judul penelitian

46
Judul Penelitian: Tindak Guru Pasca Sertifikasi: Studi Kasus Pembelajaran Fisika di SMA Negeri 1 Bangli. Identitas Peneliti: Nama : I Komang Agus Eka Putra NIM : 1429061035 Jurusan : Pendidikan Sains I. Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional mencantumkan secara jelas mengenai tujuan pendidikan nasional yaitu, agar berkembangnya potensi peserta didik menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab (Depdiknas, 2003). Secara umum dapat disimpulkan pendidikan bertujuan untuk meningkatkan kualitas masyarakat guna menghadapi persaingan global yang semakin ketat. Memasuki abad ke-21, sistem pendidikan nasional memiliki tantangan dalam menyiapkan sumber daya manusia di Indonesia yang mampu bersaing dengan sumber daya manusia dari negara-negara yang memiliki kualitas pendidikan lebih baik. Penyelenggaraan pendidikan yang optimal dari setiap jenjang pendidikan formal maupun informal dapat menjadi salah satu upaya dalam

Upload: adi-laksmidewi

Post on 19-Sep-2015

216 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Judul Penelitian: Tindak Guru Pasca Sertifikasi: Studi Kasus Pembelajaran Fisika di SMA Negeri 1 Bangli. Identitas Peneliti:

Nama: I Komang Agus Eka Putra

NIM : 1429061035Jurusan : Pendidikan Sains I. Pendahuluan1.1 Latar Belakang

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional mencantumkan secara jelas mengenai tujuan pendidikan nasional yaitu, agar berkembangnya potensi peserta didik menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab (Depdiknas, 2003). Secara umum dapat disimpulkan pendidikan bertujuan untuk meningkatkan kualitas masyarakat guna menghadapi persaingan global yang semakin ketat. Memasuki abad ke-21, sistem pendidikan nasional memiliki tantangan dalam menyiapkan sumber daya manusia di Indonesia yang mampu bersaing dengan sumber daya manusia dari negara-negara yang memiliki kualitas pendidikan lebih baik. Penyelenggaraan pendidikan yang optimal dari setiap jenjang pendidikan formal maupun informal dapat menjadi salah satu upaya dalam menghasilkan output sumber daya manusia yang lebih baik. Hal ini senada dengan pernyataan Trianto (2010) yang menyatakan bahwa pendidikan menjadi salah satu upaya yang tepat untuk menyiapkan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas dan membangun sumber daya manusia yang bermutu tinggi. Pendidikan yang berkualitas tentu akan mampu menghasilkan sumber daya manusia yang bermutu dan memiliki kualitas untuk bersaing pada era global.Kemajuan sebuah negara dapat dilihat dari keberhasilan pendidikan yang dilaksanakan oleh Negara tersebut. Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah untuk meningkatkan pendidikan yaitu: pertama, penyempurnaan kurikulum. Kedua, pengalokasian anggaran pendidikan yang terus ditingkatkan. Ketiga, peningkatan kompetensi guru melalui sertifikasi. Keempat, pengadaan dan perbaikan sarana prasarana sekolah melalui dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Kelima, pemerataan pendidikan melalui program Sarjana Mendidik di daerah Terdepan, Terluar, dan Tertinggal (SM-3T). Program program tersebut seyogyanya mampu meningkatkan kualitas pendidikan.Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah adalah peningkatan kualitas dan profesionalisme guru yang tertuang dalam program sertifikasi. Profesionalisme adalah hal yang sangat penting guna mancapai tujuan pendidikan itu sendiri. Guru merupakan salah satu komponen yang sangat penting dalam proses pendidikan. Hal ini disebabkan karena guru sebagai profesi memiliki tugas untuk mendidik, mengajar, dan melatih. Mendidik berarti meneruskan dan mengembangkan nilai-nilai hidup dan kehidupan. Mengajar berarti meneruskan dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sedangkan melatih berarti mengembangkan keterampilan pada siswa (Sujana, 2004).

Namun, kenyataannya dilapangan masih terdapat berbagai masalah yang berkaitan dengan profesionalsime guru yang secara langsung maupun tidak langsung berpengaruh terhadap pencapaian hasil belajar siswa, masalah yang banyak ditemukan berhubungan dengan profesionalisme guru adalah sertifikasi. Sertifikasi seharusnya digunakan oleh seorang guru untuk mengembangkan profesionalismenya (Kertiasih, 2011). Peningkatan profesionalisme tidak hanya pada aspek kognitif, afektif, dan psikomotor. Namun yang lebih penting yaitu kemampuan diri untuk terus melakukan peningkatan kelayakan kompetensi. Hal ini mengindikasikan bahwa seorang guru harus memiliki komitmen diri untuk selalu mengembangkan dan meningkatkan profesionalismenya. Komitmen diri seorang guru yang dipadukan dengan strategi managemen akan menghasilkan keefektifan dalam peningkatan kompetensi guru.Secara Khusus di bidang sains dan teknologi, pembelajaran sains belum berfokus pada proses dan pemahaman konsep sains yang sebenarnya, pengajaran didominasi oleh metode ceramah yang merupakan salah salah satu model pembelajaran konvensional (Agustiana & Tika, 2013). Pembelajaran sains yang selama ini dilakukan oleh guru masih menggunakan metode informatif atau konvensional, yaitu guru berbicara atau bercerita dan siswa hanya mendengarkan dan mencatat. Secara tradisional pembelajaran sains yang berlangsung saat ini dapat dikatakan lebih menekankan pada produk daripada proses-proses sains (Suastra, 2009). Kemajuan sains dan teknologi harus diimbangi dengan mutu yang dimiliki oleh seorang guru, karena mutu guru merupakan syarat mutlak pendidikan yang berkualitas (Kertiasih, 2011). Guru yang bermutu mampu memotivasi siswa melalui berbagai metode dan pendekatan pembelajaran yang dikuasainya. Sehingga peserta didik akan tertarik untuk belajar dan merasa senang dengan pelajaran tersebut. Rasionalnya, guru yang berkualitas akan mampu menghasilkan peserta didik yang berkualitas juga. Salah satu ilmu sains yang menyediakan berbagai pengalaman belajar untuk memahami konsep dan proses sains adalah ilmu fisika. Fisika merupakan ilmu sains yang mempelajari tentang materi dari segi sifat, komposisi, struktur, ikatan, perubahan, dan energi yang menyertainya (Mulyono, 2006). Mata pelajaran fisika diajarkan tersendiri di sekolah menengah atas. Ilmu fisika pada awalnya diperoleh dan dikembangkan berdasarkan percobaan (induktif) namun pada perkembangan selanjutnya fisika juga diperoleh dan dikembangkan berdasarkan teori (deduktif).

Pembelajaran fisika menekankan pada pemberian pengalaman belajar secara langsung melalui penggunaan dan pengembangan keterampilan proses dan sikap ilmiah serta mengembangkan ilmu dan teknologi (IPTEK). Perkembangan IPTEK menuntut seorang guru fisika untuk memperbaharui pengetahuan yang dimilikinya. Hal ini disebabkan karena ilmu fisika merupakan ilmu yang selalu berkembang dan disertai berbagai penemuan-penemuan baru seiring perkembangan teknologi. Selain itu, seorang guru fisika dituntut untuk mengembangkan daya kreasi dan inovasi untuk memunculkan ide-ide baru. Sehingga dapat dikatakan bahwa masing-masing guru wajib mengembangkan profesionalismenya.SMA Negeri 1 Bangli merupakan sekolah unggulan di Kabupaten Bangli, sempat tercatat sebagai salah satu sekolah RSBI, sekolah ini semakin meningkatkan kualitas pembelajaran di sekolah tersebut. Beberapa guru memang sudah memperoleh sertifikasi sebagai guru profesional. Namun tidak berhenti sampai disitu, hendaknya sekolah ini mampu meningkatkan kualitasnya. Berdasarkan hal tersebut, peneliti memiliki keyakinan bahwa masalah pembelajaran yang terjadi di sekolah-sekolah negeri di kota Bangli dilatarbelakangi oleh bagaimana tindak mengajar seorang pendidik. Berdasarkan paparan tersebut, peneliti merasa perlu untuk mengidentifikasi tindak mengajar guru pasca sertifikasi1.2 Rumusan MasalahBerdasarkan kerangka pemikiran dan latar belakang masalah di atas, beberapa permasalahan penting yang perlu dikaji lebih lanjut yaitu sebagai berikut.1. Bagaimanakah tindak guru pasca sertifikasi mengelola pembelajaran fisika di SMA Negeri 1 Bangli?2. Faktor apakah yang mempengaruhi tindak guru pasca sertifikasi dalam mengelola pembelajaran fisika di SMA Negeri 1 Bangli?

1.3 Tujuan PenelitianSejalan dengan rumusan masalah di atas, tujuan dari penelitian ini dipaparkan sebagai berikut.

1. Untuk mendeskripsikan tindak guru pasca sertifikasi mengelola pembelajaran fisika di SMA Negeri 1 Bangli?2. Untuk mendeskripsikan faktor yang mempengaruhi tindak guru pasca sertifikasi dalam mengelola pembelajaran fisika di SMA Negeri 1 Bangli?1.4 Manfaat PenelitianManfaat yang diperoleh dari hasil penelitian ini dapat berupa manfaat teoritik dan manfaat praktis yaitu dijabarkan sebagai berikut.

1. Manfaat Teoritisa. Menambah pengetahuan tentang masalah-masalah yang dihadapi oleh guru fisika dalam mengembangkan profesionalismenya.b. Sebagai pedoman dan landasan teoritik dalam memecahkan masalah kebutuhan guru fisika untuk mengembangkan profesionalismenya.c. Sebagai pedoman dan landasan teoritik dalam membuat strategi pengembangan kompetensi pedagogik, profesional, kepribadian, dan sosial guru.

2. Manfaat Praktisa. Memberikan sumbangan pemikiran bagi guru-guru fisika dalam mengembangkan profesionalismenya.b. Memudahkan pihak sekolah untuk menyiapkan fasilitas dan menentukan strategi untuk mengembangkan profesionalisme guru.c. Strategi pengembangan profesionalisme yang dihasilkan dari penelitian ini dapat diadopsi oleh sekolah lain dengan berbagai penyesuaian sesuai dengan keadaan sekolah tersebut.

II. Landasan Teori2.1 Profesionalisme Guru

Peningkatan kualitas profesional guru ditujukan pada peningkatan lima kompotensi dasar, yaitu penguasaan materi pelajaran yang akan diajarkan, pemahaman terhadap pembelajar, pemahaman terhadap prinsip-prinsip keterampilan mengajar dan penerapannya dalam praktik, pemahaman terhadap cabang-cabang pengetahuan lainnya, dan pemahaman serta apresiasinya terhadap profesi keguruan (Suma, 2004).

Materi pelajaran merupakan komponen esensial dari pengetahuan guru. Jika mengajar adalah membantu siswa belajar, maka pemahaman terhadap apa yang akan diajarkan merupakan kebutuhan sentral dalam pembelajaran. Guru sains yang efektif adalah guru yang memahami secara luas dan mendalam konten sains. Guru atau calon guru sains harus mendapatkan kuliah-kuliah sains berbasis inkuiri, seperti yang akan mereka ajarkan di kelas.Komponen kedua yang esensial bagi tugas-tugas mengajar dan mendidik guru sains adalah pemahaman terhadap pembelajar. Hal ini berarti pemahaman seorang guru sains terhadap pertumbuhan dan perkembangan manusia. Jika guru berharap mengajar dengan efektif, ia harus tahu berapa banyak siswa yang berada pada berbagai level kedewasaan dan kemampuan memahami. Mereka harus tahu minat siswa dan pengalaman awal yang bisa digunakan untuk memotivasi belajarnya (Suma, 2004).Untuk mewujudkan pembelajaran yang efektif, seorang guru sains harus mengetahui bukan hanya apa yang akan diajarkan, tetapi juga bagaimana mengajarkannya. Jadi, komponen ketiga yang esensial bagi tugas mengajar adalah keterampilan-keterampilan metode mengajar. Metode mengajar meliputi pemahaman terhadap teori dan praktik kurikulum, hakikat dan prinsip-prinsip belajar, tipe-tipe belajar, tipe-tipe hasil belajar, dan psikologi motivasi dan perbedaan individu. Pengetahuan ini merupakan dasar bagi pemilihan dan mengorganisasikan pengalaman belajar.

Apabila seorang guru berharap membantu siswa memahami dan mengapresiasi dunia, di mana mereka hidup, mereka harus memahami saling keterkaitan dan saling kebergantungan berbagai bidang pengetahuan. Ia harus mampu menunjukkan bagaimana kaitan antara materi pelajarannya dengan bidang lainnya, khususnya untuk masalah-masalah kehidupan nyata.Derajat keberhasilan guru bergantung seberapa baik sikap mereka terhadap pekerjaannya. Mengajar melibatkan berbagai hubungan antar berbagai individu. Guru harus mengetahui bagaimana bekerja secara efektif, tidak hanya dengan siswa tetapi juga dengan orang lain yang ada di sekolah. Guru penting memahami bahwa profesi mereka merupakan kerja yang berguna secara sosial. Ia harus sadar terhadap nilai organisasi profesional bagi dirinya dan juga bagi pendidikan secara umum.Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 tahun 2003 menyatakan bahwa tiap warga negara berhak atas pelayanan pendidikan yang bermutu. Untuk menjamin mutu pendidikan diperlukan pendidik yang profesional dan memiliki kompetensi utama guru. Undang-undang No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen menyebutkan kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, sikap, keterampilan, dan prilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan diakui oleh guru dalam melakukan tugas keprofesionalannya. Dalam pasal 28 ayat (3) PP No. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan dan Pasa 10 ayat (1) Undang-Undang No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen menyebutkan bahwa kompetensi guru meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional. Keempat kompetensi tersebut akan dijabarkan dalam tabel berikut.Tabel 1. Kompetesi Utama Guru

NoKompetensiSub KompetensiIndikator

1.Kompetensi kepribadian: kemampuan personal yang mencerminkan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik, dan berakhlak mulia1.1 Kepribadian yang mantap dan stabila. Bertindak sesuai norma hukum

b. Bertindak sesuai norma sosial

c. Bangga sebagai guru

d. Memiliki konsistensi dalam bertindak sesuai norma

1.2 Kepribadian yang dewasaa. Menampilkan kemandirian dalam bertindak sebagai pendidik

b. Memiliki etos kerja sebagai guru

1.3 Kepribadian yang arifa. Bertindak sesuai kemanfaatan siswa, sekolah, dan masyarakat

b. Menunjukkan keterbukaan dalam berfikir dan bertindak

1.4 Kepribadian yang berwibawaa. Memiliki prilaku yang berpengaruh posistif terhadap peserta didik

b. Memiliki prilaku yang disegani

1.5 Berakhlak mulia dan dapat menjadi teladana. Bertindak sesuai dengan norma religius (iman, takwa, jujur, ikhlas, suka menolong)

b. Memiliki prilaku yang diteladani peserta didik

2.2.1 Memahami peserta didik secara mendalama. Memahami peserta didik dengan memanfaatkan prinsip-prinsip perkembangan kognitif

b. Memahami peserta didik dengan memanfaatkan prinsip-psrinsip kepribadian

c. Mengidentifikasi bekal ajar awal peserta didik

2.2 Merancang pembelajaran termasuk memahami landasan pendidikan untuk kepentingan pembelajarana. Memahami landasan pendidikan

b. Menerapkan teori belajar dan pembelajaran

c. Menentukan strategi pembelajaran berdasarkan karakteristik peserta didik, komponen yang akan dicapai, dan materi ajar

d. Menyusun rancangan pembelajaran berdasarkan startegi yang dipilih

2.3 Melaksana-kan pembelaja-rana. Menata latara (setting) pembelajaran

b. Melaksanakan pembelajaran yang kondusif

2.4 Merancang dan melaksanakan evaluasi pembelajarana. Merancang dan melaksanakan evaluasi(assesment) proses dan hasil belajar secara berkesinambungan dengan berbagai metode

b. Menganalisis hasil evaluasi proses dan hasil belajar untuk menentukan tingkat ketuntasan belajar (mastery learning)

c. Memnafaatkan hasil penilaian pembelajaran untuk perbaikan kualitas program pembelajaran secara umum

2.5 Mengembangkan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensinyaa. Memfasilitasi peserta didik untuk pengembangan berbagai potensi akademik

b. Memfasilitasi peserta didik untuk mengembangkan berbagai potensi akademik

c. Memfasilitasi peserta didik untuk mengembangkan berbagai potensi non akademik

3Kompetensi profesional merupakan kemampuan guru dalam menguasai pengetahuan bidang ilmu teknologi, atau seni yang diampunya yang sekurang-kurangnya meliputi penguasaan materi pelajaran secara luas dan mendalam sesuai standar isi program satuan pendidikan, mata pelajaran, atau kelompok mata pelajaran yang akan diampu3.1 Menguasai substansi keilmuan yang terkait dengan bidang studia. Memahami materi ajar yang ada dalam kurikulum sekolah

b. Memahami struktur, konsep, dan metode keilmuan yang menaungi atau koheren dengan materi ajar

c. Memahami hubungan konsep antar mata pelajaran terkait

d. Menerapkan konsep-konsep keilmuan dalam kehidupan sehari-hari

3.2 Menguasai struktur dan metode keilmuanMengauasai langkah-langkah penelitian dan kajian kritis

4.Kompetensi sosial: kemampuan guru yang sekurang-kurangnya meliputi kompetensi untuk berkomunikasi lisan, tuliasan, atau isyarat secara santun, menggunakan teknologi komunikasi dan informasi secara fungsional, bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama guru.4.1 Mampu berkomunikasi dan bergaul dengan efektifBerkomunikasi secara efektif dengan peserta didik

4.2 Mampu berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengans esama pendidik dan tenaga kependidikanBerkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan sesama pendidik dan tenaga kependidikan

4.3 Mampu berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan orang tua siswa dan masyarakatBerkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan orang tua siswa dan masyarakat

(Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen)

2.2 Sertifikasi Guru

Istilah sertifikasi menurut kamus bermakna surat keterangan dari lembaga berwenang yang diperiksakan kepada jenis profesi dan sekaligus pernyataan (lisensi) terhadap kelayakan profesi untuk melaksanakan tugas. Bagi guru, agar dianggap layak dalam mengembangkan tugas profesi mendidik, maka ia harus memiliki sertifikat pendidik. Sertifikat pendidik tersebut diberikan kepada guru dan dosen yang telah memenuhi persyaratan.

Menurut Mulyasa (2007), sertifikasi guru merupakan proses uji kompetensi bagi calon guru atau guru yang ingin memperoleh pengakuan dan atau meningkatkan kompetensi sesuai profesi yang dipilihnya. Representasi pemenuhan standar kompetensi yang telah ditetapkan dalam sertifikasi guru adalah sertifikat kompetensi pendidik. Sertifikat ini sebagai bukti pengakuan atas kompetensi guru atau calon guru yang memenuhi standar untuk melakukan pekerjaan profesi guru pada jenis dan jenjang pendidikan tertentu. Dengan kata lain sertifikasi guru merupakan pemenuhan kebutuhan untuk meningkatkan kompetensi profesional. Oleh karena itu, proses sertifikasi dipandang sebagai bagian esensial dalam upaya memperoleh sertifikat kompetensi sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.

Sertifikasi secara yuridis menurut pasal 1 ayat (11) Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen menyatakan bahwa sertifikasi adalah proses pemberian sertifikat untuk guru dan dosen. Dasar hukum tentang perlunya sertifikasi guru dinyatakan dalam pasal 8 Undang-Undang Nomor 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen, bahwa guru wajib memeiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Mengenai apa yang disebut dengan sertifikat pendidik adalah bukti formal sebagai pengakuan yang diberikan kepada guru sebagai tenaga profesional.

Berkaitan dengan ketentuan tersebut, maka untuk menjadi guru diperlukan dua syarat yaitu kualifikasi akademi minimal (ijasah S1/D4) dan penguasaan kompetensi minimal sebagai guru. kedua hal tersebut dapat dibuktikan dengan sertifikat pendidik secara khususu sertifikat pendidik menurut Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen adalah bukti formal dari pemenuhan dua syarat, yaitu kualifikasi akademi minimum dan penguasaan kompetensi minimal sebagagi guru.

Sertifikasi guru bertujuan untuk: (a) menentukan kelayakan guru dalam melaksanakan tugas sebagai agen pembelajaran dan mewujudkan tujuan pendidikan nasional, (b) meningkatkan proses dan mutu hasil pendidikan, (c) meningkatkan martabat guru, (d) meningkatkan profesionalitas guru. Jadi guru yang disertifikasi adalah guru yang telah memiliki profesionalisme dalam proses belajar mengajar.

Sertifikasi juga memiliki manfaat yaitu: (a) melindungi profesi guru dari praktik-praktik yang tidak kompeten, (b) melindungi citra profesi guru, (c) melindungi masyarakat dari praktik-praktik pendidikan yang tidak berkualitas, (d) tidak profesional, dan (e) meningkatkan kesejahteraan guru.

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen Bab IV Pasal 8 pasal 13 (dalam Komara, 2007) bahwa dalam sertifikasi guru akan mengujikan beberapa aspek, diantaranya kualifikasi akademik, kompetensi, sehat jasmani dan rohani serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.

Ashan dalam Komara (2007), kompetensi itu adalah suatu pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan atau kapabilitas yang dimiliki oleh seseorang yang telah menjadi bagian dari dirinya sehingga mewarnai perilaku kognitif, afektif, dan psikomotoriknya. Selanjutnya dijelaskan oleh Mulyasa (2007) bahwa Program Sertifikasi Guru akan menguji empat jenis kompetensi, yaitu kompetensi pedagogik, kepribadian, profesional, dan sosial.

a. Kompetensi Pedagogik

Dalam Standar Nasional Pendidikan, penjelasan Pasal 28 ayat (3) butir a dikemukakan bahwa kompetensi pedagogik adalah kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik yang meliputi pemahaman terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya. Aspek pada kompetensi ini berkaitan dengan aktualisasi diri dan menekuni profesi, jujur, beriman, bermoral, peka, luwes, humanis, berwawasan luas, berpikir kreatif, kritis, refletif, mau belajar sepanjang hayat.

b. Kompetensi Kepribadian

Dalam Standar Nasional Pendidikan, penjelasan Pasal 28 ayat (3) butir b dikemukakan bahwa kompetensi kepribadian adalah kemampuan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik, dan berakhlak mulia.

c. Kompetensi Profesional

Dalam Standar Nasional Pendidikan, penjelasan Pasal 28 ayat (3) butir c dikemukakan bahwa kompetensi profesional adalah kemampuan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam yang memungkinkan membimbing peserta didik memenuhi standar kompetensi yang ditetapkan dalam Standar Nasional Pendidikan. Aspek pada kompetensi ini berkaitan dengan kemampuan mengajar, meliputi kemampuan dalam perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran, kemampuan dalam menganalisis, penyusunan program perbaikan dan pengayaan, kemampuan dalam membimbing dan konseling. Kemampuan dalam bidang keilmuan, terkait dengan keluasan dan kedalam ilmu pengetahuan dan teknologi yang akan ditransformasikan kepada peserta didik, pemahaman terhadap wawasan pendidikan, dan kemampuan memahami kebijakan-kebijakan pendidikan.

d. Kompetensi Sosial

Dalam Standar Nasional Pendidikan, penjelasan Pasal 28 ayat (3) butir d dikemukakan bahwa kompetensi sosial adalah kemampuan guru sebagai bagian dari masyarakat untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar.

Fox (2008) menyebutkan bahawa hal yang baru dikembangkan dalam penelitian dan pengembangan portofolio adalah: (a) latihan mengajar yaitu diskusi dilakukan oleh para guru dan manganalisis latihan mengajar mereka sendiri, kemudian dibandingkan dengan teori dan strategi, serta implikasi dari program tersebut terhadap anak didiknya, (b) pedoman untuk diri sendiri yaitu portofolio yang dapat digunakan untuk pedoman guru dalam mengajar dan landasan untuk berpijak serta bertindak sesuai dengan kebutuhan anak didik, (c) penelitian tindakan kelas dapat berupa referensi untuk guru-guru yang ingin melaksanakan penelitian tindakan kelas, (d) refleksi yaitu merefleksi program yang sudah dilakukan. (e) Budaya meliputi pentingnya kesadaran, penilaian, serta menghargai perbedaan lingkungan budaya sekolah, (f) siswa, pembelajaran, dan komunikasi pembelajaran melalui diskusi tentang hubungan antara teori pembelajaran dan yang digunakan dalam bentuk atau seting pembelajarans erta pedoman untuk konsep komunikasi pembelajaran, (g) kepemimpinan yaitu pandangan guru untuk belajar tentang kepemimpinan. Menjadi seorang guru harus memiliki jiwa pemimpin yang tinggi dan baik di dalam kelas, di sekolah, dalam praktek mengajar, serta bagaimana dia mampu memanajemen kepemimpinan itu sendiri, (h) tekhnologi yaitu penggunaan teknologi dalam proses pembelajarannya.2.3 Penelitian yang Relevan III. Metode Penelitian3.1 Jenis PenelitianPenelitian ini merupakan penelitian ini merupakan penelitian kualitatif.. Penelitian kualitatif dalam suatu penelitian merupakan kegiatan yang berusaha mengamati, menganalisis, mendeskripsikan dan mengidentifikasi suatu kejadian secara alamiah (Moleong, 2002). Alasan peneliti menggunakan metode tersebut karena metode ini sangat berkaitan erat dengan fokus dan rumusan masalah penelitian yang akan diteliti. Peneliti ingin mengetahui bagaimana tindak guru fisika dalam pembelajaran berbasis kegiatan laboratorium meliputi perencanaan, pelaksanaan, dan sistem penilaian yang dilakukan. Menurut Sarwono (2006), penelitian ini dilakukan apabila peneliti ingin; 1) memahami makna yang melandasi tingkah laku partisipan, 2) mendeskripsikan latar dan interaksi partisipan, 3) melakukan eksplorasi untuk mengidentifikasi informasi baru, 4) memahami keadaan yang terbatas dan ingin mengetahui secara mendalam dan rinci, 5) mendeskripsikan fenomena untuk menciptakan teori baru. Objek penelitian kualitatif merupakan objek penelitian alamiah yaitu tindak guru yang melaksanakan pembelajaran melalui kegiatan laboratorium. Peneliti yang memasuki lapangan berhubungan langsung dengan situasi dan subjek yang diselidiki. Kehadiran peneliti tidak begitu mempengaruhi dinamika pada objek tersebut. Data kualitatif sangat bermanfaat untuk menemukan hakekat dan makna yang terkandung dalam proses pendidikan itu sendiri. Karakteristik penelitian yang akan dirancang sesuai dengan paradigma penelitian kualitatif menurut Sugiyono (2008), yaitu (1) mengamati pembelajaran guru fisika di SMA pada keadaan alami dan utuh (holistik kontekstual) sehingga mendapatkan fenomena yang nyata terjadi di kelas, peneliti terjun langsung (being on location), sebagai instrumen kunci pengumpulan data (being the key instrumen); (2) mengkaji data deskriptif dan melakukan verifikasi data yang diperoleh secara empirik pada lokasi penelitian; (3) lebih mengutamakan makna proses pembelajaran yang dilakukan oleh guru, dengan kontribusinya terhadap peningkatan kompetensi fisika siswa; (4) makna yang terdapat dari apa yang sedang dikaji menjadi pusat perhatian penelitian; (5) analisis dilakukan secara induktif. Untuk mencapai tujuan tersebut peneliti melakukan pengamatan terhadap segala sesuatu yang berkaitan dengan tindak guru baik itu yang terjadi di dalam maupun di luar kelas. Peneliti mengamati kejadian-kejadian yang muncul secara alami. Data dikumpulkan dan dianalisis secara induktif dengan rancangan penelitiannya adalah studi kasus dengan alasan (1) penelitian difokuskan pada kasus yaitu tindak guru dalam pembelajaran fisika berbasis kegiatan laboratorium; (2) penelitian dilakukan dalam satu latar pembelajaran fisika; (3) pengumpulan data dilakukan dengan observasi. 3.2 Prosedur Penelitian

Penelitian ini dilakukan melalui tiga tahap, yakni (1) tahap pra-lapangan, (2) tahap lapangan dan (3) tahap pasca-lapangan. Realisasi teknis setiap tahap dapat diuraikan sebagai berikut.

Tahap pra-lapangan merupakan tahap penyusunan, perencanaan dan penyiapan segala bentuk materi yang dibutuhkan sebagai bahan dasar tahap berikutnya. Ada enam hal yang dilakukan oleh peneliti dalam tahap ini dan satu pertimbangan yang perlu dipahami, yaitu etika penelitian lapangan. Kegiatan dan pertimbangan tersebut diuraikan sebagai berikut.

1. Menyusun rancangan penelitian yang di dalamnya terdapat latar belakang masalah, kajian pustaka, penentuan jadwal penelitian, pemilihan alat penelitian, rancangan pengumpulan data, rancangan prosedur analisis, rancangan perlengkapan dan rancangan pengecekan kebenaran data. Penyusunan rancangan penelitian ini dilakukan selama melakukan perkuliahan metodologi.

2. Memilih lapangan penelitian. Aspek yang diperhatikan oleh peneliti yaitu menjalin hubungan positif antara peneliti dengan subjek penelitian agar nantinya subjek penelitian dapat memberi informasi sebagaimana yang diinginkan. Sebagai lapangan penelitian, peneliti memilih SMA Negeri 1 Bangli sesuai dengan fokus dan rumusan masalah yang telah diuraikan sebelumnya.

3. Mengurus perijinan yang bertujuan untuk memperlancar kegiatan penelitian selanjutnya. Pendekatan harus dilakukan untuk mengetahui pihak yang berwenang memberikan ijin.

4. Menjajaki dan menilai keadaan lapangan. Tahap ini merupakan orientasi lapangan tempat penelitian berlangsung. Maksud dan tujuan penjajakan lapangan adalah berusaha untuk mengenal segala unsur lingkungan sosial, fisik dan keadaan alam.

5. Memilih dan memanfaatkan informan. Informan adalah orang yang dimanfaatkan untuk memberikan informasi tentang situasi dan kondisi latar penelitian. Informan sangat bermanfaat bagi peneliti agar dalam waktu yang relatif singkat banyak informasi yang terjangkau. Informan dalam penelitian ini adalah guru, siswa, dan laboran.

6. Menyiapkan perlengkapan penelitian, yaitu ijin melakukan penelitian, menentukan jadwal yang mencakup waktu kegiatan secara rinci, menyiapkan alat tulis baik itu berupa pulpen, kertas, buku catatan, tape recorder, dan kamera.

7. Etika penelitian akan timbul apabila peneliti tidak menghormati, mematuhi dan mengindahkan nilai-nilai masyarakat. Peneliti sebagai yang sekaligus merupakan instrumen, menyebabkan peneliti secara langsung berhubungan dengan orang-orang serta masyarakan tempat melakukan penelitian. Hal tersebut membuat peneliti harus menyesuaikan dengan adat dan peraturan yang berlaku di tempat penelitian tersebut.

Tahap lapangan merupakan tahap pengumpulan informasi secara holistik-kontekstual, sebagai aktivitas yang memanfaatkan segala sesuatu yang telah dipersiapkan sebelumnya. Pada penelitian ini, kegiatan lapangan dapat dijabarkan sebagai berikut.1. Memahami latar penelitian dan persiapan diri. Peneliti perlu memahami latar penelitian terlebih dahulu. Peneliti secara fisik dan mental mempersiapkan diri untuk terjun ke lapangan. Segi fisik, penampilan dari peneliti akan disesuaikan dengan kebiasaan serta norma yang berlaku di sekolah. Selain itu pembatasan waktu studi juga direncanakan selama 3 bulan, sehingga peneliti dapat memanfaatkan waktu tersebut secara efektif dan efisien untuk melakukan penelitian. Waktu penelitian ini tidak menutup kemungkinan mengalami perubahan sesuai dengan data yang diperoleh.

2. Memasuki lapangan, hal yang perlu diperhatikan adalah keakraban hubungan dengan subjek yang dipelihara selama bahkan sampai sesudah tahap pengumpulan data.

3. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan alat-alat penelitian yang sudah dipersiapkan sebelumnya. Alat penelitian yang biasanya digunakan adalah catatan lapangan. Catatan lapangan adalah catatan yang dibuat peneliti sewaktu mengadakan pengamatan, wawancara serta menyaksikan suatu kejadian tertentu.

4. Analisis data lapangan merupakan suatu proses pengaturan urutan data, mengorganisasikannya dalam suatu pola maupun kategori. Analisis dilakukan dalam suatu proses, yang artinya dilaksanakan sejak mulai pengambilan data dan secara intensif sesudah meninggalkan lapangan.Tahap pasca-lapangan merupakan kegiatan analisis data lanjutan, pengambilan simpulan akhir, konfirmasi dan penyusunan laporan. Kegiatan analisis data lanjutan dilakukan setelah keseluruhan data terkumpul dan setelah kegiatan pengumpulan data di lapangan berakhir sampai diperoleh kesimpulan akhir. Pada kegiatan ini dilakukan pula konfirmasi tentang temuan penelitian pada subjek penelitian dan juga pada pakar (dalam hal ini kepada dosen pembimbing). Kegiatan akhir pada tahap pasca-lapangan adalah penulisan laporan.

3.3 Tempat Penelitian

Peneliti merencanakan tempat yang akan dijadikan objek penelitian adalah SMA Negeri 1 Bangli. Sekolah ini dipilih dengan menggunakan teknik purposive sampling dengan beberapa pertimbangan yaitu sebagai berikut. 1. Sebagai sekolah yang berstatus sekolah unggulan di kota Bangli, peneliti ingin mengungkap fenomena mengenai kebutuhan guru fisika untuk mengembangkan profesionalismenya.2. Sebagai sekolah unggulan, peneliti ingin mengungkap mengenai fasilitas sekolah dalam mengembangkan kompetensi pedagogik, profesional, sosial, dan kepribadian guku fisika di SMA Negeri 1 Bangli serta seberapa banyak fasilitas yang telah disediakan dimanfaatkan oleh guru fisika. 3.4 InstrumenInstrumen penelitian yang digunakan bersifat internal subjektif, yaitu peneliti sebagai instrumen kunci. Peneliti hadir di tengah latar penelitian sebagai instrumen dengan menggunakan segala kemampuan dan pengalaman yang dimiliki peneliti. Peneliti bertindak selaku alat pengumpul data, misalnya peneliti terlibat langsung dalam melakukan observasi. Alat bantu yang digunakan untuk memaksimalkan unjuk kerja instrumen kunci dapat berupa perekam elektronik yaitu tape recorder maupun kamera digital serta alat bantu pencatatan di lapangan yakni, buku, pensil, dan pulpen. Peneliti melakukan observasi langsung ke lapangan, wawancara, dan mendeskripsikan hasil penelitian.3.5 Teknik Penegumpulan dataKetepatan penggunaan metode pengumpulan data bergantung pada keperluan, yakni jenis data yang dikumpulkan dan situasi yang dijumpai dalam pengumpulan data. Teknik pengumpulan data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

3.1.1 Pengamatan Pengamatan merupakan pengumpulan data melalui keterlibatan langsung pada subjek yang akan diteliti sehingga peneliti dapat mendengar, melihat dan merasakan secara langsung pengalaman-pengalaman yang dialami subjek yang sedang diteliti (Sarwono, 2006). Pengamatan memiliki peran penting yang melebihi wawancara, karena kata-kata tidak selamanya dapat menggantikan keadaan sebenarnya. Pengamatan secara langsung dapat mengecek kebenaran data yang diperoleh melalui hasil wawancara. Pengamatan ini meliputi pencatatan secara sistematik kejadian-kejadian, perilaku, objek yang dilihat dan hal-hal lain yang diperlukan pada penelitian ini.

Sebelum proses pembelajaran berlangsung, peneliti mengamati perencanaan yang dilakukan oleh guru baik itu persiapan alat dan bahan yang akan digunakan serta RPP yang telah dibuat. Saat pembelajaran berlangsung peneliti ikut mengamati, mencatat pelaksanaan pembelajaran dari awal sampai akhir pembelajaran. Peneliti tidak terlibat dalam proses pembelajaran tersebut agar proses pembelajaran berlangsung alamiah tanpa pengaruh perilaku peneliti. Kondisi seperti ini memberi kesempatan untuk mengeksplorasi fenomena-fenomena yang relevan secara mendalam. Subjek penelitian adalah guru yang melaksanakan pembelajaran berbasis kegiatan laboratorium.

3.1.2 Wawancara Wawancara adalah teknik pengumpulan data dengan cara mengajukan pertanyaan secara lisan untuk dijawab secara lisan pula (Zuriah, 2005). Terdapat dua alasan penggunaan teknik wawancara dalam mengumpulkan data yaitu pertama, teknik wawancara tidak hanya dapat menggali apa yang diketahui dan dialami seseorang atau subjek yang diteliti tetapi juga apa yang tersembunyi jauh di dalam diri subjek penelitian. Kedua, apa yang ditanyakan kepada informan bisa mencakup hal-hal yang bersifat lintas waktu baik itu masa lampau, sekarang maupun masa yang akan datang.

Menurut Licoln & Guba (dalam Moleong, 2002) wawancara digunakan untuk mengkonstruksi mengenai orang, kegiatan, organisasi, perasaan, motivasi dan memperoleh data yang terkait dengan alasan yang melatarbelakangi guru melakukan tindak tersebut. Tujuan wawancara adalah untuk mengetahui apa yang terkandung dalam pikiran dan hati seseorang serta pandangnnya terhadap sesuatu yang tidak dapat kita ketahui melalui observasi (Nasution, 2003).

Wawancara yang dilakukan pada penelitian ini adalah wawancara semi terstruktur dan terbuka. Wawancara semi terstruktur merupakan teknik wawancara yang lebih bersifat informal. Peneliti mengajukan pertanyaan sesuai dengan rubrik wawancara yang telah disiapkan namun permasalahan yang ditanyakan dapat berkembang sesuai situasi wawancara itu. Hubungan pewawancara dengan yang diwawancarai adalah dalam suasana biasa, wajar, pertanyaan dan jawabannya berjalan seperti pembicaraan sehari-hari. Keadaan seperti ini memungkinkan wawancara berlangsung luwes, informasi yang diperoleh lebih kaya dan tidak menjenuhkan kedua belah pihak. Wawancara terbuka berarti informan mengetahui bahwa mereka sedang diwawancara dan mengetahui maksud wawancara tersebut. 3.1.3 Kajian Sumber Berupa DokumenKajian sumber nonmanusia yaitu kajian terhadap dokumen-dokumen baik berupa gambar maupun tulisan. Menurut Lincoln & Guba (dalam Faisal, 1990), bahwa sumber informasi yang berupa dokumen dan catatan sesungguhnya cukup bermanfaat. Sumber ini dapat dianalisis secara berulang-ulang dengan tidak mengalami perubahan, merupakan data yang secara legal dapat diterima dan tidak dapat memberikan reaksi apapun pada peneliti sebagaimana halnya sumber data yang berupa manusia. Pada penelitian ini, dokumen yang dikaji adalah RPP yang telah mencakup LKS yang telah dibuat guru, foto catatan lapangan serta hasil rekaman yang diambil ketika proses pembelajaran berlangsung.

3.6 Metode Analisis DataAnalisa data dalam penelitian kualitatif adalah proses pelacakan dan pengaturan secara sistematis transkrip wawancara, catatan lapangan dan bahan-bahan lain yang dikumpulkan untuk meningkatkan pemahaman terhadap bahan-bahan tersebut agar dapat diinterpretasikan temuannya kepada orang lain (Bogdan & Biklen dalam Zuriah, 2005). Analisis yang digunakan lebih banyak dilakukan bersama dengan pengumpulan data. Prinsip pokok teknik analisis kualitatif adalah mengolah dan menganalisis data yang terkumpul menjadi data yang sistematik, teratur dan mempunyai makna.

Langkah analisis data dalam penelitian ini yang sesuai menurut Sarwono (2006), adalah 1) mengorganisasikan data dengan membaca data berulang sehingga peneliti menemukan data yang sesuai dengan penelitian dan membuang data yang tidak penting, 2) membuat kategori yaitu mengelompokkan data ke dalam suatu kategori, 3) menguji hipotesis yang muncul dengan menggunakan data yang ada, 4) mencari eksplanasi alternatif data yaitu memberi keterangan yang masuk akal data yang ada, 5) menulis laporan.

Menurut Miles & Huberman (dalam Sugiyono, 2006) aktivitas dalam analisis data kualitatif dilakukan melalui tiga jalur yaitu reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan.

1. Reduksi data dilakukan dengan membuat ringkasan, menelusuri data, membuat satuan data yang lebih kecil yang sesuai dengan kajian penelitian. Banyaknya data yang diperoleh dari lapangan perlu dicatat secara teliti dan rinci. Hal ini disebabkan oleh semakin lama peneliti di lapangan maka jumlah data akan semakin banyak, kompleks dan rumit sehingga perlu dilakukan analisis data melalui reduksi data. Reduksi data dilakukan dengan penyederhanaan data yang diperoleh saat pengumpulan data sehingga terdapat data yang siap dianalisis. Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting sehingga data yang telah direduksi akan memberi gambaran yang lebih jelas dan mempermudah peneliti mengumpulkan data selanjutnya.

2. Penyajian data dilakukan setelah data direduksi. Penyajian data berbentuk uraian singkat atau teks yang bersifat naratif. Data yang diperoleh selama penelitian dipaparkan kemudian dicari tema-tema yang terkandung di dalamnya sehingga jelas maknanya. Dengan melakukan penyajian data maka akan memudahkan memahami apa yang terjadi, merencanakan langkah-langkah kerja selanjutnya berdasarkan apa yang telah dipahami tersebut.

3. Penarikan kesimpulan dilaksanakan setelah melalui proses analisis data baik analisis selama pengumpulan data maupun analisis setelah pengumpulan data. Kesimpulan yang dikemukakan didukung oleh bukti-bukti yang valid dan konsisten untuk dapat menjawab rumusan masalah. Penarikan kesimpulan ini merupakan proses akhir dari metode analisis data sehingga hasil penelitian dapat dikomunikasikan secara ilmiah dan dapat dipertanggungjawabkan.

Menurut Zuriah (2005) analisis data berdasarkan kurun waktunya dibagi menjadi 2 jenis, yaitu sebagai berikut.

1. Analisis data selama mengumpulkan data

Beberapa langkah yang banyak ditempuh dalam analisis data selama pengumpulan data, antara lain penyusunan lembar rangkuman kontak, pembuatan kode-kode, pengkodean pola dan pemberian memo. Lembar rangkuman kontak merupakan lembar yang berisi serangkaian pemfokusan atau rangkuman tentang pertanyaan kontak lapangan tertentu. Peneliti menelaah catatan lapangan dan menjawab pertanyaan-pertanyaan secara singkat. Banyak data yang dihasilkan baik itu berdasarkan catatan lapangan yang diperoleh dari hasil pengamatan, hasil wawancara maupun dokumen-dokumen yang diperoleh saat pengumpulan data sehingga perlu dibuat suatu pengkodean agar mempermudah menangkap makna yang esensial dan menata kembali data yang diperoleh sehingga siap dianalisis. Pengkodean dalam penelitian ini dilakukan dengan cara (1) pemberian kode untuk cara pengumpulan data yakni, Obs untuk observasi atau pengamatan, Wan untuk wawancara, Cat untuk catatan lapangan; (2) pemberian kode untuk jenis data yang diperoleh dan relevansinya dengan subjek yang diteliti. Pemberian kode ini ditulis dengan huruf kapital diikuti dengan angka arab dan huruf kecil misalnya D1/GA yang artinya, data pertama pada guru A; (3) pemberian tanda kapan data tersebut diperoleh ditunjukkan dengan misalnya 12-3-14 berarti pelaksanaan pencatatan dilaksanakan pada tanggal 12 Maret 2014. Bila ditemukan kode Obs/D1/GA/14-5-14 berarti observasi lapangan data pertama pada guru A yang dilaksanakan pada tanggal 14 Mei 2014. Subjek penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah 3 orang guru dan kode untuk masing-masing guru adalah sebagai berikut: (1) GA untuk guru A, (2) GB untuk guru B dan (3) GC untuk guru C. Langkah selanjutnya yaitu membentuk pengkodean pola yaitu cara untuk mengelompokkan rangkuman-rangkuman data menjadi sejumlah kecil tema. Coding diwujudkan dalam suatu kata yang menunjukkan isi dari bagian data tertentu, misalnya data yang menunjukkan persiapan guru sebelum melakukan pembelajaran. Data yang sama dikumpulkan sehingga peneliti tahu pola yang sering muncul. Berbagai macam informasi yang diperoleh peneliti menyebabkan peneliti lupa menangkap gejala atau makna dari apa yang sedang terjadi, oleh karena itu perlu dibuat sebuah memo.

2. Analisis data setelah pengumpulan data

Pada tahap ini peneliti lebih banyak terlibat dalam kegiatan penyajian dan penampilan dari data yang dikumpulkan dan dianalisis sebelumnya. Penyajian ini dilakukan dalam bentuk uraian singkat. Sajian data tersebut berupa tindak guru dalam pembelajaran fisika berbasis kegiatan laboratorium baik itu dari tahap perencanaan, pengembangan, pelaksanaan, pengelolaan dan penilaian.

3.7 Pengujian Keabsahan Data

Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk meyakinkan bahwa apa yang diamati oleh peneliti telah sesuai dengan apa yang terjadi sebenarnya. Agar data benar-benar akurat, sahih, representatif dan layak untuk dianalisis dalam penelitian ini digunakan 4 kriteria untuk pemeriksaan keabsahan yaitu:

1. Derajat kepercayaan (credibility). Menurut Moleong (2002) Penerapan kriterium kredibelitas pada dasarnya menggantikan konsep validitas internal dari penelitian kuantitatif. Kriterium ini berfungsi untuk melaksanakan inkuiri sedemikian rupa sehingga tingkat kepercayaan penemuan dapat dicapai kedua dan menunjukkan hasil-hasil penemuan dengan jalan pembuktian oleh peneliti. Uji kredibilitas data dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut.a. Keikutsertaan peneliti. Hal ini sangat menentukan dalam pengumpulan data. Keikutsertaan itu tidak hanya dilakukan dalam waktu yang singkat, tetapi memerlukan perpanjangan keikutsertaan pada latar penelitian.

b. Perpanjangan pengamatan. Hal ini dilakukan untuk mengecek kembali data yang diperoleh benar atau tidak. Bila data yang diperoleh selama melakukan penelitian setelah dicek kembali pada sumber data asli atau sumber lain ternyata berbeda maka peneliti melakukan pengamatan lagi yang lebih luas dan mendalam sehingga diperoleh data yang pasti kebenarannya.

c. Triangulasi. Triangulasi digunakan untuk menguji kredibilitas data dengan cara mengecek data dari berbagai sumber dengan berbagai cara dan berbagai waktu.

d. Diskusi dengan teman sejawat. Berkomunikasi dengan sesama peneliti yang lebih dahulu terjun dalam penelitian kualitatif sehingga terjadinya pertukaran informasi mengenai cara-cara menguji keabsahan data yang diperoleh, membicarakan bahkan mengkritik segenap proses dan hasil penelitian sehingga peneliti bisa memperoleh masukan atas kelamahan yang mungkin terjadi dari penelitian yang dilakukan.

e. Analisa kasus negatif. Analisa ini dilakukan dengan jalan menguji ada tidaknya kasus atau keadaan yang menyanggah kebenaran hipotesis atau temuan penelitian. Apabila peneliti masih mendapatkan data-data yang bertentangan dengan data yang ditemukan atau terdapat kasus dan bukti sanggahan, maka hasil penelitian tersebut perlu dianalis kembali dan mungkin akan merubah temuan. Bila tidak ada lagi data yang berbeda atau bertentangan dengan temuan, berarti data yang ditemukan sudah valid atau benar.

2. Keteralihan (transferability). Kriteria ini tercapai apabila pembaca laporan penelitian memperoleh gambaran jelas terkait konteks penelitian yang diberlakukan. Keteralihan sebagai proses empiris bergantung pada kesamaan antara konteks pengirim dan penerima, yakni pesan yang disampaikan informan harus sesuai dengan apa yang diterima peneliti. Temuan-temuan yang diperoleh di lapangan dideskripsikan secara rinci dan sistematis ke dalam format yang telah disediakan karena peneliti bertanggung jawab menyediakan data deskriptif untuk informasi yang diperoleh. Hal ini dilakukan oleh peneliti dengan maksud untuk memperoleh gambaran yang jelas tentang temuan-temuan dalam penelitian ini sehingga peneliti, pembimbing dan pembaca lainnya tidak meragukan.

3. Kebergantungan (dependabelity). Kriteria ini berkaitan dengan pengecekan atau penilaian akan kebenaran peneliti dalam mengkonseptualisasikan apa yang diteliti. Menurut Suriati (2009), yang dimaksud dependiebelity adalah pemeriksaan kualitas proses penelitian. Cara ini dilakukan oleh peneliti dengan maksud untuk mengetahui sejauh mana kualitas proses penelitian yang dikerjakan oleh peneliti mulai dari konseptualisasi penelitian, penyaringan data penelitian, interpretasi temuan-temuan penelitian hingga pada pelaporan hasil penelitian. Semakin konsisten seorang peneliti dalam keseluruhan proses penelitiannya, maka semakin memenuhi standar dependabelitas. Cara yang dapat digunakan adalah dengan jalan melakukan review terhadap segenap aktivitas penelitian. Jika penelitian tidak mempunyai dan tidak dapat menunjukkan jejak aktivitas lapangannya maka dependabelitasnya patut diragukan (Faisal, 1990).

4. Kepastian (confirmability). Pemeriksaan hasil penelitian dilakukan oleh peneliti bertujuan untuk melihat tingkat kesesuaian antara temuan-temuan dengan data yang telah dikumpul. Temuan-temuan tersebut dapat diterima apabila menunjukkan kesesuian, namun apabila tidak maka temuan tersebut akan sendirinya gugur. Konsekuensinya adalah peneliti harus turun lapangan untuk memperoleh data yang sesungguhnya. Kegiatan yang dilakukan peneliti adalah memeriksa kembali data lapangan baik itu catatan lapangan maupun data yang telah direduksi kemudian menyesuaikan dengan temuan yang telah dirumuskan. Kepastian bukan ditekankan pada orang namun pada data yang didapat, sehingga kebergantungan bukan lagi pada orangnya namun pada datanya.

Menurut Faisal (1990), standar lain yang patut diperhatikan dalam penelitian kualitatif adalah 1) harus dilaksanakan dalam kondisi sewajar mungkin, 2) harus memperlakukan orang-orang yang diteliti semanusiawi mungkin, 3) harus menjunjung tinggi perspektif emic partisipan, 4) strategi pengambilan sampel harus logis dan dilaporkan secara jelas, 5) laporan penelitian harus mencakup deskriptif dan sintesis, 6) laporan penelitian harus ditulis secara baik dan komunikatif sesuai dengan karakteristik sasaran pembacanya.

Peneliti harus melakukan beberapa hal agar penelitian kualitatif memiliki reliabilitas (ketepatan), yaitu sebagai berikut.

a. Mempelajari rekaman video yang dilakukan beberapa kali oleh orang yang berbeda atau sama.

b. Mendengarkan selama beberapa kali rekaman audio oleh orang yang berbeda atau sama.

c. Mempelajari transkripsi hasil rekaman berulang-ulang yang dilakukan oleh orang yang berbeda atau sama.

DAFTAR PUSTAKA