jurnal persepsi tentang imunisasi booster balita usia 24 bulan

11
1 STIKes Dharma Husada Bandung PERSEPSI TENTANG IMUNISASI BOOSTER PADA IBU YANG MEMILIKI BALITA USIA 24 BULAN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS GRIYA ANTAPANI KOTA BANDUNG R. Nety Rustikayanti, S.Kp.,M.Kep 1 , Yeni Suryamah, S.KM., M.Epid 2 Ning Ufiana, S.Kep 3 123 Program studi S1 Ilmu Keperawatan STIKes Dharma Husada Bandung Jl Terusan Jakarta No 75 Antapani Bandung ABSTRAK Imunisasi merupakan usaha memberikan kekebalan tubuh pada balita dan imunisasi dapat memberikan dampak negatif salah satunya adalah penyakit yang berulang, selain itu dampak positif untuk mencegah terhadap penyakit. Jenis imunisasi ulang diantaranya BCG, DPT, dan campak. Menurut cakupan imunisasi booster di Kota Bandung tahun 2016 belum mencapai target untuk imunisasi DPT-HB-HIB (48,8%) dan campak (42,0%), dari cakupan tersebut dipengaruhi oleh persepsi yang terdiri dari modalitas, ruang, waktu dan struktur konteks. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana persepsi tentang pemberian imunisasi booster pada ibu yang memiliki balita usia 24 bulan di wilayah kerja puskesmas Griya Antapani Kota Bandung. Jenis penelitian deskriptif dengan pendekatan survey cross sectional. Jumlah sampel menggunakan teknik random sampling, sehingga didapatkan 71 orang ibu balita. Instrumen yang digunakan yaitu kuesioner. Analisis berupa distibusi frekuensi. Hasil penelitian menunjukan karateristik ibu balita didapatkan sebesar 63,4% rata- rata usia 20-35 tahun, pendidikan SMA sebesar 60,6% dan ibu berstatus bekerja sebesar 59,2%, sedangkan persepsi berdasarkan modalitas didapatkan 64,8%, dimensi ruang didapatkan 64,8%, dimensi waktu didapatkan 76,1%, dan struktur konteks didapatkan 77,5% menunjukan buruk. Saran diharapkan petugas kesehatan berperan aktif dalam pemberian jadwal imunisasi dengan cara kader kesehatan dapat memberitahuan jadwal lewat pengeras suara, agar jika ibu lupa tentang jadwal imunisasi booster ibu dapat melakukanya. Immunization is the business of giving immunity in infants and immunization can negatively impact one of which is a recurrent disease, in addition to the positive impact to prevent the disease. Type repeated immunization include BCG, DPT, and measles. According to booster immunization coverage in the city of Bandung in 2016 has not reached the target for the DPT-HB-Hib (48.8%) and measles (42.0%), of such coverage is influenced by the perception that consists of modalities, space, time and structure context. This study aims to determine how the perception of booster immunization in mothers who have toddlers ages 24 months at wilayah kerja puskesmas Griya Antapani Kota Bandung. Descriptive research with approach of cross sectional survey. The samples used in this research that the mothers were 71 people. The instruments used were questionnaires. Analysis of the frequency in the form of food distribution. The results showed the characteristics of mothers obtained amounted to 63.4% of the average age of 20-35 years, the high school education of 60.6% and a mother working status by 59.2%, while the perception is based on the modalities obtained 64.8%, the spatial dimension obtained 64.8%, 76.1% earned time dimension and context structure obtained 77.5% showing bad. Suggestions health workers are expected to play an active role in the provision of immunization schedule by way of health cadres can informed me on schedule through loudspeakers, so that if mothers forget about the booster immunization schedule mothers can do it. Kata Kunci : Balita, Booster , Ibu, Imunisasi, Persepsi, Usia

Upload: nrukmana-rukmana

Post on 23-Jan-2018

438 views

Category:

Health & Medicine


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Jurnal persepsi tentang imunisasi booster balita usia 24 bulan

1 STIKes Dharma Husada Bandung

PERSEPSI TENTANG IMUNISASI BOOSTER PADA IBU YANG MEMILIKI BALITA

USIA 24 BULAN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS

GRIYA ANTAPANI KOTA BANDUNG

R. Nety Rustikayanti, S.Kp.,M.Kep1, Yeni Suryamah, S.KM., M.Epid2 Ning Ufiana, S.Kep3 123Program studi S1 Ilmu Keperawatan STIKes Dharma Husada Bandung

Jl Terusan Jakarta No 75 Antapani Bandung

ABSTRAK

Imunisasi merupakan usaha memberikan kekebalan tubuh pada balita dan imunisasi dapat

memberikan dampak negatif salah satunya adalah penyakit yang berulang, selain itu dampak positif

untuk mencegah terhadap penyakit. Jenis imunisasi ulang diantaranya BCG, DPT, dan campak.

Menurut cakupan imunisasi booster di Kota Bandung tahun 2016 belum mencapai target untuk

imunisasi DPT-HB-HIB (48,8%) dan campak (42,0%), dari cakupan tersebut dipengaruhi oleh

persepsi yang terdiri dari modalitas, ruang, waktu dan struktur konteks. Penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui bagaimana persepsi tentang pemberian imunisasi booster pada ibu yang memiliki balita

usia 24 bulan di wilayah kerja puskesmas Griya Antapani Kota Bandung. Jenis penelitian deskriptif

dengan pendekatan survey cross sectional. Jumlah sampel menggunakan teknik random sampling,

sehingga didapatkan 71 orang ibu balita. Instrumen yang digunakan yaitu kuesioner. Analisis berupa

distibusi frekuensi. Hasil penelitian menunjukan karateristik ibu balita didapatkan sebesar 63,4% rata-

rata usia 20-35 tahun, pendidikan SMA sebesar 60,6% dan ibu berstatus bekerja sebesar 59,2%,

sedangkan persepsi berdasarkan modalitas didapatkan 64,8%, dimensi ruang didapatkan 64,8%,

dimensi waktu didapatkan 76,1%, dan struktur konteks didapatkan 77,5% menunjukan buruk. Saran

diharapkan petugas kesehatan berperan aktif dalam pemberian jadwal imunisasi dengan cara kader

kesehatan dapat memberitahuan jadwal lewat pengeras suara, agar jika ibu lupa tentang jadwal

imunisasi booster ibu dapat melakukanya.

Immunization is the business of giving immunity in infants and immunization can negatively impact

one of which is a recurrent disease, in addition to the positive impact to prevent the disease. Type

repeated immunization include BCG, DPT, and measles. According to booster immunization coverage

in the city of Bandung in 2016 has not reached the target for the DPT-HB-Hib (48.8%) and measles

(42.0%), of such coverage is influenced by the perception that consists of modalities, space, time and

structure context. This study aims to determine how the perception of booster immunization in

mothers who have toddlers ages 24 months at wilayah kerja puskesmas Griya Antapani Kota

Bandung. Descriptive research with approach of cross sectional survey. The samples used in this

research that the mothers were 71 people. The instruments used were questionnaires. Analysis of the

frequency in the form of food distribution. The results showed the characteristics of mothers obtained

amounted to 63.4% of the average age of 20-35 years, the high school education of 60.6% and a

mother working status by 59.2%, while the perception is based on the modalities obtained 64.8%, the

spatial dimension obtained 64.8%, 76.1% earned time dimension and context structure obtained

77.5% showing bad. Suggestions health workers are expected to play an active role in the provision

of immunization schedule by way of health cadres can informed me on schedule through

loudspeakers, so that if mothers forget about the booster immunization schedule mothers can do it.

Kata Kunci : Balita, Booster , Ibu, Imunisasi, Persepsi, Usia

Page 2: Jurnal persepsi tentang imunisasi booster balita usia 24 bulan

2 STIKes Dharma Husada Bandung

PENDAHULUAN

Kesehatan balita dapat dipengaruhi oleh

lingkungan tempat balita dibesarkan dan

imunisasi yang didapatkannya 0-11 bulan

(imunisasi dasar) dan penting juga untuk di

lakukan imunisasi ulang (booster) pada usia 24

bulan (Marimbi.H, 2010). Program imunisasi

merupakan cara terbaik yang telah

menunjukan keberhasilan yang luar biasa dan

merupakan usaha untuk mencegah penyakit

menular dan juga telah berhasil

menyelamatkan begitu banyak kehidupan

dibandingkan dengan upaya kesehatan

masyarakat lainnya. Program imunisasi ulang

24 bulan yang imunisasi adalah DPT-HB-

HIB, dan campak (Lisnawati, 2011). Dampak

jika tidak dilakukan imunisasi campak yaitu

dapat menyebabkan supresi sistem kekebalan

yaitu penurunan jumlah dan respon dari

eosinofil, limfosit termaksud B dan T cell

sehingga dapat terjadi ensefalitis yang di

sebabkan oleh virus campak dan pneumonia,

laringotracheobronchitis, diare. Dampak tidak

melakukan imunisasi salah satunya adalah

mendapatkan penyakit yang berulang dan

beberapa penyakit yang berbahaya lainnya

(Hadinegoroh, 2011).

Imunisasi adalah suatu upaya untuk

menimbulkan/meningkatkan kekebalan

seseorang secara aktif terhadap suatu penyakit,

sehingga bila suatu saat terpapar dengan

penyakit tersebut tidak akan sakit atau hanya

mengalami sakit ringan (Kemenkes, 2013).

Imunisasi merupakan usaha memberikan

kekebalan pada bayi dan balita dengan

memasukan vaksin kedalam tubuh agar tubuh

membuat zat anti untuk mencegah terhadap

penyakit tertentu. Sedangkan yang dimaksud

dengan vaksin adalah bahan yang dipakai

untuk merangsang pembentukan zat anti yang

dimasukkan kedalam tubuh melalui suntikan

(misalnya BCG, DPT, dan campak) dan

melalui mulut (misalnya vaksin polio)

(Muhammad, 2012).

Imunisasi adalah suatu proses untuk

meningkatkan sistem kekebalan tubuh dengan

cara memasukkan vaksin, yakni virus atau

bakteri yang sudah dilemahkan, dibunuh, atau

bagian-bagian dari bakteri (virus) tersebut

telah dimodifikasi. Imunisasi booster

imunisasi yang diberikan secara ulangan pada

rentan usia 24 bulan (IDAI, 2015). Tujuan

pemberian imunisasi booster untuk diharapkan

balita menjadi kebal terhadap penyakit

sehingga dapat menurunkan angka mordibitas

dan mortalitas serta dapat mengurangi

kecacatan akibat penyakit yang dapat dicegah

dengan imunisasi (Ranih dkk, 2014).

Dalam pemberian imunisasi booster salah

satunya dipengaruhi oleh persepsi dan prilaku

pasif seorang ibu misalnya tanggapan atau cara

penerimaan ibu, kurangnya informasi dan

pemahaman terutama pada ibu, hal tersebut

dapat berdampak terhadap peningkatan

frekuensi balita yang tidak diberikan

imunisasi ulang dan yang paling

mempengaruhi perilaku ibu dalam imunisasi

booster salah satu faktornya adalah

pengetahuan ibu tentang imunisasi booster

(Cristiana.N, 2012).

Cakupan imunisasi booster tahun 2015 di Kota

Bandung sudah mencapai target 50% dengan

DPT-HB-HIB (58,9%) dan campak (55%).

Cakupan imunisasi booster di Kota Bandung

tahun 2017 belum mencapai target untuk

imunisasi DPT-HB-HIB (48,8%) dan campak

(42,0%), (Dinas kesehatan kota Bandung).

Tahun 2015 imunisasi booster di puskesmas

Griya Antapani Untuk imunisasi DPT-HB-

HIB 40% dan campak 31%, pada tahun 2017

imunisasi booster DPT-HB-HIB mencapai

30% dan campak 28% (DINKES Kota

Bandung, 2017).

Berdasarkan hasil studi penelitian di

Puskesmas Griya Antapani Kota Bandung

yang didapatkan bahwa angka kejadian

campak pada balita usia 24 bulan mencapai

45% dan pada tahun 2014 meningkat menjadi

50,05%, dan angka kejadian Hepatitis pada

tahun 2015 mencapai 15% dan pada 2016

meningkat menjadi 25%.

Dari uraian di atas ternyata masih banyak

ditemukan angka kejadian campak dan

hepatitis B yang ditemukan di Puskesmas

Griya Antapani Kota Bandung pada bayi usia

24 bulan akibat tidak dilakukan imunisasi

booster. Sehingga peneliti ingin mengetahui

bagaimana persepsi tentang imunisasi booster

pada ibu yang memiliki balita usia 24 bulan di

wilayah kerja Puskesmas Griya Antapani Kota

Bandung tahun 2016 dan komponen dalam

persepsi yaitu tentang pendidikan ibu (untuk

mengetahui tingkat pemahaman ibu tentang

imunisasi booster) dan bagaimana tentang

lingkungan ibu (dukungan dari keluarga

terdekat suami dan orang tua).

Persepsi merupakan salah satu aspek

psikologis yang penting bagi manusia dalam

merespon kehadiran berbagai aspek dan gejala

di sekitarnya. Persepsi mengandung pengertian

Page 3: Jurnal persepsi tentang imunisasi booster balita usia 24 bulan

3 STIKes Dharma Husada Bandung

yang sangat luas, menyangkut intern dan

ekstern. Berbagai ahli telah memberikan

definisi yang beragam tentang persepsi,

walaupun pada prinsipnya mengandung makna

yang sama. Menurut Kamus Besar Bahasa

Indonesia, persepsi adalah tanggapan

(penerimaan) langsung dari sesuatu. Proses

seseorang mengetahui beberapa hal melalui

panca inderanya. (Sugihartono dkk, 2007)

Oleh karena itu peran seorang ibu pada

program imunisasi sangatlah penting.

Karenanya suatu pemahaman tentang program

ini amat diperlukan untuk kalangan tersebut.

Karena masih banyak ibu yang kurang

perhatian terhadap imunisasi ulang atau biasa

disebut dengan imunisasis booster, menyadari

akan hal tersebut maka penelitian yang akan

dilakukan berdasarkan berbagai realita yang

peneliti akan mengambil judul persepsi

tentang imunisasi booster pada ibu yang

memiliki balita usia 24 bulan di Puskesmas

Griya Antapani kota Bandung tahun 2017.

Kepercayaan dan persepsi kesehatan ibu juga

hal yang penting, karena penggunaan sarana

kesehatan oleh balita berkaitan erat dengan

persepsi dan kepercayaan ibu tentang

kesehatan dan mempengaruhi status imunisasi.

Masalah pengertian dan keikutsertaan orang

tua dalam program imunisasi tidak akan

menjadi halangan yang besar jika pendidikan

yang memadai tentang hal itu di berikan (M.

Ali, 2012).

Dari uraian di atas ternyata masih banyak

ditemukan angka kejadian campak dan

hepatitis B yang ditemukan di lapangan pada

bayi usia 24 bulan sebanyak 31 orang akibat

tidak dilakukan imunisasi booster.Balita yang

tidak dilakukan imunisasi booster sebanyak 86

orang, Sehingga peneliti ingin mengetahui

bagaimana persepsi tentang pemberian

imunisasi booster pada ibu yang memiliki

balita usia 24 bulan di wilayah kerja

Puskesmas Griya Antapani Kota Bandung

tahun 2017.

METODOLOGI PENELITIAN

Jenis Penelitian ini termasuk jenis deskriptif.

Dimana studi deskriptif ini merupakan uraian

sistematis tentang teori (bukan sekedar

pendapat pakar atau penulis buku) dan hasil-

hasil penelitian yang relevan dengan variabel

yang diteliti (Sugiyono, 2015). Penelitian ini

menggambarkan persepsi tentang imunisasi

booster pada ibu yang memiliki balita usia 24

bulan di wilayah kerja Puskesmas Griya

Antapani Kota Bandung tahun 2017.

Pendekatan waktu pengumpulan data

dilakukan dalam satu waktu saja penelitian

dengan cara ini dinamakan survey cross

sectional. Survey cross sectional ialah suatu

penelitian untuk mempelajari dinamika

korelasi antara faktor-faktor resiko dengan

efek, dengan cara pendekatan, observasi atau

pengumpulan data sekaligus pada sekali

waktu (Notoatmodjo, 2010). Setiap subjek

penelitian hanya diobservasi sekali saja dan

pengukuran dilakukan dengan

mengindentifikasi bagaimana persepsi ibu

tentang pemberian imunisasi booster di

wilayah kerja Puskesmas Griya Antapani Kota

Bandung tahun 2017.

Variabel pada penelitian ini persepsi

Populasi Penelitian

Populasi dalam penelitian adalah subjek yang

memenuhi kriteria yang telah ditetapkan

(Nursalam, 2013). Populasi adalah

keseluruhan subjek penelitian (Arikunto,

2013). Oleh karena itu populasi yang diteliti

adalah semua ibu yang memiliki balita usia 24

bulan di wilayah kerja Puskesmas Griya

Antapani Kota Bandung tahun 2017 berjumlah

86 orang.

Sampel Penelitian

Sampel terdiri atas bagian populasi terjangkau

yang dapat dipergunakan sebagai subjek

penelitian melalui sampling. Sedangkan

sampling adalah proses menyeleksi porsi dari

populasi yang dapat mewakili populasi yang

ada. Besar kecilnya jumlah sampel sangat

dipengaruhi oleh rancangan dan ketersediaan

subjek dari penelitian itu sendiri. Semakin

besar sampel yang digunakan semakin baik

dan representatif hasil yang diperoleh. Dengan

kata lain semakin besar sampel, semakin

mengurangi angka kesalahan. Terdapat

beberapa rumus yang dapat dipergunakan

untuk menentukan besar sampel (Nursalam,

2013). Pengambilan sampel pada penelitian ini

menggunakan sampel random sampling yaitu

secara acak dan jumlah sampel yang diambil

ditentukan sendiri oleh rumus random

sampling yaitu menggunakan rumus slovin

sebagai berikut :

𝑛 =𝑁

1 + 𝑁 (𝑒)2

Page 4: Jurnal persepsi tentang imunisasi booster balita usia 24 bulan

4 STIKes Dharma Husada Bandung

𝑛 =86

1 + 86 (0,05)2

𝑛 =86

1,215

𝑛 = 70,7

Keterangan :

n : Ukuran sampel

N : Ukuran populasi

e : Klonggaran ketidaktelitian karena

kesalahan pengambilan sampel yang dapat

ditolerir, kemudian dikuadratkan (e=0,05)

(Krisyantono, 2008).

Dengan menggunakan rumus Slovin tersebut,

maka jumlah sampel dalam penelitian ini

sebanyak 70,78 balita yang dibulatkan

menjadi 71 ibu. Pada penelitian ini

pengumpulan data menggunakan random

sampling yaitu ditentukan berdasarkan kriteria

sebagai berikut :

Insklusi :

1. Dilakukan nilai lotre dengan cara dikocok

berdasarkan nomor undian 1-86, bilamana

no undian keluar, maka no itu yang

digunakan untuk sampel sebanyak 71 orang

2. Ibu yang memiliki balita usia 24 bulan

3. Ibu yang bersedia dan ada pada saat

dilakukan penelitian

Eksklusi :

1. Ibu yang menolak

2. Ibu yang tidak termasuk undian

Instrumen Penelitian

Insterumen yang digunakan untuk mengukur

pengetahuan adalah kuesioner. Kuesioner

adalah teknik pengumpulan yang dilakukan

dengan cara memberi seperangkat pertanyaan

atau pernyataan secara tertulis kepada

responden. Kuesioner tersebut sudah

disediakan jawabanya sehingga responden

tinggal memilih jawaban yang telah tersedia

(Sugiyono. 2015). Kuesioner ini terdiri dari

beberapa jawaban (Sangat Setuju, setuju, tidak

setuju, sangat tidak setuju) responden hanya

memilih jawaban yang menurut mereka paling

benar. Kuesioner yang diambil dari BAB II

yang meliputi : Modalitas, Dimensi ruang,

Dimensi waktu, Struktur konteks yang sesuai

dengan teori Persepsi. Jumlah pertanyaan 31

pertanyaan, dengan bentuk skala likert yang

diberi skor jawaban Sangat Setuju, setuju,

tidak setuju, sangat tidak setuju dan peneliti

telah memodifikasi pertanyaan yang dibuat.

Hasil jawaban responden kemudian diberi

kategori yaitu 1=baik dan 2 diberi skor buruk.

Uji Validitas

Validitas adalah suatu ukuran yang

menunjukkan tingkat- tingkat kevalidan dan

keshihan suatu instrumen (Riyanto, 2014). Uji

validitas dalam penelitian ini menggunakan

rumus Pearson Product Moment.

Rumus Pearson Pruduct Moment :

𝑟𝑥𝑦

=N ∑ XY − (∑ X)(∑ Y)

√{N ∑ X2 = (∑ X)2}√{N ∑ Y2 − (∑ Y)2}

( Riyanto, 2014).

Keterangan :

r hitung = koefisien korelasi

∑Xi = Jumlah skor item

∑Yi = Jumlah skor total (item)

N = Jumlah responden

Validitas data diolah dengan menggunakan

bantuan komputer yaitu membandingkan r

tabel dengan r hitung/hasil. Penentuan r tabel

ditentukan dengan tabel product moment (r)

dan r hasil dapat dilihat dalam kolom

“Corrected Item-Total Corelation”. Jumlah

responden yang diujikan kepada 30 orang

yaitu dengan tabelnya adalah 0,0361, apabila r

hasil >0,0361 maka semua pertanyaan

dinyatakan valid. Uji validitas dilakukan di

Puskesmas Antapani.

Keputusan uji validitas yang telah dilakukan di

Puskesmas Antapani terhadap 30 orang

diketahui hasil uji validitas sebagai berikut :

Tabel 3.2 Hasil Keputusan Uji Validitas

Sub Variabel Nilai Keputusan

Terendah Tertinggi

Modalitas 0,486 0,903 Valid

Dimensi Ruang 0,378 0,884 Valid

Dimensi Waktu 0,552 0,791 Valid

Struktur Konteks 0,512 0,763 Valid

Sumber : Hasil Pengolahan Statistik 2017

Tabel 3.2 diketahui nilai keputusan uji

validitas yang telah dilakukan di Puskesmas

Antapani terhadap 30 orang yaitu diketahui

dari variabel yang di ujikan adalah bagian sub

variabel modalitas, dimensi ruang, waktu dan

struktur konteks, dari 31 pernyataan yang

diujikan seluruhnya menunjukan nilai r

tabel>0,361 yang berarti valid dan sudah

layak digunakan untuk penelitian.

Page 5: Jurnal persepsi tentang imunisasi booster balita usia 24 bulan

5 STIKes Dharma Husada Bandung

Uji Realibilitas

Menurut (Riyanto, 2014) realibilitas adalah

indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu

alat pengukur dapat dipercaya atau dapat

diandalkan. Hal ini berarti menunjukkan

sejauh mana hasil pengukuran tersebut tetap

konsisten atau sama bila dilakukan

pengukuran dua kali atau lebih terhadap gejala

yang sama dengan menggunakan alat ukur

yang sama. Instrumen yang baik tidak akan

bersifat tendensius mengarahkan responden

untuk memilih jawaban-jawaban tertentu. Pada

uji reabilitas menggunakan rumus Alpha

Cronbach.

Rumus :

𝑟11= [𝑘

𝑘 − 1] [1 −

∑ 𝜎𝑏2

𝜎𝑡2 ]

Keterangan :

𝑟11 = Reabilitas Instrumen

k = Banyak Jumlah Pertanyaan

∑ 𝜎𝑏2 = Jumlah Varian Butir

𝜎𝑡2 = Farian Total

Pertanyaan yang sudah valid dilakukan uji

relebialitas dengan cara membandingkan r

tabel dengan r hasil. Jika nilai r hasil adalah

alpha yang terletak diawal output dengan

tingkat kemaknaan 5% (0,05) maka setiap

pertanyaan/pernyataan kuesioner dikatakan

valid, jika r alpha lebih besar dari konstanta

(0,6), maka pertanyaan/pernyataan tersebut

reliabel.

Tabel 3.3 Hasil Keputusan Reliabilitas

Sub

Variabel

Jumlah

Soal Reliabilitas Keputusan

Modalitas 8 soal 0,955 Reliabel

Dimensi ruang 7 soal 0,887 Reliabel

Dimensi waktu 8 soal 0,906 Reliabel

Struktur

konteks

9 soal 0,898 Reliabel

Sumber : Hasil Pengolahan Statistik 2017

Tabel 3.3 diketahui nilai keputusan uji

reliabilitas yang dilakukan di Aantapani

terhadap 30 orang yaitu diketahui dari sub

variabel yang diujikan yaitu modalitas,

dimensi ruang, dimensi waktu dan struktur

konteks, dari item pernyataan yang diujikan

hampir seluruhnya menunjukan nilai r

alpha>0,6 yang berarti reliabel dan sudah

layak digunakan untuk penelitian.

Metode Pengumpulan Data

Pertama-tama peneliti mengunjungi tempat

melakukan penelitian, yaitu Wilayah Kerja

Puskesmas Griya Antapani. Kemudian peneliti

meminta izin kepada kepala Puskesma Griya

Antapani, dari puskesmas griya antapani

peneliti langsung ke kader setiap RT

kemudian membuat kontrak dengan ibu kader

dan ibu yang memiliki balita usia 24 untuk

mendapatkan persetujuan menjadi responden

dengan mengisi informed consent.

Peneliti memberikan penjelasan tentang cara

pengisian kuesioner kepada responden, jika

ada responden kurang mengerti atau tidak

mengerti dengan pertanyaan dalam kuesioner

tersebut maka peneliti menjelaskan sampai

responden benar-benar mengerti dan bisa

menjawab soal pertanyaan yang ada pada

kuesioner tersebut. Pengambilan data peneliti

dilakukan sendiri secara langsung oleh peneliti

untuk membagikan kuesioner tentang persepsi

ibu dan mendampingi responden pada saat

pengisian kuesioner sampai selesai. Saat

pengumpulan kuesioner, peneliti mengecek

jawaban dari responden apakah sudah terisi

semua atau belum. Setelah kuesioner

dikumpulkan peneliti melakukan analisis.

Teknik Pengolahan Data dan Analisa Data

Setelah semua data terkumpul, dilakukan

pengolahan data, melalui beberapa tahap

sebagai berikut : Editing (Pengeditan Data),

Coding (Pengkodean), Data Entry (Pemasukan

Data)

Analisa Data

Teknik analisa data yang digunakan yaitu

analisa univariat. Analisa univariat bertujuan

untuk menjelaskan atau mendeskripsikan

karakteristik setiap variabel penelitian, analis

univariat yang dilakukan tehadap tiap variabel

dari hasil penelitian dalam analisa ini

menghasilkan distribusi dan persentase dari

tiap variabel. Analisa ini peneliti akan

menampilkan bagaimana persepsi tentang

imunisasi booster pada ibu yang memiliki

balita usia 24 bulan.

Hasil penelitian dilakukan interprestasi data

dari pertanyaan dengan cara menghitung

persentasi jawaban yang dijawab responden.

Rumus yang digunakan peneliti untuk

menghitung persentase adalah sebagai berikut:

P = 𝑥

𝑁 ×100%

Keterangan :

P = persentase

X = jumlah skor jawaban yang dipilih

responden

Page 6: Jurnal persepsi tentang imunisasi booster balita usia 24 bulan

6 STIKes Dharma Husada Bandung

N = jumlah skor maksimal

Setelah dilakukan analisis menggunakan

univariat pada penelitian ini dideskripsikan

berdasarkan kategori yang diketahui yaitu baik

dan buruk, kemudian dipaparkan berdasarkan

teori yang ada.

HASIL PENELITIAN

Tabel 4.1 Gambaran Karakteristik ibu yang

memiliki balita usia 24 bulan di wilayah

kerja puskesmas Griya Antapani Kota

Bandung (n=71) Karakteritik f %

Usia Ibu <20 tahun 9 12.7

20-35 tahun 45 63.4

>35 tahun 17 23.9

Pendidikan

Ibu

SD 4 5.6

SMP 20 28.2

SMA 43 60.6

PT 4 5.6

Status

pekerjaan ibu

Bekerja 42 59.2

Tidak Bekerja 29 40.8

Tabel 4.1 menjelaskan karateristik responden

berdasarkan usia terbanyak pada 20-35 tahun

yaitu 45 orang (63,4%), berdasarkan tingkat

pendidikan ibu terbanyak yaitu SMA sebesar

43 orang (60,6%) dan status pekerjaan ibu

terbanyak yang bekerja sebesar 42 orang

(59,2%).

Tabel 4.2 Gambaran Persepsi ibu terhadap

pemberian imunisasi booster pada balita di

wilayah kerja puskesmas Griya Antapani

Kota Bandung (n=71)

Persepsi ibu f %

Baik 16 22.5

Buruk 55 77.5

Tabel 4.2 menunjukan bahwa persepsi ibu

77,5% mempunyai persepsi buruk terhadap

pemberian imunisasi booster

Tabel 4.3 Gambaran Persepsi ibu terhadap

pemberian imunisasi booster pada balita di

wilayah kerja puskesmas Griya Antapani

Kota Bandung (n=71)

Persepsi f %

Modalitas Baik 26 36.6

Buruk 45 63.4

Dimensi Ruang Baik 25 35.2

Buruk 46 64.8

Dimensi Waktu Baik 17 23.9

Buruk 54 76.1

Struktur Konteks Baik 16 22.5

Buruk 55 77.5

Berdasarkan tabel 4.3 terlihat bahwa modalitas

paling banyak didapatkan 63,4% persepsi ibu

buruk, dimensi ruang paling banyak

didapatkan 64,8% persepsi ibu buruk, dimensi

waktu didapatkan paling banyak 76,1%

persepsi ibu buruk dan dilihat dari struktur

konteks paling banyak didapatkan 77,5%

persepsi ibu buruk.

Pembahasan

Gambaran Karakteristik ibu di wilayah

kerja puskesmas Griya Antapani Kota

Bandung

Berdasarkan hasil penelitian yang didapatkan

bahwa karakteritik usia ibu balita sebesar

63,4% berada pada kategori 20-35 tahun. Hal

ini usia tersebut merupakan usia produktif

yang mayoritas ibu belum memiliki

pengalaman yang berarti terhadap tumbuh

kembang pada balita. Pada dasarnya tidak ada

perbedaan antara tingkat usia ibu yang

muda dan tua dalam mengimunisasikan

balita nya, karena usia bukan merupakan

faktor resiko untuk mendapatkan

pelayanan kesehatan terutama untuk

imunisasi balita, karena sama-sama

mempunyai kesempatan untuk

mengimunisasikan anaknya. Keikutsertaan

pada pelayanan imunisasi tidak membedakan

usia, baik ibu yang berusia 20 tahun

sampai yang berusia lebih dari 35 tahun tidak

memliki perbedaan dalam berperan aktif pada

program imunisasi booster.

Sejalan dengan hasil penelitian Rizani

(2009), yang menyatakan karakteristik ibu

usia 20-35 tahun didapatkan paling banyak,

67,5% yang berarti usia ibu dengan dalam

pemberian imunisasi tidak mendapatkan

perbedaan. Sehingga usia dapat dikatakan

bukan merupakan faktor dalam pemberian

imunisasi dasar balita .

Usia adalah tingkatan usia yang terhitung sejak

dilahirkan sampai saat ini yang berarti semakin

bertambahnya usia maka semakin banyak

pengalaman yang ia peroleh dari hasil

informasi yang ia terima dari penyuluhan,

informasi dari media cetak, surat kabar dan

media lainya yang menunjang informasi

tentang imunisasi booster.

Petugas kesehatan disarankan agar dapat

memberikan penyuluhan tentang imunisasi

booster agar informasi dapat diterima oleh

seluruh ibu, baik dalam usia <20 tahun, 20-35

tahun dan >35 tahun. Sehingga hasil dari

Page 7: Jurnal persepsi tentang imunisasi booster balita usia 24 bulan

7 STIKes Dharma Husada Bandung

informasi penyuluhan terebut ibu dapat

melakukan imunisasi booster pada balita dan

di pandang baik terhadapnya.

Berdasarkan hasil penelitian yang didapatkan

bahwa di wilayah kerja puskesmas Griya

Antapani Kota Bandung mayoritas pendidikan

SMA sebesar 60,6%. Pendidikan sangat erat

kaitnya dengan pengetahun yang berarti, maka

semakin tinggi tingkat pendidikan ibu semakin

mengetahui imunisasi booster yang berperan

terhadap kesehatan balitanya. Begitupun

dengan pendidikan rendah maka ibu kurang

aktif dalam pemberian imunisasi booster.

Menurut hasil penelitian Nugroho (2012)

tentang tingkat pengetahuan ibu dengan status

imunisasi dasar balita di Desa Japanan

Kecamatan Cawas Kabupaten Klaten. Hasil

penelitianya menjelaskan bahwa pendidikan

berakitan erat dengan pengetahuan sebesar

68,7% yang diartikan bahwa ibu yang

berpengetahuan kurang berisiko lebih besar

untuk balita nya tidak mendapatkan imunisasi

booster daripada ibu yang berpengetahuan

baik.

Pendidikan adalah tingkatan jenjang

pendidikan yang pernah ditempuh oleh ibu

balita yang sesuai dengan izajah yang dimiliki

terakhir. Menurut Ahmadi, (2014) bahwa

pendidikan adalah proses pengendalian

secara sadar dimana perubahan-perubahan

didalam tingkah laku dihasilkan didalam diri

orang itu melalui didalam kelompok. Dari

pandangan ini pendidikan adalah suatu

proses yang mulai pada waktu lahir dan

berlangsung sepanjang hidup. Uhbiyati (2007)

mengemukakan bahwa pendidikan pada

hakekatnya merupakan suatu kegiatan yang

secara sadar dan disengaja, serta penuh

tanggung jawab yang dilakukan oleh orang

dewasa kepada anak sehingga timbul

interaksi dari keduanya agar anak mencapai

kedewasaan yang dicita-citakan dan

berlangsung terus menerus.

Berdasarkan hasil penelitian yang didapatkan

paling banyak di wilayah kerja puskesmas

Griya Antapani Kota Bandung ibu berstatus

bekerja sebesar 59,2%. Sebagian ibu yang

memiliki pekerjaan, ia tidak melakukan

imunisasi booster, dikarenakan mereka

beralasan ia sibuk bekerja dan dengan

kesibukan mereka ibu tidak tahu jadwal

imunisasi booster.

Sejalan dengan hasil penelitian Margawati

(2011) tingkat sosial ekonomi dengan status

imunisasi dasar lengkap pada balita.

Menunjukan hasil penelitiannya hampir 56,0%

ibu bekerja dan ibu tidak melakukan imunisasi

booster karena sibuk dan tidak tahu jadwal

imunisasi booster.

Pada dasarnya mengimunisasikan balita itu

sangat penting bagi tumbuh kembang balita.

Jika tanpa ada imunisasi, akan ada balita yang

terserang penyakit tertentu, bahkan bisa

menyebabkan kematian. Menurut informasi

yang bersumber dari data stastistik, kita bisa

tahu bahwa tanpa imunisasi, kira-kira 3 dari

100 kelahiran anak akan meninggal

karenapenyakit campak ; 2 dari 100 kelahiran

anak meninggal karena batuk rejan ; 1dari 100

kelahiran anak akan meninggal karena

penyakit tetanus; dan darisetiap 200.000 anak,

1 akan menderita penyakit polio (Maulana,

2009).

Imunisasi yang dilakukan dengan memberikan

vaksin tertentu akan melindungi anak terhadap

penyakit-penyakit tertentu. Walaupun pada

saat ini fasilitas pelayanan untuk vaksinasi ini

telah tersedia di masyarakat, tetapi tidak

semua balita telah dibawa untuk mendapatkan

imunisasi yang lengkap (Maulana, 2009).

Gambaran Persepsi ibu berdasarkan

modalitas dalam pemberian imunisasi

booster pada balita 24 bulan di wilayah

kerja puskesmas Griya Antapani Kota

Bandung

Berdasarkan hasil penelitian di wilayah kerja

puskesmas Griya Antapani Kota Bandung

menunjukan bahwa persepsi ibu berdasarkan

modalitas paling banyak didapatkan 63,4%

persepsi ibu buruk terhadap pemberian

imunisasi booster. Hal tersebut dipengaruhi

oleh sikap ibu yang berpandangan dari

tindakan yang belum terlihat didalam diri ibu.

Oleh karena itu ibu yang berpandangan buruk

terhadap imunisasi tenaga kesehatan harus

memberikan promosi kesehatan dengan

menggunakan alat peraga agar balita mau di

imunisasi booster, serta ibu perlu ilustrasi

gambar, sehingga ibu berprinsip mau datang

dan hadir mengunjungi jadwal imunisasi

booster.

Persepsi berkaitan erat dengan sikap. Persepsi

adalah proses organisme menginterprestasikan

dan mengatur sensasi untuk menghasilkan

pengalaman berharga di dunia. Dengan kata

lain individu dihadapkan dengan situasi atau

stimulus. Individu tersebut

menginterprestasikan stimulus menjadi situasi

yang bermakna baginya berdasarkan pengalam

Page 8: Jurnal persepsi tentang imunisasi booster balita usia 24 bulan

8 STIKes Dharma Husada Bandung

sebelumnya, akan tetapi apa yang

diinterprestasikan atau dipersepsikan individu

mungkin secara subtansial berdasarkan dari

kenyataan (Borkowski, 2012).

Sejalan dengan hasil penelitian Cristiana

(2012) hubungan persepsi dengan perilaku ibu

dalam pemberian imunisasi campak pada

balita. Hasil penelitianya menunjukan bahwa

82,2% persepsi ibu terhadap imunisasi yaitu

buruk.

Hasil kuesioner persepsi pada penelitian yang

telah dilakukan pada sub variabel modalitas,

pada pertanyaan dimensi modalitas, ibu

menyatakan tidak setuju jika balita 24 bulan

dilakukan imunisasi booster, karena ibu

berpandangan dengan usia 24 bulan balitanya

sudah cukup besar dan ibu juga berpandangan

bahwa dengan balita sakit bukan karena

imunisasi booster. Pemberian imunisasi

booster akan menimbulkan persepsi yang

positif terhadap pemberian imunisasi booster.

Begitu juga sebaliknya persepsi yang negatif

maka akan menimbulkan pengaruh yang buruk

dalam pemberian imunisasi booster. Pratiwi

dan Purnawati (2009) menerangkan bahwa

salah satu kendala dalam pemberian imunisasi

booster yaitu ibu yang kurang mengetahui

tentang manfaat pemberian imunisasi booster.

Pandangan masyarakat yaitu ibu balita

terhadap kesehatan sering terdapat persepsi

negatif tentang imunisasi. Tidak jarang

dijumpai orang tua yang ragu atau bahkan

menolak imunisasi mungkin berdasarkan

antara lain pandangan religi, fisolofis tertentu.

Alasan lain berhubungan dengan keamanan

vaksin, keraguan tentang manfaat dan

keamanan imunisasi, penggunaan jarum

suntik, ketakutan akan efek demam yang

timbul setelah imunisas, pandangan bahwa

PD3I tidak menimbulkan masalah kesehatan

yang berbahaya (Ranuh, 2011).

Gambaran Persepsi ibu berdasarkan

dimensi ruang dalam pemberian imunisasi

booster pada balita 24 bulan di wilayah

kerja puskesmas Griya Antapani Kota

Bandung

Berdasarkan hasil penelitian yang menunjukan

persepsi ibu berdasarkan dimensi ruang paling

banyak didapatkan 64,8% persepsi ibu buruk

terhadap pemberian imunisasi booster. Hal

tersebut ibu beranggapan bahwa imunisasi

hanya dilakukan pada balita sakit, akan tetapi

ibu tahu akan pentingnya imunisasi, karena

pada dasarnya imunisasi booster tidak

memandang status usia balita, karena

imunisasi booster pada balita merupakan

perencanaan dan jangka waktu yang sangat

panjang dan dilakukan pada balita sesuai

usianya. Selain itu persepsi dimensi ruang

yang dimiliki oleh ibu sebagian responden

didapatkan buruk. Hal ini terjadi karena

dipengaruhi oleh perilaku ibu, oleh karena itu

dibutuhkan peningkatan cakupan imunisasi

melalui pendidikan ibu telah menjadi strategi

populer di berbagai negara. Strategi ini

berasumsi bahwa anak-anak tidak akan di

imunisasi secara benar di sebabkan orang tua

tidak mendapat penjelasan yang baik atau

karena memiliki sikap yang buruk tentang

imunisasi. Program imunisasi dapat berhasil

jika ada usaha yang sungguh-sungguh dan

berkesinambungan pada orang-orang yang

memiliki pengetahuan dan komitmen yang

tinggi terhahad imunisasi (Ranuh, 2011)

Jika suatu program intervensi preventif seperti

imunisasi ingin di jalankan secara serius dalam

menjawab perubahan pola penyakit dan

persoalan pada anak dan remaja, maka

perbaikan dalam evaluasi perilaku kesehatan

masyarakat sangat di perlukan. Strobino

mengatakan bahwa banyak literatur yang

menghubungkan antara faktor ibu dengan

penggunaan sarana kesehatan baik itu tindakan

pencegahan atau pengobatan penyakit, namun

hanya sediit penelitian yang secara khusus

mencari hubungan antara pengetahuan dan

sikap ibu dengan imunisasi anak (Ranuh,

2011)

Cakupan imunisasi yang rendah merupakan

persoalan yang kompleks. Bukan hanya faktor

biaya, karena ternyata vaksin gratis ternyata

juga tidak menjadi jaminan bagi suksesnya

imunisasi. Batas mengemukakan hasil

penelitian Becher yang mendapatkan bahwa

ibu-ibu yang anaknya jarang terserang

penyakit adalah mereka yang lebih sering

memanfaatkan sarana-sarana kesehatan

pencegahan. Mereka mengaku bahwa dengan

memiliki kepercayaan yang tinggi terhadap

sarana pencegahan dan melakukan usaha

pencegahan yang teratur, anak mereka dapat

terhindar dari sakit (Ranuh, 2011)

Hasil kuesioner yang dilihat dari dimensi

ruang bahwa paling banyak menunjukan ibu

tidak setuju jika imunisasi booster hanya

dilakukan untuk balita sakit, karena dimesi

ruang erat kaitanya dengan latar belakang

riwayat sebelumnya, besar kemungkinan

sebagian ibu yang melakukan imunisasi

Page 9: Jurnal persepsi tentang imunisasi booster balita usia 24 bulan

9 STIKes Dharma Husada Bandung

booster pada balita 24 bulan, ibu pernah

memiliki latar belakang riwayat sebelumnya

yaitu balita ibu sering sakit, ketika ia tidak

melakukan imunisasi booster pada balitanya,

oleh karena itu ibu berpandangan bahwa untuk

pernyataan tersebut tidak setuju jika ruang

lingkup dihubungkan dengan balita sakit.

Gambaran Persepsi ibu berdasarkan

dimensi waktu dalam pemberian imunisasi

booster pada balita 24 bulan di wilayah

kerja puskesmas Griya Antapani Kota

Bandung

Berdasarkan hasil penelitian yang didapatkan

bahwa persepsi ibu berdasarkan dimensi waktu

didapatkan paling banyak 76,1% persepsi ibu

buruk terhadap pemberian imunisasi booster.

Hal ini imunisasi booster yang dilakukan pada

balita 24 bulan dipengaruhi oleh budaya yang

menjadi penyebab persepsi ibu buruk terhadap

pemberian imunisasi pada balita adalah desas-

desus yang didengar oleh ibu tentang

imunisasi seperti adanya anggapan yang

menyatakan bahwa imunisasi tersebut tidak

berguna, imunisasi menyebabkan anak sakit,

imunisasi tersebut haram untuk diberikan pada

bayi dan seterusnya.

Faktor lain yang mempengaruhi pemberian

imunisasi booster balita yaitu kepercayaan ibu

terhadap imunisasi booster. Dengan demikian

adanya pandangan ibu tentang persepsi buruk

terhadap kepercayaan, maka ibu tidak

memberikan imunisasi booster pada balitanya

dan selain itu dukungan yang diterima oleh

ibu, selama ini ibu tidak mendapatknya baik

dari dukungan suami, keluarga dan petugas

kesehatan. Oleh karena itu disarankan kepada

tenaga kesehatan agar memberikan arahan/

dorongan kepada orang tua khususnya ibu agar

merubah persepsi buruk tentang imunisasi

booster dengan cara melakukan penyuluhan

rutin, penyuluhan ini diutamakan pada ibu

yang tidak memberikan imunisasi booster

pada balitanya agar mereka memberikan

imunisasi booster sesuai usianya yaitu 24

bulan.

Menurut Notoatmodjo (2012) bahwa

menyatakan perilaku tidak hanya dipengaruhi

oleh persepsi saja. Sedangkan faktor – faktor

yang mengganggu pada persepsi ibu tentang

imunisasi booster pada balita adalah

kepercayaan, budaya, tenaga kesehatan, alat

dan vaksin. Semakin baik persepsi ibu tentang

imunisasi booster pada balita semakin baik

pula perilaku ibu untuk memberikan imunisasi

booster pada balitnya.

Hasil kuesioner berdasarkan dimensi waktu

bahwa sebagian ibu menjawab ibu tidak setuju

jika imunisasi booster memberikan jadwal

sesuai kebutuhan dan harapan ibu. Besar

kemungkinan jadwal yang dibutuhkan ibu

kurang sesuai dengan apa yang diharapkan ibu

saat ini sehingga dimensi waktu yang kurang

efektif dan ibu lupa tentang jadwal imunisasi

booster. Oleh karena itu petugas kesehatan

harus berperan aktif untuk melakukan

informasi tentang jadwal yang efesien dengan

cara petugas atau juru imunisasi/kader

kesehatan menginformasikan lewat pengeras

suara di mesjid agar jadwal imunisasi sangat

efektif dalam ibu melakukanya.

Gambaran Persepsi ibu berdasarkan

struktur konteks terhadap pemberian

imunisasi booster pada balita di wilayah

kerja puskesmas Griya Antapani Kota

Bandung

Berdasarkan hasil penelitian menunjukan

bahwa persepsi ibu berdasarkan struktur

konteks paling banyak didapatkan 77,5%

persepsi ibu buruk terhadap pemberian

imunisasi booster. Hal ini dipengaruhi oleh

informasi tentang imunisasi ulang masih

belum dipahami oleh ibu balita. Pada dasarnya

informasi tentang imunisasi booster adalah

suatu hal yang penting bagi ibu balita.

Pelayanan yang baik dari petugas kesehatan

sangat mempengaruhi status imunisasi booster

pada balita. Petugas yang bersikap ramah, baik

dan selalu memberikan informasi tentang

pentingnya imunisasi dasar pada balita akan

mempengaruhi ibu-ibu yang mempunyai balita

akan datang ke tempat pelayanan kesehatan

dalam hal ini Posyandu untuk

mengimunisasikan balitanya.

Menurut Suparyanto (2011) pelayanan petugas

kesehatan yang baik terhadap ibu dipengaruhi

oleh kesadaran petugas kesehatan akan

profesionalisme kerja sangat mempengaruhi

kepuasan ibu. Pelayanan petugas kesehatan

dapat mempengaruhi imunisasi booster pada

balita, karena ibu balita merasa puas dengan

pelayanan yang diberikan oleh petugas

kesehatan, jika hasil dari pelayanan kesehatan

yang diperoleh oleh ibu secara optimal, maka

ibu akan merasa puas dab apabila diperoleh

hasil yang optimal bagi setiap ibu dan

pelayanan kesehatan memperhatikan

kemampuan ibu atau keluarganya, ada

Page 10: Jurnal persepsi tentang imunisasi booster balita usia 24 bulan

10 STIKes Dharma Husada Bandung

perhatian terhadap keluhan, kondisi

lingkungan fisik dan memprioritaskan

kebutuhan pasien, sehingga tercapai

keseimbangan yang sebaik-baiknya antara

tingkat rasa puas dan hasil yang diderita-derita

serta jerih payah yang dialami guna

memperoleh hasil tersebut. Upaya

memberikan pelayanan kesehatan pada

individu dan masyarakat yang profesional

akan mempengaruhi status kesehatan

masyarakat terutama kesehatan balitanya.

Hasil kuesioner berdasarkan dimensi struktur

konteks bahwa ibu berpandangan ibu kurang

setuju dengan informasi tentang imunisasi,

Karena saat ini masih belum dipahami oleh

sebagian ibu. Oleh karena itu petugas

informasi harus memberikan informasi secara

keseluruhan konteks baik dari segi dimensi

ruang misalnya petugas kesehatan memberikan

informasi lewat alat peraga seperti gambar,

lifleat agar balita mau di imunisasi booster

secara tepat dan lengkap.

SIMPULAN

1. Gambaran karateristik ibu balita didapatkan

usia 20-35 tahun sebesar 63,4%, paling

banyak pendidikan SMA sebesar 60,6%

dan ibu berstatus bekerja sebesar 59,2%.

2. Gambaran persepsi ibu berdasarkan

modalitas didapatkan 63,4% mempunyai

persepsi buruk, dimensi ruang didapatkan

64,8% mempunyai persepsi buruk, dimensi

waktu didapatkan 76,1% mempunyai

persepsi buruk dan struktur konteks

didapatkan hampir seluruhnya ibu

mempunyai persepsi buruk yaitu 77,5%

Saran

1. Bagi Puskesmas Griya Antapani

Berdasarkan hasil penelitian menunjukan

bahwa persepsi ibu buruk, diharapkan agar

pihak Puskesmas dapat memberikan

informasi kepada ibu tentang imunisasi

booster, baik menggunakan alat peraga

ataupun tertulis, sehingga dapat

memberikan pemahaman ibu tentang

manfaat imunisai booster pada balita usia

24 bulan.

2. Bagi Ibu Balita

Diharapkan ibu dapat melakukan imunisasi

booster pada balita usia 24 bulan, secara

rutin, umur dan sesuai jadwal, sehingga

kesehatan untuk balitanya dapat terjamin.

3. Bagi Petugas Kesehatan

Diharapkan agar petugas kesehatan dapat

berperan aktif dalam memberikan jadwal

imunisasi kepada ibu, dengan cara kader

kesehatan memberitahuan jadwal lewat

pengeras suara dan jika ibu lupa tentang

jadwal imunisasi booster ibu dapat

melakukanya, walapun ibu bekerja, akan

tetapi balitanya dapat dittipkan pada orang

tua ibu mereka, atapun tentangga yang

melakukanya.

4. Bagi Penelitian Selanjutnya

Diharapkan agar penelitian selanjutnya

dapat meneliti tentang perbedaan

pendidikan terhadap persepsi ibu tentang

imunisasi booster pada balita 24 bulan,

sehingga hasilnya dapat dibedakan antara

seblum dan sesudah informasi.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, 2014. Psikologi Sosial. Jakarta.

Rineka Cipta.

Arikunto, 2013. Prosedur Penelitian: Suatu

pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka

Cipta.

Bloom, (2001) dalam Notoatmodjo (2010).

Pendidikan dan Perilaku

kesehatan.Cetakan 2 Jakarta:PT.

Rineka Cipta.

Cristiana, C. N. 2012. Hubungan Persepsi

dengan Perilaku Ibu Dalam Pemberian

Imunisasi Campak pada Balita. Prodi

DIII Keperawatan Fakultas Ilmu

Kesehatan Universitas

Muhammadiyah Ponorogo.

Dewi, 2010. Teori dan Pengukuran

Pengetahuan , Sikap dan Perilaku

Manusia.. Yogyakarta : Nuha Medika

DINKES Kota Bandung, 2017. Data

cakupan imunisasi tahun 2015-2016.

Hadinegoroh, 2011. Perilaku dan sikap,

pandangan masyarakat tentang

Imunisasi.

Hidayat, 2005. Pengantar Konsep Dasar

Keperawatan, Jakarta: Salemba

Medika

IDAI, 2015. Imunisasi Booster diakses

pada tanggal 10 April, 2016 melalui

situs :

Repository.usu.ac.id/bitstream/123456

789/57887/4/Chapter II,pdf

Kemenkes, 2013. Kesehatan Anak Untuk

Imunisasi, diakses pada tanggal 10

April, 2016 disutus :

Page 11: Jurnal persepsi tentang imunisasi booster balita usia 24 bulan

11 STIKes Dharma Husada Bandung

http://kesehatananakku.com/apakah-

imunisasi-booster-itu-perlu.html.

Kotler, 2000. Persepsi dan pengukuranya.

Jakarta : EGC.

Krisyantono, 2008. Teknik Praktis Riset

Komunikasi dan Pandangan Persepsi.

Jakarta: Kencana.

Laura A. K, 2010. Psikologi Umum.

Jakarta: Salemba Humanika.

Lisnawati, 2011. Dampak status imunisasi

anak balita Di indonesia terhadap

kejadian penyakit. Media Penelit. dan

Pengembang. Kesehat. Volume XIX

Tahun 2009, Suplemen II

M. Ali, 2012. Penelitian Kependidikan

Prosedur dan Strategi, Bandung :

Angkasa.

Margawati, 2011. Persepsi Mahasiswa

terhadap Etika Profesi.

Marimbi.H, 2010. Tumbuh Kembang

Status Gizi dan Imunisasi Dasar pada

balita. Jakarta : EGC.

Maulana, 2009. Promosi Kesehatan.Jakarta:

EGC

Mitayani, 2010. Asuhan Keperawatan

Maternitas (Imunisasi). Jakarta:

Salemba Medika.

Muhammad, 2012. Vaksin dan Zat Anti

Body. Jakarta : EGC.

Notoatmodjo, 2007. Metodologi Penelitian

Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

Notoatmodjo, 2010. Promosi Kesehatan

Teori dan Aplikasi. Jakarta: Rineka

Cipta.

Novi Candra Cristiana, 2012. Hubungan

Persepsi Dengan Perilaku Ibu Dalam

Pemberian Imunisasi Campak Pada

Balita.

Nugroho, 2012. Tingkat pengetahuan ibu

dengan status imunisasi dasar bayi di

Desa Japanan Kecamatan Cawas

Kabupaten Klaten.

Nursalam, 2013. Pendekatan praktis

metodologi Riset Keperawatan.

Jakarta

Patilima hamid, 2013 Metode Penelitian

Kualitatif. Bandung : Alfabeta

Pediatrik, 2010. Manfaat Imunisasi untuk

balita.

Ranih dkk, 2014. Imunisasi Booster pada

Balita, diakses pada tanggal 10 April

2016, diakses melaluisitus:

http://www.parenting.co.id.

Ranuh, G., Suyitno, H., Hadinegoro,

S.R.S., Kartasasmita, B.C.,

Ismoedijanto., dan soedjatmiko. 2011.

Pedeoman imunisasi di

indonesia.satgas Imunisasi Ikatan

Dokter Anak Indonesia.

Riyanto, 2014. Aplikasi Metodologi

Penelitian Kesehatan. Nuha Medika.

Yogyakarta.

Rizani 2009. Pentingnya Imunisasi Booster

pada Anak, akses pada tanggal 10 april

2016 melalui situs :

Library.usu.ac.id/donwnload/fk/anak-

muhammad,pdf.

Robbins, 2003. Buku ajar patologi. 7 nd ed

, Vol. 1. Jakarta : Penerbit. Buku

Kedokteran EGC

Rusmil, K., Fadlyana, E., dan BachtiarS.

N,. 2010. Booster Vaksinasi Hepatitis

B Terhadap Anak yang Non

Responder. Sari Pediatri, Vol. 12, No.

2, Agustus 2010.

Saleh & Wahab, 2004. Seputar Imunisasi

Booster pada Anak, diakses pada

tanggal 10 April, 2016, melalui situsus

:http://www.dokter-

anakku.com/seputar-imunisasi/

jadwal-imunisasi.

Soekanto, 2012. Sosiologi suatu Pengantar.

Jakarta: P.T.Raja Grafindo.

Sugihartono dkk, 2007. Psikologi

Pendidikan, Yogyakarta : UNY Press.

Sugiyono, 2015. Metode Penelitian

Kuantitatif Kualitatif dan R&B.

Bandung: Alfabeta.

Suparyanto, 2011. Pelayanan Petugas

Imunisasi Biooster. Rineka Cipta.

Sutomo, 2010. Perkembangan Usia Balita.

Jakarta. EGC.

Uhbiyati, 2007. Fisiologis dan pendidikan.

Jakarta EGC.