jurusan tarbiyah program studi pendidikan ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/5107/1/aisah...
TRANSCRIPT
IMPLEMENTASI NILAI-NILAI SOSIAL KEAGAMAAN PENGANUT
TAREKAT QODIRIYAH DI DESA GILING KECAMATAN PABELAN
KABUPATEN SEMARANG
TAHUN 2014
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Pendidkan Islam
Disusun oleh:
SITI AISAHNIM. 11110002
JURUSAN TARBIYAH
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
SALATIGA
2014
PERNYATAAN
TIDAK BERKEBERATAN NASKAH SKRIPSI DIPUBLIKASIKAN
Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Siti Aisah
NIM : 11110002
Jurusan : Tarbiyah
Program Studi : Pendidikan Agama Islam
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis, boleh
dipublikasikan, dengan catatan asal dibuat perbandingan dan tidak untuk disalah
gunakan.
Salatiga, 12 Agustus 2014
Yang membuat pernyataan
SITI AISAH
NIM : 111100002
PERNYATAAN
TIDAK BERKEBERATAN NASKAH SKRIPSI DIPUBLIKASIKAN
Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Siti Aisah
NIM : 11110002
Jurusan : Tarbiyah
Program Studi : Pendidikan Agama Islam
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis, boleh
dipublikasikan, dengan catatan asal dibuat perbandingan dan tidak untuk disalah
gunakan.
Salatiga, 12 Agustus 2014
Yang membuat pernyataan
SITI AISAH
NIM : 111100002
PERNYATAAN
TIDAK BERKEBERATAN NASKAH SKRIPSI DIPUBLIKASIKAN
Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Siti Aisah
NIM : 11110002
Jurusan : Tarbiyah
Program Studi : Pendidikan Agama Islam
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis, boleh
dipublikasikan, dengan catatan asal dibuat perbandingan dan tidak untuk disalah
gunakan.
Salatiga, 12 Agustus 2014
Yang membuat pernyataan
SITI AISAH
NIM : 111100002
MOTTO
}١٠٣: النساء{
Maka apabila kamu telah menyelesaikan shalat(mu), ingatlahAllah di waktu berdiri, di waktu duduk dan di waktuberbaring. kemudian apabila kamu telah merasa aman,
Maka dirikanlah shalat itu (sebagaimana biasa).Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang ditentukanwaktunya atas orang-orang yang beriman.{QS. Annisa’:
103}
}٩: الفتح{
supaya kamu sekalian beriman kepada Allah dan Rasul-Nya,menguatkan (agama)Nya, membesarkan-Nya. dan bertasbihkepada-Nya di waktu pagi dan petang.{QS. Al-Fath:9}
PERSEMBAHAN
Skripsi yang sederhana ini penulis persembahkan kepada:
Bapak dan ibu tercinta yang telah mendo’akan dan memeberikan
perhatian baik moril maupun materiil dalam pembuatan skripsi ini,
dengan teriring do’a
Suami tercinta yang senantiasa memberikan kasih sayang, semangat dan
do’a restu
Anakku (Nabila Sakhi Humaira) yang ku sayang dan ku cinta yang ku
ajak berjuang selama ini,,,,,,,semoga kelak ini bisa menjadi sebuah
semangat dan motivasi
Kakakku tercinta satu-satunya yang telah menjadi inspirasi dan
motivasi dalam meraih cita-cita.
Sahabat – sahabatku seperjuangan PAI A
Semua kaum muslimin yang berjihad ke jalan ilahi Robbi
KATA PENGANTAR
على الرسولالحمد حمدا يوفى نعمه ويكا فئ مزيده، الصلاة و السلام المصطفى والأ لِ مع صحبٍ و تباعٍ اجمعين
Segala puji bagi Allah SWT dengan semua pujian yang mampu memenuhi
nikmat-nikmat-Nya dan mencukupi tambahan-Nya, dan shalawat beserta salam
kiranya terlimpah kepada Al Musthafa. Sang Rasul yang terjaga dan mulia,
berlimpah pula kepada keluarga, para sahabat dan pengikut yang setia.
Skripsi ini penulis susun dalam rangka memenuhi tugas dan melengkapi
syarat guna untuk memperoleh gelar sarjana pendidikan. Adapun judul skripsi ini
adalah Implementasi Nilai-Nilai Sosial Keagamaan Dalam Ajaran tarekat
Qodiriyah Pada Jama’ah Pengajian di Desa Giling Keacamatan Pabelan
Kabupaten Semarang Tahun 2014.
Secara keseluruhan penulisan skripsi ini tidak lepas dari bimbingan dan
petunjuk dari berbagai pihak,oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih
kepada yang terhormat:
1. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M. Pd. selaku Ketua STAIN Salatiga
yang telah menyetujui pembahasan skripsi ini.
2. Bapak Drs. Juz’an, M. Hum selaku dosen pembimbing, berkat
bimbingan dan pengarahan yang telah disampaikan kepada penulis
akhirnya skripsi ini dapat diselesaikan.
3. Bapak Rasimin, M. Pd. selaku Kepala Program Studi Pendidikan
Agama Islam STAIN Salatiga.
4. Ibu Siti Asdiqoh, M. Si. selaku dosen Pembimbing Akademik.
5. Segenap Bapak dan Ibu Dosen serta karyawan STAIN Salatiga yang
telah memberikan bekal ilmu dan pelayanan hingga studi ini selesai.
6. Kepada ayah dan ibu yang telah mendidik dan membimbing penulis
dengan kesabaran dan kasih sayang serta tidak henti-hentinya
mendo’akan penulis dalam menyelesaikan studi dan skripsi ini.
7. Kepada Bapak K.H Abdul Aziz Desa Giling yang telah memberikan
ijin pada penulis untuk melakukan penelitian ini.
8. Kepada Segenap Pengurus serta Jama’ah Tarekat Qodiriyah Desa
Giling, yang telah memberikan informasi-informasi dalam menyusun
skripsi ini.
Penulis menyadari dan mengakui bahwa penulisan skripsi ini masih jauh
dari kesempurnaan, semua itu dikarenakan keterbatasan kemampuan serta
pengetahuan penulis. Oleh karena itu kritik dan saran yang sifatnya membangun
sangat penulis harapkan dalam kesempurnaan skripsi ini.
Salatiga, 12 Agustus 2014
Penulis
SITI AISAH
NIM: 11110002
3. Bapak Rasimin, M. Pd. selaku Kepala Program Studi Pendidikan
Agama Islam STAIN Salatiga.
4. Ibu Siti Asdiqoh, M. Si. selaku dosen Pembimbing Akademik.
5. Segenap Bapak dan Ibu Dosen serta karyawan STAIN Salatiga yang
telah memberikan bekal ilmu dan pelayanan hingga studi ini selesai.
6. Kepada ayah dan ibu yang telah mendidik dan membimbing penulis
dengan kesabaran dan kasih sayang serta tidak henti-hentinya
mendo’akan penulis dalam menyelesaikan studi dan skripsi ini.
7. Kepada Bapak K.H Abdul Aziz Desa Giling yang telah memberikan
ijin pada penulis untuk melakukan penelitian ini.
8. Kepada Segenap Pengurus serta Jama’ah Tarekat Qodiriyah Desa
Giling, yang telah memberikan informasi-informasi dalam menyusun
skripsi ini.
Penulis menyadari dan mengakui bahwa penulisan skripsi ini masih jauh
dari kesempurnaan, semua itu dikarenakan keterbatasan kemampuan serta
pengetahuan penulis. Oleh karena itu kritik dan saran yang sifatnya membangun
sangat penulis harapkan dalam kesempurnaan skripsi ini.
Salatiga, 12 Agustus 2014
Penulis
SITI AISAH
NIM: 11110002
3. Bapak Rasimin, M. Pd. selaku Kepala Program Studi Pendidikan
Agama Islam STAIN Salatiga.
4. Ibu Siti Asdiqoh, M. Si. selaku dosen Pembimbing Akademik.
5. Segenap Bapak dan Ibu Dosen serta karyawan STAIN Salatiga yang
telah memberikan bekal ilmu dan pelayanan hingga studi ini selesai.
6. Kepada ayah dan ibu yang telah mendidik dan membimbing penulis
dengan kesabaran dan kasih sayang serta tidak henti-hentinya
mendo’akan penulis dalam menyelesaikan studi dan skripsi ini.
7. Kepada Bapak K.H Abdul Aziz Desa Giling yang telah memberikan
ijin pada penulis untuk melakukan penelitian ini.
8. Kepada Segenap Pengurus serta Jama’ah Tarekat Qodiriyah Desa
Giling, yang telah memberikan informasi-informasi dalam menyusun
skripsi ini.
Penulis menyadari dan mengakui bahwa penulisan skripsi ini masih jauh
dari kesempurnaan, semua itu dikarenakan keterbatasan kemampuan serta
pengetahuan penulis. Oleh karena itu kritik dan saran yang sifatnya membangun
sangat penulis harapkan dalam kesempurnaan skripsi ini.
Salatiga, 12 Agustus 2014
Penulis
SITI AISAH
NIM: 11110002
ABSTRAK
Aisah, Siti. 2014. 11110002. Implementasi Nilai-Nilai Sosial KeagamaanPenganut Tarekat Qodiriyah di Desa Giling Kecamatan Pabelan KabupatenSemarang Tahun 2014. Skripsi. Jurusan Tarbiyah. Program StudiPendidikan Agama Islam Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Salatiga.Pembimbing: Drs. Juz’an, M.Hum.
Kata Kunci: Implementasi Nilai-Nilai Sosial Keagamaan, Tarekat Qodiriyah.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: bagaimana konsep ajarantarekat qodiriyah di Desa Giling Kecamatan Pabelan Kabupaten Semarang Tahun2014 dan bagaimana implementasi nilai-nilai sosial keagamaan penganut tarekatQodiriyah di Desa Giling Kecamatan Pabelan Kabupaten Semarang Tahun 2014.Subyek penelitian adalah jama’ah pengajian tarekat Qodiriyah. pengumpulan datamenggunakan observasi, dokumentasi dan wawancara untuk menjaring amalantarekat, implementasi nilai-nilai sosial kegamaan, sejarah singkat berdirinyaTarekat Qodiriyah di Desa Giling dan gambaran umum Desa Giling KecamaatnPabelan Kabupaten Semarang.
Dalam penelitian ini pendekatan yang diterapkan oleh peneliti adalahpendekatan kualitatif. Data yang terkumpul kemudian disusun dan dianalisisdengan menggunakan reduksi data, penyusunan data dan mengambil kesimpulan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsep ajaran tarekat Qodiriyahadalah sebuah ajaran untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT denganmenjalankan amalan-amalan yang diajarkan oleh K.H Abdul Aziz kepadajama’ah pengajian tarekat dan implementasikan nilai-nilai sosial keagamaanpenganut tarekat qodiriyah adalah baik karena menjadikan jama’ah disiplin dalamberibadah kepada Allah SWT dan dalam bersosial masyarakatnya menjadi baik.
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ..................................................................................... i
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN………………………………… ii
NOTA PEMBIMBING ................................................................................. iii
PENGESAHAN ............................................................................................. iv
MOTTO ......................................................................................................... v
PERSEMBAHAN.......................................................................................... vi
KATA PENGANTAR ................................................................................... vii
ABSTRAK .................................................................................................... ix
DAFTAR ISI……………………………………………………………….. x
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar belakang masalah.................................................... 1
B. Rumusan Masalah ............................................................ 6
C. Tujuan Penelitian ............................................................. 6
D. Kegunaan penelitian......................................................... 6
E. Penegasan Istilah ………………………………………. 7
F. Kajian pustaka.................................................................. 10
G. Metode penelitian............................................................. 11
H. Sistematika pembahasan .................................................. 19
BAB II : LANDASAN TEORI
A. Konsep Ajaran Tarekat Qodiriyah
1. Pengertian Tarekat .............................................. 21
2. Tujuan Tarekat .................................................... 24
3. Dasar-Dasar Tarekat ............................................ 25
4. Ritual Tarekat ..................................................... 27
5. Komponen Dalam Tarekat……………………… 30
6. Konsep Ajaran Tarekat Qodiriyah ……………… 36
B. Implementasi Nilai-Nilai Sosial Keagamaan Penganut Tarekat
Qodiriyah
1. Implementasi……………………………………….. 39
2. Nilai……………………………... ............................ 39
3. Sosial Keagamaan ……………................................. 44
4. Implementasi Nilai-Nilai Sosial Keagamaan Penganut
Tarekat Qodiriyah...................................................... 50
BAB III : LAPORAN HASIL PENELITIAN
A. Letak Geografis................................................................ 52
B. Kondisi Monografi........................................................... 52
C. Sejarah Singkat ............................................................... 58
D. Susunan Pengurus Jama’ah.............................................. 62
E. Data Ustadz ..................................................................... 62
F. Kegiatan Jama’ah............................................................. 63
G. Diskripsi Lokasi .............................................................. 65
H. Keadaan Jama’ah ............................................................ 67
I. Konsep Ajaran Tarekat Qodiriyah Menurut Bapak K.H Abdul
Aziz ……………………………………………………. 69
J. Konsep Ajaran Tarekat Qodiriyah menurut Jama’ah
Pengajian dan Pengaruhnya terhadap Nilai-Nilai Sosial
Keagamaan dalam Kehidupan Sehari-Hari ..................... 72
BAB IV : ANALISIS
A. Konsep Ajaran Tarekat Qodiriyah di Desa Giling
Kecamatan Pabelan Kabupaten Semarang ...................... 79
B. Implementasi Nilai- Nilai Sosial Keagamaan Penganut Tarekat
Qodiriyah di Desa Giling Kecamatan Pabelan Kabupaten
Semarang ......................................................................... 82
BAB V : PENUTUP
A. Kesimpulan ...................................................................... 86
B. Saran ............................................................................... 87
C. Penutup ............................................................................ 87
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP PENULIS
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pada masa sekarang ini, banyak masyarakat dan penerus bangsa
telah mengalami penurunan dalam perilaku sosial keagamaannya, karena
kebanyakan masyarakat dan penerus bangsa yang kurang peduli lagi
terhadap nilai-nilai ataupun norma-norma dalam kehidupan
bermasyarakat. Bahkan masyarakat yang sudah menjadi penganut tarekat,
terkadang juga masih belum melaksanakan perilaku sosial keagamaannya
dengan baik. Sehingga dalam aktivitas kesehariannya, mereka semakin
jauh dari aturan-aturan agama yang semestinya. Ini menunjukkan banyak
masyarakat yang hanya mengedepankan nilai agamanya saja dan tidak
memperdulikan nilai-nilai sosial keagamaannya. Mereka menganggap
melaksanakan ibadah sudah cukup, padahal dalam inti ajaran agama juga
terdapat nilai-nilai sosial keagamaan yang perlu untuk diperhatikan dan
dilaksankan.
Agama adalah suatu jenis sistem sosial yang dibuat oleh penganut-
penganutnya yang berporos pada kekuatan-kekuatan non-empiris yang
dipercayainya dan didayagunakannya untuk mencapai keselamatan bagi
diri mereka dan masyarakat luas umumnya. (Hendropuspito, 1984: 34).
Sedangkan keagamaan adalah hal-hal dan segala sesuatu mengenai agama.
(Maryani, 2011: 6)
Kelompok-kelompok dan lembaga keagamaan adalah pranata-
pranata sosial yang menjadi infrastruktur tegaknya agama dalam
masyarakat, yang meliputi organisasi keagamaan (sekte, ormas
keagamaan), pemimpin keagamaan (ulama’, kyai, pendeta), pengikut suatu
agama (jama’ah, warga), upacara-upacara keagamaan (ritus, ibadah,
kebaktian, do’a), sarana peribadatan (masjid, gereja) dan proses sosialisasi
doktrin-doktrin agama (sekolah, pesantren, masjid, gereja). (Suprayogo
dan Tobroni, 2001:61). Sosial keagamaan itu saling mempengaruhi, bisa
kehidupan sosial yang mempengaruhi agama atau sebaliknya agama bisa
mempengaruhi kehidupan sosial manusia. Sehingga perlu adanya
keseimbangan bagi manusia dalam menjalankan kehidupan sosial dan
keagamaannya.
Problematika utama yang dihadapi oleh masyarakat didalam
kehidupan sehari-hari adalah masalah tanggung jawab untuk
mengimplementasikan nilai-nilai sosial keagamaan itu sendiri. Dalam hal
ini tarekat merupakan salah satu jalan ajaran agama islam yang menuntun
umatnya dalam mendekatkan diri kepada Allah SWT yang didalamnya ada
nilai-nilai sosial keagamaan.
Tarekat yang berarti jalan, petunjuk dalam melakukan sesuatu ibadat
sesuai dengan ajaran yang ditentukan dan dicontohkan oleh Nabi dan
dikerjakan oleh sahabat dan tabi’in, turun-temurun sampai kepada guru-
guru, sambung-menyambung dan rantai-berantai. Guru-guru yang
memberikan petunjuk dan pimpinan ini dinamakan mursyid yang mengajar
dan memimpin muridnya sesudah mendapat ijazah dari gurunya pula
sebagaimana tersebut dalam silsilahnya. (Abubakar, 1996: 67).
Nabi Muhammad SAW. adalah Nabi terakhir yang diutus oleh
Allah SWT dengan membawa wahyu sebagai pedoman umat manusia.
Oleh sebab itu kita sebagai umat islam harus beriman (meyakini) Nabi
Muhammad adalah Rasul Allah dan mewarisi segala apa yang
diajarkannya. Seperti firman Allah surat Al-Fath ayat 9 yang berbunyi:
“supaya kamu sekalian beriman kepada Allah dan Rasul-Nya,menguatkan (agama)Nya, membesarkan-Nya. dan bertasbih kepada-Nya di waktu pagi dan petang.”(QS. Al-Fath : 9)
Umat islam tentu mempunyai tujuan yang sangat penting salah
satunya adalah untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Dalam
mendekatkan diri kepada Allah tidak cukup hanya melaksanakan
kewajiban-kewajiban yang diberikan kepada umat islam. Karena Nabi
Muhammad yang sudah suci hatinya, kuat imannya dan dijamin masuk
surga oleh Allah SWT, beliau masih juga melaksanakan ibadah-ibadah
sunnah sebagai pelengkap ibadah wajib. Muslim awam dalam mengikuti
amalan-amalan yang dicontohkan oleh Nabi, membutuhkan seseorang
yang memimpin dan membimbing yang disebut syeikh(mursyid) atau
guru.
Syekh (mursyid) atau guru mempunyai kedudukan yang penting
dalam tarekat. Ia tidak saja merupakan seorang pemimpin yang mengawasi
murid-muridnya dalam kehidupan lahir dan pergaulan sehari-hari, supaya
tidak menyimpang dari ajaran-ajaran islam dan terjerumus dalam ma’siat,
berbuat dosa besar maupun dosa kecil, yang segera harus ditegurnya,
tetapi ia merupakan pemimpin kerohanian yang tinggi sekali dalam
kedudukan tarekat itu. Ia merupakan perantaraan dalam ibadat antara
murid dan Tuhan. Syekh ialah orang yang sudah mencapai maqam rijalul
kamal, seorang yang sudah sempurna suluknya dalam ilmu syari’at dan
hakikat menurut Al-Qur’an, sunnah dan ijma’. (Al-Kurdi, 1996: 79)
Murid yaitu orang yang menghendaki pengetahuan dan petunjuk
dalam segala amal ibadatnya. Murid-murid itu terdiri dari laki-laki dan
perempuan, yang sudah dewasa maupun sudah lanjut usianya.
Tarekat qodiriyah merupakan satu diantara macam-macam ajaran
tarekat dalam agama islam. Tarekat ini didirikan oleh syekh Abdul Qadir
Al-Jailani, beliau seorang alim dan zahid. Pada mulanya beliau seorang
ahli fiqh yang terkenal dalam madzhab Hambali, kemudian sesudah
beralih kegemarannya kepada ilmu tarekat dan hakekat menunjukkan
keramat dan tanda-tanda yang berlainan dengan kebiasaan sehari-hari.
(Abubakar, 1996:145 )
Inti dalam ajaran tarekat adalah mendekatkan diri kepada Allah
SWT., yang didalamnya termasuk berdzikir. Seperti firman Allah surat Al-
Ahzab ayat 41-42 yang berbunyi:
“ Hai orang-orang yang beriman, berzdikirlah (dengan menyebut nama)Allah, zikir yang sebanyak-banyaknya (41) dan bertasbihlah kepada-Nyadiwaktu pagi dan petang (42).”(QS. Al-Ahzab : 41-42)
Jama’ah yang mengikuti pengajian di Desa Giling Kecamatan
Pabelan Kabupaten Semarang, kebanyakan mereka mengikuti ajaran
tarekat qodiriyah yang diajarkan oleh KH. Abdul Aziz sebagai guru
(mursyid) bagi mereka. Tapi tidak menjamin masyarakat yang sudah
mengikuti ajaran tarekat sudah menerapkan nilai-nilai sosial kegamaannya
dengan baik. Karena di dunia ini banyak berbagai macam keturunan,
lingkungan dan berbagai jenis karakter. Sehingga dalam menjalankan dan
menerapkan nilai-nilai sosial keagamaannya tentu banyak tantangannya.
Banyak penganut tarekat Qodiriyah yang merasa dirinya sudah
menjalankan ajaran Rasulullah dengan baik, tapi dalam menerapkan social
kegamaannya dalam kehidupan sehari-hari masih kurang. Ketika mau
berangkat ke pengajian, penuh dengan semangat dan ceria. Namun di
pengajian masih ada juga yang membicarakan teman jama’ah lain.
Berdasarkan hal-hal tersebut penulis mencoba menyusun sebuah
skripsi yang berjudul: ”IMPLEMENTASI NILAI-NILAI SOSIAL
KEAGAMAAN PENGANUT TAREKAT QODIRIYAH DI DESA
GILING KECAMATAN PABELAN KABUPATEN SEMARANG
TAHUN 2014”. Penulis akan meneliti jama’ah pengajian Giling dalam
menerapkan nilai-nilai sosial keagamaan dari ajaran tarekat yang telah
mereka pelajari.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep ajaran tarekat qodiriyah di Desa Giling Kecamatan
Pabelan Kabupaten Semarang Tahun 2014?
2. Bagaimana implementasi nilai-nilai sosial keagamaan penganut tarekat
qodiriyah di Desa Giling Kecamatan Pabelan Kabupaten Semarang
Tahun 2014?
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang ingin dicapai pada penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui konsep ajaran tarekat qodiriyah di Desa Giling
Kecamatan Pabelan Kabupaten Semarang Tahun 2014
2. Untuk mengetahui implementasi nilai-nilai sosial keagamaan penganut
tarekat qodiriyah di Desa Giling Kecamatan Pabelan Kabupaten
Semarang Tahun 2014
D. Kegunaan Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:
1. Manfaat Teoritik
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan wacana, masukan,
dan referensi bagi umat islam seluruh dunia untuk dapat mengaplikasikan
ajaran-ajaran Rasulullah yang salah satunya adalah tarekat, serta bisa
menerapkan nilai-nilai sosial keagamaannya dalam kehidupan sehari-
hari.
2. Manfaat Praktik
a. Bagi Peneliti
1. Dapat menambah wawasan dan pengalaman bagi peneliti tentang
implementasi nilai-nilai sosial keagamaan dalam ajaran tarekat
qodiriyah.
2. Dapat menambah keimanan dan kataatan kepada Allah SWT.
b. Bagi Masyarakat
1. Sebagai sumber pengetahuan dalam memahami implementasi
nilai-nilai sosial keagamaan penganut tarekat qodiriyah di Desa
Giling Kecamatan Pabelan Kabupaten Semarang
2. Sebagai referensi generasi penerus atau generasi muda untuk
mengikuti dan menjalankan ajaran tarekat di Desa Giling
Kecamatan Pabelan Kabupaten Semarang serta dapat
mengaplikasikan nilai-nilai sosial keagamaannya
E. Penegasan Istilah
Untuk menghindari kesalahpahaman dalam penafsiran judul di
atas, maka penulis terlebih dahulu akan menjelaskan maksud dari istilah
yang ada dalam judul skripsi ini agar dapat dipahami secara konkrit dan
lebih operasional.
1. Konsep Ajaran Tarekat Qodiriyah
Tarekat itu artinya jalan, petunjuk dalam melakukan sesuatu
ibadat sesuai dengan ajaran yang ditentukan dan dicontohkan oleh Nabi
dan dikerjakan oleh sahabat dan tabi’in, turun-temurun sampai kepada
guru-guru, sambung-menyambung dan rantai-berantai. (Aceh, 1996: 67).
Tarekat qodiriyah didirikan oleh Syekh Abdul Qadir Al-Jailani
(wafat 561 h/1166 M) yang bernama lengkap Muhy al-Din Abu
Muhammad Abdul Qodir Ibn Abi Shalih Zango Dost Jailani lahir di Jilan
Tahun 470 H/1077 M dan wafat di Baghdad pada 561 H/116 M, kadang-
kadang disebut Al-Jili. Beliau adalah seorang alim dan zahid, mulanya
pertama seorang ahli fiqh yang terkenal dalam madzhab hambali,
kemudian sesudah beralih kegemarannya kepada ilmu tarekat dan hakekat
menunjukkan keramat dan tanda-tanda yang berlainan dengan kebiasaan
sehari-hari. (Aceh, 1996: 145 )
2. Implementasi Nilai-Nilai Sosial keagamaan Penganut Tarekat
Qodiriyah.
Implementasi secara sederhana diartikan sebagai pelaksanaan atau
penerapan. (Adi, 2001: 178).
Menurut W.J.S. Poerwadarminta dalam kamus umum bahasa Indonesia,
disebutkan bahwa nilai diartikan sebagai berikut:
1. Harga (dalam arti taksiran harga),
2. harga sesuatu (uang misalnya), jika diukur atau ditukarkan dengan
yang lain,
3. angka kepandaian, ponten,
4. kadar, mutu, banyak sedikitnya isi,
5. sifat-sifat (hal-hal) yang penting atau berguna bagi kemanusiaan
(Abdulsyani, 2007: 49).
Nilai adalah sesuatu yang berharga, bermutu, berkualitas dan berguna
bagi kehidupan manusia.
Sosial artinya segala sesuatu mengenai masyarakat; kemasyarakatan;
suka memperhatikan kepentingan umum, suka menolong, menderma dan
sebagainya. (Adi, 2001: 438).
Keagamaan berasal dari kata dasar “agama” dan mendapat imbuhan
“ke” dan akhiran “an”. Ke-an di sini mempunyai arti tentang atau hal.
Sedangkan Agama dalam bahasa Indonesia, berasal dari bahasa sansakerta
yaitu “a” yang berarti “tidak” dan “gama” yang berarti “kacau”. Agama
berarti tidak kacau, dengan pengertian terdapat ketentraman dalam berfikir
sesuai pengetahuan dan kepercayaan yang mendasari kelakuan “tidak
kacau” itu. Atau berarti sesuatu yang mengatur manusia agar tidak kacau
dalam kehidupannya. (Zulfi, 2010: 2). Keagamaan adalah suatu hal yang
berkaitan dengan peraturan manusia agar tidak kacau dalam kehidupannya.
Sedangkan sosial keagamaan merupakan fenomena sosial masyarakat
yang dipengaruhi oleh agama. Indikator dari nilai-nilai sosial keagamaan
adalah: amanah/jujur, tolong menolong, sedekah, ukhuwah islamiyah dan
iffah.
Jadi implementasi nilai-nilai sosial keagamaan penganut tarekat
qodiriyah adalah suatu penerapan nilai-nilai dalam kehidupan sosial yang
dipengaruhi oleh agama pada anggota tarekat qodiriyah.
F. Kajian Pustaka
Penelitian tentang tarekat sudah banyak dilakukan oleh peneliti seperti
yang pernah dilakukan diantaranya:
Ngatiman (STAIN Salatiga, 2004) dalam skripsinya yang berjudul:
“Pengalaman Penganut Tarekat Dan Aplikasinya Dalam Kehidupan”
(Studi Terhadap Tarekat Qodiriyah Wa Naqsabandiyah Di Candihatak,
Cepogo, Boyolali), menyimpulkan dalam mengikuti tradisi ritual tarekat
jama’ah memiliki motivasi yang cukup beragam sebagai wahana untuk
mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Muhlasin (Universitas Islam Negri Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2013)
dalam skripsinya yang berjudul: “Peran Tarekat Qodiriyah Wa
Naqsabandiyyah Dan Kesalehan Sosial”.(Studi Kasus Terhadap
Masyarakat Desa Karangbolong Kabupaten Kebumen Jawa Tengah),
menyimpulkan bahwa keberadaan Tarekat Qodiriyah wa Naqsabandiyyah
di Desa Karangbolong bagus dan sangat diterima karena secara langsung
adanya jama’ah Tarekat Qodiriyah wa Naqsabandiyyah di Desa
Karangbolong memberikan peran dalam membina moral masyarakat serta
memberikan ruang tersendiri untuk mewujudkan sebuah kesalehan sosial
dengan cara berdzikir dan tawasul depe-depe mendekatkan diri pada Allah
SWT.
Muhammad Nur Yasin (STAIN Salatiga, 2011) dalam skripsinya yang
berjudul: “Pengaruh Pendidikan Tarekat Terhadap Kesalehan Sosial”
(Studi Kasus Pada Jama’ah Tarekat Qodiriyah Wa Naqsabandiyyah
Didesa Kradenan, Kec. Kradenan, Kab. Grobogan Tahun 2011),
menyimpulkan ada pengaruh yang signifikan antara tingkat pendidikan
tarekat dengan kesalehan social jama’ah tarekat qodiriyah wa
naqsabandiyah.
Dinasti Umayah (STAIN Salatiga, 2011) dalam skripsinya yang
berjudul: “Pengaruh Intensitas Mengikuti Tarekat Qodiriyah Terhadap
Akhlak Sesama Pada Masyarakat Dusun Wates Desa Seboto Kecamatan
Ampel Kabupaten Boyolali Tahun 2011”, menyimpulkan bahwa pengaruh
mengikuti tarekat qodiriyah terhadap akhlak sesame menunjukkan bahwa
ada pengaruh yang positif.
Berpijak pada penelitian-penelitian sejenis yang sempat dikemukakan
penulis tampak belum pernah ada penelitian tentang “Implementasi Nillai-
Nilai Sosial keagamaan Penganut Tarekat Qodiriyah”. Oleh karena itu,
permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini memiliki kriteria
kebaharuan.
G. Metode Penelitian
1. Pendekatan dan Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan field research, yaitu penelitian lapangan
dimana peneliti hadir secara langsung di tempat penelitian. Jenis
penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif.
2. Subyek Penelitian
Yang dimaksud dengan subyek penelitian adalah sumber tempat
peneliti dalam memperoleh keterangan tentang permasalahan yang
diteliti. Dalam hal ini penulis memilih subyek penelitian jama’ah
pengajian tarekat qodiriyah Desa Giling Kecamatan Pabelan Kabupaten
Semarang.
3. Kehadiran Peneliti
Dalam penelitian ini kehadiran peneliti sangatlah penting sekali,
peneliti bertindak sebagai instrument langsung sekaligus pengumpul
data. Peneliti dalam penelitian ini terjun langsung untuk mendapatkan
data tentang implementasi nilai-nilai sosial keagamaan penganut tarekat
Qodiriyah di Desa Giling Kecamatan Pabelan Kabupaten Semarang.
4. Lokasi Penelitian
Adapun lokasi penelitian ini bertempat di Desa Giling Kecamatan
Pabelan Kabupaten Semarang.
5. Sumber Data
Dalam penelitian ini penulis memperoleh informasi data dari
beberapa literatur buku sebagai bahan teoritik dan memperoleh sumber
informasi riil dari proses data observasi dan wawancara yang peneliti
lakukan secara langsung yang kemudian dianalisis.
6. Instrumen Penelitian
Instrument penelitian merupakan alat bantu bagi peneliti dalam
mengumpulkan data. (Zuriah, 2006: 168). Sedangkan menurut Suharsimi
Arikunto instrument penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan
oleh peneliti dalam mengumpulkan data agar pekerjaannya lebih mudah
dan hasilnya lebih baik, dalam arti lebih cermat, lengkap, dan sistematis
sehingga lebih mudah diolah. (Arikunto, 2006: 160).
7. Prosedur Pengumpulan Data
Untuk mendapatkan data yang paling akurat, maka dalam
pengumpulan data penulis menggunakan teknik sebagai berikut:
a. Metode Observasi
Adalah sebuah pengamatan dan pencatatan dengan sistematik
mengenai fenomena-fenomena yang diselidiki. (Sutrisno Hadi,
Yogyakarta:136). Metode ini digunakan untuk mendapatkan data
keadaan lokasi umum penelitian, keadaan pengajian jama’ah, dan
keadaan fasilitas yang ada sehingga dapat diperoleh diskripsi umum
mengenai keadaan lokasi pengajian jama’ah di desa Giling.
b. Metode Interview
Interview yang sering disebut juga dengan wawancara atau
kuesioner lisan, adalah sebuah dialog yang dilakukan oleh
pewawancara untuk memperoleh informasi dari terwawancara.
(Arikunto, 2006: 155).
Dengan metode ini penulis mendapatkan informasi tentang
implementasi nilai-nilai sosial keagamaan penganut tarekat Qodiriyah
pada jama’ah di Desa Giling serta faktor-faktor pendukung dan
penghambatnya.
c. Metode Dokumentasi
Dokumentasi, dari asal katanya dokumen yang artinya barang-
barang tertulis. Di dalam melaksanakan metode dokumentasi, peneliti
menyelidiki benda-benda tertulis seperti buku-buku, majalah, dokumen,
peraturan-peraturan, notulen rapat, catatan harian dan sebagainya.
(Arikunto, 2006: 158). Metode ini digunakan untuk memperoleh data
tentang gambaran umum konsep ajaran tarekat di desa Giling dan
proses penyampaian pengajiannya.
8. Analisis Data
Setelah data selesai terkumpulkan dengan lengkap dari laporan,
tahapan berikutnya adalah tahap analisis data untuk dapat di ambil
kesimpulan sesuai dengan jenisnya. Analisis data adalah proses
penyederhanaan data ke-dalam bentuk yang lebih mudah di baca. Atau
usaha yang konkrit untuk membuat data berbicara. (Winarno Surakhmad,
1985:163)
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif. Sehingga
dalam menganalisis data juga menggunakan analisis data kualitatif. Yaitu
berpikir berdasarkan realitas proses sehingga yang penting bukan
prosentasenya tetapi upaya dalam memecahkan berbagai macam
persoalan dalam arti pemaknaan proses tersebut.
Analisis kualitatif adalah analisa data dengan menggunakan
analisis deskriptif non statistik melalui penjelasan kata-kata yang
akhirnya dapat di tarik suatu kesimpulan. Secara garis besar langkah-
langkah dalam menganalisis data yaitu persiapan, tabulasi atau
perumusan data dan penerapan data sesuai dengan pendekatan penelitian.
(Suharsimi Arikunto, 1998:240). Dalam menganalisis data yang bersifat
kualitatif ini, maka menggunakan pola berpikir deskriptif analisis
induktif.
Induktif yaitu cara berfikir yang berangkat dari faktor-faktor
khusus, peristiwa yang konkrit, kemudian dari faktor dan peristiwa
konkrit itu ditarik generalisasi yang mempunyai sifat umum.
(Sutrisno,UGM:42).
Adapun langkah-langkah pengolahan data adalah sebagai berikut:
a. Penelaahan seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber yaitu
wawancara, pengamatan, dokumentasi, gambar, foto dan lain
sebagainya.
b. Mereduksi data yang dilakukan dengan jalan membuat abstraksi
yang merupakan usaha membuat rangkuman inti.
c. Penyusunan dalam satuan-satuan, pertama satuan itu harus
mengarah pada satu pengertian atau tindakan yang diperlukan
peneliti, dan kedua satuan-satuan itu harus dapat disatukan.
d. Kategori, yaitu penyusunan kategori yang dalam hal ini salah satu
tumpukan dan seperangkat tumpukan yang telah disusun atas dasar
pikiran, intuisi, pendapat atau kriteria tertentu.
e. Pemeriksaan keabsahan data, yaitu pemeriksaan data yang di dapat
secara keseluruhan untuk memastikan apakah sudah valid atau
masih ada yang dilakukan pengulangan atau revisi. (Lexi J.
Moleong, 2001:190-193)
Sedangkan proses analisis data dilakukan setelah data yang
diperoleh sudah final artinya tidak lagi melakukan wawancara atau
observasi untuk mencari informasi. Analisis data dilakukan untuk
menemukan makna setiap data atau informasi kemudian ditafsirkan
dengan akal sehat (common sense) lantas di pilah-pilah kemudian
dibandingkan satu dengan yang lain. Apabila data-data yang ada
sudah dapat di pahami, maka dapat dilakukan usaha pencarian
kekeliruan atau kekurangan yang utama untuk kemudian
diselesaikan, untuk menemukan konsep-konsep pemecahan
masalah dari sudut pandang sumber data itu. (Hadari Nawawi dan
H. Mimi, 1966:189-191)
9. Pengecekan Keabsahan Data
Untuk menetapkan keabsahan (trustworthiness) data diperlukan
teknik pemeriksaan. Pelaksanaan teknik pemeriksaan didasarkan atas
sejumlah criteria tertentu. Ada empat kriteria yang digunakan yaitu:
derajat kepercayaan (credibility), keteralihan (transferability),
kebergantungan (dependability), dan kepastian (confirmability).
(Moleong, 2008: 324)
Pengecekan keabsahan data ini dilakukan dengan cara terjun
langsung untuk wawancara sehingga mendapatkan data yang langsung
dari jama’ah tarekat qodiriyah tersebut, dengan demikian data tersebut
akurat dan dapat dipercaya. Kriteria yang peneliti gunakan sebagai
pemeriksaan keabsahan data yaitu derajat kepercayaan (credibility),
kriteria ini berfungsi untuk melaksanakan inkuiri sedemikian rupa
sehingga tingkat kepercayaan penemuannya dengan jalan pembuktian
oleh peneliti pada kenyataan ganda yang sedang diteliti. Keteralihan
(transferability), kriteria ini digunakan peneliti untuk memastikan usaha
memverifikasi dengan melakukan penelian kecil. Kebergantungan
(dependability), kriteria ini digunakan untuk mengadakan replikasi studi
secara berulang-ulang untuk mendapatkan hasil yang secara esensial
sama dan sekaligus untuk mendapatkan kepercayaan pada instrumen
penelitian. Kriteria yang ke empat yaitu, kepastian (confirmability),
kriteria ini dikatakan sebagai sesuatu yang objektif, berarti dapat
dipercaya, faktual, dan dapat dipastikan. Untuk membuktikan penelitian
ini dianggap sebagai hal yang faktual, dapat dipercaya, maka penelitian
ini melakukan wawancara langsung kepada subjek yang berhubungan
yaitu jama’ah tarekat qodiriyah di desa Giling kec. Pabelan kab.
Semarang. Setelah menggunakan kriteria diatas kemudian data tersebut
tentu akan peneliti simpulkan dan akan di cocokkan dengan implementasi
nilai-nilai sosial keagamaan jama’ah tarekat qodiriyah di desa Giling.
10. Tahap-Tahap Penelitian
Pelaksanaan penelitian ada empat tahap yaitu: tahap sebelum ke
lapangan, tahap pekerjaan lapangan, tahap analisis data dan tahap
penelitian laporan.
Dalam penelitian ini tahap yang ditempuh sebagai berikut:
a. Tahap sebelum ke lapangan
Tahap ini meliputi kegiatan penentuan focus, penyesuaian
paradigm dengan teori, penjajakan alat peneliti, mencakup observasi
lapangan dan permohonan ijin kepada subyek yang diteliti, konsultasi
focus penelitian, penyusunan ususlan peneliti.
b. Tahap pekerjaan lapangan
Tahap ini meliputi pengumpulan bahan-bahan yang berkaitan
dengan implementasi nilai-nilai sosial keagamaan penganut tarekat
qodiriyah pada jama’ah pengajian di Desa Giling Kecamatan Pabelan
Kabupaten Semarang tahun 2014.
c. Tahap analisis data
Tahap analisis data, meliputi analisis data baik yang diperoleh
melalui observasi, dokumentasi, maupun wawancara mendalam dengan
jama’ah pengajian tarekat Qodiriyah Desa Giling Kecamatan Pabelan
Kabupaten Semarang. Langkah selanjutnya adalah melakukan penafsiran
data sesuai dengan konteks permasalahan yang diteliti kemudian
melakukan pengecekan keabsahan data dengan cara mengecek sumber
data yang didapat dan metode perolehan data sehingga data benar-benar
valid sebagai dasar dan bahan untuk memberikan makna data yang
merupakan proses penentuan dalam memahami konteks penelitian yang
sedang diteliti.
d. Tahap penulisan laporan
Tahap ini meliputi: kegiatan penyusunan hasil penelitian dari
semua rangkaian kegiatan pengumpulan data samapi pemberian makna
data. Setelah itu melakukan konsultasi hasil penelitian dengan dosen
pembimbing untuk mendapatkan perbaikan saran-saran demi
kesempurnaan skripsi yang kumudian ditindaklanjuti hasil bimbingan
tersebut dengan penulisan skripsi yang sempurna. Langkah terakhir
melakukan penyusunan kelengkapan persyaratan untuk ujian skripsi.
I. Sistematika Pembahasan
Penyusunan skripsi ini dalam pembahasannya dibagi menjadi 5 bab
yang sebelumnya diawali dengan halaman formalitas, yaitu halaman judul,
nota dinas, halaman pengesahan, halaman motto, halaman persembahan, kata
pengantar dan daftar isi. Selanjutnya penulis menjelaskan dengan sistematika
sebagai berikut :
BAB I : Pendahuluan Yang Berisi. Bab pertama meliputi latar belakang
masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, penegasan
istilah, kajian pustaka, metode penelitian, dan sistematika pembahasan.
BAB II : Landasan Teori. Pada bab ini memuat pengertian konsep
ajaran tarekat dan implemetasi nilai-nilai sosial-keagamaaan penganut tarekat
qodiriyah.
BAB III : Laporan Hasil Penelitian. Dalam bab Ketiga berisi letak
geografis, sejarah berdiri, diskripsi lokasi, dan konsep ajaran tarekat
Qodiriyah di desa Giling kecamatan Pabelan kabupaten Semarang dan
implementasi nilai-nilai sosial keagamaan penganut tarekat Qodiriyah di desa
Giling kecamatan Pabelan kabupaten Semarang.
BAB IV : Analisis Data. Pada bab ini berisi tentang analisis data dan
interpretasi hasil penelitian.
BAB V : Penutup. Bab terakhir berisi kesimpulan dan saran kemudian
pada bagian akhir meliputi daftar pustaka, daftar riwayat hidup dan lampiran.
BAB II
LANDASAN TEORI
Kajian mengenai fenomena sosial keagamaan khususnya dalam
melakukan penelitian tentang Implementasi Nilai-Nilai Sosial Keagamaan
Penganut Tarekat Qodiriyah di Desa Giling, Kec. Pabelan, Kab. Semarang
tentunya memerlukan cara pandang atau pendekatan untuk memahami dan
untuk menjelaskan obyek yang akan diteliti. Suatu teori pada hakikatnya
merupakan hubungan antara dua fakta atau lebih, atau pengaturan fakta
menurut cara-cara tertentu. Fakta tersebut merupakan sesuatu yang dapat
diamati serta dapat diuji secara empiris, dalam penelitian ini penulis
menggunakan teori yakni :
A. Konsep Ajaran Tarekat Qodiriyah
1. Pengertian Tarekat
Al-Tarekat jamaknya “al-Tara’iq”, secara etimologi berarti: 1)
Jalan, cara (al-Kaifiyah); 2) metode, system (al-Uslub); 3) madzhab,
aliran, haluan (al-Madhhab); 4) keadaan (al-Halah); 5) pohon kurma
yang tinggi (al-Nahlah al-Tawilah); 6) tiang tempat berteduh, tongkat
payung (‘Amud al-Mizallah); 7) yang mulia, terkemuka dari kaum
(sharif al-qaum); dan 8) goresan/garis pada sesuatu (al-khatt fi ash-
shai). Sedangkan tarekat dalam terminologis ulama’ shufi,
sebagaimana pandangan Shaikh Muhammad Amin al-Kurdi al-Irbili
al-Syafi’i al-Naqshabandi dalam kitab Tanwir al-Qulub adalah:
Tarekat adalah beramal dengan syari’at (mengambil/memilih yang
azimah/berat daripada yang rukhsah/ringan; menjauhkan diri dari
mengambil pendapat yang mudah pada amal ibadah yang tidak
sebaiknya dipermudah; menjauhkan diri dari semua larangan syari’at
lahir dan batin; melaksanakan semua perintah Allah swt semampunya;
meninggalkan semua larangan-Nya baik yang haram, makruh maupun
mubah yang sia-sia; melaksanakan semua ibadah fardhu dan sunah;
semua ini dibawah arahan, naungan dan bimbingan seorang
guru/syaikh/mursyid yang arif yang telah mencapai maqamnya (layak
menjadi seorang syaikh/mursyid). (Dahlan Tamrin, 2010: 47-48).
Tarekat itu artinya jalan, petunjuk dalam melakukan sesuatu
ibadat sesuai dengan ajaran yang ditentukan dan dicontohkan oleh
Nabi dan dikerjakan oleh sahabat dan tabi’in, turun-temurun
sampai kepada guru-guru, sambung-menyambung dan rantai-berantai.
(Aceh, 1996: 67)
Dalam bukunya Jamil (2005: 47) menyebutkan kata tarekat berasal
dari bahasa Arab Thariqah yang berarti al-khat fi al-syai’ (garis
sesuatu), Al-Sirah (jalan). Kata ini juga bermakna al-hal (keadaan)
seperti terdapat dalam kalimat (huwa’ala thariqah hasanah watariyah
sayyiah) berada dalam keadaan jalan yang baik dan jalan yang buruk.
Dalam literatur barat, kata Thariqah menjadi tarika yang berarti Road
(jalan raya), way (cara, jalan) dan path (jalan setapak). Secara
terminologis, kata tarekat menurut Gibb, telah mengalami pergeseran
makna, pada masa pasca abad ke 19 dan 20. Tarekat merupakan
“a method of moral psychology for the practical guidance of individual
who hal a mystic call”. Pengertian diatas merupakan kristalisasi dari
makna tarekat beberapa abad sebelumnya, yakni periode abad 11. Pada
masa ini tarekat dipahami sebagai “The whole system of rits spiritual
training laid dowen for communal life in the varius muslim religious
or fers which began to be founded at this time.”
Nurkholis majid menyatakan bahwa: Perkataan tarekat sendiri
secara harfiah sebenarnya berarti jalan, sama dengan arti perkataan-
perkataan syari’at, sabil, shirath, dan manhaj. Dalam hal ini yang
dimaksud adalah jalan menuju kepada Allah untuk mendapatkan ridha-
Nya dengan mentaati ajaran-ajaran-Nya. (Syukur, 2002: 58)
Dalam ilmu tasawwuf diterangkan, bahwa arti “Tarekat” itu ialah
jalan atau petunjuk dalam melakukan sesuatu ibadat sesuai dengan
ajaran yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad saw. dan dikerjakan
oleh sahabat-sahabat Nabi, Tabiin dan tabii-tabiin turun-temurun
sampai kepada guru-guru/ulama’-ulama’ sambung menyambung dan
rantai-berantai sampai kepada masa kita ini. (Mustafa Zahri, 1976: 56)
Dari beberapa uraian di atas dapat disimpulkan bahwa tarekat
adalah jalan bagi umat islam dalam melaksanakan suatu ibadat kepada
Allah SWT. Untuk mendapatkan ridha-Nya sesuai ajaran yang
dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW. dan dikerjakan oleh
sahabat-sahabat, tabi’in, tabi’-tabi’in dan turun temurun kepada
ulama’-ulama’(guru-guru) dan sampai kepada kita.
2. Tujuan Tarekat
Tarekat bertujuan untuk mensucikan diri dengan melalui maqom-
maqom dan ahwal menuju pengalaman tentang realitas Ilahi.
Pengalaman realitas Ilahi itu sendiri dirumuskan oleh para sufi dalam
beberapa terma seperti makrifat, fana fi Allah, baqa fi Allah, khulul,
ittiha dan sebagainya. (Jamil, 2005: 64)
Bahkan salah satu tujuan utama mempelajari dan mengamalkan
tarekat adalah mengetahui perihal nafsu dan sifat-sifatnya, baik nafsu
yang tercela (mazmumah) maupun nafsu terpuji (mahmudah). Sifat
nafsu yang tercela harus dijauhi dan yang terpuji setelah diketahui
dilaksanakan. (Jamil, 2005: 59)
Dalam bukunya Abu Bakar Aceh (1996: 71) menyatakan Syeikh
Najmuddin Al-Kubra sebagai tersebut dalam kitab “Jami’ul Auliya”
(Mesir, 1331 M), mengatakan syari’at itu merupakan uraian, tarekat
itu merupakan pelaksanaan, hakikat itu merupakan keadaan dan
ma’rifat itu merupakan tujuan pokok yakni pengenalan Tuhan yang
sebenar-benarnya. Diberinya teladan seperti bersuci thaharah, pada
syari’at dengan air dan tanah, pada tarekat bersih dari hawa nafsu,
pada hakikat bersih hati dari selain Allah, semuanya itu untuk
mencapai ma’rifat terhadap Allah. Oleh karena itu orang tidak dapat
berhenti pada syari’at saja, mengambil tarekat atau hakikat saja. Ia
memperbandingkan syari’at itu dengan sampan, tarekat itu lautan,
hakikat itu mutiara, orang tidak dapat mencapai mutiara itu dengan
tidak melalui kapal dan laut. (Aceh, 1996: 71)
Masih dalam bukunya Abu Bakar Aceh (1996: 121) dijelaskan
bahwa tarekat itu tujuannya adalah mempelajari kesalahan-kesalahan
pribadi, baik dalam melakukan amal ibadat, atau dalam mempergauli
manusia dalam masyarakatnya dan memperbaikinya.
Tujuan tarekat adalah membersihkan diri dari dari sifat mengagumi
diri sendiri (ujub), sombong (takabur), ingin dipuji oleh orang lain
(riya'), hubbud dunya (cinta dunia), dan sebagainya. Tarekat harus
ikhlas, rendah hati (tawadhu'), berserah diri (tawakal) dan rela (ridha),
mendapat ma’rifat dari Allah, juga menjadi tujuan tarekat. (Jamil,
2005: 46)
3. Dasar-Dasar Tarekat
a. Ajaran dasar tarekat
Dalam bukunya Jamil (2005: 59) di jelaskan bahwa tarekat adalah
suatu jalan untuk mendekatkan diri sedekat-dekatnya kepada Tuhan.
Dalam rangka mengenal sedekat-dekatnya dengan Tuhan itu, menurut
para sufi, manusia harus berusaha mengenal dirinya. Dengan mengenal
dirinya itulah maka ia akan mengenal Tuhannya. Sebagaimana sabda
Nabi:
مَنْ عَرَفَ نَفْسَھُ فَقَدْ عَرَفَ رَبَّھُ “Barang siapa yang mengetahui dirinya maka sesungguhnya iamengetahui Tuhannya”.
b. Dasar-dasar pokok mengenai tarekat antara lain:
Sebuah hadist qudsi yang menyatakan: “Adalah Aku suatu
perbendaharaan yang tersembunyi, maka ingatlah Aku supaya
diketahui siapa Aku, maka ku jadikanlah makhluk: maka dengan
Allah mereka mengenal Aku.
Dalam ini, menurut aliran tarekat: bahwa Allah adalah
permulaan kejadian, yang awalnya tidak ada permulaan. Allah saja
telah ada dan tidak ada yang lain sertanya. Dan ingin supaya Zat-
Nya dilihat pada sesuatu yang bukan zat-Nya, sebab itulah
dijadikannya segenap kejadian (Al-Khalik).
Mereka juga berpendapat: bahwa kehidupan dan alam penuh
dengan rahasia-rahasia tersembunyi. Rahasia-rahasia itu tertutup
oleh dinding diantaranya ialah hawa nafsu kita sendiri. Tetapi
rahasia itu mungkin terbuka dan dinding (hijab) itu mungkin
tersimbah dan kita dapat melihat, merasakan atau berhubungan
langsung dengan yang ter-rahasia asal kita sudi menempuh
jalannya. Jalan itulah yang mereka namakan “TAREKAT”.
Dan menurut firman Allah dalam Al-Qur’an surat Al-Jin
ayat 16 yang berbunyi:
“Dan bahwasanya: Jikalau mereka tetap berjalan Lurus di atasjalan itu (agama Islam), benar-benar Kami akan memberi minumkepada mereka air yang segar (rezki yang banyak).”(Syukur, 1999: 48)Dalam bukunya Aceh (1996: 72) menegaskan: “maka oleh karena
itu tiap-tiap tarekat yang diakui sah oleh ulama’ harus mempunyai lima
dasar: pertama; menuntut ilmu untuk dilaksanakan sebagai perintah
Tuhan, kedua; mendampingi guru dan teman setarekat untuk
meneladani, ketiga; meninggalkan rukhsah dengan takwil untuk
kesungguhan, keempat; mengsisi semua waktu dengan do’a dan wirid,
kelima; mengekangi hawa nafsu dari pada berniat salah dan untuk
keselamatan”.
4. Ritual Tarekat
Dalam bukunya jamil (2005: 64-66) dijelaskan ada beberapa ritual
yang harus dilakukan seseorang apabila ingin memasuki tarekat.
Dalam tarekat langkah-langkah itu merupakan bagian dari disiplin
dalam olah rohani.
1. Bai’at
Pada tahap permulaan seseorang yang ingin memasuki
dunia tarekat harus melakukan bai’at yang tidak lain adalah
sumpah atau pernyataan kesetiaan yang diucapkan oleh seorang
murid kepada guru/mursyid sebagai simbol penyucian serta
keabsahan seseorang mengamalkan ilmu tarekat. Jadi baiat itu
menjadi semacam upacara sakral yang harus dilakukan oleh setiap
orang yang ingin mengamalkan tarekat. Oleh karenanya, dalam
bai’at ini selain diucapkan sumpah juga diajarkan kewajiban
seorang murid untuk mentaati guru yang telah membai’atnya.
Dengan berbai’at, maka seseorang memperoleh status keanggotaan
secara formal, membangun ikatan spiritual dengan mursyidnya dan
membangun persaudaraan mistis dengan anggota yang kuat.
Dalam upacara bai’at juga diajarkan dzikir yang harus
dilakukan oleh seorang murid dalam sehari semalam. Dzikir yang
dilakukan oleh penganut tarekat tidak lain dimaksudkan untuk
mengendalikan nafsu tercela (mazmumah) dan
menumbuhkembangkan nafsu terpuji (mahmudah). Ada tiga jenis
dzikir yang dilakukan oleh pengamal tarekat. Pertama dzikir naïf
isbat, yang dilakukan dengan mengucapka “la ilaha illallah”.
Kedua dzikir ismu dzat dengan mengucapkan “Allah”. Ketiga
dzikir hifz al nafus yang dilakukan dengan mengucapkan kalimat
“hu Allah”. Pelaksanaan dzikir itu masing-masing tarekat
berfariasi baik dari segi jumlah maupun urutan dzikir.
2. Dzikir
Tarekat mematrealisasikan dirinya dalam dzikir praktek
regulernya mengantarkan sang arif yang ditakdirkan menuju
keadaan ketenggelaman (istighraq) dalam Tuhan. Oleh sebab itu
dzikir membentuk kerangka tarekat.
Walaupun terdapat rumusan dzikir yang beraneka ragam,
dzikir secara umum dapat diartikan sebagai upaya untuk selalu
mengingat Allah SWT. dengan mengucapkan kalimat tayibah
(subhanallah, Alhamdulillah, la ilaha illallah dan Allah hu akbar).
Dari segi teknisi pengucapannya dzikir bisa dibagi dua, yaitu:
dzikir al-khaffi dan dzikir bi-jalalah. Dzikir ini dilakukan secara
personal setiap hari yang biasanya disebut juga dengan dzikir al-
awqat maupun bersama-sama atau biasa disebut dzikir al-hadarah.
Dzikir dalam tarekat dilakukan dalam waktu-waktu tertentu dan
teknik tertentu pula, dzikir khafi misalnya dilakukan dengan ritme
nafas, penghembusan, dan penghirupan. Dan bibir tertutup
mempergunakan kalimat tahlil dasar (la ilaha illallah), orang
berdzikir (dzakir) menghembuskan napas, berkonsentrasi pada la
ilaha untuk menyingkirkan gangguan-gangguan eksternal,
selanjutnya waktu menarik nafas berkonsentrasi pada la ilaha.
Yang dimaksudkan dengan dzikir ialah ucapan yang
dilakukan dengan lidah atau mengingat akan Tuhan dengan hati,
dengan ucapan atau ingatan yang mempersucikan Tuhan dan
membersihkannya dari pada sifat-sifat yang tidak layak untuknya,
selanjutnya memuji dengan puji-pujian dan sanjungan-sanjungan
dengan sifat-sifat yang sempurna, sifat-sifat yang menunjukkan
kebesaran dan kemurnian. (Aceh, 1996: 276)
Dalam bukunya Abu Bakar Aceh (1996: 278) juga
dijelaskan bahwa salah satu bagian terpenting dalam tarekat, yang
hamper selalu kelihatan dikerjakan, ialah dzikir. Dzikir artinya
mengingat kepada Tuhan, tetapi di dalam tarekat mengingat kepada
Tuhan itu dibantu dengan bermacam-macam ucapan, yang
menyebut nama Allah atau sifat-Nya, atau kata-kata yang
mengingat mereka kepada Tuhan.
5. Komponen Dalam Tarekat
Adapun komponen tarekat terdiri dari (1) guru tarekat yang disebut
mursyid atau syeikh, (2) salik atau murid, (3) sulk yaitu amalan atau
wirid, atau perbuatan yang harus dilakukan oleh salik berdasarkan
perintah syeikh, (4) zawiyah yaitu majelis tempat para salik
mengamalkan sulk, (5) bai’at, pentahbisan formal. (Maulida, 2006:
202).
a. Syeikh atau Guru
Dalam bukunya Abu Bakar Aceh (1996: 79-84) dijelaskan
bahwa syeikh atau guru mempunyai kedudukan yang penting
dalam tarekat. Ia tidak saja merupakan seorang pemimpin yang
mengawasi murid-muridnya dalam kehidupan lahir dan pergaulan
sehari-hari, agar tidak menyimpang dari ajaran-ajaran islam dan
terjerumus ke dalam ma’siat, berbuat dosa besar atau dosa kecil,
yang segera harus ditegurnya, tetapi ia merupakan pemimpin
kerohanian yang tinggi sekali kedudukannya dalam tarekat itu. Ia
merupakan perantaraan dalam ibadat antara murid dengan Tuhan.
Seorang mursyid mempunyai tanggung jawab yang berat
dalam mengemban tugas diantaranya:
1. Dia harus alim dan ahli dalam memberikan tuntunan-tuntunan
kepada murid-muridnya dalam ilmu fiqh, aqoid, dan tauhid.
2. Dia mengenal segala sifat kesempurnaan hati, adab-adabnya,
segala kegelisahan jiwa dan penyakitnya serta cara
menyembuhkannya.
3. Mempunyai belas kasihan terhadap orang islam, khusus
terhadap murid-muridnya.
4. Hendaklah pandai menyimpan rahasia murid-muridnya.
5. Tidak menyalahgunakan amanah muridnya.
6. Sekali-kali tidak menyuruh dan memerintah murid-muridnya
dengan perintah kecuali yang demikian itu layak dan pantas
dikerjakan olehnya sendiri.
7. Hendaknya ingat sungguh-sungguh, tidak terlalu banyak
bergaul, apalagi bercengkrama, bersenda gurau dengan murid-
muridnya.
8. Mengusahakan segala ucapan bersih dari pengaruh nafsu dan
keinginan.
9. Selalu berlapang dada, ikhlas, tidak ingin member perintah
kepada murid apa yang tidak sanggup, tidak memerintah
sesuatu amal yang kelihatannya kurang digemari atau
disanggupinya.
10. Jika melihat kebesaran dan ketinggian hati seorang murid,
maka ia segera memerintahkannya berkhalwat.
11. Jika melihat kehormatan dirinya yang sudah berkurang segera
ia mengambil siasat untuk menjegah yang demikian, karena itu
merupakan musuh terbesar baginya.
12. Jangan lupa memberi petunjuk-petunjuk tertentu pada waktu-
waktu tertentu.
13. Memperhatikan kebanggaan rohani yang sewaktu-waktu timbul
pada muridnya yang masih dalam didikan.
14. Melarang murid-muridnya banyak berbicara dengan teman-
temannya kecuali dalam hal-hal yang penting.
15. Menyediakan tempat berkhalwat bagi perorangan murid-
muridnya.
16. Hendaklah dijaga agar muridnya tidak melihat segala gerak-
geriknya.
17. Menjegah muridnya memperbanyak makan, karena banyak
makan itu memperlambat tercapainya latihan-latihan yang
diberikan mursyid.
18. Melarang muridnya bolak-balik kepada raja-raja atau orang-
orang besar tanpa alasan tertentu.
19. Selalu berkhutbah dengan kata-kata yang bijak bukan ancaman
dan kecaman.
20. Apabila di undang dia menerima dengan penuh kehormatan
dan penghargaan serta merendahkan diri.
21. Duduk dengan tenang jika berada diantara murid-muridnya.
22. Jangan memalingkan muka jika muridnya datang.
23. Suka menanyakan murid yang tidak kelihatan atau tidak hadir.
b. Murid
Pengikut suatu tarekat dinamakan Murid, yaitu orang yang
menghendaki pengetahuan dan petunjuk dalam segala amal
ibadatnya. Murid-murid itu terdiri daripada laki-laki dan
perempuan, baik masih belum dewasa maupun sudah lanjut
umurnya. Murid-murid itu tidak hanya berkewajiban mempelajari
segala sesuatu yang diajarkan atau melakukan segala sesuatu yang
dilatihkan guru kepadanya, yang berasal dari ajaran-ajaran tarekat,
tetapi harus patuh kepada beberapa adab dan akhlak yag ditentukan
untuknya, baik terhadap syeikh, baik terhadap dirinya sendiri,
amupun terhadap dirinya dan saudara-saudaranya setarekat serta
orang-orang islam yang lain. (Aceh, 1996: 84)
c. Suluk
Dalam buku Abu Bakar Aceh (1996: 121-124) dijelaskan
bahwa “perkataan suluk sebenarnya hamper sama dengan tarekat,
keduanya berarti cara atau jalan, dalam istilah sufi cara atau jalan
mendekati Tuhan dan berolah ma’rifat. Tetapi pengertian suluk itu
lama-lama ditujukan kepada semacam latihan, yang dilakukan
dalam jangka waktu tertentu untuk memperoleh sesuatu keadaan
mengenai ihwal dan maqam dari orang yang melakukan tarekat itu,
yang dinamakan salik. Maka meskipun tujuannya semuanya sama,
suluk untuk mencapai tujuan itu berlain-lainan, melihat kepada
kebutuhan perbaikan akan dicapai oleh yang berkepentingan itu”.
Dalam suluk ada orang yang memilih jalan ibadah, sibuk
dengan air wudhu’ dan sembahyang, sibuk dengan mengamalkan
dzikir dan segala sunnat-sunnat yang lain, begitu juga sibuk dengan
menjaga dan melakukan wirid-wirid, yang diperintahkan
kepadanya oleh gurunya, dipelajari bacaan-bacaannya dengan baik
dan diamalkannya. Jalan suluk yang lain mengenai riadhah, lstihan
diri secara bertapa, mengurangi makan, mengurangi minum,
mengurangi tidur, mengurangi berkata-kata karena barangkali
mursyid daripada tarekat itu menganggap penting riadhah-riadhah
itu dilakukan oleh murid-muridnya, karena ia sudah melihat
kekurangan–kekurangan muridnya itu dalam perkara-perkara
tersebut. Banyak juga orang memilih suluk yang mengenai latihan
penderitaan, misalnya masuk sendiri-sendiri ke dalam hutan, bukit
dan gunung, atau berjalan ke negeri-negeri yang jauh, yang belum
diketahui keadaannya. Kadang-kadang gurunya melihat bahwa
muridnya itu tidak kenal berbuat baik kepada sesama manusia,
kikir dalam amal bantu-membantu dan tolong menolong, selalu
bangga kepada dirinya, kepada keturunan dan kedudukannya,
mereka lebih tinggi daripada yang lain, tidak ringan kaki dan
tangan dalam pergaulan sehari-hari, pendeknya tidak ada
kegemaran beebuat baik kepada orang lain. Dalam hal yang
demikian guru menunjukkan jalan baginya untuk memilih
semacam suluk yang dinamakan thariqul khidmah wa bazlul jah, di
mana ia diberikan pendidikan agar ia sedikit demi sedikit beroleh
kegemaran dalam berbuat khidmat dan kebajikan terhadap
manusia, begitu juga menghilangkan atau menyembunyikan
kemegahan-kemegahan dan kebanggaan-kebanggaan keturunan
dan kedudukannya, dengan demikian terjadilah hubungan yang
akrab antara murid dengan masyarakat pergaulan.
d. Zawiyah
Dalam masa-masa pertama perkembangan tarekat, guru-
guru atau syeikh tarekat hanya mempunyai madrasah, sebagaimana
yang terjadi dengan Syeikh Abdul Qodir Jailani, pencipta tarekat
Qodiriyah di Baghdad. Dalam madrasah itu diajarkanlah
pengajaran-pengajaran yang diperlukannya untuk diketahui dan
diamalkan oleh murid-murid itu. Rupanya pengalaman
menunjukkan, bahwa hasilnya kurang memuaskan, lalu ia
memperluas pengajarnnya itu dengan mengadakan ribath, suatu
ikatan yang kokoh antara guru dan murid. Ini menurut
pandangannya masih masih dapat disempurnakan, lalu didirikanlah
suatu tempat khusus untuk mendidik murid-muridnya itu dalam
segala hal yang diperlukannya. Tempat itu dinamakan Zawiyah,
semacam asrama yang terletak dekat masjid atau sewaktu-waktu
menggantikan masjid, dimana segala macam pendidikan tarekat itu
dilaksanakan, mulai dari ibadat biasa, yang wajib dan sunat,
sampai kepada latihan berdzikir dan berdo’a, latihan bergaul
bahkan tempat berkhalwat atau bersepi diri. (Aceh, 1996: 125).
e. Bai’at
Pada tahap permulaan seseorang yang ingin memasuki
dunia tarekat harus melakukan bai’at yang tidak lain adalah
sumpah atau pernyataan kesetiaan yang diucapkan oleh seorang
murid kepada guru/mursyid sebagai simbol penyucian serta
keabsahan seseorang mengamalkan ilmu tarekat. Jadi baiat itu
menjadi semacam upacara sakral yang harus dilakukan oleh setiap
orang yang ingin mengamalkan tarekat. (Jamil, 2005: 64).
6. Konsep Ajaran Tarekat Qodiriyah
Pemuka sekaligus pendiri tarekat ini adalah Sayyid Muhammad
Muhyiddin ‘Abdul-Qodir Jilani, yang wafat pada tahun 1266 M di usia
sembilan puluh tahun. (Valiuddin, 1997: 121).
Dalam bukunya Abu Bakar Aceh (1996: 308-310) menjelaskan
bahwa “Syeikh Abdul Qadir Jailani adalah seorang alim dan zahid,
dianggap qutubul’aqtab, mula pertama seorang ahli fiqh yang terkenal
dalam madzhab hambali, kemudian sesudah beralih kegemarannya
kepada ilmu tarekat dan hakekat menunjukkan keramat dan tanda-
tanda yang berlainan dengan kebiasaan sehari-hari”. Orang dapat
membaca sejarah hidup dan keanehan-keanehannya dalam kitab yang
dinamakan Manaqib Syeikh Abdul Qadir Jailani, asli tertulis dalam
bahasa Arab, dan terjemahannya dalam bahasa Indonesia tersiar luas di
Negeri kita, yang dibaca oleh rakyat pada waktu-waktu tertentu, konon
untuk mendapatkan berkahnya.
Sajak dalam masa hidupnya sudah ada beberapa orang yang telah
menyempurnakan ajarannya dan pergi menyiarkan ajaran itu ke tempat
lain. Seorang dari padanya ialah Ali bin Al-Hadda, yang kemudian
terkenal di Yaman dengan gerakannya, yang lain bernama Muhammad
Batha’ ini bertempat tinggal di Baalbek, tetapi memperkembangkan
juga tarekat ini di Syria. Taqiyuddin Muhammad Al-Yunani terkenal
sebagai seorang penyair tarekat Qodiriyah yang ternama di Baalbek,
sedang Muhammad bin Abdus Samad adalah seorang yang dianggap
keramat di Mesir, karena katanya ia mewakili Abdul Qadir sendiri,
yang akan menuntun manusia menempuh jalan menuju Tuhan dan
Rasul-Nya.
Kaum sufi dalam tarekat Qodiriyah menitikberatkan pengosongan
“sirr” dari segala jenis pikiran selain Allah dan penyucian jiwa dari
segala macam sifat tercela, hewani, dan syaithani. Mereka
berpandangan bahwa ruh manusia berasal dari “Alam Perintah” (alam
al-amr) dan mampu memantulkan cahaya Ilahi. Namun, karena
berbagai kotoran yang ada dalam jiwa, ia tidak bisa berbuat demikian.
(Valiuddin, 1997: 38).
Dalam tarekat ini, dzikr dilakukan dengan keras (yakni, bersuara)
tetapi tidak terlalu keras sehingga bertentangan dengan hadis yang
diriwayatkan oleh Abu Musa Asy’ari: Wahai manusia! Janganlah
kalian menyusahkan diri dengan suara keras (maksudnya, ucapkanlah
dengan perlahan). Kalian tidak sedang menyeru Tuhan yang buta dan
tuli. Kalian menyeru Tuhan yang mendengar kalian, melihat kalian dan
yang bersama kalian. Tuhan yang kalian seru jauh lebih dekat
kepadamu dari leher untamu. Dzikr utama dalam tarekat ini adalah la
ilaha illallah. Cara melakukannya ialah sebagai berikut: sang dzakir
(seseorang yang melantunkan dzikr) mesti duduk seperti shalat sambil
menghadap kiblat (qiblah) dan harus menutup matanya. Ia mesti
mengucapkan kata la sembari menarik bunyi seperti dari pusar,
mengangkatnya ke bahunya dan kemudian mengucapkan ilaha sembari
menarik bunyi itu dari otaknya. Sesudah itu, ia mestilah
mengetukkannya, yakni mencamkan kata-kata illa Allah dengan kuat
pada hatinya, seraya memikirkan bahwa hanya Allah sajalah Wujud
hakiki dan Tujuan hakiki dalam kehidupan. Ia mesti menandaskan atau
mengarahkan semuanya ini kepada Zat Suci Allah semata. Sang hamba
yang baru mulai mamasuki tarekat bakal menafikan dan menegaskan
kecintaan; sang hamba yang tengah memasuki tahap menengah akan
menafikan bahwa hanya Allah sajalah tujuan dalam kehidupan; dan
sang arif akan menafikan dan menegaskan eksistensi. Penafian dan
penegasan ini dimaksudkan untuk menyesuaikan keadaan mental
seseorang yang mengingat Allah. Inilah tahap pertama dalam
membersihkan hati. (Valiuddin, 1997: 121-122).
Pokok-pokok tarekat qodiriyah itu ada lima, diantaranya: Tinggi
cita-cita, menjaga segala yang haram, memperbaiki khidmat terhadap
Tuhan, melaksanakan tujuan yang baik, memperbesarkan arti karunia
nikmat Tuhan. (Abu Bakar, 1996: 73). Menurut tarekat qodiriyah siapa
yang tinggi cita-citanya naiklah martabatnya, siapa yang menjaga
segala yang haram maka Allah memelihara kehormatannya, siapa yang
memperbaiki khidmat terhadap Tuhan kekallah ia dalam petunjuk,
siapa yang memperbesar Allah (karena nikmat- Nya) ia akan
mendapatkan tambahan nikmat dari-Nya.
B. Implementasi Nilai-Nilai Sosial Keagamaan Penganut Tarekat
Qodiriyah
1. Implementasi secara sederhana diartikan sebagai pelaksanaan atau
penerapan. (Adi, 2001: 178).
2. Nilai
a. Pengertian Nilai
Nilai diartikan sebagai sesuatu yang berharga, yang
dianggap bernilai, baik dan indah serta menjadi pedoman atau
pegangan diri. (Darmadi, 2009: 27). Nilai juga dapat diartikan
harga dalam arti taksiran harga, harga sesuatu, kadar, mutu, banyak
sedikitnya isi.(Adi, 2001: 296)
Menurut W.J.S. Poerwadarminta dalam kamus umum
bahasa Indonesia, disebutkan bahwa nilai diartikan sebagai berikut:
1. Harga (dalam arti taksiran harga),
2. Harga sesuatu (uang misalnya), jika diukur atau ditukarkan dengan
yang lain,
3. Angka kepandaian, potensi,
4. Kadar, mutu, banyak sedikitnya isi,
5. Sifat-sifat (hal-hal) yang penting atau berguna bagi kemanusiaan
(Abdulsyani, 2007: 49).
Jadi nilai adalah sesuatu yang berharga, bermutu, berkualitas dan
berguna bagi manusia. Sesuatu itu menjadi bernilai apabila sesuatu itu
berharga atau berguna bagi kehidupan manusia.
b. Sifat-Sifat Nilai
Sifat-sifat nilai menurut Sjarkawi (2009: 31) adalah sebagai
berikut:
a. Nilai itu suatu realitas abstrak dan ada dalam kehidupan
manusia. Nilai yang bersifat abstrak tidak dapat diindra. Hal
yang dapat diamati hanyalah objek yang bernilai itu. Misalnya,
orang yang memiliki kejujuran. Kejujuran adalah nilai, tetapi
kita tidak bisa mengindra kejujuran itu. Yang dapat kita indra
adalah kejujuran itu.
b. Nilai memiliki sifat normatif, artinya nilai mengandung
harapan, cita-cita, dan suatu keharusan sehingga nilai nemiliki
sifat ideal (das sollen). Nilai diwujudkan dalam bentuk norma
sebagai landasan manusia dalam bertindak. Misalnya, nilai
keadilan. Semua orang berharap dan mendapatkan dan
berperilaku yang mencerminkan nilai keadilan.
c. Nilai berfungsi sebagai daya dorong/motivator dan manusia
adalah pendukung nilai. Manusia bertindak berdasar dan
didorong oleh nilai yang diyakininya. Misalnya, nilai
ketakwaan. Adanya nilai ini menjadikan semua orang
terdorong untuk bisa mencapai derajat ketakwaan.
c. Macam-Macam Nilai
Nilai dapat dilihat dari berbagai sudut pandang, yang
menyebabkan terdapat bermacam-macam nilai antara lain:
1. Dilihat dari segi kebutuhan hidup manusia, nilai menurut
(Sjarkawi, 2009: 29) adalah:
a. Nilai Moral
b. Nilai sosial
c. Nilai undang-undang
d. Nilai agama
Kekempat nilai tersebut berkembang sesuai dengan tuntutan
kebutuhan. Dari kebutuhan yang paling sederhana, yakni
kebutuhan akan fisik biologis, keamanan, cinta kasih, harga diri
dan yang terakhir kebutuhan jati diri. Apabila kebutuhan dikaitkan
dengan nilai-nilai agama, akan menimbulkan penafsiran yang
keliru. Apakah untuk menemukan jati diri sebagai orang muslim
dan mukmin yang baik itu baru dapat terwujud setelah kehidupan
yang lebih rendah tercukupi lebih dahulu? Misalnya makan cukup,
tidak ada yang merongrong dalam beragama, dicintai dan
dihormati kemudian orang itu baru dapat beriman dengan baik,
tentunya tidak. Nilai keimanan dan ketakwaan tidak tergantung
pada kondisi ekonomi maupun social budaya, tidak terpengaruh
oleh dimensi ruang dan waktu.
2. Dilihat dari kemampuan jiwa manusia untuk menangkap dan
mengembangkan, nilai dapat dibedakan menjadi dua yakni:
a. Nilai yang statik, seperti kognisi, emosi, dan psikomotor.
b. Nilai yang bersifat dinamis, seperti motivasi berprestasi,
motivasi berafiliasi, motivasi berkuasa.
3. Pendekatan proses budaya, nilai dapat dikelompokkan dalam
tujuh jenis (Darmadi, 2006: 44) yakni:
a. Nilai ilmu pengetahuan
b. Nilai ekonomi
c. Nilai keindahan
d. Nilai politik
e. Nilai keagamaan
f. Nilai kekeluargaan
g. Nilai kejasmanian
Pembagian nilai-nilai dari segi ruang lingkup hidup
manusia sudah memadai sebab mencakup hubungan manusia
dengan Tuhan, hubungan manusia dengan manusia, dan
hubungan manusia dengan dirinya sendiri. Karena nilai ini juga
mencakup nilai ilahiyah (ke-Tuhanan) dan nilai-nilai insaniyah
(kemanusiaan).
a. Pembagian nilai didasarkan atas sifat nilai itu dapat dibagi
kedalam (1) nilai-nilai subjektif, (2) nilai-nilai objektif
rasional, dan (3) nilai-nilai objektif metafisik. Nilai
subjektif adalah nilai yang merupakan reaksi subjek
terhadap objek, hal ini sangat tergantung kepada masing-
masing pengalaman subjek tersebut. Nilai subjek rasional
(logis) yakni nilai-nilai yang merupakan esensi dari objek
secara logis yang dapat diketahui melalui akal sehat. Seperti
nilai kemerdekaan, setiap orang memiliki hak untuk
merdeka, nilai kesehatan, nilai keselamatan badan dan jiwa,
nilai perdamaian dan sebagainya. Sedangkan nilai yang
bersifat objektif metafisik yakni nilai-nilai yang ternyata
mampu menyusun kenyataaan objektif, seperti nilai-nilai
agama.
b. Nilai bila dilihat dari sumbernya terdapat: (1) nilai ilahiyah
ubudiyah dan muamalah), (2) nilai insaniyah. Nilai
ilahiyan adalah nilai yang bersunber dari agama (wahyu
allah), sedangkan nilai insaniyah adalah nilai yang
diciptkan oleh manusia atas dasar criteria yang siciptakan
oleh manusia pula.
c. Dilihat dari segi ruang lingkup dan keberlakuannya nilai
dapat dibagi menjadi (1) nilai-nilai universal dan (2) Nilai-
nilai lokal. Tidak tentu semua nilai-nilai agama itu
universal, demikian pula ada nilai-nilai insaniyah yang
bersifat universal. Dari segi keberlakuan masanya dapat
dibagi menjadi (1) nilai-nilai abadi, (2) nilai pasang surut
dan (3) nilai temporal.
d. Ditinjau dari segi hakikatnya nilai dapat dibagi menjdai (1)
nilai hakiki (root Values) dan (2) nilai instrumental dapat
bersifat lokal, pasang surut, dan temporal
Perbedaan macam-macam nilai ini mengakibatkan menjadi
perbedaan dalam menentukan tujuan pendidikan nilai,
perbedaan strategi yang akan dikembangkan dalam pendidikan
nilai, perbedaan metode dan teknik dalam pendidikan islam.
Disamping perbedaan nilai tersebut diatas yang ditinjau dari
sudut objek, lapangan, sumber dan kualitas serta masa
berlakunya, nilai dapat berbeda dari segi tata strukturnya. Tentu
hal ini lebih ditentukan dari segi sumber, sifat dan hakekat nilai
itu.
3. Sosial Keagamaan
a. Pengertian sosial keagamaan
Kata sosial keagamaan merupakan gabungan dua kata yaitu: sosial
dan keagamaan. Untuk mengetahui lebih jelas mengenai arti dan
makna yang terkandung dalam kata sosial keagamaan diatas. Dibawah
ini penulis akan menguraikan berdasarkan berbagai pendapat.
Sosial artinya segala sesuatu mengenai masyarakat;
kemasyarakatan; suka memperhatikan kepentingan umum, suka
menolong, menderma dan sebagainya. (Adi, 2001: 438).
Sedangkan keagamaan berasal dari kata dasar “agama” dan
mendapat imbuhan “ke” dan akhiran “an”. Ke-an di sini mempunyai
arti tentang atau hal. Sedangkan Agama dalam bahasa Indonesia,
berasal dari bahasa sansakerta yaitu “a” yang berarti “tidak” dan
“gama” yang berarti “kacau”. Agama berarti tidak kacau, dengan
pengertian terdapat ketentraman dalam berfikir sesuai pengetahuan dan
kepercayaan yang mendasari kelakuan “tidak kacau” itu. Atau berarti
sesuatu yang mengatur manusia agar tidak kacau dalam kehidupannya.
(Zulfi, 2010: 2).
Dalam bukunya Hendropuspito (1983: 34) menyatakan bahwa
agama ialah suatu jenis sistem sosial yang dibuat oleh penganut-
penganutnya yang berporos pada kekuatan-kekuatan nonempiris yang
dipercayainya dan didayagunakannya untuk mencapai keselamatan
bagi diri mereka dan masyarakat luas umumnya.
Agama juga diartikan sebagai system, prinsip kepercayaan kepada
Tuhan (dewa dan sebagainya) dengan ajaran kebaktian dan
kewajiaban-kewajiban yang telah bertalian dengan kepercayaan itu.
(Adi, 2001:15)
Dalam kamus besar bahasa Indonesia dijelaskan bahwa keagamaan
adalah hal-hal dan segala sesuatu mengenai agama. (Maryani, 2011: 6)
Sosial keagamaan dirumuskan secara luas sebagai suatu studi
tentang interrelasi dari agama dan masyarakat serta bentuk-bentuk
interaksi yang terjadi antarmereka. Sehingga dapat disimpulkan sosial
keagamaan merupakan fenomena sosial atau hubungan sesama
masyarakat yang dipengaruhi atau yang dijiwai oleh agama.
b. Bentuk-bentuk perilaku dari nilai-nilai sosial keagamaan
Bentuk-bentuk perilaku yang berdasarkan nilai-nilai sosial
keagamaan adalah sebagai berikut:
1. Amanah/jujur
Jujur artinya sesuainya sesuatu dengan kenyataannya yang
sesungguhnya, dan ini tidak saja berupa perkataan tetapi juga
perbuatan. Dalam bahasa arab, jujur disebut sidiq (As-Shidqu),
lawan dari kizib (Al-kizbu) yaitu bohong atau dusta.
Orang yang jujur adalah orang yang berkata, berpenampilan
dan bertindak apa adanya, tanpa dibuat-buat. Kejujuran adalah
sikap yang jauh dari kepalsuan atau kepura-puraan. Sedangkan
sikap jujur adalah suara hati nurani terdalam manusia, karenanya
ia senantiasa menempati posisi terhormat dihadapan siapa pun.
(Ahmadi, 2004: 41-42).
Rasulullah SAW. bersabda,
جُلَالرَّوَاِنَّالْجَنَّةِالىَیَھْدِىالْبِرِّوَاِنَّالْبِرِّالىَیَھْدِىقَالصِّدْاِنَّ .
یقَاصِدِّنَیَكُوحَتَّىلَیَصْدُقُSesungguhnya kejujuran menunjukkan pada kebajikan dan
kebajikan menunjukkan pada surge. Seseorang senantiasaberbuat jujur hingga ditetapkan baginya watak jujur…(H.RBukhori)
2. Tolong menolong
Tolong menolong adalah termasuk persoalan-persoalan
yang penting dilaksanakan oleh seluruh umat manusia secara
bergantian, sebab tidak mungkin seorang manusia itu akan dapat
hidup sendiri-sendiri tanpa menggunakan cara pertukaran
kepentingan dan kemanfaatan. Antara seorang dengan yang lain
tentu saling hajat-menghajatkan, butuh-membutuhkan dan tolong-
menolong.(Al Ghalayini, 1976:223)
3. Sedekah
Dijelaskan dalam terjemahan Durratun Nasihin (50) tentang
keutamaan memberi sedekah:
“Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orangyang menafkahkan hartanya di jalan Allah[166] adalah serupadengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi
siapa yang Dia kehendaki. dan Allah Maha Luas (karunia-Nya)lagi Maha mengetahui.”(QS. Al-Baqoroh: 261)
4. Ukhuwah Islamiyah
Secara bahasa ukhuwah yang diartikan “persaudaraan”,
terambil dari kata yang pada mulanya berarti “memperhatikan”.
Makna asal ini memberi kesan bahwa persaudaraan
mengharuskan adanya perhatian semua pihak yang merasa
bersaudara. (Akidah Akhlak, 2004: 49)
Ukhuwah islamiyah, artinya ialah persaudaraan islam, yaitu
persaudaraan yang diajarkan oleh islam yang berlaku di kalangan
sesama orang islam. Sesungguhnya ajaran persaudaraan islam,
sudah terkandung di dalam kata yang menjadi nama bagi agama
kita itu sendiri, yaitu “Islam”, sebab salah satu diantara makna
“Islam”: damai. Yaitu damai dengan sesame manusia, tentu saja
lebih-lebih damai dengan sasama manusia yang beragama islam
itu sendiri. Rosulullah SAW merumuskan pengertian demikian ini
dengan sabdanya:
“Orang islam itu ialah orang, yang orang-orang islam lainnya
selamat dari gangguan tangan dan lesannya”. (Riwayat
Bukhori).
Maksudnya bahwa yang disebut orang islam itu ialah orang
yang segala tingkah lakunya baik yang berupa perbuatan maupun
perkataan tidak mengganggu orang islam lainnya, sehingga orang
islam yang lain itu merasa aman dari segala tingkah lakunya itu.
(Humaidi, 1991: 125-126)
5. Iffah
Iffah artinya menghindarkan diri dari sesuatu yang haram
dan syubhat. Sikap itu akan memperkokoh keberagamaan
seseorang dan merupakan kebiasaan ulama-ulama yang
mengamalkan ilmunya.
Rasulullah SAW. bersabda:
بِھِاَوْلَىرُفَالنَّاسُحْتٍمِنْنَبََـلَحْمٍكُلُّ“setiap daging yang tumbuh dari makanan haram, maka nerekalebih utama”.(Al-Husaini, 1999: 127)
Sesungguhnya sesuatu yang haram itu terbagi menjadi dua
kelompok: pertama, sesuatu yang diharamkan karena bendanyaitu
sendiri, seperti jenazah, darah, arak dan lainnya. Kelompok ini
diharamkan untuk dikomsumsi secara mutlak, kecuali bila
terpaksa yakni untuk mempertahankan kelangsungan hidup.
Kedua, bendanya halal, seperti gandum dan air suci, tetapi benda
itu milik orang lain. Dengan demikian benda itu haram digunakan
sebelum memilikinya berdasarkan prosedur syara’, misalnya
dengan cara membelinya, menerima hibah, atau menerima
warisan.
Sesuatu yang syubhat pun terdiri atas berbagai tingkatan:
pertama, yang diyakini keharamannya dan diragukan
kehalalannya. Syubhat seperti ini hukumnya haram. Kedua, yang
diyakini kehalalannya dan diragukan keharamannya.
Meninggalkan syubhat seperti ini merupakan tindakan yang baik.
Ketiga, kemungkinan haram dan kemungkinan halalnya sama.
Untuk kemungkinan seperti ini, Rasulullah SAW. telah bersabda:
یُرِیْبُكَلاَمَااِلَىیُرِیْبُكَمَادَعْ“Tinggalkanlah apa yang meragukanmu. Kerjakanlah apa yangtidak meragukanmu.”(Al-Husaini, 1999: 129)
4. Implementasi Nilai-Nilai Sosial Keagamaan Penganut Tarekat
Qodiriyah
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa nilai-nilai sosial
keagamaan adalah hal-hal yang dianggap baik, bermanfaat, dan
bermutu dalam hubungan dengan sesama masyarakat yang dijiwai atau
diarahkan oleh ajaran agama. Jadi implementasi nilai-nilai sosial
keagamaan penganut Tarekat qodiriyah pada jama’ah pengajian adalah
suatu penerapan hal-hal yang dianggap baik, bermanfaat, dan bermutu
dalam hubungan dengan sesama masyarakat yang dijiwai atau
diarahkan oleh ajaran agama.
Jama’ah tarekat Qodiriyah di desa Giling telah mendapatkan ilmu
dan wawasan tentang beribadah kepada Allah SWT, tentang adab
bermasyarakat, tentang sejarah Nabi sampai Syeikh Abdul Qodir
Jailani, tentang pentingnya mendekatkan diri kepada Allah SWT dan
tentang pentingnya mencontoh perilaku dan amalan-amalan sesuai
ajaran Nabi SAW, selain ilmu jama’ah tarekat Qodiriyah juga
mendapatkan pengalaman dan pengawasan dari syeikh/kyai/guru.
Dengan ilmu dan berbagai pengalaman yang didapat, kemudian
mereka berusaha menerapkan dalam kehidupan sehari-hari baik
amalan ibadah kepada Allah SWT maupun amalan kepada sesama
masyarakat.
Para Jama’ah yang sudah dibai’at, berarti siap untuk menjalankan
amalan-amalan (ilmu) yang telah mereka dapatkan. Dalam
menjalankan amalan-amalan tarekat Qodiriyah itu memang mudah
namun dalam beristiqomah dalam menjalankannya itu yang tidak
mudah apalagi menerapkan dalam kehidupan sehari-hari. Namun
jama’ah tarekat ini sudah berusaha menjalankan amalan-amalan itu
dengan baik dan begitu pula dengan nilai-nilai sosial keagamaannya.
Walau itu masih jauh dari sempurna.
Ajaran tarekat Qodiriyah inilah yang kemudian menjadikan
jama’ah tarekat bisa membedakan sifat nafsu yang baik dan sifat nafsu
yang tercela. Jadi di dalam ajaran tarekat Qodiriyah itu terdapat nilai-
nilai sosial keagamaan yang wajib di laksanakan oleh jama’ah tarekat.
Sehingga antara ibadah kepada Allah SWT dan penerapan nilai-nilai
sosial keagamaannya dapat seimbang.
BAB III
LAPORAN HASIL PENELITIAN
A. Letak Geografis
Desa Giling merupakan salah satu Desa yang berada di wilayah
Kecamatan Pabelan Kabupaten Semarang. Desa tersebut berbatasan
dengan hal sebagai berikut:
a. Batas bagian utara : Dusun Slemet dan Dusun Danggi
b. Batas bagian timur : Persawahan dan Dusun Bungas
c. Batas bagian selatan : Persawahan dan Dusun Jaten
d. Batas bagian barat : Dusun Padaan
Dilihat dari kondisi tanahnya, desa Giling ini termasuk daerah yang
cukup subur. Hal ini terlihat dari kondisi tanah yang ada disekitar desa
Giling, yaitu:
a. Ada tanah persawahan tadah hujan
b. Ada tanah tegalan/perkarangan
c. Terdapat sungai, kuburan dan jembatan yang kokoh
B. Kondisi Monografi
Jumlah penduduk di Desa Giling pada tahun 2014 sebanyak 1.500
jiwa, yang terbagi menjadi jumlah penduduk laki-laki sebanyak 722 orang
dan penduduk yang berjenis perempuan 778 orang. Dari keseluruhan 88%
penduduknya beragama islam, dengan kondisi masyarakat religius. Data
terakhir kelurahan Giling tahun 2014 menyebutkan:
JUMLAH PENDUDUK MENURUT USIA
NO KELOMPOK
UMUR (TAHUN)
LAKI-LAKI PEREMPUAN JUMLAH
1 0<1 9 12 21
2 1>5 57 44 101
3 6-10 65 58 123
4 11-15 62 56 118
5 16-20 53 66 119
6 21-25 40 42 82
7 26-30 65 69 134
8 31-35 131 151 282
9 36-40 79 83 162
10 41-50 76 76 152
11 60 Keatas 85 121 206
JUMLAH 722 778 1.500
JUMLAH PENDUDUK MENURUT AGAMA
NO KELOMPOK
AGAMA
LAKI-LAKI PEREMPUAN JUMLAH
1 Islam 718 769 1.487
2 Kristen - - -
3 Hindu 4 9 13
4 Budha - - -
5 Khatolik - - -
6 Khonghucu - - -
Jumlah 722 778 1.500
JUMLAH PENDUDUK MENURUT PENDIDIKAN
NO JENIS
PENDIDIKAN
LAKI-LAKI PEREMPUAN JUMLAH
1 Tidak Sekolah 16 21 37
2 Belum Tamat SD 70 134 204
3 Tidak Tamat SD 38 52 90
4 Tamat SD 110 141 251
5 Tamat SLTP 181 177 358
6 Tamat SLTA 178 148 327
7 Tamat Diploma 47 36 83
8 Sarjana Keatas 17 14 31
Jumlah 657 723 1.381
JUMLAH PENDUDUK MENURUT JENIS PEKERJAAN
NO JENIS
PEKERJAAN
LAKI-LAKI PEREMPUAN JUMLAH
1 PNS 11 13 24
2 TNI 2 - 2
3 Polri - - -
4 Pegawai Swasta 79 79 158
5 Pengusaha 1 - 1
6 Pensiunan 10 14 24
7 Buruh Industri 6 29 35
8 Buruh Tani 160 372 532
9 Petani 78 42 120
10 Peternak 19 2 21
11 Buruh Bangunan 115 - 115
12 Lain-lain 39 53 92
Jumlah 520 604 1.124
JUMLAH MUTASI PENDUDUK
NO JENIS
KELAMI
N
PINDAH DATANG
Antar
Desa
Antar
Kec
Antar
kab
Antar
Prop
Antar
Desa
Antar
kec
Antar
kab
Antar
prop
1 LAKI-
LAKI
- - 1 - - - - -
2 PEREMP
UAN
- - - - - - - -
JUMLAH - - 1 - - - - -
JUMLAH KELAHIRAN DAN KEMATIAN
NO JENIS KELAMIN KELAHIRAN KEMATIAN
Dibawah 5 th 5 th keatas
1 LAKI-LAKI - - -
2 PEREMPUAN - - -
JUMLAH - - -
JUMLAH NIKAH, CERAI DAN RUJUK
NO URAIAN JUMLAH KETERANGAN
1 NIKAH 3 L 1 P 2
2 CERAI - L - P -
3 RUJUK - L - P -
JUMLAH KEPALA KELUARGA
No Uraian Laki-Laki Perempuan Jumlah
1 Jumlah kepala
keluarga
405 83 488
2 Keluarga yang sudah
mempunyai KK
405 88 488
3 Keluarga yang
belum mempunyai
KK
- - -
JUMLAH KARTU TANDA PENDUDUK
No Uraian Laki-Laki Perempuan Jumlah
1 Penduduk yang
wajib mempunyai
KTP
509 593 1.102
2 Penduduk yang
sudah mempunyai
KTP
500 586 1.086
3 Penduduk yang
belum mempunyai
KTP
9 7 16
JUMLAH CACATAN SIPIL
No Uraian Laki-Laki Perempuan Jumlah
1 Penduduk yang
sudah mempunyai
akta kelahiran
714 751 1.465
2 Penduduk yang
belum mempunyai
akta kelahiran
8 27 35
3 Penduduk yang
sudah mempunyai
23 17 40
akta kematian
4 Penduduk yang
belum mempunyai
akta kematian
- - -
C. Sejarah Singkat
Dikisahkan dalam sejarah bahwa K.H Yusuf Nawawi lahir pada th
1899. Beliau pernah menjadi santri di Pondok Pesantren Poncol. Beberapa
tahun kemudian beliau pindah ke Pondok Pesantren Tremas Pacitan Jawa
Timur. Pada th 1953 beliau pulang (boyong) dan mendirikan pondok
pesantren kecil-kecilan di Desa Giling Kecamatan Pabelan Kabupaten
Semarang. Alhamdulilllah pada saat itu ada beberapa orang yang menjadi
santri di pondok pesantren tersebut. Semakin lama pun semakin banyak
santrinya.
Pada th 1963 K.H Yusuf Nawawi pergi/sowan ke desa Karang
Gede tempat kediaman Bapak K.H Zainal Makarim yang merupakan kyai
disalah satu Pondok Pesantren Karang Gede. Di sana K.H Yusuf Nawawi
dibai’at oleh K.H Zainal Makarim dan resmi menjadi anggota Tarekat
Qodiriyah.
Setelah selesai dibai’at, K.H Yusuf Nawawi pulang. Ketika beliau
selesai sholat dan melaksanakan amalan-amalan tarekat Qodiriyah di
Musholla, ada seorang laki-laki yang melihat beliau. Kemungkinan
seorang laki-laki tersebut penasaran dan pada malam hari kemudian
tepatnya ba’da maghrib, dia mendatangi kediaman K.H Yusuf Nawawi
dan meminta penjelasan atas amalan-amalan yang beliau laksanakan.
Tanpa berfikir panjang dia langsung meminta untuk dibai’at oleh K.H
Yusuf Nawawi, dan akhirnya beliau membai’at laki-laki tersebut. Pada
awal inilah tarekat Qodiriyah mulai dikenal oleh masyarakat Giling.
Karena beliau melihat bahwa masyarakat banyak yang menyambut ajaran
tarekat Qodiriyah itu dengan baik, maka kemudian beliau merintis ajaran
Tarekat Qodiriyah di Desa Giling Kecamatan Pabelan Kabupaten
Semarang.
Pada masa ini juga, kemudian beliau sering mengadakan pengajian
tarekat Qodiriyah di “MUSHOLLA” yang dekat dengan Pondok Pesantren
yang beliau dirikan. Beliau mengadakan kegiatan pengajian tersebut pada
malam hari yaitu ba’da maghrib dan ba’da isya’. Dengan hati gembira
beliau bangga karena ternyata semakin lama, jama’ah tarekat qodiriyah ini
semakin meningkat dan berkembang sangat bagus.
Pada th 1973, dimana masa ini semakin banyak jama’ah tarekat
Qodiriyah yang mengikuti beliau dan terus berkembang pesat, namun K.H
Yusuf Nawawi sudah mulai merasa tidak sanggup memimpin pondok
pesantren dan pengajian tarekat Qodiriyah yang beliau dirikan tersebut.
Dikarenakan umur beliau sudah semakin bertambah dan mulai sakit-
sakitan. Kemudian beliau memutuskan pada malam selasa untuk
memanggil putranya yang bernama K.H Abdul Aziz.
K.H Yusuf Nawawi dalam keadaan berbaring lemah karena sudah
tidak kuat lagi, beliau membai’at putranya tersebut dan meminta untuk
menggantikan posisinya dalam memimpin pondok pesantren dan
pengajian tarekat qodiriyah yang beliau dirikan. Beliau memilih salah satu
putranya tersebut, karena beliau merasa bahwa K.H Abdul Aziz inilah
satu-satunya putra yang dapat menggantikan posisi dalam memimpin
pondok pesantren dan memimpin pengajian tarekat qodiriyah. Pada hari
selasanya itu kemudian K.H Yusuf Nawawi wafat di umurnya yang ke 74.
K.H Abdul Aziz putra ke 6 dari 7 bersaudara, beliau pernah
menjadi santri Poncol pada th (1966-1968). Pada th 1968, beliau menderita
sakit paru-paru dan dirawat di Rumah Sakit sampai sembuh, kemudian
beliau pindah ke Pondok Pesantren Ploso Kediri dari th 1968 sampai th
1973.
Pada th 1973 beliau pulang dan dijodohkan oleh orang tuanya
dengan seorang wanita yang juga sama dari kalangan kyai. Akhirnya
beliau menikah dan menggantikan posisi bapaknya, walaupun K.H Abdul
Aziz juga sempat bingung dan ragu, namun beliau akhirnya bertekat untuk
bisa meneruskan perjuangan bapaknya tersebut. Tetapi setelah pondok
pesantren dipimpin oleh K.H Abdul Aziz, banyak santri yang mengalami
kemerosotan(semakin sedikit) dan beliau melihat pondok pesantren ini
tidak dapat dipertahankan, akhirnya beliau memutuskan hanya
meneruskan ajaran tarekat qodiriyah saja dan pondok pesantrennya
diberhentikan bahkan sekarang pun bangunannya juga sudah rusak atau
sudah tidak ada sama sekali.
Orang pertama kali yang dibai’at oleh K.H Abdul Aziz adalah
seorang laki-laki yang bernama Abdullah dari Karang Jati Pucung, Orang
laki-laki tersebut memang berniat sendiri ingin menjadi anggota tarekat
qodiriyah di Desa Giling Kecamatan Pabelan Kabupaten Semarang.
Karena K.H Abdul Aziz ini hanya meneruskan perjuangan bapaknya tentu
perjuangannya tidak terlalu berat.
Jama’ah tarekat qodiriyah kini semakin berkembang. Tidak hanya
dari kalangan masyarakat Giling saja, namun dari berbagai desa lain pun
juga ada yang mengikuti ajaran tarekat qodiriyah di desa giling ini. Maka
kemudian K.H Abdul Aziz mengubah waktu pengajian tarekat qodiriyah
yang biasanya dilaksanakan ba’da maghrib dan ba’da isya’ diganti pada
hari selasa ba’da dzuhur. Waktu tersebut diganti untuk mempermudah dan
memperingan jama’ah tarekat qodiriyah yang berasal dari desa-desa lain.
Saat pertama kali K.H Abdul Aziz memimpin jama’ah tarekat qodiriyah
itu berjumlah 100 jama’ah dan terus berkembang sampai sekarang
semakin naik menjadi 125 jama’ah. Walaupun jama’ah tarekat qodiriyah
ini pasang surut (ada yang masuk tapi ada juga yang meninggal dunia).
Tarekat qodiriyah di Desa Giling Kabupaten Semarang ini diikuti oleh
jama’ah yang memang umurnya sebaya keatas.
Belum lama ini K.H Abdul Aziz sudah membai’at putranya yang
bernama M. Khafid M. Ag, untuk bisa menggantikan posisi beliau kelak.
Karena beliau sudah merasa umurnya sudah tua dan kadang juga sudah
tidak kuat memimpin pengajian, maka beliau menyuruh putranya tersebut
untuk menggantikannya(menjadi badal), walaupun sampai sekarang
tarekat qodiriyah ini masih dipimpin oleh K.H Abdul Aziz.
D. Susunan Pengurus Jama’ah Tarekat Qodiriyah Desa Giling
Kecamatan Pabelan Kabupaten Semarang Tahun 2014
Tabel 3.1
Susunan Pengurus Jama’ah Tarekat Qodiriyah Desa Giling Kecamatan
Pabelan Kabupaten Semarang Tahun 2014
No Nama Jabatan Pekerjaan Alamat
1 Anas Fikriyadi Pelindung Kepala Desa Giling
2 Irfan Sekretaris Swasta Giling
3 Ali Mursidi Bendahara Swasta Baruan
E. Data Ustadz Tarekat Qodiriyah Desa Giling Kecamatan Pabelan
Kabupaten Semarang Tahun 2014
Tabel 3.2
Data Ustadz Tarekat Qodiriyah Desa Giling Kecamatan Pabelan
Kabupaten Semarang Tahun 2014
No Nama Pekerjaan Alamat
1 K.H Abdul Aziz Kyai Giling
2 M. Khafid M.Ag Dosen Giling
3 K.H. Afifuddin Kyai Giling
F. Kegiatan Jama’ah Pengajian Tarekat Qodiriyah
a. Seminggu Sekali
Dalam seminggu sekali ada kegiatan pengajian rutin jama’ah
tarekat qodiriyah di Desa Giling Kecamatan Pabelan Kabupaten
Semarang. Pengajian ini dilaksanakan pada hari selasa dan sering
disebut dengan “SELASANAN”.
Tabel 5.1
Kegiatan Mingguan
Jam/Waktu Jenis Kegiatan
13.15 – 14.00
14.00 – 14.30
14.30 – 15.15
15.15 – 15.30
15.30 – Selesai
Sholawatan Jama’ah Perempuan
Pengajian
Dzikir Fida’ (Membaca Lafad Lailahaillallah 70000 x)
Do’a
Sholat berjama’ah asar yang kemudian dilanjutkan
dengan tawajuhan yaitu membaca amalan tarekat
qodiriyah yang dipimpin oleh K.H. Abdul Aziz
Nawawi.
b. Sebulan Sekali
Dalam sebulan sekali ada kegiatan pengajian rutin jama’ah tarekat
qodiriyah di Desa Giling Kecamatan Pabelan Kabupaten Semarang.
Pengajian ini dilaksanakan pada hari selasa setelah tanggal 10 bulan
Hijriyah, sehingga sering disebut dengan “SEWELASAN”. Adapun
kegiatannya sebagai berikut:
Tabel 5.2
Kegiatan Bulanan
Jam/Waktu Jenis Kegiatan
13.15 – 14.00
14.00 – 14.30
14.30 – 15.15
15.15 – 15.30
15.30 – 16.00
16.00-Selesai
Sholawatan Jama’ah Perempuan
Pengajian
Membaca manaqib Syeikh Abdul Qodir Jailani
Tahlilan
Dzikir Fida’ (Membaca Lafad Lailahaillallah 70000 x)
dan Do’a
Sholat berjama’ah asar yang kemudian dilanjutkan
dengan tawajuhan yaitu membaca amalan tarekat
qodiriyah yang dipimpin oleh K.H. Abdul Aziz
Nawawi.
c. Setahun Sekali
Dalam setahun sekali, yaitu pada bulan maulud diadakan
kegiatan/acara yang disebut dengan “khaul”. Acara ini dilaksanakan
dalam rangka memperingati “Khaul (hari wafatnya) K.H. Yusuf
Nawawi”. Acara tersebut juga dilaksanakan pada hari selasa, namun
dalam acara ini biasanya tidak hanya jama’ah pengajian tarekat qodiriyah
saja, tetapi ada juga masyarakat yang bukan anggota tarekat qodiriyah
ikut hadir dalam acara ini. Adapun Kegiatannya sebagai berikut:
Tabel 5.3
Kegiatan Mingguan
Jam/Waktu Jenis Kegiatan
09.00-09.15
10.00 – Selesai
Ziarah ke makam K.H. Yusuf Nawawi
Acara peringatan Maulud Nabi dan dilanjutkan acara
peringatan K.H. Yususf Nawawi
(Wawancara dengan bapak K.H Abdul Aziz pada tanggal 23 Juli 2014)
G. Diskrispi Lokasi
Tempat kegiatan penelitian ini sendiri tepatnya di Dusun Tampar Keli
RT 5 RW 1 Desa Giling Kec. Pabelan Kab. Semarang. Lokasi tersebut
adalah tempat yang menjadi pusat kegiatan pengajian jama’ah tarekat
Qodiriyah di desa Giling. Tempat tersebut adalah sebuah “Musholla” yang
berukuran 10x14 M. Musholla ini terletak di tengah-tengah perkampungan
warga yang lumayan padat, di sebelah kanan dan belakangnya ada sebuah
jalan yang sering dilewati oleh warga. Di sebelah utara memojok, ada
tempat berwudlu bagi jama’ah. (Observasi, 23 Juli 2014)
Di dalam musholla ini terdapat satir(dari papan) berwarna hijau
yang menjadi penghalang antara jama’ah laki-laki dengan jama’ah
pertempuan. Sehingga antara jama’ah laki-laki dan jama’ah perempuan
ketika sedang mengikuti pengajian tidak bercampur. Kemudian di
dalamnya juga ada mihrob tempat imam yang menjadi pemimpin sholat
berjama’ah yang biasanya di tempati oleh pak kyai. Di lantainya terdapat
karpet-karpet untuk menutupi lantai sehingga menjadikan jama’ah nyaman
ketika mendudukinya. Ada jam lumayan besar diatas mihrob, ada kipas
angin besar 1 yang kecil 4, ada 3 lampu yang kecil dan 1 lampu besar yang
menjadikan dalam musholla itu terlihat bagus. Dan bagi jama’ah tarekat
saat mendengarkan pengajian di dalam masjid kemudian cuacanya panas
bisa menggunakan kipas angin tersebut. Ada juga lemari yang digunakan
jama’ah sebagai tempat untuk menetakkan dan menyimpan Al-qur’an,
sehingga di dalam Musholla itu terlihat rapi.(Observasi, 24 Juli 2014)
Di teras ada mading yang digunakan untuk menempelkan informasi
bagi warga Tampar Keli dan sekitarnya. Ada juga papan putih yang
digunakan untuk pengajian umum yang dilaksanakan setiap malam. Di
depan sebelah kiri pojok terdapat sebuah ruangan yang digunakan untuk
menyimpan barang-barang yang belum/tidak digunakan istilahnya adalah
sebagai gudang. Ada 5 meja yang digunakan untuk mengaji anak-anak
kecil setiap malam ba’dha maghrib. Sehingga musholla ini selain
digunakan untuk pengajian tarekat digunakan juga untuk sholat 5 waktu
dan juga tempat pengajian anak-anak dan juga warga tampar keli dalam
waktu yang berbeda. Pada teras musholla ini terdapat seperti tembok yang
digunakan sebagai pagar oleh warga, supaya ayam-ayam tidak bisa masuk
kedalamnya dan menjadikan lantainya bersih.(Observasi, 24 Juli 2014)
H. Keadaan Jama’ah
Jama’ah pengajian tarekat qodiriyah di Desa Giling Kec. Pabelan
Kab. Semarang sekarang ini berjumlah 125 jama’ah, yang terbagi menjadi
47 jama’ah laki-laki dan 78 jama’ah perempuan. Kebanyakan mereka
berusia kurang lebih 40 th keatas. Profesi mereka sebagai petani, karena
keadaan di sekitar desa Giling ini cocok dan bagus untuk bercocok tanam
terutama tanaman padi. .(Wawancara kepada Bapak K.H Abdul Aziz, 23
Juli 2014)
Dalam mengikuti ajaran tarekat qodiriyah di desa Giling, jama’ah
pengajian tidak boleh dengan paksaan. Tetapi atas dasar keinginan atau
niat jama’ah masing-masing. Baru kemudian jama’ah dibai’at oleh K.H.
Abdul Aziz dan menjadi anggota jama’ah tarekat qodiriyah Desa Giling
Kecamatan Pabelan Kabupaten Semarang.(Wawancara kepada Bapak K.H
Abdul Aziz, 23 Juli 2014)
Pengajian tarekat qodiriyah di desa Giling, tidak hanya diikuti oleh
masyarakat Giling saja. Namun juga diikuti oleh masyarakat yang berasal
dari berbagai desa yang ada di sekitar desa Giling. Terkadang ada jama’ah
yang harus berjalan kaki karena tidak mempunyai kendaraan, tapi hal itu
tidak menyurutkan niat dan semangat jama’ah dalam mengikuti pengajian
Tarekat Qodiriyah Desa Giling Kecamatan Pabelan Kabupaten Semarang.
DATA RESPONDEN JAMA’AH TAREKAT QODIRIYAH DESA
GILING KEC. PABELAN KAB. SEMARANG TAHUN 2014
NO NAMA ALAMAT UMUR PENDIDIKAN
1 Sumyani Bawang 56 MI
2 St Mutiah Bawang 45 MI
3 Abdullah Karang jati 66 Tidak lulus MI
4 Sriyatun Karang jati 70 MI
5 Mahyudin Karang jati 55 MI
6 Ruliyah Karang jati 50 MI
7 Samno Karang jati 70 MI
8 Siti Zuhrotul Batun Karang jati 50 MI
9 Yajid Karang jati 60 PGA
10 Romzatun Karang jati 57 MI
11 Kartini Danggi 60 MI
12 Sutarti Grogol 63 MI
13 Sumali Grogol 65 MI
14 H. Safrodin Grogol 70 Tidak lulus MI
15 H. Zaini Grogol 71 Tidak lulus MI
16 Abdul Rohim Dukun 55 MI
17 Sahli Gentan 54 MI
18 Asmudi Gentan 56 MI
19 Saipul Danggi 68 Tidak lulus MI
20 Rohmat Baruan 63 Tidak lulus MI
21 Asmuni Baruan 85 Tidak lulus MI
22 Ali Baruan 61 MI
23 Kasno Baruan 72 Tidak lulus MI
24 Parto Baruan 63 MI
25 Hj. Barokah Baruan 71 Tidak lulus MI
26 Hj. Rusmi Baruan 61 MI
27 Sofyan Danggi 68 Tidak lulus MI
28 H. Jimin Padaan 66 Tidak lulus MI
29 Hj. Ngatiem Padaan 54 MI
30 Ngadnan Dukoh 72 Tidak lulus MI
31 Mudhi Pujung 73 Tidak lulus MI
32 Irfan Giling 75 Tidak lulus MI
33 Wasil Gentan 65 Tidak lulus MI
34 Nahrowi Carik an 57 MI
35 Fatemah Gentan 67 Tidak lulus MI
36 Warso Carik an 57 MI
(wawancara, 25 Juli 2014)
I. Konsep ajaran tarekat Qodiriyah menurut Bapak K.H Abdul Aziz
Tarekat qodiriyah yaiku “tarekat seko Syeikh Abdul Qodir Jailani”.
Pengajian tarekat qodiriyah di Desa Giling kecamatan pabelan Kabupaten
Semarang merupakan pengajian umum untuk ibu-ibu dan bapak-bapak.
Sehingga jama’ah dapat menambah ilmu dalam menjalankan amalan-
amalan sesuai ajaran Rosulullah SAW.
K.H Abdul Aziz dalam pengajian umum setiap hari selasa
memberikan wejangan bagi jama’ahnya seperti sejarahnya syeikh Abdul
Qodir Jailani, pentingnya bersilaturrahmi, membantu fakir miskin,
bersedekah dan perilaku sosial keagamaan yang lain. Selain itu masalah
ibadah maghdoh seperti pentingnya sholat tahajud, sholat dzukha dan lain
sebagainya. Kitab yang dijadikan pedoman dalam pengajian ini adalah
Durrotun Nasihin dan Nasoihul Ibad.
Tarekat qodiriyah ini mempunyai amalan yang wajib dilaksanakan
oleh jama’ah setelah selesai sholat fardhu, yaitu sebagai berikut:
بسم االله الرحمن الرحیم
والى ارواح جمیع. م وعلى الھ وصحبھ اجمعین.النبي المصطفى صالى حضرة
.اھل سل سلةالقدریھ والنقسابندیھوالى ارواح جمیعالا نبیا ء والمر سلین
ن والى روح شیخ ابوالقاسیمالى حضرة شیخ عبد القدیر جیلاخصوصا
والمؤمنات والمسلمینالبغددى والى ارواح جمیع المؤمنینالجنید
.والمسلمات
١×الفا تحة خصوصا الى ارواح ابا ءنا وامھا تنا
٣×اللھم افتح لى بفتوح العا رفین
٣×استغفراالله الغفورالرحیم
٣×اللھم صل على سیدنا محمد وعلى الھ وصحبھ وسلم
٣× لا الھ الا االله : نولى ما جا
٢٠٠" لاالھ االله "روفا لفظ : نولى ماجا ذكر نا فى اثباة
اللھم صل على سیدنا محمد صلا تا تنجینا بھا من جمیع . لى دوعانو
وتطھرنا بھا من جمیع. وتقض لنا بھا جمیع الحا جةالاھوال والافاة
السیأ ة وترفعنا بھا اعلىى الدرجةوتبلغنا بھا اقص الغا یاة من جمیع
استغفراالله ربي.الخیراة في الحیا ة وبعدالمما ة انك على كل شئ قدیر
٣×من كل ذنب واتوب الیھ
بسم االله الرحمن الرحیم
×٣
اللھم صل على سید نا محمد وعلى ال سید نا محمد كما صلیت على
وبا رك على سیدنا محمد وعلى. سیدنا ابرھیمسیدنا ابرھیم وعلى ال
.ال سید نا محمد كما باركت على سیدنا ابرھیم وعلى ال سیدنا ابرھیم
.فى العا لمین انك حمید مجید
دى فافا نا كى"االله: "ى ذكر اسم ذاة روفانى لفظ نول
١٠٠× انا اع لطفھ قلب
١٠٠× روح. انا لطفھ
١٠٠× سیر. انا لطفھ
١٠٠f×خفى . انا لطفھ
١٠٠× اخفى . انا لطفھ
١٠٠× نفسى . انا لطفھ
١٠٠× قلا ب . انا لطفھ
ك مطلو بي اعطینى محبتكاللھم انت مقصو دى ورضا .نولى دعا
.ومعرفتك
….. الفا تحھ
J. Konsep ajaran tarekat Qodiriyah menurut penganut tarekat dan
pengaruhnya terhadap nilai-nilai sosial keagamaan dalam kehidupan
sehari-hari
Wawancara ini peneliti ditujukan kepada para jama’ah pengajian
tarekat Qodiriyah di desa Giling walaupun semua jama’ah ini tidak berasal
dari warga giling saja. Peneliti bertanya kepada informan yang ikut
menjadi jama’ah pengajian tarekat Qodiriyah di desa Giling, Seperti:
Ibu siti Muntiah ini telah mengikuti pengajian tarekat qodiriyah di
desa Giling kec. Pabelan kab. Semarang mulai pada tahun 2007 hingga
sekarang. Pengalaman yang beliau rasakan sangat senang dalam mengikuti
pengajian dan senang mengamalkan ajaran tarekat qodiriyah di desa
giling. Ketika beliau ditanya tentang pengertian tarekat beliau menjawab:
“Tarekat iku yo dalan” dengan alasan utamanya “seneng wae” mengikutitarekat qodiriyah di desa giling.
Beliau mengikuti tarekat qodiriyah di desa giling dengan keinginan
sendiri tanpa ada paksaan walaupun asal mulanya beliau tertarik karena
suaminya mengikuti tarekat disana. Beliau memahami tentang tarekat
qodiriyah di desa giling yaitu:
“Tentang sejarah tarekat qodiriyah itu sendiri mulai dari Nabi sampai
kepada Syeikh Abdul Qodir Jailani. Diajarkan tentang tata cara sholat-
sholat sunnah, dan yang paling penting amalan-amalan dari tarekat
qodiriyah itu”.
Setelah beliau dibai’at dan resmi menjadi penganut tarekat qodiriyah
di desa Giling Kec. Pabelan Kab. Semarang beliau sudah melaksanakan
nilai-nilai sosial keagamaan itu dengan usaha yang sebaik mungkin bahkan
semakin bersemangat. (wawancara, 25 Juli 2014 jam 13.35-14.00)
Bapak Sumyani telah mengikuti tarekat qodiriyah di desa giling
mulai tahun 2005 sampai sekarang. Ketika beliau ditanya tentang
pengalaman yang dirasakan, beliau menjawab:
“tambah ‘ilmu, tambah amalan-amalan sholat, tambah pengajaran lantambah konco”.
Menurut beliau tarekat itu jalan, jalan untuk mendekatkan diri
kepada Allah. Beliau mengikuti tarekat di desa Giling kec. Pabelan kab.
Semarang dengan alasan utumanya karena “NADZAR”. Dahulu beliau
pernah sakit tedun, kemudian beliau mengucap kalau penyakit yang di
deritanya itu sembuh beliau akan mengikuti tarekat qodiriyah di Desa
Giling. Dan Alhamdulillah beliau disembuhkan oleh Allah dan beliau
melaksankan apa yang diucapkannya. Beliau mengikutinya dengan
keinginan sendiri tanpa bujukan atau ajakan orang lain.
Setelah ikut tarekat qodiriyah di desa Giling, setiap saat beliau ingat
kepada Allah SWT apalagi pada saat menjalankan ibadah apapun lebih-
lebih ibadah sholat fardhu. Dan dalam kehidupan sehari-hari pun beliau
tambah semangat dalam menerapkan nilai-nilai social keagamaan
diantaranya:
“khotbah jum’at, mengatur anak diniyah, mengatur perjalanan zakatdan merawat jenazah mulai dari awal sampai akhir”.Semua itu beliau laksanakan dengan tujuan agar agama islam terus
berkembang. (Wawancara, 25 Juli 2014 jam 14.10-14.30)
Ibu Sriyatun mengikuti tarekat Qodiriyah di desa Giling mulai tahun
1978 sampai sekarang karena beliau udah lanjut usia jika ditanya maka
beliau menjawab sebisanya seperti:
Pengalaman yang beliau rasakan setelah mengikuti tarekat
qodiriyah ialah “’ilmu tuo”, tarekat menurut beliau adalah mengaji ilmu
tuo. Beliau mengikuti tarekat Qodiriyah di desa Giling dengan keinginan
sendiri tanpa ada yang mengajak dengan alasan utamanya
keingintahuannya tentang ilmu tuo.
Beliau memahami tarekat qodiriyah adalah “amalan-amalan yang
diajarkan oleh guru/kyai yang wajib dilaksanakan baik dalam sholat fardlu
maupun kehidupan sehari-hari”. Setelah mengikuti tarekat Qodiriyah di
desa giling, didalam bermasyarakat beliau tambah mengetahui kesadaran
bersedekah dengan sesama yang membutuhkan. Walau terkadang juga
masih membincangkan orang lain yang belum tau benar atau salahnya. Hal
ini terkadang juga masih beliau lakukan, namun beliau sudah berusaha
menguranginya. Kegiatan yang baik itu beliau laksanakan dengan tujuan
“KERSANE BAGAS WARAS”.(Wawancara, 26 Juli 2014 jam 09.45-
10.10).
Ibu Ruliyah mengikuti tarekat Qodiriyah di desa Giling mulai tahun
2005 sampai sekarang. Pengalaman yang beliau rasakan adalah senang
mendengarkan sholawatan ibu-ibu dan senang mendengarkan pengajian.
Alasan utamanya mengikuti tarekat Qodiriyah di desa Giling yaitu: ingin
tambah, ilmu, mengurangi kebodohan dan kumpul bersama jama’ah-
jama’ah lain. Ini juga dengan keinginan sendiri walaupun asal mulanya
sering mendapat cerita dari orang-orang tua tentang “sangune mati”, yang
kemudian menjadikan beliau sadar tentang hal tersebut dan ingin
menambah sangu mati besok dengan mengikuti tarekat Qodiriyah di desa
Giling.
Sejauh pemahaman beliau tarekat Qodiriyah di desa Giling yaitu
diberi amalan-amalan dari kyai kemudian setiap ba’da sholat fardhu wajib
dilaksanakan. Setelah mengikuti pengajian tersebut beliau bertambah
semangat dalam bersedekah, gotong royong dan menjenguk orang sakit.
Namun terkadang juga masih mengguncing tetangga yang lain. Kegiatan
yang baik tersebut bertujuan untuk menambah amal kebaikan
bermasyarakat dan kepada Allah. (Wawancara, 26 Juli jam 10.20-10.35).
Bapak Mahyudin ini mengikuti tarekat Qodiriyah di desa Giling
mulai tahun 2005 sampai sekarang. Pengalaman yang beliau rasakan
adalah senang mengikuti pengajian dengan kyai dan hatinya menjadi
tentram. Alasan utamanya beliau mengikuti tarekat Qodiriyah di desa
Giling karena di sana tidak sulit seperti tarekat Naqsabandiyah di Karang
talun dan dengan keinginan sendiri tanpa ada ajakan atau paksaaan dari
orang lain.
Tarekat qodiriyah menurut beliau adalah amalan-amalan yang
diajarakan oleh kyai kepadanya untuk diamalkan ketika selesai sholat
fardhu. Setelah beliau mengikuti tarekat qodiriyah di desa Giling beliau
tambah semangat dalam beribadah (tarawih). Ketika mau berbuat curang
(nyolong) saat di sawah, trus ingat sama Allah SWT. Semua dilaksanakan
untuk menambah amal kebaikan. (Wawancara, 26 Juli 2014 jam 10.37-
10.50)
Bapak Yajid mengikuti tarekat qodiriyah di desa Giling mulai tahun
2000 sampai sekarang. Pengalaman yang dirasa setelah di bai’at dari kyai
kemudian diberi amalan-amalan yang wajib dilaksanakan.
Alasan utama beliau mengikuti tarekat Qodiriyah di desa giling:
“Nyambung tresnan mergo mbiyen ngaji fatekhah e nek kono trusnglanjutke thorekoh nek kono”.
Masuk tarekat dengan keinginan sendiri tanpa ajakan orang lain.
Beliau memahami tarekat Qodiriyah adalah amalan-amalan yang diajarkan
oleh kyai dan diamalkan tiap hari. Setelah menjadi tarekat qodiriyah beliau
semakin bertambah keimanan kepada Allah, menjadi sadar akan
pentingnya sedekah dengan sesama, menjadi khotib jum’at, dan mengajar
TPA. Kegiatan-kegiatan tersebut bertujuan untuk mengembangkan ilmu
agama dan menambah amal kebaikan. (Wawancara, 26 Juli 2014 jam
10.55-11.06)
Bapak Samno mengikuti tarekat Qodiriyah di desa Giling mulai
tahun 1975 sampai sekarang. Jika ditanya pengalaman yang dirasakan
setelah mengikuti tarekat? Beliau menjawab:
“Alhamdulillah awake sehat, tambah ilmu, tambah amalan-amalan ikudikei pak kyai seng pendak seloso tindak pengajian, lan ngendikani pakkyai amalan-amalan iku mau sholat 5 waktu wajib dilakoni”.
Alasan utama beliau mengikuti tarekat Qodiriyah di desa Giling
karena dari awal ngaji fatekhah belajar di sana sama Bapak Kyai Nawawi
Giling maka kemudian melanjutkan tindak lampahi kyai yang sekarang di
pimpin oleh putranya. Ini pun juga dengan kesadaran dan keinginan
sendiri tanpa diajak oleh orang lain.
Sepengetahuan beliau tarekat qodiriyah di desa Giling adalah “tafsir
yasin, jama’ah sholat dzuhur, sholawat ibu-ibu, pengajian umum (tarekat),
fidda’, jama’ah sholat asar dan kegiatan tawajuhan yang dipimpin pak
kyai. Bentuk kegiatan sosial keagamaan beliau adalah mengajar TPA,
adzan di masjid dan khotbah jum’at. Kegiatan tersebut bertujuan “Jihad fi
Sabilillah”. (Wawancara, 26 Juli 2014 jam 11.18-11.25)
Ibu Siti Zuhrotul Batun menjadi anggota tarekat qodiriyah di desa
Giling kec. Pabelan kab. Semarang mulai tahun 2006 sampai sekarang.
Pengalaman yang dirasakan beliau Alhamdulillah keluarga menjadi
istiqomah, keluarga menjadi sehat dan menjadikan ilmunya bertambah.
Alasan utamanya menjadi anggota tarekat Qodiriyah di desa Giling karena
mengikuti suami, tetapi tidak diajak oleh suaminya. Sehingga dia
mengikuti tarekat tersebut dengan keinginan sendiri.
Beliau memahami tarekat Qodiriyah di desa Giling yaitu
kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan dalam pengajian itu sendiri. Setelah
beliau mengikuti tarekat qodiriyah di desa Giling beliau merasa lebih
semangat dalam beribadah kepada Allah maupun dalam bersosial karena
beliau ingin menambah ilmu dan menyambung silaturrahmi. (Wawancara,
26 Juli 2014 jam 11.27-11.34).
BAB IV
ANALISIS
Dalam analisis data penulis tempuh dengan cara sesuai dengan sifat dan jenis
data yang dianalisis. Analisis pertama digunakan untuk menganalisa konsep
ajaran tarekat Qodiriyah di Desa Giling, Kec. Pabelan, Kab. Semarang.
Sedangkan analisis yang kedua digunakan untuk mengetahui implementasi nilai-
nilai sosial keagamaan penganut tarekat Qodiriyah di desa Giling, kec. Pabelan,
Kab. Semarang. Metode yang digunakan dalam menganalisis data yang telah
diperoleh penulis adalah metode analisis kualitatif.
Adapun hal yang sudah didapatkan peneliti untuk membahas bab sebelumnya
yang dapat di tangkap oleh peneliti dari beberapa hal dari temuan-temuan peneliti
yang di dapatkan dari wawancara ataupun observasi yang dilakukan di lapangan
yang sesuai rumusan masalah yang ditemukan adalah sebagai berikut:
A. Konsep ajaran tarekat Qodiriyah di Desa Giling kecamatan Pabelan kabupaten
Semarang.
Tarekat adalah jalan atau petunjuk dalam melakukan sesuatu
ibadat sesuai dengan ajaran yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad saw.
dan dikerjakan oleh sahabat-sahabat Nabi, Tabiin dan tabii-tabiin turun-
temurun sampai kepada guru-guru/ulama’-ulama’ sambung menyambung
dan rantai-berantai sampai kepada masa kita ini.
Tarekat Qodiriyah adalah ajaran tarekat yang didirikan oleh Sayyid
Muhammad Muhyiddin ‘Abdul-Qodir Jilani, yang wafat pada tahun 1266
M di usia sembilan puluh tahun. Tarekat Qodiriyah menitikberatkan
pengosongan “sirr” dari segala jenis pikiran selain Allah dan penyucian
jiwa dari segala macam sifat tercela, hewani, dan syaithani
Dalam menjalankan tarekat Qodiriyah sesuai ajaran Syekh Abdul
Qodir Jailani itu mudah. Kebanyakan bagi orang awam yang mengikuti ajaran
tarekat Qodiriyah di desa Giling kec. Pabelan kab. Semarang itu dengan
adanya rasa pengen, walaupun bukan paksaan dari orang lain.
Para jama’ah dalam menjalankan tarekat Qodiriyah ini sudah baik,
bahkan setelah mengikuti tarekat Qodiriyah, mereka semakin sadar betapa
pentingnya dalam beribadah kepada Allah SWT, mendekatkan diri kepada-
Nya, ukhuwah islamiyah, tolong menolong, bersedekah, dan dapat dipercaya.
Walaupun masih ada sebagian yang masih membicarakan orang lain dan
masih mempunyai perasaan buruk (nyolong), namun mereka kemudian sadar
dan ingat bahwa Allah SWT selalu mengawasi mereka. Ini menunjukkan
tarekat Qodiriyah ini sangat berpengaruh baik terhadap kejiwaan para jama’ah.
Para jama’ah tarekat Qodiriyah di desa Giling memahami tarekat
Qodiriyah itu adalah amalan-amalan yang diajarkan oleh kyai dan
diamalkan setiap ba’dha sholat fardhu. Dalam pengajian tarekat itu lah
yang kemudian diajarkan tentang sejarah tarekat Qodiriyah, tata cara
sholat yang benar, tentang sholat-sholat sunnah, tentang bersosial dengan
baik yaitu amanah, pentingnya bersedekah, iffah, tolong menolong dan
lain sebagainya. Yang kemudian menjadikan jama’ah tambah ilmu,
tambah pengalaman dan menambah amal kebaikan.
Para jama’ah terlihat antusias dalam mengikuti pengajian tarekat di
desa Giling. Ini terlihat pada jama’ah yang berbeda Dusun bahkan sangat jauh
rela berjalan kaki untuk mendatangi pengajian tarekat Qidiriyah di desa Giling.
Para jama’ah sudah berusaha melaksanakan dan mengamalkan ilmu yang telah
mereka dapatkan dari pak kyai.
Pengajian tarekat Qodiriyah ini dilaksanakan di Musholla tempat untuk
melaksanakan sholat jama’ah bagi warga tampar keli. Musholla ini masih
tampak terlihat bagus karena masih banyak berbagai fasilitas didalamnya
seperti; karpet, satir, mihrob, lemari, kipas angin, lampu, dan jam. Bahkan di
terasnya terdapat papan putih dan meja untuk belajar ngaji anak-anak setiap
malam. Sehingga jama’ah ketika mendengarkan pengajian tampak nyaman
dan tenang. Sampai terkadang ada jama’ah yang terlelap mengantuk dan tidur
dengan keadaan duduk. Selain itu juga ada tempat berwudlu yang begitu luas
untuk jama’ah.
Amalan-amalan yang diajarkan K.H Abdul Aziz ialah sebagai berikut:
1. Pengkhususan kepada para arwah yaitu: Syeikh Abdul Qodir Jailani,
Syeikh Abu Qosim Al Junaidi Al Baghdadi, orang-orang mukmin dan
kaum muslimin wa muslimat serta bapak ibu, kemudian dilanjutkan
membaca Al-Fatikhah.
2. Dzikir Nafi Isbat
“Nafi” artinya tidak ada, sedangkan “Isbat” artinya ditatapkan jadi
dzikir naïf isbat adalah dzikir yang ditujukan kepada yang tidak terlihat
oleh kasap mata namun ditetapka ada yaitu Allah SWT.
Isinya membaca kalimat “LAILAHA ILLALLAH” sebanyak 200 x, yang
mana huruf “LA” pada awal sampai ke 3 kalinya dipanjangkan sampai
panjang/sekuat nafasnya sendiri-sendiri.
3. Membaca Sholawat 3x
4. Istighfar 3x
5. Surat Al-Ikhlas 3x
6. Sholawat lagi 3x
7. Membaca dzikir ismu dzat
Ismu artinya nama sedangkan dzat adalah pencipta kehidupan yaitu
Allah SWT. Jadi dzikir ismu dzat adalah dzikir yang ditujukan sengan
menyebut nama sang pencipta yaitu dengan membaca lafad “Allah Allah”.
Lafad ini dipapankan:
“Latifah Qolbi” 100x ditempatkan pada bawah susu kiri
“Latifah Ruh” 100x ditempatkan pada bawah susu kanan
“Latifah Sir” 100x ditempatkan pada atas susu kiri
“Latifah khofi” 100x ditempatkan pada atas susu kanan
“Latifah akhfa” 100x ditempatkan ditengah-tengah antara sir dan khofi
“Latifah nafsi” 100x ditempatkan dikepala
“Latifah Qolab” 100x Qolab itu artinya bolak balik jadi ditempatkan
di seluruh anggota badan, Sehingga jumlah latifah
ini ada tujuh
B. Implementasi Nilai- Nilai Sosial Keagamaan Penganut Tarekat Qodiriyah di
Desa Giling Kecamatan Pabelan Kabupaten Semarang
Implementasi nilai-nilai sosial keagamaan penganut tarekat Qodiriyah
adalah jama’ah itu setelah mendapatkan ilmu, amalan dan pengalaman dari
pengajian tarekat yang telah diikutinya, kemudian diterapkan dalam kehidupan
sehari-hari. Dalam implementasi kehidupan sehari-hari, jama’ah sudah
berusaha sebaik-baiknya dalam pengamalan ilmu dan pengalaman yang telah
didapatkan. Sehingga mereka sekarang lebih tenang, lebih sopan, dan lebih
bijaksana ketika akan melakukan sesuatu.
Penganut tarekat ini mengalami dua hal terkait keikut sertaannya
mengikuti kegiatan tarekat Qodiriyah yaitu dalam hal beribadah kepada Allah
SWT dan perihal hubungannya dengan sesama masyarakat. Beribadah kepada
Allah SWT yaitu ibadah sholat wajib, sholat sunnah, dan ibadah yang bisa
mendekatkan diri kepada Allah SWT. Sedangkan perihal hubungannya
dengan masyarakat yaitu tata krama, sikap amanah, tidak mengguncing
tatangga(orang lain) dan tidak mengambil barang orang lain.
Para jama’ah pengajian tarekat Qodiriyah ini mayoritas berusia 40 th
keatas. Sehingga kebanyakan mereka ketika di wawancara mereka menjawab
dengan sebisa mereka. Namun yang peneliti tangkap dari mereka adalah
mereka lebih merasa tenang setelah mengikuti ajaran tarekat Qodiriyah di desa
Giling. Karena mereka merasa mempunyai sangu untuk bekal hidup di akhirat
kelak. Hal itu dapat dilihat dari kegiatan ibadah para jama’ah, yang
sebelumnya malas dalam melaksanakan sholat tarawih, setelah menjadi
anggota tarekat Qodiriyah di desa Giling menjadi lebih semangat dalam
menjalankan sholat tarawih. Ini dialami oleh Bapak Mahyudin yang menjadi
salah satu responden dalam penelitian ini.
Mereka juga merasa lebih bisa menahan diri ketika ingin berbuat yang
tidak pantas untuk diperbuat, dengan alasan karena mereka merasa diawasi
oleh Allah SWT. Dengan ilmu dan pengalaman mereka itu pula yang
menjadikan semangat dalam membantu sesama manusia, bersedekah, tolong
menolong mensyi’arkan agama, mengajar TPA, bertakziah ke tempat orang
wafat. Semua kegiatan ini mereka tujukan untuk mengembangkan ilmu agama
dan menambah amal kebaikan. Jadi jama’ah tarekat Qodiriyah ini benar-benar
ingin mencari bekal untuk hidup di akhirat.
Dalam menjalankan tarekat itu memang mudah, maka banyak
pangikut tarekat ini mampu mengamalkan amalan-amalan yang telah
ditugaskan oleh Kyai atau Syeikh akan tetapi disisi lain belum bisa
menghayati apa yang telah diajarkan oleh kyai. Hasilnya masih ada sebagian
jama’ah yang hanya sebatas menjalankan ibadah kepada Allah SWT
sedangkan dalam bermasyarakat kurang maksimal. Namun sudah berusaha
mengurangi dengan hal-hal yang tidak baik. Jadi implementasi nilai-nilai
sosial keagamaan penganut tarekat Qodiriyah pada jama’ah pengajian di desa
Giling kec. Pabelan kab. Semarang sudah baik. Bentuk dari implementasi
nilai-nilai sosial keagamaan jama’ah pengajian tarekat Qodiriyah di Desa
Giling Kecamatan Pabelan Kabupaten Semarang adalah amanah, tolong
menolong, iffah, ukhuwah islamiyah dan bersedekah.
Dalam implementasi nilai-nilai sosial keagamaan, jama’ah tarekat
mempunyai berbagai tujuan, yaitu untuk menjadikan islam terus berkembang,
untuk menambah amal kebaikan kepada Allah SWT dan juga kepada
masyarakat, dan juga menjalin ukhuwah islamiyah dengan baik. Jama’ah
tarekat dapat mencapai tujuan dengan baik apabila membulatkan tekatnya
dalam beribadah kepada Allah dan bersosial di dalam masyarakat,
melaksanakan amalan-amalan yang sudah ditetapkan oleh mursyidnya dan
istiqomah dalam membaca amalan-amalan yang wajib di baca setelah sholat
fardlu. Dengan demikian jama’ah tarekat akan menjadi lebih tenang, damai,
dan sejahtera dalam bermasyarakat serta selamat di akhirat kelak.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pada bab terdahulu telah diuraikan hal-hal yang berkaitan dengan
permasalahan yang diangkat, meliputi Konsep Ajaran Tarekat Qodiriyah di
Desa Giling kecamatan Pabelan Kabupaten Semarang dan Implementasi
Nilai-Nilai Sosial Keagamaaan Penganut Tarekat Qodiriyah di Desa Giling
Kecamatan Pabelan Kabupaten Semarang ini, dapat diambil kesimpulan
sebagai berikut:
1. Konsep ajaran tarekat Qodiriyah
Konsep ajaran tarekat Qodiriyah di Desa Giling kecamatan Pabelan
kabupaten Semarang adalah sebuah ajaran untuk mendekatkan diri
kepada Allah SWT dengan menjalankan amalan-amalan yang diajarkan
oleh K.H Abdul Aziz kepada jama’ah pengajian tarekat.
2. Implementasikan nilai-nilai sosial keagamaan penganut tarekat
Qodiriyah pada jama’ah di desa Giling kec. Pabelan kab. Semarang
Implementasi nilai-nilai sosial keagamaan penganut tarekat
Qodiriyah di Desa Giling Kecamatan Pabelan Kabupaten Semarang ini adalah
suatu penerapan hal-hal yang baik, bermanfaat serta bermutu didalam
masyarakat. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan jama’ah dalam kehidupan
sehari-hari yaitu berusaha amanah, berukhuwah islamiyah dengan baik,
bersedekah dan tolong menolong antar sesama.
B. Saran
Berdasarkan hasil analisa dan pembahasan terhadap implementasi nilai-
nilai sosial keagamaan penganut tarekat Qodiriyah di Desa Giling Kecamatan
Pabelan Kabupaten Semarang, maka peneliti dapat memberikan saran-saran
sebagai berikut:
1. Jama’ah
Diharapkan jama’ah perlu untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah
SWT dan menjalin persatuan dan kesatuan dalam mewujudkan sosial
keagamaan dalam bermasyarakat.
2. Kyai
Kepada kyai untuk selalu memberikan motivasi dan mengawasi
kepada jama’ah tarekat Qodiriyah dalam pentingnya ibadah kepada Allah
SWT dan pentingnya menerapkan nilai-nilai sosial keagamaan dalam
kehidupan bermasyarakat.
C. Penutup
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang
telah mernberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini, walaupun dengan segala keterbatasan ilmu,
pengetahuan dan wawasan berpikir.
Akhirnya, Semoga Skripsi ini dapat memberikan manfaat
bagi penulis khususnya dan pembaca umumnya, Amin.
DAFTAR PUSTAKA
Abdulsyani. 2007. Sosiologi Skematika, Teori, dan Terapan. Jakarta: PT Bumi
Aksara.
Abdullah. 1999. Sentuhan-Sentuhan Sufistik. Bandung: CV Pustaka Setia.
Aceh, Abubakar. 1996. Pengantar Ilmu Tarekat. Solo: Penerbit dilindungi
undang-undang.
Ahmadi, Wahid. 2004. Risalah Akhlak. Solo: Era Intermedia.
Al Ghalayini, Syeikh Mushtafa. 1976. Bimbingan Menuju ke Akhlak yang Luhur:
Semarang: CV. Toha Putra.
Ansyari, Fuad. 1995. Islam Kaffah Tantangan Sosila dan Implikasinya di
Indonesia. Jakarta: Gema Insani Press.
Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.
Jakarta: PT Rineka Cipta.
Departemen Agama RI. 1989. Al-Qur’an dan Terjemahnya. Bandung: Lubuk
Agung.
Djatnika, Rachmat. 1996. Sistem Ethika Islami (Akhlak Mulia). Jakarta: Pustaka
Panjimas.
Ilyas, Yunahar. 2002. Kuliah Akhlak. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Jamil, Muhsin. 2005. Tarekat dan Dinamika Sosial Politik. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Junaedi, Mahfudz. 2004. Akidah Akhlak untuk Madrasah Aliyah Kelas x. UU
Republik Indonesia Nomor 19 tahun 2002 tentang Hak Cipta: C.V.
GANI dan Son.
Maryani, Yeyen. 2011. Kamus Besar Bahasa Indonesia Untuk Pelajar. Jakarta
timur: Badan pengembangan dan pembinaan bahasa.
Mubaraq, Zulfi. 2010. Sosiologi agama. Malang: UIN-MALIKI Press.
Suprayogo, Imam dan Tobroni. 2001. Metodologi Penelitian Sosial-Agama.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Syukur, Amin. 2002. asawwuf. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Tamrin, Dahlan. 2010. Tasawuf Irfani Tutup Nasut Buka Lahut. Malang: UIN
MALIKI PRESS.
Tatapangarsa, Humaidi.1980. Akhlaq yang Mulia. Surabaya: PT Bina Ilmu Offset
Umar Hasyim, Ahmad. 2004. Menjadi Muslam Kaffah. Yogyakarta: Mitra
Pustaka.
Utsman, Al Allamah. Terjemah Durratun Nasihin. Surabaya: CV Karya Utama.
Valaudin, Mir. 1997. Zikir dan Kontemplasi dalam Tasawuf. Bandung: Hidayah
Press.
Zahri, Mustafa. 1976. Kunci Memahami Ilmu Tasawwuf. Surabaya: PT Bina Ilmu.
Zuriah, Nurul. 2006. Metodologi penelitian sosial dan pendidkan. Jakarta: PT
Bumi Aksara.
Pedoman Wawancara/Interview
I. Identitas informan
1. Nama :
2. Jabatan :
3. Wawancara hari/tanggal :
4. Waktu :
II. Materi wanwancara
1. Konsep ajaran tarekat Qodiriyah
2. Implementasi nilai-nilai sosial keagaamaan dalam ajaran
tarekat Qodiriyah pada jama’ah pengajian
III.Butir-butir pertanyaan
1. Konsep ajaran tarekat Qodiriyah
a. Sejak kapan anda mengikuti ajaran tarekat qodiriyah di
Desa Giling Kecamatan Pabelan Kabupaten Semarang?
b. Bagaimana pengalaman yang anda rasakan setelah
mengikuti tarekat qodiriyah di Desa Giling Kecamatan
Pabelan Kabupaten Semarang?
c. Apa alasan utama anda untuk mengikuti tarekat qodiriyah
di Desa Giling kecamatan Pabelan kabupaten Semarang?
d. Siapa yang mengajak anda mengikuti ajaran tarekat
Qodiriyah di Desa Giling Keacamatan Pabelan Kabupaten
Semarang?
2. Implementasi nilai-nilai sosial keagamaan dalam ajaran tarekat
Qodiriyah pada jama’ah pengajian
a. Apa yang anda fahami dengan ajaran tarekat Qodiriyah di
Desa Giling Kecamatan Pabelan Kabupaten Semarang?
b. Apa anda sudah menerapkan nilai-nilai sosial keagamaan
dalam ajaran tarekat Qodiriyah di Desa Giling Kecamatan
Pabelan Kabupaten Semarang?
c. Apa bentuk kegiatan anda dari penerapan nilai-nilai sosial
keagamaan dalam ajaran tarekat Qodiriyah di Desa Giling
Kecamatan Pabelan Kabupaten Semarang?
d. Apa tujuan anda dalam penerapan nilai-nilai sosial
keagamaan dalam ajaran tarekat Qodiriyah di Desa Giling
Kecamatan Pabelan Kabupaten Semarang?
Hasil Wawancara
I. Identitas informan
5. Nama : Siti Muntiah
6. Jabatan : Jama’ah
7. Wawancara hari/tanggal : Jum’at, 25 Juli 2014
8. Waktu : Jam 13.35-14.00
II. Materi wanwancara
3. Konsep ajaran tarekat Qodiriyah
4. Implementasi nilai-nilai sosial keagaamaan dalam ajaran
tarekat Qodiriyah pada jama’ah pengajian
III. Butir-butir pertanyaan dan jawaban
3. Konsep ajaran tarekat Qodiriyah
e. Sejak kapan anda mengikuti ajaran tarekat qodiriyah di Desa
Giling Kecamatan Pabelan Kabupaten Semarang?
Jawab: “sejak tahun 2007”
f. Bagaimana pengalaman yang anda rasakan setelah mengikuti
tarekat qodiriyah di Desa Giling Kecamatan Pabelan Kabupaten
Semarang?
Jawab: “senang dalam mengikuti pengajian dan mengamalkan
ajaran tarekat qodiriyah di Desa Giling”.
g. Apa alasan utama anda untuk mengikuti tarekat qodiriyah di
Desa Giling kecamatan Pabelan kabupaten Semarang?
Jawab: “alasane yo seneng wae”
h. Siapa yang mengajak anda mengikuti ajaran tarekat Qodiriyah
di Desa Giling Keacamatan Pabelan Kabupaten Semarang?
Jawab: “dengan keinginan sendiri walau ada rasa pengen
karena suaminya ikut tarekat di desa Giling”.
4. Implementasi nilai-nilai sosial keagamaan dalam ajaran tarekat
Qodiriyah pada jama’ah pengajian
e. Apa yang anda fahami dengan ajaran tarekat Qodiriyah di Desa
Giling Kecamatan Pabelan Kabupaten Semarang?
Jawab: “tentang sejarah tarekat mulai dari Nabi sampai kepada
Syeikh Abdul Qodir Jailani, diajarkan tentang tata cara sholat
yang benar dan sholat-sholat sunnah”.
f. Apa anda sudah menerapkan nilai-nilai sosial keagamaan dalam
ajaran tarekat Qodiriyah di Desa Giling Kecamatan Pabelan
Kabupaten Semarang?
Jawab: “sudah”
g. Apa bentuk kegiatan anda dari penerapan nilai-nilai sosial
keagamaan dalam ajaran tarekat Qodiriyah di Desa Giling
Kecamatan Pabelan Kabupaten Semarang?
Jawab: “bertakziyah dengan kesadaran hati atau keinginan
sendiri dan bersedekah”.
h. Apa tujuan anda dalam penerapan nilai-nilai sosial keagamaan
dalam ajaran tarekat Qodiriyah di Desa Giling Kecamatan
Pabelan Kabupaten Semarang?
Jawab: “menambah amal kebaikan”.
I. Identitas informan
1. Nama : Sumyani
2. Jabatan : Jama’ah
3. Wawancara hari/tanggal : Jum’at, 25 Juli 2014
4. Waktu : Jam 14.10-14.30
II. Materi wanwancara
1. Konsep ajaran tarekat Qodiriyah
2. Implementasi nilai-nilai sosial keagaamaan dalam ajaran tarekat
Qodiriyah pada jama’ah pengajian
III. Butir-butir pertanyaan dan jawaban
1. Konsep ajaran tarekat Qodiriyah
a. Sejak kapan anda mengikuti ajaran tarekat qodiriyah di Desa
Giling Kecamatan Pabelan Kabupaten Semarang?
Jawab: “tahun 2005”
b. Bagaimana pengalaman yang anda rasakan setelah mengikuti
tarekat qodiriyah di Desa Giling Kecamatan Pabelan Kabupaten
Semarang?
Jawab: “tambah ilmu, tambah amalan-amalan sholat dan
tambah pengajaran”.
c. Apa alasan utama anda untuk mengikuti tarekat qodiriyah di
Desa Giling kecamatan Pabelan kabupaten Semarang?
Jawab: “karena nadzar, dulu sakit ketika sembuh saya
mengucap atau bernadzar akan ikut tarekat qodiriyah di desa
Giling. Kemudian Alhamdulillah sembuh dan saya mengikuti
tarekat Qodiriyah di desa Giling”.
d. Siapa yang mengajak anda mengikuti ajaran tarekat Qodiriyah
di Desa Giling Keacamatan Pabelan Kabupaten Semarang?
Jawab: “keinginan sendiri”.
2. Implementasi nilai-nilai sosial keagamaan dalam ajaran tarekat
Qodiriyah pada jama’ah pengajian
a. Apa yang anda fahami dengan ajaran tarekat Qodiriyah di Desa
Giling Kecamatan Pabelan Kabupaten Semarang?
Jawab: “amalan-amalan yang diajarakan oleh pak kyai
kemudian saya amalkan setiap selesai sholat fardhu”.
b. Apa anda sudah menerapkan nilai-nilai sosial keagamaan dalam
ajaran tarekat Qodiriyah di Desa Giling Kecamatan Pabelan
Kabupaten Semarang?
Jawab: “setelah dibai’at saya sudah”.
c. Apa bentuk kegiatan anda dari penerapan nilai-nilai sosial
keagamaan dalam ajaran tarekat Qodiriyah di Desa Giling
Kecamatan Pabelan Kabupaten Semarang?
Jawab: “mengatur peserta khotbah, mengatur guru-guru madin,
mengatur perjalanan zakat fitrah dan merawat jenazah mulai
dari awal sampai akhir”.
d. Apa tujuan anda dalam penerapan nilai-nilai sosial keagamaan
dalam ajaran tarekat Qodiriyah di Desa Giling Kecamatan
Pabelan Kabupaten Semarang?
Jawab: “agar agama islam itu terus berkembang, amar ma’ruf
nahi mungkar, dan merupakan kewajiban”.
I. Identitas informan
1. Nama : Sriyatun
2. Jabatan : Jama’ah
3. Wawancara hari/tanggal : Sabtu, 26 Juli 2014
4. Waktu : Jam 09.45-10.10
II. Materi wanwancara
1. Konsep ajaran tarekat Qodiriyah
2. Implementasi nilai-nilai sosial keagaamaan dalam ajaran tarekat
Qodiriyah pada jama’ah pengajian
III. Butir-butir pertanyaan dan jawaban
1. Konsep ajaran tarekat Qodiriyah
a. Sejak kapan anda mengikuti ajaran tarekat qodiriyah di Desa
Giling Kecamatan Pabelan Kabupaten Semarang?
Jawab: “tahun 1970”
b. Bagaimana pengalaman yang anda rasakan setelah mengikuti
tarekat qodiriyah di Desa Giling Kecamatan Pabelan
Kabupaten Semarang?
Jawab: “ilmu tuo”
c. Apa alasan utama anda untuk mengikuti tarekat qodiriyah di
Desa Giling kecamatan Pabelan kabupaten Semarang?
Jawab: “ngaji ilmu tuo”
d. Siapa yang mengajak anda mengikuti ajaran tarekat Qodiriyah
di Desa Giling Keacamatan Pabelan Kabupaten Semarang?
Jawab: “keinginan sendiri”.
2. Implementasi nilai-nilai sosial keagamaan dalam ajaran tarekat
Qodiriyah pada jama’ah pengajian
a. Apa yang anda fahami dengan ajaran tarekat Qodiriyah di Desa
Giling Kecamatan Pabelan Kabupaten Semarang?
Jawab: “amalan dari kyai”
b. Apa anda sudah menerapkan nilai-nilai sosial keagamaan
dalam ajaran tarekat Qodiriyah di Desa Giling Kecamatan
Pabelan Kabupaten Semarang?
Jawab: “sudah”.
c. Apa bentuk kegiatan anda dari penerapan nilai-nilai sosial
keagamaan dalam ajaran tarekat Qodiriyah di Desa Giling
Kecamatan Pabelan Kabupaten Semarang?
Jawab: “bersedekah, tolong menolong dan ukhuwah islamiyah
namun masih membicarakan orang tapi dalam mencari apakah
itu benar atau salah”.
d. Apa tujuan anda dalam penerapan nilai-nilai sosial keagamaan
dalam ajaran tarekat Qodiriyah di Desa Giling Kecamatan
Pabelan Kabupaten Semarang?
Jawab: “kersane bagas waras”
I. Identitas informan
1. Nama : Ruliyah
2. Jabatan : Jama’ah
3. Wawancara hari/tanggal : Sabtu, 26 Juli 2014
4. Waktu : Jam 10.20-10.35
II. Materi wanwancara
1. Konsep ajaran tarekat Qodiriyah
2. Implementasi nilai-nilai sosial keagaamaan dalam ajaran tarekat
Qodiriyah pada jama’ah pengajian
III. Butir-butir pertanyaan dan jawaban
1. Konsep ajaran tarekat Qodiriyah
a. Sejak kapan anda mengikuti ajaran tarekat qodiriyah di Desa
Giling Kecamatan Pabelan Kabupaten Semarang?
Jawab: “tahun 2005”
b. Bagaimana pengalaman yang anda rasakan setelah mengikuti
tarekat qodiriyah di Desa Giling Kecamatan Pabelan
Kabupaten Semarang?
Jawab: “mendengarkan sholawatan ibu-ibu, pengajian, fiddah,
jama’ah sholat asar dan tawajuhan bersama-sama yang
dipimpin oleh kyai”.
c. Apa alasan utama anda untuk mengikuti tarekat qodiriyah di
Desa Giling kecamatan Pabelan kabupaten Semarang?
Jawab: “tambah ilmu, ngurangi kebodohan, kumpul bersama
teman-teman”
d. Siapa yang mengajak anda mengikuti ajaran tarekat Qodiriyah
di Desa Giling Keacamatan Pabelan Kabupaten Semarang?
Jawab: “keinginan sendiri’.
2. Implementasi nilai-nilai sosial keagamaan dalam ajaran tarekat
Qodiriyah pada jama’ah pengajian
a. Apa yang anda fahami dengan ajaran tarekat Qodiriyah di
Desa Giling Kecamatan Pabelan Kabupaten Semarang?
Jawab: “diberi amalan dari kyai setiap setelah sholat
fardhu diamalkan”.
b. Apa anda sudah menerapkan nilai-nilai sosial keagamaan
dalam ajaran tarekat Qodiriyah di Desa Giling Kecamatan
Pabelan Kabupaten Semarang?
Jawab: “sudah”.
c. Apa bentuk kegiatan anda dari penerapan nilai-nilai sosial
keagamaan dalam ajaran tarekat Qodiriyah di Desa Giling
Kecamatan Pabelan Kabupaten Semarang?
Jawab: “sedekah, gotong royong, dan takziah”.
d. Apa tujuan anda dalam penerapan nilai-nilai sosial
keagamaan dalam ajaran tarekat Qodiriyah di Desa Giling
Kecamatan Pabelan Kabupaten Semarang?
Jawab: “untuk menambah amal kebaikan baik kepada
masyarakat dan kepada Allah”.
I. Identitas informan
1. Nama : Mahyudin
2. Jabatan : Jama’ah
3. Wawancara hari/tanggal : Sabtu, 26 Juli 2014
4. Waktu : Jam 10.37-10.50
II. Materi wanwancara
1. Konsep ajaran tarekat Qodiriyah
2. Implementasi nilai-nilai sosial keagaamaan dalam ajaran tarekat
Qodiriyah pada jama’ah pengajian
III. Butir-butir pertanyaan dan jawaban
1. Konsep ajaran tarekat Qodiriyah
a. Sejak kapan anda mengikuti ajaran tarekat qodiriyah di Desa
Giling Kecamatan Pabelan Kabupaten Semarang?
Jawab: “tahun 2005”
b. Bagaimana pengalaman yang anda rasakan setelah mengikuti
tarekat qodiriyah di Desa Giling Kecamatan Pabelan
Kabupaten Semarang?
Jawab: “senang mengikuti pengajian dengan kyai dan hatinya
menjadi tentram”.
c. Apa alasan utama anda untuk mengikuti tarekat qodiriyah di
Desa Giling kecamatan Pabelan kabupaten Semarang?
Jawab: “karena disana tidak sulit seperti di desa Karang talun
(tarekat naqsabandiyah)”.
d. Siapa yang mengajak anda mengikuti ajaran tarekat Qodiriyah
di Desa Giling Keacamatan Pabelan Kabupaten Semarang?
Jawab: “keinginan sendiri”
2. Implementasi nilai-nilai sosial keagamaan dalam ajaran tarekat
Qodiriyah pada jama’ah pengajian
a. Apa yang anda fahami dengan ajaran tarekat Qodiriyah di Desa
Giling Kecamatan Pabelan Kabupaten Semarang?
Jawab: “amalan dari kyai yang wajib dilaksanakan”.
b. Apa anda sudah menerapkan nilai-nilai sosial keagamaan
dalam ajaran tarekat Qodiriyah di Desa Giling Kecamatan
Pabelan Kabupaten Semarang?
Jawab: “sudah”.
c. Apa bentuk kegiatan anda dari penerapan nilai-nilai sosial
keagamaan dalam ajaran tarekat Qodiriyah di Desa Giling
Kecamatan Pabelan Kabupaten Semarang?
Jawab: “semangat dalam tarawih dan ketika mau berbuat jahat
(nyolong) waktu di sawah kemudian ingat kepada Allah”.
d. Apa tujuan anda dalam penerapan nilai-nilai sosial keagamaan
dalam ajaran tarekat Qodiriyah di Desa Giling Kecamatan
Pabelan Kabupaten Semarang?
Jawab: “untuk menambah amal kebaikan”
I. Identitas informan
1. Nama : Yajid
2. Jabatan : Jama’ah
3. Wawancara Hari/Tanggal : Sabtu, 26 Juli 2014
4. Waktu : Jam 10.55-11.06
II. Materi wanwancara
1. Konsep ajaran tarekat Qodiriyah
2. Implementasi nilai-nilai sosial keagaamaan dalam ajaran tarekat
Qodiriyah pada jama’ah pengajian
III. Butir-butir pertanyaan dan jawaban
1. Konsep ajaran tarekat Qodiriyah
a. Sejak kapan anda mengikuti ajaran tarekat qodiriyah di Desa
Giling Kecamatan Pabelan Kabupaten Semarang?
Jawab:” tahun 2000”
b. Bagaimana pengalaman yang anda rasakan setelah mengikuti
tarekat qodiriyah di Desa Giling Kecamatan Pabelan
Kabupaten Semarang?
Jawab: “dibai’at dari kyai, diberi amalan trus wajib
diamalkan”.
c. Apa alasan utama anda untuk mengikuti tarekat qodiriyah di
Desa Giling kecamatan Pabelan kabupaten Semarang?
Jawab: “nyambung tresnan mergo biyen ngaji fatekhah nek
kono”.
d. Siapa yang mengajak anda mengikuti ajaran tarekat Qodiriyah
di Desa Giling Keacamatan Pabelan Kabupaten Semarang?
Jawab: “keinginan sendiri”
2. Implementasi nilai-nilai sosial keagamaan dalam ajaran tarekat
Qodiriyah pada jama’ah pengajian
a. Apa yang anda fahami dengan ajaran tarekat Qodiriyah di Desa
Giling Kecamatan Pabelan Kabupaten Semarang?
Jawab: “amalan yang diajarkan dan diamalkan tiap hari”.
b. Apa anda sudah menerapkan nilai-nilai sosial keagamaan
dalam ajaran tarekat Qodiriyah di Desa Giling Kecamatan
Pabelan Kabupaten Semarang?
Jawad: “sudah”.
c. Apa bentuk kegiatan anda dari penerapan nilai-nilai sosial
keagamaan dalam ajaran tarekat Qodiriyah di Desa Giling
Kecamatan Pabelan Kabupaten Semarang?
Jawab: “sedekah, khotbah jum’at, dan ngajar TPA”.
d. Apa tujuan anda dalam penerapan nilai-nilai sosial keagamaan
dalam ajaran tarekat Qodiriyah di Desa Giling Kecamatan
Pabelan Kabupaten Semarang?
Jawab: “mengembangkan ilmu agama dan menambah amal
kebaikan”.
I. Identitas informan
1. Nama : Samno
2. Jabatan : Jama’ah
3. Wawancara Hari/Tanggal : Sabtu, 26 Juli 2014
4. Waktu : Jam 11.18-11.25
II. Materi wanwancara
1. Konsep ajaran tarekat Qodiriyah
2. Implementasi nilai-nilai sosial keagaamaan dalam ajaran tarekat
Qodiriyah pada jama’ah pengajian
III. Butir-butir pertanyaan dan jawaban
1. Konsep ajaran tarekat Qodiriyah
a. Sejak kapan anda mengikuti ajaran tarekat qodiriyah di Desa
Giling Kecamatan Pabelan Kabupaten Semarang?
Jawab: “tahun 1975”
b. Bagaimana pengalaman yang anda rasakan setelah mengikuti
tarekat qodiriyah di Desa Giling Kecamatan Pabelan
Kabupaten Semarang?
Jawab: “awake sehat Alhamdulillah, tambah ilmu, tambah
amalan-amalan yang diberikan kyai dan setiap pendak seloso
tindak ngaji”.
c. Apa alasan utama anda untuk mengikuti tarekat qodiriyah di
Desa Giling kecamatan Pabelan kabupaten Semarang?
Jawab: “dari awal ngaji fatekhah sama kyai Nawawi Giling
terus melanjutkan tindak lampahe kyai”.
d. Siapa yang mengajak anda mengikuti ajaran tarekat Qodiriyah
di Desa Giling Keacamatan Pabelan Kabupaten Semarang?
Jawab: “keinginan sendiri”
2. Implementasi nilai-nilai sosial keagamaan dalam ajaran tarekat
Qodiriyah pada jama’ah pengajian
a. Apa yang anda fahami dengan ajaran tarekat Qodiriyah di Desa
Giling Kecamatan Pabelan Kabupaten Semarang?
Jawab: “tafsir yasin, jama’ah sholat dzuhur, sholawatan para
ibu, pengajian umum, fidda’, jama’ah sholat asar dan
tawajjuhan yang dipimpin oleh kyai”.
b. Apa anda sudah menerapkan nilai-nilai sosial keagamaan
dalam ajaran tarekat Qodiriyah di Desa Giling Kecamatan
Pabelan Kabupaten Semarang?
Jawab: “sudah”
c. Apa bentuk kegiatan anda dari penerapan nilai-nilai sosial
keagamaan dalam ajaran tarekat Qodiriyah di Desa Giling
Kecamatan Pabelan Kabupaten Semarang?
Jawab: “ngajar Tpa, adzan di Masjid, khotbah jum’at, tolong
menolong, ukhuwah islamiyah dan bersedekah”.
d. Apa tujuan anda dalam penerapan nilai-nilai sosial keagamaan
dalam ajaran tarekat Qodiriyah di Desa Giling Kecamatan
Pabelan Kabupaten Semarang?
Jawab: “jihad fi sabilillah”.
I. Identitas informan
1. Nama : Siti Zahrotul Batun
2. Jabatan : Jama’ah
3. Wawancara Hari/Tanggal : Sabtu 26 Juli 2014
4. Waktu : Jam 11.27-11.34
II. Materi wanwancara
1. Konsep ajaran tarekat Qodiriyah
2. Implementasi nilai-nilai sosial keagaamaan dalam ajaran tarekat
Qodiriyah pada jama’ah pengajian
III. Butir-butir pertanyaan dan jawaban
1. Konsep ajaran tarekat Qodiriyah
a. Sejak kapan anda mengikuti ajaran tarekat qodiriyah di Desa
Giling Kecamatan Pabelan Kabupaten Semarang?
Jawab: “sejak tahun 2006”
b. Bagaimana pengalaman yang anda rasakan setelah mengikuti
tarekat qodiriyah di Desa Giling Kecamatan Pabelan
Kabupaten Semarang?
Jawab: ”Alhamdulillah keluarga istiqomah, Alhamdulillah
keluarga sehat dan tambah ilmu”.
c. Apa alasan utama anda untuk mengikuti tarekat qodiriyah di
Desa Giling kecamatan Pabelan kabupaten Semarang?
Jawab: “mengikuti suami”.
d. Siapa yang mengajak anda mengikuti ajaran tarekat Qodiriyah
di Desa Giling Keacamatan Pabelan Kabupaten Semarang?
Jawab: “keinginan sendiri’.
2. Implementasi nilai-nilai sosial keagamaan dalam ajaran tarekat
Qodiriyah pada jama’ah pengajian
a. Apa yang anda fahami dengan ajaran tarekat Qodiriyah di Desa
Giling Kecamatan Pabelan Kabupaten Semarang?
Jawab: “jama’ah sholat dzuhur, sholawatan ibu-ibu, pengajian
umum, fidda’, jama’ah sholat asar dan tawajjuhan”.
b. Apa anda sudah menerapkan nilai-nilai sosial keagamaan
dalam ajaran tarekat Qodiriyah di Desa Giling Kecamatan
Pabelan Kabupaten Semarang?
Jawab: “sudah”
c. Apa bentuk kegiatan anda dari penerapan nilai-nilai sosial
keagamaan dalam ajaran tarekat Qodiriyah di Desa Giling
Kecamatan Pabelan Kabupaten Semarang?
Jawab: “sedekah, tolong menolong, iffah dan silaturrahmi”.
d. Apa tujuan anda dalam penerapan nilai-nilai sosial keagamaan
dalam ajaran tarekat Qodiriyah di Desa Giling Kecamatan
Pabelan Kabupaten Semarang?
Jawab: “tambah amal dan menyambung persaudaraan”.
DAFTAR NILAI SKK
Nama: Siti Aisah Pembimbing Akademik: Dra. Siti Asdiqoh, M.Si.
Nim : 11110002 Jurusan/Progdi : Tarbiyah PAI
No Jenis Kegiatan Pelaksanaan Keterangan Nilai
1 OPAK 25-27 Agustus
2010
Peserta 3
2 UPT Perpustakaan STAIN
(USER EDUCATION)
20-25 September
2010
Peserta 3
3 Seminar “Bahasa Arab” 30 Oktober 2010 Peserta 3
4 Seminar Nasional Pendidikan
“Membudayakan sebuah
Pendidikan Berkarakter Ke-
Indonesia-an dalam Pendidikan
Formal (Potret Sekolah
Alternatif)”
6 Nopember 2010 Peserta 6
5 Ceramah dan Dialog (CERDIG)
Muslimah “Muslimah 24
Karat”
3 Desember 2010 Peserta 3
6 National Workshop Of
Entrepreneurship And Basic
Cooperation 2010
19 Desember 2010 Peserta 6
7 Seminar Regional “Berani Kaya
Berani Taqwa”
21 Mei 2011 Peserta 4
8 Seminar “Heal the World with
Voluntary Service”
19 Maret 2011 Peserta 3
9 Seminar Nasional Pendidikan
”Realisasi Pendidikan Karakter
Bangsa Dalam Kurikulum
Pendidikan Nasional”
20 Juni 2011 Peserta 6
10 Seminar Nasional “Pilar-Pilar
Penanggulangan Korupsi di
Indonesia Perspektif Agama,
Budaya, dan Negara”
22 Juni 2011 Peserta 6
11 Praktikum Baca Tulis Al-
Qur’an (BTA)
22 Juni 2011 Peserta 2
12 Smart Successful SIBA TEST
(SSST) II
1 Juli 2011 Peserta 3
13 Praktikum Kepramukaan 22-27 Juli 2011 Peserta 3
14 Praktikum Mata Kuliah ETIKA
PROFESI KEGURUAN
10 Februari 2012 Peserta 2
15 Praktikum Mata Kuliah
KOMPUTER MULTIMEDIA
13 Maret 2012 Peserta 2
16 Seminar Nasional
Enterpreneuship “Tren Bisnis
21 April 2012 Peserta 6
Bapak K.H Abdul Aziz
Musholla
Jama’ah Tarekat Qodiriyah Perempuan
Jama’ah Tarekat Qodiriyah Laki-laki
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : SITI AISAH
Tempat, Tanggal Lahir : Kab. Semarang, 21 Januari 1993
Alamat : RT 01/RW 04 Bawang, Truko, Bringin, Semarang
Pendidikan :
1. RA Miftahul Huda Truko, Bringin, Semarang
(1998)
2. MI Miftahul Huda Truko, Bringin, Semarang
(2004)
3. MTs Sudirman Truko, Bringin, Semarang
(2007)
4. MAK Al-Manar Bener, Tengaran, Semarang
(2010)
5. Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN)
Salatiga (2014).