jurnal glaukoma
DESCRIPTION
jurnal glaukomaTRANSCRIPT
1 Risk of Sudden Visual Loss Following Filtration Surgery in End-Stage Glaucoma
Glaukoma
I. Definisi
Glaukoma berasal dari kata Yunani “glaukos” yang berarti hijau kebiruan, yang
memberikan kesan warna tersebut pada pupil penderita glaucoma.
Glaukoma adalah suatu keadaan dimana tekanan bola mata tidak normal atau lebih tinggi
dari pada normal yang mengakibatkan kerusakan saraf penglihatan dan kebutaan. (Sidarta Ilyas)
Glaukoma adalah kelompok penyakit mata yang dikarakterisasi dengan adanya kerusakan
pada sel ganglion dan saraf optik. Jika kondisi ini dibiarkan tanpa penanganan, dapat
menyebabkan terjadinya kehilangan kemampuan melihat (dengan derajat bervariasi), dan bahkan
sampai kebutaan. (J. Douglas Wurtzbacher)
Glaukoma merupakan kumpulan beberapa penyakit dengan tanda utama tekanan
intraocular yang tinggi dengan segala akibatnya yaitu penggaungan dan atrofi syaraf optic serta
defek lapang pandang yang khas. (Von Graefe)
II. Prevalensi
Prevalensi glaukoma Indonesia sebesar 0,4 %, masih berada di bawah Jamaika (1,4 %),
Inggris (0,64 %) dan Swedia (0,86 %). Survey pada tahun 2002 menempatkan glaukoma menjadi
urutan kedua penyebab kebutaan di seluruh dunia setelah katarak (WHO).
Sekitar 40% dari penderita glaukoma di Indonesia mengalami kebutaan. Penyakit ini
menjadi penyebab ketiga terjadinya kebutaan di Indonesia dan penyebab kebutaan nomor dua di
seluruh dunia dengan jumlah penderita diperkirakan mencapai 50 juta orang. Diperkirakan di
Amerika serikat ada 2 juta orang yang menderita glaukoma dengan hampir setengahnya
mengalami gangguan penglihatan dan hampir 70.000 benar-benar buta yang mengakibatkan
penderita kebutaan bertambah 5500 orang tiap tahun (Sidarta Ilyas).
Insidensi 1,8% pada usia lebih dari 40 tahun
Kebutaan karena glaukoma tidak bisa disembuhkan, tetapi pada kebanyakan kasus
glaukoma dapat dikendalikan
Septian Dwi Nurcahyo
Ilmu Penyakit Mata Rumah Sakit Umum Daerah Kardinah Tegal
2 Risk of Sudden Visual Loss Following Filtration Surgery in End-Stage Glaucoma
Glaukoma disebut sebagai “pencuri penglihatan” karena sering berkembang tanpa gejala
yang nyata.
Diperkirakan 50% penderita glaukoma tidak menyadari mereka menderita penyakit
tersebut.
Keterangan :
- Glaukoma Primer : glaukoma yang tidak disebabkan oleh penyakit lain ataupun karena cacat
ketika dilahirkan.
- Glaukoma Sekunder : glaukoma yang disebabkan oleh penyakit lain.
Contoh:
- Pupillary block : kondisi adanya hambatan aliran aqueous humor normal dari bilik posterior
ke bilik anterior melalui pupil.
Septian Dwi Nurcahyo
Ilmu Penyakit Mata Rumah Sakit Umum Daerah Kardinah Tegal
3 Risk of Sudden Visual Loss Following Filtration Surgery in End-Stage Glaucoma
- Congenital glaucoma : glaukoma yang terjadi pada bayi baru lahir akibat kelainan dalam
pengembangan bilik mata bagian depan yang menghambat aliran aqueous humor tanpa
adanya anomali secara sistemik.
III. Patofisiologi
Mata dibasahi oleh suatu cairan intraokular (aqueous humor) yang diatur oleh suatu
sistem irigasi untuk menjaga fungsi normal/ kesehatan mata.
Aqueus humor secara kontinue diproduksi oleh badan silier (sel epitelprosesus ciliary bilik mata belakang
untuk memberikan nutrien pada lensa. Aqueous humor mengalir melalui jaring-jaring trabekuler, pupil, bilik mata
depan, trabekuler meshwork dan kanal schlem. Tekanan intra okuler (TIO) dipertahankan dalam batas 10-21
mmHg tergantung keseimbangan antara produksi dan pegeluaran (aliran) Aqueous Humor di bilik mata depan.
Peningaktan TIO akan menekan aliran darah ke syaraf optik dan retina sehingga dapat merusak serabut syaraf optik
menjadi iskemik dan mati.Selanjutnya menyebabkan kerusakan jaringan yang dimulai dari perifer menuju ke fovea
sentralis. Hal ini menyebabkan penurunan lapang pandang yang dimulai dari derah nasal atas dan sisa terakhir pada
temporal (SunaryoJoko Waluyo, 2009)
Terdapat tiga faktor penting yang menentukan tekanan bola mata, yaitu:
1. Jumlah produksi aqueous oleh badan siliar
2. Tahanan aliran aqueous humor yang melalui system trabekular meshwork-kanalis Schlem
3. Level dari tekanan vena episklera
Umumnya peningkatan TIO disebabkan peningkatan tahanan aliran aqueous humor
Septian Dwi Nurcahyo
Ilmu Penyakit Mata Rumah Sakit Umum Daerah Kardinah Tegal
4 Risk of Sudden Visual Loss Following Filtration Surgery in End-Stage Glaucoma
Aqueous humor dibentuk oleh proseus siliaris, dimana masing-masing proseus ini
disusun oleh epitel lapis ganda, dihasilkan 2-2,5mL/menit, mengalir dari kamera okuli posterior,
lalu melalui pupil mengalir ke kamera okuli anterior. Sebagian besar akan keluar melalui system
vena, yang terdiri dari jaringan trabekulum, juxta kanalikuler, kanal Schlemn dan selanjutnya
melalui saluran pengumpul (Collector channel). Aliran aqueous humor akan melewati jaringan
trabekulum sekitar 90%. Sebagian kecil akan melalui struktur lain pada segmen anterior hingga
mencapai ruangan supra khoroid. Untuk selanjtnya akan kleuar melalui sclera yang intak atau
saraf maupun pembuluh darah yang memasukinya. Jalur ini disebut juga dengan jalur uveosklera
(10-15%).
Tekanan bola mata yang umum dianggap norma adalah 10-21 mmHg. Pada banyak kasus
peningkatan tekanan bola mata dapat disebabkan oleh peningkatan resistensi aliran aqueous
humor. Beberapa faktor resiko dapat menyertai perkembangan suatu glaucoma termasuk riwayat
keluarga, umur, sex, ras, genetic, variasi diurnal, olahraga dan obat-obatan.
Proses kerusakan papil saraf optik (Cupping) akibat tekanan intraokuli yang tinggi atau
gangguan vaskuler ini akan bertambah luas seiring dengan terus berlangsungnya kerusakan
jaringan sehingga skotoma pada lapang pandangan makin bertambah luas. Pada akhirnya terjadi
penyempitan lapang pandangan dari yang ringan sampai berat.
Glaucomatous optic neuropati adalah tanda dari semua bentuk glaucoma. Cupping
glaucomatous awal terdiri dari hilangnya akson-akson, pembuluh darah, dan sel glia. Septian Dwi Nurcahyo
Ilmu Penyakit Mata Rumah Sakit Umum Daerah Kardinah Tegal
5 Risk of Sudden Visual Loss Following Filtration Surgery in End-Stage Glaucoma
Perkembangan glaucomatous optic neuropati merupakan hasil dari berbagai variasi faktor, baik
intrinsic maupun ekstrinsik. Kenaikan TIO memegang peranan utama terhadap perkembangan
glaucomatous optic neuropati.
Aqueous Humor adalah:
The fluid produced in the eye and filling the spaces (anterior and posterior) in front of the
lens and its attachments. (Dorland's Medical Dictionary for Health Consumers)
The clear, watery fluid circulating in the chamber of the eye between the cornea and the
lens. (The American Heritage - Medical Dictionary)
A transparent liquid, contained within the eye, that is composed of water, sugars, vitamins,
proteins, and other nutrients. (Gale Encyclopedia of Medicine)
Fungsi Aqueous Humor:
1. Memelihara tekanan intraokular (TIO) dan mempertahankan bentuk bola mata.
2. Menyediakan nutrisi untuk keperluan metabolisme jaringan okular yang tidak
tervaskularisasi, seperti kornea posterior, jaringan trabekular, lensa, dll.
3. Membuang produk sisa metabolisme
4. Mentransportasikan askorbat sebagai antioksidan
5. Mentransportasikan imunoglobulin
Sistem Irigasi
Aqueous Humor Diproduksi oleh epitel badan silia (kelenjar di belakang iris) à masuk ke bilik
posterior melewati bagian antara iris dan lensa à masuk ke pupil à bilik anterior àjaringan
trabekular meshwork à filtrasi melalui kanal Schlemm à masuk ke peredaran darah.
Keterangan : kanal Schlemm membentuk sudut antara iris dan kornea
laju alir (produksi) normal : 2-2,5 mL/menit
Volume normal : ± 125 mL
laju clearance normal : 1-4 mL/ menit/ mmHg
Tekanan intraokular normal: 10-21 mmHg
Septian Dwi Nurcahyo
Ilmu Penyakit Mata Rumah Sakit Umum Daerah Kardinah Tegal
6 Risk of Sudden Visual Loss Following Filtration Surgery in End-Stage Glaucoma
Peningkatan Tekanan Intraokular (TIO)
Terjadi ketika jumlah aliran aqueous humor yang masuk dan yang keluar tidak seimbang
Aliran aqueous humor yang masuk ditingkatkan oleh:
Senyawa β-adrenergik
Dan diturunkan oleh:
Penghambat α2-, α-, dan β-adrenergik
Penghambat dopamin
Penghambat karbonik anhidrase
Aliran aqueosu humor yang keluar ditingkatkan oleh:
Senyawa kolinergik, yang menyebakan kontraksi otot siliari
a. Patofisiologi Glaukoma Secara Keseluruhan
Glaukoma berkaitan dengan adanya gangguan pada tekanan intraokular (TIO). Tekanan ini
berkaitan dengan aliran cairan mata (aqueous humor). Gangguan pada aliran dapat
disebabkan oleh :
1. produksi cairan mata yang berlebih
Septian Dwi Nurcahyo
Ilmu Penyakit Mata Rumah Sakit Umum Daerah Kardinah Tegal
7 Risk of Sudden Visual Loss Following Filtration Surgery in End-Stage Glaucoma
2. adanya sumbatan pada tempat keluarnya cairan mata, yaitu trabecular meshwork, sudut
yang terbentuk antara kornea dan iris dangkal atau tertutup.
Sebagian orang yang menderita glaukoma namun masih memiliki tekanan di dalam bola
matanya normal, penyebab dari tipe glaukoma semacam ini diperkirakan adanya hubungan
dengan kekurangan sirkulasi darah di daerah syaraf/nervous opticus mata. Meski glaukoma lebih
sering terjadi seiring dengan bertambahnya usia, glaukoma dapat terjadi pada usia berapa saja.
Risiko untuk menderita glaukoma diantaranya adalah riwayat penyakit glaukoma di dalam
keluarga (faktor keturunan), suku bangsa, diabetes, migrain, tidak bisa melihat jauh (penderita
myopia), luka mata, tekanan darah, penggunaan obat-obat golongan kortison (steroid).
Septian Dwi Nurcahyo
Ilmu Penyakit Mata Rumah Sakit Umum Daerah Kardinah Tegal
8 Risk of Sudden Visual Loss Following Filtration Surgery in End-Stage Glaucoma
Efek peningkatan tekanan intraokular di dalam mata ditemukan pada semua bentuk
glaukoma, yang manifestasinya dipengaruhi oleh perjalanan waktu dan besar peningkatan
tekanan intraokular. Mekanisme kerja utama penurunan penglihatan pada glaukoma adalah atrofi
sel ganglion difus, yang menyebabkan penipisan lapisan serat saraf dan inti bagian dalam retina
dan berkurangnya akson di saraf optikus. Diskus optikus menjadi atrofik, disertai pembesaran
cekungan optikus. Iris dan korpus siliare juga menjadi atrofik, dan prosesus siliaris
memperlihatkan degenarasi hialin.
Pada glaukoma sudut tertutup akut, tekanan intraokular mencapai 60-80 mmHg, sehingga
terjadi kerusakan iskemik pada iris yang disertai edema kornea.
b. Patofisiologi dari Open-Angle Glaucoma
Tidak memiliki gejala pada awal terjadi (asimptomatik) sampai terjadi kerusakan berat
dari syaraf optik dan penglihatan terpengaruh secara permanen.
Disebut sudut terbuka karena aqueous humor mempunyai pintu terbuka ke jaringan
trabekular.
Pengaliran dihambat oleh perubahan degeneratif jaringan trabekular, saluran schleem,
dan saluran yang berdekatan.
Dulu : peningkatan tekanan intraokuler (TIO) diduga satu-satunya penyebab kerusakan
glaukoma sudut terbuka.
Saat ini :
1. Peningkatan kerentanan dari saraf optik menjadi iskemia,
2. Aliran darah berkurang atau disregulasi,
3. Eksitotoksisitas,
4. Reaksi autoimun,
5. Proses fisiologis normal
Dua penyebab spesifik dari neuropati optik glaukoma saat ini belum diketahui.
Sebelumnya peningkatan tekanan intraokuler (TIO) dianggap menjadi satu-satunya penyebab
kerusakan, namun saat ini diakui bahwa TIO hanya salah satu dari banyak faktor yang terkait
Septian Dwi Nurcahyo
Ilmu Penyakit Mata Rumah Sakit Umum Daerah Kardinah Tegal
9 Risk of Sudden Visual Loss Following Filtration Surgery in End-Stage Glaucoma
dengan pengembangan dan perkembangan glaukoma. Peningkatan kerentanan optik saraf ke
iskemia, aliran darah berkurang atau disregulasi, eksitotoksik, reaksi autoimun, dan proses
fisiologis normal kemungkinan merupakan fakor penyebab tambahan. Hasil akhir dari proses
apoptosis sel-sel ganglion retina diyakini menghasilkan degenerasi aksonal dan diakhiri dengan
hilangnya penglihatan secara permanen. Hal yang cukup menarik, tampaknya ada cukup banyak
kesamaan antara kematian sel saraf oleh apoptosis pada penyakit Alzheimer dan glaukoma.
Memang glaukoma sudut terbuka dapat mewakili sejumlah penyakit yang berbeda atau kondisi
yang hanya mewujudkan gejala yang sama. Kerentanan terhadap hilangnya penglihatan pada
TIO bervariasi jauh, dimana beberapa pasien tidak menunjukkan kerusakan pada TIO yang
tinggi, sedangkan pasien lainnya mengalami kehilangan penglihatan yang progresif meskipun
TIO dalam batas normal (normal-normal ketegangan glaukoma).
Nilai TIO yang buruk merupakan salah satu cara prediksi pada pasien yang memiliki
penglihatan yang buruk, resiko kerugian bidang penglihatan jelas meningkat dengan peningkatan
TIO dalam jangkauan apapun. Bahkan studi terbaru menunjukkan bahwa menurunkan TIO, baik
dengan pretreatment TIO dapat mengurangi resiko perkembangan glaukoma atau bahkan dapat
mencegah timbulnya glaukoma awal pada pasien penyakit mata dengan hipertensi.
Mekanisme pada TIO tingkat tertentu meningkatkan kerentanan mata terhadap kerusakan
saraf yang masih kontroversial. Beberapa mekanisme memungkinkan untuk dilakukannya
operasi data spektrum kombinasi untuk menghasilkan kematian sel ganglion retina dan akson
mereka pada glaukoma. Tekanan sensitif astrosit dan sel-sel lainnya dalam disk optic yang
mendukung matriks dapat menghasilkan perubahan dan remodeling disk, mengakibatkan
kematian aksonal. Teori vasogenik menunjukkan bahwa kerusakan saraf mata merupakan hasil
dari aliran darah yang tidak cukup untuk retina sekunder dengan tekanan perfusi yang diperlukan
dalam mata, disregulasi perfusi, atau kelainan dinding pembuluh, dan hasil dalam degenerasi
serat aksonal retina. Teori lain menunjukkan bahwa TIO dapat mengganggu aliran axoplasmal
pada disk optik.
Saat ini, glaukoma terfokus pada mekanisme apoptosis sel ganglion retina dan peranan
kelebihan glutamat serta oksida nitrat yang ditemukan pada pasien glaukoma telah memperluas
fokus penelitian terapi obat untuk mengevaluasi agen yang bertindak sebagai neuroprotektan.
Septian Dwi Nurcahyo
Ilmu Penyakit Mata Rumah Sakit Umum Daerah Kardinah Tegal
10 Risk of Sudden Visual Loss Following Filtration Surgery in End-Stage Glaucoma
Agen tersebut mungkin sangat berguna pada pasien dengan tekanan normal glaukoma,
diantaranya tekanan faktor independen yang memiliki peran relatif besar dalam perkembangan
penyakit. Agen ini akan menargetkan faktor resiko dan mekanisme patofisiologi yang mendasari
penyakit selain TIO.
c. Patofisiologi closed-angle glaucoma
Disebut sudut tertutup karena ruang anterior secara anatomis menyempit sehingga iris
terdorong ke depan, menempel ke jaringan trabekular dan menghambat aqueous humor
mengalir ke saluran schlemm.
Peningkatan Tekanan intraokular à terjadi ketika iris secara mekanik menghambat
jaringan trabekular
Pasien biasanya mengalami simptom prodromal intermittent (seperti pandangan kabur
dengan halos sekitar cahaya, dan biasanya sakit kepala)
Peningkatan TIO > 40 mmHg, kerusakan syaraf mata
Jika TIO > 60 mmHg, kehilangan penglihatan (kebutaan), dalam hitungan jam s/d hari.
Dapat disebabkan oleh:
Turunan genetik (anterior chamber sempit)
Sumbatan pada pupil à iris dan lensa bergesekan à sumbatan aliran aqueous
dari pupil ke ruang anterior à pergeseran iris, yang memblok trabecular
meshwork
Abnormalitas (Plateau iris) à pergeseran iris
Closed-angle glaucoma (CAG) terjadi karena penyumbatan pada trabecular meshwork oleh iris
perifer. Penyumbatan ini dapat terjadi secara sebagian atau pun menyeluruh, di mana terjadi
secara berselang, sehingga tekanan intraocular (TIO) terjadi perubahan tajam antara tekanan
normal (tanpa gejala), dan tekanan tinggi (dengan gejala akut CAG). Tekanan intraokular akan
normal pada serangan CAG, kecuali pada penderita open-angle glaukoma (POAG) dan closed-
angle glaukoma secara beriringan atau sumbatan stabil (irreversible) yang semakin besar seiring
dengan waktu pada mata narrow-angle.
Septian Dwi Nurcahyo
Ilmu Penyakit Mata Rumah Sakit Umum Daerah Kardinah Tegal
11 Risk of Sudden Visual Loss Following Filtration Surgery in End-Stage Glaucoma
Penderita closed-angle glaucoma, disebabkan oleh turunan genetik yang mempunyai
ruangan anterior yang dangkal, yang menyebabkan terjadinya sudut sempit antara kornea dan iris
atau tegangan kontak antara iris dan lensa (sumbatan pada pupil). Pengujian lain melibatkan
peningkatan tekanan intraokular yang diinduksi oleh angle-closure, yang menghasilkan sudut
sempit melalui midriasis (tes midriasis).
Closed-angle glaucoma, dibagi menjadi 2 bagian yaitu closed-angle glaucoma dengan
sumbatan pada pupil dan tanpa sumbatan pupil. Closed-angle glaucoma dengan sumbatan pada
pupil terjadi akibat iris dan lensa saling bergesekan, menyebabkan sumbatan pada aliran
aqueous dari pupil ke ruang anterior, sehingga terjadi pergeseran iris, yang memblok trabecular
meshwork. Pada umumnya terjadi pada saat pupil mengalami mid dilatasi. Posisi mid dilatasi ini
adalah gabungan penyumbatan pupil dan relaksasi iris, sehingga menyebabkan pergeseran iris.
Pendekatan sudut terjadi selama miosis.
Akan tetapi, closed-angle glaucoma dapat terjadi tanpa adanya penyumbatan pupil, tetapi
karena adanya abnormal yang disebut plateau iris. Siliari terdapat pada anterior, yang
memajukan iris ke depan dan menyebabkan pendekatan pada trabecular meshwork, terutama
pada midriasis. Midriasis yang disebabkan oleh obat antikolinergik atau obat lain dapat
membentuk endapan pada kedua tipe glukoma. Sedangkan obat yang menginduksi miosis dapat
menghasilkan sumbatan pupil.
IV. Etiologi
a. Etiologi dari Open-Angle Glaucoma
Genetik
Terjadi pada usia dewasa
Penyebab utama adalah: Peningkatan TIO yang mungkin disebabkan karena penurunan
fungsi Trabecular meshwork
Faktor lainnya adalah: Iskemia, penurunan dan ketidakteraturan aliran darah,
eksitotoksisitas, reaksi autoimun, dll
Pada glaukoma sudut lebar sekunder, diakibatkan oleh penyakit lain yang sistemik,
inflamasi, obat, operasi, dll
Septian Dwi Nurcahyo
Ilmu Penyakit Mata Rumah Sakit Umum Daerah Kardinah Tegal
12 Risk of Sudden Visual Loss Following Filtration Surgery in End-Stage Glaucoma
Seperti yang dinyatakan sebelumnya, kerusakan saraf optic di POAG (Primary Open-
Angle Glaucoma) terjadi pada cakupan luas dari intraokular, dan tingkat perkembangannya
sangat bervariasi. Pasien mungkin menunjukkan tekanan dalam kisaran 20 sampai 30 mmHg
selama bertahun-tahun sebelum penyakit penglihatan ini berkembang. Itulah sebabnya glaukoma
sudut terbuka sering disebut sebagai ‘pencuri penglihatan’.
Sumber : DiPiro edisi 6, hal. 1715-1716
b. Etiologi closed-angle glaucoma
Genetik
Pupillary Block : Penghambatan jaringan trabekular oleh iris secara mekanik
Tanpa Pupillary Block : Terjadi pada keadaan plateau iris
Mekanisme peningkatan tekanan intraokular pada closed-angle glaucoma (CAG) adalah
karena penyumbatan cairan aqueous humor, yang terjadi antara bagian iris dan trabecular
meshwork pada mata. Dengan adanya sumbatan, terjadi gangguan aliran aqueous humor, padahal
tubuh tetap menghasilkan cairan aqueous humor sehingga tekanan intraokular (IOP) akan
meningkat. Nilai IOP yang terlalu tinggi (>40mmHg) dapat menyebabkan kerusakkan pada
saraf mata. Tekanan yang lebih tinggi (>60mmHg) dapat menyebabkan kehilangan penglihatan
dimulai dari hitungan jam sampai hari. Kontak antara iris dan trabecular meshwork yang terlalu
lama akan membentuk luka (synechiae) permanen.
Salah satu tipe closed-angle glaucoma, dikenal sebagai “creeping” pendekatan sudut,
terjadi pada pasien dengan sudut sempit yang menyebabkan iris menempel pada trabecular
meshwork.
Septian Dwi Nurcahyo
Ilmu Penyakit Mata Rumah Sakit Umum Daerah Kardinah Tegal
13 Risk of Sudden Visual Loss Following Filtration Surgery in End-Stage Glaucoma
c. Glaukoma congenital
Glaukoma kongenital merupakan gangguan glaukoma dimana tekanan intraokular
meningkat sebagai akibat dari abnormalitas dari perkembangan struktur okular dari infant. Hal
ini mungkin terjadi berkaitan dengan abnormalitas-abnormalitas atau anomali lain yang mungkin
terjadi seperti homocystinuria dan syndrom Marfan.
Gejala
1. Glaukoma Sudut Lebar (GSL)
GSL berkembang GSL berkembang dengan pelan dan biasanya asimptomatik sampai onset
kehilangan jarak pandang.
Septian Dwi Nurcahyo
Ilmu Penyakit Mata Rumah Sakit Umum Daerah Kardinah Tegal
14 Risk of Sudden Visual Loss Following Filtration Surgery in End-Stage Glaucoma
2. Glaukoma Sudut Sempit
Mengalami simptom prodromal intermittent (Seperti: pandangan kabur dengan halos di sekitar
cahaya dan sakit kepala).
Tahap akut memiliki gejala:
- Kornea berawan
- Edematous
- Nyeri pada ocular
- Mual
- Muntah nyeri abdominal
- diaforesis
V. DIAGNOSIS
Diagnosa Glaukoma
a. Pengukuran tekanan intra okular (TIO)
Rentang tekanan intraokular normal adalah 10-21 mmHg. Pada usia lanjut, rerata tekanan
intraokularnya lebih tinggi sehingga batas atasnya adalah 24 mmHg. Tekanan bola mata
untuk satu mata tak selalu tetap, tetapi dapat dipengaruhi seperti pada saat bernapas
mengalami fluktuasi 1-2 mmHg dan pada jam 5-7 pagi paling tinggi, siang hari menurun,
malam hari naik lagi. Hal ini dinamakan variasi diurnal dengan fluktuasi 3 mmHg. Pada
glaukoma sudut terbuka primer, 32-50% individu yang terkena akan memperlihatkan
tekanan intraokular yang normal saat pertama kali diperiksa. Sebaliknya, peningkatan
tekanan intraokular semata tidak selalu diartikan bahwa pasien mengedap glaukoma
sudut terbuka primer; untuk menegakkan diagnosis diperlukan bukti-bukti lain seperti
adanya diskus optikus glaukomatosa atau kelainan lapangan pandang. Apabila tekanan
intraokular terus-menerus meninggi sementara diskus optikus dan lapangan pandang
normal (hipertensi okular), pasien dapat diobservasi secara berkala sebagai tersangka
glaukoma. Pada penderita tersangka glaukoma, harus dilakukan pemeriksaan serial
tonometri. Variasi diurnal tekanan intraokular pada pada orang normal berkisar 6 mmHg
dan pada pasien glaukoma variasi dapat mencapai 30 mmHg.
Septian Dwi Nurcahyo
Ilmu Penyakit Mata Rumah Sakit Umum Daerah Kardinah Tegal
15 Risk of Sudden Visual Loss Following Filtration Surgery in End-Stage Glaucoma
Tonometer aplanasi Goldman merupakan instrumen yang paling luas digunakan.
b. Gonioskopi
Pada pemeriksaan gonioskopi, dapat dilihat struktur sudut bilik mata depan. Lebar sudut
bilik mata depan dapat diperkirakan dengan pencahayaan bilik mata depan. Apabila
keseluruhan trabecular meshwork, scleral spur dan prosesus siliaris dapat terlihat, sudut
dinyatakan terbuka. Apabila hanya Schwalbe’s line atau sebagian kecil dari trabecular
meshwork yang dapat terlihat, dinyatakan sudut sempit. Apabila Schwalbe’s line tidak
terlihat, sudut dinyatakan tertutup.
c. Pemeriksaan Diskus Optikus
Diskus optikus normal memiliki cekungan di bagian tengahnya (depresi sentral). Atrofi
optikus akibat glaukoma menimbulkan kelainan-kelainan diskus khas yang terutama
ditandai oleh pembesaran cawan diskus optikus dan pemucatan diskus di daerah cawan.
Selain itu, dapat pula disertai pembesaran konsentrik cawan optik atau pencekungan
(cupping) superior dan inferior dan disertai pembentukan takik (notching) fokal di tepi
diskus optikus. Kedalaman cawan optik juga meningkat karena lamina kribrosa tergeser
ke belakang dan terjadi pergeseran pembuluh darah di retina ke arah hidung. Hasil
akhirnya adalah cekungan bean-pot, yang tidak memperlihatkan jaringan saraf di bagian
tepinya. Pada penilaian glaukoma, rasio cawan-diskus adalah cara yang berguna untuk
mencatat ukuran diskus optikus. Apabila terdapat kehilangan lapangan pandang atau
peningkatan tekanan intraokuli, rasio cawan-diskus lebih dari 0,5 atau terdapat asimetri
yang bermakna antara kedua mata sangat diindikasikan adanya atrofi glaukomatosa.
Septian Dwi Nurcahyo
Ilmu Penyakit Mata Rumah Sakit Umum Daerah Kardinah Tegal
16 Risk of Sudden Visual Loss Following Filtration Surgery in End-Stage Glaucoma
d. Pemeriksaan Lapangan Pandang
Pemeriksaan lapangan pandang secara teratur penting untuk diagnosis dan tindak lanjut
glaukoma. Gangguan lapangan pandang akibat glaukoma terutama mengenai 30º
lapangan pandang bagian sentral. Perubahan paling dini adalah semakin nyatanya bintik
buta. Perluasan akan berlanjut ke lapangan pandang Bjerrum (15O dari fiksasi)
membentuk skotoma Bjerrum, kemudian skotoma arkuata. Daerah-daerah penurunan
lapangan pandang yang lebih parah di dalam daerah Bjerrum dikenal sebagai skotoma
Seidel. Skotoma arkuata ganda di atas dan dibawah meridian horizontal, sering disertai
oleh nasal step (Roenne) karena perbedaan ukuran kedua defek arkuata tersebut.
Pengecilan lapangan pandang cenderung berawal di perifer nasal sebagai konstriksi
isopter. Selanjutnya, mungkin terdapat hubungan ke defek arkuata, menimbulkan
breakthrough perifer. Lapangan pandang perifer temporal dan 5-10 derajat sentral baru
terpengaruh pada stadium lanjut penyakit. Pada stadium akhir, ketajaman penglihatan
sentral mungkin normal tetapi hanya 5 derajat lapangan pandang (Salmon, 2009). Alat-
alat yang dapat digunakan untuk melakukan pemeriksaan lapanganpandang pada
glaukoma adalah automated perimeter (misalnya Humphrey,Octopus, atau Henson),
perimeter Goldmann, Friedmann field analyzer, dan layar tangent.
Septian Dwi Nurcahyo
Ilmu Penyakit Mata Rumah Sakit Umum Daerah Kardinah Tegal
17 Risk of Sudden Visual Loss Following Filtration Surgery in End-Stage Glaucoma
Normal Glaukoma
Perubahan-perubahan lapangan pandang pada glaukoma
VI. Faktor Resiko Glaukoma
Glaukoma lebih sering terjadi pada umur di atas 40 tahun. Beberapa faktor
resiko lainnya untuk terjadi glaukoma, antara lain:
TIO yang tinggi
Tekanan bola mata diatas 21 mmHg beresiko tinggi terkena glaukoma. Meskipun untuk sebagian individu,
tekanan bola mata yang lebih rendah sudah dapat merusak saraf optik. Untuk mengukur tekanan bola mata
dapat dilakukan dirumah sakit mata atau pada dokter spesialis mata.
Genetik (faktor keturunan), riwayat glaukoma dalam keluarga
Untuk glaukoma jenis tertentu, anggota keluarga penderita glaukoma mempunyai resiko 6 kali lebih besar
untuk terkena glaukoma.Resiko terbesar adalah kakak adik kemudian hubungan orang tua dan anak-anak.
Glaukoma bisa diturunkan dalam keluarga. Apabila salah satu orangtua Anda mengidap
Septian Dwi Nurcahyo
Ilmu Penyakit Mata Rumah Sakit Umum Daerah Kardinah Tegal
18 Risk of Sudden Visual Loss Following Filtration Surgery in End-Stage Glaucoma
glaukoma, maka resiko Anda terkena glaukoma mencapai sekitar 20%. Apabila saudara
kandung Anda mengidapnya, maka kemungkinan Anda terkena glaukoma mencapai 50%.
Suku bangsa
Kecenderungan orang kulit hitam terserang glaukoma tiga sampai empat kali lebih besar
dibandingkan dengan orang kulit putih, dan enam kali lebih besar untuk menderita
kebutaan permanen akibat glaukoma. Orang Asia, khususnya keturunan Vietnam, juga
beresiko lebih besar.
Penggunaan obat-obat golongan kortison (steroid)
Pemakai steroid secara rutin misalnya pemakai obat tetes mata yang mengandung steroid yang tidak
dikontrol oleh dokter, obat inhaler untuk penderita asthma, obat steroid untuk radang sendi, dan pemakai
obat secara rutin lainnya juga bisa meningkatkan resiko Anda terkena glaukoma.
Usia
Resiko glaukoma bertambah tinggi dengan bertambahnya usia. Terdapat 2 % dari populasi usia 40 tahun yang
terkena glaukoma. Angka ini akan bertambah dengan bertambahnya usia. Glaukoma kronis jarang
terjadi sebelum usia 40 tahun. Resiko terkena glaukoma hampir meningkat dua kali setiap 10
tahun setelah usia 50 tahun. Glaukoma kronis umumnya terjadi pada perempuan usia lanjut.
Diabetes melitus dan penyakit sistemik lainnya
Bila Anda mengidap diabetes, maka risiko Anda terkena glaukoma tiga kali lebih besar
dibandingkan mereka yang tidak mengidap diabetes. Adanya riwayat tekanan darah tinggi
atau penyakit jantung juga dapat meningkatkan resiko. Selain itu, penyakit radang mata,
seperti iritis, tumor mata, terlepasnya retina serta pembedahan mata juga meningkatkan
resiko terjadinya glaukoma.
Kelainan refraksi berupa Miopi dan hipermetropi
Hasil kajian yang ekstensif menunjukkan bahwa pengidap rabun jauh (miopia) beresiko dua
hingga tiga kali lebih besar terkena glaukoma dibanding mereka yang tidak menderita
miopia.
Cedera fisik
Trauma parah, seperti mata terkena pukulan, dapat meningkatkan tekanan pada mata. Cedera
juga dapat mengeser letak lensa, sehingga sudut drainase tertutup.
Septian Dwi Nurcahyo
Ilmu Penyakit Mata Rumah Sakit Umum Daerah Kardinah Tegal
19 Risk of Sudden Visual Loss Following Filtration Surgery in End-Stage Glaucoma
Penyakit hipertensi
Tekanan darah yang tinggi dapat secara langsung memicu kenaikan tekanan intraokular yang
menjadi faktor utama penyebab glaukoma. Hipertensi atau sindrom prahipertensi sering
dikaitkan dengan sindrom praglaukoma.
VII. Penanganan non Farmakologi
Terapi nonfarmakologi untuk glaukoma meliputi terapi laser dan operasi bedah.
a. Terapi Laser pada Glaukoma
1. Trabekuloplasti Laser
Penggunaan laser untuk menimbulkan luka bakar pada jalinan trabekular, untuk
memperbaiki aliran keluar akueous. Pada awalnya terapi ini efektif, namun tekanan intraokular
secara perlahan kembali meningkat. Tindakan laser akan menurunkan tekanan pada 80% pasien
dengan glaukoma sudut terbuka.
2. Laser iridotomi
Digunakan untuk terapi glaukoma sudut tertutup. Teknik yang digunakan dalam laser ini
adalah menciptakan lubang di iris untuk memecahkan blokade pupil (penyebab utama glaukoma
sudut tertutup). Jika tidak ada laser iridotomi, dapat pula digunakan laser argon (European
Glaucoma Society [EGS], 2003).
3. Laser iridoplasti
Digunakan untuk terapi glaukoma sudut tertutup. Laser ini digunakan ketika setelah
terapi dengan laser iridotomi, sudut antara iris dan trabecular meshwork tetap sempit atau sudah
terbuka sedikit tetapi sempit kembali. Laser ini menggunakan kontraksi panas yang diberikan
pada iris perifer untuk menariknya menjauhi trabecular meshwork sudut menjadi tidak sempit
lagi.
b. Operasi bedah pada Glaukoma
1. Trabekulektomi
Septian Dwi Nurcahyo
Ilmu Penyakit Mata Rumah Sakit Umum Daerah Kardinah Tegal
20 Risk of Sudden Visual Loss Following Filtration Surgery in End-Stage Glaucoma
Bedah trabekulektomi merupakan teknik bedah untuk mengalirkan cairan melalui saluran
yang ada. Pada trabekulektomi, cairan mata tetap terbentuk normal akan tetapi pengaliran
keluarnya dipercepat atau salurannya diperluas.
Bedah trabekulektomi membuat katup sklera sehingga cairan mata keluar dan masuk di
bawah konjungtiva. Untuk mencegah jaringan parut yang terbentuk diberikan 5 fluorouracil atau
mitomisin C. Pada teknik ini, dapat dibuat lubang filtrasi yang besar sehingga tekanan bola mata
sangat menurun.
2. Siklodekstruksi
Pada siklodestruksi dilakukan perusakan sebagian badan siliar sehingga pembentukan
cairan mata berkurang.
3. Iridektomi
Iridektomi adalah operasi pengangangkatan sebagian iris. Prosedur ini paling sering
dilakukan dalam pengobatan glaukoma sudut tertutup dan melanoma iris. Kelebihan iridektomi
adalah dapat digunakan pada pasien dengan opaque cornea yang tidak berhasil dengan terapi
Septian Dwi Nurcahyo
Ilmu Penyakit Mata Rumah Sakit Umum Daerah Kardinah Tegal
21 Risk of Sudden Visual Loss Following Filtration Surgery in End-Stage Glaucoma
laser. Risiko iridektomi juga lebih besar dibanding dengan laser seperti pada pasien glaucoma
sudut tertutup primer, risiko komplikasi seperti glaukoma malignan dan hemorrhage koroid dan
TIO harus diturunkan dulu sebelum dilakukan operasi bedah.
c. Edukasi
• Akupuntur, meditasi, mengonsumsi vitamin (A) dalam jumlah banyak atau diet khusus
àtidak signifikan pengaruhnya dalam pengobatan glaukoma.
• Gaya hidup sehat dan kestabilan emosi dapat membantu memperlambat keparahan
penyakit dan membantu pasien untuk dapat tetap beraktivitas secara normal.
(National Collaborating Centre for Acute Care, 2009).
• Menjaga mata tetap bersih.
• Kosmetik pada mata, harus berhati-hati dan pilihlah produk yang tidak menyebabkan
alergi
• Tidak menggaruk mata
• Saat berenang, menggunakan kacamata berenang
• Menggunakan kaca pembesar untuk membaca
• Pola hidup sehat (istirahat cukup, makan makanan sehat, tidak mengonsumsi kafein
terlalu banyak tidak mengonsumsi garam terlalu banyak, menghindari stres dan
melakukan exercise)
• Mengonsumsi obat atau memakai obat tetes secara teratur dan sesuai dosis
Periksa kondisi mata secara teratur
VIII. Penanganan Secara Farmakologi
Golongan Obat- obat yang digunakan
1. β-bloker : produksi aqueous humour $
2. Agonis α2-Adrenergik : produksi aqueous humour $
3. Analog Prostaglandin : meningkatkan aliran aqueous humor
4. CAI (Carbonic Anhydrase Inhibitors) : menurunkan kecepatan pembentukan aqueous
humour
Septian Dwi Nurcahyo
Ilmu Penyakit Mata Rumah Sakit Umum Daerah Kardinah Tegal
22 Risk of Sudden Visual Loss Following Filtration Surgery in End-Stage Glaucoma
5. Parasimpatomimetik/ Kolinergik : terjadinya konstriksi pupil, menstimulasi otot siliari,
dan $ aliran aqueous humor
6. Agonis Adrenergik Nonspesifik : $ laju pengeluaran aqueous humor
7. Hiperosmotik : $ volume cairan vitreous
Berikut adalah obat-obat yang digunakan untuk terapi glaukoma
Kelas Mekanisme KerjaEfek Samping
Okular Sistemik
β-bloker
Non selektifTimololLevobunolol
SelektifBetaxolol
Mengurangi produksi aqueous humour dengan cara memblok reseptor β2-adrenergik pada ciliary body
Rasa terbakar Menyengat Fotofobia Gatal Pengeluaran air
mata Sensitivitas korneal
menurun Hiperaemia Punctate keratitis Diplopia
Konstriksi bronkus Hipotensi Bradikardia Blokade jantung Menutupi
hipoglikemia Perubahan kadar
lipid Impotensi Capek Depresi Syncope Bingung Alopecia
Agonis α2-Adrenergik
BrimonidinApraclonidin
Mengurangi produksi aqueous humour; Brimonidin juga diketahui dapat meningkatkan pengaliran uveoskleral
Reaksi alergi okular
Rasa terbakar Menyengat Penglihatan kabur Foreign-body
sensation Gatal Hiperaemia Lid retraction Conjunctial
blanching Fotofobia Midriasis
(Apraclonidin)
Depresi SSP Mulut kering Sakit kepala Capek Mengantuk Bradikardia Hipotensi Hipotermia Apnoea Gangguan rasa Syncope
Analog Prostaglandin
Analog prostaglandin F2αLatanoprost
Meningkatkan pengaliran uveoskleral
Penglihatan kabur Rasa terbakar Menyengat Hiperaemia
konjungtiva Foreign-body
sensation Gatal
Sangat jarang
Septian Dwi Nurcahyo
Ilmu Penyakit Mata Rumah Sakit Umum Daerah Kardinah Tegal
23 Risk of Sudden Visual Loss Following Filtration Surgery in End-Stage Glaucoma
Analog prostamideBimatoprostTravoprost
Peningkatan pigmentasi pada iris
Penebalan bulu mata
Reversible macular oedema
Reactivation of herpetic infection
Iritis/uveitisCAI (Carbonic AnhydraseInhibitors)
TopikalBrinzolamidDorzolamid
SistemikAcetazolamidDichlorphenamidMethazolamid
Menurunkan sekresi aqueous humor dari cilliary body dengan cara memblok secara aktif sekresi natrium dan ion bikarbonat dari ciliary body ke aqueous humor
Rasa terbakar dan menyengat sementara
Ketidaknyamanan okular
Penglihatan kabur sementara
Jarang terjadi konjungtivitis, lid reaction, fotofobia
Sakit kepala Muntah Kelelahan Mulut kering Pusing Anafilaksis
Parasimpatomimetik / Kolinergik
PilokarpinKarbakol
Meningkatkan pengeluaran aqueous humor sebagai hasil dari terbuka dan tertutupnya trabecular meshwork pada kontraksi otot ciliary sehingga menurunkan resistensi pengeluaran aqueous humor
Sakit mata Berkurangnya
ketajaman penglihatan di malam hari
Penglihatan kabur Miosis Myopic shift Retinal detachment Ketidaknyamanan
dalam pemblokan pupil
Lakrimasi
Sakit kepala Salivasi Frekuensi urinasi
meningkat Kejang perut Tremor asma Hipotensi Muntah dan Mual
Agonis adrenergik nonspesifikDipivefrin
β2-receptor–mediated meningkatkan laju pengeluaran aqueous humor
Rasa terbakar Ocular discomfort Alis sakit Hiperemia Alergi Blepharoconjuncti
vitis
Jarang terjadi: Tidak
menimbulkan Rontok pada bulu
Sakit kepala Hilang kesadaran Tekanan darah
meningkat Takikardia Aritmia Tremor Kegelisahan Laju pernafasan
meningkat
Septian Dwi Nurcahyo
Ilmu Penyakit Mata Rumah Sakit Umum Daerah Kardinah Tegal
24 Risk of Sudden Visual Loss Following Filtration Surgery in End-Stage Glaucoma
mata Stenosis saluran
Nasolakrimal Penglihatan kabur
Penggunaan dalam waktu lama (>1 tahun) dapat menyebabkan deposisi pigmen dalam konjungtiva dan kornea
Hiperosmotik
Manitol, Gliserin, Isosorbid
Mengurangi volume cairan vitreous
- Sakit kepala Menggigil Pusing Hipotensi Takikardia Mulut kering Pulmonary oedema
Kelas Kontraindikasi Perhatian
β-bloker
Non selektifTimololLevobunolol
SelektifBetaxolol
Asma Bradi aritmia Blokade jantung
Diabetes Hipertiroid Kegagalan jantung Penyakit paru-paru Bradikardia Atherosclerosis Diabetes Miastenia gravis
Agonis α2-Adrenergik
BrimonidineApraclonidine
Pasien yang diterapi dengan MAOI (monoamine oxidase inhibitor)
Anak di bawah 2 tahun
Penyakit kardiovaskular Depresi
Analog Prostaglandin
LatanoprostBimatoprostTravoprost
Inflamasi intraokular (iritis/uveitis) Aphakia dan pseudophakia
CAI (Carbonic AnhydraseInhibitors)
TopikalBrinzolamideDorzolamide
Cangkok kornea Distrofi endotelial dapat
menyebabkan udem pada kornea
Alergi sulfonamida mempunyai risiko alergi terhadap CAI
Keruskan hati dan ginjal yang parah
Septian Dwi Nurcahyo
Ilmu Penyakit Mata Rumah Sakit Umum Daerah Kardinah Tegal
25 Risk of Sudden Visual Loss Following Filtration Surgery in End-Stage Glaucoma
SistemikAcetazolamideDichlorphenamideMethazolamide
Parasimpatomimetik / Kolinergik
PilokarpinKarbakol
Uveitis Glaukoma sekunder yang
berhubungan dengan hambatan pengeluaran cairan aqueous humor
Asma Obstruksi saluran kemih Miopi yang parah Aphakia Degenerasi perifer retina
Agonis adrenergik nonspesifik
Dipivefrin
Glaukoma sudut sempit akut Hipersensitif terhadap obat
Hipertensi Arteriosclerosis Jantung koroner Diabetes Hyperparathyroidism
Hiperosmotik
Manitol, Gliserin, Isosorbid
Hipersensitif terhadap gliserin, manitol
Intrakranial hematoma akut
Dehidrasi Gangguan fungsi ginjal dan retensi
urin Kegalalan jantung kongestif Diabetes insipidus Geriatri
Terapi Farmakologi
1. Terapi Hipertensi Okular
Hipertensi okular adalah kondisi dimana tekanan intraokular mata lebih besar dari tekanan
intraokular (TIO) mata normal yaitu > 22 mmHg. Hipertensi okular ini menyebabkan seseorang
memiliki kemungkinan menderita glaukoma akan tetapi belum positif glaukoma. Terapi untuk
mengatasi hipertensi okular diperlukan untuk meminimalisir faktor risiko yang dapat
menyebabkan berkembangnya hipertensi okular menjadi glaukoma. OHTS (Ocular Hypertensive Septian Dwi Nurcahyo
Ilmu Penyakit Mata Rumah Sakit Umum Daerah Kardinah Tegal
26 Risk of Sudden Visual Loss Following Filtration Surgery in End-Stage Glaucoma
Treatment Study) adalah studi terapi yang dapat membantu mengidentifikasi faktor-faktor risiko
yang dapat dijadikan pertimbangan untuk terapi hipertensi okular tersebut. Pasien dengan TIO >
25mmHg, rasio vertical cup:disk lebih dari 0.5, ketebalan pusat kornea kurang dari 555µm
mempunyai risiko yang besar berkembang menjadi glaukoma. Faktor risiko lain seperti riwayat
keluarga, ras (kulit hitam), miopi yang parah, dan pasien yang hanya mempunyai satu mata
fungsional, juga perlu dipertimbangkan untuk memilih terapi yang tepat. Pasien tanpa faktor
risiko, tidak perlu mendapatkan terapi akan tetapi harus tetap dikontrol untuk mencegah
berkembangnya glaukoma.
Pasien dengan faktor risiko yang signifikan harus diterapi dengan agen topikal yang sesuai
seperti β-bloker, agonis α2, inhibitor karbonik anhidrase (CAI), atau analog prostaglandin yang
disesuaikan dengan kondisi pasien. Agar terapi berjalan optimal maka hendaknya dimulai pada
satu mata untuk menilai keberhasilan terapi dan toleransi pasien. Penggunaan agen terapi lini
kedua dan ketiga (seperti pilokarpin dan epinefrin) diberikan ketika agen terapi lini pertama
gagal menurunkan tekanan intra okular yang bergantung pada rasio risiko-benefit pada setiap
pasien. Pertimbangan biaya, ketidaknyamanan penggunaan, dan timbulnya efek samping yang
sering muncul pada terapi kombinasi, inhibitor antikolinesterase, dan CAI oral menghasilkan
rasio risiko-benefit yang tidak diharapkan oleh pasien.
Tujuan terapi hipertensi okular adalah untuk menurunkan tekanan intra okular (TIO) pada
level yang memungkinkan penurunan risiko kerusakan syaraf optik, umumnya 20% atau 25%-
30% penurunan dari TIO awal pasien. Penurunan yang lebih besar mungkin dibutuhkan pada
pasien dengan risiko tinggi atau pasien yang mempunyai TIO awal yang tinggi. Terapi obat
sebaiknya dimonitor dengan pengukuran TIO, pemeriksaan optic disk, penilaian lapang pandang
dan evaluasi efek samping obat serta kepatuhan pasien. Pasien yang tidak memberikan respon
terhadap obat atau intoleran terhadap obat maka hendaklah obat tersebut diganti dengan alternatif
obat lain. Banyak praktisi yang lebih memilih untuk menghentikan semua jenis pengobatan pada
pasien yang gagal merespon terapi topikal, melakukan monitoring yang intensif terhadap
perkembangan perubahan optic disk atau hilangnya bidang pandangan, kemudian dilakukan
pengobatan kembali ketika terjadi perubahan kondisi pa
Algoritma terapi
Septian Dwi Nurcahyo
Ilmu Penyakit Mata Rumah Sakit Umum Daerah Kardinah Tegal
27 Risk of Sudden Visual Loss Following Filtration Surgery in End-Stage Glaucoma
2. Terapi Glaukoma Sudut Lebar (Terbuka)
Terapi glaukoma sudut terbuka diawali dengan pemberian agen topikal tunggal yang
toleran dengan konsentrasi terendah. Tujuan dari terapi ialah mencegah kehilangan atau
penurunan bidang pandang. Target TIO dipilih berdasarkan TIO awal pasien dan penurunan
bidang pandang pasien. Umumnya, target penurunan TIO yang diharapkan sebesar 30%.
Obat yang umumnya digunakan dalam penanganan glaukoma adalah nonselektif β-
bloker, analog prostaglandin (latanoprost, travoprost, dan bimatoprost), α2-agonis (brimonidin),
dan kombinasi tetap dari timolol dan dorzolamide.
Terapi dimulai dengan pemberian agen tunggal pada salah satu mata (kecuali pada pasien
dengan TIO yang sangat tinggi atau pasien dengan kehilangan bidang pandang yang parah)
untuk mengevaluasi efikasi dan toleransi obat. Pemantauan terapi sebaiknya dilakukan secara
individual. Respon awal terhadap terapi biasanya dihasilkan 4-6 minggu setelah terapi dimulai.
Septian Dwi Nurcahyo
Ilmu Penyakit Mata Rumah Sakit Umum Daerah Kardinah Tegal
28 Risk of Sudden Visual Loss Following Filtration Surgery in End-Stage Glaucoma
Ketika telah mencapai nilai TIO yang diharapkan, pemantauan TIO dilakukan setiap 3-4 bulan.
Perubahan bidang pandang dan optic disc dipantau setiap tahun atau lebih awal jika glaukoma
tidak stabil atau bersamaan dengan kondisi lain yang dapat memperburuk.
Pasien yang memberikan respon tetapi intoleran pada terapi awal yang diberikan dapat
beralih ke obat lain atau dosis alternatif dari obat yang sama. Untuk pasien yang tidak dapat
merespon konsentrasi toleran yang tertinggi, harus mengganti obat tersebut dengan agen
alternatif setelah sehari terapi konkuren dengan obat tersebut. Apabila hanya timbul respon
parsial, maka dimungkinkan kombinasi dengan agen topikal lainnya yang ditentukan melalui
percobaan. Karena frekuensi efek samping, karbakol, inhibitor kolinesterase topikal, dan CAI
oral dipertimbangkan sebagai agen terakhir yang diberikan pada pasien yang gagal merespon
terapi dengan kombinasi topikal yang kurang toksik.
Algoritma terapi hipertensi ocular
Septian Dwi Nurcahyo
Ilmu Penyakit Mata Rumah Sakit Umum Daerah Kardinah Tegal
29 Risk of Sudden Visual Loss Following Filtration Surgery in End-Stage Glaucoma
Septian Dwi Nurcahyo
Ilmu Penyakit Mata Rumah Sakit Umum Daerah Kardinah Tegal
30 Risk of Sudden Visual Loss Following Filtration Surgery in End-Stage Glaucoma
Septian Dwi Nurcahyo
Ilmu Penyakit Mata Rumah Sakit Umum Daerah Kardinah Tegal
31 Risk of Sudden Visual Loss Following Filtration Surgery in End-Stage Glaucoma
Sumber : NHMRC Guidelines, 2010
Sumber : Japan Glaucoma Society, Guidelines for Glaucoma (2nd Edition), Sept 2006
3. Glaukoma Sudut Tertutup
Untuk sudut tertutup yang akut, terapi pertama bertujuan untuk menurunkan TIO,
mengurasi rasa sakit, dan menghilangkan udem pada kornea sebagai persiapan untuk terapi laser
iridotomi. Obat kolinergik (agen miotik) dapat meningkatkan efektifitas laser iridotomi atau
iridoplasti pada pra operasi. Untuk kasus yang gawat, sebaiknya digunakan pengobatan sistemik
seperti hiperosmotik oral atau parenteral serta CIA oral atau parenteral untuk menurunkan TIO
dengan cepat dan mencegah kerusakan permanen pada posterior chamber dan anterior chamber.
Topikal timolol dan bribrimonidin/apraklonidin juga dapat digunakan secara bersamaan dengan
CAI topikal (Singapore Ministry of Health [SMOH] 2005). Topikal anti infamasi juga
disarankan untuk digunakan. Saw, Gazzard dan Friedman (2003) menyarankan untuk
memberikan obat aditif latanoprost sebelum dilakukan terapi menggunakan laser iridotomi.
Latanoprost dapat digunakan jika TIO <25 mm.
Kemudian setelah TIO sudah menurun, dilakukan terapi menggunakan laser iridotomi. Jika
berhasil, maka dilakukan pengontrolan terhadap TIO. Jika telah mencapai target TIO yang
Septian Dwi Nurcahyo
Ilmu Penyakit Mata Rumah Sakit Umum Daerah Kardinah Tegal
32 Risk of Sudden Visual Loss Following Filtration Surgery in End-Stage Glaucoma
diharapkan, maka langkah selanjutnya dilakukan follow up yang meliputi pemeriksaan TIO,
pemeriksaan lapang pandang dan optic disc serta pemeriksaan terhadap syaraf optik. Namun jika
tidak mencapai target TIO yang diharapkan, maka dilakukan terapi tambahan dengan
menggunakan obat lain yang dikombinasi dengan dan atau terapi laser dan operasi bedah.
Sementara jika terapi menggunakan laser iridotomi belum berhasil maka dilajutkan dengan
operasi bedah iridektomi. Lalu TIO kembali dilihat apakah telah mencapai target yang
diharapkan atau tidak. Jika telah mencapai target TIO yang diharapkan, maka langkah
selanjutnya dilakukan follow up yang meliputi pemeriksaan TIO, pemeriksaan lapang pandang
dan optic disc serta pemeriksaan terhadap syaraf optik. Namun jika tidak mencapai target TIO
yang diharapkan, maka dilakukan terapi tambahan dengan menggunakan obat lain yang
dikombinasi dengan dan atau terapi laser dan operasi bedah.
Algoritma terapi
Septian Dwi Nurcahyo
Ilmu Penyakit Mata Rumah Sakit Umum Daerah Kardinah Tegal
33 Risk of Sudden Visual Loss Following Filtration Surgery in End-Stage Glaucoma
IX. Interaksi Obat
Obat A Obat B Efek yang terjadi
Betabloker
optalmik Digitalis
Penggunaan propanolol menyebabkan
bradikardia pada pasien aritmia akibat
menggunakan digitalis
Kinidin Betabloker optalmik
Kinidin meningkatkan kadar serum
metoprolol dan timolol karena inhibisi enzim
CYP2D6, demikian juga kadar serum
propanolol naik, dapat terjadi bradikardia.
Betabloker Senyawa fenotiazin
Pada penggunaan klorpromazin thioridazin
dengan propanolol terjadi peningkatan kadar
serum kedua obat, terjadi hipotensi
Karbakol,
pilokarpin NSAID
Dilaporkan karbakol dan pilokarpin menjadi
tidak efektif bila digunakan NSAID topikal
Latanoprost
Obat tetes
mengandung
timerosal
Terjadi pengendapan sacara invitro,
gunakan dengan interval 5 menit
Karbakol Flubiprofen,
surprofen
Dilaporkan karbakol menjadi tidak efektif
bila digunakan bersamaan dengan
Flubiprofen atau surprofen
Septian Dwi Nurcahyo
Ilmu Penyakit Mata Rumah Sakit Umum Daerah Kardinah Tegal
34 Risk of Sudden Visual Loss Following Filtration Surgery in End-Stage Glaucoma
1. β-Blocker
Betatoxolol, carteolol, levobunolol, metipranolol, timolol
Memblok adrenoreseptor β2 pada prosesus siliaris sehingga menurunkan sekresi
aqueous. Memblok reseptor β pada pembuluh darah aferen yang memperdarahi
prosesus siliaris. Hal tersebut menyebabkan vasokonstriksi yang kemudian
menurunkan ultrafiltrasi dan pembentukan aqueous. Obat-obat yang diberikan
sebagai tetes mata dapat diabsorpsi melalui mukosa nasal dan menimbulkan efek
sistemik. Oleh karena itu, β-bloker dapat menyebabkan bronkospasme pada pasien
asma atau bradikardia pada pasien yang peka. Jadi sebaiknya dihindari pada pasien
dengan asma, gagal jantung, blok jantung, atau bradikardia. Efek antiaritmika akan
diperkuat oleh β-bloker dan efek bradikardianya akan diperkuat oleh anestetika
umum. Pada penderita diabetes, interaksi yang penting adalah perlambatan naiknya
kadar gula darah setelah pembertian insulin atau antidiabetika oral. Ini menyebabkan
bahaya diperpanjangnya reaksi hipoglikemik.
ACE inhibitor dan anestetik dapat meningkatkan efek hipotensif. Analgetik (AINS)
melawan efek hipotensif. Antiaritmia dapat meningkatkan risiko depresi miokardium
dan bradikardia. Antihipertensi meningkatkan efek hipotensi.
2. α2-Adrenergic Agonis
Apraclonidine, brimonidine
Menurunkan pembentukan aqueous melalui stimulasi reseptor α2 pada terminal saraf
adrenergic yang menginervasi badan silliaris sehingga menurunkan pelepasan
norefinefrin). Dengan dosis yang amat kecil sudah menurunkan tekanan darah selama
periode waktu tertentu. Oleh karena itu, pada pasien dengan penyakit kardiovaskular,
gangguan ginjal, serebrovaskular, dan diabetes penggunaan obat ini harus dengan
perhatian khusus terkait dengan obat-obatan yang digunakan seperti antihipertensi,
obat kardiovaskular, monoamine oksidator inhibitor, dan antidepresan tetrasiklik.
3. Carbonic Anhydrase Inhibitor
Brinzolamide, dorzolamide, methazolamide, acetazolamide, dichlorphenamide.
Septian Dwi Nurcahyo
Ilmu Penyakit Mata Rumah Sakit Umum Daerah Kardinah Tegal
35 Risk of Sudden Visual Loss Following Filtration Surgery in End-Stage Glaucoma
Termasuk golongan sulfonamide yang dapat memberikan efeksistemik seperti ruam
kulit dan bronkospasme. Penggunaan CAI dan diuretic dapat menyebabkan
hipokalemia. penggunaan salisilat dois tinggi menyebabkan asidosis oleh CAI yang
mana dapat menikngkatkan toksisitas salisilat.
Risiko hipokalemia dapat meningkat bila diberikan dengan bambuterol, efromoterol,
pirbuterol, reproterol, rimeterol, dan salmoterol. dengan asetosal dapat menyebabkan
asecosis parah dan meningkatkan efek toksik pada ssp. asetalozamid meningkatkan
efek amfetamin, karbamazepin, efedrin, kuinidin, dan mengurangi efek histamine dan
turunannnya. mempengaruhi keseimbangan elektrolit dan cairan tubuh.
4. Parasympathomimetic Agents
Carbachol, pilocarpine, echothiophate
Pilicarpine tidak dapat bercampur dengan benzalkonium klorida.
5. Epinephrine and Dipivefrin
Penggunaan dengan β-bloker menyebabkan midriasis
Obat Interaksi Obat
β-Blocker
Betatoxolol
Clonidine: May enhance or reverse antihypertensive effect;
potentially life-threatening situations may occur, especially on
withdrawal.
NSAIDs: Some agents may impair antihypertensive effect.
Prazosin: May increase postural hypotension.
Verapamil: May increase effects of both drugs.
Carteolol Clonidine: May enhance or reverse antihypertensive effect; may
cause potentially life-threatening increases in BP, especially on
simultaneous discontinuation of both drugs.
Epinephrine: May cause initial hypertensive episode followed by
bradycardia.
Septian Dwi Nurcahyo
Ilmu Penyakit Mata Rumah Sakit Umum Daerah Kardinah Tegal
36 Risk of Sudden Visual Loss Following Filtration Surgery in End-Stage Glaucoma
Ergot alkaloids: May cause peripheral ischemia with cold
extremities. Peripheral gangrene possible.
NSAIDs: May impair antihypertensive effect.
Prazosin: May increase orthostatic hypotension.
Systemic beta-blocker: When administered concomitantly with
ophthalmic carteolol hydrochloride solution, may cause additive
effects and toxicity.
Theophyllines: May reduce elimination of theophylline. May cause
pharmacologic antagonism, reducing effects of one or both drugs.
Verapamil: May increase effects of both drugs.
Levobunolol
Beta blockers, oral: Additive effects on systemic beta blockade.
Epinephrine, ophthalmic: Hypertension due to unopposed alpha-
adrenergic stimulation.
Timolol
Clonidine: May enhance or reverse antihypertensive effect;
potentially life-threatening situations may occur, especially on
withdrawal.
Epinephrine: Initial hypertensive episode followed by bradycardia
may occur.
Ergot alkaloids: Peripheral ischemia, manifested by cold extremities
and possible gangrene, may occur.
Insulin: Prolonged hypoglycemia with masking of symptoms may
occur.
NSAIDs: Some agents may impair antihypertensive effect.
Prazosin: Orthostatic hypotension may be increased.
Theophyllines: Elimination of theophylline may be reduced. Effects
of both drugs may be reduced.
Verapamil: Effects of both drugs may be increased.
α2-Adrenergic Agonis
Brimonidine Antihypertensives, beta blockers, cardiac glycosides: Brimonidine
Septian Dwi Nurcahyo
Ilmu Penyakit Mata Rumah Sakit Umum Daerah Kardinah Tegal
37 Risk of Sudden Visual Loss Following Filtration Surgery in End-Stage Glaucoma
may reduce pulse and BP; use with caution.
CNS depressants (eg, alcohol, anesthetics, barbiturates, opiates,
sedative): Additive or potentiating CNS depressant effect.
MAO inhibitors: Concurrent use contraindicated.
Tricyclic antidepressants: May decrease the effect of brimonidine by
altering the metabolism and uptake of circulating amines.
Carbonic Anhydrase
Inhibitor
Acetazolamide
Diflunisal: May cause significant decrease in IOP.
Primidone: Primidone concentrations may be decreased.
Quinidine: Quinidine serum levels may be increased.
Salicylates: May cause acetazolamide accumulation and toxicity,
including CNS depression and metabolic acidosis.
Parasympathomimeti
c Agents
Pilocarpine
Anticholinergics: May antagonize action of pilocarpine (PO and
ophthalmic).
Beta-blockers: Potential for cardiac conduction disturbances with
oral pilocarpine.
Parasympathomimetics: Additive pharmacologic effects and
increased toxicity possible.
Epinephrine Alpha-Adrenergic Blockers (eg, Phentolamine): Vasoconstricting
and hypertensive effects are antagonized.
Antihistamines: Epinephrine effects may be potentiated. Beta
Blocking Agents: May decrease effects of these agents, resulting in
hypertension.
Diuretics: Vascular response may be decreased.
Ergot Alkaloids/Phenothiazines/Nitrates: Pressor effects of
epinephrine may be reversed.
Septian Dwi Nurcahyo
Ilmu Penyakit Mata Rumah Sakit Umum Daerah Kardinah Tegal
38 Risk of Sudden Visual Loss Following Filtration Surgery in End-Stage Glaucoma
General Anesthetics (eg, Halothane, Cyclopropane)/Cardiac
Glycosides: The potential for the myocardium to be sensitized to the
effects of sympathomimetic amines is increased. Arrhythmias may
result with coadministration and may respond to beta-blockers.
Guanethidine: May increase pressor response.
Levothyroxine: Epinephrine effects may be potentiated.
Oxytoxic Drugs: May cause severe persistent hypertension.
Rauwolfia Alkaloids, Methyldopa, Furazolidone: May cause
hypertension.
Tricyclic Antidepressants: May potentiate epinephrine’s
vasopressive effects.
INCOMPATIBILITIES: Epinephrine is unstable in alkaline
solutions (eg, sodium bicarbonate); avoid admixture.
Septian Dwi Nurcahyo
Ilmu Penyakit Mata Rumah Sakit Umum Daerah Kardinah Tegal
39 Risk of Sudden Visual Loss Following Filtration Surgery in End-Stage Glaucoma
Risiko Kebutaan Mendadak Setelah Operasi Filtrasi Pada Glaukoma Stadium Akhir
FOTIS TOPOUZIS, MD, PARIS TRANOS, MD, ARCHIMIDIS KOSKOSAS,MD, THEOFANIS PAPPAS, MD, ELEFTHERIOS ANASTASOPOULOS, MD, STAVROS
DIMITRAKOS, MD, AND M. ROY WILSON, MD, MS
TUJUAN: Untuk mengevaluasi efek dari operasi filtrasi pada ketajaman visual dan bidang visual dalam pasien dengan endstage glaukoma selama periode pasca operasi dan untuk menilai risiko terjadinya kebutaan mendadak.
DESAIN: Para calon intervensi, serangkaian kasus secara berturut-turut.
METODE: Penelitian prospektif mencakup pasien secara berurutan dengan stadium akhir glaukoma yang menjalani trabeculectomy dengan mitomycin-C. Kriteria inklusi adalah lapang pandang sebelum operasi dengan Advanced Glaukoma Intervensi Study skor lebih dari 16. Hasil pengukuran utama termasuk perubahan terbaik dikoreksi log-MAR ketajaman visual, dalam mean deviasi (MD) tes lapang pandang, di sejumlah titik di antara empat pusat titik lapang pandang dengan sensitivitas kurang dari 5 dB dan sensitivitas rata-rata dari empat pusat titik lapang pandang setelah operasi. Insiden intraoperatif dan pasca operasi komplikasi juga dicatat.
HASIL: Dua puluh satu pasien (21 mata) yang terdaftar. Rata-rata usia 64 tahun (kisaran 31-78). Operasi mengakibatkan penurunan tekanan intraokular (TIO) sebesar 14,1 ± 9.2 mm Hg (P <.001) dan penurunan penggunaan obat pasca operasi antiglaucoma (P <.001). Sebelum operasi ketajaman visual rata-rata adalah 0,77 ± 0,78, dan nilai rata-rata deviasi rata-rata di tes bidang visual itu - 27.94 ± 2.7 dB. Tiga bulan setelah operasi, tidak ada perbedaan yang signifikan dalam ketajaman visual (0,74 ± 0,79, P = .73) Dan rata-rata deviasi ( - 27.50 ± 2.6 dB, P = .1). Demikian pula tidak ada perubahan signifikan pada parameter bidang visual teruji untuk menilai sensitivitas lapang pandang pusat. Tidak ada komplikasi intraoperatif. Hypotony Transient terjadi pada tiga pasien mata tersebut.
KESIMPULAN: Dalam kasus kami-rangkaian pasien berturut-turut dengan stadium akhir glaukoma, diikuti selama 3 bulan setelah operasi filtrasi TIO berkurang secara efektif dan visus dipertahankan tanpa kejadian "wipe-out" fenomena.
Ada kontroversi seputar kebutaan potensial, setelah operasi filtrasi pada pasien dengan stadium akhir glaukoma. Telah dilaporkan bahwa prosedur penyaringan dalam lanjutan glaukoma dapat
Septian Dwi Nurcahyo
Ilmu Penyakit Mata Rumah Sakit Umum Daerah Kardinah Tegal
40 Risk of Sudden Visual Loss Following Filtration Surgery in End-Stage Glaucoma
dikaitkan dengan risiko langsung dijelaskan pasca operasi kehilangan lapang visual, yang mencakup fiksasi dengan perubahan yang menyertainya dalam ketajaman visual pusat ("wipe-out" fenomena). 1-4
Penurunan penglihatan setelah operasi glaukoma pada pasien dengan glaukoma stadium lanjut mungkin disebabkan komplikasi yang mudah dikenali termasuk katarak, edema cystoid makula, perdarahan suprachoroidal atau vitreous, lepasan retina, dan endophthalmitis uveitis.1 Namun, dalam sejumlah kasus, kehilangan penglihatan sentral lapangan dapat menyertai suatu operasi dinyatakan sukses dengan tidak ada komplikasi yang disebutkan di atas ada ,1-4 Ada laporan yang bertentangan, dengan beberapa mengidentifikasi risiko "wipe-out" fenomena, setinggi 14% pada pasien dengan defek lapang tingkat lanjut, 2 sedangkan yang lain menganggap fenomena ini sebagai .5 sangat jarang terjadi
Kerangka utama dari evidence klinis didasarkan terutama pada studi retrospektif yang memiliki beberapa keterbatasan dan yang gagal untuk memberikan bukti kuat dan pedoman praktek untuk pengelolaan yang optimal pada pasien dengan stadium akhir glaucoma.1-9 Penelitian ini dilakukan untuk prospektif mengevaluasi pengaruh operasi filtrasi pada ketajaman visual dan bidang visual pada pasien dengan stadium akhir glaukoma selama periode pasca operasi segera dan untuk menilai risiko kehilangan penglihatan mendadak. Hal ini juga bertujuan untuk mengatasi faktor penentu yang mungkin dapat dikaitkan dengan peningkatan risiko kehilangan penglihatan pasca operasi pada pasien.
Septian Dwi Nurcahyo
Ilmu Penyakit Mata Rumah Sakit Umum Daerah Kardinah Tegal
41 Risk of Sudden Visual Loss Following Filtration Surgery in End-Stage Glaucoma
Septian Dwi Nurcahyo
Ilmu Penyakit Mata Rumah Sakit Umum Daerah Kardinah Tegal
42 Risk of Sudden Visual Loss Following Filtration Surgery in End-Stage Glaucoma
Metode dan Pasien
Prospektif, intervensi, berturut-turut studi ini serangkaian kasus terdaftar subyek dengan stadium akhir glaukoma yang karena menjalani operasi filtrasi antara Maret 2001 dan April 2004 di Rumah Sakit AHEPA, Universitas Aristoteles Thessaloniki, Yunani. Tahap akhir glaukoma didefinisikan berdasarkan hasil lapangan visual. Pasien dengan risiko tinggi untuk "wipe-out" fenomena yang dipilih. Secara khusus, pasien ini memiliki skor bidang visual di mata dioperasikan lebih dari 16 menurut Advanced Glaucoma Intervention Study (AGIS) sistem penilaian .10 Dalam bidang visual dengan skor AGIS lebih besar dari 16, hanya pulau tengah visi hadir sementara sebagian dari titik-titik bidang visual tidak memiliki sensitivitas sama sekali (0 dB).
Studi ini disetujui oleh Komite Etika lokal dan informed consent tertulis diperoleh dari masing-masing peserta.
Sebelum operasi, wawancara terstruktur dilakukan oleh staf penelitian dan termasuk pertanyaan tentang penggunaan obat antiglaucoma, bersamaan penyakit sistemik yang sedang diderita atau penyakit mata lainnya, penggunaan obat sistemik, dan prosedur bedah intraokular sebelumnya. Sebuah pemeriksaan mata awal dilakukan dalam waktu 2 hari sebelum operasi. Koreksi ketajaman visual untuk jarak diukur dengan pencahayaan ambien standar oleh ETDRS grafik retroilluminated, ditempatkan di 4 m. Visual ketajaman tercatat sebagai jumlah huruf dibaca dengan benar dari 0 (20/250) sampai 70 (20/10) .11
Selanjutnya, a 30-2 penuh ambang batas uji lapangan visual (Humphrey Field Analyzer 750-A10.1) dan garis dasar pemeriksaan celah-lampu dilakukan. Selain itu, Goldmann applanasi tonometry, gonioscopy, dan fundoscopy melebar dengan dilakukan penilaian dari cup / disk rasio secara vertikal. Jenis glaukoma, jenis dan jumlah obat sebelum operasi antiglaucoma digunakan, dan status lensa didokumentasikan.
Teknik bedah adalah standar pada semua subjek dan semua operasi dilakukan oleh dokter bedah yang sama (FT). Teknik ini melibatkan flap konjungtiva berbasis forniks dan ketebalan 4 mm parsial x 4 mm tutup scleral persegi panjang. Pada semua pasien antimetabolites digunakan sebagai tambahan untuk operasi filtrasi dengan 0,3 mg / mL mitomycin-C yang diaplikasikan dengan spons di bawah lipatan konjungtiva selama 3 menit intraoperatively setelah flap scleral dibuat. Daerah ini kemudian diirigasi dengan larutan garam seimbang (BSS). Sebuah saluran paracentesis dibuat pada kornea perifer. Sclerostomy ini dibuat dengan pisau asurgical dan Vannas gunting (Carl Teufel, GMBH & CO, Liptingen, Jerman) diikuti oleh iridectomy. The Flap scleral itu dijahit dengan tiga terganggu 10,0 jahitan nilon. Setelah suntikan BSS ke bilik anterior melalui saluran paracentesis, ruang anterior tetap terbentuk dengan kebocoran ini terlihat di sekitar flap scleral pada kondisi ekuilibrium. The Flap konjungtiva ditutup dengan jahitan 8.0 Vicryl (Ethicon Inc, Somersville, NJ).
Septian Dwi Nurcahyo
Ilmu Penyakit Mata Rumah Sakit Umum Daerah Kardinah Tegal
43 Risk of Sudden Visual Loss Following Filtration Surgery in End-Stage Glaucoma
Pasien diamati 1 hari, 1 minggu, 1 bulan, dan 3 bulan pasca operasi dengan didokumentasi ketajaman visual, TIO, status disk yang optik, dan jumlah agen antiglaucoma yang diperlukan untuk mencapai tingkat optimal dari IOP. Penilaian disk yang terlibat optik evaluasi cup disk ratio. Kunjungan tambahan dijadwalkan sebagaimana yang dijaminkan secara klinis. Insiden intraoperatif dan komplikasi pasca operasi seperti ruang COA, hypotony, edema makula, detasemen choroidal, dan lepuh bocor (Seidel) tercatat pada setiap kunjungan. Hypotony didefinisikan sebagai TIO kurang dari 5 mm Hg, dan itu dianggap sementara ketika durasi kurang dari 15 hari. Bidang Visual diulangi pada 3 bulan setelah operasi.
Hasil pengukuran utama termasuk terbaik dikoreksi ketajaman visual dan deviasi mean (MD) dari bidang visual 3 bulan setelah operasi dibandingkan dengan nilai sebelum operasi. Selain itu, empat titik bidang visual sentral dianggap dalam dua cara dalam analisis. Pertama, jumlah titik di antara empat pusat titik bidang visual dengan sensitivitas kurang dari 5 dB dimasukkan sebagai ukuran hasil utama. Kami ingin titik cut-off dalam sensitivitas yang akan dianggap oleh konsensus klinis menjadi sangat rendah dan 5 dB secara acak dipilih. Selain itu, sensitivitas rata-rata dari empat titik sentral digunakan untuk memberikan pendekatan yang berbeda untuk mengevaluasi status dari empat titik pusat.
Tabel dan histogram digunakan untuk meringkas distribusi. Hubungan dari ukuran hasil dengan karakteristik dasar dan variabel penjelas mungkin dievaluasi dengan uji t independen untuk variabel terdistribusi secara normal. Mann-Whitney U, uji korelasi Spearman rank, dan uji Wilcoxon signed-rank digunakan untuk variabel yang menunjukkan abnomality. Hubungan antara variabel kategori dievaluasi oleh 2 tes. Semua tes asosiasi dianggap signifikan secara statistik jika P < .05. Analisis dilakukan dengan menggunakan SPSS (versi 10.0, SPSS Inc, Chicago. Illinois, USA).
Septian Dwi Nurcahyo
Ilmu Penyakit Mata Rumah Sakit Umum Daerah Kardinah Tegal
44 Risk of Sudden Visual Loss Following Filtration Surgery in End-Stage Glaucoma
Septian Dwi Nurcahyo
Ilmu Penyakit Mata Rumah Sakit Umum Daerah Kardinah Tegal
45 Risk of Sudden Visual Loss Following Filtration Surgery in End-Stage Glaucoma
Hasil
Dua puluh satu mata berturut-turut 21 pasien (14 laki-laki dan 7 perempuan) memenuhi kriteria inklusi dan direkrut ke dalam penelitian. Skor rata-rata AGIS mata ini adalah 19,24 ± 0.56 (kisaran 17 sampai 20). Karakteristik klinis demografi dan baseline dari semua pasien dirangkum pada Tabel 1. Usia rata-rata dari subyek adalah 64 ±13 tahun (kisaran 31-78 tahun), dan interval rata-rata antara diagnosis glaukoma dan operasi filtrasi adalah 10 ±12 bulan (mulai 1 sampai 37 bulan). Trabeculectomy sendiri dilakukan pada 19 mata (91%) sedangkan pada dua mata (9%), operasi dikombinasikan dengan fakoemulsifikasi dan implantasi lensa intraokular.
Glaukoma jenis sudut terbuka primer dari tujuh pasien (33%), dua pasien (10%) memiliki glaukoma kronis sudut tertutup, 11 pasien (52%) memiliki glaukoma pseudoexfoliation, dan satu pasien (5%) memiliki glaukoma disebabkan uveitis kronis. Kasus terakhir memiliki riwayat idiopatik iritis kronis tanpa melibatkan segmen posterior, yang diam selama minimal 6 bulan sebelum operasi. Satu pasien pseudoexfoliative dihadapkan dengan penutupan sudut (Tabel 1 dan 2). Enam dari pasien buta di mata lain saat datang. Dalam lima dari pasien ini, kebutaan disebabkan glaukoma. Lima pasien menjalani operasi filtrasi pada penelitian mata sebelumnya.
Tidak ada komplikasi intraoperatif. Transien hypotony terjadi pada tiga mata saat satu mata dihadapkan dengan hypotony yang lebih luas. Tiga mata ini mengalami kebocoran bleb (Seidel). Dalam semua kasus kebocoran bleb (Seidel) dianggap ringan. Tidak ada kasus dangkalnya COA, edema makula, atau ablasi koroid. Sepuluh pasien (48%) yang diperlukan suturelysis dengan Laser argon. Salah satu pasien mengembangkan hypotony berikutnya untuk jangka waktu lebih dari 15 hari yang berhasil dikelola dengan injeksi pada daerah kebocoran bleb tersebut. Selain itu, suntikan 5-fluoruracil (5-FU) dilakukan pada sembilan pasien (43%) selama periode pasca operasi.
Kami memperoleh penurunan yang signifikan dari TIO dari 27 ± 9 mm Hg sebelum operasi sampai 12 ± 7 mm Hg, 3 bulan setelah operasi (Wilcoxon signed-rank, P < 001). Enam belas pasien (76%) memiliki TIO kurang dari 16 mm Hg pada akhir masa studi sedangkan TIO lebih besar dari 21 mm Hg pada tiga pasien (14%). Dalam dua pasien, pengobatan antiglaucoma yang ditentukan sebelum kunjungan 3 bulan sedangkan pasien ketiga menerima pengobatan selama kunjungan ini. Penurunan TIO mengakibatkan penurunan kebutuhan untuk pasca operasi agen antiglaucoma dari 3,1 ± 0,7 pada awal menjadi 0,5 ± 1.1 pada akhir tindak lanjut (P < 001). Enam belas pasien (76%) mencapai TIO yang optimal dengan tidak perlu untuk pasca operasi obat topikal atau sistemik dan hanya dua pasien (10%) membutuhkan dua atau lebih agen antiglaucoma.
Visus sebelum operasi adalah 20/40 atau lebih baik dalam sembilan mata (43%) sedangkan lima mata (29%) memiliki ketajaman visual dari 20/200 atau lebih buruk. Tidak ada
Septian Dwi Nurcahyo
Ilmu Penyakit Mata Rumah Sakit Umum Daerah Kardinah Tegal
46 Risk of Sudden Visual Loss Following Filtration Surgery in End-Stage Glaucoma
perubahan yang signifikan dalam mean logMAR ketajaman visual (Wilcoxon signed-rank, P -=73) 3 bulan setelah operasi filtrasi (Tabel 3).
Semua pasien mata glaukoma tingkat lanjut memiliki defek lapang pandang sebelumnya. Sebelum operasi deviasi rata-rata kurang dari 26 dB dalam enam mata (29%), 10 mata (48%) memiliki deviasi rata-rata antara 26 dan 30 dB, dan lima mata (23%) memiliki deviasi rata-rata lebih besar dari 30 dB. Perubahan minimal (penurunan sebesar 0,4 ± 1,4 dB) yang diamati pada deviasi mean (MD) 3 bulan setelah operasi, tetapi perubahan ini gagal untuk mencapai tingkat yang signifikan secara statistik (uji Wilcoxon signed-rank, P= 0,159) (Tabel 3).
Demikian pula, jumlah rata-rata dari pusat titik lapang pandang dengan sensitivitas kurang dari 5 dB tetap pada sebelum operasi (2,8 ± 1,0 dan 2,5 ± 1,0 sebelum dan setelah operasi, masing-masing, P = 14). Ketika perubahan sensitivitas rata-rata dari empat titik lapang pandang tengah diuji, hasil menunjukkan perbaikan sebesar 1,4 ± 3.6 dB (P = .05). Peningkatan ini lebih besar pada pasien dengan skor AGIS awal yang lebih tinggi (P = 0,031). Namun hasil di atas kehilangan signifikansi statistik (uji Wilcoxon signed-rank, P = 0,061 dan P = 0,073, masing-masing) ketika dua pasien dengan katarak gabungan dan operasi glaukoma tidak termasuk dalam analisis (Tabel 3).
Tak satu pun dari peserta berkembang menjadi "wipe-out" fenomena. Perubahan minimal dalam ketajaman visual dan lapang pandang diamati dalam beberapa kasus. Dalam dua pasien (Tabel 2, 3 dan 21 pasien), Visus diganti dengan lebih dari satu baris 3 bulan setelah operasi. Pada pasien 3, ini diyakini karena perkembangan katarak. Enam bulan setelah operasi, dan setelah ekstraksi katarak, Visus adalah 20/20. Pada pasien 21, penurunan Visus transien 20/80 diamati disebabkan hypotony setelah suturelysis dengan laser argon satu minggu setelah operasi. Pada kunjungan 3 bulan, dan setelah keberhasilan pengelolaan hypotony dengan injeksi darah autologus, ketajaman visual ditingkatkan untuk 20/40 (Tabel 2). Pada 6 bulan setelah operasi, perbaikan lebih lanjut diamati dan Visus kembali ke nilai sebelum operasi. Analisis lebih lanjut menunjukkan bahwa perubahan dalam ketajaman visual atau bidang penglihatan setelah trabeculectomy tidak terkait dengan usia, jenis kelamin, jenis operasi (trabeculectomy sendiri atau dikombinasikan dengan ekstraksi katarak), jenis glaukoma, hidup bersama penyakit sistemik, penggunaan obat sistemik, penggunaan 5 aplikasi-FU, atau perubahan TIO (uji Spearman rank korelasi, P > .05).
Diskusi
Potensi resiko kehilangan penglihatan pasca operasi filtrasi pada glaukoma stadium akhir telah menjadi perhatian banyak dokter mata sejak diperkenalkannya prosedur drainase ."Wipe-out" fenomena telah digambarkan sebagai penurunan tiba-tiba visus setelah operasi filtrasi dalam stadium akhir glaukoma, dan tidak tampak kelainan patologi pada mata yang jelas untuk memperhitungkan penurunan visus ini.1 Hanya sejumlah studi retrospektif didominasi ada, dan ini gagal untuk menyediakan data konklusif pada prognosis visual pasien dengan maju cacat bidang visual yang menjalani prosedur glaukoma.1-9
Septian Dwi Nurcahyo
Ilmu Penyakit Mata Rumah Sakit Umum Daerah Kardinah Tegal
47 Risk of Sudden Visual Loss Following Filtration Surgery in End-Stage Glaucoma
Kolker dan rekan melaporkan kejadian 13,6% (3/22) kehilangan penglihatan sentral dalam periode pasca operasi.2 Dalam setiap contoh, ketajaman visual menurun menjadi <20/200 pada setiap pemeriksaan visus berikutnya. Salah satu pasien yang telah bertahan hypotony pasca operasi dan yang lain lebih parah, uveitis fibrin dan setelah operasi katarak. Selain itu, para penulis menyatakan bahwa semua pasien, pra operasi cacat bidang visual yang dengan fiksasi, sehingga menunjukkan bahwa komplikasi ini sangat jarang ketika penglihatan sentral terhindar. Laporan yang lebih baru menunjukkan bahwa risiko kehilangan pasca operasi dapat dijelaskan dari bidang visual pusat tidak ada tetapi lebih rendah dari 1% dan lebih mungkin terjadi pada pasien yang lebih tua dengan membelah makula di bidang visual pra operasi.1 Aggarwal dan rekan, dalam studi prospektif , melaporkan tiga kasus hilangnya bidang visual pusat setelah trabeculectomy dari sembilan pasien dengan bidang visual sangat kecil (<100) karena glaucoma stadium akhir.3 Namun, dua kasus tersebut telah mengembangkan pasca operasi edema makula cystoid atau hypotony bertahan dengan hanya pasien ketiga tidak memiliki penyebab yang dapat diidentifikasikan kerugian visual ini. Otto juga melaporkan tentang hilangnya fiksasi setelah cyclodialysis dan trephining operasi.4 Dia menyatakan bahwa kejadian pada komplikasi ini adalah sangat rendah dan terutama disebabkan oleh insufisiensi jantung dan gangguan gizi.
Meskipun mekanisme yang tepat dari "wipe-out" fenomena tetap sulit dipahami, telah disimpulkan bahwa dapat berhubungan dengan timbul mendadak intraoperatif okular hypotony selama operasi glaukoma. Hal ini dapat mengakibatkan perdarahan saraf optik dan penurunan tekanan perfusi yang sudah mengganggu suplai darah ke saraf optik. Hal ini juga dapat menyebabkan microemboli yang dapat merusak serat saraf yang tersisa .5,7
Sebaliknya, peneliti lain menunjukkan bahwa intervensi bedah pada glaukoma tingkat lanjut jarang, jika pernah, dikaitkan dengan pengurangan kolom visual yang berada di pusat.6
Chandler dan rekan menyatakan bahwa ia belum pernah melihat kasus kehilangan penglihatan secara mendadak yang tidak dapat dijelaskan pasca operasi terlepas dari sempitnya bidang visual pada praoperasi .12 Lichter dan Ravin dalam studi retrospektif dari 52 pasien mata dengan cacat bidang visual glaukoma, dengan atau tanpa keterlibatan fiksasi, melaporkan tidak ada kasus kehilangan ketajaman visual mendadak, komplikasi yang jarang terjadi penyaringan operasi. 5
Hasil serupa juga telah dilaporkan oleh O'Connell dan rekan, dan lebih baru-baru ini oleh Martinez dan rekan dalam studi retrospektif yang menunjukkan bahwa pada pasien dengan glaukoma tingkat lanjutpenurunan pasca operasi mendadak ketajaman visual terlepas dari penyebab yang mendasari (edema makula, hypotony maculopathy , atau keratopathy) sangat jarang.6,7
Keragaman ini laporan tentang kejadian hilangnya penglihatan yang tidak dapat dijelaskan setelah operasi filtrasi dapat mengakibatkan kebingungan di kalangan dokter. Hal ini mungkin disebabkan ketidak jelasan definisi nya, karena beberapa studi telah mempertimbangkan kasus dengan jelas patologi dari makula termasuk edema makula pasca operasi dan lipatan retina sentral sebagai "wipe-out" fenomena. Bahkan di mata tanpa kerusakan makula pra operasi, penggunaan intraoperatif mitomycin-C dapat mempengaruhi makula dan menyebabkan hilangnya penglihatan. Selain itu, kurangnya evaluasi yang sistematis penurunan bidang visual dengan cara skor penilaian standar untuk mengklasifikasikan glaukoma berdasar tingkat kerusakan , Tidak adanya definisi kriteria pasien glaucoma, dan keterbatasan yang terkait
Septian Dwi Nurcahyo
Ilmu Penyakit Mata Rumah Sakit Umum Daerah Kardinah Tegal
48 Risk of Sudden Visual Loss Following Filtration Surgery in End-Stage Glaucoma
dengan sifat retrospektif dari penelitian sebelumnya telah memberikan kontribusi pada ketidaksesuaian mencatat dalam literatur yang ada.
Studi kami secara prospektif meneliti efek dari operasi glaukoma pada visus dan bidang visual dalam serangkaian pasien secara berturut-turut . Penggunaan sistem penilaian AGIS memastikan perekrutan kelompok yang homogen dari pasien dengan stadium akhir glaukoma stadium akhir. Penggunaan empat titik bidang visual berada di pusat di samping berarti deviasi (MD) memungkinkan penghitungan akurat pasca operasi perubahan bidang visual. Pada stadium akhir glaukoma di mana sebagian besar titik kolom visual yang tidak memiliki sensitivitas sama sekali (0 dB), deviasi mean (MD) yang mewakili semua titik kolom visual yang mungkin kurang sensitif terhadap perubahan kecil, yang bisa terjadi di pulau tengah yang tersisa pada penglihatan. Dengan menggunakan empat titik bidang visual berada di pusat sebagai ukuran hasil, kami mampu mengukur perubahan kecil yang bisa terjadi pada bidang visual berada di pusat yang tersisa. Selain itu, pengukuran ketajaman visual dilakukan dengan metode standar (grafik ETDRS pada cahaya ambient standar). Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada peserta mengembangkan "wipe-out" fenomena dalam 3 bulan pasca operasi.
Penelitian kami termasuk pasien dengan risiko tinggi "wipe-out" fenomena menurut laporan sebelumnya.1,3 Sebagian besar pasien kami berada di kelompok usia yang lebih tua, sementara mereka semua memiliki kolom visual yang sangat kecil (<100) pada awal. Kurangnya kehilangan penglihatan atau komplikasi perioperatif penting lainnya didampingi oleh penurunan yang cukup besar dari TIO setelah operasi.filtasi Hal ini mengakibatkan kontrol optimal lebih TIO dan penurunan besar dari penggunaan obat pasca operasi, dengan hampir 80% dari subyek tidak memerlukan pengobatan setelah prosedur drainase.
Sebagai kesimpulan, penelitian kami menunjukkan bahwa operasi glaukoma memiliki efek menguntungkan pada sebagian besar pasien dengan bidang visual yang terancam dan TIO yang tinggi. Karena kita tidak mengidentifikasi kasus hilangnya lapangan penglihatan akibat kelainan fungsi makula yang tidak dapat dijelaskan, dan sebagai yang terakhir juga telah dijelaskan setelah jenis operasi lainnya intraokular, kita berspekulasi bahwa kejadian langka ini tidak boleh dianggap hanya khas pada operasi glaukoma.6,13 kita harus menunjukkan bahwa meskipun ukuran sampel adalah kecil, hal itu mencapai kekuatan statistik yang cukup dengan nilai tradisional 0,05. Namun, yang terakhir mungkin tidak cukup rendah untuk mengidentifikasi kasus "wipe-out" yang terjadi dikarenakan sangat jarang. Sebaliknya, calon desain, populasi penelitian homogen dengan pasien berisiko tinggi untuk "wipe-out" fenomena, standarisasi operasi dilakukan oleh dokter ahli bedah dan follow up secara menyeluruh dari semua peserta dengan evaluasi sistematis logMAR visus dan bidang visual yang berada di pusat, memberikan tingkat akurasi yang tinggi dan kehandalan dalam informasi yang diperoleh.
Berdasarkan hasil yang kami peroleh , kami menyimpulkan bahwa mendadak hilangnya penglihatan pasca operasi yang tidak dapat dijelaskan dari penglihatan pada pasien dengan glaukoma stadium akhir yang menjalani operasi filtrasi paling banyak, komplikasi yang jarang terjadi. Oleh karena itu kami merekomendasikan intervensi awal bedah meskipun kehadiran tingkat lanjut kerusakan bidang visual ketika kontrol kesehatan mata denagan TIO yang tinggi
Septian Dwi Nurcahyo
Ilmu Penyakit Mata Rumah Sakit Umum Daerah Kardinah Tegal
49 Risk of Sudden Visual Loss Following Filtration Surgery in End-Stage Glaucoma
telah gagal, dan ada bukti kerusakan glaukoma progresif pada saraf optik. Penelitian prospektif lebih lanjut, dengan sejumlah besar pasien, akan diperlukan untuk mengkonfirmasi temuan kami dan lebih baik menentukan risiko dan faktor risiko untuk "wipe-out" fenomena setelah operasi .
Daftar Pustaka
1. Costa VP, Smith M, Spaeth GL, Gandham S, Markovitz B. Loss of visual acuity after trabeculectomy. Ophthalmology 1993;100:599–612.
2. Kolker AE. Visual prognosis in advanced glaucoma: a comparison of medical and surgical therapy for retention of vision in 101 eyes with advanced glaucoma. Trans Am Ophthalmol Soc 1977;75:539 –555.
3. Aggarwal SP, Hendeles S. Risk of sudden visual loss following trabeculectomy in advanced primary open-angle glaucoma. Br J Ophthalmol 1986;70:97–99.
4. Otto J. Loss of point of fixation after glaucoma surgery. Klin Monatsbl Augenheilkd 1957;131:178 –195.
5. Lichter PR, Ravin JG. Risks of sudden visual loss after glaucoma surgery. Am J Ophthalmol 1974;78:1009 –1013.
6. O’Connell EJ, Karseras AG. Intraocular surgery in advanced glaucoma. Br J Ophthalmol 1976;60:124 –131.
7. Martinez JA, Brown RH, Lynch MG, Caplan MB. Risk of postoperative visual loss in advanced glaucoma. Am J Ophthalmol 1993;115:332–337.
8. Levene RZ. Central visual field, visual acuity, and sudden visual loss after glaucoma surgery. Ophthalmic Surg 1992;23: 388–394.
9. Langerhorst CT, de Clercq B, van den Berg TJ. Visual field behavior after intra-ocular surgery in glaucoma patients with advanced defects. Doc Ophthalmol 1990;75:281–289.
10. The Advanced Glaucoma Intervention Study Investigators. Advance Glaucoma Intervention Study. Visual field test scorring and reliability. Ophthalmology 1994;101:1445–1455.
11. Klein R, Klein BEK, Moss SE. Visual impairment in diabetes. Ophthalmology 1984;91:1–9.
12. Chandler PA, Grant WM. Lectures on glaucoma. Philadelphia: Lea and Febiger, 1965:136.
13. Newsom RSB, Johnston R, Sullivan PM, Aylward GB, Holder GE, Gregor ZJ. Sudden visual loss after removal of silicone oil. Retina 2004;24:871– 877.
Septian Dwi Nurcahyo
Ilmu Penyakit Mata Rumah Sakit Umum Daerah Kardinah Tegal