jurnal ta.pdf
TRANSCRIPT
![Page 1: JURNAL TA.pdf](https://reader031.vdokumen.com/reader031/viewer/2022020208/55cf9bd9550346d033a7997a/html5/thumbnails/1.jpg)
HUBUNGAN ANTARA EFEKTIVITAS PEMICU (PBL PROBLEMS)
DALAM METODE PBL (PROBLEM BASED LEARNING)
DENGAN TINGKAT MOTIVASI BELAJAR MAHASISWA ANGKATAN 2010
PROGRAM A REGULER PADA BLOK SISTEM NEUROLOGY
DI JURUSAN KEPERAWATAN
Oleh :
Widya Addiarto NIM. 0810720073
Mahasiswa Jurusan Keperawatan
Fakultas Kedokteran
Universitas Brawijaya
Malang
2012
Alamat :
Jalan Sumber Sari Gg. III No. 146
085749461009
![Page 2: JURNAL TA.pdf](https://reader031.vdokumen.com/reader031/viewer/2022020208/55cf9bd9550346d033a7997a/html5/thumbnails/2.jpg)
LEMBAR PERSETUJUAN
FORMAT PUBLIKASI
JUDUL :
HUBUNGAN ANTARA EFEKTIVITAS PEMICU (PBL PROBLEMS)
DALAM METODE PBL (PROBLEM BASED LEARNING)
DENGAN TINGKAT MOTIVASI BELAJAR MAHASISWA ANGKATAN 2010
PROGRAM A REGULER PADA BLOK SISTEM NEUROLOGY
DI JURUSAN KEPERAWATAN
Malang, 03 Mei 2012 Pembimbing I :
(drg. Purwani Tirahiningrum, M.Pd)
![Page 3: JURNAL TA.pdf](https://reader031.vdokumen.com/reader031/viewer/2022020208/55cf9bd9550346d033a7997a/html5/thumbnails/3.jpg)
HUBUNGAN ANTARA EFEKTIVITAS PEMICU (PBL PROBLEMS) DALAM METODE PBL (PROBLEM BASED LEARNING)
DENGAN TINGKAT MOTIVASI BELAJAR MAHASISWA ANGKATAN 2010 PROGRAM A REGULER PADA BLOK SISTEM NEUROLOGY
DI JURUSAN KEPERAWATAN
drg. Purwani Tirahiningrum, M.Pd 1, Alfrina Hany, S.Kp.,MN
2, Widya Addiarto
3
Abstrak
Kegiatan pembelajaran dalam metode PBL adalah menggunakan pemicu. Pemicu inilah yang akan membantu mahasiswa dalam memahami materi perkuliahan. Semakin efektif pemicu maka mahasiswa akan semakin mudah memahami mata kuliahnya, sehingga motivasi belajar juga akan meningkat. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi adanya hubungan antara efektivitas pemicu dengan motivasi belajar mahasiswa. Desain penelitian menggunakan observasional analitik dengan pendekatan cross sectional. Sampel dipilih dengan menggunakan metode total sampling. Jumlah sampel yang digunakan adalah 89 mahasiswa angkatan 2010 program A reguler di Jurusan Keperawatan Universitas Brawijaya. Analisis data hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara efektivitas pemicu dengan tingkat motivasi belajar, berdasarkan uji statistik Spearman Rank dengan nilai korelasi positif sebesar 0,515 dan memiliki nilai signifikansi sebesar 0,000 (p<0,05) sehingga (Ho) ditolak. Kesimpulan dari penelitian ini adalah semakin tinggi tingkat efektivitas pemicu maka semakin kuat motivasi belajar mahasiswa. Saran dalam penelitian ini bagi institusi Jurusan Keperawatan diharapkan dapat mengoptimalkan efektivitas pemicu yang digunakan dalam setiap blok mata kuliah, sehingga dapat meningkatkan motivasi belajar mahasiswa.
Kata kunci : efektivitas pemicu, PBL (Problem Based Learning), motivasi belajar.
ABSTRACT
Learning activities In PBL’s method is using a triggers. The trigger will help the students to understand the material in lectures. The more effective trigger will help the students easier to understand their course and their learning motivation will also increase. The objective of this research is to identify a correlation between the effectiveness of the trigger with student’s learning motivation. The research design is observational analytical with cross sectional design approaches. The research sample consisted of 89 students with a total sampling method. Analysis of data from this research indicate that there is a correlation between the effectiveness of the trigger with the level of learning motivation, based on Spearman Rank test statistics with positive correlation values of 0.515 and a significance value of 0.000 (p<0.05) so (Ho) is rejected. The conclusion of this study is the more effective trigger will make a strong learning motivation. Based on these results, the writer advised for nursing education institutions to optimize the effectiveness of the triggers that are used in each block of courses, so that can increase student’s learning motivation.
Key words : effectiveness of a trigger, Problem Based Learning, learning motivation.
1 Laboratorium Ilmu Kesehatan Masyarakat FKUB
2 Dosen Jurusan Keperawatan FKUB
3 Mahasiswa Jurusan Keperawatan FKUB
![Page 4: JURNAL TA.pdf](https://reader031.vdokumen.com/reader031/viewer/2022020208/55cf9bd9550346d033a7997a/html5/thumbnails/4.jpg)
LATAR BELAKANG
Pendidikan di dalam dunia
keperawatan merupakan suatu langkah
awal yang penting untuk mencapai
kesuksesan. Melalui pendidikan dapat
tercipta tenaga keperawatan yang
profesional. Untuk mendapatkan
pendidikan yang baik, tentu saja harus
dilaksanakan dengan sistem pembelajaran
yang baik pula (Riyanto, 2007). Upaya
dalam meningkatkan kualitas pendidikan
diperlukan berbagai penemuan terbaru
baik dalam pengembangan kurikulum,
inovasi pembelajaran dan pemenuhan
sarana serta prasarana pendidikan.
Inovasi model-model pembelajaran
sangatlah diperlukan terutama dalam
menghasilkan model pembelajaran baru
yang dapat memberikan hasil belajar lebih
baik, peningkatan efisiensi dan efektivitas
pembelajaran menuju pembaharuan
(Mujiyanto, 2007).
Salah satu inovasi model
pembelajaran yang diharapkan mampu
memberikan kualitas pembelajaran adalah
model pembelajaran PBL (Problem Based
Learning). PBL merupakan salah satu model
belajar yang berpusat pada siswa (Arkell et
al., 2009). Model PBL lebih menekankan
pada kemampuan mahasiswa dalam belajar
dengan menggali atau mencari informasi
serta memanfaatkan informasi tersebut
untuk memecahkan masalah faktual yang
dirancang sebelumnya oleh pendidik
(Lembaga Pengembangan Pendidikan UNS,
2010). Pada dasarnya PBL merupakan
bentuk model pembelajaran yang
diharapkan mampu meningkatkan motivasi
belajar mahasiswa dan mampu memberikan
semangat dan tolong-menolong dalam
mengembangkan materi yang diajarkan oleh
dosen (Sockalingam, 2011).
Dalam proses pelaksanaannya,
metode PBL menggunakan pemicu (PBL
Problems) atau disebut juga dengan skenario
atau trigger. Pemicu ini merupakan deskripsi
dari suatu masalah atau fenomena yang
nantinya akan dilakukan proses penggalian
yang mendalam menggunakan langkah yang
sistematis. Mahasiswa menganalisa pemicu
tersebut dalam suatu kelompok diskusi untuk
melakukan penggalian masalah secara
mendalam (Dolmans et al., 2008). Menurut
White (2001), pemicu merupakan elemen yang
paling penting dalam proses pembelajaran
PBL. Kegiatan PBL dapat memenuhi tujuan
pembelajaran jika pemicu yang digunakan
efektif.
Menurut Sockalingam (2011), semakin efektif
pemicu yang dibuat maka semakin baik pula
proses PBL yang dilakukan. Hal ini juga dapat
mempengaruhi keinginan mahasiswa untuk
belajar. Jika pemicu yang digunakan efektif,
mahasiswa akan lebih mudah untuk
memahami isi materi yang akan dipelajari
pada mata perkuliahan sehingga mahasiswa
mempunyai minat dan keinginan tersendiri
untuk belajar lebih giat lagi. Selain itu, pemicu
yang efektif mampu mempertimbangkan
tingkat pengetahuan dasar dari masing-masing
mahasiswa sedangkan tingkat pengetahuan
dasar yang dimiliki pada masing-masing
mahasiswa berbeda, hal inilah yang membuat
mahasiswa lebih termotivasi lagi untuk
meningkatkan pengetahuannya dengan cara
meningkatkan aktivitas belajar agar setara
dengan mahasiswa yang lain (Weiss, 2003).
Salah satu mata kuliah yang menggunakan
pemicu dalam metode PBL di Jurusan
Keperawatan yang saat ini dilaksanakan oleh
![Page 5: JURNAL TA.pdf](https://reader031.vdokumen.com/reader031/viewer/2022020208/55cf9bd9550346d033a7997a/html5/thumbnails/5.jpg)
mahasiswa angkatan 2010 program A
adalah sistem Neurology. Pada sistem ini,
pelaksanaannya menggunakan 3 pemicu
yang disesuaikan dengan materi
perkuliahan yang terdapat pada tiap topik
bahasan pada mata kuliah Neurology.
(Pedoman Akademik Jurusan Keperawatan,
2010). Dengan adanya penggunaan pemicu
ini, diharapkan mahasiswa dapat termotivasi
mengikuti seluruh kegiatan perkuliahan
dengan baik.
Motivasi merupakan langkah awal yang
penting dalam pembelajaran untuk
mendorong mahasiswa agar meningkatkan
prestasi belajar mereka (Pujadi, 2007).
Motivasi merupakan keseluruhan daya
penggerak di dalam diri mahasiswa yang
menimbulkan, menjamin kelangsungan dan
meningkatkan pencapaian kegiatan belajar.
Motivasi inilah yang mendorong seseorang
untuk melakukan suatu kegiatan atau
pekerjaan, begitu juga untuk belajar. Hasil
belajar akan menjadi optimal jika ada
motivasi. Dengan motivasi, mahasiswa
dapat mengembangkan aktivitas dan insiatif,
dapat mengarahkan dan memelihara
ketekunan dalam melakukan kegiatan
belajar. Selain itu, motivasi belajar dapat
pula berfungsi sebagai pendorong usaha
dalam pencapaian prestasi. (Sardiman,
2009). Dari uraian diatas, maka dapat kita
ketahui bahwa penggunaan pemicu dalam
metode pembelajaran PBL sangat menuntut
mahasiswa untuk menjadi lebih aktif dan
memacu motivasi belajar mahasiswa agar
dapat meningkatkan prestasi belajarnya
(Hadi, 2007).
Studi pendahuluan yang telah dilaksanakan
pada tanggal 11 November 2011 pada
sekitar 10 mahasiswa dari jumlah total 89
mahasiswa Jurusan Keperawatan Universitas
Brawijaya angkatan 2010 program A reguler,
hasilnya adalah 6 mahasiswa menyebutkan
bahwa pemicu dalam metode PBL kurang
dapat memotivasi mahasiswa karena isi dalam
pemicu kurang efektif terkait dengan cakupan
materi dalam blok, mahasiswa kesulitan untuk
menemukan tujuan pembelajaran karena
keterbatasan tingkat pengetahuan dan pemicu
kurang dapat menstimulasi keingintahuan
mahasiswa. Sedangkan 4 mahasiswa
menyatakan bahwa penggunaan pemicu
dalam PBL dapat menumbuhkan motivasi
belajar karena memberikan kesempatan
kepada mahasiswa untuk bebas dalam
berpendapat sesuai dengan pengetahuannya,
sehingga mahasiswa mampu menentukan apa
saja yang harus dipelajari dan dijadikan tujuan
pembelajaran, sehingga motivasi untuk belajar
akan tumbuh dengan sendirinya.
Dari studi pendahuluan di atas diketahui
terdapat perbedaan persepsi antara di teori
dan yang ada di lapangan bahwa pemicu
dalam metode PBL dapat menumbuhkan
motivasi belajar mahasiswa. Penelitian yang
sudah dilakukan oleh Dolmans et al., (2008)
menyatakan bahwa salah satu faktor yang
paling dominan untuk meningkatkan motivasi
belajar mahasiswa yang menerapakan metode
PBL adalah dengan pemicu yang efektif.
Pendapat lain yaitu menurut De Jong et al.,
(2010) menyatakan adanya hubungan antara
penerapan Small Group Discussion dengan
motivasi belajar. Sehingga muncul adanya
kemungkinan hubungan antara efektivitas
pemicu dengan motivasi belajar. Hal tersebut
disebabkan karena efektivitas pemicu
termasuk salah satu elemen dari Small Group
Discussion.
![Page 6: JURNAL TA.pdf](https://reader031.vdokumen.com/reader031/viewer/2022020208/55cf9bd9550346d033a7997a/html5/thumbnails/6.jpg)
Berdasarkan uraian fenomena yang ada dan
masih sedikit penelitian tentang hubungan
efektivitas pemicu dalam metode PBL
dengan motivasi belajar, maka peneliti ingin
meneliti lebih lanjut tentang hubungan
antara efektivitas pemicu (PBL Problems)
dalam metode PBL (Problem Based
Learning) dengan tingkat motivasi belajar
mahasiswa angkatan 2010 program A
reguler pada blok sistem Neurology di
Jurusan Keperawatan.
Penelitian ini bertujuan untuk
Mengetahui hubungan antara efektivitas
pemicu dengan tingkat motivasi belajar
mahasiswa. Mafaat yang bisa di ambil dari
penelitian ini adalah sebagai sumber bahan
kajian tambahan dalam lingkup keperawatan
dasar untuk membahas keefektifan pemicu
dalam metode pembelajaran PBL yang
diterapkan khususnya di Jurusan
Keperawatan Universitas Brawijaya. Bagi
Mahasiswa penelitian ini dapat digunakan
untuk membantu dan mengarahkan motivasi
belajarnya sehingga mampu meningkat
menjadi lebih baik dan tercapai pula
optimalisasi perkembangan proses belajar-
mengajar melalui penerapan pemicu dalam
metode PBL. Bagi Pengajar dapat
memberikan informasi hasil penelitian yang
dapat memberikan evaluasi tentang
efektivitas metode pembelajaran PBL
melalui penilaian terhadap pemicu, sehingga
pengajar akan membuat pemicu seefektif
mungkin untuk meningkatkan motivasi
belajar mahasiswa. Bagi Institusi Pendidikan
Jurusan Keperawatan khususnya dapat
membantu memfasilitasi dan mengevaluasi
keefektifan metode pembelajaran PBL melalui
pemicu yang digunakan dalam setiap blok
mata kuliah dan menyesuaikan dengan
kemampuan dasar yang dimiliki mahasiswa,
sehingga motivasi belajar mahasiswa dapat
meningkat dan diharapkan dapat
meningkatkan prestasi belajar
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan desain
penelitian observasional analitik dengan
pendekatan cross sectional. Populasi dalam
penelitian ini adalah seluruh mahasiswa
angkatan 2010 program A reguler di Jurusan
Keperawatan Universitas Brawijaya. Cara
pengambilan sampel dalam penelitian ini
menggunakan teknik Total Sampling. Jumlah
sampel dalam penelitian ini adalah 89 orang
pada angkatan 2010 program A reguler.
Penelitian ini dilaksanakan pada mahasiswa
semester III angkatan 2010 program A reguler
di Jurusan Keperawatan Universitas Brawijaya
pada tanggal 12 Desember 2011
Sebelum dilakukan penelitian,
dilakukan uji validitas dan reliabilitas instrumen
penelitian berupa kuesioner. kemudian
membuat tabulasi silang dan dianalisis secara
statistik menggunakan fasilitas SPSS 16 for
Windows dengan derajat kepercayaan 95% (α
= 0,05) dengan menggunakan uji statistik
Spearman Rank.
![Page 7: JURNAL TA.pdf](https://reader031.vdokumen.com/reader031/viewer/2022020208/55cf9bd9550346d033a7997a/html5/thumbnails/7.jpg)
HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS
Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tingkat Efektivitas Pemicu Pada Blok Neurology di Angkatan 2010 Program A Reguler di Jurusan Keperawatan FKUB
No. Tingkat Efektivitas Pemicu Frekuensi Persentase (%)
1. Efektivitas Baik 51 57,30%
2. Efektivitas Cukup 38 42,70%
3. Efektivitas Kurang 0 0%
Total 89 100%
Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tingkat Motivasi Belajar
Mahasiswa Pada Blok Neurology di Angkatan 2010 Program A Reguler di Jurusan Keperawatan FKUB
No. Tingkat Motivasi Belajar Frekuensi Persentase (%)
1. Motivasi Kuat 53 59,55%
2. Motivasi Sedang 36 40,45%
3. Motivasi Lemah 0 0%
Total 89 100%
Tabel 5.6 Tabulasi Silang antara Efektivitas Pemicu dengan Tingkat Motivasi Belajar
Mahasiswa Angkatan 2010 Program A Reguler Pada Blok Sistem Neurology di Jurusan Keperawatan FKUB
Tingkat Efektivitas
Pemicu
Tingkat Motivasi Belajar TOTAL
Lemah Sedang Kuat
F % F % F % F %
Baik 0 0% 12 13% 39 44% 51 57%
Cukup 0 0% 24 27% 14 16% 38 43%
Kurang 0 0% 0 0% 0 0% 0 0%
TOTAL 0 0% 36 40% 53 60% 89 100%
Berdasarkan tabel 5.6 di atas di
peroleh data bahwa sebagian besar
responden menilai bahwa pemicu memiliki
tingkat efektivitas baik yaitu sebanyak 51
mahasiswa. Pada penerapan efektivitas
pemicu yang baik diperoleh 39 mahasiswa
memiliki motivasi belajar yang kuat dan
terdapat 12 mahasiswa yang memiliki
motivasi sedang dalam belajar. Temuan ini
didukung hasil uji Spearman Rank yang
menunjukkan terdapat hubungan yang
signifikan (p = 0,000 < 0,05) antara
efektivitas pemicu dengan motivasi belajar.
Hal ini juga di dukung oleh nilai korelasi
positif kedua variabel sebesar 0,515 (r tabel
= 0,217) yang artinya bahwa efektivitas
pemicu yang berhubungan dengan motivasi
belajar mahasiswa adalah sebesar 51,5%,
sedangkan sisanya sebesar 48,5% motivasi
belajar berhubungan dengan faktor-faktor
lain di luar pemicu.
![Page 8: JURNAL TA.pdf](https://reader031.vdokumen.com/reader031/viewer/2022020208/55cf9bd9550346d033a7997a/html5/thumbnails/8.jpg)
PEMBAHASAN
Efektivitas Pemicu (PBL Problems)
Berdasarkan tabel 5.4 hasil tabulasi
data yang disajikan pada bab V diperoleh
data sebanyak 51 responden menyatakan
pemicu yang digunakan mempunyai tingkat
efektivitas baik (57,30%) dan 38 responden
menyatakan pemicu yang digunakan
mempunyai tingkat efektivitas cukup
(42,70%). Dengan demikian, pemicu
sebagian besar dapat dikategorikan pada
tingkat efektivitas baik. Penilaian terhadap
pemicu erat kaitannya dengan kemampuan
berpikir logis (penalaran) mahasiswa, yaitu
kemampuan menemukan suatu kebenaran
berdasarkan pola, aturan atau logika
tertentu menurut Suriasumantri dalam
Usdiyana, (2009).
Menurut Valanides (1999:98)
menyebutkan bahwa laki-laki memiliki
kemampuan berpikir logis yang lebih
signifikan daripada perempuan. Sedangkan
perempuan lebih memiliki kemampuan
lebih unggul dalam bidang memori verbal
dan kemampuan memproses bahasa
dengan lebih cepat dan akurat, dikarenakan
perempuan memiliki corpus callosum yang
lebih tebal dibandingkan dengan laki-laki
sehingga memiliki kemampuan untuk
mengikat informasi verbal dan nonverbal
lebih efisien (Jensen, 2008). Dari hasil
penelitian mahasiswa di angkatan 2010
hampir seluruhnya berjenis kelamin
perempuan (81%). Hal ini memungkinkan
bahwa penilaian pemicu tersebut
berdasarkan atas apa yang dirasakan dan
diingat baik secara verbal maupun
nonverbal oleh mahasiswa selama
mengikuti perkuliahan PBL.
Selain itu, penilaian terhadap
pemicu berkaitan dengan usia. Menurut
Hurlock, (2008) usia juga mempengaruhi
kemampuan seseorang untuk menilai
sesuatu yang menyangkut tujuan hidup dan
cita-citanya. Jika dilihat dari kategori umur,
(50%) mahasiswa Jurusan Keperawatan
angkatan 2010 termasuk dalam kategori
usia remaja (18 tahun) dan akan mendekati
masa transisi ke dewasa muda. Hal ini
yang dapat mempengaruhi kemampuan
seseorang untuk menilai,
mempertimbangkan dan mengambil
keputusan baik atau tidaknya sesuatu hal
dalam hidupnya, termasuk dalam hal
pendidikannya yaitu menilai keefektifan
pemicu PBL yang digunakan dalam
perkuliahan. Dari pernyataan di atas,
mahasiswa memungkinkan dapat menilai
pemicu dalam blok sistem Neurologi sesuai
dengan sudut pandangnya masing-masing.
Menurut Botti, (2004) pemicu yang
efektif akan mengandung beberapa unsur
pembentuk yaitu, struktur pemicu, keaslian,
keterkaitan dengan kurikulum, keterkaitan
dengan pengetahuan siswa, dapat
diberikan solusi, pemicu merupakan suatu
cara memahami sesuatu dan pemicu
membutuhkan kemampuan berfikir.
Pembuatan pemicu yang efektif akan lebih
dapat mendorong mahasiswa untuk belajar.
Pemicu merupakan kunci sukses proses
belajar menggunakan metode PBL, tanpa
adanya pemicu yang baik dan efektif, maka
proses pembelajaran akan sulit untuk
mencapai tujuan yang diinginkan (White,
2001).
Penilaian terhadap pemicu juga
ditentukan dari sejauh mana mahasiswa
memahami tentang pemicu dalam metode
![Page 9: JURNAL TA.pdf](https://reader031.vdokumen.com/reader031/viewer/2022020208/55cf9bd9550346d033a7997a/html5/thumbnails/9.jpg)
PBL yang diterapkan. Dari hasil penelitian
didapatkan bahwa hampir seluruh
responden (85%) mahasiswa mampu
memahami metode PBL dengan baik.
Pemahaman metode PBL ini tentu saja
tidak lepas dari pengalaman sebelumnya
yang didapat mahasiswa saat menerapkan
metode PBL selama kurang lebih 3
semester, sehingga dengan adanya
pengalaman belajar menerapkan PBL
tersebut, mahasiswa mampu
mengidentifikasi bentuk-bentuk pemicu
yang efektif ataupun yang tidak. Semakin
lama masa proses pembelajaran, maka
mahasiswa akan semakin mampu dalam
menilai kualitas dari pemicu yang
digunakan.
Hal lain yang juga ikut
mempengaruhi penilaian pemicu ini adalah
kurangnya ketelitian responden dalam
menilai kuisioner pemicu. Hal ini dibuktikan
dari hasil penelitian yaitu sejumlah 3
responden (3,4%) tidak memberikan skor
pada sejumlah pertanyaan dalam kuisioner,
hal inilah yang nantinya juga akan
mempengaruhi tingkat efektivitas pemicu.
Selain itu, penilaian terhadap pemicu
dipengaruhi oleh kurang jujuranya sejumlah
responden. Dari hasil penelitian didapatkan
4 responden (4,5%) kurang jujur dalam
mengisi kuisioner, hal ini nantinya juga
akan mempengaruhi tingkat efektivitas
pemicu. Selain dari hal tersebut, efektivitas
pemicu erat kaitannya dengan faktor-faktor
lain yang tidak dapat diteliti lebih dalam
oleh peneliti antara lain penggunaan seven
jumps saat diskusi kelompok, peran
fasilitator dan proses diskusi mahasiswa itu
sendiri yang mampu mempengaruhi
efektivitas pemicu.
Ketiga faktor tersebut diyakini
dapat berpengaruh terhadap keefektifan
pemicu yang digunakan namun karena
keterbatasan peneliti, faktor tersebut tidak
diteliti lebih lanjut. Pemicu merupakan
sarana bagi penerapan metode PBL yang
dilakukan yaitu dengan membuat suatu
skenario/kasus untuk digali dan ditemukan
penyelesaiannya. Menurut Dolmans et al.,
(1997); Marchais, (1999); Kim et al., (2006)
ada beberapa prinsip dari pemicu antara
lain sesuai dengan pengetahuan
mahasiswa, terintegrasi dari berbagai ilmu
pengetahuan, relevan dengan konteks
realistis, menarik mahasiswa dalam diskusi,
serta sebagai pedoman atau petunjuk untuk
mempelajari materi tertentu. Pemicu
merupakan elemen yang sangat penting
bagi berlangsungnya proses pembelajaran
PBL. Artinya, dengan menggunakan
pemicu yang efektif, akan lebih
memudahkan mahasiswa dalam
memahami materi perkuliahan dalam
lingkup metode PBL.
Tingkat Motivasi Belajar
Berdasarkan tabel 5.5 tingkat
motivasi belajar mahasiswa diperoleh hasil
sebanyak 53 responden memiliki motivasi
kuat (59,55%), 36 responden memiliki
motivasi sedang (40,45%). Dari hasil
penelitian tersebut, dengan demikian
sebagian besar mahasiswa memiliki
motivasi yang kuat dalam belajar. Motivasi
belajar mahasiswa berkaitan erat dengan
jalur masuk mahasiswa. Dari hasil
penelitian yang dilakukan, didapatkan
bahwa hampir setengahnya (44%)
mahasiswa masuk melalui jalur SNMPTN.
Jalur ini merupakan jalur yang paling
![Page 10: JURNAL TA.pdf](https://reader031.vdokumen.com/reader031/viewer/2022020208/55cf9bd9550346d033a7997a/html5/thumbnails/10.jpg)
kompetitif dibandingkan dengan jalur
masuk yang lain. Seleksi nasional yang
melibatkan ribuan calon mahasiswa adalah
SNMPTN (Permendiknas, 2010). Maka dari
itu, dapat diketahui bahwa mahasiswa yang
masuk melalui jalur ini tentunya memiliki
motivasi yang lebih tinggi dalam belajarnya
daripada mahasiswa yang masuk
perkuliahan dengan jalur yang lain.
Hal lain yang berpengaruh dalam
motivasi belajar adalah faktor jenis kelamin.
Dari hasil penelitian bahwa hampir
seluruhnya (81%) mahasiswa angkatan
2010 adalah perempuan. Pada zaman
modern seperti saat ini, pendidikan bukan
hanya didominasi oleh kaum laki-laki, tetapi
perempuan sudah terlibat dalam pendidikan
aktif untuk mencapai cita-cita yang setara
dengan laki-laki (Damanhuri dkk., 2006).
Hal ini dikarenakan pada saat ini sudah
terdapat persamaan atau kesetaraan
gender dari berbagai bidang profesi
pekerjaan, tidak terkecuali profesi perawat.
Sifat dasar perempuan yang lebih rajin
daripada laki-laki akan lebih membantu
untuk mencapai tujuan/cita-cita.
Dalam beberapa tahun terakhir,
jumlah perempuan yang diterima di
sejumlah Jurusan di FKUB lebih banyak
daripada jumlah laki-laki (Siakad FKUB,
2011). Hal ini menunjukkan bahwa
perempuan memiliki minat, keuletan dan
semangat yang lebih besar daripada laki-
laki sehingga dengan adanya sifat dasar
perempuan yang lebih tekun, rajin, ulet
dimungkinkan perempuan memiliki motivasi
yang lebih kuat daripada laki-laki saat ini.
Dengan memiliki motivasi belajar yang
tinggi, maka dapat meraih cita-cita yang
diimpikan.
Faktor selain itu yang berpengaruh
terhadap motivasi adalah usia. Dari hasil
penelitian didapatkan bahwa setengah dari
jumlah total responden adalah berusia 18
tahun (50%). Jika dilihat dari usia tersebut,
mahasiswa angkatan 2010 dapat
dikategorikan dalam masa remaja akhir dan
menjelang dewasa awal. Menurut Hurlock
(2008), dalam masa periode ini mahasiswa
mengalami perubahan dalam minat, emosi
dan merupakan masa pencarian identitas
diri. Pencarian identitas diri sendiri dapat
dilakukan dengan usaha untuk menjelaskan
siapa dirinya, apa perannya dalam
masyarakat, serta bagaimana orang lain
menerima dirinya. Menurut Erikson dalam
Yusuf (2006), mendapatkan identitas diri
diperlukan suatu perubahan fisik, kognitif,
psikologis serta lingkungannya. Sehingga
dengan adanya perubahan tersebut, secara
tidak langsung akan meningkatkan minat
dan motivasi belajar untuk mencapai tujuan
dan identitas diri yang sesuai dengan cita-
cita dan harapan dalam diri.
Motivasi belajar adalah dorongan
yang timbul pada diri seseorang, sadar atau
tidak sadar untuk melakukan suatu
tindakan dengan tujuan tertentu, atau
dengan kata lain, motivasi adalah usaha-
usaha yang dapat menyebabkan seseorang
atau kelompok orang tertentu tergerak
melakukan sesuatu karena ingin mencapai
tujuan yang dikehendakinya. Seorang
mahasiswa dikatakan mempunyai motivasi
belajar jika ia mampu menggerakkan
dirinya untuk meraih segala apa yang
diinginkannya atau di cita-citakannya,
pantang menyerah, tekun dalam belajar,
mandiri, dan memiliki orientasi masa depan
(Sardiman, 2006).
![Page 11: JURNAL TA.pdf](https://reader031.vdokumen.com/reader031/viewer/2022020208/55cf9bd9550346d033a7997a/html5/thumbnails/11.jpg)
Motivasi belajar seseorang sebenarnya
tidak terlepas dari pengaruh eksternal dan
internal (Pujadi, 2007). Dari segi proses
belajar, metode yang digunakan
merupakan salah satu faktor eksternal yang
dapat mempengaruhi motivasi belajar
seseorang. Penggunaan metode yang tidak
pernah dikenal sebelumnya akan
menyulitkan seseorang untuk mengikutinya
dengan baik, hal ini juga mempengaruhi
motivasi belajarnya. Misalnya, penggunaan
pemicu dalam PBL akan sedikit
menghambat proses belajar jika masing-
masing mahasiswa kurang mengenal dan
memahami pemicu dengan baik karena
belum mampu beradaptasi dengan baik
dalam metode pendidikan di perkuliahan,
sehingga tidak termotivasi saat diskusi PBL
dilakukan, maka hal inilah yang membuat
tujuan pembelajaran tidak tercapai.
Sedangkan faktor internal adalah
motif-motif yang aktif atau berfungsinya
tidak perlu dirangsang dari luar karena
dalam diri setiap individu sudah ada
dorongan untuk melakukan sesuatu.
Seorang mahasiswa melakukan belajar
karena didorong tujuan ingin mendapatkan
pengetahuan, nilai dan keterampilan
(Sardiman, 2006). Usia merupakan salah
satu faktor internal dalam motivasi
seseorang. Hal ini didukung oleh adanya
karakteristik responden dengan usia 18
tahun (50%) dari total responden, usia
tersebut menurut Maslow dalam Pujadi
(2007), adalah masa peralihan dari remaja
ke dewasa muda, yaitu masa untuk
beraktualisasi diri atau mencari pengakuan
untuk mencapai sesuatu yang diinginkan.
Menurut Sutadi (1996), Dalam
proses belajar, motivasi dapat tumbuh
maupun hilang atau berubah dikarenakan
adanya faktor-faktor yang
mempengaruhinya. Dalam penelitian ini
faktor-faktor tersebut diantaranya adalah
cita-cita/aspirasi mahasiswa, kondisi
mahasiswa, kondisi lingkungan, unsur
dinamis dalam belajar dan upaya dosen
membelajarkan mahasiswa. Faktor-faktor
tersebut diatas diyakini dapat
mempengaruhi motivasi belajar seseorang
berbeda antara satu dengan yang lainnya
namun karena keterbatasan peneliti, faktor-
faktor tersebut tidak diteliti lebih dalam.
Selanjutnya menurut Farhan dalam
Laksono (2011), seseorang akan
cenderung berusaha sekuat tenaga untuk
merealisasikan semua cita-citanya, tentu
saja dengan meningkatkan motivasi yang
ada dalam dirinya. Tipe motivasi internal
lebih kuat daripada eksternal. Dalam
motivasi internal didasarkan oleh misi atau
tujuan hidup. Seseorang yang telah
menemukan misi hidupnya bekerja
berdasarkan nilai-nilai yang diyakininya.
Nilai-nilai itu bisa berupa rasa ingin memiliki
makna dalam menjalani hidupnya.
Hubungan Tingkat Efektivitas Pemicu
dengan Tingkat Motivasi Belajar
Berdasakan hasil uji statistik
menggunakan Spearman Rank diperoleh
nilai signifikansi 0.000 (p < 0.05), sehingga
dapat disimpulkan bahwa terdapat
hubungan yang signifikan antara tingkat
efektivitas pemicu (PBL Problems) dengan
tingkat motivasi belajar mahasiswa. Hal ini
juga di dukung oleh nilai korelasi positif
kedua variabel sebesar 0,515 (r tabel =
0,217) yang artinya bahwa efektivitas
pemicu yang berhubungan dengan motivasi
![Page 12: JURNAL TA.pdf](https://reader031.vdokumen.com/reader031/viewer/2022020208/55cf9bd9550346d033a7997a/html5/thumbnails/12.jpg)
belajar mahasiswa adalah sebesar 51,5%,
sedangkan sisanya sebesar 48,5% motivasi
belajar berhubungan dengan faktor-faktor
lain di luar pemicu. Dari penjelasan diatas,
dapat diketahui bahwa kedua variabel
memiliki korelasi yang cukup tinggi.
Hasil uji korelasi antara tingkat
efektivitas pemicu dalam metode PBL
dengan tingkat motivasi belajar mahasiswa
angkatan 2010 program A pada blok sistem
Neurology di Jurusan Keperawatan
Universitas Brawijaya telah memperkuat
pernyataan yang dikemukakan oleh Jong et
al., (2010), yang menyatakan bahwa
terdapat hubungan antara penerapan
diskusi kelompok kecil dengan motivasi
belajar mahasiswa, dikarenakan salah satu
elemen dalam diskusi kelompok kecil
adalah penggunaan pemicu.
Dari tabel 5.6 didapatkan bahwa 39
mahasiswa dengan tingkat motivasi kuat
dan 12 mahasiswa dengan tingkat motivasi
sedang menilai bahwa tingkat efektivitas
pemicu yang digunakan baik. Sedangkan
didapatkan 24 mahasiswa memilki tingkat
motivasi sedang dan 14 mahasiswa
memiliki tingkat motivasi kuat menilai
bahwa tingkat efektivitas pemicu yang
digunakan sedang. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa jika efektivitas pemicu
baik, maka akan menimbulkan motivasi
yang dimiliki sebagian besar mahasiswa
kuat. Hal ini sama halnya dengan jika
efektivitas pemicu sedang maka akan
menimbulkan motivasi belajar yg dimiliki
sebagaian besar mahasiswa juga sedang.
Dari data di atas dapat
memperkuat beberapa pernyataan berikut
sesuai dengan teori yang dikemukan oleh
Botti (2004), bahwa efektivitas pemicu
sangat mendukung proses pembelajaran
PBL. Pemicu dalam PBL adalah proses
pembelajaran yang dimulai dari masalah
dan bukan dari paparan atau penjelasan
menggunakan pengetahuan (White, 2001).
Pemicu juga menyajikan problem yang
ditampilkan terlebih dahulu sebelum
pengetahuan diberikan. Peserta didik harus
memiliki pengetahuan yang dibutuhkan,
mempelajari hal tersebut dan
menghubungkannya dengan masalah atau
skenario dalam pemicu yang diberikan.
Untuk itu, peserta didik diharuskan mampu
untuk menggali setiap permasalahan
dengan baik dalam diskusi yang
dimunculkan oleh pemicu. Dari sinilah awal
dari motivasi belajar mahasiswa dapat
terbentuk. Semakin efektifnya pemicu akan
menstimulasi keingintahuan mahasiswa
untuk menggali permasalahan,
memecahkannya dan mahasiswa akan
semakin termotivasi dalam belajar.
Sehingga dengan adanya pemicu tersebut,
diharapkan dapat meningkatkan keinginan
mahasiswa untuk melakukan yang terbaik
dalam belajarnya demi tercapainya suatu
tujuan pembelajaran. Tanpa adanya
motivasi yang tinggi, mahasiswa akan
menemui kesulitan untuk melaksanakan
proses pembelajaran dengan metode PBL
dengan baik.
Keterbatasan Penelitian
Beberapa keterbatasan yang
dihadapi peneliti dalam pelaksanaan
penelitian antara lain:
1. Jika informasi mengenai poin-poin
kuesioner kurang jelas, responden
tidak berespon secara tepat sehingga
![Page 13: JURNAL TA.pdf](https://reader031.vdokumen.com/reader031/viewer/2022020208/55cf9bd9550346d033a7997a/html5/thumbnails/13.jpg)
interpretasi yang diberikan juga tidak
akurat
2. Walaupun dibuat anonym, beberapa
responden dengan sengaja
memberikan jawaban yang tidak benar
atau tidak jujur
3. Adanya confounding factor yang juga
ikut mempengaruhi efektivitas pemicu
yang tidak diteliti lebih dalam oleh
peneliti. Faktor tersebut antara lain
penggunaan seven jump dalam
diskusi, peran fasilitator dan proses
diskusi kelompok yang dilakukan
mahasiswa.
4. Adanya confounding factor yang juga
ikut mempengaruhi motivasi belajar
mahasiswa yang tidak diteliti lebih
dalam oleh peneliti. Faktor tersebut
antara lain cita-cita/aspirasi, kondisi
mahasiswa, kondisi lingkungan, unsur
dinamis dalam belajar, dan upaya
dosen membelajarkan mahasiswa.
KESIMPULAN
1. Sebagian besar mahasiswa angkatan
2010 program A reguler di Jurusan
Keperawatan Universitas Brawijaya
menilai pemicu yang digunakan dalam
blok Neurologi memiliki efektivitas baik
yaitu (57,30%).
2. Sebagian besar mahasiswa angkatan
2010 program A reguler di Jurusan
Keperawatan Universitas Brawijaya
mempunyai motivasi belajar yang kuat
yaitu (59,55%).
3. Berdasarkan hasil uji statistik
Spearman Rank didapatkan nilai
signifikansi p < 0,05 (0,000), maka
dapat disimpulkan terdapat hubungan
yang signifikan antara tingkat
efektivitas pemicu dalam metode PBL
(Problem Based Learning) dengan
tingkat motivasi belajar mahasiswa
angkatan 2010 program A reguler
pada blok sistem Neurologi di Jurusan
Keperawatan serta terdapat hubungan
positif kuat antara efektivitas pemicu
dengan tingkat motivasi belajar
mahasiswa dengan nilai koefisien
korelasi positif sebesar 0,515, artinya
semakin efektif pemicu yang
digunakan, maka semakin kuat
motivasi belajar mahasiswa.
SARAN
1. Bagi para mahasiswa diharapkan agar
tetap mempertahankan dan
meningkatkan motivasi belajarnya
dengan tetap fokus belajar dan sebisa
mungkin berusaha untuk dapat
beradaptasi dengan pemicu yang
disajikan dalam metode PBL.
2. Institusi pendidikan yang terkait yaitu
Jurusan Keperawatan FKUB
diharapkan mampu mempertahankan
penggunaan pemicu seefektif mungkin
dalam PBL untuk meningkatkan
motivasi belajar mahasiswa. di
Jurusan Keperawatan.
3. Diharapkan kepada peneliti
selanjutnya untuk memberikan
informed consent tentang penelitian
yang akan dilakukan secara tepat dan
benar, sehingga menghindarkan
kesalahan pada saat pengisian
instrumen penelitian dan juga
menghindarkan ketidakjujuran.
4. Peneliti selanjutnya yang tertarik
dengan tema penelitian ini, hendaknya
juga mengukur seven jump, peran
![Page 14: JURNAL TA.pdf](https://reader031.vdokumen.com/reader031/viewer/2022020208/55cf9bd9550346d033a7997a/html5/thumbnails/14.jpg)
fasilitator, dan proses diskusi
kelompok karena faktor-faktor tersebut
di atas juga dapat mempengaruhi
efektivitas pemicu.
5. Peneliti selanjutnya yang tertarik
dengan tema penelitian ini, hendaknya
juga mengukur cita-cita/aspirasi
mahasiswa, kondisi mahasiswa,
kondisi lingkungan, unsur dinamis
dalam belajar dan upaya dosen
membelajarkan mahasiswa, karena
faktor-faktor tersebut di atas juga
dapat mempengaruhi motivasi belajar.
DAFTAR PUSTAKA Alimul, Aziz. 2007. Riset Keperawatan dan
Teknik Penulisan Ilmiah. Salemba Medika, Jakarta.
Amir, Taufiq. 2009. Inovasi Pendidikan
Melalui Problem Based Learning. Kencana Prenada Media Group, Jakarta.
Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur
Penelitian (Suatu Pendekatan Praktek). Rineka Cipta, Jakarta.
Arkell, Sharon., Cooper, Carol., Darvil,
Angela., Lee, angela., McLoughlin, Moira., Sadlo, Gaynor. 2009. Problem Based Learning Evaluation Toolkit. Makalah disajikan dalam The Health Sciences and Practice Subject Centre of the Higher Education Academy. University of Cumbria, September.
Botti, James. 2004. PBL Scenario
Essentials. Makalah disajikan dalam Konferensi Internasional PBL, Cancum, Mexico, Juni.
Damanhuri dkk., 2006. Perempuan Untuk
Pencerahan dan Kesetaraan. Yayasan Jurnal Perempuan, Jakarta.
De Jong, Zuzana., Van Nies, Jessica AB.,
Peters, Sonja WM., Vink, Sylvia., Dekker, Friedo W., Scherpbier,
Albert. 2010. Interactive Seminars or Small Group Tutorials in Preclinical Medical Education: Results of a Randomized Controlled Trial, BMC Medical Education, p.10-79.
Dewajani, Sylvi. 2006. Student Centered
Learning, Materi Lokakarya Peningkatan Kualitas Teknik Pembelajaran Student Center Learning. Pusat Pengembangan Pendidikan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Dolmans, Diana H., Munshi, Fadi M., El
Zayat. 2008. Development and Utility of a questionnaire to evaluate the quality of PBL problems. South East Asian Journal of Medical Education, vol.2 (2), p.34-39.
Doyle, T. 2006. The role of the teacher in a
learner centered classroom. http://www.ferris.edu/htmls/academics/center/teachingandLearning Tips/Learner-Centered%20Teaching/RoleofTeacher.htm.
Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya.
2010. Pedoman Akademik Jurusan Keperawatan, Malang. hal. 2-35.
Hadi, Rahmini. 2007. Dari Teacher
Centered Learning ke Student Centereded Learning: Perubahan Metode Pembelajaran di Perguruan Tinggi. STAIN Purwokerto, Purwokerto.
Hamalik, Oemar. 2001. Proses Belajar
Mengajar. Bumi Aksara, Jakarta. Hidayanti, Yatik. 2006. Pengaruh Motivasi,
Metode Pembelajaran dan Lingkungan terhadap Prestasi Belajar Akuntansi Pada Siswa Kelas X SMAN 12 Semarang. Skripsi, Univ. Negeri Semarang, Semarang.
Hong, Jon-Chao. 2007. The Comparison of
Problem-based Learning (PmBL) Model and Project-based Learning (PtBL) Model. Makalah disajikan dalam the International Conference on Engineering
![Page 15: JURNAL TA.pdf](https://reader031.vdokumen.com/reader031/viewer/2022020208/55cf9bd9550346d033a7997a/html5/thumbnails/15.jpg)
Education - ICEE 2007, Coimbra, Portugal.
Hurlock. 1991. Perkembangan Anak. Jilid I
Edisi 6. Erlangga, Jakarta. Jensen, E. 2008. Brain Based Learning.
Pembelajaran Berbasis Kemampuan Otak: Cara Baru Dalam Pembelajaran dan Pelatihan. Pustaka Pelajar, Yogyakarta.
Jonassen, D. 2000. Toward a Design
Theory of Problem Solving. Educational Technology Research and Development, vol. 48(4): 63–85.
Keller, John. 2006. A Motivating Influence
in the Field of Instructional Systems Design. Wayne State University.
Laksono, Wahyu Danang. 2011. Perbedaan
Motivasi Belajar Mahasiswa Yang Menggunakan Metode Pembelajaran TCL (Teacher Centered Learning) Dibandingkan Dengan Metode Pembelajaran SCL (Student Centered Learning) Di Jurusan Keperawatan. Skipsi. Tidak Diterbitkan, Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya, Malang.
Lembaga Pengembangan Pendidikan UNS.
2010. Panduan Pelaksanaan SCL. Univ. Sebelas Maret, Semarang.
Marchais, JED. 1999. A Delphi technique to
identify and evaluate criteria for construction of PBL problems, Medical Education, 33 (7), pp. 504–508.
Muhammad, Hamid. 2004. Bahan Ajar
Evaluasi Pembelajaran. Proyek Peningkatan Mutu SLTP. Jakarta, hal. 21.
Mujiyanto. 2007. Penggunaan Media
Pendidikan pada Pengajaran Matematika di Sekolah Menengah. Tegal, http://one.indoskripsi.com/judul-skripsi-tugas makalah/matematika/penggunaan
-media-pendidikan-pada-pengajaran.
Muslim Ibrahim dan M. Nur, 2000.
Pembelajaran Berdasarkan Masalah. Inipres, Surabaya.
Nurhadi. 2003. Pembelajaran Kontekstual
(Contextual Teaching and Learning/CTL) dan penerapannya dalam KBK. Universitas Negeri Malang, Malang.
Nursalam. 2008. Konsep dan Penerapan
Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Salemba Medika, Jakarta.
Pujadi, Arko. 2007. Faktor-faktor yang
Mempengaruhi Motivasi Belajar Mahasiswa: Studi Kasus Pada Fakultas Ekonomi Universitas Bunda Mulia. Business & Management Journal Bunda Mulia, vol. 3 (2), hal. 40-51.
Pusat Pengembangan Pendidikan UGM.
2010. Buku Panduan Pelaksanaan SCL dan Buku Panduan STAR, Yogyakarta, hal. 7-58.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional
Nomor 34 Tahun 2010 tentang Pola Penerimaan Mahasiswa Baru Program Sarjana pada Perguruan Tinggi yang diselenggarakan oleh Pemerintah. 2011. Jakarta, http://www.snmptn.ac.id/i_home.php. Diakses tanggal 1 Februari 2012.
Ratumanan, Tanwey Gerson. 2004. Belajar
dan Pembelajaran. Unesa University Press, Surabaya, hal. 83-102, 135-137.
Riyanto, Yatim. 2007. Metodologi
Pendidikan Kualitatif dan Kuantitatif. Unesa University Press, Surabaya, hal. 38-69, 120-131.
Rusyan, Tabrani. 1989. Pendekatan dalam
Proses Belajar Mengajar. CV Remaja Rosdakarya, Bandung.
Sardiman, AM. 2009. Interaksi dan Motivasi Belajar. Raja Grafindo Persada, Jakarta.
![Page 16: JURNAL TA.pdf](https://reader031.vdokumen.com/reader031/viewer/2022020208/55cf9bd9550346d033a7997a/html5/thumbnails/16.jpg)
Sockalingam, Nachamma. 2010.
Characteristic of Problems in PBL. Thesis, National University of Singapore, Singapura.
Sockalingam, Nachamma and Schmidt,
Henk G. 2011. Characteristics of Problems for Problem-Based Learning: The Students Perspective. The Interdisciplinary Journal of Problem Based Learning. vol. (5), no. 1 Spring.
Sprinthall, R.C. 1987. Educational
Psychology: Developmental Approach. Addison-Willey Publishing Co, Manila.
Sudjana, Nana. 1996. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Remaja, Bandung. Supratiknya. 2001. Problem Based
Learning dan Aplikasinya dalam Program Pendidikan Profesi Psikologi. Univ. Sanata Dharma, Yogyakarta.
Sutadi, Rusda Kunto dkk., 1996. Belajar dan Pembelajaran. IKIP Semarang, Semarang.
Usdiyana, D., Purniati, T., Yulianti, K.,
Haminingsih, E. 2009. Meningkatkan Kemampuan Berpikir Logis Siswa SMP Melalui Pembelajaran Matematika Realistik. Jurnal Pengajaran MIPA. vol.13, (1), hal.1-14.
Valanides, N. 1999. Formal Reasoning
Performance of Higher Secondary School Student: Theoretical and educational Implication. European Journal of Psychology Education. vol. (14), p.109-127.
Wiludjeng, Sri dan Riantani, Suskim. 2008.
Analisis Faktor-faktor Motivasi Belajar Mahasiswa Fakultas Bisnis dan Manajemen Universitas Widyatama. Jurnal Bisnis, Manajemen dan Ekonomi, vol. 9 (3), hal. 1627-1635.
Weiss, Renee E. 2003. Designing Problems
to Promote Higher-Order Thinking. Ebsco Publishing, p. 25-30.
White, H., Duch, BJ., Groh, SE., Allen, DE. 2001. Getting Started and The Power in Problem-Based Learning: A Practical How to Teach Undergraduate Courses in Any Discipline. Sterling, Va, Stylus, pp. 69–78.
Yusuf, Syamsu. 2006. Psikologi
Perkembangan Anak dan Remaja. PT Remaja Rosdakarya, Bandung.