jurnal hery wismono

11

Click here to load reader

Upload: sapakademik

Post on 07-Jul-2015

252 views

Category:

Education


0 download

DESCRIPTION

Jurnal Ilmu Keperawatan

TRANSCRIPT

Page 1: Jurnal Hery Wismono

1

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DENGAN KETERATURAN PENGECEKAN

KADAR GULA DARAH PADA PASIEN DIABETES MELITUS DI WILAYAH KERJA

PUSKESMAS WONOSOBO

TAHUN 2014

HERY WISMONO

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

STIKES AISYAH PRINGSEWU

JL.A.Yani no 1 A Tambahrejo Kec.Gadingrejo Kabupaten Pringsewu

Abstrak

xii + 51 halaman+ 6 tabel + 7 lampiran + 2 gambar

Indonesia merupakan negara urutan ke-7 dengan prevalensi Diabetes Melitus tertinggi di

dunia. Pengendalian Penyakit Diabetes Melitus satunya adalah mengkampanyekan prilaku

CERDIK. C yang pertama adalah Cek factor risiko PTM (salah satunya kadar gula darah) secara

rutin dan teratur. Tujuan penelitian ini adalah untuk untuk mengukur hubungan tingkat pengetahuan

dengan keteraturan pengecekan kadar gula darah pada pasien DM di wilayah kerja Puskesmas

Wonosobo Kabupaten Tanggamus tahun 2014.

Jenis penelitian ini adalah kuantitatif dengan desain korelasi. Subjek penelitian adalah seluruh

pasien Diabetes Melitus yang tercatat pernah mendapatkan pengobatan di Puskesmas Wonosobo

tahun 2013 berjumlah 71 orang yang tersebar dalam 12 desa wilayah kerja Puskesmas

Wonosobo.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 71 responden terdapat 38 responden (53,5%) yang

mempunyai kategori pengetahuan rendah, terdapat 30 responden (42,3%) mempunyai kategori

pengetahuan tinggi dan 3 responden (4,2%) mempunyai kategori sedang. Dari 71 responden

pasien Diabetes Melitus terdapat responden yang teratur mengecek kategori baik sebanyak 46

responden (64,8%), mengecek gula darah kategori kurang sebanyak 22 responden (31%),

mengecek gula darah kategori sedang sebanyak 3 responden (4,2%). Ada hubungan tingkat

pengetahuan dengan keteraturan pengecekan kadar gula darah pada pasien Diabetes Melitus (p

value = 0,000) nilai r = 0,482 menunjukan hubungan yang sedang (0,482). Saran kepada

penderita Diabetes Melitus untuk melakukan pemeriksaan gula darah puasa secara teratur tiap

bulannya.

Kata kunci : Pengetahuan, Cek Gula Darah

Kepustakaan : 27 (2007-2014)

A. LATAR BELAKANG

Penderita Diabetes Melitus di seluruh

dunia tahun 2012 mencapai 371 juta

orang. Indonesia merupakan negara

urutan ke-7 dengan prevalensi Diabetes

Melitus tertinggi di dunia di bawah

China, India, Amerika Serikat, Brazil,

Rusia, dan Meksiko dengan jumlah

penderita Diabetes Melitus sebanyak 7,6

juta orang (Aditama, 2013).

Page 2: Jurnal Hery Wismono

2

Diabetes Melitus menduduki peringkat

keenam sebagai penyebab kematian pada

kategori Penyakit Tidak Menular (PTM).

Rentang usia penderita Diabetes Melitus

pun bervariasi mulai dari 20 tahun

hingga 79 tahun (WHO, 2012).

Di Indonesia proporsi penyebab

kematian akibat Diabetes Melitus pada

kelompok usia 45-54 tahun di daerah

perkotaan menduduki rangking ke-2

sebesar 14,7%. Sedangkan di daerah

pedesaan, Diabetes Melitus menduduki

rangking ke-6 yaitu sebesar 5,8%.

Prevalensi Diabetes Melitus obesitas

umum pada penduduk usia > 15 tahun

sebesar 10,3% dan sebanyak 12 Propinsi

memiliki prevalensi diatas Nasional,

prevalensi Diabetes Melitus sentral pada

penduduk usia > 15 tahun sebesar 18,8%

dan sebanyak 17 Propinsi memiliki

prevalensi diatas Nasional (Kementrian

Kesehatan Republik Indonesia, 2010).

Di Provinsi Lampung tercatat bahwa

pada tahun 2012-2013 penderita

Diabetes Melitus mengalami

peningkatan 12% dari periode

sebelumnya yaitu sebanyak 6.256 kasus

DM (Dinas kesehatan Propinsi

Lampung, 2013).

Di Kabupaten Tanggamus, terdapat 23

Puskesmas dimana prevalensi Diabetes

Melitus tertinggi tahun 2013 berada di

Puskesmas Wonosobo (41 orang),

Puskesmas Semaka (32 orang) dan

Puskesmas Pematang Sawah (30 orang)

(Dinas Kesehatan Kabupaten

Tanggamus, 2013).

Diagnosis klinis DM bila ada keluhan

khas berupa poliuria, polidipsia,

polifagia dan penurunan berat badan

yang tidak dapat dijelaskan. Keluhan lain

yang mungkin dirasakan adalah lemah,

kesemutan, gatal, mata kabur, Disfungsi

Ereksi bagi pria serta Pruritus Vulvae

pada wanita. Jika keluhan khas,

pemeriksaan glukosa darah sewaktu

>200mg/dl sudah cukup untuk

menegakkan diagnosis DM atau kadar

glukosa darah puasa vena >126 gr/dl

atau darah perifer >100 gr/dl untuk

patokan diagnosis DM (Gustaviani

dalam Suyono et al., 2007).

Berdasarkan penelitian Novo Nordis

(perusahaan farmasi untuk Diabetes)

dalam laporan blueprint for changing

diabetes in Indonesia, kerjasama antara

Kementerian Kesehatan Republik

Indonesia, Perkumpulan Endokrinologi

Indonesia (PERKENI) dan Persatuan

Diabetes Indonesia (PERSADIA),

mendapatkan hasil hanya 41% penderita

Diabetes Melitus yang mengetahui

kondisi penyakitnya tersebut. Dari

jumlah itu pun yang mencapai sasaran

pengobatan hanya 0,7%. Teridentifikasi

ada 4 hambatan utama penanganan

masalah Diabetes diantaranya rendahnya

pengetahuan akan pencegahan dan

pengobatan diabetes, ketidakrataan

penyediaan dan kebutuhan kesehatan,

terbatasnya sumber daya dalam sistem

kesehatan publik serta terbatasnya

jumlah pasien yang mendapatkan

pengobatan Diabetes yang tepat

(Kementrian Kesehatan, 2013).

Salah satu kegiatan Kementrian

Kesehatan Republik Indonesia, (2013)

dalam pengendalian Penyakit tidak

menular salah satunya DM adalah

mengkampanyekan prilaku CERDIK.

CERDIK itu mempunyai makna: Cek

factor risiko PTM (Obesitas, hipertensi,

hiperglikemi, hiperkolesterol) secara

rutin dan teratur, Enyahkan asap rokok

dan polusi udara lainnya, Rangsang

aktifitas dengan gerak olahraga dan seni,

Diet yang sehat dengan kalori seimbang

(cukup buah sayur, batasi gula garam

lemak), Istirahat yang cukup dan

Kuatkan iman dalam menghadapi stress.

Cek kadar gula darah pada pasien DM

secara teratur dilakukan mengantisipasi

secara dini indikasi penyakit dan tidak

menunggu hingga penyakit itu akut,

karena Diabetes Melitus berpotensi

berkembang ke level yang lebih kronis

Page 3: Jurnal Hery Wismono

3

bila lambat ditangani. Hal ini mengingat

fakta bahwa lebih dari 70 % penderita

justru tidak menyadari jika dirinya sakit.

Sedangkan yang telah mengetahui

dirinya sakit, 30% di antaranya tidak

berobat secara teratur. Hal ini

meningkatkan risiko penderita jatuh pada

kondisi yang lebih buruk lagi

(Kementrian Kesehatan RI, 2013).

Penelitian terkait adalah penelitian

Witasari, Rahmawaty dan Zulaekah,

2009 yang berjudul hubungan tingkat

pengetahuan, asupan karbohidrat dan

serat dengan penendalian kadar glukosa

darah pada penderita Diabetes Melitus

Tipe 2 didapatkan hasil sebagian besar

responden termasuk kategori tinggi

(86,66%) dengan kadar glukosa darah 2

jam post prandial terkendali sebesar

50%, kadar glukosa darah 2 jam post

prandial tidak terkendali sebesar 36,7%

dan 13,3% mempunyai tingkat

pengetahuan sedang dengan kadar

glukosa darah 2 jam post prandial tidak

terkendali (Tabel 5). Hasil uji statistik

dengan menggunakan uji Pearson

Product Moment, diperoleh nilai

p=0,025 (<0,05) yang berarti bahwa ada

hubungan antara tingkat pengetahuan

tentang pengelolaan Diabetes Melitus

dengan kadar GD 2 jam post prandial.

Studi pendahuluan yang peneliti lakukan

tanggal 28-29 Oktober 2013 terhadap 10

orang penderita Diabetes Melitus di

wilayah Puskesmas Wonosobo

menunjukkan bahwa 2 orang (20%)

penderita mempunyai pengetahuan

tentang Diabetes Melitus tinggi dan 8

orang (80%) mempunyai pengetahuan

rendah. Pengetahuan yang dimaksud

terkait pengertian DM, gejala, faktor

risiko DM, diagnosis DM, komplikasi

DM, pencegahan dan pengetahuan

tentang keteraturan pengecekan kadar

gula darah pada pasien DM setiap bulan.

Dari 10 orang penderita DM hanya 4

(40%) yang secara teratur melakukan

pengecekan kadar gula darah tiap bulan

dan 6 (60%) menyatakan tidak

melakukan pengecekan kadar gula darah

setiap bulan.

B. Tujuan Penelitian Untuk mengukur hubungan tingkat

pengetahuan dengan keteraturan

pengecekan kadar gula darah pada pasien

DM di wilayah kerja Puskesmas

Wonosobo Kabupaten Tanggamus tahun

2014.

Tujuan Khusus

a. Untuk mengidentifikasi distribusi

frekuensi tingkat pengetahuan

penderita Diabetes Melitus di

wilayah kerja Puskesmas Wonosobo

Kabupaten Tanggamus tahun 2014.

b. Untuk mengidentifikasi distribusi

frekuensi keteraturan pengecekan

kadar gula darah pada pasien

Diabetes Melitus di wilayah kerja

Puskesmas Wonosobo Kabupaten

Tanggamus tahun 2014.

c. Untuk mengukur hubungan tingkat

pengetahuan dengan keteraturan

pengecekan kadar gula darah pada

pasien Diabetes Melitus di wilayah

kerja Puskesmas Wonosobo

Kabupaten Tanggamus tahun 2014.

C. Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian

kuantitatif survey dengan desain Cross

Sectional yang bertujuan menemukan

hubungan tingkat pengetahuan dengan

keteraturan pengecekan kadar gula darah

pada pasien DM di wilayah kerja

Puskesmas Wonosobo Kabupaten

Tanggamus tahun 2014. Penelitian Cross

Sectional adalah jenis penelitian dimana

seluruh variabel diukur sekaligus pada

saat yang sama. Pengertian saat yang

sama disini bukan berarti pada satu saat

observasi dilakukan pada semua subjek

atau semua variabel, tetapi tiap subjek

hanya diobservasi satu kali saja menurut

keadaan atau status waktu diobservasi

(Notoatmodjo, 2002).

Page 4: Jurnal Hery Wismono

4

D. Hasil Penelitian

1. Analisa Univariat

Tujuan dari analisis ini untuk

menjelaskan/mendeskripsikan

karakteristik masing-masing variable

yang diteliti.

a) Tingkat Pengetahuan penderita

Diabetes Melitus

Berdasarkan tabel 4.4

didapatkan hasil dari 71

responden terdapat 38 responden

(53,5%) yang mempunyai

kategori pengetahuan rendah,

terdapat 30 responden (42,3%)

mempunyai kategori pengetahuan

tinggi dan 3 responden (4,2%)

mempunyai kategori sedang.

b) Keteraturan pengecekan kadar

gula darah pada pasien

Diabetes Melitus

Berdasarkan tabel 4.5

didapatkan hasil dari 71

responden pasien Diabetes

Melitus terdapat responden yang

teratur mengecek kategori baik

sebanyak 46 responden (64,8%),

mengecek gula darah kategori

kurang sebanyak 22 responden

(31%), mengecek gula darah

kategori sedang sebanyak 3

responden (4,2%).

c) Analisa Bivariat

Dari analisis korelasi berupa

matrik antar variabel yang dikorelasi

Informasi muncul dalam tiga baris

dimana baris pertama berisi nilai

korelasi (r), baris kedua

menampilkan nilai P value dan baris

ketiga menampilkan N (jumlah data).

Dari tabel diatas diperoleh nilai r =

0,482 dengan nilai p value = 0,000

kesimpulan dari hal tersebut adalah

hubungan pengetahuan dengan

keteraturan cek gula darah

menunjukan hubungan yang sedang

(0,482). Hasil uji statistik didapatkan

ada hubungan yang signifikan antara

pengetahuan dengan keteraturan cek

gula darah (p value = 0,000).

A. Pembahasan

Pembahasan adalah kesenjangan

yang muncul setelah peneliti melakukan

penelitian kemudian membandingkan

antara teori dengan hasil Penelitian

1. Tingkat pengetahuan penderita

Diabetes Melitus

Hasil penelitian yang

dilakukan pada pasien Diabetes

Melitus di wilayah kerja Puskesmas

Wonosobo Kabupaten Tanggamus

tahun 2014 diperoleh hasil dari 71

responden terdapat 38 responden

(53,5%) yang mempunyai kategori

pengetahuan rendah, terdapat 30

responden (42,3%) mempunyai

kategori pengetahuan tinggi dan 3

responden (4,2%) mempunyai

kategori sedang.

Hasil penelitian ini berbeda

dengan hasil penelitian Witasari,

Rahmawaty dan Zulaekah (2009)

yang berjudul hubungan tingkat

pengetahuan, asupan karbohidrat dan

serat dengan penendalian kadar

glukosa darah pada penderita

Diabetes Melitus Tipe 2 didapatkan

hasil sebagian besar responden

termasuk kategori tinggi (86,66%)

Menurut teori Notoatmodjo

(2010) pengetahuan merupakan hasil

penginderaan manusia atau hasil tahu

seseorang terhadap objek melalui

indera yang dimilikinya (mata,

hidung, telinga dan sebagainya).

Menurut Kementerian Kesehatan

Republik Indonesia, Perkumpulan

Endokrinologi Indonesia (PERKENI)

dan Persatuan Diabetes Indonesia

(PERSADIA) (2013) pengetahuan

Page 5: Jurnal Hery Wismono

5

akan pencegahan dan pengobatan

Diabetes merupakan salah satu faktor

dari 4 hambatan utama penanganan

masalah Diabetes, dimana hambatan

yang lainnya adalah ketidakrataan

penyediaan dan kebutuhan

kesehatan, terbatasnya sumber daya

dalam sistem kesehatan publik serta

terbatasnya jumlah pasien yang

mendapatkan pengobatan Diabetes

yang tepat.

Menurut teori Notoatmodjo

(2010) pengetahuan mempunyai 6

tingkatan, yaitu: tahu (know),

Memahami (Comprehension),

Aplikasi (Application,) Analisa

(Analysis), Sintesis dan Evaluasi.

Menurut Notoatmodjo dalam

Suparyanto (2012) menyatakan

bahwa cara memperoleh pengetahuan

diantaranya adalah dengan cara

tradisional cara coba-salah (trial

and error) dan cara kekuasaan atau

otoritas, berdasarkan pengalaman

pribadi, melalui jalan pikiran dan

cara modern dengan metode berfikir

induktif dan metode berfikir deduktif

.

Menurut peneliti hendaknya

penderita menambah pengetahuan

tentang pentingnya perilaku

CERDIK lainnya seperti melakukan

Cek faktor risiko Penyakit Tidak

Menular (Obesitas dengan cek berat,

hipertensi dengan cek tekanan darah,

hiperkolesterol dengan cek kadar

kolesterol) secara rutin dan teratur,

Enyahkan asap rokok dan polusi

udara lainnya, rangsang aktifitas

dengan gerak olahraga dan seni, Diet

yang sehat dengan kalori seimbang

(cukup buah sayur, batasi gula garam

lemak), Istirahat yang cukup dan

Kuatkan iman dalam menghadapi

stress.

2. Keteraturan pengecekan kadar

gula darah pada pasien Diabetes

Melitus

Hasil penelitian yang

dilakukan pada pasien Diabetes

Melitus di wilayah kerja Puskesmas

Wonosobo Kabupaten Tanggamus

tahun 2014 diperoleh hasil dari 71

responden pasien Diabetes Melitus

terdapat responden yang teratur

mengecek kategori baik sebanyak 46

responden (64,8%), mengecek gula

darah kategori kurang sebanyak 22

responden (31%), mengecek gula

darah kategori sedang sebanyak 3

responden (4,2%).

Hasil penelitian ini serupa

dengan penelitian Witasari,

Rahmawaty dan Zulaekah, (2009)

yang berjudul hubungan tingkat

pengetahuan, asupan karbohidrat dan

serat dengan penendalian kadar

glukosa darah pada penderita

Diabetes Melitus Tipe 2 didapatkan

hasil sebagian besar responden

termasuk dalam respondenkadar

glukosa darah 2 jam post prandial

terkendali sebesar 50%.

Menurut Hendrikson dan

Bech Nielsen (2009) dalam

(Quratuaneni, 2009), pemeriksaan

kadar glukosa darah dapat dilakukan

dengan cara: pemeriksaan kadar

glukosa darah puasa, pemeriksaan

gula darah postprandial 2 jam (2 jam

setelah makan), pemeriksaan gula

darah sewaktu (tanpa ditentukan oleh

waktu pemeriksaanya). Pada

pemeriksaan kadar glukosa darah

puasa, pasien harus puasa 10-12 jam

sebelum pemeriksaan. Pemeriksaan

glukosa darah puasa plasma dapat

digunakan untuk pemeriksaan

penyaring, memastikan diagnosis,

dan memantau pengendalian,

sedangkan pemeriksaan yang berasal

dari darah kapiler hanya untuk

pemeriksaan penyaring dan

Page 6: Jurnal Hery Wismono

6

memantau pengendalian,

Pemeriksaan gula darah postprandial

2 jam (2 jam setelah makan)

bermanfaat untuk memantau

pengendalian Diabetes Melitus.

Pemeriksaan gula darah sewaktu

(tanpa ditentukan oleh waktu

pemeriksaanya). dapat digunakan

untuk pemeriksaan penyaring dan

memastikan diagnosis DM,

sedangkan periksaan gula darah yang

berasal dari darah kapiler hanya

untuk pemeriksaan penyaring.

The American Association of

Diabetes Educators (2006)

merekomendasikan kepada seluruh

pasien untuk melakukan pemeriksaan

kadar gula darahnya, terutama pada

pasien yang menjalani terapi diabetes

secara oral dan pemakaian insulin.

The American Diabetes Association

merekomendasikan pemeriksaan

kadar gula darah pada pasien

Diabetes tipe 2, yang menjalani

injeksi insulin, minimal 3 kali sehari,

namun frekuensi optimum dari

pemeriksaan/pemonitoran kadar gula

darah sendiri, tidak cukup baik pada

pasien yang menjalani terapi obat-

obatan oral atau injeksi insulin.

Sedangkan American Diabetes

Association (2009) berpendapat

bahwa pasien yang menjalani terapi

insulin sebaiknya melakukan

pemeriksaan sendiri (self-monitor)

kadar gula darah minimal 4 kali

sehari, sebelum makan dan sebelum

tidur, dan pasien dengan Diabetes

tipe 2 sebaiknya memeriksa kadar

gula darahnya minimal 4 kali

seminggu (2 kali gula darah puasa

dan 2 kali setelah makan).

Mengetahui kadar gula darah

bisa menjadi semacam alarm,

tentunya ada yang salah di pola

makan maupun gaya hidup dan

inipun harus diperbaiki. Demikian

pula pada penderita diabetes, dengan

mengetahui posisi kadar gula darah,

bisa mengatur diet, memperbaiki

pola makan dan menyempurnakan

gaya hidup.

Kadar gula darah yang

diketahui bisa menjadi gambaran

akan pengaturan asupan makanan

dan aktifitas yang harus dirubah atau

diperbaiki. Pada penderita Diabetes

Melitus harus seimbang dalam

mengatur pola dietnya namun selalu

harus disesuaikan dengan kondisi

klinis penderita. Tiap orang akan

special, meskipun bisa saja kadar

gulanya sama.

Menurut peneliti hendaknya

penderita Diabetes Melitus

melakukan pemeriksaan kadar

glukosa darah sesuai tujuan,

misalnya untuk memantau

pengendalian dapat dilakukan

pemeriksaan kadar glukosa darah

puasa (plasma/kapiler), Pemeriksaan

gula darah postprandial 2 jam (2 jam

setelah makan). Menurut Peneliti

penderita Diabetes tidak melakukan

Pemeriksaan gula darah sewaktu

(tanpa ditentukan oleh waktu

pemeriksaanya) karena pemeriksaan

ini bertujuan untuk pemeriksaan

penyaring dan memastikan diagnosis

DM.

Sesuai rekomendasi The

American Association of Diabetes

Educators (2006) kepada seluruh

pasien untuk melakukan pemeriksaan

kadar gula darahnya, terutama pada

pasien yang menjalani terapi diabetes

secara oral dan pemakaian insulin

melakukan pemeriksaan kadar gula

darah pada pasien Diabetes tipe 2,

yang menjalani injeksi insulin,

minimal 3 kali sehari dan pada

pasien yang menjalani terapi insulin

sebaiknya melakukan pemeriksaan

sendiri (self-monitor) kadar gula

darah minimal 4 kali sehari, sebelum

makan dan sebelum tidur, dan pasien

Page 7: Jurnal Hery Wismono

7

dengan Diabetes tipe 2 sebaiknya

memeriksa kadar gula darahnya

minimal 4 kali seminggu (2 kali gula

darah puasa dan 2 kali setelah

makan). Meyelenggarakan kegiatan

Posbindu yang dilaksanakan sebulan

sekali untuk meningkatkan peran

serta masyarakat dalam pencegahan

dan penemuan dini faktor risiko

PTM. Posbindu PTM dapat

dilaksanakan terintegrasi dengan

upaya kesehatan bersumber

masyarakat yang sudah ada, tempat

kerja/klinik perusahaan, lembaga

pendidikan ataupun masjid, gereja,

klub olahraga, arisan dll.

3. Hubungan tingkat pengetahuan

dengan keteraturan pengecekan

kadar gula darah pada pasien

Diabetes Melitus

Hasil penelitian pada pasien

Diabetes Melitus menunjukan bahwa

ada hubungan tingkat pengetahuan

dengan keteraturan pengecekan kadar

gula darah pada pasien Diabetes

Melitus (p value = 0,000) nilai r =

0,482 menunjukan hubungan yang

sedang (0,482).

Hasil penelitian ini serupa

dengan hasil penelitian Witasari,

Rahmawaty dan Zulaekah (2009)

yang berjudul hubungan tingkat

pengetahuan, asupan karbohidrat dan

serat dengan penendalian kadar

glukosa darah pada penderita

Diabetes Melitus Tipe 2 didapatkan

hasil ada hubungan antara tingkat

pengetahuan tentang pengelolaan

Diabetes Melitus dengan kadar Gula

Darah 2 jam post prandial (p=0,025).

Hasil penelitian ini berbeda

dengan penelitian Qurratuaeni (2009)

yang berjudul Faktor-faktor yang

berhubungan dengan terkendalinya

kadar gula darah pada pasien

Diabetes melitus di Rumah Sakit

Umum Pusat Fatmawati Jakarta yang

menyatakan tidak terdapat hubungan

antara pengetahuan dengan

pengendalian kadar gula darah (p

value 0,622).

Menurut teori Budioro (1998)

dalam Sukeni (2009) keteraturan

adalah proses penerimaan seseorang

terhadap respon tindakan atau

perbuatan, dimana proses ini didasari

oleh pengetahuan, kesadaran dan

sikap yang positif yang mempunyai

dampak pada perilaku yang bersifat

langgeng (long lasting). Menurut

Notoatmodjo (2007) pengetahun

merupakan hasil penginderaan

manusia terhadap suatu objek,

sebagian besar pengetahuan

seseorang diperoleh melalui indera

penglihatan (mata) indera pendengar

(telinga). Pengetahuan sangat

dipengaruhi oleh intensitas atau

tingkat yang berbeda-beda terhadap

suatu objek.

Pengetahuan merupakan

proses belajar dengan menggunakan

panca indera yang dilakukan untuk

dapat menghasilkan pengetahuan dan

keterampilan (Bakhtiar, 2005 dalam

Qurratuaeni, 2009). Menurut

(Notoadmodjo, 2003) pengetahuan

dipengaruhi oleh faktor internal dan

ekternal. Pengetahuan internal

berasal dari dalam diri manusia

sedangkan faktor eksternal adalah

dorongan yang berasal dari luar

berupa tuntutan untuk memenuhi

kebutuhan hidup dan kehidupan.

Pengetahuan seseorang dapat

dipengaruhi oleh beberapa faktor,

yaitu : Pengalaman, Tingkat

pendidikan, keyakinan, fasilitas,

penghasilan, dan sosial budaya.

Pengalaman yang dapat diperoleh

dari pengalaman sendiri maupun

orang lain. Pengalaman yang sudah

diperoleh dapat memperluas

pengetahuan seseorang. pendidikan

dapat membawa wawasan atau

Page 8: Jurnal Hery Wismono

8

pengetahuan seseorang. Secara

umum, seseorang yang

berpendidikan lebih tinggi akan

mempunyai pengetahuan yang lebih

luas dibandingkan dengan seseorang

yang tingkat pendidikannya lebih

rendah. Keyakinan biasanya

diperoleh secara turun-temurun dan

tanpa adanya pembuktian terlebih

dahulu. Keyakinan ini bisa

mempengaruhi pengetahuan

seseorang, baik keyakinan itu

sifatnya positif maupun negative.

Selanjutnya fasilitas sebagai sumber

informasi yang dapat mempengaruhi

pengetahuan seseorang, misalnya

radio, televisi, majalah, koran, dan

buku. Penghasilan tidak berpengaruh

langsung terhadap pengetahuan

seseorang. Akan tetapi bila seseorang

berpenghasilan cukup besar maka dia

akan mampu untuk menyediakan

atau membeli fasilitas–fasilitas

sumber informasi. Sosial budaya,

kebudayaan setempat dan kebiasaan

dalam keluarga dapat mempengaruhi

pengetahuan, persepsi, dan sikap

seseorang terhadap sesuatu.

Menurut Kemenkes (2013)

aplikasi perilaku CERDIK salah

satunya melalui Posbindu yang

dilaksanakan sebulan sekali.

Posbindu PTM merupakan peran

serta masyarakat dalam melakukan

kegiatan deteksi dini dan pemantauan

faktor risiko penyakit tidak menular

utama yang dilaksanakan secara

terpadu, rutin dan periodic. Dalam

posbindu kita mendeteksi faktor

risiko, menindaklanjuti secara dini

faktor risiko melalui konseling

kesehatan dan segera merujuk ke

fasilitas pelayanan kesehatan dasar.

Kelompok utama penyakit tidak

menular adalah Diabetes Melitus,

Kanker, Penyakit Jantung dan

pembuluh darah (PJB), penyakit paru

obstruktif kronis (PPOK), gangguan

akibat kecelakaan dan tindak

kekerasan. Tujuan dari posbindu

adalah meningkatkan peran serta

masyarakat dalam pencegahan dan

penemuan dini faktor risiko PTM.

Sasaran kegiatan utama adalah

kelompok masyarakat sehat, berisiko

dan penyandang PTM berusia 15

tahun keatas.

Menurut peneliti penderita

perlu meningkatkan pengetahuan,

karena dengan pengetahuan,

kesadaran dan sikap yang positif

akan mempunyai dampak pada

perilaku yang bersifat langgeng (long

lasting). Peningkatan pengetahuan

dengan cara memanfaatkan berbagai

sumber informasi misalnya radio,

televisi, majalah, koran, dan buku.

Melakukan langkah-langkah

penyelenggarakan Posbindu PTM

dimulai dari persiapan tingkat

kabupaten, mengumpulkan data dan

informasi besaran masalah PTM,

sarana prasana pendukung dan

sumber daya manusia. Melakukan

identifikasi kelompok potensial

untuk dilakukan sosialisasi tentang

besaran masalah PTM, dampaknya

bagi masyarakat, strategi

pengendalian, tujuan serta manfaat

posbindu PTM. Advokasi dilakukan

untuk memperoleh dukungan dan

komitmen dalam penyelenggaraan.

Diharapkan dari pertemuan

sosialisasi tersebut dapat

teridentifikasi

kelompok/lembaga/organisasi yang

bersedia menyelenggarakan

posbindu.

Dalam penyelenggarakan

Posbindu PTM hendaknya

bekerjasama dengan pelayanan

kesehatan tentang penyelenggaraan,

menetapkan kader dan pembagian

peran dan fungsinya sebagai

pelaksana Posbindu, menetapkan

jadwal, merencankan besaran dan

Page 9: Jurnal Hery Wismono

9

sumber pembiayan, melengkapi

sarana prasaranm, menetapkan tipe

Posbindu dan menetapkan

mekanisme kerja antara kelompok

potensial dengan petugas kesehatan

sebagai pembina.

B. Keterbatasan penelitan

Dalam penelitian ini kategori

pasien tidak ditanyakan apakah

menjalani terapi diabetes secara oral dan

pemakaian insulin. Kategori pengukuran

kadar gula darah tidak ditanyakan secara

spesifik jenis pemeriksaan kadar gula

darah, apakah pemeriksaan kadar

glukosa darah puasa (plasma/kapiler),

Pemeriksaan gula darah postprandial 2

jam (2 jam setelah makan) atau sewaktu.

Peneliti juga tidak memasukan

pemeriksaan HbA1c dalam penelitian,

mengingat lokasi penelitian di pedesaan

yang belum tersedia fasilitas

pemeriksaan HbA1c. Padahal

pemeriksaan HbA1c merupakan

pengukuran rata-rata konsentrasi glukosa

darah dalam waktu 1-3 bulan

sebelumnya, untuk menilai kualitas

pengendalian diabetes dengan tujuan

untuk mencegah komplikasi diabetes dan

menilai efektivitas perubahan terapi

setelah 2-3 bulan. Keuntungan dari

pemeriksaan ini adalah menggambarkan

bagaimana pengendalian konsentasi

glukosa dalam jangka panjang

mengingat pemeriksaan glukosa darah

puasa dan 2 jam post makan hanya dapat

mencerminan konsentrasi gula darah

pada saat diukur saja dan sangat

dipengaruhi oleh makanan. Pemeriksaan

konsentrasi HbA1c dilakukan setiap 3

bulan sekali dalam setahun untuk menilai

pengendalian Diabetes Melitus.

Penelitian ini hanya meneliti

salah satu rekomendasi yaitu cek

gula darah secara teratur dari

rangkaian perilaku CERDIK yang

direkomendasikan

C. Kesimpulan

Dari hasil uraian mengenai hubungan

tingkat pengetahuan dengan keteraturan

pengecekan kadar gula darah pada pasien

DM di wilayah kerja Puskesmas

Wonosobo Kabupaten Tanggamus tahun

2014 dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Dari 71 responden terdapat 38

responden (53,5%) yang mempunyai

kategori pengetahuan rendah,

terdapat 30 responden (42,3%)

mempunyai kategori pengetahuan

tinggi dan 3 responden (4,2%)

mempunyai kategori sedang.

2. Dari 71 responden pasien Diabetes

Melitus terdapat responden yang

teratur mengecek kategori baik

sebanyak 46 responden (64,8%),

mengecek gula darah kategori kurang

sebanyak 22 responden (31%),

mengecek gula darah kategori sedang

sebanyak 3 responden (4,2%).

3. Ada hubungan tingkat pengetahuan

dengan keteraturan pengecekan kadar

gula darah pada pasien Diabetes

Melitus (p value = 0,000) nilai r =

0,482 menunjukan hubungan yang

sedang (0,482).

DAFTAR PUSTAKA

Aditama, Candra Yoga. (2013)..RI

Penyandang Diabetes Terbanyak ke-7 di

Dunia, Ini Tanggapan Kemenkes .

------------------------------.(2009). Tahun

2030 Prevalensi Diabetes Melitus Di

Indonesia Mencapai 21,3 Juta Orang.

Pusat Komunikasi Publik, Sekretariat

Jenderal Departemen Kesehatan.

American Association of Diabetes

Educators.(2006). AADE position

statement. Self-monitoring of blood

glucose: benefits and utilization.

Diabetes Educ.

Page 10: Jurnal Hery Wismono

10

American Diabetes Association. (2009).

Standards of medical care in diabetes--

2009. Diabetes Care.

Badan Penelitian dan Pengembangan

Kesehatan Kementerian Kesehatan RI

Tahun (2010). Riset Kesehatan Dasar

2010.

Departemen Kesehatan Republik

Indonesia, (2008). Pedoman Penemuan

dan Tatalaksana Penyakit Diebetes

Melitus. Cetakan ke II. Direktorat

Pengendalian Penyakit Tidak Menular.

Direktorat Jendaral Penendalian Penyakit

dan penyehatan Lingkungan

Dinas Kesehatan Kabupaten Tanggamus.

(2013) Profil Kesehatan Kabupaten

Tanggamus.

Dyah Purnamasari. (2009).Buku Ajar

Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi V.

Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes

Melitus. Jakarta:Interna Publishing.

Eko Budiarto.(2004). Metodologi

Penelitian Kedokteran sebuah

Pengantar. Jakarta:EGC.

Kementerian Kesehatan Republik

Indonesia. (2013). Misi Visi Kementrian

Kesehatan 2013-2014.

Kementerian Kesehatan Republik

Indonesia, Perkumpulan Endokrinologi

Indonesia (PERKENI) dan Persatuan

Diabetes Indonesia (PERSADIA),

(2013). Blueprint for changing diabetes

in Indonesia.

Notoatmodjo.(2012). Metodologi

penelitian kesehatan. Rineka

Cipta:Jakarta.

Notoatmodjo, Soekidjo. (2010). Promosi

Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Rineka

Cipta. Jakarta

Puskesmas Wonosobo. (2013).Profil

Kesehatan Wonosobo Kabupaten

Tanggamus Tahun 2013

Price, Sylvia Anderson, Lorraine

McCarty Wilson, (2005). Patofisiologi

Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.

Edisi 6 Volume 2. EGC: Jakarta.

Roro Utami Adiningsih. (2011). Faktor –

Faktor yang berhubungan dengan

Kejadian Diabetes Mellitus Tipe 2 pada

Orang Dewasa di Kota Padang Panjang

Tahun 2011. Program Studi Ilmu

Kesehatan Masyarakat Fakultas

Kedokteran Universitas Andalas Padang.

R.Gandasoebrata.(2009). Penuntun

Laboratorium Klinik. Dian

Rakyat:Jakarta.

Renaldy, Ollly, (2013). .Paradigma baru

dalam pengobatan Diabetes Melitus

dalam http://www.mitrakeluarga.com

Rahajeng, Ekowati Rahajeng, (2013).

"Partnership for Diabetes Control in

Indonesia", Jakarta, Sabtu (4/5/2013

http://health.liputan6.com

Sidartawan Sugondo. (2009). Buku Ajar

Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi V :

Obesitas .Interna Publishing Jakarta.

Slamet Suyono.(2009). Buku Ajar Ilmu

Penyakit Dalam Jilid III Edisi V:

Diabetes Melitus di

Indonesia.Jakarta:Interna Publishing.

Sugiono. (2004). Statistik untuk

Penelitian. Bandung: Alfabeta.

Sutanto Priyo Hastono, (2007). Analisis

Data Kesehatan. Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Indonesia:

Jakarta

Sarti et al, (2013). Upaya penanganan

dan perilaku pasien penderita Diabetes

Page 11: Jurnal Hery Wismono

11

Melitus tipe 2 di Puskesmas Maccini

Sawah Kota Makassar Tahun 2013,

Tri Juli ET, Divisi Metabolik Endokrin

Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI

/RSUPN Cipto Mangunkusumo. (2012).

Diabetes Management: Strategy of

Treatment and Evaluation to Prevent

Further Complication, Selasa

(6/11/2012) di Jakarta

WHO. (2010). Global Status Report on

Noncommunicable Diseases.

Qurratuaeni.(2009). Faktor-faktor yang

berhubungan dengan terkendalinya

kadar gula darah pasien DM di RSUP

Fatmawati Jakarta. Skripsi Program

studi Ilmu Keperawatan. Fakultas

Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta

Penulis penanggung jawab

Surmiasih, S.Kep., Ns., M.Kes

Dian Fansuri,S.Kep., MPH