jumat, 2 desember 2011 kelas menengah prospek bisnis ... · siasi pengusaha rotan indo-nesia (apri)...

1
E KONOMI NASIONAL JUMAT, 2 DESEMBER 2011 DANIEL WESLY RUDOLF I NDONESIA telah menca- pai pendapatan per kapi- ta US$3.000 (sekitar Rp27 juta) per tahun di awal 2011. Suatu pencapaian yang mengejutkan karena bank-bank besar memperkirakan nilai pendapatan tersebut baru akan dicapai pada 2020. Pencapaian ini disumbang- kan oleh penduduk kelas me- nengah (middle class). Mereka menjadi pendorong percepatan pertumbuhan ekonomi melalui kenaikan tingkat konsumsi. Direktur Operasional dan Konsumer Nielsen Indonesia Catherine Eddy mengatakan kelas menengah adalah kon- sumen yang berpendapatan Rp2 juta-Rp3 juta per bulan. Kelas menengah saat ini meng- alami peningkatan yang pesat dalam hal belanja dan mening- katkan taraf hidup mereka. Kelompok ini juga menguasai 48% dari total populasi di In- donesia. Adapun populasi kelas atas (upper class) yang berpenda- patan di atas Rp3 juta sebesar 28%, dan kelas bawah (ber- penghasilan di bawah Rp2 juta) populasinya 24%. Sementara itu, dari total be- lanja kebutuhan dasar (FMCG), kelas menengah berkontribusi sebesar 44% dari total belanja FMCG. Tingkat kenaikan kon- sumsi kelas menengah meru- pakan yang tertinggi yakni sebesar 17%, jika dibandingkan dengan konsumsi kelas atas (5%) dan kelas bawah (7%). “Konsumen kelas mene- ngah telah membentuk in- dustri ritel di Indonesia. Dari total gaji rata-rata sebesar Rp3 juta, sekitar Rp1 juta-Rp2 juta dibelanjakan untuk konsumsi dasar. Itu belum termasuk belanja teknologi yang meng- alami kenaikan 11%, dan belanja gaya hidup lainnya,” ujarnya dalam acara Market- ing & Media Presentation di Jakarta, kemarin. Dia menambahkan, fokus ke- pada peningkatan kenyamanan hidup diri sendiri dan keluarga mereka telah mendorong per- tumbuhan yang tinggi dalam kurun waktu lima tahun. Contohnya, hampir dari dua pertiga (64%) kelas menengah memiliki rice cooker dibanding kondisi lima tahun lalu hanya sebesar 30%, dan belanja DVD player telah mencapai 39% dari rumah tangga konsumen kelas menengah, dibanding pada tahun 2006 sebesar 6%. Rumah tangga kelas me- nengah memfokuskan belanja mereka pada barang-barang yang dapat meningkatkan taraf hidup. Mereka cenderung mengombinasikan kenyaman- an dan penawaran dari ritel tra- disional seperti pasar dengan harga hemat, hingga keragam- an produk ritel modern. “Kelas menengah telah men- jadi inspirasi bagi seluruh aktivitas ekonomi di Indone- sia. Mereka berada di antara dua segmen yakni gaya hidup kelas atas dan memberi aspirasi kelas bawah dalam hal harga,” ujarnya. Daya beli Di tempat yang sama, Exe- cutive Director Consumer Research Nielsen Indonesia Yudi Suryanata mengatakan tingginya rumah tangga kelas menengah seiring dengan ting- ginya kenaikan belanja kon- sumsi mereka menjadi kunci pertumbuhan ekonomi Indo- nesia. Tingkat belanja mereka memberi gambaran akan ting- ginya daya beli masyarakat Indonesia saat ini. “Hal ini mendorong aktivi- tas industri retailer, manufak- tur, dan konsumsi lainnya di Indonesia. Pertumbuhan ekonomi disebabkan daya beli masyarakat makin kuat. Pertumbuhan ekonomi makro Indonesia bagus tahun depan karena daya saing rumah tang- ga kelas menengah di tahun depan,” ujarnya. (E-4) [email protected] PEMERINTAH, melalui Ke- menterian Perdagangan (Ke- mendag) dan Kemenperin, telah mengeluarkan larangan ekspor bahan baku rotan guna mendukung industri berbahan baku rotan di dalam negeri yang mulai berlaku 1 Januari 2012. Menteri Perdagangan (Mendag) Gita Wirjawan me- nyatakan penghentian ekspor diyakini dapat menyerap ba- han baku rotan oleh industri di dalam negeri. Namun, Ketua Umum Aso- siasi Pengusaha Rotan Indo- nesia (APRI) Julius Hoesan, di Jakarta, kemarin, menyayang- kan Peraturan Menteri Perda- gangan (Permendag) tentang larangan ekspor rotan disertai sejumlah aturan pemerintah lainnya. Menurut dia, pember- lakuan aturan itu dalam jangka pendek akan membunuh ke- inginan petani dan pengumpul rotan bertahan di sektor terse- but. Jika solusi jangka pendek tidak diambil, ia khawatir roadmap industri mebel dan kerajinan rotan justru mati. Ia menjelaskan, sejak perte- ngahan Oktober, ketika muncul wacana pelarangan ekspor rotan, industri pengolahan ro- tan di daerah penghasil sudah membatasi pembelian jenis rotan untuk mengantisipasi larangan ekspor. Berdasarkan data yang ada, penyerapan industri dalam negeri pada 2011 sekitar 15 ribu ton. Jumlah itu menurun dari tahun sebelumnya sekitar 30 ribu ton. Dari 300 jenis rotan Indonesia, hanya 7-8 jenis yang dipergunakan industri mebel dan kerajinan dalam negeri. Dengan begitu, penyetopan ekspor bisa menimbulkan over- supply baik dari segi kuantitas maupun jenis. Contohnya, di Sulawesi in- dustri pengolahan rotan itu da- pat menampung 7-8 jenis rotan yang hanya dipakai industri dalam negeri 2-3 jenis. “Dengan adanya wacana pe- nutupan ekspor, industri peng- olahan bahan baku melakukan antisipasi dan sudah mem- batasi hanya membeli 2-3 jenis rotan. Akibatnya, pengumpul melakukan protes dan sebagian tidak lagi memungut rotan,” kata Julius. Sebetulnya, Julius meman- dang positif visi Kemenperin untuk membesarkan industri rotan dalam negeri. Sayangnya, pemerintah belum melakukan kajian mendalam, alih-alih langsung menerbitkan larang- an ekspor. Pemerintah seharus- nya mengatur penggunaan substitusi rotan, yakni rotan sintetis/plastik. Sebab, saat ini yang menjadi pesaing utama rotan merupakan rotan plastik. (GA/E-4) PENINGKATAN kebutuhan masyarakat di dalam negeri terhadap produk unggas mem- buat prospek bisnis perung- gasan diyakini akan tetap cerah. Pertumbuhan populasi yang diiringi peningkatan pendapat- an dan kesadaran masyarakat mengonsumsi produk hewani membuat konsumsi daging dan telur unggas akan terus meningkat setiap tahunnya. “Prospek perunggasan pada 2012 sepertinya akan lebih baik. Pasar domestik dengan popu- lasi besar yang diiringi mening- katnya pendapatan masyarakat dan kesadaran akan penting- nya produk hewani akan men- dorong peningkatan konsumsi produk unggas,” ujar Ketua Umum Gabungan Perusahaan Pembibitan Unggas Indonesia (GPPUI) Krissantono di sebuah seminar tentang perunggasan di Jakarta, kemarin. Menurutnya, prospek eks- por juga cukup terbuka ter- utama untuk pasar Asia yang terus mengalami pertumbuhan ekonomi. Hal itu seiring de- ngan pengurangan produksi di beberapa negara produsen akibat perubahan cuaca. Hal senada diungkapkan Ketua Umum Asosiasi Obat Hewan Indonesia (Asohi) Ra- khmat Nuriyanto yang me- nyebut sepanjang tahun ini in- dustri perunggasan mengalami peningkatan produksi sebesar 6% dan bisa terus bertumbuh tahun depan. Namun, ekonom Faisal Basri mewanti-wanti supaya pro- dusen dalam negeri mewaspa- dai adanya peningkatan harga bahan baku pakan unggas. Jika harga bahan baku pakan naik, prospek bisnis perunggasan pada 2012 mungkin dapat terganggu. “Ketersediaan bahan baku pakan, yakni jagung, kedelai, dan tepung tulang adalah fak- tor pendukung peternakan unggas. Hingga sekarang 40% bahan baku berasal dari im- por, ini perlu diwaspadai,” tuturnya. Saat ini dengan produksi 1,6 juta ton, Indonesia menempati posisi kelima sebagai produsen terbesar daging ayam dunia setelah Amerika Serikat (16 juta ton), China (10 juta ton), Brasil, dan Meksiko. Konsumsi rendah Di sisi lain, Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian Prabowo Respatiyo Caturroso menyatakan saat ini konsumsi protein hewani masyarakat Indonesia baru mencapai 6,03 gram/kapita/tahun, di bawah standar konsumsi gizi nasional 6,5 gram/kapita/tahun. Kon- sumsi telur masyarakat Indo- nesia rata-rata satu butir telur ayam per minggu, sedangkan Malaysia satu butir telur sehari. (Fid/E-6) PENERAPAN tarif agen ins- peksi (regulated agent/RA) sebe- sar Rp450/kg untuk kargo inter- nasional yang mulai berlaku ke- marin dilakukan secara sepihak. Pasalnya, hingga kini dalam tim kecil yang dikoordinasikan Kementerian Perhubungan belum ada kesepakatan antara pengusaha dan agen inspeksi soal tarif tersebut. Itu disampaikan Ketua Ga- feksi Soekarno-Hatta Arman Yahya dalam menanggapi pe- nerapan tarif RA untuk kargo internasional. Sebelumnya, pengumuman pemberlakuan tarif RA disampaikan melalui surat edaran. “Selasa (29/11) lalu, dibilang tidak ada rapat. Tapi siangnya, kami mendapat- kan surat tentang pember- lakuan tarif,” ujar Arman, di Jakarta, kemarin. Dia mengatakan penaikan tarif dari Rp60/kg menjadi Rp450/kg akan memberikan dampak pada meningkatnya biaya logistik. “Beban itu akan dialihkan kepada konsumen. Kami akan menjelaskan sesuai fakta, biar masyarakat yang menilai,” paparnya. Di sisi lain, pascapember- lakuan tarif RA, pengusaha diharuskan membayar Rp25 juta/tahun untuk mendapat- kan sertikasi sebagai known shipper. Dana itu akan diman- faatkan untuk kepentingan keamanan. “Untuk proses sertifikasi harusnya oleh Kemenhub atau badan pemerintah yang kom- peten dan sah secara hukum di Indonesia, bukan oleh per- usahaan swasta yang diberi we- wenang atau izin dari instansi pemerintah,” tegasnya. Arman menilai pember- lakuan tarif internasional akan memicu reaksi keras dari ber- bagai kalangan, khususnya pengusaha. “Tadi kami sempat ingin melakukan koordinasi, tapi mau ditangkap polisi.” Direktur Eksekutif Asper- indo Syarifuddin juga mem- pertanyakan pemberlakuan tarif internasional melalui surat edaran tersebut. “Selesai rapat siang di Ke- menhub, kami terima infor- masi dari selebaran dan adanya spanduk di Bandara Soekarno- Hatta tentang tarif RA mulai 1 Desember,” ucapnya. Dia mengatakan heran de- ngan mekanisme pemberita- huan melalui surat edaran. Alasannya, dalam rapat tim kecil, tarif masih akan dibicara- kan dengan Komisi Pengawas Persaingan Usaha dan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia. Untuk merespons penaikan tarif RA tersebut, dia akan mengarahkan para rekannya dari Asperindo untuk melaku- kan koordinasi. (*/E-3) Dampak Jangka Pendek belum Diantisipasi Prospek Bisnis Unggas Cerah Penerapan Tarif Agen Inspeksi Sepihak Kelas Menengah Pendorong Ekonomi Mereka menjadi inspirasi bagi seluruh aktivitas ekonomi di Indonesia 18 Pasar domestik dengan populasi besar yang diiringi meningkatnya pendapatan masyarakat dan kesadaran akan pentingnya produk hewani akan mendorong peningkatan konsumsi produk unggas.”

Upload: dangtuyen

Post on 11-Aug-2019

217 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: JUMAT, 2 DESEMBER 2011 Kelas Menengah Prospek Bisnis ... · siasi Pengusaha Rotan Indo-nesia (APRI) Julius Hoesan, di Jakarta, kemarin, menyayang-kan Peraturan Menteri Perda-gangan

EKONOMI NASIONAL JUMAT, 2 DESEMBER 2011

DANIEL WESLY RUDOLF

INDONESIA telah menca-pai pendapatan per kapi-ta US$3.000 (sekitar Rp27 juta) per tahun di awal

2011. Suatu pencapaian yang mengejutkan karena bank-bank besar memperkirakan nilai pendapatan tersebut baru akan dicapai pada 2020.

Pencapaian ini disumbang-kan oleh penduduk kelas me-nengah (middle class). Mereka menjadi pendorong percepatan pertumbuhan ekonomi melalui kenaikan tingkat konsumsi.

Direktur Operasional dan Konsumer Nielsen Indonesia Catherine Eddy mengatakan kelas menengah adalah kon-sumen yang berpendapatan Rp2 juta-Rp3 juta per bulan. Kelas menengah saat ini meng-alami peningkatan yang pesat dalam hal belanja dan mening-katkan taraf hidup mereka. Kelompok ini juga menguasai 48% dari total populasi di In-donesia.

Adapun populasi kelas atas (upper class) yang berpenda-patan di atas Rp3 juta sebesar 28%, dan kelas bawah (ber-penghasilan di bawah Rp2 juta) populasinya 24%.

Sementara itu, dari total be-lanja kebutuhan dasar (FMCG), kelas menengah berkontribusi sebesar 44% dari total belanja

FMCG. Tingkat kenaikan kon-sumsi kelas menengah meru-pakan yang tertinggi yakni sebesar 17%, jika dibandingkan dengan konsumsi kelas atas (5%) dan kelas bawah (7%).

“Konsumen kelas mene-ngah telah membentuk in-dustri ritel di Indonesia. Dari total gaji rata-rata sebesar Rp3 juta, sekitar Rp1 juta-Rp2 juta dibe lanjakan untuk konsumsi dasar. Itu belum termasuk belanja teknologi yang meng-alami kenaikan 11%, dan belanja gaya hidup lainnya,” ujarnya dalam acara Market-ing & Media Presentation di Jakarta, kemarin.

Dia menambahkan, fokus ke-

pada peningkatan kenyamanan hidup diri sendiri dan keluarga mereka telah mendorong per-tumbuhan yang tinggi dalam kurun waktu lima tahun.

Contohnya, hampir dari dua pertiga (64%) kelas menengah memiliki rice cooker dibanding kondisi lima tahun lalu hanya sebesar 30%, dan belanja DVD player telah mencapai 39% dari rumah tangga konsumen kelas menengah, dibanding pada tahun 2006 sebesar 6%.

Rumah tangga kelas me-nengah memfokuskan belanja mereka pada barang-barang yang dapat meningkatkan taraf hidup. Mereka cenderung mengom binasikan kenyaman-

an dan penawaran dari ritel tra-disional seperti pasar dengan harga hemat, hingga keragam-an produk ritel modern.

“Kelas menengah telah men-jadi inspirasi bagi seluruh aktivitas ekonomi di Indone-sia. Mereka berada di antara dua segmen yakni gaya hidup kelas atas dan memberi aspirasi kelas bawah dalam hal harga,” ujarnya.

Daya beliDi tempat yang sama, Exe-

cutive Director Consumer Research Nielsen Indonesia Yudi Suryanata mengatakan tingginya rumah tangga kelas menengah seiring dengan ting-

ginya kenaikan belanja kon-sumsi mereka menjadi kunci pertumbuhan ekonomi Indo-nesia. Tingkat belanja mereka memberi gambaran akan ting-ginya daya beli masyarakat Indonesia saat ini.

“Hal ini mendorong aktivi-tas industri retailer, manufak-tur, dan konsumsi lainnya di Indonesia. Pertumbuhan ekonomi disebabkan daya beli masyarakat makin kuat. Pertumbuhan ekonomi makro Indonesia bagus tahun depan karena daya saing rumah tang-ga kelas menengah di tahun depan,” ujarnya. (E-4)

[email protected]

PEMERINTAH, melalui Ke-menterian Perdagangan (Ke-mendag) dan Kemenperin, telah mengeluarkan larangan ekspor bahan baku rotan guna mendukung industri berbahan baku rotan di dalam negeri yang mulai berlaku 1 Januari 2012. Menteri Perdagangan (Mendag) Gita Wirjawan me-nyatakan penghentian ekspor diyakini dapat menyerap ba-han baku rotan oleh industri di dalam negeri.

Namun, Ketua Umum Aso-

siasi Pengusaha Rotan Indo-nesia (APRI) Julius Hoesan, di Jakarta, kemarin, menyayang-kan Peraturan Menteri Perda-gangan (Permendag) tentang larangan ekspor rotan disertai sejumlah aturan pemerintah lainnya. Menurut dia, pember-lakuan aturan itu dalam jangka pendek akan membunuh ke-

inginan petani dan pengumpul rotan bertahan di sektor terse-but. Jika solusi jangka pendek tidak diambil, ia khawatir roadmap industri mebel dan kerajinan rotan justru mati.

Ia menjelaskan, sejak perte-ngahan Oktober, ketika muncul wacana pelarangan ekspor rotan, industri pengolahan ro-

tan di daerah penghasil sudah membatasi pembelian jenis rotan untuk mengantisipasi larangan ekspor.

Berdasarkan data yang ada, penyerapan industri dalam negeri pada 2011 sekitar 15 ribu ton. Jumlah itu menurun dari tahun sebelumnya sekitar 30 ribu ton. Dari 300 jenis rotan

Indonesia, hanya 7-8 jenis yang dipergunakan industri mebel dan kerajinan dalam negeri. Dengan begitu, penyetopan ekspor bisa menimbulkan over-supply baik dari segi kuantitas maupun jenis.

Contohnya, di Sulawesi in-dustri pengolahan rotan itu da-pat menampung 7-8 jenis rotan

yang hanya dipakai industri dalam negeri 2-3 jenis.

“Dengan adanya wacana pe-nutupan ekspor, industri peng-olahan bahan baku melakukan antisipasi dan sudah mem-batasi hanya membeli 2-3 jenis rotan. Akibatnya, pengumpul melakukan protes dan sebagian tidak lagi memungut rotan,”

kata Julius.Sebetulnya, Julius meman-

dang positif visi Kemenperin untuk membesarkan industri rotan dalam negeri. Sayangnya, pemerintah belum melakukan kajian mendalam, alih-alih langsung menerbitkan larang-an ekspor. Pemerintah seharus-nya mengatur penggunaan substitusi rotan, yakni rotan sintetis/plastik. Sebab, saat ini yang menjadi pesaing utama rotan merupakan rotan plastik. (GA/E-4)

PENINGKATAN kebutuhan masyarakat di dalam negeri terhadap produk unggas mem-buat prospek bisnis perung-gasan diyakini akan tetap cerah. Pertumbuhan populasi yang diiringi peningkatan pendapat-an dan kesadaran masyarakat mengonsumsi produk hewani membuat konsumsi daging dan telur unggas akan terus mening kat setiap tahunnya.

“Prospek perunggasan pada 2012 sepertinya akan lebih baik. Pasar domestik dengan popu-lasi besar yang diiringi mening-katnya pendapatan masyarakat dan kesadaran akan penting-nya produk hewani akan men-dorong peningkatan konsumsi produk unggas,” ujar Ketua Umum Gabungan Perusahaan Pembibitan Unggas Indonesia (GPPUI) Krissantono di sebuah seminar tentang perunggasan di Jakarta, kemarin.

Menurutnya, prospek eks-por juga cukup terbuka ter-utama untuk pasar Asia yang terus mengalami pertumbuhan ekonomi. Hal itu seiring de-ngan pengurangan produksi di beberapa negara produsen akibat perubahan cuaca.

Hal senada diungkapkan Ketua Umum Asosiasi Obat Hewan Indonesia (Asohi) Ra-khmat Nuriyanto yang me-nyebut sepanjang tahun ini in-dustri perunggasan mengalami peningkatan produksi sebesar 6% dan bisa terus bertumbuh tahun depan.

Namun, ekonom Faisal Basri mewanti-wanti supaya pro-dusen dalam negeri mewaspa-dai adanya peningkatan harga bahan baku pakan unggas. Jika harga bahan baku pakan naik, prospek bisnis perunggasan

pada 2012 mungkin dapat terganggu.

“Ketersediaan bahan baku pakan, yakni jagung, kedelai, dan tepung tulang adalah fak-tor pendukung peternakan unggas. Hingga sekarang 40% bahan baku berasal dari im-por, ini perlu diwaspadai,” tuturnya.

Saat ini dengan produksi 1,6 juta ton, Indonesia menempati posisi kelima sebagai produsen terbesar daging ayam dunia setelah Amerika Serikat (16 juta ton), China (10 juta ton), Brasil, dan Meksiko.

Konsumsi rendah Di sisi lain, Direktur Jenderal

Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian Prabowo Respatiyo Caturroso menyatakan saat ini konsumsi protein hewani masyarakat Indonesia baru mencapai 6,03 gram/kapita/tahun, di bawah standar konsumsi gizi nasional 6,5 gram/kapita/tahun. Kon-sumsi telur masyarakat Indo-nesia rata-rata satu butir telur ayam per minggu, sedangkan Malaysia satu butir telur sehari.(Fid/E-6)

PENERAPAN tarif agen ins-peksi (regulated agent/RA) sebe-sar Rp450/kg untuk kargo inter-nasional yang mulai berlaku ke-marin dilakukan secara sepihak. Pasalnya, hingga kini dalam tim kecil yang dikoordinasikan Kementerian Perhubungan belum ada kesepakatan antara pengusaha dan agen inspeksi soal tarif tersebut.

Itu disampaikan Ketua Ga-fek si Soekarno-Hatta Arman Yah ya dalam menanggapi pe-ne rapan tarif RA untuk kargo internasional. Sebelumnya, pengumuman pemberlakuan tarif RA disampaikan melalui surat edaran. “Selasa (29/11) lalu, dibilang tidak ada rapat. Tapi siangnya, kami mendapat-kan surat tentang pember-lakuan tarif,” ujar Arman, di Jakarta, kemarin.

Dia mengatakan penaikan tarif dari Rp60/kg menjadi Rp450/kg akan memberikan dampak pada meningkatnya biaya logistik. “Beban itu akan dialihkan kepada konsumen. Kami akan menjelaskan sesuai fakta, biar masyarakat yang menilai,” paparnya.

Di sisi lain, pascapember-lakuan tarif RA, pengusaha diharuskan membayar Rp25 juta/tahun untuk mendapat-kan sertifi kasi sebagai known shipper. Dana itu akan diman-faatkan untuk kepentingan

keamanan. “Untuk proses sertifikasi

harusnya oleh Kemenhub atau badan pemerintah yang kom-peten dan sah secara hukum di Indonesia, bukan oleh per-usahaan swasta yang diberi we-wenang atau izin dari ins tansi pemerintah,” tegasnya.

Arman menilai pember-lakuan tarif internasional akan memicu reaksi keras dari ber-bagai kalangan, khususnya pengusaha. “Tadi kami sempat ingin melakukan koordinasi, tapi mau ditangkap polisi.”

Direktur Eksekutif Asper-indo Syarifuddin juga mem-pertanyakan pemberlakuan tarif internasional melalui surat edaran tersebut.

“Selesai rapat siang di Ke-menhub, kami terima infor-masi dari selebaran dan adanya spanduk di Bandara Soekarno-Hatta tentang tarif RA mulai 1 Desember,” ucapnya.

Dia mengatakan heran de-ngan mekanisme pemberita-huan melalui surat edaran. Alasannya, dalam rapat tim kecil, tarif masih akan dibicara-kan dengan Komisi Pengawas Persaingan Usaha dan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia. Untuk merespons penaikan tarif RA tersebut, dia akan meng arahkan para rekannya dari Asperindo untuk melaku-kan koordinasi. (*/E-3)

Dampak Jangka Pendek belum Diantisipasi

Prospek Bisnis Unggas Cerah

Penerapan Tarif Agen Inspeksi

Sepihak

Kelas Menengah Pendorong Ekonomi

Mereka menjadi inspirasi bagi seluruh aktivitas ekonomi di Indonesia

18

Pasar domestik dengan

populasi besar yang diiringi meningkatnya pendapatan masyarakat dan kesadaran akan pentingnya produk hewani akan mendorong peningkatan konsumsi produk unggas.”