jurusan manajemen fakultas ekonomi dan bisnis uin … · 2015-08-03 · i curriculum vitae data...
TRANSCRIPT
ANALISIS KETERKAITAN FAKTOR-FAKTOR YANG
MEMPENGARUHI AGENCY PROBLEM SERTA PENGARUHNYA
TERHADAP NILAI PERUSAHAAN
(STUDI KASUS PADA PERUSAHAAN YANG TERDAFTAR DI BEI )
Disusun Oleh :
Reyhan Yozard
NIM : 207081000128
JURUSAN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2011
SURAT PERNYATAAN
Nama Mahasiswa : Reyhan Yozard
NIM : 207081000128
Jurusan : Manajemen
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri yang
merupakan hasil penelitian, pengolahan dan analisis saya sendiri serta bukan
merupakan replikasi maupun saduran dari hasil karya atau hasil penelitian orang
lain.
Apabila terbukti skripsi ini plagiat atau replikasi, maka skripsi ini dianggap gugur
dan harus melakukan penelitian ulang untuk menyusun skripsi baru dan kelulusan
serta gelarnya dibatalkan.
Demikian pernyataan ini dibuat dengan segala akibat yang timbul dikemudian hari
menjadi tanggung jawab saya.
Jakarta, 13 September 2011
Reyhan Yozard
i
CURRICULUM VITAE
Data Diri
Nama Lengkap : Reyhan Yozard
TTL : Jakarta, 17 Agustus 1989
Agama : Islam
Alamat Asal : Jl. Aria Putra Perum.Arya Graha Blok F No.14, Ciputat,
Tangerang Selatan, 15415
No. Tlp : 083872944644/ 08989317404
e-mail : [email protected]
Pendidikan 2007-2011 Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta Fakultas
Ekonomi dan Bisnis Jurusan
Manajemen Konsentrasi Keuangan.
2004 – 2007 SMA Negeri 87 Jakarta.
2001 – 2004 SMP Negeri 19 Jakarta.
1995 – 2001 SDN Pondok Pinang 10 Pagi Jakarta.
PENGALAMAN ORGANISASI
1. Anggota OSIS SMP Negeri 19 Jakarta.
2. Anggota MPK SMA Negeri 87 Jakarta.
3. Anggota BEM divisi Seni Budaya Periode 2009-2010
4. Wakil Presiden BEM NR Periode 2010-2011
ii
ABSTRACT
The main objective of the study is to analyze the factors that influence the
company’s value of the firms. these factors include ownership structure,capital
structure, and dividend policy, this study is to examine Agency Theory (Jensen
and meckling, 1976).
Population in this study are public company listed in Indonesian Stock
Exchange during 2006-2009 periods . With using purposive sampling, the total of
sample in this study is 25 of companies. The statistical methods used to test the
hypothesis is Structural Equation Modeling (SEM).
The empirical results of this study indicates ownership structure has
significant negative influence to capital structure, ownership structure significant
negative influence to dividen policy, and ownership structure have no influence to
value of the firms. The following test indicates capital structure that significant
negative influence to dividend policy, capital structure that significant negative
influence to value of the firms. The last test indicates that the policy of dividen
significant negative influence to value of the firms.
Keywords : Value of the Firms, Agency Theory, Ownership Structure, Capital
Structure, Dividen Policy.
iii
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang
mempengaruhi nilai perusahaan, faktor-faktor tersebut antara lain struktur
kepemilikan, kebijakan dividen, dan kebijakan hutang, penelitian ini untuk
menguji kembali Agency Theory (Jensen dan meckling, 1976).
Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan publik yang terdaftar
di Bursa Efek Indonesia selama periode 2006-2009. Dengan menggunakan
metode purposive sampling sebanyak 25 perusahaan yang terdaftar di Bursa
Efek Indonesia diambil sebagai sample. Metode statistik yang digunakan untuk
menguji hipotesis adalah dengan menggunakan Structural Equation Model
(SEM).
Hasil empiris dari penelitian ini menunjukan bahwa: (a) struktur
kepemilikan berpengaruh negatif signifikan terhadap struktur modal, (b) struktur
kepemilikan berpengaruh negatif signifikan terhadap kebijakan hutangdividen,
dan (c) struktur kepemilikan tidak merpengaruh terhadap nilai perusahaan.
Pengujian selanjutnya menunjukan bahwa, (d) struktur modal berpengaruh negatif
signifikan terhadap kebijakan dividen, (e) struktur modal berpengaruh negatif
signifikan terhadap nilai perusahaan. Pengujian terakhir menunjukan bahwa (f)
kebijakan dividen berpengaruh negatif signifikan terhadap nilai perusahaan.
Kata Kunci : Nilai Perusahaan, Agency Theory, Struktur Kepemilikan, Struktur
Modal, Kebijakan Dividen.
iv
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum wr,wb.
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmatnya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi
ini dengan judul ” ANALISIS KETERKAITAN FAKTOR-FAKTOR
YANG MEMPENGARUHI AGENCY PROBLEM SERTA
PENGARUHNYA TERHADAP NILAI PERUSAHAAN (STUDI
KASUS PADA PERUSAHAAN YANG TERDAFTAR DI BEI )”. Skripsi
ini disusun dalam rangka melengkapi tugas dan memenuhi syarat guna
mencapai gelar sarjana ekonomi jenjang pendidikan strata satu program
studi manajemen keuangan pada Fakultas Ekonomi Dan Bisnis UIN Syarif
Hidayatullah.
Dalam menyelesaikan tugas akhir ini, penulis menyadari bahwa
penulis tidak dapat menyelesaikan karya ini tanpa bantuan, dukungan,
bimbingan, dan pengarahan yang tak terhingga dari berbagai pihak. Untuk
itu, penulis mengucapkan terimakasih yang tak terhingga kepada :
1. Keluarga saya, Ibu yang tak pernah berhenti melimpahkan perhatian
dan mencurahkan kasih sayang yang tak dapat dibalas dengan
apapun. Ayah yang banyak memberi dukungan, perhatian dan
materi, tapi semoga karya kecil ini dapat sedikit membahagiakanmu
Ayah dan Ibu.
2. Bpk. Prof. Dr. Abdul Hamid, MS selaku Dekan Fakultas Ekonomi
Dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah .
3. Prof. Dr. Ahmad Rodoni, MM selaku pembimbing I, atas semua
bimbingan, arahan dan petunjuknya selama saya menulis dan
menyelesaikan skripsi ini.
v
4. Indo Yama Nasaruddin, SE, MAB selaku pembimbing II, atas
bimbingan,arahan petunjuk, kebaikan serta kemurahan hati beliau,
yang sangat membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
5. Segenap Dosen dan Karyawan Fakultas Ekonomi Dan Bisnis UIN
Syarif Hidayatullah atas semua curahan ilmu bantuan dan
pelayanannya.
6. Sang adik bernama Ryan Hadi yang tampan terima kasih .
7. Seorang hawa yang telah mendampingi dan selalu mendoakan .
8. Sahabat-sahabat IL NOSTRO dan Manajemen 2007, yang telah
memberikan support nya. :D
Penulis menyadari masih banyaknya kekurangan dalam
penulisan skripsi ini, oleh karena itu, penulis mohon kritik dan saran
yang sifatnya membangun dari pembaca sekalian.
Jakarta, 5 September 2011
Penulis
Reyhan Yozard
vii
DAFTAR ISI
Lembar Pengesahan Skripsi
Lembar Pengesahan Ujian Komprehensif
Lembar Pengesahan Uji Skripsi
Lembar Pernyataan Bebas Plagiarisme
Riwayat Hidup ......................................................................................................... i
Abstract .................................................................................................................... ii
Abstrak ..................................................................................................................... iii
Kata Pengantar ......................................................................................................... iv
Daftar Isi ........……….…………….......…………....…………………………….. vii
Daftar Gambar ......................................................................................................... x
Daftar Tabel ............................................................................................................. xi
Daftar Lampiran ....................................................................................................... xii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ………..…..……………………………………… 1
B. Perumusan Masalah ………………………………………………………. 13
C. Tujuan Penelitian …………………………………………………………. 14
D. Manfaat Penelitian ………………………………………………………... 15
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori ....…………………………………………………………. 16
1. Agency Theory ….......………………………………………………….. 16
2. Nilai Perusahaan....... .......……………………………………………… 23
3. Kebijakan Dividen ..…………………………………………………... 30
4. Struktur Modal........……………………….……………………………. 36
5. Struktur Kepemilikan .……..………………………………………….. 43
B. Penelitian Terdahulu …………………………………………...………..... 44
viii
C. Kerangka Pemikiran ………………………...…………………….………. 48
1. Hubungan Struktur Kepemilikan dan Struktur Modal........... .......... 48
2. Hubungan Struktur Kepemilikan dan kebijakan dividen....... ........... 49
3. Hubungan Struktur Kepemilikan dan Nilai Perusahaan ................... 50
4. Hubungan Struktur Modal dan Kebijakan Dividen........... ................ 52
5. Hubungan Struktur Modal dan Nilai Perusahaan .............................. 53
6. Hubungan Kebijakan Dividen dan Nilai Perusahaan ........................ 54
D. Hipotesis …………………………………………………………………… 59
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian ...……………………………………………...... 61
B. Metode Penentuan Sampel ………………………………………………… 61
C. Metode Pengumpulan Data …………………………………………….….. 62
D. Teknik Analisis ……………………………………………………………. 62
E. Definisi Operasional Variabel .. …………...……………………………… 76
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN
A. Sekilas Gambaran Umum Objek Penelitian ................................................. 83
B. Deskriptif Analisis ........................................................................................ 85
1. Deskriptif Data Sampel ..................................................................... 85
2. Deskriptif Analisis Data .................................................................... 87
C. Pengujian dan Pembahasan ......................................................................... 103
1. Pengujian Model ............................................................................. 103
2. Uji Kesesuaian Model ..................................................................... 106
3. Evaluasi Model Pengukuran ........................................................... 114
4. Pengujian Hipotesis dan Pembahasan ............................................ 120
ix
BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI
A. Kesimpulan ................................................................................................. 129
B. Implikasi ..................................................................................................... 133
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................135
LAMPIRAN.............................................................................................................139
x
DAFTAR GAMBAR
Nomor Keterangan Halaman
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 55
Gambar 2.2 Kerangka Pemikiran dengan notasi LISREL 56
Gambar 4.1 Path Diagram Tahap Awal 104
Gambar 4.2 Path Diagram Tahap II 105
Gambar 4.3 Path Diagram Midifikasi Model 109
Gambar 4.4 Diagram jalur Unstandardized Estimate ` 115
Gambar 4.5 Diagram Jalur Untuk t-value 116
xi
DAFTAR TABEL
No. Keterangan Halaman
Tabel 4.1 Daftar Sampel Penelitian 86
Tabel 4.2 Rasio Struktur Kepemilikan Saham 88
Tabel 4.3 Rasio Struktur Modal 92
Tabel 4.4 Rasio Kebijakan Dividen 96
Tabel 4.5 Rasio Nilai Perusahaan 100
Tabel 4.6 uji Kesesuaian Model Tahap I 106
Tabel 4.7 Uji kesesuaian model Modifikasi 111
Tabel 4.8 Evaluasi Model Pengukuran 116
Tabel 4.9 Hubungan Beta dan Gamma 120
xii
DATA LAMPIRAN
Nomor Keterangan Halaman
Lampiran 1 Output Awal I 139
Lampiran 2 Output Awal II 144
Lampiran 3 Output Modification Indices I 149
Lampiran 4 Output Modification Indices II 153
Lampiran 5 Output Modification Indices III 158
1
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Tujuan perusahaan yaitu haruslah memaksimalkan kekayaan
pemegang saham dengan cara memaksimalkan nilai saham perusahaan.
Tujuan ini tidak hanya merupakan kepentingan bagi para pemegang saham
semata, tetapi juga akan memberikan manfaat terbaik bagi masyarakat
(Keown dkk., 2002: 3-4). Tujuan tersebut dapat dicapai dengan memperbesar
laba yang diperoleh perusahaan setiap tahunnya. Dalam kaitannya dengan
maksimalisasi kekayaan pemegang saham, keputusan investasi, pendanaan
ataupun dividen yang buruk akan mengakibatkan para investor bereaksi dan
membuat harga saham menjadi turun. Sebaliknya, mereka bereaksi terhadap
kebijakan perusahaan yang dianggap baik dengan membuat harga saham
mengalami kenaikan.
(Brigham dan Houston, 2009:19), tujuan utama dari sebuah
perusahaan adalah untuk meningkatkan nilai perusahaan melalui peningkatan
kemakmuran pemilik atau para pemegang saham. Kemakmuran pemegang
saham tercermin dalam harga saham di pasar modal. Semakin tinggi harga
saham menunjukan kesejahteraan pemilik perusahaan semakin meningkat
(A.W. Djabid, 2009 : 249). Namun tidak jarang pihak manajemen atau
manajer sebagai pengelola perusahaan mempunyai tujuan lain yang mungkin
2
bertentangan dengan tujuan utama perusahaan tersebut, sehingga mucul
konflik kepentingan di antara pihak manajemen dalam hal ini yaitu manajer
(agen) dengan para pemegang saham (principal) sehingga menimbulkan apa
yang di sebut dengan masalah keagenan (agency problems). (Brealey et al.,
2008 : 16).
Agency cost merupakan biaya yang timbul dalam rangka
mengendalikan atau memonitor tindakan manajer agar sesuai dengan
kepentingan principal. Dasar dari agency cost model ini adalah ketika
manajer disadari bisa bertindak tidak sesuai dengan kepentingan investor /
pemegang saham, maka pemegang saham menggunakan mekanisme tertentu
untuk mengontrol tindakan manajer tersebut. Salah satu dari mekanisme ini
adalah melalui pembayaran dividen dengan payout yang tinggi (Beiner,
2001).
Lebih lanjut, Fama dan Jensen (1983) dalam Farah Margaretha
(2009 : 1) menyatakan bahwa agency problem disebabkan adanya sistem
pengembalian keputusan yang terpisah antara manajemen (implementation)
dan pihak pengawas (monitoring) dari keputusan-keputusan penting pada
seluruh tingkatan organisasi. Sedangkan menurut Brigham dan Houston
(2009 : 26) masalah keagenan (agency problem) terjadi ketika manajer dari
sebuah perusahaan memiliki kepemilikan saham biasa kurang dari 100 persen
diperusahaan tersebut.
3
Jensen dan Meckling (1976) dalam Farah Margaretha (2009 : 2)
mengungkapkan bahwa agency theory adalah pemisahan kepemilikan dan
kekuasaan di dalam mengendalikan perusahaan, yang dapat menciptakan
konflik kepentingan antara pemegang saham perusahaan (principal) dan para
manajer (agen). Alasannya di karenakan bahwa para manajer sering
menggunakan sumber daya perusahaan untuk keuntungan atau kepentingan
mereka sendiri, maka hal tersebut secara negatif dapat mempengaruhi
kekayaan pemegang saham, dimana pengaruh konflik antara pemilik dengan
pengelola (manajer) ini menyebabkan harga saham terkoreksi, kerugian ini
merupakan agency cost of equity bagi perusahaan dan itu berarti berpengaruh
juga terhadap nilai perusahaan.
Masalah keagenan tentunya akan menimbulkan kerugian. Karena
konflik kepentingan antara agen dan pemilik ini dapat menimbulkan biaya
yang di sebut dengan biaya keagenan (Indra Surya dan Ivan Yustiavandana,
2008 : 1) . Jensen dan Meckling (1976) dalam Etty M.Nasser (2008 : 2)
menyatakan ada tiga biaya keagenan, antara lain : (1) Monitoring cost (biaya
monitoring), yaitu biaya untuk membatasi aktivitas yang di lakukan agen. (2)
Bonding cost (biaya hutang), yaitu biaya karena penggunaan hutang oleh
manajemen (agency) dan pengeluaran karena hilangnya keindependenan atau
efisiensi (residual loss). (3) biaya ini tidak memiliki pengaruh langsung ,
biaya ini merupakan akibat berkurangnya kesejahteraan yang seharusnya
diterima perusahaan. Jensen & Meckling (1976) dalam Bambang Sugeng
4
(2009:39) mengemukakan bahwa agency cost akan rendah di dalam
perusahaan dengan kepemilikan manajerial (managerial ownership) yang
tinggi, karena hal ini memungkinkan adanya penyatuan antara kepentingan
pemegang saham dengan kepentingan manajer yang dalam hal ini berfungsi
sebagai agent dan sekaligus sebagai principal. Hal yang sama juga bisa terjadi
di perusahaan di mana terdapat large block shareholder (pemegang saham
dalam jumlah besar) yang biasanya terdiri dari para pemegang saham institusi
(institutional shareholder) yang memiliki kemampuan tinggi unntuk
mengendalikan manajer (Frankfurter & Wood, 1994). Adanya large block
shareholder mengindikasikan tingkat dispersi dari pemegang saham oleh
pihak luar perusahaan lebih kecil. Di dalam situasi demikian perusahaan tidak
perlu membayar dividend payout yang tinnggi untuk mengedalikan agency
cost. Rasionalnya adalah bahwa dengan managerial ownership yang tinggi
agency problem menjadi rendah antara manajer dengan pemegang saham,
sedangkan dengan terdapatnya large block shareholder yang tinggi
monitoring dapat dilakukan secara lebih efektif oleh pemegang saham.
Di Indonesia, institutional shareholder juga tampak sangat
mendominasi struktur kepemilikan saham perusahaan-perusahaan go-public.
Dari sampel perusahaan yang digunakan dalam penelitian ini, diperoleh data
rata-rata insider holding mencapai 20% dari total saham perusahaan yang
beredar. Insider holding merupakan porsi kepemilikan saham perusahaan oleh
orang dalam perusahaan (pihak manajemen) relatif terhadap total saham
5
perusahaan yang beredar. Makin tinggi porsi kepemilikan jenis ini diharapkan
semakin kecil konflik kepentingan antara manajemen dengan pemilik
sebagaimana diindikasikan dalam agency theory, karena insider holding
mencerminkan penyatuan antara manajemen dengan pemilik (manajemen
sekaligus berperan sebagai pemilik perusahaan). Di lain pihak, porsi
Institutional holding yang merupakan kepemilikan saham dari unsur investor
lembaga rata-rata mencapai 49,9% atau bisa dikatakan separuh dari total
saham perusahaan yang beredar.
Di Indonesia investor lembaga ini pada umumnya terdiri dari
perusahaan-perusahaan holding companies yang masih merupakan
perusahaan-perusahaan keluarga di mana pihak manajemen perusahaan masih
merupakan bagian dari perusahaan-perusahaan keluarga tersebut (Sudarma,
2004 ) dalam Bambang Sugeng (2009:39). Dengan demikian, walaupun
institutional holding tergolong outsider’s holding bersama dengan pemegang
saham yang berasal dari publik (masyarakat), namun boleh dikatakan status
sebagai outsider dari institutional holding tersebut menjadi semu, karena
dalam kenyataannya mereka memiliki afiliasi yang kuat dengan manajemen,
bahkan dikatakan pula bahwa manajemen sebagai kepanjangan tangan dari
institutional holders tersebut.
Berdasarkan sampel perusahaan yang digunakan dalam penelitian ini
yaitu 25 perusahaan, terdapat 45% atau sekitar 12 perusahaan yang
merupakan perusahaan holding company. Dengan kondisi yang seperti ini,
6
walaupun institusional ownership tergolong outsider ownership bersama
dengan pemegang saham yang berasal dari public (masyarakat), namun dapat
dikatakan status sebagai outsider dari institutional ownership tersebut menjadi
semu, karena dalam kenyataannya mereka memiliki afiliasi yang kuat dengan
manajemen, dengan kondisi seperti maka fungsi institutional ownership
sebagai sarana monitoring terhadap manajemen tidak dapat berjalan secara
efektiv akibatnya agency problem tidak dapat dikurangi. Atas dasar fenomena
tersebut maka menarik untuk meneliti kembali sejauh mana struktur
kepemilikan mempengaruhi nilai perusahaan.
Selain struktur kepemilikan, alternatif lain yang dapat digunakan
untuk mengurangi agency problem dan agency cost berdasarkan penelitian
Jensen dan Meckling (1976) dalam A.W. Djabid (2009 : 250) adalah melalui
keputusan keuangan yaitu kebijakan hutang dan kebijakan dividen.
Kebijakan hutang berdasarkan agency theory dapat digunakan sebagai
alternatif untuk mengurangi agency cost dan agency problem. Hutang dapat
menurunkan agency cost karena hutang dapat menurunkan excess cash flow
yang ada dalam perusahaan sehingga menurunkan kemungkinan pemborosan
yang di lakukan oleh manajemen (Jensen dan Mecling, 1976 dalam Etty
M.Nasser, 2008 : 3). Dengan adanya debt yang besar manajemn berupaya
meningkatkan laba agar perusahaan dapat membayarkan kewajibannya.
Peningkatan hutang tersebut di kaitkan dengan meningkatnya harga saham
7
dan penurunan hutang menyebabkan penurunan nilai perusahaan (Masulis,
1988 dalam Tendi Haruman, 2008 : 153).
Di sisi lain, trade off model (Siaw, 1999 dalam Dermawan Sjahrial,
2008 : 203) mengungkapkan bahwa konsekuensi dari penggunaan hutang oleh
perusahaan adalah meningkatnya biaya keagenan hutang (debt agency cost)
dan biaya kebangkrutan (bancruptcy cost). Menurut trade off model
penggunaan utang akan meningkatkan nilai perusahaan tetapi hanya sampai
titik tertentu. Setelah titik tersebut, penggunaan hutang justru akan
menurunkan nilai perusahaan karena kenaikan keuntungan dari penggunaan
hutang tidak sebanding dengan kenaikan biaya financial distress dan debt
agency cost. (Dermawan Sjahrial, 2008 : 203).
Di lingkungan perusahaan go public di Indonesia, kebijakan struktur
modal mereka pada umumnya menunjukan kondisi yang relatif unik. Dari
keseluruhan sampel penelitian, diperoleh data tentang rasio leverage yaitu
rata-rata sebesar 45%, bahkan berdasarkan data yang diperoleh tidak sedikit
perusahaan memiliki rasio leverage di atas 50%, hal tersebut menunjukan
bahwa rata-rata setengah dari total nilai asset perusahaan dibiayai dari sumber
dana utang bahkan tidak sedikit perusahaan yang justru lebih banyak
menggunakan sumber dana utang dibanding modal sendiri. Berdasarkan
agency theory (Jensen dan Meckling, 1976) penggunaan hutang akan
meningkatkan nilai perusahaan, sedangkan menurut trade off model (Siaw,
1999 dalam Dermawan Sjahrial, 2008 : 203) penggunaan hutang yang tinggi
8
akan menyebabkan penurunan nilai perusahaan. Berdasarkan kondisi ini,
maka menarik untuk meneliti sejauh mana kebijakan hutang mempengaruhi
nilai perusahaan.
Keputusan keuangan lainnya yang digunakan untuk mengurangi
agency problem dan agency cost menurut Jensen dan Meckling (1976) dalam
A.W. Djabid (2009 : 250) adalah dengan kebijakan dividen. Menurut A.W.
Djabid (2009 : 250) pembayaran dividen akan membuat pemegang saham
mempunyai tambahan return selain capital gain. Dividen juga membuat
pemegang saham mempunyai kepastian pendapatan dan mengurangi agency
cost of equity karena tindakan perquisites yang dilakukan manajemen
terhadap cash flow perusahaan seiring dengan menurunnya biaya monitoring
karena pemegang saham yakin bahwa kebijakan manajemen akan
menguntungkan dirinya, dengan begitu nilai perusahaan akan meningkat.
Namun di sisi lain, dengan semakin tingginya dividen yang dibagikan,
mengakibatkan pendapatan yang diperoleh perusahaan makin banyak yang
dialokasikan ke dividen dibandingkan ke laba ditahan. Laba ditahan yang
rendah mengakibatkan kesempatan investasi menjadi berkurang. Di lain
pihak, perusahaan dituntut untuk terus tumbuh. Dengan demikian untuk dapat
melaksanakan investasi tersebut, maka kekurangan dana investasi dari laba
ditahan dapat dipenuhi dari external financing yaitu dengan penggunaan
hutang, namun penggunaan hutang ini akan menyebabkab meningkatnya
resiko perusahaan terutama resiko kebangkrutan (Dermawan Sjahrial, 2008 :
9
311). Inisiasi dividen merupakan pembayaran dividen pertama yang
dilakukan oleh perusahaan setelah IPO. Sedangkan kebijakan inisiasi dividen
merupakan kebijakan yang terkait dengan keputusan tentang besarnya payout
dan timing dari dividen pertama pasca IPO. Inisiasi dividen merupakan
indikasi pertama yang bersifat publik tentang kesediaan manajer perusahaan
untuk mendistribusikan kelebihan kas kepada para pemegang saham
dibanding menginvestasikannya ke dalam proyek- proyek baru (Sharma,
2001:4). Dhaliwal, et al. (2003) dalam Bambang Sugeng (2009:37)
berargumen bahwa dengan melakukan inisiasi dividen reguler, manajer ingin
menunjukkan komitmennya kepada pemegang saham untuk secara konsisten
melakukan pendistribusian kas dividen reguler untuk waktu yang tak terbatas.
Kebijakan inisiasi dividen merupakan salah satu kebijakan keuangan yang
lebih bersifat strategik dibanding kebijakan dividen reguler. Kebijakan inisiasi
dividen yang diambil oleh perusahaan membawa konsekuensi tanggung jawab
perusahaan secara financial yang cukup fundamental, karena sekali
perusahaan memutuskan untuk memulai membayarkan dividen periodik
(reguler), maka ia dituntut mampu menjaga konsistensi pembayaran dividen
periodik yang sudah diawalinya tersebut. Inkonsistensi atau instabilitas dalam
pembayaran dividen reguler bisa merusak reputasi manajer. Kesiapan
perusahaan melakukan inisiasi dividen adalah didasarkan pada kemampuan
finansial yang didukung oleh prospek kinerja perusahaan yang memadai. Oleh
karena itu, diharapkan bahwa keputusan perusahaan untuk segera atau
10
menunda inisiasi dividennya akan memberikan sinyal tentang kinerja
keuangan perusahaan. Bagi perusahaan yang mampu lebih awal / cepat
membayarkan dividen pertamanya dipandang memiliki kemampuan finansial
yang lebih baik untuk menjamin konsistensi pembayaran dividen reguler
selanjutnya. Sedangkan perusahaan yang belum siap melakukan atau
menunda pembayaran dividen pertamanya dipandang belum memiliki
kemampuan finansial yang memadai untuk maksud tersebut.
Perilaku kebijakan inisiasi dividen di kalangan perusahaan go-public
di Indonesia memang terlihat sangat bertolak belakang dari sudut pandang
argumen yang dikemukakan oleh Sharma (2001) dalam Bambang Sugeng
(2009:37), bahkan dari perilaku perusahaan di Amerika umumya. Perilaku
kebijakan inisiasi dividen yang ditunjukkan oleh perusahaan-perusahaan yang
baru go-public di Indonesia ini mengundang beberapa pertanyaan fundametal
yang perlu diklarifikasi secara empiris. Di antara pertanyaan fundamental
tersebut adalah dari perspektif agency cost model, salah satu model eksplanasi
utama kebijakan dividen yang berbasis pada relevance of dividend
proposition, yaitu ”Apakah perilaku kebijakan inisiasi dividen di lingkungan
perusahaan-perusahaan go-public baru di Indonesia yang terkesan unik
tersebut memiliki relevansi dengan mekanisme monitoring oleh pemegang
saham terhadap manajemen sebagaimana dicerminkan pada sruktur
kepemilikan dan struktur modal perusahaan?” Dalam konteks agency cost
model yang dikembangkan oleh Michael Jensen dan William Meckling,
11
kebijakan dividen digunakan untuk meminimalisasi agency cost yang timbul
dari potensi conflict of intersts antara agent (manajer) dengan principal
(pemilik perusahaan) akibat adanya pemisahan di antara kedua belah pihak
tersebut. Agency cost merupakan biaya yang timbul dalam rangka
mengendalikan atau memonitor tindakan manajer agar sesuai dengan
kepentingan principal. Dasar dari agency cost model ini adalah ketika
manajer disadari bisa bertindak tidak sesuai dengan kepentingan
investor/pemegang saham, maka pemegang saham menggunakan mekanisme
tertentu untuk mengontrol tindakan manajer tersebut. Salah satu dari
mekanisme ini adalah melalui pembayaran dividen dengan payout yang tinggi
(Beiner, 2001) dalam Bambang Sugeng (2009:39).
Namun, keefektivan kebijakan hutang dan kebijakan dividen dalam
rangka mengurangi agency problem dan dalam menciptakan nilai perusahaan
tidak terlepas dari peran struktur kepemilikan khususnya insider ownership
dan institutional ownership. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Eastabrook
(1984) dalam Bambang Sugeng (2009 : 39) menyatakan bahwa efektivitas
dividen dan hutang sebagai salah satu sarana monitoring bergantung pada
keberadaan sarana-sarana monitoring lainnya, dalam hal ini yaitu struktur
kepemilikan.
Penelitian mengenai pengaruh struktur kepemilikan terhadap nilai
perusahaan telah dilakukan oleh Etty M. Nasser (2008) yang menemukan
bahwa struktur kepemilikan memiliki pengaruh yang negatif terhadap nilai
12
perusahaan. Tendi Haruman (2008) juga menemukan bahwa struktur
kepemilikan berpengaruh negatif terhadap nilai perusahaan. Sedangkan Indo
Yama Nasarudin dan Umi Maimunah (2009) menemukan bahwa struktur
kepemilikan tidak berpengaruh terhadap nilai perusahaan. Animah dan Rahma
Sri Ramadhani (2008) membuktikan bahwa struktur kepemilikan tidak
berpengaruh terhadap nilai perusahaan.
Penelitian mengenai pengaruh struktur kepemilikan terhadap
kebijakan dividen telah dilakukan oleh Tendi Haruman (2008) yang
menemukan bahwa struktur kepemilikan berpengaruh negatif terhadap
kebijakan dividen. Sedangkan Bambang Sugeng (2009) menemukan bahwa
struktur kepemilikan tidak mempunyai pengaruh terhadap kebijakan dividen.
Agus Harjito dan Nurfauziah (2006) menemukan bahwa struktur
kepemilikan tidak berpengaruh terhadap kebijakan dividen.
Penelitian mengenai pengaruh kebijakan dividen terhadap nilai
perusahaan dilakukan oleh Sujoko dan Ugy Soebiantoro (2007) menemukan
bahwa kebijakan dividen berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan.
Sedangkan Tendi Haruman (2008) menemukan bahwa kebijakan dividen
berpengaruh negatif terhadap nilai perusahaan.
Penelitian mengenai pengaruh struktur modal (Leverage) terhadap
nilai perusahaan juga dilakukan oleh Sujoko dan Ugy Soebiantoro (2007)
yang menemukan bahwa Leverage mempunyai pengaruh negatif dan
signifikan terhadap nilai perusahaan.
13
Berdasarkan uraian diatas, dimana terdapat keunikan dari karakteristik
perusahaan-perusahaan go public di Indonesia dan dengan adanya hasil
penelitian yang berbeda-beda mengenai konsep penerapan agency problem
dalam menciptakan nilai perusahaan pada perusahaan-perusahaan go public di
Indonesia, peneliti tertarik untuk menguji kembali konsistensi dari faktor-
faktor agency problem yang terdiri dari struktur kepemilikan, struktur modal
dan kebijakan dividen dalam menciptakan nilai perusahaan. Berdasarkan
uraian latar belakang masalah di atas maka penelitian ini mengambil judul
“ANALISIS KETERKAITAN FAKTOR-FAKTOR YANG
MEMPENGARUHI AGENCY PROBLEM SERTA PENGARUHNYA
TERHADAP NILAI PERUSAHAAN (STUDI KASUS PADA
PERUSAHAAN YANG TERDAFTAR DI BEI )”.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahan yang akan di teliti di
rumuskan sebagai berikut :
1. Bagaimana pengaruh struktur kepemilikan saham terhadap struktur modal
pada perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia ?
2. Bagaimana pengaruh struktur kepemilikan saham terhadap kebijakan
dividen pada perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia ?
3. Bagaimana pengaruh struktur kepemilikan saham terhadap nilai perusahaan
pada perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia ?
14
4. Bagaimana pengaruh struktur modal terhadap kebijakan dividen perusahaan
pada perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia ?
5. Bagaimana pengaruh struktur modal terhadap nilai perusahaan pada
perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia ?
6. Bagaimana pengaruh kebijakan dividen terhadap nilai perusahaan pada
perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia ?
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan peneliti dalam melekukan penelitian ini adalah sebagai
berikut :
1. Untuk menganalisis pengaruh struktur kepemilikan saham terhadap struktur
modal pada perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
2. Untuk menganalisis pengaruh struktur kepemilikan saham terhadap
kebijakan dividen pada perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
3. Untuk menganalisis pengaruh struktur kepemilikan saham terhadap nilai
perusahaan pada perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
4. Untuk menganalisis pengaruh struktur modal terhadap kebijakan dividen
perusahaan pada perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
5. Untuk menganalisis pengaruh struktur modal terhadap nilai perusahaan
pada perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
6. Untuk menganalisis pengaruh kebijakan dividen terhadap nilai perusahaan
pada perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
15
D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai
berikut :
1. Bagi peneliti, diharapkan penelitian ini merupakan pelatihan intelektual
yang diharapkan dapat memberikan pemahaman mengenai faktor-faktor
yang berhubungan agency theory dan pengaruhnya terhadap nilai
perusahaan.
2. Sebagai tambahan informasi bagi pihak manajemen perusahaan dan para
investor yang berhubungan dengan agency theory, khususnya tentang
struktur kepemilikan dan implikasinya terhadap kebijakan dividen dan
struktur modal perusahaan sebagai alat monitoring untuk meminimumkan
agency cost.
3. Sebagai bahan pertimbangan kepada para investor atau para calon investor
untuk menilai apakah keberadaan mereka telah cukup efektif atau belum
dalam melekukan monitoring terhadap manajemen, karena berhubungan
dengan modal yang diinvestasikan, sehingga mereka dapat menentukan
apakah akan menjual atau membeli saham pada perusahaan manufaktur
yang go public di Bursa Efek Indonesia.
4. Untuk peneliti selanjutnya dan akademisi penelitian ini diharapkan akan
melengkapi temuan-temuan empiris yang telah ada di bidang manajemen
keuangan dan akuntansi untuk kemajuan dan pengembangan ilmiah di masa
yang akan datang.
16
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Agency Theory
Brigham and Houston (2009:26) mendefinisakan teori keagenan
(agency teory) sebagai suatu hubungan dimana para manajer diberi kekuasaan
oleh para pemilik perusahan, yaitu pemegang saham, untuk membuat
keputusan, dimana hal ini menciptakan konflik kepentingan yang dikenal
sebagai teori keagenan (agency teory). Agency theory membahas hubungan
antara pemberi kerja (principal) dan penerima amanah (agen) untuk
melaksanakan pekerjaan. Dalam konteks ini, yang di maksud principal adalah
para pemegang saham sedangkan agen (agency) adalah manajemen pengelola
perusahaan. Selanjutnya, principal akan memberikan hak pada orang lain
yang disebut agen untuk menjalankan haknya. Principal menyediakan
fasilitas dan dana untuk menjalankan perusahaannya, sedangkan manajemen
mempunyai kewajiban mengelola apa yang diamanatkan oleh para pemegang
saham kepadanya .
Menurut agency theory Jensen dan Meckling (1976) dalam Moeljadi
(2006 : 3), perusahaan yang memisahkan fungsi pengelolaan dengan fungsi
kepemilikan akan rentan terhadap konflik keagenan (agency conflict). Penyebab
timbulnya konflik keagenan ini adalah karena para pengambil keputusan tidak
perlu menanggung resiko sebagai akibat adanya kesalahan dalam pengambilan
17
keputusan bisnis atau tidak dapat meningkatkan nilai perusahaan. Resiko
tersebut sepenuhnya di tanggung oleh pemilik. Karena tidak menanggung
resiko dan mendapat tekanan dari pihak lain dalam mengamankan investasi
para pemegang saham, maka pihak manajemen cenderung untuk menyetujui
pengeluaran atau pos – pos biaya yang bersifat konsumtif dan tidak produktif.
Hal ini menyebabkan manurunnya nilai perusahaan yang dilihat dengan
menurunnya tingkat kesejahteraan para pemegang saham.
Penyebab lain konflik antara manajer dengan shareholder adalah karena
keputusan pendanaan. Pemegang saham hanya mau peduli pada resiko
sistematik (systematic risk) dari saham perusahaan, karena mereka melakukan
investasi pada portofolio yang terdiversifikasi dengan baik. Namun manajer
sebaliknya, mereka lebih berhubungan dengan risiko perusahaan secara
keseluruhan.
a. Hubungan Keagenan
Menurut Lukas Atmaja (2008:12), agency relationship (hubungan
keagenan) muncul ketika satu atau lebih individu (majikan) menggaji individu
lain (agen atau karyawan) untuk bertindak atas namanya, mendelegasikan
kekuasaan untuk membuat keputusan kepada agen.
Menurut Brigham dan Houston (2009:26) Hubungan Keagenan
(agency relationship) terjadi ketika satu atau lebih individu, yang disebut
sebagai principal menyewa individu atau organisasi lain, yang disebut
18
sebagai agen, untuk melakukan sejumlah dan mendelegasikan kewenangan
untuk membuat keputusan kepada agent tersebut.
Sedangkan, menurut (Lukas Setia Atmaja, 2008 : 12), Dalam
manajemen keuangan, hubungan keagenan utama terjadi di antara pihak-pihak
berikut :
1) Pemegang Saham (Shareholders) dengan Manajer.
Problem keagenan (agency problem) antara pemegang saham
(shareholders) dengan manajer potensial terjadi bila manajemen tidak
memiliki saham mayoritas perusahaan. Pemegang saham tentu
menginginkan manajer bekerja dengan tujuan memaksimumkan
kemakmuran pemegang saham. Sebaliknya, manajer perusahaan bisa saja
bertindak tidak untuk memaksimumkan kemakmuran pemegang saham,
tetapi memaksimumkan kemakmuran mereka sendiri. Maka terjadilah
conflict of interest. Untuk meyakinkan bahwa manajer bekerja sungguh-
sungguh untuk kepentingan pemegang saham, pemegang saham harus
mengeluarkan biaya yang disebut agency cost yang meliputi :
pengeluaran untuk monitoring kegiatan manajer, pengeluaran untuk
membuat suatu struktur organisasi yang meminimalkan tindakan-tindakan
manajer yang tidak diingikan, serta opportunity cost yang timbul akibat
kondisi dimana manajer tidak dapat segera mengambil keputusan tanpa
persetujuan pemegang saham.
19
Pengawasan secara total terhadap kegiatan para manajer akan
memecahkan masalah keagenan, tetapi dibutuhkan biaya yang mahal dan
kurang efisien. Solusi yang lebih baik adalah memberi suatu paket
kompensasi berupa gaji tetap ditambah bonus kepemilikan perusahaan
(saham perusahaan) jika kinerja mereka bagus. Selain itu, agency
problem antara pemegang saham dengan manajemen perusahaan dapat
dikurangi dengan cara : (1) kekhawatirkan untuk di-PHK karena kinerja
yang dinilai kurang memuaskan, dan (2) ketakutan mengalami hostile
take-over atau kondisi dimana perusahaan diambil alih secara paksa oleh
pihak lain. Kondisi ini mungkin terjadi jika nilai perusahaan turun karena
mis-management. Jika hostile take-over terjadi, biasanya manajemen
lama akan diganti karena dianggap sebagai sumber masalah.
2) Shareholders dengan Kreditor (Bondholders)
Agency problem juga muncul antara kreditor (pemberi hutang),
misalnya pemegang obligasi perusahaan (bondholders) dengan pemegang
saham (stockholders) yang diwakili oleh manajemen perusahaan. Adapun
penyebab konflik tersebut diantaranya :
a) Manajemen mengambil proyek-proyek yang resikonya lebih besar
daripada yang diperkirakan oleh kreditor, atau
b) Perusahaan meningkatkan jumlah hutang hingga mencapai tingkatan
yang lebih tinggi daripada yang diperkirakan kreditor.
20
Kedua tindakan diatas akan meningkatkan risiko financial
perusahaan, selanjutnya akan menurunkan nilai pasar hutang/obligasi
perusahaan yang belum jatuh tempo. Kreditur dirugikan jika perusahaan
mengambil proyek yang terlalu beresiko karena hal ini akan
meningkatkan risiko kebangkrutan perusahaan. Dilain pihak, jika proyek
beresiko tinggi tersebut memberikan hasil yang bagus, kompensasi yang
diterima kreditor (bunga) tidak ikut naik. Kreditur yang bijak akan
menyadari kondisi ini sehingga pada umumnya mereka akan membuat
rambu-rambu bagi pihak debitur. Rambu-rambu ini, disebut restrictive
debt covenant yaitu perjanjian hutang yang bersifat membatasi yang
disepakati bersama pada saat pinjaman diberikan. Termasuk didalamnya
pembatasan terhadap pembayaran dividen kepada para pemegang saham.
b. Pendekatan untuk mengurangi Agency Problem
Untuk meminimumkan agency problem dalam perusahaan,
diperlukan biaya yang disebut agency cost. Agency cost merupakan biaya
yang muncul karena menggunakan hutang dan melibatkan hubungan antara
stockholder dan bondsholders ( Dermawan Sjahrial, 2008 : 202). Jensen dan
Meckling (1976) dalam Etty M.Nasser (2008 : 2) mendefinisikan agency
cost sebagai jumlah dari : (1) pengeluaran biaya untuk monitoring oleh
pemilik (principal), dan (2) pengeluaran karena penggunaan hutang oleh
manajemen (agency) dan pengeluaran karena karena kehilangan
keindependenan atau efisiensi (residual loss). Dengan demikian, menurut
21
Jensen dan Meckling (1976) dalam Dermawan Sjahrial (2008 : 204),
keputusan struktur modal yang dilakukan oleh manajer adalah untuk
menyeimbangkan agency cost of debt dengan agency cost of equity. Untuk
mengatasi agency problem tersebut dapat di lakukan dengan beberapa cara,
yaitu (Farah Margaretha, 2009 : 5) :
1. Pendekatan dengan cara meningkatkan insider ownership. Menurut
pendekatan ini, agency problems bisa dikurangi bila manajer mempunyai
kepemilikan saham dalam perusahaan (Jensen dan Meckling, 1976).
Dengan adanya kepemilikan saham, maka insider akan merasakan
langsung manfaat dari keputusan yang diambilnya, demikian juga
kerugian yang timbul sebagai konsekuensi dari pengambilan keputusan
yang salah. Dengan demikian, kepemilikan saham merupakan insentif
bagi para manajer dalam perusahaan untuk meningkatkan kinerja
perusahaan dan meningkatkan nilai perusahaan, juga menggunakan
hutang secara optimal sehingga akan meminimumkan agency cost.
2. Pendekatan pengawasan eksternal. Pendekatan ini dilakukan melalui
penggunaan hutang. Peningkatan penggunaan debt financing akan
mempengaruhi pemindahan equity capital. Jensen (1996) dalam Farah
Margareta (2008 : 5) menyatakan bahwa dengan adanya hutang dapat
digunakan untuk mengendalikan penggunaan free cash flow secara
berlebihan oleh manajemen, dengan demikian menghindari investasi yang
sia-sia. Penggunaan hutang akan meningkatkan nilai perusahaan.
22
Peningkatan hutang tersebut dikaitkan dengan meningkatnya harga saham
perusahaan (Masulis,1988 dalam Tendi Haruman, 2008 : 153). Di sisi
lain, timbul masalah jika hutang yang tinggi tidak diikuti dengan
penggunaan yang hati-hati, karena adanya kecenderungan perilaku
opportunistic oleh insider, sehingga biaya keagenan akan semakin tinggi
dan pada akhirnya juga merugikan pemegang saham.
3. Instituonal investor sebagai monitoring agents. Moh’d, et al., (1998)
dalam Etty M. Nasser (2008 : 3) menyatakan bahwa bentuk distribusi
saham (shareholders dispersion) antara pemegang saham dari luar
(outside shareholders) yaitu institusional investors dapat mengurangi
agency cost. Karena kepemilikan mewakili suatu sumber kekuasaan
(source of power) yang dapat digunakan untuk mendukung atau
sebaliknya terhadap keberadaan manajemen, maka konsentrasi atau
penyebaran kekuasaan menjadi suatu hal yang relevan. Adanya
kepemilikan oleh investor – investor institusional seperti bank, asuransi,
perusahaan investasi dan kepemilikan oleh institusi lain dalam bentuk
perusahaan akan mendorong peningkatan pengawasan yang lebih optimal
terhadap kinerja insiders.
4. Dengan Mekanisme Pembayaran Dividen
Dengan menggunakan mekanisme pembayaran dividen, menurut Rozeff
(1982) seperti yang dikutif dalam Tendi Haruman (2008 : 151) masalah
keagenan dapat dikurangkan atau diturunkan dengan mekanisme
23
pembayaran dividen. Dividen disini berperan sebagai salah satu bentuk
penawaran distribusi pendapatan, karena menurut A. W. Djabid (2009 :
250) dengan pembayaran dividen pemegang saham melihat bahwa
pengelola perusahaan sudah melakukan tindakan yang sesuai dengan
keinginan mereka, sehingga akan mengurangi konflik keagenan. Tetapi
disisi lain pembayaran dividen akan juga menimbulkan biaya dari
sumber internal perusahaan yang tidak lagi banyak untuk memenuhi
kebutuhan investasi perusahaan, sehingga mendorong pengelola
perusahaan untuk memenuhi kebutuhan dananya dari pihak eksternal
guna mengisi kembali dana yang telah dikeluarkan dalam bentuk
dividen.
2. Nilai Perusahaan
Beberapa konsep nilai yang menjelaskan nilai suatu perusahaan adalah :
nilai nominal, nilai pasar, nilai intrinsic, nilai buku dan nilai liquidasi (Keown,
2007 : 849).
Nilai nominal adalah nilai yang tercantum secara formal dalam
anggaran dasar perseroan, disebut secara eksplisit dalam neraca perusahaan,
dan juga ditulis jelas dalam surat saham kolektif. Nilai pasar, sering juga
disebut kurs adalah harga yang terjadi dari proses tawar-menawar dipasar
saham. Nilai intrinsic, merupakan konsep yang paling abstrak, karena mengacu
pada perkiraan nilai riil suatu perusahaan. Nilai perusahaan dalam konsep nilai
intrinsic ini bukan sekedar harga dari sekumpulan asset, melainkan nilai
24
perusahaan sebagai entitas bisnis yang memiliki kemampuan menghasilkan
keuntungan di kemudian hari. Sedangkan nilai buku adalah nilai perusahaan
yang dihitung dengan dasar konsep akuntansi. Secara sederhana dihitung
dengan cara membagi selisih antara total aktiva dan total hutang dengan jumlah
saham yang beredar. Nilai likuidasi, adalah nilai jual seluruh asset perusahaan
setelah dikurangi semua kewajiban yang harus dipenuhi. Nilai sisa itu
merupakan bagian para pemegang saham. Nilai likuidasi bisa di hitung dengan
cara yang sama dengan menghitung nilai buku, yaitu berdasarkan neraca
proforma yang disiapkan ketika suatu perusahaan akan dilikuidasi.
Jika mekanisme pasar berfungsi dengan baik, maka harga saham tidak
mungkin berada di bawah nilai likuidasi. Karena nilai likuidasi ini hanya
dihitung bila perusahaan akan dilikuidasi maka investor bisa menggunakan nilai
buku sebagai alat pengganti untuk tujuan yang sama yaitu memperkirakan batas
bawah harga saham. Namun demikian ada beberapa catatan yang harus
diperhatikan dalam memahami konsep nilai buku ini. Pertama, sebagian besar
asset dinilai dengan nilai historis, karena itu pada beberapa asset nilai jualnya
bisa jauh lebih tinggi dari nilai bukunya. Kedua, di dalam asset kadang terdapat
aktiva tak berwujud, yang dalam likuidasi sering tidak memiliki nilai jual.
Ketiga, nilai buku sangan dipengaruhi oleh metode dan estimasi akuntansi
seperti metode penyusutan aktiva tetap, metode penilaian persediaan, dan lain-
lain. Dengan demikian nilai buku sulit digunakan sebagi metode untuk
menentukan nilai perusahaan. Selanjutnya, nilai intrinsic juga sulit di gunakan
25
sebagi alat untuk menentukan nilai perusahaan. Hal ini karena sangat sulit
untuk menentukan nilai intrinsic suatu perusahaan, karena untuk menentukan
nilai intrinsic perusahaan oarng membutuhkan kemampuan mengindetifikasi
variabel-variabel signifikan yang menentukan keuntungan suatu perusahaan,
dan variabel ini berbeda antara satu perusahaan dengan perusahaan lain. Karena
itulah, maka nilai pasar (market value) digunakan dengan alasan kemudahan
data didasarkan pada penilaian moderat.
Nilai perusahaan yang tinggi menjadi keinginan para pemilik
perusahaan, sebab dengan nilai yang tinggi menunjukan kemakmuran
pemegang saham juga akan meningkat. Kekayaan pemegang saham dan
perusahan direpresentasikan oleh harga pasar dari saham yang merupakan
cerminan dari keputusan investasi, kebijakan dividen, dan keputusan pendanaan
(Brigham dan Houston, 2009:19).
Dalam penelitian ini rasio yang digunakan adalah rasio nilai pasar,
seperti yang di jelaskan di atas. Menurut Mamduh M. Hanafi (2008:840) rasio
pasar adalah rasio yang mengukur harga pasar relatif terhadap nilai buku. Sudut
pandang dari rasio ini lebih banyak berdasar pada sudut investor meskipun
pihak manajemen juga berkepentingan terhadap rasio-rasio ini.
Sedangkan menurut Brigham dan Houston (2009 : 110) rasio nilai pasar
(market value ratio), akan menghubungkan harga saham perusahaan pada laba,
arus kas, dan nilai buku persahamnya. Rasio-rasio ini dapat memberikan
26
indikasi kepada manajemen mengenai apa yang dipikirkan oleh para investor
tentang kinerja masa lalu dan prospek perusahaan dimasa mendatang.
Nilai perusahaan atau harga dipengaruhi oleh beberapa factor, antara
lain :
a. Proyeksi Laba (Profitabilitas)
Investor pada umumnya melakukan investasi pada perusahaan yang
mempunyai profit atau laba cukup baik dan mempunyai prospek yang cukup
cerah dimasa datang, maka investor mau melakukan investasi pada
perusahaan tersebut sehingga akan mempengaruhi harga saham perusahaan.
b. Earning per Share
Sebagai seorang investor yang melakukan investasi pada perusahaan,
akan menerima laba atas saham yang dimiliki. Semakin tinggi laba per
saham yang diberikan oleh perusahaan, maka tingkat pengembalian akan
baik sehingga mendorong investor melakukan investasi yang lebih besar
lagi, yang pada akhirnya akan meningkatkan nilai perusahaan.
c. Tingkat Resiko Pengembalian
Apabila tingkat resiko dan proyeksi laba yang diharapkan perusahaan
tinggi, juga akan mempengaruhi harga saham perusahaan. Biasanya semakin
tinggi resiko, maka tingkat pengembalian yang diharapkan investor akan
semakin besar.
27
d. Kebijakan Pembagian Dividen
Perusahaan dalam mengalokasikan laba usahanya memiliki dua
alternatif, yaitu apakah laba akan dibagikan dalam bentuk dividen kepada
para pemegang atau laba akan ditahan untuk membiayai investasi
mendatang. Disinilah perusahan dituntut untuk dapat mebuat kebijakan
dividen yang tepat.
Indikator-indikator yang mempengaruhi nilai perusahaan diantaranya
adalah :
1) Market to Book Ratio (MBR).
Market to book ratio (MBR) merupakan perbandingan antara
harga pasar perlembar saham terhadap nilai buku equitas perlembar
saham (Brigham and Houston, 2009 : 112), MBR ini memberikan
indikasi tentang bagaimana investor memandang suatu perusahaan.
Perusahaan yang tingkat pengembalian atas ekuitasnya relatif tinggi
biasanya menjual sahamnya dengan penggandaan nilai buku yang lebih
tinggi daripada perusahaan lain yang tingkat pengembaliannya rendah.
2) Price Earning Ratio (P/E)
Price Earning Ratio (P/E) merupakan rasio harga pasar persaham
terhadap terhadap laba persaham (Mamduh Hanafi, 2008 : 85). Rasio ini
menunjukan berapa dolar / rupiah yang harus dibayar investor untuk
setiap $1 laba periode berjalan (Brigham dan Houston, 2009 : 110).
Semakin besar PER, maka semakin besar pula kemungkinan perusahaan
28
untuk tumbuh sehingga dapat meningkatkan nilai perusahaan, sedangkan
dari segi investor (Mamduh Hanafi, 2008 : 85).
Price Earning Ratio (PER) menurut Brigham dan Weston
(2001:305) adalah rasio harga per saham terhadap laba per saham. Rasio
ini menunjukkan berapa Rupiah yang harus dibayarkan oleh investor
untuk setiap Rp 1 laba periode berjalan.
Menurut Arief Sugiono (2009:84) Rasio Price Earning Ratio
(PER) diperoleh dari harga pasar saham biasa dibagi dengan laba per
saham sehingga semakin tinggi rasio ini akan mengindikasikan bahwa
kinerja perusahaan dengan semakin baik.
Price Earning Ratio merupakan suatu rasio yang lazim dipakai
untuk mengukur harga pasar (market price) setiap lembar saham biasa
dengan laba per lembar saham (Simamora, 2000:531).
Brigham dan Houston (2001:110) menyebutkan bahwa PER
menunjukkan berapa banyak jumlah uang yang dikeluarkan oleh para
investor untuk membayar setiap Dolar laba yang dilaporkan.
Sedangkan Desmond Wira (2011:76) mendefinisikan bahwa Price
Earning Ratio (PER) adalah rasio yang dihitung dengan membagi harga
saham saat ini dengan Earning Per Share (EPS) nya. Price Earning Ratio
29
(PER) menggambarkan seberapa banyak investor berani menghargai
saham itu.
Angka rasio ini digunakan oleh para investor untuk memprediksi
kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba (earning power) di
masa mendatang (Dwi Prastowo, 2002:96). PER menjadi rendah nilainya
bisa karena harga saham cenderung semakin turun atau karena
meningkatnya laba bersih perusahaan. Penafsiran terhadap rasio ini juga
dipengaruhi oleh persepsi pemodal terhadap kualitas perusahaan dan
trend pendapatannya, risiko relatif, penggunaan metode akuntansi
alternatif dan faktor-faktor lain.
Adler Haymans Manurung (2004:27) menyatakan bahwa PER
dapat digunakan untuk berbagai pihak atau investor untuk membeli
saham. Investor akan membeli suatu saham perusahaan dengan PER yang
kecil, karena PER yang kecil menggunakan laba bersih per saham yang
cukup tinggi dan harga yang rendah.
Gregorius Sihombing (2008:87) PER adalah perbandingan harga
sebuah saham dengan laba bersih untuk setiap lembar saham perusahaan
itu. PER merupakan suatu ukuran murah dan mahalnya harga sebuah
saham jika dibandingkan dengan harga saham lainnya untuk suatu
industri yang serupa.
30
Toto Prihadi (2010:232) PER adalah indikator yang mengukur
besar nilai (value) yang diapresiasi oleh investor terhadap nilai
perusahaan.
3) Prive to Book Value (PBV)
PBV atau rasio harga per nilai buku merupakan hubungan antara
harga pasar saham dengan nilai buku per lembar saham (Jones, 2000:
274).
Rasio Price to Book Value (PBV) merupakan rasio untuk
mengukur kinerja keuangan perusahaan. Rasio ini mengukur nilai yang
diberikan pasar keuangan kepada manajemen dan organisasi sebagai
perusahaan yang terus tumbuh. Rasio PBV merupakan perbandingan
antara harga saham dengan nilai buku ekuitas.
3. Kebijakan Dividen
Kebijakan dividen merupakan keputusan keuangan yang berkaitan
dengan penentuan berapa besarnya laba yang tersedia bagi para pemegang
saham biasa yang dibagikan yang dibagikan kepada para pemegang
saham biasa sebagai dividen dan berapa banyak jumlah yang ditahan
sering disebut dengan kebijakan dividen (Warsono, 2003 : 271). Rasio
pembayaran dividen (Dividen payout Ratio) menentukan jumlah laba
yang dapat ditahan sebagai sumber pendanaan. Semakin besar laba
31
ditahan, maka semakin dikit jumlah laba yang dialokasikan untuk
pembayaran dividen.
Rasio antara dividen dan laba bersih sering disebut sebagai
dividend payout ratio (DPR). Karena kelebihan laba bersih di atas dividen
itu menjadi laba ditahan maka keputusan DPR inclusive dengan
keputusan mengenai laba ditahan (Suwaldiman dan Aziz, 2006:).
Sepintas, para pemegang saham akan merasa senang apabila bagian dari
laba bersih yang dibagikan sebagai dividen ini semakin besar. Akan
tetapi, apabila DPR ini semakin besar, berarti laba ditahan semakin
menciut. Dengan demikian, keputusan dividen akan mengacu pada suatu
kebijakan dividen (dividend policy) yang optimal terutama disesuaikan
dengan konsep tujuan memaksimumkan nilai perusahaan.
Ahmad Rodoni dan Herni Ali (2010 : 125) mengatakan bahwa
kebijakan dividen yang optimal (optimal dividend policy) perusahan
adalah kebijakan yang menciptakan keseimbangan di antara dividen saat
ini dan pertumbuhan perusahaan di masa yang akan datang yang
memaksimalkan nilai perusahaan.
Menurut agency theory (Jansen and Mackling : 1976) dalam
Farah Margaretha (2009 : 5) salah satu pendekatan untuk
meminimumkan agency problem adalah dengan mekanisme pembayaran
dividen.
32
Menurut Rozeff (1982) dan Moh’d et.al,. (1998) dalam Tendi
Haruman (2008 : 151) masalah keagenan dapat diturunkan dengan
mekanisme pembayaran dividen, karena dengan pembayaran dividen
pemegang saham melihat bahwa pengelola perusahaan telah melakukan
tindakan yang sesuai dengan keinginan mereka, sehingga akan
mengurangi konflik keagenan. Selain agency theory, terdapat beberapa
teori yang menjelaskan mengenai kebijakan dividen, antara lain
(Dermawan Sjahrial, 2008 : 311) :
a. Teori Dividen Tidak Relevan dari Modigliani dan Miller
Modigliani dan Miller (MM) berpendapat, nilai suatu perusahaan
tidak ditentukan oleh besar kecilnya Dividen Payout Ratio, tapi
ditentukan oleh laba bersih sebelum pajak (EBIT) dan kelas risiko
perusahaan. Jadi menurut MM, dividen tidak relevan untuk
diperhitungkan karena tidak akan meningkatkan kesejahteraan pemegang
saham. Menurut MM kenaikan nilai perusahaan dipengaruhi oleh
kemampuan perusahaan untuk mendapatkan keuntungan atau earning
power dari asset perusahaan.
b. Teori The Bird in The Hand
Gordon dan Litner menyatakan bahwa biaya modal sendiri
perusahaan akan naik jika dividen payout rendah karena investor lebih
suka menerima dividen daripada capital gains. Menurut mereka, investor
33
memandang dividen yield lebih pasti daripada capital gains. Perlu diingat
bahwa dilihat dari sisi investor, biaya modal sendiri dari laba ditahan (Ks)
adalah tingkat keuntungan yang disayratkan investor pada saham. Ks
adalah keuntungan dari capital gains (capital gains yield) ditambah
keuntungan dari capital gains (capital gains yield). Menurut MM
pendapat ini merupakan suatu kesalahan karena pada akhirnya investor
akan kembali menginvestasikan dividen yang diterima pada perusahaan
yang sama atau perusahaan yang memiliki resiko yang hampir sama
(Abdul Halim, 2005:124).
c. Teori Perbedaan Pajak
Teori ini diajukan oleh Litzenberger dan Ramaswarmy.
Menyatakan bahwa karena ada pajak terhadap keuntungan dividen dan
capital gains, para investor lebih menyukai capital gains karena dapat
menunda pembayaran pajak. Oleh karena itu investor mensyaratkan suatu
tingkat keuntungan yang lebih tinggi pada saham yang memberikan
dividen yield tinggi, capital gains yield rendah dari pada saham dengan
dividen yield rendah, capital gains yield tinggi.
d. Teori Signaling Hypothesis
Terdapat bukti empiris bahwa jika ada kenaikan dividen, sering
diikuti dengan kenaikan harga saham. Sebaliknya penurunan dividen pada
umumnya menyebabkan haraga saham turun. Fenomina ini dapat
34
dianggap sebagai bukti bahwa para investor lebih menyukai dividen dari
pada capital gains. Seperti teori dividen yang lain, teori signaling
hypothesis ini juga sulit dibuktikan secara empiris. Adalah nyata bahwa
perubahan dividen mengandung beberapa informasi. Tapi sulit dikatakan
apakah kenaikan dan penurunan harga setelah adanya kenaikan dan
penurunan dividen semata-mata disebabkan oleh efek sinyal atau
disebabkan karena efek sinyal dan preferensi terhadap dividen.
e. Teori Clientele Effect
Teori ini menyatakan bahwa kelompok (clientele) pemegang
saham yang berbeda akan memiliki preferensi yang berbeda terhadap
kebijakan dividen perusahaan. Kelompok pemegang saham yang
membutuhkan penghasilan pada saat ini lebih menyukai suatu Dividen
Payout Ratio yang tinggi. Sebaliknya kelompok pemegang saham yang
tidak begitu membutuhkan uang saat ini lebih senang jika perusahaan
menahan sebagian besar laba bersih perusahaan. Kelompok pemegang
saham yang membutuhkan penghasilan pada saat ini akan lebih menyukai
suatu dividend payout ratio (DPR) yang tinggi. Sebaliknya, kelompok
pemegang saham yang tidak begitu membutuhkan uang saat ini akan
lebih senang jika perusahaan menahan sebagian laba bersih perusahaan
(Abdul Halim, 2005).
35
Adapun rasio yang digunakan sebagai indikator dari kebijakan
dividen adalah Dividen Payout Ratio (DPR) dan Dividend Yield (DY).
Dividen Payout Ratio (DPR) merupakan rasio yang memperlihatkan
bagian earning (pendapatan) yang dibayarkan sebagai dividen kepada
investor. Rasio ini diukur dengan membagi jumlah dividen perlembar
saham dengan laba perlembar saham. Perusaahaan yang mempunyai
tingkat pertumbuhan yang tinggi akan mempunyai rasio pembayaran
dividen yang rendah, sebaliknya perusahaan yang tingkat
pertumbuhannya rendah akan mempunyai rasio yang tinggi (Mamduh
Hanafi, 2009:86). Dividend Yield merupakan rasio dari dividend per
share terhadap share price dan merefleksikan berapa tingkat pendapatan
/ yield berupa dividen yang diperoleh dari investasi terhadap per lembar
saham perusahaan. Indikator ini mengindikasikan besarnya dividen yang
didistribusikan kepada pemegang saham relatif terhadap harga pasar
saham perusahaan (Barclay, et al., 1995 dan Sprenman & Gantenbein,
2001) dalam Bambang Sugeng (2009:43).
Menurut Mamduh Hanafi (2008 : 85), dari segi investor, rasio
dividen yield sangat berarti karena dividen yield merupakan sebagian dari
total return yang akan diperoleh investor. Bagian return yang lain adalah
capital gains, yang diperoleh dari selisih positif antara harga jual dengan
harga beli. Biasanya perusahaan yang mempunyai prospek pertumbuhan
yang tinggi akan mempunyai dividen yield yang rendah, karena dividen
36
sebagian besar akan diinvestasikan kembali, dan juga karena harga
dividen yang tinggi (PER yang tinggi) yang mengakibatkan dividen yield
akan menjadi kecil. Sebaliknya, perusahaan yang mempunyai prospek
pertumbuhan yang rendah akan memberikan dividen yang tinggi dan
dengan demikian mempunyai dividen yield yang rendah pula .
Ahmad Rodoni dan Herni Ali (2010:125) menyatakan setiap
perubahan dalam kebijakan pembayaran dividen akan memiliki dua
dampak yang berlawanan yaitu apabila dividen akan dibayarkan semua,
maka keputusan cadangan terabaikan dan sebaliknya apabila laba akan
ditahan semua kepentingan pemegang saham akan uang kas akan
terabaikan. Untuk menjaga kedua kepentingan tersebut, maka manajer
dapat menempuh kebijakan yang optimal. Kebijakan dividen yang
optimal merupakan kebijakan yang menciptakan keseimbangan antara
dividen saat ini dan pertumbuhan dimasa yang akan datang, sehingga
dapat dimaksimumkan laba dan mempengaruhi nilai perusahaan.
Dividen Yield merupakan salah satu dari market value ratio, rasio
ini merupakan perbandingan antara dividen per lembar saham terhadap
harga saham (Lukas Setia Atmaja, 2008 : 417).
4. Struktur Modal
Menurut Eugene F. Brigham dan Joel F.Houston (2001:5),
struktur modal adalah bauran dari utang, saham preferen, dan saham biasa
yang direncanakan perusahaan untuk menambah modal. Kemudian,
37
James C. Van Horne (2005:232), mendefinisikan struktur modal sebagai
berikut : Struktur modal adalah bauran atau proporsi pendanaan permanen
jangka panjang perusahaan yang diwakili oleh hutang, saham preferen,
dan ekuitas saham biasa.
Menurut Ahmad Rodoni dan Indoyama Nasaruddin (2007:45),
struktur modal (capital structure) adalah sesuatu yang berkaitan dengan
struktur pembelanjaan permanen perusahaan yang terdiri dari hutang
jangka panjang dan modal sendiri. Selain itu, menurut Bambang Riyanto
(2008:22), struktur modal adalah pembelanjaan permanen dimana
mencerminkan perimbangan antara hutang jangka panjang dengan modal
sendiri.
Dan menurut Dilek Teker, Ozlem Tasseven, dan Ayca Tukel
(2009:179), The Capital Structure of a company consist of a particular
combination of debt and equity issues to relieve potential pressures on its
long term financing.
Frank J. Fabozzi dan Pamela P. Peterson (2003:583),
mendefinisikan struktur modal sebagai berikut : The Combination of debt
and equity used to finance it a firms projects is referred to as its capital
structure. Selain itu, menurut Ross et.all (2003:6), Capital structure : the
mixture of debt and equity maintained by a firm.
38
Pengertian struktur modal menurut Bambang Riyanto (2001:145)
adalah perimbangan atau perbandingan antar jumlah hutang jangka
panjang dengan modal sendiri. Oleh karena itu, struktur modal di proxy
dengan Debt to Equity Ratio (DER), yang merupakan perbandingan
antara total hutang terhadap modal sendiri.
Struktur modal ini merupakan masalah penting bagi perusahaan
karena baik atau buruknya struktur modal akan mempunyai efek langsung
terhadap posisi keuangan perusahaan. Struktur modal yang dapat
memaksimumkan nilai perusahaan atau harga saham adalah struktur
modal yang optimal.
Sedangkan menurut James C. Van Horne (2005:237), struktur
modal optimal adalah struktur modal yang meminimalkan biaya modal
perusahaan dan karenanya memaksimumkan nilai perusahaan.
Struktur modal turut memadukan sumber dana permanen yang
digunakan perusahaan untuk memaksimumkan nilai perusahaan (Harmiza
dan Yudhanta,2008:56).
Yang menjadi permasalahan dari struktur modal adalah bagaimana
perusahaan dengan cepat memadukan komposisi dana permanen yang
digunakannya dengan mencari paduan dana yang dapat meminimumkan
biaya modal perusahaan dan dapat memaksimalkan harga saham. Hal
39
inilah yang menjadi tujuan akhir dari struktur modal, yakni membuat
komposisi sumber pembiayaan yang paling optimal ( Ahmad Rodoni dan
Herni Ali, 2010:138).
Dari referensi-referensi di atas, maka daat disimpulkan bahwa
struktur modal menggambarkan proporsi antara hutang jangka panjang
dan modal sendiri.
Dalam penelitian ini Struktur Modal di proxy kan oleh Debt to
Equity Ratio (DER) dan Long Term Debt Ratio (LTDR).
Teori struktur modal menjelaskan apakah ada pengaruh perubahan
struktur modal terhadap nilai perusahaan, jika keputusan investasi dan
kebijkan dividen dipegang konstan. Dengan kata lain, jika perusahaan
mengganti sebagian modal sendiri dengan hutang atau sebaliknya apakah
harga saham akan berubah, apabila perusahaan tidak merubah keputusan
keuangan lainnya. Dengan kata lain, jika perubahan struktur modal tidak
merubah nilai perusahaan, berarti tidak ada struktur modal yang terbaik.
Tetapi jika merubah struktur modalnya, ternyata nilai perusahaan
berubah, maka akan diperoleh struktur modal yang terbaik. Semua
struktur modal adalah baik. Struktur modal yang dapat memaksimumkan
nilai perusahaan, atau harga saham, adalah struktur modal yang terbaik
(Husnan, 2004:263).
40
Menurut Moeljadi (2006:244), terdapat tiga teori utama yang
menjelaskan tujuan perusahaan memaksimumkan kekayaan pemegang
saham. Ketiga teori itu beruapaya menjelaskan suatu permasalahan
mengenai bagaiman struktur modal dapat memaksimumkan nilai
perusahaan. Ketiga teori tersebut dijelaskan sebagai berikut :
a. Teori Tradisional
Pendekatan tradisional menyatakan bahwa ada struktur modal
optimal yang dapat memaksimumkan nilai pasar perusahaan dengan cara
meminimumkan biaya modal rata-rata (average cost of capital) . Salah
satu versi teori ini dikembangkan secara sistematis oleh Ezra Solomon.
Solomon mengatakan bahwa struktur modal optimal terjadi apabila
kelebihan debt to equity ratio di atas average cost of capital dan
dikatakan minimum.
b. Pendekatan Modigliani dan Miller (MM) tanpa pajak
Teori yang dikembangkan oleh Modigliani dan Miller
mengasumsikan bahwa pasar modal bersifat sempurna dan tidak ada
pajak . Dalam teori ini Modigliani dan Miller (MM) menyatakan bahwa
nilai perusahaan dan posisi kemakmuran pemegang saham tidak
dipengaruhi oleh struktur modal. Dan dalam artikelnya, MM
menunjukkan bahwa pendekatan tradisional adalah tidak benar. Mereka
41
menunjukkan kemungkinan munculnya Arbitrase yang akan membuat
harga saham (nilai perusahaan) yang tidak menggunakan hutang,
akhirnya sama.
Terdapat beberapa asumsi yang dipegang oleh Modigliani dan
Miller, antara lain bahwa pasa modal sempurna dimana investor
bertindak rasional, overall cost of capital (Ko) adalah konstan pada
semua derajat leverage pada risiko bisnis yang sama dan pada ukuran
usaha yang sama pula. Pada waktu perusahan menghasilkan arus
pendapatan yang sama, risiko bisnis sama, dan nilai pasar yang sama,
tidak ada struktur modal yang optimal pada risiko bisnis yang sama dan
tentu saja bahwa pajak dianggap tidak ada.
Sedangkan Ross et. all (2003:575) menyimpulkan teori MM
proportion I sebagai berikut : “The propotition that the value of the firm
independent of the firm capital structure “ .
c. Pendekatan Modigliani dan Miller dengan pajak
Pada tahun 1963, MM menerbitkan artikel sebagai lanjutan teori
MM tahun 1958. Asumsi yang diubah adalah pajak terhadap
penghasilan perusahaan (Corporate Income taxes).
Dengan adanya pajak ini, MM menyimpulkan bahwa penggunaan
hutang (Leverage) akan meningkatkan nilai perusahaan karena biaya
42
bunga hutang adalah biaya yang mengurangi pembayaran pajak (a tax
deductible expense ).
Dan Ross et. all (2003:576), menyimpulkan teori MM propotion II
sebagai berikut : “the propotion that a firm cost of equity capital is a
positive linear function of the firm capital structure “ .
5. Struktur Kepemilikan
Prosentase kepemilikan ditentukan oleh besarnya prosentase
jumlah saham terhadap keseluruhan saham perusahaan. Seseorang yang
memiliki saham dari satu perusahaan dapat dikatakan sebagai pemilik
perusahaan walaupun jumlah sahamnya hanya beberapa lembar.
Struktur kepemilikan saham terdiri dari insider ownership, institusional
ownership.
a. Insider Ownership
Insider ownership merupakan kepemilikan saham yang dimiliki
oleh pihak manajerial yaitu direktur dan komisaris. Kepemilikan oleh
manajerial ini dihitung dari rasio yang dimiliki oleh direktur dan
komisaris perusahaan pada akhir tahun terhadap total jumlah saham
yang beredar (Itturiga dan Sanz, 1998 dalam Untung W. dan Hartini,
2006:6).
Menurut Jensen and Mackling (1976) dalam A.W. Djabid (2009 :
250) pendekatan untuk mengurangi agency problem dan agency cost
43
adalah dengan cara meningkatkan insider ownership. Menurut
pendekatan ini, agency problems bisa dikurangi bila manajer
mempunyai kepemilikan saham dalam perusahaan. Dengan adanya
kepemilikan saham, maka insider akan merasakan langsung manfaat
dari keputusan yang diambinya, demikian juga kerugian yang timbul
sebagai konsekuensi dari pengambilan keputusan yang salah. Dengan
demikian, kepemiliakna saham meruapakan insentif bagi para manajer
dalam perusahaan untuk menungkatkan kinerja perusahaan dan
meningkatkan nilai perusahaan, juga menggunakan hutang secara
optimal sehingga akan meminimumkan agency cost.
b. Institusional Ownership.
Institusional ownership merupakan tingkat kepemilikan saham
yang dimiliki oleh institusional. Institusional ownership dapat dihitung
dengan cara membandingkan proporsi yang dimiliki oleh institusi
seperti lembaga keuangan, asuransi, serta perusahan lain (Bathala, et al.,
1994 dalam A.W. Djabid, 2009 : 250).
Peningkatan kepemilikan oleh institusi merupakan salah satu
cara yang digunakan untuk mengurangi agency problem dan agency
cost. Menurut Moh’d, et.al. (1998) dalam Farah Margaretha (2008 : 5)
menyatakan bahwa institusional investor dapat mengurangi agency cost.
Karena dengan adanya kepemilikan oleh investor-investor institusional
seperti perusahaan asuransi, bank, perusahaan investasi dan kepemilikan
44
oleh institusi lain dalam bentuk perusahaan akan mendorong
peningkatan pengawasan yang lebih optimal terhadap kinerja insider
(A.W. Djabid, 2009 : 250).
B. Penelitian Terdahulu
Penelitian yang berhubungan dengan agency theory, struktur
modal, kebijakan dividen, dan nilai perusahaan, telah dilakukan oleh
para peneliti sebelumnya, sehingga dapat ditarik beberapa kesimpulan
untuk tujuan pengembangan penelitian :
Lisa Marlina dan Clara D. (2009), menguji Pengaruh Cash
Position, Debt To Equity Ratio, Dan Return On Assets Terhadap
Dividend Payout Ratio. Dengan menggunakan Regresi Linear Berganda
(Multiple Regression), indikator seperti Cash Position (CP), Debt to
Equity Ratio (DER), Return On Assets (ROA) diteliti. Dan hasilnya
menunjukkan bahwa Secara simultan, variabel Cash Position, Debt to
Equity Ratio, dan Return On Assets berpengaruh signifikan terhadap
Dividend Payout Ratio. Secara parsial, variabel Cash Position dan
Return On Assets berpengaruh positif dan signifikan terhadap Dividend
Payout Ratio, sedangkan Debt to Equity Ratio tidak mempunyai
pengaruh yang signifikan.
Etty M.Nasser (2008) meneliti tentang pengaruh struktur
kepemilikan dan dewan komisaris independen terhadap nilai perusahaan
dengan manajemen laba dan kebijakan hutang sebagai variabel
45
intervening. Sampel penelitian adalah perusahaan manufaktur yang
terdaftar di BEI dari tahun 2002 sampai 2004 yang di ambil dengan
menggunakan purposive sampling sebanyak 37 perusahan. Variabel
dependen adalah nilai perusahaan yang di ukur dengan Tobin’s Q,
sedang variabel independen terdiri dari kepemilikan manajerial,
kepemilikan institusional, dan komisaris independen. Hasil study ini
menunjukan bahwa kepemilikan oleh manajerial dan kepemilikan
institusional memiliki pengaruh negatif terhadap nilai perusahaan,
sedangkan untuk dewan komisaris berpengaruh positif terhadap nilain
perusahan, dan untuk kebijakan hutang terdapat hubungan positif
terhadap nilai perusahaan.
Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Tendi Haruman (2008)
meneliti mengaenai Struktur Kepemilikan, Keputusan Keuangan, dan
Nilai Perusahaan. Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan
manufaktir yang terdaftar di BEI pada tahun 1994-1995. Sebanyak 94
perusahaan diambil sebagai sampel yang dilakukan dengan metode
purposive sampling. Variabel dalam penelitian ini dibedakan menjadi
variabel utama (struktur kepemilikan, keputusan pendanaan, keputusan
investasi, kebijakan dividen, dan nilai perusahaan ) dan variabel control
(struktur asset, ukuran perusahan, risiko, profitabilitas, likuiditas, dan
pertumbuhan penjualan). Metode analisis yang di gunakan adalah
dengan regresi bertahap. Hasil studi menunjukan secara simultan
46
struktur kepemilikan berpengaruh terhadap keputusan keuangan dan
nilai perusahan ( market value of equity ), sedangkan indikator
fundamental perusahaan memiliki pengaruh yang proporsinya relatif
kecil terhadap keputusan keuangan dan nilai perusahaan.
Kemudian, Indoyama dan Umi Maimunah (2009) dengan tema
penelitian “Pengaruh Struktur Kepemilikan Saham, Struktur Modal,
Faktor Intern dan Faktor Ekstern, terhadap Nilai Perusahaan”. Penelitian
ini mengambil populasi perusahaan-perusahan go public yang terdaftar
di BEI tahun 2003 sampai dengan tahun 2006. Untuk penentuan sampel
menggunakan purposive sampling. Penelitian ini dalah menggunakan
analisis Structural Equation Modeling (SEM). Hasilnya penelitian ini di
dapat bahwa variabel struktur kepemilikan saham (kepemilikan
manajerial dan kepemilikan institusional), factor ekstern (tingkat suku
bunga, keadaan pasar modal, pertumbuhan pasar), dan factor intern (
profitabilitas, pembayaran dividen, ukuran perusahaan) memiliki
hubungan yang negatif dan signifikan tarhadap struktur modal
(leverage). Sedangkan terhadap nilai perusahaan ketiga variabel di atas
berpengaruh secara positif dan signifikan. Dan untuk pengujian
pengaruh struktur modal terhadap nilai perusahaan di dapat hubungan
negatif dan signifikan.
Penelitian lainnya oleh Ugy Soebiantoro dan Sujoko (2007)
yang menguji tentang pengaruh struktur kepemilikan, leverage, faktor
47
ekstern dan faktor intern terhadap nilai perusahaan di Bursa Efek
Jakarta. Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan public yang
terdaftar di BEJ. Dengan sampel sebanya 134 perusahaan yang diambil
menggunakan teknik purposive sampling. Metodologi penelitian dengan
menggunakan SEM. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa struktur
kepemilikan, faktor ekstern dan faktor intern berpengaruh signifikan
terhadap nilai perusahaan, study ini menguji teori keagenan Jensen dan
Mecling (1976), Pecking Order Theory (1948), Trade off Model dan
Signaling Theory, Bhattacarya (1979).
Bambang Sugeng (2009) meneliti hubungan Struktur
Kepemilikan dan Struktur modal terhadap kebijakan Inisiasi dividen di
Indonesia. Dengan menggunakan beberapa indikator tersebut , Insiders
Ownership (IH), Institutional Ownership (INSTH), Leverage (LEV),
Debt to Equity (DE), Collateralizable Assets (CA). Metode yang
digunakan adalah Structural Equating Model (SEM) . Hasil
menunjukkan bahwa Di lingkungan perusahaan go public di Indonesia,
struktur kepemilikan yang diproksikan dengan Insiders Ownership dan
Institutional Ownership terbukti tidak berpengaruh signifikan terhadap
kebijakan inisiasi dividen. Sedangkan struktur modal yang diproksikan
dengan Leverage, Debt to Equity, dan Collateralizable Assets
berpengaruh positif dan signifikan terhadap kebijakan inisiasi dividen.
48
Aristotelis Stouraitis dan Lingling Wu (2004), meneliti dengan
judul “The Impact of Ownership Structure on The Dividend Policy of
Japanese Firms with Free Cash Flow Problem” . Indikator yang
digunakan diantaranya Managerial Ownership, Institutional Ownership,
Free Cash Flow, Leverage Ratio, Investment, Profitability, Risk dan
Size. The result shows that free cash flow theory is relevant to an
understanding of corporate dividend policy in Japan. Conflicts of
interest between shareholders and managers over the payout policy vary
with the growth opportunities. But managerial and institutional
ownership did not substitute for dividend in mitigating the agency
conflict for companies with more serious free cash flow problem.
C. Kerangka Pemikiran
1. Hubungan Struktur Kepemilikan dan Struktur Modal
Konflik keagenan tidak terjadi pada perusahaan dengan kepemilikan
seratus persen oleh manajemen (Jensen dan Meckling, 1976) dalam Sujoko
dan Ubi Soegiantoro (2007) . Struktur kepemilikan saham diprediksi
berpengaruh dalam penentuan struktur modal. Semakin terkonsentrasi
kepemilikan saham perusahaan cenderung akan mengurangi utang. Semakin
terkonsentrasi kepemilikan saham , maka akan terjadi pengawasan yang
efektif terhadap manajemen. Manajemen akan semakin berhati-hati dalam
melakukan peminjaman, seba jumlah utang yang terlalu tinggi akan
49
menimbulkan risiko financial distress sehingga nilai perusahaan akan
menurun.
Hal ini didukung oleh hasil penelitian Sujoko dan Ubi Soegiantoro
(2007) , Hasil pengujian secara parsial menunjukkan bahwa variabel
kepemilikan institusional mempunyai pengaruh negatif dan signifikan
terhadap leverage. Semakin meningkat kepemilikan institusional diharapkan
semakin kuat kontrol terhadap manajemen. Bila biaya monitoring tersebut
tinggi maka perusahaan akan menggunakan pihak ketiga yaitu kreditor untuk
membantu melakukan pengawasan.
H1 : Struktur kepemilikan berpengaruh negatif dan signifikan terhadap
struktur modal
2. Hubungan Struktur Kepemilikan dan Kebijakan Dividen
Penelitian mengenai pengaruh kepemilikan manajerial dengan
kebijakan dividen antara lain dilakukan oleh Tendi Haruman (2008) yang
menemukan bahwa kepemilikan manajerial memilki pengaruh negatif
signifikan terhadap kebijakan dividen, dimana pada perusahaan yang memiliki
kepemilikan manajerial yang rendah atau bahkan sama sekali tidak memiliki
kepemilikan manajerial, maka akan cenderung membagikan dividen yang
tinggi. Hal ini dilakukan untuk mengurangi konflik keagenan dan biaya
keagenan yang tercipta. Hasil penelitian ini mendukung penelitian Rozeff
(1982) dalam Tendi Haruman (2008:153) yang menyatakan bahwa
pembayaran dividen adalah bagian dari monitoring. Perusahaan cenderung
50
untuk membayar dividen yang tinggi jika manajer memiliki proporsi yang
rendah.
Agency cost models (Jensen dan Meckling, 1976) dalam Bambang
Sugeng (2009 : 44) menyatakan bahwa perusahaan dengan struktur
kepemilikan dengan porsi insider’s holding dan institusional holding yang
lebih tinggi berdampak pada pembayaran dividen yang lebih kecil karena
keberadaan mereka dianggap mampu menekan agency problem dan begitupun
sebaliknya.
Selain itu, menurut pendekatan monitoring mechanism (Eastabrook,
1984) dalam Bambang Sugeng (2009 : 44) menyatakan efektivitas dividen
sebagai sarana monitoring bergantung kepada sarana-sarana monitoring
lainnya seperti struktur kepemilikan. Perusahaan dengan insider’s ownership
dan institusional ownership yang tinggi memiliki kemampuan untuk menekan
agency problem sehingga ketergantungan perusahaan kepada dividen sebagai
sarana monitoring dalam rangka memperkecil agency problem menjadi
semakin kecil.
H2 : Struktur Kepemilikan Berpengaruh Negatif dan Signifikan Terhadap
Kebijakan Dividen.
3. Hubungan Struktur Kepemilikan dan Nilai Perusahaan
Dalam agency theory menjelaskan bahwa upaya untuk mengatasi
masalah keagenan (agency problem) dan mengurangi munculnya agenct cost
salah satunya adalah dengan meningkatkan kepemilikan oleh insider. Namun
51
kepemilikan oleh manajerial yang terlalu tinggi di dalam sebuah perusahaan
justru berdampak tidak baik bagi perusahaan. Hal ini disebabkan karena
dengan adanya kepemilikan saham oleh pihak insider, hal ini berarti pihak
insider bukan hanya terlibat dalam manajemen perusahaan dan ikut
memutuskan kebijakan yang akan diambil oleh perusahaan dalam kaitannya
dengan peningkatan nilai perusahaan. Para pemilik perusahaan yang memiliki
jumlah saham yang sedikit tidak dapat melakukan control dan monitoring
terhadap prilaku yang tidak menguntungkan bagi mereka. Akibatnya adalah
berdampak pada asimetri informasi yang sering di rasakan oleh pemilik
minoritas perusahaan (Suranta, 2002).
Penelitian mengenai pengaruh kepemilikan institusional terhadap nilai
perusahaan dilakukan oleh Frankfurter and Wood (1994) dalam Bambang
Sugeng ( 2009 : 39) yang menyimpulkan bahwa institusional investor adalah
sophisticated investor yang memiliki pengetahuan yang lebih baik sehingga
manajer tidak dapat melakukan manipulasi laba karena adanya tekanan dari
investor institusional yang memilki proporsi saham yang besar dan
monitoring yang dilakukan secara aktif dapat menekan terjadinya praktek
manajemen laba. Penelitian lainnya yang mendukung penemuan di atas adalah
yang dilakukan oleh Sujoko dan Ugy Soebiantoro (2007) dalam penelitiannya
menunjukan bahwa variabel struktur kepemilikan institusional mempunyai
pengaruh positif terhadap nilai perusahaan.
52
Indoyama dan Umi Maimunah (2009) yang meneliti mengenai
pengaruh struktur kepemilikan terhadap nilai perusahaan, hasil studi
menunjukan bahwa struktur kepemilikan dalam hal ini kepemilikan oleh
institusional investor mempunyai pengaruh positif terhadap nilai perusahaan.
Hasil penelitian ini konsisten terhadap temuan Jensen dan Mecling
(1976) dalam Farah Margaretha (2009 : 5) yang menyatakan bahwa
kepemilikan institusional dapat mengurangi agency cost. Karena kepemilikan
mewakili suatu sumber kekuasaan (source of power) yang dapat digunakan
untuk mendukung atau sebaliknya terhadap keberadaan manajemen, maka
konsentrasi atau penyebaran kekuasaan menjadi suatu hal yang relevan.
Adanya kepemilikan oleh investor-investor institusional akan mendorong
peningkatan pengawasan yang lebih optimal terhadap kinerja insider.
Akibatnya nilai perusahan akan meningkat dengan meningkatnya harga saham
perusahan.
H3 : Struktur Kepemilikan Berpengaruh Positif dan Signifikan Terhadap
Nilai Perusahaan.
4. Hubungan Struktur Modal dan Kebijakan Dividen
Sprenmann & Gantenbein (2001) dalam Bambang Sugeng (2009:45)
menyatakan bahwa jika perusahaan memiliki tingkat financial leverage yang
relatif tinggi, maka berarti ketergantungan perusahaan pada dana eksternal
(utang) relatif tinggi. Oleh karena itu, perusahaan akan membayar dividen
lebih rendah untuk menghindari kebutuhan dana eksternal lebih lanjut yang
53
akan berakibat pada semakin tingginya risiko perusahaan menghadapi
financial distress.
Logika hubungan negatif diantara kedua variabel tersebut
dikembangkan berdasarkan eksplanasi dari agency cost model, khususnya
yang diargumentasikan dalam proposisi monitoring mechanism dari
Easterbrook (1984), Rozeff (1992), Taranto (2002), dan Noronha (1996) yang
juga didukung oleh temuan dari Baker, et al. (2001), Sharma (2001), dan
Jain, et al. (2003) dalam Bambang Sugeng (2009:44).
H4 : Struktur Modal Berpengaruh Negatif dan Signifikan Terhadap
Kebijakan Dividen.
5. Hubungan Struktur Modal dan Nilai Perusahaan
Menurut Jensen dan Meckling tentang agency theory (1976) dalam
Farah Margaretha (2009 : 5) menyatakan bahwa penggunaan hutang atau
struktur modal merupakan salah satu upaya di dalam mengatasi masalah
keagenan, dengan adanya hutang dapat di gunakan untuk mengendalikan
penggunaan free cash flow secara berlebihan oleh manajemen, dengan demikian
menghindari investasi yang sia-sia. Penggunaan hutang akan meningkatkan
nilai perusahan. Peningkatan hutang tersebut dikaitkan dengan meningkatnya
harga saham perusahaan sedangkan penurunan hutang akan menurunkan harga
saham perusahaan (Masulis, 1988 dalam Tendi Haruman, 2008 : 155).
54
Etty M. Nasser (2008) hasil studinya mendapatkan bahwa kebijakan
hutang berpengaruh positif dan signifikan terhadap nilai perusahaan, hal ini
konsisten dengan Agency Theory.
H5 : Kebijakan struktur Modal Berpengaruh Positif dan Signifikan
Terhadap Nilai Perusahaan.
6. Hubungan Kebijakan Dividen dan Nilai Perusahaan
Dividen merupakan aliran kas masuk bagi pemegang saham, sehingga
semakin tinggi dividen, maka akan semakin sejahtera pemegang saham.
Pembayaran dividen yang semakin meningkat menunjukan prospek
perusahaan yang bagus sehingga investor akan tertarik untuk membeli saham
dan nilai perusahaan akan meningkat (Rozeff, 1982 dalam Sri Hasnawati,
2005 : 39). Penelitian yang menyatakan bahwa terdapat pengaruh antara
kebijakan dividen terhadap nilai perusahaan dilakukan oleh Sri Hasnawati
(2005) serta Sujoko dan Eby Soebiantoro (2007).
Ahmad Rodoni dan Herni Ali (2010 : 125) mengatakan bahwa
kebijakan dividen yang optimal (optimal dividend policy) perusahan adalah
kebijakan yang menciptakan keseimbangan di antara dividen saat ini dan
pertumbuhan perusahaan di masa yang akan datang yang memaksimalkan nilai
perusahaan.
H6 : Kebijakan Dividen Berpengaruh Positif dan Signifikan Terhadap
Nilai Perusahaan
55
Berdasarkan perumusan masalah, tujuan penelitian, teori-teori yang
mendukung, serta hasil penelitian terdahulu maka dapat dibuat kerangka
pemikiran yang dapat dilihat dari path diagram berikut:
GAMBAR 2.1
KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS
X1.1
X1.2
Struktur
Kepemilikan
Agency Theory Jensen & Mekcling (1976) (-)
Kebijakan
Dividen
Struktur
Modal
Easterbrook (1984), Rozeff (1992),
Taranto (2002), dan Noronha (1996) (-)
Agency Theory Jensen & Mekcling (1976) (-)
Nilai
Perusahaan
Y1.1
Y1.2
Agency Theory
Jensen & Meckling
(1976) (+)
Agency Thoery
Jensen&Mecling
(1976), Rejogopal
(1999) (+)
Y2.1
Y2.2
Y3.1
Y3.2
Y3.3
Agency Theory
Jensen & Meckling
(1976) (+)
56
Gambar 2.2
Kerangka Teoritis Dengan Notasi LISREL
Berdasarkan kerangka berpikir diatas dapat dijelaskan keterangan-
keterangan sebagai berikut :
a. ξ (ksi) merupakan variabel laten eksogen (variabel independen),
digambarkan sebagai lingkaran pada model structural SEM.
X1.1
X1.2
ξ1
η2
η3
Y1.2
Y2.1
Y2.2
Y3.1
Y3.2
Y3.3
η1
Y1.1
λ1
λ2
λ3
λ4
λ5
λ6
λ7
λ8
λ9
ß1 ß2
ß3
γ1
γ2
γ3
δ1
δ2
ε1
ε2
ε3
ε4
ε5
ε6
ε7
57
b. ε (eta) merupakan variabel endogen (variabel dependen, dan juga dapat
menjadi variabel independen pada persamaan lain), juga digambarkan sebagi
lingkaran.
c. γ (gama) yaitu koefisien jalur yang menjelaskan hubungan langsung variabel
eksogen terhadap variabel endogen.
d. ß (beta) yaitu koefisien jalur yang menjelaskan hubungan langsung variabel
endogen terhadap variabel endogen.
e. δ (Zeta) merupakan kesalahan dalam persamaan yaitu antara variabel
eksogen dan/atau endogen terhadap variabel endogen.
f. ε (epsilon) yaitu menunjukan kesalahan pengukuran (measurement error)
dari indikator variabel endogen.
g. δ (delta) menunjukan kesalahan pengukuran (measurement error) dari
indikator variabel eksogen.
h. λ (lamda) yaitu menunjukan hubungan antara variabel laten eksogen ataupu
endogen terhadap indikator-indikatornya.
Untuk paradigma penelitian dapat dinyatakan dalam persamaan struktur
sebagai berikut :
Persamaan Struktural :
ε1 = γ1ξ1 + δ1
ε2 = γ2ξ1 + ß1 ε1 + δ2
ε3 = γ3ξ1 + ß2 ε2 + ß3 ε3 + δ3
58
Persamaan pengukuran variabel eksogen :
X1.1 = λ1 ξ1 + δ1
X1.2 = λ2 ξ1 + δ2
Persamaan pengukuran variabel endogen :
Y1.1 = λ3 ε1 + ε1
Y1.2 = λ4 ε1 + ε2
Y2.1 = λ5 ε2 + ε3
Y2.2 = λ6 ε2 + ε4
Y3.1 = λ7 ε3 + ε5
Y3.2 = λ8 ε3 + ε6
Y3.3 = λ9 ε3 + ε7
Pada persamaan struktural, ξ1 (Struktur Kepemilikan Saham) merupakan
variabel eksogen, sedangkan ε1 (Struktur Modal), ε2 (Kebijakan Dividen) dan
ε3 (Nilai Perusahaan) merupakan variabel endogen, δ (zeta) merupakan
kesalahan dalam persamaan structural, γ (gamma) merupakan koefisien jalur
yang menjelaskan pengaruh dari variabel eksogen ke variabel endogen dan β
(beta) yaitu koefisien jalur yang menjelaskan pengaruh dari variabel endogen ke
variabel endogen lainnya. Selanjutnya pada persamaan pengukuran variabel
eksogen, ξ (ksi) merupakan variabel eksogen yaitu Struktur Kepemilikan
Saham, λ (lamda) koefisien jalur antara variabel eksogen ataupun endogen
dengan indikatornya, dan δ (delta) merupakan measurement error dari indikator
59
variabel eksogen. Terakhir persamaan pengukuran variabel endogen, dimana ε1
(Struktur Modal), ε2 (Kebijakan Dividen) dan ε3 (Nilai Perusahaan), ε
(epsilon) merupakan measurement error dari indikator variabel endogen.
Awal penelitian ini dilakukan dengan mengamati perusahaan-
perusahaan yang tergabung dalam Bursa Efek Indonesia dan menyeleksi
perusahan-perusahaan yang secara terus menerus membagikan dividen masuk
didalamnya selama empat periode yaitu tahun 2006 sampai dengan tahun 2009.
Selanjutnya dari perusahaan tersebut peneliti mengambil data laporan keuangan
akhir tahun per 31 Desember. Dalam penelitian ini melibatkan variabel latent
dan beberapa indikator sebagai variabel manifest. variabel latent yaitu variabel
yang tidak bisa diukur secara langsung dan memerlukan beberapa indikator
sebagai proksi dan variabel manifest adalah variabel yang secara langsung dapat
diukur. Variabel latent terdiri dari variabel endogen dan variabel eksogen.
Variabel endogen dalam penelitian ini diantaranya adalah Struktur Modal (Y1)
Kebijakan Dividen (Y2), dan Nilai Perusahaan (Y3) dan variabel eksogen yaitu
Struktur Kepemilkan Saham (X1). Setelah variabel manifest/indikator tersebut
diperoleh maka dilakukan pengujian dengan menggunakan metode structural
equation modeling (SEM), metode ini dibantu dengan menggunakan program
LISREL (Linear Structural Relationships) 8.80.
D. Hipotesis
Proposisi sebagai sebuah penyataan mengenai konsep yang mungkin
dipertimbangkan sehingga benar atau salah jika itu mengacu kepada fenomena
60
yang dapat diamati. Ketika proposisi diformulasikan untuk pengujian empiris.
ini disebut hipotesis (Nur Indrintoro dan Bambang Supomo.2002:72) .
Hipotesis juga digambarkan sebagai pernyataan dalam penentuan
variabel terhadap kasus. Sebuah kasus didefinisikan sebagai entitas atau
sesuatu hipotesis membicarakan mengenai itu. Hipotesis yang diajarkan
sebagai jawaban sementara terhadap permasalahan yang diajukan dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut :
H1 : Struktur Kepemilikan Berpengaruh Negatif dan Signifikan Terhadap
Struktur Modal.
H2 : Struktur Kepemilikan Berpengaruh Negatif dan Signifikan Terhadap
Kebijakan Dividen.
H3 : Struktur Kepemilikan Berpengaruh Positif dan Signifikan Terhadap Nilai
Perusahaan.
H4 : Struktur Modal Berpengaruh Negatif dan Signifikan Terhadap Kebijakan
Dividen.
H5 : Kebijakan struktur Modal Berpengaruh Positif dan Signifikan Terhadap
Nilai Perusahaan.
H6 : Kebijakan Dividen Berpengaruh Positif dan Signifikan Terhadap Nilai
Perusahaan
61
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang
bersumber dari laporan keuangan tahunan perusahaan yang terdaftar di Bursa
Efek Indonesia tahun 2006 – 2009. Data ini diperoleh dari laporan keuangan
tahunan perusahaan yang termuat dalam Indonesian Capital Market Directory
(ICMD) tahun 2007, 2008, dan 2009. Yang memuat informasi yang relevan
dengan penelitian ini. Jenis data yang dikumpulkan mencakup : (1) data tentang
laporan keuangan selama periode penelitian, yaitu dari tahun 2006 – 2009, (2) data
mengenai besarnya dividen yang dibagikan oleh perusahaan dari tahun 2006-2009
dan, (3) data prosentase saham yang dimiliki oleh pihak manajerial dan
institusional investor.
B. Metode Penentuan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan yang terdaftar di
Bursa Efek Indonesia pada tahun 2006 sampai tahun 2009. Pemilihan sampel
dalam penelitian ini menggunakan metode purposive sampling. Kualifikasi sampel
yang di ambil harus memenuhi kriteria sebagai berikut :
1. Perusahaan yang telah terdaftar di Bursa Efek Indonesia dalam kurun waktu
2006 sampai 2009.
62
2. Perusahaan mempublikasikan laporan keuangan yang telah diaudit dengan
menggunakan tahun buku yang berakhir pada tanggal 31 Desember.
3. Tersedia data tentang prosentase saham yang dimiliki oleh insider ownership
dan institusional ownership, selama empat tahun berturut-turut 2006 – 2009.
4. Perusahaan membagikan dividen tunai selama empat tahun berturut-turut
(2006, 2007, 2008, dan 2009).
C. Metode Pengumpulan Data
Data yang diperoleh dalam penelitian ini didapatkan dengan menggunakan
metode :
1. Metode Studi Pustaka, yaitu dengan melakukan telaah pustaka, eksplorasi dan
mengkaji berbagai literature pustaka seperti majalah, jurnal, dan sumber-
sumber lain yang berkaitan dengan penelitian.
2. Metode Dokumentasi, yaitu dengan cara mengumpulkan, mencatat, dan
mengkaji data sekunder yang berupa laporan struktur kepemilikan saham dan
laporan keuangan perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI periode 2006
sampai 2008 yang termuat dalam Indonesian Capital Market Directory
(ICDM) tahun 2008 dan 2009.
D. Teknik Analisis
Teknik analisis yang digunakan untuk pengujian hipotesis dalam penelitian
ini adalah dengan menggunakan Structural Equation Modeling (SEM). Dalam
penelitian ini digunakan lebih dari satu indikator untuk mewakili satu variabel dan
memiliki hubungan yang kompleks antara variabel – variabelnya sehingga peneliti
63
menggunakan model persamaan structural dalam penelitian kali ini. Selanjutnya,
alasan peneliti menggunakan software LISREL 8.80 dalam penelitian ini adalah
untuk menguji konsistensi penelitian sejenis yang dilakukan oleh Etty M. Nasser
(2008) yang menggunakan software AMOS dan penelitian yang dilakukan oleh
Farah Margaretha (2009) yang menganalisis faktor-faktor agency theory
menggunakan metode analisis Ordinary Least Square Regression.
Adapun untuk tahapan penelitian dalam menganalisis faktor-faktor agency
theory yang mempengaruhi nilai perusahaan dengan kebijakan dividen sebagai
variabel intervening adalah sebagai berikut :
1. Identifikasi Variabel
Penelitian ini menggunakan tiga variabel yang bisa di lihat di bawah
ini :
a. Variabel Endogen
Variabel endogen (endogenus variabel) yaitu variabel yang
dipengaruhi oleh variabel eksogenus dan merupakan variabel antara artinya
variabel endogen juga dapat mempengaruhi variabel endogen lainnya dalam
suatu model. Adapun variabel endogen dalam penelitian ini diantaranya,
Struktur Modal (Y1) Kebijakan Dividen (Y2), dan Nilai Perusahaan (Y3).
b. Variabel Eksogen
Variabel eksogen adalah variabel yang secara bebas berpengaruh
terhadap variabel endogen dalam suatu model. Adapun yang menjadi
variabel eksogen dalam penelitian adalah struktur kepemilikan (X1).
64
c. Variabel Manifest (Variabel Observed/Indikator)
Variabel manifest adalah variabel yang diukur secara langsung.
Variabel manifest dalam penelitian ini meliputi kepemilikan manajerial
(X1.1), kepemilikan institusional (X1.2), Debt to Equity Ratio (Y1.1), Long
Term Debt Ratio(Y1.2), Dividend Payout Ratio (Y2.1) Dividend Yield (Y2.2),
Market to Book Ratio (Y3.1)Price Earning Ratio (Y3.2), Price to Book Value
(Y3.3).
2. Struktural Equation Modeling
Model persamaan structural (SEM) adalah generasi kedua teknik
analisis multivariate (Bagozzi dan Fornell, 1982 dalam Imam Ghozali, 2008 :
3) yang memungkinkan peneliti untuk menguji hubungan antara variabel yang
kompleks baik recursive maupun non recursive untuk memperoleh gambaran
menyeluruh mengenai keseluruhan model. Selain itu menurut Bollen (1989)
dalam Imam Ghozali (2008 : 3), SEM dapat juga menguji bersama-sama :
a. Model structural. Yaitu hubungan antar variabel latent, baik variabel latent
endogen maupun eksogen.
b. Model measurement. Yaitu hubungan (nilai loading) antara indikator dengan
konstruk (variabel latent).
Digabungkannya pengujian model structural dan pengukuran tersebut
memungkinkan peneliti untuk :
a. Menguji kesalahan pengukuran (measurement error) sebagai bagian yang
tidak terpisahkan dari Struktural Equation Modeling.
65
b. Melakukan analisis faktor bersamaan dengan pengujian hipotesis.
Selanjutnya Structural Equation Modeling memiliki tahapan-tahapan
yang harus dilakukan, adapaun langkah atau proses tersebut antara lain :
1) Konseptualisasi Model
Tahapan ini berhubungan dengan pengembangan hipotesis
(berdasarkan teori) sebagai dasar dalam menghubungkan variabel latent
dengan variabel latent lainnya, dan juga dengan indikator-indikatornya.
Dengan kata lain, model yang dibentuk adalah persepsi kita mengenai
bagaimana variabel laten dihubungkan berdasarkan teori dan bukti yang di
peroleh dari disiplin ilmu yang kita miliki. Konseptualisasi model ini juga
harus merefleksikan pengukuran variabel latent melalui berbagai indikator
yang dapat diukur.
2) Penyusunan Diagram Alur (Path Diagram Contruction)
Tahap penyusunan diagram alur ini memiliki fungsi untuk
memudahkan peneliti dalam memvisualisasi hipotesis yang telah diajukan
dalam sebuah konseptual model. Diagram alur merupakan representative
grafis mengenai bagaimana beberapa variabel pada suatu model
berhubungan satu sama lain, yang memberikan suatu pandangan menyeluruh
menganai struktur model.
3) Spesifikasi Model
Langkah ketiga ini adalah spesifikasi model, hal ini menggambarkan
sifat dan jumlah parameter yang diestimasi.
66
4) Identifikasi Model
Tahap keempat ini, menyajikan informasi yang diperoleh dari data
yang diuji untuk menentukan apakah cukup untuk menentukan apakah cukup
untuk mengestimasi parameter dalam model. Disini, kita harus dapat
meperoleh nilai yang unik untuk seluruh parameter dari data yang telah
diperoleh. Jika hal ini tidak dapat dilakukan, maka modifikasi model
mungkin harus dilakukan untuk dapat diidentifikasi sebelum melakukan
estimasi parameter.
Untuk menentukan apakah model mengandung/tidak masalah
identifikasi, maka harus dipenuhi keadaan berikut :
t < s/2
dimana : t = jumlah parameter yang diestimasi
s = jumlah varians dan covarians antara variabel manifest
(observed); yang merupakan (p + q)(p + q + 1)
p = jumlah variabel y (indikator variabel endogen)
q = jumlah variabel x (indikator variabel eksoen)
Jika t ≥ 2, maka model tersebut adalah unidentified. Masalah ini
terjadi apabila informasi yang terdapat pada data empiris (varians dan
covarians variable manifest) tidak cukup untuk menghasilkan solusi yang
unik untuk memperoleh parameter model. Masalah tersebut dapat diatasi
dengan mengkonstrain model, yang dapat dilakukan dengan : Pertama,
menambah indikator (variabel manifest) kedalam model. Kedua, dengan
menentukan (fix) parameter tambahan menjadi 0, metode ini adalah yang
67
paling sering digunakan. Ketiga, mengasumsikan bahwa parameter yang satu
dengan parameter yang lainnyamemiliki nilai yang sama.
Jika t = s/2, maka model tersebut adalah just-identified; sehingga,
solusi yang unik, tunggal, dapat diestimasi untuk mengestimasi parameter.
Namun, pada model yang just-identified, seluruh informasi yang tersedia
telah digunakan untuk mengestimasi parameter, sehingga tidak ada informasi
yang tersisa untuk menguji model (derajat kepercayaan adalah 0).
Jika t ˂ s/2, maka model tersebut adalah over-identified. Dalam hal
ini lebih dari satu estimasi masing-masing parameter dapat diperoleh (karena
jumlah persamaan yang tersedia melebihi jumlah parameter yang
diestimasi).
5) Estimasi Parameter
Pada tahap ini, dilakukan pengujian signifikansi. Uji signifikansi
dilakukan dengan menentukan apakah parameter yang dihasilkan secara
signifikan berbeda dari nol. Pada setiap estimasi parameter dalam LISREL,
terdapat tiga informasi yang sangat berguna; yaitu koefisien regresi, standart
error, dan nilai t. Untuk mengetahui signifikan tidaknya hubungan antara
variabel, maka nilai t harus lebih besar dari nilai t-tabel pada level tertentu
yang tergantung dari ukuran sampel dan level signifikansi tersebut.
6) Penilaian Model Fit
68
Salah satu tujuan SEM adalah menentukan apakah model plausible
(masuk akal) atau fit. Suatu model penelitian dikatakan baik, apabila
memiliki model fit yang baik pula.
Secara keseluruhan goodness of fit dari suatu model dapat di nilai
berdasarkan ukuran fit berikut :
1. Absolute Fit Measure
Absolute fit measure digunakan untuk menilai kesesuaian model
secara keseluruhan (baik model pengukuran maupun model structural),
tanpa menyesuaikan kepada degree of freedomnya. Indikator–indikator
dalam absolute fit diantaranya adalah sebagai berikut :
a. Chi-Square dan Probabilitas
Chi-Square merupakan ukuran mengenai buruknya fit suatu
model. Nilai Chi-square sebesar nol menunjukan bahwa model
memiliki fit yang sempurna (perfect fit). Nilai Chi-square yang
signifikan (kurang dari 0.05) menunjukan bahwa data empiris yang
diperoleh memiliki perbedaan dengan teori yang telah dibangun
berdasarkan SEM. Sedangkan Probabilitas adalah ukuran
kemungkinan terjadinya penyimpangan (deviasi) besar yang
ditunjukan oleh nilai Chi-square. Nilai probabilitas yang diharapkan
adalah nilai probabilitas yang tidak signifikan (p ≥ 0.05), yang
menunjukan bahwa data empiris sesuai dengan model.
69
b. Goodness of Fit Indices (GFI)
GFI menunjukan suatu ukuran mengenai ketepatan model
dalam menghasilkan observed market covarians. Nilai GFI ini harus
berkisar antara 0 sampai 1. Nilai GFI yang lebih besar dari 0.9
menunjukan fit suatu model yang baik (Diamantopaulus dan Siguaw,
2000, dalam Imam Ghozali, 2008).
c. Adjusted Goodness of Fit Index (AGFI)
AGFI adalah sama seperti GFI, tetapi telah menyesuaikan
pengaruh degree of freedom pada suatu model. Model yang fit adalah
yang memiliki nilai AFGI 0.9 (Dinamanpaulus dan Siguaw,2000,
dalam Imam Ghozali, 2008). Ukuran yang hampir sama dengan GFI
dan AGFI adalah Parsimony goodness of fit index (PGFI) yang
diperkenalkan oleh Mulaik et al.(1989). Model yang baik apabila
memiliki nilai PGFI jauh lebih besar dari pada 0.6 (Byrne, 1998 dalam
Imam Ghozali,2008).
d. Root Mean Square Error of Approximation (RMSEA)
RSMEA digunakan untuk mengukur penyimpangan nilai
parameter pada suatu model dengan matriks covarians populasinya
(Browne dan Cudeck, 1993 dalam Imam Ghozali, 2008). Nilai
RMSEA yang kurang dari pada 0.05 mengindikasikan adanya model
fit, dan nilai RMSEA yang berkisar antara 0.08 menyatakan bahwa
model memiliki perkiraan kesalahan yang reasonable (Byrne, 1998
70
dalam Imam Ghozali, 2008). Sedangkan menurut MacCallum et
al.(1996) menyatakan bahwa RMSEA berkisar antara 0.08 sampai
dengan 0.1 menyatakan bahwa model memiliki fit yang cukup
(mediocre), sedangkan RMSEA yang lebih besar daripada 0.1
mengindikasikan model fit sangat jelek.
P-value for test of close juga merupakan indikator yang menilai
fit atau tidaknya suatu model yang dapat dilihat dari kedekatannya
terhadap model fit. Joreskog (1996) dalam Imam Ghozali (2008)
menganjurkan bahwa nilai P-value for test of close fit (RMSEA<0.05)
haruslah lebih besar daripada 0.05 sehingga mengindikasikan bahwa
model adalah fit.
e. Normed Chi-Square (χ2/df)
Normed chi-square adalah rasio perbandingan antara nilai chi-
square dengan degrees of freedom (χ2/df). Wheaton (1977) dalam
Imam Ghozali (2008) menyatakan besaran untuk cut-off model yaitu
sebesar 5, sedangkan Carmines dan Melver (1981) dalam Imam
Ghozali (2008) menyatakan untuk besaran cut-of model sebesar 2.
2. Comparative Fit Measure
Comparative fit measure berkaitan dengan pertanyaan seberapa
baikah kesesuain model yang dibuat dibandingkan dengan beberapa
model alternatif. Indikator-indikator dari comparative fit measure di
antaranya adalah :
71
a. Normed Fit Index (NFI)
Suatu model dikatakan fit apabila memiliki nilai NFI lebih
besar daripada 0.9. namun, ada kemungkinan bahwa nilai NFI yang
kecil tersebut disebabkan oleh kompleksitas model. Untuk
menghilangkan pengaruh kompleksitas model tersebut, ukuran yang
lebih tepat adalah NNFI.
b. Non-Normed Fit Index (NNFI)
Seperti yang telah di jalaskan sebelumnya, NNFI digunakan
untuk mengatasi permasalahan kompleksitas model dalam perhitungan
NFI. Menurut Kelloway (1998) dalam Didi Achjari (2003)
menyatakan bahwa model fit jika nilai NNFI 0.90.
c. Comparative Fit Index (CFI)
Suatu model dikatakan fit / baik apabila memiliki nilai CFI
yang mendekati 1 dan 0.90 adalah batas model fit (Bentler, 1990 dalam
Imam Ghozali).
d. Relative Fit Index (RFI)
Nilai RFI berkisar antara 0 sampai dengan 1 dimana nilai yang
mendekati angka 1 tersebut menunjukan model fit.
3. Parsimonious Fit Measures
a. Parsimony Goodness of Fit Index (PGFI)
PGFI telah menyesuaikan adanya dampak dari degree of
freedom dan kompleksitas model. Model yang baik apabila memiliki
72
nilai PGFI jauh lebih besar daripada 0.6 (Byrne,1998 dalam Imam
Ghozali, 2008). Lain halnya menurut Kellowy (1998) dalam Didi
Ahjari (2003) nilai PGFI berkisar antara 0 sampai 1, dimana lebih
besar nilai tersebut lebih baik.
b. Parsimony Normed Fit Index (PNFI)
Nilai PNFI berkisar antara 0 sampai 1, dimana semakin besar
nilai PNFI maka middle semakin baik ( Kelloway, 1998 dalam Didi
Achjari, 2003).
7) Modifikasi Model
Peneliti sering kali di hadapkan pada hasil uji kesesuaian yang
kurang memuasakan, maka dalam kasus ini SEM memberi alternatif solusi
yang dinamakan respesifikasi yang diharapkan mampu meningkatkan
kesesuaian model yang sedang di uji.
Ada dua pendekatan dalam respesifikasi model, Pertama, theory
trimming (Pedhazur,1982 dalam Untung W. dan Hartini,2006) yang
berusaha menjawab pertanyaan tentang parameter mana yang bisa
dihilangkan agar meningkatkan kesesuaian model. Kedua, theory building
(Kelloway,1998 dalam Mala Bahagia, 2007) yang digunakan untuk
menjawab pertanyaan mengenai parameter mana yang bisa ditambahkan
dalam model untuk meningkatkan kesesuaian. Cara-cara di atas disebut
dengan Lagrange Multiplier Test yang di dalam LISREL dikenal sebagai
modification indices. Dengan kemampuan respesifikasi, maka SEM berbasis
73
kovarian ini memerlukan landasan teory yang kuat (confirmatory) sehingga
ketika harus menambah atau mengurangi parameter akan bisa dijelaskan
secara masuk akal dan bisa ditopang dengan teori yang memadai. Holmes –
Smith (2000) menjelaskan beberapa alternatif untuk melaukukan
respesifikasi/modifikasi model :
a) Critical Ratio (nilai t)
Semua parameter dalam suatu model diharapkan agar signifikan.
Parameter yang tidak signifikan bisa dihapus secara teknis dilakukan
dengan cara menetapkan parameter tersebut menjadi nol (tidak diestimasi
lagi).
b) Standardized Residuals
Adanya standardized residual yang besar menandakan adanya
mis-spesifikasi dan tingkat kesesuaian yang belum baik. Dengan
memperhatikan standardized residual, maka untuk memperbaiki
kesesuian model, dengan cara menghapus variabel yang menyebabkan
ketidaksesuaian tersebut atau juga dengan mengestimasi parameter
tambahan, perlu didukung oleh teori dan harus masuk akal. (Holmes-
Smith,2000 dalam Malla Bahagia,2007).
c) Modification Indices
Salah satu cara untuk mengetahui adanya mis-spesifikasi adalah
melihat besaran modification indices. Menurut Holmes-Smith (2000)
dalam Imam Ghozali (2008), nilai modification index yang lebih besar
74
dari 3.84 menunjukan bahwa chi-square model tersebut akan berkurang
drastis (semakin kecil) kalau parameter yang bersangkutan diestimasi.
Modification indices dalam LISREL merupakan salah satu
alternatif terbaik untuk memodifikasi model dan meningkatkan
kesesuaian model. Namun harus diperhatikan juga bahwa segala
modifikasi (walaupun sangat sedikit), harus berdasrkan teori yang
mendukung.
Beberapa cara yang dilakukan dalam memodifikasi model,
diantaranya :
1. Mengkorelasikan antara dua indikator
2. Menambah hubungan path antara indikator dan variabel laten
3. Mengubah indikator dari suatu variabel
Setelah melakukan modifikasi tersebut, maka yang seharusnya
kita lakukan adalah mempertimbangkan dan mencari justifikasi teori yang
kuat terhadap dilakukannya modifikasi tersebut.
8) Validasi Silang Model
Validasi silang model merupakan tahap akhir dari analisis SEM,
yaitu menguji fit atau tidaknya model terhadap suatu data baru (atau validasi
sub-sampel yang diperoleh melalui pemecahan sampel). Validasi silang ini
penting apabila terdapat modifikasi yang substansial yang dilakukan
terhadap model asli yang dilakukan pada tahap sebelumnya.
75
3. Uji Kesesuaian Model
Uji kesesuaian model bertujuan untuk mengukur dan mengetahui drajat
kesesuaian antara model yang dihipotesiskan dengan data yang disajikan
berdasarkan pada kriteria seperti pada table berikut :
Tabel 3.1
Kriteria Uji Kesesuaian Model
Indikator Fit Nilai yang
Direkomendasikan Evaluasi Model
Absolute Fit
Probabilitas P > 0.05 Tidak Signifikan
Normed chi-square
(χ2/df)
< 2
2 < χ2/df < 5
Over Fiiting
Good Fitting
RMSEA
< 0.10
< 0.05
< 0.01
Good Fit
Verry Good Fit
Outstanding Fit
P-value for test of close
fit
> 0.05 Good Fit
GFI > 0. 90 Good Fit
AGFI > 0.90 Good Fit
Comparative Fit
NFI 0.9 Good Fit
NNFI 0.9 Good Fit
CFI 0.9 Good Fit
RFI 0.9 Good Fit
Parsimonius Fit
PNFI 0 – 1 Lebih besar lebih baik
PGFI 0 – 1 Lebih besar lebih baik
Sumber : Imam Ghozali dan Fuad (2008)
4. UJi Signifikan
Uji signifikan dilakukan dengan cara melihat jalur-jalur pada model
pengukuran dan model structural. Pada model pengukuran, jalur-jalur
76
(pengaruh) yang dapat dilihat adalah jalur-jalur (pengaruh) yang
menghubungkan antara variabel latent dengan indikatornya (variabel manifest),
apakah mempunyai tingkat yang signifikan terhadap variabel latennya atau
tidak. Uji signifikan pada model pengukuran bertujuan untuk menentukan
kemampuan suatu indikator dalam mengukur variabel latennya. Pada model
structural jalur-jalur (pengaruh) dapat dilihat dari jalur-jalur (pengaruh) yang
menghubungkan antara variabel eksogen dengan variabel endogen dan antara
variabel endogen sengan variabel endogen. Untuk mengetahui jalur-jalur
hubungan (pengaruh) dapat dilihat uji koefisien secara parsial. Uji parsial
terhadap koefisien path pada setiap jalur model pengukuran maupun structural
dapat ditunjukan dari t-value (nilai t) sebagai berikut :
Ho : Koefisien jalur tidak signifikan
H1 : Koefisien jalur signifikan
Jika t value > t tabel atau t tabel < t value, maka Ho ditolak dan H1
diterima. Namun jika t value < t tabel atau t tabel > t value, maka Ho
diterima dan H1 ditolak.
E. Definisi Operasional Variabel
1. Variabel Eksogen
Variabel eksogen adalah variabel yang tidak dipengaruhi oleh variabel
lainnya dalam model (Imam Ghozali, 2008). Indikator variabel ini terdiri atas :
1. Struktur Kepemilikan Saham (X1)
77
Adapun indikator-indikator dari variabel eksogen struktur
kepemilikan saham antara lain :
a. Managerial Ownership (X1.1)
Managerial ownership merupakan tingkat kepemilikan saham
pihak manajemen yang secara aktif ikut dalam pengambilan keputusan,
yang diukur oleh proporsi saham yang dimiliki manajer pada akhir tahu
yang dinyatakan dalam persen (%). Hal ini merujuk pada penelitian
yang dilakukan oleh Jensen dan mackling (1976); Friend and Lang
(1988); Bathala et.al., (1994); Moh’d et.al.,(1995); Chen dan Stainer
(1999); Itturiaga dan Sanz (2000); Tendi Haruman (2008). Variabel ini
diberi symbol X1.1 yang diperoleh dalam ICDM pada bagian
Shareholder Ownwership dan juga dilihat dari annual report
perusahaan. Secara matematis managerial ownership diformulasikan
sebagai berikut :
b. Institusional Ownership (X1.2)
Merupakan tingkat kepemilikan saham institusional dalam
perusahaan, diukur oleh proporsi saham yang dimiliki institusional pada
akhir tahun yang dinyatakan dalam persen (%). Hal ini merujuk pada
penelitian yang dilakukan oleh Jensen dan mackling (1976); Friend and
Lang (1988); Bathala et.al., (1994); Moh’d et.al.,(1995); Chen dan
Managerial Owner =Total Shrs itD + CShrs it
78
Stainer (1999); Itturiaga dan Sanz (2000); Tendi Haruman (2008).
Variabel Institusional ownership diberi symbol X1.2. Secara matematis
diformulasikan sebagai berikut :
2. Struktur Modal (Y1)
James C. Van Horne (2005:232), Struktur modal adalah bauran atau
proporsi pendanaan permanen jangka panjang perusahaan yang diwakili oleh
hutang, saham preferen, dan ekuitas saham biasa. Variabel ini diukur dengan
Debt Equity Ratio dan Long Term Debt to Equity Ratio.
a. Debt to Equity Ratio (Y1.1)
Henry Simamora (2000:533), Debt to Equity Ratio (DER)
merupakan rasio yang digunakan untuk melihat struktur keuangan
perusahaan dengan mengaitkan jumlah kewajiban dengan jumlah
ekuitas pemilik.
Menurut Toto Prihadi (2010:192), Debt to Equity Ratio adalah
perbandingan antara hutang dengan modal sendiri. Ide dasar dari rasio
utang ini adalah untuk mengetahui sampai sebaerapa besar utang
dalam mendanai perusahaan. Semakin besar utang maka semakin
besar risiko kebangkrutannya.
Institusional Ownership =Total Shrs itInst Shrs it
79
Menurut Mardiyanto (2009:59) DER digunakan untuk
mengukur kemampuan perusahaan dalam membayar kewajiban-
kewajibannya.
Rumus DER menurut Mardiyanto (2009:59) :
b. Long Term Debt Ratio (LTDR) (Y1.2)
Long term debt ratio menunjukan perbandingan antara hutang
jangka panjang dengan modal sendiri, yang menggambarkan
kemampuan modal sendiri menjamin hutang jangka panjang
(Moeljadi, 2006 : 52). Variabel manifest ini diberi symbol Y2.3 dan
diukur dengan rumus :
3. Kebijakan Dividen (Y2)
Kebijakan dividen merupakan kebijakan manajemen dalam
membagi dividen kepada pemegang saham. Variabel ini diberi simbil
LTDR =Total Ekuitas
Total HutangJangka Panjang
Total Hutang
DER =
Modal Sendiri
80
Y1. Kebijakan dividen yang digunakan dalam dalam penelitian ini
adalah menggunakan indikator dividen payout ratio.
a. Dividen Payout Ratio (DPR) (Y2.1)
Dividen Payuot Ratio adalah persentase laba yang dibayarkan
kepada para pemegang sahamnya dalam bentuk kas (Brigham dan
Gapenski, 1996:450). Variabel manifest ini diberi symbol Y1.1, dan
diukur dengan rumus (Moh’d, et.al, (1995); Fama, et al, (2000; Tendi
Haruman, (2009) :
b. Dividen Yield (DY) (Y2.2)
Dividen yield menunjukan perbandingan dividen per lembar
saham yang dibagikan dengan harga pasar saham (Mamduh, 2008 :
85). Variabel ini disimbolkan dengan Y1.2, di ukur dengan rumus
(Moeljadi, 2006: 54):
4. Nilai Perusahaan (Y3)
Nilai perusahaan yang merupakan variabel endogen dalam
penelitian ini diberi symbol Y3. Adapun indikator-indikator yang
digunakan untuk mengukur nilai perusahaan adalah sebagai berikut :
DPR =EarningPer ShareDividen Per Share
D Y = H a r g a P a s a r P e r S a h a m D i v i d e n P e r S h a r e
81
a. Market to Book Ratio (MBR) (Y3.1)
Market to Book Ratio (MBR) adalah perbandingan harga pasar
perlembar saham terhadap nilai buku ekuitas perlembar saham
(Brigham dan Houston, 2009:112). Rasio ini diberi symbol X3.1.
Market to Book Ratio dihitung dengan formulasi :
Dimana untuk menghitung Book Value Per Share didapat dari
formula ( Brigham dan Houston, 2009:112) :
b. Price Earning Ratio (PER) (Y3.2)
PER menunjukan perbandingan antara harga pasar per lembar
saham dengan laba per lembar saham (EPS). Rasio PER diberi symbol
Y3.2 dengan rumus sebagai berikut (Moeljadi, 2006 : 54) :
c. Price to Book Value (PBV) (Y3.3)
Fakhrudin dan Hadianto (2001:68), mengartikan Price to Book
Value sebagai rasio yang menunjukkan apakah harga saham yang
diperdagangkan berada di atas atau di bawah nilai buku saham tersebut .
MBR =Book Value Per ShareHarga Pasar Per Saham
BVPS =JumlahSaham Biasa Beredar
EkuitasSaham Biasa
PER =EarningPer Share
Harga Pasar Per Saham
82
Price to Book Value didapat dengan membandingkan harga
pasar saham biasa dengan nilai buku per lembar saham. Dan nilai nya
terbilang dalam satuan kali (x).
Formulasi menghitung Price to Book Value secara manual dapat
ditunjukkan sebagai berikut :
Price to Book Value (PBV) = Harga Pasar Saham Biasa
Nilai Buku per Saham
83
BAB IV
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
A. Sekilas Gambaran Umum Objek Penelitian
Menurut Konsideran undang-undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar
Modal (UU Pasar Modal) menyebutkan strategisnya peran pasar modal sebagai
salah satu sumber pembiayaan bagi dunia usaha dan wahana investasi bagi
masyarakat. Penjelasan umum dari UU Pasar Modal lebih menegaskan lagi peran
strategis pasar modal tersebuut dengan mengemukakan bahwa pasar modal
diarahkan untuk menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka
meningkatkan pemerataan. pertumbuhan dan stabilitas ekonomi nasional kearah
peningkatan kesejahteraan rakyat.
Peran pasar modal sebagai alnernatif pembiayaan bagi dunia usaha setidaknya
dapat dilihat dari pertumbuhan jumlah perusahaan yang memanfaatkan pasar
modal sebagai sumber pembiayaannya. Dapat dikatakan bahwa pemanfaatan
pasar modal sebagai sumber pembiayaan oleh dunia usaha baru menemukan
momentumnya pasca digulirkannya serangkaian paket deregulasi di sektor
Keuangan sejak akhir 1987 hingga tahun 1989. Rangkaian kebijakan baru di
sektor Keuangan tersebut langsung tidak langsung memberikan semacam
sweeteners baik bagi perusahaan yang berada di sisi supply maupun masyarakat
pemodal yang berada di sisi demand dari industri ini. Kondisi ini membuat
industri pasar modal Indonesia menjadi cukup kompetitif untuk bersaing dengan
84
alnernatif sumber pembiayaan dan instrument investasi di sektor jasa Keuangan
lainnya.
Dalam melakukan analsis sebelum menanamakan modalnya. investor
melakukan penilaian terhadap kondisi ekonomi dan keadaan moneter Negara
tersebut. Variabel-variabel tersebut sangat mempengaruhi keputusan-keputusan
investasi yang akan diambil oleh para pemodal. Apabila resesi diperkirakan akan
terjadi. atau perekonomian sedang menuju ke situasi resesi. harga saham-saham
akan sangat terpengaruh oleh situsasi tersebut. Untuk mengetahui kondisi pasar
dipergunakan indeks pasar sebagai indikator. dengan demikian keadaan pasar
modal di Indonesia diwakili oleh IHSG.
Karena kondisi pasar merefleksikan kondisi ekonomi. maka perubahan
kondisi ekonomi tentunya akan tercermin pada kondisi pasar. Masalahnya adalah
bahwa kondisi pasar saat ini mencerminkan harapan para pemodal terhadap
kondisi ekonomi di masa yang akan datang. Oleh karena itu kebijakan moneter
dipandang mempunyai dampak penting bagi perekonomian maupun harga saham.
Untuk mewujudkan kegiatan pasar modal yang teratur wajar dan efisien. dan
melindungi kepentingan pemodal dan masyarakat. Perlindungan kepentingan ini
hendaknya tidak ditafsirkan sebagai perlindungan dari fluktuasi harga. melainkan
perlindungan dari perlakukan yang tidak fair dari emiten (misal informasi yang
tidak benar) ataupun dari perusahaan. lembaga dan profesi yang berkaitan dengan
85
pasar modal (misal jual beli saham harus dapat dipenuhi sesuai dengan ketentuan
yang berlaku). maka dipasar modal Indonesia dibentuklah lembaga yang
mengatur dan mengawasi kegiatan pasar modal yaitu BAPEPAM.
Sesuai dengan keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia No.
503/KMK.01/1997. Badan Pengawas Pasar Modal (BAPEPAM) adalah
melaksankan tugas di bidang pembinaan. pengaturan. dan pengawasan kegiatan
pasar modal yang berada di bawah pertanggungjawaban langsung kepada Menteri
Keungan dan dipimpin oleh seorang ketua.
B. Deskriptif Analisis
1. Deskriptif Data Sampel
Berdasarkan pengambilan sampel secara purposive sampling maka
dapat diperoleh populasi sebagai berikut :
1. Perusahaan yang telah terdaftar di Bursa Efek Indonesia dalam kurun waktu
2006 sampai 2009 berjumlah 419.
2. Perusahaan yang memiliki data tentang prosentase saham yang dimiliki oleh
insider ownership dan institusional ownership, selama empat tahun
berturut-turut 2006 – 2009 berjumlah 25 perusahaan.
3. Perusahaan membagikan dividen tunai selama selama empat tahun berturut-
turut (2006, 2007, 2008, dan 2009) berjumlah 46 perusahaan.
86
Dari keterangan-keterangan tersebut, maka dapat diperoleh sampel
penelitian yaitu 25 perusahaan dengan nama perusahaan sebagai berikut :
Tabel 4.1
Data Sampel Penelitian
No Kode Nama Perusahaan
1 AUTO PT. Astra Otoparts, Tbk
2 IKBI PT. Sumi Indah Kabel, Tbk
3 INDF PT. Indofood, Tbk
4 JRPT PT. Jaya Real Property, Tbk
5 KREN PT. Kresne Graha Sekurindo, Tbk
6 LION PT. Lion Metal Works, Tbk
7 LMSH PT. Lionmesh Prima, Tbk
8 LTLS PT. Lautan Luas, Tbk
9 MICE PT. Multi Indocitra, Tbk
10 MTDL PT. Metrodata Electronics, Tbk
11 PEGE PT. Panca Global Securities, Tbk
12 PNSE PT. Pudjiaji & Sons Estate, Tbk
13 POOL PT. Pool Advista Indonesia, Tbk
14 RALS PT. Ramayana Lestari Sentosa, Tbk
15 RUIS PT. Radian Utama Interinsco, Tbk
16 SOBI
PT. Sorini Agro Asia Corporindo,
Tbk
17 TBLA PT. Tunas Baru Lampung, Tbk
18 TGKA PT. Tigaraksa Satria, Tbk
19 TRIM PT. Trimegah Securities, Tbk
20 KLBF PT. Kalbe Farma, Tbk
21 ASGR PT. Astra Grapia,Tbk
22 SMSM PT. Selamat Sampoerna,Tbk
23 TSPC PT. Tempo Scan Pasific,Tbk
24 UNTR PT. United Tractor, Tbk
25 TLKM PT. Telekomunikasi Indonesia,Tbk
Sumber : Bursa Efek Indonesia
87
2. Deskriptif Analisis Data
Data – data yang diperoleh dari variabel observed / indikator yang
diteliti diantaranya adalah :
a. Struktur Kepemilikan (X1)
Struktur kepemilikan saham (X1) merupakan distribusi saham
antara pihak manjemen perusahaan (manajer dan staf) (X1.1), dan
kepemilikan institusional (X1.2). Manajer Ownership (X1.1)
menggambarkan kepemilikan saham oleh manajemen perusahaan yang
diukur dengan persentase jumlah saham yang dimiliki manajemen. Rasio
ini digunakan untuk mengetahui proporsi kepemilikan saham oleh manajer
terhadap total saham beredar. Institusional Ownership (X1.2)
menggambarkan kepemilikan saham oleh investor institusi yang diukur
dengan persentase jumlah saham yang dimiliki investor institusi, adapun
rasio yang diperoleh dari indikator-indikator yang diteliti dapat dilihat dari
table yaitu sebagai berikut :
88
Tabel 4.2
Struktur Kepemilikan Saham
No Kode Mnj. Own
Inst. Own
2006 2007 2008 2009 2006 2007 2008 2009
1 AUTO 0.00050 0.00040 0.00070 0.00070 0.84740 0.86720 0.93910 0.93910
2 IKBI 0.00090 0.00090 0.00100 0.00100 0.93060 0.93060 0.93060 0.93060
3 INDF 0.00050 0.00050 0.00060 0.00060 0.51530 0.51530 0.51530 0.51530
4 JRPT 0.00010 0.00011 0.00010 0.00012 0.75950 0.75950 0.76550 0.77980
5 KREN 0.03990 0.03990 0.03990 0.03990 0.42380 0.39380 0.60750 0.59940
6 LION 0.00180 0.00180 0.00180 0.00180 0.57700 0.57700 0.57700 0.57700
7 LMSH 0.25580 0.25580 0.25600 0.25600 0.32220 0.32200 0.32200 0.32200
8 LTLS 0.03640 0.03640 0.03640 0.03640 0.63030 0.63030 0.63030 0.63030
9 MICE 0.00010 0.00010 0.00010 0.00010 0.66860 0.73870 0.74550 0.76170
10 MTDL 0.01640 0.01710 0.10070 0.06420 0.13070 0.12930 0.12930 0.12930
11 PEGE 0.59180 0.49100 0.37440 0.35970 0.12650 0.27050 0.15480 0.15250
12 PNSE 0.12830 0.12830 0.06410 0.06410 0.78940 0.78940 0.80730 0.80730
13 POOL 0.00010 0.00001 0.00012 0.00006 0.91750 0.91750 0.91754 0.91750
14 RALS 0.03680 0.03680 0.03680 0.03680 0.57550 0.57550 0.56130 0.56130
15 RUIS 0.02650 0.02650 0.02650 0.02650 0.85000 0.92160 0.77190 0.77190
16 SOBI 0.00050 0.00040 0.00050 0.00050 0.64620 0.69910 0.69910 0.85000
17 TBLA 0.00100 0.00110 0.00098 0.00100 0.59570 0.57350 0.58450 0.59550
18 TGKA 0.26420 0.00230 0.00230 0.00230 0.19000 0.93200 0.93220 0.93220
19 TRIM 0.03360 0.01400 0.00110 0.00001 0.52190 0.79120 0.83570 0.81530
20 KLBF 0.00060 0.00060 0.00060 0.00060 0.52770 0.53560 0.55310 0.56680
21 SMSM 0.08220 0.08285 0.06043 0.06043 0.68020 0.69940 0.69940 0.58130
22 TLKM 0.0000028 0.0000012 0.0000012 0.0000012 0.67680 0.69020 0.69260 0.61560
23 UNTR 0.0000042 0.0000041 0.0000043 0.0000061 0.58450 0.58450 0.59500 0.59500
24 ASGR 0.00010 0.00010 0.00010 0.00010 0.76870 0.76870 0.76870 0.76870
25 TSPC 0.00100 0.04090 0.04090 0.04090 0.68560 0.71350 0.69880 0.69880
Rata-rata 0.06076 0.04712 0.04185 0.0397 0.5976 0.6530 0.6573 0.6565
Max 0.59180 0.49100 0.37440 0.3597000 0.93060 0.93200 0.93910 0.93910
Min 0.0000028 0.0000012 0.0000012 0.0000012 0.1265000 0.1293000 0.1293000 0.1293000
Sumber : Laporan Keuangan Perusahaan dan ICMD
89
Table 4.2 menggambarkan mengenai besarnya rata-rata struktur
kepemilikan saham perusahaan, baik yang di miliki pihak manajemen
ataupun yang dimiliki pihak institusional. Dari table diatas menunjukan
rata-rata kepemilikan saham oleh pihak manajemen perusahaan semakin
menurun setiap tahunnya, sedangkan untuk kepemilikan oleh institusional
mengalami kenaikan setiap tahunnya.
Dari table menunjukan bahwa rata-rata untuk struktur kepemilikan
saham manajerial memiliki nilai yang kecil, yaitu sebesar 6.076 % pada
tahun 2006, sebesar 4.712% ditahun 2007, 4.18 % pada tahun 2008, dan
3.97% pada tahun 2009. Dari nilai rata-rata tersebut, nilai rata-rata tertinggi
terjadi pada tahun 2006 yaitu sebesar 6.076%, sedangkan rata-rata terkecil
terjadi pada tahun 2009 yaitu sebesar 3.97%. Sementara itu, nilai struktur
kepemilikan manajerial tertinggi selama masa periode penelitian dimiliki
oleh PT. Panca Global Sekuritas,Tbk yaitu sebesar 59.18% pada tahun
2006, 49.10 % ditahun 2007, 37.44% pada tahun 2008, dan 35.97% pada
tahun 2009. Sedangkan nilai struktur kepemilikan saham manajerial
terendah selama periode penelitian dimiliki oleh PT. Telekomunikasi
Indonesia,Tbk yaitu sebesar 0.00028% pada tahun 2006, 0.00012% pada
tahun 2007, 0.00012% pada tahun 2008, dan pada tahun 2009 nilai struktur
kepemilikan manajerial sebesar 0.00012%.
Sedangkan, rata-rata untuk struktur kepemilikan institusional pada
tahun 2006 sebesar 59.76%, pada tahun 2007 rata-rata sebesar 65.73%,
90
pada tahun 2008 sebesar 65.73%, dan pada tahun 2009 nilai rata-ratanya
sebesar 65.65%. Dari hasil tersebut didapat bahwa rata-rata struktur
kepemilikan saham oleh institusional terjadi pada tahun 2008 yaitu sebesar
65.73%, sedangkan rata-rata terendah terjadi ditahun 2006 yaitu sebesar
59.76%. Selanjutnya, untuk nilai kepemilikan saham oleh institusional
terbesar pada tahun 2006 dimiliki oleh PT. Sumi Indah Kabel,Tbk yaitu
sebesar 93.06 %, pada tahun 2007 PT.Tigaraksa Satria,Tbk merupakan
perusahaan dengan nilai kepemilikan institusional terbesar yaitu sebesar
93.20 %, pada tahun 2008 dan 2009 kepemilikan institusional terbesar
dimiliki oleh PT. Astra Ottoparts,Tbk yaitu sebesar 93.91 %.
Dari uraian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa sebagian besar
(bahkan seluruh) perusahaan yang listed di Bursa Efek Indonesia periode
2003-2006 mempunyai jumlah kepemilikan saham manajerial yang kecil
atau kurang dari 5%, ini menunjukan bahwa dengan kepemilikan
manajerial yang rendah, kekuasaan yang dimiliki oleh pihak manajemen
atas perusahaan yang semakin rendah. Sedangkan untuk kepemilikan oleh
pihak institusional hampir seluruh perusahaan memiliki jumlah
kepemilikan saham oleh institusional sangat besar secara rata-rata
jumlahnya lebih besar dari 50%. Hal ini menyebabkan segala tindakan dan
keputusan yang dilakukan oleh manajer diawasi oleh pihak institusi.
Dengan kepemilikan saham Institusional yang besar akan menimbulkan
usaha pengawasan dan kontrol yang lebih besar oleh pihak investor
91
Institusi terhadap opportunistic manajer sehingga pemanfaatan akan aktiva
perusahaan semakin besar dan semakin efisien.
b. Struktur Modal (Y1)
Menurut Ahmad Rodoni dan Indoyama Nasaruddin (2007:45),
struktur modal (capital structure) adalah sesuatu yang berkaitan dengan
struktur pembelanjaan permanen perusahaan yang terdiri dari hutang
jangka panjang dan modal sendiri. Selain itu, menurut Bambang Riyanto
(2008:22), struktur modal adalah pembelanjaan permanen dimana
mencerminkan perimbangan antara hutang jangka panjang dengan modal
sendiri. Dalam penelitian ini indikator struktur modal diwakili oleh Debt to
Equity Ratio dan Long Term Debt Ratio. Debt to Equity Ratio (Y1.1) rasio
ini menunjukan perbandingan antara pembiayaan dan pendanaan melalui
hutang dengan pendanaan melalui ekuitas (Brigham, 1999 : 87). Long Term
Debt Ratio (Y2.3) LTDR menunjukan perbandingan antara hutang jangka
panjang dengan modal sendiri, yang menggambarkan kemampuan modal
sendiri menjamin hutang jangka panjang (Moeljadi, 2006 : 52).
Adapun nilai dari rasio-rasio yang diukur dapat dilihat dari table
dibawah ini :
92
Tabel 4.3
Struktur Modal (Y1)
No Kode
Debt to Equity Ratio (DER) Long Term Debt Ratio (LDR)
(Y2.2) (Y2.3)
2006 2007 2008 2009 2006 2007 2008 2009
1 AUTO 0.57 0.48 0.45 0.39 0.18 0.15 0.12 0.09
2 IKBI 0.58 0.34 0.25 0.14 0.02 0.02 0.02 0.03
3 INDF 2.13 2.62 3.11 2.45 0.86 0.83 1.2 1.35
4 JRPT 0.55 0.63 0.75 0.87 0.53 0.62 0.72 0.85
5 KREN 1.14 5.17 2.24 2.73 0.09 1.44 1.57 1.09
6 LION 0.25 0.27 0.26 0.19 0.08 0.07 0.07 0.06
7 LMSH 0.86 1.16 0.64 0.83 0.12 0.21 0.14 0.28
8 LTLS 2.43 2.42 3.18 2.78 0.56 0.14 0.85 1.06
9 MICE 0.18 0.16 0.17 0.17 0.03 0.03 0.03 0.03
10 MTDL 1.72 2.88 2.74 2.04 0.15 0.11 0.04 0.42
11 PEGE 1.14 3.59 1.12 0.89 0.11 0.38 0.03 0.02
12 PNSE 1.81 1.72 1.81 1.28 1.26 0.39 1.08 0.76
13 POOL 0.06 0.07 0.09 0.14 0.008 0.01 0.012 0.013
14 RALS 0.3 0.35 0.29 0.3 0.055 0.051 0.045 0.045
15 RUIS 1.2 1.29 2.07 1.67 0.098 0.62 1.03 0.88
16 SOBI 0.72 0.83 0.95 0.78 0.128 0.133 0.142 0.233
17 TBLA 1.37 1.62 2.15 1.8 0.85 1.044 1.006 0.914
18 TGKA 3.03 3.57 3 2.73 0.423 0.416 0.384 0.448
19 TRIM 1.17 2.79 1.54 1.59 0.731 1.878 1.063 0.897
20 KLBF 0.36 0.33 0.38 0.39 0.141 0.108 0.03 0.027
21 SMSM 0.53 0.66 0.63 0.8 0.069 0.078 0.066 0.072
22 TLKM 1.39 1.16 1.38 1.22 0.654 0.543 0.59 0.537
23 UNTR 1.44 1.26 1.05 0.46 0.561 0.342 0.339 0.233
24 ASGR 0.98 0.99 1.53 1.17 0.46 0.037 0.111 0.098
25 TSPC 0.23 0.26 0.29 0.34 0.043 0.047 0.053 0.059
1.050 1.465 1.283 1.126 0.328 0.388 0.430 0.420 Rata-rata
93
Max 3.03 5.17 3.18 2.78 1.26 1.878 1.57 1.35
Min 0.06 0.07 0.09 0.14 0.008 0.01 0.012 0.013
Sumber : Laporan Keuangan Perusahaan dan ICMD
Tabel 4.3 merupakan tabel yang menunjukkan nilai dari struktur
modal yang di proxy kan oleh Debt to Equity Ratio dan Long Term Debt
Ratio. Dari table diatas diperoleh, untuk rata-rata DER perusahaan adalah
sebagai berikut, pada tahun 2006 nilai rata-rata DER sebesar 105%, pada
tahun 2007 nilai rata-rata DER sebesar 146.5%, pada tahun 2008 nilai rata-
rata DER sebesar 128.3%, dan pada tahun 2009 rata-rata DER sebesar
112.6%. dari hasil tersebut dapat diketahui bahwa rata-rata DER tertinggi
terjadi pada tahun 2007 yaitu sebesar 146.5% dan untuk nilai rata-rata DER
terendah terjadi pada tahun 2006 yaitu sebesar 105%. Pada tahun 2006 nilai
DER tertinggi dimiliki oleh PT. Tigaraksa Satria,Tbk yaitu sebesar 303%,
pada tahun 2007 nilai DER tertinggi dimiliki oleh PT. Kresna Graha
Sekurindo,Tbk yaitu sebesar 517% , selanjutnya nilai DER tertinggi pada
tahun 2008 dimiliki oleh PT. Lautan Luas,Tbk yaitu sebesar 318%, dan
pada tahun 2009 nilai DER tertinggi juga dimiliki oleh PT. Lautan
Luas,Tbk yaitu sebesar 278%. Sedangkan untuk nilai DER terendah
selama empat tahun periode penelitian berturut-turut yaitu tahun 2006,
2007, 2008, dan 2009, nilai DER terendah dimiliki oleh PT. Pool Advista
Indonesia,Tbk yaitu sebesar masing-masing 6% pada tahun 2006, sebesar
94
7% pada tahun 2007, sebesar 9% pada tahun 2008 dan sebesar 12% pada
tahun 2009.
Kemudian dapat dilihat juga tabel data Long Term Debt Ratio
(LTDR), dari table diatas dapat diketahui, rata-rata LTDR perusahaan tiap
tahunnya, pada tahun 2006 nilai rata-rata LTDR sebesar 32.8%, pada tahun
2007 nilai rata-rata LTDR sebesar 38.8%, pada tahun 2008 nilai rata-rata
LTDR sebesar 43%, dan pada tahun 2009 nilai rata-rata LTDR sebesar
42%. Dari hasil tersebut dapat diketahui, untuk nilai rata-rata LTDR
tertinggi terjadi pada tahun 2008 yaitu sebesar 43%, dan untuk nilai rata-
rata LTDR terendah terjadi pada tahun 2006 yaitu sebesar 32.8%. Pada
tahun 2006 nilai rata-rata tertinggi dimiliki oleh PT. Pudjiaji & Sons
Estate,Tbk yaitu sebesar 126%, pada tahun 2007 nilai rata-rata LTDR
tertinggi dimiliki oleh PT. Trimegah Sekuritas,Tbk yaitu sebesar 187.8%,
pada tahun 2008 nilai LTDR tertinggi dimiliki oleh PT. Kresna Graha
Sekuritas,Tbk yaitu sebesar 157%, dan pada tahun 2009 nilai LTDR
tertinggi dimiliki oleh PT. Indofood,Tbk yaitu sebesar 135%. Sedangkan
untuk nilai LTDR terendah dapat diketahui bahwa nilai LTDR terendah
selama periode penelitian yaitu 2006, 2007, 2008 dan 2009, dimiliki oleh
PT. Pool Advista Indonesia,Tbk dengan masing-masing sebesar, 0.8%
ditahun 2006, 1% pada tahun 2007, 1.2% pada tahun 2008, dan 1.3% pada
tahun 2009.
95
c. Kebijakan Dividen (Y2)
Kebijakan dividen merupakan keputusan keuangan yang berkaitan
dengan penentuan berapa besarnya laba yang tersedia bagi para pemegang
saham biasa yang dibagikan yang dibagikan kepada para pemegang saham
biasa sebagai dividen dan berapa banyak jumlah yang ditahan sering
disebut dengan kebijakan dividen (Warsono, 2003 : 271).
Adapun rasio yang digunakan sebagai indikator dari kebijakan
dividen adalah Dividen Payout Ratio (DPR) dan Dividend Yield (DY).
Dividen Payout Ratio (DPR) merupakan rasio yang memperlihatkan bagian
earning (pendapatan) yang dibayarkan sebagai dividen kepada investor.
Rasio ini diukur dengan membagi jumlah dividen perlembar saham dengan
laba perlembar saham. Perusaahaan yang mempunyai tingkat pertumbuhan
yang tinggi akan mempunyai rasio pembayaran dividen yang rendah,
sebaliknya perusahaan yang tingkat pertumbuhannya rendah akan
mempunyai rasio yang tinggi (Mamduh Hanafi, 2009:86). Dividend Yield
merupakan rasio dari dividend per share terhadap share price dan
merefleksikan berapa tingkat pendapatan/yield berupa dividen yang
diperoleh dari investasi terhadap per lembar saham perusahaan. Indikator
ini mengindikasikan besarnya dividen yang didistribusikan kepada
pemegang saham relatif terhadap harga pasar saham perusahaan (Barclay,
et al., 1995 dan Sprenman & Gantenbein, 2001) dalam Bambang Sugeng
(2009:43).
96
Adapaun rasio-rasio yang diperoleh dari indikator-indikator yang
diteliti dapat dilihat dari table dibawah berikut :
Table 4.4
Kebijakan Dividen
No Kode Dividen Payout Ratio (DPR) Dividen Yield
2006 2007 2008 2009 2006 2007 2008 2009
1 AUTO 0.2051 0.0509 0.4005 0.1205 0.026 0.01 0.08 0.02
2 IKBI 0.3103 0.395 0.3916 0.341 0.055 0.09 0.25 0.02
3 INDF 0.4428 0.4142 0.399 0.3934 0.023 0.02 0.05 0.03
4 JRPT 0.0558 0.3496 0.3163 0.3443 0.009 0.01 0.03 0.03
5 KREN 0.1503 0.1502 0.1373 0.1502 0.02 0.01 0 0.01
6 LION 0.252 0.257 0.1856 0.1934 0.046 0.06 0.04 0.06
7 LMSH 0.108 0.0808 0.0624 0.12 0.018 0.02 0.02 0.01
8 LTLS 0.2103 0.3047 0.3048 0.3086 0.02 0.06 0.11 0.05
9 MICE 0.2352 0.3998 0.5012 0.3955 0.015 0.03 0.12 0.08
10 MTDL 0.2919 0.2008 0.0682 0.2029 0.038 0.02 0.01 0.01
11 PEGE 0.1329 0.1001 0.3939 0.3033 0.013 0.01 0.03 0.06
12 PNSE 0.5091 0.4771 0.3171 0.2429 0.05 0.05 0.07 0.06
13 POOL 0.3726 0.8567 42.437 0.8329 0.207 0.41 1.38 0.12
14 RALS 0.495 0.597 0.5096 0.5275 0.025 0.04 0.06 0.04
15 RUIS 0.2226 0.257 0.3073 0.4963 0.016 0.03 0.03 0.07
16 SOBI 0.3887 0.3058 0.3165 0.316 0.033 0.03 0.06 0.03
17 TBLA 0.2981 0.2997 1.143 0.0588 0.016 0.01 0.09 0.01
18 TGKA 0.6076 0.545 0.3318 0.7223 0.064 0.09 0.15 0.11
19 TRIM 0.5098 0.4585 0.3505 0.1725 0.067 0.04 0.03 0.01
20 KLBF 0.1501 0.1439 0.1796 0.2733 0.008 0.01 0.03 0.02
21 SMSM 0.3263 0.7169 15.739 0.9753 0.043 0.09 0.15 0.12
22 TLKM 0.5554 0.7144 0.5637 0.5125 0.03 0.04 0.04 0.03
23 UNTR 0.3985 0.4011 0.4001 0.2876 0.02 0.02 0.07 0.02
24 ASGR 11.651 0.7486 0.3885 0.1717 0.157 0.07 0.09 0.02
97
25 TSPC 0.0413 0.4042 10.526 0.4375 0.028 0.03 0.19 0.05
0.3374 0.3852 0.5935 0.3560 0.04 0.1 0.1 0.04
Rata-
rata
11.651 0.8567 42.437 0.9753
Max 0.157 0.09 1.38 0.11
0.0413 0.0509 0.0624 0.0588
Min 0.008 0.01 0 0.01
Sumber : Laporan Keuangan Perusahaan dan ICMD
Table 4.4 diatas menunjukan nilai dari Dividend Payout Ratio dan
Dividend Yield. Rata – rata dividen payout rasio untuk tahun 2006 sebesar
33.74%, untuk tahun 2007 sebesar 38.85%, untuk tahun 2008 sebesar
59.35% dan untuk tahun 2009 sebesar 35.60%. Dalam data tersebut rata-
rata DPR yang paling tinggi terdapat pada tahun 2008 sebesar 59.35%.
Pada tahun 2006 rasio pembayaran dividen tertinggi dimiliki oleh PT.
Astra Graphia,Tbk sebesar 116.51%, untuk tahun 2007 DPR tertinggi
dimiliki oleh PT. Pool Advista Indonesia,Tbk yaitu sebesar 85.67 % ,
untuk tahun 2008 DPR tertinggi kembali dimiliki oleh PT.Pool Advista
Indonesia,Tbk yaitu sebesar 424.37%, dan DPR tertinggi untuk tahun 2009
juga dimiliki oleh PT.Selamat Sampoerna,Tbk yaitu sebesar 97.53%.
Sedangkan nilai DPR terendah untuk tahun 2006 dimiliki oleh PT. Tempo
Scan Pasific, Tbk yaitu sebesar 4.13%, untuk nilai DPR terendah tahun
2007 dimiliki oleh PT. Astra Otoparts,Tbk yaitu sebesar 5.09%, untuk
tahun 2008 nilai DPR terendah dimiliki oleh PT. Lionmesh Prima,Tbk
98
yaitu sebesar 6.24%, dan untuk tahun 2009 nilai DPR terendah dimiliki
oleh PT.Tunas Baru Lampung,Tbk yaitu sebesar 5.88% .
Dari uraian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa perusahaan-
perusahaan yang listed di Bursa Efek Indonesia selama 2006 sampai
dengan 2009 memiliki rata-rata DPR yang cukup tinggi sekitar (44.39%).
Ini menunjukkan bahwa hampir setengah dari keuntungan yang diperoleh
perusahaan digunakan untuk membayar dividen kepada pemegang saham
dan sisanya akan diinvestasikan kembali kedalam perusahaan dalam bentuk
laba ditahan. Peningkatan pembayaran dividen akan mengurangi laba yang
ditahan sehingga sumber dana intern akan menurun dan perusahaan akan
tertarik untuk melakukan pinjaman sehingga leverage akan meningkat, dan
pembayaran dividen yang semakin meningkat menunjukkan prospek
perusahaan semakin bagus sehingga investor akan tertarik untuk membeli
saham dan nilai perusahaan meningkat.
Kemudian rata-rata dividen yield dapat dijelaskan untuk tahun 2006
sebesar 4.18%, tahun 2007 sebesar 5.15%, tahun 2008 sebesar 0.1373 (
13.73% ), dan pada tahun 2009 nilai rata-ratanya sebesar 0.0431 ( 4.31% ).
Untuk rata-rata dividen yield teringgi terjadi pada tahun 2008 yaitu sebesar
12.74% dan tahun 2009 rata-rata dividen yiel sebesar 4.30%. Sedangkan
untuk nilai dividen yield tertinggi dalam data diatas selama empat periode
berturut-turut tahun 2006, 2007, 2008, dan 2009 dimiliki oleh PT. Pool
Advista Indonesia,Tbk, yaitu sebesar 20.69% pada tahun 2006, 41.38% di
99
tahun 2007, 137.93% pada tahun 2008, dan 12.39% di tahun 2009.
Selanjutnya untuk nilai dividen yield terendah pada tahun 2006 dimiliki
oleh PT. Kalbe Farma,Tbk yaitu sebesar 0.84%, kemudian nilai DY
terendah pada tahun 2007 juga dimiliki oleh PT. Kalbe Farma,Tbk yaitu
sebesar 0.79%, PT.Kresna Graha Sekurindo,Tbk memiliki nilai DY
terendah pada tahun 2008 yaitu sebesar 0.32%, dan pada tahun 2009 nilai
DY terendah dimiliki oleh PT. Trimegah Securities,Tbk yaitu sebesar
0.57%.
d. Nilai Perusahaan (Y3)
Nilai perusahaan yang tinggi menjadi keinginan para pemilik
perusahaan, sebab dengan nilai yang tinggi menunjukan kemakmuran
pemegang saham juga akan meningkat. Kekayaan pemegang saham dan
perusahan direpresentasikan oleh harga pasar dari saham yang merupakan
cerminan dari keputusan investasi, kebijakan dividen, dan keputusan
pendanaan (Brigham dan Houston, 2009:19).
Nilai perusahaan diukur dengan menggunakan indikator
diantaranya Market Book Ratio (MBR), Price Earning Ratio (PER), dan
Price to Book Value (PBV).
Adapun nilai dari rasio-rasio dari indikator yang diukur dapat
dilihat dari table dibawah ini :
100
Table 4.5
Nilai Perusahaan
NO. KODE Market to Book Ratio Price Earning Ratio Price to Book Value
2006 2007 2008 2009 2006 2007 2008 2009 2006 2007 2008 2009
1 AUTO 1.21 1.13 1.02 1.38 8 5.64 4.77 5.77 1.21 1.13 1.02 1.38
2 IKBI 0.67 0.8 0.3 1.01 5.65 4.54 1.57 17.3 0.67 0.80 0.30 1.01
3 INDF 2.59 3.41 0.96 3.07 19.3 24.8 7.89 15.1 2.59 3.41 0.96 3.07
4 JRPT 2.7 3.71 1.11 1.63 33.7 38.2 9.3 11.5 2.70 3.71 1.11 1.63
5 KREN 0.77 1.9 1.55 1.84 7.49 11.9 42.6 19 0.77 1.90 1.55 1.84
6 LION 0.76 0.64 0.79 0.48 0.54 4.32 4.23 3.25 0.76 0.64 0.79 0.48
7 LMSH 0.69 0.69 0.91 0.58 6.12 3.39 3.74 9.6 0.69 0.69 0.91 0.58
8 LTLS 0.62 0.58 0.52 0.77 10.6 4.79 2.83 6.81 0.62 0.58 0.52 0.77
9 MICE 3.34 2.41 0.49 0.7 15.4 15.8 4.26 5.24 3.34 2.41 0.49 0.70
10 MTDL 0.62 1.32 0.46 0.55 7.78 13.2 4.84 17.7 0.62 1.32 0.46 0.55
11 PEGE 1.2 1.39 0.97 0.82 10.3 10.3 13.4 5.5 1.20 1.39 0.97 0.82
12 PNSE 1.35 1.63 1.17 1.05 10.2 9.54 4.76 3.76 1.35 1.63 1.17 1.05
13 POOL 0.24 0.23 0.25 0.46 1.8 2.07 3.08 6.72 0.24 0.23 0.25 0.46
14 RALS 3.16 2.79 1.52 1.77 20 16.4 8.22 13.1 3.16 2.79 1.52 1.77
15 RUIS 2.56 1.92 1.6 0.67 13.9 9.64 10.8 7.55 2.56 1.92 1.60 0.67
16 SOBI 0.91 2.55 1.49 2.21 11.7 11.9 5.7 9.42 0.91 2.55 1.49 2.21
17 TBLA 1.15 2.81 0.89 1.85 18.7 27 12.5 13.3 1.15 2.81 0.89 2.21
18 TGKA 0.96 1 0.64 0.8 9.55 6.23 2.2 6.3 0.96 1.00 0.64 0.80
19 TRIM 1.42 2.52 1.12 1.77 7.65 11.7 13.7 30.2 1.42 2.52 1.12 1.77
20 KLBF 4.04 3.8 1.12 3.3 17.9 15.9 5.75 16.1 4.04 3.78 1.12 3.06
21 SMSM 1.01 1.26 1.71 2.16 6.87 7.73 10.2 8.24 1.01 1.28 1.71 2.17
22 TLKM 7.25 6.43 4.35 5.08 18.5 15.6 14.1 15.4 7.25 6.06 4.35 4.89
23 UNTR 4.07 5.42 1.32 3.85 20.1 20.8 5.5 13.1 4.07 5.42 1.32 3.72
24 ASGR 2.53 0.81 1.12 1.24 11 4.32 6.35 7.05 1.39 2.53 0.81 1.12
25 TSPC 2.09 1.61 0.81 1.37 14.9 9.71 5.61 7.38 2.09 1.60 0.81 1.36
1.9 2.11 1.13 1.62 12 12 8.3 11 1.56 1.77 1.68 1.23
Rata-rata
Sumber : Laporan Keuangan Perusahaan dan ICMD
101
Table 4.5 diatas menunjukan nilai dari indikator Nilai Perusahaan
yang terdiri dari Market Book Ratio (MBR), Price Earning Ratio (PER),
dan Price to Book Value (PBV). Dari hasil diatas dapat diketahui bahwa
rata-rata MBR pada tahun 2006 sebesar 1.92 x, pada tahun 2007 nilai rata-
rata MBR sebesar 2.11 x, ditahun 2008 nilai rata-rata MBR nya yaitu
sebesar 1.13 x, dan pada tahun 2009 rata-rata MBR sebesar 1.62 x. Dari
hasil tersebut rata-rata MBR tertinggi terjadi pada tahun 2007 yakni
mencapai 2.11 x, sedangkan Untuk nilai rata-rata MBR terendah terdapat
pada tahun 2008 yaitu sebesar 1.13 x. Selenjutnya, nilai MBR tertinggi
secara bertururt-turut selama periode penelitian dimiliki oleh PT.
Telekomunikasi Indonesia,Tbk dengan nilai MBR pada tahun 2006
mencapai 7.25 x, di tahun 2007 sebesar 6.43 x, pada tahun 2008 MBR nya
sebesar 4.35 x, serta ditahun 2009 nilai MBR sebesar 5.08 x. Sedangkan
untuk nilai MBR terendah selama periode penelitian dimiliki oleh PT. Pool
Advista Indonesia,Tbk yaitu sebesar 0.24 x pada tahun 2006, sebesar 0.23
x pada tahun 2007, di tahun 2008 sebesar 0.25 x, dan di tahun 2009 sebesar
0.46 x.
Selanjutnya analisis mengenai Price Earning Ratio (PER), dari table
di atas di ketahui bahwa rata-rata PER perusahaan setiap tahunnya
mengalami penurunan, pada tahun 2006 rata-rata PER sebesar 12.29 x,
pada tahun 2007 rata-rata PER sebesar 12.21 x, di tahun 2008 menurun
mencapai 8.31 x, dan pada tahun 2009 rata-rata PER perusahaan sebesar
102
10.96 x mengalami kenaikan dari tahun 2008. Dari hasil tersebut dapat
diketahui bahwa rata-rata PER tertinggi terjadi pada tahun 2006 sebesar
12.29 x. Dari table di atas juga dapat di ketahui bahwa nilai PER tertinggi
pada tahun 2006 dimiliki oleh PT. Jaya Real Property,Tbk yaitu sebesar
33.67 x, sedangkan nilai PER terendah dimiliki oleh PT.Lion Metal
Works,Tbk sebesar 0.54. Pada tahun 2007 PT. Jaya Real Property,Tbk juga
merupakan perusahan dengan nilai PER tertinggi yaitu sebesar 38.21 x,
sedangkan PT. Pool Advista Indonesia,Tbk sebagai perusahaan dengan
nilai PER terendah yaitu 2.07 x. Di tahun 2008 nilai PER tertinggi
mencapai 42.57 x yang dimiliki oleh PT. Kresna Graha Sekurindo,Tbk,
sedangkan nilai terendah sebesar 1.57 x yang dimiliki oleh PT. Sumi Indah
Kabel,Tbk. Dan terakhir pada tahun 2009 untuk nilai PER tertinggi
dimiliki oleh PT. Trimegah Securities,Tbk dengan nilai PER sebesar 30.19
x, sedangkan untuk nilai PER terendah dimiliki oleh PT.Lion Metel
Works,Tbk yaitu sebesar 3.25 x.
Selanjutnya analisis mengenai Price Book Value (PBV), dari table di
atas di ketahui bahwa rata-rata PBV perusahaan tertinggi yaitu terjadi di
tahun 2007 yaitu sebesar 1.77 x . Kemudian rata-rata terendah terjadi pada
tahun 2009 yaitu sebesar 1.23 x . Dimana pada tahun 2007 PBV tertinggi
dimiliki oleh PT. Telekomunikasi Indonesia Tbk yaitu sebesar 6.06 x .
Kemudian di tahun yang sama tercatat PT. Pool Advista Indonesia, Tbk .
103
C. Pengujian Dan Pembahasan
1. Pengujian Model Tahap Awal
Pengujian model tahap awal merupakan pengujian terhadap model, yaitu
untuk menganalisa apakah terjadi admissible dan Heywood cases atau tidak
pada model yang telah di bangun. Karena pada beberapa keadaan terjadi suatu
masalah dalam model, maka LISREL akan estimasi koefisien secara cepat,
tetapi tidak reliable dan tidak memiliki standar error dan nilai t hal ini disebut
dengan admissible, di samping itu apabila terjadi error variance negative, maka
model juga menjadi tidak reliable ini yang disebut dengan Heywood cases.
Hasil pengujian terhadap model tersebut dapat ditunjukan pada path diagram
sebagai berikut :
104
Gambar 4.1
Path Diagram Tahap Awal
Path diagram di atas menunjukan bahwa seluruh indikator mempunyai
nilai signifikan terhadap variabel latennya. Akan tetapi, di samping itu pada
model terdeteksi juga terdapat Heywood cases hal ini dapat dilihat dari nilai
error variance negative yang terdapat pada indikator Y1.1 dan Y2.2, oleh
karena itu untuk mengatasi Heywood cases tersebut model harus direvisi
dengan menetapkan error variance yang sebelumnya negative tersebut menjadi
-4.90 Y1.1
2.50 λ3
t= 1.85
η1
0.17
Y1.2
λ4 t= 6.64
0.12
γ1
ß1
0.007
ß2
X1.1
0.059 t= 5.10 λ5 12.94
2.88 γ2
Y2.1 η2
ξ1
-0.0044
-0.21
t= 7.69
0.20
λ6
X1.2 -0.019
t= -7.19 t= 26.41 ß3
Y2.2
0.011
γ3
Y3.1
t= 0.0005
1.33
λ7
η3
38.50
4.33
λ8 Y3.2
0.036
t= 9.17
1.30
λ9
Y3.3
t= 53.39
105
positif dan kecil (Byrne, 1998) dalam Imam Ghozali dan Fuad (2008), misal
0.0010. Dari keterangan tersebut maka dapat diperoleh hasil pengujian sebagai
berikut :
Gambar 4.2
Path Diagram Tahap II
X1.1
X1.2
ξ1
η2
η3
Y1.2
Y2.1
Y2.2
Y3.1
Y3.2
Y3.3
η1
Y1.1
0.063
-0.21
λ3
λ4
λ5
λ6
λ7
λ8
λ9
ß1
ß2
ß3
γ1
γ2
γ3
0.006
0.001
0.001
0.11
4.01
0.001
0.013
38.50
0.034
1.01
0.28
4.24
0.14
1.33
4.33
1.30
t= -1.85
t= 8.62
t= 7.69
t= 18.51
t= 0.0005
t= 6.87
t= 34.42
t= 6.62
t= -13.37
106
2. Pengujian Kesesuaian Model
Penilaian model fit adalah salah satu tahapan dalam SEM. Evaluasi ini
dilakukan untuk mengetahui pakah model yang dibuat dalam penelitian
mempunyai nilai fit yang baik atau tidak. Nilai fit suatu model dapat dilihat dari
beberapa indikator goodness of fit index. Output yang dihasilkan dari penelitian
awal menunjukan bahwa model tidak fit atau bisa dikatakan model tidak bagus.
Hal ini dapat dilihat dari table fit di bawah ini :
Tabel 4.6
Tabel Uji Kesesuaian Model Tahap I
Indikator Fit
Nilai yang
Direkomendasikan
Hasil Model
Evaluasi Model
Absolute Fit
Probabilitas P > 0.05 0.00 Signifikan
Normed chi-square
(X²/df)
< 2
2 < X²/df < 5
2,97
Fit
RMSEA
< 0.10
< 0.05
< 0.01
0.13
Tidak Fit
P-value for test of
close fit
> 0.05
0.00097
Tidak Fit
GFI > 0.90 0.87 Tidak Fit
AGFI > 0.90 0.74 Tidak Fit
Comparative Fit
NFI 0.9 0.84 Tidak Fit
NNFI
0.9
0.81
Tidak Fit
CFI 0.9 0.88 Tidak Fit
RFI 0.9 0. 73 Tidak Fit
Parsimonius Fit
PNFI 0 – 1 0.51 Tidak Fit
PGFI 0 – 1 0.43 Tidak Fit
107
Berdasarkan table diatas menunjukan bahwa secara keseluruhan model
dinyatakan kurang fit atau tidak fit. Ini dilihat dari :
a. Probabilitas (P), nilai probabilitas adalah signifikan (P=0.00) yang berarti
model tidak fit. Model yang fit apabila memiliki nilai P yang tidak signifikan
(P>0.5).
b. Normed Chi-Square (X2/df), nilai X
2/df sebesar 2.97 yang menunjukan model
fit karena sesuai dengan nilai yang di sarankan yaitu 2 – 5.
c. Nilai RMSEA sebesar 0.13, nilai ini sama dengan nilai yang disarankan yaitu <
0.10, dengan demikian dapat dikatakan model Tidak Fit.
d. Nilai P-value for test close fit sebesar 0.00097, dari hasil ini dapat disimpulkan
model tidak fit, lebih rendah dari nilai yang disarankan yaitu nilainya lebih
besar dari 0.05.
e. Nilai GFI dan AGFI dikatakan tidak fit karena kurang dari nilai yang
disarankan yaitu 0.90.
f. Nilai NFI dan NNFI kurang dari nilai yang direkomendasikan yaitu lebih besar
dari 0.90, maka model dikatakan tidak fit.
g. Nilai CFI dan RFI dikatakan tidak fit karena memiliki nilai di bawah kriteria
yang disarankan yaitu 0.90 .
h. Nilai PNFI dan PGFI juga memiliki nilai yang tidak fit, hal ini dapat dilihat dari
dari nilai PNFI sebesar 0.51 dan untuk PGFI sebesar 0.43, sedangkan untuk
nilai yang dianjurkan adalah 0-1 (lebih besar lebih baik).
108
Berdasarkan uraian diatas didapat kesimpulan bahwa model tidak fit.
Model yang tidak fit dapat menyebabkan penelitian ini menjadi tidak berarti,
karena salah satu tujuan dari analisis SEM adalah menentukan model yang
fit/baik dalam permodelan structural maupun model measurement. Oleh karena
itu untuk model yang tidak fit diperlukan beberapa modifikasi indeks untuk
menjawab pertanyaan mengenai parameter mana yang ditambahkan pada model
sehingga menghasilkan model yang fit.
Modifikasi indeks menginformasikan penurunan chi-square jika
parameter yang sebelumnya merupakan parameter yang ditentukan nilainya
sekarang menjadi parameter menjadi parameter yang diestimasikan dan model
kemudian diestimasikan ulang. Modifikasi indeks yang paling besar
menginformasikan parameter mana yang harus dijadikan free dengan
menambah hubungan langsung dan atau menambah jumlah kovarians.
Modifikasi dapat dilakukan apabila chi-square menurun minimal 3.84 semakin
besar semakin baik (Imam Ghozali dan Fuad, 2008).
Modifikasi yang dianjurkan oleh LISREL dapat digambarkan pada path
diagram berikut :
109
Gambar 4.3
Path Diagram Modifikasi LISREL
Berdasarkan path diagram diatas, maka modifikasi yang dianjurkan oleh
LISREL adalah sebagai berikut :
1. Mengkorelasikan dua indikator Y3.2 ( PER ) dan Y2.3 ( LDR )
Mengkorelasikan indikator Price Earning Ratio (PER) dengan Long Term
Debt Ratio (LDR) tersebut maka akan menurunkan nilai chi-square sebesar
11.7 dan menghasilkan kovarians baru sebesar 0.69 (lampiran II). Hubungan
X1.1
X1.2
ξ1
η2
η3
Y1.2
Y2.1
Y2.2
Y3.1
Y3.2
Y3.3
η1
Y1.1
λ1
λ2
λ3
λ4
λ5
λ6
λ8
λ9
λ10
ß1 ß2
ß3
γ1
γ2
γ3
δ1
δ2
ε1
ε2
ε3
ε4
ε5
ε6
ε7
λ7
110
ini berdasarkan teori MM dengan pajak yang dikemukakan oleh Modigliani-
Miller (1958) dalam Dermawan Sjahrial (2008:193) yang menyatakan bahwa
penggunaan hutang (leverage) akan meningkatkan nilai perusahaan karena
biaya hutang adalah biaya yang mengurangi pembayaran pajak (a tax
deductible expense), penigkatan nilai perusahaan ini tercermin pada rasio
harga saham terhadap earning nya atau price Earning Ratio (PER) yang
semakin meningkat pula.
2. Mengkorelasikan dua indikator Y2.3 ( LDR ) dan Y1.1 (DER)
Mengkorelasikan indikator Long Term Debt Ratio (LDR) dengan Debt to
Equity Ratio (DER) tersebut maka akan menurunkan nilai chi-square sebesar
9.7 dan menghasilkan covarians baru sebesar 0.31 (lampiran III). Ratna
Prihantini (2009) yang menyatakan tingkat DER yang tinggi menunjukan
komposisi hutang (jangka pendek dan jangka panjang) semakin besar apabila
dibandingkan dengan modal sendiri, sehingga hal ini berdampak pada
semakin besar pula beban perusahaan terhadap pihak eksternal (para kreditur)
dalam memenuhi kewajiban hutangnya. Peningkatan beban terhadap kreditur
akan menunjukan sumber modal perusahaan sangat tergantung dari pihak
eksternal, serta semakin tingginya tingkat resiko suatu perusahaan. Hal ini
akan mengurangi minat investor dalam menanamkan dananya di perusahaan
yang bersangkutan.
3. Menambah path (hubungan) antara Y2.2 ( DY ) dan Nilai Perusahaan
111
X2.2 (Dividen Yield Ratio) selain merupakan indikator dari kebijakan dividen
ternyata juga merupakan indikator dari nilai perusahaan, karena dengan
menambah hubungan dari indikator tersebut terhadap kebijakan dividen maka
akan menurunkan nilai chi-square sebesar 9.6 dan menghasilkan nilai estimasi
baru sebesar -0.02 (lampiran IV).
Berdasarkan beberapa modifikasi yang dilakukan oleh LISREL (Linear
Structural Relationship), maka dapat diperoleh output kesesuaian model
sebagai berikut :
Tabel 4.7
Tabel Kesesuaian Model Modifikasi
Indikator Fit
Nilai yang
Direkomendasikan
Hasil Model
Evaluasi Model
Absolute Fit
Probabilitas P > 0.05 0.19 Signifikan
Normed chi-square
(X²/df)
< 2
2 < X²/df < 5
1.251
Over Fitting
RMSEA
< 0.10
< 0.05
< 0.01
0.084
Good Fit
P-value for test of
close fit
> 0.05
0.42
Good Fit
GFI > 0.90 0.94 Good Fit
AGFI > 0.90 0.88 Cukup Fit
Comparative Fit
NFI 0.9 0.93 Good Fit
NNFI
0.9
0.98
Good Fit
CFI 0.9 0.98 Good Fit
RFI 0.9 0. 89 Cukup Fit
Parsimonius Fit
PNFI 0 – 1 0.59 Cukup Fit
PGFI 0 – 1 0.48 Cukup Fit
Sumber : Data Diolah
112
Output diatas menunjukkan bahwa seluruh indikator Goodness of Fit
menunjukkan model yang baik atau fit. Hal ini dapat ditujukan dari beberapa
indikator fit diantaranya adalah sebagai berikut :
a. Normed Chi-Square (X²⁄df) dan Probabilitas. X2/df mempunyai nilai sebesar
1.251, Hasil ini menunjukan bahwasanya model over fitting, hal ini
disesuaikan dengan standar penilaian kesesuaian yang dilakukan oleh
Kelloway (1998) menyatakan bahwa model dikatakan fit jika 2 < X²⁄df < 5 dan
dikatakan overfitting nilai normed chi-square < 2. Selanjutnya, nilai P = 0.19
yang menunjukan hasil yang signifikan, hal ini menunjukan data empiris yang
diperoleh memiliki perbedaan dengan teori yang telah dibangun berdasarkan
SEM (Imam Ghozali, 2008:30).
b. RMSEA ( Root Mean Square Error of Appoximation ) mempunyai nilai
sebesar 0.084 yang menunjukkan bahwa model adalah good fit. Hal tersebut
berdasarkan penelitian MacCallum et al (1996) dalam Imam Ghozali (2008 :
32) yang menyatakan bahwa nilai RMSEA berkisar antara 0.08 – 0.10,
menunjukan bahwa model memiliki fit yang baik.
c. P-Value for test of close fit dalam penelitian ini sebesar 0.42. Hal ini
menunjukan bahwa model memiliki fit yang baik, hal ini berdasarkan
penelitian Joreskog (1996) dalam Imam Ghozali (2008:32) yang
menganjurkan bahwa nilai P-value for test of close fit harus lebih besar
daripada 0.05.
113
d. GFI ( Goodness of Fit Index ) yang mempunyai nilai sebesar 0.94, yang
menunjukkan bahwa model adalah good fit karena lebih besar dibanding nilai
yang direkomendasikan sebesar 0.90.
e. AGFI ( Adjusted Goodness of Fit Index ) yang mempunyai nilai sebesar 0.88
lebih kecil dari nilai yang direkomendasikan yaitu 0.90, sehingga dapat
dikatakan bahwa model adalah cukup fit.
f. NFI ( Normed Fit Index ) menunjukkan bahwa model memiliki fit yang baik.
Ini dapat dilihat dari nilai NFI yaitu sebesar 0.93, nilai tersebut mendekati
dengan nilai yang direkomendasikan yaitu sebesar 0.90.
g. NNFI / Tucker Lewis Index (TLI) yang mempunyai nilai sebesar 0.98,
menunjukkan bahwa model adalah good fit, karena nilai tersebut mendekati
dari yang direkomendasikan yaitu 0.90.
h. CFI ( Comparative Fit Index ) mempunyai nilai sebesar 0.98 lebih besar dari
nilai yang direkomendasikan yaitu sebesar 0.90, sehingga dapat dikatakan
bahwa model adalah good fit.
i. RFI ( Relative Fit Index ) mempunyai nilai sebesar 0.89 lebih kecil dari nilai
yang direkomendasikan yaitu sebesar 0.90, akan tetapi mendekati angka
tersebut, sehingga dapat dikatakan bahwa model memiliki fit yang cukup baik
( cukup fit) .
j. PNFI ( Parsimony Normed Fit Index ) menunjukkan bahwa model adalah
cukup fit, ini dapat dilihat dari nilai PNFI yang sebesar 0.59, nilai tersebut
114
berkisar 0-1 dimana nilai yang mendekati 1 tersebut menunjukkan model
cukup fit.
k. PGFI ( Parsimony Goodness Fit Index ) mempunyai nilai sebesar 0.48
sehingga dikatakan bahwa model cukup fit karena nilai tersebut berkisar 0- 1
dimana nilai yang mendekati 1 tersebut menunjukkan model cukup fit.
Berdasarkan pada nilai-nilai koefisien diatas yang memenuhi
persyaratan kecocokan sebuah model, maka dapat disimpulkan bahwa secara
umum, model yang diperoleh memiliki tingkat kecocokan yang baik.
3. Evaluasi Model Pengukuran
Setelah dilakukan pengujian model secara keseluruhan dan didapatkan
bahwa model secara umum memiliki fit yang baik secara kseluruhan, langkah
selanjutnya adalah melakukan evaluasi model pengukuran yang berfokus pada
hubungan-hubungan antara variabel laten dengan indikatornya (variabel
manifest). Adapun tujuan dari evalusi ini adalah untuk menganalisis
kemampuan suatu indikator dalam mengukur variabel latennya dan untuk
mengetahui seberapa besar proporsi varians yang dijelaskan oleh variabel
latennya (sedangkan sisanya dijelaskan oleh measurement error) serta untuk
melihat apakah seluruh jalur yang dihipotesiskan memiliki tingkat signifikansi
yang baik atau tidak. Untuk mengetahui apakah masing-masing jalur memiliki
tingkat signifikansi yang tinggi atau tidak dilakukan dengan melihat nilai t-
hitung yang diperoleh. Sebuah jalur dikatakan signifikans jika nilai t-hitung
115
untuk jalur tersebut lebih besar dari 1,96 (Imam Ghazali, 2008 ) . Berikut
diagram yang berisikan nilai-nilai T-Value dan nilai estimasi parameter
(loading) untuk seluruh koefisien jalur :
Gambar 4.4
Unstandardized Estimate Model Structural
116
Gambar 4.5
t-value Model Structural
Berdasarkan path diagram diatas, evaluasi model pengukuran dapat
disimpulkan dalam table sebagai berikut :
Tabel 4.8
Tabel Evaluasi Model Pengukuran
Path Hubungan Variabel
Konstruk dengan Indikatornaya.
Unstandardized
Estimate
t-value Hasil
Struktur Kepemilikan X1.1 0.61 6.62 Signifikan
Struktur Kepemilikan X1.2 -0.99 -13.77 Signifikan
Struktur Modal Y1.1 1.00 - Signifikan
Struktur Modal Y1.2 -0.55 -1.98 Signifikan
Kebijakan Dividen Y2.1 0.90 2.04 Signifikan
Kebijakan Dividen Y2.2 0.98 18.50 Signifikan
Nilai Perusahaan Y2.2 -1.02 2.35 Signifikan
Nilai Perusahaan Y3.1 1. 00 1.99 Signifikan
Nilai Perusahaan Y3.2 0.56 6.73 Signifikan
Nilai Perusahaan Y3.3 0.99 34.06 Signifikan
Sumber : Data diolah dengan LISREL 8.80
117
Berdasarkan path diagram diatas didapat hubungan antara indikator
terhadap variabel latennya yaitu sebagai berikut :
a. X1.1 (Kepemilikan Manajerial) terhadap Struktur Kepemilikan.
Kepemilikan manajerial memiliki pengaruh positif dan signifikan
terhadap struktur kepemilikan. Hal ini dapat ditunjukan dari nilai
loading yaitu sebesar 0.61 dan nilai t-hitung sebesar 6.62 yang lebih
besar dari t-tabel yaitu sebesar 1.96. Variabel kepemilikan manajerial
ini merupakan indikator yang paling mewakili variabel latennya, ini
dapat dilihat dari nilai loading nya yang lebih besar dari pada indikator
kepemilikan institusional yaitu sebesar 0.61, sedangkan indikator
kepemilikan manajerial memiliki nilai loading sebesar -0.99.
b. X1.2 (Kepemilikan Institusional) terhadap Struktur Kepemilikan.
Variabel manifest kepemilikan institusional memiliki hubungan yang
negatif dan signifikan terhadap terhadap variabel latennya yaitu
struktur kepemilkan. Hal tersebut dapat dilihat dari nilai loadingnya
yaitu sebesar -0.99 dan nilai t-hitung nya sebesar -13.77, lebih besar
dari nilai t-tabel -1.96.
c. Y1.1 (DER) terhadap Struktur Modal
Debt to Equity Ratio merupakan indikator dari variabel laten struktur
modal, dimana variabel ini merupakan indikator yang paling mewakili
variabel latennya yaitu struktur modal. Sehingga variabel ini
118
merupakan variabel yang signifikan dengan nilai loading sebesar 1.00
terhadap struktur modal.
d. Y1.2 (LDR) terhadap Struktur Modal.
Long Term Debt Ratio memiliki pengaruh negatif dan signifikan
terhadap struktur modal. Hal ini dapat ditunjukan dari nilai loading
yaitu sebesar -0.55 dan nilai t-hitung sebesar -1.98 yang lebih besar
dari t-tabel yaitu sebesar -1.96.
e. Y2.1 (DPR) terhadap Kebijakan Dividen.
Dividend Payout Ratio memiliki hubungan positif dan signifikan
terhadap variabel latennya yaitu kebijakan dividen, hal ini dapat dilihat
dari nilai estimasi (loading) sebesar 0.90 dan nilai t-hitung yang lebih
besar dari t-tabel yaitu sebesar t = 2.04.
f. Y2.2 (DY) terhadap Kebijakan Dividen.
Dividend Yield memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap
kebijakan dividen. Hal ini dapat ditunjukan dari nilai loading yaitu
sebesar 0.98 dan nilai t-hitung sebesar 18.50 yang lebih besar dari t-
tabel yaitu sebesar 1.96. Variabel ini merupakan indikator yang paling
mewakili variabel latennya, ini dapat dilihat dari nilai loading nya
yang lebih besar dari pada indikator Dividend Payout Ratio .
g. Y2.2 (DY) terhadap Nilai Perusahaan.
Dividend Yield selain sebagai indikator dari kebijakan dividen,
ternyata juga sebagai indikator dati nilai perusahaan. Dividend Yield
119
memiliki pengaruh negatif dan signifikan terhadap nilai perusahaan.
Hal ini dapat terlihat dari nilai loading nya yang sebesar -1.02 yang
lebih kecil di banding nilai t-hitungnya yang sebesar 2.35.
h. Y3.1 (MBR) terhadap nilai perusahaan.
Market Book Ratio (MBR) merupakan indikator dari variabel laten
nilai perusahaan, dimana variabel ini merupakan indikator yang paling
mewakili variabel latennya. Hal ini dapat dilihat dari nilai loading nya
yang lebih besar dibanding indikator nilai perusahaan yang lain yaitu
sebesar 1.00 dan ini lebih besar dibanding nilai loading dari Price
Earning Ratio (PER) dan Price to Book Value (PBV). Market Book
Ratio (MBR) memiliki pengaruh signifikan positif terhadap variabel
latennya. Hal ini terlihat dari nilai loadingnya yang lebih kecil
dibanding t-hitung nya.
i. Y3.2 (PER) terhadap nilai perusahaan.
Price Earning Ratio (PER) yang merupakan indikator dari nilai
perusahaan. Variabel ini memiliki nilai estimasi parameter (hubungan)
positif dan signifikan terhadap nilai perusahaan. Ini dapat dilihat dari
nilai loading sebesar 0.56 dan nilai t-hitung yang lebih besar dari nilai
t-tabel yaitu sebesar 1.96.
j. Y3.3 (PBV) terhadap nilai perusahaan.
Price to Book Value (PBV) yang merupakan indikator dari nilai
perusahaan. Variabel ini memiliki nilai estimasi parameter (hubungan)
120
positif dan signifikan terhadap nilai perusahaan. Ini dapat dilihat dari
nilai loading sebesar 0.99 dan nilai t-hitung yang lebih besar dari nilai
t-tabel yaitu sebesar 1.96, yaitu 34.06.
4. Pengujian Hipotesis dan Pembahasan
Pembahasan hipotesis dalam penelitian ini berkaitan dengan model
struktural, yaitu mengenai hubungan-hubungan antara variabel eksogen dan
endogen yang diberi simbol Gamma (γ) dan hubungan antara variabel
endogen yang diberi simbol Beta (β). Tujuan dalam menilai model
struktural adalah untuk memastikan bagaimana hubungan- hubungan
yang dihipotesiskan pada model konseptualisasi. Berdasarkan gambar 4.4
dan 4.5, output hubungan antara variabel eksogen dan endogen (γ) maupun
hubungan antara variabel endogen (β) dari model structural menyeluruh
dapat ditunjukkan pada tabel berikut:
Tabel 4.9
Hubungan Beta dan Gamma
Hipotesis Variabel
Independen
Variabel
Dependen
Factor Loading
(t-value)
Hasil
H1 Struktur
Kepemilikan
Struktur
Modal
-0.23 (-2.49) Signifikan
Negatif
H2 Struktur
Kepemilikan
Kebijakan
Dividen
-0.25 (-2.46) Signifikan
Negatif
H3 Struktur
Kepemilikan
Nilai
Perusahaan
-0.03 (-0.27) Tidak
Signifikan
Negatif
H4 Struktur
Modal
Kebijakan
Dividen
-0.00 (-2.09) Signifikan
Negatif
H5 Struktur
Modal
Nilai
Perusahaan
-0.13 (-2.89) Signifikan
Negatif
121
H6 Kebijakan
Dividen
Nilai
Perusahaan
-0.098 (-2.22) Signifikan
Negatif
Dari output yang ditampilkan dengan path diagram dan ditunjukkan
dengan tabel, maka didapatlah hubungan dan pengaruh sebagai berikut :
1. Pengujian Hipotesis 1
H1 : Struktur Kepemilikan Saham berpengaruh negatif dan signifikan
terhadap Struktur Modal.
Berdasarkan tabel 4.9 di atas pengujian terhadap pengaruh struktur
kepemilikan terhadap struktur modal menghasilkan koefisien path negatif dan
signifikan, hal ini dapat ditunjukkan dari nilai koefisien path sebesar -0.23 dan
t-hitung nya sebesar -2.49 yang lebih besar dari t-tabel nya yaitu -1.96. Dengan
demikian maka, H1 dapat didukung.
Penemuan ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh (Jensen dan
Meckling, 1976) dalam Sujoko dan Ubi Soegiantoro (2007) . Struktur
kepemilikan saham diprediksi berpengaruh dalam penentuan struktur modal.
Semakin terkonsentrasi kepemilikan saham perusahaan cenderung akan
mengurangi utang. Semakin terkonsentrasi kepemilikan saham , maka akan
terjadi pengawasan yang efektif terhadap manajemen. Manajemen akan
semakin berhati-hati dalam melakukan peminjaman, sebab jumlah utang yang
terlalu tinggi akan menimbulkan risiko financial distress sehingga nilai
perusahaan akan menurun.
122
Hal ini didukung oleh hasil penelitian Sujoko dan Ubi Soegiantoro
(2007) , Hasil pengujian secara parsial menunjukkan bahwa variabel
kepemilikan institusional mempunyai pengaruh negatif dan signifikan
terhadap leverage. Semakin meningkat kepemilikan institusional diharapkan
semakin kuat kontrol terhadap manajemen. Bila biaya monitoring tersebut
tinggi maka perusahaan akan menggunakan pihak ketiga yaitu kreditor untuk
membantu melakukan pengawasan.
2. Pengujian Hipotesis II
H2 : Struktur Kepemilikan Saham berpengaruh negatif dan signifikan
terhadap kebijakan dividen.
Berdasarkan tabel 4.9 di atas pengujian terhadap pengaruh struktur
kepemilikan terhadap kebijakan dividen menghasilkan koefisien path negatif
dan signifikan, ini dapat dilihat dari koefisien path sebesar -0.25 dan nilai t-
value sebesar -2.46 yang lebih besar dari -1.96. Dengan demikian maka, H2
dapat didukung.
Hasil ini konsisten dengan agency theory (Jansen & Meckling, 1976)
yang menyatakan bahwa agency cost akan rendah di dalam perusahaan dengan
kepemilikan manajerial (managerial ownership) yang tinggi, karena hal ini
memungkinkan adanya penyatuan antara kepentingan pemegang saham dengan
kepentingan manajer yang dalam hal ini berfungsi sebagai agent dan sekaligus
sebagai principal. Hal yang sama juga bisa terjadi diperusahaan dimana
terdapat large block shareholder (pemegang saham dalam jumlah besar) yang
123
biasanya terdiri dari pemegang saham institusi (institusional ownership) yang
memiliki kemampuan tinggi untuk mengendalikan manajer (Frankfurter &
Wood, 1994). Adanya large block shareholders mengindikasikan tingkat
dispersi dari pemegang saham oleh pihak luar perusahaan lebih kecil. Dalam
situasi demikian perusahaan tidak perlu membayar dividen payout yang tinggi
untuk mengendalikan agency cost. Rasionalnya adalah bahwa dengan
managerial ownership yang tinggi agency problem menjadi rendah antara
manajer dengan pemegang saham, sedangkan dengan large block shareholder
yang tinggi, monitoring dapat dilakukan secara efektif oleh pemegang saham.
3. Pengujian Hipotesis III
H3 : Struktur kepemilikan berpengaruh positif dan signifikan terhadap
nilai perusahaan.
Berdasarkan tabel 4.9 diatas, pengujian atas pengaruh struktur
kepemilikan terhadap nilai perusahaan menunjukkan hasil yang negatif dan
tidak signifikan, ini terlihat dari koefisien path sebesar -0.03 dan nilai t-hitung
sebesar -0.27 lebih kecil dari t-tabel -1.96. Hasil tersebut menunjukan bahwa
variabel struktur kepemilikan berpengaruh negatif terhadap nilai perusahaan,
yang berarti semakin tinggi struktur kepemilikan saham perusahaan baik itu
manajerial taupun institusional maka nilai perusahaan akan semakin menurun.
Dengan demikian maka H3 tidak dapat didukung.
Hasil temuan ini tidak sesuai dengan agency theory (Jensen &
Meckling, 1976), yang menyatakan bahwa semakin tinggi struktur kepemilikan
124
dikuasai oleh pihak insiders (manajemen) maka semakin berkurang agency
problem, karena semakin selarasnya antara kepentingan manajemen dengan
kepentingan pemilik yang sebagian besar adalah manajemen sendiri, sehingga
dapat meningkatkan nilai perusahaan. Begitupun dengan kepemilikan oleh
institusional investor dapat mengurangi agency cost, karena dengan adanya
kepemilikan saham oleh investor-investor institusional seperti perusahaan
asuransi, bank, perusahan investasi dan kepemilikan oleh institusi lainnya
dalam bentuk perusahaan akan mendorong peningkatan pengawasan
(monitoring) yang lebih optimal terhadap kinerja insiders, sehingga dapat
meningkatkan nilai perusahaan.
Akan tetapi hasil penelitian ini sesuai dengan Bambang Sugeng (2009),
dimungkinkan temuan ini terkait dengan karakteristik perusahaan-perusahaan
public di Indonesia seperti yang telah di bahas pada hipotesis 1, bahwa secara
rata-rata proporsi kepemilikan saham manajerial relatif sangat kecil, menurut
data rata-ratanya hanya 5%, akibatnya tidak ada pengaruh yang signifikan
fungsi manajerial dalam mengurangi agency problem, karena dengan
kepemilikan yang rendah kemungkinan adanya penyatuan antara kepentingan
pemegang saham dengan kepentingan manajemen tidak dapat terwujud. Di
samping itu, karakteristik lain dari perusahaan Indonesia bahwa institusional
ownership (kepemilikan lembaga) dari perusahaan-perusahaan holding
companies yang saling berafiliasi bahkan masih merupakan perusahaan-
perusahaan keluarga dimana pihak manajemen perusahaan masih bagian dari
125
perusahaan-perusahaan keluarga tersebut (Sudarma,2004) dalam Bambang
Sugeng (2009). Sehingga walaupun kepemilikan saham oleh pihak outsiders
dalam hal ini institusional ownership tinggi, karena didominasi oleh pihak-
pihak yang tidak independen (berafiliasi satu sama lain), akibatnya fungsi
institusional ownership sebagai mechanisme monitoring bagi manajemen tidak
bisa berjalan semestinya, sehingga agency problem tidak bisa ditekan, dan
akhirnya berimbas pada market value perusahaan yang menurun.
4. Pengujian Hipotesis IV
H4 : Struktur modal berpengaruh negatif dan signifikan terhadap
kebijakan dividen.
Hasil yang ditunjukkan berdasarkan Tabel Beta dan Gama ( Tabel 4.9)
di atas menunjukkan bahwa Struktur Modal berpengaruh Negatif dan
Signifikan terhadap kebijakan dividen. Hal ini ditunjukkan oleh hasil
koefisien path di atas yang menunjukkan bahwa -0.00 lebih kecil dibanding t-
hitung nya, dan ini lebih besar dibanding t-tabelnya (-1.96), yaitu sebesar -
2.09. Ini berarti semakin besar struktur modal, maka akan menurunkan
pembayaran dividen nya . Maka, H4 dapat didukung
Hasil temuan ini sesuai dengan Logika hubungan negatif yang
dikembangkan berdasarkan eksplanasi dari agency cost model, khususnya yang
diargumentasikan dalam proposisi monitoring mechanism dari Easterbrook
(1984), Rozeff (1992), Taranto (2002), dan Noronha (1996) yang juga didukung
oleh temuan dari Baker, et al. (2001), Sharma (2001), dan Jain, et al. (2003)
126
dalam Bambang Sugeng (2008). Argumen tersebut secara ringkas menyatakan
semakin besar ketergantungan perusahaan terhadap dana eksternal seperti long-
term debt semakin intensif pengawasan oleh penyedia dana eksternal tersebut
(kreditur) terhadap kinerja manajemen sehingga memperkecil potensi agency
problem antara manajemen dengan pemegang saham. Dengan semakin kecilnya
agency problem tersebut maka ketergantungan perusahaan kepada dividen
sebagai sarana monitoring menjadi semakin kecil.
Argumen lain yang mengarah kepada hubungan negatif kedua variabel
adalah bahwa pembayaran dividen yang tinggi akan memperbesar beban tetap
perusahaan sehingga menyebabkan utang lebih berisiko dan karenanya akan
menurunkan nilai dari utang tersebut (Taranto, 2002 dan Noronha, 1996).
Untuk melindungi dirinya kreditur akan membuat perjanjian utang (debt
covenant) yang berisi pembatasanpembatasan terhadap manajemen termasuk
pembatasan kebijakan atas dividen yang akan dibayarkan kepada pemegang
saham.
5. Pengujian Hipotesis V
H2 : Struktur Modal berpengaruh positif dan signifikan terhadap nilai
perusahaan.
Berdasarkan temuan yang ditunjukkan pada tabel di atas, ini berarti
struktur modal berpengaruh signifikan dan negatif terhadap nilai perusahaan.
Hal ini terlihat dari nilai koefisien path , yaitu sebesar -0.13, dan kemudian t-
hitungnya yang bernilai -2.89 , ini lebih besar dibanding t- tabel (-1.96).
127
Hal ini didukung oleh teori trade off (Modigliani and Miller, 1999 dalam
Dermawan Sjahrial, 2008 : 203), Walaupun tingkat hutang akan meningkatkan
pula harga saham, tetapi jika telah mencapai titik tertentu maka akan
menurunkan nilai perusahaan.Maka H5 tidak dapat didukung.
Namun hal ini tidak sesuai dengan teori Jensen and Meckling tentang
agency theory (1976) dalam Farah Margaretha (2009 : 5) yang menyatakan
bahwa penggunaan hutang merupakan salah satu upaya di dalam mengatasi
masalah kegenan, dengan adanya hutang dapat di gunakan untuk
mengendalikan penggunaan free cash flow secara berlebihan oleh manajemen,
dengan demikian menghindari investasi yang sia-sia. Penggunaan hutang akan
meningkatkan nilai perusahan.
Namun temuan ini juga didukung oleh temuan oleh Sujoko dan Ugy
Soebiantoro (2007) yang juga menemukan adanya hubungan signifikan negatif
dan signifikan variabel struktur modal terhadap nilai perusahaan.
5. Pengujian Hipotesis VI
H6 : kebijakan dividen berpengaruh positif dan signifikan terhadap nilai
perusahaan.
Berdasarkan tabel 4.9 diatas pengujian terhadap pengaruh kebijakan
dividen terhadap nilai perusahaan menghasilkan koefisien path negatif dan
tidak signifikan, ini dapat dilihat dari koefisien path (faktor loading) sebesar -
0.098 dan nilai t-hitung yang lebih kecil dari t-tabel yaitu sebesar -2.22. Hasil
tersebut menunjukan bahwa kebijakan dividen berpengaruh terhadap nilai
128
perusahaan akan tetapi dalam hubungan terbalik. Dengan demikian maka H6
tidak dapat diterima.
Hasil ini tidak konsisten dengan agency teory (Jansen & Meckling,
1976) dalam Bambang Sugeng (2009:38) yang menyatakan bahwa kebijakan
dividen digunakan untuk meminimalisi agency cost yang timbul dari potensi
conflict of interest antara agen (manajer) dengan principal (pemilik perusahaan)
akibat adanya pemisahan antara kedua belah pihak tersebut.
Akan tetapi ini bisa saja berpengaruh terbalik, (Eastabrook,1984 dalam
Bambang Sugeng, 2009 : 39) menjelaskan efektivitas dividen sebagai salah satu
sarana monitoring bergantung pula pada keberadaan sarana-sarana monitoring
lainnya, misalnya struktur kepemilikan dan kebijakan hutang.
129
BAB V
KESIMPULAN DAN IMPLIKASI
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang telah dipaparkan pada bab
sebelumnya, maka penelitian ini dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Struktur kepemilikan berpengaruh negatif dan signifikan terhadap struktur
modal. Hal ini berarti semakin tinggi struktur kepemilikan saham perusahaan
baik itu oleh insider ownership ataupun institusional ownership berpengaruh
pada menurunnya struktur modal. Penemuan ini sesuai dengan teori yang
dikemukakan oleh (Jensen and Meckling, 1976) dalam Sujoko dan Ubi
Soegiantoro (2007) . Struktur kepemilikan saham diprediksi berpengaruh
dalam penentuan struktur modal. Semakin terkonsentrasi kepemilikan saham
perusahaan cenderung akan mengurangi utang. Semakin terkonsentrasi
kepemilikan saham , maka akan terjadi pengawasan yang efektif terhadap
manajemen. Manajemen akan semakin berhati-hati dalam melakukan
peminjaman, seba jumlah utang yang terlalu tinggi akan menimbulkan risiko
financial distress sehingga nilai perusahaan akan menurun.
2. Struktur kepemilikan berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kebijakan
dividen. Hal ini berarti semakin tinggi struktur kepemilikan saham berarti
bahwa menurunnya nilai kebijakan dividen di suatu perusahaan. Hasil ini
konsisten dengan agency theory (Jansen & Meckling, 1976) yang menyatakan
130
bahwa agency cost akan rendah di dalam perusahaan dengan kepemilikan
manajerial (managerial ownership) yang tinggi, karena hal ini memungkinkan
adanya penyatuan antara kepentingan pemegang saham dengan kepentingan
manajer yang dalam hal ini berfungsi sebagai agent dan sekaligus sebagai
principal. Hal yang sama juga bisa terjadi diperusahaan dimana terdapat large
block shareholder (pemegang saham dalam jumlah besar) yang biasanya
terdiri dari pemegang saham institusi (institusional ownership) yang memiliki
kemampuan tinggi untuk mengendalikan manajer (Frankfurter & Wood,
1994). Adanya large block shareholders mengindikasikan tingkat dispersi
dari pemegang saham oleh pihak luar perusahaan lebih kecil. Dalam situasi
demikian perusahaan tidak perlu membayar dividen payout yang tinggi untuk
mengendalikan agency cost. Rasionalnya adalah bahwa dengan managerial
ownership yang tinggi agency problem menjadi rendah antara manajer dengan
pemegang saham, sedangkan dengan large block shareholder yang tinggi,
monitoring dapat dilakukan secara efektif oleh pemegang saham.
3. Struktur kepemilikan saham tidak berpengaruh signifikan terhadap nilai
perusahaan. Hasil penelitian ini sesuai dengan Bambang Sugeng (2009),
dimungkinkan temuan ini terkait dengan karakteristik perusahaan-perusahaan
public di Indonesia seperti yang telah di bahas pada hipotesis 1, bahwa secara
rata-rata proporsi kepemilikan saham manajerial relatif sangat kecil, menurut
data rata-ratanya hanya 5%, akibatnya tidak ada pengaruh yang signifikan
fungsi manajerial dalam mengurangi agency problem, karena dengan
131
kepemilikan yang rendah kemungkinan adanya penyatuan antara kepentingan
pemegang saham dengan kepentingan manajemen tidak dapat terwujud. Di
samping itu, karakteristik lain dari perusahaan Indonesia bahwa institusional
ownership (kepemilikan lembaga) dari perusahaan-perusahaan holding
companies yang saling berafiliasi bahkan masih merupakan perusahaan-
perusahaan keluarga dimana pihak manajemen perusahaan masih bagian dari
perusahaan-perusahaan keluarga tersebut (Sudarma,2004) dalam Bambang
Sugeng (2009). Sehingga walaupun kepemilikan saham oleh pihak outsiders
dalam hal ini institusional ownership tinggi, karena didominasi oleh pihak-
pihak yang tidak independen (berafiliasi satu sama lain), akibatnya fungsi
institusional ownership sebagai mechanisme monitoring bagi manajemen
tidak bisa berjalan semestinya, sehingga agency problem tidak bisa ditekan,
dan akhirnya berimbas pada market value perusahaan yang menurun.
4. Struktur modal berpengaruh signifikan negatif terhadap kebijakan dividen. Ini
berarti hubungan terbalik diantara keduanya. Semakin tinggi struktur modal
perusahaan maka akan semakin kecil kebijakan dividen yang diambil oleh
perusahaan tersebut. Hasil temuan ini sesuai dengan Logika hubungan negatif
yang dikembangkan berdasarkan eksplanasi dari agency cost model,
khususnya yang diargumentasikan dalam proposisi monitoring mechanism
dari Easterbrook (1984), Rozeff (1992), Taranto (2002), dan Noronha (1996)
yang juga didukung oleh temuan dari Baker, et al. (2001), Sharma (2001), dan
Jain, et al. (2003) dalam Bambang Sugeng (2008). Argumen tersebut secara
132
ringkas menyatakan semakin besar ketergantungan perusahaan terhadap dana
eksternal seperti long-term debt semakin intensif pengawasan oleh penyedia
dana eksternal tersebut (kreditur) terhadap kinerja manajemen sehingga
memperkecil potensi agency problem antara manajemen dengan pemegang
saham. Dengan semakin kecilnya agency problem tersebut maka
ketergantungan perusahaan kepada dividen sebagai sarana monitoring menjadi
semakin kecil. Argumen lain yang mengarah kepada hubungan negatif kedua
variabel adalah bahwa pembayaran dividen yang tinggi akan memperbesar
beban tetap perusahaan sehingga menyebabkan utang lebih berisiko dan
karenanya akan menurunkan nilai dari utang tersebut (Taranto, 2002 dan
Noronha, 1996). Untuk melindungi dirinya kreditur akan membuat perjanjian
utang (debt covenant) yang berisi pembatasan-pembatasan terhadap
manajemen termasuk pembatasan kebijakan atas dividen yang akan
dibayarkan kepada pemegang saham.
5. Struktur Modal berpengaruh signifikan negatif terhadap nilai perusahaan. Hal
ini berarti semakin besar struktur modal suatu perusahaan maka akan
menyebabkan menurunnya nilai perusahaan tersebut, begitu pun sebaliknya.
Hal ini didukung oleh teori trade off (Modigliani and Miller, 1999 dalam
Dermawan Sjahrial, 2008 : 203), Walaupun tingkat hutang akan
meningkatkan pula harga saham, tetapi jika telah mencapai titik tertentu maka
akan menurunkan nilai perusahaan. Temuan ini juga didukung oleh temuan
oleh Sujoko dan Ugy Soebiantoro (2007) yang juga menemukan adanya
133
hubungan signifikan negatif dan signifikan variabel struktur modal terhadap
nilai perusahaan.
6. Kebijakan Dividen berpengaruh signifikan negatif terhadap nilai perusahaan.
Hal ini berarti semakin tinggi nilai dividen yang dibagikan maka akan
menurunkan nilai perusahaan tersebut. (Eastabrook,1984 dalam Bambang
Sugeng, 2009 : 39) menjelaskan efektivitas dividen sebagai salah satu sarana
monitoring bergantung pula pada keberadaan sarana-sarana monitoring
lainnya, misalnya struktur kepemilikan dan kebijakan hutang.
B. Implikasi
Berdasarkan kesimpulan yang telah diuraikan, maka penulis mencoba
mengemukakan implikasi yang mungkin bermanfaat di antaranya :
1. Untuk Pemerintah
Berdasarkan hasil temuan di atas, penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi
pemerintah dan pihak yang terkait dalam pengambilan kebijakan dari
penerapan good corporate governance. Pemerintah sebaiknya dengan hasil
temuan ini menjadi dasar dalam pengambilan keputusan terutama menganai
jumlah (prosentase) kepemilikan institusional yang merupakan holding
company yang saling berafiliasi dalam perusahaan, karena dengan
kepemilikan institusional yang didominasi oleh perusahaan holding company
justru akan menurunkan nilai perusahaan.
2. Untuk Perusahaan
134
Dengan adanya temuan bahwa struktur kepemilikan tidak berpengaruh
terhadap nilai perusahaan, pembayaran dividen berpengaruh terhadap nilai
perusahaan tetapi dalam hal yang terbalik atau negatif , dan lain-lainnya. Hasil
temuan ini dapat digunakan untuk membantu perusahaan dalam mengambil
keputusan. Karena keputusan tersebut sangatlah penting dalam menentukan
kemajuan dan kelangsungan hidup perusahaan.
3. Untuk Investor
Harapan setiap investor adalah mendapatkan profit (keuntungan) dari setiap
investasi yang dilakukannya. Adanya hasil temuan-temuan dalam penelitian
ini, dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan bagi para investor sebelum
memutuskan untuk berinvestasi pada perusahaan-perusahaan tertentu.
4. Untuk Akademisi
Penelitian ini dapat dijadikan sebagai refrensi dalam penelitian-penelitian
selanjutnya yang akan membahas mengenai agency problem. Untuk penelitian
selanjutnya sebaiknya memperbanyak jumlah variabel struktur corporate
governance, misalnya : kualitas auditor internal, sekretaris perusahaan, dan
didukung juga dengan data primer misalnya, latar belakang pendidikan
manajer dan dewan komisaris, komite audite, agar temuan yang dihasilkan
lebih kuat (robust finding), atau kemudian memasukkan faktor-faktor lain
yang diprediksi mempengaruhi nilai perusahaan dan agency problem, seperti
faktor makroekonomi.
135
DAFTAR PUSTAKA
Beiner, S. 2001. Theories and Determinants of Dividend Policy, Financial
Management 24:51 81.
Brealey, Myers, dan Marcus. “ Dasar – Dasar Manajemen Keuangan Perusahaan
Jilid 1”, Jakarta : Erlangga, 2008.
Brigham & Houston. “ Fundamentals of Financial Management, Jakarta : Salemba
Empat, 2009.
Brigham F.Eugene dan Joel F.Houston. “Manajemen Keuangan”. Edisi 8.Buku II.
Erlangga.Jakarta.2001Djabid, Abdullah.” Kebijakan Dividen Dan Struktur
Kepemilikan Terhadap Kebijakan Hutang : Sebuah Perspektif Agency
Theory”. Jurnal Keuangan dan Perbankan, Vol.13, No.2, Mei, 2009.
C. Van Horne,James,et.Al.,”Fundamental of Financial Management (Prinsip-Prinsip
Manajemen Keuangan)”, Edisi 12, Salemba Empat,Jakarta,2005.
Djabid, Abdullah.” Kebijakan Dividen Dan Struktur Kepemilikan Terhadap
Kebijakan Hutang : Sebuah Perspektif Agency Theory”. Jurnal Keuangan
dan Perbankan, Vol.13, No.2, Mei, 2009.
Ghozali, Imam dan Fuad.” Structural Equation Modeling (Teori, Konsep dan
Aplikasi dengan Program Lisrel 8.80”. Semarang : Badan Penerbit
Universitas Diponogoro, 2008.
Halim, Abdul, “Analisis Investasi”, Jakarta, Salemba Empat, 2005.
Harjito, D. Agus.” Hubungan Kebijakan Hutang, Insider Ownership, Dan Kebijakan
Dividen Dalam Mekanisme Pengawasan Masalah Agensi Di Indonesia”.
JAAI, Vol.11, No.2, Desember, 2006.
Haruman, Tendi. “Struktur Kepemilikan, Keputusan Keuangan dan Nilai
Perusahaan. Jurnal Keuangan dan Perbankan”, Vol.10 No.2, Desember,
2008.
Harun, Harniza, dan Sambharakreshna, Yudhanta. “Struktur Modal (Capital
Structure) Konsep dan Aplikasi”. Percikan.2008.
Husnan, Suad dan Enny Pudjiastuti., “Dasar-Dasar Manajemen Keuangan”,
Yogyakarta, UPP AMPYKPN,2004.
136
Indriantoro, Nur dan Bambang Supomo. “Metodologi Penelitian Bisnis : Untuk
Akuntansi dan Manajemen”, Edisi 1, BPFE,Yogyakarta,2002.
J.Fabozzi, Frank and Pamela P.Peterson., “Financial Management and Analysis”,
Second Edition, Jhon Wiley & Sons Publisher, Canada,2003.
Jones, C.P. 2000. “Investments: Analysis and Management “ . 7th Edition. New
York: John Wiley & Sons.
Keown, Scott, Martin & Petty.” Dasar – Dasar Manajemen Keuangan”, Jakarta :
Salemba Empat, 2000.
Manurung, Haymans . “Strategi Memenangkan Transaksi Saham di Bursa”. Penerbit
PT Elex Media Komputindo, Jakarta,2004.
Mardiyanto, Hartono. “Intisari Manajemen Keuangan”.PT Grasindo. Anggota
IKAPI. Jakarta.2009.
Margaretha, Farah dan Asmariani, Andhini. “Faktor-Faktor Agency Theory yang
mempengaruhi Hutang”, Media Riset dan Bisnis, Vol.9 No. 1, April, pp.1-
20, 2009
Margaretha, Farah.” Pengaruh PER, Dividen Yield, dan MBR terhadap Stock Return
di BEI”. Jurnal Bisnis dan Akuntansi”. Vol.10, No.3, Desember, 2008.
Moeljadi. “Manajemen Keuangan pendekatan kualitatif dan kuantitatif jilid 1 ”,
Malang : Bayumedia, 2006.
M. Hanafi, Mamduh dan Halim, Abdul.” Analisis Laporan Keuangan”, Yogyakarta :
UPP STIM YKPN, 2009.
M.Nasser, Etty. “Pengaruh Struktur Kepemilikan dan Dewan Komisaris Independen
Terhadap Nilai Perusahaan dengan Manajemen Laba dan Kebijakan Hutang
sebagai Variabel Intervening”, Media Riset Akuntansi, Auditing, dan
Informasi, Vol.8, No.1,April, 2008Prastowo, Dwi. “Analisis Laporan
Keuangan Konsep dan Aplikasi” Yogyakarta, YKPN, 2002.
Nasarudin, Indoyama dan Maimunah, Umi. “Pengaruh Struktur Kepemilikan Saham,
Struktur Modal, Faktor Intern dan Faktor Ekstern, terhadap Nilai
Perusahaan” Etikonomi, Vol.8, No.1, April, 2009.
Prihadi, Toto. “Analisis Laporan keuangan dalam Teori dan Aplikasi”.
Jakarta,Lembaga Penerbit PPM,2010.
Riyanto, Bambang. “Dasar-Dasar Pembelanjaan Perusahaan”. Edisi ke-7. BPFE-
Yogyakarta.Yogyakarta.2001.
137
Rodoni, Ahmad dan Ali, Herni.” Manajemen Keuangan”. Jakarta : Mitra Wacana
Media, 2010.
Rodoni, Ahmad, dan Indoyama Nasaruddin.,” Modul Manajemen Keuangan”,
Lembaga Penerbit FEIS UIN,Jakarta,2007.
Ross, Stephen A.,et. All., “Fundamentals of Corporate Finance”, Sixth Edition, The
McGraw Hill Company,New York, 2003.
Setia Atmaja, Lukas.” Manajemen Keuangan (Teori & Praktek)”, CV. Andi :
Yogyakarta, 2008.
Sihombing, Greegorius . “Kaya dan Pintar Jadi Trader dan Investor Saham”,
Penerbit Indonesia Cerdas, Yogyakarta, 2008.
Simamora, Henry,. “Akuntansi Basis Pengambilan Keputusan Bisnis”, Jilid II
.Jakarta , Salemba Empat, 2000.
Sjahrial, Dermawan. “Manajemen Keuangan Edisi 2”, Mitra Wacana Media :
Jakarta, 2008.
Soebiantoro, Ugi, dan Sujoko . “Pengaruh Struktur Kepemilikan Saham, Leverage,
Faktor Intern Dan Faktor Ekstern Terhadap Nilai Perusahaan” , JURNAL
MANAJEMEN DAN KEWIRAUSAHAAN, VOL. 9, NO. 1, MARET 2007 : 41-
48, Jurusan Ekonomi Manajemen, Fakultas Ekonomi – Universitas Kristen
Petra, 2007.
Sugeng, Bambang. “ Pengaruh Struktur Kepemilikan Dan Struktur Modal Terhadap
Kebijakan Inisiasi Dividen Di Indonesia”. Jurnal Ekonomi dan Bisnis, Vol.
14, N0. 1, 2009.
Sugiono, Arief. “Manajemen Keuangan untuk praktisi Keuangan “. PT Grasindo,
Jakarta, 2009.
Surya, Indra dan Yustiavandana, Ivan.” Penerapan Good Coorporate Governance”,
Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2008.
Suwaldiman dan Aziz, Ahmad, “Pengaruh Insider Ownership Dan Risiko Pasar
Terhadap Kebijakan Dividen”, SINERGI Volume 8 No.1, Januari 2006.
Taker, Delek et All.,”Determinant of Capital Structure For Turkish Firms : A Panel
Data Analysis”, International Research Journal of Finance and Economics,
ISSN 1450-2887 Issue 29,2009.
138
Wahyudi, Untung dan Pawestri, Hartini P. “Implikasi Struktur Kepemilikan : Dengan
Keputusan Keuangan sebagai Variabel Intervening”, SNA IX Padang, IAI,
2006.
Wira, Desmon. “Analisis Fundamental Saham”. Cetakan Pertama. Penerbit
Exceed.Jakarta.2011.
.
.
139
DATE: 9/10/2011 TIME: 15:10 LISREL 8.80 (STUDENT EDITION) BY Karl G. Jöreskog & Dag Sörbom This program is published exclusively by Scientific Software International, Inc. 7383 N. Lincoln Avenue, Suite 100 Lincolnwood, IL 60712, U.S.A. Phone: (800)247-6113, (847)675-0720, Fax: (847)675-2140 Copyright by Scientific Software International, Inc., 1981-2006 Use of this program is subject to the terms specified in the Universal Copyright Convention. Website: www.ssicentral.com The following lines were read from file D:\uji tgl 10 sept\UJI 1.spj: UJI 1 Raw Data from file 'D:\uji tgl 10 sept\DATA AWAL.psf' Sample Size = 100 Latent Variables KEP STR DIV NIL Relationships SKM = KEP SKI = KEP DER = STR LDR = STR DPR = DIV DY = DIV MBR = NIL PER = NIL PBV = NIL STR = KEP DIV = KEP STR NIL = KEP STR NIL Path Diagram Wide Print Print Residuals End of Problem Sample Size = 100
UJI 1 W_A_R_N_I_N_G: The solution was found non-admissible after 50 iterations. The following solution is preliminary and is provided only for the purpose of tracing the source of the problem. Setting AD> 50 or AD=OFF may solve the problem LISREL Estimates(Intermediate Solution) Measurement Equations
140
DER = 2.50*STR, Errorvar.= -4.90 , R² = 4.59 (1.98) -2.47 W_A_R_N_I_N_G : Error variance is negative. LDR = 0.12*STR, Errorvar.= 0.17 , R² = 0.080 (0.018) (0.021) 6.64 8.20 DPR = 2.88*DIV, Errorvar.= 12.94, R² = 0.39 (1.53) 8.48 DY = 0.20*DIV, Errorvar.= -0.019 , R² = 1.94 (0.0076) (0.0039) 26.41 -4.94 W_A_R_N_I_N_G : Error variance is negative. MBR = 1.33*NIL, Errorvar.= 0.011 , R² = 0.99 (0.035) 0.32 PER = 4.33*NIL, Errorvar.= 38.50, R² = 0.33 (0.47) (5.49) 9.17 7.01 PBV = 1.30*NIL, Errorvar.= 0.036 , R² = 0.98 (0.024) (0.034) 53.39 1.04
SKM = 0.059*KEP, Errorvar.= 0.0073 , R² = 0.33 (0.012) (0.0012) 5.10 5.85 SKI = - 0.22*KEP, Errorvar.= -0.0044, R² = 1.09 (0.031) (0.013) -7.19 -0.33 W_A_R_N_I_N_G : Error variance is negative. Structural Equations
STR = 0.12*KEP, Errorvar.= 0.99 , R² = 0.015 (0.086) (2.03) 1.42 0.49 DIV = 0.0047*STR - 0.16*KEP, Errorvar.= 0.98 , R² = 0.025 (0.034) (0.20) (1.28) 0.14 -0.79 0.76 NIL = - 0.059*STR + 0.015*KEP, Errorvar.= 1.00 , R² = 0.0034 (0.026) (0.12) (0.24) -2.27 0.12 4.17
141
Reduced Form Equations STR = 0.12*KEP, Errorvar.= 0.99, R² = 0.015 (0.086) 1.42 DIV = - 0.16*KEP, Errorvar.= 0.98, R² = 0.025 (0.20) -0.79 NIL = 0.0081*KEP, Errorvar.= 1.00, R² = 0.00 (0.13) 0.065
Correlation Matrix of Independent Variables KEP -------- 1.00 Covariance Matrix of Latent Variables STR DIV NIL KEP -------- -------- -------- -------- STR 1.00 DIV -0.01 1.00 NIL -0.06 0.00 1.00 KEP 0.12 -0.16 0.01 1.00 Goodness of Fit Statistics Degrees of Freedom = 22 Minimum Fit Function Chi-Square = 65.33 (P = 0.00) Normal Theory Weighted Least Squares Chi-Square = 59.29 (P = 0.00) Estimated Non-centrality Parameter (NCP) = 37.29 90 Percent Confidence Interval for NCP = (18.15 ; 64.08) Minimum Fit Function Value = 0.66 Population Discrepancy Function Value (F0) = 0.38 90 Percent Confidence Interval for F0 = (0.18 ; 0.65) Root Mean Square Error of Approximation (RMSEA) = 0.13 90 Percent Confidence Interval for RMSEA = (0.091 ; 0.17) P-Value for Test of Close Fit (RMSEA < 0.05) = 0.00097 Expected Cross-Validation Index (ECVI) = 1.06 90 Percent Confidence Interval for ECVI = (0.87 ; 1.33) ECVI for Saturated Model = 0.91 ECVI for Independence Model = 4.25 Chi-Square for Independence Model with 36 Degrees of Freedom = 402.27 Independence AIC = 420.27 Model AIC = 105.29 Saturated AIC = 90.00 Independence CAIC = 452.72 Model CAIC = 188.21 Saturated CAIC = 252.23
142
Normed Fit Index (NFI) = 0.84 Non-Normed Fit Index (NNFI) = 0.81 Parsimony Normed Fit Index (PNFI) = 0.51 Comparative Fit Index (CFI) = 0.88 Incremental Fit Index (IFI) = 0.89 Relative Fit Index (RFI) = 0.73 Critical N (CN) = 62.06 Root Mean Square Residual (RMR) = 0.72 Standardized RMR = 0.13 Goodness of Fit Index (GFI) = 0.87 Adjusted Goodness of Fit Index (AGFI) = 0.74 Parsimony Goodness of Fit Index (PGFI) = 0.43
143
LAMPIRAN 2
Output Lisrel Awal II
Analisis SEM DATE: 9/10/2011 TIME: 15:32 LISREL 8.80 (STUDENT EDITION) BY Karl G. Jöreskog & Dag Sörbom This program is published exclusively by Scientific Software International, Inc. 7383 N. Lincoln Avenue, Suite 100 Lincolnwood, IL 60712, U.S.A. Phone: (800)247-6113, (847)675-0720, Fax: (847)675-2140 Copyright by Scientific Software International, Inc., 1981-2006 Use of this program is subject to the terms specified in the Universal Copyright Convention. Website: www.ssicentral.com The following lines were read from file D:\uji tgl 10 sept\UJI 2.spj: UJI 2 Raw Data from file 'D:\uji tgl 10 sept\DATA AWAL.psf' Sample Size = 100 Latent Variables KEP STR DIV NIL Relationships SKM = KEP SKI = KEP DER = STR LDR = STR DPR = DIV DY = DIV MBR = NIL PER = NIL PBV = NIL STR = KEP DIV = KEP STR NIL = KEP STR NIL Set Error Covariance of DER to 0.001 Set Error Covariance of DY to 0.001 Set Error Covariance of SKI to 0.001 Path Diagram Wide Print Print Residuals End of Problem Sample Size = 100
144
UJI 2 Number of Iterations = 32 LISREL Estimates (Maximum Likelihood) Measurement Equations
DER = 1.01*STR, Errorvar.= 0.0010, R² = 1.00 LDR = 0.28*STR, Errorvar.= 0.11 , R² = 0.43 (0.033) (0.015) 8.62 7.03 DPR = 4.24*DIV, Errorvar.= 4.01 , R² = 0.82 (0.70) 5.75 DY = 0.14*DIV, Errorvar.= 0.0010, R² = 0.95 (0.0076) 18.51 MBR = 1.33*NIL, Errorvar.= 0.013 , R² = 0.99 (0.042) 0.31
PER = 4.33*NIL, Errorvar.= 38.50, R² = 0.33 (0.63) (5.49) 6.87 7.01 PBV = 1.30*NIL, Errorvar.= 0.034 , R² = 0.98 (0.038) (0.041) 34.42 0.84 SKM = 0.063*KEP, Errorvar.= 0.0068 , R² = 0.37 (0.0095) (0.00099) 6.62 6.95 SKI = - 0.21*KEP, Errorvar.= 0.0010, R² = 0.98 (0.015) -13.77 Structural Equations
STR = 0.28*KEP, Errorvar.= 0.92 , R² = 0.079 (0.100) (0.13) 2.83 7.02 DIV = - 0.11*STR - 0.22*KEP, Errorvar.= 0.92 , R² = 0.076 (0.10) (0.11) (0.16) -1.07 -2.12 5.78 NIL = - 0.025*STR + 0.0053*KEP, Errorvar.= 1.00 , R² = 0.00060 (0.11) (0.11) (0.15)
145
-0.24 0.049 6.89
Reduced Form Equations STR = 0.28*KEP, Errorvar.= 0.92, R² = 0.079 (0.100) 2.83 DIV = - 0.25*KEP, Errorvar.= 0.94, R² = 0.065 (0.10) -2.48 NIL = - 0.0019*KEP, Errorvar.= 1.00, R² = 0.00 (0.10) -0.019 Correlation Matrix of Independent Variables KEP -------- 1.00 Covariance Matrix of Latent Variables STR DIV NIL KEP -------- -------- -------- -------- STR 1.00 DIV -0.17 1.00 NIL -0.02 0.00 1.00 KEP 0.28 -0.25 0.00 1.00
Goodness of Fit Statistics Degrees of Freedom = 25 Minimum Fit Function Chi-Square = 70.43 (P = 0.00) Normal Theory Weighted Least Squares Chi-Square = 65.11 (P = 0.00) Estimated Non-centrality Parameter (NCP) = 40.11 90 Percent Confidence Interval for NCP = (19.99 ; 67.91) Minimum Fit Function Value = 0.71 Population Discrepancy Function Value (F0) = 0.41 90 Percent Confidence Interval for F0 = (0.20 ; 0.69) Root Mean Square Error of Approximation (RMSEA) = 0.13 90 Percent Confidence Interval for RMSEA = (0.090 ; 0.17) P-Value for Test of Close Fit (RMSEA < 0.05) = 0.00088 Expected Cross-Validation Index (ECVI) = 1.06 90 Percent Confidence Interval for ECVI = (0.86 ; 1.34) ECVI for Saturated Model = 0.91 ECVI for Independence Model = 4.25 Chi-Square for Independence Model with 36 Degrees of Freedom = 402.27
146
Independence AIC = 420.27 Model AIC = 105.11 Saturated AIC = 90.00 Independence CAIC = 452.72 Model CAIC = 177.21 Saturated CAIC = 252.23 Normed Fit Index (NFI) = 0.82 Non-Normed Fit Index (NNFI) = 0.82 Parsimony Normed Fit Index (PNFI) = 0.57 Comparative Fit Index (CFI) = 0.88 Incremental Fit Index (IFI) = 0.88 Relative Fit Index (RFI) = 0.75 Critical N (CN) = 63.29 Root Mean Square Residual (RMR) = 0.69 Standardized RMR = 0.12 Goodness of Fit Index (GFI) = 0.87 Adjusted Goodness of Fit Index (AGFI) = 0.77 Parsimony Goodness of Fit Index (PGFI) = 0.48
Summary Statistics for Standardized Residuals Smallest Standardized Residual = -2.79 Median Standardized Residual = 0.00 Largest Standardized Residual = 4.36 Stemleaf Plot - 2|855554 - 1|922220 - 0|77643322210000000000 0|1227 1|056 2|05569 3| 4|4 Largest Negative Standardized Residuals Residual for PER and DY -2.79 Largest Positive Standardized Residuals Residual for MBR and LDR 2.58 Residual for PER and LDR 4.36 Residual for SKI and LDR 2.91 The Modification Indices Suggest to Add the Path to from Decrease in Chi-Square New Estimate DER NIL 8.1 -0.33 DY NIL 9.7 -0.02 The Modification Indices Suggest to Add an Error Covariance Between and Decrease in Chi-Square New Estimate PER LDR 11.7 0.69 Time used: 0.031 Seconds
147
LAMPIRAN 3
Modifikasi Model I
Analisis SEM DATE: 9/10/2011 TIME: 15:50 LISREL 8.80 (STUDENT EDITION) BY Karl G. Jöreskog & Dag Sörbom This program is published exclusively by Scientific Software International, Inc. 7383 N. Lincoln Avenue, Suite 100 Lincolnwood, IL 60712, U.S.A. Phone: (800)247-6113, (847)675-0720, Fax: (847)675-2140 Copyright by Scientific Software International, Inc., 1981-2006 Use of this program is subject to the terms specified in the Universal Copyright Convention. Website: www.ssicentral.com The following lines were read from file D:\uji tgl 10 sept\UJI 3.spj: UJI 3 Raw Data from file 'D:\uji tgl 10 sept\DATA AWAL.psf' Sample Size = 100 Latent Variables KEP STR DIV NIL Relationships SKM = KEP SKI = KEP DER = STR LDR = STR DPR = DIV DY = DIV MBR = NIL PER = NIL PBV = NIL STR = KEP DIV = KEP STR NIL = KEP STR NIL Set Error Covariance of DER to 0.001 Set Error Covariance of DY to 0.001 Set Error Covariance of SKI to 0.001
148
Set Covariance of PER and LDR Path Diagram Wide Print Print Residuals End of Problem Sample Size = 100 UJI 3 Number of Iterations = 16 LISREL Estimates (Maximum Likelihood) Measurement Equations
DER = 1.01*STR, Errorvar.= 0.0010, R² = 1.00 LDR = 0.26*STR, Errorvar.= 0.11 , R² = 0.40 (0.030) (0.015) 8.69 7.03 DPR = 4.24*DIV, Errorvar.= 4.01 , R² = 0.82 (0.70) 5.75 DY = 0.14*DIV, Errorvar.= 0.0010, R² = 0.95 (0.0076) 18.51 MBR = 1.33*NIL, Errorvar.= 0.018 , R² = 0.99 (0.046) 0.39 PER = 3.73*NIL, Errorvar.= 38.88, R² = 0.26 (0.59) (5.54) 6.36 7.02
PBV = 1.30*NIL, Errorvar.= 0.029 , R² = 0.98 (0.040) (0.044) 32.63 0.67 SKM = 0.063*KEP, Errorvar.= 0.0068 , R² = 0.37 (0.0095) (0.00099) 6.62 6.95 SKI = - 0.21*KEP, Errorvar.= 0.0010, R² = 0.98 (0.015) -13.77 Error Covariance for PER and LDR = 0.76 (0.22) 3.49
149
Structural Equations
STR = 0.28*KEP, Errorvar.= 0.92 , R² = 0.079 (0.100) (0.13) 2.83 7.02 DIV = - 0.11*STR - 0.22*KEP, Errorvar.= 0.92 , R² = 0.076 (0.10) (0.11) (0.16) -1.07 -2.12 5.78 NIL = - 0.025*STR + 0.0057*KEP, Errorvar.= 1.00 , R² = 0.00060 (0.11) (0.11) (0.15) -0.24 0.054 6.86 Reduced Form Equations STR = 0.28*KEP, Errorvar.= 0.92, R² = 0.079 (0.100) 2.83
DIV = - 0.25*KEP, Errorvar.= 0.94, R² = 0.065 (0.10) -2.48 NIL = - 0.0014*KEP, Errorvar.= 1.00, R² = 0.00 (0.10) -0.014 Correlation Matrix of Independent Variables KEP -------- 1.00 Covariance Matrix of Latent Variables STR DIV NIL KEP -------- -------- -------- -------- STR 1.00 DIV -0.17 1.00 NIL -0.02 0.00 1.00 KEP 0.28 -0.25 0.00 1.00 Goodness of Fit Statistics Degrees of Freedom = 24 Minimum Fit Function Chi-Square = 56.71 (P = 0.00018) Normal Theory Weighted Least Squares Chi-Square = 56.25 (P = 0.00021) Estimated Non-centrality Parameter (NCP) = 32.25 90 Percent Confidence Interval for NCP = (14.12 ; 58.09) Minimum Fit Function Value = 0.57 Population Discrepancy Function Value (F0) = 0.33 90 Percent Confidence Interval for F0 = (0.14 ; 0.59)
150
Root Mean Square Error of Approximation (RMSEA) = 0.12 90 Percent Confidence Interval for RMSEA = (0.077 ; 0.16) P-Value for Test of Close Fit (RMSEA < 0.05) = 0.0048 Expected Cross-Validation Index (ECVI) = 0.99 90 Percent Confidence Interval for ECVI = (0.81 ; 1.25) ECVI for Saturated Model = 0.91 ECVI for Independence Model = 4.25 Chi-Square for Independence Model with 36 Degrees of Freedom = 402.27 Independence AIC = 420.27 Model AIC = 98.25 Saturated AIC = 90.00 Independence CAIC = 452.72 Model CAIC = 173.96 Saturated CAIC = 252.23 Normed Fit Index (NFI) = 0.86 Non-Normed Fit Index (NNFI) = 0.87 Parsimony Normed Fit Index (PNFI) = 0.57 Comparative Fit Index (CFI) = 0.91 Incremental Fit Index (IFI) = 0.91 Relative Fit Index (RFI) = 0.79 Critical N (CN) = 76.03 Root Mean Square Residual (RMR) = 0.96 Standardized RMR = 0.12 Goodness of Fit Index (GFI) = 0.89 Adjusted Goodness of Fit Index (AGFI) = 0.79 Parsimony Goodness of Fit Index (PGFI) = 0.47 Summary Statistics for Standardized Residuals Smallest Standardized Residual = -2.90 Median Standardized Residual = 0.00 Largest Standardized Residual = 2.73 Stemleaf Plot - 2|965544 - 1|932220 - 0|87443322200000000 0|127 1|05556 2|05566677 Largest Negative Standardized Residuals Residual for PER and DY -2.90 Largest Positive Standardized Residuals Residual for PER and LDR 2.72 Residual for SKI and LDR 2.73
151
The Modification Indices Suggest to Add the Path to from Decrease in Chi-Square New Estimate DER NIL 8.0 -0.35 DY NIL 9.6 -0.02 The Modification Indices Suggest to Add an Error Covariance Between and Decrease in Chi-Square New Estimate DER DER 9.9 -1.18 LDR DER 9.7 0.31 Time used: 0.016 Seconds
LAMPIRAN 4
Modifikasi Model II
Analisis SEM
DATE: 9/10/2011 TIME: 15:54 LISREL 8.80 (STUDENT EDITION) BY Karl G. Jöreskog & Dag Sörbom This program is published exclusively by Scientific Software International, Inc. 7383 N. Lincoln Avenue, Suite 100 Lincolnwood, IL 60712, U.S.A. Phone: (800)247-6113, (847)675-0720, Fax: (847)675-2140 Copyright by Scientific Software International, Inc., 1981-2006 Use of this program is subject to the terms specified in the Universal Copyright Convention. Website: www.ssicentral.com The following lines were read from file D:\uji tgl 10 sept\UJI 4.spj: UJI 4 Raw Data from file 'D:\uji tgl 10 sept\DATA AWAL.psf' Sample Size = 100 Latent Variables KEP STR DIV NIL Relationships SKM = KEP SKI = KEP DER = STR LDR = STR DPR = DIV DY = DIV MBR = NIL PER = NIL PBV = NIL
152
STR = KEP DIV = KEP STR NIL = KEP STR NIL Set Error Covariance of DER to 0.001 Set Error Covariance of DY to 0.001 Set Error Covariance of SKI to 0.001 Set Covariance of PER and LDR Set Covariance of LDR and DER Path Diagram Wide Print Print Residuals End of Problem Sample Size = 100 UJI 4 Covariance Matrix DER LDR DPR DY MBR PER PBV SKM SKI -------- -------- -------- -------- -------- -------- -------- -------- -------- DER 1.02 LDR 0.28 0.18 DPR -0.71 -0.24 22.03 DY -0.03 -0.01 0.60 0.02 MBR -0.03 0.10 -0.58 -0.04 1.79 PER 0.85 1.29 -4.16 -0.30 5.77 57.28 PBV -0.03 0.10 -0.70 -0.04 1.73 5.64 1.73 SKM 0.02 0.00 -0.03 0.00 -0.03 -0.09 -0.03 0.01 SKI -0.06 0.00 0.16 0.01 0.00 -0.16 0.00 -0.01 0.05 UJI 4 Number of Iterations = 31 LISREL Estimates (Maximum Likelihood) Measurement Equations
DER = 1.01*STR, Errorvar.= 0.0010, R² = 1.00 LDR = - 0.23*STR, Errorvar.= 0.12 , R² = 0.31 (0.23) (0.10) -1.02 2.20
DPR = 4.24*DIV, Errorvar.= 4.02 , R² = 0.82 (0.70) 5.75 DY = 0.14*DIV, Errorvar.= 0.0010, R² = 0.95 (0.0076) 18.50 MBR = 1.33*NIL, Errorvar.= 0.013 , R² = 0.99 (0.043)
153
3.30 DY = -1.023*NIL, Errorvar = 0.051, R² = 0.98 (0.34) (0.023) (2.356) (0.001) PER = 4.18*NIL, Errorvar.= 38.54, R² = 0.31 (0.62) (5.49) 6.73 7.01 PBV = 1.30*NIL, Errorvar.= 0.034 , R² = 0.98 (0.038) (0.041) 34.06 2.83 SKM = 0.063*KEP, Errorvar.= 0.0068 , R² = 0.37 (0.0095) (0.00098) 6.62 6.95 SKI = - 0.21*KEP, Errorvar.= 0.0010, R² = 0.98 (0.015) -13.77 Error Covariance for LDR and DER = 0.50 (0.23) 2.19 Error Covariance for PER and LDR = 0.77 (0.20) 3.78 Structural Equations
STR = -0.23*KEP, Errorvar.= 0.95 , R² = 0.052 (0.091) (0.13) -2.49 7.09 DIV = - 0.0046*STR - 0.25*KEP, Errorvar.= 0.93 , R² = 0.065 (0.048) (0.10) (0.16) -2.094 -2.46 5.78 NIL = - 0.13*STR - 0.028*KEP – 0,987*DIV, Errorvar.= 0.98 , R² = 0.017 (0.070) (0.10) (0.10) (0.14) -2.89 -0.27 -2.223 6.95 Reduced Form Equations STR = 0.23*KEP, Errorvar.= 0.95, R² = 0.052 (0.091) -2.49 DIV = - 0.26*KEP, Errorvar.= 0.93, R² = 0.065 (0.10) -2.49
154
NIL = - 0.0019*KEP, Errorvar.= 1.00, R² = 0.00 (0.10) -0.018 Correlation Matrix of Independent Variables KEP -------- 1.00 Covariance Matrix of Latent Variables STR DIV NIL KEP -------- -------- -------- -------- STR 1.00 DIV -0.06 1.00 NIL -0.13 0.00 1.00 KEP 0.23 -0.26 0.00 1.00 Goodness of Fit Statistics Degrees of Freedom = 23 Minimum Fit Function Chi-Square = 39.17 (P = 0.019) Normal Theory Weighted Least Squares Chi-Square = 39.27 (P = 0.019) Estimated Non-centrality Parameter (NCP) = 16.27 90 Percent Confidence Interval for NCP = (2.74 ; 37.65) Minimum Fit Function Value = 0.40 Population Discrepancy Function Value (F0) = 0.16 90 Percent Confidence Interval for F0 = (0.028 ; 0.38) Root Mean Square Error of Approximation (RMSEA) = 0.085 90 Percent Confidence Interval for RMSEA = (0.035 ; 0.13) P-Value for Test of Close Fit (RMSEA < 0.05) = 0.11 Expected Cross-Validation Index (ECVI) = 0.84 90 Percent Confidence Interval for ECVI = (0.70 ; 1.06) ECVI for Saturated Model = 0.91 ECVI for Independence Model = 4.25 Chi-Square for Independence Model with 36 Degrees of Freedom = 402.27 Independence AIC = 420.27 Model AIC = 83.27 Saturated AIC = 90.00 Independence CAIC = 452.72 Model CAIC = 162.58 Saturated CAIC = 252.23 Normed Fit Index (NFI) = 0.90
155
Non-Normed Fit Index (NNFI) = 0.93 Parsimony Normed Fit Index (PNFI) = 0.58 Comparative Fit Index (CFI) = 0.96 Incremental Fit Index (IFI) = 0.96 Relative Fit Index (RFI) = 0.85 Critical N (CN) = 106.23 Root Mean Square Residual (RMR) = 0.71 Standardized RMR = 0.11 Goodness of Fit Index (GFI) = 0.92 Adjusted Goodness of Fit Index (AGFI) = 0.84 Parsimony Goodness of Fit Index (PGFI) = 0.47
Summary Statistics for Standardized Residuals Smallest Standardized Residual = -2.81 Median Standardized Residual = 0.00 Largest Standardized Residual = 2.03 Stemleaf Plot - 2|855 - 2|442 - 1|986 - 1|33222210 - 0|6 - 0|42200000000 0|2 0|7 1|013444444 1|579 2|00 Largest Negative Standardized Residuals Residual for PER and DY -2.81 The Modification Indices Suggest to Add the Path to from Decrease in Chi-Square New Estimate DY NIL 9.6 -0.02 Time used: 0.016 Seconds
156
LAMPIRAN 5
Modifikasi Model III
Analisis SEM
DATE: 9/10/2011 TIME: 15:59 LISREL 8.80 (STUDENT EDITION) BY Karl G. Jöreskog & Dag Sörbom This program is published exclusively by Scientific Software International, Inc. 7383 N. Lincoln Avenue, Suite 100 Lincolnwood, IL 60712, U.S.A. Phone: (800)247-6113, (847)675-0720, Fax: (847)675-2140 Copyright by Scientific Software International, Inc., 1981-2006 Use of this program is subject to the terms specified in the Universal Copyright Convention. Website: www.ssicentral.com The following lines were read from file D:\uji tgl 10 sept\UJI 5.spj: UJI 5 Raw Data from file 'D:\uji tgl 10 sept\DATA AWAL.psf' Sample Size = 100 Latent Variables KEP STR DIV NIL Relationships SKM = KEP SKI = KEP
157
DER = STR LDR = STR DPR = DIV DY = DIV MBR = NIL PER = NIL PBV = NIL STR = KEP DIV = KEP STR NIL = KEP STR NIL Set Error Covariance of DER to 0.001 Set Error Covariance of DY to 0.001 Set Error Covariance of SKI to 0.001 Set Error Covariance of MBR to 0.001 Set Covariance of PER and LDR Set Covariance of LDR and DER Set Covariance of DY and NIL Path Diagram Wide Print Print Residuals End of Problem Sample Size = 100 UJI 5 LISREL Estimates(Intermediate Solution) Measurement Equations
DER = 1.01*STR, Errorvar.= 0.0010, R² = 1.00 LDR = - 0.23*STR, Errorvar.= 0.12 , R² = 0.30 (0.23) (0.10) -0.98 1.20 DPR = 4.28*DIV, Errorvar.= 3.70 , R² = 0.83 (0.76) 4.87 DY = 0.14*DIV - 0.022*NIL, Errorvar.= 0.0010, R² = 0.95 (0.0017) (0.0050) 81.28 -4.35 MBR = 1.34*NIL, Errorvar.= 0.0010, R² = 1.00
PER = 4.16*NIL, Errorvar.= 38.65, R² = 0.31 (0.46) (5.31) 8.98 7.28 PBV = 1.30*NIL, Errorvar.= 0.045 , R² = 0.97 (0.017) (0.0063) 76.48 7.24 SKM = 0.063*KEP, Errorvar.= 0.0068 , R² = 0.37 (0.0097) (0.00094) 6.48 7.28
158
SKI = - 0.21*KEP, Errorvar.= 0.0010, R² = 0.98 (0.016) -13.65 Error Covariance for LDR and DER = 0.50 (0.24) 2.10 Error Covariance for PER and LDR = 0.77 (0.20) 3.78 Structural Equations
STR = 0.23*KEP, Errorvar.= 0.95 , R² = 0.052 (0.10) (0.14) 2.28 6.91 DIV = - 0.0089*STR - 0.26*KEP, Errorvar.= 0.93 , R² = 0.067 (0.23) (0.44) (2.95) -0.039 -0.58 0.32 NIL = - 0.13*STR + 0.028*KEP, Errorvar.= 0.98 , R² = 0.017 (0.087) (0.14) (0.24) -1.53 0.20 4.05
Reduced Form Equations
STR = 0.23*KEP, Errorvar.= 0.95, R² = 0.052 (0.10) 2.28 DIV = - 0.26*KEP, Errorvar.= 0.93, R² = 0.067 (0.44) -0.59 NIL = - 0.0027*KEP, Errorvar.= 1.00, R² = 0.00 (0.13) -0.020 Correlation Matrix of Independent Variables KEP -------- 1.00 Covariance Matrix of Latent Variables STR DIV NIL KEP -------- -------- -------- -------- STR 1.00 DIV -0.07 1.00 NIL -0.13 0.00 1.00 KEP 0.23 -0.26 0.00 1.00
159
Goodness of Fit Statistics Degrees of Freedom = 23 Minimum Fit Function Chi-Square = 28.78 (P = 0.19) Normal Theory Weighted Least Squares Chi-Square = 29.64 (P = 0.16) Estimated Non-centrality Parameter (NCP) = 6.64 90 Percent Confidence Interval for NCP = (0.0 ; 24.82) Minimum Fit Function Value = 0.29 Population Discrepancy Function Value (F0) = 0.067 90 Percent Confidence Interval for F0 = (0.0 ; 0.25) Root Mean Square Error of Approximation (RMSEA) = 0.084 90 Percent Confidence Interval for RMSEA = (0.0 ; 0.10) P-Value for Test of Close Fit (RMSEA < 0.05) = 0.42
Expected Cross-Validation Index (ECVI) = 0.74 90 Percent Confidence Interval for ECVI = (0.68 ; 0.93) ECVI for Saturated Model = 0.91 ECVI for Independence Model = 4.25 Chi-Square for Independence Model with 36 Degrees of Freedom = 402.27 Independence AIC = 420.27 Model AIC = 73.64 Saturated AIC = 90.00 Independence CAIC = 452.72 Model CAIC = 152.95 Saturated CAIC = 252.23 Normed Fit Index (NFI) = 0.93 Non-Normed Fit Index (NNFI) = 0.98 Parsimony Normed Fit Index (PNFI) = 0.59 Comparative Fit Index (CFI) = 0.98 Incremental Fit Index (IFI) = 0.98 Relative Fit Index (RFI) = 0.89 Critical N (CN) = 144.22 Root Mean Square Residual (RMR) = 0.71 Standardized RMR = 0.096 Goodness of Fit Index (GFI) = 0.94 Adjusted Goodness of Fit Index (AGFI) = 0.88 Parsimony Goodness of Fit Index (PGFI) = 0.48
Summary Statistics for Standardized Residuals Smallest Standardized Residual = -3.40 Median Standardized Residual = 0.00 Largest Standardized Residual = 2.09
Largest Negative Standardized Residuals Residual for SKM and MBR -3.40 Residual for SKM and PBV -3.35 Time used: 0.016 Seconds