k. mustarom - syamina.orgsyamina.org/uploads/xvii_syamina_lapsus_janfeb2015.pdf · namun...

32
K. Mustarom

Upload: dodieu

Post on 12-May-2019

215 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: K. Mustarom - Syamina.orgsyamina.org/uploads/XVII_Syamina_Lapsus_JanFeb2015.pdf · namun kontraterorisme juga soal performa. Ia tidak hanya melibatkan penargetan, pengawasan, pencegahan,

K. Mustarom

Page 2: K. Mustarom - Syamina.orgsyamina.org/uploads/XVII_Syamina_Lapsus_JanFeb2015.pdf · namun kontraterorisme juga soal performa. Ia tidak hanya melibatkan penargetan, pengawasan, pencegahan,

DERADIKALISASI

Upaya Untuk Membunuh Ide

LAPORAN KHUSUS

EDISI XVII / JANUARI-FEBRUARI 2015

Penulis:

K. Mustarom

Foto cover: Getty Images

ABOUT US

Laporan ini merupakan sebuah publikasi dari Lembaga Kajian Syamina (LKS). LKS merupakan sebuah

lembaga kajian independen yang bekerja dalam rangka membantu masyarakat untuk

mencegah segala bentuk kezaliman. Publikasi ini didesain untuk dibaca oleh pengambil

kebijakan dan dapat diakses oleh semua elemen masyarakat. Laporan yang terbit sejak tahun

2013 ini merupakan salah satu dari sekian banyak media yang mengajak segenap elemen

umat untuk bekerja mencegah kezaliman. Media ini berusaha untuk menjadi corong kebenaran

yang ditujukan kepada segenap lapisan dan tokoh masyarakat agar sadar realitas dan peduli

terhadap hajat akan keadilan. Isinya mengemukakan gagasan ilmiah dan menitikberatkan pada

metode analisis dengan uraian yang lugas dan tujuan yang legal. Pandangan yang tertuang

dalam laporan ini merupakan pendapat yang diekspresikan oleh masing-masing penulis.

Untuk komentar atau pertanyaan tentang publikasi kami, kirimkan e-mail ke:

[email protected].

Seluruh laporan kami bisa didownload di website:

www.syamina.org

Page 3: K. Mustarom - Syamina.orgsyamina.org/uploads/XVII_Syamina_Lapsus_JanFeb2015.pdf · namun kontraterorisme juga soal performa. Ia tidak hanya melibatkan penargetan, pengawasan, pencegahan,

3

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ................................................................................................................. 3

EXECUTIVE SUMMARY ............................................................................................ 4

1. Pendahuluan ..................................................................................................... 5

2. Definisi Narasi .................................................................................................. 8

3. Narasi Para Jihadis .......................................................................................... 10

Tema Utama dalam Narasi Para Jihadis ......................................................... 14

4. Kontranarasi Barat ........................................................................................... 16

Rekomendasi Kontranarasi .............................................................................. 17

a. Merusak Citra Jihadis Sebagai Pembela Umat Islam ................................ 19

b. Mendiskreditkan filosofi keagamaan Jihadis ............................................ 19

c. Merendahkan Kredibilitas Pembawa Pesan .............................................. 21

d. Menghalangi Sampainya Pesan-Pesan Jihadis Hingga ke Audien ............ 23

e. Mengeksploitasi Titik Lemah Ideologis ..................................................... 24

f. Mendorong Perpecahan dan Perselisihan Narasi ...................................... 24

5. Implementasi Deradikalisasi di Beberapa Negara .......................................... 25

a. Individual Disengagement .......................................................................... 26

b. Collective Disengagement .......................................................................... 28

c. Individual Deradicalization ........................................................................ 30

d. Collective Deradicalization ......................................................................... 31

6. Penutup ............................................................................................................ 32

Page 4: K. Mustarom - Syamina.orgsyamina.org/uploads/XVII_Syamina_Lapsus_JanFeb2015.pdf · namun kontraterorisme juga soal performa. Ia tidak hanya melibatkan penargetan, pengawasan, pencegahan,

4

Laporan Khusus SYAMINA Edisi XVII/Januari-Februari 2015

EXECUTIVE SUMMARY

Dalam perang melawan teror, AS sudah

mengeluarkan sumber daya dalam jumlah yang

sangat besar. Triliunan dollar sudah digelontorkan

untuk mengacaukan, melucuti, dan mengalahkan Al

Qaidah dan kelompok-kelompok jihad lainnya.

Namun, hingga kini tujuan AS dan sekutunya untuk

mengakhiri perlawanan kelompok yang mengancam

hegemoni mereka tersebut tak jua mendatangkan

hasil yang diharapkan. Sampai akhirnya mereka

mengambil kesimpulan bahwa kesalahan terbesar

dalam Perang Melawan Teror adalah keyakinan

bahwa penghancuran kamp pelatihan Al Qaidah

akan membawa pada kehancuran kelompok

tersebut, gerakan-gerakan sekutu mereka dan

ideologi Salafi Jihadi yang mereka pegang.

Hari ini, saat inti Al Qaidah di Waziristan terus

digempur dengan serangan drone dan salah seorang

pemimpin mereka, Usamah bin Ladin, terbunuh,

narasi ideologi dan propaganda mereka masih terus

hidup dan mempengaruhi persepsi dan perilaku

ribuan pemuda Islam yang berderet dalam busur

dari Filipina di Timur hingga Mali di Barat. Dalam

sebuah rilisnya tentang Al Qaidah pada bulan

September 2013, The Economist menyebut Al

Qaidah sebagai “the unquenchable fire”, api yang

tidak bisa dipadamkan. “Al Qaidah mungkin telah

terpecah dan di beberapa tempat sudah habis.

Mungkin mereka sudah dijauhi oleh kelompok lain

yang memiliki ideologi yang mirip, dan mungkin

beberapa afiliasinya mengabaikan para pemimpin

yang sudah semakin menua. Namun, cara pandang

salafi jihadi terhadap dunia yang dipromosikan dan

diperjuangkan oleh Al Qaidah telah menjadi daya

tarik yang belum pernah terjadi sebelumnya.”

Fakta ini membuat Frank Ciluffo, mantan

pejabat Keamanan Dalam Negeri Gedung Putih,

mengakui bahwa, “Kita telah melakukan

pertempuran yang salah. Pusat gravitasi yang

sesungguhnya dari musuh kita adalah narasi

mereka.”

Fokus AS dan usaha kontraterosisme

internasional pun bergeser. Mereka memberikan

perhatian yang sangat besar pada sisi yang ‘lebih

lunak’ dalam perang melawan terorisme. Perang

melawan terorisme tidak hanya dilakukan dengan

konfrontasi militer, namun kini juga dimainkan

dalam ruang komunikasi yang meliputi ide, nilai-

nilai, dan persepsi.

Lee Hamilton, anggota Dewan Penasihat

Keamanan Nasional AS menyimpulkan bahwa, “Ini

adalah perang yang berbeda, yaitu perang ide, yang

pada akhirnya akan menentukan berhasil atau

tidaknya pertempuran yang kita lakukan…

Kekuatan militer memang sangat diperlukan, tapi

tidak cukup dengan itu. Pada akhirnya, kita hanya

akan mampu mengalahkan teror jika kita

memenangkan perang ide.”

Perang ide adalah tentang mempunyai narasi

yang lebih kredibel dan membuatnya efektif. Dalam

perang, narasi jauh lebih dari sekedar cerita. Narasi

mungkin terdengar seperti kata sastra yang mewah,

tetapi sebenarnya ia adalah dasar dari semua

strategi, yang di atasnya seluruh kebijakan, retorika

dan tindakan dibangun.

Para analis Barat mengidentifikasi empat

elemen kunci dalam setiap narasi yang selama ini

disampaikan oleh para Jihadis:

Page 5: K. Mustarom - Syamina.orgsyamina.org/uploads/XVII_Syamina_Lapsus_JanFeb2015.pdf · namun kontraterorisme juga soal performa. Ia tidak hanya melibatkan penargetan, pengawasan, pencegahan,

5

Laporan Khusus SYAMINA Edisi XVII/Januari-Februari 2015

Islam diserang oleh pasukan Salib yang dipimpin

oleh AS

Para Jihadis, yang oleh Barat disebut sebagai

teroris, membela umat Islam dari serangan

tersebut

Aksi yang mereka lakukan dalam rangka

membela Islam dilakukan secara proporsional,

adil, dan terlegitimasi oleh dalil agama

Tugas bagi Muslim yang baik adalah mendukung

aksi tersebut

Narasi ini menyerukan dilakukannya jihad

global. Potensi mereka berakar pada konsep

fundamental dalam Perang Generasi Keempat

(4GW), bahwa political will yang lebih superior, jika

digunakan dengan tepat, akan mampu

mengalahkan kekuatan ekonomi dan militer yang

lebih besar.

Dalam penelitiannya, Tom Quiggin

menyimpulkan delapan tema inti yang sering

muncul dalam literatur dan pernyataan Jihadis.

Delapan tema tersebut adalah: jihad, bai’at, darul

Islam, ummat, takfir, syahid, al-wala’ wa al-bara’,

dan hijrah.

Pentingnya kedelapan tema tersebut membuat

usaha kontranarasi juga berfokus pada kedelapan

tema tersebut. Demi melawan narasi para Jihadis, 2

milyar dollar pun digelontorkan pada tahun 2012

untuk membangun kontranarasi yang lebih kuat.

Konsep kontranarasi tersebut dilakukan dengan

langkah-langkah sebagai berikut:

Merusak citra jihadis sebagai pembela umat

Islam

Mendiskreditkan filosofi keagamaan Jihadis

Merendahkan kredibilitas pembawa pesan

Menghalangi sampainya pesan-pesan Jihadis

hingga ke audien

Mengeksploitasi titik lemah ideologis

Mendorong perpecahan dan perselisihan narasi

Narasi dan kontranarasi terus bersahutan.

Komitmen untuk membuat narasi yang efektif,

berpegang padanya serta menyampaikannya pun

menjadi tantangan bagi kedua belah pihak yang saat

ini terlibat dalam sebuah “perang tanpa akhir”. Di

saat Al Qaidah dipandang sangat ahli dalam

menggunakan narasi untuk mempromosikan alasan

mereka, AS dianggap gagal. Kebijakan-kebijakan

yang dilakukan AS hanya memperburuk situasi.

Para analis Barat pun menyimpulkan bahwa hanya

jika mereka mampu “menghancurkan mitos yang

dipropagandakan oleh teroris dan simpatisannya, ia

akan mampu untuk membelokkan angin dari layar

yang selama ini membuat perahu terorisme terus

berjalan.”

Narasi menjadi bahan bakar yang selama ini

membuat perahu perlawanan terus berjalan. Karena

itulah, kontranarasi kini diharapkan bisa menjadi

penghalang. Delegitimasi pembawa pesan,

pemberian alternatif definisi dari isi pesan, hingga

pembunuhan para ideolog pun dilakukan. Namun,

sebagaimana penemuan yang dihasilkan dari

penelitian Richard Nielsen, ide-ide Jihadis secara

umum tidak bisa dibunuh dengan membunuh

pemiliknya. Program drone mungkin efektif untuk

membatasi aktivitas dan komunikasi Jihadis,

namun pembunuhan atas para ideolog tidak

menurunkan ketertarikan pada ide-ide mereka.

Page 6: K. Mustarom - Syamina.orgsyamina.org/uploads/XVII_Syamina_Lapsus_JanFeb2015.pdf · namun kontraterorisme juga soal performa. Ia tidak hanya melibatkan penargetan, pengawasan, pencegahan,

6

Laporan Khusus SYAMINA Edisi XVII/Januari-Februari 2015

1. Pendahuluan

Terorisme adalah teater, begitu juga

kontraterorisme. Forum publik adalah

panggungnya, dan pemerintah, partai politik,

masyarakat sipil, dan media semuanya adalah

aktor, yang kesemuanya menjalankan perannya

masing-masing. Yang penting bukan hanya apa

yang kita lakukan, namun bagaimana performa

kita diterima dan dipandang oleh berbagai

khalayak. Teroris adalah seorang performer,

namun kontraterorisme juga soal performa. Ia

tidak hanya melibatkan penargetan,

pengawasan, pencegahan, dan pengejaran,

namun juga melibatkan proses penghasilan

citra dan cerita. Dinamika teror yang

sebenarnya justru terletak pada penceritaan

kisahnya.1

National Security Strategy menyebut

peperangan melawan terorisme ini sebagai

“perang yang berbeda dengan perang yang

pernah dilakukan dalam sejarah kita” dan

menyerukan dilakukannya transformasi

lembaga keamanan nasional “yang didesain

dalam sebuah era yang berbeda untuk

memenuhi kebutuhan yang berbeda.” 2 Dalam

perang melawan teror, AS sudah mengeluarkan

sumber daya dalam jumlah yang sangat besar.

Triliunan dollar sudah digelontorkan untuk

mengacaukan, melucuti, dan mengalahkan Al

Qaidah dan sekutunya.3

1 Anthony Kubiak, Spelling It Out: Narrative Typologies of

Terror, Studies in the Novel, 3rd ser., 36 (Fall 2004): 300. 2 The White House, The National Security Strategy of the

United States of America, September 2002 3 Sam Stein, From 9/11 to Osama bin Laden’s Death, Congress

Spent $1.28 Trillion in War on Terror”, The Huffington Post, 5 Mei 2011

Namun, hingga kini tujuan AS dan

sekutunya untuk mengakhiri perlawanan

kelompok yang mengancam hegemoni mereka

tersebut tak jua mendatangkan hasil yang

diharapkan. Sampai akhirnya mereka

mengambil kesimpulan bahwa kesalahan

terbesar dalam Perang Melawan Teror adalah

keyakinan bahwa penghancuran kamp

pelatihan Al Qaidah akan membawa pada

kehancuran kelompok tersebut, gerakan-

gerakan sekutu mereka dan ideologi Salafi

Jihadi yang mereka pegang.4

Beatrice de Graaf berpendapat bahwa para

Jihadis kini melakukan “influence warfare”,

perang untuk membujuk berbagai target audien

yang berbeda untuk bersatu di belakang

mereka. Jika “perang ide” pada faktanya adalah

medan tempur paling penting dalam perang

melawan teror secara umum, de Graaf

memandang bahwa AS masih mengalami

kekalahan. Sebagaimana kesimpulan yang

disampaikan oleh Presidential Task Force AS,

Al Qaidah masih menjadi ancaman utama “bagi

AS dan sekutunya, bukan hanya karena

kemampuan mereka untuk melakukan

serangan teror skala besar, namun juga karena

kemampuan mereka untuk menyebarkan

ideologi dan propaganda secara luas.”5

Pemerintah Obama memang dipandang

cukup berhasil dalam mengeliminasi

kepemimpinan inti Al Qaidah, namun demikian

4 Dina Al Raffie, Whose Hearts and Minds? Narratives and

Counter-Narratives of Salafi Jihadism, Journal of Terrorism Research, Volume 3, Issue 2, 2012 5 Beatrice de Graaf, Why Communication and Performance Are

Key In Countering Terrorism, International Centre for Counter-Terrorism—the Hague, 2010.

Page 7: K. Mustarom - Syamina.orgsyamina.org/uploads/XVII_Syamina_Lapsus_JanFeb2015.pdf · namun kontraterorisme juga soal performa. Ia tidak hanya melibatkan penargetan, pengawasan, pencegahan,

7

Laporan Khusus SYAMINA Edisi XVII/Januari-Februari 2015

jangkauan pengaruh Al Qaidah mampu

mencapai jauh di atas jangkauan

operasionalnya. Itulah mengapa mereka tetap

dianggap sebagai ancaman terbesar bagi AS

dalam beberapa tahun yang akan datang. Al

Qaidah Pusat memang mulai mengalami

penurunan, namun ideologi dan gerakan

mereka masih terus bergelora.

La Marca menyimpulkan bahwa untuk

mencapai kesuksesan paripurna dalam perang

melawan Jihadis, terutama Al Qaidah dan

afiliasinya, dibutuhkan usaha untuk

meluruhkan ideologi dan daya tarik mereka.

Hanya saat “kemampuan mereka untuk

melakukan regenerasi dengan menarik

rekrutmen dan simpatisan baru berhasil

dilemahkan dan yang lebih penting lagi… saat

alasan mereka berhasil didiskreditkan, maka

kita bisa mulai bisa bicara secara serius tentang

kesuksesan.”6

Salah satu solusi populer yang ditawarkan

oleh para pembuat kebijakan dan akademisi

adalah dengan mengembangkan kontranarasi

yang kredibel. Solusi ini berakar dari alasan

dasar bahwa, “dalam pasar ide, Barat

kehilangan pangsa pasarnya.”7

Fokus AS dan usaha kontraterosisme

internasional pun bergeser. Mereka

memberikan perhatian yang sangat besar pada

sisi yang ‘lebih lunak’ dalam perang melawan

6 Kumar Ramakrishna, Delegitimizing Global Jihadi Ideology in

Southeast Asia, Contemporary Southeast Asia27, no.3 (2005): 345. 7 Christian Leuprecht et al., Winning the Battle but Losing the

War?: Narrative and Counter-Narratives Strategy, Perspectives on Terrorism 3, no. 2 (2009)

terorisme. Perang melawan terorisme tidak

hanya dilakukan dengan konfrontasi militer,

namun kini juga dimainkan dalam ruang

komunikasi yang meliputi ide, nilai-nilai, dan

persepsi. Mereka menyadari bahwa menangkap

dan membunuh teroris bukanlah strategi yang

realistis. Mantan menteri pertahanan AS,

Donald Rumsfeld, pernah membuat pernyataan

yang fundamental dalam memorandum tahun

2003: “Apakah kita menangkap, membunuh,

atau menghalangi lebih banyak teroris setiap

hari daripada madrasah dan ulama radikal yang

merekrut, melatih, dan menyebarkan

(pemahaman) melawan kita?”8

Mereka kini menyimpulkan bahwa

melakukan kontra ideologi yang menyebabkan

ekstrimisme sangat penting untuk mencegah

dan mengalahkan kekerasan yang muncul

darinya. Bagi mereka, ide-ide Al Qaidah dan

sejenisnya harus ditantang dengan

kontranarasi yang lebih kuat. Pengakuan akan

dilakukannya perang ide pun mulai tumbuh.9

Dalam peperangan melawan Al Qaidah

dan sejenisnya, menurut Boukhars, hanya bisa

dimenangkan jika pesan dan ideologi mereka

dikalahkan. 10 Lee Hamilton, anggota Dewan

Penasihat Keamanan Nasional AS juga

menyimpulkan bahwa, “Ini adalah perang yang

berbeda—perang ide—yang pada akhirnya akan

menentukan berhasil atau tidaknya

8 Memo from Secretary of Defense Donald Rumsfeld’, 16

Oktober 2003 9 Michael Jacobson, Learning Counter-Narrative Lessons from

Cases of Terrorist Dropouts dalam Countering Violent Extremist Narratives, National Coordinator for Counterterrorism (NCTb), Juli 2010 10

http://www.brookings.edu/research/opinions/2009/06/22-al-qaeda-boukhars

Page 8: K. Mustarom - Syamina.orgsyamina.org/uploads/XVII_Syamina_Lapsus_JanFeb2015.pdf · namun kontraterorisme juga soal performa. Ia tidak hanya melibatkan penargetan, pengawasan, pencegahan,

8

Laporan Khusus SYAMINA Edisi XVII/Januari-Februari 2015

pertempuran yang kita lakukan… Kekuatan

militer memang sangat diperlukan, tapi tidak

cukup dengan itu. Pada akhirnya, kita hanya

akan mampu mengalahkan teror jika kita

memenangkan perang ide.”11

Perang ide adalah tentang mempunyai

narasi yang lebih kredibel dan membuatnya

efektif. Dalam perang melawan Jihadis, bukan

kekuatan persenjataan namun narasi mereka

lah yang mampu menarik para pemuda.12 Fakta

ini membuat Frank Ciluffo, mantan pejabat

Keamanan Dalam Negeri Gedung Putih,

mengakui bahwa, “Kita telah melakukan

pertempuran yang salah. Pusat gravitasi yang

sesungguhnya dari musuh kita adalah narasi

mereka.”13

2. Definisi Narasi

Narasi adalah “garis kisah yang memaksa

yang bisa menjelaskan peristiwa secara

meyakinkan dan darinya kesimpulan bisa

ditarik. Narasi bersifat strategis karena ia

dirancang atau dipelihara dengan niat untuk

menyusun respon pihak lain terhadap peristiwa

yang sedang berkembang.” 14 Narasi tidak

muncul secara spontan, namun ia dibangun

atau diperkuat secara sengaja di luar ide atau

pemikiran yang ada saat ini. Narasi

mengekspresikan sense of identity dan sense of

belonging serta mengomunikasikan sense atas 11

http://www.huffingtonpost.com/lee-h-hamilton/to-win-the-war-on-terror-_b_6722214.html 12

Alex P. Schmid, Al-Qaeda’s “Single Narrative” and Attempts to Develop Counter-Narratives: the State of Knowledge, The Hague: ICCT, Januari 2014, hal.5 13

A. Ripley, Reverse Radicalism, TIME, 13 Maret 2008 14

Lawrence Freedman, The Transformation of Strategic Affairs, Adelphi Paper 379, London: The International Institute for Strategic Studies, 2006, hal 22.

alasan, tujuan, dan misi. 15 Narasi adalah

sumber daya yang sangat kuat untuk

mempengaruhi target audien, ia menawarkan

bentuk alternatif dari rasionalitas yang berakar

kuat dalam budaya, yang bisa digunakan untuk

menginterpretasikan dan membingkai

peristiwa-peristiwa lokal dan untuk mendorong

dilakukannya aksi-aksi personal tertentu.16

Pakar militer David Kilcullen

mendefinisikan narasi sebagai “sebuah kisah

yang menyatukan yang sederhana dan mudah

diekspresikan, atau penjelasan yang mengatur

pengalaman manusia dan memberikan

kerangka kerja untuk memahami peristiwa.”17

George Dimitriu menjelaskan bahwa “narasi

adalah sumber daya bagi aktor politik untuk

membangun makna bersama untuk

membentuk persepsi, keyakinan, dan perilaku

publik”, mereka mengatur sebuah struktur yang

dengannya “sense bersama berhasil dicapai,

yang mewakili masa lalu, masa kini, masa

depan, hambatan, dan tujuan akhir yang

diinginkan.” 18 Definisi lain disampaikan oleh

Steve Tatham yang menjelaskan bahwa “narasi

adalah sebuah penjelasan tematik dan

15

David Betz, The Virtual dimension of Contemporary Insurgency and Counterinsurgency, Small Wars & Insurgencies 19(4), 2008, hal 515. 16

Steven R. Corman, Understanding the Role of Narrative in Extremist Strategic Communication, dalam Laurie Fenstermacher dan Todd Leventhal (Eds.), Countering Violent Extremism: Scientific Methods and Strategies (Washington, DC: NSI Inc., September 2011), hal. 36. 17

Mark Laity, Strategic Communications, dalam A. Aykut Ömcü, Troy Bucher and Osman Aytac, Strategic Communications for Combating Terrorism, 2010, hal. 14 18

G. Dimitriu, Strategic Narratives, Counternarratives and Public Support for War: The Dutch government’s explanation of the Uruzgan mission and its influence on the Dutch Public, Leiden University: Master Thesis, Campus The Hague, 2 Februari 2013, hal. 13.

Page 9: K. Mustarom - Syamina.orgsyamina.org/uploads/XVII_Syamina_Lapsus_JanFeb2015.pdf · namun kontraterorisme juga soal performa. Ia tidak hanya melibatkan penargetan, pengawasan, pencegahan,

9

Laporan Khusus SYAMINA Edisi XVII/Januari-Februari 2015

berurutan yang menyalurkan makna dari

pengarang kepada peserta tentang peristiwa

tertentu.”19

Narasi mengacu pada "ungkapan lisan

atau tertulis dari peristiwa-peristiwa yang

terhubung" yang dikuatkan oleh oleh "seni

bercerita." Narasi berkaitan dengan bagaimana

sesuatu diceritakan hingga ia menjadi

"melekat". Sebuah narasi ideologis berkaitan

dengan tujuan strategis yang menyeluruh

"untuk memenangkan hati dan pikiran" dan

memberikan makna yang jelas dari peristiwa

yang membingungkan. Berdasarkan sifatnya, ia

hampir tidak pernah seimbang, terdiri dari

setengah kebenaran dan kebohongan, demi

melayani tujuan untuk memobilisasi dukungan

massa untuk suatu tujuan. Dalam sebuah

konflik, narasi digunakan untuk memobilisasi

dukungan demi sebuah tujuan dalam perang

ide melawan musuh.20

Narasi sangat berhubungan dengan

bagaimana kognisi manusia berfungsi.

Terdapat banyak bukti yang menunjukkan

bahwa cerita mampu mempengaruhi

kemampuan kita untuk mengingat kembali

peristiwa, memotivasi seseorang untuk

melakukan sebuah tindakan, mengatur reaksi

emosional kita akan sebuah peristiwa,

19

Steve Tatham, Understanding Strategic communication: Toward a Definition, dalam A. Aykt Ömcü et al, Strategic Communications for Combating Terrorismm, 2010, hal. 27 20

http://www.terrorismanalysts.com/pt/index.php/pot/article/view/262/html

menyusun kemampuan problem solving kita,

dan bahkan mendasari identitas sejati kita.21

Melihat pentingnya story telling dalam

pemikiran manusia, tidaklah mengejutkan jika

narasi menempati posisi yang sangat krusial

dalam peperangan dan hubungan internasional

secara umum. Michael Vlahos mengatakan

bahwa:"Dalam perang, narasi jauh lebih dari

sekedar cerita. Narasi mungkin terdengar

seperti kata sastra yang mewah, tetapi

sebenarnya ia adalah dasar dari semua strategi,

yang di atasnya seluruh kebijakan, retorika dan

tindakan dibangun. Narasi perang perlu

diidentifikasi dan diperiksa secara kritis dengan

cara mereka sendiri, karena mereka dapat

menerangi sifat dalam (inner nature) dari

perang itu sendiri. Narasi perang menjalankan

tiga fungsi penting.

Pertama, ia adalah kerangka kerja

kebijakan. Kebijakan tidak bisa eksis

tanpa landasan kebenaran yang saling

terhubung satu sama lain yang dengan

mudah diterima oleh masyarakat—karena

mereka tampak jelas dan tak

terbantahkan.

Kedua, narasi bekerja sebagai kerangka

kerja justru karena ia hanya mewakili visi

eksistensial tersebut. ‘Kebenaran’ yang ia

tegaskan secara kultural tidak mungkin

untuk dibongkar atau bahkan dikritik.

Ketiga, setelah menyajikan logika perang

yang tak diperselisihkan lagi, narasi

kemudian secara praktis berfungsi sebagai 21

William D. Casebeer dan James A. Russell. “Storytelling and Terrorism: Towards a Comprehensive ‘Counter-Narrative Strategy.” Strategic Insights 4, no. 3 (2005)

Page 10: K. Mustarom - Syamina.orgsyamina.org/uploads/XVII_Syamina_Lapsus_JanFeb2015.pdf · namun kontraterorisme juga soal performa. Ia tidak hanya melibatkan penargetan, pengawasan, pencegahan,

10

Laporan Khusus SYAMINA Edisi XVII/Januari-Februari 2015

buku pegangan retorika tentang

bagaimana perang itu harus

diperdebatkan dan dijelaskan.”22

Pemerintah AS membangun narasi

strategis untuk membantu mencapai tujuan

yang diinginkan. Narasi tersebut strategis

karena mereka “didesain atau dipelihara

dengan niatan untuk menyusun respon pihak

lain atas peristiwa yang sedang berkembang.23

Richard Jackson berpendapat bahwa dalam

kasus "perang melawan teror", narasi AS adalah

wacana yang sengaja dibangun yang memiliki

efek akhir terjadinya normalisasi kebijakan

kontra-terorisme, menguatkan elit politik,

memarjinalisasi perbedaan pendapat publik

dan menegakkan persatuan nasional.

Menurutnya, narasi yang dibangun Amerika

dalam 'perang melawan teror' telah begitu

sukses hingga tertanam pada lembaga-lembaga

penegakan hukum, keamanan nasional, sistem

hukum dan proses legislatif dan eksekutif.24

22

Michael Vlahos, The Long War: A Self-defeating Prophecy, Asia Times, 9 September 2006. 23

Freedman, The Transformation, hal. 22. 24

Richard Jackson. Writing the War on Terror: Language, Politics and Counter-Terrorism. Manchester: Manchester University Press, 2005

3. Narasi para Jihadis

Bagi para Jihadis, narasi adalah senjata

yang sangat penting dalam perang saat ini. Al

Qaidah melakukan perlawanan yang didukung

oleh sebuah narasi yang memberikan

pengesahan kepada strategi mereka,

menjustifikasi taktik, mempropagandakan

ideologi, dan mendapatkan rekrutmen baru.

Dalam salah satu pernyataannya, salah

seorang tokoh Al Qaidah, Anwar Al-Awlaki

menyatakan bahwa, “Jihad di sini tidak sekadar

memanggul senjata dan bertempur. Jihad lebih

luas daripada itu. Apa yang dimaksud dengan

jihad dalam konteks ini adalah usaha total dari

Ummat untuk berjuang dan mengalahkan

musuh mereka. Rasulullah SAW bersabda:

‘Perangilah orang-orang kafir dengan dirimu,

hartamu, dan dengan lisanmu. Inilah yang

dalam istilah Clausewitz sebagai ‘perang total’

namun dengan aturan perang Islam. Ini adalah

pertempuran di medan perang dan perang

untuk memenangkan hati dan pikiran.”25

Al Qaidah membangun narasi politiknya

di atas tradisi Islam, mencocokkan dan

mentransformasi elemen-elemen kunci dari Al-

Qur’an dan Hadits, dari sejarah hidup Nabi

Muhammad SAW dan dari sejarah awal Islam

untuk tujuan ideologis mereka. 26 Melekatnya

jihad dalam tradisi Islam memberi Al Qaidah

tampilan yang unik dan justifikasi yang jelas. Ia

juga memberikan semacam ketidakrapuhan, di

25

Anwar al-Awlaki, A Question About the Method to Establishing Khilafah, kalamullah.com 26

Zeyno Baran, Countering Ideological Support for Terrorism in Europe: Muslim Brotherhood and Hizb ut-Tahrir – Allies or Enemies?, Connections 5, No. 3 (Winter 2006), hal. 10.

Page 11: K. Mustarom - Syamina.orgsyamina.org/uploads/XVII_Syamina_Lapsus_JanFeb2015.pdf · namun kontraterorisme juga soal performa. Ia tidak hanya melibatkan penargetan, pengawasan, pencegahan,

11

Laporan Khusus SYAMINA Edisi XVII/Januari-Februari 2015

mana setiap serangan padanya bisa

digambarkan sebagai serangan pada Islam.27

Selain menggunakan simbolisme agama,

instrumen lain yang digunakan oleh Al Qaidah

dalam narasinya adalah seni retorika kuno,

yaitu (a) Logos: menggunakan argumentasi

rasional, (b) Ethos: menciptakan citra yang bisa

dipercaya dan otentik, (c) Pathos:

memanipulasi emosi dari khalayak yang

disasar.28 Retorika adalah salah satu instrumen

dari soft power. Soft power bersandar pada

kemampuan untuk menentukan agenda politik

dalam sebuah cara yang mampu membentuk

preferensi orang lain.”29

Kekuatan narasi Al Qaidah banyak

berlandaskan pada keluhan dan persepsi yang

banyak umat Islam mempercayainya—bahkan

mungkin mayoritas di beberapa negara. Mereka

sukses mengaplikasikan apa yang disebut oleh

Harold Lasswell sebagai “manajemen perilaku

kolektif melalui manipulasi simbol yang

signifikan.”30

Aspek yang unik dari penyebaran ideologi

Al Qaidah adalah kemampuan mereka untuk

membangun master narasi yang bisa digunakan

sebagai template bagi cabang mereka atau

27

Sudhanshu Sarangi and David Canter, The Rhetorical Foundations of Militant Jihad, dalam David Canter (Ed.), The Faces of Terrorism: Multidisciplinary Perspectives (Chichester: Wiley-Blackwell 2009), hal. 35 28

Bouchra Oualla, Strategies of Argumentation in the Propaganda of Jihad: The Analysis of a Jihadi YouTube Video, hal. 121-140, dalam Rüdiger Lohlker (Ed.), Jihadism: Online Discourses and Representation (Vienna: University Press, 2013), hal. 123-124. 29

Joseph S. Nye Jr., The Paradox of American Power (Oxford: University Press, 2002), hal. 9 30

Diana Rieger, Lena Frischlich and Gary Bente, Propaganda 2.0 Psychological Effects of Right-Wing and Islamic Extremist Internet Videos (Köln: Luchterland Verlag, 2013), hal. 6

kelompok-kelompok lokal untuk membentuk

pesan sesuai dengan kultur atau keluhan dari

target audien.31 Carlo Ciobacco menyimpulkan

bahwa para pemimpin Al Qaidah sangat mahir

dalam menyesuaikan narasi mereka dengan

berbagai audien yang berbeda di seluruh dunia

dalam rangka mengeksploitasi sensitivitas

keluhan lokal. Mereka juga mampu untuk

menggunakan komunikasi digital seperti

internet, TV, telepon genggam untuk

menyampaikan pesan-pesannya yang pada

akhirnya semakin menguatkan narasi

tersebut.32

Al Raffie mencatat bahwa Al Qaidah

mendasarkan pesan-pesannya dari teks-teks

Islami sebagai sumber legitimasi, sebelum

mengidentifikasi pendukung kunci eksternal

bagi narasi ideologis mereka. Di sinilah, dalam

kesimpulan Al Raffie, kebijakan-kebijakan luar

negeri AS menjadi santapan empuk kelompok

Salafi Jihadi yang justru semakin mengekalkan

kredibilitas klaim mereka.33

David Kilcullen juga menyimpulkan hal

yang sama, menurutnya, “Al Qaidah sangat

terampil mengeksploitasi berbagai aksi, baik

oleh kelompok maupun oleh individu, dengan

membingkainya dalam sebuah narasi

propaganda untuk memanipulasi audien lokal

dan global. Al Qaidah memiliki sebuah jaringan

31

Open Source Center, Monitor 360, and Center for Strategic Counterterrorism Communications, Special Report: Al-Qaeda, September 2011, (http://info.publicintelligence.net/OSCAlQaedaMasterNarratives.pdf) 32

Carl Ciovacco, The Contours of al-Qaeda’s Media Strategy, Studies in Conflict and Terrorism 32 (2009): 856-857. 33

Dina Al Raffie, Whose Hearts and Minds? Narratives and Counter-Narratives of Salafi Jihadism

Page 12: K. Mustarom - Syamina.orgsyamina.org/uploads/XVII_Syamina_Lapsus_JanFeb2015.pdf · namun kontraterorisme juga soal performa. Ia tidak hanya melibatkan penargetan, pengawasan, pencegahan,

12

Laporan Khusus SYAMINA Edisi XVII/Januari-Februari 2015

yang mengumpulkan informasi tentang

perdebatan di Barat dan menyetorkannya

kepada para pemimpin mereka beserta dengan

assessment tentang efektvitas propaganda

mereka. Mereka menggunakan operasi fisik

(pemboman, kegiatan pemberontakan) sebagai

bahan pendukung dari sebuah kampanye

propaganda yang terpadu. Sisi informasi dalam

operasi Al Qaidah adalah yang utama; operasi

fisik hanyalah alat untuk mencapai sebuah hasil

propaganda.”34

Hal ini, menurut Kilcullen, kontras ini

dengan pendekatan Barat: “Kita biasanya

merancang operasi fisik dulu, kemudian

merangkai operasi informasi pendukung untuk

menjelaskan tindakan kita… Dalam istilah

militer, bagi Al Qaidah "upaya utama" adalah

informasi; bagi kita, informasi adalah "upaya

pendukung."35

Pernyataan ini diamini oleh Scheuer.

Menurutnya, Amerika tidak memiliki produk

hati dan pikiran yang bisa dijual yang membuat

kita mendapatkan perhatian di pusat publik

Islam. Scheuer menambahkan bahwa Usamah

bin Ladin telah dengan sukses membuat

kebijakan luar negeri AS sebagai pusat dalam

perang ide, di mana dukungan AS pada Israel,

manipulasi mereka atas harga minyak,

dukungan mereka pada Rusia dalam kasus

Chechnya, serangan mereka ke negara Muslim

di Afghanistan dan Irak membuat banyak

muslim moderat—yang mereka sebenarnya 34

David Kilcullen, New Paradigms for 21st Century Conflict, Smallwarsjournal.com, http://smallwarsjournal.com/blog/new-paradigms-for-21st-century-conflict 35

ibid

tidak sepakat dengan tindakan para militan—

membenci AS, sebagaimana polling yang

dilakukan oleh Pew, Gallup, BBC, dan Zogby.36

Lalu, apa narasi para Jihadis tersebut?

Para analis Barat, berdasarkan riset yang

mereka lakukan menyimpulkan beberapa

narasi yang digunakan oleh para Jihadis dalam

upaya untuk melawan hegemoni AS dan

sekutunya. Leuprecht et al mengidentifikasi

empat elemen kunci dalam setiap narasi

Jihadis, terutama yang digunakan oleh Al

Qaidah:37

1. Islam diserang oleh pasukan Salib yang

dipimpin oleh AS

2. Para Jihadis, yang oleh Barat disebut

sebagai teroris, membela umat Islam dari

serangan tersebut

3. Aksi yang mereka lakukan dalam rangka

membela Islam dilakukan secara

proporsional, adil, dan terlegitimasi oleh

dalil agama

4. Tugas bagi Muslim yang baik adalah

mendukung aksi tersebut

Pusat pesan utama yang dilakukan oleh

para Jihadis adalah bahwa dunia Islam sedang

diserang dan dikepung, umat Islam dibantai

dan ditindas, dan satu-satunya respon yang

tepat untuk mengatasinya adalah dengan jihad.

Pesan ini diulang-ulang bertahun-tahun oleh

36

Michael Scheuer, Marching Toward Hell: America and Islam after Iraq (New York: Free Press, 2008), hal. 206-7 37

Leuprecht, Christian et. Al, Narratives and Counter-Narratives for Global Jihad: Opinion versus Action, dalam “Countering Violent Extremist Narratives” National Coordinator for Counterterrorism (NCTb), Juli 2010

Page 13: K. Mustarom - Syamina.orgsyamina.org/uploads/XVII_Syamina_Lapsus_JanFeb2015.pdf · namun kontraterorisme juga soal performa. Ia tidak hanya melibatkan penargetan, pengawasan, pencegahan,

13

Laporan Khusus SYAMINA Edisi XVII/Januari-Februari 2015

para ulama Jihadis melalui berbagai majalah

online yang dirilis oleh Jihadis maupun melalui

pernyataan video. Repetisi yang mereka

lakukan, melalui berbagai variasi sumber,

sangat esensial dalam menguatkan pesan

tersebut.

Retorika mereka pun bukan sekadar

omong kosong, mereka menguatkannya dengan

contoh faktual korban Muslim di Irak dan

Afghanistan sebagai akibat dari tindakan rezim

represif yang didukung oleh Barat, eksploitasi

kekayaan dan sumber daya umat Islam,

diskriminasi dan ketidakadilan terhadap

Muslim minoritas, dan berbagai keluhan lain.

Narasi ini menyerukan dilakukannya jihad

global. Potensi mereka berakar pada konsep

fundamental dalam Perang Generasi Keempat

(4GW), bahwa political will yang lebih

superior, jika digunakan dengan tepat, akan

mampu mengalahkan kekuatan ekonomi dan

militer yang lebih besar. 38 Narasi ini sangat

strategis karena:

1) ia tidak muncul secara spontan namun

secara sengaja dibangun atau dikuatkan

oleh ide dan pemikiran yang mampu

mengungkapkan rasa kepemilikan dan

identitas, serta mampu mengkomunikasi-

kan sebab, tujuan dan misi; dan

2) ia bergantung pada daya tarik selektif

berdasarkan bukti atau pengalaman, dan

38

Thomas X. Hammes. 2005. War evolves into the fourth generation, Contemporary Security Studies Vol. 26, No. 2, 2005, hal.189-221.

bahkan mampu mengandalkan daya tarik

emosi dan analogi sejarah.39

Al Qaidah melihat misinya sebagai

menjadi pelopor pemberontakan kaum

tertindas. Al Qaidah tahu bahwa mereka tidak

bisa mencapai tujuan tersebut sendiri,

karenanya mereka perlu menginspirasi massa

dengan pesan semangat yang dimaksudkan

untuk menciptakan revolusi.

Mungkin narasi mereka dipandang terlalu

melakukan simplifikasi hitam putih dari situasi

sejarah masa lalu dan kontemporer yang

kompleks, namun ia tidak bisa dipandang

sebagai sesuatu yang tidak realistis,

sebagaimana Teori Thomas yang menyatakan

bahwa: “Jika seseorang mendefinisikan sesuatu

sebagai hal yang riil, maka mereka menjadi

nyata sebagai konsekuensinya”, yang juga

selaras dengan variasi yang disampaikan oleh

Paul Watzlawick bahwa: “Hal yang riil adalah

apa yang diperlakukan sebagai riil.”40

Dalam pertempuran informasi dan

pengaruh, Al Qaidah dan afiliasinya

menggunakan berbagai peluang yang

ditawarkan oleh internet—yang ironisnya pada

awalnya dikembangkan oleh Pentagon—dengan

membuat website Jihadis dan memanfaatkan

media sosial dalam berbagai bahasa. Mereka

39

Lawrence Freedman. The Transformation of Strategic Affairs, Adelphi Paper No. 379. London: International Institute for Strategic Studies. March 2006. h.22-23 40

Alex P. Schmid, Al-Qaeda’s “Single Narrative” and Attempts to Develop Counter-Narratives, hal. 7

Page 14: K. Mustarom - Syamina.orgsyamina.org/uploads/XVII_Syamina_Lapsus_JanFeb2015.pdf · namun kontraterorisme juga soal performa. Ia tidak hanya melibatkan penargetan, pengawasan, pencegahan,

14

Laporan Khusus SYAMINA Edisi XVII/Januari-Februari 2015

dikelola secara profesional dan diupdate secara

konsisten.41

Al Qaidah menggabungkan antara pena

dan pedang, dakwah dan jihad.42 Usamah bin

Ladin pernah menulis kepada Mullah Umar:

“Sangat jelas bahwa perang media pada abad

ini adalah salah satu metode yang paling kuat;

pada faktanya, rasionya mungkin mencapai

90% dari total persiapan dalam

pertempuran.” 43 Dalam bahasa yang mirip,

Aiman Azh-Zhawahiri pernah menulis surat

kepada Abu Mus’ab Az-Zarqawi: “Saya katakan

padamu bahwa kita sedang dalam sebuah

pertempuran, dan bahwa lebih dari separuh

dari pertempuran ini adalah pertempuran

media. Dan kita berada dalam sebuah

pertempuran media untuk memenangkan hati

dan pikiran umat kita.”44

Hari ini, saat inti Al Qaidah di Waziristan

terus digempur dengan serangan drone dan

salah seorang pemimpin mereka, Usamah bin

Ladin, terbunuh, narasi ideologi dan

propaganda mereka masih terus hidup dan

mempengaruhi persepsi dan perilaku ribuan

pemuda Islam yang berderet dalam busur dari

Filipina di Timur hingga Mali di Barat. Dalam

sebuah rilisnya tentang Al Qaidah pada bulan

41

Daniel Byman, The Five Front War: The Better Way to Fight Global Jihad. Hoboken (New Jersey: John Wiley and Sons, 2008), hal. 160-169; 42

Alex P. Schmid, Al-Qaeda’s “Single Narrative”, hal. 8 43

Document AFGP-2002-600321 in Harmony Database, US Department of Defense; Donald Holbrook, “Al Qaeda Communiqués by Bin Laden and Al-Zawahiri: A Chronology”, in Alex P. Schmid, The Routledge Handbook (2011), hal. 280. 44

Ayman al Zawahiri, Letter from al-Zawahiri to al-Zarqawi, Federation of American Scientists (Globalsecurity.com, 2005), http://www.globalsecurity.org/security/library/report/2005/zawahiri-zarqawi-letter_9jul2005.htm.

September 2013, The Economist menyebut Al

Qaidah sebagai “the unquenchable fire”, api

yang tidak bisa dipadamkan. “Al Qaidah

mungkin telah terpecah dan di beberapa tempat

sudah habis. Mungkin mereka sudah dijauhi

oleh kelompok lain yang memiliki ideologi yang

mirip, dan mungkin beberapa afiliasinya

mengabaikan para pemimpin yang sudah

semakin menua. Namun, cara pandang salafi

jihadi terhadap dunia yang dipromosikan dan

diperjuangkan oleh Al Qaidah telah menjadi

daya tarik yang belum pernah terjadi

sebelumnya.45

Tema utama dalam narasi para Jihadis

Dalam penelitiannya, Tom Quiggin

menyimpulkan delapan tema utama yang

sering muncul dalam literatur dan pernyataan

Jihadis. Delapan tema tersebut adalah: jihad,

bai’at, darul Islam, ummat, takfir, syahid, al-

wala’ wa al-bara’, dan hijrah. Berikut adalah

definisi dari tema-tema tersebut dalam

perspektif Al Qaidah menurut kesimpulan Tom

Quiggin.46

a. Jihad

Jihad adalah perang, menurut perspektif Al

Qaidah. Ini adalah tindakan wajib bagi

semua umat Islam. Kewajiban ini

digambarkan sebagai "fardhu ‘ain". Izin

dari orang tua atau kerabat lainnya tidak

diperlukan jika jihad sudah dalam tahap

ini. Tujuan jihad adalah untuk mencapai

dominasi Muslim melalui Darul Islam.

45

The Unquenchable Fire, The Economist (28 September 2013) 46

http://www.terrorismanalysts.com/pt/index.php/pot/article/view/67/html

Page 15: K. Mustarom - Syamina.orgsyamina.org/uploads/XVII_Syamina_Lapsus_JanFeb2015.pdf · namun kontraterorisme juga soal performa. Ia tidak hanya melibatkan penargetan, pengawasan, pencegahan,

15

Laporan Khusus SYAMINA Edisi XVII/Januari-Februari 2015

Jihad bersenjata adalah bentuk tertinggi

dari jihad dan harus dilakukan terhadap

semua musuh-musuh Islam. Ini termasuk

orang-orang kafir, musyrik, serta orang-

orang yang mendukung mereka.

b. Baiat

Baiat adalah janji ketaatan yang diberikan

kepada amir atau pemimpin kelompok.

Setelah baiat diberikan tidak boleh

dilanggar. Siapapun yang melanggar baiat,

maka ia berdosa.

c. Darul Islam/Khilafah Islamiyah

Konsep Darul Islam merupakan tema

konstan dalam propaganda Al Qaidah.

Mereka menyatakan bahwa dalam rangka

menegakkan agama, pertama-tama perlu

untuk mendirikan negara Islam, yang

kemudian akan mengarah pada

pembentukan kembali Khilafah Islamiyah.

Wajib bagi semua Muslim untuk

berkontribusi baik secara finansial maupun

fisik untuk mencapai tujuan ini.

d. Ummat

Umat adalah komunitas kolektif semua

Muslim. Siapapun yang mengikuti "jalan

yang benar" adalah anggota umat yang

terpilih. Jika negara-negara di mana

mereka tinggal dipimpin oleh orang kafir,

umat Islam tidak harus mengikuti hukum

negara tersebut.

e. Takfir

Takfir adalah tindakan menuduh orang lain

sebagai kafir. Hal ini dianggap sebagai

tindakan yang sangat serius. Al Qaidah,

bagaimanapun, telah secara rutin

menggunakan istilah ini dalam upaya untuk

mendiskreditkan atau meremehkan Muslim

lainnya yang menentang mereka. Dengan

demikian, sesama muslim kini berubah

menjadi musuh.

f. Syahid

Al Qaidah menganjurkan menjadi syahid

atau 'martir' dengan tindakan bom bunuh

diri. Mereka percaya bahwa mereka akan

dikaruniai surga atas tindakan ini.

g. Al-Wala’ wa Al-Bara’

Al Qaidah mendorong suasana "kita lawan

mereka" melalui penggunaan istilah Al-

Wala 'Wal Bara. Konsep ini menjadi alat

mereka untuk mengkategorikan teman dan

musuh.

h. Hijrah.

Menurut pandangan Al Qaidah, hijrah

berarti meninggalkan rumah, sifat,

pekerjaan dan keluarga demi Allah. Mereka

tidak perlu izin dari keluarga mereka untuk

melakukan hal ini.

Selain delapan tema di atas, Halverson et

al. menyusun tema lain yang menjadi master

narasi bagi kalangan ekstrimis Islam, yaitu

Fir’aun, Perang Salib, Jahiliyyah, Perang Badar,

Munafik, Perang Khaibar, Penjajah kafir,

Perbuatan setan, 1924, Nakba, dan 72

bidadari.47

47

Jeffry R. Halverson, H.L. Goodall Jr., and Steven R. Corman, Master Narratives of Islamist Extremism, New York: Palgrave Macmillan, 2011

Page 16: K. Mustarom - Syamina.orgsyamina.org/uploads/XVII_Syamina_Lapsus_JanFeb2015.pdf · namun kontraterorisme juga soal performa. Ia tidak hanya melibatkan penargetan, pengawasan, pencegahan,

16

Laporan Khusus SYAMINA Edisi XVII/Januari-Februari 2015

4. Kontranarasi Barat

Pada awalnya, pasca serangan 11 September

2001, pemerintah AS berusaha untuk

mengembangkan narasi untuk melawan daya

tarik Al Qaidah di dunia Islam. Pemerintah

Bush pertama kali mencoba melakukannya

dengan mempromosikan demokrasi di dunia

Arab. Promosi ini dimaksudkan untuk

melakukan kontra terhadap keluhan-keluhan

yang diungkapkan dalam narasi-narasi Al

Qaidah. Demokratisasi diharapkan akan

memisahkan militan salafi Jihadis dari

mayoritas muslim moderat.48

Namun, usaha ini mengalami kendala.

Pertama, para pemimpin Arab enggan untuk

mentransfer kekuasaannya pada rakyat. Kedua,

pemilu demokratis justru berpotensi membawa

gerakan politik militan—di mana para

pemimpinnya bertentangan dengan

kepentingan politik AS—menduduki bangku

kekuasaan. Ketiga, AS menghadapi masalah

mengenai konsistensi antara kata dan

perbuatan. Intervensi yang mereka lakukan di

Afghanistan dan Irak serta penjara di

Guantanamo dan Abu Ghraib menghasilkan

pukulan balik yang semakin meningkatkan gap

antara pesan-pesan komunikasi strategis AS

dan persepsi yang dimiliki publik terhadap

tindakan-tindakan AS.49

Untuk melawan klaim Al Qaidah bahwa

Islam sedang diserang dan AS memusuhi umat

48

Joshua Alexander Geltzer, US Counter-Terrorism Strategy and al Qaeda: Signalling and the terrorist world-view, London: Routledge, 2010, hal. 31. 49

Alex P. Schmid, Al-Qaeda’s “Single Narrative” and Attempts to Develop Counter-Narratives, hal. 9

Islam, pemerintah Bush mengangkat Charlotte

Beer dari sebuah perusahaan public relations

sebagai sebagai Wakil Menteri Luar Negeri

urusan diplomasi publik dan hubungan

masyarakat. Dalam pendekatannya untuk

memenangkan hati dan pikiran umat Islam, ia

meluncurkan serangkaian iklan dengan tema

Shared Value Initiatives di beberapa negara

Islam.

Usaha yang sama juga dilakukan oleh

pemerintah Inggris. Mereka membuat unit

khusus yang disebut dengan the Research,

Information, and Communication Unit (RICU)

untuk melakukan kontra terhadap narasi Al

Qaidah. RICU bertujuan bukan untuk menolak

adanya ‘keluhan’, namun mereka lebih

menekankan pada usaha untuk merendahkan

posisi Al Qaidah sebagai ‘juara’ umat Islam dan

kekerasan ekstrimisme sebagai solusi.50

Di masa Obama, dalam ceramahnya di

Universitas Al Azhar Mesir, ia juga berusaha

untuk meyakinkan bahwa “AS tidak—dan tidak

akan pernah—berperang melawan Islam.” 51

Namun, semua usaha tersebut dirasa masih

belum mendapatkan hasil yang diharapkan.

Pada tahun 2011, Hillary Clinton yang saat itu

menjabat sebagai menteri luar negeri AS

mengakui bahwa “kita saat ini berada dalam

perang informasi, dan kita kalah.”52

50

Alan Travis,”Battle against al Qaeda Brand Highlighted in Secret Paper, The Guardian, 26 Agustus 2008 51

http://www.nytimes.com/2009/06/04/us/politics/04obama.text.html?pagewanted=all. 52

Michael Pizutto, Alter-Messaging: The Credible, Sustainable Counterterrorism Strategy, (Goshen, Indiana: Center on Global Counterterrorism Cooperation, Mei 2013)

Page 17: K. Mustarom - Syamina.orgsyamina.org/uploads/XVII_Syamina_Lapsus_JanFeb2015.pdf · namun kontraterorisme juga soal performa. Ia tidak hanya melibatkan penargetan, pengawasan, pencegahan,

17

Laporan Khusus SYAMINA Edisi XVII/Januari-Februari 2015

Usaha AS, Inggris, dan sekutu mereka

dalam mengembangkan kontranarasi terhadap

ideologi Al Qaidah pun semakin ditingkatkan

akhir-akhir ini. Bahkan, Pentagon

mengalokasikan anggaran hingga 1 milyar

dollar pada tahun 2012 untuk melakukan

kampanye komunikasi strategis. Komunikasi

strategis adalah rangkaian sistematis dari

aktivitas yang berkelanjutan dan saling

berkaitan, yang dilaksanakan pada level

strategis, operasional, dan taktis, yang

memungkinkan terjadinya pemahaman dari

target audien, mengidentifikasi jalur yang

efektif, dan mengembangkan serta

mempromosikan ide dan opini melalui jalur

tersebut untuk mempromosikan dan

menyokong jenis perilaku tertentu.”53

Sampai sejauh ini, dalam kesimpulan

Schmid, kampanye komunikasi strategis AS

belum mampu meluruhkan daya tarik narasi Al

Qaidah secara signifikan. Schmid memandang

bahwa “ide yang mengatakan seseorang dapat

membentuk dan memanipulasi opini publik

hanya dengan pesan tanpa mengubah aspek

yang tidak populer dari kebijakan luar negeri

tidak dapat lagi dipertahankan di era media

sosial yang interaktif saat ini.”54 Gambar dan

kisah mengenai perlakuan kejam AS di

Guantanamo dan Abu Ghraib mampu

mengalahkan narasi AS tentang superioritas

moral mereka.

53

Steve Tatham, Understanding Strategic Communication, 2010, hal. 19. 54

Alex P. Schmid, Al-Qaeda’s “Single Narrative” and Attempts to Develop Counter-Narratives, hal. 14

Schmid menyimpulkan bahwa “persoalan

dasar yang terus dihadapi oleh AS, baik di masa

Bush maupun Obama, adalah kredibilitas di

mata audien.” 55 Kredibilitas, legitimasi, dan

relevansi adalah bahan kunci dari sebuah

narasi. Kredibilitas adalah hasil dari kesesuaian

antara kata dan perbuatan. Ia muncul saat

politisi dan tentara mengatakan apa yang

mereka lakukan dan melakukan apa yang

mereka katakan dan mereka dipandang sebagai

orang yang jujur. Gap kredibilitas antara

kebijakan yang dideklarasikan dan kebijakan

aktual yang dilakukan bisa dikurangi—dan

tidak bisa dihilangkan sama sekali—sepanjang

ada tranparansi dan akuntabilitas. Hal ini

berlaku bagi kedua belah pihak, baik AS dan

sekutunya maupun Al Qaidah dan kelompok

jihad lainnya.56

Rekomendasi Kontranarasi

Jacobson menilai bahwa melawan ideologi

yang menyetir ekstrimisme telah menjadi

elemen penting dalam usaha untuk mencegah

dan mengalahkan kekerasan yang muncul

darinya. Fokus pada sisi “yang lebih lunak” dari

kontraterorisme juga telah menjadi pendekatan

baru yang dilakukan oleh AS dan sekutunya.

Salah satu fokus dari pertempuran baru ini

adalah diakuinya nilai penting apa yang

dinamakan “perang ide”. Untuk itu, Jacobson

mengusulkan agar ide-ide Al Qaidah harus

55

ibid 56

ibid

Page 18: K. Mustarom - Syamina.orgsyamina.org/uploads/XVII_Syamina_Lapsus_JanFeb2015.pdf · namun kontraterorisme juga soal performa. Ia tidak hanya melibatkan penargetan, pengawasan, pencegahan,

18

Laporan Khusus SYAMINA Edisi XVII/Januari-Februari 2015

ditantang dengan kontranarasi yang lebih

kuat.57

Barat mencoba melakukan kontranarasi

dengan membedakannya berdasarkan khalayak

yang mereka targetkan (tailoring counter-

narratives). Christian Leuprecht dalam

Perspective on Terrorism mengusulkan agar

kontranarasi dilakukan dengan membedakan

antara simpatisan, suporter, aktivis. Selain itu,

mereka juga mengusulkan agar kontranarasi

dilakukan dengan membedakan antara aksi

politik yang legal, ilegal, dan aksi politik yang

dilakukan dalam bentuk kekerasan. Menurut

mereka, tidak ada kontranarasi tunggal yang

mampu menetralisir narasi para Jihadis.

Leuprech mengusulkan empat kontranarasi

minimal yang diperlukan:58

Satu narasi harus mampu memberikan

kontra terhadap persepsi bahwa Barat

melakukan perang melawan Islam. Persepsi

ini diterima oleh sebagian besar umat

Islam. Selama pasukan Barat terus berada

di negara-negara Muslim, terutama Irak

dan Afghanistan, kontranarasi ini

nampaknya akan sulit untuk

diformulasikan.

Narasi kedua harus mampu memberikan

kontra terhadap persepsi bahwa pejuang

Muslim membela Islam. Berdasarkan

polling di negara-negara Muslim, banyak

yang mengagumi Usamah bin Ladin,

57

http://www.terrorismanalysts.com/pt/index.php/pot/article/view/66/html 58

http://www.terrorismanalysts.com/pt/index.php/pot/article/view/68/html

namun sebagian besar responden tidak

menganggap terorisme sebagai sarana yang

legitimate.

Narasi ketiga harus mampu memberikan

kontra terhadap persepsi bahwa aksi yang

dilakukan pejuang Muslim, terutama

serangan pada warga sipil Barat dan

dampak yang mengenai sipil Muslim,

adalah tindakan perang yang sah. Beberapa

polling mengindikasikan bahwa hanya

sedikit Muslim yang percaya akan persepsi

ini, meski jumlah tersebut bisa dikatakan

cukup besar untuk berpotensi menjadi

ekstrimis. Leuprech mengusulkan agar

dilakukan penelitian untuk

mengidentifikasi karakteristik dari

kelompok yang berjumlah kecil tapi sangat

penting ini.

Narasi keempat harus mampu memberikan

kontra terhadap persepsi bahwa Muslim

yang baik mempunyai tugas untuk

mendukung teroris. Sampai saat ini belum

ada polling yang menaksir sebanyak apa

atau Muslim semacam apa yang setuju

dengan pandangan ini. Leuprech

menjelaskan bahwa melakukan penargetan

terhadap minoritas kecil ini melalui

intervensi media massa akan cukup sulit

dilakukan.

Page 19: K. Mustarom - Syamina.orgsyamina.org/uploads/XVII_Syamina_Lapsus_JanFeb2015.pdf · namun kontraterorisme juga soal performa. Ia tidak hanya melibatkan penargetan, pengawasan, pencegahan,

19

Laporan Khusus SYAMINA Edisi XVII/Januari-Februari 2015

Konsep ini secara lebih detail dilakukan dengan

langkah-langkah sebagai berikut:

a. Merusak citra para Jihadis sebagai

pembela umat Islam

Kelompok jihad selama ini mendefinisikan

diri sebagai ath-thaliah al-muqatilah (pasukan

petempur) yang membela Islam dan umat

Islam. Untuk melawan narasi ini, Heffelfinger

mengusulkan agar persepsi ini diruntuhkan

secara menyeluruh sebagai bagian dari

kontranarasi yang efektif. Hal ini dilakukan

dengan berusaha menyorot bahwa Al Qaidah

dan kelompok Jihadis bukan lah pembela umat

Islam dan mereka bertentangan dengan syariat

Islam dalam praktik dan keyakinannya.59

Kontranarasi Barat berusaha

mendemonstrasikan bahwa warga sipil dan

Muslim mengalami penderitaan atas ulah para

teroris. Hal ini dilakukan dengan cara

menunjukkan korban dari umat Islam dan

berfokus pada kemunafikan ideologi mereka.

Selain diarahkan kepada masyarakat luas,

kontranarasi ini juga diharapkan mampu

menyasar anggota kelompok perlawanan yang

memiliki keraguan terhadap kebijakan

organisasi mereka. Mereka memandang bahwa

taktik ini sangat potensial. Selain menyasar

umat Islam secara umum, kekecewaan dengan

strategi kelompok, dalam sejarahnya, mampu

menjadi alasan utama seseorang meninggalkan

kelompok tersebut.

Meruntuhkan citra Jihadis sebagai pembela

umat Islam diharapkan akan mampu

59

Chris Heffelfinger, Waiting out the Islamist Winter: Creating an Effective Counter Narrative to Jihad, hal. 5

meruntuhkan legitimasi mereka, karena

mereka pada umumnya menyerukan kepada

umat Islam untuk mendukung operasi

mereka. 60 Persepsi bahwa Jihadis adalah

pembela umat Islam bersandar pada opini

publik Islam secara umum. Karenanya, AS

berusaha menunjukkan bahwa, sebagaimana

yang dijelaskan oleh Direktur Kontra Terorisme

Nasional AS Michael Leiter, “Al Qaidah, bukan

AS, yang berperang melawan Islam.”61

b. Mendiskreditkan filosofi keagamaan

Jihadis

Pendekatan pertama dilakukan tidak hanya

dengan menyanggah ajaran agama yang

dipahami Al Qaidah, tetapi juga menawarkan

interpretasi alternatif dari teks dan pidato

kunci yang dibawakan oleh mereka. Menurut

Tom Quiggin, ada delapan tema yang muncul

secara teratur dalam "wacana Jihadis," masing-

masing memiliki dua interpretasi utama:

interpretasi Al Qaidah dan interpretasi

mainstream yang lebih klasik. Dengan

mendiskreditkan keyakinan agama Al Qaidah

dan sekaligus menekankan pemahaman yang

lebih utama dari teks dan doktrin-doktrin

Islam, Barat berusaha melemahkan komponen

inspirasional dari narasi Al Qaidah dan sumber

utama radikalisasi.

Secara lebih detail, usulan kontranarasi

disampaikan oleh Tom Quiggin. Ia mencoba

menghadirkan definisi alternatif dari beberapa

tema utama yang selama ini menjadi tema khas

60

Chris Heffelfinger, Waiting out the Islamist Winter, hal. 8 61

Michael Leiter, ceramah di the Washington Institute for Near East Policy, February 13, 2008.

Page 20: K. Mustarom - Syamina.orgsyamina.org/uploads/XVII_Syamina_Lapsus_JanFeb2015.pdf · namun kontraterorisme juga soal performa. Ia tidak hanya melibatkan penargetan, pengawasan, pencegahan,

20

Laporan Khusus SYAMINA Edisi XVII/Januari-Februari 2015

para Jihadis berdasarkan apa yang ia sebut

sebagai pandangan ulama mainstream.62

1. Jihad

Konsep jihad mengacu pada 'berjuang

untuk kebaikan'. Ada beberapa tujuan

jihad. Diantaranya adalah jihad untuk

kebaikan, pembangunan manusia,

kesejahteraan, pendidikan, keluarga,

persahabatan dan pembangunan bangsa.

Ada juga jihad melawan kondisi manusia,

termasuk jihad melawan kejahatan dalam

diri, seperti kemalasan, kebodohan,

kebencian dan kesombongan.

2. Baiat

Status diperbolehkannya baiat harus

dipastikan oleh mayoritas para pemimpin

masyarakat, yaitu para ulama, umara

(penguasa) dan orang-orang yang

dihormati lainnya. Ia tidak bisa

diputuskan oleh satu pemimpin saja. Amir

Al Qaidah tidak mewakili mayoritas

masyarakat Muslim atau pemimpinnya.

Oleh karena itu, ia tidak memiliki

kewenangan untuk mengambil baiat dari

siapa pun. Penafsiran baiat Al Qaidah

tidak valid dan tidak membawa beban

agama apapun.

3. Darul Islam

Ulama Islam percaya bahwa istilah Darul

Islam adalah istilah relatif. Tidak memiliki

makna yang tepat atau pasti. Tidak ada

perintah yang jelas terhadap Darul Islam.

Oleh karena itu, pembenaran untuk

62

http://www.terrorismanalysts.com/pt/index.php/pot/article/view/67/html

melakukan pembunuhan atau

menumpahkan darah untuk mencapai hal

yang samar-samar ini sangat berbahaya.

4. Umat

Tidak boleh ada yang mengklaim bahwa

komunitas mereka adalah satu-satunya

komunitas yang benar. Tidak ada otoritas

tunggal dalam Islam yang dapat membuat

pernyataan seperti itu. Islam mendorong

persaudaraan di antara semua umat

Islam. Dalam Islam ada Piagam Madinah,

yang menunjukkan bahwa harus ada

perdamaian di antara umat Islam, Yahudi

dan Kristen. Islam juga menganjurkan

bahwa seorang Muslim yang baik harus

menjadi warga negara yang baik juga.

5. Takfir

Muslim dilarang untuk menyatakan orang

lain sebagai kafir. Jika seorang Muslim

melakukan hal ini, maka ia telah

melemparkan kekafiran kepada dirinya

sendiri.

6. Syahid atau istisyhad

Bunuh diri adalah tindakan yang sangat

dilarang dalam Al-Qur'an dan hadist.

Allah telah memberikan Anda tubuh.

Hanya Allah yang dapat memutuskan

kapan tubuh tersebut akan diambil

kembali. Tidak ada pengecualian untuk

aturan ini. Kehidupan, baik itu manusia

atau makhluk lain, adalah suci, dan harus

dihormati. Siapa pun yang melakukan

bunuh diri akan dianggap kekal di neraka.

Pelaku bom bunuh diri akan

menghabiskan waktunya di neraka dalam

Page 21: K. Mustarom - Syamina.orgsyamina.org/uploads/XVII_Syamina_Lapsus_JanFeb2015.pdf · namun kontraterorisme juga soal performa. Ia tidak hanya melibatkan penargetan, pengawasan, pencegahan,

21

Laporan Khusus SYAMINA Edisi XVII/Januari-Februari 2015

keadaan tangan, kaki dan kepalanya

terlepas.

7. Al-Wala’ wa Al-Bara'

Tidak ada mentalitas "kita melawan

mereka" baik dalam Islam maupun umat

manusia. Semua manusia adalah makhluk

Allah dan karena itu kita harus

menunjukkan rasa hormat satu sama lain.

Islam harus dilihat sebagai rahmat bagi

semesta alam.

8. Hijrah

Konsep hijrah berkaitan dengan semangat

untuk terus menerus maju dan berubah

dalam hidup. Dalam Islam klasik, orang-

orang yang akan berhijrah juga harus

mempertimbangkan keluarga mereka.

Orang tua dan anak-anak harus

diperhatikan sebelum hijrah. Hijrah fisik

hanya bisa dipertimbangkan dalam situasi

yang mengerikan ketika seseorang

khawatir akan kebebasan beragamanya,

hak-hak pribadi, martabat dan

kesejahteraannya. Muslim harus dapat

berhasil di tanah kelahiran mereka

sebagai tanda syukur kepada Allah.

Bahkan wajib bagi seorang Muslim untuk

tetap tinggal di negaranya jika ia bisa

membantu meningkatkan kemajuan

komunitas Muslim di negara tersebut.

Dalam usaha ini, kredibilitas pembawa

pesan adalah komponen yang paling krusiil.

Pesan-pesan yang dipandang disponsori oleh

negara seringkali tidak dipercaya. Untuk itu, La

Marca memandang bahwa mantan teroris dan

juga ulama lokal memegang peran kunci dalam

penyampaian pesan ini. 63 Dalam pendapat

Betz, “ini adalah perdebatan internal umat

Islam dan bukan ranah kita sebagai pihak luar

untuk bisa berkontribusi dalam sebuah cara

yang rumit dan meyakinkan.”64

c. Merendahkan kredibilitas para

pembawa pesan

Kekuatan narasi sangat bergantung pada

kredibilitas pihak yang mempropagandakan-

nya. Dengan meruntuhkan kharisma dan

legitimasi yang dimiliki Jihadis, Barat berharap

mampu untuk mengurangi daya tarik mereka.

Strategi ini bisa dilakukan dengan cara:

- Membuat kontranarasi yang menekankan

pada kemunafikan Jihadis.

Hal ini dilakukan tidak hanya dengan

menunjukkan bahwa metode yang mereka

adopsi tidak konsisten dengan keyakinan

mereka sendiri, namun juga dengan

menyorot kerusakan yang mereka lakukan

atas nama Islam.

Pendekatan semacam ini juga mempunyai

pondasi sosial-psikologis. Dalam sebuah

proses yang dikenal dengan polarisasi

kelompok, “kelompok yang terdiri dari

individu-individu yang berpikiran sama

cenderung menjadi lebih ekstrim dalam

preferensi bersama (shared preferences). 65

Akibatnya, dinamika kelompok cenderung

63

Mike La Marca, Defeating al-Qaeda in the "Battle of Ideas": The Case for a U.S. Counter-Narrative, MA Thesis, , Duke University, 2012, hal. 50 64

Betz, “Virtual,” hal. 511. 65

Leuprecht, “Winning the Battle,” 31.

Page 22: K. Mustarom - Syamina.orgsyamina.org/uploads/XVII_Syamina_Lapsus_JanFeb2015.pdf · namun kontraterorisme juga soal performa. Ia tidak hanya melibatkan penargetan, pengawasan, pencegahan,

22

Laporan Khusus SYAMINA Edisi XVII/Januari-Februari 2015

lebih memilih argumen dan individu yang

lebih ekstrim. Fenomena ini bisa mengarah

pada kompetisi dalam kelompok diantara

beberapa faksi yang berbeda dan akhirnya

membawa pada perpecahan. Sebagaimana

yang disimpulkan oleh Jacobson,

“kekecewaan dalam sejarahnya telah

menjadi alasan utama yang menyebabkan

militan meninggalkan kelompok mereka.

Beberapa di antara mereka merasa bahwa

beberapa anggota kelompok mereka atau

pemimpin mereka telah melangkah terlalu

jauh.”66

Cara lain yang dilakukan adalah dengan

menguatkan suara korban terorisme, yang

“suaranya biasanya sunyi dan diabaikan tapi

memiliki cerita yang kuat dan meyakinkan

untuk mengisahkan tentang kegagalan

terorisme.” Orang-orang semacam ini juga

bisa dimanfaatkan untuk membantah

ungkapan Jihadis bahwa mereka sedang

berperang dengan menunjukkan kehidupan

biasa dari orang-orang yang mereka

bunuh.”67

- Meluruhkan brand Al Qaidah.

Brynjar Lia berpendapat bahwa Al Qaidah

mampu membangun image yang sangat kuat

sebagai organisasi teroris paling ditakuti di

dunia, yang mampu memberikan daya tarik

pada para pemuda. Hari ini, image Al

Qaidah sebagai kelompok dengan skill tinggi,

mematikan, dan dikelola dan dilatih secara

66

Michael Jacobson, “Learning Counter-Narrative Lessons from Cases of terrorist Dropouts,” hal. 13 67

Radicalization: The Role of the Internet, Institute for Strategic Dialogue (2011), hal. 10

sistematis terus berlangsung.68 Bartlett et al.

mengungkapkan bahwa “ide tentang Al

Qaidah sama pentingnya dengan ide yang

mereka propagandakan.”69

Karena itu, meluruhkan brand Al Qaidah

dijadikan komponen kunci dalam

kontranarasi AS. Byman dan Fair

berpendapat bahwa, “mungkin beberapa

teroris memiliki skill tinggi… namun yang

sebenarnya terjadi adalah banyak pasukan

lapangan yang bodoh dan tidak terlatih,

bahkan mungkin tidak bisa dilatih… Dengan

terus menerus mempublikasikan hal ini, AS

berharap mampu untuk mengikis image

kuat tentang kekuatan dan ketaatan teroris

yang selama ini jadi andalan bagi mereka

untuk melakukan rekrutmen dan

pendanaan.”70

Merendahkan brand Al Qaidah dan para

Jihadis juga dilakukan melalui humor,

ledekan, dan satire. Kristin Fleischer

memandang bahwa humor, ledekan, dan

satire adalah “alat strategi komunikasi yang

legitimate yang memiliki sejarah panjang

dalam peperangan, baik secara ofensif

maupun defensif.”71 Dalam ungkapan Waller,

“Humor, ledekan, dan satire berpotensi

mampu memecah belah, merusak moral, dan

membuat satu organisasi kurang menarik

bagi para pendukung dan calon rekrutan…

Diledek berarti kehilangan respek. Berarti

68

Byman, Daniel dan Christine Fair, The Case For Calling Them Nitwits, The Atlantic, Juli/Agustus 2010 69

The Edge of Violence: A Radical Approach to Extremism, DEMOS(2010), hal. 39 70

Ibid 71

Kristin Fleischer, Ridicule as Strategic Communication, COMOPS Journal, (2010),

Page 23: K. Mustarom - Syamina.orgsyamina.org/uploads/XVII_Syamina_Lapsus_JanFeb2015.pdf · namun kontraterorisme juga soal performa. Ia tidak hanya melibatkan penargetan, pengawasan, pencegahan,

23

Laporan Khusus SYAMINA Edisi XVII/Januari-Februari 2015

juga kehilangan pengaruh. Berarti juga

kehilangan pengikut dan larinya para calon

pendukung… karenanya mereka bisa

menjadi senjata psikologis yang sangat

kuat.”72

- Menyorot kesulitan hidup, ketidakstablan

finansial, dan hidup yang penuh dengan

ketakutan yang dialami oleh para teroris.73

Realita hidup yang penuh kesulitan ini,

menurut Jacobson, adalah faktor kunci

untuk membuat seseorang keluar dari

organisasi semacam Al Qaidah. John

Horgan, ahli psikologi yang telah

mewawancarai berbagai teroris dari 13

organisasi, menyatakan bahwa faktor umum

yang menyebabkan keluarnya teroris dari

kelompoknya adalah kekecewaan yang

meluas.74

- Menggambarkan para Jihadis sebagai

kriminal yang gagal untuk hidup sesuai

dengan prinsip-prisip Islam.

d. Menghalangi sampainya pesan-pesan

Jihadis hingga ke audien

Ideologi merupakan senjata paling kuat

yang dimiliki oleh para Jihadis. 75 Pusat

pengembangan dari sebuah gerakan adalah

72

J. Michael Waller, Fighting the War of Ideas Like a Real War, (Washington, D.C.: The Institute of World Politics Press, 2007), hal. 109 73

Michael Jacobson, “Learning Counter-Narrative Lessons from Cases of terrorist Dropouts,” National Coordinator for Counterterrorism, Januari 2010. 74

Amada Ripley, Reverse Radicalism, TIME, 13 Maret 2008 75

Michael Pizzuto, Alter-Messaging: The Credible, Sustainable Counterterrorism Strategy, Center on Global Counterterrorism Operation, Mei 2013, hal. 2

pembangunan bingkai ideologi (ideological

framework). Ideologi menawarkan

sekumpulan ide yang menjadi dasar bagi

tindakan-tindakan politis, baik yang

dimaksudkan untuk memelihara,

memodifikasi, atau menggulingkan sistem

kekuasaan yang ada saat ini. 76 Ideologi juga

berfungsi untuk menyelaraskan aktivitas saat

terjadi kekosongan kepemimpinan atau

struktur komando.77

Promosi ideologi ini merupakan faktor

sentral dalam upaya radikalisasi. 78 Ideologi

juga bergantung pada ideolog yang

mempromosikan ideologi tersebut. Karenanya,

menantang ideologi dan mengganggu

kemampuan Jihadis untuk mempromosikannya

merupakan bagian fundamental dari usaha

untuk mencegah tersebarnya ide-ide mereka.79

Usaha ini dilakukan, menurut usulan

Ciovacco, antara lain dengan membunuh,

menangkap, atau mencemarkan nama baik

tokoh-tokoh simbol Jihadis, mengisolasi

mereka, dan mencegah suara mereka dari

masyarakat.80 Dengan hilangnya anggota senior

dan para pemikir Al Qaidah, akan membuat

anggota gerakan tersebut kehilangan sebuah

76

Andrew Heywood, Political Ideologies: An Introduction. 3th Ed.: Palgrave Macmillan, hal. 10 77

The Change Institute, Studies into violent radicalisation: The beliefs, ideologies and narratives. A study carried out by the Change Institute for the European Commission – Directorate General Justice, Freedom and Security, London: The Change Institute, 2008 78

Alex Schmid, The Importance of Countering Al Qa’ida’s Single Narrative. Countering Violent Extremist Narratives, The Hague: NCTb, 2010 79

UK Home Department, Prevent Strategy, dipresentasikan di Parlemen Inggris oleh Menteri Dalam Negeri, Juni 2011, hal.43 80

http://www.the-american-interest.com/2011/07/01/ending-al-qaeda/

Page 24: K. Mustarom - Syamina.orgsyamina.org/uploads/XVII_Syamina_Lapsus_JanFeb2015.pdf · namun kontraterorisme juga soal performa. Ia tidak hanya melibatkan penargetan, pengawasan, pencegahan,

24

Laporan Khusus SYAMINA Edisi XVII/Januari-Februari 2015

otoritas yang bisa mereka percaya, yang

mengarahkan dan memandu mereka,

meluruskan kesalahpahaman, dan mengatur

barisan dengan ilmu, pemahaman, dan

kebijaksanaan. Kondisi ini akan mengakibatkan

terjadinya “intervensi dari orang-orang yang

belum terlalu matang di jalan jihad untuk

menyebarkan ide dan opini semau mereka dan

menyebabkan kekacauan dan kegelapan dari

sebuah visi yang benar yang harus dimiliki oleh

setiap mujahid.”81

e. Mengeksploitasi titik lemah ideologis

Isu takfir masih terus menjadi perdebatan,

baik di kalangan Jihadis maupun non-Jihadis.

Meski Al Qaidah sadar atas titik lemah ini—

yang ditunjukkan oleh surat Azh-Zhawahiri

kepada Abu Mus’ab Az-Zarqawi—gerakan jihad

masih sangat rentan diserang dengan isu

takfir.82 Kesalahpahaman dan kesalahan dalam

penerapan prinsip takfir, menurut Heffelfinger,

merupakan hal yang paling merusak bagi

gerakan jihad. Untuk itu, Heffelfinger

mengusulkan agar kesan ini terus diulang-

ulang melalui berbagai suara dan berbagai

sarana agar semakin kuat dan semakin

menjauhkan mereka dari umat Islam secara

umum.83

81

Jarret Brachman, Abu Yahya’s Six Easy Steps for Defeating al-Qaeda, Perspective on Terrorism, vol.1, no.5, 2007 82

Letter from al-Zawahiri to al-Zarqawi, http://www.globalsecurity.org/security/library/report/2005/zawahiri-zarqawi-letter_9jul2005.htm 83

Chris Heffelfinger, Waiting out the Islamist Winter, hal. 13

f. Mendorong perpecahan dan

perselisihan narasi

Mengingat pentingnya kesatuan pikiran

dan doktrin yang ditekankan oleh para

pemimpin Salafi Jihadi sejak lahirnya gerakan

tersebut, mendorong dan mengembangkan

ketidaksepakatan dan perselisihan yang terjadi

di antara mereka menjadi alat yang efektif

dalam melawan mereka. Perselisihan tersebut,

terutama dalam hal legitimasi takfir dan

penggunaan kekerasan, akan memaksa para

pemimpin jihad untuk terjebak dalam debat

dan perbantahan tanpa akhir yang menguras

waktu.84

Dalam pandangan Leuprech, persoalan

utama dalam melawan narasi para Jihadis

adalah dengan mengembangkan multi

kontranarasi yang disesuaikan dengan masing-

masing target yang spesifik. Pendapat ini

dikuatkan oleh observasi Jenderal Sir Rupert

Smith yang menyatakan bahwa “kita saat ini

hidup di sebuah dunia konfrontasi dan konflik,

bukan dunia perang dan perdamaian.”85

Meski demikian, Leuprech memandang

bahwa Barat selama ini menargetkan orang

yang salah dan untuk alasan yang salah. Ide

radikal bukanlah masalah utama. Demokrasi

sendiri banyak mengalami kemajuan terbesar

melalui usaha para radikal yang

mempropagandakan ide radikal. Pemerintah

yang mengaku demokratis seharusnya tidak

punya urusan terhadap apa yang diyakini atau

84

Chris Heffelfinger, Waiting out the Islamist Winter, hal. 12 85

Rupert Smith. The Utility of Force: The Art of War in the Modern World. London: Allen Lane, 2005, hal. 16-18, 371-372.

Page 25: K. Mustarom - Syamina.orgsyamina.org/uploads/XVII_Syamina_Lapsus_JanFeb2015.pdf · namun kontraterorisme juga soal performa. Ia tidak hanya melibatkan penargetan, pengawasan, pencegahan,

25

Laporan Khusus SYAMINA Edisi XVII/Januari-Februari 2015

dipikirkan oleh orang lain. Pemikiran dan

keyakinan seharusnya hanya menjadi perhatian

jika mereka berhubungan dengan tindakan

yang ilegal.

Karenanya, sangatlah penting untuk

membedakan antar tindakan legal dan ilegal,

yang mana persoalan terakhir lah yang

seharusnya menjadi perhatian utama pasukan

keamanan dan intelijen. Dari argumen

tersebut, Leuprach mengusulkan bahwa tugas

kontranarasi seharusnya adalah dengan

mengkounter narasi-narasi yang memiliki

hubungan paling jelas dengan kekerasan.86

5. Implementasi Deradikalisasi di

beberapa negara

Sebagai upaya untuk melawan narasi dan

menantang ideologi Jihadis yang dianggap

sebagai sumber radikalisme, AS dan sekutunya

menjalaninya dengan melakukan program

deradikalisasi. Salah satu tujuan dari program

ini adalah untuk mendiskreditkan ideologi

ekstrim yang dimiliki oleh para Jihadis tersebut

dan membuat mereka meninggalkan ideologi

tersebut.87

Tujuan dari program tersebut secara lebih

lengkap dirangkum oleh Bjorgo dan Horgan

sebagai berikut:

- Mengurangi jumlah teroris yang aktif

- Mengurangi kekerasan

- Melakukan reorientasi ideologi dan

perilaku partisipan

86

http://www.terrorismanalysts.com/pt/index.php/pot/article/view/68/html 87

http://www.rand.org/news/press/2010/11/29.html

- Mengembalikan mantan anggota kelompok

teroris ke dalam kehidupan yang normal

- Memperoleh data intelijen, bukti-bukti, dan

kesaksian dalam kasus di pengadilan

- Menggunakan mantan teroris yang tobat

sebagai pembangun opini

- Menaburkan percekcokan di lingkungan

terorisMenyediakan jalan keluar dari

terorisme dan kehidupan ‘bawah

tanah’Mengurangi ketergantungan pada

cara-cara yang represif, dan lebih

menggunakan cara-cara yang lebih

manusiawi dalam melawan terorisme

- Mengurangi biaya ekonomi dan biaya sosial

yang diakibatkan oleh pemeliharaan teroris

di penjara dalam waktu lama

- Meningkatkan legitimasi pemerintah atau

badan pemerintah.88

Duvall memetakan usaha deradikalisasi

tersebut menjadi empat langkah: individual

disengagement, collective disengagement,

individual deradicalization, dan collective de-

radicalization. Individual disengagament

dilakukan untuk mengubah perilaku kekerasan

dari seorang teroris, sedangkan collective

disengagement bertujuan untuk menghentikan

perilaku kekerasan dari satu kelompok secara

keseluruhan. Mekanisme individual

deradicalization bertujuan untuk mengubah

keyakinan radikal dari satu individu, sedangkan

88

John Horgan dan Kurt Braddock, Evaluating the Effectiveness of De-Radicalisation Programs: Towards a Scientific Approach to Terrorism Risk Reduction, dalam Sarah Canna (Ed.), Countering violent extremism: Scientific methods & strategies. Washington: NSI, 2011, hal. 1-2

Page 26: K. Mustarom - Syamina.orgsyamina.org/uploads/XVII_Syamina_Lapsus_JanFeb2015.pdf · namun kontraterorisme juga soal performa. Ia tidak hanya melibatkan penargetan, pengawasan, pencegahan,

26

Laporan Khusus SYAMINA Edisi XVII/Januari-Februari 2015

Gambar 1. Mekanisme deradikalisasi dan disengagement

Sumber: Duvall et al, An Analysis of Modern State-Level Terrorist Deradicalization Campaigns, Naval Postgraduate School

collective deradicalization berusaha untuk

mengubah keyakinan radikal satu kelompok.89

a. Individual Disengagement

- Penangkapan atau Pembunuhan

Dengan melakukan penangkapan atau

pembunuhan, pemerintah mampu

secara fisik menyingkirkan para militan

dan mencegah mereka dari melakukan

serangan. Program ini juga diharapkan

mampu mengeliminasi orang-orang

berpengalaman dari organisasi tersebut

89

Justin A. Duvall et.al, An Analysis of Modern State-Level Terrorist Deradicalization Campaigns, Naval Post Graduate School, Desember 2012, hal. 12

dan mengurangi efisiensi jalannya

organisasi.

- Memberikan Peluang kerja

Program ini dilakukan dengan

memfasilitasi pencarian pekerjaan bagi

mantan tahanan atau memberikan

uang pensiun kepada mereka yang

sudah tua. Kembali bekerja atau diberi

sesuatu untuk dimakan dirancang

untuk menghentikan rasa dizalimi oleh

negara. Secara logika, mereka yang

bekerja dan memperoleh pendapatan

Page 27: K. Mustarom - Syamina.orgsyamina.org/uploads/XVII_Syamina_Lapsus_JanFeb2015.pdf · namun kontraterorisme juga soal performa. Ia tidak hanya melibatkan penargetan, pengawasan, pencegahan,

27

Laporan Khusus SYAMINA Edisi XVII/Januari-Februari 2015

yang cukup, akan mengurangi

kemungkinan untuk berpartisipasi

dalam kegiatan kekerasan.

- Pelatihan kerja

Program ini dilakukan dengan

memberikan kesempatan bagi para

tahanan untuk mendapatkan pelatihan

kerja, termasuk menyelesaikan

pendidikan dasar. Maksud dari

program ini adalah memberikan skill

yang dibutuhkan bagi para tahanan

tersebut untuk mendapatkan

pekerjaan, baik pekerjaan yang

diberikan oleh pemerintah maupun

pekerjaan yang mereka dapatkan

sendiri.

- Perlindungan dari balas dendam

kelompok

Kekhawatiran atas keamanan diri dan

keluarga adalah salah satu penghalang

keluarnya seseorang dari satu

kelompok. Program ini dilakukan

dengan memberikan perlindungan

keamanan kepada mereka yang

bersedia menyerahkan diri. Program ini

pernah dilakukan oleh pemerintah

Aljazair kepada anggota GSPC.

- Isolasi di tahanan

Tahanan yang dirasa mampu

mempengaruhi tahanan lain diisolasi.

Ini adalah teknik yang efektivitasnya

bervariasi, yang bertujuan untuk

melawan fenomena radikalisasi yang

sering terjadi di penjara. Dengan cara

ini, diharapkan mampu mencegah

rekrutmen berikutnya. Program ini juga

pernah dijalankan di Aljazair.

- Pelepasan tahanan

Pelepasan tahanan ini biasanya disertai

kontrak dengan pemerintah. Mereka

dilepaskan dari tahanan, disertai

dengan insentif—biasanya berupa

pekerjaan, rumah, beasiswa

pendidikan, dan bahkan mobil—namun

mereka harus sepakat untuk tidak lagi

melakukan kekerasan. Jika para

mantan tahana tersebut melanggar

kontrak dan kembali melakukan

kekerasan, pemerintah akan

menangkap atau membunuh mereka.

Pelepasan tahanan ini juga

dimaksudkan untuk menunjukkan

kebaikan pemerintah.

- Jaringan sosial

Setelah tahanan sudah bebas, mereka

disarankan untuk terus menjalin

kontak dengan ulama dan konselor

yang pernah bekerja dengan mereka

selama dalam masa tahanan. Program

ini dimaksudkan agar mereka tetap

berada dalam lingkungan yang positif

dan memudahkan pemerintah untuk

terus melakukan pengawasan.

- Pempublikasian nama

Usaha pempublikasian nama dari para

militan yang menjadi buronan, pada

tingkat tertentu bisa memicu terjadinya

disengagement. Publikasi juga akan

Page 28: K. Mustarom - Syamina.orgsyamina.org/uploads/XVII_Syamina_Lapsus_JanFeb2015.pdf · namun kontraterorisme juga soal performa. Ia tidak hanya melibatkan penargetan, pengawasan, pencegahan,

28

Laporan Khusus SYAMINA Edisi XVII/Januari-Februari 2015

membuat mereka susah untuk

melakukan operasi.

- Penyingkiran pemimpin komunitas

Sebagai bagian dari strategi untuk

menghentikan penyebaran ideologi

radikal, Arab Saudi pernah melakukan

pemecatan terhadap ribuan ulama yang

mendakwahkan Islam yang tidak sesuai

dengan Islam versi pemerintah. Mereka

juga menyingkirkan para pengajar yang

menyerukan kekerasan. Dan untuk

mereka yang masih berada di posisinya,

dalam arti tidak diberhentikan,

pemerintah Arab Saudi melakukan

monitoring secara elektronik.

Kebijakan ini diambil sebagai usaha

untuk mencegah para ulama dari

mempromosikan jihad.

b. Collective Disengagement

- Negosiasi

Usaha ini masuk dalam collective

diseangagement karena kontak dan

pembicaraan dilakukan dengan para

pemimpin organisasi dan berujung

pada disangegement kolektif dari

beberapa anggota dari organisasi

tersebut.

- Penargetan pemimpin

Efektivitas penargetan pemimpin

masih menjadi perdebatan dalam studi

keamanan. Dalam beberapa kasus,

sebuah organisasi akan lebih rentan

terhadap usaha pemerintah berikutnya

saat para pemimpin mereka berhasil

disingkirkan. Namun dalam kasus lain,

organisasi tersebut justru lebih kuat

dengan motivasi baru atau karena

restrukturisasi yang mereka lakukan.

Di Aljazair, penargetan terhadap

pemimpin GSPC dan AQIM membantu

mengurangi kegiatan kekerasan

mampu membuat kelompok tersebut

dalam situasi reorganisasi secara

konstan. Di Arab Saudi, dalam

upayanya untuk melawan AQAP,

pemerintah berusaha mengeliminasi

figur-figur yang mempunyai otoritas

keagamaan yang kredibel. Tujuan dari

operasi ini adalah untuk mengacaukan

kemampuan organisasi tersebut untuk

membuat rencana dan melakukan

operasi.

- Represi negara

Represi negara dimaksudkan bukan

sekadar untuk menghentikan aksi

kekerasan seseorang, namun lebih

untuk mengacaukan kekuatan sebuah

kelompok dan akhirnya menghentikan

aksi-aksi kekerasan yang ingin mereka

lakukan. Usaha ini dilakukan antara

lain dengan pembunuhan pimpinan,

penggerebakan tempat perlindungan,

serta penangkapan.

- Manipulasi lingkungan

Intelijen pemerintah melakukannya

dengan cara melakukan infiltrasi

kepada setiap kelompok yang berusaha

untuk menegakkan syariat Islam.

Page 29: K. Mustarom - Syamina.orgsyamina.org/uploads/XVII_Syamina_Lapsus_JanFeb2015.pdf · namun kontraterorisme juga soal performa. Ia tidak hanya melibatkan penargetan, pengawasan, pencegahan,

29

Laporan Khusus SYAMINA Edisi XVII/Januari-Februari 2015

Intelijen Aljazair berhasil memfasilitasi

disengagement kelompok AIS (Islamic

Salvation Army) dan yang lainnya

dengan membuat semua kelompok

yang mempunyai tujuan bersama—

yaitu menegakkan syariat Islam—

terpolarisasi satu sama lain. Hal ini

dilakukan melalui infilitrasi rahasia.

Dengan melakukan infiltrasi ke

berbagai kelompok, pemerintah

berhasil membuat kelompok-kelompok

tersebut lebih sibuk untuk bertempur

satu sama lain dibanding bekerjasama

melawan pemerintah. Sejauh mana

pemerintah Aljazair melakukan

infiltrasi dan detail aksi mereka masih

belum dipublikasikan dalam sumber-

sumber akademik.

Manipulasi lingkungan juga dilakukan

dalam bentuk lain. Pemerintah Arab

Saudi berusaha mengurangi

pengangguran melalui pendidikan dan

reformasi tenaga kerja. Dalam hal

pendidikan, Arab Saudi

mengalokasikan anggaran lebih untuk

melatih warganya dengan skill-skill

teknis yang diperlukan untuk bekerja di

berbagai industri di negara tersebut.

Dalam hal ketenagakerjaan, Arab Saudi

berusaha untuk meningkatkan

lapangan kerja yang tersedia bagi warga

negara Arab Saudi melalui berbagai

regulasi pada sektor-sektor swasta.

- Jaringan sosial

Salah satu contoh dari pemanfaatan

jaringan sosial untuk melancarkan

upaya ini pernah dilakukan di Aljazair.

Kementerian agama Aljazair

menggunakan Radio Qur’an untuk

berbicara langsung dengan para

pejuang di pegunungan. Mantan

pejuang juga dimanfaatkan untuk

meyakinkan para pejuang aktif agar

meletakkan senjata dan menghentikan

pertempuran. Mekanisme ini masuk

dalam kategori disengagement karena

para mantan pejuang tersebut tidak

meninggalkan keyakinan akan

penggunaan kekerasan. Mereka hanya

meninggalkan aksi kekerasan tersebut.

- Penyerahan diri dan pengakuan

kesalahan

Pemerintah Arab Saudi mampu

mempengaruhi penyerahan diri para

militan, baik dari kalangan pendukung,

pemimpin lokal, operator lapangan,

hingga istri dari para anggota senior.

Komponen utama dari mekanisme ini

adalah pempublikasian penyerahan diri

dan pengakuan kesalahan tersebut.

Usaha ini dimaksudkan untuk

mendorong agar lebih banyak anggota

lainnya yang melakukan pelepasan diri

dari melakukan kekerasan melawan

pemerintah.

Page 30: K. Mustarom - Syamina.orgsyamina.org/uploads/XVII_Syamina_Lapsus_JanFeb2015.pdf · namun kontraterorisme juga soal performa. Ia tidak hanya melibatkan penargetan, pengawasan, pencegahan,

30

Laporan Khusus SYAMINA Edisi XVII/Januari-Februari 2015

c. Individual Deradicalization

- Menyingkirkan para pemimpin

komunitas

Mekanisme ini dilakukan dengan cara

melakukan edukasi kepada para imam

yang diduga memberikan ceramah yang

dipandang tidak tepat dan menjurus

kepada radikalisasi. Dengan reedukasi

terhadap para imam tersebut,

pemerintah berupaya untuk mengatur

sistem kepercayaan mereka dan

mencegah penyebaran retorika-retorika

radikal.

- Pernikahan

Program ini dilakukan untuk

mengintergrasikan kembali para

ekstrimis ke masyarakat, mengubah

perilaku dan keyakinan mereka.

Promosi pernikahan dilakukan saat

seseorang yang telah ditahan sedang

menjalani proses reedukasi. Program

konseling memberikan layanan bagi

tahanan yang belum menikah dengan

mencarikan pasangan atau

memberikan bantuan keuangan untuk

menikah dan membeli apartemen.

- Pembangunan keluarga

Keluarga digunakan sebagai jangkar

untuk memudahkan upaya penarikan

tahanan dari kepercayaan dan perilaku

dia sebelumnya. Keluarga tahanan juga

mendapatkan konseling dalam rangka

meningkatkan proses reintegrasi

tahanan tersebut untuk kembali ke

keluarga. Maksud dari program ini

adalah untuk membuat nilai-nilai

kekeluargaan lebih besar dibanding

keyakinan akan kekerasan.

- Tanggung jawab keluarga/suku/

komunitas

Dalam kasus di Arab Saudi, pemerintah

menyerahkan tanggung jawab atas

tahanan tersebut kepada keluarga. Jika

tahanan melarikan diri saat menghadiri

acara keluarga, maka keluarga yang

menjamim harus menggantikan

posisinya di penjara. Jika tahanan

kembali melakukan serangan, maka

seluruh insentif yang sudah pernah

diberikan akan diambil kembali oleh

pemerintah. Dengan penguatan norma

dan nilai-nilai keluarga, diharapkan

tahanan tidak lagi memiliki keinginan

untuk melarikan diri atau melakukan

kembali serangan yang danpaknya bisa

membahayakan keluarganya sendiri.

- Reedukasi

Program ini cukup populer di Arab

Saudi dan Yaman dalam 10 tahun

terakhir. Reedukasi adalah bentuk

paling murni dari deradikalisasi.

Program ini dilakukan dengan

mengontrol khutbah Jumat,

menyiarkan ceramah-ceramah yang

sifatnya mengarah pada deradikalisasi,

baik melalui radio maupun televisi.

Page 31: K. Mustarom - Syamina.orgsyamina.org/uploads/XVII_Syamina_Lapsus_JanFeb2015.pdf · namun kontraterorisme juga soal performa. Ia tidak hanya melibatkan penargetan, pengawasan, pencegahan,

31

Laporan Khusus SYAMINA Edisi XVII/Januari-Februari 2015

d. Collective Deradicalization

- Interaksi sosial dengan kelompok

moderat

Usaha ini pernah dilakukan oleh

pemerintah Aljazair dengan

memfasilitasi interaksi antara

kelompok Islam militan dengan ulama

moderat dari Mesir dan Arab Saudi.

Dalam kasus AIS, ulama-ulama

tersebut mampu membantu

melunakkan mereka yang berujung

pada deradikalisasi.

- Mempengaruhi pemimpin kharismatik

Upaya ini dilakukan dengan dua cara:

1) pemerintah mendapatkan dukungan

dari ulama-ulama yang tidak sepakat

dengan aksi kekerasan. Kekerasan

dianggap ilegal, karenanya siapapun

yang mendukung kekerasan juga

dianggap tidak sah. 2) membuat

website resmi dari Ulama Senior.

Website tersebut dimaksudkan sebagai

tempat bertanya bagi publik terhadap

ulama-ulama senior dan juga tempat

mereka mengeluarkan fatwa resmi.

Dengan pembuatan website tersebut,

Arab Saudi telah memarjinalkan

seluruh ulama yang tidak punya

otoritas atau dipandang tidak punya

kualifikasi untuk mengeluarkan fatwa.

Apa yang ada di website tersebut

dianggap sebagai interpretasi Islam

yang benar.

- Mendelegitimasi kelompok

Arab Saudi menggunakan media untuk

menggambarkan AQAP dengan cara

yang negatif, baik dengan menyorot

korban Muslim maupun serangan

mereka terhadap aparat keamanan dan

warga Arab Saudi.

- Melibatkan dalam dunia politik

Program ini dilakukan dengan

memberikan posisi kepada para militan

ke dalam pemerintahan jika mereka

mau meninggalkan kekerasan.

Harapannya, seseorang tidak akan

melakukan kekerasan melawan

pemerintah jika mereka sendiri adalah

bagian dari pemerintah.

- Moderasi Agama

Pemerintah Aljazair pernah

melakukannya dengan cara membuat

kebijakan yang menyarankan dan

mendukung sufisme sebagai alternatif

moderat dari pemikiran radikal Salafi

dan pemikiran konservatif Wahabi.

Page 32: K. Mustarom - Syamina.orgsyamina.org/uploads/XVII_Syamina_Lapsus_JanFeb2015.pdf · namun kontraterorisme juga soal performa. Ia tidak hanya melibatkan penargetan, pengawasan, pencegahan,

32

Laporan Khusus SYAMINA Edisi XVII/Januari-Februari 2015

6. Penutup

Perang melawan teror kini hampir

memasuki tahun keempat belas. Dinamika

perang terus berubah, kancah perang pun

bertambah. Usaha penghancuran kamp

militer dan pembunuhan para pemimpin

jihad tak jua melunturkan perlawanan

mereka atas hegemoni AS. Justru, busur

perlawanan makin bertambah dan

menyebar, dari yang awalnya hanya di

gunung-gunung Afghanistan kini telah

menyebar dari Filipina hingga belahan

Barat benua Afrika. Ini bukanlah konflik

yang bisa dimenangkan hanya dengan

senjata. Lebih daripada itu, ini adalah

perang ide.

Narasi dan kontranarasi terus

bersahutan. Komitmen untuk terus

berpegang pada ide dan menyampaikannya

pun menjadi tantangan bagi kedua belah

pihak yang saat ini terlibat dalam sebuah

“perang tanpa akhir”.90 Di saat Al Qaidah

dipandang sangat ahli dalam menggunakan

narasi untuk mempromosikan alasan

mereka, AS dianggap gagal. Kebijakan-

kebijakan yang dilakukan AS hanya

memperburuk situasi. Para analis Barat

pun menyimpulkan bahwa hanya jika

mereka mampu “menghancurkan mitos

yang dipropagandakan oleh teroris dan

simpatisannya, ia akan mampu untuk

membelokkan angin dari layar yang selama

90

http://www.theguardian.com/commentisfree/2013/may/17/endless-war-on-terror-obama

ini membuat perahu terorisme terus

berjalan.”91

Narasi menjadi bahan bakar yang

selama ini membuat perahu perlawanan

terus berjalan. Karena itulah, kontranarasi

kini diharapkan bisa menjadi penghalang.

Delegitimasi pembawa pesan, pemberian

alternatif definisi dari isi pesan, hingga

pembunuhan para ideolog pun dilakukan.

Namun, sebagaimana penemuan yang

dihasilkan dari penelitian Richard Nielsen,

ide-ide Jihadis secara umum tidak bisa

dibunuh dengan membunuh pemiliknya.

Program drone mungkin efektif untuk

membatasi aktivitas dan komunikasi

Jihadis, namun pembunuhan atas para

ideolog tidak menurunkan ketertarikan

pada ide-ide mereka.92

91

De Graaf, “Unrehearsed,” 9-10. 92

Richard A. Nielsen, Can Ideas be “Killed?”: Evidence from Counterterror Targeting of Jihadi Ideologues, 15 Januari 2015. (http://www.mit.edu/~rnielsen/decap.pdf)