jurnal kedua

21
Chapter 30 Cytomegalovirus, Virus Herpes Simplex, Adenovirus, Coxsakievirus dan Human Papillomavirus Pendahuluan Infeksi virus dapat merupakan ancaman bagi janin dan bayi baru lahir. Pada orang dewasa yang sehat, infeksinya dapat bersifat asymptomatic atau hanya menyebabkan gejala yang tidak spesifik. Beberapa virus mempunyai masa dorman untuk waktu yang lama, dan bersifat asymptomatic sehingga tidak ketahuan. Virus dapat ditransmisikan dengan kontak yang tidak sengaja oleh seseorang contohnya saat memegang bayi (cytomegalovirus [CMV]), virus herpes simplex [HSV], adenovirus, coxsackievirus) atau di kolam renang (adenovirus). Aktivitas seksual dengan banyak pasangan memberikan resiko tinggi untuk terinfeksi suatu virus yang berhubungan dengan penyakit yang serius pada dewasa dan bayi. Kehamilan menurunkan imunitas pada maternal yaitu maternall cell mediated immunity yang berperan terhadap perlawanan terhadap virus. Jadi secara teori, pada ibu hamil dan janin beresiko tinggi untuk terjadinya penyakit serius. Infeksi virus transplacenta dapat bersifat asymptomatic sampai berat sehingga menyebabkan kematian pada neonatus atau janin serta dapat menyebabkan gejala sisa yang lama tergantung usia kehamilannya. Retriksi pertumbuhan intrauteri/ Intrauterine growth restriction (IUGR), hidrop nonimun, asites yang tidak tampak (isolated ascites), kalsifikasi intracranial, mikrocephalus dan hidrochepalus merupakan beberapa akibat infeksi virus intrauterine yang biasa ditemukan pada pemeriksaan ultrasound. Akibat berat dari infeksi virus dan kekurangan dari pilihan terapi antivirus spesifik, sampai saat ini merupakan kendala tidak langsung dari pencegahan infeksi virus. Kemajuan perkembangan dari obat antivirus dan vaksin 1

Upload: panji-tutut-anggraeni

Post on 11-Jan-2016

12 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

jrnl

TRANSCRIPT

Page 1: jurnal kedua

Chapter 30

Cytomegalovirus, Virus Herpes Simplex, Adenovirus, Coxsakievirus dan Human Papillomavirus

Pendahuluan

Infeksi virus dapat merupakan ancaman bagi janin dan bayi baru lahir. Pada orang dewasa yang sehat, infeksinya dapat bersifat asymptomatic atau hanya menyebabkan gejala yang tidak spesifik. Beberapa virus mempunyai masa dorman untuk waktu yang lama, dan bersifat asymptomatic sehingga tidak ketahuan. Virus dapat ditransmisikan dengan kontak yang tidak sengaja oleh seseorang contohnya saat memegang bayi (cytomegalovirus [CMV]), virus herpes simplex [HSV], adenovirus, coxsackievirus) atau di kolam renang (adenovirus). Aktivitas seksual dengan banyak pasangan memberikan resiko tinggi untuk terinfeksi suatu virus yang berhubungan dengan penyakit yang serius pada dewasa dan bayi. Kehamilan menurunkan imunitas pada maternal yaitu maternall cell mediated immunity yang berperan terhadap perlawanan terhadap virus. Jadi secara teori, pada ibu hamil dan janin beresiko tinggi untuk terjadinya penyakit serius. Infeksi virus transplacenta dapat bersifat asymptomatic sampai berat sehingga menyebabkan kematian pada neonatus atau janin serta dapat menyebabkan gejala sisa yang lama tergantung usia kehamilannya. Retriksi pertumbuhan intrauteri/ Intrauterine growth restriction (IUGR), hidrop nonimun, asites yang tidak tampak (isolated ascites), kalsifikasi intracranial, mikrocephalus dan hidrochepalus merupakan beberapa akibat infeksi virus intrauterine yang biasa ditemukan pada pemeriksaan ultrasound. Akibat berat dari infeksi virus dan kekurangan dari pilihan terapi antivirus spesifik, sampai saat ini merupakan kendala tidak langsung dari pencegahan infeksi virus. Kemajuan perkembangan dari obat antivirus dan vaksin menjanjikan pengurangan kejadian dari infeksi virus janin dan gejala sisanya di masa yang akan datang.

Cytomegalovirus

Gambaran Umum

CMV, merupakan suatu virus DNA anggota dari keluarga herpes yang menyebabkan gejala infeksius pada manusia. Karena infeksi CMV paling efektif pada masa dorman atau silent sehingga manifestasi infeksi CMV pada manusia kurang bisa dibuktikan/kurang bisa dilihat. 3 kondisi penyakit berikut ini cukup penting : infeksi intrauteri dan neonatus, mononucleosis negative heterophil dan infeksi pada pasien yang imunocompromised.

1

Page 2: jurnal kedua

Diagnosis

CMV pada manusia tumbuh di garis sel fibroblast manusia. Pada pasien yang terdapat gejala dengan suspek infeksi akut CMV, kultur dari urin, nasofaring dan darah bisa menunjukkan adanya organism. Tes immunofluorescence langsung dikombinasi dengan kultur yang terbatas dapat mendeteksi virus lebih cepat. Yang paling baru, system amplifikasi asam nukleat menggunakan tehnik PCR (polymerase chain reaction) pernah digunakan untuk identifikasi virus di cairan amnion dapat menjadi tanda akan resiko infeksi berat CMV pada janin, namun hubungan ini masih kontroversial. Jumlah virus yang terdeteksi di darah kering bayi lahir bisa mengindikasikan peningkatan resiko tuli sensorineural pada anak-anak. Specimen jaringan ( biopsy, nekropsi) dengan immunofluorescence, hibridisasi in situ, tehnik PCR bisa untuk mengevaluasi virus dan bisa menjelaskan mekanisme infeksi CMV fetus dengan lebih baik.

Karena banyak pasien sebelumnya yang terinfeksi CMV mengekskresikan CMV secara intermiten tergantung dari keadaan tertentu (misal kehamilan, imunosupresi), adanyanya CMV pada specimen tidak otomatis menandakan penyakit pada pasien itu karena virus ini. Dokter harus sangat hati-hati dengan interpretasi hasil tersebut.

Sekitar 50% wanita usia produktif memiliki antibody terhadap CMV. Jadi, specimen berpasangan penting jika serokonversi dari negative sampai positif tidak ada datanya. Titer naik secara signifikann biasanya konsisten dengan infeksi primer tetapi dapat naik secara periodic atau menetap sebagai titer rendah selama setahun. IgM dan yang lebih jarang seperti IgA digunakan untuk membedakan transfer transplacental dari antibody maternal untuk mendiagnosis infeksi congenital.

Pemeriksaan serologis terdiri dari pemeriksaan fiksasi komplemen yang lama atau yang lebih terkini adalah pemeriksaan antibody fluorescent tidak langsung (FA) dan pemeriksaan immunofluorescent antikomplemen. Pada infeksi primer, pemeriksaan ini lebih cepat daripada tes fiksasi komplemen. Metode Enzyme immunoassay (EIA) juga pernah digunakan untuk mendeteksi IgG spesifik CMV, IgM, IgA, dan antibody IgE. Ini penting karena reaktivasi dari CMV laten selama kehamilan bisa disertai peningkatan atau munculnya kembaali antibody IgM (tergantung dari metodologi yang digunakan), yang secara teori akan membantu membedakan dari infeksi baru. Yang lebih terkini, labor-intensive EIA assay pernah digunakan untuk mendeteksi aviditas rendah antibody IgG yang dihasilkan pada awal infeksi. Di suatu penelitian, CMV immediate-early messenger RNA di darah maternal dideteksi pada kasus infeksi primer CMV dan bukan pada individu yang memliki imunitas spesifik. Jadi pemeriksaan EIA ini direkomendasikan untuk membantu membedakan infeksi primer dari infeksi rekuren.

Isolasi virus atau DNA dari cairan amnion dan penunjukan DNA virus, respon imunologis, atau tanda/marker nonspesifik di darah fetus yang dikumpulkan dengan cordocentesis telah

2

Page 3: jurnal kedua

digunakan untuk membantu diagnosis antenatal. Penelitia prospektif dari 1771 wanita hamil Belgia dengan pemeriksaan serologis serial dan kultur urin, saliva, dan secret servik di setiap kunjungan prenatal mengungkapkan tingkat seronegatif sekitar 49%. Dari kelompok ini, serokonversi terjadi pada 20 wanita yang rentan (2,3%). 5 dari 7 setuju untuk kordosentesis dan amniosentesis, kultur cairan amnionnya positif CMV; 3 positive memiliki IgM fetus untuk CMV. Adanya CMV di jaringan fetus dikonfirmasi setelah terminasi, didukung oleh pernyataan bahwa kultur cairan amnion utama untuk IgM fetus dalam mendiagnosis infeksi fetus. Data yang lain melaporkan bahwa kurangnya seropositiv IgM CMV pada janin atau kegagalan janin untuk membentuk respon IgM. Jadi kultur cairan amnion atau analisis PCR dari cairan amnion utama untuk mendeteksi IgM spesifik CMV pada fetus. Terdapat beberapa data tentang kultur cairan amnion yang negative palsu, seperti dibuktikan dengan secret yang dikeluarkan oleh neonatus, tapi hubungan dari hasil negative ini untuk waktu infeksi dan gejala sisa yang lama belum jelas. Kegagalan kultur berhubungan dengan amniocentesis yang terlalu dekat dengan infeksi awal maternal atau terlalu awal pada kehamilan, karena ginjal fetus belum bisa memproduksi urin yang cukup yang berisi virus. Hasil yang paling baik untuk mendeteksi infeksi CMV congenital adalah dengan cara pemeriksaan dengan sampel cairan amnion ketika amniocentesis yang dilakukan setelah umur kehamilan 21 minggu dan setelah jeda minimal 6 minggu dari diagnosis infeksi maternal. Sensitivitas CMV dapat ditingkatkan dengan menggunakan PCR atau nested PCR assay. Tekhnik nested PCR assay efektif diterapkan pada tes DBS pada bayi baru lahir Guthrie pada percobaan skrining evaluasi CMV pada bayi baru lahir. Karena semua tekhnik tersebut adapat menghasilkan hasil negative palsu, pemeriksaan diagnostic dengan hasil negative tidak menjamin tidak adanya infeksi.

Deteksi IgM spesifik CMV di darah fetus berhubungan dengan penyakit CMV yang berat. Beberapa, tapi tidak semua, fetus yang terinfeksi memiliki kelainan sonografi (seperti kalsifikasi intracranial, restriksi pertumbuhan), anemia, trombositopenia, dan kenaikan hasil tes fungsi hati. Riwayat penyakit alami diikuti sejak antenatal dengan pemeriksaan ultrasound serial dan cordosentesis di paling sedikit kasus yang dilaporkan. Hyperechoic perut lebih dulu muncul pada ventrikulomegali, IUGR, hidrop nonimun, dan kematian fetus pada fetus yang terinfeksi. Pada kelompok 50 wanita hamil (51 fetus) dengan infeksi primer CMV dan terbukti terjadi transmisi dalam kandungan, kelainan fetus yang ditemukan pada pemeriksaan ultrasound di buktikan pada 22% (11 dari 51 fetus). Pada studi yang sama, 3 dari 16 bayi baru lahir (19%) dengan temuan ultrasound yang normal mempunyai kelainan neurologis. Jadi, pemeriksaan ultrasound dengan hasil normal pada umur kehamilan trimester kedua tidak dapat menyingkirkan kelainan pada temuan ultrasound pada kehamilan lanjut atau kelahiran dari bayi yang terinfeksi. Baru – baru ini, karena adanya ultrasonografi, Magnetic Resorance Imaging (MRI) dapat membutikkan infeksi CMV pada fetus yang diperlihatkan dapat membantu menambah informasi gyrus, hipoplasia serebral dan perubahan sumsum otak pada otak janin. Akan tetapi, MRI tidak dapat mendeteksi kelainan otak pada kasus dengan temuan ultrasound

3

Page 4: jurnal kedua

yang normal, jadi MRI tidak direkomendasikan sebagai prosedur pengakan diagnosis lini pertama untukmengevaluai infeksi CMV pada fetus.

Resiko fetus dan maternal

Sekitar 10% dari orang dewasa yang terinfeksi CMV untuk pertama kalinya akan memperlihatkan sindrom seperti demam, limfositosis atipik, malaise, limfadenopati ringan, yang umumnya berkembang jinak. Penyakit ini, secara klinis tidak dapat dibedakan dengan mononucleosis virus Ebstein Bar (EBV), tapi pada infeksi CMV tes antibody heterophil negative. Pasien dengan mononucleosis CMV cenderung lebih tua dari pasien dengan infeksi EBV. sindrom ini secara umum bersifat dapat sembuh sendiri/ self-limiting walaupun demam dapat berlngsung selama lebih dari sebulan. Komplikasi serius dari penyakit ini jarang terjadi, smeliputi pneumotitis interstitial, hepatitis, Sindrom Guillain-Barre, meningoencephalitis, myocarditis, trombositopenia, dan anemia hemolitik. Virus mungkin diekskresikan di air mata, saliva, ASI, secret servik, dan urin untuk minggu, bulan atau sampai tahunan setelah infeksi primer. Periode laten pada akhirnya mungkin bisa terjadi, namun reinfeksi dan reaktivaksi umum terjadi.

Infeksi CMV pada pasien yang immunosupresi dapat serius, tergantung dari tipe danderajat immunosupresinya. Pasien yang mengkonsumsi obat immunosupresan karena transplantasi organ atau pada pasien dengan AIDS sering memperlihatkan sindrom mononukleasis. Manifestasi selanjutnya yang paling sering terjadi adalah pneumonia intersisial yang akan berlangsung secara cepat dari asimptomatik sampai pada penyakit yang fatal (sering berhubungan dengan infeksi Pneumocystis pada pasien AIDS). Persentasi besar dari seseorang yang mengalami infeksi primer CMV memperlihatkan adanya hepatitis; pasien dengan imunosupresi yang berat akan berkembang gejala-gejala seperti malaise, nausea, muntah. Penyakit gastrointestinal, meliputi ulserasi yang bisa menyebabkan perdarahan dan perforasi merupakan akibat lain dari pasien imunosupresi yang terinfeksi CMV. Pasien AIDS dapat mengalami koeksisten/ infeksi bersama dengan CMV dengan infeksi lainseperti crytospridiosis dan Mycobacterium avium-intracellulare. Faktanya, pemeriksaan endoskopi pada pasien AIDS dengan colitis disebabkan oleh infeksi CMV memperlihatkan lesi yang mirip dengan Sarkoma Kapossi. Akhirnya, pasien AIDS memang spesifik, infeksi CMV pada mata bisa menyebabkan retinitis, tercatat pada neonatus dengan infeksi ini, dan bermcam-macam efek pada organ endokrin seperti adrenal, pancreas, paratiroid, hipofisis dan ovarium.

Infeksi CMV pada kelamin berhubungan dengan adanya virus di semen atau secret servik, CMV telah diisolasi dari semen pada laki-laki homoseksual dan heteroseksual. Transmisi heterokseksual ditunjukkan oleh adanya wabah mononucleosis CMV pada populasi pasangan seksual. Disamping kenyataan tersebut terdapat perbedaan tingkat sekresi servik yang tercatat pada kelompok pasien berbeda di dunia, itu jelas pada aktivitas seksual, jumlah pasangan

4

Page 5: jurnal kedua

seksual yang banyak, dan aktivitas seksual dengan onset umur muda, positif berhubungan dengan isolasi CMV dari servik.

CMV ditransmisikan pada rute seperti transfuse darah dan sumsum tulang, rute umum akuisita adalah melalui transmisi perinatal. Fetus dapat terinfeksi baik melalui transplasenta atau paparan terhadap virus dari servik atau jalan lahir. Neonatus bisa terinfeksi virus ini dari ekskret ASI.; meskipun begitu resiko terjadinya kecil. Sumber lain dari infeksi pada anak-anak adalah paparan dari bangsalanak dan tempat penitipan anak karena anak yang terinfeksi cenderung untuk mensekresikan virus dari urin dan saluran respirasi untuk waktu yang lama (tidak seperti orang dewasa sehat yang terinfeksi).

Tingkat seropostiiv bervariasi menurut umur dan faktor demografi yang banyak. Tingkat ini akan naik tajam pada usia 1 atau 2 tahun usia kehidupan. Prevalensinya lebih tinggi pada Negara belum berkembang dan pada pasien di populasi dengan tingkat social ekonomi yang rendah. 1 penelitian pada lebih dari 21.000 wanita yang datang ke klinik prenatal London menyatakan terdapat variasi karena ras (kulit putih 46%, orang ASIA 88%, kulit hitam 77%), paritas (peningkatan seropositiv dengan peningkatan paritas)dan status social-ekonomi. Diantara banyak wanita yang berpenghasilan rata-rata di Alabama, 54% seropositif, dan tingkat pada kulit putih lebih rendah daripada kulit hitam. Insidensi serokonversi pada wanita usia produktif sekitar 2% pada kelompok social-ekonomi tinggi dan naik sampai 6% pada kelompok social-ekonomi rendah. Tingkat inffeksi lebih tinggi pada dewasa muda (termasuk ibu ibu tersebut) tidak berarti menyebabkan tingkat infeksi congenital lebih tinggi.

Infeksi primer terjadi 1-3% selama kehamilan, dengan sekitar 40-50% dari wanita usia produktif yang rentan untuk mengalami infeksi primer yang ditentukan secara serologis. Perkiraan setiap tahunnya di US sekitar 34.000 pada orang kulit putih non Hispanic, 130.000 orang kulit hitam non Hispanic dan 50.000 wanita Meksiko Amerika usia produktif mengalami infeksi CMV. Bukti serologis atau kultur dari infeksi CMV uteri muncul pada 0,2%-2,2% dari semua bayi yang hidup. Jadi, infeksi congenital CMV adalah masalah kesehatan besar, CMV masih merupakan infeksi congenital yang umum terjadi di US berdasarkan pemeriksaan serologis.

Tidak seperti infeksi virus lain, CMV, berdasarkan latensinya dan sekresi intermiten dari saluran genital wanita yang menulari fetus atau neonatus meskipun adanyan antibody maternal. Virus yang disekresikan dari servik seiring dengan perkembangan usia kehamilan, pada trimester pertamasekitar 0-2%, trimester kedua 6-10% dan trimester ketiga 11-28%. Tingkat infeksi pada saat kelahiran lebih tinggi pada bayi baru lahir daripada pada ibu yang mengekskresikan virus. Penyakit neonatus terberat biasanya terjadi pada anak yang lahir dari wanita yang mengalami infeksi primer pada saat hamil. Transmisi vertical dari CMV terjadi 21-50% pada fetus mengikuti infeksi primer maternal. Suatu penelitian pada infeksi primer CMV prekonsepsi dan perikonsepsi pada 25 wanita, diidentifikasi resiko 9% untuk infeksi congenital pada kelompok

5

Page 6: jurnal kedua

prekonsepsi (1-12 bayi baru lahir) dan 31% pada kelompok perikonsepsi (4 dari 13 bayi baru lahir).

Imunitas dapatan alami menurunkan 69% resiko infeksi CMV congenital pada kehamilan selanjutnya. Tambahnnya, infeksi transplasenta yang berat tidak biasa terlihat pada anak dari wanita dengan antibody yang suda ada. Walau bagaimanapun, imunitas prekonsepsi maternal terhadap CMV tidak lengkap dalam melindungi fetus dari infeksi dan infeksi sekunder CMV dapat menyebabkan gejala sisa pada fetus. Jadi temuan sonografi yang mengarah pada infeksi CMV seharusnya dengan cepat diperiksa jika hasil pemeriksaan serologis pada ibu tidak mendukung infeksi maternal yang baru.

Infeksi CMV terjadi sekitar 1 dari 150 bayi baru lahir. Di US, hasil ini diestimasikan terdapat 33.000 bayi baru lahir setiap tahunnya.; di UK, CMV menyebabkan penyakit neonatal yang lebih banyak daripada rubella. Sekitar 5-10% bayi baru lahir yang terinfeksi secara klinis bergejala pada saat lahir. Ini adalah 1 dari sindrom klasik TORCH (Toxoplasmosis, Other Infections, Rubella, CMV Infection and HSV) yaitu hepatosplenomegali, hiperbilirubinemia, petekie, trombositopenia, kalsifikasi intracranial, mikrochepalus, dan sering juga terdapat restriksi pertumbuhan. Pada infeksi primer, mortalitasnya tinggi sekitar 20-30% dengan 90% individu yang selamat mengalami komplikasi lambat menggunakan data rata-rata yang dipublikasikan(Fig.30-1). Dari neonatus yang terinfeksi yang asimptomatik, 5-15% berkembang menjadi kelainan yang diakibatkan oleh CMV sebelum umur dua tahun, tuli sensorineural primer. Transmisi vertical juga terjadi pada infeksi CMV rekuren; meskipun persentase dari gejala pada anak saat lahir atau gejala sisa yang berkembang jauh lebih rendah (tabel 30-1).

6

Page 7: jurnal kedua

Kelompok wanita dengan

penghasilan tinggi

45% rentan55 % kebal

0-1% bayi yang terinfeksi dan menunjukkan gejala klinis / gejala sisa

0,15% infeksi congenital (infeksi maternal rekuren)

Kelompok wanita dengan

penghasilan rendah

85% kebal15% rentan

0-1% bayi yang terinfeksi dan menunjukkan gejala klinis / gejala sisa

0,5-1% infeksi congenital (infeksi maternal rekuren)

40% infeksi menular ke

fetus

85-90% bayi yang terinfeksi asimptomatik

85-95% berkembang normal

5-15% berkembang gejala sisa

10-15% bayi yang terinfeksi menunjukkan gejala klinis / gejala sisa

90% berkembang gejala sisa

10% berkembang normal

1-4% infeksi primer

Figure 30-1. diadaptasi dari Stagno S: Cytomegalovirus. Dari Remington JS, Klein JO (eds): Infectious Disease of the Fetus and Newborn Infant, 4th ed. Philadelphia, Saunders, 1995, p 322.

Tabel 30-1. Gejala Sisa pada anak dengan Infeksi Cytomegalovirus

7

Page 8: jurnal kedua

berdasarkan tipe dari infeksi maternal.

Primer Rekuren Penyakit yang bergejala pada saat lahir

24/132 (18%) 0/65 (0%)

Gejala sisa apa saja 31/125 (25%) 5/64%Lebih dari 1 gejala sisa 7/125 (6%) 0/64%Tuli sensorineural 18/120 (15%) 3/56 (5%)Tuli bilateral 10/120 ( 8%) 0/56 (0%)Mikrochepalus 6/125 (5%) 1/64 (2%)Kejang 6/125 (5%) 0/64 (0%)IQ<70 9/68 (13%) 0/32 (0%)Kematian 3/125 (2%) 0/64 (0%)

Dari Fowler KB, Stagno S, Pass RF, dkk. The outcome of congenital cytomegalovirus infection in relation to maternal antibody status. N Engl J Med 1992; 326:663-667.

CMV adalah penyebab tersering tuli sensorineural, menunjukkan gejala pada neonatus pada saat lahir sekitar 30%. Hepatosplenomegali adalah manifestasi klinis tersering. Mikrochepalus sering dihubungkan dengan kalsifikasi serebral paraventrikular. Korioretinitis, atrofi optikus, perlambatan mental dan psikomotor, ketidakmampuan belajar, dan abnormalitas pada gigi telah dilaporkan. Secara keseluruhan, infeksi congenital CMV menyebabkan gejala sisa yang berat pada 1 dari 750 bayi baru lahir, mempengaruhi 8000 anak-anak setiap tahunnya. Jadi, infeksi congenital CMV adalah penyebab tersering cacat lahir dan ketidakmampuan/cacat pada masa anak-anak. Ketidakmampuan/cacat pada masa anak-anak yang dikenal antara lain sindrom Down dan mempengaruhi 4000 anak-anak tiap tahun, sindrom alcohol fetus sekitar 5000 bayi per tahun, dan spina bifida sekitar 3500 bayi baru lahir setip tahunnya. Kehati-hatian dari masyarakat dan dokter dari kondisi ini tinggi dibandingkan dengan peyakit CMV congenital. Pada penelitian baru-baru ini, 44% dokter obsgyn menasehati pasien mereka untuk mencegah infeksi CMV, yang ditekankan padakebutuhan akan latihan tambahan. Pada penelitian yang berbeda, hanya 14% wanita yang tahu/mendengar akan CMV mengindikasikan potensial dari edukasi perilaku.

Pilihan penatalaksanaan

Terpai akut, infeksi akut CMV pada individu normal yang immunokompeten adalah paliatif. Infeksinya mayoritas besarnya bersifat asymptomatic; sisanya ringan. Sekarang ini, eradikasi dari virus tersebut melebihi kapasitas kedokteran modern. Pada pasien immunokompromise, seperti pada pasien yang menjalani transplantasi atau pasien AIDS, obat antivirus ganciclovir

8

Page 9: jurnal kedua

dapat meringankan sementara dari efek yang berat seperti retinitis. Sampai sekarang, tidak ada terapi yang diterima untuk infeksi neonatal atau maternal akut.

Terdapat perkembangan dari vaksin spesifik CMV, walaupun pada kenyataan dan teorinya terdapat hambatan. Meskipun eradikasi lengkap dari virus tidak mungkin terjadi, terdapat antibody yang sama setelah infeksi primer pada manusia dapat mengurangi tingkat infeksi congenital fetus dan gejala sisanya. Jadi keefektifan dari vaksin CMV akan significant mengalami kemajuan. Imunisasi pasif dengan Immunoglobulin anti CMV spesifik berguna sebagai profilaksis pada kasus transplantasi renal dan sumsum tulang. Jadi pencegahan infeksi maternal merupakan secara jelas merupakan strategi untuk mencegah infeksi intrauterin. 3 ranah yang berbeda berpotential untuk mengurangi kemungkinan infeksi maternal selama kehamilan adalah edukasi pasien, edukasi dokter dan perkembangan vaksin. CMV secara khas menyebar dengan kontak intrapersonal dengan transmisi secret yang terinfeksi dari orang ke orang, jadi pada kenyataannya wanita yang bekerja di tempat yang resikonya tinggi (contoh tempat penitipan anak) seharusnya dinasehati agar mencuci tangan mereka secara hati-hati setelah mengganti popok dan setelah kontak dengan secret apa pun pada anak (contoh saliva). Ciuman dari mulut ke mulut dengan anak seharusnya dihindari. Dokter seharusnya hati-hati dengan resiko transfuse yang berhubungan dengan transmisi CMV. Jadi, ketika mentransfusi wanita usia produktif yang akan atau segera hamil, darah yang digunakan negative dari CMV. Transfusi apapun pada janin dalam kandungan harus menggunakan WPC (Washed Packed Cell) dengan CMV negative untuk mencegah kontaminasi CMV pada janin. Tidak mesti, meskipun menskrining IgG anti CMV atau eksresi virus pada semua wanita hamil dengan tujuan mengisolasi mereka dari lama kehamilannya. Tindakan yang beralasan adalah menskrining dengan pemeriksaan serologis pada semua wanita hamil di daerah beresiko tinggi (contoh pekerja pada penitipan anak) dan direkomendasikan untuk semua individu yang rentan sehingga mereka memberikan perhatian terhadap higienitasnya. Untuk mencegah infeksi CMC serta infeksi seksual lain, semua wanita dengan banyak pasangan seharusnya didukung untuk menggunakan kondom selama kontak seksual.

Belum ada terapi yang efektif pada janin. Gancyclovir diberikan pada vena umbilikalis fetus sekitar umur 27 minggu. Dosis 10 mg/hari selama 5 hari, 15mg/hari selama 3 hari, dan 20 mg/hari selama 4 hari. Beberapa episode bradikardia dilaporkan setelah pemberian. Walaupun viral load menurun secara drastic dari waktu ke waktu setelah terapi dan tes fungsi hati meningkat, kematian pada janin dilaporkan pada umur kehamilan 32 minggu. Terapi antiviral pada wanita hamil ditunjukkan hanya pada skala kecil dan dengan efek yang sedang. Toksisitas dan keefektifan biaya adalah perhatin utama.terapi hiperimunoglobulin CMV pada wanita dengan infeksi primer CMV selama kehamilan tampaknya menjanjikan dalam mengurangi penyakit CMV pada bayi, meskipun keefektivan dan keamanan dari terapi ini masih menunggu hasil dari percobaan internasional yang sedang berjalan.

9

Page 10: jurnal kedua

Penilaian dari keefektifan skrining pada bayi adalah langkah selanjutnya agar bisa mendeteksi secara dini resiko CMV pada bayi dan mengurangi gejala sisa. Keuntungan dari perkembangan vaksin menjanjikan; meskipun izin dari vaksin ini tampaknya masih beberapa tahun lagi.

Rangkuman Pilihan ManajemenCytomegalovirus

Pilihan Manajemen Kualitas bukti dan rekomendasi Referensi Sebelum kehamilanNasehati wanita dalam lingkungan (contoh penitipan anak)resiko tinggi tentang resikonya.

III B 50,78,82

Konseling rencana kehamilan pada wanita dengan riwayat terbukti terinfeksi CMV Menetapkan status serologis

bisa membantu

GPP

GPP

-

-

Menganjurkan untuk menggunakan kondom pada hubungan non-monogami/banyak pasangan

IV C 78

Menggunakan produk darah dengan CMV negative pada transfusi

IV C 83

Pre natalNasehati wanita yang bekerja di tempat resiko tinggi (contoh penitipan anak) tentang resikonya

III B 50, 78, 82

Menggunakan produk darah dengan CMV negative pada transfusi

IV C 83

Jika pasien didiagnosis mengalami infeksi CMV pada saat hamil: Berikan konseling tentang

resiko pada janin Pertimbangkan prosedur

invasive untuk menetapkan resiko pada janin

Cek pertumbuhan dan kesehatan janin

GPP -

10

Page 11: jurnal kedua

Pertimbangkan terminasi kehamilan (jika pada awal umur kehamilan)

Terapi yang tidak efektif, walaupun acyclovir, ganciclovir, valaciclovir, hiperimunoglobulin spesifik CMV telah digunakan

IV C 13, 84, 85, 88, 89

Persalinan, kelahiran dan postnatalJika pasien didiagnosis mengalami infeksi CMV pada saat hamil: Gunakan ukuran control

infeksi ditempat Lakukan pemeriksaan klinis

dan serologis pada bayi baru lahir dengan pemantauan pediatric jika infesksi dikomfirmasi

GPP -

CMV: Cytomegalovirus; GPP: good practice point

Virus Herpes Simplek

Umum

HSV adalah virus DNA dari keluarga herpes. HSV-1 secara khas telah dianggap penyebab herpes orolabial yang umum disebut fever blaster. HSV-2 dianggap menyebabkan infeksi herpes genital, terkenal dengan nama STD (Sexually transmitted disease) atau PMS (Penyakit Menular Seksual). Walaupun keduanya merupakan tipe dari HSV namun secara umum dipisahkan dengan cara tersebut, ada kesepakatan yang tumpang tindih bahwa HSV-2 menyebabkan penyakit pada mulut dan HSV-1 menyebabkan infwksi genital. Faktanya, hingga sepertiga infeksi genital mungkin disebabkan HSV-1. Meskipun, HSV-1 cenderung agak kurang menyebabkan infeksi rekuren daripada HSV-2. Secara umum, 2 virus ini dapat dianggap identik dari keaadan klinis pada pasien dengan karakteristik lesi ulcerativnya.

Diagnosis

HSV relativ mudah dikulturkan; kultur virus merupakan pemeriksaan yang disukai dari infeksi HSV genital pada pasien yang terdapat ulkus genital. Sensitivitas kultur menurun secara cepat

11

Page 12: jurnal kedua

ketika lesi sudah mulai sembuh, biasanya beberapa hari dari onset. Ketika diagnosis yang lebih cepat diperlukan, pewarnaan FA pada slide kultur jaringan dengan inkubasi pendek memungkinkan diidentifikasi selama 48 jam, khususnya ketika specimen asli berisi jumlah banyak dari virus. Pada kondisi inokulasi tinggi, pewarnaan FA langsung dari specimen yang asli memberikan diagnosis, meskipun tidak sesensitiv kultur jaringan. PCR assay untuk DNA HSV sangat sensitive dan dapat digunakan secara cepat untuk mendeteksi DNA HSV pada wanita hamil.

Tipe antibody spesifik HSV berkembang selama 6-8 minggu setelah infeksi dan menetap tanpa batas. Type-spesific assay yang akurat berdasarkan G1 glikoprotein spesifik HSV-1 untuk diagnosis infeksi dengan HSV-1 dan G2 glikoprotein spesifik HSV-2 untuk diagnosis infeksi dengan HSV-2. Sensitivitas dari pemeriksaan serologis bervariasi diantara 80% dan 90%, dan hasil negative palsu bisa juga terjadi, khususnya untuk tahap awal infeksi. Spesifitas lebih besar dari 96% dan hasil positive palsu bisa terjadi. Jadi pengulangan pemeriksaan diindikasikan pada beberapa situasi. Type specific-serology dikombinasikan dengan kultur HSV dan pemeriksaan DNA dengan PCR mungkin dapat membantu dalam penegakan diagnosis pada herpes genital, khususnya pada pasien dengan luka yang menyembuh atau episode rekuren dari herpes genital ketika hasil kultur HSV negative palsu. Pemeriksaan klinis bisa menyebabkan kehilangan banyak kasus herpes genital, dan kultur antepartum tidak bisa memprediksi secret viral ada saat kelahiran.

Centers for Disease Control and Prevention (CDC) menyediakan pedoman penggunaan dari test type-spesific serologic. CDC mengakui pentingnya penggunaan tes serologis : 1. Konfirmasi diagnosis klinis, 2. Untuk mendiagnosis seseorang dengan infeksi yang tidak bisa dikenali, 3. Mengatur pasangan seksual pada orang dengan herpes genital. Karena hasil kultur sering negative palsu, tes serologis dapat berguna untuk menegakkan diagnosis klinis. Catatan pedoman bahwa beberapa ahli percaya jika tes type-spesific serologic berguna untuk identifikasi wanita hamil oleh resiko infeksi HSV dan membantu mereka dengan konseling mengenai resiko dari herpes genital akuisita selama kehamilan. Tidak ada tempat menggunakan pemeriksaan antibody IgM untuk menentukan infeksi primer atau rekuren HSV.

Terdapat 3 tahap infeksi HSC berdasarkan persentasi klinis dan serologi.

Infeksi Primer

Infeksi primer HSV ditegakkan ketika HSV-1 (-) atau antibody IgG hsv-2 (+). Infeksi primer genital, disebabkan oleh HSV-2 atau HSV-1, ketika gejala muncul, terdapat gejala ringan sampai berat dan banyak lesi genital. Lesi genital terdapat pada vulva, vagina, servik diantara 2 dan 14 hari dan banyak dan lebih banyak lagi diobservasi di infeksi rekuren. Discharge vagina, dysuria, vaginal burning/ rasa terbakar pada vagina dapat muncul pada gejala. Limfadenopati regional

12

Page 13: jurnal kedua

disebabkan oleh replikasi virus di drainase limfe. Gejala sistemik seperti malaise, myalgia, dan demam ditemukan selam infeksi primer herpes. Penting untuk menilai jika infeksi primer bersifat asimptomatik.

Penyakit episode pertama bukan primer

Pada periode ini, antibody HSV-1 terdapat pada wanita yang memperoleh infeksi HSV-2 untuk pertama kalinya. Jika seseorang yang terinfeksi sudah memiliki antibody HSV-1 sebelumya, terdapat gejala dasar yang lebih sedikit, lesi dan komplikasinya dan durasi lesi serta waktu tersebar berkurang.

Infeksi rekuren

Pada infeksi rekuren, terdapat antibody homolog. Skrining rutin di populasi umum tampaknya tidak efektif dalam hal biaya dan tidak direkomendasikan. Meskipun, identifikasi dari wanita seronegativ dapat membrerikan peluang untuk mengeahui secara baik resiko dari transmisi primer selama kehamilan dan menasehati pasangan yang tidak wajar tentang hasil serologis.

Pada herpes genital yang rekuren, lesi cenderung terbatas ukuran dan jumlahnya. Terjadi berulang biasanya pada area vulva eksterna, dan tidak lebih dari 3 lesi ditemukan pada pemeriksaan klinis. Serviksitis difusa atau ulkus tunggal besar menunjukkan keterlibatan servik. Iritasi local atau nyeri merupakan keluhan yang ada dan mungkin meningkat di secret vagina atau disuria. Traktus genitalia eksterna adalah tempat yang sering untuk virus bereplikasi. Persebaran virus tanpa adanya lesi (asimptomatik) dapat terjadi dari vulva dan servik secara intermiten pada tahun berikutnya setelah infeksi primer. Penyebaran virus yang asimptomatik ini bertahan rata-rata 1,5 hari.

Epidemiologi dan Transmisi Virus Herpes Simplek-1 dan Virus Herpes Simplek-2

Pasangan yang rentan dapat mendapatkan virus ini selama penyebaran yang asimptomatik. Penyebaran virus tanpa gejala apapun atau tanda lesi klinis membuat virus PMS ini sulit untuk dikontrol dan dicegah. Pasien yang mengalami rekurensi pada penyakit ini klinis atau asimptomatik, dan variasi yang signifikan dari pasien ke pasien dalam hal frekuensi, beratnya, dan durasi dari gejala dan penyebaran virus. Wanita dewasa muda biasanya mengalami episode pertama dari herpes genital pada umur 20 dan 24 tahun

Herpes primer orolabial merupakan penyakit sebagian besar pada anak-anak, anak mengalami infeksi yang diperoleh dari anggota keluarga yang dekat. Walaupun 90-95% dari infeksi oral bersifat asimptomatik, beberapa muncul vesicoulcerative di orofaring adan bibir seminggu setelah paparan. Adenopathy dan viremia, bersamaan dengan demam dan malaise, akan

13

Page 14: jurnal kedua

menetap selama 1 atau 2 minggu, dan persebaran virus akan samapai 6 minggu. Kemudian produksi antibody terbatas ketika masa dorman virus tersebut. Adakalanya tumbuh sebagai lesi local yang melepuh di bibir di saat stress, terbakar sinar matahari, atau penyakit febris seistemik (oleh sebab itu disebut fever blister). Selama periode rekuren dari penyakit ini, persebaran virus sampai 1 minggu.

Herpes genital bisa terjadi setelah kontak seksual, termasuk genital-genital atau orogenital, dengan seseorang yang terinfeksi. Masa inkubasinya sekitar 2-14 hari. Seseorang yang menularkan virus tersebut mungkin bersifat asimptomatik pada diri mereka, membingungkan dalam identifikasi asal infeksinya. Pada suatu penelitian, 10% wanita hamil yang beresiko menderita infeksi HSV-2 karena seropostive HSV-2 dari suami mereka. Gejala servik dan vulva asimptomatik pada infeksi primer HSV-2 terjadi pada 2,3% wanita dengan seropositiv infeksi HSV-2 dan 0,65% dengan gejala demam, malaise, myalgia, dan meningitis aseptic. Encephalitis HSV dan hepatitis terbukti fatal. Disfungsi LMN (Lower Motor Neuron) dan disfungsi otonom menyebabkan atonia VU (vesica urinaria) dan retensi urin. Peningkatan persebara virus terjadi hampir dalam waktu 3 minggu pada kasus yangberat jika tidak ditangani. Penyakit local dapat berulang seminggu atau sebulan kemudian jika virus yang menyerang terutama adalah HSV-2, yang sering berulang banyak kali daripada HSV-1, khususnya di daerah genital.

Infeksi herpes genital biasa terjadi di US, dengan 45 juta orang berumur 12 tahun atau lebih tua, atau 1 dari 5 dari total populasi remaja dan dewsa, terinfeksi HSV-2. Sejak akhir 1970an, jumlah dari orang di US yang mengalami infeksi herpes genital meningkat sekitar 30%. Infeksi HSV-2 lebih sering terjadi pada wanita(1 dari 4) daripda pada laki-laki (1 dari 5) dan lebih sering pada kulit hitam (45,9%) daripada kulit putih (17,6%). Peningkatan terbesar sekarang terjadi pada anak belasan tahun kulit putih. Infeksi HSV-2 sekarang 5 kali lebih sering pada usia 12-19 tahun orang kulit putih dan 2 kali lebih sering pada dewasa muda umur 20-29 tahun pada akhir tahun 1980. Infeksi HSV-2 antar pasangan seksual yang tidak wajar , resiko infeksi akuisita HSV genital tiap tahunnya sekitar 31,9% diantara wanita yang HSV-1 dan HSV-2 (-) dibandingkan 9,1% wanita dengan HSV-1 (+). Sekitar 1.6 juta infeksi HSV-2 baru yang didapat tahunan dan sekitar 2% wanita denganserokonversi HSV-2 selama kehamilan.

14