jurnal karang
DESCRIPTION
biologi lautTRANSCRIPT
TERUMBU KARANG; ASET YANG TERANCAM (AKAR MASALAH DAN ALTERNATIF SOLUSI PENYELAMATANNYA)
Amin, S.Pd., M.Si*)
ABSTRAK
Indonesia dengan wilayah lautnya yang sangat luas, jumlah pulaunya yang mencapai sekitar 17.508 dan diperkirakan luas terumbu karangnya sekitar 60.000 km2 membuat negara ini sangat kaya dengan keanekaragaman hayati. Banyaknya atau luasnya terumbu karang di Indonesia disebabkan perairan Indonesia memenuhi syarat tumbuhnya terumbu karang yakni perairan laut dengan bertemperatur di antara 18 - 30o
C, kedalaman airnya kurang dari 50 meter, salinitas air laut 30 – 36 per mil (‰), laju sedimentasi relatif rendah dengan perairan yang relatif jernih, pergerakan air/arus yang cukup, bebas dari pencemaran, dan memiliki substrat yang keras
Ekosistem terumbu karang merupakan bagian dari ekosistem laut yang penting karena menjadi sumber kehidupan bagi beraneka ragam biota laut. Terumbu karang mempunyai fungsi yang sangat banyak baik kehidupan ini baik dilihat dari aspek fisik ataupun dari aspek ekonomi. Namun demikian karena banyaknya manfaat tersebut, tekanan manusia terhadap terumbu karang semakin meningkat. Hal ini terlihat dari kondisi erumbu karang di Indonesia yang hanya 7 % yang berada dalam kondisi sangat baik, 24 % berada dalam kondisi baik, 29 % dalam kondisi sedang dan 40 % dalam kondisi buruk.
Kerusakan terumbu karang tersebut secara dominan disebabkan oleh berbagai aktivitas manusia, baik secara langsung maupun tidak langsung, misalnya menangkap ikan dengan menggunakan bom dan racun sianida (potas), pembuangan jangkar, berjalan di atas terumbu, penggunaan alat tangkap muroami, penambangan batu karang, penambangan pasir, dan sebagainya. Namun demikian beberapa kasus kerusakan terumbu karang akibat disebabkan oleh kondisi alam, misalnya angin topan, badai tsunami, gempa bumi, pemanasan oleh CoTs (crown-of-thorns starfish) dan pemanasan global. Oleh karena itu diperlukan berbagai langkah konkrit untuk menanggulanginya baik bersifat pencegahan ataupun pemulihan terumbu karang yang rusak. Kata kunci : Ekosisten Terumbu karang, Pemulihan terumbu karang
PENDAHULUAN
layah pesisir yang merupakan
sumber daya potensial di
Indonesia, yang merupakan
suatu wilayah peralihan antara daratan dan
lautan. Sumber daya ini sangat besar yang
didukung oleh adanya garis pantai
sepanjang sekitar 81.000 km (Dahuri et al.
2001). Garis pantai yang panjang ini
menyimpan potensi kekayaan sumber alam
yang besar baik hayati seperti perikanan,
hutan mangrove, terumbu karang, mineral,
dan pariwisata.
W
*) Amin, S.Pd., M.Si, Dosen PS Geografi FKIP – UNISMA Bekasi
REGION Volume I. No. 2. Juni 2009 2
Terumbu karang (coral reefs)
merupakan salah satu ekosistem utama
pesisir dan laut yang dibangun terutama
oleh biota laut penghasil kapur khususnya
jenis-jenis karang batu dan algae berkapur.
Ekosistem ini terdiri atas beragam biota
asosiatif dan keindahan yang mempesona,
memiliki nilai ekologis dan ekonomis yang
tinggi. Selain berperan sebagai pelindung
pantai dari hempasan ombak dan arus kuat,
terumbu karang juga mempunyai nilai
ekologis sebagai habitat, tempat mencari
makanan, tempat asuhan dan tumbuh besar,
serta tempat pemijahan bagi berbagai biota
laut.
Nilai ekonomis terumbu karang yang
menonjol adalah sebagai tempat
penangkapan berbagai jenis biota laut
konsumsi dan berbagai jenis ikan hias,
bahan konstruksi dan perhiasan, bahan baku
farmasi, dan sebagai daerah wisata dan
rekreasi yang menarik. Dengan melihat nilai
ekologis dan ekonomis penting tersebut,
ekosistem terumbu karang sebagai
ekosistem produktif di wilayah pesisir dan
laut sudah selayaknya untuk dipertahankan
keberadaan dan kualitasnya. Namun sangat
disayangkan bahwa berbagai nilai ekologis
dan ekonomis terumbu karang yang tinggi ini
sedang mengalami penurunan yang sangat
mengkhawatirkan akibat degradasi dan
kerusakan yang cukup parah. Dari sekitar
85.000 km2 luas terumbu karang di
Indonesia, lebih dari 40 % dalam kondisi
rusak dan hanya sekitar 6,5% dalam kondisi
sangat baik
SYARAT HIDUP TERUMBU KARANG
Terumbu karang merupakan komunitas yang
unik di antara komunitas laut lainnya dan
mereka terbentuk seluruhnya dari aktivitas
biologi. Pada dasarnya karang merupakan
endapan massive kalsium karbonat (kapur)
yang diproduksi oleh binatang karang
dengan sedikit tambahan dari alga berkapur
dan organismeorganisme lain penghasil
kalsium karbonat. Klasifikasi ilmiah
menunjukkan bahwa karang ini termasuk
kelompok binatang dan bukan sebagai
kelompok tumbuhan. Binatang karang ini
masuk ke dalam phylum Cnidaria, kelas
Anthozoa, ordo Scleractinia.
Terumbu karang tidak dapat hidup di
air tawar atau muara ataupu hidup disemua
tempat, akan tetapi hidup di perairan laut
yang memiliki syarat-syarat tertentu yaitu :
1. Perairan yang bertemperatur di antara 18
- 30 oC,
2. Kedalaman air kurangnya dari 50 meter,
3. Salinitas air laut 30 – 36 per mil (‰),
4. Laju sedimentasi relatif rendah dengan
perairan yang relatif jernih,
5. Pergerakan air/arus yang cukup,
6. Perairan yang bebas dari pencemaran,
dan
7. Substrat yang keras.
REGION Volume I. No. 2. Juni 2009 3
Dilihat dari proses geologis
terbentuknya terumbu karang dan
hubungannya dengan daratan, maka
terumbu karang dibagi ke dalam tiga tipe
yaitu:
1. Terumbu karang cincin (atol). Terumbu
karang ini dalam proses
pembentukannya memerlukan waktu
beratusratus tahun. Terumbu karang
cincin (atol) biasanya terdapat di pulau-
pulau kecil yang terpisah jauh dari
daratan Contoh terumbu karang ini
adalah terdapat di Takabonerate
Sulawesi Selatan.
2. Terumbu karang penghalang (barrier
reefs), contoh terumbu karang ini
adalah Great Barrier Reefs.
3. Terumbu karang tepi (fringing reefs)
Terumbu karang tepi adalah tipe yang
paling banyak terdapat di Indonesia.
Terumbu karang tipe ini berada di tepi
pantai yang jaraknya kurang dari 100
meter ke arah laut .
KONDISI TERUMBU KARANG INDONESIA
Indonesia dengan wilayah lautnya yang
sangat luas, jumlah pulaunya yang mencapai
sekitar 17.508 dan diperkirakan luas terumbu
karangnya sekitar 60.000 km2 membuat
negara ini sangat kaya dengan
keanekaragaman hayati. Ditambah letaknya
yang sangat strategis, yaitu di sepanjang
garis katulistiwa, diantara dua samudera
Hindia dan Pasifik serta diantara dua benua
Asia dan Australia (Gayatri Liley, 1998).
Ekosistem terumbu karang
merupakan bagian dari ekosistem laut yang
penting karena menjadi sumber kehidupan
bagi beraneka ragam biota laut. Di dalam
ekosistem terumbu karang ini bias hidup
lebih dari 300 jenis karang, yang terdiri dari
sekitar 200 jenis ikan dan berpuluh-puluh
jenis moluska, crustacean, sponge, alga,
lamun dan biota lainnya (Dahuri, 2000).
Terumbu karang mempunyai fungsi
yang sangat banyak baik kehidupan ini baik
dilihat dari aspek fisik ataupun dari aspek
ekonomi. Peran fungsi terumbu karang bagi
manusia kian hari semakin penting sehingga
semakin bertambahnya nilai ekonomis
maupun kebutuhan masyarakat akan
sumberdaya yang ada di terumbu karang
seperti ikan, udang lobster, tripang dan
lainlain, maka aktivitas yang mendorong
masyarakat untuk memanfaatkan potensi
tersebut semakin besar pula. Dengan
demikian tekanan ekologis terhadap
ekosistem terumbu karang juga akan semain
meningkat. Meningkatnya tekanan ini
tentunya akan dapat mengancam
keberadaan dan kelangsungan ekosistem
terumbu karang dan biota yang hidup di
dalamnya. Sehingga sudah waktunya
bangsa Indonesia mengambil tindakanyang
cepat dan tepat guna mengurangi laju
REGION Volume I. No. 2. Juni 2009 4
degradasi terumbu karang akibat
dieksploitasi oleh manusia.
Menurut Gomez dan Alcala (1984)
dalam Yuniarti (2007), Ekosistem terumbu
karang dikatakan buruk apabila mempunyai
karang hidup sebesar 0 – 24,9 %, sedang
apabila tutupan karang hidup 25 – 49,9 %,
dikatakan bagus apabila tutupan karang
hidup 50 – 74,9 % dan dikatakan sangat
bagus apabila mempunyai tutupan karang
hidup > 75 %
Saat ini, ekosistem terumbu karang
secara terus menerus mendapat tekanan
akibat berbagai aktivitas manusia, baik
secara langsung maupun tidak langsung.
Beberapa aktivitas manusia yang secara
langsung dapat menyebabkan kerusakan
terumbu karang diantaranya:
MANFAAT TERUMBU KARANG
Ekosistem terumbu karang mempunyai
manfaat yang bermacam-macam, yakni
sebagai tempat hidup bagi berbagai biota
laut tropis lainnya sehingga terumbu karang
memiliki keanekaragaman jenis biota sangat
tinggi dan sangat produktif, dengan bentuk
dan warna yang beraneka ragam, sehingga
dapat dijadikan sebagai sumber bahan
makanan dan daerah tujuan wisata, selain itu
juga dari segi ekologi terumbu karang
berfungsi sebagai pelindung pantai dari
hempasan ombak.
Keberadaan terumbu karang sangat
sensitif terhadap pengaruh lingkungan baik
yang bersifat fisik maupun kimia. Pengaruh
itu dapat mengubah komunitas karang dan
menghambat perkembangan terumbu karang
secara keseluruhan. Kerusakan terumbu
karang pada dasarnya dapat disebabkan
oleh faktor fisik, biologi dan karena aktivitas
manusia.
Terumbu karang sangat bermanfaat
bagi manusia sebagai tempat pariwisata,
tempat menangkap ikan, pelindung pantai
secara alami, dan tempat keanekaragaman
hayati. Secara umum manfaat terumbu
karang dapat diklasifikasikan sebagai
berikut:
1. Fungsi pariwisata;
Fungsi ini berkaitan dengan keindahan
karang, kekayaan biologi dan kejernihan
airnya membuat kawasan terumbu
karang terkenal sebagai tempat rekreasi.
Skin diving atau snorkeling, SCUBA dan
fotografi adalah kegiatan yang umumnya
terdapat di kawasan ini.
2. Fungsi perikanan;
Terumbu karang merupakan tempat
tinggal ikan-ikan karang yang harganya
mahal sehingga nelayan menangkap
ikan di kawasan ini. Jumlah panenan
ikan, kerang dan kepiting dari terumbu
karang secara lestari di seluruh dunia
dapat mencapai 9 juta ton atau
sedikitnya 12 % dari jumlah tangkapan
REGION Volume I. No. 2. Juni 2009 5
perikanan dunia. Rata-rata hasil
tangkapan ikan di daerah terumbu
karang di Filipina adalah 15,6
ton/km2/tahun. Namun jumlah ini sangat
bervariasi mulai dari 3 ton/km2/tahun
sampai dengan 37 ton/km2/tahun (White
dan Cruz-Trinidad, 1998). Perkiraan
produksi perikanan tergantung pada
kondisi terumbu karang. Terumbu karang
dalam kondisi yang sangat baik mampu
menghasilkan sekitar 18 ton/km2/tahun,
terumbu karang dalam kondisi baik
mampu menghasilkan 13 ton/km2/tahun,
dan terumbu karang dalam kondisi yang
cukup baik mampu menghasilkan 8
ton/km2/tahun (McAllister, 1998).
Selain itu, perkiraan perhitungan nilai
produksi perikanan dari terumbu karang
tergantung pada kondisi terumbu karang
dan kualitas pemanfaatan dan
pengelolaan oleh masyarakat di
sekitarnya. Contohnya Cesar (1996)
memperkirakan bahwa daerah terumbu
karang yang masih asli dengan daerah
perlindungan lautnya (marine sanctuary)
dapat menghasilkan $24.000/km2/ tahun
apabila penangkapan ikan dilakukan
secara berkelanjutan (sustainable).
3. Fungsi perlindungan pantai;
Jenis terumbu karang yang berfungsi
untuk melindungi pantai adalah terumbu
karang tepi dan penghalang. Jenis
terumbu karang ini berfungsi sebagai
pemecah gelombang alami yang
melindungi pantai dari erosi, banjir
pantai, dan peristiwa perusakan lainnya
yang diakibatkan oleh fenomena air laut.
Terumbu karang juga memberikan
kontribusi untuk akresi (penumpukan)
pantai dengan memberikan pasir untuk
pantai dan memberikan perlindungan
terhadap desa-desa dan infrastruktur
seperti jalan dan bangunan-bangunan
lainnya yang berada di sepanjang pantai.
Apabila dirusak, maka diperlukan
milyaran rupiah untuk membuat
penghalang buatan yang setara dengan
terumbu karang ini.
4. Fungsi biodiversity;
Ekosistem ini mempunyai produktivitas
dan keanekaragaman jenis biota yang
tinggi. Keanekaragaman hidup di
ekosistem terumbu karang per unit area
sebanding atau lebih besar dibandingkan
dengan hal yang sama di hutan tropis.
Terumbu karang ini dikenal sebagai
laboratorium untuk ilmu ekologi. Potensi
untuk bahan obat-obatan, anti virus, anti
kanker dan penggunaan lainnya sangat
tinggi.
ANCAMAN TERUMBU KARANG
Berdasarkan laporan hasil penelitian LIPI
(Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia),
bahwa terumbu karang di Indonesia hanya 7
% yang berada dalam kondisi sangat baik,
REGION Volume I. No. 2. Juni 2009 6
24 % berada dalam kondisi baik, 29 % dalam
kondisi sedang dan 40 % dalam kondisi
buruk (Suharsono, 1998). Diperkirakan
terumbu karang akan berkurang sekitar 70 %
dalam waktu 40 tahun jika pengelolaannya
tidak segera dilakukan. Saat ini, ekosistem
terumbu karang secara terus menerus
mendapat tekanan akibat berbagai aktivitas
manusia, baik secara langsung maupun tidak
langsung. Beberapa aktivitas manusia yang
secara langsung dapat menyebabkan
kerusakan terumbu karang diantaranya:
1. Menangkap ikan dengan menggunakan
bom dan racun sianida (potas),
pembuangan jangkar, berjalan di atas
terumbu, penggunaan alat tangkap
muroami, penambangan batu karang,
penambangan pasir, dan sebagainya.
Aktivitas manusia yang secara tidak
langsung dapat menyebabkan kerusakan
terumbu karang adalah sedimentasi yang
disebabkan aliran lumpur dari daratan
akibat penggundulan hutan-hutan dan
kegiatan pertanian, penggunaan pupuk
dan pestisida yangberlebihan untuk
kebutuhan pertanian, sampah plastik,
dan lain-lain. Ancaman manusia
terhadap terumbu karang beserta akibat
yang ditimbulkannya dapat dilihat pada
tabel berikut ini:
Tabel 1. Aktivitas Manusia Terhadap Kerumbu Karang dan Akibat yang Ditumbulkannya
No Aktivitas Manusia Dampak yang Timbulkannya
1. Bom Karang mati, terbongkar dan patah-patah
2. Racun/Potas Karang mati dan berubah menjadi putih
3. Trawl Karang mati, terbongkar dan patah-patah
4. Jaring dasar Karang stress dan patah-patah
5. Bubu Karang mati, terbongkar dan patah-patah
6. Jangkar Karang hancur, patah dan terbongkar
7. Berjalan di atas karang Karang hancur, patah-patah
8. Penambangan batu karang Penurunan pondasi terumbu
9. Kapal di perairan dangkal Karang patah
10. Alat pendorong perahu Karang patah
11. Cindera mata Karang-karang yang indah hilang
12. Sedimentasi Karang mati akibat tertutupnya permukaan karang oleh lumpur
13. Polusi Karang mati dan berubah menjadi putih
2. Ancaman terhadap ekosistem terumbu
karang juga dapat disebabkan oleh
karena adanya faktor alam. Ancaman
oleh alam dapat berupa angin topan,
badai tsunami, gempa bumi,
pemangsaan oleh CoTs (crown-of-thorns
REGION Volume I. No. 2. Juni 2009 7
starfish) dan pemanasan global yang
menyebabkan pemutihan karang.
Aktivitas alam yang menimbulkan
kerusakan ekosistem terumbu karang
dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 2. Aktivitas Alam dan Akibat yang Ditumbulkannya Terhadap Terumbu Karang
No Ancaman Alam Dampak yang Dimbulkannya
1. Bintang laut berduri (COTs) Kematian karang dalam skala yang luas
2. Pemutihan karang/Pemanasan global
Kematian karang – kehilangan keindahan untuk snorkeling dan menyelam
3. Tsunami/Topan/Gunung api bawah laut
Kerusakan fisik karang dan atau struktur terumbu.
3. Overfishing
Terumbu karang dengan kondisi yang
sangat baik tanpa daerah perlindungan
laut di atasnya dapat menghasilkan
$12.000/km2/tahun jika penangkapan
dilakukan secara berkelanjutan. Terumbu
karang yang rusak akibat penangkapan
dengan racun dan bahan peledak atau
kegiatan pengambilan destruktif lainnya
(seperti penambangan karang,
perusakan dengan jangkar, dan lain-lain)
menghasilkan jauh lebih sedikit
keuntungan ekonomi. Kawasan terumbu
karang yang sudah rusak/hancur 50 %
hanya akan menghasilkan
$6.000/km2/tahun, dan daerah yang 75
% rusak menghasilkan hanya sekitar
$2.000/km2/tahun. Apabila terumbu
karang sudah mengalami tangkap lebih
(overfishing) oleh cukup banyak nelayan
maka keuntungan ekonomi akan
menurun sangat tajam.
ALTERNATIF SOLUSI PENYELAMATAN
TERUMBU KARANG
Ancaman terhadap terumbu karanag kian
hari semakin serius. Oleh karena itu
diperlukan suatu pengelolaan yang baik agar
kelestarian terumbu karang tetap terjaga
yang pada akhirnya generasi mendatang
untuk dapat juga menikmati sumberdaya
terumbu karang tersebut. Prinsif dasar yang
harus dikedepankan dalam pengelolaan
terumbu karang secara lestari adalah
sebagai berikut:
1. Melestarikan, melindungi,
mengembangkan, memperbaiki dan
meningkatkan kondisi atau kualitas
terumbu karang dan sumberdaya yang
terkandung di didalamnya bagi
kepentingan seluruh lapisan masyarakat
serta memikirkan generasi mendatang.
2. Mendorong dan membantu pemerintah
daerah untuk menyusun dan
melaksanakan program-program
REGION Volume I. No. 2. Juni 2009 8
pengelolaan sesuai denga karakteristik
wilayah dan masyarakat setempat serta
memenuhi standar yang ditetapkan
secara nasional berdasarka
pertimbangan-pertimbangan daerah yang
menjaga antara upaya ekploitasi dan
upaya pelestarian lingkungan.
3. Mendorong kesadaran, partisipasi dan
kerjasama/kemitraan dari masyarakat,
pemerintah daerah, antar daerah dan
antar instansi dalam perencanaan dan
pelaksanaan pengelolaan terumbu
karang.
Berdasarkan prinsif dasar
pengelolaan terumbu karang tersebut di
atas, maka diperlukan beberapa strategi
yang tepat dalam pengelolaan terumbu
karang, yaitu dengan cara:
1. Memberdayakan masyarakat pesisir
yang secara langsung bergantung pada
pengelolaan terumbu karang;
2. Mengembangkan mata pencaharian
alternative yang bersifat berkelanjutan
bagi masyarakat pesisir;
3. Meningkatkan penyuluhan dan
menumbuhkembangkan keadaan
masyarakat akan tanggung jawab dalam
pengelolaan sumberdaya terumbu
karang dan ekosistemnya melalui
bimbingan, pendidikan dan penyuluhan
tentang ekosistem terumbu karang;
4. Memberikan hak dan kepastian hokum
untuk mengelola terumbu karang bagi
mereka yang memiliki kemampuan;
5. Mengurangi laku degradasi kondisi
terumbu karang yang ada saat ini;
6. Mengidentifikasi dan mencegah
penyebab kerusakan terumbu karang
secara dini;
7. Mengembangkan program penyuluhan
konservasi terumbu karang dan
mengembangkan berbagai alternative
mata pencaharian bagi masyarakat local
yang memanfatakannya;
8. Meningkatkan efektifitas penegakan
hokum terhadap berbagai kegiatan yang
dilarang oleh hokum seperti pemboman
dan penangkapan ikan dengan potas;
9. Mengelola terumbu karang berdasarkan
karakteristik ekosistem, potensi,
pemanfaatan dan status hukumnya;
10. Mengidentifikasi potensi terumbu karang
dan pemanfaatannya; dan
11. Menjaga keseimbangan antara
pemanfaatan ekonomi dan pelestarian
lingkungan.
Terdapat dua hal yang harus
dilakukan oleh manusia dalam mengelola
terumbu karang secara lestari yaitu pertama,
melakukan pencegahan berbagai aktivitas
manusia yang dapat menimbulkan
kerusakan terumbu karang baik langsung
ataupun tidak langsung; Kedua, melakukan
REGION Volume I. No. 2. Juni 2009 9
penangan ataupun penyembuhan terhadap
terumbu karang yang telah mengalami
kerusakan baik akibat aktivitas manusia
ataupun aktivitas alam. Berikut ini adalah
tabel yang memperlihatkan hubungan
aktivitas manusia, dampak yang
ditimbulkannya serta alterantif solusi yang
dapat dilakukan:
Tabel 3. Ancaman Manusia terhadap Terumbu Karang, Indikasi yang Timbul, dan Beberapa Kemungkinan Penanganan yang Bisa Dilakukan
No Sumber Ancaman
Indikator Kerusakan Terumbu Karang
Pencegahan/ Penanganan yang Dapat Dilakukan
1. Bom Karang menjadi patah/ terbelah, tersebar berserakan, dan hancur menjadi pasir, meninggalkan bekas lubang pada terumbu karang.
Walaupun ada pelarangan di tingkat nasional, perlu membuat peraturan lokal yang melarang penggunaan bahan peledak dalam menangkap ikan
2. Racun Karang mati dan berubah menjadi putih, meninggalkan bekas patahan karang yang banyak karena nelayan mengambil ikan yang tersembunyi di balik terumbu karang.
Walaupun ada pelarangan di tingkat nasional, peraturan daerah yang melarang penggunaan bahan nimia dalam penangkapan ikan perlu dikeluarkan.
3. Trawl Tidak ada lagi karang hidup tumbuh pada wilayah yang nelayannya sering menggunakan jaring trawl untuk menangkap ikan
Membuat peraturan yang melarang penggunaan alat tangkap ikan dengan jarring trawl di sekitar terumbu karang.
4. Jaring Dasar
Karang hidup yang tumbuh pada wilayah tersebut terlihat sangat menderita
Membuat peraturan yang mengatur penggunaan jaring seperti ini pada lokasi-lokasi tertentu.
5. Bubu Karang menjadi rusak dan terdapat bongkahan karang mati dan menumpuk pada beberapa tempat, terutama karang kepala, “Porites”.
Membuat peraturan yang melarang penempatan bubu pada wilayah terumbu karang, diperkuat dengan peraturan pemerintah
6. Jangkar Karang menjadi rusak dan banyak patahan karang yang berserakan, terutama karang jari, “Acropora Branching”.
Membuat peraturan yang melarang perahu untuk membuang jangkar pada wilayah terumbu karang. Pada wilayah ini dipasangkan “Mooring Buoy”.
7. Berjalan Di atas Karang
Patahan karang yang berserakan dan mati.
Membuat peraturan yang di peruntukkan bagi para wisatawan agar tidak berjalanjalan dan menginjakkan kaki di atas terumbu karang.
8. Penambangan Batu Karang
Karang menjadi habis dan tersisa hanya pasir serta karang mati.
Membuat peraturan yang melarang pengambilan batu karang untuk dijadikan bahan bangunan.
REGION Volume I. No. 2. Juni 2009 10
No Sumber Ancaman
Indikator Kerusakan Terumbu Karang
Pencegahan/ Penanganan yang Dapat Dilakukan
9. Kapal Di Perairan Dangkal
Karang akan menjadi patah akibat terkenanya balingbaling perahu, terutama karang bercabang. “Branching”. Polusi oleh tumpahan minyak dari motor tempel/motor pendorong mematikan karang.
Memberikan tanda-tanda di wilayah terumbu karang yang dangkal agar para pengemudi perahu dapat melihat wilayah mana yang dapat dilalui dan mana yang tidak boleh.
10. Alat Pendorong Perahu
Anakan karang yang baru berkembang menjadi patah dan mati karena terkena batang bambu
Membuat jalur masuk perahu pada wilayah terumbu karang, sehingga penggunaan kayu untuk mendorong perahu tidak dipergunakan lagi
11. Cindera Mata
Karang-karang yang indah menjadi hilang dan yang tinggal hanyalah karang yang rusak dan hampir mati.
Membuat peraturan yang melarang pengambilan terumbu karang untuk dijadikan hiasan. Serta menghapus kuota untuk ekspor terumbu karang hias
12. Pemutih Karang
Dengan tiba-tiba terjadi perubahan warna karang menjadi putih, khususnya pada perairan dangkal dan spesies acropora yang berasosiasi dengan suhu air yang hangat.
Karena disebabkan oleh pemanasan global, aksi lokal sendiri tidak dapat mengatasi permasalahan ini. Hal yang dapat dilakukan adalah pendidikan tentang pemanasan global dan lobi pejabat-pejabat tinggi negara untuk mendukung pengurangan emisi gas karbon.
KESIMPULAN
Terumbu karang (coral reefs)
merupakan salah satu ekosistem utama
pesisir dan laut yang dibangun terutama
oleh biota laut penghasil kapur khususnya
jenis-jenis karang batu dan algae berkapur.
Terumbu karang tidak dapat hidup di
air tawar atau muara, melainkan di perairan
laut dengan bertemperatur di antara 18 - 30
oC, kedalaman airnya kurang dari 50 meter,
salinitas air laut 30 – 36 per mil (‰), laju
sedimentasi relatif rendah dengan perairan
yang relatif jernih, pergerakan air/arus yang
cukup, bebas dari pencemaran, dan memiliki
substrat yang keras. Terumbu karang
memiliki banyak fungsi dalam kehidupan
manusia yaitu fungsi pariwisata, fungsi
perikanan, fungsi perlindungan pantai dan
fungsi biodiversity.
Indonesia dengan wilayah lautnya
yang sangat luas, jumlah pulaunya yang
mencapai sekitar 17.508 dan diperkirakan
luas terumbu karangnya sekitar 60.000 km2
REGION Volume I. No. 2. Juni 2009 11
membuat negara ini sangat kaya dengan
keanekaragaman hayati. Namun demikian,
berdasarkan data terumbu karang di
Indonesia hanya 7 % yang berada dalam
kondisi sangat baik, 24 % berada dalam
kondisi baik, 29 % dalam kondisi sedang dan
40 % dalam kondisi buruk.
Kerusakan terumbu karang tersebut secara
dominan disebabkan oleh berbagai aktivitas
manusia, baik secara langsung maupun tidak
langsung, misalnya menangkap ikan dengan
menggunakan bom dan racun sianida
(potas), pembuangan jangkar, berjalan di
atas terumbu, penggunaan alat tangkap
muroami, penambangan batu karang,
penambangan pasir, dan sebagainya .
Namun demikian beberapa kasus kerusakan
terumbu karang akibat disebabkan oleh
kondisi alam, misalnya angin topan, badai
tsunami, gempa bumi, pemangsaan oleh
CoTs (crown-of-thorns starfish) dan
pemanasan global.
Untuk mengantisipasi kerusakan
terumbu karang, terdapat dua hal yang harus
dilakukan oleh manusia dalam mengelola
terumbu karang secara lestari yaitu pertama,
melakukan pencegahan berbagai aktivitas
manusia yang dapat menimbulkan
kerusakan terumbu dan melakukan
penangan ataupun penyembuhan terhadap
terumbu karang yang telah mengalami
kerusakan.
DAFTAR PUSTAKA
Cesar, H. 1996. Economic Analysis of Indonesian Coral Reefs. Environmental Department. World Bank. Washington, D.C. 97pp
Dahuri R., Rais Y., Putra S.,G., Sitepu, M.J., 2001. Pengelolaan Sumber daya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. PT. Pradnya Paramita, Jakarta.
Dahuri, R. 2000. Pendayagunaan
sumberdaya kelautan untuk kesejahteraan masyarakat. LISPI. Jakarta
McAllister, D.E. 1998. Environmental,
Economic and Social Costs of Coral Reef Destruction in the Philippines. Galaxea Vol. 7, pp. 161-178.
Suharsono. 1998. Condition of Coral Reef
Resources in Indonesia. Indonesian Journal of Coastal and Marine Resources Management. PKSPL – IPB. Volume 1, No.2, pp. 44-52.
Yuniarti. 2007. Pengelolaan Wilayah Pesisir
Di Indonesia (Studi Kasus : Pengelolaan Terumbu Karang Berbasis Masyarakat Di Kepulauan Riau). Makalah. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelauatan Universitas Padjadjaran Bandung
REGION Volume I. No. 2. Juni 2009 12