jurnal ta.pdf

16
HUBUNGAN ANTARA EFEKTIVITAS PEMICU (PBL PROBLEMS) DALAM METODE PBL (PROBLEM BASED LEARNING) DENGAN TINGKAT MOTIVASI BELAJAR MAHASISWA ANGKATAN 2010 PROGRAM A REGULER PADA BLOK SISTEM NEUROLOGY DI JURUSAN KEPERAWATAN Oleh : Widya Addiarto NIM. 0810720073 Mahasiswa Jurusan Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya Malang 2012 Alamat : Jalan Sumber Sari Gg. III No. 146 085749461009

Upload: addiarto

Post on 02-Jan-2016

211 views

Category:

Documents


9 download

TRANSCRIPT

Page 1: JURNAL TA.pdf

HUBUNGAN ANTARA EFEKTIVITAS PEMICU (PBL PROBLEMS)

DALAM METODE PBL (PROBLEM BASED LEARNING)

DENGAN TINGKAT MOTIVASI BELAJAR MAHASISWA ANGKATAN 2010

PROGRAM A REGULER PADA BLOK SISTEM NEUROLOGY

DI JURUSAN KEPERAWATAN

Oleh :

Widya Addiarto NIM. 0810720073

Mahasiswa Jurusan Keperawatan

Fakultas Kedokteran

Universitas Brawijaya

Malang

2012

Alamat :

Jalan Sumber Sari Gg. III No. 146

085749461009

Page 2: JURNAL TA.pdf

LEMBAR PERSETUJUAN

FORMAT PUBLIKASI

JUDUL :

HUBUNGAN ANTARA EFEKTIVITAS PEMICU (PBL PROBLEMS)

DALAM METODE PBL (PROBLEM BASED LEARNING)

DENGAN TINGKAT MOTIVASI BELAJAR MAHASISWA ANGKATAN 2010

PROGRAM A REGULER PADA BLOK SISTEM NEUROLOGY

DI JURUSAN KEPERAWATAN

Malang, 03 Mei 2012 Pembimbing I :

(drg. Purwani Tirahiningrum, M.Pd)

Page 3: JURNAL TA.pdf

HUBUNGAN ANTARA EFEKTIVITAS PEMICU (PBL PROBLEMS) DALAM METODE PBL (PROBLEM BASED LEARNING)

DENGAN TINGKAT MOTIVASI BELAJAR MAHASISWA ANGKATAN 2010 PROGRAM A REGULER PADA BLOK SISTEM NEUROLOGY

DI JURUSAN KEPERAWATAN

drg. Purwani Tirahiningrum, M.Pd 1, Alfrina Hany, S.Kp.,MN

2, Widya Addiarto

3

Abstrak

Kegiatan pembelajaran dalam metode PBL adalah menggunakan pemicu. Pemicu inilah yang akan membantu mahasiswa dalam memahami materi perkuliahan. Semakin efektif pemicu maka mahasiswa akan semakin mudah memahami mata kuliahnya, sehingga motivasi belajar juga akan meningkat. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi adanya hubungan antara efektivitas pemicu dengan motivasi belajar mahasiswa. Desain penelitian menggunakan observasional analitik dengan pendekatan cross sectional. Sampel dipilih dengan menggunakan metode total sampling. Jumlah sampel yang digunakan adalah 89 mahasiswa angkatan 2010 program A reguler di Jurusan Keperawatan Universitas Brawijaya. Analisis data hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara efektivitas pemicu dengan tingkat motivasi belajar, berdasarkan uji statistik Spearman Rank dengan nilai korelasi positif sebesar 0,515 dan memiliki nilai signifikansi sebesar 0,000 (p<0,05) sehingga (Ho) ditolak. Kesimpulan dari penelitian ini adalah semakin tinggi tingkat efektivitas pemicu maka semakin kuat motivasi belajar mahasiswa. Saran dalam penelitian ini bagi institusi Jurusan Keperawatan diharapkan dapat mengoptimalkan efektivitas pemicu yang digunakan dalam setiap blok mata kuliah, sehingga dapat meningkatkan motivasi belajar mahasiswa.

Kata kunci : efektivitas pemicu, PBL (Problem Based Learning), motivasi belajar.

ABSTRACT

Learning activities In PBL’s method is using a triggers. The trigger will help the students to understand the material in lectures. The more effective trigger will help the students easier to understand their course and their learning motivation will also increase. The objective of this research is to identify a correlation between the effectiveness of the trigger with student’s learning motivation. The research design is observational analytical with cross sectional design approaches. The research sample consisted of 89 students with a total sampling method. Analysis of data from this research indicate that there is a correlation between the effectiveness of the trigger with the level of learning motivation, based on Spearman Rank test statistics with positive correlation values of 0.515 and a significance value of 0.000 (p<0.05) so (Ho) is rejected. The conclusion of this study is the more effective trigger will make a strong learning motivation. Based on these results, the writer advised for nursing education institutions to optimize the effectiveness of the triggers that are used in each block of courses, so that can increase student’s learning motivation.

Key words : effectiveness of a trigger, Problem Based Learning, learning motivation.

1 Laboratorium Ilmu Kesehatan Masyarakat FKUB

2 Dosen Jurusan Keperawatan FKUB

3 Mahasiswa Jurusan Keperawatan FKUB

Page 4: JURNAL TA.pdf

LATAR BELAKANG

Pendidikan di dalam dunia

keperawatan merupakan suatu langkah

awal yang penting untuk mencapai

kesuksesan. Melalui pendidikan dapat

tercipta tenaga keperawatan yang

profesional. Untuk mendapatkan

pendidikan yang baik, tentu saja harus

dilaksanakan dengan sistem pembelajaran

yang baik pula (Riyanto, 2007). Upaya

dalam meningkatkan kualitas pendidikan

diperlukan berbagai penemuan terbaru

baik dalam pengembangan kurikulum,

inovasi pembelajaran dan pemenuhan

sarana serta prasarana pendidikan.

Inovasi model-model pembelajaran

sangatlah diperlukan terutama dalam

menghasilkan model pembelajaran baru

yang dapat memberikan hasil belajar lebih

baik, peningkatan efisiensi dan efektivitas

pembelajaran menuju pembaharuan

(Mujiyanto, 2007).

Salah satu inovasi model

pembelajaran yang diharapkan mampu

memberikan kualitas pembelajaran adalah

model pembelajaran PBL (Problem Based

Learning). PBL merupakan salah satu model

belajar yang berpusat pada siswa (Arkell et

al., 2009). Model PBL lebih menekankan

pada kemampuan mahasiswa dalam belajar

dengan menggali atau mencari informasi

serta memanfaatkan informasi tersebut

untuk memecahkan masalah faktual yang

dirancang sebelumnya oleh pendidik

(Lembaga Pengembangan Pendidikan UNS,

2010). Pada dasarnya PBL merupakan

bentuk model pembelajaran yang

diharapkan mampu meningkatkan motivasi

belajar mahasiswa dan mampu memberikan

semangat dan tolong-menolong dalam

mengembangkan materi yang diajarkan oleh

dosen (Sockalingam, 2011).

Dalam proses pelaksanaannya,

metode PBL menggunakan pemicu (PBL

Problems) atau disebut juga dengan skenario

atau trigger. Pemicu ini merupakan deskripsi

dari suatu masalah atau fenomena yang

nantinya akan dilakukan proses penggalian

yang mendalam menggunakan langkah yang

sistematis. Mahasiswa menganalisa pemicu

tersebut dalam suatu kelompok diskusi untuk

melakukan penggalian masalah secara

mendalam (Dolmans et al., 2008). Menurut

White (2001), pemicu merupakan elemen yang

paling penting dalam proses pembelajaran

PBL. Kegiatan PBL dapat memenuhi tujuan

pembelajaran jika pemicu yang digunakan

efektif.

Menurut Sockalingam (2011), semakin efektif

pemicu yang dibuat maka semakin baik pula

proses PBL yang dilakukan. Hal ini juga dapat

mempengaruhi keinginan mahasiswa untuk

belajar. Jika pemicu yang digunakan efektif,

mahasiswa akan lebih mudah untuk

memahami isi materi yang akan dipelajari

pada mata perkuliahan sehingga mahasiswa

mempunyai minat dan keinginan tersendiri

untuk belajar lebih giat lagi. Selain itu, pemicu

yang efektif mampu mempertimbangkan

tingkat pengetahuan dasar dari masing-masing

mahasiswa sedangkan tingkat pengetahuan

dasar yang dimiliki pada masing-masing

mahasiswa berbeda, hal inilah yang membuat

mahasiswa lebih termotivasi lagi untuk

meningkatkan pengetahuannya dengan cara

meningkatkan aktivitas belajar agar setara

dengan mahasiswa yang lain (Weiss, 2003).

Salah satu mata kuliah yang menggunakan

pemicu dalam metode PBL di Jurusan

Keperawatan yang saat ini dilaksanakan oleh

Page 5: JURNAL TA.pdf

mahasiswa angkatan 2010 program A

adalah sistem Neurology. Pada sistem ini,

pelaksanaannya menggunakan 3 pemicu

yang disesuaikan dengan materi

perkuliahan yang terdapat pada tiap topik

bahasan pada mata kuliah Neurology.

(Pedoman Akademik Jurusan Keperawatan,

2010). Dengan adanya penggunaan pemicu

ini, diharapkan mahasiswa dapat termotivasi

mengikuti seluruh kegiatan perkuliahan

dengan baik.

Motivasi merupakan langkah awal yang

penting dalam pembelajaran untuk

mendorong mahasiswa agar meningkatkan

prestasi belajar mereka (Pujadi, 2007).

Motivasi merupakan keseluruhan daya

penggerak di dalam diri mahasiswa yang

menimbulkan, menjamin kelangsungan dan

meningkatkan pencapaian kegiatan belajar.

Motivasi inilah yang mendorong seseorang

untuk melakukan suatu kegiatan atau

pekerjaan, begitu juga untuk belajar. Hasil

belajar akan menjadi optimal jika ada

motivasi. Dengan motivasi, mahasiswa

dapat mengembangkan aktivitas dan insiatif,

dapat mengarahkan dan memelihara

ketekunan dalam melakukan kegiatan

belajar. Selain itu, motivasi belajar dapat

pula berfungsi sebagai pendorong usaha

dalam pencapaian prestasi. (Sardiman,

2009). Dari uraian diatas, maka dapat kita

ketahui bahwa penggunaan pemicu dalam

metode pembelajaran PBL sangat menuntut

mahasiswa untuk menjadi lebih aktif dan

memacu motivasi belajar mahasiswa agar

dapat meningkatkan prestasi belajarnya

(Hadi, 2007).

Studi pendahuluan yang telah dilaksanakan

pada tanggal 11 November 2011 pada

sekitar 10 mahasiswa dari jumlah total 89

mahasiswa Jurusan Keperawatan Universitas

Brawijaya angkatan 2010 program A reguler,

hasilnya adalah 6 mahasiswa menyebutkan

bahwa pemicu dalam metode PBL kurang

dapat memotivasi mahasiswa karena isi dalam

pemicu kurang efektif terkait dengan cakupan

materi dalam blok, mahasiswa kesulitan untuk

menemukan tujuan pembelajaran karena

keterbatasan tingkat pengetahuan dan pemicu

kurang dapat menstimulasi keingintahuan

mahasiswa. Sedangkan 4 mahasiswa

menyatakan bahwa penggunaan pemicu

dalam PBL dapat menumbuhkan motivasi

belajar karena memberikan kesempatan

kepada mahasiswa untuk bebas dalam

berpendapat sesuai dengan pengetahuannya,

sehingga mahasiswa mampu menentukan apa

saja yang harus dipelajari dan dijadikan tujuan

pembelajaran, sehingga motivasi untuk belajar

akan tumbuh dengan sendirinya.

Dari studi pendahuluan di atas diketahui

terdapat perbedaan persepsi antara di teori

dan yang ada di lapangan bahwa pemicu

dalam metode PBL dapat menumbuhkan

motivasi belajar mahasiswa. Penelitian yang

sudah dilakukan oleh Dolmans et al., (2008)

menyatakan bahwa salah satu faktor yang

paling dominan untuk meningkatkan motivasi

belajar mahasiswa yang menerapakan metode

PBL adalah dengan pemicu yang efektif.

Pendapat lain yaitu menurut De Jong et al.,

(2010) menyatakan adanya hubungan antara

penerapan Small Group Discussion dengan

motivasi belajar. Sehingga muncul adanya

kemungkinan hubungan antara efektivitas

pemicu dengan motivasi belajar. Hal tersebut

disebabkan karena efektivitas pemicu

termasuk salah satu elemen dari Small Group

Discussion.

Page 6: JURNAL TA.pdf

Berdasarkan uraian fenomena yang ada dan

masih sedikit penelitian tentang hubungan

efektivitas pemicu dalam metode PBL

dengan motivasi belajar, maka peneliti ingin

meneliti lebih lanjut tentang hubungan

antara efektivitas pemicu (PBL Problems)

dalam metode PBL (Problem Based

Learning) dengan tingkat motivasi belajar

mahasiswa angkatan 2010 program A

reguler pada blok sistem Neurology di

Jurusan Keperawatan.

Penelitian ini bertujuan untuk

Mengetahui hubungan antara efektivitas

pemicu dengan tingkat motivasi belajar

mahasiswa. Mafaat yang bisa di ambil dari

penelitian ini adalah sebagai sumber bahan

kajian tambahan dalam lingkup keperawatan

dasar untuk membahas keefektifan pemicu

dalam metode pembelajaran PBL yang

diterapkan khususnya di Jurusan

Keperawatan Universitas Brawijaya. Bagi

Mahasiswa penelitian ini dapat digunakan

untuk membantu dan mengarahkan motivasi

belajarnya sehingga mampu meningkat

menjadi lebih baik dan tercapai pula

optimalisasi perkembangan proses belajar-

mengajar melalui penerapan pemicu dalam

metode PBL. Bagi Pengajar dapat

memberikan informasi hasil penelitian yang

dapat memberikan evaluasi tentang

efektivitas metode pembelajaran PBL

melalui penilaian terhadap pemicu, sehingga

pengajar akan membuat pemicu seefektif

mungkin untuk meningkatkan motivasi

belajar mahasiswa. Bagi Institusi Pendidikan

Jurusan Keperawatan khususnya dapat

membantu memfasilitasi dan mengevaluasi

keefektifan metode pembelajaran PBL melalui

pemicu yang digunakan dalam setiap blok

mata kuliah dan menyesuaikan dengan

kemampuan dasar yang dimiliki mahasiswa,

sehingga motivasi belajar mahasiswa dapat

meningkat dan diharapkan dapat

meningkatkan prestasi belajar

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan desain

penelitian observasional analitik dengan

pendekatan cross sectional. Populasi dalam

penelitian ini adalah seluruh mahasiswa

angkatan 2010 program A reguler di Jurusan

Keperawatan Universitas Brawijaya. Cara

pengambilan sampel dalam penelitian ini

menggunakan teknik Total Sampling. Jumlah

sampel dalam penelitian ini adalah 89 orang

pada angkatan 2010 program A reguler.

Penelitian ini dilaksanakan pada mahasiswa

semester III angkatan 2010 program A reguler

di Jurusan Keperawatan Universitas Brawijaya

pada tanggal 12 Desember 2011

Sebelum dilakukan penelitian,

dilakukan uji validitas dan reliabilitas instrumen

penelitian berupa kuesioner. kemudian

membuat tabulasi silang dan dianalisis secara

statistik menggunakan fasilitas SPSS 16 for

Windows dengan derajat kepercayaan 95% (α

= 0,05) dengan menggunakan uji statistik

Spearman Rank.

Page 7: JURNAL TA.pdf

HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tingkat Efektivitas Pemicu Pada Blok Neurology di Angkatan 2010 Program A Reguler di Jurusan Keperawatan FKUB

No. Tingkat Efektivitas Pemicu Frekuensi Persentase (%)

1. Efektivitas Baik 51 57,30%

2. Efektivitas Cukup 38 42,70%

3. Efektivitas Kurang 0 0%

Total 89 100%

Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tingkat Motivasi Belajar

Mahasiswa Pada Blok Neurology di Angkatan 2010 Program A Reguler di Jurusan Keperawatan FKUB

No. Tingkat Motivasi Belajar Frekuensi Persentase (%)

1. Motivasi Kuat 53 59,55%

2. Motivasi Sedang 36 40,45%

3. Motivasi Lemah 0 0%

Total 89 100%

Tabel 5.6 Tabulasi Silang antara Efektivitas Pemicu dengan Tingkat Motivasi Belajar

Mahasiswa Angkatan 2010 Program A Reguler Pada Blok Sistem Neurology di Jurusan Keperawatan FKUB

Tingkat Efektivitas

Pemicu

Tingkat Motivasi Belajar TOTAL

Lemah Sedang Kuat

F % F % F % F %

Baik 0 0% 12 13% 39 44% 51 57%

Cukup 0 0% 24 27% 14 16% 38 43%

Kurang 0 0% 0 0% 0 0% 0 0%

TOTAL 0 0% 36 40% 53 60% 89 100%

Berdasarkan tabel 5.6 di atas di

peroleh data bahwa sebagian besar

responden menilai bahwa pemicu memiliki

tingkat efektivitas baik yaitu sebanyak 51

mahasiswa. Pada penerapan efektivitas

pemicu yang baik diperoleh 39 mahasiswa

memiliki motivasi belajar yang kuat dan

terdapat 12 mahasiswa yang memiliki

motivasi sedang dalam belajar. Temuan ini

didukung hasil uji Spearman Rank yang

menunjukkan terdapat hubungan yang

signifikan (p = 0,000 < 0,05) antara

efektivitas pemicu dengan motivasi belajar.

Hal ini juga di dukung oleh nilai korelasi

positif kedua variabel sebesar 0,515 (r tabel

= 0,217) yang artinya bahwa efektivitas

pemicu yang berhubungan dengan motivasi

belajar mahasiswa adalah sebesar 51,5%,

sedangkan sisanya sebesar 48,5% motivasi

belajar berhubungan dengan faktor-faktor

lain di luar pemicu.

Page 8: JURNAL TA.pdf

PEMBAHASAN

Efektivitas Pemicu (PBL Problems)

Berdasarkan tabel 5.4 hasil tabulasi

data yang disajikan pada bab V diperoleh

data sebanyak 51 responden menyatakan

pemicu yang digunakan mempunyai tingkat

efektivitas baik (57,30%) dan 38 responden

menyatakan pemicu yang digunakan

mempunyai tingkat efektivitas cukup

(42,70%). Dengan demikian, pemicu

sebagian besar dapat dikategorikan pada

tingkat efektivitas baik. Penilaian terhadap

pemicu erat kaitannya dengan kemampuan

berpikir logis (penalaran) mahasiswa, yaitu

kemampuan menemukan suatu kebenaran

berdasarkan pola, aturan atau logika

tertentu menurut Suriasumantri dalam

Usdiyana, (2009).

Menurut Valanides (1999:98)

menyebutkan bahwa laki-laki memiliki

kemampuan berpikir logis yang lebih

signifikan daripada perempuan. Sedangkan

perempuan lebih memiliki kemampuan

lebih unggul dalam bidang memori verbal

dan kemampuan memproses bahasa

dengan lebih cepat dan akurat, dikarenakan

perempuan memiliki corpus callosum yang

lebih tebal dibandingkan dengan laki-laki

sehingga memiliki kemampuan untuk

mengikat informasi verbal dan nonverbal

lebih efisien (Jensen, 2008). Dari hasil

penelitian mahasiswa di angkatan 2010

hampir seluruhnya berjenis kelamin

perempuan (81%). Hal ini memungkinkan

bahwa penilaian pemicu tersebut

berdasarkan atas apa yang dirasakan dan

diingat baik secara verbal maupun

nonverbal oleh mahasiswa selama

mengikuti perkuliahan PBL.

Selain itu, penilaian terhadap

pemicu berkaitan dengan usia. Menurut

Hurlock, (2008) usia juga mempengaruhi

kemampuan seseorang untuk menilai

sesuatu yang menyangkut tujuan hidup dan

cita-citanya. Jika dilihat dari kategori umur,

(50%) mahasiswa Jurusan Keperawatan

angkatan 2010 termasuk dalam kategori

usia remaja (18 tahun) dan akan mendekati

masa transisi ke dewasa muda. Hal ini

yang dapat mempengaruhi kemampuan

seseorang untuk menilai,

mempertimbangkan dan mengambil

keputusan baik atau tidaknya sesuatu hal

dalam hidupnya, termasuk dalam hal

pendidikannya yaitu menilai keefektifan

pemicu PBL yang digunakan dalam

perkuliahan. Dari pernyataan di atas,

mahasiswa memungkinkan dapat menilai

pemicu dalam blok sistem Neurologi sesuai

dengan sudut pandangnya masing-masing.

Menurut Botti, (2004) pemicu yang

efektif akan mengandung beberapa unsur

pembentuk yaitu, struktur pemicu, keaslian,

keterkaitan dengan kurikulum, keterkaitan

dengan pengetahuan siswa, dapat

diberikan solusi, pemicu merupakan suatu

cara memahami sesuatu dan pemicu

membutuhkan kemampuan berfikir.

Pembuatan pemicu yang efektif akan lebih

dapat mendorong mahasiswa untuk belajar.

Pemicu merupakan kunci sukses proses

belajar menggunakan metode PBL, tanpa

adanya pemicu yang baik dan efektif, maka

proses pembelajaran akan sulit untuk

mencapai tujuan yang diinginkan (White,

2001).

Penilaian terhadap pemicu juga

ditentukan dari sejauh mana mahasiswa

memahami tentang pemicu dalam metode

Page 9: JURNAL TA.pdf

PBL yang diterapkan. Dari hasil penelitian

didapatkan bahwa hampir seluruh

responden (85%) mahasiswa mampu

memahami metode PBL dengan baik.

Pemahaman metode PBL ini tentu saja

tidak lepas dari pengalaman sebelumnya

yang didapat mahasiswa saat menerapkan

metode PBL selama kurang lebih 3

semester, sehingga dengan adanya

pengalaman belajar menerapkan PBL

tersebut, mahasiswa mampu

mengidentifikasi bentuk-bentuk pemicu

yang efektif ataupun yang tidak. Semakin

lama masa proses pembelajaran, maka

mahasiswa akan semakin mampu dalam

menilai kualitas dari pemicu yang

digunakan.

Hal lain yang juga ikut

mempengaruhi penilaian pemicu ini adalah

kurangnya ketelitian responden dalam

menilai kuisioner pemicu. Hal ini dibuktikan

dari hasil penelitian yaitu sejumlah 3

responden (3,4%) tidak memberikan skor

pada sejumlah pertanyaan dalam kuisioner,

hal inilah yang nantinya juga akan

mempengaruhi tingkat efektivitas pemicu.

Selain itu, penilaian terhadap pemicu

dipengaruhi oleh kurang jujuranya sejumlah

responden. Dari hasil penelitian didapatkan

4 responden (4,5%) kurang jujur dalam

mengisi kuisioner, hal ini nantinya juga

akan mempengaruhi tingkat efektivitas

pemicu. Selain dari hal tersebut, efektivitas

pemicu erat kaitannya dengan faktor-faktor

lain yang tidak dapat diteliti lebih dalam

oleh peneliti antara lain penggunaan seven

jumps saat diskusi kelompok, peran

fasilitator dan proses diskusi mahasiswa itu

sendiri yang mampu mempengaruhi

efektivitas pemicu.

Ketiga faktor tersebut diyakini

dapat berpengaruh terhadap keefektifan

pemicu yang digunakan namun karena

keterbatasan peneliti, faktor tersebut tidak

diteliti lebih lanjut. Pemicu merupakan

sarana bagi penerapan metode PBL yang

dilakukan yaitu dengan membuat suatu

skenario/kasus untuk digali dan ditemukan

penyelesaiannya. Menurut Dolmans et al.,

(1997); Marchais, (1999); Kim et al., (2006)

ada beberapa prinsip dari pemicu antara

lain sesuai dengan pengetahuan

mahasiswa, terintegrasi dari berbagai ilmu

pengetahuan, relevan dengan konteks

realistis, menarik mahasiswa dalam diskusi,

serta sebagai pedoman atau petunjuk untuk

mempelajari materi tertentu. Pemicu

merupakan elemen yang sangat penting

bagi berlangsungnya proses pembelajaran

PBL. Artinya, dengan menggunakan

pemicu yang efektif, akan lebih

memudahkan mahasiswa dalam

memahami materi perkuliahan dalam

lingkup metode PBL.

Tingkat Motivasi Belajar

Berdasarkan tabel 5.5 tingkat

motivasi belajar mahasiswa diperoleh hasil

sebanyak 53 responden memiliki motivasi

kuat (59,55%), 36 responden memiliki

motivasi sedang (40,45%). Dari hasil

penelitian tersebut, dengan demikian

sebagian besar mahasiswa memiliki

motivasi yang kuat dalam belajar. Motivasi

belajar mahasiswa berkaitan erat dengan

jalur masuk mahasiswa. Dari hasil

penelitian yang dilakukan, didapatkan

bahwa hampir setengahnya (44%)

mahasiswa masuk melalui jalur SNMPTN.

Jalur ini merupakan jalur yang paling

Page 10: JURNAL TA.pdf

kompetitif dibandingkan dengan jalur

masuk yang lain. Seleksi nasional yang

melibatkan ribuan calon mahasiswa adalah

SNMPTN (Permendiknas, 2010). Maka dari

itu, dapat diketahui bahwa mahasiswa yang

masuk melalui jalur ini tentunya memiliki

motivasi yang lebih tinggi dalam belajarnya

daripada mahasiswa yang masuk

perkuliahan dengan jalur yang lain.

Hal lain yang berpengaruh dalam

motivasi belajar adalah faktor jenis kelamin.

Dari hasil penelitian bahwa hampir

seluruhnya (81%) mahasiswa angkatan

2010 adalah perempuan. Pada zaman

modern seperti saat ini, pendidikan bukan

hanya didominasi oleh kaum laki-laki, tetapi

perempuan sudah terlibat dalam pendidikan

aktif untuk mencapai cita-cita yang setara

dengan laki-laki (Damanhuri dkk., 2006).

Hal ini dikarenakan pada saat ini sudah

terdapat persamaan atau kesetaraan

gender dari berbagai bidang profesi

pekerjaan, tidak terkecuali profesi perawat.

Sifat dasar perempuan yang lebih rajin

daripada laki-laki akan lebih membantu

untuk mencapai tujuan/cita-cita.

Dalam beberapa tahun terakhir,

jumlah perempuan yang diterima di

sejumlah Jurusan di FKUB lebih banyak

daripada jumlah laki-laki (Siakad FKUB,

2011). Hal ini menunjukkan bahwa

perempuan memiliki minat, keuletan dan

semangat yang lebih besar daripada laki-

laki sehingga dengan adanya sifat dasar

perempuan yang lebih tekun, rajin, ulet

dimungkinkan perempuan memiliki motivasi

yang lebih kuat daripada laki-laki saat ini.

Dengan memiliki motivasi belajar yang

tinggi, maka dapat meraih cita-cita yang

diimpikan.

Faktor selain itu yang berpengaruh

terhadap motivasi adalah usia. Dari hasil

penelitian didapatkan bahwa setengah dari

jumlah total responden adalah berusia 18

tahun (50%). Jika dilihat dari usia tersebut,

mahasiswa angkatan 2010 dapat

dikategorikan dalam masa remaja akhir dan

menjelang dewasa awal. Menurut Hurlock

(2008), dalam masa periode ini mahasiswa

mengalami perubahan dalam minat, emosi

dan merupakan masa pencarian identitas

diri. Pencarian identitas diri sendiri dapat

dilakukan dengan usaha untuk menjelaskan

siapa dirinya, apa perannya dalam

masyarakat, serta bagaimana orang lain

menerima dirinya. Menurut Erikson dalam

Yusuf (2006), mendapatkan identitas diri

diperlukan suatu perubahan fisik, kognitif,

psikologis serta lingkungannya. Sehingga

dengan adanya perubahan tersebut, secara

tidak langsung akan meningkatkan minat

dan motivasi belajar untuk mencapai tujuan

dan identitas diri yang sesuai dengan cita-

cita dan harapan dalam diri.

Motivasi belajar adalah dorongan

yang timbul pada diri seseorang, sadar atau

tidak sadar untuk melakukan suatu

tindakan dengan tujuan tertentu, atau

dengan kata lain, motivasi adalah usaha-

usaha yang dapat menyebabkan seseorang

atau kelompok orang tertentu tergerak

melakukan sesuatu karena ingin mencapai

tujuan yang dikehendakinya. Seorang

mahasiswa dikatakan mempunyai motivasi

belajar jika ia mampu menggerakkan

dirinya untuk meraih segala apa yang

diinginkannya atau di cita-citakannya,

pantang menyerah, tekun dalam belajar,

mandiri, dan memiliki orientasi masa depan

(Sardiman, 2006).

Page 11: JURNAL TA.pdf

Motivasi belajar seseorang sebenarnya

tidak terlepas dari pengaruh eksternal dan

internal (Pujadi, 2007). Dari segi proses

belajar, metode yang digunakan

merupakan salah satu faktor eksternal yang

dapat mempengaruhi motivasi belajar

seseorang. Penggunaan metode yang tidak

pernah dikenal sebelumnya akan

menyulitkan seseorang untuk mengikutinya

dengan baik, hal ini juga mempengaruhi

motivasi belajarnya. Misalnya, penggunaan

pemicu dalam PBL akan sedikit

menghambat proses belajar jika masing-

masing mahasiswa kurang mengenal dan

memahami pemicu dengan baik karena

belum mampu beradaptasi dengan baik

dalam metode pendidikan di perkuliahan,

sehingga tidak termotivasi saat diskusi PBL

dilakukan, maka hal inilah yang membuat

tujuan pembelajaran tidak tercapai.

Sedangkan faktor internal adalah

motif-motif yang aktif atau berfungsinya

tidak perlu dirangsang dari luar karena

dalam diri setiap individu sudah ada

dorongan untuk melakukan sesuatu.

Seorang mahasiswa melakukan belajar

karena didorong tujuan ingin mendapatkan

pengetahuan, nilai dan keterampilan

(Sardiman, 2006). Usia merupakan salah

satu faktor internal dalam motivasi

seseorang. Hal ini didukung oleh adanya

karakteristik responden dengan usia 18

tahun (50%) dari total responden, usia

tersebut menurut Maslow dalam Pujadi

(2007), adalah masa peralihan dari remaja

ke dewasa muda, yaitu masa untuk

beraktualisasi diri atau mencari pengakuan

untuk mencapai sesuatu yang diinginkan.

Menurut Sutadi (1996), Dalam

proses belajar, motivasi dapat tumbuh

maupun hilang atau berubah dikarenakan

adanya faktor-faktor yang

mempengaruhinya. Dalam penelitian ini

faktor-faktor tersebut diantaranya adalah

cita-cita/aspirasi mahasiswa, kondisi

mahasiswa, kondisi lingkungan, unsur

dinamis dalam belajar dan upaya dosen

membelajarkan mahasiswa. Faktor-faktor

tersebut diatas diyakini dapat

mempengaruhi motivasi belajar seseorang

berbeda antara satu dengan yang lainnya

namun karena keterbatasan peneliti, faktor-

faktor tersebut tidak diteliti lebih dalam.

Selanjutnya menurut Farhan dalam

Laksono (2011), seseorang akan

cenderung berusaha sekuat tenaga untuk

merealisasikan semua cita-citanya, tentu

saja dengan meningkatkan motivasi yang

ada dalam dirinya. Tipe motivasi internal

lebih kuat daripada eksternal. Dalam

motivasi internal didasarkan oleh misi atau

tujuan hidup. Seseorang yang telah

menemukan misi hidupnya bekerja

berdasarkan nilai-nilai yang diyakininya.

Nilai-nilai itu bisa berupa rasa ingin memiliki

makna dalam menjalani hidupnya.

Hubungan Tingkat Efektivitas Pemicu

dengan Tingkat Motivasi Belajar

Berdasakan hasil uji statistik

menggunakan Spearman Rank diperoleh

nilai signifikansi 0.000 (p < 0.05), sehingga

dapat disimpulkan bahwa terdapat

hubungan yang signifikan antara tingkat

efektivitas pemicu (PBL Problems) dengan

tingkat motivasi belajar mahasiswa. Hal ini

juga di dukung oleh nilai korelasi positif

kedua variabel sebesar 0,515 (r tabel =

0,217) yang artinya bahwa efektivitas

pemicu yang berhubungan dengan motivasi

Page 12: JURNAL TA.pdf

belajar mahasiswa adalah sebesar 51,5%,

sedangkan sisanya sebesar 48,5% motivasi

belajar berhubungan dengan faktor-faktor

lain di luar pemicu. Dari penjelasan diatas,

dapat diketahui bahwa kedua variabel

memiliki korelasi yang cukup tinggi.

Hasil uji korelasi antara tingkat

efektivitas pemicu dalam metode PBL

dengan tingkat motivasi belajar mahasiswa

angkatan 2010 program A pada blok sistem

Neurology di Jurusan Keperawatan

Universitas Brawijaya telah memperkuat

pernyataan yang dikemukakan oleh Jong et

al., (2010), yang menyatakan bahwa

terdapat hubungan antara penerapan

diskusi kelompok kecil dengan motivasi

belajar mahasiswa, dikarenakan salah satu

elemen dalam diskusi kelompok kecil

adalah penggunaan pemicu.

Dari tabel 5.6 didapatkan bahwa 39

mahasiswa dengan tingkat motivasi kuat

dan 12 mahasiswa dengan tingkat motivasi

sedang menilai bahwa tingkat efektivitas

pemicu yang digunakan baik. Sedangkan

didapatkan 24 mahasiswa memilki tingkat

motivasi sedang dan 14 mahasiswa

memiliki tingkat motivasi kuat menilai

bahwa tingkat efektivitas pemicu yang

digunakan sedang. Sehingga dapat

disimpulkan bahwa jika efektivitas pemicu

baik, maka akan menimbulkan motivasi

yang dimiliki sebagian besar mahasiswa

kuat. Hal ini sama halnya dengan jika

efektivitas pemicu sedang maka akan

menimbulkan motivasi belajar yg dimiliki

sebagaian besar mahasiswa juga sedang.

Dari data di atas dapat

memperkuat beberapa pernyataan berikut

sesuai dengan teori yang dikemukan oleh

Botti (2004), bahwa efektivitas pemicu

sangat mendukung proses pembelajaran

PBL. Pemicu dalam PBL adalah proses

pembelajaran yang dimulai dari masalah

dan bukan dari paparan atau penjelasan

menggunakan pengetahuan (White, 2001).

Pemicu juga menyajikan problem yang

ditampilkan terlebih dahulu sebelum

pengetahuan diberikan. Peserta didik harus

memiliki pengetahuan yang dibutuhkan,

mempelajari hal tersebut dan

menghubungkannya dengan masalah atau

skenario dalam pemicu yang diberikan.

Untuk itu, peserta didik diharuskan mampu

untuk menggali setiap permasalahan

dengan baik dalam diskusi yang

dimunculkan oleh pemicu. Dari sinilah awal

dari motivasi belajar mahasiswa dapat

terbentuk. Semakin efektifnya pemicu akan

menstimulasi keingintahuan mahasiswa

untuk menggali permasalahan,

memecahkannya dan mahasiswa akan

semakin termotivasi dalam belajar.

Sehingga dengan adanya pemicu tersebut,

diharapkan dapat meningkatkan keinginan

mahasiswa untuk melakukan yang terbaik

dalam belajarnya demi tercapainya suatu

tujuan pembelajaran. Tanpa adanya

motivasi yang tinggi, mahasiswa akan

menemui kesulitan untuk melaksanakan

proses pembelajaran dengan metode PBL

dengan baik.

Keterbatasan Penelitian

Beberapa keterbatasan yang

dihadapi peneliti dalam pelaksanaan

penelitian antara lain:

1. Jika informasi mengenai poin-poin

kuesioner kurang jelas, responden

tidak berespon secara tepat sehingga

Page 13: JURNAL TA.pdf

interpretasi yang diberikan juga tidak

akurat

2. Walaupun dibuat anonym, beberapa

responden dengan sengaja

memberikan jawaban yang tidak benar

atau tidak jujur

3. Adanya confounding factor yang juga

ikut mempengaruhi efektivitas pemicu

yang tidak diteliti lebih dalam oleh

peneliti. Faktor tersebut antara lain

penggunaan seven jump dalam

diskusi, peran fasilitator dan proses

diskusi kelompok yang dilakukan

mahasiswa.

4. Adanya confounding factor yang juga

ikut mempengaruhi motivasi belajar

mahasiswa yang tidak diteliti lebih

dalam oleh peneliti. Faktor tersebut

antara lain cita-cita/aspirasi, kondisi

mahasiswa, kondisi lingkungan, unsur

dinamis dalam belajar, dan upaya

dosen membelajarkan mahasiswa.

KESIMPULAN

1. Sebagian besar mahasiswa angkatan

2010 program A reguler di Jurusan

Keperawatan Universitas Brawijaya

menilai pemicu yang digunakan dalam

blok Neurologi memiliki efektivitas baik

yaitu (57,30%).

2. Sebagian besar mahasiswa angkatan

2010 program A reguler di Jurusan

Keperawatan Universitas Brawijaya

mempunyai motivasi belajar yang kuat

yaitu (59,55%).

3. Berdasarkan hasil uji statistik

Spearman Rank didapatkan nilai

signifikansi p < 0,05 (0,000), maka

dapat disimpulkan terdapat hubungan

yang signifikan antara tingkat

efektivitas pemicu dalam metode PBL

(Problem Based Learning) dengan

tingkat motivasi belajar mahasiswa

angkatan 2010 program A reguler

pada blok sistem Neurologi di Jurusan

Keperawatan serta terdapat hubungan

positif kuat antara efektivitas pemicu

dengan tingkat motivasi belajar

mahasiswa dengan nilai koefisien

korelasi positif sebesar 0,515, artinya

semakin efektif pemicu yang

digunakan, maka semakin kuat

motivasi belajar mahasiswa.

SARAN

1. Bagi para mahasiswa diharapkan agar

tetap mempertahankan dan

meningkatkan motivasi belajarnya

dengan tetap fokus belajar dan sebisa

mungkin berusaha untuk dapat

beradaptasi dengan pemicu yang

disajikan dalam metode PBL.

2. Institusi pendidikan yang terkait yaitu

Jurusan Keperawatan FKUB

diharapkan mampu mempertahankan

penggunaan pemicu seefektif mungkin

dalam PBL untuk meningkatkan

motivasi belajar mahasiswa. di

Jurusan Keperawatan.

3. Diharapkan kepada peneliti

selanjutnya untuk memberikan

informed consent tentang penelitian

yang akan dilakukan secara tepat dan

benar, sehingga menghindarkan

kesalahan pada saat pengisian

instrumen penelitian dan juga

menghindarkan ketidakjujuran.

4. Peneliti selanjutnya yang tertarik

dengan tema penelitian ini, hendaknya

juga mengukur seven jump, peran

Page 14: JURNAL TA.pdf

fasilitator, dan proses diskusi

kelompok karena faktor-faktor tersebut

di atas juga dapat mempengaruhi

efektivitas pemicu.

5. Peneliti selanjutnya yang tertarik

dengan tema penelitian ini, hendaknya

juga mengukur cita-cita/aspirasi

mahasiswa, kondisi mahasiswa,

kondisi lingkungan, unsur dinamis

dalam belajar dan upaya dosen

membelajarkan mahasiswa, karena

faktor-faktor tersebut di atas juga

dapat mempengaruhi motivasi belajar.

DAFTAR PUSTAKA Alimul, Aziz. 2007. Riset Keperawatan dan

Teknik Penulisan Ilmiah. Salemba Medika, Jakarta.

Amir, Taufiq. 2009. Inovasi Pendidikan

Melalui Problem Based Learning. Kencana Prenada Media Group, Jakarta.

Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur

Penelitian (Suatu Pendekatan Praktek). Rineka Cipta, Jakarta.

Arkell, Sharon., Cooper, Carol., Darvil,

Angela., Lee, angela., McLoughlin, Moira., Sadlo, Gaynor. 2009. Problem Based Learning Evaluation Toolkit. Makalah disajikan dalam The Health Sciences and Practice Subject Centre of the Higher Education Academy. University of Cumbria, September.

Botti, James. 2004. PBL Scenario

Essentials. Makalah disajikan dalam Konferensi Internasional PBL, Cancum, Mexico, Juni.

Damanhuri dkk., 2006. Perempuan Untuk

Pencerahan dan Kesetaraan. Yayasan Jurnal Perempuan, Jakarta.

De Jong, Zuzana., Van Nies, Jessica AB.,

Peters, Sonja WM., Vink, Sylvia., Dekker, Friedo W., Scherpbier,

Albert. 2010. Interactive Seminars or Small Group Tutorials in Preclinical Medical Education: Results of a Randomized Controlled Trial, BMC Medical Education, p.10-79.

Dewajani, Sylvi. 2006. Student Centered

Learning, Materi Lokakarya Peningkatan Kualitas Teknik Pembelajaran Student Center Learning. Pusat Pengembangan Pendidikan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Dolmans, Diana H., Munshi, Fadi M., El

Zayat. 2008. Development and Utility of a questionnaire to evaluate the quality of PBL problems. South East Asian Journal of Medical Education, vol.2 (2), p.34-39.

Doyle, T. 2006. The role of the teacher in a

learner centered classroom. http://www.ferris.edu/htmls/academics/center/teachingandLearning Tips/Learner-Centered%20Teaching/RoleofTeacher.htm.

Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya.

2010. Pedoman Akademik Jurusan Keperawatan, Malang. hal. 2-35.

Hadi, Rahmini. 2007. Dari Teacher

Centered Learning ke Student Centereded Learning: Perubahan Metode Pembelajaran di Perguruan Tinggi. STAIN Purwokerto, Purwokerto.

Hamalik, Oemar. 2001. Proses Belajar

Mengajar. Bumi Aksara, Jakarta. Hidayanti, Yatik. 2006. Pengaruh Motivasi,

Metode Pembelajaran dan Lingkungan terhadap Prestasi Belajar Akuntansi Pada Siswa Kelas X SMAN 12 Semarang. Skripsi, Univ. Negeri Semarang, Semarang.

Hong, Jon-Chao. 2007. The Comparison of

Problem-based Learning (PmBL) Model and Project-based Learning (PtBL) Model. Makalah disajikan dalam the International Conference on Engineering

Page 15: JURNAL TA.pdf

Education - ICEE 2007, Coimbra, Portugal.

Hurlock. 1991. Perkembangan Anak. Jilid I

Edisi 6. Erlangga, Jakarta. Jensen, E. 2008. Brain Based Learning.

Pembelajaran Berbasis Kemampuan Otak: Cara Baru Dalam Pembelajaran dan Pelatihan. Pustaka Pelajar, Yogyakarta.

Jonassen, D. 2000. Toward a Design

Theory of Problem Solving. Educational Technology Research and Development, vol. 48(4): 63–85.

Keller, John. 2006. A Motivating Influence

in the Field of Instructional Systems Design. Wayne State University.

Laksono, Wahyu Danang. 2011. Perbedaan

Motivasi Belajar Mahasiswa Yang Menggunakan Metode Pembelajaran TCL (Teacher Centered Learning) Dibandingkan Dengan Metode Pembelajaran SCL (Student Centered Learning) Di Jurusan Keperawatan. Skipsi. Tidak Diterbitkan, Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya, Malang.

Lembaga Pengembangan Pendidikan UNS.

2010. Panduan Pelaksanaan SCL. Univ. Sebelas Maret, Semarang.

Marchais, JED. 1999. A Delphi technique to

identify and evaluate criteria for construction of PBL problems, Medical Education, 33 (7), pp. 504–508.

Muhammad, Hamid. 2004. Bahan Ajar

Evaluasi Pembelajaran. Proyek Peningkatan Mutu SLTP. Jakarta, hal. 21.

Mujiyanto. 2007. Penggunaan Media

Pendidikan pada Pengajaran Matematika di Sekolah Menengah. Tegal, http://one.indoskripsi.com/judul-skripsi-tugas makalah/matematika/penggunaan

-media-pendidikan-pada-pengajaran.

Muslim Ibrahim dan M. Nur, 2000.

Pembelajaran Berdasarkan Masalah. Inipres, Surabaya.

Nurhadi. 2003. Pembelajaran Kontekstual

(Contextual Teaching and Learning/CTL) dan penerapannya dalam KBK. Universitas Negeri Malang, Malang.

Nursalam. 2008. Konsep dan Penerapan

Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Salemba Medika, Jakarta.

Pujadi, Arko. 2007. Faktor-faktor yang

Mempengaruhi Motivasi Belajar Mahasiswa: Studi Kasus Pada Fakultas Ekonomi Universitas Bunda Mulia. Business & Management Journal Bunda Mulia, vol. 3 (2), hal. 40-51.

Pusat Pengembangan Pendidikan UGM.

2010. Buku Panduan Pelaksanaan SCL dan Buku Panduan STAR, Yogyakarta, hal. 7-58.

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional

Nomor 34 Tahun 2010 tentang Pola Penerimaan Mahasiswa Baru Program Sarjana pada Perguruan Tinggi yang diselenggarakan oleh Pemerintah. 2011. Jakarta, http://www.snmptn.ac.id/i_home.php. Diakses tanggal 1 Februari 2012.

Ratumanan, Tanwey Gerson. 2004. Belajar

dan Pembelajaran. Unesa University Press, Surabaya, hal. 83-102, 135-137.

Riyanto, Yatim. 2007. Metodologi

Pendidikan Kualitatif dan Kuantitatif. Unesa University Press, Surabaya, hal. 38-69, 120-131.

Rusyan, Tabrani. 1989. Pendekatan dalam

Proses Belajar Mengajar. CV Remaja Rosdakarya, Bandung.

Sardiman, AM. 2009. Interaksi dan Motivasi Belajar. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Page 16: JURNAL TA.pdf

Sockalingam, Nachamma. 2010.

Characteristic of Problems in PBL. Thesis, National University of Singapore, Singapura.

Sockalingam, Nachamma and Schmidt,

Henk G. 2011. Characteristics of Problems for Problem-Based Learning: The Students Perspective. The Interdisciplinary Journal of Problem Based Learning. vol. (5), no. 1 Spring.

Sprinthall, R.C. 1987. Educational

Psychology: Developmental Approach. Addison-Willey Publishing Co, Manila.

Sudjana, Nana. 1996. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Remaja, Bandung. Supratiknya. 2001. Problem Based

Learning dan Aplikasinya dalam Program Pendidikan Profesi Psikologi. Univ. Sanata Dharma, Yogyakarta.

Sutadi, Rusda Kunto dkk., 1996. Belajar dan Pembelajaran. IKIP Semarang, Semarang.

Usdiyana, D., Purniati, T., Yulianti, K.,

Haminingsih, E. 2009. Meningkatkan Kemampuan Berpikir Logis Siswa SMP Melalui Pembelajaran Matematika Realistik. Jurnal Pengajaran MIPA. vol.13, (1), hal.1-14.

Valanides, N. 1999. Formal Reasoning

Performance of Higher Secondary School Student: Theoretical and educational Implication. European Journal of Psychology Education. vol. (14), p.109-127.

Wiludjeng, Sri dan Riantani, Suskim. 2008.

Analisis Faktor-faktor Motivasi Belajar Mahasiswa Fakultas Bisnis dan Manajemen Universitas Widyatama. Jurnal Bisnis, Manajemen dan Ekonomi, vol. 9 (3), hal. 1627-1635.

Weiss, Renee E. 2003. Designing Problems

to Promote Higher-Order Thinking. Ebsco Publishing, p. 25-30.

White, H., Duch, BJ., Groh, SE., Allen, DE. 2001. Getting Started and The Power in Problem-Based Learning: A Practical How to Teach Undergraduate Courses in Any Discipline. Sterling, Va, Stylus, pp. 69–78.

Yusuf, Syamsu. 2006. Psikologi

Perkembangan Anak dan Remaja. PT Remaja Rosdakarya, Bandung.