia 0 100 200 300 400 500 600 700 800 900 Indonesia CDS 5Y Indonesia CDS 10Y as of Nov-13 CDS USD Indonesia Nov: GDP growth turun, CAD masih cukup tinggi Sumber: Bloomberg, 2013

Upload: eduardus-beni-sulistyo

Post on 29-Jan-2016

2 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

CDz

TRANSCRIPT

Page 1: Kajian CDS Indonesia

BKF Kemenkeu 2013

1

Credit Default Swap Indonesia: Faktor-faktor yang Mempengaruhi dan

Perbandingan dengan Peers

A. Pendahuluan

• Mekanisme CDS dikembangkan pertama kali di tahun 1990-an oleh sebuah lembaga yang

bekerja untuk JP Morgan. CDS didesain untuk mengalihkan risiko default atas aset yang

dikelola kepada pihak ketiga (Nomura Research, 2004).

• Transaksi CDS awalnya dilakukan tanpa standar domentasi baku sehingga menciptakan celah

kecurangan yang dapat dimanfaatkan oleh penjual (asymmetrical information). Maka ketika

terjadi credit event, penjual dan pembeli CDS lebih sering bersengketa ketimbang

memberikan penyelesaian sesuai kontrak.

• Berangkat dari besarnya potensi asymmetrical information tersebut, pada tahun 1999, ISDA

(International Swaps and Derivatives Association) membuat standar baku kontrak derivatif

dan memberikan standar definisi terhadap poin-poin dalam kontrak.S

• Saat ini terdapat kecenderungan tingginya spread CDS di negara-negara berkembang dan

emerging market, seperti Indonesia. Kajian awal IMF Report (2013) menemukan bahwa

kenaikan spread CDS mengindikasikan meningkatnya risiko kredit dan dipengaruhi oleh

fundamental ekonomi, kondisi pasar obligasi sehingga mendorong biaya pinjaman. Lebih

jauh, CDS juga dapat mendorong stabilitas finansial dan dapat menggeser potensi risiko.

Dalam periode krisis/instabilitas ekonomi, IMF menemukan bahwa spread CDS bergerak

lebih volatile dan dapat meningkatkan risiko karena faktor systemic linkage yang ia miliki.

• Seperti yang ditunjukkan di grafik 1, CDS Indonesia untuk tenor 5Y bergerak cukup volatile

pada masa krisis 2008, namun pada pertengahan 2009 hingga 2011, CDS 5Y cenderung

bergerak stabil dengan spread yang relatif manageable dalam rentang 120-170 bps. Dalam

periode September 2012-Mei 2013, CDS 5Y melonjak menembus level 200bps di bulan Juni

dikarenakan sebagai dampak kenaikan BBM dan faktor ketidakpastian global. Setelah itu,

CDS bergerak terus naik dan mencapai puncak di bulan September di level 285bps, seiring

masih tingginya inflasi di tiga bulan tersebut. Setelah mengalami penurunan dikarenakan

inflasi mulai terkontrol, CDS kembali naik per bulan November yaitu di level 235bps.

Nampaknya hal ini dikarenakan penurunan pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi 5.6%

di Q3-2013 dan masih tingginya CAD sebesar 3.8%PDB.

Grafik 1: CDS Indonesia

0

100

200

300

400

500

600

700

800

900

Indonesia CDS 5Y Indonesia CDS 10Y

as of Nov-13

CDS USD Indonesia

Nov: GDP growth turun, CAD masih

cukup tinggi

Sumber: Bloomberg, 2013

Page 2: Kajian CDS Indonesia

BKF Kemenkeu 2013

2

• CDS untuk tenor 10Y bergerak searah dengan CDS 5Y ketika terjadi krisis global pada tahun

2008. Setelah itu CDS 10Y relatif stabil dengan nilai rata-rata 180bps.

• Seperti dalam grafik 2, dalam group “the Fragile Five” (semua level CDS berada di atas

200bps) yaitu Brasil, India, Indonesia, Turki, dan Afrika Selatan, CDS Indonesia masih yang

tertinggi. Hal ini disebabkan oleh concern tentang ekonomi:

� CAD Indonesia diperkirakan masih cukup tinggi >3%GDP sampai akhir tahun ini.

� Pressure terhadap nilai tukar juga cukup besar. Rupiah merupakan the worst

performer dengan depresiasi lebih dari 22% (ytd). Pressure ini diperkirakan akan

meningkat dengan keputusan Fed Tapering yang dimulai bulan Januari 2014 dan

men trigger adanya capital outflow dan menekan posisi cadangan devisa.

� Walaupun posisi defisit anggaran masih cukup aman (2,6%PDB) dan lebih rendah

dibandingkan Afrika Selatan (4,4%PDB), posisi tersebut masih lebih tinggi

dibandingkan Turki yang hanya 1,6%PDB.

� Volatilitas juga nampak dari yield SUN dengan masih tingginya porsi kepemilikan

asing.

Grafik 2: CDS 5Y The Fragile Five

0

100

200

300

400

500

600

700

800

1/1

/20

05

7/1

/20

05

1/1

/20

06

7/1

/20

06

1/1

/20

07

7/1

/20

07

1/1

/20

08

7/1

/20

08

1/1

/20

09

7/1

/20

09

1/1

/20

10

7/1

/20

10

1/1

/20

11

7/1

/20

11

1/1

/20

12

7/1

/20

12

1/1

/20

13

7/1

/20

13

Brazil

India

Indonesia

Turkey

S.Africa

CDS USD 5Y The Fragile Five

as of Nov-13

Sumber: Bloomberg, 2013

B. Tujuan Kajian

Tujuan dari kajian ini adalah untuk mengetahui apakah spread CDS Indonesia sudah

menggambarkan tingkat risikonya, serta faktor-faktor apa saja yang dapat mempengaruhi

pergerakan CDS. Untuk menjawab pertanyaan diatas, kajian ini akan disajikan melalui

pendekatan kualitatif deskriptif dan kuantitatif (melalui uji statistik Principal Component

Analysis).

C. CDS dan Beberapa Definisi Terkait

• Credit Default Swap (CDS) merupakan kontrak antara penjual dan pembeli CDS dengan

membayar biaya (fixed premium) pada periode tertentu (maturity) dan kompensasi tertentu

apabila terjadi credit event. Dengan kata lain, CDS adalah sejenis perlindungan/proteksi atas

resiko kredit (credit event).

• CDS dikategorikan sebagai “privately negotiated derivatives” yang menjelaskan CDS sebagai

kontrak bilateral antara penjual dan pembeli dengan poin-poin tertentu (tailor terms) yang

Page 3: Kajian CDS Indonesia

BKF Kemenkeu 2013

3

dapat dinegosiasikan. Lebih jauh, Swap menekankan pada sisi negosiasi bilateral sehingga

diatur sedemikian rupa sesuai kebutuhan agar kedua pihak tidak merasa dirugikan.

• Premium yang dibayarkan oleh pembeli kepada penjual disebut juga dengan “spread”

dengan nilai kontrak khusus dan dibayarkan per-kuartal. Konsep CDS spread berbeda dengan

yield spread bond, CDS spread merupakan harga premi tahunan yang dibayarkan sesuai

dengan kontrak bilateral dengan satuan basis points (bps), tanpa merujuk pada suku bunga

benchmark khusus. Sebagai contoh: Toyota membeli perlindungan CDS dengan nilai 80bps

dengan maturity 5 tahun. Eksposur CDS terhadap kredit senilai 100 juta USD, berarti pada

setiap kuartalnya Toyota harus membayar premi sebesar 200 ribu USD kepada penjual CDS

(Nomura, 2009).

• Kontrak CDS biasanya berkisar antara 1-10 tahun dengan total kredit yang di-cover sampai

dengan 10 juta USD. Saat ini, kontrak CDS telah di standardisasi (master agreement) dan

besaran kompensasi yang telah diatur.

• Credit event diartikan sebagai kejadian luar biasa yang mempengaruhi kinerja pasar seperti:

risiko default, restrukturisasi, dan moratorium atas suatu perusahaan. Namun pada

perkembangannya, ISDA mengeluarkan protokol yang dikenal sebagai “The Big Bang

Protocol” yang hanya membatasi credit event kedalam dua hal yaitu: bankruptcy dan failure

to pay (ISDA, 2009).

• Harga (premium/spread) CDS adalah persentase nilai aset rujukan yang harus dibayar oleh

pembeli CDS secara tahunan ke penjual selama periode kontrak secara kuartalan. Metode

penentuan harga CDS biasanya menggunakan model tertentu yang dikembangkan oleh

institusi terkait (BIS, 2005).

• CDS juga menjadi instrumen derivatif kredit yang dapat berfungsi sebagai instrumen hedging

maupun spekulasi untuk mendapatkan keuntungan. Menurut European Central Bank (2009),

CDS dikategorikan kedalam tiga tipe yang lazim diperdagangkan:

o Single-name CDS yaitu CDS yang menawarkan proteksi risiko kredit untuk satu jenis

penerbit sekuritas atau satu reference entity saja dengan reference entity bisa

berasal dari perusahaan, perbankan, maupun pemerintah. Single-name CDS

merupakan tipikal CDS yang paling likuid di pasar kredit derivatif dengan komposisi

mencapai 50 persen dari nilai kontrak yang ada di pasar kredit derivatif.

o CDS Indices adalah portofolio CDS yang terbentuk dari beberapa single-name CDS

dimana setiap single-name CDS mempunyai porsi yang sama terhadap nilai kontrak

(notional amount).

o Basket CDS serupa dengan CDS Index yaitu terbentuk dari beberapa reference entity

biasanya antara 3 hingga 100 reference entities.Namun, desain dalam Basket CDS

lebih disesuaikan dengan kebutuhan investor.

• Pertumbuhan pasar CDS yang signifikan beberapa tahun belakangan akhirnya memasuki

tahap baru ketika terjadinya mortgage crises di AS dan memicu krisis global di 2008 karena

faktor systemic linkages yang dimiliki pasar CDS dan default-nya beberapa lembaga

internasional. Sebagai respons atas krisis global, pada tahun 2009 ISDA mengeluarkan “The

big bang protocol” yang mengatur tentang dokumentasi standar CDS seperti: coupon rates,

tanggal efektif kontrak, credit event, dll. Dan pasca krisis global, pasar CDS cenderung

bergerak sesuai dengan perannya dalam distribusi risiko dan sekuritisasi (ICE, 2010).

D. Mekanisme CDS

• CDS adalah kontrak swap yang mengikat pembeli untuk melakukan pembayaran berkala

kepada penjual dan, sebagai imbalannya, mendapatkan ganti rugi apabila underlying asset

dalam kontrak CDS mengalami credit events. Sebagaimana umumnya instrumen derivatif

Page 4: Kajian CDS Indonesia

BKF Kemenkeu 2013

4

lain, kontrak CDS tidak mewajibkan pembeli atau penjual memiliki aset/kredit yang dirujuk

oleh kontrak.

• CDS diperdagangkan oleh lembaga finansial seperti investment bank, melalui mekanisme

over-the-counter (OTC). Dalam OTC market tersebut, praktik perdagangan yang terjadi

adalah para pedagang akan saling mencari counterparty dan ketika masing-masing

counterparty sudah bertemu, maka proses selanjutnya adalah menciptakan hubungan

kontrak bilateral dengan kesepakatan harga kontrak didasarkan pada proses tawar-menawar

antara kedua belah pihak.

• Pembeli (Investor) CDS membayar biaya tertentu (premium) kepada penyedia CDS (Seller)

dalam kurun waktu tertentu (maturity) dengan tujuan memberikan perlindungan terhadap

aset yang dibeli apabila sewaktu-waktu terjadi “credit event”. Perlindungan yang diberikan

adalah berupa kompensasi yang dibayarkan oleh penyedia CDS (Seller).

• Sebagai contoh: X sebagai pemilik aset rujukan yang diterbitkan Y mengikat kontrak dengan

Z sebagai penjual CDS. Kontrak mensyaratkan X melakukan pembayaran berkala/tahunan

kepada Z. Apabila tidak terjadi credit event, maka X terus melakukan pembayaran sampai

dengan aset rujukan jatuh tempo. Apabila terjadi credit event pada Y seperti default atau

kebangkrutan, X menghentikan pembayaran berkala ke Z dan mendapatkan pembayaran

sejumlah nilai pari aset rujukan (grafik 3).

• Mekanisme yang dilakukan jika terjadi credit event adalah sebagai berikut: a)

penjual/pembeli mengirimkan notifikasi bahwa terjadi credit event; b) dilakukan physical

settlement atau cash settlement.

• Hasil penelitian empirik oleh Houweling &Vorst (2005) menjelaskan bahwa dalam cash

settlement, pembeli proteksi tetap menyimpan underlying assets penerbitan CDS, dan

penjual proteksi membayarkan kompensasi kepada pembeli proteksi atas terjadinya credit

event tersebut. Sementara, dalam physical settlement, pembeli proteksi CDS menyerahkan

underlying assets atau reference obligations kepada penjual CDS dan sebagai kompensasinya

pembeli CDS akan menerima full notional amount dari penjual proteksi.

• Pada perkembangannya, kompensasi credit event mengalami revisi melalui “The Big Bang

Protocol” yang mana kompensasi hanya dilakukan melalui cash settlement (ISDA, 2009).

Grafik 3: Mekanisme CDS

XPembeli CDS

(BUYER)

ZPenjual CDS

(SELLER)

YPerusahaan/Institusi

penerbit aset: Bond,

Loans,etc

Fee/Premium

Nilai Pari (kompensasi)

Sumber: ISDA, 2013

Page 5: Kajian CDS Indonesia

BKF Kemenkeu 2013

5

E. Struktur Pasar CDS

• Share Sovereign CDS (SCDS) relatif kecil dibandingkan dengan pasar CDS secara keseluruhan

(grafik 4). Per Juni 2012 SCDS hanya sebesar U$3 triliun (sekitar 11%) dibandingkan U$27

Triliun pasar CDS secara keseluruhan. Tapi juga merupakan komponen yang

pertumbuhannya sangat cepat.

• Sebelum krisis keuangan global, CDS dipergunakan untuk men-cover risiko default dari

negara-negara berkembang, namun semenjak akhir tahun 2009 kecenderungan ini berubah

beralah ke negara-negara maju, sejalan dengan peningkatan risiko utang negara tersebut.

• Dealer Bank (G-SIFIs) merupakan player utama dari CDS market, selanjutnya adalah Non-

dealer banks and securites firms dan diikuti hedge fund.

Grafik 4: Statistik Penjual dan Pembeli CDS

Sumber: IMF Report, 2013

F. Pembahasan

1) Uji Dekomposisi Principal Component Analysis

• Kajian ini mencoba melihat volatilitas CDS Indonesia dengan mempertimbangkan bobot

faktor global dan faktor domestik. Pengujian ini menggunakan CDS sebagai variabel

dependen; faktor global dan faktor domestik sebagai variabel independen.

• Variabel Independen global yaitu US corporate high yield, equity risk premium, Fed Fund

Effective Rate, Fed Fund Futures Rate, US stock market return (NYA Composite Index),

Volatility risk premium (VIX index), US Treasury Yield, dan Term Risk Premium. Variabel

Independen domestik yaitu: Local stock market returns (JCI), International Foreign

Reserves, nilai tukar, dan inflasi (Consumer price index). Variabel ini dipilih berdasarkan

beberapa riset-riset sebelumnya mengenai CDS yang menjelaskan relevansi variabel

diatas terhadap pergerakan CDS. Maka kajian ini mencoba mengkonfirmasi seberapa

konsisten hasil penelitian tersebut.

• Data variabel bersumber dari Bloomberg dengan frekuensi bulanan dalam periode

Januari 2004 - Desember 2013.

• Uji statistik yang dilakukan adalah Principal Component Analysis (PCA), yaitu uji

dekomposisi yang dilakukan untuk mengestimasi bobot (weights) dari masing-masing

variabel independen sekaligus menentukan bagaimana komposisi variabel independen

Page 6: Kajian CDS Indonesia

BKF Kemenkeu 2013

6

dimaksud (variabel global dan domestik) mempengaruhi pergerakan variabel dependen

(CDS Indonesia) sehingga diketahui porsi dampaknya.

• Untuk hasil uji PCA pada variabel independen global akan dipersepsikan sebagai risk

premia, sementara untuk hasil uji PCA pada variabel independen domestik akan

dipersepsikan sebagai default risk (Remolona et al, 2008). Atau dengan kata lain, default

risk lebih dipengaruhi dan lebih identik dengan variabel domestik, sedangkan risk premia

lebih dipengaruhi dan lebih dekat dengan variabel global.

• Untuk menghitung bobot dalam PCA, koefisien hasil dekomposisi pada suatu variabel

harus dikuadratkan sehingga ditemukan presentasenya terhadap pergerakan spread CDS.

Proses yang sama dilakukan untuk penghitungan bobot dari variabel-variabel independen

lainnya. Adapun formulasi yang digunakan untuk menghitung bobot tersebut adalah

sebagai berikut:

• Hasil uji statistik PCA (Grafik 5)menunjukkan bahwa CDS Indonesia dalam periode 2004

hingga 2013 ternyata lebih banyak dipengaruhi oleh faktor global (68.9%) dan sisanya

(31.1%) merupakan faktor domestik. Dalam faktor global, posisi tiga teratas ditempati

oleh US Stock Market Return, Equity Risk Premium, dan Volatility Risk. Tingkat

pengembalian di bursa saham Amerika (NYSE) sangat menentukan tingkat CDS Indonesia.

Risk premium saham yang diminta investor dan premi risiko atas volatilitas dalam suatu

aset finansial berperan cukup besar dalam faktor global. Tingginya porsi faktor global

menunjukkan pentingnya persepsi resiko global dalam penentuan CDS. Hal ini

menunjukkan bahwa tingginya tingkat integrasi di pasar derivatif terhadap siklus

perekonomian dunia (Ariefianto dan Soepomo, 2011). Faktor domestik utama yang

menentukan CDS adalah IHSG dan nilai tukar. IHSG menjadi penting dalam penentuan

CDS kemungkinan disebabkan oleh perannya sebagai picture dari sentimen investor atas

kondisi perekonomian. Seperti kita ketahui bahwa IHSG terbentuk atas berbagai macam

transaksi yang dilakukan oleh investor yang memiliki informasi. Teori menyebutkan

bahwa harga di pasar modal terbentuk atas informasi masa lalu, informasi publik, dan

informasi privat. Selain itu, secara fundamental setidaknya kinerja perusahaan publik

dapat tercermin dari laju IHSG. Pentingnya nilai tukar dalam penentuan CDS dikarenakan

fungsinya sebagai leading indicator adanya masalah dalam perekonomian suatu negara

(Carr dan Wu, 2007). Untuk membuktikan konsistensi dari temuan bahwa faktor global

lebih mendominasi dalam penentuan CDS dibandingkan dengan faktor domestik dan

bukan tergantung kepada spesifik suatu negara, maka dilakukan uji PCA terhadap 5

negara yang berada dalam satu peers dengan Indonesia.

Page 7: Kajian CDS Indonesia

BKF Kemenkeu 2013

7

Grafik 5: Bobot Variabel yang Mempengaruhi CDS Indonesia

Variable Independen Bobot (%)

Faktor Global:

US Stock Market Return 22.2

Equity Risk Premium 20.8

Volatility Risk Premium 16.3

Fed Fund Effective Rate 4.6

Term Risk Premium 2.4

US Corporate High Yield 1.6

Fed Fund Future Rate 0.8

US Corporate high-yield spreads 0.3

Total 68.9

Faktor Domestik:

IHSG 15.1

Nilai Tukar 10.9

Cadangan Devisa 4.7

Inflasi 0.4

Total 31.1

Total Faktor Global dan Domestik 100 Sumber: diolah

• Grafik 6 menunjukkan bahwa faktor global secara konsisten dominan mempengaruhi

persepsi investor dalam penentuan besar CDS. Terlihat bahwa faktor global yang

mempengaruhi penentuan CDS yang tertinggi adalah di Thailand, sedangkan yang

terendah adalah India. Besarnya faktor global dalam penentuan CDS sejalan dengan

beberapa penelitian yang ada. Ariefianto dan Soepomo (2011) menggunakan data panel

10 negara (Kolombia, Hungaria, Malaysia, Peru, Vietnam, Thailand, Philippina, Turki,

Venezuela, dan Indonesia) menemukan bahwa faktor VIX (Implied Volatility) merupakan

faktor terbesar yang mempengaruhi CDS. Sedangkan faktor domestik seperti

pertumbuhan ekonomi, inflasi, hutang, dan neraca berjalan memberikan sumbangan

yang tidak begitu besar terhadap penentuan CDS. Hal ini diperkuat dengan studi yang

dilakukan oleh Matsumura dan Vincente (2010) yang mencoba menghitung probabilitas

terjadinya default di Brazil. Studi ini menemukan bahwa VIX dan the Fed Fund Rate

merupkan faktor yang dominan dalam menjelaskan kemungkinan terjadinya default di

negara tersebut. Selain itu, penelitian Weigel dan Gemmil (2006)dengan menggunakan

sampel negara Argentina, Brazil, Mexico, dan Venezuela, menemukan hal yang sama

yaitu faktor domestik (country specific) hanya menjelaskan 8% dari variance distance to

default, 20% dijelaskan oleh faktor global, dan 45% oleh faktor regional.

Grafik 6: Bobot Variabel yang Mempengaruhi CDS Negara Satu Peers

NegaraFaktor Global (Risk

Premia)

Faktor Domestik

(Default Risk)Indonesia 68.9% 31.1%

Braz il 70.3% 29.7%

M exico 70.0% 30.0%

Russia 68.3% 31.7%

India 66.2% 33.8%

Thailand 71.2% 28.8%

Page 8: Kajian CDS Indonesia

BKF Kemenkeu 2013

8

Sumber: diolah

• Setelah mengetahui bahwa CDS lebih banyak dipengaruhi oleh faktor global dibandingkan

dengan faktor country specific, adalah baik untuk menyampaikan temuan dari penelitian

Carr dan Wu (2007) yang menyebutkan bahwa ada kelemahan dalam indikator CDS itu

sendiri. Dengan menggunakan sampel negara Brazil dan Mexico dan berasumsi bahwa

nilai tukar merupakan leading indicator bahwa dalam perekonomian terjadi masalah,

mereka berpendapat bahwa terdapat hubungan yang positif antar nilai tukar dan CDS.

Mereka meneliti varians dari nilai tukar dengan dengan premi CDS dan menemukan

bahwa CDS over estimate terhadap kemungkinan terjadinya default yang mana

ditunjukkan dengan pergerakan premi CDS yang lebih tinggi dari varians nilai tukar itu

sendiri. Selain itu, kelemahan CDS adalah share pasar (nilai kontrak) dari CDS itu sendiri

masih terbilang kecil (misalnya dibandingkan dengan interest derivative) sehingga belum

akan mencerminkan keadaan mayoritas pasar.

2) Pendekatan Kualitatif: Faktor-faktor yang mempengaruhi CDS Indonesia

i. Peringkat hutang luar negeri (sovereign rating)

Sovereign rating merefleksikan pendapat, opini dari agensi rating terhadap kemampuan

pemerintah dalam memenuhi pembayaran obligasi secara penuh dan tepat waktu.

Sovereign rating juga menggambarkan kondisi terkini suatu Negara melalui data-data

yang mereka peroleh seperti kondisi ekonomi, transparansi permodalan, arus investasi

pada pemerintah dan privat, cadangan devisa dan kemampuan suatu Negara dalam

menjaga perekonomian dibalik gejolak politik. Sovereign rating menjadi sangat penting,

mengingat biaya kredit berbagai entitas didalam negeri akan terpengaruh apabila

sovereign rating mengalami degradasi. Terdapat hubungan yang negatif antara premi

CDS dengan sovereign rating, yang berarti negara dengan rating yang lebih rendah rata-

rata membayar premi CDS yang lebih tinggi (Danareksa, 2012).

Grafik 7: CDS dan Sovereign Rating Indonesia

253.2

172.2

137.4

339.1 335.7

162.3173.2 178.7

195.7

S&P on May

2013: BB+

Moody's on Jan

2012: Baa3

130.0

180.0

230.0

280.0

330.0

380.0

0

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013

CDS Average

S&P

Moody's

Investment Grade

2013*

Sumber: Bloomberg, 2013

Grafik diatas merupakan average CDS 5Y Indonesia dari tahun 2005-2013*. Dari Grafik

terlihat bahwa posisi Investment grade yang dicapai Indonesia, juga turut menurunkan

nilai CDS meskipun terjadi unexpected conditions yaitu krisis global yang masih dalam

tahap pemulihan hingga saat ini. Kemampuan suatu negara dalam memperbaiki posisi

sovereign rating nya mendorong penurunan spread CDS.

Page 9: Kajian CDS Indonesia

BKF Kemenkeu 2013

9

ii. Rasio utang terhadap PDB

Rasio utang yang rendah terhadap PDB mendorong nilai CDS untuk turun. Faktor

fundamental ini sangat dominan dalam mendorong pergerakan CDS karena

kemampuan suatu negara dalam membayar utangnya tidak hanya menandakan bahwa

negara tersebut cukup sehat secara fiskal, namun juga memiliki manajemen anggaran

yang baik dan prudent serta menjadi informasi yang diperhitungkan oleh pelaku bisnis.

Faktor ini sesuai dengan laporan IMF (2013), yang mengkonfirmasi pergerakan spread

CDS dipengaruhi oleh faktor-faktor fundamental ekonomi, salah satunya adaalah rasio

utang terhadap PDB.

Grafik 8: CDS Indonesia dan total debt to GDP ratio

15.00

20.00

25.00

30.00

35.00

40.00

45.00

50.00

100.0

150.0

200.0

250.0

300.0

350.0

400.0

2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012

total debt to gdp

CDS Average

Sumber: Bloomberg, 2013

iii. Rasio cadangan devisa terhadap PDB.

Cadangan devisa diperlukan dalam menjaga ketersediaan likuiditas domestik. Grafik

dibawah menjelaskan bahwa nilai CDS average akan relatif turun ketika besaran rasio

cadangan devisa terhadap PDB cukup baik. Oleh karena itu, BI perlu menjaga kecukupan

likuiditas tanpa melewatkan aspek solvabilitas.

Grafik 9: CDS Indonesia dan Cadev

0.00

2.00

4.00

6.00

8.00

10.00

12.00

14.00

16.00

0.0

50.0

100.0

150.0

200.0

250.0

300.0

350.0

400.0

2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012

Reserve to GDP ratio (%)

CDS Average

Sumber: Bloomberg, 2013

Page 10: Kajian CDS Indonesia

BKF Kemenkeu 2013

10

G. Kesimpulan dan Rekomendasi

1. Dari uji dekomposisi PCA dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

a. Komposisi faktor domestik (default risk) dalam pergerakan spread CDS Indonesia

pada periode Januari 2004 – Desember 2013 adalah sebesar 31,1%, dan komposisi

faktor global (risk premia) sebesar 68,9%;

b. Secara agregat, peran risk premia lebih besar daripada peran default risk dalam

menentukan pergerakan CDS Indonesia, yang artinya faktor global lebih

menentukan naik turunnya spread CDS Indonesia. Hasil temuan ini searah dengan

riset-riset terdahulu yang juga menemukan besarnya peran faktor global

dibandingkan dengan faktor domestik dalam menentukan pergerakan CDS. Melihat

kondisi ekonomi dunia yang masih belum stabil pasca krisis, sejalan dengan

tingginya spread CDS Indonesia saat ini. Disisi lain, dapat pula dilihat bahwa CDS

yang ada saat ini, ternyata lebih banyak digunakan sebagai instrumen derivatif

dibandingkan proteksi, yang mana player dari pasar CDS lebih banyak berasal dari

luar negeri. Begitu pula dengan risiko, sejak CDS berfungsi sebagai instrumen

pengalihan risiko, maka pelaku pasar CDS kurang mementingkan risiko domestik dari

penerbit obligasi/produk.

c. Analisis diskriptif dilakukan guna menjelaskan potensi perubahan pergerakan CDS

dari adanya pergerakan faktor-faktor domestik tahunan. Faktor domestik yang

dijelaskan secara dekspritif antara lain perubahan sovereign rating dari lembaga

rating luar negeri, rasio utang terhadap PDB, dan rasio cadangan devisa terhadap

terhadap PDB. Dari pembahasan diatas juga ditemukan adanya pergerakan yang

linear antara variabel domestik diatas dengan spread CDS. Hal ini mengkonfirmasi

temuan IMF (2013) dimana spread CDS sangat responsif terhadap perubahan

fundamental ekonomi, struktur mikro pasar dan faktor global.

2. Dengan dominannya faktor global dalam mempengaruhi CDS, tentunya semakin mendorong

Pemerintah untuk selalu memperhatikan perkembangan ekonomi global yang dinamis.

Selain itu, perlunya kebijakan yang bersifat struktural terhadap ekonomi domestik sebagai

tindakan antisipasi terhadap perkembangan ekonomi dunia tersebut. Salah satu contoh hal

yang perlu dicermati misalnya komposisi kepemilikan asing di aset keuangan Indonesia yang

cukup besar. Hal ini dapat memicu adanya capital outflow yang massive ketika gejolak

terjadi dan mempengaruhi perspektif resiko investor terhadap Indonesia.

3. Tanpa mengabaikan keterbatasannya, CDS merupakan instrumen yang berguna dalam

manajemen risiko. Adanya CDS dapat mendorong transparansi mengenai kondisi

perkreditan suatu negara dan sekaligus sebagai sumber informasi bagi investor, bankir, dan

stakeholder terkait. CDS perlu untuk dimonitor secara berkala oleh otoritas moneter dan

fiskal sebagai indikator masukan dan menjadi pertimbangan jangka pendek dalam

merespons kondisi perekonomian.

4. Dapat dikaji juga lebih jauh tentang kemungkinan peran-peran lembaga penyedia CDS di

pasar domestik, persepsi investor terhadap pasar CDS Indonesia dan perkembangan

regulasinya agar pemanfaatan CDS tepat guna dan terhindar dari praktik fraudulence.

Page 11: Kajian CDS Indonesia

BKF Kemenkeu 2013

11

Referensi:

• Ariefianto, M. D. Dan Soepomo, S., 2011, “Analisa Sovereign Risk Negara Berkembang:

Temuan Dari Perilaku Premi Credit Default Swap”, Buletin Ekonomi Dan Moneter.

• Bank For International Settlement (BIS), 2005, “Contractual Terms and CDS Pricing”, BIS

Quarterly Review On March 2005;

• Carr, P., Dan Wu, L., 2007, ”Theory And Evidence on The Dynamic Interactions Between

Sovereign Credit Swaps and Currency Option”, Vol. 31, Hal 2383-2403.

• Danareksa Weekly Report, 2012, “Debt Research Report”, Danareksa Indonesia;

• European Central Bank, 2009, “Credit Default Swaps and Counterparty Risk”, Occasional

Paper Series, August;

• European Central Bank, 2009, “Domestic Financial Development in Emerging Economies:

Evidence and Implications”, Occasional Paper Series, April;

• Houweling, P., & Vorst, T., 2005, “Pricing Default Swaps: Empirical Evidence”, Journal of

International Money and Finance, 24, 1200-1225;

• ICE, 2010, “Global Credit Derivatives Market Overview: Evolution, Standardization, and

Clearing”, Intercontinental Exchange Inc. Europe;

• International Monetary Fund (IMF), 2013, “Global Financial Stability Report on April 2013 on:

Chapter 2: A New Look at the Role of Sovereign Credit Default Swap”, IMF;

• Matsumura, M.S. dan Vicente, J.V.M, 2010, “The Role of Macroeconomic Variables in

Sovereign Risk”, Emerging Markets Review, 11, Hal 229-249.

• Nomura Fixed Income Research, 2004, “Credit Default Swap Primer”, Nomura Japan;

• Remolona, E. Et.Al., 2008, “The Dynamic Pricing of Sovereign Risk in Emerging Markets:

Fundamentals and Risk Aversion”, Journal of Fixed Income, 17, 57-71;

• Romli M., 2012, “Analisis Empiris atas Risiko Kredit Pemerintah Indonesia dan Peers

Countries dengan Extensive Dataset Credit Default Swaps”, Graduate School Of

Management, Universitas Indonesia, Jakarta;

• Trianto, Et.Al., 2013, “Default Risk of Indonesian Government Bond”, Ritsumeikan Asia

Pacific University, Japan;

• Weigel, D.D. Dan Gemmill, G., 2006, “What Drives Credit Risk in Emerging Markets? The

Roles of Country Fundamentals and Market Co-Movements”, Journal of International

Money and Finance, 25, Hal 476-502.

Referensi Lainnya:

• Presentasi:

o Heijmans, Pamela, et al., 2010, “Credit Default Swaps”, Princeton University;

• Publikasi Aturan BI:

o Peraturan Bank Indonesia No: 12/ 9 /PBI/2010, “TENTANG PRINSIP KEHATI-HATIAN

DALAM MELAKSANAKAN AKTIVITAS KEAGENAN PRODUK KEUANGAN LUAR NEGERI

OLEH BANK UMUM”

o Peraturan Bank Indonesia No: 11/ 26 /PBI/2009, “TENTANG PRINSIP KEHATI-HATIAN

DALAM MELAKSANAKAN KEGIATAN STRUCTURED PRODUCT BAGI BANK UMUM”.

• ISDA:

o ISDA website: http://www.isdacdsmarketplace.com/about_cds_market/how_cds_work,

diakses pada 28 Desember 2013, pukul 23.55 WIB;

o ISDA website: http://www.isdacdsmarketplace.com/about_cds_market/cds_faq, diakses

pada 28 Desember 2013, Pukul 23.55 WIB;

Page 12: Kajian CDS Indonesia

BKF Kemenkeu 2013

12

o ISDA website: http://www.isda.org/press/press040809.html, diakses pada 29 Desember

2013, Pukul 09.25 WIB;

o ISDA publications: http://www.isda.org/membership/isdamemberslist.pdf, diakses pada

29 Desember 2013, Pukul 10.00 WIB;

o ISDA website:

http://www.isdacdsmarketplace.com/market_overview/understanding_notional_amoun

t, diakses pada 29 Desember 2013, Pukul: 11.01 WIB

o ISDA publications: http://www2.isda.org/regions/asia-

pacific/ISDA_APAC_monthlyupdate, diakses pada 29 Desember 2013, Pukul 10.43 WIB