jurnal hery wismono
DESCRIPTION
Jurnal Ilmu KeperawatanTRANSCRIPT
1
HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DENGAN KETERATURAN PENGECEKAN
KADAR GULA DARAH PADA PASIEN DIABETES MELITUS DI WILAYAH KERJA
PUSKESMAS WONOSOBO
TAHUN 2014
HERY WISMONO
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
STIKES AISYAH PRINGSEWU
JL.A.Yani no 1 A Tambahrejo Kec.Gadingrejo Kabupaten Pringsewu
Abstrak
xii + 51 halaman+ 6 tabel + 7 lampiran + 2 gambar
Indonesia merupakan negara urutan ke-7 dengan prevalensi Diabetes Melitus tertinggi di
dunia. Pengendalian Penyakit Diabetes Melitus satunya adalah mengkampanyekan prilaku
CERDIK. C yang pertama adalah Cek factor risiko PTM (salah satunya kadar gula darah) secara
rutin dan teratur. Tujuan penelitian ini adalah untuk untuk mengukur hubungan tingkat pengetahuan
dengan keteraturan pengecekan kadar gula darah pada pasien DM di wilayah kerja Puskesmas
Wonosobo Kabupaten Tanggamus tahun 2014.
Jenis penelitian ini adalah kuantitatif dengan desain korelasi. Subjek penelitian adalah seluruh
pasien Diabetes Melitus yang tercatat pernah mendapatkan pengobatan di Puskesmas Wonosobo
tahun 2013 berjumlah 71 orang yang tersebar dalam 12 desa wilayah kerja Puskesmas
Wonosobo.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 71 responden terdapat 38 responden (53,5%) yang
mempunyai kategori pengetahuan rendah, terdapat 30 responden (42,3%) mempunyai kategori
pengetahuan tinggi dan 3 responden (4,2%) mempunyai kategori sedang. Dari 71 responden
pasien Diabetes Melitus terdapat responden yang teratur mengecek kategori baik sebanyak 46
responden (64,8%), mengecek gula darah kategori kurang sebanyak 22 responden (31%),
mengecek gula darah kategori sedang sebanyak 3 responden (4,2%). Ada hubungan tingkat
pengetahuan dengan keteraturan pengecekan kadar gula darah pada pasien Diabetes Melitus (p
value = 0,000) nilai r = 0,482 menunjukan hubungan yang sedang (0,482). Saran kepada
penderita Diabetes Melitus untuk melakukan pemeriksaan gula darah puasa secara teratur tiap
bulannya.
Kata kunci : Pengetahuan, Cek Gula Darah
Kepustakaan : 27 (2007-2014)
A. LATAR BELAKANG
Penderita Diabetes Melitus di seluruh
dunia tahun 2012 mencapai 371 juta
orang. Indonesia merupakan negara
urutan ke-7 dengan prevalensi Diabetes
Melitus tertinggi di dunia di bawah
China, India, Amerika Serikat, Brazil,
Rusia, dan Meksiko dengan jumlah
penderita Diabetes Melitus sebanyak 7,6
juta orang (Aditama, 2013).
2
Diabetes Melitus menduduki peringkat
keenam sebagai penyebab kematian pada
kategori Penyakit Tidak Menular (PTM).
Rentang usia penderita Diabetes Melitus
pun bervariasi mulai dari 20 tahun
hingga 79 tahun (WHO, 2012).
Di Indonesia proporsi penyebab
kematian akibat Diabetes Melitus pada
kelompok usia 45-54 tahun di daerah
perkotaan menduduki rangking ke-2
sebesar 14,7%. Sedangkan di daerah
pedesaan, Diabetes Melitus menduduki
rangking ke-6 yaitu sebesar 5,8%.
Prevalensi Diabetes Melitus obesitas
umum pada penduduk usia > 15 tahun
sebesar 10,3% dan sebanyak 12 Propinsi
memiliki prevalensi diatas Nasional,
prevalensi Diabetes Melitus sentral pada
penduduk usia > 15 tahun sebesar 18,8%
dan sebanyak 17 Propinsi memiliki
prevalensi diatas Nasional (Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia, 2010).
Di Provinsi Lampung tercatat bahwa
pada tahun 2012-2013 penderita
Diabetes Melitus mengalami
peningkatan 12% dari periode
sebelumnya yaitu sebanyak 6.256 kasus
DM (Dinas kesehatan Propinsi
Lampung, 2013).
Di Kabupaten Tanggamus, terdapat 23
Puskesmas dimana prevalensi Diabetes
Melitus tertinggi tahun 2013 berada di
Puskesmas Wonosobo (41 orang),
Puskesmas Semaka (32 orang) dan
Puskesmas Pematang Sawah (30 orang)
(Dinas Kesehatan Kabupaten
Tanggamus, 2013).
Diagnosis klinis DM bila ada keluhan
khas berupa poliuria, polidipsia,
polifagia dan penurunan berat badan
yang tidak dapat dijelaskan. Keluhan lain
yang mungkin dirasakan adalah lemah,
kesemutan, gatal, mata kabur, Disfungsi
Ereksi bagi pria serta Pruritus Vulvae
pada wanita. Jika keluhan khas,
pemeriksaan glukosa darah sewaktu
>200mg/dl sudah cukup untuk
menegakkan diagnosis DM atau kadar
glukosa darah puasa vena >126 gr/dl
atau darah perifer >100 gr/dl untuk
patokan diagnosis DM (Gustaviani
dalam Suyono et al., 2007).
Berdasarkan penelitian Novo Nordis
(perusahaan farmasi untuk Diabetes)
dalam laporan blueprint for changing
diabetes in Indonesia, kerjasama antara
Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia, Perkumpulan Endokrinologi
Indonesia (PERKENI) dan Persatuan
Diabetes Indonesia (PERSADIA),
mendapatkan hasil hanya 41% penderita
Diabetes Melitus yang mengetahui
kondisi penyakitnya tersebut. Dari
jumlah itu pun yang mencapai sasaran
pengobatan hanya 0,7%. Teridentifikasi
ada 4 hambatan utama penanganan
masalah Diabetes diantaranya rendahnya
pengetahuan akan pencegahan dan
pengobatan diabetes, ketidakrataan
penyediaan dan kebutuhan kesehatan,
terbatasnya sumber daya dalam sistem
kesehatan publik serta terbatasnya
jumlah pasien yang mendapatkan
pengobatan Diabetes yang tepat
(Kementrian Kesehatan, 2013).
Salah satu kegiatan Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia, (2013)
dalam pengendalian Penyakit tidak
menular salah satunya DM adalah
mengkampanyekan prilaku CERDIK.
CERDIK itu mempunyai makna: Cek
factor risiko PTM (Obesitas, hipertensi,
hiperglikemi, hiperkolesterol) secara
rutin dan teratur, Enyahkan asap rokok
dan polusi udara lainnya, Rangsang
aktifitas dengan gerak olahraga dan seni,
Diet yang sehat dengan kalori seimbang
(cukup buah sayur, batasi gula garam
lemak), Istirahat yang cukup dan
Kuatkan iman dalam menghadapi stress.
Cek kadar gula darah pada pasien DM
secara teratur dilakukan mengantisipasi
secara dini indikasi penyakit dan tidak
menunggu hingga penyakit itu akut,
karena Diabetes Melitus berpotensi
berkembang ke level yang lebih kronis
3
bila lambat ditangani. Hal ini mengingat
fakta bahwa lebih dari 70 % penderita
justru tidak menyadari jika dirinya sakit.
Sedangkan yang telah mengetahui
dirinya sakit, 30% di antaranya tidak
berobat secara teratur. Hal ini
meningkatkan risiko penderita jatuh pada
kondisi yang lebih buruk lagi
(Kementrian Kesehatan RI, 2013).
Penelitian terkait adalah penelitian
Witasari, Rahmawaty dan Zulaekah,
2009 yang berjudul hubungan tingkat
pengetahuan, asupan karbohidrat dan
serat dengan penendalian kadar glukosa
darah pada penderita Diabetes Melitus
Tipe 2 didapatkan hasil sebagian besar
responden termasuk kategori tinggi
(86,66%) dengan kadar glukosa darah 2
jam post prandial terkendali sebesar
50%, kadar glukosa darah 2 jam post
prandial tidak terkendali sebesar 36,7%
dan 13,3% mempunyai tingkat
pengetahuan sedang dengan kadar
glukosa darah 2 jam post prandial tidak
terkendali (Tabel 5). Hasil uji statistik
dengan menggunakan uji Pearson
Product Moment, diperoleh nilai
p=0,025 (<0,05) yang berarti bahwa ada
hubungan antara tingkat pengetahuan
tentang pengelolaan Diabetes Melitus
dengan kadar GD 2 jam post prandial.
Studi pendahuluan yang peneliti lakukan
tanggal 28-29 Oktober 2013 terhadap 10
orang penderita Diabetes Melitus di
wilayah Puskesmas Wonosobo
menunjukkan bahwa 2 orang (20%)
penderita mempunyai pengetahuan
tentang Diabetes Melitus tinggi dan 8
orang (80%) mempunyai pengetahuan
rendah. Pengetahuan yang dimaksud
terkait pengertian DM, gejala, faktor
risiko DM, diagnosis DM, komplikasi
DM, pencegahan dan pengetahuan
tentang keteraturan pengecekan kadar
gula darah pada pasien DM setiap bulan.
Dari 10 orang penderita DM hanya 4
(40%) yang secara teratur melakukan
pengecekan kadar gula darah tiap bulan
dan 6 (60%) menyatakan tidak
melakukan pengecekan kadar gula darah
setiap bulan.
B. Tujuan Penelitian Untuk mengukur hubungan tingkat
pengetahuan dengan keteraturan
pengecekan kadar gula darah pada pasien
DM di wilayah kerja Puskesmas
Wonosobo Kabupaten Tanggamus tahun
2014.
Tujuan Khusus
a. Untuk mengidentifikasi distribusi
frekuensi tingkat pengetahuan
penderita Diabetes Melitus di
wilayah kerja Puskesmas Wonosobo
Kabupaten Tanggamus tahun 2014.
b. Untuk mengidentifikasi distribusi
frekuensi keteraturan pengecekan
kadar gula darah pada pasien
Diabetes Melitus di wilayah kerja
Puskesmas Wonosobo Kabupaten
Tanggamus tahun 2014.
c. Untuk mengukur hubungan tingkat
pengetahuan dengan keteraturan
pengecekan kadar gula darah pada
pasien Diabetes Melitus di wilayah
kerja Puskesmas Wonosobo
Kabupaten Tanggamus tahun 2014.
C. Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian
kuantitatif survey dengan desain Cross
Sectional yang bertujuan menemukan
hubungan tingkat pengetahuan dengan
keteraturan pengecekan kadar gula darah
pada pasien DM di wilayah kerja
Puskesmas Wonosobo Kabupaten
Tanggamus tahun 2014. Penelitian Cross
Sectional adalah jenis penelitian dimana
seluruh variabel diukur sekaligus pada
saat yang sama. Pengertian saat yang
sama disini bukan berarti pada satu saat
observasi dilakukan pada semua subjek
atau semua variabel, tetapi tiap subjek
hanya diobservasi satu kali saja menurut
keadaan atau status waktu diobservasi
(Notoatmodjo, 2002).
4
D. Hasil Penelitian
1. Analisa Univariat
Tujuan dari analisis ini untuk
menjelaskan/mendeskripsikan
karakteristik masing-masing variable
yang diteliti.
a) Tingkat Pengetahuan penderita
Diabetes Melitus
Berdasarkan tabel 4.4
didapatkan hasil dari 71
responden terdapat 38 responden
(53,5%) yang mempunyai
kategori pengetahuan rendah,
terdapat 30 responden (42,3%)
mempunyai kategori pengetahuan
tinggi dan 3 responden (4,2%)
mempunyai kategori sedang.
b) Keteraturan pengecekan kadar
gula darah pada pasien
Diabetes Melitus
Berdasarkan tabel 4.5
didapatkan hasil dari 71
responden pasien Diabetes
Melitus terdapat responden yang
teratur mengecek kategori baik
sebanyak 46 responden (64,8%),
mengecek gula darah kategori
kurang sebanyak 22 responden
(31%), mengecek gula darah
kategori sedang sebanyak 3
responden (4,2%).
c) Analisa Bivariat
Dari analisis korelasi berupa
matrik antar variabel yang dikorelasi
Informasi muncul dalam tiga baris
dimana baris pertama berisi nilai
korelasi (r), baris kedua
menampilkan nilai P value dan baris
ketiga menampilkan N (jumlah data).
Dari tabel diatas diperoleh nilai r =
0,482 dengan nilai p value = 0,000
kesimpulan dari hal tersebut adalah
hubungan pengetahuan dengan
keteraturan cek gula darah
menunjukan hubungan yang sedang
(0,482). Hasil uji statistik didapatkan
ada hubungan yang signifikan antara
pengetahuan dengan keteraturan cek
gula darah (p value = 0,000).
A. Pembahasan
Pembahasan adalah kesenjangan
yang muncul setelah peneliti melakukan
penelitian kemudian membandingkan
antara teori dengan hasil Penelitian
1. Tingkat pengetahuan penderita
Diabetes Melitus
Hasil penelitian yang
dilakukan pada pasien Diabetes
Melitus di wilayah kerja Puskesmas
Wonosobo Kabupaten Tanggamus
tahun 2014 diperoleh hasil dari 71
responden terdapat 38 responden
(53,5%) yang mempunyai kategori
pengetahuan rendah, terdapat 30
responden (42,3%) mempunyai
kategori pengetahuan tinggi dan 3
responden (4,2%) mempunyai
kategori sedang.
Hasil penelitian ini berbeda
dengan hasil penelitian Witasari,
Rahmawaty dan Zulaekah (2009)
yang berjudul hubungan tingkat
pengetahuan, asupan karbohidrat dan
serat dengan penendalian kadar
glukosa darah pada penderita
Diabetes Melitus Tipe 2 didapatkan
hasil sebagian besar responden
termasuk kategori tinggi (86,66%)
Menurut teori Notoatmodjo
(2010) pengetahuan merupakan hasil
penginderaan manusia atau hasil tahu
seseorang terhadap objek melalui
indera yang dimilikinya (mata,
hidung, telinga dan sebagainya).
Menurut Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia, Perkumpulan
Endokrinologi Indonesia (PERKENI)
dan Persatuan Diabetes Indonesia
(PERSADIA) (2013) pengetahuan
5
akan pencegahan dan pengobatan
Diabetes merupakan salah satu faktor
dari 4 hambatan utama penanganan
masalah Diabetes, dimana hambatan
yang lainnya adalah ketidakrataan
penyediaan dan kebutuhan
kesehatan, terbatasnya sumber daya
dalam sistem kesehatan publik serta
terbatasnya jumlah pasien yang
mendapatkan pengobatan Diabetes
yang tepat.
Menurut teori Notoatmodjo
(2010) pengetahuan mempunyai 6
tingkatan, yaitu: tahu (know),
Memahami (Comprehension),
Aplikasi (Application,) Analisa
(Analysis), Sintesis dan Evaluasi.
Menurut Notoatmodjo dalam
Suparyanto (2012) menyatakan
bahwa cara memperoleh pengetahuan
diantaranya adalah dengan cara
tradisional cara coba-salah (trial
and error) dan cara kekuasaan atau
otoritas, berdasarkan pengalaman
pribadi, melalui jalan pikiran dan
cara modern dengan metode berfikir
induktif dan metode berfikir deduktif
.
Menurut peneliti hendaknya
penderita menambah pengetahuan
tentang pentingnya perilaku
CERDIK lainnya seperti melakukan
Cek faktor risiko Penyakit Tidak
Menular (Obesitas dengan cek berat,
hipertensi dengan cek tekanan darah,
hiperkolesterol dengan cek kadar
kolesterol) secara rutin dan teratur,
Enyahkan asap rokok dan polusi
udara lainnya, rangsang aktifitas
dengan gerak olahraga dan seni, Diet
yang sehat dengan kalori seimbang
(cukup buah sayur, batasi gula garam
lemak), Istirahat yang cukup dan
Kuatkan iman dalam menghadapi
stress.
2. Keteraturan pengecekan kadar
gula darah pada pasien Diabetes
Melitus
Hasil penelitian yang
dilakukan pada pasien Diabetes
Melitus di wilayah kerja Puskesmas
Wonosobo Kabupaten Tanggamus
tahun 2014 diperoleh hasil dari 71
responden pasien Diabetes Melitus
terdapat responden yang teratur
mengecek kategori baik sebanyak 46
responden (64,8%), mengecek gula
darah kategori kurang sebanyak 22
responden (31%), mengecek gula
darah kategori sedang sebanyak 3
responden (4,2%).
Hasil penelitian ini serupa
dengan penelitian Witasari,
Rahmawaty dan Zulaekah, (2009)
yang berjudul hubungan tingkat
pengetahuan, asupan karbohidrat dan
serat dengan penendalian kadar
glukosa darah pada penderita
Diabetes Melitus Tipe 2 didapatkan
hasil sebagian besar responden
termasuk dalam respondenkadar
glukosa darah 2 jam post prandial
terkendali sebesar 50%.
Menurut Hendrikson dan
Bech Nielsen (2009) dalam
(Quratuaneni, 2009), pemeriksaan
kadar glukosa darah dapat dilakukan
dengan cara: pemeriksaan kadar
glukosa darah puasa, pemeriksaan
gula darah postprandial 2 jam (2 jam
setelah makan), pemeriksaan gula
darah sewaktu (tanpa ditentukan oleh
waktu pemeriksaanya). Pada
pemeriksaan kadar glukosa darah
puasa, pasien harus puasa 10-12 jam
sebelum pemeriksaan. Pemeriksaan
glukosa darah puasa plasma dapat
digunakan untuk pemeriksaan
penyaring, memastikan diagnosis,
dan memantau pengendalian,
sedangkan pemeriksaan yang berasal
dari darah kapiler hanya untuk
pemeriksaan penyaring dan
6
memantau pengendalian,
Pemeriksaan gula darah postprandial
2 jam (2 jam setelah makan)
bermanfaat untuk memantau
pengendalian Diabetes Melitus.
Pemeriksaan gula darah sewaktu
(tanpa ditentukan oleh waktu
pemeriksaanya). dapat digunakan
untuk pemeriksaan penyaring dan
memastikan diagnosis DM,
sedangkan periksaan gula darah yang
berasal dari darah kapiler hanya
untuk pemeriksaan penyaring.
The American Association of
Diabetes Educators (2006)
merekomendasikan kepada seluruh
pasien untuk melakukan pemeriksaan
kadar gula darahnya, terutama pada
pasien yang menjalani terapi diabetes
secara oral dan pemakaian insulin.
The American Diabetes Association
merekomendasikan pemeriksaan
kadar gula darah pada pasien
Diabetes tipe 2, yang menjalani
injeksi insulin, minimal 3 kali sehari,
namun frekuensi optimum dari
pemeriksaan/pemonitoran kadar gula
darah sendiri, tidak cukup baik pada
pasien yang menjalani terapi obat-
obatan oral atau injeksi insulin.
Sedangkan American Diabetes
Association (2009) berpendapat
bahwa pasien yang menjalani terapi
insulin sebaiknya melakukan
pemeriksaan sendiri (self-monitor)
kadar gula darah minimal 4 kali
sehari, sebelum makan dan sebelum
tidur, dan pasien dengan Diabetes
tipe 2 sebaiknya memeriksa kadar
gula darahnya minimal 4 kali
seminggu (2 kali gula darah puasa
dan 2 kali setelah makan).
Mengetahui kadar gula darah
bisa menjadi semacam alarm,
tentunya ada yang salah di pola
makan maupun gaya hidup dan
inipun harus diperbaiki. Demikian
pula pada penderita diabetes, dengan
mengetahui posisi kadar gula darah,
bisa mengatur diet, memperbaiki
pola makan dan menyempurnakan
gaya hidup.
Kadar gula darah yang
diketahui bisa menjadi gambaran
akan pengaturan asupan makanan
dan aktifitas yang harus dirubah atau
diperbaiki. Pada penderita Diabetes
Melitus harus seimbang dalam
mengatur pola dietnya namun selalu
harus disesuaikan dengan kondisi
klinis penderita. Tiap orang akan
special, meskipun bisa saja kadar
gulanya sama.
Menurut peneliti hendaknya
penderita Diabetes Melitus
melakukan pemeriksaan kadar
glukosa darah sesuai tujuan,
misalnya untuk memantau
pengendalian dapat dilakukan
pemeriksaan kadar glukosa darah
puasa (plasma/kapiler), Pemeriksaan
gula darah postprandial 2 jam (2 jam
setelah makan). Menurut Peneliti
penderita Diabetes tidak melakukan
Pemeriksaan gula darah sewaktu
(tanpa ditentukan oleh waktu
pemeriksaanya) karena pemeriksaan
ini bertujuan untuk pemeriksaan
penyaring dan memastikan diagnosis
DM.
Sesuai rekomendasi The
American Association of Diabetes
Educators (2006) kepada seluruh
pasien untuk melakukan pemeriksaan
kadar gula darahnya, terutama pada
pasien yang menjalani terapi diabetes
secara oral dan pemakaian insulin
melakukan pemeriksaan kadar gula
darah pada pasien Diabetes tipe 2,
yang menjalani injeksi insulin,
minimal 3 kali sehari dan pada
pasien yang menjalani terapi insulin
sebaiknya melakukan pemeriksaan
sendiri (self-monitor) kadar gula
darah minimal 4 kali sehari, sebelum
makan dan sebelum tidur, dan pasien
7
dengan Diabetes tipe 2 sebaiknya
memeriksa kadar gula darahnya
minimal 4 kali seminggu (2 kali gula
darah puasa dan 2 kali setelah
makan). Meyelenggarakan kegiatan
Posbindu yang dilaksanakan sebulan
sekali untuk meningkatkan peran
serta masyarakat dalam pencegahan
dan penemuan dini faktor risiko
PTM. Posbindu PTM dapat
dilaksanakan terintegrasi dengan
upaya kesehatan bersumber
masyarakat yang sudah ada, tempat
kerja/klinik perusahaan, lembaga
pendidikan ataupun masjid, gereja,
klub olahraga, arisan dll.
3. Hubungan tingkat pengetahuan
dengan keteraturan pengecekan
kadar gula darah pada pasien
Diabetes Melitus
Hasil penelitian pada pasien
Diabetes Melitus menunjukan bahwa
ada hubungan tingkat pengetahuan
dengan keteraturan pengecekan kadar
gula darah pada pasien Diabetes
Melitus (p value = 0,000) nilai r =
0,482 menunjukan hubungan yang
sedang (0,482).
Hasil penelitian ini serupa
dengan hasil penelitian Witasari,
Rahmawaty dan Zulaekah (2009)
yang berjudul hubungan tingkat
pengetahuan, asupan karbohidrat dan
serat dengan penendalian kadar
glukosa darah pada penderita
Diabetes Melitus Tipe 2 didapatkan
hasil ada hubungan antara tingkat
pengetahuan tentang pengelolaan
Diabetes Melitus dengan kadar Gula
Darah 2 jam post prandial (p=0,025).
Hasil penelitian ini berbeda
dengan penelitian Qurratuaeni (2009)
yang berjudul Faktor-faktor yang
berhubungan dengan terkendalinya
kadar gula darah pada pasien
Diabetes melitus di Rumah Sakit
Umum Pusat Fatmawati Jakarta yang
menyatakan tidak terdapat hubungan
antara pengetahuan dengan
pengendalian kadar gula darah (p
value 0,622).
Menurut teori Budioro (1998)
dalam Sukeni (2009) keteraturan
adalah proses penerimaan seseorang
terhadap respon tindakan atau
perbuatan, dimana proses ini didasari
oleh pengetahuan, kesadaran dan
sikap yang positif yang mempunyai
dampak pada perilaku yang bersifat
langgeng (long lasting). Menurut
Notoatmodjo (2007) pengetahun
merupakan hasil penginderaan
manusia terhadap suatu objek,
sebagian besar pengetahuan
seseorang diperoleh melalui indera
penglihatan (mata) indera pendengar
(telinga). Pengetahuan sangat
dipengaruhi oleh intensitas atau
tingkat yang berbeda-beda terhadap
suatu objek.
Pengetahuan merupakan
proses belajar dengan menggunakan
panca indera yang dilakukan untuk
dapat menghasilkan pengetahuan dan
keterampilan (Bakhtiar, 2005 dalam
Qurratuaeni, 2009). Menurut
(Notoadmodjo, 2003) pengetahuan
dipengaruhi oleh faktor internal dan
ekternal. Pengetahuan internal
berasal dari dalam diri manusia
sedangkan faktor eksternal adalah
dorongan yang berasal dari luar
berupa tuntutan untuk memenuhi
kebutuhan hidup dan kehidupan.
Pengetahuan seseorang dapat
dipengaruhi oleh beberapa faktor,
yaitu : Pengalaman, Tingkat
pendidikan, keyakinan, fasilitas,
penghasilan, dan sosial budaya.
Pengalaman yang dapat diperoleh
dari pengalaman sendiri maupun
orang lain. Pengalaman yang sudah
diperoleh dapat memperluas
pengetahuan seseorang. pendidikan
dapat membawa wawasan atau
8
pengetahuan seseorang. Secara
umum, seseorang yang
berpendidikan lebih tinggi akan
mempunyai pengetahuan yang lebih
luas dibandingkan dengan seseorang
yang tingkat pendidikannya lebih
rendah. Keyakinan biasanya
diperoleh secara turun-temurun dan
tanpa adanya pembuktian terlebih
dahulu. Keyakinan ini bisa
mempengaruhi pengetahuan
seseorang, baik keyakinan itu
sifatnya positif maupun negative.
Selanjutnya fasilitas sebagai sumber
informasi yang dapat mempengaruhi
pengetahuan seseorang, misalnya
radio, televisi, majalah, koran, dan
buku. Penghasilan tidak berpengaruh
langsung terhadap pengetahuan
seseorang. Akan tetapi bila seseorang
berpenghasilan cukup besar maka dia
akan mampu untuk menyediakan
atau membeli fasilitas–fasilitas
sumber informasi. Sosial budaya,
kebudayaan setempat dan kebiasaan
dalam keluarga dapat mempengaruhi
pengetahuan, persepsi, dan sikap
seseorang terhadap sesuatu.
Menurut Kemenkes (2013)
aplikasi perilaku CERDIK salah
satunya melalui Posbindu yang
dilaksanakan sebulan sekali.
Posbindu PTM merupakan peran
serta masyarakat dalam melakukan
kegiatan deteksi dini dan pemantauan
faktor risiko penyakit tidak menular
utama yang dilaksanakan secara
terpadu, rutin dan periodic. Dalam
posbindu kita mendeteksi faktor
risiko, menindaklanjuti secara dini
faktor risiko melalui konseling
kesehatan dan segera merujuk ke
fasilitas pelayanan kesehatan dasar.
Kelompok utama penyakit tidak
menular adalah Diabetes Melitus,
Kanker, Penyakit Jantung dan
pembuluh darah (PJB), penyakit paru
obstruktif kronis (PPOK), gangguan
akibat kecelakaan dan tindak
kekerasan. Tujuan dari posbindu
adalah meningkatkan peran serta
masyarakat dalam pencegahan dan
penemuan dini faktor risiko PTM.
Sasaran kegiatan utama adalah
kelompok masyarakat sehat, berisiko
dan penyandang PTM berusia 15
tahun keatas.
Menurut peneliti penderita
perlu meningkatkan pengetahuan,
karena dengan pengetahuan,
kesadaran dan sikap yang positif
akan mempunyai dampak pada
perilaku yang bersifat langgeng (long
lasting). Peningkatan pengetahuan
dengan cara memanfaatkan berbagai
sumber informasi misalnya radio,
televisi, majalah, koran, dan buku.
Melakukan langkah-langkah
penyelenggarakan Posbindu PTM
dimulai dari persiapan tingkat
kabupaten, mengumpulkan data dan
informasi besaran masalah PTM,
sarana prasana pendukung dan
sumber daya manusia. Melakukan
identifikasi kelompok potensial
untuk dilakukan sosialisasi tentang
besaran masalah PTM, dampaknya
bagi masyarakat, strategi
pengendalian, tujuan serta manfaat
posbindu PTM. Advokasi dilakukan
untuk memperoleh dukungan dan
komitmen dalam penyelenggaraan.
Diharapkan dari pertemuan
sosialisasi tersebut dapat
teridentifikasi
kelompok/lembaga/organisasi yang
bersedia menyelenggarakan
posbindu.
Dalam penyelenggarakan
Posbindu PTM hendaknya
bekerjasama dengan pelayanan
kesehatan tentang penyelenggaraan,
menetapkan kader dan pembagian
peran dan fungsinya sebagai
pelaksana Posbindu, menetapkan
jadwal, merencankan besaran dan
9
sumber pembiayan, melengkapi
sarana prasaranm, menetapkan tipe
Posbindu dan menetapkan
mekanisme kerja antara kelompok
potensial dengan petugas kesehatan
sebagai pembina.
B. Keterbatasan penelitan
Dalam penelitian ini kategori
pasien tidak ditanyakan apakah
menjalani terapi diabetes secara oral dan
pemakaian insulin. Kategori pengukuran
kadar gula darah tidak ditanyakan secara
spesifik jenis pemeriksaan kadar gula
darah, apakah pemeriksaan kadar
glukosa darah puasa (plasma/kapiler),
Pemeriksaan gula darah postprandial 2
jam (2 jam setelah makan) atau sewaktu.
Peneliti juga tidak memasukan
pemeriksaan HbA1c dalam penelitian,
mengingat lokasi penelitian di pedesaan
yang belum tersedia fasilitas
pemeriksaan HbA1c. Padahal
pemeriksaan HbA1c merupakan
pengukuran rata-rata konsentrasi glukosa
darah dalam waktu 1-3 bulan
sebelumnya, untuk menilai kualitas
pengendalian diabetes dengan tujuan
untuk mencegah komplikasi diabetes dan
menilai efektivitas perubahan terapi
setelah 2-3 bulan. Keuntungan dari
pemeriksaan ini adalah menggambarkan
bagaimana pengendalian konsentasi
glukosa dalam jangka panjang
mengingat pemeriksaan glukosa darah
puasa dan 2 jam post makan hanya dapat
mencerminan konsentrasi gula darah
pada saat diukur saja dan sangat
dipengaruhi oleh makanan. Pemeriksaan
konsentrasi HbA1c dilakukan setiap 3
bulan sekali dalam setahun untuk menilai
pengendalian Diabetes Melitus.
Penelitian ini hanya meneliti
salah satu rekomendasi yaitu cek
gula darah secara teratur dari
rangkaian perilaku CERDIK yang
direkomendasikan
C. Kesimpulan
Dari hasil uraian mengenai hubungan
tingkat pengetahuan dengan keteraturan
pengecekan kadar gula darah pada pasien
DM di wilayah kerja Puskesmas
Wonosobo Kabupaten Tanggamus tahun
2014 dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Dari 71 responden terdapat 38
responden (53,5%) yang mempunyai
kategori pengetahuan rendah,
terdapat 30 responden (42,3%)
mempunyai kategori pengetahuan
tinggi dan 3 responden (4,2%)
mempunyai kategori sedang.
2. Dari 71 responden pasien Diabetes
Melitus terdapat responden yang
teratur mengecek kategori baik
sebanyak 46 responden (64,8%),
mengecek gula darah kategori kurang
sebanyak 22 responden (31%),
mengecek gula darah kategori sedang
sebanyak 3 responden (4,2%).
3. Ada hubungan tingkat pengetahuan
dengan keteraturan pengecekan kadar
gula darah pada pasien Diabetes
Melitus (p value = 0,000) nilai r =
0,482 menunjukan hubungan yang
sedang (0,482).
DAFTAR PUSTAKA
Aditama, Candra Yoga. (2013)..RI
Penyandang Diabetes Terbanyak ke-7 di
Dunia, Ini Tanggapan Kemenkes .
------------------------------.(2009). Tahun
2030 Prevalensi Diabetes Melitus Di
Indonesia Mencapai 21,3 Juta Orang.
Pusat Komunikasi Publik, Sekretariat
Jenderal Departemen Kesehatan.
American Association of Diabetes
Educators.(2006). AADE position
statement. Self-monitoring of blood
glucose: benefits and utilization.
Diabetes Educ.
10
American Diabetes Association. (2009).
Standards of medical care in diabetes--
2009. Diabetes Care.
Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan Kementerian Kesehatan RI
Tahun (2010). Riset Kesehatan Dasar
2010.
Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, (2008). Pedoman Penemuan
dan Tatalaksana Penyakit Diebetes
Melitus. Cetakan ke II. Direktorat
Pengendalian Penyakit Tidak Menular.
Direktorat Jendaral Penendalian Penyakit
dan penyehatan Lingkungan
Dinas Kesehatan Kabupaten Tanggamus.
(2013) Profil Kesehatan Kabupaten
Tanggamus.
Dyah Purnamasari. (2009).Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi V.
Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes
Melitus. Jakarta:Interna Publishing.
Eko Budiarto.(2004). Metodologi
Penelitian Kedokteran sebuah
Pengantar. Jakarta:EGC.
Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia. (2013). Misi Visi Kementrian
Kesehatan 2013-2014.
Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia, Perkumpulan Endokrinologi
Indonesia (PERKENI) dan Persatuan
Diabetes Indonesia (PERSADIA),
(2013). Blueprint for changing diabetes
in Indonesia.
Notoatmodjo.(2012). Metodologi
penelitian kesehatan. Rineka
Cipta:Jakarta.
Notoatmodjo, Soekidjo. (2010). Promosi
Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Rineka
Cipta. Jakarta
Puskesmas Wonosobo. (2013).Profil
Kesehatan Wonosobo Kabupaten
Tanggamus Tahun 2013
Price, Sylvia Anderson, Lorraine
McCarty Wilson, (2005). Patofisiologi
Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
Edisi 6 Volume 2. EGC: Jakarta.
Roro Utami Adiningsih. (2011). Faktor –
Faktor yang berhubungan dengan
Kejadian Diabetes Mellitus Tipe 2 pada
Orang Dewasa di Kota Padang Panjang
Tahun 2011. Program Studi Ilmu
Kesehatan Masyarakat Fakultas
Kedokteran Universitas Andalas Padang.
R.Gandasoebrata.(2009). Penuntun
Laboratorium Klinik. Dian
Rakyat:Jakarta.
Renaldy, Ollly, (2013). .Paradigma baru
dalam pengobatan Diabetes Melitus
dalam http://www.mitrakeluarga.com
Rahajeng, Ekowati Rahajeng, (2013).
"Partnership for Diabetes Control in
Indonesia", Jakarta, Sabtu (4/5/2013
http://health.liputan6.com
Sidartawan Sugondo. (2009). Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi V :
Obesitas .Interna Publishing Jakarta.
Slamet Suyono.(2009). Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Jilid III Edisi V:
Diabetes Melitus di
Indonesia.Jakarta:Interna Publishing.
Sugiono. (2004). Statistik untuk
Penelitian. Bandung: Alfabeta.
Sutanto Priyo Hastono, (2007). Analisis
Data Kesehatan. Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Indonesia:
Jakarta
Sarti et al, (2013). Upaya penanganan
dan perilaku pasien penderita Diabetes
11
Melitus tipe 2 di Puskesmas Maccini
Sawah Kota Makassar Tahun 2013,
Tri Juli ET, Divisi Metabolik Endokrin
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI
/RSUPN Cipto Mangunkusumo. (2012).
Diabetes Management: Strategy of
Treatment and Evaluation to Prevent
Further Complication, Selasa
(6/11/2012) di Jakarta
WHO. (2010). Global Status Report on
Noncommunicable Diseases.
Qurratuaeni.(2009). Faktor-faktor yang
berhubungan dengan terkendalinya
kadar gula darah pasien DM di RSUP
Fatmawati Jakarta. Skripsi Program
studi Ilmu Keperawatan. Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta
Penulis penanggung jawab
Surmiasih, S.Kep., Ns., M.Kes
Dian Fansuri,S.Kep., MPH