ka redoks (iodometri)

4

Click here to load reader

Upload: anto-suryanto

Post on 14-Jul-2016

13 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

Reaksi Redoks

TRANSCRIPT

Page 1: KA Redoks (Iodometri)

6. PEMBAHASAN

Iodometri merupakan nalisa titrimetrik yang secara tidak langsung untuk zat yang bersifat oksidator seperti besi III, tembaga II. Zat-zat ini akan mengoksidasi iodide yang di tambahkan membentuk iodium. Iodiun yang terbentuk ditentukan dengan menggunakan larutan baku natium tiosulfat (Na2S2O3).

Cara iodometri dapat digunakan untuk menentukan kadar iodium dalam garam. Pada oksidator atau garam yang ditambahkan larutan KI dan H2SO4 sebagai asam sehingga akm terbentuk iodium yang kemudian dititrasi dengan Na2S2O3 dan kemudian dapat ditentukan kadarnya. Namun, sebelumnya larutan Na2S2O3 ini harus dibakukan atau distandarisasi terlebih dahulu. Pembakuan larutan natruim tiosulfat dapat dilakukan dengan menggunakan kalium iodat, kalium kromat, tembaga dan iod sebagai larutan standar primer, atau dengan larutan kalium permanganate. Namun, pada percobaan ini senyawa yang digunakan dalam proses pembakuan natrium tiosulfat adalah kalium iodat standar.

Larutan tiosulfat sebelum digunakan sebagai larutan standar dalam proses iodometri ini harus distandarisasikan terlebih dahulu oleh kalium iodat yang merupakan standar primer. Larutan kaluim iodat ini ditambahkan dengan asam sulpat pekat, warna larutan menjadi bening. Dan setelah ditambahkan dengan kalium iodide, larutan berubah menjadi kuning kecoklatan. Fungsi penambahan asam sulpat pekat dalam larutan tersebut adalah untuk memberikan suasan asam, sebab larutan yang terdiri dari kalium iodat dan kalium iodide berada dalam kondisi netral atau memiliki keasaman yang rendah. Reaksinya adalah sebagai berikut

IO3- + 5I- + 6H+ 3I2 + 3H2O

Untuk senyawa yang memiliki potensial reduksi yang rendah dapat direkasikan dengan sempurna dalam suasana asam. Idikator yang digunakan dalam metode ini adalah indicator kanji (amilum) yang dapat membentuk senyawa absorpsi dengan iodium yang dititrasi dengan larutan natrium tiosulfat.

Penambahan amilum yang dilakukan saat mendekati titik akhir titrasi dimaksudkan agar amilum tidak membungkus iod karena akan menyebabkan amilum sukar dititrasi untuk kembali ke senyawa semula. Proses titrasi harus dilakukan sesegera mungkin, hal ini disebabkan sifat I2

yang mudah menguap. Pada titik akhir titrasi iod yang terikat juga hilang bereaksi dengan titran sehingga warna biru mendadak hilang dan perubahannya sangat jelas. Titik akhir iodometri adalah jika warna biru telah dipastiakn hilang.

Pada penentuan kadar sampel (Cu2+) dengan larutan baku Na2S2O3 akan terjadi beberapa perubahan warna larutan sebelum titik akhir titrasi. Tembaga murni dapat digunakan sebagai standar primer untuk natrium tiosulfat dan direkomendasikan jika tiosulfat harus digunakan untuk penetapan tembaga. Potensial standar pasangan Cu II – Cu I adalah +0,15V dank arena itu

Page 2: KA Redoks (Iodometri)

iod merupakan pengoksidasi yang lebih baik daripada ion Cu II. Tetapi bila ion iodide ditambahkan kedalam larutan CU II akan terbentuk endapan Cu I.

2Cu2+ + 4I- 2CuI(s) + I2

Penetuan kadar Cu2+ dalam larutan dengan bantuan larutan natrium tiosulfat yang dilakukan dengan memipet sampel garam sebanyak 10 mL yang kemudian ditambahkan laritan KI 10% dan larutan H2SO4 pekat kemudian dititrasi dengan larutan baku natrium tiosulfat sehingga larutan yang semula berwarna coklat tua menjadi larutan yang berwarna kuning muda. Kemudian larutan tersebut ditambahkan debgan 4 mL larutan amilum yang menghasilkan larutan yang senula berwarna kuning muda menjadi biru tua. Penambahan indicator amilum ini dimaksudkan agar memperjelas perubahan warna yang terjadi pada larutan tersebut.

Kemudian larutan dititrasi kembali dengan larutan natrium tiosulfat hingga warna biru pada larutan tepat hilang. Untuk memperjelas terjadinya reaksi tersebut, keda;am larutan ditambahkan amilum. Bertemunya I2 dengan amilum akan menyebabkan larutan berwarna biru kehitaman. Selanjutnya titrasi dilakukan kembali sampai warna biru tepat hilang dan menjadi putih keruh.

Hal yang perlu diperhatikan ketika penambahan amilum adalah adanya sifat absorpsi pada permukaan endapan tembaga (I) iodide. Sifat ini menyebabkan terjadinya penyerapan iodium dan apabila iodium ini dihilangkan dengan cara titrasi, maka titik akhir titrasi akan tercapai terlalu cepat. Oleh karena itu, sebelum titik akhir titrasi tercapai, yaitu pada saat warna larutan yang dititrasi denagn Na2S2O3 akan berubah dari biru menjadi bening, maka dilakukan penambhan kalium tiosianat (KCNS).

Penambahan KCNS menyebabkan larutan kembali berwarna biru. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut

2Cu2+ + 2I- + 2SCN- 2CuSCN + I2

Endapan tembaga (I) tiosianat yang terbentuk memunyai kelarutan yang rendah daripada tembaga (I) iodide sehingga dapat memaksa reaksi berjalan sempurna. Selain iti, tembaga (I) toisianat mungkin terbentuk pada permukaan rembag (I) iodide yang telah mengendap, reaksinya sebagai berikut

CuI + SCN- CuSCN + I-

Penambhan larutan KCNS ini bertujuan sebagai larutan yang mengembalikan reaksi penambahan indicator amilum dalam larutan sehingga larutan menjadi kembali biru. Reaksi yang berlangsung adalah

2Cu2+ + 4I- 2CuI + I2

2S2O32- + I2 S4O6

2- + 2I-

Page 3: KA Redoks (Iodometri)

Dari hasil pengamatan dan perhitungan, didapatkan jumlah volume titrasi larutan natrium tiosulfat yang dibutuhkan untuk merubah larutan dari warna coklat tua menjadi kuning muda setelah penambahan amilum maka larutan menjadi bening, dan setelah penambahan KCNS maka larutan menjadi jernih kembali. Dari hasil perhitungan diperoleh kadar tembaga pada larutan sampel sebesar 0,0729 N denagn persentase kesalahan sebesar 44,6%.

7. KESIMPULAN

Berdasarka praktikum yang telah dilakukan sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa pada percobaan titrasi Redoks (reduksi-oksidasi) berdasarkan metode iodometri, yang pertama yaitu pembakuan larutan Na2S2O3 dengan konsentrasinya 0,1 M dan menggunakan padatan kalium bikromat (K2Cr2O7) sebanyak 50 mg didapat hasil kosentrasi larutan Na2S2O3 dari perlakuan tirasi yang praktikan lakukan sebesar 0,0952 N.

Percobaan kedua penetapan kadar sampel (Cu2+). Konsentrasi larutan Na2S2O3 standar yang digunakan dalam percobaan adalah 0,0952, dan konsentrasi sampel (Cu2+) yang saya dapatkan dari percobaan tersebut adalah 0,0729 N. Dengan persentase kesalahan sebesar 44,6%. Factor kesalahan dalam praktikum ini adalah kurang ketelitian praktikan dalam melakukan titrasi, akibatnya titik akhir titrasi tidak sesuai dengan yang di inginkan.

8. DAFTAR PUSTAKA

Keenan, Charles W. 1980. Ilmu Kimia Untuk Universitas Edisi VI. 422. Erlangga : Jakarta.

Gandjar, G. 2007. “ Analisis Kimia Farmasi Kuantitatif “. Pustaka Pelajar: Yogyakarta.

Underwood.A.L dan DAY,JR. R.A. 1998. Analisi Kimia Kuantitatif Edisi VI. Erlangga : Jakarta

Rohman. 2007 . Kimia Farmasi Analisis. Pustaka Pelajar: Yogyakarta.