kajian angklung buhun masyarakat baduy sebagai …

12
Vol. 1 No. 3 – November 2020 260 P-ISSN: 2716-215X E-ISSN: 2722-5283 KAJIAN ANGKLUNG BUHUN MASYARAKAT BADUY SEBAGAI SUMBER PENCIPTAAN TYPEFACE Oleh: Diean Arjuna D 1 , Siti Dewi Permata Sari 2 Universitas Mercu Buana Jakarta [email protected] 1 ABSTRAK Angklung adalah kesenian alat musik multitonal (bernada ganda) yang secara tradisional berkembang dalam masyarakat sunda di Jawa Barat. Alat musik ini dibuat dari bambu serta dibunyikan dengan cara digoyangkan (bunyi di sebabkan oleh benturan badan pipa bambu) sehingga menghasilkan bunyi yang bergetar sesuai susunan nada. Asal usul terciptanya musik bambu Angklung berdasarkan pada pandangan hidup masyarakat Sunda yang agraris (bersifat pertanian) dengan sumber kehidupan dari padi sebagai makanan pokoknya. Angklung memiliki banyak jenis salah satunya berasal dari Kanekes milik masyarakat Baduy yang dianggap sebagai sisa-sisa masyarakat Sunda asli yang masih menerapkan angklung sebagai bagian dari ritual mengawali penanaman padi. Dengan menggunakan ritual serta memiliki aturan dalam permainannya, waktu yang digunakan juga memiliki aturan, hal ini bermaksud untuk melestarikan adat yang masih kental di masyarakat Baduy. Penelitian ini berusaha menelaah angklung buhun lebih dalam lagi untuk mencari nilai-nilai serta bentuk asli yang diterapkan pada angklung ini. Penelitian dikhususkan pada eksistensi bentuk serta nilai dari angklung buhun sebagai sumber penciptaan typeface bermuatan budaya, dengan menggunakan metode deskriptif analitis. Diharapkan penelitian ini dapat menjadi salah satu acuan dalam pengembangan dan penciptaan typeface bermuatan budaya serta menjadikan alat untuk tetap mempertahankan eksistensi produk budaya khususnya pada alat musik angklung asli baduy. Kata Kunci: Angklung Buhun, Baduy, Typeface, Alat Musik

Upload: others

Post on 21-Nov-2021

10 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: KAJIAN ANGKLUNG BUHUN MASYARAKAT BADUY SEBAGAI …

Vol. 1 No. 3 – November 2020

260

P-ISSN: 2716-215X E-ISSN: 2722-5283

KAJIAN ANGKLUNG BUHUN MASYARAKAT BADUY SEBAGAI SUMBER PENCIPTAAN

TYPEFACE Oleh:

Diean Arjuna D1, Siti Dewi Permata Sari2 Universitas Mercu Buana Jakarta

[email protected]

ABSTRAK

Angklung adalah kesenian alat musik multitonal (bernada ganda) yang

secara tradisional berkembang dalam masyarakat sunda di Jawa Barat. Alat musik

ini dibuat dari bambu serta dibunyikan dengan cara digoyangkan (bunyi di

sebabkan oleh benturan badan pipa bambu) sehingga menghasilkan bunyi yang

bergetar sesuai susunan nada. Asal usul terciptanya musik bambu Angklung

berdasarkan pada pandangan hidup masyarakat Sunda yang agraris (bersifat

pertanian) dengan sumber kehidupan dari padi sebagai makanan pokoknya.

Angklung memiliki banyak jenis salah satunya berasal dari Kanekes milik

masyarakat Baduy yang dianggap sebagai sisa-sisa masyarakat Sunda asli yang

masih menerapkan angklung sebagai bagian dari ritual mengawali penanaman

padi. Dengan menggunakan ritual serta memiliki aturan dalam permainannya,

waktu yang digunakan juga memiliki aturan, hal ini bermaksud untuk melestarikan

adat yang masih kental di masyarakat Baduy.

Penelitian ini berusaha menelaah angklung buhun lebih dalam lagi untuk

mencari nilai-nilai serta bentuk asli yang diterapkan pada angklung ini. Penelitian

dikhususkan pada eksistensi bentuk serta nilai dari angklung buhun sebagai

sumber penciptaan typeface bermuatan budaya, dengan menggunakan metode

deskriptif analitis. Diharapkan penelitian ini dapat menjadi salah satu acuan dalam

pengembangan dan penciptaan typeface bermuatan budaya serta menjadikan

alat untuk tetap mempertahankan eksistensi produk budaya khususnya pada alat

musik angklung asli baduy.

Kata Kunci: Angklung Buhun, Baduy, Typeface, Alat Musik

Page 2: KAJIAN ANGKLUNG BUHUN MASYARAKAT BADUY SEBAGAI …

Diean Arjuna D IMAGINARIUM Vol. 1 No. 3 - November 2020 Siti Dewi Permata Sari

Copyright © 2020, Jurnal IMAGINARIUM, P-ISSN:2716-215X E-ISSN: 2722-5283 261

PENDAHULUAN

Indonesia memiliki banyak keberagaman budaya yang beragam dan tersebar

di setiap provinsi dan daerah-daerah, mulai dari rumah adat, upacara adat, aksara,

teater dan drama, tarian, lagu, musik, seni pertunjukan, seni gambar dan lukis, seni

patung, pakaian adat, seni suara, kesusastraan, masakan, agama, filsafat, perayaan

publik, serta film. Macam-macam kebudayaan yang ada memiliki ciri dan khas nya

masing-masing sesuai dengan tempat daerah tinggal masyarakat nya.

Salah satu produk budaya tersebut adalah berupa alat musik dari Kanekes,

Leuwidamar, Kabupaten Lebak, Banten yaitu Angklung Buhun yang lahir bersama

hadirnya masyarakat Baduy Dalam pada abad ke-5, sehingga kesenian ini memiliki

makna tersendiri bagi masyarakat setempat dalam mempertahankan eksistensi

hingga saat ini. Kesenian Angklung Buhun tidak dapat dijumpai setiap harinya,

biasanya kesenian ini hanya dijumpai pada saat acara tertentu dan dimainkan hanya

satu kali setiap tahunnya, dengan menggunakan gaya yang sama pada saat

pementasannya. Pada upacara musim tanam berlangsung, agar dapat berjalan lancar

serta diberi berkah dengan hasil yang melimpah, kesenian ini diawali dengan

pembacaan doa serta pemberian sajen oleh kuncen/pawang, biasanya upacara ini

hanya dimainkan oleh kaum laki-laki yang melibatkan duabelas pemusik agar dapat

dimainkan, proses ini dinamai angklung tarian sembilan.

Angklung adalah kesenian alat musik multitonal (bernada ganda) yang secara

tradisional berkembang dalam masyarakat sunda di Jawa Barat. Alat musik ini dibuat

dari bambu serta dibunyikan dengan cara digoyangkan (bunyi di sebabkan oleh

benturan badan pipa bambu) sehingga menghasilkan bunyi yang bergetar sesuai

susunan nada. Asal usul terciptanya musik bambu Angklung berdasarkan pada

pandangan hidup masyarakat Sunda yang agraris (bersifat pertanian) dengan sumber

kehidupan dari padi sebagai makanan pokoknya. Angklung memiliki banyak jenis

salah satunya berasal dari Kanekes milik masyarakat Baduy yang dianggap sebagai

sisa-sisa masyarakat Sunda asli yang masih menerapkan angklung sebagai bagian dari

ritual mengawali penanaman padi. Dengan menggunakan ritual serta memiliki aturan

Page 3: KAJIAN ANGKLUNG BUHUN MASYARAKAT BADUY SEBAGAI …

Diean Arjuna D IMAGINARIUM Vol. 1 No. 3 - November 2020 Siti Dewi Permata Sari

Copyright © 2020, Jurnal IMAGINARIUM, P-ISSN:2716-215X E-ISSN: 2722-5283 262

dalam permainannya, waktu yang digunakan juga memiliki aturan, hal ini bermaksud

untuk melestarikan adat yang masih kental di masyarakat Baduy.

Pada bulan September sampai dengan Oktober 2019, Angklung Buhun di

keluarkan pada penyimpanannya, dimainkan setiap malamnya sebagai tontonan

serta hiburan guna pelestarian bagi masyarakat Baduy. Biasanya Angklung Buhun

dimainkan selama 2 bulan setiap malam sehabis isya, setelah dua bulan berlangsung

Angklung Buhun akan disimpan di balai Desa dalam jangka waktu enam bulan pada

saat itu angklung tidak dapat dipertontonkan atau dimainkan. Tidak ada proses

regenerasi pada angklung, untuk anak yang berusia 2 setengah tahun sudah di

perkenalkan alat musik ini sebagai pengenalan kesenian dan upacara adat untuk masa

tanam berlangsung serta anak usia dini sudah harus dapat memainkannya, bila terjadi

kerusakan pada Angklung Buhun biasa nya dapat diperbaiki oleh dewasa berusia 25

tahun yang memang diwajibkan dapat membuat Angklung Buhun, hal tersebut sudah

diwajibkan oleh kepala spiritual masyarakat Baduy yang biasa masyarakat Baduy

menyebutnya Pu’un.

Dalam kehidupan sehari-hari, manusia selalu berhubungan dengan Tipografi

baik disengaja atau tidak, setiap hari manusia selalu melihat dan membaca teks,

tulisan yang berada disuatu produk, poster iklan, koran, lebel pakaian, dan

sebagainya. Dalam tipografi terdapat istilah typeface yang merupakan huruf dengan

karakteristik yang lebih difokuskan pada desain bentuk huruf yang digunakan.

Fenomena yang terjadi saat ini, beberapa penerapan tipografi dan typeface pada

karya desain seperti poster, banner, atau sosial media bersumber pada produk-

produk budaya. Fenomena gaya Typeface seperti ini biasa dikenal dengan typeface

bermuatan budaya.

Berdasarkan pada fenomena diatas Penelitian ini berusaha menelaah

angklung buhun lebih dalam lagi untuk mencari nilai-nilai serta bentuk asli yang

diterapkan pada angklung ini. Penelitian dikhususkan pada eksistensi bentuk serta

nilai dari angklung buhun sebagai sumber penciptaan typeface bermuatan budaya,

dengan menggunakan metode deskriptif analitis. Diharapkan penelitian ini dapat

menjadi salah satu acuan dalam pengembangan dan penciptaan typeface bermuatan

Page 4: KAJIAN ANGKLUNG BUHUN MASYARAKAT BADUY SEBAGAI …

Diean Arjuna D IMAGINARIUM Vol. 1 No. 3 - November 2020 Siti Dewi Permata Sari

Copyright © 2020, Jurnal IMAGINARIUM, P-ISSN:2716-215X E-ISSN: 2722-5283 263

budaya serta menjadikan alat untuk tetap mempertahankan eksistensi produk

budaya khususnya pada alat musik angklung asli baduy.

Pertanyaan mendasar tersebut diuraikan dalam poin-poin sebagai berikut:

1. Bagaimanakah eksistensi angklung buhun?

2. Bagaimanakah struktur bentuk angklung buhun?

3. Bagaimanakah proses penciptaan typeface berdasarkan bentuk dari objek

angklung?.

PEMBAHASAN

Instrumen musik angklung terdapat tiga buah bedug yang terdiri dari:

Gambar 1. Instrumen Bedug

1. “bedug” panjang 60 cm, garis tengah 40 cm.

2. “Talinting” panjang 50 cm, garis tengah 30 cm

3. ”Ketug” panjang 50 cm, garis tengah 25 cm

3 buah bedug ini hanya sebagai penghentak nada untuk mempertegas irama secara keseluruhan.

Terdapat 9 buah Angklung dengan fungsi anatara lain;

Gambar 2. Angklung buhun

1. Indung, diabadikan pada suara katak

2. Ringkung, diabadikan pada suara hujan

3. Dongdong, diabadikan pada suara ungags

Page 5: KAJIAN ANGKLUNG BUHUN MASYARAKAT BADUY SEBAGAI …

Diean Arjuna D IMAGINARIUM Vol. 1 No. 3 - November 2020 Siti Dewi Permata Sari

Copyright © 2020, Jurnal IMAGINARIUM, P-ISSN:2716-215X E-ISSN: 2722-5283 264

4. Engklok, diabadikan pada suara suara air mengalir

5. Indung leutik, diabadikan pada suara air mengalir

6. Trolok, diabadikan pada suara air

7. Reog I dan Reog II, sebagai nada dasar

Ukurannya dari 1,20 m sampai 60 cm secara turun tangga. Perbedaannya hanya

besar kecilnya tambang bambu, sedangkan ukuran tinggi hanya berbeda 10-15 cm.

Alunan yang dipantulkan berbeda-beda pada tiap bentuk nya.

Gambar 3. Ujung angklung

Setiap ujung angklung diberi daun pelah 7-9 helai yang diikat sebagai tumbal

keselamatan, itulah syarat yang diikatkan pada tiap-tiap kepala angklung. Setelah

semua nya memenuhi syarat, baru semua di setel sesuai nama masing-masing dan

nada nya harus tepat. Baru dilakukan pengasapan dengan kemenyan yang disertai

mantera-mantera, guna punya pamor bisa memikat penonton.

Angklung ini tidak memiliki regenerasi, akan tetapi bila terjadinya kerusakan

dapat dibuat kembali. Anak laki-laki yang sudah berusia 2.5 tahun sudah dibekali

belajar membuat angklung, dengan tujuan ahli waris guna mempertahankan adat

yang ada. Laki-laki dewasa berusia 25 tahun diwajibkan dapat membuat Angklung

Buhun, maka dari itu tiap masyarakat Baduy Dalam dapat membuat Angklung Buhun.

Angklung ini juga tidak boleh sembarang di mainkan, hanya pada malam sehabis isya

baru dapat di mainkan sebagai sarana tontonan atau hiburan bagi warga Baduy Dalam

pada tiap 2 bulan. Bila masa 2 bulan telah usai, mereka harus menunggu 6 bulan

kembali untuk menyaksikan Angklung ini. Angklung ini biasanya di simpan di balai

desa. Seperti yang sudah diungkapkan kang Iman pada saat diwawancarai

mengatakan jika dua bulan sudah selesai dimainkan, angklung akan disimpan di Balai

Page 6: KAJIAN ANGKLUNG BUHUN MASYARAKAT BADUY SEBAGAI …

Diean Arjuna D IMAGINARIUM Vol. 1 No. 3 - November 2020 Siti Dewi Permata Sari

Copyright © 2020, Jurnal IMAGINARIUM, P-ISSN:2716-215X E-ISSN: 2722-5283 265

desa. Angklung akan disimpan selama enam bulan lamanya, setelah enam bulan

angling baru boleh dimainkan kembali selama dua bulan.

Eksistensi Angklung Buhun

Kesenian ini mempunyai arti penting, karna lahir bersamaan dengan Baduy yang

menjadikan satu-kesatuan dari masyarakat nya. Berladang dan berkebun adalah

sumber penghidupan Baduy, sudah menjadi tradisi adat bagi masyarakat untuk dapat

berladang dari usia belia hingga sudah berkeluarga. Sedari usia 2 tahun anak dari

masyarakat Baduy dibekali golok, guna menjaga diri dari bahaya, mencari makan, dan

berladang. Bila musim tanam berlangsung masyarakat tidak kembali ke rumah

masing-masing melainkan berada di ladang. Dan bila kelelahan mereka berteduh di

saung dekat ladang yang sedang digarap.

Angklung Buhun juga merupakan kesenian sebagai pertanda kepada warga

nya, bila musim hujan sudah tiba. Masa tanam dilakukan dengan tepat pengerjaan

dalam pelaksanaan tepat waktu. Membuka ladang dengan menebang pohon dan

membabat semak belukar, pembukaan ladang menggunakan api yang dilakukan oleh

kepala spiritual masyarakat Baduy.

Tempat tinggal masyarakat Baduy tidak terlalu jauh dengan warga sekitar,

sehingga eksistensi nya sampai pada khalayak umum. 98% warga setempat

mengetahui keberadaan Angklung Buhun masyarakat Baduy, serta kegunaan nya

juga. Citra Angklung Buhun lekat pada warga sekitar yang bermukim dekat dengan

Baduy. Hidup berdampingan dengan masyarakat Baduy membuat kehidupan warga

sekitar menjadi lebih merasakan kesederhanaan, yang dibuktikan lewat kehidupan

yang serba berkecukupan dan tidak mengeluh kekurangan. Hal ini menjadikan

masyarakat Baduy untuk hidup mandiri, tidak bergantung dengan pemerintah dan

hanya menjadikan alam sebagai sumber penghidupan yang telah diajarkan oleh para

leluhur.

Struktur Bentuk Angklung Buhun

Sebelum panen dimulai, ada serangkaian proses adat yang harus dilakukan

yakni upacara tanam padi yakni dengan menggunakan Angklung Buhun. Dengan

Page 7: KAJIAN ANGKLUNG BUHUN MASYARAKAT BADUY SEBAGAI …

Diean Arjuna D IMAGINARIUM Vol. 1 No. 3 - November 2020 Siti Dewi Permata Sari

Copyright © 2020, Jurnal IMAGINARIUM, P-ISSN:2716-215X E-ISSN: 2722-5283 266

jumlah pemain laki-laki nya harus 12 orang, 9 orang memegang angklung dan 3

lainnya memegang bedug. Ada serangkaian doa sebelum dimulainya upacara ini,

acara berjalan dengan sakral, penuh hikmat, dan suka cita.

Instrumen nya terdiri dari 3 buah bedug yang terdiri dari:

Gambar 4. Bedug Instrument

1.“bedug” panjang 60 cm, garis tengah 40 cm

2.“Talinting” panjang 50 cm, garis tengah 30 cm

3.“Ketug” panjang 50 cm, garis tengah 25 cm

3 buah bedug hanya sebagai penghentak nada untuk mempertegas irama secara keseluruhan. Dan 9 buah Angklung diantaranya :

Gambar 5. Angklung buhun dan Jaro Saija, Angklung buhung indung, angklung buhung dan angklung reog

Bentuk dari angklung Indung berukuran 1,20 m, tetapi ukuran dari besar

angklung tidak digunakan sebagai inspirasi desain. Bentuk dari pengikat antar bambu

akan dijadikan opsional untuk diolah lagi sehingga menampilkan typeface yang tidak

rumit dengan memperhatikan readability dan legibility karna typeface yang

dirancang diharap dapat digunakan sebagai bodytext.

Bentuk dari angklung Reog memiliki ukuran terkecil dari jumlah keseluruhan,

unsur bentuk nya tak jauh beda dengan jenis angklung sejenis nya. Unsur bentuk daun

Page 8: KAJIAN ANGKLUNG BUHUN MASYARAKAT BADUY SEBAGAI …

Diean Arjuna D IMAGINARIUM Vol. 1 No. 3 - November 2020 Siti Dewi Permata Sari

Copyright © 2020, Jurnal IMAGINARIUM, P-ISSN:2716-215X E-ISSN: 2722-5283 267

pelah dapat diolah lagi menjadi sumber eksplorasi sehingga menampilkan typeface

yang tidak rumit dengan memperhatikan readability dan legibility. Bentuk dari daun

pelah yang sangat khas ini diharap dapat menjadi peluang untuk memperkaya

keragaman tipografi dengan unsur kearifan lokal yang tergolong masih sedikit di

Indonesia

Detail badan angklung dapat diolah sebagai sumber eksplorasi sebagai

bodytext. Typeface ini akan terdiri dari dua set, pertama A-Z (uppercase) saja dan yang

kedua huruf a-z (lowercase), angka, simbol, dan tanda baca.

1. Indung, diabadikan pada suara katak

2. Ringkung dan Gimping diabadikan pada suara hujan dan angin

3. Dongdong, diabadikan pada suara unggas

4. Engklok, diabadikan pada suara suara air mengalir

5. Indung leutik, diabadikan pada suara air mengalir

6. Trolok, diabadikan pada suara air

7. Reog I dan Reog II, sebagai nada dasar

Ukurannya dari 1,20 m sampai 60 cm secara turun tangga. Perbedaannya hanya

besar kecilnya tambang bambu, sedangkan ukuran tinggi hanya berbeda 10-15 cm.

Alunan yang di pantulkan berbeda-beda pada tiap bentuk nya.

Setiap ujung angklung diberi daun pelah 7-9 helai yang diikat sebagai tumbal

keselamatan, itulah syarat yang diikatkan pada tiap-tiap kepala angklung. Setelah

semua nya memenuhi syarat, baru semua di setel sesuai nama masing-masing dan

nada nya harus tepat. Baru dilakukan pengasapan dengan kemenyan yang disertai

mantera-mantera, guna punya pamor bisa memikat penonton.

Angklung ini tidak memiliki regenerasi, akan tetapi bila terjadinya kerusakan

dapat dibuat kembali. Anak laki-laki yang sudah berusia 2.5 tahun sudah dibekali

belajar membuat angklung, dengan tujuan ahli waris guna mempertahankan adat

yang ada. Laki-laki dewasa berusia 25 tahun diwajibkan dapat membuat Angklung

Buhun, maka dari itu tiap masyarakat Baduy Dalam dapat membuat Angklung Buhun.

Angklung ini juga tidak boleh sembarang di mainkan, hanya pada malam sehabis isya

baru dapat di mainkan sebagai sarana tontonan atau hiburan bagi warga Baduy Dalam

Page 9: KAJIAN ANGKLUNG BUHUN MASYARAKAT BADUY SEBAGAI …

Diean Arjuna D IMAGINARIUM Vol. 1 No. 3 - November 2020 Siti Dewi Permata Sari

Copyright © 2020, Jurnal IMAGINARIUM, P-ISSN:2716-215X E-ISSN: 2722-5283 268

pada tiap 2 bulan. Bila masa 2 bulan telah usai, mereka harus menunggu 6 bulan

kembali untuk menyaksikan Angklung ini. Angklung ini biasanya di simpan di balai

desa. “kalo 2 bulan udah abis, angklung langsung disimpen di balai desa. Jadi per 6

bulan di simpen. Pas abis 6 bulan, angklung boleh dimainin selama 2 bulan. Tapi

malem, abis isya hehe” (wawancara Iman).

Produksi Angklung ini hanya dilakukan oleh Baduy Dalam, 9 angklung dihargai

kisaran enam juta rupiah dan hanya di jual belikan untuk Baduy Luar, dikarnakan

warganya tidak ada yang dapat membuat Angklung Buhun ini. Proses jual beli

angklung ini penting untuk warga Baduy Luar, karna untuk prosesi upacara tanam bila

waktu nya sudah tiba.

Proses Awal Pembentukan karakter typeface

Untuk mencari karakter typeface yang dinginkan perlu dilakukan stilasi bentuk

atau penyederhanaan bentuk agar objek yang menjadi sumber perancangan bisa

dibentuk berdasarkan kaidah tipografi. Berikut alternatif sketsa yang telah dilakukan

proses stilasi bentuk.

Gambar 6. Sketsa Alternatif 1, 2 dan 3

v

Gambar 7. Digitalisasi Alternatif 1, 2 dan 3

Page 10: KAJIAN ANGKLUNG BUHUN MASYARAKAT BADUY SEBAGAI …

Diean Arjuna D IMAGINARIUM Vol. 1 No. 3 - November 2020 Siti Dewi Permata Sari

Copyright © 2020, Jurnal IMAGINARIUM, P-ISSN:2716-215X E-ISSN: 2722-5283 269

Metode yang digunakan dalam penciptaan typeface baru dalam menerapkan

unsur-unsur atau bagian ornament ragam hias angklung buhun dalam latin (huruf

dasar) yaitu eksperimentasi dan eksplorasi bebas dengan mempertimbangkan kaidah

tipografi seperti readability dan legibility. Hasil eksplorasi pada sketsa pertama

dengan menggunakan jenis huruf serif yaitu jenis huruf yang terdapat kait pada

ujungnya.

Proses eksplorasi pada sketsa kedua langsung menggunakan pendekatan unsur

daun Pelah yang menjadi ciri khas dari Angklung Buhun, dengan proses stilasi bentuk

dan tetap menjaga karakteristik serta estetika bentuk.

Pada alternatif ini terdapat gaya dekoratif yang menjadi karakter dari anatomi

huruf. Pendekatan ini melalui proses stilasi, deformasi, dan transformasi dari bentuk

daun Pelah. Terbentuknya karakter huruf tidak lepas dari aspek estetika, readability

dan legibility yang baik. Proses pembentukan anatomi dengan menjadikan huruf

masuk ke jenis sans serif yang mempunyai kesan modern dan menjadi sketsa

rancangan terpilih yang bisa digunakan dan dikembangkan.

Setelah melalui telaah proses desain pada ketiga sketsa, telah terpilih sketsa 3

sebagai final desain typeface Angklung Buhun. Proses yang digunakan dalam

menciptakan typeface ini yaitu dengan mengeksplorasi dari bentuk karakteristik

angklung buhun dan menerapkannya kedalam anatomi huruf. Pada prosesnya

melalui penyederhanaan visual dari ujung dari daun pelah dan khas dari lekukan

angklung sehingga mendapatkan karakteristik dari huruf yang dihasilkan dengan

mengedepankan aspek estetika, legibility, readability .

Gambar 8. Typeface Uppercase.

Page 11: KAJIAN ANGKLUNG BUHUN MASYARAKAT BADUY SEBAGAI …

Diean Arjuna D IMAGINARIUM Vol. 1 No. 3 - November 2020 Siti Dewi Permata Sari

Copyright © 2020, Jurnal IMAGINARIUM, P-ISSN:2716-215X E-ISSN: 2722-5283 270

PENUTUP

Dari hasil penelitian, diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

Berdasarkan eksistensi angklung buhun pada wilayah di luar Baduy, 98%

masyarakat umum mengetahui keberadaan Angklung Buhun sebagai ritual upacara

tanam padi sebagai doa meminta kesuburan agar mendapat hasil yang berlimpah

serta berkah. Dari hasil ini menunjukan bahwa eksistensi Angklung Buhun sudah

cukup diketahui oleh masyarakat umum pada luar Baduy, penelitian eksistensi

angklung ini berpotensi sebagai landasan perancangan karya identitas yang lebih luas

lagi dengan mengaplikasikan typeface pada media atau konten-konten pariwisata

agar potensi produk budaya setempat tetsp terjaga.

Struktur bentuk yang dibuat merupakan hasil dari kembalinya pada alam,

yakni dengan menggunakan suara katak dan air. Menjadikan laras seperti pestanya

katak yang sedang bersuka ria di musim hujan. Struktur bentuk angklung ditinjau

sebagai landasan karya perancangan yang tidak hanya memberikan identitas produk

budaya setempat, juga bisa dijadikan alat komunikasi sebagai sarana promosi budaya.

Studi perkembangan tipografi penting dilakukan sebagai riset referensi untuk

mendapatkan data typeface yang telah ada dan dirancang termasuk mempelajari

bagaimana proses perancangannya, sekaligus bagaimana memahami pembentukan

karakter dengan memasukkan unsur estetika tetapi tetap menjaga konsistensi huruf

agar tetap mudah di baca dan diaplikasikan pada media.

Page 12: KAJIAN ANGKLUNG BUHUN MASYARAKAT BADUY SEBAGAI …

Diean Arjuna D IMAGINARIUM Vol. 1 No. 3 - November 2020 Siti Dewi Permata Sari

Copyright © 2020, Jurnal IMAGINARIUM, P-ISSN:2716-215X E-ISSN: 2722-5283 271

DAFTAR PUSTAKA

Maharsi, Indiria. (2013). Tipografi Setiap Font Memiliki Makna Dan Arti. Yogyakarta:

Caps Publishing.

Santoyo, Sadjiman, Ebdi. (2009). Nirmana Elemen Elemen Seni dan Desain.

Yogyakarta: Jalasutra.

Tinarbuko, Sumbo. (2009). Semiotika Komunikasi Visual. Jogyakarta: Jalasutra

Anggraini, L, dan Kirana, N. (2014). Desain Komunikasi Visual Dasar Dasar Panduan

Untuk Pemula. Bandung: Nuansa Cendekia.

Noordyanto, Naufan. (2015). Fungsi dan Makna Tipografi Bermuatan Budaya Dalam

Merespon Kebudayaan. DEKAVE, 8(2),47 - 49 .

Hermawan, Deni. (2013). Angklung Sunda Sebagai Wahana Industri Kreatif dan

Pembentukan Karakter Bangsa. SENI & BUDAYA PANGGUNG, 23(2), 174 - 175